TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan Berkelanjutan. Pemahaman tentang pembangunan berkelanjutan menjadi penting disebabkan karena selama ini pemerintah kurang memperhatikan unsur keberlanjutan (sustainable) dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini telah berakibat pada terjadinya ketimpangan dalarn memperoleh pendapatan dan kerusakan sumberdaya alam. Adanya keterbatasan sumberdaya alam di satu sisi dan kebutuhan manusia yang terus meningkat disisi lain membutuhkan suatu strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang efisien; sehingga tidak mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang (mtrugenerat~onalequity). Sehingga suatu konsep pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini, tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable developmenr) mulai digunakan secara urnum oleh World Commision on Environment and Development (The Brundtland Commision Report of Our Future) pada tahun 1987. Konsep ini memungkinkan generasi sekarang untuk meningkatkan kesejahteraannya ianpa"me@pra?gi kesempatan generasi yang akan datang untuk meningkatkan kesejahteraannya pula (Serageldin, 1994). Lebih jauh Palunsu (1996) mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan mengandung tiga pengertian yaitu : - 1. Memenuhi kebutuhan iaat ini tanpa mengorbankan kebutuhan masa yang akan datang. 2. Tidak melampaui daya dukung ekosistem (lingkungan). 3. Mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan menyelaraskan manusia dan pembangunan dengan sumberdaya alam. Pearce dari Turner (1990) mengatakan bahwa pembangunan berkelanjutan mencakup upaya memaksimumkan net benefit dari pembangunan ekonomi, berhubungan dengan pemeliharaan jasa dan kualitas sumberdaya alam setiap waktu. Pembangunan ekonomi tidak hanya mencakup peningkatan pendapatan perkapita riil, tetapi juga eleman-elemen lain dalam kesejahteraan sosial. Selanjutnya Toman, et a1 dalam Bromley (1996) melihat bahwa penekanan keberlanjutan terletak pada dua ha1 yaitu : (i). Perhatian pada kesejahteraan generasi yang akan datang dalam menghadapi pertumbuhan tekanan pada lingkungan alam untuk menyediakan suatu selang pelayanan yang bernilai (valued service), (ii).Kapasitas sistem ekonomi untuk mensubstitusi bentuk bentuk lain dari wealth untuk memelihara kesejahteraan generasi yang akan datang. Lebih jauh Serageldin (1996) mengemukakan bahwa tujuan pembangunan berkelanjutan adalah untuk selalu memperbaiki kualitas hidup manusia atas berbagai aspek kehldupan. Dengan demikian, maka konsep pembangunan berkelanjutan adalah upaya mtuk mengintegrasikan tiga aspek kehidupan (ekonomi, sosial dan ekolog) dalam satu hubungan yang sinergis. Ketiga aspek kehidupan tersebut dapat digambarkan sebagai "a triangular framework" dan didefinisikan sebagai keberlanjuian ekonomi, sosial dan lingkungan. Economic : ... Sustainable growth Effisiencv , Social 4 Equity Social Cohession Participation Empowerment b .-- .!.. Ecological Ecosistem integrity Natural Resources Biodiversity Carrying Capacity Gambar 1 : Dimensi Pembangunan Berkelanjutan. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa dimensi pembangunan yang berkelanjutan meliputi aspek ekonomi yang mencakup pertumbuhan yang berkelanjutan dan efisiensi, aspek . sosial mencakup keadilan, keterpaduan kehidupan sosial, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat; sedangkan aspek ekologi mencakup keutuhan ekosistem, sumberdaya alam, daya dukung lingkungan, keanekaragaman hayati. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dan kemajuan pembangunan tidak hanya dapat diukur dengan satu knteria saja (ekonomi) namun harus ada kriteria lain seperti kriteria sosial dan lingkungan. Kemudian apabila dilihat dari unsur-unsur pendukung pembangunan berkelanjutan, maka ada tiga tujuan yang harus diperhatikan seperti terlihat pada gambar berikut : Economic Objective - Growth - Efficiency - Evironmental Assesment - Resourcesyaluation - Income Distribution - Employment - Targetted Assistence - Subsidies Social Objective - Internalization 0- Ecological Objective - Poverty Alevation -Participation Natural Resources - Equity -Consulation Management -Pluralism Gambar 2 : Unsur - unsur Pendukung Pembangunan Berkelanjutan. Selanjutnya menurut Anwar . (2001) untuk dapat sampai pada . pembangunan kehutanan secara berkelanjutan (sustainability), tidak cukup hanya . melihat aspek ekonomi, sosial dan lingkungan saja, namun aspek lain seperti aspek spatial dan aspek temporal (pandangan jauh kedepan) perlu diperhatikan. Konsep keberlanjutan ini akan terus berkembang melalui proses perkembangan secara evolusi dengan berjalan melintas waktu yang ditentukan oleh nilai-nilai dalam masyarakat, manusia, perubahan keadaan ekonomi, scrta perubahan dalam realitas politik. Agar supaya pengelolaan hutan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan manusia, maka memerlukan perhatian kepada semua aspek-aspek tentang kesejahteraan manusia menurut lintas waktu dan skala spatial yang dapat diarahkan kepada sistem atau cara pemanfaatan atau penggunaan hutan yang berkelanjutan. 14 Interaksi ketiga aspek pendukung pembangunan berkelanjutan tersebut (ekonomi, sosial dan lingkungan) dalam upaya pengelolaan sumberdaya hutan yang bertujuan untuk perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat bukan hanya dipertimbangkan secara lokal untuk skala waktu masa kini saja, tetapi juga dalam sistem hirarlu yang lebih luas melalui lintas skala management (internasional, nasionai, dan daerah atau regional dan temporal (tahunan, jangka menengah, jangka panjang). Dalam kerangka tiga dimensi pembangunan berkelanjutan akan terjadi interaksi yang kuat dan tolak angsur (trade 08antara dimensi temporal dengan dimensi kesejahteraan yang masing-masing memiliki perbedaan karakteristik sebagaimana yang ditunjukkan oleh gambar dibawah ini. terjadinya proses yang berkembang secara evolutif yang dapat mempengmhi keberlanjutan (sustainabildyj ngkatan kesejahteraan yarakat secara keseluruhan Ekonomi Sosial Lingkungan Kesejahteraan Gambar .3 : Kerangka Berfikir Tiga Dimensi tentang Keberlanjutan (Sustainability) Pemanfaatan Hutan Dengan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Kerusakan hutan yang selama ini terjadi dikarenakan praktik eksploitasi hutan yang tidak berpegang pada prinsip pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Internasional Tropical Timber Organisation (ITTO) memberikan beberapa kriteria tentang keberlanjutan (sustainabilityl yaitu : basis sumberdaya