Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Minggu ke : Etnografi Indonesia (3 sks) : SOA : Pendidikan Sosiologi Antropologi : Sosiologi : Ilmu Sosial : Drs. Syafwan, M.Si Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450) :1 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): 1. 2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian etnografi. Mahasiswa mampu menjelaskan etnografi sebagai laporan ttg deskripsi sukubangsa dan etnografi sebagai metode penelitian antropologi. MATERI 1. Pengertian etnografi 2. Pembagian jenis etnografi: metode dan laporan (deskripsi) sukubangsa MATERI 1 PENGERTIAN ETNOGRAFI Istilah Etnografi diambil dari bahasa Yunani yaitu ethnos yang berarti rakyat, sukubangsa, atau bangsa dan graphy yang berarti deskripsi, atau pelukisan. Etnografi dapat didefenisikan sebagai pelukisan atau deskripsi mengenai sukubangsa atau bangsa. Pelukisan tentang sukubangsa berkaitan dengan kebudayaan dari suatu kelompok masyarakat, atau sukubangsa. Etnografi merupakan cikal bakal lahirnya antropologi sebagai ilmu pengetahuan, muncul sekitar pertengahan abad ke-19, bahkan Koentjaraningrat (1986: 42) menyatakan bahwa etnografi sudah ada sejak tiga abad sebelumnya. Sebagai suatu pelukisan terhadap suatu bangsa atau sukubangsa yang dilakukan oleh para petualang dan pelaut dalam bentuk catatan harian. Dalam catatan harian 1 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang tersebut, mereka sering memberikan keterangan mengenai the way of life dan kebudayaan bangsa-bangsa yang dikunjungi. Dengan kemampuan teknologi navigasi dan berhasil menyeberangi lautan dan samudera untuk menjelajahi benua Amerika, Asia, dan Afrika. Sebagai contoh etnografi awal yaitu: Herodotus (484-425 SM) membuat catatan perjalanan tentang orang Mesir, Macedonia, Babilonia, Palestina, Yunani dan Asia. Herodotus mengumpulkan apa yang ia sebut “otopsi”, atau “pertanyaan pribadi”: dia mendengarkan mitos dan legenda, mencatat sejarah lisan dan membuat catatan dari tempat dan hal-hal yang ia lihat. Berikut contoh uraian Herodotus tentang Mesir pada abad ke 5, .......wanitanya pergi ke pasar dan berdagang, sedangkan pria tinggal di rumah dan menenun, dan jika seluruh dunia mengerjakan tenunan dari bawah ke atas, orangorang Mesir menyelesaikannya dari atas ke bawah. Wanita-wanita Mesir memikul beban di atas pundaknya dan kaum prianya menjunjung beban di atas kepala. Makanan disantap di luar rumah, di jalanan dan mereka masuk lagi ke rumah untuk beristirahat. Wanita tidak dapat menjabat sebagai pendeta atau ulama, baik untuk dewa maupun untuk dewi, tetapi prianya bisa saja menjabat kedua-duanya, untuk dewa dan dewi; putra-puta mereka tidak usah membiayai orang tua mereka jika tidak menghendakinya, tetapi putri-putri harus menyokong orang tua mereka, walaupun mereka tidak sudi.......(Ihromi,1981:15) Tokoh lain yaitu Ibnu Khaldum (1332-1406 M), seorang tokoh Islam dan dikenal sebagai bapak sosiologi, ekonomi dan sejarah. Banyak menghasilkan karya ilmiah mengenai masyarakat yang dia amati. Ibu Khaldum membandingkan cara hidup orang Badui yang bersifat nomaden dan orang-orang yang menetap dan bekerja di kota-kota. Membicarakan akibat-akibat dari iklim dan watak manusia dan menarik kesimpulan umum tentang timbul tenggelamnya dinastidinasti dalam bab-bab yang mengandung proposisi sebagai berikut:” Orang-orang yang ditaklukkan selalu mencoba meniru penakluk-penakluk mereka dalam halhal yang khas, seperti dalam hal pakaian, pekerjaan serta lain-lain adat kebiasaannya. “Orang-orang Badui dapat mencapai kekuasaan kerajaan hanya 2 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang berkat pemanfaatan beberapa segi keagamaan, seperti kedudukan nabi atau kesaktian atau pada umumnya, suatu peristiwa besar yang bersifat agama. Kewenangan kerajaan dan kekuasaan dinasti yang luas, hanya dicapai melalui kelompok serta perasaan kelompok. Sehubungan dengan tulisan ini Arnold Toynbee menyatakan “tidak dapat disangkal lagi, bahwa karya ini karya besar yang pernah dilahirkan dalam sejarah.” Sumber Gb. http:/feb.uhamka.ac.id Catatan etnografi semakin lama semakin banyak jumlahnya, dengan adanya tulisan-tulisan para pendeta penyebar agama Katolik dan Kristen serta para pegawai pemerintah jajahan dari berbagai negara Eropa Barat. Tulisantulisan ini terhimpun di perpustakaan di kota-kota besar dan universitas, menjadi bahan kajian bagi para ahli ilmu dalam bidang biologi, anatomi, hukum , sejarah kebudayaan dan foklor. Bahan etnografi melahirkan ilmu tentang bangsa-bangsa atau etnologi. 3 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang MATERI 2 PEMBAGIAN JENIS ETNOGRAFI Istilah etnografi dipahami oleh ahli antropologi atas dua yaitu; 1) etnografi sebagai suatu deskripsi atau lukisan tentang sukubangsa; 2) etnografi sebagai metode penelitian. Dalam melukiskan suatu sukubangsa dalam bentuk laporan penelitian, seorang antopolog harus melakukan suatu metode penelitian yang khas, yaitu sifatnya holistik-integratif, thick description dan analisa kualitatif dalam rangka mendapatkan native’s point of view’. Teknik pengumpulan data yang utama adalah observasi-partisipasi dan wawancara terbuka dan mendalam. Penelitian dilakukan langsung pada masyarakat yang diteliti atau penelitian lapangan (field work) dalam jangka waktu yang relatif lama, wawancara dan observasi. Etnografi sebagai laporan penelitian dan metode penelitian dianggap sebagai dasar dari ilmu antropologi. Menurut Margared dalam A handbook of Method in Cultural Anthropology yang disunting oleh Raoul Naroll dan Ronald Cohen, terbitan Columbia University Press tahun 1970 (Spradley, 1997: kata pengantar Amri Marzali) ‘antropologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan secara keseluruhan tergantung pada laporan-laporan kajian lapangan yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat yang nyata hidup.’ Clifford Geertz juga menyatakan dalam The Interpretation of Culture bahwa; ‘Jika anda ingin mengerti tentang satu ilmu pengetahuan, pertama-tama anda seharusnya tidak melihat kepada teori-teori atau penemuan-penemuannya, dan tentu saja tidak pada apa yang dikatakan oleh apologisnya tentang ilmu pengetahuan tersebut, Anda seharusnya melihat apa yang dilakukan oleh para praktisi...’James Spradley dalam Participan Observation mengatakan bahwa ‘ kajian lapangan etnografi adalah tonggak antropologi kultural’(Spradley, 1997) Dalam perkembangan antropologi saat ini terutama sejak awal abad ke-20, seorang antropolog yang hendak membuat laporan penelitian atau mendeskripsikan suatu kelompok masyarakat, maka harus melakukan metode 4 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang penelitian khas antropologi yaitu field work, wawancara mendalam dan observasi partisipasi. Dalam pengertian ini, laporan penelitian yang dihasilkan merupakan kerja lapangan antropolog itu sendiri. Etnografi dan antropologi merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan dari ilmu antropologi itu sendiri. Perkembangan antropologi baik dari sisi teoritis akan membawa perkembangan dalam sisi metode penelitiannya, selanjutnya akan memberi warna terhadap tulisan (deskripsi) atau laporan penelitian antropologi. Etnografi saat ini tidak hanya dikenal etnografi dalam bentuk tulisan atau foto, namun saat ini juga berkembang etnografi visual dalam bentuk gambar bergerak atau video dan film. Masyarakat dan kebudayaan yang selalui berubah memerlukan pemikiran baru dari antropolog dan menghasilkan kerangka teoritis yang baru pula. Dengan demikian hasil karya antropologi dengan berbagai perkembangan paradigma dan metode penelitiannya disebut sebagai hasil karya etnografi. Secara sederhana disebutkan seorang etnografer adalah juga seorang antropolog. 5 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Minggu ke : Etnografi Indonesia (3 sks) : SOA : Pendidikan Sosiologi Antropologi : Sosiologi : Ilmu Sosial : Drs. Syafwan, M.Si Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450) :2&3 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan etnografi MATERI Perkembangan etnografi Etnografi Klasik Etnografi modern Etnografi kini PERKEMBANGAN ETNOGRAFI Untuk membuat laporan penelitian mengenai suatu kelompok masyarakat (deskripsi sukubangsa) diperlukan metode untuk mengumpulkann data yang nantinya menjadi sumber dari penulisan laporan. Supaya tulisan memiliki kekuatan ilmiah maka metode penelitian hendaklah jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Laporan penelitian atau etnografi tidak hanya memaparkan atau mendeskripsikan kebudayaan yang ada pada suatu kelompok masyarakat atau suatu sukubangsa, namun juga diperkaya dengan memberikan penjelasan atau eksplanasi terhadap masyarakat dan kebudayaan. Eksplanasi dari suatu kebudayaan masyarakat ini yang selanjutnya menjadi bagian 6 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang dari teori yang dihasilkan oleh para etnografer atau antropolog. Kondisi ini hadir sebagai hasil dari perkembangan yang cukup panjang dari antropologi itu sendiri. A. ETNOGRAFI KLASIK Pada periode awal kira-kira sebelum Tahun 1800, sesuai dengan fase pertama perkembangan antropologi dalam buku Koentjaraningrat Pengantar Antropologi (1996), etnografi dibuat dan dilakukan oleh para petualang, pelaut, pendeta, dan pegawai pemerintah daerah jajahan berupa kisah-kisah perjalanan, laporan yang jumlahnya sangat banyak sekali dan terkumpul di perpustakaan. Tulisan etnografi pada masa itu memuat banyak unsur dari kebudayaan masyarakat, seperti bahasa, ciri-ciri fisik, adat-istiadat dan upacara dari berbagai sukubangsa di Asia, Afrika, Oceania dan Penduduk asli Amerika. Tulisan etnografi ini sangat menarik bagi orang Eropah pada saat itu. Setidaknya sejak abad ke-15 menurut Simon Coleman dan Helen Watson (1992) telah muncul perdebatan tentang sifat dan adat-istiadat bangsa-bangsa ‘barbar’ yang digambarkan oleh para pelaut dan pedagang. Hal ini diperluas dengan adanya penemuan mesik cetak, yang menyebarluaskan cerita-cerita para petualang kepada penduduk yang melek huruf. Masyarakat Eropa juga memperdebatkan apakah mereka (masyarakat ‘barbar’) manusia yang rasional seperti orang Eropa atau mereka bukan manusia? Ada yang beranggapan bahwa masyarakat ‘barbar’ merupakan bentuk awal dari umat manusia yang masih hidup pada era itu, sebelum berkembang seperti masyarakat Eropah. Suatu ciri dari etnografi pada masa itu adalah pelukisan kebudayaan dari suatu sukubangsa bersifat kabur, tidak jelas kebenaran (validitas) data, karena belum memiliki metode penelitian yang jelas dan sering berisi pendeskripsikan tentang sesuatu hal yang dianggap “aneh”oleh etnografer. Dengan demikian tulisan masih bersifat subjektif atau belum dapat diakui keabsahannya, bersifat relatif berdasarkan selera atau perasaan dari penulisnya (etnografer). Sebagai contoh, pada 1651, penulis Inggris, Thomas Hobbes, menulis bahwa manusia, dalam ‘kondisinya yang alamiah’, tanpa organisasi politik, merupakan makhluk yang pada dasarnya egois dan kejam. Ia menganggap bangsa Indian 7 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Amerika sangat dekat dengan tingkatan kehidupan seperti itu, kehidupannya dianggap miskin,kejam, ganas dan pendek. Berbeda dengan pandangan JeanJacques Rousseau (1712-1778), yang mengaitkan kebahagiaan dengan kehidupan ditengah alam, bebas dari pengaruh buruk duniawi dan peradaban. Pandangan ini selaras dengan gagasan Injil tentang kondisi suci umat manusia sebelum jatuh dari kemuliaan (Simon Coleman dan Helen Watson, 1992: 27-31). Pada periode abad ke-19 dan awal abad ke-20 kepustakaan etnografi yang terkumpul di perpustakaan menjadi kajian dari para ilmuwan dan menghasilkan banyak tulisan yang disusun berdasarkan kerangka fikir evolusi. Tulisan ini menerangkan masalah terjadinya beragam kebudayaan manusia di berbagai benua. Pada masa ini lahirlah etnologi atau ilmu bangsa-bangsa, suatu ilmu yang membandingkan dan menganalisis berbagai kebudayaan yang berbeda. Para etnolog bekerja dengan membandingkan bangsa-bangsa di luar Eropa atau di daerah jajahan dengan tujuan untuk ‘merekonstruksi pertalian historis antara orang-orang pada zaman purba dan untuk merekonstruksi tahapan yang telah dilampaui oleh evolusi budaya manusia sejak awal yang sangat’ primitif’ (Keesing,1981: 3). Para etnolog ini bekerja di perpustakaan atau istilah lainnya adalah ‘ahli belakang meja’. Mereka tidak melihat langsung masyarakat ‘primitif’ yang menjadi objek kajiannnya. Salah satu tokoh di era ini yaitu Sir James Frazer (1854-1941), menulis buku tebal 13 volume berjudul The Golden Bough. Frazer ketika ditanya apakah ia pernah melihat suatu kelompok masyarakat primitif yang telah ditulisnya dalam buku itu, menjawab dengan ketus, “Tuhan melarang” (Amri Marzali kata pengantar, dalam James Spradley,1997). Dalam perkembangan antropologi menurut Koenjaraningrat (1986) memang ada suatu periode dimana terdapat perbedaan antara para penulis etnografi di lapangan dan para ilmuwan (etnologi) yang menganalisa data yang terdapat dalam laporan etnografi dari lapangan. Pada akhir abad ke-19 pernah diterbitkan sebuah buku pedoman bagi para penulis etnografi untuk dibawa ke lapangan, sehingga data etnografi yang tercatat dapat disusun menurut petunjuk 8 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang yang diuraikan dalam buku pedoman itu. Buku pedoman itu berjudul Notes And Queries On Antropology, pertama kali diterbitkan pada tahun 1874. G.P.Murdock (1907-1985), guru besar antopologi di Yale University mengembangkan sistem kartu etnografi untuk mengkaji perbandingan lintas budaya (cross cultural comparation) yang disebut dengan Human Relation Area Files (HRAF) pada tahun 1949. Sistem ini bertujuan untuk mengumpulkan etnografi beragam sukubangsa di dunia dan merangsang penelitian lintas budaya, menyempurnakan teori dan metodologi (Koentjaraningrat,1990; Havilland,2005). Menjelang akhir abad ke 19, muncul pandangan baru dalam ilmu antropologi. Kerangka evolusi masyarakat dan kebudayaan yang disusun oleh para ahli teori terdahulu kini dipandang tidak realistik, tidak didukung oleh bukti yang nyata dan bersifat spekulatif. Pemikiran baru bahwa seorang antropolog harus melihat sendiri kelompok masyarakat yang menjadi objek kajiannya, harus turun ke lapangan langsung (field work) serta melakukan pengamatan dan wawancara mendalam dengan subjek penelitian. Antropolog yang sudah melakukan studi lapangan langsung sebelumnya yaitu, L.H.Morgan menulis tentang suku Indian Iroquois; W.H.R. Rivers yang melakukan ekspedisi ke selat Torres di Inggris serta mengembangkan metode wawancara yang khas genealogical method; Frans Boas melakukan penelitian lapangan pada orang Eskimo dan Indian. Boas menyatakan bahwa sangat penting bagi antropolog untuk mempelajari bahasa masyarakat yang diteliti. Orientasi teoritis peneliti pada masa itu yaitu perubahan sosial dan kebudayaan. Penelitian bertipe informan oriented karena tujuannya adalah untuk mendapat gambaran masa lalu masyarakat tersebut. Perbedaan etnografi dan etnologi Etnografi Etnologi Melakukan field work dalam mengumpulkan data Sering deskriptif Kelompok atau komunitas spesifik Menggunakan data yang dikumpulkan oleh peneliti lain Deskriptif analitis Komparatif/lintas budaya 9 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Pembagian kerja antara ahli etnografi di lapangan dan ahli etnologi dibelakang meja sesudah perang dunia ke II sudah tidak ada lagi. Seorang peneliti di lapangan harus memiliki pengetahuan teori yang sama seperti etnologi, dan sebaliknya ilmuwan etnologi yang biasa melakukan analisis di belakang meja juga harus memiliki kemampuan di lapangan. Keahlian etnografi dan etnologi sudah menyatu dalam diri seorang ilmuwan antropologi masa kini (Koentjaraningrat, 1986; lihat Koentjaraningrat, 1987). Pertemuan anggota Perkumpulan Ilmuwan Antropologi di Paris pada tahun 1839 telah membahas tentang istilah Etnologi, dan memutuskan bahwa memberikan makna yang luas pada istilah antropologi yaitu terdiri atas keduanya etnologi dan etnografi ( Kuklick, 2008: 96). B. ETNOGRAFI MODERN Etnografi modern dipelopori oleh Alfred Regina. Radcliffe-Brown (18811995) dan Bronislaw Malinowski (1884-1942). Malinowski menyakini bahwa mutlak dilakukannya penelitian lapangan atau field work yang detail. Ia menyatakan bahwa sebelum kamu hidup ditengah-tengah sukubangsa terasing dan mampu berbicara dengan bahasa mereka secara fasih, kamu tidak bisa mengaku sebagai seorang ahli antropologi profesional (Lewis dalam Coleman,1992) Perbedaan mendasar antara etnografi klasik dengan etnografi modern yaitu : Etnografi klasik Etnografi modern Bersifat historis memperhatikan sejarah, tujuan untuk mengkaji perubahan dalam masyarakat Diankronik Tidak field work Semua bangsa di dunia Bersifat a historis, tidak begitu memandang penting sejarah kebudayaan suatu masyarakat Sinkronik Field work Pada umumnya satu amasyarakat tertentu, masy primitif’ Objektif, Fungsionalis, struktural fungsional Emik Holistik Subjektif, spekulatif Paradigma teoritis evolusi dan difusi Etik Parsial 10 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Tujuan utama penelitian etnografi, menurut Malinowski adalah to grasp the native’s point of view, his relation to life, to realise his vision and his world (menangkap sudut pandang native (penduduk asli) tersebut, hubungannya dengan kehidupan, menyadari visinya dan dunianya). Secara umum tujuan dari etnografi ( Malinowski dan Radcliffe-Brown) yaitu untuk mendeskripsikan struktur sosial dan kebudayaan suatu masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut seorang etnografer tidak hanya melakukan wawancara dan observasi akan tetapi tinggal dan hidup dalam masyarakat yang diteliti untuk beberapa lama (1 atau 2 tahun) mempelajari pola perilaku, kepercayaan, adat istiadat, kehidupan sosial, aktivitas ekonomi, politik dan agama. Setiap segi dari kehidupan masyarakat dilihat sebagai bagian dari suatu sistem yang saling berkaitan. Metode ini disebut etnografi berintegrasi. Etnografi modern ala Malinowski melakukan penelitian mendalam di kepulauan Trobriand sebelah tenggara Papua Niugini. Malinowski mengembangkan pendekatan yang disebut dengan fungsionalis, yang menekankan kepada penggunaan institusi (pranata sosial) untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pelukisan etnografi diutamakannya kepada sistem perdagangan, mengambarkan hubungan berkaita antara sistem kula dengan lingkungan alam, pola pemukiman, sistem kekeraban, barang-barang yang diperdagangkan dalam kula dan berbagai fungsi dari unsur-unsur kebudayaan yang ada pada masyarakat Trobriand. 