SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009 WATERBATH DENGAN KONTROL LOGIKA FUZZY UNTUK PROSES GNOGENESIS DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI BENIH IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) 1) Eka Mandayatma [email protected] Abstrak. Salah satu urutan proses pada gynogenesis adalah pengejutan panas (heat shocking) pada telur-telur ikan yang telah difertilisasi didalam air dengan suhu tertentu. Proses kejutan panas ini memerlukan kesetabilan suhu yang tinggi agar proses pengejutan bisa berjalan dengan baik. Peralatan yang dibutuhkan adalah sebuah water bath dimana suhu air pada media tersebut dikontrol dan dijaga konstan pada suhu tertentu sesuai dengan kebutuhan gynogenesis. Dari beberapa penelitian, Kontroler Logika Fuzzy merupakan salah satu jenis kontroler dengan stabilitas output yang baik dengan tingkat error dan overshoot yang kecil sehingga cocok untuk pengaturan suhu pada water bath. Penggunaan kontroler logika fuzzy pada water memberikan prosentase error 0,6 % terhadap set point dibanding dengan 5 % pada kontroler On/Off serta tetasan telur ikan yang lebih tinggi dibanding dengan water bath konvensional. Hasil yang diperoleh menunjukkan peningkatan fertilisasi 5,5 %, tetasan 5,1% serta telur mati menurun 5% terhadap shocking dengan water bath dengan kontroler konvensional. Kata kunci : gynogenesis, heat shock, control suhu, fuzzy I. PENDAHULUAN Latar Belakang Jenis ikan yang banyak dibudidayakan hampir diseluruh wilayah Indonesia adalah ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis niloticus). Daya adaptasi yang tinggi menyebabkan ikan mas dan nila dapat hidup dalam ekosistem dataran rendah sampai tinggi disamping preferensi masyarakat terhadap kedua jenis ikan tersebut cukup tinggi [1,24] Salah satu parameter banyaknya budidaya ikan ini adalah dengan meningkatnya produksi ikan dengan kenaikan rata-rata 15% pertahun [23] Dari total produksi 3.088.800 ton, ikan mas, bandeng dan nila masih mendominasi untuk kategori ikan budidaya air tawar [24]. Masalah utama yang dihadapi oleh petani dalam mengem-bangkan usaha budidaya adalah menjaga kontinyuitas produksi dan kualitas induk dan benih [1]. Sehubungan dengan permasalahan maka diperlukan suatu upaya budidaya ikan yang mampu menyediakan ikan dan benih ikan dengan kwalitas yang baik serta kuantitas yang mencukupi, serta memiliki keunggulan-keunggulan. Budidaya ikan dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari jenis ikan, lokasi maupun tujuan dari budidaya. Menurut Rustidja salah satu usaha untuk mendapatkan benih dengan berbagai keunggulan adalah dengan sex manipulation [19] dimana dengan program ini diharapkan usaha pemuliaan didapat stok induk atau benih dengan kwalitas genetik yang tetap terjaga [20] Manipulasi sex yang termasuk dalam program perekayasaan reproduksi pada ikan penting dilakukan sebagai terobosan teknologi dalam rangka usaha perbaikan dan pening-katan kualitas genetic ikan serta pemu-liaannya. Beberapa sifat atau karakter keunggulan ikan yang diharapkan antara lain partumbuhan yang cepat, tahan penyakit, survival tinggi, toleran terhadap lingkungan, mudah dibudidayakan, densitas tinggi dan sebagai ikan konsumsi memiliki daging dan bobot yang besar [13] Salah satu jenis sex manipulation adalah Gynogenesis, dimana menurut Purdom dalam Rustidja (2002) adalah pembuahan pada telur dengan menggunakan rangsangan sperma-tozoa yang telah dilemahkan secara genetik dengan menggunakan radiasi [20], sehingga hasil gynogenesis adalah ikan betina saja.[7] Proses yang sangat penting dalam gynogenesis adalah irradiasi sperma dan pengejutan (shocking) pada telur setelah fertilisasi dimana pengejutan bisa dilakukan dengan kejutan suhu dingin, kejutan suhu panas maupun kejutan tekanan [15]. Namun dari ketiga cara kejutan tersebut yang paling banyak digunakan adalah kejutan panas (heat shock) karena selain mudah, murah dan dapat digunakan dalam jumlah banyak.[19] Keuntungan lain dengan kejutan panas adalah bisa dilakukan dengan cara-cara konvensional dengan peralatan yang cukup mudah didapatkan. Salah satu pusat pembenihan ikan yang ada di Batu, Malang, juga melakukan proses gyno untuk mendapatkan benih ikan, namun dalam proses heat shock masih menggu-nakan cara-cara konvensional dimana untuk mendapatkan suhu kejut 40ºC dilakukan dengan mencampur air panas dan air dingin sehingga tidak bisa menjamin kestabilan suhu selama proses heat shock. Pengukuran suhu masih menggunakan thermometer air raksa dimana salah satu karakteristik dari thermometer ini adalah kelambatan dalam merespon perubahan suhu,[4] serta pembacaan yang kurang akurat juga pewaktuan yang masih mengandalkan jam tangan atau stopwatch dimana sering terjadi human error, salah satunya adalah lupa sehingga waktu bisa terlalu panjang atau terlalu pendek dari yang seharusnya. 1) Eka Mandayatma Drs, MT staf pengajar Jur. Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang A2-6 SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009 Dari latar belakanga tersebut maka permasalahanya adalah bagaimana meran-cang suatu alat untuk proses pengejutan suhu dengan suhu yang stabil serta pewaktuan yang tepat. Rumusan Masalah Dari latar belakang pada sub-bab 1.1 dapat dirumuskan permasalahan yang ada pada proses gynogenesis yang berhubungan dengan suhu kejut dan waktu pengejutan dengan menerapkan kontrol logika fuzzy, yakni : Mengimplementasikan kontroler logika fuzzy metode max-min untuk menjaga temperature air pada bak pengejut agar tetap konstan pada rentang suhu 25°C sampai 45°C selama 1 sampai 10 menit untuk melakukan kejutan panas (heat shock) pada proses gynogenesis ikan mas serta menguji kinerja alat dengan mengamati laju tetasan telur. 