BAB II PERILAKU ASERTIF MAHASISWA A. Perilaku 1. Pengertian Perilaku Perilaku menurut Ngalim Purwanto, perilaku adalah “perbuatan atau sikap sebagai respon atau reaksi terhadap suatu rangsangan atau stimulus.1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perilaku merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.2 Menurut R. Sutarno menjelaskan bahwa perilaku adalah tingkah laku yang senantiasa diarahkan kepada suatu objek yakni benda, manusia, peristiwa, pemandangan, lembaga, norma, nilai dan sebagainya.3 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah segala aktivitas manusia dalam bentuk perubahan. Tindakan dan kegiatan yang nyata baik disadari maupun tidak disadari yang merupakan hasil belajar. Tingkah laku secara umum juga disebut akhlak, perangai atau kelakukan. Jadi yang dimaksud dengan perilaku adalah segala aktivitas baik dalam bentuk perbuatan atau tindakan, ucapan atau dengan kata lain adalah akhlak individu yang terangkum dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan hasil proses pembelajaran. 1 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya 2005), cet.10, hlm. 141 2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 895. 3 R. Sutarno, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Kanisius, 2005), Cet. II, hlm. 41. 26 27 2. Macam-Macam Perilaku Perilaku merupakan suatu aktivitas dari pada manusia baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia berprilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. 4 Menurut pendapat Skinner yang dikutip oleh Ngalim Purwanto, perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap oganisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons. Respon ini dibedakan menjadi dua, yaitu:5 a. Respondent respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. b. Operant respons atau Instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang kemusian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcement, karena memperkuat respons. 4 Abdurrahman Al-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (Jakarta, Gema Insani Press, 2006), hlm. 16. 5 Ngalim Purwanto, Op.Cit., hlm. 15. 28 Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Perilaku tertutup (covert behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert) respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. b. Perilaku terbuka (overt behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan yang dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.6 3. Karakteristik Perilaku Menurut Syaikh M. Jamaluddin Mahfudzh, karakteristik tingkah laku yang positif dan matang dapat dibedakan sebagai berikut ini: a. b. c. d. e. f. Mampu menguasai diri; Berani memikul tanggung jawab dan menghargainya; Mau bekerja sama; Mampu saling mencintai dan mempercayai; Mampu saling memberi dan menerima; Bisa diajak bekerja sama dan mendorong perkembangan dan kemajuan; g. Mampu memperhatikan orang lain; h. Mampu menghadapi pergumulan, ketakutan, kegelisahan, dan perasaan bersalah; i. Menikmati kepercayaan diri dan kemampuan menarik orang lain berbuat hal yang sama; j. Fleksibel dalam menghadapi kenyataan. 7 6 Ibid., hlm. 16. Syaikh M. Jamaluddin Mahfudh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim (Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2001), hlm. 14. 7 29 Tingkah laku positif dengan semua karakteristik ini mampu mewujudkan adaptasi pribadi dan sosial bagi seseorang. Sehingga seseorang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat. Selain tingkah laku positif, siswa juga mempunyai tingkah laku yang negatif. 