BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya (State of The Art) Pada state of the art ini, diambil beberapa contoh penelitian-penelitian sebelumnya sebagai panduan ataupun contoh untuk penelitian yang dilakukan dan dijadikan sebagai acuan dan perbandingan dalam melakukan penelitian ini. Tabel 2.1 State of The Art Nasional Judul penelitian Pengaruh komunikasi non-verbal terhadap motivasi kerja pegawai kedutaan besar India di Jakarta Peneliti Shandyta Ichdinasari Tahun 2014 / Bina Nusantara University Metode penelitian Kuantitatif Kesimpulan Terdapat hubungan yang positif antara komunikasi nonverbal terhadap motivasi kerja pegawai dan terdapat pengaruh yang kuat antara komunikasi nonverbal terhadap motivasi kerja pegawai kedutaan besar India di Jakarta Penelitian sebelumnya bertujuan untuk mencari tahu ada atau tidaknya pengaruh dan hubungan antara komunikasi nonverbaldengan motivasi kerja. Komunikasi nonverbal tidak kalah penting di dalam keseharian hidup berorganisasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif survey eksplanatif yang bersifat asosiatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang merupakan pegawai di organisasi. Pengujian penelitian digunakan dengan regresi sederhana dengan hasil bahwa komunikasi non-verbal memiliki nilai konstanta 0,624 terhadap motivasi kerja. Dari pengujian koefisien determinasi dapat disimpulkan bahwa komunikasi non-verbal memiliki pengaruh terhadap motivasi kerja sebesar 36,4% dan sisanya sebesar 63,6% merupakan faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. (SI). Persamaan pada penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah samasama menggunakan metode penelitian kuantitatif dan variabel X berupa komunikasi 7 8 nonverbal, variabel y berupa motivasi kerja, dimana penelitian sebelumnya juga meneliti pengaruh komunikasi nonverbal terhadap motivasi kerja. Sedangkan perbedaan pada penelitian ini yaitu hanya terdapat satu jenis variabel X. Tabel 2.2 State of The Art Nasional Judul penelitian Pengaruh komunikasi organisasi terhadap motivasi kerja karyawan PT.PLN APJ Mojokerto Peneliti Riska Renistianah Tahun 2014 / Universitas Brawijaya Malang Metode penelitian Kuantitatif Kesimpulan Terdapat pengaruh secara simultan yang signifikan pengaruh iklim komunikasi organisasi (X1), aliran informasi organisasi (X2), teknologi informasi organisasi (X3) terhadap motivasi kerja karyawan (Y) Latar belakang dari penelitian ini adalah setiap perusahaan maupun organisasi baik swasta maupun pemerintah memiliki pola komunikasi yang berbeda. Pola komunikasi ini berkaitan erat dengan bagaimana setiap organisasi berinteraksi baik secara horisontal maupun vertikal, baik secara internal maupun eksternal. Lancarnya arus produksi maupun maksimalnya kinerja karyawan tergantung pada bagaimana cara korporat tersebut melakukan komunikasi internal yang berdampak terhadap terpenuhinya motivasi kerja karyawan. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian analisis regresi untuk menjelaskan pengaruh komunikasi organisasi terhadap motivasi kerja karyawan PT. PLN APJ Mojokerto. Data penelitian ini dikumpulkan melalui kuesioner dan dokumentasi dan diolah menggunakan metode analisis statistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil dari pengaruh komunikasi organisasi pada PT. PLN APJ Mojokerto berdasarkan analisa regresi linier berganda antara variabel bebas iklim komunikasi organisasi (X1), aliran informasi organisasi (X2), teknologi informasi organisasi (X3) terhadap motivasi kerja karyawan. Persamaan pada penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah sama sama menggunakan metode penelitian kuantitatif dan variabel Y berupa motivasi kerja karyawan. Sedangkan perbedaan pada penelitian ini yaitu hanya terdapat tiga 9 jenis variabel X yaitu iklim komunikasi organisasi, aliran informasi organisasi, dan teknologi informasi organisasi. Tabel 2.3 State of The Art Nasional Judul penelitian Analisis strategi komunikasi verbal dan nonverbal terhadap konsumen produk pixtem di PT Finixorgle Indonesia Peneliti Priscilla maria Tahun 2014 / Bina Nusantara University Metode penelitian Kualitatif Kesimpulan Terdapat dampak positif yang terjadi akibat komunikasi verbal dan nonverbal yang dilakukan perusahaan, yaitu terjadinya hubungan yang berkelanjutan antara konsumen dengan perusahaan dalam hal perpanjangan penggunaan produk Pixtem dan terdapat keterkaitan penggunaan sosial media dalam penyampaian informasi komunikasi dari perusahaan baik secara verbal maupun nonverbal. Penelitian sebelumnya bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi verbal dan nonverbal yang dilakukan terhadap produk Pixtem di PT.Finixorgle Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menekankan pada pemahaman masalah melalui pengungkapan fakta yang diperoleh melalui data wawancara dan observasi. Hasil yang dicapai adalah pemahaman mengenai bagaimana strategi komunikasi verbal dan nonverbal yang dilakukan terhadap konsumen produk Pixtem di PT.Finixorgle Indonesia. Kesimpulan yang didapat melalui analisis adalah strategi komunikasi verbal dan nonverbal yang dilakukan oleh produk Pixtem adalah penyebaran informasi melalui berbagai media. Sedangkan komunikasi secara Nonverbal dilakukan perusahaan dengan cara mengajak klien produk untuk bertemu ditempat-tempat santai dan berpakaian rapih dalam membahas produk Pixtem. Persamaan pada penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah variabel X yang berupa komunikasi verbal dan nonverbal. Sedangkan perbedaan pada penelitian ini adalah variabel Y berupa konsumen produk, dan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. 10 Tabel 2.4 State of The Art Internasional Judul penelitian An Analysis of Non-verbal Behaviour in Intercultural Communication Peneliti Yongming Shi & Si Fan Tahun 2010 / University of Tasmania Metode penelitian Kualitatif Kesimpulan Komunikasi nonverbal dianggap sebagai komponen yang tak terpisahkan dari interaksi manusia dan memiliki hubungan dengan budaya. Setiap budaya memiliki norma-norma yang berbeda sehingga pemakaian bentuk komunikasi nonverbal dapat memiliki makna yang berbeda-beda. Penelitian ini membahas peran komunikasi non-verbal dalam komunikasi antarbudaya. Penelitian menunjukkan bahwa perilaku nonverbal yang tidak pantas dapat menyebabkan kerusakan potensial antar komunikasi. Hal ini juga menunjukkan perlunya menggabungkan keterampilan komunikasi nonverbal ke Pengajaran bahasa Inggris untuk memungkinkan pelajar bahasa Inggris untuk berkomunikasi lintas-budaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa guru harus menggunakan perilaku nonverbal yang lebih dalam kelas bahasa untuk meningkatkan peserta didik motivasi belajar. Persamaan pada penelitian sebelumnya dengan penelitilan ini terdapat pada variabel x berupa komunikasi nonverbal. Sedangkan perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif, dan variabel Y berupa komunikasi antarbudaya. 11 Tabel 2.5 State of The Art Internasional Judul penelitian The Role of Leadership in Employee Motivation Peneliti Idah Naile, Jacob M Selesho Tahun 2014 /Vaal University of Technology, Vanderbijlpark, South Africa Metode penelitian Kuantitatif Kesimpulan Terdapat hubungan yang kuat antara perilaku kepemimpinan yang transformasional dengan komitmen. Dengan adanya Komitmen para pengajar/guru terhadap pekerjaan mereka dapat meningkatkan kepuasan dalam bekerja dan pada akhirnya dapat meningkatkan performa akademik siswa. Penelitian ini membahas tentang bagaimana jenis atau gaya kepemimpinan yang cenderung dominan dan transformasional dalam memahami mekanisme pokok yang memungkinkan para pemimpin untuk berperilaku dengan sikap yang dominan dalam mempengaruhi motivasi karyawan, perilaku dan konsekuensinya, maupun usaha dari perusahaan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membangun peran dari gaya kepemimpinan dalam memotivasi para pengajar untuk berkomitmen terhadap pekerjaannya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan menyebarkan kuesioner kepada pengajar. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara perilaku kepemimpinan yang transformasional dengan komitmen. Dengan adanya komitmen para pengajar/guru terhadap pekerjaan mereka dapat meningkatkan kepuasan dalam bekerja dan pada akhirnya dapat meningkatkan performa akademik siswa. Persamaan pada penelitian sebelumnya dengan penelitian ini terdapat pada variabel Y berupa motivasi karyawan, dan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Sedangkan perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah Variabel X berupa gaya kepemimpinan 12 2.2 Landasan Teoritis 2.2.1 Teori Interaksi simbolik Paham mengenai interaksi simbolis (symbolic interactionism) adalah suatu cara berpikir mengenai pikiran, diri dan masyarakat yang telah banyak memberikan kontribusi kepada tradisi sosialkultural dalam membangan teori komunikasi. George Hebert Mead mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil interaksi di antara manusia baik secara verbal maupun secara monverbal. Melalui aksi dan respon yang terjadi, kita memberikan makna kedalam kata-kata atau tindakan (Morissan, 2014). Teori Interaksi simbolik dipengaruhi oleh struktur sosial yang membentuk atau menyebabkan perilaku tertentu yang kemudian membentuk simbolisasi dalam interaksi sosial masyarakat. Teori interaksi menekankan dua hal. Pertama, manusia dalam masyarakat tidak pernah lepas dari interaksi sosial. Kedua ialah bahwa interaksi dalam masyarakat mewujudkan dalam simbol-simbol tertentu yang sifatnya cenderung dinamis. Pada dasarnya teori interaksi simbolik berakar dan berfokus pada hakikat manusia yang adalah makhluk relasional. Setiap individu pasti terlibat relasi dengan sesamanya. Interaksi itu sendiri membutuhkan simbol-simbol tertentu. Simbol-simbol itu biasanya disepakati bersama dalam skala kecil atau skala besar. Simbol – misalnya bahasa, tulisan dan simbol lainnya yang bersifat dinamis dan unik. (Rohim, 2009). Ritzer dan Goodman (Nasrullah, 2012) mengemukakan prinsip-prinsip dasar teori interaksionis simbolik, yakni : 1. Tidak seperti binatang yang lebih rendah, manusia bertopang pada kemampuan berpikir. 2. Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial. 3. Dalam interaksi sosial individu mempelajari makna dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir tersebut. 4. Makna dan simbol memungkinkan orang melakukan tindakan dan interaksi khas manusia 5. Individu mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interksi berdasarkan tafsir mereka terhadap situasi tersebut. 13 6. Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini, sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka memikirkan tindakan yang mungkin dilakukan, menjajaki keunggulan dan kelemahan relatif mereka, dan selanjutnya memilih. 7. Jalinan pola tindakan dengan interaksi ini kemudian menciptakan kelompok dan masyarakat. Menurut Ardianto (2011) Asumsi pada teori ini adalah orang-orang memiliki cara tertentu dalam melakukan pemaknaan, penafsiran, tindakan-tindakan. Mind (pikiran), Self (diri sendiri), society (masyarakat) bekerja sama mempengaruhi bagaimana orang-orang melakukan pemaknaan. Teori ini mengasumsikan komunikasi berlangsung ketika orang-orang berbagi makna dalam bentuk simbolsimbol, seperti kata-kata atau gambar. Tiga tema besar yang mendasari interaksi simbolik : 1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia 2. Pentingnya konsep mengenai diri 3. Hubungan antara individu dan masyarakat 2.2.2 Teori S - O - R Menurut Effendy, (Susanto, 2014) Teori S-O-R adalah singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Menurut teori ini, organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu. Menurut model ini organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada stimulus tertentu. Unsur-unsur model ini adalah: - Pesan (Stimulus, S) - Komunikasi (Organism, O) - Efek (Response, R) Menurut Mar’at (Ardianto, 2011), teori S-O-R menitikberatkan pada proses pengertiaan yang banyak menyangkut komponen kognisi. Dalam pendekatan teori S-O-R diutamakan cara-cara pemberian imbalan yang efektif agar dapat diarahkan pada sasaran yang dikehendaki. Sedangkan pemberian informasi adalah sesuatu yang penting untuk dapat mengubah komponen kognasi. 14 Teori ini menggambarkan “perubahan sikap” , bergantung pada proses yang terjadi pada individu : 1. Stimulus yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau ditolak. Jika stimulus ditolak oleh organisme, pada proses selanjutnya akan terhenti. Ini berarti bahwa stimulus itu tidak efektif dalam mempengaruhi oleh organisme sehingga tidak ada perhatian (attention) dari organisme. Jika stimulus diterima oleh organisme, berarti ada komunikasi dan perhatian dari organisme. Dalam hal ini stimulus efektif dan ada reaksi. 2. Jika stimulus telah mendapat perhatian dari organisme, proses selanjutnya adalah mengerti terhadap stimulus. Kemampuan dari organisme ini adalah dapat melanjutkan proses selanjutnya. 