Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang No. 35 / Th XIX / April 2012 PERAN ENDORSER SELEBRITI DALAM MENINGKATKAN MINAT BELI KONSUMEN Ken Sudarti Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sultan Agung Semarang [email protected] Abstrak Artikel ini menjelaskan tentang peran dari endorser selebriti dalam meningkatkan minat beli konsumen. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terbukti bahwa selebriti lebih efektif dibandingkan dengn beberapa endorser lainnya seperti profesional atau manajer perusahaan. Selebriti yang memiliki kesamaan personaliti dengan merek dan personaliti konsumen, memiliki kredibilitas yang tinggi dan memiliki power, dapat meningkatkan minat beli konsumen, meningkatkan rating dan meningkatkan laba. Penggunan selebriti akan lebih efektif dalam jangka pendek apabila tujuan iklan adalah menciptakan brand awareness produk-produk baru. Kata kunci: iklan, selebriti, minat beli konsumen A. PENDAHULUAN Iklan adalah semua bentuk penyajian komunikasi non personal tentang ideide, barang dan jasa yang ditawarkan oleh produsen dengan maksud untuk mempengaruhi konsumen agar mau membeli produk yang ditawarkan (Dun&Barban et al., 1982) dalam Thamrin (2003). Melalui iklan, produsen menyatakan keberadaan merek dan membujuk konsumen untuk membelinya. Iklan merupakan metode komunikasi yang efektif untuk mencapai audience yang luas (Rex, 1997). Iklan juga dipandang sebagai cara perusahaan untuk membedakannya dengan pesaingnya (Kaira dan Goodstein, 1998). Periklanan akan mempertinggi keakraban dengan merek, yang mana pada akhirnya berdampak pada perilaku masa datang ketika konsumen membutuhkan produk tersebut. Periklanan juga akan meningkatkan pengulangan dan mencegah agar konsumen tidak lupa terhadap nama merek, yang mana akan meningkatkan kemungkinan konsumen akan menggunakan produk tersebut jika mereka membutuhkannya dimasa datang (Tellis, Chandy&Thaivandich, 2000). Iklan 1 Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang No. 35 / Th XIX / April 2012 terbukti dapat menciptakan consumer awareness terhadap sebuah produk dan menyebabkan produk yang sebelumnya kurang disukai menjadi produk yang diperhitungkan dalam pengambilan keputusan pembelian (Terhune dan Steinberg, 2003). Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Ehrenberg (1974) dalam Thamrin (2003) yang menyatakan bahwa periklanan dapat meningkatkan kesadaran merek, mendorong percobaan terhadap merek dan menekankan pembelian yang berulang. D’Souza dan Rao (1995) mengatakan bahwa iklan memliliki efek positif yang kuat terhadap preferensi ketika pengalaman konsumen akan produk sarat akan ketidakjelasan. Pengiklan berinteraksi dengan pengalaman masa lalu dalam menggunakan suatu merek untuk mendorong kecenderungan melakukan pembelian berulang (Deighton et al., 1994) dalam Thamrin (2003). Ada beberapa kriteria dalam membuat suatu iklan yang berhasil. Pertama, iklan harus komunikatif. Pesan yang disampaikan oleh iklan harus mengenai sasaran yang dituju. Philip Kotler (2000) dalam Simamora (2003) mensyaratkan empat komponen yang harus ada dalam membuat iklan yang dikenal dengan singkatan AIDA , yaitu iklan iklan harus mampu mendapat perhatian (Attention), menarik (Interest), membangkitkan keinginan (Desire) dan menghasilkan tindakan (Action). Untuk mengetahui hal ini biasanya dilakukan survei untuk melihat respon konsumen. Kedua, iklan hendaknya menghibur. Hal ini berhubungan dengan daya tarik iklan sehingga konsumen mau melihat, sehingga akhirnya pesan dapat tersampaikan. Dalam hal menciptakan daya tarik