naskah publikasi hubungan antara kesabaran dengan kemampuan

advertisement
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KESABARAN
DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
PADA KARYAWAN
Oleh:
DICKI AFRIADY
QUROTUL UYUN
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
2
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KESABARAN
DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
PADA KARYAWAN
Telah Disetujui Pada Tanggal
_______________________________
Dosen Pembimbing Utama
(Qurotul Uyun, S.Psi., Msi., Psi)
3
HUBUNGAN ANTARA KESABARAN
DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
PADA KARYAWAN
Dicki Afriady
Qurotul Uyun
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kesabaran dengan
kemampuan pemecahan masalah pada karyawan. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kesabaran dengan kemampuan
pemecahan masalah pada karyawan, semakin sabar karyawan maka akan semakin
efektif pemecahan masalah pada karyawan dan sebaliknya semakin kurang sabar
karyawan maka semakin tidak efektif pemecahan masalah pada karyawan.
Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan Bank Indonesia Bengkulu
berjumlah 47 orang. Alat ukur yang digunakan adalah skala pemecahan masalah
yang mengacu pada teori Stein dan Book (2002) dan skala kesabaran yang
mengacu pada Al Jauziyah (2006).
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
fasilitas program SPSS 12.0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara
kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah. Uji korelasi product moment
dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0.686 dan p = 0.000 (p<0.01),
yang artinya ada hubungan positif antara kesabaran dengan kemampuan
pemecahan masalah pada karyawan. Jadi hipotesis penelitian diterima.
Kata Kunci : Kemampuan Pemecahan Masalah, Kesabaran
4
Pengantar
Masalah (problem) sudah menjadi bagian dari kehidupan setiap manusia,
tidak seorangpun di dunia ini yang tidak pernah mendapatkan masalah ataupun
melakukan kesalahan. Begitu juga dengan seorang karyawan, dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya akan sangat mungkin dihadapkan dengan
permasalahan-permasalahan. Banyak hal yang menjadi penyebab karyawan
mendapatkan masalah. Hal tersebut dikarenakan suatu masalah dapat bersumber
dari diri orang itu sendiri ataupun dari lingkungannya (Suharnan, 2005). Masalah
yang menyangkut diri karyawan sering mengakibatkan timbulnya masalah dalam
bidang pekerjaan, apalagi jika pribadi karyawan itu tidak kokoh, sehingga mudah
sekali terpengaruh oleh hal-hal yang semestinya dihindari (Anoraga, 2006). Hal
ini menjelaskan bahwa permasalahan yang terjadi pada karyawan akan berdampak
pada pekerjaannya, terlebih jika tidak adanya kemampuan yang baik dalam
menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut.
Dengan demikian sudah seharusnya setiap karyawan memiliki kemampuan
yang baik dalam menyelesaikan masalah-masalahnya, agar permasalahanpermasalahan tersebut tidak menjadi penghambat karyawan dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya. Levine (Prihartini, 1994) mengemukakan bahwa
seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan pemecahan masalah, jika orang
tersebut mampu memecahkan masalah dengan efektif, dalam arti mengenai
sasaran dan meminimalisir dampak negatif, baik bagi dirinya maupun orang lain.
Seperti yang dikemukakan oleh Stein dan Book (2002) bahwa kemampuan
pemecahan masalah berkaitan dengan sikap hati-hati, kedisiplinan dan sistematik
5
dalam memandang masalah, sehingga mengarahkan seseorang untuk melakukan
hal yang terbaik dalam menyelesaikan suatu masalah. Namun kenyataan yang
terjadi, karyawan justru tidak mampu menentukan penyelesaian atas masalahmasalahnya dengan baik, sehingga bukannya menyelesaikan masalah, namun
sebaliknya membuat masalah tersebut semakin rumit. Seperti yang diberitakan
oleh majalah Kompak (Edisi 47, Juli 2007) yang melaporkan sejumlah karyawan
Bank Indonesia mengambil keputusan memiliki kartu kredit sebagai solusi atas
penyelesaian masalah keuangan yang dihadapinya, namun hal ini justru
menyebabkan karyawan mendapatkan masalah baru, yaitu masalah tunggakan
pembayaran kartu kredit yang sulit untuk karyawan lunasi. Hal ini merupakan
bukti betapa pentingnya kemampuan pemecahan masalah, jika karyawan tidak
mampu memecahkan masalah dengan baik, akan dapat membuat masalah tersebut
semakin rumit bahkan bisa menimbulkan suatu masalah yang baru bagi dirinya.
