BAB II KAJIAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teoritis
Di dalam landasan teoritis memuat tentang teori-teori yang mendasari pelaksanan
penelitian. Berikut ini merupakan penjabaran tentang teori-teori yang digunakan
penulis dalam penelitian ini.
2.2 Manajemen Kelas
Kata manajemen berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata manus yang berarti
tangan dan agree berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja
manager yang artinya menangani. Managere diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris
dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management, dan manager
untuk melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan (Usman, 2004).
Sebagaimana yang diuraikan oleh Usman, bahwa manajemen menurut Mary
Parker, adalah suatu seni untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang lain.
Definisi dari Mary ini mengandung perhatian pada kenyataan bahwa para manajer
mencapai suatu tujuan organisasi dengan cara mengatur orang-orang lain untuk
melaksanakan apa saja yang pelu dalam pekerjaan itu, bukan dengan cara
melaksanakan pekerjaan itu oleh dirinya sendiri. Itulah manajemen,
Sejathi menguraikan bahwa, “arti dari manajemen adalah pengelolaan,
penyelenggaraan, ketatalaksanaan penggunaaan sumber daya secara efektif untuk
mencapai tujuan/ sasaran yang diinginkan”. Dengan begitu, pengelolaan/ manajemen
adalah penyelenggaraan atau pengurusan agar sesuatu yang dikelola dapat berjalan
dengan lancar, efektif dan efisien. Sementara itu, pengertian manajemen
menurut Terry adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan
7
8
atau
pengarahan
suatu
kelompok
orang-orang
ke
arah
tujuan-tujuan
organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen juga adalah suatu ilmu
pengetahuan maupun seni. Seni adalah suatu pengetahuan kecakapan yang diperoleh
dari pengalaman, pengamatan dan pelajaran serta kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan manajemen. Lain halnya menurut Stoner & Freeman, manajemen
adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian
upaya anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, manajemen adalah suatu kegiatan untuk menciptakan dan
memertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar di dalamnya
mencakup pengaturan orang (siswa) dan fasilitas, yang dikerjakan mulai terjadinya
kegiatan pembelajaran di dalam kelas sampai berakhirnya pembelajaran di dalam
kelas.
2.2.1 Pengertian Kelas
Pengertian umum mengenai kelas, yaitu sekelompok siswa pada waktu yang
sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. Sementara, kelas
menurut pengertian umum dapat dibedakan atas dua pandangan, yaitu pandangan dari
segi fisik dan pandangan dari segi siswa. Nawawi memandang kelas dari dua
sudut, (a) Kelas dalam arti sempit yaitu, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding,
tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas
dalam pengertian ini, mengandung sifat statis karena sekedar menunjuk
pengelompokan siswa menurut tingkat perkembangannya, antara lain berdasarkan
pada batas umur kronologis masing-masing. (b) Kelas dalam arti luas yaitu suatu
masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu
kesatuan diorganisir menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan
kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan.
Sementara iru, menurut Hamalik ”kelas adalah suatu kelompok orang yang
melakukan kegiatan belajar bersama yang mendapat pengajaran dari guru” .
Sedangkan menurut Ahmad (1995:1) “kelas ialah ruangan belajar dan atau
9
rombongan belajar”. Sulaeman (2009) mengartikan bahwa kelas dalam arti umum
menunjukkan kepada pengertian sekelompok siswa yang ada pada waktu yang sama
menerima pelajaran yang sama dan dari guru yang sama pula. Kelas dalam arti luas
merupakan bagian dari masyarakat kecil yang sebagian adalah suatu masyarakat
sekolah yang sebagian suatu kesatuan di organisasi menjadi unit kerja secara dinamis
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan.
Menurut Hamiseno (2009) kelas adalah ruangan yang digunakan untuk proses
belajar mengajar yang efektif dan menguntungkan serta dapat memotivasi siswa
untuk belajar dengan baik sesuai kemampuan. Kelas merupakan taman belajar bagi
siswa. Kelas adalah tempat bagi para siswa untuk tumbuh dan berkembangnya
potensi intelektual dan omosional. Mengingat kelas hendaknya dimanajemen
sedemikian rupa sehingga benar-benar merupakan belajar yang nyaman dan
menyenangkan. Sedangkan syarat-syarat kelas yang baik (a) rapi,bersih,sehat, tidak
lembab, (b) cukup cahaya yang meneranginya, (c) sirkulasi udara cukup, (d) perabot
dalam keadaan baik,cukup jumlah dan ditata dengan rapi, dan (e) jumlah siswa tidak
lebih dari 40 orang.
2.2.2 Pengertian Manajemen Kelas
Pengertian manajemen kelas dari beberapa pakar antara lain, Weber .W.A.
(1988), mendefenisikan manajemen kelas sebagai ompleks of teaching behavior of
teacher efficient instruction” yang mengandung pengertian bahwa segala usaha yang
diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar yang efektif dan menyenangkan serta
memotivasi murid agar dapat belajar dengan baik. Eferstson dan Emmer
mendeskripsikan manajemen sebagai “those teacher behavior that produceshigh
levels of student infolfoment classroom activities and minimize student behaviors that
interfiris with dan pencapaianthe teachers or other students work and efficient use of
instructional time (1998). Houston at al (1988), menegaskan bahwa “ Without
effective mamanagement the learning process student for interfering with
instruction“, yang mengandung pengertian bahwa tanpa manajemen yang efektif
10
proses belajar mengajar menjadi kacau sehingga guru akan menegur murid-muridnya
yang mengganggu proses belajar mengajar.