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku, antara lain:8 a. Faktor dari dalam (intrinsik), meliputi: 1) Intelegensi Setiap orang mempunyai intelegensi yang berbeda-beda. Perbedaan intelegensi ini berpengaruh dalam daya serap terhadap norma-norma dan nilai-nilai sosial. seseorang yang mempunyai intelegensi tinggi umumnya tidak kesulitan dalam bergaul, belajar, dan berinteraksi di masyarakat. Sebaliknya seseorang yang intelegensinya di bawah normal akan mengalami berbagai kesulitan dalam belajar di sekolah maupun menyesuaikan diri di masyarakat. Akibatnya terjadi penyimpangan-penyimpangan, seperti malas belajar, emosional, bersikap kasar, tidak bisa berpikir logis. Contohnya, cara seseorang dalam mengambil keputusan. 8 Ngalim Purwanto, Op.Cit., hlm. 17. 30 2) Jenis kelamin Cara seseorang berperilaku dapat juga terjadi karena faktor perbedaan jenis kelamin. Anak laki-laki biasanya cenderung sok berkuasa dan menganggap remeh pada anak perempuan. Contohnya dalam keluarga yang sebagian besar anaknya perempuan, jika terdapat satu anak laki-laki biasanya minta diistimewakan, ingin dimanja. 3) Umur Umur memengaruhi pembentukan sikap dan pola tingkah laku seseorang. Makin bertambahnya umur diharapkan seseorang bertambah pula kedewasaannya, makin mantap pengendalian emosinya, dan makin tepat segala tindakannya. 4) Kedudukan dalam keluarga Dalam keluarga yang terdiri atas beberapa anak, sering kali anak tertua merasa dirinya paling berkuasa dibandingkan dengan anak kedua atau ketiga. Anak bungsu mempunyai sifat ingin dimanjakan oleh kakak-kakaknya maupun orang tuanya. Jadi, susunan atau urutan kelahiran kadang akan menimbulkan pola tingkah laku dan peranan dari fungsinya dalam keluarga.9 9 Ibid., hlm. 18. 31 b. Faktor dari luar (ekstrinsik), meliputi: 1) Peran keluarga Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan sosial sangat besar perananya dalam membentuk pertahanan seseorang terhadap serangan penyakit sosial sejak dini. Orang tua yang sibuk dengan kegiatannya sendiri tanpa mempedulikan bagaimana perkembangan anak-anaknya merupakan awal dari rapuhnya pertahanan anak terhadap serangan penyakit sosial. Sering kali orang tua hanya cenderung memikirkan kebutuhan lahiriah anaknya dengan bekerja keras tanpa mempedulikan bagaimana anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan alasan sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Alasan tersebut sangat rasional dan tidak salah, namun kurang tepat, karena kebutuhan bukan hanya materi saja tetapi juga nonmateri. Kebutuhan nonmateri yang diperlukan anak dari orang tua seperti perhatian secara langsung, kasih sayang, dan menjadi teman sekaligus sandaran anak untuk menumpahkan perasaannya. Kesulitan para orang tua untuk mewujudkan keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan lahir dan batin inilah yang menjadi penyebab awal munculnya kenakalan remaja yang dilakukan anak dari dalam keluarga yang akhirnya tumbuh dan berkembang hingga meresahkan masyarakat. Misalnya, seorang anak yang tumbuh dari keluarga yang tidak harmonis. 32 Kasih sayang dan perhatian anak tersebut cenderung diabaikan oleh orang tuanya. Oleh sebab itulah, ia akan mencari bentuk-bentuk pelampiasan dan pelarian yang kadang mengarah pada hal-hal yang menyimpang. Seperti masuk dalam anggota genk, mengonsumsi minuman keras dan narkoba, dan lain-lain. Ia merasa jika masuk menjadi anggota genk, ia akan diakui, dilindungi oleh kelompoknya. Di mana hal yang demikian tersebut tidak ia dapatkan dari keluarganya. 2) Peran masyarakat Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak dari lingkungan keluarga akhirnya berkembang ke dalam lingkugan masyarakat yang lebih luas. Ketidakmampuan keluarga memenuhi kebutuhan rohaniah anak mengakibatkan anak mencari kebutuhan tersebut ke luar rumah. Ini merupakan awal dari sebuah petaka masa depan seseorang, jika di luar rumah anak menemukan sesuatu yang menyimpang dari nilai dan norma sosial.10 Pola kehidupan masyarakat tertentu kadang tanpa disadari oleh para warganya ternyata menyimpang dari nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat umum. Masyarakat yang sebagian besar warganya hidup mengandalkan dari usaha prostitusi, maka anak-anak di dalamnya akan menganggap prostitusi sebagai bagian dari profesi yang wajar. Demikian pula seseorang yang 10 Ibid., hlm. 19. 