BAB II PERILAKU MENYIMPANG REMAJA PERKOTAAN DALAM

advertisement
BAB II
PERILAKU MENYIMPANG REMAJA PERKOTAAN DALAM
PERSPEKTIF A.L. KROEBER
A. Penelitian Terdahulu
Konsep adalah unsur pokok daripada penelitian. Kalau masalahnya
dan kerangka teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta
mengenai gejala – gejala yang menjadi pokok penelitian dan suatu konsep
sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau
gejala itu
Sehubungan dengan hal di atas, maka dalam pembahasan perlulah
kiranya peneliti membatasi dari sejumlah konsep yang diajukan dalam
penelitian dalam judul proposal “ Perilaku Menyimpang Remaja Perkotaan
Studi kasus Perbuatan Mesum Remaja di Warung Internet Barata Jaya
Kota Surabaya “ adalah yang mempunyai konsep – konsep antara lain:
1. “ Perilaku Seks di Warnet Studi Terhadap Bentuk dan Penyebab
Perilaku Seksual di Warung Internet Kawasan Tegal Boto Kabupaten
Jember “ oleh Nieka Kharisma Arofah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Jurusan Sosiologi tahun 2012. Keberadaan warnet dapat
membantu kehidupan manusia dalam menggunakan internet dengan
berbagai tujuan seperti sarana pendidikan, sarana berbisnis, sarana
berkomunikasi, hingga sarana hiburan. Akan tetapi dengan fungsinya
20
21
yang beragam itu di warnet terdapat perilaku seksual yang dilakukan
oleh penggunaya dalam masyarakat kita, perilaku seksual seharusnya
dilakukan dengan ikatan perkawinan dilakukan di tempat pribadi,
namun saat ini perilaku seksual dapat dilakukan di tempat umum
seperti di warung internet. Berdasarkan fakta – fakta tersebut maka
rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah “
Bagaimana bentuk dan apa penyebab perilaku seksual yang dialkukan
pengguna warnet di kawasan Tegal Boto Kabupaten Jember ?.
Wacana mengenai seksualitas foucault
dalam buku La Vonte de
Savior Histoire de la Seksuality (1976) yang diterjemahkan dalam
buku ingin tahu sejarah seksualitas (2007;77) menolak pewacanaan
seks dalam seksualitas yang merumuskan kedua hal tersebut dalam
pengertian – pengertian yang negatif. Sebagai konstruksi sosial,
seksualitas mempunyai pluralitas makna yang menanakan bahwa ada
berbagai konsep seksualitas dengan kebenaranya masing – masing.
Makna – makna ini akan selalu berubah, bersifat cair, seiring dengan
perubahan yang terjadi dalam nilai – nilai masyarakat. Foucault
mengasumsikan bahwa seksualitas adalah nama yang dapat diberikan
pada suatu sitem historis, bukan realitas bawahan yang sulit ditangkap
melainkan jaringan luas di permukaan tempat rangsangan badaniah,
intensifikasi
kenikmatan,
dorongan
terbentuknya
wacana,
pembentukan pengetahuan, pengokohan pengawasan dan tentangan
yang saling terkait sesuai dengan strategi besar pengetahuan dan
22
kekuasaan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Newman
(2006;105) mengemukakan enam ciri utama penelitian kualitatif yaitu
the context is critical, the value of the case study, researcher integrity,
grounded theory, induktif process and squence, and interpretation.
mengacu pada penjelasan tersebut maka peneliti berusaha memahami
arti atau makna dari fenomena yang berkaitan dengan hal – hal yang
akan diteliti. Dari hasil penelitian, terdapat berbagai bentuk perilaku
seksual pengguna warnet yaitu menonton film porno, melakukan
cyberseks dengan orang tidak dikenal, melakukan cyber seks dengan
orang yang dikenal, yang diakhiri dengan melakukan pemuasan
seksual tersendiri apabila menggunakan warnet sendiri. Menonton film
porno, saling berpegangan, berpelukan, berciuman bersama pacar /
pasangan di warnet apabila suasana di warnet sangat mendukung.
2. “ Perilaku Menyimpang di Kalangan Remaja di Kelurahan Pondang,
Kecamatan Amurang Timur Kabupaten Minahasa Selatan “ oleh Vive
Vike Mantiri tahun 2014. Dikalangan remaja seringkali dijumpai
adanya perilaku yang menyimpang. Perilaku menyimpang merupakan
hasil dari proses sosialisasi yang tidak sempurna. Kelompok yang
paling rentan dalam proses perilaku menyimpang yaitu dari kelompok
para remaja. Hal ini wajar terjadi tidak lain
karena memiliki
karakteristik tersendiri yang unik, yaitu dalam masa – masa labil, atau
sedang dalam taraf pencarian identitas, yang mengalami masa transisi
dari masa remaja menuju masa dewasa. Rumusan masalah yang akan
23
diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimana bentuk perilaku
menyimpang di kalangan remaja dan peranan orang tua dalam rangka
penanggulanganya ?. Dalam Emile Durkheim tercapainya kesadaran
moral dari semua anggota masyarakat karena faktor keturunan,
perbedaan lingkungan, fisik, dan lingkungan sosial. Jenis penelitian ini
adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu sebuah penelitian yang
dimaksud untuk mengungkap sebuah fakta secara empiris secara
obyektif ilmiah yang berlandaskan pada logika keilmuan, prosedur dan
di dukung dengan menggunakan metodologi dan teori sesuai dengan
disiplin ilmu yang di tekuni. Berdasarkan hasil penelitian tentang
perilaku menyimpang di kalangan remaja yang ada di kelurahan
Pondang maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
Faktor pergeseran budaya dan sikap individualitas juga berpengaruh
hal ini tercermin karena masyarakat mulai meninggalkan perilaku dan
budaya yang mencerminkan kesetiakawanan dan gotong royong yang
sebelumnya nampak di era sebelumnya dan pertambahan penduduk
yang semakin meningkat dari tahun ke tahun sehingga remaja – remaja
di kelurahan ini mendapat teman – teman yang baru dan mereka saling
mempengaruhi satu dengan yang lain, faktor berkembangnya teknologi
dan informasi juga berpengaruh karena dulunya mereka belum
mengenal internet, dan hp. Tapi sekarang rata – rata anak remaja sudah
memiliki dan mengetahui hal tersebut.
24
3. “ Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menyimpang
Pada Siswa – Siswi SMA Negeri 1 Padang “ oleh Dewi Palupi
Harjatiningsih Program Stdi Sosiologi Fakultas Ilmus Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta tahun
2015. Skripsi ini meneliti tentang analisis faktor – faktor yang
mempengaruhi perilaku menyimpang pada siwa – siswi SMA Negeri1
Parung. Penelitian ini ingin mengidentifikasi dan mengklasifikasi
bentuk – bentuk perilaku menyimpang siswa/i, dan menggali faktor
penyebabnya. Pornografi dan pornoaksi yang tumbuh subur di negeri
kita memancing remaja untuk memanjakan syahwatnya, baik di lapak
kaki lima maupun di dunia maya. Sexual behavior survey 2011,
menunjukan 64 persen anak muda di kota – kota besar mempelajari
seks melalui film porno atau dvd bajakan. Adapun rumusan masalah
mengenai penelitian “ Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Menyuimpang Pada Siswa –Siswi SMA Negeri 1 Parung “
yaitu Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku
menyimpang ?, Seberapa besar pengaruh faktor – faktor tersebut
menyebabkan siswa – siswi berperilaku menyimpang ?. Teori yang
mendukung perilaku menyimpang adalah :
1. behavior atau perilaku bisa diartikan sebagai sebuah cara respon
seseorang untuk beraksi, bertindak, terhadap objek baik itu benda
maupun manusia yang memiliki sifat diferensial atau sifat yang
berbeda. Perilaku harus dilihat dalam konteks referensi sebuah
25
fenomena dan hal ini dapat dilihat dari referensi masyarakat atau
benda yang bersifat baik dan buruk atau normal dan abnormal
menurut masyarakat (Winson 2009 : 9).
2. Pembelajaran sosial (Social Learning Theory) tokoh utama teori ini
Albert
Bandura
berpendapat
bahwa
individu
–
individu
mempelajari kekerasan dan agresi melalui behavior modeling.
Anak belajar bagaiman bertingkah laku secara ditransmisikan
melalui contoh – contoh, yang terutama datang dari keluarga, sub
– budaya, dan media massa. Melalui observational learning
(belajar melalui pengamatan) satu lingkaran kekerasan mungkin
telah dilahirkan secara terus – menerus melalui generasi ke
generasi.
3. Sutherland berpendapat bahwa perialku kelompok menyimpang
akibat konflik normatif. Konflik antara norma – norma
mempengaruhi penyimpangan melalui organisasi sosial diferensial,
ditentukan oleh struktur lingkungan, hubungan per group, dan
organisasi keluarga. Hasil konflik normatif individu dalam perilaku
krimanal melalui asosiasi diferensial yang menyimpang belajar
definisi pidana perilaku dari asosiasi pribadi (Marshall 2011:102).
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pendekatan
penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Husein Umar (2010)
mengasumsikan
kuantitatif
yaitu
suatu
pendekatan
dalam
penelitian yang lebih ditekankan pada data yang dapat dihitung
26
untuk mengasilkan penafsiran kuantitatif yang kokoh. Asumsi dari
penelitian kuantitatif adalah fakta – fakta dan objek penelitian
memiliki realitas, dan variabel – variabel dapat diidentifikasikan
dan hubungannya dapat diukur (Syamsir dan Jaenal 2006:36).
Dalam penelitian ini ada dua variabel yang dimaksud yaitu faktor –
faktor yang mempengaruhi terdiri dari faktor pertemanan, faktor
hubungan antartetangga, faktor keluarga dan faktor media massa
sebagai variabel bebas (X) dan perilaku menyimpang sebagai
variabel terikat (Y). Kesimpuulang yang dapat diambil dari analisis
Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menyimpang Pada
Siswa – Siswi SMA Negeri 1 Parung adalah Perilaku menyimpang
dilihat dari profil siswan – siswi SMA Negeri 1 Parung banyak
dilakukan oleh berjenis kelamin perempuan dengan persentase
sebesar (32,1%) dan penyimpangan ini lebih banyak dilakukan
oleh siswa – siswi kelas tiga sebesar (75%) dibandingkan dengan
kelas satu dan dua. Selain kelas terlihat bahwa perilaku
menyimpang banyak dialkukan siswa – siswi berusia 17 tahun
dengan persentase (78,1%). Dan penyimpangan ini (42,5%)
didominasi oleh siswa – siswi yang pendapatan orang tuanya
sedang atau tergolong kelas menengah kebawah.
27
B. Perilaku Menyimpang Remaja Perkotaan
1. Perilaku Menyimpang
a. Definisi Perilaku Menyimpang
Dalam
pengantar sosiologi perilaku menyimpang yang biasa
dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak
sesuai dengan nilai – nilai keasusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut
pandang agama atau sudut pandang individu adalah sebagai daripada
makhluk sosial. Dalam kehidupan masyarakat semua tindakan manusia
dibatasi oleh sebuah aturan
(norma) untuk berbuat dan berperilaku
sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Banyak
sekali pada saat ini remaja yang melakukan perbuatan menyimpang
karena remaja rasa keingintahuanya sangat besar sekali jadi hal nyang
bersifat positif dan negatif gampang sekali mempengaruhi remaja.
b. Ciri – Ciri Perilaku Menyimpang
Menurut Paul B. Horton perilaku menyimpang memiliki
ciri – ciri sebagai berikut :
-
Perilaku menyimpang harus dapat di definisikian. Perilaku
dikatakan menyimpang atau tidaknya harus dinilai berdasarkan
kriteria tertentu dan harus diketahui penyebabnya.
-
Penyimpangan
bisa
diterima
bisa
juga
ditolak.
Perilaku
menyimpang tidak selamanya negatif, ada kalanya penyimpangan
28
bisa di terima di masyarakat, misalnya wanita karir. Adapun
pembunuhan dan perampokan merupakan penyimpangan sosial
yang di tolak dalam masyarakat.
-
Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak. Semua orang
pernah melakukan perilaku menyimpang, akan tetapi pada batas –
batas tertentu yang bersifat relatif untuk semua orang. Dikatakan
relatif karena perbedaanya hanya pada frekeuensi dan kadar
penyimpangan. Jadi secara umum, penyimpangan yang dialakukan
setiap orang cenderung relatif. Bahkan setiap orang yang
melakukan penyimpangan mutlak lambat laun harus berkompromi
dengan lingkunganya.
-
Penyimpangan terhadap budaya nyata ataukah budaya ideal.
Budaya ideal adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam
suatu kelompok masyarakat. Akan tetapi pada kenyataannya tidak
seorang pun yang patuh terhadap segenap peraturan resmi tersebut
karena antara budaya nyata dengan budaya ideal selalu terjadi
kesenjangan. Artinya, peraturan yang telah menjadi pengetahuan
umum dalam kenyataan kehidupan sehari – hari cenderung banyak
yang dilanggar.
-
Terdapat norma – norma dalam pehindaran dalam penyimpangan.
Norma penghin daran adalah pola perbuatan yang dilakukan orang
untuk memenuhi keinginan mereka, tanpa harus menentang nilai –
nilai tata kelakuan secara terbuka. Jadi norma – norma
29
penghindaran merupakan bentuk penyimpangan perilaku yang
bersifat setengah melembaga.
