pengaruh pemberian reinforcement positip dan gaya belajar

advertisement
1
Pengaruh Pemberian Reinforcement Positip dan Gaya Belajar Terhadap Motivasi
Berprestasi Siswa di SMP Negeri 2 Candipuro Lumajang
Oleh : Yuddo Suswanto1
Abstrak :Penelitian ini ingin mengkaji perbedaan pengaruh reinforcement dengan gaya
belajar terhadap motivasi berprestasi siswa kelas IX SMPN 2 Candipuro Lumajang.
Rancangan penelitian adalah Control group pretes – postes design. Bentuk penelitiannya
adalah eksperimen. Populasi penelitian adalah siswa kelas IX SMPN 2 Candipuro
Lumajang. Sampel penelitian diambil dua kelas dari seluruh populasi. Sampel dibagi
dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dengan pemberian reinforcement dan
kelompok pembanding dengan perlakuan gaya belajar. Pengumpulan data menggunakan
tes tulis berbentuk pilihan ganda. Uji hipotesis menggunakan statistik dengan uji-F
anova satu jalur. Hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
motivasi berprestasi pada kelompok yang diberi reinforcement positif dengan gaya
belajar terhadap disbanding kelompok kontrol. Guru diharapkan jika memberikan
reinforcement positif disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran yang akan
disajikan. Selain diharapkan bisa mengembangkan pembelajaran dengan strategi aktif
melalui pengembangan gaya belajar sebab bisa menjadi kemungkinan bahwa penerapan
gaya belajar secara tepat menjadikan siswa untuk mengembangkan motivasi berprestasi.
Kata kunci : Reinforcement, Gaya Belajar, Motivasi Berprestasi
Pendahuluan
Pemberian reinforcement dalam proses pembelajaran merupakan salah satu
strategi agar siswa aktif dalam belajar dan mampu meningkatkan hasil belajarnya. Setiap
tingkah laku yang terpuaskan terhadap satu atau lebih kebutuhan akan mempunyai
kecenderungan yang tinggi untuk diulangi bila diperlukan kembali (Sulzer-Lazaroff dan
Roy Mayer, 1977: 259). Ini berarti, bahwa jika suatu kegiatan dalam proses pembelajaran
dapat memuaskan kebutuhan siswa, maka siswa akan mempunyai kecenderungan yang
besar untuk mengulangi kegiatan tersebut di masa mendatang, dengan demikian individu
siswa tersebut mengalami proses belajar.
Melalui penguatan, siswa mendapatkan informasi mengenai keberhasilannya
dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru di sekolah. Melalui penguatan ini,
siswa yang sedang belajar akan mengetahui bagaimana memperbaiki responnya, dan
seberapa besar perubahan yang harus dilakukan untuk memperbaiki responnya. Siswa
membutuhkan informasi yang jelas, spesifik dan terarah untuk membuat kemajuan
dengan meperbaiki responnya.
Pada bagian lain guru hendaknya tidak mengabaikan gaya belajar siswa. Setiap
individu siswa mempunyai cara belajar sesuai dengan kepribadiannya secara utuh. Ketika
siswa belajar dengan gaya belajar sendiri, ia merasa enjoy menerima informasi dari
lingkungan. Informasi yang diterima diolah sesuai dengan kemampuannya. Dengan
demikian siswa dalam proses belajarnya tidak ada perasaan terpaksa atau dipaksa. Tetapi
belajar termotivasi oleh kebebasan belajar sesuai cara belajarnya.
Joko Susilo ( 2006 ) mengemukakan mengenali gaya belajar sendiri, belum tentu
membuat Anda menjadi lebih pandai. Tetapi dengan mengenali gaya belajar Anda akan
dapat menentukan cara belajar yang lebih efektif. Anda tahu bagaimana memanfaatkan
kemampuan belajar secara maksimal, sehingga hasil belajar Anda dapat optimal. Jadi,
Guru hendaknya mampu mengembangkan siswa untuk belajar sesuai dengan gaya yang
dimiliki. Pemberian gaya belajar dengan bimbingan maksimal guru, hal tersebut
cenderung akan memunculkan reinforcement yang akan memberikan balikan untuk
1
Konselor dan Kepala SMPN 2 Candipuro Lumajang
2
pengembangan gaya belajar itu sendiri. Kondisi ini akan meumculkan dan
mengembangkan motivasi diri untuk mencapai prestasi maksimal.
