persepsi remaja terhadap pendidikan seks di sekolah smp negeri

advertisement
PERSEPSI REMAJA TERHADAP PENDIDIKAN SEKS DI SEKOLAH
SMP NEGERI “X” KOTA DEPOK TAHUN 2014
Wina Geuma Yunita dan Dian Ayubi
Departemen Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku, Fakultas kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia,
Kampus Baru UI, Depok, 16424
Email : [email protected]
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi remaja mengenai pendidikan seks
di SMP Negeri “X” Depok pada tahun 2014. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
teknik diskusi kelompok terarah dan wawancara mendalam dalam pengambilan data primer.
Data diperoleh dari 12 informan yang berusia 13-14 tahun serta dari guru di SMP Negeri “X”
Depok. Hasil penelitian ini menunjukkan pendidikan seks dinilai oleh remaja sebagai sesuatu
yang penting, bernilai positif, serta bermanfaat bagi mereka. Melalui pendidikan seks remaja
dapat mengarahkan perilaku seksualnya. Remaja menganggap pendidikan seks dapat
menjawab keingintahuan dan rasa penasaran mereka mengenai hal yang berkaitan dengan
seks.
Kata Kunci : Perilaku seks, pendidikan seks, remaja
Abstract
The purpose of this study is to know adolescent’s perception about sex education at “X”
junior high school Depok in 2014. This is a qualitative study using focus group discussion and
in-depth interview techniques in primary data collection. The data were obtained from 12
informants aged 13-14 years and teacher’s. The result of this study are sex education is
important and useful for them. With sex education adolescent can control their sex behavior
and answered their curiosity about sex.
Keywords: Sex behavior, sex education, adolescent
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
Pendahuluan
Pada masa remaja akan terjadi pertumbuhan fisik yang cepat termasuk pertumbuhan
organ reproduksi (organ seksual) untuk mencapai kematangan sehingga mampu
melangsungkan fungsi reproduksinya. Membicarakan tentang seks dalam kehidupan
masyarakat yang penuh dengan nilai-nilai kehidupan Timur yang didominasi oleh ajaran
agama dan budaya sangatlah menarik. Perilaku seks pranikah sudah menjadi fenomena di
kalangan remaja. Ancaman perilaku seks pranikah di kalangan remaja berkembang semakin
serius dengan makin longgarnya kontrol sosial yang mereka terima serta kurangnya
pengetahuan mengenai seks.
Di Indonesia berdasarkan data dari BKKBN (2008) yang mengambil sampel di 33
provinsi menunjukkan 63% remaja SMP dan SMA di Indonesia pernah melakukan hubungan
seks, sebanyak 21% diantaranya melakukan aborsi. Menurut survey kesehatan reproduksi
remaja (2009) didapatkan data bahwa 10,2% laki-laki yang berpacaran telah melakukan
hubungan seksual, sedangkan perempuan 6,7%. Menurut data BKKBN (2002) dari 288
remaja usia 15-24 tahun di provinsi Jawa Barat sebanyak 39,65% telah melakukan hubungan
seks pra nikah. Hasil penelitian Nurhayati (2002) terhadap 458 siswa pada salah satu SMP
swasta di Kota Depok didapatkan 40% siswa berperilaku seksual pra nikah, dengan hasil
analisa diketahui adanya hubungan bermakna antara keterpaparan media massa, jenis kelamin
dan komunikasi dengan teman sebaya dengan perilaku seksual pada remaja.
Menurut penelitian Djaelani (2006) menyatakan bahwa 94% remaja membutuhkan
nasihat mengenai seks dan kesehatan reproduksi. Pendidikan seksualitas bagi remaja sangat
perlu diberikan khususnya saat remaja mulai memasuki masa pubertas. Hal ini dapat berguna
sebagai dasar remaja untuk tidak melakukan hal yang menyimpang terutama berperilaku seks
pra nikah. Pendidikan seks sebaiknya diberikan di sekolah karena siswa banyak
menghabiskan waktunya di sekolah. SMP Negeri “X” adalah salah satu SMP Negeri
unggulan yang berada di kota Depok. Letak sekolah yang berbatasan dengan Jakarta
menjadikan murid di SMP ini berpotensi melakukan perilaku yang berisiko. Melihat latar
belakang diatas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai persepsi siswa dan siswi
terhadap pendidikan kesehatan seksual di sekolah pada SMP Negeri “X” di Kota Depok.
