BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan sistem penginderaan jauh satelit telah menghasilkan
citra digital yang tidak pernah dibayangkan oleh praktisi pada 1980-an, yaitu
citra multispektral dengan kualitas detail yang mendekati atau bahkan
menyamai foto udara (Projo, 2012). Dewasa ini citra multispektral dengan
resolusi spasial tinggi sudah semakin banyak beredar dipenjuru dunia, dimana
kenampakan objek pada citra resolusi spasial tinggi begitu jelas terlihat
bahkan hingga ukuran objek 0,5 meter dipermukaan bumi. Salah satu citra
multispektral yang memiliki resolusi spasial tinggi yaitu citra WorldView-2,
citra WorldView-2 memiliki resolusi spasial 0,46 meter – 0,5 meter untuk
pankromatik serta 1,84 meter untuk multispektral.
Kehadiran citra resolusi spasial tinggi telah menantang para analisis
citra untuk mengembangkan metode ekstraksi informasi tematik yang berbeda
dengan klasifikasi multispektral yang biasa diterapkan pada citra resolusi
spasial menengah dan citra resolusi spasial rendah. Metode ini dikenal dengan
nama klasifikasi berbasis objek (Object Based Classification). Klasifikasi
berbasis objek mampu mendefinisikan kelas-kelas objek berdasarkan aspek
spektral dan aspek spasial sekaligus. Metode ini dipandang mampu mengatasi
kelemahan metode klasifikasi yang selama ini terlalu bersifat per-piksel atau
beroperasi pada level piksel secara individual. Disisi lain disadari bahwa objek
geografis saat dibedakan satu sama lain bukan semata berdasarkan aspek
spektralnya melainkan juga aspek spasialnya, misalnya bentuk, pola, dan
teksturnya (Projo, 2012).
Terdapat berbagai macam software image processing yang mampu
melakukan klasifikasi berbasis objek, seperti ENVI 5.0, SPRING, eCognition,
ERDAS, ArcGIS dan lain-lain. Masing-masing software tersebut memiliki
kemampuan
yang
berbeda-beda
dalam
melakukan
prosesnya,
serta
menghasilkan hasil klasifikasi berbasis objek yang beragam. Software ENVI
1
5.0 digunakan melakukan klasifikasi berbasis objek pada penelitian ini.
Software tersebut merupakan salah satu software versi terbaru dari ENVI yang
memiliki tampilan lebih sederhana dibandingkan dengan software ENVI versi
sebelumnya. Feature extraction merupakan salah satu tool yang ada di ENVI
5.0. Feature extraction digunakan untuk melakukan proses klasifikasi berbasis
objek. Klasifikasi berbasis objek dibagi menjadi 2 tahapan yaitu proses
segmentasi dan klasifikasi citra.
Salah satu aplikasi dari metode klasifikasi berbasis objek yaitu
pemetaan penggunaan lahan. Kehadiran peta penggunaan lahan penting untuk
setiap wilayah di Indonesia. Hal ini dikaitakan dengan semakin melonjaknya
jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya, sehingga kebutuhan akan
lahan untuk pembangunan akan semakin tinggi juga. Salah satu kriteria makin
melonjaknya kebutuhan akan lahan yakni dengan semakin banyaknya industri
yang dibangun disuatu daerah, contohnya salah satu kecamatan di Kabupaten
Klaten yaitu Kecamatan Ceper. Semakin banyaknya industri yang dibangun
pada Kecamatan Ceper menarik para
pendatang untuk
melakukan
pembangunan dengan memanfaatkan lahan yang ada. Oleh sebab itu adanya
peta penggunaan lahan sebagian Kecamatan Ceper dibutuhkan untuk
mengetahui hasil dari proses pembangunan pemanfaatan lahan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah nilai segment (segmentasi) dan merge (penggabungan) yang
sesuai dengan daerah objek kajian ?