hutan , kontinuitas hasil hutan, tingkat pengendalian lingkungan, pengaruh sosial ekonomi dan kerangka kelembagaan. Pengertian pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda. Pengertian pertarna memandang dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan (overal growth of the economy). Menurut pandangan ini pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai sustainable macro economic growth, yaitu likuidasi suatu modal asset pembangunan, seperti hutan, dan kemudian menanam yang diakibatkan oleh kegiatan eksploitasi tersebut kedalam suatu investasi memberikan keuntungan (rate of return) yang lebih besar, dapat dianggap sebagai suatu kebijakan ekonomi yang tepat. Secara umum pandangan ini tidak dapat diterima karena (a) pemusnahan hutan akan menyebabkan masalah sosial dan lingkungan yang sangat besar, (b) kerusakan lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan eksploitasi hutan telah dibuktikan secara empiris akan merusak produktivitas sumberdaya dalam menghasilkan hasil hutan kayu dan non kayu untuk masa yang akan datang, termasuk , keanekaragaman hayati. Pengertian kedua, dilihat dari sudut pandang sektor, karenanya likuidasi suatu sektor, seperti hutan tidak dapat diterima sebagai suatu kebijakan dalam pembangunan. Pandangan ini merupakan pandangan umum dalam melihat sektor kehutanan. Ini sekalips menunjukkan suatu masalah dalam eksploitasi hutan, karena banyak penelitian yang dilakukan maupun kajian-kajian .. ilmiah menunjukkan bahwa sebahagian besar pengelolaan hutan di negara-negara tropika tidak dapat dikatakan menerapkan prinsipprinsip kelestarian hutan. Untuk pengelolaan hutan produksi alam Indonesia telah ditetapkan knteria dan indikator pengelolaan hutan secara berkelanjutan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.252 dan 5761Xpts-IV1993 tentang Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan Produksi Alam Indonesia Secara Lestari yang mengacu pada UU Pokok Kehutanan No.5 tahun 1967, dengan knteria yang mencakup aspek : sumberdaya hutan, kelestarian hasil hutan, konservasi, sosial ekonomi dan kelembagaan. Untuk lebih mengakomodir kepentingan masyarakat yang ada di sekitar kawasan, diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 4 1 tahun 1999 tentang pokok-pokok kehutanan. Keseimbangan pengelolaan dan pemanfaatan hutan membutuhkan konsep yang mendekati operasional agar sasaran pokok pemanfaatan hutan senantiasa mengarah kepada tenvujudnya optimalisasi fungsi ekologis serta hngsi sosial ekonomi hutan bagi masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan. Untuk itu diperlukan pengakuan (recognation) tentang jenis kapital yang membentuk kekayaan dari suatu wilayah. Dalam masalah kapital (modal) dalam kegiatan pembangunan, Serageldin (1996) mengemukakan bahwa paling sedikit diperlukan enlpat jerlis modal yaitu: a. Modal manusia (human capital), b. Modal alam (natural capital), c. Modal buatan (man-madecapital) dan d. Modal sosial (social 'capital), yang dapat meningkatkan ketersediaan modal perkapita. Penghargaan terhadap modal tersebut biasanya dilakukan dengan mempertimbangkan nilai ekonomi dan finansial untuk buatan manusia (man- made), kegiatan dalam ekonomi lingkungan untuk alam (natural), investasi dalam pendidikan, kesehatan dan gizi masyarakat untuk manusia (human) dan kelembagaan dan budaya sebagai fungsi sosial (sociul). Modal alarn dan buatan manusia akan mengalami degradasi melalui depresiasi karena pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Bertambahnya jumlah penduduk akan memperbesar permintaan terhadap sumberdaya yang tersedia, terlebih dengan sifat keserakahan manusia terhadap sumberdaya tersebut yang akan mempercepat penurunan kapasitasnya. Degradasi melalui depresiasi yang berlangsung cepat atau lambat terhadap modal alam dan modal buatan manusia tidak dapat dihindari karena modal tersebut terkena hukum Entropy (Anwar,1997). Oleh karena itu penurunan kapasitas kedua modal tersebut harus dapat diimbangi dengan meningkatkan kedua modal manusia dan modal sosial menyangkut masyarakat yang dituju agar mampu meningkatkan kesejahteraan mereka guna mengatasi masalah kemiskinan masyarakat yang ada disekitar kawasan hutan, sehingga modal manusia dan modal sosial hams mengalami apresiasi. Pengelolaan hutan dapat tercapai apabila modal manusia dan modal sosial dapat berkembang lebih besar sehingga secara dinamik peningkatannya harus jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan modal yang relatif tetap dan cenderung berkurang (natural capital) dan modal yang cenderung terkena depresiasi (manmade capital), yang oleh Serageldin dalam Anwar(1997 diilustrasikan seperti gambar dibawah ini. Natural Social Waktu b Man-made Capital Human Capital Gambar 4 : Keberlanjutan dalam arti Peningkatan modal perkapita dan perubahan Komposisi dari keempat jenis modal Sistem Nilai Budaya Masyarakat di Sekitar Kawasan Hutan. Masyarakat yang tinggal disekitar kawasan hutan Rempek-Monggal Kabupaten Lombok Barat relatif homogen apabila dilihat dari segi suku bangsa, dan interaksi sosial diantara mereka menunjukkan proses usosiatifdan disasosiatif tertentu. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorang, antara kelompok kelompok manusia, maupun antara orang-orang dengan kelompok manusia lainnya (Sukanto, 1990). Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Kontak sosial dapat terjadi dalam tiga bentuk, yaitu antara orang perorang, antara orang perorang dengan kelompok manusia, dan antara suatu kelompok manusia dengan dengsn kelompok manusia lainnya. Sedangkan sifat kontak, dapat dibedakan menjadi kontak primer dan kontak skunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan bertatapan muka, sedangkan kontak skunder adalah suatu hubungan yang memerlukan perantara, baik orang ketiga maupun peralatan komunikasi. Proses interaksi yang pokok adalah proses asosiatif dan proses disasosiatif. Bentuk proses asosiatif adaiah kerjasama dan akomodasi, sedangkan proses disasosiatif terdiri dari persaingan, kontroversi dan pertentangan atau konflik (Soekanto, 1990). Penelaahan proses sosial didalam penelitian ini difokuskan pada proses asosiatif yaitu kerjasama dan proses dis-asosiatif yaitu konflik. Yang dimaksud dengan proses asosiatif dalam ha1 ini adalah proses sosial yang mengarah pada suatu proses yang integratif, sedangkan proses disasosiatif adalah proses sosial yang mengarah pada konflik. Menurut Anwar (2000) kebanyakan konflik mempunyai sebab-sebab ganda, biasanya merupakan kombinasi dari masalah dalarn hubungan antara pihak-pihak yang bertikai yang mengarah kepada konflik terbuka. Konflik dapat dikelompokkan dan dianalisis dengan menggunakan knteria-knteria sebagai berikut : 1. Konflik data terjadi ketika orang kekurangan informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang bijaksana, mecdapat informasi yang salah, tidak sepakat inengenai apa saja data yang relevan, menterjernahkan infonnasi dengan cara yang berbeda atau memakai tata cara pengkajian yang berbeda. Beberapa konflik data mungkin tidak perlu terjadi karena ha1 ini disebabkan karena kurangnya komunikasi diantara dua orang atau lebih yang konflik. 