CATATAN EVALUASI KINERJA DUA TAHUN PEMERINTAHAN JOKO WIDODO & JUSUF KALLA DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI INDONESIA CORRUPTION WATCH 20 Oktober 2016 Indonesia Corruption Watch Catatan Dua Tahun Kinerja Pemerintahan Jokowi-JK Bidang Pemberantasan Korupsi BELUM MEMUASKAN DAN MASIH JAUH DARI HARAPAN A. PENGANTAR Tanggal 20 Oktober 2016, usia pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) genap berusia 2 tahun. Sudah banyak hal telah dilakukan oleh pemerintahan Jokowi bersama dengan Kabinet Kerjanya. Menuju tahun kedua secara perlahan Jokowi sudah mulai mandiri sebagai seorang Presiden bukan lagi sebagai Petugas Partai. Meskipun tidak jarang beberapa kebijakan yang diambil menimbulkan kontroversial. Pada tahun pertama pemerintah Jokowi (2014-2015) muncul sejumlah catatan terhadap pemerintah Jokowi. Pemerintahan Jokowi dinilai masih tersandera kepentingan partai politik, utamanya partai pendukung. Hal tersebut terlihat jelas dalam pengisian posisi menteri dan pimpinan lembaga negara setingkat menteri dan juga pimpinan penegak hukum. Kinerja menteri dan Jaksa Agung rasa Parpol juga dinilai tidak memuaskan dan banyak menimbulkan kontroversi sehingga berdampak pada turunnya citra Jokowi-JK dimata publik. Kinerja pemberantasan korupsi pemerintahan Jokowi-JK justru tenggelam dibalik sejumlah kegaduhan dibidang hukum khususnya soal kriminalisasi dan pelemahan terhadap KPK. Belum muncul regulasi yang kuat untuk mendukung pemberantasan korupsi seperti : RUU Perampasan Aset, RUU Kerjasama Timbal Balik (MLA) dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai”. RUU Tipikor yang sedianya mendorong optimalisasi pemberantasan korupsi bahkan tidak tersentuh sama sekali. Inpres Antikorupsi 2015 terlambat dikeluarkan oleh Jokowi dan diragukan implementasinya. Gagasan tentang peraturan antikriminalisasi pejabat justru dinilai negatif dan kontraproduktif dengan agenda pemberantasan korupsi. Presiden Jokowi dinilai belum dapat menyelamatkan KPK secara tuntas dari upaya pelemahan terhadap komisi antikorupsi ini. Eksistensi KPK masih dalam ancaman setidaknya ditahun pertama pemerintahan Jokowi. Pemerintahan Jokowi-JK juga belum sepenuhnya mengimplementasikan wacana ataupun agenda pemberantasan korupsi sebagaimana yang dituangkan dalam Program Nawacita. Setahun pertama berjalan terlihat agenda pemberantasan korupsi tidak menjadi prioritas utama pemerintahan Jokowi-JK. Jokowi masih berfokus pada kebijakan dibidang ekonomi dan dalam melakukan konsolidasi partai politik untuk mendukung pemerintahan Jokowi. Belum muncul sosok Jokowi-JK sebagai figur pemimpin antikorupsi. Indonesia juga belum keluar dari zona Negara terkorup didunia karena pada tahun 2015 dengan skor CPI 36, Indonesia masih berada di posisi 88 dari 168 jumlah negara. Lalu bagaimana dengan kinerja pemerintahan Jokowi-JK khususnya pada bidang pemberantasan korupsi? Apakah kinerja pemberantasan korupsi Jokowi JK lebih baik dari tahun sebelumnya dan sesuai dengan program Nawa Cita maupun harapan rakyat? B. CATATAN DUA TAHUN KINERJA PEMBERANTASAN KORUPSI Indonesia Corruption Watch memberikan catatan terhadap dua tahun kinerja pemerintahan Jokowi-JK di bidang Pemberantasan korupsi pada enam aspek yaitu (1) Kinerja Penindakan Perkara Korupsi; (2) Agenda Reformasi di Kejaksaan dan Kepolisian; (3) Kebijakan terkait dengan pemberantasan korupsi; (4) dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi; (5) Pernyataan pemberantasan korupsi Jokowi-JK; dan (6) pelaksanaan program Nawacita bidang pemberantasan korupsi. Catatan ICW ini diharapkan dapat menjadi masukan dan evaluasi bagi pemerintahan Jokowi JK untuk mendukung optimalisasi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. 1. KINERJA PENUNDAKAN PERKARA KORUPSI Kinerja Presiden Jokowi dalam upaya penindakan perkara korupsi setidaknya dapat dilihat dari upaya yang dilakukan Kepolisian dan Kejaksaan. Sebagai panglima terdepan dalam pemberantasan korupsi, Presiden Jokowi memegang tanggung jawab yang besar dalam mengoptimalkan peran Kepolisian dan Kejaksaan dalam mengusut dan menuntaskan perkara korupsi selama masa pemerintahannya. Berbeda hal nya dengan KPK yang Independen, Presiden Jokowi memiliki sumber daya yang sangat besar dalam membongkar perkara korupsi terutama di daerah. Dalam Laporan Tren Penindakan Perkara Korupsi Semester 1 tahun 2016– ICW mencatat setidaknya ada 210 perkara korupsi yang tengah disidik oleh penegak hukum (KPK-Kepolisian-Kejaksaan) dimana kerugian negara mencapai Rp 890,5 miliar dan suap Rp 28 miliar, SGD 1,6 juta, USD 72 ribu, dengan jumlah tersangka sebanyak 500 orang. Jumlah ini terbilang menurun jika dibandingkan dengan kinerja penindakan tahun lalu. Ada penurunan jumlah perkara yang berhasil ditangani aparat penegak hukum. Tren penurunan ini disebabkan oleh adanya konflik antara KPK dan Kepolisan. Kinerja KPK dalam penindakan sangat terpengaruh karena dua pimpinannya yang dikriminalisasi oleh Kepolisian. Selain itu penurunan juga diakibatkan oleh adanya Inpres No. 1 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional atau yang lebih dikenal sebagai Inpres antikriminalisasi. Selain itu, pemotongan anggaran juga memberikan kontribusi terhadap upaya penanganan perkara tindak pidana korupsi. Dalam konteks penyelesaian penanganan perkara kinerja Kepolisian dan Kejaksaan jauh dari memuaskan. dari 911 kasus yang disidik pada semester II (Juli- Desember) 2015 hanya 151 kasus atau 17% yang telah masuk ke tahap penuntutan. Sisanya sebanyak 755 perkara atau 82% masih berada dalam proses penyidikan atau dengan kata lain tidak ada perkembangan dari perkara tersebut. Meski secara kuantitas penanganan perkara kuantitas jumlah kasus korupsi dan kerugian negara yang ditangani oleh Kejaksaan dan Kepolisian sudah cukup banyak. Namun secara umum, penindakan tindak pidana korupsi tidak menunjukkan kinerja yang signifikan. Penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi masih didominasi kategori petty corruption atau korupsi skala kecil. Tidak banyak kasus besar yang berhasil dibongkar oleh Kepolisian dan Kejaksaan. Langkah Kejaksaan membentuk Satgasus di Kejaksaan sejak Januari 2015 lalu untuk menangani kasus korupsi kelas kakap juga belum membuahkan hasil yang maksimal. Bahkan kinerja Satgasus Kejaksaan dikritik karena hanya menangani kasus-kasus korupsi se level atau yang biasa ditangani oleh Kejaksaan Tinggi. Kasus-kasus korupsi kakap yang mengendap atau dihentikan oleh Kejaksaan juga belum jelas perkembangannya. Upaya pemiskinan terhadap koruptor (menjerat dengan UU Tipikor dan UU Pencucian Uang) masih sangat minim, tuntutan jaksa terhadap pelaku korupsi secara rata-rata juga masih tergolong rendah, kejaksaan belum terlihat “galak” dimata koruptor dan juga publik, serta aroma intervensi politik masih muncul dalam sejumlah penanganan perkara. Proses penyelidikan kasus korupsi “Papa Minta Saham” yang melibatkan Setya Novanto, mantan Ketua DPR bahkan akan dihentikan di Kejaksaan. Kasus rekening gendut yang melibatkan lebih dari 10 kepala daerah diberitakan dihentikan secara diam-diam. Perkembangan pengembalian Asset korupsi tidak jelas hingga saat ini. Kejaksaan juga belum menyelesaikan piutang uang pengganti hasil korupsi senilai lebih dari Rp 13 triliun dan eksekusi perkara perdata yang melibatkan Yayasan Supersemar milik keluarga Soeharto. Persoalan lain yang menjadi catatan adalah tidak terbukanya informasi penanganan kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum. Di sisi lain, data jumlah kasus korupsi yang dilaporkan hanya berupa statistik akumulatif per tahun dan tidak tersedia detail kasus korupsi. Hal ini yang menyulitkan masyarakat untuk mengakses informasi tentang kasus korupsi yang terjadi, khususnya di daerah. Kondisi ini pada akhirnya mengaburkan fungsi pengawasan yang dilakukan publik. Sehingga sulit untuk ditelusuri apakah Kepolisian dan Kejaksaan melaksanakan mandat program NawaCita agar memprioritaskan penanganan perkara korupsi di sektor penegakan hukum, politik, pajak, bea cukai dan industri sumber daya alam. 2. AGENDA REFORMASI DI KEJAKSAAN DAN KEPOLISIAN Hasil Jajak Pendapat Harian Kompas menyambut Hari Adhyaksa yang dimuat Senin, 18 Juli 2016 setidaknya memberikan gambaran atas peniliaian publik terhadap kinerja Kejaksaan selama tidak kurang 7 tahun terakhir ini (November 2009-Juli 2016). Secara garis besar public menilai kinerja Kejaksaan selama ini belum memuaskan, citra kejaksaan belum cukup positif, institusi Kejaksaan belum mandiri dari pihak luar (politik dan uang) dan kompetensi jaksanya dalam penegakan hukum belum sepenuhnya baik. Lebih dari setahun yang lalu- pada acara Hari Adhyaksa ke – 55 Presiden Joko Widodo menitipkan pesan kepada kejaksaan untuk meningkatkan kinerja dalam bidang penegakan hukum. Untuk dapat mewujudkan itu, perlu dilakukan percepatan reformasi kelembagaan dari hulu sampai hilir. Sebab, penegakan hukum yang baik berada di tangan lembaga dan para penegak hukum yang baik pula. Dari dua paragraph diatas setidaknya menunjukkan mulai dari masyrakat hingga Presiden punya harapan adanya perbaikan kinerja dan citra kejaksaan menjadi lebih positif. Wajar saja kita punya harapan besar terhadap Kejaksaan mengingat lembaga ini merupakan salah satu ujung tombak pemerintah bagi upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Kinerja kejaksaan yang baik tentu akan memberikan kontribusi bagi peningkatan citra tidak saja kejaksaan namun juga pemerintahan Jokowi. Begitu juga sebaliknya ketika kinerja Kejaksaan mulai menurun – atau bahkan tersandung karena masalah mafia hukum – maka citra kejaksaan termasuk juga pemerintahan juga akan menurun dimata publik. Ketika Presiden Jokowi menunjuk dan melantik HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung pada 20 Novmber 2014 lalu, banyak pihak yang pesimis mengenai kinerja dan reformasi Kejaksaan dimasa mendatang. Latar belakang HM Prasetyo sebagai politisi menimbulkan kekhawatiran atau keraguan antara lain: 1) independensi institusi Kejaksaan. Kejaksaan rawan adanya intervensi politik atau tersandera kepentingan politik; 2) Loyalitas ganda. Selain loyal kepada Presiden, Jaksa Agung yang berasal dari Parpol diduga juga akan loyal kepada Pimpinan Partai dimana dia pernah bergabung. Keraguan banyak kalangan ini sebenarnya harus dijawab HM Prasetyo dengan kerja-kerja-kerja dan mempercepat agenda reformasi di kejaksaan serta tetap mengedepankan independensi institusi Kejaksaan. Namun dalam dua tahun terakhir reformasi di kejaksaan timbul tenggelam. Kejaksaan tidak pernah secara terbuka menyampaikan capaian hasil reformasi yang sudah dilakukan. Hingga saat ini masih saja muncul keluhan atau ketidakpuasan soal pembinaan di Kejaksaan. Mulai dari rekuitmen, pendidikan untuk jaksa, mutasi, promosi dan penunjukkan pejabat structural di Kejaksaan. Merit system dianggap belum berjalan dengan baik. Promosi jabatan di Kejaksaan seringkali dicurigai dan dinilai tanpa ada tolak ukur yang jelas. Rekam jejak seringkali tidak digunakan untuk mempromosikan seorang jaksa. Jaksa-jaksa yang merasa berprestasi – giat memberantas korupsi tiba-tiba “dilempar” atau dimutasikan. Intervensi politik masih saja terdengar sebagai upaya menyingkirkan Jaksa yang berprestasi. Belum selesai dengan persoalan reformasi di Kejaksaan, citra institusi korps Adhyaksa kembali tercoreng dengan sejumlah penangkapan yang dilakukan oleh KPK terhadap jaksa yang diduga menerima suap. Berbeda dengan Kejaksaan, fase reformasi di Kepolisian nampaknya baru dimulai setelah Presiden Joko Widodo pada Juli 2016 lalu resmi mengangkat Jenderal Polisi Tito Karnavian sebagai Kapolri untuk menggantikan Jenderal Pol. Badroddin Haiti. Banyak pihak yang terkejut dengan terpilihnya Tito yang merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 87 dan disebut memotong peluang 5 angkatan lulusan Akpol diatasnya untuk menjadi Kapolri. Sejumlah kalangan menilai Tito Karnavian sebagai sosok ideal sebagai Kapolri karena memiliki keunggulan pada aspek kepemimpinan (leadership), integritas, rekam jejak, kapasitas, dan komitmen yang kuat dalam mendorong agenda reformasi dan antikorupsi ditubuh Polri. Meski telah dilantik, gebrakan reformasi di Kepolisian oleh Tito Karnavian tidak terlihat hingga Wakapolri Komjen Budi kemudian pindah tugas sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Reformasi di Kepolisian di era Tito masih ditandai dengan sejumlah promosi dan mutasi pejabat di tubuh Polri. Meskipun nampaknya Kapolri kecolongan dengan mengangkat Raja Erizman sebagai Kepala Biro Hukum Mabes Polri padahal Raja pernah diberikan sanksi etik terkait skandal Pajak Gayus Tambunan. Upaya pemberantasan korupsi di internal Kepolisian baru terlihat sebatas pembersihkan praktek pungutan liar yang mayoritas dilakukan satuan lalu lintas. 