Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Selamat pada

advertisement
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Selamat pada Pekerja
Bagian Warehouse dan Workshop di PT X Tahun 2014
Raih Zenita Imami dan Robiana Modjo
Occupational Health and Safety Department, Faculty of Public Health, University of Indonesia, Kampus UI
Depok, Depok, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Perilaku selamat adalah tindakan atau perbuatan dari seseorang atau beberapa orang karyawan yang
memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap karyawan (Heinrich, 1931). Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan perilaku kerja selamat pada pekerja bagian
warehouse dan workshop di PT X. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain studi
cross sectional. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil kuesioner,
observasi, dan wawancara dengan pihak manajemen. Sedangkan data sekunder didapatkan dari dokumen
perusahaan dan literatur. Sampel pada penelitian ini berjumlah 79 responden, 62 responden dari bagian
warehouse dan 17 responden dari bagian workshop. Analisis bivariat menggunakan uji Chi Square, dengan
menggunakan α = 0,05 dan CI = 95%. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui 53,2% pekerja berperilaku
selamat, dan 46,8% pekerja berperilaku tidak selamat. Faktor-faktor yang secara statistik memiliki hubungan
dengan perilaku selamat adalah peran rekan kerja dan lingkungan. Faktor-faktor yang secara statistik tidak
memiliki hubungan dengan perilaku selamat adalah pengetahuan, sikap, peraturan, pengawas, dan ketersediaan
APD.
Factors Related with Safe Behavior Workers in Warehouse and Workshop Department
at PT X in 2014
Safe behavior is an act or behavior from someone or some workers who reduce the possibility of accident to
employees (Heinrich, 1931). The purpose of this research is to determine factors associated with the safe
behavior on workers at warehouse and workshop department of PT X. This research is a quantitative research,
using cross sectional study method. This research use primary and secondary data. Primary data is collected
with questionnaire, observation, and interview the management. Secondary data is collected from documents
and literatures. This research has 79 samples, 62 respondents from warehouse department and 17 respondents
from workshop department. Bivariat analysis is done with chi square test, using α = 0,05 and CI = 95%. The
result showed that 53,2% of workers have done safe behavior, while 46,8% of workers have done unsafe
behavior. Factors that were proven have significant relationship with safe behavior are working relation and
environment. Factors that were not proven have significant relationship with safe behavior are knowledge,
attitude, regulation, supervising, and Personal Protective Equipment.
Key words : behavior, safe behavior
Pendahuluan
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
Sumber daya manusia adalah aset perusahaan yang sangat berharga. Aset tersebut harus
dilindungi baik dari segi keselamatannya maupun dari segi kesehatannya. Keselamatan kerja,
seperti yang tertuang dalam UU No. 1 tahun 1970, memiliki tujuan untuk melindungi tenaga
kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup,
meningkatkan produksi serta produktivitas perusahaan, memelihara dan menggunakan
sumber produksi secara aman dan efisien, serta menjamin keselamatan setiap tenaga kerja
lain yang ada di tempat kerja.
Kecelakaan sendiri didefinisikan sebagai kejadian yang tidak direncanakan, tidak
terduga, tidak diharapkan serta tidak ada unsur kesengajaan (Hinze, 1977 dalam Endroyo,
2006). Menurut ILO dalam Markkanen (2004), kurang lebih dua juta orang meninggal setiap
tahunnya akibat kasus kecelakaan kerja. Dari jumlah ini, 354.000 orang mengalami
kecelakaan fatal. Menurut data ILO pada tahun 2011, setiap hari di dunia terjadi sekitar 6.000
kasus kecelakaan kerja yang menimbulkan korban jiwa. Sehingga setiap tahunnya ILO
mencatat lebih dari 2 juta orang meninggal akibat kecelakaan kerja dan penyakit kerja setiap
tahunnya, dengan angka 160 juta orang menderita penyakit akibat kerja dan 270 juta orang
menderita kasus kecelakaan kerja (ILO, 2011).
Di Indonesia sendiri, menurut data yang diambil dari PT Jamsostek, dalam tahun 2012
setiap hari ada 9 pekerja yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja, sementara total
kecelakaan kerja pada tahun 2012 sejumlah 9.056 kasus, dan dari jumlah tersebut sebanyak
2.419 kasus mengakibatkan meninggal dunia. Di wilayah Jawa Barat dan Banten terjadi
37.390 kasus kecelakaan kerja dengan pembayaran klaim mencapai Rp 139,6 miliar.
Sedangkan di wilayah Bekasi, Cikarang, Karawang dan Purwakarta terdapat 10.109 kasus
kecelakaan kerja selama tahun 2012 dengan total pembayaran klaim sebesar Rp 45 miliar
(Jamsostek, 2013).
Menurut Heinrich (1931) dalam Halimah (2010), penyebab kecelakaan kerja 88%
adalah adanya unsafe behavior, 10% karena unsafe condition dan 2% tidak diketahui
penyebabnya. DuPont (2005) dalam Ningsih (2013) juga menemukan kecelakaan kerja yang
selama ini terjadi diakibatkan unsafe act sebesar 96% dan unsafe condition sebesar 4%
(Cooper, 2009 dalam Ningsih, 2013).