3. Pada langkah berikutnya adalah organisme dapat meneriman secara baik apa yang telah diolah sehingga terjadi kesediaan untuk perubahan sikap. Dalam proses perubahan sikap ini terlihat bahwa sikap dapat berubah jika rangsang yang diberikan benar-benar melebihi rangsang semula. Stimulus dapat disampaikan pada organisme akan dijawab dengan adanya perhatian terhadap isi. Pada proses-proses ini terdapat kegiatan-kegiatan dari komponen kognisi yang memberikan informasi mengenai stimulus tersebut. Informasi ini diproses melalui proses belajar berdasarkan pengalaman (Ardianto, 2011) 2.2.3 Teori Pelanggaran Harapan Nonverbal Menurut Burgoon dan Jones (Rohim, 2009), Teori pelanggaran harapan nonverbal (Nonverbal Expectancy Violation Theory / NEV Theory) untuk menjelaskan kensekuensi dari perubahan jarak dan ruang pribadi selama interaksi komunikasi antar pribadi. Teori ini bertolak dari keyakinan bahwa kita memiliki harapan-harapan tertentu tentang bagaimana orang lain sepatutnya berperilaku atau bertindak ketika berinteraksi dengan kita. Setiap orang memiliki harapan-harapan tertentu pada perilaku nonverbal orang lain. Jika harapan tersebut dilanggar maka orang akan bereaksi dengan memberikan penilaian positif atau negatif sesuai dengan karakterstik pelaku pelanggaran tersebut. Menurut Griffin (Rohim, 2009), NEV teori terdapat beberapa faktor saling berhubungan untuk mempengaruhi bagaimana kita bereaksi terhadap pelanggaran 15 dari jenis perilaku nonverbal yang kita hadapkan untuk menghadapi situasi tertentu. Ada tiga Konstruksi pokok dari teori ini, yakni : Harapan (expectancies), Valensi pelanggaran (Violations Valence), Valensi ganjaran komunikator (Communicator Reward Valence) 1. Harapan (Expectancies) Faktor NEV Theory yang pertama mempertimbangkan harapan kita. Melalui norma-norma sosial kita membentuk “harapan” tentang bagaimana orang lain perlu bertindak secara nonverbal (dan secara lisan) ketika saling berinteraksi dengan mereka. Harapan merujuk pada pola-pola komunikasi yang diantisipasi oleh individu berdasarkan pijakan normatif masing-masing individu-individu atau pijakan kelompok. Jika perilaku orang lain menyimpang dari apa yang kita harapkan secara khas, maka suatu pelanggaran pengharapan telah terjadi. Sebagai contoh, Kita akan bereaksi (dan mungkin sangat gelisah / tidak nyaman) jika seorang asing meminta berdiri sangat dekat dengan kita. Dengan cara yang sama, kita akan bereaksi lain jika orang yang penting dengan kita berdiri sangat jauh sekali dari kita pada suatu pesta. Dengan kata lain, kita memiliki harapan terhadap tingkah laku nonverbal apa yang pantas dilakukan orang lain terhadap diri kita. 2. Valensi Pelanggaran (Violation Valence) Ketika harapan nonverbal kita dilanggar oleh orang lain, kemudian kita melakukan penafsiran sekaligus menilai apakah pelanggaran tersebut positif atau negatif. Penafsiran dan evaluasi kita tentang perilaku pelanggaran harapan nonverbal yang biasa disebut violation valence atau valensi pelanggaran adalah elemen kedua yang penting dari teori pelanggaran harapan nonverbal. NEV theory berasumsi bahwa perilaku nonverbal adalah penuh arti dan kita memiliki sikap tentang perilaku nonverbal yang diharapkan. Valensi adalah istilah yang digunakan untuk mengurangi evaluasi tentang perilaku. NEV Theory beragumen bahwa jika perilaku yang diberikan lebih positif dibandingkan dengan apa yang diharapkan hasilnya adalah pelanggaran yang positif. Dan sebaliknya jika perilaku yang diberikan lebih negatif dibandingkan dengan apa yang diharapkan, menghasilkan pelanggaran harapan yang negatif. Valensi pelanggaran dikatakan positif jika kita menyukai tindakan pelanggaran-pelanggaran tersebut, dan sebaliknya dikatakan negatif jika kita tidak menyukai pelanggaran tersebut. 16 3. Valensi Ganjaran Komunikator (Communicator reward Valence) Sifat alami hubungan antara komunikator mempengaruhi mereka (terutama penerima) merasakan tentang pelanggaran harapan. Valensi ganjaran komunikator adalah keseluruhan sifat-sifat positif maupun negatif yang dimiliki oleh komunikator termasuk kemampuan komunikator dalam memberikan keuntungan / ganjaran atau kerugian kita dimasa datang. Status sosial, jabatan, keahlian tertentu atau penampilan fisik yang menarik dari komunikator dianggap sebagai sumber ganjaran yang potensial. 2.2.4 Teori Motivasi Berprestasi McClelland (Ruliana,2014) Mengemukakan teorinya yaitu McCelland’s Achievement Motivation theory atau teori motivasi berprestasi McCelland. Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Energi akan dimanfaatkan oleh karyawan karena dorongan oleh : (1) kekuatan motif dan kekuatan dasar yang terlibat, (2) harapan keberhasilannya, dan (3) nilai insentif yang terlekat pada tujuan. Hal – hal yang memotivasi seseorang adalah : 1. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement). Kebutuhan semacam ini merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu kebutuhan semacam ini akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. 2. Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation). Kebutuhan semacam ini menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena itu, merangsang gairah bekerja karena setiap orang menginginkan hal-hal : - Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dilingkungan ia tinggal dan bekerja (sense of belonging), 17 - Kebutuhan akan perasaan untuk dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance), - Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement), - Dan kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation). 3. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power). Kebutuhan semacam ini merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja karyawan. kebutuhan semacam ini akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengarahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik seperti kebutuhan menjadi pemimpin dan menentukan arah organisasi. 2.2.5 Komunikasi Menurut Mulyana (2009), Komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin communis yang berarti “sama”, communico,communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama”. komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan di anut secara sama. Adapun beberapa definisi yang di kutip oleh Mulyana (2009) : 1. Theodore M. Newcomb : “Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.” 2. Carl I.Hovland : “Komunikasi adalah proses memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).” 3. Gerald R. Miller : “Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suat pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.” Berdasarkan definisi Lasswell (Mulyana, 2009) dapat diturunkan menjadi lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu : 1. Sumber (source), yang sering disebut juga pengirim (sender), penyandi (encoder), originator. komunikator (communicator), pembicara (speaker), atau Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. 18 2. Pesan, yaitu pesan apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. pesan merupakan seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tadi. 3. Saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran juga bisa merujuk pada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, apakah saluran verbal atau saluran nonverbal. 4. Penerima (Receiver), sering juga disebut sasaran / tujuan (destination), komunikate (communicatee), penyandi-balik (decoder), atau khalayak (audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter), yakni orang yang menerima pesan dari sumber. 5. Efek, yaitu apa yanng terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan, perubahan perilaku (dari tidak bersedia menjadi bersedia), dan sebagainya. Berbicara tentang pengertian komunikasi, tidak ada pengertian yang benar maupun salah, definisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelskan fenomena yang didefinisikan dan mengevaluasinya. Kita harus menyadari bahwa begitu banyak definisi komunikasi, akibat dari kaya dan kompleksitasnya disiplin ilmu komunikasi. 2.2.6 Komunikasi Verbal Menurut Hardjana (Kurniawati, 2014) Pesan verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan maupun tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata mereka mengungkapkan, perasaan, emosi, pemikiran, gagasan atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi, serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar. Menurut Mulyana (2009), Simbol atau jenis pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Suatu sistem kode verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Komunikasi verbal terkait dengan pemakaian simbol-simbol bahasa yaitu 19 berupa kata atau rangkaian kata yang mengandung makna tertentu. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual kita. misalnya kata rumah,kursi,mobil,atau mahasiswa. Dengan demikian, komunikasi verbal adalah komunikasi yang disampaikan secara lisan,tulisan berupa ucapan (bahasa). Dalam komunikasi verbal, bahasa memegang peran penting. Hampir semua rangsangan wicara yang disadari termasuk kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Menurut Kurniawati (2014) bahasa disebut sebagai lambang verbal. Bahasa digunakan dalam proses komunikasi sebagai lambang verbal yang paling banyak digunakan, karena hanya bahasa yang mampu mengungkapkan pikiran komunikator mengenai hal atau peristiwa baik yang konkret maupun abstrak yang terjadi di masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang. Bahasa verbal adalah sarana utama manusia untuk pikiran, perasaan dan maksudnya. Bahasa verbal menggunakan katakata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual manusia. Menurut Barker (Mulyana, 2009) bahasa memiliki tiga fungsi : Penamaan (naming atau labeling), interaksi dan transmisi informasi. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebinggungan. Barker berpandang, keistimewaan bahasa sebagai sarana transmisi informasi yang lintas waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, yang memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita. Tanpa bahasa kita tidak mungkin bertukar informasi. 2.2.7 Komunikasi Nonverbal Menurut Mulyana (2009) Pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Samovar dan Porter (Mulyana, 2009) komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. 20 Secara sederhana pesan nonverbal adalah semua isyarat dan bukan kata-kata. Secara teoritis, komunikasi nonverbal dapat dipisahkan dari komunikasi verbal, tetapi dalam kenyataannya kedua jenis komunikasi itu jalin menjalin dalam komunikasi tatap muka sehari-hari. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Bahasa nonverbal dipengaruhi juga oleh subkultur tertentu misalnya bahasa tubuh bergantung pada gender, agama, usia, pekerjaan, pendidikan, kelas sosial, tingkat ekonomi, lokasi geografis dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk komunikasi nonverbal (Budyatna dan Ganeim, 2012) 1. Kinesics Gerakan tubuh merupakan perilaku nonverbal dimana komunikasi terjadi melalui gerakan tubuh seseorang atau bagian-bagian tubuh. gerakan tubuh meliputi kontak mata, ekspresi wajah, gerak-isyarat, emosi, sikap badan, dan sentuhan. 2. Paralanguage Paralanguage atau vocalics adalah “suara” nonverbal yang kita dengar bagaimana sesuatu dikatakan. Melalui pengendalian empat utama karakteristik vokal-pitch (tinggi rendah nada vokal), volume (keras, lembut nada), kecepatan, kualitas vokal (kejelasan, misalnya suara nyaring, suara serak). 3. Gangguan-gangguan vokal Dalam budaya Indonesia gangguan dalam pidato atau bicara seperti, “ehm”, “aaa”, “eee”, “baik” sedangkan dalam percakapan gangguan yang biasanya menyelinap seperti, “caya nggak”, “ iya nggak”, “huuh”. Gangguan vokal pada awalnya digunakan sebagai “place makers” dirancang untuk mengisi kekosongan sementara dalam berbicara, untuk menunjukan bahwa bicara kita belum selesai dan masih menjadi giliran kita. 4. Penggunaan ruang Kita berkomunikasi melalui penggunaan ruang informal kita yang ada di sekeliling kita. seperti prosemik, wilayah, artefak. Prosemik merupakan studi mengenai ruang informal – ruang sekitar tempat yang kita gunakan suatu saat. misalnya saat anda berbicara dengan seseorang dan merasa tidak nyaman karena mitra bicara anda berdiri terlalu dekat dengan anda. 21 Wilayah mengacu pada ruang dimana kita menuntut kepemilikan wilayah itu. kewilayahan dapat mengandung dimensi kekuasaan. orang yang memiliki status yang lebih tinggi umumnya menuntut wilayah yang lebih besar atau luas. Artefak mengacu kepada pemilikan kita dan cara kita mendekorasi wilayah kita. Penggunaan warna adalah cara lain dimana kita dapat mempengaruhi wilayah kita untuk menyampaikan pesan nonverbal. 2.2.8 Komunikasi Internal Arus komunikasi komunikasi dalam organisasi meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal (Rohim, 2009). Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi, seperti komunikasi antar pimpinan dan bawahan, antara sesama bawahan dan sebagainya. Proses komunikasi internal ini bisa berwujud komunikasi antar pribadi ataupun komunikasi kelompok. Komunikasi internal ini dibagi menjadi dua, yaitu komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal. 1. Komunikasi vertikal Yaitu komunikasi dari atas ke bawah (Downward communication) dan bawah ke atas (Upward communication). A. Komunikasi dari atas ke bawah (Downward communication) Komunikasi ini berlangsung ketika pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi kepada bawahannya. Menurut Adler dan Rodman (Rohim, 2009), Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah : 1. Pemberian atau penyampaian instruksi kerja 2. Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan 3. Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku 4. Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik. B. Komunikasi dari bawah ke atas (Upward communication) 22 Komunikasi ini berlangsung ketika bawahan mengirim pesan kepada atasnya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah 1. Penyampaian informasi tentang pekerjaan atau tugas yang sudah dilaksanakan 2. Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan 3. Penyampaian saran-saran perbaikan 4. Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya. 2. Komunikasi Horizontal Menurut Romli (2014) Komunikasi horizontal yaitu komunikasi antar sesama seperti dari karyawan kepada karyawan, manajer ke manajer. Pesan dari komunikasi ini bisa mengalir dibagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir dibagian yang sama di dalam organisasi. Komunikasi ini memperlancar pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah. Hal ini membantu organisasi untuk menghindari beberapa masalah dan memecahkannya lagi, serta membangun semangat kerja dan kepuasan kerja. (Rohim, 2009) Fungsi arus komunikasi horizontal ini adalah : 1. Memperbaiki koordinasi tugas 2. Upaya pemecahan masalah 3. Saling berbagi informasi 4. Upaya pemecahan konflik 5. Membina hubungan melalui kegiatan bersama 2.2.9 Motivasi Kata motivasi berasal dari bahasa latin yakni ”motive” yang berarti dorongan, gaya penggerak atau kekuatan yang terdapat dalam diri organism yang menyebabkan organism itu bertindak atau berbuat. Selanjutnya diserap dalam bahasa inggris motivation yang berarti pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan (Ruliana, 2014). Menurut Hasibuan (Romli, 2014) motivasi adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang karena setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Motivasi untuk bekerja sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. 23 Menurut Gitosudarmo (Romli, 2014) Tanpa adanya motivasi dari karyawan untuk bekerjasama bagi kepentingan perusahaan maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yanng tinggi dari para karyawan, maka hal ini merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, manajer harus selalu menimbulkan motivasi kerja yang tinggi kepada karyawannya guna melaksanakan tugas-tugasnya. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa Motivasi kerja merupakan suatu proses atau usaha yang mengarahkan sikap dan perilaku manusia dalam bekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dalam dirinya dan tujuan organisasi merupakan indikator dari proses motivasi kerja (Ruliana, 2014). 2.3 Komunikasi Verbal dan Komunikasi Nonverbal Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Komunikasi verbal adalah komunikasi yang disampaikan secara lisan, tulisan berupa ucapan (bahasa). Dalam komunikasi verbal, bahasa memegang peranan penting. Karena hanya bahasa yang mampu mengungkapkan pikiran komunikator mengenai hal atau peristiwa baik yang konkret maupun abstrak dimasa lampau, sekarang dan masa yang akan datang (Kurniawati, 2014). Bahasa mengembangkan pengetahuan kita, agar kita dapat menerima sesuatu dari luar dan juga berusaha untuk menggambarkan ide-ide kita kepada orang lain. Sehingga tanpa bahasa manusia tidak bisa berpikir. Bahasalah yang mempengaruhi presepsi dan pola-pola berpikir seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi yang dijalin antar individu menggunakan sarana berupa bahasa. Dengan bahasa ini, apa yang dipikirkan atau apa yang ingin disampaikan oleh seseorang atau individu tersebut dapat ditransfer maknanya ke individu lainnya. Tentu saja, makna pesan yang disampaikan tersebut akan memberikan efek atau motivasi terhadap penerima pesan. Efek yang timbul bisa positif atau negatif tergantung dari apa isi pesan tersebut dan apa tanggapan atau reaksi penerima pesan. (Cangara, 2014). Pesan verbal yang disampaikan dari komunikasi bisa berupa kritikan maupun pujian. Melalui komunikasi, dapat diharapkan untuk mengkritik, mengevaluasi, dan memberikan pendapat atau pertimbangan untuk beberapa orang. Khususnya dalam membantu profesi seperti pengajar ataupun konsultan. Kritik adalah sesuatu yang 24 penting dan sangat lumrah. Masalah muncul ketika kritik yang diberikan diluar dari fungsinya atau pada saat yang tidak tepat. Dalam memberikan kritikan, seharusnya berfokus pada kejadian di bandingkan personalitas seseorang, contohnya seharusnya kita mengatakan “Tulisan ini memiliki empat kesalahan pengejaan dan harus diiperbaiki” daripada “Kamu sunggu ceroboh, kerjakan lagi”. Sedangkan dalam mengekspresikan pujian, harus diperhatikan beberapa hal berikut ini : 1. Mengawali pujian dengan dengan menggunakan “I message” atau kata “saya” dalam penyampaian awal. Misalnya : “Saya menyukai ide yang kamu utarakan” dibandingkan hanya dengan kalimat “Idenya bagus”. 