2. Konflik kepentingan disebabkan oleh persaingan kepentingan yang dirasakan atau yang secara nyata memang tidak bersesuaian dengan yang diinginkan. Terjadi ketika satu atau lebih menyakini bahwa untuk memuaskan kebutuhannya, pihak-pihak lain hams berkorban. Konflik yang berdasarkan kepentingan ini terjadi karena masalah yang mendasar (uang, sumberdaya fisik, waktu), atau menyangkut masalah tata cara (sikap dalam menangani masalahnya) atau masalah psikologis (persepsi atau rasa percaya diri, mempertahankan keadilan, rasa hormat). 3. Konflik hubungan antar manusia terjadi karena adanya emosi-emosi negatif yang kuat, salah persepsi atau stereotip, salah komunikasi atau tingkah laku negatif yang berulang (repet~trfl.Masalah ini sering menghasilkan konflik yang realistik atau mungkin tidak perlu, karena konflik ini bisa terjadi bahkan ketika kondisi obyektif untuk terjadinya konflik seperti terbatasnya sumberdaya manusia atau tujuan bersama yang eksklusif, tidak ada. Masalah * hubungan antar manusia seperti yang tersebut diatas, -ser;ingkali memicu terjadinya pertikaian dan menjurus kepada lingkaran-spiral dari suatu konflik destruktif yang tidak perlu. 4. Konflik nilai disebabkan oleh sistem-sistem kepercayaan yang tidak bersesuaian, mungkin ha1 itu hanya dirasakan atau memang sesungguhnya ada. Nilai adaiah kepercayaan yang dipakai orang untuk memberi arti pada hidupnya, menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang adil dan tidak adil. Perbedaan nilai sebenarnya tidak hams menjadi penyebab terjadinya konflik. Oleh kaiena itu manusia dapat hidup secara berdampingan dan harmonis dengan sedikit perbedaan nilai. '*' 5. Konflik struktural terjadi ketika ketimpangan untuk melakukan akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Pihak yang berkuasa dan memiliki wewenang formal untuk menetapkan kebijakan urnum, biasanya lebih memiliki peluang untuk menguasai akses dan melakukan kontrol sepihak terhadap pihak lain. Disisi lain persoalan geografis dan faktor sejarah atau waktu seringkali dijadikan alasan untuk memusatkan kekuasaan serta pengambilan keputusan yang hanya rnenguntungkan pada satu pihak tertentu. Gambar 5 : Ruang ruang dan Sumber Konflik (Anwar,2000) Manajemen Konflik. Manajemen konflik adalah suatu penanganan proses pembentukan (kemunculan) konflik yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja suatu kelompok masyarakat atau organisasi. Dalarn praktiknya sering terjadi penyimpangan atau distorsi, terminologi tentang konflik. Misalnya, seorang pemi~npin sengaja menimbulkan situasi konflik, dimana sikap anggota masyarakat terbagi dua, yaitu yang sejalan dengan pemimpin dan yang tidak sejalan dengan pemimpin/oposisi. Yang sejalan dengan pemimpin diberi insentif w L . . -. - dan yang oposisi disingkirkan. '~indakan'.pemiinpin seperti itu tidak dapat dikatakan sedang menjalankan manajemen konflik, melainkan hanya sedang menjalankan manajemen kroni. Situasi konflik dapat saja sengaja diciptakan, narnun konflik tersebut harus ditangani secara bijaksana agar dapat meningkatkan kinerja kelompok, dan fenomena seperti inilan yang disebut dengan manajemen konflik. Menurut Anwar (2000) penanganan konflik dilakukan melalui pencairan wilayah realitas umum dan kemudian berusaha dengan cara memperluas realitas yang diakui secara bersama (common reulrtyl. Dua gambar dibawah ini mencoba menjelaskan bagaimana common reality tersebut dapat diperluas untuk saling memahami persoalan konflik yang timbul. Gambar 6 : Mencari Upaya Penyelesaian Konflik atas Dasar Common Reality. ~ a gambar 6 diatas, kemudian dicoba untuk memperluas Common Reulrty untuk dapat saling bertemu dari pendirian masing-masing pihak yang terkait Gambar 7 : Upayd Mencari Penyelesaian Konflig (Confl~ctResolution) dengan Cara Memperluas Common Reulity. Menyadari potensi akibat buruk dari merebaknya suatu konflik yang tidak diselesaikan dengan baik, maka dengan mudah kita dapat memahami bahwa pengelolaan konflik yang terbaik adalah mencegah munculnya konflik itu, atau seperti ungkapan "Daripada memadamkan kebakaran, lebih baik jangan lupa mematikan api kompor setelah nasi masak". Dalam kegiatan-kegiatan pembangunan dan pengembangan masyarakat, mencegah munculnya konflik dapat dilakukan dengan menjadikan lembaga, kebijakan dan programnya lebih responsif terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat, bukan saja masyarakat yang terlibat Iangsung, tapi juga pihak-pihak lainnya yang diperkirakan mempunyai kepentingan terhadap usaha-usaha pembangunan yang akan dilaksanakan. Harapannya tentu adalah bahwa suatu program yang sesuai dengan harapan, aspirasi, hak dan kepentingan semua pihak (stakeholder) tentunya tidak akan menjadi sengketa. Beberapa cara yang digunakan untuk mencegah dan memecahkan konflik seperti pada tabel berikut : Tabel 2 : Beberapa Alternatif Cara Dalam Memecahkan Konflik-Konflik. ; ! 1 Konven i Pasif/Sepibak: ! Yartisi sional - -----------' patif 1. ~ e n e l i t i a n / ~ e n1.Menghindari ~T perenca naan konfli k; kajiadsurvey . I 2. Dengar pen- partisi 2. Penerimaan dapat umum secara patif Itemu wicara. pasic 2. Pemeca 3. Jajag Pendapat. han 3. Pengabaid I Koope ratif 1.Tawar menawar; 2.Arbitrase/ pel eraian 3. Perundi ngan 4. Perunding 1 Konpron tatif 1.Aksi Sosial 2.Demontrasi 3. Sabotase 4.Kekerasan. 