MODUL PERKULIAHAN PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila dan Implementasinya: • Sila Kedua • Sila Ketiga Fakultas Program Studi Fakultas Program Studi Tatap Muka 13 Kode MK Disusun Oleh Kode MK Ari Sulistyanto< S. Sos., M. I. Kom Abstract Kompetensi Pancasila dan Implementasinya: • Sila Kedua sebagai usaha untuk tidak memperalat manusia sebagai faktor produksi • Sila Ketiga menekankan kepentingan nasional yang harus didahuluan Mahasiswa mampu memahami Pancasila dan Implementasinya: • Sila Kedua sebagai usaha untuk tidak memperalat manusia sebagai faktor produksi • Sila Ketiga menekankan kepentingan nasional yang harus didahuluan Pembahasan A. Sila Kedua Dasar Nilai Kemanusiaan Sila Kedua, yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah bersumber dari nilai-nilai perikemanusiaan. Perikemanusiaan (Menslijkheid) adalah hasil daripada kegiatan hati nurani atau kalbu manusia yang bertumpuh kepada evolusi kemanusiaan (de mensheid). Kegiatan hati nurani manusia (menslijkheid) berkembang sesuai dengan pertumbuhan alam manusia (de mensheid). Pertumbuhan kemanusiaan inilah yang menjadi tantangan agar darinya terlahir konsep perikemanusiaan. Sesuai dengan pesan Allah SWT lewat surat Al-Hujarat ayat 11, yang artinya: “Hai, sekalian manusia, sesungguhnya Aku telah menjadikan kamu sekalian dari seorang lelaki dan seorang perempuan, sehingga kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu sekalian kenal-mengenal satu sama lain. Bahwasanya yang lebih mulia di antara kamu sekalian, ialah siapa yang lebih taqwa kepada– Ku.” Sejak semula maksud Bung Karno menggali Pancasila, pertama kalinya diprioritaskan untuk Rakyat Indonesia, untuk mempersatukan Rakyat Indonesia supaya bisa hidup rukun di dalam satu bangsa. Di samping itu agar Pancasila bisa dijadikan Dasar Hidup atau Pedoman Hidup. Dengan kata lain, untuk mencapai persatuan, kerukunan hidup dan untuk falsafah hidup itulah Pancasila berfungsi sebagai meja statis. B. Sumber Nilai Kemauniaan bangsa Indonesia Untuk bisa menjadi Meja Statis, Pancasila jangan hanya menjadi pedoman kering. Ia harus merupakan satu jiwa. Untuk itu Pancasila harus diambil dari natuurnya jiwa Rakyat Indonesia. Demikian pula Sila Perikemanusiaan, akan menjadi sikap jiwa yang hidup di kalbu rakyat dan Bangsa Indonesia, karena bersumber kepada natuur Indonesia. Menurut Bung Karno, ada Tiga Sumber Fenomena yang membuat Rakyat Indonesia memiliki Rasa Perikemanusiaan yang tinggi: (Sukarno:48:1985) 1. Jiwa Gotong Royong yang tinggi selalu dilambari oleh Rasa Perikemanusian. 2. Rakyat Indonesia memiliki Rasa Ketuhanan yang tinggi dan memasuki agama–agama baik Agama Samawi maupun agama Ardi. Di dalam agama terdapat Ajaran Perikemanusiaan yang meluas dan mendalam. 3. Bangsa Indonesia (hingga sekarang) masih hidup dalam suasana Agraris. Tiap-tiap bangsa agraris tebal Perikemanusiaanya. Selain berfungsi sebagai Meja Statis, Pancasila oleh Bung Karno juga ditegakkan sebagai bintang pembimbing yang dinamis (Leitstar Dinamis). Karena itu Rakyat Indonesia yang sudah menjadikan Pancasila sebagai pedoman bersama, harus tahu 2015 2 Pendidkan Pancasila Ari Sulistyanto, S. Sos., M. I. kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kearah mana masa depan bersama di jalankan. Peringatan Bung Karno bahwa Internasionlisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar pada buminya Nasionalisme, dan Nasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berada dalam Taman Sarinya Internasionalisme, mengandung arti bahwa Perikemanusiaan bukan hanya untuk Rakyat Indonesia. C. Revolusi Kemanusiaan