VISI - Jurnal UNJ

advertisement
Jurnal Ilmiah
VISI
Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PPTK PAUDNI)
Vol. 10 No.1 Juni 2015
ISSN 1907-9176
Hal 1 - 66
Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil
penelitian dan kajian kepustakaan mengenai pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan
pendidikan anak usia dini, nonformal, dan informal. Jurnal VISI diterbitkan pertama kali pada bulan
Juni 2006.
Susunan Redaksi:
Penasehat
:
Prof. Dr. Djaali, M.Pd
Penanggung Jawab
:
Dr.SofiaHartati,M.Si
Ketua Penyunting
:
Prof. Dr. B. P. Sitepu, M.A.
Wakil Ketua Penyunting
:
Dr. Gantina Komala Sari, M.Psi.
Penyunting Pelaksana
:
Retno Widyaningrum, S.Kom., M.M.
Ika Lestari, S.Pd., M.Si
Mitra Bestari
:
Dr. Mubiar Agustin (Pendidikan Anak Usia Dini - UPI)
Dr. Asep Saepudin, M.Pd. (Pendidikan Luar Sekolah - UPI)
Pelaksana Tata Usaha
:
Supraptiningsih, S.IP.
Pelaksana Teknis
:
Mita Septiani, M.Pd
Ade Dwi Utami, M.Pd
Alamat Redaksi:
Gedung Daksinapati Lt.3, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta
Rawamangun Muka, Jakarta Timur 13220
Telp. (021) 47860970; Faks: (021) 4897535; HP: 081210663761
e-mail: [email protected]
http://journal.unj.ac.id/jurnalfip/index/visi
ISSN 1907-9176
VISI
PEMBINAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NONFORMAL, DAN INFORMAL (PPTK PAUDNI)
Pengembangan Model Pembelajaran Keterampilan Sosial Anak Autis di TK B
(Model Development of Social Learning Skill for Autism Children at Kindergarten)
Suharsiwi
1-8
Profil Keterlibatan Orang Tua Dalam Pendidikan Anak Usia TK
(Profile of Parents Involvement in The Education of The Children of Kindergarten Age)
Mukti Amini
9 - 20
Penerapan Latihan Kehidupan Praktis Anak Usia 3-4 Tahun
(Implementation of Practical Life Exercise for The Age of 3 – 4 Years)
Ayu Fajarwati
21 - 28
Pengembangan Bakat Seni Anak Pada Taman Kanak-Kanak
(Development of Children’s Artistic Talent at Kindergarten)
Putu Aditya Antara
29 - 34
Pemberdayaan Masyarakat Pasca Keaksaraan Fungsional Melalui Kelompok Belajar
Usaha Untuk Meningkatkan Taraf Hidup
(Community Empowerment Post Functional Literacy Through Business Learning Group to
Improve Life Quality)
Agus Winarni
35 - 42
Dampak Pendidikan Kewirausahaan Masyarakat (PKuM) Dalam Konteks Pemberdayaan
Masyarakat
(Impact of Community Entrepreneurship Education (PKuM) in The Context of Community
Empowerement)
Entoh Tohani
43 - 54
Analisis Fungsionalisasi Hasil Belajar Warga Belajar Keaksaraan
(Analysis of Functioning Learning Achiement of Literacy Learning Community Members)
Elais Retnowati
55 - 66
PENGHARGAAN
Atas kesediaan menjadi Mitra Bestari dalam penerbitan Jurnal Ilmiah
Visi PPTK-PAUDNI Volume 10 No 1 Juni 2015 ini,
Dewan Redaksi Jurnal Ilmiah Visi PPTK-PAUDNI menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:
NAMA
INSTANSI
KEAHLIAN
Dr. Mubiar Agustin, M.Pd
Universitas Pendidikan Indonesia
Pendidikan Anak Usia Dini
Dr. Asep Saepudin, M.Pd
Universitas Pendidikan Indonesia
Pendidikan Luar Sekolah
Dr. Sofia Hartati, M.Si
Universitas Negeri Jakarta
Pendidikan Anak Usia Dini
Dr. Karnadi, M.Pd
Universitas Negeri Jakarta
Pendidikan Luar Sekolah
Dr. Hapidin, M.Pd
Universitas Negeri Jakarta
Pendidikan Anak Usia Dini
Dr. Lambas
Pusat Kurikulum dan Perbukuan,
Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Teknologi Pendidikan
Dr. Maria Paristyowati, M.Pd
Universitas Negeri Jakarta
Teknologi Pendidikan
Dr. Gantina Komalasari, M.Psi
Universitas Negeri Jakarta
Bimbingan dan Konseling
Jurnal Ilmiah VISI PPTK-PAUDNI
Terakreditasi oleh LIPI
Nomor 621/AU2/P2MI-LIPI/03/2015
Masa Berlaku Akreditasi 2015 - 2018
PENGANTAR
REDAKSI
Sejarah peradaban manusia menunjukkan berbagai upaya
yang dilakukan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya
sehingga dapat mengatasi berbagai masalah yang juga semakin
lama semakin rumit. Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS)
menjadi tumpuan harapan manusia untuk meningkatkan kemampuan
mengatasi berbagai masalah serta sekaligus mengembangkan diri dan
lingkungannya. Oleh karena itu, secara mandiri atau melalui lembaga
pendidikan, berbagai upaya dilakukan manusia untuk meningkatkan
kemampuan mengembangkan dan menguasai IPTEKS. Kemajuan dan
penguasaan atas IPTEKS suatu bangsa dijadikan ukuran kemajuan
dan peradabannya.
Belajar merupakan salah satu kegiatan dalam proses pendidikan.
Melalui belajar, seseorang dapat meningkatkan kemampuan kognitif,
motorik, dan afektifnya. Apabila setiap orang dalam masyarakat
melakukan kegiatan belajar, maka dapat diharapkan akan terwujud
masyarakat belajar dan selanjutnya apabila semua masyarakat dalam
suatu bangsa belajar, maka dapat disimpulkan bahwa bangsa itu adalah
bangsa yang belajar untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara
menyeluruh. Selanjutnya, keberhasilan belajar terlihat pada perubahan
perilaku yang produktif dan inovatif menjadi salah satu ciri mayarakat
atau bangsa yang gemar belajar. Dengan demikian, persaingan
antarbangsa dalam menguasai pasar dunia di era globalisasi dewasa
ini, pada hakikatnya adalah persaingan kecepatan dan kemajuan belajar
untuk menghasilkan produk unggul yang memenangkan persaingan.
Begitu strategis dan pentingnya peranan pendidikan dalam
meningkatkan kualitas individu, masyarakat, dan bangsa secara
keseluruhan sehingga semakin banyak pemerintah yang memberikan
prioritas dalam mengembangkan sektor pendidikan nasionalnya.
Indonesia misalnya, menaruh perhatian yang begitu besar terhadap
penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut dapat terlihat dari langkahlangkah yang telah, sedang dan akan ditempuh Pemerintah, seperti
adanya Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional;
ditingkatkannya anggaran penyelenggaran pendidikan hingga 20%
dari APBN; menyelenggarakan program wajib belajar hingga 12 tahun;
penyaluran berbagai bantuan pendidikan seperti Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), dana bantuan siswa miskin (BSM), dan Kartu Indonesia
Pintar (KIP). Pembangunan dan pengembangan pendidikan itu tidak
terlepas dari salah satu tujuan pendirian Negara Kesatuan Republik
Indonesia yakni meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia melalui
jalur pendidilkan sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD
Tahun 1945. Masih dalam upaya meratakan dan meningkatkan mutu
pendidikan, Pemerintah menyelenggarakan pendidikan melalui suatu
Sistem Pendidikan Nasional dan memberikan kesempatan kepada
setiap warga negara Indonesia memperoleh pendidikan sesuai dengan
kemampuan mental dan fisiknya.
Di dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional disebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan
terdiri atas tiga jalur, yaitu pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Dari ketiga jalur pendidikan tersebut, pendidikan informal atau yang
akrab disebut dengan pendidikan dalam keluarga atau lingkungan,
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
merupakan jalur pendidikan pertama yang diterima oleh setiap individu.
Dengan demikian, peran orang tua, keluarga, dan lingkungan sangat
dibutuhkan untuk membangun pendidikan berkualitas sejak anak
berusia dini. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang
sangat mendasar dan strategis untuk menciptakan manusia yang
berkualitas dan berkepribadian karena pada usia dini (0-6 tahun) otak
anak berkembang sangat cepat hingga 80% (golden age). Pada usia
tersebut, otak bekerja sangat optimal dalam menyerap berbagai macam
informasi, tanpa filterisasi. Di saat itulah perkembangan fisik, mental,
maupun spiritual anak mulai terbentuk. Ini merupakan periode kritis bagi
anak karena sangat mempengaruhi perkembangan periode berikutnya
hingga dewasa. Kesalahan dalam menyikapi masa keemasan tersebut
dapat mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak tidak
berjalan dengan optimal. Oleh karena itu, pendidikan anak usia dini
tidak hanya perlu mendapat perhatian khusus dari orangtua, anggota
keluarga, masyarakat, dan pemerintah, tetapi juga perlu dilakukan secara
tepat sesuai dengan perkembangan fisik dan mental anak.
Kesesuaian dan ketepatan penyelenggaraan pendidikan anak
usia dini di jalur pendidikan informal, nonformal, dan formal dapat dilihat
dari perlakuan, lingkungan, serta sumber belajar yang disediakan.
Belakangan ini tidak jarang terdengar kekerasan yang dilakukan terhadap
anak, penelantaran anak, dan penyediaan sumber belajar (buku,
permainan, tontonan) yang dapat merusak perkembangan mental atau
fisik anak. Gejala-gejala negatif tersebut memberikan indikasi, belum
semua orang, baik orang tua, guru, maupun lingkungan menyadari
pentingnya pendidikan yang baik untuk anak usia dini. Tanpa atau dengan
kesadaran, lingkungan dapat mencemari masa keemasan anak sehingga
juga merusak masa depan anak tersebut.
Ungkapan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup kadangkadang memberikan makna dan tafsiran yang berlebihan, sehingga
anak dipaksa belajar secara formal sedini mungkin sehingga merampas
kebebasan dan kesenangan mereka bermain dalam usia keemasannya.
Tidak jarang terlihat praktek pembelajaran yang tidak wajar bagi anak usia
dini, seperti melakukan kegiatan di luar kemampuan dan perkembangan
mental dan fisiknya. Upaya-upaya yang demikian mungkin didasari
anggapan, anak perlu dibelajarkan sedini mungkin agar kelak dapat
menguasai IPTEKS dengan baik.
Kemajuan pesat teknologi informasi dan komunikasi telah
memungkinkan tersedia dan melimpahnya berbagai informasi yang
dapat diperoleh dengan cepat serta dapat dipergunakan untuk keperluan
belajar. Dengan demikian, belajar dapat dilakukan di mana saja, kapan
saja, dan tentang apa saja. Hal yang menjadi penting adalah kemampuan
mengakses, mendapat, memilah, dan menggunakan informasi itu untuk
meningkatkan berbagai jenis kemampuan. Kemampuan teknologi
informasi dan komunikasi itu juga membuat kemampuan dasar untuk
belajar dan hidup tidak hanya kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung (calistung), tetapi juga kemampuan menggunakan teknologi.
Perkembangan tersebut menuntut semua orang, termasuk para tenaga
pendidik dan kependidikan untuk melek terhadap teknologi.
Penguasaan Ipteks sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 1, No.1, Juni 2015
masalah yang semakin besar dan pelik serta dihadapai manusia secara
individu, kelompok, atau keseluruhan. Sampai sekarang ini masih
banyak orang mengandalkan jalur pendidikan untuk belajar, menguasai,
dan mengembangkan ipteks. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri
bahwa belum semua orang dapat memperoleh kesempatan mendapat
pendidikan formal walaupun pemerintah telah memberlakukan program
wajib belajar pendidikan dasar. Masih ada saja yang putus sekolah atau
tidak memanfaatkan kesempatan belajar itu karena berbagai alasan.
Kesenjangan kemampuan di kalangan anggota masyarakat akibat tidak
meratanya kesempatan memperoleh pendidikan dapat mengakibatkan
kecemburuan sosial serta berbagai jenis keresahan masyarakat dalam
bentuk kejahatan atau pengangguran.
Sebagaimana ditetapkan dalam UU No 20 Tahun 2003, setiap
orang dapat memperoleh pendidikan melalui jalur pendidikan formal,
nonformal, dan informal. Akan tetapi masih terdapat kecenderungan
masyarakat hanya mengandalkan pendidikan formal dengan anggapan
lebih bermutu serta lebih bergengsi. Pada hal sebenarnya mutu
pendidikan nonformal dapat disetarakan dengan pendidikan formal
berbasis pada kompetensi yang diperoleh. Demikian juga perhatian
peneliti dan pengamat pendidikan pada umumnya masih terfokus pada
masalah pendidikan formal dan kajian tentang pendidikan nonforma
relative masih kurang.
Di samping pendidikan dasar seperti Paket A dan B, serta
penedidikan menengah Paket C, berbagai jenis pendidikan nonformal
dalam bentuk kursus dan pelatihan diselenggarakan untuk memberikan
keterampilan hidup (life skills) tanpa batas usia serta jadwal yang
fleksibel. Kemampuan baca, tulis, dan hitung untuk masyarakat yang
masih buta aksara juga diberikan melalui pendidikan nonformal. Untuk
memperkaya dan mengembangkan kemampuan masyarakat, berbagai
sumber belajar disediakan melalui pendidikan nonformal seperti Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Belajar (SB), dan Taman
Bacaan Masyarakat (TBM). Lembaga-lembaga pendidikan nonformal
dikelola oleh pihak swasta dan pemerintah sebagai perwujudan
tanggung jawab masyarakat dan pemerintah dalam menyelenggarakan
pendidikan.
Walupun penelitian tentang pendidikan nonformal tidak sebanyak
pendidikan nonformal, terdapat sejumlah penelitian yang dapat
dijadikan contoh serta dimuat dalam edisi ini seperti Pengembangan
Masyarakat Pasca Keaksaraan Fungsional melalui Kelompok Belajar
Usaha untuk Meningkatkan Taraf Hidup oleh Agus Winarni serta Analisis
Fungsionalisasi Hasil Belajar Warga Belajar Keaksaraan oleh Elais
Retnowati. Pendidikan nonformal lainnya yang telah dilakukan seperti
penelitian yang dilakukan oleh Entoh Tohani berjudul Dampak Pendidikan
Kewirausahaan Masyarakat (PKuM) dalam Konteks Pemberdayaan
Masyarakat membuktikan bahwa pendidikan kewirausahaan membekali
masyarakat untuk menghadapi persaingan di dunia kerja yang
semakin ketat. Ketiga penelitian tersebut membuktikan usaha-usaha
pemberdayaan yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok, maupun
instansi pemerintah telah mengupayakan agar masyarakat yang belum
maupun tidak mengenyam pendidikan formal dapat dilayani dengan
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
pendidikan nonformal. Mudah-mudahan contoh tulisan yang bersumber
dari hasil penelitian pendidikan nonformal ini dapat menggugah dan
mendorong peneliti lainnya untuk mengembangkannya lebih lanjut
Pendidikan nonformal tidak hanya bagi orang dewasa tetapi juga
menjangkau hingga anak usia dini. Seperti penelitian yang dilakukan oleh
Suharsiwi tentang Pengembangan Model Pembelajaran Keterampilan
Sosial Anak Autis di TK B, Profil Keterlibatan Orang Tua dalam Pendidikan
Anak Usia TK oleh Mukti Amini, Penerapan Latihan Kehidupan Praktis
Anak Usia 3-4 Tahun oleh Ayu Fajarwati, serta Pengembangan Bakat
Seni Anak pada Taman Kanak-kanak oleh Putu Aditya Antara. Kempat
penelitian ini berusaha mengetahui dan mengembangkan potensi dan
bakat yang dimiliki anak usia dini dengan harapan sebelum masuk
jenjang ke sekolah dasar anak telah dibekali kompetensi kecakapan
sosial yang ia perlukan.
Laporan penelitian tentang pendidikan nonformal yang beraneka
ragam itu menunjukkan sebenarnya banyak masalah pendidikan
nonformal yang dapat diteliti secara ilmiah dan hasilnya dapat
dipergunakan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan
nonformal serta juga mungkin dapat memperkaya teori yang ada. Dengan
perkataan lain, kajian tentang pendidikan nonformal tidak kalah penting
dan menarik dibandingkan dengan pendidikan formal.
Jurnal Ilmiah VISI mulai terbit tahun 2006 dengan memuat
berbagai tulisan bersumber dari penelitian tentang pendidik dan tenaga
pendidikan pendidikan anak usia dini, nonformal, dan informal. Jurnal ini
telah diakreditasi oleh LIPI pada tahun 2010, 2012, dan 2015. Selaras
dengan ketentuan penerbitan jurnal, mulai tahun 2015, Jurnal VISI terbit
berdasarkan jumlah tulisan bukan jumlah halaman. Jurnal VISI akan
menerbitkan setidak-tidaknya 7 (tujuh) judul tulisan dengan jumlah sekitar
60 halaman secara keseluruhan. Mulai tahun 2015 ini juga, Jurnal VISI
akan terbit secara on-line dengan website http://journal.unj.ac.id/jurnalfip/
index/visi. Semoga dengan penerbitan on-line tersebut, tulisan dalam
jurnal ini semakin dapat tersebar dan dimanfaatkan oleh pembacanya.
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 1, No.1, Juni 2015
Penelitian
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK AUTIS DI TK B
Suharsiwi
e-mail: [email protected]
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jalan KH Ahmad Dahlan, Ciputat, Jakarta 15419
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengembangkan keterampilan sosial anak-anak autis dalam berinteraksi sosial, berkomunikasi dan kemandiriannya melalui model pembelajaran keterampilan sosial ACT-Me
(Autism Children Teaching Model). Metode penelitian yang digunakan adalah Research and Development
yang mengacu pada Borg & Gall. Pengembangan model dilakukan 2012-2014 di beberapa sekolah
di Jakarta, Tangerang, dan Depok. Tahap pengembangan produk dilakukan di sekolah khusus Mutiara
Hati BSD dan tahap pengujian terbatas di sekolah inklusif Semut-Semut. Penelitian menemukan ada
kebutuhan guru akan model ini dan saran para ahli untuk menyempurnakannya. Efektivitas uji model
menunjukkan, model pembelajaran keterampilan sosial ini memiliki kelayakan di atas 80% dari produk
yang dihasilkan berupa silabus, perencanaan harian, asesmen, buku kerja siswa, dan sejumlah media
yang dapat diterapkan di sekolah inklusif dan khusus. Saran penelitian ini adalah memerluas uji coba
dengan diseminasi agar model ini dapat diterapkan oleh anak-anak autis di seluruh Indonesia.
Kata-kata kunci: keterampilan sosial, pengembangan model pembelajaran, ACT-Me
MODEL DEVELOPMENT OF SOCIAL LEARNING SKILL
FOR AUTISM CHILDREN AT KINDERGARTEN
Abstract: This research aimed at developing the social skills of the children with autism in social interaction, communication and independence through social skills learning model, ACT-Me (Autism Children
Teaching Model). The method used was the Research and Development (R and D), developed by Borg
& Gall. The Model was developed in 2012-2014 at a number of schools in Jakarta, Tangerang and Depok.
Stages of product development were done at a special school “Mutiara Hati BSD”, limited testing phase
was also conducted inclusively in “Sekolah Semut-Semut”. The study founded that there is a great need
of training teachers using this model as the results show that this model has been found effective in the
field of testing. Besides, some suggestions were received from the experts to improve this model. Testing done on the effectiveness of the model showed, this model of learning social skills have eligibility
of above 80%. The material used covers in the area of syllabus, daily planning, assessment, student
workbook, and a number of media that can be applied in an inclusive and special schools. The research
recommends to expand the areas of similar research so that the model can be applied all over Indonesia.
Keywords: social skills, learning development model, ACT-Me
PENDAHULUAN
Bagi kebanyakan anak-anak autis, keberhasilan
akademis mereka di sekolah merupakan prestasi yang
diperoleh dari hasil kerja keras dan diperoleh dalam
waktu yang relatif lama. Secara umum, anak-anak
autis memiliki ketidakmampuan meniru lingkungan,
sehingga sulit berinteraksi sosial di lingkungannya.
Kesulitannya ini menyebabkan mereka tidak terampil
beradaptasi, sehingga membuatnya mudah frustasi
dan terkadang bersifat destruktif. Meski demikian,
penyandang autisme sebagai manusia, ia adalah
makhluk individu dan sosial yang membutuhkan
orang lain, walau terkadang interaksi yang ditunjukkan
terasa tidak terlalu mendalam dan hanya terbatas
pada pemenuhan kebutuhan dasarnya.
Membantu anak-anak autis mengembangkan
sejumlah keterampilan sosial akan menumbuhkan
kepercayaan diri mereka. Mereka akan memiliki
banyak teman, tumbuhnya emosi yang sehat dan
peduli pada sesama yang akhirnya membuat anak
memiliki kepercayaan diri yang positif. Semakin
cepat anak mengatasi persoalan sosialnya, akan
memudahkan mereka dalam menghadapi persoalan
akademisnya di sekolah sesuai jenjang pendidikannya.
Pembelajaran keterampilan untuk anak-anak
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
1
Pengembangan Model Pembelajaran ...
kebanyakan secara umum diperoleh melalui apa yang
dilihat dan ditiru dalam lingkungan sosialnya. Namun
untuk anak berkebutuhan khusus diperlukan sebuah
model pembelajaran yang dapat memvisualisasikan
sebuah keterampilan yang dapat dipahaminya.
Anak-anak dengan gangguan autis secara pribadi
membutuhkan bantuan orang sekelilingnya untuk
mengatasi hambatan-hambatan sosialnya. Guru dan
orangtua juga di pusat-pusat terapi akan membantu
memberikan penguatan bagi anak untuk memiliki
perilaku-perilaku yang diharapkan dapat dimiliki anak.
Pengertian keterampilan sosial adalah
kemampuan anak untuk berinteraksi dengan
orang lain pada konteks sosialnya (Milburn, 2002).
Pendapat lain menyatakan bahwa keterampilan sosial
merupakan pengetahuan tentang perilaku manusia
dan proses antarpribadi, kemampuan memahami
perasaan, sikap, motivasi orang lain tentang apa
yang dikatakan dan dilakukannya, dan kemampuan
untuk berkomunikasi dengan jelas dan efektif serta
kemampuan membangun hubungan yang efektif dan
kooperatif (Joice S. Oslond dkk, 2000).
Konsep model yang dikembangkan mengacu
pada model pembelajaran sosial. Model pembelajaran
sosial merupakan pengembangan dari teori belajar
perilaku behavioristik, di mana sebagian besar
manusia belajar melalui pengamatan secara selektif
dan mengingat tingkah laku orang lain. Gabriel
Tarde dalam Soekanto, berpendapat bahwa seluruh
kehidupan sosial didasarkan pada faktor imitasi
(Soekanto,1990)
Social modelling diyakini efektif digunakan
untuk membantu anak yang terisolasi dalam meningkatkan kemampuan interaksi sosial, keterampilan
membantu orang lain, meningkatkan keterampilan
meminta dan memberikan informasi (Milburn, 2002).
Menurut Gabriel Tarde beranggapan bahwa seluruh
kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan pada
faktor imitasi artinya perilaku seseorang didapat dari
pengamatan. Walau pendapat ini terkesan berat
sebelah, namun peranan imitasi dalam interaksi itu
tidaklah kecil. Seperti contoh adalah anak kecil yang
belajar berbicara adalah karena ia berimitasi kepada
orang lain. Bahkan tidak hanya itu tetapi perilaku yang
lain seperti bersalaman, memberi hormat, berterima
kasih dan lain-lain dipelajari karena berimitasi
(Ahmadi, 1990).
Dalam kegiatan imitasi, seseorang berusaha
untuk menyesuaikan pola reaksinya terhadap
model (Somantri, 2007). Sedang identifikasi adalah
2
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri
seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain
(Soekanto, 1990).
Tahapan belajar sosial dilakukan dengan
instruksi kinerja keterampilan baik verbal dan
pemodelan sosial, keterampilan kinerja - umpan
balik pelatih, dan penguatan pelatih, dan latihan,
menghasilkan perilaku yang diperlukan dan dalam
kondisi yang bervariasi. Langkah pembelajaran Social
modelling dilakukan dengan menunjukkan film pada
subjek penelitian, lalu memberikan coaching, dan
kemudian melakukan role playing (Cartledge, 1995).
Menurut Bandura, bahwa sebagian besar
manusia belajar melalui pengamatan secara selektif
dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti dari teori
pembelajaran sosial adalah melalui pengamatan
atau pemodelan (modelling), dan pemodelan ini
merupakan salah satu langkah paling penting dalam
pembelajaran. Meski demikian Bandura percaya
bahwa pengamatan tidaklah sesederhana imitasi.
Belajar melalui pengamatan diatur oleh empat proses yang saling terkait: proses pemerhatian, proses
retensi, proses reproduksi motorik, dan proses
motivasional (Hidayat, 2011).
Pembelajaran melalui pengamatan atau
observasi, proses imitasi dari apa yang diamati oleh
seseorang tergantung seberapa menarik model itu
sehingga berpengaruh pada perilaku seseorang.
Eksperimen yang dilakukan Bandura menggunakan
media Film berdurasi 5 menit yang menampilkan
perilaku agresif, dengan menggunakan model nyata
(manusia) bukan kartun. Model nyata (manusia) dan
bukan kartun ternyata lebih berdampak mempengaruhi perilaku anak. Meski demikian manusia juga
mempunyai kemampuan untuk mengembangkan
kemampuan berpikirnya, belajar melalui pengalaman,
mengatur diri dan melakukan refleksi diri (Hidayat,
2011).
Keterampilan sosial didefinisikan sebagai
seperangkat perilaku kompleks yang memungkinkan
seorang individu terlibat dalam hubungan interaksi
sosial positif timbal balik yang saling menguntungkan
(Cotugno, 2009). Sementara pendapat lain
menyatakan bahwa keterampilan sosial adalah
kemampuan seseorang untuk berpikir dan berperilaku
secara efektif dengan orang lain dalam situasi-situasi
sosial (Ormrod, 2002). Adapun contoh dari keterlibatan
fungsi kognitif ini adalah pada saat individu melakukan
interaksi dan membaca perasaan atau pikiran individu
lainnya dan membuat kesimpulan dari petunjuk-
Pengembangan Model Pembelajaran ...
petunjuk sosial yang berada di sekitarnya.
Combs dan Slaby dalam Cartledge and Milburn
mendefinisikan bahwa keterampilan so-sial sebagai
suatu kemampuan untuk berinteraksi dengan orang
lain pada konteks sosial yang ada dalam berbagai
cara tertentu yang dapat dihargai dan diterima secara
sosial, dan juga memberikan keuntungan bagi diri
sendiri, orang lain, maupun keduanya.
Pendapat lain menyatakan bahwa keterampilan sosial merupakan pengetahuan tentang
perilaku manusia dan proses antarpribadi, kemampuan
memahami perasaan, sikap, motivasi orang lain
tentang apa yang dikatakan dan dilakukannya, dan
kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas dan
efektif serta kemampuan membangun hubungan yang
efektif dan koperatif (Joyce, 2002).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
keterampilan sosial sebagai perilaku-perilaku yang
ditunjukkan untuk merespon terhadap situasi yang
ada, bertujuan menjalin hubungan dengan orang
lain secara tepat, dan diharapkan dalam hubungan/
interaksi tersebut bermanfaat bagi masing-masing
individu. Keterampilan sosial juga melibatkan
kemampuan seseorang dalam berpikir sehingga ia
mampu melihat petunjuk-petunjuk sosial yang berada
di sekitarnya atau memahami perasaan individu
lainnya. Keterampilan sosial sendiri memiliki cakupan
yang luas dan berkaitan dengan cara-cara praktis
yang harus dilakukan individu dalam bersosialisasi
dengan orang-orang di sekelilingnya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian
ini mengkaji pengembangan model pembelajaran
keterampilan sosial anak autis, yang meliputi
keterampilan anak autis melakukan kontak sosial,
berkomunikasi, dan kemandirian. Penelitian ini
difokuskan pada menemukan model pembelajaranya,
dengan pertanyaan penelitian: (a) apakah model
pembelajaran keterampilan sosial ACT-Me dapat
efektif dan mudah digunakan oleh guru di sekolah
untuk mengajarkan keterampilan sosial anak autis?
(b) bagaimana model pembelajaran keterampilan
sosial anak autis, (c) bagaimana desain rancangan
model pembelajaran keterampilan sosial anak autis
usia dini? dan (d) bagaimana profil anak autis yang
dapat dikembangkan dalam model pembelajaran
ACT-Me.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
Research & Development karena memiliki proses
yang lebih kompleks dalam tahapan-tahapan yang
dapat mengakomodasi beragam kepentingan
penelitian ini (Borg, 1989).
Pembelajaran yang dikembangkan merupakan
produk pengajaran yang membutuhkan justifikasi
dalam proses pembelajaran. Konsekuensinya
peneliti membutuhkan waktu yang panjang untuk
membaca banyak buku dan teori, melakukan analisis
kebutuhan atau studi lapangan, melakukan focus
group discussion ke berbagai pihak dan masuk ke
dalam kelas untuk melihat bagaimana keterampilan
sosial anak autis usia dini di sekolah dan melihat
bagaimana upaya yang sudah dilakukan guru di
sekolah. Research & Development membutuhkan
proses dan menuntut semangat yang kuat untuk
melakukan pemikiran yang dalam dan kritis, serta
kesabaran panjang untuk akhirnya melakukan
finalisasi pada produk pembelajaran yang dihasilkan.
Metode yang digunakan dalam mengembangkan model pembelajaran adalah merupakan
modifikasi antara model Borg and Gall dan desain
instruksional Dick and Carey, dengan langkahlangkah pengembangan untuk keperluan penelitian
ini dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu: (a)
tahap pertama adalah studi pendahuluan yang
berupa analisis kebutuhan; (b) tahap kedua adalah
perencanaan pengembangan model pembelajaran;
(c) tahap ketiga adalah uji coba, evaluasi ahli, dan
revisi produk; serta (d) tahap ke empat adalah tahap
implementasi model.
Penelitian dilakukan pada bulan April 2012
hingga Juli 2014. Studi pendahuluan dilakukan melalui
observasi dan wawancara 6 sekolah di wilayah
Tangerang, dan beberapa sekolah wilayah Jakarta
dan Depok. Tahap pengembangan produk dilakukan
di Sekolah Khusus Mutiara Hati, tahap ketiga uji coba
di Mutiara hati, dan analisis kualitatif yaitu dengan
reduksi data (data reduction), penyajian data (data
display), dan penarikan kesimpulan dan verifikasi
(conclusion drawing/verification).
Produk model dilakukan expert judgement oleh
ahli pendidikan khusus, ahli PAUD, ahli bahasa dan
ahli media. Tahap implementasi model dilakukan di
Sekolah Semut-semut yang selanjutnya dilakukan
uji coba model pembelajaran dengan melihat hasil
pre dan post. Analisis dilakukan secara kualitatif
dan kuantitatif, berupa analisis data hasil observasi,
wawancara dan dokumen. Hasil pre dan post model
dilakukan dengan melihat persentase keberhasilan
perolehan keterampilan sosial anak per indikator.
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
3
Pengembangan Model Pembelajaran ...
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelayakan model dilihat secara teoretik dan
empiris. Hal tersebut sejalan menurut pendapat
Neiven sebagaimana dikutip oleh Trianto model
pembelajaran dikatakan baik adalah jika model
memenuhi kriteria (a) memiliki kesahihan artinya
didasari pada rasional teoretis yang kuat dan terjadi
konsistensi internal; (b) dimana para ahli dan praktisi
menyatakan bahwa model yang dikembangkan dapat
diterapkan; dan (c) efektif, bahwa model tersebut
oleh para ahli dan praktisi dinyatakan efektif dan
memberikan hasil yang diharapkan (Trianto, 2010).
Pada bagian ini yang menjadi sasarannya
adalah pada point pertama dan kedua, yaitu model
pembelajaran keterampilan sosial anak autis usia
dini yang dikembangkan memiliki kesahihan artinya
didasari pada rasional teoretis yang kuat dan terjadi
konsistensi internal. Kedua secara empiris memiliki
kepraktisan, dimana para ahli dan praktisi menyatakan
bahwa model pembelajaran keterampilan sosial anak
autis yang dikembangkan dapat diterapkan di sekolah
pada level pendidikan anak usia dini yaitu usia pada
anak autis 5 – 8 tahun.
Secara teoretis model yang dikembangkan
memiliki kesahihan artinya didasari pada rasional
teoretis yang kuat dan terjadi konsistensi internal.
Untuk itu sebelum peneliti mengembangkan sebuah
model pembelajaran, terlebih dahulu dilakukan studi
pendahuluan berupa studi literatur sebagai dasar
rasional teoretis yang merupakan konstruk dari model
pembelajaran keterampilan sosial anak autis.
Adapun studi literatur tentang model
pembelajaran keterampilan sosial anak autis usia
dini disusun dari beberapa kajian berupa karakteristik
anak autis atau gaya belajarnya, model pembelajaran
sosial dari Bandura, dan tahap-tahap pembelajaran
sosial yang disesuaikan dengan kebutuhan anak
autis, juga dukungan perangkat pembelajaran.
Keterampilan Sosial Anak Autis Usia Dini
Setelah dilakukan kajian teoretis dari berbagai
kepustakaan berkaitan dengan karakteristik siswa,
keterampilan sosial, gaya belajar anak autis, dan
pembelajaran keterampilan sosial anak autis. Adapun
desain model tersebut yang dikonstruk dari beberapa
teori dapat dilihat pada gambar 1.
GAYA BELAJAR ANAK AUTIS:
1) Role learning, 2) Gestalt learning, 3) Auditory learning, 4) Visual learning, 5) Hands-on learning
Albert Bandura:
SOCIAL LEARNING
Pembelajaran
Melalui Pengamatan
Perangkat
Pembelajaran
Keterampilan Sosial
Anak Autis
- Silabus
- Asesmen
- Rencana kegiatan
harian
Atensi:
Proses Retensi:
Menentukan
apa yang
menjadi
perhatiannya
Menentukan
bagaimana
pengalaman
dikodekan di
dalam memori
Menonton
Film
Coaching:
Role Playing:
internalisasi
pengalaman
melalui bantuan
gambar dan
resume film
keterampilan
sosial
Guru
Siswa autis
Tutor
Teman sebaya
Film
ACT - Me
Proses
reproduksi
motorik:
Menentukan
perilaku apa
yang bisa
dikerjakan
Proses motivasi:
Menentukan
di situasi apa
pembelajaran
menjadi suatu
performa
tindakan
Assesmen
Keterampilan
Sosial
Gambar 1. Kerangka teori konsep pembelajaran keterampilan sosial anak autis
Autism Children Teaching Model (ACT-Me)
Model pembelajaran keterampilan sosial
anak autis meliputi perangkat sebagai berikut.
Pertama, penyusunan assesmen keterampilan
sosial anak autis. Assesmen disusun untuk melihat
kemampuan sosial anak autis sebelum dan sesudah
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Assesmen
awal sebagai masukan bagi pengembang atau guru
untuk menyusun rencana pembelajaran dengan
melihat indikator apa saja yang belum dikuasai
4
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
anak. Sementara assesmen yang dilakukan setelah
kegiatan pembelajaran merupakan evaluasi dari
proses kegiatan pembelajaran keterampilan sosial
anak autis.
Aspek keterampilan sosial anak autis usia
usia dini dijabarkan dalam beberapa aspek yaitu
aspek kontak sosial, komunikasi, dan kemandirian.
Setiap aspek dijabarkan dalam bentuk indikator dan
dilengkapi oleh keterangan rubrik penilaian agar
Pengembangan Model Pembelajaran ...
memudahkan guru melakukan penilaian. Skala
penilaian menggunakan rentang 1 sampai dengan 3.
Kedua, program pembelajaran keterampilan
sosial anak autis. Program pembelajaran disusun
dalam bentuk silabus untuk 1 tahun, yang berisi lingkup
perkembangan, capaian perkembangan, indikator
dan materi yang berkaitan dengan pembelajaran
keterampilan sosial anak autis usia dini di TK B.
Lingkup perkembangan berkaitan dengan
kemampuan keterampilan sosial yang akan dicapai
dalam keterampilan sosial anak autis. Lingkup
perkembangan dijabarkan dalam tiga capaian
perkembangan yaitu kontak sosial, komunikasi dan
kemandirian. Masing-masing capaian perkembangan
dijabarkan dalam butir-butir indikator. Dari indikator
yang ada diperoleh beberapa acuan materi
pembelajaran keterampilan sosial anak autis usia dini.
Ketiga, rancangan kegiatan harian.
Rancangan kegiatan harian memudahkan guru
dalam melaksanakan kegiatan harian pembelajaran
keterampilan sosial anak autis. RKH merupakan
turunan dari silabus yang masih dalam bentuk program
umum. Setiap guru yang mengajar keterampilan
sosial anak autis ini memegang RKH agar dapat
memudahkan guru dalam mengajar.
Rencana kegiatan harian menjelaskan tujuan
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, media
yang digunakan dan evaluasi. Urutan RKH tidak harus
runtut, guru dapat melihat kebutuhan anak pada
materi atau kemampuan yang belum dikuasai anak.
Penilaian guru pada keterampilan sosial yang dikuasai
anak autis, dapat melihat pada asesmen.
Keempat, media pembelajaran keterampilan
sosial anak autis. Media yang tersedia dalam bentuk
film DVD, kartu gambar dan Poster. Poster dibuat
dalam ukuran A3 untuk membantu guru mengenalkan
berbagai keterampilan sosial pada anak autis. Kartu
gambar disediakan sebagai latihan bagi anakanak autis dan memperkuat ingatan siswa pada
keterampilan sosial yang sedang dilatih.
Setiap materi yang disusun dilengkapi oleh
poster, film, dan kartu gambar. Desain dan gambar
disajikan dengan bahan yang tebal, dan warna dibuat
menarik sehingga dapat memotivasi anak untuk
bersemangat belajar keterampilan sosial bersama
guru.
Adapun hasil hasil analisis kebutuhan terhadap
model pembelajaran ACT-Me dari 6 sekolah yang
diobservasi dan beberapa guru didapat hasil seperti
tertera pada gambar 2.
Gambar 2. Grafik analisis kebutuhan
Model pembelajaran keterampilan sosial
anak autis selanjutnya dilakukan uji pakar (expert
judgement) yang dilakukan dengan meminta bantuan
penilaian dari lima orang pakar yang terdiri dari
pendidikan khusus, bahasa, dan anak usia dini, juga
ditunjang oleh dua orang pakar media untuk melihat
kualitas dan estetika produk.
Adapun masukan dari para pakar meliputi
komponen (a) silabus, (b) asesmen, (c) RKH, dan
(d) media pembelajaran. Dalam komponen silabus,
penilaian yang dilakukan adalah berkaitan dengan
tujuan dan sistematika penulisan. Adapun pertanyaan
yang diungkapkan berjumlah 10, dengan pilihan
jawaban sudah sesuai, perlu perbaikan, dan tidak
sesuai. Hasil yang diperoleh adalah 96 % yang
merupakan hasil keseluruhan penilaian para ahli.
Secara umum tanggapan yang diberikan berkaitan
dengan silabus adalah bahwa silabus yang disusun
sudah sesuai. Adapun hasil penghitungan datanya
disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Penilaian Komponen Silabus
Keterangan
Hasil
Tujuan
94% Sudah sesuai
Sistematika Penulisan
97% Sudah sesuai
Kesimpulan
96% Sudah sesuai
Dalam komponen asesmen, penilaian yang
dilakukan adalah berkaitan dengan tujuan, sistematika
penulisan, dan isi materi. Adapun pertanyaan yang
diungkapkan berjumlah 10, dengan pilihan jawaban
sudah sesuai, perlu perbaikan, dan tidak sesuai.
