Human Capital Journal M K I C o r p o r a t e Achieving Human Capital Excellence U n i v e r s i t y n No. 01 / Tahun I / Juli 2011 n Rp. 30.000,- Strategic Performance Management Survey Global Pwc: Ketersediaan Talent Menjadi Ancaman Bisnis SCBHRM ® Solusi Untuk Menyelaraskan Strategi Bisnis Dengan Kompetensi Membangun Tim Impian Anda Hot Jobs di Indonesia 2011 Pengantar MKI Corporate University Center of Excellence in Business, Leadership & Management Business Productivity Audit Latar Belakang Produktivitas merupakan kunci keberhasilan organisasi untuk berkompetisi dan memenangkan persaingan bisnis yang kian ketat. Produktivitas membedakan perusahaan, unit, dan individu yang unggul di pasar dengan perusahaan, unit, dan individu yang tidak unggul. Oleh sebab itu, produktivitas seyogyanya menjadi concerned jajaran manajemen organisasi. Sehingga peningkatan produktivitas adalah tugas utama manajemen organisasi. Untuk bisa meningkatkan produktivitas secara efisien dan efektif, manajemen perlu mendapatkan gambaran tentang tingkat produktivitas organisasi, unit, dan karyawan saat ini secara akurat dan menyeluruh. Manajemen puncak membutuhkan audit produktivitas untuk bisa mendapatkan gambaran tingkat produktivitas tersebut, sekaligus mendiagnosa berbagai per- soalan yang menghambat peningkatan produktivitas di berbagai level organisasi. MKI Corporate University menyediakan jasa BUSINESS PRODUCTIVITY AUDIT® kepada berbagai perusahaan di Indonesia dengan biaya kompetitif dan cost effective. Kami menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang mampu menyediakan jasa ini secara terpadu, mulai dari audit, konsultansi dan pendampingan hingga melaksanakan inisiatif dalam rangka peningkatan produktifitas. Jasa ini berbentuk studi dan konsultansi yang memberikan informasi bagi manajemen tentang : 1. Tingkat produktivitas perusahaan atau unit yang menjadi fokus audit 2. Hasil diagnosa tentang faktor-faktor penghambat produktivitas 3. Rekomendasi perbaikan produktivitas 4. Manfaat finansial yang bisa diperoleh organisasi jika rekomendasi dijalankan Aspek-aspek yang Diaudit Proses bisnis-Kompetensi-Infrastruktur-Kebijakan-Proses dan me­ todologi kerja-Budaya kerja-Lingkungan kerja-Sistem kerja-Sistem manajemen-Efektifitas karyawan-Penciptaan nilai Metodologi Audit > > > > > Review dengan pimpinan puncak Diskusi terfokus dengan counter part yang ditunjuk Review dengan manajer terkait Review dengan staf terkait Review dengan pelanggan, mitra, pemasok, dan stakeholder lainnya > Studi/riset lapangan > Observasi > Benchmarking dengan standar industri Team Audit BUSINESS PRODUCTIVITY AUDIT® ditangani team konsultan profesional yang berpengalaman, termasuk sebagai CEO dan Direksi perusahaan-perusahaan terkemuka. Team Audit memiliki latar belakang ilmu dan keahlian beragam yang sangat diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaan audit. Selamat Datang Human Capital Journal P erubahan adalah sesuatu yang pasti. Jika tidak ingin ditelan perubahan, maka Anda harus melakukan perubahan terlebih dahulu. Tidak boleh terlalu cepat, tetapi juga jangan terlambat. Itulah yang dilakukan PT Menara Kadin Indonesia (MKI), yang selama ini bergerak di bidang training, consulting, dan assessment center. Mulai Juli 2011, MKI bertransformasi menjadi MKI Corporate University dengan tagline “Center of Excellence in Business, Leadership & Management”. Inilah pusat keunggulan dalam pengembangan kompetensi bidang bisnis, kepemimpinan, dan manajemen bagi seluruh organisasi di Indonesia. Transformasi ini menegaskan ulang tentang bisnis inti MKI yakni training, consulting, dan assessment center. Selain membangun pula unit jaminan mutu dan inovasi, MKI Corporate University mulai Juli 2011 secara rutin menerbitkan Human Capital Journal yang kini ada di tangan Anda. Jurnal manajemen human capital ini terbit sekali sebulan, yang kami harapkan menjadi sumber informasi dan referensi sekaligus trend setter manajemen sumberdaya manusia (SDM) di Indonesia. Selain itu, jurnal ini merupakan wahana komunikasi bagi para eksekutif, praktisi, dan penggiat manajemen SDM. Human Capital Journal terbit sekali sebulan, dan hanya bisa diperoleh dengan cara berlangganan. Oleh sebab itu, jangan kaget jika Anda tidak bisa menemukan Human Capital Journal di gerai penjualan majalah biasa, termasuk di toko-toko buku. Tentu hal ini tidak akan menjadi persoalan besar karena cukup mengisi formulir berlangganan dan mengirimkannya ke bagian sirkulasi. Edisi perdana mengupas tema Strategic Performance Management (SPM), yakni sistem manajemen kinerja korporasi yang diturunkan secara selaras ke level unit dan individu di seluruh jajaran organisasi. Sistem ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas eksekusi strategi organi­sasi yang merupakan masalah utama manajemen organisasi di dunia. Menarik juga membaca tulisan Strategic CompetencyBased Human Resources Management (SCBHRM) sebagai solusi inovatif terhadap konsep Competency Based HR Management (CBHRM) yang banyak dianut organisasi di Indonesia. Konsep SCBHRM menjawab kritik manajemen puncak banyak organisasi tentang efektifitas CBHRM dalam meningkatkan kinerja organisasi. Munculnya pembahasan tentang 2 tema yang sangat crucial ini dalam edisi yang sama – SPM dan SCBHRM – dimaksudkan untuk memberikan pencerahan tentang bagaimana manajemen SDM dibangun dan dijalankan berdasarkan strategi organisasi. Masih banyak tulisan menarik lainnya. Selamat membaca dan selamat datang era baru. n (Redaksi) Alamat Kontak Bagi organisasi yang membutuhkan atau ingin mengetahui lebih jauh tentang jasa BUSINESS PRODUCTIVITY AUDIT®, silakan menghubungi: Bapak Andedes Cipta dan Ibu Evo Suzana Rosa. Telp. : ® 021 5790 3840 Fax : 021 527 4443 Email : [email protected] MKI Corporate University Patrons : Anindya N. Bakrie. Teddy Kharsadi, Tedy Djuhar, Putri Kus Wisnu Wardhani. Chief Editor : Syahmuharnis. Managing Editor : Rilzan Chandra. Executive Editor : Yurnas Rachman. Editorial Board : Bagas Wiharto, Dasmito Syah, Andedes Cipta, Shinta Febriska. Circulation & Advertisment: Evo Suzana Rosa, Asri Novita, Purwanti, Gama Horas, Pipit Supriatin, Peri Sonata. Alamat Redaksi / Sirkulasi / Iklan : Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia. Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. : (62-21) 527 0443. Email : [email protected], [email protected]. Website : www.pt-mki.co.id Bank : Bank Mega Cabang Rasuna Said, Jakarta. Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia Gedung Menara Kadin Lt. 24, Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Human Capital Journal - Juli 2011 | 3 From Chief Editor Contents Prof. Dave Ulrich & Fungsi Manajemen Sdm K edatangan Prof. Dave Ulrich, mahaguru bidang organisasi dan sumberdaya manusia dari University of Michigan, ke Jakarta Mei lalu sungguh sebuah kesempatan yang sangat langka dan berharga. Tidak hanya bagi praktisi human capital tetapi juga bagi para eksekutif puncak berbagai perusahaan. Ulrich merupakan guru bidang organisasi dan manajemen SDM dunia, penulis banyak buku (antara lain HR Champion), pembicara papan atas dan laris, dan berbagai sebutan lain yang menunjukkan kehebatannya. Agenda seminarnya tersusun dengan rapih, dan untuk bisa “menanggap” Ulrich harus melakukan pemesanan minimal setahun sebelumnya. Gagasan pemikiran pria yang pernah memimpin Gereja Mormon di Canada ini (alasannya ingin mendapatkan tantangan baru) jauh melampaui pemikiran manajemen SDM biasa. Ulrich lah yang menggagas 4 tahap peran manajemen SDM, dimulai dari level 1 HR Operational Excellence, level 2 HR Relationship Manager, level 3 Performance Consultant, dan level 4 Strategic Business Partner. Unit human capital dianggap hebat kalau berhasil meraih level 4, namun untuk bisa meraih level 4, unit human capital tersebut harus terlebih dahulu meraih level 1, level 2, dan level 3. Istilah Strategic Business Partner memang semakin sering terdengar di kalangan bisnis. Istilah ini bermakna, unit human capital berkontribusi bagi perumusan dan eksekusi strategi organisasi. Opini, masukan, dan pandangan unit human capital harus ikut dipertimbangkan jajaran eksekutif saat menyusun strategi organisasi. Dan ketika strategi tersebut dieksekusi, maka unit human capital harus menyelaraskan strategi manajemen 4| Human Capital Journal - Juli 2011 human capital dengan strategi organisasi. Mulai dari perencanaan SDM dan strategi rekrutmen hingga strategi pengembangan SDM, strategi remunerasi, strategi suksesi, strategi manajemen kinerja, dan sebagainya. Survei Society for Human Resource Management (SHRM) 2002 menunjukkan bahwa baru 34% para eksekutif perusahaan terkemuka Amerika yang menilai unit SDM sebagai strategic business partner; baru 23% eksekutif yang mengindikasikan bahwa strategi manajemen SDM selaras dan terkait erat dengan strategi organisasi. Survei sejenis akhir-akhir ini mengindikasikan perbaikan dari hasil survei tersebut, namun tetap kurang dari 50% eksekutif yang menilai unit SDM sebagai strategic business partner. Ketika berbicara di depan para eksekutif Indonesia di Jakarta, Ulrich menegaskan ulang tentang perlunya eksekutif human capital memaham pelanggan perusahaan – apa saja tuntutan dan keluhan mereka serta sejauh mana tingkat kepuasan mereka. Dia berbicara tentang fungsi unit manajemen SDM yang tidak lagi fokus hanya kepada pelanggan internal, tetapi juga pelanggan eksternal. Sesuatu yang cukup baru di mata praktisi manajemen SDM Indonesia. Seruan Ulrich ini patut direspons secara positif oleh unit manajemen SDM karena unit ini merupakan penentu awal dari proses penciptaan nilai bagi organisasi. Keberadaan unit SDM dalam organisasi merupakan bagian tidak terpisahkan dari bisnis organisasi. Dengan memahami pelanggan secara langsung, unit manajemen SDM bisa mengelola aspek SDM organisasi secara efisien dan efektif. n Cover Story Strategic Perfomance Management Sistem manajemen kinerja korporasi merupakan alat bagi CEO dan seluruh jajaran pimpinan dalam mengelola kinerja organisasi. Sistem manajemen kinerja ini memastikan terwujudnya sasaran strategis, misi, dan visi organisasi. Inilah alat bantu untuk mengesekusi strategi, yang menurut survei Fortune lebih dari 90% organisasi di dunia gagal melaksanakannya. Human Capital Journal Edisi 01 / Tahun I / Juli 2011 Kegagalan SistemManagemen Kerja Supaya Sistem Manajement Kerja "Bunyi" Pengantar Selamat Datang Human Capital Journal 3 SCBHRM® Solusi Untuk Menyelaraskan Strategi Bisnis Dengan Kompetensi 22 4 Tips 4 Elemen Sistem Penilaian Kinerja yang Efektif HC News Kepemimpinan: Arti, Makna dan Aplikasinya Wawancara Bosowa Umbrella Management System Jakarta sebagai kota yang pa­ling menyebalkan di dunia akibat kemacetan lalu lintas yang parah dan kepadatan kendaraan di jalanan 6 Survey Global Pwc: Ketersediaan Talent Menjadi Ancaman Bisnis 25 Column Leadership Survei Frost & Sullivan: Jalanan JakartaPaling Menyebalkan 15 18 Periscope From Chief Editor. Prof. Dave Ulrich & Fungsi Manajemen Sdm 12 7 Hot Job di Indonesia 2011 8 Bosowa Group tumbuh dari perusahaan keluarga menjadi perusahaan profesional dengan mengimplementasikan Bosowa Umbrella Management System (BUMS) di mana aspek business dan people dijaga seimbang dan diterapkan secara ekselen. Bahkan, menurut Cahyo Winarto, Direktur Human Capital Bosowa Group, Bosowa memiliki unit Corporate Office Of Strategic Management (COSM) di tingkat grup dalam merumuskan strategi. 19 Kepemimpinan, skill atau keterampilan kepemimpinan berarti, kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk menerima pendapatnya atau mengikuti tindakannya atau melakukan hal pekerjaan yang dimaksudkan oleh seseorang tersebut. Column Succes Motivation 26 Membangun Tim Impian Anda Memiliki orang-orang yang benar di tempat yang benar adalah pen­ting untuk kesuksesan individu dan tim 28 Human Capital Journal - Juli 2011 | 5 HC News Survei Frost & Sullivan: Jalanan Jakarta Paling Menyebalkan H Jakarta sebagai kota yang pa­ ling menyebalkan di dunia aki­ bat kemacetan lalu lintas yang parah dan kepadatan kendaraan di jalanan. 6| Human Capital Journal - Juli 2011 asil survei berjudul “Journey Experience Index Frost & Sullivan” menempatkan Jakarta sebagai kota yang paling menyebalkan di dunia akibat kemacetan lalu lintas yang parah dan kepadatan kendaraan di jalanan. Survei tersebut dilakukan dari September 2010 hingga Februari 2011 melibatkan 14.711 responden di 23 kota dunia. Mereka juga melacak mobilitas 27.600 pengguna angkutan umum di dunia. Hasilnya, Jakarta mendapat skor rata-rata 30.5 poin atau paling rendah dari kota-kota HC News yang disurvei. Seoul mendapatkan skor 35.5, Rio de Janeiro 45.5. Skor tertinggi diraih Kopenhagen 81.5, diikuti oleh Seattle (Amerika Serikat) dan Sidney (Australia) di tempat kedua dan ketiga. Rata-rata skor adalah 61.0. Kepuasan pengguna jalan di Kopenhagen muncul karena banyaknya pengguna kendaraan tidak bermotor seperti sepeda dan transportasi publik yang terintegrasi. Kopenhagen memiliki jalur sepeda ekstensif dan dirancang dengan baik sepanjang 350 km. Seperempat populasi Kopenhagen menggunakan sepeda atau berjalan kaki menuju tempat aktivitas jika dibandingkan dengan rata-rata global yang kurang dari 10%. Frost & Sullivan merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri dan jasa konsultasi. The Frost & Sullivan Journey Experience Index menetapkan index berdasarkan rata-rata kecepatan, biaya transportasi, kenyamanan, dan pengalaman dalam melakukan perjalanan. Survei ini yang pertama dilakukan untuk menggambarkan bagaimana masyarakat berpergian secara global, dengan segala masalah yang dihadapi dan solusi yang diinginkan, ujar sumber Frost & Sullivan. Hasil survei Polda Metro Jaya akhir 2010, memperkirakan jumlah kendaraan di Jakarta mencapai 11.362.396 unit. Data tersebut belum termasuk jumlah angkutan satu trayek yang mencapai 859.692 unit. Diperkirakan sebanyak 12.062.396 kendaraan akan memadati jalanan Jakarta akhir 2011. Hampir separuhnya adalah kendaraan baru. Pada tahun 2010, tercatat di Jakarta setiap hari “lahir” 240 mobil dan 890 unit sepeda motor baru. Sedangkan pertumbuhan jalan di Jakarta? Hanya 0.01% per tahun. Ditambah dengan tingginya angka perjalanan di Jakarta yang mencapai 20 juta orang per hari, lengkaplah derita penduduk Jakarta dan sekitarnya. Sampai kapan hal ini terus terjadi? n Survey Global Pwc: Ketersediaan Talent Menjadi Ancaman Bisnis Sebanyak 56% CEO 'sangat khawatir' dengan ke­ tersediaan karyawan potensial (talent). H asil survei tahunan PricewaterhouseCoopers bertajuk PwC 14th Annual Global CEO Survey me­ nyimpulkan bahwa hampir tiga perempat eksekutif puncak perusahaan (chief executive officer/CEO) dunia melihat pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil sebagai ancaman potensial bagi bisnis mereka dalam 12 bulan ke depan. Selain itu, hampir sepertiga dari para CEO itu mengatakan bahwa mereka 'sangat khawatir' dengan prospek ekonomi global. Kemudian,sekitar 61 persen responden dari kalangan eksekutif puncak itu menilai ancaman umum lainnya yang bakal dihadapi adalah reaksi pemerintah terhadap defisit fiskal. Selain itu, 60 persen CEO mencemaskan adanya peraturan yang tumpang tindih, ancaman dari volatilitas nilai tukar (54 persen), serta kondisi pasar modal yang tidak stabil (52 persen) dan proteksi (40 persen). Sementara itu, momok tingkat inflasi diungkapkan oleh kurang dari sepertiga responden. Yang menarik, di antara ancaman bisnis bagi CEO itu, 56 persen responden mengkhawatirkan ketersediaan bakat Human Capital Journal - Juli 2011 | 7 HC News HC News (talent) yang dibutuhkan, diikuti oleh peningkatan pajak (55 persen), dan pergeseran permanen dalam perilaku konsumen (48 persen). "Kekurangan potensi bakat menjadi perhatian khusus di Asia Pasifik, Eropa Tengah dan Timur, Timur Tengah, serta Afrika," kata PwC mengutip hasil survei. Isu suksesi dan kompetensi manajemen menengah-atas tampaknya mulai menjadi penghambat perkembangan perusahaan ke depan. Bisnis yang semakin kompleks dan kompetitif membutuhkan tenaga profesional yang semakin tangguh dengan kompetensi yang juga lebih hebat. Risiko global lainnya yang diungkapkan para CEO termasuk ketidakstabilan politik (58 persen), kelangkaan sumber daya alam (34 persen), perubahan iklim (27 persen), dan bencana alam (25 persen). Untuk itu, hampir separuh dari CEO mengatakan prioritas pemerintah harus ditekankan dalam perbaikan infrastruktur negara. Selain itu, pemerintah suatu negara diharapkan dapat menciptakan dan membina tenaga kerja terampil, memastikan stabilitas sektor keuangan dan akses ke modal yang terjangkau. "Lebih dari 60 persen CEO sepakat bahwa pemotongan belanja publik atau kenaikan pajak akan memperlambat pertumbuhan ekonomi di negara mereka," tulis hasil survei itu. Bahkan, 53 persen CEO mengatakan pajak perusahaan mereka akan meningkat akibat dari reaksi pemerintah untuk meningkatkan utang publik. Hanya lebih dari sepertiga CEO yang mengatakan bahwa perusahaan mereka telah membuat perubahan strategis karena pemotongan belanja publik atau kenaikan pajak baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Survei PwC itu dilakukan dengan wawancara 1.201 responden CEO di 69 negara dalam kuartal terakhir 2010. Dilihat dari wilayah, sebanyak 420 8| Human Capital Journal - Juli 2011 wawancara dilakukan di Eropa Barat, 257 (Asia Pasifik), 221 (Amerika Latin), 148 (Amerika Utara), 98 (Eropa Timur), serta 57 di Timur Tengah dan Afrika. Negara-negara di Asia Pasifik terdiri atas Australia (40), China (39), Hong Kong (7), India (40), Indonesia (1), Jepang (75), Korea (15), Malaysia ((11), Singapura (4), Taiwan (10), Thailand (5), Vietnam (10). Hot Job di Indonesia 2011 Menurut Kelly, bisnis di Indonesia tahun 2011 sangat bergairah dan menjanjikan. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan 2010, berkisar pada angka 6,4%. K elly Services Inc., penyedia solusi sumberdaya manusia terkemuka, memperkirakan sepanjang 2011 akan terdapat sejumlah jabatan/posisi yang banyak dicari oleh kalangan bisnis di Indonesia di mana pasokannya juga terbatas (hot job). Menurut Kelly, bisnis di Indonesia tahun 2011 sangat bergairah dan menjanjikan. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan 2010, berkisar pada angka 6,4%. Laju inflasi cukup rendah, sekitar 3%, mata uang Rupiah juga stabil, sehingga hal itu memberikan indikasi positif untuk terjadinya kenaikan gaji 2011. Secara keseluruhan, laju kenaikan gaji di seluruh industri berkisar 7% sampai dengan 11%. Trend di bidang manajemen sumberdaya manusia (SDM) di Indonesia 2011 akan terfokus pada sejumlah bidang. Talent management akan tetap menjadi topik hangat di seluruh industri tahun ini. Begitu pula kualitas karyawan untuk menciptakan nilai bagi organisasi. Dengan industri yang bertumbuh lebih tinggi, maka permintaan terhadap profesional yang berkualifikasi tinggi dan talent juga meningkat. Banyak perusahaan yang menghadapi persoalan gap kompetensi, terutama karena kompetensi yang ada saat ini tidak sesuai dengan perubahan strategi, tujuan, pasar, model bisnis perusahaan. Industri-industri yang akan bertumbuh pesat, antara lain, industri produk konsumer, telekomunikasi, teknologi informasi, jasa keuangan, dan otomotif. Berbagai investasi, merger dan akuisisi akan tetap mewarnai perjalanan bisnis di Indonesia tahun ini. Jabatan yang paling dicari adalah di bidang keuangan, sumberdaya manusia, penjualan dan pemasaran, dan rekayasa. n Adapun hot job 2011 menurut Kelly, antara lain, tertera dalam tabel berikut ini: 3 Insurance Actuarial Head of Risk Manager 4 Engineering & Technical Production Engineer S1 3-5 tahun Material Manager HR Officer/Executive/ Senior Executive Learning Development/Training Manager HR Manager (Local) Account/Sales Manager S1 5-8 tahun Range Gaji (Rp)/Bulan 22-28 juta 2.750.000 4.750.000 2.500.000 4.000.000 1.800.000 3.000.000 3.500.000 5.900.000 3.000.000 6.000.000 50-80 juta 4.000.000 10.000.000 50-65 juta 20-30 juta 3.500.000 6.000.000 7-15 juta S1 3-6 tahun 5-12 juta S1 5-8 tahun 17-28 juta S1 S1 5-10 tahun >= 5 tahun System Network Administator S1 2-6 tahun 15-25 juta 20-35 juta 5.000.000 9.000.000 No 1 2 5 6 Bidang Pekerjaan Accounting & Finance Banking Human Resources IT Jabatan Finance Manager Kualifikasi S1 Pengalaman 6-7 tahun Accounting Assisstant S1 1-3 tahun Accounting Clerk S1 1-3 tahun Administrator S1 3 - 5 tahun Compliance Officer S1 2-3 tahun Customer Service Officer S1 2-3 tahun Financial Controller S1 10-12 tahun Tax Accountant S1 2-5 tahun S1 S1 > =12 tahun 5-7 tahun Human Capital Journal - Juli 2011 | 9 MKI Corporate University Center of Excellence in Business, Leadership & Management HRMP Human Resource Management Professional 11 - 14 Juli 2011 (Jakarta) 25 - 28 Juli 2011 (Bandung) 27 - 30, Sep. (Bandung) 10 - 13, Okt. (Jakarta) 08 - 11, Nov. (Bandung) 05 - 08, Des. (Jakarta) (4 days effective program) E sensi program HRMP adalah suatu konsep mutakhir untuk menjembatani bagaimana menurunkan isu strate­ gis bisnis ke dalam ope­rasionalisasi mana­jemen SDM sehingga unit SDM bisa berperan sebagai Strategic Business Partner dengan benar. Materi program HRMP disebut sebagai Strategic Competency-based HR Management (SCBHRM®) yang telah terbukti efektif di berbagai organisasi baik ins­tansi Peme­ rintah, perusahaan maupun lembaga nirlaba. HRMP dikemas sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat dengan mudah dicerna dan diaplikasikan oleh para peserta, baik yang baru memulai karir di bidang Manajemen SDM maupun yang telah berkarir lama di perusahaan namun baru mengenal bidang ini. Tujuan dan Sasaran HRMP HRMP bertujuan untuk memberikan pengetahuan praktis dan ketrampilan yang mendasar dalam bidang Manajemen SDM yang bersifat umum (overview) namun dapat dipraktekkan oleh para peserta dalam pekerjaannya masingmasing. Sasaran yang ingin dicapai : Peserta mampu memahami lingkup kerja Manajemen SDM, mampu memahami perubah­ an paradigma Manajemen SDM yang terjadi, mampu memahami pendekatan-pendekatan baru yang aplikatif, serta memiliki ketrampil­an dasar Manajemen SDM yang dapat dite­rapkan di organisasi masing-masing. Fasilitator : HRMP dilaksanakan dalam waktu 4 (empat) hari efektif, dengan topik sebagai berikut : 1. Konsep Dasar Manajemen SDM Pendaftar group minimal 3 peserta akan mendapatkan discount 10% Rp.6.000.000, / peserta Pendaftaran : a. Evolusi Manajemen SDM b. Pengertian Mengenai Manajemen SDM a. Peluang dan Tantangan Globalisasi Industri dan Perda2. Peluang dan Tantangan Manajemen SDM Saat gangan Ini Dan Di Masa Mendatang b. Peluang dan Tantangan Pengembangan Peran Manajemen SDM 3. Strategic Competency-based Human Resource Management (SCBHRM®) a Konsep Dasar SCBHRM® b. Strategic Competency Profiling® c. Penerapan SCBHRM® dalam pengembangan organisasi dan sistem manajemen SDM 4. Pengembangan Organisasi & Manajemen Perubahan (Organization Development & Change Management) a. b. c. d. e. Center of Excellence in Business, Leadership & Management Desain & Struktur Organisasi Competency-based Job Evaluation Nilai, Budaya & Perilaku Organisasi Sistem, Proses & Teknologi Change Management Presents : A Two Day Workshop KPI With Balanced Scorecard: Top-Down Cascading & Alignment Technique Schedule 20 - 21 Juli 2011 21 - 22 Sept 2011 Target Peserta Outline Workshop ini dirancang bagi eksekutif, manajer, dan staf kunci di berbagai bidang yang memiliki tugas mengelola kinerja korporat, unit, dan individu pegawai, baik untuk perusahaan yang sudah menerapkan Balanced Scorecard, akan menerapkan Balanced Scorecard, maupun yang ingin meningkatkan efektivitas dari PMS yang sudah ada. • Performance Management Cycle • Why performance management fails? • Vision, mission, and business strategy • Understanding Balanced Scorecard and its Evolution • Framework of strategic performance management using BSC • BSC Architecture • Understanding organization’s value creating chain to achieve vision, mission & Workshop Leader Syahmuharnis 6. Sistem Manajemen SDM 02 - Sistem Rekrutmen & Seleksi (Recruitment & Selection System) a. b. c. d. Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Rekrutmen & Seleksi Proses Rekrutmen & Seleksi Metode Competency-based Selection Interview Metode Assessment Center 7. Sistem Manajemen SDM 03 - Sistem Pelatihan & Pengembangan SDM (Training & Development System) a. Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Pelatihan & Pengembangan b. Analisa Kebutuhan Pelatihan c. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) d. Sosialisasi & Orientasi e. Sistem Evaluasi Pelatihan 8. Sistem Manajemen SDM 04 - Sistem Manajemen Karir (Career Management System) a. Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Perencanaan & Pengembangan Karir b. Career Management Roadmap c. Jenjang Karir (Career Path) d. Succession Planning & Replacement Chart e. Career Development 9. Sistem Manajemen SDM 05 - Sistem Remunerasi (Remuneration System a. b. c. d. e. Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Remunerasi Filosofi & Konsep Remunerasi Struktur Remunerasi Survei Penggajian Strategi & Kebijakan Remunerasi 10. Sistem Manajemen SDM 06 - Sistem Manajemen Kinerja (Performance Management System) a. b. c. d. Aplikasi SCBHRM® Dalam Sistem Manajemen Kinerja Filosofi & Konsep Performance Evaluation Performance Management Cycle Individual Development Plan (IDP) 11. Sistem Manajemen SDM 07 - Hubungan Kepegawaian (Employee Relations) a. b. c. d. e. Aplikasi SCBHRM® Dalam Hubungan Kepegawaian Filosofi & Konsep Hubungan Kepegawaian Faktor-Faktor Pengembangan Hubungan Kepegawaian Peraturan & Kebijakan Dalam Hubungan Kepegawaian Manajemen PHK Ms. Asri Novita / Purwanti. Tel. (021) 5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected] • • • • • • • • strategy Corporate Strategy Map Cascading corporate Strategy Map to functional unit’ Strategy Map Creating corporate KPIs and cascading to lower level, including individual Target setting methodology Measurement methodology Performance Contract, Performance standard & Sub-KPI Performance Appraisal Linking strategic initiative with KPI and evaluating its effectiveness Metodologi Workshop ini mengutamakan latihan ketimbang teori, dengan bobot perkiraan 30% teori dan70% latihan. Sebaiknya peserta membawa contoh dokumen rencana strategis korporat untuk menjadi bahan latihan Investment Fee Rp 3.000.000 /peserta Registration: Call Ms. Pipit / Purwanti Tel. (021) 5790 3840 Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected] MKI Corporate University a. Aplikasi SCBHRM® Dalam Perencanaan SDM 5. Sistem Manajemen SDM 01 -Perencanaan b. Proses Perencanaan SDM SDM (HR Planning) c. Human Capital Readiness 1. R. Chandra 2. Daisy M. E. Suhari Menggunakan pendekatan mutakhir Strategic Competencybased HR Management SUBTOPIK TOPIK MKI Corporate University • Format Baru • Pendekatan Baru • Sangat Aplikatif Center of Excellence in Business, Leadership & Management Presents: A-Two day Practical Workshop COMPREHENSIVE STRATEGIC MANPOWER PLANNING (CSMP) Topics - The alignment of manpower planning with business strategy - The Nature of Organizations - Diagnosing Symptoms of Organization Effectiveness - Comprehensive Strategic Manpower Planning Process & Methodology: ShorttermMedium Term-Longterm - Job vacant based on existing organization/unit structure, need & policy - Business Plan/Strategy - Workload Analysis: Key Activ- - - - - - - - ity Base & Business Process Mapping Human Capital Readiness/Succession Plan Attrition Rate New business competency requirement Methodology to calcalute Full Time Equivalent (FTE) Consolidated Manpower Plan vs. Budget Consolidated Manpower Plan vs. Internal & External Supply Execution Plan of consolidated manpower plan: shortterm & medium-longterm plan Jadwal 27 - 28 Juli 2011 13 - 14 Sept 2011 20 - 21 Okt 2011 8 - 9 Des 2011 Workshop Methodology Lead Facilitators Workshop ini lebih menekankan aspek praktik ketimbang teori. Dari 2 hari workshop, aspek teori hanya diberikan kurang dari 1 hari, sisanya berupa latihan. Investment Syahmuharnis Rp. 3.000.000,- Target Participants Seluruh Manpower Planner, HR Supervisor & Manager, Manager dari berbagai unit kerja, pejabat pada Change Management Office, dan eksekutif yang memerlukan pemahaman komprehensif tentang perencanaan kebutuh­an SDM. Registration: Call Ms. Pipit / Purwanti. Tel. (021) 5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected] Cover Story Cover Story dihadapi mayoritas organisasi di dunia. Sebuah strategi baru bisa dikatakan hebat kalau eksekusinya berhasil mewujud berupa hasil yang diharapkan. Profesor manajemen dari Harvard Business School Robert Kaplan dan koleganya Dr. David Norton adalah motor utama dalam mengembangkan pemikiran dan solusi terkait eksekusi strategi ini. Pemikiran mereka muncul pertama kali di Harvard Business Review edisi Januari-Februari 1992 berjudul Balanced Scorecard – Measures that Drive Performance. Tulisan tersebut mendapat sambutan dan tanggapan luar biasa dari sejumlah CEO perusahaan besar Amerika, termasuk Motorola, Mobil Oil, dan sebagainya. Tulisan tersebut hingga penemuan Balanced Scorecard dianggap sama kuat dengan penemuan sistem akuntansi. Setelah buku pertama, muncul 4 buku berikutnya. Terakhir berjudul Executon Premium yang terbit 2008. Buku terakhir tersebut menegaskan ulang tentang pentingnya masalah eksekusi strategi tersebut. Sebelum menjadi judul buku terakhir, Kaplan dan Norton telah menggagas tema Execution Premium Community sebagai nama kelompok elit praktisi strategi di dunia. Judul Execution Premium juga menjadi tema utama dari rangkaian program konferensi, seminar, dan pelatihan kelas dunia yang dibawakan oleh Kaplan dan Norton. Jelas sekali kalau Kaplan dan Norton ingin menciptakan lebih ban- Strategic Performance Management Sistem manajemen kinerja korporasi merupakan alat bagi CEO dan seluruh jaja­ ran pimpinan dalam mengelola kinerja organisasi. Sistem manajemen kinerja ini memastikan terwujudnya sasaran strategis, misi, dan visi organisasi. Inilah alat bantu untuk mengesekusi strategi, yang menurut survei Fortune lebih dari 90% organisasi di dunia gagal melaksanakannya. A pa yang terjadi jika kinerja korporasi terus meleset dari target yang telah ditetapkan? Salah satu yang paling umum, Chief Executive Officer (CEO) perusahaan tersebut diganti. Ini mirip dengan klub sepakbola yang gagal mencapai target, maka yang pertama diganti adalah pelatihnya. Tetapi, gonta-ganti CEO dari sebuah perusahaan atau pelatih dari sebuah klub sepakbola tidaklah menjamin adanya perbaikan kinerja organisasi atau klub yang 12 | Human Capital Journal - Juli 2011 dipimpin. Penggantian pimpinan puncak harus dibarengi dengan kemampuan mengelola strategi dan kinerja yang lebih baik. Strategi memang menjadi kunci sukses sebuah organisasi. Pemilihan atau perumusan strategi yang tepat merupakan prasyarat untuk sukses. Namun, yang lebih penting, adalah implementasi atau eksekusi strategi tersebut. Yakni, bagaimana mengoperasionalkan strategi tersebut secara detil dan terukur dalam organisasi untuk meraih hasil yang diharapkan. Majalah Fortune yang secara kontinu mengkaji hal ini, mendapatkan kenyataan bahwa isu terbesar dalam mengelola organisasi di dunia adalah eksekusi strategi. Hasil survei pertama tentang masalah strategi ini tahun 2002 menunjukkan, lebih dari 90% organisasi di dunia gagal dalam mengeksekusi strategi. Tingkat kegagalan eksekusi strategi tersebut memang menurun akhir-akhir ini, tetapi Fortune mencatat persoalan eksekusi strategi tetap kini tercatat sebagai tulisan yang paling banyak diminta kopinya oleh pembaca sepanjang sejarah Harvard Business Review. Tulisan Kaplan-Norton berikutnya muncul di edisi Oktober 1993 berjudul Putting Balanced Scorecard to Work dan edisi Januari-Februari 1996 berjudul Using the Balanced Scorecard as a Strategic Management System. Setelah itu lahirlah metodologi Balanced Scorecard yang dipilih menjadi judul dari buku pertama Kaplan dan Norton terbit 1996. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa di dunia. Wajar jika Harvard Business Review menyebut Balanced Scorecard sebagai salah satu the most important management practices of the past 75 years. Dampak yak lagi jago-jago eksekusi strategi di seluruh dunia, baik di organisasi bisnis maupun institusi non-bisnis. Berdasarkan pengalaman praktik yang ekstensif, Kaplan dan Norton kemudian memperkenalkan konsep The Strategy-Focused Organization (SFO) sebagai organisasi-organisasi yang berhasil menciptakan kinerja tinggi secara berkelanjutan. Strategi, menurut Kaplan dan Norton, seharusnya menjadi dasar dalam mengelola organisasi. Organisasi tergolong SFO mampu menyelaraskan manajemen kinerja korporat dengan manajemen kinerja unit dan individu; mampu menciptakan dan mengeksekusi program dan anggaran yang efisien dan efektif; mampu menciptakan struktur organisasi yang tepat; mampu menyelaraskan strategi organisasi dengan manajemen sumberdaya manusia. Bukankah strategi organisasi merupakan penjabaran dari visi, misi, nilai, dan rencana jangka menengah-panjang organisasi? Kerangka SFO sejatinya dibangun dengan mengacu kepada lima prinsip manajemen strategik. Pertama, gerakkan (mobilize) perubahan melalui kepemimpinan eksekutif. Kedua, terjemahkan (translate) strategi ke dalam bahasa operasional. Ketiga, selaraskan (align) organisasi dengan strategi. Keempat, motivasi (motivate) seluruh jajaran organisasi untuk menjadikan strategi pekerjaan setiap orang. Kelima, atur (govern) agar strategi menjadi sebuah proses berkelanjutan. Saking pentingnya soal eksekusi strategi ini, Kaplan dan Norton memperkenalkan pula konsep Office of Strategy Management (OSM) sebagai unit khusus yang bertanggung jawab dalam pengelolaan strategi organisasi. Gagasan OSM muncul pada tahun 2004, setelah Balanced Scorecard Collaborative (organisasi berisi para ahli Balanced Scorecard yang didirikan oleh Kaplan dan Norton) membuat Action Working Group (AWG) yang melibatkan 12 perusahaan terkemuka dunia, yang juga masuk dalam daftar Balanced Scorecard Hall of Fame. Dalam diskusi terungkap, perusahaan multinasional tersebut membentuk unit Strategi memang menjadi kunci sukses sebuah organisasi. Pemilihan atau perumusan strategi yang tepat merupakan prasyarat untuk sukses. Human Capital Journal - Juli 2011 | 13 Cover Story Cover Story kecil yang khusus bertugas mengawasi berbagai proses yang dibutuhkan untuk eksekusi strategi organisasi. Organisasi-organisasi yang menerapkan Balanced Scorecard biasanya akan melengkapi implementasinya dengan membangun unit OSM. Unit ini sangat penting terutama untuk memantau, menganalisa, membuat laporan dan masukan tentang kinerja dari seluruh unit dalam organisasi untuk keperluan pengambilan keputusan oleh CEO. Di level negara pun, organisasi semacam ini juga ada di sejumlah negara maju. Unit khusus ini mengelola operasionalisasi strategi nasional, termasuk pembangunan, seperti yang ingin diemban oleh UKP4 pimpinan Dr. Kuntoro Mangkusubroto. Pemikiran Kaplan dan Norton yang sangat intens terhadap manajemen strategi organisasi ini mendapat pujian dari Renee Mauborgne, penulis buku laris Blue Ocean Strategy bersama dengan Prof. Kim. “Kaplan dan Norton merumuskan sebuah sistem manajemen yang lengkap dan rinci untuk menggerakkan strategi sampai kepada pelaksanaan di tingkat akar rumput,” tukasnya. Strategic Performance Management (SPM) vs. Traditional System Aspek perencanaan strategi yang menyatu dengan aspek eksekusi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 14 | strategi, sebagai bagian dari Balanced Scorecard, pada dasarnya merupakan kerangka dari sistem manajemen kinerja strategik (strategic performance management) korporasi, yang kemudian diturun­ kan menjadi sistem manajemen kinerja unit fungsional dan Strategic Business Unit (SBU) hingga level individu karya­ wan. SPM merupakan sistem manajemen kinerja organisasi hingga individu karyawan berbasis strategi organisasi, bersifat top-down, dan diturunkan secara selaras untuk menciptakan keselarasan strategik secara total (total strategic alingment) dalam organisasi. SPM menjadi pilar manajemen organisasi, yang dimulai dengan pembentukan sistem manajemen kinerja korporat dan diturunkan ke unit-unit lebih rendah hingga individu karyawan. Dengan menerapkan SPM, semua unit dan individu dalam organisasi bekerja secara bersama-sama - dengan ukuran keberhasilan yang terdefinisikan secara jelas dan terukur – untuk mendukung pencapaian sasaran strategik (strategic objective) dan target kinerja korporat. Setiap orang dalam organisasi memiliki tanggung jawab dan kontribusi yang jelas dalam mewujudkan strategi organisasi sesuai jabatan dan bidang tugas masing-masing. SPM jelas berbeda dengan sistem manajemen kinerja organisasi tradisio­ nal. Perbedaannya, bahkan, sangat fundamental. SPM merupakan alat eksekusi strategi, visi, dan misi organisasi; diba­ ngun top-down; membantu jajaran eksekutif puncak mengelola kinerja; menjadi tanggung jawab bersama atasan dan bawahan; dan sebagainya. Sedangkan sistem manajemen kinerja tradisional cenderung berbeda : dibangun sebagai alat evaluasi kinerja yang tidak memiliki kaitan langsung kepada strategi, visi, dan misi organisasi; dibangun di level unit; membantu atasan melakukan penilaian kinerja; atasan lebih banyak mengarahkan bawahan; dan sebagainya. Operasionalisasi SPM dan sistem manajemen kinerja tradisional juga berbeda. SPM merupakan tanggung jawab Dewan Direksi dan seluruh pimpinan unit dalam organisasi, di mana unit manajemen sumberdaya manusia Strategic Performance Management Sistem Manajemen Kinerja Tradisional Dibangun berdasarkan strategi organisasi Bersifat top-down dan selaras Dibuat untuk memastikan terwujudnya misi, visi, dan strategi organisasi Alat manajemen mengelola kinerja Sepenuhnya kuantitatif Fokus bersama atasan-bawahan untuk peningkatan kinerja Mengukur input, proses, output dan outcome Tidak dibangun berdasarkan strategi organisasi Tidak mesti top-down dan selaras Dibuat untuk dasar evaluasi kinerja Evaluasi kinerja dua arah (supportive) Hasil penilaian kinerja unit dan individu selaras dengan kinerja korporat Evaluasi kinerja searah (directive) Hasil penilaian kinerja unit dan individu sering tidak selaras dengan