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
Tinjauan Teoritis
Menurut Robbins dalam Muharmawati (2004) persepsi merupakan proses dimana
individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan rangsangan yang bermakna dengan
tujuan untuk memberikan arti pada lingkungan mereka. Banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya persepsi, Menurut Robbins (2002) faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut :
1. Individu yang bersangkutan.
Jika seseorang melihat sesuatu dan berusaha menginterpretasikan apa yang
dilihatnya, ia akan dipengaruhi oleh karakteristik individual yang dimilikinya.
Misalnya pengetahuan, kebutuhan, pengalaman masa lalu, minat, kepentingan
dan sikap. Faktor ini menyebabkan adanya perbedaan persepsi antar individu
terhadap obyek yang sama.
2. Sasaran dari persepsi.
Dapat berupa orang, benda ataupun peristiwa. Sifat tersebut biasanya
berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. Persepsi terhadap
sasaran bukan sesuatu yang dilihat secara teori melainkan dalam kaitannya
dengan oranglain yang terlibat. Hal itu menyebabkan seseorang cenderung
mengelompokkan orang, benda ataupun peristiwa sejenis dan memisahkannya
dari kelompok lain yang tidak serupa.
3. Situasi.
Yakni situasi yang melingkupi tempat terjadinya proses persepsi. Seperti
misalnya waktu, tempat, kebudayaan dan nilai masyarakat. Dalam hal ini
tinjauan terhadap persepsi harus secara kontekstual artinya perlu dalam situasi
yang mana persepsi itu timbul.
Pengertian Remaja
Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai
oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Masa remaja merupakan salah satu masa periode
perkembangan manusia dan peralihan atau perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa
meliputi perubahan sosial, perubahan biologi dan perubahan psikologik (Notoatmodjo,2007).
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
Perilaku Seksual
Perilaku seks bebas sudah mulai berkembang di kalangan remaja. Menurut sebuah
survey hambatan informasi mengenai seks dan kesehatan reproduksi berasal dari orangtua
akibat kurangnya pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi. Kurangnya
pengetahuan seks membuat remaja mencari informasi di luar rumah. Namun banyak kejadian
yang menunjukkan bahwa remaja banyak yang mencari informasi yang mengarah pada
pornografi dan bukan pendidikan seks yang bertanggungjawab. Remaja merupakan salah satu
kelompok yang mudah terpengaruh oleh arus informasi yang positif maupun negatif. Arus
informasi melalui media cetak maupun elektronik menyebabkan cepatnya terjadi perubahan.
Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah
penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak negatif yang tidak diharapkan
seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan
berdosa (Sarwono,2011). Pendidikan seksualitas adalah suatu kegiatan pendidikan yang
berusaha untuk memberikan pengetahuan agar mereka dapat mengubah perilaku seksualnya
ke arah yang lebih bertanggungjawab.
Tujuan Pendidikan Seksual Pada Remaja
Tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat
terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat
dan bertanggungjawab terhadap kehidupan seksualnya. Pendidikan seks tidak hanya
menjelaskan tentang seks saja. Namun pendidikan seks mengandung pangalihan nilai dari
pendidik ke subyek pendidik. Dengan demikian informasi mengenai seks harus diberikan
secara kontekstual yaitu dalam kaitannya dengan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat, apa yang dilarang dan apa yang boleh dilakukan serta bagaimana cara
melakukannya tanpa melanggar hukum.
Siapa Yang Memberikan Pendidikan Seks Pada Remaja
Remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar. Mereka cenderung merasa penasaran pada
hal-hal yang belum mereka ketahui. Begitu juga dengan masalah seks. Dengan besarnya rasa
penasaran yang dimiliki remaja membuat mereka mencari informasi-informasi yang
berhubungan dengan seks baik dari majalah, film, internet atau bertanya kepada teman.
Padahal informasi melalui media tersebut belum dapat dipastikan kebenarannya. Hal ini
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
memungkinkan remaja mendapatkan informasi yang salah mengenai seks.
Pendidikan seks tidak hanya dapat diberikan disekolah saja namun keluarga juga
memiliki peranan penting dalam memberikan pendidikan seks untuk remaja. Ada baiknya
orang tua tidak menganggap tabu mengenai masalah seks. Orang tua harus menjelaskan lebih
rinci mengenai masalah seks pada anaknya.
Kapan Pendidikan Seks Mulai Diberikan
Dalam memberikan pendidikan seksual sebaiknya jangan diminimalisirkan seperti
hanya sekedar pembicaraan mengenai seks saja, melainkan hal-hal lain yang berhubungan
dengan proses-proses perkembangan dan kehidupan seks. Pendidikan seks tidak harus selalu
menanti timbulnya pertanyaan dari anak, namun dapat direncanakan oleh orang tua sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan anak.