Johson dan Bany, (1970) menguraikan bahwa manajemen kelas adalah
merupakan keterampilan yang harus dimiliki guru dalam memutuskan, memahami,
mendiagnosis dan kemampuan bertindak menuju perbaikan suasana kelas terhadap
aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam manajemen kelas adalah: sifat kelas,
pendorong kekuatan kelas, situasi kelas, tindakan seleksi dan kreatif. Sementara
Adnan Sulaeman (2009) mendefinisikan manajemen kelas merupakan serangkaian
perilaku guru dalam upaya menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang
memungkinkan peserta didik mencapai tujuan belajar secara efesien atau
memungkinkan peserta didik belajar dengan baik. Ahmad Sulaiman, (1995)
mendefinisikan manajemen kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk
mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif yang menyenangkan serta dapat
memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai kemampuan.
Arikunto, (2006) mendefinisikan manajemen kelas adalah suatu usaha yang
dilakukan penanggung jawab kegiatan belajar mengajar apa yang membantu dengan
maksud agar dicapai kondisi yang optimal,sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar
seperti yang diharapkan.
Muliyasa (2006) mendefinisikan manajemen kelas
merupakan keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran kondusif dan
mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.”
Berdasarkan pandangan pendekatan operasional tertentu (Disarikan dari Wiford
A. Weber, 1986) manajemen kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk
menciptakan dan memertahankan ketertiban suasana kelas melalui penggunaan
disiplin (pendekatan otoriter), yang terdiri atas perangkat-perangkat, yakni (1)
Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban
suasana kelas melalui intimidasi (pendekatan intimidasi). (2) Seperangkat kegiatan
guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa (pendekatan permisif). (3) Seperangkat
kegiatan guru untuk menciptakan suasana kelas dengan cara mengikuti petunjuk/
resep yang telah di sajikan (pendekatan buku masak). (4) Seperangkat kegiatan guru
11
untuk menciptakan suasana kelas yang efektif melalui perencanaan pembelajaran
yang bermutu dan dilaksanakan dengan baik (pendekatan instruksional). (5)
Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku peserta didik yang
diinginkan dengan mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan (pendekatan
pengubahan tingkah laku). (6) Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan
hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio emosional kelas yang positif
(pendekatan penciptaan iklim sosioemosional). (7) Seperangkat kegiatan guru untuk
menumbuhkan dan
memertahankan organisasi kelas yang efektif (pendekatan
sistem sosial) Arikunto, (2004).
2.2.3 Tujuan Manajemen Kelas
Tujuan
manajemen
Kelas
pada
hakekatnya
sudah
terkandung
pada
tujuan pendidikan secara umum. Menurut Sudirman (2000), tujuan manajemen kelas
adalah penyediaan fasilitas bagi macam-macam kegiatan belajar siswa dalam
lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan
itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya suasana sosial yang
memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional, dan
sikap serta apresiasi pada siswa.
Suharsimi Arikunto,(2004), berpendapat bahwa tujuan manajemen
kelas
adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai
tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Untuk lebih jelasnya Arikuno
menguraikan rincian tujuan Manajemen Kelas, sebagaimana berikut ini.
1. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun
sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
2. Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya
interaksi pembelajaran.
3. Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan
memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional dan
intelektual siswa dalam belajar.
12
4. Membina
dan
membimbing
siswa
sesuai
dengan
latar
belakang
sosial,ekonomi,budaya,serta sifat-sifat individunya. Dirjen PUOD dan Dirjen
Dikdasmen, (1996).
2.3 Mata Pelajaran IPA SD
Tingkat SD merupakan jenjang pendidikan tingkat dasar, siswa SD perlu
dipersiapkan untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Karakter siswa
perlu dikembangkan mulai dari tingkat SD, dipersiapkan menjadi seorang scientist
melalui pembelajaran yang menekankan siswa aktif, dalam melaksanakan
pembelajaran dan pada penyelidikan sains lebih menekankan siswa aktif dengan
memperhatikan kebutuhan siswa, kecakapan, dan minat siswa (Schmidt, 2003).
Slamet (2007) menyatakan bahwa kreativitas secara potensial ada pada setiap orang
dengan kadar berbeda, jika tidak dipupuk maka potensi tersebut tidak berkembang.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa pengembangan kemampuan berpikir secara logis dan
kreatif di SD merupakan tahap awal.
Pengembangan berpikir kreatif harus dimulai sejak usia muda. Selain itu
percepatan perkembangan kognitif sampai batas tertentu dapat dilakukan dengan
berbagai teknik instruksional. Menurut Piaget, siswa SD yang berusia 7-11 tahun
berada dalam tahap operasional konkret (Suwono, 2009). Lebih lanjut dinyatakan
bahwa dalam tahap operasional konkret siswa sudah mampu berpikir logis, seperti
berpikir tentang sebab-akibat, mengklasifikasi, melakukan generalisasi, berhipotesis
sederhana, dan memecahkan masalah melalui percobaan-percobaan sederhana.