5.Penggunaan media masa 6. Ligitasi bersikap masalah masa secara an partisi dengan Legislatif patif. mediasi. melalui bodoh; 4. Penyele saian I I 7.Aksi penvakilan sepihak Mediasi Menurut Anwar (2000) salah satu usaha-usaha penyelesaian konflik adalah dengan cara kooperatif (kerjasama), yang mana didalamnya terdapat cam-cara seperti bwar menawar, arbitrase (peleraian). Perundingan, dan perundingan dengan mediasi. Dalam dunia nyata sering kita menemukan bahwa swtu konflik sering diselesaikan dengan bantuan pihak ketiga yang dianggap mampu mewakili kedua belah pihak yang sedang bersengketakonflik. Pihak ketiga ini biasanya disebut "Mediator". Mediator ini sering juga disebut dengan istilah "Lembaga Penyangga" (Buffer Institution). Lembaga penyangga ini biasanya merupakan lembaga swadaya masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya yang memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat ; yang salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat dan kelestarian lingkungan hutan. Yang termasuk dalam katagori ini adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), para akademisi (secara individual), Perguruan Tinggi, dan lembagalembaga lokal yang peduli akan nasib masyarakat yang lemah. Fungsi obyektif lembaga ini adalah memaksimurnkan layanan akomodatg korektif dan suportif agar interaksi stakeholder yang sedang konflik dapat berjalan dengan baik. Lembaga penyangga ini merupakan lembaga yang paling independen untuk melakukan pemberdayaan masyarakat dan merangsang terjadinya revitalisasi kelembagaan terutama menyangkut lembaga pemerintah juga sekaligus sebagai medrutor antara masyarakat dan pemerintah. / MASYARAKAT HUTAN YE;ME;KlN.l'r MEDIATOR 1 INSTITUSI PENYANGGA Gambar 8 : Pernecahan konflik melald ~e'dias: Konsep Pemberdayaan Masyarakat. Dalam proses pengembangan masyarakat, maka unsur pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu ha1 yang sangat penting untuk diperhatikan. Pengembangan sumberdaya manusia dalam masyarakat baik secara teoritis konsepsional dan praktis operasional merupakan realita yang telah teruji dalam sejarah pembangunan baik ditingkat regional, nasional bahkan internasional. Hal ini berarti bahwa sebagai suatu paradigma pembangunan, maka pengembangan masyarakat dibangun atas dasar realita realita kehidupan masyarakat yang dapat menjamin temjudnya pemberdayaan masyarakat itu sendiri, peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat berkembang dan untuk menghadapi perubahanperubahan yang senantiasa terjadi, dan untuk meningkatkan ikatan dan jalinan masyarakat sebagai suatu sistem. Oleh karena itu, maka pemberdayaan masyarakat itu sendiri berintikan premis bahwa masyarakat yang menjadi intended benepcieries memiliki potensi untuk berkembang dan mandiri didalam menghadapi berbagai tantangan dan berbagai perubahan yang terjadi dalarn kehidupannya. Dengan demikian maka pemberdayaan masyarakat adalah merupakan suatu proses peningkatan kapasitas masyarakat melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan (baik secara formal maupun informal), dengan menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk dapat menghadapi kehidupan sehari-hari. Menurut Winoto (1997), Pemberdayaan masyarakat hams dibangun atas premis kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang meliputi : a. Prenlis mengenai sifat dan tingkah laku nanusia dalarn masyarakat. Di dalam proses interaksi sosial, manusia umumnya berusaha untuk bisa memperoleh manfaat bagi kehidupannya dan sekaligus mengurangi ketidakrnenentuan dan resiko kehidupan yang dihadapi walaupun banyak juga anggota masyarakat yang bersifat phyantrophic. b. Premis tentang kehidupan organisasi Pengelompokan sosial pada umumnya dilakukan untuk mengurangi ketidakmenetuan dan resiko kehidupan serta didalam proses untuk mendapatkan akses terhadap sumberdaya masyarakat. c. Premis tentang kebutuhan manusia dan masyarakat. Manusia mencari &n berinteraksi dangan manusia lainnya melalui sistem masyarakat (community system), oleh karena didorong alamiahnya. Pengelompokan yang bersifat alamiah dan interaktif ini akan lebih penting dari pada pengelompokan berdasarkan batasan geografis. Atas dasar ini masyarakat dipahami sebagi suatu sistem yang terjalin oleh karena adanya ikatan-ikatan nilai dan kepentingan akan kebutuhan ekspresi diri dalam masyarakat dan kebutuhan akan pemenuhan aspirasi-aspirasi kehidupannya. d. Premis tentang partisipasi dalam pengambilan keputusan tentang perubahan. Pengembangan masyarakat yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dibangun diatas premis bahwa setiap anggota masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi didalam proses pengambilan keputusan yang secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kehidupannya. e. Premis tentang keberhasilan dan kegagalan program dan proyek pemberdayaan masyarakat . Kegagalan dan keberhasilan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat ditentukan oleh kemarnpuan sernua pihak yang terlibat dalam proses pengembangan masyarakat untuk memahami realitas dan lingkungannya, sistem nilai masyarakat tentang arti penting perubahan dan arti penting dari masa depan, dan mainscape masyarakat dalam bersikap dan berperilaku serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan budaya masyarakat dalam bersikap dan berperilaku serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan budaya masyarakat akan menentukan keberhasilan suatu program atau proyek pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Kemudian dalam kaitamya dengan pemberdayaan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan, ada beberapa prinsip yang hams diperhatikan agar usaha pemberdayaan tersebut dapat berhasil (Departeman Pertanian, Proyek Peningkatan Pendapatan Petani clan nelayan) ,yaitu : . a. Prinsip Pendekatan Kelompok. Bimbingan dan pembinaan dilakukan melalui pendekatan kelompok, sehingga dapat menumbuhkan kekuatan gerak dari masyarakat. Kelompok ditumbuhkan dari dan oleh serta untuk kepentingan masyarakat itu sendiri dan bukan untuk kepentingan pembina atau pihak lainnya. b. Prinsip Keserasian. .-. Anggota kelompok haruslah berasal dan biang-orang yang 3aling mengenal satu dengan lainnya, sehingga saling percaya dan mempunyai kepentingan yang sama dan akan menumbuhkan kerjasama yang kompak dan serasi c. Prinsip Pendekatan Kemitraan. Memperlakukan masyarakat kecil sebagai mitra kerja pembangunan yang berperan ahif dalam pengambilan keputusan. Dalam ha1 ini masyarakat tidak hanya dijadikan objek dari proyek pembangunan , tetapi merupakan subjek dari upaya pembangunan itu sendiri. d. Prinsip Kepemimpinan Masyarakat itu sendiri. Memberikan kesempatin seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengembangkan kepemimpinan dari kalangan mereka sendiri. e. Prinsip Swadaya. Bimbingan dan dukungan kemudahan yang diberikan haruslah yang mampu untuk menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian. Kartasasmib (1996) menegaskan pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat makin tergantung pada berbagai program, karena apa yang dinikrnati hams dihasilkan dari usaha sendiri. f. Prinsip Belajar sambil Bekerja. Masyarakat dibimbing dan dibina melalui proses bekeja sendiri dan mengalami serta menemukan sendiri tujuan yang ingin dicapainya. Dengan kata lain bahwa masyarakat yang dibina mampu belajar dari pengelaman yang pernah dilaluinya (learning by doing). g. Prinsip Pendekatan Keluarga. Bimbingan yang dilakukan tidak hanya Bapak saja, tetapi Ibu dan Anaknya serrta anggota keluarga laainnya ikut serta dalam pembimbingan. Kelembagaan Dalam Sumberdaya Hutan . Kaitannya dengan Kepastian Hak-hak Atas Hak-hak kepemilikan atas lahan merupakan hak yang sangat penting dalam kontek strukhir kelembagan sosial, ekonomi secara kdieluruhatl.