BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem penginderaan jauh satelit telah menghasilkan citra digital yang tidak pernah dibayangkan oleh praktisi pada 1980-an, yaitu citra multispektral dengan kualitas detail yang mendekati atau bahkan menyamai foto udara (Projo, 2012). Dewasa ini citra multispektral dengan resolusi spasial tinggi sudah semakin banyak beredar dipenjuru dunia, dimana kenampakan objek pada citra resolusi spasial tinggi begitu jelas terlihat bahkan hingga ukuran objek 0,5 meter dipermukaan bumi. Salah satu citra multispektral yang memiliki resolusi spasial tinggi yaitu citra WorldView-2, citra WorldView-2 memiliki resolusi spasial 0,46 meter – 0,5 meter untuk pankromatik serta 1,84 meter untuk multispektral. Kehadiran citra resolusi spasial tinggi telah menantang para analisis citra untuk mengembangkan metode ekstraksi informasi tematik yang berbeda dengan klasifikasi multispektral yang biasa diterapkan pada citra resolusi spasial menengah dan citra resolusi spasial rendah. Metode ini dikenal dengan nama klasifikasi berbasis objek (Object Based Classification). Klasifikasi berbasis objek mampu mendefinisikan kelas-kelas objek berdasarkan aspek spektral dan aspek spasial sekaligus. Metode ini dipandang mampu mengatasi kelemahan metode klasifikasi yang selama ini terlalu bersifat per-piksel atau beroperasi pada level piksel secara individual. Disisi lain disadari bahwa objek geografis saat dibedakan satu sama lain bukan semata berdasarkan aspek spektralnya melainkan juga aspek spasialnya, misalnya bentuk, pola, dan teksturnya (Projo, 2012). Terdapat berbagai macam software image processing yang mampu melakukan klasifikasi berbasis objek, seperti ENVI 5.0, SPRING, eCognition, ERDAS, ArcGIS dan lain-lain. Masing-masing software tersebut memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melakukan prosesnya, serta menghasilkan hasil klasifikasi berbasis objek yang beragam. Software ENVI 1 5.0 digunakan melakukan klasifikasi berbasis objek pada penelitian ini. Software tersebut merupakan salah satu software versi terbaru dari ENVI yang memiliki tampilan lebih sederhana dibandingkan dengan software ENVI versi sebelumnya. Feature extraction merupakan salah satu tool yang ada di ENVI 5.0. Feature extraction digunakan untuk melakukan proses klasifikasi berbasis objek. Klasifikasi berbasis objek dibagi menjadi 2 tahapan yaitu proses segmentasi dan klasifikasi citra. Salah satu aplikasi dari metode klasifikasi berbasis objek yaitu pemetaan penggunaan lahan. Kehadiran peta penggunaan lahan penting untuk setiap wilayah di Indonesia. Hal ini dikaitakan dengan semakin melonjaknya jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya, sehingga kebutuhan akan lahan untuk pembangunan akan semakin tinggi juga. Salah satu kriteria makin melonjaknya kebutuhan akan lahan yakni dengan semakin banyaknya industri yang dibangun disuatu daerah, contohnya salah satu kecamatan di Kabupaten Klaten yaitu Kecamatan Ceper. Semakin banyaknya industri yang dibangun pada Kecamatan Ceper menarik para pendatang untuk melakukan pembangunan dengan memanfaatkan lahan yang ada. Oleh sebab itu adanya peta penggunaan lahan sebagian Kecamatan Ceper dibutuhkan untuk mengetahui hasil dari proses pembangunan pemanfaatan lahan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Berapakah nilai segment (segmentasi) dan merge (penggabungan) yang sesuai dengan daerah objek kajian ? 2. Bagaimana hasil ketelitian informasi penggunaan lahan hasil metode klasifikasi berbasis objek ? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain : 1. Menentukan nilai segment dan merge yang sesuai bagi klasifikasi berbasis objek pada citra WorldView-2 sebagian Kecamatan Ceper. 2 2. Mengetahui tingkat akurasi hasil klasifikasi berbasis objek untuk penggunaan lahan sebagian Kecamatan Ceper. 