-
Penyimpangan
sosial
bersifat
adaptif
(menyesuaikan).
Penyimpangan sosial tidak selamanya menjadi ancaman karena
kadang – kadang dapat dianggap sebagai alat pemikiran stabilitas
sosial.
c. Penyebab terjadinya Perilaku Menyimpang
Menurut wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation
sebab – sebab penyimpangan atau kejahatan dibagi menjadi 2
yaitu:
a.
Faktor subyektif adalah fakor yang berasal dari seseorang itu
sendiri ( sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).
b. Faktor objektif
adalah fator yang berasal dari luar
(lingkungan). Misalnya
keadaan
rumah tangga,
seperti
hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi. Untuk
lebih jelasnya, berikut diuraikan beberapa penyebab terjadinya
penyimpangan seseorang individu (faktor objektif ) yaitu:
-
Ketidaksanggupan
menyerap
norma
–
norma
kebudayaan.
Seseorang yang tidak sanggup menyerap norma – norma
kebudayaan ke dalam kepribadiaanya, ia tidak dapat membedakan
hal yang pantas dan hal yang tidak pantas. Keadaan itu terjadi
akibat dari proses sosialisasi yang tidak sempurna, misalnya karena
30
seseorang tumbuh dalam keluarga yang retak (broken home).
Apabila kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anaknya dengan
sempurna makan anak itu tidak mengetahui hak dan kewajibannya
sebagai anggota keluarga.
-
Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan
tindakan menyimpang karena seringnya membaca atau melihat
tayangan tantang perilaku menyimpang. Hal itu merupakan bentuk
perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang
menyimpang. Misalnya, seorang anak yang melakukan tindakan
kejahatan setelah melihat tayangan rekonstruksi cara melakukan
kejahatan atau membaca artikel yang memuat tentang tindakan
kriminal. Demikian halnya karir penjahat kelas kakap yang di
awali dari kejahatan kecil – kecilan yang terus meningkat dan
makin berani atau nekad merupakan bentuk proses belajar
menyimpang. Hal itu juga terjadi pada penjahat berdasi putih
(white collar crime) yakni para koruptor kelas kakap yang
merugikan negara bermilyar – milyar. Bearawal dari kecurangan –
kecurangan kecil semasa bekerja di kantor atau mengelola uang
negara, lama kelamaan semakin berani dan menggunakan berbagai
strategi yang sangat rapi dan tidak mengundang kecurigaan karena
tertutup oleh penampilan sesaat.
31
-
Ketegangan antara budaya dan struktur sosial. Terjadinya
ketegangan kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan
perilaku yang menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam upaya
mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang,
sehingga ian mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah
perilaku menyimpang. Misalnya jika setiap penguasa terhadap
rakyat makin menindas maka lama – kelamaan rakyat akan berani
memberontak
untuk
melawan
kesewenangan
tersebut.
Pemberontakan bisa dilakukan secara terbuka maupun tertutup
dengan melakukan penipuan – penipuan atau pemalsuan data agar
dapat mencapai tujuanya meskipun dengan cara yang tidak benar.
Penarikan pajak yang tinggi akan memunculkan keinginan
memalsukan data, sehingga nilai pajak yang yang dikenakan
menjadi rendah. Seseorang mencuri arus listrik untuk menghindari
beban pajak listrik yang tinggi. Hal ini merupakan bentuk
pemberontakan / perlawanan yang tersembunyi.
-
Ikatan sosial yang berlainan. Setiap orang umumnya berhubungan
dengan beberapa kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola –
pola perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan ia juga akan
mencontoh pola – pola perilaku
32
-
Akibat proses sosialisasi nilai – nilai sub – kebudayaan
yang
menyimpang. Seringanya media massa menampilkan berita atau
tayangan tentang tindak
kejahatan
(perilaku menyimpang)
menyebabkan anak secara tidak sengaja menganggap bahwa
perilaku menyimpang tersebut sesuatu yang wajar. Hal inilah yang
diakatakan sebagai proses belajar dari sub – kebudayaan yang
menyimpang, sehingga terjadi proses sosialisasi nilai – nilai sub –
kebudayaan menyimpang pada diri anak dan anak menganggap
perilaku menyimpang merupakan sesuatu yang wajar / biasa dan
boleh dilakukan.
c. Bentuk Perilaku Menyimpang
Bentuk perilaku menyimpang dapat dibedakan menjadi dua,
sebagai berikut :
-
Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan
yang
bertindak ke arah nilai – nilai sosial yang dianggap rendah dan
selalu mengakibatkan hal yang buruk. Bobot penyimpangan negatif
didasarkan pada kaidah sosial yang dialnggar. Pelanggaran
terhadap kaidah susila dan adat istiadat pada umumnya dinilai
lebih berat daripada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan
santun.
