catatan evaluasi kinerja dua tahun pemerintahan joko widodo

advertisement
CATATAN EVALUASI KINERJA
DUA TAHUN PEMERINTAHAN
JOKO WIDODO & JUSUF KALLA
DALAM
PEMBERANTASAN KORUPSI
INDONESIA CORRUPTION WATCH
20 Oktober 2016
Indonesia Corruption Watch
Catatan Dua Tahun Kinerja Pemerintahan Jokowi-JK Bidang
Pemberantasan Korupsi
BELUM MEMUASKAN DAN MASIH JAUH DARI HARAPAN
A. PENGANTAR
Tanggal 20 Oktober 2016, usia pemerintahan Presiden Joko Widodo
(Jokowi) genap berusia 2 tahun. Sudah banyak hal telah dilakukan oleh
pemerintahan Jokowi bersama dengan Kabinet Kerjanya. Menuju tahun
kedua secara perlahan Jokowi sudah mulai mandiri sebagai seorang
Presiden bukan lagi sebagai Petugas Partai. Meskipun tidak jarang
beberapa kebijakan yang diambil menimbulkan kontroversial.
Pada tahun pertama pemerintah Jokowi (2014-2015) muncul sejumlah
catatan terhadap pemerintah Jokowi. Pemerintahan Jokowi dinilai masih
tersandera kepentingan partai politik, utamanya partai pendukung. Hal
tersebut terlihat jelas dalam pengisian posisi menteri dan pimpinan
lembaga negara setingkat menteri dan juga pimpinan penegak hukum.
Kinerja menteri dan Jaksa Agung rasa Parpol juga dinilai tidak memuaskan
dan banyak menimbulkan kontroversi sehingga berdampak pada
turunnya citra Jokowi-JK dimata publik.
Kinerja pemberantasan korupsi pemerintahan Jokowi-JK justru
tenggelam dibalik sejumlah kegaduhan dibidang hukum khususnya soal
kriminalisasi dan pelemahan terhadap KPK. Belum muncul regulasi yang
kuat untuk mendukung pemberantasan korupsi seperti : RUU
Perampasan Aset, RUU Kerjasama Timbal Balik (MLA) dan RUU
Pembatasan Transaksi Tunai”. RUU Tipikor yang sedianya mendorong
optimalisasi pemberantasan korupsi bahkan tidak tersentuh sama sekali.
Inpres Antikorupsi 2015 terlambat dikeluarkan oleh Jokowi dan diragukan
implementasinya. Gagasan tentang peraturan antikriminalisasi pejabat
justru dinilai negatif dan kontraproduktif dengan agenda pemberantasan
korupsi.
Presiden Jokowi dinilai belum dapat menyelamatkan KPK secara tuntas
dari upaya pelemahan terhadap komisi antikorupsi ini. Eksistensi KPK
masih dalam ancaman setidaknya ditahun pertama pemerintahan Jokowi.
Pemerintahan Jokowi-JK juga belum sepenuhnya mengimplementasikan
wacana ataupun agenda pemberantasan korupsi sebagaimana yang
dituangkan dalam Program Nawacita.
Setahun pertama berjalan terlihat agenda pemberantasan korupsi tidak
menjadi prioritas utama pemerintahan Jokowi-JK. Jokowi masih berfokus
pada kebijakan dibidang ekonomi dan dalam melakukan konsolidasi partai
politik untuk mendukung pemerintahan Jokowi. Belum muncul sosok
Jokowi-JK sebagai figur pemimpin antikorupsi. Indonesia juga belum
keluar dari zona Negara terkorup didunia karena pada tahun 2015 dengan
skor CPI 36, Indonesia masih berada di posisi 88 dari 168 jumlah negara.
Lalu bagaimana dengan kinerja pemerintahan Jokowi-JK khususnya pada
bidang pemberantasan korupsi? Apakah kinerja pemberantasan korupsi
Jokowi JK lebih baik dari tahun sebelumnya dan sesuai dengan program
Nawa Cita maupun harapan rakyat?
B. CATATAN DUA TAHUN KINERJA PEMBERANTASAN KORUPSI
Indonesia Corruption Watch memberikan catatan terhadap dua tahun
kinerja pemerintahan Jokowi-JK di bidang Pemberantasan korupsi pada
enam aspek yaitu (1) Kinerja Penindakan Perkara Korupsi; (2) Agenda
Reformasi di Kejaksaan dan Kepolisian; (3) Kebijakan terkait dengan
pemberantasan korupsi; (4) dukungan terhadap Komisi Pemberantasan
Korupsi; (5) Pernyataan pemberantasan korupsi Jokowi-JK; dan (6)
pelaksanaan program Nawacita bidang pemberantasan korupsi.
Catatan ICW ini diharapkan dapat menjadi masukan dan evaluasi bagi
pemerintahan Jokowi JK untuk mendukung optimalisasi upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia.
1. KINERJA PENUNDAKAN PERKARA KORUPSI
Kinerja Presiden Jokowi dalam upaya penindakan perkara korupsi
setidaknya dapat dilihat dari upaya yang dilakukan Kepolisian dan
Kejaksaan. Sebagai panglima terdepan dalam pemberantasan korupsi,
Presiden Jokowi memegang tanggung jawab yang besar dalam
mengoptimalkan peran Kepolisian dan Kejaksaan dalam mengusut dan
menuntaskan perkara korupsi selama masa pemerintahannya. Berbeda
hal nya dengan KPK yang Independen, Presiden Jokowi memiliki sumber
daya yang sangat besar dalam membongkar perkara korupsi terutama di
daerah.
Dalam Laporan Tren Penindakan Perkara Korupsi Semester 1 tahun 2016–
ICW mencatat setidaknya ada 210 perkara korupsi yang tengah disidik
oleh penegak hukum (KPK-Kepolisian-Kejaksaan) dimana kerugian negara
mencapai Rp 890,5 miliar dan suap Rp 28 miliar, SGD 1,6 juta, USD 72 ribu,
dengan jumlah tersangka sebanyak 500 orang. Jumlah ini terbilang
menurun jika dibandingkan dengan kinerja penindakan tahun lalu.
Ada penurunan jumlah perkara yang berhasil ditangani aparat penegak
hukum. Tren penurunan ini disebabkan oleh adanya konflik antara KPK
dan Kepolisan. Kinerja KPK dalam penindakan sangat terpengaruh karena
dua pimpinannya yang dikriminalisasi oleh Kepolisian. Selain itu
penurunan juga diakibatkan oleh adanya Inpres No. 1 tahun 2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional atau yang lebih dikenal
sebagai Inpres antikriminalisasi. Selain itu, pemotongan anggaran juga
memberikan kontribusi terhadap upaya penanganan perkara tindak
pidana korupsi.
Dalam konteks penyelesaian penanganan perkara kinerja Kepolisian dan
Kejaksaan jauh dari memuaskan. dari 911 kasus yang disidik pada semester
II (Juli- Desember) 2015 hanya 151 kasus atau 17% yang telah masuk ke
tahap penuntutan. Sisanya sebanyak 755 perkara atau 82% masih berada
dalam proses penyidikan atau dengan kata lain tidak ada perkembangan
dari perkara tersebut.
Meski secara kuantitas penanganan perkara kuantitas jumlah kasus
korupsi dan kerugian negara yang ditangani oleh Kejaksaan dan
Kepolisian sudah cukup banyak. Namun secara umum, penindakan tindak
pidana korupsi tidak menunjukkan kinerja yang signifikan. Penyelidikan
dan penyidikan kasus korupsi masih didominasi kategori petty corruption
atau korupsi skala kecil. Tidak banyak kasus besar yang berhasil dibongkar
oleh Kepolisian dan Kejaksaan.
Langkah Kejaksaan membentuk Satgasus di Kejaksaan sejak Januari 2015
lalu untuk menangani kasus korupsi kelas kakap juga belum membuahkan
hasil yang maksimal. Bahkan kinerja Satgasus Kejaksaan dikritik karena
hanya menangani kasus-kasus korupsi se level atau yang biasa ditangani
oleh Kejaksaan Tinggi. Kasus-kasus korupsi kakap yang mengendap atau
dihentikan oleh Kejaksaan juga belum jelas perkembangannya.
Upaya pemiskinan terhadap koruptor (menjerat dengan UU Tipikor dan
UU Pencucian Uang) masih sangat minim, tuntutan jaksa terhadap pelaku
korupsi secara rata-rata juga masih tergolong rendah, kejaksaan belum
terlihat “galak” dimata koruptor dan juga publik, serta aroma intervensi
politik masih muncul dalam sejumlah penanganan perkara. Proses
penyelidikan kasus korupsi “Papa Minta Saham” yang melibatkan Setya
Novanto, mantan Ketua DPR bahkan akan dihentikan di Kejaksaan. Kasus
rekening gendut yang melibatkan lebih dari 10 kepala daerah diberitakan
dihentikan secara diam-diam.
Perkembangan pengembalian Asset korupsi tidak jelas hingga saat ini.
Kejaksaan juga belum menyelesaikan piutang uang pengganti hasil
korupsi senilai lebih dari Rp 13 triliun dan eksekusi perkara perdata yang
melibatkan Yayasan Supersemar milik keluarga Soeharto.
Persoalan lain yang menjadi catatan adalah tidak terbukanya informasi
penanganan kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum. Di
sisi lain, data jumlah kasus korupsi yang dilaporkan hanya berupa statistik
akumulatif per tahun dan tidak tersedia detail kasus korupsi. Hal ini yang
menyulitkan masyarakat untuk mengakses informasi tentang kasus
korupsi yang terjadi, khususnya di daerah.
Kondisi ini pada akhirnya mengaburkan fungsi pengawasan yang
dilakukan publik. Sehingga sulit untuk ditelusuri apakah Kepolisian dan
Kejaksaan
melaksanakan
mandat
program
NawaCita
agar
memprioritaskan penanganan perkara korupsi di sektor penegakan
hukum, politik, pajak, bea cukai dan industri sumber daya alam.
2. AGENDA REFORMASI DI KEJAKSAAN DAN KEPOLISIAN
Hasil Jajak Pendapat Harian Kompas menyambut Hari Adhyaksa yang
dimuat Senin, 18 Juli 2016 setidaknya memberikan gambaran atas
peniliaian publik terhadap kinerja Kejaksaan selama tidak kurang 7 tahun
terakhir ini (November 2009-Juli 2016). Secara garis besar public menilai
kinerja Kejaksaan selama ini belum memuaskan, citra kejaksaan belum
cukup positif, institusi Kejaksaan belum mandiri dari pihak luar (politik dan
uang) dan kompetensi jaksanya dalam penegakan hukum belum
sepenuhnya baik.
Lebih dari setahun yang lalu- pada acara Hari Adhyaksa ke – 55 Presiden
Joko Widodo menitipkan pesan kepada kejaksaan untuk meningkatkan
kinerja dalam bidang penegakan hukum. Untuk dapat mewujudkan itu,
perlu dilakukan percepatan reformasi kelembagaan dari hulu sampai hilir.
Sebab, penegakan hukum yang baik berada di tangan lembaga dan para
penegak hukum yang baik pula.
Dari dua paragraph diatas setidaknya menunjukkan mulai dari masyrakat
hingga Presiden punya harapan adanya perbaikan kinerja dan citra
kejaksaan menjadi lebih positif. Wajar saja kita punya harapan besar
terhadap Kejaksaan mengingat lembaga ini merupakan salah satu ujung
tombak pemerintah bagi upaya penegakan hukum dan pemberantasan
korupsi di Indonesia. Kinerja kejaksaan yang baik tentu akan memberikan
kontribusi bagi peningkatan citra tidak saja kejaksaan namun juga
pemerintahan Jokowi. Begitu juga sebaliknya ketika kinerja Kejaksaan
mulai menurun – atau bahkan tersandung karena masalah mafia hukum –
maka citra kejaksaan termasuk juga pemerintahan juga akan menurun
dimata publik.
Ketika Presiden Jokowi menunjuk dan melantik HM Prasetyo sebagai
Jaksa Agung pada 20 Novmber 2014 lalu, banyak pihak yang pesimis
mengenai kinerja dan reformasi Kejaksaan dimasa mendatang. Latar
belakang HM Prasetyo sebagai politisi menimbulkan kekhawatiran atau
keraguan antara lain: 1) independensi institusi Kejaksaan. Kejaksaan
rawan adanya intervensi politik atau tersandera kepentingan politik; 2)
Loyalitas ganda. Selain loyal kepada Presiden, Jaksa Agung yang berasal
dari Parpol diduga juga akan loyal kepada Pimpinan Partai dimana dia
pernah bergabung.
Keraguan banyak kalangan ini sebenarnya harus dijawab HM Prasetyo
dengan kerja-kerja-kerja dan mempercepat agenda reformasi di kejaksaan
serta tetap mengedepankan independensi institusi Kejaksaan. Namun
dalam dua tahun terakhir reformasi di kejaksaan timbul tenggelam.
Kejaksaan tidak pernah secara terbuka menyampaikan capaian hasil
reformasi yang sudah dilakukan. Hingga saat ini masih saja muncul
keluhan atau ketidakpuasan soal pembinaan di Kejaksaan. Mulai dari
rekuitmen, pendidikan untuk jaksa, mutasi, promosi dan penunjukkan
pejabat structural di Kejaksaan.
Merit system dianggap belum berjalan dengan baik. Promosi jabatan di
Kejaksaan seringkali dicurigai dan dinilai tanpa ada tolak ukur yang jelas.
Rekam jejak seringkali tidak digunakan untuk mempromosikan seorang
jaksa. Jaksa-jaksa yang merasa berprestasi – giat memberantas korupsi tiba-tiba “dilempar” atau dimutasikan. Intervensi politik masih saja
terdengar sebagai upaya menyingkirkan Jaksa yang berprestasi. Belum
selesai dengan persoalan reformasi di Kejaksaan, citra institusi korps
Adhyaksa kembali tercoreng dengan sejumlah penangkapan yang
dilakukan oleh KPK terhadap jaksa yang diduga menerima suap.
Berbeda dengan Kejaksaan, fase reformasi di Kepolisian nampaknya baru
dimulai setelah Presiden Joko Widodo pada Juli 2016 lalu resmi
mengangkat Jenderal Polisi Tito Karnavian sebagai Kapolri untuk
menggantikan Jenderal Pol. Badroddin Haiti. Banyak pihak yang terkejut
dengan terpilihnya Tito yang merupakan lulusan Akademi Kepolisian
(Akpol) tahun 87 dan disebut memotong peluang 5 angkatan lulusan
Akpol diatasnya untuk menjadi Kapolri. Sejumlah kalangan menilai Tito
Karnavian sebagai sosok ideal sebagai Kapolri karena memiliki
keunggulan pada aspek kepemimpinan (leadership), integritas, rekam
jejak, kapasitas, dan komitmen yang kuat dalam mendorong agenda
reformasi dan antikorupsi ditubuh Polri.
Meski telah dilantik, gebrakan reformasi di Kepolisian oleh Tito Karnavian
tidak terlihat hingga Wakapolri Komjen Budi kemudian pindah tugas
sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Reformasi di Kepolisian di
era Tito masih ditandai dengan sejumlah promosi dan mutasi pejabat di
tubuh Polri. Meskipun nampaknya Kapolri kecolongan dengan
mengangkat Raja Erizman sebagai Kepala Biro Hukum Mabes Polri
padahal Raja pernah diberikan sanksi etik terkait skandal Pajak Gayus
Tambunan. Upaya pemberantasan korupsi di internal Kepolisian baru
terlihat sebatas pembersihkan praktek pungutan liar yang mayoritas
dilakukan satuan lalu lintas.
3. KEBIJAKAN TERKAIT PEMBERANTASAN KORUPSI
Setelah pelantikan dilakukan pada 20 Oktober 2014, janji pemberantasan
korupsi Jokowi – JK sudah ditagih oleh publik. Dengan inisiatif yang baik
dalam pemilihan anggota Kabinet Kerja yang melibatkan KPK dan PPATK,
publik mengharapkan terobosan yang signifikan dari Presiden dalam hal
pemberantasan korupsi.
Dalam hal regulasi yang berkaitan dengan upaya pemberantasan korupsi,
ICW mencatat paling tidak ada 3 (tiga) regulasi yang berkaitan dengan
pemberantasan korupsi, baik secara langsung maupun tidak. Ketiga
regulasi tersebut adalah, Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 2015 (Inpres 7/2015),
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan
Proyek Strategi Nasional (Perpres 3/2016) dan Instruksi Presiden Nomor 1
Tahun 2016 (Inpres 1/2016).
Inpres 7/2015 adalah salah satu regulasi terkait pemberantasan korupsi
yang paling pertama dikeluarkan Presiden Jokowi. Inpres ini menjadi
rujukan utama agenda pemberantasan korupsi oleh Kabinet Kerja,
termasuk untuk lembaga penegak hukum seperti Kepolisian Republik
Indonesia dan Kejaksaan Agung.
Inpres 7/2015 hadir dalam tempo yang cukup lambat, yaitu 6 (enam) bulan
setelah pelantikan Presiden dan Wapres Jokowi – JK. Sebanyak 96
rencana aksi anti korupsi ditetapkan, dengan fokus antara lain perbaikan
sistem, peningkatan akuntabilitas, dan transparansi. Sayangnya, selain
minimnya informasi tentang capaian Inpres 7/2015, mekanisme
pengawasan dan sistem penghargaan dan sanksi (reward and
punishment) tidak ada, sehingga menimbulkan kekhawatiran mandeknya
implementasi Inpres 7/2015.
Serupa dengan Inpres 7/2015, Inpres 10 Tahun 2016 tentang Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 dan Tahun 2017
(Inpres 10/2016) juga dikeluarkan hampir di akhir tahun 2016. Inpres
10/2016 dikeluarkan pada 22 September 2016, lebih dari satu tahun setelah
penerbitan Inpres 7/2015. Hal ini patut disayangkan, karena sekaligus juga
menunjukkan Pemerintah tidak menjadikan upaya pemberantasan
korupsi sebagai fokus agenda yang perlu diberi perhatian lebih.
Pemerintah juga mengeluarkan dua paket kebijakan yang berkaitan
dengan pembangunan infrastruktur dan peningkatan investasi. Untuk
mendukung agenda tersebut, Pemerintah mengeluarkan sejumlah paket
kebijakan seperti Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategi Nasional (Perpres 3/2016) dan
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 (Inpres 1/2016).
Wacana terkait pengesahan kedua regulasi ini sudah dimulai sejak tahun
pertama Pemerintahan Jokowi – JK. Sebelum disahkan dalam bentuk
Inpres dan Perpres, kedua regulasi ini dikenal dengan nama paket regulasi
anti kriminalisasi, karena dimaksudkan untuk memberikan impunitas
secara terbatas kepada Kepala Daerah yang kerap mengeluarkan
kebijakan terkait investasi atau penanaman modal di tingkat daerah, yang
berpotensi merugikan keuangan negara atau bahkan korupsi.
Bab X Perpres 3/2016 mengatur secara lengkap tentang Tata Cara
Penyelesaian Permasalahan Hukum dalam Pelaksanaan Proyek Strategis
Nasional. Pasal 31 ayat (9) Perpres 3/2016 misalnya, menyebutkan bahwa,
manakala ditemukan adanya maladministrasi yang menimbulkan kerugian
negara setelah pemeriksaan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP), maka yang bersangkutan harus melakukan penyempurnaan
administrasi dan pengembalian kerugian negara paling lama 10 (sepuluh)
hari sejak hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
disampaikan.
Perpres ini sarat dengan muatan kepentingan ekonomi bisnis yang justru
berpotensial besar memberangus upaya pemberantasan korupsi.
Peraturan ini dikhawatirkan akan “melokalisasi” permasalahan pidana
menjadi sekadar masalah administratif belaka, padahal Pasal 4 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa,
pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana.
Selain serangkaian regulasi yang sudah disahkan dalam tempo 2 (dua)
tahun Pemerintahan Jokowi – JK, perlu pula diingat adanya sejumlah
peraturan dan regulasi lain baik di tingkat Undang-Undang yang diinisiasi
oleh Pemerintah, maupun peraturan tingkat di bawahnya, yang sempat
akan dibahas atau bahkan akan disahkan. Sebagai contoh, Pemerintah
pernah dikabarkan turut mengusulkan Revisi UU KPK, selain itu
Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM pernah pula berniat
merevisi PP terkait hak warga binaan yang berpotensi menguntungkan
napi korupsi.
Minimnya kebijakan terkait pemberantasan korupsi yang dikeluarkan oleh
Pemerintah membuat publik perlu merefleksikan kembali keterpenuhan
Nawacita Jokowi – JK, apalagi sekarang sudah masuk tahun kedua
kepempimpinan keduanya. Sepatutnya ada perkembangan yang
signifikan, terutama di bidang hukum dan pemberantasan korupsi.
Dalam Program Nawacita, salah satu agenda yang diusung oleh
Pemerintahan Jokowi JK adalah “Kami berkomitmen untuk membentuk
regulasi yang mendukung pemberatasan korupsi: RUU Perampasan Aset,
RUU Perlindungan Saksi/Korban1, RUU Kerjasama Timbal Balik (MLA) dan
RUU Pembatasan Transaksi Tunai”.
Namun hingga dua tahun pemerintahan Jokowi RUU Perampasan Aset,
RUU Kerjasama Timbal Balik (MLA) dan RUU Pembatasan Transaksi
Tunai” tidak juga menjadi fokus pembahasan dan terabaikan. Pemerintah
dan DPR justru menjadikan RUU KUHP dan RUU KUHAP menjadi prioritas
Prolegnas 2014-2015 dan kemudian juga muncul upaya memasukkan RUU
KPK sebagai prioritas Prolegnas tambahan 2016.
Pemberian remisi untuk koruptor masih terjadi diera dua tahun
pemerintahan Jokowi meskipun banyak penolakan dan dikecam banyak
pihak karena dianggap pro koruptor. Paling tidak ada tiga peristiwa
pemberian remisi dilakukan jajaran Menteri Yasona Laoly yaitu remisi hari
raya natal, remisi hari raya idul fitri dan remisi hari kemerdekaan dan
dasawarsa kemerdekaan. Sejumlah pemberian remisi untuk koruptor
dinilai menyimpang dari PP 99 Tahun 2012 yang menjadi dasar hukum
1
RUU Perlindungan Saksi dan Korban, dibahas dan disahkan pada periode DPR 2009-2014,
sehingga dinilai tidak relevan dimasukkan dalam indikator penliaian.
pemberian remisi. Terakhir, pemerintah memberikan remisi dasawarsa
kemerdekaan untuk 1.938 narapidana korupsi. Selain remisi, peristiwa
keluarnya Gayus Tambunan, terpidana korupsi perpajakan, dari LP
Sukamiskin dan makan disebuah restoran di Jakarta telah
mempermalukan pemerintah dalam hal ini Kementrian Hukum dan HAM.
Selain sejumlah kebijakan yang sudah dikeluarkan, Presiden Jokowi dan
Wapres JK berencana untuk mengeluarkan paket kebijakan reformasi
hukum yang berfokus pada 5 (lima) hal yaitu, operasi pemberantasan
penyelundupan, program relokasi lapas, program pelayanan izin tinggal
terbatas, program percepatan pelayanan SIM, STNK, BPKB, dan SKCK,
dan operasi pemberantasan pungli dan suap. Inisiatif ini perlu disambut
baik, tapi patut juga dikhawatirkan akan memunculkan blunder pada
tahapan implementasi.
Dalam hal relokasi lapas misalnya, ada wacana pemindahan lapas
koruptor ke lokasi-lokasi terpencil di Indonesia, hal ini perlu dikaji lebih
jauh karena masih banyaknya permasalahan yang harus diselesaikan lebih
dahulu terkait pemasyarakatan. Sebagai gambaran, Lapas Sukamiskin
yang berada tidak jauh dari Jakarta saja masih memungkinkan para
penghuninya mendapat fasilitas yang tidak semestinya, dan masih luput
dari perhatian publik jika tanpa adanya sidak yang dilakukan
Menkumham. Bagaimana kontrol terhadap lapas-lapas di bagian terpencil
jika yang lokasinya dekat saja masih jauh dari optimal?
4. DUKUNGAN TERHADAP EKSISTENSI KPK
Di masa awal Pemerintahan Jokowi – JK, ujian keberpihakan pemerintah
terhadap KPK langsung diuji melalui episode III Cicak vs. Buaya. Dalam
krisis 2015, Presiden Jokowi tidak mengambil cepat yang tegas untuk
menyelesaikan krisis yang menimpa KPK, di mana 2 (dua) dari 4 (empat)
komisionernya ditetapkan sebagai tersangka dan dinonaktifkan
sementara dari jabatannya.
Kekosongan kepemimpinan lembaga anti rasuah ini baru direspon oleh
Presiden dengan mengangkat dan menetapkan 3 (tiga) orang sebagai
Pelaksana Tugas Pimpinan (Plt Pimpinan) KPK. Ketiga orang tersebut
adalah, Taufiqurrahman Ruki, Indriyanto Seno Adji, dan Johan Budi SP.
Sayangnya, pengangkatan ketiga Plt Pimpinan KPK ini justru
kontraproduktif dengan upaya penanganan perkara korupsi yang diduga
melibatkan Komjenpol Budi Gunawan, karena akhirnya perkara tersebut
dihentikan penyidikannya oleh Kepolisian Republik Indonesia. Padahal,
penanganan perkara korupsi tersebut harus dianggap sebagai salah satu
upaya reformasi birokrasi Kepolisian Republik Indonesia.
Dalam menyikapi kriminalisasi terhadap Bambang Widjojanto dan
Abraham Samad ketika mereka menjadi komisioner KPK, Presiden Jokowi
kerap berlindung di balik proses hukum dan bukannya mengambil sikap
dan langkah tegas sebagaimana yang dilakukan oleh SBY ketika
menghadapi Cicak vs. Buaya Jilid II.
Selain ketidaktegasan Presiden dalam krisis Cicak vs. Buaya Jilid III,
Presiden Jokowi juga tidak menunjukkan ketegasan dalam penghentian
Revisi UU KPK. Presiden tidak pernah menyatakan penghentian
pembahasan Revisi UU KPK, melainkan hanya penundaan pembahasan.
Kondisi ini masih memungkinkan terjadinya penyanderaan kepentingan di
mana Revisi UU KPK dijadikan alat tawar untuk “membungkam” KPK, jika
suatu saat KPK kembali mengganggu kepentingan sejumlah pihak.
5. PERNYATAAN JOKOWI-JK TERKAIT PEMBERANTASAN KORUPSI
Pernyataan Jokowi –JK soal isu korupsi dapat menjadi salah satu tolok
ukur untuk melihat keberpihakan pemerintah dalam hal pemberantasan
korupsi. Dalam kurun waktu dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, ICW
mencatat sedikitnya ada 49 pernyataan Jokowi-JK yang berkaitan dengan
isu korupsi. Dari 49 pernyataan sebanyak 21 kali disampaikan di pada
tahun pertama dan 28 kali disampaikan pada tahun kedua (Pernyataan:
Terlampir)
Pada tahun kedua pemerintahannya pernyataan Jokowi soal isu korupsi
secara umum jauh lebih baik dan positif daripada tahun sebelumnya.
Keberpihakan Jokowi terhadap KPK terlihat jelas dalam sejumlah
pernyataannya. Sebaliknya sejumlah pernyataan JK justru dianggap tidak
mendukung KPK dan upaya pemberantasan korupsi.
Dalam beberapa hal krusial, terdapat perbedaan pendapat antara
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hal ini terlihat
dalam penyikapan terhadap tiga isu krusial yang relevan dengan isu
antikorupsi yaitu kriminalisasi terhadap KPK (Pimpinan dan Penyidik KPK),
Revisi UU KPK dan Pemberian Remisi untuk Koruptor.
Isu
Kriminalisasi KPK
Revisi UU KPK
Remisi untuk Koruptor
Jokowi
Hentikan
Tunda
Tidak Perlu
JK
Proses Hukum
Mendukung
Perlu
Tidak saja dengan JK, sikap Yasonna Laoly Menteri Hukum dan HAM
tentang remisi untuk koruptor dan revisi UU KPK juga berbeda dengan
Jokowi. Perbedaan sikap tersebut tidak saja menimbulkan kebingungan
bagi publik, tapi juga memunculkan pertanyaan tentang soliditas
Pemerintahan Jokowi-JK terhadap upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia.
Sikap JK juga dipertanyakan soal mahar atau iuran Calon Ketua Umum
Partai Golkar senilai Rp 1 miliar untuk Munaslub. KPK melarang atau tidak
setuju dengan ketentuan mahar tersebut dalam munaslub. Sedangkan JK
menyatakan jika mahar itu diberikan sebagai bentuk sumbangan kepada
panitia maka hal itu dianggap biasa atau sah-sah saja.
