BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Di dalam landasan teoritis memuat tentang teori-teori yang mendasari pelaksanan penelitian. Berikut ini merupakan penjabaran tentang teori-teori yang digunakan penulis dalam penelitian ini. 2.2 Manajemen Kelas Kata manajemen berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata manus yang berarti tangan dan agree berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja manager yang artinya menangani. Managere diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management, dan manager untuk melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan (Usman, 2004). Sebagaimana yang diuraikan oleh Usman, bahwa manajemen menurut Mary Parker, adalah suatu seni untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang lain. Definisi dari Mary ini mengandung perhatian pada kenyataan bahwa para manajer mencapai suatu tujuan organisasi dengan cara mengatur orang-orang lain untuk melaksanakan apa saja yang pelu dalam pekerjaan itu, bukan dengan cara melaksanakan pekerjaan itu oleh dirinya sendiri. Itulah manajemen, Sejathi menguraikan bahwa, “arti dari manajemen adalah pengelolaan, penyelenggaraan, ketatalaksanaan penggunaaan sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan/ sasaran yang diinginkan”. Dengan begitu, pengelolaan/ manajemen adalah penyelenggaraan atau pengurusan agar sesuatu yang dikelola dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien. Sementara itu, pengertian manajemen menurut Terry adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan 7 8 atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen juga adalah suatu ilmu pengetahuan maupun seni. Seni adalah suatu pengetahuan kecakapan yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan dan pelajaran serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan manajemen. Lain halnya menurut Stoner & Freeman, manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, manajemen adalah suatu kegiatan untuk menciptakan dan memertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar di dalamnya mencakup pengaturan orang (siswa) dan fasilitas, yang dikerjakan mulai terjadinya kegiatan pembelajaran di dalam kelas sampai berakhirnya pembelajaran di dalam kelas. 2.2.1 Pengertian Kelas Pengertian umum mengenai kelas, yaitu sekelompok siswa pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. Sementara, kelas menurut pengertian umum dapat dibedakan atas dua pandangan, yaitu pandangan dari segi fisik dan pandangan dari segi siswa. Nawawi memandang kelas dari dua sudut, (a) Kelas dalam arti sempit yaitu, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian ini, mengandung sifat statis karena sekedar menunjuk pengelompokan siswa menurut tingkat perkembangannya, antara lain berdasarkan pada batas umur kronologis masing-masing. (b) Kelas dalam arti luas yaitu suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisir menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan. Sementara iru, menurut Hamalik ”kelas adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama yang mendapat pengajaran dari guru” . Sedangkan menurut Ahmad (1995:1) “kelas ialah ruangan belajar dan atau 9 rombongan belajar”. Sulaeman (2009) mengartikan bahwa kelas dalam arti umum menunjukkan kepada pengertian sekelompok siswa yang ada pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dan dari guru yang sama pula. Kelas dalam arti luas merupakan bagian dari masyarakat kecil yang sebagian adalah suatu masyarakat sekolah yang sebagian suatu kesatuan di organisasi menjadi unit kerja secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan. Menurut Hamiseno (2009) kelas adalah ruangan yang digunakan untuk proses belajar mengajar yang efektif dan menguntungkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai kemampuan. Kelas merupakan taman belajar bagi siswa. Kelas adalah tempat bagi para siswa untuk tumbuh dan berkembangnya potensi intelektual dan omosional. Mengingat kelas hendaknya dimanajemen sedemikian rupa sehingga benar-benar merupakan belajar yang nyaman dan menyenangkan. Sedangkan syarat-syarat kelas yang baik (a) rapi,bersih,sehat, tidak lembab, (b) cukup cahaya yang meneranginya, (c) sirkulasi udara cukup, (d) perabot dalam keadaan baik,cukup jumlah dan ditata dengan rapi, dan (e) jumlah siswa tidak lebih dari 40 orang. 2.2.2 Pengertian Manajemen Kelas Pengertian manajemen kelas dari beberapa pakar antara lain, Weber .W.A. (1988), mendefenisikan manajemen kelas sebagai ompleks of teaching behavior of teacher efficient instruction” yang mengandung pengertian bahwa segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar yang efektif dan menyenangkan serta memotivasi murid agar dapat belajar dengan baik. Eferstson dan Emmer mendeskripsikan manajemen sebagai “those teacher behavior that produceshigh levels of student infolfoment classroom activities and minimize student behaviors that interfiris with dan pencapaianthe teachers or other students work and efficient use of instructional time (1998). Houston at al (1988), menegaskan bahwa “ Without effective mamanagement the learning process student for interfering with instruction“, yang mengandung pengertian bahwa tanpa manajemen yang efektif 10 proses belajar mengajar menjadi kacau sehingga guru akan menegur murid-muridnya yang mengganggu proses belajar