8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Servikal 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Fisiologi Servikal
2.1.1
Servikal I-VII
Vertebra servikal I juga disebut atlas, pada dasarnya berbeda
dengan lainnya karena tidak mempunyai corpus vertebra oleh karena
pada atlas dilukiskan adanya arcus anterior terdapat permukaan sendi,
fovea, vertebralis, berjalan melalui arcus posterior untuk lewatan arcus
posterior untuk lewatnya arteri vertebralis.
Vertebra servikal II juga disebut aksis, berbeda dengan vertebra
servikal ke-3 sampai ke-6 karena adanya dens atau processus odontoid.
Pada permukaan cranial corpus aksis memiliki tonjolan seperti gigi,
dens yang ujungnya bulat, aspek dentis.
Vertebra servikal III-V processus spinosus bercabang dua.
Foramen transversarium membagi processus transversus menjadi
tuberculum anterior dan posterior. Lateral foramen transversarium
terdapat sulcus nervi spinalis, didahului oleh nervi spinalis.
Vertebra servikal VI perbedaan dengan vertebra servikal I
sampai dengan servikal V adalah tuberculum caroticum, karena dekat
dengan arteri carotico.
8
9
Vertebra servikal VII merupakan processus spinosus yang besar,
yang biasanya dapat diraba sebagai processus spinosus columna
vertebralis yang tertinggi, oleh karena itu dinamakan vertebra
prominens (Syaifuddin, 2003).
Gambar 2.1.1 Vertebra Servikal I-VII
(Sumber: Syaifuddin, 2003)
2.1.2
Ligamentum.
Ligamentum adalah pita jaringan fibrosa yang kuat dan berfungsi
untuk mengikat serta menyatukan tulang atau bagian lain atau untuk
menyangga suatu organ (Snell, 2006).
a. Ligamentum longitudinal anterior
Ligamentum longitudinal anterior merupakan suatu serabut
yang membentuk pita lebar dan tebal serta kuat, yang melekat pada
bagian corpus vertebra, dimulai dari sebelah anterior corpus
10
vertebrae cervicalis II (yang meluas ke kepala pada os occipitale
pars basilaris dan tuberculum anterior atlantis) dan memanjang ke
bawah sampai bagian atas depan fascies pelvina os sacrum. Ligamen
longitudinal anterior ini lebih tebal pada bagian depan corpus karena
mengisi kecekungan corpus. Ligamen longitudinal anterior ini
berfungsi untuk membatasi gerakan extensi columna vertebralis.
Dimana daerah lumbal akibat berat tubuh akan mengalami
penambahan lengkungan pada vertebra columna didaerah lumbal.
Gambar a. Ligamentum Longitudinal Anterior
(Sumber: Syaifuddin, 2003)
b. Ligamentum longitudinal posterior
Ligamentum longitudinal posterior berada pada permukaan
posterior corpus vertebrae sehingga dia berada di sebelah depan
11
canalis vertebralis. Ligamentum ini melekat pada corpus vertebra
servikal II dan memanjang kebawah os sacrum. Ligamentum ini
diatas discus intervertebralis diantara kedua vertebra yang
berbatasan akan melebar, sedangkan dibelakang corpus vertebra
akan menyempit sehingga akan membentuk rigi. Ligamentum ini
berfungsi seperti ligamentum-ligamentum lain pada bagian posterior
vertebra colum, yaitu membatasi gerakan ke arah fleksi dan
membantu memfiksasi dan memegang dalam posisi yang betul dari
suatu posisis reduksi ke arah hyperextensi, terutama pada daerah
thorakal.
Gambar b. Ligamentum Longitudinal Posterior
(Sumber: Syaifuddin, 2003)
12
c. Ligamentum intertransversarium
Ligamentum intertransversarium melekat antara processus
transversus dua vertebra yang berdekatan. Ligamentum ini
berfungsi mengunci persendian sehingga membentuk membuat
stabilnya persendiaan.
Gambar c. Ligamentum Intertransversarium
(Sumber: Syaifuddin, 2003)
d. Ligamentum flavum
Ligamentum flavum merupakan suatu jaringan elastis dan
berwarna kuning, berbentuk pita yang melekat mulai dari permukaan
anterior tepi bawah suatu lamina, kemudian memanjang ke bawah
melekat pada bagian atas permukaan posterior lamina yang
13
berikutnya. Ligamentum flavum ini di daerah servikal tipis akan
tetapi di daerah thorakal ligamentum ini agak tebal. Ligamentum ini
akan menutup foramen intervertebral untuk lewatnya arteri, vena
serta nervus intervertebral. Adapun fungsi ligamentum ini adalah
untuk memperkuat hubungan antara vertebra yang berbatasan.
