26 BAB II PERILAKU ASERTIF MAHASISWA A. Perilaku 1

advertisement
BAB II
PERILAKU ASERTIF MAHASISWA
A. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku menurut Ngalim Purwanto, perilaku adalah “perbuatan atau
sikap sebagai respon atau reaksi terhadap suatu rangsangan atau stimulus.1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perilaku merupakan semacam
kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu,
apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
adanya respon.2 Menurut R. Sutarno menjelaskan bahwa perilaku adalah
tingkah laku yang senantiasa diarahkan kepada suatu objek yakni benda,
manusia, peristiwa, pemandangan, lembaga, norma, nilai dan sebagainya.3
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah segala
aktivitas manusia dalam bentuk perubahan. Tindakan dan kegiatan yang
nyata baik disadari maupun tidak disadari yang merupakan hasil belajar.
Tingkah laku secara umum juga disebut akhlak, perangai atau kelakukan.
Jadi yang dimaksud dengan perilaku adalah segala aktivitas baik dalam
bentuk perbuatan atau tindakan, ucapan atau dengan kata lain adalah
akhlak individu yang terangkum dalam kehidupan sehari-hari yang
merupakan hasil proses pembelajaran.
1
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya 2005), cet.10,
hlm. 141
2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
2001), hlm. 895.
3
R. Sutarno, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Kanisius, 2005), Cet. II, hlm. 41.
26
27
2. Macam-Macam Perilaku
Perilaku merupakan suatu aktivitas dari pada manusia baik yang dapat
diamati secara langsung maupun tidak. Oleh sebab itu, dari sudut pandang
biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang
sampai dengan manusia berprilaku, karena mereka mempunyai aktivitas
masing-masing. 4
Menurut pendapat Skinner yang dikutip oleh Ngalim Purwanto,
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap oganisme, dan kemudian organisme tersebut
merespon, maka teori ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme
Respons. Respon ini dibedakan menjadi dua, yaitu:5
a. Respondent respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini
disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang
relatif tetap.
b. Operant respons atau Instrumental respon, yakni respon yang timbul
dan berkembang kemusian diikuti oleh stimulus atau perangsang
tertentu.
Perangsang
ini
disebut
reinforcing
stimulation
atau
reinforcement, karena memperkuat respons.
4
Abdurrahman Al-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (Jakarta,
Gema Insani Press, 2006), hlm. 16.
5
Ngalim Purwanto, Op.Cit., hlm. 15.
28
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup (covert behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung
atau tertutup (covert) respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (overt behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respons tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan yang
dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.6
3. Karakteristik Perilaku
Menurut Syaikh M. Jamaluddin Mahfudzh, karakteristik tingkah laku
yang positif dan matang dapat dibedakan sebagai berikut ini:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Mampu menguasai diri;
Berani memikul tanggung jawab dan menghargainya;
Mau bekerja sama;
Mampu saling mencintai dan mempercayai;
Mampu saling memberi dan menerima;
Bisa diajak bekerja sama dan mendorong perkembangan dan
kemajuan;
g. Mampu memperhatikan orang lain;
h. Mampu menghadapi pergumulan, ketakutan, kegelisahan, dan perasaan
bersalah;
i. Menikmati kepercayaan diri dan kemampuan menarik orang lain
berbuat hal yang sama;
j. Fleksibel dalam menghadapi kenyataan. 7
6
Ibid., hlm. 16.
Syaikh M. Jamaluddin Mahfudh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim (Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2001), hlm. 14.
7
29
Tingkah laku positif dengan semua karakteristik ini mampu
mewujudkan adaptasi pribadi dan sosial bagi seseorang. Sehingga
seseorang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
masyarakat. Selain tingkah laku positif, siswa juga mempunyai tingkah
laku yang negatif.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku,
antara lain:8
a. Faktor dari dalam (intrinsik), meliputi:
1) Intelegensi
Setiap orang mempunyai intelegensi yang berbeda-beda.
Perbedaan intelegensi ini berpengaruh dalam daya serap terhadap
norma-norma dan nilai-nilai sosial. seseorang yang mempunyai
intelegensi tinggi umumnya tidak kesulitan dalam bergaul, belajar,
dan berinteraksi di masyarakat. Sebaliknya seseorang yang
intelegensinya di bawah normal akan mengalami berbagai kesulitan
dalam belajar di sekolah maupun menyesuaikan diri di masyarakat.
Akibatnya terjadi penyimpangan-penyimpangan, seperti malas
belajar, emosional, bersikap kasar, tidak bisa berpikir logis.
