Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998 PEMBANGUNAN INDUSTRI SAPI POTONG PADA ERA PASCA KRISIS KOOSWARDHONO MUDIKJo dan MIILADNO Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Jalan Rasantala Draniaga, Bogor PENDAHULUAN Perkembangan konsumsi daging sapi ditandai oleh meningkatkaa persediaan daging yang sebagian berasal dari impor, baik dalain bentuk impor langsung daging dan jeroan ataupun melalui impor sapi bakalan (feeder cattle) . Perkembangan ini menjadi terhenti pada saat krisis, tetapi diduga cendening akan kembali pada saat nilai tukar nipiah membaik . Seperti diketahui, perkembangan di atas terjadi Main situasi kontribusi relatif ternak sapi terhadap produksi daging yang menunin, dari sekitar 53"/o pada tahun 1969 menjadi 22% pada tahun 1993 . Selama periode ini produksi daging sapi hanya meningkat sebesar 87%, yaitu sekitar 2,6% per tahun, sementara produksi daging ayam, klntsusnya yang berasal dari ayam pedaging, telahmeningkat berlipat ganda hampir 24 kah. Pada periode Pembangunan Jangka Panjang I, investasi untuk pengembangan ternak sapi terutama dilakukan melalui proyek-proyek pemerintah, yang mencakup juga proyek-proyek dengan dana Luar Negeri. Proyek-proyek tersebut yang berbentuk penyedaran ternak sapi kepada petani dengan cara gaduhan, diduga telah ikut berperan dalain mempertahankan dan bahkan sedikit meningkatkan populasi sapi, yang secara dominan dipelihara oleh petani peternak kecil (peternakan rakyat). Pada tahun 1990-an, bisnis telah makin berkembang, baik benipa pentsahaan-pentsahaan importir daging, pentsahaan penggeinukan (feedloters), pentsahaan pemotongan, distributor dan balikan pengecer. Bisnis yang berkembang ini inerupakan sektor modern yang relatif tidak banyak terkait dengan sektor tradisional peternakan rakyat yang selama ini relatif tidak banyak mengalaini perubahan . Dengan latar belakang uraian di atas, bagaimanakah gambaran situasi penyediaan daging sapi di masa yang akan datang?. Apakah akan makin mengindalkan pasokan dari impor ataukah akan mengurangi pasokan impor tersebut dengan meningkatkan kapasitas produksi atau industri sapi potong dalam Negeri ?. Seberapa jauh kapasitas produksi dapm ditingkatkan dalam hal ini, dengan sendirinya terkait dengan berbag ii permas ilahan yang diitadapi dAam investasi . AGRIBISNIS TERNAK SAPI POTONG DAN PENYEDIAAN DAGING NASIONAL Agribisnis dalam hal ini terdiri atas empat sektor yang secara ekonomi &fling terkait, yaitu: (1) sektor input, (2) sektor produksi usahatani, dan sektor output yang mencakup (3) prosesing dan distribusi, dan (4) eceran (retail) . Agribisnis ternak sapi potong di Indonesia dicirikan oleh sektor produksi yang secara dominan mempakan kegiatan petani peternak skala kecil (peternakan rakyat). Menunit Sensus Pertanian 1993 (BIRO Pl1SAT STATISTIK, 1995), jumlah nuttah tangga peternakan sapi potong adalah 3,0 juta dengan rata-rata pemilikan 3,5 ekor per rumah tangga . 17 SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1998 Karena usaha mereka bukan usaha komersial, maka terbatas sekali keterkaitan inereka dengan sektor ekonomi, baik dengan sektor input maupun sektor output . Dari populasi sapi peternakan rakyat yang ada, produksi daging untuk talmn 1995 diperkirakan berasal dari 1,4 juta ekor sapi yang dipotong (12,5% dari populasi), yaitu sekitar 260 ribu ton . Prodaksi daging yang berasal dari perusahaan penggemukan dengan sapi bakalan impor diperkirakan mencapai 50 rlbu ton (setara dengan sekitar 190 ribu ekor), dan jika impor daging diperkirakan sebesar 20 ribu ton, maka terlihat ballwa penyediaan daging asal impor secara langsung inaupun tidak langsung mencapai 21%. Perhitungan ini lebill bersifat indikatif karena diliputi ketidak pastian, baik dari segi data populasi sapi maupun persentase dari populasi yang dipotong (ekstraksi) . Kecendeningan makin pentingnya pasokan asal impor terlihat jelas dari statistik impor bakalan pada tallun 