waterbath dengan kontrol logika fuzzy untuk proses gnogenesis

advertisement
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
WATERBATH DENGAN KONTROL LOGIKA FUZZY UNTUK PROSES GNOGENESIS
DALAM UPAYA MENINGKATKAN
PRODUKSI BENIH IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO)
1)
Eka Mandayatma
[email protected]
Abstrak. Salah satu urutan proses pada gynogenesis adalah pengejutan panas (heat shocking)
pada telur-telur ikan yang telah difertilisasi didalam air dengan suhu tertentu. Proses kejutan panas
ini memerlukan kesetabilan suhu yang tinggi agar proses pengejutan bisa berjalan dengan baik.
Peralatan yang dibutuhkan adalah sebuah water bath dimana suhu air pada media tersebut
dikontrol dan dijaga konstan pada suhu tertentu sesuai dengan kebutuhan gynogenesis. Dari
beberapa penelitian, Kontroler Logika Fuzzy merupakan salah satu jenis kontroler dengan
stabilitas output yang baik dengan tingkat error dan overshoot yang kecil sehingga cocok untuk
pengaturan suhu pada water bath. Penggunaan kontroler logika fuzzy pada water memberikan
prosentase error 0,6 % terhadap set point dibanding dengan 5 % pada kontroler On/Off serta
tetasan telur ikan yang lebih tinggi dibanding dengan water bath konvensional. Hasil yang
diperoleh menunjukkan peningkatan fertilisasi 5,5 %, tetasan 5,1% serta telur mati menurun 5%
terhadap shocking dengan water bath dengan kontroler konvensional.
Kata kunci : gynogenesis, heat shock, control suhu, fuzzy
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jenis ikan yang banyak dibudidayakan hampir
diseluruh wilayah Indonesia adalah ikan mas
(Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis
niloticus). Daya adaptasi yang tinggi menyebabkan
ikan mas dan nila dapat hidup dalam ekosistem
dataran rendah sampai tinggi disamping preferensi
masyarakat terhadap kedua jenis ikan tersebut
cukup tinggi [1,24]
Salah satu parameter banyaknya budidaya ikan ini
adalah dengan meningkatnya produksi ikan dengan
kenaikan rata-rata 15% pertahun [23] Dari total
produksi 3.088.800 ton, ikan mas, bandeng dan nila
masih mendominasi untuk kategori ikan budidaya air
tawar [24].
Masalah utama yang dihadapi oleh petani dalam
mengem-bangkan usaha budidaya adalah menjaga
kontinyuitas produksi dan kualitas induk dan benih
[1]. Sehubungan dengan permasalahan maka
diperlukan suatu upaya budidaya ikan yang mampu
menyediakan ikan dan benih ikan dengan kwalitas
yang baik serta kuantitas yang mencukupi, serta
memiliki keunggulan-keunggulan. Budidaya ikan
dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung
dari jenis ikan, lokasi maupun tujuan dari budidaya.
Menurut Rustidja salah satu usaha untuk
mendapatkan benih dengan berbagai keunggulan
adalah dengan sex manipulation [19] dimana
dengan program ini diharapkan usaha pemuliaan
didapat stok induk atau benih dengan kwalitas
genetik yang tetap terjaga [20]
Manipulasi sex yang termasuk dalam program
perekayasaan reproduksi pada ikan penting
dilakukan sebagai terobosan teknologi dalam rangka
usaha perbaikan dan pening-katan kualitas genetic
ikan serta pemu-liaannya.
Beberapa sifat atau karakter keunggulan ikan
yang diharapkan antara lain partumbuhan yang
cepat, tahan penyakit, survival tinggi, toleran
terhadap
lingkungan,
mudah
dibudidayakan,
densitas tinggi dan sebagai ikan konsumsi memiliki
daging dan bobot yang besar [13]
Salah satu jenis sex manipulation adalah
Gynogenesis, dimana menurut Purdom dalam
Rustidja (2002) adalah pembuahan pada telur
dengan menggunakan rangsangan sperma-tozoa
yang telah dilemahkan secara genetik dengan
menggunakan
radiasi
[20],
sehingga
hasil
gynogenesis adalah ikan betina saja.[7]
Proses yang sangat penting dalam gynogenesis
adalah irradiasi sperma dan pengejutan (shocking)
pada telur setelah
fertilisasi dimana pengejutan bisa dilakukan dengan
kejutan suhu dingin, kejutan suhu panas maupun
kejutan tekanan [15]. Namun dari ketiga cara
kejutan tersebut yang paling banyak digunakan
adalah kejutan panas (heat shock) karena selain
mudah, murah dan dapat digunakan dalam jumlah
banyak.[19] Keuntungan lain dengan kejutan panas
adalah
bisa
dilakukan
dengan
cara-cara
konvensional dengan peralatan yang cukup mudah
didapatkan.
Salah satu pusat pembenihan ikan yang ada di
Batu, Malang, juga melakukan proses gyno untuk
mendapatkan benih ikan, namun dalam proses heat
shock masih menggu-nakan cara-cara konvensional
dimana untuk mendapatkan suhu kejut 40ºC
dilakukan dengan mencampur air panas dan air
dingin sehingga tidak bisa menjamin kestabilan suhu
selama proses heat shock. Pengukuran suhu masih
menggunakan thermometer air raksa dimana salah
satu karakteristik dari thermometer ini adalah
kelambatan dalam merespon perubahan suhu,[4]
serta pembacaan yang kurang akurat juga
pewaktuan yang masih mengandalkan jam tangan
atau stopwatch dimana sering terjadi human error,
salah satunya adalah lupa sehingga waktu bisa
terlalu panjang atau terlalu pendek dari yang
seharusnya.
1) Eka Mandayatma Drs, MT staf pengajar Jur. Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang
A2-6
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
Dari
latar
belakanga
tersebut
maka
permasalahanya adalah bagaimana meran-cang
suatu alat untuk proses pengejutan suhu dengan
suhu yang stabil serta pewaktuan yang tepat.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang pada sub-bab 1.1 dapat
dirumuskan permasalahan yang ada pada proses
gynogenesis yang berhubungan dengan suhu kejut
dan waktu pengejutan dengan menerapkan kontrol
logika fuzzy, yakni :
Mengimplementasikan kontroler logika fuzzy
metode max-min untuk menjaga temperature air
pada bak pengejut agar tetap konstan pada rentang
suhu 25°C sampai 45°C selama 1 sampai 10 menit
untuk melakukan kejutan panas (heat shock) pada
proses gynogenesis ikan mas serta menguji kinerja
alat dengan mengamati laju tetasan telur.
1.3 Batasan Masalah
Dari rumusan masalah yang dibahas dalam
penelitian ini dibuat suatu batasan-batasan sebagai
berikut:
o Pengendali logika fuzzy digunakan untuk
mempertahankan suhu cairan pengejut agar
tetap konstan pada rentang suhu antara 25ºC
sampai 45ºC walaupun terjadi perubahan suhu
pada saat proses
gynogenesis
sedang
berlangsung.
o Waktu yang diperlukan untuk proses heat shock
gynogenesis adalah 1 menit sampai dengan 10
menit untuk pengejutan,.
o Volume air yang dipanaskan min 8 ltr dan mak 15
liter dengan ukuran bak 40 x 50 cm
o Metode kontroler fuzzy mengunakan Max-Min
untuk fuzzyfikasi dan COG untuk defuzyfikasi.
A2-7
hasil yang lebih baik dan dalam jumlah yang lebih
banyak dibanding dengan metode manual.
