1 PENGARUH TEKNIK PEMBELAJARAN KOLABORATIF SEND A PROBLEM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI TUGUMULYO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh: Leni1, Sukasno2, Reny Wahyuni3 STKIP-PGRI Lubuklinggau ABSTRACT This thesis entitled "The Effect of Collaborative Learning Techniques Send a Problem toward Student’s Creative Thinking of Mathematics Ability Class X SMA Negeri Tugumulyo Academic Year 2015/2016". The problem in this study was whether there is influence of collaborative learning Techniques Send a Problem toward student’s creative thinking of mathematics ability class X SMA Negeri Tugumulyo academic year 2015/2016. This type of research was True Experimental Design. The population was throughout of the students class X SMA Negeri Tugumulyo academic year 2015/2016, which consisted of 364 students and as experimental class samples was X.1, and as control class was X.2. Data collected by testing techniques. Collected data were analyzed using ttest. Based on t-test data analysis with significance α = 0.05, retrieved t obtain > ttable (12.35 > 1.66), so can be concluded that there is influence of the collaborative learning Techniques Send a Problem toward student’s creative thinking of mathematics ability class X SMA Negeri Tugumulyo academic year 2015/2016. The average score of the student’s creative thinking ability after being given preferential treatment in the experiment class of 43.51 and control class of 27.33. Keywords: Collaborative, Send a Problem, Creative Thinking, Mathematics. A. PENDAHULUAN Menurut Sundayana (2013:2) “Matematika merupakan salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan.” Mengingat pentingnya mata pelajaran matematika, maka pembelajaran matematika diberikan disemua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar (SD) sampai perguruan tinggi (Purwati, 2015:40). Pembelajaran matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal bagi siswa untuk berpikir logis, analitik, sistematis, kritis dan kreatif (Sundayana, 2013:2). Kreatif berhubungan dengan penemuan sesuatu, mengenai hal yang menghasilkan suatu yang baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada (Slameto, 2010:145). Sehingga pembelajaran matematika seharusnya merupakan pelajaran yang disukai, menyenangkan, dan diminati 1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau 2,3 2 oleh semua siswa. Namun sampai saat ini masih banyak siswa yang merasa matematika sebagai mata pelajaran yang sulit, tidak menyenangkan, bahkan momok yang menakutkan (Sundayana, 2013:2). Hal ini dikarenakan masih banyak siswa yang mengalami kesulitankesulitan dalam mengerjakan soal-soal matematika. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah seorang guru matematika kelas X SMA Negeri Tugumulyo, didapatkan informasi bahwa ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh siswa dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, siswa kurang aktif pada saat mengikuti proses pembelajaran. Kedua, siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan yang sedikit berbeda dengan contoh soal yang diberikan oleh guru. Ketiga, siswa kesulitan ketika memahami permasalahan matematika yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Serta didapatkan juga informasi bahwa ketika guru menjelaskan materi, interaksi yang terjadi hanya satu arah (konvensional) yaitu dari guru ke siswa, yang menyebabkan siswa pasif, serta tidak memiliki kesempatan untuk berkerjasama. Sehingga masih banyak nilai matematika siswa yang belum mencapai KKM. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran siswa dituntut lebih aktif dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri dan guru hanya sebagai fasilitator atau pengarah. Selain itu, untuk meningkatkan keaktifan siswa, guru matematika kelas X SMA Negeri Tugumulyo memberikan siswa soal latihan dan menyimpulkan materi. Ketika siswa mengerjakan soal latihan, siswa cenderung menyelesaikannya seperti pada contoh soal yang telah dikerjakan. Dengan kata lain, siswa cederung terpaku pada cara pengerjaan yang ada dalam contoh soal yang dibahas (Purwati, 2015:42). Padahal ada banyak cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai dugaan bahwa kreativitas siswa belum dikembangkan secara maksimal di SMA tersebut, sehingga hampir sebagian besar siswanya memiliki kemampuan berpikir kreatif yang rendah. Hal tersebut juga terlihat dari hasil tes yang telah dilakukan pada tanggal 17 November 2015, dengan memberikan 2 soal kemampuan berpikir kreatif matematika dengan pokok persamaan kuadrat yang diberikan kepada 41 siswa dengan skor maksimal 20, yaitu rata-rata skornya 13,94. Kreativitas menurut Saefudin (2012:41) merupakan suatu produk kemampuan (berpikir kreatif) untuk menghasilkan suatu cara atau suatu yang baru dalam menghadapi suatu masalah atau situasi. Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu faktor penting dari tujuan pembelajaran, karena memberi pengetahuan semata-mata kepada 3 siswa tidak akan banyak menolongnya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dalam pembelajaran sebaiknya dapat mengembangkan sikap dan kemampuan siswa yang dapat membantu untuk menghadapi persoalan-persoalan di masa mendatang secara kreatif (Munandar, 2009:11). Di samping tujuan tersebut, mata pelajaran matematika diberikan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah (Saefudin, 2012:38). Dalam pemecahan masalah matematika, diperlukan pemikiran dan gagasan yang kreatif dalam membuat (merumuskan) dan menyelesaiakan serta menafsirkan solusi dari suatu masalah matematika. Pemikiran dan gagasan yang kreatif tersebut akan muncul dan berkembang jika proses pembelajaran matematika di dalam kelas menggunakan teknik pembelajaran yang tepat (Saefudin, 2012:38). Salah satu bentuk pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif, berpikir kritis dan bertindak kreatif dalam pembelajaran adalah teknik pembelajaran kolaboratif send a problem. Send a problem merupakan sebuah teknik yang paling efektif untuk membangun solusi dengan pemikiran mendalam bagi masalah-masalah yang lebih kompleks yang tidak memiliki jawaban tunggal yang tepat (Barkley, Cross, dan Major, 2012:267). Di samping itu, send a problem menuntut siswa untuk berpikir kritis dan bertindak kreatif. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Teknik Pembelajaran Kolaboratif Send A Problem Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri Tugumulyo Tahun Pelajaran 2015/2016”. B. LANDASAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Slameto (2010:2), bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri interaksi dengan lingkungannya. Sehingga perlu untuk mengusahakan lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap seseorang sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya (Slameto, 2010:72). Belajar menurut Djamarah (2011:13) adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Interaksi dengan lingkungannya tersebut dapat berarti aktivitas pengembangan diri. Hal tersebut senada dengan pendapat Tirtarahardja dan Sulo (2010:51) yang menyatakan 4 bahwa belajar sebagai aktivitas pengembangan diri melalui pengalaman, bertumpu pada kemampuan diri belajar di bawah bimbingan pengajar. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang dilakukan seseorang melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya untuk mendapatkan pengetahuan, pengalaman, keterampilan maupun sikap, agar menjadi seseorang yang lebih baik dari sebelumnya. Kemampuan Berpikir Kreatif 1. Pengertian Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas berasal dari kata “to create” artinya membuat. Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk membuat sesuatu, apakah itu dalam bentuk ide, langkah, atau produk (Sudarma, 2013:9). Produk kreativitas menekankan bahwa apa yang dihasilkan dari proses kreativitas, ialah sesuatu yang baru, orisinil, dan bermakna (Munandar, 2009:27). Hal ini sejalan dengan pendapat Saefudin (2012:41) yang menyatakan bahwa kreativitas merupakan produk kemampuan (berpikir kreatif) untuk menghasilkan suatu cara atau suatu yang baru dalam menghadapi suatu masalah atau situasi. Sehingga kreativitas dalam matematika lebih menekankan pada kemampuan berpikir kreatif matematika. Kemampuan berpikir kreatif menurut Haerudin (2013:146) adalah kegiatan dalam mencetuskan gagasan-gagasan yang cemerlang dan pemahaman baru yang kreatif dan inovatif serta mampu menentukan keputusan yang tepat. Keputusan tersebut berhubungan dengan menentukan penyelesaian suatu permasalahan. Uno dan Mohamad (2012:164) mengartikan kemampuan berpikir kreatif sebagai usaha untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan melibatkan segala tampakan dan fakta pengolahan data di otak. Pengolahan data di belahan otak kiri dan kanan sangat penting untuk keseimbangan logika dan kreativitas serta akan sangat diperlukan dalam berpikir kreatif (Putra, Irwan, dan Vionanda, 2012:23). Kemampuan berpikir kreatif, akan menyebabkan individu yang kreatif mampu melahirkan ide atau gagasan baru atau gagasan kreatif mengenai sesuatu hal yang tengah dibicarakannya (Sudarma, 2013:17). Sementara itu, Putra, Irwan, dan Vionanda (2012:23) mengartikan kemampuan berpikir kreatif sebagai suatu proses berpikir yang menghasilkan bermacam-macam kemungkinan ide dan cara secara luas dan beragam. Dalam menyelesaikan suatu persoalan, apabila menerapkan berpikir kreatif, akan menghasilkan banyak ide yang berguna dalam menemukan penyelesaian. Hal ini sejalan dengan pendapat 5 Anggitasari, Isnaeni, dan Susilowati (2012:65) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif sebagai suatu proses berpikir untuk mengembangkan atau menerapkan ide yang asli. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian kemampuan berpikir kreatif adalah suatu proses berpikir untuk menghasilkan suatu cara, gagasan-gagasan, ide yang baru, dan tepat, untuk dijadikan penyelesaian suatu masalah. 2. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Indikator untuk menilai kemampuan berpikir kreatif siswa menurut Silver (dikutip dari Saefudin, 2012:41) diindikasikan dengan kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Munandar (2009:192) berpendapat bahwa indikator kemampuan berpikir kreatif terbagi menjadi 4 aspek, yaitu sebagai berikut: 1) Berpikir lancar (Fluency) a) menghasilkan banyak gagasan/jawaban yang relevan, b) arus pemikiran lancar 2) Berpikir luwes (Flexibility) a) Menghasilkan gagasan-gagasan yang seragam b) Mampu mengubah cara atau pendekatan c) Arah pemikiran yang berbeda-beda 3) Berpikir orisinal (Originality) a) Memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain dari yang lain, yang jarang diberikan kebanyakan orang 4) Berpikir terperincian (Elaboration) a) Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan b) Memperinci detail-detail c) Memperluas suatu gagasan Putra, Irwan, dan Vionanda (2012:23) menyimpulkan bahwa ada empat indikator/komponen berpikir kreatif yaitu kefasihan, keaslian, keluwesan, dan kebaruan. Sedangkan Noer (2011:106) menyimpulkan bahwa indikator kemampuan berpikir kreatif meliputi lima aspek, yaitu: kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keterperincian (elaboration), kepekaan (sensitivity), dan keaslian (originality). Berdasarkan pendapat di atas maka indikator yang dapat dipergunakan untuk menentukan kemampuan berpikir kreatif matematika yaitu sebagai berikut: kepekaan (sensitivity), kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan keterperincian (elaboration). Pemberian skor kemampuan berpikir kreatif dalam penelitian 6 ini mengacu pada skor rubrik yang dimodifikasi oleh Bocsh dikutip dari Suriany (2013:38), seperti pada tabel 1. Aspek Tabel 1 Kriteria Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Kriteria Tidak menjawab atau salah mendeteksi pernyataan atau situasi sehingga memberikan jawaban salah Salah mendeteksi pernyataan atau situasi, tetapi memberikan sedikit penjelasan yang mendukung penyelesaian. Kepekaan Mendeteksi pernyataan atau situasi dengan benar, tetapi (sensitivity) memberikan jawaban yang salah atau tidak dapat dipahami Mendeteksi pernyataan atau situasi dengan benar tetapi memberikan jawaban kurang lengkap Mendeteksi pernyataan atau situasi serta memberikan jawaban dengan benar dan lengkap Tidak menjawab atau memberikan jawaban yang salah Terdapat kesalahan dalam jawaban dan tidak disertai perincian Terdapat kesalahan dalam jawaban tapi disertai perincian yang Elaborasi kurang detil (elaboration) Terdapat kesalahan dalam jawaban tapi disertai perincian yang rinci Memberi jawaban yang benar dan rinci Tidak menjawab atau memberikan ide yang tidak relevan Memberikan sebuah ide yang relevan tetapi penyelesaiannya kurang jelas Memberikan sebuah ide yang relevan dan penyelesaiannya Kelancaran benar dan jelas (fluency) Memberikan lebih dari satu ide yang relevan tetapi jawabannya masih salah Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dan penyelesaiannya benar dan jelas Tidak menjawab atau memberikan jawaban dengan satu cara atau lebih tetapi semua salah Memberikan jawaban hanya satu cara tetapi memberikan jawaban yang salah Memberikan jawaban dengan satu cara, proses perhitungan dan Keluwesan hasilnya benar (flexibility) Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam) tetapi hasilnya ada yang salah karena terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam), proses perhitungan dan hasilnya benar Tidak menjawab atau memberi jawaban yang salah Keaslian Memberi jawaban dengan caranya sendiri tetapi tidak dapat (originality) dipahami Skor 