kinerja korporat Human Capital Journal - Juli 2011 Bagian dari subsistem manajemen SDM Terutama kualitatif, penggunaan rating dominan Fokus atasan untuk menilai kinerja bawahan Mengukur input, proses, dan output (SDM) diserahi tugas mengkoordinasikan manajemen kinerja bersama-sama dengan unit Corporate Planning dan unit lain yang dirasa perlu. Sementara pengelolaan sistem manajemen kinerja tradisional dilakukan terutama oleh unit manajemen SDM (lihat Tabel). Esensi sistem manajemen kinerja Perbedaan SPM dan sistem manajemen kinerja tradisional sebenarnya muncul lebih kepada proses pembangunannya, bukan pada filosofi yang mendasarinya. Kalau kita perhatikan definisi sistem manajemen kinerja dari berbagai pakar, termasuk ahli manajemen SDM, semuanya menekankan bahwa sistem manajemen kinerja dibangun untuk mewujudkan tujuan atau sasaran organisasi. Hendry, Bradley & Perkins (1997) mendefinisikan manajemen kinerja sebagai pendekatan sistematis untuk meningkatkan kinerja individu dan unit kerja dalam rangka pencapaian sasaran organisasi. Walters (1995) mendefinisikan manajemen kinerja sebagai segala sesuatu mengenai pengarahan dan pemberian dukungan terhadap karyawan agar bekerja seefektif dan seefisien mungkin dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi. Jelas di sini, manajemen kinerja adalah tentang hasil, dan hasil tersebut jelas terkait dengan sasaran organisasi. Sekali lagi, isu utama dalam sistem manajemen kinerja adalah bagaimana sistem tersebut dibangun sebagai alat eksekusi strategi. Maka, penting bagi jajaran pimpinan organisasi untuk memberi perhatian serius kepada sistem manajemen kinerja organisasi yang mere­ka pimpin. Selain berdampak sa­ ngat besar terhadap peningkatan kinerja organisasi, kelompok, dan individu, sistem manajemen kinerja yang baik membantu manajer mengelola kinerja jajarannya, memotivasi, mengembangkan, mendayagunakan potensi se­tiap orang, dan menciptakan iklim kerja yang adil dan kompetitif. Pada akhirnya, sistem manajemen kinerja tersebut akan menghantarkan organisasi untuk menjadi pemimpin pasar yang tangguh. n Kegagalan Sistem Manajemen Kinerja Sistem manajemen kinerja korporasi dibangun seyo­ gyanya memperhatikan dua isu utama: cascading dan alignment. Dua hal tersebut memberi jaminan untuk terciptanya organisasi berkinerja tinggi secara berkelanjutan. P ertanyaan tentang seberapa efektif sistem manajemen kinerja yang diterapkan setiap organisasi selalu menjadi beban yang menggelayuti pikiran jajaran manajemen. Ada banyak hal yang menjadi masalah umum dari sebuah sistem manajemen kinerja korporasi. Masalah umum tersebut biasanya terkait dengan proses dan hasil penilaian kinerja korporasi, unit maupun individu karyawan. Pertama, proses penilaian kinerja merupakan pekerjaan yang seringkali menyakitkan bagi karyawan yang dinilai maupun bagi atasan yang menilai. Kenapa? Banyak faktor penyebabnya. Misalnya, soal kriteria sebagai dasar penilaian kinerja. Sering terjadi, tidak terdapat kesepakatan & kesepahaman antara atasan dan bawahan tentang rencana kinerja pada awal tahun. Ini semacam kontrak kinerja, yang kemudian menjadi dasar penilaian kinerja. Oleh karena tidak ada yang menjadi pegan- gan bersama dalam penilaian kinerja, jelas saja pelaksanaan penilaian kinerja menjadi tidak mudah. Masalah lain adalah kerancuan antara kinerja dan kompetensi di dalam penilaian kinerja. Banyak perusahaan dan para eksekutif human capital yang masih mencampur-adukkan kedua hal tersebut dalam melakukan evaluasi ki­ nerja sehingga terkesan sama. Padahal, keduanya jelas berbeda. Kompetensi berada di balik kinerja. Kinerja adalah output dari kerja; kompetensi adalah keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan bagi orang tersebut untuk berki­nerja. Pada praktiknya, tidak semua orang yang memiliki kompetensi tinggi mampu menunjukkan kinerja yang tinggi. Ukuran kinerja biasanya lebih mudah untuk dipahami, dijalankan, dan diukur karena Human Capital Journal - Juli 2011 | 15 Cover Story Cover Story bersifat kuantitatif. Tidak demikian halnya dengan ukuran kompetensi, biasanya organisasi lebih suka membuat rating kompetensi. Di sinilah pangkal mula persoalannya. Sehebat apapun seorang eksekutif menyusun rating kompetensi dan melakukan evaluasi kompetensi berdasarkan rating, tetap saja faktor subjektifitas sangat mewarnai hasil penilaian kinerja. Sangat sulit bagi atasan untuk bisa menjalankan evaluasi kinerja menggunakan pendekatan rating kompetensi secara efektif. Subjektifitas tetap mewarnai hasil penilaian sehingga menimbulkan ketidaknyamanan bagi yang menilai maupun yang dinilai. Selain juga tidak bebas dari faktor like dan dislike. Evaluasi kinerja dan kompetensi memiliki kegunaan yang berbeda. Evaluasi kinerja bertujuan untuk mendapatkan nilai kinerja sebagai dasar reward & punishment, sedangkan penilaian kompetensi ditujukan untuk menilai kese­ suaian seseorang dengan jabatannya maupun sebagai dasar pengembangan kompetensi. Kedua, sangat sering para CEO dan direksi mengeluhkan hasil penilaian kinerja (performance appraisal) unit dan individu tidak nyambung atau selaras dengan kinerja korporasi. Hal ini muncul saat unit atau individu meminta bonus kinerja kepada manajemen puncak, sementara kinerja korporasi tidak 16 | Human Capital Journal - Juli 2011 mencapai target ataupun tidak bertumbuh secepat hasil penilaian kinerja unit atau individu karyawan tersebut. Akibatnya, hasil penilaian kinerja unit atau individu tersebut tidak otomatis menjadi hasil akhir penilai­an kinerja yang bersangkutan. Banyak perusahaan yang membuat forum khusus untuk membahas hasil penilaian kinerja dari individu yang tergolong berkinerja tinggi (ekselen). Dalam forum tersebut, pimpin­an unit masing-masing harus bisa memberikan penjelasan yang meyakinkan tentang individu-individu dengan nilai kinerja tinggi dari unit mereka. Bagi yang tidak bisa mempertahankan argumentasinya, maka otomatis nama individu yang diusulkan untuk menda­patkan kinerja tinggi gugur. Apa yang dilakukan perusahaan dengan membentuk forum khusus pimpinan seperti di atas menunjukkan ketidakjelasan dan ketidakefektifan sistem manajemen kinerja korporasi. Ada ketidakpercayaan kepada sistem dan pimpinan dalam melakukan evaluasi kinerja yang relatif bebas dari subjektifitas. Sistem manajemen kinerja korporasi yang efektif seharusnya bisa mengatasi masalah ini sejak awal. Dengan sistem yang tangguh, kalaupun perusahaan membuat forum khusus rapat pimpinan untuk membahas hasil evaluasi kinerja, maka forum rapat tersebut hanya menjadi ajang pengukuhan terhadap hasil evaluasi kinerja dan penentuan tentang reward & punishment yang akan diberlakukan. Kedua keluhan tentang sistem manajemen kinerja dan evaluasi kinerja di atas memang bersumber kepada lemahnya sistem manajemen kinerja korporasi. Penciptaan Key Performance Indicator (KPI) yang selaras dengan strategi organi­sasi harus menjadi fondasi dari sistem manajemen kinerja korporasi. Untuk bisa menyusun KPI yang selaras dengan strategi organisasi, Prof. Kaplan dan Dr. Norton mewajibkan organisasi untuk pertama kali menyusun Peta Strategi (Strategy Map), sebuah gambaran visual tentang penciptaan nilai organisasi (value creating chain). Peta Strategi berisikan hipotesa rangkai­ an strategi yang memiliki hubungan sebab-akibat (cause-effect relationship) dalam rangka mengkonversikan intangible asset (SDM) menjadi tangible asset (produk/jasa, penjualan, keuntungan, dan aspek finansial lainnya). Kegagalan Sistem Manajemen Kinerja Riset dari Balanced Scorecard Collaborative, menunjukkan bahwa ada 4 faktor penghambat suksesnya implementasi sistem manajemen kinerja yang terintegrasi: 1. Hambatan Visi (Vision Barrier) Dalam praktik, tidak banyak orang dalam organisasi yang memahami atau mengerti visi dan strategi dari organisasi mereka. Berdasarkan survei, hanya sekitar 5% dari karyawan yang memahami visi dan strategi organisasi. 2. Hambatan Orang (People Barrier) Banyak orang dalam organisasi memiliki tujuan yang tidak terkait dengan strategi organisasi. Berdasarkan survei, hanya sekitar 25% dari manajer yang memiliki insentif terkait dengan strategi perusahaan mereka. Artinya, organisasi tidak menghubungkan pencapaian kinerja dengan sistem reward dan punishment. Akibatnya, karyawan tidak memiliki motivasi yang memadai untuk meningkatkan kinerja. 3. Hambatan Sumberdaya (Resource Barrier) Sumberdaya waktu, energi, dan uang organisasi tidak dialokasikan pada hal-hal yang penting dan strategis bagi organisasi. Sebagai misal, anggaran tidak dikaitkan dengan strategi organisasi sehingga menghasilkan pemborosan sumberdaya. Berdasarkan survei, sekitar 60% dari organisasi tidak mengaitkan anggaran kepada strategi perusahaan. 4. Hambatan Manajemen (Management Barrier) Hambatan juga berasal dari manajemen itu sendiri karena terlalu sedikit menhabiskan waktu untuk membahas strategi organisasi dan terlalu banyak menghabiskan waktu pada pembuatan keputusan yang sifatnya taktis jangka pendek. Berdasarkan survei, sekitar 86% dari tim eksekutif menghabiskan waktu kurang dari 1 (satu) jam per bulan untuk mendiskusikan strategi organisasi. Pendekatan kuantitatif melalui KPI akan menghilangkan berbagai permasalahan dalam manajemen kinerja, sehingga indikator-indikator keberhasilan yang bersifat kualitatif harus dicarikan indikator kuantitatif yang pa­ ling mendekati. Bukankah dalam bisnis berlaku adagium dalam organisasi, what gets measured, gets done? Artinya, dalam organisasi, setiap orang hanya bisa mengerjakan apa yang bisa diukur. Pada dataran individu, KPI membantu individu yang bersangkutan untuk fokus bekerja dalam pencapaian KPI dimaksud. Sehingga uraian pekerjaan yang selama ini dijelaskan oleh job description menjadi tidak penting lagi karena hanya memberikan gambaran umum tentang uraian tugas individu sesuai jabatannya. KPI menajamkan job description menjadi hasil (kinerja) yang diharapkan dari individu yang bersangkutan. Itu sebabnya, pada perusahaan-perusahaan yang maju, job description langsung digantikan dengan KPI. Setiap individu – sesuai jabatannya – akan memiliki satu atau lebih KPI yang kemudian dijadikan sebagai kontrak kinerja (performance contract) individu tersebut. Lajimnya, kontrak kinerja sudah disepakati awal tahun oleh perusahaan dengan setiap individu untuk menjadi dasar manajemen dan evaluasi kinerja. Jika seseorang ingin dianggap berhasil, maka dia harus mampu mencapai dan melampaui target kinerja yang tertera dalam kontrak kinerjanya. Performance Management Cycle Apabila sistem manajemen kinerja korporasi menggunakan pendekatan Peta Strategi dan KPI – dua alat bantu utama sistem manajemen kinerja yang diperkenalkan oleh Balanced Scorecard – maka siklus manajemen kinerja (performance management cycle) bisa dijalankan dengan lebih mudah dan lebih objektif. Siklus tersebut terdiri : Plan (rencanakan) – Execute (eksekusi) – Monitoring (pantau) – Review (evaluasi). Siklus ini merupakan mata rantai yang tidak terputus, terjadi secara berkesinambungan. Sejak mulai tahapan eksekusi (mulai Januari sampai Desember), monitoring dan review berjalan seiring. Dari satu bulan ke bulan berikutnya, monitoring dan review kinerja melekat Apabila sistem manajemen kinerja korporasi menggu­ nakan pendekatan Peta Strategi dan KPI maka siklus manajemen kinerja bisa dijalankan de­ ngan lebih mudah dan lebih objektif. dengan aspek eksekusi target kinerja. Monitoring bertujuan untuk mendapatkan hasil pencapaian target kinerja, sedangkan review memberikan penilaian, rekomendasi, dan masukan terhadap pencapaian target kinerja. Organisasi yang maju melaksanakan review kinerja dalam siklus yang lebih pendek, tidak lagi sekali setahun, bahkan menjadi setiap tiga bulan sekali (triwulanan). Pada beberapa jabatan/unit, review kinerja dilakukan setiap bulan. Review kinerja dengan siklus yang semakin pendek tersebut sejalan dengan nafas dari sistem manajemen kinerja strategik (Strategic Performance Management). Sistem manajemen kinerja yang baik bertujuan memacu setiap individu untuk berkinerja maksimal sesuai dengan target kinerja masing-masing. Pencapaian kinerja bawahan merupakan tanggung jawab bersama atasan dan bawahan. Hasil monitoring dan review kinerja bulanan, misalnya, menjadi bahan diskusi positif atasan-bawahan untuk mencari solusi jika target kinerja tidak tercapai. Berbagai ide, taktik, dan masukan positif bisa muncul berkat review kinerja semacam ini. Dalam dataran yang lebih strategis, review kinerja ini merupakan kesempat­ an emas untuk mendapatkan masukan dan umpan-balik eksekusi strategi di lapangan. Kesalahan strategi atau eksekusinya di lapangan memungkinkan untuk dikoreksi jika kesalahan tersebut diketahui sejak dini – katakanlah setelah evaluasi kinerja dilakukan satu