Manfaat dibidang sosial, dengan ketersediaan
benih ikan yang lebih banyak maka kebutuhan akan
benih bisa lebih terjamin.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pembudidayaan ikan dilakukan dengan berbagai
cara dimana salah satunya adalah pembenihan.
Pada proses ini diperlukan teknik-teknik tertentu
untuk
mendapatkan
bibit
yang
unggul.
Perekayasaan reproduksi pada ikan perlu dilakukan
sebagai terobosan teknologi untuk usaha perbaikan
dan peningkatan kualitas genetik ikan.
Sebagai salah satu terobosan teknologi ialah
dengan manipulasi sek yang bisa dilakukan dengan
manipulasi kromosom dan pembalikan jenis kelamin.
2.1 Gynogenesis
Pada budidaya ikan, gynogenesis merupakan
program sex manipulation untuk mengasilkan benih
ikan dengan genetik betina saja. [1,7,20]
Salah satu urutan proses gyno adalah perlakuan
kejutan (shocking). Pengejutan dilakukan dengan
tujuan untuk menahan meloncatnya polar body II
[19]. Proses pengejutan ini bisa dilakukan dengan
kejutan suhu dingin (cold shock), suhu panas (heat
shock) atau kejutan dengan tekanan (pressure
shock) yang masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Khusus pada heat shock, proses lebih
mudah karena secara praktis lebih mudah menjaga
suhu dalam kondisi panas. Proses gynogenesis
yang lain adalah dengan perlakuan kejutan tekanan
(pressure shock).[9,]
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah merencanakan
suatu alat pengatur suhu air (water bath) untuk
proses pengejutan (shocking) gynogenesis dengan
meng-implementasikan kontroller logika fuzzy
dengan
metode
Max-Min
yang
mampu
mempertahankan suhu cairan pengejut dengan
temperatur konstan pada rentang suhu 25ºC sampai
45ºC dan waktu pengejutan pada rentang 1 hingga
10 menit untuk proses gynogenesis ikan mas di
balai benih ikan
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan tersedianya peralatan semiotomatis
untuk proses gynogenesis dengan pengaturan suhu
dan waktu kejut, diharapkan memberikan kontribusi
pada tempat pembenihan ikan mas yaitu bisa
memperbesar prosentase keberhasilan pemijahan
benih ikan mas.
Manfaat dibidang Iptek, adanya peningkatan kultur
peralatan dari peralatan manual ke peralatan
semiotomatis.
Manfaat dibidang ekonomi, terjadinya efisiensi
dalam proses pembibitan ikan karena dengan waktu
dan metode yang sama diharapkan memberikan
Gambar 2.1 Proses Gynogenesis meiosis
Uthairat Na-Nakom (1995) melaporkan bahwa
suhu kejut, bervariasi antara 26ºC sampai 42ºC
tergantung lamanya waktu pengejutan. Suhu kejut
42ºC dalam waktu 1 menit merupakan waktu yang
cukup baik untuk proses gyno. Namun jika
dikehendaki suhu kejut lebih rendah bisa dilakukan
pada suhu 32ºC dengan waktu 3 sampai 5 menit
setelah fertilisasi 12 sampai 16 menit [12]. Untuk
respon diploid cyprinus carpio heat shock dilakukan
pada suhu 40ºC dengan waktu pengejutan 1 sampai
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
3 menit setelah fertilisasi selama 26 sampai 30
menit untuk proses gynogenesis mitosis dan 3 menit
untuk gynogenesis miosis (Minal P BHISE et al,
2000).[13] Pada jenis ikan tertentu kejutan suhu
42ºC dengan waktu 1 menit memberikan pesentasi
hachting dan diploid yang tinggi (U Na Nakom et al
1995).[15] Suhu kejut dijaga konstan selama waktu
pengejutan dengan toleransi suhu sebesar 1ºC [9]
Dalam urutan baku pada proses gyno-genesis
terdapat dua proses yang sangat penting yaitu
meradiasi sperma dan proses kejutan suhu (heat
shock). Seperti terlihat pada Gambar 2.1, sperma
diradiasi dengan sinar ultraviolet (UV) atau bahan
mutagen lain seperti sinar x, gama, dengan tujuan
untuk me-non aktifkan genetik jantan dengan tidak
mengurangi fungsi sperma untuk fertilisasi.
2.2 Pengejutan (shocking)
Polar dalam keadaan normal, telur yang telh
dibuahi akan memiliki sepasang kromosom yang
berasal dari gamet jantan dan betina, tetapi dalam
proses gyno, telur yang dibuahi adalah haploid
karena kromosom jantan tidak berfungsi dan akan
mati (Stanley dan Naparin dalam Rustidja, 1995)
Agar tetap hidup maka diubah menjadi diploid
melalui proses diploidasi yang dapat dilakukan
dengan beberapa cara [1]
a. Kejutan tekanan (pressure shock)
b. Kejutan suhu (heat shock)
- kejutan suhu dingin
- Kejutan suhu panas
c. Secara kimia.
Dari ketiga cara diatas, yang paling banyak
digunakan adalah kejutan suhu panas karena selain
mudah dan murah juga efisien dan dapat digunakan
dalam jumlah banyak [22]
Komen et al dalam Rustidja (2002) mengemukakan
bahwa kejutan panas 40ºC memberikan hasil yang
lebih baik pada gynogenesis meiosis pada ikan
mas.[20]
2.3 Pengaturan suhu kejut
Menurut (Karayucel I, et al 2003) Proses
gynogenesis bisa dilakukan pada suhu dingin (cold
shock) atau pada suhu panas (heat shock) yang
kedua-duanya memiliki kelebihan dan kekurangan.
Khusus pada heat shock, proses lebih mudah
karena secara praktis lebih mudah menjaga suhu
dalam kondisi panas.[23]
Suhu kejut, bervariasi antara 26ºC sampai 42ºC
tergantung lamanya waktu pengejutan. Suhu kejut
42ºC dalam waktu 1 menit merupakan waktu yang
cukup baik untuk proses gyno [17] Namun jika
dikehendaki suhu kejut lebih rendah bisa dilakukan
pada suhu 32ºC dengan waktu 3 sampai 5 menit
setelah fertilisasi 12 sampai 16 menit [12]. Untuk
respon diploid cyprinus carpio heat shock dilakukan
pada suhu 40ºC dengan waktu pengejutan 1 sampai
3 menit setelah fertilisasi selama 26 sampai 30
menit untuk proses gynogenesis mitosis dan 3 menit
untuk gynogenesis miosis [15]. Menurut U Na
Nakom et al (1995) pada jenis ikan tertentu kejutan
suhu 42ºC dengan waktu 1 menit memberikan
A2-8
pesentasi hachting dan diploid yang tinggi. Suhu
kejut dijaga konstan selama waktu pengejutan
dengan toleransi suhu sebesar 1ºC (Karayucel I, et
al 2003)[9]
Pujirahayu Asri dkk (2006) melaporkan dalam
penelitiannya bahwa dari suhu kejut 39ºC, 40ºC dan
41ºC, suhu yang terbaik untuk gynogenesisi ikan
mas adalah 40ºC.[...] Oleh karena itu suhu air untuk
pengejutan harus dijaga konstan pada suhu tersebut
(untuk ikan mas adalah 40ºC). Penyiapan dan
pengaturan suhu air ini bisa dilakukan dengan caracara konvensional maupun otomatis dengan
berbagai macam kontroller dimana salah satunya
adalah kontroler logika fuzzy.
2.3.1 Pengaturan suhu konvensional
Pengaturan suhu air untuk proses pengejutan
dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan
mencampur air panas dan air dingin dan suhu diukur
dengan termometer sampai mencapai suhu 40ºC.
