hotel-office dengan pengendalian cahaya matahari pada fasade di

advertisement
HOTEL-OFFICE DENGAN PENGENDALIAN
CAHAYA MATAHARI PADA FASADE DI
SCBD
Hanna Kirana Indrasti, Firza Utama S., Wiyantara Wizaka
Universitas Bina Nusantara Jl. KH Syahdan no. 9, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat 11480
Telp. (021) 5345830 / Fax. (021) 5300244
[email protected]
ABSTRACT
Sunlight control in building facade is important in order to have a proper daylight inside room. This
study was conducted using natural lighting for Hotel-Office in Sudirman Central Business District. The
conclusion are made from simulation tools in Ecotect and Radiance software based on literature data,
comparative data, and field study on site. The visual comfort is measured by Lux value. This research
bring out guideline for a suitable aperture and angle of shading on facade, where each room with
different angle of aperture will bring out different design so we can make rooms that can well adapt with
daylight and let control it. (HKI)
Keywords: Daylight factor, Hotel-office, Facade, Natural sunlight,
ABSTRAK
Pengendalian cahaya matahari pada fasade sangat penting guna mendapatkan kebutuhan sinar yang
tepat di dalam suatu ruangan. Penelitan ini meliputi pemanfaatan cahaya alami bagi bangunan HotelOffice di Sudirman Central Business District. Metode dalam penelitian adalah dengan penjabaran dari
hasil studi literatur dan studi banding serta studi lapangan pada tapak yang digabung untuk menjadi
dasar simulasi bangunan dalam software Ecotect dan Radiance. Kenyamanan visual dalam hal ini diukur
dengan standar Lux. Penelitian ini menghasilkan pedoman dalam besar bukaan dan sudut shading yang
sesuai, tiap arahnya memiliki hasil yang berbeda sehingga desain dapat disesuaikan dengan
pengendalian cahaya matahari secara tepat pada ruang-ruang dalam. (HKI)
Kata Kunci: Fasade, Hotel-office, Cahaya alami, daylight factor
PENDAHULUAN
Hotel dan Kantor merupakan beberapa aspek insfrastruktur yang penting pada kota berkembang. Hotel
menjadi fasilitas menginap bagi orang-orang yang membutuhkan tempat tinggal sementara, sementara
bangunan kantor sangat dibutuhkan pada kota Jakarta yang memiliki berbagai fungsi vital, salah satunya
adalah sebagai pusat kegiatan bisnis. Prospek dari investasi pembuatan kantor di Jakarta sangat baik
karena prospek investasi kota Jakarta di bidang bisnis sangat tinggi. Hasil riset lembaga konsultan
properti komersial Cushman & Wakefield menempatkan Jakarta sebagai kota dengan pertumbuhan harga
sewa kantor tertinggi di dunia. Menurut Managing Director Research Cushman & Wakefield Asia Pasifik,
Sigrid Zialcita, pada 2013 pertumbuhan harga sewa kantor di Jakarta mencapai 30 persen. Jakarta juga
diperkirakan memiliki pertumbuhan harga sewa paling tinggi di dunia sampai dengan tahun 2015, yaitu
25%.
Di Jakarta, hotel yang dibutuhkan merupakan Hotel City, yaitu hotel yang terletak di dalam kota, di mana
sebagaian besar tamunya yang menginap memiliki kegiatan berbisnis. Kebutuhan ini semakin bertambah
seiring berkembangnya kegiatan dalam kota. Penghunian Kamar Hotel Berbintang dirinci Menurut
Provinsi, Indonesia 2004 - 2011 dalam persen menunjukkan bahwa Tingkat penghunian kamar di kota
sebanyak 4,97% dan membuat tingkat kepadatan penghunian hotel provinsi Jakarta berada di peringkat ke
6 di Indonesia, naik dari peringkat 7 pada 2008. (Badan Pusat Statistik, 2012). Berdasarkan hasil
wawancara awal kepada beberapa hotel bintang
bintang 4 di Jakarta Selatan, tingkat penghunian kamar dapat
mencapai 80-100%
100% setiap harinya pada hari kerja.
penulis memilih tapak yang berada di Sudirman Central Business District, Jakarta Selatan karena
Sudirman Central Business District merupakan salah satu kawasan elit perkantoran, dan baru memiliki
satu hotel bintang 5, Ritz Carlton. Disamping itu terdapat hotel bintang 1 dan 2 di sekitarnya. Dari data
datadata diatas, dirumuskan bahwa terdapat kebutuhan akan adanya hotel bintang 4 di daerah SCBD,
sehingga dibuatlah penelitian mengenai proyek ini. Penulis merencanakan desain kantor sewa yang
dilengkapi dengan hotel bintang 4 untuk akomodasi bagi pebisnis maupun turis yang berada di pusat kota.