Pelaksanaan Pendidikan Seksual di Indonesia
Saat ini kesehatan reproduksi sudah dimasukkan ke dalam Program Pembangunan
Nasional (Propenas) 2000-2004. Propenas merupakan produk undang-undang, yang artinya
secara polotis, pemerintah dan DPR sudah menyadari pentingnya program ini terhadap
persiapan generasi mendatang. Program kesehatan reproduksi remaja paling tidak melintas
pada lima sektor pemerintah. Yaitu kesehatan, keluarga berencana, pendidikan, agama dan
sosial (BKKBN,2008).
Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Robbin
untuk dijadikan acuan dalam membuat kerangka konsep. Persepsi dipengaruhi oleh tiga faktor
utama yaitu karakteristik individu seperti pengetahuan, karakteristik sasaran dari persepsi dan
karakteristik situasi. Pengetahuan mengenai perilaku seks pada remaja, sumber pengetahuan
seks dan kebutuhan terhadap pendidikan seks akan mempengaruhi persepsi remaja SMP
Negeri “X” terhadap pendidikan seks di sekolah.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Jenis penelitian kualitatif ini
menggunakan Rapid Assesment Procedures (RAP) yaitu teknik pengumpulan data yang dapat
dilakukan dalam kurun waktu singkat, bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa dan siswi
SMP Negeri “X” di Kota Depok terhadap pendidikan seks di sekolah. Penelitian dilakukan di
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
SMP Negeri “X” yang berada di Kota Depok pada bulan April – Juni 2014. Data
dikumpulkan secara primer dengan menggunakan teknik Focus Group Discussion (FGD) dan
Indepth Interview (wawancara mendalam) yang dilaksanakan di SMP Negeri “X” di Kota
Depok.
Untuk FGD informan yang dipilih berjumlah 6 orang siswa dan 6 orang siswi SMP
Negeri “X” Depok kelas VIII yang berusia antara 13-14 tahun. Untuk informan FGD guru
yang terpilih adalah guru mata pelajaran umum. Sedangkan untuk Wawancara Mendalam
informan yang dipilih adalah kepala sekolah SMP Negeri “X” Depok, wakil bidang
kurikulum serta guru mata pelajaran Bimbingan Konseling. Intstrumen penelitian ini adalah
pedoman FGD dan wawancara mendalam (indepth interview) yang disusun berdasarkan
tujuan yang ingin dicapai dan mengacu pada teori-teori pendukung yang berhubungan dengan
tujuan penelitian. Validasi data dilakukan dengan cara triangulasi metode dan sumber.
Hasil Penelitian
Persepsi Terhadap Pendidikan Seks
Ketika informan diminta untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan pendidikan
seks, hampir seluruh informan siswa dan siswi mengatakan pendidikan seks adalah pelajaran
yang berkaitan dengan seks. Disamping itu informan guru mengatakan bahwa pendidikan
seks adalah merupakan sejauh mana pemahaman siswa mengenai jenis kelamin serta
membahas mengenai akibat dari seks bebas pada remaja.
Pendapat Mengenai Pendidikan Seks Untuk Remaja
Semua informan memiliki pendapat yang sama mengenai pendidikan seks yang
dianggap sangat penting untuk diberikan kepada remaja. Orang tua memiliki peranan yang
penting dalam memberikan pendidikan seks terhadap anaknya. Hal ini dikatakan oleh hampir
semua informan siswa, siswi dan guru bahwa orang tua adalah orang yang paling penting
dalam memberikan pendidikan seks. Namun jika disekolah orang yang pantas untuk
memberikan pendidikan mengenai seks adalah guru.
Kebijakan Sekolah Terhadap Pendidikan Seks
Mengenai apakah adanya kebijakan sekolah mengenai pendidikan seks, semua
informan guru mengatakan belum adanya kebijakan sekolah mengenai pendidikan seks.
Namun pihak sekolah sudah memasukkan sedikit mengenai pendidikan seks ke dalam mata
ajaran Bimbingan Konseling. Pelatihan guru mengenai pengajaran materi seks untuk remaja
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
perlu dilakukan. Hal ini diharapkan agar guru yang sudah mengikuti pelatihan khusus dapat
lebih maksimal ketika memberikan pendidikan seks pada remaja. Sebaiknya tidak hanya guru
tertentu saja yang mengikuti pelatihan khusus mengenai pendidikan seks untuk remaja. Akan
lebih baik jika semua stakeholder yang berada dilingkungan sekolah mengikuti pelatihan
khusus tersebut. Namun semua informan guru mengatakan belum adanya guru yang pernah
mendapatkan pelatihan khusus mengenai pendidikan seks.