11 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Sumber: brooklynbrainery.com Sumber: http://trobriandsindepth.com C. ETNOGRAFI KINI Antropologi sosial budaya saat ini menempatkan etnografi sebagai point penting dalam antropologi. Menjadi tradisi dalam antropologi, diperlukannya pengalaman lapangan pada masyarakat lain, etnografer tinggal atau hidup dalam masyarakat skala kecil, relatif terisolasi dengan teknologi sederhana dan ekonomi sederhana. Etnografi muncul sebagai strategi penelitian dalam masyarakat dengan 12 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang keseragaman budaya yang besar, dan sangat sedikit differsensiasi sosial dibandingkan dengan masyarakat modern dan negara industri. Secara tradisional, etnografer berusaha untuk memahami keseluruhan dari unsur-unsur kebudayaan. Untuk mencapai tujuan holistik, etnografer mengadopsi strategi penelitian yang ‘bebas nilai’ dalam mengumpulkan informasi. Malinowski sering disebut sebagai bapak etnografi. Seperti juga antropolog masa kini, Malinowski adalah ‘salvage etnografi’, menyakini pekerjaan etnografi sebagai suatu studi dan mencatat perbedaan kebudayaan yang terancam dengan westernisasi. Etnografi pada era Malinowski, etnografi klasik yang merupakan etnografik realisme (Kottak,2002:41). Penulis bertujuan untuk menyajikan secara akurat, objektif, catatan ilmiah pada cara hidup masyarakat yang berbeda, ditulis langsung dari tangan pertama. Etnografer berwenang- sebagai ilmuwan dan sebagai suara dari ‘the native’ atau ‘the other’-dari pengalaman penelitian personal. Penelitian etnografi Malinowsi menjadi pedoman bagi etnografer lain, yaitu peneltian secara holistik dari unsur-unsur kebudayaan, mengambil salah satu fokus dari kebudayaan dan dikaitkan dengan unsur kebudayaan lain seperti magik, agama, mitos, kekerabatan dan perdagangan. Dibandingkan dengan Malinowski, etnografi sekarang ini (etnografi kini) cenderung kurang inklusif dan holistik, fokus pada topik tertentu, seperti agama atau kekerabatan (Kottak,2002:41). Menurut Malinowski, tugas utama dari etnografer adalah “ to grasp the native point of view, his relation to life, to realize his vision og his world”. Hal ini adalah pernyataan yang baik yang diperlukan bagi perspektif emik, yang banyak didiskusikan saat ini. Semenjak tahun 1960 berkembang aliran etnoscience, atau antropologi kognitif. Antropologi kognitif berusaha menemukan bagaimana berbagai masyarakat mengorganisasikan kebudayaan mereka dalam pikiran mereka dan kemudian menggunakan budaya tersebut dalam kehidupan. Dalam antropologi kognitif budaya masyarakat dianggap merupakan susunan yang ada dalam pikiran (mind anggota masyarakat tersebut, dan tugas peneliti adalah mengoreknya keluar dari dalam pikiran mereka. Cara mengorek dan mendeskripsikan pola yang ada 13 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang dalam pikiran manusia itu adalah khas, yaitu melalui metode folk taxonomy. Jalan yang paling mudah dan tepat untuk memperoleh kebudayaan tersebut adalah melalui bahasa atau melalui daftar kata-kata yang ada dalam satu bahasa (Spradley, 1997:xix-xx). Etnografi saat ini, tidak hanya mengkaji masyarakat non Barat, akan tetapi juga mempelajari masyarakat Barat itu sendiri. Etnografi tidak hanya mengkaji masyarakat yang sederhana dan homogen akan tetapi mengkaji masyarakat yang komplek dan heterogen (lihat Spradley, 1997: 15). Spradley menyatakan bahwa etnografi dapat menunjukkan berbagai perbedaan kebudayaan dan bagaimana orang dengan persfektif yang berbeda berinteraksi (Spradley, 1997: 16). Semenjak tahun 1970 antropologi interpretif telah memandang tugas dari penggambaran dan penafsiran yaitu melalui pemaknaan dari native. Ahli interpretif seperti Clifford Geertz memandang kebudayaan sebagai pemaknaan teks dari penduduk asli terus menerus ‘dibaca’ dan etnografer harus menafsirkannya. Menurut Geertz, antropolog boleh memilih apapun dari kebudayaan yang menjadi ketertarikannya, mengisi banyak detail dan dielaborasi untuk menginformasikan kepada pembacanya mengenai makna dari suatu kebudayaan. Makna merupakan bentuk simbol bersifat publik (umum), termasuk kata-kata, ritual, dan adat-istiadat. Menurut James Clifford (1982) penulisan etnografi sekarang ini cenderung mempertanyakan tujuan tradisional, metode, dan style, termasuk ‘etnografi realisme’ dan ‘salvage etnografi’. Marcus dan Fisher berargumen bahwa percobaan dalam penulisan etnografi diperlukan karena semua orang dan kebudayaan sudah pernah ‘discover’ (ditemukan) dan sekarang harus ‘rediscoverd’.....dalam keadaan perubahan sejarah (Kottak,2002:41). Etnografi sekarang ini menurut Behar (1993) adalah bersifat dialogis, menyajikan etnografi sebagai dialog antara antropolog dan satu atau lebih informan dari penduduk asli. Pekerjaan ini mengambarkan perhatian pada caracara etnografer, dan dengan ektensi pembaca mereka, mengkomunikasikan dengan kebudayaan lain. Walaupun beberapa etnografer sangat kritis untuk 14 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang menghabiskan banyak waktu berbicara tentang antropolog dan sangat sedikit menggambarkan the native dan kebudayaannya (Kottak,2002:41). Dialogis etnografi adalah suatu aliran dalam kategori ekperimental yang besar- yaitu ‘reflexive etnografi’. Saat ini etnografer dalam menulis menempatkan perasaan dan reaksi pribadinya dengan situasi lapangan yang tepat dalam teks. Stategi penulisan eksperimental sangat menonjol dalam catatan refleksif. etnografher dapat mengadopsi beberapa novel konvensional, termasuk narasi dari orang pertama, percakapan, dialog, dan humor. Eksperimental etnografi menggunakan cara baru untuk menunjukkan apa artinya menjadi seorang Samoa atau brazilian, dapat menyampaikan kepada pembaca pemahaman yang lebih kaya dan lebih kompleks dari memahami pengalaman manusia (Kottak,2002:41) Penulis etnografi sekarang ini juga telah mengusahakan untuk mengoreksi defisiensi dari romantisme keabadian yang dibuktikan dalam banyak tulisan klasik. Periode sebelum westernisasi adalah ‘benar’dari kebudayaan penduduk asli. Dalam banyak kenyataan penduduk asli merupakan bagian dari ‘sistem dunia’, antropolog sekarang mengakui bahwa saat ini etnografi kontruksi yang agak realistis, kebudayaan telah mengalami perubahan. Kebudayaan asli paling tidak telah mengalami kontak dengan satu kebudayaan asing utama sebelum antropolog manapun pernah datang ke daerahnya. Kebanyakan dari penduduk asli sudah tergabung dalam sistem negara atau sistem kolonial (Kottak,2002:41). Proses globalisasi bukanlah suatu proses yang baru mulai akhir-akhir ini, yang disebabkan lonjakan perkembangan sistem komunikasi, tetapi sejak masa lalu setiap masyarakat di muka bumi ini merupakan suatu “masyarakat global (Shahlins dalam Alam,1998). Levis strauss menyatakan bahwa kemajemukan kebudayaan terwujud bukan karena terisolasinya kelompok sosial, melainkan justru adanya kontak secara terus-menerus antara kelompok sosial tersebut (Shahlins dalam Alam,1998). Menurut Shostak, Etnografi kontemporer mengakui bahwa kebudayaan terus mengalami perubahan dan catatan etnografi berlaku untuk momen 15 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang tertentu. Kecenderungan saat ini etnografi fokus pada cara dimana ide-ide budaya melayani kepentingan politik dan ekonomi. Kecenderungan lain adalah menggambarkan bagaimana masyarakat native berpartisipasi dalam proses sejarah, politik dan ekonomi yang lebih luas (Kottak,2002:42). Kecenderungan saat ini tujuan holistik diutamakan kepada fokus kepada problem atau permasalah. Walaupun antropolog tertarik untuk menjelaskan keseluruahn dari perilaku manusia, namun sangat tidak mungkin mengkaji semuanya, dan penelitian lapangan selalu menuju kepada pertanyaan spesifik. Banyak etnografi sekarang ini masuk ke lapangan dengan permasalahan yang spesifik untuk diteliti, dan mengumpulkan data yang dianggap relevan pada permasalahan penelitian. Informasi yang menjadi ketertarikan etnografer adalah tanpa batas tentang apa yang penduduk lokal katakan dan lakukan. Di dunia yang semakin saling berhubungan dan rumit, masyarakat lokal tidak memiliki pengetahuan tentang banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan mereka, dengan adanya kekuasaan dari national, internasional (Kottak,2002:43). 16 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Minggu ke : Etnografi Indonesia (3 sks) : SOA : Pendidikan Sosiologi Antropologi : Sosiologi : Ilmu Sosial : Drs. Syafwan, M.Si Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450) :4 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): Mahasiswa mampu menjelaskan asal usul orang Indonesia dan sejarah perkembangannya MATERI 1 ASAL USUL ORANG INDONESIA A. Kondisi Geografis Indonesia Orang Indonesia mendiami wilayah yang kita sebut negara Republik Indonesia. Indonesia merupakan daerah kepulauan yang terbesar di dunia. Letak Indonesia secara Geologi yaitu terletak diantara dua dangkalan besar yaitu dangkalan sahul dan dangkalan Sunda. Dangkalan Sunda berada di daerah Indonesia bagian barat yang berhubungan langsung dengan benua asia. Dangkalan ini mencakup wilayah Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, Madura, Bali dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Sedangkan dangkalan Sahul terletak di Indonesia bagian timur yang berhubungan langsung dengan benua Australia. Dangkalan Sahul mencakup wilayah yang sangat luas, membentang dari bagian utara Papua hingga bagian utara Australia. Wilayah Indonesia juga terletak diantara tiga lempeng utama yang ada di dunia, yaitu lempeng Australia, eurasia dan Pasifik. Kondisi ini yang 17 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang menyebabkan di Indonesia sering terjadi gempa bumi karena terjadinya tumbukan antara lempeng. Indonesia juga terkenal dengan jumlah gunung api yang terbanyak di dunia, sebagian besar gunung-gunung ini masih aktif. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab tanah Indonesia subur karena mengandung unsur hara yang terjadi karena letusan gunung api. Wilayah Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Curah hujan di berbagai tempat di Indonesia berbeda-beda tergantung kepada musim-musim tersebut. Indonesia dikelilingi oleh dua Samudera yaitu Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik. Iklim di Indonesia dikatakan beriklim tropis karena Indonesia berada di daerah khatulistiwa. http://indonesianspaceresearch.blogspot.com B. Ras Orang Indonesia a. Manusia Purba Pithecanthropus Erectus (kira-kira 600.000 tahun) Menurut kajian Paleoantropologi wilayah Indonesia telah dihuni kira-kira 1 juta tahun yang lalu pada zaman plestocen. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya fosil-fosil di Dataran Sunda dan lembah Bengawan Solo yang disebut dengan Pithecanthropus Erectus. Fosil ini pertama kali ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891 di dekat Trinil sebuah desa dipinggir Bengawan 18 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Solo, dan ditemukan lagi oleh G.H.R. Von Koenigswald di Sangiran, Jawa pada tahun 1930-an (lihat Havilland, 1985: 158). Makhluk ini memiliki ciri fisik ada yang menyerupai kera dan ada menyerupai manusia. Tulang keningnya sangat menonjol ke muka, dan di bagian atas hidung bergandeng menjadi satu. Tulang paha lebih menyerupai sifat manusia. Geraham lebih besar dari manusia biasa dan menunjukkan sifat-sifat kera (Soekmono,1973). b. Manusia purba Homo Soloensis Von Koeningwald dan Weidenreich menemukan fosil tengkorak di desa Ngandong, di lembah Bengawan Solo pada tahun 1931-1934. Berdasarkan penyelidikan mereka sampai pada kesimpulan bahwa makhluk ini lebih tinggi tingkatannya daripada Pithecantropus Erectus, bahkan dapat dikatakan manusia, oleh karena itu diberi nama Homo Soloensis (Soekmono,1973:29). c. Persebaran ras Australoid dan Mongoloid 1. Ras Australoid-Melanesoid Ras australoid Ras ini berpusat di Australia dan menyebar ke Indonesia bagian Timur khususnya wilayah Papua/Irian Jaya. Persebaran ke daerah inipun dilakukan melalui darat sebab saat itu papua masih bersatu dengan benua Australia perkembangannya daratan yang menjadi lautan disebut paparan sahul. Ciri khas utama ras ini ialah bahwa mereka berambut keriting hitam dan berkulit hitam. Namun beberapa anggota ras ini di Australia berambut pirang dan rambutnya tidaklah keriting melainkan lurus. Fosil homo sapien berciri-ciri Australoid ditemukan di desa Wajak di lembah sungai Brantas (JawaTimur), dalam lapisan pleistocen muda. Homo Wajakensis tersebut diperkirakan hidup sekitar 40.000 tahun yang lalu. Daerah penyebarannya adalah Dataran Sunda, pada saat ketika daerah itu belum kenaikan permukaan air laut yang mmeisahkan Papua dan Australia (Koenjaraningrat, 1996). fosil ini lebih mirip dengan penduduk asli Australia dengan ras Australoide. Menurut Teuku Jacob penduduk asli Papua itu, telah menyebar ke Timur untuk menduduki kepulauan Melanesia. Persebaran itu terjadi pada waktu mereka telah mengembangkan suatu kebudayaan pantai, dengan perahu bercadik untuk mencari ikan di rawa-rawa (Koentjaraningrat, 1995:5). 19 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang 2. Ras Mongoloid Fosil yang pertama menunjukkan ciri-cir ras Mongoloid ditemukan dekat gua Choi Kou-tien yang disebut Pithecanthropus Pekinensis. Pusat dari ras ini bereda di benua Asia. Diperkirakan Pithecanthropus Pekinensis hidup sejaman dengan Pithecanthropus Wajakensis, antara 40.000-30.000 tahun yang lalu. Jalur persebaran orang Mongoloid diperkirakan sama dengan yang dilalui oleh ras Australoid-Melanesoid ke arah barat dan utara, di mana orang-orang dengan ciri ras Mongoloid bercampur dengan ras Australoid. Kemungkinan lain yaitu ciri-ciri Mongoloid pada penduduk Indonesia kuno, berasal dari Asia Timur, kemungkinan Jepang selanjutnya disebarkan ke selatan sampai ke Sulawesi. Bukti fosil ditemukannya di Goa Leang Cadang Sulawesi Selatan menunjukkan ciri-ciri Mongoloid. Orang Indonesia termasuk ke dalam ras Malayan Mongoloid. d. Persebaran manusia ke Indonesia pada tahun 2000 SM 1. Migrasi pertama, Ras Negroid Ciri dari ras berkulit hitam, bertubuh tinggi, dan berambut keriting. Ras ini datang ini dari Afrika. Di Indonesia ras ini sebagian besar mendiami daerah Papua. Keturunan ras ini terdapat di Riau (pedalaman) yaitu suku Siak (Sakai), serta suku Papua melanesoid mendiami Pulau Papua dan Pulau Melanesia. 2. Migrasi kedua, Ras Weddoid Ciri ras ini adalah berkulit hitam, bertubuh sedang, dan berambut keriting. Ras ini datang dari India bagian selatan. Keturunan ras ini mendiami kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara Timur (Kupang). 3. Migrasi Ketiga, Ras Melayu Tua (Proto Melayu) Ciri ras ini adalah berkulit sawo matang, bertubuh tidak terlalu tinggi, dan berambut lurus. Ras ini termasuk dalam Ras Mongoloid (sub ras 20 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Malayan Mongoloid) berasal dari daerah Yunan (Asia Tengah) masuk ke Indonesia melalui Hindia Belakang (Vietnam)/ Indo Cina baru selanjutnya ke Indonesia. Di Indonesia Ras ini menyebar melalui 2 Jalur sesuai dengan jenis kebudayaan Neolithikum yang dibawanya, yaitu. 1) Jalur pertama, melalui jalur barat dan membawa kebudayaan berupa kapak persegi. Dengan menempuh jalur darat dari Yunan mereka menuju ke Semenanjung Melayu melalui Thailand selanjutnya menuju ke Sumatra, Jawa, Bali, ada pula yang menuju Kalimantan dan berakhir di Nusa Tenggara. Sehingga di daerah tersebut banyak ditemukan peninggalan berupa kapak persegi/ beliung persegi. Keturunan Proto Melayu yang melalui jalur ini adalah masyarakat/ Suku Batak , Nias(Sumatra Utara), Mentawai (Sumatra Barat), Suku Dayak (Kalimantan), dan Suku Sasak (Lombok). 