Peralatan untuk proses ini ditunjukkan pada Gambar
2.2 Dengan cara ini maka akan cukup sulit untuk
mempertahankan kesetabilan suhu mengingat
permukaan air cukup luas sehingga akan terjadi
proses konveksi keudara lingkungan. Pengukuran
dengan termometer air raksa memang cukup teliti
tetapi
akan
terjadi
kelambatan
mengingat
termometer jenis ini teliti tetapi lambat [5]
Seperti ditunjukkan pada Gambar. 2.2, penyiapan
air panas untuk shocking dilakukan dengan alat-alat
konvensional seperti kompor, cerek, thermos dan air
dingin.
Untuk pengukuran suhu digunakan thermo-meter air
raksa sementara untuk pengukuran waktu digunanan stopwatch.
Pengaturan suhu dilakukan dengan setiap saat
memeriksa temperatur dan jika terjadi penurunan
suhu maka ditambahkan air panas.
Gambar 2.2 Peralatan untuk mempersiapkan air
panas untuk heat shock.
2.3.2 Pengaturan elektronik
Sirkuit elektronika memberikan banyak pilihan
untuk melakukan pengaturan suatu kerja system
termasuk untuk penga-turan suhu air untuk proses
pengejutan dalam proses gynogenesis. Pengaturanpengaturan tersebut antara lain pengatur dua posisi
(On/Off), PI, PID, adaptif dan Fuzzy. Markande et al,
2004)[12] Pengaturan dengan logika fuzzy makin
banyak
digunakan mengingat
kontroler
ini
merupakan suatu logika yang lebih dekat dengan
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
cara berpikir manusia, keanggotaan himpunannya
mempunyai nilai-nilai bervariasi, menunjukkan nilai
pengukuran secara kualitatif. Hal ini menjadi salah
satu alasan penggunaan logika fuzzy dalam sistem
kendali (Ross,1995: 14)[19] Kontroler logika fuzzy
juga bisa menangani problem-problem yang
komplek dengan tidak tergantung pada pemodelan
matematik yang rumit seperti pada model kontroler
PID. Kontroler logika fuzzy sangat baik untuk
banyak situasi tanpa modifikasi[12]
2.4 Kontroler Logika Fuzzy
Lotfi A Zadeh pada tahun 1965 mengemukakan
suatu himpunan yang disebut himpunan fuzzy (fuzzy
set) untuk menerangkan logika bertingkat. Logika ini
kemudian dikenal dengan logika fuzzy. Zadeh
memilih kata ”fuzzy” untuk merepresentasikan suatu
nilai logika kontinyu antara 0 nol dan 1.
Penelitian tentang aplikasi logika fuzzy pada
proses kejutan suhu (heat shock) dalam proses
gynogenesis pada ikan merupakan pengembangan
atau perencanaan dari cara pengejutan suhu yang
dikerjakan secara manual dengan peralatan
konvensional. Didalam penelitian ini
akan
dikembangkan proses
heat shocking dengan
pengaturan suhu otomatis dimana waktu dan suhu
bisa diprogram sesuai dengan kebutuhan pada
proses gynogenesis.
FLC menggunakan pendekatan yang lebih
sederhana yaitu dengan batasan-batasan negatip,
nol dan positip, dimana pada penelitian ini
digunakan keanggotaan trapesium dan segitiga
untuk Membership Function input (MF input) dan
Singleton untuk MF output dimana dengan bentuk
ini akan memudahkan dalam perhitungan COG.
2.5 Sensor suhu
Kebanyakan penggunaan sensor temperatur
menemui kesulitan dalam aplikasinya. Sebagai
contoh, termokopel yang memiliki tegangan output
sangat kecil dan memerlukan suhu kompensasi
dalam pemakaian. Termistor, terkenal dengan
ketidaklinieran [5] serta pengkondisian sinyal yang
masih melibatkan bermacam rangkaian elektronik
yang tidak sederhana serta sensor yang lain yang
masih memerlukan pengondisian sinyal. Efek yang
timbul dari penggunaan rangkaian elektronik dengan
berbagai tingkatan mungkin justru menimbulkan eror
yang akan mengganggu dalam pemrosesan sinyal.
Dengan adanya sensor temperatur dalam bentuk
Integrated Circuit, maka permasalahan tersebut bisa
diatasi.
Awalnya, sensor dengan IC monolitik seperti
LM3911, LM 134 dan LM 135 akan mengatasi
kesulitan-kesulitan diatas tetapi keluaran dari sensor
tersebut dalam bentuk relativ terhadap suhu Kelvin,
sehingga pada tahun 1983 diperkenalkan dua
sensor temperatur dalam bentuk monolitik yaitu LM
34 dan LM 35 yang masing-masing untuk sensor
presisi dengan skala F (Fahrenheit) dan C (Celcius)
LM 35 adalah IC untuk sensor temperatur yang
presisi dimana keluarannya adalah dalam skala
Celcius yang secara proporsional sebanding dengan
A2-9
temperatur. LM 35 tidak memerlukan kalibrasi
eksternal atau pengaturan-pengaturan lain untuk
memdapatkan akurasi ± ¼ ºC pada temperatur
ruangan dan dengan jangkauan pengukuran –55º C
sampai + 150º C. Impedansi output yang rendah,
output linier, membuat LM 35 mudah untuk
dipadukan dengan sistem lain. Bisa digunakan
dengan suply tegangan tunggal dengan variasi yang
luas dan dengan pemanasan diri (self heating) yang
rendah, output dalam bentuk tegangan linier
sebanding dengan temperatur dengan nilai 10
mV/°C [22]
Gambar 2.3 Bentuk fisik dan notasi LM35
2.6 Aktuator
Aktuator yang merupakan transduser output
adalah suatu perangkat yang berhubungan langsung
dengan proses serta menghasilkan output yang
dibutuhkan oleh proses. Aktuator dalam sistem
pemanas ini adalah sebuah heater (pemanas) elektrik
yang pengaturan dayanya dilakukan dengan metode
pergeseran sudut trigger sehingga pengaturannya
bisa dilakukan dengan cukup halus pada rentang
yang luas.
Gambar 2.4 Pemanas celup
2.7 Mikrokontroller
Mikrokontroler adalah suatu keping IC dimana
terdapat mikroprosesor dan memori program (ROM)
serta memori serbaguna (RAM), bahkan ada
beberapa jenis mikrokontroler yang memiliki fasilitas
ADC, PLL, EEPROM dalam satu kemasan.
Penggunaan mikrokontroler dalam bidang kontrol
sangat luas dan populer.
Ada
beberapa
vendor
yang
membuat
mikrokontroler diantaranya Intel, Microchip, Winbond,
Atmel, Philips, Xemics dan lain - lain. Dari beberapa
vendor tersebut, yang paling populer digunakan saat
ini adalah mikrokontroler buatan Atmel.
Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard’s Risc prosesor)
memiliki arsitektur RISC 8 bit, di mana semua
instruksi dikemas dalam kode 16-bit (16-bits word)
dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1
(satu) siklus clock, berbeda dengan instruksi MCS
51 yang membutuhkan 12 siklus clock. Tentu saja
itu terjadi karena kedua jenis mikrokontroler tersebut
memiliki arsitektur yang berbeda. AVR berteknologi
RISC (Reduced Instruction Set Computing),
sedangkan seri MCS 51 berteknologi CISC
(Complex Instruction Set Computing). Secara umum,
AVR dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu
keluarga ATtiny, keluarga AT90Sxx, keluarga
ATMega dan AT86RFxx. Pada dasarnya yang
membedakan masing –masing kelas adalah memori,
peripheral, dan fungsinya. Dari segi arsitektur dan
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
instruksi yang digunakan, mereka bisa dikatakan
hampir sama. Oleh karena itu, dipergunakan salah
satu AVR produk Atmel, yaitu ATMega8535. Selain
mudah didapatkan dan lebih murah ATMega8535
juga memiliki fasilitas yang lengkap.
3. KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Seperti ditunjukkan pada gambar 2.1, salah satu
proses yang sangat penting dalam pelaksanaan
gynogenesis adalah perlakuan kejutan panas.
Belum tersedianya peralatan untuk proses tersebut
salah satunya adalah mengakibatkan produktivitas
benih yang rendah.
Mengacu pada permasalahan yang ada
dimana proses pengejutan suhu masih dikerjakan
dengan peralatan konvensional sehingga suhu kejut
yang dihasilkan tidak stabil, maka perlu dirancang
suatu alat yang bisa mempertahankan temperatur
pada suhu yang stabil selama proses pengejutan
suhu berlangsung.
Kerangka konsep untuk maksud tersebut adalah
sebagai berikut.
Dimulai dari pokok permasalahan yang ada di Balai
Benih Ikan, dimana
- Peralatan untuk heat shock masih
konvensional
- Pengaturan suhu tidak stabil
- Kwantitas tetasan telur rendah
Maka diperlukan suatu perencanaan alat yang bisa
bekerja semiotomatis dalam pengaturan suhu
sehingga didapat suhu yang stabil.
A2-10
gynogenesis, BBI, Punten, Batu, Malang
alat-alat untuk heat
shock konvensional
pengaturan suhu
tidak stabil
kwantitas tetasan telur
rendah
merancang alat untuk proses heat shock dengan suhu yang stabil dilengkapi
dengan pewaktu
disain mekanik
disain kontroler
disain pengujian
pustaka
bak pengejutan:
- cukup untuk 4 buah
saring penetasan, ukuran
50 x 60 x 20 cm
- Ketinggian air 6 – 10 cm
- Pemanas 350 W x 5
- Pewaktu 1 – 9 menit
- Pengadukan dengan
sirkulasi
Terima / tolak Ho
fuzzy max-min
fuzzyfikasi segitiga
defuzzyfikasi
singleton
Pengujian alat
- Suhu, waktu,
gangguan
sesuai
Pengujian hasil
Hasil fertilisasi
Hasil tetasan
Analisa
data
Pengujian statistic
Membandingkan
hasil tetasan dengan
metode
konvensional
kesimpulan dan saran
Gambar 2.1 Kerangka konsep berpikir
Perancangan meliputi:
- Perancangan mekanik, meliputi
perancangan boks untuk bak, letak pompa,
pemanas, jalur pipa sirkulasi air dan letak
kontroler serta bentuk tampilan yang dikehendaki.
- Perancangan perangkat lunak yaitu untuk
kontroler logika fuzzy dengan metode Max-Min.
- Perancangan pengujian, meliputi pengujian
kontrol suhu, waktu, gangguan serta pengujian
fungsi alat dengan
pengujian
langsung
dilapangan.
- Pengujian hasil tetasan telur diban-dingkan
dengan penggunaan alat konvensional dengan
uji t 2 sampel
untuk menguji hipotesis yang diambil. Dari pengujian
dan pem-bandingan bisa diambil kesimpulan
Sedangkan alur kerja dari penelitian ini adalah
seperti pada gambar 3.2 berikut.
Didalam penelitian ini akan dirancang suatu
kontroller fuzzy untuk mengatur suhu air untuk
proses gynogenesis sehingga didapatkan suatu
suhu yang konstan dengan adanya perubahan
volume maupun disturbance yang lain. Berdasarkan
identifikasi masalah dimana suhu air akan turun jika
dimasukkan benda lain yang lebih dingin,
sedangkan pada proses heat shock diperlukan suhu
yang konstan
3.2 Pemilihan Kontroler
Pemilihan kontroler didasarkan pada sifat-sifat
plant yang akan dikontrol. Jika respon yang
dikehendaki harus cepat maka perlu kontrol cerdas
yang cepat dalam merespon perubahan. Untuk plant
pada proses shocking gynogenesis, tidak diperlukan
respon yang cepat, gangguan yang terjadi juga
rendah, mengatur suhu pada air dengan volume
tetap, maka dengan memilih kontroler Logika Fuzzy
akan cukup untuk mengontrol plant. Fuzzy
merupakan salah satu kontrol cerdas (intelligent
control) dari tiga kontrol cerdas yaitu artificial
intelligent, fuzzy control dan neural network. Kontrol
fuzzy adalah yang paling praktis. Kelebihan dari
kontrol fuzzy adalah tidak diperlukannya model
matematika dari obyek yang dikontrol [3]
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan,
logika fuzzy dapat menghasilkan performansi sistem
yang
lebih
baik
dibandingkan
kontroller
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
konvensional.
Markande D S dkk (2004)
menyimpulkan bahwa kontroler logika fuzzy lebih
cepat dibanding kontroler PID. Anis H dkk (2000)
juga menyimpulkan bahwa kendali fuzzy mampu
mengatasi gangguan dari luar dengan degradasi
respon kendali yang tidak terlalu signifikan.
Kontroller fuzzy merupakan pengembangan dari
kontroller dua posisi, dimana pada kontroller fuzzy
dilengkapi dengan algoritma pembelajaran dan
hukum adaptasi sehingga dapat mengubah dan
menyesuaikan
A2-11
Dalam pengujian hasil dilakukan dengan
membandingkan antara hasil tetasan telur (hatching
rate) menggunakan cara-cara konvensional dan
dengan menggunakan alat hasil rancangan. Dalam
pelaksanaannya akan didapat 2 (dua) sampel, yakni
sampel
hasil
tetasan
menggunakan
cara
konvensional
dan
sampel
tetasan
dengan
menggunakan alat hasil rancangan. Metode untuk
mengetahui
alat
mana
yang
lebih
baik
menggunakan uji t dua sampel dengan hipotesis
H0 : u1 = u2
H1 : u1 ≠ u2
Knowledge Base
Data Base
Membership
Function
t hit =
Rule Base
Control
Inference
1 −
X 2
Defuzifikasi
Controlled
System
S 12 ( n 1− 1)
(3.3)
)−
(u
1− u 2
)
1
1
+
n 1
n 2
Sp
Sp =
Fuzzifikasi
(X
(3.2)
+S
n 1+ n 2 − 1
Tolak H0 jika thit
:
2
2 ( n 2 − 1)
⟩ t nα1/+2n 2 − 2
(3.4)
4. METODOLOGI PENELITIAN
Enviroment
Gambar 3.3 Diagram blok sistem logika fuzzy
parameter kendali secara otomatis sesuai dengan
kelakuan sistem yang dikehendaki
Bila kontroler konvensional ditentukan dengan
persamaan-persamaan matematika, kontroler logika
fuzzy
ditentukan
oleh
algoritma
berbasis
pengetahuan yang dituangkan dalam bentuk fungsi
aturan dan keanggotaan fuzzy. Untuk pengaturan
temperatur diagram blok ditunjukkan pada gambar
3.3 berikut. Pada penelitian ini, tempertaur (variabel
tetap) ditentukan oleh pamanas dari tegangan
output (variabel yang dikontrol). Transformasi fungsi
keanggotaan masukan crisp (temperatur) kedalam
fuzzy set merupakan proses fuzzyfikasi sedangkan
proses defuzzyfikasi adalah mengembalikan fuzzy
set kedalam crisp output (tegangan).