Tidak saja itu sikap kontroversial Wakil Presiden Jusuf Kalla lainnya
ditunjukkan dengan kesediaannya menjadi saksi meringankan dalam
sejumlah perkara korupsi. Kamis 14 Januari 2016, JK hadir menjadi saksi
meringankan dalam perkara korupsi yang melibatkan Jero Wacik, mantan
Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM). Sebelumnya, JK pada 13
April 2015, ketika telah menjabat sebagai Wakil Presiden Jusuf Kalla
pernah menjadi saksi meringankan untuk Indriyanto MS alias Yance,
mantan Bupati Indramayu yang terjerat perkara korupsi pembebasan
lahan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indramayu pada
tahun 2004 silam. Dalam perkara dimana Jusuf Kalla bersaksi, Jero Wacik
dihukum 4tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, sedangkan
Yance akhirnya divonis 4 tahun penjara oleh Mahkamah Agung.
Kontroversial JK yang terakhir adalah ketika ia mengunjungi Irman
Gusman, Ketua DPD yang ditahan di Rutan Guntur. Irman sebelumnya
ditangkap KPK dan ditetapkan sebagai tersangka penerima suap melalui
operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK.
Pasca konsolidasi politik selesai dilakukan pada tahun pertama, menuju
dua tahun pemerintahannya Jokowi sudah mulai berani memberikan
perintah tegas kepada Kapolri untuk memberantas praktek pungutan liar
(pungli) di Pelabuhan. Dalam kasus yang lain juga muncul perintah Jokowi
kepada Kapolri untuk bertindak tegas terhadap pelaku pembakaran
hutan.
Sayangnya selama dua tahun terakhir tidak ditemukan ada perintah
Jokowi kepada Jaksa Agung untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi
yang sedang ditangani oleh Kejaksaan termasuk misalnya kasus “Papa
Minta Saham” yang melibatkan Setya Novanto. Pernyataan Jaksa Agung
selama hampir dua tahun juga tidak ada yang luar biasa terkait dengan isu
pemberantasan korupsi.
Dalam kaitannya dengan agenda reformasi hukum, wajar saja ketika
banyak pihak menyatakan Jokowi mulai mengabaikan agenda penting ini
karena faktanya penyataan soal mendorong reformasi ditubuh Kepolisian
dan Kejaksaan juga jarang disampaikan. Setidaknya hanya ada dua kali
pernyataan Presiden yang tercatat mengenai dorongan reformasi di
bidang hukum.
6.PELAKSANAAN PROGRAM NAWACITA BIDANG PEMBERANTASAN
KORUPSI
Kinerja pemerintahan Jokowi-JK saat ini tidak dapat dilepaskan dari 9
(sembilan) agenda atau program visi dan misi Jokowi – JK yang
disampaikan dalam kampanye 2014 lalu (dikenal dengan Program
Nawacita). Salah satu agenda atau Program Nawacita Jokowi JK yang
erat dengan isu pemberatasan korupsi adalah program Nawacita nomor 4
yaitu “Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.”
Dalam Program Nawacita Presiden Jokowi setidaknya ada 42 agenda
prioritas dalam upaya mewujudkan sistem dan penegakan hukum yang
berkeadilan dalam kebijakan penegakan hukum. Dari 42 agenda prioritas
setidaknya ada 15 agenda prioritas (Terlampir) yang memiliki titik
singgung dengan upaya pemberantasan korupsi.
Secara garis besar 15 agenda tersebut meliputi dukungan terhadap
eksistensi dan kerja KPK, dukungan politik legislasi, upaya membangun
sistem atau tata kelola yang mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Hingga 2 tahun masa pemerintahan Presiden Jokowi nampaknya masih
belum memberikan perhatian yang cukup besar terkait upaya penegakan
hukum utamanya pemberantasan korupsi. Hal ini terlihat dari beberapa
agenda prioritas yang hingga kini belum berjalan.
Pertama, pembentukan regulasi yang mendukung kerja pemberantasan
korupsi seperti RUU Perampasan Aset, RUU Kerjasama Timbal Balik dan
RUU Pembatasan Transaksi Tunai belum dilakukan oleh pemerintah.
Regulasi tersebut justru terparkir dalam program legislasi nasional jangka
panjang dan belum dibahas oleh Pemerintah dan DPR. Kementerian
Hukum dan HAM justru sibuk berupaya melonggarkan syarat pemberian
remisi bagi Koruptor melalui rencana revisi PP 99/2012.
Kedua, dukungan setengah hati kepada KPK. Meskipun Presiden Jokowi
menyatakan sikap dan posisi pemerintah terkait krisis antara KPK dan
Kepolisian namun sikap tersebut dianggap terlambat untuk
“menyelamatkan” KPK. Sikap tidak tegas juga diperlihatkan Presiden
Jokowi saat wacana Revisi UU KPK mencuat ke publik. Meski menolak
revisi, namun Presiden hanya mengambil jalan tengah dengan menunda
Revisi UU KPK tanpa mencabut RUU dari Program Legislasi Nasional.
Dukungan setengah hati juga jelas terlihat kala Pemerintah juga
melakukan pemotongan anggaran bagi KPK.
Ketiga, gagal membongkar mafia hukum dan memperkuat kewenangan
lembaga pengawas. Hingga hari ini hanya KPK yang dianggap mampu
membongkar praktik mafia peradilan di tubuh institusi pengadilan.
Kepolisian dan Kejaksaan dirasa belum mampu membongkar praktik
mafia peradilan dalam tubuhnya sendiri. Selain itu hingga kini belum
terlihat upaya pemerintah memperkuat kewenangan lembaga pengawas
penegak hukum seperti Komisi Yudisial, Komisi Kepolisian Nasional dan
Komisi Kejaksaan
Keempat, Lelang jabatan strategis penegak hukum. Upaya melakukan
lelang jabatan pada institusi penegak hukum juga tidak berjalan. Hingga
kini tidak jelas sudah sejauh apa program ini dilakukan oleh pemerintah.
Pergantian Kapolri dari Badrodin Haiti kepada Tito Karnavian jelas
dilakukan tanpa proses lelang jabatan. Sedangkan untuk posisi strategis
penegak hukum yang berada diwilayah kewenangan Kepolisian dan
Kejaksaan juga tidak jelas apakah menggunakan mekanisme lelang
jabatan.
Kelima, Sistem Integritas Nasional belum berjalan. Meskipun sudah
tertuang dalam Inpres Nomor 7 tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi namun belum berjalan maksimal. Terbongkarnya
praktik pungli di Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu menjadi
penanda bahwa SIN belum terbangun dan implementasinya sangat
lemah.
C. PENUTUP
Berdasarkan catatan diatas terdapat sejumlah kesimpulan terhadap
agenda pemberantasan korupsi pemerintahan Jokowi –JK selama
setahun sebagai berikut:
1. Kinerja pemberatasan korupsi pada tahun kedua pemerintahan
Jokowi harus dikatakan belum memuaskan dan masih jauh dari
harapan. Program reformasi hukum dan pemberantasan korupsi
nampaknya bukan menjadi prioritas utama pemerintahan Jokowi. Dua
tahun pertama Jokowi lebih memprioritaskan melahirkan sejumlah
paket kebijakan bidang ekonomi dan konsolidasi partai pendukung
pemerintah. Paket kebijakan reformasi hukum dan pemberantasan
pungutan liar (pungli) baru dilaksanakan menjelang tahun kedua
pemerintahan Jokowi berakhir.
Dalam hal penanganan perkara korups, secara kuantitas banyak kasus
yang ditangani oleh kedua institusi tersebut. Namun secara kualitas
upaya penindakan perkara korupsi yang dilakukan melalui Kejaksaan
dan Kepolisian belum banyak menyentuh atau menyelesaikan kasus
korupsi kelas kakap.
Hingga tahun kedua belum muncul juga regulasi yang diharapkan
dapat mendukung pemberantasan korupsi seperti : RUU Perampasan
Aset, RUU Kerjasama Timbal Balik (MLA) dan RUU Pembatasan
Transaksi Tunai”. RUU Tipikor yang sedianya mendorong optimalisasi
pemberantasan korupsi bahkan tidak tersentuh sama sekali. Inpres
Antikorupsi 2015 terlambat dikeluarkan oleh Jokowi dan diragukan
implementasinya. Pada tahun 2016 Justru mengeluarkan Inpres dan
Perpresyang dikenal dengan nama paket regulasi anti kriminalisasi,
karena dimaksudkan untuk memberikan impunitas secara terbatas
kepada Kepala Daerah yang kerap mengeluarkan kebijakan terkait
investasi atau penanaman modal di tingkat daerah, yang berpotensi
merugikan keuangan negara atau bahkan korupsi.
Pemerintahan
Jokowi-JK
juga
belum
sepenuhnya
mengimplementasikan wacana ataupun agenda pemberantasan
korupsi sebagaimana yang dituangkan dalam Program Nawacita. Hal
ini menimbulkan kesan bahwa Program Nawacita tidak lagi menjadi
pedoman bagi kerja-kerja Pemerintahan Jokowi.
Selama dua tahun pemerintahan Jokowi setidaknya ada 12 kebijakan
kontroversial terkait hukum dan pemberantasan korupsi yang terjadi
antara lain: 1) Mengeluarkan kebijakan Tax Amnesty yang dinilai dapat
menguntungkan koruptor; 2) menerbitkan Perpres/ Inpres
antikriminasi untuk kepala daerah; 3) menerbitkan Inpres Antikorupsi
2015 yang telat dikeluarkan dan tanpa adanya evaluasi; 4) Penunjukan
HM Prasetyo, politisi Partai Nasdem sebagai Jaksa Agung; 5)
Pengusulan Komjen Budi Gunawan sebagai Calon Kapolri meskipun
akhirnya dibatalkan; 6) melantik Suparman, Bupati Rokan Hulu
tersangka korupsi KPK sebagai Kepala Daerah; 7) Penjemputan
koruptor oleh Jaksa Agung di bandara; 8) pemberian remisi dan
pembebasan bersyarat untuk koruptor; 9) kehadiran Wakil Presiden
JK menjadi saksi yang meringankan dalam dua perkara korupsi dan
mengunjungi Irman Gusman tersangka korupsi di rumah tahanan; 10)
Pengangkatan Archandra Tahir sebagai Menteri ESDM; 11) Pemerintah
melalui Menteri hukum dan HAM mendorong upaya Revisi PP 99
Tahun untuk memudahkan koruptor mendapat remisi; dan 12)
penunjukkan Taufiqurrahman Ruki sebagai Plt Pimpinan KPK tahun
2015.
Meski demikian harus diakui pula terdapat sejumlah langkah positif
yang dilakukan oleh Jokowi antara lain; 1) Mendorong penghentian
kriminalisasi terhadap pimpinan KPK; 2) Menunda proses pembahasan
RUU KPK; 3) Bersama KPK mendorong Gerakan Nasional
Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA); 4) Membatalkan 3.143
perda yang bermasalah dan tidak mendukung investasi; 5) Menolak
Rencana Revisi PP yang mengatur pemberian remisi untuk koruptor;
6) Pembatalan Komjen Budi Gunawan sebagai Calon Kapolri; 7)
Pemberhentian Komjen Budi Waseso sebagai Kabareskrim; 8)
Penunjukan Tito Karnavian sebagai Kapolri; 9) Pembatalan Perpres
tentang pemberian fasilitas uang muka bagi pejabat dan 10)
Pembentukan Satgas atau Tim Operasi Pemberantasan Pungli.
2. Hingga dua tahun, dari tindakan dan pernyataan Jokowi-JK, belum
muncul sosok Jokowi-JK sebagai figur pemimpin antikorupsi. Muncul
juga perbedaan sikap Jokowi dengan JK maupun Menteri Hukum dan
HAM terkait dengan agenda pemberantasan korupsi.
B. REKOMENDASI
1. Presiden Jokowi harus melakukan evaluasi terhadap program
antikorupsi dan kinerja jajaran Kabinet Kerja. Evaluasi utamanya
didasarkan pada keselarasan antara nawacita Jokowi-JK, rencana
pemerintahan, dan keputusan/ kebijakan menteri. Menjadikan agenda
pemberantasan korupsi sebagai agenda prioritas pemerintahan
Jokowi JK pada sisa pemerintahan Jokowi. Agenda pemberantasan
korupsi sebagaimana yang dituangkan dalam Program Nawacita
sebaiknya dilaksanakan secara sungguh-sungguh.
2. Reformasi Kejaksaan dan Kepolisian serta penuntasan kasus korupsi
yang dinilai kakap harus menjadi prioritas penting yang harus dibenahi
diera pemerintahan Jokowi JK. Untuk percepatan reformasi di
Kejaksaan sudah selayaknya Jaksa Agung HM Prasetyo diganti dengan
yang lebih kredibel. Presiden juga diharapkan mengutamakan
kompetensi dalam menunjuk pimpinan lembaga negara setingkat
menteri lainnya (Jaksa Agung atau Kepala PPATK). Tidak lagi
didasarkan pada upaya mengakomodasi kepentingan parpol tertentu.
3. Upaya penguatan terhadap KPK dalam pemberantasan korupsi harus
diwujudkan secara konkrit. Memastikan Revisi UU KPK tidak dibahas
di DPR dan mengeluarkan rancangan tersebut dari Prolegnas 20142019 dalam rangka penyelamatan KPK
4. Memprioritaskan sejumlah regulasi penting yang mendukung upaya
pemberantasan seperti Revisi UU Tindak Pidana Korupsi maupun RUU
Perampasan Aset. Harus ada monitoring dan evaluasi secara
menyeluruh terkait Paket Reformasi Hukum dan Pembentukan Satgas
Pemberantasan Pungli yang baru saja diluncurkan. Harus ada sanksi
bagi jajaran eksekutif yang dinilai tidak melaksanakan Instruksi
tersebut.
5. Perlu ada kesamaan visi dan misi serta konsistensi pemberantasan
korupsi antara Jokowi dengan JK serrta seluruh jajaran cabinet kerja
Pemerintahan Jokowi. Jokowi-JK harus tampil sebagai figur pemimpin
antikorupsi.
LAMPIRAN I
KASUS KORUPSI YANG TIDAK JELAS PERKEMBANGANNYA PER 30 JUNI 2016

KEPOLISIAN
1. Kasus dugaan korupsi pembangunan stadion utama Gelora Bandung
Lautan Api dengan menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 1,1 triliun.
Kasus disidik oleh Bareskrim tahun 2015.
2. Kasus dugaan korupsi program penanaman pohon di Pertamina
Foundation. Kasus disidik oleh Bareskrim tahun 2015.
3. Kasus dugaan korupsi pengadaan lahan dan peningkatan landasan pacu
di Tarakan. Kasus disidik oleh Bareskrim tahun 2015.