1.3 Batasan Masalah Dari rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini dibuat suatu batasan-batasan sebagai berikut: o Pengendali logika fuzzy digunakan untuk mempertahankan suhu cairan pengejut agar tetap konstan pada rentang suhu antara 25ºC sampai 45ºC walaupun terjadi perubahan suhu pada saat proses gynogenesis sedang berlangsung. o Waktu yang diperlukan untuk proses heat shock gynogenesis adalah 1 menit sampai dengan 10 menit untuk pengejutan,. o Volume air yang dipanaskan min 8 ltr dan mak 15 liter dengan ukuran bak 40 x 50 cm o Metode kontroler fuzzy mengunakan Max-Min untuk fuzzyfikasi dan COG untuk defuzyfikasi. A2-7 hasil yang lebih baik dan dalam jumlah yang lebih banyak dibanding dengan metode manual. Manfaat dibidang sosial, dengan ketersediaan benih ikan yang lebih banyak maka kebutuhan akan benih bisa lebih terjamin. II. TINJAUAN PUSTAKA Pembudidayaan ikan dilakukan dengan berbagai cara dimana salah satunya adalah pembenihan. Pada proses ini diperlukan teknik-teknik tertentu untuk mendapatkan bibit yang unggul. Perekayasaan reproduksi pada ikan perlu dilakukan sebagai terobosan teknologi untuk usaha perbaikan dan peningkatan kualitas genetik ikan. Sebagai salah satu terobosan teknologi ialah dengan manipulasi sek yang bisa dilakukan dengan manipulasi kromosom dan pembalikan jenis kelamin. 2.1 Gynogenesis Pada budidaya ikan, gynogenesis merupakan program sex manipulation untuk mengasilkan benih ikan dengan genetik betina saja. [1,7,20] Salah satu urutan proses gyno adalah perlakuan kejutan (shocking). Pengejutan dilakukan dengan tujuan untuk menahan meloncatnya polar body II [19]. Proses pengejutan ini bisa dilakukan dengan kejutan suhu dingin (cold shock), suhu panas (heat shock) atau kejutan dengan tekanan (pressure shock) yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Khusus pada heat shock, proses lebih mudah karena secara praktis lebih mudah menjaga suhu dalam kondisi panas. Proses gynogenesis yang lain adalah dengan perlakuan kejutan tekanan (pressure shock).[9,] 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah merencanakan suatu alat pengatur suhu air (water bath) untuk proses pengejutan (shocking) gynogenesis dengan meng-implementasikan kontroller logika fuzzy dengan metode Max-Min yang mampu mempertahankan suhu cairan pengejut dengan temperatur konstan pada rentang suhu 25ºC sampai 45ºC dan waktu pengejutan pada rentang 1 hingga 10 menit untuk proses gynogenesis ikan mas di balai benih ikan 1.5 Manfaat Penelitian Dengan tersedianya peralatan semiotomatis untuk proses gynogenesis dengan pengaturan suhu dan waktu kejut, diharapkan memberikan kontribusi pada tempat pembenihan ikan mas yaitu bisa memperbesar prosentase keberhasilan pemijahan benih ikan mas. Manfaat dibidang Iptek, adanya peningkatan kultur peralatan dari peralatan manual ke peralatan semiotomatis. Manfaat dibidang ekonomi, terjadinya efisiensi dalam proses pembibitan ikan karena dengan waktu dan metode yang sama diharapkan memberikan Gambar 2.1 Proses Gynogenesis meiosis Uthairat Na-Nakom (1995) melaporkan bahwa suhu kejut, bervariasi antara 26ºC sampai 42ºC tergantung lamanya waktu pengejutan. Suhu kejut 42ºC dalam waktu 1 menit merupakan waktu yang cukup baik untuk proses gyno. Namun jika dikehendaki suhu kejut lebih rendah bisa dilakukan pada suhu 32ºC dengan waktu 3 sampai 5 menit setelah fertilisasi 12 sampai 16 menit [12]. Untuk respon diploid cyprinus carpio heat shock dilakukan pada suhu 40ºC dengan waktu pengejutan 1 sampai SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009 3 menit setelah fertilisasi selama 26 sampai 30 menit untuk proses gynogenesis mitosis dan 3 menit untuk gynogenesis miosis (Minal P BHISE et al, 2000).[13] Pada jenis ikan tertentu kejutan suhu 42ºC dengan waktu 1 menit memberikan pesentasi hachting dan diploid yang tinggi (U Na Nakom et al 1995).[15] Suhu kejut dijaga konstan selama waktu pengejutan dengan toleransi suhu sebesar 1ºC [9] Dalam urutan baku pada proses gyno-genesis terdapat dua proses yang sangat penting yaitu meradiasi sperma dan proses kejutan suhu (heat shock). Seperti terlihat pada Gambar 2.1, sperma diradiasi dengan sinar ultraviolet (UV) atau bahan mutagen lain seperti sinar x, gama, dengan tujuan untuk me-non aktifkan genetik jantan dengan tidak mengurangi fungsi sperma untuk fertilisasi. 2.2 Pengejutan (shocking) Polar dalam keadaan normal, telur yang telh dibuahi akan memiliki sepasang kromosom yang berasal dari gamet jantan dan betina, tetapi dalam proses gyno, telur yang dibuahi adalah haploid karena kromosom jantan tidak berfungsi dan akan mati (Stanley dan Naparin dalam Rustidja, 1995) Agar tetap hidup maka diubah menjadi diploid melalui proses diploidasi yang dapat dilakukan dengan beberapa cara [1] a. Kejutan tekanan (pressure shock) b. Kejutan suhu (heat shock) - kejutan suhu dingin - Kejutan suhu panas c. Secara kimia. Dari ketiga cara diatas, yang paling banyak digunakan adalah kejutan suhu panas karena selain mudah dan murah juga efisien dan dapat digunakan dalam jumlah banyak [22] Komen et al dalam Rustidja (2002) mengemukakan bahwa kejutan panas 40ºC memberikan hasil yang lebih baik pada gynogenesis meiosis pada ikan mas.[20] 2.3 Pengaturan suhu kejut Menurut (Karayucel I, et al 2003) Proses gynogenesis bisa dilakukan pada suhu dingin (cold shock) atau pada suhu panas (heat shock) yang kedua-duanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Khusus pada heat shock, proses lebih mudah karena secara praktis lebih mudah menjaga suhu dalam kondisi panas.[23] Suhu kejut, bervariasi antara 26ºC sampai 42ºC tergantung lamanya waktu pengejutan. Suhu kejut 42ºC dalam waktu 1 menit merupakan waktu yang cukup baik untuk proses gyno [17] Namun jika dikehendaki suhu kejut lebih rendah bisa dilakukan pada suhu 32ºC dengan waktu 3 sampai 5 menit setelah fertilisasi 12 sampai 16 menit [12]. Untuk respon diploid cyprinus carpio heat shock dilakukan pada suhu 40ºC dengan waktu pengejutan 1 sampai 3 menit setelah fertilisasi selama 26 sampai 30 menit untuk proses gynogenesis mitosis dan 3 menit untuk gynogenesis miosis [15]. Menurut U Na Nakom et al (1995) pada jenis ikan tertentu kejutan suhu 42ºC dengan waktu 1 menit memberikan A2-8 pesentasi hachting dan diploid yang tinggi. Suhu kejut dijaga konstan selama waktu pengejutan dengan toleransi suhu sebesar 1ºC (Karayucel I, et al 2003)[9] Pujirahayu Asri dkk (2006) melaporkan dalam penelitiannya bahwa dari suhu kejut 39ºC, 40ºC dan 41ºC, suhu yang terbaik untuk gynogenesisi ikan mas adalah 40ºC.