~enurut Gershon Feder clan David Feeny (1993), terdapat tiga katagori dasar kelembagaan, Yaitu : aturan Perundangan-undangan, tatanan kelembagaan dan perilaku normatif. Aturan perundangan mengacu pada hukum pokok tentang bagaimana masyarakat mengorganisir aturan dalam membuat aturanthukum. Tatanan kelembagaan dibentuk dalam aturan yang khusus dari perundangan, yang meliputi hukurnhukum, peraturan, asosiasi, kontrak, dan hak-hak kepemilikan atas lahan. Sedangkan perilaku normatif meliputi nilai budaya yang melegitimasi tatanantatanan yang ada dan menjadi kendala perilaku masyarakat Dalam kenyataannya aturan perundangan dan perilaku nonnatif berubah secara perlahan, sementara susunan kelembagaan lebih mudah dimodifikasi. Dengan demikian hak kepemilikan merupakan suatu bentuk institusi yang merupakan kelembagaan sosial yang menyatakan sistem hubungan antar individu. Termasuk didalamnya adalah mengenai pengaturan hak dan kewajiban, kekuatan hak istimewa serta kepastiannya (hak perburuan, perladangan, penambangan mineral, menggunakan tanarnan yang ada diatasnya dan juga hak untuk merusaknya). Sedangkan menurut Anwar (1993) suatu hak kepemilikan ",* menetapkan hak-hak secara legal mengeiai kepemilikan dari suatu sumberdaya * yang disertai dengan keterbatasan cara memanfaatkannya. Apabila hak-hak itu ada, maka hams memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : 1. Hak-hak (right) h m s dispesifikasikan secara penuh. Hal ini berarti bahwa perniliknya hams dapat dibedakan-bedakan secara jelas. Demikian juga bahwa pembatasan-pembatasan terhadap hak-hak kepemilikan dan sanksi-sanksi (hukuman) dalam pelanggaran terhadap hak-hak tersebut harus dispesifikasikan. Pembatasan terhadap kepemilikan, hams disertai dengan hak-hak yang jelas agar kerancuan dapat dihindari, dirnana sebenarnya kerancuan tersebut tidak boleh terjadi pada keadaan apapun. Apabila semua orang menggunakan barang-barang yang dimililunya, maka dalarn keadaan apapun barang tersebut dapat digunakan menurut sesuka hatinya. 2. Suatu property right mengandung arti tentang kepemilikan yang eksklusif. kak-hak ini menentukan siapa-siapa, jika ada, yang boleh menggunakan barang yang dimilikinya dan pada persyaratan apa barang tersebut dapat dipergunakan. Tetapi semua ganjaran dan sanksi didalam melaksanakan hak tersebut didapatkan oleh pemiliknya. 3. Pemilik barang mempunyai hak untuk mentransfer barang miliknya. Pembatasan kepada transfer suatu barang yang dimiliki akan mengarah pada inefisiensi atau mengarah kepada keadaan pasar yang nyaris lumpuh. Dalam ha1 ini, penting untuk disadari bahwa hak-hak yang bersangkutan menyangkut proses perpindahan tangan sebagai lawan dari hanya memiliki suatu barang. , Misalnya apabila kita membeli sebidang lahan, sebenarnya yang dibeli itu adalah hak-haknya untuk menggunakan lahan tersebut, tetapi lahannya sendiri secara fisik tidak bergerak. Pergerakan pindah tangan merupakan suatu transfer hak kepemilikan, dan bukannya kepemilikan itu dilanggar. 4. Property right tersebut juga harus secara efektif dapat dipaksakan (enforceable). Tanpa adanya enforcement, suatu sistem property rights tidak dapat dianggap bermanfaat. Jika enforcement tidak sempurna, sebagaimana sering terjadi didunia nyata, maka nilai harapan dari sanksi hukurnan harus melebihi setiap kemunghnan keuntungan yang diperoleh para pelanggar yang mungkin melakukannya. Ada empat katagori dasar dari hak-hak kepemilikan lahan (Feder dan Feeny,1993), yaitu tidak ada hak kepemilikan aiau akses terbuka (none or open accsess), hak-hak kepemilikan komunal (communal property), hak-hak kepemilikan individu (private property), dan kepemilikan negara ( state or crown property). Dalam keadaan akses terbuka, hak-hak kepemilikan tidak diatur. Hal ini menyebabkan tidak ada insentif untuk menjaga dan alubatnya sering mengarah kepada degradasi sumberdaya. Dibawah hak-hak kepemilikan komunal, hak-hak eksklusif diatur dalam suatu kelompok individu. Sedangkan kepemilikan oleh negara, pengelolaan lahan diatur oleh otoritas sektor publik dan dalam kepemilikan individu, hak-hak perorangan diberikan. Jika suatu kelompok eksklusif memiliki hak-hak komunal yang cukup besar, perbedaan antara hak-hak komunal dan akses terbuka menjadi komfleks dan dapat menjadi perdebatan. Disisi lain, jika hak-hak milik individu tidak dilihat secara legal atau tidak sesuai untuk dipaksakan, maka hak-hak milik tersebut secara hukurn (deyure) akan menjadi akses terbuka pada kenyataannya (defakto). Menurut Anwar (1997), bahwa pengertian hak-hak milik bersama atas suatu surnberdaya seperti lahan tidak identik dengan keadaan lahan yang tidak ada yang punya (open access), karena pada keadaan common resource, masih ada kelembagaan (institution) yang mengatur hak-hak secara bersama (musyawarah adat), termasuk pengaturan hak-hak garap, hak pengambilan hasil dari hutan diatas lahan komunal tersebut. Sehingga pada keadaan common resource, kelestarian sumberdaya masih dapat dipelihara. Apabila terdapat kekurangjelasan atau tidak ada hak-hak formal sama sekali atas iahan yang dikombinasikan dengan faktor lain, dimana hak-hak lahan tersebut tidak dapat ditransfer. Dengan melemahnya sistem kelembagaan hak-hak penduduk asliftradisional ditambah dengan kelangkaan atas lahan, maka lambat laun akan menimbulkan banyak bentuk ketidakpastian yang mengarah pada degradasi sumberdaya alam pada lahan, baik berupa hutan mahpun zat-zat hara tanahnya akan terkuras. Keadaan tersebut disebabkan oleh : pertama, dengan tidak adanya hak untuk menjual atau mentransfer lahan, maka pernilik lahan tidak dapat mewujudkan nilai atas lahan. Apabila lahan mau diperbaiki pada keadaan yang tidak pasti, maka tidak mempunyai insentif kearah investasi konservasi lahan dalam jangka panjang. kedua, jika nilai lahan semakin meningkat, pengguna lahan mungkin tidak dapat