Handout Etnografi Indonesia Ju - Jurusan Sosiologi

advertisement
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
BAHAN AJAR (HAND OUT)
Nama Mata Kuliah
Nomor Kode
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen Mata Kuliah
Minggu ke
: Etnografi Indonesia (3 sks)
: SOA
: Pendidikan Sosiologi Antropologi
: Sosiologi
: Ilmu Sosial
: Drs. Syafwan, M.Si
Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)
:1
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):
1.
2.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian etnografi.
Mahasiswa mampu menjelaskan etnografi sebagai laporan ttg
deskripsi sukubangsa dan etnografi sebagai metode penelitian
antropologi.
MATERI
1. Pengertian etnografi
2. Pembagian jenis etnografi: metode dan laporan (deskripsi) sukubangsa
MATERI 1
PENGERTIAN ETNOGRAFI
Istilah Etnografi diambil dari bahasa Yunani yaitu ethnos yang berarti
rakyat, sukubangsa, atau bangsa
dan graphy yang berarti deskripsi, atau
pelukisan. Etnografi dapat didefenisikan sebagai pelukisan atau deskripsi
mengenai sukubangsa atau bangsa. Pelukisan tentang sukubangsa berkaitan
dengan kebudayaan dari suatu kelompok masyarakat, atau sukubangsa.
Etnografi merupakan cikal bakal lahirnya antropologi sebagai ilmu
pengetahuan, muncul sekitar pertengahan abad ke-19, bahkan Koentjaraningrat
(1986: 42) menyatakan bahwa etnografi sudah ada sejak tiga abad sebelumnya.
Sebagai suatu pelukisan terhadap suatu bangsa atau sukubangsa yang dilakukan
oleh para petualang dan pelaut dalam bentuk catatan harian. Dalam catatan harian
1
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
tersebut, mereka sering memberikan keterangan mengenai the way of life dan
kebudayaan bangsa-bangsa yang dikunjungi. Dengan kemampuan teknologi
navigasi dan berhasil menyeberangi lautan dan samudera untuk menjelajahi benua
Amerika, Asia, dan Afrika.
Sebagai contoh etnografi awal yaitu: Herodotus (484-425 SM) membuat
catatan perjalanan tentang orang Mesir, Macedonia, Babilonia, Palestina, Yunani
dan Asia. Herodotus mengumpulkan apa yang ia sebut “otopsi”, atau “pertanyaan
pribadi”: dia mendengarkan mitos dan legenda, mencatat sejarah lisan dan
membuat catatan dari tempat dan hal-hal yang ia lihat. Berikut contoh uraian
Herodotus tentang Mesir pada abad ke 5,
.......wanitanya pergi ke pasar dan berdagang, sedangkan pria tinggal di rumah dan
menenun, dan jika seluruh dunia mengerjakan tenunan dari bawah ke atas, orangorang Mesir menyelesaikannya dari atas ke bawah. Wanita-wanita Mesir memikul
beban di atas pundaknya dan kaum prianya menjunjung beban di atas kepala.
Makanan disantap di luar rumah, di jalanan dan mereka masuk lagi ke rumah
untuk beristirahat. Wanita tidak dapat menjabat sebagai pendeta atau ulama, baik
untuk dewa maupun untuk dewi, tetapi prianya bisa saja menjabat kedua-duanya,
untuk dewa dan dewi; putra-puta mereka tidak usah membiayai orang tua mereka
jika tidak menghendakinya, tetapi putri-putri harus menyokong orang tua mereka,
walaupun mereka tidak sudi.......(Ihromi,1981:15)
Tokoh lain yaitu Ibnu Khaldum (1332-1406 M), seorang tokoh Islam dan
dikenal sebagai bapak sosiologi, ekonomi dan sejarah. Banyak menghasilkan
karya ilmiah mengenai masyarakat yang dia amati. Ibu Khaldum membandingkan
cara hidup orang Badui yang bersifat nomaden dan orang-orang yang menetap
dan bekerja di kota-kota. Membicarakan akibat-akibat dari iklim dan watak
manusia dan menarik kesimpulan umum tentang timbul tenggelamnya dinastidinasti dalam bab-bab yang mengandung proposisi sebagai berikut:” Orang-orang
yang ditaklukkan selalu mencoba meniru penakluk-penakluk mereka dalam halhal yang khas, seperti dalam hal pakaian, pekerjaan serta lain-lain adat
kebiasaannya. “Orang-orang Badui dapat mencapai kekuasaan kerajaan hanya
2
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
berkat pemanfaatan beberapa segi keagamaan, seperti kedudukan nabi atau
kesaktian atau pada umumnya, suatu peristiwa besar yang bersifat agama.
Kewenangan kerajaan dan kekuasaan dinasti yang luas, hanya dicapai melalui
kelompok serta perasaan kelompok. Sehubungan dengan tulisan ini Arnold
Toynbee menyatakan “tidak dapat disangkal lagi, bahwa karya ini karya besar
yang pernah dilahirkan dalam sejarah.”
Sumber Gb. http:/feb.uhamka.ac.id
Catatan etnografi semakin lama semakin banyak jumlahnya, dengan
adanya tulisan-tulisan para pendeta penyebar agama Katolik dan Kristen serta
para pegawai pemerintah jajahan dari berbagai negara Eropa Barat. Tulisantulisan ini terhimpun di perpustakaan di kota-kota besar dan universitas, menjadi
bahan kajian bagi para ahli ilmu dalam bidang biologi, anatomi, hukum , sejarah
kebudayaan dan foklor. Bahan etnografi melahirkan ilmu tentang bangsa-bangsa
atau etnologi.
3
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
MATERI 2
PEMBAGIAN JENIS ETNOGRAFI
Istilah etnografi dipahami oleh ahli antropologi atas dua yaitu;
1) etnografi sebagai suatu deskripsi atau lukisan tentang sukubangsa;
2) etnografi sebagai metode penelitian.
Dalam melukiskan suatu sukubangsa dalam bentuk laporan penelitian,
seorang antopolog harus melakukan suatu metode penelitian yang khas, yaitu
sifatnya holistik-integratif, thick description dan analisa kualitatif dalam rangka
mendapatkan native’s point of view’. Teknik pengumpulan data yang utama
adalah observasi-partisipasi dan wawancara terbuka dan mendalam. Penelitian
dilakukan langsung pada masyarakat yang diteliti atau penelitian lapangan (field
work) dalam jangka waktu yang relatif lama, wawancara dan observasi. Etnografi
sebagai laporan penelitian dan metode penelitian dianggap sebagai dasar dari ilmu
antropologi.
Menurut Margared dalam A handbook of Method in Cultural
Anthropology yang disunting oleh Raoul Naroll dan Ronald Cohen, terbitan
Columbia University Press tahun 1970 (Spradley, 1997: kata pengantar Amri
Marzali) ‘antropologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan secara keseluruhan
tergantung pada laporan-laporan kajian lapangan yang dilakukan oleh individu
dalam masyarakat yang nyata hidup.’
Clifford Geertz juga menyatakan dalam The Interpretation of Culture
bahwa; ‘Jika anda ingin mengerti tentang satu ilmu pengetahuan, pertama-tama
anda seharusnya tidak melihat kepada teori-teori atau penemuan-penemuannya,
dan tentu saja tidak pada apa yang dikatakan oleh apologisnya tentang ilmu
pengetahuan tersebut, Anda seharusnya melihat apa yang dilakukan oleh para
praktisi...’James Spradley dalam Participan Observation mengatakan bahwa ‘
kajian lapangan etnografi adalah tonggak antropologi kultural’(Spradley, 1997)
Dalam perkembangan antropologi saat ini terutama sejak awal abad ke-20,
seorang
antropolog
yang
hendak
membuat
laporan
penelitian
atau
mendeskripsikan suatu kelompok masyarakat, maka harus melakukan metode
4
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
penelitian khas antropologi yaitu field work, wawancara mendalam dan observasi
partisipasi. Dalam pengertian ini, laporan penelitian yang dihasilkan merupakan
kerja lapangan antropolog itu sendiri.
Etnografi dan antropologi merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan dari ilmu antropologi itu sendiri. Perkembangan antropologi baik dari
sisi teoritis akan membawa perkembangan dalam sisi metode penelitiannya,
selanjutnya akan memberi warna terhadap tulisan (deskripsi) atau laporan
penelitian antropologi. Etnografi saat ini tidak hanya dikenal etnografi dalam
bentuk tulisan atau foto, namun saat ini juga berkembang etnografi visual dalam
bentuk gambar bergerak atau video dan film. Masyarakat dan kebudayaan yang
selalui berubah memerlukan pemikiran baru dari antropolog dan menghasilkan
kerangka teoritis yang baru pula. Dengan demikian hasil karya antropologi
dengan berbagai perkembangan paradigma dan metode penelitiannya disebut
sebagai hasil karya etnografi. Secara sederhana disebutkan seorang etnografer
adalah juga seorang antropolog.
5
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
BAHAN AJAR (HAND OUT)
Nama Mata Kuliah
Nomor Kode
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen Mata Kuliah
Minggu ke
: Etnografi Indonesia (3 sks)
: SOA
: Pendidikan Sosiologi Antropologi
: Sosiologi
: Ilmu Sosial
: Drs. Syafwan, M.Si
Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)
:2&3
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):
Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan etnografi
MATERI
Perkembangan etnografi
 Etnografi Klasik
 Etnografi modern
 Etnografi kini
PERKEMBANGAN ETNOGRAFI
Untuk membuat laporan penelitian mengenai suatu kelompok masyarakat
(deskripsi sukubangsa) diperlukan metode untuk mengumpulkann data yang
nantinya menjadi sumber dari penulisan laporan. Supaya tulisan memiliki
kekuatan
ilmiah
maka
metode
penelitian
hendaklah
jelas
dan
dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis. Laporan penelitian atau etnografi tidak
hanya memaparkan atau mendeskripsikan kebudayaan yang ada pada suatu
kelompok masyarakat atau suatu sukubangsa, namun juga diperkaya dengan
memberikan penjelasan atau eksplanasi terhadap masyarakat dan kebudayaan.
Eksplanasi dari suatu kebudayaan masyarakat ini yang selanjutnya menjadi bagian
6
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
dari teori yang dihasilkan oleh para etnografer atau antropolog. Kondisi ini hadir
sebagai hasil dari perkembangan yang cukup panjang dari antropologi itu sendiri.
A. ETNOGRAFI KLASIK
Pada periode awal kira-kira sebelum Tahun 1800, sesuai dengan fase
pertama perkembangan antropologi dalam buku Koentjaraningrat Pengantar
Antropologi (1996), etnografi dibuat dan dilakukan oleh para petualang, pelaut,
pendeta, dan pegawai pemerintah daerah jajahan berupa kisah-kisah perjalanan,
laporan yang jumlahnya sangat banyak sekali dan terkumpul di perpustakaan.
Tulisan etnografi pada masa itu memuat banyak unsur dari kebudayaan
masyarakat, seperti bahasa, ciri-ciri fisik, adat-istiadat dan upacara dari berbagai
sukubangsa di Asia, Afrika, Oceania dan Penduduk asli Amerika. Tulisan
etnografi ini sangat menarik bagi orang Eropah pada saat itu.
Setidaknya sejak abad ke-15 menurut Simon Coleman dan Helen Watson
(1992) telah muncul perdebatan tentang sifat dan adat-istiadat bangsa-bangsa
‘barbar’ yang digambarkan oleh para pelaut dan pedagang. Hal ini diperluas
dengan adanya penemuan mesik cetak, yang menyebarluaskan cerita-cerita para
petualang kepada penduduk yang melek huruf. Masyarakat Eropa juga
memperdebatkan apakah mereka (masyarakat ‘barbar’) manusia yang rasional
seperti orang Eropa atau mereka bukan manusia? Ada yang beranggapan bahwa
masyarakat ‘barbar’ merupakan bentuk awal dari umat manusia yang masih hidup
pada era itu, sebelum berkembang seperti masyarakat Eropah.
Suatu ciri dari etnografi pada masa itu adalah pelukisan kebudayaan dari
suatu sukubangsa bersifat kabur, tidak jelas kebenaran (validitas) data, karena
belum memiliki metode penelitian yang jelas dan sering berisi pendeskripsikan
tentang sesuatu hal yang dianggap “aneh”oleh etnografer. Dengan demikian
tulisan masih bersifat subjektif atau belum dapat diakui keabsahannya, bersifat
relatif berdasarkan selera atau perasaan dari penulisnya (etnografer).
Sebagai contoh, pada 1651, penulis Inggris, Thomas Hobbes, menulis bahwa
manusia, dalam ‘kondisinya yang alamiah’, tanpa organisasi politik, merupakan
makhluk yang pada dasarnya egois dan kejam. Ia menganggap bangsa Indian
7
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Amerika sangat dekat dengan tingkatan kehidupan seperti itu, kehidupannya
dianggap miskin,kejam, ganas dan pendek. Berbeda dengan pandangan JeanJacques Rousseau (1712-1778), yang mengaitkan kebahagiaan dengan kehidupan
ditengah alam, bebas dari pengaruh buruk duniawi dan peradaban. Pandangan ini
selaras dengan gagasan Injil tentang kondisi suci umat manusia sebelum jatuh dari
kemuliaan (Simon Coleman dan Helen Watson, 1992: 27-31).
Pada periode abad ke-19 dan awal abad ke-20 kepustakaan etnografi
yang terkumpul di perpustakaan menjadi kajian dari para ilmuwan dan
menghasilkan banyak tulisan yang disusun berdasarkan kerangka fikir evolusi.
Tulisan ini menerangkan masalah terjadinya beragam kebudayaan manusia di
berbagai benua. Pada masa ini lahirlah etnologi atau ilmu bangsa-bangsa, suatu
ilmu yang membandingkan dan menganalisis berbagai kebudayaan yang berbeda.
Para etnolog bekerja dengan membandingkan bangsa-bangsa di luar Eropa atau di
daerah jajahan dengan tujuan untuk ‘merekonstruksi pertalian historis antara
orang-orang pada zaman purba dan untuk merekonstruksi tahapan yang telah
dilampaui oleh evolusi budaya manusia sejak awal yang sangat’ primitif’
(Keesing,1981: 3).
Para etnolog ini bekerja di perpustakaan atau istilah lainnya adalah ‘ahli
belakang meja’.
Mereka tidak melihat langsung masyarakat ‘primitif’ yang
menjadi objek kajiannnya. Salah satu tokoh di era ini yaitu Sir James Frazer
(1854-1941), menulis buku tebal 13 volume berjudul The Golden Bough. Frazer
ketika ditanya apakah ia pernah melihat suatu kelompok masyarakat primitif yang
telah ditulisnya dalam buku itu, menjawab dengan ketus, “Tuhan melarang”
(Amri Marzali kata pengantar, dalam James Spradley,1997).
Dalam perkembangan antropologi menurut Koenjaraningrat (1986)
memang ada suatu periode dimana terdapat perbedaan antara para penulis
etnografi di lapangan dan para ilmuwan (etnologi) yang menganalisa data yang
terdapat dalam laporan etnografi dari lapangan. Pada akhir abad ke-19 pernah
diterbitkan sebuah buku pedoman bagi para penulis etnografi untuk dibawa ke
lapangan, sehingga data etnografi yang tercatat dapat disusun menurut petunjuk
8
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
yang diuraikan dalam buku pedoman itu. Buku pedoman itu berjudul Notes And
Queries On Antropology, pertama kali diterbitkan pada tahun 1874.
G.P.Murdock (1907-1985), guru besar antopologi di Yale University
mengembangkan sistem kartu etnografi untuk mengkaji perbandingan
lintas
budaya (cross cultural comparation) yang disebut dengan Human Relation Area
Files (HRAF) pada tahun 1949.
Sistem ini bertujuan untuk mengumpulkan
etnografi beragam sukubangsa di dunia dan merangsang penelitian lintas budaya,
menyempurnakan teori dan metodologi (Koentjaraningrat,1990; Havilland,2005).
Menjelang akhir abad ke 19, muncul pandangan baru dalam ilmu
antropologi. Kerangka evolusi masyarakat dan kebudayaan yang disusun oleh
para ahli teori terdahulu kini dipandang tidak realistik, tidak didukung oleh bukti
yang nyata dan bersifat spekulatif. Pemikiran baru bahwa seorang antropolog
harus melihat sendiri kelompok masyarakat yang menjadi objek kajiannya, harus
turun ke lapangan langsung (field work) serta melakukan pengamatan dan
wawancara mendalam dengan subjek penelitian.
Antropolog yang sudah melakukan studi lapangan langsung sebelumnya
yaitu, L.H.Morgan menulis tentang suku Indian Iroquois; W.H.R. Rivers yang
melakukan ekspedisi ke selat Torres di Inggris serta mengembangkan metode
wawancara yang khas genealogical method; Frans Boas melakukan penelitian
lapangan pada orang Eskimo dan Indian. Boas menyatakan bahwa sangat penting
bagi antropolog untuk mempelajari bahasa masyarakat yang diteliti. Orientasi
teoritis peneliti pada masa itu yaitu perubahan sosial dan kebudayaan. Penelitian
bertipe informan oriented karena tujuannya adalah untuk mendapat gambaran
masa lalu masyarakat tersebut.
Perbedaan etnografi dan etnologi
Etnografi
Etnologi
Melakukan field work dalam
mengumpulkan data
Sering deskriptif
Kelompok
atau
komunitas
spesifik
Menggunakan
data
yang
dikumpulkan oleh peneliti lain
Deskriptif analitis
Komparatif/lintas budaya
9
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Pembagian kerja antara ahli etnografi di lapangan dan ahli etnologi
dibelakang meja sesudah perang dunia ke II sudah tidak ada lagi. Seorang peneliti
di lapangan harus memiliki pengetahuan teori yang sama seperti etnologi, dan
sebaliknya ilmuwan etnologi yang biasa melakukan analisis di belakang meja juga
harus memiliki kemampuan di lapangan. Keahlian etnografi dan etnologi sudah
menyatu dalam diri seorang ilmuwan antropologi masa kini (Koentjaraningrat,
1986; lihat Koentjaraningrat, 1987).
Pertemuan anggota Perkumpulan Ilmuwan Antropologi di Paris pada tahun
1839 telah membahas tentang istilah Etnologi, dan memutuskan bahwa
memberikan makna yang luas pada istilah antropologi yaitu terdiri atas keduanya
etnologi dan etnografi ( Kuklick, 2008: 96).
B. ETNOGRAFI MODERN
Etnografi modern dipelopori oleh Alfred Regina. Radcliffe-Brown (18811995) dan Bronislaw Malinowski (1884-1942). Malinowski menyakini bahwa
mutlak dilakukannya penelitian lapangan atau field work yang detail. Ia
menyatakan bahwa sebelum kamu hidup ditengah-tengah sukubangsa terasing
dan mampu berbicara dengan bahasa mereka secara fasih, kamu tidak bisa
mengaku
sebagai
seorang
ahli
antropologi
profesional
(Lewis
dalam
Coleman,1992)
Perbedaan mendasar antara etnografi klasik dengan etnografi modern yaitu
:
Etnografi klasik
Etnografi modern
Bersifat historis memperhatikan
sejarah, tujuan untuk mengkaji
perubahan dalam masyarakat
Diankronik
Tidak field work
Semua bangsa di dunia
Bersifat a historis, tidak begitu
memandang
penting
sejarah
kebudayaan suatu masyarakat
Sinkronik
Field work
Pada umumnya satu amasyarakat
tertentu, masy primitif’
Objektif,
Fungsionalis, struktural fungsional
Emik
Holistik
Subjektif, spekulatif
Paradigma teoritis evolusi dan difusi
Etik
Parsial
10
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Tujuan utama penelitian etnografi, menurut Malinowski adalah to grasp
the native’s point of view, his relation to life, to realise his vision and his world
(menangkap sudut pandang native (penduduk asli) tersebut, hubungannya dengan
kehidupan, menyadari visinya dan dunianya). Secara umum tujuan dari etnografi (
Malinowski dan Radcliffe-Brown) yaitu untuk mendeskripsikan struktur sosial
dan kebudayaan suatu masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut seorang
etnografer tidak hanya melakukan wawancara dan observasi akan tetapi tinggal
dan hidup dalam masyarakat yang diteliti untuk beberapa lama (1 atau 2 tahun)
mempelajari pola perilaku, kepercayaan, adat istiadat, kehidupan sosial, aktivitas
ekonomi, politik dan agama. Setiap segi dari kehidupan masyarakat dilihat
sebagai bagian dari suatu sistem yang saling berkaitan. Metode ini disebut
etnografi berintegrasi.
