BAB II KAJIAN TEORI

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran Matematika SMP
1. Belajar
Belajar pada dasarnya merupakan proses yang diarahkan pada suatu
tujuan. Tujuan belajar matematika dapat dilihat dari kemampuan seseorang
memfungsionalkan materi matematika yang dipelajari, baik secara konseptual
maupun secara praktis. Secara konseptual dimaksudkan dapat mempelajari
matematika lebih lanjut, sedangkan secara praktis dimaksudkan untuk
menerapkan matematika pada bidang-bidang lain.
Menurut Budiningsih (2004: 34) belajar merupakan perubahan persepsi
dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang
nampak. Menurut Sagala (2003: 12) belajar adalah kegiatan individu
memperoleh pengetahuan, perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah
bahan ajar. Menurut Hamalik (2001: 27) belajar merupakan suatu proses atau
kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat,
akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu
penguasaan latihan, melainkan perubahan kelakuan.
8
Bower & Hilgart (1981: 11) yang mendefinisikan belajar sebagai berikut:
Learning is the process by which an activity originates or is
chargedthrought training procedures (whether in the laboratory or in
thenatural environment) as distinguished from changes by factor
notattributable to training. It refers to the change in a subject'sbehavior or
behavior potential to a given situation brought about bythe subject's
repeated experiences in that situation, provided thebehavior change
cannot be explained on the basis of the subject'snative response
tendencies, maturation, or temporary states.
Dapat diartikan bahwa belajar merupakan proses aktivitas yang didasarkan
dari prosedur pelatihan (baik di dalam laboratorium ataupun di lingkungan
alami) yang hasilnya diperlihatkan oleh faktor yang tidak terkait langsung
dengan pelatihan. Hal ini mengacu pada perubahan perilaku dari subjek atau
potensi perilaku yang akan ditunjukkan oleh subjek pada suatu situasi yang
subjek munculkan kembali dari pengalaman subjek pada situasi semacam itu,
perubahan perilaku tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon
alami dari subjek, kematangan atau keadaan sementara.
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam
kompetensi, keterampilan dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir
sampai akhir hayat. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan
karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk hidup
lainnya. Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi individu maupun bagi
masyarakat. Bagi individu, kemampuan untuk belajar secara terus-menerus
akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan kualitas hidupnya.
Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peran yang penting dalam
mentransmisikan budaya dana pengetahuan dari generasi ke generasi (Dimyati
& Mudjiono, 2006: 42). Perubahan itu dapat berupa sesuatu yang baru, baik
9
yang segera kelihatan dalam perilaku nyata atau pun yang masih tersembunyi.
Perubahan itu juga dapat terjadi hanya pada penyempurnaan terhadap hal yang
sudah pernah dipelajarinya.
Dari pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa belajar adalah proses
atau kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan ketrampilan
dengan cara mengolah bahan ajar dan bukan suatu hasil atau tujuan. Hasil
belajar bukan suatu penguasaan latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Perubahan itu dapat berupa sesuatu yang baru, baik yang segera kelihatan
dalam perilaku nyata atau pun yang masih tersembunyi. Perubahan itu juga
dapat terjadi hanya pada penyempurnaan terhadap hal yang sudah pernah
dipelajarinya.
2. Pembelajaran
Konsep dasar pembelajaran sebenarnya telah dirumuskan dalam pasal
1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yaitu pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Menurut
Hamalik
(2001:
44)
mengajar
ialah
menyampaikan
pengetahuan kepada peserta didik atau murid di sekolah, sebagai suatu proses
interaksi antara guru dan siswa, guru mengharapkan siswa dapat menguasai
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang benar-benar dipilih oleh guru.
Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dipilih oleh guru hendaknya
relevan dengan tujuan pelajaran yang akan diberikan dan disesuaikan dengan
struktur kognitif siswa. Dengan demikian mengajar dapat digunakan untuk
10
melihat bagaimana proses belajar berjalan. Tidak hanya menyatakan dan
memerintahkan atau tidak hanya membiarkan siswa belajar sendiri, tetapi
mengajar memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari, bertanya,
menebak, menalar, dan mendebat.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru, guru menyampaikan
pengetahuan kepada siswa dan guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mencari, bertanya, menebak, menalar, dan mendebat.