Beberapa pendekatan dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan seperti
yang disebutkan di atas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stephen Guastello pada
tahun 1993, pendekatan terhadap perilaku menunjukkan hasil yang paling signifikan dalam
mengurangi kecelakaan di tempat kerja, yaitu sebesar 59,6%. Pendekatan selanjutnya yang
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
dinilai berhasil adalah pendekatan ergonomi sebesar 51,6%, dan pendekatan engineering
sebesar 29% (Geller, 2001).
Geller juga menggambarkan pentingnya perilaku yang didasari keselamatan (behavior
based safety) dalam upaya meningkatkan keselamatan kerja baik yang reaktif atau proaktif.
Jika perusahaan berfokus pada angka kecelakaan kerja atau hanya memperhatikan
keselamatan saat angka kecelakaan tinggi, maka pendekatan ini bersifat reaktif. Sedangkan
pendekatan yang bersifat proaktif adalah upaya keselamatan kerja ditelusuri dari perilaku
selamat. Pendekatan ini berupaya untuk mendorong terbentuknya perilaku selamat. Agar
pencapaian behavior based safety berhasil maka sebaiknya menggunakan pendekatan yang
bersifat proaktif. Upaya ini akan berujung pada usaha pencegahan terjadinya kecelakaan di
tempat kerja (Geller, 2001).
Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku manusia terdapat faktor-faktor
yang berpengaruh, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti susunan
syaraf pusat, persepsi, proses belajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal berupa
iklim, hubungan dengan manusia lain, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya (Notoatmodjo,
2003).
Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan beberapa faktor yang berhubungan
dengan perilaku selamat, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Meisya pada
tahun 2008. Penelitian yang dilakukan pada pekerja bagian produksi PT. X ini membuktikan
bahwa variabel yang berhubungan dengan perilaku selamat pekerja adalah pengetahuan,
sikap, kepatuhan terhadap peraturan, komunikasi tentang bahaya, dan pengawasan dari
supervisor (Meisya, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Hendrabuwana (2007) yang dilakukan pada karyawan
departemen cor PT Pindad Bandung, dibuktikan bahwa faktor lingkungan memiliki hubungan
dengan perilaku selamat pekerja. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Halimah (2010)
yang dilakukan pada karyawan di PT. Slim Plant Tambun berhasil membuktikan bahwa
faktor peran rekan kerja dan pengawasan memiliki hubungan dengan perilaku selamat
pekerja. Dan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2012) pada pekerja industri pengelasan
informal di Bogor berhasil membuktikan bahwa faktor ketersediaan APD berhubungan
dengan perilaku selamat pekerja.
PT X merupakan sebuah perusahaan besar yang bergerak pada penyediaan jasa dan
peralatan berat. Area warehouse dan workshop yang ada di PT X merupakan area yang
memiliki risiko terjadinya kecelakaan kerja, karena sepanjang bekerja mereka berinteraksi
langsung dengan mesin dan alat berat.
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
Area warehouse merupakan bagian yang berada di bawah divisi part yang memiliki
fungsi melakukan penyimpanan sementara spare part dan melakukan distribusi spare part
kepada klien/cabang PT X seluruh Indonesia. Tugas yang dilakukan di area warehouse yaitu
menerima barang (receiving), pembongkaran peti (unboxing), pengalokasian (binning),
pencanangan /peruntukkan (issuing), dan pengiriman (supply). Dalam melakukan tugasnya,
alat bantu yang digunakan adalah kereta dorong, komputer, forklift, crane, linggis, palu,
tangga, dll. Sedangkan area workshop berada di bawah divisi servis. Area workshop dibagi
menjadi lima section yang masing-masing memiliki tugas tertentu, yaitu service section,
fabrication section, undercarriage section, yard section dan painting section. Tugas yang
dilakukan di area workshop adalah melakukan repairing dan maintenance alat berat.
Peralatan yang mempunyai kendala di lapangan akan diperbaiki dan dirawat agar dapat
bekerja kembali secara normal.
Data 4 tahun terakhir dari tahun 2010 hingga 2013 menunjukkan bahwa kecelakaan
kerja di PT X terjadi penurunan dari tahun 2010 hingga 2012, kemudian mengalami kenaikan
di tahun 2013. Berikut adalah data kecelakaan kerja di PT X.
Kemudian berdasarkan data kecelakaan PT X pada bulan Mei 2014 dapat diketahui
bahwa departemen yang menyumbang angka kecelakaan paling besar adalah dari divisi
service, dan diikuti dari divisi part.
Berdasarkan data pada bulan Mei 2014 dapat digambarkan 5 perilaku tidak selamat
yang ditemukan pada pekerja di PT X. Perilaku tidak selamat ini meliputi gagal memberi
peringatan, mengambil posisi salah, melanggar peraturan dan rambu K3, mengoperasikan
tanpa wewenang, dan menggunakan alat yang rusak.
Faktor manusia merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan setelah
faktor manajemen. Dengan banyaknya kegiatan yang berlangsung di PT X khususnya pada
bagian warehouse dan workshop, maka dibutuhkan pendekatan berbasis keselamatan dalam
upaya meningkatkan keselamatan kerja sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan
kerja. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian mengenai faktor-faktor
yang berhubungan dengan perilaku kerja selamat pada pekerja bagian warehouse dan
workshop di PT X pada tahun 2014.
