7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Ilmu

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu pengetahuan alam sangat erat hubungannya dengan manusia, sejak
dahulu manusia selalu bergantung pada alam. Dari zaman purba, manusia
bergantung pada alam untuk memenuhi kebutuhan seperti makan, minum bahkan
membuat alat-alat makan atau memperoleh makanan untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Dari kegiatan manusia sejak dulu, menandakan manusia telah
memperoleh pengetahuan dari pengalaman. Ilmu pengetahuan alam sendiri
bersalah dari kata „science‟ yang berasal dari bahasa katin „scientia‟ dari bahasa
Inggris yang artinya saya tahu. Sedangkan „Sciences’ terdiri dari social sciences
yang berarti ilmu pengetahua sosial dan natural science yang berarti Ilmu
Pengetahuan Alam. Namun dalam perkembangannya science disebut sebagai
sains yang artinya Ilmu Pengetahuan Alam. Walaupun definisi tersebut kurang pas
dan bertentangan dengan etimologi dari science itu sendiri namun kita tetap
merujuk pada pengertian sains yang berarti natural science (Suriasumantri dalam
Trianto, 2012: 136).
Wahyana dalam Trianto (2012:136) mendefinisikan Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) adalah “suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan
dalam
penggunaanya
secara
umum
terbatas
pada
gejala-gejala
alam.
Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh kumpulan fakta, tetapi oleh adannya
metode ilmiah dan sikap ilmiah”. Sedangkan menurut Kardi dan Nur (Trianto, 2012:
136) Ilmu Pengetahuan Alam adalah adalah “ilmu tentang dunia, zat baik makhluk
hidup maupun benda mati yang diamati”.
Dari beberapa definisi IPA menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa
Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains adalah
ilmu pengetahaun tentang zat atau
benda mati yang ada disekitar kita, tersusun secara terstruktur yang dibatasi oleh
gejala-gejala alam yang terjadi disekitar serta perkembangannya melalui
penelitian, pengamatan yang membutuhkan sikap rasa ingin tahu, ketelitian, jujur
7
8
2.1.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap
ilmiah, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk dan sebagai prosedur
(Joesoef
dalam Trianto 2012: 137). Sebagai proses kegiatan ilmiah yang
menyempurnakan pengetahuan tentang alam atau menemukan pengetahuan baru.
Sebagai produk hasil dari proses, yang berupa pengetahuan yang diajarkan di
dalam atau di luar kelas. Sebagai prosedur, metedologi atau cara yang dipakai
untuk mengetahui suatu riset yang biasanya disebut metode ilmiah. Selain sebagai
proses dan produk, Daud Joesoef (Trianto, 2012:137) menganjurkan bahwa IPA
dijadikan sebagai suatu “kebudayaan” atau suatu kelompok atau institusi sosial
dengan tradisi nilai, aspirasi maupun inspirasi. Secara umum IPA meliputi bidang
ilmu dasar, yaitu biologi, fisika dan kimia.
Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis
kompetensi (Depdiknas dalam Trianto, 2012: 138) adalah sebagai berikut.
a. menanamkan keyaknanin terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b. mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.
c. mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.
d. menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melajutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Dari fungsi dan tujuan tersebut dapat dijelaskan bahwa hakikat IPA
mengembangkan ketrampilan, sikap dan nilai yang berkeyakinan terhdapa Tuhan
Yang Maha Esa untuk menjadikan manusia melek teknologi dan sains yang dapat
dijadikan sebagai bekal hidup dan bekal pendidikan.
2.1.1.2 Hakikat Pembelajaran IPA
Seperti yang dibahas sebelumnya, IPA meliputi alam semesta, bendabenda yang ada di alam bumi baik diperut atau diluar. Dan secara umum, IPA
tidak hanya sekedar belajar yang berdasarkan apa yang bisa diamati oleh indera.