2. Bagaimana hasil ketelitian informasi penggunaan lahan hasil metode
klasifikasi berbasis objek ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Menentukan nilai segment dan merge yang sesuai bagi klasifikasi berbasis
objek pada citra WorldView-2 sebagian Kecamatan Ceper.
2
2. Mengetahui tingkat akurasi hasil klasifikasi berbasis objek untuk
penggunaan lahan sebagian Kecamatan Ceper.
3. Mengetahui kemampuan software ENVI 5.0 dalam melakukan proses
klasifikasi berbasis objek.
4. Membuat peta penggunaan lahan sebagian Kecamatan Ceper Kabupaten
Klaten memanfaatkan hasil dari metode klasfikasi berbasis objek.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari adanya penelitian ini sebagai berikut :
1. Menambah ilmu dan pemahaman tentang software ENVI 5.0 untuk
melakukan klasifikasi berbasis objek.
2. Memperoleh wawasan tentang pembuatan peta penggunaan lahan dari
hasil klasifikasi berbasis objek dengan menggunakan software ENVI 5.0.
3. Memberikan informasi penggunaan lahan sebagian Kecamatan Ceper,
Kabupaten Klaten.
1.5 Tinjauan Pustaka
1.5.1
Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh ialah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang
diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap
objek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1979).
Objek penginderaan jauh dapat berupa benda (air, tanah, bangunan,
vegetasi) atau fenomena di atmosfer maupun dipermukaan bumi (suhu,
udara, kecepatan angin, erosi, agihan rumah mukim). Keluaran subsistem
perolehan data didalam sistem penginderaan jauh ialah data penginderaan
jauh. Sesuai dengan cara perekamannya maka data penginderaan jauh
dapat berupa data digital maupun data analog (visual, gambar) (Susanto,
1995).
Data digital penginderaan jauh terekam dalam bentuk angka yang
menunjukkan nilai
kecerahan (tingkat
keabuan). Angka tersebut
3
menunjukkan nilai kecerahan bagi tiap sel kecil yang disebut pixel (picture
element), yakni ukuran terkecil objek yang dapat direkam oleh suatu
sistem sensor. Oleh karena itu maka angka ini sering disebut nilai piksel
atau nilai digital. Nilai piksel dapat dibuat berkisar antara 0-36, 0-127 atau
0-255. Tiap piksel ditunjukkan dengan tiga nilai yaitu nilai x dan nilai y
untuk menunjukkan letak tiap piksel terhadap keseluruhan dan nilai z yang
mencerminkan nilai spektralnya (Susanto, 1995).
Data analog atau data visual penginderaan jauh adalah data
penginderaan jauh yang direkam dalam bentuk gambar. Data visual ini
dibedakan atas data visual satu dimensional (garis/grafik) data data visual
dua dimensional (citra penginderaan jauh, selanjutnya disebut citra)
(Susanto, 1995).
Menurut Hornby (1974) citra merupakan gambaran yang terekam
oleh kamera atau sensor lainnya. Resolusi (disebut juga resolving power =
daya pisah) adalah kemampuan suatu sistem optik elektronik untuk
membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral
mempunyai kemiripan (Swain dan Davis, 1978). Dalam bidang
penginderaan jauh terdapat empat konsep resolusi yang sangat penting,
yaitu resolusi spasial, spektral, radiometrik, dan resolusi temporal (Projo,
1996). Berikut penjelasan mengenai empat konsep resolusi menurut
(Projo,1996) :
a.
Resolusi spasial
Resolusi spasial adalah ukuran terkecil obyek yang masih dapat
dideteksi oleh suatu sistem pencitraan. Semakin kecil ukuran obyek
(terkecil) yang dapat terdeteksi, semakin halus atau tinggi resolusinya.
Begitu pula sebaliknya semakin besar ukuran obyek terkecil yang
dapat terdeteksi, semakin kasar atau rendah resolusinya.
b.