Pengetahuan Mengenai Perilaku Seks Pada Remaja
Definisi
Menurut sebagian besar informan siswa dan siswi mengatakan arti dari seks berarti
mempelajari tentang hubungan hubungan badan. Sedangkan sebagian besar informan guru
mengatakan arti dari seks adalah jenis kelamin. Hampir semua informan siswi menyebutkan
arti dari kesehatan reproduksi adalah kesehatan yang berhubungan dengan organ reproduksi
manusia. Hampir sebagian besar informan siswa dan siswi mengatakan pengertian perilaku
seks pada remaja adalah perilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh remaja, misalnya
berhubungan badan dengan lawan jenis namun belum terikat tali pernikahan.
Jenis-Jenis Perilaku Seks Pada Remaja
Ketika informan diminta untuk menyebutkan perilaku apa saja yang termasuk ke
dalam perilaku seksual remaja, hampir semua informan siswa dan siswi mengatakan yang
termasuk dalam perilaku seksual remaja adalah ciuman. Namun juga ada yang mengatakan
jika pacaran, berpegangan tangan, mencolek lawan jenis, melakukan seks bebas, menonton
film porno, membaca majalah dewasa serta melakukan pelecehan antar lawan jenis juga
termasuk dalam perilaku seksual pada remaja. Sebagian besar informan guru mengatakan
perilaku seksual yang dilakukan remaja SMP Negeri “X” adalah pacaran. Mengenai sanksi
yang diberikan kepada siswa jika berperilaku seksual dilingkungan sekolah hampir semua
informan mengatakan pihak sekolah akan memberi teguran kepada siswa maupun siswi SMP
Negeri “X” yang melakukan perilaku seksual.
Dampak Perilaku Seks Pada Remaja
Ketika ditanyakan mengenai dampak perilaku seksual remaja, sebagian besar informan
siswa maupun siswi mengatakan dapat menyebabkan seseorang hamil diluar nikah. Beberapa
informan guru menyebutkan dampak dari perilaku seksual pada remaja akan membuat
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
motivasi belajar sesorang akan menurun, selain itu ada juga informan yang mengatakan dapat
menyebabkan seseorang terkena HIV, hancur masa depan serta malu dan depresi.
Sumber Pengetahuan Seks
Saat ditanyakan mengenai awal mengetahui seks seluruh informan siswa dan siswi
mengatakan mengetahui seks dari teman. Namun beberapa lainnya juga mengatakan
mengetahui seks dengan cara browsing di internet dan membacanya dari majalah. Mereka
cenderung malu jika harus bertanya dengan orang tua.
Waktu Pertama Kali Mendapat Pengetahuan Seks
Hampir sebagian besar informan siswa dan siswi menyebutkan pertama kali mendapat
pengetahuan mengenai seks ketika berada dikelas VII. Sedangkan sisanya mengatakan saat
kelas V adalah pertama kalinya mereka mendapatkan pengetahuan mengenai seks.
Pendapat Mengenai Seks
Sebagian besar informan guru berpendapat bahwa pengetahuan seks yang dimiliki
remaja saat ini sudah jauh lebih tahu. Saat ini remaja memahami lebih terbuka terhadap seks.
Namun ada juga informan yang mengatakan bahwa pengetahuan seks remaja saat ini masih
sangat minim. Remaja cenderung salah mengartikan seks itu sendiri. Sehingga banyak juga
remaja yang terjerumus ke dalam seks bebas. Membicarakan seks terutama dengan remaja
sering dianggap tabu oleh sebagian besar orang tua. Mengenai hal tersebut seluruh informan
guru mengatakan bahwa tidak seharusnya membicarakan seks pada remaja dianggap tabu. Hal
ini dikarenakan agar tidak rusaknya masa depan remaja. Selain itu ada juga informan yang
mengatakan sebaiknya remaja diberikan pengetahuan seks sejak dini namun harus sesuai
dengan batasan usianya.
Kebutuhan Siswa dan Siswi Akan Pendidikan Seks di Sekolah
Penyelenggaraan Pendidikan Seks Secara Khusus Di Sekolah
Sebagian besar informan siswa dan siswi mengatakan sekolah sangat perlu
menyelenggarakan pendidikan seks untuk remaja. Namun beberapa informan siswa ada yang
mengatakan pihak sekolah tidak perlu menyelenggarakan pendidikan seks secara khusus.
Karena informasi mengenai seks dapat dicari sendiri tanpa harus ada yang memberitahukan.
Pemisahan murid ketika diberikan pendidikan seks dianggap perlu dilakukan. Hal ini
dikatakan untuk membuat murid bisa dengan leluasa mengutarakan pendapatnya dan tidak
merasa malu dengan apa yang ingin dikatakannya.