Kemampuan pemecahan masalah tersebut tidak dengan sendirinya dapat
terwujud pada karyawan, banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan
pemecahan masalah. Kesabaran merupakan suatu hal yang dianggap dapat
mempengaruhi kemampuan karyawan dalam memecahkan masalah. Seperti yang
dikemukakan oleh Al Ghazali (Arraiyyah, 2002) bahwa sabar adalah suatu bagian
dari akhlak utama yang dibutuhkan seorang muslim dalam masalah dunia dan
agama. Artinya, sifat sabar sangat diperlukan dalam rangka memacu kualitas
hidup seseorang, baik yang sifatnya lahiriah maupun bathiniah, material maupun
spiritual. Seseorang yang sabar memahami bahwa setiap masalah dan tantangan
harus dihadapi dengan tabah untuk mengatasinya dan untuk mewujudkan
6
kebaikan yang diharapkan (Arraiyyah, 2002). Berdasarkan hal tersebut, kesabaran
merupakan suatu hal yang dapat mempengaruhi seseorang untuk senantiasa
melakukan tindakan ataupun perilaku yang baik dalam menyelesaikan suatu
masalah. Nilai-nilai
yang terkandung dalam sifat sabar akan mampu
meminimalisir perilaku-perilaku yang tidak baik saat menyelesaikan masalah.
Kemampuan Pemecahan Masalah
Anderson, Evans, Hayes, Ellis dan Hunt (Suharnan, 2005) sepakat bahwa
masalah adalah suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang
akan datang atau tujuan yang diinginkan. Keadaan sekarang sering pula disebut
original state, sedangkan keadaan yang diharapkan sering pula disebut final state.
Jadi, suatu masalah muncul apabila ada halangan atau hambatan yang
memisahkan antara present state dengan goal state.
Kartono dan Gulo (2003) dalam kamus psikologi mengartikan problem
solving adalah proses penjelasan suatu kesukaran atau kewajiban pemberian
jawaban terhadap suatu masalah, proses pemilihan salah satu dari beberapa
alternatif yang mengarah kepada pencapaian terhadap tujuan tertentu. Menurut
Evans (Suharnan, 2005) pemecahan masalah adalah suatu aktivitas yang
berhubungan dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang cocok bagi tindakan
dan pengubahan kondisi sekarang (present state) menuju kepada situasi yang
diharapkan (future state atau desired goal). Hayes (Suharnan, 2005)
mengemukakan pemecahan masalah sebagai suatu proses mencari atau
7
menemukan jalan yang menjembatani antara keadaan yang sedang dihadapi
dengan keadaan yang diinginkan.
Menurut Nadiah dan Haryanto (2006) problem solving (pemecahan
masalah)
merupakan
sebuah
proses
belajar
serta
kemampuan
dalam
menyelesaikan persoalan hidup. Pemecahan masalah merupakan suatu proses
yang dijalani oleh individu guna mencoba menemukan solusi terhadap suatu
permasalahan (D’zurilla dalam Istanti, 1996).
Menurut Stein dan Book (2002) pemecahan masalah adalah kemampuan
untuk mengenali dan merumuskan masalah, serta menemukan dan menerapkan
pemecahan yang ampuh. Sedangkan Levine (Prihartini, 1994) mengemukakan
bahwa seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan problem solving yang
baik, jika orang tersebut mampu memecahkan masalah dengan efektif, dalam arti
mengenai sasaran dan meminimalisir dampak negatif, baik bagi dirinya maupun
orang lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah adalah kemampuan individu dalam menentukan penyelesaian
atas hambatan-hambatan (masalah) yang dihadapi dalam mencapai suatu tujuan
tertentu (sesuatu yang diharapkan) secara efektif.
