BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan ringkasan mengenai pencatatan transaksi- transaksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang dibuat oleh manajemen perusahaan. Laporan digunakan oleh pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan seperti investor dan kreditor untuk mengetahui bagaimana kondisi perusahaan yang sebenarnya. Oleh karena itu laporan keuangan menjadi perhatian utama bagi pihak yang menggunakannya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan juga menjadi media bagi perusahaan untuk menyampaikan informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban pihak manajemen terhadap pemenuhan kebutuhan pihak-pihak eksternal yaitu diperolehnya informasi kinerja manajemen dalam laporan keuangan adalah informasi laba yang terkandung dalam laporan Laba/Rugi (Boedino, 2005). Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi dalam perusahaan dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan dengan pemilik perusahaan (pemegang saham). Oleh karena itu, manajer memiliki kewajiban untuk memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Informasi mengenai kondisi perusahaan dapat disampaikan melalui pengungkapan informasi akuntansi dalam sebuah laporan keuangan. Kondisi dimana manajer memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak yang lain, termasuk pemilik perusahaan disebut 1 2 asimetri informasi. Adanya asimetri informasi memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan tindakan yang dapat mendatangkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Pemilik perusahaan juga kesulitan untuk mengawasi tindakantindakan manajemen karena adanya asimetri informasi tersebut. Salah satu informasi yang menarik dalam sebuah laporan keuangan adalah laba perusahaan. Jumlah laba yang diperoleh perusahaan dapat dijadikan tolak ukur bagi beberapa pihak. Bagi investor atau pemegang saham, jumlah laba yang diperoleh perusahaan menjadi ukuran jumlah dividen yang akan mereka terima. Laba perusahaan juga dapat digunakan untuk menilai prospek perusahaan di masa depan, yang dapat mempengaruhi keputusan investor terhadap investasi di perusahaan tersebut serta keputusan kreditor untuk memberikan pinjaman terhadap perusahaan atau tidak. Sedangkan bagi pihak manajemen perusahaan, laba perusahaan dapat dijadikan alat untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan selama satu periode, yang juga dapat mempengaruhi bonus yang akan mereka terima. Sehubungan dengan hal terebut, tidak jarang manajemen perusahaan selaku pihak yang menyusun laporan keuangan melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan dengan data yang ia miliki untuk memperoleh keuntungan pribadi yang lebih dikenal dengan istilah manajemen laba. Manajemen laba menurut Schipper (1989) adalah suatu kondisi saat manajemen melakukan intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal sehingga dapat meratakan, menaikkan, dan menurunkan laba. Adanya manajemen laba dapat menurunkan kredibilitas suatu laporan keuangan. 3 Manajemen laba merupakan fenomena yang terjadi baik di negara berkembang, maupun negara maju. Pada mulanya, manajer menggunakan metode akrual dalam melakukan manipulasi, yakni manipulasi estimasi dan metode akuntansi dalam pelaporan keuangan, akan tetapi, metode tersebut mudah dideteksi baik oleh KAP maupun regulator seperti Direktorat Jendral Pajak dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satu kasus manajemen laba dengan metode akrual yang pernah terjadi adalah kasus worldcom. Worldcom adalah perusahaan telekomunikasi terkemuka di Amerika Serikat yang telah terbukti melakukan manipulasi line-cost atas expenditure to revenue (E/R) sebagai bagian dari pemasukan perusahaan (Kuhn dan Sutton, 2006). Manajemen worldcom melakukan tindakan tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan pendapatan, pengurangan biaya, dan peningkatan laba perusahaan secara keseluruhan. Praktik tersebut tercatat sebagai kasus manipulasi terbesar sepanjang sejarah Amerika Serikat yaitu senilai 11 miliar dollar AS. Praktik manajemen laba juga terjadi di Indonesia, salah satu contoh kasus terjadi pada PT. Kimia Farma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) pada tahun 2002, diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk., berupa kesalahan overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar, dimana dampak kesalahan tersebut 4 mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berkahir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar (Davidparsaoran, 2013). Manipulasi laba yang berkembang saat ini mengarah pada aktivitas operasional riil atau yang lebih dikenal dengan manajemen laba riil (real earning management). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Roychowdhury (2006) real earning management dilakukan melalui tiga aktivitas operasional yaitu manipulasi penjualan, pengurangan biaya diskresioner, dan produksi yang berlebihan. Praktik real earning management (REM) dapat berupa diskon harga diakhir tahun sebagai upaya dalam meningkatkan penjualan tahun depan yang dibebankan pada tahun sekarang dan menjual asset tetap untuk memberikan dampak pada others income, semua usaha tersebut merupakan cara untuk meningkatkan laba sekarang (Gunny, 2005). Banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan baik perusahaan swasta maupun perusahaan BUMN menyebabkan diperlukannya penerapan sistem dan paradigma baru dalam pengelolaan bisnis yang dikenal dengan istilah corporate governance. Corporate governance diperlukan untuk menyiapkan sistem dan struktur yang kuat bagi perusahaan sektor publik maupun sektor swasta. Cornett, Marcus, Saunders, dan Tehranian (2006) menguji pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba dengan menggunakan empat variabel yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan ukuran dewan komisaris. Black, Jang, dan Kim (2006) menguji apakah corporate governance mempengaruhi nilai perusahaan. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa 5 corporate governance merupakan faktor penting dalam menjelaskan nilai pasar perusahaan publik di Korea. Sedangkan Chtourou, Bédard, dan Courteau (2001) menguji apakah praktik corporate governance mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas informasi keuangan yang dipublikasikan perusahaan, dengan hasil yang menunjukkan bahwa penerapan prinsip corporate governance akan menjadi constrain manipulasi yang dilakukan oleh manajemen. Penelitian mengenai corporate governance juga telah banyak dilakukan di Indonesia. Midiastuty dan Machfoedz (2003) menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan proporsi board of director terhadap manajemen laba. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut mempengaruhi manajemen laba secara signifikan. Nasution dan Setiawan (2007) menguji hubungan mekanisme corporate governance: komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keberadaan komite audit terhadap praktik manajemen laba. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI selama tahun 200-2004. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa komposisi dewan komisaris independen dan keberadaan komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mekanisme corporate governance telah efektif mengurangi praktik manajemen laba pada perusahaan perbankan. Selain mekanisme corporate governance, auditor juga memiliki peranan penting dalam mengurangi praktik manajemen laba karena auditor memiliki peran dalam menjaga keandalan laporan keuangan. Kecakapan auditor dalam menjaga keandalan laporan keuangan tidak lepas dari kualitas audit yang di lakukan untuk 6 menemukan penyimpangan dalam laporan keuangan. Ekspektasi dan efektivitas audit dan kemampuan auditor untuk membatasi manajemen laba bervariasi sesuai dengan kualitas auditor (Becker, Defond, Jiambalvo, dan Subramanyam, 1998). Menurut Hamdan, Kukreja, Awwad, dan Dergham (2012) kualitas audit sendiri dapat diukur dengan beberapa hal, seperti ukuran Kantor akuntan publik (KAP), afiliasi dengan KAP internasional, periode hubungan dengan klien, upah audit, dan auditor spesialis industri. Siregar dan Utama (2005) menyebutkan bahwa pada KAP yang lebih besar diasumsikan audit yang dilaksanakan lebih berkualitas dibandingkan dengan KAP yang lebih kecil karena adanya kecenderungan untuk lebih berhati-hati dalam melaksanakan audit, termasuk menjalankan prosedur-prosedur audit yang baku. Zgarni, Hlioui, dan Zehri (2012) melakukan penelitian mengenai kualitas audit dan manajemen laba pada perusahaan-perusahaan di Tunisia. Dalam penelitian tersebut ukuran auditor, auditor spesialisasi industri, dan auditor tenure digunakan sebagai proksi dari kualitas audit. Masing-masing proksi diuji pengaruhnya terhadap manajemen laba akrual dan manajemen laba riil. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa auditor spesialisasi industri berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual dan manajemen laba riil; ukuran auditor berpengaruh secara signifikan terhadap pengurangan manajemen laba akrual, dan berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba riil; Sedangkan auditor tenure tidak berpengaruh baik terhadap manajemen laba akrual maupun manajemen laba riil. 7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas serta penelitian-penelitian terdahulu, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil? 2. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil? 3. Apakah proporsi anggota komite audit independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil? 4. Apakah financial expertise komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil? 5. Apakah ukuran KAP berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis melalui penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk memperoleh bukti empiris proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil pada perusahaan non keuangan go public 2014. 2. Untuk memperoleh bukti empiris ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil pada perusahaan non keuangan go public 2014. 8 3. Untuk memperoleh bukti empiris proporsi anggota komite audit independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil pada perusahaan non keuangan go public 2014. 4. Untuk memperoleh bukti empiris financial expertise komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil pada perusahaan non keuangan go public 2014. 5. Untuk memperoleh bukti empiris ukuran KAP berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil pada perusahaan non keuangan go public 2014. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, seperti: 1. Bagi investor dan kreditor, Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam melakukan pengambilan keputusan investasi. 2. Bagi para pemakai laporan keuangan dan penyelenggara perusahaan, Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemahaman mengenai corporate governance dan manajemen laba serta memberikan penilaian agar lebih selektif dalam memilih auditor eksternal untuk menekan adanya praktik manajemen laba dalam perusahaan. 3. Bagi Akademisi, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai manajemen laba pada laporan keuangan yang ditinjau penyebabnya dari 9 kualitas auditor eksternal. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian-penelitian selanjutnya.