NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KESABARAN DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA KARYAWAN Oleh: DICKI AFRIADY QUROTUL UYUN PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008 2 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KESABARAN DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA KARYAWAN Telah Disetujui Pada Tanggal _______________________________ Dosen Pembimbing Utama (Qurotul Uyun, S.Psi., Msi., Psi) 3 HUBUNGAN ANTARA KESABARAN DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA KARYAWAN Dicki Afriady Qurotul Uyun INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah pada karyawan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah pada karyawan, semakin sabar karyawan maka akan semakin efektif pemecahan masalah pada karyawan dan sebaliknya semakin kurang sabar karyawan maka semakin tidak efektif pemecahan masalah pada karyawan. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan Bank Indonesia Bengkulu berjumlah 47 orang. Alat ukur yang digunakan adalah skala pemecahan masalah yang mengacu pada teori Stein dan Book (2002) dan skala kesabaran yang mengacu pada Al Jauziyah (2006). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS 12.0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah. Uji korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0.686 dan p = 0.000 (p<0.01), yang artinya ada hubungan positif antara kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah pada karyawan. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Kemampuan Pemecahan Masalah, Kesabaran 4 Pengantar Masalah (problem) sudah menjadi bagian dari kehidupan setiap manusia, tidak seorangpun di dunia ini yang tidak pernah mendapatkan masalah ataupun melakukan kesalahan. Begitu juga dengan seorang karyawan, dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya akan sangat mungkin dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan. Banyak hal yang menjadi penyebab karyawan mendapatkan masalah. Hal tersebut dikarenakan suatu masalah dapat bersumber dari diri orang itu sendiri ataupun dari lingkungannya (Suharnan, 2005). Masalah yang menyangkut diri karyawan sering mengakibatkan timbulnya masalah dalam bidang pekerjaan, apalagi jika pribadi karyawan itu tidak kokoh, sehingga mudah sekali terpengaruh oleh hal-hal yang semestinya dihindari (Anoraga, 2006). Hal ini menjelaskan bahwa permasalahan yang terjadi pada karyawan akan berdampak pada pekerjaannya, terlebih jika tidak adanya kemampuan yang baik dalam menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut. Dengan demikian sudah seharusnya setiap karyawan memiliki kemampuan yang baik dalam menyelesaikan masalah-masalahnya, agar permasalahanpermasalahan tersebut tidak menjadi penghambat karyawan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Levine (Prihartini, 1994) mengemukakan bahwa seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan pemecahan masalah, jika orang tersebut mampu memecahkan masalah dengan efektif, dalam arti mengenai sasaran dan meminimalisir dampak negatif, baik bagi dirinya maupun orang lain. Seperti yang dikemukakan oleh Stein dan Book (2002) bahwa kemampuan pemecahan masalah berkaitan dengan sikap hati-hati, kedisiplinan dan sistematik 5 dalam memandang masalah, sehingga mengarahkan seseorang untuk melakukan hal yang terbaik dalam menyelesaikan suatu masalah. Namun kenyataan yang terjadi, karyawan justru tidak mampu menentukan penyelesaian atas masalahmasalahnya dengan baik, sehingga bukannya menyelesaikan masalah, namun sebaliknya membuat masalah tersebut semakin rumit. Seperti yang diberitakan oleh majalah Kompak (Edisi 47, Juli 2007) yang melaporkan sejumlah karyawan Bank Indonesia mengambil keputusan memiliki kartu kredit sebagai solusi atas penyelesaian masalah keuangan yang dihadapinya, namun hal ini justru menyebabkan karyawan mendapatkan masalah baru, yaitu masalah tunggakan pembayaran kartu kredit yang sulit untuk karyawan lunasi. Hal ini merupakan bukti betapa pentingnya kemampuan pemecahan masalah, jika karyawan tidak mampu memecahkan masalah dengan baik, akan dapat membuat masalah tersebut semakin rumit bahkan bisa menimbulkan