Melainkan belajar tentang apa saja yang tidak bisa diamati oleh indera, seperti zat,
makhluk hidup yang dapat diamati dan tidak dapat diamati. Dapat dikatakan
bahwa hakikat IPA merupakan ilmu pengetahuan yang dibangun melalui berbagai
9
proses ilmiah yang dibangun berdasarkan atas dasar sikap ilmiah yang
menghasilkan produk ilmiah berupa konsep, pronsip dan teori.
Nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA menurut
Laksmi Prihantro (Trianto, 2012: 141) antara lain sebagai berikut:
a. Kecakapan bekerja dan berfikir secara teratur dan sistematid menurut
langkah-langkah metode ilmiah.
b. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan, mempergunakan alat-alat
eksperimen untuk memecahkan masalah.
c. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik
dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan.
Selain itu IPA juga memiliki karakteristik yang merupakan dasar untuk
memahaminya. Menurut Jacobson & Bergman dalam Susanto (2012: 170) IPA
memiliki karakteristik yaitu:
a. IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hokum dan teori.
b. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam,
termasuk juga penerapannya.
c. Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekukann dalam menyingkap
rahasia alam.
d. IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian dan beberapa
saja.
e. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.
Karakteristik yang dimiliki IPA yang menumbuhkan sikap ilmiah yang
dilakukan mulai dari merumuskan masalah, menarik kesimpulan sehingga mampu
berfikir kristis melalui penyelidikan yang dilakukan secara langsung dan
sederhana. Selain itu untuk mencapai tujuan pendidikan, pembelajaran IPA
sekolah harus mempunyai tujuan, yaitu :
a. Memberikan
pembelajaran
kepada
siswa
dengan
membekali
pengetahuan mengenai lingkungan dimana mereka hidup serta
bagaimana sikap yang seharusnya dilakukan.
b. Menanamkan sikap hidup yang ilmiah.
c. Memberikan ketrampilan ketika melakukan pengamatan.
d. Mengajarkan kepada siswa bagaimana mengatasi serta mengetahui
tahap bagaimana cara kerjannya serta sikap untuk menghargai para
penemunnya.
10
e. Mengimplementasikan metode ilmiah untuk memecahkan masalah
yang ada disekitarnya. (Prihantoro Laksmi, dalam Trianto, 2009: 142)
Pembelajaran IPA lebih ditekankan pada proses dimana siswa belajar dari
lingkungan sekitar dan membangun konsep-konsep, teori dan kualitas proses yang
berpengaruh positif terhadap proses pendidikan maupun produk pendidikan.
2.1.2 Model Co-operative Learning tipe Group Investigation
Di dunia pendidikan metode kooperatif bukan merupakan hal baru dalam
dunia pendidikan pembelajaran kooperatif pada intiya adalah pembelajaran
dimana siswa duduk bersama yang terdiri dari beberapa orang dimana siswa
bekerja bersama-sama dengan teman kelompoknya. Pembelajaran kooperatif
mempunyai
banyak
macam
metode
seperti
Team
Game
Tournament
(TGT),Student Team-Achievement Division (STAD) Jigsaw II dan metode
kooperatif
yang lain adalah Group Investigation (GI) , Learning Together
(Belajar Bersama), Complex Instuction (Pengajaran Kompleks), Stucture Dyadic
Methods (Metode).
2.1.2.1 Group Investigation
Group investigation merupakan perencanaan pembelajaran yang mengatur
peserta didik menjadi sebuah kelompok-kelompok kecil dimana siswa membahas
materi yang telah ditentukan dengan melakukan perencanaa, dan menginvestigasi
topik bahasan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu
menyelesaikan investigasi materi tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Sharan
and Sharan (Slavin, 2008) yang dikembangkan oleh Shlomo dan Yael Sharan
Group investigation merupakan perencanaan pengaturan-kelas yang umum
dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan
kooperatif, diskusi kelompok serta perencanaa
dan proyek kooperatif.
