Sindroma Kompartemen I. PENDAHULUAN Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas Sindroma Kompartemen dapat di klasifikasikan berdasarkan etiologinya yaitu penurunan volume kompartemen dan peningkatan tekanan struktur kompartemen serta lamanya gejala yaitu akut dan kronik. Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan pada arteri dan luka bakar. Sedangkan sindroma kompartemen kronik biasa terjadi akibat melakukan aktivitas yang berulang-ulang, misalnya pelari jarak jauh, pemain basket, pemain sepak bola dan militer. II. INSIDEN Di Amerika, ektremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak dipelajari untuk sindrom kompartemen. Dianggap sebagai yang kedua paling sering untuk trauma sekitar 2-12%. Dari penelitian McQueen (2000), sindrom kompartemen lebih sering didiagnosa pada pria dari pada wanita, tapi hal ini memiliki bias, dimana pria lebih sering mengalami luka trauma. McQueen memeriksa 164 pasien yang didiagnosis sindrom kompartemen, 69% berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia. Ellis pada tahun 1958 melaporkan bahwa 2 % iskemi. kontraktur terjadi pada fraktur tibia. Detmer dkk melaporkan bahwa sindrom kompartemen bilateral terjadi pada 82% pasien yang menderita sindrom kompartemen kronis. Sindrom kompartemen akut sering terjadi akibat trauma, terutama di daerah tungkai bawah dan tungkai atas. Pada tahun 1981, Delee dan Stiehl menemukan bahwa 6 % pasien dengan fraktur tibia terbuka berkembang menjadi sindrom kompartemen, sedangkan 1,2 % fraktur tibia tertutup. III. ANATOMI Kompartemen adalah merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang, interosseus membran, dan fascia, yang melibatkan jaringan otot, syaraf dan pembuluh darah. Otot mempunyai perlindungan khusus yaitu fascia, dimana fascia ini melindungi semua serabut otot dalam satu kelompok. Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Terletak di lengan atas (kompartemen anterior dan posterior), dilengan bawah (yaitu kompartemen flexor superficial, fleksor profundus, dan kompartemen ekstensor). Di anggota gerak bawah, terdapat : tiga kompartemen ditungkai atas (kompartemen anterior, medial, dan kompartemen posterior), empat ditungkai bawah (kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, posterior profundus). Sindrom kompartemen yang paling sering di daerah tungkai bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superficial, dan posterior profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal). Setiap kompartemen pada tungkai bawah memiliki satu nervus mayor. Kompartemen anterior memiliki nervus peroneus profundus, kompartemen lateral memiliki nervus peroneus superficial, kompartemen posterior profunda memiliki nervus tibialis posterior dan kompartemen posterior superficial memiliki nervus suralis. Ketika tekanan kompartemen meningkat, suplai vaskuler ke nervus akan terpengaruh menyebabkan timbulnya paresthesia IV. ETIOLOGI Ada banyak penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian menyebabkan sindrom kompartemen. Apapun penyebab peningkatan tekanan lokal jaringan berpotensi menyebabkan sindrom kompartemen. Penurunan volume kompartemen : • Penutupan defek fascia • Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas Peningkatan tekanan struktur compartemen: • Pendarahan atau Trauma vaskuler • Peningkatan permeabilitas kapiler • Penggunaan otot yang berlebihan • Luka bakar • Operasi • Gigitan ular • Obstruksi vena • Sindrom nefrotik • Infus yang infiltrasi • Hipertrofi otot Peningkatan tekanan eksternal • Balutan yang terlalu ketat • Berbaring di atas lengan • Gips. Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah. VI. PATOGENESIS Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia. Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan terus meningkat hingga tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler, menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, sehingga tekanan (pressure) dalam kompartemen makin meningkat. Penekanan saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Metsen menpelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut. Ada 3 teori tentang penyebab iskemia, yaitu : 1. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen 2. “Theori of critical closing pressure.”Akibat diameter yang kecil dan tekanan mural arteriol yang tinggi, tekanan transmural secara signifikan berbeda ( tekanan arteriol-tekanan jaringan) ini dibutuhkan untuk memelihara patensi. Bila tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun perbedaan tidak ada, yaitu critical closing pressure dicapai, arteriol akan menutup. 3. Karena dinding vena yang tipis, vena akan kolaps bila tekanan jaringan melebihi tekanan vena. Bila darah mengalir secara kontinyu dari kapiler, tekanan vena secara kontinyu akan meningkat pula sampai melebihi tekanan jaringan dan drainase vena dibentuk kembali. Sedangkan respon otot terhadap iskemia yaitu dilepaskannya histamine like substans mengakibatkan dilatasi kapiler dan peningkatan permeabilitas endotel. Ini berperan penting pada transudasi plasma dengan endapan sel darah merah ke intramuscular dan menurunkan mikrosirkulasi. Otot bertambah berat (peningkatan lebih dari 50%). McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan sindrom kompartemen. Patogenesis dari sindroma kompartemen) kronik telah digambarkan oleh Reneman. Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah peningkatan sementara dalam tekanan intra kompartemen. Kontraksi otot berulang dapat meningkatkan tekanan intamuskular pada batas dimana dapat terjadi iskemia berulang. Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang terus - menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana terjadinya kenaikan tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot semakin menurun, dan pasien akan mengalami kram otot. Kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah biasanya yang kena VII. DIAGNOSIS Pada umumnya diagnosis dibuat dengan melihat tanda dan gejala sindrom kompartemen dan pengukuran tekanan secara langsung. Gejala klinisnya di kenal dengan 5 P, yaitu: 1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering. 2. Pallor 3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi ) 4. Parestesia 5. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi. Pasien dengan sindroma kompartemen kronik mempunyai gejala yang khas. Gejala utama berupa nyeri yang ditimbulkan akibat berolah raga. Biasanya hal ini muncul setelah sekitar 20 menit berlari sebelum dirasakan semakin nyeri hingga dimana orang tersebut tidak dapat melanjutkan aktivitasnya. Nyeri dirasakan seperti kram dimana akibat dari vasokonstriksi pembuluh darah sehingga darah dan oksigen tidak dapat mencapai otot-otot tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan permanent pada jaringan. Biasanya, nyeri bersifat sementara atau tidak menetap dan akan sembuh dengan beristirahat dalam waktu 15-30 menit dari penghentian latihan. Parestesia dari saraf pada kompartemen bilateral pada sekitar 82 % pasien. Dapat juga terjadi kelemahan dan atrofi otot. Regangan pasif pada otot yang terkena setelah latihan dapat meningkatkan nyeri. Dan yang paling pasti bahwa dapat terjadi peningkatan tekanan kompartemen. Pengukuran tekanan Pengukuran tekanan secara langsung merupakan cara yang objektif untuk menegakkan diagnosa sindroma kompartemen. Pengukuran intra kompartemen ini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multiple trauma seperti trauma kepala, medulla spinalis atau trauma saraf perifer. Normalnya tekanan kompartemen adalah nol. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relative ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolic. Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastolic. Prosedur pengukuran tekanan kompartemen antara lain : a. Teknik pengukuran langsung dengan teknik injeksi Teknik adalah criteria dignostik standard seharusnya menjadi prioritas utama jika diagnosis masih penuh tanda tanya. Tonometer tekanan stryker banyak digunakan untuk mengukur tekanan jaringan yang tidak membutuhkan alat khusus. Alat yang dibutuhkan spoit 20 cc, three way tap, tabung intra vena, normal saline sterile, manometer air raksa untuk mengukur tekanan darah. Pertama, atur spoit dengan plunger pada posisi 15 cc. Tandai saline sampai mengisi setengah tabung , tutup three way tap tahan normal saline dalam tabung. Kedua, anestesi local pada kulit, tapi tidak sampai menginfiltrasi otot. Masukkan jarum 18 kedalam otot yang diperiksa, hubungkan tabung dengan manometer air raksa dan buka three way tap. Ketiga, Dorong plunger dan tekanan akan meningkat secara lambat. Baca manometer air raksa. Saat tekanan kompartemen tinggi, tekanan air raksa akan naik. b. Teknik Wick kateter Teknik menggunakannya adalah: - Pertama, masukkan kateter dengan jarum ke dalam otot - Kedua, tarik jarum dan masukkan kateter wick melalui sarung plastik - Dan ketiga, balut wick kateter ke kulit, dan dorong sarung plastik kembali, isi system dengan normal saline yang mengandung heparine dan ukur tekanan kompartemen dengan transducer recorder. Periksa ulang patensi kateter dengan tangan menekan pada otot. Hilangkan semua tekanan external pada otot yang diperiksa dan ukur tekanan kompartemen, jika tekanan mencapai 30 mmHg, indikasi fasciotomi. Tekanan arteri rata-rata yang normal pada kompartemen otot adalah 8,5+6 mmHg. Selama tekanan pada salah satu kompartemen kurang dari 30 mmHg (tekanan pengisian kapiler diastolic), kita tidak perlu khawatir tentang sindroma kompartemen. Tekanan lebih dari 10 mmHg dalam kompartemen yang baru bisa menimbulkan sindroma kompartemen, dan berarti memerlukan terapi yang segera. VIII. TERAPI Tujuan dari terapi sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, biasanya dengan bedah dekompresi. Tindakan nonoperatif tertentu mungkin bisa berhasil, seperti menghilangkan selubung eksternal. Jika hal tersebut tidak berhasil maka tindakan operasi dekompresi perlu dipertimbangkan. Indikasi mutlak untuk operasi dekompresi sulit untuk ditentukan, tiap pasien dan tiap sindrom kompartemen memiliki individualitas yang berpengaruh pada cara untuk menindakinya. Berbeda dengan kompleksitas diagnosis, terapi kompartemen sindrom sederhana yaitu fasciotomi kompartemen yang terlibat. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi. Penanganan sindroma kompartemen meliputi : 1. Terapi Medikal/non operatif Pemilihan secara medical terapi digunakan apabila masih menduga suatu sindroma kompartemen, yaitu : - Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia. - Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut kontriksi dilepas. - Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat perkembangan sindroma kompartemen. - Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah. - Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas. 2. Terapi pembedahan / operatif Terapi operatif untuk sindroma kompartemen apabila tekanan intrakompartemen lebih dari 30 mmHg memerlukan tindakan yang cepat dan segera dilakukan fasciotomi. Tujuannya untuk menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot. Apabila tekanannya kurang dari 30 mmHg, tungkai dapat diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya, kalau keadaan tungkai itu membaik, evaluasi klinik yang berulang-ulang dilanjutkan hingga bahaya telah terlewati. Kalau tidak ada perbaikan, atau kalau tekanan kompartemen meningkat, fasiotomi harus segera dilakukan. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam. Ada dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi ganda. Tidak ada keuntungan yang utama dari kedua teknik ini. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal. Pada tungkai bawah, fasiotomi dapat berarti membuka ke empat kompartemen, kalau perlu dengan mengeksisi satu segmen fibula. Luka harus dibiarkan terbuka, kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit ( tanpa regangan ), atau dilakukan pencangkokan kulit. Terapi untuk sindrom kompartemen akut maupun kronik biasanya adalah operasi. Insisi panjang dibuat pada fascia untuk menghilangkan tekanan yang meningkat di dalamnya. Luka tersebut dibiarkan terbuka (ditutup dengan pembalut steril) dan ditutup pada operasi kedua, biasanya 5 hari kemudian. kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit (tanpa regangan ), atau skin graft mungkin diperlukan untuk menutup luka ini. Indikasi untuk melakukan operasi dekompresi antara lain: 1. Adanya tanda-tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat dan 2. Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi (pasien koma, pasien dengan masalah psikiatrik, dan dibawah pengaruh narkotik) dengan tekanan jaringan lebih dari 30 mmHg pada pasien yang diharapkan memiliki tekanan jaringan yang normal. Bila ada indikasi, operasi dekompresi harus segera dilakukan karena penundaan akan meningkatkan kemungkinan kerusakan jaringan intrakompartemen sebagaimana terjadinya komplikasi. Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen. Kerusakan nervus permanen mulai setelah 6 jam terjadinya hipertensi intrakompartemen. Jika dicurigai adanya sindrom kompartemen, pengukuran tekanan dan konsultasi yang diperlukan harus segera dilakukan secepatnya. Beberapa teknik telah diterapkan untuk operasi dekompresi untuk semua sindrom kompartemen akut. Prosedur ini dilakukan tanpa torniket untuk mencegah terjadinya periode iskemia yang berkepanjangan dan operator juga dapat memperkirakan derajat dari sirkulasi lokal yang akan didekompresi. Setiap yang berpotensi membatasi ruang, termasuk kulit, dibuka di sepanjang daerah kompartemen, semua kelompok otot harus lunak pada palpasi setelah prosedur selesai. Debridemant otot harus seminimal mungkin selama operasi dekompresi kecuali terdapat otot yang telah nekrosis. Fasciotomi untuk sindrom kompartemen akut Fasciotomi tungkai atas Teknik Tarlow : Insisi lateral dibuat mulai dari distal garis intertrocanterik sampai ke epikondilus lateral. disesksi subkutaneus digunakan untuk mengekspos daerah iliotibial dan dibuat insisi lurus sejajar dengan insisi kulit sepanjang fascia iliotibial. Perlahan-lahan dibuka sampai vastus lateralis dan septum intermuskular terlihat, perdarahan ditangani bila ada. Insisi 1-5 cm dibuat pada septum intermuskular lateral, perpanjang ke proksimal dan distal. Setelah kompartemen anterior dan posterior terbuka, tekanan kompartemen medial diukur. Jika meningkat, dibuat insisi setengah medial untuk membebaskan kompartemen adductor. Ada 3 pendekatan fasciotomi untuk kompartemen tungkai bawah: fibulektomy, fasciotomi insisi tunggal perifibular, dan fasciotomi insisi ganda. Fibulektomi adalah prosedur radikan dan jarang dilakukan, dan jika ada, termasuk indikasi pada sindrom kompartemen akut. Insisi tunggal dapat digunakan untuk jaringan lunak pada ektremitas. Teknik insisi ganda lebih aman dan efektif. Fasciotomi insisi tunggal (davey, Rorabeck, dan Fowler) : Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai dari distal caput fibula sampai 3-4 cm proksimal malleolus lateralis. Kulit dibuka pada bagian anterior dan jangan sampai melukai nervus peroneal superficial. Dibuat fasciotomy longitudinal pada kompartemen anterior dan lateral. Berikutnya kulit dibuka ke bagian posterior dan dilakukan fasciotomi kompartemen posterior superficial. Batas antara kompartemen superficial dan lateral dan interval ini diperluas ke atas dengan memotong soleus dari fibula. Otot dan pembuluh darah peroneal ditarik ke belakang. Kemudian diidentifikasi fascia otot tibialis posterior ke fibula dan dilakukan inisisi secara longitudinal. Insisi sepanjang 20-25 cm dibuat pada kompartemen anterior, setengah antara fibula dan