4. Kasus dugaan korupsi cetak sawah Tahun Anggaran 2012-2014 di
Kementerian BUMN. Kasus disidik oleh Bareskrim tahun 2015.
5. Kasus dugaan korupsi penjualan kondensat. Kasus disidik oleh Bareskrim
tahun 2015.
6. Kasus dugaan korupsi proyek pemberantasan buta aksara melalui proyek
Keaksaraan Fungsional (KF) Dikpora NTB. Kasus ini disidik oleh Polda
NTB tahun 2010.
7. Kasus dugaan korupsi proyek pengaspalan jalan hotmix di Baubau. Kasus
ini disidik oleh Polda Sulawesi Tenggara tahun 2011.
8. Kasus dugaan korupsi pengadaan alat rekam jantung RSUD Ulin
Banjarmasin. Kasus ini ditangani oleh Polda Kalimantan Selatan. Kasus ini
disidik tahun 2012.
9. Kasus dugaan korupsi penerimaan CPNS Kabupaten Muna. Kasus ini
disidik tahun 2014.
10. Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat olahraga Kota Serang.
Kasus ini disidik oleh Polda Banten. Kasus ini disidik tahun 2015.

KEJAKSAAN
1. Kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pusat layanan internet
kecamatan di Kemenkominfo. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Agung
tahun 2013.
2. Kasus dugaan korupsi jasa pinjam pakai lahan PT. Tambang Timah. Kasus
ini disidik oleh Kejaksaan Agung tahun 2011.
3. Kasus dugaan korupsi peralatan laboratorium dan mebeler Universitas
Sriwjaya. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Agung tahun 2012.
4. Kasus dugaan korupsi pemberian dan penggunaan kredit PT. Bank BJB
cabang Tangerang. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Agung tahun 2014.
5. Kasus dugaan korupsi pengadaan buku pelajaran agama buddha. Kasus
ini disidik oleh Kejaksaan Agung tahun 2014.
6. Kasus dugaan korupsi pengadaan mobil operasional Dinas Kehutanan
Kabupaten Buton Utara. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi
Tenggara tahun 2012.
7. Kasus dugaan korupsi alat kesehatan di Gorontalo. Kasus ini disidik oleh
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara tahun 2012.
8. Kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit
Regional Sulawesi Barat. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Tinggi Sulselbar
tahun 2015.
9. Kasus dugaan korupsi dana proyek pembangunan jalan Ayawasih Kebar
distrik Ayawasih, Kabupaten Sorong, Manokwari. Kasus ini disidik oleh
Kejaksaan Tinggi Papua tahun 2013.
10. Kasus dugaan korupsi pembangunan rumah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR) di Kabupaten Flores Timur. Kasus ini
disidik oleh Kejaksaan Tinggi NTT tahun 2015.
LAMPIRAN II
CHECKLIST PROGRAM NAWACITA
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Program Prioritas
Berkomitmen untuk membangun politik legislasi yang jelas,
terbuka dan berpihak kepada pemberantasan korupsi,
penegakan HAM, perlindungan lingkungan hidup dan
reformasi lembaga penegak hukum
Menyediakan forum untuk melibatkan masyarakat dalam
proses legislasi dan menyediakan akses terhadap proses
dan produk legislasi
Memberantas korupsi disektor legislasi dengan menindak
tegas oknum pemerintah yang menerima suap untuk
memperdagangkan kepentingan masyarakat
Berkomitmen untuk mewujudkan pelayanan publik yang
bebas korupsi melalui teknologi informasi yang transparan
Berkomitmen untuk membentuk regulasi yang mendukung
pemberantasan korupsi: RUU Perampasan Aset, RUU
Perlindungan Saksi Korban, RUU Kerjasama Timbal balik,
RUU Pembatasan Transaksi Tunai
Mendukung keberadaan KPK yang dalam praktik telah
menjadi tumpuan dan harapan masyarakat. KPK harus
dijaga sebagai lembaga yang independen yang bebas dari
pengaruh kekuatan politik. Independensi KPK didorong
melalui langkah hukumnya Profesional, kredibel transparan
dan akuntabel.
Memastikan sinergi antara KPK, Kepolisian dan Kejaksaan
Memprioritaskan penenanganan kasus korupsi di sektor
penegakan hukum, politik, pajak, bea cukai dan industri
SDA
Berkomitmen melakukan aksi pencegahan korupsi melalui
penerapan Sistem Integritas Nasional dan menutup
peluang terjadinya korupsi dalam penyelenggaraan negara
dan penegakan hukum. Mendorong terciptanya
mekanisme transparansi dalam pembuatan kebijakan,
terutama pada kebijakan yang berpotensi terjadi korupsi
oleh pejabat negara. Pembaharuan tata kelola
pemerintahan yang transparan merupakan titik masuk
untuk mencegah perilaku koruptif. Pembaharuan tata
kelola juga sekaligus membuka ruang bagi publik untuk
mengawasi proses pembuatan kebijakan
Membuka keterlibatan publik dan media massa dalam
pengawasan terhadap upaya tindakan korupsi maupun
proses penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.
Memberikan dukungan khusus untuk membongkar
jaringan dan praktik mafia peradilan dengan
memberdayakan lembaga pengawas yang sudah ada.
Merevitalisasi mengandung dua kebutuhan untuk
memperkuat kewenangan lembaga tersebut dalam
mengawasi praktik mafia hukum dilembaga penegk hukum.
Kewenangan itu juga harus diikuti dengan keharusan
Terlaksana
Belum /
Tidak
Terlaksana
Tidak
Jelas
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
12.
13.
14.
15.
penggunaan kewenangan secara transparan dan
akuntabel. Dan yang terakhir adalah pegisian keanggotaan
lemabag pengawasn dilakukan dengan memperhatikan
prinsip independensi, kredibilitas dan profesionalitas
Berkomitmen menegakan hukum lingkungan secara
konsekuen tanpa pandang bulu dan tanpa kekhawatiran
kehilangan investor yang akan melakukan investasi di
negeri ini.
Memillih Jaksa Agung, Kapolri yang bersih, kompeten,
antikorupsi, dan komit pada penegakan hukum
Melakukan lelang jabatan strategis pada lembaga penegak
hukum dan pembentukan regulasi tentang penataan
aparat penegak hukum
Berkomitmen meningkatkan koordinasi penyidikan dan
penuntutan serta akuntabilitas pelaksanaan upaya paksa
√
√
√
√
LAMPIRAN III
KOMPILASI PERNYATAAN MEDIA JOKOWI-JK
No
1.
Peristiwa
Penegasan
komitmen
pemerintah
dalam
pemberantasan
korupsi
(JOKOWI)
Pernyataan dan Sikap Presiden/ Wapres/Menteri/Jaksa Agung/Kapolri
2015
Dalam tanya jawab, salah seorang warga negara Indonesia menanyakan
tentang meluasnya korupsi di Indonesia, yang baru-baru ini bahkan
menyeret salah seorang petinggi partai politik. Presiden Joko Widodo
menyatakan pemerintahannya serius menangani setiap kasus korupsi.
Hingga hari ini – ujar presiden – sudah ada 9 menteri, 19 gubernur, 300
lebih bupati dan walikota hingga 2 gubernur Bank Indonesia yang
dipenjara karena kasus korupsi.
“Ada parlemen dari negara lain – negara besar ini – datang ke saya,
menanyakan tentang pemberantasan korupsi di Indonesia. Saya jawab
sampai sekarang ini sudah dipenjara 9 menteri, 19 gubernur, 340 bupati
dan walikota, hingga 2 gubernur BI dipenjara. Negara mu berapa? Diam
dia! Tapi penangkapan-penangkapan ini saja tidak akan menyelesaikan
masalah! Jika sistemnya tidak dibangun yang baik, maka tidak akan
menyelesaikan masalah,” papar Jokowi.
Sistem yang dimaksud Presiden Joko Widodo tidak saja soal penegakan
hukum, tetapi juga kemudahan administrasi dan informasi teknologi. Ia
mencontohkan soal pengurusan ijin. Jika waktu pengurusan ijin bisa
dipangkas, dari hitungan hari menjadi jam misalnya maka akan
mempercepat pembangunan dan meniadakan terjadinya proses “tawarmenawar” yang memicu terjadinya korupsi.
Joko Widodo menyampaikan niatnya untuk membangun sistem yang
serba elektronik seperti e-budgeting, e-audit, e-purchasing dan lain-lain
yang bisa dikerjakan dari daerah hingga ke pusat, yang memudahkan
pengawasan dan pengambilan keputusan.
2.
Peresmian
gedung baru
KPK (JOKOWI)
25 Oktober 2015
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan gedung baru Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terletak di Jl Kuningan Persada,
Kavling 4, Jakarta Selatan. Peresmian tersebut bertepatan dengan ulang
tahun KPK yang ke-12. Gedung berlantai 16 ini memakan waktu sekitar
dua tahun untuk pengerjaannya dan baru efektif digunakan pada Maret
2016.
Jokowi, dalam sambutannya, mengatakan, jelang tahun baru, KPK bukan
hanya memiliki pimpinan baru, tetapi akan segera menempati gedung
baru. "Saya harap momentun ini akan bisa membawa semangat baru
dalam pemberantasan korupsi. Semangat baru inilah yang bisa
menggerakan kita semua untuk melawan korupsi," katanya.
Namun, menurut Jokowi, semangat baru saja tidak cukup. Harus
ditopang oleh kapasitas kelembagaan, kompetensi, dan sumber daya
Sumber
VOA
Indonesia
manusia yang kuat. Apalagi, KPK menghadapi tantangan yang semakin
berat, bukan hanya dari segi penanganan kasus karena yang semakin
kompleks, tetapi KPK juga berhadapan dengan harapan publik.
3.
Revisi UU KPK
(JUSUF KALLA)
29 Desember 2015
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai wajar upaya DPR untuk kembali
mengajukan revisi Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sindo
Meski ditentang sebagian masyarakat, DPR tetap memasukkan agenda
revisi UU KPK dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2016.
"Undang Undang Dasar saja bisa direvisi, diamendemen, apalagi Undang
Undang (KPK)," kata Kalla di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta
Timur, Minggu (29/11/2015).
4.
Pencatutan
nama JokowiJK dalam kasus
#PapaMintaSah
am (JUSUF
KALLA)
29 November 2015
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyentil Ketua DPR Setya Novanto di acara
Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi. Dalam pidato
pembukaannya, Jusuf Kalla terus menggarisbawahi sidang perdana
Mahkamah Kehormatan Dewan atas dugaan pelanggaran etika oleh
Setya Novanto kemarin.
"Semalam dipertontonkan terbuka di kompleks DPR, upaya sekelompok
orang, pejabat, pengusaha yang mencoba merugikan negara sangat
besar," ujar Jusuf Kalla, di Gedung Nusantara V DPR RI, Jakarta, Kamis
(3/12).
Sesuatu yang sangat ironis dinilai JK ketika tadi malam saat sidang
diperdengarkan upaya korupsi, sementara siang harinya di tempat yang
sama di Gedung DPR, dibahas bagaimana korupsi dihentikan.
"Tragis bangsa ini," katanya.
Dia mengingatkan, tren korupsi di Indonesia selalu digambarkan seperti
gunung es. Persidangan perdana dugaan pencatutan nama dirinya dan
Presiden Joko Widodo dinilainya merupakan ujung gunung es itu.
Karena itu, JK mengatakan tak bisa dibayangkan seberapa besar hal yang
belum terungkap dari upaya korupsi besar itu. Menurutnya, perkara
Setya Novanto merupakan skandal korupsi terbesar selama
pemerintahan bangsa Indonesia.
"Sekarang berani dilibatkannya wakil presiden dan terjadi di lingkungan
terhormat ini," kata JK.
JK melanjutkan, telah jelas terlihat sandiwara sekelompok orang congkak
yang merasa semuanya dapat dikuasai dengan uang. Itu terlihat setelah
diputarnya rekaman pembicaraan Ketua DPR Setya Novanto, Bos PT
CNN
Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan Pengusaha Riza Chalid di
persidangan MKD kemarin (2/12) malam.
JK menyebut upaya korupsi itu adalah bentuk keserakahan seseorang.
"Orang yang disebut dalam rekaman tersebut bukan orang miskin. Pasti
bisa makan empat kali sehari. Tapi karena keserakahan, maka itu terjadi,"
katanya.
Ia mencontohkan sejumlah perkara korupsi yang disebabkan
keserakahan di mana ada sembilan menteri dipenjara. Lalu ada 19
gubernur, 44 anggota DPR, dan 2 gubernur Bank Indonesia yang juga
dibui selama beberapa tahun terakhir.
3 Desember 2015
5.
Pandangan soal
keraguan
aktivis
antikorupsi soal
komitmen
antikorupsi
pemerintah
(JUSUF KALLA)
Berikut adalah sebagian pertanyaan yang Rappler ajukan pada Kalla, yang
diberi judul “Catatan akhir tahun Wakil Presiden Jusuf Kalla”. Selebihnya
adalah pertanyaan peserta di forum.
Rappler
Pemberantasan korupsi tahun ini, ada keraguan dari aktivis anti-korupsi.
Menurut seorang Jusuf Kalla, pemerintah telah berhasil memenuhi
komitmenya dalam bidang ini?
Soal anti-korupsi, dalam satu kelompok, seakan dia yang paling pantas
mewakili gerakan anti-korupsi, nanti kita lihat. Dari ukuran orang yang
ditangkap pasti hebat.
22 Desember 2015
6.
Penundaan
revisi UU KPK
(JOKOWI)
7.
Tantangan
besar bangsa
Indonesia yang
paling utama
adalah korupsi
(JOKOWI)
2016
“Setelah berbicara banyak mengenai rencana revisi Undang-Undang KPK
tersebut, kita bersepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini,
ditunda. Saya memandang perlu adanya waktu yang cukup untuk
mematangkan rencana revisi Undang-Undang KPK dan sosialisasinya
kepada masyarakat,” kata Presiden Jokowi kepada para wartawan di
Istana Negara, Senin (22/02).
BBC
22 Februari 2016
Dalam Special Forum with President Jokowi, Presiden Joko Widodo
bebagi cerita tentang perkembangan Indonesia saat ini kepada sekitar
1.300 diaspora Indonesia di Seoul, Korea Selatan.
Menurut Jokowi,tantangan paling besar bagi Indonesia adalah
korupsi.Pernyataan ini diungkapkan Jokowi menjawab pertanyaan
seorang WNI bernama Sinta yang menanyakan masalah di Indonesia yang
menurut Jokowi paling penting jika diurutkan dari urutan pertama hingga
kelima.