2) Jalur kedua, melalui jalur timur dan membawa kebudayaan berupa kapak lonjong. Dengan menempuh jalur laut dari Yunan (Teluk Tonkin) menyusuri Pantai Asia Timur menuju Taiwan, Filipina, kemudian ke daerah Sulawesi, Maluku, ke Irian selanjutnya sampai ke Australia. Peninggalan kapak lonjong banyak ditemukan di Papua. Keturunan Proto Melayu yang melalui jalur ini adalah suku Toraja (Sulawesi Selatan), Suku Papua (Irian), Suku Ambon, Ternate, Tidore (Maluku). 4. Migrasi Keempat, Ras Melayu Muda (Deutro Melayu) Sekitar 500 SM datang migrasi dari ras Deutro Melayu dari daerah Teluk Tonkin, Vietnam selanjutnya mendesak keturunan ras Proto Melayu yang telah menetap lebih dahulu dan masuk Indonesia menyebar keberbagai daerah baik di pesisir pantai maupun pedalaman. 21 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Mereka masuk membawa kebudayaan yang relatif lebih maju yaitu kebudayaan logam terutama benda-benda dari Perunggu, seperti nekara, moko, kapak corong, dan perhiasan. Hasil kebudayaan ras ini sangat terpengaruh dengan kebudayaan asalnya dari Vietnam yaitu Budaya Dongson. Tampak dengan adanya kemiripan antara artefac perunggu di Indonesia dengan di Dongson. Keturunan dari Deutro Melayu yaitu suku Minang (Sumatra barat), Suku Jawa, dan Suku Bugis (Sulawesi Selatan). Ras ini pada perkembangannya mampu melahirkan kebudayaan baru yang selanjutnya menjadi kebudayaan bangsa Indonesia sekarang. Migrasi dari berbagai macam ras tersebut perkembangannya saling berbaur/bercampur hingga menghasilkan berbagai macam suku dengan beraneka ragam cirinya. Keanekaragaman tersebut disebabkan karena perbedaan keadaan alam (letak geografis, iklim), Makanan(nutrisi), dan terjadi perkawinan campur. Sehingga secara umum ciri fisik masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut. Tinggi badan berkisar antara 135-180 cm, Berat badan berkisar antara 30-75 kg, Warna kulit berkisar antara kuning langsat dan coklat hitam, Warna rambut antara coklat dan hitam, Bentuk rambut antara lurus dan keriting. C. Persebaran Bahasa Bahasa merupakan sistem perlambangan manusia baik lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi satu dengan lainnya. Para ahli mengemukakan bahwa hampir semua wilayah di Indonesia terdiri dari Rumpun bahasa Austronesia. Meskipun di Indonesia bagian Timur mengucapkan menggunakan bahasa Papua yang berpusat di Nugini. 22 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Secara harafiah, kata Austronesia berarti kepulauan selatan. Bahasa Austronesia sendiri saat ini diperkirakan berjumlah sekitar 1262 bahasa. Di Indonesia sendiri terdapat 190 juta bahasa yang ditutukan (digunakan untuk percakapan/ diucapkan sehari-hari). Rumpun bahasa Austronesia merupakan rumpun bahasa yang sangat luas persebarannya di dunia. Rumpun Bahasa Austronesia digunakan di daerah Asia Tenggara, Oseania, Madagaskar, Taiwan, Suriname. Rincian wilayah persebaran bahasa Austronesia meliputi daerah Taiwan dan Hawaii (di utara) sampai Selandia Baru (di selatan) dan dari Madagaskar (di barat) sampai Pulau Paskah (Rapanui) di Timur. Rumpun Bahasa Austronesia terdiri dari 2 sub kelompok, yaitu : 1. Bahasa Formosa Digunakan hanya di daerah kepulauan Taiwan/Formosa 2. Bahasa Melayu-Polinesia a. Bahasa Melayu-Polinesia Barat (Jawa, Sumatra, Semenanjung Melayu) Meliputi daerah Filipina, Vietnam, Madagaskar, Malaysia, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, Sumbawa bagian barat b. Bahasa Melayu-Polinesia Timur Tengah 1) Bahasa Melayu-Polinesia Tengah (Maluku dan Nusa Tenggara) Meliputi daerah Sunda kecil mulai dari Sumbawa bagian timur, Maluku kecuali Halmahera 2) Bahasa Melayu-Polinesia Timur (Halmahera hingga Oceania) Meliputi Halmahera Selatan hingga Nugini Barat, Oceania, Kepulauan Pasifik, Melanisia, Mikronesia, dan Polinesia Bahasa Austronesia berakar dari daerah pantai Cina Selatan dan sebagai rumpun bahasa, bahasa Austronesia berasal dari daerah Taiwan (Formosa). Kirakira sudah ada dan berkembang disana sejak 6000 SM. 23 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Arus persebaran bahasa di Indonesia. 1. 4000 SM, rumpun bahasa Austronesia masuk dan mulai berkembang di Indonesia 2. 1500 SM tersebar bahasa Melayu dan bahasa Jawa di Indonesia Bahasa Melayu merupakan bahasa termuda diantara bangsa lain di dunia. Merupakan bahasa keempat dalam urutan jumlah penutur terpenting bagi bahasa-bahasa di dunia setelah bahasa Mandarin, Inggris, dan Urdu (Hindi). Para ahli menyampikan bahwa bahasa Melayu berasal Kepulauan Melayu (berasal dari Sumatera Selatan di sekitar Jambi dan Palembang) 3. Perkembangannya bahasa di Indonesia bagian timur menjadi lebih beragam sebab terjadi percampuran antara rumpun Austronesia dengan bahasa Papua. 24 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Minggu ke : Etnografi Indonesia (3 sks) : SOA : Pendidikan Sosiologi Antropologi : Sosiologi : Ilmu Sosial : Drs. Syafwan, M.Si Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450) :5 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Minangkabau melalui tulisan etnografi MATERI KEBUDAYAAN MINANGKABAU Kebudayaan Minangkabau adalah kebudayaan yang berada di pulau Sumatera, secara administratif terletak dalam wilayah propinsi Sumatera Barat. Orang Minangkabau menyakini bahwa pusat dari kebudayaan Minangkabau adalah Pariangan, Padang Panjang dan selanjutnya tersebar ke daerah-daerah penyebaran yang sekarang. Hal ini diceritakan melalui tambo (cerita rakyat) orang Minangkabau, yang mengatakan bahwa orang Minangkabau berasal dari puncak Gunung Merapi, ketika gunung itu masih kecil (sagadang talua itiak). Orang Minangkabau tidak memiliki tradisi tulis sendiri sampai masuknya agama Islam. Dengan demikian setiap cerita atau asal-usul orang Minang disampaikan secara lisan melalui tambo (historiografi tradisional). Tambo yang mulanya disampaikan secara lisan kemudian ditulis dalam huruf Arab. Tambo 25 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang berisikan peraturan adat orang Minangkabau, sejarah orang Minang, hubungan antara individu dan perilaku yang seharusnya berlaku. Secara Tradisional, daerah-daerah dalam pengaruh Minangkabau disebut Alam Minangkabau. Alam Minangkabau terbagi atas dua bagian yaitu: darek dan pasisie. Wilayah darek maksudnya yang tinggal di darat yang dianggap sebagai ‘daerah kebudayaan’orang Minangkabau. Secara tradisional daerah darek terbagi atas tiga luhak ( luhak nan tigo) yaitu Luhak Agam, Luhak Lima Puluh Koto dan Luhak Tanah Datar. Satu lagi adalah daerah Solok, yang secara historis lebih dikenal dengan Kubung XIII dan IX Koto. Sedangkan daerah Pasisie maksudnya daerah pinggir laut pulau Sumatera, mereka ini berasal dari daerah darek dan merantau ke daerah pesisir. Daerah di luar daerah pusat kebudayaan Minangkabau selanjutnya disebut dengan daerah rantau. Saat ini daerah rantau orang Minang sudah tersebar di berbagai tempat di Indonesia, mungkin di seluruh dunia. Orang Minangkabau yang sudah lama menetap di daerah luar Sumatera Barat misalnya, orang Minangkabau di Aceh yang disebut dengan anak Jamie, orang Minangkabau di Seremban, Malaysia dan orang Minangkabau Rejang di Bengkulu, Sumatera Utara, Siak, Muara Takus, pangkalan Jambu di Jambi, Kerinci dan Lampung. Perpindahan orang Minangkabau jauh dari daerah asalnya disebabkan karena adanya budaya merantau. Orang Minnagkabau tampaknya ada di mana-mana. Orang sering berkelakar bahwa ketika astronot Neil Amstrong mendarat di Bulan, di sana ia menemukan sebuah restoran Padang yang sudah lama ada di sana (Kato, 2005). Jumlah penduduk orang Minangkabau berdasarkan sensus Penduduk pada masa pemerintahan Belanda tahun 1930 yaitu berjumlah 3 % dari jumlah penduduk pribumi Indonesia. Namun orang Minangkabau merupakan kelompok etnik terbesar nomor empat di Indonesia, setelah Jawa, Sunda, dan Madura. Pada tahun 2000 jumlah orang Minang meningkat lebih dua kalinya, dari 1.989 juta jiwa pada tahun 1930 menjadi 5.475 juta jiwa pada tahun 2000. Orang 26 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Minnagkabau di Indonesia berada di peringkat nomor enam setelah etnis Jawa, Sunda, Batak, Melayu dan Madura. (Suryadinata, 2003:54). A. Nagari Desa di Minangkabau disebut dengan nagari. Nagari mempunyai otonomi khusus sejak dulu kala, sejak empat atau lima abad yang lalu. Penduduk nagari mempunyai kekuasaan untuk mengatur persoalan-persoalan dalam masyarakat mereka masing-masing. Bila orang Minang pernah mempunyai seorang raja, maka raja itu hanya diakui sebagai pemimpin nominal, yang diberi penghargaan dan penghormatan tetapi tidak lebih dari itu. Oleh karena masyarakat nagari berdiri sendiri, maka tiap masyarakat mengembangkan tradisinya sendiri. Pepatah Minangkabau menyatakan hal ini dengan adat salingka nagari, Adat istiadat yang sama di dalam masyarakat nagari Minangkabau menunjukkan kesamaan asal dari orang Minangkabau. Radjab mengatakan “ dari luar, kebudayaan Minangkabau terlihat sama, namun dari dalam dia berbeda-beda” (1969: 12-19). Terdapat dua aliran besar(kelarasan) dalam sistem pemerintahan nagari yaitu Bodi Chaniago dan Kota Piliang. Kepemimpinan Koto Piliang dianggap lebih otokratis dalam pelaksanaan adat karena adanya hierarki otoritas. Sebaliknya, Bodi Chaniago lebih demokratis. Tidak ada perbedaan status di antara penghulu mereka, dan sebuah keputusan diambil dalam rapat yang dihadiri oleh semua penghulu di nagari itu. Dalam pembentukan sebuah nagari sejak dahulu sudah dikenal pepatah adat Minangkabau yaitu Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan Taratak, kemudian berkembang menjadi Dusun, kemudian berkembang menjadi Koto dan kemudian berkembang menjadi Nagari, yang dipimpin secara bersama oleh para penghulu atau datuk setempat. Dan biasanya disetiap nagari yang dibentuk itu minimal telah terdiri dari 4 suku yang mendomisili kawasan tersebut (Batuah, 1959). Suatu nagari dapat dibentuk apabila memunuhi syarat yaitu 27 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang sebuah mesjid, pemandian umum sebuah balai, tempat untuk pasar sekali atau dua kali seminggu, pandam pakuburan serta areal persawahan. Pentingnya mesjid sebagai syarat menunjukkan bahwa masyarakat Minangkabau menganut agama Islam, terutama adanya pepatah adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Nagari dalam sistem pemerintahannya telah beberapa kali mengalami perubahan. Benda-Beckmann (2001:9) menyatakan bahwa sebagai suatu bentuk organisasi politik yang utama di Minangkabau, sebelum masuknya Belanda, lembaga nagari turut mempengaruhi terjadinya perang antara kelompok ortodok Islam dengan kaum adat, konflik ini dikenal dengan perang Paderi. Setelah masukkan pemerintahan Belanda, nagari sering mengalami intervensi. Nagari pada masa pemerintahan Belanda masuk ke dalam komando sistem administratif Belanda dan sistem ekonomi politik Kolonial. Bentuk intervensi Belanda misalnya mengangkat wali nagari pilihan Belanda (Bechman, 2001:9). Elizabeth E. Graves (2007: 85) menyatakan bahwa “ dari sudut pandang Belanda , jalan terbaik untuk meningkatkan perdagangan dan produksi, ialah bahwa masyarakat setempat sebaiknya disediakan suatu pemerintahan yang tertib dan teratur. De Stuers berpendapat bahwa cara lama dalam pemilhan penghulu berdasarkan persaingan dalam keluarga dan kaum, terdapat unsur yang sangat menganggu, yakni seringnya terjadi tindak kekerasan’., para wali nagari juga diberi gaji oleh pemerintah kolonial, dengan demikian intervensi Belanda dalam pemerintahan nagari adalah demi ketertiban dan kepentingan kolonial Belanda. Dalam proses perubahan pemerintahan nagari, dimulai pada tahun 1914, sering membawa konflik dalam masyarakat Minangkabau. Setelah Indonesia merdeka, nagari kembali mengalami perubahan, dengan adanya UU no 5 tahun 1979 sistem pemerintahan desa, maka nagari berubah menjadi desa. Benda Bechman (2001) menyatakan munculnya dualisme dalam pemerintahan, pada satu sisi nagari bagian dari sistem pemerintahan desa dan pada sisi lain nagari sebagai unit tradisional yang telah ada turun temurun, nagari berfungsi sebagai organisasi adat, dimana KAN berperan sebagai sebagai lembaga 28 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang kepemimpinan adat tertinggi yang terdiri dari para penghulu yang memainkan peran penting dalam menjalankan fungsi budaya dalam masyarakat. Nagari menjadi desa karena peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah menimbulkan konflik dalam masyarakat, antara lain berkaitan dengan batas-batas wilayah. Bachtiar ( 1984:218) menulis mengenai nagari Taram menjelaskan bahwa ‘perbatasan nagari Taram, sebagaimana yang diatur oleh pemerintah, adalah kebetulan sekali sama dengan perbatasan negeri itu menurut adat. Adanya kenyataan bahwa perbatasan yang diakui oleh pemerintah itu sama dengan perbatasan secara adat, harus diperhatikan benar. Percobaa-percobaan yang dilakukan oleh pemerintah Sumatera Barat, baik dalam masa penjajahan Belanda, maupun setelah Indonesia merdeka, untuk mendeirikan suatu sistem pemerintahan yang effisien, telah mengakibatkan penciptaan secara buatan dari beberapa negri baru, hasil gabungan dua atau lebih negeri-negeri asli, suatu penggabungan dari negeri yang ada dengan bagian dari negeri lain, atau hilangnya suatu negeri dengan jalan mengurangi sebagian dari daerah kekuasaannya. Negeri dengan batas-batas buatan seperti dimaksud diatas, telah seringkali merupakan sumber dari banyak bentrokan-bentrokan sosial yang tak kunjung habisnya mengenai beberapa hak dan kewajiban, yang nyata maupun yang khayal. Oleh karena itu seseorang sangat bergembira mendapatkan negeri Taram lepas dari bentrokan seperti tersebut di aats.’ Pada era reformasi Pemerintah mengeluarkan peraturan baru tentang otonomi UU No 22 tahun 1999. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menyikapi dengan mengeluarkan Perda NO 9 Tahun 2000, tentang ketentuan pokok Pemerintahan Nagari. Perda ini mencoba lebih arif menempatkan posisi nagari dari kondisi dualisme kepada kondisi tunggal. (Effendi, dalam Bandaro, 2004:107). Perubahan dari desa ke nagarai atau istilah kambali ka nagari, tetap saja membawa persoalan tertentu, karena masyarakat Minangkabau telah berubah, walaupun diikuti pola nagari yang tradisonal tentu saja tidak lagi sesuai dengan kondidi ke kinian terutama masyarakat Minangkabau wilayah perkotaan. 29 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang B. Sistem kekerabatan Sistem kekerabatan dalam masyarakat Minangkabau diperhitungkan melalui garis matrilineal. Seseorang termasuk kelompok ibunya dan bukan kelompok ayahnya, dengan demikian seorang akan masuk ke dalam suku (clan) ibunya. Kelompok terkecil dalam masyarakat bukanlah keluarga inti akan tetapi adalah paruik, meskipun saat ini keluarga inti dalam masyarakat Minangkabau memegang peranan yang sangat penting dalam pendidikan dan masa depan anakanak mereka. Suku dan kampueng dianggap sebagai kelompok yang formal, kelompok suku dipimpin oleh penghulu suku, kampueng dipimpin oleh datuek kampueng atau penghulu andiko. Kepentingan suatu keluarga diurus oleh seorang laki-laki dewasa dari keluarga itu yang disebut niniek mamak atau saudara laki-laki ibu. Pada masa lalu adat perkawinan yang dianggap ideal dalam masyarakat Minangkabau yaitu pulang ka bako atau kawin dengan anak mamak. Namun perkawinan exogami suku masih dipertahankan. Perkawinan dalam masyarakat Minangkabau tidak mengenal mas kawin. Seorang penganten laki-laki tidak diharuskan menyerahkan suatu pemberian kepada penganten perempuan secara adat. Di beberapa daerah seperti Pariaman, keluarga penganten perempuan memberikan kepada keluarga penganten laki-laki sejumlah uang atau barang sebagai alat, untuk menjemputnya supaya suka mengawini perempuan tadi. Ini biasanya disebut uang jemputan. Dalam adat perkawinan di daerah Payakumbuh mengandung sistem pihak lakilaki memberikan barang yang diistilahkan dengan sasuduik kepada pihak penganten perempuan. Sesudah menikah, suami tinggal di rumah keluarga istrinya atau adat matrilokal. Pada masa dahulu pihak laki-laki datang berkunjung ke rumah istrinya pada waktu malam saja, yaitu selagi ia tinggal dalam kampungnya sendiri.Kalau terjadi perceraian, si suami meninggalkan rumah istrinya dan anak-anak dari perkawinan itu akan tinggal bersama ibunya. Dalam adat masyarakat Minangkabau tidak ada larangan laki-laki untuk melakukan poligini. Orang-orang 30 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang dengan kedudukan sosial tertentu suka melakukan poligini. Laki-laki yang mengawini seorang perempuan dari satu kampueng disebut dengan urang sumando (menantu laki-laki). Bagi seorang anak, kaum kerabt ayahnya disebut bako. Seorang anak dari anggota laki-laki dari kaumnya(Paruik) sendiri disebut dengan anak pisang. Kaum kerabat perempuan dari penganten laki-laki disebut pasumandan. Dalam masyarakat terdapat statifikasi sosial berdasarkan daerah asal. Urang asa yaitu orang yang mula-mula kali datang ke kampueng. Mereka dahulu dianggap sebagai keluarga bangsawan, salah satu sebabnya karena mereka memiliki tanah kampueng, dan orang yang datang harus minta izin kepada urang asa untuk tinggal di kampung tersebut. Orang yang datang kemudian disebut dengan pendatang. Orang Minangkabau membedakan relasi antara orang lainnya atas: kamanakan tali paruik, kamankan tali budi, kamanakan tali ameh, dan kamanakan bawah lutuik yang dilihat dari sudut urang asa. Kamanakan tali paruik adalah keturunan langsung dari urang asa, kamanakan tali budi adalah orang yang datang kemudian, tetapi memiliki kedudukan yang cukup tinggi di tempat asal mereka atau mereka membeli tanah yang cukup luas milik urang asa. Kamankan tali ameh adalah keluarga pendatang yang mencari hubungan keluarga dengan keluarga urang asa. Kamanakan bawah lutuik yaitu orang yang bekerja kepada keluarga urang asa. C. Agama Orang Minang secara tegas menyatakan bahwa antara adat dan agama sangat erat kaitannya. Semua aktivitas hidup orang Minang dikaitkan dengan agama Islam. Adat basandi sayarak, syarak basandi kitabullah menjadi pedoman berperilaku orang Minang, selain dengan aturan negara yang juga harus dipatuhi. Orang Minang kalau tidak lagi menganut agama Islam maka tidak lagi disebut sebagai orang Minang. 