semester. Kalau review kinerja hanya dilakukan sekali setahun, dan dilaksanakannya hanya pada akhir tahun, tentu upaya memperbaiki pencapaian kinerja tidak bisa dilakukan lagi. Ibaratnya, nasi sudah jadi bubur. n Human Capital Journal - Juli 2011 | 17 Cover Story Cover Story Supaya Sistem Manajemen Kinerja ”Bunyi” Kegagalan sebuah sistem manajemen kinerja dalam mendorong perbaikan kinerja organisasi secara berkelanjutan juga disebabkan oleh tidak terhubungnya sistem tersebut dengan sistem dan praktik manajemen Human Capital lainnya. E fektifitas sebuah sistem manajemen kinerja sangat ditentukan pula oleh keterkaitannya dengan sub-sistem manajemen sumberdaya manusia (SDM) lainnya. Sebagus apapun sistem manajemen kinerja korporasi, ia akan tidak efektif dalam jangka panjang jika capaian kinerja setiap individu dalam organisasi tidak terhubung dengan sistem dan praktik manajemen SDM organisasi, khususnya dengan program reward & punishment. Tentu saja reward & punishment tidak hanya soal besaran bonus dan kenaikan gaji, tetapi juga dengan program penghargaan lainnya, seperti promosi/demosi, hak untuk mengikuti pelatihan dan pendidikan tertentu, dan sebagainya. Ketika Key Performance Indicator (KPI) sudah disusun secara benar, baik untuk level unit maupun individu, maka pada setiap akhir tahun atau awal tahun depan, setiap bagian atau individu akan memiliki apa yang disebut dengan Rencana Kinerja Tahunan Individu (Individual Performance Plan/IPP) atau kontrak kinerja. IPP lajimnya disusun berdasarkan pendekatan top-down dengan menjabarkannya dari Peta Strategi Korporat dan Unit, namun dengan interaksi cukup intens 18 | Human Capital Journal - Juli 2011 dengan individu tersebut (sehingga juga memuat pendekatan bottom up secara parsial). IPP ini menjadi kesepakatan target kinerja yang harus dicapai oleh sebuah unit atau setiap individu. Di dalam sebuah IPP yang baik dan benar, sebaiknya rencana kerja (Action Plan) seyogyanya juga dimuat. Jadi, ada kesepakatan antara atasan dan bawahan tentang apa yang akan dilakukan karyawan yang bersangkutan di dalam mencapai target kinerja tersebut. Tidak mesti detil, namun yang pasti Rencana Kerja itu memberi arahan lebih tajam kepada karyawan atau Bagian dalam mewujudkan target kinerja. Apa yang disebut dengan KPI atau Indikator Kinerja Utama (IKU) bagi setiap karyawan atau unit itu bisa terdiri dari Indikator Input (sumberdaya yang diperlukan menjalankan program/ kegiatan) dan Output (ke luaran dari program/kegiatan tersebut), tetapi juga bisa berjalan lebih jauh berupa Indikator Outcome (hasil dari program/kegiatan itu terha­dap pencapaian strategi organisasi atau unit tempat mereka bekerja). Nah, untuk level korporat/ organisasi, lajimnya indikator yang diperlukan adalah Indikator Outcome, yakni hasil dari serangkaian program/ kegiatan yang dijalankan organisasi di dalam mewujudkan objektif strategiknya (sebagaimana termuat dalam Peta Strategi). Pada saat IPP disusun dan disepakati, maka pimpinan dan karyawan yang bersangkutan harus menyusun pula Rencana Pengembangan Individu (Individual Development Plan/IDP), yakni program pelatihan/pendidikan yang dibutuhkan si karyawan agar ia bisa mewujudkan target kinerja tersebut secara baik. Program pelatihan tersebut bisa berbentuk hard (technical) competence, tetapi juga bisa aspek soft competence macam motivasi, pengambilan keputusan, dan sejenisnya. Kalau ada assessment kompetensi, maka IDP bertujuan untuk mengisi gap kompetensi karyawan di dalam mencapai target kinerjanya. Agar sebuah sistem manajemen kinerja ”bunyi” (baca: efektif mendorong perbaikan kinerja terus menerus), maka IPP tersebut harus dikaitkan dengan sistem imbalan (remuneration atau reward & punishment). Harus ada ganjaran bagi mereka yang berhasil maupun gagal di dalam mencapai target kinerja. Bentuknya, selain dalam bentuk gaji dan bonus/ insentif (monethary) juga bisa dalam bentuk pemberian penghargaan khusus, pemberian program pendidikan, dan promosi jabatan di tahun berikutnya (non-monethary). Untuk itu, biasanya organisasi sejak awal sudah menyusun apa yang disebut dengan Performance Grading. Isinya adalah kebijakan perusahaan tentang penggolongan kinerja individu berdasarkan tingkat pencapaian target kinerjanya (IPP), yakni indeks pencapaian kinerja dibandingkan target kinerja: misalnya Grade A, indeksnya lebih dari 90%, Grade B 80%-90%, dan seterusnya. Sekaligus dengan besaran insentif dan bentuk-bentuk penghargaan lain yang diberikan sesuai dengan Grading tersebut. Misalnya, Grade A dapat bonus 4 bulan gaji; Grade B 2 bulan gaji, dan seterusnya. Kemudian di akhir tahun, ketika tutup buku, Performance Grading setiap individu sudah bisa ditetapkan. Awal tahun depan, bila ada bonus/insentif, bonus atau bentuk-bentuk penghargaan lainnya tersebut sudah bisa diberikan sesuai dengan grading setiap individu dan kondisi perusahaan. Begitulah seterusnya. Secara kontinu keterkaitan (linkage) ini dipelihara dan disempurnakan, sehingga dampak sistem manajemen kinerja benar-benar Wawancara Bosowa Umbrella Management System B osowa Group tumbuh dari perusahaan keluarga menjadi perusahaan profesional dengan mengimplementasikan Bosowa Umbrella Management System (BUMS) di mana aspek business dan people dijaga seimbang dan diterapkan secara ekselen. Bahkan, menurut Cahyo Winarto, Direktur Human Capital Bosowa Group, Bosowa memiliki unit Corporate Office Of Strategic Management (COSM) di tingkat grup dalam merumuskan strategi. Berikut petikan wawancara Human Capital Journal dengan eksekutif yang lama berkarir di Astra Group tersebut: Bagaimana prinsip-prinsip dasar Corporate Performance Management Sistem (CPMS) yang diterapkan Bosowa? Bosowa tumbuh dari sebuah konsep perusahaan keluarga (family business) yang memiliki karakter yang kuat akan nilai-nilai kekeluargaan dan homoge- nitas dari struktur SDM-nya. Perlahan tapi pasti pada tahun 2006, program transformasi mulai digulirkan menandai estafet kepemimpinan dari generasi pendiri kepada generasi penerus (successor) dengan kombinasi bergabungnya professional yang mewarnai jajaran executive level. Sejak saat itu juga riil dalam organisasi. Hal ini akan mendorong seluruh karyawan berpacu meningkatkan kinerja secara individu dan unit. Agar upaya memacu kinerja itu tidak bersifat ”saling sikut” dalam organisasi, maka harus pula diba­ngun sistem insentif yang bersifat tim bilamana dikerjakan oleh tim. Sekali lagi, tulisan ini memberi kerangka praktikal bagi Anda dalam menjalankan roda organisasi secara efektif. Implementasinya memang mudah. Untuk implementasi yang sukses, organisasi bisa juga menggunakan jasa konsultan pendamping di dalam membangun fondasi sistem yang integral dan handal. Setelahnya, Anda bisa sempurnakan bersama-sama dengan seluruh jajaran organisasi. n Bosowa mencoba mengimplementasikan sebuah management system yang disebut dengan Bosowa Umbrella Management System (BUMS). Sebuah management system yang menjadi panduan dan ‘way of life’ bagi Bosowa untuk menjalankan bisnisnya dalam upaya meraih impian Bosowa Excellence. BUMS merupakan sistem yang mengkombinasikan bagaimana aspek Business dan People yang dijaga keseimbangannya diterapkan secara excellence. Dimana di dalam aspek Business-nya sendiri terdiri dari Strategic Excellence dan Operational Excellence. Strategic Excellence merupakan perpaduan dari policy management yang merupakan cara bagaimana “Strategic Intent” Bosowa diformulasikan serta dikembangkan, dan strategic initiative management yang merupakan bagaimana inisitaif-inisiatif setiap strategi di rencanakan serta direview. Sedangkan Operational Excellence dalam aspek bisnis merupakan cara bagaimana Bosowa merumuskan perencanaan (di dalamnya terdapat targetHuman Capital Journal - Juli 2011 | 19 Cover Story Cover Story target bisnis) kemudian bagaimana pelaksanaan atas perencanaan tersebut, lalu dilakukan monitoring dan selanjutnya terus dilakukan improvisasi, dimana keseluruhan proses ini sering disebut dengan PDCA terintegrasi. Ada dua cara yang dilakukan yaitu membuat oneyear target management dan today’s result management. Sementara itu untuk aspek People merupakan kombinasi dari Organization Excellence dan Managing People at Work. Untuk membuat organisasi excellence maka strategi yang dilakukan terus adalah organization development dan leader’s development. Sedangkan untuk bagaimana mangatur SDM dapat bekerja (Managing People at Work) yang dilakukan disini adalah dibuatkannya individual performance enhancement yang terintegrasi dengan Corporate Management Performance Systems. Apa metodologi utama yang digunakan untuk membangun CPMS? Perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa Bosowa merupakan perusahaan corporasi yang di dalamnya terdiri dari beberapa bidang usaha, dikelompokkan ke dalam group masing-masing dengan sejumlah anak perusahaannya, dan keseluruhannya dikendalikan secara strategik oleh kantor pusat. Dengan demikian definisi CPMS dalam konteks perusahaan seperti Bosowa ini adalah Corporate Performance Management Systems (sistem pengelolaan kinerja corporasi) CPMS terkandung dalam BUMS yaitu pada bagian Strategic Excellence dan Operating Excellence. Jadi membentuk CPMS disini melalui mekanisme sebagai berikut ; 1. Di tingkat corporasi dibentuk suatu unit kerja yang dikenal dengan Corporate Office Of Strategic Management (COSM), bertanggung jawab langsung 20 | Human Capital Journal - Juli 2011 pada President Director. Salah satu tugas utama COSM adalah melakukan fasilitasi dirumuskannya ‘strategic intent’. 2. Hasil akhir dari ‘Strategic Intent’ adalah terdiri dari Misi, Visi, Strategy dan Corporate Value. Proses perumusannya melalui workshop yang dihadiri oleh Board of Director (BOD) dan Pimpinan Grup Bisnis. Untuk selanjutnya dilakukan sosialisasi ke seluruh pimpinan teras Anak Perusahaan. 3. Selanjutnya setiap Anak Perusahaan di bawah Pimpinan Grup Bisnis masing-masing, diwajibkan menyusun Perencanaan Bisnis berikut Sasaran Kerja untuk periode satu tahunnya (misal 2011), yang harus ‘align’ (searah) dengan Strategic Intent. 4. Perencanaan Bisnis tersebut dipresentasikan di forum BOD (bottom up) untuk diperoleh kesepakatan dan persetujuan, yang pada kesempatan ini masih dimungkinkan terjadinya negosiasi atas sejumlah sasaran berdasarkan berbagai pertimbangan. 5. Setelah seluruh Perencanaan Bisnis disetujui, pada awal tahun dilakukan ‘kick off’ meeting sebagai pernyataan komitmen bersama bahwa Perencanaan Bisnis tersebut siap dilaksanakan. Disini pula pada masing-masing Perencanaan Bisnis tersebut, dibubuhkan tanda tangan antara Pimpinan Anak Perusahaan dengan Pimpinan Grup Bisnis. Juga tanda tangan antara Presiden Direktur dengan Pimpinan Grup Bisnis untuk Sasaran Kerja Kolektif dari setiap Grup Bisnis. Sasaran Kerja ini dijadikan kontrak kerja satu tahun antar kedua belah pihak yang menanda tangani, dan hasil pencapaiannya akan merupakan penilaian kinerja dari individu yang membuatnya. 6. Dalam hal pemantauan dan review setiap bulannya tetap dalam fasilitasi COSM, yang diatur dalam agenda ‘monthly review’ (antara Pimpinan Grup Bisnis dengan Pimpinan Anak Perusahaannya), juga ‘quartely review’ (antara BOD dengan Pimpinan Grup Bisnis lengkap dengan Anak Perusahaan). Pada saat dilakukannya review ini digunakan formulir Problem Identification and Corrective Action (PICA), untuk dapat diketahuinya sejak dini akar permasalahannya dalam upaya mencapai setiap sasaran dan dicarikannya jalan keluar untuk mengatasi permasalahan tersebut. 7. Pada akhirnya, di bulan Desember dilakukan penilaian akhir dari Sasaran Kerja tersebut, yang membandingkan ‘plan’ versus ‘actual’. Kesenjangan antara keduanya yang akan menentukan penilaian kinerja Anak Perusahaan, untuk kemudian yang secara kolektif akan menentukan kinerja Grup Bisnis dan Corporasi. 