Etnografi modern ala Malinowski melakukan penelitian mendalam di
kepulauan
Trobriand
sebelah
tenggara
Papua
Niugini.
Malinowski
mengembangkan pendekatan yang disebut dengan fungsionalis, yang menekankan
kepada penggunaan institusi (pranata sosial) untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Pelukisan etnografi diutamakannya kepada sistem perdagangan,
mengambarkan hubungan berkaita antara sistem kula dengan lingkungan alam,
pola pemukiman, sistem kekeraban, barang-barang yang diperdagangkan dalam
kula dan berbagai fungsi dari unsur-unsur kebudayaan yang ada pada masyarakat
Trobriand.
11
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Sumber: brooklynbrainery.com
Sumber: http://trobriandsindepth.com
C. ETNOGRAFI KINI
Antropologi sosial budaya saat ini menempatkan etnografi sebagai point
penting dalam antropologi. Menjadi tradisi dalam antropologi, diperlukannya
pengalaman lapangan pada masyarakat lain, etnografer tinggal atau hidup dalam
masyarakat skala kecil, relatif terisolasi dengan teknologi sederhana dan ekonomi
sederhana. Etnografi muncul sebagai strategi penelitian dalam masyarakat dengan
12
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
keseragaman budaya yang besar, dan sangat sedikit differsensiasi sosial
dibandingkan dengan masyarakat modern dan negara industri. Secara tradisional,
etnografer berusaha untuk memahami keseluruhan dari unsur-unsur kebudayaan.
Untuk mencapai tujuan holistik, etnografer mengadopsi strategi penelitian yang
‘bebas nilai’ dalam mengumpulkan informasi.
Malinowski sering disebut sebagai bapak etnografi.
Seperti juga
antropolog masa kini, Malinowski adalah ‘salvage etnografi’, menyakini
pekerjaan etnografi sebagai suatu studi dan mencatat perbedaan kebudayaan yang
terancam dengan westernisasi. Etnografi pada era Malinowski, etnografi klasik
yang merupakan etnografik realisme (Kottak,2002:41). Penulis bertujuan untuk
menyajikan secara akurat, objektif, catatan ilmiah pada cara hidup masyarakat
yang berbeda, ditulis langsung dari tangan pertama.
Etnografer berwenang-
sebagai ilmuwan dan sebagai suara dari ‘the native’ atau ‘the other’-dari
pengalaman penelitian personal.
Penelitian etnografi Malinowsi menjadi pedoman bagi etnografer lain,
yaitu peneltian secara holistik dari unsur-unsur kebudayaan, mengambil salah satu
fokus dari kebudayaan dan dikaitkan dengan unsur kebudayaan lain seperti magik,
agama, mitos, kekerabatan dan perdagangan. Dibandingkan dengan Malinowski,
etnografi sekarang ini (etnografi kini) cenderung kurang inklusif dan holistik,
fokus pada topik tertentu, seperti agama atau kekerabatan (Kottak,2002:41).
Menurut Malinowski, tugas utama dari etnografer adalah “ to grasp the
native point of view, his relation to life, to realize his vision og his world”. Hal ini
adalah pernyataan yang baik yang diperlukan bagi perspektif emik, yang banyak
didiskusikan saat ini.
Semenjak tahun 1960 berkembang aliran etnoscience, atau antropologi
kognitif. Antropologi kognitif berusaha menemukan bagaimana berbagai
masyarakat mengorganisasikan kebudayaan mereka dalam pikiran mereka dan
kemudian menggunakan budaya tersebut dalam kehidupan. Dalam antropologi
kognitif budaya masyarakat dianggap merupakan susunan yang ada dalam pikiran
(mind anggota masyarakat tersebut, dan tugas peneliti adalah mengoreknya keluar
dari dalam pikiran mereka. Cara mengorek dan mendeskripsikan pola yang ada
13
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
dalam pikiran manusia itu adalah khas, yaitu melalui metode folk taxonomy. Jalan
yang paling mudah dan tepat untuk memperoleh kebudayaan tersebut adalah
melalui bahasa atau melalui daftar kata-kata yang ada dalam satu bahasa
(Spradley, 1997:xix-xx).
Etnografi saat ini, tidak hanya mengkaji masyarakat non Barat, akan tetapi
juga mempelajari masyarakat Barat itu sendiri. Etnografi tidak hanya mengkaji
masyarakat yang sederhana dan homogen akan tetapi mengkaji masyarakat yang
komplek dan heterogen (lihat Spradley, 1997: 15). Spradley menyatakan bahwa
etnografi dapat menunjukkan berbagai perbedaan kebudayaan dan bagaimana
orang dengan persfektif yang berbeda berinteraksi (Spradley, 1997: 16).
Semenjak tahun 1970 antropologi interpretif telah memandang tugas dari
penggambaran dan penafsiran yaitu melalui pemaknaan dari native. Ahli
interpretif seperti Clifford Geertz memandang kebudayaan sebagai pemaknaan
teks dari penduduk asli terus menerus ‘dibaca’ dan etnografer harus
menafsirkannya. Menurut Geertz, antropolog boleh memilih apapun dari
kebudayaan yang menjadi ketertarikannya, mengisi banyak detail dan dielaborasi
untuk menginformasikan kepada pembacanya mengenai makna dari suatu
kebudayaan. Makna merupakan bentuk simbol bersifat publik (umum), termasuk
kata-kata, ritual, dan adat-istiadat.
Menurut James Clifford (1982) penulisan etnografi sekarang ini cenderung
mempertanyakan tujuan tradisional, metode, dan style, termasuk ‘etnografi
realisme’ dan ‘salvage etnografi’. Marcus dan Fisher berargumen bahwa
percobaan dalam penulisan etnografi diperlukan karena semua orang dan
kebudayaan
sudah
pernah
‘discover’
(ditemukan)
dan
sekarang
harus
‘rediscoverd’.....dalam keadaan perubahan sejarah (Kottak,2002:41).
Etnografi sekarang ini menurut Behar (1993) adalah bersifat dialogis,
menyajikan etnografi sebagai dialog antara antropolog dan satu atau lebih
informan dari penduduk asli. Pekerjaan ini mengambarkan perhatian pada caracara etnografer, dan dengan ektensi pembaca mereka, mengkomunikasikan
dengan kebudayaan lain. Walaupun beberapa etnografer sangat kritis untuk
14
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
menghabiskan banyak waktu berbicara tentang antropolog dan sangat sedikit
menggambarkan the native dan kebudayaannya (Kottak,2002:41).
Dialogis etnografi adalah suatu aliran dalam kategori ekperimental yang
besar-
yaitu
‘reflexive
etnografi’.
Saat
ini
etnografer
dalam
menulis
menempatkan perasaan dan reaksi pribadinya dengan situasi lapangan yang tepat
dalam teks. Stategi penulisan eksperimental sangat menonjol dalam catatan
refleksif. etnografher dapat mengadopsi beberapa novel konvensional, termasuk
narasi dari orang pertama, percakapan, dialog, dan humor. Eksperimental
etnografi menggunakan cara baru untuk menunjukkan apa artinya menjadi
seorang Samoa atau brazilian, dapat menyampaikan kepada pembaca pemahaman
yang lebih kaya dan lebih kompleks dari memahami pengalaman manusia
(Kottak,2002:41)
Penulis etnografi sekarang ini juga telah mengusahakan untuk mengoreksi
defisiensi dari romantisme keabadian yang dibuktikan dalam banyak tulisan
klasik. Periode sebelum westernisasi adalah ‘benar’dari kebudayaan penduduk
asli. Dalam banyak kenyataan penduduk asli merupakan bagian dari ‘sistem
dunia’, antropolog sekarang mengakui bahwa saat ini etnografi kontruksi yang
agak realistis, kebudayaan telah mengalami perubahan. Kebudayaan asli paling
tidak telah mengalami kontak dengan satu kebudayaan asing utama sebelum
antropolog manapun pernah datang ke daerahnya. Kebanyakan dari penduduk asli
sudah tergabung dalam sistem negara atau sistem kolonial (Kottak,2002:41).
Proses globalisasi bukanlah suatu proses yang baru mulai akhir-akhir ini,
yang disebabkan lonjakan perkembangan sistem komunikasi, tetapi sejak masa
lalu setiap masyarakat di muka bumi ini merupakan suatu “masyarakat global
(Shahlins dalam Alam,1998). Levis strauss menyatakan bahwa kemajemukan
kebudayaan terwujud bukan karena terisolasinya kelompok sosial, melainkan
justru adanya kontak secara terus-menerus antara kelompok sosial tersebut
(Shahlins dalam Alam,1998).
Menurut Shostak, Etnografi kontemporer mengakui bahwa kebudayaan
terus mengalami perubahan dan catatan etnografi berlaku untuk momen
15
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
tertentu. Kecenderungan saat ini etnografi fokus pada cara dimana ide-ide
budaya melayani kepentingan politik dan ekonomi. Kecenderungan lain adalah
menggambarkan bagaimana masyarakat native berpartisipasi dalam proses
sejarah, politik dan ekonomi yang lebih luas (Kottak,2002:42).
Kecenderungan saat ini tujuan holistik diutamakan kepada fokus kepada
problem atau permasalah. Walaupun antropolog tertarik untuk menjelaskan
keseluruahn dari perilaku manusia, namun sangat tidak mungkin mengkaji
semuanya, dan penelitian lapangan selalu menuju kepada pertanyaan spesifik.
Banyak etnografi sekarang ini masuk ke lapangan dengan permasalahan yang
spesifik untuk diteliti, dan mengumpulkan data yang dianggap relevan pada
permasalahan penelitian.
Informasi yang menjadi ketertarikan etnografer adalah tanpa batas tentang
apa yang penduduk lokal katakan dan lakukan. Di dunia yang semakin saling
berhubungan dan rumit, masyarakat lokal tidak memiliki pengetahuan tentang
banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan mereka, dengan adanya kekuasaan
dari national, internasional (Kottak,2002:43).
16
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
BAHAN AJAR (HAND OUT)
Nama Mata Kuliah
Nomor Kode
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen Mata Kuliah
Minggu ke
: Etnografi Indonesia (3 sks)
: SOA
: Pendidikan Sosiologi Antropologi
: Sosiologi
: Ilmu Sosial
: Drs. Syafwan, M.Si
Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)
:4
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):
Mahasiswa mampu menjelaskan asal usul orang Indonesia dan
sejarah perkembangannya
MATERI 1
ASAL USUL ORANG INDONESIA
A. Kondisi Geografis Indonesia
Orang Indonesia mendiami wilayah yang kita sebut negara Republik
Indonesia. Indonesia merupakan daerah kepulauan yang terbesar di dunia. Letak
Indonesia secara Geologi yaitu terletak diantara dua dangkalan besar yaitu
dangkalan sahul dan dangkalan Sunda. Dangkalan Sunda berada di daerah
Indonesia bagian barat yang berhubungan langsung dengan benua asia. Dangkalan
ini mencakup wilayah Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, Madura, Bali dan
pulau-pulau kecil di sekitarnya. Sedangkan dangkalan Sahul terletak di Indonesia
bagian timur yang berhubungan langsung dengan benua Australia. Dangkalan
Sahul mencakup wilayah yang sangat luas, membentang dari bagian utara Papua
hingga bagian utara Australia.
Wilayah Indonesia juga terletak diantara tiga lempeng utama yang ada di
dunia, yaitu lempeng Australia, eurasia dan Pasifik. Kondisi ini yang
17
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
menyebabkan di Indonesia sering terjadi gempa bumi karena terjadinya tumbukan
antara lempeng. Indonesia juga terkenal dengan jumlah gunung api yang
terbanyak di dunia, sebagian besar gunung-gunung ini masih aktif. Hal ini
menjadi salah satu faktor penyebab tanah Indonesia subur karena mengandung
unsur hara yang terjadi karena letusan gunung api.
Wilayah Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim
penghujan. Curah hujan di berbagai tempat di Indonesia berbeda-beda tergantung
kepada musim-musim tersebut. Indonesia dikelilingi oleh dua Samudera yaitu
Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik. Iklim di Indonesia dikatakan beriklim
tropis karena Indonesia berada di daerah khatulistiwa.
http://indonesianspaceresearch.blogspot.com
B. Ras Orang Indonesia
a. Manusia Purba Pithecanthropus Erectus (kira-kira 600.000 tahun)
Menurut kajian Paleoantropologi wilayah Indonesia telah dihuni kira-kira
1 juta tahun yang lalu pada zaman plestocen. Hal ini dibuktikan dengan
ditemukannya fosil-fosil di Dataran Sunda dan lembah Bengawan Solo yang
disebut dengan Pithecanthropus Erectus. Fosil ini pertama kali ditemukan oleh
Eugene Dubois pada tahun 1891 di dekat Trinil sebuah desa dipinggir Bengawan
18
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Solo, dan ditemukan lagi oleh G.H.R. Von Koenigswald di Sangiran, Jawa pada
tahun 1930-an (lihat Havilland, 1985: 158). Makhluk ini memiliki ciri fisik ada
yang menyerupai kera dan ada menyerupai manusia. Tulang keningnya sangat
menonjol ke muka, dan di bagian atas hidung bergandeng menjadi satu. Tulang
paha lebih menyerupai sifat manusia. Geraham lebih besar dari manusia biasa dan
menunjukkan sifat-sifat kera (Soekmono,1973).
b. Manusia purba Homo Soloensis
Von Koeningwald dan Weidenreich menemukan fosil tengkorak di desa
Ngandong, di lembah Bengawan Solo pada tahun 1931-1934. Berdasarkan
penyelidikan mereka sampai pada kesimpulan bahwa makhluk ini lebih tinggi
tingkatannya daripada Pithecantropus Erectus, bahkan dapat dikatakan manusia,
oleh karena itu diberi nama Homo Soloensis (Soekmono,1973:29).
c. Persebaran ras Australoid dan Mongoloid
1. Ras Australoid-Melanesoid
Ras australoid Ras ini berpusat di Australia dan menyebar ke Indonesia
bagian Timur khususnya wilayah Papua/Irian Jaya. Persebaran ke daerah inipun
dilakukan melalui darat sebab saat itu papua masih bersatu dengan benua
Australia perkembangannya daratan yang menjadi lautan disebut paparan sahul.
Ciri khas utama ras ini ialah bahwa mereka berambut keriting hitam dan berkulit
hitam. Namun beberapa anggota ras ini di Australia berambut pirang dan
rambutnya tidaklah keriting melainkan lurus.
Fosil homo sapien berciri-ciri Australoid ditemukan di desa Wajak di
lembah sungai Brantas (JawaTimur), dalam lapisan pleistocen muda. Homo
Wajakensis tersebut diperkirakan hidup sekitar 40.000 tahun yang lalu. Daerah
penyebarannya adalah Dataran Sunda, pada saat ketika daerah itu belum kenaikan
permukaan air laut yang mmeisahkan Papua dan Australia (Koenjaraningrat,
1996). fosil ini lebih mirip dengan penduduk asli Australia dengan ras
Australoide. Menurut Teuku Jacob penduduk asli Papua itu, telah menyebar ke
Timur untuk menduduki kepulauan Melanesia. Persebaran itu terjadi pada waktu
mereka telah mengembangkan suatu kebudayaan pantai, dengan perahu bercadik
untuk mencari ikan di rawa-rawa (Koentjaraningrat, 1995:5).
19
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
2. Ras Mongoloid
Fosil yang pertama menunjukkan ciri-cir ras Mongoloid ditemukan dekat
gua Choi Kou-tien yang disebut Pithecanthropus Pekinensis. Pusat dari ras ini
bereda di benua Asia. Diperkirakan Pithecanthropus Pekinensis hidup sejaman
dengan Pithecanthropus Wajakensis, antara 40.000-30.000 tahun yang lalu.
Jalur persebaran orang Mongoloid diperkirakan sama dengan yang dilalui
oleh ras Australoid-Melanesoid ke arah barat dan utara, di mana orang-orang
dengan ciri ras Mongoloid bercampur dengan ras Australoid. Kemungkinan lain
yaitu ciri-ciri Mongoloid pada penduduk Indonesia kuno, berasal dari Asia Timur,
kemungkinan Jepang selanjutnya disebarkan ke selatan sampai ke Sulawesi. Bukti
fosil ditemukannya di Goa Leang Cadang Sulawesi Selatan menunjukkan ciri-ciri
Mongoloid. Orang Indonesia termasuk ke dalam ras Malayan Mongoloid.
d. Persebaran manusia ke Indonesia pada tahun 2000 SM
1. Migrasi pertama, Ras Negroid
Ciri dari ras berkulit hitam, bertubuh tinggi, dan berambut keriting. Ras
ini datang ini dari Afrika. Di Indonesia ras ini sebagian besar mendiami
daerah Papua. Keturunan ras ini terdapat di Riau (pedalaman) yaitu suku
Siak (Sakai), serta suku Papua melanesoid mendiami Pulau Papua dan
Pulau Melanesia.
2. Migrasi kedua, Ras Weddoid
Ciri ras ini adalah berkulit hitam, bertubuh sedang, dan berambut
keriting. Ras ini datang dari India bagian selatan. Keturunan ras ini
mendiami kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara Timur (Kupang).
3. Migrasi Ketiga, Ras Melayu Tua (Proto Melayu)
Ciri ras ini adalah berkulit sawo matang, bertubuh tidak terlalu tinggi,
dan berambut lurus. Ras ini termasuk dalam Ras Mongoloid (sub ras
20
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Malayan Mongoloid) berasal dari daerah Yunan (Asia Tengah) masuk ke
Indonesia melalui Hindia Belakang (Vietnam)/ Indo Cina baru
selanjutnya ke Indonesia.
Di Indonesia Ras ini menyebar melalui 2 Jalur sesuai dengan jenis
kebudayaan Neolithikum yang dibawanya, yaitu.
1)
Jalur pertama, melalui jalur barat dan membawa kebudayaan berupa
kapak persegi. Dengan menempuh jalur darat dari Yunan mereka menuju
ke Semenanjung Melayu melalui Thailand selanjutnya menuju ke
Sumatra, Jawa, Bali, ada pula yang menuju Kalimantan dan berakhir di
Nusa Tenggara. Sehingga di daerah tersebut banyak ditemukan
peninggalan berupa kapak persegi/ beliung persegi.
Keturunan Proto Melayu yang melalui jalur ini adalah masyarakat/ Suku
Batak , Nias(Sumatra Utara), Mentawai (Sumatra Barat), Suku Dayak
(Kalimantan), dan Suku Sasak (Lombok).
2)
Jalur kedua, melalui jalur timur dan membawa kebudayaan berupa
kapak lonjong. Dengan menempuh jalur laut dari Yunan (Teluk Tonkin)
menyusuri Pantai Asia Timur menuju Taiwan, Filipina, kemudian ke
daerah Sulawesi, Maluku, ke Irian selanjutnya sampai ke Australia.
Peninggalan kapak lonjong banyak ditemukan di Papua. Keturunan Proto
Melayu yang melalui jalur ini adalah suku Toraja (Sulawesi Selatan),
Suku Papua (Irian), Suku Ambon, Ternate, Tidore (Maluku).
4.
Migrasi Keempat, Ras Melayu Muda (Deutro Melayu)
Sekitar 500 SM datang migrasi dari ras Deutro Melayu dari daerah Teluk
Tonkin, Vietnam selanjutnya mendesak keturunan ras Proto Melayu yang
telah menetap lebih dahulu dan masuk Indonesia menyebar keberbagai
daerah baik di pesisir pantai maupun pedalaman.
21
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Mereka masuk membawa kebudayaan yang relatif lebih maju yaitu
kebudayaan logam terutama benda-benda dari Perunggu, seperti nekara,
moko, kapak corong, dan perhiasan. Hasil kebudayaan ras ini sangat
terpengaruh dengan kebudayaan asalnya dari Vietnam yaitu Budaya
Dongson. Tampak dengan adanya kemiripan antara artefac perunggu di
Indonesia dengan di Dongson.