Resolusi spektral
Resolusi spektral adalah kemampuan suatu sistem optik
elektronik untuk membedakan informasi obyek berdasarkan pantulan
atau pancaran spektralnya. Semakin banyak jumlah salurannya (dan
4
masing-masing cukup sempit), semakin tinggi kemungkinannya dalam
mengenali obyek berdasarkan respon spektralnya. Dengan kata lain,
semakin banyak jumlah salurannya, semakin
tinggi
resolusi
spektralnya.
c.
Resolusi radiometrik
Kemampuan sensor dalam mecatat respon spektral obyek
dinyatakan sebagai resolusi radiometrik. Sensor yang peka dapat
membedakan
selisih
respon
yang
paling
lemah
sekalipun.
Kemampuan sensor ini secara langsung dikaitkan dengan kemampuan
koding (digital coding), yaitu mengubah intensitas pantulan atau
pancaran spektral menjadi angka digital. Kemampuan ini dinyatakan
dalam bit.
d.
Resolusi temporal
Resolusi temporal adalah kemampuan suatu sistem untuk
merekam ulang daerah yang sama. Satuan resolusi temporal adalah
jam atau hari.
1.5.2
Klasifikasi Berbasis Objek (Object Based Clasification)
Klasifikasi adalah kegiatan pengelompokan gejala kedalam kategorikategori, dimana setiap kategori dapat dipandang homogen atas dasar
kriteria tertentu (Projo, 2002).
Klasifikasi citra penginderaan jauh bertujuan untuk menghasilkan
peta tematik, dimana tiap warna mewakili sebuah objek, misalkan hutan
laut, sungai, sawah dan lain-lain (Agus Zainal Arifin dan Aniati Murni,
2007). Klasifikasi multispektral merupakan suatu algoritma yang
dirancang
untuk
menurunkan
informasi
tematik
dengan
cara
mengelompokkan fenomena berdasarkan kriteria tertentu. Pada klasifikasi
multispektral hanya ada satu kriteria yang digunakan yaitu nilai spektral
atau nilai kecerahan pada beberapa saluran sekaligus (Projo,1996).
Klasifikasi berbasis objek (Object based classification) merupakan
alternatif ketika klasifikasi yang bertumpu pada nilai spektral semata
5
dirasa tidak mampu mendefinisikan objek-objek spasial dan ketika
klasifkasi yang melibatkan data nir-spektral dalam bentuk integrasi dengan
Sistem Informasi Geografi (SIG) dirasa kurang menunjukkan tingkat
otomasi yang tinggi (Projo,2012).
Sebutan lain dari klasifikasi berbasis objek yaitu Object Based Image
Analysis (OBIA). Object Based Image Analysis merupakan pendekatan
yang proses klasifikasinya tidak hanya mempertimbangkan aspek spektral
namun aspek spasial objek (Hurd et al, 2006). Objek dibentuk melalui
proses segmentasi yang merupakan proses pengelompokan piksel
berdekatan dengan kualitas yang sama (kesamaan spektral). Secara umum
proses klasifikasi dengan metode OBIA melalui dua tahapan utama yaitu
segmentasi citra dan klasifikasi tiap segmen (Xiaoxia et al,. 2004).
Segmentasi citra adalah suatu proses membagi suatu citra menjadi
wilayah yang homogen (Jain, 1989). Menurut Jain (1989) segmentasi citra
dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu dividing image space dan
clustering feature space. Jenis yang pertama adalah teknik segmentasi
dengan membagi image menjadi beberapa bagian untuk mengetahui
batasannya, sedangkan teknik yang kedua dilakukan dengan cara memberi
indeks warna pada tiap piksel yang menunjukkan keanggotaan dalam suatu
segmentasi. Teknik yang kedua tersebut merupakan klasifikasi tersedia
(Supervised Classification), dimana pengambilan sampel dilakukan
berdasarkan segmen-segmen yang mewakili objek klasifikasi.
1.5.3
Penggunaan Lahan
Lahan merupakan gabungan dari unsur-unsur permukaan dan dekat
permukaan bumi yang penting bagi kehidupan manusia (Mabbut, 1968).