3. KEBIJAKAN TERKAIT PEMBERANTASAN KORUPSI Setelah pelantikan dilakukan pada 20 Oktober 2014, janji pemberantasan korupsi Jokowi – JK sudah ditagih oleh publik. Dengan inisiatif yang baik dalam pemilihan anggota Kabinet Kerja yang melibatkan KPK dan PPATK, publik mengharapkan terobosan yang signifikan dari Presiden dalam hal pemberantasan korupsi. Dalam hal regulasi yang berkaitan dengan upaya pemberantasan korupsi, ICW mencatat paling tidak ada 3 (tiga) regulasi yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi, baik secara langsung maupun tidak. Ketiga regulasi tersebut adalah, Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 2015 (Inpres 7/2015), Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategi Nasional (Perpres 3/2016) dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 (Inpres 1/2016). Inpres 7/2015 adalah salah satu regulasi terkait pemberantasan korupsi yang paling pertama dikeluarkan Presiden Jokowi. Inpres ini menjadi rujukan utama agenda pemberantasan korupsi oleh Kabinet Kerja, termasuk untuk lembaga penegak hukum seperti Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung. Inpres 7/2015 hadir dalam tempo yang cukup lambat, yaitu 6 (enam) bulan setelah pelantikan Presiden dan Wapres Jokowi – JK. Sebanyak 96 rencana aksi anti korupsi ditetapkan, dengan fokus antara lain perbaikan sistem, peningkatan akuntabilitas, dan transparansi. Sayangnya, selain minimnya informasi tentang capaian Inpres 7/2015, mekanisme pengawasan dan sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment) tidak ada, sehingga menimbulkan kekhawatiran mandeknya implementasi Inpres 7/2015. Serupa dengan Inpres 7/2015, Inpres 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 dan Tahun 2017 (Inpres 10/2016) juga dikeluarkan hampir di akhir tahun 2016. Inpres 10/2016 dikeluarkan pada 22 September 2016, lebih dari satu tahun setelah penerbitan Inpres 7/2015. Hal ini patut disayangkan, karena sekaligus juga menunjukkan Pemerintah tidak menjadikan upaya pemberantasan korupsi sebagai fokus agenda yang perlu diberi perhatian lebih. Pemerintah juga mengeluarkan dua paket kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur dan peningkatan investasi. Untuk mendukung agenda tersebut, Pemerintah mengeluarkan sejumlah paket kebijakan seperti Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategi Nasional (Perpres 3/2016) dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 (Inpres 1/2016). Wacana terkait pengesahan kedua regulasi ini sudah dimulai sejak tahun pertama Pemerintahan Jokowi – JK. Sebelum disahkan dalam bentuk Inpres dan Perpres, kedua regulasi ini dikenal dengan nama paket regulasi anti kriminalisasi, karena dimaksudkan untuk memberikan impunitas secara terbatas kepada Kepala Daerah yang kerap mengeluarkan kebijakan terkait investasi atau penanaman modal di tingkat daerah, yang berpotensi merugikan keuangan negara atau bahkan korupsi. Bab X Perpres 3/2016 mengatur secara lengkap tentang Tata Cara Penyelesaian Permasalahan Hukum dalam Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Pasal 31 ayat (9) Perpres 3/2016 misalnya, menyebutkan bahwa, manakala ditemukan adanya maladministrasi yang menimbulkan kerugian negara setelah pemeriksaan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), maka yang bersangkutan harus melakukan penyempurnaan administrasi dan pengembalian kerugian negara paling lama 10 (sepuluh) hari sejak hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah disampaikan. Perpres ini sarat dengan muatan kepentingan ekonomi bisnis yang justru berpotensial besar memberangus upaya pemberantasan korupsi. Peraturan ini dikhawatirkan akan “melokalisasi” permasalahan pidana menjadi sekadar masalah administratif belaka, padahal Pasal 4 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa, pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana. Selain serangkaian regulasi yang sudah disahkan dalam tempo 2 (dua) tahun Pemerintahan Jokowi – JK, perlu pula diingat adanya sejumlah peraturan dan regulasi lain baik di tingkat Undang-Undang yang diinisiasi oleh Pemerintah, maupun peraturan tingkat di bawahnya, yang sempat akan dibahas atau bahkan akan disahkan. Sebagai contoh, Pemerintah pernah dikabarkan turut mengusulkan Revisi UU KPK, selain itu Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM pernah pula berniat merevisi PP terkait hak warga binaan yang berpotensi menguntungkan napi korupsi. Minimnya kebijakan terkait pemberantasan korupsi yang dikeluarkan oleh Pemerintah membuat publik perlu merefleksikan kembali keterpenuhan Nawacita Jokowi – JK, apalagi sekarang sudah masuk tahun kedua kepempimpinan keduanya. Sepatutnya ada perkembangan yang signifikan, terutama di bidang hukum dan pemberantasan korupsi. Dalam Program Nawacita, salah satu agenda yang diusung oleh Pemerintahan Jokowi JK adalah “Kami berkomitmen untuk membentuk regulasi yang mendukung pemberatasan korupsi: RUU Perampasan Aset, RUU Perlindungan Saksi/Korban1, RUU Kerjasama Timbal Balik (MLA) dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai”. Namun hingga dua tahun pemerintahan Jokowi RUU Perampasan Aset, RUU Kerjasama Timbal Balik (MLA) dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai” tidak juga menjadi fokus pembahasan dan terabaikan. Pemerintah dan DPR justru menjadikan RUU KUHP dan RUU KUHAP menjadi prioritas Prolegnas 2014-2015 dan kemudian juga muncul upaya memasukkan RUU KPK sebagai prioritas Prolegnas tambahan 2016. Pemberian remisi untuk koruptor masih terjadi diera dua tahun pemerintahan Jokowi meskipun banyak penolakan dan dikecam banyak pihak karena dianggap pro koruptor. Paling tidak ada tiga peristiwa pemberian remisi dilakukan jajaran Menteri Yasona Laoly yaitu remisi hari raya natal, remisi hari raya idul fitri dan remisi hari kemerdekaan dan dasawarsa kemerdekaan. Sejumlah pemberian remisi untuk koruptor dinilai menyimpang dari PP 99 Tahun 2012 yang menjadi dasar hukum 1 RUU Perlindungan Saksi dan Korban, dibahas dan disahkan pada periode DPR 2009-2014, sehingga dinilai tidak relevan dimasukkan dalam indikator penliaian. pemberian remisi. Terakhir, pemerintah memberikan remisi dasawarsa kemerdekaan untuk 1.938 narapidana korupsi. Selain remisi, peristiwa keluarnya Gayus Tambunan, terpidana korupsi perpajakan, dari LP Sukamiskin dan makan disebuah restoran di Jakarta telah mempermalukan pemerintah dalam hal ini Kementrian Hukum dan HAM. Selain sejumlah kebijakan yang sudah dikeluarkan, Presiden Jokowi dan Wapres JK berencana untuk mengeluarkan paket kebijakan reformasi hukum yang berfokus pada 5 (lima) hal yaitu, operasi pemberantasan penyelundupan, program relokasi lapas, program pelayanan izin tinggal terbatas, program percepatan pelayanan SIM, STNK, BPKB, dan SKCK, dan operasi pemberantasan pungli dan suap. Inisiatif ini perlu disambut baik, tapi patut juga dikhawatirkan akan memunculkan blunder pada tahapan implementasi. Dalam hal relokasi lapas misalnya, ada wacana pemindahan lapas koruptor ke lokasi-lokasi terpencil di Indonesia, hal ini perlu dikaji lebih jauh karena masih banyaknya permasalahan yang harus diselesaikan lebih dahulu terkait pemasyarakatan. Sebagai gambaran, Lapas Sukamiskin yang berada tidak jauh dari Jakarta saja masih memungkinkan para penghuninya mendapat fasilitas yang tidak semestinya, dan masih luput dari perhatian publik jika tanpa adanya sidak yang dilakukan Menkumham. Bagaimana kontrol terhadap lapas-lapas di bagian terpencil jika yang lokasinya dekat saja masih jauh dari optimal? 4. DUKUNGAN TERHADAP EKSISTENSI KPK Di masa awal Pemerintahan Jokowi – JK, ujian keberpihakan pemerintah terhadap KPK langsung diuji melalui episode III Cicak vs. Buaya. Dalam krisis 2015, Presiden Jokowi tidak mengambil cepat yang tegas untuk menyelesaikan krisis yang menimpa KPK, di mana 2 (dua) dari 4 (empat) komisionernya ditetapkan sebagai tersangka dan dinonaktifkan sementara dari jabatannya. Kekosongan kepemimpinan lembaga anti rasuah ini baru direspon oleh Presiden dengan mengangkat dan menetapkan 3 (tiga) orang sebagai Pelaksana Tugas Pimpinan (Plt Pimpinan) KPK. Ketiga orang tersebut adalah, Taufiqurrahman Ruki, Indriyanto Seno Adji, dan Johan Budi SP. Sayangnya, pengangkatan ketiga Plt Pimpinan KPK ini justru kontraproduktif dengan upaya penanganan perkara korupsi yang diduga melibatkan Komjenpol Budi Gunawan, karena akhirnya perkara tersebut dihentikan penyidikannya oleh Kepolisian Republik Indonesia. Padahal, penanganan perkara korupsi tersebut harus dianggap sebagai salah satu upaya reformasi birokrasi Kepolisian Republik Indonesia. Dalam menyikapi kriminalisasi terhadap Bambang Widjojanto dan Abraham Samad ketika mereka menjadi komisioner KPK, Presiden Jokowi kerap berlindung di balik proses hukum dan bukannya mengambil sikap dan langkah tegas sebagaimana yang dilakukan oleh SBY ketika menghadapi Cicak vs. Buaya Jilid II. Selain ketidaktegasan Presiden dalam krisis Cicak vs. Buaya Jilid III, Presiden Jokowi juga tidak menunjukkan ketegasan dalam penghentian Revisi UU KPK. Presiden tidak pernah menyatakan penghentian pembahasan Revisi UU KPK, melainkan hanya penundaan pembahasan. Kondisi ini masih memungkinkan terjadinya penyanderaan kepentingan di mana Revisi UU KPK dijadikan alat tawar untuk “membungkam” KPK, jika suatu saat KPK kembali mengganggu kepentingan sejumlah pihak. 5. PERNYATAAN JOKOWI-JK TERKAIT PEMBERANTASAN KORUPSI Pernyataan Jokowi –JK soal isu korupsi dapat menjadi salah satu tolok ukur untuk melihat keberpihakan pemerintah dalam hal pemberantasan korupsi. Dalam kurun waktu dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, ICW mencatat sedikitnya ada 49 pernyataan Jokowi-JK yang berkaitan dengan isu korupsi. Dari 49 pernyataan sebanyak 21 kali disampaikan di pada tahun pertama dan 28 kali disampaikan pada tahun kedua (Pernyataan: Terlampir) Pada tahun kedua pemerintahannya pernyataan Jokowi soal isu korupsi secara umum jauh lebih baik dan positif daripada tahun sebelumnya. Keberpihakan Jokowi terhadap KPK terlihat jelas dalam sejumlah pernyataannya. Sebaliknya sejumlah pernyataan JK justru dianggap tidak mendukung KPK dan upaya pemberantasan korupsi. Dalam beberapa hal krusial, terdapat perbedaan pendapat antara Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hal ini terlihat dalam penyikapan terhadap tiga isu krusial yang relevan dengan isu antikorupsi yaitu kriminalisasi terhadap KPK (Pimpinan dan Penyidik KPK), Revisi UU KPK dan Pemberian Remisi untuk Koruptor. Isu Kriminalisasi KPK Revisi UU KPK Remisi untuk Koruptor Jokowi Hentikan Tunda Tidak Perlu JK Proses Hukum Mendukung Perlu Tidak saja dengan JK, sikap Yasonna Laoly Menteri Hukum dan HAM tentang remisi untuk koruptor dan revisi UU KPK juga berbeda dengan Jokowi. Perbedaan sikap tersebut tidak saja menimbulkan kebingungan bagi publik, tapi juga memunculkan pertanyaan tentang soliditas Pemerintahan Jokowi-JK terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Sikap JK juga dipertanyakan soal mahar atau iuran Calon Ketua Umum Partai Golkar senilai Rp 1 miliar untuk Munaslub. KPK melarang atau tidak setuju dengan ketentuan mahar tersebut dalam munaslub. Sedangkan JK menyatakan jika mahar itu diberikan sebagai bentuk sumbangan kepada panitia maka hal itu dianggap biasa atau sah-sah saja. Tidak saja itu sikap kontroversial Wakil Presiden Jusuf Kalla lainnya ditunjukkan dengan kesediaannya menjadi saksi meringankan dalam sejumlah perkara korupsi. Kamis 14 Januari 2016, JK hadir menjadi saksi meringankan dalam perkara korupsi yang melibatkan Jero Wacik, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM). Sebelumnya, JK pada 13 April 2015, ketika telah menjabat sebagai Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah menjadi saksi meringankan untuk Indriyanto MS alias Yance, mantan Bupati Indramayu yang terjerat perkara korupsi pembebasan lahan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indramayu pada tahun 2004 silam. Dalam perkara dimana Jusuf Kalla bersaksi, Jero Wacik dihukum 4tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, sedangkan Yance akhirnya divonis 4 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Kontroversial JK yang terakhir adalah ketika ia mengunjungi Irman Gusman, Ketua DPD yang ditahan di Rutan Guntur. Irman sebelumnya ditangkap KPK dan ditetapkan sebagai tersangka penerima suap melalui operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK. Pasca konsolidasi politik selesai dilakukan pada tahun pertama, menuju dua tahun pemerintahannya Jokowi sudah mulai berani memberikan perintah tegas kepada Kapolri untuk memberantas praktek pungutan liar (pungli) di Pelabuhan. Dalam kasus yang lain juga muncul perintah Jokowi kepada Kapolri untuk bertindak tegas terhadap pelaku pembakaran hutan. Sayangnya selama dua tahun terakhir tidak ditemukan ada perintah Jokowi kepada Jaksa Agung untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani oleh Kejaksaan termasuk misalnya kasus “Papa Minta Saham” yang melibatkan Setya Novanto. Pernyataan Jaksa Agung selama hampir dua tahun juga tidak ada yang luar biasa terkait dengan isu pemberantasan korupsi. Dalam kaitannya dengan agenda reformasi hukum, wajar saja ketika banyak pihak menyatakan Jokowi mulai mengabaikan agenda penting ini karena faktanya penyataan soal mendorong reformasi ditubuh Kepolisian dan Kejaksaan juga jarang disampaikan. Setidaknya hanya ada dua kali pernyataan Presiden yang tercatat mengenai dorongan reformasi di bidang hukum. 