Keturunan dari Deutro Melayu yaitu suku Minang (Sumatra barat), Suku
Jawa,
dan
Suku
Bugis
(Sulawesi
Selatan).
Ras
ini
pada
perkembangannya mampu melahirkan kebudayaan baru yang selanjutnya
menjadi kebudayaan bangsa Indonesia sekarang.
Migrasi dari berbagai macam ras tersebut perkembangannya saling
berbaur/bercampur hingga menghasilkan berbagai macam suku dengan
beraneka ragam cirinya. Keanekaragaman tersebut disebabkan karena
perbedaan keadaan alam (letak geografis, iklim), Makanan(nutrisi), dan
terjadi perkawinan campur.
Sehingga secara umum ciri fisik masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut.
Tinggi badan berkisar antara 135-180 cm,
Berat badan berkisar antara 30-75 kg,
Warna kulit berkisar antara kuning langsat dan coklat hitam,
Warna rambut antara coklat dan hitam,
Bentuk rambut antara lurus dan keriting.
C. Persebaran Bahasa
Bahasa merupakan sistem perlambangan manusia baik lisan maupun
tertulis untuk berkomunikasi satu dengan lainnya.
Para ahli mengemukakan
bahwa hampir semua wilayah di Indonesia terdiri dari Rumpun bahasa
Austronesia.
Meskipun
di
Indonesia
bagian
Timur
mengucapkan
menggunakan bahasa Papua yang berpusat di Nugini.
22
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Secara harafiah, kata Austronesia berarti kepulauan selatan. Bahasa
Austronesia sendiri saat ini diperkirakan berjumlah sekitar 1262 bahasa. Di
Indonesia sendiri terdapat 190 juta bahasa yang ditutukan (digunakan untuk
percakapan/ diucapkan sehari-hari). Rumpun bahasa Austronesia merupakan
rumpun bahasa yang sangat luas persebarannya di dunia. Rumpun Bahasa
Austronesia digunakan di daerah Asia Tenggara, Oseania, Madagaskar, Taiwan,
Suriname. Rincian wilayah persebaran bahasa Austronesia meliputi daerah
Taiwan dan Hawaii (di utara) sampai Selandia Baru (di selatan) dan dari
Madagaskar (di barat) sampai Pulau Paskah (Rapanui) di Timur.
Rumpun Bahasa Austronesia terdiri dari 2 sub kelompok, yaitu :
1.
Bahasa Formosa
Digunakan hanya di daerah kepulauan Taiwan/Formosa
2.
Bahasa Melayu-Polinesia
a. Bahasa Melayu-Polinesia Barat (Jawa, Sumatra, Semenanjung Melayu)
Meliputi daerah Filipina, Vietnam, Madagaskar, Malaysia, Sumatra, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, Sumbawa bagian barat
b. Bahasa Melayu-Polinesia Timur Tengah
1)
Bahasa Melayu-Polinesia Tengah (Maluku dan Nusa Tenggara)
Meliputi daerah Sunda kecil mulai dari Sumbawa bagian timur, Maluku
kecuali Halmahera
2)
Bahasa Melayu-Polinesia Timur (Halmahera hingga Oceania)
Meliputi Halmahera Selatan hingga Nugini Barat, Oceania, Kepulauan
Pasifik, Melanisia, Mikronesia, dan Polinesia
Bahasa Austronesia berakar dari daerah pantai Cina Selatan dan sebagai
rumpun bahasa, bahasa Austronesia berasal dari daerah Taiwan (Formosa). Kirakira sudah ada dan berkembang disana sejak 6000 SM.
23
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Arus persebaran bahasa di Indonesia.
1. 4000 SM, rumpun bahasa Austronesia masuk dan mulai
berkembang di Indonesia
2.
1500 SM tersebar bahasa Melayu dan bahasa Jawa di Indonesia
Bahasa Melayu merupakan bahasa termuda diantara bangsa lain di
dunia. Merupakan bahasa keempat dalam urutan jumlah penutur
terpenting bagi bahasa-bahasa di dunia setelah bahasa Mandarin,
Inggris, dan Urdu (Hindi). Para ahli menyampikan bahwa bahasa
Melayu berasal Kepulauan Melayu (berasal dari Sumatera Selatan
di sekitar Jambi dan Palembang)
3.
Perkembangannya bahasa di Indonesia bagian timur menjadi
lebih beragam sebab terjadi percampuran antara rumpun
Austronesia dengan bahasa Papua.
24
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
BAHAN AJAR (HAND OUT)
Nama Mata Kuliah
Nomor Kode
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen Mata Kuliah
Minggu ke
: Etnografi Indonesia (3 sks)
: SOA
: Pendidikan Sosiologi Antropologi
: Sosiologi
: Ilmu Sosial
: Drs. Syafwan, M.Si
Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)
:5
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):
Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Minangkabau melalui
tulisan etnografi
MATERI
KEBUDAYAAN MINANGKABAU
Kebudayaan Minangkabau adalah kebudayaan yang berada di pulau
Sumatera, secara administratif terletak dalam wilayah propinsi Sumatera Barat.
Orang Minangkabau menyakini bahwa pusat dari kebudayaan Minangkabau
adalah Pariangan, Padang Panjang dan selanjutnya tersebar ke daerah-daerah
penyebaran yang sekarang. Hal ini diceritakan melalui tambo (cerita rakyat) orang
Minangkabau, yang mengatakan bahwa orang Minangkabau berasal dari puncak
Gunung Merapi, ketika gunung itu masih kecil (sagadang talua itiak).
Orang Minangkabau tidak memiliki tradisi tulis sendiri sampai masuknya
agama Islam. Dengan demikian setiap cerita
atau asal-usul orang Minang
disampaikan secara lisan melalui tambo (historiografi tradisional). Tambo yang
mulanya disampaikan secara lisan kemudian ditulis dalam huruf Arab. Tambo
25
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
berisikan peraturan adat orang Minangkabau, sejarah orang Minang, hubungan
antara individu dan perilaku yang seharusnya berlaku.
Secara Tradisional, daerah-daerah dalam pengaruh Minangkabau disebut
Alam Minangkabau. Alam Minangkabau terbagi atas dua bagian yaitu: darek dan
pasisie. Wilayah darek maksudnya yang tinggal di darat yang dianggap sebagai
‘daerah kebudayaan’orang Minangkabau. Secara tradisional daerah darek terbagi
atas tiga luhak ( luhak nan tigo) yaitu Luhak Agam, Luhak Lima Puluh Koto dan
Luhak Tanah Datar. Satu lagi adalah daerah Solok, yang secara historis lebih
dikenal dengan Kubung XIII dan IX Koto. Sedangkan daerah Pasisie maksudnya
daerah pinggir laut pulau Sumatera, mereka ini berasal dari daerah darek dan
merantau ke daerah pesisir. Daerah di luar daerah pusat kebudayaan Minangkabau
selanjutnya disebut dengan daerah rantau. Saat ini daerah rantau orang Minang
sudah tersebar di berbagai tempat di Indonesia, mungkin di seluruh dunia.
Orang Minangkabau yang sudah lama menetap di daerah luar Sumatera
Barat misalnya, orang Minangkabau di Aceh yang disebut dengan anak Jamie,
orang Minangkabau di Seremban, Malaysia dan orang Minangkabau Rejang di
Bengkulu, Sumatera Utara, Siak, Muara Takus, pangkalan Jambu di Jambi,
Kerinci dan Lampung. Perpindahan orang Minangkabau jauh dari daerah asalnya
disebabkan karena adanya budaya merantau. Orang Minnagkabau tampaknya ada
di mana-mana. Orang sering berkelakar bahwa ketika astronot Neil Amstrong
mendarat di Bulan, di sana ia menemukan sebuah restoran Padang yang sudah
lama ada di sana (Kato, 2005).
Jumlah penduduk orang Minangkabau berdasarkan sensus Penduduk pada
masa pemerintahan Belanda tahun 1930 yaitu berjumlah 3 % dari jumlah
penduduk pribumi Indonesia. Namun orang Minangkabau merupakan kelompok
etnik terbesar nomor empat di Indonesia, setelah Jawa, Sunda, dan Madura. Pada
tahun 2000 jumlah orang Minang meningkat lebih dua kalinya, dari 1.989 juta
jiwa pada tahun 1930 menjadi 5.475 juta jiwa pada tahun 2000. Orang
26
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Minnagkabau di Indonesia berada di peringkat nomor enam setelah etnis Jawa,
Sunda, Batak, Melayu dan Madura. (Suryadinata, 2003:54).
A. Nagari
Desa di Minangkabau disebut dengan nagari. Nagari mempunyai otonomi
khusus sejak dulu kala, sejak empat atau lima abad yang lalu. Penduduk nagari
mempunyai kekuasaan untuk mengatur persoalan-persoalan dalam masyarakat
mereka masing-masing. Bila orang Minang pernah mempunyai seorang raja,
maka raja itu hanya diakui sebagai pemimpin nominal, yang diberi penghargaan
dan penghormatan tetapi tidak lebih dari itu. Oleh karena masyarakat nagari
berdiri sendiri, maka tiap masyarakat mengembangkan tradisinya sendiri. Pepatah
Minangkabau menyatakan hal ini dengan adat salingka nagari, Adat istiadat yang
sama di dalam masyarakat nagari Minangkabau menunjukkan kesamaan asal dari
orang Minangkabau. Radjab mengatakan “ dari luar, kebudayaan Minangkabau
terlihat sama, namun dari dalam dia berbeda-beda” (1969: 12-19).
Terdapat dua aliran besar(kelarasan) dalam sistem pemerintahan nagari
yaitu Bodi Chaniago dan Kota Piliang. Kepemimpinan Koto Piliang dianggap
lebih otokratis dalam pelaksanaan adat karena adanya hierarki otoritas.
Sebaliknya, Bodi Chaniago lebih demokratis. Tidak ada perbedaan status di antara
penghulu mereka, dan sebuah keputusan diambil dalam rapat yang dihadiri oleh
semua penghulu di nagari itu.
Dalam pembentukan sebuah nagari sejak dahulu sudah dikenal pepatah
adat Minangkabau yaitu Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto,
dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi
pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan
Taratak, kemudian berkembang menjadi Dusun, kemudian berkembang menjadi
Koto dan kemudian berkembang menjadi Nagari, yang dipimpin secara bersama
oleh para penghulu atau datuk setempat. Dan biasanya disetiap nagari yang
dibentuk itu minimal telah terdiri dari 4 suku yang mendomisili kawasan tersebut
(Batuah, 1959). Suatu nagari dapat dibentuk apabila memunuhi syarat yaitu
27
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
sebuah mesjid, pemandian umum sebuah balai, tempat untuk pasar sekali atau dua
kali seminggu, pandam pakuburan serta areal persawahan. Pentingnya mesjid
sebagai syarat menunjukkan bahwa masyarakat Minangkabau menganut agama
Islam, terutama adanya pepatah adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.
Nagari dalam sistem pemerintahannya telah beberapa kali mengalami
perubahan. Benda-Beckmann (2001:9) menyatakan bahwa sebagai suatu bentuk
organisasi politik yang utama di Minangkabau, sebelum masuknya Belanda,
lembaga nagari turut mempengaruhi terjadinya perang antara kelompok ortodok
Islam dengan kaum adat, konflik ini dikenal dengan perang Paderi. Setelah
masukkan pemerintahan Belanda, nagari sering mengalami intervensi. Nagari
pada masa pemerintahan Belanda masuk ke dalam komando sistem administratif
Belanda dan sistem ekonomi politik Kolonial. Bentuk intervensi Belanda
misalnya mengangkat wali nagari pilihan Belanda (Bechman, 2001:9). Elizabeth
E. Graves (2007: 85) menyatakan bahwa “ dari sudut pandang Belanda , jalan
terbaik untuk meningkatkan perdagangan dan produksi, ialah bahwa masyarakat
setempat sebaiknya disediakan suatu pemerintahan yang tertib dan teratur. De
Stuers berpendapat bahwa cara lama dalam pemilhan penghulu berdasarkan
persaingan dalam keluarga dan kaum, terdapat unsur yang sangat menganggu,
yakni seringnya terjadi tindak kekerasan’., para wali nagari juga diberi gaji oleh
pemerintah kolonial, dengan demikian intervensi Belanda dalam pemerintahan
nagari adalah demi ketertiban dan kepentingan kolonial Belanda. Dalam proses
perubahan pemerintahan nagari, dimulai pada tahun 1914, sering membawa
konflik dalam masyarakat Minangkabau.
Setelah Indonesia merdeka, nagari kembali mengalami perubahan, dengan
adanya UU no 5 tahun 1979 sistem pemerintahan desa, maka nagari berubah
menjadi desa. Benda Bechman (2001) menyatakan munculnya dualisme dalam
pemerintahan, pada satu sisi nagari bagian dari sistem pemerintahan desa dan
pada sisi lain nagari sebagai unit tradisional yang telah ada turun temurun, nagari
berfungsi sebagai organisasi adat, dimana KAN berperan sebagai sebagai lembaga
28
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
kepemimpinan adat tertinggi yang terdiri dari para penghulu yang memainkan
peran penting dalam menjalankan fungsi budaya dalam masyarakat.
Nagari menjadi desa karena peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah
menimbulkan konflik dalam masyarakat, antara lain berkaitan dengan batas-batas
wilayah. Bachtiar ( 1984:218) menulis mengenai nagari Taram menjelaskan
bahwa ‘perbatasan nagari Taram, sebagaimana yang diatur oleh pemerintah,
adalah kebetulan sekali sama dengan perbatasan negeri itu menurut adat. Adanya
kenyataan bahwa perbatasan yang diakui oleh pemerintah itu sama dengan
perbatasan secara adat, harus diperhatikan benar. Percobaa-percobaan yang
dilakukan oleh pemerintah Sumatera Barat, baik dalam masa penjajahan Belanda,
maupun setelah Indonesia merdeka, untuk mendeirikan suatu sistem pemerintahan
yang effisien, telah mengakibatkan penciptaan secara buatan dari beberapa negri
baru, hasil gabungan dua atau lebih negeri-negeri asli, suatu penggabungan dari
negeri yang ada dengan bagian dari negeri lain, atau hilangnya suatu negeri
dengan jalan mengurangi sebagian dari daerah kekuasaannya. Negeri dengan
batas-batas buatan seperti dimaksud diatas, telah seringkali merupakan sumber
dari banyak bentrokan-bentrokan sosial yang tak kunjung habisnya mengenai
beberapa hak dan kewajiban, yang nyata maupun yang khayal. Oleh karena itu
seseorang sangat bergembira mendapatkan negeri Taram lepas dari bentrokan
seperti tersebut di aats.’
Pada era reformasi Pemerintah mengeluarkan peraturan baru tentang
otonomi UU No 22 tahun 1999. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menyikapi
dengan mengeluarkan Perda NO 9 Tahun 2000, tentang ketentuan pokok
Pemerintahan Nagari. Perda ini mencoba lebih arif menempatkan posisi nagari
dari kondisi dualisme kepada kondisi tunggal. (Effendi, dalam Bandaro,
2004:107). Perubahan dari desa ke nagarai atau istilah kambali ka nagari, tetap
saja membawa persoalan tertentu, karena masyarakat Minangkabau telah berubah,
walaupun diikuti pola nagari yang tradisonal tentu saja tidak lagi sesuai dengan
kondidi ke kinian terutama masyarakat Minangkabau wilayah perkotaan.
29
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
B. Sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan dalam masyarakat Minangkabau diperhitungkan
melalui garis matrilineal. Seseorang termasuk kelompok ibunya dan bukan
kelompok ayahnya, dengan demikian seorang akan masuk ke dalam suku (clan)
ibunya. Kelompok terkecil dalam masyarakat bukanlah keluarga inti akan tetapi
adalah paruik, meskipun saat ini keluarga inti dalam masyarakat Minangkabau
memegang peranan yang sangat penting dalam pendidikan dan masa depan anakanak mereka. Suku dan kampueng dianggap sebagai kelompok yang formal,
kelompok suku dipimpin oleh penghulu suku, kampueng dipimpin oleh datuek
kampueng atau penghulu andiko.
Kepentingan suatu keluarga diurus oleh seorang laki-laki dewasa dari
keluarga itu yang disebut niniek mamak atau saudara laki-laki ibu. Pada masa lalu
adat perkawinan yang dianggap ideal dalam masyarakat Minangkabau yaitu
pulang ka bako atau kawin dengan anak mamak. Namun perkawinan exogami
suku masih dipertahankan. Perkawinan dalam masyarakat Minangkabau tidak
mengenal mas kawin. Seorang penganten laki-laki tidak diharuskan menyerahkan
suatu pemberian kepada penganten perempuan secara adat. Di beberapa daerah
seperti Pariaman, keluarga penganten perempuan memberikan kepada keluarga
penganten laki-laki sejumlah uang atau barang sebagai alat, untuk menjemputnya
supaya suka mengawini perempuan tadi. Ini biasanya disebut uang jemputan.
Dalam adat perkawinan di daerah Payakumbuh mengandung sistem pihak lakilaki memberikan barang yang diistilahkan dengan sasuduik kepada pihak
penganten perempuan.
Sesudah menikah, suami tinggal di rumah keluarga istrinya atau adat
matrilokal. Pada masa dahulu pihak laki-laki datang berkunjung ke rumah istrinya
pada waktu malam saja, yaitu selagi ia tinggal dalam kampungnya sendiri.Kalau
terjadi perceraian, si suami meninggalkan rumah istrinya dan anak-anak dari
perkawinan itu akan tinggal bersama ibunya. Dalam adat masyarakat
Minangkabau tidak ada larangan laki-laki untuk melakukan poligini. Orang-orang
30
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
dengan kedudukan sosial tertentu suka melakukan poligini. Laki-laki yang
mengawini seorang perempuan dari satu kampueng disebut dengan urang
sumando (menantu laki-laki). Bagi seorang anak, kaum kerabt ayahnya disebut
bako. Seorang anak dari anggota laki-laki dari kaumnya(Paruik) sendiri disebut
dengan anak pisang. Kaum kerabat perempuan dari penganten laki-laki disebut
pasumandan.
Dalam masyarakat terdapat statifikasi sosial berdasarkan daerah asal.
Urang asa yaitu orang yang mula-mula kali datang ke kampueng. Mereka dahulu
dianggap sebagai keluarga bangsawan, salah satu sebabnya karena mereka
memiliki tanah kampueng, dan orang yang datang harus minta izin kepada urang
asa untuk tinggal di kampung tersebut. Orang yang datang kemudian disebut
dengan pendatang.
Orang Minangkabau membedakan relasi antara orang lainnya atas:
kamanakan tali paruik, kamankan tali budi, kamanakan tali ameh, dan
kamanakan bawah lutuik yang dilihat dari sudut urang asa. Kamanakan tali
paruik adalah keturunan langsung dari urang asa, kamanakan tali budi adalah
orang yang datang kemudian, tetapi memiliki kedudukan yang cukup tinggi di
tempat asal mereka atau mereka membeli tanah yang cukup luas milik urang asa.
Kamankan tali ameh adalah keluarga pendatang yang mencari hubungan keluarga
dengan keluarga urang asa. Kamanakan bawah lutuik yaitu orang yang bekerja
kepada keluarga urang asa.
C. Agama
Orang Minang secara tegas menyatakan bahwa antara adat dan agama sangat erat
kaitannya. Semua aktivitas hidup orang Minang dikaitkan dengan agama Islam.
Adat basandi sayarak, syarak basandi kitabullah menjadi pedoman berperilaku
orang Minang, selain dengan aturan negara yang juga harus dipatuhi. Orang
Minang kalau tidak lagi menganut agama Islam maka tidak lagi disebut sebagai
orang Minang.
31
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
BAHAN AJAR (HAND OUT)
Nama Mata Kuliah
Nomor Kode
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen Mata Kuliah
Minggu ke
: Etnografi Indonesia (3 sks)
: SOA
: Pendidikan Sosiologi Antropologi
: Sosiologi
: Ilmu Sosial
: Drs. Syafwan, M.Si
Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)
:6
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):
Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Jawa melalui tulisan
etnografi
MATERI
KEBUDAYAAN JAWA
A.
