PENDIDIKAN ISLAM DAN KESETARAAN GENDER Siti Marhamah Mujib* Abstract: Science can only get someone through a process called education. In other words, to get the science, every servant of God must take the education process. studying obligation is an obligation that applies to both Muslim men and Muslim women, meaning they have the same rights to study in this context is to obtain education. The right to obtain knowledge is a fundamental right directly guaranteed by Allah and His Messenger. Lots of history of hadith which records the process of discussion of women at the time of the Prophet, including the process of their struggle for equal education rights with men. Kata Kunci: Perempuan, Pendidikan, Islam dan Gender PENDAHULUAN Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin, agama yang memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat (baca: inklusif) dan bukan agama yang rahmatan lil muslimin, agama yang hanya memerhatikan kesejahteraan umat Muslim semata (baca: eksklusif). Ajaran Islam dengan tegas menyebutkan bahwa tidak ada perlakuan diskriminatif bagi setiap individu pun di muka bumi ini yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin, status sosial, maupun ras. Semua manusia memiliki kedudukan yang sama di mata Allah, baik perempuan maupun laki-laki, penguasa maupun rakyat jelata, berkulit terang maupun gelap, bahkan dari suku maupun ras apapun. Allah Ta’ala membedakan kedudukan manusia di sisi-Nya hanya berdasarkan kualitas ketakwaan. Allah SWT telah berfirman: D¯ ßSÉÙXq\ÈW*° #®WVXT >SÄÈÅ ×1ÅR<Ú \È\BXT ³V?5ÊXT m[Vl C°K% ÅR<ÙQ \\ 5¯ Ã= SM{iU Wc §ª¬¨ ¸nm¯\\ Ï/̯ Wà D¯ ×1ÅVÙ"U \i<°Ã ×ÅW%WmÓU “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Q.S. al-Hujurat (49):13. Islam sangat konsen terhadap nilai-nilai keadilan. Islam memerangi berbagai bentuk ketidakadilan yang ditujukan kepada kelompok dan dalam bentuk apapun. Di antara bentuk ketidakadilan yang sering terjadi adalah yang menimpa kaum perempuan. Menyadari akan hal itu, Islam sejak awal sudah melakukan advokasi terhadap perlakuan diskriminatif yang diterima perempuan, baik melalui ayat maupun hadis Rasulullah saw. Di antaranya, Islam menjamin peningkatan kualitas hidup umat manusia secara umum, tanpa membedakan antara perempuan dan laki-laki. Hal ini disebutkan dalam firman Allah SWT: *. Dosen STAINU Jakarta dan Ketua PSG STAINU Jakarta Pendidikan Islam dan Kesetaraan Gender (Siti Marhamah Mujib) 173 rQ"Wà Ô2ÀIX=Ú ²VÙXT °0W®Jj¼ |¦°K% 1ÀIR<Ù\wXqXT ­mÔUWÙXT ¯Jn\Ù r¯Û ×1ÀIR<Ú X+[SXT W3\jXÄ Ü³®BW R<Ù%m[ ÕiVVXT §°©¨ 9Zj¦²ÙÝV" R<ÙQ \\ ÕC-°K% nm°9 “Sesungguhnya Kami telah memuliakan anak cucu Adam. Kami angkat mereka di daratan dan di lautan [untuk memudahkan mencari kehidupan]. Kami beri mereka rezeki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk-makhluk yang Kami ciptakan.” Q.S. al-Isra’ (17):70. Ayat al-Qur’an di atas dengan tegas menyebutkan bahwa Allah memuliakan seluruh anak keturunan Nabi Adam as. Frasa yang dipilih dalam ayat di atas