Bangunan ini berada di selatan SCBD, sehingga menjadi sangat dekat
dek dari pusat kegiatan.
Salah satu elemen desain yang menghubungkan antara estetika dan kesinambungan iklim dengan
bangunan adalah fasade. Fasade suatu bangunan sangat penting sebagai salah satu aspek yang menarik
bagi bangunan, tetapi disamping itu juga sebagai pelindung bagi bangunan. Hotel di Jakarta pada
umumnya belum memperlihatkan fasade yang merespons kebutuhan dari sinar matahari yang tepat,
walaupun pada dasarnnya sinar matahari pada daerah tropis sangat besar dan berpotensial untuk
dimanfaatkan pada
da perancangan bangunan yang berkelanjutan. Menurut Poirazis (2004), fasade memiliki
fungsi pada iklim indoor, salah satunya adalah bidang visual. Dalam bidang ini, fasade bermanfaat dalam
kemungkinan untuk menggunakan kontrol surya semua-yang-sepanjang
semua
tahun
hun dan peningkatan
kenyamanan visual (seperti menghindari silau)
Kurang adanya kesadaran dan desain yang optimal pada fasade bangunan hotel yang merespons iklim
tropis di Jakarta mendorong adanya penelitian mengenai fasade yang dapat memanfaatkan cahaya
matahari
atahari tanpa mengurangi faktor estetika untuk kemudian diterapkan pada bangunan hotel
hotel-office.
Dengan strategi perancangan pada fasade, bangunan dapat memodifikasi kondisi kenyamanan visual
sesuai kebutuhannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui rancangan bentuk bangunan dan bukaan yang baik
sehingga perancangan bangunan dapat menghadirkan desain pemanfaatan ruang dengan faktor kontrol
cahaya pada bangunan yang baik.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan dengan metode penelitian Simulasi Kuantitatif. Penelitian diawali dengan
pengumpulan data literatur dan studi banding mengenai teori-teori
teori teori dan standar terhadap subjek penelitian,
serta studi lapangan yang digunakan sebagai dasar simulasi
simulasi yang dilakukan selanjutnya. Simulasi pertama
adalah untuk menentukan gubahan massa awal yang sesuai dengan kebutuhan pencahayaan pada
bangunan. Selanjutnya hasil simulasi dianalisa menyertakan kebutuhan luas bangunan (penyesuaian
dengan fungsi bangunan) untuk menentukan massa bangunan yang akan digunakan. Setelah gubahan
massa dan zoning telah ditentukan, penulis membuat simulasi untuk menentukan model vertical shading
angle yang akan digunakan pada bangunan dengan ecotect. Kemudian hasil model dibanding
dibandingkan dengan
model bangunan yang tidak menggunakan shading device.
Pada tahap awal dilakukan simulasi daylight factor dengan menggunakan parameter daylight factor
lingkungan 8500 LUX, batas massa bangunan yang digunakan adalah dengan daylight factor 66,5%, dan
simulasi dilengkapi dengan tower-tower
tower tower bangunan sekitar seperti yang dapat dilihat di gambar
pembayangan dibawah selama 1 tahun.
Gambar 1
Model Lingkungan sebagai Dasar Simulasi
Sumber : dok. Pribadi Revit Model
Cahaya memiliki sudut tertentu dalam 1 waktu. Cara untuk menentukannya adalah dengan mengetahui
longitude dan altitude dari matahari. Hal ini dipengaruhi dari waktu pada saat pengukuran dan tempat
pengukuran. Misal, pengukuran dilakukan di Jakarta, dengan titik pada lokasi -6.227315, 106.808454.
maka hasil dari diagram alur matahari yang didapat adalah :
Gambar 2
Alur matahari sepanjang tahun
Sumber : Ecotect dan olahan pribadi
Pada gambar 3 dijelaskan bahwa terdapat beberapa titik waktu kritis matahari pada area Indonesia.
Sebuah bukaan akan lebih optimal apabila berdasarkan data dari sudut datang matahari secara presisi.
Sudut ini dipengaruhi dari posisi tapak dan waktu penelitian. Terdapat 2 sudut pembayangan yang dapat
membantu menentukan jenis dan sudut bukaan yang optimal, yaitu horizontal shading angle dan verticcal
shading angle (hsa/vsa). Dibawah akan dijelaskan bagaimana pengaruh HSA VSA tersebut.