1990-an, yaltu dari hanya 3 .599 ekor pada talum 1990 kemudian melonjak dari talum ke taluin, hingga mencapai 189 ribu ekor pada talmn 1995 (Tabel 1) . Hal ini menlpakan indikasi jelas ballwa kegiatan impor bakalan dan penggemukannya menlpakan kegiatan yang menguntungkan dan menarik bagi pengusaha, yang dinnlngkinkan karena harga yang kompetitif dan keringanan bea masuk yang ditetapkan pemerintah sebesar nol persen . Tabel 1. Itnpor sapi bakalan talntn 1990-1995 Talutn 1990 1991 1992 1993 1994 1995 hnpor (ekor) 3 .599 12.290 22.903 55.999 128.000 189.000 Sumber : APFINDO untuk tahun 1990-1993 ; 1994 dan 1995 dari AMI.c (hingga bulan Oktober 1995) Pasar ternak sapi potong di kawasan yang menlpakan jangkauan pasar dari Australia memang meningkat akhir-akhir ini . Menunlt AMLC (1995), rekor ekspor sapi potong talmn 1994 sebesar 304.650 ekor, akan dilampaui pada taluln 1995 yang diperkirakan mendekati angka 500 ribu ekor . Dalam hal ini, Indonesia clan Filipina menlpakan pasar terbesar bagi Australia . Tetapi perlu dicatat dalam hal ini bahwa ekspor yang jauli lebill periling dari industri sapi potong Australia adalah berupa daging dalatn berbagai bentuk. Negara-negara seperti Malaysia dan Singapura, lebill banyak mengimpor dalatn bentuk daging dari Australia . Kecendenlngannya jelas ballwa permintaan akan daging sapi yang meningkat kllususnya di Asia Tenggara, telah membuka peluang tenltama bagi negara Australia yang menlpakan produsen daging sapi yang mempunyai daya saing tinggi . Jadi di salu sisi terdapat produsen domestik yang diliputi berbagai kelemallan sehingga kurang tanggap terhadap peluang yang terbuka, sedangkan di sisi lain terdapat produsen kuat mancanegara dengan stniktur agribisnis yang sudah mantap dari hulu hingga hilir clan sangat responsif terhadap peluang pasar. Industri sapi potong Australia menlpakan produsen keenam terbesar, sementara dalam ekspor menlpakan yang terbesar di dunia (HAHN et al., 1990). Basis populasi sapi potong di negara ini lnerupakan beef breeclv, tcnltarfa persilangan antara sapi Zebu dengan sapi Inggris dan telah dikembangkan sejak lama sehingga mempunyai keunggtlan-keunggidan dalatn daya adaptasi, perlumbuhan dan kualitas daging yang dihasilkan. Selama ini kapasitas produksi dalatn negeri perkembangannya lambat dan llal ini terkait dengan struktur produksi yang kurang kondusif bagi kegiatan investasi clan penerapan teknologi maju . Kapasitas produksi pada dasarnya meningkat melalui peningkatan populasi sapi dan peningkatan efisiensi atau produktivitasnya. Proses biologis yang terkait dalam hal ini, yaitu 18 Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998 perkembangbiakan (reproduksi) ataupun penniliaan (breetling), mentpakan proses yang inemakan waktu dan dalam kenyataan memang tidak menarik bagi swasta untuk melakukan investasi . Penggemukan sapi dengan bakalan asal impor nutngkin mentpakan jawaban logis terhadap permasalahan yang diliadapi dewasa ini, terlebilr-Iebili dikaitkan dengan kecendeningan ke arah perdagangan bebas dewasa ini . Dengan adanya pasokan alternatif, situasi penycdiaan daging nasional nienjadi lebilt longgar dan sementara itu telali berkembang pula kegiatan-kegiatan investasi bani, tenttama dalatrt sektor produksi clan sektor output, yaitu prosesing/distribusi clan perdagangan eceran . Tetapi di sisi lain jelas bahwa kegiatan-kegiatan tersebut tidak banyak terkait dengan sektor produksi peternakan rakyat dan tergantung pada pasokan yang berasal tenttama dari Australia . Masalah yang diltadapi, jika dipandang dari sudut kcbijakan pemerintah, adalali bagaimana mengembangkan investasi baik jangka pendek inaupun jangka panjang, agar dapat ntemperkokolt industri ternak sapi potong nasional . Terkandung dalam ltal ini keniatnpuan daya swing produk yang dihasilkan, meskipun tidak hanis mengarah ke tercapainya pememiltan kebutultan dalam negeri (self-sufficiency) atau balikan ekspor . PERKEMBANGAN