Tinjauan Teoritis
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
Geller (2001) dalam bukunya The Psychology of Safety Handbook menggambarkan mengenai
pentingnya pendekatan behavioral based safety dalam upaya keselamatan kerja. Tingkat
selamat pekerja dapat dipengaruhi oleh perilaku selamat pekerjanya. Kemudian, Wardani
(2013) merangkum definisi perilaku sebagai hasil dari teori dan riset, sebagai berikut:
1.
Perilaku merupakan sesuatu yang disebabkan karena suatu hal
2.
Perilaku ditunjukkan ke suatu sasaran tertentu
3.
Perilaku dapat diobservasi dan diukur
4.
Perilaku yang tidak langsung juga dapat diobservasi, seperti pemikiran dan
5.
Perilaku dimotivasi atau didorong oleh sesuatu.
persepsi
Beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku adalah teori Lawrence Green (1980), teori Snehandu B Kar (1983), E. Scott Geller
(2001), Teori Ramsey.
1. Teori Lawrence Green
Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku manusia itu bergantung kepada
masalah kesehatan. Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor perilaku dan faktor di luar
perilaku. Kemudian perilaku dapat dibentuk oleh 3 faktor, yaitu:
a. Predisposing factors (faktor predisposisi), adalah faktor yang mendahului perilaku untuk
menetapkan pemikiran. Faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan, sikap, persepsi, nilai,
keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, dan sebagainya.
b. Enabling factors (faktor pemungkin), adalah kemampuan sumber daya untuk membentuk
perilaku. Faktor pemungkin terdiri dari fasilitas penunjang, peraturan, dan sumber daya.
c. Reinforcing factors (faktor penguat), adalah faktor yang menentukan apakah tindakan
kesehatan mendapatkan dukungan. Faktor penguat terdiri dari pengawas, pimpinan, dan
regulasi.
2. Teori Snehandu B Karr
Menurut teori ini, Karr (1983) dalam Notoatmodjo (2007), determinan perilaku dibagi
menjadi 5, yaitu:
a. Niat (intention) untuk bertindak terhadap stimulus dari luar
b. Dukungan masyarakat (social support) untuk dapat bertindak sesuai dengan norma
masyarakat dan tidak bertentangan dengan masyarakat sekitar. Apabila perilaku tersebut
bertentangan atau tidak diterima oleh masyarakat, maka Ia akan merasa kurang nyaman
c. Terjangkaunya informasi (accessibility of information) adalah tersedianya informasiinformasi terkait dengan tindakan yang diambil oleh seseorang
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
d. Otonomi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) untuk bebas dalam mengambil
keputusan bagi masing-masing individu
e. Kondisi atau sesuatu yang memungkinkan (action situation) untuk bertindak diperlukan
kondisi dan sesuatu yang tepat.
3. Pendekatan Perilaku E. Scott Geller
Menurut Geller (2001), safety culture atau budaya keselamatan diawali dari sebuah
disiplin engineering. Pada umumnya, suatu budaya keselamatan memerlukan perhatian yang
berkesinambungan pada 3 faktor, yaitu:
A. Faktor lingkungan (termasuk peralatan, equipment, layout fisik, standar, prosedur, dan
temperatur.
B. Faktor orang (sikap masyarakat, kepercayaan, dan kepribadian).
C. Faktor perilaku (praktek kerja selamat)
Ketiga faktor tersebut dikenal dengan The Safety Triad yang dapat digambarkan
sebagai berikut:
Orang
Lingkungan
Pengetahuan, Keterampilan,
Kemampuan, Inteligensi,
Motif, Kepribadian
Budaya
Equipment, peralatan,
Mesin, temperatur,
Engineering, SOP
Keselamatan
,
Perilaku
Persetujuan, pelatihan, pengenalan,
Komunikasi, kepedulian
Gambar 2.1 The Safety Triad
Sumber: The Psychology of Safety Handbook, Geller (2001)
4. Teori
Ramsey
Ramsey dalam Halimah (2010), mengajukan sebuah model yang menelaah faktor-
faktor pribadi yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan. Ramsey berpendapat bahwa
perilaku kerja yang selamat atau perilaku yang dapat menyebabkan kecelakaan, dipengaruhi
oleh empat faktor, yaitu:
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
1.
Pengamatan (perception) merupakan tahap pertama dimana seseorang akan
suatu bahaya tersebut, maka orang tersebut tidak akan menampilkan
mengamati
adanya
perilaku
kerja yang aman. Kemampuan seseorang dalam mengamati faktor bahaya di dalam
bekerja tersebut dipengaruhi oleh kecakapan sensoris, persepsinya dan kewaspadaannya.
2.
Kognitif (cognition) merupakan tahap dimana bahaya kerja dapat diamati
namun
seseorang yang bersangkutan tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman bahwa hal
tersebut membahayakan, maka perilaku yang aman
juga tidak tampil. Tahapan ini
sangat bergantung pada pengalaman, pelatihan, kemampuan mental dan daya ingat.
3.
Pengambilan keputusan (decision making), merupakan tahap dimana perilaku yang
selamat tidak akan timbul jika seseorang tidak memiliki keputusan untuk menghindari
kecelakaan walaupun seseorang tersebut telah melihat dan mengetahui bahaya yang
dihadapi tersebut merupakan sesuatu yang membahayakan. Hal ini tergantung dari
pengalaman, pelatihan, sikap, motivasi, kepribadian, dan kecenderungan menghadapi
risiko.
4.
Kemampuan (ability), merupakan tahap dimana perilaku selamat tidak akan timbul juga
apabila seseorang tidak memiliki kemampuan bertindak atau menghindari
bahaya
walaupun pada tahapan sebelumnya tidak terjadi kesalahan. Tahapan ini dipengaruhi
oleh ciri-ciri dan kemampuan fisik, kemampuan psikomotorik, dan proses fisiologis.
Perilaku selamat merupakan aplikasi dari perilaku tugas yang ada di tempat kerja
(Griffin dan Neal, 2000 dalam Mardani, 2013). Sedangkan perilaku selamat menurut
Heinrich (1931) dalam Syaaf (2006) adalah tindakan atau perbuatan dari seseorang atau
beberapa orang karyawan yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap
karyawan. Sedangkan menurut Bird dan Germain (1985), perilaku selamat adalah perilaku
yang tidak dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden. Perilaku selamat lebih
menekankan aspek perilaku manusia terhadap terjadinya kecelakaan di tempat kerja.
Berdasarkan beberapa penelitian dan teori perubahan perilaku, maka diperoleh beberapa
faktor yang berhubungan dengan perilaku selamat, yaitu:
1. Pengetahuan
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, terjadi setelah orang melakukan proses penginderaan
terhadap objek yang diamatinya (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan merupakan hasil dari
tahu, terjadi setelah orang melakukan proses penginderaan terhadap objek yang diamatinya
(Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan memiliki 6 tingkatan yaitu tahu, paham, aplikasi, analisis,
sintesis, evaluasi.
2. Sikap
Sikap adalah determinan perilaku karena berkaitan dengan persepsi, kepribadian, dan
motivasi. Sebuah sikap merupakan suatu keadaan sikap mental, yang dipelajari dan
diorganisasi menurut pengalaman, dan yang menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atau
reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek, dan situasi-situasi dengan siapa Ia
berhubungan (Winardi, 2004). Tingkatan sikap adalah menerima, merespon, menghargai,
bertanggung jawab, dan praktek atau tindakan.
3. Peraturan
Peraturan merupakan dokumen tertulis yang mendokumentasikan standar, norma dan
kebijakan untuk perilaku yang diharapkan. Peraturan atau SOP memiliki peran besar dalam
menentukan perilaku mana yang dapat diterima dan tidak dapat diterima (Geller, 2001).
Menurut Geller (2001), tahap kepatuhan pekerja dapat dimulai dari kepatuhan terhadap
anjuran/instruksi. Sering kali kepatuhan dilakukan untuk menghindari hukuman atau untuk
memperoleh imbalan jika memenuhi pedoman. Kepatuhan berikutnya adalah karena tertarik
dengan melihat tokoh idola yang dikenal. Perubahan perilaku tingkat kepatuhan yang baik
adalah internalisasi, dimana individu melakuka sesuatu karena memahami makna,
mengetahui pentingnya tindakan dan keadaan ini. Hal ini cenderung akan berlangsung lama
dan menetap dalam diri individu.
4. Peran Pengawas
Bird dan Germain (1990) menyebutkan bahwa supervisor (pengawas) memiliki posisi kunci
dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap keterampilan, dan kebiasaan keryawaan di area
kerja. pengawas harus mengetahui kegiatan yang dilakukan bawahannya lebih baik daripada
pihak lain. Pengawas juga memonitor kinerja pekerja, karena hal ini merupakan sesuatu yang
penting untuk kesuksesan program.
5. Peran Rekan Kerja
Geller (2001) menyebutkan tekanan rekan kerja semakin meningkat saat semakin banyak
orang terlibat dalam perilaku tertentu dan saat anggota grup yang berperilaku tertentu terlihat
relatif kompeten atau berpengalaman. Sering kali pekerja berperilaku tidak selamat karena
rekannya yang lain juga berperilaku demikian.
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
Dengan semakin meningkatnya tuntutan pekerjaan maka peran rekan kerja akan
semakin banyak dibutuhkan agar tujuan yang diinginkan dapat cepat tercapai. Sehingga peran
rekan kerja juga harus dilihat dampaknya bagi sesama pekerja. Menurut penelitian yang
dilakukan kepada pekerja industri baja yang dilakukan oleh Watson (2005), perilaku selamat
rekan kerja secara signifikan berhubungan dengan persepsi selamat di tempat kerja, sehingga
berhubungan juga dengan perilaku selamat di tempat kerja tersebut.
6. APD
Menurut Lawrence Green, perilaku dapat terbentuk dari 3 faktor, salah satunya adalah faktor
pendukung (enabling) yaitu ketersediaan fasilitas atau sarana. Ketersediaan APD dalam hal
ini merupakan salah satu bentuk dari faktor pendukung perilaku, dimana suatu perilaku
otomatis belum terwujud dalam suatu tindakan jika tidak terdapat fasilitas yang mendukung
terbentuknya sikap tersebut (Notoatmodjo, 2007).