Dua aspek ini jika dilaksanakan secara maksimal akan berpengaruh terhadap
motivasi siswa untuk meningkatkan belajarnya. Ia terus berusaha untuk mendapatkan
prestasi yang tinggi. Ia memacu diri dengan motivasi berprestasi untuk menempatkan
dirinya dengan prestasi yang tinggi. Dalam dirinya telah tumbuh motivasi berprestasi dan
dikembangkan secara optimal. Berkenaan hal itu, penelitian ini ingin menguji perbedaan
pengaruh reinforcement positif dengan gaya belajar terhadap motivasi berprestasi siswa.
Reinforcement positif pada penelitian ini mengacu pada strategi penumbuhan dan
pengembangan motivasi berprestasi siswa dengan cara memeriksa pekerjaan
reinforcement siswa dalam bentuk isian angket motivasi dan menilainya. Guru hanya
memberikan ganjaran dalam bentuk pujian hadiah kepada siswa. Sebagai pembanding
dari hasil perkembangan motivasi berprestasinya, adalah hasil perkembangan motivasi
berprestasi kelompok pembanding setelah diberikan pembelajaran dengan gaya belajar.
Gaya belajar yang dilakukan siswa secara mandiri akan diteliti untuk mengetahui
perbedaan motivasi berprestasi dalam faktor internnya. Untuk itu siswa dikelompokkan
menjadi beberapa kelompok sesuai dengan kesamaan gaya belajar yang dimilikinya.
Memperhatikan uraian di atas dan melihat kondisi di SMPN 2 Candipuro
Lumajang yang masih belum maksimalnya perhatian guru terhadap pilihan reinforcement
positip. Sedangkan terhadap gaya belajar masih belum banyak mendapat perhatian guru
dalam upaya memunculkan dan mengembangkankan motivasi berprestasi. Untuk itu
lebih lanjut perlu dilakukan penelitian pemberian perlakuan dua variabel tersebut untuk
dikaji lebih jauh pengaruh reinforcement positip dan gaya belajar terhadap motivasi
berprestasi dengan sasaran penelitian siswa kelas IX pada semester ganjil tahun pelajaran
2010/2011.
Reinforcement dalam Pembelajaran
Berkenaan dengan batasan reinforcement ( penguatan ), di antaranya adalah
Vander Zanden (1980:108) mengemukakan bahwa penguatan atau reinforcement adalah
suatu kejadian atau peristiwa yang memungkinkan akan memperkuat suatu respons
tertentu. Lebih lanjut Bigge ( 1997:18 ) menyatakan bahwa penguatan atau reinforcement
adalah stimuli yang perlu diberikan atau dihilangkan untuk memungkinkan terjadinya
respons. Berdasarkan ketentuan ini maka dikenal (1) penguatan positif, yaitu setiap
stimulus yang keberadaannya dapat memantapkan respons yang diberikan, dan (2)
penguatan negatif, yaitu semua stimulus yang perlu dihilangkan untuk memantapkan
respons yang diberikan. Thantawy R ( 1983 : 83 ) mengemukakan reinforcement atau
penguatan adalah penguatan tingkah laku siswa melalui pemberian hadiah atau hukuman
oleh guru, yang bertujuan untuk memotivasi tigkah laku yang diharapkan dan
menghentikan tingkah laku yang negatif.
Memperhatikan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa reinforcement
atau penguat adalah sebuah upaya yang upaya tersebut berfungsi sebagai suatu stimulus
( rangsangan ) untuk memperkuat, mempertahankan dan mengembangkan tingkah laku
yang dikehendaki yakni tingkah laku positif untuk melaksanakan upayanya dan
melemahkan atau mengehentikan penguat yang bersifat negatif karena dipandang dapat
menghalangi usaha yang mengarah pada penguat positip dan pencapaian tujuan..
