BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi etika bisnis terutama etika bisnis yang berkaitan dengan ethico-religious system dapat dikategorisasikan dengan berbagai macam pendekatan atau pun metode, yang pada hasilnya akan menghasilkan sebuah konsep. Seperti yang dilakukan oleh Toshihiko Izutsu (Izutsu, 2002a) yang berbicara mengenai konsep-konsep leksikal yang berkaitan dengan leksim-leksim Al-Qur’an pada level penalaran tertinggi (komprehensif dan mempertimbangkan faktor-faktor relasi semantik) dengan menggunakan metode analisis semantik struktural. Penelitian yang dilakukan Toshihiko menjadi sebuah titik acuan bagi penelitian lain yang menggunakan metode ilmiah dalam pemecahan masalah leksim naskah-naskah suci (holy scripture) semisal, Some Linguistic Difficulties in Translating the Holy Quran from Arabic into English (Ali, Brakhw, Nordin, & Shaik, 2012). Perlu diingat bahwa penelitian Toshihiko berfokus pada monoreligion approach yaitu Islam dengan data yang diambil pada AlQur’an. Data-mining yang dilakukan oleh Toshihiko mempertimbangkan aspek welthancauung pada kategorisasi unit semantik yaitu leksim. Perbedaan mendasar pada penelitian ini dengan yang dilakukan oleh Toshihiko adalah, 1) Penelitian ini 1 menggunakan polyreligion approach yaitu Yudaisme, Kristen dan Islam 2) Terdapat perbedaan metode yang radikal relatif dengan metode yang digunakan oleh Toshihiko. Walaupun secara cukup Toshihiko telah menyebutkan leksim – leksim yang berkaitan dengan konsep etika Al-Qur’an beserta penjelasannya tetapi kesimpulan yang ditarik oleh Toshihiko belum menyentuh signifikansi dan partisipasi leksim terhadap etika itu sendiri. Lebih tepatnya, untuk apa/sebagai apa leksim tersebut digunakan pada etika? Pertanyaan ini belum terjawab pada penelitian yang dilakukan oleh Toshihiko. Penelitian ini dimulai dengan sebuah pertanyaan apakah dapat dilakukan sebuah pendekatan ilmiah yang menghubungkan analisis semantik dengan etika. Istilah etika dan etika religius pada penelitian ini dapat saling tergantikan, kecuali peneliti berkata sebaliknya. Yang menarik menjadi sebuah diskusi adalah signifikansi dari leksim (lexeme) pada sebuah arti (meaning). Sebelum mendiskusikan leksim secara lebih jauh, peneliti memberikan gambaran mengenai leksim dan pengaruhnya terhadap interpretasi pikiran manusia yang diambil pada kitab Perjanjian Lama, ( עַל־כֵּן ָֽי ַ ֲעזָב־אִ יׁש אֶ ת־ָאבִיו וְאֶ ת־אִ מ ֹּו וְדָ בַק בְאִׁשְת ֹּו ְוהָיּו ְל ָבשָר ֶא ָחָֽדBer 2:24) [1] Dengan translasi pada metabahasa Inggris adalah sebagai berikut, (peneliti akan memberikan alasan pemilihan metabahasa pada bagian metode), diasumsikan bahwa Bereshis/Genesis 2:24 dengan bahasa Ibrani sebagai objek bahasanya. 2 [1.m] Therefore shall an ish leave his av and his EM, and shall cleave unto his ISHA: and they shall be [BASAR ECHAD] Apa yang menjadi masalah di dalam teks tersebut? Tentunya adalah dua leksim (( ְל ָבשָר אֶ ָחָֽדLe)Basar Echad pada [1.m] Baca : (Le)Basar Ekhad pada translasi fonologi Indonesia). Kenapa bisa menjadi masalah besar ? Hal ini karena menyangkut mengenai etika pernikahan dari umat Kristiani maupun umat Yahudi. Dua leksim ini menjadi penentu apakah etis atau tidakkah poligami di dalam Agama Kristen. Terdapat berbagai macam klaim dengan berbagai macam metode dan argumen beberapa contoh argumen yang tidak menyetujui mengenai poligami dalam Agama Kristen. Pada Konferensi Lambeth misalnya, “In the case of polygamy, there is a universal standard – it is understood to be a sin, therefore polygamists are not admitted