USAHA PENGGEMUKAN DAN KEGIATAN TERKAIT Investasi yang melibatkan pentsallaan-pentsallaan swasta dalam kegiatan usalta penggemukan sapi potong jelas telali sangat meningkat beberapa tahun terakhir, sejalan dengan peningkatan impor sapi bakalan dari Australia. Menunit data dari Direktorat Jendcral Peternakan (SOEHADJI, 1995), pada talnm 1994/1995 telah direalisasikan persetujuan investasi sebesar Rp 229,5 milyar untuk ternak potong (tenttama sapi potong) . Tetapi nilai investasi tersebut masili lebih rendah dibandingkan nilai investasi yang telah disetujui untuk ternak unggas yang mencapai Rp 778,9 milyar. Gambaran pra krisis menunjukkan bahwa terdapat sckitar 31 pentsahaan penggemukan sapi potong yang tergabung dalam Arrmncl dan rcalisasi impor sapi bakalan pada taluin 1995 mencapai 234 .685 ekor. Pada saat ini, pengusalm penggemukan yang inasili bertalian (sckitar 8 pentsahaan), dan dengan nilai tukar yang membaik, tclah nienuilai kcmbali usahanya meskipun dengan volume produksi yang terbatas . Untuk tahun 1995, alokasi jumlah sapi bakalan ntcnuntt pentsahaan mcmpunyai kisaran yang sangat luas, yaitu dari 400 ekor hingga lebili dari 37 rlbu ekor. Pangsa dari empat perusalrtan terbesar mencapai 52% sehingga hal ini menunjukkan deraIat konsentrasi pasar yang cukup tinggi . Dililtat dari sebaran wilayahnya, pangsa produksi pentsallaan-pentsahaan yang berlokasi di JaNva Barat mencapai 47% dan yang kedua terbesar adalah Lampung, yaitu 25,5(/)o (Tabel 2). Inveslasi yang terjadi cendening berlokasi mendekati pusat-pusat konsumen terutama DKI Jakarta ataupun wilayah Jabotabek dan juga pusat-pusat konsumen lain yang mentpakan daerah perkotaan . Daerah perkotaan dengan tingkat pendapatan per kapita yang unutmnya jauh di atas pendapatan rata-rata, nienycbabkan juga cukup kuatnya permintaan akan daging sapi yang berkualitas . Lokasi-lokasi investasi di atas, termasuk yang berada di luar Pulau Jawa clan nienipakan bagian dari Kawasan Timur Indonesia, pada umumnya tidak mengliadapi permasalahan prasarana yang seringkali mentpakan faktor pengttambat investasi . Hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah karakteristik investasi yang terjadi yang diperkirakan tidak melibatkan komponen investasi tetap yang tinggi terkecuali benipa lalian . Kondisi demikian tentunya memberikan suatu 19 SeminarNasionalPeternakan don I-eteriner 1998 fleksibilitas tertentu bagi perusahaan dan kurang mengandung risiko . Dengan proses produksi yang singkat (3-6 bulan) maka jangka waktti pengembalian modal pun cukup singkat . Gambarangambaran ini menjelaskan ekspansi yang terjadi dalam bidang investasi penggemukan sapi potong sejak awal dasawarsa ini, dan kecendeningannya diduga akan berlangsung lagi setelah nilai tukar membaik . Tabel 2. Sebaran wilayah dan pangsa produksi penisahaan penggemukan Propinsi Lampung Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Timur Kalimantan Sclatan Riau Sulawesi Utara Irian Jaya Jumlah perusahaan Panosa produksi (%) 7 8 6 2 3 1 1 1 1 25,5 47,1 13,2 0,9 6,8 1,9 2,8 1,0 0,1 0,0 1 Sumber : APFINDO Perusahaan-penisalman dengan pangsa pasar terbesar, diperkirakan akan mempunyai kecenderungan untuk melakukan integrasi ke depan (forward integralion) yang bcrarti berekspansi ke arah konsumen . Hal ini menarik bagi pengusalia karena dengan demikian memungkinkan nilai tambah yang lebih besar dan juga kendali pcnjualan dapat ditingkatkan, d.ln kondisi demikian diperlukan jika pasar makin bersaing. Kaitan ekonomi ke belakang yang scbenarnya sangat diharapkan adalah berupa pasokan sapi bakalan dari sektor produksi domestik, yang dewasa ini praktis belum ada dan prospeknya masili Mum terliliat . Sebaaa unuim diketalmi juga bahwa dukungan untuk pelayanan keseliatan liewan atau reproduksi ltewan, masih mengandalkan pada pelayanan pemerintali yang juga sangat terbatas . Basis populasi dan bangsa sapi yang ada, sistem produksi dengan fungsi ganda (penggunaan sapi sebagai