Penggunaan
lahan
adalah
produk
interaksi
manusia
dan
lingkungannya, dimana fokus lingkungan adalah lahan, sedangkan sikap
dan tanggapan kebijakan manusia terhadap lahan akan menentukan
langkah-langkah aktifitasnya, sehingga akan meninggalkan “bekas diatas
lahan” sebagai bentuk penggunaan lahan ( Djaka dan Sri, 2009).
6
Penggunaan lahan merupakan campur tangan manusia baik secara
permanen atau periodik terhadap lahan dengan tujuan untuk memahami
kebutuhan, baik kebutuhan kebendaan spiritual maupun gabungan
keduanya (Malingreau,1979).
Klasifikasi penutup/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan
berbagai jenis penutup/penggunaan lahan kedalam suatu kesamaan sesuai
dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup/penggunaan lahan digunakan
sebagai pedoman atau acuan dalam suatu proses interpretasi citra
penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutup/penggunaan lahan.
Banyak sistem klasifikasi penutup atau penggunaan lahan yang telah
dikembangkan, yang dilatar belakangi oleh kepentingan tertentu atau pada
waktu tertentu (Sitorus, dkk, 2006).
Klasifikasi penggunaan lahan/penutup lahan memiliki berbagai
macam jenis klasifikasi. Pemilihan klasifikasi tergantung pada tema dan
tujuan dari sebuah penelitian yang diambil. Kali ini klasifikasi penggunaan
yang digunakan yaitu klasifikasi penggunaan lahan menurut Sutanto.
Berikut klasifikasi penggunaan lahan menurut Sutanto :
Tabel 1.1 Klasifikasi Penggunaan Lahan menurut Sutanto
Tingkat Kerincian Klasifikasi
No.
Tingkat 1
1.
Daerah
Tingkat II
Permukiman
Tingkat III
-Pola Teratur
Kota
Tingkat IV
-Kepadatan rendah
-Kepadatan sedang
-Pola setengah
-Kepadatan rendah
teratur
-Kepadatan sedang
-Kepadatan tinggi
-Pola tidak teratur
-Kepadatan rendah
-Kepadatan sedang
-Kepadatan tinggi
-Kepadatan sangat
7
tinggi
Perdagangan
-Pasar
-Pom bensin
-Pusat
-Besar-kecil
perbelanjaan
-Pertokoan
-Pabrik
perusahaan
-Gudang
Transportasi
-Jalan
-Stasiun/terminal
-Kereta
api/Bus/Angkutan
Jasa
-Kelembagaan
Perkantoran,
sekolah/kampus
-Non-
Hotel
Kelembagaan
Rekreasi
-Kebun binatang
-Lapaangan
olahraga
-Stasion
-Gedung
pertunjukan
Tempat
-Masjid
ibadah
-Gereja
Pertanian
-Sawah
-Tegalan
-Kebun campuran
Hutan
-Hutan taman
wisata
Lain-lain
-Kuburan
-Umum
8
-Makam pahlawan
-Lahan kosong
-Lahan sedang
dibangun
Sumber : Sutanto, 1981 dengan modifikasi
1.5.4
Interpretasi Citra
Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau
citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti
pentingnya obyek tersebut (Estes dan Simonett, 1975).
Pengenalan obyek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra.
Tanpa dikenali identitas dan jenis obyek yang tergambar pada citra, tidak
mungkin dilakukan analisis untuk memecahkan masalah yang sedang
dihadapi. Prinsip pengenalan obyek pada citra mendasarkan atas
penyidikan karakteristiknya atau atributnya pada citra. Karakteristik obyek
yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali obyek disebut
unsur interpretasi citra. Unsur interpretasi citra terdiri dari sembilan butir,
yaitu rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi, bayangan,
situs, dan asosiasi. Sembilan unsur interpretasi citra ini disusun secara
berjenjang atau secara hirarkhi (Sutanto, 1999).