iklan ini, pemasaran dapat menggunakan selebriti yang sedang naik daun, membuat iklan humor atau membuat iklan novelty. Dengan ketertarikan konsumen ini akan menghindari zapping (pemindahan cannel) ketika iklan itu ditayangkan. Ketiga, ada relevansinya dengan merek. Keempat, memiliki respek. Tayangaan iklan yang sedang ditayangkan hendaknya menimbulkan simpati konsumen yang sedang melihatnya. Ada beberapa iklan yang diulang-ulang sehingga membosankan dan malah membuat benci audience yang melihatnya. Selain itu iklan yang tidak mendidik, memperlihatkan ekploitasi anak dan tidak pro lingkungan juga tidak menimbulkan simpati. 2 Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang No. 35 / Th XIX / April 2012 Iklan sebagai bentuk komunikasi antara produsen dan calon pelanggan atau pelanggan bertujuan untuk mengubah perilaku pelanggan melalui: ketertarikan, kesadaran, pemahaman, penerimaan, keyakinan, motivasi dan pembelian produk (Ali Hasan, 2008). Respon terhadap iklan yang diinginkan menyangkut sikap positif (positive attitude) terhadap produk, jasa maupun ide yang ditawarkan. Oleh karena itu, iklan sebagai proses komunikasi pemasaran harus memiliki kekuatan persuasif. Simamora (2001) menyatakan bahwa ada tiga sasaran utama iklan, yaitu memberitahukan (to inform), membujuk (to persuade) dan mengingat (to remind). Menurut Joshi (2003), tujuan utama perusahaan pada saat mengiklankan produknya adalah untuk membuat produk tersebut dikenal dan untuk menciptakan kesadasaran yang bersifat instan. Namun menurut Stanton (1997) dalam Simamora (2003) apapun tujuannya,iklan harus memenuhi dua hal, yaitu mendapatkan perhatian (attention) dan mempengaruhi (influence). Untuk mencapai dua hal tersebut, dampak iklan tidak hanya tergantung pada ‘apa’ yang disampaikan, akan tetapi juga tergantung pada ‘bagaimana’ pesan itu disampaikan (Kotler, 2000). Untuk itulah perlu adanya kereatifitas dalam periklanan yang salah satunya dengan menggunakan selebriti. Di Amerika, 25 persen iklan yang dilakukan perusahaan menggunakan selebriti (Shimp, 2000). Menurut survey Frontier, sepertiga iklan di Indonesia menggunakan selebriti. Frans M. Royan (2004) mengatakan bahwa pesan yang disampaikan oleh sumber yang menarik (selebriti) akan mendapatkan perhatian yang lebih besar dan mudah diingat dibandingkan dengan endorser lain seperti para ahli atau profesional dan manajer perusahaan (Friedmen dan Friedmen, 1979 dalam Diana dan Lukas, 2007). Selebriti juga dapat meningkatkan rating iklan dan mempunyai pengaruh positif dalam perolehan laba (Erdogan, 2001 dalam Byrne dan Whitehead, 2003). Hal ini disebabkan karena selebriti dipandang sebagai sosok yang dapat dipercaya, disukai dan mampu membujuk (Freiden, 1984 dalam Silvera dan Austad, 2004). Selanjutnya Ohanian (1991) mengatakan bahwa dengan terciptanya kesadaran konsumen yang tinggi akibat penggunaan selebriti, akan dapat meningkatkan minat beli konsumen. Hal inilah yang menyebabkan 3 Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang No. 35 / Th XIX / April 2012 banyak perusahaan lebih senang menggunakan selebriti dalam iklan mereka, meskipun penggunaan selebriti itu sendiri mempunyai beberapa kelemahan. B. MENGAPA HARUS MENGGUNAKAN SELEBRITI? Selebriti adalah orang yang terkenal di masyarakat. Selebriti dapat berprofesi sebagai bintang film, sinetron, olahragawan, pebisnis, penyanyi, politikus dan orang-orang terkenal lainnya (O’Mahony and Meenaghan, 1998). Endorser selebriti telah menjadi salah satu strategi komunikasi yang mencoba membangun kesamaan antara merek dengan konsumen. Alasan