Gambar 3
Alur matahari sepanjang tahun di Indonesia
Sumber : Ecotect dan olahan pribadi
Bukaan yang disimulasikan dan diterapkan pada bangunan menggunakan sirip. Pada dasarnya arah sudut
sirip dapat menggunakan prinsip horizontal shading angle untuk memaksimalkan penggunaannya. Sudut
sirip dapat dirumuskan sebagai berikut.
HSA = AZI – ORI
AZI = Azimuth dari matahari
ORI = Orientasi dari fasad yang sedang diteliti
HSA positif apabila mengarah searah jarum jam (ke kanan) dan negatif apabila berlawanan arah dengan
arah jarum jam (ke kiri). Semakin kecil sudut hsa, semakin panjang sirip yang harus digunakan
Data diatas adalah dasar yang digunakan dalam penelitian selanjutnya untuk menentukan bukaan yang
digunakan pada bangunan. Sementara tabel dibawah merupakan standar pencahayaan yang harus
dipenuhi pada berbagai fungsi ruangan.
Fungsi ruangan
Perkantoran :
Tabel 1 Standar Penerangan 1
Tingkat Pencahayaan
(lux)
Kelompok
Renderasi warna
Ruang Direktur
350
Ruang kerja
350
Ruang komputer
350
Ruang rapat
300
Ruang gambar
750
Gudang arsip
150
Ruang arsip aktif.
300
Hotel dan Restauran :
Lobby, koridor
100
Ballroom/ruang sidang.
200
Ruang makan.
250
Cafetaria.
250
Kamar tidur.
150
Dapur.
300
Sumber : SNI Pencahayaan buatan, 2001
1 atau 2
1 atau 2
1 atau 2
1 atau 2
1 atau 2
3 atau 4
1 atau 2
1
1
1
1
1 atau 2
1
Selain itu terdapat data studi mengenai jenis-jenis
jenis
bukaan pada untuk pengaturan masuknya cahaya pada
bangunan yang pada umumnya dibagi 2, yaitu dengan pemantulan/refleksi dan pembayangan/
pembayangan/shading.
Bukaan menggunakan sirip vertikal untuk mengontrol masuknya cahaya dalam bangunan seperti pada
tabel 2.
Tabel 2
Sumber : olahan pribadi
Selain itu bangunan juga memiliki atrium yang berfungsi untuk memasukan cahaya ke tengah bangunan.
Terutama bagian podium bangunan.
Gambar 4
Pemantulan pada fasade
Sumber : http://agm2d.wordpress.com dibuka pada April 2013
HASIL DAN BAHASAN
Dari data diatas, dibuat simulasi yang dimulai dari lantai paling atas (lantai 25) agar bentukan massa
dapat lebih konkrit keabsahannya. Karena apabila bagian atas secara bertahap digambarkan pola lantainya
dari hasil analisa awal sampai kebawah, akan terj
terjadi self shading dari bangunan yang akan mempengaruhi
kelanjutan simulasi daylight factor itu sampai ke akhir di lantai 1. Berikut adalah hasil dari analisa ecotect
untuk daylight factor sepanjang tahun dari lantai 25 - lantai 1.
Gambar 4.3
Model Lingkungan sebagai Dasar Simulasi
Sumber : dok. Pribadi Revit Model
Dibawah merupakan gambar mengenai luas bangunan yang dapat dibangun sesuai dengan kdb pada
tapak, yaitu 25%.
Gambar 4.6
Studi Tapak 1
Sumber : dok. Pribadi
Dari hasil analisa tersebut,, digabungkan dengan kesesuaiannya dengan fungsi bangunannya dan peraturan
pada tapak, sehingga gubahan massa disesuaikan menjadi sebagai berikut.
Dibuat bukaan
untuk
memasukan
cahaya ke
tengah bangunan
Gambar 4.7
Hasil simulasi gubahan massa sesuai dengan klb
Sumber :olahan Pribadi
Kebutuhan kedalaman suatu bangunan dipengaruhi oleh fungsinya, maka dibawah ini dijelaskan
kedalaman bangunan yang digunakan dalam perancangan area hotel, maupun kantor sebagai ddesain dari
massa bangunan yang dipengaruhi
pengaruhi masuknya cahaya pada ruang, harus ada aturan dalam pembuatan
massa agar terjadi kesinambungan dengan bukaan dan desain dalam kontrol cahaya.
cahaya Berikut
rikut adalah hhasil
gubahan massa yang digunakan, berdasarkan dari simulasi daylight factor untuk memaks
memaksimalkan
penggunaan cahaya alami.