6.PELAKSANAAN PROGRAM NAWACITA BIDANG PEMBERANTASAN KORUPSI Kinerja pemerintahan Jokowi-JK saat ini tidak dapat dilepaskan dari 9 (sembilan) agenda atau program visi dan misi Jokowi – JK yang disampaikan dalam kampanye 2014 lalu (dikenal dengan Program Nawacita). Salah satu agenda atau Program Nawacita Jokowi JK yang erat dengan isu pemberatasan korupsi adalah program Nawacita nomor 4 yaitu “Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.” Dalam Program Nawacita Presiden Jokowi setidaknya ada 42 agenda prioritas dalam upaya mewujudkan sistem dan penegakan hukum yang berkeadilan dalam kebijakan penegakan hukum. Dari 42 agenda prioritas setidaknya ada 15 agenda prioritas (Terlampir) yang memiliki titik singgung dengan upaya pemberantasan korupsi. Secara garis besar 15 agenda tersebut meliputi dukungan terhadap eksistensi dan kerja KPK, dukungan politik legislasi, upaya membangun sistem atau tata kelola yang mendukung upaya pemberantasan korupsi. Hingga 2 tahun masa pemerintahan Presiden Jokowi nampaknya masih belum memberikan perhatian yang cukup besar terkait upaya penegakan hukum utamanya pemberantasan korupsi. Hal ini terlihat dari beberapa agenda prioritas yang hingga kini belum berjalan. Pertama, pembentukan regulasi yang mendukung kerja pemberantasan korupsi seperti RUU Perampasan Aset, RUU Kerjasama Timbal Balik dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai belum dilakukan oleh pemerintah. Regulasi tersebut justru terparkir dalam program legislasi nasional jangka panjang dan belum dibahas oleh Pemerintah dan DPR. Kementerian Hukum dan HAM justru sibuk berupaya melonggarkan syarat pemberian remisi bagi Koruptor melalui rencana revisi PP 99/2012. Kedua, dukungan setengah hati kepada KPK. Meskipun Presiden Jokowi menyatakan sikap dan posisi pemerintah terkait krisis antara KPK dan Kepolisian namun sikap tersebut dianggap terlambat untuk “menyelamatkan” KPK. Sikap tidak tegas juga diperlihatkan Presiden Jokowi saat wacana Revisi UU KPK mencuat ke publik. Meski menolak revisi, namun Presiden hanya mengambil jalan tengah dengan menunda Revisi UU KPK tanpa mencabut RUU dari Program Legislasi Nasional. Dukungan setengah hati juga jelas terlihat kala Pemerintah juga melakukan pemotongan anggaran bagi KPK. Ketiga, gagal membongkar mafia hukum dan memperkuat kewenangan lembaga pengawas. Hingga hari ini hanya KPK yang dianggap mampu membongkar praktik mafia peradilan di tubuh institusi pengadilan. Kepolisian dan Kejaksaan dirasa belum mampu membongkar praktik mafia peradilan dalam tubuhnya sendiri. Selain itu hingga kini belum terlihat upaya pemerintah memperkuat kewenangan lembaga pengawas penegak hukum seperti Komisi Yudisial, Komisi Kepolisian Nasional dan Komisi Kejaksaan Keempat, Lelang jabatan strategis penegak hukum. Upaya melakukan lelang jabatan pada institusi penegak hukum juga tidak berjalan. Hingga kini tidak jelas sudah sejauh apa program ini dilakukan oleh pemerintah. Pergantian Kapolri dari Badrodin Haiti kepada Tito Karnavian jelas dilakukan tanpa proses lelang jabatan. Sedangkan untuk posisi strategis penegak hukum yang berada diwilayah kewenangan Kepolisian dan Kejaksaan juga tidak jelas apakah menggunakan mekanisme lelang jabatan. Kelima, Sistem Integritas Nasional belum berjalan. Meskipun sudah tertuang dalam Inpres Nomor 7 tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi namun belum berjalan maksimal. Terbongkarnya praktik pungli di Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu menjadi penanda bahwa SIN belum terbangun dan implementasinya sangat lemah. C. PENUTUP Berdasarkan catatan diatas terdapat sejumlah kesimpulan terhadap agenda pemberantasan korupsi pemerintahan Jokowi –JK selama setahun sebagai berikut: 1. Kinerja pemberatasan korupsi pada tahun kedua pemerintahan Jokowi harus dikatakan belum memuaskan dan masih jauh dari harapan. Program reformasi hukum dan pemberantasan korupsi nampaknya bukan menjadi prioritas utama pemerintahan Jokowi. Dua tahun pertama Jokowi lebih memprioritaskan melahirkan sejumlah paket kebijakan bidang ekonomi dan konsolidasi partai pendukung pemerintah. Paket kebijakan reformasi hukum dan pemberantasan pungutan liar (pungli) baru dilaksanakan menjelang tahun kedua pemerintahan Jokowi berakhir. Dalam hal penanganan perkara korups, secara kuantitas banyak kasus yang ditangani oleh kedua institusi tersebut. Namun secara kualitas upaya penindakan perkara korupsi yang dilakukan melalui Kejaksaan dan Kepolisian belum banyak menyentuh atau menyelesaikan kasus korupsi kelas kakap. Hingga tahun kedua belum muncul juga regulasi yang diharapkan dapat mendukung pemberantasan korupsi seperti : RUU Perampasan Aset, RUU Kerjasama Timbal Balik (MLA) dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai”. RUU Tipikor yang sedianya mendorong optimalisasi pemberantasan korupsi bahkan tidak tersentuh sama sekali. Inpres Antikorupsi 2015 terlambat dikeluarkan oleh Jokowi dan diragukan implementasinya. Pada tahun 2016 Justru mengeluarkan Inpres dan Perpresyang dikenal dengan nama paket regulasi anti kriminalisasi, karena dimaksudkan untuk memberikan impunitas secara terbatas kepada Kepala Daerah yang kerap mengeluarkan kebijakan terkait investasi atau penanaman modal di tingkat daerah, yang berpotensi merugikan keuangan negara atau bahkan korupsi. Pemerintahan Jokowi-JK juga belum sepenuhnya mengimplementasikan wacana ataupun agenda pemberantasan korupsi sebagaimana yang dituangkan dalam Program Nawacita. Hal ini menimbulkan kesan bahwa Program Nawacita tidak lagi menjadi pedoman bagi kerja-kerja Pemerintahan Jokowi. Selama dua tahun pemerintahan Jokowi setidaknya ada 12 kebijakan kontroversial terkait hukum dan pemberantasan korupsi yang terjadi antara lain: 1) Mengeluarkan kebijakan Tax Amnesty yang dinilai dapat menguntungkan koruptor; 2) menerbitkan Perpres/ Inpres antikriminasi untuk kepala daerah; 3) menerbitkan Inpres Antikorupsi 2015 yang telat dikeluarkan dan tanpa adanya evaluasi; 4) Penunjukan HM Prasetyo, politisi Partai Nasdem sebagai Jaksa Agung; 5) Pengusulan Komjen Budi Gunawan sebagai Calon Kapolri meskipun akhirnya dibatalkan; 6) melantik Suparman, Bupati Rokan Hulu tersangka korupsi KPK sebagai Kepala Daerah; 7) Penjemputan koruptor oleh Jaksa Agung di bandara; 8) pemberian remisi dan pembebasan bersyarat untuk koruptor; 9) kehadiran Wakil Presiden JK menjadi saksi yang meringankan dalam dua perkara korupsi dan mengunjungi Irman Gusman tersangka korupsi di rumah tahanan; 10) Pengangkatan Archandra Tahir sebagai Menteri ESDM; 11) Pemerintah melalui Menteri hukum dan HAM mendorong upaya Revisi PP 99 Tahun untuk memudahkan koruptor mendapat remisi; dan 12) penunjukkan Taufiqurrahman Ruki sebagai Plt Pimpinan KPK tahun 2015. Meski demikian harus diakui pula terdapat sejumlah langkah positif yang dilakukan oleh Jokowi antara lain; 1) Mendorong penghentian kriminalisasi terhadap pimpinan KPK; 2) Menunda proses pembahasan RUU KPK; 3) Bersama KPK mendorong Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA); 4) Membatalkan 3.143 perda yang bermasalah dan tidak mendukung investasi; 5) Menolak Rencana Revisi PP yang mengatur pemberian remisi untuk koruptor; 6) Pembatalan Komjen Budi Gunawan sebagai Calon Kapolri; 7) Pemberhentian Komjen Budi Waseso sebagai Kabareskrim; 8) Penunjukan Tito Karnavian sebagai Kapolri; 9) Pembatalan Perpres tentang pemberian fasilitas uang muka bagi pejabat dan 10) Pembentukan Satgas atau Tim Operasi Pemberantasan Pungli. 2. Hingga dua tahun, dari tindakan dan pernyataan Jokowi-JK, belum muncul sosok Jokowi-JK sebagai figur pemimpin antikorupsi. Muncul juga perbedaan sikap Jokowi dengan JK maupun Menteri Hukum dan HAM terkait dengan agenda pemberantasan korupsi. B. REKOMENDASI 1. Presiden Jokowi harus melakukan evaluasi terhadap program antikorupsi dan kinerja jajaran Kabinet Kerja. Evaluasi utamanya didasarkan pada keselarasan antara nawacita Jokowi-JK, rencana pemerintahan, dan keputusan/ kebijakan menteri. Menjadikan agenda pemberantasan korupsi sebagai agenda prioritas pemerintahan Jokowi JK pada sisa pemerintahan Jokowi. Agenda pemberantasan korupsi sebagaimana yang dituangkan dalam Program Nawacita sebaiknya dilaksanakan secara sungguh-sungguh. 2. Reformasi Kejaksaan dan Kepolisian serta penuntasan kasus korupsi yang dinilai kakap harus menjadi prioritas penting yang harus dibenahi diera pemerintahan Jokowi JK. Untuk percepatan reformasi di Kejaksaan sudah selayaknya Jaksa Agung HM Prasetyo diganti dengan yang lebih kredibel. Presiden juga diharapkan mengutamakan kompetensi dalam menunjuk pimpinan lembaga negara setingkat menteri lainnya (Jaksa Agung atau Kepala PPATK). Tidak lagi didasarkan pada upaya mengakomodasi kepentingan parpol tertentu. 3. Upaya penguatan terhadap KPK dalam pemberantasan korupsi harus diwujudkan secara konkrit. Memastikan Revisi UU KPK tidak dibahas di DPR dan mengeluarkan rancangan tersebut dari Prolegnas 20142019 dalam rangka penyelamatan KPK 4. Memprioritaskan sejumlah regulasi penting yang mendukung upaya pemberantasan seperti Revisi UU Tindak Pidana Korupsi maupun RUU Perampasan Aset. Harus ada monitoring dan evaluasi secara menyeluruh terkait Paket Reformasi Hukum dan Pembentukan Satgas Pemberantasan Pungli yang baru saja diluncurkan. Harus ada sanksi bagi jajaran eksekutif yang dinilai tidak melaksanakan Instruksi tersebut. 5. Perlu ada kesamaan visi dan misi serta konsistensi pemberantasan korupsi antara Jokowi dengan JK serrta seluruh jajaran cabinet kerja Pemerintahan Jokowi. Jokowi-JK harus tampil sebagai figur pemimpin antikorupsi. LAMPIRAN I KASUS KORUPSI YANG TIDAK JELAS PERKEMBANGANNYA PER 30 JUNI 2016 KEPOLISIAN 1. Kasus dugaan korupsi pembangunan stadion utama Gelora Bandung Lautan Api dengan menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 1,1 triliun. Kasus disidik oleh Bareskrim tahun 2015. 2. Kasus dugaan korupsi program penanaman pohon di Pertamina Foundation. Kasus disidik oleh Bareskrim tahun 2015. 3. Kasus dugaan korupsi pengadaan lahan dan peningkatan landasan pacu di Tarakan. Kasus disidik oleh Bareskrim tahun 2015. 4. Kasus dugaan korupsi cetak sawah Tahun Anggaran 2012-2014 di Kementerian BUMN. Kasus disidik oleh Bareskrim tahun 2015. 5. Kasus dugaan korupsi penjualan kondensat. Kasus disidik oleh Bareskrim tahun 2015. 6. Kasus dugaan korupsi proyek pemberantasan buta aksara melalui proyek Keaksaraan Fungsional (KF) Dikpora NTB. Kasus ini disidik oleh Polda NTB tahun 2010. 7. Kasus dugaan korupsi proyek pengaspalan jalan hotmix di Baubau. Kasus ini disidik oleh Polda Sulawesi Tenggara tahun 2011. 8. Kasus dugaan korupsi pengadaan alat rekam jantung RSUD Ulin Banjarmasin. Kasus ini ditangani oleh Polda Kalimantan Selatan. Kasus ini disidik tahun 2012. 9. Kasus dugaan korupsi penerimaan CPNS Kabupaten Muna. Kasus ini disidik tahun 2014. 10. Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat olahraga Kota Serang. Kasus ini disidik oleh Polda Banten. Kasus ini disidik tahun 2015. KEJAKSAAN 1. Kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pusat layanan internet kecamatan di Kemenkominfo. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Agung tahun 2013. 2. Kasus dugaan korupsi jasa pinjam pakai lahan PT. Tambang Timah. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Agung tahun 2011. 3. Kasus dugaan korupsi peralatan laboratorium dan mebeler Universitas Sriwjaya. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Agung tahun 2012. 4. Kasus dugaan korupsi pemberian dan penggunaan kredit PT. Bank BJB cabang Tangerang. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Agung tahun 2014. 5. Kasus dugaan korupsi pengadaan buku pelajaran agama buddha. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Agung tahun 2014. 6. Kasus dugaan korupsi pengadaan mobil operasional Dinas Kehutanan Kabupaten Buton Utara. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara tahun 2012. 7. Kasus dugaan korupsi alat kesehatan di Gorontalo. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara tahun 2012. 8. Kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Regional Sulawesi Barat. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Tinggi Sulselbar tahun 2015. 9. Kasus dugaan korupsi dana proyek pembangunan jalan Ayawasih Kebar distrik Ayawasih, Kabupaten Sorong, Manokwari. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Tinggi Papua tahun 2013. 10. Kasus dugaan korupsi pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kabupaten Flores Timur. Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Tinggi NTT tahun 2015. LAMPIRAN II CHECKLIST PROGRAM NAWACITA No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Program Prioritas Berkomitmen untuk membangun politik legislasi yang jelas, terbuka dan berpihak kepada pemberantasan korupsi, penegakan HAM, perlindungan lingkungan hidup dan reformasi lembaga penegak hukum Menyediakan forum untuk melibatkan masyarakat dalam proses legislasi dan menyediakan akses terhadap proses dan produk legislasi Memberantas korupsi disektor legislasi dengan menindak tegas oknum pemerintah yang menerima suap untuk memperdagangkan kepentingan masyarakat Berkomitmen untuk mewujudkan pelayanan publik yang bebas korupsi melalui teknologi informasi yang transparan Berkomitmen untuk membentuk regulasi yang mendukung pemberantasan korupsi: RUU Perampasan Aset, RUU Perlindungan Saksi Korban, RUU Kerjasama Timbal balik, RUU Pembatasan Transaksi Tunai Mendukung keberadaan KPK yang dalam praktik telah menjadi tumpuan dan harapan masyarakat. KPK harus dijaga sebagai lembaga yang independen yang bebas dari pengaruh kekuatan politik. Independensi KPK didorong melalui langkah hukumnya Profesional, kredibel transparan dan akuntabel. Memastikan sinergi antara KPK, Kepolisian dan Kejaksaan Memprioritaskan penenanganan kasus korupsi di sektor penegakan hukum, politik, pajak, bea cukai dan industri SDA Berkomitmen melakukan aksi pencegahan korupsi melalui penerapan Sistem Integritas Nasional dan menutup peluang terjadinya korupsi dalam penyelenggaraan negara dan penegakan hukum. Mendorong terciptanya mekanisme transparansi dalam pembuatan kebijakan, terutama pada kebijakan yang berpotensi terjadi korupsi oleh pejabat negara. Pembaharuan tata kelola pemerintahan yang transparan merupakan titik masuk untuk mencegah perilaku koruptif. Pembaharuan tata kelola juga sekaligus membuka ruang bagi publik untuk mengawasi proses pembuatan kebijakan Membuka keterlibatan publik dan media massa dalam pengawasan terhadap upaya tindakan korupsi maupun proses penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Memberikan dukungan khusus untuk membongkar jaringan dan praktik mafia peradilan dengan memberdayakan lembaga pengawas yang sudah ada. Merevitalisasi mengandung dua kebutuhan untuk memperkuat kewenangan lembaga tersebut dalam mengawasi praktik mafia hukum dilembaga penegk hukum. Kewenangan itu juga harus diikuti dengan keharusan Terlaksana Belum / Tidak Terlaksana Tidak Jelas √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 12. 13. 14. 15. penggunaan kewenangan secara transparan dan akuntabel. Dan yang terakhir adalah pegisian keanggotaan lemabag pengawasn dilakukan dengan memperhatikan prinsip independensi, kredibilitas dan profesionalitas Berkomitmen menegakan hukum lingkungan secara konsekuen tanpa pandang bulu dan tanpa kekhawatiran kehilangan investor yang akan melakukan investasi di negeri ini. Memillih Jaksa Agung, Kapolri yang bersih, kompeten, antikorupsi, dan komit pada penegakan hukum Melakukan lelang jabatan strategis pada lembaga penegak hukum dan pembentukan regulasi tentang penataan aparat penegak hukum Berkomitmen meningkatkan koordinasi penyidikan dan penuntutan serta akuntabilitas pelaksanaan upaya paksa √ √ √ √ LAMPIRAN III KOMPILASI PERNYATAAN MEDIA JOKOWI-JK No 1. Peristiwa Penegasan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi (JOKOWI) Pernyataan dan Sikap Presiden/ Wapres/Menteri/Jaksa Agung/Kapolri 2015 Dalam tanya jawab, salah seorang warga negara Indonesia menanyakan tentang meluasnya korupsi di Indonesia, yang baru-baru ini bahkan menyeret salah seorang petinggi partai politik. Presiden Joko Widodo menyatakan pemerintahannya serius menangani setiap kasus korupsi. Hingga hari ini – ujar presiden – sudah ada 9 menteri, 19 gubernur, 300 lebih bupati dan walikota hingga 2 gubernur Bank Indonesia yang dipenjara karena kasus korupsi. “Ada parlemen dari negara lain – negara besar ini – datang ke saya, menanyakan tentang pemberantasan korupsi di Indonesia. Saya jawab sampai sekarang ini sudah dipenjara 9 menteri, 19 gubernur, 340 bupati dan walikota, hingga 2 gubernur BI dipenjara. Negara mu berapa? Diam dia! Tapi penangkapan-penangkapan ini saja tidak akan menyelesaikan masalah! Jika sistemnya tidak dibangun yang baik, maka tidak akan menyelesaikan masalah,” papar Jokowi. Sistem yang dimaksud Presiden Joko Widodo tidak saja soal penegakan hukum, tetapi juga kemudahan administrasi dan informasi teknologi. Ia mencontohkan soal pengurusan ijin. Jika waktu pengurusan ijin bisa dipangkas, dari hitungan hari menjadi jam misalnya maka akan mempercepat pembangunan dan meniadakan terjadinya proses “tawarmenawar” yang memicu terjadinya korupsi. Joko Widodo menyampaikan niatnya untuk membangun sistem yang serba elektronik seperti e-budgeting, e-audit, e-purchasing dan lain-lain yang bisa dikerjakan dari daerah hingga ke pusat, yang memudahkan pengawasan dan pengambilan keputusan. 2. Peresmian gedung baru KPK (JOKOWI) 25 Oktober 2015 Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terletak di Jl Kuningan Persada, Kavling 4, Jakarta Selatan. Peresmian tersebut bertepatan dengan ulang tahun KPK yang ke-12. Gedung berlantai 16 ini memakan waktu sekitar dua tahun untuk pengerjaannya dan baru efektif digunakan pada Maret 2016. Jokowi, dalam sambutannya, mengatakan, jelang tahun baru, KPK bukan hanya memiliki pimpinan baru, tetapi akan segera menempati gedung baru. "Saya harap momentun ini akan bisa membawa semangat baru dalam pemberantasan korupsi. Semangat baru inilah yang bisa menggerakan kita semua untuk melawan korupsi," katanya. Namun, menurut Jokowi, semangat baru saja tidak cukup. Harus ditopang oleh kapasitas kelembagaan, kompetensi, dan sumber daya Sumber VOA Indonesia manusia yang kuat. Apalagi, KPK menghadapi tantangan yang semakin berat, bukan hanya dari segi penanganan kasus karena yang semakin kompleks, tetapi KPK juga berhadapan dengan harapan publik. 3. Revisi UU KPK (JUSUF KALLA) 29 Desember 2015 Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai wajar upaya DPR untuk kembali mengajukan revisi Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sindo Meski ditentang sebagian masyarakat, DPR tetap memasukkan agenda revisi UU KPK dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2016. "Undang Undang Dasar saja bisa direvisi, diamendemen, apalagi Undang Undang (KPK)," kata Kalla di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Minggu (29/11/2015). 4. Pencatutan nama JokowiJK dalam kasus #PapaMintaSah am (JUSUF KALLA) 29 November 2015 Wakil Presiden Jusuf Kalla menyentil Ketua DPR Setya Novanto di acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi. Dalam pidato pembukaannya, Jusuf Kalla terus menggarisbawahi sidang perdana Mahkamah Kehormatan Dewan atas dugaan pelanggaran etika oleh Setya Novanto kemarin. "Semalam dipertontonkan terbuka di kompleks DPR, upaya sekelompok orang, pejabat, pengusaha yang mencoba merugikan negara sangat besar," ujar Jusuf Kalla, di Gedung Nusantara V DPR RI, Jakarta, Kamis (3/12). Sesuatu yang sangat ironis dinilai JK ketika tadi malam saat sidang diperdengarkan upaya korupsi, sementara siang harinya di tempat yang sama di Gedung DPR, dibahas bagaimana korupsi dihentikan. "Tragis bangsa ini," katanya. Dia mengingatkan, tren korupsi di Indonesia selalu digambarkan seperti gunung es. Persidangan perdana dugaan pencatutan nama dirinya dan Presiden Joko Widodo dinilainya merupakan ujung gunung es itu. Karena itu, JK mengatakan tak bisa dibayangkan seberapa besar hal yang belum terungkap dari upaya korupsi besar itu. Menurutnya, perkara Setya Novanto merupakan skandal korupsi terbesar selama pemerintahan bangsa Indonesia. "Sekarang berani dilibatkannya wakil presiden dan terjadi di lingkungan terhormat ini," kata JK. JK melanjutkan, telah jelas terlihat sandiwara sekelompok orang congkak yang merasa semuanya dapat dikuasai dengan uang. Itu terlihat setelah diputarnya rekaman pembicaraan Ketua DPR Setya Novanto, Bos PT CNN Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan Pengusaha Riza Chalid di persidangan MKD kemarin (2/12) malam. JK menyebut upaya korupsi itu adalah bentuk keserakahan seseorang. "Orang yang disebut dalam rekaman tersebut bukan orang miskin. Pasti bisa makan empat kali sehari. Tapi karena keserakahan, maka itu terjadi," katanya. Ia mencontohkan sejumlah perkara korupsi yang disebabkan keserakahan di mana ada sembilan menteri dipenjara. Lalu ada 19 gubernur, 44 anggota DPR, dan 2 gubernur Bank Indonesia yang juga dibui selama beberapa tahun terakhir. 3 Desember 2015 5. Pandangan soal keraguan aktivis antikorupsi soal komitmen antikorupsi pemerintah (JUSUF KALLA) Berikut adalah sebagian pertanyaan yang Rappler ajukan pada Kalla, yang diberi judul “Catatan akhir tahun Wakil Presiden Jusuf Kalla”. Selebihnya adalah pertanyaan peserta di forum. Rappler Pemberantasan korupsi tahun ini, ada keraguan dari aktivis anti-korupsi. Menurut seorang Jusuf Kalla, pemerintah telah berhasil memenuhi komitmenya dalam bidang ini? Soal anti-korupsi, dalam satu kelompok, seakan dia yang paling pantas mewakili gerakan anti-korupsi, nanti kita lihat. Dari ukuran orang yang ditangkap pasti hebat. 22 Desember 2015 6. Penundaan revisi UU KPK (JOKOWI) 7. Tantangan besar bangsa Indonesia yang paling utama adalah korupsi (JOKOWI) 2016 “Setelah berbicara banyak mengenai rencana revisi Undang-Undang KPK tersebut, kita bersepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini, ditunda. Saya memandang perlu adanya waktu yang cukup untuk mematangkan rencana revisi Undang-Undang KPK dan sosialisasinya kepada masyarakat,” kata Presiden Jokowi kepada para wartawan di Istana Negara, Senin (22/02). BBC 22 Februari 2016 Dalam Special Forum with President Jokowi, Presiden Joko Widodo bebagi cerita tentang perkembangan Indonesia saat ini kepada sekitar 1.300 diaspora Indonesia di Seoul, Korea Selatan. Menurut Jokowi,tantangan paling besar bagi Indonesia adalah korupsi.Pernyataan ini diungkapkan Jokowi menjawab pertanyaan seorang WNI bernama Sinta yang menanyakan masalah di Indonesia yang menurut Jokowi paling penting jika diurutkan dari urutan pertama hingga kelima. Ayo News “Pertama itu kasus korupsi,” kata Jokowi disambut tepuk tangan para Diaspora Indonesia, di Ballroom Lotte Hotel, Seoul, Korea Selatan, Minggu (15/5/2016) . 15 Mei 2016 8. Kebijakan kepala daerah dalam konteks pembangunan (JOKOWI) Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo kembali mengingatkan aparat penegak hukum untuk tidak memidanakan kebijakan seorang kepala daerah. Hal tersebut diungkapkan Jokowi di hadapan para Kepala Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia, Selasa 19 Juli 2016. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo terlihat marah saat memberikan sambutan dan arahan kepada seluruh Kapolda dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), di Istana Negara, Jakarta. Presiden menegaskan, pembangunan harus dijalankan secara bersama dan didukung semua pihak. Maka, pemerintah sudah mengeluarkan 12 paket kebijakan ekonomi. "Sekali lagi semuanya harus segaris, harus seirama sehingga orkestrasinya menjadi suara yang baik," kata Jokowi, dalam sambutan pengantarnya. Jokowi mengingatkan instruksinya di Istana Bogor pada 2015 lalu. Saat itu, ada lima instruksinya kepada aparat penegak hukum. Pada kesempatan ini, Jokowi ingin mengevaluasi kembali instruksi itu, yang menurutnya tidak dijalankan. "Pertama bahwa kebijakan diskresi tidak bisa dipidanakan, jangan dipidanakan," kata Jokowi. Kedua, Jokowi mengingatkan kembali bahwa tindakan administratif tidak boleh dipidanakan. Sehingga aparat baik Polri maupun Kejaksaan, harus memilahnya. "Tolong dibedakan mana yang niat nyuri, nyolong dan mana yang maladministrasi. Saya kira aturan di BPK sudah jelas," kata mantan Gubernur DKI itu. Jokowi juga menyinggung pada poin ketiga, bahwa kerugian yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan, diberi peluang 60 hari. "Keempat, kerugian negara ini harus konkret, tidak mengada-ada," kata Jokowi. "Kelima, tidak diekspos ke media secara berlebihan sebelum kita melakukan penuntutan. Ya kalau salah, kalau enggak salah," ujarnya. Dari lima poin yang diinstruksikan setahun lalu itu, Jokowi mengatakan, masih banyak Kapolda dan Kajati yang tidak mengindahkan perintahnya. Viva news "Evaluasi perjalanan selama ini, saya masih banyak sekali mendengar tidak sesuai dengan yang saya sampaikan," katanya. Jokowi meminta, agar pembangunan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Tapi Jokowi terlihat marah, karena justru penegakan hukum tidak sejalan dengan keinginan pemerintah melakukan pembangunan. "Saya masih banyak keluhan dari bupati, wali kota, gubernur. Nanti saya akan jelaskan ketika tidak ada media." 9. Dorongan agar negara-negara G-20 mencontoh pemberantasan korupsi di Indonesia (JOKOWI) 19 Juli 2016 Presiden Joko Widodo menyebutkan, negara-negara G-20 dapat mencontoh Indonesia dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi. "Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara yang aktif memerangi korupsi," ujar Jokowi saat menjadi pembicara kunci di G-20, Hangzhou, China, Senin (5/9/2016), seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com. Kompas Jokowi kemudian menjelaskan bentuk-bentuk memerangi tindak pidana korupsi yang telah dilaksanakan oleh pemerintahannya. Mulai dari mendorong transparansi anggaran, penegakan hukum, hingga sosialisasi nilai-nilai antikorupsi di masyarakat. 10. Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Ketua DPD RI (JOKOWI) 5 September 2016 "Pada kesempatan yang baik ini, saya juga menegaskan sekali lagi stop korupsi. Sudah titik, untuk siapa pun," kata Jokowi. Menurut Presiden, pemerintah selalu menghormati penegakan hukum yang tengah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kompas "Saya meyakini bahwa KPK dalam menangani sesuai dengan kewenangannya itu sangat-sangat profesional," ujar Jokowi. 11. 12. Keterkaitan antara opini BPK dengan tindak pidana korupsi (JOKOWI) Revisi PP 99/2012 (JOKOWI) 17 Septemer 2016 Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) bukan menjadi jaminan bagi pemerintah daerah untuk menyatakan bahwa pengelolaan keuangan bebas korupsi. “Saya ingin mengingatkan kepada seluruh menteri, pimpinan lembaga, gubernur, bupati, wali kota, dan jajarannya, jangan hanya berhenti pada mengejar predikat WTP, opini WTP. Karena opini WTP bukan merupakan jaminan bahwa tidak akan ada praktik penyalahgunaan keuangan, tidak akan ada praktik korupsi. Tidak,” kata Presiden Jokowi saat meresmikan pembukaan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016 di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/9). 20 September 2016 Presiden Joko Widodo mengundang sekitar 22 pakar dan praktisi hukum ke Istana untuk membahas isu-isu penegakan hukum terkini, salah satunya soal rencana revisi PP 99 tahun 2012 yang ingin memberi remisi bagi koruptor. Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi mengaku belum menerima draf Berita Satu Sinar Indonesia Baru (SIB) revisi PP 99/2012. Namun Jokowi memastikan jika PP itu akan direvisi, maka dia akan menolaknya. "Mengenai revisi misalnya revisi PP 99 tahun 2012, sampai sekarang juga belum sampai ke meja saya. Tapi kalau sampai ke meja saya, akan saya sampaikan, saya kembalikan saya pastikan," ucap Presiden Jokowi dalam pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (20/9). 20 September 2016 13. Pungutan liar di instansi pemerintah (JOKOWI) Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memberikan peringatan keras kepada aparat agar tidak melakukan pungutan liar (pungli) di semua instansi. Jokowi mengatakan tidak akan memberi ampun serta menyikat habis aparat pelaku pungli. Harian Jogja Pernyataan itu disampaikan Presiden Jokowi, saat membagikan sebanyak 3.515 sertifikat tanah milik warga di 15 kabupaten/kota di Jateng di Lapangan Kota Barat, Mangkubumen, Banjarsari, Solo, Minggu (16/10/2016). “Sekarang harus bekerja cepat melayani masyarakat. Kami tidak ingin ada pungli dalam mengurus sertifikat tanah,” ujar Jokowi. “Pelayanan pembuatan sertifikat tanah, SIM [surat izin mengemudi], KTP [kartu tanda penduduk], penerbitan izin lainnya kalau dipungli laporkan. Kami tidak main-masin soal pungli,” ujar Jokowi. Ia mengaku mendapatkan banyak kritik setelah menangkap basah pungli di Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Rabu (12/10/2016), karena dinilai nilai pungli terlalu kecil untuk diurus Presiden. “Semuanya akan saya awasi langsung. Jangankan ratusan atau puluhan juta, Rp10.000 saya urus,” kata Jokowi. Menurut dia, meskipun uangnya kecil tetap meresahan dan menjengkelkan. Kalau pungli kecil itu di dilakukan di semua pelabuhan, kantor pemerintahan, di jalan mulai dari Sabang sapai Merauke nilainya bisa sampai puluhan triliun. “Kami menyerahkan pungli dengan nilai besar ke KPK [Komisi Pemberantasan Korupsi]. Soal pungli nilai kecil urusan Presiden,” kata dia. 16 Oktober 2016 14. Revisi UU KPK (JUSUF KALLA) JK mencontohkan terdapat 2 mantan pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang tersangkut kasus hukum. Liputan 6 "Dengan segala hormat, 2 Ketua KPK juga tersangkut hukum. Dan itu ada kemungkinan salah juga kan, ya harus diawasi. Itu sangat penting dipahami juga. Kan normal saja di dunia ini selalu ada yang mengawasi kan," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (16/2/2016). 15. Pengawasan 16 Februari 2016 Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan personel yang dimiliki Komisi Republika dana desa oleh KPK (JUSUF KALLA) Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan cukup untuk mengawasi penggunaan dana desa. "KPK itu orangnya ada berapa? Desa ada berapa? Kan tidak (mungkin) di daerah bisa cukup (mengawasi). Kalau KPK semua mengawasi, nanti tidak ada yang kerja di Jakarta," kata Wapres usai menghadiri Rakornas Pembangunan dan Pemberdayaan Desa, Senin (22/2). Untuk melaksanakan dana pembangunan desa, Wapres mengatakan, diperlukan peningkatan kemampuan, inisiatif serta kemandirian dari para aparat desa. Kalla pun mengingatkan para kepala daerah bahwa dana desa tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan kemandirian suatu desa dalam pembangunan. Sehingga, para kepala daerah diharapkan membuat peraturan yang tidak mempersulit pelaksanaan penggunaan dana tersebut. 16. Kaitan korupsi dan kekuasaan (JUSUF KALLA) 22 Februari 2016 Wakil Presiden Jusuf Kalla yakin korupsi dan kekuasaan selalu punya benang merah. Bagi Kalla, korupsi dan kekuasaan punya keterkaitan yang kuat, begitu erat. Kompas "Sebenarnya kalau kita bicara korupsi, tentu korupsi itu ya bicara kekuasaan," ujar Kalla di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (22/4/2016). Ia mengungkapkan, ada kekuatan dari kekuasaan yang selalu menjadi celah bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Kewenangan, itu yang Kalla maksudkan. Selama ini tutur Kalla, para pemegang kekuasaan kerap kali menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Di situ lah ucap dia, kewenangannya justru menjadi komoditas. "Kalau Anda tidak punya kewenangan, ya Anda tidak bisa korup. Karena yang diperdagangkan ialah kewenangan," kata Wapres. "Kalau wartawan mau korupsi, korupsi apa? Anda tidak punya kewenangan memutuskan orang mendapat apa, atau meringankan apaapa," tuturnya. 17. Revisi UU KPK (JUSUF KALLA) 22 April 2016 Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, poin-poin revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu dikhawatirkan. "Saya pikir itu bukan hal yang perlu dikhawatirkan, contohnya soal pengawasan, kenapa harus khawatir kalau KPK ada pengawasnya?" kata Wapres Kalla di Jakarta, Jumat. Dia mengatakan, semua lembaga negara memiliki pengawas untuk menjadikan kinerja lembaga tersebut berjalan sesuai dengan aturannya. "Lagi pula pengawas itu melihat kebijakan, tidak ikut dalam kegiatan sehari-hari KPK (penyidikan dan pemeriksaan). Untuk apa khawatir, Kompas sistem pengawasan itu harus diawasi supaya berjalan sesuai aturan," kata Kalla. Selain itu, terkait penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), Wapres mengatakan, kewenangan tersebut sama seperti yang dimiliki lembaga penegak hukum lain. "Kalau soal SP3, ya memang namanya manusia biasa, kalau tidak ada kesalahan kan pasti ada SP3-nya, dan hukum umum pun begitu," tambahnya. Dia menegaskan bahwa revisi UU KPK itu tidak dimaksudkan untuk membuat lembaga antirasuah itu menjadi mundur atau melemah. "Tidak ada hal, yang menurut saya, itu untuk melemahkan. Justru itu memperkuat posisi hukum, termasuk juga KPK, supaya ada dasar hukumnya dan masyarakat juga menjadi lebih jelas," katanya 18. Menanggapi isu mundurnya Ketua KPK jika revisi UU KPK dilanjutkan (JUSUF KALLA) 12 Februari 2016 Wakil Presiden Jusuf Kalla berkomentar terkait niat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo yang menyatakan akan berhenti dari jabatannya bila pemerintah dan DPR tetap merevisi Undang-Undang KPK. "Sumpah seorang pejabat termasuk presiden dan gubernur, menteri antara lain ialah akan taat kepada konstitusi dan undang-undang," kata JK di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin, 22 Februari 2016. Saat ditanya apakah ketika mundur dari jabatan tersebut berarti melanggar sumpah jabatan, ia tak membenarkan. Ia hanya menegaskan seorang pejabat negara harus taat pada konstitusi dan UU. "Saya hanya bacakan sumpah seorang pejabat. Saya tidak katakan (melanggar sumpah jabatan)," ujarnya menambahkan. Viva news 22 Februari 2016 19. Pengawasan dana desa oleh KPK (JUSUF KALLA) Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan personel yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan cukup untuk mengawasi penggunaan dana desa. Republika "KPK itu orangnya ada berapa? Desa ada berapa? Kan tidak (mungkin) di daerah bisa cukup (mengawasi). Kalau KPK semua mengawasi, nanti tidak ada yang kerja di Jakarta," kata Wapres usai menghadiri Rakornas Pembangunan dan Pemberdayaan Desa, Senin (22/2). Untuk melaksanakan dana pembangunan desa, Wapres mengatakan, diperlukan peningkatan kemampuan, inisiatif serta kemandirian dari para aparat desa. Kalla pun mengingatkan para kepala daerah bahwa dana desa tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan kemandirian suatu desa dalam pembangunan. Sehingga, para kepala daerah diharapkan membuat peraturan yang tidak mempersulit pelaksanaan penggunaan dana tersebut. 20. Mahar Ketua 22 Februari 2016 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melarang iuran caketum Golkar Detik Umum Golkar (JUSUF KALLA) senilai Rp 1 miliar untuk Munaslub. Mantan ketua umum Golkar sekaligus wakil Presiden RI Jusuf Kalla turut mengemukakan pandangannya soal ini. "Saya belum tahu itu. Karena itulah sebenarnya formatnya salah, kalau kita menyumbang kepada panitia kan tidak ada soal," ujar Jusuf Kalla di JiExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis, (5/5/2016). Jika uang yang diberikan caketum kepada panitia berupa sumbangan, JK menilai itu sah-sah saja. JK menggarisbawahi tujuan dari iuran yang dibayarkan caketum seharusnya bukan sebagai syarat pendaftaran. "Ya bukan mahar sebenarnya, ini kan sumbangan buat panitia. Bukan bahasanya diubah tujuannya yang diubah, bukan syarat orang untuk mendaftar tapi berpartisipasi dalam kepanitiaan. Ya bahwa semua orang bergotong royong untuk membantu panitia untuk penyelenggaraan, tidak ada salah kan kalau menyumbang," imbuhnya. 