Melalui penguatan yang diberikan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran
diharapkan dapat mendorong siswa untuk berprestasi. Hasilnya ditandai prestasi belajar
yang tinggi. Semakin banyak penguat yang diresponds akan semakin menguatkan untuk
berprestasi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Devis ( 1981:32 ) bahwa seorang
siswa belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan
( reinforcement ). Keadaan ini bisa muncul karena responds yang diperolehnya dan
sekaligus dapat menjadi penguat dalam setiap belajarnya. Sebagaimana dikemukakan
oleh Dimyati dkk, ( 1999;53 ) bahwa hal ini timbul karena kesadaran adanya kebutuhan
3
untuk memperoleh balikan dan sekaligus penguatan bagi setiap kegiatan yang
dilakukannya.
Walker (1973:103) mengemukakan bahwa dengan penguatan yang
positif diartikan suatu keadaan di mana organisme berusaha untuk mengadakan suatu
pendekatan atau mencapai sesuatu. Penguatan negatif dapat diartikan suatu keadaan di
mana organisme berusaha untuk mengurangi atau menghindari suatu stimulus.
Memahami definisi-definisi tersebut bahwa reinforcement dapat berifat positip
dan dapat juga bersifat negataif. Tampaknya masih belum memberikan kejelasan tentang
hubungan antara reinforcement dengan belajar. Yang penting bahwa sifat reinforcement
adalah memberikan penguatan agar siswa lebih meningkatkan aktifitas belajarnya untuk
mencapai prestasi yang lebih tinggi akibat motivasi berprestasi.
Melalui kajian singkat tersebut maka reinforcement yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah reinforcement yang bersifat positif. Bentuknya adalah pujian dan
pemberian hadiah dengan melalui tahapan-tahapan yang telah ditetapkan.
Tahapan pemberian penguatan positip kepada kelompok eksperimen ada tiga
tahapan, yaitu : (1) peneliti melakukan observasi kegiatan belajar mengajar (KBM); (2)
Musyawarah hasil pengamatan bersama guru pengajar dengan tujuan agar guru
melakukan penguatan sesuai dengan perencaan penelitian; dan (3) Musyawarah dengan
guru pengajar untuk menetapkan jenis penguatan positip yang akan diberikan kepada
siswa. Baik di awal KBM, pada kegiatan inti maupun di akhir KBM.
Gaya Belajar
Tentang gaya belajar Joko Susilo ( 2006;94 ) mengemukakan belajar di bidang
formal tidak selalu menyenangkan. Apalagi jika Anda harus belajar dengan terpaksa.
Menghadapi keterpaksaan untuk belajar jelas bukan hal yang menyenangkan. Tidak akan
mudah bagi seseorang untuk berkonsentrasi belajar jika ia merasa terpaksa. Oleh karena
itu Anda perlu mencari bagaimana agar belajar menjadi hal yang menyenangkan. Gaya
belajar adalah cara yang cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari
lingkungan dan memproses informasi tersebut.
David Kolb ( 1981 ) mengemukakan ada empat kecenderungan bagi seseorag
dalam proses belajar yitu sebagai berikut : (1) perasaan / feeling
( Concrete
Experience ); (2) Pemikiran / thingking ( Abstract Conceptuali zation ); (3) Pengamatan /
watching ( Reflective Observation ) dan (4) Tindakan / doing ( Active Experientation ).
Dobbi DePorter & Mike Hernacki ( 2005:110 ) menginformasikan bahwa di
beberapa sekolah dasar dan sekolah lanjutan di Amareika, para guru menyadari bahwa
setiap orang mempunyai cara yang optimal dalam mempelajari informasi baru. Mereka
memahami bahwa beberapa murid perlu diajarkan cara-cara yang lain dari metode
mengajar standar. Jika murid-murid ini diajar dengan metode standar, kemungkinan kecil
mereka dapat memahami yang diberikan. Mengetahui gaya belajar yang berbeda ini telah
membantu guru di mana pun untuk dapat mendekati semua atau hampir semua murid
hanya dengan menyampaikan informasi dengan gaya belajar yang berbeda.
Merujuk pendapat tersebut, pada dasarnya gaya belajar merupakan cara atau
teknik belajar yang menjadi pilihan dan dirasakan sesuai dengan dirinya sehingga
mempermudah untuk belajar yakni merespon dan memproses informasi serta
mereproduksi kembali informasi secara baik. Keserasian rangkaian itu akan mendukung
kegiatan belajarnya baik secara phisikologis maupun psikologis. Kondisi ingkungan yang
mengitarinya akan turut mendukung untuk mengembangkan belajar secara aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan.
Pelaksanaan pembelajarannya guru dituntut untuk bisa mengklasifikasi gaya
belajar siswa sehingga bagi yang memiliki gaya belajar sama dan dikelompokkan
cenderung akan lebih aktif belajarnya. Mereka akan kompetetif untuk mendapatkan hasil
belajar maksimal karena didorong untuk berprestasi. Gaya belajar yang dimiliki siswa
mengalami perbedaan. Ada yang memiliki : (1) Gaya Deverger, yaitu sebagai kombinasi
dari feeling and wtching dan tipe ini unggul dalam melihat situasi kongkrit dari banyak
sudut pandang yang berbeda; (2) Gaya Assimillator, yaitu sebagai kombinasi dari
4
thingkin and doing dan tipe ini memiliki kelebihan berbagai informasi dan merangkum
dalam suatu format yang logis dan singkat serta jelas; (3) Gaya Gonverger, yaitu sebagai
kombinasi dari thingking and doing dan tipe ini unggul dalam menemukan fungsi praktis
dari berbagai ide dan teori; (4) Gaya Accomodator, yaitu sebagai kombinasi dari feeling
and doing dan tipe ini memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman
nyata yang dilakukannya sendiri (David Kolb, 1981). Ada pula yang memiliki : (1)
Kolaboratif independen, yaitu seseorang lenih belajar untuk belajar dilakukan bersama
teman atau kelompok; (2) Tactile Verbal, yaitu gaya belajar dengan menggunakan
gambar, diagram, hitungan dan banyak praktek; (3) Persepsi Kongrit – Analisa Abstrak,
yaitu laebih mudah memepelajari sesuatu berdasarkan pengalama-pengalaman yang
nyata/kongkrit, disebut sebagai belajar persepsi kongkrit. Sebaliknya dengan analisa
abstrak adalah belajar dengan cara menggali sendiri dan belajar memfokuskan pada
pemahan/pengertian suatu makna; (4) Audio Visual, yaitu merasa lebih mudah
mempelajari sesuatu bila mendengarkan keterangan-keterangan dari orang lain. Selain itu
ada yang lebih merasa mudah mempelajari sesuatu dengan cara melihat bahan-bahan
belajar; (5) Gaya belajar Terstruktur – Tidak terstruksur, yaitu untuk terstruktur ada
kecenderungan membutuhkan petunjuk atau batasan yang jelas dalam mempelajarai
sesuatu hal. Sebaliknya tidak terstruktur yaitu lebih suka menjabarkan dan menggali
lebih dalam hal-hal yang dipelajari; (6) Sprinter - Maraton, yaitu gaya belajar sprinter
dimana seseorang akan belajar lebih baik jika mendapatkan tekanan. Sedangkan
Maraton, mereka masih mempersiapkan lebih dahulu untuk bisa mempelajari sesuatu
(Joko Susilo, 2006:99 ).
Dalam pelaksanaan penelitian, guru pengajar dibantu peneliti dalam
menentukan gaya belajar siswa. Langkah selanjutnya untuk yang memiliki gaya belajar
sama dikelompokkan untuk belajar bersama membahas materi pelajaran yang disajikan.
Bersamaan dengan proses pembelajaran peneliti melakukan observasi untuk
kemungkinan ditemukan hal-hal yang kurang sesuai dengan perencanaan penelitian. Jika
ditemukan maka langkah selanjutnya dimusyawarahkan dengan guru pengajar untuk
dilakukan penyesuaian dengan rencana penelitian.
