Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015 Perancangan dan Validasi Model Pembelajaran TripleChem Designing and Validating of TripleChem Learning Model I Wayan Suja, Leny Yuanita, Muslimin Ibrahim Program Studi S3 Pendidikan Sains, Program Pasca Sarjana Unesa Kampus Ketintang, Surabaya, 60231; Telepon/Faksimile: +6231.8293484 e-mail: [email protected] Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah merancang dan memvalidasi model pembelajaran khusus untuk kimia, yang selanjutnya dilabel sebagai model TripleChem. Perancangan model pembelajaran TripleChem didasarkan atas kecocokan ketiga level kimia (makroskopis, submikroskopis, dan simbolik) untuk diajarkan dengan epistemologi Catur Pramana, yang meliputi pratyaksa (observing), anumana (reasoning), upamana (modelling), dan sabda (explanating). Observing berkaitan dengan pengenalan level makroskopis, reasoning berhubungan dengan level submikroskopis (molekuler), dan modelling berkaitan dengan level simbolik. Pengetahuan yang benar tentang ketiga level kimia dan interkoneksinya juga bisa diperoleh dari buku dan penjelasan orang-orang yang berkompeten (explanating). Validasi draf model pembelajaran dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD) dengan melibatkan lima orang ahli. Menurut tim ahli, model pembelajaran tersebut tergolong sangat baik (rerata skor 4,70; skor maksimal 5) dan layak diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Selanjutnya, keterterapan model pembelajaran tersebut di kelas tergolong sangat tinggi (rerata skor 4,61). Kata-kata kunci: model pembelajaran TripleChem, tiga level kimia, dan Catur Pramana Abstract. The purpose of this study was to design and validate a specific learning model for the chemistry, which then labeled as TripleChem model. Designing of TripleChem learning model is based on compatibility of three levels of the chemistry (macroscopic, sub-microscopic, and symbolic) to be taught by Catur Pramana epistemology, which includes pratyaksa (observing), anumana (reasoning), upamana (modeling), and sabda (explanating). Observing related to the introduction of the macroscopic level, reasoning associated with sub-microscopic level (molecular), and modeling related to the symbolic level. Knowledge of the three levels of the chemistry and its interconnection can also be obtained from references and some one explanation who is competent (explanating). Validating of learning model draft conducted by Focus Group Discussion (FGD) involving five experts. According experts team, that learning model is classified as very good (mean score 4.70; maximum score 5) and feasible in the classroom. Furthermore, the learning model implementing in the classroom is very high (mean score 4.61) Key words: TripleChem learning model, three levels of chemisty, and Catur Pramana simbolik, secara utuh (Johnstone, 2006; Ben-Zvi et al., 1987; Talanquer, 2011). Berbagai strategi dan model pembelajaran yang telah diujicobakan dalam pembelajaran kimia dapat dipaparkan sebagai berikut. Tasker dan Dalton (2006) telah mendesain pembelajaran VisChem dengan urutan pembelajaran dari aspek makroskopis, submikroskopis, dan simbolik. Sejalan dengan pandangan tersebut, Achmad & Baradja (2012) menyarankan agar proses belajar-mengajar kimia melibatkan siswa dan guru dalam PENDAHULUAN Setiap bidang studi memiliki karakteristik materi ajar berbeda dengan bidang studi lainnya. Keragaman karakteristik materi subjek pada setiap bidang studi menuntut strategi khusus dalam pembelajarannya. Dalam pembelajaran kimia, agar dapat mengajarkan konsep-konsep kimia secara efektif, pendidik mesti mengajarkan ketiga level kimia, yang mencakup level makroskopis, submikroskopis, dan B - 15 Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015 sederetan kegiatan intelektual yang rumit, dengan urutan: 1) mengamati fenomena dan mempelajari fakta, 2) memahami model dan teori, 3) mengembangkan keterampilan penalaran, dan 4) menguji epistemologi kimia. Temuan penelitian Suja et al. (2008) menunjukkan, tahap-tahap pembelajaran menurut Tasker & Dalton (2006) serta Achmad & Baradja (2012) cocok diterapkan untuk mengajarkan konsep-konsep kimia nyata, namun kurang efektif digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep kimia abstrak. Konsep-konsep kimia