caput tibia. Diseksi subkutaneus digunakan untuk mengekspos fascia kompartemen. Insisi tranversal dibuat pada septum intermuskular lateral dan identifikasi nervus peroneal superficial pada bagian posterior septum. Buka kompartemen anterior kearah proksimal dan distal pada garis tibialis anterior. Kemudian dilakukan fasciotomi pada kompartemen lateral ke arah proksimal dan distal pada garis tubulus fibula. Insisi kedua dibuat secara longiotudinal 1 cm dibelakang garis posterior tibia. Digunakan diseksi subkutaneus yang luas untuk mengidentifikasi fascia. Vena dan nervus saphenus ditarik ke anterior. Dibuat insisi tranversal untuk mengidentifikasi septum antara kompartemen posterior profunda dan superficial. Kemudian dibuka fascia gastrocsoleus sepanjang kompartemen. Dibuat insisi lain pada otot fleksor digitorum longus dan dibebaskan seluruh kompartemen posterior profunda. Setelah kompartemen posterior dibuka, identifikasi kompartemen otot tibialis posterior. Jika terjadi peningkatan tekanan pada kompartemen ini, segera dibuka. fasciotomi pada lengan bawah pendekatan volar (Henry) Dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan superficial dapat dilakukan dengan insisi tunggal. Insisi kulit dimulai dari proksimal ke fossa antecubiti sampai ke palmar pada daerah tunnel carpal. Tekanan kompartemen dapat diukur selama operasi untuk mengkonfirmasi dekompresi. Tidak ada penggunaan torniket. Insisi kulit mulai dari medial ke tendon bicep, bersebelahan dengan siku kemudian ke sisi radial tangan dan diperpanjang kea rah distal sepenjang brachioradialis, dilanjutkan ke palmar. Kemudian kompartemen fleksor superficial diinsisi, mulai pada titik 1 atau 2 cm di atas siku kearah bawah sampai di pergelangan. Kemudian nervus radialis diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya kemudian ditarik ke arah radial, kemudian fleksor carpi radialis dan arteri radialis ditarik ke sisi ulnar yang akan mengekspos fleksor digitorum profundus fleksor pollicis longus, pronatus quadratus, dan pronatus teres. Karena sindrom kompartemen biasanya melibatkan kompartemen fleksor profunda, harus dilakukan dekompresi fascia disekitar otot tersebut untuk memastikan bahwa dekompresi yang adekuat telah dilakukan. Pendekatan Volar Ulnar Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama dengan pendekatan Henry. Lengan disupinasikan dan insisi mulai dari medial bagian atas tendon bisep, melewati lipat siku, terus ke bawah melewati garis ulnar lengan bawah, dan sampai ke carpal tunnel sepanjang lipat thenar. Fascia superficial pada fleksor carpi ulnaris diinsisi ke atas sampai ke aponeurosis siku dan ke carpal tunnel ke arah distal. Kemudian dicari batas antara fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum sublimis. Pada dasar fleksor digitorum sublimis terdapat arteri dan nervus ulnaris, yang harus dicari dan dilindungi. Fascia pada kompartemen fleksor profunda kemudian diinsisi. Pendekatan Dorsal Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan bawah didekompresi, harus diputuskan apakah perlu dilakukan fasciotomi dorsal (ekstensor). Hal ini lebih baik ditentukan dengan pengukuran tekanan kompartemen intraoperatif setelah dilakukan fasciotomi kompartemen fleksor. Jika terjadi peningktan tekanan pada kompartemen dorsal yang terus meningkat, fasciotomi harus dilakukan dengan posisi lengan bawah pronasi. Insisi lurus dari epikondilus lateral sampai garis tengah pergelangan.Batas antara ekstensor carpi radialis brevis dan ekstensor digitorum komunis diidentifikasi kemudian dilakukan fasciotomi. Fasciotomi untuk sindrom kompartemen kronik fasciotomi insisi tunggal : Teknik Fronek Dibuat sebuah insisi 5 cm pada pertengahan fibula dan kaput tibia atau melalui defek fascia jika terdapat hernia muskuler pada daerah keluarnya nervus peroneal. Nervus peroneal segera dicari dan lewatkan fasciotom ke kompartemen anterior pada garis otot tibialis