Contohnya, cara seseorang dalam mengambil keputusan.
8
Ngalim Purwanto, Op.Cit., hlm. 17.
30
2) Jenis kelamin
Cara seseorang berperilaku dapat juga terjadi karena faktor
perbedaan jenis kelamin. Anak laki-laki biasanya cenderung sok
berkuasa dan menganggap remeh pada anak perempuan. Contohnya
dalam keluarga yang sebagian besar anaknya perempuan, jika
terdapat satu anak laki-laki biasanya minta diistimewakan, ingin
dimanja.
3) Umur
Umur memengaruhi pembentukan sikap dan pola tingkah laku
seseorang. Makin bertambahnya umur diharapkan seseorang
bertambah pula kedewasaannya, makin mantap pengendalian
emosinya, dan makin tepat segala tindakannya.
4) Kedudukan dalam keluarga
Dalam keluarga yang terdiri atas beberapa anak, sering kali
anak tertua merasa dirinya paling berkuasa dibandingkan dengan
anak kedua atau ketiga. Anak bungsu mempunyai sifat ingin
dimanjakan oleh kakak-kakaknya maupun orang tuanya. Jadi,
susunan atau urutan kelahiran kadang akan menimbulkan pola
tingkah laku dan peranan dari fungsinya dalam keluarga.9
9
Ibid., hlm. 18.
31
b. Faktor dari luar (ekstrinsik), meliputi:
1) Peran keluarga
Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan sosial sangat
besar perananya dalam membentuk pertahanan seseorang terhadap
serangan penyakit sosial sejak dini. Orang tua yang sibuk dengan
kegiatannya sendiri tanpa mempedulikan bagaimana perkembangan
anak-anaknya merupakan awal dari rapuhnya pertahanan anak
terhadap serangan penyakit sosial.
Sering kali orang tua hanya cenderung memikirkan kebutuhan
lahiriah anaknya dengan bekerja keras tanpa mempedulikan
bagaimana anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan alasan
sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Alasan
tersebut sangat rasional dan tidak salah, namun kurang tepat, karena
kebutuhan bukan hanya materi saja tetapi juga nonmateri.
Kebutuhan nonmateri yang diperlukan anak dari orang tua seperti
perhatian secara langsung, kasih sayang, dan menjadi teman
sekaligus sandaran anak untuk menumpahkan perasaannya.
Kesulitan para orang tua untuk mewujudkan keseimbangan
dalam pemenuhan kebutuhan lahir dan batin inilah yang menjadi
penyebab awal munculnya kenakalan remaja yang dilakukan anak
dari dalam keluarga yang akhirnya tumbuh dan berkembang hingga
meresahkan masyarakat. Misalnya, seorang anak yang tumbuh dari
keluarga yang tidak harmonis.
32
Kasih sayang dan perhatian anak tersebut cenderung
diabaikan oleh orang tuanya. Oleh sebab itulah, ia akan mencari
bentuk-bentuk pelampiasan dan pelarian yang kadang mengarah
pada hal-hal yang menyimpang. Seperti masuk dalam anggota
genk, mengonsumsi minuman keras dan narkoba, dan lain-lain. Ia
merasa jika masuk menjadi anggota genk, ia akan diakui, dilindungi
oleh kelompoknya. Di mana hal yang demikian tersebut tidak ia
dapatkan dari keluarganya.
2) Peran masyarakat
Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak dari
lingkungan keluarga akhirnya berkembang ke dalam lingkugan
masyarakat yang lebih luas. Ketidakmampuan keluarga memenuhi
kebutuhan rohaniah anak mengakibatkan anak mencari kebutuhan
tersebut ke luar rumah. Ini merupakan awal dari sebuah petaka
masa depan seseorang, jika di luar rumah anak menemukan sesuatu
yang menyimpang dari nilai dan norma sosial.10
Pola kehidupan masyarakat tertentu kadang tanpa disadari
oleh para warganya ternyata menyimpang dari nilai dan norma
sosial yang berlaku di masyarakat umum. Masyarakat yang
sebagian besar warganya hidup mengandalkan dari usaha prostitusi,
maka anak-anak di dalamnya akan menganggap prostitusi sebagai
bagian dari profesi yang wajar. Demikian pula seseorang yang
10
Ibid., hlm. 19.
33
tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat penjudi atau
peminum minuman keras, maka akan membentuk sikap dan pola
perilaku menyimpang.