3. Matematika SMP
Matematika adalah pengetahuan yang sangat terstruktur, satu bagian
tidak terlepas dari bagian lainnya. Selanjutnya menurut Runtukahu & Kandou
(2014: 42) sebuah topik matematika yang telah dipelajari anak tidak berdiri
sendiri, tetapi terkait dengan topik matematika yang mendahuluinya.
Seandainya anak tidak mengetahui topik pertama, ia akan mengalami
kesulitan belajar topik yang kedua dan seterusnya.
Lebih lanjut menurut Resnick & Ford (Hamzah & Muhlisrarini, 2014:
42) menyatakan bahwa “a hierarchy is generated by considering the target
task and asking, what would (this child) have to know and how to do in order
to perfprm this task?”. Hirarki belajar matematika harus didusun dari atas ke
bawah dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, prasyarat
yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil mempelajari
kemampuan dan keterampilan yang di atasnya. Prasyarat yang berbeda untuk
kemampuan
yang
berbeda
pula,
11
misalkan
dalam
problem
solving
membutuhkan konsep konkret sebagai prasyarat berikutnya, yang masih
membutuhkan kemampuan membedakan sebagai prasyarat berikutnya lagi.
Chambers (2008: 7) memberikan definisi matematika sebagai berikut:
Mathematic is objective fact a study of reason and logic, a system of
rigour, purity and beauty; free from societal influences; self contained;
and interconnected structure. “Mathematic is study of petterns,
relationship, and rich interconnectedideas (the puris view). It also tool for
solving problem in a wide range of contexis.
Matematika adalah fakta objektif, belajar dari penalaran dan logika,
sebuah sistem ketelitian, kemurnian dan keindahan, bebas dari pengaruh
sosial, mandiri dan struktur yang saling berkaitan. Matematika merupakan
belajar tentang pola, hubungan, dan ide-ide yang saling berkaitan. Hal ini juga
digunakan untuk memecahkan masalah pada cakupan yang lebih luas terhadap
beberapa konteks.
Secara estimologis matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh
dengan bernalar. Hal ini berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran,
akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio
(penalaran), sedangkan ilmu yang lain lebih menekankan hasil observasi atau
eksperimen disamping penalaran. Matematika terbentuk sebagai hasil
pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Pada
tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya
secara empiris, karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian
pengalaman itu diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintetis
dengan penalaran didalam struktur kognitif. Sehingga sampailah pada suatu
kesimpulan berupa konsep-konsep matematika. James (Suherman, 2003: 16)
12
mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,
susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan atau dengan yang
lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu
aljabar, anailisis, dan geometri.
Penelitian ini rencananya ditujukan untuk kelas VIII MTs Al Falaah
pada pembelajaran matematika yang menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Pada KTSP terdapat SK (Standar Kompetensi) dan KD
(Kompetensi Dasar) yang harus di capai. Berikut ini adalah SK dan KD yang
digunakan dalam penellitian ini.
Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi (SK)
5. Memahami sifat-sifat kubus, balok,
prisma, limas, dan bagianbagiannya,
serta
menentukan
ukurannya
Kompetensi Dasar (KD)
5.3 Menghitung luas permukaan
dan volume kubus,balok,
prisma dan limas
Dari pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa matematika adalah
ilmu yang terstruktur dan saling berkaitan dengan topik-topiknya. Tentang
logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang
berhubungan atau dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang
terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljbar, anailisis, dan geometri. Pada
penelitian ini bidang yang akan digunakan yaitu geometri pada materi bangun
ruang.
4. Keefektifan
Keefektifan berasal dari kata dasar efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2007: 284) kata efektif mempunyai arti ada efek, pengaruh atau
13
akibat, selain itu efektif juga dapat diartikan dengan membawa hasil atau
berhasil guna. Keefektifan bisa diartikan tingkat keberhasilan yang dapat
dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai. Menurut Sadiman (Triyanto, 2009: 20) keefektifan pembelajaran
adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar. Untuk mengetahui keefektifan mengajar dapat dilakukan dengan
memberikan tes, karena dengan hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi
berbagai aspek proses pengajaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan dalam pembelajaran yaitu
kemampuan guru dalam menggunakan model pembelajaran. dimana model
pembelajaran dipengaruhi oleh faktor tujuan, siswa, situasi, fasilitas dan
pengajar itu sendiri. Menurut Seomosasmito (Triyanto 2009:20) menyatakan
bahwa suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila memenuhi beberapa
syarat utama keefektifan pembelajaran, yaitu:
a. Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM
b. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa.
c. Ketetapan antara kandungan materi ajar dengan kemampuan siswa
(orientasi keberhasilan belajar) diutamakan
d. Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan
struktur kelas yang mendukung butir (b), tanpa mengabaikan butir (d).