Berikut penjelasan dari sembilan unsur interpretasi citra menurut
(Susanto, 1999) :
a.
Rona/warna
Rona (tone/color tone/grey tone) ialah tingkat kegelapan atau
tingkat kecerahan obyek pada citra. Rona merupakan tingkatan dari
hitam ke putih atau sebaliknya.
Warna ialah ujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan
spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak.
b.
Bentuk
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi
atau kerangka suatu obyek (Lo,1976). Bentuk merupakan atribut yang
9
jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan
bentuknya saja.
c.
Ukuran
Ukuran ialah atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas,
tinggi, lereng, dan volume.
d.
Tekstur
Tekstur ialah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan
Keifer,1979) atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu
kecil untuk dibedakan secara individual (Estes dan Simonett,1975).
Tekstur sering dinyatakan dengan kasar, halus seperti beledu dan
belang-belang.
e.
Pola
Pola merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan
manusia dan bagi beberapa obyek alamiah.
f.
Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada
di daerah gelap.
g.
Situs
Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung, melainkan
dalam kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Situs merupakan letak
suatu obyek terhadap obyek lain di sekitarnya (Etes dan Simonett,
1975).
h.
Asosiasi
Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu
dengan obyek lain. Karena adanya keterkaitan ini maka terlihatnya
suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek
lain.
1.5.5
Citra Satelit WorldView-2
WorldView-2 merupakan satelit generasi terbaru dari Digitalglobe
yang diluncurkan pada tanggal 8 Oktober 2009. Citra satelit yang
10
dihasilkan selain memiliki resolusi spasial yang tinggi juga memiliki
resolusi spektral yang lebih lengkap dibandingkan produk citra
sebelumnya. Resolusi spasial yang dimiliki citra satelit WorldView-2 ini
lebih tinggi, yaitu : 0.46m-0.5m untuk pankromatik dan 1.84m untuk
multispektral.
Citra satelit WorldView-2 memiliki jumlah band sebanyak 8 band
pada citra multispektralnya, sehingga sangat memadai bagi keperluan
analisis-analisis spasial sumber daya alam dan lingkungan hidup. Berikut
spesifikasi dari WorldView-2 :
Tabel 1.2 Spesifikasi teknis dari Satelit WorldView-2
Peluncuran
Tanggal : 8 Oktober 2009
Roket Peluncuran : Delta 7920
Lokasi Peluncuran : Vandenberg Air Force Base,
California
Orbit
Tinggi : 770 kilometer Sun synchoronous, jam
10:30 pagi
Periode orbit : 100 menit
Masa Operasi
7,25 tahun, meliputi seluruh yang terpakai dan
yang mengalami penyusutan (misalnya bahan
bakar)
Dimensi satelit,
4,3 meter tinggi x 2,5 meter lebar, 7,1 meter
Bobot dan Power
lebar panel energi surya
Bobot : 2800 kilogram
3,2 kW panel surya, 100 Ahr battery
Sensor
Pankromatik : 450-800 nm
Multispektral 8 saluran :
- Coastal : 400-450 nm
- Blue : 450-510 nm
- Green : 510-580 nm
- Yellow : 585-625 nm
11
- Red : 630-690 nm
- Red Edge : 705-745 nm
- Near-IR1 : 770-895 nm
- Near-IR2 : 860-1040 nm
Resolusi sensor
Pankromatik : 0,46 meter GSD pada nadir, 0,52
(GSD = Ground
meter GSD pada 200 off-nadir
Sample Distance)
Multispektral : 1,84 meter GSD pada nadir, 2,08
meter GSD pada 200 off-nadir
(catatan : citra satelit harus diresammpling ke
ukuran 0,5)
Resolusi radiometrik
11 bit per pixel
Lebar cakupan
16,4 kilometer pada nadir
Kapasitas
2199 gigabit
penyimpanan
Perekaman per orbit
524 gigabit
Maksimal area
65,6 km x 110 km mono
terekam pada sekali
48 km x 110 km stereo
lintas
Putaran ke lokasi
1,1 hari pada 1 meter GSD atau kurang
yang sama
3,7 hari pada 200 off-nadir atau kurang (0,52
meter GSD)
Ketelitian lokasi (CE
6,5 meter CE90, dengan perkiraan antara 4,6 s/d
90)
10,7 meter CE90, diluar pengaruh terrain dan
off-nadir 2 meter jika menggunakan registrasi
titik kontrol tanah
Sumber : www.terra-image.com
1.5.6
Software Envi
ENVI (The Environment For Visualizing Images) merupakan suatu
image processing system yang revolusioner yang dibuat oleh Research
System, Inc (RSI). ENVI merupakan salah satu perangkat lunak yang
12
digunakan untuk pemrosesan citra (image processing). ENVI menyediakan
visualisasi dan analisis untuk pemrosesan citra dalam berbagai ukuran dan
format yang mudah dioperasikan serta inovatif.