mengajar. Johson dan Bany, (1970) menguraikan bahwa manajemen kelas adalah merupakan keterampilan yang harus dimiliki guru dalam memutuskan, memahami, mendiagnosis dan kemampuan bertindak menuju perbaikan suasana kelas terhadap aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam manajemen kelas adalah: sifat kelas, pendorong kekuatan kelas, situasi kelas, tindakan seleksi dan kreatif. Sementara Adnan Sulaeman (2009) mendefinisikan manajemen kelas merupakan serangkaian perilaku guru dalam upaya menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik mencapai tujuan belajar secara efesien atau memungkinkan peserta didik belajar dengan baik. Ahmad Sulaiman, (1995) mendefinisikan manajemen kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif yang menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai kemampuan. Arikunto, (2006) mendefinisikan manajemen kelas adalah suatu usaha yang dilakukan penanggung jawab kegiatan belajar mengajar apa yang membantu dengan maksud agar dicapai kondisi yang optimal,sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang diharapkan. Muliyasa (2006) mendefinisikan manajemen kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran kondusif dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.” Berdasarkan pandangan pendekatan operasional tertentu (Disarikan dari Wiford A. Weber, 1986) manajemen kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan memertahankan ketertiban suasana kelas melalui penggunaan disiplin (pendekatan otoriter), yang terdiri atas perangkat-perangkat, yakni (1) Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas melalui intimidasi (pendekatan intimidasi). (2) Seperangkat kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa (pendekatan permisif). (3) Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan suasana kelas dengan cara mengikuti petunjuk/ resep yang telah di sajikan (pendekatan buku masak). (4) Seperangkat kegiatan guru 11 untuk menciptakan suasana kelas yang efektif melalui perencanaan pembelajaran yang bermutu dan dilaksanakan dengan baik (pendekatan instruksional). (5) Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku peserta didik yang diinginkan dengan mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan (pendekatan pengubahan tingkah laku). (6) Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio emosional kelas yang positif (pendekatan penciptaan iklim sosioemosional). (7) Seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan memertahankan organisasi kelas yang efektif (pendekatan sistem sosial) Arikunto, (2004). 2.2.3 Tujuan Manajemen Kelas Tujuan manajemen Kelas pada hakekatnya sudah terkandung pada tujuan pendidikan secara umum. Menurut Sudirman (2000), tujuan manajemen kelas adalah penyediaan fasilitas bagi macam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional, dan sikap serta apresiasi pada siswa. Suharsimi Arikunto,(2004), berpendapat bahwa tujuan manajemen kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Untuk lebih jelasnya Arikuno menguraikan rincian tujuan Manajemen Kelas, sebagaimana berikut ini. 1. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin. 2. Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran. 3. Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional dan intelektual siswa dalam belajar. 12 4. Membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial,ekonomi,budaya,serta sifat-sifat individunya. Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen, (1996). 2.3 Mata Pelajaran IPA SD Tingkat SD merupakan jenjang pendidikan tingkat dasar, siswa SD perlu dipersiapkan untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Karakter siswa perlu dikembangkan mulai dari tingkat SD, dipersiapkan menjadi seorang scientist melalui pembelajaran yang menekankan siswa aktif, dalam melaksanakan pembelajaran dan pada penyelidikan sains lebih menekankan siswa aktif dengan memperhatikan kebutuhan siswa, kecakapan, dan minat siswa (Schmidt, 2003). Slamet (2007) menyatakan bahwa kreativitas secara potensial ada pada setiap orang dengan kadar berbeda, jika tidak dipupuk maka potensi tersebut tidak berkembang. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pengembangan kemampuan berpikir secara logis dan kreatif di SD merupakan tahap awal. Pengembangan berpikir kreatif harus dimulai sejak usia muda. Selain itu percepatan perkembangan kognitif sampai batas tertentu dapat dilakukan dengan berbagai teknik instruksional. Menurut Piaget, siswa SD yang berusia 7-11 tahun berada dalam tahap operasional konkret (Suwono, 2009). Lebih lanjut dinyatakan bahwa dalam tahap operasional konkret siswa sudah mampu berpikir logis, seperti berpikir tentang sebab-akibat, mengklasifikasi, melakukan generalisasi, berhipotesis sederhana, dan memecahkan masalah melalui percobaan-percobaan sederhana. Pembelajaran IPA di SD hendaknya disesuaikan dengan tahap perkembangan anak, yaitu dilaksanakan menggunakan contoh-contoh konkret dan sebanyak mungkin melibatkan pengalaman-pengalaman fisik maupun mentalnya. Pembelajaran IPA yang menarik dan menyenangkan yaitu jika siswa dapat menikmati, merasa senang melakukan kegiatan pembelajaran dan tidak stress. Pembelajaran tersebut 13 menuntut adanya kebebasan karena hanya di lingkungan alam sekitar dan suasana kebebasan tersebut maka siswa dapat mengungkapkan makna sebagai hasil dan interpretasinya terhadap segala sesuatu yang ada di dunia nyata (Aswandi, 2009). 