3. Mengetahui kemampuan software ENVI 5.0 dalam melakukan proses klasifikasi berbasis objek. 4. Membuat peta penggunaan lahan sebagian Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten memanfaatkan hasil dari metode klasfikasi berbasis objek. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari adanya penelitian ini sebagai berikut : 1. Menambah ilmu dan pemahaman tentang software ENVI 5.0 untuk melakukan klasifikasi berbasis objek. 2. Memperoleh wawasan tentang pembuatan peta penggunaan lahan dari hasil klasifikasi berbasis objek dengan menggunakan software ENVI 5.0. 3. Memberikan informasi penggunaan lahan sebagian Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten. 1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh ialah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1979). Objek penginderaan jauh dapat berupa benda (air, tanah, bangunan, vegetasi) atau fenomena di atmosfer maupun dipermukaan bumi (suhu, udara, kecepatan angin, erosi, agihan rumah mukim). Keluaran subsistem perolehan data didalam sistem penginderaan jauh ialah data penginderaan jauh. Sesuai dengan cara perekamannya maka data penginderaan jauh dapat berupa data digital maupun data analog (visual, gambar) (Susanto, 1995). Data digital penginderaan jauh terekam dalam bentuk angka yang menunjukkan nilai kecerahan (tingkat keabuan). Angka tersebut 3 menunjukkan nilai kecerahan bagi tiap sel kecil yang disebut pixel (picture element), yakni ukuran terkecil objek yang dapat direkam oleh suatu sistem sensor. Oleh karena itu maka angka ini sering disebut nilai piksel atau nilai digital. Nilai piksel dapat dibuat berkisar antara 0-36, 0-127 atau 0-255. Tiap piksel ditunjukkan dengan tiga nilai yaitu nilai x dan nilai y untuk menunjukkan letak tiap piksel terhadap keseluruhan dan nilai z yang mencerminkan nilai spektralnya (Susanto, 1995). Data analog atau data visual penginderaan jauh adalah data penginderaan jauh yang direkam dalam bentuk gambar. Data visual ini dibedakan atas data visual satu dimensional (garis/grafik) data data visual dua dimensional (citra penginderaan jauh, selanjutnya disebut citra) (Susanto, 1995). Menurut Hornby (1974) citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya. Resolusi (disebut juga resolving power = daya pisah) adalah kemampuan suatu sistem optik elektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral mempunyai kemiripan (Swain dan Davis, 1978). Dalam bidang penginderaan jauh terdapat empat konsep resolusi yang sangat penting, yaitu resolusi spasial, spektral, radiometrik, dan resolusi temporal (Projo, 1996). Berikut penjelasan mengenai empat konsep resolusi menurut (Projo,1996) : a. Resolusi spasial Resolusi spasial adalah ukuran terkecil obyek yang masih dapat dideteksi oleh suatu sistem pencitraan. Semakin kecil ukuran obyek (terkecil) yang dapat terdeteksi, semakin halus atau tinggi resolusinya. Begitu pula sebaliknya semakin besar ukuran obyek terkecil yang dapat terdeteksi, semakin kasar atau rendah resolusinya. b. Resolusi spektral Resolusi spektral adalah kemampuan suatu sistem optik elektronik untuk membedakan informasi obyek berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya. Semakin banyak jumlah salurannya (dan 4 masing-masing cukup sempit), semakin tinggi kemungkinannya dalam mengenali obyek berdasarkan respon spektralnya. Dengan kata lain, semakin banyak jumlah salurannya, semakin tinggi resolusi spektralnya. c. Resolusi radiometrik Kemampuan sensor dalam mecatat respon spektral obyek dinyatakan sebagai resolusi radiometrik. Sensor yang peka dapat membedakan selisih respon yang paling lemah sekalipun. Kemampuan sensor ini secara langsung dikaitkan dengan kemampuan koding (digital coding), yaitu mengubah intensitas pantulan atau pancaran spektral menjadi angka digital. Kemampuan ini dinyatakan dalam