Dari pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa keefektifan belajar
adalah keberhasilan yang dapat diperoleh setelah pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Untuk mengetahui
14
keefektifan mengajar dapat dilakukan dengan memberikan tes, karena dengan
hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran.
B. Model Pembelajaran Matematika
1. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajarn di kelas atau
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum,
dan lain-lain Joyce (Triyanto, 2009: 22). Selanjutnya Joyce menyatakan
bahwa setiap model pembelajaran untukmembantu peserta didik sedemikian
rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Menurut Arends (Triyanto, 2009: 22) menyatakan, ”The term teaching
model refers to a particular approach to instruction that includes its goals,
syntax, environment, and management system”. Istilah model pengajaran
mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya,
sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengolahannya
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada
strategi, model, atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri
khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, model atau prosedur. Ciri-ciri
tersebut ialah:
a. Rasional
teoritis
logis
yang
disusun
oleh
para
pencipta
atau
pengembangnya.
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai).
15
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil.
d. Lingkungan belajar yang di perlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu perencanaan yang digunakan sebagi pedoman
dalam merencanakan pembelajaran di dalam kelas untuk membantu tujuan
tercapainya tujuan pembelajaran.
2. Model Group Investigation
Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif.
Model ini dikembangkan pertamakali oleh Thelan. Dalam perkembangannya
model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv.
Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan topik
yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyedikan mereka. Pendekatan ini
memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada yang berpusat
pada guru. Pedekatan ini juga memerlukan mengajar siswa ketrampilan
komunikasi dan proses kelompok yang baik.
Dalam implementasi tipe investigasi kelompok guru membagi kelas
menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen.
Kelompok disini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban
persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa
memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang dalam atas
16
topik yang dipilih. Selanjutnya ia menyampaikan dan mempresentasikan
laporan kepada seluruh kelas.
Sahran (Triyanto, 2009: 80) membagi langkah-langkah pelaksanaan
model investigasi kelompok meliputi enam fase, yaitu:
a. Memilih Topik
Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah masalah umum
yang biasanya diterapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan
menjadi dua sampai enam angota tiap kelompok menjadi kelompokkelompok yang berorientasi tugas. Kelompok-kelompok hendaknya
heterogen secara akademis maupun etnis.
b. Perencanaan Kooperatif
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan
khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap
pertama.
c. Implementasi
Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di tahap
kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan
keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenisjenis sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di luar sekolah. Guru
secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan
bila diperlukan.
17
d. Analisis dan Sintesis
Siswa menganalisais dan menyintesis informasi yang di peroleh pada
tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas
dan disajikan dengan cara menarik sebagai bahan untuk di presentasikan
kepada seluruh kelas.
e. Presentasi Hasil Final
Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan
cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang
lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan
memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasikan
oleh guru.
f. Evaluasi
Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik
yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok
terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan
dapat berupa penilaian individual dan kelompok.
Dari pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa model Group
Investigation adalah pembelajaran yang menempatkan siswa ke dalam
kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik untuk diselidiki
dan mempresentasikan kepada seluruh kelas. Dengan melaksanakan enam
langkah (1) memilih topik, (2) Perencanaan kooperatif, (3) implementasi, (4)
analisis dan sintesis, (5) resentasi hasil final, (6) evaluasi.
18
3. Model Konvensional
Model konvensional merupakan model pembelajaran tradisional atau
disebut juga model ceramah, karena sejak dulu model ini telah diperguanakan
sebagai alat komunikasi antara guru dengan anak didik dalam proses
pembelajaran. Hudojo (1998: 126) menyatakan model ceramah merupakan
suatu model penyampaian informasi, dimana guru berbicara memberi materi
ajar secara aktif dan peserta didik mendengarkan atau menerimanya. Hal yang
sama juga diungkapkan oleh Newby, Stepich, Lehman, et al (2000 :6) yaitu
bahwa “…the tradisional view of teaching and learning is one which the
teacher stands and delivers the coment, while students sit and receive.”