3) Pergaulan
Pola tingkah laku seorang anak tidak bisa terlepas dari pola
tingkah laku anak-anak lain di sekitarnya. Anak-anak lain yang
menjadi
teman
sepergaulannya
sering
kali
memengaruhi
kepribadian seorang anak. Dari teman bergaul itu, anak akan
menerima norma-norma atau nilai-nilai sosial yang ada dalam
masyarakat. Apabila teman bergaulnya baik, dia akan menerima
konsep-konsep norma yang bersifat positif. Namun apabila teman
bergaulnya kurang baik, sering kali akan mengikuti konsep-konsep
yang bersifat negatif. Akibatnya terjadi pola tingkah laku yang
menyimpang pada diri anak tersebut. Misalnya di suatu kelas ada
anak yang mempunyai kebiasaan memeras temannya sendiri,
kemudian ada anak lain yang menirunya dengan berbuat hal yang
sama. Oleh karena itu, menjaga pergaulan dan memilih lingkungan
pergaulan yang baik itu sangat penting.
4) Media massa
Berbagai tayangan di televisi tentang tindak kekerasan, filmfilm yang berbau pornografi, sinetron yang berisi kehidupan bebas
dapat memengaruhi perkembangan perilaku individu.
34
Anak-anak yang belum mempunyai konsep yang benar
tentang norma-norma dan nilai-nilai sosial dalam masyarakat,
sering kali menerima mentah-mentah semua tayangan itu.
Penerimaan tayangan-tayangan negatif yang ditiru mengakibatkan
perilaku menyimpang.11
B. Perilaku Asertif
1.
Pengertian Perilaku Asertif
Kata asertif berasal dan bahasa Inggris yaitu "to assert" yang berarti
positif yaitu menyatakan sesuatu dengan terus-terang atau tegas serta
bersikap positif.12 Perilaku asertif merupakan terjemahan dari assertif
behavior yang mengandung arti suatu
tindakan atau perilaku yang
dinyatakan dengan sopan untuk meminta seseorang berbuat sesuatu agar
melakukan apa yang dikehendaki, meminta sesuatu pada orang lain disertai
dengan sikap yang sopan, sesuai dengan norma, tenang, dewasa, dan
masuk akal.
Menurut Pevena dan Mavrodiev, perilaku asertif merupakan
pengekspresian karakter personal.13 Sedangkan menurut Eskin, asertif
merupakan kemampuan social yang sangat penting dalam mencapai
kesejahteraan diri. Menurutnya, perilaku asertif adalah hak individual
11
Ibid., hlm. 20.
Fensterheim dan Baer dalam Syarani, 1995
13
Ivelina Pevena dan Stoil Mavrodiev, A Historical Approach to Assertiveness.(Bulgaria,
Penerbit Psyct, 2013). Hlm.1
12
35
dengan mengekspresikan langsung perasaan, hasrat, keinginan, dan pikiran
dalam konteks interpersonal.14
Perilaku asertif menurut Daniel R. Ames adalah refleksi bagaimana
seseorang melihat, menjamin, membela, mengejar ketertarikan atau
keinginan personal.15 Tidak jauh berbeda, Kirst Laura juga mendefinisikan
perilaku asertif sebagai kemampuan komunikasi interpersonal dasar yang
dipelajari secara natural yang mana dapat membantu individu dalam
bersosialisasi. Jadi terbentuknya perilaku asertif diperkuat dengan adanya
hubungan timbal balik antar teman, lingkungan maupun masyarakat.16
Dari uraian di atas dapat disimpulkan perilaku asertif adalah sikap atau
perilaku yang menyangkut ekspresi, keinginan-keinginan, kebutuhankebutuhan, serta perasaan-perasaan secara tepat, jujur, relatif terbuka, dan
langsung mengarah ke tujuan. Adapun ciri-ciri dari perilaku asertif adalah
penuh percaya diri dan teguh pada pendirian serta tidak ada perasaan cemas
terhadap
orang lain
tanpa mengesampingkan, menyakiti
ataupun
mengecilkan hati orang lain, dan tidak melanggar hak-hak orang lain baik
melalui gerakan-gerakan tubuh seperti mimik, postur tubuh, gerak tubuh,
nada dan tekanan suara, serta tindakan tanpa perasaan cemas dan
mencemaskan orang lain. Seseorang yang asertif tidak merasa malu dalam
suatu pertemuan dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang
14
Mehmet Eskin, 2003.Ibid. Hlm.1
Daniel R. Ames. In Search of the Right Touch. (Columbia, penerbit APS, 2008). Hlm.1
16
Laura K. Kirst. Investigating the relationship between assertiveness and personality
characteristics. Thesis. (Florida, 2011)
15
36
yang belum dikenalnya dan juga menunjukkan perasaan yang positif
terhadap sesuatu maupun pada orang lain.