Gambar 1.1 Tampilan awal ENVI 5.0
ENVI 5.0 tergolong software ENVI versi terbaru, dimana tampilan
yang disediakan oleh ENVI hampir sama dengan tampilan software
ArcGIS. Tool-tool yang ditampilkan oleh ENVI 5.0 lebih sederhana
dibandingkan dengan software ENVI versi sebelumnya, walaupun
sederhana namun tool-tool nya lebih lengkap. Feature Extraction
merupakan salah satu tool yang ada di ENVI.
Tool feature extraction digunakan untuk melakukan klasifikasi
berbasis objek, dimana tujuan dari tool tersebut untuk mengidentifikasi
objek
dari
citra
pankromatik
ataupun
multispektral
berdasarkan
karakteristik spasial, spektral, dan tekstur. Klasifikasi berbasis objek dalam
feature extraction dibagi menjadi 3 jenis metode yaitu :
a. Example Based Classification
Metode ini sejenis dengan klasifikasi terselia (Supervised
Classification) dimana pada metode ini dilakukan dengan adanya
pengambilan
sampel
identitasnya
untuk
(training
sample)
menetapkan
objek
yang
yang
sudah
diketahui
belum
diketahui
identitasnya. Semakin banyak daerah sampel yang diambil maka akan
semakin baik hasil dari klasifikasinya. Dalam metode ini terdapat 2
13
proses utama berupa segmentasi dan klasifikasi, dimana 2 proses
tersebut saling berkaitan satu sama lain.
b. Ruled Based
Metode ini digunakan untuk menentukan fitur dengan membangun
aturan berdasarkan obyek atribut seperti perpanjangan, daerah, spektral
dan lain lain. Biasanya metode ini digunakan pada obyek jalan.
c. Segment-Only
Metode ini hanya melakukan segmentasi tanpa melakukan example
based classification ataupun
rule based. Sehingga output yang
dihasilkan dari metode ini hanya hasil segmentasi.
Pada metode Example Based Classification dibagi menjadi 2 macam
proses utama yaitu segmentasi dan klasifikasi. Proses segmentasi untuk
segment setting terdapat 2 macam algoritma yakni :
a. Edge
Algoritma ini terbaik untuk mendeteksi tepi fitur obyek yang
memiliki batas tepi yang jelas. Mengatur skala level dan merge level
dilakukan untuk memperoleh hasil deliniasi fitur yang terbaik.
b. Intensity
Algoritma ini terbaik untuk melakukan segmentasi gambar dengan
gradient halus seperti Digital Elevation Model (DEM). Ketika memilih
algoritma ini maka tidak melakukan proses penggabungan (merge
setting) apapun
atau merge level = 0. Penggabungan digunakan
terutama untuk menggabungkan segmen dengan informasi spektral
yang sama.