3.3 Hipotesis
Dengan kesetabilan suhu kejut yang baik,
diharapkan dapat memberikan prosentase tetasan
telur (hatching rate) yang lebih tinggi dibanding
dengan pengejutan dengan cara konvensional,
Laju tetasan (hatching rate) dihitung dengan
(Rustidja, 1995:27)
h =
dimana
a
x100%
a + b + c
(3.1)
a: jumlah larva menetas normal
b: jumlah larva menetas cacat
c: jumlah larva tidak menetas
Pengujian hasil
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah rancang bangun dengan
mengimple- mentasikan sistem elektronika
4.2 Bahan dan Alat
Bahan dan alat untuk bak shocking
1. Bak pengejut dan mekanik 2. Heater listrik
3. Pompa sirkulasi
4. Sensor suhu
LM 35
4. Sensor suhu LM 35
5. Termometer
6. Stopwatch
7. Multimeter
digital
6. Mikrokontroler ATMega 8535 dan
kelengkapan ranngkaian.
8. LCD graphic dan kelengkapannya.
10. Electronic tool
11. Komponen penunjang
Bahan dan alat fertilisasi
1. Indukan ikan jantan dan betina
Lampu UV
3. Tempat telur ikan
Bak Penetasan
4. Larutan penyubur Laktat ringer
Saring
Penetasan
5. Larutan NaCL fisiologis
4.3 Metode Penelitian
Penelitian
ini
merancang
dan
mengimplementasikan kontroler logika fuzzy sebagai
kontroler pengaturan suhu air untuk proses heat
shock.
Adapun metode penelitian dapat diuraikan sebagai
berikut :
4.3.1 Perancangan Spesifikasi Alat
Alat pengatur suhu kejut untuk proses
gynogenesis ini dirancang dengan spesifikasi
sebagai berikut.
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
- Luas permukaan air : 40 x 50 cm
- Level tinggi air
: 4 – 8 cm
- Volume air
: 8 s/d 16 liter
- Kapasitas telur
: 4 x 200 butir
- Kontrol temperatur
: 25 s/d 50ºC
- Resolusi suhu
: 0,2 ºC
- Pewaktu
: 1 s/d 10 menit
4.4.2 Perancangan Blok Diagram
Rancangan perangkat keras terdiri dari
mikrokontroler, tampilan, keypad, sensor suhu,
alarm, heater, pompa serta zero crossing detector.
Tampilan Suhu
Set Temp
Set Waktu
Mikro
kontroll
er
Tampilan waktu
Alarm
Start/stop
Driver
Pompa
zero cross
Driver
Pemanas
Sensor
Suhu
fuzzy
Pemanas
Water Bath
Gambar 4.1 Blok rancangan alat untuk heat shock
4.4.2 Perangkat Keras
a. Rotary switch
Berupa tombol putar DPMT untuk memberikan
perintah, memasukkan data suhu, waktu serta
eksekusi program. Terdiri dari satu induk enam pole
yang dimanfaatkan 4 pole untuk memberikan pilihan
suhu 38, 39, 40 dan 41°C serta tombol yang lain
untuk memberikan pilihan waktu 0,5 1 1,5 dan 2
menit.
b. Zero Crossing Detector
Agar PWM bisa bekerja dengan tepat sesuai
dengan sudut penyalaan TRIAC pada SSR (Solid
State Relay) maka diperlukan deteksi persilangan
nol dari jala-jala listrik. Pengaturan sudut penyalaan
(trigger) diperlukan untuk mengatur daya dari heater.
c. Tampilan (display)
LCD graphic GM24644 merupakan modul
terintegrasi untuk menampilkan karakter dengan
format dot matrix 5 x7 untuk menampilkan suhu dan
waktu pengejutan.
d. Alarm
Menggunakan dc buzzer 5 volt dimana secara
internal sudah dikondisikan jika diberikan tegangan
5 volt akan memberikan suara beep.
e. Driver pompa
Pompa sirkulasi dari jenis pompa akuarium
dengan daya 25 watt. Karena pompa dikendalikan
secara ON/OFF maka driver direncanakan dengan
relay mekanik.
A2-12
M
Gambar 4.3 Driver pompa
f. Driver Pemanas
Driver untuk pemanas harus mampu mensuply
arus untuk pemanas dan mengisolasi MK. Hal ini
bisa dilakukan dengan relay elektronik atau SSR
(Solid State Relay)
Solid state relay (SSR) adalah sebuah relay
dengan komponen solid state (TRIAC) sehingga
kerja dari relay ini terhindar dari komponen mekanik,
tidak ada bounching, tidak ada spark, gerakan, aus,
tegangan
eksitasi
sehingga
secara
umum
penggunaan solid state relay memberikan tingkat
keamanan yang tinggi serta umur yang lebih
panjang. Relay ini juga praktis karena dapat
langsung diaktifkan dengan tegangan dan arus yang
rendah sehingga bisa langsung dihubungkan
dengan port.
Secara umum SSR tersusun dari sebuah
optotriac yang terdiri dari LED dan Phototriac
dimana jika LED aktif (menyala) akan mengaktifkan
phototriac sehingga TRIAC (didalam MOC 3020) ON.
Jika TRIAC didalam MOC ON maka akan
memberikan arus gate pada TRIAC eksternal dan
TRAC eksternal akan ON. Gambar 2.15
memperlihatkan SSR sederhana.
Gambar 4.4 Solid State Relay
g. Sensor
Sensor suhu yang digunakan adalah LM35
dimana sensor ini akan langsung mengkonversi
besaran suhu yang diterima langsung kedalam
bentuk output tegangan dc dengan nilai konversi 10
mV/ºC. Tidak diperlukan penambahan komponen
eksternal
Gambar 4.5 rangkaian LM35
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
h. Pengkondisian sinyal
Penggunaan mikrokontroler jenis ATMega 8535
memberikan kemudahan dalam perencanaan
hardware karena tidak diperlukan ADC eksternal,
sehingga keluaran dari LM35 bisa langsung
dimasukkan kedalam port MK dan pengkondisian
dilakukan secara software. Pengkondisian secara
eksternal dilakukan pada pemilihan tegangan
referensi ADC.
Spesifikas fisik
a. Dimensi bak pengejut : 60 x40 x 20 (cm)
b. Tinggi permukaan air : 4 – 8 cm
c. Volume air maksimum 16 liter
d. Heater
: 2 x 350 Watt / 220 Volt
e. Bahan : Fiber glas, plastik atau mika
f. Rangka : besi 2 x 2 cm
g. Pompa sirkulasi : Halico 8 Watt
A2-13
d. Toleransi 2,5 % set point (± 1°C)
e. Volume air kecil ( 15 Ltr maks)
f. Volume tetap
g. Pelaksanaan proses 1,5 menit
Dengan pertimbangan sifat plant tersebut maka
dipilih kontroler logika fuzzy.
4.4.3 Perangkat Lunak
Pembuatan perangkat lunak diawali dengan
membentuk membership function dari crisp input
dan output. Pada penelitian ini terdapat dua crisp
input dan satu crisp output. Crisp input yaitu Errod
dan dError sedangkan crisp output adalah pemanas
(heater).
FLC menggunakan batasan-batasan yang
sederhana yaitu dengan menggunakan batasan
negatif, nol dan positip. Pada penelitian ini
digunakan segitiga dan trapesium untuk MF input
dan singleton untuk MF output.
i. Disain Mekanik
50
10
110
pompa
sirkul
40
heater
Gambar 4.7 Fungsi keanggotaan error
a) Pandangan atas
7
Gambar 4.8 Fungsi keanggotaan d-Error
Kontrol Elektronik
40
b) Pandangan depan
Gambar 4.9 Fungsi keanggotaan pemanas
Tabel 4.1 Kaidah atur
BAK PENGEJUT
Gambar 4.6 Rancangan mekanik
Pemilihan kontroler
Pemilihan kontroler didasarkan pada sifat-sifat plant.
Plant pada penelitian ini antara lain
a. Pengaturan air suhu rendah (typical : 40°C)
b. Tidak diperlukan respon yang cepat untuk
mencapai set point.
c. Fluktuasi gangguan rendah.
Error
D_er
ror
NB
NK
NOL
PK
PB
NB
Dingin
Dingin
Agak_
hgt
Agak_
pns
NK
Dingin
NOL
Dingin
PK
Dingin
PB
Agak_
hgt
Hanga
t
Agak_
pns
Agak_
pns
Agak_
pns
Agak_
pns
Agak_
hgt
Agak_
hgt
Agak_
hgt
Agak_
hgt
Hngat
Hngat
Hngat
Hngat
Panas
Panas
Panas
Panas
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
µ (z).z
∑
z=
∑µ (z)
i ci
*
*
dimana z
µci(z)
zi
sumbu z
i
i ci
(4.1)
= crisp output
= fuzzy output
= posisi singleton
pada
5. PENGUJIAN DAN ANALISIS
5.1 Pengujian sensor suhu
Sensor suhu berupa chip IC LM35 diuji untuk
melihat tegangan output hasil konversi internal.
Menurut data sheet, LM35 mempunyai respon
keluaran yang linier terhadap suhu dengan koefisien
10 mV/°C. Sebagai pembanding adalah termometer
digital. Hasil pengukuran ditunjukkan pada tabel 5.1
Alat dan bahan yang diperlukan
1. Termometer digital dan analog.
2. Power suply 5 volt
3. Air panas dan dingin
4. Tempat air.
5. Voltmeter digital.
Langkah pengujian
1. Termometer analog sebagai referensi.
2. Campur air panas dan dingin sampai
mencapai suhu T1.
3. Masukkan LM35 yang sudah dirangkai
dengan suply.
4. Ukur tegangan output LM35.
Keterangan:
T1 : hasil pembacaan termometer air raksa.
T2 : hasil pembacaan termometer digital
Vo : tegangan output LM35 diukur dengan voltmeter
digital.
rata-rata kenaikan tegangan output dari LM35
adalah :
∆vo = (Vmax – Vmin)/(Tmak – Tmin)
= (502 – 245)/(50 – 24,1)
= 9,94 mV/°C
ada perbedaan 0,6 % dari data sheet.
5.2 Pengujian heater
Pemanas (heater) terdiri dari 2 buah pemanas
celup yang akan diuji secara open loop untuk
mengetahui suhu maupun waktu pada pemicuan
tertentu. Pengujian ini juga untuk mengetahui waktu
minimal yang dibutuhkan heater untuk mencapai
nilai set point tertentu (40ºC). Volume air pada batas
level yang ditentukan kurang lebih 10 liter.
Dari pengukuran
Tegangan V = 212 V
Arus
I = 3,4 A
sehingga daya pada heater;
P = V.I
= 212 x 3,4
= 720 Watt
kenaikan suhu open loop
70
60
50
suhu
Defuzzyfikasi
Defuzzifikasi yaitu proses untuk mengubah
fuzzy output
menjadi crisp output. Hasil
defuzzifikasi inilah yang menentukan besarnya daya
heater yang dipakai. Metode defuzzifikasi yang
digunakan pada makalah ini adalah COG. Untuk
fungsi keanggotaan keluaraan fuzzy singleton,
persamaan defuzzifikasi COG dinyatakan sebagai
berikut :
A2-14
40
30
20
10
0
1
3
5
7
9
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31
waktu (menit)
Gambar 5.2 Kenaikan suhu dengan 2 heater
Kenaikan suhu;
∆T = (60 – 24,6) / (31-2)
= 1,22 °C/menit
Untuk penurunan suhu dilakukan dengan cara
mematikan seluruh heater dan suhu air akan
menurun dengan konveksi alami dari permukaan air
ke udara sekitar.
grafik penurunan suhu
45
respon output lm35
40
600
35
output (mVolt)
500
30
15
25
400
10
300
5
200
0
1
100
4
7
10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40
waktu
Gambar 5.3 Penurunan suhu
0
0
10
20
30
suhu
40
50
Gambar 5.1 Respon LM 35
60
Pengujian konversi ADC (internal)
Konversi pada ADC berhubungan dengan
resolusi suhu yang direncanakan. Perencanaan
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
resolusi suhu adalah 0,2°C yang setara dengab 2
mV output LM35. Agar perubahan input ADC 2 mV
setara dengan perubahan 1 bit maka tegangan
referensi harus dibuat sebesar:
A2-15
Hasil 39,7
39,8
39,7
error 0,75
0,5
0,75
Rata –rata error : 0,6 %
39,8
0,5
39,8 °C
0,5 %
respon kontroler set point 39 C
45
Vref
n −1
Vref
2mV =
sehingga
1024 − 1
res =
40
35
30
suhu
25
20
15
Vref = 2,046 Volt (ADC 10 bit)
10
5
5.4 Pengujian pewaktu
Pengujian dilakukan dengan mem-bandingkan
dengan stopwatch digital yang ada pada fasilitas
handphone. Hasil tidak memberikan perbedaan
yang berarti.
Alat dan bahan
1. Modul control dan display
2. Stopwatch
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728
waktu (menit)
Gambar 5.5
Respon suhu pada set point 39°C
dengan kontroler FLC
respon kontroler set point 41 C
45
40
35
5.5.1 Pengujian kontroler
Menguji kerja kontroler jika diberikan set point
suhu tertentu.
Tabel 5.5 Pengamatan suhu pada set point
40°C
SET SUHU : 40°C
waktu suhu
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
24.6
26.3
28.2
30.9
32
33.8
35
36.6
37
37.5
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
38
38.4
38.7
39
39.2
39.4
39.6
39.7
39.7
39.7
21
22
23
24
25
26
27
28
39.8
39.8
39.7
39.7
39.8
39.7
39.8
39.8
respon suhu kontroler
45
40
30
suhu
5.5 Pengujian lengkap
Pengujian lengkap dilakukan di Balai Benih Ikan
Punten, Batu, Malang dengan cara melaksanakan
proses gynogenesis secara lengkap mulai dari
penyiapan induk, pengambilan telur dan sperma,
perlakuan pra shocking, penyinaran, shocking,
sampai pada penetasan. Sebagai pembanding
dilakukan juga pengambilan data tetasan telur untuk
proses gynogenesis dengan penyiapan heat shock
secara konvensional.
25
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728
waktu (menit)
Gambar 5.6 Respon suhu pada set point 41°C
dengan kontroler FLC
Uji Gangguan (disturbance)
Uji dilakukan untuk melihat respon kontroller jika
diberikan gangguan. Disturbance dilakukan dengan
menuangkan air dingin pada saat suhu water bath
sudah mencapai nilai set point. Tabel 5.6 berikut
menunjukkan uji pada set point 40°C. Detik ke-0
dihitung saat air dituangkan kedalam bak.