Menurutnya dalam pengelompokan menggunakan metode group investigation
siswa bebas menentukan kelompoknya sendiri. Yang ditekankan dalam metode ini
adalah komunikasi yang kooperatif antar teman sekelas, yang mana komunikasi
dan interaksi yang baik bisa dicapai jika dilakukan dalam sebuah kelompok
diskusi kecil yang terdiri dari 3-4 siswa.
11
2.1.2.2. Sintaks Pembelajaran Model Co-Operative Learning tipe Group
Investigation
Menurut Slavin (2008:218) group investigation mempunyai 6 tahap yang
harus diperhatikakan guru dalam mengimplementasikan metode ini dalam
kegiatan pembelajaran. Sehingga tahapan ini bisa diadaptasikan guru dalam
menerapkan pelaksaan investigasi kelompok. Enam tahapan tersebut ialah :
a.
b.
c.
d.
Tahap 1 : Mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok.
Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan
mengkategorikan saran-saran.
Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang telah
mereka pilih.
Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat
heterogen
Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan.
Tahap 2: Merencanakan tugas yang akan dipelajari. Para siswa merencanakan
bersama mengenai:
a. Apa yang kita pelajari?
b. Bagaimana kita mempelajarinya? Siapa melakukan apa? (pembagian tugas)
c. Untuk tujuan atau kepentingan apa kita menginvestigasi topik ini?
Tahap 3: Melaksanakan Investigasi
a. Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat
kesimpulan.
b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan
kelompoknya.
c. Para siswa salng bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensistesis semua
gagasan.
Tahap 4: Menyiapkan Laporan Akhir
a. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari poyek mereka.
b. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan
bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka.
c. Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk
mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.
Tahap 5: Mempresentasikan Laporan Akhir
a. Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
b. Bagaimana presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarannya secara
aktif.
c. Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya olreh seluruh anggota
kelas.
12
Tahap 6: Evaluasi
a. Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topic tersebut, mengenai
tugas yang telah meraka kerjakan, mengenai kefektifan pengalamanpengalaman mereka.
b. Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
c. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.
Sedangkan menurut Sharan, dkk (Trianto, 2009:80) langkah-langkah dalam
model pembelajaran Group Investigation dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu:
a. Memilih topik, siswa memilih subtopik yang biasanya telah ditetapkan oleh
guru. Kemudian siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan dua sampai
enam orang yang hendaknya heterogen baik secara akademis maupun etnis
dari siswa tersebut.
b. Perencanaan kooperatif, dalam tahap perencanaan guru dan siswa secara
bersama-sama menentukan prosedur pembelajaran. Tugas dan tujuan khusus
yang sesuai dengan subtopik yang telah dipilih sebelumnya.
c. Implementasi, pada tahap ini siswa melaksanakan yang telah dikembangkan
pada tahap sebelumnya. di dalam proses kegiatan belajar haruslah
melibatkan beragam aktivitas dan keterampilan yang mengarahkan siswa
pada sumber-sumber belajar yang ada baik di dalam maupun di luar sekolah.
Sedangkan peran guru dalam kegiatan belajar adalah memantau setiap
kegiatan
masing-masing kelompok
dan
membantu
kelompok
jika
mengalami kesulitan.
d. Analisis dan Sintesis, suntuk tahap ini kelompok menganalisi informasi
yang telah diperoleh dari tahap sebelumnnya. Selanjutnya infromasi tersebut
diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan presentasi
kepada seluruh kelas.
e. Presentasi hasil final, setelah hasil penyelidikan disajikan melalui cara yang
menarik kepada seluruh kelas yang bertujuan untuk melibatkan seluruh
siswa sehingga bekerja sama dalam pekerjaan dan memperoleh perspektif
yang luas. Untuk mempresentasikan hasil investigasinnya di koordinasi oleh
guru.
13
f. Evaluasi, siswa dan guru mengevaluasi setiap kontribusi kelompok terhadap
kinerja kelas sebagai suatu kesatuan yang keseluruhan. Evaluasi tersebut
dapat berupa penilaian individual maupun kelompok.