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
Sebagian besar informan siswa mengatakan metode pengajaran mengenai pendidikan
seks sebaiknya dilakukan adalah dengan penanyangan video mengenai dampak-dampak
perilaku seks. Sedangkan informan siswi lebih memilih ceramah untuk metode pengajaran
pendidikan seks. Sisanya memilih diskusi sebagai metode yang bisa dilakukan untuk
pengajaran pendidikan seks di sekolah. Seluruh informan mengatakan materi yang perlu
disampaikan didalam pendidikan seks di sekolah adalah mengenai dampak perilaku seks
bebas pada remaja. Sisanya ada yang mengatakan membahas mengenai kesehatan reproduksi,
alat-alat reproduksi serta membahas penyakit HIV. Hampir semua informan mengatakan
pendidikan seks di sekolah cukup diberikan hanya seminggu sekali saja.
Pembahasan
Persepsi Terhadap Pendidikan Seks
Hasil dari penelitian beberapa informan mengatakan pendidikan seks adalah suatu
pengajaran yang berkaitan dengan seks. Selain itu ada juga informan yang mengatakan bahwa
pendidikan seks adalah sejauh mana pemahaman siswa mengenai jenis kelamin serta
membahas mengenai akibat dari seks bebas pada remaja. Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan Sarlito dalam Astuti (2007) bahwa pendidikan seks adalah salah satu cara untuk
mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak negatif
yang tidak diharapkan. Pendidikan seks perlu diadakan untuk mengurangi tingginya angka
perilaku seks pra nikah pada remaja. Namun kenyataan pada pelaksanaannya, terkendala
adanya pengaruh budaya masyarakat Indonesia yang masih menganggap seks itu adalah hal
alamiah yang akan diketahui dengan sendirinya setelah remaja menikah sehingga dianggap
tabu untuk dibicarakan secara terbuka (Mu’tadin, 2002).
Pendidikan seks bukan hanya dimaksudkan untuk menjelaskan hal-hal yang
berhubungan dengan alat-alat kelamin dan fungsi reproduksi saja. Namun pendidikan seks
bertujuan untuk menjelaskan apa saja yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam
bentuk yang wajar. Pendidikan seks juga bertujuan untuk mempengaruhi pengetahuan, sikap
dan kebiasaan sehingga seseorang maupun kelompok penduduk memiliki perilaku seks yang
mendukung hidup sehat.
Sekolah merupakan perpanjangan tangan dari keluarga, dimana artinya sekolah
merupakan tempat lanjutan untuk meletakkan dasar perilaku bagi anak (Notoatmodjo,2010).
Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar informan mengatakan sekolah sangat perlu
menyelenggarakan pendidikan seks untuk remaja. Pendidikan seks untuk remaja dapat
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
diberikan berdasarkan tingkat pendidikan. Untuk remaja SMP dapat dibuat dalam satu
pelajaran khusus tentang pendidikan seks. Hal ini dikarenakan remaja SMP dianggap sudah
siap mendalami masalah tersebut dan juga karena alat reproduksi mereka sudah berfungsi
dengan baik.
Pada dasarnya remaja membutuhkan pendidikan seks karena mereka sudah berada
pada masanya untuk mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan seks sehingga
pendidikan seks merupakan suatu kebutuhan bagi remaja. Karena merupakan suatu kebutuhan
jadi hal tersebut harus dipenuhi agar remaja tidak berusaha untuk mencari tahu informasi dari
sumber-sumber yang kurang dapat dipercaya kebenarannya (Setiawati,2010).
Pendidikan seks sebaiknya diberikan di sekolah, namun hasil dari penelitian
mengungkapkan
bahwa
belum
adanya
kebijakan
dari
pihak
sekolah
mengenai
dilaksanakannya pendidikan seks secara khusus. Akan tetapi pihak sekolah sudah
memasukkan sedikit mengenai pendidikan seks ke dalam beberapa mata ajaran yang terkait.
Yenni (2000) mengatakan informasi mengenai seksualitas hanya diperoleh siswa melalui
pelajaran Biologi dan Sosiologi serta diselipkan pada pelajaran olah raga atau agama.
Sehingga pelajaran seksualitas yang ada kurang memenuhi harapan siswa akan informasi
seksualitas yang sangat mereka butuhkan.