anterior. Pada kompartemen lateral, fasciotome diarahkan ke posterior nervus peroneal superficial pada garis fibular. Tutup kulit dengan cara biasa dan pasang pembalut steril. Fasciotomi insisi ganda: Teknik Rorebeck Dibuat 2 insisi pada tungkai bawah 1 cm dibelakang garis posteromedial tibia. Kemudian dicari vena saphenus pada insisi proksimal dan tarik ke anterior bersama dengan saraf. Masuk dan dibuka kompartemen superficial. Fascia profunda kemudian diinsisi. Kompartemen profunda diekspos, termasuk otot digitorum longus dan tibialis posterior dangan merobek sambungan soleus. Kumparan neurovaskuler dan tendo tibialis posterior kemudian diinsisi ke proksimal dan distal fascia pada terdon tersebut. Tibialis posterior adalah kunci dekompresi kompartemen posterior dan biasanya berkontraksi ke proksimal antara fleksor hallucis longus, lebarkan batas antaranya untuk memeriksa kontraksinya. Tutup luka diatas drain untuk meminimalkan pembentukan hematom. Perawatan pasca operasi: Luka harus dibiarkan terbuka selama 5 hari, kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan itu sehat, luka dapat dijahit (tanpa tegangan), atau dilakukan pencangkokan kulit atau dibiarkan sembuh dengan intensi sekunder.(11) IX. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis yang paling sering membingungkan dan sangat sulit dibedakan dengan sindrom kompartemen adalah oklusi arteri dan kerusakan saraf primer, dengan beberapa ciri yang sama yang ditemukan pada masing-masingnya Pada sindroma kompartemen kronik di dapatkan nyeri yang hilang timbul, dimana nyeri muncul pada saat berolah raga dan berkurang pada saat beristirahat. Sindroma kompartemen kronik dibedakan dengan claudikasio intermitten yang merupakan nyeri otot atau kelemahan otot pada tungkai bawah karena latihan dan berkurang dengan istirahat, biasanya nyeri berhenti 2-5 menit setelah beraktivitas. Hal ini disebabkan oleh adanya oklusi atau obstruksi pada arteri bagian proksimal, tidak ada peningkatan kompartemen dalam hal ini. Sedangkan sindroma kompartemen kornik adanya kontraksi otot berulang-ulang yang dapat meningkatkan tekanan intramuskuler sehingga menyebabkan iskemia kemudian menurunkan aliran darah dan otot menjadi kram. X. KOMPLIKASI Komplikasi terjadi akibat trauma permanen yang mengenai otot dan syaraf yang dapat mengurangi fungsinya. Apabila sindrom kompartemen lebih dari 8 jam dapat mengakibatkan nekrosis dari syaraf dan otot dalam kompartemen. Syaraf dapat beregenerasi sedangkan otot tidak sehingga jika terjadi infark tidak dapat pulih kembali dan digantikan dengan jaringan fibrosa yang tidak elastis yaitu kontraktur iskemik Volkmann, yaitu kelanjutan dari sindrom kompartemen akut yang tidak mendapat terapi selama lebih dari beberapa minggu atau bulan. Kira-kira 1-10% dari semua kasus sindrom kompartemen berkembang menjadi kontraktur volkmann. Kontraktur Volkmann Iskemia berat yang berlangsung selama 6-8 jam dapat menyebabkan kematian otot dan nervus, yang kemudian menyebabkan terjadinya kontraktur Volkmann. Kontraktur Volkmann adalah deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawah. Disebabkan oleh iskemia yang biasanya disebabkan oleh peningkatan tekanan (sindrom kompartemen). Trauma vaskuler menyebabkan infark otot dan kematian serat otot, kemudian otot digantikan oleh jaringan ikat. Sedangkan komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal akut, sepsis dan acute respiratory distress syndrome (ARDS) yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ secara multi sistem. XI. PROGNOSIS Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek, toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversible terjadi bila lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat dapat menyebabkan trauma syaraf dan hilangnya fungsi otot. Walaupun fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien mengalami deficit motorik dan sensorik yang persisten.