Menurut definisi diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tipe group investigation mempunyai 6 tahapan, yaitu:
a. Mengidentifikasi topik
b. Perencanaan
c. Pelaksanaan Investigasi.
d. Menyiapkan laporan akhir.
e. Mempresentasikan laporan akhir.
f. Evaluasi.
Model group investigation termasuk dalam model pembelajaran cooperative learning merupakan mempelajaran yang berbasis sosial dengan
membuat kelompok-kelompok kecil saling berdiskusi, bertukar ide, bertukar
pendapat serta dapat saling mengajari yang lemah. Adapun kelebihan model
pembelajaran group investigation menurut Shoimin (2014:82) yaitu:
a. Secara Pribadi
1) Proses belajar dapat dilakukan secara bebas;
2) Pribadi yang inisiatif, kreatif dan aktif;
3) Meningkatnya rasa percaya diri;
4) Mampu memecahkan dan menangani suatu problem yang terjadi;
5) Mengembangkan rasa antusiasme dan rasa pada fisik.
b. Secara Sosial
1) Kerja sama antar tim
2) Belajar bagaimana komunikasi yang baik antar teman maupun guru
3) Belajar berkomunikasi secara sistematis
4) Menghargai pendapat orang lain
5) Ikut berpartisipasi ketika membuat keputusan
c. Secara Akademis
1) Melatih tanggung jawab tentang jawaban yang telah diberikan
2) Mengembangkan serta melatih keterampilan fisik di segala bidang
14
3) Merencanakan pekerjaanya
4) Melatih ketelitian jawaban yang dibuat
5) Berfikir cara dan strategi yang akan digunakan sehingga memperoleh suatu
kesimpulan yang berlaku.
Selain kelebihan model Co-operative Learning tipe Group Investigation, GI
juga memiliki kekurangan, yaitu:
a. Materi yang disampaikan pada 1 kali pertemuan sedikit
b. Pemberian nilai secara personal kurang maksimal
c. Tidak semua topik dapat menggunakan model ini, karena cocok diterapkan
pada topik yang menuntut siswa memahami suatu bahasan dari pengalaman
yang dialami sendiri.
2.1.3 Minat
2.1.3.1 Pengertian Minat Belajar
Minat merupakan salah satu hal penting dalam kegiatan belajar.
Tencapainya tujuan pembelajaran juga sangat dipengaruhi dari minat siswa
terhadap mata pelajaran, materi atau topik yang menarik perhatian siswa.
Menurut Sardiman (Susanto, 2013: 57) minat merupakan kondisi dimana
seseorang melihat ciri-ciri atau arti situasi sementara yang dikaitkan dengan
keinginan-keinginan yang dibutuhkan. Dalam praktiknya minat atau dorongan
tersebut yang ada pada siswa terkait dengan apa dan bagaimana siswa tersebut
mampu mengaktialisasikan dirinya melalui kegiatan belajar (Susanto, 2013: 58).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa minat merupakan perasaan
suka terhadap suatu objek sehingga cenderung memberikan perhatian lebih dan
diaktualisasikan dengan partisipasi secara langsung dalam suatu aktivitas belajar
yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman belajar yang diperolehselama
proses belajar yang terjadi.
2.1.3.2 Aspek Minat Belajar
Minat belajar yang dimiliki seseorang pada umumnya akan diaktualisasikan
melalui kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran yang berkaitan dengan
minat yang dimiliknnya. Sehingga untuk mengetahui apa saja aspek minat belajar
dapat dilakukan analisis pada kegiatan yang dilakukan individu tersebut, karena
15
minat belajar merupakan dorongan pada siswa untuk aktif berperan dalam
kegiatan tersebut. Maka dari itu, untuk menganalisis minat belajar dapat dilakukan
dengan aspek minat belajar yaitu:
Menurut Sukartini (Susanto, 2013: 64) ada empat hal analisis minat belajar
yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Keinginan untuk memiliki sesuatu
b. Objek atau kegiatan yang disenangi
c. Jenis kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh sesuatu yang disenangi
d. Upaya-upaya yang dilakukan untuk merealisasikan keinginan atau rasa
terhadap objek atau keinginan tertentu.
