Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
Perancangan dan Validasi Model Pembelajaran TripleChem
Designing and Validating of TripleChem Learning Model
I Wayan Suja, Leny Yuanita, Muslimin Ibrahim
Program Studi S3 Pendidikan Sains, Program Pasca Sarjana Unesa
Kampus Ketintang, Surabaya, 60231; Telepon/Faksimile: +6231.8293484
e-mail: [email protected]
Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah merancang dan memvalidasi model pembelajaran khusus untuk
kimia, yang selanjutnya dilabel sebagai model TripleChem. Perancangan model pembelajaran
TripleChem didasarkan atas kecocokan ketiga level kimia (makroskopis, submikroskopis, dan simbolik)
untuk diajarkan dengan epistemologi Catur Pramana, yang meliputi pratyaksa (observing), anumana
(reasoning), upamana (modelling), dan sabda (explanating). Observing berkaitan dengan pengenalan
level makroskopis, reasoning berhubungan dengan level submikroskopis (molekuler), dan modelling
berkaitan dengan level simbolik. Pengetahuan yang benar tentang ketiga level kimia dan interkoneksinya
juga bisa diperoleh dari buku dan penjelasan orang-orang yang berkompeten (explanating). Validasi draf
model pembelajaran dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD) dengan melibatkan lima orang
ahli. Menurut tim ahli, model pembelajaran tersebut tergolong sangat baik (rerata skor 4,70; skor
maksimal 5) dan layak diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Selanjutnya, keterterapan model
pembelajaran tersebut di kelas tergolong sangat tinggi (rerata skor 4,61).
Kata-kata kunci: model pembelajaran TripleChem, tiga level kimia, dan Catur Pramana
Abstract. The purpose of this study was to design and validate a specific learning model for the
chemistry, which then labeled as TripleChem model. Designing of TripleChem learning model is based
on compatibility of three levels of the chemistry (macroscopic, sub-microscopic, and symbolic) to be
taught by Catur Pramana epistemology, which includes pratyaksa (observing), anumana (reasoning),
upamana (modeling), and sabda (explanating). Observing related to the introduction of the macroscopic
level, reasoning associated with sub-microscopic level (molecular), and modeling related to the symbolic
level. Knowledge of the three levels of the chemistry and its interconnection can also be obtained from
references and some one explanation who is competent (explanating). Validating of learning model draft
conducted by Focus Group Discussion (FGD) involving five experts. According experts team, that
learning model is classified as very good (mean score 4.70; maximum score 5) and feasible in the
classroom. Furthermore, the learning model implementing in the classroom is very high (mean score
4.61)
Key words: TripleChem learning model, three levels of chemisty, and Catur Pramana
simbolik, secara utuh (Johnstone, 2006; Ben-Zvi
et al., 1987; Talanquer, 2011).
Berbagai strategi dan model pembelajaran
yang telah diujicobakan dalam pembelajaran
kimia dapat dipaparkan sebagai berikut. Tasker
dan
Dalton
(2006)
telah
mendesain
pembelajaran
VisChem
dengan
urutan
pembelajaran
dari
aspek
makroskopis,
submikroskopis, dan simbolik. Sejalan dengan
pandangan tersebut, Achmad & Baradja (2012)
menyarankan agar proses belajar-mengajar
kimia melibatkan siswa dan guru dalam
PENDAHULUAN
Setiap bidang studi memiliki karakteristik
materi ajar berbeda dengan bidang studi lainnya.
Keragaman karakteristik materi subjek pada
setiap bidang studi menuntut strategi khusus
dalam pembelajarannya. Dalam pembelajaran
kimia, agar dapat mengajarkan konsep-konsep
kimia
secara
efektif,
pendidik
mesti
mengajarkan ketiga level kimia, yang mencakup
level makroskopis, submikroskopis, dan
B - 15
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
sederetan kegiatan intelektual yang rumit,
dengan urutan: 1) mengamati fenomena dan
mempelajari fakta, 2) memahami model dan
teori,
3)
mengembangkan
keterampilan
penalaran, dan 4) menguji epistemologi kimia.
Temuan penelitian Suja et al. (2008)
menunjukkan,
tahap-tahap
pembelajaran
menurut Tasker & Dalton (2006) serta Achmad
& Baradja (2012) cocok diterapkan untuk
mengajarkan konsep-konsep kimia nyata, namun
kurang efektif digunakan untuk mengajarkan
konsep-konsep kimia abstrak. Konsep-konsep
kimia abstrak-teoritis, seperti struktur atom,
orbital atom, ikatan kimia, dan stereokimia lebih
efektif diajarkan mulai dari eksplanasi teoritis
sebelum
menyampaikan
dukungan
data
empirisnya. Konsep-konsep tersebut tidak dapat
diamati, yang bisa diukur atau diamati hanyalah
dampaknya. Temuan tersebut sejalan dengan
pandangan Gabel (1999), yang menyatakan
pembelajaran konsep-konsep kimia abstrak lebih
efektif dimulai dengan pengenalan level
submikroskopis, sebelum menghadirkan kimia
deskriptif pada level makroskopis.