31 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Minggu ke : Etnografi Indonesia (3 sks) : SOA : Pendidikan Sosiologi Antropologi : Sosiologi : Ilmu Sosial : Drs. Syafwan, M.Si Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450) :6 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Jawa melalui tulisan etnografi MATERI KEBUDAYAAN JAWA A. Daerah Kebudayaan Jawa Daerah asal kebudayaan Jawa yaitu Pulau Jawa. Orang Jawa hanya mendiami bagian tengah dan timur dari seluruh pulau Jawa, sebelah baratnya, adalah kebudayaan Sunda. Daerah Jawa dibagi atas daerah kejawen yaitu Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang dan Kediri. Daerah di luar itu disebut dengan pesisir dan ujung timur.Pusat dari kebudayaan jawa yaitu Yogyakarta dan Surakarta. B. Penduduk Jumlah Penduduk orang Jawa berdasarkan sensus tahun 1930 adalah 30 juta, nomor satu terbanyak jika dibandingkan dengan sukubangsa lain yang ada di Indonesia. Pulau Jawa yang luasnya hanya 7% dari seluruh kepulauan Indonesia dan dihuni oleh hampir 60% dari seluruh penduduk Indonesia. Sejak pertengahan 32 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang abad ke -19 sudah berlangsung migrasi dari pulau Jawa ke pulau-pulau lain di luar Jawa baik secara spontan maupun secara paksa. Sudah sejak 1870 petani-petani Jawa dikontak untuk bekerja di kebun-kebun tembakau dan tambang-tambang timah di Sumatera Uatara dan Sumatera Timur. Pada abad seblumnya orang Jawa juga dipaksa untuk bekerja sebagai budak di daerah jajahan Belanda di Tanjung Harapan di Afrika Selatan dan Kepulauan Karibia dan diperkebunan Perancis di Kaledonia Baru (Koentjataningrai, 1994:11). Migrasi penduduk Jawa ke daerah lain di Indonesia dilakukan oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1905 ke Lampung dan kemudian diteruskan oleh pemerintahan Indonesia yang bertujuan untuk memecahkan masalah kepadatan penduduk di Pulau Jawa. Di Jawa mengenal istilah Krama Inggil untuk memebicarakan milik, bagian tubuh, tindakan atau sifat orang yang sederajat atau orang ketiga yang lebih tinggi kedudukannya. Bahasa resmi yang dipakai dalam keraton disebut dengan basa Kedhaton. Sesudah Perang Duni ke II, bahasa orang Jawa mengalami perubahan, kebanyakan yang lahir sesudah zaman itu tidak lagi berusaha menguasai sistem bahasa yang bertingkat dalam berbahasa karena dianggap rumit (Koentjaraningrat, 1994:23). C. Bahasa Orang Jawa Rumpun bahasa orang Jawa menurut G.P. Murdock termasuk ke dalam Melayu-Polinesia.(Koentjaraningrat, 1994:17). Bahasa orang Jawa (Jawa kuno) diperkirakan sudah ada sejak abad ke-8. Orang Jawa telah mengenal tradisi tulis sejak amsa itu, menurut para ahli epigrafi, tulisan Jawa berasal dari suatu bentuk tulisan Sangsekerta Dewanagari dari India Selatan yang terdapat dalam prasasti yang berasal dari Palawa yang menguasai daerah pantai-pantai India Selatan pada abad ke 4. Gaya bahasa orang Jawa dibedakan atas tiga tingkatan: gaya tak resmi (Ngoko), gaya stengah resmi (Madya), dan gaya resmi (Krami). Logat bahasa orang Jawa berbeda berdasarkan wilayah, terbagi atas, logat Banyumas, Logat Jawa Tengah Solo-Yogya, Jawa Pesisir, bagian barat Jawa yang snagat dipengaruhi oleh Kabudayaan Sunda.Bahasa Jawa yang bagian Timur dipengaruhi oleh bahasa Madura, yaitu bahasa yang sama sekali berbeda dengan bahsa Jawa, 33 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang bahasa di bagian ujung timur yakni Banyuwangi dan Balambanagan sangat dipengaruhi oleh Bahasa Bali. D. Bentuk Desa Desa sebagai tempat kediaman merupakan wilayah pemerintahan yang terendah dalam masayarkat Jawa. Secara administratif desa berada dibawah kekuasaan pemerintahan Kecamatan. Desa terdiri atas beberapa dukuh. Dukuh dipimpin oleh seorang kepala dukuh. Desa dipimpin oleh seorang kepala desa. Suatu desa biasanya memiliki sebuah balai desa, tempat untuk mengadakan rapat desa, langgar atau mesjid, pasaran ( pasar), kuburan, tanah pertanian berupa sawah dan ladang. Deskripsi sebuah desa Celapar di Jawa Tenggah Bagian Selatan oleh Koentjaraningrat (1984), digambarkan bahwa Celapar merupakan pusat dari suatu administratif yang terdiri dari lima desa, yang dinamakan glondongan. Hubungan yang terjalin antara ke lima desa glondongan, hanyalah bersifat adat. Di banyak daerah lain di Jawa memag terdapat konfederasi-konfederasi desa yang serupa, di antaranya ada dua macam yang paling umum. Pertama, ialah mancapat, terdiri atas satu desa inti dan empat desa sekelilingnya. Kedua, mancalima, terdiri dari sembilan desa dengan satu desa initi dan delapan desa sekelilingnya. Sejak zaman sebelum masa pemerintahan jajahan, seorang kepala desa dipilih oleh penduduk desa yang sudah dewasa dan kerap kali tanpa izin dari kerajaan. Izin resmi diberikan oleh desa yang terletak di sekitar istana kerajaan. Peresmian kepala desa dilakukan oleh tuan tanah atau pegawainya. Masa pemerintahan jajahan, kepala desa yang baru dipilih harus disetujui oleh wedana. Kepala desa menjabat sepanjang ia masih dipercayai dan dihormati oleh penduduk desanya. Sering kali seumur hidup. Sbagai kepala desa, lurah Celapar dibantu oleh suatu staf yang terdiri dari 15 orang pegawai desa (prabot desa), yang sebagian ditunjuk oleh sendiri. Di antara ke 15 prabot desa itu ada dua wakil kepala desa (conkok), seorang penulis desa (carik) dan dua bendahara desa (kamitua), dua pegawai agama (kaum), yang pekerjaannya yang utama adalah mencatat peristiwa perkawinan dan perceraian, empat orang polisi desa (pulisi 34 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang atau jagabaya), dan empat orang pesuruh desa (kebayan). Di tempat lain di Jawa biasanya ada seorang pegawai yang mengatur pembagian air atau irigasi (ulu-ulu, anjir, atau reksabumi). Lurah berserta pegawai-pegawainya tidak menerima gaji dari pemerintah, tetapi mereka untuk sebagian mendapat penghasilan dari siti bengkok atau tanah yang dibagikan kepada mereka selama mereka memegang jabatan, dan untuk bantuan atau sumbangan yang diberikan oleh penduduk desa yang disebut palagara. Kepala desa pada saat ini, dipilih oleh penduduk desa,dan mendapat gaji dari pemerintahan Indonesia. Kepala desa dilantik oleh pemerintahan di tingkat kabupaten. E. Bentuk Rumah Rumah asli dalam kebudayaan Jawa dapt terbuat dari kayu,dan atau bambu, rumah memiliki bentuk atap yang beragam, yang pada masa lalu dapat menunjukkan srata dari anggota masyarakat. Bentuk rumah Jawa seperti yang digambarkan oleh Koentjaraningrat (1994) berikut: Suatu rumah asli (griya dalam bahasa kromo, dan omah dalam bahasa ngoko), keluarga petani Jawa bisanya berbentuk persegi panjang dengan ukuran 8 x 10 meter, dengan tiang-tiang kayu untuk kerangkanya. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu (gethek) yang sering kali tidak mempunyai jendela. Pada kedua sisi panjang dari rumah berbentuk persegi panjang itu terdapat pintu dorong yang terbuat dari bambu; salah satu sisinya merupakan bagian belakang dari rumah dan satu sisinya bagian depannya. Bagian dalam rumah dibagi-bagi dengan sekatsekat yang terbuat dari anyaman bambu, yang dengan mudah dapat digeser-geser menjadi ruangan-ruangan yang dapat diubah-ubah. Lantai rumah tidak disemen, maupun diberi ubin, melainkan masih berupa tanah yang sudah mengeras, sedangkan atap rumah terbuat dari daun atap yang disusun berlapis-lapis, yang dibuat dengan sudut kemiringan menurut berbagai model atap seperti terurai dibawah ini. Dapur biasanya terdapat di belakang rumah, berupa suatu bangunan kecil yang menempel pada dinding belakang atau samping rumah. 35 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Rumah biasanya dihuni oleh satu keluarga senior, dengan satu atau dua keluarga inti muda, sehingga seluruhnya merupakan keluarga luas uxorilokal, virilokal dan kadang-kadang juga ambilokal. Biasanya jika ada keluarga yang keluar dan membuat rumah baru, maka biasanya ada satu anak wanita yang tetap tinggal bersama orang tuanya untuk menjaga orang tua jika sudah berusia lanjut. Anak inilah nantinya yang akan mewarisi rumah orang tuanya jika sudah meninggal. Besarnya rumah dan juga bentuk rumah merupakan lambang dari kedudukan sosial keluarga yang menempatinya. Bentuk rumah ditemtukan oleh bentuk atapnya. Orang desa biasanya memiliki rumah dengan bentuk atap srotong atau atap trojongan. Rumah dalam bentuk atap limasan hanya boleh ditempati oleh keluarga yang merupakan keturunan penduduk desa yang pertama, yang biasanya merupakan elit desa. Rumah kepala desa dan beberapa pegawai desa biasanya juga memiliki atap berbentuk limasan, bahkan kadang-kadang juga joglo, yang pada zaman dahulu hanya boleh dipakai oleh pamongpraja di kota besar, atau untuk bangsawan di pusat kerajaan. Rumah Joglo Rumah atap Limasan Sumber: http://rumahminimalissederhana.info Sumber http://desainrumahminimalis2015.com 36 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Atap rumah Jawa Sumber http://rumahminimalis.com Sekarang ini kaya atau tidak kayanya seorang penduduk tidak dapat ditentukan dari bentuk atap rumah. Orang luar sering mengukur tingkat kekayaan seseorang dari bahan bangunan rumah yang digunakan. F. Sistem Kekerabatan Menurut Geertz dalam keluarga Jawa ( 1985) menjelaskan sistem kekerabatan orang Jawa berdasarkan prinsip bilateral dan generasional, bersisi dua dan turun-temurun. Artinya bahwa istilah-istilah keluarga tersebut sama, apakah menurut pihak ibu atau ayah. Orang juga Jawa membedakan dirinya atas dasar senioritas dan jenis kelamin. Pembedaan senioritas itu dipakai untuk merinci kategori-kategori keturunan ke dalam golongan-golongan yunior dan senior.Di dalam golongan adik kakak Ego, kriterium ini akan menjadi penanda yang membedakan anatar saudara sendiri yang lebih muda dari saudara-saudara yang lebih tua. Adapun saudarasaudara orang tua dibedakan apakah mereka itu lebih tua ataukah lebih muda dari orang tuanya. Untuk saudara-saudara sepupu, titik penunjuk ukuran kesenioran bukanlah umur sehubungan dengan diri Ego, tetapi umur komparatif antara kedua orang sesaudara sepupu tersebut. Prinsip jenis kelamin menentukan dalam istilah keluarga. Jika seseorang adalah generasi parental, laki-laki dia adalah seorang pak, jika wanita adalah seorang bu.Jika saudara senior itu seorang wanita, dia adalah seorang mbak yu, jika seorang laki-laki, maka dia adalah mas. 37 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Istilah Keluarga yang menunjukkan azas keturunan Turun ke atas ke dua Kakek, nenek Turun ke atas Ayah besar pertama Ibu besar Ayah Ibu Ayah kecil Ibu kecil Kakak laki-laki Kakak perempuan Seturunan diri (Ego) Saudara muda Turun ke bawah Anak Mbah Pak de Bu de Pak Bu Oak lik Bu lik Mas Mbak yu Diri (Ego) Adik Anak pertama Geertz mengatakan bahwa dimensi paling penting bagi penggolongan anggota keluarga adalah dekatnya mereka kepada diri (Ego), dan ukuran penggolongan tidak tampak nyata di dalam terminologi kekeluargaan. Perkawinan di Jawa biasanya bersifat monogami. Poligami diizinkan dan mengangkat derajat seseorang, tetapi jarang dilakukan. Pasangan pengantin baru sering kali hidup dan tinggal bersama orang tua pengantin perempuan, sampai rumah tangga muda mulai agak mapan sampai memiliki uang cukup untuk pindah ke rumah sendiri. Tidak ada aturan tertentu tentang tempat tinggal sesudah pernikahan. Pilihan sepenuhnya tergantung kepada hasrat dan kesempatan orang yang bersangkutan. Suatu keluarga (somah) pada masyarakat Jawa merupakan suatu keluarga yang hakiki membentuk “rumah tangga”. Somah membiayai hidup mereka sendiri. Walaupun dalam senuah rumah hidup dua keluarga yang kakak berasik akan tetapi mereka mandiri secar ekonomi. Pola pewarisan pada masyarakat Jawa berlaku bahwa jika orang tua meninggal, anak laki-laki mendapat bagian warisan dua kali lipat dari bagian anak perempuan, tetapi ini hukum Islam. Sedangkan berdasarkan adat semua anak baik laki-laki maupun perempuan mendapatkan bagian yang sama. Orang jawa menyelesaikan permasalahan secara rukun, yang mempunyai pengertian serasi, bekerjasama, gotong royong, dan peniadaan perselisihan sebanyak-banyaknya. 38 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Oleh karena itu dalam masyarakat pembagian harta secara adat lebih biasa dilakukan. Pembagian harta karena perceraian. Pemahaman mengenal konsep harta gono gini yaitu harta milik bersama suami istri dan harta milik pribadi yang dimiliki secara terpisah di pihak lain. Semua harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan dianggap milik bersama suami dan istri. Dan harta inilah yang dibagi pada saat perceraian. Sedangkan harta milik pribadi merupakan harta yang dimiliki oleh suami atau istri sebelum perkawinan, sering disebut duweke dewe. Sistem pembagian harta gono gini yaitu dua bagian untuk suami dan satu bagian untuk istri atau dalam istilah Jawa sapikul, sagendong. Perkawinan. perkawinan di Jawa tidak hanya dipandang sebagai penggabungan dua jaringan keluarga yang luas. Yang utama adalah pembentukan sebuah rumah tangga yang baru dan mandiri. Geertz (1985) faktor terpenting yang mengatur masalah perjodohan adalah faktor jenjang sosial atau kelas. Faktor berikutnya adalah agama. Perkawinan yang sangat disukai yaitu perkawinan diantaar saudara sepupu (mindhoan). Perkawinan yang dilarang dalam kebudayaan Jawa yaitu perkawinan yang dianggap benar-benar sumbang yaitu antar dua saudara kandung. Ibu dengan anak atau sebaliknya. Perkawinan kakek atau nenak dengan cucunya dan perkawinan antara dua misanan. perkawinan pancer wali atau perkawinan sepupu sejajar dari pihak ayah. Perkawinan antara paman atau bibi dengan anak keponakannya. Perkawinan antara orang-orang yang tidak cocok weton-nya. Terdapat banyak anggapan bahwa seorang adik, laki-laki ataupun perempuan, hendaklah menunda perkawinan sampai sesudah saudara tua terutama perempuan telah menikah. Di daerah Mujokuto aturan magis yang penting untuk diperhatikan adalah hari-hari lahir bakal penganten. G. Agama Clifford Geertz dalam bukunya “The Religion of Java” mendeskripsikan mengenai agama orang Jawa yaitu Agama Jawi atau Kejawen dan agama Islam sanntri. Agama Kejawen adalah agama menjadi satu unsur-unsur Islam dengan 39 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang mistik. Dalam agama kejawen mereka menyebut Tuhan dengan Gusti Allah, dan menyebut Nabi Muhammad dengan Kanjeng nabi. Agama Islam santri walaupun tidak terlalu bebas dari unsur-unsur animisme dan hidu-Budha, namun lebih dekat dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Orang Jawa juga ada yang menganut agama Kristem, Hindu, Budha. Penganut agama Hindu dan Budha persentasenya sangat kecil. Kebanyakan orang Jawa berkeyakinan bahwa hidup manusia di muka bumi ini sudah diatur dalam alam semesta, sehingga tidak sedikit dari mereka yang bersikap nrimo, yaitu menyerahkan diri kepada takdir. Selain itu orang Jawa menyakini bahwa suatu kekuatan yang melebihi kekuatan lainnya yang disebut dengan kasakten. Kemudia arwah leleuhur dan makluk halus menempati alam sekitar tempat tinggal mereka. Menurut mereka masing-masing makhluk halus dapat mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan, keselamatan dan sebaliknya juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kematian. Oleh karena itu mereka melakukan berpuasa, berpantang, berselamatan dan bersaji. Selamatan adalah suatu upacara makan bersama, makanan yang telah diberi doa sebelum dibagi-bagikan. Selamatan ditujukan untuk kesejahteraan hidup, tidak gangguan apapun. Sesajen adalah penyerahan sajian pada saat tertentu di dalam rangka kepercayaaan terhadap makhluk halus, di tempat-tempat tertentu, serta tempat yang dianggap keramat dan mengandung bahaya (angker). Kepercayaan kepada kekuatan sakti (kasakten), banyak ditujukan kepada benda-benda pusaka, keris dan alat-alat seni suara Jawa seperti gamelan, kendaraan istana juga sering dilakukan upacara siraman pada satu suro.Air bekas siraman kendaraan istana bagi orang-orang desa Jawa dianggap sebagai air berkah. H. Sistem Kemasyarakatan Secara kemasyarakat orang Jawa membedakan masyarakat atas golongan keturunan keluarga bangsawan, kaum priyayi yaitu pegawai dan kaum terpelajar, dan wong cilik masyarakat bawah atau rakyat biasa. Petani di desa termasuk pada golongan wong cilik. Di antara masyarakat desa juga terdapat pelapisan yaitu 40 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang wong baku yaitu keturunan yang pertama kali menatap di desa, mereka memiliki sawah, rumah dan tanah pekarangan. Lapisan kedua yaitu kuli gandok, mereka adalah orang laki-laki yang telah kawin akan tetapi tidak mempunyai rumah sendiri, sehingga terpakasa menetap di rumah mertuanya. Lapisan ketiga yaitu joko, sinoman atau bujangan yaitu mereka yang belum menikah, masih tinggal bersama orang tua. Golongan ini bisa mendapatkan harta dari pembagian harta warisan. 