33
Bentuk penyimpangan yang bersifat negatif antara lain sebagai
berikut :
a. Penyimpangan primer (primary deviation). Penyimpangan
primer adalah penyimpangan yang dialkukan seseorang yang
hanya bersifat temporer dan tidak berulang – ulang. Seseorang
yang melakukan penyimpangan primer masih diterima di
dalam masyarakat karena hidupnya tidak didominasi oleh
perilaku menyimpang tersebut.
b. Penyimpangan sekunder (secondary deviation). Penyimpangan
sekunder adalah perilaku menyimpang yang nyata dan
seringkali terjadi, sehingga berakibat cukup parah serta
mengganggu orang lain. Misalnya orsng yang terbiasa minum –
minuman keras dan selalu pulang dalam keadaan mabuk, serta
seseorang yang melakukan tindakan pemerkosaan. Mereka
biasanya di cap pencuri, pemabuk, penodong, dan pemerkosa.
Julukan tersebut makin melekat setelah ia ditangkap polisi dan
diganjar dengan hukuman.1
1
Setiady Elly M dan Kolip Usman, Pengantar Sosiologi, (Jakarta : 2011).
34
2. Remaja Perkotaan
a. Remaja
Definisi remaja menurut
kamus besar bahasa Indonesia
remaja adalah anak yang sudah berumur belasan tahun, pada
masa remaja anak tersebut belum bisa disebut dewasa. Karena
masa remaja yaitu masa peralihan anak menuju ke masa lebih
dewasa. Masa remaja seseorang ditandai dengan perubahan
fisik yang cepat seperti pertambahan berat badan, pertumbuhan
tinggi badan, dan suara anak tersebut bertambah lebih besar.
Peran orang tua sangat penting sekali bagi kepribadian remaja,
karena mendewasakan dan mendidik anak adalah tugas dan
tanggung jawab setiap orang tua. Remaja sangat rentan sekali
dengan adanya pengaruh buruk dari luar salah satunya dari cara
remaja bergaul. Peran remaja sangat penting sebagai generasi
muda bagi masa depan bangsa. Orang tua harus berperan
penting sekali dalam mengawasi anak remaja tersebut. Orang
tua harus sering berkomunikasi dan menjalin kedekatan dengan
anaknya sehingga orang tua bisa mengetahui dan memahami
anak remaja tersebut.
35
b. Remaja Perkotaan
Remaja yang hidup nya di kota mudah sekali untuk
terpengaruh hal – hal yang negatif karena di kota arus
modernisasi dan teknologi yang begitu cepat. Sehingga remaja
harus lebih hati – hati dan bersikap waspada tentang suatu hal
yang negatif, karena remaja sangat rentan sekali terkena hal
yang negatif. Remaja adalah anak yang baru mencari jati
dirinya dan keingin tahuan remaja sangat besar sekali atas apa
yang belum mereka ketahui sehingga para remaja harus bisa
membedakan mana yang negatif dan mana yang positif.
c. Ciri – Ciri Remaja
Beberapa ciri – ciri remaja adalah sebagai berikut :
a. Kebebasan
Salah satu ciri khas para remaja yaitu suatu
kebebasan
kemerdekaan
(freedom).
Kebebasan
mengekspresikan
berkaitan
diri,
dengan
mengemukakan
pendapat atau opini tanpa harus takut terhadap ancaman,
tekanan baik terang – terangan maupun tersembunyi.
36
b.
Keberanian Para remaja
Umumnya berani dan selalu membela pendapat
mereka, tanpa mempedulikan apakah pendapat mereka
benaratau
salah.
Itulah
sebabnya,
para
remaja
membutuhkan bimbingan dan penyuluhan dari orang yang
memiliki kompetensi di sekitar mereka agar potensi mereka
yang hebat dapat diarahkan menuju sasaran yang tepat.
c. Tidak menyukai peraturan
Para remaja biasanya tidak menyukai peraturan
yang kaku serta mengikat kepada remaja tersebut. Oleh
karena itu, biasanya mereka cenderung mendobrak semua
aturan yang berpotensi mengekang atau membatasi
kebebasan mereka.
d. Kurang sabar
Remaja pada umumnya tidak mau bersabar, tergesa
– gesa dan ingin semuanya berlangsung dengan cepat
sehingga terkesan ceroboh dan sembrono.