Hasil yang diperoleh adalah 91 % yang merupakan
hasil keseluruhan penilaian yang dilakukan para
ahli. Kesimpulan yang diperoleh bahwa para ahli
memberi tanggapan mengenai assesmen yang
disusun sudah sesuai dan dapat digunakan. Adapun
hasil penghitungan datanya disajikan dalam tabel 2.
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
5
Pengembangan Model Pembelajaran ...
Tabel 2. Penilaian Komponen Asesmen
Keterangan
Hasil
Tujuan
87 % sudah sesuai
Sistematika Penulisan
93 % sudah sesuai
Isi materi
93 % sudah sesuai
Kesimpulan
91 % sudah sesuai
Dalam komponen RKH, penilaian yang
dilakukan adalah berkaitan dengan tujuan, sistematika
penulisan, dan isi materi. Adapun pertanyaan yang
diungkapkan berjumlah 10, dengan pilihan jawaban
sudah sesuai, perlu perbaikan, dan tidak sesuai.
Hasil yang diperoleh adalah 91 % yang merupakan
hasil keseluruhan penilaian yang dilakukan para ahli,
menyimpulkan bahwa RKH yang disusun sudah
sesuai dan dapat digunakan, dengan penghitungan
datanya tertera dalam tabel 3.
Tabel 3. Penilaian Komponen RKH
Keterangan
Hasil
Tujuan
87 % sudah sesuai
Sistematika Penulisan
93 % sudah sesuai
Isi materi
93 % sudah sesuai
Kesimpulan
91 % sudah sesuai
Dalam komponen media pembelajaran,
penilaian yang dilakukan adalah berkaitan dengan
daya tarik, kualitas media, dan isi materi. Adapun
pertanyaan yang diungkapkan berjumlah 10, dengan
pilihan jawaban sudah sesuai, perlu perbaikan, dan
tidak sesuai.
Pada penilaian media, ahli yang digunakan
ditambah dari praktisi desain grafis untuk melihat
kualitas, dan daya tarik media yang digunakan. Hasil
yang diperoleh adalah 95 % yang merupakan hasil
keseluruhan penilaian yang dilakukan para ahli.
Kesimpulan yang diperoleh bahwa para ahli memberi
tanggapan mengenai media pembelajaran yang
dibuat sudah sesuai dan dapat digunakan. Adapun
hasil penghitungan datanya disajikan dalam tabel 4.
Tabel 4. Penilaian Komponen Media Pembelajaran
Keterangan
Hasil
Daya tarik
88 % sudah sesuai
Kualitas
100 % sudah sesuai
Isi materi
100 % sudah sesuai
Kesimpulan
95 % sudah sesuai
Kualitas media pembelajaran kemudian dinilai
oleh dua orang ahli desain grafis yang secara praktisi
6
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
menggeluti dunia advertising puluhan tahun. Adapun
penilaiannya adalah pada buku panduan, yang
berkaitan dengan desain cover, kualitas gambar,
kualitas kertas, dan tata letak. Memberi penilaian
sebagai berikut pada desain cover, kualitas kertas dan
tata letak sudah tepat, namun untuk kualitas gambar
masih harus diperbaiki karena warna gambar masih
menggunakan kualitas cetak yang rendah.
Berkaitan dengan kualitas film, pertanyaan
yang diajukan adalah: berkaitan dengan ketepatan
dalam kualitas gambar, alur cerita, kualitas suara,
dan durasi waktu. Penilaian pada kualitas gambar,
alur cerita, kualitas suara dan durasi waktu sudah
tepat, namun ahli memberi masukan agar film dapat
dilakukan untuk editing ulang dengan konsep baru,
seperti pengulangan film tidak dilakukan dengan
melambatkan film, dan juga assesoris pada setting film
dibuat lebih sederhana agar anak dapat lebih fokus,
penjelasan narator dapat dilakukan sepanjang film
agar menjadi penguat penjelasan pada anak.
Kartu gambar yang digunakan dinilai dari
ketepatan informasi, kualitas gambar, dan ukuran.
Adapun penilaiannya sudah tepat dalam ukuran
dan ketepatan informasi, namun kualitas gambar
masih kurang pada kualitas cetak. Ahli juga memberi
masukan untuk mengedit tata letak dan desainnya
agar secara estetika dapat menarik untuk dilihat.
Penilaian ahli pada kualitas poster adalah pada
ketepatan informasi, kualitas gambar, dan ukuran.
Adapun penilaiannya sudah tepat dalam ukuran
dan ketepatan informasi, namun kualitas gambar
masih kurang pada kualitas cetak. Ahli juga memberi
masukan untuk menggunakan kertas yang lebih tipis
agar mudah dilipat untuk kebutuhan penyimpanan
dan mengedit desainnya agar secara estetika dapat
menarik untuk dilihat.
Kelayakan model secara empiris adalah dengan melakukan uji coba pertama dimana hasil yang
diperoleh adalah ada peningkatan keterampilan sosial
pada masing-masing anak sebelum dan sesudah
pembelajaran. Kemudian uji coba kedua hasil yang
diperoleh hasil dengan perhitungan sebagai berikut
ada peningkatan keterampilan sosial pada masingmasing anak sebelum dan sesudah pembelajaran.
Efektivitas Model
Efektivitas model adalah melihat apakah
model pembelajaran keterampilan sosial anak autis
memenuhi kelayakan untuk digunakan sebagai
model pembelajaran pada pendidikan anak usia dini.
Kelayakan itu dilihat dari, apakah model pembelajaran
Pengembangan Model Pembelajaran ...
mudah digunakan oleh guru dan apakah model
pembelajaran dapat meningkatkan keterampilan
sosial mereka.
Model Pembelajaran Mudah dan Praktis Digunakan
Pada uji coba awal model pembelajaran terlihat
bahwa model ini dapat dilakukan guru. Guru dapat
mengajarkan keterampilan sosial pada anak autis
di PAUD. Meski memang masih belum sempurna
pada pembuatan model pertama, namun kemudian
setelah berjalannya waktu penelitian ini dilakukan,
model pembelajaran keterampilan sosial anak autis
sudah sampai pada finishing, yaitu penyempurnaan
dari desain-disan model sebelumnya.
Model pembelajaran sudah cukup praktis
digunakan guru, karena guru sudah disiapkan mulai
dari perangkat assesmen, petunjuk pelaksanaan
pembelajaran yang berisi susunan materi, indikator,
dan langkah-laru juga disiapkan media pembelajaran
berupa kartu gambar, poster, DVD pembelajaran dan
buku kerja siswa.
Wawancara yang dilakukan pada beberapa
guru di Sekolah Semut-semut yang terlibat dalam
kegiatan ujicoba dan saat menggunakan model
pembelajaran keterampilan sosial ini diberikan
beberapa pertanyaan tentang kepraktisan dalam
menggunakan model pembelajaran keterampilan
sosial anak autis. Hasil wawancara menunjukkan
(a) model pembelajaran keterampilan sosial mudah
digunakan guru karena sudah disiapkan perangkat
yang lengkap, (b) petunjuk pelaksanaan yang sudah
tersedia dan mudah dilaksanakan guru, (c) media
pembelajaran menarik dan mudah digunakan, (d)
buku latihan membantu siswa berlatih keterampilan
sosial dengan bimbingan guru baik secara kelompok
maupun secara individual, (e) dilengkapi dengan
silabus yang dapat membantu guru merencanakan
pembelajaran, dan (f) asesmen keterampilan sosial
disertai kriteria penilaian yang memudahkan guru
melakukan penilaian baik sebelum dan setelah proses
pembelajaran.
Guru yang melakukan uji coba adalah 2 (dua)
orang, yang merupakan guru kelas dan pendamping
di kelas. Hasil angket yang diberikan pada dua orang
guru setelah melakukan uji coba menunjukkan empat
hal. Pertama, penilaian guru terhadap isi assesmen
100 % menyatakan bahwa assesmen keterampilan
sosial sudah tepat, sehingga dapat digunakan untuk
melakukan penilaian keterampilan sosial anak autis
usia dini. Kedua, penilaian guru terhadap silabus yang
digunakan adalah 100% menyatakan bahwa silabus
yang digunakan sudah tepat, sehingga dapat menjadi
acuan guru membuat perencanaan pembelajaran
keterampilan sosial anak autis usia dini di sekolah.
Ketiga, penilaian guru terhadap RKH yang digunakan
adalah 100% menyatakan bahwa RKH yang
digunakan sudah tepat, sehingga dapat menjadi acuan
guru dalam melakukan kegiatan harian pembelajaran
di sekolah. Keempat, penilaian guru terhadap media
yang digunakan adalah 90% menyatakan media
sudah tepat, item yang masih kurang adalah berkaitan
dengan kualitas film saja, namun secara umum media
yang disajikan sudah tepat, sehingga dapat digunakan
untuk membantu kegiatan pembelajaran keterampilan
sosial anak autis usia dini.
Model Pembelajaran Meningkatkan keterampilan
Sosial Anak Autis.
Efektivitas model diukur dengan melakukan uji
empiris melalui eksperimen yang dilakukan melalui pre
dan post test. Eksperimen dilakukan selama dua kali
uji coba. Uji coba pertama dilakukan pada anak lima
orang anak autis yang ada di kelas persiapan (TK B)
di sekolah Mutiara Hati BSD Tangerang.
Hasil evaluasi keterampilan sosial anak autis
di sekolah Mutiara Hati, memang beragam meningat
juga bahwa kondisi anaknya memang beragam. Anak
autis secara umum memiliki ciri khas yang sama,
namun kemampuan sosial mereka beragam, ada
anak yang sudah mau berinteraksi dan yang masih
minim, demikian juga dalam berkomunikasi dan
kemandirian. Anak-anak autis yang menjadi subjek
penelitian ada yang telah dapat berbicara meski
kemampuan sosialnya masih terbatas, ada juga yang
memang sama sekali belum memperoleh kemampuan
berbicara.
Anak-anak yang sudah dapat berbicara
cenderung mudah untuk menirukan perintah dan
belajar berbagai keterampilan sosial. Sementara
anak-anak yang masih nonverbal, bukan tidak bisa
dikembangkan, namun dia dapat dikembangkan
perilaku so-sialnya seperti bersalaman, tersenyum,
dan isyarat sosial lainnya. Pada indikator keterampilan
sosial anak autis yang dilatih dalam uji coba awal ini
yaitu : tersenyum, bersalaman, menyapa, menatap
mata, menyebutkan namanya, mengucapkan salam,
dan mengajak teman bermain. Hasil uji coba I adalah
ada perbedaan yang signifikan antara pre dan post
test baik secara individu maupun secara kelompok.
Kemudian dalam uji coba ke dua dilakukan
pada enam anak autis di kelas persiapan (kelas
khusus di Learning Support Center) di Sekolah Semut-
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
7
Pengembangan Model Pembelajaran ...
Semut, Cimanggis, Depok. Hasil uji coba ke dua ada
perbedaan yang signifikan antara pre dan post test
baik secara individu maupun secara kelompok.
Hasil dari ke dua uji coba ini menunjukkan
terdapat peningkatan yang signifikan pada keterampilan
sosial anak autis setelah guru menggunakan model
pembelajaran yang dirancang oleh peneliti. Model
pembelajaran keterampilan sosial anak autis memiliki
kesahihan, artinya (a) didasari pada rasional teoretis
yang kuat dan terjadi konsistensi internal; (b) praktis,
di mana para ahli dan praktisi menyatakan bahwa
model yang dikembangkan dapat diterapkan; serta
(c) efektif, bahwa model tersebut memberikan hasil
yang diharapkan.
PENUTUP
Kesimpulan
Model pembelajaran keterampilan sosial
dapat dijadikan model alternatif bagi pembelajaran
keterampilan sosial untuk anak autis yang sebagian
besar mengalami kesulitan berkomunikasi dan
memerlukan bantuan untuk hidup mandiri. Dengan
kata lain, mereka mengalami kesulitan dalam
pemahaman, komunikasi/interaksi, dan kemandirian.
Mereka membutuhkan bantuan dalam pendidikan,
rekreasi, dan pekerjaan. Mereka tergantung pada
orang lain dan harus diberi suatu kerangka eksternal di
mana struktur dan organisasi membuat hidup mereka
sedikit lebih jelas dan mudah.
Model pembelajaran keterampilan sosial yang
tepat, terstruktur, serta memperhatikan karakteristik
anak autis dapat memberi perubahan dari perilaku
sosial mereka. Model pembelajaran keterampilan
sosial ACT-Me dirancang dengan memfasilitasi
beragam gaya belajar yang dimiliki anak autis, seperti
penggunaan media audio visual melalui film yang
ditayangkan, poster gambar dan permainan kartu
gambar. Strategi yang digunakan juga cukup bervariasi
memfasilitasi gaya belajar anak, seperti bercakapcakap, bernyanyi, bersajak, dan bermain peran.
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, model
pembelajaran keterampilan sosial dapat dilaksanakan
di sekolah, baik di sekolah inklusif maupun sekolah
khusus anak autis. Guru harus memiliki ekstra
kesabaran dan keuletan agar apa yang diharapkan
dapat terwujud.
Pemerintah diharapkan dapat menjadi
motor bagi kebijakan pengembangan pelayanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sesuai
dengan keunikannya melalui kegiatan, pelatihan
dan pemberian insentif bagi sekolah yang menerima
anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan
kemampuannya. Selain itu, pemerintah diharapkan
mendukung program penelitian untuk mengembangkan
pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah.
Sekolah sebagai institusi formal penyelenggara
pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini dan
pendidikan lanjutan hendaknya memiliki visi dan misi
yang memasukkan pelayanan anak berkebutuhan
khusus sebagai bagian dari perhatian sekolah untuk
membantu mengembangkan mereka mulai dari
penyediaan SDM yang berkualitas dan penyediaan
sarana dan prasarana yang mendukung.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2007). “Pendidikan inklusi ramah
untuk semua”, Makalah Seminar Nasional
People Power : Jakarta.
Ahmadi, A. (1990). Psikologi sosial. Jakarta: Rineka
Cipta.
Borg, W., et all. (1989). Educational research. New
York : Longman.
Cartledge, G. & Milburn, J. F. (1995). Teaching social
skills to children and youth. Massachusetts:
Allyn and Bacon.
Cotugno, A. (2009). Group interventions for children
with autism spectrum disorder. London:
Jessica Kingsley Publisher.
Elizabeth, B. H. (1978). Child development. Sixth
8
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
edition., Tokyo : Mc Grow Hill Inc. International
Student Ed.
Ormrod, J. E. (2002). Psikologi pendidikan. Jakarta:
Erlangga.
Soekanto. (1990). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta:
PT Rajawali Pers.
Spencer & Kass, (1970). Perspectivesm child
psychology. New York : Mc Graw Hill Book
Company.
Somantri, S. (2007). Psikologi anak luar biasa.
Bandung : Refika Aditama.
Trianto. (2010). Mendesain model pembelajaran
inovatif – progresif. Jakarta : Kencana Prenada
Media Group.
Penelitian
PROFIL KETERLIBATAN ORANG TUA
DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA TK
Mukti Amini
email: [email protected]
Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Terbuka
Jl. Cabe Raya, Pondok Cabe Pamulang, Tangerang Selatan 15418
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran data demografis (pendidikan dan pekerjaan) orangtua anak usia TK, keterlibatan orangtua dalam kegiatan di TK, dan keterlibatan orangtua
dalam mendidik anak di rumah, di Tangerang Selatan. Penelitian ini bersifat eksploratif dengan analisis
deskriptif. Penelitian dilakukan pada tahun ajaran 2013/2014 di TK yang berada di Tangerang Selatan.
Subjek penelitian berjumlah 238 orang. Hasil penelitian menunjukkan, dari sisi pendidikan dan pekerjaan,
orangtua cukup berpotensi untuk banyak terlibat dalam pengasuhan anak. Keterlibatan orangtua baik di
TK maupun di rumah sudah cukup baik, namun perlu ditingkatkan khususnya dalam melatih kemandirian
keseharian anak di rumah dan kesediaan menjadi relawan di TK. Oleh karena itu perlu dipikirkan strategi
yang sesuai agar orangtua lebih terlibat dalam pendidikan anaknya.
Kata-kata kunci: keterlibatan orang tua, pendidikan anak, taman kanak-kanak
PROFILE OF PARENTS INVOLVEMENT IN THE EDUCATION
OF THE CHILDREN OF KINDERGARTEN AGE
Abstract: This study aimed at obtaining an overview of demographic data (education and employment)
of the parents of kindergarten children, the parental involvement in the kindergarten activities and in
educating their children at home. As an exploratory research with descriptive analysis, the study was
conducted in the school year of 2013/2014 in Pamulang and Serpong, Sub District of South Tangerang,
Banten, where 238 parents were participaed as the subjects of the research. The finding of the research
showed, in terms of education and employment many parents are potential enough to take part in child
care. The involvement of both parents both in the kindergarten and at home is pretty good, but needs to
be improved, especially in educating their children at home everyday to be independent. The parents are
also needed to persuade to be volunteers in the kindergarten. Therefore, further research is recommended
to identify appropriate strategies to make the parents more involved in their children’s education.
Keywords : parental involvement, child education, kindergarten
PENDAHULUAN
Pendidikan anak secara formal memang
berlangsung di lembaga-lembaga PAUD seperti Pos
PAUD, Kelompok Bermain (KB) Taman Penitipan
Anak (TPA) dan Taman kanak-kanak (TK). Namun di
samping pendidikan secara formal, pendidikan anak
usia dini juga dapat dilangsungkan secara informal,
yaitu pendidikan yang dilakukan oleh orang tua
kepada anaknya. Semestinya, pendidikan informal
dengan pendidikan formal yang dialami anak akan
berjalan seiring sejalan.
Orangtua bertanggung jawab terhadap
keberhasilan pendidikan anaknya, karena (1) anak
adalah anugerah Tuhan kepada orangtua, (2) anak
mendapat pendidikan pertama dari orang tua (3)
orangtua lah yang mengetahui karakter anaknya
(Graha, 2007). Pentingnya keterlibatan orangtua
antara lain dikemukakan oleh Bronfenbrenner
(1976) dalam Morrison (2008) yang menyatakan
bahwa tanpa keterlibatan keluarga, intervensi
program pendidikan anak usia dini akan melemah.
Penelitian lain menyatakan bahwa orangtua yang
terlibat dalam pengasuhan anak yang bersekolah
TK akan mempererat hubungan dengan anak,
mendapatkan tambahan pengetahuan dari TK ketika
mengikuti kegiatan rutin, dan dapat menerapkan
ilmu pengetahuan baru yang dimiliki tersebut pada
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
9
Profil Keterlibatan Orang ...
anak (Retnaningtyas, 2015).
Namun kadang hambatan dalam pendidikan
di TK justru datang dari pihak orangtua, antara
lain ditunjukkan dengan rendahnya keterlibatan
orangtua dalam pengasuhan anak. Penelitian
Fardana & Tairas (2012) di PAUD pedesaan wilayah
Kab. Gresik menyimpulkan bahwa relasi orang tuaanak di rumah kurang berorientasi pada konsep
belajar melalui bermain. Sementara itu, relasi
orang tua-anak masih bersandar pada pengalaman
individual orang tua dan tata cara pengasuhan yang
diwariskan keluarga.
Berdasarkan pengamatan pendahuluan di
TK Al-Hikmah, Tangerang Selatan, ternyata berapa
orangtua menuntut agar anaknya dapat membaca
menulis dan berhitung (calistung) selama belajar di
TK, dan tuntutan ini dibebankan kepada guru TK,
sementara stimulasi calistung dari orangtua justru
sangat kurang. Berdasarkan wawancara dengan
para guru di TK tersebut, terdapat 2 orang tua di
kelompok B (dari 30 orang tua) yang sering meminta
pekerjaan rumah membaca-menulis-berhitung
(ca-listung), sedang di kelompok A ada 1 dari 23
orang tua anak yang sering meminta hal serupa.
Selain itu, kadang orang tua tidak melanjutkan
pembiasaan-pembiasaan baik yang sudah diawali
di TK. Mi-salnya, di TK anak diajarkan untuk
selalu berdoa sebelum dan sesudah makan atau
mencuci tangan, tetapi di rumah kebiasaan ini tak
diajarkan lagi. Juga dalam hal menunggu antrian,
mencontohkan berbicara santun, dan sebagainya,
kadang tidak menjadi perhatian orang tua saat anak
berada di rumah.
Guru dapat mengetahui keterlibatan orangtua
berdasarkan cerita anak dan perilaku anak di
TK. Berdasarkan wawancara dengan guru di
TK Al-Hikmah, mereka mengeluhkan tentang
kurangnya ke-terlibatan orangtua dalam melanjutkan
pembiasaan baik ini, yaitu: di kelompok A ada 3 (dari
23 orang tua), dan di kelompok B ada 7 orang tua
(dari 30 orang), dan di Play Grup ada 2 (dari 14
orang tua). Berdasarkan wawancara dengan para
guru TK di Tangerang Selatan, masalah-masalah
serupa juga mereka alami.
Berdasarkan latar belakang di atas, perlu
dilihat tentang keterlibatan orang tua dalam mendidik
anak di rumah dan di TK, serta data demografis
orangtua berupa pendidikan dan pekerjaan
mereka. Jadi tujuan diadakannya penelitian ini
adalah untuk mendapatkan gambaran tentang:
10
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
(1) data demografis (pendidikan dan pekerjaan)
orangtua anak usia TK, (2) keterlibatan orangtua
dalam kegiatan di TK, dan (3) keterlibatan orangtua
dalam mendidik anak di rumah maupun di TK di
wilayah Tangerang Selatan. Tulisan ini diharapkan
bermanfaat bagi: para orang tua di TK, sebagai
masukan terhadap cara mengasuh dan mendidik
anak sesuai tugas perkembangannya dan guru-guru
TK, sebagai upaya penambahan wawasan tentang
bentuk kegiatan kerja sama dengan orang tua yang
aplikatif dan langsung dapat dirasakan manfaatnya.
Orang tua memiliki peran yang sangat
penting dalam pendidikan anak. Peran orang tua
bagi pendidikan anak, antara lain adalah: (1) guru
pertama dan utama bagi anak, (2) anak belajar
kehidupan dan belajar mengembangkan seluruh
aspek pri-badinya, (3) pelindung utama bagi
anak, (4) sumber kehidupan bagi anak, (5) tempat
bergantung anak, dan (6) sumber kebahagiaan
anak (http://paudust.blogspot.com). Berdasarkan
pendapat tersebut, terlihat jelas bahwa orang tua
terutama ibu, yang lebih banyak bersama anak
sejak bayi, menjadi tokoh sentral dalam upaya
pengembangan minat dan bakat anak. Lebih jauh,
Arya (2008) menjelaskan bahwa peran orang tua
dalam memotivasi bakat dan minat anak dapat
dilakukan dengan cara: (1) me-ngajarkan anak untuk
mengharapkan keberhasilan, (2) menyesuaikan
pendidikan anak dengan minat dan gaya belajarnya,
(3) anak harus belajar bahwa diperlukan keuletan
untuk mencapai keberhasilan, dan (4) anak harus
belajar bertanggung jawab dan belajar menghadapi
kegagalan.
Selain itu, menurut Iskaradah (2009), orang
tua juga berperan dalam pengembangan anak
yang meliputi: (1) memelihara kesehatan fisik dan
mental anak, (2) meletakkan dasar kepribadian
yang baik, (3) membimbing dan memotivasi anak
untuk mengembangkan diri, (4) memberikan
fasilitas yang memadai bagi pengembangan diri
anak, dan (5) menciptakan suasana yang aman,
nyaman dan kondusif bagi pengembangan anak.
Berdasarkan pendapat Iskaradah tersebut terlihat
bahwa peran orang tua sangat fundamental, tidak
hanya dalam pendidikan tetapi juga pertumbuhan
dan perkembangan anak.
Secara teknis, Hayati (2011) membagi sikap
orang tua yang menunjang pengembangan potensi
anak dengan yang menghambat potensinya.
Sikap orang tua yang menunjang potensi anak
Profil Keterllibatan Orang ...
dapat dilihat dari: (1) menghargai pendapat anak
dan mendorongnya untuk mengungkapkannya,
(2) memberi waktu kepada anak untuk berpikir,
merenung, dan berkhayal, (3) membolehkan anak
untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mendorong
anak untuk ba-nyak bertanya, (5) meyakinkan
anak bahwa orangtua menghargai apa yang ingin
dicoba, dilakukan dan dihasilkan (6) menunjang
dan mendorong kegiatan anak, (7) menikmati
keberadaannya bersama anak, (8) memberi
pujian yang sungguh-sungguh kepada anak, (9)
mendorong kemandirian anak dalam bekerja dan
(10) menjalin hubungan kerja sama yang baik
dengan anak.
Sedang sikap orang tua yang menghambat
potensi anak antara lain adalah: (1) mengatakan
kepada anak bahwa ia dihukum jika berbuat
salah, (2) tidak membolehkan anak marah kepada
orangtua (3) tidak boleh menanyakan keputusan
orangtua, (4) tidak membolehkan anak bermain
dengan anak lain yang mempunyai pandangan
dan nilai yang berbeda dari keluarga anak, (5) anak
tidak boleh berisik, (6) orang tua ketat mengawasi
kegiatan anak, (7) orang tua tidak memberi saransaran yang spesifik tentang penyelesaian tugas,
(8) orang tua kritis terhadap anak dan menolak
gagasan anak, (9) orang tua tidak sabar dengan
anak (10) orangtua dengan anak adu kekuasaan,
serta (11) orangtua menekan dan memaksa anak
untuk menyelesaikan tugas.
Batasan keterlibatan orangtua antara lain
partisipasi orang tua dalam proses pendidikan dan
pengalaman bagi anak mereka, meliputi keterlibatan
orang tua berbasis di rumah, misalnya menyimak
anak-anak membaca atau memeriksa PR-nya. Juga
termasuk keterlibatan orangtua di sekolah, seperti
kesertaan orang tua dalam seminar pendidikan
dan pertemuan antara orang tua-guru (Jeynes,
2005 dalam Hornby, 2011). Keterlibatan orang tua
dapat meliputi: memelihara arah kemajuan anak,
sering berkomunikasi dengan guru, memastikan
bahwa anak-anak menikmati tantangan, kelas
pembelajaran yang baik, mengarahkan anak untuk
memiliki motivasi berprestasi tinggi di sekolah (Hill
& Taylor, 2004 dalam Berk, 2006).
Berkaitan dengan dampak keterlibatan
orangtua, penelitian dari Henderson dan Mapp
(2002), menyatakan bahwa terkait keterlibatan
orang tua dengan kualitas sekolah, ada dua
butir simpulan penelitian sebagai berikut: (1)
sekolah yang bekerja sama baik dengan orangtua
menunjukkan semangat guru yang meningkat, dan
mendapat penilaian yang lebih tinggi dari para orang
tua, (2) sekolah yang para orang tuanya terlibat
memiliki dukungan yang lebih banyak dan memiliki
reputasi yang lebih baik di masyarakat. Mereka juga
menyatakan bahwa keterlibatan orangtua dalam
pendidikan anak berhubungan dengan prestasi
anak, perilaku anak, budaya, usia, dan kualitas
sekolah. Dalam hal prestasi untuk anak usia dini,
pengaruh keterlibatan orang tua bisa dilihat dari
beberapa hasil penelitian berikut: (1) ketika orang
tua terlibat – tanpa melihat status sosial ekonomi,
latar belakang etnis/ras atau tingkat pendidikan
orangtua –, anak-anak akan menunjukkan prestasi
yang lebih tinggi, (2) ketika orang tua terlibat
dalam pendidikan anaknya, anak akan lebih sering
membantu pekerjaan rumah, dan lebih tinggi
dalam kehadiran di sekolah, (3) dalam program
yang dirancang untuk melibatkan orang tua dalam
kemitraan yang penuh, prestasi anak dari keluarga
yang tidak beruntung tidak hanya meningkat tetapi
juga mampu mencapai level standar seperti yang
dipersyaratkan bagi anak dari keluarga status sosial
ekonomi menengah, serta (4) anak kemungkinan
besar akan mengalami kemunduran prestasi jika
orang tua tidak berpartisipasi dalam kegiatankegiatan sekolah, tidak mengembangkan hubungan
yang menguntungkan dengan guru, dan tidak
memantau apa yang terjadi di sekolah anaknya.
Dalam hal perilaku untuk anak usia dini,
pengaruh keterlibatan orang tua dalam pendidikan
anak bisa dilihat dari hasil penelitian berikut:
(1) ketika anak bercerita bahwa dia merasa
mendapat dukungan dari sekolah dan rumah,
anak akan memiliki kepercayaan diri yang lebih
tinggi, menganggap sekolah lebih penting, dan
cenderung melakukan sesuatu dengan lebih
baik, (2) perilaku kekerasan dan antisosial dari
anak menunjukkan penurunan seiring dengan
meningkatnya keterlibatan orangtua, dan (3) anakanak memperlihatkan sikap dan perilaku yang lebih
positif saat orang tua terlibat aktif.
Sementara itu, Epstein (1995) mengidentifikasi
enam tipe keterlibatan orangtua dan strategi yang
dapat dilakukan guru untuk mengembangkan
kerjasama dengan orang tua. Enam tipe tersebut
adalah tugas keorangtuaan (parenting), komunikasi
(communicating), relawan (volunteering), belajar di
rumah (learning at home), pengambil keputusan
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
11
Profil Keterlibatan Orang ...
(decision making), dan kerja sama dengan
masyarakat (collaborating with community).
Penelitian dari Irsyadi (2012) menyimpulkan bahwa
semakin baik pola asuh orang tua, maka semakin
tinggi pula tingkat kemandirian anak. Sementara itu,
penelitian Fardana dan Tairas (2012) menyatakan
bahwa relasi orang tua-anak di rumah kurang
berorientasi pada konsep belajar melalui bermain,
dan relasi antara orang tua-guru TK terkendala oleh
keyakinan bahwa guru adalah pemegang otoritas
pendidikan PAUD sehingga orangtua tidak perlu
melibatkan diri mengkomunikasikan berbagai hal
yang terkait dengan pendidikan anak..
Berdasarkan paparan tersebut terlihat bahwa
melalui keterlibatan orang tua yang intensif terhadap
tumbuh kembang anak, banyak pengaruh positif
yang diperoleh anak. Sebaliknya, kurangnya keterlibatan orang tua akan mengakibatkan berbagai
pengaruh buruk seperti menurunnya prestasi,
meningkatnya perilaku antisosial, dan hubungan
yang kurang baik dengan guru dan orang tua.
Keterlibatan orangtua dalam pendidikan
anaknya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain pendidikan dan pekerjaan orangtua
dan. Davis-Kean (2005) menyatakan bahwa
tingkat pendidikan orangtua berhubungan dengan
keterlibatan orangtua dalam pendidikan dan
pengasuhan anak. Menurutnya, pendidikan
orangtua secara tidak langsung dapat memengaruhi
pencapaian akademis anak karena adanya
dukungan kepercayaan orangtua dan perilaku
yang merangsang pendidikan di rumah. Pendidikan
orangtua dapat berperan penting karena selama
waktu-waktu tersebut, selain anak menempuh
pendidikan di sekolah, orangtua juga dapat berperan
sebagai ‘guru’ di rumah. Orangtua dapat menjadi
guru yang efektif karena mereka banyak mengetahui
tentang apa yang diperkirakan sedang diajarkan
oleh sekolah, serta apa yang perlu mereka lakukan
sebagai lanjutannya di rumah. Orangtua juga dapat
membantu anak mengerjakan pekerjaan rumah dan
menyediakan dukungan stimulasi kognitif di rumah.
Pendapat Davis-Kean dikuatkan oleh
Hoffman dan Lipit (dalam Mussen, 1970) yang
menjelaskan bahwa pola asuh orangtua antara
lain dipengaruhi oleh tingkat pendiddikan orangtua.
Apakah orangtua memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi atau tingkat pendidikan yang rendah akan
memengaruhi mereka dalam mengasuh anakanaknya. Wong (2009) juga menguatkan pendapat
12
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
sebelumnya. Dia menyatakan salah satu faktor yang
memengaruhi pengasuhan adalah pendidikan dan
pengalaman orangtua. Pendidikan dan pengalaman
orangtua dalam merawat anak akan memengaruhi
kesiapan mereka dalam menjalankan tugas
keorangtuaan.
Davis-Kean juga melihat pekerjaan orangtua
sebagai salah satu faktor yang memengaruhi
keterlibatan orangtua dalam pengasuhan anak. Ia
menyatakan bahwa orangtua dengan pemasukan
ekonomi menengah ke atas dan dengan berlatar
belakang pendidikan memiliki keyakinan dan
harapan yang lebih realistis dengan performa
anak-anak mereka di sekolah dibandingkan dengan
keluarga yang memiliki pemasukan ekonomi rendah.
Keluarga dengan pemasukan ekonomi rendah juga
memiliki keyakinan dan harapan yang tinggi, tetapi
tidak berkorelasi baik dengan performa anak-anak
mereka di sekolah.
Kemampuan orangtua dalam membentuk
keyakinan dan harapan yang sesuai berdasarkan
performa anak-anak mereka sangat penting untuk
mendukung lingkungan rumah dan pendidikan
yang kondusif, sehingga mereka dapat berusaha
lebih baik di luar lingkungan sekolahnya. Hubungan
tidak langsung ini memberikan pengaruh melalui
ekspektasi pendidikan, perilaku membaca, bermain,
serta afektif orangtua. Sementara itu, hasil penelitian
lain menyimpulkan bahwa pada keluarga dengan
pemasukan dari pekerjaan yang rendah, keluargakeluarga tersebut mengalami ketidakstabilan kondisi
dan status seperti stress, perpindahan, perubahan
status kerja, dan sekolah anak yang berpindahpindah), yang pada gilirannya akan memengaruhi
keterlibatan orangtua pada sekolah anak-anak
mereka (Englund dkk., 2004).
Sementara itu Sanderson & Thompson (2002)
menyatakan bahwa salah satu yang memengaruhi
pola asuh orangtua adalah status pekerjaan
orangtua. Status pekerjaan menentukan cara
orangtua dalam mengasuh anaknya. Lingkungan
pekerjaan dimana individu-individu yang telah
berkeluarga dan memilki anak, biasanya saling
bertukar pengalaman mengenai kondisi keluarga.
Individu yang sukses menata keluarganya
termasuk bagaimana mengasuh anak, biasanya
individu lain ingin mengikuti cara tersebut dangan
maksud salah satunya adalah supaya dianggap
sebagai orangtua yang berhasil.
Profil Keterllibatan Orang ...
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
yang menggunakan metode exploratory research.
Metode ini digunakan untuk mendapatkan gambaran
(deskripsi) dari kondisi subjek penelitian.
Populasi penelitian ini adalah para orangtua
dari anak 4-6 tahun yang menyekolahkan anaknya di
TK yang berada di wilayah Selatan Kota Tangerang
Selatan, yaitu Kecamatan Pamulang dan Serpong.
Wilayah ini dipilih dengan pertimbangan di kawasan
ini terdapat banyak TK baru menyesuaikan dengan
pertumbuhan perumahan-perumahan baru di daerah
pinggiran Jakarta yang umumnya dihuni keluarga
muda. Sampel penelitian dilakukan dengan purposive
random sampling yang representatif terhadap
populasi penellitian. Waktu penelitian adalah tahun
ajaran 2013/2014. Karakteristik subjek penelitian
adalah: (1) orangtua yang memiliki anak usia 4-6
tahun, (2) mempercayakan anaknya di salah satu TK
di Tangerang Selatan, (3) pendidikan minimal lulus
SD, (4) mampu berkomunikasi dengan baik secara
lisan dan tulisan.
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa
kuesioner tentang keterlibatan orangtua yang
dilihat dari tiga hal: data demografis (pendidikan
dan pekerjaan orangtua), keterlibatan orangtua di
TK, dan keterlibatan orangtua di rumah. Kisi-kisi
instrumen disusun dengan mengacu pada dua
bentuk keterlibatan menurut Jeynes (di rumah dan
di sekolah), yang dipadukan dengan empat tipe
dari model Epstein yaitu: tipe komunikasi dan tipe
relawan untuk keterlibatan di TK, serta tipe tugas
keorangtuaan dan tipe komunikasi untuk keterlibatan
orangtua di rumah. Instrumen telah diuji validitas dan
reliabilitasnya. Uji validitas dilakukan dengan Pearson
(Product Moment) dengan r tabel 0,361. Sedang uji
reliabilitas dilakukan dengan alpha Cronbach, yang
menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,926.
Artinya, reliabilitas instrumen sudah sangat tinggi
untuk digunakan. Data yang diperoleh di lapangan
disajikan secara deskkriptif dalam bentuk tabel, grafik
dan analisis kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menghasilkan data tentang data
demografis orangtua (pekerjaan dan pendidikan)
orangtua, keterlibatan orang tua di TK, dan
keterlibatan orangtua dalam pengasuhan anak di
rumah.
a. Pekerjaan dan Pendidikan Orang Tua.
Melalui pekerjaan dan pendidikan orang tua
anak biasanya akan dapat terlihat kaitannya dalam
mengasuh anak. Jika dilihat dari status pekerjaan
orang tua, maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Status dan Jenis Pekerjaan Ayah Ibu
No
Orangtua
Bekerja
(%)
Jenis Pekerjaan (%)
PS
PNS
GD
TNI
W
BN
IRT
LL
1
Ayah
96,64
51,7
8,4
0,8
3,4
24,4
2,1
0
8
2
Ibu
44,54
20,2
5,5
7,1
0,8
12,2
0,4
51,7
2,1
Ket:
PS= pegawai swasta
GD= guru/dosen
PNS= pegawai negeri sipil
TNI= tentara/polri BN= buruh/nelayan
Terlihat bahwa hampir semua ayah bekerja
dengan persentase di atas 95%, sedangkan ibu
yang bekerja hampir 45%. Artinya jumlah ibu yang
tidak bekerja penuh waktu cukup banyak sehingga
dapat diasumsikan bahwa ibu yang tidak bekerja
ini memiliki kesempatan yang lebih luas untuk
mengantar jemput anaknya ke TK daripada ibu
yang bekerja. Berdasarkan tabel itu juga terlihat
bahwa pekerjaan ayah dan ibu didominasi sebagai
pegawai swasta. Ada hal yang menarik tentang
pekerjaan ibu yang sebesar 2,1 %, karena 1 orang
diantaranya menyatakan bekerja sebagai pembantu
W=wiraswasta
IRT= ibu rumah tangga
LL=lain-lain.
rumah tangga (PRT), dan 2 orang adalah dokter.
Sedang jika dilihat dari tingkat pendidikan, diperoleh
hasil seperti yang tersaji pada tabel 2.
Tabel 2. Tingkat Pendidikan Ayah dan Ibu
No
Tingkat
Persentase (%)
Ayah
Ibu
1.
SD
4,622
4,622
2.
SMP
7,983
12,61
3.
SMA
31,09
31,51
4.
Sarjana
51,26
48,32
5.
Magister
4,622
2,521
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
13
Profil Keterlibatan Orang ...
Data pada tabel 2 terlihat bahwa sekitar
separuh responden sudah menempuh pendidikan
sarjana. Jika ditambah dengan lulusan SMA, maka
persentasenya sudah di atas 80%. Artinya, secara
pendidikan ayah dan ibu dari anak-anak yang berada
di TK wilayah Tangerang Selatan ini sudah cukup
memadai.
b. Keterlibatan orang tua dalam kegiatan di TK.