menahan tekanan para spekulator lahan untu mengambil lahan yang bersangkutan, tindakan ini juga dapat dilakukan oleh petani-petani kaya yang lebih mempunyai kekuasaan diwilayah pedesaan. Kelompok pihak terakhir ini mungkin juga tidak mempunyai perhatian dalarn konservasl/konversi lahan. Tindakan pengambilan lahan oleh rnereka hanyalah didasarkan pada motivasi menyirnpan harta, seperti untuk menanggulangi kenaikan inflasi atau sebagai dalih untuk memperoleh keringanan pajak. ketiga, lahan yang tidak jelas haknya tidak dapat dijual melalui pasar Iahan secara terbuka, yang berarti bahwa lahan tidak akan mencapai nilai tarnbah yang tertinggi dalam penggunaannya Keempat, tidak adanya hak atas lahan berarti bahwa penguasa atas lahan tidak dapat menggunakan lahan tersebut sebagai agunan prig dapat diterima oleh lembaga perkriditan formal untuk meminjamkan uang, sehingga mereka terpaksa meminjam uang dari sektor informal yang .. biasanya menggunakan suka bunga tingg. Perubahan-perubahan dalam hubungan ekonomi dan struktur kekuasaan yang mengatur proses pembangunan menyebabkan perubahan kebutuhan-kebutuhan atas hak-hak kepemilikan dan kelembagaan yang mengatur atau memaksakannya. Dalam tahaptahap awal pembangunan pertanian, hak-hak lahan dapat rancu antara hak-hak individu dan masyarakat komunal. Dalam keadaan dimana limpahan sumberdaya lahan adalah sama untuk semua rumah tangga dan lahan banyak, maka pengelolaan memberikan insentif kepada individu untuk berupaya dalam menanami lahan dan menjaga kesuburannya, sebaliknya mereka meminimumkan ketegangan sosial. Kerusuhan sosial dapat muncul jika individu-individu kehilangan hak-hak atas lahan mereka, khususnya kepada yang bukan anggota masyarakat setempat. Namun, ketika teknologi sudah maju dan limpahan tenaga kerja dan asset produksi lainnya berbeda diantara rumah tangga, maka keterbatasan dari aturan transfer atas hak milik lahan dapat memberikan pengaruh buruk terhadap produktivitas. Pertimbangan efisiensi selanjutnya akan memotivasi perubahan baik aturan perundangan maupun tatanan kelembagaan berkaitan dengan hak-hak atas lahan (feder dan Feeney, 1993). Lebih jauh Anwar (1997) menyatakan bahwa perubahan hak-hak status lahan %--- : yang mengandung ketidakjelasaL&k- atasnya menjadi Iaha~mdividumelalui suatu perubahan evolusi seperti digambarkan dalam diagram dibawah ini yang menyatakan bagaimana pentingnya jaminan kejelasan hak-hak (secure property rights) terhadap nilai lahan dan tingkat produktivitasnya. t Kepastian hak yang lebih besar k e ~ a d a~etani Kepastian hak yar,g lebih besar atas lahan Mendorong peningkatan permintaan investasi vang lebih besar Mendorong penyediaan Kredit jangka paniang murah vang lebih besar I - 1 b b Meningkatkan investasi kesuburan lahan 4 Mendorong penyediaan Kredit jangka wndek murah vang lebih besar Meningkatkan penggunaan Input variabel Meningkatkan produktivitas O u t ~ umrhektar t r Meningkatkan harga lahan Meningkatkan Penda~atan~etani Gambar 9 : Rangkaian faktor-faktor Penentu yang Meningkatkan Produktivitas Lahan dan Nilai Lahan Teori Permainan ( Games Theory). Teori permainan adalah suatu pendekatan matematis untuk merumuskan situasi persaingan dan konflik antara stakeholder (pihak-pihak yang terlibat) atas berbagai kepentingan. Teori ini digunakan untuk menganalisis proses pengambilan keputusan dari situasi-situasi persaingan yang bcl-beda-beda dan melibatkan dua atau lebih kelompok untuk suatu kepentingan, yang semuanya terlibat dalam usaha untuk memenangkan perminan. Anggapan yang mendasari - teori permainan ini adalah bahwa setiap pemain (baik individu atau kelompok) mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan secara bebas dan rasional. Menurut Anwar (200 1) untuk menjelaskan terjadinya kesempatan kerarah bekerjasarna (cooperation) antara anggota-anggota masyarakat di tingkat komunal (agents) dapat digambarkan oleh suatu model sederhana dari satu kali (one-shot) keadaan yang terjadi pada persoalan Dilemma Narapidana (The Prisoner's Dilemma Game) yang digambarkan oleh keadaan terjadinya interaksi antara dua ugents atau kelompok: dimana kedua agents kelompok masing-masing sebenarnya mempunyai kesempatan untuk memperoleh manfaatkeuntungan (benefit) dari adanya kerjasama yang jujur antara mereka, yang sebenarnya akan saling menguntungkan. Tetapi jika salah satu atau kedua pihak yang berinteraksi masing-masing secara sendiri-sendiri mencoba untuk berlaku curang kepada pihak yang lainnya, maka yang terjadi bahkan akan merugikan pihak lainya. Jika tidak' ada suatu kelembagaan pengendalian (control) bagi sikap curang atau ketidak-jujuran tersebut, maka pertukaran jasaharang antara mereka yang sebenarnya mempunyai potensi untuk saling menguntungkan bagi kedua belah pihak itu tidak akan terjadi. Situasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3 : Konsekuensi Pahala dari Permainan Pertukaran (Jasa) Pihak agent B Pihak agent A - Jujur Tidak jujur Jujur TI2 ,TI2 -PI a Tidak jujur a ,-P -Y $-Y Dalam matriks pada Tabel 3 memperlihatkan hasil-hasil pahala @uy-on yang diperoleh bagi kedua belah pi hak yang bertukar jasalbarang (e-rclzange of goods) dari suatu pertukaran yang dilaksanakan sekali (tunggal), yang hasil pay off-nya tergantung pada kombinasi dari strategi-strategi yang mereka pilihnya. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa angka pertama didalam sel-sel matriks yang tersedia menunjukan pahala yang dapat diperoleh bagi pemain A, sedangkan pahala yang kedua didapat oleh A untuk pilihan jika dia bermain tidak jujur. Jika mereka keduanya saling bermain jujur , maka keuntungan bersih dari pertukaran (jasa, tenagakerja atau barang) secara jujur adalah T, yang dapat dibagi sama-rata kepada kedua belah pihak A dan B sebesar T/2. Tetapi jika salah satu pihak secara tersendiri mencoba berlaku curang (tidak jujur) kepada yang lainnya, maka dia akan dapat memperoleh keuntungan peribadi yang diukur sebesar a.