Gambar 4.8
Hasil simulasi gubahan massa akhir
Sumber : dok. Pribadi Model Ecotect dan Rhinoceros
Desain dari massa bangunan mempengaruhi masuknya cahaya pada ruang, harus ada aturan dalam
pembuatan massa agar terjadi kesinambungan dengan bukaan dan desain dalam kontrol cahaya
cahaya. Hasil
gubahan massa yang digunakan, berdasarkan dari simulasi daylight factor untuk memaksimalkan
penggunaan cahaya alami adalah sebagai berikut
Maju mundurnya bangunan bersifat organik, disesuaikan
disesua
dengan hasil dari simulasi daylight factor
factor.
Maksimal majunya lantai dari kolom ±3m karena menyesuaikan dengan bentang struktur utama, yaitu
±8m.
Pada massa bangunan, dibuat void pada tengah bangunan untuk menyesuaikan kedalaman bangunan
sesuai fungsinya. Pada hotel, jarak kedalaman bangunan masing-masing
masing masing kanan kiri ±6,5m sedangkan
pada kantor 9-11m. Hal ini juga membuat transfer cahaya ke dalam bangunan lebih maksimal
maksimal.
Dari data-data
data yang telah didapatkan, peneliti melakukan simulasi shading angle dalam ecotect yang
dibuat dengan tujuan mendapatkan bukaan yang yang dapat mengontrol masuknya cahaya matahari
secara optimal. Penulis menggunakan variabel besar sirip 1m dan bentang pada masing-masing
masing masing bukaan
1,5m. Penelitian ini dipusatkan pada sudut yang diperlukan sirip terhadap siku muka fasad sehingga
menimbulkan bukaan yang optimal.
Gambar 5
Model dasar sudut sirip
Sumber : olahan. Pribadi
Penelitian awal menggunakan hsa/vsa untuk menentukan sudut dasar sirip pada mayoritas sudut hadap
fasad. Dibawah adalah hasil analisa yang telah dilakukan dalam software ecotect. Sudut 0° merupakan
arah utara.
Gambar 6
Model dasar sudut sirip sisi 75°
Sumber : olahan. Pribadi
Pada fasad di arah timur, seperti yang digambarkan ada gambar 6, penggunaan sirip optimal digunakan
pada jam 09:00 pagi. Sudut yang digunakan adalah sudut siku dari sudut datang matahari. Pada fasad di
arah utara seperti di gambar 7, penggunaan sirip optimal digunakan pada jam 12:00 dan 15:00.
Gambar 7
Model dasar sudut sirip sisi 345°
Sumber : olahan. Pribadi
Setelah dilakukan penelitian tersebut dan mendapatkan data awal, data tersebut digunakan untuk
membentuk kesatuan sirip-sirip pada seluruh muka fasad . model ini menggunakan software grasshopper
untuk membantu presisi sudut dari masing-masing sisi.
Gambar 8 menunjukkan rumus dalam grasshopper yang digunakan untuk membuat modeling sirip-sirip
yang sesuai dengan arah matahari. Sirip dirumuskan tegak lurus arah matahari di Jakarta.
Gambar 8
Model Pembacaan Data Grasshopper
Sumber : www.tedngai.net dan olahan. Pribadi model data grasshopper
Gambar 9 menunjukkan cara pembuatan
pemb
model sudut sirip pada massa yang digunakan dalam simulasi
selanjutnya dan bagi desain sudut sirip yang digunakan bangunan pada waktu yang telah ditentukan
ditentukan.
Gambar 9
Model Massa di Rhinoceros
Sumber : olahan. Pribadi
Gambar 10 merupakan metode pembacaan dari software radiance sebagai pembuktian dari penggunaan
sirip. Penelitian akan menunjukan perbandingan antara bangunan yang menggunakan sirip dan yang tidak
menggunakan.
Model Pembacaan Data Radiance
Gambar 10
Sumber : dok. Pribadi analisa Radiance
Tabel 1 merupakan hasil dari analisa radiance yang diatur menurut jenis orientasi bukaan dari ruangnya
dan peruntukannya. Disimpulkan
isimpulkan bahwa pada area kantor di lantai 7 pada sisi barat, shading sangat
berguna pada setiap waktunya. Pengurangan kuat cahaya yang masuk mendekati kenyamanan visual ideal
yang disarankan dalam standar nasional Indonesia. Dapat
apat dilihat bahwa ada kebutuhan untuk pembuatan
shading angle yang sesuai dengan jam-jam
jam
tertentu.