Pengetahuan Mengenai Perilaku Seks Pada Remaja
Pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan manusia atau hasil dari tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo,2010). Menurut
Mardiana (2013) Seks memiliki arti kelamin secara biologis, yaitu kelamin laki-laki dan
wanita. Sementara itu, seksualitas mengandung pengertian segala sesuatu yang berhubungan
dengan seks. Termasuk didalamnya adalah nilai, orientasi, perilaku seksual dan bukan
semata-mata organ kelamin secara biologis.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar informan siswa dan siswi
mengatakan pengertian dari seks adalah berhubungan badan dengan lawan jenis. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa dan siswi belum memahami dengan benar mengenai arti dari seks
itu sendiri. Dari pernyataan informan di atas menunjukkan pemahaman remaja terhadap seks
begitu sempit karena mengidentikkan seks dengan hubungan badan. Karena sempitnya
pemahaman mereka terhadap seks sehingga ketika orang membicarakan tentang seks yang
ada di dalam pikirannya adalah hanyalah aktivitas seksual seperti hubungan badan. Padahal,
hubungan seks hanyalah salah satu bagian dari cakupan istilah seks yang begitu luas.
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
Sebagian besar informan mengatakan bahwa perilaku seks pada remaja adalah
perilaku yang menyimpang karena tidak sesuai dengan usianya. Informan siswa menyebutkan
beberapa perilaku yang termasuk ke dalam perilaku seks pada remaja adalah ciuman, pacaran
hingga menonton film porno. Sedangkan informan siswi mengatakan yang termasuk ke dalam
perilaku seks pada remaja adalah pacaran yang menjurus kepada hal-hal negatif seperti
berhubungan badan dengan pasangan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Faturochman
dalam Ikawati (2012) yang mengatakan perilaku seks adalah suatu perilaku yang wajar,
namun hal tersebut menjadi tidak wajar ketika dilakukan oleh seorang remaja.
Perilaku seks dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik dari segi fisiologis
maupun sosio-psikologis remaja. Mengenai dampak dari perilaku seksual remaja, sebagian
besar informan mengatakan dapat menyebabkan seseorang hamil diluar nikah. Beberapa
informan guru menyebutkan akan membuat motivasi belajar sesorang akan menurun, selain
itu ada juga informan yang mengatakan dapat menyebabkan seseorang terkena HIV, hancur
masa depan serta malu dan depresi. Hasil dari beberapa penelitian melaporkan banyak remaja
yang aktif secara seksual, mempunyai pasangan lebih dari satu dan tidak konsisten dalam
pemakaian kondom pada saat melakukan hubungan seks (Shaluhiyah dalam Ikawati).
Sumber Pengetahuan Seks
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa informan siswa dan siswi cenderung mencari
informasi mengenai seks melalui teman atau dengan browsing melalui internet maupun.
Hanya sebagian kecil informan yang mengatakan mendapat pengetahuan mengenai seks dari
orang tua. Mereka cenderung merasa malu dan segan jika membicarakan masalah seks kepada
orang tua. Dengan mencari informasi sendiri banyak informan yang merasa jika informasi
yang mereka dapatkan tidak sepenuhnya benar. Menurut penelitian David dan Haris dalam
Nur Aini (2001) remaja usia 11-18 tahun lebih banyak memperoleh informasi mengenai seks
dari teman, sekolah, buku, majalah dan orang tua. Penelitian di Indonesia menunjukkan
bahwa remaja memperoleh informasi mengenai seks dari teman, majalah, film, TV, orang tua,
guru dan sumber lainnya.
Orang tua cenderung lebih tertutup untuk membicarakan masalah seks pada anaknya.
Pendidikan seks dapat diperoleh dari tiga lingkungan pendidikan seperti keluarga, sekolah
maupun masyarakat. Sumber pendidikan seks yang pertama adalah berasal dari lingkungan
keluarga, khususnya orang tua. Orang tua dapat menanamkan pemahaman mengenai
seksualitas sejak dini kepada anaknya. Informasi seks yang diperoleh dari teman, buku dan
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
film cenderung lebih mudah didapat oleh remaja, namun keakuratan informasinya tergantung
pada interpretasi remaja yang melihatnya. Jika salah menginterpretasikannya maka akan
memiliki pengaruh buruk bagi remaja. Riset yang dilakukan oleh Bennet dan Dickinson
dalam Helmy menyebutkan bahwa sebagian besar remaja memilih mendapatkan pendidikan
seksual dini orang tua, namun karena orang tua kurang tahu bahkan tidak menjelaskan secara
rinci, maka remaja mencari informasi dari kelompok atau di mana saja.