suatu masalah yang baru bagi dirinya. Kemampuan pemecahan masalah tersebut tidak dengan sendirinya dapat terwujud pada karyawan, banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah. Kesabaran merupakan suatu hal yang dianggap dapat mempengaruhi kemampuan karyawan dalam memecahkan masalah. Seperti yang dikemukakan oleh Al Ghazali (Arraiyyah, 2002) bahwa sabar adalah suatu bagian dari akhlak utama yang dibutuhkan seorang muslim dalam masalah dunia dan agama. Artinya, sifat sabar sangat diperlukan dalam rangka memacu kualitas hidup seseorang, baik yang sifatnya lahiriah maupun bathiniah, material maupun spiritual. Seseorang yang sabar memahami bahwa setiap masalah dan tantangan harus dihadapi dengan tabah untuk mengatasinya dan untuk mewujudkan 6 kebaikan yang diharapkan (Arraiyyah, 2002). Berdasarkan hal tersebut, kesabaran merupakan suatu hal yang dapat mempengaruhi seseorang untuk senantiasa melakukan tindakan ataupun perilaku yang baik dalam menyelesaikan suatu masalah. Nilai-nilai yang terkandung dalam sifat sabar akan mampu meminimalisir perilaku-perilaku yang tidak baik saat menyelesaikan masalah. Kemampuan Pemecahan Masalah Anderson, Evans, Hayes, Ellis dan Hunt (Suharnan, 2005) sepakat bahwa masalah adalah suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginkan. Keadaan sekarang sering pula disebut original state, sedangkan keadaan yang diharapkan sering pula disebut final state. Jadi, suatu masalah muncul apabila ada halangan atau hambatan yang memisahkan antara present state dengan goal state. Kartono dan Gulo (2003) dalam kamus psikologi mengartikan problem solving adalah proses penjelasan suatu kesukaran atau kewajiban pemberian jawaban terhadap suatu masalah, proses pemilihan salah satu dari beberapa alternatif yang mengarah kepada pencapaian terhadap tujuan tertentu. Menurut Evans (Suharnan, 2005) pemecahan masalah adalah suatu aktivitas yang berhubungan dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang cocok bagi tindakan dan pengubahan kondisi sekarang (present state) menuju kepada situasi yang diharapkan (future state atau desired goal). Hayes (Suharnan, 2005) mengemukakan pemecahan masalah sebagai suatu proses mencari atau 7 menemukan jalan yang menjembatani antara keadaan yang sedang dihadapi dengan keadaan yang diinginkan. Menurut Nadiah dan Haryanto (2006) problem solving (pemecahan masalah) merupakan sebuah proses belajar serta kemampuan dalam menyelesaikan persoalan hidup. Pemecahan masalah merupakan suatu proses yang dijalani oleh individu guna mencoba menemukan solusi terhadap suatu permasalahan (D’zurilla dalam Istanti, 1996). Menurut Stein dan Book (2002) pemecahan masalah adalah kemampuan untuk mengenali dan merumuskan masalah, serta menemukan dan menerapkan pemecahan yang ampuh. Sedangkan Levine (Prihartini, 1994) mengemukakan bahwa seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan problem solving yang baik, jika orang tersebut mampu memecahkan masalah dengan efektif, dalam arti mengenai sasaran dan meminimalisir dampak negatif, baik bagi dirinya maupun orang lain. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan individu dalam menentukan penyelesaian atas hambatan-hambatan (masalah) yang dihadapi dalam mencapai suatu tujuan tertentu (sesuatu yang diharapkan) secara efektif. Aspek–aspek Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Stein dan Book (2002) kemampuan pemecahan masalah bersifat multifase dan mensyaratkan kemampuan menjalani proses di dalam pemecahan masalah tersebut. Sebagaimana diuraikan berikut ini : 8 1. Mampu memahami masalah Seseorang memahami bahwa masalah merupakan sesuatu hal yang wajar dan sudah menjadi bagian dari kehidupan setiap manusia. Dengan demikian seseorang harus dapat menghadapi masalah, sehingga tidak menyesali secara berlebihan atau menganggapnya sebagai beban yang hanya dirinya sendiri yang mengalaminya. Orang yang berhasil memecahkan masalah memandang masalah sebagai tantangan yang harus diatasi atau sebagai pengalaman berharga yang akan membantunya menjadi semakin kuat dan berkembang. Misalnya karyawan yang mendapatkan masalah dengan pekerjaannya, karyawan tersebut harus dapat memahami masalah tersebut sebagai suatu hal yang wajar terjadi, karyawan juga harus dapat menumbuhkan kepercayaan pada dirinya untuk dapat menghadapi masalah karena masalah adalah suatu hal yang harus dihadapi bukan dihindari, serta memandang masalah sebagai kesempatan untuk berkembang sehingga karyawan termotivasi untuk dapat memecahkan masalahnya sebaik mungkin. Dengan pendekatan yang positif tersebut masalah akan lebih dapat dipecahkan secara efektif. 