8. Untuk bagian yang lebih kecil lagi, Sasaran Kerja setiap Anak Perusahaan, juga dijadikan sumber atas disusunnya Perencanaan Kegiatan (Activity Plan) bagi setiap individu yang bekerja di Anak Perusahaan tersebut. Dengan demikian penilaian kinerja mereka akan ditentukan oleh hasil yang diraih mereka masing-masing. Bagaimana keterkaitan Strategic Plan, visi, dan misi dengan CPMS? Dapat disimpulkan disini bahwa CPMS adalah sistem pengelolaan kinerja perusahaan terintegrasi dan kolektif, dalam hal ini di tingkat kor­porasi di Bosowa, diawali dengan disusunnya Bosowa Strategic Intent, yang diikuti oleh seluruh unit bisnisnya di dalam menyusun Perencanaan Bisnis dan Sasaran Kerja 1 tahunnya (harus align dengan Strategic Intent). Melalui ‘regular review’ yang pada akhirnya di penghujung tahun akan dilakukan penilaian atas kinerja setiap unit bisnis dengan cara membandingkan antara ‘plan’ versus ‘actual’. Keterkaitannya jelas sangat erat, antara kelengkapan implementasi Strategic Intent secara terintegrasi dengan CPMS, bahkan lebih dari itu bahwa hasil akhir dari CPMS tersebut tidak hanya sekedar dapat diketahuinya kinerja perusanaan, tetapi juga sampai pada diketahuinya kinerja setiap individu di perusahaan tersebut yang align dengan Strategic Intent. Bagaimana hasil dari implementasi CPMS, khususnya terhadap pencapaian target kinerja korporat? Hasil akhir dari implementasi CPMS telah diuraikan diatas. Namun untuk lebih jelasnya bahwa Sasaran Kerja tersebut dikelompokkan ke dalam 3 bagian besar yang akan dinilai, yaitu ; 1) Result Area, yang dibagi lagi ke dalam 4 perspektif, yaitu Finance, Customer, Internal Proccess dan Learning & Growth. Setiap perspektif mempunyai ukuran Key Performance Indicator (KPI). Keempat perspektif ini membuktikan bahwa di dalam mengelola bisnis secara optimal, harus memadukan keseimbang­an antara 3 P, yaitu PROFIT yang diraih, bagaimana PROCCESS dalam implementasi bisnis, dan juga perolehan serta pengembangan PEOPLE, 2) Proccess Area, dikaitkan dengan bagaimana cara setiap unit kerja dalam upaya mencapai Result Area tersebut, dalam hal ini tertib dengan PDCA. Disamping itu juga melalui Internal Audit, dilakukan pengecekan apakah mereka disiplin dalam implementasi SOP. 3) Strategic Program, menilai apakah mereka melakukan program yang strategik yaitu inisiatif dalam melakukan inovasi dan improvement (pembenahan) Ketiga bagian ini diberikan bobot, dan untuk area result mempunyai bobot terbesar. Setiap target yang memiliki KPI dan disepakati untuk diraih dalam kurun waktu satu tahun, akan dinilai pencapaiannya di akhir tahun. Kesenjangan antara plan versus astual ini yang akan menentukan kinerja perusahaan. Apa kunci sukses untuk mengoperasional CPMS tersebut? Ada beberapa hal yang harus dilakukan agar CPMS sebagai management system sukses dilaksanakan di Bosowa adalah: 1) Harus mempunyai badan, dalam hal ini semacam COSM yang langsung dibawah kendali President Director, berperan sebagai fasilitator dalam melakukan PDCA yaitu diawali dengan dirumuskannya Strategic Intent, pemantauan dalam implementasi dan melakukan penilaian atas hasil pencapaiannya. 2) Perusahaan harus disiplin dalam HR bukan merupakan ‘cost center’, se­ hingga HR lebih dianggap sebagai ‘asset’ yang berperan lebih kepada ‘Strategic partner’ bagi CEO. memadukan 3 C, yaitu : • CLARITY, memiliki Strategic Intent yang dipahami, diyakini dan dihayati untuk dapat diimplementasikan. Setelah itu wajib disosialisasikan keseluruh jajaran dan individu, agar semua menjadi jelas dan bersedia memberikan kontribusi optimal dalam upaya menerapkan Strategic Intent • COMMITMENT, menjunjung tinggi, memiliki kesungguhan hati dan ketaatan atas Corporate Value, Kebijakan, Sistem & Prosedur, serta Aturan Main yang telah digariskan (walk the talk), yang diyakini dan diwujudkan ke dalam perilaku sehingga Strategic Intent tercapai. • CONSISTENT, penerapan PDCA ini tiada masa akhirnya, selalu berlangsung selama perusahaan tersebut ada (axist). Untuk itu harus berkesinambungan dalam melakukan PDCA dan juga selalu menegakkan komitmen. 3) Diberlakukan Reward and Punishment bagi semua pihak dalam upaya memberikan motivasi kerja ke arah produktivitas optimal, dan disamping itu juga memberikan kesempatan bagi ‘talent’ untuk melakukan inovasi. Bagaimana unit manajemen SDM mendukung keberhasilan operasionalisasi CPMS? Di dalam konteks Manajemen SDM, salah satu peran pentingnya adalah melakukan Performance Management, sehingga pada umumnya di sejumlah perusahaan menempatkan COSM di organisasi pada unit kerja Human Resources. Ditetapkan demikian sebagai bukti bahwa HR bukan merupakan ‘cost center’, sehingga HR lebih dianggap sebagai ‘asset’ yang berperan lebih kepada ‘Strategic partner’ bagi CEO. Di Bosowa, COSM menjadi tanggung jawab dan dirangkap oleh Corporate HR, dengan demikian keberhasilan CPMS di Bosowa sangat ditentukan kontribusi Corporate HR. n Human Capital Journal - Juli 2011 | 21 Periscope Periscope SCBHRM Solusi Untuk Menyelaraskan ® Strategi Bisnis Dengan Kompetensi (Bagian I dari 2 tulisan) Mengapa Organisasi Kesulitan Menerapkan CBHRM ? P endekatan CBHRM (CompetencyBased Human Resource Mana­ gement) telah sangat umum dikenal di banyak organisasi. Pendekatan ini tidak lagi dianggap sebagai tren namun telah dirasakan sebagai kebutuhan dalam mengembangan SDM. Di Indonesia, CBHRM telah diperkenalkan sekitar dua dekade yang lalu ketika konsep Kompetensi mulai mewabah di seluruh dunia. Baik organisasi bisnis maupun nirlaba berduyun-duyun mengadop konsep dan pendekatan ini yang disebabkan antara lain karena “promosi” dari para konsultan yang membawanya sedemikian gencar sehingga Kompetensi dan CBHRM dianggap sebagai suatu solusi final terhadap permasalahan SDM di organisasi yang telah berlangsung puluhan tahun. Pendekatan ini memang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama dimana pengelolaan dan pengembangan SDM difokuskan pada pembentukan dan pengembangan kompetensi, bukan pada berbagai persyara- tan jabatan seperti tingkat pendidikan dan pengalaman kerja, atau tingkat usia. Pendekatan CBHRM dianggap mudah dicerna oleh para praktisi SDM oleh karena bersifat pragmatis dan menyederhanakan aplikasi konsep-konsep manajemen SDM yang ada sebelumnya, sehingga dalam waktu singkat pendekatan ini menjadi sangat populer. Dengan kompetensi sebagai basis pengelolaan dan pengembangan SDM, para pengelola SDM menjadi mudah untuk memetakan kekuatan dan kelemahan karyawannya sehingga berbagai program pengembangan pun dapat dengan mudah pula diciptakan. Namun demikian, konsep yang sangat menarik dan kelihatannya sederhana ini ternyata aplikasinya tidak semudah yang dibayangkan. Banyak sekali organisasi yang gagal atau tidak tuntas dalam menerapkannya, sehingga pendekatan ini menjadi meragukan bagi banyak pihak. Sementara itu, kekecewaan terhadap CBHRM melahirkan pula berbagai alternatif pendekatan seperti Talent Management (David Watkins, 1998) atau SBHRM/Strength-based HR Management (Marcus Buckingham, 2001) yang juga masih perlu dibuktikan keberhasilan penerapannya. Apa kesulitan dalam menerapkan CBHRM ini ? Dan apakah betul pendekatan CBHRM sudah obsolete (ketinggalan jaman) seperti yang dinyatakan banyak orang belakangan ini ? Sepanjang pengalaman penulis dalam menerapkan CBHRM - baik sebagai praktisi maupun konsultan, kesulitan penerapan pendekatan ini nampaknya bukan semata-mata terletak pada kelemahan konsep CBHRM itu sendiri, seperti juga kesulitan pada penerapan konsep manajemen SDM konvensional yang terdahulu. Terlalu gegabah bila terjadi CBHRM dianggap sebagai suatu solusi final terhadap permasalahan SDM di organisasi yang telah berlangsung puluhan tahun. Pendekatan ini memang merupakan paradigma baru yang menggantikan paradigma lama 22 | Human Capital Journal - Juli 2011 kegagalan penerapan, kita langsung menuding konsepnya yang keliru atau lemah lalu mencari-cari pendekatan baru yang dianggap lebih pas. Hal ini pernah terjadi dengan konsep Merit System yang sangat populer pada pertengahan tahun ‘80an sampai awal ‘90an. Konsep ini pada awalnya dianggap unggul dalam mengoptimalkan pengelolaan dan pengembangan SDM. Semua organisasi, baik swasta, BUMN maupun instansi Pemerintah berlomba-lomba untuk menerapkan Merit System. Namun apa yang terjadi? Hanya sedikit dari organisasi tersebut yang mampu menerapkan dan melaksanakannya dengan layak, sebagian besar mandeg di tengah jalan. Lantas banyak kalangan menilai konsep tersebut tidak ‘applicable’ dan bahkan ada yang menganggap tidak cocok diterapkan di Indonesia sehingga kemudian ditinggalkan orang. Sesaat setelah itu muncul konsep alternatif yang disebut sebagai CBHRM, yang saat ini tengah menghadapi keraguan yang sama dari para usernya. Bagaimana dengan konsep BSC (Balanced Scorecard) dan Six Sigma ? Hampir sama nasibnya. Setelah dicoba sana-sini tidak juga ‘bunyi’, lalu orang menganggap konsep-konsep tersebut tidak membumi, sulit diterapkan, sehingga sebagian organisasi sekarang enggan bahkan alergi terhadapnya. CBHRM barangkali bukan pendekatan yang sempurna, namun terlalu dini pula jika tanpa memahami proses kerjanya secara utuh lantas kita mengatakan CBHRM telah gagal diterapkan. Situasi seperti inilah yang membuat organisasi bingung dalam memilih pendekatan yang dianggap cocok bagi mereka oleh karena begitu banyaknya ilmuwan dan konsultan yang “berjualan” konsep alternatif yang ujung-ujungnya mencapai kegagalan yang sama. Dapat dibayangkan betapa besar pemborosan anggaran organisasi untuk menerapkan konsep ‘coba-coba’ ini. Kembali kepada pertanyaan-pertanyaan di atas berdasarkan pengalaman di lapangan, kegagalan dalam menerapkan CBHRM ternyata bukanlah disebabkan karena konsepnya yang terlalu teoritis atau salah tempat (misplace) mengingat konsep pendekatan ini telah melalui perjalanan yang cukup panjang untuk dalam CBHRM sering kurang dipahami secara utuh. 2. Ketidak/kurangsiapan sistem dan kebijakan organisasi dalam proses penerapan CBHRM. Bisa jadi pemahaman terhadap pendekatan ini cukup baik, namun sistem dan kebijakan internal di dalam organisasi yang merupakan prasyarat untuk menjalankan CBHRM belum disiapkan. Perangkat sistem dan kebijakan yang kurang mendukung kebanyakan adalah yang terkait dengan sistem manajemen dan kebijakan anggaran. 3. Tidak ada/kurangnya komitmen dari top management. Kegagalan penerapan di hampir semua konsep/ pendekatan termasuk CBHRM adalah disebabkan oleh tidak ada atau mencapai tingkat keberhasilannya. Beberapa faktor yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan kegagalan tersebut antara lain : 1. Pemahaman yang kurang komprehensif dan kurang memadai dari para praktisi yang mendesain pendekatan ini di dalam organisasi. Banyak praktisi maupun konsultan yang mendesain aplikasi CBHRM tidak/ kurang memiliki latar belakang pengetahuan dan ketrampilan yang memadai mengenai pendekatan tersebut, bahkan Kompetensi sebagai konsep yang sentral kurangnya komitmen top management. Sebagaimana konsep/pendekatan lainnya, pelaksanaan CBHRM memerlukan keterlibatan dan dukungan dari top management oleh karena program ini tidak bersifat ‘silo’ (sektoral) akan tetap ‘thorough’ (menyeluruh) dimana setiap unit/divisi harus terlibat. Pelibatan yang efektif adalah bila top management mendukung penuh serta terlibat dalam proses penerapan secara langsung. Pendekatan CBHRM bukanlah hanya untuk kepentingan unit SDM saja, akan tetapi untuk seluruh unit dalam organisasi. Human Capital Journal - Juli 2011 | 23 Tips Periscope Gambar 1. 4. Tidak adanya ‘strategic planning’ (perencanaan strategik) organisasi. CBHRM mensyaratkan terumuskannya ‘strategic planning’ organisasi sebagai dasar pokok untuk menerapkan CBHRM. Faktor ini seringkali menjadi penyebab utama macetnya program CBHRM oleh karena top management tidak serius atau tidak menganggap penting merumuskan perencanaan strategik. Barangkali faktor-faktor lain yang di atas telah terpenuhi, namun top management sering melupakan bahwa perumusan dan penetapan strategic planning adalah fundamen bagi pertumbuhan dan pengembangan organisasi. Hal ini lah yang menyebabkan meskipun CBHRM telah diterapkan namun tidak selaras dengan sasaran strategik organisasi. Ujung-ujungnya, top management juga yang akhirnya mengeluh bahwa program CBHRM adalah kemubaziran oleh karena tidak memberikan nilai tambah bagi organisasi. 