Pertemuan orang tua di TK biasanya banyak
melibatkan ibu. Oleh karena itu perlu diketahui
tentang siapa yang mengantar jemput anak setiap
harinya. Aspek keterlibatan orangtua antara lain
dilihat dari pihak yang mengantar jemput anak ke
TK, hasilnya dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Pihak yang mengantar jemput anak
Grafik pada gambar 1 memperlihatkan bahwa
sebagian besar anak di antar jemput oleh ibunya
sendiri. Dominasi ibu sebagai pengantar jemput
anaknya ke TK diasumsikan akan memudahkan pola
komunikasi antara orang tua dengan guru, sehingga
perlu pula dilihat pola komunikasi orangtua di TK,
yang dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Komunikasi Orang Tua di TK
Rerata
(%)
No
Aspek
1
Berkomunikasi tentang anaknya dengan
guru kelas atau kepala TK
3,32
2
Akrab dengan para orang tua anak lain di TK
3,30
3
Terlibat dalam berbagai kegiatan di TK
2,55
4
Ikut perkumpulan kegiatan orang tua di
kelas anak
2,18
Tabel 3 memperlihatkan bahwa rerata kegiatan
tertinggi adalah berkomunikasi langsung dengan
guru kelas anak. Sedangkan komunikasi melalui
keterlibatan orang tua dalam pertemuan orang tua
justru menduduki peringkat terendah, hanya 2,18.
14
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Artinya, partisipasi orang tua dalam pertemuan ini
masih sangat perlu ditingkatkan lagi melalui kegiatan
yang membuat orang tua tertarik untuk datang. Perlu
pula dilihat keterbiatan orangtua dalam berbagai
acara di TK yang mengundang orangtua, yang dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Keterlibatan Orang Tua
dalam Kegiatan di TK
Persentase
(%)
No
Aspek
1
Acara anak dan orang tua di TK
(puncak tema)
60,1
2
Forum pertemuan orang tua
35,7
3
Seminar pendidikan
12,2
4
Simulasi pengasuhan anak
5,0
5
Guru sukarela
0,4
6
Lainnya
0,4
Ternyata kegiatan pada saat puncak tema
yang biasanya dihadiri oleh orang tua. Peringkat
kehadiran selanjutnya adalah pada pertemuan
orang tua, namun dengan persentase hampir
separuhnya. Artinya, kegiatan pertemuan orang
tua perlu dikemas ulang agar kehadiran orang tua
dalam kegiatan tersebut cukup tinggi. Kegiatan
menjadi mitra guru (guru sukarela) termasuk
kegiatan yang kurang diminati dengan persentase
kurang dari 1%. Hal ini berhubungan dengan status
dan jenis pekerjaan orangtua, karena biasanya
orangtua dengan profesi tertentu lah yang memiliki
kepercayaan diri cukup tinggi untuk menjadi guru
sukarela atau narasumber secara insidental di kelas
anaknya. Dalam hal ini, profesi orangtua seperti
dokter, koki (chef), petugas pemadam kebakaran,
pengelola waralaba, pemilik bengkel sepeda, dan
sebagainya dapat dimanfaatkan oleh pihak TK
sebagai narasumber.
c. Keterlibatan Orangtua dalam Pengasuhan Anak
di Rumah.
Selain keterlibatan di sekolah anak,
perlu dilihat juga keterlibatan orang tua dalam
pengasuhan anak selama di rumah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bahwa sebagian besar orang
tua memperbolehkan anak memilih mainannya
sendiri, menuntun anak dalam membaca doa
sehari-hari, melatih anak membereskan mainannya,
melatih membereskan peralatan makan dan
menemani anak saat menonton tivi. Sebagian
Profil Keterllibatan Orang ...
besar anak sudah tidur sendiri tidak lagi bersama
orang tua, namun masih banyak dibantu memakai
dan melepas sepatu. Kaitannya dengan PR untuk
anak, separuh orang tua masih berharap guru di
TK memberikan PR untuk anaknya. Tabel 5 berikut
adalah data tentang kegiatan yang dilakukan anak
dan orang tua selama di rumah.
Tabel 6. Kegiatan Anak Sehari-hari di Rumah
No
Tabel 5. Kegiatan Anak dan Orang Tua di Rumah
Rerata
(%)
No
Aspek
1
Anda mencari pengetahuan tentang cara
mengasuh anak
3,95
2
Anak menonton tivi di rumah
3,66
3
Anda menemani saat anak-anak menonton tivi
3,83
4
Anda sempat mendongeng saat anak
akan tidur
2,59
5
Anak masih dimandikan setiap harinya
2,13
6
Anak masih tidur bersama orang tua
1,71
7
Anak masih disuapi jika makan setiap
harinya
2,58
8
Anak dilatih membereskan peralatan
makannya di rumah
3,76
9
Anak dituntun dalam membaca doa seharihari di rumah
4,13
10
Anak masih dibantu dalam memakai dan
melepaskan baju
2,51
11
Anak masih dibantu dalam memakai
melepas sepatu
3,35
12
Anak dilatih membereskan mainannnya
sendiri di rumah
4,11
13
Anak diperbolehkan memilih mainan
sendiri saat membeli
4,15
14
Anak minta dibacakan buku oleh orang tua
3,22
15
Orang tua menghendaki anaknya diberikan PR dari sekolah
2,52
Persentase
(%)
Kegiatan
1
Menonton televisi
85.29
2
Tidur siang
77.73
3
Bermain dengan teman
67.23
4
Bermain alat-alat mainnya
66.81
5
Mengaji
57.98
6
Bermain game elektronik dari komputer/hand phone
52.94
7
Mendengarkan cerita dari buku/VCD
36.13
8
Les privat membaca
16.81
9
Lainnya
0,4
Kaitannya dengan durasi anak menonton
tv dan bermain game, diperoleh data seperti pada
tabel 7.
Tabel 7. Durasi Anak Menonton Televisi
dan Bermain Game
Persentase (%)
Selanjutnya, hasil penelitian tentang kegiatan
anak sehari-hari di rumah dan intensitasnya
menunjukkan bahwa menonton televisi masih
menjadi kegiatan favorit anak di rumah, diikuti
tidur siang, bermain, mengaji, mendengarkan
cerita, dan les privat membaca. Keberadaan les
privat membaca meskipun presentasinya kecil
menunjukkan bahwa orang tua belum sepenuhnya
memahami tentang usia bermain pada anak-anak.
Demikian juga dengan les bahasa Inggris dan
mengerjakan PR. Data mengenail kegiatan anak
sehari-hari di rumah dapat dilihat pada tabel 6.
No
Aspek
1
2
<1
jam
1-2
jam
2-3
jam
3-4
jam
4-5
jam
>5
jam
Menonton
televisi
13.87
42.02
25.21
11.34
3.36
1.26
Bermain
game
41.18
22.27
8.403
2.101
2.10
0
Tabel 7 memperlihatkan bahwa sebagian
besar anak menonton tv setiap hari selama 1 hingga
2 jam, dan seperempat anak menonton tivi hingga
2-3 jam. Temuan ini juga menunjukkan bahwa masih
ada orang tua yang membiarkan anaknya menonton
tv lebih dari 4 jam meskipun persentasinya tidak
banyak. Sedangkan untuk bermain game, lebih
sedikit waktu yang digunakan yaitu sekitar 1 jam.
Namun juga masih ada orang tua yang membiarkan
anaknya bermain game hingga 4-5 jam setiap
harinya. Pembiaran menonton tv atau bermain game
lebih dari 4 jam setiap hari merupakan hal yang
perlu menjadi perhatian untuk melihat keterlibatan
orangtua dalam mengawasi kegiatan anak di rumah.
Adapun hasil penelitian sumber yang biasa
diakses orang tua untuk mendapatkan pengetahuan
pengasuhan anak menunjukkan bahwa 5 besar
sumber informasi favorit yang banyak diakses
oleh orang tua tentang pengasuhan anak berturutturut adalah dari acara tv, nasihat orang tua, buku
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
15
Profil Keterlibatan Orang ...
pendidikan anak, majalah parenting, dan pertemuan
orang tua di TK. Untuk lebih lengkapnya, data
mengenai akses informai tentang pengasuhan anak
dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Akses Informasi Tentang Pengasuhan
Anak
No
Sumber
Persentase
(%)
1
Acara TV
47.90
2
Nasehat orang tua
41.18
3
Buku pendidikan anak
34.45
4
Majalah parenting
34.45
5
Pertemuan orang tua di TK
31.51
6
Seminar/pelatihan pendidikan anak
21.85
7
Kursus baby sitter
4.622
8
PKK di lingkungan
3.361
9
Lainnya
17.30
Selanjutnya, gambaran tentang harapan
orang tua pada anak dapat dijelaskan seperti pada
tabel 9.
Tabel 9. Harapan Orang Tua pada Anak
No
Aspek
Persentase
(%)
1
Anak dapat mencapai cita-cita
73.11
2
Anak patuh pada orang tua
73.11
3
Anak rajin beribadah
68.07
4
Anak sayang pada sesama
60.92
5
Anak bahagia hidupnya
59.24
6
Anak minimal menjadi sarjana
30.25
7
Lainnya
13.45
Menurut Davis-Kean (2005), tingkat pendidikan
orangtua berhubungan dengan keterlibatan
orangtua dalam pendidikan dan pengasuhan anak.
Pada hasil penelitian ini, sebagian besar orang
tua adalah sarjana dan lulusan SMA. Artinya,
diasumsikan orangtua memiliki minat yang tinggi
dalam keterlibatan mengasuh dan mendidik anak.
Penelitian Grolnic dkk (1997) dan Hornby & Lafaele
(2011) menyatakan bahwa tingkat pendapatan
memiliki pengaruh terhadap keterlibatan orangtua
mendidik anak. Namun pada penelitian ini memang
tidak ditanyakan tentang jumlah pendapatan,
hanya secara umum dapat dilihat bahwa ibu dan
ayah memiliki cukup waktu dan cukup daya untuk
bersama anak melakukan tugas keorangtuaan.
16
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa
sebagian besar ibu statusnya tidak bekerja,
sehingga diasumsikan para ibu yang tidak bekerja
ini memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan
tugas keorangtuaan (parenting) sebagaimana tipe
keterlibatan pertama yang dikemukakan Epstein
(2002). Hal ini diperkuat dengan data bahwa
ternyata sebagian besar anak memang di antar
jemput oleh ibunya sendiri ke TK, sehingga dapat
diasumsikan ibu memiliki kesempatan yang besar
untuk terlibat dalam pendidikan anak di TK, yaitu
dengan membangun komunikasi secara intensif
dengan pihak TK. Hal ini sesuai dengan tipe
keterlibatan orangtua yang kedua menurut Epstein
(2002), yaitu komunikasi. Secara umum, komunikasi
yang dilakukan para ibu tersebut adalah dengan
menanyakan kondisi atau permasalahan anaknya
kepada guru kelas, atau kepala TK.
Selain itu, orang tua juga menjalin hubungan
yang baik dengan sesama orangtua lain di TK,
sambil menunggu anak mereka pulang. Sebagian
besar ibu memang memilih untuk menunggui
anaknya di TK karena jadwal belajar yang tidak
terlalu lama (pukul 07.30-10.00), terutama bagi
para ibu yang tidak memiliki agenda atau kewajiban
lain. Kadang saat menunggu ini diisi dengan saling
berjualan atau arisan. Namun, komunikasi oleh para
orangtua dalam kegiatan resmi atau pertemuan
orangtua secara berkala yang diundang dari TK,
justru tidak terlalu tinggi. Hal ini berarti kehadiran
orangtua dalam berbagai kegiatan atau pertemuan
orangtua di TK belum seperti yang diharapkan.
Ragam profesi orangtua yang bekerja yaitu
sebagai guru atau dosen, tentara, wiraswasta, buruh,
dan dokter; semestinya dapat menyumbangkan
keterlibatan yang lebih intensif pada pendidikan
anak di TK, yaitu sebagai narasumber berkala
di kelas anak, atau sebagai guru sukarela. Hal
ini sesuai dengan tipe keterlibatan orangtua
menurut Epstein (2002) yang ketiga, yaitu relawan
(volunteering). Sayangnya, kegiatan semacam ini
belum dilaksanakan di TK-TK tersebut. Namun,
keterlibatan orangtua melalui kehadirannya pada
berbagai acara di TK (selain sebagai relawan),
cukup menggembirakan. Sebagian besar orangtua
justru menyempatkan untuk hadir pada puncak tema
di TK. Alasan yang disampaikan adalah karena
orangtua ingin melihat penampilan anaknya dalam
puncak tema tersebut, dan bangga bila anaknya
tampil. Sedang keterlibatan orangtua dalam seminar
Profil Keterllibatan Orang ...
pendidikan atau simulasi pengasuhan anak yang
diselenggarakan oleh TK belum terlalu tinggi.
Kemungkinan kurangnya keterlibatan orangtua
dalam hal ini adalah pilihan hari pelaksanaan
seminar atau simulasi yang jatuh pada hari kerja
sehingga orangtua yang bekerja tidak dapat
ikut hadir. Demikian pula dengan guru sukarela,
tentunya harus dilaksanakan di hari belajar/hari
kerja sehingga jika orangtua bekerja pada instansi
tertentu akan sulit hadir kecuali mendapat ijin keluar
kantor atau cuti sehari dari pekerjaannya.
Menurut Hornby & Lafaele (2011), minat
orangtua untuk terlibat dalam stimulasi anak juga
merupakan salah satu prediktor yang positif terhadap
proses dan prestasi belajar anak. Berkaitan dengan
pendapat tersebut, salah satu fakta lain yang perlu
dilihat adalah tentang keterlibatan orangtua dalam
memantau kegiatan anak di rumah. Hal ini juga
sesuai dengan tipe keterlibatan orangtua menurut
Epstein yang keempat, yaitu belajar di rumah
(learning at home). Namun hasil penelitian (Tabel
5) menunjukkan bahwa sebagian orangtua masih
bersikap over protektif dalam mengasuh anak,
misalnya: masih memandikan anak setiap pagi dan
sore, masih menemani anak tidur malam dan anak
tidur bersama orangtua sepanjang malam, masih
menyuapi anak saat makan, dan masih membantu
anak melepaskan dan membuka sepatu.
Jika dirujuk pada model Eipstein khususnya
tipe keterlibatan pertama, maka cukup banyak
orangtua di Tangerang Selatan yang belum
sepenuhnya mampu melakukan tugas keorangtuaan
dengan baik, karena masih banyak membantu
kegiatan anak sehari-hari di rumah sebagaimana
telah dijelaskan di atas. Padahal menurut Montessori,
anak usia 4-6 tahun sudah dapat dilatih beberapa
hal kecakapan hidup yaitu: (1) toiletris, yaitu
kemandirian anak untuk membersihkan diri sendiri
yang mencakup: mandi, sikat gigi, berkumur,
mengeringkan diri dengan handuk dan meletakkan
pakaian kotor ke bak cuci, (2) home service, yaitu
kemandirian anak terhadap kebersihan lingkungan
tempat tinggal, seperti: menyapu kamar, merapikan
mejanya sendiri, mengelap meja, mengelap
kaca jendela sendiri, membereskan mainannya,
meletakkan sepatu/sandal di rak sepatu, menata
alas makannya sendiri, menjamu tamu secara
sederhana (misalnya membuatkan teh manis), dan
menggunakan telepon; (3) Self service, yaitu pandai
bersepeda, memasak snack/makanan ringan,
berayun, memakai baju, berenang, memasukkan
kancing ke dalam lubang/memakai baju kemeja,
meronce sederhana, menjahit sederhana, memakai
sepatu dan menalikan sepatu.
Cukup banyak orangtua yang menghendaki
anaknya mendapatkan PR dari guru TK-nya. Alasan
yang disampaikan orangtua adalah supaya anaknya
tidak ‘main melulu’ tetapi juga belajar dengan cara
mengerjakan PR. Pemikiran seperti ini menunjukkan
bahwa beberapa orangtua belum memahami
tahap-tahap perkembangan anak usia 4-6 tahun,
yang masih didominasi bermain. Oleh karena itu
cara belajar bagi anak juga bersifat stimulasi dan
dilakukan sambil bermain, tidak skolastik dengan
memberikan PR. Pada pendidikan TK prinsip ini
disebut dengan ‘belajar sambil bermain’. Temuan
tentang belum pahamnya orangtua ini sesuai
dengan data tentang kegiatan anak sehari-hari di
rumah (Tabel 6).
Beberapa orangtua yang memutuskan
memanggil guru les privat bagi anaknya untuk
belajar calistung, belajar bahasa asing ataupun
mengerjakan PR di rumah menunjukkan bahwa
orangtua belum sepenuhnya memahami tentang
usia bermain pada anak-anak, dan belum mampu
menjadi fasilitator dan motivator yang baik agar anak
dapat belajar di rumah. Oleh karena itu, Epstein
(2002) menyatakan bahwa berkaitan dengan tugas
keorangtuaan (parenting) dan belajar di rumah
(learning at home), maka pihak TK semestinya
membantu keluarga dengan berbagai keterampilan
yang diperlukan orangtua, karena orang tua di
rumah harus mengerti perkembangan anaknya,
mengatur suasana rumah agar nyaman bagi anak
untuk berkegiatan dan belajar sesuai tingkat usia,
sehingga pada gilirannya orangtua akan membantu
sekolah dalam memahami berbagai latar belakang
budaya orangtua yang berbeda, dan keunikan dari
tiap anak yang menjadi teman-teman anaknya.
Selain itu didapatkan data bahwa untuk
kegiatan anak sehari-hari di rumah, ternyata
kegiatan menonton televisi masih menjadi kegiatan
anak yang dominan di rumah, selain kegiatan
tidur siang. Baru diikuti kegiatan lainnya yaitu
mendengarkan cerita dari buku atau DVD. Khusus
untuk kegiatan menonton televisi yang ternyata
masih menjadi kegiatan favorit anak-anak di rumah
sesuai hasil penelitian di atas, American Academy
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
17
Profil Keterlibatan Orang ...
of Pediatrics (AAP) menyarankan agar anak usia
2 tahun ke atas tidak menonton TV lebih dari dua
jam sehari. Anak usia di bawah 2 tahun justru tidak
direkomendasikan menonton televisi, meskipun
acaranya bersifat edukasi.
Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa
memang sebagian besar anak menonton televisi
dari 1 hingga 2 jam saja. Namun ternyata masih ada
orangtua yang membiarkan saja anaknya menonton
televisi hingga 2-3 jam hingga 3-4 jam, bahkan ada
juga yang membiarkan anaknya menonton televisi
lebih dari 5 jam, yang artinya keterlibatan orangtua
sebagai pengawas anak dalam kegiatan belajar
di rumah sangat minim. Penelitian di Amerika
Serikat menyatakan bahwa anak di negara tersebut
menghabiskan waktu 6.5 jam/hari menggunakan
media (AAP, 2007). Kebiasaaan menonton televisi
ini sangat perlu dicermati karena pada tahun 2001,
The Committee on Public Education of the American
Academy of Pediatrics (AAP) mengeluarkan
pernyataan bahwa kekerasan di media berdampak
pada perilaku kekerasan pada anak setelah
menelaah lebih dari 3.500 penelitian.
Berkaitan dengan harapan orangtua pada
anak, penelitian yang dilakukan Hoff, Laursen
& Tardiff (2002) menyatakan bahwa orangtua
yang pekerjaannya memerlukan keterampilan
tidak terlalu khusus dan khusus (semi skilled dan
skilled) misalnya: supir, satpam, masinis memiliki
harapan pada anak yang berbeda dengan kelompok
orangtua dari white-collar dan para profesional
(dokter, psikolog, dosen, notaris, pengacara,
dan lain-lain). Kelompok pertama dikategorikan
pada keluarga dengan status sosial ekonomi
rendah, biasanya cenderung menekankan kualitas
pribadi pada anak berupa kepatuhan, kesopanan,
kerapian, kebersihan. Sedang kelompok profesional
dikategorikan pada kelompok dengan status sosial
ekonomi tinggi, biasanya lebih menekankan pada
ciri-ciri (trait) psikologis pada anak seperti: rasa ingin
tahu, kebahagiaan, kemampuan mengarahkan diri
sendiri, dan kematangan kognitif serta kematangan
sosial.
Pada hasil penelitian ini, tampak bahwa
harapan terbesar pada anak memang ada pada
pencapaian cita-cita, kepatuhan, kerajinan
beribadah dan sebagainya yang merupakan ciri
khas harapan pada anak dari kelompok orangtua
dengan status sosial ekonomi rendah. Hal ini sesuai
dengan pendapat dari Hoff, Laursen & Tardiff (2002)
di atas. Responden pada penelitian ini adalah
orang tua di TK menengah ke bawah, dan ternyata
sebagian besar harapan orangtua berorientasi pada
pencapaian cita-cita serta kepatuhan. Orangtua
yang mengisi dengan jawaban tersebut sebagian
besar adalah bukan dari kaum profesional. Hanya
sedikit orangtua yang bekerja di bidang profesional.
Namun demikian, harapan tentang kebahagiaan
anak juga mendapat porsi yang cukup besar.
PENUTUP
Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama,
dilihat dari sisi demografis, yaitu tingkat pendidikan
dan status pekerjaan orangtua dari anak usia 4-6
tahun yang berada di TK, orangtua dipandang
cukup memiliki potensi untuk banyak terlibat dalam
pengasuhan anaknya.
Kedua, keterlibatan orangtua dalam
pengasuhan anak di rumah sudah cukup baik karena
sebagian besar orangtua telah memperbolehkan
anak memilih mainannya sendiri, menuntun anak
dalam membaca doa sehari-hari, melatih anak
membereskan mainannya, melatih membereskan
peralatan makan dan menemani anak saat menonton
tv. Namun, orangtua masih perlu diberikan wawasan
yang cukup tentang tahap-tahap perkembangan
18
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
anak agar dapat menjalankan tugas keorangtuaan
dengan baik, dan mampu menjadi fasilitator kegiatan
belajar anak di rumah dengan baik.
Ketiga, keterlibatan orangtua dalam pendidikan
anaknya di TK juga sudah cukup baik, terutama
dalam hal menjalin komunikasi dengan pihak TK
melalui berbagai cara. Sedangkan keterlibatan orang
tua sebagai relawan di TK masih perlu ditingkatkan.
Saran.
Saran yang dapat diberikan berdasarkan
kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut.
Pertama, pihak TK perlu memikirkan strategi
yang sesuai dengan kondisi para orangtua agar
keterlibatan orangtua di TK dapat lebih baik,
terutama dalam meningkatkan kesukarelawanan.
Kedua, keterlibatan orang tua dalam
pengasuhan anak perlu dipertahankan. Namun,
Profil Keterllibatan Orang ...
kemampuan orang tua mengenai tahap-tahap
perkembangan anak perlu ditingkatkan. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan memperbanyak membaca
buku tentang parenting. Selain itu, pihak TK juga
dapat memberikan wawasan kepada orang tua
dengan mengadakan seminar mengenai parenting.
Ketiga, eterlibatan orangtua dalam pendidikan
anaknya di TK perlu dipertahankan. Orang tua perlu
menjalin komunikasi ke berbagai pihak, baik ke
anak, antarsesama orang tua, maupun ke pihak
TK. Sedangkan keterlibatan orang tua sebagai
relawan di TK masih perlu ditingkatkan. Pihak TK
perlu memberikan pengarahan lebih lanjut kepada
orang tua agar lebih terlibat dalam kesukarelawanan,
seperti pertemuan rutin sebagai ajang berdialog atau
berdiskusi
Keempat, perlu dilanjutkan penelitian
tentang pengembangan model untuk meningkatkan
keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak, yang
akan mampu meningkatkan keterlibatan orang tua
baik di rumah maupun di TK.
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Pediatrics. (2001). Media
Violence. PEDIATRICS Vol. 108 No. 5
November, pp. 1222-1226). http://pediatrics.
aappublications.org/content/108/5/1222.full
Arya, P. K. (2008). Rahasia mengasah talenta anak.
Yogyakarta: Think
Anonym. (2008). Peran orang tua dalam PAUD.
Diunduh dari laman http://paudust.blogspot.
com/2008/11/peran-orang-tua-dalam-paud.
html
Anonim. Media and children. http://www.aap.org/enus/advocacy-and-policy/aap-health-initiatives/
Pages/Media-and-Children.aspx,
Berk, L. E. (2006). Child development. Boston,
Pearson Edu.
Davis-Kean, P. E. (2005). The influence of parent
education and family income on child
achievement: The indirect role of parental
excpectations and the home environment.
Journal of Family Psychology, Vol 19, No. 2,
294-304
Englund, M. M., dkk. (2004). Children’s achievement
in early elementary school: Longitudinal effects
of parental involvement, expectations, and
quality of assistance. Journal of Educational
Psychology, 9(4), 723-730
Epstein, J. L., Sanders, M.G., & Voorhis F.L. (2002)
school, family, and community partnerships:
your handbook for action (2nd edition).
Corwin, Thousand Oaks, CA.
Fardana, N. A., & Tairas, M.M.W. (2012).
Pengembangan model parental involvement
sebagai strategi stimulasi kemampuan literasi
pada anak usia 4-6 tahun di wilayah pedesaan
Kabupaten Gresik. Jurnal INSAN Unair, Vol.
14 No. 03, Desember 2012
Iskaradah. (2009). Peran orang tua bagi
pengembangan anak usia dini. diunduh dari
laman http://iskaradah.blogspot.com/2009/05/
peran-orang-tua-bagi-pengembangan-anak.
html
Graha, C. (2007). Keberhasilan anak di tangan
orangtua. Jakarta: Elex Media Komputindo
Grolnick, W., Benjet, C., Kurowsky, C.O., &
Aostoleris, N.H. (1997). Predictor of parent
involvement inchildren’s schooling. Journal of
Educational Psychology, 89 : 538-548
Henderson & Mapp. (2002). National Standards for
Parent/Family Involvement Programs.
Hayati, N. (2011). Peran orang tua dalam pendidikan
anak usia dini. Yogyakarta: UNY. diunduh dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/
PPM%20di%20TK%20Pedagogia.pdf
Hoff, Laursen & Tardiff. (2002). Socioeconomic status
& parenting. Handbook of parenting vol 2.
London: Lawrence Erlbaum.
Hornby, G. (2011). Parental involvement in childhood
education. London: Springer
Hornby, G. & Lafaele, R. (2011). Barriers to Parental
Involvement in Education: An Explanatory
Model. Educational Review. Vol. 63, No.1,
February, 37-52
Montessori. Five ways to promote self growth at
home, Guelp Montessori School. http://
guelphmontessorischool.ca/2013/08/13/wayspromote-growth-home/
Morrison, G. S. (2008). Fundamentals of early
childhood education, 5th ed. New Jersey:
Pearson Education, Inc.
Mussen, P. H. (ed), (1970). Handbook of research
methods in child development. New Delhi:
Wikey Easter Private Ltd
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
19
Profil Keterlibatan Orang ...
Retnaningtyas, M. S. (2015) keterlibatan orangtua
dalam pendidikan anak di TK Anak Ceria. Jurnal
Psikologi Pendidikan dan Perkembangan,
Volume. 4, No. 1, April. Surabaya: Univ
Airlangga. h.9-17
20
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Sanderson, S. & Thompson, V. L. (2002). Factors
associated with perceived paternal involvement
in childrearing. Sex Roles 46, (3/4), 99-111.
Wong, Dona L, et.al. (2009). Buku ajar keperawatan
pediatrik. Jakarta, EGC
Penelitian
PENERAPAN LATIHAN KEHIDUPAN PRAKTIS ANAK USIA 3- 4 TAHUN
Ayu Fajarwati
Email: [email protected]
PAUD PPs Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: (1) proses kegiatan latihan
kehidupan praktis, (2) macam-macam kegiatan latihan kehidupan praktis, (3) manfaat serta tujuan diadakannya kegiatan latihan kehidupan praktis, (4) kegiatan latihan kehidupan praktis dalam kaitannya dengan
perkembangan motorik halus anak, dan (5) kegiatan latihan kehidupan praktis dalam kaitannya dengan
kemandirian anak. Penelitian dilakukan pada Januari hingga Mei 2015 di di Right Steps Pancoran. Subjek
penelitian merupakan anak dengan rentang usia 3-4 tahun di kelas Annie Apple yang berjumlah 5 orang.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi fenomenologi. Analisis data
yang digunakan yaitu model Mills dan Huberman. Data penelitian diperoleh dari observasi, wawancara,
dokumentasi, dan catatan lapangan. Hasil temuan penelitian ini menunjukan bahwa: (1) dalam proses
kegiatan latihan kehidupan praktis di Right Steps Pancoran terdapat hal yang dinamakan dengan work
cycle dan three period lessons dalam setiap kegiatan latihan kehidupan praktis yang dilakukan; (2) terdapat
berbagai macam kegiatan yang dilakukan di antaranya memindahkan, menuangkan, dan memotong; (3)
kegiatan yang dilakukan memiliki manfaat serta tujuan dalam mengembangkan dan menstimulasi aspek
perkembangan setiap anak, (4) kegiatan latihan kehidupan praktis yang dilakukan dapat menstimulasi
perkembangan motorik halus anak dengan berbagai kegiatan yang menekankan pada otot halus anak;
serta (5) kegiatan latihan kehidupan praktis yang dilakukan juga dapat menstimulasi kemandirian pada
anak dengan diperkenalkannya kegiatan yang membuat anak untuk lebih mandiri.
Kata-kata kunci : latihan kehidupan praktis, kemandirian, motorik halus
IMPLEMENTATION OF PRACTICAL LIFE EXERCISE
FOR THE AGE OF 3 – 4 YEARS
Abstract: The purposes of this research are to find out and describe: (1) the process of practical life activities in Right Steps Pancoran, (2) kinds of practical life activities that have been done, (3) the purpose
and the advantages of studying the practical life activities, (4) the relation between practical life activities
on children and the development of their fine motor skill, and (5) the relation of practical life activities on
children and their independency. The subjects of this research are 5 children by the age of three to four
years old in Annie Apple class of Right Steps Pancoran. This research employed qualitative method and
phenomenology study. The researcher used Mills and Huberman model to analyze the data. Observation,
interview, photo/video documentations, and field records were used as the collecting data techniques. The
result of the analyses showed, (1) there are two methods that have been used in Right Step Pancoran
in applying practical life activities i.e. work cycle and three period lessons, (2) there are some activities
that can be done in practical life activity such as transferring, pouring, and cutting, (3) there are purposes
and advantages that can develop and stimulate each of the student’s growth aspects, (4) the practical life
activities that have been done and focusing on the child’s fine muscle can stimulate the development of the
children’s fine motor skill, and (5) the practical life activities that have been done can also stimulate the
children’s independency by introducing to the activity that can make the children to be more independent.
Keywords: practical life, independent, fine motor skill
PENDAHULUAN
Setiap anak memiliki potensi yang unik. Anak
merupakan individu yang suatu hari nanti akan
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri serta
lingkungannya. Untuk itu, dalam membekali anak
menjadi individu yang bertanggung jawab diperlukan
stimulus-stimulus yang dapat merespon anak untuk
menjadi lebih bertanggung jawab. Stimulus yang
penting dan akan menentukan perkembangan anak
selanjutnya ialah berupa stimulus pendidikan.
Pendidikan hendaknya dimulai pada masa
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
21
Penerapan Pelatihan Kehidupan ...
anak usia dini. Anak usia dini adalah anak dengan
rentang usia antara 0-8 tahun yaitu merupakan masamasa dimana kemampuan otak anak untuk menyerap
informasi sangat tinggi. Adapun informasi yang
diberikan akan berdampak bagi si anak di kemudian
hari. Anak usia dini juga mengalami masa keemasan
atau yang biasa disebut golden age yang merupakan
masa dimana anak mulai sensitif dan peka dalam
menerima rangsangan.
Pada dasarnya setiap anak senang untuk
mencoba hal yang baru baginya, dan pada aktivitas
ini anak banyak menemukan sesuatu yang menarik
perhatiannya. Dalam melakukan suatu aktivitas,
terdapat tiga cara yang dapat dilakukan anak,
di antaranya: coba-coba, meniru, dan pelatihan
(Damayanti, 2009). Dalam kegiatan coba-coba,
anak biasanya melakukan kegiatan atau aktivitas
dengan mencoba-coba sendiri tanpa adanya
bimbingan sehingga anak melakukannya secara
acak. Selanjutnya meniru, seperti yang diketahui
bahwa anak sangat senang meniru apa yang
orang dewasa lakukan, biasanya anak mula-mula
mengamati kegiatan yang ia anggap menarik
kemudian anak mencobanya sendiri. Kemudian
pelatihan, biasanya anak melakukan aktivitas tertentu
dibawah pengawasan atau bimbingan orang tua atau
orang dewasa sehingga anak dapat meniru dengan
tepat.
Salah satu aktivitas yang sering anak lihat
kemudian tiru seringkali adalah aktivitas seharihari yang biasa dilakukan oleh orang dewasa di
sekitarnya. Dalam hal ini biasanya anak melihat
kegiatan kehidupan praktis sehari-hari atau exercise
of practical life, seperti mencuci piring, membuka
tutup botol, mencuci tangan, mengancingkan baju,
menyemir sepatu, menuangkan air dan kegiatankegiatan lain sebagainya yang berkaitan dengan
kegiatan sehari-hari. Biasanya kegiatan-kegiatan
seperti ini sangat menarik perhatian anak, sehingga
anak akan mencoba dan meniru melakukannya.
Ketika melakukan observasi dan wawancara
singkat dengan pihak sekolah, peneliti mendapat
informasi bahwa sekolah tersebut menggunakan
pendekatan Montessori dalam pembelajarannya.
Oleh karena itu, terdapat kegiatan latihan kehidupan
praktis dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan,
dimana dalam kegiatan latihan kehidupan praktis ini
dapat melatih berbagai aspek perkembangan pada
anak. Sekolah Right Steps Kindergarten Pancoran
merupakan salah satu sekolah yang dalam kegiatan
22
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
pembelajarannya terdapat latihan kehidupan praktis
(practical life). Maka peneliti merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian mengenai bagaimana
penerapan latihan kehidupan praktis pada anak usia
3-4 tahun di Right Steps Kindergarten Pancoran,
Jakarta Selatan.
Aktivitas pembelajaran kehidupan praktis pada
anak harus dilatih setiap hari sehingga anak akan
terlatih dengan baik (Morison, 2007). Practical life
atau kehidupan praktis merupakan lingkungan yang
siap menekankan aktivitas motorik dasar sehari-hari
(Santrock, 2008). Hal ini sejalan dengan pendapat
yang mengungkapkan bahwa practical life merupakan
kegiatan latihan koordinasi antara tangan dan mata
guna melatih gerakan fisik yang dilakukan sehari-hari
(Hainstock, 2008). Pendapat lain mengatakan bahwa
aktivitas-aktivitas anak dalam hal latihan kehidupan
praktis sama pentingnya dengan pembelajaran
pengetahuan matematika atau membaca pada
anak (Feez, 2010). Oleh karena itu, kegiatan latihan
kehidupan praktis perlu untuk dibelajarkan pada anak
usia dini.
Latihan kehidupan praktis yang dilakukan
oleh anak dapat melatih konsentrasi pada anak, dan
biasanya anak-anak melakukan kegiatan tersebut
atas dasar kemauannya sendiri (Feez, 2010). Latihan
kehidupan praktis bertujuan untuk mengembangkan
berbagai keterampilan yang diperlukan oleh anak
untuk kebebasan anak secara pribadi (Schmidt
& Schmidt, 2009). Anak dapat bebas melakukan
aktivitas yang disenangi, karena kegiatan-kegiatan
tersebut dapat mengembangkan keterampilannya.
Hal tersebut juga perlu adanya pengawasan dari
guru. Latihan kehidupan praktis juga dapat membantu
anak mengembangkan perkembangan motoriknya.
Selain itu, latihan kehidupan praktis dapat membantu
anak-anak dalam mengembangkan kontrol dan
koordinasi gerakan anak, baik seluruh tubuh atau
motorik kasarnya, dan juga tangan atau motorik
halus anak (Feez, 2010). Pendapat lain menyatakan
bahwa latihan kehidupan praktis dapat meningkatkan
kemandirian pada anak (Pickering, 2004).
Terdapat banyak macam-macam latihan
kehidupan praktis yang dapat dilakukan oleh anak.
Dalam latihan kehidupan praktis, anak-anak meniru
aktivitas orang dewasa seperti menuangkan dan
menyiapkan makanan, tetapi dengan gelas asli serta
peralatan yang tersedia untuk anak-anak (Gordon
& Browne, 2014). Anak-anak melakukan aktivitas
dengan peralatan-peralatan yang nyata seperti yang
Penerapan Pelatihan Kehidupan ...
dilakukan oleh orang dewasa.
Sebagian besar kegiatan latihan kehidupan
praktis termasuk dalam tiga kategori besar
pembelajaran yaitu keterampilan manipulatif, menjaga
lingkungan, dan menjaga diri sendiri (Isaacs, 2012).
Pendapat lain mengungkapkan bahwa aktifitas atau
kegiatan yang terdapat di area practical life dapat
dibagi menjadi empat kategori yaitu: (a) preliminary
applications; (b) exercises for the care of self; (c)
exercises for the care of the environtment; dan (d)
exercises for the development of social skills, grace
and courtesy (Wolf, 2001). Maka dapat dikatakan
bahwa kegiatan yang dapat dilatih atau dilakukan
untuk membantu memperkenalkan anak pada
kegiatan latihan kehidupan praktis diantaranya hal-hal
keseharian seperti aturan dasar di kelas, menuang,
memindahkan, membuka dan menutup, meronce,
memotong, aktivitas untuk menjaga diri sendiri,
aktivitas untuk menjaga lingkungan serta aktivitas
untuk perkembangan keterampilan untuk sosial sopan
santun.
Dalam kegiatan latihan kehidupan praktis, anak
meniru dan mengulangi apa yang dilakukan oleh
orang dewasa, dalam hal ini guru. Anak-anak meniru
atau mengaplikasikan apa yang anak lihat, anak-anak
juga menerapkan prinsip bahwa ‘setiap bantuan
berguna merupakan penghalang bagi perkembangan’
jadi anak-anak akan berusaha untuk melakukannya
sendiri tanpa bantuan siapapun (Feez, 2010).
Guru tidak boleh berupaya untuk mengarahkan,
menginstrusikan, mendikte, atau memaksa anakanak; sebaliknya, guru harus memberi kesempatan
untuk menguasai kemampuan tertentu secara
independen (Crain, 2007) . Anak dalam hal ini
mencoba berbagai hal yang ia lakukan sendiri untuk
melatih kemampuannya secara mandiri guru tidak
boleh memaksakan anak melakukan hal yang tidak
ingin anak lakukan.
Selain dapat mengembangkan motorik halus,
penerapan latihan kehidupan praktis dalam kehidupan
anak adalah untuk membelajarkan anak mengenai
kemandirian. Anak belajar bagaimana bertanggung
jawab atas dirinya sendiri karena kegiatan sehari-hari
berguna untuk kehidupan anak selanjutnya (Morison,
2007). Ketika anak sudah tumbuh dewasa, anak
akan bisa memasang dan melepaskan baju sendiri
dan melakukan aktivitas-aktivitas sederhana lainnya.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat
disimpulkan bahwa latihan kehidupan praktis
merupakan kegiatan sehari-hari yang dapat dilakukan
oleh anak untuk melatih keterampilannya dalam
memenuhi kebutuhan untuk menolong dirinya sendiri
seperti misalnya mencuci tangan, mengancingkan
baju, menuangkan air, dan kegiatan-kegiatan lain
yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan latihan kehidupan praktis pada anak adalah
untuk melatih anak dalam hal keterampilan yang
harus dimilikinya dalam menjalani kehidupan yang
akan datang. Latihan kehidupan praktis juga dapat
melatih anak dalam mengembangkan keterampilan
motorik halus, koordinasi antara mata dan tangan,
kemandirian, konsentrasi anak, disiplin, serta self
help pada anak. Penerapan latihan kehidupan praktis
untuk anak usia 3-4 tahun perlu untuk diajarkan pada
anak, karena dapat berguna dalam keterampilan
motorik halus anak, kemandirian anak, kesabaran
ketika melakukan suatu aktivitas, dan kerapihannya.