Hal serupa juga dinyatakan oleh Slameto (2008:191) bahwa,
Suatu minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukan bahwa
anak didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula
dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Anak didik yang
memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian
yang lebih besar terhadap subjek tersebut.
Menurut Safari (Wasti, 2013: 4) indikator minat belajar yaitu: Perasaan Senang,
Ketertarikan Siswa, Perhatian, Keterlibatan Siswa. Dari uraian diatas dapat diperoleh
kesimpulan bahwa minat dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu:
a. Perasaan
b. Perhatian
c. Ketertarikan
d. Partisipasi
Minat belajar yang diungkapkan disini adalah minat belajar IPA kelas V
SD Negeri Randuacir 03 dan SD Kumpulrejo 01 di Kecamatan Argomulyo Kota
Salatiga khusunya pada kompetensi cahaya dan sifat-sifatnya.
2.1.3.3 Pengaruh Minat terhadap Hasil Belajar
Minat merupakan hal yang sangat berpengaruh pada kegiatan belajar siswa.
dengan adanya minat siswa dengan kemauan sendiri aktif dan berpartisipasi dalam
proses belajar mengajar. Selain berpengaruh pada kegiatan belajar, minat juga
sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa, karena minat merupakan dorongan
yang kuat pada diri siswa untuk memusatkan perhatiannya pada seseorang, benda
atau kegiatan tertentu. Sardiman (Susanto, 2013: 66) berpendapat bahwa proses
16
belajar mengajar akan berjalan baik dan lancar jika disertai dengan minat. Hal
serupa juga dikatakan oleh William James, minat belajar merupakan faktor utama
aktifnya siswa pada belajar siswa. Hal tersebut juga sepadan dengan pernyataan
Dalyono (Djamarah, 2008:191) yang menyatakan bahwa jika minat belajar yang
besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sedangkan jika minat yang
dimiliki siswa rendah akan menghasilkan prestasi yang rendah pula.
Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Hartono (Susanto, 2013: 67) yang
menyatakan
bahwa
“minat
memberikan
sumbangan
terbesar
terhadap
keberhasilan peserta didik”. Jadi dari uraian diatas dapat diperoleh kesimpulan
bahwa minat merupakan faktor penting dalam keaktifan dan partisipasi siswa pada
proses belajar sehingga mempengaruhi keberhasilan belajar sehingga tercapainnya
tujuan pada pembelajaran tersebut. Hal yang perlu diperhatikan pula adalah
adanya pendekatan, bahan belajar, atau metode yang digunakan tidak sesuai dapat
mempengaruhi minat belajar sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai dan
hasil belajar yang diperoleh siswa tidak optimal.
2.1.4. Hasil Belajar
Selain perencanaan dan proses belajar yang terdapat di kegiatan pembelajaran
di kelas, hasil belajar juga harus diperhatikan karena merupakan bagian terpenting
dalam pembelajaran.
Nana Sudjana (Trianto, 2012: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada
hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian
yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati
dan Mudjiono (Thobroni, 2015: 20) juga menyebutkan hasil belajar merupakan
hasil dari suatu interaksi tindak belajar. Jadi hasil belajar adalah hasil dari sebuah
proses pembelajaran berupa tingkah laku yang mencakup bidang kognitif,
afefektif dan psikomotor.
Hasil belajar merupakan salah satu hal terpenting dalam kegiatan belajar.
Selain proses yang harus sesuai dengan karakteristik siswa untuk menyampaikan
materi, hasil belajar menjadi ukuran apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai.
17
Hasil belajar terdiri dari macam, yaitu: 1). Keterampilan, 2). Pengetahuan, 3).
Sikap.
Menurut Djamarah dan Zain (2013: 3) menyatakan bahwa hasil belajar bisa
tercapai jika memenuhi dua indikator berikut:
a. Daya serap tentang bahan belajar yang diajarkan mencapai prestasi yang tinggi,
baik secara individual maupun kelompok.
b. Perilaku yang telah direncanakan dalam tujuan pembelajara telah dicapai oleh
siswa baik secara individual maupun kelompok.
Sedangkan menurut Nawawi dalam A. Susanto (2013: 5) menyatakan
bahwa hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi
pelajaran disekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Jadi hasil belajar merupakan hasil
yang diperoleh dari kegiatan belajar mengajar baik berupa sikap, pengetahuan
(skor), keterampilan yang telah didapatkan di sekolah.
2.1.4.1 Macam-Macam Hasil Belajar
Dari definisi diatas hasil belajar yang meliputi 3 aspek, yaitu: konsep (aspek
kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotor) dan sikap siswa (aspek afektif)
yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Pemahaman Konsep
Menurut Doroty J. Skeel dalam A. Susanto (2013: 8) konsep merupakan
sesuatu yang tergambar dalam sebuah pikiran, gagasan atau sebuah pengertian.
Konsep berarti sesuatu yang melekat pada diri seseorang yang tergambar dalam
sebuah pikiran, gagasan maupun sebuah pengertian. Orang yang mempunyai
konsep berarti orang tersebut memiliki sebuah pemahaman yang jelas mengenai
suatu konsep yang mereka sentuh, lihat ataupun didengarnya.
Untuk mengukur pemahaman konsep dapat dilakukan melali evaluasi
produk. W.S Winkel menyatakan bahwa melalui produk yang telah dibuat dapat
diselidiki sejauh mana pemahaman yang diperoleh siswa berdasarkan tujuan
instruksional yang telah tercapai. Dan semua tujuan tersebut meurpakan hasil
belajar siswa yang seharusnya diperoleh siswa. berdasarkan pandangannya, hasil
18
belajar sangat erat kaitannya dengan tujuan instruksional yang telah guru rancang
sebelum pelaksanaan proses pembelajaran. Evaluasi tersebut dapat dilakukan
dengan berbagai macam, misalnya tes tertulis maupun tes lisan. Untuk taraf
sekolah dasar biasannya dilakukan melalui ulangan harian, semester maupun
ulangan umum.
b.
Keterampilan Proses
Usman dan Setiawati (Susanto, 2013: 9) mengemukakan bahwa
keterampilan proses merupakan keterampilan yang mengarah pada kemampuan
mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang ada
pada individu siswa. Indrawati juga merumuskan keterampilan proses yang
berupa keterampilan ilmiah yangterarah pada (kognitif maupun psikomotor) yang
dapat digunakan untuk menemukan sebuah konsep atau prinsip atau teori yang
digunakan untuk mengembangkan teori yang telah ada sebelumnya serta
melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan.
c.
Sikap
Aspek sikap juga termasuk hal penting dalam proses pembelajaran. Menurut
Lange (Susanto, 2013: 10) sikap bukan aspek mental saja, melainkan mencakup
respon fisik. Jadi adanya kekompakan antara mental dan fisik sangat berperan
penting. Menurutnya sikap terdiri dari tiga komponen yang saling mendukung
yaitu: komponen kognitif; gambaran apa yang dipercayai oleh individu pemilik
sikap, komponen afektif; perasaan yang menyangkut emosional, komponen
konatif; kebiasaan berperilaku tertentu sesuai degan sikap yang dimiliki
seseorang.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut
Wasliman (Susanto, 2013: 12), hasil belajar yang telah dicapai siswa merupakan
interaksi berbagai factor baik dari dalam maupun dari luar. Faktor dari dalam atau
internal yang bersumber dari dalam diri peserta didik. Yang meliputi kecerdasan,
motivasi belajar, kesehatan, ketekunan, kebiasaan belajar, minat dan perhatian,
kondisi fisik siswa. sedangkan faktor dari luar merupakan pengaruh di luar diri
peserta didik yaitu keluarga, teman, sekolah atau masyarakat. Menurut Wasliman
sekolah merupakan salah satu faktor dalam hasil belajar siswa, jika semakin tinggi
19
kemampuan belajar yang dimiliki siswa serta kualitas pengajaran di sekolah maka
semakin tinggi pula hasil belajar siswa tersebut. Kualitas pengajaran disekolah
juga dipengaruhi latar belajang guru, pengalaman-pengalaman yang diperoleh
guru serta sifat-sifat yang dimiliki guru. Dengan demikian, dapat diperoleh
kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari sebuah proses, dan hasil dari
proses tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam diri siswa maupun
dari luar seperti keluarga, teman, sekolah atau masyarakat.
Dalam penelitian ini hasil belajar yang diukur adalah hasil belajar kognitif
dengan menggunakan evaluasi setelah dilakukan pembelajaran. Evaluasi
diberikan berupa tes tertulis ataupun tes lisan, dan untuk penelitian ini digunakan
tes tertulis berupa pilihan ganda yang diberikan sebelum diberikan perlakuan dan
sesudah diberikan perlakuan.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif learning yang
diterapkan dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa, dia ntaranya:
Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Setyorini (2013) dalam skripsinya
yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Learning tipe Group
Investigation terhadap hasil belajar matematika pada materi segiempat siswa kelas
VII SMP Negeri 2 Kledung Semester II Tahun Ajaran 2012/2013” pada hasil
analisis uji t-test terlihat bahwa nilai t adalah 5,260 yang signifikan dengan (2tailed) 0,000<0,05 yang berarti bahwa hasil rata-rata nilai posttest kelas kontrol
dan kelas eksperimen berbeda. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terhadap hasil pembelajaran
matematika pada siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Kledung Semester II Tahun
Ajaran 2012/2013 mengalami peningkatan yang dibuktikan pada perbedaan hasil
belajar diantara kedua kelas.
Penelitian yang dilakukan oleh Nekodemus (2012) dalam skripsinya yang
berjudul “Pengaruh penggunaan Model Pembelajaran Group Investigation
terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Bugel 02 Semester II Tahun
Ajaran 2011/2012”. Dalam penelitianya diperoleh kesimpulan bahwa terdapat
pengaruh positif dan signifikan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Bugel 02
20
pada semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Hal ini ditunjukan pada nilai pretest
sebesar 59,64 pada kelas konvensional dan nilai postest sebesar 78,28 pada kelas
eksperimen. Selisih nilai rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol 18,64. Dan
hasil penelitian hal ini ditunjukan dengan membandingkan hasil nilai t hitung
yang diperoleh sebesar (-8.387) dan nilai t tabel sebesar (-2.160369) untuk nilai
signifikan 0.000. Oleh karena itu –t hitung<t tabel (-2.160369<-9.387) dan nilai
signifikan 0,000<0,005 maka Ho ditolak artinya bahwa terdapat perbedaan antara
rata-rata pengukuran awal dan pengukuran akhir yang berarti ada pengaruh
penggunaan model kooperatif tipe group investigation terhadap hasil belajar kelas
IV SDN Bugel 02.
Penelitian yang dilakukan Yeni Susilowati (2012) yang berjudul “Perbedaan
Pengaruh Penemuan Terbimbing dan Metode Group Investigation pada hasil
belajar IPA siswa kelas V SD Cebongan 02 Salatiga Semester II tahun pelajaran
2011/2012”. Hasil belajar ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar
siswa IPA kelas V ditinjau dari perbedaan penggunaan metode pembelajaran
dengan diperoleh sig. 0,025 > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan antara kelas
yang diberi perlakuan berupa pembelajaran metode penemuan terbimbing dengan
kelas yang diberi metode group investigation. Hasil rata-rata belajar 95,23, untuk
kelas eksperimen dan 92,22 untuk kelas kontrol.