Aspek–aspek Kemampuan Pemecahan Masalah
Menurut Stein dan Book (2002) kemampuan pemecahan masalah bersifat
multifase dan mensyaratkan kemampuan menjalani proses di dalam pemecahan
masalah tersebut. Sebagaimana diuraikan berikut ini :
8
1. Mampu memahami masalah
Seseorang memahami bahwa masalah merupakan sesuatu hal yang wajar
dan sudah menjadi bagian dari kehidupan setiap manusia. Dengan demikian
seseorang harus dapat menghadapi masalah, sehingga tidak menyesali secara
berlebihan atau menganggapnya sebagai beban yang hanya dirinya sendiri yang
mengalaminya. Orang yang berhasil memecahkan masalah memandang masalah
sebagai tantangan yang harus diatasi atau sebagai pengalaman berharga yang akan
membantunya menjadi semakin kuat dan berkembang. Misalnya karyawan yang
mendapatkan masalah dengan pekerjaannya, karyawan tersebut harus dapat
memahami masalah tersebut sebagai suatu hal yang wajar terjadi, karyawan juga
harus dapat menumbuhkan kepercayaan pada dirinya untuk dapat menghadapi
masalah karena masalah adalah suatu hal yang harus dihadapi bukan dihindari,
serta memandang masalah sebagai kesempatan untuk berkembang sehingga
karyawan termotivasi untuk dapat memecahkan masalahnya sebaik mungkin.
Dengan pendekatan yang positif tersebut masalah akan lebih dapat dipecahkan
secara efektif.
2. Mampu merumuskan masalah sejelas mungkin
Seseorang mengidentifikasi adanya masalah, kemudian merumuskan atau
menyatakan dengan jelas pokok permasalahan tersebut. Misalnya berkaitan
dengan pekerjaan seoarang karyawan yang merasakan bahwa pekerjaannya sulit
untuk diselesaikan, oleh karena itu karyawan tersebut mulai berpikir apa yang
menjadi hambatannya, mungkin dikarenakan kelelahan, mengantuk, kurang
konsentrasi dan sebagainya. Setelah mengetahui hal utama yang menjadi
9
penghambat dalam meyelesaikan pekerjaannya, seperti kurang konsentrasi.
Dengan demikian karyawan tersebut telah mengetahui pokok permasalahannya
dan bisa memikirkan jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan tersebut,
sehingga masalah dapat diselesaikan dengan baik.
3. Mampu menemukan sebanyak mungkin alternatif pemecahan
Menemukan berbagai gagasan atau ide yang sangat mungkin dilakukan
dalam memecahkan suatu masalah. Dalam hal ini karyawan harus dapat
menemukan dan menyiapkan tindakan-tindakan ataupun rencana apa saja yang
akan dilakukan untuk memecahkan suatu permasalahan. Misalnya seorang
karyawan sering merasa lelah saat bekerja, sehingga untuk mengatasi masalahnya,
karyawan tersebut mulai berpikir banyak hal untuk mengatasinya, seperti
mengatur pola istirahat yang cukup, mengatur pola makan yang sehat, olah raga
yang teratur, mengurangi kegiata nnya yang padat, mengkonsumsi suplemen
makanan dan sebagainya.
4. Mampu mengambil keputusan untuk menerapkan salah satu alternatif
pemecahan
Individu memilih gagasan yang paling baik untuk dilaksanakan dalam
memecahkan suatu masalah. Dalam hal ini karyawan harus memikirkan baik dan
buruknya setiap tindakan sebelum dilaksanakan, sehingga dapat memutuskan satu
gagasan atau tindakan terbaik dan melaksanakan tindakan tersebut untuk
memecahkan suatu masalah. Misalnya seorang karyawan banyak memiliki
gagasan untuk mengatasi kejenuhannya dalam bekerja, seperti mengambil cuti
untuk berlibur, menyalurkan hobinya setiap habis bekerja, mendengarkan musik
10
saat sedang bekerja dan sebagainya. Berdasarkan gagasan-gagasan tersebut,
karyawan harus dapat menentukan salah satu gagasan terbaik dari berbagai
gagasan lainnya untuk dilaksanakan, dengan mempertimbangkan baik dan
buruknya suatu gagasan yang akan dilaksanakan, sehingga permasalahan tersebut
dapat dipecahkan dengan efektif.
