1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman dan arus globalisasi yang tak terbendung, masa lampau dan sejarah bangsa mulai termarjinalkan yang berdampak pada lunturnya kesadaran sejarah dan semangat nasionalisme. Hal ini tercermin dalam kehidupan riil masyarakat yang cenderung mengadopsi perilaku hidup dunia barat dan melupakan nilai-nilai kebersamaan serta nilai-nilai pancasila. Selain itu juga, kesadaran masyarakat akan pentingnya menghargai dan memaknai perjuangan bangsa mulai luntur, karena menganggap bukan lagi hal yang penting. Masyarakat juga lebih cenderung melihat dan memperjuangkan halhal yang menguntungkan atau kepentingan pribadi dan kelompoknya ketimbang kepentingan bersama dan keutuhan bangsa. Persoalan yang timbul dalam kehidupan bangsa akhir-akhir ini adalah maraknya kasus korupsi, pembangunan yang tidak merata sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada pengelola bangsa ini. Selain itu juga, keberagaman etnis dan agama dengan cara pandang yang berbeda-beda dapat memicu disintegrasi bangsa. Munculnya pergolakan-pergolakan yang terjadi di berbagai daerah sampai yang paling fatal adalah munculnya gerakan-gerakan dari ormas-ormas tertentu yang dapat mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Permasalahan-permasalahan yang muncul ini mengarahkan kita pada pentingnya pendidikan. Pendidikan menurut Undang – Undang No. 20, Tahun 2 2003 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Soyomukti (2013 : 41) menjelaskan bahwa proses mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dapat melalui pendidikan formal dan pendidikan informal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang identik dengan sekolah yang berupaya mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor dalam diri peserta didik sebagai genarasi muda bangsa melalui kegiatan yang disusun secara terprogram dengan kurikulum. Sedangkan pendidikan informal lebih menekankan pada pengembangan keterampilan dan keahlian dan tidak mengacu pada kurikulum. Tilaar (2002 : 9) juga menjelaskan bahwa Pendidikan mempunyai fungsi sebagai transformasi budaya, sebagai proses pembentukan pribadi, sebagai proses penyiapan warga negara, dan sebagai proses penyiapan tenaga kerja. (Umar Tirtarahardja, S.L. La Sulo, 2010 : 32). Pendidikan sebagai proses transformasi budaya artinya pewarisan nilai-nilai budaya dari generasi terdahulu ke generasi sekarang. Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi artinya suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga 3 negara yang baik. Pendidikan sebagai proses penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Upaya pencerdasan dan penanaman nilai-nilai kehidupan dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman serta menanamkan nilai-nilai pancasila dan kesadaran sejarah serta semangat nasionalisme bangsa ini harus dimiliki dalam diri masyarakat Indonesia dan harus dimulai dari pendidikan dasar dan menengah. Landasan dalam berbangsa dan bernegara adalah persatuan dan kesatuan bangsa yang bertumpu pada kesatuan politik, kesatuan territorial, dan inklusivitas warga serta eksistensi budaya nasional. Oleh karena itu dalam pidato Bung Karno, beliau mengatakan “Jangan anda sekali-kali melupakan sejarah”. Meningkatkan pengetahuan dan menanamkan nilai-nilai dalam pendidikan formal dilakukan melalui sebuah proses pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Suatu aktifitas dapat dikatakan pembelajaran apabila di dalamnya terdapat interaksi antara guru, siswa dan sumber belajar (UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 20). Interaksi antara guru, siswa dan sumber belajar merupakan suatu proses yang bersifat permanen dan memiliki arah menuju pencapaian dari tujuan pendidikan nasional. Proses pembelajaran bertumpu pada bagaimana guru memberikan motivasi kepada peserta didik agar belajar dengan baik dan membimbing peserta didik dalam mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dalam diri guna 4 mencapai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Untuk mencapai sasaran tersebut diperlukan upaya yang terencana dan terarah dengan baik yang dikemas dalam sistem pendidikan yang solid dan berorientasi pada pendekatan kemanusian dan mengerahkan segala potensi individu secara optimal. Oleh karena itu peran guru sebagai pendidik harus mampu membawa perubahan perilaku pada peserta didik dan kemampuan peserta didik untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Belajar sejarah