Jagung Srikandi Menyelamatkan Masyarakat NTT dari Ancaman Gizi Buruk (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI Edisi 17-23 Mei 2006) Kandungan protein jagung Srikandi khususnya Lysin dan Triptophan, 2-3 kali lebih tinggi dari jagung normal. Dengan kandungan protein yang tinggi itu, jagung Srikandi mampu memperbaiki kondisi gizi buruk masyarakat NTT secara murah. Dengan kondisi agroekologi lahan kering, masyarakat NTT mempertahankan hidupnya dengan mengkonsumsi jagung sebagai makanan pokok utama. Tetapi kalau masyarakat NTT hanya mengkonsumsi jagung saja tanpa mengkombinasikan dengan bahan makanan berprotein tinggi (seperti kacang-kacangan, daging dan ikan) umumnya selalu mengalami gizi buruk. Kondisi gizi buruk yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia termasuk di NTT yang sering dimuat dalam media masa beberapa bulan terakhir ini, diduga juga disebabkan oleh keterbatasan bahan makanan karena kekeringan yang panjang, di samping juga disebabkan oleh karena masyarakat hanya mengkonsumsi jagung tanpa dikombinasikan dengan bahan makanan berprotein tinggi. Bahan pangan yang umum diusahakan petani dan sangat berpeluang ditingkatkan produksinya di lahan kering -dengan 7-9 bulan kering dan 3-4 bulan basah seperti di NTT, adalah jagung dan kacang-kacangan. Berdasarkan data statistik pertanian yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi NTT, luas tanam jagung di NTT pada musim tanam 2004/2005 seluas 12.000 ha namun luas panen 6.000 ha. (Ini berarti terjadi 50% gagal) panen dan sangat besar pengaruhnya bagi ketersediaan pangan. Oleh karena itu, strategi pengembangan tanaman jagung yang toleran kondisi kering dan berprotein tinggi sangat membantu masyarakat di NTT untuk meningkatkan ketersediaan pangan sekaligus memenuhi kebutuhan akan protein. Menurut F Kasim (salah satu Pemulia Jagung Pusat Penelitian Tanaman Pangan) dalam tulisannya "Manfaat Jagung Berkualitas Protein Tinggi", jagung normal termasuk jagung lokal yang umum diusahakan petani di NTT, memiliki kandungan protein rendah. Lebih lanjut Kasim menjelaskan bahwa jagung varietas Srikandi memiliki kandungan asam amino Lysin (0,48%) dua kali lebih tinggi dari yang dikandung jagung normal (0,21 %) clan kandungan Thryptophan (0,09%) dua kali lebih tinggi dari yang dikandung jagung normal (0,06%). Asam amino Lysin dan Thryptophan adalah dua jenis dari 9 jenis jenis asam amino esensial yang sangat dibutuhkan tubuh manusia. Kesembilan asam amino itu adalah Lysin, Isoleucine, Leucine, Methionine, Cistine, Thyrosine, Thereonine, Thryptophan, Valine dan Hystidine. Dari kesepuluh asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh manusia, Lysin dan Thryptophan adalah dua jenis asam amino yang tidak dapat digantikan peranannya oleh asam amino lainnya. Umumnya kebutuhan Lysin can Tryptophan dipenuhi masyarakat NTT dari protein daging dan kacang-kacangan, namun oleh karena kekeringan yang panjang sehingga untuk memenuhi kebutuhan karbohidratnya (beras dan jagung), para petani menjual kacang-kacangan dan ternak untuk mendapatkan uang kontan. Jagung Srikandi Jagung Srikandi sebagai sumber karbohidrat dengan kandungan protein tinggi (khususnya Lysin dan Triptophan) dapat menggantikan jagung lokal sebagai bahan makanan yang mampu mempersiapkan bahan pangan sekaligus memperbaiki gizi masyarakat NTT agar terpenuhi kebutuhan dasar protein setiap harinya. Hasil uji multi lokasi jagung srikandi di beberapa daerah sentra produksi jagung di NTT oleh BPTP NTT, menunjukkan tingkat kesesuaian yang tinggi dari jagung Srikandi terhadap kondisi agroekologi lahan kering di NTT. Daya hasil jagung Srikandi pada lahan kering Maumere- NTT cukup tinggi (3,34 t/ha pipilan kering) masih lebih tinggi dari ratarata hasil jagung yang dilaporkan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura NTT pada musim tanam 2004 sebesar 2,3 t/ha). Sehingga apabila jagung Srikandi telah dibudidayakan para petani di NTT dan menghasilkan jagung dalam jumlah yang lebih banyak serta berprotein tinggi dapat menghindarkan masyarakat NTT dari ancaman gizi buruk. Jika dibandingkan dengan lysin yang dikemas dalam multivitamin yang dijual di apotikapotik, dengan mengkonsumsi jagung Srikandi 0,5 kg/hari per kapita berarti tiap orang sudah mengkonsumsi lysin sebanyak 2400 mg/ hari (0,48% x 0,5 kg). Hal ini berarti bahwa bagi petani yang mempunyai daya beli rendah akan multivitamin yang dijual di apotik. Sehingga mengkonsumsi jagung Srikandi merupakan cara yang relatif murah untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat NTT. Ir. Evert Hosang, MSi-Peneliti Pertanian pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT