51 BAB III METODE MAUDHU`IY DAN PENDEKATAN PSIKOLOGIS

advertisement
BAB III
METODE MAUDHU’IY DAN PENDEKATAN PSIKOLOGIS
SOSIOLOGIS DALAM PEMAHAMAN HADIS
A. Metode Maudhu’iy dalam Pemahaman Hadis
1. Pengertian, Urgensi dan Faedah Metode Maudhu’iy
a. Pengertian metode maudhu’iy
Dalam ilmu hadis, ada salah satu cabang yang disebut fiqh alhadits. Fiqh al-hadits atau yang dikenal juga dengan istilah metode
pemahaman hadits adalah ilmu tentang prosedur atau tata cara yang
bersifat ilmiah untuk menggali dan memahami ajaran-ajaran agama
berupa kehendak atau pesan-pesan Rasulullah dengan tepat yang
terkandung di dalam hadis-hadis yang diriwayatkan dari beliau.1 Jadi
dapat dikatakan, bahwa fiqh al-hadits adalah tata cara dalam
memahami pesan-pesan yang terkandung dalam hadis Rasul (sesuai
dengan ijtihad pribadi) agar sesuai dengan maksud dan pemahaman
yang dikehendaki oleh Rasul sendiri.
Dilihat dari kecenderungan ulama, pemahaman hadis dapat
diklasifikasikan kepada metode pemahaman hadis tradisional dan
metode pemahaman hadis modernis. Pemahaman hadis tradisional
adalah pemahaman hadis yang mengacu pada pemahaman/metode
ulama terdahulu. Contoh dari metode pemahaman hadis tradisional
adalah tahlili, ijmali dan muqaran. Sedangkan pemahaman hadis
1
Maizuddin, Metodologi Pemahaman Hadis, (Padang: Hayfa Press, 2008), h. 19
51
52
modernis adalah pemahaman hadîts yang merujuk kepada pemahaman
dengan
pendekatan
pemahamannya
perkembangan
dengan
zaman
zaman
kekinian
dan
serta
disesuaikan
pemahamannya
cendrung kontekstual. Salah satu metode pemahaman hadis modernis
ini adalah pemahaman hadis tematis (maudhu’iy/korelatif).
Kata maudhu’iy berasal dari dari kata
lawan dari kata
yang berarti masalah atau pokok perkataan.2 Dalam pemakaiannya
dapat berarti mendahulukan, meletakkan, menyatukan, memukul,
menyusun, atau mengarang, memasukkan, membuka dan melahirkan.3
Sedangkan huruf
di akhirnya adalah ya nisbah, yaitu sesuatu yang
dinisbahkan kepada pokok permasalahan. Dengan demikian, secara
etimologi al-maudhu’iy adalah suatu tema pembahasan atau pokok
permasalahan.
Sedangkan menurut istilah, ada beberapa defenisi yang
diungkapkan, yakni:
1) Menurut Mustafa Muslim, maudhu’iy adalah meletakkan sesuatu
pada tempatnya, sehingga yang dimaksud dengan metode
maudhu’iy yakni mengumpulkan ayat-ayat yang bertebaran dalam
al-Qur‟an atau hadis-hadis yang bertebaran dalam kitab-kitab hadis
yang terkait dengan topik tertentu atau tujuan tertentu, kemudian
disusun sesuai dengan sebab-sebab munculnya dan pemahaman
2
Ibnu Manzur, Lisân al-‘Arab, (Qahirah: Dar al-Ma‟arif, 1119), h. 4857
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), h. 501
3
53
dengan penjelasan, pengkajian, dan penafsiran dalam masalah
tertentu tersebut.4
2) Menurut al-Farmawiy, metode maudhu’iy adalah mengumpulkan
hadis-hadis yang terkait dengan satu topik atau satu tujuan
kemudian
disusun
sesuai
dengan
asbâb
al-wurud
dan
pemahamannya disertai dengan penjelasan, pengungkapan dan
penafsiran tentang masalah tersebut.5
Jadi, metode maudhu’iy dalam pemahaman hadis adalah
memahami hadis dengan cara menghimpun hadis-hadis yang terjalin
dalam sebuah tema tertentu, yang kemudian dibahas dan dianalisis
sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.
Dalam
penelitian
ini,
penulis
menggunakan
metode
pemahaman hadis tematis (maudhu’iy) melalui pendekatan psikologis
dan sosiologis. Maksudnya adalah mengumpulkan hadis-hadis yang
terkait dengan satu topik atau satu tujuan, kemudian disusun sesuai
dengan
asbâb
al-wurud
dan
pemahamannya
disertai
dengan
penjelasan, pengungkapan dan penafsiran tentang masalah tersebut6
melalui kajian ilmu atau teori-teori psikologi dan sosiologi.
b. Urgensi dan faedah metode maudhu’iy
Adapun urgensi dan faedah metode maudhu’iy dalam
pemahaman hadis antara lain:
4
Mustafa Muslim, Mabâhits fi al-Tafsîr al-Maudhu’iy, (Damaskus: Dar al-Qalam, 1989),
16
5
Rosehan Anwar dan Maman Abd Jalil, Metode Tafsir Maudhu’iy, Judul Asli: Al-Bidâyah
fi al-Tafsîr al-Maudhu’iy oleh Abd al-Hayy al-Farmawi, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 44
6
Ibid.