Ayo News
“Pertama itu kasus korupsi,” kata Jokowi disambut tepuk tangan para
Diaspora Indonesia, di Ballroom Lotte Hotel, Seoul, Korea Selatan,
Minggu (15/5/2016) .
15 Mei 2016
8.
Kebijakan
kepala daerah
dalam konteks
pembangunan
(JOKOWI)
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo kembali mengingatkan aparat
penegak hukum untuk tidak memidanakan kebijakan seorang kepala
daerah. Hal tersebut diungkapkan Jokowi di hadapan para Kepala
Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia, Selasa 19 Juli
2016.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo terlihat marah saat memberikan
sambutan dan arahan kepada seluruh Kapolda dan Kepala Kejaksaan
Tinggi (Kajati), di Istana Negara, Jakarta.
Presiden menegaskan, pembangunan harus dijalankan secara bersama
dan didukung semua pihak. Maka, pemerintah sudah mengeluarkan 12
paket kebijakan ekonomi.
"Sekali lagi semuanya harus segaris, harus seirama sehingga
orkestrasinya menjadi suara yang baik," kata Jokowi, dalam sambutan
pengantarnya.
Jokowi mengingatkan instruksinya di Istana Bogor pada 2015 lalu. Saat
itu, ada lima instruksinya kepada aparat penegak hukum. Pada
kesempatan ini, Jokowi ingin mengevaluasi kembali instruksi itu, yang
menurutnya tidak dijalankan.
"Pertama bahwa kebijakan diskresi tidak bisa dipidanakan, jangan
dipidanakan," kata Jokowi.
Kedua, Jokowi mengingatkan kembali bahwa tindakan administratif tidak
boleh dipidanakan. Sehingga aparat baik Polri maupun Kejaksaan, harus
memilahnya.
"Tolong dibedakan mana yang niat nyuri, nyolong dan mana yang
maladministrasi. Saya kira aturan di BPK sudah jelas," kata mantan
Gubernur DKI itu.
Jokowi juga menyinggung pada poin ketiga, bahwa kerugian yang
dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan, diberi peluang 60 hari.
"Keempat, kerugian negara ini harus konkret, tidak mengada-ada," kata
Jokowi.
"Kelima, tidak diekspos ke media secara berlebihan sebelum kita
melakukan penuntutan. Ya kalau salah, kalau enggak salah," ujarnya.
Dari lima poin yang diinstruksikan setahun lalu itu, Jokowi mengatakan,
masih banyak Kapolda dan Kajati yang tidak mengindahkan perintahnya.
Viva news
"Evaluasi perjalanan selama ini, saya masih banyak sekali mendengar
tidak sesuai dengan yang saya sampaikan," katanya.
Jokowi meminta, agar pembangunan dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Tapi Jokowi terlihat marah, karena justru penegakan hukum tidak sejalan
dengan keinginan pemerintah melakukan pembangunan.
"Saya masih banyak keluhan dari bupati, wali kota, gubernur. Nanti saya
akan jelaskan ketika tidak ada media."
9.
Dorongan agar
negara-negara
G-20
mencontoh
pemberantasan
korupsi di
Indonesia
(JOKOWI)
19 Juli 2016
Presiden Joko Widodo menyebutkan, negara-negara G-20 dapat
mencontoh Indonesia dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara yang aktif memerangi
korupsi," ujar Jokowi saat menjadi pembicara kunci di G-20, Hangzhou,
China, Senin (5/9/2016), seperti dalam keterangan tertulis yang diterima
Kompas.com.
Kompas
Jokowi kemudian menjelaskan bentuk-bentuk memerangi tindak pidana
korupsi yang telah dilaksanakan oleh pemerintahannya.
Mulai dari mendorong transparansi anggaran, penegakan hukum, hingga
sosialisasi nilai-nilai antikorupsi di masyarakat.
10.
Operasi
Tangkap
Tangan (OTT)
KPK terhadap
Ketua DPD RI
(JOKOWI)
5 September 2016
"Pada kesempatan yang baik ini, saya juga menegaskan sekali lagi stop
korupsi. Sudah titik, untuk siapa pun," kata Jokowi.
Menurut Presiden, pemerintah selalu menghormati penegakan hukum
yang tengah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kompas
"Saya meyakini bahwa KPK dalam menangani sesuai dengan
kewenangannya itu sangat-sangat profesional," ujar Jokowi.
11.
12.
Keterkaitan
antara opini
BPK dengan
tindak pidana
korupsi
(JOKOWI)
Revisi PP
99/2012
(JOKOWI)
17 Septemer 2016
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, predikat opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) bukan menjadi jaminan bagi pemerintah daerah
untuk menyatakan bahwa pengelolaan keuangan bebas korupsi.
“Saya ingin mengingatkan kepada seluruh menteri, pimpinan lembaga,
gubernur, bupati, wali kota, dan jajarannya, jangan hanya berhenti pada
mengejar predikat WTP, opini WTP. Karena opini WTP bukan merupakan
jaminan bahwa tidak akan ada praktik penyalahgunaan keuangan, tidak
akan ada praktik korupsi. Tidak,” kata Presiden Jokowi saat meresmikan
pembukaan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Tahun 2016 di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/9).
20 September 2016
Presiden Joko Widodo mengundang sekitar 22 pakar dan praktisi hukum
ke Istana untuk membahas isu-isu penegakan hukum terkini, salah
satunya soal rencana revisi PP 99 tahun 2012 yang ingin memberi remisi
bagi koruptor.
Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi mengaku belum menerima draf
Berita Satu
Sinar
Indonesia
Baru (SIB)
revisi PP 99/2012. Namun Jokowi memastikan jika PP itu akan direvisi,
maka dia akan menolaknya.
"Mengenai revisi misalnya revisi PP 99 tahun 2012, sampai sekarang juga
belum sampai ke meja saya. Tapi kalau sampai ke meja saya, akan saya
sampaikan, saya kembalikan saya pastikan," ucap Presiden Jokowi dalam
pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (20/9).
20 September 2016
13.
Pungutan liar di
instansi
pemerintah
(JOKOWI)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memberikan peringatan keras
kepada aparat agar tidak melakukan pungutan liar (pungli) di semua
instansi. Jokowi mengatakan tidak akan memberi ampun serta menyikat
habis aparat pelaku pungli.
Harian
Jogja
Pernyataan itu disampaikan Presiden Jokowi, saat membagikan sebanyak
3.515 sertifikat tanah milik warga di 15 kabupaten/kota di Jateng di
Lapangan Kota Barat, Mangkubumen, Banjarsari, Solo, Minggu
(16/10/2016). “Sekarang harus bekerja cepat melayani masyarakat. Kami
tidak ingin ada pungli dalam mengurus sertifikat tanah,” ujar Jokowi.
“Pelayanan pembuatan sertifikat tanah, SIM [surat izin mengemudi], KTP
[kartu tanda penduduk], penerbitan izin lainnya kalau dipungli laporkan.
Kami tidak main-masin soal pungli,” ujar Jokowi.
Ia mengaku mendapatkan banyak kritik setelah menangkap basah pungli
di Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Rabu (12/10/2016), karena
dinilai nilai pungli terlalu kecil untuk diurus Presiden. “Semuanya akan
saya awasi langsung. Jangankan ratusan atau puluhan juta, Rp10.000
saya urus,” kata Jokowi.
Menurut dia, meskipun uangnya kecil tetap meresahan dan
menjengkelkan. Kalau pungli kecil itu di dilakukan di semua pelabuhan,
kantor pemerintahan, di jalan mulai dari Sabang sapai Merauke nilainya
bisa sampai puluhan triliun. “Kami menyerahkan pungli dengan nilai
besar ke KPK [Komisi Pemberantasan Korupsi]. Soal pungli nilai kecil
urusan Presiden,” kata dia.
16 Oktober 2016
14.
Revisi UU KPK
(JUSUF KALLA)
JK mencontohkan terdapat 2 mantan pimpinan KPK, Abraham Samad
dan Bambang Widjojanto yang tersangkut kasus hukum.
Liputan 6
"Dengan segala hormat, 2 Ketua KPK juga tersangkut hukum. Dan itu ada
kemungkinan salah juga kan, ya harus diawasi. Itu sangat penting
dipahami juga. Kan normal saja di dunia ini selalu ada yang mengawasi
kan," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (16/2/2016).
15.
Pengawasan
16 Februari 2016
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan personel yang dimiliki Komisi
Republika
dana desa oleh
KPK (JUSUF
KALLA)
Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan cukup untuk mengawasi
penggunaan dana desa.
"KPK itu orangnya ada berapa? Desa ada berapa? Kan tidak (mungkin) di
daerah bisa cukup (mengawasi). Kalau KPK semua mengawasi, nanti
tidak ada yang kerja di Jakarta," kata Wapres usai menghadiri Rakornas
Pembangunan dan Pemberdayaan Desa, Senin (22/2).
Untuk melaksanakan dana pembangunan desa, Wapres mengatakan,
diperlukan peningkatan kemampuan, inisiatif serta kemandirian dari para
aparat desa. Kalla pun mengingatkan para kepala daerah bahwa dana
desa tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan kemandirian suatu desa
dalam pembangunan. Sehingga, para kepala daerah diharapkan
membuat peraturan yang tidak mempersulit pelaksanaan penggunaan
dana tersebut.
16.
Kaitan korupsi
dan kekuasaan
(JUSUF KALLA)
22 Februari 2016
Wakil Presiden Jusuf Kalla yakin korupsi dan kekuasaan selalu punya
benang merah. Bagi Kalla, korupsi dan kekuasaan punya keterkaitan yang
kuat, begitu erat.
Kompas
"Sebenarnya kalau kita bicara korupsi, tentu korupsi itu ya bicara
kekuasaan," ujar Kalla di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat
(22/4/2016).
Ia mengungkapkan, ada kekuatan dari kekuasaan yang selalu menjadi
celah bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Kewenangan, itu yang
Kalla maksudkan.
Selama ini tutur Kalla, para pemegang kekuasaan kerap kali
menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau
kelompok tertentu. Di situ lah ucap dia, kewenangannya justru menjadi
komoditas.
"Kalau Anda tidak punya kewenangan, ya Anda tidak bisa korup. Karena
yang diperdagangkan ialah kewenangan," kata Wapres.
"Kalau wartawan mau korupsi, korupsi apa? Anda tidak punya
kewenangan memutuskan orang mendapat apa, atau meringankan apaapa," tuturnya.
17.
Revisi UU KPK
(JUSUF KALLA)
22 April 2016
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, poin-poin revisi Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
tidak perlu dikhawatirkan.
"Saya pikir itu bukan hal yang perlu dikhawatirkan, contohnya soal
pengawasan, kenapa harus khawatir kalau KPK ada pengawasnya?" kata
Wapres Kalla di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan, semua lembaga negara memiliki pengawas untuk
menjadikan kinerja lembaga tersebut berjalan sesuai dengan aturannya.
"Lagi pula pengawas itu melihat kebijakan, tidak ikut dalam kegiatan
sehari-hari KPK (penyidikan dan pemeriksaan). Untuk apa khawatir,
Kompas
sistem pengawasan itu harus diawasi supaya berjalan sesuai aturan," kata
Kalla.
Selain itu, terkait penerbitan surat perintah penghentian penyidikan
(SP3), Wapres mengatakan, kewenangan tersebut sama seperti yang
dimiliki lembaga penegak hukum lain.
"Kalau soal SP3, ya memang namanya manusia biasa, kalau tidak ada
kesalahan kan pasti ada SP3-nya, dan hukum umum pun begitu,"
tambahnya.
Dia menegaskan bahwa revisi UU KPK itu tidak dimaksudkan untuk
membuat lembaga antirasuah itu menjadi mundur atau melemah.
"Tidak ada hal, yang menurut saya, itu untuk melemahkan. Justru itu
memperkuat posisi hukum, termasuk juga KPK, supaya ada dasar
hukumnya dan masyarakat juga menjadi lebih jelas," katanya
18.
Menanggapi isu
mundurnya
Ketua KPK jika
revisi UU KPK
dilanjutkan
(JUSUF KALLA)
12 Februari 2016
Wakil Presiden Jusuf Kalla berkomentar terkait niat Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo yang menyatakan akan
berhenti dari jabatannya bila pemerintah dan DPR tetap merevisi
Undang-Undang KPK.
"Sumpah seorang pejabat termasuk presiden dan gubernur, menteri
antara lain ialah akan taat kepada konstitusi dan undang-undang," kata
JK di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin, 22 Februari 2016.
Saat ditanya apakah ketika mundur dari jabatan tersebut berarti
melanggar sumpah jabatan, ia tak membenarkan. Ia hanya menegaskan
seorang pejabat negara harus taat pada konstitusi dan UU.
"Saya hanya bacakan sumpah seorang pejabat. Saya tidak katakan
(melanggar sumpah jabatan)," ujarnya menambahkan.
Viva news
22 Februari 2016
19.
Pengawasan
dana desa oleh
KPK (JUSUF
KALLA)
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan personel yang dimiliki Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan cukup untuk mengawasi
penggunaan dana desa.
Republika
"KPK itu orangnya ada berapa? Desa ada berapa? Kan tidak (mungkin) di
daerah bisa cukup (mengawasi). Kalau KPK semua mengawasi, nanti
tidak ada yang kerja di Jakarta," kata Wapres usai menghadiri Rakornas
Pembangunan dan Pemberdayaan Desa, Senin (22/2).
Untuk melaksanakan dana pembangunan desa, Wapres mengatakan,
diperlukan peningkatan kemampuan, inisiatif serta kemandirian dari para
aparat desa. Kalla pun mengingatkan para kepala daerah bahwa dana
desa tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan kemandirian suatu desa
dalam pembangunan. Sehingga, para kepala daerah diharapkan
membuat peraturan yang tidak mempersulit pelaksanaan penggunaan
dana tersebut.
20.
Mahar Ketua
22 Februari 2016
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melarang iuran caketum Golkar
Detik
Umum Golkar
(JUSUF KALLA)
senilai Rp 1 miliar untuk Munaslub. Mantan ketua umum Golkar sekaligus
wakil Presiden RI Jusuf Kalla turut mengemukakan pandangannya soal
ini.
"Saya belum tahu itu. Karena itulah sebenarnya formatnya salah, kalau
kita menyumbang kepada panitia kan tidak ada soal," ujar Jusuf Kalla di
JiExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis, (5/5/2016).
Jika uang yang diberikan caketum kepada panitia berupa sumbangan, JK
menilai itu sah-sah saja. JK menggarisbawahi tujuan dari iuran yang
dibayarkan caketum seharusnya bukan sebagai syarat pendaftaran.