2.3.1 Tujuan Pembelajaran IPA Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPA merupakan suatu proses yang dilakukan guru kepada siswa agar siswa dapat berpikir kritis, bersikap ilmiah, dan memahami alam ini. Hal ini akan berguna bagi kehidupan sehari-hari siswa. 14 2.3.2 Pengertian IPA Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran untuk Sekolah Dasar. Menurut struktur proses belajar mengajar, IPA sebagai ilmu tidak hanya berdiri sendiri, melainkan ditunjang oleh raw input, faktor lingkungan fisik-budaya, dan faktor instrumen. Salah satu faktor instrumen yang dimaksud adalah kurikulum pendidikan. Kurikulum menjadi satu komponen penting karena kurikulum dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan baik itu oleh pengelola maupun penyelenggara untuk melangsungkan pembelajaran. Pada hakekatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Menurut Trianto (2010:141) dalam bukunya Model Pembelajaran Terpadu dijelaskan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejalagejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal. Pembelajaran IPA diharapkan dapat mengembangkan ketiga aspek, yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah, maka perlu diterapkan model pembelajaran yang dapat mengembangkan ketiga aspek IPA yaitu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif baik fisik maupun mental melakukan kegiatan pembelajaran, dan suasana belajar yang menarik, menantang, namun menyenangkan bagi siswa untuk belajar IPA. Bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Keterampilan proses ini meliputi keterampilan mengamati, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara baik dan benar dengan selalu mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau tertulis, menggali dan memilah 15 informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari. Mata pelajaran IPA dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. 2.3.3 Hakikat IPA IPA merupakan salah satu pelajaran wajib di Sekolah Dasar. Dengan belajar IPA siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pemahaman lagsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu dan berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Samatowa, (2011) menerangkan bahwa pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan yang diperlukan dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat perlu dan penting untuk dipelajari. Pembelajaran IPA disekolah dasar seharusnya difokuskan pada pengembangkan kemampuan berpikir siswa dan keterlibatan siswa secar aktif dalam pembelajaran. Tetapi hal tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan oleh guru dalam prosespembelajaran. Menurut Wahyana ( Trianto, 2015: 136), bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakt, tetapi oleh adanya metode imiah dan sikap ilmiah. Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Menurut Trianto (2015: 141) dalam bukunya Model Pembelajaran Terpadu dijelaskan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala gejala melalui serangkaian proses yang dikenalkan dengan proses ilmiah yang 16 dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produ ilmiah yang tersusun atass tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal. Tabel 1 Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA Standar Kompetensi Kompetensi Dasar (KD) Memahami perubahan KD 1 KD 2 kenampakan permukaan bumi Mendiskripsikan Mendeskripsikan posisi dan benda langit perubahan bulan dan kenampakan kenampakan bumi bumi dari hari ke hari dan benda langit 2.4 Model Pembelajaran Istilah model digunakan untuk menunjukkan pengertian kerangka konseptual yang digunakan dalam melakukan kegiatan. Pendapat lain mengatakan bahwa model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses, pemilihan media dan eveluasi. Istilah pembelajaran menunjuk kepada pengertian interaksi belajar mengajar antara pengajar dan warga belajar yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dalam proses tersebut mengandung ciri-ciri yaitu adanya komponen sebagai berikut: (1) tujuan yang ingin dicapai, (2) bahan/materi yang menjadi isi dari interaksi, (3) metode sebagai cara atau pendekatan yang digunakan untuk mencapai tujuan, (4) situsi yang memungkinkan proses belajar mengajar berlangsung dengan baik, dan (5) evaluasi terhadap hasil belajar. Pengertian lain menyatakan bahwa pembelajaran merupakan upaya yang bertujuan untuk membantu belajar siswa, merupakan serangkaian peristiwa yang mempengaruhi siswa agar lebih mudah mencapai tujuan belajar. 17 Model pembelajaran merupakan petunjuk bagi strategi mengajar yang digunakan, yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan menggunakan model dapat didefinisikan dengan jelas mengenai tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam pembelajaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model pembelajaran mempunyai fungsi penting dalam proses pembelajaran sebagai pola atau acuan yang digunakan untuk menyusun materi pembelajaran. 2.4.1 Model Pembelajaran Cooperative Learning Slavin (2014: 4), mengemukakan pendapatnya bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainya dalam mempelajari materi pelajaran. Hal ini bertujuan agar proses pembelajaran tidak didominasi oleh satu orang, melainkan setiap anggota kelompok memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam menyelesaikan masalah kelompoknya. Sehingga proses pembelajaran yang terjadi dapat berperan dalam mengaktifkan semua siswa dan lebih berpusat kepada siswa. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran berbasis sosial yang menekankan adanya aktivitas belajar kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih untuk bekerja sama saling membantu dan berperan aktif dalam kelompok. Dengan adanya keterlibatan satu sama lainnya dapat meningkatkan hubungan sosial diantara siswa dan diperoleh hasil belajar yang optimal. Selain terjadinya interaksi sosial dengan sesama siswa, interaksi juga terjadi antara guru dengan siswa, karena dalam pelaksanaan pembelajaran siswa menerima arahan dari guru dalam melaksanakan tugas. Koes ( Isjoni 2013: 20), menyebutkan bahwa belajar kooperatif didasarkan pada hubungan antara motivasi, hubungan interpersonal, strategi pencapaian khusus, suatu ketegangan dalam individu memotivasi gerakan ke arah pencapaian hasil yang diinginkan. Dalam Cooperative Learning terdapat elemen-elemen yang saling terkait didalamnya, akuntabilitas individual, keterampilan untuk menjalin hubungan antar 18 pribadi atau keterampilan sosial yang sengaja diajarkan Nurhadi ( Isjoni, 2013: 20), mengemukkan bahwa keempat elemen tersebut tidak bisa dipisahkan dalam Cooperative Learning karena sangat mempengaruhi kesuksesan dari Cooperative Learning sendiri. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan kepada temannya. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.Tujuan pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1) untuk meningkatkan partisipasi siswa, 2) untuk memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, 3) memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berdeda latar belakangnya (Trianto, 2007:42). 2.4.2 Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning 1. Orientasi Seperti dalam setiap pembelajaran akan diawali dengan kegiatan orientasi. Dalam kegiatan orientasi guru menyepakati dan memahami bersama dengan siswa tentang apa yang akan dipelajari serta bagaimana strategi pembelajarannya. Guru mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkahlangkah serta hasil akhir yang diharapkan. 2. Kerja Kelompok Kerja kelompok merupakan bagian inti dalam pembelajaran. Kegiatannya dapat berupa memecahkan masalah, atau memahami dan menerapkan suatu konsep yang dipelajari. Kerja kelompok dapat dilakukan dengan berdiskusi, observasi, percobaan dan sebagainya. Pembentukan kelompok kooperatif tidak berdasarkan kemampuan, tetapi dalam satu kelompok dibuat beraneka ragam kemampuan siswa dan gender. Prestasi belajar siswa laki-laki dan perempuan cenderung meningkat jika mereka berada dalam kelompok yang jumlah anggotanya seimbang antara laki-laki dan perempuan (Huda, 2011:271). Dalam kerja kelompok guru perlu menyesuaikan waktu lamanya 19 kegiatan dengan kedalaman materi yang akan ditugaskan dalam kelompok. Supaya kegiatan kelompok terarah sesuai dengan cakupan materi, guru memberikan instruksi atau panduan singkat sebagai pedoman siswa dalam melakukan kegiatan. 3. Tes/kuis Pada akhir kegiatan diharapkan semua siswa telah memahami masalah yang telah dikaji bersama kelompok. Kemudian masing-masing siswa menjawab tes sebagai tolak ukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap masalah. Penilaian yang dilakukan mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik pada setiap individu siswa. 4. Penghargaan Kelompok Langkah terakhir adalah langkah pemberian penghargaan pada kelompok yang memperoleh kenaikan skor tertinggi berdasarkan tes individu. Penghargaan yang diberikan harus berupa sesuatu yang dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran yang akan datang. 2.4.3 Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Coopertive Learning Kelebihan Cooperative Learning menurut Sugiyanto (2010:43) adalah: 1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial. 2) Memungkinkan siswa untuk saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan. 3) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial. 4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen. 5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois. 6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. 7) Berbagai keterampilan social yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktikan. 8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia. 9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi berbagai perspektif. 10) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik. 11) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan 20 kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas. Pendapat lain yang merupakan kelebihan Cooperative Learning yaitu menurut Goodell, et. al (2012: 68-75) Cooperative Learning could be used in a variety of courses to provide students structured opportunities to learn from each other and to improve their problem-solving abilities. Cooperative Learning dapat digunakan dalam berbagai program untuk memberikan siswa kesempatan terstruktur untuk belajar dari satu sama lain dan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mereka. Sedangkan kelemahan Cooperative Learning menurut Slavin (2006:27), bahwa Cooperative Learning adalah kontribusi dari siswa yang berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa yang memiliki prestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan, hal ini disebabkan oleh peran anggota kelompok yang pandai lebih dominan. Untuk menyelesaikan suatu materi dengan Cooperative Learning akan memakan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, bahkan dapat menyebabkan materi tidak dapat disesuaikan dengan kurikulum yang ada apabila guru belum berpengalaman. 