54
1) Metode pemahaman maudhu’iy ini sesuai dengan semangat masa
kini. Metode ini berfungsi untuk memperbaharui kebutuhan
masyarakat. Dengan adanya metode ini, timbul ide-ide dan
pemikiran
yang
baru
sesuai
dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan.
2) Metode pemahaman ini membantu untuk mengungkapkan sisi-sisi
keistimewaan sunnah Nabi yang benar, yang dikuatkan dengan
penjelasan bahwasanya sunnah Nabi adalah wahyu dari Allah swt.
3) Metode pemahaman ini menghasilkan ilmu-ilmu syariah yang
baru, yang tumbuh pada masa kini sebagai pemenuhan kebutuhan
ilmiah muslim di berbagai bidang pengetahuan manusia, seperti
ilmu psikologi Islam, media Islam, ekonomi Islam, dan ilmu-ilmu
Islam lainnya.
4) Metode
pemahaman
ini
dapat
dijadikan
solusi
untuk
menyelesaikan hadis-hadis yang tampak bertentangan (mukhtalif
al-hadits), dengan cara mengumpulkan riwayat-riwayat yang
secara dzahir tampak bertentangan tersebut.
5) Metode ini juga dapat memberikan penjelasan mana yang nasikh
dan mana yang mansukh, sehingga semua hadis bisa diposisikan
pada posisi yang benar.
6) Metode ini juga bisa membantu menyingkap sabab wurud hadis,
sehingga maksud hadis tersebut sesuai dengan apa yang
dikehendaki Rasulullah saw.
55
7) Metode ini juga dapat membantu untuk mendapatkan pemahaman
yang benar dan komprehensif.7
Dengan metode maudhu’iy ini diharapkan akan diperoleh nilai-nilai
keutamaan hadis Nabi dari segala sisi kehidupan, baik sosial, politik
maupun ekonomi dengan pemahaman yang komprehensif.
2. Langkah-langkah Metode Maudhu’iy
Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode maudhu’iy dalam
pemahaman hadis adalah:8
a. Menginventarisasi hadis-hadis yang setema dan maqbul (shahih atau
hasan) dari semua sumber dan kitab hadis yang ada
b. Menata hadis sejauh data yang ada dalam urutan sejarah wurudnya
c. Menganalisis makna hadis dengan melibatkan seluruh teks dari semua
riwayat yang ada
d. Jika dalam kasus yang diteliti adanya ikhtilaf, maka pemahamannya
dilakukan dengan menerapkan kaidah-kaidah ikhtilaf al-hadis dengan
mempertimbangkan riwayat yang ada dalam kasus yang dibahas.
Bukhari juga mengungkapkan langkah-langkah metode maudhu’iy,
sebagai berikut:9
a. Penghimpunan hadis-hadis tentang tema yang dipilih
7
Ramadhan Ishâq al-Zayyân, al-Hadîts al-Maudhu’iy Dirâsat Nazhariyah, Majalah alJâmi‟ah al-Islâmiyah, Jilid 10, no. 2, h. 215-216
8
Daniel Juned, Paradigma Baru Studi Ilmu Hadis (Rekonstruksi Fiqh al-Hadis), (Banda
Aceh: Citra Karya, 2002), h. 194
9
Bukhari M, Metode Pemahaman Hadis. Sebuah Kajian Hermeneutik. (Jakarta: Nuansa
Madani. 1999), h. 25
56
b. Penentuan orisinal hadis yang dijadikan sampel (kritik editis)
c. Pemahaman makna hadis dengan meneliti a) komposisi tata bahasa
hadis dan bentuk pengungkapannya, b) korelasi konteks kemunculan
hadis secara sosio-historis-psikologis, dan c) pengambilan spirit atau
pandangan hidup yang terkandung dalam keseluruhan teks-teks
Adapun langkah-langkah metode maudhu’iy yang penulis tempuh
dalam kajian ini adalah:
a. Menentukan sebuah tema yang akan dibahas, dalam hal ini adalah
tuntunan hidup bertetangga.
b. Menghimpun
hadis-hadis
yang
berkenaan
dengan
kehidupan
bertetangga
c. Menyusun kerangka pembahasan (out line) dan mengklasifikasikan
hadis-hadis
yang
telah
terhimpun
sesuai
dengan
spesifik
pembahasannya
d. Meneliti keshahihan hadis berdasarkan penelitian ulama terdahulu
e. Berusaha memahami kata-kata yang terkandung dalam hadis, dengan
menganalisis matan hadis yang mencakup pengertian kosa kata,
ungkapan, dan asbâb wurud
f. Menganalisis hadis-hadis tersebut dengan menggunakan pendekatan
psikologis sosiologis, dengan mengkaji dan menganalisis teori-teori
psikologi dan sosiologi yang terkandung dalam hadis tersebut
g. Menarik kesimpulan makna yang utuh dari hasil analisis terhadap
hadis-hadis tentang tuntunan hidup bertetangga sehingga diperoleh
57
keutamaan nilai-nilai tuntunan hidup bertetangga dalam perspektif
hadis.