Motivasi Berprestasi
Seseorang akan berhasil dalam belajar apabila ia ada motif untuk belajar. Motif
merupakan suatu kondisi pada seseorang yang menimbulkan kemauan dan kesiapan
untuk memulai atau melanjutkan suatu kegiatan atau perilaku belajar. Berarti motif akan
mendasari seseorang untuk belajar. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran motivasi
belajar tidak bisa dihindari bahkan sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan belajar itu
sendiri, yaitu untuk mencapai prestasi yang tinggi.
Windel (1983:29) mengatakan bahwa motivasi berprestasi (achievement
motivation) adalah salah satu motivasi instrinsik, yaitu daya penggerak dalam diri
seseorang untuk mencapai prestasi belajar setinggi mungkin demi penghargaan pada
dirinya sendiri. Ukuran mengenal taraf “setinggi mungkin” itu ditentukan oleh
individu/siswa sendiri. Bila taraf yang ditentukan telah tercapai maka siswa merasa puas
dan memberi pujian kepada dirinya sendiri, dan apabila tidak demikian maka siswa
tersebut akan merasa kecewa. De Cocco dan Crawforn (dalam Mukni, 1988:13)
mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai suatu harapan untuk memperoleh kepuasaan
dalam menguasai tantangan dan performance yang sulit.
Murry (dalam Mukni, 1988:19) membatasi motivasi berprestasi sebagai suatu
kekuatan dalam diri seseorang dan melakukan kegiatan berikut: mengatasi hambatanhambatan, menyelesaikan sesuatu yang sukar, menguasai dan mengorganisasi obyekobyek fisik, manusia atau ide-ide. Sedangkan Sardiman A. M. (1986:82-83)
mengemukakan bahwa motivasi berprestasi yang ada pada setiap diri seseorang
mempunyai ciri-ciri : (1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam
waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai); (2) Ulet menghadapi kesulitan
(tidak lekas putus asa), tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik
mungkin, dan tidak dapat puas dengan prestasi yang telah dicapainya; (3) Lebih suka
5
bekerja secara mandiri; (4) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang
bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja sehingga kurang kreatif); (5) Dapat
mempertahankan pendapatnya; dan (6) Senang memecahkan masalah.
Selanjutnya Eysenck dan Wilson (dalam Mukni, 1988:41) mengajukan definisi
operasional mengenai orang yang tinggi motivasi berprestasinya adalah orang yang
mempunyai orientasi terhadap prestasi sebagai berikut: berambisi, bersaing, bekerja
keras, cukup memperbaiki status sosialnya serta memberi penilaian jasa tinggi terhadap
produktivitas dan kreativitas. Sedangkan orang yang rendah motivasi berprestasinya,
mempunyai karakteristik sebagai berikut: Memberi penilaian yang rendah terhadap hasil
kreasi dan hasil yang diperoleh dengan kompetisi, apatis, tindakannya kurang terarah,
cenderung mengucilkan diri.
Metode
Rancangan penelitian adalah penelitian eksperimen. Jenisnya adalah penelitian
komparasi dengan desain control group pre-tes post-tes. Rancangan penelitian yang
dipergunakan dengan kerangka konseptual sebagai berikut :
Isian angket awal
Sam
pel
Kelompok I
KBM
Pemberian
reinforce
ment
72
Sis
wa
Kelompok II
Isian angket akhir
Motivasi
Berprestasi
Pemberian
Gaya
belajar
Subyek penelitian adalah siswa kelas IX SMP Negeri 2 Candipuro Lumajang
tahun 2010/2011. Penetapan sampel penelitian melalui uji homogenitas dan diambil dua
kelas sampel sekalus sebagai dua kelompok yang berbeda. Kelompok pertama sebagai
kelompok eksperimen dengan diberikan reinforcemen.Kelompok kedua sebagai
kelompok pembanding dan dalam pembelajaran diberikan gaya belajar. Materi ajar yang
diberikan untuk dua kelompok adalah sama dengan guru yang sama pula.