2. Mampu merumuskan masalah sejelas mungkin Seseorang mengidentifikasi adanya masalah, kemudian merumuskan atau menyatakan dengan jelas pokok permasalahan tersebut. Misalnya berkaitan dengan pekerjaan seoarang karyawan yang merasakan bahwa pekerjaannya sulit untuk diselesaikan, oleh karena itu karyawan tersebut mulai berpikir apa yang menjadi hambatannya, mungkin dikarenakan kelelahan, mengantuk, kurang konsentrasi dan sebagainya. Setelah mengetahui hal utama yang menjadi 9 penghambat dalam meyelesaikan pekerjaannya, seperti kurang konsentrasi. Dengan demikian karyawan tersebut telah mengetahui pokok permasalahannya dan bisa memikirkan jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, sehingga masalah dapat diselesaikan dengan baik. 3. Mampu menemukan sebanyak mungkin alternatif pemecahan Menemukan berbagai gagasan atau ide yang sangat mungkin dilakukan dalam memecahkan suatu masalah. Dalam hal ini karyawan harus dapat menemukan dan menyiapkan tindakan-tindakan ataupun rencana apa saja yang akan dilakukan untuk memecahkan suatu permasalahan. Misalnya seorang karyawan sering merasa lelah saat bekerja, sehingga untuk mengatasi masalahnya, karyawan tersebut mulai berpikir banyak hal untuk mengatasinya, seperti mengatur pola istirahat yang cukup, mengatur pola makan yang sehat, olah raga yang teratur, mengurangi kegiata nnya yang padat, mengkonsumsi suplemen makanan dan sebagainya. 4. Mampu mengambil keputusan untuk menerapkan salah satu alternatif pemecahan Individu memilih gagasan yang paling baik untuk dilaksanakan dalam memecahkan suatu masalah. Dalam hal ini karyawan harus memikirkan baik dan buruknya setiap tindakan sebelum dilaksanakan, sehingga dapat memutuskan satu gagasan atau tindakan terbaik dan melaksanakan tindakan tersebut untuk memecahkan suatu masalah. Misalnya seorang karyawan banyak memiliki gagasan untuk mengatasi kejenuhannya dalam bekerja, seperti mengambil cuti untuk berlibur, menyalurkan hobinya setiap habis bekerja, mendengarkan musik 10 saat sedang bekerja dan sebagainya. Berdasarkan gagasan-gagasan tersebut, karyawan harus dapat menentukan salah satu gagasan terbaik dari berbagai gagasan lainnya untuk dilaksanakan, dengan mempertimbangkan baik dan buruknya suatu gagasan yang akan dilaksanakan, sehingga permasalahan tersebut dapat dipecahkan dengan efektif. 5. Mampu menilai hasil penerapan alternatif pemecahan yang digunakan Seseorang melakukan penilaian terhadap tindakan yang telah diambil dalam menyelesaikan suatu permasalahan, hal ini untuk mengetahui apakah tindakan yang diambil telah berhasil ataupun gagal memecahkan suatu masalah. Misalnya karyawan yang telah menyelesaikan suatu pekerjaan, maka karyawan tersebut memeriksa kembali apakah pekerjaannya sudah dapat terselesaikan dengan baik ataupun sebaliknya pekerjaan tersebut ternyata belum terselesaikan dengan baik. 6. Mampu mengulangi proses pemecahan apabila masalahnya belum terpecahkan Saat suatu tindakan belum berhasil menyelesaikan suatu permasalahan, maka seseorang harus dapat mengulangi tindakannya hingga permasalahan tersebut terpecahkan. Misalnya seorang karyawan melakukan kesalahan dalam menyelesaikan pekerjaannya, maka yang harus dilakukan adalah memperbaiki pekerjaannya tersebut hingga pekerjaannya selesai dengan baik dan bukan sebaliknya menghindari pekerjaan tersebut. 11 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Kluytmans (2006) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah, yaitu : 1. Sikap Mental Individu Alat mental seseorang terprogram untuk memperhatikan hal -hal tertentu dalam suatu situasi dan mengabaikan hal-hal tertentu lainnya. Hal ini dapat menyebabkan seseorang buta dalam menyelesaikan suatu masalah atau sebaliknya menyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan menurut Nadiah (2003), sikap mental diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap suatu permasalahan. Individu yang memiliki sikap mental yang baik akan memiliki cara pandang terhadap masalah dengan baik pula, sehingga individu dapat menyelesaikan sebuah permasalahan dengan efektif, demikian pula sebaliknya. Saat individu memandang sebuah permasalahan sebagai suatu beban yang berat, maka individu tesebut akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahannya. 2. Keterikatan Pribadi Terhadap Situasi Keterikatan pada masalah yang ada dapat menjadi begitu besar sehingga individu tidak dapat melihat realitas dan terperangkap oleh harapan-harapan dan perasaan. Sedangkan menurut Bransford dan Stein (Suharnan, 2005) orang yang berhasil dalam menghadapi suatu masalah adalah orang-orang yang tidak berhenti berpikir mengenai kemungkinan memperbaiki macam situasi. 3. Stres dan Frustrasi Pada umumnya, stres dan frustrasi yang berlarut-larut akan mengarah pada penolakan, sehingga dapat melumpuhkan kemampuan seseorang dalam 12 memecahkan masalah. Menurut Rakhmat (1996) emosi yang mencapai intensitas yang begitu tinggi sehingga menjadi stres, akan menghambat seseorang untuk berpikir efisien. Menurut Levine (Mahrita, 2007), faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam kemampuan pemecahan masalah ada dua, yaitu : 1. Faktor kognitif (Keller & Concano dalam Mahrita, 2007) yang mencakup keterbatasan intelektual, penalaran, abstrak dan wawancara. Semakin baik kemampuan seseorang menganalisis permasalahan yang dihadapi ditambah dengan wawasan yang luas, maka semakin akurat dalam menentukan solusi atau pemecahan terhadap masalah. 2. Faktor emosi, yang berkaitan langsung dengan hambatan emosional seseorang yang akan mengambil langkah dalam pemecahan masalahnya. Menurut Goleman (1996) keadaan emosional seseorang juga mempengaruhi seseorang dalam menyelesaikan masalah, kematangan emosi yang baik akan menjadikan seseorang lebih efektif dalam memecahkan masalah. Dengan demikian, seseorang yang memiliki kondisi emosi yang baik, akan dapat memecahkan masalah dengan lebih efektif. Berdasarkan paparan di atas, dapatlah disimpulkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah, yaitu sikap mental, keterikatan terhadap situasi, faktor kognitif dan faktor emosi. 13 Kesabaran Al-Jauziyah (2006) mengartikan kata sabar adalah mencegah dan menghalangi. Sabar adalah menahan diri untuk tidak berkeluh kesah, mencegah lisan untuk merintih dan menghalangi anggota tubuh untuk tidak menampar pipi dan merobek pakaian dan sejenisnya. Sabar menurut Al-Mishri (Al-Jauziah, 2006) adalah usaha untuk menjauhi segala larangan Allah, sikap tenang dalam menghadapi segala macam duka cita yang membelit, menampakkan sikap lagaknya orang kaya pada waktu didera kefakiran dalam ranah kehidupan seharihari. Seseorang dikatakan sabar ketika dapat menerima dan menghadapi segala macam cobaan dengan tenang dan tabah, serta berusaha untuk bersikap layaknya orang yang tidak diterpa apa-apa ketika sedang ditimpa kesusahan sehingga tidak sedikitpun ada keluhan yang terlontar dari mulutnya. Kesabaran menurut Utsman (Al-Jauziah, 2006) adalah suasana batin seseorang yang ketika ditimpa musibah orang tersebut menghadapinya dengan senang layaknya orang yang sedang mendapatkan siraman kebahagiaan, artinya seseorang akan tetap beribadah kepada Allah baik di waktu ada musibah ataupun tidak, dalam keadaan sehat seseorang senantiasa bersyukur, sementara dalam kondisi sakit orang tersebut bersabar. Menurut Al-Makki (Al-Jauziah, 2006) sabar adalah sikap tegar dalam menghadapi ketentuan dari Allah. Orang yang sabar dapat menerima segala musibah dari Allah dengan lapang dada, artinya seseorang menerima semua bencana dari Allah dengan hati seluas samudera dan sama sekali tidak dihinggapi kesedihan ataupun kemarahan sehingga menjurus pada pemakimakian. Sedangkan Turfe (2006) mengemukakan hakikat sabar adalah ketika 14 seseorang mampu mengendalikan diri dari dosa, menaati semua perintah Allah, memegang teguh akidah, tabah dan tidak mengeluh atas setiap musibah yang menimpa. Menurut