Melainkan harus diselenggarakan secara Internasional. Artinya, Pancasila (dalam hal ini perikemanusiaan) harus membawa rakyat Indonesia ke kancah Internasional secara aktif dan bertanggungjawab. Di samping itu, Bung Karno dalam menjelaskan multi kompleksnya revolusi menjelaskan bahwa Bangsa Indonesia memang akan menjalankan Revolusi Perikemanusiaan sekaligus:(Sukarno:21:1985) “Revolusi membentuk manusia baru, oleh karena memang ingin menjadi satu manusia baru” Pada suatu masa dalam bentangan sejarah yang panjang, evolusi kemanusiaan sampailah kepada tahap (bentuk) kelompok-kelompok bangsa dari yang tadinya sekadar gerombolan manusia-manusia yang hidup di gua-gua, kemudian puak-puak, suku-suku dan seterusnya. Artinya, secara politik dunia mengalami pertumbuhan mensheid-nya, menjadi bangsa-bangsa, menjadi negara-negara nasional dan di situ terjadi pula batasbatas yang memenuhi syarat-syarat bangsa-bangsa dan negara-negara nasional. Tetapi sebagai paradox dari pertumbuhan tersebut, terutama sebagai akibat daripada perkembangan teknologi, bangsa-bangsa itu terhapuslah sedikit-sedikit. Itulah sebabnya setelah menjelaskan bahwa selama 200 tahun terakhir kemajuan teknologi berjalan terutama sekali malahan menuju kepada exploitation de I’homme par I’homme, de nation par nation, Bung Karno menganjurkan: (Sukarno:23:1985) “Jika kita bangsa Indonesia ingin mengubah masyarakat, dan sudah jelas tujuan kita yaitu masyarakat adil dan makmur, maka bangsa Indonesia harus dapat mempergunakan ilmu teknik. Tetapi sebagaimana tadi saya katakan, teknik yang menuju kepada satu masyarakat yang adil dan makmur” Selain itu, pada paro kedua abad ke-20 tersebut, di bawah kondisi historis paradox seperti itu, Indonesia sudah tidak mungkin lagi untuk menjadi bangsa yang menutup diri. Dalam bentangan sejarah, memang beberapa negara sebelum menegakan diri dalam pergaulan internasional, terlebih dahulu melakukan politik menutup diri seperti pernah antara lain dilakukan oleh negara-negara Amerika Serikat (Monroe Doctrine), Uni Sovyet (Negara Tirai Besi), RRT (Tirai Bambu), Jepang (Restorasi Meiji), dan lain-lain. Dalam pertumbuhan dunia Internasional seperti itulah, selain tidak mungkin menutup diri, Indonesia harus aktif kepada pergaulan bangsa-bangsa atau menurut kesimpulan Bung Karno: (Sukarno:33:1985) 2015 3 Pendidkan Pancasila Ari Sulistyanto, S. Sos., M. I. kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id “Maka oleh karena itu kita pun di dalam Republik Indonesia yakin di dalam tekat kita bahwa kita ini tidak hanya ingin mengadakan satu bangsa yang hidup dalam masyarakat yang adil makmur. tidak Tapi kita disamping itu bekerja keras pula untuk kebahagiaan seluruh umat manusia” Apa yang dimaksud dengan “bekerja keras untuk kebahagiaan seluruh umat manusia” ‘tersebut’, pada umumnya bermula dari memperkenalkan Indonesia kepada dunia Internasional, dan meskipun sejak tahun 1956 Bung Karno mencoba memperkenalkan Indonesia dan gagasannya ke luar negeri, pada tanggal 18 April 1955 ide-ide Indonesia sudah diperkenalkan ke negara-negara Asia-Afrika. Dari semua pertimbangan itulah, sesuai sila perikemanusiaan, sebagai kandungan ide Indonesia. Bung Karno menawarkan: (Suakrno,:29:1985) “Hidup kemasyarakatan, pemerintahan dan ketatanegaraan perlu didasarkan pada kode moralitas dan etika yang tinggi. Dan mengenai politik, apakah kode moralitas yang tertinggi ialah; subordinasi, ketundukan segala sesuatu kepada keselamatan umat manusia” Bung Karno selalu mengingatkan bahwa Mankind is one, perikemanusiaan hanyalah satu. Hati nurani kemanusiaan, the social Conscience of