2. Aspek Perilaku Asertif
Menurut Galassi dan Galassi ada tiga aspek perilaku asertif, yaitu:
a. Mengungkapkan Perasaan Positif (Expressing Positive Feelings).
Yaitu dengan memberikan pujian dan mengungkapkan penghargaan
pada orang lain, meminta pertolongan, termasuk didalamnya meminta
kebaikan hati seseorang untuk mengubah perilakunya, mengungkapkan
perasaan suka, cinta, sayang kepada orang yang disenangi serta
memulai dan terlibat percakapan yang diindikasikan oleh frekuensi
senyuman dan gerakan tubuh yang mengindikasi reaksi perilaku,
respon, kata-kata yang menginformasikan tentang diri atau bertanya
langsung.
b. Afirmasi Diri (Self Affirmations). Yaitu dengan mempertahankan hak,
menolak permintaan, dan mengungkapkan pendapat.
c. Mengungkapkan Perasaan Negatif (Expressing Negative Feelings).
Yaitu dengan mengungkapkan ketidaksenangan dan mengungkapkan
kemarahan.17
17
Galassi, Merna Dee dan Galassi. Assert Yourself “How To Be Your Own Person”.
(Newyork, Penerbit Human Sciences Press. 1977). Hlm.81-169
37
Eisler mengungkapkan komponen perilaku asertif, antara lain:
a. Complain
Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak
sependapat dengan orang lain.
b. Duration of Raply
Merupakan lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang
dikehendakinya dan menerangkannya pada orang lain.
c.
Loudness
Berbicara dengan suara jelas merupakan cara yang terbaik dalam
berkomunikasi secara efektif dengan orang lain.
d. Request for new Behaviour
Meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain dengan
mengungkapkan fakta atau perasaan
dengan tujuan agar situasi
berubah sesuai dengan yang diinginkan.
e.
Affect
Dalam berkomunikasi, pesan yang disampaikan akan lebih asertif jika
tidak monoton.
f. Latency of respon
Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita
untuk mulai bicara. Biasanya, sedikit jeda sesaat sebelum menjawab
secara umum lebih asertif daripada yang tidak terdapat jeda.
38
g. Non verbal
Berupa kontak mata, ekspresi muka, jarak fisik, sikap badan, isyarat
tubuh. 18
Sedangkan, menurut Radius (Reputrawati, 1996) aspek-aspek asertivitas19
adalah:
a. Menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan dirinya.
b. Mampu mengekspresikan perasaan positif dengan baik
c. Jujur, terbuka, dan memberikan penghargaan pada orang lain tanpa
menyakiti atau mengesampingkan ataupun mengecilkan arti orang lain
d. Percaya diri (Self confidence)
e. Mampu berkomunikasi atau berbicara
f. Mengajukan permintaan dan bantuan pada orang lain tanpa rasa
enggan.
3. Pembentukan Perilaku Asertif
Menurut Rees dan Graham, munculnya perilaku asertif karena adanya
unsur-unsur20:
h. Kejujuran (Honesty)
Perilaku asertif akan sulit diwujudkan jika seseorang tidak jujur karena
dengan kejujuran, orang lain akan mengerti, memahami, dan
menghormati apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang yang
bersangkutan.
18
ibid
Reputrawati, A. 1996. Hubungan Antara Asertivitas Dengan Kreativitas Pada Remaja
SMA Suku Jawa. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
20
Reputrawati, 1996
19
39
b. Tanggung Jawab (Responsibility)
Hal ini berarti seseorang bertanggung jawab atas pilihan atau
keputusannya tanpa rnenyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada
dirinya. Dengan rasa tanggung jawab terhadap apa yang akan terjadi
pada dirinya. maka seseorang akan dapat merubah hal-hal yang tidak
diinginkannya.
c. Kesadaran diri (Self-awareness)
Ketika seseorang akan belajar asertif; sebelumnya ia harus lebih dulu
mengenal dirinya sendiri, agar lebih mernperhatikan perilaku yang
dimunculkan dan memikirkan cara-cara yang diinginkannya.
d. Percaya diri (Self confident)
Menurut Bandura (Martani dan Adiyanti, 1991) percaya diri adalah
sebagai suatu keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai
dengan yang diharapkan dan diinginkan. Seseorang yang memiliki rasa
percaya diri yang rendah akan menghambat perilaku asertifnya karena
ada perasaan atau anggapan bahwa hal-hal yang negatif akan terjadi
jika ia melakukan sesuatu sehingga tidak yakin bahwa perilaku
tersebut justru akan membawa pada perubahan yang positif. Seseorang
yang asertif, dengan percaya diri yang dimilikinya akan merasa yakin
bahwa
perilakunya
diinginkannya.