bit. d. Resolusi temporal Resolusi temporal adalah kemampuan suatu sistem untuk merekam ulang daerah yang sama. Satuan resolusi temporal adalah jam atau hari. 1.5.2 Klasifikasi Berbasis Objek (Object Based Clasification) Klasifikasi adalah kegiatan pengelompokan gejala kedalam kategorikategori, dimana setiap kategori dapat dipandang homogen atas dasar kriteria tertentu (Projo, 2002). Klasifikasi citra penginderaan jauh bertujuan untuk menghasilkan peta tematik, dimana tiap warna mewakili sebuah objek, misalkan hutan laut, sungai, sawah dan lain-lain (Agus Zainal Arifin dan Aniati Murni, 2007). Klasifikasi multispektral merupakan suatu algoritma yang dirancang untuk menurunkan informasi tematik dengan cara mengelompokkan fenomena berdasarkan kriteria tertentu. Pada klasifikasi multispektral hanya ada satu kriteria yang digunakan yaitu nilai spektral atau nilai kecerahan pada beberapa saluran sekaligus (Projo,1996). Klasifikasi berbasis objek (Object based classification) merupakan alternatif ketika klasifikasi yang bertumpu pada nilai spektral semata 5 dirasa tidak mampu mendefinisikan objek-objek spasial dan ketika klasifkasi yang melibatkan data nir-spektral dalam bentuk integrasi dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) dirasa kurang menunjukkan tingkat otomasi yang tinggi (Projo,2012). Sebutan lain dari klasifikasi berbasis objek yaitu Object Based Image Analysis (OBIA). Object Based Image Analysis merupakan pendekatan yang proses klasifikasinya tidak hanya mempertimbangkan aspek spektral namun aspek spasial objek (Hurd et al, 2006). Objek dibentuk melalui proses segmentasi yang merupakan proses pengelompokan piksel berdekatan dengan kualitas yang sama (kesamaan spektral). Secara umum proses klasifikasi dengan metode OBIA melalui dua tahapan utama yaitu segmentasi citra dan klasifikasi tiap segmen (Xiaoxia et al,. 2004). Segmentasi citra adalah suatu proses membagi suatu citra menjadi wilayah yang homogen (Jain, 1989). Menurut Jain (1989) segmentasi citra dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu dividing image space dan clustering feature space. Jenis yang pertama adalah teknik segmentasi dengan membagi image menjadi beberapa bagian untuk mengetahui batasannya, sedangkan teknik yang kedua dilakukan dengan cara memberi indeks warna pada tiap piksel yang menunjukkan keanggotaan dalam suatu segmentasi. Teknik yang kedua tersebut merupakan klasifikasi tersedia (Supervised Classification), dimana pengambilan sampel dilakukan berdasarkan segmen-segmen yang mewakili objek klasifikasi. 1.5.3 Penggunaan Lahan Lahan merupakan gabungan dari unsur-unsur permukaan dan dekat permukaan bumi yang penting bagi kehidupan manusia (Mabbut, 1968). Penggunaan lahan adalah produk interaksi manusia dan lingkungannya, dimana fokus lingkungan adalah lahan, sedangkan sikap dan tanggapan kebijakan manusia terhadap lahan akan menentukan langkah-langkah aktifitasnya, sehingga akan meninggalkan “bekas diatas lahan” sebagai bentuk penggunaan lahan ( Djaka dan Sri, 2009). 6 Penggunaan lahan merupakan campur tangan manusia baik secara permanen atau periodik terhadap lahan dengan tujuan untuk memahami kebutuhan, baik kebutuhan kebendaan spiritual maupun gabungan keduanya (Malingreau,1979). Klasifikasi penutup/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup/penggunaan lahan kedalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam suatu proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutup/penggunaan lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup atau penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang dilatar belakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu (Sitorus, dkk, 2006). Klasifikasi penggunaan lahan/penutup lahan memiliki berbagai macam jenis klasifikasi. Pemilihan klasifikasi tergantung pada tema dan tujuan