Pembelajaran IPA di SD hendaknya disesuaikan dengan tahap perkembangan
anak, yaitu dilaksanakan menggunakan contoh-contoh konkret dan sebanyak
mungkin melibatkan pengalaman-pengalaman fisik maupun mentalnya. Pembelajaran
IPA yang menarik dan menyenangkan yaitu jika siswa dapat menikmati, merasa
senang melakukan kegiatan pembelajaran dan tidak stress. Pembelajaran tersebut
13
menuntut adanya kebebasan karena hanya di lingkungan alam sekitar dan suasana
kebebasan tersebut maka siswa dapat mengungkapkan makna sebagai hasil dan
interpretasinya terhadap segala sesuatu yang ada di dunia nyata (Aswandi, 2009).
2.3.1 Tujuan Pembelajaran IPA
Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembelajaran IPA merupakan suatu proses yang dilakukan guru kepada siswa agar
siswa dapat berpikir kritis, bersikap ilmiah, dan memahami alam ini. Hal ini akan
berguna bagi kehidupan sehari-hari siswa.
14
2.3.2 Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran untuk Sekolah
Dasar. Menurut struktur proses belajar mengajar, IPA sebagai ilmu tidak hanya
berdiri sendiri, melainkan ditunjang oleh raw input, faktor lingkungan fisik-budaya,
dan faktor instrumen. Salah satu faktor instrumen yang dimaksud adalah kurikulum
pendidikan. Kurikulum menjadi satu komponen penting karena kurikulum dijadikan
acuan oleh setiap satuan pendidikan baik itu oleh pengelola maupun penyelenggara
untuk melangsungkan pembelajaran.
Pada hakekatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap
ilmiah. Menurut Trianto (2010:141) dalam bukunya Model Pembelajaran Terpadu
dijelaskan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejalagejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun
atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun
atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara
universal.
Pembelajaran IPA diharapkan dapat mengembangkan ketiga aspek, yaitu produk,
proses, dan sikap ilmiah, maka perlu diterapkan model pembelajaran yang dapat
mengembangkan ketiga aspek IPA yaitu model pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk aktif baik fisik maupun mental melakukan kegiatan
pembelajaran, dan suasana belajar yang menarik, menantang, namun menyenangkan
bagi siswa untuk belajar IPA. Bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar
untuk memahami konsep dan proses sains. Keterampilan proses ini meliputi
keterampilan mengamati, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara
baik dan benar dengan selalu mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja,
mengajukan
pertanyaan,
menggolongkan
dan
menafsirkan
data,
serta
mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau tertulis, menggali dan memilah
15
informasi
faktual
yang
relevan
untuk
menguji
gagasan-gagasan
atau
memecahkan masalah sehari-hari. Mata pelajaran IPA dikembangkan melalui
kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar.
2.3.3 Hakikat IPA
IPA merupakan salah satu pelajaran wajib di Sekolah Dasar. Dengan belajar IPA
siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA
menekankan pada pemberian pemahaman lagsung dan kegiatan praktis untuk
mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah.Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu dan berbuat”
sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang alam sekitar.
Samatowa, (2011) menerangkan bahwa pembelajaran IPA yang baik harus
mengaitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang
ada di lingkungannya, membangun keterampilan yang diperlukan dan menimbulkan
kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat perlu dan penting untuk
dipelajari. Pembelajaran IPA disekolah dasar
seharusnya difokuskan
pada
pengembangkan kemampuan berpikir siswa dan keterlibatan siswa secar aktif dalam
pembelajaran. Tetapi hal tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan oleh guru dalam
prosespembelajaran.
Menurut Wahyana ( Trianto, 2015: 136), bahwa IPA adalah suatu kumpulan
pengetahuan tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya
kumpulan fakt, tetapi oleh adanya metode imiah dan sikap ilmiah.
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap
ilmiah. Menurut Trianto (2015: 141) dalam bukunya Model Pembelajaran Terpadu
dijelaskan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala gejala melalui serangkaian proses yang dikenalkan dengan proses ilmiah yang
16
dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produ ilmiah yang
tersusun atass tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang
berlaku secara universal.
Tabel 1
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar (KD)
Memahami perubahan
KD 1
KD 2
kenampakan permukaan bumi
Mendiskripsikan
Mendeskripsikan posisi
dan benda langit
perubahan
bulan dan kenampakan
kenampakan bumi
bumi dari hari ke hari
dan benda langit
2.4 Model Pembelajaran
Istilah model digunakan untuk menunjukkan pengertian kerangka konseptual
yang digunakan dalam melakukan kegiatan. Pendapat lain mengatakan bahwa model
adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses,
pemilihan media dan eveluasi. Istilah pembelajaran menunjuk kepada pengertian
interaksi belajar mengajar antara pengajar dan warga belajar yang mengakibatkan
terjadinya perubahan tingkah laku. Dalam proses tersebut mengandung ciri-ciri yaitu
adanya komponen sebagai berikut: (1) tujuan yang ingin dicapai, (2) bahan/materi
yang menjadi isi dari interaksi, (3) metode sebagai cara atau pendekatan yang
digunakan untuk mencapai tujuan, (4) situsi yang memungkinkan proses belajar
mengajar berlangsung dengan baik, dan (5) evaluasi terhadap hasil belajar. Pengertian
lain menyatakan bahwa pembelajaran merupakan upaya yang bertujuan untuk
membantu belajar siswa, merupakan serangkaian peristiwa yang mempengaruhi siswa
agar lebih mudah mencapai tujuan belajar.
17
Model pembelajaran merupakan petunjuk bagi strategi mengajar yang digunakan,
yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan menggunakan model
dapat didefinisikan dengan jelas mengenai tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi dalam pembelajaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran mempunyai fungsi penting dalam proses pembelajaran sebagai pola
atau acuan yang digunakan untuk menyusun materi pembelajaran.