5. Mampu menilai hasil penerapan alternatif pemecahan yang digunakan
Seseorang melakukan penilaian terhadap tindakan yang telah diambil
dalam menyelesaikan suatu permasalahan, hal ini untuk mengetahui apakah
tindakan yang diambil telah berhasil ataupun gagal memecahkan suatu masalah.
Misalnya karyawan yang telah menyelesaikan suatu pekerjaan, maka karyawan
tersebut memeriksa kembali apakah pekerjaannya sudah dapat terselesaikan
dengan baik ataupun sebaliknya pekerjaan tersebut ternyata belum terselesaikan
dengan baik.
6. Mampu mengulangi proses pemecahan apabila masalahnya belum terpecahkan
Saat suatu tindakan belum berhasil menyelesaikan suatu permasalahan,
maka seseorang harus dapat mengulangi tindakannya hingga permasalahan
tersebut terpecahkan. Misalnya seorang karyawan melakukan kesalahan dalam
menyelesaikan pekerjaannya, maka yang harus dilakukan adalah memperbaiki
pekerjaannya tersebut hingga pekerjaannya selesai dengan baik dan bukan
sebaliknya menghindari pekerjaan tersebut.
11
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah
Menurut Kluytmans (2006) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah, yaitu :
1. Sikap Mental Individu
Alat mental seseorang terprogram untuk memperhatikan hal -hal tertentu
dalam suatu situasi dan mengabaikan hal-hal tertentu lainnya. Hal ini dapat
menyebabkan seseorang buta dalam menyelesaikan suatu masalah atau sebaliknya
menyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan menurut Nadiah (2003), sikap mental
diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap suatu permasalahan. Individu
yang memiliki sikap mental yang baik akan memiliki cara pandang terhadap
masalah dengan baik pula, sehingga individu dapat menyelesaikan sebuah
permasalahan dengan efektif, demikian pula sebaliknya. Saat individu
memandang sebuah permasalahan sebagai suatu beban yang berat, maka individu
tesebut akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahannya.
2. Keterikatan Pribadi Terhadap Situasi
Keterikatan pada masalah yang ada dapat menjadi begitu besar sehingga
individu tidak dapat melihat realitas dan terperangkap oleh harapan-harapan dan
perasaan. Sedangkan menurut Bransford dan Stein (Suharnan, 2005) orang yang
berhasil dalam menghadapi suatu masalah adalah orang-orang yang tidak berhenti
berpikir mengenai kemungkinan memperbaiki macam situasi.
3. Stres dan Frustrasi
Pada umumnya, stres dan frustrasi yang berlarut-larut akan mengarah pada
penolakan,
sehingga
dapat
melumpuhkan
kemampuan
seseorang
dalam
12
memecahkan masalah. Menurut Rakhmat (1996) emosi yang mencapai intensitas
yang begitu tinggi sehingga menjadi stres, akan menghambat seseorang untuk
berpikir efisien.
Menurut Levine (Mahrita, 2007), faktor-faktor yang mempengaruhi
seseorang dalam kemampuan pemecahan masalah ada dua, yaitu :
1. Faktor kognitif (Keller & Concano dalam Mahrita, 2007) yang
mencakup keterbatasan intelektual, penalaran, abstrak dan wawancara.
Semakin baik kemampuan seseorang menganalisis permasalahan yang
dihadapi ditambah dengan wawasan yang luas, maka semakin akurat
dalam menentukan solusi atau pemecahan terhadap masalah.
2. Faktor emosi, yang berkaitan langsung dengan hambatan emosional
seseorang
yang
akan
mengambil
langkah
dalam
pemecahan
masalahnya. Menurut Goleman (1996) keadaan emosional seseorang
juga
mempengaruhi
seseorang
dalam
menyelesaikan
masalah,
kematangan emosi yang baik akan menjadikan seseorang lebih efektif
dalam memecahkan masalah. Dengan demikian, seseorang yang
memiliki kondisi emosi yang baik, akan dapat memecahkan masalah
dengan lebih efektif.
Berdasarkan paparan di atas, dapatlah disimpulkan beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah, yaitu
sikap mental, keterikatan terhadap situasi, faktor kognitif dan faktor emosi.
13
Kesabaran
Al-Jauziyah (2006) mengartikan kata sabar adalah mencegah dan
menghalangi. Sabar adalah menahan diri untuk tidak berkeluh kesah, mencegah
lisan untuk merintih dan menghalangi anggota tubuh untuk tidak menampar pipi
dan merobek pakaian dan sejenisnya. Sabar menurut Al-Mishri (Al-Jauziah, 2006)
adalah usaha untuk menjauhi segala larangan Allah, sikap tenang dalam
menghadapi segala macam duka cita yang membelit, menampakkan sikap
lagaknya orang kaya pada waktu didera kefakiran dalam ranah kehidupan seharihari. Seseorang dikatakan sabar ketika dapat menerima dan menghadapi segala
macam cobaan dengan tenang dan tabah, serta berusaha untuk bersikap layaknya
orang yang tidak diterpa apa-apa ketika sedang ditimpa kesusahan sehingga tidak
sedikitpun ada keluhan yang terlontar dari mulutnya.
Kesabaran menurut Utsman (Al-Jauziah, 2006) adalah suasana batin
seseorang yang ketika ditimpa musibah orang tersebut menghadapinya dengan
senang layaknya orang yang sedang mendapatkan siraman kebahagiaan, artinya
seseorang akan tetap beribadah kepada Allah baik di waktu ada musibah ataupun
tidak, dalam keadaan sehat seseorang senantiasa bersyukur, sementara dalam
kondisi sakit orang tersebut bersabar. Menurut Al-Makki (Al-Jauziah, 2006) sabar
adalah sikap tegar dalam menghadapi ketentuan dari Allah. Orang yang sabar
dapat menerima segala musibah dari Allah dengan lapang dada, artinya seseorang
menerima semua bencana dari Allah dengan hati seluas samudera dan sama sekali
tidak dihinggapi kesedihan ataupun kemarahan sehingga menjurus pada pemakimakian. Sedangkan Turfe (2006) mengemukakan hakikat sabar adalah ketika
14
seseorang mampu mengendalikan diri dari dosa, menaati semua perintah Allah,
memegang teguh akidah, tabah dan tidak mengeluh atas setiap musibah yang
menimpa.
Menurut Al-Munajjid (2006) sabar ialah bertahan dalam mengerjakan
sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan menahan diri dari mengerjakan sesuatu
yang dilarang oleh-Nya. Mikam (2006) mendefinisikan sabar adalah kegigihan
untuk senantiasa di jalan Allah dalam menerima suka maupun duka, senantiasa
bersyukur ketika ditimpa kenikmatan dan senantiasa tawadhu bila menerima
kesulitan. Arraiyyah (2002) menyatakan bahwa sabar mencakup sifat aktif dalam
menghadapi sesuatu yang bersifat perintah dan sikap pasif dalam menghadapi
sesuatu yang bersifat larangan, sabar pada hakikatnya adalah mengarahkan
kekuatan progresif di dalam jiwa manusia untuk meraih hal-hal yang bermanfaat
dan kekuatan defensif untuk menghindari hal-hal yang merugikan. Sedangkan
menurut Khalid (2007) kata sabar berarti menahan diri atau mengendalikan diri,
ketika seseorang berkata dirinya penyabar berarti orang tersebut telah mampu
menahan diri atau telah mampu mengendalikan diri.
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
kesabaran adalah pengendalian diri ataupun menahan diri untuk senantiasa taat
kepada Allah. Seseorang yang sabar akan senantiasa taat dalam mengerjakan
semua perintahNya dan taat untuk menjauhkan diri dari segala perbuatan yang
menjadi laranganNya ketika dihadapkan pada berbagai macam cobaan dalam
hidupnya, seperti musibah, kesulitan ataupun masalah dalam hidupnya. Seseorang
yang sabar akan dapat menahan dirinya untuk tetap tabah, tenang dan tidak
15
berkeluh kesah, dengan kata lain seseorang yang sabar akan dapat mengendalikan
emosinya dengan baik saat dihadapkan pada berbagai macam persoalan dalam
hidupnya.
Aspek – aspek Kesabaran
Aspek-aspek kesabaran menurut Al-Jauziah (2006) yaitu :
1. Mampu menguasai diri untuk tidak mengatakan apa saja yang seharusnya
tidak dikatakan
2. Mampu
menjaga diri dari berbagai kelebihan dunia dan sanggup
menyepelekannya
3. Mampu menahan diri dari dorongan nafsu kemarahan
4. Mampu menahan diri untuk tidak senantiasa tergesa-gesa dalam melakukan
segala sesuatu
5. Mampu membendung segala dorongan hawa nafsu untuk lari dan kabur
6. Mampu menahan diri untuk tidak mengganggu orang l ain
7. Mampu menahan diri untuk tidak berlaku malas
8. Mampu menahan diri untuk tidak melemparkan hal-hal yang tidak disukai
kepada orang lain
Metode Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan Bank Indonesia Bengkulu.
Penelitian ini menggunakan dua skala yang diisi langsung oleh subjek, yaitu skala
pemecahan masalah yang disusun berdasarkan aspek-aspek pemecahan masalah
16
yang diambil dari teori pemecahan masalah menurut Stein dan Book (2002).
Sedangkan skala kesabaran disusun berdasarkan aspek-aspek kesabaran menurut
Al-Jauziah (2006). Metode analisis data untuk menguji hipotesis dalam penelitian
ini adalah menggunakan model analisis korelasi product moment dari Pearson,
dengan menggunakan analisis statistik SPSS for windows versi 12.0.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis terhadap data penelitian, diperoleh deskripsi
statistik data penelitian untuk masing-masing skala. Rangkuman deskripsi data
subjek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
Deskripsi Statistik Data Penelitian
Variabel
X min
Hipotetik
X max Mean
SD
X min
Empirik
X max
Mean
SD
Pemecahan
masalah
30
120
75
15
75
116
95,02
8,07
Kesabaran
36
144
90
18
85
136
113,12
12,78
Uji Asumsi
Uji normalitas yang dilakukan dengan menggunakan teknik One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test dari program SPSS 12.0 for windows. Diperoleh
sebaran skor pada variabel pemecahan masalah adalah normal (K-S Z = 0.710 ; p
= 0.695 atau p > 0.05) dan sebaran variabel kesabaran adalah normal (K-S Z =
0.815 ; p = 0.520 atau p > 0.05). Sedangkan dari hasil uji linearitas yang
dilakukan, didapat F Linearity 35.584 dengan p = 0.000; p < 0.05 menunjukkan
bahwa kedua variabel tersebut linear.
17
Uji Hipotesis
Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien antara variabelpemecahan
masalah dan kesabaran adalah r = 0.686 dengan p = 0.000 (p < 0.01). Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara
kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah pada karyawan. Dengan
demikian, dapat diketahui bahwa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini
diterima.
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis mengenai adanya
hubungan positif antara kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah pada
karyawan. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ada hubungan positif
yang sangat signifikan antara kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah
pada karyawan. Dengan demikian maka hipotesis diterima dan ditunjukkan
dengan nilai r = 0.686 dan p = 0.000 ( p < 0.01 ), yaitu adanya hubungan positif
antara kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah pada karyawan.
Hasil penelitian ini menguatkan pendapat Al Munajjid (2006) yang
menyatakan bahwa sabar merupakan suatu hal yang dapat menuntun manusia
menghadapi segala macam masalah dalam kehidupan ini, dengan tetap
mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan Allah. Artinya dengan kesabaran
seseorang akan tetap menahan dirinya untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak
terpuji saat mendapatkan masalah, orang yang sabar dapat memahami bahwa
suatu masalah merupakan ujian atau cobaan dari Allah, sehingga dengan
18
kesabaran seseorang akan senantiasa tegar dan dapat melakukan hal-hal yang
efektif. Hal ini juga selaras dengan pendapat Turfe (2006) yakni kesabaran akan
mengarahkan seseorang pada keteguhan, ketabahan, keuletan, ketahanan diri, dan
ketegaran jiwa dalam hidupnya. Dengan demikian karyawan yang sabar dapat
menghadapi masalahnya dengan tetap menumbuhkan nilai-nilai yang positif
dalam dirinya.
Izutsu (Arraiyyah, 2002) mengatakan bahwa sabar ialah memiliki
kekuatan jiwa yang cukup agar senantiasa tabah dalam kesengsaraan dan tekun
dalam berbagai kesulitan guna memperjuangkan tujuan yang diinginkan. Hal ini
menjelaskan bahwa dengan sabar seseorang akan tetap tabah dalam menghadapi
masalah dan tekun berusaha untuk menyesaikan masalah tersebut, seperti yang
disebutkan oleh Hayes (Suharnan, 2005) bahwa pemecahan masalah merupakan
proses mencari jalan yang tepat guna mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan
demikan karyawan yang sabar memiliki ketekunan atau tidak mudah menyerah
dalam mengatasi masalah-masalahnya.
Menurut Khalid (2007) orang yang sabar mampu mengendalikan emosi
dan menahan dirinya, sehinngga saat dihadapkan pada berbagai permasalahan
orang yang sabar akan dapat menghadapinya dengan bijak, dengan kata lain
seseorang akan lebih siap menghadapi berbagai cobaan hidup. Seperti yang
disimpulkan oleh Goleman (Khalid 2007) berdasarkan hasil- hasil penelitian
bahwa manusia yang memiliki kondisi emosi yang baik cenderung lebih kreatif
dalam menyelesaikan masalah, dimana emosi sangat mempengaruhi seseorang
dalam mengambil keputusan dan tidak jarang suatu keputusan diambil melalui
19
emosinya. Berdasarkan hal tersebut karyawan yang sabar akan dapat menguasai
dirinya dan memiliki keadaan emosi yang baik, sehingga dapat menemukan solusi
ataupun jalan keluar yang tepat dalam menyelesaikan suatu masalah.
Secara keseluruhan, penulis mengakui bahwa penelitian ini masih
mempunyai banyak kelemahan ataupun kekurangan terutama mengenai
penggunaan skala pemecahan masalah yang kurang mengungkap kemampuan
pemecahan masalah pada karyawan, dimana seharusnya untuk mengukur
kemampuan pemecahan masalah lebih tepat dengan menghadapkan subjek pada
suatu contoh permasalahan, misalnya dengan menggunakan alat ukur berupa tugas
kasus. Selain itu peneliti juga melihat bahwa hasil korelasi yang tinggi antara
kesabaran dengan kemampuan pemecahan masalah dikarenakan terdapat
kesamaan konteks pengukuran pada dua variabel atau dapat dikatakan terjadi
overlaping antara dua variabel tersebut.
Kesimpulan
Hasil analisa data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang sangat signifikan antara kesabaran dengan kemampuan
pemecahan masalah pada karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai r = 0.686
dan p = 0.000 ( p < 0.01 ), dimana semakin sabar karyawan maka semakin efektif
pula karyawan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Sebaliknya,
semakin kurang sabar karyawan, maka semakin tidak efektif karyawan dalam
memecahkan masalah.
20
Saran
Peneliti mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan hasil
penelitian, antara lain :
1. Bagi Karyawan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa karyawan yang sabar
akan semakin efektif dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, sebagai
manusia karyawan juga tidak akan luput dari masalah-masalah yang harus
diselesaikan, untuk itu disarankan agar setiap karyawan selalu memegang teguh
keimanan atau nilai-nilai agama, dimana kesabaran sebagai suatu hal yang dapat
mempengaruhi seseorang dalam memecahkan masalah, adalah merupakan suatu
bentuk ketakwaan manusia terhadap kuasa Allah. Sudah seharusnya setiap
karyawan senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kesabarannya, karena
dengan kesabaran yang dimiliki akan menuntun manusia kepada hal- hal yang
positif dalam menghadapi berbagai macam persoalan hidup, tentunya atas kuasa
dari Allah SWT.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Mencoba mengaitkan kemampuan pemecahan masalah dengan hal- hal lain
atau faktor-faktor baru yang lebih menarik lagi, terutama mengenai topiktopik Islami, seperti dengan mengaitkan kemampuan pemecahan masalah
dengan keikhlasan.
b. Mencoba membuat atau mengadaptasi skala pemecahan masalah yang
memiliki aspek-aspek yang lebih mampu mengungkap kemampuan
5
21
pemecahan masalah, misalnya dengan menggunakan alat ukur berupa
tugas kasus.
c. Seperti yang telah diketahui bahwa penelitian kali ini memunculkan nilai
korelasi yang tinggi dikarenakan adanya overlaping pada aspek yang
mendasari
masing-masing
variabel.
Untuk
penelitian-penelitian
selanjutnya disarankan agar dapat memilih aspek-aspek yang tidak
mengukur konteks yang sama pada masing-masing variabel.
d. Sebaiknya dalam pelaksanakan pengambilan data, peneliti dapat langsung
bertemu dengan subjek, dimana dalam penelitian ini peneliti tidak dapat
bertemu langsung dengan subjek, hal ini menyebabkan peneliti tidak
mengetahui alasan yang pasti terkait dengan beberapa skala yang tidak
kembali kepada peneliti. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana
keadaan subjek saat mengisi skala, dimana kondisi atau keadaan subjek
saat mengisi skala dapat mempengaruhinya dalam menentukan pilihan
jawaban ketika mengisi skala.
22
DAFTAR PUSTAKA
Al Jauziyah. 2006. Kemuliaan Sabar dan Keagungan Syukur. Yogyakarta: Mitra
Pustaka.
Al Munajjid, M. S. 2006. Silsilah Amalan Hati. Bandung: Irsyad Baitus Salam.
Anoraga, P. 2006. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Arraiyyah, M. H. 2002. Sabar Kunci Surga. Jakarta: Khazanah Baru.
Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Goleman, D. 1996. Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia.
Hadi, S. 2004. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.
Istanti, J. 1996. Hubungan Tingkat Depresi dengan Keterampilan Pemecahan
Masalah. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Kartono, K. & Gulo, D. 2003. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya.
Khalid, A. M. 2007. Sabar dan Bahagia. Jakarta: Serambi.
Kluytmans, F. 2006. Perilaku Manusia. Bandung: Refika Aditama.
Kompak Edisi 47. Juli 2007. Waspada Jerat Pinjaman. Majalah kepegawaian
Bank Indonesia.
Mahrita. 2007. Hubungan Pola Asuh Demokratis Orang Tua dengan Kemampuan
Pemecahan Masalah (Problem Solving) pada Remaja. Skripsi (Tidak
Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
23
Mikam, K. I. 2006. Teknik Sabar Kunci Sukses Karir Gemilang. Jakarta: Dian
Rakyat.
Nadiah. 2003. Pengaruh Pelatihan Manajemen Qalbu Terhadap Peningkatan
Kemampuan Problem Solving. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia.
Nadiah & Haryanto. 2006. Efektivitas Pelatihan Manajemen Qalbu untuk
Meningkatkan Kemampuan Problem Solving. Jurnal Psikologi Islami.
Vol.2. No.3. Hal. 65-78.
Prihartini, N. 1994. Pelatihan Problem Solving Terhadap Strategi Coping. Skripsi
(Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Rakhmat, J. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Stein, S. J. & Book, H. E. 2002. Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar Kecerdasan
Emosional Meraih Sukses. Terjemahan Rainy, Januarsari dan Murtanto.
Bandung: Kaifa.
Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.
Turfe, T. A. 2006. Mukjizat Sabar. Bandung: Mizania.
24
IDENTITAS PENULIS
Nama
: Dicki Afriady
NIM
: 04 320 295
Alamat
: Jl. Kenari No: 29 RT: 2 Anggut Dalam Bengkulu
No Telepon
: 0819 0415 7878
Download