Perancangan Galeri Musik Surabaya dengan Memanfaatkan Fungsi Ganda pada Noise Barrier Deny Dwi Nugroho dan Sri Nastiti N Ekasiwi Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Email: [email protected]; [email protected] Abstrak—Perancangan Galeri Musik Surabaya tidak lepas dari pentingnya penanganan terhadap akustik, termasuk di dalamnya peranan akustik ruang dan akustik lingkungan. Pada lingkungan objek ini, noise berada di sekeliling bangunan, dimana faktor ini menjadi pertimbangan penting didesainnya sebuah noise barrier. Pemanfaatan noise barrier atau penghalang bising juga dimanfaatkan pula sebagai public open space, selain tentunya fungsi utamanya sebagai penghalang berbagai macam sumber bising dari lingkungan sekitar objek rancang. Pemanfaatan fungsi ganda ini diharapkan dapat menjadi nilai tambah serta nilai jual dari bangunan galeri musik ini. Kata kunci—noise, noise barrier, lingkungan, public open space, akustik I. PENDAHULUAN S eni atau art merupakan salah satu hasil dari pemikiran umat manusia, hasil dari sebuah kebudayaan umat manusia. Dapat pula dikatakan bahwa seni merupakan refleksi dari pemikiran seseorang yang memiliki kepekaan ber-proses pikir ‘lebih’ terhadap apa yang dirasakan di sekelilingnya. Pada saat ini, aliran musik klasik mulai berkembang dengan pesat di kalangan musisi Surabaya, terutama para pelaku paduan suara, penyanyi, dirigen, dan komposer lagu-lagu dengan komposisi suara sopran-alto-tenor-bass. Dapat dipastikan hampir setiap bulan di Surabaya, ada konser paduan suara yang diadakan oleh paduan suara-paduan suara universitas, atau paduan suara profesional non-universitas. Mereka saling mengekspresikan diri mereka dengan cara unjuk bakat menggelar konser-konser paduan suara bertema khusus. Dan permasalahan ‘klasik’ yang dihadapi oleh setiap paduan suara ketika hendak mengadakan konser, adakah gedung konser di Surabaya yang memadahi untuk digunakan konser paduan suara, dengan akustik yang memadahi dan mudah diakses dari Surabaya bagian barat-timurutara-selatan. Selama ini para penggiat musik klasik, para dirigen orkestra dan dirigen paduan suara, merasa kebingungan ketika hendak mengadakan konser. Mereka terpaksa menggunakan gedung-gedung yang dianggap paling memenuhi kriteria akustik ruang yang cukup untuk digunakan konser secara a capella. Di propinsi lain di Indonesia, semisal kota Jakarta, sudah banyak terdapat gedung-gedung konser dengan fasilitas yang sangat memadai untuk digunakan sebagai tempat konser paduan suara maupun orkestra. Contohnya Gedung Usmar Ismail, yang digunakan sebagai pusat perfilman Indonesia. Gedung ini memiliki auditorium dengan akustik ruang yang sudah memadahi untuk digunakan sebagai gedung konser musik klasik. Ada pula Gedung Aula Simfonia, gedung konser dengan akustik ruang yang sempurna sebagai gedung konser musik, baik klasik maupun orkestra. Selain itu ada gedung kesenian Taman Ismail Marzuki, yang juga memiliki akustik ruang cukup baik dengan kapasitas penonton lebih banyak dibandingkan kedua gedung sebelumnya dan memenuhi kriteria sebagai gedung pertunjukan. Banyak pertunjukan drama musikal diadakan di gedung kesenian Taman Ismail Marzuki, mulai dari drama musikal Laskar Pelangi, drama musikal Sang Kuriang dan lain sebagainya. Sejalan dengan berkembangnya musik klasik di Surabaya, yang digiatkan oleh pelaku-pelaku musik orkestra dan paduan suara, kebutuhan akan sebuah gedung konser yang representatif sebagai gedung konser dengan segala syarat-syarat arsitektural dan sains arsitekturnya. Penjagaan dan menghargai karya-karya seni merupakan salah satu bentuk wujud dari apresiasi atas keberadaan hasil kebudayaan tersebut. Dari berbagai pertimbangan di atas, diperlukannya sebuah tempat atau ‘wadah’ yang dapat menampung segala hal yang berkaitan dengan mengapresiasi semua karya musik. Dan ‘wadah’ ini dapat menjadi bentuk edukasi terhadap masyarakat untuk peduli terhadap keberlangsungan karya seni musik, khususnya musik klasik. II. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANG Dinamika yang terdapat pada setiap karya musik menjadikan musik itu sendiri memiliki makna untuk diresapi dan dihayati. Alunan dari setiap musik yang tercipta sarat akan dinamikadinamika yang sengaja diciptakan oleh pengarangnya agar musik tersebut memiliki arti, terutama bagi musik itu sendiri. Dari sekian banyak dinamika dalam musik, dipilih dinamika staccato sebagai tema rancangan dari perencanaan Galeri Musik Surabaya ini. Dinamika staccato merupakan istilah atau tanda untuk membunyikan notasi dalam sebuah lagu secara pendek dan cepat namun bunyi yang dihasilkan harus lebih tajam dibandingkan notasi lainnya. Jadi bila dapat dibayangkan, kita menyanyikan nada staccato, seperti saat kita dengan sengaja menyentuhkan ujung jari telunjuk kita pada sebuah setrika yang masih menyala. Maka kita akan secara refleks menarik jari telunjuk kita secara tiba-tiba karena panas yang terasa. Pembunyian tanda dinamika staccato pada sebuah lagu memang memiliki sebuah pengkhusus-an dibanding notasi atau not yang lain. Seperti arti katanya, detached or separated, terpisahkan artinya bahwa not staccato harus dibunyikan atau dinyanyikan secara tajam, tegas, lebih memiliki tenaga (power), dan sedikit adanya hentakan. Pembunyian nilai nadanya juga menjadi berkurang setengah dari nilai nadanya sendiri. Dan sisa nilai nadanya tersebut menjadi nol atau tanda diam (Gambar 1). Dari analisa arti dan penerapan tanda dinamika staccato sendiri, dapat disimpulkan beberapa karakteristik dari tema staccato dibagi menjadi dua macam, yang terlihat (tangible) dan terasakan (intangible) (gambar 2). Proses Rancang Karakteristik tema yang bersifat teraga lebih dapat diaplikasikan pada bentuk massa bangunan, bentuk layout, permainan facade bangunan, dan hal yang kasat mata yang dapat langsung tertangkap secara visual oleh mata pengamat. Sedangkan pada karakteristik tema yang tak teraga, nantinya akan berusaha untuk diwujudkan melalui pengalaman pengamat saat mengunjungi objek rancangan. Tentunya dengan pengablikasian pada detail-detail arsitektur yang mampu menggugah emosi pengamat. Gambar 1. Cara penulisan dan pembunyian nada staccato TANGIBLE INTANGIBLE Tajam Terpotong Terpatah-patah Penekanan Emphasis Keterkejutan Gambar 2. Karakteristik nada staccato secara tangible dan intangible Beberapa prinsip perancangan dari tema staccato 1. Menonjolkan kekokohan dalam bentuk geometri yang ‘tajam’ Pemaknaan geometri yang tajam dimaksudkan pada penggunaan desain-desain massa yang memiliki sudut secara kasat mata. Jadi tidak menggunakan bentuk-bentuk yang circular, yang lekat dengan image melingkar, bulat tanpa sudut tajam yang kasat mata Dengan mengadopsi bentuk-bentuk geometri yang memiliki sudut secara kasat mata, maka nantinya diharapkan dapat memperlihatkan karakter tema, yaitu tajam secara visual 2. Mencerminkan massa bangunan yang seolaholah terpotong Kesan melodi ‘terpotong’ pada poin di atas merujuk pada perwujudan sifat terpotong itu sendiri yang menimbulkan dua atau lebih hal yang memiliki tampilan berbeda namun pada dasarnya masih memiliki sifat yang sama seperti sebelumnya 3. Mencerminkan adaptasi gerak melodi yang terpatah-patah Selain kesan melodi yang terpotong, akibat dari pembunyian aksen staccato juga menimbulkan melodi yang terpatah-patah. Jika terpotong telah memiliki tampilan yang berbeda, terpatah-patah masi memiliki tampilan yang sama 4. Desain harus mampu mengekspresikan karakter staccato yang mengalami penekanan Penekanan pada karakter tema merupakan sifat yang dapat terlihat secara kasat mata ataupun tidak. Pada bahasan ini, penekanan not dengan staccato memberikan efek bahwa pengamat yang mengalami penekanan 5. Desain juga harus mampu menjadi emphasis bagi lingkungan sekitarnya Emphasis atau sesuatu yang sengaja ditonjolkan secara harfiah diartikan bahwa bangunan ini diharapkan mampu menjadi emphasis diantara lingkungan sekitarnya. Selain itu, bagian-bagian dari bangunan juga dapat pula menjadi emphasis dari sudut pandang terjauh 6. Desain diharapkan mampu melibatkan emosi pengunjung merasakan abstraksi melodi dari perwujudan karakter-karakter tema staccato Dari beberapa karakter serta prinsipprinsip perancangan dari tema staccato di atas, maka beberapa konsep rancangan yang dapat ditransformasikan menjadi konsep rancangan adalah sebagai berikut: • meminimalkan penggunaan garis-garis lengkung yang tidak memiliki sudut secara kasat mata pada massa bangunan • penggunaan material yang memiliki sifat dan wujud yang berbeda sebagai perwujudan karakter terpotong • menggunakan teknik folding untuk mendesain permainan facade pada bangunan serta permainan facade dinding di dalam interior • penggunaan skala bangunan yang megah dapat memberikan pengalaman kepada pengunjung mengenai adanya sebuah kekuatan yang menekan • pemberian warna-warna kontras pada bagianbagian tertentu dari bangunan dapat menjadi sebuah ‘tanda pengenal’ dan ‘pengundang’ keingintahuan pengunjung • pengaturan titik-titik sikuen dengan masingmasing ‘kejutan’ juga memberikan pengalaman yang mengagetkan bagi pengunjung III. HASIL RANCANGAN A. Gubahan Massa Objek terdiri atas dua buah massa, massa utama dan massa pendukung. Massa pendukung difungsikan sebagai noise barrier untuk meredam kebisingan dari jalan Pemuda. Selain itu, noise barrier juga berfungsi sebagai ‘ruang luar’ yang ‘merangkul lingkungan sekitarnya(gambar 3). Sedangkan permainan material menjadi perwujudan karakteristik tema yang ‘terpotong’. Permainan antara material masif dan transparan menjadi dua sifat yang berbeda(gambar 4). Gambar 3. Cara penulisan nada staccato sebagai gubahan massa Gambar 4. Cara pembunyian nada staccato sebagai permainan material Gambar 5. Perwujudan gubahan massa dari nada stacato Dapat dilihat pada siteplan, bentukan massa objek mengikuti site-belt di sekeliling lahan yang berupa jalur sirkulasi kendaraan. Garis yang diperoleh dari merespon site-belt, juga menjadi ‘penangkap’ pandangan pengamat yang berlalu lalang melewati jalan pemuda. Sehingga garis tetap dipertahankan dan juga menjadi pelukisan dari sifat tema staccato. Tingkat kebisingan pada jalan raya Pemuda juga menjadi pertimbangan digunakannya noise barrier sebagai peredam bising dari lalu lalangnya kendaraan di jalan Pemuda. Hal ini juga sebagai respon dari tema staccato itu sendiri (bentuk not yang mengalami staccato yang terdiri atas kepala not dan titik staccato). Sumbu aksis dari bangunan utama diperoleh dari garis tegak lurus terhadap gari jalan utama yang berada di depan(gambar 5). disk, partitur, dll Public space ini diharapkan mampu menjadi ‘pengikat’ antara masyarakat dengan bangunan utama dan juga sebagai nilai lebih bangunan galeri musik ini (gambar 7). B. Konsep Bentuk atau Wujud Konsep bentuk/wujud objek rancangan menggunakan geometri bentuk balok yang mengalami beberapa pengolahan bentuk melalui proses pengulangan bentuk serta pengurangan bentuk geometri(gambar 6). Mengalami pemotongan Kembali didekatkan namun salah satu dikurangi k ti i d dib d k Tampak atas Gambar 7. Noise barrier yang juga berfungsi sebagai ruang publik di luar IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Sesuai dengan adaptasi site, mengalami Mewujudkan bentukan geometri yagn tajam sekaligus menangkap pandangan Gambar 6. Proses transformasi bentukan massa utama C. Gubahan Ruang Luar Ruang luar didesain dengan konsep memaksimalkan fungsi dari noise barrier. Fungsi dari noise barrier sebagai penghalang kebisingan yang berasal dari jalan raya Pemuda. Dengan adanya ‘penghalang’ ini, massa utama diletakkan lebih mundur dari garis sempadan sehingga kebisingan yang sampai menjangkau bangunan gedung konser menjadi berkurang intensitasnya. Selain itu, fungsi noise barrier juga dimaksimalkan sebagai urban public area dengan beberapa fasilitas umum yang ada, seperti cafe, toko cake and bakery atau yang berhubungan langsung dengan bangunan utama, yaitu music tenant berupa toko peralatan musik, compact Fungsi ganda dari desain penghalang bising (noise barrier) pada rancangan Galeri Musik Surabaya ini merupakan perumusan desain yang dapat menjadi nilai lebih dari bangunan dan juga sebagai usaha tanggap terhadap akustik lingkungan yang mana tingkat kebisingan pada lahan bangunan cukup tinggi. Selain sebagai usaha tanggap terhadap keadaan eksisting lingkungan, juga diharapkan dapat menjadi urban space yang bersifat komersial dan dapat menjadi emphasis di antara lingkungan sekitarnya. DAFTAR PUSTAKA [1] Antoniades, Anthony C. 1992. Poetics of Architecture: Theory of Design. New York: Van Nostrand Reinhold. [2] Barnek, Leo. Concert Hall and Opera House second edition. [3] Doelie, Leslie L. 1972. Akustik Lingkungan. Jakarta: Erlangga. [4] Mediastika, Christina E. 2009. Material Akustik Pengendali Kualitas Bunyi pada Bangunan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.