33 tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat penjudi atau peminum minuman keras, maka akan membentuk sikap dan pola perilaku menyimpang. 3) Pergaulan Pola tingkah laku seorang anak tidak bisa terlepas dari pola tingkah laku anak-anak lain di sekitarnya. Anak-anak lain yang menjadi teman sepergaulannya sering kali memengaruhi kepribadian seorang anak. Dari teman bergaul itu, anak akan menerima norma-norma atau nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila teman bergaulnya baik, dia akan menerima konsep-konsep norma yang bersifat positif. Namun apabila teman bergaulnya kurang baik, sering kali akan mengikuti konsep-konsep yang bersifat negatif. Akibatnya terjadi pola tingkah laku yang menyimpang pada diri anak tersebut. Misalnya di suatu kelas ada anak yang mempunyai kebiasaan memeras temannya sendiri, kemudian ada anak lain yang menirunya dengan berbuat hal yang sama. Oleh karena itu, menjaga pergaulan dan memilih lingkungan pergaulan yang baik itu sangat penting. 4) Media massa Berbagai tayangan di televisi tentang tindak kekerasan, filmfilm yang berbau pornografi, sinetron yang berisi kehidupan bebas dapat memengaruhi perkembangan perilaku individu. 34 Anak-anak yang belum mempunyai konsep yang benar tentang norma-norma dan nilai-nilai sosial dalam masyarakat, sering kali menerima mentah-mentah semua tayangan itu. Penerimaan tayangan-tayangan negatif yang ditiru mengakibatkan perilaku menyimpang.11 B. Perilaku Asertif 1. Pengertian Perilaku Asertif Kata asertif berasal dan bahasa Inggris yaitu "to assert" yang berarti positif yaitu menyatakan sesuatu dengan terus-terang atau tegas serta bersikap positif.12 Perilaku asertif merupakan terjemahan dari assertif behavior yang mengandung arti suatu tindakan atau perilaku yang dinyatakan dengan sopan untuk meminta seseorang berbuat sesuatu agar melakukan apa yang dikehendaki, meminta sesuatu pada orang lain disertai dengan sikap yang sopan, sesuai dengan norma, tenang, dewasa, dan masuk akal. Menurut Pevena dan Mavrodiev, perilaku asertif merupakan pengekspresian karakter personal.13 Sedangkan menurut Eskin, asertif merupakan kemampuan social yang sangat penting dalam mencapai kesejahteraan diri. Menurutnya, perilaku asertif adalah hak individual 11 Ibid., hlm. 20. Fensterheim dan Baer dalam Syarani, 1995 13 Ivelina Pevena dan Stoil Mavrodiev, A Historical Approach to Assertiveness.(Bulgaria, Penerbit Psyct, 2013). Hlm.1 12 35 dengan mengekspresikan langsung perasaan, hasrat, keinginan, dan pikiran dalam konteks interpersonal.14 Perilaku asertif menurut Daniel R. Ames adalah refleksi bagaimana seseorang melihat, menjamin, membela, mengejar ketertarikan atau keinginan personal.15 Tidak jauh berbeda, Kirst Laura juga mendefinisikan perilaku asertif sebagai kemampuan komunikasi interpersonal dasar yang dipelajari secara natural yang mana dapat membantu individu dalam bersosialisasi. Jadi terbentuknya perilaku asertif diperkuat dengan adanya hubungan timbal balik antar teman, lingkungan maupun masyarakat.16 Dari uraian di atas dapat disimpulkan perilaku asertif adalah sikap atau perilaku yang menyangkut ekspresi, keinginan-keinginan, kebutuhankebutuhan, serta perasaan-perasaan secara tepat, jujur, relatif terbuka, dan langsung mengarah ke tujuan. Adapun ciri-ciri dari perilaku asertif adalah penuh percaya diri dan teguh pada pendirian serta tidak ada perasaan cemas terhadap orang lain tanpa mengesampingkan, menyakiti ataupun mengecilkan hati orang lain, dan tidak melanggar hak-hak orang lain baik melalui gerakan-gerakan tubuh seperti mimik, postur tubuh, gerak tubuh, nada dan tekanan suara, serta tindakan tanpa perasaan cemas dan mencemaskan orang lain. Seseorang yang asertif tidak merasa malu dalam suatu pertemuan dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang 14 Mehmet Eskin, 2003.Ibid. Hlm.1 Daniel R. Ames. In Search of the Right