Kebutuhan Siswa dan Siswi Akan Pendidikan Seks di Sekolah
Hasil penelitian mengenai materi pendidikan seks di sekolah hampir sebagian besar
informan mengatakan materi yang perlu disampaikan adalah mengenai dampak perilaku seks
bebas pada remaja. Selain itu kesehatan reproduksi, alat-alat reproduksi serta penyakit HIV
juga perlu dimasukkan ke dalam materi pendidikan seks di sekolah. Hasil penelitian mengenai
orang yang pantas dalam memberikan pendidikan seks di sekolah menunjukkan bahwa guru
adalah orang yang pantas dalam memberikan pendidikan seks di sekolah. Namun guru
tersebut sebelumnya telah diberikan pemahaman lebih jauh mengenai masalah seks dan telah
mengikuti pelatihan khusus mengenai pendidikan seks atau pihak sekolah dapat mengundang
seseorang yang ahli dibidang seksualitas.
Hal ini sejalan dengan yang disebutkan Notoatmodjo (2010) bahwa guru memiliki
peran yang sangat penting di sekolah, karena pada umumnya guru lebih dipatuhi anak-anak
dibandingkan orang tuanya. Sebaiknya tidak hanya guru tertentu saja yang mengikuti
pelatihan khusus mengenai pendidikan seks untuk remaja. Akan lebih baik jika semua
stakeholder yang berada dilingkungan sekolah mengikuti pelatihan khusus tersebut. Zulkifli
(2002) mengatakan pemberian materi pendidikan seks dapat disesuaikan dengan tingkatan
usia.
Dalam penelitian ini juga didapatkan bahwa pemisahan ketika memberikan pendidikan
seks di sekolah perlu dilakukan. Hal ini guna untuk membuat nyaman dan lebih terbukanya
siswa dan siswi ketika membahas mengenai seks. Ada baiknya jika setiap kelompok murid
ditangani oleh guru yang berjeniskelamin sama, perempuan ditangani guru perempuan. Begitu
juga dengan laki-laki. Dalam memberikan pendidikan seks di sekolah dari hasil penelitian
didapatkan bahwa seluruh informan mengatakan sebaiknya pemberian materi pendidikan
seksual dilakukan dengan cara ceramah.
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
Menurut Bruess & Greenberg dalam helmy (1998) bahwa salah satu cara pendidikan
seksual yang baik adalah melalui pemberian informasi secara jelas dan tepat. Pemberian
informasi melalui ceramah dapat meningkatkan perubahan pengetahuan seksual pada remaja.
Hal ini juga sejalan dengan yang dijelaskan Notoatmodjo (2007) efektivitas suatu metode
pendidikan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan. Ceramah merupakan metode yang
baik untuk sasaran berjumlah lebih dari 15 orang. Selain dengan metode ceramah informan
juga mengatakan ada baiknya dilakukan pemutaran video dalam menyampaikan materi
pendidikan seks di sekolah. Alat bantu lihat (Visual Aids) berguna dalam membantu
menstimulasi
indera
penglihatan
pada
waktu
terjadinya
proses
pendidikan
(Notoatmodjo,2007). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pendidikan seks di sekolah
cukup diberikan hanya seminggu sekali saja.
Kesimpulan
Dari hasil pemaparan pada bab sebelumnya, penelitian ini menemukan bahwa :
1. Seluruh informan siswa mempunyai persepsi yang sama terhadap pendidikan
seks. Pendidikan seks dinilai oleh remaja sebagai sesuatu yang penting, bernilai
positif, serta bermanfaat bagi mereka. Melalui pendidikan seks remaja dapat
mengarahkan perilaku seksualnya agar tidak menyimpang dari norma yang ada
serta dapat terhindar dari hal-hal yang negatif. Informan memandang
pendidikan seks sebagai alat untuk mencegah terjadinya penyimpangan
perilaku.
2. Sebagian kecil informan masih salah mengartikan seks. Hampir semua
informan siswa dan siswi mengatakan seks adalah hubungan badan dengan
lawan jenis. Namun, mengenai perilaku seks pada remaja hampir semua
informan siswa dan siswi memiliki pengetahuan yang baik mengenai perilaku
seks pada remaja. Informan dapat menyebutkan yang termasuk dalam perilaku
seks pada remaja adalah ciuman, pacaran, menonton film porno, membaca
majalah dewasa serta melakukan pelecehan terhadap lawan jenis.
3. Seluruh informan siswa dan siswi mendapatkan informasi mengenai seks
melalui teman mereka. Beberapa informan mengatakan mereka juga
mendapatkan informasi mengenai seks melalui media internet, majalah dan
juga guru di sekolah. Informan cenderung malu jika harus membicarakan
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
mengenai seks kepada orang tua masing-masing. Karena orang tua
menganggap informan belum cukup umur untuk mengetahui masalah seks.