adalah bani Adam (artinya: anak cucu Adam), sehingga memiliki makna generik (umum), baik yang berjenis kelamin perempuan maupun laki-laki. Itu artinya, Allah memberikan kesempatan yang sama kepada setiap individu untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Bahkan dalam ayat yang lain disebutkan secara lebih eksplisit bagaimana Allah Ta’ala memerlakukan perempuan dan laki-laki secara sama. Hal ini sebagaimana yang terungkap dalam firman Allah SWT: SÈ_R.Ó -°K% ³ j¦¡W5 ª$\C­Jm °L ¹ØÈW rQ"Wà ×1ŲØÈW °O¯ #²VÙ W% ×S<\-W*V" YXT WÛØÙ_W*Ù Ý«G( ³ j¦¡W5 °Ä_°K< °XT “Janganlah kamu iri hati terhadap keistimewaan yang dianugerahkan Allah terhadap sebagian kamu atas sebagian yang lain. Laki-laki mempunyai hak atas apa yang diusahakannya dan perempuan juga mempunyai hak atas apa yang diusahakannya.” Q.S. al-Nisa’ (4): 32. Jaminan mendapatkan hak yang sama atas jerih payah yang dilakukan perempuan dan laki-laki kembali disebutkan dalam ayat al-Qur’an yang lain. Dalam salah satu ayat di dalam surah Ali ‘Imran disebutkan bahwa Allah berjanji untuk memberikan apresiasi yang sama terhadap amal perbuatan yang dilakukan perempuan maupun laki-laki: ¹ØÈW C°K% 1ÅÁ²ØÈW ³V?5Ê ØTU "m[Vl C°K% 1Å<°K% #°-Wà #X+[Å ÀÌk¦ªÊ ,Y r¯Q7U “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, [karena] sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.” Q.S. Ali ‘Imran (3):195. Sekalipun Allah SWT berulang kali menyebutkan perlakuan yang anti diskriminasi bagi perempuan maupun laki-laki, namun manusia cenderung melanggar ketentuan Tuhannya. Peradaban umat manusia telah merekam berbagai jejak ketidakadilan, bahkan perbuatan yang merendahkan martabat perempuan. Seperti yang pernah terjadi pada masa pra-Islam, di mana orang-orang Jahiliyah memperlakukan perempuan dengan sangat rendah. Perempuan mereka yakini sebagai makhluk pembawa sial bagi keluarga, sehingga kelahiran mereka dianggap sebagai aib dan bisa mendatangkan kemelaratan. Oleh karena itu, mereka sangat tidak menyukai kelahiran bayi perempuan dari para istri mereka. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Ta’aala: C°% °4×SVÙ ]C°% sXqXSW*Wc §®±¨ ¸/Ì°À[ XSÉFXT VjXSÔÄ% ÈOÀIÕBXT #V¿ ³V?5:]¯ 1ÉFÀi\OU Wm°GÈ Vl¯XT Q"Wà ÈOŦÕ-ÄcU à°O¯ Xn¦GÈ W% °ÄßSÀy §®²¨ WDSÀ-ÅÙVVf W% XÄ\y YU ª!Xnx, r¯Û ÈOuyÀiWc Õ4U #ESÉF r 174 MUWÂZÂH , Vol. 2, No. 1, Juli 2010 “Dan apabila seseorang di antara mereka diberi kabar tentang [kelahiran] anak perempuan, mukanya [akan terlihat] merah padam dan dia sangat marah. Dia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah [dalam keadaan hidup-hidup]? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” Q.S. al-Nahl (16):58-59. Seakan telah kehilangan hati nurani dan rasa kemanusiaannya, kaum Jahiliyah tega mengubur bayibayi perempuan yang baru lahir. Tindakan biadab tersebut langsung mendapatkan respon dan bahkan menjadi fokus dakwah Islam pada masa awal. Islam sama sekali tidak membenarkan praktik kriminal berupa mengubur hidup-hidup bayi perempuan. Islam justru memberikan jaminan hidup bagi semua makhluk hidup, apalagi bayi yang tidak berdosa. Oleh karena itu, Allah SWT telah menurunkan firmanNya kepada Rasulullah untuk mengembalikan hak hidup bayi-bayi perempuan sebagai berikut: §²¨ Õ0Q °*É 5Vl ¥FsU ¯ §±¨ Õ0Q ®Ày ÅQ\jÃÄ×S\-Ù Vl¯XT “Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” Q.S. Al-Takwir (81):8-9. Berangkat dari keyakinan bahwa perempuan merupakan aib itulah posisi perempuan semakin memprihatinkan di kalangan kaum Jahiliyah. Tidak cukup dengan menghilangkan hak hidup bayi perempuan yang baru lahir, kaum perempuan yang hidup di tengah mereka pun diperlakukan sangat buruk. Posisi perempuan disamakan seperti harta pusaka yang bebas untuk diwarisi. Jika ada seseorang meninggal dunia, maka ahli waris akan mengusai tubuh perempuan tersebut. Jika dia mencintainya, maka akan dinikahi tanpa mahar, namun apabila tidak berhasrat, maka dia nikahkan dengan lelaki lain agar bisa mendapatkan mahar yang dibayarkan. Bahkan kalau mau, dia akan menahan dan menghalanghalanginya untuk menikah dengan pria lain. Untuk menghentikan tradisi buruk orang-orang Jahiliyah tersebut, Allah pun menurunkan firman-Nya: ¨¹ØÈW¯ SÈ\FÖkW*° CÉFSÉ Á²ØÈV" YXT >F×m[ XÄ_°K< SÉ2­mV" DU ×1ÅV r#°VVf Y SÄ<W%XÄ ]Cc° \IvcU Wc CÉFSÀ-È)ØF­m[ D¯VÙ ¦TÄmØÈ\-Ù¯ CF É TÈn¦WÃXT RR<ªKoWv% RW¦U[ݯ WÛÜ°"Ú Wc DU +Y¯ CÉFSÀ-È)ØoV"XÄ W% §ª²¨ <nm°: <n×m\\ °Oj°Ù #\ÈÙIVfXT >Ùk[ SÉFWmÖV" DU ³_\ÈVÙ “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu memusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya. Terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” Q.S. al-Nisa’ (4):19. Ajaran Islam untuk mengembalikan hak-hak perempuan yang telah terampas tidak hanya terbatas melalui ayat-ayat al-Qur’an. Rasulullah juga telah mengembalikan hak-hak perempuan melalui beberapa hadisnya. Larangan mengubur hidup-hidup bayi perempuan juga ditegaskan dalam sabda beliau sebagai berikut: Ľ¬Ā:Ľz¥ ¦AĄĿ© 7 ľ ¥ ĂB ĽøA¿ÁE Ľ AÅĆE óľ Ä̀÷¥ ¦AĄČEĽøAã ÆE Ŀ³ŀAċB ŁĽYAą ¦AăÂE Ŀ¤Aċ úE ĽøĽë ĈĽ́Łÿľ ĂB Ľ÷ ­ E AÂĿ÷ąB þE Aû Pendidikan Islam dan Kesetaraan Gender (Siti Marhamah Mujib) 175 “Barangsiapa yang dikaruniai seorang anak perempuan, lantas dia tidak menguburnya hidup-hidup dan juga tidak membedakan perlakuannya dengan anak laki-lakinya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga.” Rasulullah juga mengingatkan kaum Muslimin untuk senantiasa memperlakukan kaum perempuan secara adil dan memerintahkan mereka untuk memosisikan para istri sebagai rekan sejajar dalam mengarungi hidup rumah tangga. Sebagai rekan sejajar yang senantiasa meringankan beban pasangannya, Rasulullah memerintahkan para suami untuk senantiasa menunaikan hak para istrinya, yakni dengan cara berlaku adil kepada mereka. Rasulullah saw telah bersabda: 9îA» :þĄĿČEĽøAã úE ô ľ Ľ÷Aą Ŀ7¥ Ŀ¬AüĿøĽôĿ© þ: ĄBA·ąE ÆB ëľ úE °ľ ŁøĽø¼ E Ľ°Ë E ¥Aą Ŀ7¥ Ŀ¬Ľÿ¦AûĽĿ© þ: ăB ĆE üB ľ̄ŁÄA¿Ľ ļý¥AĆAã úE óľ AÂĀEĿã A¦AÌĿĀŀ÷¥ :ýĿ É B ¦:Ā÷¥ ¦AĄċBĽ ľ ČEĽøAã þ: ĄBĽ÷Aą 9îA» úE ô “Wahai manusia, sesungguhnya para istri adalah patner