akan
membawa
perubahan
positif
yang
40
4. Ciri-ciri Perilaku Asertif
Menurut Fensterheim dan Baer, seseorang yang asertif adalah seseorang
yang penuh semangat, menyadari siapa dirinya, dan apa yang
diinginkannya.21 Selanjutnya dikatakan bahwa seseorang yang asertif
memiliki ciri-ciri:
a. Merasa bebas untuk mengemukakan emosi yang dirasakanmelalui
kata dan tindakan.
b. Dapat berkomunikasi dengan sernua orang, baik dengan orang yang
telah maupun dengan yang belum dikenalnya.
c. Mempunyai pandangan aktif tentang hidup, karena orang asertif
cenderung mengejar apa yang diinginkan dan berusaha agar sesuatu
itu terjadi serta sadar akan dirinya bahwa ia tidak dapat selalu
menang.
d. Bertindak dengan cara yang dihormatinya, artinya dengan
menerima keterbatasannya sehingga kegagalan tidak membuatnya
kehilangan harga diri.
Ciri-ciri asertif menurut Zukir, yaitu:
a. Mempunyai
kemampuan untuk
jujur dan langsung. Yaitu
mengatakan suatu perasaan, kebutuhan, ide dan mengembangkan
apa yang ada dalam dirinya tanpa mengesampingkan orang lain.
b. Bersifat terbuka, apa adanya dan mampu bertindak demi
kepentingannya
21
Fensterheim, H. & J.Baer, Jangan Bilang Ya Bila Anda akan Mengatakan Tidak.
(Jakarta; Penerbit Gunung Jati, 1995).Hlm.14
41
c. Mampu mengambil inisiatif demi kebutuhannya
d. Bersedia meminta inisiatif demi kebutuhannya
e. Bersedia meminta informasi dan bantuan dari orang lain bilamana
membutuhkan dan membantu ketika orang lain memerlukan
pertolongan.
f. Dalam menghadapi konflik dapat menyesuaikan dan mencari
penyesuaian yang memuaskan kedua belah pihak.
g. Mempunyai kepuasan diri, harga diri, dan kepercayaan diri.
5. Kategori Perilaku Asertif
Christoff dan Kelly menyimpulkan ada tiga kategori perilaku asertif yaitu:
a. Asertif penolakan, yaitu ucapan untuk memperhalus, misalnya:
maaf!
b. Asertif pujian, yaitu mengekspresikan perasaan positif, misalnya;
menghargai, menyukai, mencintai, mengagumi, memuji, bersyukur.
c. Asertif permintaan, yaitu asertif yang terjadi jika seseorang
meminta orang lain melakukan sesuatu yang memungkinkan
kebutuhan atau tujuan seseorang tercapai tanpa tekanan dan
paksaan. 22
6. Manfaat Perilaku Asertif
Bower dan Bower (Prabana, 1997), orang asertif akan dapat melakukan:
a. Dapat mengekspresikan kesenangan-kesenangan dan minat pribadi
secara spontan
22
Christoff dan Kelly dalam Gunarsa(1992) Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT BPK
Gunung Mulia. Hlm. 81-169
42
b. Membicarakan dirinya pada orang lain (prestasi atau keiebihan)
pada saat yang diperlukan tanpa melakukan monopoli.
c. Bersikap ramah dan bersahabat pada orang lain (dapat menyapa
dengan sikap rigan tanpa malu-malu).
d. Menerima pujian dengan cara yang ramah.
e. Menggunakan ekspresi wajah dan perubahan nada suara sesuai
dengan kata-kata yang disampaikan
f. Dapat menyatakan ketidaksetujuan secara hahis misalnya dengan
mengangkat alis, menggelengkan kepala atau mengubali topik
pembicaraan.
g. Berani meminta penjelasan atas petunjuk ataupenjelasan yang
niernbingungkan.
h. Berani menanyakan alasan pada permintaan seseorang yang kurang
masuk akal atau kurang beralasan.
i. Berani secara aktif menyatakan ketidaksetujuan yang telah diyakini
sebelumnya pada pendapat seseorang.
j. Berani rnenuntut hak dan untuk diperlakukan adit tanpa disertai
kemarahan bila merasa kurang diperlakukan adil.
k. Bila mempunyai keluhan, berani memperjuangkan dengan gigih
sampai memperoleh kepuasan.
l. Mampu untuk memberikan alasan pada setiap pendapat yang
bertujuan untuk mendebat, bila hal tersebut tidak mengenakkan.
