BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu mengenai corporate governance sebenarnya telah hangat dibicarakan sejak terjadinya berbagai skandal yang mengindikasikan lemahnya penerapan corporate governance di perusahaan-perusahaan publik di Inggris pada tahun 1950an, seperti manipulasi dana pensiun Maxwell, skandal Rolls Royce dan lain-lainnya. Skandal-skandal tersebut diteruskan dengan pengambilalihan usaha (takeover) dan insider trading yang terjadi di tahun 1970an dan selanjutnya menimbulkan resesi di tahun 1980an (Davies:1999). Berkaitan dengan berbagai skandal bisnis tersebut, dibentuklah The Cadbury Committee pada bulan Mei 1991 yang bertugas untuk membuat Code of Best Practice yang berkaitan dengan pelaporan keuangan dan akuntabilitas. Komite-komite corporate governance selanjutnya yang dibentuk di Negara Inggris adalah The Greenbury Committee, yang lebih menekankan pada remunerasi direksi, dan Hampel Committee, yang menekankan pada proteksi investor (Davies: 1999). Di negara Asia topik mengenai corporate governance mulai mengemuka sejak terjadinnya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 yang melanda sebagian besar wilayah dunia termasuk Indonesia dan negara-negara Asia Timur 1 2 lainnya. Menurut Harahap (2003), krisis Asia sebenarnya berkaitan dengan masalah fundamental didalam struktur ekonomi masing-masing negara. Selain dipicu oleh aspek luar, terjadinya krisis juga disebabkan lemahnya aspek internal seperti: kurangnya pengawasan kelembagaan, praktek perbankan yang bersifat tradisional, keputusan investasi yang kurang tepat. Pendapat lain menyatakan bahwa terjadinya krisis ekonomi juga disebabkan karena lemahnya penerapan prinsip corporate governance oleh manajemen dalam praktek bisnis (Daniri.2004; Tjager. Alijoyo. Djemat. Soembodo: 2003). Sejak terjadinya krisis keuangan yang melanda Asia pertengahan tahun 1997 Indonesia merupakan negara yang mengalami krisis paling parah dan paling lama dalam proses pemulihannya. Kurs rupiah terhadap dollar jatuh sampai Rp.16.000, pertumbuhan ekonomi negatif di tahun 1998, kredit macet mengalami peningkatan mencapai 70% kredit sektor perbankan dalam negeri, suku bunga simpanan meningkat 65% pertahun, sektor riil berhenti beroperasi dan pengangguran terbuka meningkat drastis. Penyebab utama krisis ekonomi dinegara kita adalah lemahnya penegakkan hukum dan belum membudayanya penerapan good corporate governance. Hal ini tercermin dari peringkat Indonesia sebagai negara terkorup di dunia dan rendahnya angka Good Corporate Governance Index yang dikeluarkan oleh World Bank (Fajar:2003). Menurut hasil riset Booz-Allen & Hamilton seperti yang dikutip oleh Irwan (2000), menunjukkan bahwa Indonesia pada tahun 1999 menduduki posisi paling parah dalam hal indeks corporate governance, indeks korupsi dan indeks peradilan dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara 3 lainnya. Besarnya indeks corporate governance Indonesia hanya sebesar 2,88 dibawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72), Thailand (4,89), dan Filipina (3,47). Indeks ini menunjukkan bahwa semakin rendah angka indeks maka tingkat corporate governance semakin rendah dan sebaliknya. Studi ADB tahun 1999 (Asian Developmet Bank) membuktikan bahwa penyebab utama terjadinya krisis tersebut adalah poor governance dan mal-governance yang terjadi diberbagai perusahaan di Asia Tenggara. Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya untuk mendorong penerapan corporate governance, antara lain pada tahun 1999 dibentuk Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang telah mengeluarkan pedoman Good Corporate Governance. Pada tahun 2004 KNKCG diubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Tahun 2000 Bapepam-LK dengan pihak terkait, juga terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan yang bertujuan mendorong penerapan prinsip-prinsip good corporate governance kepada semua pelaku pasar di Pasar Modal Indonesia. Tahun 2001 Indonesia Institue of Corporate Gobvernance (IICG) sebuah lembaga swasta bahkan telah melakukan penelitian tentang proses penerapan good corporate governance di perusahaan publik, hasil risetnya berupa pemeringkatan 10 besar perusahaan yang telah menerapkan good corporate governance (Hidayah:2008). Selain