Anak-anak pada usia 3 tahun memiliki imajinasi
yang sangat tinggi yang terkadang tidak masuk
akal orang dewasa (Hughes, 2010). Anak-anak
juga tertarik dengan apa yang dilakukan oleh orang
dewasa dan membayangkan diri mereka melakukan
hal yang sama (Hughes, 2010).
Anak memiliki tahapan tertentu dalam
perkembangannya, baik dalam aspek perkembangan
fisik motorik, kognitif, sosial emosional, bahasa
dan sosial emosional. Tahapan perkembangan
yang dilalui anak ketika anak mengalami kemajuan
merupakan hal yang sangat menarik. Semua aspek
perkembangan anak meliputi fisik motorik, bahasa,
kognitif, sosial emosional serta moral perlu untuk
distimulasi dengan berbagai macam aktivitas yang
dapat dilakukan sebagai wujud pencapaian tujuan
pendidikan anak usia dini.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan studi fenomenologi, yaitu Penelitian ini
mengacu pada paradigma alamiah yang bersumber
pada pandangan fenomenologi. Putra dan Lestari
(2012:193) mengungkapkan fenomenologi adalah
penelitian kualitatif yang mencoba mengungkapkan
makna yang dihayati subjek yang diteliti. Dengan
demikian penelitian ini mengacu pada gejala-gejala
yang menempatkan diri dimana peneliti berusaha
memahami arti peristiwa dan kaitannya dalam
situasi tertentu yang berhubungan dengan kondisi
atau keadaan sebuah lingkungan belajar yang dapat
memberikan makna mengenai kegiatan latihan
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
23
Penerapan Pelatihan Kehidupan ...
kehidupan praktis yang terdapat di Right Steps
Kindergarten Pancoran Jakarta Selatan.
Dalam mendapatkan data penerapan latihan
kehidupan pada anak usia 3-4 tahun di Right Steps
Kindergarten Pancoran, Jakarta Selatan, teknik
yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah
dengan pengamatan, wawancara serta dokumentasi.
Sumber-sumber data dari penelitian ini antara lain:
guru dan anak di Right Steps Kindergarten Pancoran.
Subjek penelitiannya adalah anak usia 3-4 tahun.
Lokasi sosial dalam penelitian ini adalah guru-guru
dan anak-anak di Right Steps Kindergarten Pancoran
yang beralamatkan di Gedung Sentra Pancoran lantai
2, Jalan MT. Haryono Kav. I Jakarta Selatan.
Prosedur penelitian ini secara garis besar
dilakukan melalui empat tahapan kegiatan, yaitu
tahap pra-lapangan, pelaksanaan, analisis data,
dan diakhiri dengan penulisan laporan, seperti yang
diungkapkan Moleong (2010:127) bahwa penelitian
kualitatif terdiri dari dari tahap pra-penelitian dan
tahap pekerjaan lapangan. Teknik pengumpulan data
pada penelitian ini menggunakan analisis data model
Miles and Huberman, yaitu reduksi data, display data,
verifikasi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sekolah Right Steps Kindergarten di daerah
Pancoran, Jakarta Selatan adalah salah satu
sekolah yang dalam kegiatannya mengenalkan
anak pada kegiatan latihan kehidupan praktis
(practical life). Dari hasil wawancara dengan pemilik
sekolah diketahui bahwa Right Steps Kindergarten
Pancoran menggunakan kurikulum nasional dan
dipadu dengan konsep Montessori. Oleh karena
itu salah satu kegiatan yang dilakukan di sekolah
salah satunya terdapat kegiatan practical life.
Aspek perkembangan yang dikembangkan di
sekolah Right Steps Kindergarten Pancoran ini
diantaranya terdapat kegiatan practical life exercise,
sensorial education, mathematics, cultural studies,
communication, language & literacy with letterland,
physical education, dan Bahasa Indonesia.
Dari hasil wawancara juga didapatkan bahwa
dalam melakukan kegiatan practical life terdapat
three period lesson, sehingga anak akan mengenal
material apa yang akan dipergunakan. Selain three
period lesson, guru juga menyebutkan bahwa
terdapat work cycle dalam melakukan kegiatan
practical life. Dimana guru menjelaskan bahwa
tahapan-tahapan yang dilakukan dalam three
period lesson ketika melakukan kegiatan practical
life, yaitu naming, remembering, dan recognizing.
Dalam kegiatan practical life juga terdapat urutan
cara melakukan kegiatan dari awal sampai akhir
yang dinamakan dengan work cycle. Selain hasil
wawancara dengan guru, peneliti juga melihat ketika
melakukan penelitian bahwa tahapan-tahapan
tersebut selalu terjadi setiap guru mencontohkan
terlebih dahulu kegiatan practical life sebelum anak
akan mencoba melakukan kegiatan practical life
tersebut secara mandiri.
Latihan kehidupan praktis secara umum dapat
dikatakan sebagai kegiatan sehari-hari. Seperti
24
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
yang diungkapkan oleh Morrison (2007:143) bahwa
practical life Montessori is an activities that teach
skills related to everyday living. Anak-anak perlu
untuk dilatih setiap hari dalam kegiatan latihan
kehidupan praktis (practical life) sehingga anak
akan terlatih dengan baik. Runtunuwu (2009:1)
mengungkapkan bahwa after distinguishing through
the senses, the child will discover by the language
the names of attributes of the material. Montessori
advised that the three period lesson of Seguin should
be used. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan
bahwa setelah anak membedakan melalui indera,
anak akan menemukan dengan sebuah bahasa
nama dari suatu material. Montessori menyarankan
bahwa three period lesson dari Seguin harus
digunakan, dan di sekolah Right Steps kindergarten
Pancoran three period lesson tersebut dikenalkan
pada anak.
Dilapangan selain proses dari kegiatan
latihan kehidupan praktis. Terdapat berbagai
macam kegiatan latihan kehidupan praktis yang
dapat dilakukan di sekolah. Ketika melakukan
penelitian ditemukan macam-macam kegiatan yang
dilakukan, kegiatan-kegiatan latihan kehidupan
praktis yang dilakukan di sekolah pada term 3
diantaranya terdapat kegiatan pouring water from
jug to 2 equal containers, pouring water through
funnel, transferring rice with spoon, transferring
water with sponge, transferring water with turkey
baster, transferring beads with tongs, transferring
beads with chopsticks, opening and closing bottle,
introduction how to handle scissors, cutting diagonal
line, cutting vertical line, cutting card with different
length, cutting outlines templates of animals, cutting
weaving line with strips of paper, sewing car with
shoelace, dressing frame with zip, dressing frame
with Velcro, dan dressing frame with hook and eye.
Penerapan Pelatihan Kehidupan ...
Dari hasil pengamatan selama term 3 ini, dalam
melakukan kegiatan latihan kehidupan praktis di
sekolah, anak-anak menggunakan benda aslinya
dalam melakukan kegiatan latihan kehidupan
praktis tersebut seperti gelas yang memang terbuat
dari kaca, sendok, dan benda-benda lainnya yang
merupakan benda aslinya.
Gordon dan Browne (2014:332) mengungkapkan bahwa In the practical life area, children imitate
adults activities, such as pouring and food preparation,
but with real glasses, pitchers, and utensils readily
available to them. Definisi tersebut menyebutkan
bahwa dalam kegiatan latihan kehidupan sehari-hari,
anak-anak meniru aktivitas orang dewasa seperti
menuangkan dan menyiapkan makanan, tetapi
dengan gelas asli serta peralatan yang tersedia
untuk anak-anak. Anak-anak melakukan aktivitas
dewasa. Kegiatan-kegiatan latihan kehidupan praktis
yang diperkenalkan oleh guru di Sekolah pada term
ini merupakan kegiatan-kegiatan yang termasuk
dalam kemampuan manipulatif dan care of person.
Kegiatan latihan kehidupan praktis ketika
diperkenalkan pada anak usia dini memiliki beberapa
manfaat yang dapat dirasakan, selain untuk
kehidupan anak pada saat ini maupun untuk
kehidupan anak dimasa mendatang. Ketika
melakukan penelitian, saat wawancara dengan
guru ketika peneliti bertanya terkait dengan manfaat
dan tujuan dari diadakannya kegiatan latihan
kehidupan praktis guru menjawab bahwa kegiatan
latihan kehidupan praktis yang dilakukan di sekolah
Right Steps Kindergarten Pancoran sebagian
besar mempunyai manfaat agar anak menjadi
lebih mandiri. Dengan demikian setelah diberikan
kegiatan tersebut, diharapkan anak-anak sudah
dapat mengenal apa yang harus anak lakukan ketika
melakukan kegiatan-kegiatan sederhana yang sering
dan dapat anak temui dalam kehidupan sehari-hari.
Selain tentunya kegiatan latihan kehidupan praktis
ini dapat juga membantu menstimulasi kemampuan
motorik halus pada masing-masing anak serta
dijelaskan juga bahwa dalam melakukan latihan
kehidupan praktis membutuhkan koordinasi antara
mata dan tangan. Selain dapat mengembangkan
keterampilan pada anak, ketika peneliti melakukan
penelitian, kegiatan-kegiatan yang dilakukan di
sekolah sebagian besar adalah untuk melatih anak
agar mandiri seperti menutup dan membuka botol,
mengancingkan baju dan celana, serta kegiatan
latihan kehidupan praktis lainnya.
Hainstock (2008) mengungkapkan bahwa
latihan kehidupan praktis merupakan kegiatan
latihan koordinasi antara tangan dan mata guna
melatih gerakan fisik yang dilakukan sehari-hari.
Latihan-latihan berupa kegiatan yang dilakukan
oleh anak dalam aktifitas sehari-hari akan melatih
gerakan fisik pada anak. Sejalan dengan itu Feez
(2010) juga mengungkapkan bahwa bahwa the
exercises of practical life also help children develop
control and coordination of their movements, both
whole-body (gross motor) and hand (fine motor)
movements. Dari definisi tersebut dapat dikatakan
bahwa latihan practical life juga dapat membantu
anak-anak dalam mengembangkan kontrol dan
koordinasi gerakan anak, baik seluruh tubuh atau
motorik kasarnya, dan juga tangan atau motorik
halus anak. Practical life exercises to allow the child
to do activities of daily life and therefore adapt and
orientate himself in his society (Hainstock, 2008).
Dapat diartikan bahwa latihan keterampilan hidup
mengijinkan anak-anak untuk melakukan aktivitas
sehari-hari sehingga anak dapat beradaptasi dan
menunjukkan dirinya dalam kehidupan sosial.
Selain untuk mengembangkan keterampilan
motorik pada anak, Pickering (2004) mengungkapkan bahwa practical life activities provide skills
that can increase a child’s independence. Dari
pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa latihan
kehidupan praktis dapat meningkatkan kemandirian
pada anak. Anak-anak dilatih untuk dapat melakukan
tugas-tugas sederhana dalam kehidupan sehari-hari
secara mandiri.
Salah satu penerapan dari latihan kehidupan
praktis yang dilakukan di sekolah adalah salah
satunya untuk membiasakan anak memegang pinsil.
Ketika melakukan wawancara dengan guru, guru
juga menjelaskan bahwa salah satu penerapannya
adalah untuk membiasakan anak memegang pinsil,
namun hal tersebut melalui proses dan kemampuan
pada masing-masing anak juga berbeda tidak dapat
disamakan. Untuk mulai menulis biasanya, anak
diberikan kesempatan mengembangkan motorik
halus secara bertahap dimulai dari memegang
pinset, meronce, berlatih membuat garis/bentuk dari
pasir, cat, memegang crayon hingga akhirnya pada
tahap memegang pensil dan menulis.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah
selain transferring, seperti misalnya pouring,
opening and closing bottle, dan dressing frame
juga merupakan salah satu bentuk kegiatan yang
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
25
Penerapan Pelatihan Kehidupan ...
dapat menstimulasi keterampilan motorik halus
pada anak, sehingga motorik halus anak dapat
berkembang dengan baik. Selain untuk kemandirian
pada anak, kegiatan menutup dan membuka tutup
botol misalnya sangat menstimulasi anak untuk
menggerakan otot-otot halusnya. Kegiatan dressing
frame juga dapat menstimulasi anak, karena dalam
kegiatan ini anak akan berusaha menggerakan
tangannya untuk membuka kancing dan menutupnya
kembali.
Anak pada usia 3-4 tahun merupakan anak
yang berada pada tahap operasional konkret menurut
piaget. Anak pada usia ini memerlukan benda nyata
ketika hendak melakukan sesuatu. Dalam latihan
kehidupan praktis, anak-anak menggunakan benda
asli dalam melakukan kegiatannya seperti sendok,
sumpit, dan benda lainnya yang memang asli,
sehingga anak dapat merasakan dan menggerakan
benda tersebut dengan nyata. Papalia, Olds, and
Feldman (2008:233) mengatakan bahwa fine motor
skills is physical skills that involve the small muscles
and eye-hand co-ordination. Dari pernyataan
tersebut dapat diartikan bahwa kemampuan motorik
halus merupakan kemampuan fisik yang melibatkan
otot-otot halus dan koordinasi antara tangan dan
mata. Latihan kehidupan praktis yang dilakukan
oleh anak di sekolah merupakan kegiatan yang
melibatkan otot-otot halus anak.
Berdasarkan pengamatan, penerapan latihan
kehidupan praktis selain terkait dengan motorik
anak juga terkait dengan kemandirian anak. Peneliti
melihat bahwa anak-anak berusaha untuk mandiri
selain juga anak memang dilatih dan dibiasakan
untuk dapat melakukan kegiatan sederhana
secara mandiri. Terlihat dari kegiatan mencuci
tangan yang dilakukan oleh anak setiap sebelum
dan sesudah makan ketika kegiatan snack time,
dimana sebelumnya ketika anak memasuki term
pertama di sekolah anak-anak diajarkan terlebih
dahulu bagaimana cara mencuci tangan yang benar
pada kegiatan latihan kehidupan praktis. Anak juga
berusaha mandiri ketika membuka tasnya untuk
mengeluarkan makanan dan menyiapkan makanan
tersebut di meja saat akan makan. Anak berusaha
makan sendiri, berusaha memotong makanannya
sendiri sampai pada akhirnya ketika anak memang
tidak dapat melakukannya anak akan minta bantuan
pada gurunya. Selain itu juga bagaimana cara
anak membereskan makanan saat selesai makan,
membersihkan sisa remah-remah nasi atau lauk
yang jatuh saat anak makan.
Anak-anak memiliki imajinasi yang sangat
tinggi, seperti yang diungkapkan oleh Hughes
(2010:95) bahwa the average child of 3 years is
highly imagination. Selain itu Hughes (2010:95) juga
mengungkapkan bahwa child become increasingly
interested in what adults do and to imagine
themselves doing the same things. Dapat diartikan
bahwa anak-anak tertarik dengan apa yang
dilakukan oleh orang dewasa dan membayangkan
diri mereka melakukan hal yang sama. Untuk itu,
anak perlu diberikan kesempatan dalam melakukan
kegiatan yang biasa dilakukan oleh orang dewasa,
dalam hal ini misalnya memberikan kesempatan
pada anak untuk dapat mengancingkan baju sendiri,
membuka dan menutup tutup botol, memotong
makanan, menyiram tanaman dan kegiatan lain
yang biasanya dilakukan oleh orang dewasa dalam
memenuhi kebutuhan.
Kegiatan latihan kegiatan praktis sebagian
besar adalah untuk membelajarkan anak mengenai
kemandirian. Seperti yang diungkapkan oleh Morrison
(2007:144) yaitu to make children independent. Anak
belajar bagaimana bertanggung jawab atas dirinya
sendiri. Hal tersebut dikarenakan latihan kehidupan
praktis berguna untuk kehidupan anak selanjutnya.
Ketika anak sudah tumbuh dewasa, anak akan
bisa memasang dan melepaskan baju sendiri dan
melakukan aktivitas-aktivitas sederhana lainnya.
Seperti yang diungkapkan oleh Schmidt and Schmidt
(2009:92) bahwa practical life work develops a wide
variety of skills necessary for personal independence.
Mencermati hal tersebut maka dapat diartikan bahwa
latihan kehidupan praktis atau practical life bertujuan
untuk mengembangkan berbagai keterampilan yang
diperlukan oleh anak secara pribadi. Anak-anak
melakukan aktivitas yang dapat mengembangkan
keterampilannya. Hal tersebut juga perlu adanya
pengawasan dari guru, dan kegiatan-kegiatan yang
anak lakukan dikelas tentu diawasi oleh guru.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang
telah dilakukan maka kesimpulan dari penelitian
ini adalah Sekolah Right Steps Kindergarten
26
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Pancoran merupakan salah satu sekolah yang dalam
kegiatannya mengenalkan anak pada kegiatan latihan
kehidupan praktis (practical life). Dalam melakukan
dan memperkenalkan kegiatan latihan kehidupan
Penerapan Pelatihan Kehidupan ...
praktis pada anak terdapat proses atau langkahlangkah yang dilakukan oleh guru. Guru di sekolah
Right Steps Kindergarten Pancoran melakukan hal
yang dinamakan work cycle yaitu berupa urutan
kegiatan yang dilakukan oleh anak dari awal hingga
akhir, selain itu terdapat juga yang dinamakan
dengan three period lesson yaitu tahapan-tahapan
yang dilakukan dalam melakukan kegiatan latihan
kehidupan praktis diantaranya naming, remembering,
dan recognizing. Tahapan-tahapan tersebut selalu
terjadi setiap guru akan melakukan kegiatan latihan
kehidupan praktis.
Macam-macam kegiatan practical life untuk
diperkenalkan pada anak yang dapat dilakukan di
Sekolah cukup beragam. Macam-macam kegiatan
yang dilakukan diantaranya adalah kegiatan
transferring, pouring, cutting, dan dressing frame.
Kegiatan latihan kehidupan praktis sangat baik untuk
diperkenalkan pada anak sedini mungkin. Kegiatankegiatan sederhana yang sangat berguna bagi
kehidupan anak dimasa yang akan datang. Adanya
kegiatan practical life di sekolah Right Steps one
Kindergarten Pancoran salah satunya adalah untuk
menstimulasi aspek perkembangan motorik halus
pada anak.
Dalam kegiatan practical life yang dilakukan
sebagian besar menggunakan three finger sehingga
anak sudah terbiasa memegang pinsil saat menulis
nantinya. Adanya kegiatan practical life selain untuk
keterampilan motorik halus pada anak juga berguna
untuk menstimulasi kemandirian pada anak. Seperti
diketahui biasanya rata-rata orang tua melarang anak
untuk melakukan kegiatan practical life di rumah,
namun dengan adanya kegiatan latihan kehidupan
praktis disekolah menjadi sesuatu yang baru untuk
orangtua.
Saran
Dari temuan dan informasi hasil penelitian,
maka peneliti mengajukan beberapa rekomendasi
diantaranya: latihan kehidupan praktis selain dapat
dilakukan di sekolah juga dapat dilakukan oleh
orangtua di rumah, karena seperti diketahui bahwa
anak lebih banyak berada di rumah dibandingkan di
sekolah. Latihan kehidupan praktis ini sangat baik
jika dilakukan sedini mungkin, karena dari kegiatankegiatan latihan kehidupan praktis anak belajar
untuk menjadi lebih mandiri. Selain itu juga latihan
kehidupan praktis dapat berpengaruh pada aspek
perkembangan anak sehingga aspek tersebut dapat
berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Motorik
halus anak salah satunya sangat distimulasi dengan
adanya kegiatan-kegiatan latihan kehidupan praktis
yang dilakukan oleh anak, selain untuk kemandirian
pada anak tentunya. Kegiatan-kegiatan yang orang
dewasa anggap sangat mudah dilakukan, ternyata
sangat rumit ketika anak harus melakukannya sendiri.
Untuk itu perlu distimulasi sejak dini.
Guru dapat lebih mengeksplore lagi mengenai
kegiatan-kegiatan sederhana yang dapat berguna
untuk anak di kehidupan mendatang. Selain itu
guru juga dapat mengomunikasikan kegiatankegiatan yang dilakukan anak disekolah dengan
orangtua. Dengan demikian anak tidak hanya
belajar mempelajari macam-macam kegiatan yang
berguna untuknya di sekolah namun juga di rumah.
Orangtua juga dapat lebih memperhatikan anak dan
memberikan ruang pada anak untuk dapat melakukan
kegiatan sehari-hari secara mandiri. Orangtua dapat
mendampingi anak saat anak hendak melakukan
latihan kehidupan praktis. Orangtua juga dapat
lebih sabar menunggu anak ketika anak sedang
berusaha melakukan kegiatan sehari-hari yang
menurut orangtua sederhana tetapi menurut anak
hal tersebut sangat rumit. Selain itu untuk penelitian
lanjutan tentang penerapan kegiatan practical life
dengan rentang usia yang berbeda. Diharapkan pula,
agar peneliti selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam
mengenai aspek-aspek lainnya terhadap penerapan
dari diadakannya kegiatan latihan keterampilan hidup
(practical life) pada anak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA
Crain, W. (2007). Teori perkembangan konsep dan
aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Damayanti, A. D. (2009). Toys for kids – Kiat memilih
mainan untuk anak. Yogyakarta: Curva
Aksara.
Feez, S. (2010). Montessori and early childhood.
London: SAGE Publications Inc.
Gordon, A., & Browne, K. (2014). Beginnings &
beyond: Foundations in early childhood
education nineth edition. USA: Wadsworth.
Hughes, F. P. (2010). Children, play, and development
– fourth edition. Los Angles: Sage.
Isaacs, B. (2012). Understanding the montessori
approach: Early years education in practice.
New York: Routledge.
Moleong, L. J. (2000). Metodologi penelitian kualitatif.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Morrison, G. S. (2008). Dasar-dasar pendidikan anak
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
27
Penerapan Pelatihan Kehidupan ...
usia dini. Jakarta: Indeks.
Morrison, G. S. (2007). Early childhood education
today. Pearson: Merrill Prentice Hall.
Schmidt, M., & Schmidt, D. (2009). Understanding
montessori: A guide for parents. USA:
Random House.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009).
Human development – edisi 10. Jakarta:
Salemba Humanika.
28
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Pickering, J. S. (2004). “Helping Students with
Learning Differences through the Practical
Life Curriculum”. Article of Montessori LIFE.
Putra, N., & Dwilestari, N. (2012). Penelitian kualitatif
PAUD. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wolf, A D. (2001). A parents’ guide to the montessori
classroom. Holidaysburg: Parents Child
Press.
Penelitian
PENGEMBANGAN BAKAT SENI ANAK PADA TAMAN KANAK-KANAK
Putu Aditya Antara
email: [email protected]
Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Pendidikan Ganesha
Jl. Udayana No. 11, Singaraja, Kec. Buleleng, Bali
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembelajaran dalam mengembangkan bakat seni pada
anak di TK dan faktor yang berkaitan dengan pengembangan bakat seni yang dikembangkan pada anak di TK.
Penelitian ini dilakukan di TK Ratna Kumara di Desa Medahan, Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali dengan
melibatkan 40 anak. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus. Data dikumpulkan
dengan cara melakukan pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen. Data dianalisis menggunakan
teknik analisis data kualitatif Spradley. Hasil penelitian menunjukkan (a) bakat seni anak dikembangkan
melalui stimulasi secara individu seperti yoga, meditasi, permainan tradisional, bernyanyi, bermain musik,
dan mendongeng selain itu bisa dilakukan menggunakan stimulasi secara sosial seperti creative movement,
bermain peran, bekerja gotong royong; dan (b) beberapa faktor yang mendukung keberhasilan anak
mengembangkan bakat seni, yaitu guru memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pendidikan anak,
dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, memperlihatkan hubungan yang akrab
dan tim kerja yang baik sesama guru, serta menjalin komunikasi dan kerjasama yang baik dengan orang
tua, didukung dengan fasilitas belajar yang memadai dan lingkungan yang nyaman serta sehat.
Kata-kata kunci: pengembangan, bakat seni anak, taman kanak kanak
DEVELOPMENT OF CHILDREN’S ARTISTIC TALENT
AT KINDERGARTEN
Abstract: This study aimed at finding out how learning develop the kindergarten children’s artistic talent and
the factors related to the development of the artistic talents. This research was conducted in Ratna Kumara
Kindergarten at the Medahan village, Blahbatuh, Gianyar, Bali involving 40 children. As a qualitative case
study, this research collected data by observation, interviews, and document analysis. Data analysis used
Spradley techniques. The results found out: (a) the artistic talent is developed through a child’s individual
stimulation such as yoga, meditation, traditional games, singing, playing music and storytelling and in addition
it can be done using social stimulation such as creative movement, role play, cooperative works; and (b) some
factors supporting the success of children to develop their artistic talent that teachers should know such as
the knowledge and understanding of children’s education, ability to create joyful learning, to show a close
relationship and a good working team of fellow teachers, establish good communication and cooperation
with parents, and the support of adequate learning facilities and comfortable healthy environment.
Keywords: development, children art talent, kindergarten.
PENDAHULUAN
Pendidikan anak usia dini lebih mengutamakan
proses pembelajaran yang terintegrasi karena anak
memiliki berbagai potensi yang harus dikembangkan
secara maksimal untuk berbagai kemampuan dalam
memecahkan masalah kehidupannya di masa depan.
Perkembangan anak yang dicapai merupakan
integrasi aspek pemahaman nilai-nilai agama dan
moral, fisik, kognitif, bahasa, serta sosial-emosional
(Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, 2009). Melihat
berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam proses
pembelajaran anak, maka seorang guru harus bisa
memahami setiap potensi yang akan dikembangkan
sekaligus membuat kegiatan belajar yang semenarik
mungkin untuk dilakukan anak dalam proses
pembelajaran.
Kenyataan yang terjadi di masyarakat bahwa
tanpa disadari semua perilaku serta kepribadian orang
tua yang baik ataupun tidak ditiru oleh anak. Anak
tidak mengetahui apakah yang telah dilakukanya baik
atau tidak karena anak usia prasekolah belajar dari
apa yang telah dia lihat. Pembelajaran tentang sikap,
perilaku, dan bahasa yang baik akan membentuk
kepribadian anak yang baik pula. Hal ini perlu
diterapkan sejak dini. Orang tua merupakan pendidik
yang paling utama, sedangkan guru serta teman
sebaya merupakan lingkungan kedua bagi anak.
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
29
Pengembangan Bakat Seni ...
Dengan demikian, orang yang paling penting bagi
anak adalah orang tua, guru dan teman sebaya karena
dari merekalah anak mengenal sesuatu yang baik dan
tidak baik (Hurlock, 1978). Berbagai hal yang anak
pelajari dari lingkungannya merupakan potensi besar
yang akan menjadi gambaran berbagai perilaku yang
anak miliki dalam fase perkembangan selanjutnya.
Realitas sosial yang ada di sekitar masyarakat
memperlihatkan tidak semua anak dapat melewati
tahap perkembangannya dengan baik dan selalu
bisa tumbuh menjadi anak yang menyenangkan.
Permasalahan yang dapat muncul pada perilaku anakanak seperti perilaku yang tidak adaptif, merusak,
serta mengganggu diri sendiri dan lingkungan.
Sebuah stimulasi untuk menanggulangi berbagai
permasalahan anak yang terkait dengan perilaku bisa
dilakukan dengan mengembangkan bakat seni yang
dimiliki anak.
Bakat seni merupakan bakat khusus yang
dimiliki seseorang. Terdapat tiga dimensi yang
terkandung dalam bakat, yaitu sebagai berikut: (a)
dimensi perseptual, yaitu kemampuan di dalam
melakukan persepsi yang mencakup kepekaan indra,
perhatian, orientasi ruang dan waktu serta kecepatan
persepsi, (b) dimensi psikomotor, mencakup kekuatan,
impuls, kecepatan gerak, kecermatan dan kordinasi,
dan (b) dimensi intelektual, mencakup ingatan,
pengenalan, berpikir dan evaluatif (Guildford dalam
Muba, 2010) .
Bakat pada umumnya diartikan sebagai
kemampuan bawaan, sebagai potensi yang
masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat
terwujud (Munandar, 1999). Berbeda dengan bakat ,
kemampuan merupakan daya untuk melakukan suatu
tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan.
Kemampuan menunjukan tindakan dapat dilakukan
sekarang, sedangkan bakat memerlukan latihan
dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan
dimasa yang akan datang.
Pengembangan bakat seni tentu diwariskan
melalui pendidikan yang diberlangsungkan baik
pendidikan formal maupun informal, sehingga
bisa dikatakan bahwa pendidikan seni merupakan
usaha sadar untuk mewariskan atau menularkan
kemampuan berkesenian sebagai perwujudan
transformasi kebudayaan dari generasi ke generasi
yang dilakukan oleh para seniman atau pelaku seni
kepada siapa pun yang terpanggil untuk menjadi bakal
calon seniman (Jazuli, 2008).
Anak adalah pribadi yang unik memiliki
30
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
kemampuan dan kebutuhan yang berbeda dengan
orang dewasa, dan salah satu kebutuhan anak yang
khas adalah kebutuhan mengekspresikan diri atau
menyatakan diri. Pendidikan seni dapat memberikan
kontribusi kepada perkembangan pribadi anak
(siswa). Kontribusi yang dimaksud berkaitan dengan
pemberian ruang berekspresi, pengembangan potensi
kreatif dan imajinatif, peningkatan kepekaan rasa,
menumbuhkan rasa percaya diri, dan pengembangan
wawasan budaya.
Hal yang paling utama dari sebuah seni adalah
ditemukannya ruang bagi ekspresi diri, artinya seni
menjadi wahana untuk mengungkapkan keinginan,
perasaan, pikiran melalui berbagai bentuk aktivitas
seni sehingga menimbulkan kesenangan dan
kepuasaan. Berekspresi seni rupa melalui elemen
visual berupa garis, warna, bidang, tekstur, volume,
dan ruang. Berekspresi seni musik melalui nada,
irama, melodi, dan harmoni. Berekspresi seni tari
melalui elemen gerak, ruang (bentuk dan volume),
waktu (irama), energi (dinamika). Berekspresi teater
melalui pemeranan/pelakonan, bahasa, dan dialog.
Secara implisit ekspresi diri mengandung makna
komunikasi karena siapa pun mengeskpresikan
sesuatu mempunyai tujuan untuk menyampaikan
pesan kepada orang lain.
Sejumlah penelitian telah meyakinkan bahwa
90% komunikasi emosi disampaikan tanpa katakata, keterampilan ini dapat sangat meningkatkan
kemampuan anak memahami perasaan orang lain
sehingga mampu bertindak cepat (Shapiro dalam M.
Jazuli, 2008). Ekspresi diri juga bermakna aktualisasi
diri karena apa yang diungkapkan melibatkan sosok
subjek yang menampilkan/mengungkapkan kepada
orang lain. Berekspresi juga dapat dimaknai bermain
karena bermain adalah pekerjaan anak yang bisa
memberikan kebebasan, kesenangan, dan tantangan
sebagaimana ketika mereka bermain. Melalui
permainan, anak-anak akan memperoleh kesempatan
belajar dan mempraktikkan cara-cara baru dalam
berpikir, merasakan, dan bertindak. Dengan demikian,
berekspresi berarti pembelajaran emosi yang selalu
melibatkan daya kreasi sering muncul secara spontan
ketika anak mengungkapkan sesuatu, berkomunikasi,
dan bermain.
Selain itu, seni bisa digunakan sebagai
pengembangan potensi kreatif. Potensi kreatif ditandai
oleh kemampuan berpikir kritis, rasa ingin tahu
menonjol, percaya diri, sering melontarkan gagasan
baru orisinil, berani mengambil resiko dan tampil beda,
Pengembangan Bakat Seni ...
terbuka terhadap pengalaman baru, menghargai diri
sendiri dan orang lain (Jazuli, 2008). Dengan demikian,
anak kreatif selalu memunculkan gagasan baru,
orisinil, cemerlang, dan unik.
Seni sangat mampu memberikan peluang yang
amat luas bagi berkembang dan potensi kreatif anak
secara bebas (nyaman) serta menyenangkan karena
tidak ada indoktrinasi, tidak mengenal benar dan
salah, tetapi selalu dalam situasi harmoni. Keadaan
semacam ini memungkinkan anak memiliki keberanian
untuk mengungkapkan ide dan meningkatkan rasa
empati, menyadari kemampuan sendiri, serta siap
menerima tanggapan lingkungan terhadap apa
yang diungkapkan. Dengan adanya keberanian
tersebut, pendidik cukup sebagai fasilitator yang
berperan memberikan arahan dan pelayanan secara
proporsional dan konstruktif. Misalnya, menciptakan
suasana yang mampu memotivasi kepada siswa
untuk berani mencetuskan idenya, menyediakan
sarana yang mendorong eksplorasi dan eksperimen,
bersikap komunikatif, serta cerdas dalam menciptakan
lingkungan sekolah yang bebas sekaligus tertib.
Eisner dan Ecker menginformasikan pendapat
tokoh pendidikan seni di Amerika Margaret Mathias,
Bella Boas, Florence Cane, dan Victor D’Amico bahwa
pendidikan seni potensial untuk mencetak manusia
kreatif. Hasil penelitian Mohanty dan Hejmadi tahun
1992 menginformasikan bahwa setelah 20 hari anak
belajar menari dan bermusik kemudian diberi tes
berpikir kreatif, ternyata hasil skornya lebih tinggi
dari anak yang tidak belajar menari dan bermusik.
Hal ini menunjukkan bahwa menari dan bermusik
dapat meningkatkan daya kreatif. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut kemudian menyebar ke seluruh
penjuru dunia sebagai gerakan pendidikan seni yang
mempromosikan kekreatifan (Jazuli, 2008: 105).
Bakat seni merupakan cara berpikir seseorang
tentang seni dan secara struktur bakat seni terdiri
dari tiga bagian yaitu persepsi, produksi, dan refleksi
(Gardner dalam Stinson, 1991). Persepsi dapat
diartikan sebagai kemampuan melihat secara jelas
perbedaan elemen atau kualitas sebuah objek;
produksi yang dimaksud, yaitu kemampuan seseorang
untuk menciptakan produk seni, sedangkan refleksi
adalah kemampuan melihat diri sendiri dengan
memahami karya orang lain dan mampu memilih
objek sesuai dengan ketertarikan diri sendiri dan bukan
karena orang lain.
Berbagai pemaparan teori di atas merujuk
pada sebuah kesimpulan bahwa bakat seni adalah
ungkapan perasaan yang dinyatakan dengan
tampilan visual dan gerakan tubuh manusia dengan
mempertimbangkan struktur seni seperti persepsi,
produksi, dan refleksi yang diimplementasikan dengan
perasaan senang serta gembira.
Setiap anak memiliki keanekaragaman baik
secara fisik, psikis, intelektual, sikap, minat, dan
sebagainya. Hal tersebut merupakan tantangan
yang harus dihadapi dengan segala upaya dan
ketabahan serta kesabaran yang maksimal. Sering
terdapat siswa yang kurang antusias atau kurang
serius dalam melakukan gerakan-gerakan, hal
semacam ini sesungguhnya amat menjengkelkan dan
membosankan. Namun demikian masalah seperti itu
perlu dihadapi penuh kesabaran dan ketenangan,
sambil diupayakan mencari berbagai solusi untuk
mengatasi masalah dan hambatan yang ada.
Pengembangan bakat seni yang dimiliki anak
memang merupakan tugas guru dalam lingkungan
persekolahan. Guru yang bertugas mengembangkan
seni anak harus berupaya semaksimal mungkin
untuk memotivasi dan mengajak anak dalam
keikutsertaannya pada kegiatan pembelajaran
seni baik musik, gambar maupun tari. Hal tersebut
dimaksudkan supaya seni tidak menjadi momok bagi
siswa. Sebaliknya, pengembangan bakat seni justru
harus menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan
dan sekaligus sebagai ajang kreasi dan rekreasi
bagi siswa. Oleh karena itu, kegiatan apresiasi ini
merupakan stimulus bagi anak untuk mencintai
kekayaan khasanah seni budaya Indonesia.
Propinsi Bali yang terdiri dari 7 kabupaten
dan 1 kotamadya jika ditelusuri lebih mendalam
memiliki budaya yang relatif berbeda namun secara
umum memiliki kesamaan. Dari pilot project yang
dilakukan pada beberapa Taman Kanak-kanak (TK)
peneliti menemukan ada kekhasan yang menarik
perhatian peneliti untuk melakukan penelitian tentang
pengembangan bakat seni anak. Kemenarikan itu
peneliti temui berada pada TK Ratna Kumara yang
berada di Desa Medahan, Blahbatuh, Gianyar, Bali.
Selama melakukan observasi awal pada TK tersebut
peneliti melihat anak-anak yang baru beberapa
bulan disana telah menunjukkan kemajuan pada
beberapa hal yaitu anak melakukan kegiatan seni
dengan penuh semangat dan antusias serta memiliki
ketenangan dalam berperilaku. Hal ini diperkuat lagi
dari informasi yang diberikan beberapa guru dan orang
tua anak yang peneliti temui selama observasi awal
dilakukan. Ketika itu beberapa orang tua menyatakan
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
31
Pengembangan Bakat Seni ...
kebahagiaan mereka melihat ada perkembangan
positif yang relatif cepat pada bakat seni putra putrinya.
Fokus penelitian ini adalah pembelajaran
yang dilakukan guru dalam pengembangan bakat
seni anak pada Taman Kanak-kanak Ratna Kumara
dengan rumusan masalah: (a) pembelajaran yang
bagaimanakah dilakukan guru di Taman Kanakkanak Ratna Kumara di Desa Medahan, Blahbatuh,
Gianyar, Bali dalam pengembangan bakat seni anak?
dan (b) faktor-faktor apa saja yang berkaitan dengan
pengembangan bakat seni anak yang dikembangkan
pada anak di Taman Kanak-kanak Bali Q-Ta di Desa
Medahan, Blahbatuh, Gianyar, Bali? Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pembelajaran yang
dilakukan guru di Taman Kanak-kanak Ratna Kumara
di Desa Medahan, Blahbatuh, Gianyar, Bali dalam
pengembangan bakat seni anak; serta mengetahui
faktor-faktor terkait dengan pengembangan bakat seni
anak yang dikembangkan pada anak
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan pendekatan studi kasus, di mana peneliti
memfokuskan dengan beberapa pembatasan pada
penelusuran untuk menemukan interaksi yang
mendalam penuh makna pada upaya terapi agresifitas
anak.
Dalam pengumpulan data penelitian, proses
penelitian menggunakan model alur penelitian maju
bertahap (the developmental research sequence): (1)
menentukan situasi sosial penelitian, (2) melaksanakan
pengamatan berperan serta, (3) membuat catatan
lapangan, (4) melaksanakan pengamatan deskriptif,
(5) melakukan analisis domain, (6) mengadakan
pengamatan terfokus, (7) melakukan analisis
taksonomi, (8) melaksanakan pengamatan terpilih,
(9) melakukan analisis komponen, (10) analisis
tema, (11) menulis tema budaya, serta (12) menulis
etnografi (Spradley, 1980). Jumlah anak yang menjadi
subjek penelitian berjumlah 25 orang yang berada
pada kelompok B TK Ratna Kumara. Selain anak,
yang dilibatkan dalam penelitian ini pihak guru juga
dilibatkan sejumlah 2 orang guru dan 1 kepala sekolah
serta 5 orang tua anak yang juga menjadi informan
guna mendukung seluruh data penelitian.
Analisis data dilakukan secara maju dan
bertahap sesuai dengan fokus penelitian setelah
mengorganisasikan data. Analisis data penelitian ini
mengikuti model Spradley (1980), yaitu dimulai dari
langkah kelima. Adapun jenis analisis yang dilakukan
adalah (a) domain analysis, (b) taxonomi analysis, (c)
componential analysis dan (d) theme analysis.
Teknik pemeriksaan data yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi; (1) perpanjangan keikutsertaan,
(2) ketekunan pengamatan, (3) triangulasi, dan (4)
auditing. Teknik pemeriksaan keabsahan data tersebut
dipilih karena penelitian ini merupakan penelitian
studi kasus dengan latar penelitian kelas/kelompok.