bagi kalian. Kalian telah menikahinya dengan amanah Allah dan menggaulinya dengan kalimat Allah. Kalian memiliki hak atas istri kalian, tapi mereka juga punya hak atas kalian.” PENDIDIKAN ISLAM DAN KESETARAAN GENDER Dalam ajaran Islam, setiap orang diwajibkan untuk menuntut ilmu. Begitu pentingnya kedudukan ilmu dalam Islam, sehingga ayat al-Qur’an yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah saw adalah perintah untuk membaca, sebuah aktivitas paling penting dalam proses mencari ilmu. Di samping perintah menuntut ilmu, al-Qur’an juga banyak memuat penjelasan yang mengisyaratkan keutamaan orang-orang yang berilmu. Disebutkan bahwa di antara hal yang bisa mengantarkan manusia meraih kemuliaan di sisi Allah adalah melalui ilmu. Hal ini sebagaimana terungkap dalam firman-Nya: §ªª¨ ¸nm¯\\ WDSÉ \-ØÈV" \-¯ XT 0\BXq\j ]2Ú °ÈÙ SÉ"TÊ WÛÏ°XT ×1Å=°% SÄ=W%XÄ WÛÏ° §ÌVÙ×mWc “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Q.S. al-Mujadilah (58):11. Dalam ayat yang lain Allah Ta’ala juga dengan tegas menyebutkan perbedaan antara orang-orang yang berilmu dan mereka yang tidak berilmu sebagai berikut: WÛÏ° s©SW*ÔRd ×#\F ×#É §²¨ ª WÙ)] SÅ TÊ Äm[kW*Wc \-5¯ WDSÀ-Q ÕÈWc Y WÛÏ°XT WDSÈ+V!ÕÈWc “Katakanlah, ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” Q.S. al-Zumar (39):9. Ilmu hanya bisa didapatkan oleh seseorang melalui sebuah proses yang disebut pendidikan. Dengan kata lain, untuk mendapatkan ilmu, setiap hamba Allah wajib menempuh proses pendidikan. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah SAW yang berbunyi: (ĿÆŀ Aª÷¥ ÂB ªEAãą ĊĿðAĄČEAª÷¥ą ĂA·¦Aû þB ©E¥ āB¥AąAÅ) ļúĿøÌ E ûB Ŀöŀ óľ ĈĽøAã Ļ¬ĽØċEĿÆĽë ĿúŁøĿä÷¥ ¨ B ĽøĽÛ “Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim.” H.R. Ibn Majah, al-Baihaqi dan Ibn Abd al-Barr. 176 MUWÂZÂH , Vol. 2, No. 1, Juli 2010 Riwayat hadis di atas menyebutkan frasa kulli muslimin yang artinya setiap orang Muslim. Dalam struktur tata bahasa Arab, frasa kulli muslimin mengandung makna ‘am (generik atau umum) yang mencakup antara Muslim laki-laki maupun Muslim perempuan. Sekalipun yang disebutkan hanya Muslim laki-laki, namun secara tata bahasa harus juga diartikan sebagai kewajiban untuk Muslim perempuan. Di dalam riwayat yang lain juga ditemukan hadis yang secara eksplisit menyebutkan kata muslimatin (artinya: Muslim perempuan) sebagaimana berikut: ļ¬AüĿøÌ E ûB Aą ļúĿøÌ E ûB Ŀöŀ óľ ĈĽøAã Ļ¬ĽØċEĿÆĽë ĿúŁøĿä÷¥ ¨ B ĽøĽÛ “Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim laki-laki dan Muslim perempuan.” Menurut penjelasan al-’Ajluni dalam kitab Kasyf al-Khafa’, riwayat yang membubuhkan frasa wa muslimatin memang telah disebutkan oleh beberapa perawi hadis. Sekalipun secara makna hadis tidak ada yang salah, namun mayoritas riwayat yang disebutkan tanpa menyebutkan frasa tersebut. Penambahan frasa wa muslimatin mungkin dimaksudkan sebagai upaya penegasan ulama tentang pentingnya proses pendidikan bagi kaum perempuan. Sehingga ketika menjelaskan kepada khalayak, dia meriwayatkan hadis secara bil ma’na, yakni meriwayatkan hadis berdasarkan substansi maknanya. Sistem periwayatan seperti ini hanya boleh dilakukan oleh ulama ahli hadis yang telah mencapai tingkatan ahli. Lantas riwayat bil ma’na itu terus diriwayatkan dari generasi ke generasi. Kalau memang kewajiban menuntut ilmu merupakan kewajiban yang berlaku, baik bagi Muslim laki-laki maupun Muslim perempuan, maka artinya mereka memiliki hak yang sama untuk menuntut ilmu. Dengan kata lain, tidak benar kalau ada orang yang membatasi akses pendidikan bagi perempuan, karena hak untuk mendapatkan ilmu merupakan hak dasar yang langsung dijamin oleh Allah dan RasulNya. Dari berbagai paparan di atas, sangat jelas Islam memberikan jaminan bagi perempuan untuk memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam memperoleh pendidikan. Keberpihakan Islam terhadap perempuan ini pada hakikatnya merupakan bentuk perlawanan dan sekaligus upaya advokasi Rasulullah saw terhadap perempuan-perempuan di masa jahiliyah yang sangat sulit mendapatkan kehidupan yang layak. Melalui proses pendidikan inilah Rasulullah saw telah mengembalikan hak perempuan. Dengan mendapatkan hak pendidikan yang baik, perempuan diharapkan dapat berkontribusi aktif dalam berbagai bidang kehidupan, baik di level privat maupun publik. Banyak sekali riwayat hadis yang merekam proses diskusi kaum perempuan di masa Rasulullah, termasuk proses perjuangan mereka untuk mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan laki-laki. Dalam sebuah riwayat hadis disebutkan bahwa ada seorang perempuan datang menjumpai Rasulullah saw sembari berkata: “Wahai Rasul, para laki-laki banyak menguasai pengetahuan darimu. Maukah Anda memberikan waktu khusus kepada kami untuk mengajarkan apa yang telah Anda terima dari Allah?” Nabi menjawab, “Baiklah, berkumpullah pada hari ini, di tempat ini.” Kemudian para perempuan pun berkumpul pada waktu dan di tempat yang telah ditentukan untuk belajar kepada Rasulullah tentang apa yang telah beliau diterima dari Allah SWT. HR. Riwayat Bukhari dan Muslim. Beberapa riwayat hadis di atas hanya sebagian kecil gambaran tentang komitmen Rasulullah saw untuk memberikan hak pendidikan bagi kaum perempuan. Masih banyak riwayat hadis lain yang menjelaskan bagaimana para sahabat perempuan bertanya kepada Rasulullah tentang sebuah masalah dan Rasul pun dengan sangat senang memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tersebut. Dari sini kita yakin bahwa Rasulullah tidak pernah menghalangi perempuan untuk terus menuntut ilmu. Bahkan Rasulullah senantiasa menstimulasi para sahabatnya untuk terus berpikir kritis Pendidikan Islam dan Kesetaraan Gender (Siti Marhamah Mujib) 177 dan analitis. Hasilnya pun sangat luar biasa, banyak sekali diskusi, baik di kalangan sahabat perempuan maupun laki-laki yang mencerminkan tradisi keilmuan yang sangat maju pada masanya. Di antara bentuk diskusi kritis yang ditunjukkan sahabat perempuan Rasul adalah apa yang telah disampaikan Ummu Salamah. Beliau