2.4.4 Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Tebak Kata Cooperative Learning mengembangkan keterampilan berpikir maupun keterampilan sosial siswa seperti, bekerja sama, setia kawan dan mengemukakan pendapat. Keterampilan seperti ini sangat dibutuhkan secara berkelanjutan pada kehidupan siswa. Keterampilan yang diperoleh siswa tidak hanya berhenti setelah pembelajaran usai melainkan pengalaman yang diperoleh selama bekerja kelompok dapat diterapkan kembali pada kelompok lainnya melalui perilaku yang positif dan akan diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Model Cooperative Learning memiliki banyak ragam diantaranya model Student Team Achievement Division (STAD), Tebak Kata, Group Investigation (GI), Team Game Tournament (TGT), dan masih banyak lagi. Akan tetapi dalam penelitian ini penulis menggunakan model 21 pembelajaran Cooperative Learning Tipe Tebak Kata sebagai alat dalam menyampaikan materi pelajaran pada siswa. 2.4.5 Pengertian Model Tebak Kata Model pembelajaran tebak kata adalah model pembelajaran yang menggunakan media kartu teka-teki yang berpasangan dengan kartu jawaban teka-teki. Model tebak kata dilaksanakan dengan cara siswa menjodohkan kartu soal teka-teki dengan kartu jawaban yang tepat. Melalui permainan tebak kata, selain anak menjadi tertarik untuk belajar juga memudahkan dalam menanamkan konsep pelajaran dalam ingatan siswa. Jadi, guru mengajak siswa untuk bermain tebak kata dengan menggunakan media kartu dari kertas karton dalam mata pelajaran yang berlangsung. Dalam menerapkan model tebak kata ada beberapa hal yang harus disiapkan adalah sebagai berikut : 1. Siapkan materi yang akan di sampaikan. 2. Siapkan bahan ajar yang di butuhkan. 3. Siapkan kata kunci yang akan di pertanyakan. Prinsip atau ciri-ciri model tebak kata 1. Pembelajaran berlangsung menyenangkan 2. Siswa diarahkan untuk aktif 3. Menggunakan media kartu 2.4.5.1 Media Media yang digunakan, yaitu: buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang mengarah pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak. Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-kata atau istilah yang mau ditebak (kartu ini nanti dilipat dan ditempel pada dahi atau diselipkan di telinga). 22 CONTOH KARTU: 1 Katu Soal Akuadalah benda langit yang memancarkan cahaya sendiri, 2 bisa Kartu Jawaban Bintang Disebut apakah aku? 2.4.5.2 Langkah Pembelajaran Langkah-langkah pelaksanaan model tebak kata menurut Suprijono (2009:131) yaitu: 1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi ± 45 menit. 2. Guru menyuruh siswa berdiri berpasangan di depan kelas. 3. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10×10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5×2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga. 4. Sementara siswa membawa kartu 10×10 cm membacakan kata-kata yang tertulis didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10×10 cm. jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga. 5. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya. 6. Dan seterusnya. 2.4.5.3 Kelebihan dan Kekurangan dalam Pemanfaatannya 1. Kelebihannya : a. Anak akan mempunyai kekayaan bahasa. 23 b. Sangat menarik sehingga setiap siswa ingin mencobanya. c. Siswa menjadi tertarik untuk belajar d. Memudahkan dalam menanamkan konsep pelajaran dalam ingatan siswa. 2. Kekurangannya : a. Memerlukan waktu yang lama sehingga materi sulit tersampaikan. b. Bila siswa tidak menjawab dengan benar maka tidak semua siswa dapat maju karena waktu terbatas. Jadi, model pembelajaran Tebak Kata merupakan salah satu model Cooperative Learning, dengan proses pembelajaran yang menarik dapat membuat siswa berminat atau tertarik untuk belajar, mempermudah dalam menanamkan konsep-konsep dalam ingatan siswa. Selain itu siswa juga diarahkan untuk aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Setelah mengetahui beberapa manfaat model pembelajaran tebak kata, guru perlu mencoba model tebak kata dalam pembelajaran IPA tentang hubungan khas antar makhuk hidup. 2.4.6 Keaktifan Siswa Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Keaktifan belajar siswa merupakan unsur yang terpenting bagi keberhasilan belajar siswa. Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam proses pembelajaran. Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan, di berbagai sekolah, para guru disarankan untuk mengemas pembelajaran dengan strategi-strategi pembelajaran aktif. Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2011:60) Aktif dimaksudkan “bahwa dalam proses pembelajaran gruu harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan”. Aunurrahman (2010:119) menyatakan “keaktifan siswa dalam belajar merupakan persoalan penting 24 dan mendasar yang harus dipahami, dan dikembangkan setiap guru dalam proses pembelajaran”. Sehingga keaktifan siswa perlu digali dari potensi-potensinya, yang mereka aktualisasikan melalui aktivitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Lindgren (dalam Moh Uzer Usman, 1990:20) mengemukakan “kadar keaktifan siswa itu dalam interaksi diantara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya”. Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Menurut Rohani ( 2004:6-7) bahwa belajar yang berhasil adalah harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas psikis. Aktivitas fisik ialah siswa giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Siswa yang memiliki aktifitas psikis (kejiwaan) adalah, jika jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran. Saat siswa aktif jasmaninya dengan sendirinya ia juga aktif jiwanya, begitu juga sebaliknya. Dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam belajar merupakan segala kegiatan yang bersifat fisik maupun non fisik siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar yang optimal sehingga dapat menciptakan suasana kelas menjadi kondusif. 2.4.6.1 Klasifikasi Keaktifan Banyak jenis aktifitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Menurut Diedrich (Achmad Rohani, 2004:9) terdapat beberapa kegiatan yang meliputi aktivitas jasmani dan aktivitas jiwa, anatara lain sebagai berikut: 1. Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya membaca,memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan pekerjaan orang lain. 2. Oral activities, yang termasuk didalamnya adalah merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi. 25 3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan : percakapan, diskusi, music, pidato. 4. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. 5. Drawing activities, yang termasuk didalamnya antara lain menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lainya: melakukan percobaan membuat konstruksi, bermain. 7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, mengambil keputusan. 8. Emotional avctivities, seperti : menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, tenang. Salah satu penialaian proses pembelajaran adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Nana Sudjana (2004:61) menyatakan keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal : (1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; (2) Terlibat dalam pemecahan masalah; (3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya; (4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah; (5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru; (6) menilai kemampuan diirnya dna hasil-hasil yang diperoleh dirinya; (7) melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah sejenisnya; (8) kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperoleh dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya. Berdasarkan pendapat dan uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa keaktifan siswa dapat dilihat dari berbagai hal seperti visual activities sampai dengan emotional activities. Dalam kegiatan proses pembelajaran pendidik harus memperhatikan hal seperti uraian diatas yaitu mendengarkan,berdiskusi kesiapan siswa, bertanya, keberanian siswa,mendengarkan, memecahkan soal seperti yang tertera di Rancangan Proses Pembelajaran. 26 2.4.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Keaktifan Keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran dapat meransang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, peserta didik juga dapat berlatih untuk berpikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu, guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis. Sehingga, meransang keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran. Keaktifan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa adalah 1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran; 2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada peserta didik); 3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik; 4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari); 5) Memberikan petunjuk kepada peserta didik cara mempelajari; 6) Memunculkan aktifitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, 7) Memberikan umpan balik (feedback); 8) Melakukan tagihan-tagihan kepada peserta didik berupa tes sehingga kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur; 9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran Keaktifan dapat ditingkatkan dan diperbaiki dalam keterlibatan siswa pada saat belajar. Cara untuk memperbaiki keterlibatan siswa diantaranya yaitu abadikan waktu yang lebih banyak untuk kegiatan belajar mengajar, tingkatkan partisipasi siswa secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar, serta berikanlah pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar yang akan dicapai, hal tersebut seperti dijelaskan oleh Moh. Uzer Usman (2009:26-27). Selain memperbaiki keterliban siswa juga dijelaskan cara meningkatkan keterlibatan siswa atau keaktifan siswa dalam belajar. Cara meningkatkan keterlibatan atau keaktifan siswa dalam belajar adalah mengenali dan membantu anak-anak yang kurang terlibat dan menyelidiki penyebabnya dan usaha apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan keaktifan siswa, sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual siswa. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa untuk berfikir secara 27 aktif dalam kegiatan belajar. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan keaktifan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti menarik atau memberikan motivasi kepada siswa dan keaktifan juga dapat ditingkatkan, salah satu cara meningkatkan keaktifan yaitu dengan mengenali keadaan siswa yang kurang terlibat dalam proses pembelajaran. 2.5 Hasil Belajar Dimyati & Mudjiono (2006: 251) Hasil Belajar merupakan “tingkat perkembangan mental” yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra-belajar. “tingkat perkembangan mental” tersebut terkait dengan bahan pelajaran. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut Nana Sudjana (2014: 22), hasil belajar adalah segala kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Purwanto (2014: 38), hasil belajar adalah proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungannya untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya perubahanya yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Sedangkan meurut Dimyati dan Mudjiono ( Saur Tampubolon, 2014: 140), Mengemukakan bahawa hassil belajar adalah hasil yang ditunjukan dari suatu interaksi tindak belajar, dan biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan guru. Gagne (Aunurrahman, 2014: 47), menyimpulkan ada lima macam hasil belajar: 1. Keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui penyajian materi di sekolah. 2. Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan, belajar, mengigat, dan berpikir. 28 3. Informasi vebal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan. 4. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot. 5. Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang yang didasari oleh emosi, kepercayaa-kepercayaan serta faktor intelektual. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahawa hasil belajar adalah suatu atau hasil yang dicapai atau dimiliki siswa dari suatu kegaitan atau usaha yang dilakukan selama mengalami aktivitas belajar yang merupakan bukti keberhasilaan seseorang setelah mengalami proses/pengalaman dalam belajar. Untuk mengukur bukti keberhasilan seseorang setelah mengalami proses belajar digunakan alat penilaian yaitu tes evaluasi dangan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai. Jadi, berhasil tidaknya seseorang dalam proses belajar tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2.6 Hasil Penelitian yang Relevan Pada kajian empiris ini, peneliti membahas penelitian yang sebelumnya dilaksanakan mengenai penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Tebak Kata. Penelitian-penelitian tersebut antara lain: Penelitian dari Ajeng Melia Pertiwi yang berjudul “Penerapan Permainan “tebak kata” untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa arab siswa kelas VII SMPI 01 Pujon” terdapat 4 siklus. Pada kemampuan berbicara siswa setelah dilaksanakan pembelajaran bahasa Arab menggunakan kartu tebak kata mengalami peningkatan yang cukup pada siklus I, dan pada siklus II peningkatannya lebih baik lagi dari siklus I. permainan kartu tebak kata ini membuktikan bahwa pengajaran bahasa Arab dengan menggunakan media ini dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Doni Harfiyanto, dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar menggunakan metode Pembelajaran 29 Permainan Tebak Kata dengan metode ceramah bervariasi pada bidang studi IPS Sejarah kelas VIII siswa SMP Nurul Salam Bantar bolang kabupaten Pemalang tahun Pelajaran 2010/2011” menyatakan bahwa permainan tebak kata dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Sejarah. Penelitian ini menghasilkan nilai rata-rata hasil post test kelas eksperimen 8,16 dan kelas kontrol 7,65. Sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan hasil belajar antara kelas yang diberi pembelajaran dengan metode permainan tebak kata dengan kelas yang diberi pembelajaran dengan metode ceramah. Penelitian dari Nif’atul Aulia yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Menulis dari Mahasiswa Tahun Kedua MTs Ihyaul Islam Ujung pangkah Gresik melalui Permainan Menebak”. Berdasarkan penemuan penelitian menunjukan bahwa strategi permainan menebak dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari peningkatan nilai rata-rata menulis siswa yang bisa melewati nilai standar minimum untuk menulis. Skor rata-rata pada siklus I adalah 5,83, dan jumlah siswa yang mendapat lebih tinggi dari target skor adalah 10 siswa (43,4%). Dalam siklus II skor rata-rata adalah 7,07 dan jumlah siswa yang mendapat nilai tinggi dari target skor adalah 19 siswa (82,6%). Selain hasil, strategi permainan menebak juga dapat meningkatkan partisipasi siswa dan motivasi selama tugas menulis. Berdasarkan beberapa penelitian relevan yang penulis cantumkan penelitian tersebut menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Tebak Kata masing-masing dengan tujuan penelitian tersebut. Berdasarkan penelitian relevan pertama yang penulis cantumkan untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Arab sedangkan penelitian yang sebelumnya untuk meningkatkan hasil belajar. Bedanya penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas siswa yang masih pasif saat proses pembelajaran. Penelitian yang penulis lakukan lebih kepada kreatifitas dan aktivitas siswa. 