pemakaian selebriti sebagai bintang iklan karena dipercaya dapat meningkatkan attention saat stimulus diekspose dan proses recall saat konsumen mengasosiasikan dengan jaringan semantik dalam memori (Ohainan, 1991). Fakta empiris menunjukkan bahwa penggunaan selebriti dalam iklan merupakan metode yang efektif untuk komunikasi yang persuasif (Hsu&McDonald, 2002). Selebriti lebih disukai daripada orang biasa dalam menyampaikan pesan iklan (Kamins, 1989). Mereka mempunyai citra spesifik yang dapat membedakannya dari orang biasa. Hal ini menyebabkan banyak orang memberi respek dan seringkali mengadopsi penampilan dan gaya hidup selebriti yang dikaguminya. Oleh karena itu, iklan yang menggunakan selebriti sebagai pembawa pesan mudah diterima oleh para penggemar dan pengagum sang selebriti. Manajer berkeyakinan bahwa pesan iklan yang disampaikan oleh selebriti sebagai orang yang dikenal dalam masyarakat menghasilkan perhatian yang tinggi (Ohainan, 1991). Tom, Clark, Elmer, Grech, Masetti Jr. dan Sandhar (1992) menambahkan bahwa selebriti dapat membuat pesan yang disampaikan mudah diingat oleh audience-nya. Endorser selebriti juga dapat menghasilkan respon positif dan dapat meningkatkan minat pembelian dibandingkan dengan selain endorser selebriti (Atkin dan Block, 1983; Petty dan Cacciopo, 1983 dalam Byrne, Whitehead dan Breen, 2003). Penggunaan selebriti dalam iklan juga dapat meningkatkan value merek produk yang diiklanlam (Frans M. Royan, 2004). Pada produk jamu misalnya, 4 Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang No. 35 / Th XIX / April 2012 yang sebelumnya hanya kalangan bawah saja yang mengkonsumsinya, sekarang telah dikonsumsi oleh kalangan atas akibat dari penggunaan selebriti ini. C. FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN DALAM MEMILIH SELEBRITI 1. Kesesuaian Personaliti Endorser Selebriti dengan Brand Personality dan Consumer Personality. Walker dan Lang-Meyer (1992) menyatakan bahwa kesuksesan penggunaan selebriti sangat tergantung pada kesesuaian antara personaliti sang selebriti dengan produk yang diiklankan. Kamins (1990) juga menyatakan bahwa sebuah iklan akan lebih efektif apabila pembawa pesan dan produk yang diiklankan memiliki kesamaan atribut. Misra (1990) menyatakan bahwa pengiklan harus mencocokkan antara produk, karakteristik target market dan personaliti dari selebriti dalam hal menentukan pesan yang efektif. Ukuran kecocokan antara endorser selebriti dan merek tergantung pada tingkat kesesuaian yang dipersepsikan antara produk dan citra selebriti tersebut. Jika tidak ada kesesuaian, maka audiences hanya mengingat selebritinya, dan bukan produknya. Sebagai contoh, obat sakit kepala merek Bodrex yang dipersepsikan sebagai obat yang keras ampuh dan cepat menyembuhkan menggunakan Dede Yusuf sebagai endorsernya. Dipilihnya Dede Yusuf ini karena dia diposisikan sebagai artis yang mempunyai karakter kuat dan keras yang ditunjukkan dengan kepiawaiannya dalam olah raga bela diri. Ia menumbangkan lawannya dengan sekali tendangan yang merupakan analog dari tendangan “ampuh” melawan sakit kepala. Penggunaan selebriti sebagai alat promosi diakui akan efektif bila kepribadian sang bintang identik dengan produk personaliti. Identitas produk akan cepat terbentuk jika personaliti sang artis mendukung. Sebaliknya, jika personaliti selebrtiti sangat bertentangan dengan personaliti produk maka persepsi yang dimunculkan pada iklan akan bertentangan, bahkan melemahkan merek produk dan membingungkan target market. Namun demikian, terlepas dari beberapa permasalahan tersebut, penggunaan selebriti sebagai pembawa pesan produk atau 5 Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang No. 35 / Th XIX / April 2012 merek dapat memegang pesan penting dalam membangun ekuitas merek dan memperkuat posisi saing merek (Till, 1998). 