Touch. (Columbia, penerbit APS, 2008). Hlm.1 16 Laura K. Kirst. Investigating the relationship between assertiveness and personality characteristics. Thesis. (Florida, 2011) 15 36 yang belum dikenalnya dan juga menunjukkan perasaan yang positif terhadap sesuatu maupun pada orang lain. 2. Aspek Perilaku Asertif Menurut Galassi dan Galassi ada tiga aspek perilaku asertif, yaitu: a. Mengungkapkan Perasaan Positif (Expressing Positive Feelings). Yaitu dengan memberikan pujian dan mengungkapkan penghargaan pada orang lain, meminta pertolongan, termasuk didalamnya meminta kebaikan hati seseorang untuk mengubah perilakunya, mengungkapkan perasaan suka, cinta, sayang kepada orang yang disenangi serta memulai dan terlibat percakapan yang diindikasikan oleh frekuensi senyuman dan gerakan tubuh yang mengindikasi reaksi perilaku, respon, kata-kata yang menginformasikan tentang diri atau bertanya langsung. b. Afirmasi Diri (Self Affirmations). Yaitu dengan mempertahankan hak, menolak permintaan, dan mengungkapkan pendapat. c. Mengungkapkan Perasaan Negatif (Expressing Negative Feelings). Yaitu dengan mengungkapkan ketidaksenangan dan mengungkapkan kemarahan.17 17 Galassi, Merna Dee dan Galassi. Assert Yourself “How To Be Your Own Person”. (Newyork, Penerbit Human Sciences Press. 1977). Hlm.81-169 37 Eisler mengungkapkan komponen perilaku asertif, antara lain: a. Complain Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat dengan orang lain. b. Duration of Raply Merupakan lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang dikehendakinya dan menerangkannya pada orang lain. c. Loudness Berbicara dengan suara jelas merupakan cara yang terbaik dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. d. Request for new Behaviour Meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain dengan mengungkapkan fakta atau perasaan dengan tujuan agar situasi berubah sesuai dengan yang diinginkan. e. Affect Dalam berkomunikasi, pesan yang disampaikan akan lebih asertif jika tidak monoton. f. Latency of respon Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita untuk mulai bicara. Biasanya, sedikit jeda sesaat sebelum menjawab secara umum lebih asertif daripada yang tidak terdapat jeda. 38 g. Non verbal Berupa kontak mata, ekspresi muka, jarak fisik, sikap badan, isyarat tubuh. 18 Sedangkan, menurut Radius (Reputrawati, 1996) aspek-aspek asertivitas19 adalah: a. Menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan dirinya. b. Mampu mengekspresikan perasaan positif dengan baik c. Jujur, terbuka, dan memberikan penghargaan pada orang lain tanpa menyakiti atau mengesampingkan ataupun mengecilkan arti orang lain d. Percaya diri (Self confidence) e. Mampu berkomunikasi atau berbicara f. Mengajukan permintaan dan bantuan pada orang lain tanpa rasa enggan. 3. Pembentukan Perilaku Asertif Menurut Rees dan Graham, munculnya perilaku asertif karena adanya unsur-unsur20: h. Kejujuran (Honesty) Perilaku asertif akan sulit diwujudkan jika seseorang tidak jujur karena dengan kejujuran, orang lain akan mengerti, memahami, dan menghormati apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang yang bersangkutan. 18 ibid Reputrawati, A. 1996. Hubungan Antara Asertivitas Dengan Kreativitas Pada Remaja SMA Suku Jawa. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. 20 Reputrawati, 1996 19 39 b. Tanggung Jawab (Responsibility) Hal ini berarti seseorang bertanggung jawab atas pilihan atau keputusannya tanpa rnenyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada dirinya. Dengan rasa tanggung jawab terhadap apa yang akan terjadi pada dirinya. maka seseorang akan dapat merubah hal-hal yang tidak diinginkannya. c. Kesadaran diri (Self-awareness) Ketika seseorang akan belajar asertif; sebelumnya ia harus lebih dulu mengenal dirinya sendiri, agar lebih mernperhatikan perilaku yang dimunculkan dan memikirkan cara-cara yang diinginkannya. d. Percaya diri (Self confident) Menurut Bandura (Martani