Dari penelitian yang dilakukan diatas, penggunaan model pembelajaran coopretaive learning tipe group investigation mampu memberikan pengaruh
terhadap hasil belajar siswa. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, apakah
penggunaan model pembelajar co-opretaive learning tipe group investigation
dapat berpengaruh terhadap meningkatnya minat dan hasil belajar Ilmu
pengetahuan Alam siswa kelas V SD di SD N Kumpulrejo 01 Salatiga.
2.3 Kerangka Berfikir
Dalam proses pembelajaran interaksi antara guru dan siswa masih satu arah.
Artinya guru masih mendominasi dalam proses belajar mengajar. Siswa tidak
mendapatkan kesempatan untuk bertanya, mengemukakan pendapat, gagasan atau
ide yang dimiliki siswa. Sehingga keaktifan, kreaktivitas dan ketrampilan siswa
21
tidak dapat berkembang sebagaimanan seharusnya. Selain itu hasil belajar yang
didapatkan siswa belum mencapai tujuan dari pembelajaran tersebut. Sehingga
hasil belajar yang didapatkan siswa masih berada di dalam batas bawah
ketuntasan minimum yang telah ditetapkan. Model pembelajaran co-operative
learning tipe group investigation merupakan pembelajaran yang berpusat pada
siswa. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil dengan berdiskusi
menyelesaikan masalah yang disajikan. Serta mengikutsertakan siswa dalam
pemilihan topik, perencanaan, investigasi dan menyajikan laporan serta
menyampaikan hasil investigasinya secara berkelompok.
Jadi menurut Sharan, dkk, langkah-langkah dalam model pembelajaran
group investigation adalah:
a. Memilih topik,
b. Perencanaan kooperatif,
c. Implementasi,
d. Analisis dan Sintesis,
e. Presentasi hasil final,
f. Evaluasi
Proses belajar yang baik yang mengaktifkan siswa, menciptakan suasana
yang menyenangkan dengan siswa aktif secara langsung dan bermakna. Sehingga
mampu menimbulkan minat siswa terhadap sesuatu yang telah dipelajarinnya.
Dengan adannya dorongan minat yang ada, menimbulkan ketertarikan, perasaan
senang, perhatian, dan partisipatif yang lebih pada IPA sehingga berpengaruh
terhadap keberhasilan belajar yang ditunjukan dalam meningkatnya hasil belajar
siswa.
22
Kepekaan Sosial
Interaksi sosial
Kreatif
Kerja sama
Tanggung jawab
Group Investigation
Berfikir sistematis
dan mengambil
keputusan
Bebas
Diskusi dan saling bekerja
sama
dalam
kelompok
membangkitkan
perasaan
senang, ketertarikan siswa,
perhatian yang lebih serta
partisipatif dalam kegiatan
pembelajaran.
Pembagian siswa dalam
kelompok-kelompok kecil,
saling
bekerja
sama,
menggali
informasi,
menyimpulkan
dan
menyampaikannya
secara
berkelompok membuat siswa
secara aktif berperan penuh
dalam
proses
pembelajarannya.
Minat
Hasil Belajar
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Berfikir
23
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka berfikir yang telah diuraikan, maka hipotesis
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan model co-operative learning tipe group investigation tidak
efektivitas terhadap minat dan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri
Kumpulrejo 01 Semester II Tahun Ajaran 2015/2016.
Ho : μe =
μk
Ha : μe ≠
μk
2. Penggunaan model co-operative learning tipe group investigation efektivitas
terhadap minat dan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Kumpulrejo 01
Semester II Tahun Ajaran 2015/2016.
Ho : μe =
μk
Ha : μe ≠
μk
Download