B. Pendekatan Psikologis dan Sosiologis dalam Pemahaman Hadis
1. Pengertian Psikologi dan Sosiologi serta Teori-teorinya
a. Pengertian Psikologi dan Teori-teorinya
Psikologi berasal dari kata psyche yang diartikan dengan jiwa,
dan perkataan logos yang diartikan ilmu atau ilmu pengetahuan
(science). Sehingga dengan demikian, perkataan psikologi diartikan
sebagai ilmu pengetahuan mengenai jiwa atau ilmu jiwa.10 Para ahli
psikologi terdahulu, Alkinson mendefenisikan psikologi sebagai studi
kegiatan mental. Istilah mental menyinggung masalah pikiran, akal,
dan ingatan atau proses yang berasosiasi dengan pikiran, akal, dan
ingatan.11 Beberapa ahli psikologi lainnya memberikan defenisi
tentang psikologi, yaitu:
1) William James (1980), ahli psikologi Jerman, memberikan defenisi
bahwa psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental,
termasuk fenomena dan kondisi-kondisinya. Fenomena di sini
termasuk apa yang disebut perasaan, keinginan, kognisi, berpikiran
logis, keputusan, dan sebagainya.
2) Kenneth Clark dan George Millter (1970), mendefenisikan bahwa
psikologi sebagai studi ilmiah mengenai perilaku. Ruang
10
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: ANDI, 2003), h. 1
Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial (Sebuah Kajian Pendekatan Struktural),
(Jakarta: Bumi Aksara, 2013), cet. Ke-4, h. 425
11
58
lingkupnya mencakup berbagai proses perilaku yang dapat diamati,
seperti gerak tangan, cara berbicara, perubahan kejiwaan, dan
proses yang hanya dapat diartikan sebagai pikiran dan mimpi.12
Dari berbagai defenisi tersebut, secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa psikologi sebagai studi ilmiah mengenai proses
perilaku dan proses-proses mental. Bidang khusus yang terdapat di
dalamnya sangat beraneka ragam, termasuk psikologi eksperimental,
psikologi
fisiologi,
psikologi
perkembangan,
psikologi
sosial,
psikologi kepribadian dan lain-lain. Dengan demikian, psikologi
merupakan salah satu bagian dari ilmu perilaku atau ilmu sosial.13
Adapun konsep atau teori psikologi yang terkait dengan
pembahasan tentang hidup bertetangga, antara lain:
1) Struktur kepribadian
Ada tiga soal yang dikemukakan oleh Klages dalam
struktur kepribadian, yaitu: a). Temperamen, b). Perasaan, dan c).
Daya Ekspresi. Mengenai perasaan, menurut Klages dalam setiap
perasaan terkandung keinginan. Keinginan itu pada pokoknya ada
dua macam, yaitu keinginan menerima dan keinginan menolak.
Misalnya di dalam rasa benci terletak antara lain keinginan
menghancurkan, di dalam penghinaan terletak keinginan untuk
meniadakan penghargaan, di dalam rasa cinta terletak keinginan
12
Ibid.
Ibid.
13
59
berkorban, di dalam rasa takjub terdapat keinginan untuk
menghormati dan sebagainya14.
Rasa cinta adalah salah satu gejolak emosi yang penting
dalam kehidupan manusia. Rasa cinta menjadi faktor penting
dalam pembentukan interaksi sosial yang baik antar sesama. Rasa
cinta menjadikan hubungan seseorang dengan orang lain semakin
dekat hingga melahirkan motivasi untuk saling tolong-menolong.15
Kecintaan seseorang terhadap sesama manusia dan
memberi pertolongan kepada orang yang membutuhkan di antara
mereka, merupakan salah satu faktor penting yang membentuk
kewibawaan seseorang dalam komunitasnya. Jiwa seseorang akan
merasakan kepuasan, kenyamanan dan kebahagiaan karena ia
dipandang sebagai salah satu anggota masyarakat yang memberi
andil secara menonjol dalam komunitasnya.16
Para psikiater mengakui pentingnya interaksi sosial bagi
setiap orang dan menyatakan bahwa tingkat kesehatan jiwa
seseorang dapat diukur dari hasil interaksi sosialnya. Oleh karena
itu mereka meyakini bahwa penderita gangguan kejiwaan selalu
dikaitkan dengan anggota masyarakatnya, terutama hubungan cinta
dan kasih sayang di antara mereka atau antar sesama manusia
secara umum. Para psikiater menekankan bahwa seseorang yang
14
Sumardi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h.
110
15
Muhammad „Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadis, Judul Asli: Al-Hadîts
wa ‘Ulum al-Nafs, Pen. Zaenuddin Abu Bakar, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 2004), h. 71-72
16
Ibid., h. 79
60
menyatu dalam suatu komunitas dan melakukan aktivitas yang
bermanfaat merupakan salah satu faktor penting dalam terapi
kejiwaan.