Gambar d. Ligamentum Flavum
(Sumber: Syaifuddin, 2003)
e. Ligamentum interspinale
Ligamentum interspinale merupakan suatu membran yang
tipis melekat pada tepi bawah processus suatu vertebra menuju ke
tepi atas processus vertebra yang berikutnya. Ligamentum ini
14
berhubunganm dengan ligamentum supra spinosus dan ligamentum
ini didaerah lumbal semakin sempit.
Gambar e. Ligamentum Interspinale
(Sumber: Syaifuddin, 2003)
2.1.3
Otot pada Leher
Otot
yang
terdapat
pada
leher
terdiri
dari
otot
sternocleidomastoideus origonya terletak pada processus mastoideus
dan linea nuchae superior, insersio Pada incisura jugularis sterni dan
articulation sternoclavicularis, fungsi rotasi, lateral flexi, kontraksi
bilateral mengangkat kepala dan membantu pernapasan bila kepal
difixasi inervasi nervus accessorius dan plexus servikal (C1 dan C2)
(Daniel, S. Wibowo, 2005).
15
Gambar 2.1.3 Otot Sternocleidomastoideus
(Sumber: Daniel, 2005)
Otot scaleni terbagi atas 3 serabut, yang pertama otot scalenus
anterior, origo
pada tuberculum anterius processus transversus
vertebra cervicalis III sampai VI, insersio pada tuberculum scaleni
anterior, inervasi plexus brachialis (C5-C7) dan berfungsi menarik costa
I, menekuk leher ke latero anterior dan menekuk leher ke anterior. Yang
kedua otot scalenus medius origo terletak pada tuberculum posterior
processus transversus vertebra cervicalis II sampai dengan VII, insersio
pada costa I di belakang sulcus a.subclavicula dan kedalam membran
intercostalis externa dari spatium intercostalis I, inervasi plexus
cervicalis dan brachialis (C4-C8) dan berfungsi mengangkat costa I dan
16
menekuk leher ke lateral costa I. Yang terakhir otot scalenus posterior
origo terletak pada processus transversus vertebra cervicalis V sampai
VII, insersio pada permukaan lateral costa II, inervasi plexus brachialis
( C7-C8) dan berfungsi fleksi leher, membantu rotasi leher dan kepala
serta mengangkat costa I (Daniel, S. Wibowo, 2005).
Gambar 2.1.3 Otot Scaleni
(Sumber: Daniel, 2005)
Otot trapezius dibagi menjadi 3 serabut yaitu yang pertama pars
descendens origo berasal dari linea nuchae superior, protuberantia
occipitalis externa dan ligamentum nuchea, insersio pada sepertiga
lateral clavicula, berfungsi untuk melakukan gerakan adduksi dan
retraksi dan menginervasi nervus accessorius dan rami trapezius (C2C4). Otot pars tranversa origo berasal dari servikal, insersio pada
17
sepertiga lateral clavicula, berfungsi untuk melakukan gerakan adduksi
dsn retraksi. dan menginervasi nervus accessorius dan rami trapezius
(C2-C4). Yang ketiga pars ascendens origo berasal dari vertebra
thoracalis III sampai XII, dari processus spinosus dan ligamentum
supraspinasum, insersio pada trigonum spinale dan bagian spina
scapulae yang berdekatan, berfungsi untuk menarik ke bawah (depresi)
dan menginervasi nervus accessorius dan rami trapezius (C2-C4)
(Daniel, S. Wibowo, 2005).
Gambar 2.1.3 Otot Trapezius
(Sumber: Daniel, 2005)
18
Otot levator scapula origo terletak pada tuberculum posterior
processus transversus vertebra cervicalis I sampai IV, insersio pada
angulus superior scapula, berfungsi mengangkat scapula sambil
memutar angulus inferior ke medial dan menginervasi nervus dorsalis
scapulae (C4-C8). Otot ini difungsikan untuk mengangkat pinggir medial
scapula. Bila bekerja sama dengan serabut tengah otot trapezius dan
rhomboideus, otot ini menarik scapula ke medial dan atas, yakni pada
gerakan menjepit bagu ke belakang (Daniel, S. Wibowo, 2005).
Gambar 2.1.3 Otot Levator Scapula
(Sumber: Daniel, 2005)
19
Otot longus colli kira-kira membentuk segitiga karena terdiri atas
tiga kelompok serabut. Fungsinya : untuk membengkokkan servikal ke
depan dan ke samping. Inervasinya plexus cervicalis dan brachialis (C2C8). Otot longus colli terdiri dari 3 serabut, yang pertama serabut
oblique superior origonya berasal dari tuberculum anterius processus
transversus vertebra cervicalis II sampai V dan insersio pada
tuberculum anterior atlas. Yang kedua serabut oblique inferior, origo
berjalan dari corpus vertebra thoracalis I sampai III dan insersio pada
tuberculum anterius vertebra cervicalis VI. Dan yang terakhir serabut
medial, origo terbentang dari corpus vertebra thoracalis bagian atas dan
vertebra cervicalis bagian bawah insersio pada corpus vertebra
cervicalis bagian atas (Daniel, S. Wibowo, 2005).