43
7. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif
Menurut Rathus dan Nevid, faktor yang mempengaruhi perkembangan asertif
adalah:23
a. Jenis kelamin
Laki-laki lebih tegas dan perempuan lebih bersikap pasif terhadap halhal yang kurang berkenan dengan dirinya.
b. Kepribadian
Seseorang dengan kepribadian ekstrovert atau terbuka, lebih spontan,
percaya diri dalam bersikap, sehingga mudah dalam hubungan
interpersonal. Sebaliknya, seseorang dengan kepribadian introvert atau
tertutup memiliki ciri-ciri pendiam, cenderung membuat rencana
sebelum melakukan sesuatu, menahan diri dan menaruh prasangkaprasangka terhadap orang lain.
c. Intelegensi
Intelegensi ini mempengaruhi cara seseorang untuk merumuskan dan
mengungkapkan buah pikirannya secara jelas sehingga dapat dipahami
oleh orang lain dan berkomunikasi dengan lancar.
d. Kebudayaan
Kebudayaan mempunyai peran yang besar dalam mendidik perilaku
asertif karena sikap hidup, adat istiadat dan kebudayaan sudah
dikenalkan keluarga sejak kecil.
23
Winston.
Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and
44
e. Pola asuh
Pola asuh terbagi menjadi tiga, yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan
permisif. Anak yang diasuh secara otoriter biasanya akan menjadi
remaja yang pasif dan sebaliknya bila diasuh secara permisif terbiasa
utuk mendapatkan segalanya dengan mudah dan cepat sehingga ada
kecenderungan untuk bersikap agresif. Lain halnya dengan pola asuh
demokratis, pola ini mendidik anak untuk mempunyai kepercayaan diri
yang besar, dapat mengkomunikasikan segala keinginannya secara
wajar dan tidak memaksakan kehendak
f. Usia
Pada anak kecil, perilaku asertif belum terbentuk. Struktur kognitif
yang ada belum memungkinkan mereka untuk menyatakan apa yang
diinginkan dengan bahasa verbal yang baik dan jelas. Pada masa
remaja dan dewasa, perilaku asertif menjadi lebih berkembang
sedangkan pada usia tua tidak begitu jelas perkembangan atau
penurunannya.
C. Mahasiswa
1. Pengertian Mahasiswa
Mahasiswa adalah Orang yang belajar di perguruan tinggi.24
Sedangkan perguruan tinggi ialah tempat pendidikan dan pengajaran
24
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta :
Balai Pustaka, 2008), hlm. 543.
45
tingkat tinggi seperti pada sekolah tinggi, universitas, akademik.25
Biasanya misi perguruan timggi ersifat umum yakni mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD
1945.
Mahasiswa juga disebut dengan moral force seperti yang disebutkan
dalam bukunya Syahrin Harahap yang berjudul Penegakan Moral
Akademik di Dalam dan Di Luar Kampus hampir disepakati oleh semua
kalangan bahwa mahasiswa adalah penyandang predikat sebagai moral
force, dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, lebih
dari komponen lain. Bahkan di era reformasi popularitas mahasiswa
cenderung mengalahkan popularitas penegak moral yang lain,, seperti para
ulama dan guru. Memang setelah reformasi, secra umum kepedulian
mahasiswa mengalami peningkatan luar biasa sebgai penggerak perubahan
(agent of cchange), kekuatan moral (moral force), dan kekuatan intelektual
(intellectual force).26
Dalam buku Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi
karangan Hisyam Zaini mengatakan bahwa mahasiswa adalah orang
dewasa yang sudah mampu berfikir kritis dan dapat membedakan mana
yang baik danmana yang tidak baik untuk diri mereka. Disamping itu
mahasiswa juga dapat menggunkan kemampuan untuk mereka belajar
tanpa harus dipaksa. Berdasarkan alasan tersebut seseorang dan dosen
dapat menyampaikan materi perkuliahan dengan tujuan agar mahasiswa
25
Ibid., hlm. 288.
Syahrin Harahap, Penegakan Moral Akademik di Dalam dan di Luar Kampus (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 19.
26
46
mempunyai jiwa kemandirian dalam belajar dan kalu bisa diusahakan
untuk menumbuhkan daya kreatifitas sehingga mampu membuat inovasiinovasi.27
Sedangkan kemahasiswaan adalah suatu bagian dari dunia perguruan
tinggi, yang peranannya ditunjuk jelas dalam GBHN. Dengan demikian,
secara struktural peranan mahasiswa dalam pembangunan Nasional adalah
mensukseskan tugas perguruan tinggi seperti ditetapkan dalam GBHN.