Seperti pendapat Alfred Adler, ia menekankan bahwa
pasien gangguan kejiwaan agar meningkatkan tingkat perhatiannya
terhadap orang lain, menyatu dengan mereka, dan berusaha
menolong mereka. Adler menambahkan bahwa ketika penderita
gangguan jiwa melakukan hal tersebut, ia akan bebas dari
gangguan kejiwaan.17
2) Emosi
Perasaan atau emosi merupakan gejala afektif pada
kejiwaan manusia yang dihayati secara subjektif, yang pada
umumnya bersentuhan secara langsung dengan gejala pengenalan.
Dalam realitas terdalam, perasaan atau emosi jiwa tidak bersifat
tetap, baik dalam bentuknya maupun kadarnya. Sakit dengan
pedih, cinta dengan sayang adalah bentuk perasaan yang berbeda
dan memiliki ukuran kedalaman emosi yang berbeda. Perbedaan
itu dilatarbelakangi oleh kepribadian dan keadaan hati seseorang.18
Pengaruh-pengaruh komponen psikologis, intensitas dan
durasi dari emosi yang dirasakan dan ekspresi-ekspresi melayani
fungsi-fungsi
komunikatif
dan
motivasi
sosial,
sedangkan
pengalaman-pengalaman emosi (status merasakan) mempengaruhi
17
Ibid.
Rosleny Marliany, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 221
18
61
kognisi dan tindakan. Status emosi mempengaruhi apa yang
diserap, dipelajari, dan diingat oleh seseorang, dan mereka terlibat
langsung di dalam pengembangan perilaku empatik, altruistik, dan
perilaku moral, di samping terlibat juga dalam ciri-ciri dasar
personalitas seseorang.19
Gejala
psikis
manusia
normal
sepanjang
hidupnya
bergantung pada dukungan internal dalam dirinya dan dorongan
atau dukungan eksternal dari lingkungannya. Perasaan-perasaan
yang diharapkan di antaranya adalah: a). Rasa aman, b). Rasa
percaya, c). Kontrol, dan d). Harga diri.20
3) Teori Alfred Adler tentang Individual Psychologie
Menurut Adler, di dalam diri manusia terdapat dua
dorongan pokok, yang mendorong serta melatarbelakangi segala
tingkah lakunya, yaitu: a). Dorongan kemasyarakatan yang
mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada masyarakat,
b). Dorongan kelakuan, yang mendorong manusia bertindak yang
mengabdi kepada aku sendiri. Mengenai dorongan kemasyarakatan, bentuk kongkrit dorongan ini misalnya berwujud koperasi,
hubungan sosial, hubungan antar pribadi, mengikatkan diri dengan
kelompok, dan sebagainya.21
Secara
teori,
dalam
artian
yang
luas,
dorongan
kemasyarakatan merupakan dorongan untuk membantu masyarakat
19
Ibid., h. 223
Ibid., h. 226
21
Sumardi, op.cit., h. 186
20
62
guna mencapai tujuan masyarakat yang sempurna. Dalam
hubungan ini Adler menyatakan, “Social interest is true and
inevitable compensation for all the natural weaknesses of
individual human being”. Dorongan kemasyarakatan itu adalah
dasar yang dibawa sejak lahir; pada dasarnya manusia adalah
makhluk
sosial.
Namun,
kemungkinan
mengabdi
kepada
masyarakat itu tidak nampak secara spontan, melainkan harus
dibimbing dan dilatih.22
4) Encounter dalam psikologi humanistika
Menurut Fromm, manusia itu menyatu dan tak terpisahkan
dari dunianya. Manusia seakan-akan merupakan pusat hubungan
dan selalu aktif berhubungan dengan dunianya, baik melalui proses
asimilasi (mengambil, meminta, merampas, memanfaatkan, tukarmenukar, memproduksi) atas benda-benda di alam sekitarnya
maupun melalui sosialisasi (mencintai dan membenci, bersaing dan
kerja sama, sederajat dan otoriter) terhadap sesama manusia dan
dirinya sendiri.23
Senada dengan itu Fuad Hassan yang menandai manusia
sebagai makhluk yang menyadari diri sebagai ketinggalan
sekaligus sebagai partisipan kebersamaan-menjelaskan ungkapan
terkenal Heidegger Alles Dasein ist Mitsein dengan menyatakan
bahwa “mengada sebagai pribadi” (being person) selalu berarti
22
Ibid., h. 189
Hanna Djumhana Bastaman, Meraih Hidup Bermakna, (Jakarta: Paramadina, 1996), h.