Gambar 2.1.3 Otot Longus Colli
(Sumber: Daniel, 2005)
20
Otot longus capitis origo terletak pada tuberculum anterius
processus transversus vertebra cervicalis III sampai VI, insersio pada
bagian basal os occipital berfungsi membentuk gerakan flexi, Lateral
flexi dan menginervasi plexus cervicalis (C1-C4) (Daniel, S. Wibowo,
2005).
Gambar 2.1.3 Otot Longus Capitis
(Sumber: Daniel, 2005)
2.2 Biomekanik
2.2.1. Regio Servikal
Disusun oleh 3 sendi penyusun yaitu atlanto-occipital joint (C0C1), atlanto-axial joint (C1-C2) dan vertebra joints (C2-C7). Regio ini
merupakan regio yang paling sering bergerak dari seluruh bagian tulang
vertebra. Hal itu dapat terlihat dari peranannya yaitu untuk mengatur
21
sendi dan memfasilitasi posisi dari kepala, termasuk penglihatan (vision),
pendengaran, penciuman dan keseimbangan tubuh. Adapun gerakan yang
dihasilkan pada regio ini yaitu fleksi-ektensi, rotasi dan lateral fleksi
cervical (Neuman, 2002).
a. Atlanto-occipital Joint (C0-C1)
Atlanto-occipital
Joint
berperan dalam gerakan
fleksi-
ekstensi dan lateral fleksi cervical. Arthrokinematika pada gerakan
fleksi condylus yang conveks akan slide ke arah belakang terhadap
facet articularis yang concaf sebesar 10 derajat. Sedangkan pada
gerakan ekstensi condylus yang conveks akan slide ke arah depan
terhadap facet articularis yang concaf sebesar 17derajat.
Pada gerakan lateral fleksi cervical akan terjadi roll dari sisisisi pada jumlah yang kecil pada condylis occipital yang conveks
terhadap facet articularis(atlas) yang concaf sebesar 5derajat.
b.
Atlanto-axial Joint (C1-C2)
Gerakan utama pada atlanto-axial joint adalah gerakan rotasi
cervical ditambah dengan gerakan fleksi dan ekstensi. Pada gerakan
fleksi akan terjadi gerakan pivot kedepan dan sedikit berputar pada
atlas terhadap axis (C2) sebesar 15 derajat sedangkan pada gerakan
ekstensi gerakan pivot kebelakang dan sedikit berputar pada atlas
terhadap axis (C2).
22
Gerakan rotasi pada sendi ini sebesar 45 derajat dimana atlas
yang berbentuk cincin akan berputar disekitar procesus odonthoid
bagian procesus articularis inferior atlas yang sedikit concaf akan
slide dengan arah sirkuler (melingkar) terhadap procesus articularis
superior axis.
c. Vertebra joints (C2-C7)
Pada vertebra joint terjadi gerakan fleksi-ekstensi, rotasi dan
lateral fleksi cervical. Pada gerakan fleksi permukaan procesus
articularis inferior vertebra superior yang berbentuk concaf akan slide
ke arah atas dan depan terhadap procesus articularis superior vertebra
inferior sebesar 40 derajat, sedangkan pada gerakan ekstensi
permukaan procesus articularis inferior vertebra superior yang
berbentuk concaf akan slide ke arah bawah dan belakang terhadap
procesus articularis superior vertebra inferior sebesar 70 derajat.
Pada gerakan rotasi akan terjadi slide pada procesus articularis
inferior vertebra superior ke arah belakang dan bawah pada ipsilateral
arah rotasi dan akan terjadi slide ke arah depan atas pada sisi
contralateral terhadap procesus articularis superior vertebra inferior
sebesar 45 derajat.
Gerakan lateral fleksi cervical, procesus articularis inferior
vertebra superior pada sisi ipsilateral slide ke arah bawah dan sedikit
ke belakang dan pada sisi contralateral akan slide ke arah atas dan
23
sedikit kedepan sebesar 35 derajat. Inlinasi pada bentuk facet joint
akan menghasilkan gerakan coupling yang searah dimana selama
gerakan rotasi akan disertai dengan lateral fleksi yang juga searah.
Mekanisme gerakan lateral fleksi ditunjukan seperti gambar 2.2.1
dibawah ini.
muscle stretch
muscle contraction
Gambar 2.2.1 Gerakan Lateral Fleksi Leher
(Sumber: Neumann, 2002)
2.3 Lingkup Gerak Sendi Leher
Lingkup gerak sendi atau Range Of Motion (ROM) adalah luasnya
gerakan sendi yang terjadi pada saat sendi bergerak dari satu posisi ke posisi
lain, baik secara pasif maupun aktif. Lingkup gerak sendi dapat juga
diartikan sebagai ruang gerak/batas-batas gerakan dari suatu kontraksi otot
dalam melakukan gerakan, apakah otot tersebut dapat memendek atau
memanjang secara penuh atau tidak (Deuster et al., 2007).
24
Lingkup gerak sendi berhubungan dengan fleksibilitas. Fleksibilitas
adalah kemampuan suatu jaringan atau otot untuk memanjang semaksimal
mungkin sehingga tubuh dapat bergerak dengan lingkup gerak sendi yang
penuh, tanpa disertai rasa nyeri. Gerakan leher yang utama adalah fleksi
yaitu membawa dagu kearah dada, ekstensi yaitu memutar kepala
kebelakang untuk melihat langit-langit, dan lateral fleksi yaitu membawa
telinga kearah bahu. Stabilitas tulang belakang cervical disediakan oleh
kombinasi sendi zygapophyseal, banyak ligament dan otot. Ekstensi, fleksi,
gerakan lateral, dan rotasi diinduksi oleh orientasisendi zygapophyseal
(Weerapong et al., 2005).
Pengukuran dari lingkup gerak sendi leher tersebut dapat diukur
dengan menggunakan alat berupa goniometer. Dengan cara meletakan axis
(fulcrum) di posisi ataupun di suatu titik pengukuran kemudian lengan
proksimal (stationary arm) posisi diam dan lengan distal (moving arm)
bergerak mengikuti gerakan sendi. Sudut yang ditunjukan pada goniometer
diinterpretasikan sebagai lingkup gerak sendi dari sendi tersebut
(Reese,2002). Berikut adalah gambar dari alat ukur goniometer.
25
Gambar 2.3 Goniometer
(Sumber: Reese,2002)
2.4 Patofisiologi Penurunan Lingkup Gerak Sendi Leher
Masalah penurunan lingkup gerak sendi pada tubuh manusia salah satunya
sering terjadi pada otot upper trapezius karena otot ini sering ditemukan
mengalami gangguan (Lestari, 2010). Otot upper trapezius adalah tot tipe I atau
tonik dan juga merupakan otot postural yang berfungsi melakukan gerakan
elevasi bahu, ekstensi dan lateral fleksi servikal. Kelainan yang terjadi pada tipe
otot ini cenderung tegang dan memendek. Itu sebabnya jika otot upper trapezius
berkontraksi dalam jangka waktu lama, maka jaringan ototnya menjadi tegang,
timbul nyeri dan dalam waktu lama mengakibatkan penurunan lingkup gerak
sendi. Kerja otot upper trapezius akan bertambah berat dengan adanya postur
yang buruk, mikro dan makro trauma (Makmuriyah & Sugijanto, 2013).
Kondisi kontraksi pada otot yang berlangsung dalam waktu lama
mengakibatkan keadaaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Hal ini disebabkan
karena menurunnya jumlah ATP, sehingga tidak adanya ketersediaan energi
untuk menggeser aktin dan miosin. Kontraksi yang terjadi semakin lama akan
26
semakin lemah, walaupun saraf masih bekerja dengan baik dan potensial aksi
masih menyebar pada serabu-serabut otot (Guyton & Hall, 2008).
Pada penelitian ini akan digunakan gerakan lateral fleksi servikal sebagai
interpretasi lingkup gerak sendi dimana otot upper trapezius berperan sebagai
main muscle atau otot yang paling dominan bekerja pada gerakan tersebut.
Lingkup gerak sendi lateral fleksi servikal yang normal adalah lebih dari 45º. Otot
upper trapezius terdiri dari dua bagian yaitu kanan dan kiri dimana pelatihan otot
dapat dioptimalkan dengan memberikan intervensi dengan gerakan yang spesifik
seperti lateral fleksi (Neuman, 2002).
2.5 Infrared
2.5.1
Definisi
Infrared adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang 7700-4 Juta Ao. Sinar infrared dapat menghasilkan
panas lokal yang bersifat superfisial dan direkomendasikan untuk kondisi
yang subakut untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. Pemanasan supefisial
akan berpengaruh pada suhu jaringan di bawahnya yang mengalami
cedera, dan penignkatan suhu pada jaringan superfisial akan menghasilkan
efek analgesia. Efek panas yang ditimbulkan menyebabkan terjadinya
vasodilatasi pada pembuluh darah, dan meningkatkan sirkulasi pada
jaringan (Prentice, 2002).
27
Berdasarkan panjang gelombangnya, infrared dibagi menjadi dua
yaitu: (1) Gelombang panjang (non penetrating) yang merupakan infrared
dengan panjang gelombang 12.000 Ao – 150.000 Ao. Daya penetrasi dari
gelombang ini hanya sampai pada lapisan superfisial epidermis yaitu
sekitar 0,5 mm. (2) Gelombang pendek (penetrating) yang memiliki
panjang gelombangnya mencapai 7.700 Ao – 150.000 Ao. Gelombang ini
mempunyai daya penetrasi yang lebih dalam dari pada gelombang
panjang. Daya penetrasi dari gelombang ini mencapai jaringan subkutan
dan dapat berpengaruh langsung terhadap pembuluh darah kapiler,
pembuluh limfe, ujung-ujung saraf, dan jaringan lain yang ada di bawah
kulit.Selain memiliki efek fisiologis dan terapeutik, infrared menimbulkan
bahaya seperti : (1) Adanya luka bakar yang terjadi pada daerah
superfisial epidermis, (2) Electric shock yang terjadi akibat dari adanya
kabel yang terbuka dan disentuh oleh pasien, (3) Meningkatkan keadaan
gangrene, (4) Sakit kepala (Headache) yang terjadi pada saat pemberian
terapi, (5) Kaitnessyang terjadi pada saat diberikan terapi dimana pasien
menjadi pingsan atau tidak sadarkan diri secara tiba-tiba, (6) Kerusakan
pada mata, sinar infrared dapat menyebabkan terjadinya katarak jika
mengenai mata (Prasetyo, 2013).
Dalam infrared terdapat indikasi dan kontraindikasi pemberian
intervensi tersebut. Indikasi dari modalitas infrared adalah kondisi
28
peradangan setelah fase akut, seperti kuntusio, muscle strain, muscle
sprain, trauma sinovitis, arthritis seperti rhematoid arthritis, osteoarthritis,
myalgia, neuralgia, neuritis, gangguan sirkulasi darah, penyakit kulit,
persiapan exercise dan massage. Sedangkan, kontraindikasi dari modalitas
infrared adalah daerah dengan insufiensi pada darah, gangguan
sensibilitas kulit dan adanya kecenderungan terjadinya pendarahan
(Prentice, 2002).
2.5.2
Teknik Aplikasi Infrared
Posisikan pasien 20 inchi dari lampu infrared. Lepaskan bahanbahan logam atau pakaian pada bagian yang akan di terapi. Posisikan
lampu infrared tegak lurus dengan daerah yang diterapi. Durasi waktu saat
pelakasanaan terapi terapi adalah 10-15 menit. Selama proses terapi, perlu
dilakukan kontrol untuk memeriksa rasa hangat pada kulit (Prentice,
2002).
2.5.3
Efek Pemberian Infrared
Pemberian modalitas infrared, dapat memberikan efek fisiologis
dan efek terapeutik pada tubuh, yaitu (Prentice, 2002):
1. Efek fisiologis
a. Meningkatkan proses metabolisme
Suatu reaksi kimia akan dapat dipercepat dengan adanya panas
atau kenaikan temperatur pada jaringan. Proses metabolisme yang
terjadi pada lapisan superficial kulit akan meningkat sehingga
29
sirkulasi oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi lebih baik, dan
pengeluaran zat sisa metabolisme juga lancar.
b. Vasodilatasi pembuluh darah
Efek panas yang dihasilkan oleh sinar infrared akan menyebabkan
dilatasi pembuluh darah kapiler dan artiole. Kulit akan
mengadakan reaksi dan berwarna kemerah-merahan yang disebut
erythema. Untuk ini mekanisme vasomotor mengadakan reaksi
dengan jalan pelebaran pembuluh darah sehingga jumlah panas
daratakan keseluruh jaringan lewat sirkulasi darah. Dengan
sirkulasi darah yang miningkat, maka pemberian nutrisi dan
oksigen kepada jaringan akan ditingkatkan, sehingga pemeliharaan
jaringan menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap radang juga
baik.
c. Pigmentasi
Penyinaran yang berulang-ulang dengan sinar infrared dapat
menimbulkan pigmentasi pada tempat yang disinari. Hal tersebut
disebabkan oleh karena adanya perubahan sel-sel darah merah di
tempat tersebut.
d. Pengaruh terhadap jaringan otot
Kenaikan temperatur pada jaringan mempengaruhi terjadinya
relaksasi
otot,
pemanasan
juga
pembuangan zat-zat metabolisme.
akan
membantu
proses
30
e. Distruksi Jaringan
Penyinaran yang berlebihan
dapat menimbulkan kenaikan
temperatur jaringan yang cukup tinggi dan berlangsung dalam
waktu yang lama sehingga menyebabkan kerusakan pada jaringan.
f. Meningkatkan temperatur tubuh
Peningkatan temperatur jaringan superfisial akan diteruskan ke
seluruh tubuh, maka disamping terjadi pemerataan panas juga akan
terjadi penurunan tekanan darah sistemik. Hal ini karena adanya
panas yang akan merangsang pusat pengatur panas tubuh untuk
meratakan panas yang terjadi dengan jalan dilatasi yang bersifat
general.
g. Mengaktifkan kerja kelenjar keringat
Pengaruh rangsangan panas yang dibawa ujung-ujung saraf
sensoris dapat mengaktifkan kerja kelenjar keringat.
2. Efek terapeutik
a. Mengurangi rasa nyeri
Panas ringan memberikan efek sedatif pada superficial sensoris
nerve ending, Sedangkan panas kuat dapat menghasilkan counter
iritation yang akan menimbulkan pengurangan nyeri. Deangan
sirkulasi darah yang lancar maka zat ”P” yang merupakan salah
satu penyebab nyeri akan ikut terbuang.
31
b. Relaksasi otot
Relaksasi otot akan dicapai jika rasa nyeri berkurang dan jaringan
otot dalam keadaan hangat.
c. Meningkatkan sirkulasi darah
Kenaikan temperatur yang terjadi, akan menimbulkan vasodilatasi
pembuluh
darah.
Hal
ini
akan
menyebabkan
terjadinya
peningkatan sirkulasi darah pada jaringan yang diterapi.
d. Membuang zat-zat sisa hasil metabolisme
Penyinaran di daerah yang luas akan mengaktifkan glandula
gudoifera diseluruh badan, sehingga dengan demikian akan
meningkatkan pembuangan sisa-sisa hasil metabolisme melalui
keringat
Menurut hasil penelitian dari Usuba, et al., (2006) bahwa efek
panas yang dihasilkan oleh infrared dapat meningkatkan lingkup gerak
sendi pada area yang mengalami keterbatasann lingkup gerak sendi.
Penelitian lainnya yang dilakukan Anjas Wichaksono (2014) efek
pemberian intervensi infrared pada bagian leher dapat memberikan
vasodilatasi dan relaksasi pada otot untuk dapat mengurangi spasme dan
meningkatkan lingkup gerak sendi leher. Hal ini diperkuat oleh Prentice
(2002) dalam bukunya yang berjudul Therapeutic Modalities for Physical
Therapists, bahwa infrared dapat memberikan efek relaksasi pada otot
32
yang mengalami spasme sehingga akan berdampak pada peningkatan
fleksibilitas pada otot.
2.6 Slow Reversal
2.6.1
Definisi
Slow reversal adalah salah satu
metode dalam PNF untuk
menambah fleksibilitas pada otot yang melibatkan kontraksi otot agonis
dan
antagonis
pelaksanaannya
untuk
terapis
menambah
lingkup
memberikan
gerak
tahanan
sendi.
Dalam
sedangkan
pasien
mengkontraksikan otot agonis sebagai otot yang lebih kuat hingga ROM
yang diinginkan dan setelah itu tanpa adanya pengurangan kontraksi atau
relaksasi otot dilanjutkan dengan memberi tahanan kontraksi pada otot
yang antagonis. Adanya kontraksi yang terus menerus tanpa diselingi oleh
jeda akan memberikan relaksasi maksimal yang dapat membantu dalam
penguluran dan peningkatan lingkup gerak sendi. Kontraksi maksimal
pada otot yang dipanjangkan akan memprovokasi perubahan struktur dari
aktin-miosin. Gerakan yang pelan akan memastikan setiap otot yang
diinginkan berkontraksi secara maksimal (Alder et al., 2007).
Dalam slow reversal terdapat indikasi dan kontraindikasi
pemberian intervensi tersebut. Indikasi dilakukannya slow reversal adalah
keterbatasan
lingkup
gerak
sendi
akibat
adanya
perlengketan,
33
pembentukan jaringan parut, yang berperan untuk menimbulkan
ketegangan otot, jaringan ikat dan kulit, gerakan yang terbatas akibat
deformitas struktural, kelemahan otot dan pemendekan dari jaringan
antagonis.
Sedangkan, kontraindikasi dilakukannya slow reversal adalah
fraktur yang masih baru, tulang menonjol yang membatasi gerakan sendi,
infeksi akut, perdarahan, terdapat penyatuan tulang yang belum komplit
dan nyeri akut yang tajam pada gerakan sendi atau elongasi otot (Kisner &
Colby, 2007).
2.6.2
Teknik Aplikasi Slow Reversal
Teknik aplikasi slow reversal adalah sebagai berikut (Alder et al., 2007) :
a. Terapis memberikan tahanan pada subjek untuk bergerak dalam satu
arah (biasanya arah yang lebih kuat) sebanyak 5 kali repetisi.
b. Pada akhir ROM yang diinginkan tercapai, ubah manual kontak
sementara memberikan persiapan perintah verbal.
c. Perintah verbal mengawali gerakan untuk bergerak ke arah sebaliknya
tanpa relaksasi dan berikan penahanan pada arah gerakan baru mulai
dari distal.
d. Aplikasi teknik inidilakukan dengan frekuensi 3x dalam satu minggu
sebanyak 6x perlakuan.
34
2.6.3
Mekanisme Peningkatan Lingkup Gerak Sendi Leher Melalui Slow
Reversal
Konsep dari teknik slow reversal pada dasarnya terjadi pada
komponen elastik (aktin dan miosin) yang menyebabkan ketegangan
dalam otot meningkat dengan tajam, sarkomer akan memanjang dan bila
hal ini dilakukan terus-menerus otot akan beradaptasi.
Saat pengaplikasian teknik intervensi dynamic reversals akan
terjadi mekanisme yang
disebut reciprocal innervations/inhibition.
Reciprocal inhibition mengacu pada inhibisi otot antagonist ketika
kontraksi isotonik yang terjadi dalam otot agonis. Hal ini terjadi karena
reseptor strecth dalam serabut otot agonis muscle spindle. Muscle spindle
bekerja untuk mempertahankan panjang otot secara tetap dengan
memberikan umpan balik pada perubahan kontraksi, dalam hal ini arah
muscle spindle memainkan bagian dalam proprioceptif. Dalam respon
untuk peregangan, muscle spindle menghentikan impuls saraf yang
meningkatkan kontraksi, hingga mencegah over stretching (Alder et al.,
2007).
Pada slow reversal juga terjadi penguluran komponen elastik pada
otot. sehingga akan mempengaruhi komponen elastik sarkomer pada otot
dimana melepaskan perlengketan ataupun taut band aktin dan moisin
sehingga akan mempengaruhi dari pemanjangan otot (Alder et al., 2007).
35
Menurut penelitian yang dilakukan Sherrington tahun 2004 teknik slow
reversal dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada regio leher
sebanyak 10%-20% dilakukan selama enam kali perlakuan dalam 2
minggu. Hal ini diperkuat oleh penelitian Candra Prayoga (2014) bahwa
slow reversal pada otot upper trapezius dapat meningkatkan lingkup gerak
sendi pada leher.
2.7 Contract Relax Stretching
2.7.1
Definisi
Contract
relax
stretching
merupakan
suatu
teknik
yang
menggunakan kontraksi isometrik pada otot yang mengalami pemendekan
dilanjutkan dengan relaksasi kemudian kembali diulur. Contract relax
stretching merupakan suatu teknik yang menggabungkan antara tipe
stretching isometrik dengan tipe stretching pasif. Teknik tersebut
bertujuan untuk memanjangkan / mengulur struktur jaringan lunak seperti
ligament, otot, fascia dan tendon yang mengalami pemendekan secara
patologis. Penguluran tersebut dapat meningkatkat lingkup gerak sendi
(LGS) dan mengurangi nyeri yang disebabkan oleh spasme, pemendekan
otot atau akibat fibrosis (Azizah & Hardjono, 2006).
Teknik
contract
relax
stretching
dimulai
dengan
terapis
memberikan kontraksi isometrik pada otot yang mengalami pemendekan
36
kemudian dilanjutkan dengan relaksasi. Setelah relaksasi terapis
memberikan penguluran pada otot tersebut. Contract relax stretching
dikatakan sebagai kombinasi dari tipe stretching isometrik dan stretching
pasif karena pada pelaksanaannya teknik ini dilakukan dengan dengan
mengkontraksikan otot yang memendek kemudian relaksasi, setelah itu
dilakukan penguluran (Azizah & Hardjono, 2006).
Manfaat dari teknik contract relax stretching adalah untuk
mengurangi ketegangan dan rasa sakit pada otot, membuat tubuh menjadi
lebih relaks, fleksibilitas meningkat, mencegah terjadinya strain otot,
mempersiapkan diri untuk melakukan aktifitas agar terasa lebih mudah
seperti berlari, berenang, dan memberikan sinyal kepada otot agar otot
mengetahui bahwa mereka akan dipakai untuk melakukan aktifitas
(Nelson 2007).
Dalam
contract
relax
stretching
terdapat
indikasi
dan
kontraindikasi pemberian intervensi tersebut. Indikasi dilakukannya
contract relax stretching yakni Range Of Motion (ROM) terbatas akibat
dari kontraktur adhesive dan terbentuknya scar tissue (jaringan parut)
yang memicu pemendekan pada otot dan kulit, adanya keterbatasan gerak
akibat dari deformitas yang bersifat structural, adanya kontraktur otot dan
kelemahan otot, digunakan untuk mencegah cedera musculoskeletal
(Kisner & Colby, 2007).