[...] Oleh karena itu suhu air untuk pengejutan harus dijaga konstan pada suhu tersebut (untuk ikan mas adalah 40ºC). Penyiapan dan pengaturan suhu air ini bisa dilakukan dengan caracara konvensional maupun otomatis dengan berbagai macam kontroller dimana salah satunya adalah kontroler logika fuzzy. 2.3.1 Pengaturan suhu konvensional Pengaturan suhu air untuk proses pengejutan dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan mencampur air panas dan air dingin dan suhu diukur dengan termometer sampai mencapai suhu 40ºC. Peralatan untuk proses ini ditunjukkan pada Gambar 2.2 Dengan cara ini maka akan cukup sulit untuk mempertahankan kesetabilan suhu mengingat permukaan air cukup luas sehingga akan terjadi proses konveksi keudara lingkungan. Pengukuran dengan termometer air raksa memang cukup teliti tetapi akan terjadi kelambatan mengingat termometer jenis ini teliti tetapi lambat [5] Seperti ditunjukkan pada Gambar. 2.2, penyiapan air panas untuk shocking dilakukan dengan alat-alat konvensional seperti kompor, cerek, thermos dan air dingin. Untuk pengukuran suhu digunakan thermo-meter air raksa sementara untuk pengukuran waktu digunanan stopwatch. Pengaturan suhu dilakukan dengan setiap saat memeriksa temperatur dan jika terjadi penurunan suhu maka ditambahkan air panas. Gambar 2.2 Peralatan untuk mempersiapkan air panas untuk heat shock. 2.3.2 Pengaturan elektronik Sirkuit elektronika memberikan banyak pilihan untuk melakukan pengaturan suatu kerja system termasuk untuk penga-turan suhu air untuk proses pengejutan dalam proses gynogenesis. Pengaturanpengaturan tersebut antara lain pengatur dua posisi (On/Off), PI, PID, adaptif dan Fuzzy. Markande et al, 2004)[12] Pengaturan dengan logika fuzzy makin banyak digunakan mengingat kontroler ini merupakan suatu logika yang lebih dekat dengan SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009 cara berpikir manusia, keanggotaan himpunannya mempunyai nilai-nilai bervariasi, menunjukkan nilai pengukuran secara kualitatif. Hal ini menjadi salah satu alasan penggunaan logika fuzzy dalam sistem kendali (Ross,1995: 14)[19] Kontroler logika fuzzy juga bisa menangani problem-problem yang komplek dengan tidak tergantung pada pemodelan matematik yang rumit seperti pada model kontroler PID. Kontroler logika fuzzy sangat baik untuk banyak situasi tanpa modifikasi[12] 2.4 Kontroler Logika Fuzzy Lotfi A Zadeh pada tahun 1965 mengemukakan suatu himpunan yang disebut himpunan fuzzy (fuzzy set) untuk menerangkan logika bertingkat. Logika ini kemudian dikenal dengan logika fuzzy. Zadeh memilih kata ”fuzzy” untuk merepresentasikan suatu nilai logika kontinyu antara 0 nol dan 1. Penelitian tentang aplikasi logika fuzzy pada proses kejutan suhu (heat shock) dalam proses gynogenesis pada ikan merupakan pengembangan atau perencanaan dari cara pengejutan suhu yang dikerjakan secara manual dengan peralatan konvensional. Didalam penelitian ini akan dikembangkan proses heat shocking dengan pengaturan suhu otomatis dimana waktu dan suhu bisa diprogram sesuai dengan kebutuhan pada proses gynogenesis. FLC menggunakan pendekatan yang lebih sederhana yaitu dengan batasan-batasan negatip, nol dan positip, dimana pada penelitian ini digunakan keanggotaan trapesium dan segitiga untuk Membership Function input (MF input) dan Singleton untuk MF output dimana dengan bentuk ini akan memudahkan dalam perhitungan COG. 2.5 Sensor suhu Kebanyakan penggunaan sensor temperatur menemui kesulitan dalam aplikasinya. Sebagai contoh, termokopel yang memiliki tegangan output sangat kecil dan memerlukan suhu kompensasi dalam pemakaian. Termistor, terkenal dengan ketidaklinieran [5] serta pengkondisian sinyal yang masih melibatkan bermacam rangkaian elektronik yang tidak sederhana serta sensor yang lain yang masih memerlukan pengondisian sinyal. Efek yang timbul dari penggunaan rangkaian elektronik dengan berbagai tingkatan mungkin justru menimbulkan eror yang akan mengganggu dalam pemrosesan sinyal. Dengan adanya sensor temperatur dalam bentuk Integrated Circuit, maka permasalahan tersebut bisa diatasi. Awalnya, sensor dengan IC monolitik seperti LM3911, LM 134 dan LM 135 akan mengatasi kesulitan-kesulitan diatas tetapi keluaran dari sensor tersebut dalam bentuk relativ terhadap suhu Kelvin, sehingga pada tahun 1983 diperkenalkan dua sensor temperatur dalam bentuk monolitik yaitu LM 34 dan LM 35 yang masing-masing untuk sensor presisi dengan skala F (Fahrenheit) dan C (Celcius) LM 35 adalah IC untuk sensor temperatur yang presisi dimana keluarannya adalah dalam skala Celcius yang secara proporsional sebanding dengan A2-9 temperatur. LM 35 tidak memerlukan kalibrasi eksternal atau pengaturan-pengaturan lain untuk memdapatkan akurasi ± ¼ ºC pada temperatur ruangan dan dengan jangkauan pengukuran –55º C sampai + 150º C. Impedansi output yang rendah, output linier, membuat LM 35 mudah untuk dipadukan dengan sistem lain. Bisa digunakan dengan suply tegangan tunggal dengan variasi yang luas dan dengan pemanasan diri (self heating) yang rendah, output dalam bentuk tegangan linier sebanding dengan temperatur dengan nilai 10 mV/°C [22] Gambar 2.3 Bentuk fisik dan notasi LM35 2.6 Aktuator Aktuator yang merupakan transduser output adalah suatu perangkat yang berhubungan langsung dengan proses serta menghasilkan output yang dibutuhkan oleh proses. Aktuator dalam sistem pemanas ini adalah sebuah heater (pemanas) elektrik yang pengaturan dayanya dilakukan dengan metode pergeseran sudut trigger sehingga pengaturannya bisa dilakukan dengan cukup halus pada rentang yang luas. Gambar 2.4 Pemanas celup 2.7 Mikrokontroller Mikrokontroler adalah suatu keping IC dimana terdapat mikroprosesor dan memori program (ROM) serta memori serbaguna (RAM), bahkan ada beberapa jenis mikrokontroler yang memiliki fasilitas ADC, PLL, EEPROM dalam satu kemasan. Penggunaan mikrokontroler dalam bidang kontrol sangat luas dan populer. Ada beberapa vendor yang membuat mikrokontroler diantaranya Intel, Microchip, Winbond, Atmel, Philips, Xemics dan lain - lain. Dari beberapa vendor tersebut, yang paling populer digunakan saat ini adalah mikrokontroler buatan Atmel. Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard’s Risc prosesor) memiliki arsitektur RISC 8 bit, di mana semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit (16-bits word) dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 (satu) siklus clock, berbeda dengan instruksi MCS 51 yang membutuhkan 12 siklus clock. Tentu saja itu terjadi karena kedua jenis mikrokontroler tersebut memiliki arsitektur yang berbeda. AVR berteknologi RISC (Reduced Instruction Set Computing), sedangkan seri MCS 51 berteknologi CISC (Complex Instruction Set Computing). Secara umum, AVR dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu keluarga ATtiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega dan AT86RFxx. Pada dasarnya yang membedakan masing –masing kelas adalah memori, peripheral, dan fungsinya. Dari segi arsitektur dan SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009 instruksi yang digunakan, mereka bisa dikatakan hampir sama. Oleh karena itu, dipergunakan salah satu AVR produk Atmel, yaitu ATMega8535. Selain mudah didapatkan dan lebih murah ATMega8535 juga memiliki fasilitas yang lengkap. 3. KERANGKA KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Seperti ditunjukkan pada gambar 2.1, salah satu proses yang sangat penting dalam pelaksanaan gynogenesis adalah perlakuan kejutan panas. Belum tersedianya peralatan untuk proses tersebut salah satunya adalah mengakibatkan produktivitas benih yang rendah. Mengacu pada permasalahan yang ada dimana proses pengejutan suhu masih dikerjakan dengan peralatan konvensional sehingga suhu kejut yang dihasilkan tidak stabil, maka perlu dirancang suatu alat yang bisa mempertahankan temperatur pada suhu yang stabil selama proses pengejutan suhu berlangsung. Kerangka konsep untuk maksud tersebut adalah sebagai berikut. Dimulai dari pokok permasalahan yang ada di Balai Benih Ikan, dimana - Peralatan untuk heat shock masih konvensional - Pengaturan suhu tidak stabil - Kwantitas tetasan telur rendah Maka diperlukan suatu perencanaan alat yang bisa bekerja semiotomatis dalam pengaturan suhu sehingga didapat suhu yang stabil. A2-10 gynogenesis, BBI, Punten, Batu, Malang alat-alat untuk heat shock konvensional pengaturan suhu tidak stabil kwantitas tetasan telur rendah merancang alat untuk proses heat shock dengan suhu yang stabil dilengkapi dengan pewaktu disain mekanik disain kontroler disain pengujian pustaka bak pengejutan: - cukup untuk 4 buah saring penetasan, ukuran 50 x 60 x 20 cm - Ketinggian air 6 – 10 cm - Pemanas 350 W x 5 - Pewaktu 1 – 9 menit - Pengadukan dengan sirkulasi Terima / tolak Ho fuzzy max-min fuzzyfikasi segitiga defuzzyfikasi singleton Pengujian alat - Suhu, waktu, gangguan sesuai Pengujian hasil Hasil fertilisasi Hasil tetasan Analisa data Pengujian statistic Membandingkan hasil tetasan dengan metode konvensional kesimpulan dan saran Gambar 2.1 Kerangka konsep berpikir Perancangan meliputi: - Perancangan mekanik, meliputi perancangan boks untuk bak, letak pompa, pemanas, jalur pipa sirkulasi air dan letak kontroler serta bentuk tampilan yang dikehendaki. - Perancangan perangkat lunak yaitu untuk kontroler logika fuzzy dengan metode Max-Min. - Perancangan pengujian, meliputi pengujian kontrol suhu, waktu, gangguan serta pengujian fungsi alat dengan pengujian langsung dilapangan. - Pengujian hasil tetasan telur diban-dingkan dengan penggunaan alat konvensional dengan uji t 2 sampel untuk menguji hipotesis yang diambil. Dari pengujian dan pem-bandingan bisa diambil kesimpulan Sedangkan alur kerja dari penelitian ini adalah seperti pada gambar 3.2 berikut. Didalam penelitian ini akan dirancang suatu kontroller fuzzy untuk mengatur suhu air untuk proses gynogenesis sehingga didapatkan suatu suhu yang konstan dengan adanya perubahan volume maupun disturbance yang lain. Berdasarkan identifikasi masalah dimana suhu air akan turun jika dimasukkan benda lain yang lebih dingin, sedangkan pada proses heat shock diperlukan suhu yang konstan 3.2 Pemilihan Kontroler Pemilihan kontroler didasarkan pada sifat-sifat plant yang akan dikontrol. Jika respon yang dikehendaki harus cepat maka perlu kontrol cerdas yang cepat dalam merespon perubahan. Untuk plant pada proses shocking gynogenesis, tidak diperlukan respon yang cepat, gangguan yang terjadi juga rendah, mengatur suhu pada air dengan volume tetap, maka dengan memilih kontroler Logika Fuzzy akan cukup untuk mengontrol plant. Fuzzy merupakan salah satu kontrol cerdas (intelligent control) dari tiga kontrol cerdas yaitu artificial intelligent, fuzzy control dan neural network. Kontrol fuzzy adalah yang paling praktis. Kelebihan dari kontrol fuzzy adalah tidak diperlukannya model matematika dari obyek yang dikontrol [3] Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, logika fuzzy dapat menghasilkan performansi sistem yang lebih baik dibandingkan kontroller SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009 konvensional. Markande D S dkk (2004) menyimpulkan bahwa kontroler logika fuzzy lebih cepat dibanding kontroler PID. Anis H dkk (2000) juga menyimpulkan bahwa kendali fuzzy mampu mengatasi gangguan dari luar dengan degradasi respon kendali yang tidak terlalu signifikan. Kontroller fuzzy merupakan pengembangan dari kontroller dua posisi, dimana pada kontroller fuzzy dilengkapi dengan algoritma pembelajaran dan hukum adaptasi sehingga dapat mengubah dan menyesuaikan A2-11 Dalam pengujian hasil dilakukan dengan membandingkan antara hasil tetasan telur (hatching rate) menggunakan cara-cara konvensional dan dengan menggunakan alat hasil rancangan. Dalam pelaksanaannya akan didapat 2 (dua) sampel, yakni sampel hasil tetasan menggunakan cara konvensional dan sampel tetasan dengan menggunakan alat hasil rancangan. Metode untuk mengetahui alat mana yang lebih baik menggunakan uji t dua sampel dengan hipotesis H0 : u1 = u2 H1 : u1 ≠ u2 Knowledge Base Data Base Membership Function t hit = Rule Base Control Inference 1 − X 2 Defuzifikasi Controlled System S 12 ( n 1− 1) (3.3) )− (u 1− u 2 ) 1 1 + n 1 n 2 Sp Sp = Fuzzifikasi (X (3.2) +S n 1+ n 2 − 1 Tolak H0 jika thit : 2 2 ( n 2 − 1) 〉 t nα1/+2n 2 − 2 (3.4) 4. METODOLOGI PENELITIAN Enviroment Gambar 3.3 Diagram blok sistem logika fuzzy parameter kendali secara otomatis sesuai dengan kelakuan sistem yang dikehendaki Bila kontroler konvensional ditentukan dengan persamaan-persamaan matematika, kontroler logika fuzzy ditentukan oleh algoritma berbasis pengetahuan yang dituangkan dalam bentuk fungsi aturan dan keanggotaan fuzzy. Untuk pengaturan temperatur diagram blok ditunjukkan pada gambar 3.3 berikut. Pada penelitian ini, tempertaur (variabel tetap) ditentukan oleh pamanas dari tegangan output (variabel yang dikontrol). Transformasi fungsi keanggotaan masukan crisp (temperatur) kedalam fuzzy set merupakan proses fuzzyfikasi sedangkan proses defuzzyfikasi adalah mengembalikan fuzzy set kedalam crisp output (tegangan). 