Tujuan penafsiran data dalam penelitian ini meliputi
deskripsi data, deskripsi analitik dan penyusunan
teori substantif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Bentuk pengembangan bakat seni anak pada TK
Ratna Kumara
Berdasarkan hasil analisis domain, analisis
dokumen, dan hasil wawancara dengan informan
ditemukan bahwa guru menggunakan berbagai
strategi dalam pengembangan bakat seni anak-anak
di TK. Penggunaan pembelajaran yang bervariasi
bertujuan agar anak secara individu selalu senang
dan menikmati kegiatan belajar yang dilakukan
seperti yoga, memahami emosi, meditasi, permainan
tradisional, bernyanyi, bermain musik, menari dan
mendongeng.
Salah satu contoh kutipan wawancara yang
dilakukan dengan guru dan analisis domain dalam
kegiatan pengembangan bakat seni anak sebagai
berikut.
Kepala Sekolah : “Sebetulnya banyak strategi
32
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
yang kita lakukan dalam pengembangan bakat
seni anak, seperti dengan mengadakan permainan
tradisional untuk beberapa kegiatan belajar, selain
itu kami melibatkan anak dalam kegiatan bernyanyi,
mendongeng, disini kekhasan kami dari TK lain yaitu
selalu melaksanakan meditasi dalam memulai dan
mengakhiri kegiatan belajar serta melakukan kegiatan
yoga setiap dua hari sekali.”
Secara khusus, kegiatan meditasi dan yoga ini
dilakukan dengan maksud bisa mengharmonisasikan
antara pikiran dan perbuatan sehingga anak akan
selalu tenang dan lebih bisa fokus dalam mengikuti
pembelajaran dan menjadi terapi agresivitas anak
secara tidak langsung. Salah satu cara yang
dilakukan dalam meditasi yaitu mengatur nafas dan
memperhatikan nafas yang keluar masuk hidung
sambil mendengarkan musik instrumental.
Pengembangan Bakat Seni ...
Sedangkan yoga yang dilakukan anak
untuk pengembangan bakat seni anak bukanlah
yoga yang memiliki gerakan rumit namun yoga
dasar dan sederhana seperti Surya Namaskar.
Surya namaskar merupakan teknik penting dalam
melakukan yoga. Kelenturan dan penerapannya
merupakan cara yang sangat bermanfaat untuk
memperoleh hidup yang sehat, kuat dan merupakan
persiapan untuk pembangkitan spiritual, terapi dan
meningfkatkan kesadaran. Adapun tahapan gerakan
surya namaskar seperti Pranamasana (Berdiri
Tegak), Hasta Uttanasana (Tangan Diangkat),
Padahastasana (Membungkuk Hingga Tangan Di
Kaki), Asva Sancalanasana (Menunggang Kuda),
Parvatasana (Posisi Gunung), Astanga Namaskara
(Sujud Dengan Delapan Bagian Tubuh Di Lantai),
Bhujangasana (Posisi Ular), Parvatasana (Posisi
Gunung), Asva Sancalana (Posisi Menunggang
Kuda), Padahastanasana (Tangan Menyentuh Kaki),
Hasta Uttanasana (Posisi Mengangkat Tangan),
Pranamasana (Posisi Berdoa). Maka dari itu dengan
membiasakan anak meditasi dan yoga akan bisa
memberikan ketenangan dan peningkatan perhatian
yang tinggi sehingga agresivitas anak akan berkurang.
Selain itu, berdasarkan analisis data
ditemukan bahwa pengembangan bakat seni anak
bisa dikembangkan dalam secara sosial seperti
creative movement yang merupakan gerak yang
dikombinasikan untuk mengekspresikan pengalaman
batin dan mengungkapkan perasaan seseorang serta
dilakukan dengan memberikan kebebasan pada
anak untuk bergerak sesuai imajinasinya dengan
memperhatikan waktu, ruang dan penekanan.
Gerak kreatif yang dilakukan dengan tepat oleh anak
memberikan peningkatan dan perkembangan yang
berkualitas pada fisik, kemampuan keseimbangan
dan koordinasi, pemahamanan akan ritme dan tempo,
dan memiliki kemampuan prediksi kejadian yang akan
terjadi selanjutnya serta memiliki kesadaran tubuh
yang tinggi dan yang lebih penting gerak kreatif bisa
dipakai sebagai terapi psikologis pada gangguan
perilaku anak. Selain itu kegiatan bermain peran juga
mampu memberikan efek terapi agresivitas anak
karena kegiatan bermain ini mampu memecahkan
masalah (diri dan sosial), melalui serangkaian tindakan
pemeranan yang efeknya bisa mengeksplorasi
perasaan-perasaan, memperoleh wawasan (insight)
tentang sikap-sikap, nilai-nilai dan persepsinya,
mengembangkan keterampilan dan sikap dalam
memecahkan masalah yang dihadapi. Selain creative
movement dan bermain peran secara sosial terapi
agresivitas bisa dilakukan dengan mengajak anak
melakukan gotong royong yang terdiri dari kegiatan
bekerja sama dalam melakukan permainan, bekerja
sama dalam menyelesaikan tugas, dan membagi
tugas di kelas.
b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pengembangan
bakat seni anak yang dikembangkan pada anak
Taman Kanak-kanak Bali Q-Ta.
Guru memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang memadai tentang pengembangan bakat seni
anak. Guru merupakan orang yang bertanggung
jawab penuh dalam kegiatan pembelajaran selama
anak-anak berada di TK. Kemampuan guru dalam
menjalin komunikasi dan berinteraksi dengan anak
sangat menentukan kesuksesan/keberhasilan guru
dalam memberikan terapi. Selain guru para orang tua
mendukung upaya yang dilakukan guru. Walaupun
ketika anak-anak berada di TK guru merupakan orang
yang bertanggung jawab penuh atas anak, namun
peranan orang tua sangat besar pengaruhnya dalam
upaya terapi agresivitas anak. Keberadaan orang
tua untuk turut mematuhi berbagai macam peraturan
yang ditetapkan sekolah dan melanjutkan aturan untuk
diberikan di rumah sangat membantu terapi yang
diberikan di sekolah.
Selain guru dan orang tua, faktor sarana
dan prasarana juga mendukung pengembangan
bakat seni anak. Fasilitas dan sarana prasarana
pembelajaran yang tersedia di TK Ratna Kumara
memadai. Hal ini bisa dilihat baik dari fasililtas dan
sarana yang terdapat dalarn ruang kelas yang
dikhususkan untuk pembelajaran anak TK sendiri
maupun di ruangan-ruangan lain yang di pakai
secara bersama. Ketersediaan sarana prasarana ini
sangat membantu upaya pengernbangan budi pekerti
manak, karena guru bisa menggunakannya untuk
memberikan program stimulasi yang lebih bervariatif,
sehingga upaya pengembangan budi pekerti anak
bisa dicapai lebih optimal. Begitu pula lingkungan TK
Ratna Kumara juga cukup nyaman dan sehat untuk
pelaksanaan kegiatan pembelajairan. Kondisi ruangan
yang bersih dan pencahayaan yang cukup membuat
anak betah berada dalam lokal dan dapat bermain
dan bereksplorasi mengembangkan kemampuan
yang mereka miliki. Selain itu wilayah pedesaan yang
sejuk dan suasana persawahan membuat suasana
belajar menjadi tenang. Begitu juga kondisi dan situasi
di halaman sekolah yang selalu bersih dan dibatasi
membuat anak terjauh dari bahaya yang mengancam.
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
33
Pengembangan Bakat Seni ...
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah
diuraikan dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut.
Pertama, pengembangan bakat seni anak dilakukan
pada proses pembelajarannya setiap hari. Konsep
pengembangan bakat seni anak yang dikembangkan
pada TK Ratna Kumara meliputi pengembangan bakat
seni anak secara individu dan pengembangan bakat
seni anak secara sosial. Secara individu meliputi yoga,
memahami emosi, meditasi, permainan tradisional,
bernyanyi, bermain musik, dan mendongeng.
Sedangkan secara sosial seperti creative movement,
bermain peran dan bekerja gotong royong.
Kedua, faktor-faktor yang berkaitan dengan
pengembangan bakat seni anak seperti kualitas guru,
kerjasama dengan orang tua dan fasilitas sarana
prasarana pembelajaran yang tersedia di TK Ratna
Kumara memadai.
Saran
Kepada para guru diharapkan meningkatkan
kompetensi diri dalam mengembangan terapi
agresifitas anak agar mampu menangani berbagai
karakteristik anak. Selain itu guru harus selalu
berkomunikasi dengan orang tua anak agar
pengembangan bakat seni anak lebih holistik dan
berkelanjutan. Para pengelola taman kanak-kanak
memberi dukungan pada guru untuk pengembangan
bakat seni anak-anak, terlebih memberikan
kesempatan guru untuk mengikuti pelatihan dan
pendidikan khusus tentang pengembangan bakat
seni anak. Sedangkan orang tua hendaknya dapat
menunjukkan kerjasama yang baik dengan guru
diantaranya dengan turut mematuhi tata tertib dan
sekaligus memotivasi anak untuk mematuhi tata
tertib yang diterapkan di TK. Di samping itu juga
orang tua juga hendaknya memberikan contoh yang
baik dalam berkomunikasi dengan anak di rumah
sehingga anak akan mudah mencari figur orang
yang baik dan menjadi tauladan. Dalam penelitian ini
disarankan juga pada peneliti lain agar melanjutkan
penelitian ini pada model pengembangan bakat seni
anak yang bisa digunakan di tempat penelitian yang
lain sehingga ditemukan formulasi yang tepat untuk
pengembangan bakat seni anak di seluruh Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Breakwell, G. M. (1998). Coping aggressive behaviour:
Mengatasi perilaku agresif. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Dodge, D. T.,& Colker, L. J. (2000). The creative
curriculum for early childhood. Washington:
Teaching Strategic inc.
Eliason, C.,& Jenkins, L. (2008). A practical guide
to early childhood curriculum. New Jersey:
Pearson Prentice Hall
Hawkins, A. M. (2003). Bergerak menurut kata
hati. Metode baru dalam menciptakan tari,
diterjemahkan oleh I Wayan Dibia, Jakarta: Ford
Foaundation dan Masyarakat Seni Indonesia.
Hurlock, E. B. (1978). Perkembangan Anak, Jilid 2. Alih
bahasa Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Erlangga.
Jazuli, M. (2008). Paradigma kontekstual pendidikan
seni. Surabaya: Unesa University Press.
Kauffman, J. M. (1985). Characteristics of childrens
behavior disorder. Colombus: Charles C.
Merillil.
Laban, R. (1976). Modern educational dance. New
York: McDonald and Evans Ltd.
McBrayer, K.F.P.,& Lian, M.G.J. (2002). Special needs
34
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
education: Children with exceptionalities.
Hongkong: The Chinese University Press.
Munandar, U. (1999). Mengembangkan bakat dan
kreativitas anak sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Nurliana, R. (2010). Teknik deprivasi sebagai upaya
menangani agresivitas. http://etd.eprint.ums.
ac.12/7985/1/F 1000 500 23. diakses tanggal
2 Mei 2014
Semiawan. C.R. (2002). Belajar dan pembelajaran
dalam taraf usia dini. Jakarta: Prenhallindo.
Shaffer, R . D. (1994). Social and personality
development. University of georgia edisi 3. New
York: Brooks/Cole Publising Company.Pacific
Grove, California.
Sheridan, M.D. (2011). Play in early childhood: from
birth to six years. New York: Routledge, 2011.
Smith, J. (1976). Dance composition. A practical guide
for teacher. Surrey: Unwin Brothers Ltd.
Stinson, S.W. (1991). Promising practice in arts
educations assesment. Los angeles: proceding
of the international early childhood creative arts
conference-american alliance for health, phscal
educations, recreation and dance.
Penelitian
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PASCA KEAKSARAAN FUNGSIONAL
MELALUI KELOMPOK BELAJAR USAHA UNTUK
MENINGKATKAN TARAF HIDUP
Agus Winarti
e-mail: [email protected]
Pendidikan Luar Sekolah Universitas Bandung Raya
Jalan Banten No. 11 Bandung, 40272
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk memberdayakan masyarakat pasca keaksaraan fungsional
(KF) melalui kelompok belajar usaha di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Mei 2015 dengan mewawancarai 20 orang
perempuan dengan latar belakang pekerjaan bervariasi (buruh tani, buruh serabutan dan ibu rumah
tangga). Narasumber adalah masyarakat pasca keaksaraan fungsional yang tergabung dalam Kelompok
Belajar Usaha. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dan disimpulkan. Hasil penelitian menunjukkan, dengan dibentuknya Kelompok Belajar Berusaha (KBU) masyarakat memiliki keberdayaan dengan
usaha kelompok (satu kelompok 5 orang) serta pendapatan dan taraf hidup meningkat.
Kata-kata kunci: Kelompok Belajar Usaha (KBU), Keaksaraan Fungsional (KF), pemberdayaan masyarakat,
taraf hidup.
COMMUNITY EMPOWERMENT POST FUNCTIONAL LITERACY
THROUGH BUSINESS LEARNING GROUP TO IMPROVE LIFE QUALITY
Abstract: The purpose of this study was to empower the community of post functional literacy through
business study groups in Cimenyan village , Cimenyan Subdistrict, Bandung District. The research was
conducted as from March through May 2015, and the data were collected by interviewing 20 resource
persons with various professional backgrounds. The data were analyzed qualitatively to draw conclusion.
The result of the study indicates, the formation of Business Study Groups (KBU) empowers the community
to develop their business and improves their incomes and raises their living standards.
Keywords: Business Study Groups, functional literacy, community empowerment, living standards.
PENDAHULUAN
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu
proses yang membangun manusia atau masyarakat
melalui pengembangan kemampuan masyarakat,
perubahan perilaku masyarakat, dan pengaturan
masyarakat. Tujuan utama dalam pemberdayaan
masyarakat yaitu mengembangkan kemampuan
masyarakat, mengubah perilaku masyarakat, dan
mengatur masyarakat. Pemberdayaan masyarakat
sebuah konsep pembangunan ekonomi termasuk
nilai-nilai sosial dan dimungkinkan pula penanaman
nilai-nilai budaya maju; seperti kerja keras, hemat,
keterbukaan dan kebertanggung jawaban. Proses
pemberdayaan seperti ini merupakan paradigma
baru dalam pembangunan manusia seutuhnya
dan berkelanjutan.
Pemberdayaan masyarakat pascakeaksaraan
fungsional adalah upaya meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam bidang pengetahuan,
sikap dan keterampilan, sehingga masyarakat
mampu menunjukkan eksistensinya dan dapat
berpartisipasi serta memperbaiki kedudukannya
dalam masyarakat. Proses partisipatif yang
berkelanjutan di mana anggota masyarakat bekerja
sama dalam kelompok belajar berusaha, berbagi
pengetahuan dan pengalaman serta adanya
perubahan sikap berusaha untuk mencapai tujuan
bersama.
Program pemberantasan buta aksara dalam
beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya
peningkatan, baik dari segi jumlah anggaran
yang diluncurkan, maupun dari segi jumlah
capaian warga belajar yang dilibatkan dalam
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
35
Pemberdayaan Masyarakat Pasca ...
program pembelajaran. Penduduk buta aksara
di Indonesia pada tahun 2012 usia 15 – 59 tahun
berjumlah 6.401.522 orang. Dari jumlah tersebut
sebagian besar tinggal di daerah pedesaan
seperti buruh tani, buruh serabutan, nela-yan
dan kelompok masyarakat miskin perkotaan yaitu
buruh berpenghasilan rendah atau penganggur
yang pada umumnya adalah kaum urban. Mereka
tertinggal dalam hal pengetahuan, keterampilan
dan sikap mental inovatif dan pembangunan.
Akibatnya, akses terhadap informasi dan
komunikasi yang mendukung untuk memperoleh
gambaran kehidupan yang lebih luas sangat
terbatas karena mereka tidak memiliki kemampuan
keaksaraan yang memadai.
Penuntasan keaksaraan fungsional merupakan kewajiban semua pihak dalam peningkatan
Indek Pembangunan Masyarakat (IPM),
masyarakat buta aksara sangat membutuhkan
sentuhan pendidikan. Program pemberantasan
buta aksara dalam beberapa tahun terakhir
menunjukkan adanya peningkatan, baik dari segi
jumlah anggaran yang diluncurkan, maupun dari
segi jumlah capaian warga belajar yang dilibatkan
dalam program pembelajaran.
Seperti diketahui, bahwa data BPS Provinsi
Jawa Barat angka buta huruf menunjukan berkisar
3.82%-4.04% untuk usia di atas 10 tahun ke atas
sekitar 3,38% pada tahun 2010, 3,62 % pada tahun
2011 terjadi penurunan, hanya saja pada tahun
2012 terjadi kenaikan lagi justru melebihi pada
tahun 2010 yaitu 3,39%. Sedangkan pada tahun
2013 ada penurunan yaitu 2,95 %, persentase
tersebut menurun walaupun hanya sedikit tiap
tahunnya. (Sumber: BPS-RI, Susenas 2012).
Keberhasilan yang dicapai dalam perluasan
akses pendidikan keaksaraan sesungguhnya
merupakan bentuk usaha yang seharusnya
dihargai. Keberhasilan penyelenggaraan
keaksaraan fungsional memang menunjukkan
hasil, dengan semakin menurunnya persentase
jumlah buta aksara setiap tahunnya. Akan tetapi
dari segi keberlanjutan keaksaraan fungsional
ini belum ada tindak lanjut, kemanfaatan bagi
masyarakat dirasakan kurang. Akibatnya ada
sebagian masyarakat yang telah memperoleh
SUKMA (surat keterangan melek aksara) kembali
mejadi buta huruf.
Kelompok Belajar Usaha (KBU) diharapkan
36
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
dapat memberikan manfaat yang positif dan
memberikan pengaruh yang signifikan bagi
peningkatan keterampilan kerja yang dapat
memperluas peluang bagi masyarakat pasca KF di
Desa Cimenyan. Pemberdayaan masyarakat pasca
KF melalui KBU diharapkan dapat meningkatkan
taraf hidup.
Mengacu dari latar belakang di atas maka
dapat dirumuskan permasalahan penelitian
yaitu bagaimana pemberdayaan masyarakat
pasca keaksaraan fungsional melalui kelompok
belajar usaha untuk meningkatkan taraf hidup.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
memberdayakan masyarakat pasca keaksaraan
fungsional melalui kelompok belajar usaha untuk
meningkatkan taraf hidup di Desa Cimenyan,
Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.
Untuk mencapai tujuan umum tersebut,
secara khusus dirinci ke dalam pertanyaan
penelitian sebagai berikut: (a) untuk memperoleh
gambaran pemberdayaan masyarakat pasca
keaksaraan fungsional melalui KBU untuk
meningkatkan taraf hidup, (b) mendeskripsikan
ketercapaian pemberdayaan masyarakat pasca
keaksaraan fungsional melalui KBU untuk
meningkatkan taraf hidup, (c) menganalisis
dan mendeskripsikan dampak pemberdayaan
masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui
KBU untuk meningkatkan taraf hidup.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat dalam hal sebagai berikut: (1)
Penyelenggaraan pendidikan masyarakat,
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
acuan dalam langkah konkret dan strategi untuk
pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan
fungsional, (2) Pengambil kebijakan pendidikan
di tingkat kabupaten, penelitian ini memberikan
rekomendasi melalui data empirik terhadap
perbaikan sistem memberdayakan masyarakat,
ikut meningkatkan kemandirian masyarakat dan
peningkatan taraf hidup masyarakat, (3) sebagai
bahan pertimbangan bagi birokrat setingkat
pemerintah Desa, Kecamatam maupun Kabupaten
dan penelitian ini diharapkan dapat memicu
pembentukan kelompok-kelompok belajar usaha
untuk pemberdayaan masyarakat dalam rangka
peran serta mereka di bidang pembangunan
desanya.
Secara konseptual, pemberdayaan (empo-
Pemberdayaan Masyarakat Pasca ...
werment) memiliki pengertian menunjuk kepada
kemampuan seseorang, khususnya kelompok
rentan atau lemah sehingga mereka memiliki
kekuatan atau kemampuan dalam: (1) memenuhi
kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki
kebebasan (freedom) dalam arti bukan hanya
bebas mengemukakan pendapat,melainkan
bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan,
bebas dari kesakitan, (2) menjangkau sumbersumber produktif yang memungkinkan mereka
dapat meningkatkan pendapatannya, (3) mampu
berpartisipasi dalam proses pembangunan dan
keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka
(Suharto, 2010).
Strategi pemberdayaan menurut (Ife;
2008) ada tiga strategi dasar pemberdayaan
yaitu: (1) Pemberdayaan melalui kebijakan dan
perencanaan, dilakukan dengan mengubah
struktur dan lembaga-lembaga yang ada agar
terjadi akses yang sesuai dengan sumbersumber dan layanan-layanan, serta munculnya
partisipasi dalam kehidupan masyarakat, (2)
pemberdayaan melalui aksi sosial dan politik,
menekankan kepada pentingnya perjuangan dan
perubahan politik untuk meningkatkan keberdayaan
yang lebih efektif, dimana masyarakat dapat
dilibatkan untuk melakukan aksi-aksi langsung.
(3) pemberdayaan melalui pendidikan dan
penyadaran, menekankan pada pentingnya proses
pendidikan, sehingga pihak yang diberdayakan
memperoleh kemampuan-kemampuan. Cara ini
dilakukan dengan memberikan pengetahuan akan
berbagai hal yang menjadi kendala baik struktural
maupun kendala-kendala kemasyarakatan, juga
memberikan keterampilan untuk berkarya secara
efektif untuk menuju perubahan.
Dengan prinsip-prinsip yang telah dikemukakan tadi jika dapat diterapkan dalam upaya
pemberdayaan masyarakat akan dapat berjalan
dengan baik karena prinsip pemberdayaan adala
merupakan proses kolaborasi antara pekerja sosial
dan masyarakat sebagai yang diberdayakan,
pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai
subjek yang kompeten. Masyarakat harus mampu
melihat dirinya sebagai agen penting yang dapat
mempengaruhi perubahan dalam kelompok
masyarakatnya.
Program Keaksaraan Fungsional (KF),
mengatasi permasalahan yang terkait dengan
pemberantasan buta aksara dan pemberian
keterampilan bagi warga belajar atau peserta
didiknya. Keaksaraan fungsional terdiri dari dua
unsur, yaitu keaksaraan secara sederhana diartikan
sebagai kemampuan untuk membaca, menulis, dan
menghitung. Seseorang yang buta aksara adalah
orang yang tidak dapat membaca, menulis dan
berhitung dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang
yang melek huruf adalah orang yang dapat
membaca maupun menulis kalimat sederhana
dan berhitung. Sedangkan fungsional berkaitan
erat dengan fungsi dan tujuan dilakukannya
pembelajaran di dalam pendidikan keaksaraan,
serta adanya jaminan bahwa hasil belajarnya
benar-benar bermakna dan bermanfaat untuk
meningkatkan mutu kehidupan. Fungsional juga
bermakna warga belajar dapat memanfaatkan hasil
belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah
yang berkaitan dengan keaksaraan yang ditemui
dalam kehidupan sehari-hari. (Napitupulu,1998:4)
UNESCO mendefinisikan keberaksaraan
sebagai “a continuum of learning that enables
individuals to develop their knowledge and potential,
pursue and achieve their goals, and participate fully
in society” (Keberaksaraan merupakan kontinum
pembelajaran sehingga individu-individu mampu
mengembangkan pengetahuan dan potensi
dirinya, mengejar dan mencapai tujuan yang ingin
diraihnya, dan turut serta sepenuhnya dalam
kegiatan masyarakat).
Kelompok belajar usaha adalah menumbuhkembangkan semangat berwirausaha bagi warga
masyarakat yang tidak memiliki keterampilan tetapi
mempunyai semangat untuk mengubah nasibnya
dengan memanfaatkan peluang-peluang yang
difasilitasi oleh pemerintah secara maksimal.
Dengan semakin berkembangnya KBU diharapkan
akan muncul para usahawan-usahawan kecil yang
mampu meningkatkan taraf hidup di tingkat lokal
dan bahkan nasional.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian deskriptif kualitatif,
penelitian ini lebih pada usaha untuk mengungkapkan
fenomena dalam situasi sosial secara luas dan
mendalam, meneliti pada kondisi objek yang
alamiah dan peneliti sebagai instrumen kunci.
Metode penelitian kualitatif (qualitative approach)
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
37
Pemberdayaan Masyarakat Pasca ...
ini, untuk mengkaji permasalahan dan memperoleh
makna yang lebih mendalam di lokasi penelitian
yang berkaitan dengan tingkah laku dan katakata responden khususnya dalam pemberdayaan
masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui
KBU untuk meningkatkan taraf hidup.
Subyek dalam penelitian ini adalah warga
masyarakat Desa Cimenyan Kecamatan Cimenyan
Kabupaten Bandung yang telah mengikuti program
keaksaraan dasar. Warga belajar yang dijadikan
subjek penelitian ini adalah ibu-ibu pasca Keaksaraan
Fungsional (KF) yang baru membentuk kelompok
belajar usaha. Jumlah populasi warga pasca
keaksaraan fungsional 24 orang, subjek penelitian
sebanyak 20 orang yang tergabung dalam KBU.
Masyarakat pasca KF memiliki latar belakang
pekerjaan buruh (tani musiman 8 orang, buruh
serabutan 6 orang), pedagang asong 2 orang dan
ibu rumah tangga 4 orang, waktu penelitian sejak
bulan Maret hingga bulan Mei 2015.
Pengumpulan data observasi, wawancara
dan dokumentasi yang dipandu oleh pedoman
observasi, pedoman wawancara dan dokumentasi.
Wawancara dilaksanakan dengan mendatangi ketua
kelompok dan anggota masyarakat yang sedang
dalam kelompok usahanya. Selain dengan warga
belajar usaha, peneliti mewawancarai ketua PKBM
sebagai penyelenggara KBU.
Untuk teknik pengumpulan data, peneliti
menggunakan observasi partisipasif, wawancara
mendalam, dokumentasi maupun diskusi kelompok
terfokus (focus group discussion) untuk sumber data
yang sama secara serempak.
Desain penelitian dengan urutan sebagai
berikut: (1) mengumpulkan informasi, (2) mengajukan
pertanyaan-pertanyaaan, (3) membangun kategorikategori, (4) mencari pola-pola (teori), dan (5)
membangun sebuah teori atau membandingkan
pola dengan teori-teori yang akhirnya memperoleh
pemahaman baru. Desain penelitian dalam penelitian
ini dapat dilihat berikut pada gambar 1.
Gambar 1. Desain penelitian
Analisis data menggunakan analisis kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi. Untuk pengkajian
atas data-data tertulis dengan teknik sampel bola
salju (snowball sampling technique). Melalui teknik
ini semua informasi dijaring sehingga bertambah dan
berkembang terus sampai pada titik jenuh.
Langkah-langkah yang ditempuh untuk
menganalisis data kualitatif pada tahap penelitian
pendahuluan ini adalah: (a) reduksi data (data reduction), (b) penyajian data (data display), dan (b)
penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion
drawing/verification).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Observasi di lapangan, diperoleh kesan
sejak masyarakat pasca KF membentuk KBU,
belum juga menampakkan tanda-tanda perubahan
sikap, maupun motivasi untuk mencoba melakukan
aksi. Output terwujudnya keberdayaan masyarakat
38
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
masih jauh dari harapan. Tingkat percaya diri
masyarakat pasca KF rendah, nampak hanya
berdiam diri atau malah ngobrol yang tidak ada
manfaatnya.
Berdasarkan wawancara, sebagian
Pemberdayaan Masyarakat Pasca ...
kecil belum mengetahui manfaat program KF
diikuti, setelah memperoleh selembar kertas
yang bertulisan SUKMA, mereka merasakan
kurang bermanfaat dalam kehidupan seharihari. Masyarakat yang mengetahui, kebanyakan
menyadari bahwa keaksaraan fungsional
merupakan kebutuhan, apalagi sekarang dibentuk
kelompok belajar usaha (KBU). Usahanya dalam
bidang masakan kuliner berbahan baku lokal.
Responden mengatakan sangat bermanfaat, saya
dapat membaca resep-resep masakan kuliner baru.
Untuk memperkaya variasi resep-resep masakan
kuliner. Dapat membaca macam-macam resep
yang baru baik dari majalah maupun koran yang
tersedia di taman bacaan masyarakat.
Manfaat mengikuti KF, hasil identifikasi
sebagian besar menyatakan bahwa setelah
mengikuti KF dan membentuk KBU sangat
bermanfaat dapat mengembangkan atau membuat
resep masakan baru, semakin lancar pula dalam
membaca, semakin mudah memperoleh informasi
yang dibutuhkan. Dari 20 orang yang diwawancarai
menyatakan memiliki kemauan dan kemampuan/
keberdayaannya dalam mengikuti KBU, dengan
beberapa alternatif jawaban kebermanfaatanya
telah memiliki ijasah SUKMA sebagaimana yang
tercantum pada tabel 1.
Tabel 1. Pernyataan Masyarakat tentang Manfaat
KF
Latar Belakang
Pekerjaan
Buruh tani musiman
Pernyataan
1
2
3
4
-
1
4
3
Jml
8
buruh serabutan
-
-
3
3
6
Pedagang asong
-
-
1
1
2
Ibu rumah tangga
-
1
1
2
4
Jumlah
-
2
9
9
20
Keterangan:
1 = tidak bermanfaat
2 = kurang manfaat
3 = manfaat
4 = sangat manfaat
Berdasarkan data pada tabel 1 terlihat
bahwa dari 20 orang yang berhasil diwawancarai,
hanya ada 2 orang yang menyatakan bahwa pasca
KF kurang bermanfaat dalam KBU, sedangkan 9
orang menyatakan pasca KF bermanfaat dalam
KBU, dan 9 orang lagi menyatakan pasca KF
sangat bermanfaat dalam KBU. Berdasarkan
hasil analisis tersebut nampak sebagian besar
menyatakan bahwa pasca keaksaraan fungsional
besar manfaatnya dalam kelompok belajar usaha.
Kegiatan kelompok belajar usaha fasilitator
lebih banyak menggunakan pendekatan orang
dewasa, responden merasa pendapat, ide dan
lainnya dihargai. Fasilitator memotivasi bahwa
masyarakat memiliki potensi, dengan demikian
masyarakat memiliki kekuatan/berdaya untuk
berusaha, dan percaya diri. Penuturan reponden
dengan metode diskusi, tanya jawab suasana
kekeluargaan menjadikan KBU nyaman dan
harmonis.
Untuk mengetahui permasalahan yang
dihadapi dalam pemberdayaan masyarakat
setidaknya terdapat tiga aspek penting yang
akan dilihat, yaitu gambaran pemberdayaan,
ketercapaian, dan dampak pemberdayaan
masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui
KBU untuk meningkatkan taraf hidup.
Pertama, gambaran pemberdayaan
masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui
KBU untuk meningkatkan taraf hidup. Pemberdayaan
masyarakat pasca keaksaraan fungsional di Desa
Cimenyan pada awalnya memang mengalami
kendala seperti kesadaran pada dirinya atau
percaya dirinya kurang sehingga masyarakat tidak
mampu melakukan kegiatan. Ketika masyarakat
dibina untuk membuat KBU, masyarakat tidak
memiliki keyakinan akan kemampuan pada diri
sendiri. Proses pemberdayaan yang sangat
diutamakan adalah untuk mengembangkan
kesadaran dan potensi yang dimi-liki oleh manusia,
sehingga manusia tersebut dapat dan siap untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan.
Untuk selanjutnya perlu menumbuhkan rasa
percaya diri dan dikembangkannya kemampuan
yang telah ada pada dirinya. Langkah berikutnya
adalah menumbuhkan keyakinan dalam diri
(manusia itu sendiri) untuk melakukan kegiatan
atau tindakan, belajar dan melatih keterampilan
yang dibutuhkannya untuk keperluan hidupnya.
Jumlah masyarakat pasca KF 20 orang yang
tergabung dalam KBU, selebihnya kembali pada
kehidupan sehari-hari, mereka beranggapan
bahwa KF tidak ada manfaatnya dalam kehidupan
sehari-hari, hanya membuang-buang waktu saja.
Sasaran pemberdayaan masyarakat KF
memang orang dewasa, dimana orang dewasa
termotivasi untuk belajar karena mereka mengalami
kebutuhan dan kepentingan bahwa belajar akan
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
39
Pemberdayaan Masyarakat Pasca ...
memuaskan, hal ini merupakan titik awal yang
tepat untuk mengatur kegiatan pembelajaran orang
dewasa. Orientasi orang dewasa untuk belajar
adalah hidup yang berpusat; oleh karena itu, unit
yang sesuai untuk mengorganisir pembelajaran
orang dewasa adalah situasi hidup, bukan
mata pelajarannya; pe-ngalaman orang dewasa
merupakan sumber daya terkaya untuk belajar
bagi orang dewasa, karena itu, metodologi inti
dari pendidikan orang dewasa adalah analisis
pengalaman. Orang dewasa memiliki kebutuhan
yang mendalam untuk mengarahkan diri,
mengendalihan emosi dirinya, maka keterlibatan
tutor diperlukan dalam proses pembelajaran
orang dewasa. Hal ini sesuai dengan pendapat
Knowles (2005:40), bahwa (a) adults are motivated
to learn as they experience needs and interests
that learning will satisfy, (b) adults’ orientation
to learning is life-centered, (c) experience is the
richest source for adult’s learning, (d) adults have
a deep need to be self-directing, dan (e) individual
differences among people increase with age.
Kedua, ketercapaian pemberdayaan
masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui
KBU untuk meningkatkan taraf hidup. Berjalannya
waktu masyarakat telah memiliki kelompok
belajar usaha, dengan membentuk kelompok
kecil sebanyak empat kelompok dengan anggota
5 orang/kelompoknya. Kelompok belajar usaha
ini berupa masakan kuliner berbahan baku lokal
yaitu singkong. Kerja keras untuk dapat mencapai
kemandirian usaha. Masyarakat proaktif, yaitu
selalu ada inisiatif, kerja keras dan tegas dalam
melaksanakan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya. Suryana (2006:66) menyatakan: Untuk
mencapai keberhasilan dan kemandirian usaha
yang dimiliki sendiri, sangatlah tergantung pada:
(1) individual skill and attitudes, (2) knowledge
of business, (3) establishment of goal, (4) take
advantage of the opportunities, (5) adapt to change,
and, (6) minimize the threats to business. Kelompok
belajar. Masyarakat pasca KF berangsur-angsur
memiliki keterampilan, pengetahuan bisnis, dapat
meminimalir hambatan berbisnis.
Pada setiap proses pemberdayaan dituntut
penguatan masyarakat dalam peningkatan
kapasitas, kemandirian dan kreatifitas mengelola
berbagai kegiatan produktif (Santosa.I, dkk.,2012).
40
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Pelaksanaan proses pemberdayaan masyarakat
desa tidak dapat dilakukan secara temporal
namun perlu berkelanjutan. Pemberdayaan
masyarakat berbasis muatan lokal, pada dasarnya
pemberdayaan masyarakat dapat berdaya dengan
dukungan muatan lokal atau sumber daya alam
seperti: lingkungan yang subur, tanaman singkong,
ternak kambing dan sebagainya. Hasil tani dapat
di olah menjadi barang setengah jadi atau bahkan
menjadi barang siap konsumsi. Barang yang
semula tidak bernilai menjadi bernilai, dari yang
tidak memerlukan sumber daya manusia menjadi
membutuhkan. Sependapat, (Wahyudin.U; 2012:
64): keberdayaan masyarakat miskin di pedesaan
akan bertambah kuat dengan cara menciptakan
perubahan kreatif yang berarti dari tidak bernilai
menjadi bernilai, menghasilkan sebuah produk
akhir yang memiliki nilai pasar, mampu memulai
dari nol dan yang dianggap tidak berharga.
Ketiga, dampak pemberdayaan masyarakat
pasca keaksaraan fungsional melalui KBU untuk
meningkatkan taraf hidup; menghadapi permasalah
usahanya, mampu berembug/ diskusi dengan bekal
pengalamannya selama mengikuti KF, masyarakat
merasakan manfaat dari KF; menyadari akan pentingnya informasi, pengetahuan, keterampilan dan
sikap dalam dalam kehidupan; serta menyadari
sebagai kebutuhan untuk tetap belajar.
Dampak KF pada individu memperoleh
penghasilan tambahan, bahkan ada yang semula
tidak punya pendapatan, kini punya pendapatan.
Ketercapaian pemberdayaan masyarakat bukan
saja berdampak pada individu, tetapi pada
kelompok bahkan pada masyarakat secara
umum. Secara internal keberdayaan masyarakat
dipengaruhi oleh individu, seperti; melek huruf/
berpendidikan, toleransi, nilai-nilai, pendidikan
maupun pengalaman. Sedangkan faktor yang
berasal dari luar individu seperti model peran,
aktivitas dan peluang. Oleh karena itu, inovasi
dapat berkembang menjadi usaha mandiri melalui
proses yang panjang, dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, organisasi dan keluarga.
Dampak perubahan sosial yang menyangkut
kedekatan atau hubungan antara lapisan sosial
yang dicirikan dengan adanya gerakan/perubahan
ekonomi, maka kemampuan individu ”senasib”
untuk saling berkumpul dalam suatu kelompok
Pemberdayaan Masyarakat Pasca ...
cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan
yang paling efektif. Hal tersebut dicapai melalui
proses dialog dan diskusi di dalam kelompoknya,
yaitu individu dalam kelompok belajar usaha
untuk mendiskripsikan suatu situasi, kondisi
kelompoknya, mendiskripsikan permasalahan
yang terjadi dalam kelompok untuk selanjutnya
mencari solusi.
Dampak lain dari pemberdayaan masyarakat
KF melalui KBU (a) meningkatnya kemampuan
anggota KBU di dalam memenuhi kebutuhan-
kebutuhan hidup sehari-hari, ditandai dengan
meningkatnya pendapatan, meningkatkan
kualitas pangan, sandang, kesehatan dan tingkat
pendidikan; (b) meningkatnya kemampuan anggota
KBU dalam mengatasi masalah-masalah yang
mungkin terjadi dalam keluarganya maupun dalam
lingkungan sosial; (c) meningkatnya kemampuan
anggota kelompok KBU dalam menampilkan
peranan-peranan sosialnya. Keberdayaan ini
tampak dalam sikap mental kewirausahaan dan
kemandirian.
PENUTUP
Kesimpulan
Kelompok belajar usaha telah dibentuk
masyarakat pasca keaksaraan fungsional di Desa
Cimenyan, Kecamatan Cimenyan Kabupaten
Bandung. Hasil kelompok belajar usaha memberikan
keberdayaan masyarakat dalam meningkatkan
taraf hidup. Pembentukan kelompok belajar usaha,
masyarakat memiliki keberdayaan berusaha,
memiliki keberanian, dan kemampuan berusaha.
Kelompok belajar usaha selain memberdayakan
masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup,
kemampuan membaca, menulis dan berhitung
semakin baik. Masyarakat yang belum atau tidak
memiliki kelompok belajar usaha pasca keaksaraan
fungsional, sebagian kembali tidak dapat membaca
dan menulis. Secara rinci sebagai berikut.
Pertama, gambaran pemberdayaan
masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui
KBU untuk meningkatkan taraf hidup. Dengan
pendekatan orang dewasa, masyarakat diakui
keberadaanya sebagai orang yang memiliki potensi.
Adanya perubahan sikap pada masyarakat KF
setelah bergabung dengan KBU.
Kedua, ketercapaian pemberdayaan
masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui
KBU untuk meningkatkan taraf hidup. Masyarakat
proaktif, yaitu selalu ada inisiatif, kerja keras dan
tegas dalam melaksanakan tugas yang menjadi
tanggung jawabnya.