man, menyerapi jiwa semua makhluk manusia di seluruh muka bumi. Adapun tentang Internasionalisme atau Perikemanusiaan hal yang walaupun tidak sempurna namun sebelumnya sudah dibicarakan oleh barat yang dalam susunan baku Pancasila menjadi sila ke-2, di forum PBB Bung Karno menjelaskan (Sukarno: 23:1985) “Internasionalisme yang sejati adalah pernyataan dari Nasionalisme yang sejati. dimana setiap bangsa menghargai dan menjaga hak-hak semua bangsa, baik yang besar maupun yang kecil, yang lama maupun yang baru. Internasionalisme yang sejati adalah tanda, bahwa suatu bangsa telah menjadi dewasa dan bertanggungjawab, telah meninggalkan sifat kekanak-kanakan mengenai rasa keunggulan nasional atau rasial, telah meninggalkan penyakit kekanak-kanakan tentang Chauvinisme dan Kosmopolitisme.” Selain itu Bung Karno menambahkan, bahwa: (Sukarno:33:1985) “Pancasila mengandung lebih banyak daripada arti nasional saja. Pancasila mempunyai arti universal dan dapat digunakan secara Internasional.” 2015 4 Pendidkan Pancasila Ari Sulistyanto, S. Sos., M. I. kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kedua (penggalan) pernyataan di atas, mengandung kedalam makna dari pengertian mendasar tentang nasionalisme dan internasionalisme seperti di kemukakan Bung Karno dalam pidato 1 Juni 1945, yaitu yang kemudian dikenal dengan istilah Tamansari. Tetapi, kalau Sila Perikemanusiaan ini tidak dilaksanakan dengan secara lebih seksama dan lebih bertanggungjawab, dunia pun akan semakin sering berada di pinggir kehancuran. Karena itu, tidak bisa lain Perikemanusiaan harus diselenggarakan secara benar. D. Persatuan Indonesia Meskipun Panitia Kecil meletakan Sila Kebangsaan pada urutan ke-3 Pancasila, dalam Pidato Lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno mendahulukan Kebangsaan sebagai Sila yang Pertama kali diusulkan di depan Sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Bunyi Sila Kebangsaan seperti yang berada dalam rumusan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah: Persatuan Indonesia. Definisi paling sederhana menurut teori evolusi masyarakat manusia, menunjukkan, bahwa Bangsa Indonesia adalah salah satu titik fase daripada proses pertumbuhan masyarakat manusia. Setelah melewati fase-fase pertumbuhan berbentuk gerombolan kecil-kecil, puak-puak, dan suku-suku, akhirnya akan berproses menjadi bangsa. Tetapi kenyataan di zaman modern menunjukkan sebelum Bung Karno mengemukakan gagasannya fonomena kebangsaan adalah pertumbuhan yang diinginkan atau di cita-citakan. Contohnya adalah tumbuhnya Bangsa bangsa Eropa Barat di Abad ke 18 - 19, setelah masyarakatnya tidak lagi menjawab tantangantantangan ekonominya dalam bentuk ‘daerah-daerah kecil’ atau ‘raja-raja kecil’. Dalam hal ini Bung Karno menunjuk dua Pakar masalah bangsa dari Eropa, yakni Ernerst Renan dari Universitas Sorbon, Paris, dan Otto Bouer, seorang teoritikus Marxis dari Austria yang dalam teorinya berhaluan kiri, namun sepak terjangnya sering gantiganti haluan. Dalam Pidato Lahirnya Pancasila, secara Prinsip Bung Karno mengambil sebagian (yang dianggapnya penting) dari Renan, di mana bangsa adalah: “le desire d’etre ensembel, yaitu kehendak akan bersatu. Menurut defenisi Renan, maka yang menjadi bangsa, yaitu satu gerombolan manusia yang mau bersatu, yang merasa dirinya bersatu.” (Sukarno: 186:1986) 2015 5 Pendidkan Pancasila Ari Sulistyanto, S. Sos., M. I. kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Setelah mengambil sedikit dari Renan, Bung Karno perlu menambahkan pengertian bangsa lewat pakar lain, yakni Otto Bauer. Dalam lahirnya Pancasila, sedikit sekali yang dikutip Bung Karno dari Bauer, yaitu antara lain, bangsa adalah: “Eine Nation ist eine aus Schiksalgemeinschaft enwachsene CharacterGemeinschaft. Inilah yang menurut Bauer satu natie Bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib.” (Sukarno: 154:1986) Sekitar keterangan ini, dalam Kuliah-kuliah Pancasila tahun 1958 (16 Juni 1958), Bung Karno mengingatkan, bahwa seperti Renan, Otto Bauer membantah mutlak perlunya persatuan bahasa, mutlak perlunya persatuan warna kulit, perlunya persatuan keturunan. Meskipun agama, warna kulit, dan bahasa mereka berlain-lainan, tetapi telah berpuluh-puluh bahkan beratus tahun mengalami nasib yang sama, maka akan tumbuhlah persatuan watak dan persatuan watak inilah yang menentukan sifat bangsa. (Sukarno: 145-144:1986) Setelah mengetengahkan dua definisi dari Ernerst Renan dan Otto Bauer, Bung Karno merasa kesulitan ketika menerapkan dua teori tersebut di atas Peta Indonesia yang sejarah hidupnya berbeda dengan Eropa. Karena tiap-tiap bangsa mempunyai karakter-karakternya sendiri-sendiri. (Sukarno: 145-143:1986) Itulah sebabnya dalam pidato Lahirnya Pancasila, kepada anggota sidang BPUPKI Bung Karno menjelaskan: “Memang Tuan-tuan sekalian, definisi Ernerst Renan sudah verouderd, sudah tua. Definisi Otto Bauer sudah tua. Sebab tatkala Ernerst Renan mengadakan definisinya itu, tatkala Otto Bauer mengadakan definisinya itu, tatkala itu belum timbul satu wetenschap baru, satu ilmu baru, yang dinamakan Geopolitik.” (Sukarno::1986) Bung Karno mengingatkan kepada sidang Dokuritsu Zunbi Tyosakai (BPUPKI) tersebut mengenai pengertian antara orang dan tempat, karena: “Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Ernerst Renan dan Otto Bauer hanya sekadar melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan Gemeinschaft-nya dan perasaan orangnya, l’ame et le desir’. Mereka hanya mengingat karakter, tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang didiami oleh manusia itu.” (Sukarno: 145-:1986) Bumi yang di diami oleh manusia itulah oleh Bung Karno dinamakan Tanah Air. Dengan melihat Peta Dunia, Bung Karno pun sampai pada pemikiran bahwa Allah SWT 2015 6 Pendidkan Pancasila Ari Sulistyanto, S. Sos., M. I. kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sedemikian rupa membuat beberapa kesatuan. Sehingga pulau-pulau yang bernama Indonesia itu pun, yang terletak di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, antara Benua (daratan) Asia dan Benua Australia, adalah satu kesatuan. Selain itu Bung Karno juga mengambil contoh Jepang, yang seolah berfungsi sebagai penghadang gelombang Lautan Pasifik, sebagai satu kesatuan. India, yang dibatasi oleh Lautan Hindia di sebelah selatan dan Pengunungan Himalaya di sebelah utara, juga merupakan satu kesatuan. Demikian juga Yunani, yang terdiri dari antara lain Sparta, Athena, Macedonia dan lain-lain, juga merupakan satu kesatuan. (Sukarno: 145-:1986) E. Persatuan Indonesia Dan Tanah Air Untuk memastikan definisinya bahwa Tanah Air Indonesia adalah berhubungan dengan kesatuan antara orang dan tempat tidak sekadar mengikuti definisi Renan dan Bauer. Bung Karno menunjuk fenomena Rakyat Minangkabau, Masyarakat Yogyakarta, Rakyat Pasundan, bahkan disebutkan juga Rakyat Madura dan Bugis. Penduduk Minangkabau, Yogya, dan Pasundan, mereka memang merasa dirinya satu keluarga; memang memiliki kehendak untuk bersatu. Tetapi mereka bukan satu kesatuan, melainkan hanya satu bahagian kecil daripada satu kesatuan! Bung Karno menjelaskan: “Suku Minangkabau itu bukan main bersatunya. Tetapi rakyat Minangkabau bukan satu bangsa. Ambil