Artinya bahwa pandangan tradisional tentang pengajaran dan pembelajaran
adalah guru berdiri dan menyampaikan materi, sementara siswa duduk dan
menerima.
Proses pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.
Pembelajaran biasanya didominasi oleh guru. Pembelajaran konvensional
pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan
hafalan daripada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung,
mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru
(teacher centre learning). Sanjaya (2006: 233) mengungkapkan bahwa dalam
pembelajaran konvensional peserta didik ditempatkan sebagai obyek belajar
yang berperan sebagai penerima informasi: secara pasif, pembelajaran bersifat
teoritis dan abstrak, perilaku dibangun atas proses kebiasan, kemampuan
diperoleh melalui latihan-latihan, tujuan akhir adalah penguasaan materi.
19
Jacobsen, Eggen, & Kauchak (2009: 215) mengungkapkan beberapa
kelebihan dari model ceramah antara lain:
a. Membantu siswa memperoleh informasi yang tidak mudah diperoleh oleh
cara-cara yang lain: ceramah bisa menjadi efektif jika tujuannya adalah
untuk member siswa informasi yang jika mereka mencoba menemukannya
sendiri akan memakan waktu berjam-jam.
b. Membantu siswa dalam memadukan informasi dari sumber-sumber yang
berbeda.
c. Menyingkapkan siswa pada cara pandang yang berbeda.
d. Ketika periode perencanaan terbatas untuk menyusaun konten, ceramah
justru sangat menghemat waktu tenaga.
e. Fleksibel ceramah bisa digunakan untuk hampir semua bidang konten.
f. Relatif sederhana jika dibandingkan dengan strategi-strategi pengajaran
yang lain. Guru cukup “hanya” berkonsentrasi pada penyusunan dan
penyajian konten. Bahkan, guru pemula pun dapat belajar untuk
menampaikan ceramah-ceramah yang dapat diterima.
Jacobsen, Eggen, & Kauchak (2009: 215) mengungkapkan beberapa
kelemahan dari model ceramah antara lain:
1) Tidak efektif untuk menarik dan mempertahankan perhatian siswa.
Kita semua duduk mendengarkan ceramah-ceramah yang hanya
membuat otak pening dengan tujuan hanya untuk melewati waktu
cepat berlalu.
20
2) Ceramah tidak memungkinkan guru untuk memeriksa presepsi dan
pemahaman siswa yang tengah berkembang. Guru tidak dapat
menentukan apakah siswa sudah menerjemahkan informasi dengan
tepat atau tidak.
3) Meskipun relatif mudah bagi guru, ceramah seringkali memaksakan
sebuah muatan kognitif yang berat pada siswa, sehingga informasi
seringkali diabaikan sebelum siswa sempat mampu memodeling-nya
dalam ingatan jangka panjang mereka.
4) Ceramah menempatkan siswa pada peran yang pasif. Hal ini tidak
sesuai dengan pandangan kognitif tentang pembelajaran dan sering kali
dikritik karena kelemahannya sebagai strategi pengajaran yang
berguna bagi siswa.
Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa langkah-langkah untuk
pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut:
a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa, menyampaikan definisi,
teori dan lain-lain.
b. Guru memberikan contoh soal yang berkaitan dengan materi yang
diajarkan.
c. Siswa mengerjakan latihan soal.
d. Guru mengevaluasi jawaban siswa.
Dari pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa pembelajaran
konvensional adalah pembelajaran yang didominasi oleh guru. Dimana guru
21
berbicara memberi materi ajar secara aktif dan peserta didik mendengarkan
dan pembelajaran lebih mengutamakan hafalan dan hasil.
C. Motivasi dan Prestasi Belajar
1. Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti menggerakkan.
Berdasarkan pengrtian ini, maka motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski
(Eveline & Hartini, 2014: 51) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi
yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi
arah serta ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Pengertian ini
jelas bernafaskan behaviorisme. Sedangkan Imron (Eveline & Hartini, 2014:
51) menjelaskan bahwa motivasi berasal dari bahasa Inggris motivation, yang
berarti dorongan pengalasan dan motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate
yang berarti mendorong, menyebabkan, dan merangsang. Motive sendiri
berarti alasan, sebab dan daya penggerak Imron (Eveline & Hartini, 2014: 51).