Daerah Kebudayaan Jawa
Daerah asal kebudayaan Jawa yaitu Pulau Jawa. Orang Jawa hanya
mendiami bagian tengah dan timur dari seluruh pulau Jawa, sebelah baratnya,
adalah kebudayaan Sunda. Daerah Jawa dibagi atas daerah kejawen yaitu
Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang dan Kediri. Daerah di luar itu disebut
dengan pesisir dan ujung timur.Pusat dari kebudayaan jawa yaitu Yogyakarta dan
Surakarta.
B.
Penduduk
Jumlah Penduduk orang Jawa berdasarkan sensus tahun 1930 adalah 30
juta, nomor satu terbanyak jika dibandingkan dengan sukubangsa lain yang ada di
Indonesia. Pulau Jawa yang luasnya hanya 7% dari seluruh kepulauan Indonesia
dan dihuni oleh hampir 60% dari seluruh penduduk Indonesia. Sejak pertengahan
32
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
abad ke -19 sudah berlangsung migrasi dari pulau Jawa ke pulau-pulau lain di luar
Jawa baik secara spontan maupun secara paksa. Sudah sejak 1870 petani-petani
Jawa dikontak untuk bekerja di kebun-kebun tembakau dan tambang-tambang
timah di Sumatera Uatara dan Sumatera Timur. Pada abad seblumnya orang Jawa
juga dipaksa untuk bekerja sebagai budak di daerah jajahan Belanda di Tanjung
Harapan di Afrika Selatan dan Kepulauan Karibia dan diperkebunan Perancis di
Kaledonia Baru (Koentjataningrai, 1994:11). Migrasi penduduk Jawa ke daerah
lain di Indonesia dilakukan oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1905 ke
Lampung dan kemudian diteruskan oleh pemerintahan Indonesia yang bertujuan
untuk memecahkan masalah kepadatan penduduk di Pulau Jawa. Di Jawa
mengenal istilah Krama Inggil untuk memebicarakan milik, bagian tubuh,
tindakan atau sifat orang yang sederajat atau orang ketiga yang lebih tinggi
kedudukannya. Bahasa resmi yang dipakai dalam keraton disebut dengan basa
Kedhaton. Sesudah Perang Duni ke II, bahasa orang Jawa mengalami perubahan,
kebanyakan yang lahir sesudah zaman itu tidak lagi berusaha menguasai sistem
bahasa yang bertingkat dalam berbahasa karena dianggap rumit (Koentjaraningrat,
1994:23).
C.
Bahasa Orang Jawa
Rumpun bahasa orang Jawa menurut G.P. Murdock termasuk ke dalam
Melayu-Polinesia.(Koentjaraningrat, 1994:17). Bahasa orang Jawa (Jawa kuno)
diperkirakan sudah ada sejak abad ke-8. Orang Jawa telah mengenal tradisi tulis
sejak amsa itu, menurut para ahli epigrafi, tulisan Jawa berasal dari suatu bentuk
tulisan Sangsekerta Dewanagari dari India Selatan yang terdapat dalam prasasti
yang berasal dari Palawa yang menguasai daerah pantai-pantai India Selatan pada
abad ke 4. Gaya bahasa orang Jawa dibedakan atas tiga tingkatan: gaya tak resmi
(Ngoko), gaya stengah resmi (Madya), dan gaya resmi (Krami). Logat bahasa
orang Jawa berbeda berdasarkan wilayah, terbagi atas, logat Banyumas, Logat
Jawa Tengah Solo-Yogya, Jawa Pesisir, bagian barat Jawa yang snagat
dipengaruhi oleh Kabudayaan Sunda.Bahasa Jawa yang bagian Timur dipengaruhi
oleh bahasa Madura, yaitu bahasa yang sama sekali berbeda dengan bahsa Jawa,
33
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
bahasa di bagian ujung timur yakni Banyuwangi dan Balambanagan sangat
dipengaruhi oleh Bahasa Bali.
D.
Bentuk Desa
Desa sebagai tempat kediaman merupakan wilayah pemerintahan yang
terendah dalam masayarkat Jawa. Secara administratif desa berada dibawah
kekuasaan pemerintahan Kecamatan. Desa terdiri atas beberapa dukuh. Dukuh
dipimpin oleh seorang kepala dukuh. Desa dipimpin oleh seorang kepala desa.
Suatu desa biasanya memiliki sebuah balai desa, tempat untuk mengadakan rapat
desa, langgar atau mesjid, pasaran ( pasar), kuburan, tanah pertanian berupa
sawah dan ladang.
Deskripsi sebuah desa Celapar di Jawa Tenggah Bagian Selatan oleh
Koentjaraningrat (1984), digambarkan bahwa Celapar merupakan pusat dari suatu
administratif yang terdiri dari lima desa, yang dinamakan glondongan. Hubungan
yang terjalin antara ke lima desa glondongan, hanyalah bersifat adat. Di banyak
daerah lain di Jawa memag terdapat konfederasi-konfederasi desa yang serupa, di
antaranya ada dua macam yang paling umum. Pertama, ialah mancapat, terdiri
atas satu desa inti dan empat desa sekelilingnya. Kedua, mancalima, terdiri dari
sembilan desa dengan satu desa initi dan delapan desa sekelilingnya.
Sejak zaman sebelum masa pemerintahan jajahan, seorang kepala desa
dipilih oleh penduduk desa yang sudah dewasa dan kerap kali tanpa izin dari
kerajaan. Izin resmi diberikan oleh desa yang terletak di sekitar istana kerajaan.
Peresmian kepala desa dilakukan oleh tuan tanah atau pegawainya. Masa
pemerintahan jajahan, kepala desa yang baru dipilih harus disetujui oleh wedana.
Kepala desa menjabat sepanjang ia masih dipercayai dan dihormati oleh
penduduk desanya. Sering kali seumur hidup. Sbagai kepala desa, lurah Celapar
dibantu oleh suatu staf yang terdiri dari 15 orang pegawai desa (prabot desa),
yang sebagian ditunjuk oleh sendiri. Di antara ke 15 prabot desa itu ada dua wakil
kepala desa (conkok), seorang penulis desa (carik) dan dua bendahara desa
(kamitua), dua pegawai agama (kaum), yang pekerjaannya yang utama adalah
mencatat peristiwa perkawinan dan perceraian, empat orang polisi desa (pulisi
34
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
atau jagabaya), dan empat orang pesuruh desa (kebayan). Di tempat lain di Jawa
biasanya ada seorang pegawai yang mengatur pembagian air atau irigasi (ulu-ulu,
anjir, atau reksabumi). Lurah berserta pegawai-pegawainya tidak menerima gaji
dari pemerintah, tetapi mereka untuk sebagian mendapat penghasilan dari siti
bengkok atau tanah yang dibagikan kepada mereka selama mereka memegang
jabatan, dan untuk bantuan atau sumbangan yang diberikan oleh penduduk desa
yang disebut palagara.
Kepala desa pada saat ini, dipilih oleh penduduk desa,dan mendapat gaji
dari pemerintahan Indonesia. Kepala desa dilantik oleh pemerintahan di tingkat
kabupaten.
E. Bentuk Rumah
Rumah asli dalam kebudayaan Jawa dapt terbuat dari kayu,dan atau bambu,
rumah memiliki bentuk atap yang beragam, yang pada masa lalu dapat
menunjukkan srata dari anggota masyarakat.
Bentuk rumah Jawa seperti yang digambarkan oleh Koentjaraningrat (1994)
berikut: Suatu rumah asli (griya dalam bahasa kromo, dan omah dalam bahasa
ngoko), keluarga petani Jawa bisanya berbentuk persegi panjang dengan ukuran 8
x 10 meter, dengan tiang-tiang kayu untuk kerangkanya. Dindingnya terbuat dari
anyaman bambu (gethek) yang sering kali tidak mempunyai jendela. Pada kedua
sisi panjang dari rumah berbentuk persegi panjang itu terdapat pintu dorong yang
terbuat dari bambu; salah satu sisinya merupakan bagian belakang dari rumah dan
satu sisinya bagian depannya. Bagian dalam rumah dibagi-bagi dengan sekatsekat yang terbuat dari anyaman bambu, yang dengan mudah dapat digeser-geser
menjadi ruangan-ruangan yang dapat diubah-ubah. Lantai rumah tidak disemen,
maupun diberi ubin, melainkan masih berupa tanah yang sudah mengeras,
sedangkan atap rumah terbuat dari daun atap yang disusun berlapis-lapis, yang
dibuat dengan sudut kemiringan menurut berbagai model atap seperti terurai
dibawah ini. Dapur biasanya terdapat di belakang rumah, berupa suatu bangunan
kecil yang menempel pada dinding belakang atau samping rumah.
35
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Rumah biasanya dihuni oleh satu keluarga senior, dengan satu atau dua
keluarga inti muda, sehingga seluruhnya merupakan keluarga luas uxorilokal,
virilokal dan kadang-kadang juga ambilokal. Biasanya jika ada keluarga yang
keluar dan membuat rumah baru, maka biasanya ada satu anak wanita yang tetap
tinggal bersama orang tuanya untuk menjaga orang tua jika sudah berusia lanjut.
Anak inilah nantinya yang akan mewarisi rumah orang tuanya jika sudah
meninggal.
Besarnya rumah dan juga bentuk rumah merupakan lambang dari kedudukan
sosial keluarga yang menempatinya. Bentuk rumah ditemtukan oleh bentuk
atapnya. Orang desa biasanya memiliki rumah dengan bentuk atap srotong atau
atap trojongan. Rumah dalam bentuk atap limasan hanya boleh ditempati oleh
keluarga yang merupakan keturunan penduduk desa yang pertama, yang biasanya
merupakan elit desa. Rumah kepala desa dan beberapa pegawai desa biasanya
juga memiliki atap berbentuk limasan, bahkan kadang-kadang juga joglo, yang
pada zaman dahulu hanya boleh dipakai oleh pamongpraja di kota besar, atau
untuk bangsawan di pusat kerajaan.
Rumah Joglo
Rumah atap Limasan
Sumber: http://rumahminimalissederhana.info
Sumber http://desainrumahminimalis2015.com
36
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Atap rumah Jawa
Sumber http://rumahminimalis.com
Sekarang ini kaya atau tidak kayanya seorang penduduk tidak dapat
ditentukan dari bentuk atap rumah. Orang luar sering mengukur tingkat kekayaan
seseorang dari bahan bangunan rumah yang digunakan.
F.
Sistem Kekerabatan
Menurut Geertz dalam keluarga Jawa ( 1985) menjelaskan sistem
kekerabatan orang Jawa berdasarkan prinsip bilateral dan generasional, bersisi dua
dan turun-temurun. Artinya bahwa istilah-istilah keluarga tersebut sama, apakah
menurut pihak ibu atau ayah. Orang juga Jawa membedakan dirinya atas dasar
senioritas dan jenis kelamin.
Pembedaan senioritas itu dipakai untuk merinci kategori-kategori
keturunan ke dalam golongan-golongan yunior dan senior.Di dalam golongan adik
kakak Ego, kriterium ini akan menjadi penanda yang membedakan anatar saudara
sendiri yang lebih muda dari saudara-saudara yang lebih tua. Adapun saudarasaudara orang tua dibedakan apakah mereka itu lebih tua ataukah lebih muda dari
orang tuanya. Untuk saudara-saudara sepupu, titik penunjuk ukuran kesenioran
bukanlah umur sehubungan dengan diri Ego, tetapi umur komparatif antara kedua
orang sesaudara sepupu tersebut. Prinsip jenis kelamin menentukan dalam istilah
keluarga. Jika seseorang adalah generasi parental, laki-laki dia adalah seorang
pak, jika wanita adalah seorang bu.Jika saudara senior itu seorang wanita, dia
adalah seorang mbak yu, jika seorang laki-laki, maka dia adalah mas.
37
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Istilah Keluarga yang menunjukkan azas keturunan
Turun ke atas ke dua Kakek, nenek
Turun
ke
atas Ayah besar
pertama
Ibu besar
Ayah
Ibu
Ayah kecil
Ibu kecil
Kakak laki-laki
Kakak perempuan
Seturunan diri (Ego)
Saudara muda
Turun
ke
bawah Anak
Mbah
Pak de
Bu de
Pak
Bu
Oak lik
Bu lik
Mas
Mbak yu
Diri (Ego)
Adik
Anak
pertama
Geertz mengatakan bahwa dimensi paling penting bagi penggolongan
anggota keluarga adalah dekatnya mereka kepada diri (Ego), dan ukuran
penggolongan tidak tampak nyata di dalam terminologi kekeluargaan.
Perkawinan di Jawa biasanya bersifat monogami. Poligami diizinkan dan
mengangkat derajat seseorang, tetapi jarang dilakukan. Pasangan pengantin baru
sering kali hidup dan tinggal bersama orang tua pengantin perempuan, sampai
rumah tangga muda mulai agak mapan sampai memiliki uang cukup untuk pindah
ke rumah sendiri. Tidak ada aturan tertentu tentang
tempat tinggal sesudah
pernikahan. Pilihan sepenuhnya tergantung kepada hasrat dan kesempatan orang
yang bersangkutan. Suatu keluarga (somah) pada masyarakat Jawa merupakan
suatu keluarga yang hakiki membentuk “rumah tangga”. Somah membiayai hidup
mereka sendiri. Walaupun dalam senuah rumah hidup dua keluarga yang kakak
berasik akan tetapi mereka mandiri secar ekonomi.
Pola pewarisan pada masyarakat Jawa berlaku bahwa jika orang tua
meninggal, anak laki-laki mendapat bagian warisan dua kali lipat dari bagian anak
perempuan, tetapi ini hukum Islam. Sedangkan berdasarkan adat semua anak baik
laki-laki maupun perempuan mendapatkan bagian yang sama. Orang jawa
menyelesaikan permasalahan secara rukun, yang mempunyai pengertian serasi,
bekerjasama, gotong royong, dan peniadaan perselisihan sebanyak-banyaknya.
38
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Oleh karena itu dalam masyarakat pembagian harta secara adat lebih biasa
dilakukan.
Pembagian harta karena perceraian. Pemahaman mengenal konsep harta
gono gini yaitu harta milik bersama suami istri dan harta milik pribadi yang
dimiliki secara terpisah di pihak lain. Semua harta benda yang diperoleh selama
masa perkawinan dianggap milik bersama suami dan istri. Dan harta inilah yang
dibagi pada saat perceraian. Sedangkan harta milik pribadi merupakan harta yang
dimiliki oleh suami atau istri sebelum perkawinan, sering disebut duweke dewe.
Sistem pembagian harta gono gini yaitu dua bagian untuk suami dan satu bagian
untuk istri atau dalam istilah Jawa sapikul, sagendong.
Perkawinan. perkawinan di Jawa tidak hanya dipandang sebagai
penggabungan dua jaringan keluarga yang luas. Yang utama adalah pembentukan
sebuah rumah tangga yang baru dan mandiri. Geertz (1985) faktor terpenting yang
mengatur masalah perjodohan adalah faktor jenjang sosial atau kelas. Faktor
berikutnya adalah agama. Perkawinan yang sangat disukai yaitu perkawinan
diantaar saudara sepupu (mindhoan).
Perkawinan yang dilarang dalam kebudayaan Jawa yaitu perkawinan yang
dianggap benar-benar sumbang yaitu antar dua saudara kandung. Ibu dengan anak
atau sebaliknya. Perkawinan kakek atau nenak dengan cucunya dan perkawinan
antara dua misanan. perkawinan pancer wali atau perkawinan sepupu sejajar dari
pihak ayah. Perkawinan antara paman atau bibi dengan anak keponakannya.
Perkawinan antara orang-orang yang tidak cocok weton-nya. Terdapat banyak
anggapan bahwa seorang adik, laki-laki ataupun perempuan, hendaklah menunda
perkawinan sampai sesudah saudara tua terutama perempuan telah menikah. Di
daerah Mujokuto aturan magis yang penting untuk diperhatikan adalah hari-hari
lahir bakal penganten.
G.
Agama
Clifford Geertz dalam bukunya “The Religion of Java” mendeskripsikan
mengenai agama orang Jawa yaitu Agama Jawi atau Kejawen dan agama Islam
sanntri. Agama Kejawen adalah agama menjadi satu unsur-unsur Islam dengan
39
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
mistik. Dalam agama kejawen mereka menyebut Tuhan dengan Gusti Allah, dan
menyebut Nabi Muhammad dengan Kanjeng nabi. Agama Islam santri walaupun
tidak terlalu bebas dari unsur-unsur animisme dan hidu-Budha, namun lebih dekat
dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Orang Jawa juga ada yang menganut
agama Kristem, Hindu, Budha. Penganut agama Hindu dan Budha persentasenya
sangat kecil.
Kebanyakan orang Jawa berkeyakinan bahwa hidup manusia di muka
bumi ini sudah diatur dalam alam semesta, sehingga tidak sedikit dari mereka
yang bersikap nrimo, yaitu menyerahkan diri kepada takdir. Selain itu orang Jawa
menyakini bahwa suatu kekuatan yang melebihi kekuatan lainnya yang disebut
dengan kasakten. Kemudia arwah leleuhur dan makluk halus menempati alam
sekitar tempat tinggal mereka. Menurut mereka masing-masing makhluk halus
dapat mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan, keselamatan dan sebaliknya juga
dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kematian. Oleh karena itu mereka
melakukan berpuasa, berpantang, berselamatan dan bersaji.
Selamatan adalah suatu upacara makan bersama, makanan yang telah
diberi doa sebelum dibagi-bagikan. Selamatan ditujukan untuk kesejahteraan
hidup, tidak gangguan apapun. Sesajen adalah penyerahan sajian pada saat
tertentu di dalam rangka kepercayaaan terhadap makhluk halus, di tempat-tempat
tertentu, serta tempat yang dianggap keramat dan mengandung bahaya (angker).
Kepercayaan kepada kekuatan sakti (kasakten), banyak ditujukan kepada
benda-benda pusaka, keris dan alat-alat seni suara Jawa seperti gamelan,
kendaraan istana juga sering dilakukan upacara siraman pada satu suro.Air bekas
siraman kendaraan istana bagi orang-orang desa Jawa dianggap sebagai air
berkah.
H.
Sistem Kemasyarakatan
Secara kemasyarakat orang Jawa membedakan masyarakat atas golongan
keturunan keluarga bangsawan, kaum priyayi yaitu pegawai dan kaum terpelajar,
dan wong cilik masyarakat bawah atau rakyat biasa. Petani di desa termasuk pada
golongan wong cilik. Di antara masyarakat desa juga terdapat pelapisan yaitu
40
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
wong baku yaitu keturunan yang pertama kali menatap di desa, mereka memiliki
sawah, rumah dan tanah pekarangan. Lapisan kedua yaitu kuli gandok, mereka
adalah orang laki-laki yang telah kawin akan tetapi tidak mempunyai rumah
sendiri, sehingga terpakasa menetap di rumah mertuanya. Lapisan ketiga yaitu
joko, sinoman atau bujangan yaitu mereka yang belum menikah, masih tinggal
bersama orang tua. Golongan ini bisa mendapatkan harta dari pembagian harta
warisan.
41
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
BAHAN AJAR (HAND OUT)
Nama Mata Kuliah
Nomor Kode
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen Mata Kuliah
Minggu ke
: Etnografi Indonesia (3 sks)
: SOA
: Pendidikan Sosiologi Antropologi
: Sosiologi
: Ilmu Sosial
: Drs. Syafwan, M.Si
Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)
:7
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):
Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Batak melalui tulisan
etnografi
MATERI
KEBUDAYAAN BATAK
A.
Daerah Kebudayaan
Orang Batak mendiami daerah Dataran Tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli
Hulu, Serdang Hulu, Dairi, Toba, Humbang, Silindung, Angkola, dan Mandailing
dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Sukubangsa Batak, lebih khuss terdiri atas sub
sukubagsa, ada juga mengelompokkan ke dalam suatu sukubangsa yaitu:
i.
Karo, yang mendiami dataran tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu,
Serdang Hulu, dan Dairi.
ii.
Simalungun, mendiami daerah Simalungun
iii.
Pakpak, mendiami induk Dairi
iv.