Namun jika kita ingin menempatkan mahasiswa suatu kekuatan sosial yang
lebih mandiri, sebagai unsur modernisasi atau pendukung proses perubahan
sosial, suatu gambaran yang lebih konsepsionil dari sudut sosiologis dari
proses pembangunan secara umum kiranya perlu kita miliki.28
Mahasiswa yang sering dijuluki sebagai calon intelektual atau juga
cendikiawan muda, merupakan suatu lapisan elite ditengah masyarakat
yang serignkali sarat dengan berbagai predikat. Mereka sering dijuluki
sebagai agent of exchange atau juga disebut sebagai
modernization,
agent of
demikian pula kadangkala dinamai sebagai agent of
development.
Predikat semacam itu sesungguhnya tidak lain merupakan gambaran
tentang
harapan
dan
sekaligus
tanggungjawab
kesejarahan
yang
dibebankan dipundak mereka, dalamkaitan peran masa depan dalam
kehidupan masyarakat. Sebagai cendikiawan muda, maka mahasiswa
27
Hisyam Zaini, Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi (Yogyakarta: CTSP,
2002), hlm. 107.
28
Mohammad Djazman Al-kindi dkk, Mahasiswa dan Masa Depan Politik Indonesia
(Yogyakarta: PSIP DPP IMM, 2003), hlm. 75.
47
sebagaimana dikemukakan oleh Lewis Coser adalah orang-orang yang
kelihatannya tidak pernah puas menerima kenyataan sebgaiamana adanya.
Mereka mempertanyakan kebenaran yang berlaku pada suatu saat, dalam
hubungannya dengan kebenaran yang lebih tinggi dan lebih luas.29
Berdasarkan penjelasan di atas, maka mahasiswa ialah pelajar yang
sedang menjalani aktifitas kegitan belajar mengajar pada sebuah lembaga
jenjang perguruan tinggi dan penyandang gelar moral force sehingga
mampu mengadakan perubahan-perubahan sosial dalam kehidupan
kemasyarakatan.
2.
Tugas Mahasiswa
Kuliah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti
"pelajaran yang diberikan" atau "ceramah". Namun pada umumnya kata
"kuliah" dikaitkan dengan perguruan tinggi atau pendidikan tinggi yang
sering diartikan sebagai proses belajar atau proses pembelajaran. Mata
kuliah dibagi menjadi dua , mata kuliah teori dan mata kuliah praktek.
a. Mata kuliah teori
Kuliah dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Mahasiswa dalam mengikuti kegiatan perkuliahan wajib mengikuti
kegiatan kuliah sekurang-kurangnya 75 % dari kehadiran dosen.
Dalam satu semester prekuliahan dilaksankan minimal 12 kali
pertmuan dan maksimal 16 kali pertemuan. Prosedur perkuliahan ialah
29
Ibid., hlm. 107.
48
dimulai dengan penjelasan secara teoritis yang dilanjutkan dengan
praktikum untuk mata kuliah yang mengharuskan adanya praktikum.
Tugas-tugas mahasiswa antara lain : Penulisan makalah, Tinjauan
Buku (book review), dan Tugas Lapangan 30
b. Mata kuliah praktek
Mata kuliah praktek terdiri dari dua (2) mata kuliah yaitu, Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) dan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kuliah Kerja
Lapangan adalah kegitan intra kurikuler yang dilaksanakan oleh
mahasiswa berbentuk latihan ketrampilan dan tugas-tugas kerja
praktik. Sedangkan Kuliah Kerja Nyata ialah kegiatan intrakurikuler
yang dalam pelaksanaannya memadukan aspek tri dharma perguruan
tinggi.31
D. KOS-KOSAN
Pengertian kos atau yang sering disebut kos-kosan adalah sejenis
kamar sewa selama kurun waktu tertentu sesuai dengan perjanjian pemilik
kamar dan harga yang disepakati. Kos-kosan merupakan tempat yang
disediakan untuk memfasilitasi perempuan atau laki-laki, dari pelajar,
mahasiswa, atau pekerja umum untuk tinggal dan dengan proses
pembayaran per bulan atau sesuai kesepakatan dengan pemilik.
30
Buku Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Pekalongan Tahun Akademik 2010/2011 (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press,
2010/2011), hlm. 44.
31
Ibid, hlm. 121-128.
49
Kos atau indekos
adalah
sebuah
jasa
yang
menawarkan
sebuah kamar atau tempat untuk ditinggali dengan sejumlah pembayaran
tertentu untuk setiap periode tertentu (umumnya pembayaran per bulan).