2. Kredibilitas Perusahaan menggunakan selebriti sebagai endorser dikarenakan kredibilitas dan daya pikatnya (Goldsmith et al., 2000; dan Kamins, 1990). Kredibilitas endorser mempunyai pengaruh yang paling kuat pada audience (Goldsmith, 2000). Secara umum kredibilitas endorser dapat diartikan sebagai suatu karakteristik positif komunikator yang berpengaruh terhadap penerimaan suatu pesan oleh receiver (Stafford et al., 2002). Kredibilitas selebriti merupakan faktor penting untuk efektivitas penyampaian pesan. Penelitian mengenai kredibilitas bintang iklan menunjukkan bahwa dalam banyak situasi kredibilitas pembawa pesan yang tinggi lebih efektif daripada yang kurang kredibel. Contohnya iklan jamu Sido Muncul. Setelah menggunakan endorser Rhenald Kasali dan beberapa selebriti yang memiliki kredibilitas tinggi, sekarang value dari jamu terangkat naik. Oleh sebab itu perusahaan harus berhati-hati dalam memilih endorser selebritinya, sebab bisa jadi pemilihan bintang iklan yang salah justru dapat menurunkan value produk yang bersangkutan, misalnya penggunaan Charlie Chaplin dapat menurunkan merek IBM. Brand personality yang ingin dibangun adalah ‘user friendly’ yang jelas kurang pas dengan Charlie Chaplin. Frans M. Royan (2004) mengatakan bahwa untuk produk-produk yang low involvement, penggunaan bintang iklan yang setara dengan konsumen tidak menjadi masalah, namun untuk produk-produk yang high-involvement, tentunya harus menggunakan bintang iklan yang memiliki kemampuan yang dapat dipercaya audience-nya. Kredibilitas bintang iklan yang tinggi juga telah ditemukan menyebabkan perubahan sikap yang lebih positif dibandingkan dengan yang kurang kredibel (Lafferty dan Goldsmith, 1999). kredibilitas bintang iklan menjadi variabel yang mendahului (antecedence) dalam sikap terhadap iklan dan sikap terhadap merek (Goldberg and Hartwick, 1990). Goldsmith et al. (2000) menyatakan bahwa kredibilitas bintang iklan berpengaruh secara positif terhadap sikap terhadap iklan. 6 Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang No. 35 / Th XIX / April 2012 Ohanian (1990) mengidentifikasi tiga dimensi yang membentuk kredibilitas selebriti, yaitu: attractiveness (daya pikat), trustwortihiness (tingkat kepercayaan), expertise (keahlian). Selanjunya Ohanian menjelaskan bahwa ketiga dimensi tersebut, baik secara mandiri maupun bersama-sama mempunyai kontribusi dalam mempengaruhi sikap audience terhadap iklan dan niat beli. a. Daya Tarik Solomon, Ashmore dan Longo (1992) mengatakan bahwa spokeperson yang attractive lebih efektif dibandingkan dengan yang tidak attractive dalam iklan dan promosi. Ohanian (1991) menyatakan bahwa attractiveness menjadi suatu dimensi penting dari kredibilitas sumber. Daya pikat fisik akan cenderung memberikan dampak persuasi bagi orang yang melihatnya (Stafford et al., 2002). Studi empiris menunjukkan bahwa selebriti lebih mempunyai daya pikat dibandingkan dengan non-selebriti (Rex, 1997). Endorser yang mempunyai daya pikat lebih mampu mendorong niat beli audience-nya dibandingkan dengan yang tidak mempunyai daya pikat (Rex, 1997). Daya pikat fisik (cantik atau tampan) selebriti dapat mempengaruhi opini audience dalam mengevaluasi produk (Goldsmith et al., 2000). Kamins (1990) menyatakan bahwa daya pikat fisik selebriti dapat meningkatkan citra produk selama