dari sebuah penelitian yang diambil. Kali ini klasifikasi penggunaan yang digunakan yaitu klasifikasi penggunaan lahan menurut Sutanto. Berikut klasifikasi penggunaan lahan menurut Sutanto : Tabel 1.1 Klasifikasi Penggunaan Lahan menurut Sutanto Tingkat Kerincian Klasifikasi No. Tingkat 1 1. Daerah Tingkat II Permukiman Tingkat III -Pola Teratur Kota Tingkat IV -Kepadatan rendah -Kepadatan sedang -Pola setengah -Kepadatan rendah teratur -Kepadatan sedang -Kepadatan tinggi -Pola tidak teratur -Kepadatan rendah -Kepadatan sedang -Kepadatan tinggi -Kepadatan sangat 7 tinggi Perdagangan -Pasar -Pom bensin -Pusat -Besar-kecil perbelanjaan -Pertokoan -Pabrik perusahaan -Gudang Transportasi -Jalan -Stasiun/terminal -Kereta api/Bus/Angkutan Jasa -Kelembagaan Perkantoran, sekolah/kampus -Non- Hotel Kelembagaan Rekreasi -Kebun binatang -Lapaangan olahraga -Stasion -Gedung pertunjukan Tempat -Masjid ibadah -Gereja Pertanian -Sawah -Tegalan -Kebun campuran Hutan -Hutan taman wisata Lain-lain -Kuburan -Umum 8 -Makam pahlawan -Lahan kosong -Lahan sedang dibangun Sumber : Sutanto, 1981 dengan modifikasi 1.5.4 Interpretasi Citra Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut (Estes dan Simonett, 1975). Pengenalan obyek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra. Tanpa dikenali identitas dan jenis obyek yang tergambar pada citra, tidak mungkin dilakukan analisis untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Prinsip pengenalan obyek pada citra mendasarkan atas penyidikan karakteristiknya atau atributnya pada citra. Karakteristik obyek yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali obyek disebut unsur interpretasi citra. Unsur interpretasi citra terdiri dari sembilan butir, yaitu rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi, bayangan, situs, dan asosiasi. Sembilan unsur interpretasi citra ini disusun secara berjenjang atau secara hirarkhi (Sutanto, 1999). Berikut penjelasan dari sembilan unsur interpretasi citra menurut (Susanto, 1999) : a. Rona/warna Rona (tone/color tone/grey tone) ialah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra. Rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya. Warna ialah ujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. b. Bentuk Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek (Lo,1976). Bentuk merupakan atribut yang 9 jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja. c. Ukuran Ukuran ialah atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. d. Tekstur Tekstur ialah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Keifer,1979) atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Estes dan Simonett,1975). Tekstur sering dinyatakan dengan kasar, halus seperti beledu dan belang-belang. e. Pola Pola merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah. f. Bayangan Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah gelap. g. Situs Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung, melainkan dalam kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Situs merupakan letak suatu obyek terhadap obyek lain di sekitarnya (Etes dan Simonett, 1975). h. Asosiasi Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek lain. Karena adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain. 1.5.5 Citra Satelit WorldView-2 WorldView-2 merupakan satelit generasi terbaru dari Digitalglobe yang diluncurkan pada tanggal 8 Oktober 2009. Citra satelit yang 10 dihasilkan selain memiliki resolusi spasial yang tinggi juga memiliki resolusi spektral yang lebih lengkap dibandingkan produk citra sebelumnya. Resolusi spasial yang dimiliki citra satelit WorldView-2 ini lebih tinggi, yaitu : 0.46m-0.5m untuk pankromatik dan 1.84m untuk multispektral. Citra satelit WorldView-2 memiliki jumlah band sebanyak 8 band pada citra multispektralnya, sehingga sangat memadai