"Ya bukan mahar sebenarnya, ini kan sumbangan buat panitia. Bukan
bahasanya diubah tujuannya yang diubah, bukan syarat orang untuk
mendaftar tapi berpartisipasi dalam kepanitiaan. Ya bahwa semua orang
bergotong royong untuk membantu panitia untuk penyelenggaraan,
tidak ada salah kan kalau menyumbang," imbuhnya.
21.
22.
Alasan kasus
korupsi
semakin
banyak
terungkap
walaupun
tindakan tegas
sudah diambil
(JUSUF KALLA)
Reformasi
peradilan
(JUSUF KALLA)
5 Mei 2016
Indonesia punya aturan yang keras untuk menindak para pelaku korupsi.
meskipun demikian, kata Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, aksi korupsi justru
semakin banyak jumlahnya.
"Kalau selama ini kita mempunyai Undang-Undang lebih keras dan
tindakan lebih keras, kenapa isu ataupun masalah koruspi makin besar,"
ujar Jusuf Kalla.
Hal tersebut diungkapkan Jusuf Kalla saat memberikan sambutan di
peluncuran buku "Sisi Lain Akuntabilitas KPK dan Lembaga Pegiat
Antikorupsi Fakta dan Analisis" di hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis
(12/5/2016).
Ia menyebutkan, ada sejumlah alasan yang membuat kasus korupsi justru
semakin banyak terungkap walaupun tindakan tegas sudah diambil.
Diantaranya semakin besarnya anggaran pemerintah.
"Karena orang korupsi sebagian besar (yang dikorupsi) angaran dan
kebijakan," katanya.
Selain itu berkembangnya definisi korupsi juga membuat semakin banyak
pelaku korupsi diamankan.
Kata dia korupsi saat ini bukan hanya aksi merugikan uang negara untuk
memperkaya diri sendiri.
Selain itu semakin besarnya kewenangan pejabat di daerah, membuka
kesempatan lebih besar lagi bagi para pejabat-pejabat di daerah untuk
melakukan tindak rasuah.
"Dulu eksekutor ada di tingkat pusat, karena segala keputusan ada di
Jakarta," katanya.
12 Mei 2016
Beberapa bulan belakangan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menangkap hakim di berbagai daerah karena diduga terlibat
sejumlah kasus korupsi. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku sangat sedih
melihat benteng terakhir pencari keadilan itu bisa dimasuki virus korupsi.
"Ya tentu menyedihkan memang kalau benteng hukum itu jebol juga,"
kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (27/5/2016).
Tribun
Liputan 6
Hukuman lebih tinggi kepada pejabat danpenegak hukum menurut
Wapres bisa jadi cara untuk memberi efek jera. Tak hanya itu, reformasi
internal berupa pengawasan yang baik juga harus ditingkatkan.
"Efektif, ya reformasi di bidang peradilan itu, pengawasannya juga harus
kuat dan lebih baik lagi keterbukaan kepada masyarakat," ujar JK.
Di mata mantan Ketua Umum Golkar ini, kondisi yang ada memang
terbilang mengkhawatirkan. Hanya saja, pemerintah dirasa belum perlu
mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang
(Perppu) sebagai langkah penyelamatan institusi para hakim.
JK menilai aturan pemberatan hukuman bagi para penegak hukum yang
melanggar perlu diberlakukan. Namun, semua pertimbangan kembali ke
hakim yang menangani perkara itu.
"Hakim itu menentukan bobot kesalahannya berdasarkan hukum ada
maksimumnya. Kan selama ini tidak semua juga maksimum, ada
minimum. Itu tergantung penilaian hakim, tidak perlu pakai Perppu
karena itu sudah ada ketentuannya," pungkas JK.
23.
Suap penegak
hukum (JUSUF
KALLA)
27 Mei 2016
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, tidak akan ada habisnya jika
fokus penyelenggara negara hanya untuk mendapatkan uang yang lebih
banyak secara terus-menerus. "Tunjangan, apa, macam-macam, mungkin
tidak cukup, tapi kapan cukupnya? Persoalannya kan di situ, tidak pernah,
karena kebutuhannya kan makin tinggi. Namun demikian kita semuanya
harus mengawasinya. Paling penting, jangan diberi. Ini pasti yang
berperkara yang bikin masalah karena pasti beberapa kali memberi kan,
mencari jalan pintas," kata Kalla di Istana Wapres, Jakarta, Jumat 17 Juni
2016.
Kalla berpendapat, korupsi selalu berkaitan dengan buruknya mental.
Selain itu juga ada masalah dengan sistem dan transparansi. Meski begitu
dia juga menilai orang bermental baik pun masih ada yang tergoda
karena kesempatan. Itu sebabnya, sistem, transparansi, dan mental
menurut Kalla harus dibenahi.
Menurut dia, orang sering mengatakan kemungkinan penyuapan
penegak hukum terjadi karena pendapatan rendah. Sehingga sistem
menaikkan tunjangan dan menghukum melakukan kesalahan (reward
and punishment) juga sudah diterapkan. Namun, setelah tunjangan
ditingkatkan pun, Kalla melihat tetap saja ada yang melakukan tindakan
koruptif.
"Kita memang menyadari bukan hanya pengadilan tapi banyak sektor,
karena itu puncaknya pemerintah bentuk KPK supaya lebih ampuh
dengan segala macam kewenangan yang lebih tinggi dibanding yang lain.
Tapi kan negara kita luas, tidak semua pasti bisa dipantau secara
langsung seperti itu. Memang di pengadilan selalu kita jalankan karena
itu pertahanan daripada seluruh penyelenggara hukum kan. Kalau itu
bobol memang menyulitkan semuanya," katanya.
Kalla berharap, langkah-langkah tegas seperti penangkapan membuat
Pikiran
Rakyat
ada perubahan. Sehingga orang merasa ketakutan berbuat tindakan
koruptif atau kesadaran untuk tidak berbuat curang. "Cuma itu saja yang
kita harapkan sambil memperbaiki sistem keterbukaan dan kesadaran
semuanya," katanya.
24.
Mafia peradilan
(fokus
pembenahan
panitera)
(JUSUF KALLA)
25.
Rencana
penerbitan
inpres anti
kriminalisasi(JU
SUF KALLA)
26.
Remisi pelaku
korupsi (JUSUF
KALLA)
17 Juni 2016
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, mengatakan, selama ini pemerintah sudah
selalu berupaya agar lembaga peradilan di Indonesia bisa lebih baik.
Namun kenyataannya masih saja ada panitera yang ditangkap.
"Titik simpulnya sepertinya di panitera. Pengaturan-pengaturannya
sepertinya lebih bebas ke mana-mana," kataJusuf Kalla, di kantor Wakil
Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (1/7/2016).
Wakil Presiden berharap ke depannya panitera bisa lebih diperhatikan,
agar kasus seperti yang menjerat Santoso dan Edy Nasution tidak
terulang.
"Selama ini panitera sepertinya kurang diperhatikan, ternyata besar
sekali perannya," kata Jusuf Kalla.
Untuk memperbaiki hal tersebut, Jusuf Kalla mengatakan sistem di
internal Mahkamah Agung (MA) perlu kembali dievaluasi.
3 Juli 2016
Rencana penerbitan inpres anti kriminalisasi berpotensi melemahkan
upaya pemberantasan korupsi karena memberikan imunitas terhadap
kepala daerah. Pernyataan Wapres Jusuf Kalla di Istana Wapres
Tribun
Kompas
"Kalau pemerintah membuat itu, tidak boleh menolak. Bagaimana
caranya? Apa urusannya KPK bisa menolak keppres yang dikeluarkan
pemerintah?"
7 Juli 2016
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan koruptor berhak mendapatkan
remisi meskipun pidana korupsi termasuk kejahatan yang luar biasa.
"Kalau pembunuh saja bisa mendapat remisi, kemudian koruptor tidak
bisa diberikan reward padahal sudah disiplin, berkelakuan baik, tentu
kami diskriminatif," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, 12
Agustus 2016.
Tempo
Menurut JK, tujuan pemberian remisi terhadap korupsi adalah agar
terpidana memperlihatkan disiplin selama menjalani masa tahanan. Selain
itu, sekaligus untuk memberi kesempatan kepada terpidana bertobat dari
sisi moral atau berkelakuan baik. "Itulah syarat pemberian remisi," kata
dia.
JK mengatakan semua orang yang telah dihukum dan dipenjara, tentu
memiliki sisi kemanusiaan. "Kami tidak membedakan lagi, walaupun
tentu kami agak berat memberi remisi," kata JK.
27.
Pengawasan
internal
pemerintah
(JUSUF KALLA)
12 Agustus 2016
Wakil Presiden Jusuf Kalla berpandangan banyaknya koruptor yang
ditangkap saat ini bukanlah indikator keberhasilan terhadap pengawasan
internal pemerintah. Sebaliknya, pengawasan dapat dikatakan berhasil
apabila anggaran pemerintah tertib mengikuti program yang telah
Kata Data
dicanangkan.
"Bukan dari korupsinya tapi bagaimana anggaran tertib dan efektif," kata
Kalla saat pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Aparat Pengawasan
Internal Pemerintah (APIP) 2016 di Gedung Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP), Jakarta, Selasa (23/8). Pandangan itu
disampaikan Kalla lantaran banyak kasus korupsi berawal dari hasil
pengawasan auditor negara, seperti BPKP dan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK).
Kalla menunjukkan contoh lain pentingnya peran pengawas internal
pemerintah. Tingkat keterisian rumah sakit yang menurut Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami kenaikan
hingga 50 persen, merupakan suatu kegagalan dalam penyediaan
kesehatan. "Berhasil itu kalau orang berkurang ke rumah sakit, tandanya
tidak ada yang sakit karena ada tindakan preventif," katanya.
28.
Kasus E-KTP
(JUSUF KALLA)
23 Agustus 2016
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla mengakui bahwa proses pembuatan e-KTP
masih diwarnai dengan masalah dan indikasinya sudah terendus sejak
awal proyek tersebut digelontorkan pada 2011 lalu.
"Memang ada indikasi sejak awal e-KTP itukan bermasalah, karena itu ada
yang tersangkut, jadi karena itu sambil berjalan tentu penegak hukum
juga akan meneliti ini kejadian," ujar Jusuf Kalla di kantor Wakil Presiden,
Jakarta Pusat, Jumat (2/9/2016).
Berbagai permasalahan soal e-KTP saat ini, menurut Jusuf Kallabisa jadi
berkaitan dengan kasus korupsi yang ditangani KPK.
Menurutnya penyelidikan KPK itu harus terus dilakukan, sehingga selain
bisa mengungkap siapa-siapa saja yang telah melakukan tindak pidana
korupsi, juga bisa diketahui permasalahannya.
"Apa ada hubungannya dengan korupsi sehingga terjadi kekurangankekurangan, utang lah belum dibayar," ujarnya.
Namun, bukan berarti pemerintah tidak berbuat apa-apa untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut.
2 September 2016
Tribun
LAMPIRAN IV
KOMPILASI PERNYATAAN JAKSA AGUNG/KAPOLRI
No
Peristiwa
1. Pemindahan
Jaksa Yudi
Kristiana dari
KPK (H.M
PRASETYO)
Pernyataan dan Sikap Jaksa Agung/Kapolri
2015
Jaksa Agung Muhammad Prasetyomeminta publik untuk tidak terus
berprasangka buruk terhadap kejaksaan, apalagi setelah pihaknya
memindahkan jaksa Yudi Kristiana dari Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK).
Sumber
Kompas
Menurut Prasetyo, penarikan Yudi dari KPK tidak ada hubungannya
dengan kasus yang tengah ditangani.
"Janganlah kalian pikir negative thinking terus. Tidak ada kaitannya sama
sekali," kata Prasetyo kepada wartawan, Selasa (17/11/2015).
Pemindahan tugas Yudi Kristiana dari KPK ke Badan Pendidikan dan
Pelatihan Kejaksaan, dikatakan Jaksa Agung, merupakan bagian dari
promosi.
"Dipromosikan di Badan Diklat Kejagung sebab di sana dia bisa
mentransfer ilmunya kepada para jaksa dan calon jaksa," kata Jaksa
Agung.
2. Usulan Revisi
UU KPK dari
DPR
(YASONNA
LAOLY)
17 November 2015
Rapat Badan Legislasi (Baleg) hari ini bersama Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Yasonna H Laoly memutuskan draf revisi Undang-undang
Komisi Pemberantasan Korupsi, menjadi usulan Dewan Perwakilan
Rakyat. Sedangkan draf RUU pengampunan pajak (tax amnesty), menjadi
inisiatif pemerintah.
CNN
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengatakan, keputusan terkait
dua usulan pembahasan tersebut, sudah sejalan dengan peraturan
perundangan.
"Pemerintah setuju RUU Tax Amnesty menjadi inisiatif pemerintah, dan
tentang Undang-undang KPK menjadi prakarsa DPR," kata Yasonna,
dalam rapat Baleg di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (27/11).
27 November 2015
3. Pertemuan
Jaksa Agung
dan Komisioner
ICAC Hongkong
(H.M
PRASETYO)
Jaksa Agung H.M Prasetyo menyatakan jika Pemerintah menginginkan
pemberantasan korupsi di Indonesia agar maksimal sepatutnya meniru
apa yang dilakukan oleh Hong Kong.
Prasetyo menuturkan pertemuan bilateral antara Kejaksaan Agung
dengan delegasi Commissioner Independent Commission of Anti
Corruption (ICAC) Hong Kong hari ini, Kamis (17/3) di Gedung Kejaksaan
Agung sekitar pukul 10.00 WIB dilangsungkan sebagai bentuk keinginan
badan penegak hukum untuk memperbaiki sistem pemberantasan
korupsi di Indonesia.
"Pertemuan hari ini ya sebagai wadah untuk bertukar saran dan
CNN
pengalaman seputar pemberantasan korupsi di Hong Kong dan Indonesia
antara komisi independen Hongkong dengan Kejaksaan," tutur Prasetyo
seusai pertemuan bilateral tersebut dilaksanakan.
Prasetyo juga tidak menutupi kemungkinan jika ke depannya, Kejaksaan
Agung dan ICAC akan menjalin kekerja sama seputar peningkatan
pemberantasan korupsi di Indonesia
"Kesepakatan keduanya, ke depan kita ingin kerjasama dalam rangka
tukar informasi dan sebaginya. Termasuk pelatihan-pelatihan karena
nampaknya Indonesia perlu banyak belajar dari KPK Hong Kong," kata
Prasetyo.