7. Lingkungan
Lingkungan kerja bisa saja menjadi tempat kerja yang tidak aman, terlalu penuh, penerangan
dan ventilasi tidak memadai. Selain itu, iklim psikologis di antara pekerja yang kurang baik
seperti tidak ada interaksi yang saling membantu di antara pekerja, tidak ada tanggung jawab
para pekerja terhadap keselamatan dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja
(Hariandja, 2002).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Jenis
penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian ini dilakukan pada PT X, sebuah perusahaan alat
berat di daerah Jakarta Timur. Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian ini,
yaitu pada bulan April – Juni 2014. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja di PT
X. Sampel yang digunakan adalah 79 pekerja bagian warehouse dan workshop, 62 responden
berasal dari warehouse dan 17 responden berasal dari workshop. Jenis data yang digunakan
pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diambil dari hasil kuesioner,
observasi, dan wawancara dengan manajemen. Data sekunder diambil dari dokumen
perusahaan dan studi literatur. Uji validitas kuesioner diperoleh dengan teknik uji korelasi
Pearson Product Moment. Sedangkan, uji reliabilitas menggunakan nilai Cronbach Alpha.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis uji chi square.
Hasil Penelitian
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
Tabel 1 Karakteristik Responden
Jumlah
Variabel
(n = 79)
Persentase
Perilaku
Tidak Selamat
37
46,8%
Selamat
42
53,2%
Kurang Baik
56
70,9%
Baik
23
29,1%
Kurang Baik
44
55,7%
Baik
35
44,3%
Tidak Ada
21
26,6%
Ada
58
73,4%
Kurang Baik
33
41,8%
Baik
46
58,2%
33
41,8%
46
58,2%
Kurang Baik
42
53,2%
Baik
37
46,8%
Kurang Nyaman
33
41,8%
Nyaman
46
58,2%
Pengetahuan
Sikap
Peraturan
Peran Pengawas
Peran Rekan Kerja
Kurang Mendukung Mendukung
Ketersediaan APD
Lingkungan
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah responden yang berperilaku
selamat berjumlah 42 orang (53,2%), sedangkan jumlah pekerja yang berperilaku tidak
selamat berjumlah 37 orang (46,8%). Responden yang memiliki pengetahuan baik berjumlah
23 orang (29,1%) dan responden yang memiliki pengetahuan kurang baik berjumlah 56 orang
(70,9%). Kemudian responden yang memiliki sikap yang baik berjumlah 35 orang (44,3%),
dan responden yang sikapnya kurang baik sejumlah 44 orang (55,7%).
Peraturan yang ada di tempat kerja berjumlah 58 orang (73,4%), dan pekerja yang
tidak mengetahui peraturan yang ada di tempat kerja berjumlah 21 orang (26,6%).
Pengawasan sudah baik berjumlah 46 orang (58,2%), dan responden yang menganggap
bahwa pengawasan kurang baik berjumlah 33 orang (41,8%). Peran rekan kerja yang bersifat
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
mendukung berjumlah 46 orang (58,2%), dan responden yang menganggap bahwa peran
rekan kerja kurang mendukung sebanyak 33 orang (41,8%).
Berdasarkan tabel di atas, responden yang merasa ketersediaan APD sudah baik
berjumlah 37 responden (46,8%), dan responden yang merasa ketersediaan APD kurang baik
berjumlah 42 orang (53,2%). Lingkungan kerja sudah nyaman berjumlah 46 responden
(58,2%), dan yang merasa bahwa lingkungan kerja kurang nyaman berjumlah 33 orang
(41,8%). Lingkungan yang diperhatikan dalam penelitian ini meliputi tingkat kebisingan dan
temperatur.
Tabel 2. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, Peraturan, Peran Pengawas, Peran Rekan Kerja, APD,
dan Lingkungan dengan Perilaku Selamat di PT X tahun 2014
Perilaku
Jumlah
Tidak
Variabel
Selamat
Selamat
n
%
n
%
n
%
Kurang Baik
13
56,5%4
10
43,5%5
23
100%
Baik
24
2,9%
32
7,1%
56
100%
Kurang Baik
19
45,2%
23
54,8%
42
100%
Baik
18
48,6%
19
51,4%
37
100%
Kurang Baik
11
52,4%
10
47,6%
21
100%
Baik
26
44,8%
32
55,2%
58
100%
Kurang Baik
16
48,5%
17
51,5%5
33
100%
Baik
21
45,7%
25
4,3%
46
100%
Kurang Mendukung
21
63,6%
12
36,4%
33
100%
Mendukung
16
34,8%
30
65,2%
46
100%
Baik
18
48,6%
24
57,1%
42
100%
Kurang Baik
19
51,4%
18
48,6%
37
100%
Kurang Nyaman
20
60,6%
13
39,4%
33
100%
Nyaman
17
37,0%
29
63,0%
46
100%
P value
OR
0,325
1,733
0,823
0,872
0,615
1,354
0,823
1,120
0,013
3,281
0,503
0,711
0,043
2,624
Pengetahuan
Sikap
Peraturan
Peran Pengawas
Peran Rekan Kerja
APD
Lingkungan

Hubungan Antara Pengetahuan dengan Perilaku Selamat
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa proporsi pekerja dengan perilaku selamat
dengan faktor pengetahuan kurang baik, lebih kecil (43,5%) dibandingkan pekerja dengan
faktor pengetahuan yang sudah baik (57,1%). Bila dilihat dari nilai OR sebesar 1,733 yang
artinya tidak ada asosiasi antara pengetahuan dengan perilaku tidak selamat. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan nilai p value 0,325.
Karena nilai p value > 0,05 maka tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan
dengan perilaku selamat pekerja.