dan Adiyanti, 1991) percaya diri adalah sebagai suatu keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan. Seseorang yang memiliki rasa percaya diri yang rendah akan menghambat perilaku asertifnya karena ada perasaan atau anggapan bahwa hal-hal yang negatif akan terjadi jika ia melakukan sesuatu sehingga tidak yakin bahwa perilaku tersebut justru akan membawa pada perubahan yang positif. Seseorang yang asertif, dengan percaya diri yang dimilikinya akan merasa yakin bahwa perilakunya diinginkannya. akan membawa perubahan positif yang 40 4. Ciri-ciri Perilaku Asertif Menurut Fensterheim dan Baer, seseorang yang asertif adalah seseorang yang penuh semangat, menyadari siapa dirinya, dan apa yang diinginkannya.21 Selanjutnya dikatakan bahwa seseorang yang asertif memiliki ciri-ciri: a. Merasa bebas untuk mengemukakan emosi yang dirasakanmelalui kata dan tindakan. b. Dapat berkomunikasi dengan sernua orang, baik dengan orang yang telah maupun dengan yang belum dikenalnya. c. Mempunyai pandangan aktif tentang hidup, karena orang asertif cenderung mengejar apa yang diinginkan dan berusaha agar sesuatu itu terjadi serta sadar akan dirinya bahwa ia tidak dapat selalu menang. d. Bertindak dengan cara yang dihormatinya, artinya dengan menerima keterbatasannya sehingga kegagalan tidak membuatnya kehilangan harga diri. Ciri-ciri asertif menurut Zukir, yaitu: a. Mempunyai kemampuan untuk jujur dan langsung. Yaitu mengatakan suatu perasaan, kebutuhan, ide dan mengembangkan apa yang ada dalam dirinya tanpa mengesampingkan orang lain. b. Bersifat terbuka, apa adanya dan mampu bertindak demi kepentingannya 21 Fensterheim, H. & J.Baer, Jangan Bilang Ya Bila Anda akan Mengatakan Tidak. (Jakarta; Penerbit Gunung Jati, 1995).Hlm.14 41 c. Mampu mengambil inisiatif demi kebutuhannya d. Bersedia meminta inisiatif demi kebutuhannya e. Bersedia meminta informasi dan bantuan dari orang lain bilamana membutuhkan dan membantu ketika orang lain memerlukan pertolongan. f. Dalam menghadapi konflik dapat menyesuaikan dan mencari penyesuaian yang memuaskan kedua belah pihak. g. Mempunyai kepuasan diri, harga diri, dan kepercayaan diri. 5. Kategori Perilaku Asertif Christoff dan Kelly menyimpulkan ada tiga kategori perilaku asertif yaitu: a. Asertif penolakan, yaitu ucapan untuk memperhalus, misalnya: maaf! b. Asertif pujian, yaitu mengekspresikan perasaan positif, misalnya; menghargai, menyukai, mencintai, mengagumi, memuji, bersyukur. c. Asertif permintaan, yaitu asertif yang terjadi jika seseorang meminta orang lain melakukan sesuatu yang memungkinkan kebutuhan atau tujuan seseorang tercapai tanpa tekanan dan paksaan. 22 6. Manfaat Perilaku Asertif Bower dan Bower (Prabana, 1997), orang asertif akan dapat melakukan: a. Dapat mengekspresikan kesenangan-kesenangan dan minat pribadi secara spontan 22 Christoff dan Kelly dalam Gunarsa(1992) Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia. Hlm. 81-169 42 b. Membicarakan dirinya pada orang lain (prestasi atau keiebihan) pada saat yang diperlukan tanpa melakukan monopoli. c. Bersikap ramah dan bersahabat pada orang lain (dapat menyapa dengan sikap rigan tanpa malu-malu). d. Menerima pujian dengan cara yang ramah. e. Menggunakan ekspresi wajah dan perubahan nada suara sesuai dengan kata-kata yang disampaikan f. Dapat menyatakan ketidaksetujuan secara hahis misalnya dengan mengangkat alis, menggelengkan kepala atau mengubali topik pembicaraan. g. Berani meminta penjelasan atas petunjuk ataupenjelasan yang niernbingungkan. h. Berani menanyakan alasan pada permintaan seseorang yang kurang masuk akal atau kurang beralasan. i. Berani secara aktif menyatakan ketidaksetujuan yang telah diyakini sebelumnya pada pendapat seseorang. j. Berani rnenuntut hak dan untuk diperlakukan adit tanpa disertai kemarahan bila merasa kurang diperlakukan adil. k. Bila mempunyai keluhan, berani memperjuangkan dengan gigih sampai memperoleh kepuasan. l. Mampu untuk memberikan alasan pada setiap pendapat yang bertujuan untuk mendebat, bila hal tersebut tidak mengenakkan. 