2.4.1 Model Pembelajaran Cooperative Learning
Slavin (2014: 4), mengemukakan pendapatnya bahwa pembelajaran kooperatif
merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainya dalam
mempelajari materi
pelajaran. Hal ini bertujuan agar proses pembelajaran tidak
didominasi oleh satu orang, melainkan setiap anggota kelompok memiliki kewajiban
dan tanggung jawab yang sama dalam menyelesaikan masalah kelompoknya.
Sehingga proses pembelajaran yang terjadi dapat berperan dalam mengaktifkan
semua siswa dan lebih berpusat kepada siswa.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan pembelajaran berbasis sosial yang menekankan adanya aktivitas belajar
kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih untuk bekerja sama saling membantu
dan berperan aktif dalam kelompok. Dengan adanya keterlibatan satu sama lainnya
dapat meningkatkan hubungan sosial diantara siswa dan diperoleh hasil belajar yang
optimal. Selain terjadinya interaksi sosial dengan sesama siswa, interaksi juga terjadi
antara guru dengan siswa, karena dalam pelaksanaan pembelajaran siswa menerima
arahan dari guru dalam melaksanakan tugas.
Koes ( Isjoni 2013: 20), menyebutkan bahwa belajar kooperatif didasarkan pada
hubungan antara motivasi, hubungan interpersonal, strategi pencapaian khusus, suatu
ketegangan dalam individu memotivasi gerakan ke arah pencapaian hasil yang
diinginkan. Dalam Cooperative Learning terdapat elemen-elemen yang saling terkait
didalamnya, akuntabilitas individual, keterampilan untuk menjalin hubungan antar
18
pribadi atau keterampilan sosial yang sengaja diajarkan Nurhadi ( Isjoni, 2013: 20),
mengemukkan bahwa keempat elemen tersebut tidak bisa dipisahkan dalam
Cooperative Learning karena sangat mempengaruhi kesuksesan dari Cooperative
Learning sendiri. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan
khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi
pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas
yang direncanakan untuk diajarkan kepada temannya. Selama kerja kelompok, tugas
anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.Tujuan pembelajaran kooperatif
sebagai berikut: 1) untuk meningkatkan partisipasi siswa, 2) untuk memfasilitasi
siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam
kelompok, 3) memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar
bersama-sama siswa yang berdeda latar belakangnya (Trianto, 2007:42).
2.4.2 Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning
1. Orientasi
Seperti dalam setiap pembelajaran akan diawali dengan kegiatan orientasi.
Dalam kegiatan orientasi guru menyepakati dan memahami bersama dengan
siswa
tentang
apa
yang
akan
dipelajari
serta
bagaimana
strategi
pembelajarannya. Guru mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkahlangkah serta hasil akhir yang diharapkan.
2. Kerja Kelompok
Kerja kelompok merupakan bagian inti dalam pembelajaran. Kegiatannya
dapat berupa memecahkan masalah, atau memahami dan menerapkan suatu
konsep yang dipelajari. Kerja kelompok dapat dilakukan dengan berdiskusi,
observasi, percobaan dan sebagainya. Pembentukan kelompok kooperatif
tidak berdasarkan kemampuan, tetapi dalam satu kelompok dibuat beraneka
ragam kemampuan siswa dan gender. Prestasi belajar siswa laki-laki dan
perempuan cenderung meningkat jika mereka berada dalam kelompok yang
jumlah anggotanya seimbang antara laki-laki dan perempuan (Huda,
2011:271). Dalam kerja kelompok guru perlu menyesuaikan waktu lamanya
19
kegiatan dengan kedalaman materi yang akan ditugaskan dalam kelompok.
Supaya kegiatan kelompok terarah sesuai dengan cakupan materi, guru
memberikan instruksi atau panduan singkat sebagai pedoman siswa dalam
melakukan kegiatan.
3. Tes/kuis
Pada akhir kegiatan diharapkan semua siswa telah memahami masalah yang
telah dikaji bersama kelompok. Kemudian masing-masing siswa menjawab
tes sebagai tolak ukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap masalah.
Penilaian yang dilakukan mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik
pada setiap individu siswa.
4. Penghargaan Kelompok
Langkah terakhir adalah langkah pemberian penghargaan pada kelompok
yang memperoleh kenaikan skor tertinggi berdasarkan tes individu.
Penghargaan yang diberikan harus berupa sesuatu yang dapat meningkatkan
minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran yang akan datang.
2.4.3
Keuntungan
dan
Kelemahan
Pembelajaran
Coopertive
Learning
Kelebihan Cooperative Learning menurut Sugiyanto (2010:43) adalah: 1)
Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial. 2) Memungkinkan siswa untuk
saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan
pandangan-pandangan. 3) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial. 4)
Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen. 5)
Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois. 6) Membangun
persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. 7) Berbagai keterampilan
social yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat
diajarkan dan dipraktikan. 8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama
manusia. 9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi berbagai
perspektif. 10) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan
lebih baik. 11) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
20
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi
tugas. Pendapat lain yang merupakan kelebihan Cooperative Learning yaitu menurut
Goodell, et. al (2012: 68-75) Cooperative Learning could be used in a variety of
courses to provide students structured opportunities to learn from each other and to
improve their problem-solving abilities. Cooperative Learning dapat digunakan
dalam berbagai program untuk memberikan siswa kesempatan terstruktur untuk
belajar dari satu sama lain dan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
mereka.