Hubungan Antara Sikap dengan Perilaku Selamat
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa proporsi pekerja dengan perilaku selamat
dengan faktor sikap yang baik, lebih kecil (51,4%) dibandingkan pekerja dengan faktor sikap
kurang baik (54,8%). Bila dilihat dari nilai OR sebesar 0,872, artinya sikap memiliki efek
proteksi terhadap perilaku tidak selamat. Artinya semakin tinggi sikap diharapkan tingkat
perilaku tidak selamat semakin menurun. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku selamat, karena p value =
0,823.

Hubungan Antara Peraturan dengan Perilaku Selamat
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa proporsi pekerja menganggap bahwa ada
peraturan dan berperilaku selamat berjumlah 32 orang (55,2%). Sedangkan responden yang
berpendapat bahwa ada peraturan namun berperilaku tidak selamat terdapat 26 orang
(44,8%). Bila dilihat dari nilai OR sebesar 1,354, artinya tidak ada asosiasi antara peraturan
dengan perilaku selamat. Hasil uji statistik menunjukkan p value sebesar 0,615. Karena p
value > 0,05 maka secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara peraturan dan
perilaku selamat.

Hubungan Antara Peran Pengawas dengan Perilaku Selamat
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa proporsi pekerja yang berperilaku selamat
dan menyatakan pengawasan kurang baik (51,5%), lebih sedikit dibandingkan pekerja yang
berperilaku selamat dan menyatakan pengawasan sudah baik (54,3%). Bila dilihat dari nilai
OR sebesar 1,120, maka tidak ada asosiasi antara peran pengawas dengan perilaku selamat.
Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan p value sebesar 0,823. P value bernilai > 0,05
sehingga berdasarkan uji statistik, tidak ada hubungan yang signifikan antara peran pengawas
dengan perilaku selamat.

Hubungan Antara Peran Rekan Kerja dengan Perilaku Selamat
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa proporsi pekerja yang berperilaku selamat
dan menyatakan bahwa peran rekan kerja kurang mendukung (36,4%) lebih kecil
dibandingkan proporsi pekerja yang berperilaku selamat dan menyatakan peran rekan kerja
mendukung (65,2%). Bila dilihat dari nilai OR sebesar 3,281, maka peran rekan kerja yang
kurang mendukung memiliki peluang 3 kali lebih besar untuk berperilaku tidak selamat
dibandingkan pekerja yang menyatakan bahwa peran rekan kerja mendukung. Nilai p value
sebesar 0,013. Karena nilai p value > 0,05 maka terdapat hubungan yang bermakna antara
peran rekan kerja dengan perilaku selamat.

Hubungan Antara APD dengan Perilaku Selamat
Berdasarkan tabel di atas, proporsi pekerja yang berperilaku selamat dan menyatakan
ketersediaan APD kurang baik (48,6%) lebih sedikit dibandingkan proporsi pekerja yang
menyatakan ketersediaan APD sudah baik (57,1%). Bila dilihat dari nilai OR sebesar 0,711,
maka ketersediaan APD memiliki efek proteksi terhadap perilaku tidak selamat. Nilai p value
sebesar 0,503. Nilai p value > 0,05, sehingga tidak ditemukan adanya hubungan yang
bermakna antara ketersediaan APD dengan perilaku selamat.

Hubungan Antara Lingkungan dengan Perilaku Selamat
Berdasarkan tabel di atas, proporsi pekerja yang berperilaku selamat dan menyatakan
bahwa lingkungan kurang nyaman (39,4%), lebih kecil jumlahnya dibandingkan yang
menyatakan bahwa lingkungan sudah nyaman (63,0%). Bila dilihat dari nilai OR sebesar
2,624, maka lingkungan yang kurang nyaman memiliki peluang 2 kali lebih besar untuk
terbentuknya perilaku tidak selamat dibandingkan pekerja yang menyatakan bahwa
lingkungan sudah nyaman. Nilai p value sebesar 0,043. Karena nilai p value < 0,05 maka
terdapat hubungan yang bermakna antara lingkungan dengan perilaku selamat.

Hasil Pengukuran Kebisingan dan Temperatur di PT X
Berikut adalah hasil pengukuran kebisingan dan temperatur di area warehouse dan
workshop yang dilakukan PT X pada 15 Mei 2013.
Tabel 3 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan
Lokasi
Hasil Pengujian
Satuan
Workshop cabang Jakarta
77,8
dBA
Warehouse
68,9
dBA
Sumber : dokumen PT X, 2013
Tabel 6.5 Hasil Pengukuran Temperatur
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
Lokasi
Hasil Pengujian
Sk (°C)
Sba (°C)
Sg (°C)
Rh (%)
ISBB (°C)
Warehouse
31,0
26,4
31,6
67
28,0
Workshop cabang
33,5
26,9
35,3
58
29,4
Jakarta
Sumber : dokumen PT X, 2013
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja bagian warehouse dan workshop di PT X lebih
banyak yang berperilaku selamat.
Jumlah responden yang pengetahuannya baik (56 orang) lebih banyak jumlahnya
dibandingkan responden yang pengetahuannya kurang baik (23 orang). Kemudian
berdasarkan tabel 6.12, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dengan perilaku selamat pada penelitian ini karena nilai p value = 0,325. Hal ini berbeda
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hendrabuwana (2007) yang dapat membuktikan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku selamat pekerja.