Toba, mendiami daerah danau tepi Toba, Samosir, Dataran tinggi
Toba, Asahan, Silindung, Barus, Sibolga
v.
Angkola, mendiami daerah induk Angkola dan Sipirok
42
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
vi.
Mandailing, mendiami daerah induk Mandailing, Ulu, Pakatan,
Menurut cerita suci (Tarombo), orang Batak terutama dari Batak Toba,
semua sub-sub sukubangsa Batak mempunyai nenek moyang yang sama, yaitu Si
Raja Batak.
B.
Penduduk
Bedasarkan sensus yang dilakukan oleh Belanda tahun 1930, jumlah orang
Batak pada masa itu yaitu 700 Ribu sampai 1 Juta Jiwa. Berdasarkan sensus pada
tahun 1961 jumlah penduduk Sumatera Utara berjumlah 5 juta jiwa.
Peta Daerah Kediaman Orang Batak
Sumber: adelkude/30.wordpress.com
C.
Bahasa
Bahasa Batak termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu Polinesia. Dalam
kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat,
yaitu: (1) logat Karo, (2) logat Pakpak, (3) Logat Simalungun, (4) Logat Toba,
Angkola dan Mandailing. Diantara ke empata logat yang paling jauh jaraknya
yaitu logat Toba dengan Karo.
Masyarakat Batak sudah mengenal tradisi tulis yang disebut dengan surat
batak. Surat Batak masih berkerabat dengan aksara nusantara lainnya seperti surat
ulu di Bengkulu dan Sumatera Selatan, surat incung di Kerinci, dan had Lampung.
43
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Aksara ini memiliki beberapa varian bentuk, tergantung bahasa dan
wilayah. Secara garis besar, ada lima varian Surat Batak di Sumatra, yaitu
Angkola-Mandailing, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, dan Toba. Aksara ini
wajib diketahui oleh para datu, yaitu orang yang dihormati oleh masyarakat Batak
karena menguasai ilmu sihir, ramal, dan penanggalan. Kini, aksara ini masih dapat
ditemui dalam berbagai pustaha, yaitu kitab tradisional masyarakat Batak
D.
Desa
Kesatuan teritorial di pedasaan disebut dengan istilah Huta, kuta, Lumban,
sosor, bius, pertahian, urung dan pertumpukan. Huta (bahasa Toba) biasanya
merupakan kesatuan teritorial yang dihuni oleh keluarga yang berasal dari satu
klen (marga). Pada orang Karo kesatuan itu disebut dengan kesain. Kuta (bahasa
Karo) adalah lebih besar dari huta dan terdiri dari penduduk yang asal dari
beberapa klen (marga). Setiap huta dan kuta in dulu dikelilingi oleh suatu parit,
suatu dinding tanah yang tinggi dan rumpun-rumpun bambu yang berdiri rapat.
Kegunaannya yaitu sebagai pertahanan terhadap serangan musuh dari huta lain.Di
bagian dalam dari huta terdapat deretan rumah dengan halaman yang sering
digunakan dalam aktivitas upacara. Parit dan dinding ini sekarang ini sudah tidak
ada lagi.
Pada orang Karo, Simalungun dan Mandailing, tiap-tiap desa mempunyai
sebuah balai desa, tempat dilakukannya pengadila. Pada orang Toba, balai desa ini
digantikan oleh partukhoan yaitu sebidang tanah tempat bersidang, yang ada di
dekat pintu gerbang dari huta, Suatu ciri khas dari huta Toba adalah adanya pohon
beringin di depan perkampungan, yang biasanya dianggap sebagai lambang dari
alam semesta.
Lumban berarti suatu bagian yang dihuni oleh keluarga-keluarga yang
merupakan warga dari suatu bagian klen. Istilah ini hanya ada dalam bahasa Toba.
Sosor, adalah suatu perkampungan baru yang biasanya kecil dan yang
didirikan karena huta induk sudah terlampau penuh, baik tempat untuk kediaman,
maupun untuk bercocok tanam. Sebuah sosor, lama kelamaan bisa menjadi huta.
44
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Istilah bius, partahian,urung, dan pertumpukan masing-masing dipakai
oleh orang Batak Toba, Angkola, Karo, Simalungun dan Pakpak dengan arti yang
sama, yaitu suatu wilayah dari sejumlah huta yang tergabung menjadi satu. Dalam
kesatuan ini faktor klen yang sama dapat diabaikan.
E.
Rumah
Rumah adat Batak disebut dengan ruma, atau jabu (Bahasa Toba). Rumah
batak didirikan di atas tiang kayu yang banyak, berdinding miring, beratap ijuk.
Letaknya memanjang kira-kira 10-20 meter dari timur ke barat. Pintunya pada sisi
barat dan timur. Pada bagian puncaknya dipasang tanduk kerbau atau arca muka
manusia. Pada bagian depan ada ornamen geometris dengan warna merah, putih,
kuning, hitam.pada sisi kanan dan kiri kedua mukanya rumah Batak memakai
lukisan kepala orang atau singa. Dindingnya diikat dengan tali ijuk yang disuusn
menyerupai gambar cecak.
Suatu rumah Batak biasanya dihuni oleh beberapa keluarga batih yang
terikat oleh kekerabatan secara patrilineal (keluarga luas patrilineal). Pola
menetap secara virilokal atau patrilokal.
Sumber: http://kaskushootthreads.blogspot.com
45
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
F.
Sistem kekerabatan
Orang Batak memperhitungkan hubungan keturunan secara patrilineal,
suati kelompok dihitung berdasarkan satu ayah, satu kakek, dan satu nenek
moyang atau dalam bahasa Batak disebut dengan sada bapa, sada nini (dalam
bahasa Karo) atau saama, saompu (bahasa Toba).
Kelompok kekerabatan terkecil adalah keluarga batih yang disebut dengan
jabu (bahasa Karo) dan ripe (bahasa Toba). Keluarag sada nini dapat disebut
dengan kelompok kekerabatan klen kecil atau lenege, yaitu termasuk semua kaum
kerabat patrilinel yang masih diingat atau dikenal kekerabatannya. Kelompok
kekerabatan yang besar adalah marga. Berikut nama marga orang Batak.
Daftar Marga Batak Sesuai Dengan Abjad
A Ajartambun, Akarbejadi, Ambarita, Angkat, Aritonang, Aruan
B
Bako, Banjarnahor, Banuarea, Barasa, Bagariang, Bakkara, Bangun, Barus,
Barutu, Batubara, Butarbutar, Bukit, Brahmana, Bancin, Boliala
C Capah, Cibro
D Dalimunthe, Debataraja, Daulay, Doloksaribu, Depari, Damanik
G Ginting, Girsang, Gultom, Gurning, Gurusinga, Gajah
H
Harianja, Harahap, Hasibuan, Hasugian, Hotmatua, Hutabarat, Hutagaol,
Hutahaean, Hutajulu, Hutasoit, Hutapea, Hutasuhut, Hutauruk, Hutagalung
K
Kaban, Kacaribu, Kacinambun, Karokaro, Kasilan, Keloko, Kembaren,
Ketaren, Kudadiri, Karo, Karosekali, Kombara
Limbong, Lingga, Lubis, Lumbanbatu, Lumbangaol, Lumbannahor,
L Lumbanpea, Lumbanraja, Lumbansiantar, Lumban, Lumbantoruan,
Lumbantungkup
M
Malau, Manalu, Manik, Manullang, Manurung, Marbun, Marpaung,
Matondang, Meliala, Munthe, Manihuruk
N
Nababan, Nadapdap, Nadeak, Naibaho, Naiborhu, Nainggolan, Naipospos,
Napitupulu, Nasution, Napitu, Nandebiring
Padang, Pakpahan, Pandia, Pandiangan, Pane, Pangaribuan, Panggabean,
P Panjaitan, Parapat, Pardede, Pardomuan, Pardosi, Pasaribu, Perangin-angin,
Pinem, Pohan, Pulungan, Purba
R
Rambe, Rajagukguk, Rangkuti, Ritonga, Rumahorbo, Rumapea, Rumasingap,
Rumasondi
Sagala, Saing, Samosir, Saragi, Saruksuk, Sarumpaet, Sembiring, Siadari,
S Siagian, Siahaan, Siallagan, Siambaton, Sianipar, Sianturi, Sibabiat,
Sibagariang, Sibangebange, Sibarani, Sibayang, Sibero, Siboro, Siburian,
46
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Sibuea, Sibutarbutar, Sidabalok, Sidabutar, Sidabungke, Sidahapintu,
Sidauruk, Sigalingging, Sihaloho, Sihite, Sihombing, Sihotang, Sijabat,
Silaban, Silaen, Silalahi, Silitonga, SinaBang, Simalango, Simamora,
Simandalahi, Simangunsong, Simanjorang, Simanjuntak, Simanungkalit,
Simaremare, Simargolang, Simarmata, Simatupang, Simbolon, Simorangkir,
Sinabariba, Sinaga, Sinambela, Singarimbun, Sinuhaji, Sinulingga,
Sinukaban, Sinukapar, Sinupayung, Sinurat, Sipahutar, Sipayung, Sirait,
Siregar, Siringo-ringo, Sitanggang, Sitepu, Sitindaon, Sitinjak, Sitohang,
Sitompul, Sitorus, Situmeang, Situmorang, Situngkir, Solia, Solin, Sormin,
Sukatendal, Surbakti, Sinuraya, Silitonga
Tamba, Tambun, Tambunan, Tampubolon, Tanjung, Tarigan, Tarihoran,
T Tinambunan, Tinendung, Tobing, Togatorop, Togar, Torong, Tumangger,
Tumanggor, Turnip, Turutan, Tigalingga
U Ujung
Perkawinan. Perkawinan pada orang Batak tidak hanya mengikat seorang
laki-laki dan perempuan, tetapi juga mengikat dua kerabat, kerabat laki-laki
(sipempokan dalam bahasa Karo, paranak dalam bahasa Toba) dengan kaum
kerabat perempuan (sinereh dalam bahasa Karo dan porboru dalam bahasa Toba).
Perkawinan yang dianggap ideal dala amsyarakat Batak adalah perkawinan antara
orang-orang rimpal (marpariban dalam bahasa Toba) yaitu antara seorang lakilaki dengan anak perempuan saudara laki-laki ibunya (anak dari tulang atau
paman). Orang Batak dilarang kawin semarga (exogami marga).
Orang Batak juga mengenal istilah kawin lari atau mangalua, hal ini
terjadi karena tidak ada persesuaian antara salah satu pihak. Perkawinan terjadi
biasanya diawali dengan upacara manuruk-nuruk untuk minta maaf. Perkawinan
levirat (lakoman, dalam bahasa Karo dan mangabia dalam bahasa Toba) juga
terdapat di dalam kebudayaan Batak. Pola menetap sesudah menikah pada
umumnya adalah virilokal, walaupun ada yang uxorilokal yang disebut dengan
hinela, biasanya disebabkan karena si suami serta kerabatnyamiskin, sehingga
terpaksa tergantung kepada orang tua istrinya, atau karena siistri anak tunggal,
sehingga tidak dilepaskan orangtua.
47
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Perceraian, dalam masyarakat Batak dapat terjadi karena hubungan yang
tidak baik dengan satu atau beberapa kaum kerabat suami. Dalam masyarakat
Karo terdapat dua jenis perceraian yaitu, ngelandih, yaitu si istri pergi dari rumah
atau pergi ke rumah orang tuanya karena terjadi perselisihan dengan suami.
Mulih, yaitu perceraian yang sudah disahkan secara adat.
Dalam kehidupan masyarakat Batak ada suatu hubungan yang mantap
antara kelompok kerabat dari seseorang dengan kelompok kerabat tempat istrinya
berasal dan dengan kelompok kerabat dari suami adik perempuannya. Kelompoka
yang pertama diebut (kalimbubu (Karo); Hula-Hula (Toba); Mora (Angkola dan
mandailing); Todong (Simalungun) atau kelompok pemberi gadis dan kelompok
kedua disebut (anak beru (Karo); boru (Toba, Angkola, Mandailing); anak boru
(Simalungun), atau kelompok penerima gadis. Adapun kelompoknya sendiri
disebut senina (Karo); dongan tobu (Toba); Kahanggi (Angkola, Mandailing),
sanina (Simalungun). Hubungan antara kalimbubu-anak beru-senina, yang
disebut dengan sangkep sitelu (dalihan na tolu dalam bahasa Toba), tampak jelas
dalam upacara-upacara adat seperti perkawinan, kematian dan sebagainya.
Kalimbubu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi terhadap anak beru dan bagi
seorang Batak kaum kerabat istrinya itu merupakan dibata ni idah (dewa-yang
tampak). Sebagai anak beru ia harus berusaha supaya kaum kerabat istrinya itu
diperlakukan secara hormat.
G.
Sistem Kemasyarakatan
Orang Batak mengenal stratifikasi sosial berdasarkan jabatan yaitu;
-
lapisan bangsawan atau keturunan raja dan kepala wilayah disebut biak
raja;
-
lapisan ginemgem (Karo), yaitu orang yang mempunyai keahlian seperti
dukun (rayat), pandai emas, tukang kayu dan sebagainya.
Sistem pelapisan sosial berdasarkan sifat keaslian ada yang disebut dengan
merga taneh yaitu orang keturunan para nenek moyang yang pertama mendirikan
48
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
kuta., dan orang yang datang kemudian. Para Merga Taneh memiliki biasanya
memiliki tanah dan menduduki jabatan pimpinan desa. Dahulu orang Batak juga
mengenal lapisan budak (kawan (Karo); hatoban (Toba), yaitu tawanan perang,
atau orang yang banyak hutang dan tidak mampu membayar. Namun perbudakan
sudah dihapuskan sejak tahun 1860 oleh pemerintah Belanda.
H.
Agama
Agama orang Batak saat ini yaitu Kristen, dan Islam. Walaupun orang
Batak sudah menganut agama Kristen atau Islam akan tetapi konsep asal dari
agama asli orang Batak masih hidup.
Agama asli orang Batak adalah perbegu (atau hasilpelebeguoan),
merupakan agama pemujaan roh kerabat yang telah meninggal. Roh pelindung
adalah roh-roh anggota kaum kerabat patrilineal beserta roh para istri mereka.
Seperti halnya dalam dunia ini, maka di dunia roh seorang istri pun termasuk ke
dalam patrilineal
suaminya (Singarimbun, 1984:164). Menurut Pardede
Hasipelebeguan adalah istilah kolektif yang merangkum keseluruhan praktek dan
sifat agama orang Batak (Purba, 2000: 27). Termasuk dalam hasipelebeguan
adalah kepercayaan pada dewa dan mitologi orang Batak Toba, pada roh nenek
moyang dan kekuatan supranatural yang mendiami tempat-tempat yang sakral.
Sesuatu yang sentral dalam praktek hasipelebeguan adalah tondi yang berarti roh
atau jiwa. Yang dimiliki manusia hidup, manusia yang sudah meninggal, tumbuhtumbuhan dan hewan. Sahala adalah kekuatan tondi , yakni kekuatan untuk
mempunyai banyak keturunan, kekayaan, kharisma, pengetahuan dan lainlain.Orang Batak percaya bahwa orang hidup dan orang mati dapat mengalihkan
sahala mereka pada orang lain. Proses lain dari pengalihan sahala, terlaksana
melalui tarian tortor dengan iringan gondang sabangunan (musik Batak) sambil
mengitari mayat orang yang meninggal pada usia uzur. Praktek seperti itu dikenal
dengan nama mangondasi (Purba, 2000).
49
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
BAHAN AJAR (HAND OUT)
Nama Mata Kuliah
Nomor Kode
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen Mata Kuliah
Minggu ke
: Etnografi Indonesia (3 sks)
: SOA
: Pendidikan Sosiologi Antropologi
: Sosiologi
: Ilmu Sosial
: Drs. Syafwan, M.Si
Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)
:9
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):
Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Mentawai melalui
tulisan etnografi
MATERI
KEBUDAYAAN MENTAWAI
A.
Daerah Kebudayaan
Daerah kebudayaan Mentawai terletak di kepulauan Mentawai Sebelah
Barat Propinsi Sumatera Barat. Ada empat besar pulau yang didiami oleh manusia
yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Kata Mentawai diambil dari
istilah bahasa asli penduduk setempat, yaitu Si Manteu, tetapi ada juga yang
beranggapan berasal dari kata Simatalu yang berarti Yang Maha Tinggi. Simatalu
merupakan nama daerah yang menurut cerita merupakan daerah asal orang
Mentawai. Orang Mentawai selanjutnya tersebar ke pulau-pulau lainnya.
Orang
Mentawai sebelumnya dianggap sebagai masyarakat yang
terbelakang, salah satunya dilatari karena orang Mentawai makan sagu, tidak
berbaju dan lain sebagainya. Pedapat yang etnocentris ini sebenarnya tidak perlu
terjadi apabila kita bisa memahami bahwa pada dasarnya kebudayaan suatu
masyarakat akan selalu berbeda satu dengan lainnya. Laporan penelitian juga
50
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
terkadang memperkuat anggapan orang Mentawai yang bercirikan ‘primitif”.
Sekarang ini di Siberut tidak ada lagi kelompok yang hidup dengan cara terpencil,
walaupun terdapat perbedaan antara kelompok di pedalaman dan kelompok yang
berdiam di pantai (Schefold, 1985:16).
B.
Penduduk
Beberapa orang ahli berpendapat bahwa orang Mentawai termasuk dalam
tipe Melayu Polinesia; sementara menurut Neuman sejak dahulu pulau Sumatera
didiami oleh orang Polinesia, yang kemudian diusir oleh orang Melayu yang
datang kemudian.Akhirnya sisa-sisa orang Melayu ini tidak sempat terusir dan
menetap di kepulauan Mentawai. Rosenberg mempunyai pendapat bahwa orang
Mentawai mempunyai kesamaan ciri denga penduduk Hawaii, Marchesi dan Fiji
yaitu warga sukubangsa yang berasal dari lautan Teduh.(Coronese,1986). Lain
halnya dengan Bikmore, Mess dan Moris yang berpendapat bahwa orang
Mentawai sama dengan orang Melayu, dan dalam diri mereka terdapat ciri-ciri
penduduk Sumatera. Demikian kebudayaan Mentawai adalah kebudayaan asli
penduduk Sumatera. Hal ini juga dikuatkan oleh Oudemans yang mengatakan
bahwa orang Mentawai serumpun dengan orang Batak dan orang Batu kepulauan
Nias (Coronese, 1986).
Sensus penduduk pada tahun 1930 mencatat jumlah penduduk Mentawai
lebih dari 18.000. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2005, jumlah penduduk
Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah 65 Juta Jiwa. Penduduk Mentawai tidak
hanya orang Mentawai asli akan tetapi juga pendatang terutama orang Batak dan
orang Minangkabau serta orang Jawa. Orang Mentawai lebih banyak tinggal di
kampung-kampung di luar kota kecamatan, sedangkan di kota Kecamatan pada
umumnya dihuni oleh pendatang.
Orang Mentawai menyebut para pendatang ini dengan rasareu, yang
berarti orang tepi. Para pendatang pada umumnya bekerja sebagai pedagang dan
ada juga bekerja sebagai pegawai negeri (Rudito dalam Koentjaraningrat, 1993:
56). Orang Mentawai biasanya dapat dikenal dari nama marga yang sering
dituliskan dibelakang namanya.Nama marga atau clan diturunkan secara
51
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
patrileneal. Seperti: Anakalang; Berisigep; Galet; Gougou; Kainde; Kasirebbeb;
Laggaiku; Leleu; Malakopa; Melei; Oinan; Paabanan ; Panandean; Pangetuat;
Pasowbaliok; Purorogat; Sababalat; Sabaggalet; Sabajou; Sabebegen; Sabelau;
Sabola; Sadodolu; Saerejen; Sagalak; Sagoilok; Sagugurat; Saguntung; Sagurug;
Saguruwjuw; Saibuma; Sailokoat; Sakailoat;Sakeletuk; Sakerebau;Sakerengan;
Sakeru;Sakoan;
Sakobou;
Sakoikoi;
Salabok;Salaisek;
Salakkomak;
Sakukuret;
Salamanang;
Salamao;
Sakulok;
Salabi;
Saleilei;
Saleleu;
Saleleubaja; Salimu; Samairapkoat; Samalinggai; Samalobak; Samaloisa;
Samangilailai;
Sambentiro;
Samongilailai;
Sanene;
Sangaimang;
Saogo;
Sapalakka; Sapeai; Sapelege; Sapojai; Sarogdok; Saroro; Sasaleji; Satoinong;
Satoko; Satoleuru; Saumanuk; Saumatgerat; Saurei; Seminora; Sikaraja; Sikatsila;
Sikerey; Silainge; Simakoklo; Simasingin; Sipatiti; Siribaru; Siribere; Siriottoi;
Siriparang; Siriratei; Sirirui; Sirisagu; Sirisokut; Siritoitet; Siritubui; Taileleu;
Talopulei; Tasirileuleu; Tasirleleu; Tatebburuk,Tateuteu,Tatubeket,Tetubekket
C.