21. 22. Alasan kasus korupsi semakin banyak terungkap walaupun tindakan tegas sudah diambil (JUSUF KALLA) Reformasi peradilan (JUSUF KALLA) 5 Mei 2016 Indonesia punya aturan yang keras untuk menindak para pelaku korupsi. meskipun demikian, kata Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, aksi korupsi justru semakin banyak jumlahnya. "Kalau selama ini kita mempunyai Undang-Undang lebih keras dan tindakan lebih keras, kenapa isu ataupun masalah koruspi makin besar," ujar Jusuf Kalla. Hal tersebut diungkapkan Jusuf Kalla saat memberikan sambutan di peluncuran buku "Sisi Lain Akuntabilitas KPK dan Lembaga Pegiat Antikorupsi Fakta dan Analisis" di hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (12/5/2016). Ia menyebutkan, ada sejumlah alasan yang membuat kasus korupsi justru semakin banyak terungkap walaupun tindakan tegas sudah diambil. Diantaranya semakin besarnya anggaran pemerintah. "Karena orang korupsi sebagian besar (yang dikorupsi) angaran dan kebijakan," katanya. Selain itu berkembangnya definisi korupsi juga membuat semakin banyak pelaku korupsi diamankan. Kata dia korupsi saat ini bukan hanya aksi merugikan uang negara untuk memperkaya diri sendiri. Selain itu semakin besarnya kewenangan pejabat di daerah, membuka kesempatan lebih besar lagi bagi para pejabat-pejabat di daerah untuk melakukan tindak rasuah. "Dulu eksekutor ada di tingkat pusat, karena segala keputusan ada di Jakarta," katanya. 12 Mei 2016 Beberapa bulan belakangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap hakim di berbagai daerah karena diduga terlibat sejumlah kasus korupsi. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku sangat sedih melihat benteng terakhir pencari keadilan itu bisa dimasuki virus korupsi. "Ya tentu menyedihkan memang kalau benteng hukum itu jebol juga," kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (27/5/2016). Tribun Liputan 6 Hukuman lebih tinggi kepada pejabat danpenegak hukum menurut Wapres bisa jadi cara untuk memberi efek jera. Tak hanya itu, reformasi internal berupa pengawasan yang baik juga harus ditingkatkan. "Efektif, ya reformasi di bidang peradilan itu, pengawasannya juga harus kuat dan lebih baik lagi keterbukaan kepada masyarakat," ujar JK. Di mata mantan Ketua Umum Golkar ini, kondisi yang ada memang terbilang mengkhawatirkan. Hanya saja, pemerintah dirasa belum perlu mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) sebagai langkah penyelamatan institusi para hakim. JK menilai aturan pemberatan hukuman bagi para penegak hukum yang melanggar perlu diberlakukan. Namun, semua pertimbangan kembali ke hakim yang menangani perkara itu. "Hakim itu menentukan bobot kesalahannya berdasarkan hukum ada maksimumnya. Kan selama ini tidak semua juga maksimum, ada minimum. Itu tergantung penilaian hakim, tidak perlu pakai Perppu karena itu sudah ada ketentuannya," pungkas JK. 23. Suap penegak hukum (JUSUF KALLA) 27 Mei 2016 Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, tidak akan ada habisnya jika fokus penyelenggara negara hanya untuk mendapatkan uang yang lebih banyak secara terus-menerus. "Tunjangan, apa, macam-macam, mungkin tidak cukup, tapi kapan cukupnya? Persoalannya kan di situ, tidak pernah, karena kebutuhannya kan makin tinggi. Namun demikian kita semuanya harus mengawasinya. Paling penting, jangan diberi. Ini pasti yang berperkara yang bikin masalah karena pasti beberapa kali memberi kan, mencari jalan pintas," kata Kalla di Istana Wapres, Jakarta, Jumat 17 Juni 2016. Kalla berpendapat, korupsi selalu berkaitan dengan buruknya mental. Selain itu juga ada masalah dengan sistem dan transparansi. Meski begitu dia juga menilai orang bermental baik pun masih ada yang tergoda karena kesempatan. Itu sebabnya, sistem, transparansi, dan mental menurut Kalla harus dibenahi. Menurut dia, orang sering mengatakan kemungkinan penyuapan penegak hukum terjadi karena pendapatan rendah. Sehingga sistem menaikkan tunjangan dan menghukum melakukan kesalahan (reward and punishment) juga sudah diterapkan. Namun, setelah tunjangan ditingkatkan pun, Kalla melihat tetap saja ada yang melakukan tindakan koruptif. "Kita memang menyadari bukan hanya pengadilan tapi banyak sektor, karena itu puncaknya pemerintah bentuk KPK supaya lebih ampuh dengan segala macam kewenangan yang lebih tinggi dibanding yang lain. Tapi kan negara kita luas, tidak semua pasti bisa dipantau secara langsung seperti itu. Memang di pengadilan selalu kita jalankan karena itu pertahanan daripada seluruh penyelenggara hukum kan. Kalau itu bobol memang menyulitkan semuanya," katanya. Kalla berharap, langkah-langkah tegas seperti penangkapan membuat Pikiran Rakyat ada perubahan. Sehingga orang merasa ketakutan berbuat tindakan koruptif atau kesadaran untuk tidak berbuat curang. "Cuma itu saja yang kita harapkan sambil memperbaiki sistem keterbukaan dan kesadaran semuanya," katanya. 24. Mafia peradilan (fokus pembenahan panitera) (JUSUF KALLA) 25. Rencana penerbitan inpres anti kriminalisasi(JU SUF KALLA) 26. Remisi pelaku korupsi (JUSUF KALLA) 17 Juni 2016 Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, mengatakan, selama ini pemerintah sudah selalu berupaya agar lembaga peradilan di Indonesia bisa lebih baik. Namun kenyataannya masih saja ada panitera yang ditangkap. "Titik simpulnya sepertinya di panitera. Pengaturan-pengaturannya sepertinya lebih bebas ke mana-mana," kataJusuf Kalla, di kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (1/7/2016). Wakil Presiden berharap ke depannya panitera bisa lebih diperhatikan, agar kasus seperti yang menjerat Santoso dan Edy Nasution tidak terulang. "Selama ini panitera sepertinya kurang diperhatikan, ternyata besar sekali perannya," kata Jusuf Kalla. Untuk memperbaiki hal tersebut, Jusuf Kalla mengatakan sistem di internal Mahkamah Agung (MA) perlu kembali dievaluasi. 3 Juli 2016 Rencana penerbitan inpres anti kriminalisasi berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi karena memberikan imunitas terhadap kepala daerah. Pernyataan Wapres Jusuf Kalla di Istana Wapres Tribun Kompas "Kalau pemerintah membuat itu, tidak boleh menolak. Bagaimana caranya? Apa urusannya KPK bisa menolak keppres yang dikeluarkan pemerintah?" 7 Juli 2016 Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan koruptor berhak mendapatkan remisi meskipun pidana korupsi termasuk kejahatan yang luar biasa. "Kalau pembunuh saja bisa mendapat remisi, kemudian koruptor tidak bisa diberikan reward padahal sudah disiplin, berkelakuan baik, tentu kami diskriminatif," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, 12 Agustus 2016. Tempo Menurut JK, tujuan pemberian remisi terhadap korupsi adalah agar terpidana memperlihatkan disiplin selama menjalani masa tahanan. Selain itu, sekaligus untuk memberi kesempatan kepada terpidana bertobat dari sisi moral atau berkelakuan baik. "Itulah syarat pemberian remisi," kata dia. JK mengatakan semua orang yang telah dihukum dan dipenjara, tentu memiliki sisi kemanusiaan. "Kami tidak membedakan lagi, walaupun tentu kami agak berat memberi remisi," kata JK. 27. Pengawasan internal pemerintah (JUSUF KALLA) 12 Agustus 2016 Wakil Presiden Jusuf Kalla berpandangan banyaknya koruptor yang ditangkap saat ini bukanlah indikator keberhasilan terhadap pengawasan internal pemerintah. Sebaliknya, pengawasan dapat dikatakan berhasil apabila anggaran pemerintah tertib mengikuti program yang telah Kata Data dicanangkan. "Bukan dari korupsinya tapi bagaimana anggaran tertib dan efektif," kata Kalla saat pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) 2016 di Gedung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jakarta, Selasa (23/8). Pandangan itu disampaikan Kalla lantaran banyak kasus korupsi berawal dari hasil pengawasan auditor negara, seperti BPKP dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kalla menunjukkan contoh lain pentingnya peran pengawas internal pemerintah. Tingkat keterisian rumah sakit yang menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami kenaikan hingga 50 persen, merupakan suatu kegagalan dalam penyediaan kesehatan. "Berhasil itu kalau orang berkurang ke rumah sakit, tandanya tidak ada yang sakit karena ada tindakan preventif," katanya. 28. Kasus E-KTP (JUSUF KALLA) 23 Agustus 2016 Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla mengakui bahwa proses pembuatan e-KTP masih diwarnai dengan masalah dan indikasinya sudah terendus sejak awal proyek tersebut digelontorkan pada 2011 lalu. "Memang ada indikasi sejak awal e-KTP itukan bermasalah, karena itu ada yang tersangkut, jadi karena itu sambil berjalan tentu penegak hukum juga akan meneliti ini kejadian," ujar Jusuf Kalla di kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (2/9/2016). Berbagai permasalahan soal e-KTP saat ini, menurut Jusuf Kallabisa jadi berkaitan dengan kasus korupsi yang ditangani KPK. Menurutnya penyelidikan KPK itu harus terus dilakukan, sehingga selain bisa mengungkap siapa-siapa saja yang telah melakukan tindak pidana korupsi, juga bisa diketahui permasalahannya. "Apa ada hubungannya dengan korupsi sehingga terjadi kekurangankekurangan, utang lah belum dibayar," ujarnya. Namun, bukan berarti pemerintah tidak berbuat apa-apa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. 2 September 2016 Tribun LAMPIRAN IV KOMPILASI PERNYATAAN JAKSA AGUNG/KAPOLRI No Peristiwa 1. Pemindahan Jaksa Yudi Kristiana dari KPK (H.M PRASETYO) Pernyataan dan Sikap Jaksa Agung/Kapolri 2015 Jaksa Agung Muhammad Prasetyomeminta publik untuk tidak terus berprasangka buruk terhadap kejaksaan, apalagi setelah pihaknya memindahkan jaksa Yudi Kristiana dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sumber Kompas Menurut Prasetyo, penarikan Yudi dari KPK tidak ada hubungannya dengan kasus yang tengah ditangani. "Janganlah kalian pikir negative thinking terus. Tidak ada kaitannya sama sekali," kata Prasetyo kepada wartawan, Selasa (17/11/2015). Pemindahan tugas Yudi Kristiana dari KPK ke Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan, dikatakan Jaksa Agung, merupakan bagian dari promosi. "Dipromosikan di Badan Diklat Kejagung sebab di sana dia bisa mentransfer ilmunya kepada para jaksa dan calon jaksa," kata Jaksa Agung. 2. Usulan Revisi UU KPK dari DPR (YASONNA LAOLY) 17 November 2015 Rapat Badan Legislasi (Baleg) hari ini bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly memutuskan draf revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi, menjadi usulan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan draf RUU pengampunan pajak (tax amnesty), menjadi inisiatif pemerintah. CNN Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengatakan, keputusan terkait dua usulan pembahasan tersebut, sudah sejalan dengan peraturan perundangan. "Pemerintah setuju RUU Tax Amnesty menjadi inisiatif pemerintah, dan tentang Undang-undang KPK menjadi prakarsa DPR," kata Yasonna, dalam rapat Baleg di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (27/11). 27 November 2015 3. Pertemuan Jaksa Agung dan Komisioner ICAC Hongkong (H.M PRASETYO) Jaksa Agung H.M Prasetyo menyatakan jika Pemerintah menginginkan pemberantasan korupsi di Indonesia agar maksimal sepatutnya meniru apa yang dilakukan oleh Hong Kong. Prasetyo menuturkan pertemuan bilateral antara Kejaksaan Agung dengan delegasi Commissioner Independent Commission of Anti Corruption (ICAC) Hong Kong hari ini, Kamis (17/3) di Gedung Kejaksaan Agung sekitar pukul 10.00 WIB dilangsungkan sebagai bentuk keinginan badan penegak hukum untuk memperbaiki sistem pemberantasan korupsi di Indonesia. "Pertemuan hari ini ya sebagai wadah untuk bertukar saran dan CNN pengalaman seputar pemberantasan korupsi di Hong Kong dan Indonesia antara komisi independen Hongkong dengan Kejaksaan," tutur Prasetyo seusai pertemuan bilateral tersebut dilaksanakan. Prasetyo juga tidak menutupi kemungkinan jika ke depannya, Kejaksaan Agung dan ICAC akan menjalin kekerja sama seputar peningkatan pemberantasan korupsi di Indonesia "Kesepakatan keduanya, ke depan kita ingin kerjasama dalam rangka tukar informasi dan sebaginya. Termasuk pelatihan-pelatihan karena nampaknya Indonesia perlu banyak belajar dari KPK Hong Kong," kata Prasetyo. 4. OTT kasus suap Jaksa di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (H.M PRASETYO) 18 Maret 2016 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait kasus suap yang diduga melibatkan jaksa di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Dua jaksa dimintai keterangan oleh KPK dan masih berstatus saksi. Republika Jaksa Agung, HM. Prasetyo pun tidak mempersoalkan KPK memeriksa jaksa dalam kasus tersebut. Apabila memang jaksa terbukti terlibat dalam kasus tersebut maka terdapat konsekuensi yang harus diterima. "Ada proses hukum dan ada konsekuensinya dong," ujar Prasetyo, di Kejaksaan Agung (Kejakgung), Jumat (1/4). Ia pun menegaskan Kejaksaan Agung akan memeriksa jaksa yang diduga terlibat. Meski begitu, untuk saat ini, Prasetyo menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada KPK sebab, proses hukum keduanya berada di KPK. "Sejauh diminta dukungan ya kita akan lakukan," kata Prasetyo. 5. Penangkapan buronan BLBI, Samadikun Hartono (H.M PRASETYO) 1 April 2016 Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan bahwa dengan penangkapan terhadap Samadikun Hartono, buronan kasus BLBI yang menghilang selama 13 tahun, membuktikan koruptor tak akan pernah bisa berkutik. Liputan 6 "Malam ini kita buktikan, tidak ada tempat yang aman bagi koruptor," ucap Prasetyo dalam jumpa pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (21/4/2016) malam. Karena itu dia mengucapkan terima kasih kepada Badan Intelijen Negara (BIN) yang telah membawa pulang Samadikun Hartono, buronan kasus BLBI yang telah melarikan diri selama 13 tahun. Pak Ka-BIN dan jajarannya yang telah berupaya menemukan Samadikun yang telah 13 tahun buron," ujar Prasetyo. 6. OTT Jaksa di Jawa Barat (H.M 21 April 2016 Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dua oknum Jaksa di Jawa Barat merupakan pukulan berat bagi institusi Kejaksaan yang JPNN PRASETYO) sedang memperbaiki citranya. OTT tersebut menurut Prasetyo, terkait kasus dugaaan korupsi BPJS di Pemerintah Kabupaten Subang, Jawa Barat. "Bupati terlibat dalam kasus itu, tapi ada indikasi sebuah usaha agar bupati tidak terlibat," kata Prasetyo, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (21/4). Dia jelaskan, kasus ditangani Polda Jawa Barat. Kejaksaan menurut Prasetyo, menerima berkas dari Polda. "Yang jadi pertanyaan, karena menurut sejumlah sumber soal adanya uang pengganti. Itu tercium KPK maka dilakukan OTT," ujarnya. Jaksa Agung menegaskan, menceritakan hal tersebut tidak bermaksud apapun. "Tapi dari kedua Jaksa ini satu namanya Deviyanti, pernah tugas di Pontianak dan Baturaja. Suaminya supir, dan dia sendiri menambah penghasilannya sebagai tukang kue. Saat dia ditangkap lagi mau jualan kue. Kasihan," ujar Prasetyo, dengan wajah sedih. 7. Penangkapan buronan Century, Hartawan Aluwi (H.M PRASETYO) 21 April 2016 Tim pemburu koruptor kembali berhasil menangkap buronan koruptor perkara Bank Century, Hartawan Aluwi di Singapura. Antara "Hartawan Aluwi ditangkap oleh BIN," kata Jaksa Agung HM Prasetyo seusai pemulangan buronan koruptor BLBI Samadikun Hartono di Bandara Halim Perdana Kusumah, Jakarta Timur, Kamis malam. Hartawan Aluwi, tersangka yang terseret dalam kasus Bank Century dengan Kerugian Negara Rp.3,11 triliun. 8. Putusan MK terkait jaksa tidak berhak mengajukan peninjauan kembali (H.M PRASETYO) 21 April 2016 Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan jaksa tidak berhak mengajukan peninjauan kembali (PK). Putusan itu diketok atas permohonan istri koruptor Djoko S Tjandra, Anna Boentaran. Djoko hingga kini masih buron. "MK yang membuat putusan bahwa jaksa tidak bisa mengajukan PK adalah langkah mundur dalam penegakkan hukum. Keputusan yang sungguh memprihatinkan dari sisi mencari keseimbangan dalam upaya mewujudkan kebenaran dan keadilan," kata Jaksa Agung HM Prasetyo dalam pesan pendek yang diterima detikcom, Senin (16/5/2016). "Nampaknya MK saat ini lebih dikuasai pemikiran memberikan perlindungan berlebihan kepada pelaku tindak pidana dan kejahatan termasuk korupsi. Sementara melupakan adanya sisi lain pencari keadilan yaitu korban kejahatan. Dalam melaksanakan tugas penegakkan hukum, jaksa mewakili kepentingan korban, kepentingan masyarakat dan kepentingan negara," sambung Prasetyo. Menurut Prasetyo, dalam tindak pidana korupsi yang dirugikan bukan hanya keuangan negara tetapi di dalamnya juga rakyat karena tindak Detik pidana korupsi sebenarnyalah telah merampas hak kehidupan ekonomi dan sosial dari rakyat. 9. Kasus suap yang melibatkan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Sudung Sitomorang dan Asisten Pidana Khusus, Tomo Sitepu (H.M PRASETYO) 10.Dugaan keterlibatan Farizal dalam kasus suap impor gula Sumatera Barat (H.M PRASETYO) 16 Mei 2016 Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah melindungi Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Tomo Sitepu dalam kasus dugaan suap PT Brantas Abipraya. Jaksa Agung HM Prasetyo mengyatakan tidak akan melindungi pihak yang salah. KBR "Melindungi apa? Tidak ada istilah melindungi. Kamu lihat bagaimana kasus yang di Jawa Barat itu. Saya perintahkan dari Jawa Tengah dijemput, serahkan kemari (KPK-red). Tidak ada istilah melindungi, yang salah ya salah ya, yang benar ya benar. Kita tidak akan melindungi yang salah. Tapi akan membela yang benar," kata HM Prasetyo usai buka bersama di Gedung KPK Jakarta, Kamis (23/06/2016). Prasetyo melanjutkan, "Kasus suap itu ada yang aktif dan pasif. Adakalanya katakanlah, orang mau menyuap saya. Saya nggak tahu mau diapakan? Kan gitu persoalannya," imbuhnya. 23 Juni 2016 Kejaksaan Agung (Kejagung) berjanji tidak menghambat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat (Sumbar), Farizal. Sindo Pemeriksaan terkait dugaan keterlibatan Farizal dalam kasus suap impor gula yang menjerat Ketua DPD Irman Gusman. KPK dalam kasus tersebut menetapkan Irman Gusman sebagai tersangka. "Instrumen pengawasan kita masih melakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap yang berkaitan," ujar Jaksa Agung HM Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/9/2016). Dia mengatakan, pihaknya sejak kemarin sudah memanggil Farizal. Namun yang bersangkutan tidak hadir. Dia berharap hari ini Farizal memenuhi panggilan Kejagung. Dia berjanji hasil penyelidikan dan keterangan yang diperoleh dari Farizal akan dikoordinasikan ke KPK. "Kami tidak menghalangi proses hukum di KPK. Kalau salah ya salah, benar ya dibela. Itu prinsip," tegasnya. 11. Agenda reformasi tubuh Polri (TITO KARNAVIAN) 20 September 2016 Calon tunggal Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Tito Karnavian, akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat pada hari ini, Kamis 23 Juni 2016. Tito, yang saat ini menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, berjanji memberantas korupsi di tubuh Korps Tri Brata--sebutan bagi Polri--jika menjadi Kapolri. "Saya harus memperbaiki citra Polri yang dikenal kotor," kata Tito di rumah dinasnya di Kompleks Polri Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu 22 Juni 2016. Pada Rabu siang hingga sore, Tito didampingi istrinya, Tri Suswati, Tempo menjadi sahibulbait sejumlah anggota Komisi Hukum DPR yang ingin mencatat rekam jejak keluarganya. Tito mengatakan telah menyiapkan 11 program untuk dipaparkan dalam ujian itu. Satu yang terpenting adalah reformasi internal Polri. Program ini akan dimulai dari pembenahan sistem rekrutmen yang lebih transparan serta sistem jenjang karier menggunakan rekam jejak dan penilaian kinerja. (Baca: Cerita Istri Tito, Derita Kapolri dan Tak Lagi Pakai Jins Sobek) Untuk mencegah korupsi, dia berencana membuat peraturan Kapolri (perkap) tentang pembelian barang mewah oleh anggota Polri. Seluruh prosesnya, kata dia, harus dicantumkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). "Belinya di mana, sumber uangnya dari mana, dan nilainya berapa. Itu harus detail," kata Tito. Sanksi juga akan ia siapkan bagi anggota yang telat membuat LHKPN. 12.Penindakan kasus korupsi (TITO KARNAVIAN) 23 Juni 2016 Calon Kapolri Komjen Tito Karnavian bertekad memberantas korupsi dan narkoba. Tito memiliki resep agar anggotanya tidak malas bergerak. Metro TV "Mendorong penindakan-penindakan jaringan, salah satu triknya sama dengan kasus korupsi. Kita buat target. Setiap wilayah ada target," kata Tito dalam uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Kapolri di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/6/2016). Tentu target itu memiliki kriteria masing-masing. Sehingga pengungkapan kasus tidak menumpuk di satuan tingkat tertentu. "Berapa yang ditangani Mabes Polri, Polda dan Polres. Yang memenuhi target kita kasih reward. Yang enggak, ya minggir," ujarnya. Menurut Tito, peluang terciptanya kompetisi antarunit atau satuan perlu dimanfaatkan. Dengan adanya kompetisi ditambah reward dan punishment, semangat anggota atau satuan dapat meningkat. "Sistem target ini, maka mau enggak mau akan terjadi kompetisi. Target akan terpenuhi. Kalau tidak ada target, akan terjadi bussiness as ussual," katanya. 13.Sanksi bagi polisi yang tidak melaporkan LHKPN (TITO KARNAVIAN) 24 Juni 2016 Untuk mengatasi budaya prokoruptif dan perilaku humanis maka disarankan untuk meningkatkan penghasilan disamping itu Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) nantinya digunakan untuk memantau kondisi keuangan polisi tersebut sehingga terjadi korupsi. "Contohnya tunjangan kinerja yang baru 57 persen, takehome pay anggota kecil mereka relatif rendah. Anggota polisi terendah hampir sama dengan upah minimum regional otomatis kita tanggung jawabnya besar. Kita harus berusaha perbaiki," kata Tito Karnavian. Nantinya jika tidak ada yang melaporkan LHKPN maka akan dikenakan Sindo sanksi internal secara bertahap supaya tidak terjadi goncangan internal karena berpotensi secara bersambungan. "Tapi dukungan eksternal juga terutama perbaikan kesejahteraan mohon dukungan eksternal," kata Tito. 14.Korupsi sebagai masalah penghambat di tubuh Polri (TITO KARNAVIAN) 1 Juli 2016 Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengatakan, saat ini dirinya memiliki tanggung jawab besar dalam menyelesaikan tiga masalah besar yang terdapat dalam tubuhPolri. Kompas Tito menuturkan, ada serangkaian persoalan yang membuat tingkat kepercayaan masyarakat kepada polisi semakin menurun. "Memang masih ada problema di tubuh Polri yaitu perilaku korup, kekerasan eksesif, dan sikap arogan yang menjadi perhatian saya sebagai Kapolri," ujar Tito saat menghadiri acara silaturahim Idul Fitri 1437 H Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jakarta, Senin (18/7/2016). "Itu tugas saya agar publik kembali percaya," kata dia. 15.Kunjungan Tito Karnavian ke KPK (TITO KARNAVIAN) 18 Juli 2016 Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia ingin bersilaturahmi dengan Pimpinan KPK. Liputan 6 Tito hadir di KPK bersama Wakil Kabareskrim, Irjen Arief Sulistyanto, dan Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar. "Saya ini kan baru menjabat satu bulan. Dari teman-teman KPK tadinya mau ke mabes para komisioner. Saya bilang kalau ke mabes sudah sering. Justru saya yang pengen ke sini," ujar Tito di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/8/2016). Menurut dia, kunjungannya ini juga bertujuan untuk mempererat hubungan kedua lembaga tersebut. "Jadi sekarang ini dalam rangka untuk pererat lah hubungan sekaligus kerja sama. Kan kita sudah buat draf MoU. Itu menjadi bahan bahan juga untuk yang kita diskusikan nanti," tegas Tito. Bukan hanya itu, dia juga akan berbicara dengan para penyidik KPK yang berasal dari Polri. "Saya juga nanti diberikan kesempatan untuk berbicara kepada penyidik penyidik dari Polri. Karena mereka adalah anak saya juga," tandas Tito. Dia pun menegaskan, hal ini sebagai tanda Polri selalu mendukung kinerja KPK. "Prinsipnya kita saling dukung antara Polri dan KPK. Kami siap mendukung langkah langkah KPK," tutup Tito. 19 Agustus 2016 16.100 hari menjabat Tito BBC Kini, setelah 100 hari menjabat, bagaimana perkembangannya? Wartawan Karnavian (TITO KARNAVIAN) BBC Indonesia, Mehulika Sitepu, mewawancarai Tito Karnavian di Mabes Polri, Jakarta, hari Selasa (11/10) dan berikut petikannya. Apa perkembangan selama menjabat Kapolri? Saya mendapat informasi dari beberapa survei, kepercayaan publik kepada Polri cenderung sudah meningkat -memang tidak pada papan atas, di papan menengah, tapi tidak di bawah seperti dulu. Salah satu pendorongnya, menurut beberapa survei, karena figur, harapan yang tinggi kepada Kapolri. Kedua karena ada perbaikan kinerja, seperti pengungkapan kasus-kasus: terorisme, penyanderaan dan lain lain. Tapi ada yang belum berhasil sepenuhnya. Terutama perubahan kultur. Kultur artinya sikap arogansi, budaya yang masih korupsi, penggunaan kekerasan eksesif, ini masih ada. Karena paket-paket kebijakan yang saya buat masih sampai ke tingkat middle manager, belum sampai ke tingkat foot soldiers, rank and file, para pelaksana di lapangan, para bintara. Sehingga mereka belum menyadari bagaimana pentingnya public trust. 