Sedangkan kelemahan Cooperative Learning menurut Slavin (2006:27), bahwa
Cooperative Learning adalah kontribusi dari siswa yang berprestasi rendah menjadi
kurang dan siswa yang memiliki prestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan, hal
ini disebabkan oleh peran anggota kelompok yang pandai lebih dominan. Untuk
menyelesaikan suatu materi dengan Cooperative Learning akan memakan waktu
yang relatif lebih lama dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, bahkan
dapat menyebabkan materi tidak dapat disesuaikan dengan kurikulum yang ada
apabila guru belum berpengalaman.
2.4.4 Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Tebak Kata
Cooperative
Learning
mengembangkan
keterampilan
berpikir
maupun
keterampilan sosial siswa seperti, bekerja sama, setia kawan dan mengemukakan
pendapat. Keterampilan seperti ini sangat dibutuhkan secara berkelanjutan pada
kehidupan siswa. Keterampilan yang diperoleh siswa tidak hanya berhenti setelah
pembelajaran usai melainkan pengalaman yang diperoleh selama bekerja kelompok
dapat diterapkan kembali pada kelompok lainnya melalui perilaku yang positif dan
akan diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Model Cooperative Learning
memiliki banyak ragam diantaranya model Student Team Achievement Division
(STAD), Tebak Kata, Group Investigation (GI), Team Game Tournament (TGT), dan
masih banyak lagi. Akan tetapi dalam penelitian ini penulis menggunakan model
21
pembelajaran Cooperative Learning Tipe Tebak Kata sebagai alat dalam
menyampaikan materi pelajaran pada siswa.
2.4.5 Pengertian Model Tebak Kata
Model pembelajaran tebak kata adalah model pembelajaran yang menggunakan
media kartu teka-teki yang berpasangan dengan kartu jawaban teka-teki. Model tebak
kata dilaksanakan dengan cara siswa menjodohkan kartu soal teka-teki dengan kartu
jawaban yang tepat. Melalui permainan tebak kata, selain anak menjadi tertarik untuk
belajar juga memudahkan dalam menanamkan konsep pelajaran dalam ingatan siswa.
Jadi, guru mengajak siswa untuk bermain tebak kata dengan menggunakan media
kartu dari kertas karton dalam mata pelajaran yang berlangsung. Dalam menerapkan
model tebak kata ada beberapa hal yang harus disiapkan adalah sebagai berikut :
1. Siapkan materi yang akan di sampaikan.
2. Siapkan bahan ajar yang di butuhkan.
3. Siapkan kata kunci yang akan di pertanyakan.
Prinsip atau ciri-ciri model tebak kata
1. Pembelajaran berlangsung menyenangkan
2. Siswa diarahkan untuk aktif
3. Menggunakan media kartu
2.4.5.1 Media
Media yang digunakan, yaitu: buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri
atau kata-kata lainnya yang mengarah pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin
ditebak. Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-kata atau istilah yang mau
ditebak (kartu ini nanti dilipat dan ditempel pada dahi atau diselipkan di telinga).
22
CONTOH KARTU:
1
Katu Soal
Akuadalah benda langit yang
memancarkan cahaya sendiri,
2
bisa
Kartu Jawaban
Bintang
Disebut apakah aku?
2.4.5.2 Langkah Pembelajaran
Langkah-langkah pelaksanaan model
tebak
kata menurut Suprijono
(2009:131) yaitu:
1.
Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi ± 45 menit.
2.
Guru menyuruh siswa berdiri berpasangan di depan kelas.
3.
Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10×10 cm yang nanti
dibacakan pada pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu
yang berukuran 5×2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian
ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga.
4.
Sementara siswa membawa kartu 10×10 cm membacakan kata-kata yang
tertulis didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud
dalam kartu 10×10 cm. jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang
ditempelkan di dahi atau telinga.
5.
Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan
itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh
mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi
jawabannya.
6.
Dan seterusnya.
2.4.5.3 Kelebihan dan Kekurangan dalam Pemanfaatannya
1. Kelebihannya :
a. Anak akan mempunyai kekayaan bahasa.
23
b. Sangat menarik sehingga setiap siswa ingin mencobanya.
c. Siswa menjadi tertarik untuk belajar
d. Memudahkan dalam menanamkan konsep pelajaran dalam ingatan
siswa.
2. Kekurangannya :
a. Memerlukan waktu yang lama sehingga materi sulit tersampaikan.
b. Bila siswa tidak menjawab dengan benar maka tidak semua siswa dapat
maju karena waktu terbatas.
Jadi, model pembelajaran Tebak Kata merupakan salah satu model
Cooperative Learning, dengan proses pembelajaran yang menarik dapat membuat
siswa berminat atau tertarik untuk belajar, mempermudah dalam menanamkan
konsep-konsep dalam ingatan siswa. Selain itu siswa juga diarahkan untuk aktif
bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Setelah mengetahui
beberapa manfaat model pembelajaran tebak kata, guru perlu mencoba model tebak
kata dalam pembelajaran IPA tentang hubungan khas antar makhuk hidup.
2.4.6 Keaktifan Siswa
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan
kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Keaktifan
belajar siswa merupakan unsur yang terpenting bagi keberhasilan belajar siswa.
Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah untuk mengkonstruksi
pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan
atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan, di berbagai sekolah, para
guru disarankan untuk mengemas pembelajaran dengan strategi-strategi pembelajaran
aktif. Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2011:60) Aktif dimaksudkan “bahwa dalam
proses pembelajaran gruu harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga
siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan”. Aunurrahman
(2010:119) menyatakan “keaktifan siswa dalam belajar merupakan persoalan penting
24
dan mendasar yang harus dipahami, dan dikembangkan setiap guru dalam proses
pembelajaran”. Sehingga keaktifan siswa perlu digali dari potensi-potensinya, yang
mereka aktualisasikan melalui aktivitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Lindgren (dalam Moh Uzer Usman, 1990:20) mengemukakan “kadar
keaktifan siswa itu dalam interaksi diantara siswa dengan guru dan siswa dengan
siswa lainnya”. Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi
keberhasilan proses pembelajaran. Menurut Rohani ( 2004:6-7) bahwa belajar yang
berhasil adalah harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun
aktivitas psikis. Aktivitas fisik ialah siswa giat-aktif dengan anggota badan, membuat
sesuatu, bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat
atau hanya pasif. Siswa yang memiliki aktifitas psikis (kejiwaan) adalah, jika jiwanya
bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran. Saat
siswa aktif jasmaninya dengan sendirinya ia juga aktif jiwanya, begitu juga
sebaliknya.
Dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam belajar merupakan segala
kegiatan yang bersifat fisik maupun non fisik siswa dalam proses kegiatan belajar
mengajar yang optimal sehingga dapat menciptakan suasana kelas menjadi kondusif.
2.4.6.1 Klasifikasi Keaktifan
Banyak jenis aktifitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas
siswa tidak hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di
sekolah-sekolah tradisional. Menurut Diedrich (Achmad Rohani, 2004:9) terdapat
beberapa kegiatan yang meliputi aktivitas jasmani dan aktivitas jiwa, anatara lain
sebagai berikut:
1. Visual
activities,
yang
termasuk
didalamnya
misalnya
membaca,memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan pekerjaan orang
lain.
2. Oral activities, yang termasuk didalamnya adalah merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi.
25
3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan : percakapan, diskusi,
music, pidato.
4. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5. Drawing activities, yang termasuk didalamnya antara lain menggambar,
membuat grafik, peta, diagram.
6. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lainya:
melakukan
percobaan membuat konstruksi, bermain.
7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisa, mengambil keputusan.
8. Emotional avctivities, seperti : menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, tenang.
Salah satu penialaian proses pembelajaran adalah melihat sejauh mana
keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Nana Sudjana (2004:61)
menyatakan keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal : (1) Turut serta dalam
melaksanakan tugas belajarnya; (2) Terlibat dalam pemecahan masalah; (3) Bertanya
kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya; (4)
Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah; (5)
Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru; (6) menilai
kemampuan diirnya dna hasil-hasil yang diperoleh dirinya; (7) melatih diri dalam
memecahkan soal atau masalah sejenisnya; (8) kesempatan menggunakan atau
menerapkan apa yang diperoleh dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang
dihadapinya.
Berdasarkan pendapat dan uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa
keaktifan siswa dapat dilihat dari berbagai hal seperti visual activities sampai dengan
emotional activities. Dalam kegiatan proses pembelajaran pendidik harus
memperhatikan hal seperti uraian diatas yaitu mendengarkan,berdiskusi kesiapan
siswa, bertanya, keberanian siswa,mendengarkan, memecahkan soal seperti yang
tertera di Rancangan Proses Pembelajaran.
26
2.4.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Keaktifan
Keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran dapat meransang dan
mengembangkan bakat yang dimilikinya, peserta didik juga dapat berlatih untuk
berpikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari. Disamping itu, guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran secara
sistematis. Sehingga, meransang keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Keaktifan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keaktifan belajar siswa adalah 1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian
peserta didik, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran; 2)
Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada peserta didik); 3)
Mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik; 4) Memberikan stimulus
(masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari); 5) Memberikan petunjuk kepada
peserta didik cara mempelajari; 6) Memunculkan aktifitas, partisipasi peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran, 7) Memberikan umpan balik (feedback); 8) Melakukan
tagihan-tagihan kepada peserta didik berupa tes sehingga kemampuan peserta didik
selalu terpantau dan terukur; 9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan
diakhir pembelajaran Keaktifan dapat ditingkatkan dan diperbaiki dalam keterlibatan
siswa pada saat belajar. Cara untuk memperbaiki keterlibatan siswa diantaranya yaitu
abadikan waktu yang lebih banyak untuk kegiatan belajar mengajar, tingkatkan
partisipasi siswa secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar, serta berikanlah
pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar yang akan dicapai, hal
tersebut seperti dijelaskan oleh Moh. Uzer Usman (2009:26-27). Selain memperbaiki
keterliban siswa juga dijelaskan cara meningkatkan keterlibatan siswa atau keaktifan
siswa dalam belajar.
Cara meningkatkan keterlibatan atau keaktifan siswa dalam belajar adalah
mengenali dan membantu anak-anak yang kurang terlibat dan menyelidiki
penyebabnya dan usaha apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan keaktifan
siswa, sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual siswa. Hal ini
sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa untuk berfikir secara
27
aktif dalam kegiatan belajar. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat
disimpulkan keaktifan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti menarik atau
memberikan motivasi kepada siswa dan keaktifan juga dapat ditingkatkan, salah satu
cara meningkatkan keaktifan yaitu dengan mengenali keadaan siswa yang kurang
terlibat dalam proses pembelajaran.