4. OTT kasus suap
Jaksa di
Kejaksaan
Tinggi DKI
Jakarta (H.M
PRASETYO)
18 Maret 2016
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap
Tangan (OTT) terkait kasus suap yang diduga melibatkan jaksa di
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Dua jaksa dimintai keterangan oleh KPK dan
masih berstatus saksi.
Republika
Jaksa Agung, HM. Prasetyo pun tidak mempersoalkan KPK memeriksa
jaksa dalam kasus tersebut. Apabila memang jaksa terbukti terlibat dalam
kasus tersebut maka terdapat konsekuensi yang harus diterima.
"Ada proses hukum dan ada konsekuensinya dong," ujar Prasetyo, di
Kejaksaan Agung (Kejakgung), Jumat (1/4).
Ia pun menegaskan Kejaksaan Agung akan memeriksa jaksa yang diduga
terlibat. Meski begitu, untuk saat ini, Prasetyo menyerahkan sepenuhnya
kasus tersebut kepada KPK sebab, proses hukum keduanya berada di
KPK.
"Sejauh diminta dukungan ya kita akan lakukan," kata Prasetyo.
5. Penangkapan
buronan BLBI,
Samadikun
Hartono (H.M
PRASETYO)
1 April 2016
Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan bahwa dengan penangkapan
terhadap Samadikun Hartono, buronan kasus BLBI yang menghilang
selama 13 tahun, membuktikan koruptor tak akan pernah bisa berkutik.
Liputan 6
"Malam ini kita buktikan, tidak ada tempat yang aman bagi koruptor,"
ucap Prasetyo dalam jumpa pers di Bandara Halim Perdanakusuma,
Jakarta Timur, Kamis (21/4/2016) malam.
Karena itu dia mengucapkan terima kasih kepada Badan Intelijen Negara
(BIN) yang telah membawa pulang Samadikun Hartono, buronan kasus
BLBI yang telah melarikan diri selama 13 tahun.
Pak Ka-BIN dan jajarannya yang telah berupaya menemukan Samadikun
yang telah 13 tahun buron," ujar Prasetyo.
6. OTT Jaksa di
Jawa Barat
(H.M
21 April 2016
Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan peristiwa operasi tangkap tangan
(OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dua oknum Jaksa di
Jawa Barat merupakan pukulan berat bagi institusi Kejaksaan yang
JPNN
PRASETYO)
sedang memperbaiki citranya. OTT tersebut menurut Prasetyo, terkait
kasus dugaaan korupsi BPJS di Pemerintah Kabupaten Subang, Jawa
Barat.
"Bupati terlibat dalam kasus itu, tapi ada indikasi sebuah usaha agar
bupati tidak terlibat," kata Prasetyo, saat rapat dengar pendapat dengan
Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (21/4).
Dia jelaskan, kasus ditangani Polda Jawa Barat. Kejaksaan menurut
Prasetyo, menerima berkas dari Polda. "Yang jadi pertanyaan, karena
menurut sejumlah sumber soal adanya uang pengganti. Itu tercium KPK
maka dilakukan OTT," ujarnya.
Jaksa Agung menegaskan, menceritakan hal tersebut tidak bermaksud
apapun. "Tapi dari kedua Jaksa ini satu namanya Deviyanti, pernah tugas
di Pontianak dan Baturaja. Suaminya supir, dan dia sendiri menambah
penghasilannya sebagai tukang kue. Saat dia ditangkap lagi mau jualan
kue. Kasihan," ujar Prasetyo, dengan wajah sedih.
7. Penangkapan
buronan
Century,
Hartawan
Aluwi (H.M
PRASETYO)
21 April 2016
Tim pemburu koruptor kembali berhasil menangkap buronan koruptor
perkara Bank Century, Hartawan Aluwi di Singapura.
Antara
"Hartawan Aluwi ditangkap oleh BIN," kata Jaksa Agung HM Prasetyo
seusai pemulangan buronan koruptor BLBI Samadikun Hartono di
Bandara Halim Perdana Kusumah, Jakarta Timur, Kamis malam.
Hartawan Aluwi, tersangka yang terseret dalam kasus Bank Century
dengan Kerugian Negara Rp.3,11 triliun.
8. Putusan MK
terkait jaksa
tidak berhak
mengajukan
peninjauan
kembali (H.M
PRASETYO)
21 April 2016
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan jaksa tidak berhak mengajukan
peninjauan kembali (PK). Putusan itu diketok atas permohonan istri
koruptor Djoko S Tjandra, Anna Boentaran. Djoko hingga kini masih
buron.
"MK yang membuat putusan bahwa jaksa tidak bisa mengajukan PK
adalah langkah mundur dalam penegakkan hukum. Keputusan yang
sungguh memprihatinkan dari sisi mencari keseimbangan dalam upaya
mewujudkan kebenaran dan keadilan," kata Jaksa Agung HM Prasetyo
dalam pesan pendek yang diterima detikcom, Senin (16/5/2016).
"Nampaknya MK saat ini lebih dikuasai pemikiran memberikan
perlindungan berlebihan kepada pelaku tindak pidana dan kejahatan
termasuk korupsi. Sementara melupakan adanya sisi lain pencari keadilan
yaitu korban kejahatan. Dalam melaksanakan tugas penegakkan hukum,
jaksa mewakili kepentingan korban, kepentingan masyarakat dan
kepentingan negara," sambung Prasetyo.
Menurut Prasetyo, dalam tindak pidana korupsi yang dirugikan bukan
hanya keuangan negara tetapi di dalamnya juga rakyat karena tindak
Detik
pidana korupsi sebenarnyalah telah merampas hak kehidupan ekonomi
dan sosial dari rakyat.
9. Kasus suap
yang
melibatkan
Kepala
Kejaksaan
Tinggi DKI
Jakarta,
Sudung
Sitomorang
dan Asisten
Pidana Khusus,
Tomo Sitepu
(H.M
PRASETYO)
10.Dugaan
keterlibatan
Farizal dalam
kasus suap
impor gula
Sumatera Barat
(H.M
PRASETYO)
16 Mei 2016
Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah melindungi Kepala Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus
(Aspidsus) Tomo Sitepu dalam kasus dugaan suap PT Brantas Abipraya.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengyatakan tidak akan melindungi pihak
yang salah.
KBR
"Melindungi apa? Tidak ada istilah melindungi. Kamu lihat bagaimana
kasus yang di Jawa Barat itu. Saya perintahkan dari Jawa Tengah
dijemput, serahkan kemari (KPK-red). Tidak ada istilah melindungi, yang
salah ya salah ya, yang benar ya benar. Kita tidak akan melindungi yang
salah. Tapi akan membela yang benar," kata HM Prasetyo usai buka
bersama di Gedung KPK Jakarta, Kamis (23/06/2016).
Prasetyo melanjutkan, "Kasus suap itu ada yang aktif dan pasif.
Adakalanya katakanlah, orang mau menyuap saya. Saya nggak tahu mau
diapakan? Kan gitu persoalannya," imbuhnya.
23 Juni 2016
Kejaksaan Agung (Kejagung) berjanji tidak menghambat Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Jaksa Penuntut Umum (JPU)
pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat (Sumbar), Farizal.
Sindo
Pemeriksaan terkait dugaan keterlibatan Farizal dalam kasus suap impor
gula yang menjerat Ketua DPD Irman Gusman. KPK dalam kasus tersebut
menetapkan Irman Gusman sebagai tersangka.
"Instrumen pengawasan kita masih melakukan pemeriksaan-pemeriksaan
terhadap yang berkaitan," ujar Jaksa Agung HM Prasetyo di Kompleks
Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/9/2016).
Dia mengatakan, pihaknya sejak kemarin sudah memanggil Farizal.
Namun yang bersangkutan tidak hadir. Dia berharap hari ini Farizal
memenuhi panggilan Kejagung.
Dia berjanji hasil penyelidikan dan keterangan yang diperoleh dari Farizal
akan dikoordinasikan ke KPK. "Kami tidak menghalangi proses hukum di
KPK. Kalau salah ya salah, benar ya dibela. Itu prinsip," tegasnya.
11. Agenda
reformasi
tubuh Polri
(TITO
KARNAVIAN)
20 September 2016
Calon tunggal Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Tito Karnavian,
akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi Hukum Dewan
Perwakilan Rakyat pada hari ini, Kamis 23 Juni 2016. Tito, yang saat ini
menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, berjanji
memberantas korupsi di tubuh Korps Tri Brata--sebutan bagi Polri--jika
menjadi Kapolri.
"Saya harus memperbaiki citra Polri yang dikenal kotor," kata Tito di
rumah dinasnya di Kompleks Polri Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu 22 Juni
2016. Pada Rabu siang hingga sore, Tito didampingi istrinya, Tri Suswati,
Tempo
menjadi sahibulbait sejumlah anggota Komisi Hukum DPR yang ingin
mencatat rekam jejak keluarganya.
Tito mengatakan telah menyiapkan 11 program untuk dipaparkan dalam
ujian itu. Satu yang terpenting adalah reformasi internal Polri. Program ini
akan dimulai dari pembenahan sistem rekrutmen yang lebih transparan
serta sistem jenjang karier menggunakan rekam jejak dan penilaian
kinerja. (Baca: Cerita Istri Tito, Derita Kapolri dan Tak Lagi Pakai Jins
Sobek)
Untuk mencegah korupsi, dia berencana membuat peraturan Kapolri
(perkap) tentang pembelian barang mewah oleh anggota Polri. Seluruh
prosesnya, kata dia, harus dicantumkan dalam Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN). "Belinya di mana, sumber uangnya dari
mana, dan nilainya berapa. Itu harus detail," kata Tito. Sanksi juga akan ia
siapkan bagi anggota yang telat membuat LHKPN.
12.Penindakan
kasus korupsi
(TITO
KARNAVIAN)
23 Juni 2016
Calon Kapolri Komjen Tito Karnavian bertekad memberantas korupsi dan
narkoba. Tito memiliki resep agar anggotanya tidak malas bergerak.
Metro TV
"Mendorong penindakan-penindakan jaringan, salah satu triknya sama
dengan kasus korupsi. Kita buat target. Setiap wilayah ada target," kata
Tito dalam uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Kapolri di Komisi III
DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/6/2016).
Tentu target itu memiliki kriteria masing-masing. Sehingga pengungkapan
kasus tidak menumpuk di satuan tingkat tertentu. "Berapa yang ditangani
Mabes Polri, Polda dan Polres. Yang memenuhi target kita kasih reward.
Yang enggak, ya minggir," ujarnya.
Menurut Tito, peluang terciptanya kompetisi antarunit atau satuan perlu
dimanfaatkan. Dengan adanya kompetisi
ditambah reward dan punishment, semangat anggota atau satuan dapat
meningkat.
"Sistem target ini, maka mau enggak mau akan terjadi kompetisi. Target
akan terpenuhi. Kalau tidak ada target, akan terjadi bussiness as ussual,"
katanya.
13.Sanksi bagi
polisi yang
tidak
melaporkan
LHKPN (TITO
KARNAVIAN)
24 Juni 2016
Untuk mengatasi budaya prokoruptif dan perilaku humanis maka
disarankan untuk meningkatkan penghasilan disamping itu Laporan Harta
Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) nantinya digunakan untuk memantau
kondisi keuangan polisi tersebut sehingga terjadi korupsi.
"Contohnya tunjangan kinerja yang baru 57 persen, takehome pay
anggota kecil mereka relatif rendah. Anggota polisi terendah hampir
sama dengan upah minimum regional otomatis kita tanggung jawabnya
besar. Kita harus berusaha perbaiki," kata Tito Karnavian.
Nantinya jika tidak ada yang melaporkan LHKPN maka akan dikenakan
Sindo
sanksi internal secara bertahap supaya tidak terjadi goncangan internal
karena berpotensi secara bersambungan.
"Tapi dukungan eksternal juga terutama perbaikan kesejahteraan mohon
dukungan eksternal," kata Tito.
14.Korupsi
sebagai
masalah
penghambat di
tubuh Polri
(TITO
KARNAVIAN)
1 Juli 2016
Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengatakan, saat
ini dirinya memiliki tanggung jawab besar dalam menyelesaikan tiga
masalah besar yang terdapat dalam tubuhPolri.
Kompas
Tito menuturkan, ada serangkaian persoalan yang membuat tingkat
kepercayaan masyarakat kepada polisi semakin menurun.
"Memang masih ada problema di tubuh Polri yaitu perilaku korup,
kekerasan eksesif, dan sikap arogan yang menjadi perhatian saya sebagai
Kapolri," ujar Tito saat menghadiri acara silaturahim Idul Fitri 1437 H
Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jakarta, Senin (18/7/2016).
"Itu tugas saya agar publik kembali percaya," kata dia.
15.Kunjungan Tito
Karnavian ke
KPK (TITO
KARNAVIAN)
18 Juli 2016
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menyambangi Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia ingin bersilaturahmi dengan Pimpinan
KPK.
Liputan 6
Tito hadir di KPK bersama Wakil Kabareskrim, Irjen Arief Sulistyanto, dan
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar.
"Saya ini kan baru menjabat satu bulan. Dari teman-teman KPK tadinya
mau ke mabes para komisioner. Saya bilang kalau ke mabes sudah sering.
Justru saya yang pengen ke sini," ujar Tito di Gedung KPK, Jakarta, Jumat
(19/8/2016).
Menurut dia, kunjungannya ini juga bertujuan untuk mempererat
hubungan kedua lembaga tersebut.
"Jadi sekarang ini dalam rangka untuk pererat lah hubungan sekaligus
kerja sama. Kan kita sudah buat draf MoU. Itu menjadi bahan bahan juga
untuk yang kita diskusikan nanti," tegas Tito.
Bukan hanya itu, dia juga akan berbicara dengan para penyidik KPK yang
berasal dari Polri.
"Saya juga nanti diberikan kesempatan untuk berbicara kepada penyidik
penyidik dari Polri. Karena mereka adalah anak saya juga," tandas Tito.
Dia pun menegaskan, hal ini sebagai tanda Polri selalu mendukung kinerja
KPK. "Prinsipnya kita saling dukung antara Polri dan KPK. Kami siap
mendukung langkah langkah KPK," tutup Tito.
19 Agustus 2016
16.100 hari
menjabat Tito
BBC
Kini, setelah 100 hari menjabat, bagaimana perkembangannya? Wartawan
Karnavian
(TITO
KARNAVIAN)
BBC Indonesia, Mehulika Sitepu, mewawancarai Tito Karnavian di Mabes
Polri, Jakarta, hari Selasa (11/10) dan berikut petikannya.
Apa perkembangan selama menjabat Kapolri?