Motif adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu tersebut
untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai tujuan yang
diinginkan (Eveline & Hartini, 2014: 51).
a. Jenis Motivasi
Motivasi dapat dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi
ekstinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri
individu tanpa adanya rangsangan dari luar, sedangkan motivasi ekstrinsik
adalah motivasi yang berasal dari luar misalnya pemberian hadiah dan
faktor-faktor eksternal lainnya yang memiliki daya dorong motivasional.
22
b. Peran Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran
Secara umum, terdapat dua peranan penting motivasi dalam belajar.
Pertama, motivasi merupakan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar demi
mencapai suatu tujuan. Kedua, motivasi memegang peranan penting dalam
memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar, sehingga
siswa yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak
untuk melakukan kegiatan belajar.
c. Upaya-upaya Memotivasi dalam Belajar
Dalam kenyataan, motivasi dalam belajar kadang naik begitu pesat dan
kadang turun secara drastis. Karena itu perlu ada semacam upaya untuk
memotivasi pembelajar. Menurut Imron (dalam Eveline & Hartini, 2014:
55) mengemukakan empat upaya yang dapat dilakukan guru guna
meningkatkan motivasi belajar. Empat cara tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar.
2) Mengoptimalkan unsur-unsur dinamis pembelajaran.
3) Mengoptimalkan pemanfaatan upaya guru dalam membelajarkan
pembelajaran juga adalah faktor yang mempengaruhi motivasi. Jika
guru tidak bergairah dalam proses pembelajaran maka akan cenderung
menjadikan siswa atau pembelajaran tidak memiliki gairah dalam
membelajarkan pembelajaran tidak memiliki motivasi belajar, tetapi
sebaliknya
jika
guru
memiliki
23
gairah
dalam
membelajarkan
pembelajaran maka motivasi pembelajar akan lebih baik. Hal-hal yang
disajikan secara menarik oleh guru juga menjadi sesuatu yang
mempengaruhi tumbuhnya motivasi pembelajar atau pengalam/
kemampuan yang telah dimiliki.
4) Mengembangkan aspirasi dalam belajar.
d. Indikator Orang Termotivasi
Orang termotivasi dapat dilihat dari cirri-ciri yang ada pada diri orang
tersebut. Uno (2008: 23) mengemukakan bahwa ciri-ciri atau indikator
motivasi antara lain: (1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) Adanya
dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) Adanya harapan dan citacitamasa depan; (4) Adanya
Adanyakegiatan yang
menarik
penghargaan dalam
dalam
belajar; (5)
kegiatan belajar; (6) Adanya
lingkungan belajar yang kondusif.
Dari pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa motivasi adalah
kondisi dalam diri seseorang menimbulkan atau menyebabkan perilaku
atau tingkah laku untuk melakukan aktifitas guna mencapai tujuan yang
diinginkan oleh individu tersebut.
2. Prestasi Belajar
Prestasi berasal dari kata prestatie dalam bahasa Belanda, kemudian
dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil atau usaha (Arifin,
1991: 1). Arends& Kilcher (2010: 59) mengatakan bahwa “achievement is
satisfied when students strive to learn particular subjects or acquire difficult
skills and are successful in their quest”. Prestasi merupakan kepuasan ketika
24
siswa berusaha untuk mempelajari mata pelajaran tertentu untuk memperoleh
keterampilan yang sulit dan mencapai keberhasilan dalam upaya mereka.
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa
dalam memperoleh prestasi. Untuk menentukan berhasil tidaknya seseorang
dalam belajar maka dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui
hasil belajar yang diperoleh siswa setelah proses-proses belajar mengajar
berlangsung. Prestasi belajar siswa dapat dilihat dari evaluasi. Tinggi
rendahnya prestasi belajar dapat dilihat dari hasil belajar. Hasil belajar
menurut Sudjana (2009: 22) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah Ia menerima pengalama belajarnya.