23
91
63
“mengada bersama pribadi lain” (being with other people). Hal ini
berarti bahwa sekalipun manusia memiliki keunikan tersendiri,
manusia selalu ada dan harus hidup dalam ikatan lingkungan
sosial, seperti keluarga, kerabat, tetangga, teman-teman, dan
lingkungan masyarakat pada umumnya.24
5) Ilmu Watak
Watak adalah pribadi jiwa yang menyatakan dirinya dalam
segala tindakan dan pernyataan, dalam hubungannya dengan bakat,
pendidikan, pengalaman dan alam sekitarnya. Watak dapat
dipengaruhi, diperbaiki, dan dimajukan.25
Manusia adalah makhluk sosial. Artinya manusia baru
menjadi manusia kalau ia hidup dengan manusia lain atau hidup di
kalangan manusia. Jadi manusia akan kehilangan kemanusiaannya
kalau ia berada di lingkungan bukan manusia. Manusia harus
berada di dalam pergaulan antara manusia. Di dalam pergaulan ini
manusia harus menjaga agar pergaulan itu tetap berada dalam
suasana kemanusiaan, yang rukun dan damai, memperbaiki dan
memajukan. Untuk ini manusia yang satu harus kenal manusia
yang lain. Jadi di dalam pergaulan itu manusia harus mengenal diri
sendiri dan mengenal yang lain jadi saling mengenal.26
24
Ibid., h. 91-92
Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 251
26
Ibid., h. 251-252
25
64
6) Sikap dan perilaku sosial
Sikap dan perilaku sosial diketengahkan secara khusus
karena manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai
makhluk sosial, yang tidak mempunyai pilihan lain selain harus
menjalani dan menjalankan hidup dan kehidupan bersama dengan
orang lain. Dilihat dari aspek tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa karakteristik manusia berkualitas salah satu di antaranya
adalah memiliki sikap dan perilaku yang positif.27
Perwujudannya dalam kebersamaan tidak sekedar mampu
bergaul dengan orang lain, tetapi juga memiliki kepekaan dan
kepedulian sosial yang tinggi. Kepekaan dan kepedulian sosial itu
dapat diamati dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, yang
ditampilkan dalam bentuk sikap dan perilaku yang baik sebagai
anggota masyarakat. Contoh-contoh sederhana terlihat pada
kesediaan menolong orang lain yang berada dalam kesusahan,
bergotong royong membersihkan kampung, ikut berpartisipasi
menyelesaikan masalah bersama, dan sebagainya.28
7) Komunikasi dalam psikologi sosial
Manusia
secara
alami
mempunyai
dorongan
untuk
berhubungan dengan manusia seperti dorongan ingin tahu,
dorongan ingin mengaktualisasikan diri dan lain sebagainya.
27
Hadari Nawawi, Manusia Berkualitas, (Yogyakarta: UGM Press, 1994), h. 55
Ibid.
28
65
Dorongan-dorongan
tersebut
akan
dapat
dipenuhi
dengan
mengadakan komunikasi dengan sesamanya.
Komunikasi
merupakan
proses
penyampaian
dan
penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti, baik yang
berwujud informasi-informasi, pemikiran-pemikiran, pengetahuan
ataupun yang lain-lain dari penyampai atau komunikator kepada
penerima atau komunikan. Dalam komunikasi yang penting adanya
pengertian bersama dari lambang-lambang tersebut, dan karena itu
komunikasi merupakan proses sosial. Bila komunikasi itu terjadi
terus-menerus
akan
terjadi
interaksi,
yaitu
proses
saling
mempengaruhi antara individu satu dengan yang lain. 29
b. Pengertian Sosiologi dan Teori-teorinya
Secara etimologi, sosiologi berasal dari bahasa Yunani, yakni
kata socius dan logos. Socius yang berarti kawan, berkawan, ataupun
bermasyarakat. Sedangkan logos berarti ilmu atau dapat juga berbicara
tentang sesuatu. Dengan demikian, secara harfiah istilah sosiologi
dapat diartikan ilmu tentang masyarakat.30
Adapun menurut terminologi, sosiologi memiliki banyak
defenisi dari para pakarnya, antara lain:
1) Pitirim Sorokin mengemukakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu
tentang hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam
gejala-gejala sosial.
29
Bimo Walgito, op.cit., h. 75
Dadang, op.cit., h. 69
30
66
2) William Ogburn dan Meyer F. Nimkoff berpendapat bahwa
sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial
dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
3) Roucekj dan Warren berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu
tentang hubungan antar manusia dalam kelompok-kelompoknya..
4) Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi menyatakan bahwa
sosiologi adalah ilmu tentang struktur sosial dan proses-proses
sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.31
5) Hassan Shadily mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki
ikatan-ikatan antar manusia yang menguasai kehidupan itu.32
Dari beberapa defenisi di atas, sosiologi dapat didefinisikan
sebagai disiplin ilmu tentang interaksi sosial, kelompok sosial, gejalagejala sosial, organisasi sosial, struktur sosial, proses sosial, maupun
perubahan sosial. Dan objek kajian sosiologi adalah masyarakat
manusia yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia dan prosesproses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat. 33
Adapun konsep atau teori sosiologi yang terkait dengan
pembahasan tentang hidup bertetangga, antara lain:
31
Dadang, Ibid., h.69-70
Hassan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993),
32
h. 1
33
Dadang, op.cit., h. 70
67
1) Masyarakat
Masyarakat adalah golongan besar atau kecil yang terdiri
dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya
bertalian secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama
lain.34 Dengan demikian, hidup bermasyarakat merupakan bagian
integral karakteristik kehidupan manusia. Tidak bisa dibayangkan,
bagaimana jika manusia tidak bermasyarakat. Sebab sesungguhnya
individu-individu tidak dapat hidup dalam keterpencilan sama
sekali selama-lamanya, karena manusia itu adalah makhluk sosial.