bertanya kepada Rasulullah perihal posisi kaum perempuan dalam al-Qur’an sebagai berikut: ē_ Ŀ ¦į>ûĆE Aċ ĂB įEĀĿû ĊĿĀãE ÆB Aċ úE ĽøĽë ® E Ľ÷¦Ľï õľ ¦A·ĿÆŀ ÷¥ ÆB ĽóŁÄċB ¦AüĽó ĿýEÆðľ ÷¥ ĊĿë ÆB ĽóŁÄÿľ Ľē ¦AĀĽ÷ ¦Aû Aúø_AËAą ĿĂČEĽøAã 7 ľ ¥ Ĉ_øAÓ Ŀ7¥ ĽõĆE Ë B AÅ ¦Aċ B ĆE įĽÿAÁ ú: įľ³ ĉĿÆäE įAÏ ® B ŁìĽìĽøĽë ĊĿËŁAÅ ¹B ĿÆŀ AËľ ¦ĽÿĽAą ® ĊĿäüE įAË ® B įŁøAäA¸Ľë § B ¦įAª÷¥ AþįĿû ­ E Ľ÷¦Ľï É B ¦:Ā÷¥ ¦AĄ8ċĽ ¦Aċ ĿÆAªĀEĿ}¥ ĈĽøAã āBB ¥AÂĿÿAą Ŀ­¦AĀĿûE }ľ ¥Aą AþČEĿĀĿûE }ľ ¥Aą Ŀ­¦AüĿøÌ E }ľ ¥Aą AþČEĿüĿøÌ E }ľ ¥ :ýĿ õľ ĆE ðľ Aċ ö_ A·Aą È: Aã Ľ7¥ :ýĿ õľ ĆE ðľ Aċ ĂB °ľ äE ĿüAÌĽë ĿÂċEĿÆĽz¥ AÂĀEĿã “Wahai Rasulullah, mengapa kami tidak disebut-sebut dalam dalam al-Qur’an sebagaimana kaum laki-laki?” Ummu Salamah kembali berkata, “Sampai akhirnya aku terkejut ketika [mendengar] Rasulullah bersuara dari atas mimbar, ‘Wahai sekalian manusia.’ Aku pun langsung menutup rambutku dan mendekat ke arah pintu untuk mendengar [suara beliau]. Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla [sejak ini] berfirman,”Sesungguhnyanya kaum Muslimin-Muslimat dan Mukminin-Mukminat.’” H.R. Ahmad. Melalui tradisi keilmuan anti diskriminasi yang dibangun Rasulullah, banyak sekali sosok sahabat perempuan yang akhirnya menjadi ilmuwan terkenal pada zamannya. Bahkan tidak sedikit sahabat perempuan yang menjadi guru bagi sahabat laki-laki. Dalam beberapa riwayat tercatat banyak sekali hadis yang diriwayatkan perawi dari narasumber perempuan, seperti ‘Aisyah Ummul Mukminin, Asma’ binti Abi Bakar, Hafshah binti ‘Umar bin al-Khattab, Khansa’ binti Khidam, Ummu Salamah, Ummu Ayyub, Ummu Habibah, dan banyak lagi yang lain. Ini membuktikan bahwa tradisi keilmuan yang telah dibangun oleh Rasulullah benar-benar memosisikan perempuan dan laki-laki secara sama, sehingga perempuan juga dimungkinkan untuk menjadi guru para sahabat laki-laki lain. Sistem pendidikan yang dibangun Rasulullah bukan saja memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki, namun juga membuka pintu yang sangat lebar bagi perempuan dan laki-laki dari kalangan budak—sebuah status sosial yang dipandang rendah oleh masyarakat pada masa itu. Menurut uraian M. Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan al-Qur’an, banyak perempuan yang tadinya budak belian mencapai tingkat pendidikan yang sangat tinggi setelah mengikuti proses pendidikan Rasulullah saw. Al-Muqarri dalam bukunya yang berjudul Nafhu al-Thib misalnya—sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Abdul Wahid Wafi—memberitakan bahwa Ibnu Al-Mutharraf, seorang pakar bahasa pada masanya, pernah mengajarkan sastra Arab kepada seorang perempuan sampai akhirnya memiliki kemampuan yang melebihi gurunya sendiri, khususnya dalam bidang puisi. Akhirnya, perempuan itu pun dikenal dengan nama al-Arudhiyat—yang akhirnya menjadi salah satu nama cabang ilmu sastra Arab—karena keahliannya dalam bidang tersebut. Dari beberapa sumber teologis maupun fakta historis di atas dapat diketahui bahwa Islam menggariskan dan sekaligus menerapkan sebuah sistem