itu menurut Tjager et al., (2003) menyatakan bahwa sentralisasi isu mengenai corporate governance juga dilatar belakangi beberapa permasalahan diantaranya adanya tuntutan akan transparansi dan independensi. Tuntutan akan 4 transparansi dan independensi ini terlihat dari adanya tuntutan agar perusahaan memiliki lebih banyak komisaris independen yang mengawasi tindakan-tindakan para eksekutif. Hal ini didukung dengan hasil survey Pricewaterhouse Coopers pada tahun 1999 menunjukkan diantara beberapa negara Asia-Australia, Indonesia memiliki tingkat terendah dalam hal pengungkapan (disclosure) dan keterbukaan (transparancy). Good corporate governance memiliki pengaruh pada tingkat pengungkapan (Haniffah dan Cooke:2002) serta ketepatan waktu pelaporan, dan merupakan kewajiban Board of Directors untuk mengungkapkan informasi dalam laporan tahunan (Gibs et al:1990). Kuantitas informasi dan pengungkapan secara sukarela mengenai informasi yang terdapat dalam laporan tahunan dan ketepatan waktu pelaporan, dipengaruhi oleh Board of Directors (BOD). Berdasarkan teori keagenan (agency theory) ketika Board of Directors independen, bertanggung jawab dan transparan kepada shareholders atau stakeholders, mereka akan mengungkapan informasi yang relevan yang diperlukan oleh para pemakai laporan perusahaan (Che Haat, Rahman, Mahentiran: 2008). Tingginya tingkat transparansi kemungkinan memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja perusahaan, hal ini didukung oleh dasar pemikiran dengan melakukan perbaikan pada tingkat pengungkapan dan juga ketepatan waktu pelaporan dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan perusahaan dan mengurangi asimetri informasi seperti yang dikatakan oleh Lang dan Lundholm (2000). 5 Menurut hasil penelitian Loh (2002) dengan meningkatnya pengungkapan sukarela dan ketepatan waktu pelaporan (transparansi meningkat) perusahaan dapat memperoleh lebih banyak manfaat, diantaranya pengelolaan perusahaan menjadi lebih baik, kredibilitas manajemen meningkat, lebih banyak investor jangka panjang yang tertarik untuk menanamkan modalnya, perbaikan akses untuk modal dan pengurangan biaya modal perusahaan, dan realisasi nilai perusahaan yang sebenarnya. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan perusahaan yang memiliki tingkat penggungkapan yang tinggi dan ketepatan waktu pelaporan akan mencapai kinerja pasar yang lebih baik (Che Haat, Rahman, Mahentiran:2008). Dalam memeriksa transparansi suatu perusahaan, diperlukan kinerja dari komite audit. Kewajiban perusahaan publik di Indonesia membentuk komite audit dicantumkan dalam The Indonesian Code of Good Corporate Governance yang disusun oleh Komite Nasional tentang Good Corporate Governance. Komite audit dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Board of Directors. Biasanya komite audit diangkat untuk jangka waktu tiga tahun dan dapat diperpanjang pada akhir masa jabatan. Regulator pasar modal di banyak negara juga mewajibkan perusahaan publik mencantumkan dalam bab tentang corporate governance laporan tahunan mereka hal– hal yang bersangkutan dengan komite audit, termasuk nama dan kualifikasi anggota komite audit mereka, tanggung jawab dan tugas komite, dan jumlah pertemuan yang telah diselenggarakan komite tersebut selama tahun yang bersangkutan. Kanagaretnam, et.al (2007) dalam penelitiannya menyatakan komite audit dapat berperan sebagai salah satu mekanisme good corporate governance dalam 6 membatasi praktek asimetri informasi dan mempengaruhi transparansi perusahaan. Penelitian dilakukan oleh Kanagaretnam, et.al (2007) mengambil sampel penelitian perusahaan yang sahamnya terdaftar di NYSE (New York Stock Exchange) atau AMEX. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui, apakah terdapat hubungan antara mekanisme good corporate governance, yang direpresentasikan oleh dewan komisaris independen, komite audit, dan kualitas audit, terhadap transparansi dan kinerja perusahaan. Maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul: “Hubungan Corporate Governance, Transparansi dan Kinerja Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008” 1.2. Rumusan Masalah Krisis yang terjadi di sebagian besar negara Asia termasuk Indonesia, selain dipicu oleh aspek luar juga disebabkan lemahnya aspek internal seperti: kurangnya pengawasan kelembagaan, praktek perbankan yang bersifat tradisional, keputusan investasi yang kurang tepat. Pendapat lain menyatakan bahwa terjadinya krisis ekonomi juga disebabkan karena lemahnya penerapan prinsip corporate governance oleh manajemen dalam praktek bisnis. Selain itu menurut Tjager et al., (2003) menyatakan bahwa sentralisasi isu mengenai corporate governance juga dilatar belakangi beberapa permasalahan diantaranya adanya tuntutan akan transparansi dan independensi. 