Pola Perkampungan
Pada dasarnya kampung orang Mentawai terdiri atas dua bagian, yaitu
kampung asli dengan rumah-rumah yang mengelompok secara tidak teratur; dan
kampung pemukiman Departemen Sosial dengan rumah yang berbaris rapi saling
berhadapan sepanjang jalan desa. Dahulu desa-desa disebut dengan laggai, tetapi
sekarang lebih lazim disebut dengan kampung. Nama desa adalah hampir
semuanya nama dari sungai yang merupakan tempat lokasinya. Desa Simatalu di
Siberut misalnya terletak di hilir sungai Simatalu.
Rumah-rumah orang Mentawai berbentuk panggung dan seluruhnya
terbuat dari kayu yang berasal dari hutan. Di dalam kampung asli terdapat tiga
macam rumah yaitu, uma, lalep dan rusuk. Uma adalah rumah induk yang
dipergunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka, untuk melakukan upacara,
dan untuk menyimpan tengkorak buruan. Uma tersebut disekat-sekat menjadi
kamar-kamar yang ditempati oleh orang yang sudah menikah,yang disebut lalep.
Rumah lalep juga dapat diartikan rumah baru yang dibaut dekat dengan rumah
induk oleh karena ruangan sudah penuh. Rumah rusuk, pemondokan khusus untuk
52
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
tempat menginap para pemuda dan para janda yang diusir dari kampung. Rumah
rusuk disebut juga sapou (Rudito dalam Koentjaraningrat, 1993).
D.
Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan orang Mentawai mengikuti garis keturunan laki-laki
(patrilineal), dengan pola menetap virilokal di uma kaum kerabat laki-laki.
Perkawinan dalam hukum adat Mentawai exogami clen. Satu klan umunya terdiri
dari satu keluarga inti senior dengan keluarga inti dari anak laki-laki. Mereka
tinggal bersama dengan satu rumah besar (uma), tetapi yang terpecah ke dalam
keluarga-keluarga inti yang masing-masing tinggal dalam satu rumah khusus,
tetapi berdekatan satu dengan yang lain dalam suatu kompleks. Setiap orang yang
tinggal dalam satu uma disebut siriuma atau sipauma.
Semua individu dalam satu uma terikat pada aturan dan adat-istiadat yang
diwarisi turun-temurun untuk mengatur perilaku dalam berinteraksi dan
berkomunikasi dengan sesama sipauma umumnya dilakuakan dalam aktivitas
berkumpul yang dilakukan secara berulang-ulang di uma melalui pesta adat yang
disebut dengan punen atau lia. Seluruh kaum kerabat berkumpul dan terlibat
dalam pesta adat atau punen seperti upacara perkawinan, kelahiran, pengobatan
dan kematian. Setiap aktivitas berkumpul melalui punen dipimpin oleh tetua adat
dalam uma yang disebut dengan sikebbukat uma. Sikebbukat uma selain
mengorganisisr aktivitas berkumpul dalam uma, juga mengorganisir sistem hak
dan kewajiban sipauma terhadap sejumlah harta produktif, harta komsumtif dan
harta pusaka dari nenek moyang mereka.
Keluarga inti merupakan bentuk lembaga terkecil dalam kebudayaan
Mentawai. Seorang ayah disebut Mae dan ibu disebut Baboi. Anak laki-laki yang
belum menikah biasanya dipanggil ale oleh kerabat ayahnya. Sedangkan kerabat
ibu biasanya dipanggil dengan sebutan Maite. Anak perempuan dipanggil dengan
sebutan Motto bagi kerabat ayah, sedangkan bagi kerabat ibu memanggil dengan
sebutan Elei. Bagi saudara sekandung atau sepupu baik laki-laki atau perempuan
yang usianya lebih muda memakai istilah Kebbuk (kakak) kepada saudara yang
53
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
usianya lebih tua. Pada saudara yang usianya lebih muda dipanggil dengan
sebutan Bagi (adik).
Orang tua laki-laki dan perempuan dari ayah maupun ibu dipanggil dengan
sebutan teteu, yang artinya kakek atau nenek. Sedangkan saudara laki-laki dari
ayah baik yang lebih tua maupun yang lebih muda dipanggil dengan sebutan
bajak (Hernawati, 2007:53)
Perkawinan. Perkawinan yang dianggap ideal dalam kebudayaan
Mentawai adalah perkawinan exogami uma, yaitu di luar uma atau suku dan tidak
memiliki pertalian darah. Perkawinan yang dilarang yaitu pantang kawin dengan
sesama suku atau uma. Proses upacara perkawinan diawali dengan melamar, ibu
dari pihak laki-laki membawa sejumlah barang seperti kain panjang dan manikmanik untuk melamar seorang gadis. Jika pelamaran disetujui oleh pihak keluarga
perempuan barang-barang tadi menjadi pengikat yang disebut dengan alaket.
Pembicaraan mengenai mas kawin atau alattoga, dibicarakan selanjutnya
untuk melanjutkan hubungan lebih lanjut. Pihak laki-laki selanjutnya datang
menjempuat gadis dengan membawa barang sebagai tanda mata yang disebut
dengan katusuru, seperti kuali dan beberapa ekor ayam. Mereka juga
menghadiahkan beberapa pohon durian dan kelapa (hanya menunjukkan letak
tumbuhnya). Acara ini disebut dengan pasoga. Alattoga atau mas kawin bagi si
gadis biasanya adalah sesekor babi betina, sesekor babi jantan, kolam ikan,
sangamata sagu, sangamata mone, sebuah kuali no 30, sebuah kuali no 20, satu
pohon kelapa, tombak untuk berburu, dan sebuah kampak. Benda-bena ini
memiliki prestise yang tinggi dalam kehidupan sosial masyarakat Mentawai.
Harta Waris, Jika orang tua meninggal maka harta akan diturunkan kepada
anak laki-laki yang berasal dari garis keturunan patrilineal. Namun orang tua yang
dimaksud dalam sistem ini bukan hanya orang tua kandung.. Saudara laki-laki
kandung dari ayah (bajak), juga merupakan orang tua dari ahli waris. Sehingga
meskipun orang tua kandung dari si ahli waris sudah meninggal, selama masih
ada saudara laki-laki ayah yang masih hidup maka sementara paman ini lah yang
berhak atas harta peninggalan orang tua mereka. Hak paman hanya untuk merawat
, mengelola dan memanfaatkan sementara (Hernawati, 2007:61)
54
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
E.
Sistem Kemasyarakatan
Orang yang paling tinggi kedudukannya dalam masyarakat adalah keturan
dari orang yang pertama kali membuka lokasi kampung yang disebut dengan
sibakkat laggai, Orang yang datang kemudian disebut dengan sitoi. Rimata dari
orang yang datang pertama kali biasanya menjadi pemimpin adat.
F.
Agama
Mayoritas orang Mantawai memeluk agama Katolik dan sebagian
beragama Protestan, Islam dan Bahai. Namun sebagian besar orang Mentawai
tetap memegang teguh religi yang asli yaitu arat sabulungan. Arat berarti “adat”
dan bulungan berasala dari kata bulu (sama dengan daun).
Menurut keyakinan orang Mentawai semua yang ada di alam memiliki
jiwa, seperti manusia, hewan , tumbuhan, batu, air terjun, pelanggi, udara dan
hutan belantara. Dalam arat sabulungan, ada waktu-waktu yang dianggap suci
yaitu masa lia dan punen. Lia adalah penghentian aktivitas dalam rangka keluarga
inti biasanya menyangkut masa-masa penting dalam hidup seperti perkawinana.
Punen adalah menghentikan aktivitas sementara menyangkut masa sebelum atau
sesudah membangun uma, Malahan jika ada yang meninggal pada masa lia
ataupun punen, jenazah yang mati juga tidak boleh diurus. Punen yang
berlangsung lama adalah pengukuhan rimata dan sikerei yaitu pemimpin dan
dukun. Upacara bisa berlangsung satu bulan. Dalam masa lia dan punen terdapat
pantangan atau keikei , dan pelanggaran akan dihukum dengan hukuman gaib.
Hukuman gaib itu boleh dihilangkan dengan membayar tulou (denda).
55
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
BAHAN AJAR (HAND OUT)
Nama Mata Kuliah
Nomor Kode
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen Mata Kuliah
Minggu ke
: Etnografi Indonesia (3 sks)
: SOA
: Pendidikan Sosiologi Antropologi
: Sosiologi
: Ilmu Sosial
: Drs. Syafwan, M.Si
Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)
: 10
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):
Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Nias melalui tulisan
etnografi
MATERI
KEBUDAYAAN NIAS
A.
Daerah Kebudayaan
Kebudayaan Nias berasal dari sebuah pulau yang disebut dengan Pulau
Nias, yang terletak di sebelah barat Sumatera Utara. Pulau-pulau yang ada di
Nias, pulau Hinako, Lafao, pulau Batu dan lain-lain.
B.
Penduduk
Asal dari orang Nias atau Ono Niha yang secara lahiriah mempunyai
warna kulit yang lebih kuning dari orang Indonesia lainnya. Jumlah penduduk
Nias pada tahun 1914 adalah 135 Ribu Jiwa. Pada Tahun 2010 jumlah penduudk
Nias adalah 756 ribu Jiwa. Sudah berkermbang menjadi 6 kali lipat.
Bahasa Nias termasuk ke dalam rumpun bahasa Malayu Polinesia. Bahasa
Nias mempunyai dua logat yaitu logat Nias Utara dan Logat Nias Selatan.
56
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
C.
Pola Menetap
Perkampungan tempat orang Nias menetap disebut dengan Banua. Satu
banua terdiri dari beberapa kampung dan terdiri atas dua puluh sampai dua ratus
rumah yang masing-masing didiami oleh satu keluarga luas virilokal, terdiri dari
satu keluarga batih senior ditambah dengan kelurga-keluarga inti dari amak lakilakinya.
Bentuk denah desa di Nias, terutama bagian tengah dan selatan bentuknya
seperti U, dengan rumah tuhenori (kepala negeri) atau salawa (kepala desa)
sebagai pusat diujung, menghadapi suatu lapangan yang dilandasi dengan batubatu pipih. Di kedua sisi dari lapangan ada dua deret rumah-rumah penduduk. Di
Nias bagian Utara, Timur dan Barat bentuk denah desa berbentuk paralel.
D.
Bentuk Rumah
Bentuk rumah (omo) di Nias ada dua macam, pertama rumah adat (omo
hada) dan rumah biasa (omo pasisir). Bentuk yang pertama bentuk asli dari rumah
orang Nias, biasanya didiami oleh para tuhenori, salawa dan para bangsawan.
Sedangkan bentuk rumah biasa adalah rumah yang dihuni oleh biasa. Di muka
rumah adat pada umumnya terdapat bangunan Megalithik seperti tugu batu
(menhir), yang disebut dengan saita gari (Nias Selatan), atau behu (Nias
Tenggara), gowe zalava (Nias Utara, Timur dan Barat). Tugu batu tersebut
berbentuk seorang laki-laki dengan alat kelamin yang sangat besar. Selain itu
didepan rumah ada tempat duduk dari batu yang disebut dengan daro-daro atau
harefa. Di Lapangan desa di Teluk Dalam Nias Selatan terdapat batu untuk
latihan lompat tinggi (zawo-zawo). Kampung juga memiliki halama atau ladang.
57
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Sumber: http//raftorigin.wordpress.com
E.
Sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan orang Nias adalah keluarga luas virilokal yakni
sangambato sebua, yang terdiri dari keluarga batih senior ditambah lagi dengan
keluarga batih putra-putra yang tinggal serumah, sehingga berupa suatu rumah
tangga, dan suatu kesatuan ekonomi. Keluarga batih disebut dengan sangambato.
Gabungan dari sangambato zebua dari satu leluhur disebut dengan mado.
Mado dapat disamakan dengan marga di Batak atau clan. Sistem perkawinan di
Nias yaitu exogami mado. Persyaratan untuk menikah adalah dengan
menyediakan bowo atau mas kawin, berupa babi 100 ekor, pada masa dahulu
orang yang tidak bisa melunasi mas kawin dapat mengabdi dahulu kepada mertua
(bride service).
Suatu inisiasi asli yang sampai sekarang masih dipraktekkan oleh orang
Nias adalah pengkhitanan pada anak laki-laki pada usia enam tahun. Pernah ada
usaha untuk melarang khitan dari pihak zending tapi mendapat perlawanan dari
orang Nias.
Nama-nama mado atau marga di Nias yaitu Amazihönö. Amuata, Baeha,
Baene, Bate'e, Bawamenewi, Bawaniwa'ö, Bawö, Bali, Bohalima, Bu'ulölö,
58
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Buaya, Bunawölö, Bulu'aro, Bago, Bawa'ulu, Bidaya, Bazikho, Baewa, Dachi,
Daeli, Daya, Dohare, Dohöna, Duha, Duho, Dohude, Dawölö, Fau, Farasi,
Finowa'a, Fakho, Fa'ana,Famaugu, Gaho, Garamba, Gea, Ge'e, Giawa, Gowasa,
Gulö, Ganumba, Gaurifa, Gohae, Gori, Gari, Gaidö, Halawa, Hala Wawa, Harefa,
Haria, Harita, Hia, Hondrö, Hulu, Humendru, Hura, Hoya, Harimao,Halu, Lafau,
Lahagu, Lahömi, La'ia, Luaha, Laoli, Laowö, Larosa, Lase, Lawölö, Lo'i, Lömbu,
Lamölö, Lature, Luahambowo, Lazira, Lawelu, Laweni, Lasara, Laeru, Löndu
go'o, Lugu, Maduwu, Manaö, Maru'ao, Maruhawa, Marulafau, Mendröfa,
Maruabaya, Möhö, Marunduri, Mölö, Nazara, Ndraha, Ndruru, Nehe, Nakhe,
Nadoya, Sadawa, Sa'oiagö, Sarumaha, Saro, Sihönö, Sihura, Sisökhi, Saota,
Taföna'ö, Telaumbanua, Talunohi, Tajira, Wau, Wakho, Waoma, Waruwu,
Wehalö, Warasi, Warae, Wohe, Zagötö, Zai, Zalukhu, Zamasi, Zamago, Zamili,
Zandroto, Zebua, Zega, Zendratö, Zidomi, Ziliwu, Ziraluo, Zörömi, Zalögö,
Zamago zamauze. (http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_marga_Nias).
F.
Sistem Kemasyarakatan
Masyarakat Nias mengenal sistem pelapisan masyarakat yaitu:
i.
Siulu (bangsawan)
1. Balo ziulu (yang memerintah)
2. Siulu (bangsawan kebanyakan)
ii.
Ere (pemuka agama pelebegu)
iii.
Ono mbanua (rakyat biasa)
1. Siila (cerdik pandai dan pemuka rakyat)
2. Sato (rakyat kebanyakan)
iv.
Sawuyu (budak)
1. Binu (orang yang kalah perang) yang paling buruk, karena
masa dahulu mereka ini dikorbankan pada upacara yang
memerlukan korban manusia.
2. Sondrara hare (orang tdk bisa bayar hutang)
3. Holito (orang yang sudah ditebus orang setelah dijatuhi
hukuman mati)
59
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Mereka yang menjadi pemimpin atau tuhenori adalah orang-orang dari
lapisan siulu.
G.
Agama
Sebagian besar orang Nias beragama Kristen Protestan. Agama asli orang
Nias yaitu pelebegu, yang beraripenyembuh roh. Nama yang diberikan oleh
penganutnya adalah molohe adu (penyembah adu). Sifat agama ini adalah
penyembahan ruh leluhur, untuk keperluan ini mereka membuat patung-patung
kayu yang disebut dengan adu.
Menurut kepercayaan umat pelebegu, tiap orang mempunyai dua macam
tubuh, yaitu tubuh kasar yang disebut dengan boto dan tubuh halus yang terdiri
dari dua macam yaitu noso (nafas) dan lumolumo (bayangan). Jika orang mati
tubunya kembali kepada menjadi debu, nosonya atau nafasnya kembali kepada
Lowalangi (Allah). Sedangkan bayangannya berubah menjadi bekhu (ruh).
Selama belum dilakukan upacara kematian bekhu akan tetap berada disekitar
pemakamannya. Karena menurut kepercayaa, untuk pergi ke Teteholi Ana’a
(dunia ruh), seorang harus menyeberangi suatu jembatan dahulu yang dijaga ketat
oleh deorang dewa penjaga dengan kucingnya (mao). Orang yang berdosa dan
belum diupacarakan akan didorong masuk ke dalam neraka yang berada di bawah
jembatan.
Mitologi orang Nias terdapat dalam syair yang ditembangkan yang disebut
dengan hoho.Hoho sampai sekarang masih dinyanyikan orang dalam pesta adat.
60
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
BAHAN AJAR (HAND OUT)
Nama Mata Kuliah
Nomor Kode
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen Mata Kuliah
Minggu ke
: Etnografi Indonesia (3 sks)
: SOA
: Pendidikan Sosiologi Antropologi
: Sosiologi
: Ilmu Sosial
: Drs. Syafwan, M.Si
Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)
: 11
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):
Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Bugis melalui tulisan
etnografi
MATERI
KEBUDAYAAN BUGIS-MAKASSAR
A.
Daerah Kebudayaan
Kebudayaan Bugis merupakan kebudayaan yang mendiami bagian selatan
dari pulau Sulawesi. Berjumlah kira-kira 3,5 juta orang, mendiami Kabupaten
Bulukumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Wajo, Sis, Rap, Pinrang, Polewali, Mamasa,
Enrekang, Luwu’, Pare-pare, Barru, Pangkajene, dan Maros (Mattulada, 1991:
29). Orang Bugis termasuk ke dalam ras Deutro Melayu.
Dalam naskah tua I La Galigo diceritakan bahwa orang Bugis suka
mengembara dan berperang dipengembaraannya. Atas dasar keberanian nenek
moyangnya, jal membuat orang Bugis menjadi bangga. Namun dalam pandangan
orang luar berbeda, orang Bugis dikatakan sebagai ‘orang liar’, pengamuk, bengis,
kasar, dan keras kepala yang ada kalanya sukar dimengerti.( Tang,1997).
61
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
B.
Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan dalam kalangan orang Bugis-Makassar dapat dianggap
sampai sekarang satu sistem yang masih dipertahankan. Sistem ini disebut Ade’
asse-ajingeng (Bugis) atau Ade’ passibijaeng (Makassar). Sistem ini menyatakan
peranannya dalam hal pencarian jodoh atau perkawinan untuk membentuk
keluarga baru. Hal ini penting karena dalam hubungan sistem inilah banyak
timbul kejadian-kejadian seperti pembunuhan yang menyangkut tentang siri
(Mattulada, 1991: 29).
Menurut Friedericy bahwa masyarakat Bugis-Makassar terdiri atas dua
golongan yang bersifat exogami, pertalian kekerabatan dihitung menurut prinsip
keturunan matrilineal, tetapi perkawinan bersifat patrilokal, dan bahwa kedua
golongan yang berhubungan didasari pada anggapan yang satu lebih tinggi (asal
langit) daripada yang lain (asal dunia bawah) maka dalam kenyataan pernyataan
itu kelihatan tidak terjadi lagi semenjak periode To-manurung (Abad XIII).