Sedangkan dalam proses segmentasi untuk merge setting terdapat 2
macam algoritma yakni :
a. Full Lamda Schedule
Algoritma ini berfungsi untuk menggabungkan segmen kecil ke
dalam segmen yang lebih besar, seperti segmen-segmen area bangunan,
pohon, awan dan lain-lain.
14
b. Fast Lamda
Algoritma ini berfungsi untuk menggabungkan segmen yang
berdekatan dengan warna yang sama.
Texture kernel size yaitu ukuran (dalam piksel) dari kotak yang
bergerak berpusat pada setiap piksel dalam gambar. Texture kernel size
memiliki nilai maksimal 19 dengan nilai defaultnya 3. Memilih nilai
kernel yang lebih tinggi jika area yang disegmentasi luas dengan sedikit
variasi tekstur. Memilih nilai kernel yang lebih rendah jika area yang
disegmentasi lebih sempit dengan variasi tekstur lebih tinggi seperti
perkotaan.
3 algoritma supervised classification yang tersedia dalam tool
Feature Extraction pada proses klasifikasi yaitu :
a.
K Nearest Neighbor (KNN)
Algoritma klasifikasi tetangga terdekat ini dipandang sebagai
salah satu variasi dari prinsip kemiripan maksimum (maximum
likelihood)
non-parametrik
(Mulder
dan
Kostwinder,
1987).
Keputusan bahwa suatu nilai vektor piksel masuk pada salah satu klas
ditentukan oleh sejumlah k sampel terdekat pada feature space-nya.
Biasanya k ini bernilai 3 atau 5. Oleh karena itu, algoritma ini sering
pula dipandang sebagai cara pengambilan keputusan yang demokratis
(Projo, 1996).
Algoritma klasifikasi tetangga terdekat mengklasifikasikan
segmen berdasarkan kedekatannya dengan segmen-segmen daerah
sampel. Pemrosesan data dengan klasifikasi ini berjalan lambat
dibandingkan dengan klasifikasi dengan algoritma PCA, terlebih lagi
proses akan berjalan lambat ketika terdapat ribuan segmen yang akan
diklasifikasi. Namun algoritma ini merupakan algoritma yang lebih
ketat dan lebih akurat dalam membedakan antar masing-masing kelas.
b.
Principal Components Analysis (PCA)
Algoritma ini mengklasifikasikan segmen menjadi sebuah kelas
komponen analisis utama.
15
c.
Support Vector Machine (SVM)
Algoritma ini merupakan yang paling ketat dari kedua algoritma
sebelumnya, dimana waktu yang dibutuhkan pada saat melakukan
pemrosesan akan lebih lambat.
(ENVI)
1.5.7
Software ArcGIS
ArcGIS merupakan salah satu aplikasi perangkat lunak sistem
informasi geografis yang dibuat oleh Environmental Systems Research
Institute (ESRI). ArcGIS telah banyak dipakai baik dikalangan akademisi,
militer, pemerintah, maupun masyarakat dunia dalam membuat aplikasi
yang berbasis sistem informasi geografis.
ArcGIS merupakan software pengolah data spasial yang mampu
mendukung berbagai format data gabungan dari tiga software yaitu
ArcInfo, ArcView dan ArcEdit yang mempunyai kemampuan lengkap
dalam geoprocessing, modelling dan scripting serta mudah diaplikasikan
dalam berbagai tipe data. Dekstop ArcGIS terdiri dari 4 modul yaitu Arc
Map, Arc Catalog, Arc Globe, dan Arc Toolbox serta model builder.
a.
Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses,
analisis peta, proses editing peta, dan juga dapat digunakan untuk
mendesain secara kartografis.
b.
Arc Catalog digunakan untuk management data atau mengatur
managemen file-file, jika dalam windows fungsinya sama dengan
explore.
c.
Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang
universal, untuk tampilan 3D, dan juga dapat digunakan untuk
menampilkan Google Earth.
d.
Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan tool – tool tambahan.
Model Builder digunakan untuk membuat model builder/diagram alur.