Variabel penelitian ada dua jenis yaitu pertama, variabel bebas (independen
variabel) yaitu variabel yang direkayasa sedemikian rupa agar dapat mempengaruhi
secara maksimal terhadap motivasi berprestasi. Variabel bebas adalah pemberian
reinforcement dan gaya belajar pada setiap masing-masing kelompok. Kedua, variabel
terikat yaitu variabel yang dikenai akibat dari rekayasa variabel bebas. Variabel terikat
penelitian adalah motivasi berprestasi.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Untuk menentukan ada atau tidak ada perbedaan pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat, maka data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis
melalui statistik menggunakan rumus F-tes Anova satu jalur. Diskrkipsi hasil analisis
dengan bantuan program SPSS menunjukkan bahwa besaran mean atau rata-rata tertinggi
dari skor untuk kelas IX A sebelum memperoleh reinforcement yaitu 5,585 dengan skor
minimum 4,1 dan maksimum 7,3. Sedangkan untuk kelas IX B yang akan menerima
perlakuan pembelajaran dengan gaya belajar besaran mean adalah 5,053 dengan skor
minimum 2,6 dan maksimum 8,0. Setelah diberikan perlakuan untuk masing-masing
kelas, mean atau rata-rata skor yang diperoleh adalah kelas IX A sebesar 5,847 dengan
skor minimum 3,4 dan maksimum 7,4. Untuk kelas IX B peroehan mean sebesar 5,447
dengan skor minimum 2,4 dan maksimum 8,0.
Pengujian hipotesis kerja yang diajukan yaitu ada perbedaan pengaruh pemberian
reinforcement positif dengan gaya belajar terhadap motivasi berprestasi menunjukkan
bahwa dengan taraf signifikansi 5%, derajat kebebasan ( df ) 3 dan dfk = 15,503, dfd =
183,177 dan N = 144 diperoleh angka F-hitung sebesar 3,950 dengan angka probabilitas
6
0,010. Setelah dikonsultasi dengan F-tabel menunjukkan angka F-tabel = 2,84.
Memperhatikan empat kriteria pengambilan kesimpulan yaitu (a) jika F-hitung > F –
tabel maka Ho ditolak; (b) jika F-hitung < F – tabel maka Ho diterima, atau (c) jika
probabilitas > 0,5 maka Ho diterima; dan (d) jika probabilitas < 0,5 maka Ho ditolak,
maka hasil analsisis yang menghasilkan F- hitung = 3,950 > F- tabel = 2,60, atau P =
0,010 < P = 0,05 maka Ho ditolak. Artinya terdapat perbedaan pengaruh pengaruh
pemberian reinforcement positif dengan gaya belajar terhadap motivasi berprestasi.
Pembahasan
Untuk membangkitkan motivasi berprestasi siswa diperlukan faktor yang
mempengaruhi siswa baik bersifat instrinsik maupun ekstrinsik. Kekuatan pada
substansi setiap faktor dalam mempengaruhi siswa untuk berprestasi bisa terjadi sama
bisa juga mengalami perbedaan. Demikian halnya dengan pemberian reinforcement dan
pemberian gaya belajar dalam kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian tentang dua
variabel tersebut terhadap motivasi berprestasi berdasarkan hasil analisis data
menunjukkan adanya perbedaan pengaruh antara pemberian reinforcement dengan
pemberian gaya belajar terhadap motivasi berprestasi bagi siswa. Masing-masing
variabel bebas memberikan pengaruh terhadap motivasi berprestasi hasilnya tidak terlalu
jauh. Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan mean secara empirik yaitu untuk skor
mean pemberian reinforcement sebesar 5,847 lebih besar dari pemberian gaya belajar
sebesar 5,447.
Untuk melihat perbedaan pengaruh secara detil pada sub variabel bebas
digunakan pendekatan Tukey dan hasil analisis tampak pada tabel berikut ini :
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Skor
Tukey HSD
(J)
Waktes
(I) Waktes
SbR
Mean
Difference
(I-J)
SbGB
SdR
SdGB
SbR
SdR
SdGB
SbR
SbGB
SdGB
SbR
SbGB
SdR
95% Confidence Interval
Sig.
