001 UC Pedoman Pengumpulan Data Sosial-Budaya Lokal Hadipurnomo Kunjungan pertama bagi seorang peneliti di lapangan untuk menemu-kenali masyarakat adat dalam waktu singkat guna mengamati dan merekam perilaku sosial yang kompleks dan mendetil jelas tidak mudah. Apalagi saat kita memasuki wilayah asing dengan lorong-lorong gelap yang penuh teka-teki. Mungkin kita hanya akan mendapat sekeping dari sekian banyak masalah yang ada. di sekitar tempat itu. Pada prinsipnya ada beberapa ketentuan yang baku untuk membuat karya tulis yang dapat di golongkan sebagai teks ilmiah tentang Sosial Budaya. Dari sejumlah data temuan kita dapat menentukan sejauh mana teks ini mengandung kadar Sosial Budaya sehingga dapat disebut ilmiah, yang bertujuan bisa digunakan untuk menganalisis dan memahami gejala sosial yang tersaji melalui karya tulis ini. Sebab istilah Sosial Budaya itu sendiri adalah kajian diskriptif tentang kebudayaan dalam arti yang luas. Kita harus berhati-hati apabila hendak bicara tentang perbedaan antara sosial dengan budaya. Perbedaan ini biasanya hanya ditekankan pada soal pemahaman sosial berdasarkan data kuantitatif dan pemahaman budaya berdasarkan data kualitatif yang kemudian dapat digunakan sebagai kajian ilmiah. Soal yang juga penting dalam pembuatan teks ilmiah adalah kejujuran. Kejujuran yang dibentuk ini tentunya berbeda dengan apa yang disyaratkan dalam teknik laporan populer konvensional atau yang bersifat jurnalistik. Karya tulis populer atau jurnalistik pada umumya telah dikembangkan dengan tujuan utama sebagai media untuk menyatakan banyak hal yang bersifat imajinatif, sehingga persyaratan dan ketepatan ilmiah tidak lagi relevan dalam pengertian karya tulis sosial budaya tersebut. Karena itu, sebagian besar karya tulis populer atau jurnalistik tentang kebudayaan adalah bagaimana menerjemahkan atau mengubah kenyataan untuk mencapai efek-efek estetika, dramatika atau segi artistiknya. Sebaliknya, suatu teks Imiah tentang sosial budaya menuntut agar sebanyak mungkin distorsi yang dihasilkan oleh kemampuan sastra atau efek-efek estetis itu dikurangi, sehingga dapat berguna bagi tujuan kajian ilmiah dan bukan untuk kepentingan estetika berita atau sastra semata-mata. Daftar di bawah ini adalah prinsip yang dapat digunakan sebagai pedoman/pilihan untuk membuat karya tulis ilmiah tentang sosial budaya. Lokasi Tata Ruang : Peta situs dan lingkungan dalam arti yang luas. Tempat hunian dan lingkungannya : rumah atau gubuk Konstruksi dan Symbol Status sosial atau benda-benda tolak bala. Tujuan :guna melihat struktur lingkungan dan pemukiman warga 1 Kegiatan warga (interaksi sosial) : individu atau bersama Peran Laki – Perempuan dan anak di dalam/atau luar rumah dan/atau di ladang. Jenis bahan makan pokok warga setempat dan hasil bumi lain. Jenis binatang buruan atau peliharaan Cara mereka memasak dan makan Tempat atau benda yang disembah – dikeramatkan Tempat makam atau tempat sakral. Acara ritual kalau ada Homogenitas masyarakat adalah: Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih. Kesatuan masyarakat yang terdiri dari penduduk yang mengucapkan satu bahasa atau logat bahasa. Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh garis batas suatu daerah politis-administratif. Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh rasa identitas penduduknya sendiri. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh suatu wilayah geografis yang merupakan kesatuan secara fisik. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologis. Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang mengalami satu pengalaman historis. Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang frekwensi interaksinya satu dengan lain merata tinggi. Kesatuan masyarakat dengan susunan sosial yang seragam. Untuk merinci unsur-unsur suatu kebudayaan, sebaiknya memperhatikan kandungan kebudayaan universal sebagai kerangka acuannya, yaitu; a. b. c. d. e. f. g. Bahasa Sistem teknologi Sistem ekonomi Organisasi sosial Sistem pengetahuan Kesenian Religi Kemampuan peneliti menulis data tidak menjamin mencapai tujuan utama, yakni pengamatan dan pemahaman masyarakat setempat. Sudut pandang dan contents justru penting untuk dapat mengungkap dan memahami para pelaku "obyek". Sekian banyak data yang akan disunting sebenarnya harus sudah memiliki cukup penjelasan tentang sejumlah kebenaran. Hasil rekaman atau catatan yang lengkap tentang suatu kondisi bukan hanya dapat menjadi bahan rujukan atau pembanding yang andal, melainkan juga mampu mengidentifikasi posisi/peran maupun nilai budaya lokal yang berlaku, atau adanya pergeseran nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Sehingga pihak lain (pemerhati) dapat merekonstruksi realitas yang ada berdasarkan temuan “yang sah” itu. 2 Banyak aspek perilaku budaya manusia yang hanya dapat dijelaskan berdasarkan data penelitian di lapangan atau lebih valid apabila dilengkapi secara visual sebagai pendukung data tertulis. Dalam ilmu-ilmu sosial berbagai metoda penelitian telah dikembangkan untuk merekam gejala-gejala sosial yang diteliti di lapangan. Dalam disiplin antropologi, metoda pengamatan dan wawancara dalam waktu yang cukup lama telah menjadi alat yang sangat diandalkan untuk memperoleh data lapangan yang terrinci dan mendalam. Masa kejayaan yang cukup lama itu menyebabkan kedua metoda ini telah dikembangkan untuk untuk mendapatkan data yang setepat mungkin mengenai perilaku manusia yang diteliti. Dalam antropologi, penggunaan kedua metoda ini telah menghasilkan berbagai karangan etnografi yang mendetil dan mendalam, dan juga berbagai teori dan konsep yang lahir dari interpretasi dan analisa terhadap bahan-bahan etnografi tersebut. Namun, metoda ini bukannya tidak mempunyai kelemahan. Salah satu kelemahannya bersumber pada terbatasnya kemampuan daya ingat manusia untuk mengingat dan merekam berbagai hal yang diamatinya. Bagaimanapun hebatnya kemampuan si peneliti dalam mengamati dan merekam gejala sosial tersebut, ia juga dapat lupa dan mengalami kondisi-kondisi emosional tertentu yang bisa mempengaruhi ketelitiannya selama mengamati sesuatu di lapangan. Kelemahan yang lain adalah bahwa cara untuk memperoleh dan mengungkapkan pengetahuan tentang kehidupan sosial manusia itu juga sangat tergantung pada kemampuan manusia dalam penggunaan kata-kata (verbal). Padahal banyak sekali aspek kehidupan sosial, interaksi sosial, atau suasana sosial yang tidak dapat atau sulit diungkapkan secara sempurna oleh kata-kata atau bahasa. Media lain yang dapat menutupi kelemahan-kelemahan di atas adalah media berbentuk visual, terutama guna merekam manusia dan kehidupan dalam lingkungannya. Dalam antropologi, bidang yang relatif baru berkembang ini dalam garis besarnya disebut dengan istilah Visual Antropologi, dari sebutan ini terdapat pula istilahistilah lain seperti film etnografi sebagai sub-disiplin Antropologi, dan dalam kata film itu termasuk juga media foto – video dan benda. Selain itu, banyak sekali jenis media visual lainnya tentang kehidupan manusia yang tumbuh berdampingan dengan film etnografi. Laporan berupa visual yang lengkap itu sudah dapat memberi pembuktian nyata, sehingga dapat memberi pemahaman tentang masyarakat yang bersangkutan. Ciri-ciri foto berdasarkan pendekatan antropologi adalah tuntutan bahwa foto itu dapat digunakan sebagai bagian pendidikan praktis, yang akan membagi pengalaman lapangan kepada pihak yang membutuhkan, atau juga sebagai dokumen tentang peristiwa yang mungkin tidak dapat dijumpai lagi di kemudian hari. Jean Rouch berpendapat bahwa metabahasa foto etnografi bisa meningkatkan pengetahuan bagi dirinya, dia selalu ragu terhadap gambar-gambar indah yang biasanya tidak mengandung makna apa-apa. 3 Sebab keindahan itu sendiri berada di pusat inti (core) yang akan menampakkan diri secara tiba-tiba dan sama sekali tidak terduga sebelumnya. Jadi, “Listen to what they are not saying” adalah teknik yang paling benar untuk mengamati perilaku manusia dalam konteks budaya. UC Surabaya, 2009 Kepustakaan : Jean Rouch John Collier Jr., Koentjaraningrat, Victor J. Caldarola, : The Camera and Man. Principle of Visual Anthropology, The Hague, Mouton, 1975 Visual Anthropology: Photography as a research Method. Holt,Rinehart & Winston,1967 Etnografi, diktat untuk Penataran Dosen Antropologi se-Indonesia di FISIP UI 1977 Visual Contexts: A Photographic research Method Visual Communication,Vol.11,1965. 4