Mungkin pernyataan ini cocok bilamana latar-belakangnya dicari pada mitologi
Galigo. Desangkan menurut Mattulada sistem kekerabatan orang Bugis-Makassar
yaitu bilateral atau bilineal. Karena adat dalam pencarian jodoh umumnya orang
Bugis mencari pasangan dari keluarga dekat baik dari pihak ayah maupun dari
pihak ibu. Selanjutnya juga diperhitungkan strata dari kedua orangtua tersebut,
juga harus diperhitungkan menurut Ade’ Akkalabinengeng dari keluarga kedua
orang tua (Mattulada, 1991: 30).
Dalam hal mencari jodoh dalam keluarga terdapat tiga jenis perkawinan
yang dianggap ideal:
1. Assialang Marola (Bg) = passialleang Baji’na (Mk), yaitu perkawinan
antara sepupu derajat ke satu baik paralel maupun cros cousin
2. Assialnna Memeng (Bg) = Passial leanna Memang (Mk), yaitu
perkawinan antara sepupu derajat kedua, dari kedua belah pihak
3. Ripaddeppe’ Mabelae (Bg) = Nopakambani Bellaya (Mk), yaitu
perkawinan antara sepupu derajat ketiga dari kedua belah pihak.
62
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Perkawinan yang dianggap sumbang yaitu perkawinan antara anak dengan
ayah/ibu; perkawinan saudara kandung ( seayah atau seibu); perkawinan menantu
dengan mertua; perkawinan pama/bibi dengan kemenakan; dan perkawinan nenek
dengan cucu. Masyarakat Bugis-Makassar juga mengenal sistem kawin lari
(malarriang (Bg) atau Allariang (Mk), perkawinan ini bisa terjadi karena
penolakan pinangan oleh keluarga pihak wanita sedangkan keduanya sudah saling
cinta. Lawin lari juga bisa terjadi karena mas kawin yang tinggi, melainkan oleh
belanja perkawinan yang tinggi. Perkawinan lari ini, menimbulkan peristiwa siri’.
Semua anggota kerabat keluarga pihak wanita yang dibawa lari bersama laki-laki
itu, menjadi To-marisi’. To-marisi terutama ialah keluarga wanita yang terdekat,
yaitu ayah, paman-paman, saudara-saudara dan sepupu-sepupu. Sebagai To-marisi
mereka merasa berkewajiban untuk membunuh lelaki yang melarikan itu, bila
bertemu di tempat umum. To maririsi tidak boleh melakukan pembunuhan atas
lelaki yang membawa lari itu, bilamana lelaki itu melakukan pekerjaan di sawah
atau telah menyerahkan diri dibawah perlindungan seseorang yang terpandang di
dalam negeri.
Hubungan baik antara keluarga laki-laki yang melarikan gadis dengan
pihak keluarga gadis akan dialkukan dengan cara tertentu yang disebut dengan
maddeceng (Bg) atau abaji (Mk), artinya berbaik kembali.
Satu jenis perkawinan yang bisa juga terjadi secara adat yaitu disebut
erangkale artinya pihak wanita akhirnya mengambil inisiatif. Wanita dengan
membawa songkok atau keris lelaki yang pernah menggaulinya ke rumah
penghulu, untuk meminta dinikahi oleh lelaki yang disebutkan. Erangkale dapat
terjadi jika: perempuan merasa dirinya terdesak oleh keadaan, misalnya si lelaki
tidak bertanggung jawab; perempuan merasa dirinya dihinakan oleh seorang
lelaki; dan takut diketahui oleh keluarganya. Cara penyelesaiannya, bila lelaki
yang ditunjuknya merasa bertanggung jawab, dia nikahi perempuan itu.
63
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Mas kawin biasanya bertingkat-tingkat sesuai dengan derajat dari si
perempuan dan dihitung dalam nilai real.mas kawin dapat berupa sawah, kebun
dan keris pusaka.
Sistem Istilah kekerabatan orang Bugis-Makassar
Bugis
C.
Makassar
Indonesia
Kajao
Boe’
Nene’
Neneltoa
Amang/Ambe’
Amang/Mange
Orang
tua
saudara-saudara
kakek
Orang
tua
saudara-saudara
orang tua
Ayah
Inang/Indo’
Amma’/Anrong
Ibu
Amaure
Purina bura’ne
Inaure
Purin’na bura’ne
Matua
Matoang
Saudara
laki-laki
dan sepupu laki-laki
sederajat ke 3 dari
orang tua
Saudara perempuan
dan
sepupu
perempuan sederajat
ke 3 dari orang tua
Mertua
La’lakkai
Nakke Bura’ne
Suami
La’baine
Nakke Baine
istri
Ana’ Oroane
Ana’ Bura’ne
Anak laki-laki
Ana’ Oroane
Ana’ Baine
Anak perempuan
dan
dari
dan
dari
Sistem Kemasyarakatan
Pelapisan sosial orang Bugis Makassar berdasarkan La Galigo yang
direkonstruksi oleh H.J. Friesericy terdiri atas tiga lapisan yaitu:
(1) Anakarung, kaum kerabat raja-raja
(2) To-maradeka, lapisan orang merdeka atau rakyat Sulawesi.
64
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
(3) Ata, golongan budak, orang yang ditangkap dan kalah perang, tidak
dapat bayar hutang atau melanggar pantangan. Lapisan terakhir ini
pada abad 20 dapat dikatakan sudah hilang (Mattulada, 1995:276).
Golongan bangsawan biasanya mudah diketahui jika didepan nama diberi
nama andi, sebutan andi pertama kali digunakan oleh Raja Bone kepada semua
anggota lapisannya. Contohnya Andi Mungkace, Andi Meriam Mattalata. Andi
malarangegng.
D.
Adat Istiadat
Adat istiadat orang Bugis Makassar disebut dengan panngaderreng (Bg
atau panngadakkang (Mk) yang dapat diartikan keseluruhan norma yang meliputi
bagaimana seseorang harus bertingkah laku terhadap sesama manusia. Adat ini
menjadi identitas orang Bugis, memberi martabat dan rasa harga diri yang
semuanya terkandung dalam konsep siri. Sistem adat orang Bugis terdiri atas lima
hal:
(1) Ade’
Terbagi atas ade’ akkalabinengeng, norma mengenai perkawinan serta
hubungan kekerabatan serta sopan –santun hubungan antara kaum
kerabat. Ade’ tana, norma mengenai bernegara dan memerintah
negara seta etika insan politik.
(2) Bicara
Segala aturan yang berkaitan dengan hukum acara, menentukan
prosedurnya, serta hak dan kewajiban seseorang yang mengajukan
kasus di muka pengadilan.
(3) Rapang
Berati perumpamaan, kias, atau analogi. Menjaga atas kepastian
hukum tak tertulis dari masa lampau sampai sekarang.
(4) Wari’
Bagian dari adat yang melakukan klasifikasi atas segala benda,
peristiwa dan aktivitasnya dalam kehidupan masyarakat menurut
kategori-kategorinya.
65
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
(5) Sara’
Unsur adat yang mengandung hukum Islam dan melengkapi keempat
unsurnya menjadi lima.
E.
Agama
Agama orang Bugis Makassar masa pra Islam disebut dengan Sure Galigo,
sebenarnya telah mengandung kepercayaan kepada satu dewa yang tunggal, yang
disebut dengan beberapa nama seperti; Patoto’E (dia yang menentukan nasib);
To-palanroE (Dia yang menciptakan); Dewata seuaE (dewa yang tunggal);
TuriE’A ‘na (kehendak yang tertinggi); Puang Matua (Tuhan yang tertinggi).
Waktu agama Islam masuk ke Bugis Makassar pada abad ke 17, maka
ajaran keesaan dapat mudah diterima, selain itu juga karena adanya kontak dengan
Melayu Islam.
F.
Siri’
B.F. Matthes menerjemahkan siri dengan malu, walaupun diakui olehnya
bahwa ketika diterjemahkan ke bahasa Indonesia tidak mewakili makna
sebenarnya. C.H. Salambasjah memberikan arti kata siri atas tiga golongan yaitu:
a. Siri sama artinya dengan malu.
b. Siri merupakan daya pendorong untuk melenyapkan (membunuh),
mengusir dan sebagainya, terhadap orang yang telah menyinggung
perasaan, hal ini merupakan kewajiban adat, kewajiban yang punya sanksi
adat jika tidak dilaksanakan.
c. Siri sebagai daya pendorong, untuk berusaha sekuat tenaga
Berbagai ungkapan kesusastraan mengenai siri misalnya: ‘hanya dengan
siri lah kita hidup di dunia, dalam hal ini dapat dimaknai bahwa siri
sebagai pemberi identitas kepada seseorang. Contoh lain yaitu “mati dalam
siri” artinyamati menegakkan martabat diri, yang dianggap sebagai suatu
hal yang terpuji dan terhormat.
66
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
BAHAN AJAR (HAND OUT)
Nama Mata Kuliah
Nomor Kode
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen Mata Kuliah
Minggu ke
: Etnografi Indonesia (3 sks)
: SOA
: Pendidikan Sosiologi Antropologi
: Sosiologi
: Ilmu Sosial
: Drs. Syafwan, M.Si
Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)
: 12
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):
Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Bali melalui tulisan
etnografi
MATERI
KEBUDAYAAN BALI
A.
Daerah Kebudayaan
Bali merupakan salah satu gugusan pulau yang ada di Indonesia. Bali
sangat terkenal dengan kekhasnya kebudayaannya, malahan karena sangat
terkenalnya, Bali lebih terkenal daripada Indonesia. Terkenalnya Bali karena Bali
menjadi ‘sorga pariwisata’ bagi wisatawan asing. Kekahasan kebudayaan Bali
sering dikaitkan dengan aktivitas keagamaan Hindu yang terintegrasi dalam
kehidupan orang Bali secara keseluruhan.
Orang Bali dapat dibagi atas dua yaitu: Bali Aga dan Bali Majapahit. Bali
Aga pada umumnya mendiami desa-desa di daerah pegunungan. Orang Bali
Majopahit pada umumnya berdiam didaerah dataran merupakan bagian yang
besar dari penduduk Bali. Daerah pegunungan memiliki arti penting bagi orang
Bali, di daerah pegunungan terletak kuil-kuil (pura) yang dianggap suci. Seperti
pura Besakih yang terdapat di Gunung Agung.
67
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
B.
Bentuk Desa
Menurut Clifford Geertz, di Bali tidak ada kesatuan sosial yang dapat
dicakup oleh istilah desa, kalau orang memandang dari jaringan-jaringan
hubungan sosial yang nyata, dan tidak hanya menggunakan sebuah konsep yang
abstrak yang hidup dalam bayangan umum. Seperti yang dideskripsikan oleh
Geertz dengan daerah Tihingan, Tihingan mempunyai bangunan pura, yang
khusus dan juga sebuah bangunan tempat memuja mereka yang telah meninggal
(Pura Puseh, Pura dalem) yang dimilikinya bersamaan dengan desa dibawahya.
Tihingan adalah tempat kedudukan dari seorang pejabat yang oleh pemerintah
disebut “kepala desa” tetapi wilayah kekuasaan si kepala desa meliputi juga tiga
perkampungan lain. . (Geertz, 1984: 246).
Desa di bali adalah merupakan kesatuan tempat, dan kesatuan keagamaan.
Konsep arah amat penting dalam agama Bali. Hal-hal yang keramat diletakkan
pada arah gunung (kaja) dan hal-hal yang biasa (profan) diletakkan pada arah laut
(Kelod). Klasifikasi yang dualistis ini juga tercermin dalam letak susunan rumah
dan bangunan desa.seperti pura desa arah ke Gunung, sedangkan pura dalem
(yang berhubungan dengan kuburan) ditempatkan ke arah laut (Bagus dalam
Koentjaraningrat, 1995: 290).
Sistem pemerintahan tradisional orang Bali adalah apa yang disebut
dengan Banjar. Banjar merupakan satu kesatuan berdasarkan adat, banjar
berpusat pada suatu balai pertemuan bernama bale banjar, tempat semua laki-laki
yang berkedudukan kepala rumah tangga mengadakan pertemuan setiap satu
bulan sekali. Semua kepala keluarga diharuskan datang rapat dengan ancaman
denda, dan semua hal dicapai melalui rapat, berdasarkan musyawarah.Banjar
diketui oleh klian banjar. Mereka berjumlah lima orang, dan dipilih atas
persetujuan bersama untuk waktu lima tahun. Sesudahnya mereka tidak boleh
dipili kembali. Pembatasa dari kekuasaan dari rapat-rapat banjar ditentukan dalam
suatu peraturan tertulis (awig-awig banjar) yang sejak zaman lampau digoreskan
dalam daun-daun lontar. Sebagai suatu pranata sosial, banjar atau pemerintahan
banjar adalah suatu kesatuan hukum adat diantara banyak yang lain di desa.
68
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Kekuasaan klian banjar meliputi lapangan upacar, pekerjaan, dan keamanan.
Tanah banjar juga dimiliki oleh banjar sebagai kesatuan. Semua hal penting dan
berkaitan dengan upacara, perkawinan, perceraian, warisan, diberi sifat resmi
dengan diumumkan pada rapat kepala rumah tangga dan masih banyak lagi
(Geertz, 1984: 249-153)
C.
Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan orang Bali bersifat patrilineal dan adat menetap
sesudah menikah adalah patrilokal di komplek perumahan (uma) dari orang tua sis
suami. Sistem istilah kekerabatan menunjukkan istilah yang secara rapi mencakup
kaum kerabat menurut angkatan-angkatan, dan tempat tinggal didiami kadangkadang oleh keluarga-keluarga luas yang patrilokal, atau oleh keluarga batih
dengan kaum kerabat yang menumpang. Disamping kesatuan-kesatuan rumah
tangga, ada pula kelompok kekerabatan besar yang bersifat patrilineal dan disebut
dadia. Orang Bali juga mengenal sistem kasta (wangsa).
Sistem perkawinan pada masyarakat Bali yaitu endogami klen atau dengan
orang-orang yang dianggap sederajat. Perkawinan ideal bagi masyarakat Bali
secara tradisional yaitu perkawinan antara anak-anak dari dua orang saudara lakilaki (paralel causin). Orang-orang seklen (tunggal kawitan, tunggal dadia,
tunggal sanggah), adalah orang-orang yang setingkat kedudukannya dalam adat
dan agama, dan kasta, terutama bagi anak perempuan jangan sampai menikah
dengan laki-laki dari kasta yang rendah, karena akan membawa malu keluarganya.
Pada masa lalu perkawinan yang seperti ini diberikan sansi kepada perempuan
dikeluarkan dari dadianya,dan dikeluarkan dari kampuan. Nejak tahun 1950-an
hal ini sudah mengalami perubahan. Cara memperoleh seorang istri dalam
kebudayaan Bali dapat melalui dua cara, pertama yaitu peminangan (memadik
ngidih) dan kedua melarikan seorang gadis (mrangkat, mgrorod).
D.
Sistem Kemasyarakatan
Stratifikasi sosial pada masyarakatBali ditentukan oleh kasta (wangsa) dan
dipengaruhi oleh agama Hindu. Kasta yang ada di Bali yaitu Brahmana, Satria,
69
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Wesia, dan Sudra. Tiga lapisan yang pertama disebut dengan Triwangsa
sedangkan lapisan keempat disebut dengan Jaba. Gelar bagi warga Brahmana
yaitu Ida Bagus untuk laki-laki dan Ida Ayu untuk perempuan. Gelar bagi Satria
yaitu Cakorda, dan gelar bagi warga wesia yaitu Gusti. Pada zaman modren ini
telah banyak perubahan pada masyarakat Bali berkaitan dengan hubungan antara
wangsa.
70
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
BAHAN AJAR (HAND OUT)
Nama Mata Kuliah
Nomor Kode
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen Mata Kuliah
Minggu ke
: Etnografi Indonesia (3 sks)
: SOA
: Pendidikan Sosiologi Antropologi
: Sosiologi
: Ilmu Sosial
: Drs. Syafwan, M.Si
Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)
: 13
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):
Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Sunda melalui tulisan
etnografi
MATERI
KEBUDAYAAN SUNDA
A.
Daerah Kebudayaan
Daerah kebudayaan Sunda yaitu bertempat di daerah Jawa Barat , daerah
yang sering juga disebut dengan Tanah Pasundan atau Tatar Sunda.
B.
Bentuk Desa
Desa pada masyarakat Sunda merupakan kesatuan administratif. Sebuah
desa dikepalai oleh seorang kuwu yang dipilih oleh rakyatnya. Seorang kuwu
dibantu oleh seorang juru tulis, tiga orang kokolot, seorang kulisi, seorang ulu-ulu
dan seorang amil dan tiga orang pembina desa. Kuwu bertugas untuk mengurus
rumah tangga desa, mengadakan musyawarah dengan warga desa mengenai halhal yang menyangkut kepentingan warga desa. Kokolot bertugas menyampaikan
perintah dan pemberitahuan dari pihak pamong desa kepada warga desa, yang
71
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
bertempat di rukun kampung yang dipimpinnya, dan sebaliknya, kokolot juga
menyampaikan laporan dan pengaduan dari pihak penduduj kepada pamong desa.
Juru tulis bertugas mengurus administrasi desa, arsip, daftar hak milik rakyat,
pajak dan sebagainya. Ulu-ulu mempunyai tugas mengurus pembagian air dan
memelihara
selokan-selokan.
Amil
berkewajiban
mengururs
pendaftaran
kelahiran, kematian, nikah, talak, rujuk, mengucapkan doa selamatan, mengurus
mesjid dan langgar, serta memelihara kuburan. Kulisi bertugas memelihara
keamanan, mengurus pelanggaran dan membantu pembina wilayah dan kepala
desa dalam hal keamanan.
C.
Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan orang Sunda dipengaruhi oleh adat dan agama Islam.
Bentuk keluarga yang terpenting adalah keluarga batih, terdiri atas ayah, ibu dan
anak-anak yang belum kawin. Adat sesudah menikah adalah neolokal. Di dalam
rumah tangga sering juga terdapat anggota keluarga lain seperti ibu mertua, dan
keponakan. Selain itu kelompok kerabat sekitar keluarga batih yang disebut
dengan golongan (kindred) yang sering diundang jika ada upacara-upacara.
Prinsip keturunan orang Sunda yaitu bilateral. Sistem istilah kekerabatan
orang Sunda menunjukkan ciri-ciri bilateral dan generasinal. Dilihat dari sudut
ego, orang Sunda mengenal istilah-istilah untuk tujuh generasi ke atas dan tujuh
generasi ke bawah. Yaitu:
Ke atas:
ke bawah:
1. Kolot
1. anak
2. Embah
2. incu
3. Buyut
3. buyut
4. Bao
4. bao
5. Janggawareng
5. janggawareng
6. Udeg-udeg
6. Udeg-udeg
7. Gantung siwur
7. Gantung siwur
72
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Dalam hal pemilihan jodoh untuk perkawinan, orang tua di Cikalong
nampaknya lebih liberal, memberi kebebabsan yang cukup besar bagi anak-anak
untuk memilih jodohnya sendiri. Mereka cenderung mengawinkan anaknya begitu
mereka melihat hubungan sepasag muda mudi mulais erius. Akibatnya, terlihat
situasi umum yaitu perkawinan pada usia muda. Salah satu hal yang sangat
menonjol pada keluarga Sunda Cikalong, relatif tingginya angka perceraian.
Perkawinan muda ini menurut Amri Marzali juga didorong oleh nilai kultural
Sunda cikalong yang memandang jelek kepada parawan jomblo atau perawan tua.
Kawin, bagaimanapun kondisi setelah itu, lebih baik daripada jomblo bagi seorang
anak perempuan dan keluarganya. Satu pepatah Sunda mengambarkan nilai itu
secara agak berlebihan, yaitu “kawin ayeuna, isuk pepegatan” (hari ini kawin,
besok cerai), masih lebih baik daripada jomblo.
Sosialisasi anak. Anak-anak Sunda dididik secara agak liberal dengan
tujuan utama mencapai keselarasan hidup dengan lingkunga sosial. Orang tua
mengharapkan anak-anak mereka menjadi anak yang cageur, bageur, dan
beuneur artinya sehat badannya, baik kelakuannya, jujur, penurut dan pandai
menyelaraskan diri dengan lingkungan sosialnya. Orang tua juga terlihat lebih
memanjakan anak-anaknya. Alasannya, permintaan dan kemauan anak sedapat
mungkin dipenuhi agar tidak terganggu pertumbuhan jiwanya. Orang tua juga
memperlihatkan kesan protektif yang berlebihan terhadap anak-anaknya. Anakanak kurang dibiasakan dengan tantangan hidup yang keras, akibatnya ketika
dewasa, orang Cikalong seringkali mengalami kesulitan dalam menghadapi hidup
yang keras.