5. Program CBHRM yang disusun tidak selaras dengan Perencanaan Strategik. Secara konseptual, pendekat­ an CBHRM harus merujuk pada Perencanaan Strategik organisasi oleh karena Competency Model yang merupakan grand design perumusan kompetensi harus dijabarkan dari Sasaran Strategik yang tidak lain adalah merupakan output dari Perencanaan Stratregik. Namun dalam prakteknya, perumusan Competency Model seringkali tidak merujuk 24 | Human Capital Journal - Juli 2011 pada dokumen strategik tersebut, atau dengan kata lain tidak ‘aligned´ dengan Perencanaan Strategik. Sehingga tidak mengherankan bila top management mempertanyakan kontribusi CBHRM bagi pencapaian sasaran organisasi. CBHRM versus SCBHRM CBHRM bagaimanapun juga bukanlah konsep yang sepenuhnya sempurna. Sebagaimana konsep dan pendekatan manajemen lainnya, CBHRM pun tak terlepas dari kelemahan atau keterbatasan. Penerapan pendekatan ini nampaknya memang tidak sesederhana yang dibayangkan orang. Faktor-faktor penyebab yang disebutkan di atas dengan jelas menunjukkan tidak mudahnya menjalankan program ini. Namun sekali lagi, faktor-faktor tersebut juga amat berperanan dalam kegagalan penerapan konsep-konsep lainnya. Beberapa manajer misalnya menyatakan kekecewaan mereka terhadap BSC karena tidak ‘workable’ di organisasi mereka. Menurut mereka BSC terlalu teoritik dan mengasumsikan seluruh sistem manajemen telah tersedia dan bekerja dengan baik. Kesulitan atau lebih tepatnya kesalahan aplikasi CBHRM yang umum terjadi kebanyakan disebabkan oleh tidak terkaitnya program CBHRM yang dirancang dengan sasaran-sasaran yang ingin dicapai organisasi. Padahal secara konsep, CBHRM baru dapat disusun bila merujuk pada perumusan Sasaran Strategik. Banyak pengelola SDM menyatakan bahwa mereka telah mene­ rapkan CBHRM di organisasinya, namun kenyataannya mereka hanya sekedar telah memiliki ‘Competency Library’ (Kamus Kompetensi) serta merumuskan persyaratan kompetensi untuk setiap jabatan. Yang lebih memprihatinkan lagi Kamus Kompetensi diadopsi mentahmentah dari pihak luar, tidak berdasarkan kebutuhan yang riil dari organisasi. Sehingga bisa dibayangkan bila banyak organisasi mengadop Kamus Kompetensi yang sama keunikan organisasi menjadi hilang oleh karena kompetensi yang diterapkan seragam. Belum lagi Perencanaan Strategik sekedar dijadikan latar belakang, bukan sebagai dasar/sumber dalam penyusun­an kamus tersebut. Praktek-praktek yang keliru tersebut yang akhirnya menimbulkan citra buruk bagi CBHRM oleh karena pada akhirnya manajemen puncak hanya akan melihat apa output akhir dari program ini, dan seberapa jauh peran dan kontribusi program ini bagi peningkatan usaha organisasi. Secara generik skema CBHRM terlihat pada Gambar 1. Pengkajian terhadap Visi, Misi, Strategi, dan Sasaran organisasi (Perencanaan Strategik) adalah langkah awal yang harus dilakukan dalam penerapan CBHRM, namun nampaknya segmen ini tidak terlalu dianggap serius oleh banyak praktisi SDM, bahkan oleh para konsultan yang mendesain CBHRM. Padahal pengkajian Strategic Planning merupakan premis dasar dalam proses penyusunan CBHRM, dalam arti tidak mungkin merumuskan Core Competency dan Competency Model tanpa rujukan dari Strategic Planning. n (Bersambung) R. Chandra - Managing Consultant PT. Menara Kadin Indonesia (MKI Corporate University) A 4 Elemen Sistem Penilaian Kinerja yang Efektif gar sebuah program penilaian kinerja bekerja secara efektif, sistem tersebut haruslah didesain untuk memberikan kepada karyawan tujuan yang jelas dan melakukan penilaian kemajuan mereka secara objektif. Program yang paling sukses biasanya mengkombinasikan 4 elemen berikut: Umpan balik regular, informal, dari para supervisor. Evaluasi sekali setahun tentu tidak cukup. Karyawan seyogyanya mendapatkan masukan secara regular dari supervisornya. Diskusi ini biasanya fokus pada objektif kinerja hari-ke-hari ketimbang berkonsentrasi kepada kesalahan atau kegagalan karyawan pada masa lalu. Pendekatan macam ini mengharuskan supervisor untuk mengamati dan mengevaluasi karyawan mereka secara 1 sebisa mungkin. Misalnya, penyelesaian sebuah proyek spesifik dalam selang waktu tertentu. Untuk membantu karyawan mencapai target mereka, supervisor seyogyanya menyediakan training tambahan atau dukungan lain yang diperlukan. Target kinerja baru perlu dicatat, ditinjau secara regular, dan dimodifikasi di mana perlu. Rencana tindakan/kerja untuk memecahkan masalah kinerja atau disiplin. Rencana tindakan (Action Plans) bisa sangat berguna ketika seorang karyawan menghadapi masalah kinerja yang membutuhkan koreksi. Supervisor seyogyanya mengidentifikasi dan mendiskusikan masalah-masalah dengan karyawan begitu hal itu terjadi dan mengusulkan serangkaian tindakan yang bisa meningkatkan kinerja. Rencana tersebut haruslah bersifat detil mengungkap masalah sebenarnya, langkahlangkah di mana baik karyawan maupun supervisor akan melaksanakannya untuk membantu memecahkan permasalahan, dan jadwal kapan hal itu akan dilaksanakan. Karyawan seyogyanya memberikan masukan terhadap rencana tersebut dan berhak mengusulkan perubahan. Sekali rencana tersebut disetujui, rencana tersebut seyogyanya ditinjau ulang secara regular untuk meyakinkan bahwa karyawan mampu mengimplementasikannya secara sukses. Tinjauan formal yang secara akurat mendokumentasikan “gambar besar”. Idealnya, tinjauan formal ini dilakukan beberapa kali dalam setahun, kendatipun rapat informal diadakan secara regular, Anda tetap bisa mengadakan tinjauan tahunan atau setengah tahunan. Biasanya, hal itu dilakukan bukan mengatasi masalah kinerja yang sedang berjalan. Karyawan seyogyanya sudah diberitahukan tentang hal ini selama diskusi informal berlangsung dan harus menindaklanjutinya dengan rencana tindakan untuk mengkoreksinya. Bagaimanapun, tujuan dari diskusidiskusi informal adalah untuk mengkaji apakah target dan berbagai rencana tindakan sudah dilaksanakan dan untuk menentukan pengembangan karir jika karyawan telah melaksanakannya dengan benar. n 3 4 regular dan untuk bekerja secara erat dengan setiap karyawan sepanjang hal itu dibutuhkan. Target kinerja yang disusun bersama oleh karyawan dan supervisor. Target bisa saja bersifat jangka pendek dan jangka panjang, serta bisa mencakup berbagai jenis objektif, tergantung pada tanggung jawab karyawan saat ini dan aspirasi di masa depan. Kompetensi inti yang telah diidentifikasi seyogyakan dipergunakan untuk menetapkan tujuan/target kinerja di masa depan. Tujuan/target haruslah spesifik dan bisa dikuantifikasikan 2 Human Capital Journal - Juli 2011 | 25 Column : Leadership Oleh : Brata Taruna Hardjosubroto Kepemimpinan : Arti, Makna dan Aplikasinya L eadership atau kepemimpinan, dalam istilah management sering disebut sebagai ‘People Skill’ atau juga sering disebut sebagai ‘Soft Skill’. Skill atau keterampilan kepemimpinan berarti, kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk menerima pendapatnya atau mengikuti tindakannya atau melakukan hal pekerjaan yang dimaksudkan oleh seseorang tersebut. Adapun bentuk dan turunan dari kegiatan ‘mempengaruhi’ adalah bermacam- macam, seperti: memberi delegasi, menjual ide atau menjual konsep, memicu semangat kerja, memotivasi, membujuk, menginspirasi, melakukan negosiasi, menyelesaikan konflik, memecahan masalah, mengambil keputusan, dan masih banyak lainnya. Setiap orang atau mahluk (termasuk binatang) di dunia ini memiliki kemampuan kepemimpinan. Sejak mulai dilahirkan hingga dewasa, setiap orang telah memperagakan kepemimpinannya, baik yang dilakukan secara sadar, maupun yang digerakkan oleh insting nya. Jadi, setiap orang selalu diberi bekal kompetensi kepemimpinan, yang diperlukan 26 | Human Capital Journal - Juli 2011 untuk bersosialisasi. Dan setiap orang perlu untuk senantiasa bersosialisasi guna melangsungkan kehidupannya dan mengembangkan karier atau penghasilannya. Kompetensi kepemimpinan tidak selalu diwujudkan dalam bentuk komunikasi, namun sangat banyak justru diwujudkan dalam bentuk tindakan atau perbuatan. Kita contohkan kemampuan mempengaruhi atau kepemimpinan. Katakanlah ada seorang pejabat atau manager yang memberikan suatu pekerjaan atau assignment kepada stafnya, sesuai dengan tugas dan fungsi staf tersebut. Kemudian dalam memberikan tugas tersebut, para staf yang mene­rima tugas nya merasa tidak senang dengan cara mana­gernya memberikan tugas. Namun para staf terpaksa melakukan dan menyelesaikan tugas yang diberi­kannya itu karena tidak bisa menolak tuntutan managernya. Sehingga para staf melakukan pekerjaannya dengan ala kadarnya. Maka boleh dikatakan, sang manager kurang memiliki kompetensi kepemimpinan sebagai manager atau kompetensi kepemimpinan nya masih rendah. Sang mana­ ger hanya menggunakan ‘positional power’ terhadap stafnya, karena ‘personal power’ dalam bentuk kepemimpinannya rendah. Maka produktifitas di unit kerjanya akan cenderung rendah atau tidak akan maksimal. Dalam perkembangannya, setiap orang akan memiliki kompetensi kepemimpinan yang berbeda satu sama lain, karena kemampuan untuk melatih dan mengembangkan potensi kepemimpinan juga berbeda antara satu dan yang lain. Kepemimpinan adalah suatu kompetensi yang dapat dan harus senantiasa dikembangkan melalui berbagai pro­ ses pelatihan. (Bagian 1 dari 5 tulisan) Proses pengembangan kompetensi kepemimpinan yang paling efektif ada pada kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Komunikasi, gesture, body language, tindakan adalah merupakan pembentukan kompetensi kepemimpinan setiap individu. Pengembangan diri tersebut akan menjadi sangat efektif, bila diawali dan didasari oleh pemahaman yang utuh dan baik terhadap seluruh elemen dan aspek dasar kepemimpin­an yang diperlukan. Yang menjadi pertanyaan bagi banyak orang adalah, apakah kepemimpinan merupakan kompetensi yang diperoleh dari bakat pembawaan saja atau merupakan kompetensi yang terjadi ka­ rena dikembangkan? Jawabannya adalah, ‘keduaduanya’. Seperti yang disampaikan di awal, bahwa setiap orang memiliki bakat atau kemampuan dalam kepemimpinan. Bakat tersebut berkembang sejalan dengan kegiatan yang dilakukan seharihari. Seseorang anak yang misalnya dibesarkan dilingkungan dimana orang tuanya adalah seorang pimpinan suatu organisasi, dan anaknya sering diajak atau dilibatkan dalam kegiatan orang tuanya tersebut, maka tanpa disadari, sang anak akan mencontoh beberapa tindakan atau komunikasi sang ayah terhadap anggota timnya. Dengan demikian, maka kepemimpinan sang anak tersebut akan bisa jauh lebih baik dibandingkan dengan temannya yang tidak mendapatkan kesempatan yang sama. Kemampuan kepemimpinannya itu akan bisa jauh berkembang lebih baik lagi, bilamana sang anak diberikan bimbingan yang terarah dan disadari oleh dirinya sendiri. Bimbingan tersebut akan sangat baik bila dilakukan di waktu sekolah dan di rumah. Permasalahannya, sistem pendidikan di Indonesia, mulai TK hingga Perguruan Tinggi, relatif sangat kurang dalam memberikan bimbingan kepemimpinan. Sekolah di negara barat, sejak TK sudah dibiasakan bekerja dalam kelompok menyelesaikan tugas bersama. Sering kali diberikan tugas untuk mempelajari hal yang spesifik, mi­salkan topik mengenai ‘kera’, dimana sang anak harus mempelajari sendiri dari internet yang kemudian dipresentasikan di depan kelas. Seluruh contoh kerja kelompok dan presentasi tersebut merupakan bentuk pelatihan aktif pada beberapa elemen utama kepemimpinan. Sedangkan kecenderungan pembelajaran di indonesia sangat pasif, mencatat atau sebatas menghafal, sehingga kepemimpinan murid tidak berkembang dengan baik. Demikian pula di tempat kerja di Indonesia. Sangat banyak para pimpinan atau manager yang menggunakan gaya kepemimpinan yang authorative atau otoriter untuk melakukan rangkaian aktifitas yang sudah ditentukan. Bawahan dari seorang pimpinan juga jarang memiliki kemampauan yang memadai karena tidak diberdayakan. Kondisi ini jelas tidak efektif, tidak mendidik dan akan ‘mematikan’ kepemimpinan jajaran di bawahnya. Dengan kondisi tersebut bila terjadi pergantian pimpinan dari bawah, maka gaya kepemimpinan seperti itu akan terus berulang, meskipun pemimpinnya telah berganti. Memang bisa dimengerti, bahwa gaya kepemimpinan demikian adalah serupa dengan gaya kepemimpin­an dalam kerajaan yang dilakukan oleh seorang raja dan patihnya. Mungin karena di Indonesia pada awalnya terdiri dari beberapa kerajaan, maka gaya kepemimpinan demikian masih sangat kental hingga sekarang. Warisan kepemimpinan yang berasal dari jaman Majapahit tersebut harus segera diputus. Artinya di masyarakat Indonesia, khususnya para pimpinan harus menyadari hal tersebut. Mereka harus mulai mengembangkan kompetensi kepemimpinan dan juga mulai memimpin dengan cara menciptakan dan mengembangkan kepemimpinan jajaran bawahan. Untuk itu, maka kita semua harus memahami langkah apa yang harus dilakukan untuk mengembangkan kompetensi kepemimpinan pada diri kita dan pada jajaran bawah, juga pada hubungan yang bersifat lateral. n (Bersambung) Tulisan pada edisi selanjutnya akan dijelaskan aspek pen­ting yang merupakan core atau inti dari proses pengem­ ba­ng­an kepemimpinan, serta cara dan strategi untuk me­ ngembangkan kepemimpinan individu dan jajaran bawah. Human Capital Journal - Juli 2011 | 27 Column : Succes Motivation Oleh : Gani Gunawan Djong Membangun Tim Impian Anda F inal liga Champion Eropa tahun 2011 telah menghasilkan klub asal Spanyol, Barcelona sebagai juara setelah mengandaskan tim dari Inggris, Manchester United yang sebelumnya sempat diunggulkan karena memiliki keuntungan bermain di Stadion Wembley dan penampilan mereka yang terus meningkat baik di liga lokal maupun Eropa, serta tentu saja motivasi besar para pemain untuk membalas kekalahan 0-2 pada kompetisi dua musim sebelumnya, namun seperti kita ketahui bukannya mereka menang, justru Wayne Rooney dan kawan kawan kembali harus mengakui kepiawaian Lionel Messi dan kawan-kawan dengan selisih gol yang sama, bahkan dengan angka 1-3, dan seperti telah disaksikan sepanjang pertandingan itu khususnya di babak kedua, permainan klub dari negara matador ini sangat meyakinkan, sepertinya si kulit