Modul spatial adjusment merupakan suatu modul tambahan yang
16
digunakan untuk menggabungkan peta–peta yang memiliki cakupan
wilayah yang sama tetapi hasil digitasinya beda.
Tipe layer dalam ArcGIS :
a. Point (contohnya ibukota), nol dimensi.
b. Line (contohnya jalan, sungai, jalan kereta api), satu dimensi.
c. Polygon (contohnya penggunaan lahan seperti sawah, kebun),dua
dimensi.
d. Raster images (citra, foto udara atau hasil scan peta topografi)
(ESRI)
1.6 Penelitian Sebelumnya
Tunjung dan Suharyadi (2012) melakukan penelitian yang berjudul
“Aplikasi Object-Based Image Analysis (OBIA) untuk Deteksi Perubahan
Penggunaan Lahan Menggunaan Citra ALOS AVNIR-2”. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui proses ekstraksi informasi pendekatan OBIA,
besar akurasi dan deteksi perubahan penggunaan lahan menggunakan citra
2006 dan 2009. Metode yang dilakukan berupa segmentasi dan klasifikasi,
segmentasi dilakukan dengan menggunakan algoritma region growing dan
algoritma klasifikasi bhattacharya. Hasil penelitian ini berupa informasi
perubahan luasan penggunaan lahan siginifikan adalah perubahan dari lahan
terbuka menjadi permukiman dan lahan terbangun yang mengalami perubahan
seluas 442,61 ha.
Naim
(2013)
melakukan
penelitian
yang
berjudul
“Pemetaan
Penggunaan Lahan Memanfatkan Segmentasi Citra Resolusi Tinggi Quickbird
di Kecamatan Depok, Sleman, Yogyakarta”. Tujuan dari penelitian ini untuk
membuat peta penggunaan lahan Kecamatan Depok tahun 2013 hasil
segmentasi citra resolusi tinggi Quickbird dan juga menentukan nilai
parameter segmentasi yang paling sesuai dari beberapa sampel yang diambil.
Metode yang digunakan berupa Region Growing dimana obyek piksel yang
lebih kecil akan digabung dengan yang lebih besar. Peta penggunaan lahan
hasil dari segmentasi citra Quickbird tahu 2009 dilakukan survey lapangan
17
untuk mendapatkan akurasi hasil interpretasi. Hasil akurasi menunjukkan
ketelitian 58%.
Farid (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Teknik Klasifikasi
Berbasis Objek Citra Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Tutupan Lahan
Sebagian Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman”. Tujuan dari penelitian ini
yakni untuk mendapatkan perbandingan akurasi klasifikasi secara kualitatif
berdasarkan metode akurasi matrix sebagai uji ketelitian klasifikasi berbasis
objek dan menetapkan nilai segmentasi yang dapat digunakan sebagai
rujukan/usulan dalam klasfikasi berbasis objek untuk pemetaan wilayah
pinggiran perkotaan. Metode yang digunakan berupa interpretasi digital
berbasis objek dan cek lapangan. Hasil penelitian ini berupa Peta Tutupan
Lahan sebagian Kecamatan Mlati skala 1:7500.
Aditya (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Aplikasi Citra
Quickbird Untuk Pemetaan Penggunaan Lahan Pada Sebagian Kecamatan
Mentaya Hilir Selatan, Kabupaten Kotawaringin Timur”. Tujuan dari
penelitian ini yakni untuk melakukan ekstraksi informasi penggunaan lahan
pada citra Quickbird dan pembuatan peta penggunaan lahan dengan
memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi.
Metode yang digunakan berupa interpretasi visual penggunaan lahan dari
citra dengan memanfaatkan kunci interpretasi dan cek lapangan. Teknik yang
digunakan berupa digitasi hasil interpretasi citra Quickbird komposit 321.
Hasil dari penelitian ini berupa peta penggunaan lahan sebagian Kecamatan
Mentaya Hilir Selatan skala 1:10.000.
18
Download