,7056(*)
,048
,6111(*)
1,000
,6111(*)
,111
SbGB
-,7056(*)
,048
-,6944
,053
-,6944(*)
,985
SdR
,6111(*)
1,000
,6944
,053
,6000
,121
SdGB
-,6111(*)
,111
-,6944(*)
,985
-,6000
,121
* The mean difference is significant at the .05 level.
Keterangan :
Waktes
SbR
SdR
SbGB
SdGB
:
:
:
:
:
Waktu tes
Sebelum reinforcement
Sesudah reinforcement
Sebelum gaya belajar
Sesudah gaya belajar
Lower Bound Upper Bound
,005
1,407
-,690
,712
-,090
1,312
-1,407
-,005
-1,395
,007
-,795
,607
-,712
,690
-,007
1,395
-,101
1,301
-1,312
,090
-,607
,795
-1,301
,101
7
Analisis Tukey menjelaskan bahwa ada perbedaan mean antara dua kelompok
subyek penelitian yakni dilihat dari hasil angket sama-sama sebelum diberikan perlakuan
baik reinforcement dengan pemberian gaya belajar. Perbedaan mean tersebut sebesar
0,7056. Berikutnya antara sebelum pemberian reinforcement dengan sesudah pemberian
reinforcement terdapat perbedaan mean sebesar
0,6111. Hal ini memberikan
pemahaman bahwa motivasi berprestasi mengalami perkembangan pada siswa setelah
diberikan reinforcement.
Pada gaya belajar, jika melihat skor mean sebelum diberikan perlakuan dengan
sesudah diberikan perlakuan terdapat perbedaan mean sebesar 0,6944. Hal ini
memberikan pemahaman bahwa motivasi berprestasi mengalami perkembangan setelah
diberikan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan gaya belajar.
Sesudah perlakuan diberikan kepada masing-masing kelompok
juga
mengalami perbedaan motivasi berprestasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
perbedaan mean secara empirik sebesar 0,4000. Sedangkan perbedaan secara statistik
sebesar 0,6000.
Pembahasan hasil penelitian tersebut menjadi benar adanya bahwa jika dua
variabel bagi siswa merupakan pendorong untuk belajar maka akan disertai dengan
motivasi berprestasi bagi siswa. Untuk reinforcement sebagaimana dikemukakan oleh
Vander Zanden, McMahon & McMahon dan Bigge yang pada intinya adalah sama
bahwa pemberian reinforcement kemungkinan akan memperkuat seseorang untuk
membangkitkan dan mengembangkan motivasi berpretasi karena dua perlakuan itu
diterima sebagai stimuli yang memungkinkan terjadinya respons terhadap sesuatu yang
kemudian ditindak lanjuti dengan motivasi untuk mencapai hasil dengan maksimal.
Demikian halnya dengan gaya belajar jika dilaksanakan secara tepat dan sesuai
dengan gaya belajar siswa akan berpengaruh terhadap motivasi berprestasi siswa.
Sebagaimana Joko Susilo ( 2006;94 ) Tidak akan mudah bagi seseorang untuk
berkonsentrasi belajar jika ia merasa terpaksa. Oleh karena itu Anda perlu mencari
bagaimana agar belajar menjadi hal yang menyenangkan. Gaya belajar adalah cara yang
cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses
informasi tersebut.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Munculnya motivasi berpretasi dapat berasal dari faktor intrisik dan ekstrinsik. Penelitian
ini ingin mengkaji munculnya dan berkembangkanya motivasi berprestasi akibat
rekayasa dari luar dirinya yakni melalui reinforcement dan penggunaan gaya belajar
dalam pembelajaran. Setelah melalui proses analisis data dan uji hipotesis menggunakan
pendekatan statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh pemberian
reinforcement positif dengan gaya belajar terhadap motivasi berprestasi.
Saran-saran
Merujuk hasil penelitian ada beberapa saran : (a) Lepas dari segala kelemahannya,
penelitian ini telah memberikan data empirik yang menunjukkan bahwa pemberian
reinforcement positif memiliki pengaruh terhadap motivasi berprestasi bagi siswa.