2.5 Hasil Belajar
Dimyati & Mudjiono (2006: 251) Hasil Belajar merupakan “tingkat
perkembangan mental” yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra-belajar.
“tingkat perkembangan mental” tersebut terkait dengan bahan pelajaran. Tingkat
perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik. Menurut Nana Sudjana (2014: 22), hasil belajar adalah segala
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya.
Menurut Purwanto (2014: 38), hasil belajar adalah proses dalam diri individu
yang berinteraksi dengan lingkungannya untuk mendapatkan perubahan dalam
perilakunya perubahanya yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan
tingkah lakunya. Sedangkan meurut Dimyati dan Mudjiono ( Saur Tampubolon,
2014: 140), Mengemukakan bahawa hassil belajar adalah hasil yang ditunjukan dari
suatu interaksi tindak belajar, dan biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang
diberikan guru. Gagne (Aunurrahman, 2014: 47), menyimpulkan ada lima macam
hasil belajar:
1. Keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup
belajar konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui
penyajian materi di sekolah.
2. Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah
baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam
memperhatikan, belajar, mengigat, dan berpikir.
28
3. Informasi vebal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan
kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.
4. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan
mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.
5. Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku
seseorang yang didasari oleh emosi, kepercayaa-kepercayaan serta faktor
intelektual.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahawa hasil belajar adalah
suatu atau hasil yang dicapai atau dimiliki siswa dari suatu kegaitan atau usaha yang
dilakukan selama mengalami aktivitas belajar yang merupakan bukti keberhasilaan
seseorang setelah mengalami proses/pengalaman dalam belajar. Untuk mengukur
bukti keberhasilan seseorang setelah mengalami proses belajar digunakan alat
penilaian yaitu tes evaluasi dangan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai. Jadi,
berhasil tidaknya seseorang dalam proses belajar tergantung dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
2.6 Hasil Penelitian yang Relevan
Pada kajian empiris ini, peneliti membahas penelitian yang sebelumnya
dilaksanakan mengenai penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe
Tebak Kata. Penelitian-penelitian tersebut antara lain: Penelitian dari Ajeng Melia
Pertiwi yang berjudul “Penerapan Permainan “tebak kata” untuk meningkatkan
kemampuan berbicara bahasa arab siswa kelas VII SMPI 01 Pujon” terdapat 4 siklus.
Pada kemampuan berbicara siswa setelah dilaksanakan pembelajaran bahasa Arab
menggunakan kartu tebak kata mengalami peningkatan yang cukup pada siklus I, dan
pada siklus II peningkatannya lebih baik lagi dari siklus I. permainan kartu tebak kata
ini membuktikan bahwa pengajaran bahasa Arab dengan menggunakan media ini
dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Doni Harfiyanto,
dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar menggunakan metode Pembelajaran
29
Permainan Tebak Kata dengan metode ceramah bervariasi pada bidang studi IPS
Sejarah kelas VIII siswa SMP Nurul Salam Bantar bolang kabupaten Pemalang tahun
Pelajaran 2010/2011” menyatakan bahwa permainan tebak kata dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Sejarah. Penelitian ini menghasilkan nilai
rata-rata hasil post test kelas eksperimen 8,16 dan kelas kontrol 7,65. Sehingga dapat
disimpulkan ada perbedaan hasil belajar antara kelas yang diberi pembelajaran
dengan metode permainan tebak kata dengan kelas yang diberi pembelajaran dengan
metode ceramah.
Penelitian dari Nif’atul Aulia yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan
Menulis dari Mahasiswa Tahun Kedua MTs Ihyaul Islam Ujung pangkah Gresik
melalui Permainan Menebak”. Berdasarkan penemuan penelitian menunjukan bahwa
strategi permainan menebak dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis.
Peningkatan tersebut dapat dilihat dari peningkatan nilai rata-rata menulis siswa yang
bisa melewati nilai standar minimum untuk menulis. Skor rata-rata pada siklus I
adalah 5,83, dan jumlah siswa yang mendapat lebih tinggi dari target skor adalah 10
siswa (43,4%). Dalam siklus II skor rata-rata adalah 7,07 dan jumlah siswa yang
mendapat nilai tinggi dari target skor adalah 19 siswa (82,6%). Selain hasil, strategi
permainan menebak juga dapat meningkatkan partisipasi siswa dan motivasi selama
tugas menulis. Berdasarkan beberapa penelitian relevan yang penulis cantumkan
penelitian tersebut menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe
Tebak Kata masing-masing dengan tujuan penelitian tersebut. Berdasarkan penelitian
relevan pertama yang penulis cantumkan untuk meningkatkan kemampuan berbicara
bahasa Arab sedangkan penelitian yang sebelumnya untuk meningkatkan hasil
belajar. Bedanya penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas siswa yang masih pasif
saat proses pembelajaran. Penelitian yang penulis lakukan lebih kepada kreatifitas
dan aktivitas siswa.
30
Pada kajian empiris ini, peneliti membahas penelitian yang sebelumnya dilaksanakan
mengenai penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Tebak Kata.