41 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Minggu ke : Etnografi Indonesia (3 sks) : SOA : Pendidikan Sosiologi Antropologi : Sosiologi : Ilmu Sosial : Drs. Syafwan, M.Si Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450) :7 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Batak melalui tulisan etnografi MATERI KEBUDAYAAN BATAK A. Daerah Kebudayaan Orang Batak mendiami daerah Dataran Tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Dairi, Toba, Humbang, Silindung, Angkola, dan Mandailing dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Sukubangsa Batak, lebih khuss terdiri atas sub sukubagsa, ada juga mengelompokkan ke dalam suatu sukubangsa yaitu: i. Karo, yang mendiami dataran tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, dan Dairi. ii. Simalungun, mendiami daerah Simalungun iii. Pakpak, mendiami induk Dairi iv. Toba, mendiami daerah danau tepi Toba, Samosir, Dataran tinggi Toba, Asahan, Silindung, Barus, Sibolga v. Angkola, mendiami daerah induk Angkola dan Sipirok 42 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang vi. Mandailing, mendiami daerah induk Mandailing, Ulu, Pakatan, Menurut cerita suci (Tarombo), orang Batak terutama dari Batak Toba, semua sub-sub sukubangsa Batak mempunyai nenek moyang yang sama, yaitu Si Raja Batak. B. Penduduk Bedasarkan sensus yang dilakukan oleh Belanda tahun 1930, jumlah orang Batak pada masa itu yaitu 700 Ribu sampai 1 Juta Jiwa. Berdasarkan sensus pada tahun 1961 jumlah penduduk Sumatera Utara berjumlah 5 juta jiwa. Peta Daerah Kediaman Orang Batak Sumber: adelkude/30.wordpress.com C. Bahasa Bahasa Batak termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu Polinesia. Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat, yaitu: (1) logat Karo, (2) logat Pakpak, (3) Logat Simalungun, (4) Logat Toba, Angkola dan Mandailing. Diantara ke empata logat yang paling jauh jaraknya yaitu logat Toba dengan Karo. Masyarakat Batak sudah mengenal tradisi tulis yang disebut dengan surat batak. Surat Batak masih berkerabat dengan aksara nusantara lainnya seperti surat ulu di Bengkulu dan Sumatera Selatan, surat incung di Kerinci, dan had Lampung. 43 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Aksara ini memiliki beberapa varian bentuk, tergantung bahasa dan wilayah. Secara garis besar, ada lima varian Surat Batak di Sumatra, yaitu Angkola-Mandailing, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, dan Toba. Aksara ini wajib diketahui oleh para datu, yaitu orang yang dihormati oleh masyarakat Batak karena menguasai ilmu sihir, ramal, dan penanggalan. Kini, aksara ini masih dapat ditemui dalam berbagai pustaha, yaitu kitab tradisional masyarakat Batak D. Desa Kesatuan teritorial di pedasaan disebut dengan istilah Huta, kuta, Lumban, sosor, bius, pertahian, urung dan pertumpukan. Huta (bahasa Toba) biasanya merupakan kesatuan teritorial yang dihuni oleh keluarga yang berasal dari satu klen (marga). Pada orang Karo kesatuan itu disebut dengan kesain. Kuta (bahasa Karo) adalah lebih besar dari huta dan terdiri dari penduduk yang asal dari beberapa klen (marga). Setiap huta dan kuta in dulu dikelilingi oleh suatu parit, suatu dinding tanah yang tinggi dan rumpun-rumpun bambu yang berdiri rapat. Kegunaannya yaitu sebagai pertahanan terhadap serangan musuh dari huta lain.Di bagian dalam dari huta terdapat deretan rumah dengan halaman yang sering digunakan dalam aktivitas upacara. Parit dan dinding ini sekarang ini sudah tidak ada lagi. Pada orang Karo, Simalungun dan Mandailing, tiap-tiap desa mempunyai sebuah balai desa, tempat dilakukannya pengadila. Pada orang Toba, balai desa ini digantikan oleh partukhoan yaitu sebidang tanah tempat bersidang, yang ada di dekat pintu gerbang dari huta, Suatu ciri khas dari huta Toba adalah adanya pohon beringin di depan perkampungan, yang biasanya dianggap sebagai lambang dari alam semesta. Lumban berarti suatu bagian yang dihuni oleh keluarga-keluarga yang merupakan warga dari suatu bagian klen. Istilah ini hanya ada dalam bahasa Toba. Sosor, adalah suatu perkampungan baru yang biasanya kecil dan yang didirikan karena huta induk sudah terlampau penuh, baik tempat untuk kediaman, maupun untuk bercocok tanam. Sebuah sosor, lama kelamaan bisa menjadi huta. 44 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Istilah bius, partahian,urung, dan pertumpukan masing-masing dipakai oleh orang Batak Toba, Angkola, Karo, Simalungun dan Pakpak dengan arti yang sama, yaitu suatu wilayah dari sejumlah huta yang tergabung menjadi satu. Dalam kesatuan ini faktor klen yang sama dapat diabaikan. E. Rumah Rumah adat Batak disebut dengan ruma, atau jabu (Bahasa Toba). Rumah batak didirikan di atas tiang kayu yang banyak, berdinding miring, beratap ijuk. Letaknya memanjang kira-kira 10-20 meter dari timur ke barat. Pintunya pada sisi barat dan timur. Pada bagian puncaknya dipasang tanduk kerbau atau arca muka manusia. Pada bagian depan ada ornamen geometris dengan warna merah, putih, kuning, hitam.pada sisi kanan dan kiri kedua mukanya rumah Batak memakai lukisan kepala orang atau singa. Dindingnya diikat dengan tali ijuk yang disuusn menyerupai gambar cecak. Suatu rumah Batak biasanya dihuni oleh beberapa keluarga batih yang terikat oleh kekerabatan secara patrilineal (keluarga luas patrilineal). Pola menetap secara virilokal atau patrilokal. Sumber: http://kaskushootthreads.blogspot.com 45 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang F. Sistem kekerabatan Orang Batak memperhitungkan hubungan keturunan secara patrilineal, suati kelompok dihitung berdasarkan satu ayah, satu kakek, dan satu nenek moyang atau dalam bahasa Batak disebut dengan sada bapa, sada nini (dalam bahasa Karo) atau saama, saompu (bahasa Toba). Kelompok kekerabatan terkecil adalah keluarga batih yang disebut dengan jabu (bahasa Karo) dan ripe (bahasa Toba). Keluarag sada nini dapat disebut dengan kelompok kekerabatan klen kecil atau lenege, yaitu termasuk semua kaum kerabat patrilinel yang masih diingat atau dikenal kekerabatannya. Kelompok kekerabatan yang besar adalah marga. Berikut nama marga orang Batak. Daftar Marga Batak Sesuai Dengan Abjad A Ajartambun, Akarbejadi, Ambarita, Angkat, Aritonang, Aruan B Bako, Banjarnahor, Banuarea, Barasa, Bagariang, Bakkara, Bangun, Barus, Barutu, Batubara, Butarbutar, Bukit, Brahmana, Bancin, Boliala C Capah, Cibro D Dalimunthe, Debataraja, Daulay, Doloksaribu, Depari, Damanik G Ginting, Girsang, Gultom, Gurning, Gurusinga, Gajah H Harianja, Harahap, Hasibuan, Hasugian, Hotmatua, Hutabarat, Hutagaol, Hutahaean, Hutajulu, Hutasoit, Hutapea, Hutasuhut, Hutauruk, Hutagalung K Kaban, Kacaribu, Kacinambun, Karokaro, Kasilan, Keloko, Kembaren, Ketaren, Kudadiri, Karo, Karosekali, Kombara Limbong, Lingga, Lubis, Lumbanbatu, Lumbangaol, Lumbannahor, L Lumbanpea, Lumbanraja, Lumbansiantar, Lumban, Lumbantoruan, Lumbantungkup M Malau, Manalu, Manik, Manullang, Manurung, Marbun, Marpaung, Matondang, Meliala, Munthe, Manihuruk N Nababan, Nadapdap, Nadeak, Naibaho, Naiborhu, Nainggolan, Naipospos, Napitupulu, Nasution, Napitu, Nandebiring Padang, Pakpahan, Pandia, Pandiangan, Pane, Pangaribuan, Panggabean, P Panjaitan, Parapat, Pardede, Pardomuan, Pardosi, Pasaribu, Perangin-angin, Pinem, Pohan, Pulungan, Purba R Rambe, Rajagukguk, Rangkuti, Ritonga, Rumahorbo, Rumapea, Rumasingap, Rumasondi Sagala, Saing, Samosir, Saragi, Saruksuk, Sarumpaet, Sembiring, Siadari, S Siagian, Siahaan, Siallagan, Siambaton, Sianipar, Sianturi, Sibabiat, Sibagariang, Sibangebange, Sibarani, Sibayang, Sibero, Siboro, Siburian, 46 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Sibuea, Sibutarbutar, Sidabalok, Sidabutar, Sidabungke, Sidahapintu, Sidauruk, Sigalingging, Sihaloho, Sihite, Sihombing, Sihotang, Sijabat, Silaban, Silaen, Silalahi, Silitonga, SinaBang, Simalango, Simamora, Simandalahi, Simangunsong, Simanjorang, Simanjuntak, Simanungkalit, Simaremare, Simargolang, Simarmata, Simatupang, Simbolon, Simorangkir, Sinabariba, Sinaga, Sinambela, Singarimbun, Sinuhaji, Sinulingga, Sinukaban, Sinukapar, Sinupayung, Sinurat, Sipahutar, Sipayung, Sirait, Siregar, Siringo-ringo, Sitanggang, Sitepu, Sitindaon, Sitinjak, Sitohang, Sitompul, Sitorus, Situmeang, Situmorang, Situngkir, Solia, Solin, Sormin, Sukatendal, Surbakti, Sinuraya, Silitonga Tamba, Tambun, Tambunan, Tampubolon, Tanjung, Tarigan, Tarihoran, T Tinambunan, Tinendung, Tobing, Togatorop, Togar, Torong, Tumangger, Tumanggor, Turnip, Turutan, Tigalingga U Ujung Perkawinan. Perkawinan pada orang Batak tidak hanya mengikat seorang laki-laki dan perempuan, tetapi juga mengikat dua kerabat, kerabat laki-laki (sipempokan dalam bahasa Karo, paranak dalam bahasa Toba) dengan kaum kerabat perempuan (sinereh dalam bahasa Karo dan porboru dalam bahasa Toba). Perkawinan yang dianggap ideal dala amsyarakat Batak adalah perkawinan antara orang-orang rimpal (marpariban dalam bahasa Toba) yaitu antara seorang lakilaki dengan anak perempuan saudara laki-laki ibunya (anak dari tulang atau paman). Orang Batak dilarang kawin semarga (exogami marga). Orang Batak juga mengenal istilah kawin lari atau mangalua, hal ini terjadi karena tidak ada persesuaian antara salah satu pihak. Perkawinan terjadi biasanya diawali dengan upacara manuruk-nuruk untuk minta maaf. Perkawinan levirat (lakoman, dalam bahasa Karo dan mangabia dalam bahasa Toba) juga terdapat di dalam kebudayaan Batak. Pola menetap sesudah menikah pada umumnya adalah virilokal, walaupun ada yang uxorilokal yang disebut dengan hinela, biasanya disebabkan karena si suami serta kerabatnyamiskin, sehingga terpaksa tergantung kepada orang tua istrinya, atau karena siistri anak tunggal, sehingga tidak dilepaskan orangtua. 47 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Perceraian, dalam masyarakat Batak dapat terjadi karena hubungan yang tidak baik dengan satu atau beberapa kaum kerabat suami. Dalam masyarakat Karo terdapat dua jenis perceraian yaitu, ngelandih, yaitu si istri pergi dari rumah atau pergi ke rumah orang tuanya karena terjadi perselisihan dengan suami. Mulih, yaitu perceraian yang sudah disahkan secara adat. Dalam kehidupan masyarakat Batak ada suatu hubungan yang mantap antara kelompok kerabat dari seseorang dengan kelompok kerabat tempat istrinya berasal dan dengan kelompok kerabat dari suami adik perempuannya. Kelompoka yang pertama diebut (kalimbubu (Karo); Hula-Hula (Toba); Mora (Angkola dan mandailing); Todong (Simalungun) atau kelompok pemberi gadis dan kelompok kedua disebut (anak beru (Karo); boru (Toba, Angkola, Mandailing); anak boru (Simalungun), atau kelompok penerima gadis. Adapun kelompoknya sendiri disebut senina (Karo); dongan tobu (Toba); Kahanggi (Angkola, Mandailing), sanina (Simalungun). Hubungan antara kalimbubu-anak beru-senina, yang disebut dengan sangkep sitelu (dalihan na tolu dalam bahasa Toba), tampak jelas dalam upacara-upacara adat seperti perkawinan, kematian dan sebagainya. Kalimbubu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi terhadap anak beru dan bagi seorang Batak kaum kerabat istrinya itu merupakan dibata ni idah (dewa-yang tampak). Sebagai anak beru ia harus berusaha supaya kaum kerabat istrinya itu diperlakukan secara hormat. G. Sistem Kemasyarakatan Orang Batak mengenal stratifikasi sosial berdasarkan jabatan yaitu; - lapisan bangsawan atau keturunan raja dan kepala wilayah disebut biak raja; - lapisan ginemgem (Karo), yaitu orang yang mempunyai keahlian seperti dukun (rayat), pandai emas, tukang kayu dan sebagainya. Sistem pelapisan sosial berdasarkan sifat keaslian ada yang disebut dengan merga taneh yaitu orang keturunan para nenek moyang yang pertama mendirikan 48 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang kuta., dan orang yang datang kemudian. Para Merga Taneh memiliki biasanya memiliki tanah dan menduduki jabatan pimpinan desa. Dahulu orang Batak juga mengenal lapisan budak (kawan (Karo); hatoban (Toba), yaitu tawanan perang, atau orang yang banyak hutang dan tidak mampu membayar. Namun perbudakan sudah dihapuskan sejak tahun 1860 oleh pemerintah Belanda. H. Agama Agama orang Batak saat ini yaitu Kristen, dan Islam. Walaupun orang Batak sudah menganut agama Kristen atau Islam akan tetapi konsep asal dari agama asli orang Batak masih hidup. Agama asli orang Batak adalah perbegu (atau hasilpelebeguoan), merupakan agama pemujaan roh kerabat yang telah meninggal. Roh pelindung adalah roh-roh anggota kaum kerabat patrilineal beserta roh para istri mereka. Seperti halnya dalam dunia ini, maka di dunia roh seorang istri pun termasuk ke dalam patrilineal suaminya (Singarimbun, 1984:164). Menurut Pardede Hasipelebeguan adalah istilah kolektif yang merangkum keseluruhan praktek dan sifat agama orang Batak (Purba, 2000: 27). Termasuk dalam hasipelebeguan adalah kepercayaan pada dewa dan mitologi orang Batak Toba, pada roh nenek moyang dan kekuatan supranatural yang mendiami tempat-tempat yang sakral. Sesuatu yang sentral dalam praktek hasipelebeguan adalah tondi yang berarti roh atau jiwa. Yang dimiliki manusia hidup, manusia yang sudah meninggal, tumbuhtumbuhan dan hewan. Sahala adalah kekuatan tondi , yakni kekuatan untuk mempunyai banyak keturunan, kekayaan, kharisma, pengetahuan dan lainlain.Orang Batak percaya bahwa orang hidup dan orang mati dapat mengalihkan sahala mereka pada orang lain. Proses lain dari pengalihan sahala, terlaksana melalui tarian tortor dengan iringan gondang sabangunan (musik Batak) sambil mengitari mayat orang yang meninggal pada usia uzur. Praktek seperti itu dikenal dengan nama mangondasi (Purba, 2000). 49 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Minggu ke : Etnografi Indonesia (3 sks) : SOA : Pendidikan Sosiologi Antropologi : Sosiologi : Ilmu Sosial : Drs. Syafwan, M.Si Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450) :9 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Mentawai melalui tulisan etnografi MATERI KEBUDAYAAN MENTAWAI A. Daerah Kebudayaan Daerah kebudayaan Mentawai terletak di kepulauan Mentawai Sebelah Barat Propinsi Sumatera Barat. Ada empat besar pulau yang didiami oleh manusia yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Kata Mentawai diambil dari istilah bahasa asli penduduk setempat, yaitu Si Manteu, tetapi ada juga yang beranggapan berasal dari kata Simatalu yang berarti Yang Maha Tinggi. Simatalu merupakan nama daerah yang menurut cerita merupakan daerah asal orang Mentawai. Orang Mentawai selanjutnya tersebar ke pulau-pulau lainnya. Orang Mentawai sebelumnya dianggap sebagai masyarakat yang terbelakang, salah satunya dilatari karena orang Mentawai makan sagu, tidak berbaju dan lain sebagainya. Pedapat yang etnocentris ini sebenarnya tidak perlu terjadi apabila kita bisa memahami bahwa pada dasarnya kebudayaan suatu masyarakat akan selalu berbeda satu dengan lainnya. Laporan penelitian juga 50 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang terkadang memperkuat anggapan orang Mentawai yang bercirikan ‘primitif”. Sekarang ini di Siberut tidak ada lagi kelompok yang hidup dengan cara terpencil, walaupun terdapat perbedaan antara kelompok di pedalaman dan kelompok yang berdiam di pantai (Schefold, 1985:16). B. Penduduk Beberapa orang ahli berpendapat bahwa orang Mentawai termasuk dalam tipe Melayu Polinesia; sementara menurut Neuman sejak dahulu pulau Sumatera didiami oleh orang Polinesia, yang kemudian diusir oleh orang Melayu yang datang kemudian.Akhirnya sisa-sisa orang Melayu ini tidak sempat terusir dan menetap di kepulauan Mentawai. Rosenberg mempunyai pendapat bahwa orang Mentawai mempunyai kesamaan ciri denga penduduk Hawaii, Marchesi dan Fiji yaitu warga sukubangsa yang berasal dari lautan Teduh.(Coronese,1986). Lain halnya dengan Bikmore, Mess dan Moris yang berpendapat bahwa orang Mentawai sama dengan orang Melayu, dan dalam diri mereka terdapat ciri-ciri penduduk Sumatera. Demikian kebudayaan Mentawai adalah kebudayaan asli penduduk Sumatera. Hal ini juga dikuatkan oleh Oudemans yang mengatakan bahwa orang Mentawai serumpun dengan orang Batak dan orang Batu kepulauan Nias (Coronese, 1986). Sensus penduduk pada tahun 1930 mencatat jumlah penduduk Mentawai lebih dari 18.000. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2005, jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah 65 Juta Jiwa. Penduduk Mentawai tidak hanya orang Mentawai asli akan tetapi juga pendatang terutama orang Batak dan orang Minangkabau serta orang Jawa. Orang Mentawai lebih banyak tinggal di kampung-kampung di luar kota kecamatan, sedangkan di kota Kecamatan pada umumnya dihuni oleh pendatang. Orang Mentawai menyebut para pendatang ini dengan rasareu, yang berarti orang tepi. Para pendatang pada umumnya bekerja sebagai pedagang dan ada juga bekerja sebagai pegawai negeri (Rudito dalam Koentjaraningrat, 1993: 56). Orang Mentawai biasanya dapat dikenal dari nama marga yang sering dituliskan dibelakang namanya.Nama marga atau clan diturunkan secara 51 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang patrileneal. Seperti: Anakalang; Berisigep; Galet; Gougou; Kainde; Kasirebbeb; Laggaiku; Leleu; Malakopa; Melei; Oinan; Paabanan ; Panandean; Pangetuat; Pasowbaliok; Purorogat; Sababalat; Sabaggalet; Sabajou; Sabebegen; Sabelau; Sabola; Sadodolu; Saerejen; Sagalak; Sagoilok; Sagugurat; Saguntung; Sagurug; Saguruwjuw; Saibuma; Sailokoat; Sakailoat;Sakeletuk; Sakerebau;Sakerengan; Sakeru;Sakoan; Sakobou; Sakoikoi; Salabok;Salaisek; Salakkomak; Sakukuret; Salamanang; Salamao; Sakulok; Salabi; Saleilei; Saleleu; Saleleubaja; Salimu; Samairapkoat; Samalinggai; Samalobak; Samaloisa; Samangilailai; Sambentiro; Samongilailai; Sanene; Sangaimang; Saogo; Sapalakka; Sapeai; Sapelege; Sapojai; Sarogdok; Saroro; Sasaleji; Satoinong; Satoko; Satoleuru; Saumanuk; Saumatgerat; Saurei; Seminora; Sikaraja; Sikatsila; Sikerey; Silainge; Simakoklo; Simasingin; Sipatiti; Siribaru; Siribere; Siriottoi; Siriparang; Siriratei; Sirirui; Sirisagu; Sirisokut; Siritoitet; Siritubui; Taileleu; Talopulei; Tasirileuleu; Tasirleleu; Tatebburuk,Tateuteu,Tatubeket,Tetubekket C. Pola Perkampungan Pada dasarnya kampung orang Mentawai terdiri atas dua bagian, yaitu kampung asli dengan rumah-rumah yang mengelompok secara tidak teratur; dan kampung pemukiman Departemen Sosial dengan rumah yang berbaris rapi saling berhadapan sepanjang jalan desa. Dahulu desa-desa disebut dengan laggai, tetapi sekarang lebih lazim disebut dengan kampung. Nama desa adalah hampir semuanya nama dari sungai yang merupakan tempat lokasinya. Desa Simatalu di Siberut misalnya terletak di hilir sungai Simatalu. Rumah-rumah orang Mentawai berbentuk panggung dan seluruhnya terbuat dari kayu yang berasal dari hutan. Di dalam kampung asli terdapat tiga macam rumah yaitu, uma, lalep dan rusuk. Uma adalah rumah induk yang dipergunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka, untuk melakukan upacara, dan untuk menyimpan tengkorak buruan. Uma tersebut disekat-sekat menjadi kamar-kamar yang ditempati oleh orang yang sudah menikah,yang disebut lalep. Rumah lalep juga dapat diartikan rumah baru yang dibaut dekat dengan rumah induk oleh karena ruangan sudah penuh. Rumah rusuk, pemondokan khusus untuk 52 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang tempat menginap para pemuda dan para janda yang diusir dari kampung. Rumah rusuk disebut juga sapou (Rudito dalam Koentjaraningrat, 1993). D. Sistem Kekerabatan Sistem kekerabatan orang Mentawai mengikuti garis keturunan laki-laki (patrilineal), dengan pola menetap virilokal di uma kaum kerabat laki-laki. Perkawinan dalam hukum adat Mentawai exogami clen. Satu klan umunya terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga inti dari anak laki-laki. Mereka tinggal bersama dengan satu rumah besar (uma), tetapi yang terpecah ke dalam keluarga-keluarga inti yang masing-masing tinggal dalam satu rumah khusus, tetapi berdekatan satu dengan yang lain dalam suatu kompleks. Setiap orang yang tinggal dalam satu uma disebut siriuma atau sipauma. Semua individu dalam satu uma terikat pada aturan dan adat-istiadat yang diwarisi turun-temurun untuk mengatur perilaku dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesama sipauma umumnya dilakuakan dalam aktivitas berkumpul yang dilakukan secara berulang-ulang di uma melalui pesta adat yang disebut dengan punen atau lia. Seluruh kaum kerabat berkumpul dan terlibat dalam pesta adat atau punen seperti upacara perkawinan, kelahiran, pengobatan dan kematian. Setiap aktivitas berkumpul melalui punen dipimpin oleh tetua adat dalam uma yang disebut dengan sikebbukat uma. Sikebbukat uma selain mengorganisisr aktivitas berkumpul dalam uma, juga mengorganisir sistem hak dan kewajiban sipauma terhadap sejumlah harta produktif, harta komsumtif dan harta pusaka dari nenek moyang mereka. Keluarga inti merupakan bentuk lembaga terkecil dalam kebudayaan Mentawai. Seorang ayah disebut Mae dan ibu disebut Baboi. Anak laki-laki yang belum menikah biasanya dipanggil ale oleh kerabat ayahnya. Sedangkan kerabat ibu biasanya dipanggil dengan sebutan Maite. Anak perempuan dipanggil dengan sebutan Motto bagi kerabat ayah, sedangkan bagi kerabat ibu memanggil dengan sebutan Elei. Bagi saudara sekandung atau sepupu baik laki-laki atau perempuan yang usianya lebih muda memakai istilah Kebbuk (kakak) kepada saudara yang 53 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang usianya lebih tua. Pada saudara yang usianya lebih muda dipanggil dengan sebutan Bagi (adik). Orang tua laki-laki dan perempuan dari ayah maupun ibu dipanggil dengan sebutan teteu, yang artinya kakek atau nenek. Sedangkan saudara laki-laki dari ayah baik yang lebih tua maupun yang lebih muda dipanggil dengan sebutan bajak (Hernawati, 2007:53) Perkawinan. Perkawinan yang dianggap ideal dalam kebudayaan Mentawai adalah perkawinan exogami uma, yaitu di luar uma atau suku dan tidak memiliki pertalian darah. Perkawinan yang dilarang yaitu pantang kawin dengan sesama suku atau uma. Proses upacara perkawinan diawali dengan melamar, ibu dari pihak laki-laki membawa sejumlah barang seperti kain panjang dan manikmanik untuk melamar seorang gadis. Jika pelamaran disetujui oleh pihak keluarga perempuan barang-barang tadi menjadi pengikat yang disebut dengan alaket. Pembicaraan mengenai mas kawin atau alattoga, dibicarakan selanjutnya untuk melanjutkan hubungan lebih lanjut. Pihak laki-laki selanjutnya datang menjempuat gadis dengan membawa barang sebagai tanda mata yang disebut dengan katusuru, seperti kuali dan beberapa ekor ayam. Mereka juga menghadiahkan beberapa pohon durian dan kelapa (hanya menunjukkan letak tumbuhnya). Acara ini disebut dengan pasoga. Alattoga atau mas kawin bagi si gadis biasanya adalah sesekor babi betina, sesekor babi jantan, kolam ikan, sangamata sagu, sangamata mone, sebuah kuali no 30, sebuah kuali no 20, satu pohon kelapa, tombak untuk berburu, dan sebuah kampak. Benda-bena ini memiliki prestise yang tinggi dalam kehidupan sosial masyarakat Mentawai. Harta Waris, Jika orang tua meninggal maka harta akan diturunkan kepada anak laki-laki yang berasal dari garis keturunan patrilineal. Namun orang tua yang dimaksud dalam sistem ini bukan hanya orang tua kandung.. Saudara laki-laki kandung dari ayah (bajak), juga merupakan orang tua dari ahli waris. Sehingga meskipun orang tua kandung dari si ahli waris sudah meninggal, selama masih ada saudara laki-laki ayah yang masih hidup maka sementara paman ini lah yang berhak atas harta peninggalan orang tua mereka. Hak paman hanya untuk merawat , mengelola dan memanfaatkan sementara (Hernawati, 2007:61) 54 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang E. Sistem Kemasyarakatan Orang yang paling tinggi kedudukannya dalam masyarakat adalah keturan dari orang yang pertama kali membuka lokasi kampung yang disebut dengan sibakkat laggai, Orang yang datang kemudian disebut dengan sitoi. Rimata dari orang yang datang pertama kali biasanya menjadi pemimpin adat. F. Agama Mayoritas orang Mantawai memeluk agama Katolik dan sebagian beragama Protestan, Islam dan Bahai. Namun sebagian besar orang Mentawai tetap memegang teguh religi yang asli yaitu arat sabulungan. Arat berarti “adat” dan bulungan berasala dari kata bulu (sama dengan daun). Menurut keyakinan orang Mentawai semua yang ada di alam memiliki jiwa, seperti manusia, hewan , tumbuhan, batu, air terjun, pelanggi, udara dan hutan belantara. Dalam arat sabulungan, ada waktu-waktu yang dianggap suci yaitu masa lia dan punen. Lia adalah penghentian aktivitas dalam rangka keluarga inti biasanya menyangkut masa-masa penting dalam hidup seperti perkawinana. Punen adalah menghentikan aktivitas sementara menyangkut masa sebelum atau sesudah membangun uma, Malahan jika ada yang meninggal pada masa lia ataupun punen, jenazah yang mati juga tidak boleh diurus. Punen yang berlangsung lama adalah pengukuhan rimata dan sikerei yaitu pemimpin dan dukun. Upacara bisa berlangsung satu bulan. Dalam masa lia dan punen terdapat pantangan atau keikei , dan pelanggaran akan dihukum dengan hukuman gaib. Hukuman gaib itu boleh dihilangkan dengan membayar tulou (denda). 55 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Minggu ke : Etnografi Indonesia (3 sks) : SOA : Pendidikan Sosiologi Antropologi : Sosiologi : Ilmu Sosial : Drs. Syafwan, M.Si Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450) : 10 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Nias melalui tulisan etnografi MATERI KEBUDAYAAN NIAS A. Daerah Kebudayaan Kebudayaan Nias berasal dari sebuah pulau yang disebut dengan Pulau Nias, yang terletak di sebelah barat Sumatera Utara. Pulau-pulau yang ada di Nias, pulau Hinako, Lafao, pulau Batu dan lain-lain. B. Penduduk Asal dari orang Nias atau Ono Niha yang secara lahiriah mempunyai warna kulit yang lebih kuning dari orang Indonesia lainnya. Jumlah penduduk Nias pada tahun 1914 adalah 135 Ribu Jiwa. Pada Tahun 2010 jumlah penduudk Nias adalah 756 ribu Jiwa. Sudah berkermbang menjadi 6 kali lipat. Bahasa Nias termasuk ke dalam rumpun bahasa Malayu Polinesia. Bahasa Nias mempunyai dua logat yaitu logat Nias Utara dan Logat Nias Selatan. 56 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang C. Pola Menetap Perkampungan tempat orang Nias menetap disebut dengan Banua. Satu banua terdiri dari beberapa kampung dan terdiri atas dua puluh sampai dua ratus rumah yang masing-masing didiami oleh satu keluarga luas virilokal, terdiri dari satu keluarga batih senior ditambah dengan kelurga-keluarga inti dari amak lakilakinya. Bentuk denah desa di Nias, terutama bagian tengah dan selatan bentuknya seperti U, dengan rumah tuhenori (kepala negeri) atau salawa (kepala desa) sebagai pusat diujung, menghadapi suatu lapangan yang dilandasi dengan batubatu pipih. Di kedua sisi dari lapangan ada dua deret rumah-rumah penduduk. Di Nias bagian Utara, Timur dan Barat bentuk denah desa berbentuk paralel. D. Bentuk Rumah Bentuk rumah (omo) di Nias ada dua macam, pertama rumah adat (omo hada) dan rumah biasa (omo pasisir). Bentuk yang pertama bentuk asli dari rumah orang Nias, biasanya didiami oleh para tuhenori, salawa dan para bangsawan. Sedangkan bentuk rumah biasa adalah rumah yang dihuni oleh biasa. Di muka rumah adat pada umumnya terdapat bangunan Megalithik seperti tugu batu (menhir), yang disebut dengan saita gari (Nias Selatan), atau behu (Nias Tenggara), gowe zalava (Nias Utara, Timur dan Barat). Tugu batu tersebut berbentuk seorang laki-laki dengan alat kelamin yang sangat besar. Selain itu didepan rumah ada tempat duduk dari batu yang disebut dengan daro-daro atau harefa. Di Lapangan desa di Teluk Dalam Nias Selatan terdapat batu untuk latihan lompat tinggi (zawo-zawo). Kampung juga memiliki halama atau ladang. 57 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Sumber: http//raftorigin.wordpress.com E. Sistem kekerabatan Sistem kekerabatan orang Nias adalah keluarga luas virilokal yakni sangambato sebua, yang terdiri dari keluarga batih senior ditambah lagi dengan keluarga batih putra-putra yang tinggal serumah, sehingga berupa suatu rumah tangga, dan suatu kesatuan ekonomi. Keluarga batih disebut dengan sangambato. Gabungan dari sangambato zebua dari satu leluhur disebut dengan mado. Mado dapat disamakan dengan marga di Batak atau clan. Sistem perkawinan di Nias yaitu exogami mado. Persyaratan untuk menikah adalah dengan menyediakan bowo atau mas kawin, berupa babi 100 ekor, pada masa dahulu orang yang tidak bisa melunasi mas kawin dapat mengabdi dahulu kepada mertua (bride service). Suatu inisiasi asli yang sampai sekarang masih dipraktekkan oleh orang Nias adalah pengkhitanan pada anak laki-laki pada usia enam tahun. Pernah ada usaha untuk melarang khitan dari pihak zending tapi mendapat perlawanan dari orang Nias. Nama-nama mado atau marga di Nias yaitu Amazihönö. Amuata, Baeha, Baene, Bate'e, Bawamenewi, Bawaniwa'ö, Bawö, Bali, Bohalima, Bu'ulölö, 58 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Buaya, Bunawölö, Bulu'aro, Bago, Bawa'ulu, Bidaya, Bazikho, Baewa, Dachi, Daeli, Daya, Dohare, Dohöna, Duha, Duho, Dohude, Dawölö, Fau, Farasi, Finowa'a, Fakho, Fa'ana,Famaugu, Gaho, Garamba, Gea, Ge'e, Giawa, Gowasa, Gulö, Ganumba, Gaurifa, Gohae, Gori, Gari, Gaidö, Halawa, Hala Wawa, Harefa, Haria, Harita, Hia, Hondrö, Hulu, Humendru, Hura, Hoya, Harimao,Halu, Lafau, Lahagu, Lahömi, La'ia, Luaha, Laoli, Laowö, Larosa, Lase, Lawölö, Lo'i, Lömbu, Lamölö, Lature, Luahambowo, Lazira, Lawelu, Laweni, Lasara, Laeru, Löndu go'o, Lugu, Maduwu, Manaö, Maru'ao, Maruhawa, Marulafau, Mendröfa, Maruabaya, Möhö, Marunduri, Mölö, Nazara, Ndraha, Ndruru, Nehe, Nakhe, Nadoya, Sadawa, Sa'oiagö, Sarumaha, Saro, Sihönö, Sihura, Sisökhi, Saota, Taföna'ö, Telaumbanua, Talunohi, Tajira, Wau, Wakho, Waoma, Waruwu, Wehalö, Warasi, Warae, Wohe, Zagötö, Zai, Zalukhu, Zamasi, Zamago, Zamili, Zandroto, Zebua, Zega, Zendratö, Zidomi, Ziliwu, Ziraluo, Zörömi, Zalögö, Zamago zamauze. (http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_marga_Nias). F. Sistem Kemasyarakatan Masyarakat Nias mengenal sistem pelapisan masyarakat yaitu: i. Siulu (bangsawan) 1. Balo ziulu (yang memerintah) 2. Siulu (bangsawan kebanyakan) ii. Ere (pemuka agama pelebegu) iii. Ono mbanua (rakyat biasa) 1. Siila (cerdik pandai dan pemuka rakyat) 2. Sato (rakyat kebanyakan) iv. Sawuyu (budak) 1. Binu (orang yang kalah perang) yang paling buruk, karena masa dahulu mereka ini dikorbankan pada upacara yang memerlukan korban manusia. 2. Sondrara hare (orang tdk bisa bayar hutang) 3. Holito (orang yang sudah ditebus orang setelah dijatuhi hukuman mati) 59 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Mereka yang menjadi pemimpin atau tuhenori adalah orang-orang dari lapisan siulu. G. Agama Sebagian besar orang Nias beragama Kristen Protestan. Agama asli orang Nias yaitu pelebegu, yang beraripenyembuh roh. Nama yang diberikan oleh penganutnya adalah molohe adu (penyembah adu). Sifat agama ini adalah penyembahan ruh leluhur, untuk keperluan ini mereka membuat patung-patung kayu yang disebut dengan adu. Menurut kepercayaan umat pelebegu, tiap orang mempunyai dua macam tubuh, yaitu tubuh kasar yang disebut dengan boto dan tubuh halus yang terdiri dari dua macam yaitu noso (nafas) dan lumolumo (bayangan). Jika orang mati tubunya kembali kepada menjadi debu, nosonya atau nafasnya kembali kepada Lowalangi (Allah). Sedangkan bayangannya berubah menjadi bekhu (ruh). Selama belum dilakukan upacara kematian bekhu akan tetap berada disekitar pemakamannya. Karena menurut kepercayaa, untuk pergi ke Teteholi Ana’a (dunia ruh), seorang harus menyeberangi suatu jembatan dahulu yang dijaga ketat oleh deorang dewa penjaga dengan kucingnya (mao). Orang yang berdosa dan belum diupacarakan akan didorong masuk ke dalam neraka yang berada di bawah jembatan. Mitologi orang Nias terdapat dalam syair yang ditembangkan yang disebut dengan hoho.Hoho sampai sekarang masih dinyanyikan orang dalam pesta adat. 60 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Minggu ke : Etnografi Indonesia (3 sks) : SOA : Pendidikan Sosiologi Antropologi : Sosiologi : Ilmu Sosial : Drs. Syafwan, M.Si Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450) : 11 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Bugis melalui tulisan etnografi MATERI KEBUDAYAAN BUGIS-MAKASSAR A. Daerah Kebudayaan Kebudayaan Bugis merupakan kebudayaan yang mendiami bagian selatan dari pulau Sulawesi. Berjumlah kira-kira 3,5 juta orang, mendiami Kabupaten Bulukumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Wajo, Sis, Rap, Pinrang, Polewali, Mamasa, Enrekang, Luwu’, Pare-pare, Barru, Pangkajene, dan Maros (Mattulada, 1991: 29). Orang Bugis termasuk ke dalam ras Deutro Melayu. Dalam naskah tua I La Galigo diceritakan bahwa orang Bugis suka mengembara dan berperang dipengembaraannya. Atas dasar keberanian nenek moyangnya, jal membuat orang Bugis menjadi bangga. Namun dalam pandangan orang luar berbeda, orang Bugis dikatakan sebagai ‘orang liar’, pengamuk, bengis, kasar, dan keras kepala yang ada kalanya sukar dimengerti.( Tang,1997). 