12 Oktober 2016 17.OTT pungli di Kementerian Perhubungan (TITO KARNAVIAN) Tim gabungan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di loket pelayanan Direktorat Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Padahal, pengurusan surat dan pelayanan di Direktorat Perhubungan Laut telah berlaku secara daring sehingga tak ada pembayaran apapun di loket. Metro TV Ada dua buah loket di lantai enam yang disegel oleh Polisi. Di atas kaca loket tertulis kode SID, CBA, dan Safe Manning. Pada kaca pun tertempel stiker yang betuliskan tidak menerima tip kepada pegawai. "Jadi tidak ada pembayaran apapun lagi, tapi yang terjadi adalah untuk mempercepat atau supaya tidak dipersulit mereka, maka disiapkan sejumlah uang," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian usai mendampingi Presiden Jokowi di Gedung Karya, Kementerian Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (11/10/2016). 18.Revisi UU KPK (YASONNA LAOLY) 12 Oktober 2016 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly mengatakan ada empat isu penting dalam revisi UU KPK yang diusulkan oleh Fraksi PDI Perjuangan, NasDem, Golkar, PPP, Hanura, dan PKB. "Ada empat isu penting dalam revisi UU KPK yakni penyidikan, penyadapan, dewan pengawas dan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3)," kata Yasonna Laoly, sebelum rapat dengan Komisi III DPR, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (3/2). Empat isu tersebut lanjutnya, ada beberapa hal yang baik. "Dewan pengawas tetap perlu, SP3 juga demi hukum. Sebab, di antara tersangka ada yang stroke dan atau meninggal dunia tapi statusnya tetap JPNN tersangka," ujar Yasonna. 19.Revisi UU KPK (YASONNA LAOLY) 3 Februari 2016 Presiden Joko Widodo dan DPR sepakat menunda pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, penundaan tersebut merupakan salah satu bentuk dari proses sosialisasi. Liputan 6 "RUU KPK itu kan ditunda pembahasannya. Supaya disosialisasikan dulu. Karena ada salah persepsi di masyarakat. Seolah-olah KPK ini akan kita kubur hidup-hidup. Ini kan tidak begitu," ujar Yasonna di Jakarta, Rabu (24/2/2016). Dia mengungkapkan, sebenarnya hingga hari ini, pemerintah belum mendapatkan draf dari DPR terkait apa saja yang dijadikan pembahasan. "Memang kami belum menerima konsep dari DPR, tapi Presiden mengatakan, sudahlah lakukan sosialisasi dulu ke masyarakat," ungkap politikus PDIP itu. Yasonna mengatakan tidak tahu sampai kapan revisi UU KPK akan ditunda. 24 Februari 2016 20.Kemenkumham Pimpinan KPK Laode M Syarif menyebut pihaknya tak dilibatkan dalam tidak revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan melibatkan KPK Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Namun Menkum HAM Yasonna Laoly dalam menegaskan semua pihak dilibatkan, termasuk KPK. pembahasan revisi PP No "Itu rapat inter-kementerian, ada KPK, jaksa, polisi ada semua draf setuju 99/2012 ada perbaikan prosedur tetap ada perbedaan antara napi biasa dengan (YASONNA napi teroris, ada prosedur jadi bentuknya TPP, tim penilai pengamat LAOLY) pemasyarakatan jadi di situ ada KPK, polisi, jaksa," kata Yasonna di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (11/8/2016). Detik Rencana revisi PP itu memunculkan kontroversi karena dianggap akan memudahkan napi koruptor untuk bebas. Tetapi Yasonna membantah hal tersebut karena korupsi tergolong kejahatan luar biasa. "Ini kita harus koreksi, jangan kita biasakan buat sesuatu yang tak benar. Tetap koruptor itu memang, teroris, bandar narkoba punya perbedaan dalam hal remisi dan pembebasan bersyarat itu prinsip. Hanya yang datang ke publik enggak tahu masalahnya sudah heboh," sebut Yasonna. "Wewenang saya adalah membuat pembinaan, membuat integrasi sosial, membuat rehabilitasi. Orang baik sembayang lima waktu semua baik, bahkan bisa untuk deradikalisasi masa enggak dikasih (remisi)? Yang benar saja. Sama dengan koruptor," pungkas Yasonna. 21.Remisi koruptor (YASONNA 11 Agustus 2016 Menkum HAM Yasonna Laoly ingin napi koruptor juga mendapat remisi. Politisi PDIP yang akrab disapa Laoly ini ingin ada keadilan bagi semua napi termasuk napi kasus korupsi. Detik LAOLY) "Banyak juga dari mereka yang merasa terzolimi. Makanya sekarang sistem yang kita bangun. Konsepnya belum di setujui saja sudah langsung ribut," jelas Laoly di Badiklat Cinere, Depok, Jumat (12/8/2016). Menurut dia, napi teroris saja yang masuk kategori extraordinary crime mendapatkan remisi dari Densus 88 bila berkelakuan baik. Kemenkum juga akan meminta pendapat jaksa bila napi itu dari kejaksaan dan KPK bila dari KPK. Dan bila dari KPK tidak memberikan persetujuan remisi tidak menjadi soal. "Sekarang saja teroris dapet remisi kok dari Densus setelah dinilai berkelakuan baik, dan membantu mengungkap jaringan yang beredar. Dan sekarang ada diskriminasi. Sama-sama koruptor, ada yang diproses melalui kejaksaan dan bisa, tetapi jika di KPK tidak bisa," jelas dia. Soal remisi bagi napi koruptor menurutnya sudah dibahas bersama ahli dan kalangan kampus, serta institusi penegak hukum lainnya. "Yang membahas ini ada KPK, polisi, jaksa, ahli. Semua konsep ini sudah di FGD-kan di seluruh RI melibatkan para pakar, kampus-kampus. Jadi nggak usah berdebat 'Pokok'e', itu nggak bener. Tidak ada UU yang sempurna, hanya kitab suci yang sempurna. Jadi jangan katakan kepada saya PP ini sempurna, dan PP ini bukan dibuat dengan emosi, bukan dengan ahli kriminologi, tetapi dengan ahli hukum tata negara," tutupnya. 22.Remisi Hari Kemerdekaan ke 71 (YASONNA LAOLY) 12 Agustus 2016 Di Hari Kemerdekaan ke-71 Republik Indonesia, pemerintah memberikan remisi terhadap 82.015 narapidana di seluruh Indonesia. Jumlah ini terbagi dalam dua remisi yakni remisi umum I sebanyak 78.487 narapidana dan remisi umum II sebanyak 3.528. Hal itu dikatakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly usai memimpin upacara di kantor Kemenkumham, Rabu, 17 Agustus 2016. "Yang dapat remisi umum II ini langsung bebas," kata Yasonna. Jumlah 82.015 narapidana yang mendapat remisi ini berasal dari 131.954 narapidana yang selama ini mendekam di berbagai lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Selain itu, masih ada lagi 67.426 tahanan yang tinggal di berbagai rumah tahanan di Indonesia. "Tapi kalau yang dapat remisi ini hanya narapidana. Tahanan itu kan belum selesai proses hukumnya," ucapnya. Seperti pemberian remisi di momen-momen lainnya, remisi kemerdekaan ke-71 RI pun didominasi oleh narapidana tindak pidana umum yang jumlahnya mencapai 68.633 narapidana. Sementara narapidana narkoba berada di urutan kedua terbanyak dengan jumlah 12.761 narapidana yang mendapat remisi. "Selain itu ada juga kasus terorisme sebanyak 27 narapidana dan kasus korupsi sebanyak 128 narapidana. Mereka mendapat remisi karena telah memenuhi syarat seperti berkelakuan baik, ada perubahan prilaku, dan mengikuti program pembinaan. Itu sudah dikaji, enggak bisa seenaknya main tarik," ucapnya seraya menuturkan, mantan bendahara Partai Pikiran Rakyat Demokrat yang tersandung sejumlah kasus korupsi, Muhammad Nazaruddin pun turut mendapat remisi. "Saya enggak tahu detilnya (berapa remisinya), tapi dia dapat. Kan sudah memenuhi PP 99, tapi dia kan masih ada proses hukum yang lain. Oleh KPK dia kan dikasih justice collaborator, istrinya juga. Ya sudah," ucapnya. 17 Agustus 2016 23.Revisi PP 99/2012 (YASONNA LAOLY) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan Tempo rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan bukan untuk meringankan hukuman narapidana kasus korupsi. Menurut dia, revisi dilakukan untuk perbaikan sistem peradilan. "Orang-orang mikirnya seolah-olah kami mau meringankan koruptor. Cara berpikirnya saya tak suka, seolah-olah mau bagi-bagi remisi," ucap Yasonna di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Senin, 22 Agustus 2016. Kementerian Hukum berencana merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012. Dalam revisi itu, ada hal yang memudahkan koruptor mendapat remisi. Kementerian beralasan, penjara sudah penuh, sehingga para kriminal itu harus segera keluar. Pemberian remisi untuk koruptor, ujar Yasonna, akan melibatkan KPK. Sedangkan remisi untuk narapidana kasus terorisme akan melibatkan rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Sedangkan remisi untuk napi kasus narkoba akan melibatkan Badan Narkotika Nasional. "Kami bahas orang ini layak tidak dapat remisi. Jadi tidak sembunyi-sembunyi," tuturnya. Sedangkan terkait dengan rencana penghapusan aturan terkait dengan justice collaborator (JC) dari PP Nomor 99 Tahun 2012, Yasonna mengatakan hal tersebut sudah sesuai dengan sistem peradilan. Rencana ini sebelumnya dikritik banyak pihak, salah satunya Komisi Pemberantasan Korupsi. "Jangan ubah sistem peradilan kita. Yang buat PP 99 ini tidak mengerti soal peradilan. Tulis itu besar-besar," ucapnya. 24.Biaya sosial 22 Agustus 2016 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly Berita Satu untuk koruptor (YASONNA LAOLY) mengapresiasi usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membebankan biaya sosial terhadap terpidana kasus korupsi. Tetapi, menurutnya wacana tersebut akan terganjal pada tataran aturan karena belum ada peraturan yang mengatur hal itu. Meskipun, Yasonna mengatakan bahwa usulan pembebanan biaya sosial tersebut bisa dijadikan alternatif hukuman untuk membuat jera para pelaku korupsi. Dengan catatan, dimatangkan dahulu terutama terkait dasar hukumnya. "Yang penting kan harus ada dasar hukumnya. Kalau memang ada maksud begitu harus disiapkan payung hukumnya, Maksud dari pembebanan biaya sosial itu dalam bentuk apa? Apakah biaya sosialnya bekerja? Atau apa? Kalau dia (KPK) mau jadi dibuat begitu, dasar hukumnya apa? Kan harus dbuat," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (16/9). Hanya saja, Yasonna mengatakan akan lebih baik jika penegak hukum fokus mengejar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang juga kerap dilakukan oleh pelaku tindak pidana korupsi. Apalagi, sudah ada dasar hukum bagi aparat penegak hukum untuk menindak para pelaku TPPU. "Yang penting kan sebenarnya bukan pembebanan biaya sosial tetapi TPPU-nya dikejar karena koruptor kan mencari uang. Kalau uangnya ditarik semua, mau jadi apa dia. TPPU nya saja makanya harus betul-betul dan dikasih denda yang tinggi," ujar Yasonna. 25.Remisi tindak pidana korupsi ditunda (YASONNA LAOLY) 26.Deponering Abraham Samad dan Bambang Widjojanto (H.M PRASETYO) 16 September 2016 Kementerian Hukum dan HAM akhirnya mengalah terkait revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan remisi untuk terpidana korupsi tetap pada ketentuan yang lama yakni harus menjadi saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator). "Kita cari jalan tengah. Bahwa remisi itu tetap penting, hanya sementara ini untuk tindak pidana korupsi itu ditunda," kata Yasonna di kantornya, Jakarta, Kamis (29/9/2016). 29 September 2016 Jaksa Agung HM Prasetyo memutuskan untuk mengesampingkan(deponering) dua perkara yang melibatkan mantan ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Dalam keterangan pers di Gedung Kejaksaan Agung Jakarta Kamis (3/3), Jaksa Agung HM Prasetyo menjelaskan, keputusan ini adalah hak prerogatif dirinya selaku Jaksa Agung. "Saya sebagai Jaksa Agung menggunakan hak prerogatif yang diberikan oleh pasal 35 huruf C Undang-Undang No 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, untuk mengambil keputusan. Dan keputusan yang diambil Jaksa Agung adalah mengesampingkan (deponeering) perkara atas nama saudara Abraham Samad dan saudara Bambang Wijoyanto. Pengesampingan perkara dimaksud adalah demi Tribun Voa Indonesia kepentingan umum," ujar Prasetyo. 3 Maret 2016