bagi keperluan analisis-analisis spasial sumber daya alam dan lingkungan hidup. Berikut spesifikasi dari WorldView-2 : Tabel 1.2 Spesifikasi teknis dari Satelit WorldView-2 Peluncuran Tanggal : 8 Oktober 2009 Roket Peluncuran : Delta 7920 Lokasi Peluncuran : Vandenberg Air Force Base, California Orbit Tinggi : 770 kilometer Sun synchoronous, jam 10:30 pagi Periode orbit : 100 menit Masa Operasi 7,25 tahun, meliputi seluruh yang terpakai dan yang mengalami penyusutan (misalnya bahan bakar) Dimensi satelit, 4,3 meter tinggi x 2,5 meter lebar, 7,1 meter Bobot dan Power lebar panel energi surya Bobot : 2800 kilogram 3,2 kW panel surya, 100 Ahr battery Sensor Pankromatik : 450-800 nm Multispektral 8 saluran : - Coastal : 400-450 nm - Blue : 450-510 nm - Green : 510-580 nm - Yellow : 585-625 nm 11 - Red : 630-690 nm - Red Edge : 705-745 nm - Near-IR1 : 770-895 nm - Near-IR2 : 860-1040 nm Resolusi sensor Pankromatik : 0,46 meter GSD pada nadir, 0,52 (GSD = Ground meter GSD pada 200 off-nadir Sample Distance) Multispektral : 1,84 meter GSD pada nadir, 2,08 meter GSD pada 200 off-nadir (catatan : citra satelit harus diresammpling ke ukuran 0,5) Resolusi radiometrik 11 bit per pixel Lebar cakupan 16,4 kilometer pada nadir Kapasitas 2199 gigabit penyimpanan Perekaman per orbit 524 gigabit Maksimal area 65,6 km x 110 km mono terekam pada sekali 48 km x 110 km stereo lintas Putaran ke lokasi 1,1 hari pada 1 meter GSD atau kurang yang sama 3,7 hari pada 200 off-nadir atau kurang (0,52 meter GSD) Ketelitian lokasi (CE 6,5 meter CE90, dengan perkiraan antara 4,6 s/d 90) 10,7 meter CE90, diluar pengaruh terrain dan off-nadir 2 meter jika menggunakan registrasi titik kontrol tanah Sumber : www.terra-image.com 1.5.6 Software Envi ENVI (The Environment For Visualizing Images) merupakan suatu image processing system yang revolusioner yang dibuat oleh Research System, Inc (RSI). ENVI merupakan salah satu perangkat lunak yang 12 digunakan untuk pemrosesan citra (image processing). ENVI menyediakan visualisasi dan analisis untuk pemrosesan citra dalam berbagai ukuran dan format yang mudah dioperasikan serta inovatif. Gambar 1.1 Tampilan awal ENVI 5.0 ENVI 5.0 tergolong software ENVI versi terbaru, dimana tampilan yang disediakan oleh ENVI hampir sama dengan tampilan software ArcGIS. Tool-tool yang ditampilkan oleh ENVI 5.0 lebih sederhana dibandingkan dengan software ENVI versi sebelumnya, walaupun sederhana namun tool-tool nya lebih lengkap. Feature Extraction merupakan salah satu tool yang ada di ENVI. Tool feature extraction digunakan untuk melakukan klasifikasi berbasis objek, dimana tujuan dari tool tersebut untuk mengidentifikasi objek dari citra pankromatik ataupun multispektral berdasarkan karakteristik spasial, spektral, dan tekstur. Klasifikasi berbasis objek dalam feature extraction dibagi menjadi 3 jenis metode yaitu : a. Example Based Classification Metode ini sejenis dengan klasifikasi terselia (Supervised Classification) dimana pada metode ini dilakukan dengan adanya pengambilan sampel identitasnya untuk (training sample) menetapkan objek yang yang sudah diketahui belum diketahui identitasnya. Semakin banyak daerah sampel yang diambil maka akan semakin baik hasil dari klasifikasinya. Dalam metode ini terdapat 2 13 proses utama berupa segmentasi dan klasifikasi, dimana 2 proses tersebut saling berkaitan satu sama lain. b. Ruled Based Metode ini digunakan untuk menentukan fitur dengan membangun aturan berdasarkan obyek atribut seperti perpanjangan, daerah, spektral dan lain lain. Biasanya metode ini digunakan pada obyek jalan. c. Segment-Only Metode ini hanya melakukan segmentasi tanpa melakukan example based classification ataupun rule based. Sehingga output yang dihasilkan dari metode ini hanya hasil segmentasi. Pada metode Example Based Classification dibagi menjadi 