Dari hasil kuesioner diketahui bahwa pengetahuan pekerja mengenai bahaya yang ada di
lingkungan kerja masih rendah.
Walaupun demikian, pengetahuan yang baik tidak secara otomatis membuat karyawan akan
langsung melakukan tindakan selamat dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan
teori Green
(1980) dalam Meisya (2008) yang menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan tidak selalu
menyebabkan perubahan perilaku. Pengetahuan memang sesuatu yang perlu tetapi bukan
merupakan faktor yang cukup kuat sehingga seseorang bertindak sesuai dengan
pengetahuannya. Perilaku kerja selamat akan muncul pada saat pekerja ini sudah sampai pada
tahap memahami manfaat dari berperilaku kerja aman kemudian menerapkannya dalam pola
kerja sehari-hari. Jadi walaupun pengetahuan pekerja sudah baik tidak dapat menjamin bahwa
pekerja tersebut akan berperilaku selamat, karena ada faktor lain yang mempengaruhi, seperti
peraturan atau lingkungan kerja itu sendiri.Berdasarkan teori yang dikemukakan tersebut,
maka penelitian ini sejalan karena tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan perilaku selamat pekerja.
Kemudian penelitian menunjukkan bahwa sikap responden lebih banyak yang kurang baik
dibandingkan sikap responden yang baik. Berdasarkan hasil uji chi square pada tabel 6.13
tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku selamat
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
karena nilai p value yang didapatkan sebesar 0,823. Tidak ditemukannya hubungan yang
signifikan ini disebabkan oleh banyaknya faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan
sikap. Menurut Notoatmodjo (2003), sikap tidak otomatis terwujud dalam suatu tindakan
terbuka, karena untuk mewujudkan sikap menjadi sebuah perbuatan yang nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Faktor pendukung ini salah
satunya adalah fasilitas dan faktor pendukung dari pihak lain.
Kemudian hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengetahui peraturan yang
disediakan oleh perusahaan jumlahnya lebih banyak dibandingkan jumlah responden yang
tidak mengetahui peraturan yang disediakan oleh perusahaan. Pada tabel 6.14 dapat diketahui
bahwa responden yang mengetahui peraturan dan berperilaku selamat memiliki jumlah yang
paling banyak. Berdasarkan hasil uji statistik tidak ditemukan adanya hubungan yang
bermakna antara peraturan dengan perilaku selamat pekerja.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan bahwa peran
pengawas sudah baik memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
responden yang menyatakan bahwa peran pengawas kurang baik. Pada tabel 6.15 dapat
dilihat bahwa responden yang menyatakan bahwa peran pengawas sudah baik dan
berperilaku selamat memiliki jumlah yang paling banyak. Hasil penelitian ini menunjukkan
tidak ada hubungan yang bermakna antara peran pengawas dengan perilaku selamat pekerja
di PT X.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang menyatakan bahwa peran rekan
kerja sudah baik lebih banyak jumlahnya dibandingkan responden yang menyatakan bahwa
peran rekan kerja kurang baik. Berdasarkan tabel 6.16 dapat diketahui bahwa nilai p value =
0,013, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara peran
rekan kerja dengan perilaku selamat. Berdasarkan uji statistik didapatkan OR sebesar 3,281.
Maka, analisis keeratan hubungan dua variabel diketahui bahwa peran rekan kerja yang
kurang baik atau kurang mendukung berisiko 3 kali lebih tinggi membentuk perilaku tidak
selamat dibandingkan peran rekan kerja yang baik.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan bahwa
ketersediaan APD kurang baik lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan jumlah
responden yang menyatakan bahwa ketersediaan APD sudah baik. Nilai p value = 0,503
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan
APD dengan perilaku selamat pekerja.
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
Berdasarkan hasil observasi, didapatkan pekerja dia area warehouse yang bertugas
mengoperasikan forklift menggunakan safety helmet tidak dengan baik. Pekerja tersebut
menggunakan topi di dalam safety helmet yang pekerja tersebut gunakan. Hal ini sejalan
dengan pendapat Roughton (2002) dalam Halimah (2010) yang menyatakan bahwa beberapa
pekerja mungkin menolak untuk menggunakan APD karena APD tersebut menimbulkan
ketidaknyamanan dan menambah beban stress pada tubuh. Stress ini dapat menimbulkan rasa
tidak nyaman atau kesulitan untuk bekerja.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pekerja bagian warehouse dan workshop di
PT X pada tahun 2014, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Jumlah responden yang berperilaku selamat lebih banyak yaitu berjumlah 42 orang
(53,2%), dibandingkan jumlah responden yang berperilaku tidak selamat yaitu berjumlah
37 orang (46,8%).
2. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku
selamat pekerja (p value = 0,325).
3. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku selamat
pekerja (p value = 0,823).
4. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara peraturan dengan perilaku
selamat pekerja (p value = 0,615).
5. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara peran pengawas dengan
perilaku selamat pekerja (p value = 0,823).
6. Ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara peran rekan kerja dengan perilaku
selamat pekerja (p value = 0,013).
7. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara ketersediaan APD dengan
perilaku selamat pekerja (p value = 0,503).
8. Ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara lingkungan dengan perilaku selamat
pekerja (p value = 0,043).