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 7 Aspek Kriteria Skor Memberi jawaban dengan caranya sendiri, proses perhitungan sudah terarah tetapi tidak selesai Memberi jawaban dengan caranya sendiri tetapi terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga hasilnya salah Memberi jawaban dengan caranya sendiri, proses perhitungan dan hasilnya benar 2 3 4 Teknik Pembelajaran Kolaboratif Menurut Barkley, Cross, dan Major (2012:141) teknik pembelajaran kolaboratif (CoLT) serupa dengan resep karena hanya memberikan arahan, sama seperti memasak, pengajar harus meracik “bumbu” yang sesungguhnya. Bumbu-bumbu tersebut adalah tugas-tugas pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran kolaboratif menuntut siswa untuk mengambil peran-peran baru dan membangun keterampilan-keterampilan baru. Pembelajaran kolaboratif merepresentasikan filosofi interaksi yang berbeda dimana siswa diberi wewenang yang lebih besar terhadap pembelajaran mereka sendiri (Huda, 2013:331). Johson, Johson, dan Holubec (2012:5) menyatakan bahwa pembelajaran kolaboratif membuat semua siswa akan belajar tentang bagaimana caranya bekerja sama dengan orang lain, bersaing untuk bersenang-senang dan kegembiraan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa teknik pembelajaran kolaboratif adalah sebuah cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan pembelajaran secara kolaboratif (berkerja sama) secara spesifik, sehingga memudahkan para siswa bekerjasama, saling membina, belajar dan berubah bersama. Send a Problem Menurut Barkley, Cross, dan Major (2012:272) send a problem adalah sebuah teknik paling efektif untuk membangun solusi dengan pemikiran mendalam bagi masalahmasalah yang lebih kompleks yang tidak memiliki jawaban tunggal yang tepat. Send a problem sebagai pengajaran pemecahan masalah yang efektif dapat terlihat pada kegiatan siswa dalam menafsirkan konsep diagram atau melakukan perhitungan matematika dan cocok untuk menyalurkan keterampilan belajar siswa (Millis, 2010:162). Hal ini sejalan dengan pendapat Kagan (dikutip dari Spirit, 2014:01) yang menyatakan bahwa send a problem dapat digunakan untuk meningkatkan diskusi dan meninjau materi, atau membuat isi solusi. Send a problem melibatkan dua tahap kegiatan yaitu menyelesaikan masalah dan evaluasi solusi. Tujuan dari tahap pertama adalah memberi kesempatan pada siswa untuk 8 berlatih dan mempelajari keterampilan berpikir yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah yang efektif. Tujuan tahap kedua adalah membantu siswa belajar membandingkan dan membedakan berbagai macam solusi (Barkley, Cross, dan Major., 2012:267). Hal ini sejalan dengan pendapat Millis (2010:162) yang menyatakan bahwa kegiatan inti siswa adalah memecahkan masalah secara berurutan, mengirim masalah, menambahkan solusi dan menganalisis jawaban kelompok sebelumnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa send a problem merupakan teknik paling efektif yang menuntut siswa untuk menyelesaikan permasalahan secara berkelompok, dan membuat jawaban permasalahan secara beragam serta relevan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah pembelajaran dengan teknik pembelajaran kolaboratif send a problem yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri atas dua sampai empat siswa. 2) Guru menjelaskan kegiatan pembelajaran menggunakan send a problem, ini dilakukan pada awal pembelajaran atau pertemuan awal kegiatan. 3) Guru membagikan masalah yang berbeda untuk masing-masing kelompok. 4) Guru memberikan perintah kepada semua anggota kelompok untuk mendiskusikan masalah mereka. 5) Guru memberikan perintah kepada semua kelompok untuk menuliskan jawaban hasil diskusi pada selembar kertas dan memasukkannya ke dalam map. 6) Guru memberikan perintah kepada semua anggota kelompok untuk mengirimkan map kepada kelompok lain. 7) Siswa pada setiap kelompok berdiskusi kembali mengenai masalah baru yang diterima. 8) Siswa pada setiap kelompok mengulangi seperti pada proses 5) dan 6) sesuai dengan perintah guru. 9) Guru memberikan perintah kepada semua kelompok terakhir yang menerima masalah untuk mengevaluasi solusi-solusi yang diterima dari kelompok lain dan memilih solusi yang paling tepat. 10) Guru meminta masing-masing kelompok melaporkan hasil evaluasi, dengan menuliskan solusi-solusi yang telah dievaluasi di papan tulis. 11) Guru menambahkan poin-poin yang terlewatkan dengan memberikan penguatan terhadap solusi-solusi yang telah dibuat siswa. 9 C. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah true experimental design. True experimental design, yaitu jenis-jenis eksperimen yang dianggap sudah baik karena sudah memenuhi persyaratan. Yang dimaksud dengan persyaratan dalam eksperimen adalah adanya kelompok lain yang tidak dikenal eksperimen dan ikut mendapatkan pengamatan (Arikunto, 2010:125). Desain penelitian yang digunakan berbentuk random, pre-test, posttest group design yang dapat digambarkan sebagai berikut : E O1 X O2 (Arikunto, 2010:126) R K O1 O2 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri Tugumulyo tahun pelajaran 2015/2016. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X.1 sebagai kelas eksperimen diberikan perlakuan menggunakan send a problem dan kelas X.2 sebagai kelas kontrol diberikan perlakuan menggunakan pembelajaran konvensional. Teknik pengumpulan dataO3dalam penelitianO4ini adalah teknik tes. Teknik tes K digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan berpikir kreatif matematika siswa. Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu tes awal dan tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk uraian (essay) sebanyak lima soal dengan materi pokok Trigonometri. Sebelum instrumen tersebut digunakan maka terlebih dahulu instrumen diuji coba. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kualitas dan mutu soal yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data. Dari hasil uji coba instrumen lima butir soal, seluruh soal tersebut valid dan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,76. Hal ini berarti soal tes tersebut memiliki derajat reliabilitas tinggi, sehingga dapat dijadikan alat ukur. Serta untuk menguji hipotesis menggunakan uji−๐ก pada taraf kepercayaan ๐ผ = 0,05. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Berdasarkan data hasil pre-test diperoleh bahwa rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas eksperimen sebesar 10,55 dan kelas kontrol sebesar 9,82. Secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Begitupun dengan analisis uji−๐ก data hasil pre-test diperoleh ๐กโ๐๐ก๐ข๐๐ = 0,74. Nlai ๐ก๐ก๐๐๐๐ pada taraf signifikan α = 0,05 dan dk = 74 adalah ๐ก๐ก๐๐๐๐ = 1,98 hal ini berarti ๐ป๐ diterima. Dengan demikian tidak terdapat 10 perbedaan yang signifikan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematika awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan data hasil post-test diperoleh bahwa rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas eksperimen sebesar 43,51 dan kelas kontrol sebesar 27,33. Secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Berdasarkan analisis data hasil post-test menunjukkan nilai ๐กโ๐๐ก๐ข๐๐ = 12,35 ≥ ๐ก๐ก๐๐๐๐ = 1,66, sehingga dapat disimpulkan ๐ป๐ ditolak dan ๐ป๐ diterima. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan teknik pembelajaran kolaboratif send a problem terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas X SMA Negeri Tugumulyo Tahun Pelajaran 2015/2016. Pembahasan Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri Tugumulyo selama tiga minggu dan dilakukan langsung oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pembelajaran kolaboratif send a problem dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh teknik pembelajaran kolaboratif send a problem terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas X di SMA Negeri Tugumulyo. Berdasarkan data hasil penelitian diperoleh saat pre-test skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematika siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol, hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematika kelas eksperimen sebesar 10,55 dan rata-rata kelas kontrol 9,82. Pada saat pelaksanaan pre-test masih banyak kesalahan siswa dalam mengerjakan soal baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol, ada beberapa siswa yang tidak mengetahui tujuan dari soal yang diberikan, bahkan semua siswa hanya menjawab dengan satu cara padahal ada banyak cara yang dapat digunakan untuk mengerjakan soal tersebut. Hal tersebut dikarenakan siswa terbiasa mengerjakan soal dengan satu cara, dan siswa tidak terbiasa mengerjakan soal-soal pemecahan masalah yang membutuhkan kemampuan berpikir kreatif matematika. Setelah dilakukan pre-test, pada kelas eksperimen diberi perlakuan dengan teknik pembelajaran kolaboratif send a problem yang dilakukan langsung oleh peneliti, sedangkan di kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional oleh guru matematika kelas tersebut dengan materi yang sama dengan kelas eksperimen yaitu trigonometri. 