Kondisi ini dapatnya direspon guru selama KBM berlangsung; (b) Setiap siswa ada
kecenderungan memiliki gaya belajar yang berbeda. Untuk itu setiap guru diharapkan
bisa mengembangkan pembelajaran dengan strategi aktif melalui pengembangan gaya
belajar sebab bisa menjadi kemungkinan bahwa penerapan gaya belajar secara tepat
menjadikan siswa untuk mengembangkan motivasi berprestasi.
8
Daftar Pustaka
Ahmadi., Abu, 1981. Teknik Belajar Yang Cepat, Jakarta : Mutiara Permata Widya.
Ancok., Djamaludin, 1997. Teknik Penyusunan Skala Pengukur, Yogyakarta: Pusat
Penelitian Kependudukan UGM
Ardhana, wayan, 1990. Atribut Terhadap Sebab-Sebab Keberhasilan dan Kegagalan
Serta Kaitannya Dengan Motivasi untuk Berprestasi (Pidato Pengukuhan Guru
Besar), Malang: PPS IKIP Malang.
Arikunto., Suharsimi, 1995. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara.
Arikunto., Suharsimi, 1999. prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, Jakarta,
Rineka Cipta.
Azwar., Saifuddin, 2000. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta: Andi
Bobbi DePorter & Mike Hernacki, Quantum Learning, Bandung, PT. Mizan Pustaka.
Devies., Ivor K. 1981. Instructional Technique. England : McGraw-Hill Book Company
Degeng, I Nyoman Sudana, 1988. Pengorganisasian Pengajaran Berdasarkan Teori
Elaborasi Dan Pengaruhnya Terhadap Perolehan Belajar Informasi Verbal Dan
Konsep, Desertasi, Malang : PPS IKIP Malang
Djamariah., Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 1996 Strategi Belajar Mengajar, Jakarta:
Rineka Cipta
Engkoswara, 1984. Dasar-Dasar Metodologi Pengajaran, Jakarta : Bina Aksara
Gagne, R.M., 1985. The Condition of Learning and Theory of Instructional, Fouth
Edition, New York: Holt, Rinehart and Winston
Haditono., Siti Rahayu, Motivasi Prestasi, Tingkat Pendidikan Orang Tua Dan Cara
Mendidik Anak Pada Empat Kelompok Pekerjaan, Analisa Pendidikan, 69-80
Jakarta Depdikbud
Hartuti., Pudji, 2000. Mengembangkan Kepribadian Dan Mengubah Perilaku Anak Agar
Siap Menghadapi Tantangan Global, Malang CV. Mitra
Hendrajuworo., Wisnubrata, 1983. Pengantar Psikologi Belajar, Jakarta: Depdikbud
Hilgard., Ernest R., Richard C. Atkonson & Rita L. Atkinson, 1975. Introduction to
Psycology, New York ; Harcurt Brace Javonovich. Inc ( Dalam Purwanto )
Joko Susislo, 2006, Gaya Belajar Menjadikan Makin Pintar, Yogyakarta, Pinus Book
Publisher.
Keiter., Doronthy, 1988, Cara Belajar Yang Berhasil, Salatiga: Pusat Bimbingan UKSW
McMahon., Frank B., & Judith W. McMahon, 1982. Psychology The Hybryd Science,
Illionis : The Dorsey Press.
Munandar., Utama , 1999, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta: Rineka
Cipta
Mursell., J. dan Nasution, S. 1983. Mengajar Dengan Sukses, jakarta: Jemmars
Nasution., S. 2000, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar, Jakarta:
Bumi Aksara
Nawawi, H. Hadari. 1981. Pengaruh Hubungan Manusiawi di Kalangan Murid
Terhadap Prestasi Belajar di SD. Analisa Pendidikan, Tahun II No. 1, Jakarta
Depdikbud
Reigeluth, C.M., dan Stein, F.S. 1983. The elaboration theory of instruction. Dalam C.M
Reigeluth (ed). Instructional Design Theoris and Models: an overview of their
current status. Hillsdale, New York : Lawrence Erlbaum Associates. 335-381
Singgih Santoso, 2001, SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional, Versi 7,
Jakarta, PT. Alex Media Komputindo Kelompok Gramedia.
Download