to positions of leadership including Holy Orders, nor after acceptance of the Gospel ...” (Lambeth, 2008) Secara tegas bahwa konferensi tersebut tidak menyetujui bahwa terdapat adanya poligami dalam Agama Kristen (dalam hal ini adalah Kristen Angelikan) dan pernyataan tersebut memperkuat konferensi yang serupa pada tahun 1988 yang menyatakan bahwa konstruksi rumah tangga ideal adalah rumah tangga monogami (Lambeth, 1988). Beberapa sumber lain misalnya pendapat St. Augustine (Clark, 3 1996). Terdapat pula argumen yang menyetujui mengenai pernikahan polygami, semisal Women In Islam Vs Women In Judaeo-Christian Tradition: Myth & Reality (Azeem, 2014). Perlu diingat bahwa perbedaan ini ada karena adanya perbedaan metode yang poros masalahnya terdapat pada frase ְלבָשָ ר אֶ ָחָֽד. Mari diskusikan contoh ini dengan integrasi pada analisis semantik. Pertama, menurut semantik (Pitt & Katz, 2000), apakah ְלבָשָ ר אֶ ָחָֽדbersifat komposional yang berarti setiap leksim dapat berdiri sendiri dan bisa diartikan secara literal baik leksim שר ָ [( ְל ָבLe]basar) yang memiliki definisi metabahasa “flesh” atau dalam Bahasa Indonesia “daging” dan ( אֶ ָחָֽדekhad) yang berarti “One—[United]” atau dalam Bahasa Indonesia “tunggal”. (1.d)...{...[[] ֶא ָחָֽדnp [] ָבשָרnp[}]]] ְל [...United-Flesh]literal Menurut diagram (1.d) dapat dilihat bahwa pada poin literal hal ini tidaklah mungkin karena, arti dari (( ְל ָבשָר ֶא ָחָֽדLe)Basar Ekhad) adalah sesuatu yang sebelumnya telah bersatu, lalu kemudian terpisah, dan bersatu kembali dalam bentuk satu daging (Something fleshy (flesh) that tore apart in separate entity then reunited as one entity). ְלבָשָ רdi sini tentunya adalah daging yang dimiliki Adam, seperti pada ayat sebelum [1] וַי ֹּאמֶר הָֽ ָָאדָ ם ז ֹּאת ַה ַפעַם ֶעצֶם מֵּ ָֽ ֲע ָצ ַמי ּו ָבשָר ִמבְשָ ִרי.... (Gen 2:23) [2] 4 [2.m] And the adam said, This is now etzem of my etzem, and basar of my basar; ...... Poin literal tidaklah mungkin karena dalam kenyataannya secara fisik Adam dan Hawa tidak pernah menjadi satu daging. Memang membingungkan jika semantik dari kalimat ini harus dipaksakan dalam makna literal. Berati jika makna literal tidak memungkinkan maka (1.d) harus dinyatakan pada makna non-literal hal itu menjadikan bahwa (1.d) tidak bisa dijadikan frase komposional. [2.d] {.......[ ] ְל ָבשָר ֶא ָחָֽדnp} “Family” Dalam posisi non-komposional diskusi lebih lanjut bisa dilakukan misalnya apakah leksim ini berhubungan dengan status perkawinan? Alias dengan adanya ְלבָשָ ר אֶ ָחָֽדperkawinan hanya boleh dilakukan dengan monogami? Secara logika seharusnya tidak mungkin (sebelum diberikan bukti lebih lanjut), ingat bahwa pada jika kita frasa nomina ֶא ָחָֽדkemudian diartikan sebagai “mono” atau tunggal secara literal dan membiarkan frasa nomina daging ( ) ְלבָשָ רmemliki arti non-literal adalah menyalahi aturan non-komposionalitas. Seperti dalam [2.d] ְלבָשָ ר אֶ ָחָֽדharus diartikan bersamaan dalam arti yang berbeda dari makna literalnya. Berarti ((Le)Basar Ekhad), dapat dimaknai sebagai “keluarga” atau “family” atau makna lain yang secara definitif berlaku dan dapat dibuktikan pada data yang berada di lingkungan Bible. Bukti dari pernyataan ini terdapat pada cerita Solomon di buku raja-raja bahwa dia memiliki 700 5 istri dan 300 selir, tentunya jika ((Le)Basar Ekhad) ְלבָשָ ר אֶ ָחָֽדadalah hukum dan etika untuk mengadakan perkawinan monogami tidak mungkin Solomon akan memiliki 700 istri dan 300 selir, sebuah pernyataan yang memiliki alasan yang sangat kuat karena di dalam Bible sendiri tidak ada pernyataan eksplisit mengenai pernikahan monogami. ׁשיו אֶת־לִבָֹּֽו׃ ָ ָ) ַויְהִי־ֹלו נָׁשִ ים שָ ר ֹּות ׁשְ בַע מֵּא ֹּות ּופִ ָֽ ַלגְׁשִ ים ׁשְֹלׁש מֵּא ֹּות ַוי ַּטּו נKgs 11:31( [3] And he had nashim sarot sheva me'ot (seven hundred royal wives), and Three hundred pilagshim (Concubines); and Hie nashim inclined libo (His heart). Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat dua hal dalam paparan linguistik terutama dalam ,penjabaran naskah kuno, yang menjadi sangat pening. 1) Bahwa naskah dalam kitab suci sering kali diinterpretasikan berbeda, hal ini terutama akan dipengaruhi oleh berbagai macam strategi metode penarikan interpretasi, ideologi interpreter, dan dapat pula dipengaruhi oleh berbagai kepentingan yang dapat membuat interpretasi naskah kitab suci menyimpang dari arti sebenarnya. Beberapa kritisi mengenai Bible dan Al-Qur’an tentunya telah diterbitkan oleh berbagai macam kritikus walaupun di dalam penelitian ini bahasan mengenai kritikan tajam kepada ketiga kitab suci tersebut tidak akan menjadi fokus, kritikus-kritikus yang terkenal di dalam penyampaian kritikannya antara lain M.Quraish Shihab (Shihab, 2011), Dr. Zakir Naik (Naik, 2012), Anish Shorrosh (Hefley & Hefley, 1975; Shorrosh, 2001), William Campbell D.D, Ahmad Deedat (Deedat, 1994), Yusuf Estes (Llc, 6 2010), dan beberapa pemikir-pemikir lainnya. Tentu saja kritikan dapat berupa kritikan yang pro dan kontra terhadap level interpretasi Bible maupun Al-Qur’an. 2) Ternyata leksim dalam sebuah naskah berpengaruh besar terhadap cara interpretasi mau pun hasil dari interpretasi sebuah frase dan kalimat di dalam objek bahasa. Hal ini mengharuskan terdapat metode yang dapat secara cukup menjelaskan mengenai leksim-leksim baik dalam level sintaksis maupun semantik, secara umum Toshihiko sendiri mengungkapkan bahwa metode terbaik dalam menganalisis naskah kitab suci adalah metode Structural Semantic Analysis. Peneliti berpendapat bahwa dalam penelitian yang dilakukan Toshihiko (Izutsu, 2002a) pada pembatasan yang sangat ketat yaitu berada pada level universal Al-Qur’an belum dapat membuat SSA menjadi leading pattern dalam menganalisis leksikon di dalam kategorisasi Al-Qur’an. Terdapat beberapa semantik yang diambil berdasarkan budaya di luar universal AlQur’an. Seperti budaya pada masa pra-Islam, yang menjadi landasan semantik leksim dan kemudian disimpulkan sebagai “true meaning” dari objek bahasa yang metabahasanya diamanatkan kepada Bahasa Inggris. Tentunya hal ini akan menjadi aspek kelemahan dari penelitian Toshihiko (Izutsu, 2002b). Penelitian ini akan berfokus terhadap prinsip Ethico-Religious utang-piutang. Output utama dari penelitian ini adalah menemukan konsep-konsep etika agama terutama dalam aspek utang-piutang nantinya dapat diaplikasikan pada taraf ideal perilaku manusia sebagai makhluk homo economicus. Selama ini utang piutang dianggap sebagai sebuah transaksi yang penting terutama di dalam prinsip Islami 7 karena terdapat deklarasi mengenai utang piutang yang termaktub di dalam Al-Qur’an pada surat Al-Baqarah ayat 282, ]4[﴾٢٨٢ :٢﴿.................. ۚ ُيَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َذا تَدَايَنتُم بِ َدي ٍْن إِلَ ٰى أَ َج ٍل ُّم َسمًّى فَا ْكتُبُوه Dengan arti sebagai berikut (Metabahasa : Bahasa Inggris), Sahih International O you who have believed, when you contract a debt for a specified term, write it down.............