Manusia membutuhkan satu sama lain untuk bertahan hidup dan
untuk hidup sebagai manusia.35
Orang yang hidup di dalam masyarakatnya memang harus
mengorbankan atau memberi sebagian dari kebebasan pribadinya
sebagai anggota dan menerima perlindungan dari golongan. Dalam
bahasa asing secara populer dikatakan harus give and take sambil
menyesuaikan diri.36
Banyak sekali didapati klasifikasi masyarakat menurut
bentuk dan macamnya. Dalam hal ini Tonnies berpendapat, bahwa
golongan di dalam masyarakat ini terbagi dalam macam golongan
yang selalu tentang-menentang.
Yang pertama ialah gemenschaft atau persekutuan hidup di
mana orang-orang memelihara hubungan berdasar keturunan dan
34
Shadily, op.cit., h. 47
Dadang, op.cit., h. 131
36
Shadily, op.cit., h. 6-7
35
68
kelahiran, berdasar rumah tangga dan keluarga serta pula family
dalam arti yang seluas-luasnya yang selalu menunjukkan adanya
hubungan yang erat dengan anggotanya. Seperti gambaran
kehidupan di desa, pertalian yang erat dan kekal, pertalian yang
menyebabkan perasaan satu, sehingga menghasilkan kebiasaan
bersama.
Lain halnya dengan gesselschaft atau perkongsian hidup.
Tiap anggota pada masyarakat jenis ini hanya bergerak untuk
kepentingan sendiri, dan tindakan yang diambilnya jika ada
keuntungan di belakangnya. Demikian maka di sini selalu terdapat
bahwa orang-orang itu tidak peduli kepada keadaan partnernya
kecuali untuk memenuhi suatu segi kebutuhannya. 37
Dalam hal ini, Shadily memandang sifat perseorangan yang
menjadi ciri masyarakat gesselschaft akan menyebabkan akhlak
dalam
kehidupan
bersama
terancam,
begitu
pula
dengan
perdamaian serta keamanan, jika pertalian dalam gemeinschaft
(dalam
kesatuan
keluarga,
agama
dan
sebagainya)
tidak
dipertegakkan kembali.38
Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Plato (± 427347 SM) seorang ahli pikir bangsa Yunani, dalam Utopianya
menggambarkan negara idamannya, yang lebih dari pada
kepentingan perseorangan, melindungi dan memenuhi kebutuhan
37
Ibid., h. 17
Ibid., h. 18
38
69
bagi manusia seluruhnya dalam masyarakat berdasar kebaikan
akhlak dan peradaban idaman, pun juga dalam menjaga dan
menegakkan keadilan. Pandangan Plato yang demikian itu harus
dipikirkan dengan mengingat keadaan masyarakat dan negara
Yunani pada zaman itu, yang mulai tampak runtuh karena sifat
perseorangan yang sedang merajarela.39
2) Proses sosial
Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai
segi kehidupan bersama.40 Ada beberapa proses sosial yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat, di antaranya: a). Proses pengaruhmempengaruhi/aksi dan reaksi, b). Proses yang mendahului
penggabungan, c) Proses penggabungan.
Proses pengaruh-mempengaruhi merupakan unsur terpenting dalam masyarakat golongan. Tipis-tebalnya proses ini
berjalan menentukan corak dan sifat golongan itu. Pengaruhmempengaruhi ini dimulai dengan terjadinya kontak. Jika kontak
itu terjadi maka timbullah proses aksi dan reaksi. Menurut Park
dan Burgess, kontak ini terjadi dengan tiga macam hubungan, yaitu
dengan panca indera, emosi dan sentimen atau intelek.
Proses yang mendahului penggabungan terdiri dari sikap
membolehkan dan membiarkan. Sesudah kontak tadi terjalin,
terdapatlah masyarakat golongan itu dalam keadaan membolehkan
39
Ibid., h. 13
Dadang, op.cit., h. 70
40
70
dan membiarkan hubungan. Dalam hubungan dan keadaan
membiarkan itu, istilah sosialnya dikenal dengan sebutan toleransi.
Toleransi berarti keadaan membiarkan, membolehkan dengan
diam-diam, tidak mencela dan sebagainya.
Kemudian, proses penggabungan terdiri dari sikap dekatmendekati. Beberapa perbuatan yang termasuk dalam proses dekatmendekati ini ialah memberi, berterima kasih, menghormati dan
sebagainya. Sebagai contoh, dalam tindakan memberi didapatkan
dua macam tindakan, yaitu tindakan memberi dan reaksi terhadap
pemberian itu. Untuk menjadikan proses dekat-mendekati itu
berhasil kekal, sangat tergantung sekali dengan cara penerimaan
itu.