Al-Munajjid (2006) sabar ialah bertahan dalam mengerjakan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan menahan diri dari mengerjakan sesuatu yang dilarang oleh-Nya. Mikam (2006) mendefinisikan sabar adalah kegigihan untuk senantiasa di jalan Allah dalam menerima suka maupun duka, senantiasa bersyukur ketika ditimpa kenikmatan dan senantiasa tawadhu bila menerima kesulitan. Arraiyyah (2002) menyatakan bahwa sabar mencakup sifat aktif dalam menghadapi sesuatu yang bersifat perintah dan sikap pasif dalam menghadapi sesuatu yang bersifat larangan, sabar pada hakikatnya adalah mengarahkan kekuatan progresif di dalam jiwa manusia untuk meraih hal-hal yang bermanfaat dan kekuatan defensif untuk menghindari hal-hal yang merugikan. Sedangkan menurut Khalid (2007) kata sabar berarti menahan diri atau mengendalikan diri, ketika seseorang berkata dirinya penyabar berarti orang tersebut telah mampu menahan diri atau telah mampu mengendalikan diri. Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kesabaran adalah pengendalian diri ataupun menahan diri untuk senantiasa taat kepada Allah. Seseorang yang sabar akan senantiasa taat dalam mengerjakan semua perintahNya dan taat untuk menjauhkan diri dari segala perbuatan yang menjadi laranganNya ketika dihadapkan pada berbagai macam cobaan dalam hidupnya, seperti musibah, kesulitan ataupun masalah dalam hidupnya. Seseorang yang sabar akan dapat menahan dirinya untuk tetap tabah, tenang dan tidak 15 berkeluh kesah, dengan kata lain seseorang yang sabar akan dapat mengendalikan emosinya dengan baik saat dihadapkan pada berbagai macam persoalan dalam hidupnya. Aspek – aspek Kesabaran Aspek-aspek kesabaran menurut Al-Jauziah (2006) yaitu : 1. Mampu menguasai diri untuk tidak mengatakan apa saja yang seharusnya tidak dikatakan 2. Mampu menjaga diri dari berbagai kelebihan dunia dan sanggup menyepelekannya 3. Mampu menahan diri dari dorongan nafsu kemarahan 4. Mampu menahan diri untuk tidak senantiasa tergesa-gesa dalam melakukan segala sesuatu 5. Mampu membendung segala dorongan hawa nafsu untuk lari dan kabur 6. Mampu menahan diri untuk tidak mengganggu orang l ain 7. Mampu menahan diri untuk tidak berlaku malas 8. Mampu menahan diri untuk tidak melemparkan hal-hal yang tidak disukai kepada orang lain Metode Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan Bank Indonesia Bengkulu. Penelitian ini menggunakan dua skala yang diisi langsung oleh subjek, yaitu skala pemecahan masalah yang disusun berdasarkan aspek-aspek pemecahan masalah 16 yang diambil dari teori pemecahan masalah menurut Stein dan Book (2002). Sedangkan skala kesabaran disusun berdasarkan aspek-aspek kesabaran menurut Al-Jauziah (2006). Metode analisis data untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah menggunakan model analisis korelasi product moment dari Pearson, dengan menggunakan analisis statistik SPSS for windows versi 12.0. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis terhadap data penelitian, diperoleh deskripsi statistik data penelitian untuk masing-masing skala. Rangkuman deskripsi data subjek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Deskripsi Statistik Data Penelitian Variabel X min Hipotetik X max Mean SD X min Empirik X max Mean SD Pemecahan masalah 30 120 75 15 75 116 95,02 8,07 Kesabaran 36 144 90 18 85 136 113,12 12,78 Uji Asumsi Uji normalitas yang dilakukan dengan menggunakan teknik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dari program SPSS 12.0 for windows. Diperoleh sebaran skor pada variabel pemecahan masalah adalah normal (K-S Z = 0.710 ; p = 0.695 atau p > 0.05) dan sebaran variabel kesabaran adalah normal (K-S Z = 0.815 ; p = 0.520 atau p > 0.05). Sedangkan dari hasil uji linearitas yang dilakukan, didapat F Linearity 35.584 dengan p = 0.000; p < 0.05 menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut linear. 17 Uji Hipotesis Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien antara variabelpemecahan masalah dan kesabaran adalah r = 0.686 dengan p = 0.000 (p < 0.01). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah pada karyawan. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini diterima. Pembahasan Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis mengenai adanya hubungan positif antara kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah pada karyawan. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah pada karyawan. Dengan demikian maka hipotesis diterima dan ditunjukkan dengan nilai r = 0.686 dan p = 0.000 ( p < 0.01 ), yaitu adanya hubungan positif antara kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah pada karyawan. Hasil penelitian ini menguatkan pendapat Al Munajjid (2006) yang menyatakan bahwa sabar merupakan suatu hal yang dapat menuntun manusia menghadapi segala macam masalah dalam kehidupan ini, dengan tetap mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan Allah. Artinya dengan kesabaran seseorang akan tetap menahan dirinya untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak terpuji saat mendapatkan masalah, orang yang sabar dapat memahami bahwa suatu masalah merupakan ujian atau cobaan dari Allah, sehingga dengan 18 kesabaran seseorang akan senantiasa tegar dan dapat melakukan hal-hal yang efektif. Hal ini juga selaras dengan pendapat Turfe (2006) yakni kesabaran akan mengarahkan seseorang pada keteguhan, ketabahan, keuletan, ketahanan diri, dan ketegaran jiwa dalam hidupnya. Dengan demikian karyawan yang sabar dapat menghadapi masalahnya dengan tetap menumbuhkan nilai-nilai yang positif dalam dirinya. Izutsu (Arraiyyah, 2002) mengatakan bahwa sabar ialah memiliki kekuatan jiwa yang cukup agar senantiasa tabah dalam kesengsaraan dan tekun dalam berbagai kesulitan guna memperjuangkan tujuan yang diinginkan. Hal ini menjelaskan bahwa dengan sabar seseorang akan tetap tabah dalam menghadapi masalah dan tekun berusaha untuk menyesaikan masalah tersebut, seperti yang disebutkan oleh Hayes (Suharnan, 2005) bahwa pemecahan masalah merupakan proses mencari jalan yang tepat guna mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan demikan karyawan yang sabar memiliki ketekunan atau tidak mudah menyerah dalam mengatasi masalah-masalahnya. Menurut Khalid (2007) orang yang sabar mampu mengendalikan emosi dan menahan dirinya, sehinngga saat dihadapkan pada berbagai permasalahan orang yang sabar akan dapat menghadapinya dengan bijak, dengan kata lain seseorang akan lebih siap menghadapi berbagai cobaan hidup. Seperti yang disimpulkan oleh Goleman (Khalid 2007) berdasarkan hasil- hasil penelitian bahwa manusia yang memiliki kondisi emosi yang baik cenderung lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah, dimana emosi sangat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan dan tidak jarang suatu keputusan diambil melalui 19 emosinya. Berdasarkan hal tersebut karyawan yang sabar akan dapat menguasai dirinya dan memiliki keadaan emosi yang baik, sehingga dapat menemukan solusi ataupun jalan keluar yang tepat dalam menyelesaikan suatu masalah. Secara keseluruhan, penulis mengakui bahwa penelitian ini masih mempunyai banyak kelemahan ataupun kekurangan terutama mengenai penggunaan skala pemecahan masalah yang kurang mengungkap kemampuan pemecahan masalah pada karyawan, dimana seharusnya untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah lebih tepat dengan menghadapkan subjek pada suatu contoh permasalahan, misalnya dengan menggunakan alat ukur berupa tugas kasus. Selain itu peneliti juga melihat bahwa hasil korelasi yang tinggi antara kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah dikarenakan terdapat kesamaan konteks pengukuran pada dua variabel atau dapat dikatakan terjadi overlaping antara dua variabel tersebut. Kesimpulan Hasil analisa data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah pada karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai r = 0.686 dan p = 0.000 ( p < 0.01 ), dimana semakin sabar karyawan maka semakin efektif pula karyawan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Sebaliknya, semakin kurang sabar karyawan, maka semakin tidak efektif karyawan dalam memecahkan masalah. 20 Saran Peneliti mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan hasil penelitian, antara lain : 1. Bagi Karyawan Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa karyawan yang sabar akan semakin efektif dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, sebagai manusia karyawan juga tidak akan luput dari masalah-masalah yang harus diselesaikan, untuk itu disarankan agar setiap karyawan selalu memegang teguh keimanan atau nilai-nilai agama, dimana kesabaran sebagai suatu hal yang dapat mempengaruhi seseorang dalam memecahkan masalah, adalah merupakan suatu bentuk ketakwaan manusia terhadap kuasa Allah. Sudah seharusnya setiap karyawan senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kesabarannya, karena dengan kesabaran yang dimiliki akan menuntun manusia kepada hal- hal yang positif dalam menghadapi berbagai macam persoalan hidup, tentunya atas kuasa dari Allah SWT. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Mencoba mengaitkan kemampuan pemecahan masalah dengan hal- hal lain atau faktor-faktor baru yang lebih menarik lagi, terutama mengenai topiktopik Islami, seperti dengan mengaitkan kemampuan pemecahan masalah dengan keikhlasan. b. Mencoba membuat atau mengadaptasi skala pemecahan masalah yang memiliki aspek-aspek yang lebih mampu mengungkap kemampuan 5 21 pemecahan masalah, misalnya dengan menggunakan alat ukur berupa tugas kasus. c. Seperti yang telah diketahui bahwa penelitian kali ini memunculkan nilai korelasi yang tinggi dikarenakan adanya overlaping pada aspek yang mendasari masing-masing variabel. Untuk penelitian-penelitian selanjutnya disarankan agar dapat memilih aspek-aspek yang tidak mengukur konteks yang sama pada masing-masing variabel. d. Sebaiknya dalam pelaksanakan pengambilan data, peneliti dapat langsung bertemu dengan subjek, dimana dalam penelitian ini peneliti tidak dapat bertemu langsung dengan subjek, hal ini menyebabkan peneliti tidak mengetahui alasan yang pasti terkait dengan beberapa skala yang tidak kembali kepada peneliti. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana keadaan subjek saat mengisi skala, dimana kondisi atau keadaan subjek saat mengisi skala dapat mempengaruhinya dalam menentukan pilihan jawaban ketika mengisi skala. 22 DAFTAR PUSTAKA Al Jauziyah. 2006. Kemuliaan Sabar dan Keagungan Syukur. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Al Munajjid, M. S. 2006. Silsilah Amalan Hati. Bandung: Irsyad Baitus Salam. Anoraga, P. 2006. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Arraiyyah, M. H. 2002. Sabar Kunci Surga. Jakarta: Khazanah Baru. Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Goleman, D. 1996. Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia. Hadi, S. 2004. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset. Istanti, J. 1996. Hubungan Tingkat Depresi dengan Keterampilan Pemecahan Masalah. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Kartono, K. & Gulo, D. 2003. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya. Khalid, A. M. 2007. Sabar dan Bahagia. Jakarta: Serambi. Kluytmans, F. 2006. Perilaku Manusia. Bandung: Refika Aditama. Kompak Edisi 47. Juli 2007. Waspada Jerat Pinjaman. Majalah kepegawaian Bank Indonesia. Mahrita. 2007. Hubungan Pola Asuh Demokratis Orang Tua dengan Kemampuan Pemecahan Masalah (Problem Solving) pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. 23 Mikam, K. I. 2006. Teknik Sabar Kunci Sukses Karir Gemilang. Jakarta: Dian Rakyat. Nadiah. 2003. Pengaruh Pelatihan Manajemen Qalbu Terhadap Peningkatan Kemampuan Problem Solving. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Nadiah & Haryanto. 2006. Efektivitas Pelatihan Manajemen Qalbu untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving. Jurnal Psikologi Islami. Vol.2. No.3. Hal. 65-78. Prihartini, N. 1994. Pelatihan Problem Solving Terhadap Strategi Coping. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Rakhmat, J. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Stein, S. J. & Book, H. E. 2002. Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Terjemahan Rainy, Januarsari dan Murtanto. Bandung: Kaifa. Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi. Turfe, T. A. 2006. Mukjizat Sabar. Bandung: Mizania. 24 IDENTITAS PENULIS Nama : Dicki Afriady NIM : 04 320 295 Alamat : Jl. Kenari No: 29 RT: 2 Anggut Dalam Bengkulu No Telepon : 0819 0415 7878