Subagia (2006) mengembangkan model
siklus belajar yang digalinya dari nilai-nilai
kearifan lokal masyarakat Bali. Model siklus
belajar tersebut berdasarkan Tri Pramana, yang
meliputi pengamatan langsung (pratyaksa/P),
penalaran atas gejala-gejala yang ada
(anumana/A), dan mendengarkan informasi dari
narasumber (guru) atau membaca informasi
yang telah didokumentasikan (sabda/S). Ketiga
cara tersebut dikaitkan dengan pengembangan
ketiga potensi yang melekat pada diri pebelajar,
yakni kemampuan untuk bergerak (bayu),
berbicara (sabda) dan berpikir (idep). Dari
ketiga cara untuk memperoleh pengetahuan
tersebut, telah dikembangkan enam model siklus
belajar, yaitu: SPA (sabda-pratyaksa-anumana),
SAP (sabda-anumana-pratyaksa), PSA (pratyaksa-sabda-anumana), PAS (pratyaksa-anumana-sabda), ASP (anumana-sabda-pratyaksa),
dan APS (anumana-pratyaksa-sabda). Tiap-tiap
siklus tersebut mempunyai karakteristik
tersendiri yang ditunjukkan oleh prinsip belajar
mengajar
dan
sintaks
pembelajarannya.
Walaupun model siklus belajar tersebut telah
memberikan ruang bagi siswa untuk melakukan
pengamatan, penalaran, dan juga verifikasi
teoritis, namun tidak memberikan tuntunan yang
tegas tentang bagaimana mereka mesti
melakukan penalaran pada tingkat submikroskopis.
Untuk
membantu
pebelajar
mengembangkan model mentalnya dalam
memahami level-level kimia dan membangun
interkoneksi ketiga level kimia tersebut, penulis
mengembangkan
model
pembelajaran
TripleChem.
Model pembelajaran tersebut
mengadaptasi empat cara untuk memperoleh
pengetahuan yang benar menurut Filsafat Nyaya
(Pendit, 2007). Ke empat cara itu dinamakan
Catur Pramana, meliputi: pratyaksa pramana
atau pengamatan (observing), anumana
pramana atau penalaran (reasoning), upamana
pramana atau pemodelan (modelling), dan
sabda pramana atau pernyataan dari sumber
terpercaya (explanating).
Keterjalinan dan
kesesuaian antara level-level kimia dengan cara
untuk mempelajarinya menurut Catur Pramana
dapat dilihat pada Gambar 1 (dikembangkan dari
Jansoon, 2009)
Gambar 1. Keterkaitan Konten Kimia
dengan Konteks Pedagogi Catur Pramana
Dalam gambar skematis di atas
ditampilkan masing-masing
level kimia
memiliki hubungan khusus dengan cara untuk
memperoleh pengetahuan menurut Catur
Pramana.
Observing
berkaitan
dengan
pengenalan level makroskopis, reasoning
berhubungan dengan level submikroskopis
(molekuler), dan modelling berkaitan dengan
B - 16
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
level simbolik. Pengetahuan yang benar tentang
ketiga level kimia tersebut dan juga
interkoneksinya juga bisa diperoleh dari buku
dan penjelasan orang-orang yang berkompeten
(explanating). Dengan demikian, keempat cara
tersebut cocok digunakan untuk mempelajari
ketiga level kimia dan interkoneksinya.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk
mengembangkan model pembelajaran yang
cocok digunakan untuk mengajarkan ketiga
level kimia secara komprehensif dan
interkonektif.
Secara khusus, kegiatan
penelitian
ini
bertujuan
untuk
(1)
mendeskripsikan
karakteristik
model
pembelajaran TripleChem, (2) menentukan
validitas model pembelajaran tersebut, dan (3)
menentukan tingkat keterterapannya di kelas.
Tingginya validitas dan tingkat keterterapan
model pembelajaran tersebut memungkinkan
untuk digunakan sebagai model khusus (specific
model) dalam pembelajaran kimia.
Komponen model yang dimaksudkan
meliputi sintaks, sistem sosial, prinsip
reaksi, sistem pendukung, serta dampak
instruksional dan pengiring.
2. Kepraktisan
(practically).
Aspek
kepraktisan terpenuhi jika (1) tim ahli
menyatakan draf model tersebut dapat
diterapkan (usable), dan (2) kenyataan
menunjukkan model tersebut memang
dapat
diterapkan
(keterlaksanaannya
tergolong kategori tinggi).
3. Keefektivan
(effectiveness).
Model
pembelajaran dikatakan efektif jika
memenuhi semua indikator keefektifan
(Parta,
2009),
meliputi:
pebelajar
menikmati dan menghargai model yang
diterapkan (appreciate), dan tujuan
pembelajaran tercapai.
Dari ketiga kriteria kualitas model pembelajaran
tersebut, hanya kriteria (1) dan (2) yang dikaji
dalam artikel ini.
METODE
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan
Pendidikan Kimia, Fakultas MIPA, UNDIKSHA
pada tahun 2014. Kegiatan penelitian melibatkan
analisis kebutuhan yang di dalamnya mencakup
studi literatur dan studi lapangan. Hasil analisis
kebutuhan dijadikan dasar perancangan model
pembelajaran TripleChem.