Penelitian-penelitian tersebut antara lain: Penelitian dari Ajeng Melia Pertiwi yang
berjudul “Penerapan Permainan “tebak kata” untuk meningkatkan kemampuan
berbicara bahasa arab siswa kelas VII SMPI 01 Pujon” terdapat 4 siklus. Pada
kemampuan berbicara siswa setelah dilaksanakan pembelajaran bahasa Arab
menggunakan kartu tebak kata mengalami peningkatan yang cukup pada siklus I, dan
pada siklus II peningkatannya lebih baik lagi dari siklus I. permainan kartu tebak kata
ini membuktikan bahwa pengajaran bahasa Arab dengan menggunakan media ini
dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Doni Harfiyanto,
dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar menggunakan metode Pembelajaran
Permainan Tebak Kata dengan metode ceramah bervariasi pada bidang studi IPS
Sejarah kelas VIII siswa SMP Nurul Salam Bantar bolang kabupaten Pemalang tahun
Pelajaran 2010/2011” menyatakan bahwa permainan tebak kata dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Sejarah. Penelitian ini menghasilkan nilai
rata-rata hasil post test kelas eksperimen 8,16 dan kelas kontrol 7,65. Sehingga dapat
disimpulkan ada perbedaan hasil belajar antara kelas yang diberi pembelajaran
dengan metode permainan tebak kata dengan kelas yang diberi pembelajaran dengan
metode ceramah.
Penelitian dari Nif’atul Aulia yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan
Menulis dari Mahasiswa Tahun Kedua MTs Ihyaul Islam Ujung pangkah Gresik
melalui Permainan Menebak”. Berdasarkan penemuan penelitian menunjukan bahwa
strategi permainan menebak dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis.
Peningkatan tersebut dapat dilihat dari peningkatan nilai rata-rata menulis siswa yang
bisa melewati nilai standar minimum untuk menulis. Skor rata-rata pada siklus I
adalah 5,83, dan jumlah siswa yang mendapat lebih tinggi dari target skor adalah 10
31
siswa (43,4%). Dalam siklus II skor rata-rata adalah 7,07 dan jumlah siswa yang
mendapat nilai tinggi dari target skor adalah 19 siswa (82,6%). Selain hasil, strategi
permainan menebak juga dapat meningkatkan partisipasi siswa dan motivasi selama
tugas menulis. Berdasarkan beberapa penelitian relevan yang penulis cantumkan
penelitian tersebut menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe
Tebak Kata masing-masing dengan tujuan penelitian tersebut. Berdasarkan penelitian
relevan pertama yang penulis cantumkan untuk meningkatkan kemampuan berbicara
bahasa Arab sedangkan penelitian yang sebelumnya untuk meningkatkan hasil
belajar. Bedanya penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas siswa yang masih pasif
saat proses pembelajaran. Penelitian yang penulis lakukan lebih kepada kreatifitas
dan aktivitas siswa.
2.7 Kerangka Berpikir
Mengajarkan Mata Pelajaran IPA dibutuhkan konsep dasar metode yang tepat
dalam menyampaikan Mata Pelajaran tersebut. Konsep metode yang dipilih harus
sesuai dan cocok serta harus disesuaikan dengan karakteristik ilmu yang akan
diajarkan dan karakteristik siswa. Sebab dalam pelajaran IPA lebih menekankan
pembelajaran yang menggunakan proses sains dan mempelajari pengetahuan tentang
alam serta kenyataan alam. Berdasarkan rasa ingin tahu siswa dengan mengamati,
mengeksplorasi, maupun memanipulasi dalam proses belajar sehingga rasa ingin
tahu, perhatian, minat, dan motivasi siswa dalam belajar lebih tinggi.
Model pembelajaran konvensional/teacher centered learning sudah dianggap
biasa dan bahkan cenderung membuat siswa merasa bosan dan kurang aktif dalam
mengikuti proses belajar mengajar. Melalui penggunaan model pembelajaran
Cooperative Learning Tipe Tebak Kata yang digunakan dalam penelitian ini
berupaya meningkatkan aktivitas agar siswa lebih aktif dan antusias mengikuti
pembelajaran serta memberi motivasi untuk siswa agar senang dengan proses belajar
mengajar yang diajar oleh guru.
32
Dengan model Cooperative Learning Tipe Tebak Kata ini siswa bertanggung
jawab terhadap pembelajarannya sendiri dan anggota kelompoknya didalam
kompetisi. Model pembelajaran Cooperative learning Tipe Tebak Kata merupakan
Permainan tebak kata yang dilaksanakan dengan cara siswa menjodohkan kartu soal
teka-teki dengan kartu jawaban yang tepat. Melalui permainan tebak kata, selain anak
menjadi tertarik untuk belajar juga memudahkan dalam menanamkan konsep
pelajaran dalam ingatan siswa. Permasalahan pembelajaran dalam mata pelajaran IPA
khususnya cara guru menyampaikan pelajaran, dapat diatasi dengan penggunaan
model pembelajaran yang bervariasi dan mengajak siswa lebih aktif dalam
pembelajaran. Model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Tebak Kata dapat
dicoba guru untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Kerangka Berpikir
Dalam pembelajaran IPA
guru menggunakan model
konvensional
Keaktifan Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran IPA Rendah
Perencanaan tindakan dengan
menggunakan model Cooperative
learning TipeTebak kata Kata
Pelaksanaan tindakan
Keaktifan belajar Siswa meningkat
33
2.8 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut diatas dapat diajukan hipotesis tindakan
adalah “melalui model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Tebak Kata dapat
meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar IPA di kelas 4 SD Negeri
Kutowinangun 11 Salatiga semester II tahun ajaran 2015/2016”.
Download