abstrak-teoritis, seperti struktur atom, orbital atom, ikatan kimia, dan stereokimia lebih efektif diajarkan mulai dari eksplanasi teoritis sebelum menyampaikan dukungan data empirisnya. Konsep-konsep tersebut tidak dapat diamati, yang bisa diukur atau diamati hanyalah dampaknya. Temuan tersebut sejalan dengan pandangan Gabel (1999), yang menyatakan pembelajaran konsep-konsep kimia abstrak lebih efektif dimulai dengan pengenalan level submikroskopis, sebelum menghadirkan kimia deskriptif pada level makroskopis. Subagia (2006) mengembangkan model siklus belajar yang digalinya dari nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Bali. Model siklus belajar tersebut berdasarkan Tri Pramana, yang meliputi pengamatan langsung (pratyaksa/P), penalaran atas gejala-gejala yang ada (anumana/A), dan mendengarkan informasi dari narasumber (guru) atau membaca informasi yang telah didokumentasikan (sabda/S). Ketiga cara tersebut dikaitkan dengan pengembangan ketiga potensi yang melekat pada diri pebelajar, yakni kemampuan untuk bergerak (bayu), berbicara (sabda) dan berpikir (idep). Dari ketiga cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut, telah dikembangkan enam model siklus belajar, yaitu: SPA (sabda-pratyaksa-anumana), SAP (sabda-anumana-pratyaksa), PSA (pratyaksa-sabda-anumana), PAS (pratyaksa-anumana-sabda), ASP (anumana-sabda-pratyaksa), dan APS (anumana-pratyaksa-sabda). Tiap-tiap siklus tersebut mempunyai karakteristik tersendiri yang ditunjukkan oleh prinsip belajar mengajar dan sintaks pembelajarannya. Walaupun model siklus belajar tersebut telah memberikan ruang bagi siswa untuk melakukan pengamatan, penalaran, dan juga verifikasi teoritis, namun tidak memberikan tuntunan yang tegas tentang bagaimana mereka mesti melakukan penalaran pada tingkat submikroskopis. Untuk membantu pebelajar mengembangkan model mentalnya dalam memahami level-level kimia dan membangun interkoneksi ketiga level kimia tersebut, penulis mengembangkan model pembelajaran TripleChem. Model pembelajaran tersebut mengadaptasi empat cara untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut Filsafat Nyaya (Pendit, 2007). Ke empat cara itu dinamakan Catur Pramana, meliputi: pratyaksa pramana atau pengamatan (observing), anumana pramana atau penalaran (reasoning), upamana pramana atau pemodelan (modelling), dan sabda pramana atau pernyataan dari sumber terpercaya (explanating). Keterjalinan dan kesesuaian antara level-level kimia dengan cara untuk mempelajarinya menurut Catur Pramana dapat dilihat pada Gambar 1 (dikembangkan dari Jansoon, 2009) Gambar 1. Keterkaitan Konten Kimia dengan Konteks Pedagogi Catur Pramana Dalam gambar skematis di atas ditampilkan masing-masing level kimia memiliki hubungan khusus dengan cara untuk memperoleh pengetahuan menurut Catur Pramana. Observing berkaitan dengan pengenalan level makroskopis, reasoning berhubungan dengan level submikroskopis (molekuler), dan modelling berkaitan dengan B - 16 Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015 level simbolik. Pengetahuan yang benar tentang ketiga level kimia tersebut dan juga interkoneksinya juga bisa diperoleh dari buku dan penjelasan orang-orang yang berkompeten (explanating). Dengan demikian, keempat cara tersebut cocok digunakan untuk mempelajari ketiga level kimia dan interkoneksinya. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan model pembelajaran yang cocok digunakan untuk mengajarkan ketiga level kimia secara komprehensif dan interkonektif. Secara khusus, kegiatan penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan karakteristik model pembelajaran TripleChem, (2) menentukan validitas model pembelajaran tersebut, dan (3) menentukan tingkat keterterapannya di kelas. Tingginya validitas dan tingkat keterterapan model pembelajaran tersebut memungkinkan untuk digunakan sebagai model khusus (specific model) dalam pembelajaran kimia. Komponen model yang dimaksudkan meliputi sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, serta dampak instruksional dan pengiring. 2. Kepraktisan (practically). Aspek kepraktisan terpenuhi jika (1) tim ahli menyatakan draf model tersebut dapat diterapkan (usable), dan (2) kenyataan menunjukkan model tersebut memang dapat diterapkan (keterlaksanaannya tergolong kategori tinggi). 