61 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang B. Sistem Kekerabatan Sistem kekerabatan dalam kalangan orang Bugis-Makassar dapat dianggap sampai sekarang satu sistem yang masih dipertahankan. Sistem ini disebut Ade’ asse-ajingeng (Bugis) atau Ade’ passibijaeng (Makassar). Sistem ini menyatakan peranannya dalam hal pencarian jodoh atau perkawinan untuk membentuk keluarga baru. Hal ini penting karena dalam hubungan sistem inilah banyak timbul kejadian-kejadian seperti pembunuhan yang menyangkut tentang siri (Mattulada, 1991: 29). Menurut Friedericy bahwa masyarakat Bugis-Makassar terdiri atas dua golongan yang bersifat exogami, pertalian kekerabatan dihitung menurut prinsip keturunan matrilineal, tetapi perkawinan bersifat patrilokal, dan bahwa kedua golongan yang berhubungan didasari pada anggapan yang satu lebih tinggi (asal langit) daripada yang lain (asal dunia bawah) maka dalam kenyataan pernyataan itu kelihatan tidak terjadi lagi semenjak periode To-manurung (Abad XIII). Mungkin pernyataan ini cocok bilamana latar-belakangnya dicari pada mitologi Galigo. Desangkan menurut Mattulada sistem kekerabatan orang Bugis-Makassar yaitu bilateral atau bilineal. Karena adat dalam pencarian jodoh umumnya orang Bugis mencari pasangan dari keluarga dekat baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Selanjutnya juga diperhitungkan strata dari kedua orangtua tersebut, juga harus diperhitungkan menurut Ade’ Akkalabinengeng dari keluarga kedua orang tua (Mattulada, 1991: 30). Dalam hal mencari jodoh dalam keluarga terdapat tiga jenis perkawinan yang dianggap ideal: 1. Assialang Marola (Bg) = passialleang Baji’na (Mk), yaitu perkawinan antara sepupu derajat ke satu baik paralel maupun cros cousin 2. Assialnna Memeng (Bg) = Passial leanna Memang (Mk), yaitu perkawinan antara sepupu derajat kedua, dari kedua belah pihak 3. Ripaddeppe’ Mabelae (Bg) = Nopakambani Bellaya (Mk), yaitu perkawinan antara sepupu derajat ketiga dari kedua belah pihak. 62 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Perkawinan yang dianggap sumbang yaitu perkawinan antara anak dengan ayah/ibu; perkawinan saudara kandung ( seayah atau seibu); perkawinan menantu dengan mertua; perkawinan pama/bibi dengan kemenakan; dan perkawinan nenek dengan cucu. Masyarakat Bugis-Makassar juga mengenal sistem kawin lari (malarriang (Bg) atau Allariang (Mk), perkawinan ini bisa terjadi karena penolakan pinangan oleh keluarga pihak wanita sedangkan keduanya sudah saling cinta. Lawin lari juga bisa terjadi karena mas kawin yang tinggi, melainkan oleh belanja perkawinan yang tinggi. Perkawinan lari ini, menimbulkan peristiwa siri’. Semua anggota kerabat keluarga pihak wanita yang dibawa lari bersama laki-laki itu, menjadi To-marisi’. To-marisi terutama ialah keluarga wanita yang terdekat, yaitu ayah, paman-paman, saudara-saudara dan sepupu-sepupu. Sebagai To-marisi mereka merasa berkewajiban untuk membunuh lelaki yang melarikan itu, bila bertemu di tempat umum. To maririsi tidak boleh melakukan pembunuhan atas lelaki yang membawa lari itu, bilamana lelaki itu melakukan pekerjaan di sawah atau telah menyerahkan diri dibawah perlindungan seseorang yang terpandang di dalam negeri. Hubungan baik antara keluarga laki-laki yang melarikan gadis dengan pihak keluarga gadis akan dialkukan dengan cara tertentu yang disebut dengan maddeceng (Bg) atau abaji (Mk), artinya berbaik kembali. Satu jenis perkawinan yang bisa juga terjadi secara adat yaitu disebut erangkale artinya pihak wanita akhirnya mengambil inisiatif. Wanita dengan membawa songkok atau keris lelaki yang pernah menggaulinya ke rumah penghulu, untuk meminta dinikahi oleh lelaki yang disebutkan. Erangkale dapat terjadi jika: perempuan merasa dirinya terdesak oleh keadaan, misalnya si lelaki tidak bertanggung jawab; perempuan merasa dirinya dihinakan oleh seorang lelaki; dan takut diketahui oleh keluarganya. Cara penyelesaiannya, bila lelaki yang ditunjuknya merasa bertanggung jawab, dia nikahi perempuan itu. 63 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Mas kawin biasanya bertingkat-tingkat sesuai dengan derajat dari si perempuan dan dihitung dalam nilai real.mas kawin dapat berupa sawah, kebun dan keris pusaka. Sistem Istilah kekerabatan orang Bugis-Makassar Bugis C. Makassar Indonesia Kajao Boe’ Nene’ Neneltoa Amang/Ambe’ Amang/Mange Orang tua saudara-saudara kakek Orang tua saudara-saudara orang tua Ayah Inang/Indo’ Amma’/Anrong Ibu Amaure Purina bura’ne Inaure Purin’na bura’ne Matua Matoang Saudara laki-laki dan sepupu laki-laki sederajat ke 3 dari orang tua Saudara perempuan dan sepupu perempuan sederajat ke 3 dari orang tua Mertua La’lakkai Nakke Bura’ne Suami La’baine Nakke Baine istri Ana’ Oroane Ana’ Bura’ne Anak laki-laki Ana’ Oroane Ana’ Baine Anak perempuan dan dari dan dari Sistem Kemasyarakatan Pelapisan sosial orang Bugis Makassar berdasarkan La Galigo yang direkonstruksi oleh H.J. Friesericy terdiri atas tiga lapisan yaitu: (1) Anakarung, kaum kerabat raja-raja (2) To-maradeka, lapisan orang merdeka atau rakyat Sulawesi. 64 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang (3) Ata, golongan budak, orang yang ditangkap dan kalah perang, tidak dapat bayar hutang atau melanggar pantangan. Lapisan terakhir ini pada abad 20 dapat dikatakan sudah hilang (Mattulada, 1995:276). Golongan bangsawan biasanya mudah diketahui jika didepan nama diberi nama andi, sebutan andi pertama kali digunakan oleh Raja Bone kepada semua anggota lapisannya. Contohnya Andi Mungkace, Andi Meriam Mattalata. Andi malarangegng. D. Adat Istiadat Adat istiadat orang Bugis Makassar disebut dengan panngaderreng (Bg atau panngadakkang (Mk) yang dapat diartikan keseluruhan norma yang meliputi bagaimana seseorang harus bertingkah laku terhadap sesama manusia. Adat ini menjadi identitas orang Bugis, memberi martabat dan rasa harga diri yang semuanya terkandung dalam konsep siri. Sistem adat orang Bugis terdiri atas lima hal: (1) Ade’ Terbagi atas ade’ akkalabinengeng, norma mengenai perkawinan serta hubungan kekerabatan serta sopan –santun hubungan antara kaum kerabat. Ade’ tana, norma mengenai bernegara dan memerintah negara seta etika insan politik. (2) Bicara Segala aturan yang berkaitan dengan hukum acara, menentukan prosedurnya, serta hak dan kewajiban seseorang yang mengajukan kasus di muka pengadilan. (3) Rapang Berati perumpamaan, kias, atau analogi. Menjaga atas kepastian hukum tak tertulis dari masa lampau sampai sekarang. (4) Wari’ Bagian dari adat yang melakukan klasifikasi atas segala benda, peristiwa dan aktivitasnya dalam kehidupan masyarakat menurut kategori-kategorinya. 65 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang (5) Sara’ Unsur adat yang mengandung hukum Islam dan melengkapi keempat unsurnya menjadi lima. E. Agama Agama orang Bugis Makassar masa pra Islam disebut dengan Sure Galigo, sebenarnya telah mengandung kepercayaan kepada satu dewa yang tunggal, yang disebut dengan beberapa nama seperti; Patoto’E (dia yang menentukan nasib); To-palanroE (Dia yang menciptakan); Dewata seuaE (dewa yang tunggal); TuriE’A ‘na (kehendak yang tertinggi); Puang Matua (Tuhan yang tertinggi). Waktu agama Islam masuk ke Bugis Makassar pada abad ke 17, maka ajaran keesaan dapat mudah diterima, selain itu juga karena adanya kontak dengan Melayu Islam. F. Siri’ B.F. Matthes menerjemahkan siri dengan malu, walaupun diakui olehnya bahwa ketika diterjemahkan ke bahasa Indonesia tidak mewakili makna sebenarnya. C.H. Salambasjah memberikan arti kata siri atas tiga golongan yaitu: a. Siri sama artinya dengan malu. b. Siri merupakan daya pendorong untuk melenyapkan (membunuh), mengusir dan sebagainya, terhadap orang yang telah menyinggung perasaan, hal ini merupakan kewajiban adat, kewajiban yang punya sanksi adat jika tidak dilaksanakan. c. Siri sebagai daya pendorong, untuk berusaha sekuat tenaga Berbagai ungkapan kesusastraan mengenai siri misalnya: ‘hanya dengan siri lah kita hidup di dunia, dalam hal ini dapat dimaknai bahwa siri sebagai pemberi identitas kepada seseorang. Contoh lain yaitu “mati dalam siri” artinyamati menegakkan martabat diri, yang dianggap sebagai suatu hal yang terpuji dan terhormat. 66 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Minggu ke : Etnografi Indonesia (3 sks) : SOA : Pendidikan Sosiologi Antropologi : Sosiologi : Ilmu Sosial : Drs. Syafwan, M.Si Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450) : 12 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Bali melalui tulisan etnografi MATERI KEBUDAYAAN BALI A. Daerah Kebudayaan Bali merupakan salah satu gugusan pulau yang ada di Indonesia. Bali sangat terkenal dengan kekhasnya kebudayaannya, malahan karena sangat terkenalnya, Bali lebih terkenal daripada Indonesia. Terkenalnya Bali karena Bali menjadi ‘sorga pariwisata’ bagi wisatawan asing. Kekahasan kebudayaan Bali sering dikaitkan dengan aktivitas keagamaan Hindu yang terintegrasi dalam kehidupan orang Bali secara keseluruhan. Orang Bali dapat dibagi atas dua yaitu: Bali Aga dan Bali Majapahit. Bali Aga pada umumnya mendiami desa-desa di daerah pegunungan. Orang Bali Majopahit pada umumnya berdiam didaerah dataran merupakan bagian yang besar dari penduduk Bali. Daerah pegunungan memiliki arti penting bagi orang Bali, di daerah pegunungan terletak kuil-kuil (pura) yang dianggap suci. Seperti pura Besakih yang terdapat di Gunung Agung. 67 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang B. Bentuk Desa Menurut Clifford Geertz, di Bali tidak ada kesatuan sosial yang dapat dicakup oleh istilah desa, kalau orang memandang dari jaringan-jaringan hubungan sosial yang nyata, dan tidak hanya menggunakan sebuah konsep yang abstrak yang hidup dalam bayangan umum. Seperti yang dideskripsikan oleh Geertz dengan daerah Tihingan, Tihingan mempunyai bangunan pura, yang khusus dan juga sebuah bangunan tempat memuja mereka yang telah meninggal (Pura Puseh, Pura dalem) yang dimilikinya bersamaan dengan desa dibawahya. Tihingan adalah tempat kedudukan dari seorang pejabat yang oleh pemerintah disebut “kepala desa” tetapi wilayah kekuasaan si kepala desa meliputi juga tiga perkampungan lain. . (Geertz, 1984: 246). Desa di bali adalah merupakan kesatuan tempat, dan kesatuan keagamaan. Konsep arah amat penting dalam agama Bali. Hal-hal yang keramat diletakkan pada arah gunung (kaja) dan hal-hal yang biasa (profan) diletakkan pada arah laut (Kelod). Klasifikasi yang dualistis ini juga tercermin dalam letak susunan rumah dan bangunan desa.seperti pura desa arah ke Gunung, sedangkan pura dalem (yang berhubungan dengan kuburan) ditempatkan ke arah laut (Bagus dalam Koentjaraningrat, 1995: 290). Sistem pemerintahan tradisional orang Bali adalah apa yang disebut dengan Banjar. Banjar merupakan satu kesatuan berdasarkan adat, banjar berpusat pada suatu balai pertemuan bernama bale banjar, tempat semua laki-laki yang berkedudukan kepala rumah tangga mengadakan pertemuan setiap satu bulan sekali. Semua kepala keluarga diharuskan datang rapat dengan ancaman denda, dan semua hal dicapai melalui rapat, berdasarkan musyawarah.Banjar diketui oleh klian banjar. Mereka berjumlah lima orang, dan dipilih atas persetujuan bersama untuk waktu lima tahun. Sesudahnya mereka tidak boleh dipili kembali. Pembatasa dari kekuasaan dari rapat-rapat banjar ditentukan dalam suatu peraturan tertulis (awig-awig banjar) yang sejak zaman lampau digoreskan dalam daun-daun lontar. Sebagai suatu pranata sosial, banjar atau pemerintahan banjar adalah suatu kesatuan hukum adat diantara banyak yang lain di desa. 68 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Kekuasaan klian banjar meliputi lapangan upacar, pekerjaan, dan keamanan. Tanah banjar juga dimiliki oleh banjar sebagai kesatuan. Semua hal penting dan berkaitan dengan upacara, perkawinan, perceraian, warisan, diberi sifat resmi dengan diumumkan pada rapat kepala rumah tangga dan masih banyak lagi (Geertz, 1984: 249-153) C. Sistem Kekerabatan Sistem kekerabatan orang Bali bersifat patrilineal dan adat menetap sesudah menikah adalah patrilokal di komplek perumahan (uma) dari orang tua sis suami. Sistem istilah kekerabatan menunjukkan istilah yang secara rapi mencakup kaum kerabat menurut angkatan-angkatan, dan tempat tinggal didiami kadangkadang oleh keluarga-keluarga luas yang patrilokal, atau oleh keluarga batih dengan kaum kerabat yang menumpang. Disamping kesatuan-kesatuan rumah tangga, ada pula kelompok kekerabatan besar yang bersifat patrilineal dan disebut dadia. Orang Bali juga mengenal sistem kasta (wangsa). Sistem perkawinan pada masyarakat Bali yaitu endogami klen atau dengan orang-orang yang dianggap sederajat. Perkawinan ideal bagi masyarakat Bali secara tradisional yaitu perkawinan antara anak-anak dari dua orang saudara lakilaki (paralel causin). Orang-orang seklen (tunggal kawitan, tunggal dadia, tunggal sanggah), adalah orang-orang yang setingkat kedudukannya dalam adat dan agama, dan kasta, terutama bagi anak perempuan jangan sampai menikah dengan laki-laki dari kasta yang rendah, karena akan membawa malu keluarganya. Pada masa lalu perkawinan yang seperti ini diberikan sansi kepada perempuan dikeluarkan dari dadianya,dan dikeluarkan dari kampuan. Nejak tahun 1950-an hal ini sudah mengalami perubahan. Cara memperoleh seorang istri dalam kebudayaan Bali dapat melalui dua cara, pertama yaitu peminangan (memadik ngidih) dan kedua melarikan seorang gadis (mrangkat, mgrorod). D. Sistem Kemasyarakatan Stratifikasi sosial pada masyarakatBali ditentukan oleh kasta (wangsa) dan dipengaruhi oleh agama Hindu. Kasta yang ada di Bali yaitu Brahmana, Satria, 69 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Wesia, dan Sudra. Tiga lapisan yang pertama disebut dengan Triwangsa sedangkan lapisan keempat disebut dengan Jaba. Gelar bagi warga Brahmana yaitu Ida Bagus untuk laki-laki dan Ida Ayu untuk perempuan. Gelar bagi Satria yaitu Cakorda, dan gelar bagi warga wesia yaitu Gusti. Pada zaman modren ini telah banyak perubahan pada masyarakat Bali berkaitan dengan hubungan antara wangsa. 70 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Minggu ke : Etnografi Indonesia (3 sks) : SOA : Pendidikan Sosiologi Antropologi : Sosiologi : Ilmu Sosial : Drs. Syafwan, M.Si Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450) : 13 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Sunda melalui tulisan etnografi MATERI KEBUDAYAAN SUNDA A. Daerah Kebudayaan Daerah kebudayaan Sunda yaitu bertempat di daerah Jawa Barat , daerah yang sering juga disebut dengan Tanah Pasundan atau Tatar Sunda. B. Bentuk Desa Desa pada masyarakat Sunda merupakan kesatuan administratif. Sebuah desa dikepalai oleh seorang kuwu yang dipilih oleh rakyatnya. Seorang kuwu dibantu oleh seorang juru tulis, tiga orang kokolot, seorang kulisi, seorang ulu-ulu dan seorang amil dan tiga orang pembina desa. Kuwu bertugas untuk mengurus rumah tangga desa, mengadakan musyawarah dengan warga desa mengenai halhal yang menyangkut kepentingan warga desa. Kokolot bertugas menyampaikan perintah dan pemberitahuan dari pihak pamong desa kepada warga desa, yang 71 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang bertempat di rukun kampung yang dipimpinnya, dan sebaliknya, kokolot juga menyampaikan laporan dan pengaduan dari pihak penduduj kepada pamong desa. Juru tulis bertugas mengurus administrasi desa, arsip, daftar hak milik rakyat, pajak dan sebagainya. Ulu-ulu mempunyai tugas mengurus pembagian air dan memelihara selokan-selokan. Amil berkewajiban mengururs pendaftaran kelahiran, kematian, nikah, talak, rujuk, mengucapkan doa selamatan, mengurus mesjid dan langgar, serta memelihara kuburan. Kulisi bertugas memelihara keamanan, mengurus pelanggaran dan membantu pembina wilayah dan kepala desa dalam hal keamanan. C. Sistem Kekerabatan Sistem kekerabatan orang Sunda dipengaruhi oleh adat dan agama Islam. Bentuk keluarga yang terpenting adalah keluarga batih, terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak yang belum kawin. Adat sesudah menikah adalah neolokal. Di dalam rumah tangga sering juga terdapat anggota keluarga lain seperti ibu mertua, dan keponakan. Selain itu kelompok kerabat sekitar keluarga batih yang disebut dengan golongan (kindred) yang sering diundang jika ada upacara-upacara. Prinsip keturunan orang Sunda yaitu bilateral. Sistem istilah kekerabatan orang Sunda menunjukkan ciri-ciri bilateral dan generasinal. Dilihat dari sudut ego, orang Sunda mengenal istilah-istilah untuk tujuh generasi ke atas dan tujuh generasi ke bawah. Yaitu: Ke atas: ke bawah: 1. Kolot 1. anak 2. Embah 2. incu 3. Buyut 3. buyut 4. Bao 4. bao 5. Janggawareng 5. janggawareng 6. Udeg-udeg 6. Udeg-udeg 7. Gantung siwur 7. Gantung siwur 72 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Dalam hal pemilihan jodoh untuk perkawinan, orang tua di Cikalong nampaknya lebih liberal, memberi kebebabsan yang cukup besar bagi anak-anak untuk memilih jodohnya sendiri. Mereka cenderung mengawinkan anaknya begitu mereka melihat hubungan sepasag muda mudi mulais erius. Akibatnya, terlihat situasi umum yaitu perkawinan pada usia muda. Salah satu hal yang sangat menonjol pada keluarga Sunda Cikalong, relatif tingginya angka perceraian. Perkawinan muda ini menurut Amri Marzali juga didorong oleh nilai kultural Sunda cikalong yang memandang jelek kepada parawan jomblo atau perawan tua. Kawin, bagaimanapun kondisi setelah itu, lebih baik daripada jomblo bagi seorang anak perempuan dan keluarganya. Satu pepatah Sunda mengambarkan nilai itu secara agak berlebihan, yaitu “kawin ayeuna, isuk pepegatan” (hari ini kawin, besok cerai), masih lebih baik daripada jomblo. Sosialisasi anak. Anak-anak Sunda dididik secara agak liberal dengan tujuan utama mencapai keselarasan hidup dengan lingkunga sosial. Orang tua mengharapkan anak-anak mereka menjadi anak yang cageur, bageur, dan beuneur artinya sehat badannya, baik kelakuannya, jujur, penurut dan pandai menyelaraskan diri dengan lingkungan sosialnya. Orang tua juga terlihat lebih memanjakan anak-anaknya. Alasannya, permintaan dan kemauan anak sedapat mungkin dipenuhi agar tidak terganggu pertumbuhan jiwanya. Orang tua juga memperlihatkan kesan protektif yang berlebihan terhadap anak-anaknya. Anakanak kurang dibiasakan dengan tantangan hidup yang keras, akibatnya ketika dewasa, orang Cikalong seringkali mengalami kesulitan dalam menghadapi hidup yang keras. 