Tabel 1 Jenis sun-shading
Kantor di Lantai 7
Waktu
23 Maret
Menggunakan sirip
Kuat
cahaya
Tanpa menggunakan
sirip
Kuat
cahaya
09:00
350
450
12:00
370
440
15:00
400
500
09:00
375
380
12:00
400
450
15:00
445
480
09:00
380
400
12:00
380
395
15:00
425
450
21 Juni
22 Desember
Sumber : Olahan pribadi
Dibawah ini adalah detail dari mekanisme kinetik sirip yang digunakan. Sirip pada bangunan menyerupai
sistem pintu, akan tetapi terdapat mesin yang menggerakannya yang disembunyikan di dalam plafond.
engsel yang menggerakkannya disatukan dengan kusen yang diletakkan di balik sirip yang juga berfungsi
sebagai penahan kaca-kaca
kaca pada fasad bangunan.
Sirip terbuat dari bahan yang berpori agar dapat menahan beban angin di ketinggian bangunan yang lebih
dari 50m.
Gambar 4.18
Model Sirip Bangunan
Sumber : olahan. Pribadi
Gambar 5.2
Kedalaman kantor dan hotel
Sumber : olahan pribadi
Kebutuhan akan besaran sudut shading pada bukaan berbeda tiap jamnya sehingga diperlukan
penyesuaian dalam desain agar sirip dapat diterapkan pada semua waktu. Dengan penggunaan sirip pada
bangunan, tercapai kenyamanan visual pada bbangunan, yang sesuai dengan masing-masing
masing fungsi ruang.
Dengan batas besaran lux untuk ruang kerja kantor 350-500
350
lux, dan kamar pada hotel 150-350
350 Lux.
12:00
09:00
Gambar 5.3 Sirip bangunan
Sumber : olahan pribadi
Kebutuhan besar sudut shading pada bukaan berbeda tiap jamnya sehingga perlu ada penyesuaian dalam
desain agar dapat diterapkan pada semua waktu Sistem yang baik untuk sirip pada bangunan merupakan
sistem kinetik yang menyesuaikan dengan waktu dan kebutuhan pencahayaannya. Akan tetapi sistem ini
dapat dimatikan dan menjadi stagnan. Hal ini mempengaruhi pencahaan sehingga cahaya yang masuk
dapat berkurang. Akan tetapi, penggunaan shading yang aktif akan lebih mengoptimalkan kenyamanan
visual bagi penghuni hotel-office tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah desain dari massa bangunan mempengaruhi masuknya cahaya pada
ruang, harus ada aturan dalam pembuatan massa agar terjadi kesinambungan dengan bukaan dan desain
dalam kontrol cahaya. Selain itu Terdapat perbedaan dari kebutuhan bukaan dan sudut shading
berdasarkan sudut dan besar bukaan, dan kebutuhan besar sudut shading pada bukaan berbeda tiap
jamnya sehingga perlu ada penyesuaian dalam desain agar dapat diterapkan pada semua waktu.
Diperlukan adanya Pengaturan massa bangunan dari awal konsep akan membantu dalam penyelarasan
massa ruang mikro, juga penyesuaian sudut bukaan reflektor dengan jam, apabila diperlukan dibuat
sistem gerak pada sudut reflektor agar terjadi keselarasan dengan pergerakan matahari.
REFERENSI
Cuttle, C. (2003). Lighting by Design. Oxford : Architectural Press
Gutierrez G. C. R.,Labaki, L. C. .An Experimental Study of Shading Devices : Orientation Typology
and Material
Hashida, S., J. M. G. T. Morales, (2005).Sustainable Building Design Book (Eds.), Tokyo:
SB05Tokyo Student .
Suwithi, N. W., C. E. Jr. Boham. (2008). Akomodasi Perhotelan Jilid 1. Jakarta : Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Chan, A. L. S. (2008). Daylighting. Daylight Factor. Diakses 25 mar 2013 dari
http://personal.cityu.edu.hk/
Badan Pusat Statistik (2013). Tingkat Penghunian pada kamar Hotel. Diakses 10 April 2013 dari
http://www.bps.go.id/
Goia, F., Perino, M., Serra, V., Zanghirella, F. (2010) Towards an Active, Responsive, and Solar
Building Envelope. Journal of Green Building: Fall 2010.
La Roche, Pablo., (2011). Carbon-Neutral Architectural Design. CRC Press, New York : 146-149
Loonen, R.C.G.M. (2010). Climate Adaptive Building Shells: What can we simulate?.
RIWAYAT PENULIS
Hanna Kirana Indrasti lahir di Jakarta pada tanggal 23 April 1991.
Download