karakteristik produk tersebut sesuai dengan citra selebriti. Dia juga menemukan bahwa daya pikat fisik selebriti berpengaruh positif terhadap kredibilitas sang selebriti sebagai pembawa pesan dan sikap terhadap iklan. Frans M. Royan (2004) menyatakan bahwa dua komponen yang harus ada dalam hubungannya dengan daya tarik selebriti adalah likeability (tingkat kesukaan audience) dan similarity (tingkat kesamaan personaliti yang diinginkan pengguna produk), dimana keduanya tidak dapat dipisahkan dan harus saling berdampingan. Jadi disukai saja,misalnya, tidak akan dapat mendorong minat beli. Oleh karena itu, agar endorser selebriti memiliki kesamaan dengan personaliti yang diinginkan oleh target market, setidaknya selebriti harus mencerminkan brand personality. Untuk mendapatkan selebriti yang seperti ini, perusahaan harus mengadakan survei positioning terhadap selebriti dengan metode perceptual map. 7 Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang No. 35 / Th XIX / April 2012 Dengan metode ini, dapat diketahui bagaimana positioning tiap selebriti. Misalnya, Maudy Kusnaedy mendapat image sebagai wanita yang cerdas dan berpengetahuan, Agnes Monica mendapat image sebagai anak muda yang enerjik dan kreatif, Julia Perez mendapat image sebagai wanita seksi, Sule mendapat image bintang yang lucu dan lain sebagainya. Namun demikian mengingat begitu rentannya image selebriti, maka perlu kehati-hatian dalam pemilihan selebriti. Hal ini dapat sedikit diatasi dengan pembuatan perjanjian antara perusahaan dengan selebriti, misalnya tidak boleh ini dan itu selama menjadi endorser produknya. Sanksi akan didapat salah satu pihak bila melanggar perjanjian yang ada. b. Dapat Dipercaya Trustworthiness mengacu pada kepercayaan konsumen kepada sumber untuk memberikan informasi dengan cara yang objektif dan jujur (Ohanian, 1990). Trustworthiness atau sifat dapat dipercaya merupakan karakteristik kunci bagi efektivitas pembawa pesan. Banyak dari kita akan lebih percaya pada teman dibandingkan pada tenaga penjualan, yang meskipun memiliki pengetahuan yang tinggi tentang produk, tetapi kita ragu membeli karena belum ada kepercayaan terhadapnya. Konsumen dalam hal ini melihat kemungkinan terjadi konflik kepentingan pada diri penjual sehingga apapun pendapatnya selalu memihak pada produk. Oleh karena itu Ohanian (1990) menganjurkan agar perusahaan tidak memilih selebriti dalam iklan yang memiliki expertise dan trustworthiness secara bersamaan. Kalau expertise mengacu pada tingkat pengetahuan tentang obyek, maka trustworthiness mengacu pada kejujuran dan sifat dapat dipercaya (Goldsmith et al., 2000; Stafford et al., 2002; O’Mahony dan Meenaghan, 1998). Lebih lanjut Ohanian (1990) menambahkan bahwa sebuah iklan dapat mengubah sikap audience jika mereka menganggap bahwa pembawa pesan dapat dipercaya. c. Keahlian Expertise (keahlian) didefinisikan sebagai suatu tingkatan dimana komunikator dipersepsikan sebagai sumber dengan pernyataan yang valid dan dipercaya memberikan opini yang obyektif tentang subyek (Ohanian, 1991). 8 Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang No. 35 / Th XIX / April 2012 Pengetahuan komunikator sangat mendukung atas pernyataan yang disampaikan dalam iklan (Avery, 1998). Sebagai contoh, atlit, dokter dan pengacara adalah endorsers yang tepat untuk produk yang berhubungan dengan bidang profesi mereka (O’Mahony dan Meenaghen, 1998). Studi empiris menggarisbawahi tentang pentingnya aspek expertise bagi pembawa pesan (Ohanian, 1991 dan Rex, 1997). Menon, Boone dan Rogers (2001) dan Ohanian (1991) bahkan menemukan dari ketiga sumber kredibilitas selebritis hanya expertise yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap minat beli. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan expertise dari selebritis dapat menstimuli perubahan sikap konsumen. Konsumen mempersepsikan produk atau merek yang diiklankan oleh selebriti yang mempunyai citra expertise dan trustworthiness sebagai produk atau merek yang kredibel (Johnson, 2001). Hal ini memberikan kepada konsumen sebuah referensi dalam membandingkan atribut produk dan memudahkan mereka dalam memilih produk yang akan dibelinya (Ohanian, 1991). 3. Power Selebriti yang digunakan dalam model iklan harus memiliki kekuatan “memerintah” target market untuk membeli. Oleh karena itu, “power” hanya akan efektif jika tujuan komunikainya adalah minat pembelian. Sayangnya memilih selebriti yang memiliki kemampuan untuk membujuk sangat sulit, sebab selebriti selain terkenal dan menarik harus masuk dalam level pemujaan oleh audience. Pada tingkat pemujaan yang tinggi ini dengan sendirinya akan mendorong target audience untuk membeli. SIMPULAN Tiga sasaran utama iklan, yaitu memberitahukan (to inform), membujuk (to persuade) dan mengingat (to remind). Untuk mencapai ketiga sasaran tersebut diperlukan seorang selebriti. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa penggunaan selebriti dalam iklan dapat meningkatkan sikap terhadap produk minat beli konsumen. Untuk dapat meningkatkan sikap terhadap produk dan minat beli konsumen, beberapa syarat harus dipenuhi oleh seorang selebriti sebagai endorser, 9 Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang No. 35 / Th XIX / April 2012 yaitu kredibilitas (yang terdiri dari aspek daya tarik, dapat dipercaya dan keahlian) , power (berhubungan dengan kekuatan untuk meningkatkan minat beli konsumen) dan kesamaan personalitinya dengan produk yang diiklankan. Banyak keuntungan yang didapat perusahaan dengan menggunakan selebriti. Yang paling menonjol adalah terciptanya brand awareness. Itulah sebabnya produk baru umumnya lebih cepat mendapat keuntungan dengan menggunakan selebriti dibandingkan dengan produk yang sudah mapan. Tujuan terbentuknya brand awareness ini digolongkan tujuan jangka pendek dan kesesuaian antara kepribadian selebriti dan brand personality berorientasi jangka panjang. Akhirnya dapat dikatakan bahwa penggunaan selebriti merupakan suatu pilihan dan bukan suatu keharusan, karena bukti di lapangan menunjukkan banyak iklan yang tidak menggunakan selebriti juga berhasil meingkatkan minat beli konsumen. Kecerdasan dalam eksekusi di lapanganlah yang menjadi faktor kunci keberhasilan sebuah iklan. DAFTAR PUSTAKA Ali Hasan (2008), Marketing, Penerbit MedPres, Yogyakarta Avery, Rosemary (1998), ”Persuasive Communication”, http://www.tristate.edu/ faculty/ herbing/imc06.htm Byrne, Angela and Whitehead, Maureen (2003), “The Naked of Celebrity Endorsement”, British Fixed Journal,106,4/5, 288-196 Deighton, Jhon, Caroline M.Henderson and Scott A Neslin (1994). “The Effect of Advertising on Brand Switching and Repeat Purchasing”, Journal of Marketing Research, Vol. 31. Diana Seno and Bryan A.Lukas (2007), The Equity Effect of Product Endorsement by Celebrity”, European Journal of Marketing, 41, ½, 121-134 Frans M. Royan (2004). “Marketing Celebrities”, Penerbit: Elex Media Komputindo, Jakarta 10 Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang No. 35 / Th XIX / April 2012 Goldsmith, Ronald E., Lafferty, Barbara A., and Newell, Stephen J. (2002),”The Impact of Corporate Credibility and Celebrity