menurut Carr (2014 : 182) pada dasarnya adalah dialog terus menerus antara masa kini dengan masa lampau, melalui pembelajaran sejarah nilai-nilai masa lampau dapat dipetik dan dimanfaatkan untuk menghadapi masa kini. Tanpa masa lampau manusia tidak akan mampu membangun ide-ide tentang konsekuensi dari apa yang dilakukan, dengan mengajarkan sejarah bangsanya pada siswa, maka diharapkan siswa akan memperoleh pengetahuan yang bermakna tentang perjalanan dan perjuangan bangsanya di waktu lampau, hal ini juga ditegaskan oleh Martin Ballard (Sugito, 1997:7) bahwa disamping menuntut kedewasaan, belajar sejarah juga membantu mengembangkan kedewasaan. Belajar sejarah, selain bertugas memberikan pengetahuan kesejarahan (kognitif), juga bertujuan memperkenalkan pengalaman-pengalaman hidup manusia pada masa lampau (afektif). Secara lebih rinci, Sartono Kartodirdjo (2014 : 29) menjelaskan bahwa fungsi pembelajaran sejarah nasional meliputi: pertama, membangkitkan perhatian serta minat kepada sejarah tanah air. Kedua, mendapatkan inspirasi dari cerita sejarah. Ketiga, memupuk alam pikiran ke arah kesadaran sejarah.Keempat, memberi pola pikir ke arah cara berpikir rasional dan 5 kritis dengan dasar faktual. Kelima, mengembangkan pikiran dan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah, dan sebuah bangsa akan hancur apabila melupakan sejarah perjuangan bangsa. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dengan sejarah perjuangan bangsa yang sangat panjang. Untuk mengatasi persoalan yang sedang dihadapi bangsa ini peran sejarah sangat dibutuhkan untuk menanamkan kesadaran sejarah dan nilai-nilai nasionalisme. Sejarah menggembleng jiwa manusia menjadi kuat dan tahan dalam menghadapi teror dan kekacauan dalam kehidupan kita (Sartono Kartodirjo, 2014:24). Sebagai negara yang multikultural dan negara kepulauan, penanaman nilai-nilai nasionalisme melalui pembelajaran sejarah sangatlah penting. Hal ini agar dapat menghindari dan meminimalisir gesekan-gesekan yang dapat mengancam kesatuan bangsa ini. Pembelajaran sejarah dapat didukung dengan memanfaatkan bendabenda yang ada di lingkungan sekitar siswa. Salah satu upaya untuk meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran sejarah adalah menciptakan pola pembelajaran sejarah yang terkait dengan situasi di lingkungannya. Sedangkan untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa akan materi dan makna dari belajar sejarah adalah dengan memanfaatkan situs atau peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran. Begitu banyak peninggalan sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah. Oleh karena itu, peninggalan sejarah ini perlu dilestarikan dan dimanfaatkan sebagai sumber dalam pembelajaran sejarah. Dengan memanfaatkan peninggalan-peninggalan sejarah bangsa ini menjadi 6 sumber pembelajaran sejarah, nilai-nilai nasionalisme dan kesadaran sejarah akan sangat mudah diintegrasikan kedalam diri generasi muda bangsa ini. Kesadaran mencintai bangsa dan negara dapat diawali dengan kesadaran cinta akan lingkungan sekitar sehingga persoalan-persoalan yang dapat mengancam keamanan dan kesatuan bangsa dapat diminimalisir. Guru dituntut agar mampu menggunakan dan memanfaatkan segala sarana dan prasarana yang disediakan oleh sekolah. Selain itu juga, seiring dengan perkembangan teknologi, guru harus bisa memanfaatkan perkembangan teknologi dalam proses pembelajaran. Guru juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan mengembangkan media pembelajaran. Pemahaman dan pengetahuan guru tentang media pembelajaran meliputi: 1) media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar, 2) fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, 3) seluk beluk proses belajar, 4) hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan, 5) nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran, 6) pemilihan dan penggunaan media pendidikan, 7) media pendidikan dalam setiap mata pelajaran, 8) berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan, 9) media pendidikan dalam setiap mata pelajaran, 10) usaha inovasi dalam media pendidikan. Dengan demikian disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pendidikan pada khususnya. (Azhar Arsyad, 2014 : 2). Proses pembelajaran akan lebih efektif apabila guru mampu memanfaatkan media dalam pembelajaran. Pemanfaatan media yang tepat dalam 7 pembelajaran sejarah sangat mendorong tercapainya tujuan pembelajaran sejarah itu sendiri. Pemanfaatan media situs Bung