11 Pada pertemuan pertama di kelas eksperimen peneliti menggunakan teknik pembelajaran kolaboratif send a problem dengan panduan RPP. Proses pembelajaran tersebut menggunakan kartu soal, map, dan lembar jawaban siswa. Peneliti membagi siswa dalam 12 kelompok, kemudian 12 kelompok tersebut dibagi kembali dalam 4 kelompok besar, setelah itu siswa diminta untuk duduk secara berkelompok. Ketika menjelaskan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan teknik pembelajaran send a problem, masih banyak siswa yang bingung dan kesulitan, tetapi masalah tersebut dapat diatasi oleh peneliti dengan memberikan penjelasan kembali serta memotivasi dan memberikan semangat kepada siswa, karena motivasi serta semangat berpengaruh besar terhadap pencapaian belajar siswa sehingga dapat menggerakan, mengarahkan tindakan, serta menambah antusias siswa dalam belajar. Peneliti membagi kartu soal, map, dan lembar jawaban siswa pada masing-masing kelompok. Pada pertemuan ini siswa menyelesaikan tiga masalah, dimana dalam setiap kartu soal terdapat satu masalah. Setelah diberikan masalah yang berkaitan dengan trigonometri kemudian siswa diminta untuk mengerjakan soal secara berkelompok, kemudian menuliskan jawaban hasil diskusi pada lembar jawaban siswa dan memasukkannya ke dalam map. Siswa mengalami kesulitan ketika diminta untuk mengirimkan kartu soal dan map kepada kelompok berikutnya, tetapi kesulitan tersebut dapat diatasi oleh peneliti dengan memberikan arahan serta peneliti sebagai pengatur waktu. Siswa pada setiap kelompok berdiskusi kembali mengenai masalah baru yang diterimanya tanpa melihat jawaban kelompok sebelumnya, kemudian menuliskan kembali jawaban hasil diskusi pada lembar jawaban siswa dan memasukkannya ke dalam map kemudian mengirimkannya kepada kelompok berikutnya. Semua kelompok terakhir yang menerima masalah untuk mengevaluasi solusisolusi atau jawaban yang diterima dari kelompok sebelumnya dan memilih jawaban yang paling tepat serta dapat menambahkan solusinya sendiri. Setelah itu masing-masing kelompok menuliskan solusi-solusi yang telah dievaluasi di papan tulis. Peneliti memberikan tanggapan serta penguatan terhadap solusi-solusi yang telah dibuat siswa. Pada pertemuan ini siswa diajarkan untuk mengetahui tujuan atau masalah yang terdapat pada soal, sehingga dapat mengidentifikasi serta dapat membuat rumusan masalah model matematika. Hal tersebut sesuai dengan indikator kemampuan berpikir kreatif matemtika yang ingin dicapai. Pada pertemuan kedua, peneliti masih menggunakan kartu soal, map, lembar jawaban siswa dan siswa akan menyelesaikan tiga masalah, dimana dalam setiap kartu soal 12 terdapat satu masalah. Kemudian siswa diminta untuk kembali pada kelompoknya. Setelah diberikan masalah yang berkaitan dengan trigonometri kemudian siswa diminta untuk mengerjakan soal secara berkelompok, kemudian menuliskan jawaban hasil diskusi pada lembar jawaban siswa dan memasukkannya ke dalam map. Peneliti mengarahkan masingmasing kelompok untuk mengirimkan kartu soal dan map kepada kelompok berikutnya. Siswa mengalami kesulitan pada saat menjawab masalah baru yang diterimanya serta memberikan jawaban atau solusi yang berbeda dari jawaban kelompok sebelumnya, tetapi kesulitan tersebut dapat diatasi peneliti dengan memberikan arahan kepada kelompok tersebut. Setiap kelompok menuliskan kembali jawaban hasil diskusi pada lembar jawaban siswa dan memasukkannya ke dalam map setelah itu mengirimkannya kepada kelompok berikutnya. Semua kelompok terakhir yang menerima masalah mengevaluasi solusi-solusi atau jawaban yang diterima dari kelompok sebelumnya serta dapat menambahkan solusi yang mereka inginkan. Setelah itu masing-masing kelompok menuliskan solusi-solusi yang telah dievaluasi di papan tulis. Peneliti memberikan tanggapan serta penguatan terhadap solusi-solusi yang telah dibuat siswa. Pada pertemuan ini siswa diajarkan untuk mengetahui tujuan atau masalah yang terdapat pada soal, serta dapat meyelesaikan soal dan menafsirkan hasil peyelesaian masalah dengan tepat dengan berbagai macam solusi. Pertemuan ketiga, siswa sudah terbiasa belajar dengan menggunakan teknik pembelajaran kolaboratif send a problem yang menggunakan kartu soal, map, lembar jawaban siswa dan siswa sudah terlatih menyelesaikan tiga masalah dimana dalam setiap kartu soal terdapat satu masalah dan saling bekerjasama dengan kelompoknya masingmasing, kemampuan berpikir kreatif matematika siswa meningkat, hal tersebut terlihat dari cepatnya siswa menyelesaikan soal dengan solusi yang tepat walaupun masih terdapat kekeliruan