37
e. Kurang bisa bernegosiasi
Salah satu ciri khas remaja yang juga sangat
menonjol adalah kurang bisa bernegosiasi. Hal ini tentu
tidak bisa dilepaskan dari semangat mereka yang ingin
mencapai target atau sasaran secepat mungkin meskipun
mengabaikan prosedur.
f. Faktor yang mendorong remaja melakukan hubungan seks
pranikah
Beberapa aspek yang menyebabkan para remaja
berani melakukan hubungan seks pranikah sebagai berikut :
g. Religi
Faktor religi sangat berperan dalam mengendalikan
perilaku seksual para remaja. Jikalau para remaja tidak
dibekali dengan pemahaman religi dan religiusitas yang
kuat, maka akan dapat dipastikan mereka akan jatuh ke
dalam kubangan pergaulan bebas sehingga tidak takut atau
tidak merasa bersalah atau berdosa melakukan hubungan
seks bebas atau seks pranikah.
38
h. Biologis
Kematangan organ – organ seks menyebabkan para
remaja memiliki energi seks yang besar. Jikalau mereka tak
pandai mengendaliikan dorongan nafsu seks yang besar
tersebut, maka dapat dipastikan mereka akan melakukan
seks sebelum waktunya.
i. Psikologis
Hubungan seksual para remaja sering kali didorong
oleh faktor – faktor psikologis. Utamanya, untuk remaja
laki – laki mungkin mereka merasa lebih jantan, perkasa,
kuat, dan berkuasa karena telah berhasil menundukkan
lawan jenis mereka.
j. Penasaran
Banyak remaja yang pada mulanya mencoba – coba
seks karena penasaran mendengar cerita atau penuturan dari
orang – orang yang sudah pernah melakukan hubungan
seks.
Rasa
penasaran
tersebut
mendorong
mereka
melakukan hubungan seks dan akibatnya mereka menjadi
sangat bergantung pada seks.
39
k. Ketagihan
Hubungan seks memang memberikan sensasi dan
kesenangan tersendiri bagi pelakunya. Oleh karena itu, jika
para remaja tidak berhati – hati, maka dapat dipastikan
mereka yang pernah melakukannya akan tergoda untuk
mengulanginya lagi.
l. Pengalaman
Banyak
remaja
yang
ingin
mendapatkan
pengalaman baru mengenai seks dengan melakukan
hubungan seks pranikah. Sensasi seks yang fantastis
memang mampu menarik remaja untuk
melakukan
hubungan seks sebelum waktunya.
m. Pengawasan orang tua
Jauh dari orang tua atau lemahnya pengawasan
orang tua adalah salah satu faktor yang menyebabkan para
remaja berani melakukan seks pranikah. Para remaja yang
tinggal di rumah – rumah indekos, mudah sekali terjerumus
melakukan hubungan seks pranikah karena jauh dari oran
tua. Jauh dari orang tua menyebabkan mereka berani
melakukan hubungan seks bebas karena bagaimanapun
pasti tidak mungkin orang tua mereka menghawasi secara
fisik karena keterbatasan jarak.
40
n. Pengaruh teman
Banyak juga remaja yang melakukan hubungan seks
pranikah karena terpengaruh oleh bujuk rayu teman –
teman yang sudah pernah melakukan hubungan seks.
o. Melepaskan ketegangan seksual
Dapat dipastikan bahwa metode terbaik untuk
melepaskan
ketegangan
seksual
adalah
melakukan
hubungan seks. Namun, tentu saja hubungan seks nyang
sah, yang artinya terikat oleh pernikahan yang sah.
p. Kesempatan
Salah satu penyebab para remaja melakukan seks
pranikah adalah adanya kesempatan atau peluang untuk
melakukan kegiatan seks pranikah tersebut dengan aman
dan bebas.
q. Tata Nilai Remaja
Setiap keluarga dan dimanapun keluarga itu
berdomisili di dunia ini pastilah mempunyai tata nilai yang
tidak bisa diganggu – gugat oleh orang lain. Perlu diketahui
bahwa tata nilai yang dianut atau di terapkan seseorang atau
keluarga menunjukan identitas mereka, yakni “siapakah dia
atau siapakah mereka”.
41
Para remaja mempunyai keluarga untuk mereka
bertumbuh, berkembang, belajar, bersosialisasi, bahkan
berlindung. Patut diketahui bahwa keluargalah yang paling
bertanggung jawab terhadah tumbuh dan berkembangnya
moraldan spiritual remaja, buka sekolah atau lembaga –
lembaga
lainya. Walaupun kini begitu banyak lembaga
atau tempat – tempat tertentu yang mempromosikan
lembaga mereka mampu mengembangkan kepribadian para
remaja, namun peran keluarga sebagai pusat pembentukan
kepribadian dan tata nilai remaja, tetap tidak bisa
digantikan oleh lembaga atau institusi apa pun. Itulah
sebabnya , keluarga sangat penting bagi para remaja.
Inti tata nilai yang perlu dipahami oleh setiap keluarga dan perlu diajarkan
kepada para remaja sebenarnya sederhana yakni :
r. Cinta
Setiap
orang
tua
wajib
mengajarkan
dan
menunjukkan bagaimana caranya menerapkan cinta kepada
anak – anak remaja mereka. Tujuanya, suapaya anak – anak
remaja mereka mengetahui bahwa hidup ini indah bila
mampu mencintai dan dicintai oleh orang lain.
42
s. Kesetiaan
Para orang tua harus mengajarkan dan menunjukkan
teladan kepada anak – anak remaja mereka tentang
kesetiaan. Kesetiaan menyangkut kejujuran, ketulusan hati,
ketaatan, kepatuhan, dan tanggung jawab terhadap janji
atau komitmen yang diucapkan.
t. Tanggung jawab
Tanggung
jawab
berkaitan
dengan
kesediaan
seseorang untuk memikul resiko atas perbuatan dan
komitmennya. Artinya para remaja harus siap memikul
resiko atas perbuatan dan komitmen mereka. Oleh karena
itu, mereka harus mengerti dan bertanggung jawab atas
konsekuensi yang timbul akibat ucapan, tindakan, dan
komitmen mereka.
Tanggung jawab akan menuntun para remaja untuk berhati – hati sebelum
bertindak atau membuat pernyataan karena sadar akan konsekuensi yang mungkin
timbul akibat perbuatan mereka.
Jika ketiga unsur tersebut menjadi acuan keluarga dalam mendidik anak
remaja mereka, maka kemungkinan anak – anak remaja mereka melenceng ke
sasaran atau jalan yang keliru semakin kecil.2
2
Surbakti E.B, Question & Answers Teenagers, (Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia, 2011), 03.
43
C. Kerangka Teori
Bagian ini menjelaskan tentang teori apa yang digunakan untuk
menganalisis masalah penelitian. Kerangaka teori adalah suatu model
konseptual tentang bagaimana teori yang digunakan berhubungan dengan
berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penelitian.
“Perilaku Menyimpang Remaja Perkotaan Studi Kasus Perbuatan Mesum
Remaja Di Warung Internet Barata Jaya Surabaya”Teori yang relevan
untuk menjelaskan judul diatas antara lain “Difusi atau penyebaran Unsur
Budaya, A.L. Kroeber”. Pada bab ini, Difusi atau Penyebaran A.L.
Kroeber secara mendalam agar dapat menjelaskan perilaku menyimpang
remaja perkotaan dalam studi kasus perbuatan mesum remaja di warung
internet.
Difusi, difusionisme, ialah istilah yang diberikan kepada beberapa
teori perkembangan kebudayan dengan memberi tekanan pada difusi.
Difusi adalah suatu proses persebaran suatu atau sejumlah unsur
kebudayan :
Menurut Alfred Kroeber dalam Judistira K. Garna, Teori Perubahan Sosial,
(Bandung : Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran, 1992), 71.
.....is the process, ussually but not neccessarity gradual, by which
element or systems of culture are spread : by which an invention or a
new institution adopted in one place is adopted in neighboring areas,
and in some cases continues to be adopted in adjacent ones, until it may
spread over the whole earth
44
Kroeber dengan menggunakan pendekatan antropologi, yang
berada
dari pendekatan evolusioner
dan
struktural
fungsional,
mengemukakan bahwa difusi itu cenderung menjelaskan tentang
perubahan dalam suatu masyarakat dengan mencari asal atau „aslinya‟
dalam masyarakat yang lain. Difusi itu adalah suatu proses, yang
biasanya tetapi tak seharusnya perlahan, apabila unsur – unsur atau
sistem – sistem budaya itu di sebarkan. Apabila suatu penemuan, atau
satu institusi yang baru diadopsi di suatu tempat maka adopsi
berlangsung pula di daerah tetangganya sehingga dalam berbagai kasus
pengadopsian. Sebut berjalan terus. Tradisi itu pada dasarnya tersebar
dalam lingkup waktu terntu, sehingga tempo penyebaran lewat ruang
ruang ditentukan pula oleh waktu. Dengan demikian difusionisme
sebagai suatu proses, yaitu proses penyebaran unsur – unsur budaya
(yang baru bagi masyarakat penerima) adalah merujuk kepada
pengembangan atau growth; dan tradisi sebagai suatu proses merujuk
pada pemeliharaan.