Menurut Poerwadarminto (1997: 787) bahwa prestasi belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran lazimnya ditunjukkan dengan nilai tersebut atau dengan nilai yang
diberikan guru. Sedang menurut Hudoyo (1990: 139) hasil belajar matematika
adalah kemampuan menampilkan pemahaman dan penguasaan setelah
mempelajari matematika.
Menurut Syah (2010: 148) indikator prestasi belajar siswa adalah
sebagai berikut:
25
Tabel 3. Indikator Prestasi Belajar Siswa
Ranah Cipta Jenis Prestasi
Kognitif
1. Pengamatan
2. Ingatan
3. Pemahaman
4. Penerapan
5. Analisis
Indikator
Dapat membandingkan
Dapat menyebutkan
Dapat menunjukkan kembali
Dapat menjelaskan
Dapat mendefinisikan
dengan lisan sendiri
1. Dapat memberikan contoh
1. Dapat menguraikan
1.
1.
2.
1.
2.
Cara Evaluasi
1.Tes Tertulis
1.Tes Tertulis
2.Tes Tertulis
1.Tes Tertulis
2.Tes Tertulis
1.Tes Tertulis
1.Tes Tertulis
Dari pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah hasil tingkat penguasaan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya atau
sebagai tingkat penguasaan pengetahuan, keterampilan yang dikembangkan
oleh mata pelajaran.
D. Kajian Penelitian yang Relevan
Kajian penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Mutmaniah yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan
Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SDIT Bina Insani Tahun 2013”.
Dimana kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah model Group
Investigation dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas V SDIT Bina
Insani. Hal ini berdasarkan hasil yang diperoleh selama penelitian melalui
angket motivasi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Yunita Haffidianti yang berjudul “Penerapan
Model Pembelajaran Group Investigation Dalam Upaya Meningkatkan Hasil
26
Belajar Peserta Didik Pada Materi Pokok Bangun Ruang Kelas VIII F MTS
NEGERI 1 SEMARANG Tahun Pelajaran 2010/2011”. Dimana kesimpulan
dari hasil penelitian tersebut adalah model Group Investigation dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII F MTS NEGERI 1 SEMARANG
Tahun Pelajaran 2010/2011.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Andhika Ayu Wulandari yang berjudul
“Keefektifan Penggunaan Model Group Investigation dan Brainstorming
Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri
Se-Kecamatan Laweyan Pada Pokok Baasan Sifat-Sifat Bangun Datar
Ditinjau Dari Aktifitas Belajar Siswa”. Dimana kesimpulan dari hasil
penelitian tersebut adalah model group investigation memberikan prestasi
belajar matematika siswa yang lebih baik dibandingkan model Brainstormin.
E. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir ini disusun berdasarkan variabel yang dipakai dalam
penelitian yaitu model pembelajaran Group Investigation, motivasi dan prestasi
belajar. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar siswa.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa diantaranya adalah model
pembelajaran yang digunakan guru dan motivasi belajar siswa.
Melalui Group Investigation, dapat dimungkinkan prestasi belajar
matematika siswa akan lebih baik. Hal ini disebabkan keheterogenan dalam
menyusun suatu kelompok dalam pembelajara. Dalam suatu kelompok ini, dapat
digunakan siswa sebagai sarana sosial dalam proses pembelajaran dan terlibat
secara maksimal. Dalam pembelajaran kooperatif ini dapat mendorong siswa
27
untuk aktif
kebersamaan
dalam
proses pembelajaran dan didapatkan adanya
dalam
proses
menyelesaikan suatu permasalahan. Dalam model
pembelajaran ini pula terdapat interaksi antar siswa dalam kelompoknya
maupun interaksi antara siswa dan guru sebagai pengajar sehingga membantu
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajan pustaka dan kerangka berpikir yang dikemukakan di atas,
dapat disampaikan beberapa hipotesis penelitian, sebagai berikut:
1. Penggunaan model group investigation efektif ditinjau dari motivasi dan
prestasi belajar matematika pada siswa kelas VIII MTs Al Falaah.
28
2. Penggunaan model konvensional efektif ditinjau dari motivasi dan prestasi
belajar matematika pada siswa VIII MTs Al Falaah.
3. Penggunaan model group investigation lebih efektif daripada model
konvensional ditinjau dari motivasi dan prestasi belajar matematika pada
siswa kelas VIII MTs Al Falaah.
29
Download