Draf model
pembelajaran yang dihasilkan selanjutnya
divalidasi oleh tim pakar secara tertulis dan
dilanjutkan dengan Focus Group Discussion
(FGD). Setelah direvisi sesuai dengan saran tim
pakar, model pembelajaran tersebut diujicobakan pada skala terbatas, skala luas, dan uji
lapangan.
Menurut Nieveen (1999), kualitas model
pembelajaran ditentukan dengan tiga kriteria
berikut.
1. Kevalidan (validity).
Aspek validitas
ditinjau dari dua aspek, yaitu: (a) “apakah
model pembelajaran yang dikembangkan
didasarkan pada rasional teoritis yang kuat
(validitas isi)?” dan (b) “apakah terdapat
konsistensi secara internal dari semua
komponen model (validitas konstruk)?”
1. Karakterisktik Model Pembelajaran
TripleChem
Buku model pembelajaran TripleChem
terdiri dari empat bab, yang meliputi Bab
Rasional, Landasan Filosofis dan Teoritis,
Kerangka Dasar, dan Penutup. Uraian keempat
bab tersebut dapat disarikan sebagai berikut.
Rasional.
Bagian
rasional
model
pembelajaran TripleChem terdiri dari tiga
bagian, yaitu: latar belakang, sasaran, dan
manfaat. Pada bagian latar belakang dipaparkan
tentang pentingnya pengenalan ketiga level
kimia —makroskopis, submikroskopis, dan
simbolik— dalam pengajaran kimia (Johnstone,
2006; Ben-Zvi et al., 1987; Talanquer, 2011)
sebagaimana telah dipaparkan pada bagian
pendahuluan artikel ini. Untuk mengajarkan
kimia, model pembelajaran TripleChem
memperkenalkan dua sintaks pembelajaran
sesuai dengan karakteristik konsep kimia yang
akan diajarkan. Konsep-konsep kimia yang
bersifat nyata diperkenalkan mulai dari level
makroskopis, submikroskopis, dan simbolik;
B - 17
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
sebaliknya konsep-konsep kimia abstrak-teoritis
diajarkan dengan urutan level submikrokopis,
simbolik, dan makroskopis.
Sasaran model pembelajaran TripleChem
adalah model mental kimia, keterampilan
berpikir kritis, dan keterampilan berpikir kreatif
(ranah
kognitif);
terampil
merancang,
melakukan praktikum, dan mengomunikasikan
hasil penyelidikan/praktikum (ranah kognitif dan
psikomotorik); serta sikap personal dan sosial
mahasiswa calon guru kimia (ranah afektif).
Dengan urutan sintaks pembelajaran yang
jelas, model pembelajaran TripleChem dapat
digunakan untuk mengajarkan ketiga level kimia
secara utuh dan terpadu, serta membantu proses
penalaran
pada
level
submikroskopis
menggunakan model molekul (molymod,
ChemDraw, dan Chem3D), serta analogi.
Model pembelajaran TripleChem juga dapat
diarahkan untuk membangun pedagogical
content knowledge (PCK) dalam bidang kimia.
Kerangka Dasar. Model pembelajaran
TripleChem terdiri dari lima aspek, yaitu sintaks,
sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung,
serta dampak instruksional dan pengiring (Joyce
& Weil, 1996).
1) Sintaks pembelajaran
TripleChem ada dua macam, sesuai dengan
karakteristik konsep kimia yang akan diajarkan.
Konsep kimia nyata diajarkan dengan urutan
kegiatan: observing → reasoning → modelling
→ explanating (tipe “ORME”); sebaliknya
konsep kimia abstrak diajarkan dengan urutan
explanating → reasoning → modelling →
observing (tipe “ERMO”). Setiap akhir kegiatan
selalu diakhiri dengan aplikasi (applicating)
model mental untuk memecahkan masalah.
Tahap explanating pada tipe “ERMO”
dimaksudkan sebagai pengatur awal (advance
organizer) agar pebelajar (mahasiswa) terbuka
pikirannya untuk memahami konsep-konsep
kimia abstrak-teoritis yang akan dipelajarinya.
2) Sistem sosial model pembelajaran TripleCem
menekankan pada kerjasama (cooperative
learning) dan peran aktif pebelajar (student
active learning) dengan mengacu pada filsafat
konstruktivisme
sosial
Vygotsky
untuk
membangun sikap personal dan sosial
mahasiswa. 3) Prinsip reaksi model pembelajaran TripleChem dikembangkan dari semangat
kepemimpinan Ki Hajar Dewantara, mulai dari
ing arso sung tulodo (di depan menjadi
panutan), ing madyo mangun karso (di tengah
memberikan motivasi), dan tut wuri handayani
(dari
belakang
memberikan
dorongan).
Kegiatan tersebut merupakan langkah-langkah
scaffolding dalam konstruktivisme sosial
Vygotsky.
4) Sistem pendukung model
pembelajaran TripleChem meliputi alat-alat dan
bahan-bahan kimia, media pembelajaran
(molymod serta program ChemDraw dan
Chem3D), buku ajar Kimia Organik, hand-out,
Lembar Kegiatan Mahasiswa (LKM), Lembar
Diskusi Mahasiswa (LDM), Lembar Tugas
Mandiri (LTM), dan sumber informasi lainnya.