73
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
BAHAN AJAR (HAND OUT)
Nama Mata Kuliah
Nomor Kode
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen Mata Kuliah
Minggu ke
: Etnografi Indonesia (3 sks)
: SOA
: Pendidikan Sosiologi Antropologi
: Sosiologi
: Ilmu Sosial
: Drs. Syafwan, M.Si
Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)
: 14
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):
Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Dayak melalui tulisan
etnografi
MATERI
KEBUDAYAAN DAYAK
(Etnoekologi Perladangan Orang Dayak Tunjung Linggang)
A.
Daerah Kebudayaan
Orang Dayak terdapat di dataran tinggi Tunjung, Kecamatan Barong
Tongkok, Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur. Secara harfiah kata Dayak berarti
orang yang berasal dari pdalaman atau gunung.Oleh karena itu orang Dayak
berarti orang Gunung atau orang Pedalaman. Kata Dayak ini juga merupakan
nama kolektif bagi banyak kelompok suku di Kalimantan. Dalam sukubangsa
Dayak itu sendiri terdapat kelompok sub sukubangsa
yang sangat heterogen
dengan segala perbedaannya, seperti bahasa, corak seni, organisasi sosial dan
berbagai unsur bahasa lainnya. (Lahajir, 2001: 4).
74
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
B.
Penduduk
Orang Dayak Tunjung Linggang menurut Boyce (1986)
berasal dari
daerah perhuluan sungai Mahakam, sebagai hasil perpecahan dari suku Dayak
Penehing atau Aoheng. Oleh karena itu, orang Tunjung Rentenukng adalah suku
pendatang di dataran Tinggi Tunjung. Sedangkan menurut pandangan orang
Rentenukng adalah penduduk asli di dataran Tinggi Tunjung Linggang.
C.
Organisasi Sosial
Sistem pandangan hidup (world view) orang rentenukg merupakan
kenyataan hubungan antara manusia (mersiaq), hutan tanah (talutn-tanaaq), dan
dunia atas (penjadiq bantikng Langit). Adat berfungsi sebagai alat kontrol
terhadap sikap dan perilaku manusia dalam memelihara hubungan yang harmonis
dengan dunia atas dan hutan tanah. Artinya seluruh rangkaian perilaku manusia
harus terikat dengan tanah dan hutan beserta segala hasilnya.
Menurut persepsi orang Dayak kawasan mereka disebut dengan benua,
suatu kawasan tempat orang Dayak hidup secara turun-temurun.
Menurut
Djuweng (1996) dalam konsep benua terdapat tujuh komponen yang saling
berkaitan sebagai suatu sistem, yaitu kawasan hutan yang dilindungi, lahan yang
ditanami pohon buah-buahan, lahan yang ditanami dengan pohon karet, kopi,
rotan, lahan pertanian, lahan perkuburan dan tanah keramat, lahan perkampungan
serta sungai, danau untuk perikanan. Pengetahuan tentang benua dikenal
masyarakat melalui mitos.
Kepemimpinan secara tradisional, suatu benua dipimpin oleh Kepala adat
yang disebut dengan Mangku, selanjutnya kampung (luuq) dipimpin oleh kepala
adat kecil (let let Mangku) dan petinggi atau kepala kampung. Kepala adat
kampung memperhatikan soal-soal adat, hukum adat, peradilan adat di kampung,
sedangkan petinggi memperhatikan hal-hal di luar bidang adat tersebut. Di benua
juga ada kepala padang, yang memperhatikan perladangan warga kampung.
Selain itu juga ada pemimpian upacara kematian (penyentangih), pemeliantn,
pemimpin ritual (beliantn) dalam ritual penyembuhan orang sakit. Pemimpin
ritual kematian biasanya laki-laki, sedangkan pemimpin beliatn bisa laki-laki atau
75
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
perempuan. Kedua pemimpin ritual ini seringkali memiliki pengetahuan tentang
adat-istiadat yang jauh lebih luas daripada Kepala Adat atau Petinggi. Semenjak
adanya undang-undang desa no 5 tahun 1979 makadapat dikatakan bahwa fungsi
dari Kepala Adat telah hilang.
Dalam konteks perubahan tersebut, telah terjadi empat aspek perubahan
pada kebudayaan Rentenukng, yaitu sistem tonau, sistem berinuk, sistem
besaraaq, dan sistem sempekaat. Sistem tonau adalah sistem kerjasama dalam
pengolahan perladangan. Sistem berinuk adalah sistem musyawarah kampung
yang dialkukan oleh Pemimpin kampung. Sistem besaraaq adalah cara peradilan
lokal yang dilakukan oleh lembaga Adat. Sistem sempekaat adalah semangat
kerjasama atau solidaritas dalam masyarakat lokal yang dimasa lampau sangat
kuat.
D.
Pelapisan sosial
Sistem pelapisan sosial pada orang Dayak Rentenukng yaitu lapisan atas
adalah golongan Hajiq atau golongan bangsawan; lapisan kedua adalah golongan
orang biasa (merentikaq merentawai), dan lapisan ketiga yaitu golongan budak
(ripatn). Ada lapisan terakhir yang disebut dengan wataai ulutn atau golongan
orang-orang yang berkelakuan jahat, seperti incest, mencuri padi, membunuh
orang. Dewasa ini pelapisan sosial seperti di aats hampir tidak diperhatikan lagi
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, kecuali dalam peradilan adat dan adat
perkawinan. Saat ini prinsip pelapisan sosial cenderung dinilai berdasarkan
standar kekayaan materi, tingkat pendidikan dan jabatan seseorang (Lahajir, 2005:
166).
E.
Sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan orang dayak Rentenukng bersifat bilateral yang berarti
menghitung hubungan kekerabatan baik dari pihak istri dan juga pihak suami.
Adat perkawinan memperhatikan dua kategori yaitu purus dan batak. Istilah purus
menunjuk pada hubungan kekerabatan baik hubungan darah maupun hubungan
perkawinan. Istilah batak menunjuk pada hubungan kekerabatan yang timbul
76
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
karena hubungan perkawinan. Perkawinan yang ideal adalah perkawinan yang
terjadi dalam lingkup purus yang sama. Purus diperhitungkan melalui garis
keturunan genalogis atau generasi yang tidak terbatas, baik laki-laki maupun
perempuan sampai pada nenek moyang yang sama.
Anak-anak yang tumbuh dan hidup bersama dalam satu rumah tangga
yang sama seharusnya tidak kawin meskipun tidak ada hubungan darah karena
sudah dianggap saudara.
Adat perkawinan orang Rentenukng bersifat endogami yaitu keharusan
kawin antar sesama anggota suatu kategori, daerah, kelompok atau komunitas
tertentu. Perkawinan antar saudara sepupu, diperbolehkan. Sedangkan perkawinan
yang ideal adalah perkawinan antara saya dengan anak perempuan dari saudara
kandung laki-laki ibu saya. Sedangkan perkawinan dengan saudara sepupu silang
pihak ayah tidak diperbolehkan.
Adat menetap sesudah menikah yaitu matrilokal. Biasanya ditemtukan
sebelum menikah secara adat. Satuan inti organisasi sosial orang Rentenukng
adalah keluarga atau rumah tangga, baik yang dulu tinggal dalam rumah panjang,
maupun sekarang tinggal di rumah tunggal.
F.
Budaya berladang Berpindah
Sistem peladangan secara emik disebut dengan umaq taotn atau ladang
tahun. Istilah ini menunjuk kepada makna siklus perladangan yang hanya
dilakukan sekali dalam setahun. Konsep umaq pakatn berarti ladang yang
memberikan bahan makanan.
Siklus pengolahan perladangan biasanya dimulai bulan Mei dengan
menebas tetumbuhan bagian bawah, kemudian menebang pohon-pohon. Ladangladang dibakar pada bulan Agustus, ditanam pada bulan September dan dipanen
pada bulan Fenruari, yang disertai oleh musim kemarau yang pendek. Orang
dayak memilih waktu untuk aneka ragam aktivitas berdasarkan petunjuk dari
bintang-bintang di langit. laki-laki dan perempuan bekerja dalam kelompok kerja
dan hanya menggunakan alat sederhana, seperti kampak, beliung, parang, tugalan,
ani-ani dans sebagainya.
77
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Pertanian ladang tidak sama persis dengan sistem slash and burn (tebas
bakar). Pertanian ladang adalah suatu bentuk pengolahan pertanian yang
memeiliki karakteristik seperti rotasi ladang, membersihkan dengan api, tidak
terdapat binatang-binatang penarik dan pupuk. Manusia menjadi satu-satunya
tenaga, alat-alat pengolahan sederhana, periode-periode yang pendek dalam
pemakaian tanah dimana harus se segera mungkin dipulihkan dengan masa bera
yang panjang. Dengan demikian petani ladang adalah rasional dan memakai yang
piawai terhadap lingkungan alam mereka sendiri. (Dove, 1985).
Pemilihan lokasi ladang, orang Dayak menentukan hutan yang akan
dijadikan ladang dengan memperhatiakan tanah, hutan, hak milik hutan-tanah,
kecocokan tempat dalam perspektif Dayak, waktu ekologis, burung dan binatang
pertanda dan sebagainya. Biasanya tanh yang dipilih adalah tanah milik kelurga
yang bersangkutan, yang e=berasal dari bekas-bekas ladang sebelumnya. Jika
tanah milik keluarag lain maka harus minta izin terlebih dahulu. Selanjutnya
memperhatikan tanah, apakah tanah layak untuk ditanami, apakah tanahnya tanah
rawa atau tanah darat. Dalam menentukan ladang yang baru tanda-tanda dari
binatang seperti burung teset perlu diperhatikan. Tanda-tanda yang dapat
menetukan apakah tanah tersebut baik atau buruk. Dove memaknai kepercayaan
ini sebagai sistem pengetahuan asli orang Dayak dalam membaca pertanda
lingkungan hidup terutama yang berhubungan dengan ladang mereka.
78
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
BAHAN AJAR (HAND OUT)
Nama Mata Kuliah
Nomor Kode
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen Mata Kuliah
Minggu ke
: Etnografi Indonesia (3 sks)
: SOA
: Pendidikan Sosiologi Antropologi
: Sosiologi
: Ilmu Sosial
: Drs. Syafwan, M.Si
Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)
: 15
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):
Mahasiswa mampu menjelaskan kebudayaan Tionghoa melalui
tulisan etnografi
MATERI
KEBUDAYAAN TIONGHOA
A.
Daerah Kebudayaan
Orang Tionghoa yang ada di Indonesia, sebenarnya merupakan satu
kelompok yang asal dari satu daerah di negaea Cina, tetapi terdiri dari beberapa
sukubangsa yang berasal dari dua propinsi yaitu Fukien dan Kwantung. Setiap
imigran membawa membawa kebudayaan sukubangsanya sendiri bersama dengan
perbedaan bahasa. Ada empat bahasa Cina di Indonesia yaitu bahasa Hokkien,
Teo-Chiu, Hakka dan Kanton. Perbedaan ke empat bahasa ini cukup besar
sehingga pembicara dari bahsa yang satu tidak dimengerti oleh pembicara yang
lain.
Para Imigran Tionghoa yang terbesar ke Indonesia mulai abad ke 16
sampai kira-kira pertengahan abad ke 19, berasal dari sukubangsa Hokkien.
Mereka berasal dari propinsi Fukien. Orang Hokkien terkenal dengan pandai
79
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
berdagang, dan terkenal sebagai orang yang sangat ulet, tahan uji dan rajin. Orang
Hokkien dan keturunannya banyak tinggal di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur,
dan Pantai Barat Sumatera.
Orang Teo-Chiu dan Hakka berasal dari Kwangtung, mereka banyak
bekerja di perkebunan dan pertambangan. Mereka banyak menetap di daerah
Kalimantan Barat, Sumatera, Bangka, dan Beliton dan juga di daerah Jawa Barat.
Orang Kanton juga banyak yang bekerja di pertambangan, sedikit berbeda dengan
Hakka dan Teo-Chiu, orang Kanton memeiliki modal yang lebih besar dan
memiliki keterampilan teknis, ahli pertukangan, pemilik toko besi dan industri
kecil. Orang Kanton tersebar merata di seluruh Indonesia.
B.
Perkampungan dan Rumah Tionghoa
Sebagian besar orang Tionghoa tinggal di Kota. Perkampungan orang
Tionghoa di Kota biasanya merupakan deretan rumah-rumah, pada umumnya
tidak mempunyai pekarangan. Bentuk khas dari rumah-rumah orang Tionghoa
dengan tipe kuno adalah bentuk atapnya yang selalu melancip pada ujungujungnya dan dengan ukiran berbentuk naga. Dalam tiap-tiap perkampungan
Tionghoa selalu ada satu atau dua kuil. Kuil-kuil ini bukanlah merupakan tempat
ibadah, tetapi hanya merupakan tempat orang-orang meminta berkah, meminta
anak dan tempat orang mengucapkan syukur. Untuk hal ini ia membakar hio
(dupa) kepada dewa yang melindunginya. Kuil-kuil itu terbagi dalam tiga
golongan: kuil Budha, Kuil Tao dan Kuil yang dibangun untuk menghormati dan
memperingati orang-orang yang pada masa hidupnya telah berbuat banyak jasa
bagi masyarakat.
C.
Sistem Kekerabatan
Orang Tionghoa menganut sistem kekerabatan Patrilineal, kelompok
kekerabatan terkecil adalah keluarga luas virilokal. Secara tradisional perkawinan
yang dilarang dalam masyarakat Tionghoa yaitu perkawinan antara orang-orang
yang mempunyai nama keluarga yang sama, nama she yang sama (exogami).
80
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Namun saat ini menurut Puspa Vasanty, perkawinan antara nama keluarga yang
sama dapat saja terjadi namun bukan kerabat dekat.
Adat menetap sesudah menikah yaitu patrilokal, istri menetap di rumah
keluarga suaminya. Dalam tradisii Tionghoa anak laki-laki tertua menjadi pewaris
dalam meneruskan pemujaan terhadap leluhurnya. Putra-putra selnajutnya bebas
memilih apakah ikut keluarga istri atau pada keluarga sendiri atau tinggal di
rumah baru atau neolokal.
Bentuk rumah tangga orang Tionghoa adalah keluarga luas virilokal, saat
sekarang ini bentuk rumah tangga yang merupakan keluarga batih sangat umum
(Vasanty, 1995 : 364). Sedangkan kedudukan wanita dahulu sangat rendah. Pada
waktu kanak-kanak mereka harus menurut kepada perintah saudara laki-laki dan
setelah dewasa dan menikah mereka harus menurut pada suami. Namun keadaan
ini sudah lama ditinggalkan (Vasanti, 1995 : 364).
D.
Agama
Orang Tionghoa di Indonesia memeluk agama Budha, Kung Fu-tse, Tao.
Kristen dan Islam. Kung Fu-tse sebenarnya adalah ajaran filasafat untuk hidup
lebih baik yang disebarkan oleh Kung Fu-tse. Filasafatnya terutama mengenai
kebaktian anak terhadap orang tuanya. Konsepsi kebaktian berpadu dengan ajaran
pemujaan leluhur.
Dalam pemujaan leluhur dengan memelihara abu dalam rumah, ayah
menjadi pemuka upacara. Kewajiban ini kemudian turun kepada anak laki-lakinya
yang sulung, dan begitu seterusnya.anak perempuan tidak disebutkan dalam
pemujaan leluhur, karena anak perempuan setelah menikah akan mengurus
pemujaan leleuhur suaminya. Oleh karena itu dalam pola pikir orang Tionghoa
anak laki-laki sangat penting.
Anggota keluarga yang memelihara abu leluhur melakukan upacara
pemujaan roh leluhur yang dialkukan di tempat abu leluhur. Tempat itu berupa
meja panjang tinggi dan dibawahnya ada pula sebuah meja lain yang pendek.
Meja-meja tersebut selalu di letakkan dibagian depan ruangan rumah dan pada
umumnya berwarna merah. Tua yang dihiasi ukiran-ukiran. Di atas meja panjang
81
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
ada satu tempat menamcapkan batang dupa yang oleh orang Tionghoa disebut hio
lau. Di bagian kanan dan kiri hio lau ada sepasang pelita yang selalu dinyalakan
pada tiap-tiap tanggal satu dan lima, menurut perhitungan dengan membakar
beberapa batang dupa.
Meja sembahyang orang Tinghoa
Sumber: baltyra.com
Sumber Rujukan
Vasanty,
Puspa.
1995. Kebudayaan Orang Tionghoa di Indonesia.
Koentjaraningrat (ed). Manusia dan kebudayaan di
Indonesia. Jakarta: Djambatan.
82
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
DAFTAR PUSTAKA
Bandaro, C.H.N. Latief dkk. 2004. Minangkabau yang Gelisah. Bandung: Lubuk
Agung.
Bakti. ‘Pergeseran Laki-laki dalam Masyarakat Minangkabau’.Jurnal Antropologi
Indonesia. No 47. Th. XIII. Jul-Agust-Sept.1989. Jurusan Antropologi
FISIP-UI.
Colman, Simon dan Helen Watson. 2005. Pengantar Antropologi. Bandung:
Nuansa
De Jong, P.E. De Josselin. 1980. Minangkabau and Negri Sembilan. Den Haag:
Martinus Nijhoff uitgeverij.
Junus, Umar. 1995. Kebudayaan Minangkabau. Dalam Koentjaraningrat (ed).
Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Havilland, William A.. 1988. Antropologi Jilid 1 (Terj.). Jakarta: Erlangga
Laiya, Bambowo. 1983. Solidaritas Kekeluargaan dalam Salah Satu Masyarakat
Desa di Nias Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Geertz, Hidred. 1985. Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Pers.
Ihromi, T.O. (ed). 1981. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta:Gramedia
Keesing, Roger M. 1989. Antropologi Budaya Jilid 1 (Terj.). Jakarta: Erlangga
Koentjaraningrat. 1995 Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan, 1995.
Koentjaraningrat. 1993 Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Koentjaraningrat, 1986. Pengantar Antropologi Sosial Budaya. Jakarta: Penerbit
Karunika Jakarta Universitas Terbuka.
Koentjaraningrat. 1989. Pengantar Antropologi. Jilid 1. Jakarta: Rineka Cipta
Kottak, Conrad Phillip.2002. Anthropology: The Exploration of Human Diversity.
9th ed.Boston: Mc Graw Hill.
Marzali, Amri. 1997. ‘Kebudayaan Sunda: Kasus Cikalong Kulon’. Dalam M.
Yunus Melalatoa. Sistem Budaya Indonesia. Jakarta: Pamator. 1997.
83
Handout Etnografi Indonesia 2014
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
Marzali, Amri. ‘Dapatkah Sistem Matrilineal Bertahan Hidup di Kota
Metropolitan?.’Jurnal. Antropologi Indonesia. Th.XXIV, No. 61 JanApr 2000. Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Indonesia Bekerjasama dengan Yayasan Obor
Indonesia.
Melalatoa, M Yunus (penyunting). 1997. Sistem Budaya Indonesia. Jakarta:
Pamator.
Spradley, P. James. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Sahab, Yasmin Zaki. ‘Alih Fungsi Seni dalam Masyarakat Kompleks: Kasus
Liong-Liong dan Barongsai’. Jurnal Antropologi Indonesia. Th.
XXIV, No.61 Jan-Apr 2000. Hal 37-46. Departemen Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Bekerjasama dengan Yayasan Obor Indonesia.
Swasono, Meutia.F. Hatta.1997. ‘Kebudayaan Mentawai: Konsepsi Tata Ruang’.
Dalam M. Yunus Melalatoa. Sistem Budaya Indonesia. Jakarta:
Pamator.
Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia 1: Zaman Pra
sejarah Indonesia. Jakarat: Balai Pustaka.
Zakaria, R. Yando.2000. Abih Tandeh: Masyarakat desa di bawah rezim Orde
Baru. Jakarta: Elsam.
84
Download