Karno dalam pembelajaran sejarah diharapakan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman serta menumbuhkan kesadaran sejarah dan semangat nasionalisme dalam diri peserta didik sehingga manfaat sejarah dapat terwujud. Peninggalan sejarah yang telah diakui dan menjadi warisan sejarah nasional sangat tepat jika dimanfaatkan sebagai media dalam pembelajaran sejarah guna meningkatkan pengetahuan siswa terhadap materi sejarah itu sendiri dan menanamkan nilai-nilai pancasila dan kesadaran sejarah, serta membangkitkan rasa dan semangat nasionalisme dalam diri masyarakat, khususnya peserta didik yang adalah generasi penerus bangsa ini. Asalkan guru mampu mengakomodirnya dengan perencanaan yang matang sehingga menghasilkan out put pembelajaran sejarah yang efektif. Dengan demikian, hal ini bisa meminimalisir kendala-kendala dalam pembelajaran sejarah seperti kekurangan buku sumber, keberadaan guru saat ini yang masih menggunakan pembelajaran secara monoton dan verbalistis sehingga teacher centered masih merupakan hal yang lumrah dalam pembelajaran sejarah di kelas yang juga memperkuat stigma bahwa pelajaran sejarah sangat membosankan, penuh hafalan, dan kurang diminati, yang berdampak pada hasil yang tidak efektif dari pembelajaran itu sendiri. Keberadaan Situs Bung Karno di Kabupaten Ende merupakan peninggalan sejarah perjuangan bangsa pada masa pergerakan nasional Indonesia. Situs Bung Karno yang terdapat di Ende antara lain : Rumah pengasingan Bung 8 Karno, Taman Renungan Pancasila, dan Gedung Imaculata. Ketiga peninggalan ini merupakan tempat yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan keberadaan Bung Karno selama menjalani masa pengasingan di Ende sejak tanggal 14 Januari 1934 sampai 18 Oktober 1938 sebelum akhirnya dipindahkan ke Bengkulu. Aswi Warman Adam (2010 : 130) menjelaskan bahwa selama empat tahun, Soekarno dan keluarga menempati sebuah rumah milik penduduk lokal yakni Haji Abdullah Ambuwaru. Selama keberadaan Soekarno di Ende, dihabiskan dengan pendalaman agama Islam, membaca, melukis, memikirkan dan mendiskusikan pokok-pokok pikiranya tentang perjuangan bangsa dengan istrinya, dengan para pemimpin agama, serta membentuk kelompok tonil “Kelimoetoe” yang melibatkan penduduk lokal. Di rumah pengasingan terdapat buku-buku dan naskah tonil yang ditulis oleh Soekarno serta lukisan-lukisan yang menunjukkan kecintaan akan alam dan ketegaran Soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan walaupun diintimidasi oleh pemerintah dengan menjauhkan dari teman-teman yang merupakan tokoh – tokoh nasionalis serta pendukungnya. Perjuangan Soekarno untuk menanamkan rasa persatuan dan nasionalisme serta upaya pencerdasan masyarakat selama masa pengasingan di Ende diwujudkan dengan pembentukan kelompok tonil Kelimoetoe. Kelompok tonil ini mementaskan drama atau tonil hasil tulisan Soekarno. Drama atau tonil hasil tulisan Soekarno dipentaskan di gedung teater Imaculata milik gereja katolik. Tonil dengan judul “Tahun 1945” merupakan salah satu tonil yang 9 membangkitkan semangat kebangsaan, nasionalisme, persatuan, dan harapan yang sangat besar terhadap penduduk lokal, serta menunjukan pola pikir dan pandangan yang sangat jauh ke depan dan tak terbatas. Hal ini dikarenakan tonil “Tahun 1945” menceritakan bahwa Indonesia akan terbebas dari penjajahan pada tahun 1945, bukan oleh Belanda melainkan dari suatu bangsa Asia. Pementasan tonil di gedung Imaculata yang merupakan milik gereja katolik juga menunjukkan penanaman semangat persatuan karena penduduk lokal yang menyaksikan pementasan tersebut memiliki latar belakang agama yang berbeda yakni Islam dan Katolik. Panudji Suptandar dalam (Aswi Warman Adam, 2010 : 140) menjelaskan Ende, merupakan tempat Soekarno memperoleh kesempatan untuk mematangkan gagasannya tentang dasar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ende yang memiliki tingkat kamejemukan agama, suku, dan budaya, Soekarno menemukan perwujudan konkrit dari idenya tentang dasar dan tujuan yang dapat berfungsi sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Dalam Pidatonya ketika berkunjung ke Ende pada tahun 1950, Soekarno mengungkapkan bahwa “ Di kota ini kutemukan lima butir mutiara, di bawah pohon sukun ini pula kurenungkan nilai-nilai luhur pancasila”. Situs Bung Karno sangat tepat bila dijadikan media dalam pembelajaran sejarah yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan menanamkan kesadaran sejarah, dan rasa nasionalisme