5) Dampak instruksional penerapan model
pembelajaran TripleChem mencakup model
mental mahasiswa tentang tiga level kimia dan
interkoneksinya, keterampilan berpikir kritis dan
Landasan Filosofis dan Teoritis.
Landasan
filosofis
model
pembelajaran
TripleChem mengacu pada epistemologi Catur
Pramana dalam Filsafat Nyaya (Pendit, 2007),
sebagaimana telah dipaparkan pada bagian
pendahuluan artikel ini. Pengembangan model
pembelajaran TripleChem juga didukung dengan
filsafat konstruktivisme individual oleh Piaget
dan konstruktivisme sosial oleh Vygotsky
(Slavin, 2008). Catur Pramana digunakan untuk
mengembangkan sintaks pembelajaran, serta
filsafat konstruktivisme untuk mendukung
pengembangan sistem sosial dan prinsip reaksi
model pembelajaran TripleChem. Sesuai saran
tim ahli, bagian landasan filosofis dan teoritis
juga dilengkapi dengan kajian ontologis,
epistemologis, dan aksiologis.
Selanjutnya,
pada landasan pemikiran tentang belajar kimia
dilengkapi teori belajar kognitif, yang mencakup
pembelajaran konsep melalui proses penemuan
dan pemaparan, serta teori pemrosesan
informasi. Karakteristik pembelajaran kimia
juga
ditinjau
dari
aspek
ontologis,
epistemologis, dan aksiologis.
B - 18
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
kreatif, kinerja mahasiswa selama pembelajaran,
serta sikap personal dan sosial mahasiswa calon
guru kimia. Selanjutnya, dampak pengiringnya
adalah
kemampuan
mahasiswa
untuk
memecahkan masalah kimia dalam kehidupan
sehari-hari.
Validasi draf model pembelajaran
TripleChem dilakukan dengan Focus Group
Discussion (FGD). Kegiatan FGD dilaksanakan
pada hari Kamis, 13 Pebruari 2014 bertempat di
Ruang Sidang Fakultas MIPA Undiksha
Singaraja. Kegiatan FGD melibatkan tim pakar
sebagai penilai.
Keanggotaan tim pakar
meliputi ahli pembelajaran sains, ahli
pembelajaran kimia, ahli media pembelajaran,
dan ahli konten kimia organik.
Draf model pembelajaran TripleChem
telah dikirimkan kepada tim pakar satu minggu
sebelum pelaksanaan FGD. Mereka diminta
untuk memberikan penilaian in static terhadap
draf model pembelajaran TripleChem tersebut.
Hasil penilaian tim pakar terhadap draf model
pembelajaran TripleChem dapat dilihat pada
Tabel 1.
Penutup. Bagian penutup terdiri dari
simpulan dan rekomendasi. Bagian simpulan
memuat ringkasan isi draf model pembelajaran
yang
telah
dipaparkan
pada
bab-bab
sebelumnya.
Bagian rekomendasi memuat
harapan kepada lembaga pendidikan agar
menyediakan alat-alat dan bahan-bahan kimia
yang diperlukan untuk mendukung pembelajaran
kimia. Pembelajaran kimia tidak akan lengkap
tanpa kegiatan observasi terhadap objek atau
fenomena tentang level makroskopis kimia.
2. Validasi Draf Model Pembelajaran
TripleChem
Tabel 1 Penilaian Pakar tentang Model Pembelajaran TripleChem
Skor dari Tim Pakar (maks=5)
No
Komponen Model
Rerata
A
B
C
D
E
A. Rasionalitas Model
1. Kejelasan latar belakang model
5
5
4
5
5
4,8
2. Kejelasan sasaran yang ingin dicapai
5
4
5
5
5
4,8
3. Manfaat model bagi pebelajar dan pendidik
5
5
5
5
4
4,8
Rerata Komponen A
5
4,7
4,7
5
4,7
4,8
B. Landasan Filosofis dan Teoritis
1. Kejelasan landasan filosofis model
4
5
4
4
5
4,4
2. Kejelasan landasan teoritis tentang belajar kimia
4
5
4
4
5
4,4
Rerata Komponen B
4
5
4
4
5
4,4
C. Kerangka Dasar Model
1. Kelengkapan komponen model pembelajaran
5
5
5
5
5
5,0
2. Kejelasan sintaks pembelajaran
4
5
5
4
4
4,4
3. Kejelasan sistem sosial
5
5
5
5
5
5,0
4. Kejelasan prinsip reaksi
4
4
5
5
5
4,6
5. Kejelasan sistem pendukung
5
5
5
5
5
5,0
6. Kejelasan dampak instruksional dan pengiring
4
4
5
4
5
4,4
Rerata Komponen C
4,5
4,7
5,0
4,7
4,8
4,7
D. Kepraktisan
1. Kemungkinan terlaksananya di lapangan
4
5
4
5
5
4,6
2. Kejelasan bahasa yang digunakan
5
5
5
5
5
5,0
Rerata Komponen D
4,5
5
4,5
5
5
4,8
Rerata Keseluruhan Komponen Model
4,5
4,9
4,5
4,7
4,9
4,7
B - 19
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
Berdasarkan data dalam Tabel 1 di atas
dapat diketahui, bahwa menurut tim pakar draf
model pembelajaran TripleChem tersebut secara
umum dinilai sudah memenuhi persyaratan
sebagai sebuah model pembelajaran. Penilaian
tim pakar terhadap model pembelajaran tersebut
tergolong sangat baik (rerata skor 4,7).
Penilaian mereka untuk setiap komponen model,
meliputi: rasionalitas model tergolong sangat
baik (rerata skor 4,8), landasan filosofis dan
teoritis model tergolong baik (rerata skor 4,4),
kerangka dasar model tergolong sangat baik
(rerata skor 4,7), dan kepraktisan untuk
diterapkan tergolong sangat baik (rerata skor
4,8). Dengan demikian, secara teoritis model
TripleChem dipandang sangat layak diterapkan
dalam pembelajaran kimia.
Walaupun telah dinilai sangat layak untuk
diterapkan, khususnya dalam pembelajaran
Kimia Organik, dalam diskusi muncul saran
berkaitan dengan nama model pembelajaran
tersebut. Salah seorang pakar memandang nama
TripleChem tidak cocok. Menurutnya, model
pembelajaran
dicirikan
oleh
sintaks
pembelajarannya, seperti model pembelajaran
inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, Student
Team Achievement Division (STAD), Group
Investigation (GI), dan lain-lainnya. Untuk itu,
disarankan
memakai
nama
“Model
QuarterChem” karena sintaks pembelajarannya
terdiri dari empat tahap.
Diskusi juga
berkembang karena sintaks model TripleChem
ada dua, sedangkan model pembelajaran
umumnya memiliki satu macam sintaks yang
spesifik.
Terhadap saran tersebut, penulis
menyampaikan tanggapan yang kemudian
disepakati oleh tim pakar sebagai berikut.
Pertama, Istilah TripleChem digunakan oleh
penulis untuk menyatakan, bahwa model
pembelajaran tersebut bersifat spesifik untuk
mengajarkan
tiga
level
kimia
secara
komprehensif dan interkonektif, sebagai bentuk
revisi atas model pembelajaran Kimia berbasis
Catur Pramana yang telah dikembangkan
sebelumnya oleh peneliti (Suja et al., 2008).
Kedua, sampai saat ini belum ada nomenklatur
berkaitan
dengan
penamaan
model
pembelajaran.
Penamaan model-model
pembelajaran yang bersifat generik memang
banyak mencerminkan sintaks pembelajarannya,
namun model pembelajaran yang bersifat
spesifik justru menekankan pada kontennya.
Sebagai
contoh,
“Model
Pembelajaran
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
(PMRI)” merupakan model pembelajaran
khusus untuk matematika yang mengungkapkan
pengalaman dan kejadian yang dekat dengan
siswa sebagai sarana untuk memahami persoalan
matematika (Afandi et al., 2013). Nama model
pembelajaran PMRI tidak mencerminkan
langkah-langkah
pokok
pembelajarannya
(sintaks). Ketiga, tidak semua model
pembelajaran hanya memiliki satu sintaks.
Penamaan “Model Pembelajaran Kooperatif”
sebagai contoh, lebih mendekati sistem sosial
pembelajaran daripada sintaksnya (Johnson,
2002). Sintaks model pembelajaran kooperatif
juga bervariasi, sehingga dikenal beberapa tipe
model pembelajaran kooperatif, termasuk di
antaranya: Students Team Achievement Division
(STAD), Jigsaw, dan Group Investigation (GI).
Sejalan dengan itu, model pembelajaran
TripleChem memiliki dua variasi sintaks, yaitu
tipe “ORME” dan tipe “ERMO.” Pemilihan
penerapan sintaks pembelajaran tersebut sesuai
dengan karakteristik konsep kimia yang akan
diajarkan.
Pada bagian diskusi juga diberikan saran
oleh tim pakar agar Landasan filosofis dan
teoritis model dilengkapi dengan landasan
keilmuan: ontologis, epistemologis, dan
aksiologis, serta ditambahkan teori belajar
Bruner dan Ausubel. Selain itu, perlu dilakukan
elaborasi
tentang
filsafat
Nyaya
dan
konstruktivisme.
Saran
tersebut
telah
diakomodasi pada revisi model pembelajaran
ini. Selain kecocokan untuk dijadikan pedoman
dalam pembelajaran kimia, khususnya Kimia
Organik, ahli konten kimia organik memandang
model ini bisa mengalami kendala dalam
implementasinya terutama pada SDM, saranaprasarana, dan waktu yang diperlukan untuk
pembelajaran (time consuming). Di sisi lain,
ahli media pembelajaran menilai kemajuan
B - 20
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
teknologi multimedia akan sangat mendukung
fisibilitas (feasibility) penerapan model ini.
Akhirnya, tim ahli menilai model pembelajaran
TripleChem sangat potensial digunakan untuk
mengembangkan pemahaman kimia pebelajar
secara mendalam. Model ini juga memfasilitasi
pengalaman belajar yang mendorong pebelajar
berinteraksi sosial dan berpikir kritis.
pembelajaran TripleChem terlaksana dengan
sangat baik (rerata skor 4,73; masing-masing
4,77 untuk tipe “ORME” dan 4,68 untuk tipe
“ERMO”).
Tingginya keterterapan sintaks
model pembelajaran TripleChem menunjukkan
bahwa ada hubungan dan kecocokan (link and
match) antara konten triplet kimia dengan
epistemologi Catur Pramana.
Pada tahap
modelling dilakukan perancangan model
molekul menggunakan molymod, sehingga
keberadaan molekul yang abstrak untuk
dipikirkan pada tahap reasoning menjadi lebih
nyata.
Keberadaan dan dinamika molekul
menjadi semakin akrab dengan mahasiswa
karena pembelajaran juga dilengkapi dengan
penggunaan analogi. Menurut Gabel (1993) dan
Suckling et al. (1995) berbagai konsep abstrakteoritis yang tidak kasat mata dalam
pembelajaran sains (kimia) tidak dapat
dijelaskan secara efektif tanpa menggunakan
analogi.
3. Keterterapan Model Pembelajaran
TripleChem
Keterterapan
model
pembelajaran
TripleChem telah diujicobakan dalam skala
terbatas dan skala luas. Rekap rata-rata skor
keterterapan model pembelajaran TripleChem,
masing-masing untuk tipe “ORME” dan
“ERMO” dalam pembelajaran Kimia Organik
pada skala luas dapat dilihat pada Tabel 2.
Data dalam Tabel 2 menunjukkan,
bahwa rerata keterterapan model pembelajaran
TripleChem tergolong sangat tinggi (rerata skor
4,61; masing-masing 4,64 untuk tipe “ORME”
dan 4,58 untuk tipe “ERMO”). Sintaks model
Tabel 2. Rekap Data Keterterapan Model Pembelajaran TripleChem (skor maks = 5)
No
Uraian
Tipe “ORME”
1
Pertemuan ke2
Sintaks Pembelajaran
3
Sistem Sosial
4
Prinsip Reaksi
5
Sistem Pendukung
6
Dampak Instruksional dan
Pengiring
Rerata skor tipe “ORME”
Tipe “ERMO”
1
Pertemuan ke2
Sintaks Pembelajaran
3
Sistem Sosial
4
Prinsip Reaksi
5
Sistem Pendukung
6
Dampak Instruksional dan
Pengiring
Rerata skor tipe “ERMO”
Rerata skor model TripleChem
Ujicoba
ke-1
Ujicoba
ke-2
Ujicoba
ke-3
Ujicoba
ke-4
Ujicoba
ke-5
2
4,33
4,00
4,65
4,67
3
4,50
4,13
4,80
4,78
8
5,00
4,75
4,90
5,00
9
5,00
4,48
5,00
5,00
10
5,00
5,00
5,00
5,00
4,77
4,47
4,87
4,89
3,50
3,58
4,42
4,50
4,67
4,13
4,23
4,36
4,81
4,88
4,93
4,64
1
4,25
4,00
4,60
4,80
4
4,67
4,50
4,80
4,83
5
4,75
4,63
4,85
4,89
6
4,83
4,75
4,90
4,94
7
4,92
4,88
4,95
5,00
4,68
4,55
4,82
4,89
3,40
3,75
3,92
4,17
4,42
3,93
4,21
4,51
4,61
4,72
4,83
4,58
4,61
Sistem sosial pembelajaran terlaksana
dengan sangat baik (rerata skor 4,51; masingmasing 4,47 untuk tipe “ORME” dan 4,55 untuk
tipe “ERMO”).
Kondisi itu menunjukkan,
Rerata
bahwa sistem sosial model pembelajaran
TripleChem sesuai dengan latar belakang sosialbudaya masyarakat yang hidup dalam sistem
komunal dengan mengedepankan harmoni
B - 21
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
dalam kebersamaan, sehingga cocok dengan
cooperative learning. Dalam tradisi lokal ada
petuah yang dijadikan tuntunan dalam belajar,
yaitu: “bareng-bareng melajah” dan “melajah
bareng-bareng” (bersama-sama belajar dan
belajar bersama-sama).
Tuntunan tersebut
sejalan dengan salah satu pilar pendidikan,
learning to life together. Tuntunan tradisi sosial
tersebut juga sejalan dengan pandangan filsafat
konstruktivisme
sosial
Vygotsky,
yang
memandang konstruksi pengetahuan oleh
pebelajar akan berlangsung lebih efektif jika ada
dalam interaksi dengan pebelajar lainnya
(Woolfolk, 2009).
Prinsip reaksi pembelajaran TripleChem
terlaksana dengan sangat baik (rerata skor 4,85;
masing-masing 4,87 untuk tipe “ORME” dan
4,82 untuk tipe “ERMO”).
Kondisi itu
menunjukkan bahwa dosen mampu memerankan
dirinya sebagai pendukung “student active
learning.” Selama pembelajaran, mahasiswa
bekerja dalam kelompok kecil (beranggotakan 3
– 5 mahasiswa), dan dosen berperan sebagai
motivator, fasilitator, dan mediator sesuai
dengan keperluan belajar mahasiswa. Pada
kegiatan praktikum, dosen semula berperan
sebagai panutan, memberikan contoh, sesuai
prinsip “ing arso sung tulodo.” Selanjutnya,
secara bertahap menyerahkan tanggung jawab
belajar kepada mahasiswa, sesuai prinsip “ing
madyo mangun karso,” dan “tut wuri
handayani,”
agar
mahasiswa
mampu
mengembangkan kreativitasnya sendiri. Kondisi
itu sesuai dengan langkah scaffolding dalam
teori konstruktivisme sosial oleh Vygotsky
(Woolfolk, 2009).
Sistem pendukung model pembelajaran
TripleChem tersedia dan dapat digunakan
dengan sangat baik (rerata skor 4,89).
Tingginya keterterapan sistem pendukung model
pembelajaran TripleChem disebabkan alat-alat,
bahan-bahan kimia, dan media pembelajaran
yang diperlukan dalam pembelajaran telah
disiapkan dengan baik.
Lembar Kegiatan
Mahasiswa (LKM) yang sudah disiapkan dapat
dijadikan penuntun dalam melakukan praktikum
pada tahap Observing dan Reasoning.
Selanjutnya, Lembar Diskusi Mahasiswa (LDM)
dapat dijadikan pedoman dalam melakukan
pembelajaran pada tahap Modelling dan
Explanating didukung dengan buku ajar dan
hand-out. Terakhir, Lembar Tugas Mandiri
(LTM) dapat digunakan sebagai alat ukur model
mental kimia, serta keterampilan berpikir kritis
dan kreatif mahasiswa pada tahap Applicating
model mental.
Dampak instruksional dan pengiring
model pembelajaran TripleChem terhadap model
mental,
keterampilan
berpikir
kritis,
keterampilan berpikir kreatif mahasiswa, kinerja
mahasiswa selama pembelajaran, sikap sosial
dan personal mahasiswa calon guru, serta
keterampilan mahasiswa untuk memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari tergolong
tinggi (rerata skor 4,03; masing-masing 4,13
untuk tipe “ORME” dan 3,93 untuk tipe
“ERMO”).
Pembelajaran menurut sintaks
“ORME” dan “ERMO” memberikan ruang bagi
mahasiswa untuk melakukan pengamatan,
penalaran, visualisasi dan imajinasi model
molekul, serta memahami wacana berkaitan
dengan konten kimia. Langkah-langkah tersebut
merupakan langkah penting dalam membangun
model mental kimia (Jansoon, 2009; JohnsonLaird, 1983; dan Chittleborough, 2004).
Menurut Sastrawijaya (dalam Effendy,
2002), konsep-konsep kimia tergolong konsepkonsep tingkat tinggi, sehingga pembelajarannya
juga perlu melibatkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi, termasuk di antaranya
keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
Penerapan model TripeChem pada pembelajaran
Kimia
Organik
melatih
keterampilanketerampilan berpikir kritis berikut. (1)
Keterampilan berpikir sebab-akibat untuk
mendeskripsikan hubungan antara struktur
molekul dengan sifat fisika dan kimia senyawa.
(2) Keterampilan berpikir analisis-sintesis untuk
menentukan gugus-gugus atom dalam molekul
organik yang akan terlibat dalam reaksi-reaksi
kimia organik dan menentukan produk yang
dihasilkan. (3) Keterampilan berpikir prediktif
untuk meramalkan mekanisme reaksi senyawasenyawa organik. (4) Keterampilan penalaran
B - 22
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
deduktif-induktif
untuk
merumuskan
kesimpulan penyelidikan, dan mengidentifikasi
senyawa
unknown
berdasarkan
data
penyelidikan.
Kondisi itu menyebabkan
keterampilan berpikir kritis mahasiswa terlatih
dengan baik. Di sisi lain, keterampilan berpikir
kreatif mereka dilatih pada penentuan rumus
struktur dan stereokimia senyawa-senyawa
organik, serta dalam perancangan model
molekul menggunakan molymod.
Kegiatan
tersebut berkontribusi terhadap keterampilan
berpikir kreatif mahasiswa.
Selain itu,
representasi visual yang dibuat oleh mahasiswa
tidak hanya berperan sebagai alat komunikasi,
tetapi juga cara berpikir kimia bagi mahasiswa
bersangkutan (Habraken, 2004).
Kinerja mahasiswa selama pembelajaran
mencakup seluruh aktivitas mereka dalam
merencanakan
penyelidikan,
melakukan
penyelidikan,
menganalisis
data
dan
menyimpulkan, serta mengomunikasikan hasil
penyelidikan dan diskusinya.
Latihan dan
pembiasaan tersebut menyebabkan kinerja
mahasiswa selama pembelajaran tergolong
tinggi. Di sisi lain, sikap personal dan sosial
mahasiswa calon guru juga tergolong tinggi
karena mereka banyak dilatihkan untuk
melaksanakan
tugas-tugas
individu
dan
kelompok.
Implikasi temuan ini adalah perlu
dilakukan integrasi teori dan praktikum dalam
perkuliahan Kimia Organik. Hal itu disebabkan
model mental mahasiswa tentang konsep-konsep
kimia akan terbentuk secara utuh jika
dibelajarkan lewat kegiatan mengamati objek
(fenomena) kimia secara langsung, diikuti
dengan penalaran pada tingkat molekuler,
visualisasi dan imajinasi model molekul, serta
verifikasi secara teoritis.
dengan jenis konsep yang akan diajarkan,
namun selalu diarahkan untuk membangun
model mental mahasiswa tentang triplet kimia
dan interkoneksinya secata utuh.
Kedua,
validasi model pembelajaran TripleChem
dilakukan dengan FGD, melibatkan lima orang
ahli. Menurut tim pakar, model pembelajaran
tersebut tergolong sangat baik (rerata skor 4,70;
skor maksimal 5), sehingga secara teoritis layak
diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Ketiga,
keterterapan model pembelajaran tersebut di
kelas tergolong sangat tinggi (rerata skor 4,61),
sehingga secara praktis juga layak diterapkan
untuk mengajarkan konsep-konsep kimia.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, H. & Baradja, L., 2012. Demonstrasi Sains
Kimia: Kimia Deskriptif melalui Demo Kimia
Jilid 1. Bandung: Nuansa.
Afandi, M., Chamalah, E., & Wardani, O. P., 2013.
Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah.
Semarang: UNISSULA Press.
Ben-Zvi, R., Eylon, B., & Silberstein, J., 1987. Is an
atom of copper malleable?
Journal of
Chemical of Education, 63(1): 64 – 66.
Chittleborough, G., 2004. The Role of Teaching
Models and Chemical Representations in
Developing Student’s Mental Model of
Chemical Phenomena. Tesis Doktor in Curtin
University of Technology..
Effendy, 2002. Upaya untuk mengatasi kesalahan
konsep dalam pengajaran kimia dengan
menggunakan strategi konflik kognitif.
Media Komunikasi Kimia Jurnal Ilmu Kimia
dan Pembelajarannya, 2(6): 1 – 22.
Gabel, D., 1993. Use of the particulate nature of
matter in developing conceptual understanding. Journal of Chemical Education,
70(3): 1993 – 197.
Gabel, D., 1999. Improving teaching and learning
through chemistry education research: a look
to the future. Journal of Chemical Education.
76(4): 548 – 553.
KESIMPULAN
Habraken, C., 2004, Integrating into Chemistry
Teaching Today's Student's Visuospatial
Talents and Skills, and the Teaching of
Today's Chemistry's Graphical Language.
Journal of Science Education and Technology,
13(1), 89-93..
Berdasarkan pembahasan di depan dapat
diambil simpulan sebagai berikut. Pertama,
model pembelajaran TripleChem merupakan
model khusus (specific model) untuk
pembelajaran kimia, khususnya kimia organik.
Langkah-langkah pembelajarannya disesuaikan
Jansoon, N., 2009. Understanding Mental Models of
Dilution in Thai Students.
International
B - 23
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
Journal of Environmental
Education. 4(2): 147 – 168.
&
Science
tidak dipublikasikan PPs UNESA Prodi
Pendidikan Matematika.
Johnson, E. B., 2002. Contextual Teaching and
Learning. California: Corwin Press. Inc.
Pendit, S., 2007. Filsafat Hindu Dharma: SadDarśana. Denpasar: Bali Post.
Johnson-Laird, P. N., 1983.
Mental Models:
Towards a Cognitive Science of Language,
Inference, and Consciousness. Cambridge,
MA: Harvard University Press.Johnstone, A.
H., 2006. Chemical education research in
Glasgow in perspective. Chemistry Education
and Practice, 7(2): 49 – 63.
Slavin, R. E., 2008. Educational Psychology Theory
and Practice. 8th edition. Boston: Pearson.
Suja, I W., Retug, N., & Siregar, M., 2008.
Pengembangan Model Pembelajaran Kimia
Berbasis Siklus Belajar Catur Pramana.
Laporan Penelitian Research Grant I-MHERE
Undiksha Tidak dipublikasikan. Singaraja:
Lembaga Penelitian Undiksha.
Joyce, B., & Weil, M., 1996. Models of Teaching.
Fifth Edition. United State of America: A
Simon & Schuster Company.
Talanquer, V., 2011.
Macro, Submicro, and
Symbolic: The many faces of the chemistry
“triplet.” International Journal of Science
Education, 33(2):179–195.
Nieveen, N., 1999. Prototyping to Reach Product
Quality. In Jan Van den Akker, R. M. Branch,
K. Gustafson, N. Nieveen & Tj. Plomp (Eds).
Design Approaches and Tools in Education
and Training (pp 125 – 135).
Kluwer
Academic
Publisher,
Dordrech,
The
Nederlands.
Parta,
Tasker, D., & Dalton, R., 2006. Research into
Practice: visualization of the molecular world
using animations. Chem. Educ. Res. Prac., 7:
141 – 159.
Woolfolk, A., 2009. Education Psychology Active
Learning Edition (Terjemahan Helly Prajitno
Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
I N., 2009. Pengembangan Model
Pembelajaran Inkuiri untuk Penghalusan
Pengetahuan Matematika Mahasiswa Calon
Guru Melalui Pengajuan Pertanyaan. Disertasi
B - 24
Download