bundar sangat sulit untuk direbut oleh para pemain MU dari para pemain Barcelona. Lionel Messi sang maha bintang dari Argentina berhasil mencetak gol kedua di pertandingan itu, dan Pep Guardiola sang pelatih muda yang juga pernah jadi bintang di Barcelona membuktikan dirinya sebagai pelatih yang tersukses di Eropa dan juga di dunia saat ini. Yang menarik dari partai final ini adalah bagaimana kedua pelatih ini membangun tim impian mereka. Kita tentu sering melihat bagaimana para pelatih berusaha mendapatkan pemain-pemain terbaik untuk didatangkan ke klub-klub mereka dengan nilai transfer yang sangat besar, namun demikian hal ini ternyata tidak selalu menjadi jaminan bagi para pelatih maupun pemilik klub untuk bisa menghasilkan trophy LIGA CHAMPION yang menjadi kebanggaan bagi mereka. Tengok saja ke klub kaya raya Chelsea dan Real Madrid yang walaupun bertaburan bintang dengan investasi yang demikian besarnya ternyata gagal juga melangkah ke final. Dari kedua pelatih yang tampil di final 2011 ini, ada beberapa kesamaan yang mereka miliki yakni mereka sangat mengenal timnya, dan juga para pemainnya , serta situasi timnya. Tahun 1986 ketika Alex Ferguson bergabung dengan Manchester United dari Aberdeen, dalam jumpa persnya dia mengatakan kalau dirinya akan membuat MU menjadi klub yang lebih hebat dari LIVERPOOL di liga Inggris, dan hal ini dia buktikan selama hampir 25 tahun karirnya, bahkan akhirnya dia bisa membuktikan ucapannya ketika pada musim terakhir ini MU bisa mendapatkan gelar ke 19 nya dan menyamai rekor yang sudah dimiliki oleh Liverpool selama ini. Dia juga sudah berhasil membawa MU untuk 4 kali tampil di final Liga Champion , dimana 2 kali diantaranya mereka menjadi juara. Dia juga berhasil menjadi pelatih tersukses yang memberikan trophy juara untuk timnya. Begitu juga dengan Pep Guardiola, yang bergabung dengan Barcelona sejak tahun 1990 sebagai pemain dibawah asuhan pelatih dan mantan pemain legendaris Johan Cruyff, juga telah memberikan banyak gelar baik di liga Spanyol dan juga memiliki kontribusi ketika membawa Barcelona sebagai juara liga Champion pada tahun 1992. Setelah bermain selama 11 tahun di Barcelona, dan kemudian berkarir di beberapa klub liga Italia, Pep akhirnya menjadi pelatih Barcelona pada tahun 2008, dan langsung meraih 3 kali juara liga Spanyol dan 2 kali menjadi Juara Liga Champion, suatu pencapaian yang luar biasa. Jika kita perhatikan, baik Alex Ferguson maupun Pep Guardiola, adalah pelatih yang benarbenar mampu mengubah IMPIAN mereka menjadi Memiliki orang-orang yang benar di tempat yang benar adalah pen­ ting untuk kesuksesan individu dan tim 28 | Human Capital Journal - Juli 2011 suatu REALITA, dan hal ini bisa terjadi karena mereka melakukan beberapa hal yang kiranya perlu menjadi masukan berharga bagi siapa saja yang ingin membangun suatu tim impian, juga dalam dunia bisnis yang semakin kompetetif dewasa ini. Berikut ini adalah beberapa pelajaran yang dapat kita petik dari kedua pelatih ini : Mereka mengambil KEPUTUSAN untuk membangun suatu TIM IMPIAN Langkah pertama untuk membangun suatu tim impian adalah KEPUTUSAN yang harus diambil oleh sang pemimpin, karena dialah yang akan memberikan VISI dan menentukan ARAH bagi tim impian yang akan dibangunnya, dan dia jugalah yang harus memiliki dedikasi untuk merawat tim yang akan dibangunnya nanti. Seringkali alasan utama suatu tim tidak dapat mencapai sasaransasaran mereka adalah para pemimpin mereka tidak mendefinisikan dengan jelas, sehingga para anggota timnya tidak memahami rencana permainan mereka. Sepakbola adalah contoh yang amat jelas dimana ke dua tim yang terdiri dari sebelas orang memiliki tujuan yang sama untuk mencetak gol-gol ke gawang lawannya, dan sebaliknya mereka juga harus mempertahankan gawang mereka untuk tidak kebobolan dari tim penyerang lawan. Membangun sebuah tim impian tentu membutuhkan waktu, lihat saja kedua pelatih ini yang berbeda generasi, namun kedua orang ini telah mengambil keputusan terbaik mereka untuk membangun tim impian, mereka mengambil keputusan yang kuat sejak mereka bergabung dalam tim mereka dan tentu saja diperlukan waktu untuk mewujudkannya. Mereka MENGAMBIL PEMAIN-PEMAIN TERBAIK Untuk melengkapi tim impiannya, para pemimpin tim ini juga harus mengambil para pemain-pemian terbaik di masing-masing posisinya sebisa mungkin. Namun hanya mengumpulkan pemain-pemian terbaik saja tidak menjadi jaminan akan berhasilnya tim mereka, karena itu ba- gaimana meningkatkan potensi sepenuhnya dari para anggota tim atau pemain-pemain terbaik itu adalah tugas para pemimpin dan pelatihnya. Hanya melalui pemain-pemain yang cakap akan lahir permainan yang bermutu, dan setiap pemain tentunya memiliki potensi untuk menjadi yang bernilai. Ketika para pemain terbaik didalam suatu tim bisa mengembangkan permainan terbaik mereka, maka kemenangan tim impian itu sudah dapat dipastikan, lihatlah dengan apa yang dilakukan oleh para bintang-bintang tim Barcelona ketika membobol gawang lawan MU yang para pemainnya justru tidak mampu mengimbangi karena tidak dapat mengeluarkan potensi sepenuhnya. Mereka MEMBAYAR HARGA untuk MENGEMBANGKAN TIM Bagi serorang pemimpin atau pelatih yang ingin mengembangkan tim nya tentu saja ada harga yang harus dibayar, baik dari segi energi, uang dan waktu. Lihat saja pelatih sekelas Alex Ferguson yang sudah berkali-kali sudah menyatakan dirinya mau pensiun sebagai pelatih, namun tetap saja masih memiliki hasrat yang begitu kuat untuk terus membangun Tim Impiannya khususnya untuk persiapan musim kompetisi mendatang. Para pemilik dan manajemen klub-klub besar yang gagal dalam kompetisi tahun lalu, harus terus membayar transfer yang sangat besar guna untuk mendatangkan pelatih dan pemain-pemain terbaik agar supaya klub mereka bisa menjadi juara di kompetisi berikutnya. Namun untuk dapat mengembangkan suatu tim, tidak hanya cukup dibayar dengan uang, seringkali untuk mendapatkan anggota tim terbaik, kita perlu menunggu waktu yang tepat, dan tidak sedikit energi yang di butuhkan untuk melakukan pemantauan terhadap para pemain berbakat dimasa akan datang. Mereka MELAKUKAN HAL BERSAMA sebagai sebuah tim Pelatih terbaik tahu caranya untuk membangun hubungan dengan para pemain terbaiknya sehingga mereka bersedia mengeluarkan potensi Human Capital Journal - Juli 2011 | 29 6 1 2 3 4 5 NO HR Management Professional Certification How To Design MT Program Comprehensive Strategic Man Power Planning Train The Trainer Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi KPI with Balanced Scorecard Comprehensive Asessment Center Certification TRAINING 4 2 2 2 2 2 3 DAYS Rayanti dan Arief Aziz Johnnie Susanto, Nunik Y R.Chandra, Daysi M Johnnie Susanto Syahmuharnis Budi Sutedjo Rilzan Chandra Syahmuharnis Rilzan Chandra 3.500.000 3.000.000 6.000.000 2.750.000 3.000.000 3.250.000 2.750.000 3.000.000 5.500.000 19 - 20 11 - 14 JKT, 25 - 28 BDG 13 - 14 27 - 28 27 - 28 20 - 21 19 - 20 20 - 21 26 - 28 July 13 - 14 19 - 20 20 - 21, YGY 21 - 22 Sept Price June Oct Nov 15 - 16 Des 8-9 20 - 21 17 - 18 16 - 17 15 - 16 29 - 30 27 - 28 06 - Apr 26 - 27 12 - 13 13 - 14 15 - 16 5 - 8, JKT 15 - 18 26 - 27 22 - 23 24 - 25 14 - 15 14 - 15 8 - 11, BDG 13 - 14 19 - 20 27-30, BDG 10 - 13, JKT 14-15 22 - 23 20 - 21 5-6 28 - 29 13-16 18 - 19 18 - 19 19 - 20 20 - 21 20 - 21 21 - 22 14 - 15 17 - 18 13 - 14 15 - 16 26 - 27 26 - 27 Agenda MKI Corporate University 2011 7 2 2 TRAINER 8 9 2.750.000 3.000.000 2.750.000 2.750.000 2.750.000 6.000.000 Rudi Gantika Team MKI Susi Muchtar Mira Widagdo R. Chandra 2.750.000 3.250.000 2.750.000 3.000.000 Brata T Hardjosubroto 2 2 2 2 2 Syahmuharnis Brata Hardjosubroto Brata Hardjosubroto Daysi Mathilda 4 Compensation & Benefit Certification Competency Based Job Evaluation Finance for Non Finance Training Identification and Evaluation Strategic Competency Profiling 2 2 2 2 Implementasi Knowledge Management Career Development Management Management Development Program (Softskill Managerial), Star Program 11 12 13 14 15 Performance Management for Manager Effective Supervisory Management Program Leadership Development Program Assessing Personality with MBTI 10 16 17 18 19 Human Capital Journal - Juli 2011 30 Nov Tel. (021) 5790 3840 25 - |26Fax. (021)19527 - 204443 Email: [email protected] 1 Des 30 | Gani Gunawan Djong, Motivator dan Success Coach. Success Motivation Institute, Inc, Southeast Asia Regional Office. Email : [email protected], Mobile : +62 21 8571 7594. Phone : +62 21 450 0075 Website : www.success-motivation.com Pendaftaran : Ms. Asri Novita3.250.000 / Purwanti. R. Chandra, Syahmuharnis Memberikan pujian kepada tim dan juga para anggota tim anda ketika mereka berhasil menyelesaikan tugas dan pekerjaanya dengan baik. Tidak ada cara lain untuk memotivasi tim anda kecuali anda memberikan pujian atas keberhasilan mereka. Bahkan ketika tim anda kalah, namun seluruh anggota tim anda sudah melakukan tugas dan berjuang dengan baik, anda juga perlu untuk memberikan pujian. Hal ini tentunya akan memberikan semangat juang yang tetap tinggi kepada tim dan para anggota tim anda dalam pertandingan- Mereka MAMPU MEMBUAT MIMPI menjadi NYATA Pada akhirnya adalah menjadi ukuran keberhasilan seorang pelatih atau pemimpin ketika dia bukan saja berhasil memiliki IMPIAN untuk timnya, namun mereka mampu untuk menjadikan impian timnya menjadi IMPIAN setiap anggota tim atau para pemainnya. Lihat saja bagaimana pada akhirnya pemain-pemain terbaik klub Barcelona yang begitu antusias setelah berhasil memenangkan Piala Champion atas klub MU yang bermain di negaranya sendiri. Hal ini tentu saja karena sang pelatih Pep Guardiola, yang berhasil mengubah IMPIAN timnya menjadi IMPIAN masing-masing anggota timnya, sehingga dalam pertandingan final tersebut mereka bermain dengan sempurna yang merupakan hasil dari potensi-potensi terbaik yang berhasil diramunya. Seorang penulis dan pembicara dibidang kepemimpinan berkata “ Memiliki orang-orang yang benar di tempat yang benar adalah penting untuk kesuksesan individu dan tim “, pertanyaannya ; “ Apakah anda sudah mengambil keputusan untuk MEMBANGUN TIM IMPIAN ANDA ? “, yang merupakan langkah awal untuk anda para pemimpin dan pelatih untuk berinvestasi bagi tim impian anda. n 2 Mereka MEMBERIKAN PUJIAN kepada tim dan pemainnya Sebagai seorang pelatih atau pemimpin yang sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan kesempatan-kesempatan kepada para pemain atau anggotanya untuk berkembang, tentu saja tidak selalu berakhir dengan kinerja yang baik, oleh karena itu diperlukan evaluasi yang berkesinambungan, sehingga pada akhirnya perlu dilakukan suatu keputusan dalam rangka untuk kebaikan tim secara keseluruhan. Ms. Asri Novita / Purwanti. Tel. (021) 5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 | Email: [email protected] Untuk mencapai kinerja terbaik dari para anggota timnya, maka seorang pelatih atau pemimpin harus bisa memberikan tanggung jawab yang merupakan keingingan dari para pemain, dan otoritas merupakan sarananya, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi terbaik bagi tim nya secara berkesinambungan. Dengan cara demikian juga akan memunculkan tingkat kepemimpinan dari para anggota tim. Dan bagi seorang pelatih dan pemimpin proses ini seringkali adalah bersifat TRIAL and ERROR. Klub MU misalnya sudah melahirkan beberapa mantan kapten dan pemain seniornya yang saat ini sedang menapaki karir sebagai pelatih, dan juga Pep Guardiola adalah salah satu didikan pelatih Johan Cruyff, sang Kapten Tim Oranye Belanda di Piala Dunia 1974 yang menjadi pelatih di Klub Barcelona di tahun 1990 an. Mereka MELAKUKAN EVALUASI kepada tim dan pemainnya Time Management Mereka MEMBERIKAN WEWENANG dengan TANGGUNG JAWAB dan OTORITAS pertandingan selanjutnya. Pendaftaran : dengan sepenuh hatinya, dan hal ini hanya dapat terjadi apabila terbangun komunikasi dan kepaduan antara anggota tim, dengan cara mengumpulkan mereka bersama-sama tidak hanya dalam situasi yang sifatnya profesional akan tetapi juga dalam hubungan yang sifatnya pribadi. Tentunya banyak sekali cara yang dapat dilakukan oleh para pemimpin untuk dapat mengakrabkan para pemainnya, seperti apa yang dilakukan Alex Ferguson, setelah terjadi perseteruan kedua bintang MU yang masing-masing membela negara mereka di Piala Dunia 2006 antara Christiano Ronaldo dan Wayne Rooney, dimana mereka justru menjadi lebih padu setelah itu, bahkan keduanya sekarang mencetak rekor sebagai pemain-pemain sepakbola termahal didunia saat ini. 20 Column : Succes Motivation MKI Corporate University Center of Excellence in Business, Kepemimpinan & Management Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. : (62-21) 527 4443 Email : [email protected], [email protected] www.pt-mki.co.id