43 7. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif Menurut Rathus dan Nevid, faktor yang mempengaruhi perkembangan asertif adalah:23 a. Jenis kelamin Laki-laki lebih tegas dan perempuan lebih bersikap pasif terhadap halhal yang kurang berkenan dengan dirinya. b. Kepribadian Seseorang dengan kepribadian ekstrovert atau terbuka, lebih spontan, percaya diri dalam bersikap, sehingga mudah dalam hubungan interpersonal. Sebaliknya, seseorang dengan kepribadian introvert atau tertutup memiliki ciri-ciri pendiam, cenderung membuat rencana sebelum melakukan sesuatu, menahan diri dan menaruh prasangkaprasangka terhadap orang lain. c. Intelegensi Intelegensi ini mempengaruhi cara seseorang untuk merumuskan dan mengungkapkan buah pikirannya secara jelas sehingga dapat dipahami oleh orang lain dan berkomunikasi dengan lancar. d. Kebudayaan Kebudayaan mempunyai peran yang besar dalam mendidik perilaku asertif karena sikap hidup, adat istiadat dan kebudayaan sudah dikenalkan keluarga sejak kecil. 23 Winston. Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and 44 e. Pola asuh Pola asuh terbagi menjadi tiga, yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisif. Anak yang diasuh secara otoriter biasanya akan menjadi remaja yang pasif dan sebaliknya bila diasuh secara permisif terbiasa utuk mendapatkan segalanya dengan mudah dan cepat sehingga ada kecenderungan untuk bersikap agresif. Lain halnya dengan pola asuh demokratis, pola ini mendidik anak untuk mempunyai kepercayaan diri yang besar, dapat mengkomunikasikan segala keinginannya secara wajar dan tidak memaksakan kehendak f. Usia Pada anak kecil, perilaku asertif belum terbentuk. Struktur kognitif yang ada belum memungkinkan mereka untuk menyatakan apa yang diinginkan dengan bahasa verbal yang baik dan jelas. Pada masa remaja dan dewasa, perilaku asertif menjadi lebih berkembang sedangkan pada usia tua tidak begitu jelas perkembangan atau penurunannya. C. Mahasiswa 1. Pengertian Mahasiswa Mahasiswa adalah Orang yang belajar di perguruan tinggi.24 Sedangkan perguruan tinggi ialah tempat pendidikan dan pengajaran 24 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), hlm. 543. 45 tingkat tinggi seperti pada sekolah tinggi, universitas, akademik.25 Biasanya misi perguruan timggi ersifat umum yakni mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Mahasiswa juga disebut dengan moral force seperti yang disebutkan dalam bukunya Syahrin Harahap yang berjudul Penegakan Moral Akademik di Dalam dan Di Luar Kampus hampir disepakati oleh semua kalangan bahwa mahasiswa adalah penyandang predikat sebagai moral force, dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, lebih dari komponen lain. Bahkan di era reformasi popularitas mahasiswa cenderung mengalahkan popularitas penegak moral yang lain,, seperti para ulama dan guru. Memang setelah reformasi, secra umum kepedulian mahasiswa mengalami peningkatan luar biasa sebgai penggerak perubahan (agent of cchange), kekuatan moral (moral force), dan kekuatan intelektual (intellectual force).26 Dalam buku Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi karangan Hisyam Zaini mengatakan bahwa mahasiswa adalah orang dewasa yang sudah mampu berfikir kritis dan dapat membedakan mana yang baik danmana yang tidak baik untuk diri mereka. Disamping itu mahasiswa juga dapat menggunkan kemampuan untuk mereka belajar tanpa harus dipaksa. Berdasarkan alasan tersebut seseorang dan dosen dapat menyampaikan materi perkuliahan dengan tujuan agar mahasiswa 25 Ibid., hlm. 288. Syahrin Harahap, Penegakan Moral Akademik di Dalam dan di Luar Kampus (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 19. 