> T/2, sementara kondisi ini akan menyebabkan keadaan menjadi rusak yang ditimpakan secara eksternal kepada pihak lainnya, dengan pahala yang diukur oleh - < T. Dalam keadaan ini, akan terjadi kerugian social (social loss) yang dapat diukur sebesar T- (p- p) > 0. Masing-masing pemain dalam keadaan ini mempunyai suatu pilihan untuk tidak bertukaran (tak berinteraksi) atau 'no-exchange option ' yang akan menghasilkan pahala yang nilainya masing-masing hanya sebesar 0 yang akan diperoleh kedua bzlah pihak. Kemudian jika salah satu yihak berharap bahwa yang lainnya akan bermain tidak jujur, maka dia akan cenderung untuk I L s - . tidak bekerjasama (tidiik 'terjadi pertukaran). ~ e a d a a ninilah yang disebut suatu keadaan yang mencapai keseimbangan dari Nash (Nash equilibrium). Pada keadaan ini tidak ada insentif (tidak memberikan manfaat) bagi kedua belah pihak untuk merubah strateginya, apabila permainan dimainkan hanya dalam satu kali saja (one shot only game) dan dicirikan mereka dalain situasi yang terisolasi, karena mereka saling tidak percaya satu dengan lainnya (mistrusting each other). Tetapi jika kedua belah pihak A dan B dapat sering bertemu secara berulangulang untuk setiap waktu (umpamanya setiap minggu), maka ancaman terhadap penghentian terjadinya pertukaran (jasa-tenaga atau barang) yang menguntungkan kedua mereka dimasa depan bagi setiap pihak didalam peristiwa, dimana pihak lainnya kemungkinan akan berbuat tidak jujur dapat dihindari, sehingga terjadinya tindakan saling curang-mencurangi antara mereka tidak terjadi, dengan syarat bahwa mereka tidak mendiskonto (no discounting for the future) yang berkaitan dengan keuntungan dikemudian hari dari kegi&an pertukaran yang nilainya tidak besar (yaitu mereka dapat bersabar), dan bahwa keuntungan yang diperoleh dari tindakan C (hanya sekali) berlaku curang itu tidak terlalu besar. Andaikan kita umpamanya mengasumsikan bahwa pertukaran dalam permainan tersebut dapat diulang-ulang (repetitive games) dilakukan pada setiap minggu dan kedua pemain mendiskonto satu unit utility yang tersedia setelah satu minggu oleh suatu faktor diskonto 6; dan andaikan juga bahwa masing-masing pihak mengadopsi strategi berjaga-jaga (contingent strategy): dengan bermain jujur selama pihak lainnya juga bermain jujur. Tetapi jika pihak lainnya bermain tidak jujur minggu ini, akan akan berubah kearah strategi untuk tidak bermain atau tidak melakukan .. pertukaran untuk selamanya. Agar supaya dapat melihat profil keadaan apabila strategi semacarn itu diambil, akan merupakan suatu keseimbangan Nash, marilah kita menelaah dampak dari penyelewengan tidaj jujur (curang ) secara sepihak dari strategi ini untuk satu minggu. Misalkan bahwa seorang pemain bermain tidak jujur, sementara yang lainnya bermain jujur. Keuntungan bersih (net-benfit) yang diperoleh waktu ini untuk yang pertama bermain tidak jujur adalah a. - Tl2; sementara dia menderita kerugian dengan memperoleh pahala 0 untuk selamanya, mulai dari periode berikutnya kepada seterusnya, sehingga nilai kiwari (present value) dari kecurangan akan menjadi: Oleh karena itu jika semua pihak-pihak yang bertukar (agents) cukup sabar (yaitu dicirikan oleh factor diskonto 4 yang besar) dan keuntungan satu-kali dari berbuat bohong adalah IJyang tidak terlalu besar relatif terhadap keuntungan dari bertukar secara jujur T/2, sehingga 6. > (a.- T/2) / a, maka pemain tersebut tidak akan beruntung dengan cara bermain tidak jujur. Keadaan ini merupakan suatu keadaan hukuman untuk tidak bertukar jasalbarang (yang sebenarnya menguntungkan) secara permanent. #-. Strategi yang diuraikan dlatas, tentunya menimbulkan biaya yang sangat tinggi yaitu setinggi biaya yang diderita oleh pihak yang terhukum yang diderita oleh para agents yang terhukum karena perbuatan dirinya sendiri, meski jika strategi tidak jujur dipilih secara tidak sengaja oleh pihak yang bertukar. Oleh karena itu marilah kita pandang profil alternative strategi berikut. Andaikan bahwa pihak pemain yang bermain tidak jujur sekali akan dihukum untuk minggu-minggu T selanjutnya oleh mitra bermain yang bermain tidak jujur. Jika pemain pertama kebetulan bermain jujur selama periode ini, maka dia akan dimaafkan, dan pertukaran yang j uj ur dengan saling menguntungkan akan dihidupkan kembali pada waktu itu. Tetapi jika pada setiap waktu selama fase pengkuhuman pernah berrnain tidak jujur lagi, maka fase hukuman berikutnya akan mulai. ArJdaikan bahwa ., - 2. - seorang partner pemain bermain dengan pilihan tidak jujur dalam satu minggh . sementara yang lainnya bermain jujur. Jika pihak lainnya bersikeras untuk melakukan strategi yang dianggap sebagai hukuman, maka pembohong tidak akan hanya merugi dari pertukaran sebesar Tl2, tetapi dia akan juga menderita dari biaya hukuman sebesar P dari periode berikutnya dan selanjutnya untuk T periode-periode yang lain. Nilai kiwari @resent value) dari jumlah biaya-biaya dari penyeIewengan adalah 4 (1 $T ) (TI2 + 6 ) / ( 1 - 6). Jika 4 dan T cukup besar sehingga jumlah ini akan lebik'besar dari keuntungan penyelewengan satu kali, - yaitu q T/2, maka tidaklah akan menguntungkan untuk pemain dengan bermain memilih tidak jujur. Sebaliknya untuk nilai T yang nilainya tidak perlu besar sehingga menimbulkan insentif yang sebanQng bagi penyeleweng untuk menerima hukuman dengan cara bermain jujur sementara membalas terhadap lawannya. Keadaan ini dinyatakan oleh : - ($+ ...+ 5 T ) P+($T+l + $T+2 + ) T / 2 > O ....... .2 Kedua persyaratan ini secara simultan memenub beberapa nilai T yang positif jika 4 > (q - T/2)/q seperti sebelumnya. Sebaliknya jika pemain bermain strategi tidak jujur, maka respon terbaik dari partner bermainnya akan membalas untuk minggu-minggu T*, dimana T* merupakan maksimum nilai T yang memenuhi r ' 5 persyaratan-persy&ratandiatas (dengan menganggap bahwa hanya strategi-stptegi murni yang diperbolehkan dipilih). Apabila pertukaran yang rnenguntungkan terjadi pada setiap minggu dalam mekanisme reputasi bilateral, para pemain akan saling mempercayai satu sama lain bahwa perbuatan berhobong tidak pernah terjadi, kareila akan mengundang pembalasan yang meminta biaya tinggi oleh mitra lainnya; keadaan ini disebut sebagai saling percaya mempercayai (personal trust). Sekarang kita bayangkan bahwa kelompok tertentu dari pihak yang bertukar mengumpulkan barang dan jasa yang dipertukarkan pada pasar local yang dibuka setiap minggu. Masing-masing pihak yang bertukar bertemu berpasangan dengan pihak lainnya setiap minggu dan mereka bermain permainan pertukaran yang sama, yang menurut Tabel 3 sebagai tahap permainan yang dispesifikasikan dalam tabel tersebut. Jika dua pihak yang bertukar bertemu setiap minggu secara berulang-ulang, maka kepercayaan pribadi masing-masing dari mereka dapat mendukung kerjasama yang saling menguntungkan. Tetapi andaikata kedua belah pihak yang bertukar berubah secara random mitra bertukarnya setiap minggu. Andaikan pula bahwa mereka bermain dengan menggunakan strategi jujur selama pengalaman bertukar mereka telah memuaskan, tetapi jika suatu kecurangan yang kebetulan terjadi dalam pasar local, maka