4. Informan menganggap pendidikan seks sebagai suatu kebutuhan. Mereka
menganggap pendidikan seks dapat menjawab keingintahuan dan rasa
penasaran mereka mengenai hal yang berkaitan dengan seks. Adapun materi
yang dapat dibahas dalam pendidikan seks adalah membahas mengenai
dampak dari perilaku seks bebas pada remaja. Sebagian besar informan lebih
menyukai metode ceramah dalam penyampaian pendidikan seks yang
diberikan sebanyak satu minggu sekali.
Saran
Bagi Dinas Pendidikan Kota Depok
1. Dinas pendidikan Kota Depok dapat memasukkan pendidikan seks ke dalam
kurikulum sekolah.
2. Dinas pendidikan Kota Depok dapat mengadakan pelatihan yang terkait
dengan pendidikan seks pada guru-guru di sekolah.
Bagi SMP Negeri “X” Depok
1. Seluruh guru di SMP Negeri “X” Depok sebaiknya mengikuti pelatihan yang
berhubungan dengan pendidikan seks untuk remaja.
2. Pihak sekolah sebaiknya bekerja sama dengan puskesmas atau pihak yang
terkait untuk mengadakan penyuluhan terkait dengan pendidikan seks.
3. Pihak sekolah dapat menambahkan materi kesehatan reproduksi ke dalam mata
ajaran terkait seperti agama, bimbingan konseling, biologi dan sosiologi.
4. Pihak sekolah sebaiknya melakukan pemisahan ketika memberikan pendidikan
seks kepada peserta didik.
Bagi FKM UI
1. FKM dapat bekerja sama dengan sekolah untuk melakukan penyuluhan
kesehatan.
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
2. FKM dapat bekerja sama dengan sekolah untuk melakukan praktek kesehatan
masyrakat terkait program promosi kesehatan di sekolah.
3. Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
Daftar Referensi
Astuti,Sumarwi.2007.Pendidikan Seks Anak Dalam Keluarga. Media Info. Litkesos. Vol.31
No.189, Maret 2007.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.2008.Kesehatan Reproduksi dan kehidupan
Generasi Muda.
Helmy,Avin Fadila,dkk.1998.Efektivitas Pendidikan Seksual Dini Dalam Rangka
Meningkatkan Pengetahuan Perilaku Seksual Sehat. Jurnal Psikologi. UGM.
Ikawati, Wahyuni Sri.2012.Perilaku Seksual Pada Remaja Berpacaran Ditinjau Dari
Ketidakharmonisan Dalam Keluarga.Media Info. Litkesos. Vol.36 No.2, Juni
2012,261-280.
Mardiana, Rahmi.2013. Gambaran Pengetahuan Remaja Tentang Bahaya Seks Pra Nikah Di
Kelas XI MAN 2 Model Banjarmasin Tahun 2011.Jurnal socioscientia kopertis
wilayah XI Kalimantan Vol5 No.2,Juni 2013.
Muharmawati,Rohmi.2004.Gambaran Persepsi Pasien/Keluarga Pasien Rawat Inap Kelas III
Terhadap Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit Angkatan Laut Marinir Cilandak
Tahun 2004. Skripsi. FKM UI.
Mu’tadin,Z.2002.Pendidikan
Seksual
psikologi.com/remaja/100702.html.
Pada
Remaja.
http://www.e-
Notoadmodjo,Soekidjo.2007.Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Rineka Cipta. Jakarta.
Notoadmodjo,Soekidjo.2010.Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Rineka Cipta. Jakarta.
Nur Aini, Isni.2001.Peran Orang Tua Dalam Memberikan Pendidikan Seks Pada Anak Usia
Remaja. Skripsi. Psikologi UI.
Nurhayati,Sofiarini.2002.Hubungan Keterpaparan Media massa, Orang Tua dan teman
Sebaya dengan Perilaku Seksual Remaja Siswa Kelas 3 di SLTP “X” Depok Tahun
2002. Skripsi. FKM UI.
Sarwono,S.W.2011.Psikologi Remaja edisi revisi. Rajawali Pers. Jakarta.
Setiawati,Devi.2010.Persepsi Remaja Mengenai Pendidikan Seks (Studi Deskriptif Kualitatif
Pada Pelajar SMA Negeri 4 Magelang). Skripsi Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
SKRRI.2007.Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia. Jakarta.
Zulkifli,Muchammad.2002.Pendidikan Seks Dalam Mengontrol Perilaku Seks Bebas di
Kalangan Remaja.Skripsi. FISIP UI.
Persepsi remaja..., Wina Geuma Yunita, FKM UI, 2014
Download