30 Pada kajian empiris ini, peneliti membahas penelitian yang sebelumnya dilaksanakan mengenai penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Tebak Kata. Penelitian-penelitian tersebut antara lain: Penelitian dari Ajeng Melia Pertiwi yang berjudul “Penerapan Permainan “tebak kata” untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa arab siswa kelas VII SMPI 01 Pujon” terdapat 4 siklus. Pada kemampuan berbicara siswa setelah dilaksanakan pembelajaran bahasa Arab menggunakan kartu tebak kata mengalami peningkatan yang cukup pada siklus I, dan pada siklus II peningkatannya lebih baik lagi dari siklus I. permainan kartu tebak kata ini membuktikan bahwa pengajaran bahasa Arab dengan menggunakan media ini dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Doni Harfiyanto, dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar menggunakan metode Pembelajaran Permainan Tebak Kata dengan metode ceramah bervariasi pada bidang studi IPS Sejarah kelas VIII siswa SMP Nurul Salam Bantar bolang kabupaten Pemalang tahun Pelajaran 2010/2011” menyatakan bahwa permainan tebak kata dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Sejarah. Penelitian ini menghasilkan nilai rata-rata hasil post test kelas eksperimen 8,16 dan kelas kontrol 7,65. Sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan hasil belajar antara kelas yang diberi pembelajaran dengan metode permainan tebak kata dengan kelas yang diberi pembelajaran dengan metode ceramah. Penelitian dari Nif’atul Aulia yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Menulis dari Mahasiswa Tahun Kedua MTs Ihyaul Islam Ujung pangkah Gresik melalui Permainan Menebak”. Berdasarkan penemuan penelitian menunjukan bahwa strategi permainan menebak dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari peningkatan nilai rata-rata menulis siswa yang bisa melewati nilai standar minimum untuk menulis. Skor rata-rata pada siklus I adalah 5,83, dan jumlah siswa yang mendapat lebih tinggi dari target skor adalah 10 31 siswa (43,4%). Dalam siklus II skor rata-rata adalah 7,07 dan jumlah siswa yang mendapat nilai tinggi dari target skor adalah 19 siswa (82,6%). Selain hasil, strategi permainan menebak juga dapat meningkatkan partisipasi siswa dan motivasi selama tugas menulis. Berdasarkan beberapa penelitian relevan yang penulis cantumkan penelitian tersebut menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Tebak Kata masing-masing dengan tujuan penelitian tersebut. Berdasarkan penelitian relevan pertama yang penulis cantumkan untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Arab sedangkan penelitian yang sebelumnya untuk meningkatkan hasil belajar. Bedanya penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas siswa yang masih pasif saat proses pembelajaran. Penelitian yang penulis lakukan lebih kepada kreatifitas dan aktivitas siswa. 2.7 Kerangka Berpikir Mengajarkan Mata Pelajaran IPA dibutuhkan konsep dasar metode yang tepat dalam menyampaikan Mata Pelajaran tersebut. Konsep metode yang dipilih harus sesuai dan cocok serta harus disesuaikan dengan karakteristik ilmu yang akan diajarkan dan karakteristik siswa. Sebab dalam pelajaran IPA lebih menekankan pembelajaran yang menggunakan proses sains dan mempelajari pengetahuan tentang alam serta kenyataan alam. Berdasarkan rasa ingin tahu siswa dengan mengamati, mengeksplorasi, maupun memanipulasi dalam proses belajar sehingga rasa ingin tahu, perhatian, minat, dan motivasi siswa dalam belajar lebih tinggi. Model pembelajaran konvensional/teacher centered learning sudah dianggap biasa dan bahkan cenderung membuat siswa merasa bosan dan kurang aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar. Melalui penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Tebak Kata yang digunakan dalam penelitian ini berupaya meningkatkan aktivitas agar siswa lebih aktif dan antusias mengikuti pembelajaran serta memberi motivasi untuk siswa agar senang dengan proses belajar mengajar yang diajar oleh guru. 32 Dengan model Cooperative Learning Tipe Tebak Kata ini siswa bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri dan anggota kelompoknya didalam kompetisi. Model pembelajaran Cooperative learning Tipe Tebak Kata merupakan Permainan tebak kata yang dilaksanakan dengan cara siswa menjodohkan kartu soal teka-teki dengan kartu jawaban yang tepat. Melalui permainan tebak kata, selain anak menjadi tertarik untuk belajar juga memudahkan dalam menanamkan konsep pelajaran dalam ingatan siswa. Permasalahan pembelajaran dalam mata pelajaran IPA khususnya cara guru menyampaikan pelajaran, dapat diatasi dengan penggunaan model pembelajaran yang bervariasi dan mengajak siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Tebak Kata dapat dicoba guru untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Kerangka Berpikir Dalam pembelajaran IPA guru menggunakan model konvensional Keaktifan Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Rendah Perencanaan tindakan dengan menggunakan model Cooperative learning TipeTebak kata Kata Pelaksanaan tindakan Keaktifan belajar Siswa meningkat 33 2.8 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berpikir tersebut diatas dapat diajukan hipotesis tindakan adalah “melalui model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Tebak Kata dapat meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar IPA di kelas 4 SD Negeri Kutowinangun 11 Salatiga semester II tahun ajaran 2015/2016”.