7 Good corporate governance merupakan suatu sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham serta mengakomodasikan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan seperti, kreditur, supplier, asosiasi bisnis, konsumen, karyawan, pemerintah dan masyarakat luas. Dengan menerapkan good corporate governance di dalam menjalankan perusahaan diharapkan dapat membuat performance perusahaan menjadi lebih baik dan juga lebih transparan dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasar hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Caylor (2004), dan Arcay dan Va´zquez (2005). Jensen dan Meckling (1976) mengatakan pengauditan merupakan suatu proses pengawasan dan meningkatkan keselarasan informasi yang wujud antara manajemen dan pemegang saham. Pengauditan diharapkan dapat mengurangkan kesalahan penggunaan sistem akuntansi. Hal ini bermakna auditor mempunyai peranan penting dalam pengesahan laporan keuangan. Oleh karena itu kualitas audit merupakan masalah utama yang harus mendapat perhatian khusus dalam proses pengauditan. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa auditor menawarkan berbagai tingkat kualitas audit untuk merespon adanya variasi permintaan klien terhadap kualitas audit. Penelitian-penelitian sebelumnya membedakan kualitas auditor berdasarkan perbedaan Big 4 dan Non Big 4 dan ada juga yang menggunakan spesialisasi industri auditor untuk memberi nilai bagi kualitas audit ini seperti penelitian Mayangsari (2003), maka perumusan masalah yang akan dikemukakan adalah sebagai berikut: 8 1. Apakah terdapat keterkaitan antara dewan komisaris independen dengan nilai perusahaan? 2. Apakah terdapat keterkaitan antara komite audit dengan nilai perusahaan? 3. Apakah terdapat keterkaitan antara kualitas audit dengan nilai perusahaan? 4. Apakah terdapat keterkaitan antara dewan komisaris independen dengan transparansi? 5. Apakah terdapat keterkaitan antara komite audit dengan transparansi? 6. Apakah terdapat keterkaitan antara kualitas audit dengan transparansi? 7. Apakah terdapat keterkaitan antara transparansi dengan nilai perusahaan? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan antara mekanisme corporate governance, yang direpresentasikan oleh dewan komisaris independen, komite audit, dan kualitas audit terhadap transparansi dan kinerja perusahaan yang terdapat pada Indeks Kompas 100 periode Agustus 2008-Januari 2009. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap beberapa pihak, antara lain: 9 1. Manfaat bagi manajemen perusahaan Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat kepada perusahaan, khususnya mengenai penerapan good corporate governance terhadap nilai perusahaan dan transparansi. 2. Manfaat bagi investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam pengambilan keputusan kebijakan investasi saham yang akan dilakukan pada suatu perusahaan. 3. Manfaat bagidunia peneliian dan akademis Dapat menambah literatur mengenai hubungan corporate governance, transparasnsi dan kinerja perusahaan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memacu penelitian sejenis yang lebih baik pada masa yang akan datang. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Karena terdapat beberapa masalah dalam good corporate governance, maka penulis akan membatasi permasalahan yang ada untuk dilakukan penelitian, diantaranya: 1. Mekanisme good corporate governance yang digunakan hanya dewan komisaris independen, komite audit, dan kualitas audit. 2. Perusahaann yang dijadikan sample hanya perusahaan non keuangan dan terdapat pada Indeks Kompas 100 periode bulan Agustus 2008 – Januari 2009. 10 3. Data mengenai corporate governance dan tranparansi didapatkan hanya dari pengungkapan pada laporan tahunan perusahaan sample.