Tabel 5.6 Uji gangguan
gangguan
t
suhu
(detik)
gangguan
0
39.8
11
1
39.7
12
2
39.3
13
3
39
14
4
38.2
15
5
37
16
6
37.2
17
7
37.8
18
8
38.3
19
9
38.8
20
10
39.5
suhu
39.6
39.7
39.8
39.8
39.7
39.8
39.9
39.8
39.7
39.7
35
suhu
30
respon gangguan
25
40
20
39.5
15
39
suhu
10
5
0
38.5
38
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728
waktu
Gambar 5.4 Respon suhu pada set point 40°C
dengan kontroler FLC
37.5
37
0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42
waktu (detik)
Gambar 5.7 Respon terhadap gangguan
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
5.5.1 Hasil uji konvensional.
Hasil uji dilakukan dengan menghitung jumlah
telur yang menetas 2 hari pasca shocking. Telur
yang menetas ditandai dengan berubahnya telur
menjadi larva hidup. Pada tahap ini belum
menghitung jumlah larva yang cacat karena
hatching rate hanya melihat jumlah larva hidup.
Hasil proses gyno konvensional ditunjukkan pada
tabel 5.7
47
48
49
423
324
356
136
103
80
22
17
18
287
221
276
Keterangan :
Jml tlr : jumlah telur saat shocking
mnts : jumlah telur yang menetas 2 hari setelah
shocking.
%
: presentasi telur yang menetas.
hasil shocking konvensional
500
450
400
350
jumlah telur
Gangguan dilakukan dengan menuangkan air dingin
(±24°C) sebanyak ± 1 liter. Suhu turun menjadi
kurang lebih 37,5°C pada t = 8 detik. Suhu
mencapai nilai set point pada t = 34 detik. Waktu
recovery = 34 – 8 = 26 detik.
A2-16
300
250
200
150
Tabel 5.7 Pengujian shocking konvensional
perc
jml
terbuahi mene
mati
ke
telur
tas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
196
329
366
365
389
423
324
356
458
405
370
310
490
329
284
297
152
225
520
322
331
289
546
412
425
323
321
311
344
516
382
457
420
426
383
287
383
225
324
422
330
321
316
346
310
324
118
45
70
152
108
136
103
80
107
130
114
140
149
68
98
166
66
129
284
190
248
170
218
150
83
112
94
62
146
130
94
225
160
210
215
170
94
129
100
83
68
110
94
218
140
90
21
8
9
12
11
22
17
18
9
6
21
13
10
10
7
23
7
19
33
21
43
26
32
9
11
9
12
12
26
22
30
35
16
38
21
28
29
19
17
11
11
11
12
32
13
8
78
284
296
213
281
287
221
276
351
275
256
170
341
261
186
131
86
96
236
132
83
119
328
262
342
211
227
249
198
386
288
232
260
216
168
117
289
96
224
340
261
211
222
128
170
234
100
50
0
1
2
3
4
5
6
jmlh
7
8
9 10
percobaan ke
fertil
tetas
11
12
13
14
15
mati
Gambar 5.8 Hasil shocking dengan pengaturan
suhu konvensional.
Jumlah pengamatan
: 49
Jumlah telur total
: 17487
Terbuahi (fertile)
: 6385
Menetas
: 887
Mati
: 11102
Prosentase fertilisasi
: 36,5 %
Prosentase tetasan
terhadap fertile : 13,9 %
Mati
: 63,4 %
5.5.2 Hasil uji alat
Dilakukan
proses
yang
sama
dengan
konvensional tetapi untuk heat shock igunakan alat
hasil rancangan. Hasilnya adalah seperti pada table
5.8
Tabel 5.8 Pengujian shocking dengan alat
pengatur suhu otomatis.
Jmlh
fertil mene
mati
perc
ke
telur
tas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
381
341
289
330
200
310
406
311
211
275
278
357
352
500
481
142
411
320
447
361
375
119
91
175
200
114
49
151
156
125
176
101
168
85
302
154
66
150
130
127
125
114
16
21
30
31
20
11
41
21
26
35
11
20
21
45
22
11
31
20
28
34
38
262
250
114
130
86
261
255
155
86
99
177
189
267
198
327
76
261
190
320
236
261
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
161
98
78
98
156
145
248
78
151
225
124
246
228
104
108
180
171
200
256
107
98
120
92
130
121
156
150
93
25
11
11
21
36
56
53
15
46
45
27
43
42
23
25
35
26
25
45
27
23
21
9
25
16
28
23
21
239
103
117
222
183
361
83
251
173
301
197
191
113
206
216
98
249
180
160
273
248
201
212
94
201
264
162
307
prosentase fertilisasi
70
60
50
%fertil
400
201
195
320
339
506
331
329
324
526
321
437
341
310
324
278
420
380
416
380
346
321
304
224
322
420
312
400
0
1
7
8
9
10
11
12
13
14
15
jmlh telur
percobaan ke
fertil
tetas
3
4
5
6
7
8
9 10 11
percobaan ke
12
13
14
15
16
17
18
kontrol fuzzy
Analisa
Karena jumlah telur yang diamati berbeda antara
alat 1 dan alat 2, maka data yang dianalisa adalah
data rasio (proporsi) antara jumlah telur yang
menetas dengan jumlah telur yang diamati, sebagai
contoh, misal pada data ke 1 alat 1:
mati
Gambar 5.9 Hasil shocking dengan pengaturan
suhu otomatis KLF.
Jumlah pengamatan
Jumlah telur total
Terbuahi (fertile)
Menetas
Mati
2
5.5.3 Uji statistik
Dalam pengujian hasil dilakukan dengan
membandingkan antara hasil tetasan telur (hatching
rate) menggunakan cara-cara konvensional dan
dengan menggunakan alat hasil rancangan. Dalam
pelaksanaannya akan didapat 2 (dua) sampel, yakni
sampel
hasil
tetasan
menggunakan
cara
konvensional
dan
sampel
tetasan
dengan
menggunakan alat hasil rancangan.
0
jmlh
6
7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
pengamatan ke
konvensional
kontrol fuzzy
konvensional
100
6
5
Gambar 5.11 Prosentase tetasan
200
5
4
50.0
45.0
40.0
35.0
30.0
25.0
20.0
15.0
10.0
5.0
0.0
1
300
4
3
prosentase tetasan
400
3
2
Gambar 5.10 Prosentase fertilisasi
hasil shocking alat otomatis
2
30
10
500
1
40
20
% menetas
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
A2-17
: 49
: 16805
: 7000
: 1336
: 9805
Prosentase fertilisasi
: 41,6 %
Prosentase tetasan
terhadap fertile
: 19,1 %
Mati
: 58,3 %
Tabel 5.9 Perbandingan hasil
konvensional
Prosentase
%
Fertilisasi
36,5
Menetas
13,9
Mati
63,4
Otomatis
%
41,6
19,1
58,3
Jumlah telur diamati
Jumlah menetas
maka proporsi telur
yang menetas
: 196
: 21
: 21/196 = 0,107
untuk mengetahui apakah alat 2 lebih baik (lebih
buruk) dari alat 1 digunakan uji t untuk dua sampel
independen dengan hipotesis sbb
H0
: rata-rata proporsi yang menetas pada
alat 2 tidak lebih banyak dari alat 1
H1
: rata-rata proporsi yang menetas pada
alat 2 lebih banyak dari alat 1
Hasil analisis dengan minitab 15 ;
Two-Sample T-Test and CI: Data; Alat
Two-sample T for Data
Alat
N
Mean StDev SE Mean
1
49
0,0529 0,0265 0,0038
2
49
0,0804 0,0287 0,0041
Difference = mu (1) – mu (2)
Estimate for difference: - 0,027551
95% upper bound for difference: - 0,018286
T-Test of difference = 0 (vs <): T-Value = -4,94
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
P-Value = 0,000 DF = 96
Both use Pooled StDev = 0,0276
Karena P-Value < taraf nyata (tingkat kesalahan)
5 % maka kesimpulanya adalah “tolak H0” artinya
rata-rata proporsi telur yang menetas pada alat 2
lebih banyak disbanding dengan alat 1. Hal ini
berarti alat 2 lebih baik disbanding alat 1.
perbandingan alat 1 dan 2
0.12
proposri tetasan
0.1
0.08
0.06
0.04
A2-18
berbagai keperluan yang membutuhkan water
bath.