Difusi pada tahapan yang ekstrim menekankan bahwa setiap pola
tingkah laku atau unsur budaya yang baru itu tersebar dari dari satu
sumber asli. Tampaknya sebagian besar sosiolog tidak mudah menerima
pembahasan difusionisme. Memang benar banyak ide – ide yang
tersebar dari dari satu masyarakat ke masyarakat yang lainya, terutama
berlaku pada zaman modern ini dengan adanya kemajuan komunikasi;
namun padawaktu yang sama pula terdapat inovasi yang sejajar. Inovasi
45
sejajar itu memperlihatkan dua atau lebih budaya memperoleh satu
solusi yang sama terhadap masalah yang serupa. Malahan dari berbagai
benda yang dikomunikasikan kepada sebarang
masyarakat hanya
sebagian saja yang diadaptasi oleh mereka.
Adapun bagian – bagian, atau sesuatu yang dipergunakan, artinya
diadopsi, ataupun sebaliknya yang tidak diadopsi akan tergantung
bukan hanya pada komunikasi, seperti tentang potensi, jumlah dan
pergaulanya, tetapi dapat tergantung oleh keperluan, minat dan daya
serap dari sistem sosial yang menerima bagian serta unsur budaya
tersebut.
Penolakan warga masyarakat terhadap unsur atau bagian budaya
itu oleh adanya rasa tak cocok sebagai penerima serbuan materi dan
sistem baru, dengan begitu mereka cenderung akan menghalangi difusi
selanjutnya. Seringkali berlaku lebih dari keadaan itu, yang kadangkala
bagian, unsur atau sistem yang identik dengan yang di komunikasikan
tersebut bisa saja diadaptasi secara berbeda. Karena itu pula apa yang
diperlukan adalah suatu gabungan kajian tentang sitem – sistem
komunikasi intra sosial yang berkaitan dengan studi tentang kondisi –
kondisi yang inovasi sama dengan yang diajukan secara ekstern dan
intern tersebut diintegrasikan dalam sebuah sistem sosial atau
masyarakat.3
3
Judistira K. Garna, Teori Perubahan Sosial, (Bandung : Program Pasca Sarjana Universitas
Padjadjaran, 1992), 71.
46
Teori ini didukung oleh bukti – bukti seperti kesamaan kebudayaan
anatara masyarakat mesir kuno dengan dan masyarakat belahan bumi
barat. Dengan kata lain, teori difusi ini mampu menyatakan bahwa
kebudayaan yang menyebar mengalami perubahan selama dalam
perjalananya. Dengan kata lain perubahan yang terus terjadi dan terus
menyebar dikalangan masyarakat selalu akan mengalami perkembangan
pada massanya.
Dari fenomena perbuatan mesum remaja di warung internet Barata
Jaya Surabaya mengenai perubahan perilaku yang terjadi pada remaja
disebabkan karena suatu hal yang baru dan remaja tersebut tidak
menyaring dan memikirkan terlebih dahulu tentang resikonya tentang
suatu hal yang baru tersebut di dalam warung internet seperti halnya
menonton gambar – gambarporno, video porno, dan lain sebagainya
yang berbau pornografi. Kemudian remaja tersebut membawa
pasanganya ke warung internet dan pasangan remaja tersebut melihat –
lihat gambar dan video porno di dalam warung internet tersebut.
47
Kemudian pasangan remaja tersebut melakukan perbuatan mesum
di dalam warung internet karena terdorong nafsu akibat melihat situs
porno tersebut. Remaja tersebut tidak perduli dengan situasi sekitarnya,
karena remaja tersebut berani mengambil resiko dan melakukan
perbuatan mesum di dalam warung internet.
Melihat kejadian tersebut bila dihubungkan dengan teori difusi atau
penyebab unsur budaya A. L. Kroeber. Yaitu perilaku remaja terjadi
karena remaja tersebut menemukan suatu hal yang baru dan bagaimana
remaja tersebut menerima hal – hal baru tersebut yang masuk ke dalam
diri remaja tersebut.
Download