3. Keefektivan (effectiveness). Model pembelajaran dikatakan efektif jika memenuhi semua indikator keefektifan (Parta, 2009), meliputi: pebelajar menikmati dan menghargai model yang diterapkan (appreciate), dan tujuan pembelajaran tercapai. Dari ketiga kriteria kualitas model pembelajaran tersebut, hanya kriteria (1) dan (2) yang dikaji dalam artikel ini. METODE HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas MIPA, UNDIKSHA pada tahun 2014. Kegiatan penelitian melibatkan analisis kebutuhan yang di dalamnya mencakup studi literatur dan studi lapangan. Hasil analisis kebutuhan dijadikan dasar perancangan model pembelajaran TripleChem. Draf model pembelajaran yang dihasilkan selanjutnya divalidasi oleh tim pakar secara tertulis dan dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD). Setelah direvisi sesuai dengan saran tim pakar, model pembelajaran tersebut diujicobakan pada skala terbatas, skala luas, dan uji lapangan. Menurut Nieveen (1999), kualitas model pembelajaran ditentukan dengan tiga kriteria berikut. 1. Kevalidan (validity). Aspek validitas ditinjau dari dua aspek, yaitu: (a) “apakah model pembelajaran yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritis yang kuat (validitas isi)?” dan (b) “apakah terdapat konsistensi secara internal dari semua komponen model (validitas konstruk)?” 1. Karakterisktik Model Pembelajaran TripleChem Buku model pembelajaran TripleChem terdiri dari empat bab, yang meliputi Bab Rasional, Landasan Filosofis dan Teoritis, Kerangka Dasar, dan Penutup. Uraian keempat bab tersebut dapat disarikan sebagai berikut. Rasional. Bagian rasional model pembelajaran TripleChem terdiri dari tiga bagian, yaitu: latar belakang, sasaran, dan manfaat. Pada bagian latar belakang dipaparkan tentang pentingnya pengenalan ketiga level kimia —makroskopis, submikroskopis, dan simbolik— dalam pengajaran kimia (Johnstone, 2006; Ben-Zvi et al., 1987; Talanquer, 2011) sebagaimana telah dipaparkan pada bagian pendahuluan artikel ini. Untuk mengajarkan kimia, model pembelajaran TripleChem memperkenalkan dua sintaks pembelajaran sesuai dengan karakteristik konsep kimia yang akan diajarkan. Konsep-konsep kimia yang bersifat nyata diperkenalkan mulai dari level makroskopis, submikroskopis, dan simbolik; B - 17 Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015 sebaliknya konsep-konsep kimia abstrak-teoritis diajarkan dengan urutan level submikrokopis, simbolik, dan makroskopis. Sasaran model pembelajaran TripleChem adalah model mental kimia, keterampilan berpikir kritis, dan keterampilan berpikir kreatif (ranah kognitif); terampil merancang, melakukan praktikum, dan mengomunikasikan hasil penyelidikan/praktikum (ranah kognitif dan psikomotorik); serta sikap personal dan sosial mahasiswa calon guru kimia (ranah afektif). Dengan urutan sintaks pembelajaran yang jelas, model pembelajaran TripleChem dapat digunakan untuk mengajarkan ketiga level kimia secara utuh dan terpadu, serta membantu proses penalaran pada level submikroskopis menggunakan model molekul (molymod, ChemDraw, dan Chem3D), serta analogi. Model pembelajaran TripleChem juga dapat diarahkan untuk membangun pedagogical content knowledge (PCK) dalam bidang kimia. Kerangka Dasar. Model pembelajaran TripleChem terdiri dari lima aspek, yaitu sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, serta dampak instruksional dan pengiring (Joyce & Weil, 1996). 1) Sintaks pembelajaran TripleChem ada dua macam, sesuai dengan karakteristik konsep kimia yang akan diajarkan. Konsep kimia nyata diajarkan dengan urutan kegiatan: observing → reasoning → modelling → explanating (tipe “ORME”); sebaliknya konsep kimia abstrak diajarkan dengan urutan explanating → reasoning → modelling → observing (tipe “ERMO”). Setiap akhir kegiatan selalu diakhiri dengan aplikasi (applicating) model mental untuk memecahkan masalah. Tahap explanating pada tipe “ERMO” dimaksudkan sebagai pengatur awal (advance organizer) agar pebelajar (mahasiswa) terbuka pikirannya untuk memahami konsep-konsep kimia abstrak-teoritis yang akan dipelajarinya. 2) Sistem sosial model pembelajaran TripleCem menekankan pada kerjasama (cooperative learning) dan peran aktif pebelajar (student active learning) dengan mengacu pada filsafat konstruktivisme sosial Vygotsky untuk membangun sikap personal dan sosial mahasiswa. 3) Prinsip reaksi model pembelajaran TripleChem dikembangkan dari semangat kepemimpinan Ki Hajar Dewantara, mulai dari ing arso sung tulodo (di depan menjadi panutan), ing madyo mangun karso (di tengah memberikan motivasi), dan tut wuri handayani (dari belakang memberikan dorongan). Kegiatan tersebut merupakan langkah-langkah scaffolding dalam konstruktivisme sosial Vygotsky. 4) Sistem pendukung model pembelajaran TripleChem meliputi alat-alat dan bahan-bahan kimia, media pembelajaran (molymod serta program ChemDraw dan Chem3D), buku ajar Kimia Organik, hand-out, Lembar Kegiatan Mahasiswa (LKM), Lembar Diskusi Mahasiswa (LDM), Lembar Tugas Mandiri (LTM), dan sumber informasi lainnya. 5) Dampak instruksional penerapan model pembelajaran TripleChem mencakup model mental mahasiswa tentang tiga level kimia dan interkoneksinya, keterampilan berpikir kritis dan Landasan Filosofis dan Teoritis. Landasan filosofis model pembelajaran TripleChem mengacu pada epistemologi Catur Pramana dalam Filsafat Nyaya (Pendit, 2007), sebagaimana telah dipaparkan pada bagian pendahuluan artikel ini. Pengembangan model pembelajaran TripleChem juga didukung dengan filsafat konstruktivisme individual oleh Piaget dan konstruktivisme sosial oleh Vygotsky (Slavin, 2008). Catur Pramana digunakan untuk mengembangkan sintaks pembelajaran, serta filsafat konstruktivisme untuk mendukung pengembangan sistem sosial dan prinsip reaksi model pembelajaran TripleChem. Sesuai saran tim ahli, bagian landasan filosofis dan teoritis juga dilengkapi dengan kajian ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Selanjutnya, pada landasan pemikiran tentang belajar kimia dilengkapi teori belajar kognitif, yang mencakup pembelajaran konsep melalui proses penemuan dan pemaparan, serta teori pemrosesan informasi. Karakteristik pembelajaran kimia juga ditinjau dari aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. B - 18 Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015 kreatif, kinerja mahasiswa selama pembelajaran, serta sikap personal dan sosial mahasiswa calon guru kimia. Selanjutnya, dampak pengiringnya adalah kemampuan mahasiswa untuk memecahkan masalah kimia dalam kehidupan sehari-hari. Validasi draf model pembelajaran TripleChem dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD). Kegiatan FGD dilaksanakan pada hari Kamis, 13 Pebruari 2014 bertempat di Ruang Sidang Fakultas MIPA Undiksha Singaraja. Kegiatan FGD melibatkan tim pakar sebagai penilai. Keanggotaan tim pakar meliputi ahli pembelajaran sains, ahli pembelajaran kimia, ahli media pembelajaran, dan ahli konten kimia organik. Draf model pembelajaran TripleChem telah dikirimkan kepada tim pakar satu minggu sebelum pelaksanaan FGD. Mereka diminta untuk memberikan penilaian in static terhadap draf model pembelajaran TripleChem tersebut. Hasil penilaian tim pakar terhadap draf model pembelajaran TripleChem dapat dilihat pada Tabel 1. Penutup. Bagian penutup terdiri dari simpulan dan rekomendasi. Bagian simpulan memuat ringkasan isi draf model pembelajaran yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya. Bagian rekomendasi memuat harapan kepada lembaga pendidikan agar menyediakan alat-alat dan bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk mendukung pembelajaran kimia. Pembelajaran kimia tidak akan lengkap tanpa kegiatan observasi terhadap objek atau fenomena tentang level makroskopis kimia. 2. Validasi Draf Model Pembelajaran TripleChem Tabel 1 Penilaian Pakar tentang Model Pembelajaran TripleChem Skor dari Tim Pakar (maks=5) No Komponen Model Rerata A B C D E A. Rasionalitas Model 1. Kejelasan latar belakang model 5 5 4 5 5 4,8 2. Kejelasan sasaran yang ingin dicapai 5 4 5 5 5 4,8 3. Manfaat model bagi pebelajar dan pendidik 5 5 5 5 4 4,8 Rerata Komponen A 5 4,7 4,7 5 4,7 4,8 B. Landasan Filosofis dan Teoritis 1. Kejelasan landasan filosofis model 4 5 4 4 5 4,4 2. Kejelasan landasan teoritis tentang belajar kimia 4 5 4 4 5 4,4 Rerata Komponen B 4 5 4 4 5 4,4 C. Kerangka Dasar Model 1. Kelengkapan komponen model pembelajaran 5 5 5 5 5 5,0 2. Kejelasan sintaks pembelajaran 4 5 5 4 4 4,4 3. Kejelasan sistem sosial 5 5 5 5 5 5,0 4. Kejelasan prinsip reaksi 4 4 5 5 5 4,6 5. Kejelasan sistem pendukung 5 5 5 5 5 5,0 6. Kejelasan dampak instruksional dan pengiring 4 4 5 4 5 4,4 Rerata Komponen C 4,5 4,7 5,0 4,7 4,8 4,7 D. Kepraktisan 1. Kemungkinan terlaksananya di lapangan 4 5 4 5 5 4,6 2. Kejelasan bahasa yang digunakan 5 5 5 5 5 5,0 Rerata Komponen D 4,5 5 4,5 5 5 4,8 Rerata Keseluruhan Komponen Model 4,5 4,9 4,5 4,7 4,9 4,7 B - 19 Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015 Berdasarkan data dalam Tabel 1 di atas dapat diketahui, bahwa menurut tim pakar draf model pembelajaran TripleChem tersebut secara umum dinilai sudah memenuhi persyaratan sebagai sebuah model pembelajaran. Penilaian tim pakar terhadap model pembelajaran tersebut tergolong sangat baik (rerata skor 4,7). Penilaian mereka untuk setiap komponen model, meliputi: rasionalitas model tergolong sangat baik (rerata skor 4,8), landasan filosofis dan teoritis model tergolong baik (rerata skor 4,4), kerangka dasar model tergolong sangat baik (rerata skor 4,7), dan kepraktisan untuk diterapkan tergolong sangat baik (rerata skor 4,8). Dengan demikian, secara teoritis model TripleChem dipandang sangat layak diterapkan dalam pembelajaran kimia. Walaupun telah dinilai sangat layak untuk diterapkan, khususnya dalam pembelajaran Kimia Organik, dalam diskusi muncul saran berkaitan dengan nama model pembelajaran tersebut. Salah seorang pakar memandang nama TripleChem tidak cocok. Menurutnya, model pembelajaran dicirikan oleh sintaks pembelajarannya, seperti model pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, Student Team Achievement Division (STAD), Group Investigation (GI), dan lain-lainnya. Untuk itu, disarankan memakai nama “Model QuarterChem” karena sintaks pembelajarannya terdiri dari empat tahap. Diskusi juga berkembang karena sintaks model TripleChem ada dua, sedangkan model pembelajaran umumnya memiliki satu macam sintaks yang spesifik. Terhadap saran tersebut, penulis menyampaikan tanggapan yang kemudian disepakati oleh tim pakar sebagai berikut. Pertama, Istilah TripleChem digunakan oleh penulis untuk menyatakan, bahwa model pembelajaran tersebut bersifat spesifik untuk mengajarkan tiga level kimia secara komprehensif dan interkonektif, sebagai bentuk revisi atas model pembelajaran Kimia berbasis Catur Pramana yang telah dikembangkan sebelumnya oleh peneliti (Suja et al., 2008). Kedua, sampai saat ini belum ada nomenklatur berkaitan dengan penamaan model pembelajaran. Penamaan model-model pembelajaran yang bersifat generik memang banyak mencerminkan sintaks pembelajarannya, namun model pembelajaran yang bersifat spesifik justru menekankan pada kontennya. Sebagai contoh, “Model Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)” merupakan model pembelajaran khusus untuk matematika yang mengungkapkan pengalaman dan kejadian yang dekat dengan siswa sebagai sarana untuk memahami persoalan matematika (Afandi et al., 2013). Nama model pembelajaran PMRI tidak mencerminkan langkah-langkah pokok pembelajarannya (sintaks). Ketiga, tidak semua model pembelajaran hanya memiliki satu sintaks. Penamaan “Model Pembelajaran Kooperatif” sebagai contoh, lebih mendekati sistem sosial pembelajaran daripada sintaksnya (Johnson, 2002). Sintaks model pembelajaran kooperatif juga bervariasi, sehingga dikenal beberapa tipe model pembelajaran kooperatif, termasuk di antaranya: Students Team Achievement Division (STAD), Jigsaw, dan Group Investigation (GI). Sejalan dengan itu, model pembelajaran TripleChem memiliki dua variasi sintaks, yaitu tipe “ORME” dan tipe “ERMO.” Pemilihan penerapan sintaks pembelajaran tersebut sesuai dengan karakteristik konsep kimia yang akan diajarkan. Pada bagian diskusi juga diberikan saran oleh tim pakar agar Landasan filosofis dan teoritis model dilengkapi dengan landasan keilmuan: ontologis, epistemologis, dan aksiologis, serta ditambahkan teori belajar Bruner dan Ausubel. Selain itu, perlu dilakukan elaborasi tentang filsafat Nyaya dan konstruktivisme. Saran tersebut telah diakomodasi pada revisi model pembelajaran ini. Selain kecocokan untuk dijadikan pedoman dalam pembelajaran kimia, khususnya Kimia Organik, ahli konten kimia organik memandang model ini bisa mengalami kendala dalam implementasinya terutama pada SDM, saranaprasarana, dan waktu yang diperlukan untuk pembelajaran (time consuming). Di sisi lain, ahli media pembelajaran menilai kemajuan B - 20 Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015 teknologi multimedia akan sangat mendukung fisibilitas (feasibility) penerapan model ini. Akhirnya, tim ahli menilai model pembelajaran TripleChem sangat potensial digunakan untuk mengembangkan pemahaman kimia pebelajar secara mendalam. Model ini juga memfasilitasi pengalaman belajar yang mendorong pebelajar berinteraksi sosial dan berpikir kritis. pembelajaran TripleChem terlaksana dengan sangat baik (rerata skor 4,73; masing-masing 4,77 untuk tipe “ORME” dan 4,68 untuk tipe “ERMO”). Tingginya keterterapan sintaks model pembelajaran TripleChem menunjukkan bahwa ada hubungan dan kecocokan (link and match) antara konten triplet kimia dengan epistemologi Catur Pramana. Pada tahap modelling dilakukan perancangan model molekul menggunakan molymod, sehingga keberadaan molekul yang abstrak untuk dipikirkan pada tahap reasoning menjadi lebih nyata. Keberadaan dan dinamika molekul menjadi semakin akrab dengan mahasiswa karena pembelajaran juga dilengkapi dengan penggunaan analogi. Menurut Gabel (1993) dan Suckling et al. (1995) berbagai konsep abstrakteoritis yang tidak kasat mata dalam pembelajaran sains (kimia) tidak dapat dijelaskan secara efektif tanpa menggunakan analogi. 3. Keterterapan Model Pembelajaran TripleChem Keterterapan model pembelajaran TripleChem telah diujicobakan dalam skala terbatas dan skala luas. Rekap rata-rata skor keterterapan model pembelajaran TripleChem, masing-masing untuk tipe “ORME” dan “ERMO” dalam pembelajaran Kimia Organik pada skala luas dapat dilihat pada Tabel 2. Data dalam Tabel 2 menunjukkan, bahwa rerata keterterapan model pembelajaran TripleChem tergolong sangat tinggi (rerata skor 4,61; masing-masing 4,64 untuk tipe “ORME” dan 4,58 untuk tipe “ERMO”). Sintaks model Tabel 2. Rekap Data Keterterapan Model Pembelajaran TripleChem (skor maks = 5) No Uraian Tipe “ORME” 1 Pertemuan ke2 Sintaks Pembelajaran 3 Sistem Sosial 4 Prinsip Reaksi 5 Sistem Pendukung 6 Dampak Instruksional dan Pengiring Rerata skor tipe “ORME” Tipe “ERMO” 1 Pertemuan ke2 Sintaks Pembelajaran 3 Sistem Sosial 4 Prinsip Reaksi 5 Sistem Pendukung 6 Dampak Instruksional dan Pengiring Rerata skor tipe “ERMO” Rerata skor model TripleChem Ujicoba ke-1 Ujicoba ke-2 Ujicoba ke-3 Ujicoba ke-4 Ujicoba ke-5 2 4,33 4,00 4,65 4,67 3 4,50 4,13 4,80 4,78 8 5,00 4,75 4,90 5,00 9 5,00 4,48 5,00 5,00 10 5,00 5,00 5,00 5,00 4,77 4,47 4,87 4,89 3,50 3,58 4,42 4,50 4,67 4,13 4,23 4,36 4,81 4,88 4,93 4,64 1 4,25 4,00 4,60 4,80 4 4,67 4,50 4,80 4,83 5 4,75 4,63 4,85 4,89 6 4,83 4,75 4,90 4,94 7 4,92 4,88 4,95 5,00 4,68 4,55 4,82 4,89 3,40 3,75 3,92 4,17 4,42 3,93 4,21 4,51 4,61 4,72 4,83 4,58 4,61 Sistem sosial pembelajaran terlaksana dengan sangat baik (rerata skor 4,51; masingmasing 4,47 untuk tipe “ORME” dan 4,55 untuk tipe “ERMO”). Kondisi itu menunjukkan, Rerata bahwa sistem sosial model pembelajaran TripleChem sesuai dengan latar belakang sosialbudaya masyarakat yang hidup dalam sistem komunal dengan mengedepankan harmoni B - 21 Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015 dalam kebersamaan, sehingga cocok dengan cooperative learning. Dalam tradisi lokal ada petuah yang dijadikan tuntunan dalam belajar, yaitu: “bareng-bareng melajah” dan “melajah bareng-bareng” (bersama-sama belajar dan belajar bersama-sama). Tuntunan tersebut sejalan dengan salah satu pilar pendidikan, learning to life together. Tuntunan tradisi sosial tersebut juga sejalan dengan pandangan filsafat konstruktivisme sosial Vygotsky, yang memandang konstruksi pengetahuan oleh pebelajar akan berlangsung lebih efektif jika ada dalam interaksi dengan pebelajar lainnya (Woolfolk, 2009). Prinsip reaksi pembelajaran TripleChem terlaksana dengan sangat baik (rerata skor 4,85; masing-masing 4,87 untuk tipe “ORME” dan 4,82 untuk tipe “ERMO”). Kondisi itu menunjukkan bahwa dosen mampu memerankan dirinya sebagai pendukung “student active learning.” Selama pembelajaran, mahasiswa bekerja dalam kelompok kecil (beranggotakan 3 – 5 mahasiswa), dan dosen berperan sebagai motivator, fasilitator, dan mediator sesuai dengan keperluan belajar mahasiswa. Pada kegiatan praktikum, dosen semula berperan sebagai panutan, memberikan contoh, sesuai prinsip “ing arso sung tulodo.” Selanjutnya, secara bertahap menyerahkan tanggung jawab belajar kepada mahasiswa, sesuai prinsip “ing madyo mangun karso,” dan “tut wuri handayani,” agar mahasiswa mampu mengembangkan kreativitasnya sendiri. Kondisi itu sesuai dengan langkah scaffolding dalam teori konstruktivisme sosial oleh Vygotsky (Woolfolk, 2009). Sistem pendukung model pembelajaran TripleChem tersedia dan dapat digunakan dengan sangat baik (rerata skor 4,89). Tingginya keterterapan sistem pendukung model pembelajaran TripleChem disebabkan alat-alat, bahan-bahan kimia, dan media pembelajaran yang diperlukan dalam pembelajaran telah disiapkan dengan baik. Lembar Kegiatan Mahasiswa (LKM) yang sudah disiapkan dapat dijadikan penuntun dalam melakukan praktikum pada tahap Observing dan Reasoning. Selanjutnya, Lembar Diskusi Mahasiswa (LDM) dapat dijadikan pedoman dalam melakukan pembelajaran pada tahap Modelling dan Explanating didukung dengan buku ajar dan hand-out. Terakhir, Lembar Tugas Mandiri (LTM) dapat digunakan sebagai alat ukur model mental kimia, serta keterampilan berpikir kritis dan kreatif mahasiswa pada tahap Applicating model mental. Dampak instruksional dan pengiring model pembelajaran TripleChem terhadap model mental, keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif mahasiswa, kinerja mahasiswa selama pembelajaran, sikap sosial dan personal mahasiswa calon guru, serta keterampilan mahasiswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari tergolong tinggi (rerata skor 4,03; masing-masing 4,13 untuk tipe “ORME” dan 3,93 untuk tipe “ERMO”). Pembelajaran menurut sintaks “ORME” dan “ERMO” memberikan ruang bagi mahasiswa untuk melakukan pengamatan, penalaran, visualisasi dan imajinasi model molekul, serta memahami wacana berkaitan dengan konten kimia. Langkah-langkah tersebut merupakan langkah penting dalam membangun model mental kimia (Jansoon, 2009; JohnsonLaird, 1983; dan Chittleborough, 2004). Menurut Sastrawijaya (dalam Effendy, 2002), konsep-konsep kimia tergolong konsepkonsep tingkat tinggi, sehingga pembelajarannya juga perlu melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, termasuk di antaranya keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Penerapan model TripeChem pada pembelajaran Kimia Organik melatih keterampilanketerampilan berpikir kritis berikut. (1) Keterampilan berpikir sebab-akibat untuk mendeskripsikan hubungan antara struktur molekul dengan sifat fisika dan kimia senyawa. (2) Keterampilan berpikir analisis-sintesis untuk menentukan gugus-gugus atom dalam molekul organik yang akan terlibat dalam reaksi-reaksi kimia organik dan menentukan produk yang dihasilkan. (3) Keterampilan berpikir prediktif untuk meramalkan mekanisme reaksi senyawasenyawa organik. (4) Keterampilan penalaran B - 22 Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015 deduktif-induktif untuk merumuskan kesimpulan penyelidikan, dan mengidentifikasi senyawa unknown berdasarkan data penyelidikan. Kondisi itu menyebabkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa terlatih dengan baik. Di sisi lain, keterampilan berpikir kreatif mereka dilatih pada penentuan rumus struktur dan stereokimia senyawa-senyawa organik, serta dalam perancangan model molekul menggunakan molymod. Kegiatan tersebut berkontribusi terhadap keterampilan berpikir kreatif mahasiswa. Selain itu, representasi visual yang dibuat oleh mahasiswa tidak hanya berperan sebagai alat komunikasi, tetapi juga cara berpikir kimia bagi mahasiswa bersangkutan (Habraken, 2004). Kinerja mahasiswa selama pembelajaran mencakup seluruh aktivitas mereka dalam merencanakan penyelidikan, melakukan penyelidikan, menganalisis data dan menyimpulkan, serta mengomunikasikan hasil penyelidikan dan diskusinya. Latihan dan pembiasaan tersebut menyebabkan kinerja mahasiswa selama pembelajaran tergolong tinggi. Di sisi lain, sikap personal dan sosial mahasiswa calon guru juga tergolong tinggi karena mereka banyak dilatihkan untuk melaksanakan tugas-tugas individu dan kelompok. Implikasi temuan ini adalah perlu dilakukan integrasi teori dan praktikum dalam perkuliahan Kimia Organik. Hal itu disebabkan model mental mahasiswa tentang konsep-konsep kimia akan terbentuk secara utuh jika dibelajarkan lewat kegiatan mengamati objek (fenomena) kimia secara langsung, diikuti dengan penalaran pada tingkat molekuler, visualisasi dan imajinasi model molekul, serta verifikasi secara teoritis. dengan jenis konsep yang akan diajarkan, namun selalu diarahkan untuk membangun model mental mahasiswa tentang triplet kimia dan interkoneksinya secata utuh. Kedua, validasi model pembelajaran TripleChem dilakukan dengan FGD, melibatkan lima orang ahli. Menurut tim pakar, model pembelajaran tersebut tergolong sangat baik (rerata skor 4,70; skor maksimal 5), sehingga secara teoritis layak diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Ketiga, keterterapan model pembelajaran tersebut di kelas tergolong sangat tinggi (rerata skor 4,61), sehingga secara praktis juga layak diterapkan untuk mengajarkan konsep-konsep kimia. DAFTAR PUSTAKA Achmad, H. & Baradja, L., 2012. Demonstrasi Sains Kimia: Kimia Deskriptif melalui Demo Kimia Jilid 1. Bandung: Nuansa. Afandi, M., Chamalah, E., & Wardani, O. P., 2013. Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah. Semarang: UNISSULA Press. Ben-Zvi, R., Eylon, B., & Silberstein, J., 1987. Is an atom of copper malleable? Journal of Chemical of Education, 63(1): 64 – 66. Chittleborough, G., 2004. The Role of Teaching Models and Chemical Representations in Developing Student’s Mental Model of Chemical Phenomena. Tesis Doktor in Curtin University of Technology.. Effendy, 2002. Upaya untuk mengatasi kesalahan konsep dalam pengajaran kimia dengan menggunakan strategi konflik kognitif. Media Komunikasi Kimia Jurnal Ilmu Kimia dan Pembelajarannya, 2(6): 1 – 22. Gabel, D., 1993. Use of the particulate nature of matter in developing conceptual understanding. Journal of Chemical Education, 70(3): 1993 – 197. Gabel, D., 1999. Improving teaching and learning through chemistry education research: a look to the future. Journal of Chemical Education. 76(4): 548 – 553. KESIMPULAN Habraken, C., 2004, Integrating into Chemistry Teaching Today's Student's Visuospatial Talents and Skills, and the Teaching of Today's Chemistry's Graphical Language. Journal of Science Education and Technology, 13(1), 89-93.. Berdasarkan pembahasan di depan dapat diambil simpulan sebagai berikut. Pertama, model pembelajaran TripleChem merupakan model khusus (specific model) untuk pembelajaran kimia, khususnya kimia organik. Langkah-langkah pembelajarannya disesuaikan Jansoon, N., 2009. Understanding Mental Models of Dilution in Thai Students. International B - 23 Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015 Journal of Environmental Education. 4(2): 147 – 168. & Science tidak dipublikasikan PPs UNESA Prodi Pendidikan Matematika. Johnson, E. B., 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press. Inc. Pendit, S., 2007. Filsafat Hindu Dharma: SadDarÅ›ana. Denpasar: Bali Post. Johnson-Laird, P. N., 1983. Mental Models: Towards a Cognitive Science of Language, Inference, and Consciousness. Cambridge, MA: Harvard University Press.Johnstone, A. H., 2006. Chemical education research in Glasgow in perspective. Chemistry Education and Practice, 7(2): 49 – 63. Slavin, R. E., 2008. Educational Psychology Theory and Practice. 8th edition. Boston: Pearson. Suja, I W., Retug, N., & Siregar, M., 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Kimia Berbasis Siklus Belajar Catur Pramana. Laporan Penelitian Research Grant I-MHERE Undiksha Tidak dipublikasikan. Singaraja: Lembaga Penelitian Undiksha. Joyce, B., & Weil, M., 1996. Models of Teaching. Fifth Edition. United State of America: A Simon & Schuster Company. Talanquer, V., 2011. Macro, Submicro, and Symbolic: The many faces of the chemistry “triplet.” International Journal of Science Education, 33(2):179–195. Nieveen, N., 1999. Prototyping to Reach Product Quality. In Jan Van den Akker, R. M. Branch, K. Gustafson, N. Nieveen & Tj. Plomp (Eds). Design Approaches and Tools in Education and Training (pp 125 – 135). Kluwer Academic Publisher, Dordrech, The Nederlands. Parta, Tasker, D., & Dalton, R., 2006. Research into Practice: visualization of the molecular world using animations. Chem. Educ. Res. Prac., 7: 141 – 159. Woolfolk, A., 2009. Education Psychology Active Learning Edition (Terjemahan Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar I N., 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri untuk Penghalusan Pengetahuan Matematika Mahasiswa Calon Guru Melalui Pengajuan Pertanyaan. Disertasi B - 24