Dalam hal ini Simmel mengatakan: “Cara penerimaan yang
menggambarkan rasa terima kasih, ataupun tidak, seolah-olah
penerima itu memang mengharapkan barang itu atau tidak,
memperlihatkan gembira ataupun kecewa, memperlihatkan hormat
atau penghinaan; kesemuanya itu mempengaruhi pemberi itu dalam
sikap dan tindakan selanjutnya, sehingga tindakan memberi ini
akan berakibat mendekatkan atau menjauhkan.” Rasa terima kasih
dan sikap menghargai terhadap pemberian itu harus selalu ada,
untuk menentukan proses dekat-mendekati yang akan menuju
kepada harga-menghargai sebagai dasar kerja sama yang murni. 41
41
Shadily, op.cit., h. 125-128
71
3) Interaksi sosial
Interaksi sosial adalah proses sosial yang menyangkut
hubungan timbal balik antar pribadi, kelompok, maupun pribadi
dengan kelompok. Interaksi sosial tersebut merupakan syarat
utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Menurut Soekanto
berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan oleh empat
faktor, antara lain: imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati.42
Menurut George Herbert Mead, agar interaksi sosial bisa
berjalan dengan tertib dan teratur dan agar anggota masyarakat bisa
berfungsi secara “normal”, maka yang diperlukan bukan hanya
kemampuan untuk bertindak sesuai dengan konteks sosialnya,
tetapi juga memerlukan kemampuan untuk menilai secara objektif
perilaku diri sendiri dari sudut pandang orang lain.43
4) Perubahan sosial
Menurut Ritzer, perubahan sosial mengacu pada variasi
hubungan antar individu, kelompok, organisasi, kultur dan
masyarakat
pada
waktu
tertentu.
Sosiolog
lain
(Persel)
mengemukakan bahwa perubahan sosial adalah modifikasi atau
transformasi dalam pengorganisasian masyarakat. Dari dua
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial
adalah segala transformasi pada individu, kelompok, masyarakat
dan lembaga-lembaga sosial yang mempengaruhi sistem sosialnya,
42
Dadang, op.cit., h. 135
J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan, (Jakarta:
Prenada, 2010), cet. Ke-4, h. 20
43
72
termasuk di dalamnya nilai, sikap, pola perilaku di antara
kelompok dalam masyarakat.44
5) Norma
Norma adalah suatu standar atau kode yang memandu
perilaku masyarakat. Norma-norma tersebut mengajarkan agar
perilaku seseorang itu benar, layak dan pantas. Norma dapat
memotivasi perilaku seseorang dengan cara menjanjikan ganjaran
atau hukuman sosial informal atas perilaku tersebut.45
Pelanggaran terhadap aturan norma-norma yang berlaku
disebut dengan perilaku menyimpang. Secara umum, yang
digolongkan sebagai perilaku menyimpang, antara lain adalah:
a). Tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai atau norma-norma yang ada, misalnya memakai
sandal butut ke kampus. b). Tindakan yang antisosial atau asosial,
yaitu tindakan
yang melawan kebiasaan masyarakat atau
kepentingan umum, misalnya menarik diri dari pergaulan dan tidak
mau berteman. c). Tindakan kriminal, tindakan yang nyata-nyata
telah melanggar aturan-aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa
atau keselamatan orang lain, misalnya pembunuhan, perkosaan,
dan lain-lain.
44
Dadang, op.cit., h. 137
Ibid., h. 133
45
73
6) Kontrol sosial
Untuk mencegah agar kecenderungan warga masyarakat
yang ingin dan telah melanggar aturan tidak terus merebak atau
berkembang
lebih
parah,
masyarakat
perlu
menjalankan
pengendalian sosial atau kontrol sosial terhadap individu-individu
anggotanya.
Menurut
Soerjono
Soekanto,
yang
dimaksud
pengendalian sosial adalah suatu proses baik yang direncanakan
atau tidak direncanakan, yang bertujuan untuk mengajak,
membimbing atau bahkan memaksa warga masyarakat agar
mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku.46
Salah satu sarana kontrol sosial yang utama adalah sanksi.
Sanksi adalah suatu ransangan untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu perbuatan. Hal yang serupa dikemukakan K.
Daniel O‟Leary dan Susan G. O‟Leary mengemukakan bahwa
sanksi merupakan upaya dengan suatu konsekuensi yang diduga
dapat
mengurangi
atau
menurunkan
kemungkinan
untuk
melakukan perbuatan melanggar untuk masa yang akan datang.47
7) Konflik Sosial
Konflik sosial adalah pertentangan sosial yang bertujuan
untuk menguasai atau menghancurkan pihak lain. Konflik sosial
pun dapat berupa kegiatan dari suatu kelompok yang menghalangi
46
J. Dwi Narwoko, op.cit., h.132
Dadang, op.cit., h. 134
47
74
atau menghancurkan kelompok lain, walaupun hal itu tidak
menjadi tujuan utama aktivitas kelompok tersebut.48
8) Permasalahan sosial
Istilah permasalahan sosial merujuk kepada suatu kondisi
yang tidak diinginkan, tidak adil, berbahaya, ofensif, dan dalam
pengertian tertentu mengancam kehidupan masyarakat.49
2. Pengertian dan Urgensi Pendekatan Psikologis dan Sosiologis dalam
Pemahaman hadis
Yang dimaksud dengan pemahaman hadis melalui pendekatan
psikologis adalah memahami hadis Rasulullah dengan memperhatikan dan
mengkaji keterkaitannya dengan psikis Nabi dan masyarakat, khususnya
sahabat yang dihadapi Nabi, yang melatarbelakangi munculnya hadishadis tersebut. Sedangkan pendekatan sosiologis dalam pemahaman hadis
adalah memahami hadis Rasulullah dengan memperhatikan dan mengkaji
keterkaitannya dengan kondisi dan situasi masyarakat pada saat
munculnya hadis-hadis tersebut.50
Nizar Ali di dalam bukunya Memahami Hadis Nabi (Metode dan
Pendekatan) menerangkan bahwa, pemahaman terhadap hadis Nabi perlu
memperhatikan aspek-aspek terkait dengan diri Nabi dan suasana yang
melatarbelakangi lahirnya sebuah hadis. Dengan begitu, pemahaman
terhadap hadis akan bisa lebih komprehensif. Dia menekankan perlunya
48
Ibid., h. 136
Ibid., h.138
50
Buchari, loc.cit.