2 macam proses utama yaitu segmentasi dan klasifikasi. Proses segmentasi untuk segment setting terdapat 2 macam algoritma yakni : a. Edge Algoritma ini terbaik untuk mendeteksi tepi fitur obyek yang memiliki batas tepi yang jelas. Mengatur skala level dan merge level dilakukan untuk memperoleh hasil deliniasi fitur yang terbaik. b. Intensity Algoritma ini terbaik untuk melakukan segmentasi gambar dengan gradient halus seperti Digital Elevation Model (DEM). Ketika memilih algoritma ini maka tidak melakukan proses penggabungan (merge setting) apapun atau merge level = 0. Penggabungan digunakan terutama untuk menggabungkan segmen dengan informasi spektral yang sama. Sedangkan dalam proses segmentasi untuk merge setting terdapat 2 macam algoritma yakni : a. Full Lamda Schedule Algoritma ini berfungsi untuk menggabungkan segmen kecil ke dalam segmen yang lebih besar, seperti segmen-segmen area bangunan, pohon, awan dan lain-lain. 14 b. Fast Lamda Algoritma ini berfungsi untuk menggabungkan segmen yang berdekatan dengan warna yang sama. Texture kernel size yaitu ukuran (dalam piksel) dari kotak yang bergerak berpusat pada setiap piksel dalam gambar. Texture kernel size memiliki nilai maksimal 19 dengan nilai defaultnya 3. Memilih nilai kernel yang lebih tinggi jika area yang disegmentasi luas dengan sedikit variasi tekstur. Memilih nilai kernel yang lebih rendah jika area yang disegmentasi lebih sempit dengan variasi tekstur lebih tinggi seperti perkotaan. 3 algoritma supervised classification yang tersedia dalam tool Feature Extraction pada proses klasifikasi yaitu : a. K Nearest Neighbor (KNN) Algoritma klasifikasi tetangga terdekat ini dipandang sebagai salah satu variasi dari prinsip kemiripan maksimum (maximum likelihood) non-parametrik (Mulder dan Kostwinder, 1987). Keputusan bahwa suatu nilai vektor piksel masuk pada salah satu klas ditentukan oleh sejumlah k sampel terdekat pada feature space-nya. Biasanya k ini bernilai 3 atau 5. Oleh karena itu, algoritma ini sering pula dipandang sebagai cara pengambilan keputusan yang demokratis (Projo, 1996). Algoritma klasifikasi tetangga terdekat mengklasifikasikan segmen berdasarkan kedekatannya dengan segmen-segmen daerah sampel. Pemrosesan data dengan klasifikasi ini berjalan lambat dibandingkan dengan klasifikasi dengan algoritma PCA, terlebih lagi proses akan berjalan lambat ketika terdapat ribuan segmen yang akan diklasifikasi. Namun algoritma ini merupakan algoritma yang lebih ketat dan lebih akurat dalam membedakan antar masing-masing kelas. b. Principal Components Analysis (PCA) Algoritma ini mengklasifikasikan segmen menjadi sebuah kelas komponen analisis utama. 15 c. Support Vector Machine (SVM) Algoritma ini merupakan yang paling ketat dari kedua algoritma sebelumnya, dimana waktu yang dibutuhkan pada saat melakukan pemrosesan akan lebih lambat. (ENVI) 1.5.7 Software ArcGIS ArcGIS merupakan salah satu aplikasi perangkat lunak sistem informasi geografis yang dibuat oleh Environmental Systems Research Institute (ESRI). ArcGIS telah banyak dipakai baik dikalangan akademisi, militer, pemerintah, maupun masyarakat dunia dalam membuat aplikasi yang berbasis sistem informasi geografis. ArcGIS merupakan software pengolah data spasial yang mampu mendukung berbagai format data gabungan dari tiga software yaitu ArcInfo, ArcView dan ArcEdit yang mempunyai kemampuan lengkap dalam geoprocessing, modelling dan scripting serta mudah diaplikasikan dalam berbagai tipe data. Dekstop ArcGIS terdiri dari 4 modul yaitu Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe, dan Arc Toolbox serta model builder. a. Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses, analisis peta, proses editing peta, dan juga dapat digunakan untuk mendesain secara kartografis. b. Arc Catalog digunakan untuk management data atau mengatur managemen file-file, jika dalam windows fungsinya sama dengan explore. c. Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang universal, untuk tampilan 3D, dan juga dapat digunakan untuk menampilkan Google Earth. d. Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan tool – tool tambahan. Model Builder digunakan untuk membuat model builder/diagram alur. Modul spatial adjusment merupakan suatu modul tambahan yang 16 digunakan untuk menggabungkan peta–peta yang memiliki cakupan wilayah yang sama tetapi hasil digitasinya beda. Tipe layer dalam ArcGIS : a. Point (contohnya ibukota), nol dimensi. b. Line (contohnya jalan, sungai, jalan kereta api), satu dimensi. c. Polygon (contohnya penggunaan lahan seperti sawah, kebun),dua dimensi. d. Raster images (citra, foto udara atau hasil scan peta topografi) (ESRI) 1.6 Penelitian Sebelumnya Tunjung dan Suharyadi (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Aplikasi Object-Based Image Analysis (OBIA) untuk Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan Menggunaan Citra ALOS AVNIR-2”. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui proses ekstraksi informasi pendekatan OBIA, besar akurasi dan deteksi perubahan penggunaan lahan menggunakan citra 2006 dan 2009. Metode yang dilakukan berupa segmentasi dan klasifikasi, segmentasi dilakukan dengan menggunakan algoritma region growing dan algoritma klasifikasi bhattacharya. Hasil penelitian ini berupa informasi perubahan luasan penggunaan lahan siginifikan adalah perubahan dari lahan terbuka menjadi permukiman dan lahan terbangun yang mengalami perubahan seluas 442,61 ha. Naim (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Pemetaan Penggunaan Lahan Memanfatkan Segmentasi Citra Resolusi Tinggi Quickbird di Kecamatan Depok, Sleman, Yogyakarta”. Tujuan dari penelitian ini untuk membuat peta penggunaan lahan Kecamatan Depok tahun 2013 hasil segmentasi citra resolusi tinggi Quickbird dan juga menentukan nilai parameter segmentasi yang paling sesuai dari beberapa sampel yang diambil. Metode yang digunakan berupa Region Growing dimana obyek piksel yang lebih kecil akan digabung dengan yang lebih besar. Peta penggunaan lahan hasil dari segmentasi citra Quickbird tahu 2009 dilakukan survey lapangan 17 untuk mendapatkan akurasi hasil interpretasi. Hasil akurasi menunjukkan ketelitian 58%. Farid (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Teknik Klasifikasi Berbasis Objek Citra Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Tutupan Lahan Sebagian Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman”. Tujuan dari penelitian ini yakni untuk mendapatkan perbandingan akurasi klasifikasi secara kualitatif berdasarkan metode akurasi matrix sebagai uji ketelitian klasifikasi berbasis objek dan menetapkan nilai segmentasi yang dapat digunakan sebagai rujukan/usulan dalam klasfikasi berbasis objek untuk pemetaan wilayah pinggiran perkotaan. Metode yang digunakan berupa interpretasi digital berbasis objek dan cek lapangan. Hasil penelitian ini berupa Peta Tutupan Lahan sebagian Kecamatan Mlati skala 1:7500. Aditya (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Aplikasi Citra Quickbird Untuk Pemetaan Penggunaan Lahan Pada Sebagian Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Kabupaten Kotawaringin Timur”. Tujuan dari penelitian ini yakni untuk melakukan ekstraksi informasi penggunaan lahan pada citra Quickbird dan pembuatan peta penggunaan lahan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi. Metode yang digunakan berupa interpretasi visual penggunaan lahan dari citra dengan memanfaatkan kunci interpretasi dan cek lapangan. Teknik yang digunakan berupa digitasi hasil interpretasi citra Quickbird komposit 321. Hasil dari penelitian ini berupa peta penggunaan lahan sebagian Kecamatan Mentaya Hilir Selatan skala 1:10.000. 18