perhitungan pada saat mengerjakan perbandingan trigonometri. Pada pertemuan ini dapat disimpulkan bahwa siswa sudah bisa menyelesaikan tiga masalah yang diberikan dengan mengenal tujuan masalah serta dapat mengidentifikasi, membuat rumusan model matematika, menyelesaikan soal, dan menafsirkan hasil penyelesaikan masalah. Teknik pembelajaran kolaboratif send a problem melibatkan dua tahap kegiatan yaitu menyelesaikan masalah dan evaluasi solusi. Tujuan dari kedua tahap kegiatan tersebut yaitu dapat memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih dan mempelajari keterampilan berpikir yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah yang efektif serta membantu siswa belajar membandingkan dan membedakan berbagai macam solusi (Barkley, Cross, dan Major., 2012:267). Hal ini sejalan dengan pendapat Putra, Irwan, dan 13 Vionanda (2012:23) bahwa kemampuan berpikir kreatif sebagai suatu proses berpikir yang menghasilkan bermacam-macam kemungkinan ide dan cara secara luas dan beragam. Kemampuan berpikir kreatif juga sangat diperlukan bagi siswa karena akan memudahkan dalam menemukan gagasan baru yang sesuai berdasarkan konsep-konsep dan prinsipprinsip yang rasional terutama pelajaran matematika sehingga pelajaran matematika tidak lagi menjadi pelajaran yang dianggap sulit atau ditakuti tetapi menjadi pelajaran yang menyenangkan (Haerudin, 2013:144). Sedangkan pada kelas kontrol, setelah peneliti melakukan pre-test selanjutnya proses pembelajaran dilaksanakan oleh guru kelas itu sendiri seperti biasanya. Proses pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode konvensional dan materi yang sama dengan materi yang diajarkan pada kelas eksperimen yaitu Trigonometri. Pada proses pembelajaran guru tersebut juga membahas masalah dalam kehidupan sehari-hari dan memberikan contoh soal tentang identitas trigonometri dengan menggunakan tiga cara. Setelah peneliti menyelesaikan pelaksanaan pembelajaran yaitu sebanyak tiga pertemuan, maka pertemuan selanjutnya akan dilaksanakan post-test. Post-test tersebut diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematika siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran. Post-test tersebut sebagai tolak ukur untuk mengetahui pengaruh teknik pembelajaran kolaboratif send a problem terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa. Setelah dilaksanakannya post-test peneliti memeriksa hasilnya dan melakukan perhitungan, dari data tersebut peneliti menemukan bahwa jawaban siswa di kelas eksperimen terlihat lebih baik dengan penyelesaian yang jelas dan sesuai dengan proses kemampuan berpikir kreatif matematika, walupun masih ada beberapa siswa yang melakukan kesalahan dalam perhitungannya, tetapi secara umum siswa kelas eksperimen sudah bisa memahami tujuan dari soal dan proses pengerjaannya dengan dua cara. Sehingga rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas eksperimen pun meningkat. Pada jawaban post-test kelas kontrol, peneliti masih menemukan banyak siswa yang belum bisa menyelesaikan masalah dan juga belum bisa sepenuhnya mengetahui maksud dan tujuan dari soal yang diberikan serta menyelesaikannya hanya dengan satu cara dan ada beberapa siswa yang mengulangi kesalahan yang sama seperti pada saat mengerjakan pre-test. Selain itu ada sebagian siswa telah menjawab dengan baik walaupun belum sepenuhnya memahami maksud dari soal tersebut, serta ada beberapa siswa yang menyelesaikannya dengan dua cara walaupun hanya pada soal tertentu saja. Jika 14 disimpulkan rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas kontrol mengalami peningkatan, walaupun peningkatan tersebut tidak maksimal. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Peningkatan aspek kemampuan berpikir kreatif matematika siswa Hasil (%) Aspek Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Kepekaan (sensitivity) 58,05 36,31 Elaborasi (elaboration) 51,00 24,55 Kelancaran (fluency) 67,01 36,46 Keluwesan (flexibility) Keaslian (originality) 54,55 21,15 31,60 1,92 Berdasarkan tabel 4.9 dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Pada tahap kelancaran (fluency) siswa mencapai nilai terbaik karena tahap ini merupakan tahap awal siswa memunculkan berbagai ide yang mereka pikirkan, serta pada tahap ini jumlah jawaban yang dihasilkan siswa belum termasuk dalam penilaian sehingga nilai yang diperoleh tinggi. Sedangkan pada tahap keaslian (originality) diperoleh hasil terendah dari semua penilaian. Hal tersebut disebabkan karena untuk memperoleh ide yang asli sangatlah sulit. Siswa cenderung menjawab berdasarkan sumber yang telah mereka cari sebelumnya atau yang telah dipelajari sebelumnya. Teknik pembelajaran kolaboratif send a problem dapat menjadi salah satu teknik pembelajaran yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang efektif dengan berbagai macam solusi serta dalam menyelesaikan masalah yang membutuhkan kemampuan berpikir kreatif matematika khususnya masalah yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa dapat menggunakan kemampuan berpikir kreatif matematika. Berdasarkan hasil analisis data, diketahui peningkatan skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas eksperimen sebesar 32,96 sedangkan pada kelas kontrol hanya mengalami peningkatan skor rata-rata kemampuan berpkir kreatif matematika siswa sebesar 17,51 saja. Hal tersebut berarti peningkatan skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh kesimpulan pada uji-t yaitu Ho ditolak dan Ha diterima, karena thitung > ttabel (12,35 > 1,66) sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini terbukti. Jadi kesimpulan pada penelitian ini adalah “terdapat pengaruh teknik pembelajaran kolaboratif send a problem terhadap 15 kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas X SMA Negeri Tugumulyo Tahun Pelajaran 2015/2016”. E. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan teknik pembelajaran kolaboratif send a problem terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas X SMA Negeri Tugumulyo tahun pelajaran 2015/2016. Rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif siswa setelah diberi perlakuan di kelas eksperimen sebesar 43,51 dan kelas kontrol sebesar 27,33. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan agar kemampuan berpikir kreatif matematika siswa meningkat, dapat dilaksanakan dengan teknik pembelajaran kolaboratif send a problem. Hal ini dikarenakan teknik pembelajaran kolaboratif send a problem memberikan kesempatankepada siswa untuk mengembangkan ide-idenya secara luas sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika. DAFTAR PUSTAKA Anggitasari, V., Isnaeni, W., dan Susilowati, S.M.E. 2012. Pengaruh Penerapan Strategi Divergent Thinking terhadap Kreativitas Siswa. Unnes Journal of Biology Education, 1 (2) ISSN 2252-6579. Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Barkley, E.E., Cross, K.P., dan Major, C.H. 2012. Collaborative Learning Techniques. Bandung: Nusa Media. Djamarah, S.B. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Haerudin. 2013. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa SD melalui Pendekatan Savi. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1 ISSN 977-2338831. Huda, M. 2013. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Johnson, R.T., Johnson D.W., dan Holubec, E.J. 2012. Colaborative Learning. Bandung: Nusa Media. Millis, B. J. (Ed). 2010. Cooperative Learning in Higher Education: Across the Disciplines, Across the Academy. Sterling, VA: Stylus Publishing. Munandar, U. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rinaka Cipta. Noer, S.H. 2011. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika dan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Open-Ended. Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5 No. 1, Januari 2011. 16 Purwati. 2015. Efektifitas Pendekatan Creative Problem Solving terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Siswa SMA. Jurnal Ilmiah Edukasi Matematika, Vol. 1 No. 1 April 2015, ISSN: 977-2442-8780-11. Putra, T.T., Irwan, dan Vionanda, D. 2012. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dengan Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 1 No. 1, Part 3: Hal. 22-26. Saefudin, A.A. 2012. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Al-Bidayah Vol. 4 No. 1, Juni 2012. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Spirit. 2014. Cooperative Learning Example Send a Problem. [online] http://www.spiritsd.ca/curr_content/bestpractice/coop/examples3.html. [10 Oktober 2015]. Sudarma, M. 2013. Mengambangkan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sundayana, H.R. 2013. Media Pembelajaran Matematika. Bandung: Alfabeta. Suriany, E. 2013. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran Math Talk Learning Community. Universitas Pendidikan Indonesia: repository.upi.edu Tirtarahardja, U., dan Sulo L.S.L. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Uno, H.B, dan Mohamad, N. 2012. Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran Aktif Inovatif Lingkungan Kreatif Efektif Menarik. Jakarta: Bumi Aksara.