49
75
memahami teori-teori berbagai disiplin ilmu termasuk ilmu sosial seperti
sosiologi, antropologi, psikologi maupun sejarah untuk membantu
memahami hadis Nabi. Dengan bantuan teori-teori ilmu tersebut, klaim
seseorang yang menyatakan bahwa pemahamannya terhadap hadis adalah
pemahaman yang paling benar dapat dihindari.51
Senada dengan Nizar Ali, M. Alfatih Suryadilaga menulis sebuah
buku berjudul Aplikasi Penelitian Hadis (dari Teks ke Konteks). Di dalam
buku tersebut, Alfatih menjelaskan bahwa di dalam penelitian hadis perlu
adanya usaha yang serius dengan melibatkan berbagai keilmuan lain.
Selain itu juga perlu memahami keilmuan yang berbasis bahasa asli,
bahasa Arab, untuk dapat berdialog dengan teks. Dan yang tidak bisa
ditinggalkan juga adalah pengetahuan tentang historisitas teks dengan
melihat unsur-unsur yang sangat terkait dengan penciptaan teks. Dengan
begitu, akan diperoleh pemahaman yang sesuai dengan konteksnya dan
tidak terkesan kaku serta ketinggalan zaman.52
Menurut Said Agil Husein al-Munawwar, di dalam memahami
hadis diperlukan metode pemahaman yang tepat melalui pendekatan yang
komprehensif. Hal ini disebabkan karena hadis sampai kepada umat
melalui jalan periwayatan yang panjang. Di samping kemungkinankemungkinan lain merasuk ke dalamnya. Hadis tidak bertambah
jumlahnya setelah wafatnya Rasulullah saw., sedangkan permasalahan
51
Aryasupang. pdf. Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Telaah atas Pemikiran m.
Syuhudi Ismail), diunduh tanggal 04 Maret 2014 pukul 17:23, h. 2
52
Ibid. h. 3
76
yang dihadapi oleh umat Islam terus berkembang sehubungan dengan
perkembangan zaman.53
M. Syuhudi Ismail menyatakan bahwa suatu hadis perlu dipahami
dengan berbagai pendekatan, baik pendekatan historis, antropologis,
sosiologis maupun psikologis, karena masa yang dihadapi saat ini sangat
berbeda dengan masa Rasulullah, sehingga timbul persoalan dalam
memahami sabda Nabi. Seperti memahami hadis yang berbunyi Lan
yufliha qaumun walau amrahum imra’atan (HR. Bukhari, Nasa‟i , dan
Ahmad). Hadis ini menurut ulama hadis sunni dari segi sanad adalah
shahih. Dalam hal ini hanya al-Thabari yang membolehkan wanita
menjadi hakim apa saja dan umumnya ulama Syafi‟iyyah tidak
membolehkannya. Dengan pendekatan historis dan antropologis, mana
mungkin yang dimaksud hadis ini adalah bahwa wanita tidak sesuai untuk
menjadi hakim pada masa itu karena wanita pada masa itu sama sekali
tidak berwibawa. Oleh karena itu, untuk memahami hadis tersebut dengan
baik dan benar serta sesuai dengan yang dimaksud oleh Rasulullah
digunakanlah pendekatan sosiologis.54
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, pendekatan
psikologis dan sosiologis sangat diperlukan dalam memahami hadis-hadis
Nabi. Terlebih lagi hadis yang menyangkut tentang hidup bermasyarakat,
seperti kehidupan bertetangga. Karena hadis-hadis yang menyangkut
53
Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam Universitas Muhammadiyah & Majelis
Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pengembangan Pemikiran terhadap Hadis, Makalah: Said
Agil Husein al-Munawwar, Judul: Metode Pemahaman Hadis: Kemungkinan Pendekatan Historis
dan Antropologis, (Yogyakarta: LPPI,1996), h. 174
54
Ibid. Tanggapan Makalah oleh: M. Syuhudi Ismail, h. 180
77
kehidupan bertetangga tersebut sesuai dan sejalan dengan psikologis dan
sosiologis
masyarakat
pada
masa
sekarang.
Diharapkan
melalui
pendekatan psikologis dan sosiologis, akan ditemukan hikmah-hikmah dan
keutamaan-keutamaan nilai dari ajaran Rasulullah saw. sehingga makin
diperoleh keyakinan yang kuat bahwa Islam adalah agama yang rahmatan
„Alamin.
Download