Credibility on Consumer Reaction to Advertisement and Brands, Journal of Advertising, 29, 3, 43-54 Goldberg, Marvin E., and hartwick, John (1990). “The Effects of Advertiser Reputation and Extremity of Advertising Claim on Advertising Efectiveness”. Journal of Consumer Behaviour, 17, 9, 172-179 Ganesan, Shanker. (1994),”Determinants of Long-Term Orientation in BuyerSeller Relationship”, Journal of Marketing, 58, April, 11-27 Johnston, Russ (2001),”Credibility and Celebrity Endorsement. http://www.ciadvertising.org/student_account/fall_01/adv382j/russj/celebrity.html . Joshi, Sangita (2003), “Face value: A Celebrity is Used to Impart Credibility and Aspirational Values to a Brand but the Celebrity Needs to Match the Product”. Business Line.Chenai, April 24 Kamins, Michael A. (1989),”Celebrity and Non-Celebrity Advertising in a TwoSided Context”, Journal of Advertising Research, June/July, 34042. Kaira, Ajay, and Goodstein, Ronald, C. (1998), Physical Attractiveness of the Celebrity Endorser: A Social Adaptation Perspective, Journal of Consumer Research, 11, 954-961 Lafferty, Barbara A. and Goldsmith, Ronald E. (1999),”Corporate Credibility’s Role in Consumers Attitudea and Purchase Intentions When a High Versus a Low Credibility Endorser Is Used in the Ad”, Journal of Business Research, 44, 109116. Ohanian, Roobina (1990),”Construction and Validation of a Scale to Measure Celebrity Endorsers’ Perceived Expertise, Trustwhortiness, and Attractiveness”, Journal of Advertising, 19, 1, 39-52 O’Mahony, Sheila and Meenaghan, Tony (1998), ”The Impact of Celebrity Endorsement on Consumers”, Irish Marketing Review, 10, 12, 15-24. Rex, Megan (1997),”Source Expertise and Attractiveness of Celebrity Endorsement: A Literature Review”, Cyber Journal of Sport Marketing, ISSN, 1327-6816. Solomon, Michael R., Ashmore, Richard D., and Longo, Laura C (1992),”The Beauty Match-up Hypotesis: Beauty and Product Images in Advertising”, Journal of Advertising, 21, 4, 23-34. 11 Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang No. 35 / Th XIX / April 2012 Stafford, Marla R., Stafford, Thomas F., and Day, Ellen (2002),”A Contingency Approach: The Effects of Spokesperson Type and Service Type on Service Advertising Perceptions”, Journal of Advertising, 31, 2, 17-34 Simamora, Bilson (2003), “Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel”, Penerbit Gramedia, Jakarta. Till, Brian D. (1998),”Using Celebrity Endorsers Effectively: Lessons from Associative Learning”, Journal of Product and Brand Management, 7, 5, 400 Tellis, Gerard, J., rajesh K. Chandy and pattana Thaivanich (2000),”Which Ad Work,When,Where, and How Often? Modeling The Effect of Direct Television Advertising”, Journal of Marketing Research, 37, Feb., 32-46 Thamrin, Sylvia Denada (2003),”Studi Mengenai Proses Adopsi Konsumen Paska Masa Tayang Iklan Produk “Xonce” di Surabaya”, Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, 2, 141-154 Terhune, Chad, and Steinberg, Brian (2003), Coca Cola Signs NBA Wunderkind: LeBron James’s Deal to Sell Sprite Comes as Woes Beset Current Pitchman Bryant, Wall Street Journal, Earstern ed, August 22. Tom, G., R., Elmer, L., Grech, E. Masseti Jr., and Sandhar, H. (1992), The Used of Created Versus Celebrity Spokespersons in Advertisement. The Journal of Consumer Marketing, 19, 4, 45-51 Walker, Mary,Langmeyer, Lynn, and Langmeyer, Daniel (1992),”Celebrity Endorsers: Do You Get What you Pay For?. The Journal of Consumer Marketing, 9, 2, 69-76 12 Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang No. 35 / Th XIX / April 2012 13