73 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Minggu ke : Etnografi Indonesia (3 sks) : SOA : Pendidikan Sosiologi Antropologi : Sosiologi : Ilmu Sosial : Drs. Syafwan, M.Si Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450) : 14 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Dayak melalui tulisan etnografi MATERI KEBUDAYAAN DAYAK (Etnoekologi Perladangan Orang Dayak Tunjung Linggang) A. Daerah Kebudayaan Orang Dayak terdapat di dataran tinggi Tunjung, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur. Secara harfiah kata Dayak berarti orang yang berasal dari pdalaman atau gunung.Oleh karena itu orang Dayak berarti orang Gunung atau orang Pedalaman. Kata Dayak ini juga merupakan nama kolektif bagi banyak kelompok suku di Kalimantan. Dalam sukubangsa Dayak itu sendiri terdapat kelompok sub sukubangsa yang sangat heterogen dengan segala perbedaannya, seperti bahasa, corak seni, organisasi sosial dan berbagai unsur bahasa lainnya. (Lahajir, 2001: 4). 74 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang B. Penduduk Orang Dayak Tunjung Linggang menurut Boyce (1986) berasal dari daerah perhuluan sungai Mahakam, sebagai hasil perpecahan dari suku Dayak Penehing atau Aoheng. Oleh karena itu, orang Tunjung Rentenukng adalah suku pendatang di dataran Tinggi Tunjung. Sedangkan menurut pandangan orang Rentenukng adalah penduduk asli di dataran Tinggi Tunjung Linggang. C. Organisasi Sosial Sistem pandangan hidup (world view) orang rentenukg merupakan kenyataan hubungan antara manusia (mersiaq), hutan tanah (talutn-tanaaq), dan dunia atas (penjadiq bantikng Langit). Adat berfungsi sebagai alat kontrol terhadap sikap dan perilaku manusia dalam memelihara hubungan yang harmonis dengan dunia atas dan hutan tanah. Artinya seluruh rangkaian perilaku manusia harus terikat dengan tanah dan hutan beserta segala hasilnya. Menurut persepsi orang Dayak kawasan mereka disebut dengan benua, suatu kawasan tempat orang Dayak hidup secara turun-temurun. Menurut Djuweng (1996) dalam konsep benua terdapat tujuh komponen yang saling berkaitan sebagai suatu sistem, yaitu kawasan hutan yang dilindungi, lahan yang ditanami pohon buah-buahan, lahan yang ditanami dengan pohon karet, kopi, rotan, lahan pertanian, lahan perkuburan dan tanah keramat, lahan perkampungan serta sungai, danau untuk perikanan. Pengetahuan tentang benua dikenal masyarakat melalui mitos. Kepemimpinan secara tradisional, suatu benua dipimpin oleh Kepala adat yang disebut dengan Mangku, selanjutnya kampung (luuq) dipimpin oleh kepala adat kecil (let let Mangku) dan petinggi atau kepala kampung. Kepala adat kampung memperhatikan soal-soal adat, hukum adat, peradilan adat di kampung, sedangkan petinggi memperhatikan hal-hal di luar bidang adat tersebut. Di benua juga ada kepala padang, yang memperhatikan perladangan warga kampung. Selain itu juga ada pemimpian upacara kematian (penyentangih), pemeliantn, pemimpin ritual (beliantn) dalam ritual penyembuhan orang sakit. Pemimpin ritual kematian biasanya laki-laki, sedangkan pemimpin beliatn bisa laki-laki atau 75 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang perempuan. Kedua pemimpin ritual ini seringkali memiliki pengetahuan tentang adat-istiadat yang jauh lebih luas daripada Kepala Adat atau Petinggi. Semenjak adanya undang-undang desa no 5 tahun 1979 makadapat dikatakan bahwa fungsi dari Kepala Adat telah hilang. Dalam konteks perubahan tersebut, telah terjadi empat aspek perubahan pada kebudayaan Rentenukng, yaitu sistem tonau, sistem berinuk, sistem besaraaq, dan sistem sempekaat. Sistem tonau adalah sistem kerjasama dalam pengolahan perladangan. Sistem berinuk adalah sistem musyawarah kampung yang dialkukan oleh Pemimpin kampung. Sistem besaraaq adalah cara peradilan lokal yang dilakukan oleh lembaga Adat. Sistem sempekaat adalah semangat kerjasama atau solidaritas dalam masyarakat lokal yang dimasa lampau sangat kuat. D. Pelapisan sosial Sistem pelapisan sosial pada orang Dayak Rentenukng yaitu lapisan atas adalah golongan Hajiq atau golongan bangsawan; lapisan kedua adalah golongan orang biasa (merentikaq merentawai), dan lapisan ketiga yaitu golongan budak (ripatn). Ada lapisan terakhir yang disebut dengan wataai ulutn atau golongan orang-orang yang berkelakuan jahat, seperti incest, mencuri padi, membunuh orang. Dewasa ini pelapisan sosial seperti di aats hampir tidak diperhatikan lagi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, kecuali dalam peradilan adat dan adat perkawinan. Saat ini prinsip pelapisan sosial cenderung dinilai berdasarkan standar kekayaan materi, tingkat pendidikan dan jabatan seseorang (Lahajir, 2005: 166). E. Sistem kekerabatan Sistem kekerabatan orang dayak Rentenukng bersifat bilateral yang berarti menghitung hubungan kekerabatan baik dari pihak istri dan juga pihak suami. Adat perkawinan memperhatikan dua kategori yaitu purus dan batak. Istilah purus menunjuk pada hubungan kekerabatan baik hubungan darah maupun hubungan perkawinan. Istilah batak menunjuk pada hubungan kekerabatan yang timbul 76 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang karena hubungan perkawinan. Perkawinan yang ideal adalah perkawinan yang terjadi dalam lingkup purus yang sama. Purus diperhitungkan melalui garis keturunan genalogis atau generasi yang tidak terbatas, baik laki-laki maupun perempuan sampai pada nenek moyang yang sama. Anak-anak yang tumbuh dan hidup bersama dalam satu rumah tangga yang sama seharusnya tidak kawin meskipun tidak ada hubungan darah karena sudah dianggap saudara. Adat perkawinan orang Rentenukng bersifat endogami yaitu keharusan kawin antar sesama anggota suatu kategori, daerah, kelompok atau komunitas tertentu. Perkawinan antar saudara sepupu, diperbolehkan. Sedangkan perkawinan yang ideal adalah perkawinan antara saya dengan anak perempuan dari saudara kandung laki-laki ibu saya. Sedangkan perkawinan dengan saudara sepupu silang pihak ayah tidak diperbolehkan. Adat menetap sesudah menikah yaitu matrilokal. Biasanya ditemtukan sebelum menikah secara adat. Satuan inti organisasi sosial orang Rentenukng adalah keluarga atau rumah tangga, baik yang dulu tinggal dalam rumah panjang, maupun sekarang tinggal di rumah tunggal. F. Budaya berladang Berpindah Sistem peladangan secara emik disebut dengan umaq taotn atau ladang tahun. Istilah ini menunjuk kepada makna siklus perladangan yang hanya dilakukan sekali dalam setahun. Konsep umaq pakatn berarti ladang yang memberikan bahan makanan. Siklus pengolahan perladangan biasanya dimulai bulan Mei dengan menebas tetumbuhan bagian bawah, kemudian menebang pohon-pohon. Ladangladang dibakar pada bulan Agustus, ditanam pada bulan September dan dipanen pada bulan Fenruari, yang disertai oleh musim kemarau yang pendek. Orang dayak memilih waktu untuk aneka ragam aktivitas berdasarkan petunjuk dari bintang-bintang di langit. laki-laki dan perempuan bekerja dalam kelompok kerja dan hanya menggunakan alat sederhana, seperti kampak, beliung, parang, tugalan, ani-ani dans sebagainya. 77 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Pertanian ladang tidak sama persis dengan sistem slash and burn (tebas bakar). Pertanian ladang adalah suatu bentuk pengolahan pertanian yang memeiliki karakteristik seperti rotasi ladang, membersihkan dengan api, tidak terdapat binatang-binatang penarik dan pupuk. Manusia menjadi satu-satunya tenaga, alat-alat pengolahan sederhana, periode-periode yang pendek dalam pemakaian tanah dimana harus se segera mungkin dipulihkan dengan masa bera yang panjang. Dengan demikian petani ladang adalah rasional dan memakai yang piawai terhadap lingkungan alam mereka sendiri. (Dove, 1985). Pemilihan lokasi ladang, orang Dayak menentukan hutan yang akan dijadikan ladang dengan memperhatiakan tanah, hutan, hak milik hutan-tanah, kecocokan tempat dalam perspektif Dayak, waktu ekologis, burung dan binatang pertanda dan sebagainya. Biasanya tanh yang dipilih adalah tanah milik kelurga yang bersangkutan, yang e=berasal dari bekas-bekas ladang sebelumnya. Jika tanah milik keluarag lain maka harus minta izin terlebih dahulu. Selanjutnya memperhatikan tanah, apakah tanah layak untuk ditanami, apakah tanahnya tanah rawa atau tanah darat. Dalam menentukan ladang yang baru tanda-tanda dari binatang seperti burung teset perlu diperhatikan. Tanda-tanda yang dapat menetukan apakah tanah tersebut baik atau buruk. Dove memaknai kepercayaan ini sebagai sistem pengetahuan asli orang Dayak dalam membaca pertanda lingkungan hidup terutama yang berhubungan dengan ladang mereka. 78 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Minggu ke : Etnografi Indonesia (3 sks) : SOA : Pendidikan Sosiologi Antropologi : Sosiologi : Ilmu Sosial : Drs. Syafwan, M.Si Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450) : 15 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Tionghoa melalui tulisan etnografi MATERI KEBUDAYAAN TIONGHOA A. Daerah Kebudayaan Orang Tionghoa yang ada di Indonesia, sebenarnya merupakan satu kelompok yang asal dari satu daerah di negaea Cina, tetapi terdiri dari beberapa sukubangsa yang berasal dari dua propinsi yaitu Fukien dan Kwantung. Setiap imigran membawa membawa kebudayaan sukubangsanya sendiri bersama dengan perbedaan bahasa. Ada empat bahasa Cina di Indonesia yaitu bahasa Hokkien, Teo-Chiu, Hakka dan Kanton. Perbedaan ke empat bahasa ini cukup besar sehingga pembicara dari bahsa yang satu tidak dimengerti oleh pembicara yang lain. Para Imigran Tionghoa yang terbesar ke Indonesia mulai abad ke 16 sampai kira-kira pertengahan abad ke 19, berasal dari sukubangsa Hokkien. Mereka berasal dari propinsi Fukien. Orang Hokkien terkenal dengan pandai 79 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang berdagang, dan terkenal sebagai orang yang sangat ulet, tahan uji dan rajin. Orang Hokkien dan keturunannya banyak tinggal di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Pantai Barat Sumatera. Orang Teo-Chiu dan Hakka berasal dari Kwangtung, mereka banyak bekerja di perkebunan dan pertambangan. Mereka banyak menetap di daerah Kalimantan Barat, Sumatera, Bangka, dan Beliton dan juga di daerah Jawa Barat. Orang Kanton juga banyak yang bekerja di pertambangan, sedikit berbeda dengan Hakka dan Teo-Chiu, orang Kanton memeiliki modal yang lebih besar dan memiliki keterampilan teknis, ahli pertukangan, pemilik toko besi dan industri kecil. Orang Kanton tersebar merata di seluruh Indonesia. B. Perkampungan dan Rumah Tionghoa Sebagian besar orang Tionghoa tinggal di Kota. Perkampungan orang Tionghoa di Kota biasanya merupakan deretan rumah-rumah, pada umumnya tidak mempunyai pekarangan. Bentuk khas dari rumah-rumah orang Tionghoa dengan tipe kuno adalah bentuk atapnya yang selalu melancip pada ujungujungnya dan dengan ukiran berbentuk naga. Dalam tiap-tiap perkampungan Tionghoa selalu ada satu atau dua kuil. Kuil-kuil ini bukanlah merupakan tempat ibadah, tetapi hanya merupakan tempat orang-orang meminta berkah, meminta anak dan tempat orang mengucapkan syukur. Untuk hal ini ia membakar hio (dupa) kepada dewa yang melindunginya. Kuil-kuil itu terbagi dalam tiga golongan: kuil Budha, Kuil Tao dan Kuil yang dibangun untuk menghormati dan memperingati orang-orang yang pada masa hidupnya telah berbuat banyak jasa bagi masyarakat. C. Sistem Kekerabatan Orang Tionghoa menganut sistem kekerabatan Patrilineal, kelompok kekerabatan terkecil adalah keluarga luas virilokal. Secara tradisional perkawinan yang dilarang dalam masyarakat Tionghoa yaitu perkawinan antara orang-orang yang mempunyai nama keluarga yang sama, nama she yang sama (exogami). 80 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Namun saat ini menurut Puspa Vasanty, perkawinan antara nama keluarga yang sama dapat saja terjadi namun bukan kerabat dekat. Adat menetap sesudah menikah yaitu patrilokal, istri menetap di rumah keluarga suaminya. Dalam tradisii Tionghoa anak laki-laki tertua menjadi pewaris dalam meneruskan pemujaan terhadap leluhurnya. Putra-putra selnajutnya bebas memilih apakah ikut keluarga istri atau pada keluarga sendiri atau tinggal di rumah baru atau neolokal. Bentuk rumah tangga orang Tionghoa adalah keluarga luas virilokal, saat sekarang ini bentuk rumah tangga yang merupakan keluarga batih sangat umum (Vasanty, 1995 : 364). Sedangkan kedudukan wanita dahulu sangat rendah. Pada waktu kanak-kanak mereka harus menurut kepada perintah saudara laki-laki dan setelah dewasa dan menikah mereka harus menurut pada suami. Namun keadaan ini sudah lama ditinggalkan (Vasanti, 1995 : 364). D. Agama Orang Tionghoa di Indonesia memeluk agama Budha, Kung Fu-tse, Tao. Kristen dan Islam. Kung Fu-tse sebenarnya adalah ajaran filasafat untuk hidup lebih baik yang disebarkan oleh Kung Fu-tse. Filasafatnya terutama mengenai kebaktian anak terhadap orang tuanya. Konsepsi kebaktian berpadu dengan ajaran pemujaan leluhur. Dalam pemujaan leluhur dengan memelihara abu dalam rumah, ayah menjadi pemuka upacara. Kewajiban ini kemudian turun kepada anak laki-lakinya yang sulung, dan begitu seterusnya.anak perempuan tidak disebutkan dalam pemujaan leluhur, karena anak perempuan setelah menikah akan mengurus pemujaan leleuhur suaminya. Oleh karena itu dalam pola pikir orang Tionghoa anak laki-laki sangat penting. Anggota keluarga yang memelihara abu leluhur melakukan upacara pemujaan roh leluhur yang dialkukan di tempat abu leluhur. Tempat itu berupa meja panjang tinggi dan dibawahnya ada pula sebuah meja lain yang pendek. Meja-meja tersebut selalu di letakkan dibagian depan ruangan rumah dan pada umumnya berwarna merah. Tua yang dihiasi ukiran-ukiran. Di atas meja panjang 81 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang ada satu tempat menamcapkan batang dupa yang oleh orang Tionghoa disebut hio lau. Di bagian kanan dan kiri hio lau ada sepasang pelita yang selalu dinyalakan pada tiap-tiap tanggal satu dan lima, menurut perhitungan dengan membakar beberapa batang dupa. Meja sembahyang orang Tinghoa Sumber: baltyra.com Sumber Rujukan Vasanty, Puspa. 1995. Kebudayaan Orang Tionghoa di Indonesia. Koentjaraningrat (ed). Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. 82 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang DAFTAR PUSTAKA Bandaro, C.H.N. Latief dkk. 2004. Minangkabau yang Gelisah. Bandung: Lubuk Agung. Bakti. ‘Pergeseran Laki-laki dalam Masyarakat Minangkabau’.Jurnal Antropologi Indonesia. No 47. Th. XIII. Jul-Agust-Sept.1989. Jurusan Antropologi FISIP-UI. Colman, Simon dan Helen Watson. 2005. Pengantar Antropologi. Bandung: Nuansa De Jong, P.E. De Josselin. 1980. Minangkabau and Negri Sembilan. Den Haag: Martinus Nijhoff uitgeverij. Junus, Umar. 1995. Kebudayaan Minangkabau. Dalam Koentjaraningrat (ed). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Havilland, William A.. 1988. Antropologi Jilid 1 (Terj.). Jakarta: Erlangga Laiya, Bambowo. 1983. Solidaritas Kekeluargaan dalam Salah Satu Masyarakat Desa di Nias Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Geertz, Hidred. 1985. Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Pers. Ihromi, T.O. (ed). 1981. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta:Gramedia Keesing, Roger M. 1989. Antropologi Budaya Jilid 1 (Terj.). Jakarta: Erlangga Koentjaraningrat. 1995 Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1995. Koentjaraningrat. 1993 Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Koentjaraningrat, 1986. Pengantar Antropologi Sosial Budaya. Jakarta: Penerbit Karunika Jakarta Universitas Terbuka. Koentjaraningrat. 1989. Pengantar Antropologi. Jilid 1. Jakarta: Rineka Cipta Kottak, Conrad Phillip.2002. Anthropology: The Exploration of Human Diversity. 9th ed.Boston: Mc Graw Hill. Marzali, Amri. 1997. ‘Kebudayaan Sunda: Kasus Cikalong Kulon’. Dalam M. Yunus Melalatoa. Sistem Budaya Indonesia. Jakarta: Pamator. 1997. 83 Handout Etnografi Indonesia 2014 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Marzali, Amri. ‘Dapatkah Sistem Matrilineal Bertahan Hidup di Kota Metropolitan?.’Jurnal. Antropologi Indonesia. Th.XXIV, No. 61 JanApr 2000. Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Bekerjasama dengan Yayasan Obor Indonesia. Melalatoa, M Yunus (penyunting). 1997. Sistem Budaya Indonesia. Jakarta: Pamator. Spradley, P. James. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Sahab, Yasmin Zaki. ‘Alih Fungsi Seni dalam Masyarakat Kompleks: Kasus Liong-Liong dan Barongsai’. Jurnal Antropologi Indonesia. Th. XXIV, No.61 Jan-Apr 2000. Hal 37-46. Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Bekerjasama dengan Yayasan Obor Indonesia. Swasono, Meutia.F. Hatta.1997. ‘Kebudayaan Mentawai: Konsepsi Tata Ruang’. Dalam M. Yunus Melalatoa. Sistem Budaya Indonesia. Jakarta: Pamator. Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia 1: Zaman Pra sejarah Indonesia. Jakarat: Balai Pustaka. Zakaria, R. Yando.2000. Abih Tandeh: Masyarakat desa di bawah rezim Orde Baru. Jakarta: Elsam. 84