pendidikan yang anti diskriminasi. Islam sejak awal memerangi sistem sosial yang mendiskriminasi jenis kelamin tertentu, termasuk bentuk diskriminasi dalam bidang pendidikan. Yang diperjuangkan dan diterapkan dalam Islam adalah sistem pendidikan adil gender, sebuah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan maupun laki-laki untuk mengembangkan talenta dan kecenderungan intelektual. Melalui sistem pendidikan adil gender inilah akhirnya Rasulullah dan generasi awal kaum Muslimin mampu membuktikan kepada dunia dengan memunculkan sebuah generasi yang tangguh, generasi yang mampu membangun peradaban besar umat manusia. 178 MUWÂZÂH , Vol. 2, No. 1, Juli 2010 KESIMPULAN Islam memberikan ruang dan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk memperoleh pendidikan. Dari beberapa sumber teologis maupun fakta historis di atas dapat diketahui bahwa Islam menggariskan dan sekaligus menerapkan sebuah sistem pendidikan yang anti diskriminasi. Islam sejak awal memerangi sistem sosial yang mendiskriminasi jenis kelamin tertentu, termasuk bentuk diskriminasi dalam bidang pendidikan. Hal tersebut juga dilakukan oleh Rasullah saw. Keberpihakan Islam terhadap perempuan ini pada hakikatnya merupakan bentuk perlawanan dan sekaligus upaya advokasi Rasulullah saw terhadap perempuan-perempuan di masa jahiliyah yang sangat sulit mendapatkan kehidupan yang layak. Melalui proses pendidikan inilah Rasulullah saw telah mengembalikan hak perempuan. Dengan mendapatkan hak pendidikan yang baik, perempuan diharapkan dapat berkontribusi aktif dalam berbagai bidang kehidupan, baik di level privat maupun publik. DAFTAR PUSTAKA Al-Asqolani, Fath al Bari,tt,tp Al-Hambali, Abu Fatah ‘Abd al-Hayy al’Imad. Syazarat al-Dzahab fi Akbbar Man Dzahab, Jilid I, ( Beirut: Dar al-Fikr, 1979) Al-Husaini. Al-Sayyid Muhammad ibn al Syyid Alawi ibn al Syyid Abbas al-Maliki, Muhammad saw: Al – Insan al-Kamil, Cetakan 10 ( Mekkah,tp,1990) Al-’Asqalani., Ibnu Hajar, Fath al-Bari, Beirut: Dar al-Fikr, 1993. Al-Bukahri, Muhammad bin Isma’il., Sahih al-Bukhari, Bairut, Dar Ihya’ al-Turath al-Arabiy,tt. Al-Isy,Yusuf., Ad-Daulah Al-Umawiyyah wa Al-Ahdats Allati Sabaqatha wa Mahhadat Laha, Damaskus: Dar Al-Fikr, 1985. Al-Qardawi, Yusuf., Kayfa Nata’ammal ma’a al-Sunnah, Kairo: IIIT, 1999. al-San’ani, Al-Amir., Subul al-Salam, Beirut: Dar al-Fikr, 1995. Al-Tayalisi, Abu Dawud., Musnad al-Tayalisi, Beirut: Dar al-Ma’rifah, tt. Al-Turmuzi., Muhammad bin Isa, Sunan al-Turmuzi, Bairut, Dar Ihya’ al-Turath al-Arabiy,1994. Hanbal, Ahmad bin., Musnad al-Imam Ahmad, Bairut, Dar Ihya’ al-Turath al-Arabiy,tt. Fakih Mansour, Analisis Gender, cet IV ( Jakarta: Pustaka Pelajar, 1999) Shihab, Muhammad Quraish, Konsep Wanita Menurut Qur’an, Hadis, dan Sumber-Sumber Ajaran Isam, dalam Wanita Islam dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual (Natsir dan Meuleman, eds.)., 1993. Pendidikan Islam dan Kesetaraan Gender (Siti Marhamah Mujib) 179 180 MUWÂZÂH , Vol. 2, No. 1, Juli 2010