26 46 mempunyai jiwa kemandirian dalam belajar dan kalu bisa diusahakan untuk menumbuhkan daya kreatifitas sehingga mampu membuat inovasiinovasi.27 Sedangkan kemahasiswaan adalah suatu bagian dari dunia perguruan tinggi, yang peranannya ditunjuk jelas dalam GBHN. Dengan demikian, secara struktural peranan mahasiswa dalam pembangunan Nasional adalah mensukseskan tugas perguruan tinggi seperti ditetapkan dalam GBHN. Namun jika kita ingin menempatkan mahasiswa suatu kekuatan sosial yang lebih mandiri, sebagai unsur modernisasi atau pendukung proses perubahan sosial, suatu gambaran yang lebih konsepsionil dari sudut sosiologis dari proses pembangunan secara umum kiranya perlu kita miliki.28 Mahasiswa yang sering dijuluki sebagai calon intelektual atau juga cendikiawan muda, merupakan suatu lapisan elite ditengah masyarakat yang serignkali sarat dengan berbagai predikat. Mereka sering dijuluki sebagai agent of exchange atau juga disebut sebagai modernization, agent of demikian pula kadangkala dinamai sebagai agent of development. Predikat semacam itu sesungguhnya tidak lain merupakan gambaran tentang harapan dan sekaligus tanggungjawab kesejarahan yang dibebankan dipundak mereka, dalamkaitan peran masa depan dalam kehidupan masyarakat. Sebagai cendikiawan muda, maka mahasiswa 27 Hisyam Zaini, Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi (Yogyakarta: CTSP, 2002), hlm. 107. 28 Mohammad Djazman Al-kindi dkk, Mahasiswa dan Masa Depan Politik Indonesia (Yogyakarta: PSIP DPP IMM, 2003), hlm. 75. 47 sebagaimana dikemukakan oleh Lewis Coser adalah orang-orang yang kelihatannya tidak pernah puas menerima kenyataan sebgaiamana adanya. Mereka mempertanyakan kebenaran yang berlaku pada suatu saat, dalam hubungannya dengan kebenaran yang lebih tinggi dan lebih luas.29 Berdasarkan penjelasan di atas, maka mahasiswa ialah pelajar yang sedang menjalani aktifitas kegitan belajar mengajar pada sebuah lembaga jenjang perguruan tinggi dan penyandang gelar moral force sehingga mampu mengadakan perubahan-perubahan sosial dalam kehidupan kemasyarakatan. 2. Tugas Mahasiswa Kuliah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti "pelajaran yang diberikan" atau "ceramah". Namun pada umumnya kata "kuliah" dikaitkan dengan perguruan tinggi atau pendidikan tinggi yang sering diartikan sebagai proses belajar atau proses pembelajaran. Mata kuliah dibagi menjadi dua , mata kuliah teori dan mata kuliah praktek. a. Mata kuliah teori Kuliah dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Mahasiswa dalam mengikuti kegiatan perkuliahan wajib mengikuti kegiatan kuliah sekurang-kurangnya 75 % dari kehadiran dosen. Dalam satu semester prekuliahan dilaksankan minimal 12 kali pertmuan dan maksimal 16 kali pertemuan. Prosedur perkuliahan ialah 29 Ibid., hlm. 107. 48 dimulai dengan penjelasan secara teoritis yang dilanjutkan dengan praktikum untuk mata kuliah yang mengharuskan adanya praktikum. Tugas-tugas mahasiswa antara lain : Penulisan makalah, Tinjauan Buku (book review), dan Tugas Lapangan 30 b. Mata kuliah praktek Mata kuliah praktek terdiri dari dua (2) mata kuliah yaitu, Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kuliah Kerja Lapangan adalah kegitan intra kurikuler yang dilaksanakan oleh mahasiswa berbentuk latihan ketrampilan dan tugas-tugas kerja praktik. Sedangkan Kuliah Kerja Nyata ialah kegiatan intrakurikuler yang dalam pelaksanaannya memadukan aspek tri dharma perguruan tinggi.31 D. KOS-KOSAN Pengertian kos atau yang sering disebut kos-kosan adalah sejenis kamar sewa selama kurun waktu tertentu sesuai dengan perjanjian pemilik kamar dan harga yang disepakati. Kos-kosan merupakan tempat yang disediakan untuk memfasilitasi perempuan atau laki-laki, dari pelajar, mahasiswa, atau pekerja umum untuk tinggal dan dengan proses pembayaran per bulan atau sesuai kesepakatan dengan pemilik. 30 Buku Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan Tahun Akademik 2010/2011 (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2010/2011), hlm. 44. 31 Ibid, hlm. 121-128. 