dalam diri peserta didik. Hal ini dikarenakan situs Bung Karno memiliki nilai-nilai perjuangan dan semangat nasionalisme Bung Karno dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa 10 Indonesia. Selain itu, situs Bung Karno merupakan jejak Bung Karno merenung, menemukan, dan mematangkan gagasan perjuangan. Situs peninggalan Bung Karno saat ini menjadi tempat tujuan wisata sejarah di Pulau Flores khususnya, dan Propinsi Nusa Tenggara Timur umumnya. Situs Bung Karno saat ini masih terawat dengan baik dan juga telah mendapat perhatian dari pemerintah Republik Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan diresmikannya Taman Renungan Pancasila dan Rumah Pengasingan Bung Karno sebagai peninggalan dan warisan sejarah nasional oleh wakil presesiden Republik Indonesia Ir. Boediono, dan mantan ketua MPR Republik Indonesia Almarhum Taufik Kiemas pada tanggal 1 juni 2013. Berdasarkan pengakuan guru mata pelajaran sejarah dan hasil survei, pembelajaran sejarah di SMA Negeri 2 Ende telah memanfaatkan lingkungan sekitar yakni situs Bung Karno sebagai media pembelajaran. Hal ini dikarenakan keterbatasan buku sumber baik yang dimiliki oleh guru maupun siswa itu sendiri. Selain itu, penempatan jam pelajaran sejarah biasanya di siang hari ketika kondisi belajar siswa sudah menurun. Dengan keberadaan situs Bung Karno di Ende maka guru memanfaatkan situs Bung Karno menjadi media dalam pembelajaran sejarah dengan tujuan agar dapat meningkatkan minat serta pengetahuan siswa akan materi sejarah serta menumbuhkan kesadaran sejarah dan semangat nasionalisme dalam diri peserta didik. Pemanfaatan situs Bung Karno dalam pembelajaran sejarah tentu sangat tepat dengan tujuan menanamkan kesadaran sejarah dan rasa nasionalisme dalam diri peserta didik. Dalam tataran kebangsaan, kesadaran sejarah juga merupakan 11 suatu hal yang obyektif dalam arti berkaitan dengan pengalaman dan penghayatan anak bangsa terhadap masa lampau bangsanya. Anak bangsa yang memiliki kesadaran sejarah akan selalu mencari jawabannya dengan belajar sejarah, setelah itu ia akan lebih arif dan bisa memberikan sumbangan pemikiran ke arah mana seharusnya perjalanan mesti ditempuh, sebab kesadaran sejarah merupakan salah satu bentuk empati intelektual. Berdasarkan uraian di atas betapa pentingnya pembelajaran sejarah dengan memanfaatkan situs Bung Karno di Ende, dan sangat menarik dikaji lebih lanjut secara komprehensif. Oleh karena itu, peneliti mengangkatnya dalam penelitian ini dengan judul “ Analisis Pemanfaatan Situs Bung Karno Dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 2 Ende (Studi Kasus Pemanfaatan Situs Bung Karno Sebagai Media Pembelajaran Sejarah). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran sejarah di SMA Negeri 2 Ende yang memanfaatkan situs Bung Karno media pembelajaran? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran sejarah yang memanfaatkan situs Bung Karno sebagai media pembelajaran di SMA Negeri 2 Ende? 3. Bagaimana kendala dalam pembelajaran sejarah yang memanfaatkan situs Bung Karno sebagai media pembelajaran di SMA Negeri 2 Ende? 4. Bagaimana evaluasi pembelajaran sejarah yang memanfaatkan situs Bung Karno sebagai media pembelajaran di SMA Negeri 2 Ende? 12 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui perencanaan pembelajaran sejarah yang memanfaatkan situs Bung Karno sebagai media pembelajaran di SMA Negeri 2 Ende. 2. Mengetahui pelaksanaan pembelajaran sejarah yang memanfaatkan situs Bung Karno sebagai media pembelajaran di SMA Negeri 2 Ende. 3. Mengetahui kendala dalam pembelajaran sejarah yang memanfaatkan situs Bung Karno sebagai media pembelajaran di SMA Negeri 2 Ende. 4. Mengetahui evaluasi pembelajaran sejarah yang memanfaatkan situs Bung Karno sebagai media pembelajaran di SMA Negeri 2 Ende. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan khususnya pengembangan teori yang berkaitan dengan pemanfaatan Situs Bung Karno di Kabupaten Ende. b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran sejarah melalui pemanfaatan situs Bung Karno. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai sumbangan pengetahuan bagi generasi penerus bangsa untuk meningkatkan wawasan berpikir, menghargai, dan melestarikan situs 13 Bung Karno serta menanamkan kesadaran sejarah dan penanaman nilainilai nasionalisme. b. Bahan pertimbangan guru sejarah dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran sejarah yang memanfaatkan situs Bung Karno di Kabupaten Ende.