Saran
A. Saran yang diberikan peneliti kepada PT X adalah:
1. Meningkatkan kualitas pengawasan yang dilakukan, baik oleh EHS officer baik di
area warehouse dan workshop maupun oleh leader dari masing-masing kegiatan di
area tersebut. Pengawasan dilakukan untuk menegur pekerja yang tidak
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
menggunakan APD, bercanda berlebihan ketika bekerja, atau tidak mematuhi SOP
ketika bekerja.
2. Penggantian safety sign yang sudah rusak.
3.
Melakukan sosialisasi tentang peraturan mengenai perilaku selamat dalam bekerja.
Tujuannya agar peraturan yang dibuat bukan hanya sebatas dokumen saja.
4.
Menerapkan program reward and punishment secara profesional. Bagi pekerja yang
ditemukan tidak berperilaku selamat ketika sedang bekerja dikenakan punishment
(hukuman), dan bagi pekerja yang perilaku selamatnya sudah baik diberikan reward
(penghargaan).
5.
Membuat buku pedoman keselamatan yang memuat hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku selamat ketika bekerja yang dapat diberikan kepada setiap pekerja
yang baru masuk.
6.
Menyediakan air minum di area workshop.
7.
Penggantian blower yang rusak di area warehouse.
B. Bagi Pekerja
1.
Rekan kerja sebaiknya berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap rekan
kerja yang lain. Sehingga antar rekan kerja dapat saling mengingatkan untuk
berperilaku selamat ketika bekerja.
2.
Pekerja diharapkan berperan aktif dengan melaporkan kepada EHS officer apabila
menemukan keadaan yang tidak selamat ketika sedang bekerja
C. Bagi Peneliti Lain
1. Sebaiknya penelitian lain melakukan penelitian dengan menggunakan variabel yang
berbeda seperti motivasi, persepsi, pelatihan, dll agar dapat memperluas informasi
mengenai faktor perilaku selamat.
Daftar Referensi
Ariwibowo, Raditya. (2013). Hubungan Antara Umur, Tingkat Pendidikan, Pengetahuan,
Sikap terhadap Praktik Safety Riding Awareness pada Pengendara Ojek Sepeda Motor di
Kecamatan Banyumanik. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Bird, Frank E. & Germain, George L. (1990). Practical Loss Control Leadership. USA:
Blair, Earl. (1999). Behavior-based Safety: Myths, Magic & Reality. Professional Safety. 2529.
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
Borg, Bernard. (2002). Predictive Safety from Near Miss and Hazard Reporting. Germany:
CSP.
Candra, Evi dan Ruhyandi. (2008). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Kepatuhan Penggunaan APD pada Karyawan Bagian Press Shop di PT. Almasindo II
Kabupaten Bandung Barat tahun 2008. Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani, 29-44.
Clarke, Sharon. (2006). Safety Climate in An Automobile Manufacturing Plant, The Effects
of Work Environment, Job Communication and Safety Attitudes on Accidents and
Unsafe Behaviour. Emerald Group Publishing Limited, 35, 413-430.
Endroyo, Bambang. (2006). Peranan Manajemen K3 dalam Pencegahan Kecelakaan Kerja
Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil Vol. 3, 8-15.
Endroyo, Bambang. (2010). Faktor-Faktor yang Berperan terhadap Peningkatan Sikap
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Para Pelaku Jasa Konstruksi di Semarang. Jurnal
Teknik Sipil Vol.12, 111-120.
Geller, E. Scott. (2001). The Psychology of Safety Handbook. USA: Lewis Publishers.
Halimah, Siti. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Karyawan di PT
SIM Plant Tambun II Tahun 2010. Skripsi. Jakarta: FKIK UIN.
Hendrabuwana, La Ode Muhammad. (2007). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Bekerja Selamat bagi Pekerja di Departemen Cor PT Pindad (PERSERO)
Bandung. Skripsi. Depok: FKM UI.
ILO (n.d.). Maret 12, 2014. http://www.ilo.org/public/english/region/eurpro/moscow/
areas/safety/statistic.htm
Jamsostek (n.d.). Maret 12, 2014. http://www.bpjsketenagakerjaan.go
.id/content/news.php?id=3955
Jamsostek
(n.d.).
Maret
12,
2014.
http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/content/news.php?id=3956
Markkanen, Pia K. (2004). Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia. Philippine: ILO.
Meisya, Nur. (2008). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Tidak Selamat pada
Pekerja Bagian Produksi PT. X Tahun 2008. Skripsi. Depok: FKM UI.
Munandar, Sunyoto. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Niven, Neil. (2009). Psikologi Kesehatan (2nd ed.) (Agung Waluyo, Penerjemah). Jakarta:
ECG.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
Ningsih, Ayu Rahmatia & Ardyanto, Denny. (2013). Evaluasi Pelaksanaan Behavior Based
Safety pada Program Stop dalam Membentuk Perilaku Aman Tenaga Kerja di PT X
Tahun 2013. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 2, 35-44.
Petersen, Dan. (1988). Safety Management: A Human Approach. New York: Aloray.
Wardani, Dwi Kusuma. (2013). Pengaruh Sikap Pengetahuan Keselamatan Kerja dan Iklim
Keselamatan Kerja terhadap Perilaku Keelamatan pada Karyawan Produksi PT. Semen
Indonesia (PERSERO) Tbk. Malang: Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri
Malang.
Faktor-faktor..., Raih Zenita Imami, FKM UI, 2014
Download