Saya mendapat informasi dari beberapa survei, kepercayaan publik
kepada Polri cenderung sudah meningkat -memang tidak pada papan
atas, di papan menengah, tapi tidak di bawah seperti dulu.
Salah satu pendorongnya, menurut beberapa survei, karena figur,
harapan yang tinggi kepada Kapolri. Kedua karena ada perbaikan kinerja,
seperti pengungkapan kasus-kasus: terorisme, penyanderaan dan lain
lain. Tapi ada yang belum berhasil sepenuhnya. Terutama perubahan
kultur.
Kultur artinya sikap arogansi, budaya yang masih korupsi, penggunaan
kekerasan eksesif, ini masih ada. Karena paket-paket kebijakan yang saya
buat masih sampai ke tingkat middle manager, belum sampai ke
tingkat foot soldiers, rank and file, para pelaksana di lapangan, para
bintara.
Sehingga mereka belum menyadari bagaimana pentingnya public trust.
12 Oktober 2016
17.OTT pungli di
Kementerian
Perhubungan
(TITO
KARNAVIAN)
Tim gabungan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di loket
pelayanan Direktorat Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan
(Kemenhub). Padahal, pengurusan surat dan pelayanan di Direktorat
Perhubungan Laut telah berlaku secara daring sehingga tak ada
pembayaran apapun di loket.
Metro TV
Ada dua buah loket di lantai enam yang disegel oleh Polisi. Di atas kaca
loket tertulis kode SID, CBA, dan Safe Manning. Pada kaca pun tertempel
stiker yang betuliskan tidak menerima tip kepada pegawai.
"Jadi tidak ada pembayaran apapun lagi, tapi yang terjadi adalah untuk
mempercepat atau supaya tidak dipersulit mereka, maka disiapkan
sejumlah uang," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian usai mendampingi
Presiden Jokowi di Gedung Karya, Kementerian Perhubungan, Jalan
Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (11/10/2016).
18.Revisi UU KPK
(YASONNA
LAOLY)
12 Oktober 2016
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly
mengatakan ada empat isu penting dalam revisi UU KPK yang diusulkan
oleh Fraksi PDI Perjuangan, NasDem, Golkar, PPP, Hanura, dan PKB.
"Ada empat isu penting dalam revisi UU KPK yakni penyidikan,
penyadapan, dewan pengawas dan Surat Perintah Penghentian
Penyidikan (SP-3)," kata Yasonna Laoly, sebelum rapat dengan Komisi III
DPR, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (3/2).
Empat isu tersebut lanjutnya, ada beberapa hal yang baik. "Dewan
pengawas tetap perlu, SP3 juga demi hukum. Sebab, di antara tersangka
ada yang stroke dan atau meninggal dunia tapi statusnya tetap
JPNN
tersangka," ujar Yasonna.
19.Revisi UU KPK
(YASONNA
LAOLY)
3 Februari 2016
Presiden Joko Widodo dan DPR sepakat menunda
pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menteri Hukum dan HAM
Yasonna H Laoly mengatakan, penundaan tersebut merupakan salah satu
bentuk dari proses sosialisasi.
Liputan 6
"RUU KPK itu kan ditunda pembahasannya. Supaya disosialisasikan dulu.
Karena ada salah persepsi di masyarakat. Seolah-olah KPK ini akan kita
kubur hidup-hidup. Ini kan tidak begitu," ujar Yasonna di Jakarta, Rabu
(24/2/2016).
Dia mengungkapkan, sebenarnya hingga hari ini, pemerintah belum
mendapatkan draf dari DPR terkait apa saja yang dijadikan pembahasan.
"Memang kami belum menerima konsep dari DPR, tapi Presiden
mengatakan, sudahlah lakukan sosialisasi dulu ke masyarakat," ungkap
politikus PDIP itu. Yasonna mengatakan tidak tahu sampai kapan revisi
UU KPK akan ditunda.
24 Februari 2016
20.Kemenkumham Pimpinan KPK Laode M Syarif menyebut pihaknya tak dilibatkan dalam
tidak
revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan
melibatkan KPK Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Namun Menkum HAM Yasonna Laoly
dalam
menegaskan semua pihak dilibatkan, termasuk KPK.
pembahasan
revisi PP No
"Itu rapat inter-kementerian, ada KPK, jaksa, polisi ada semua draf setuju
99/2012
ada perbaikan prosedur tetap ada perbedaan antara napi biasa dengan
(YASONNA
napi teroris, ada prosedur jadi bentuknya TPP, tim penilai pengamat
LAOLY)
pemasyarakatan jadi di situ ada KPK, polisi, jaksa," kata Yasonna di Istana
Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (11/8/2016).
Detik
Rencana revisi PP itu memunculkan kontroversi karena dianggap akan
memudahkan napi koruptor untuk bebas. Tetapi Yasonna membantah hal
tersebut karena korupsi tergolong kejahatan luar biasa.
"Ini kita harus koreksi, jangan kita biasakan buat sesuatu yang tak benar.
Tetap koruptor itu memang, teroris, bandar narkoba punya perbedaan
dalam hal remisi dan pembebasan bersyarat itu prinsip. Hanya yang
datang ke publik enggak tahu masalahnya sudah heboh," sebut Yasonna.
"Wewenang saya adalah membuat pembinaan, membuat integrasi sosial,
membuat rehabilitasi. Orang baik sembayang lima waktu semua baik,
bahkan bisa untuk deradikalisasi masa enggak dikasih (remisi)? Yang
benar saja. Sama dengan koruptor," pungkas Yasonna.
21.Remisi
koruptor
(YASONNA
11 Agustus 2016
Menkum HAM Yasonna Laoly ingin napi koruptor juga mendapat remisi.
Politisi PDIP yang akrab disapa Laoly ini ingin ada keadilan bagi semua
napi termasuk napi kasus korupsi.
Detik
LAOLY)
"Banyak juga dari mereka yang merasa terzolimi. Makanya sekarang
sistem yang kita bangun. Konsepnya belum di setujui saja sudah langsung
ribut," jelas Laoly di Badiklat Cinere, Depok, Jumat (12/8/2016).
Menurut dia, napi teroris saja yang masuk kategori extraordinary crime
mendapatkan remisi dari Densus 88 bila berkelakuan baik. Kemenkum
juga akan meminta pendapat jaksa bila napi itu dari kejaksaan dan KPK
bila dari KPK. Dan bila dari KPK tidak memberikan persetujuan remisi tidak
menjadi soal.
"Sekarang saja teroris dapet remisi kok dari Densus setelah dinilai
berkelakuan baik, dan membantu mengungkap jaringan yang beredar.
Dan sekarang ada diskriminasi. Sama-sama koruptor, ada yang diproses
melalui kejaksaan dan bisa, tetapi jika di KPK tidak bisa," jelas dia.
Soal remisi bagi napi koruptor menurutnya sudah dibahas bersama ahli
dan kalangan kampus, serta institusi penegak hukum lainnya.
"Yang membahas ini ada KPK, polisi, jaksa, ahli. Semua konsep ini sudah di
FGD-kan di seluruh RI melibatkan para pakar, kampus-kampus. Jadi nggak
usah berdebat 'Pokok'e', itu nggak bener. Tidak ada UU yang sempurna,
hanya kitab suci yang sempurna. Jadi jangan katakan kepada saya PP ini
sempurna, dan PP ini bukan dibuat dengan emosi, bukan dengan ahli
kriminologi, tetapi dengan ahli hukum tata negara," tutupnya.
22.Remisi Hari
Kemerdekaan
ke 71
(YASONNA
LAOLY)
12 Agustus 2016
Di Hari Kemerdekaan ke-71 Republik Indonesia, pemerintah memberikan
remisi terhadap 82.015 narapidana di seluruh Indonesia. Jumlah ini terbagi
dalam dua remisi yakni remisi umum I sebanyak 78.487 narapidana dan
remisi umum II sebanyak 3.528. Hal itu dikatakan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia, Yasonna Laoly usai memimpin upacara di kantor
Kemenkumham, Rabu, 17 Agustus 2016.
"Yang dapat remisi umum II ini langsung bebas," kata Yasonna.
Jumlah 82.015 narapidana yang mendapat remisi ini berasal dari 131.954
narapidana yang selama ini mendekam di berbagai lembaga
pemasyarakatan di Indonesia. Selain itu, masih ada lagi 67.426 tahanan
yang tinggal di berbagai rumah tahanan di Indonesia.
"Tapi kalau yang dapat remisi ini hanya narapidana. Tahanan itu kan
belum selesai proses hukumnya," ucapnya.
Seperti pemberian remisi di momen-momen lainnya, remisi kemerdekaan
ke-71 RI pun didominasi oleh narapidana tindak pidana umum yang
jumlahnya mencapai 68.633 narapidana. Sementara narapidana narkoba
berada di urutan kedua terbanyak dengan jumlah 12.761 narapidana yang
mendapat remisi.
"Selain itu ada juga kasus terorisme sebanyak 27 narapidana dan kasus
korupsi sebanyak 128 narapidana. Mereka mendapat remisi karena telah
memenuhi syarat seperti berkelakuan baik, ada perubahan prilaku, dan
mengikuti program pembinaan. Itu sudah dikaji, enggak bisa seenaknya
main tarik," ucapnya seraya menuturkan, mantan bendahara Partai
Pikiran
Rakyat
Demokrat yang tersandung sejumlah kasus korupsi, Muhammad
Nazaruddin pun turut mendapat remisi.
"Saya enggak tahu detilnya (berapa remisinya), tapi dia dapat. Kan sudah
memenuhi PP 99, tapi dia kan masih ada proses hukum yang lain. Oleh
KPK dia kan dikasih justice collaborator, istrinya juga. Ya sudah," ucapnya.
17 Agustus 2016
23.Revisi PP
99/2012
(YASONNA
LAOLY)
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan
Tempo
rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat
dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan bukan
untuk meringankan hukuman narapidana kasus korupsi. Menurut dia,
revisi dilakukan untuk perbaikan sistem peradilan.
"Orang-orang mikirnya seolah-olah kami mau meringankan koruptor. Cara
berpikirnya saya tak suka, seolah-olah mau bagi-bagi remisi," ucap
Yasonna di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan,
Jakarta, Senin, 22 Agustus 2016.
Kementerian Hukum berencana merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012. Dalam
revisi itu, ada hal yang memudahkan koruptor mendapat remisi.
Kementerian beralasan, penjara sudah penuh, sehingga para kriminal itu
harus segera keluar.
Pemberian remisi untuk koruptor, ujar Yasonna, akan melibatkan KPK.
Sedangkan remisi untuk narapidana kasus terorisme akan melibatkan
rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Sedangkan
remisi untuk napi kasus narkoba akan melibatkan Badan Narkotika
Nasional. "Kami bahas orang ini layak tidak dapat remisi. Jadi tidak
sembunyi-sembunyi," tuturnya.
Sedangkan terkait dengan rencana penghapusan aturan terkait
dengan justice collaborator (JC) dari PP Nomor 99 Tahun 2012, Yasonna
mengatakan hal tersebut sudah sesuai dengan sistem peradilan. Rencana
ini sebelumnya dikritik banyak pihak, salah satunya Komisi
Pemberantasan Korupsi. "Jangan ubah sistem peradilan kita. Yang buat
PP 99 ini tidak mengerti soal peradilan. Tulis itu besar-besar," ucapnya.
24.Biaya sosial
22 Agustus 2016
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly
Berita Satu
untuk koruptor
(YASONNA
LAOLY)
mengapresiasi usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
membebankan biaya sosial terhadap terpidana kasus korupsi. Tetapi,
menurutnya wacana tersebut akan terganjal pada tataran aturan karena
belum ada peraturan yang mengatur hal itu.
Meskipun, Yasonna mengatakan bahwa usulan pembebanan biaya sosial
tersebut bisa dijadikan alternatif hukuman untuk membuat jera para
pelaku korupsi. Dengan catatan, dimatangkan dahulu terutama terkait
dasar hukumnya.
"Yang penting kan harus ada dasar hukumnya. Kalau memang ada
maksud begitu harus disiapkan payung hukumnya, Maksud dari
pembebanan biaya sosial itu dalam bentuk apa? Apakah biaya sosialnya
bekerja? Atau apa? Kalau dia (KPK) mau jadi dibuat begitu, dasar
hukumnya apa? Kan harus dbuat," kata Yasonna di Kompleks Istana
Kepresidenan, Jakarta, Jumat (16/9).
Hanya saja, Yasonna mengatakan akan lebih baik jika penegak hukum
fokus mengejar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang juga kerap
dilakukan oleh pelaku tindak pidana korupsi. Apalagi, sudah ada dasar
hukum bagi aparat penegak hukum untuk menindak para pelaku TPPU.
"Yang penting kan sebenarnya bukan pembebanan biaya sosial tetapi
TPPU-nya dikejar karena koruptor kan mencari uang. Kalau uangnya
ditarik semua, mau jadi apa dia. TPPU nya saja makanya harus betul-betul
dan dikasih denda yang tinggi," ujar Yasonna.
25.Remisi tindak
pidana korupsi
ditunda
(YASONNA
LAOLY)
26.Deponering
Abraham
Samad dan
Bambang
Widjojanto
(H.M
PRASETYO)
16 September 2016
Kementerian Hukum dan HAM akhirnya mengalah terkait revisi Peraturan
Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly
mengatakan remisi untuk terpidana korupsi tetap pada ketentuan yang
lama yakni harus menjadi saksi pelaku yang bekerja sama (justice
collaborator).
"Kita cari jalan tengah. Bahwa remisi itu tetap penting, hanya sementara
ini untuk tindak pidana korupsi itu ditunda," kata Yasonna di kantornya,
Jakarta, Kamis (29/9/2016).
29 September 2016
Jaksa Agung HM Prasetyo memutuskan untuk
mengesampingkan(deponering) dua perkara yang melibatkan mantan
ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni
Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Dalam keterangan pers di
Gedung Kejaksaan Agung Jakarta Kamis (3/3), Jaksa Agung HM Prasetyo
menjelaskan, keputusan ini adalah hak prerogatif dirinya selaku Jaksa
Agung.
"Saya sebagai Jaksa Agung menggunakan hak prerogatif yang diberikan
oleh pasal 35 huruf C Undang-Undang No 16 tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia, untuk mengambil keputusan. Dan
keputusan yang diambil Jaksa Agung adalah mengesampingkan
(deponeering) perkara atas nama saudara Abraham Samad dan saudara
Bambang Wijoyanto. Pengesampingan perkara dimaksud adalah demi
Tribun
Voa
Indonesia
kepentingan umum," ujar Prasetyo.
3 Maret 2016
Download