2. Pastikan ekspresi wajah pada saat penyampaian pujian menyiratkan pesan yang positif 3. Sebutkan kejadian yang ingin dipuji. Misalnya, lebih baik mengatakan “Saya sangat tertarik dengan gambar-gambar yang kamu lukis”, dibanding “Itu semua sangat bagus”. 4. Perhatikan sisi budaya sebagai bahan pertimbangan. Bagi sebagian besar orang Asia merasa kurang nyaman ketika dipuji karena mereka menginterpretasikan pujian sebagai tanda kritik yang diselubungi. Dalam posisi sebagai penerima kritikan dan pujian, yang merupakan hasil dari komunikasi yang terjadi, seharusnya mempertimbangkan motivasi dibalik kritikan tersebut. Beberapa kritikan memang ditujukan untuk membantu meningkatkan performa dan menguntungkan dalam beberapa hal. (Devito, 2013). Berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi nonverbal terhadap motivasi kerja karyawan pada PT. Maju Bertiga Indonesia. Dimana hubungan yang kuat terjalin antara komunikasi nonverbal dengan motivasi kerja karyawan PT.Maju Bertiga Indonesia (Kevin, 2014). Dari penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa Komunikasi Non-Verbal tidak kalah penting di dalam keseharian hidup berorganisasi. Terdapat hubungan yang positif antara komunikasi nonverbal terhadap motivasi kerja pegawai kedutaan besar India di Jakarta, selain terdapat hubungan yang positif antara komunikasi nonverbal terhadap motivasi, penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang kuat antara komunikasi nonverbal terhadap motivasi kerja pegawai kedutaan besar India di Jakarta (Ichdinasari, 2014). Berdasarkan penelitian sebelumnya, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang tak terpisahkan antara komunikasi verbal dan 25 komunikasi nonverbal terhadap motivasi, karena sebagai makhluk sosial, manusia perlu berinteraksi dengan manusia lainnya dengan berkomunikasi, sehingga apa yang disampaikan dapat mempengaruhi orang lain secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini sesuai dengan teori interaksi simbolik (Morissan, 2014) dan teori S-O-R (Susanto, 2014), dimana makna muncul sebagai hasil interaksi diantara manusia baik secara verbal maupun secara nonverbal. Melalui aksi dan respon yang terjadi, kita dapat memberikan makna kedalam kata-kata atau tindakan. Dan teori SO-R yang menggambarkan perubahan sikap yang terjadi akan bergantung pada proses yang terjadi pada individu, dimana pesan yang disampaikan dapat diterima dan diolah sehingga terjadi kesediaan untuk perubahan sikap. Sebagai makhluk sosial, manusia saling membutuhkan satu sama lain, sehingga komunikasi adalah poin penting yang menunjang kelangsungan hidup manusia, di mana komunikasi itu bisa berupa komunikasi verbal manupun non verbal. Sehingga komunikasi inilah yang akan mempengaruhi manusia untuk bertindak atas dasar motivasi yang ditimbulkan dari hasil komunikasi tersebut. 26 2.4 Kerangka Pemikiran TEORI S-O-R Teori S-O-R adalah singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Menurut teori ini, organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu. KOMUNIKASI KOMUNIKASI VERBAL NONVERBAL (X1) (X2) - Bahasa Lisan - Kinesics - Bahasa Tulisan - Paralanguage - Gangguan vokal - Penggunaan ruang MOTIVASI KERJA (Y) - Kebutuhan akan prestasi - Kebutuhan akan afiliasi - Kebutuhan akan kekuasaan Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 27 Sumber : Pemikiran penulis (2015) Teori S-O-R adalah singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Menurut teori ini, organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu. Teori ini menggambarkan “perubahan sikap” , bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa penelitian ini akan meneliti Hubungan komunikasi verbal dan nonverbal terhadap motivasi kerja, Pengaruh komunikasi verbal terhadap motivasi kerja, Pengaruh komunikasi nonverbal terhadap motivasi kerja dan pengaruh komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal terhadap motivasi kerja. Hal ini dapat dilihat dari garis merah pada gambar, dimana penelitian ini ingin meneliti secara simultan antara hubungan komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal terhadap motivasi kerja karyawan PT.Artha Infotama, serta pengaruh komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal terhadap motivasi kerja karyawan PT.Artha Infotama. Pada garis yang bewarna biru menggambarkan penelitian ini akan meneliti secara individual antara pengaruh komunikasi verbal terhadap motivasi kerja dan pengaruh komunikasi nonverbal terhadap motivasi kerja karyawan PT.Artha Infotama.