3.3 Hipotesis Dengan kesetabilan suhu kejut yang baik, diharapkan dapat memberikan prosentase tetasan telur (hatching rate) yang lebih tinggi dibanding dengan pengejutan dengan cara konvensional, Laju tetasan (hatching rate) dihitung dengan (Rustidja, 1995:27) h = dimana a x100% a + b + c (3.1) a: jumlah larva menetas normal b: jumlah larva menetas cacat c: jumlah larva tidak menetas Pengujian hasil 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah rancang bangun dengan mengimple- mentasikan sistem elektronika 4.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat untuk bak shocking 1. Bak pengejut dan mekanik 2. Heater listrik 3. Pompa sirkulasi 4. Sensor suhu LM 35 4. Sensor suhu LM 35 5. Termometer 6. Stopwatch 7. Multimeter digital 6. Mikrokontroler ATMega 8535 dan kelengkapan ranngkaian. 8. LCD graphic dan kelengkapannya. 10. Electronic tool 11. Komponen penunjang Bahan dan alat fertilisasi 1. Indukan ikan jantan dan betina Lampu UV 3. Tempat telur ikan Bak Penetasan 4. Larutan penyubur Laktat ringer Saring Penetasan 5. Larutan NaCL fisiologis 4.3 Metode Penelitian Penelitian ini merancang dan mengimplementasikan kontroler logika fuzzy sebagai kontroler pengaturan suhu air untuk proses heat shock. Adapun metode penelitian dapat diuraikan sebagai berikut : 4.3.1 Perancangan Spesifikasi Alat Alat pengatur suhu kejut untuk proses gynogenesis ini dirancang dengan spesifikasi sebagai berikut. SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009 - Luas permukaan air : 40 x 50 cm - Level tinggi air : 4 – 8 cm - Volume air : 8 s/d 16 liter - Kapasitas telur : 4 x 200 butir - Kontrol temperatur : 25 s/d 50ºC - Resolusi suhu : 0,2 ºC - Pewaktu : 1 s/d 10 menit 4.4.2 Perancangan Blok Diagram Rancangan perangkat keras terdiri dari mikrokontroler, tampilan, keypad, sensor suhu, alarm, heater, pompa serta zero crossing detector. Tampilan Suhu Set Temp Set Waktu Mikro kontroll er Tampilan waktu Alarm Start/stop Driver Pompa zero cross Driver Pemanas Sensor Suhu fuzzy Pemanas Water Bath Gambar 4.1 Blok rancangan alat untuk heat shock 4.4.2 Perangkat Keras a. Rotary switch Berupa tombol putar DPMT untuk memberikan perintah, memasukkan data suhu, waktu serta eksekusi program. Terdiri dari satu induk enam pole yang dimanfaatkan 4 pole untuk memberikan pilihan suhu 38, 39, 40 dan 41°C serta tombol yang lain untuk memberikan pilihan waktu 0,5 1 1,5 dan 2 menit. b. Zero Crossing Detector Agar PWM bisa bekerja dengan tepat sesuai dengan sudut penyalaan TRIAC pada SSR (Solid State Relay) maka diperlukan deteksi persilangan nol dari jala-jala listrik. Pengaturan sudut penyalaan (trigger) diperlukan untuk mengatur daya dari heater. c. Tampilan (display) LCD graphic GM24644 merupakan modul terintegrasi untuk menampilkan karakter dengan format dot matrix 5 x7 untuk menampilkan suhu dan waktu pengejutan. d. Alarm Menggunakan dc buzzer 5 volt dimana secara internal sudah dikondisikan jika diberikan tegangan 5 volt akan memberikan suara beep. e. Driver pompa Pompa sirkulasi dari jenis pompa akuarium dengan daya 25 watt. Karena pompa dikendalikan secara ON/OFF maka driver direncanakan dengan relay mekanik. A2-12 M Gambar 4.3 Driver pompa f. Driver Pemanas Driver untuk pemanas harus mampu mensuply arus untuk pemanas dan mengisolasi MK. Hal ini bisa dilakukan dengan relay elektronik atau SSR (Solid State Relay) Solid state relay (SSR) adalah sebuah relay dengan komponen solid state (TRIAC) sehingga kerja dari relay ini terhindar dari komponen mekanik, tidak ada bounching, tidak ada spark, gerakan, aus, tegangan eksitasi sehingga secara umum penggunaan solid state relay memberikan tingkat keamanan yang tinggi serta umur yang lebih panjang. Relay ini juga praktis karena dapat langsung diaktifkan dengan tegangan dan arus yang rendah sehingga bisa langsung dihubungkan dengan port. Secara umum SSR tersusun dari sebuah optotriac yang terdiri dari LED dan Phototriac dimana jika LED aktif (menyala) akan mengaktifkan phototriac sehingga TRIAC (didalam MOC 3020) ON. Jika TRIAC didalam MOC ON maka akan memberikan arus gate pada TRIAC eksternal dan TRAC eksternal akan ON. Gambar 2.15 memperlihatkan SSR sederhana. Gambar 4.4 Solid State Relay g. Sensor Sensor suhu yang digunakan adalah LM35 dimana sensor ini akan langsung mengkonversi besaran suhu yang diterima langsung kedalam bentuk output tegangan dc dengan nilai konversi 10 mV/ºC. Tidak diperlukan penambahan komponen eksternal Gambar 4.5 rangkaian LM35 SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009 h. Pengkondisian sinyal Penggunaan mikrokontroler jenis ATMega 8535 memberikan kemudahan dalam perencanaan hardware karena tidak diperlukan ADC eksternal, sehingga keluaran dari LM35 bisa langsung dimasukkan kedalam port MK dan pengkondisian dilakukan secara software. Pengkondisian secara eksternal dilakukan pada pemilihan tegangan referensi ADC. Spesifikas fisik a. Dimensi bak pengejut : 60 x40 x 20 (cm) b. Tinggi permukaan air : 4 – 8 cm c. Volume air maksimum 16 liter d. Heater : 2 x 350 Watt / 220 Volt e. Bahan : Fiber glas, plastik atau mika f. Rangka : besi 2 x 2 cm g. Pompa sirkulasi : Halico 8 Watt A2-13 d. Toleransi 2,5 % set point (± 1°C) e. Volume air kecil ( 15 Ltr maks) f. Volume tetap g. Pelaksanaan proses 1,5 menit Dengan pertimbangan sifat plant tersebut maka dipilih kontroler logika fuzzy. 4.4.3 Perangkat Lunak Pembuatan perangkat lunak diawali dengan membentuk membership function dari crisp input dan output. Pada penelitian ini terdapat dua crisp input dan satu crisp output. Crisp input yaitu Errod dan dError sedangkan crisp output adalah pemanas (heater). FLC menggunakan batasan-batasan yang sederhana yaitu dengan menggunakan batasan negatif, nol dan positip. Pada penelitian ini digunakan segitiga dan trapesium untuk MF input dan singleton untuk MF output. i. Disain Mekanik 50 10 110 pompa sirkul 40 heater Gambar 4.7 Fungsi keanggotaan error a) Pandangan atas 7 Gambar 4.8 Fungsi keanggotaan d-Error Kontrol Elektronik 40 b) Pandangan depan Gambar 4.9 Fungsi keanggotaan pemanas Tabel 4.1 Kaidah atur BAK PENGEJUT Gambar 4.6 Rancangan mekanik Pemilihan kontroler Pemilihan kontroler didasarkan pada sifat-sifat plant. Plant pada penelitian ini antara lain a. Pengaturan air suhu rendah (typical : 40°C) b. Tidak diperlukan respon yang cepat untuk mencapai set point. c. Fluktuasi gangguan rendah. Error D_er ror NB NK NOL PK PB NB Dingin Dingin Agak_ hgt Agak_ pns NK Dingin NOL Dingin PK Dingin PB Agak_ hgt Hanga t Agak_ pns Agak_ pns Agak_ pns Agak_ pns Agak_ hgt Agak_ hgt Agak_ hgt Agak_ hgt Hngat Hngat Hngat Hngat Panas Panas Panas Panas SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009 µ (z).z ∑ z= ∑µ (z) i ci * * dimana z µci(z) zi sumbu z i i ci (4.1) = crisp output = fuzzy output = posisi singleton pada 5. PENGUJIAN DAN ANALISIS 5.1 Pengujian sensor suhu Sensor suhu berupa chip IC LM35 diuji untuk melihat tegangan output hasil konversi internal. Menurut data sheet, LM35 mempunyai respon keluaran yang linier terhadap suhu dengan koefisien 10 mV/°C. Sebagai pembanding adalah termometer digital. Hasil pengukuran ditunjukkan pada tabel 5.1 Alat dan bahan yang diperlukan 1. Termometer digital dan analog. 2. Power suply 5 volt 3. Air panas dan dingin 4. Tempat air. 5. Voltmeter digital. Langkah pengujian 1. Termometer analog sebagai referensi. 2. Campur air panas dan dingin sampai mencapai suhu T1. 3. Masukkan LM35 yang sudah dirangkai dengan suply. 4. Ukur tegangan output LM35. Keterangan: T1 : hasil pembacaan termometer air raksa. T2 : hasil pembacaan termometer digital Vo : tegangan output LM35 diukur dengan voltmeter digital. rata-rata kenaikan tegangan output dari LM35 adalah : ∆vo = (Vmax – Vmin)/(Tmak – Tmin) = (502 – 245)/(50 – 24,1) = 9,94 mV/°C ada perbedaan 0,6 % dari data sheet. 5.2 Pengujian heater Pemanas (heater) terdiri dari 2 buah pemanas celup yang akan diuji secara open loop untuk mengetahui suhu maupun waktu pada pemicuan tertentu. Pengujian ini juga untuk mengetahui waktu minimal yang dibutuhkan heater untuk mencapai nilai set point tertentu (40ºC). Volume air pada batas level yang ditentukan kurang lebih 10 liter. Dari pengukuran Tegangan V = 212 V Arus I = 3,4 A sehingga daya pada heater; P = V.I = 212 x 3,4 = 720 Watt kenaikan suhu open loop 70 60 50 suhu Defuzzyfikasi Defuzzifikasi yaitu proses untuk mengubah fuzzy output menjadi crisp output. Hasil defuzzifikasi inilah yang menentukan besarnya daya heater yang dipakai. Metode defuzzifikasi yang digunakan pada makalah ini adalah COG. Untuk fungsi keanggotaan keluaraan fuzzy singleton, persamaan defuzzifikasi COG dinyatakan sebagai berikut : A2-14 40 30 20 10 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 waktu (menit) Gambar 5.2 Kenaikan suhu dengan 2 heater Kenaikan suhu; ∆T = (60 – 24,6) / (31-2) = 1,22 °C/menit Untuk penurunan suhu dilakukan dengan cara mematikan seluruh heater dan suhu air akan menurun dengan konveksi alami dari permukaan air ke udara sekitar. grafik penurunan suhu 45 respon output lm35 40 600 35 output (mVolt) 500 30 15 25 400 10 300 5 200 0 1 100 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 waktu Gambar 5.3 Penurunan suhu 0 0 10 20 30 suhu 40 50 Gambar 5.1 Respon LM 35 60 Pengujian konversi ADC (internal) Konversi pada ADC berhubungan dengan resolusi suhu yang direncanakan. Perencanaan SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009 resolusi suhu adalah 0,2°C yang setara dengab 2 mV output LM35. Agar perubahan input ADC 2 mV setara dengan perubahan 1 bit maka tegangan referensi harus dibuat sebesar: A2-15 Hasil 39,7 39,8 39,7 error 0,75 0,5 0,75 Rata –rata error : 0,6 % 39,8 0,5 39,8 °C 0,5 % respon kontroler set point 39 C 45 Vref n −1 Vref 2mV = sehingga 1024 − 1 res = 40 35 30 suhu 25 20 15 Vref = 2,046 Volt (ADC 10 bit) 10 5 5.4 Pengujian pewaktu Pengujian dilakukan dengan mem-bandingkan dengan stopwatch digital yang ada pada fasilitas handphone. Hasil tidak memberikan perbedaan yang berarti. Alat dan bahan 1. Modul control dan display 2. Stopwatch 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728 waktu (menit) Gambar 5.5 Respon suhu pada set point 39°C dengan kontroler FLC respon kontroler set point 41 C 45 40 35 5.5.1 Pengujian kontroler Menguji kerja kontroler jika diberikan set point suhu tertentu. Tabel 5.5 Pengamatan suhu pada set point 40°C SET SUHU : 40°C waktu suhu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 24.6 26.3 28.2 30.9 32 33.8 35 36.6 37 37.5 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 38 38.4 38.7 39 39.2 39.4 39.6 39.7 39.7 39.7 21 22 23 24 25 26 27 28 39.8 39.8 39.7 39.7 39.8 39.7 39.8 39.8 respon suhu kontroler 45 40 30 suhu 5.5 Pengujian lengkap Pengujian lengkap dilakukan di Balai Benih Ikan Punten, Batu, Malang dengan cara melaksanakan proses gynogenesis secara lengkap mulai dari penyiapan induk, pengambilan telur dan sperma, perlakuan pra shocking, penyinaran, shocking, sampai pada penetasan. Sebagai pembanding dilakukan juga pengambilan data tetasan telur untuk proses gynogenesis dengan penyiapan heat shock secara konvensional. 25 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728 waktu (menit) Gambar 5.6 Respon suhu pada set point 41°C dengan kontroler FLC Uji Gangguan (disturbance) Uji dilakukan untuk melihat respon kontroller jika diberikan gangguan. Disturbance dilakukan dengan menuangkan air dingin pada saat suhu water bath sudah mencapai nilai set point. Tabel 5.6 berikut menunjukkan uji pada set point 40°C. Detik ke-0 dihitung saat air dituangkan kedalam bak. Tabel 5.6 Uji gangguan gangguan t suhu (detik) gangguan 0 39.8 11 1 39.7 12 2 39.3 13 3 39 14 4 38.2 15 5 37 16 6 37.2 17 7 37.8 18 8 38.3 19 9 38.8 20 10 39.5 suhu 39.6 39.7 39.8 39.8 39.7 39.8 39.9 39.8 39.7 39.7 35 suhu 30 respon gangguan 25 40 20 39.5 15 39 suhu 10 5 0 38.5 38 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728 waktu Gambar 5.4 Respon suhu pada set point 40°C dengan kontroler FLC 37.5 37 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 waktu (detik) Gambar 5.7 Respon terhadap gangguan SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009 5.5.1 Hasil uji konvensional. Hasil uji dilakukan dengan menghitung jumlah telur yang menetas 2 hari pasca shocking. Telur yang menetas ditandai dengan berubahnya telur menjadi larva hidup. Pada tahap ini belum menghitung jumlah larva yang cacat karena hatching rate hanya melihat jumlah larva hidup. Hasil proses gyno konvensional ditunjukkan pada tabel 5.7 47 48 49 423 324 356 136 103 80 22 17 18 287 221 276 Keterangan : Jml tlr : jumlah telur saat shocking mnts : jumlah telur yang menetas 2 hari setelah shocking. % : presentasi telur yang menetas. hasil shocking konvensional 500 450 400 350 jumlah telur Gangguan dilakukan dengan menuangkan air dingin (±24°C) sebanyak ± 1 liter. Suhu turun menjadi kurang lebih 37,5°C pada t = 8 detik. Suhu mencapai nilai set point pada t = 34 detik. Waktu recovery = 34 – 8 = 26 detik. A2-16 300 250 200 150 Tabel 5.7 Pengujian shocking konvensional perc jml terbuahi mene mati ke telur tas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 196 329 366 365 389 423 324 356 458 405 370 310 490 329 284 297 152 225 520 322 331 289 546 412 425 323 321 311 344 516 382 457 420 426 383 287 383 225 324 422 330 321 316 346 310 324 118 45 70 152 108 136 103 80 107 130 114 140 149 68 98 166 66 129 284 190 248 170 218 150 83 112 94 62 146 130 94 225 160 210 215 170 94 129 100 83 68 110 94 218 140 90 21 8 9 12 11 22 17 18 9 6 21 13 10 10 7 23 7 19 33 21 43 26 32 9 11 9 12 12 26 22 30 35 16 38 21 28 29 19 17 11 11 11 12 32 13 8 78 284 296 213 281 287 221 276 351 275 256 170 341 261 186 131 86 96 236 132 83 119 328 262 342 211 227 249 198 386 288 232 260 216 168 117 289 96 224 340 261 211 222 128 170 234 100 50 0 1 2 3 4 5 6 jmlh 7 8 9 10 percobaan ke fertil tetas 11 12 13 14 15 mati Gambar 5.8 Hasil shocking dengan pengaturan suhu konvensional. Jumlah pengamatan : 49 Jumlah telur total : 17487 Terbuahi (fertile) : 6385 Menetas : 887 Mati : 11102 Prosentase fertilisasi : 36,5 % Prosentase tetasan terhadap fertile : 13,9 % Mati : 63,4 % 5.5.2 Hasil uji alat Dilakukan proses yang sama dengan konvensional tetapi untuk heat shock igunakan alat hasil rancangan. Hasilnya adalah seperti pada table 5.8 Tabel 5.8 Pengujian shocking dengan alat pengatur suhu otomatis. Jmlh fertil mene mati perc ke telur tas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 381 341 289 330 200 310 406 311 211 275 278 357 352 500 481 142 411 320 447 361 375 119 91 175 200 114 49 151 156 125 176 101 168 85 302 154 66 150 130 127 125 114 16 21 30 31 20 11 41 21 26 35 11 20 21 45 22 11 31 20 28 34 38 262 250 114 130 86 261 255 155 86 99 177 189 267 198 327 76 261 190 320 236 261 SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009 161 98 78 98 156 145 248 78 151 225 124 246 228 104 108 180 171 200 256 107 98 120 92 130 121 156 150 93 25 11 11 21 36 56 53 15 46 45 27 43 42 23 25 35 26 25 45 27 23 21 9 25 16 28 23 21 239 103 117 222 183 361 83 251 173 301 197 191 113 206 216 98 249 180 160 273 248 201 212 94 201 264 162 307 prosentase fertilisasi 70 60 50 %fertil 400 201 195 320 339 506 331 329 324 526 321 437 341 310 324 278 420 380 416 380 346 321 304 224 322 420 312 400 0 1 7 8 9 10 11 12 13 14 15 jmlh telur percobaan ke fertil tetas 3 4 5 6 7 8 9 10 11 percobaan ke 12 13 14 15 16 17 18 kontrol fuzzy Analisa Karena jumlah telur yang diamati berbeda antara alat 1 dan alat 2, maka data yang dianalisa adalah data rasio (proporsi) antara jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang diamati, sebagai contoh, misal pada data ke 1 alat 1: mati Gambar 5.9 Hasil shocking dengan pengaturan suhu otomatis KLF. Jumlah pengamatan Jumlah telur total Terbuahi (fertile) Menetas Mati 2 5.5.3 Uji statistik Dalam pengujian hasil dilakukan dengan membandingkan antara hasil tetasan telur (hatching rate) menggunakan cara-cara konvensional dan dengan menggunakan alat hasil rancangan. Dalam pelaksanaannya akan didapat 2 (dua) sampel, yakni sampel hasil tetasan menggunakan cara konvensional dan sampel tetasan dengan menggunakan alat hasil rancangan. 0 jmlh 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 pengamatan ke konvensional kontrol fuzzy konvensional 100 6 5 Gambar 5.11 Prosentase tetasan 200 5 4 50.0 45.0 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 1 300 4 3 prosentase tetasan 400 3 2 Gambar 5.10 Prosentase fertilisasi hasil shocking alat otomatis 2 30 10 500 1 40 20 % menetas 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 A2-17 : 49 : 16805 : 7000 : 1336 : 9805 Prosentase fertilisasi : 41,6 % Prosentase tetasan terhadap fertile : 19,1 % Mati : 58,3 % Tabel 5.9 Perbandingan hasil konvensional Prosentase % Fertilisasi 36,5 Menetas 13,9 Mati 63,4 Otomatis % 41,6 19,1 58,3 Jumlah telur diamati Jumlah menetas maka proporsi telur yang menetas : 196 : 21 : 21/196 = 0,107 untuk mengetahui apakah alat 2 lebih baik (lebih buruk) dari alat 1 digunakan uji t untuk dua sampel independen dengan hipotesis sbb H0 : rata-rata proporsi yang menetas pada alat 2 tidak lebih banyak dari alat 1 H1 : rata-rata proporsi yang menetas pada alat 2 lebih banyak dari alat 1 Hasil analisis dengan minitab 15 ; Two-Sample T-Test and CI: Data; Alat Two-sample T for Data Alat N Mean StDev SE Mean 1 49 0,0529 0,0265 0,0038 2 49 0,0804 0,0287 0,0041 Difference = mu (1) – mu (2) Estimate for difference: - 0,027551 95% upper bound for difference: - 0,018286 T-Test of difference = 0 (vs <): T-Value = -4,94 SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009 P-Value = 0,000 DF = 96 Both use Pooled StDev = 0,0276 Karena P-Value < taraf nyata (tingkat kesalahan) 5 % maka kesimpulanya adalah “tolak H0” artinya rata-rata proporsi telur yang menetas pada alat 2 lebih banyak disbanding dengan alat 1. Hal ini berarti alat 2 lebih baik disbanding alat 1. perbandingan alat 1 dan 2 0.12 proposri tetasan 0.1 0.08 0.06 0.04 A2-18 berbagai keperluan yang membutuhkan water bath. 2. Bisa dikembangkan dengan membuat aksi balik dari kontroler yaitu dengan menam-bahkan kontrol pendinginan sehingga jika terjadi overshoot akan lebih cepat dikembalikan ke set point. 3. Akan lebih baik jika dilengkapi dengan kontrol radiasi ultraviolet, karena irradiasi ini juga berperan penting dalam proses gynogenesis. 4. Untuk penghitungan jumlah telur, tetasan dan fertilisasi sebaiknya dilakukan dengan teknologi image processing agar proses penghitungan bisa lebih cepat. 0.02 0 1 alat 2 Gambar 5.12 Perbandingan mean alat 1 dan 2 Pembahasan Pengaturan suhu pada water bath dengan kontroler logika fuzzy memberikan hasil kesetabilan suhu yang cukup baik dengan tidak terjadi overshoot, prosentase error yang cukup rendah (0,6%) serta cukup cepat merespon gangguan meskipun cukup lambat untuk mencapai set point. Dibutuhkan waktu 18 sampai 19 menit untuk mencapai set point dibanding dengan 11 menit bila dilakukan pada open loop. Kesetabilan suhu cukup baik. Rasio hasil gynogenesis jika dilihat dari jumlah telur yang terfertilisasi, tetasan menunjukkan kenaikan sekitar 5% sementara untuk jumlah yang mati mengalami penurunan meskipun prosen-tasenya cukup kecil (5 %). Dari uji statistik memperlihatkan bahwa shocking dengan kontrol suhu logika fuzzy memberikan hasil yang lebih baik dengan prosentase tetasan yang lebih tinggi dan prosentase kematian telur yang lebih rendah. 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Secara kuantitatif , water bath dengan kontroler logika fuzzy memberikan hasil fertilisasi dan tetasan yang lebih baik untuk proses heat shock gynogenesis. 2. Pengaturan suhu air dengan FLC untuk proses heat shock cukup stabil. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 5.4-5.6 dimana tidak terjadi overshoot serta prosentase error yang kecil (0,6%) disekitar set point. 3. Prosentase tetasan meningkat sebesar 5.1% dibanding dengan cara konvensional sementara untuk jumlah telur yang mati mengalami penurunan 5% 4. Dengan logika fuzzy respon output agak lambat tetapi tidak terjadi overshhot. 5. Pewaktuan lebih akurat dan dengan adanya alarm akan menghindarkan proses dari over shocking. 6.2 Saran 1. Akan lebih baik jika pengaturan suhu dan waktu dibuat variabel, sehingga variasi suhu menjadi lebih banyak dan bisa dimanfaatkan untuk UCAPAN TERIMA KASIH Ibu Dewi Kepala BBI Batu, Bpk Budi staf BBI Batu yang telah memfasilitasi dan membantu penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Adi Sucipto, Broodstock Management Ikan Mas dan Nila, Departemen Kelautan dan Perikanan Dirjen Perikanan budidaya, Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi, 2005 [2] Anies Hanawati, Thiang, Resmana, Prototipe sistem kendali temperatur berbasis fuzzy logic pada sebuah inkubator, 2000 [3] Bambang Siswoyo, Implementasi Algoritma Fuzzy dalam FPGA sebagai Kontroler Sistem Pengaturan Temperatur pada Proses Pencampuran Cairan, 2007 [4] CongdaLu, Zhiping Liao, Hong Jia and Guozhong Chai, Design of Fuzzy Control of Fast Drying Equipment for Chinese Herbs, International Journal of Information Technology, Vol V No 12, University of Technology, Hangzhou, China, 2006 [5] Curtis D Johnson, Process Control Instrumentation Technology, [6] Herwandi, Aplikasi Algoritma Logika Fuzzy pada Kontroler sistem Pengaturan Temperatur Proses Etsa Printed Circuit Board, 2007 [7] Eko Kurniawan, Pengaruh lama radiasi UV terhadap tingkat penetasan (hatching rate) dan tingkat kelulushidupan (survival rate) pada proses androgenesis ikan mas, Skripsi, Fak. Perikanan Universitas Brawijaya 2000. [8] Eric Christopher Herbst, Induction of Tetraploidy in Zebrafish Danio Rerio and Nile Tilapia Oreochroms Niloticus, 1992, [9] Iryanto Hasanudin, Ir, Optimalisasi Waktu Pengejutan Panas pada Tetraploid Ikan Mas (Cyprinus Carpio, L), Ras Punten terhadap tingkat Penetasan Telur, Batu 1998 [10]Jun yan dkk,. Using Fuzzy Logic. prentice Hall International, British. 1994 [11]Karayucel Ismihan, Karayucel Sedat, Optimisation of UV Treatment Duration to Induce Haploid in Nile tilapia, University of Ondokuz Mayis, Faculty of Fisheries, Turkey, 2003 SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009 [12] Kucharczyk D, , Meiotic gynogenesis in ide (leuciscus idus L) induced by high temperature schok, 2004 [13] Loopstra Diane P, Hansen A Patricia, Triploidy Induction in Arctic Char Salvenilus alpinus using Heat Shocking and Pressure Shocking Technique, fishery data report no 06-19, 2006, [14] Markande D S, Joshi P M, Katti S K, Microcontroller based Temperature Controller-implementation of Fuzzy Logic, Dept of Electronic Rajarshi shan College of engeenering, 2004 [15] Minal P BHISE, Tariq A KHAN, Androgenesis: The best tool for Manipulation of Fish Genomes 2000, [16] Mohamed H.A, Hew W.p, A Fuzzy Logic Vektor Control of Induction Motor, IEEE Control System, 2000. [17] Na Nakom, Comparison of cold and heat shocks to induce diploid gynogenesis in Thai walking catfish (clarias macrocephalus) and performances gynogen, 2002, [18] Pongthana N, , Aquaculture Genetics Research in Thailand, 2001 [19] Rojas I, Pomares H, Gonzalez J, Herrera L J, Guillen A, Rojas F, Valenzuela O; Adaptive fuzzy controller: Aplication to the control of the temperature of a dynamic room in real time, 2006 [20] Ronald E Walpole & Raymond H Myers (terjemah) Ilmu Peluang & Statistika untuk Insinyur & Ilmuwan, edisi ke-4, ITB, Bandung, 1995 [21] Ross Timothy J, Fuzzy Logic with Engineering Applications, McGraw Hill Inc, 1995 [22] Rustidja, Gynogenesis Meiosis, Fakultas Perikanan Unibraw, 1995 [23] Rustidja, Breeding dan Reproduksi Hewan Air, Fak Perikanan Unibraw, 2002 [24] ......National datasheet [25].......www.dkp.go.id [26].......www.wordpress.com/tag/produksi-ikan-masindonesia A2-19