49 Kos atau indekos adalah sebuah jasa yang menawarkan sebuah kamar atau tempat untuk ditinggali dengan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu (umumnya pembayaran per bulan). Kata "kos" sebenarnya adalah turunan dari frasa bahasa Belanda "In de kos". Definisi "In de kos" sebenarnya adalah "makan di dalam" namun bila frasa tersebut dijabarkan lebih lanjut dapat pula berarti "tinggal dan ikut makan" di dalam rumah tempat menumpang tinggal. 32 Menurut Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta, pengertian kos-kosan adalah rumah yang penggunaannya sebagian atau seluruhnya dijadikan sumber pendapatan oleh pemiliknya dengan jalan menerima penghuni pemondokan minimal satu bulan dengan memungut uang pemondokan. a. Kos-Kosan Sekitar STAIN Pekalongan Penawaran kos-kosan atau rumah kontrakan hampir tidak pernah sepi peminat. Setiap lokasi kos-kosan yang dekat dengan pusat aktivitas, biasanya ramai peminat. Kos-kosan biasa dibangun di dekat kampus atau kawasan perkantoran. Sasaran penawaran kos-kosan adalah mahasiswa dan pelajar yang berasal dari luar kota ataupun luar daerah. Jika dekat kampus, maka peluang pasarnya rata-rata tetap, yaitu saat masa pergantian tahun ajaran sekolah. Mahasiswa baru biasanya akan berdatangan mencari kos-kosan yang dekat dengan kampusnya dan sesuai dengan kemampuan keuangan mereka. Kos-kosan dirancang untuk memenuhi kebutuhan hunian yang bersifat 32 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 2008) 50 sementara. Namun tidak sedikit pula, kos-kosan ditempati oleh masyarakat umum yang tidak memiliki rumah pribadi dan menginginkan berdekatan dengan lokasi beraktivitas.33 STAIN Pekalongan adalah salah satu perguruan tinggi yang memiliki jumlah mahasiswa yang banyak yakni tercatat pada tahun 2013/2014 saja jumlah mahasiswa STAIN Pekalongan telah mencapai 5.474 orang. Sudah barang tentu semua mahasiswa tersebut bukan berasal dari kota Pekalongan sendiri melainkan berasal dari luar kota Pekalongan. Banyaknya mahasiswa yang berasal dari luar kota Pekalongan untuk menimba ilmu di STAIN Pekalongan mengharuskan mahasiswa tersebut untuk menginap dan tinggal di sekitar STAIN Pekalongan. Berhubung STAIN Pekalongan tidak memiliki asrama untuk menampung mahasiswamahasiswa yang berasal dari luar Kota Pekalongan, maka mahasiswa tersebut harus mencari sendiri tempat tinggal sementara atau yang sering dikenal dengan istilah kos-kossan. Harga sewa kamar kos sangat beragam tergantung fasilitas yang disediakan oleh pemilik kos. Sedangkan keadaan di sekitar STAIN Pekalongan pada saat ini sudah banyak sekali didirikan kos-kosan untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa, sehingga tidak terhitung banyaknya dan tidak terkendali dengan baik. Hal ini ditandai dengan tidak adanya peraturan dari pihak STAIN Pekalongan ataupun pihak kelurahan tentang aturan dan standarisasi tempat kos-kosan. 33 Pramudi Utomo (2009). Dinamika pelajar dan mahasiswa di sekitar kampus Yogyakarta; Telaah Pengelolaan rumah kontrak dan rumah sewa. Yogyakarta 51 Kos-kosan yang ada di sekitar STAIN Pekalongan dengan memiliki berbagai fasilitas mulai dari yang sederhana atau apa adanya, yakni hanya berupa kamar tidur dengan satu lemari saja, tanpa difasilitasi barangbarang elektronik lainnya hingga fasilitas yang cukup lengkap seperti: kamar mandi di dalam, tv, kipas angin, AC, dan lain sebagainya. Namun juga banyak kos-kosan yang hanya memiliki fasilitas. Pada prinsipnya fungsi kos-kosan merupakan: (1) sarana tempat tinggal sementara bagi mahasiswa yang pada umumnya berasal dari luar daerah selama masa studinya, (2) sarana tempat tinggal sementara bagi masyarakat umum yang bekerja di kantor atau yang tidak memiliki rumah tinggal agar berdekatan dengan lokasi kerja, (3) sarana latihan pembentukan kepribadian mahasiswa untuk lebih berdisplin, mandiri dan bertanggung jawab karena jauh dari keluarga, (4) tempat untuk menggalang pertemanan dengan mahasiswa lain dan hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya.