BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Hakikat Belajar Siswa
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar
merupakan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkunganya. Tingkah laku yang
mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian,
baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu
masalah, keterampilan, kecakapan,ataupun sikap.
Menurut Aunurrahman (2009:35) Belajar merupakan suatu proses yang
dilakukan idividu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Menurut B.F Skinner
dalam (Syaiful Sagala: 2003:14) belajar adalah
suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara
progresif. Belajar juga dipahami sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar,
maka responya menurun. Jadi belajar ialah suatu perubahan dalam kemungkinan
atau peluang terjadinya respons.
Menurut Sadirman ( 2011:21 ) belajar adalah berubah, dalam hal ini yang
dimaksudkan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan
membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak
7
8
hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk
kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian
diri.
Dengan demikian diperoleh suatu pengertian bahwa belajar adalah suatu
proses yang dilakukan oleh siswa untuk memperoleh pengetahuan baru yang
memerlukan kondisi belajar baik secara internal maupun eksternal yang terjadi
secara kontinyu sehingga memperoleh penguasaan konsep.
2.1.2 Teori-teori belajar
Teori Belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana
terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses dalam pikiran siswa.
Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih
meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar. Di bawah ini merupakan
teori-teori Belajar menurut Syaiful sagala ( 2003 :39).
1. Teori Disiplin Mental
Belajar adalah mengusahakan adanya tanggapan sebanyak banyaknya dan
sejelas-jelasnya pada kesadaran individu. Hal yang berkaitan dengan tanggapan
itu diperoleh melalui pemberian bahan yang sederhana tetapi penting dan juga
menarik, kemudian memberikanya sesering mungkin. Jadi dalam teori ini
menekankan pentingnya ulangan–ulangan. Melalui belajar anak harus diberi
kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi-potensi tersebut.
9
2. Teori Behaviorisme
Belajar adalah suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu prilaku
atau respon terhadap sesuatu. Ivan Pavlov (1849-1936) menghasilkan teori belajar
yang disebut “ Classcical conditioning” atau “ stimulus Substitution”. Teori
pengetahuan atau “ reinforcement” merupakan pengembangan lebih lanjut dari
teori koneksionisme.
kalau pada pengkondisian (conditioning) yang diberi
kondisi adalah perangsangnya (stimulus), maka pada teori penguatan yang
dikondisikan atau diperkuat adalah responsya.
3.
Teori Belajar Kognitive Gestalt – Filet
Menurut teori gestalt adalah belajar menekankan pemahaman atau insight
yaitu pengamatan atau pemahaman yang mendadak terhadap hubungan antar
bagian-bagian dalam situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan teori ini, guru
tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi
sealalu satu kesatuan yang utuh. Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau
bahan yang mengandung persoalan-persoalan, dimana anak harus berusaha
menenukan hubungan antar bagian, memperoleh insight agar ia dapat memahami
keseluruhan situasi atau bahan ajaran tersebut. Insight itu sering dihubungkan
dengan pernyataan spontan seperti” aha” atau oh, see-now.
4. Teori Konstruktivisme
Menurut Sadiman (2011: 37) belajar merupakan proses aktif dari si subjek
belajar untuk merekonstruksi makna, sesuatu entah itu teks, kegiatan dialog,
pengalaman fisik dan lain-lain. Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan
10
menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian
yang sudah dimilikinya, sehingga pengertiannya menjadi berkembang.
2.1.3
Pengertian Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjono (2009:2) Hasil Belajar merupakan hal
yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa,
hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif , afektif,dan spikomotor. Dari sisi guru,
Hasil belajar merupakan saat terelesaikanya bahan pelajaran.
Menurut Hamalik (2001:1), Hasil Belajar adalah bila seseorang telah
belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada seseorang tersebut , misalnya
dari tidak tahu menjadi tahu, dan tidak mengerti menjadi mengerti.
Menurut Benyamin S.Blomm dalam Zainal arifin (2009:1) Hasil belajar dapat
dikelompokkan ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
A. Domain Kognitif (cognitive domain). Domain ini memiliki enam jenjang
kemampuan, yaitu :
1. Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep,
prisip,
fakta
atau
istilah
tampa
harus
dimengerti
atau
dapat
menggunakanya.
2. Pemahaman (Comprehension), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran
11
yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkanya tampa harus
menghubungkanya dengan hal-hal yang lainya.
3. Penerapan (application), yaitu jenjang kemampuan yang menuntu peserta
didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode,
prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru dan kongkrit.
4. Analisi (analysis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik
untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsureunsur atau komponen pembentuknya.
5. Sintesis (Synthesis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta
didik
untuk
menghasilkan
sesuatu
yang
baru
dengan
cara
menggambungkan berbagai factor.
6. Evaluasi (evaluation), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta
didik untuk dapat mengaveluasi suatu situasi, keadaan pernyataan atau
konsep berdasarkan kriteria tertentu.
B. Domaian Afektif (affective Domain), yaitu internalisasi sikap yang menunjuk
kearah pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik sadar tentang nilai
yang diterima, kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari
dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkaph laku .