akan tersebar berita secara sangat cepai dan semua pihak yang bertukar akan berhenti pergi ke pasar local untuk selamanya (A tidak terjadi pilihan untuk bertukar). Kemudian struktur insentif b a g setiap pemain adalah sama ciengan keadaan solusi yang tidak bertukar secara permanent didalam permainan bertukar dua orang yang berulang-ulang. Tetapi solusi ini merupakan sesuatu yang ekstrim dalam pengertian bahwa setiap penyelewengan dari bertukar jujur yang dilakukan oleh seseorang yang bertukar, meski jika karena kesalahan, akan mengarah kepada penutupan sama sekali keseluruhan pasar local dan karenanya akan menderita biaya kerugian yang tinggi pada semua pihak. Tctapi jika orang-orang yang curang dapat diidentifikasi secara benar dan diurnumkan kepada semua pihak yang bertukar di pasar local, kemudian strategi hukuman terbatas yang telah di uraikan diatas sebeiumnya dapat secara selektif dipakai kepada seorang yang berbuat curang. Yaitu andaikan bahwa apabila orang yang bertukar bertemu secara random mereka dapat mengindentifikasi melalui rumor apakah pihak lainnya pernah berbuat curang, dan jika bahwa memang demikian kemudian mereka dapat menolak untuk melakukan pertukaran secara jujur, dengan mitra tersebut dan meminta bahwa mitranya mau bermain J (jika pemain lainnya mencoba berbuat curang sementara seseorang pemain dihukum, . . maka yang dihulum akan dimkfkan dan hanya pihak yang paling curang akhir yang dihukum). Hukuman secara selektif ini diperlukan informasi yang tidak cukup untuk semua orang yang bertukar mengetahui bahwa berbuat curang telah .rerjadi tetapi perlu untuk diketahui siapa yang berbuat curang itu?. Tetapi kelebihannya bahwa biayanya jauh berkurang yang dikenakan kepada pihak yang jujur untuk menghukum pihak-pihak yang curang apabila kecura~ganterjadi. *-.a- Sementara orang-ornag yang curang berpotensi untuk mengalami hukuman yang tingkatannya sama seperti dibawah mekanisme kepercayaan pribadi. Dari uraian diatas Nash Equlibrium yang juga merupakan "Dominant strategy equilihrium" dimana setiap pemain memiliki pilihan optimal yang sama yang bebas terhadap pilihan pemain lain, walaupun strategi ini bersifat Pareto ineflcient; dalam arti bahwa hasil (outcome) yang terjadi akan tidak memuaskan (mengecewakan) semua pihak-pihak yang terlibat di dalam permainan. Untuk mengatasi kekecewaan inilah maka agar mengarah kepada terjadinya keseimbangan baru yang lebih baik, permainan hams dilakukan berulang-ulang (repetitive games). Jika mereka telah melakukan permainan secara berulangulang, maka diharapkan mereka akan mengalami proses "belajar" (learning by doing) kearah mana suatu kemantapan pengaturan baru (kelembagaan baru) ikan terbentuk lebih baik dan menguntungkan. Sumber dari hasil yang tidak memuaskan semua pihak-pihak yang berkonflik dalam keseimbangan Nash yang digambarkan pada permainan. Dilema Narapidana adalah karena mereka saling terpisah dan karenanya mereka tidak saling percaya (mistrust each other). Disamping itu, masing-masing pihak (dari narapidana) itu terlalu mementingkan diri sendiri (selfish); sehingga hasil keseimbangan, tidak memuaskan semua pihak. Tetapi, jika masing-masing dapat mempercayai pihak yang lainnya maka mereka dapat membuat keputusan yang lebih baik. Untuk mencapai keadaan ini diperlukan adanya suatu kepemimpinan (leadership) yang piawai dan benvibawa sehingga tindakan-tindakan pilihanya akan menimbulkan harapan manfaat kepada semua pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Kepfitusan yang iebih baik ini akan memuaskan semua pihak yang mengarah keyada terbentuknya keseimbangan kelembagaan baru yang lebih efisien dan berkelanjutan. Dengan demikian, jika perrnainan ini dilakukan secara berulang-ulang (repeated Prisoner 's Dilemma Games) dalam permainan berulang tersebut, masing masing mengalami pembelajaran (learning process) secara evolutif yang jangka panjang pengalaman dari keseimbangan stochastic itu ternyata akan mengarah kepada keadaan kestabilan yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Persepsi dan Partisipasi. Persepsi merupakan tanggapan dan penerimaan langsung dari serapan (Muliono, 1988). Kemudian Dyah (1983) menyatakan persepsi adalah suatu pandangan, pengertian dan interpretasi seseorang mengenai suatu obyek yang diinfonnasikan kepadanya. Sudiana (1986) menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses penerimaan rangsangan indrawi dan penafsirannya. Rangsangan ersebut bisa berasal dari benda atau pengalaman. Shadly (1984), menyatakan persepsi adalah proses mental yang menghasilkan bayangan pada diri sendiri, sehingga dapat mengenal suatu objek dengan jalan asosiasi pada suatu ingatan tertentu, secara indrawi, sehingga bayangan tersebut dapat disadari. Menurut Asngari (1984) persepsi adalah proses memilih dan menafsirkan stimuli, indrawi kedalam berbagai pengertian yang memungkinkan seseorang menyadari lingkungannya. Frank A Fear dalam Winoto (1998), menyatakan bahwa partisipasi dapat dipahami berdasarkan derajat keterlibaian masyarakat dalarn proses perumusan (perencanaan) dan implikasi kebijaksanaan. Dengan demikian, maka partisipasi dibagi da!am tiga bentuk yaitu : (1) partisipasi wajib (obligatory participation) seperti kewajiban masyarakat untuk mernbayar pajak; (2) partisipasi dalam dipilih dan memilih (electoral participation); (3) partisipasi masyarakat (citizen participation) dan ( 4 ) partisipasi aksi (action participation) merupakan keerlibatan masyarakat penuh dalam perumusan dan kontrol atas implementasi berbagai kebijakan. Dua bentuk partisipasi : pertama, dianggap sebagai suatu keharusan hukum dan keharusan kesepakatan system hidup bersama, sedangkan dua bentuk partisipasi yang tera'khir sebagai bentuk partisipasi masyarakat yang sesungguhnya diharapkan mampu untuk mewujudkan tercapainya pembangunan berkelanjutan. Karena bentuk partisipasi yang terakhir ini memberikan makna pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat dapat menentukan alternatif pilihannya dalam kehidupannya. Dari makna partisipasi di atas dan dkaitkan dengan partisipasi dalam kegiatan program Hutan Kemasyarakatan (Hkm) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang ada di Desa Rempek, maka partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat pada kegiatan proyek dan kelompoknya sendiri dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dalam ha1 ini 'bentuk partisipasi dapat berupa status masyarakat pada kelembagaan dan frekwensi kehadirannya dalam segala aktifitas yang telah disepakati bersama.