Kata "kos" sebenarnya adalah turunan dari frasa bahasa Belanda "In de
kos". Definisi "In de kos" sebenarnya adalah "makan di dalam" namun bila
frasa tersebut dijabarkan lebih lanjut dapat pula berarti "tinggal dan ikut
makan" di dalam rumah tempat menumpang tinggal. 32
Menurut Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta, pengertian kos-kosan
adalah rumah yang penggunaannya sebagian atau seluruhnya dijadikan
sumber pendapatan oleh pemiliknya dengan jalan menerima penghuni
pemondokan minimal satu bulan dengan memungut uang pemondokan.
a.
Kos-Kosan Sekitar STAIN Pekalongan
Penawaran kos-kosan atau rumah kontrakan hampir tidak pernah sepi
peminat. Setiap lokasi kos-kosan yang dekat dengan pusat aktivitas,
biasanya ramai peminat. Kos-kosan biasa dibangun di dekat kampus atau
kawasan perkantoran. Sasaran penawaran kos-kosan adalah mahasiswa dan
pelajar yang berasal dari luar kota ataupun luar daerah. Jika dekat kampus,
maka peluang pasarnya rata-rata tetap, yaitu saat masa pergantian tahun
ajaran sekolah.
Mahasiswa baru biasanya akan berdatangan mencari kos-kosan yang
dekat dengan kampusnya dan sesuai dengan kemampuan keuangan mereka.
Kos-kosan dirancang untuk memenuhi kebutuhan hunian yang bersifat
32
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai
Pustaka, 2008)
50
sementara. Namun tidak sedikit pula, kos-kosan ditempati oleh masyarakat
umum yang tidak memiliki rumah pribadi dan menginginkan berdekatan
dengan lokasi beraktivitas.33
STAIN Pekalongan adalah salah satu perguruan tinggi yang memiliki
jumlah mahasiswa yang banyak yakni tercatat pada tahun 2013/2014 saja
jumlah mahasiswa STAIN Pekalongan telah mencapai 5.474 orang. Sudah
barang tentu semua mahasiswa tersebut bukan berasal dari kota Pekalongan
sendiri melainkan berasal dari luar kota Pekalongan.
Banyaknya mahasiswa yang berasal dari luar kota Pekalongan untuk
menimba ilmu di STAIN Pekalongan mengharuskan mahasiswa tersebut
untuk menginap dan tinggal di sekitar STAIN Pekalongan. Berhubung
STAIN Pekalongan tidak memiliki asrama untuk menampung mahasiswamahasiswa yang berasal dari luar Kota Pekalongan, maka mahasiswa
tersebut harus mencari sendiri tempat tinggal sementara atau yang sering
dikenal dengan istilah kos-kossan.
Harga sewa kamar kos sangat beragam tergantung fasilitas yang
disediakan oleh pemilik kos. Sedangkan keadaan di sekitar STAIN
Pekalongan pada saat ini sudah banyak sekali didirikan kos-kosan untuk
memenuhi kebutuhan mahasiswa, sehingga tidak terhitung banyaknya dan
tidak terkendali dengan baik. Hal ini ditandai dengan tidak adanya
peraturan dari pihak STAIN Pekalongan ataupun pihak kelurahan tentang
aturan dan standarisasi tempat kos-kosan.
33
Pramudi Utomo (2009). Dinamika pelajar dan mahasiswa di sekitar kampus Yogyakarta;
Telaah Pengelolaan rumah kontrak dan rumah sewa. Yogyakarta
51
Kos-kosan yang ada di sekitar STAIN Pekalongan dengan memiliki
berbagai fasilitas mulai dari yang sederhana atau apa adanya, yakni hanya
berupa kamar tidur dengan satu lemari saja, tanpa difasilitasi barangbarang elektronik lainnya hingga fasilitas yang cukup lengkap seperti:
kamar mandi di dalam, tv, kipas angin, AC, dan lain sebagainya. Namun
juga banyak kos-kosan yang hanya memiliki fasilitas.
Pada prinsipnya fungsi kos-kosan merupakan: (1) sarana tempat
tinggal sementara bagi mahasiswa yang pada umumnya berasal dari luar
daerah selama masa studinya, (2) sarana tempat tinggal sementara bagi
masyarakat umum yang bekerja di kantor atau yang tidak memiliki rumah
tinggal agar berdekatan dengan lokasi kerja, (3) sarana latihan
pembentukan kepribadian mahasiswa untuk lebih berdisplin, mandiri dan
bertanggung jawab karena jauh dari keluarga, (4) tempat untuk
menggalang pertemanan dengan mahasiswa lain dan hubungan sosial
dengan lingkungan sekitarnya.
Download