37
Kontraindikasi dilakukannya contract relax stretching adalah
fraktur yang baru, dislokasi atau subluksasi, terdapat gejala peradagangan
atau infeksi akut pada daerah sekitar sendi, trauma akut pada otot dan
ruptur tendon dan otot (Kisner & Colby, 2007).
2.7.2
Teknik Aplikasi Contract Relax Stretching
Contract relax stretching merupakan suatu teknik stretching yang
bertujuan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi, menghilangkan
spasme otot serta meningkatkan panjang jaringan lunak. Adapun
pelaksanannya adalah sebagai berikut (Kisner & Colby, 2007):
a. Posisikan pasien pada posisi yang nyaman dan jelaskan prosedur,
tujuan dan efek contract relax stretching yang dirasakan.
b. Fisioterapis
berada
dibelakang
pasien
dengan
tangan
kanan
memfiksasi bagian lateral leher pasien sedangkan tangan kiri diatas
bahu pasien.
c. Pasien melakukan gerakan melawan arah dorongan tangan kiri
fisioterapis
dan
ditahan
selama
7
detik
diikuti
inspirasi
maksimal,kemudian relaksasi diikuti ekspirasi dan fisioterapis
melakukan stretching selama 9 detik.
2.7.3
Mekanisme Peningkatan Lingkup Gerak Sendi Leher Melalui
Contract Relax Stretching
Contract relax stretching dilakukan untuk mendapatkan efek
relaksasi dan pengembalian panjang dari otot dan jaringan ikat. Motor unit
38
yang ada pada seluruh serabut otot akan teraktifasi akibat dari adanya
kontraksi isometrik yang diikuti dengan inspirasi maksimal. Hal tersebut
juga akan menstimulus golgi tendon organ yang dapat membantu
terjadinya relaksasi pada otot setelah kontraksi (reverse innervation)
sehingga akan terjadi pelepasan adhesi pada otot tersebut (Azizah &
Hardjono, 2006).
Kontraksi otot yang kuat akan mempermudah mekanisme pumping
action sehingga proses metabolisme dan sirkulasi lokal dapat berlangsung
dengan baik sebagai akibat dari vasodilatasi dan relaksasi setelah
kontraksi maksimal dari otot tersebut. Dengan demikian maka
pengangkutan sisa-sisa metabolisme ( substance) dan asetabolic yang
diproduksi melalui proses inflamasi dapat berjalan dengan lancar sehingga
rasa nyeri dapat berkurang (Azizah & Hardjono, 2006).
Relaksasi yang dilakukan setelah kontraksi isometrik maksimal
selama 9 detik dimana dalam proses ini diperoleh relaksasi maksimal yang
difasilitasi Reverse Innervation. Proses relaksasi yang diikuti ekspirasi
maksimal akan memudahkan perolehan pelemasan otot. Apabila
dilakukan peregangan secara bersamaan pada saat relaksasi dan ekspiresi
maksimal
maka
diperoleh
pencapaian
panjang
otot
yang
tightness/kontraktur lebih maksimal karena contract relax melalui
mekanisme stretch relax, autogenic inhibition sehingga dapat dikatakan
bahwa stretching pada maksimal range of motion (ROM) akan
39
merangsang golgi tendon organ sehingga timbul relaksasi pada otot
antagonis (Risal, 2010).
Dengan adanya komponen stretching maka panjang otot dapat
dikembalikan dengan mengaktifasi golgi tendon organ sehingga relaksasi
dapat dicapai karena nyeri akibat ketegangan otot dapat diturunkan dan
mata rantai viscous circle dapat diputuskan. Jika contract relax stretching
diaplikasikan pada kondisi tersebut maka dapat mengurangi iritasi pada
saraf Aδ dan C yang menimbulkan nyeri akibat dari abnormal cross link.
Hal ini dapat terjadi karena pada saat diberikan intervensi contract relax
stretchingserabut otot ditarik keluar sampai panjang sarkomer penuh.
Ketika hal ini terjadi maka akan membantu meluruskan kembali beberapa
serabut atau abnormalcross link pada ketegangan. (Azizah & Hardjono,
2006). Penelitian yang telah dilakukan 3 kali seminggu selama 2 minggu
dengan sample 20 orang mengahasilkan peningkatan lingkup gerak sendi
leher 63,3% ( Zuriatum Faizah, 2011 ). Hal ini diperkuat oleh penelitian
Somprasong, et al., (2011) bahwa pemberian contract relax stretching
pada upper trapezius dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada leher.
Download