1. Kemauan menerima(receiving), yaitu jenjang kemampuan yang menunut
peserta didik untuk peka terhadap eksitensi fenomena atau rangsangan
tertentu.
12
2. Kemauan menanggapi (Responding), yaitu jenjang kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk tidak hanya peka pada suatu fenomena,
tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara.
3. Menilai (Valuing), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik
untuk menilai suatu objek, venomena atau tingkah laku tertentu secara
konsiten.
4. Organisasi (organization),
yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan
masalah, membentuk suatu system.
C. Domaian psikomotor yaitu kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan
gerakan tubuh atau bagian-bagian lainya, mulai dari gerakan yang sederhana
sampai dengan gerakan yang kompleks.
2.1.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Menurut Slameto (2010:54) Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern :
1. Faktor intern adalah faktor yang terdapat dalam diri siswa. Faktor intern ini
terbagi atas faktor jasmaniah, faktor spikologis, faktor kelelahan.
a. Faktor jasmaniah
1) Faktor kesehatan : proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan
seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang
bersemangat, mudah pusing, ngantuk, jika badannya lemah, kurang darah,
ataupun ada gangguan-ganguan, kelainan-kelainan fungsi alat indranya
serta
tubuhnya.
agar
seseorang
belajar
dengan
baik
haruslah
13
mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu
mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang belajar, belajar istrahat, tidur,
makan, olah raga, rekreasi dan ibadah.
2) Cacat Tubuh : Keadaan cacat tubuh mempengaruhi hasil belajar. Siswa
yang cacat belajarnya juga akan terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya
ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar
tidak tidak menghindari atau mengurangi pengaruhi kecacatan itu.
b. Faktor Psikologis
1) Inteligensi : Inteligensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar.
Dalam situasi yang sama, siswa mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi
akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai tingkat inteligensi yang
rendah. Walaupun begitu siswa yang punya tingkat inteligensi yang tinggi
belum tentu berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar
adalah satu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang
mempengaruhinya.
2) Perhatian : Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa
harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan
pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan,
sehingga ia tidak suka belajar. Agar siswa belajar dengan baik dengan cara
mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakatnya.
3) Minat : Minat besar pengaruhnya terhadap belajar karena bila bahan
belajarnya tidak dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak
14
akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya
begitu juga sebaliknya.
4) Bakat : Bakat mempengaruhi belajar. Jika bahan pelajaran yang dipelajari
siswa tidak sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik
karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam
belajarnya.
c. Faktor kelelahan
Faktor kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan
tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kelelahan jasmani dan
kelelahan rohani.
jasmani terlihat dengan lemah lunglainya dan tubuh dan timbul
kecerungan untuk membaringkan tubuh. Kelehan jasmani terjdi karena
terjadi kekacauan substansi sisa pembakaran dalam tubuh sehinga darah
tidak kurang lancar pada bagian-bagian tertentu. Kelelahan rohani dapat
dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosan sehingga minat dan dorongan
untuk menghasilkan sesuatu yang hilang.
2.
Faktor ekstern adalah faktor yang yang bersal dari luar siswa. Faktor ekstern
dikelompokan menjadi tiga faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah,
faktor masyarakat.
a. Faktor keluarga
1.
Cara orang tua mendidik : Cara orang tua mendidik anak besar
pengaruhnya terhadap belajar anaknya. Hal ini jelas dipertegas oleh
Sutjipto Wirowidjojo dengan pernyataan yang menyatakan bahwa
15
keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga
yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi
bersifat menentukan untuk pendidikan bangsa, Negara dan dunia.
2. Relasi antaranggota keluarga : Demi kelancaran belajar serta keberhasilan
anak perludiusahakan relasi yang baik di dalam keluarga anak tersebut.
Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh kasih saying, diseratai
dengan
bimbingan
dan
bila
perlu
hukuman-hukuman
untuk
mensukseskan belajar anak sendiri.
3. Suasana rumah : Anak dapat belajar dengan baik perlulah diciptakan
suasana rumah yang tenang dan tentram. Di dalam suasana rumah yang
tenang dan tentram selain anak kerasan betah bisa tinggal di rumah, anak
juga dapat belajar dengan baik.
4. Keadaan ekonomi keluarga
5. Latar belakng kebudayaan :Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam
keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu ditanamkan
kebisaan-kebisan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk
belajar.
b. Faktor sekolah : Sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup
metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa
dengan siswa,disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar
pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
c.
Faktor Masyarakat : Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga
berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-
16
orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri dan mempunyai
kebiasaan yang tidak baik akan berpengaruh jelek kepada anak(siswa)
yang berda di situ. Anak tertarik untuk ikut berbuat seperti yang
dilakukan
orang-orang
yang disekitarnya.
Akibatnya
belajarnya
terganggu dan bahkan anak siswa akan kehilangan semangat belajar
karena perhatianya semua terpusat kepada pelajaran berpindah
keperbuatan-perbauatan yang selalu dilakukan oleh orang-orang
disekitarnya.
2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Rusman (2012:204), Pembelajaran Kooperatif (Cooperative
learning) adalah tehnik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah
pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5
orang.
Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaimana siswa dapat bekerja sama
dalam kelompok, tujuan kelompok adalah tujuan bersama. Situasi kooperatif
merupakan bagian dari siswa untuk mencapai tujuan kelompok, siswa harus
merasakan bahwa mereka akan mencapai tujuan, maka siswa lain dalam
kelompoknya memilki kebersamaan, artinya setiap anggota kelompok bersikap
kooperatif dengan sesama anggotanya.
Dalam situasi belajar sering terlihat sifat individualistis siswa, siswa
cenderung berkompetisi secara individual, bersikap tertutup terhadap teman
sekelas, bergaul dengan hanya orang tertentu, ingin menang sendiri, dan
sebagainya, jika keadaan ini dibiarkan tidak mustahil akan dihasilkan warga
17
Negara yang egois inklusif, introfert, kurang bergaul, dan sebagainya. Gejala
seperti ini kiranya mulai terlihat pada masyarakat kita, sedikit –sedikit
demonstrasi, main keroyokan, saling sikut, dan mudah terprovokasi.
2.1.6
Model pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)
A. Pengertian Group Investigation
Group Investigation merupakan
salah satu bentuk pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari
sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan
yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui
internet. Tipe ini menuntut para siswa untuk menumbuhkan kempuan berfikir
mandiri. .
B. Langkah-langkah Model Pembelajaran Group Investigation.
Berikut ini merupakan langkah-langkah penerapan Model Pembelajaran
Group Investigation menurut Istarani (2011:86) adalah sebagai berikut :
Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen. Masing-masing
kelompok terdiri dari 5-6 orang. Masing–masing siswa dibagi berdasarkan jenis
kelamin dan kemampuan akademik. Setelah guru membagi kelompok, guru
menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok. Kemudian guru
memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas satu materi
atau tugas yang berbeda dari kelompok lain. Setelah itu masing-masing
kelompok membahas materi atau tugas yang sudah ada secara kooperatif bersifat
penemuan setelah selai berdiskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil
pembahsan kelompok. Setelah itu guru memberikan penjelasan singkat sekaligus
18
memberikan kesimpulan. Kemudian guru memberikan evaluasi kepada masingmasing siswa dan terakhir penutup, pada kegiatan penutup guru memberikan
penilaian kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
C. Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Group Investigation
Di bawah ini merupakan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran
group investigation menurut istarani (2010:87)
1. Kelebihan Model Pembelajaran Group Investigation :
Dapat memadukan antara siswa yang berbeda kemampuan melalui kelompok
heterogen, Melatih siswa untuk mempertanggung jawabkan sebab ia diberi tugas
untuk diselesaikan dalam kelompok, Melatih siswa untuk meningkatkan kerja
sama dalam kelompok,Siswa dilatih untuk menemukan hal-hal yang baru dari
hasil investigasi, siswa mengeluarkan ide dan gagasan baru melalui penemuan
yang dilakukanya.
2. Kekurangan Model Pembelajaran Group Investigation:
Dalam diskusi sering kali yang aktif hanya sebagian siswa, Adanya
pertentangan diantara siswa yang sulit disatukan karena dalam kelompok sering
berbeda pendapat, Bahan yang tersedia untuk melakukan penemuan kurang
lengkap
2.2 Kajian yang Relevan
Kaspa lasese (2013) pada penelitian yang berjudul meningkatkan hasil
belajar IPA pada materi bagian utama tubuh hewan dan kegunaanya melalui
model Group Investigation menjelaskan adanya peningkatan hasil belajar siswa.
Pada siklus 1 presentasi ketuntasan sebesar 50% sedangkan siklus II Presentase
19
ketuntasan Sebesar 78,57%. Selisih peningkatan sebesar 28,57%. Kemudian pada
daya serap klasikal paada siklus 1 sebesar 67,36% meningkat sebesar 8,35%
menjadi 75,57%. Dengan hasil belajar 755,71% dan presentasi ketuntasan
78,57% maka hasil belajar telah mencapai indikator kinerja yang ditetapkan.
Maka kesimpulanya dari siklus 1 sampai siklus II mengalami peningkatan hasil
belajar siswa kelas II SDN 12 Bone pantai tahun ajaran 2012/2013
2.3 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian Teoritis di atas maka Hipotesis tindakan dalam penelitian
ini adalah dapat dirumuskan bahwa “jika diterapkan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Group Investigation maka hasil belajar siswa pada materi
masalah-masalah sosial di kelas IV SDN 3 Tapa Kabupaten Bone Bolango akan
meningkat”.
2.4 Indikator keberhasilan ( kinerja)
Indikator keberhasilan merupakan pijakan peneliti melihat sejauh mana
keberhasilan kegiatan penelitian ini. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a) Kegiatan belajar mengajar dapat dicapai 75% dari keseluruhan kegiatan
pembelajaran yang terdapat pada kriteria penilain sangat baik (B).
Kegiatan pembelajaran dianalisis dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut :
85-100
: Sangat baik ( SB)
70-84
: Baik (B)
50-69
: Cukup (C)
20
0-49
: Kurang (K)
b) Hasil bajar siswa diperoleh minimal nilai rata- rata siswa 7,5 dan daya serap
siswa 75 %.
Download