lain daerah. Misalnya daerah Solo sama Yogya. Itu masingmasing mempunyai rasa sendiri-sendiri. Tetapi saya tidak mau menerima Rakyat Solo itu bangsa, Rakyat Yogya itu bangsa. Ambil Bugis, Rakyat Bugis itu pun keras ia punya le desir d’etre ensamble. Atau Minahasa, keras ia punya le desir d’etre ensamble. Kawanua dengan Kawanua, wah kuat itu! Tetapi saya pun tidak mau menerima bahwa Rakyat Minahasa itu satu bangsa.” (Sukarno: 157:1986) Dan akhirnya, setelah dengan dasar-dasar persamaan nasib dan persamaan kehendak untuk bersatu, dengan memasukkan pertimbangan persatuan orang dan tempat, Bung Karno menegaskan: “Bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang, menurut Geopolitik yang ditentukan oleh Allah SWT, tinggal di kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Sumatra sampai ke Irian.” (Sukarno: 145-146:1986) Sila Kebangsaan atau Nasionalisme, dalam tahapan ‘Meja Statis’ sesuai dengan gagasan Bung Karno, menjadi sarana paling penting dalam membentuk dan mempersatukan masyarakat Indonesia yang terdiri dari banyak suku bangsa. Pada sisi inilah para pendiri Republik Indonesia dahulu para founding fathers menamakan Sila Kebangsaan sebagai: Persatuan Indonesia. 2015 7 Pendidkan Pancasila Ari Sulistyanto, S. Sos., M. I. kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dalam garis besarnya, ada persamaan antara pertumbuhan Nasionalisme negara-negara Eropa Barat dan Nasionalisme Indonesia (Asia). Terbentuknya Nasionalisme di kedua benua tersebut bukan saja merupakan bagian dari bentuk evolusi, tetapi juga sama-sama diinginkan dan dicita-citakan. Bedanya, Nasionalisme Eropa secara dialektis tumbuh sebagai akibat mekarnya pola perkembangan ekonomi Kapitalis. Contoh dari pertumbuhan Nasionalisme Eropa adalah Nasionalisme Jerman dan Nasionalisme Italia. Pada abad ke-17-18, belumlah terbentuk Kebangsaan Jerman. Yang ada barulah raja-raja kecil, seperti Pruisen, Beieren, Saksen, Mecklenburg, dan lain-lain. Oleh pertumbuhan economisch leven, negara-negara kecil tersebut berproses menjadi negara nasional Jerman, Jermania Raya.(Suakrno: 63:1986) Demikian pula, sebelum terbentuknya negara nasional Italia, yang ada barulah negara-negara kecil seperti Lombardia, Venesia, Parma, Milan, Roma dan lain-lain. Pada abad ke-19, ketika Kapitalisme di Italia memerlukan bahan-bahan dari seluruh semenanjung Italia, pagar-pagar negara-negara kecil itu pun dihilangkan dan terbentuklah negara nasional Italia. Daftar Pustaka - Sukarno, Amanat Proklamasi 1961-1966, Idayu Inti Pers dan Yayasan Pendidikan Sukarno, Jakarta,1986 2015 8 Pendidkan Pancasila Ari Sulistyanto, S. Sos., M. I. kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id - Sukarno, Kuliah Pancasila, Idayu Inti Pers dan Yayasan Pendidikan Sukarno, Jakarta,1985 Sukarno, Pancasila Dasar Negaara, Idayu Pers, 1986 Jakarta. - C.S.T. Kansil, (2001) Ilmu Negara Umum dan Indonesia (Jakarta :PT Pradnya Paramita,), - Soehino, (1980),lmu Negara (Yogyakarta : Liberty, - Mohd. Burhan Tsani, (1990), Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta: Liberty, - Huala Adolf, , (2003)Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional (Jakarta, Penerbit : RajaGrafindo Media On line http://www.wikipedia.com,-tentang NEGARA.-html, tanggal 9 Maret 2015 https://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/09/bentuk-negara-dan-bentuk-kenegaraan/ http://shintahappyyustiari.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/BENTUK-NEGARA-PEMERINTAHAN.pdf 2015 9 Pendidkan Pancasila Ari Sulistyanto, S. Sos., M. I. kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id