Ketiga, dampak pemberdayaan masyarakat
pasca keaksaraan fungsional melalui KBU untuk
meningkatkan taraf hidup. Adanya perubahan
sikap, perubahan sosial, meningkatnya pendapatan,
meningkatkan kualitas pangan, sandang, kesehatan
dan tingkat pendidikan.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, berikut ini merupakan saran dari penelitian ini.
Pertama, praktisi Pendidikan Non Formal, untuk
memotivasi dan memberdayakan masyarakat yang
memiliki SUKMA (Surat Keterangan Melek Aksara)
dan belum memiliki pekerjaan agar tidak kembali
buta aksara dengan membentuk kelompok belajar
usaha. Kedua, pemerintah daerah dan Instansi yang
terkait mencarikan mitra usaha, memberi dukungan
nyata berupa modal usaha, untuk keberlangsungan
usahanya.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. (2012). Persentase penduduk berumur 10
tahun ke atas yang buta huruf menurut
Provinsi dan jenis kelamin 2009-2013.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Ife, J.,&Tesoriero, F. (2008). Community development.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Knowles, M. S. (2005). The adult learnner, the
definitive classic in adult education and human
resource development. Tokyo: Elsevier Inc.
Butterworth-Heinemann.
Napitupulu, W. P. (1999). Pendidikan dasar untuk
pemberdayaan orang miskin. Diterjemahkan
oleh Prem L. Kasaju dan C. Seshadri. Jakarta:
UNESCO dan Ditjen Diklusepora Depdiknas.
Santosa, I.& Rawuh E. (2012). Diseminasi model
pemberdayaan masyarakat desa melalui
pengelolaan agrowisata. Jurnal Mimbar, 28,
(2), hlm 181-190.
Suharto, E. (2010). Membangun masyarakat
memberdayakan rakyat. Bandung: refika
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
41
Pemberdayaan Masyarakat Pasca ...
Aditama
Suryana. (2006). Kewirausahaan pedoman praktis,
kiat dan proses menuju sukses. Jakarta:
Salemba Empat
42
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Wahyudin, U. (2012). Pelatihan kewirausahaan
berlatar ekokultural untuk pemberdayaan
masyarakat miskin pedesaan. Jurnal Mimbar
XXVIII, (1), hlm 55-64.
Penelitian
DAMPAK PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT (PKuM)
DALAM KONTEKS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Entoh Tohani
e-mail: [email protected]
Pendidikan Luar Sekolah, FIP Universitas Negeri Yogyakarta
Jl. Colombo No.1, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
Abstrak: Pendidikan kewirausahaan masyarakat (PKuM) diselenggarakan untuk membekali warga
masyarakat terutama yang kurang beruntung dengan kemampuan berwirausaha yang dapat digunakan
dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Penelitian studi kasus ini dilakukan untuk mengkaji
dampak ekonomi dan sosial dari penyelenggaraan PKuM yang telah dilaksanakan. Penelitian yang
dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2014 ini merupakan penelitian kualitatif dengan
kasus PKuM sebagai unit analisis penelitian yaitu program pendidikan Desa Vokasi yang dikembangkan
oleh Kemendikbud yang telah dilaksanakan. Pengambilan data dilakukan oleh peneliti sendiri sebagai
instrumen penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis
data dilakukan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Untuk mencapai keabsahan data dilakukan
triangulasi, dan perpanjangan pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan, terdapat dampak positif terhadap
kelompok sasaran walau masih dalam level individual. Oleh karenanya, PKuM yang akan dikembangkan
perlu menekankan keberlanjutan dan akuntabilitasnya dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
Kata-kata kunci: dampak, kewirausahaan, pendidikan nonformal, pemberdayaan.
IMPACT OF COMMUNITY ENTREPRENEURSHIP EDUCATION (PKuM)
IN THE CONTEXT OF COMMUNITY EMPOWEREMENT
Abstract. Community Entrepreneurship Education (PKuM) aims at providing the community members to
improve the quality of their life. This case study was conducted to identify the economic and social impacts
of the PKuM. The research conducted as from April through September 2014 was a qualitative research with
the case of PKuM as unit of analysis particularly education programs of Vocational Village developed by
Ministry of Education and Culture. In collecting data, the researcher acted as the instrument using interview
guides, observation sheets, and document study guide. The data were analyzed qualitatively. The reliability
of the data was proved by triangulation and prolonging the observation. The research findings show the
positive impacts to the target population though still at individual level. Therefore, the research suggests
the PKuM to develop should emphasize its continuity and accountability in empowering the community.
Keywords: impact, entrepreneurship, non-formal education, empowerment
PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi suatu masyarakat
pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan
kualitas hidup dan kehidupan warga masyarakat
melalui peningkatan pendapatan guna memenuhi
kebutuhan ekonominya. Setiap masyarakat
memiliki kebijakan pembangunan ekonomi yang
berbeda-beda. Porter, et al. (2002) menyatakan
bahwa pembangunan ekonomi dibedakan dalam
tiga tahapan spesifik yaitu: (1) factor-driven stage,
(2) effeciency-driven stage, dan (3) innovationdriven stage (Acs, et. al., 2008). Factor-driven
stage merupakan perkembangan ekonomi yang
didasarkan pada pemanfaatan sumberdaya
alam dan manusia, dimana masih menghasilkan
pendapatan yang rendah. Effeciency-driven stage
ditandai dengan produksi jasa dan barang yang
standar, dan lebih cenderung kegiatan ekonomi
dalam tahap ini merupakan manufaktur dan kegiatan
eksport. Sedangkan innovation-driven stage
ditandai dengan kemampuan memproduksi barang
dan jasa yang lebih inovatif dengan menggunakan
teknologi mutakhir. Pada tahapan yang terakhir ini,
kewirausahaan menjadi faktor penyebabnya dan
memungkinkan lebih berkembang karena adanya
perubahan teknologi selama periode perang dunia,
dan terjaidnya penurunan di sektor manufaktur.
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
43
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
Setiap masyarakat memiliki aktivitas
kewirausahaan yang tidak sama. Survey yang
dilakukan oleh General Entrepreneurship Monitor
(GEM) pada tahun 2014 memposisikan Indonesia
sebagai negara yang masih menekankan pada
pengembangan ekonomi yang lebih didasarkan
pada efesiensi dari proses pembangunan ekonomi
(Singer, et al., 2015) yaitu negara yang pembangunan
ekonominya menggunakan ketersediaan teknologi,
pendidikan dan pelatihan di perguruan tinggi,
efesiensi pasar produk, efesiensi pasar tenaga
kerja, dan ukuran pasar. Artinya, Indonesia masih
minim dalam menumbuhkembangkan aktivitas
kewirausahaan dalam masyarakat baik terkait
dengan pengembangan sikap berwirausaha,
aktivitas wirausaha, dan kultur sosial untuk
kewirausahaan. Hal ini menunjukkan bahwa
pengembangan kewirausahaan di Indonesia
perlu dikembangkan dengan mengedepankan
pada pengembangan program kewirausahaan,
transfer pengetahuan, kebijakan keuangan untuk
kewirausahaan, norma dan sosial budaya yang
kondusif, pengembangan inovasi, dan sebagainya.
Untuk mengembangkan kewirausahaan, dapat
dilakukan dengan menyelenggarakan pendidikan
untuk kewirausahaan.
Terkait dengan hal tersebut dan dalam
upaya mengembangkan kualitas masyarakat
Indonesia dalam aspek ekonomi, berbagai bentuk
pendidikan kewirausahaan masyarakat banyak
diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah,
lembaga pemberdayaan masyarakat, maupun
masyarakat sendiri yang diwujudkan dalam bentuk
Kelompok Belajar Usaha (KBU), Kelompok Pos
Pemberdayaan Keluarga (Posdaya), Kelompok
Usaha Bersama (KUBe), program Pendidikan
Kewirausahaan Masyarakat (KUM), program
PMPM-Md, program Desa Produktif dan Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan).
Secara khusus, Departemen Pendidikan
Nasional melalui Direktorat Pembinaan Kursus dan
Pelatihan menyelenggarakan program Pendidikan
Kewirausahaan Masyarakat (PKM) yang digalakkan
sejak tahun 2009. Adapun jumlah penyelenggara
program pendidikan kewirausahaan masyarakat
yang mendapatkan blockgrant tahun 2012 sekitar
40 lembaga/penyelenggara. Jumlah tersebut
menurun apabila dibandingkan dengan penerima
program pendidikan kewirausahaan tahun 2011
44
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
yaitu sebanyak 360 lembaga. Selain program
PKM, digalakkan juga program Desa Vokasi yang
berjumlah relatif banyak dan telah dirintis sejak
tahun 2009. Program ini pada tahun 2012 berjumlah
sebanyak 127 program, menurun dibandingkan
dengan program yang didanai pada tahun 2011
yang mencapai 234 program (www.infokursus.net).
Pendidikan dimaknai sebagai upaya sadar
untuk mengembangkan individu, kelompok, dan
masyarakat agar memiliki nilai-nilai, keterampilan,
dan pengetahuan yang berguna untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik. Salah satu tujuan
pendidikan adalah menjadikan manusia memiliki
kapasitas untuk melakukan kegiatan kreatif,
menciptakan usaha sendiri, atau bekerja sama
perusahaan dalam konteks memenuhi kebutuhan
hidupnya yang meliputi kebutuhan primer, sosial, dan
sebagainya. Hal ini berarti bahwa pendidikan harus
menjadikan individu-individu memiliki kapasitas
atau kompetensi kewirausahaan. Sebagaimana
Drucker (1985) menyatakan bahwa kapasitas
kewirausahaan dapat dibangun dengan pendidikan.
Dengan kata lain, pendidikan kewirausahaan akan
menjadi sarana atau alat untuk menciptakan sumber
daya manusia untuk mengembangkan sistem
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Secara teoretis, PKuM merupakan bentuk
pendidikan kewirausahaan yang secara khusus
diperuntukkan bagi warga masyarakat yang
umumnya orang dewasa dan/atau marginal.
Fayolle & Gailly (2008) mengusulkan sebuah
model pendidikan kewirausahaan yang dibagi
menjadi dua tingkat, yaitu tingkat ontologis dan
proses pendidikan. Tingkat ontologis menjelaskan
tiga aspek pendidikan kewirausahaan: apa
makna pendidikan kewirausahaan, apa makna
pendidikan dalam konteks kewirausahaan, dan
peranan pendidik dan peserta didik. Pendidikan
kewirausahaan dipahami sebagai sebuah proses
untuk mengembangkan kelompok sasaran (individu
atau kelompok) menjadi orang yang kreatif, inovatif
dan produktif yang mampu menemukan solusi dari
masalah yang dihadapi dengan menggunakan
sumber daya di lingkungan mereka baik sumber
daya sosial dan sumberdaya alam.
Pendidikan kewirausahaan muncul karena
perubahan sosial yang tidak menentu dan menuntut
kompetensi kewirausahaan dimiliki oleh individu,
organisasi dan masyarakat (Kirby, 2004:514).
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
Peningkatan pendidikan kewirausahaan dapat
disebabkan oleh: a) adanya permintaan dari
perkembangan ekonomi, penciptaan pekerjaan,
perluasan jejaring ekonomi, perubahan teknologi dan
perubahan iklim politik, juga kemunculan inovasi; b)
peserta didik memiliki peluang untuk bekerja mandiri
atau self-employement dan mendapatkan karier
profesional di setiap perusahaan ukuran apapun;
dan c) perusahaan besar atau menengah menuntut
staf mereka untuk mampu memiliki keterampilan
manajerial baru dan perilaku (Fayolle, 2007:54).
Pada tingkat pendidikan, PKuM menyangkut
aspek-aspek yang saling berkaitan, yaitu (a)
tujuan pendidikan kewirausahaan, (b) kelompok
sasaran, (c) kurikulum, (d) metode pendidikan,
(e) pelaksanaan proses pendidikan, dan (f)
evaluasi. Tujuan menjelaskan situasi yang
direncanakan dan diharapkan untuk dapat dicapai,
yaitu terwujudnya kompetensi kewirausahaan
yang mencakup: kompetensi kognitif, kompetensi
sosial, dan kompetensi yang berorientasi pada
aksi/tindakan (Boyless, 2012:47). Senada dengan
ini, Fayolle (2008) berpendapat bahwa pendidikan
kewirausahaan memiliki tiga kategori yaitu tujuan
meningkatkan kesadaran siswa, mengajarkan
teknik, prosedur dan pemecahan masalah, dan
mendukung proyek sebagai perusahaan mutual.
Pikiran lain diperdebatkan oleh Mwasalwiba
(2010:26) yang menunjukkan bahwa tujuan spesifik
pendidikan kewirausahaan dapat dikelompokkan
dalam belajar “tentang”, belajar “untuk”, belajar
“melalui”, dan belajar “dalam”, juga programprogram pelayanan kepada masyarakat.
Penyelenggaraan PKuM diharapkan terlaksana secara efektif yaitu terjadinya peningkatan
kesejahteraaan kepada individu, kelompok maupun
masyarakat. Dalam hal ini, kelompok sasaran harus
mampu menjadikan hasil pembelajaran yang telah
dicapainya menjadi bermakna bagi kehidupannnya.
Hasil pembelajaran yang dicapai bukan hanya
sebagai sesuatu yang tidak berguna atau innerts
idea, namun diaplikasikan dalam bentuk kegiatan
wirausaha yang produktif dalam kehidupan seharihari baik secara individu maupun secara kelompok.
Kegiatan produktif harus mampu memberikan
keuntungan materi dan ekonomi bagi mereka.
Lebih jauh, hasil penerapan hasil belajar
perlu diarahkan pada pengembangan peran
sosial yang positif kelompok sasaran dalam
kehidupan masyarakatnya seperti bertindak sebagai
pengembang masyarakat dan pendidik masyarakat,
dan peningkatan kontribusi yang positif pada
kehidupan politik khususnya ikut berpartisipasi
dalam pembangunan dan pengambilan keputusan
dalam menghadapi masalah yang dihadapi
bersama. Pendidikan kewirausahaan masyarakat
perlu menghasilkan produktivitas, adaptabilitas, dan
kontinuitasnya.
Dilihat dari aspek lain, PKuM yang berhasil
atau efektif adalah memberikan umpan balik
dan masukan, tentunya dicapai dengan melihat
hasil evaluasi pendidikan ini, guna pengambilan
keputusan untuk perbaikan kepada pihak terkait
penyelenggaraan PKuM seperti para pengelola
dalam rangka mengetahui kendala-kendala,
perbaikan, dan/atau penghentian program pendidikan
kewirausahaan; terhadap pendidik atau narasumber
dalam rangka mengembangkan kemampuan
melatih dan refleksi diri, dan bagi para donator atau
pihak lain dalam rangka meningkatkan kualitas dan
kuantitas partisipasi dalam menyukseskan proses
pendidikan kewirausahaan (Linton & Pareek, 1984).
Mendasarkan pada pemikiran di atas, maka
dipandang perlu melakukan penelitian mengenai
kebermanfaatan PKuM yang diselenggarakan
terhadap kemajuan kelompok sasaran baik
individu maupun masyarakat guna menghasilkan
informasi yang bermanfaat untuk menjadi masukan
pengembangan PKuM yang memiliki kontribusi
positif pada keberhasilan pendidikan di masa yang
akan datang dan guna menghasilkan efektivitas
program pendidikan kewirausahaan masyarakat
yang lebih besar terhadap kemajuan masyarakat.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan
pendekatan studi kasus yaitu penelitian yang
bertujuan untuk menelaah mengenai “bagaimana”
dan “mengapa” suatu aktivitas atau phenomena
terjadi atau berlangsung (Yin, 2014:4). Dalam hal
ini, penelitian dimaksudkan untuk mengkaji dampak
pendidikan kewirausahaan masyarakat (PKuM)
yang telah dilaksanakan terhadap peningkatan
kualitas kelompok sasaran dan/atau masyarakat.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
45
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
sampai dengan September 2014. Penelitian ini
dilakukan terhadap unit analisis yang merupakan
kegiatan pendidikan kewirausahaan masyarakat
yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Unit analisis yang dikaji ini adalah
desa Vokasi Gemawang sebagai rintisan yang
dilaksanakan di Desa Gemawang, Kecamatan
Jambu, Kabupaten Semarang, dan dua program
Desa Vokasi yang merupakan imbas yang
dilaksanakan masing-masing di Desa Sukoharjo,
Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati, dan Desa
Karangrandu, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten
Jepara. Ketiga unit analisis ini ditentukan secara
bertujuan (purposive).
Pengambilan data dilakukan oleh peneliti
sendiri sebagai instrumen penelitian dengan
menggunakan pedoman wawancara, observasi,
dan dokumentasi. Subjek penelitian adalah mereka
yang terlibat dan/atau mengetahui banyak mengenai
penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan
masyarakat yaitu inisiator pendidikan kewirausahaan
(P2PNFI, SKB), para pengelola, kelompok sasaran,
narasumber, aparat pemerintahan desa, dan tokoh
masyarakat. Analisis data dilakukan menggunakan
teknik analisis data kualitatif. Sedangkan, untuk
mencapai keabsahan data dilakukan triangulasi,
dan perpanjangan pengamatan.
Penelitian yang dilakukan ini mengkaji
pendidikan kewirausahaan masyarakat dalam hal
ini program pendidikan Desa Vokasi yang telah
dilaksanakan. Melalui program pendidikan Desa
Vokasi ini diharapkan dapat membentuk kawasan
desa yang menjadi sentra beragam vokasi, dan
terbentuknya kelompok-kelompok usaha yang
memanfaatkan potensi sumberdaya dan kearifan
lokal. Dengan demikian, warga masyarakat dapat
belajar dan berlatih menguasai keterampilan yang
dapat dimanfaatkan untuk bekerja atau menciptakan
lapangan kerja sesuai dengan sumber daya yang
ada di wilayahnya, sehingga taraf hidup masyarakat
semakin meningkat (Ditbinsuslat, 2013:2).
Adapun program PKuM yang dikaji meliputi:
(a) Desa Vokasi Gemawang yang ada di Kab.
Semarang, (b) Desa Vokasi Sukoharjo, yang
berada di Kabupaten Pati, dan (c) Desa Vokasi
Karangrandu, di Kabupaten Jepara. Desa Vokasi
Gemawang merupakan rintisan program PKuM
yang dikembangkan pemerintah melalui P2PAUDNI
Regional 2, dan kedua Desa Vokasi lainnya
merupakan pengembangannya yang dilakukan oleh
SKB setempat. Di Gemawang, terdapat aktivitas
wirausaha yang sampai saat ini berjalan yaitu:
usaha pembuatan baik, yang dikelola seorang
pelaku usaha dengan 9 orang pekerja yang mana
mayoritas pekerjanya adalah warga belajar yang
pernah mengikuti PKuM, usaha kuliner/produksi
makanan ringan yang dilakukan oleh 12 orang
lulusan PKuM, dan pembuatan alat permainan
edukatif yang dikembangkan oleh seorang lulusan
PKuM dengan 5 orang pekerjanya. Di Karangrandu,
terdapat kelompok kuliner “Sri Mulya” yang memiliki
anggota sekitar 25 orang berusaha memproduksi
makanan/kue basah. Di Sukoharjo, terdapat
kelompok wirausaha budidaya pembibitan ikan lele
dengan anggota sekitar 30 orang anggota.
PKuM yang dilaksanakan idealnya memberikan dampak yang diharapkan sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan baik bagi kelompok sasaran,
organisasi penyelenggara, maupun masyarakat.
Hasil penelitian berikut ini berusaha memaparkan
mengenai dampak PKuM terhadap kemajuan
dalam aspek ekonomi, sosial budaya, dan politik
yang terjadi setelah pelaksanaan PKuM. Penyajian
dampak PKuM dilakukan dalam paparan per PKuM
maupun lintas PKuM.
1. Dampak PKuM Desa Vokasi Gemawang
Keberadaan PKuM desa vokasi Gemawang
dipandang penting oleh warga masyarakat. Mereka
memandang bahwa program desa vokasi sangat
dibutuhkan karena dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat. Bs, Kepala Desa Gemawang
menyatakan bahwa kebutuhan akan pendidikan
bagi masyarakat merupakan dasar kebutuhan
yang keberadaannya harus menjadi prioritas.
Dari ketercapaian kebutuhan pendidikan tersebut,
seterusnya akan membentuk pola pikir masyarakat
yang berkualitas, yang nantinya akan berpengaruh
terhadap sektor-sektor lain dalam kehidupan,
termasuk perilaku produktifnya masyarakat dalam
melakukan usaha di bidang ekonomi “...melalui
program desa vokasi ini pendidikan masuk dalam
bentuk pelatihan-pelatihan keterampilan, mengawali
proses pemberdayaan terhadap masyarakat desa...”
(Wawancara,15/9/2013). PKuM ini dipandang
sebagai upaya mengatasi minimnya pengetahuan
HASIL DAN PEMBAHASAN
46
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
dan keterampilan yang dibutuhkan guna mengelola
dan memanfaatan potensi yang ada di masyarakat.
Berbagai potensi wirausaha yang ada di masyarakat
sebelum PKuM desa vokasi masih belum optimal
dimanfaatkan. Hal ini diindikasikan dengan
produktivitas hasil usaha yang diperoleh warga
masyarakat masih minim sebagaimana terjadi
pada kelompok Tataboga yang mana sebelum
dilaksanakan PKuM, para anggota mengalami
kesulitan dalam memperoleh pendanaan untuk
membeli peralatan produksi dan tidak memiliki
pengetahuan yang baik dalam menghasilkan
produknya.
PKuM desa vokasi yang telah dilaksanakan
memberikan manfaat positif berupa peningkatan
pendapatan bagi para anggota kelompok usaha
produktif. Sut, sebagai ketua kelompok wirausaha
tataboga, menjelaskan mengenai manfaat yang
diperoleh melalui kelompok wirausaha yaitu dengan
didapat bantuan berupa modal untuk pendanaan
guna menjadikan usaha kelompok menjadi lebih
maju (Wawancara, 20/10/2014). Pendapat senada
disampaikan Fz, ketua kelompok wirausaha batik
yang menyatakan bahwa sekarang para anggota
atau karyawan yang bekerjasama dengannya sudah
mengalami peningkatan secara ekonomi misalnya
dalam hal kemampuan menggunakan daya listrik
dimana sebelum terlibat dalam kelompok banyak
anggota kelompok hanya mampu memasang
daya listrik 450 watt, dan setelah terlibat kelompok
dirinya mampu memasah daya yang rata-rata sudah
2200 watt (Wawancara, 20/10.2014). Begitu pula
perubahan pendapatan warga masyarakat terjadi
pada kelompok APE yang memandang bahwa,
sebagaimana dikemukakan oleh Mhn bahwa PKuM
telah mampu meningkatkan pendapatan dari para
pekerjanya dimana mereka mendapatkan ratarata Rp 50.000,- per hari yang mana lebih besar
dibanding dengan penghasilan sebelum tergabung
dalam kegiatan pembuatan alat permainan edukatif
(Wawancara, 22/10/2014).
Pendapat lain dikemukakan oleh Zrf, sebagai
anggota usaha produktif madu, yang menyatakan
bahwa pembentukan pra-koperasi idealnya dapat
diwujudkan agar lebih dapat memberikan kekuatan
atau kemampuan berusaha bagi para anggota
kelompok. Pra-koperasi dapat menjadi suatu wahana
yang berfungsi untuk penetapan keseragaman
harga penjualan, memudahkan memperoleh
bantuan dari pihak luar, dan memungkinkan menjadi
sarana simpan-pinjam yang dapat menguntungkan
para anggota kelompok. Namun disayangkan
karena muncul ketidakharmonisan dalam kelompok
menyebabkan kelompok tidak dapat berjalan sesuai
harapan, ”...sekarang ini setiap anggota kelompok
masih melakukan pekerjaannya sendiri-sendiri,
adapun mereka saling membantu hanya pada waktu
panen madu, mereka hanya membantu tenaga
pengambilan madu...” (Wawancara, 20/10/2014).
Mendasarkan pada temuan di atas,
disimpulkan bahwa PKuM desa vokasi Gemawang
dipandang sangat penting untuk kemajuan ekonomi
masyarakat. Ini dipandang menjadi upaya yang dapat
membekali warga masyarakat dengan keterampilan
dan pengetahuan berusaha guna melakukan usaha
produktif. Terjadi perubahan kualitas kehidupan
ekonomi anggota dan keluarganya sebagai hasil
dari pemanfaatan keterampilan fungsional yang
dimilikinya. Walaupun demikian, keberhasilan
pemanfaatan keterampilan fungsional nampaknya
tidak selalu sesuai harapan apabila sumberdaya
yang mendukung untuk pengembangannya tidak
dapat terakses baik karena ketidakmampuan
mencapainya, keberadaan akses dan mekanisme
yang sulit, atau karena perilaku individu-individu
negatif.
Keberadaan PKuM desa vokasi pun
memungkinkan tercipta kehidupan sosial masyarakat
menjadi kondusif. Kelompok wirausaha berfungsi
pula sebagai wahana untuk saling membelajarkan
dan membina hubungan positif dengan orang lain.
Hal ini terlihat dengan adanya pertemuan rutin antar
anggota kelompok yang menjadi sarana untuk saling
berbagi pengalaman dan saling membantu seperti
pada kelompok wirausaha tataboga yang mana
memungkinkan setiap anggota yang mengalami
kesulitan dalam memperoleh bahan baku dapat
memperoleh bahan baku berupa ubi singkong
dengan meminjam bahan baku kepada anggota
yang lain. Pertemuan rutin pun menjadi sarana untuk
saling mengingatkan agar kelompok dan usaha
masing-masing tidak mengalami kemunduran dana
harus tetap terjaga keberlangsungannya. Selain
itu, menurut Sut “...seringnya desa ini (Gemawang)
dijadikan lokasi kunjungan dari orang-orang luar,
produk keripik saya dapat terjual, mereka membeli
kripik kami sebagai oleh-oleh...” (Wawancara,
20/10/2014). Pendapat senada dari pelaku usaha
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
47
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
APE, yang memandang bahwa adanya program
desa vokasi ini (APE) telah menjadikan dirinya
mampu memberikan lebih dalam hal memberikan
bantuan sosial kepada masyarakat selain telah
memberikan masukan pendapatan yang cukup bagi
para pekerjanya, “...malah apabila ada kegiatan
kampung/desa, saya sering diminta sumbangan
yang lebih besar dibanding warga masyarakat
lainnya, mungkin karena dipandang berhasil dalam
usaha...” (Wawancara, 22/10/20014).
Adanya hubungan yang baik dengan pengelola
lokal dan para pelaku wirausaha menjadi suatu hal
yang menguntungkan. Hubungan ini diwujudkan
dalam bentuk pertemuan rutin dan melalui hubungan
informal dalam kehidupan sehari-hari. Pertemuan
antara kelompok yang diwakili oleh ketua masingmasing kelompok berjalan sebagaimana diharapkan
berfungsi sebagai wadah dimana kelompok
dapat berkoordinasi dengan pengelola lokal,
saling berdiskusi mengenai permasalahan yang
ditemukan, dan saling memberikan informasi terkait
dengan kemajukan kelompok. Namun disayangkan,
bahwa menurut Amn bahwa pertemuan ini sudah
tidak terjadi secara rutin karena kesibukan pengelola
lokal dan banyaknya anggota atau kelompok
yang sudah tidak menekuni kegiatan usahanya
(Wawancara, 21/10/2014).
Fungsi kelompok usaha nampaknya bukan
semata-mata sebagai sarana untuk mencari
keuntungan, namun juga dapat menumbuhkan
rasa kebersamaan, saling mengenal, dan berbagi
informasi diantara para anggotanya. Dalam
kelompok dibentuk sikap dan perilaku untuk
mementingkan kepentingan bersama dalam hal
mencapai tujuan kelompok yang telah disepakati.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa kehidupan
kelompok diwarnai oleh komitmen yang erat dari
semua anggotanya. Kehadiran kelompok tidak
sebatas menjadi wadah yang tidak memberikan
manfaat besar kepada anggotanya.
Di bidang politik, keberadaan kelompokkelompok usaha produktif wirausaha yang ada
di Desa Gemawang walau tidak besar mampu
memberikan pengaruh pada dinamika partisipasi
politik. Salah satunya adalah produk wirausaha
batik yang mana batik yang berdesain “kembang
kopi” telah menjadi icon kabupaten Semarang.
Pemerintah Kabupaten Semarang sudah mengakui
keberadaan motif tersebut dan sudah meminta
48
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
memproduksi kain batik yang akan digunakan untuk
para staf atau pegawai di lingkungan pemerintahan
setempat. Hal lain adalah aktivitas–aktivitas
wirausaha yang ada - beserta kegiatan pendidikan
masyarakat yang lainnya - telah menyebabkan
pengakuan positif baik di tingkat desa maupun di
tingkat kabupaten. Aktivitas dimaksud dipandang
menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk dapat
menarik kunjungan dari individu atau lembaga lain
yang dapat menghasilkan manfaat ekonomi bagi
kesejahteraan masyarakat melalui penyelenggaraan
berbagai pameran produk-produk wirausaha yang
ada secara runtin.
Mendasarkan pada uraian di atas, diperoleh
gambaran bahwa kegiatan-kegiatan wirausaha
produktif sebagai hasil dari PKuM mampu
memberikan manfaat ekonomi berupa peningkatan
pendapatan/penghasilan bagi anggota kelompok;
dan memberikan manfaat sosial seperti rasa
kebersamaan, saling mengenal, dan memberikan
informasi selain dapat meningkatkan status
sosial dalam masyarakat. Namun, manfaat yang
dihasilkan belum dapat berimbas lebih besar
terhadap kehidupan masyarakat setempat. Apa
yang disebut dengan nurture effect dari PKuM
masih belum optimal terjadi. Hal ini terlihat dari
aktivitas wirausaha atau ekonomi yang ditimbulkan
cenderung masih dalam satu aktivitas yang sama,
masih minim menumbuhkan aktivitas-aktivitas
ekonomi atau usaha yang lain.
2. Dampak PKuM Desa Vokasi Karangrandu
Keberadaan kelompok wirausaha kuliner
Karangrandu dipandang memberikan perubahan
berarti kepada para warga kelompok. Mereka
memandang bahwa kegiatan kelompok telah
memberikan peningkatan pendapatan bagi semua
anggota, walaupun disadari berbeda-beda tingkat
pendapatan yang didapat oleh masing-masing
anggotanya. Menurut seorang dukuh setempat,
berinisial Abd, keberadaan kelompok kuliner
telah merubah pekerjaan beberapa anggota
kelompok yang semula sebagai buruh tani atau
buruh meubel menjadi pelaku usaha bisnis kuliner
(Wawancara, 5/2014). Hal ini didukung oleh
penyataan MuSy, yang merupakan single parent,
bahwa penghasilan yang didapat dari hasil berjualan
dan menjadi “juru masak” pada suatu waktu atau
kesempatan di tempat hajatan atau kegiatan pesta
lainnya yang diselenggarakan oleh anggota atau
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
warga masyarakat dapat membantu membiaya
berbagai kebutuhan ekonomi keluarga (Wawancara,
5/2014). Kedua pendapat dimaksud memberikan
pemahaman bahwa pendidikan kewirausahaan yang
diselenggaraan di wilayah Karangrandu memberikan
manfaat berupa peningkatan pendapatan bagi para
anggotanya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana keberadaan kelompok sasaran
mampu meningkatkan kualitas ekonomi dari
warga masyarakat sekitar. Artinya, peningkatan
pendapatan atau penghasilan yang dirasakan oleh
individu anggota kelompok juga dialami oleh warga
masyarakat lain. Dalam upaya memberdayakan
masyarakat di bidang ekonomi, sebagaimana
fungsi pendidikan yaitu menjadikan individu
menjadi lebih produktif (Noeng Muhadhjir, 2001),
PKuM yang telah dilaksanakan ini belum mampu
memberikan manfaat ekonomi kepada warga
masyarakat di luar para anggota kelompok
dan keluarganya. Hal ini diindikasikan dengan
anggota kelompok yang mana sejak awal masih
belum menjadikan warga masyarakat lainnya
yang ingin bergabung dengan anggota. Manfaat
ekonomi yang masih dalam skala kecil yang terjadi
dalam kelompok wirausaha ini dapat disebabkan
keterbatasan modal yang dibutuhkan anggota
kelompok. Walaupun ada kesadaran bahwa para
anggota kelompok wirausaha membutuhan modal,
keberanian dalam mencari sumber pendanaan atau
modal masih belum muncul. Mereka memandang
bahwa kelompok belum berani mengambil resiko
untuk meminjam pendanaan dari luar, dan tidak
terbiasa dalam mengelola pendanaan yang besar
sebagaimana Nt menyatakan ‘...kami belum berani
mengajukan pinjaman yang besar ke pihak lain...”
(Wawancara, 17/7/2014).
Hal berbeda disampaikan oleh kepala
Unit Pelaksana Teknis (UPT) BKK Kecamatan
berinisial Hdy bahwa keberadaan kelompok
wirausaha ini sedikit banyak telah menjadikan
para anggota memiliki kesibukan berusaha secara
perorangan, namun disadari untuk menjadikan
mereka pelaku usaha yang profesional, “...mereka
kurang menginternalisasi atau memiliki jiwa
wirausaha yang sungguh-sungguh, sulit membentuk
jiwa wirausaha dari kelompok masyarakat yang
marginal, namun kami selalui memotivasi mereka...”
(Wawancara,17/7/2014).
Dalam aspek sosial, keberadaan kelompok
memberikan manfaat bagi para anggotanya. Adanya
kegiatan arisan yang dilakukan setiap sebulan
sekali memberikan nuansa kebersamaan antara
para anggota, bahkan dengan para petugas dari
BKK. Mereka merasakan nuansa kekeluargaan
yang lebih baik, rasa persaudaraan yang lebih
baik, dan tumbuhnya perasaan senang. Kegiatan
arisan pun dapat menjadikan mereka menjadi lebih
peduli pada sesama yang diwujudkan dalam bentuk
saling mengunjungi apabila ada salah satu anggota
yang mengalami musibah dan atau kepentingan
lain. Hal lain adalah tumbuhnya sikap saling
membantu di antara mereka, yang mana diwujudkan
dalam perilaku saling pinjam alat produksi dalam
pembuatan kuliner apabila salah seorang anggota
memerlukan alat produksi tertentu. Anggota
kelompok dapat meminjam alat produksi yang
dimiliki kelompok atau alat produksi yang dimiliki
masing-masing anggota. Dalam peminjaman, tidak
ada kewajiban untuk membayar sewa alat, namun
hanya diharapkan alat yang dipinjam tetap dalam
keadaan baik. Selain itu, kehadiran petugas BP2KB
setempat dipandang positif para anggota lebih
mengenai memahamai mengenai kesehahatan
reproduksi dan keluarga yang bahagia.
Hal di atas menunjukkan bahwa kelompok
nampaknya memiliki interaksi antar anggota
yang erat dan perilaku saling membantu cukup
menggembirakan. Hal ini menunjukkan fungsi sosial
dari kelompok sudah terjadi, namun masih terjadi
dalam hubungan internal kelompok. Dalam konteks
pengembangan kegiatan usaha, terlihat bahwa
hubungan saling membantu dalam memajukan
usaha masih sebatas pada semua anggotanya.
Dalam hal ini, bantuan kepada warga masyarakat
lain di luar kelompok terkait dengan kegiatan
memajukan usaha yang ditekuni masih belum
banyak dilakukan, padahal fungsi kelompok dalam
memberdayakan masyarakat lain harusnya terjadi.
Keberadaan kelompok memberikan pengaruh
pada pengambilan keputusan di tingkat lokal atau
desa. Dalam konteks pengambilan keputusan di
pemerintahan desa, kelompok yang diwakili oleh para
pengurusnya sering dilibatkan. Kelompok diminta
saran atau pemikiran mengenai rencana kegiatan
yang akan diselenggarakan di wilayah pedesaan
misalnya pameran kuliner yang diselenggarakan
setiap satu tahun sekali, dan kegiatan menyamput
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
49
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
perayaan hari besar baik wilayah maupun nasional.
Hal lain adalah keberadaan kelompok telah menarik
perhatian dari instansi terkait misal BKKBN yang
selalu melakukan pendampingan kepada kelompok
sekaligus menjadikan kelompok menjadi wadah atau
sarana untuk menyebarkan informasi terkait dengan
kesehatan repoduksi dan kesejahteraan keluarga.
Mendasarkan pada temuan di atas, dapat
dikemukakan bahwa keberadaan kelompok dapat
memberikan manfaat yang bermakna bagi para
anggotanya berupa peningkatan pendapatan
walau peningkatan pendapatan dimaksud masih
relatif kecil terjadi pada warga masyarakat di luar
kelompok. Kelompok pun menjadi tempat bagi para
anggotanya untuk saling membantu dan bekerja
sama sekaligus saling berbagai pengetahuan
mengenai kegiatan usaha dan kesehatan reproduksi
dan keluarga. Hal lain adalah sumbangsih kelompok
sudah dapat dirasakan dalam proses pengambilan
keputusan di masyarakat setempat. Namun
demikian, keberadaan kelompok idealnya menjadi
suatu wahana dalam memberdayakan warga
masyarakat secara keseluruhan.
3. Dampak PKuM Desa Vokasi Sukoharjo
Kelompok budidaya bibit ikan lele “Tirtorejo”
saat ini memiliki anggota sejumlah 20 orang
dengan masing-masing anggota memiliki tempat
budidaya ikan lele yang berbeda-beda luas dan
jumlahnya dan dikelola oleh mereka sendiri. Mereka
menghasilkan bibit ikan lele yang beragam sesuai
dengan kebutuhan para konsumen bibit ikan lele.
Dalam hal ini, tidak ada keharusan dari kelompok
kepada setiap anggota untuk menentukan jenis bibit
ikan lele apa yang akan dibudidayakan. Dengan kata
lain bibit ikan lele yang dihasilkan akan berbeda
sesuai dengan kemampuan masing-masing anggota
kelompok.
Mekanisme pemasaran bibit ikan lele ke
konsumen tidak diatur dalam kelompok. Artinya,
setiap anggota kelompok memiliki kebebasan
dalam menjual hasil budidayanya. Penjualan bibit
ikan lele dilakukan melalui mekanisme yaitu: para
anggota langsung menjual ke petani ikan lele
(pembesaran lele), para anggota langsung menjual
ke para bakul atau pengepul bibit ikan lele, dan
para anggota melalui anggota lain menjual ke bakul
atau para peternak pembesaran ikan. Yang terakhir
dilakukan apabila bibit ikan lele yang dipesan oleh
bakul atau peternak pembesaran ikan lele kepada
50
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
salah seorang anggota tidak tersedia dan anggota
bersangkuatan memberikan informasi mengenai
ketersediaan bibit ikan lele yang dimiliki anggota lain.
Hal yang ditekankan dalam proses penjualan adalah
khusus untuk penjualan ke bakul, para anggota
hanya menjual kepada bakul yang sudah sering dan
dikenal oleh para anggota. Hal ini dilakukan karena
khawatir perilaku negatif dari para bakul misalnya
mempromosikan kejelekan bibit yang dihasilkan.
Namun demikian, walaupun ada kebebasan dalam
menjual baik menjual ke konsumen langsung
maupun ke bakul, anggota menggunakan harga
penjualan bibit yang seragam atau ukuran standar
sesuai dengan ukuran bibit lele yang akan dijual
sehingga terhindar dari persaingan yang tidak sehat
antar anggota yang akhirnya menghancurkan usaha
yang ditekuni. Sudah dipahami bahwa harga jual
bibit ikan lele kepada para bakul relatif lebih rendah
dibanding menjual langsung kepada para petani
pembesaran ikan lele.
Keberadaan kelompok budidaya bibit ikan
lele telah memberikan manfaat finansial yang baik
terhadap kehidupan keluarga para anggotanya. Para
anggota memandang mereka memiliki pendapatan
yang relatif mencukupi di samping kegiatan lain
sehingga meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
Hasil penelitian menunjukkan adanya salah seorang
anggota menyatakan bahwa penghasilan sebesar
Rp 3.000.000,- per bulan dari usaha pembibitan.
Hal senada dinyatakan oleh Trm bahwa karena
memiliki kolam pembibitan yang cukup banyak
yang mana memerlukan modal awal sebanyak
kurang lebih Rp 30 juta dalam sebulan, keuntungan
bersih yang diperoleh adalah sekitar Rp 10 juta.
Jaj sebagai salah satu anggota kelompok yang
berasal dari Cirebon menyatakan “...pekerjaan
ini sudah menjadi pekerjaan pokok yang sampai
ini saya geluti, kebutuhan keluarga, sekolah anak
didanai dari usaha ini...” (Wawancara, 29/03/2014).
Bahkan beberapa orang diantara anggota kelompok
telah mampu mempekerjaan warga masyarakat
dalam melakukan kegiatan usahanya. Artinya,
anggota kelompok membayar tenaga kerja yang
dipekerjakannya. Melihat pernyataan kedua
informan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan
kewirausahaan yang dilakukan telah memberikan
manfaat ekonomi yang relatif baik bagi para anggota
kelompok.
Perilaku saling membantu dan anjang sana
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
nampaknya memberikan kepuasan kepada semua
anggota. Mereka menganggap bahwa dalam
kehidupan berkelompok terjadi rasa persaudaraan
yang lebih kuat antar anggota kelompok, selain
dengan sesama warga masyarakat lainya. Kehidupan
usaha secara berkelompok dipandang mampu
membangun rasa kebersamaan dalam berusaha
dimana apabila usaha secara mandiri. Mereka
memandang bahwa berkelompok memberikan
kemudahan dalam kegiatan pembudidayaan bibit
ikan lele, Dn (Wawancara, 29/03/2014) menyatakan
dengan berkelompok dirinya mudah untuk bertanya
kepada teman dan berbagi pengalaman baik
berhasil maupun gagal dalam berusaha; serta
mengindari perilaku negatif yang dapat merugikan
orang lain.
Keberadaan kelompok mendatangkan
perhatian yang besar dari pemerintah desa
setempat. Pemerintah desa menganggap kelompok
budidaya bibit ikan lele menjadi suatu wadah
untuk memajukan kualitas hidup masyarakat di
lingkungannya, sebagai media untuk mengatasi
masalah kemiskinan yang ada di masyarakat.
Pemerintah menyambut baik setiap kegiatan yang
akan dilakukan dalam rangka mengembangkan
kelompok dimaksud. Pada saat ada kegiatan
penilaian mengenai kelompok budidaya ikan
yang berprestasi, pemerintah desa memfasilitas
penyelenggaraan kegiatan tersebut. Selain itu,
aparat desa selalu memberikan motivasi pada
kesempatan-kesempatan tertentu kepada semua
anggota kelompok. Walau disadari bahwa pemerintah
desa setempat belum mampu memberikan bantuan
pendanaan karena keterbatasan sumberdaya yang
dimiliki desa.
4. Analisis Dampak Lintas PKuM
PKuM yang telah diselenggarakan mampu
memberikan manfaat positif terhadap kesejahteraan
kehidupan masyarakat. Dalam aspek ekonomi,
penyelenggaran PKuM yang dilaksanakan
mampu memberikan manfaat berupa peningkatan
keterampilan berwirausaha masing-masing anggota
yang digunakan untuk bekerja dan akhirnya
mampu meningkatan pendapatannya. Ketiga
PKuM yang dikaji mampu menyebabkan terjadinya
peningkatkan pendapatan anggota walaupun
peningkatan pendapatan yang dicapai masih relatif
kecil untuk meningkatkan pendapatkan di lingkungan
masyarakatnya. Hanya pada kelompok PKuM
pembibitan lele yang sudah mulai merintis usaha
pembuatan kerupuk berbahan baku ikan lele bagi
para ibu rumah tangga yang ada di dusun Gambiran.
Dalam aspek kehidupan sosial, nampak
dalam ketiga kelompok wirausaha yang diteliti
dapat dipahami bahwa kegiatan bersama mampu
meningkatkan rasa saling membantu, kerja sama,
dan tolong menolong dalam mengembangkan usaha
masing-masing. Walau disadari, hal positif dimaksud
masih berfokus pada kelompok dan masih kurang
terjadi atau dirasakan oleh warga masyarakat di
luar kelompok usaha. Sedangkan pada aspek
politik, keberadaan usaha wirausaha yang ada telah
memberikan hal positif bagi kemajuan masyarakat.
Terdapat pengakuan dari pemerintah lokal mengenai
urgensi kelompok dalam memberdayakan warga
masyarakat, peran anggota kelompok dalam proses
pengambilan kebijakan lokal, dan peningkatan
partisipasi anggota kelompok dalam memajukan
kehidupan masyarakatnya. Dampak PKuM yang
dikaji secara lintas PKuM tersaji dalam tabel 1 .
Tabel 1. Agregat Dampak PKuM Desa Vokasi
Kasus
PKuM
Dampak PKuM
Aspek Ekonomi
Aspek Sosial
Gemawang
• Peningkatan pendapatan keluarga
dan masyarakat
• Peningkatan kohesi antar anggota
• Saling membantu
• Peningkatan status social
• Pengakuan pemerintah lokal
• Partisipasi material meningkat
• Keterlibatan aktif di masyarakat
Karangrandu
• Peningakan pendapatan keluarga
• Peningkatan kesehatan reproduksi
• Saling membantu antar anggota
• Partisipasi dalam pengambilan
kebijakan pemerintahan lokal
Sukoharjo
• Peningakan pendapatan keluarga
• Percontohan ekonomi dari luar
• Merintis kuliner lele (krupuk) bagi
IRT
• Anjang sana
• Saling membantu
• Saling memberikan informasi
• Pengakuan pemerintah lokal
Pendidikan nonformal memberikan manfaat
terhadap masyarakat baik pada dimensi individu
Aspek Politik
maupun pertumbuhan kolektif (Preece, 2010)
sebagaimana dalam gambar 1. Pada outcome level
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
51
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
individu, pendidikan nonformal memberikan manfaat
(1) sosialisasi ke dalam tata kehidupan yang ada
(status quo) walaupun dapat pula berkontribusi
pada pertumbuhan masyarakat sebagai suatu faktor
skunder, serta (2) mengembangkan pertumbuhan
individu dan rasa percaya diri (self esteem) dan
para level masyarakat yang mana pendidikan
lebih bersifat kolektif ditujukan untuk perubahan
kolektif dan transformasi sosial, yang mana ini
pun berkontribusi pada pertumbuhan individu
dan partisipasi masyarakat. Misalnya, Kuenzi
(2005) menyatakan manfaat pendidikan nonformal
yang mencakup: menggerakkan orang untuk
mengatasi masalah masyarakat, memiliki organisasi
masyarakat, membangun kepemimpinan dalam
organisasi, melaksanakan pertemuan tentang
pekerjaan, dan membahas masalah/isu bersama,
dan muncul organisasi masyarakat yang dimiliki
warga masyarakat (Preece, 2010).
tat 1. S
an os
an ial
ya isa
ng si
ad ke d
a ( al
sta am
tus
qu
o)
Individual
Formal
Fleksibel
2
ip
rtis
a
.P
i
as
sy
ma
t
ka
a
ar
l, m
na ee
so est
r
pe lf
n se
ha an
u
k
b
m ng
rtu mba
e
P e
3. eng
m
Kolektif
4
pe . Tr
ru an
ba sf
ha orm
n
m asi
as s
ya os
ra ial,
ka
t
Gambar 1. Dampak pendidikan (Preece, 2010)
Hasil kajian menunjukkan bahwa penyelenggaraan PKuM yang dilakukan pada masing-masing
kelompok sasaran dapat tercapai walaupun dalam
tingkat capaian yang berbeda. Secara umum,
dalam aspek ekonomi, penyelenggaraan PKuM
dapat memberikan keterampilan yang digunakan
untuk berkarya dan akhirnya dapat mendatangkan
pendapatan yang dibutuhkan untuk meningkatkan
kesejahteraan kualitas diri dan keluarganya.
Sedangkan dalam aspek sosial, penyelenggaraan
PKuM pun mampu memberikan pemahaman
mengenai perilaku sehat, menimbulkan rasa senang,
menimbulkan rasa solidaritas, dan kepedulian
di antara para anggota atau kelompok sasaran.
Namun demikian, penyelenggaraan PKuM yang
52
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
dikembangkan masih kurang dapat memberikan
manfaat pada perubahan atau transformasi sosial
yang positif, artinya manfaat PKuM yang dicapai
sebatas pada keberfungsian individual.
Memang disadari bahwa penyelenggaraan
PKuM sebagai kegiatan investasi dalam pengembangan sumberdaya manusia tidak dengan
sendirinya secara linear mendatangkan manfaat
kepada pihak terkait. Hal ini menunjukkan bahwa
dampak yang dihasilkan dari aktivitas pendidikan
(PKuM) sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang mempengaruhinya misalnya kesulitan
mengubah pola pikir kelompok sasaran, perilaku
kurang berani mengambil resiko, perubahan iklim,
kepemimpinan dan pengelolaan yang tidak sehat.
Sebagaimana Cross (1991) dalam Mutayanjulwa
(2010) memberikan gambaran bahwa hambatan
dalam pelaksanaan aktivitas pendidikan mencakup:
a) hambatan situasional seperti kekurangan
dana/uang, kekurangan waktu karena pekerjaan
atau tanggungjawab domestik, dan kesulitan
transportasi; b) hambatan institusional mencakup
praktek atau prosedur yang membatasi kelompok
sasaran berpartisipasi dalam proses penentuan
program, kurang relevan dengan kebutuhan
kelompok sasaran, dan waktu belajar yang terlalu
penuh atau rigid; dan c) hambatan disposional
yang terkait dengan sikap dan persepsi mengenai
diri mereka misal terlalu tua untuk belajar, kurang
percaya diri karena minim pendidikan yang dicapai
sebelumnya, sikap bosan bersekolah dan aspek
budaya/tradisional.
Dapat dikatakan bahwa untuk menghasilkan
dampak yang besar baik bagi individu maupun
masyarakat, PKuM yang akan diselenggarakan
perlu mempertimbangkan bahwa bukan hanya
semata-mata mempertimbangkan terwujudnya
program PKuM yang dipandang tepat bagi
kelompok sasaran, namun pula mempertimbangkan
keberadaan dan keberfungsian energi sosial yang
dapat menjadi penentu keberhasilan PKuM baik
pada level kelompok sasaran dan masyarakat.
Hasil kajian Biau & Alpama (2009) menunjukkan
bahwa ketidakadaan energi sosial yang terbangun
dalam wujud kekurangotpimalkan pelaksanaan
kegiatan pendidikan nonformal karena kurang
optimal partisipasi kelompok sasaran (Preece,
2009). Hal ini dapat memberikan pengertian bahwa
PKuM dipengaruhi oleh aspek sosial dan kultur
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
suatu masyarakat, sebagaimana dipahami bahwa
energi sosial muncul dari perilaku berinteraksi
dalam masyarakat. Pemanfaatan energi sosial
dalam PKuM menunjukkan bahwa pengembangan
masyarakat yang dilakukan baik oleh pemerintah,
masyarakat atau organisasi, perlu menekankan
pada kearifan lokal, sebagaimana harapan dalam
pengembangan masyarakat yang akhir-akhir
ini mengurangi adanya penggunaan kebijakan
desentralisasi pembangunan, dan menuju pada
kebijakan pembangunan yang memperhatikan
potensi dan masalah lokal atau endegenous
developement.
PENUTUP
Kesimpulan
PKuM yang telah diselenggarakan meliputi
PKuM rintisan yaitu PKuM yang dilaksanakan
di Dea Gemawang, Kab. Semarang, dan dua
PKuM pengembangan yang dilaksanakan di Desa
Karangrandu, Kab. Jepara dan di Desa Sukoharjo,
Kab. Pati. Ketiga PKuM yang telah diselenggarakan
mampu memberikan manfaat kepada kelompok
sasaran yang memiliki keinginan kuat untuk
maju dan berusaha menerapkan kemampuan
berwirausaha yang telah dimilikinya walaupun
dalam tingkat pencapaian yang berbeda. Pada level
individu, manfaat dimaksud mencakup: 1) aspek
ekonomi yaitu terjadinya peningkatan pendapatan
bagi individu pelaku wirausaha, keluarga, dan
para pekerjanya; dan masih sedikit pelaku usaha
yang mengembangkan usaha produktif untuk
warga masyarakat sekitar, 2) aspek sosial berupa
peningkatan kepedulian terhadap lingkungan dan
terbangunnya rasa kohesivitas sosial diantara
pelaku wirausaha pada masing-masing kelompok
sasaran; dan 3) dalam aspek politik, walau tidak
semua pelaku usaha, keberadaan pelaku usaha
telah mampu membangun citra positif lingkungan
masyarakatnya dan ikut berpartisipasi dalam
penentuan kebijakan pemerintahan lokal. Pada
level masyarakat, keberadaan PKuM belum dapat
menyebabkan transformasi sosial yang positif dalam
kehidupan masyarakat misalnya bermunculan
aktivitas pemberdayaan masyarakat yang lain.
Saran
Berdasarkan pada hasil penelitian,
pembahasan, dan kesimpulan sebagaimana
telah dikemukan, maka beberapa saran dapat
dikemukakan berikut: pertama, bagi pengelola
desa vokasi gemawang, perlu membangun kembali
jejaring kerja sama dengan para pengelola agar
keberfungsiannya muncul kembali dan lebih menjadi
penggerak masyarakat secara umum; kedua,
kelompok wirausaha sebaiknya memiliki aktivitasi
ekonomi bersama yang beragam untuk lebih
memberda-yakan masyarakat dengan memunculkan
aktivitas ekonomi yang memiliki keunggulan yang
baik, lebih proaktif dalam mengembangkan kerja
sama dalam rangka memperoleh sumberdaya
dari pihak luar; dan selalu mengembangkan
kebersamaan dalam kelompok; ketiga, pemerintah
baik lokal maupun regional sebagai pendamping
atau fasilitiator perlu memberikan kegiatan fasilitasi
yang lebih bermanfaat dan berkelanjutan bagi
kemajuan kelompok usaha; dan keempat, bagi
masyarakat yang termotivasi berusaha mandiri
dapat mengambil pelajaran dari keberhasilan pelaku
usaha.
PENUTUP
Acs, Z. J., et al. (2008). “Entrepreneurship, economic
development and institutions”. Small Business
Economics, Vol. 31. No. 3. Special Issue:
Entrepreneurship, economic development
and institutions (October 2008). pp. 219-234.
Boyless, T. (2012). “21`st century knowledge, skills,
and abilities and entrepreneurial competenies:
A model for undergraduate entrepreneurship
education”. Journal of Entrepreneurship Education, 15, 41-55. ProQuest Research Library.
Drucker, P. F. (1984). Innovation and entrepreneurship. California: Perfect Bound.
Kirby, D. A. 2004). “Entrepreneurship education:
can business schools meet the challenge?”.
Journal of education training, 46, 510-519.
Lynton P., & Pareek, U. (1984). Pelatihan dan
pengembangan tenaga kerja. Terjemahan.
Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Muntayanjulwa, E. (2011). Nonformal education
in development countries: Participation and
activities of women groups in Uganda-East Africa. Saarbrucken: LAPLAMBERT Academic
Publishing.
Mwasalwiba, E. S. (2010). Entrepreneurship edu-
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
53
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
cation: A review of its objectives, teaching
methods, and impact indicators. Education +
Training, 52, 20-47.
Preece. (2009). Nonformal education, proverty reduction, and life enhancement: A comperative
study. Gabarone; Lentswe La Lesedi, Ltd.
54
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Singer, S., Amoros, J.E., & Arreola, D.M. (2015).
Global entrepreneurship monitor 2014 global
report. London: Global Entrepreneurshiop
Research Association.
Yin, R. (2014). Case study research: Design and
methods. Los Angeles: Sage Publication, Inc.
Penelitian
ANALISIS FUNGSIONALISASI HASIL BELAJAR WARGA BELAJAR
KEAKSARAAN DI KECAMATAN SUKAMAKMUR KABUPATEN BOGOR
Elais Retnowati
e-mail: [email protected]
Pendidikan Luar Sekolah, Universitas Negeri Jakarta
Jalan Rawamangun Muka, Jakarta Timur 13220
Abtrak: penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kondisi fungsionalisasi hasil
belajar para warga belajar keaksaraan di Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Bogor. Penelitian yang
menggunakan pendekatan kualitatif ini dilaksanakan pada bulan April hingga September 2013 di Desa
Sukaresmi.dan Sukadamai.. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara melakukan pengamatan,
wawancara dan membuat catatan lapangan. Teknik analisis data adalah dengan menyusun, mengklarifikasi,
mereduksi, menganalisis, dan menginterpretasikannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan
warga belajar program KF di Desa Sukaresmi dan Sukadamai baru pada tahap keterampilan dan
kemampuan dasar. Oleh karena itu, perlu ditingatkan lagi menjadi tingkat keaksaraan mandiri sebagai
dasar yang penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik.
Kata-kata kunci: fungsionalisasi hasil belajar, warga belajar, keaksaraan fungsional.
ANALYSIS OF FUNCTIONING LEARNING ACHIEMENT OF LITERACY
LEARNING COMMUNITY MEMBERS
Abstract. The purpose of this research was to describe the real condition of functioning learning achievement of the literacy of the learning community members in Sukamakmur Sub-district, Bogor District.
The research based on qualitative approach was conducted as from April through September 2013 in
Sukaresmi village and Sukadamai village. The data were collected by observation, interview, and field
note taking. The data were analyzed by structuring, clarifying. The findings show, the ability of learning
community members in Functional Literacy program in Sukaresmi and Sukadamai just reach at the level
of skills and basic competence. The research recommends to accelerate to independent literacy as the
important basic to improve the quality of their life.
Keywords: functioning learning achievement, learning community members, functional litearcy
PENDAHULUAN
Pembangunan nasional memerlukan sumber
daya manusia yang berkualitas. Hal ini menuntut
semua warga masyarakat untuk memiliki kemampuan
yang sangat mendasar yaitu kemampuan keaksaraan
(membaca, menulis, berhitung dan berkomunikasi
dalam bahasa Indonesia). Tujuan pembangunan
nasional Indonesia dalam melakukan pembangunan
sumber daya manusia yang berkualitas merujuk
kepada United Nation Development Program
(UNDP). UNDP menetapkan kemajuan suatu
negara dapat ditentukan oleh tiga indikator indeks
pembangunan manusia, yaitu indeks pendidikan,
indeks kesehatan, dan indeks perekonomian (UNDP,
2013). Indikator indeks pendidikan merupakan hal
yang sangat penting sekali dalam mewujudkan
pembangunan manusia yang berkualitas, ketika
masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang tinggi,
maka indeks kesehatan dan indeks perekonomiannya
juga akan meningkat.
Tingkat pendidikan masyarakat di Indonesia
belum merata dan masih setingkat pendidikan
dasar (wajib belajar sembilan tahun). Masyarakat
yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi masih
sedikit; angka putus sekolah pada level pendidikan
sekolah menengah atas, pertama, dan dasar masih
tinggi; serta banyaknya masyarakat yang tidak
mampu mengenyam dunia pendidikan sama sekali.
Hal tersebut kemudian yang mengakibatkan banyak
sekali masyarakat yang buta aksara. Berbagai
upaya untuk menurunkan angka jumlah buta aksara
perempuan telah dilakukan, salah satunya dengan
dibuatnya peraturan bersama antara Menteri
Departemen Pendidikan Nasional, Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan, dan Menteri Dalam
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
55
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
Negeri pada tahun 2005 mengenai percepatan
pemberantasan buta aksara perempuan Nomor
17:/Men.PP/Dep.II/VII/2005. Selain itu dikeluarkan
pula Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan
Penuntasan Wajib Belajar/Pemberantasan Buta
Aksara (GNP-PWB/PBA).
Salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor
yang memiliki angka penyandang buta aksara
terbesar adalah Kecamatan Sukamakmur. Data dari
Laporan Kinerja Camat Sukamakmur tahun 2012
menunjukkan di Kecamatan Sukamakmur yang lulus
SD sebanyak 33.389 (43,89%), lulus SLTP sebanyak
8.842 (11,62%), lulus SLTA sebanyak 2.596 (3,41%)
dan lulusan perguruan tinggi masih sangat rendah
sebanyak 399 (0,52%), tidak lulus SD cukup tinggi
sebanyak 15.276 (20,08%), dan warga masyarakat
yang belum melek huruf masih tinggi yaitu sekitar
7.327 (10,85%). Melihat kondisi tersebut, yakni masih
banyaknya kondisi warga masyarakat di Kecamatan
Sukamakmur yang buta aksara/ belum melek huruf,
Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri
Jakarta pada tahun 2002 melaksanakan program
pemberantasan buta huruf/ keaksaraan fungsional
di kecamatan ini. Kegiatan keaksaraan fungsional
tersebut dilakukan dari tahun 2002-2007, di mana
dalam kegiatannya melibatkan mahasiswa dan
masyarakat sebagai tutor lokal.
Masyarakat yang menjadi warga belajar
pada saat diselenggarakan program keaksaraan
fungsional oleh Jurusan Pendidikan Luar Sekolah,
yaitu sejumlah 435 orang warga belajar keaksaraan
lanjutan dengan tutor pendamping sebanyak 42
orang, yang merupakan warga masyarakat dari
Kecamatan Sukamakmur sendiri. Pada saat itu tidak
semua masyarakat Kecamatan Sukamakmur yang
buta aksara dapat mengikuti program keaksaraan
fungsional sebab jumlah dana yang dapat diakses
hanya dari pemerintah pusat sedang pemerintah
daerah melalui dinas pendidikan Kabupaten Bogor
hanya mengalokasikan bagi 4 kelompok belajar saja.
Fungsional dalam keaksaraan berkaitan
erat dengan fungsi dan atau tujuan dilakukanya
pembelajaran di dalam pendidikan keaksaraan,
serta adanya jaminan bahwa hasil belajar benarbenar bermakna atau bermanfaat (Kusnadi,
2005). Pernyataan tersebut merujuk kepada
pendapat Coombs (1973) yang mengatakan bahwa
pendidikan keaksaraan merupakan kebutuhan
dasar yang memiliki daya ungkit bagi pembangunan
56
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
masyarakat pedesaan di negara-negara berkembang.
Pendapat Coombs ini didasarkan atas penelitian
dan pengembangan kegiatan pembelajaran yang
dilakukannya di Negara-negara berkembang
di Amerika Selatan, Afrika dan Asia. Tujuan
dilakukannya pengembangan pendidikan nonformal
bagi masyarakat di negara-negara tersebut adalah
untuk mendukung pembangunan yang dilakukan.
Berhasilnya suatu pembangunan sangat ditentukan
oleh kualitas sumber daya manusianya, sebab
manusialah yang berperan sebagai obyek dan subyek
pembangunan.
Manusia sebagai obyek pembangunan adalah
kualitas manusia dari aspek pengetahuan dan
keterampilan dikembangkan melalui pendidikan.
Sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan
untuk mengisi dan menjalankan pembangunan yang
dilakukan. Hal ini yang dimaksud dengan manusia
sebagai subyek (pelaku) pembangunan. Masyarakat
di pedesaan pada umumnya kurang dalam aspek
mutu pendidikan. Program pendidikan yang dirancang
bagi mereka harus bermanfaat bermakna bahwa
pengetahuan dan keterampilan keaksaraan yang
mereka miliki sebagai hasil belajar dapat mendukung
aktivitas kehidupan sehari-hari misalnya mendukung
aspek pekerjaan mereka sehingga pengetahuan dan
kecakapan yang mereka miliki itu berperan dalam
merubah kondisi sosial ekonominya. Oleh karenanya
kemampuan keaksaraan memiliki keterkaitan dengan
kemampuan dasar yang sangat bermanfaat untuk
berbagai macam aktivitas kehidupan sehari-hari
(Hunter, 1985).
Selanjutnya pendapat lain mengartikan
pendidikan keaksaraan sebagai satu cara untuk
mengingat, mencatat, mengungkapkan kenyataan
serta berkomunikasi lintas ruang dan waktu (Archer
& Cottingham, 1996). Hal tersebut dapat diartikan
bahwa belajar keaksaraan bukan sekedar belajar
membaca saja, namun juga belajar menulis. Kegiatan
mencatat merupakan salah satu implementasi dari
kegiatan menulis. Hal-hal apa yang dicatat oleh
peserta didik adalah hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-harinya.
Terdapat tiga kategori dasar tentang definisi
keaksaraan, di mana setiap kategori itu memiliki
makna yang berbeda sesuai dengan perannya
dalam kehidupan di masyarakat, yaitu: (a) literacy
as a set on basic skills, abilities or competences
(keaksaraan merupakan seperangkat keterampilan
dan kompetensi dasar), (b) literacy as the necessity
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
foundation for higher quality of life (keaksaraan
sebagai dasar yang penting untuk meningkatkan
kualitas kehidupan yang lebih baik), dan (c) literacy
as a reflection of political and structural realities
(keaksaraan merupakan refleksi dari kebijakan dan
kenyataan struktural) (John Hunter, 1997., dalam
Kusnadi, 2003).
UNESCO mendefinisikan kemampuan
keaksaraan atau melek aksara sebagai kemampuan
seseorang untuk membaca dan menulis kalimat
sederhana yang diperlukan dalam kehidupan sehari,
dan seseorang dikatakan mempunyai kemampuan
keaksaraan fungsional jika seseorang tersebut
dapat terlibat dalam aktivitas dimana kemampuan
keaksaraan merupakan prasyarat sebagai effective
function kelompok dan sebagai dasar bagi dirinya
untuk meningkatkan kemampuan membaca, menulis,
dan berhitung.
Program Keaksaraan Fungsional dalam
mempertemukan kebutuhan belajar warga
belajar yang multi level (beragam kemampuan),
dikelompokkan dalam tiga tahap keaksaraan
yaitu pemberantasan (basic literacy), pembinaan
(midle literacy) dan pelestarian (self-learning)
(Direktorat Pendidikan Masyarakat, 2004). Tahap
pemberantasan merupakan tahap keaksaraan
dasar. Tahap keaksaraan dasar ialah, warga belajar
belum memiliki pengetahuan dasar tentang calistung
(baca tulis hitung) tetapi telah memiliki pengalaman
yang dapat dijadikan kegiatan pembelajaran. Aspek
membaca, warga belajar mulai belajar dari huruf
abjad (baik vokal maupun konsonan). Aspek menulis,
warga belajar mulai menulis nama sendiri, dan
alamat. Aspek berhitung, warga belajar menghitung
(termasuk mengurutkan dan membacakan) angka 1
sampai dengan 20.
Ta h a p p e m b i n a a n m e r u p a k a n t a h a p
keaksaraan lanjutan. Tahap keaksaraan lanjutan
ialah; warga belajar telah dapat membaca dan menulis
dengan agak lancar serta memiliki pengalaman,
tetapi perlu meningkatkan kemampuan fungsional
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam aspek menulis,
warga belajar sudah mampu menulis daftar isian di
RT, RW atau balai desa. Aspek berhitung, warga
belajar melakukan operasi hitung penjumlahan atau
pengurangan dan perkalian atau pembagian bilangan
hingga dua digit (20 sampai dengan 99).
Tahap terakhir, yaitu tahap pelestarian. Tahap
pelestarian merupakan tahap keaksaraan mandiri.
Tahap keaksaraan mandiri ialah; warga belajar
telah memiliki pengetahuan dan pengalaman. Pada
hasil belajarnya, warga belajar diharapkan dapat
menganalisa dan memecahkan masalah untuk
meningkatkan mutu taraf hidupnya. Contoh, aspek
membaca, warga belajar dapat membaca hasil
tulisan yang dibuatnya sendiri. Dalam aspek menulis,
warga belajar dapat menulis tentang kegiatan
sehari-hari dari pikiran, pengalaman, informasi, dan
masalah yang dihadapi dalam kehidupan seharihari. Aspek berhitung, warga belajar dapat menulis
dan mengoperasikan simbol-simbol hitung seperti
menambah, mengurangi, mengali, dan membagi untuk
hitungan harga yang terkait dengan kegiatan seharihari seperti berbelanja, mengukur, dan menimbang.
Aspek aksi, warga belajar dapat melakukan beberapa
kegiatan keterampilan fungsional seperti, keberanian
mengunjungi instansi yang ada di desa, mengikuti
kegiatan di masyarakat atau menjadi pengurus salah
satu organisasi seperti Posyandu, Majlis Ta’lim,
dan warga belajar dapat menganalisa pengalaman
serta membuat bahan belajar atau bahan bacaan di
kelompok belajar.
Keaksaraan fungsional berfungsi mengembangkan kemampuan dasar manusia yang meliputi
kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang
bersifat fungsional dalam meningkatkan mutu dan taraf
kehidupan dan masyarakatnya (Direktorat Pendidikan
Masyarakat, 2004). Keaksaraan fungsional dapat
terlaksana dengan baik dan memotivasi warga belajar
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masingmasing daerah, maka pembelajaran keaksaraan
fungsional hendaknya mengacu pada prinsip yaitu;
konteks lokal; disain lokal; proses partisipatif; dan
fungsionalisasi hasil belajar (Kusnadi, 2005).
Hasil belajar merupakan bagian terpenting
dalam pembelajaran. Hasil belajar adalah penilaian
hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam
bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang
dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh
setiap siswa dalam periode tertentu (Tirtonegoro,
2001). Pendapat lain mengemukakan hasil belajar
adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan
yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu
sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar (Djamarah,
1996). Adapun hasil belajar yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu hasil belajar pada warga belajar
keaksaraan fungsional. Dimana hasil belajar dari
keaksaraan fungsional yaitu tercapainya hasil
belajar yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang penerapannya diterapkan secara
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
57
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
fungsional dalam kehidupan sehari-hari.
Kriteria utama dalam menentukan keberhasilan
program keaksaraan fungsional, adalah dengan
cara mengukur kemampuan dan keterampilan
setiap warga belajar dalam memanfaatkan dan
memfungsikan keaksaraan atau basil belajarnya
dalam kegiatan sehari-hari, yang meliputi membaca,
menulis dan keterampilan berhitung praktis yang
berguna bagi peningkatan mutu dan taraf hidupnya.
Dari hasil proses belajarnya, mereka diharapkan
dapat menganalisa dan memecahkan masalah
keaksaraan yang dihadapi dalam kehidupan seharihari.
Berikut ini adalah beberapa contoh perkiraan
hasil program keaksaraan fungsional, di antaranya
warga belajar dapat: (a) memanfaatkan kemampuan
bacanya untuk memperoleh informasi dan ide-ide baru;
(b) memanfaatkan keterampilan menulisnya untuk
menggambarkan pengalaman, peristiwa-peristiwa,
kegiatan yang dilakukan, membuat rencana, dan
menulis proposal; (c) memanfaatkan keterampilan
berhitungnya untuk mengatur keuangan, menentukan
batas, dan melakukan penghitungan-penghitungan
yang berkaitan dengan tugasnya sehari-hari, dan
menghitung banyaknya sumber-sumber atau
masalah; (d) berdiskusi dan menganalisis masalah
dan sumber-sumber, atau potensi yang ada di
lingkungannya; dan (e) mencoba ide-ide baru yang
dipelajari dari bahan bacaan, dapat menulis dengan
benar, menganalisis dan berdiskusi, dan dapat
melaksanakan kegiatan belajarnya secara mandiri.
Warga belajar keaksaraan mulai belajar dari
tingkat aksara dasar ke tingkat lanjut. Adapun empat
kompetensi yang dicapai pada tahap keaksaraan
tingkat lanjut. Pertama, kompetensi membaca yang
meliputi: (a) membaca kalimat dalam 1 paragraf dengan
menggunakan bahasa Indonesia; (b) membaca dan
memahami berita/tulisan sederhana/pendek dalam
koran, majalah, atau selebaran yang menggunakan
bahasa Indonesia; serta (c) membaca petunjuk,
resep masakan, dan label, aturan pemakaian obat.
Kedua, kompetensi menulis yang meliputi: (a) menulis
kalimat dalam 1 paragraf dengan menggunakan
bahasa Indonesia, (b) mengisi daftar isian/formulir
sederhana, (c) menulis surat pemberitahuan, (d)
menulis cerita dalam satu alinea/paragraf yang
terdiri atas 3 – 5 kalimat, dan (e) menulis angka
101-1000. Ketiga, kompetensi berhitung, yaitu: (a)
melakukan perhitungan penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian angka 101 – 1000; (b)
58
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
mengenal satuan waktu dan menggunakannya dalam
pemecahan masalah sehari-hari; serta (c) mengenal
jenis-jenis ukuran berat dan panjang, melakukan
pengukuran panjang dan berat. Keempat, kompetensi
berkomunikasi, yaitu berkomunikasi menggunakan
bahasa Indonesia secara tertulis (Dirjen Pendidikan
Luar Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan
Nasional)
Melihat standar kompetensi tersebut dapat
diasumsikan warga belajar telah dapat membaca
bahan bacaan yang singkat untuk kemudian dapat
melakukan apa yang diperintahkan dalam bacaan
tersebut, misalnya membaca resep masakan dan
membuat masakan berdasarkan petunjuk resep,
aturan penggunaan / meminum obat, yang dalam
kehidupan sehari-hari kedua hal tersebut merupakan
bagian dari aktivitas keseharian warga belajar. Begitu
juga dengan kompetensi menulis, berhitung dan
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia sehingga
fungsionalisasi hasil belajar yang diharapkan dapat
tercapai.
Untuk mengetahui bagaimana kondisi
fungsionalisasi hasil belajar para warga belajar
keaksaraan Di Kecamatan Sukamakmur khususnya
di Desa Sukaresmi, dan Suka Damai perlu dilakukan
suatu penelitian di lapangan, dengan cara mengunjungi
warga belajar langsung di tempat kediaman mereka.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
dikembangkan suatu kebijakan mengenai keaksaraan
fungsional yang dapat mengembangkan pelaksanaan
atau program keaksaraan fungsional di lapangan.
Adapun jenis kebijakan dalam penelitian ini
yaitu substantive policy, kebijakan yang berkaitan
dengan materi, isi atau subject matter kebijakan.
Misalnya kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan,
pendidikan, perdagangan, dan hukum (Anderson
dalam Nawawi, 2008). Kebijakan terhadap
penyelenggaraan program keaksaraan fungsional
merupakan kebijakan di bidang pendidikan yaitu
kebijakan yang meratifikasi deklarasi Dakkar
bahwa dunia harus menyelenggarakan pendidikan
untuk semua. Dalam meratifikasi kebijakan ini
bagaimana pemerintah dalam hal ini pemerintah
pusat dan pemerintah daerah menyikapinya dengan
pengalokasian dana penyelenggaraan pendidikan
keaksaraan sebagai salah satu upaya memberikan
kesempatan mengenyam bagi semua penduduk
serta kebijakan lainnya yang berkaitan dengan daya
dukung kegiatan ini.
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Peneliti melakukan obeservasi untuk menggambarkan,
dan menganalisa prilaku para peserta program
keaksaraan fungsional dalam kehidupan sehari-hari
yang mencerminkan prilaku sebagai hasil belajar
keaksaraan yaitu, membaca, menulis dan berhitung
(calistung).
Jumlah desa yang menjadi sasaran kegiatan
program KF ada 7 desa terdiri dari Desa Sukaresmi,
Suka Damai, Sukamakmur, Sirna Jaya, Suka Mulya,
Pabuaran, Cibadak secara keseluruhan berjumlah
65 kelompok belajar. Pada Tahap awal penelitian
dilakukan di dua desa yaitu Sukaresmi dan Suka Damai
sebanyak 25 kelompok. Dua desa ini merupakan desa
paling timur dan jauh (dari ibukota kecamatan) dari
tujuh desa sasaran kegiatan. Penelitian ini dilakukan
dengan mengunjungi warga belajar keaksaraan di
Desa Sukaresmi.dan Sukadamai. Kegiatan penelitian
berjalan sekitar 5 bulan dimulai dari bulan April 2013
sampai September 2013. Teknik penentuan informan
yang dipilih adalah purposive sampling.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam
memperoleh data adalah dengan cara melakukan
pengamatan, wawancara dan membuat catatan
lapangan. Teknik analisis data adalah dengan
menyusun dan mengklarifikasi data, mereduksi dan
menganalisis data, kemudian menginterpretasikannya.
Adapun data yang akan diteliti meliputi: (a) penggunaan
wacana lisan untuk mengungkapkan perasaan dan
pikiran yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari,
(b) penggunaan wacana lisan untuk mengungkapkan
informasi dalam kegiatan perkenalan, (c) penggunaan
wacana lisan untuk mengungkapkan tegur sapa dan
percakapan yang fungsional dalam kehidupan seharihari, (d) penggunaan wacana lisan untuk bercerita,
memberikan saran/ tanggapan yang fungsional, (e)
penggunaan wacana tulis berupa pesan/ tulisan
dalam bahasa Indonesia, (f) melakukan berbagai
jenis kegiatan menulis untuk mengungkapkan
informasi yang terkait dengan kehidupan seharihari dalam bentuk karangan singkat, (g) melakukan
penghitungan operasi dasar penjumlahan baik secara
lisan maupun tulis yang fungsional dalam kehidupan
sehari-hari, (h) melakukan penghitungan operasi
dasar pengurangan baik secara lisan maupun tulis
yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari, (i)
melakukan penghitungan operasi dasar perkalian
baik secara lisan maupun tulis yang fungsional dalam
kehidupan sehari-hari, (j) mendapatkan SUKMA
setelah selesai mengikuti program keaksaraan
fungsional, (k) mengetahui kendala yang dihadapi
warga belajar dalam menggunakan kemampuan
keaksaraan dalam kehidupan sehari-hari, dan (l)
mengetahui harapan masyarakat terhadap kelanjutan
pelaksanaan program keaksaraan.
Kegiatan dalam tahap pengumpulan data
peneliti melakukan pengamatan dan wawancara
sehingga diperoleh prilaku yang menetap. Selanjutnya
data direduksi untuk melihat pola yang muncul yaitu
berupa prilaku keberaksaraan dalam kehidupan
sehari-hari. Data yang telah diklarifikasi ini kemudian
di display untuk kemudian diinterpretasikan dalam
bentuk narasi. Selanjutnya melakukan klarifikasi
kepada beberapa pihak berwenang yang terkait
dengan penyelenggaraan kegiatan keaksaraan
fungsional di Kecamatan Sukamakmur yaitu kepada
penilik pendidikan masyarakat di UPTD Pendidikan,
Camat dan Kasubdit Pendidikan Masyarakat Dirjen
Paudni Kemendikbud untuk melakukan uji kelayakan
data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Penggunaan wacana lisan untuk mengungkapkan
perasaan dan pikiran yang fungsional dalam
kehidupan sehari-hari
Warga belajar keaksaraan fungsional pada
25 kelompok belajar keaksaraan yang menjadi
responden dalam penelitian ini pada umumnya
sudah mampu mengungkapkan perasaan dan pikiran
dalam kegiatan sehari-hari. Kemampuan ini terbukti
ketika kepada mereka ditanyakan tentang apa yang
mereka rasakan sebagai manfaat dari mengikuti
kegiatan KF. Jika sebelum mengikuti kegiatan KF
pada waktu yang lampau ketika diberikan pertanyaan
apakah mereka ingin menjadi seperti ibu-ibu muda
lain yang memiliki kemampuan membaca, menulis
dan berbicara dalam bahasa Indonesia serta dapat
ikut kegiatan PKK di balai desa dan kecamatan
mereka akan menjawab dalam bahasa lokal seperti
berikut ini.
“Duka atuh, da abdi mah jelma bodoh tara
sakolah, tiasa kitu ngiring kegiatan anu kararitu, pan
kedah tiasa maca...”
Sekarang mereka akan menjawab dengan
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
59
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
pasti meski masih ada tersisa sedikit keraguan,
berikut ini jawaban yang mereka sampaikan.
“Kalau saya (ibu) diundang ya pasti akan
datang, kan saya juga ingin tau biar tambah
pengetahuan, biar tidak ketinggalan informasi, tapi
apa akan ikut diundang ya..?”
Pendapat atau ungkapan yang disampaikan
biasanya tentang dirinya dan umunya berkaitan
dengan hal-hal yang berkaitan dengan perasaan dan
pikiran, diungkapkan dalam bahasa yang sederhana
berkaitan dengan pekerjaan ataupun sesuatu hal
yang dirasakan oleh diri dari warga belajar tersebut.
Seperti ungkapan berikut ini.
“Saya menyesal dulu tidak mau maksa biar
disekolahkan oleh abah, coba kalau sekolah saya
pasti sudah pinter sama seperti yang muda-muda.
Kan di desa banyak kegiatan, Bu Camat juga suka
datang mengadakan kegiatan di desa. Orang-orang
muda sekarang kan pada pinter bisa masak-masak
seperti orang kota, kan diajarin di PKK..”
Jawaban atau ungkapan yang diberikan
oleh responden ini menunjukkan bahwa warga
belajar memiliki kesadaran untuk membekali dirinya
dengan pengetahuan agar memiliki kemampuan
untuk berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan bagi masyarakat.
b. Penggunaan wacana lisan untuk mengungkapkan
informasi dalam kegiatan perkenalan
Warga belajar keaksaraan fungsional yang
menjadi responden dalam penelitian ini pada
umumnya sudah mampu mengungkapkan informasi
dalam bahasa Indonesia yang sederhanaketika
ditanya meskipun orang yang bertanya adalah orang
yang baru pertama kali ditemui. Hal ini terungkap
ketika salah seorang peneliti mendatangi salah
seorang warga (ibu Emis) untuk bertanya rumah
Ibu Nur Sa’adahsalah satu warga belajar di Dukuh
1 dengan menggunakan bahasa Indonesia. Berikut
adalah petunjuk yang diberikan oleh ibu Emis.
“Oh. Bu Sa’adah rumahnya di sebelah sana
ke utara. Adek ikut jalan ini sampai pertigaan, nanti
belok ke kanan rumah ketiga sebelah kanan itu
rumahnya..”
Sebelum mengikuti kegiatan KF warga di desa
Sukaresmi dan Sukadamai akan menjawab dengan
bahasa daerah atau malah balik bertanya kepada
sipenanya apa maksudnya dengan menggunakan
bahasa lokal. Jika komunikasi tidak dapat terhubung
dengan baik maka mereka akan minta bantuan
orang lain untuk membantu memberi jawaban atau
60
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
menanyakan apa yang dimaksud oleh si penanya.
Ketika di konfirmasi bahwa dirinya sudah dapat
berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia
dan ditanya dari mana kemampuan itu diperoleh,
jawaban yang disampaikan adalah sebagai berikut.
“Pan ibu udah sakolah, itu belajar KF. Ama
tutor diajarin bicara Indonesia. Ibu sudah bisa maca,
biar belum terlalu lancar ibu juga bisa nulis, sayang
balajarnya udah selesai, padahal mah ibu masih mau
biar sampai lancar..”
Malah ibu Emis kembali bertanya kepada
peneliti, berikut adalah komunikasi antara peneliti
dan bu emis.
“Adek dari mana, bu Sa’adah tadi lewat sini
katanya mau ke rumah ponakannya di jonggol.
Tunggu saja di sini. Ponakan bu Sa’adah nyunatin,
mungkin sore baru datang..”
“Gitu bu..wah kita tidak bisa ketemu
sekarang ya..Padahal nanti kita mau ke rumah
tutor kelompoknya bu Sa’adah. Mau minta diantar
ama bu Sa’adah..”
“Adek ini dari mana..? (pertanyaan yang sama
dan belum diberi jawaban oleh peneliti ditanyakan
kembali). Kalau adek mau ketemu tutor, adek mau
tanya kelompok belajar ya.. kan ibu juga kelompok
belajar KF di sini ada belajar KF juga, ke sini dulu
aja, barangkali bisa membantu..”
Dari cuplikan komunikasi ini dapat disimpulkan
warga belajar KF sekarang sudah bisa berkomunikasi
dan berinisiatif untuk memberikan informasi yang
dibutuhkan meskipun belum ada informasi tentang
maksud peneliti untuk ketemu dengan bu Sa’adah dan
tutornya. Bu Emis dapat menerka kira-kira apa yang
diinginkan oleh peneliti yang mencoba menawarkan
bantuan. Keadaan ini menunjukkan bahwa wawasan
berfikir bu Emis sudah mulai terbuka sehingga dapat
menghubungkan informasi yang sangat sedikit yaitu
mau ketemu bu Sa’adah dan mau ketemu tutor
dengan pembelajaran KF dan tujuan dari peneliti
adalah mencari informasi sebab kata tutor bermakna
belajar. Pembelajaran yang diikuti oleh bu Sa’adah
adalah KF sama seperti dirinya belajar di kelompok
KF. Artinya materi pembelajaran yang dirancang
oleh tutor sudah dapat membuka wawasan warga.
Warga juga sudah tidak malu atau takut menghadapi
orang asing yang baru dikenal karena rasa percaya
dirinya saat ini sudah meningkat terlihat dari bu Emis
langsung menceritakan dirinya dan berinisiatif untuk
membantu.
c. Penggunaan wacana lisan untuk mengungkapkan
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
tegur sapa dan percakapan yang fungsional
dalam kehidupan sehari-hari
Warga belajar mengungkapkan bahwa pada
umumnya saat ini mereka sudah mampu melakukan
percakapan dan tegur sapa dalam kegiatan sehariharinya. Sebelum mengikuti proses pembelajaran
pada program keaksaraan fungsional, warga
belajar belum mampu melakukan percakapan
menggunakan bahasa Indonesia serta malu
ketika akan melakukan percakapan dengan lawan
bicaranya. Misalnya warga belajar yang datang
ke balai desa untuk mengurus surat-surat akan
diminta untuk menggunakan bahasa Indonesia
sebagai upaya membiasakan warga agar dapat
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
nasional. Dokter di Puskesmas akan menyapa warga
dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Kondisi pembiasaan ini mendorong warga
belajar untuk menggunakan bahasa Indonesia
sebisanya jika berkenaan dengan keperluan di
balai desa, di kecamatan dan di Puskesmas serta
ketika berbelanja ke pasar di Citeureup maupun di
Cibinong. Sebelumnya mereka hanya melakukan
kegiatan belanja ke pasar Jonggol. Dapat dimaklumi
sebab di Jonggol mereka dapat menggunakan
bahasa lokal sedang jika ke Citeureup atau Cibinong
mereka harus menggunakan bahasa nasional.
d. Penggunaan wacana lisan untuk bercerita,
memberikan saran/ tanggapan yang fungsional.
Kemampuan warga dalam menggunakan
bahasa lisan untuk bercerita, memberi tanggapan
atau saran sudah tampak dalam bahasa komunikasi
sehari-hari. Seorang responden Bapak Epul
bercerita tentang keadaannya ketika belum bisa
membaca, menulis dan berhitung. Epul adalah
seorang sais (kusir) dokar. Berikut cuplikan cerita
yang disampaikan oleh beliau.
“Saya sebelum bisa waktu masih buta huruf
sering dibohongin oleh teman-teman sendiri, karena
saya tidak tau berhitung. Kuda saya kan pinjam dari
tetangga di sewa, setiap hari saya harus setoran lima
puluh rebu (Rp. 50.000,-). Tapi yang naik dokar kan
tidak banyak. Cuma orang yang habis belanja dari
dusun yang tidak ada angkotnya yang naik dokar.
Kalau naik angkot kan banyak yang bisa diangkut
tapi dokar terbatas. Jadi kalau ada yang nawar saya
tidak bisa memberi harga, da orang-orng bilang
dokar saya cuma bisa bawa sedikit jadi harganya
juga harus murah. Padahal tempatnya kan jauh,
jalannya rusak. Jadi saya terima saja harga yang
ditawar. Tapi sekarang saya sudah bisa berhitung,
tau perkiraan jarak. Kalau tempatnya jauh makan
waktu lama, saya minta bayar penuh. Saya sudah
bisa bilang, kuda nya kan sewa saya harus bayar
sewa..”
Bisa dipahami betapa pentingnya kemampuan
keaksaraan bagi warga masyarakat di pedesaan.
Selain taraf hidupnya jauh dibawah garis kemiskinan
mereka seringkali dibohongi hingga tidak berdaya.
Jika mereka sudah memiliki pengetahuan dan
kemampuan calistung yang baik niscaya tidak ada
lagi yang dapat membohongi.
e. Memahami wacana tulis berupa pesan/ tulisan
dalam bahasa Indonesia.
Responden dalam penelitian ini pada
umumnya mengungkapkan bahwa mereka sekarang
ini sudah mampu memahami tulisan bacaan
atau tulisan dalam bahasa Indonesia. Padahal
sebelumnya warga belajar sangat sulit sekali untuk
memahami tulisan yang berbahasa Indonesia sebab
mereka tidak memahami artinya.
Misalnya, responden yang mempunyai toko
atau warung, kini bisa mengetahui ketika barang
jualan yang dijual ditokonya sudah mencapai masa
kadaluarsa atau masa makanan itu dinyatakan
baik untuk dimakan. Sebelumnya warga belajar
tidak melakukan pengecekan masa kadaluarsa
dari makanan yang dijual diwarungnya. Sehingga
ketika sudah mampu membaca dan melihat masa
kadaluarsa dari makanan yang dijualnya, warga
belajar mengembalikan makanan tersebut kepada
agen yang menjualnya untuk diganti dengan yang
baru.
Pada umumnya warga belajar perempuan
di Desa Sukaresmi dan Sukadamai adalah ibu-ibu
yang secara rutin mengikuti acara pengajian di
lingkungannya. Sebelum mengikuti pembelajaran
keaksaraan, ibu-ibu pengajian tidak bisa membaca
huruf latin yang menjadi arti dari ayat-ayat Al-Quran
yang dibaca. Sekarang ini, warga belajar dapat
dengan lancar membaca huruf latin atau arti dari ayat
yang disampaikan atau yang dikaji dalam pengajian.
Ustazah/Ustad mewajibkan warga untuk membaca
arti dari ayat-ayat Al Qur’an yang dibaca agar
memahami makna yang terkandung di dalamnya.
Warga belajar yang sudah mampu membaca dengan
lancar huruf arab dan huruf latin, kini menjadi guru
dari teman-teman mereka yang tidak atau belum
mampu membaca huruf arab dan latin dengan
lancar. Sehingga warga masyarakat yang belum
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
61
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
terjaring atau belum ikut program keaksaraan yang
dilakukan oleh Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Universitas Negeri Jakarta, dapat diajari oleh warga
belajar yang sudah mengikuti program keaksaraan.
Warga belajar yang bertugas sebagai RT atau
RW, kini dapat memahami isi surat atau berkas yang
diberikan kepadanya. Sehingga apabila isi surat atau
berkas itu merupakan hal yang penting dan harus
di sampaikan kepada masyarakat, maka aparat
tersebut sekarang ini dengan cepat menyampaikan
informasi tersebut ke masyarakat. Berikut adalah
cerita yang disampaikan oleh pak Oyim.
“Bapak jadi RT sudah sepuluh tahun tapi
waktu belum belajar KF tidak bisa membaca. Kalau
ada surat dari Pak Kades tidak bisa membaca,
Tunggu anak pulang dulu minta dibacakan. Kalau
anak tidak pulang ya.. tidak tau isi surat, jadi sering
tidak datang rapat di desa. Kadang-kadang bawa
surat ke pak guru di sekolahan minta dibacakan.
Sekarang sudah bisa baca sendiri, jadi tidak ditegur
lagi oleh pak kades karena sering tidak datang rapat
atau tidak memberi tau ke warga, padahal isinya
penting”
Warga belajar memaparkan bahwa aktivitas
mereka sekarang ini terasa menjadi lebih mudah
ketika mampu membaca dan memahami tulisan
Bahasa Indonesia.
f. Melakukan berbagai jenis kegiatan menulis untuk
mengungkapkan informasi yang terkait dengan
kehidupan sehari-hari dalam bentuk karangan
singkat.
Kegiatan pembelajaran KF yang diselenggarakan oleh para tutor sudah dilengkapi dengan
kegiatan berlatih membuat surat atau cerita singkat.
Contohnya ketika peneliti meminta responden untuk
menuliskan aktivitas sehari-harinya, responden
umumnya dapat menuliskan meski dengan kalimat
yang sederhana dan belum rapi. Tidak ada
responden yang menolak ketika diminta untuk
menulis. Peneliti bertanya bagaimana responden
dapat membuat tulisan seperti itu, berikut adalah
jawaban yang diberikan oleh mereka.
“Pan dulu kita sudah disuruh buat karangan
kita nanya aja ama anak atau cucu bagaimana
membuat karangan, diajarin terus kita coba nulis.
Latihan, sampai bisa. Pas tujuh belasan (perayaan
17 Agutus) kita ada lomba mengarang, lucu..tapi
seru. Jadi pengen lagi..waktu itu juara tiga dapat
mangkok. Tapi ibu sudah mulai kagok lagi nulis da
jarang nulis lagi. Aduh, kapan ya belajar lagi, kapan
62
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
ada KF lagi”.
Terungkap keinginan responden untuk bisa
belajar kembali, meski mengetahui bahwa program
kelompok belajar KF sudah tidak diselenggarakan
lagi karena tidak adanya alokasi dana dari Kabupaten
Bogor ke Kecamatan Sukamakmur.
g. Melakukan penghitungan operasi dasar
penjumlahan baik secara lisan maupun tulis
yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari
Responden ketika peneliti wawancarai
mengungkapkan bahwa pada umunya mereka
sudah mampu melakukan penjumlahan baik secara
lisan dan tulisan. Meskipun mereka harus berfikir
terlebih dahulu ketika menjumlahkan angka tersebut
terutama angka dalam jumlah puluhan atau ratusan.
Beberapa warga belajar yang mempunyai
warung atau toko merasa sangat terbantu sekali
ketika sekarang ini kemampuan berhitung mereka
terutama penjumlahan sudah berkembang. Ketika
ada pembeli yang membeli beberapa barang, warga
belajar tersebut tidak menggunakan kalkulator lagi
dalam menjumlahkan harga barang yang dibeli
konsumen. Namum ketika jumlah barang yang dibeli
oleh konsumen itu banyak barulah warga belajar
tersebut menggunakan kalkulator.Warga belajar
yang memanen hasil panennya dan menjualnya
kepada para tengkulak ataupun pasar, mampu
menghitung dengan baik jumlah dari hasil panennya
dan juga uang yang didapatkan dari penjualannya
tersebut.
Warga belajar yang mempunyai anak-anak
usia sekolah terutama PAUD, SD (kelas 1 dan 2)
mampu membantu anak-anaknya belajar ketika anak
tersebut kesulitan dalam memahami tugas rumah.
Hal tersebut didukung ketika peneliti melakukan tes
kepada warga belajar tersebut dengan memberikan
soal penjumlahan yang sederhana kepada warga
belajar tersebut. Warga belajar sudah mampu
menjawab soal penjumlahan yang diberikan
meskipun masih terdapat beberapa warga belajar
yang melakukan kesahalan dalam melakukan
penjumlahan.
h. Melakukan penghitungan operasi dasar
pengurangan baik secara lisan maupun tulis
yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari
Seperti dalam hal operasi hitung penjumlahan,
warga belajar keaksaraan sudah mampu melakukan
pengurangan dalam hal perhitungan dengan baik.
Dari 25 kelompok belajar yang peneliti wawancarai,
pada umunya mengungkapkan sudah mampu
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
melakukan perhitungan pengurangan.
Warga belajar yang kesehariannya merupakan
ibu rumah tangga setelah belajar calistung pada
program keaksaraan fungsional, sekarang ini dapat
menghitung pengeluaran dan pemasukan keuangan
rumah tangga serta dapat menuliskannya ke dalam
pembukuan yang memang masih sangat sederhana.
Kemudian ketika melakukan transaksi jual beli baik
membeli sayuran ataupun kebutuhan pokok lainnya,
maka warga belajar dapat menghitung uang yang
harus dikeluarkan dari proses jual beli tersebut.
Kebiasaan ini diajarkan oleh tutor waktu belajar KF
yang tujuannya untuk melatih kecakapan menulis
dan berhitung warga belajar. Hingga saat ini masih
dilakukan
Hal tersebut didukung ketika peneliti
melakukan tes kepada warga belajar tersebut
dengan memberikan soal pengurangan yang
sederhana kepada warga belajar tersebut. Warga
belajar sudah mampu menjawab soal pengurangan
yang diberikan meskipun masih terdapat beberapa
warga belajar yang melakukan kesahalan dalam
melakukan pengurangan.
i. Melakukan penghitungan operasi dasar perkalian
baik secara lisan maupun tulis yang fungsional
dalam kehidupan sehari-hari
Dari 25 kelompok belajar, hanya terdapat
sebagai kecil warga belajar yang mampu melakukan
operasi perhitungan perkalian. Operasi perhitungan
perkalian merupakan perhitungan yang cukup
sulit menurut para warga belajar. Apabila angka
atau digitnya mencapai puluhan maka sudah
dapat dipastikan warga belajar tidak mampu
menghitungnya. Perkalian yang dapat mereka
hitungpun masih dalam angka puluhan. Ketika
mencapai angka ratusan, maka mereka akan
kesulitan.
Hal tersebut didukung ketika peneliti
melakukan tes kepada warga belajar tersebut dengan
memberikan soal perkalian yang sederhana kepada
warga belajar tersebut. Hanya terdapat beberapa
warga belajar mampu menjawab soal perkalian yang
diberikan. Pada umunya warga belajar kesulitan
dalam menjawab soal yang diberikan oleh peneliti.
Warga belajar berharap supaya mereka dapat lebih
lancar lagi dalam melakukan proses perhitungan
perkalian.
j. Melakukan penghitungan operasi dasar
pembagian baik secara lisan maupun tulis yang
fungsional dalam kehidupan sehari-hari
Hanya sedikit warga belajar yang mampu
melakukan operasi perhitungan pembagian.
Operasi perhitungan pembagian merupakan
perhitungan yang cukup sulit menurut para warga
belajar pada umunya. Apalagi ketika angka atau
digitnya mencapai puluhan bahkan ratusan maka
sudah dapat dipastikan warga belajar tidak mampu
menghitungnya.
Warga belajar yang mampu melakukan
operasi perhitungan perkalian adalah warga belajar
yang memang sudah terbiasa dan sering dengan
aktivitas menghitung. Seperti warga belajar yang
bekerja sebagai pengepul hasil panen. Mereka
akan menghitung jumlah pembelian dan keuntungan
penjualan setiap hari.
Kesulitan warga belajar ketika melakukan
operasi hitung pembagian terbukti ketika peneliti
melakukan tes kepada warga belajar tersebut dengan
memberikan soal pembagian yang sederhana
kepada warga belajar tersebut. Hanya terdapat
beberapa warga belajar mampu menjawab soal
pembagian yang diberikan.
k. Tanggapan aparat terkait terhadap kebijakan
program pendidikan keaksaraan serta upaya
yang dilakukan oleh pemerintah daerah
Bapak Oco berharap ada kegiatan lanjutan
dari kegiatan pembelajaran KF itu. Semoga pihak
jurusan PLS UNJ berkenan melanjutkan sebab
memang kegiatan belajar di masyarakat minim dana
dan sedikitnya pihak yang mau untuk berpartisipasi
dalam pembiayaan. Alokasi dana dari Dinas
Pendidikan Kabupat Bogor setiap tahunnya hanya
mampu menyediakan untuk 50 kelompok belajar
di Kab Bogor. Dana itu belum tentu bisa diperoleh
oleh Sukamakmur. Seperti sejak tahun 2012
Sukamakmur hanya memperoleh alokasi dana 50
juta dan dana itu digunakan untuk pengembangan
PAUD.
Kunjungan ke Kecamatan untuk melakukan
verifikasi atas kegiatan KF di Kecamatan Sukamakmur
kepada Bapak Camat yang membenarkan bahwa
kegiatan KF di Sukamakmur saat kepemimpinan
beliau sejak tahun 2010 sangat sedikit. Hal ini karena
tidak adanya alokasi dana dari Dinas Pendidikan.
Sukamakmur memiliki dana untuk 5 kelompok
belajar sebab adanya kucuran dari kegiatan PKK
Kabupaten Bogor. Sebagai pimpinan beliau merasa
berkurangnya jumlah warga buta aksara sangat
membanggakan sekaligus merupakan wujud
besarnya motivasi warga untu belajar meski usia
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
63
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
mereka tidak lagi muda. Hanya saja kegiatan KF
yang diselenggarakan memang masih taraf dasar.
Kegiatan ini perlu untuk dilanjutkan.
Sukamakmur saat ini sudah tidak lagi bisa
mengandalkan pertanian akibat berkurangnya jumlah
lahan pertanian sebab sudah dijual oleh masyarakat.
Berdirinya beberapa area wisata modern dan di
bangunnya jalan baru yang menghubungkan Jakarta
dengan Puncak sebagai lokasi wisata melalui 5
desa di Kecamatan Sukamakmur yaitu; Pabuaran,
Cibadak, Sirna Jaya, Warga Jaya dan Sukawangi.
Akibatnya ke depan masyarakat hanya akan menjadi
penonton atas pembangunan yang dilaksanakan,
bagaimana kehidupan masyarakat ke depan. Hal
ini tidak bisa dibiarkan harus ada terobosan segera
agar masyarakat desa tidak tersingkir dan menjadi
semakin miskin.Untuk itu perlu diselenggarakan
kegiatan KF Usaha Mandiri (KUM).
Tim peneliti bertemu dengan Bapak Elih Sudia
Permana.Beliau adalah mantan Kasubdit Pendidikan
Masyarakat di Direktorat PAUDNI Kemendikbud.
Pada pertemuan ini sengaja dilakukan untuk
memverifikasi program KF di Indonesia sehubungan
dengan penelitian yang dilakukan oleh tim.Beliau
menyampaikan kegembiraan atas kegiatan penelitian
yang dilakukan oleh tim, karena jarang sekali
kegiatan yang diselenggarakan kemudian dievaluasi
kembali tingkat kelestariannya apalagi untuk
kegiatan keaksaraan. Bapak Elih menyampaikan
bahwa benar kegiatan keaksaraan yang telah
dilakukan di Sukamakmur perlu untuk dilanjutkan
dengan kegiatan keaksaraan usaha mandiri.Sebab
kemampuan calistung warga harus bermanfaat atau
fungsional dengan kegiatan keseharian masyarakat,
diantaranya adalah diiringi dengan kegiatan belajar
usaha.Tujuannya selain mereka tidak menjadi
buta aksara kembali masyarakat juga dengan
pengetahuan yang dimiliki dapat meningkatkan
taraf ekonominya.Apalagi saat ini masyarakat sudah
cenderung tidak dapat mengandalkan pertanian
sebagai sumber ekonomi keluarga.
Aplikasi kemampuan fungsional warga belajar
yang berkaitan dengan keperluan membantu anakanaknya, dibuktikan dengan pengakuan responden
yang mengatakan saat ini mereka sudah bisa
membantu membelajarkan anak-anaknya meski
hanya anak-anak yang belajar di PAUD dan sekolah
dasar kelas 1 dan 2. Karena kemampuan responden
juga baru pada tahap keterampilan dan kemampuan
dasar (literacy as a set on basic skills, abilities or
64
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
competencies). Namun kemampuan ini sangat
berarti bagi kualitas kehidupan rumah tangga warga
sebab dengan memiliki kemampuan keaksaraan
dasar ini mereka dapat ikut berperan dalam hal
pendidikan anak-anak mereka.
Penyelenggaraan program keaksaraan
bagi masyarakat sepenuhnya bergantung kepada
kemampuan Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Universitas Negeri Jakarta dalam mengakses
dana-dana pusat yang dialokasikan untuk kegiatan
keaksaraan fungsional. Peran pemerintah daerah
dalam menyediakan dana-dana block grant untuk
penyelenggaraan KF sangat minim. Menurut
beberapa tutor KF yang aktif dalam kegiatankegiatan yang diselenggarakan di Kecamatan
Sukamakmur sejak berhentinya kegiatan KF yang
diselenggarakan melalui akses PLS UNJ hanya
tersedia dana untuk 2 kelompok belajar setiap
tahunnya. Dana ini tentu sangat tidak memadai
sebab masih banyak warga yang buta aksara,
sedang yang sudah mendapat kesempatan belajar
juga masih berada pada level KF tingkat dasar dan
lanjut, belum ada yang sampai kepada level tingkat
usaha mandiri. Implementasi kemampuan yang
dapat dimanfaatkan berkaitan dengan pekerjaan,
terlihat dari aktivitas warga yang memanfaatkan
kemampuannya untuk mendukung pekerjaan
seperti mencatat jumlah dagangan, karena sebagian
besar pekerjaan warga adalah berjualan, selain
membuka warung mereka yang bertani menjual
hasil tanamannya. Warga yang menjadi pengepul
pisang atau kayu mencatat jumlah pisang atau kayu
yang diperoleh. Warga yang menjadi RT juga dapat
melaksanakan tugasnya seperti seharusnya, yaitu
membuatkan surat pengantar bagi warga yang mau
memperpanjang KTP, membuatkan surat pengantar
untuk membuat surat keterangan jika ada warga
yang lahir, meninggal atau menikah.
Pembahasan
Tergambarkan dengan jelas dampak dari
kegiatan keaksaraan fungsional bagi aktivitas
warga sehari-hari. Urusan-urusan yang
berhubungan dengan pekerjaan menjadi lancar.
Namun kemampuan yang dimiliki masih sangat
sederhana, perlu ditingatkan lagi menjadi tingkat
keaksaraan mandiri sebagai dasar yang penting
untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih
baik (as the necessity foundation for higher quality
of life).
Implementasi kemampuan keaksaraan
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
fungsional yang berkaitan dengan aktifitas sosial
kemasyarakatan, terlihat dari kesadaran masyarakat
untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan ang
diadakan di balai desa seperti penyuluhan kesehatan,
pengumuman pembuatan KTP elekronik, serta
kegiatan lainnya. Dengan demikian implementasi
keaksaraan merupakan refleksi dari kebijakan dan
kenyataan struktural (literacy as a reflection of
political and structural realities) menjadi sangat nyata.
Kemampuan keaksaraan masyarakat Sukamakmur
yang berada pada level HDI paling rendah, dan
Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah
dengan angka buta aksara tertinggi di Indonesia,
tergambarkan sebagai akibat dari rendahnya
kemauan politis para aparat yang menjabat dan
memiliki wewenang untuk mau memperhatikan dan
menaikkan tingkat indeks pembangunan masyarakat
khususnya bagi masyarakat Sukamakmur.
Kegiatan penelitian ini perlu dilanjutkan
ke desa-desa lainnya untuk melihat kondisi
fungsionalisasi hasil belajar kegiatan keaksaraan
fungsional di Desa Pabuaran, Cibadak, Sirnajaya,
Wargajaya dan Sukamulya. Di desa Sukaresmi
dan Sukadamai kegiatan KF perlu untuk dilanjutkan
kembali dengan menyelenggarakan program
keaksaraan usaha mandiri dan menemukan
model kegiatan usaha apa yang sesuai dengan
kondisi yang ada di Sukamakmur. Tujuannya
adalah agar kemampuan keberaksaraan warga
belajar menjadi fungsional tidak hanya sebatas
mempu membaca, menulis dan berhitung tetapi
warga dapat meningkatkan kondisi kehidupannya
menjadi lebih baik khususnya di bidang ekonomi
keluarga. Pemerintah daerah harus memiliki
kepedulian yang tinggi merancang kebijakan yang
berpihak kepada masyarakat bawah sebagai wujud
keikutsertaan membangun indeks pembangunan
manusia seperti yang diamanatkan oleh UNDP
melalui program pendidikan untuk semua. Alokasi
dana untuk penyelenggaraan kegiatan keaksaraan
usaha mandiri harus diperbesar dan diutamakan
agar masyarakat desa tidak bernasib seperti orangorang di kota-kota besar harus pergi dari daerah
kelahirannya.
PENUTUP
Kesimpulan
Analisis fungsionalisasi hasil belajar warga
belajar program KF di Desa Sukaresmi dan
Sukadamai menggambarkan bahwa: Kemampuan
responden juga baru pada tahap keterampilan dan
kemampuan dasar. Terlihat dari kemampuan yang
dimiliki masih sangat sederhana, perlu ditingatkan
lagi menjadi tingkat keaksaraan mandiri sebagai
dasar yang penting untuk meningkatkan kualitas
kehidupan yang lebih baik. Implementasi keaksaraan
di Desa Sukaresmi dan Sukadamai Kecamatan
Sukamakmur merupakan refleksi dari kebijakan
dan kenyataan struktural di birokrasi pemerintah
yang kurang apresiatif terhadap amanat gerakan
pendidikan untuk semua.
Saran
Kegiatan KF perlu untuk dilanjutkan kembali
dengan menyelenggarakan program keaksaraan
usaha mandiri. Agar informasi tentang kondisi
fungsionalisasi hasil belajar KF menjadi lengkap
maka penelitian perlu dilanjutkan untuk melihat
kondisi fungsionalisasi hasil belajar kegiatan
keaksaraan fungsional di Desa Pabuaran, Cibadak,
Sirnajaya, Wargajaya dan Sukamulya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, L. (2008). Dasar-dasar kebijakan publik.
Bandung: Alfabeta
Archer, D.,& Cottingham, S. (1996). Reflect mother
manual. A new approach to adult literacy.
London: actionaid.
Coomb, P.,& Ahmed, M. (1973). New path to
learning. New York: International Council for
Educational Development.
Dimyati & Mudjiono. (2006). Belajar dan pembelajaran.
Jakarta: Rineka Cipta.
Direktorat Pendidikan Masyarakat. (2004). Pedoman
sertifikasi pendidikan keaksaraan. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional.
Hunter, M, J., et al. (1985). Program of studies
in nonformal education. Michigan State
University East Lansing 1985.
Instruksi Presiden RI No. 5 Tahun 2006 tentang
Gerakan nasional tentang percepatan
pemberantasan wajib belajar pendidikan
dasar sembilan tahun dan pemberantasan
buta aksara (GNP-PWB/PBA).
Iskandar. (2009). Metodologi penelitian kualitatif.
Jakarta: Gaung Persada.
Jalal, F.,& Sardjunani, N. (2006). Peningkatan
keaksaraan demi harapan yang lebih baik untuk
Indonesia. Ringkasan laporan pendidikan
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
65
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
untuk semua, keaksaraan bagi kehidupan.
Jakarta: Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan
Pemuda, Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 48 Tahun 2010 tentang
Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan
Nasional Tahun 2010-2014. Jakarta:
Kemendiknas.
Kusnadi. (2003). Keaksaraan fungsional di Indonesia,
konsep, strategi dan implementasi. Jakarta:
Mustika Aksara.
Kusnadi. (2005). Panduan umum pelatihan program
keaksaraan fungsional. Jakarta: Depdiknas,
Dirjen PLS, Dir Penmas.
Moleong, L. (2000). Metodologi penelitian kualitatif.
Bandung: Rosda Karya.
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. (2012).
Laporan Kinerja Kecamatan Sukamakmur
Tahun 2012. Bogor
Nawawi, I. (2009). Public policy (analisis, strategi,
advokasi teori dan praktek). Surabaya: PMN.
66
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Offset YPAPI.
Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri
pendidikan Nasional Nomor 17: / Men.PP /Dep.
II /VII/2005. Nomor 28a Tahun 2005. Nomor : 1/
PB/2005, tentang percepatan pemberantasan
buta aksara perempuan. Jakarta.
Suharno. (2008). Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan
Publik. Yogyakarta: UNY Press.
Sugiyono. (2006). Metode penelitian kuantitatif,
kualitatif dan R & D. Bandung Alfabeta.
Suratinah, T. (2001). Penelitian hasil belajar mengajar.
Surabaya: Usaha Nasional.
Djamarah, S. B., & Azwar Zain. (1996). Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Tangkilisan, H. N. (2003). Implementasi Kebijakan
Publik. Yogyakarta: Lukman
United Nation Development Program. (2013).
Summary Human Development Report. The
Rise of the South: Human Progress in a
Diverse World. New York-USA: United Nation
Development Program.
PETUNJUK PENULISAN
1.Persyaratan Naskah
Naskah yang dikirimkan kepada editor dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang merupakan
gagasan/karya tulis asli, belum pernah diterbitkan, tidak sedang dipertimbangkan untuk dimuat di
media, jurnal, atau majalah lain baik nasional maupun internasional, dan belum pernah dikirim ke media
cetak lain. Penulis menjamin bahwa naskah yang diajukan tidak mengandung unsur plagiarisme atau
pelanggaran etika akademik lainnya. Setiap pelanggaran sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
2. Ragam Naskah
Naskah dapat berupa hasil hasil penelitian, kajian kepustakaan/literatur, kajian empiris, studi kasus,
evaluasi, kajian kebijakan, isu-isu mutakhir pendidikan, atau resensi buku. Naskah dapat berupa
pengembangan dari skripsi, tesis, disertasi, atau penelitian lain.
3. Stuktur Naskah
a.Judul: Menggambarkan isi naskah yang disajikan secara singkat dan padat, tidak terlalu spesifik/
sempit, tetapi juga tidak terlalu umum, dengan panjang paling banyak 14 kata.
b. Identitas Penulis: Nama penulis ditulis secara lengkap, tanpa gelar, alamat e-mail, serta nama dan
institusi/ lembaga. Apabila penulis naskah lebih dari satu orang, alamat email yang dicantumkan
adalah alamat penulis utama yang disebutkan pada urutan terdepan nama penulis.
c.Abstrak: bersifat informatif berisi latar belakang, masalah, tujuan, metode, tempat dan waktu penelitian,
hasil dan saran. Abstrak ditulis secara singkat tanpa memuat rumus/ perhitungan statistik, dengan
panjang antara 150-250 kata dan disusun dalam satu paragraf, serta dilengkapi dengan paling sedikit
tiga kata kunci yang merupakan konsep penting dalam naskah. Judul dan abstrak ditulis dalam versi
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
d.Pendahuluan: berisi latar belakang dan rumusan masalah, manfaat penelitian, serta kajian pustaka/
teori tanpa menggunakan subjudul. Isi pendahuluan tidak melebihi 20% dari keseluruhan tulisan.
e. Metode Penelitian: berisi jenis, tempat dan waktu, serta prosedur penelitian (sumber data, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data).
f. Hasil dan Pembahasan: mencakup hasil/ data kualitatif dan/atau kuantitatif yang diikuti dengan
pembahasan serta implikasi.
g.Penutup: terdiri atas (a) kesimpulan temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan
penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan, dan (b) saran. Kesimpulan dan saran disajikan
dalam bentuk paragraf.
i. Perujukan dan Pengutipan: menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir, tahun). Contoh:
(Sitepu, 2014)
h. Daftar Pustaka: hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk, dan semua sumber yang dirujuk harus
tercantum dalam daftar rujukan. Sumber rujukan minimal 80% berupa pustaka terbitan 10 tahun
terakhir. Jumlah pustaka yang diacu untuk hasil penelitian paling sedikit 10 pustaka dan untuk hasil
kajian paling sedikit 25 pustaka. Contoh penulisan daftar pustaka disusun dengan tata cara seperti
contoh berikut ini, diurutkan secara alfabetis dan kronologis:
Buku:
Januszewski, A.,& Molenda, M. (2008). Educational technology: A definition with commentary. New
York: Routledge.
Newby, T. J., et.al. (2010). Educational technology for teaching and learning (4th ed). London: Pearson
Buku elektronik:
Niemann, S., Greenstein, D., & David, D. (2004). Helping children who are deaf: Family and
community support for children who do not hear well. Diakses dari http://www.hesperian.org/
publications_download_deaf.php
Buku kumpulan artikel:
Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). (2002). Menulis artikel untuk jurnal ilmiah (edisi ke-4, cetakan
ke-1). Malang: UM Press.
Artikel dalam buku kumpulan artikel:
Russel, T. (1998). An alternative conception: representing representation. Dalam P.J. Black & A. Lucas
(Eds.), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge.
Artikel dalam jurnal atau majalah:
Sadid, A. (2014). Model desa terpadu PAUDNI mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat.
Jurnal VISI PPTK-PAUDNI, 9 (1), 56-67.
Artikel dalam koran elektronik:
Maruli, A. (November, 2013). Pemerintah alokasikan Rp 2,40 triliun untuk paud nonformal dan
informal. Antaranews.com. Diakses dari http://www.antaranews.com/berita/405210/pemerintahalokasikan-rp-240-triliun-untuk-paud-nonformal-dan-informal pada tanggal 10 Desember 2013.
Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang):
Wanita kelas bawah lebih mandiri. (2010, 22 April). Kompas, p. 3
Dokumen resmi:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1978). Pedoman penulisan laporan penelitian.
Jakarta: Depdikbud.
Undang-undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (2003). Jakarta: PT Armas Duta Jaya.
Buku terjemahan:
Zainu, M. (2010). Solusi pendidikan anak masa kini. (Syarif Hade, penterjemah). Jakarta: Mustaqiim
Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:
Septiani, M. (2015). Pengalaman pusat kegiatan belajar masyarakat dalam memfasilitasi masyarakat
Jakarta Utara belajar sepanjang hayat: Sebuah studi fenomenologi di Jakarta Utara. Tesis tidak
diterbitkan. Jakarta: PPS UNJ.
Internet (artikel dalam jurnal online):
Johns, E., & Mewhort, D. (2009). Test sequence priming in recognition memory. Journal of Experimental
Psychology: Learning, Memory and Cognition, 35, 1162-1174. doi: 10.1037/a0016372
4. Fisik Naskah
Naskah diketik dengan format A4, menggunakan jenis huruf Arial ukuran 10 point dengan spasi 1,5.
Panjang naskah berkisar antara 4000-10.000 kata yang diserahkan kepada editor dalam bentuk soft
copy (CD) dan hard copy/ print out. Tabel diberi nomor secara berurut dan diberikan judul secara singkat,
diletakan di atas tabel dan diketik menggunakan huruf kapital pada setiap awal kata. Gambar, termasuk
grafik, bagan, diagram, peta, foto, atau sketsa diberikan nomor secara berurut dengan penjelasan dan
diletakan di bawah gambar. Berikut ini adalah contoh penulisan tabel dan gambar.
Tabel 1. Persentase Mahasiswa Yang Memiliki
Peralatan TIK
No
Peralatan TIK
Persen (%)
1
Komputer pribadi (PC)
11.8
2
Laptop
32.2
3
Tablet
7.5
4
iPod touch
1.5
5
Telepon
10.3
6
Handphone
36.7
Gambar 1. Persentase mahasiswa yang memiliki
peralatan TIK
5. Penyerahan Naskah.
Naskah dalam bentuk hard copy dan compact disk (CD) dikirim ke Redaksi Jurnal VISI PPTK PAUDNI
UNJ, Kampus A UNJ Gd. Daksinapati, Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur, 13220. Soft copy naskah
dapat dikirim ke E-mail: [email protected]. Editor hanya menerima dan mempertimbangkan
naskah yang memenuhi syarat seperti yang tertera di atas. Penulis tidak dikenakan biaya submisi dan
Redaksi tidak berkewajiban untuk mengembalikan kepada penulis naskah yang tidak dimuat.
6. Telaahan Naskah
Naskah yang dinyatakan lolos dari seleksi pendahuluan dikirimkan kepada satu atau dua orang blind
reviewer (penelaah tidak tahu nama penulis dan sebaliknya) untuk ditelaah kemungkinan penerbitannya.
Penulis berkewajiban memperbaiki (bila perlu) naskah sesuai dengan saran penelaah sebagai syarat
untuk penerbitan sebuah artikel.
Download