2. Bisa dikembangkan dengan membuat aksi balik
dari kontroler yaitu dengan menam-bahkan
kontrol pendinginan sehingga jika terjadi
overshoot akan lebih cepat dikembalikan ke set
point.
3. Akan lebih baik jika dilengkapi dengan kontrol
radiasi ultraviolet, karena irradiasi ini juga
berperan penting dalam proses gynogenesis.
4. Untuk penghitungan jumlah telur, tetasan dan
fertilisasi sebaiknya dilakukan dengan teknologi
image processing agar proses penghitungan bisa
lebih cepat.
0.02
0
1
alat
2
Gambar 5.12 Perbandingan mean alat 1 dan 2
Pembahasan
Pengaturan suhu pada water bath dengan
kontroler logika fuzzy memberikan hasil kesetabilan
suhu yang cukup baik dengan tidak terjadi overshoot,
prosentase error yang cukup rendah (0,6%) serta
cukup cepat merespon gangguan meskipun cukup
lambat untuk mencapai set point. Dibutuhkan waktu
18 sampai 19 menit untuk mencapai set point
dibanding dengan 11 menit bila dilakukan pada
open loop. Kesetabilan suhu cukup baik. Rasio hasil
gynogenesis jika dilihat dari jumlah telur yang
terfertilisasi, tetasan menunjukkan kenaikan sekitar
5% sementara untuk jumlah yang mati mengalami
penurunan meskipun prosen-tasenya cukup kecil
(5 %). Dari uji statistik memperlihatkan bahwa
shocking dengan kontrol suhu logika fuzzy
memberikan hasil yang lebih baik dengan
prosentase tetasan yang lebih tinggi dan prosentase
kematian telur yang lebih rendah.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Secara kuantitatif , water bath dengan kontroler
logika fuzzy memberikan hasil fertilisasi dan
tetasan yang lebih baik untuk proses heat shock
gynogenesis.
2. Pengaturan suhu air dengan FLC untuk proses
heat shock cukup stabil. Hal ini bisa dilihat pada
Gambar 5.4-5.6 dimana tidak terjadi overshoot
serta prosentase error yang kecil (0,6%) disekitar
set point.
3. Prosentase tetasan meningkat sebesar 5.1%
dibanding dengan cara konvensional sementara
untuk jumlah telur yang mati mengalami
penurunan 5%
4. Dengan logika fuzzy respon output agak lambat
tetapi tidak terjadi overshhot.
5. Pewaktuan lebih akurat dan dengan adanya
alarm akan menghindarkan proses dari over
shocking.
6.2 Saran
1. Akan lebih baik jika pengaturan suhu dan waktu
dibuat variabel, sehingga variasi suhu menjadi
lebih banyak dan bisa dimanfaatkan untuk
UCAPAN TERIMA KASIH
Ibu Dewi Kepala BBI Batu, Bpk Budi staf BBI Batu
yang telah memfasilitasi dan membantu penelitian
ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Adi Sucipto, Broodstock Management Ikan Mas
dan Nila, Departemen Kelautan dan
Perikanan Dirjen Perikanan budidaya, Balai
Budidaya Air Tawar Sukabumi, 2005
[2] Anies Hanawati, Thiang, Resmana, Prototipe
sistem kendali temperatur berbasis
fuzzy
logic pada sebuah inkubator, 2000
[3] Bambang Siswoyo, Implementasi Algoritma
Fuzzy dalam FPGA sebagai Kontroler
Sistem Pengaturan Temperatur pada
Proses Pencampuran Cairan, 2007
[4] CongdaLu, Zhiping Liao, Hong Jia and Guozhong
Chai, Design of Fuzzy Control of Fast Drying
Equipment for Chinese Herbs, International
Journal of Information Technology, Vol V No
12, University of Technology, Hangzhou,
China, 2006
[5] Curtis
D
Johnson,
Process
Control
Instrumentation Technology,
[6] Herwandi, Aplikasi Algoritma Logika Fuzzy pada
Kontroler sistem Pengaturan Temperatur
Proses Etsa Printed Circuit Board, 2007
[7] Eko Kurniawan, Pengaruh lama radiasi UV
terhadap tingkat penetasan (hatching rate)
dan tingkat kelulushidupan (survival rate)
pada proses androgenesis ikan mas, Skripsi,
Fak. Perikanan Universitas Brawijaya 2000.
[8] Eric Christopher Herbst, Induction of Tetraploidy
in Zebrafish Danio Rerio and Nile Tilapia
Oreochroms Niloticus, 1992,
[9] Iryanto Hasanudin, Ir, Optimalisasi Waktu
Pengejutan Panas pada Tetraploid Ikan Mas
(Cyprinus Carpio, L), Ras Punten terhadap
tingkat Penetasan Telur, Batu 1998
[10]Jun yan dkk,. Using Fuzzy Logic. prentice Hall
International, British. 1994
[11]Karayucel
Ismihan,
Karayucel
Sedat,
Optimisation of UV Treatment Duration to
Induce Haploid in Nile tilapia, University of
Ondokuz Mayis, Faculty of Fisheries, Turkey,
2003
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
[12] Kucharczyk D, , Meiotic gynogenesis in ide
(leuciscus idus L) induced by high
temperature schok, 2004
[13] Loopstra Diane P, Hansen A Patricia, Triploidy
Induction in Arctic Char Salvenilus alpinus
using Heat Shocking and Pressure Shocking
Technique, fishery data report no 06-19,
2006,
[14] Markande D S, Joshi P M, Katti S K,
Microcontroller
based
Temperature
Controller-implementation of Fuzzy Logic,
Dept of Electronic Rajarshi shan College of
engeenering, 2004
[15] Minal P BHISE, Tariq A KHAN, Androgenesis:
The best tool for Manipulation of Fish
Genomes 2000,
[16] Mohamed H.A, Hew W.p, A Fuzzy Logic Vektor
Control of Induction Motor, IEEE Control
System, 2000.
[17] Na Nakom, Comparison of cold and heat
shocks to induce diploid gynogenesis in Thai
walking catfish (clarias macrocephalus) and
performances gynogen, 2002,
[18] Pongthana N, , Aquaculture Genetics Research
in Thailand, 2001
[19] Rojas I, Pomares H, Gonzalez J, Herrera L J,
Guillen A, Rojas F, Valenzuela O; Adaptive
fuzzy controller: Aplication to the control of
the temperature of a dynamic room in real
time, 2006
[20] Ronald E Walpole & Raymond H Myers
(terjemah) Ilmu Peluang & Statistika untuk
Insinyur & Ilmuwan, edisi ke-4, ITB,
Bandung, 1995
[21] Ross Timothy J, Fuzzy Logic with Engineering
Applications, McGraw Hill Inc, 1995
[22] Rustidja, Gynogenesis Meiosis, Fakultas
Perikanan Unibraw, 1995
[23] Rustidja, Breeding dan Reproduksi Hewan Air,
Fak Perikanan Unibraw, 2002
[24] ......National datasheet
[25].......www.dkp.go.id
[26].......www.wordpress.com/tag/produksi-ikan-masindonesia
A2-19
Download