[4.m] Bukan hanya di dalam Al-Quran saja, akan tetapi ayat-ayat yang berkaitan dengan pembahasan mengenai utang-piutang terdapat pada Bible baik dalam Tanakh maupun dalam Perjanjian Baru, semisal (Lev 25:35), (Deut 15:1), (Deut 15:2, (Deut 15:9), (Deut 31:10), (Ps 37:21), (Prov 22:26), (Ezek 18:7) Hal ini tentunya menciptakan sebuah pertanyaan yang sangat penting : Apakah terdapat relasi antara prinsip-prinsip yang terdapat di dalam Bible dan Al-Qur’an. Relasi ini adalah sebuah kunci untuk dapat menyatakan bahwa jika dan hanya jika terdapat sebuah hubungan antara konsep Biblical Ethico-Religous dengan Qur’anic Ethico relgious tentunya terdapat platform yang nantinya bisa terbentuk dari hubungan keduanya. Yang menjadi masalah adalah apakah konsep yang dimiliki oleh Bible dan Al-Qur’an ( peneliti di dalam penelitian ini menggunakan istilah Bible untuk merujuk pada kitab Tanakh dan Perjanjian Baru), begitu berbeda dan saling berkontradiksi satu sama lain, ataukah hubungan keduanya merupakan hubungan yang saling mengisi satu sama lain. Kontradiksi maupun Indikasi yang terdapat dalam hubungan keduanya tentunya harus diketahui pada level standar moral yang berlaku di dalam Bible maupun Al-Qur’an. 8 Pada level mikro inilah analisis semantik menjadi sebuah metode yang dapat menjelaskan “true meaning” dari leksim-leksim dan sintaksis-sintaksis Biblical maupun dari Al-Qur’an. Hal ini disebabkan karena standar moral akan diketahui hanya pada level leksikal maupun sintaksis (kalimat yang terdiri dari leksim-leksim dan telah dibubuhi dengan berbagai macam morfem maupun fonem secara orthografis) Jika telah diketahui standar moral dari masing-masing kitab suci tentunya akan dapat ditarik sebuah kesimpulan apakah platform dari Ethico-Religius dari AgamaAgama Abrahamik (Islam, Kristen, Yahudi) tersebut saling berkaitan kontradiktif atau indikatif? Jika terdapat keterkaitan indikatif, tentunya kesimpulan dari dari penelitian ini nantinya akan menjadi : Uniplatform, antara ketiga konsep ethico-religious utangpiutang Agama-Agama Abrahamik, Tentunya jika sifatnya adalah kontradiktif maka hasil dari penelitian ini akan menjadi : Multiplatform. Atas dasar-dasar itulah judul yang pada topik penelitian ini adalah : Konsep Ethico-Religious Utang Piutang pada Agama-Agama Abrahamik : Uniplatform atau Multiplatform? Perlu diketahui bahwa secara natural peneliti memiliki anggapan awal (belum menggunakan analisis lebih dalam) bahwa pada prinsipnya uniplatform konsep antar ketiga agama ini jauh lebih memiliki alasan yang sangat kuat untuk menjadi sebuah kenyataan. 1.2. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, masalah utama yang menjadi fokus dari penelitian adalah platform dari konsep ethico-religious utang-piutang pada Agama- 9 Agama Abrahamik. Bagaimanakah sifat hubungan konsep antar ketiga agama ini? Tentunya sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas terdapat beberapa masalah yang harus terpecahkan terlebih dahulu. 1. Permasalahan Interpretasi Kontemporer Permasalahan yang menjadi salah satu bahasan penting dalam penelitian ini adalah permasalahan Interpretasi kontemporer yang sering kali menggunakan metode dengan tingkat diversifikasi yang tinggi. Tentunya interpretasi ini bukanlah “true meaning” dari kitab-kitab suci tersebut, tetapi adalah interpretasi subjektif dari berbagai macam interpreter yang dipengaruhi oleh ideologi, dasar ilmu, dan kepentingan dari masingmasing personal atau pun kelompok. Pembahasan antara interpretasi kontemporer yang akan dikonfrontasikan dengan analisis semantik akan menjadi sebuah cara untuk memecahkan masalah ini. 2. Permasalahan Universalitas Data Interpretasi Kontemporer menggunakan data universal yang sangat masif. Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan istilah data universal yang merujuk pada sumber data pada masing-masing agama, semisal pada agama Islam data universalnya adalah Al-Qur’an, sedangkan hadis/sunah digunakan sebagai data di luar data universal tetapi tetap mendukung data universal. Pada penelitian ini data universal ditetapkan sebagai kitab suci masing-masing agama. Sehingga terdapat asumsi besar bahwa secara 10 semantik dengan menggunakan pembatasan universalitas data, segala sumber data akan menjawab masalah-masalah yang diajukan dari penelitian ini secara mandiri tanpa adanya interpretasi lebih lanjut dengan data di luar data universal. Bahasan dari data universal ini akan menjadi sebuah asumsi penting dan akan digunakan seterusnya dalam penelitian ini. 3. Permasalahan Konsep Setelah diketahui permasalahan pada poin satu (1) dan dua (2) dan setelah dilakukan analisis semantik maka akan diketahui poin arti leksim/sintaks yang dapat diajukan menjadi konsep standar moral. Penelitian mengenai konsep standar moral utang-piutang ini merupakan inti dari bahasan ini. Sehingga untuk menjawab masalah konsep ini diperlukan dua metode, satu metode mayor yaitu metode analisis semantik untuk menganalisis segmen-segmen data universal yang sudah terpilih untuk dihasilkan sebuah “true meaning” dari data yang nantinya akan berubah menjadi standar moral, dan kemudian metode moral reasoning untuk memberikan contoh contoh dari standar moral tersebut. 4. Permasalahan Platform Permasalahan ini adalah bahasan terakhir dari penelitian ini, pemecahan dari masalah ini akan bersamaan dengan pemecahan masalah konsep. Yang menarik dari permasalahan ini adalah peneliti akan berusaha untuk mencari benang merah antara konsep-konsep utang-piutang Anta 11 agama Islam, Kristen, dan Yahudi. Mungkin topik ini adalah topik yang paling kontroversial dalam penelitian ini. Permasalahan-permasalahan tersebut akan lebih lanjut dibahas dalam bahasan penelitian. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk dapat menciptakan sebuah kesimpulan dan mengenai konsep ethico-religious utang-piutang pada agama-agama Abrahamik. Kesimpulan tersebut dapat menjadi titik acuan sifat platform dari konsep utangpiutang ketiganya. Dengan diketahui sifat platformnya, baik itu uniplatform maupun multiplatform, landasan dari aplikasi etika yang didasarkan pada kode-kode standar moral dapat dijalankan secara mapan. Penelitian ini juga bertujuan untuk meneruskan dan mengembangkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti terdahulu semisal Toshihiko dan Al Faruqi (Al-Faruqi, 1989, 2013; Izutsu, 1984). 1.4. Manfaat Penelitian Dengan mengetahui “true meaning” dari sumber data, maka akan diketahui bagaimana sebenarnya standar moral yang berlaku dan bagaimanakah etika yang sebenarnya harus dicermati oleh para pelaku ekonomi non-atheis. Dasar dari para pelaku ekonomi untuk bertindak dapat diketahui ketahui jelas karena penelitian ini 12 menjadi sebuah breakthrough dalam hal etika utang-piutang yang selama ini didominasi oleh etika islami. Aplikasi dari hasil penelitian ini akan membuka mata akademis dan juga praktisi bahwa sebenarnya agama memiliki peranan penting dalam jiwa mereka dan dapat menjadikan masa depan sistem perekonomian global menjadi lebih baik. Penelitian ini adalah penelitian rintisan dari penelitian yang lain yang lebih besar dan lebih teknis, dan kontribusi penelitian ini terhadap ilmu pengetahuan dapat menjadi sesuatu yang signifikan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan berfokus pada topik ethico-religious utang-piutang agama- agama Abrahamik yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa “true meaning” dari ayat-ayat suci pada ketiga kitab suci agama tersebut tidak bergantung pada interpretasi kontemporer yang subjektif, menjadikan bahasan dari penelitian ini harus dapat mengungkapkan “true meaning” pada sistematika metode yang nantinya akan menggunakan analisis semantik struktural pada komunikasi tertulis. Dokumen historis yang akan digunakan dan berhubungan dengan penelitian ini adalah Al-Qur’an, Tanakh dan Perjanjian Baru, sebagai data universalnya. Sedangkan data-data pendukung yang dapat diambil adalah hadis. Komentar-komentar di dalam Al-Qur’an, Tanakh, maupun Bible yang terkait dengan utang-piutang maupun yang tidak terkait secara langsung tidak dapat dikategorikan sebagai data universal dan data pendukung serta tidak akan diolah di dalam metode 13 penelitian. Lebih lanjut, data universal akan menciptakan asumsi bahwa ruang lingkup pengolahan data dibatasi hanya pada ketiga pada ketiga kitab suci tersebut dan mengimplikasikan bahwa hasil dari pembahasan telah dapat secara cukup terpenuhi dari pengolahan data ketiganya. Beberapa data pendukung lainnya yang nantinya dapat dijadikan rujukan penelitian ini dan masuk ke dalam pembahasan studi antara lain data historis ketiga agama tersebut, termasuk benang merah yang terdapat di dalam struktur inti agama Islam, Yahudi dan Kristen. Bahasan yang dimasukkan di dalam ruang lingkup penelitian ini harus dapat memenuhi prinsip-prinsip yang nantinya akan dijelaskan di dalam bagian metode. Perlu diingat kembali bahwa metode yang akan digunakan di dalam penelitian ini adalah metode analisis semantik sebagai metode awal untuk mengungkapkan standar moral yang sebenarnya berlaku dengan merujuk pada arti sesungguhnya data yang diambil dari sumber data. Implikasi dari adanya standar moral yang sebenarnya akan diteruskan kepada proses yang lebih aplikatif, dengan adanya moral reasoning pada level konseptual, beberapa contoh aplikatif dapat disimulasikan secara komprehensif. Pembahasan mengenai uniplatform dan multiplatform akan dilakukan setelah adanya pembahasan mengenai standar moral dan akan menjadi titik acuan bagaimanakah seharusnya dunia akademis maupun praktis dalam menyikapi etika utang-piutang yang antar agama yang telah diketahui dari pengolahan sumber data secara sistematis berbasis ilmu pengetahuan. 14 Lebih detail, bahwa penelitian ini akan secara mikro mengolah leksim-leksim yaitu satu individual kata yang tidak bersifat ortografis dengan menggunakan berbagai macam metode semantik (dibahas dalam metode). Satu individual kata ini akan dipilih berdasarkan konteks dari bahasan ini yaitu utang-piutang yang memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai moral dan memiliki wilayah potong intra (intraseksi) konsep pada ketiga-agama tersebut. Pemilihan kata ini merujuk pada beberapa prinsip (salah satunya sudah dijelaskan pada kalimat sebelumnya) selain prinsip tersebut. Peneliti menggunakan istilah leksim inti untuk mengungkapkan kata non-ortografis yang dipilih. Kata tersebut harus berkaitan dengan data universal dan data pendukung. Interseksi yang digunakan untuk mendukung analisis platform. Pada lingkup makro hubungan antara individual leksim akan dibahas dengan mempertimbangan hubungannya pada kalimat lain di data universal. Hubungan ini akan ditimbang baik berdasarkan faktor formal maupun representasional dan harus memiliki denotasi yang relevan dengan masalah yang difokuskan. 15