tenaga kerja), tidak dapat menghasilkan surplus sapi jantan usia muda dalam jumlah besar yang memungkinkan berkembangn.ya pasar sapi bakalan . Hal lain yang kurang mendukung adalah kurang sesuainya bangsa sapi yang ada untuk perlakuan penggemukan . Kebijakan pemcrintah seperti diketalmi juga mensyaratkan bagi perusahaan penggemukan untuk mclakukan kemitraan dengan peternak atau petani . Bentuk kemitr ian yang Iebili banyak dijumpai adalah bentuk yang disebut sebagai PIR Penggemukan, yaitu peternak dialokasikan sapi bakalan dalam jumlah terbatas (1-2 ekor) untuk digemukkan. Tetapi secara kesclurulian, sapi yang dialokasikan kepada peternak plasma sangat terbalas jumlalinya dan nutngkin kurang jclas dampaknya terhadap peningkatan elisicnsi ataupun memperkuat kemitraat . Perkembangan investasi yang terjadi memang telah mcnutnculkan sektor modern dalam industri sapi potong nasional dan lial ini kenuingkinan besar masih akan tems berlanjut dan 20 Seminar Nosional Peternakan don Iieteriner 1998 mencakup rangkaian pentsahaan penggenutkan-prosesor/distributor-retailer . Pelaku-pelaku utaina adalah pengusalta-pengusaha menengah dan bestir, yang pada dasarnya telah mampu mengatasi hambatan-hambatan investasi . Tetapi tentunya dalam hal ini dengan catatan bahwa investasi untuk kegiatan-kegiatan yang lebili hulu yang lebilt lambat mengltasilkan, tidak menarik bagi pengusaha dan masih belum terlihat prospeknya . Iklim investasi makro, tenltama tingkat suku bunga yang tinggi, tentunya sangat berpenganlli juga terhadap penkembangan investasi . PENGEMBANGAN BERBASISKAN PETERNAKAN RAKYAT DAN PERMASALAHANNYA Berbagai pemikiran ntaupun langkah-langkah operasional untuk mentransformasikan sektor produksi peternakan rakyat ke arah sistem yang berdaya saing, sebenarnya telah banyak dikemukakan . Dewasa ini strategi yang dianut olelt Direktorat Jenderal Peternakan mencakup antara lain yang disebut sebagai Konsolidasi Peternakan Rakyat clan Kemitraan . Strategi yang pertama mengandung pemikiran ditempultnya pendekatan teknis, terpadu clan agribisnis, yang pada dasarnya diaraltkan untuk meningkatkan efisiensi sektor produksi . Bentuk kegiatan yang dianggap penting dalam hal ini mencakup antara lain inseminasi buatan clan pengendalian keseltatan hewan. Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dilakukan tentunya meliputi banyak hal, termasuk penyuhthan, ntenntdaltkan akses kredit bagi peternak ataupun penyediaan prasarana fisik . Seperti dapat diduga strategi Ini ntewadahi berbagai input pemerintah ataupun investasi yang dilakukan oleh pemerintah . Hal yang sering dipermasalahkan seputar ini adalah tentang peiniflian aktivitas investasi pemerintah yang tepat, efektivitas berbagai investasi tersebut ataupun keterbatasan investasi yang dapat dilakukan olelt pemerintah. Strategi yang diperkenalkan dengan istilah Kemitraan atau Petcrnakan Inti Rakyat, dimaksudkan sebagai upaya pengembangan yang dilandasi kerjasama antara perusahaan peternakan dengan peternakan rakyat. Kerjasama ini, sebagaintana dikemukakan olclt Ztn.tRBIER (1995), pada dasarnya adalah kerjasama vertikal (vertical partnership) yang dapat dicontolikan misalnya petani di satu piliak mengltasilkan bahan baku clan pentsahaan sebagai partner nielakukan pengolalian untuk mengltasilkan produk akhir . Pengertian kerjasama tentunva hares mengandung pengertian bahwa kedua belah piliak memperoleh kenitungan atau manfimt, ineskipun misalnya pemerintah harts memberikan kennldahan-kentudahan ataupun bantuanbantuan tertentu, tenltama pada tahap awal . Dari sudut pandangan pemerintah, keterlibatan dalam menumbulikan kemitraan, didasarkan harapan-harapan seperti dipercepainya penerapan teknologi pada peternakan rakyat, diatasinya kendala perniodalan peternak, dipecalikannya masalah pentsahaan dan berkentbangnya keterkaitan yang memperkokoh struktur industri peternakan . Pola-pola PIR yang dikembangkan untuk sapi potong seperti PIR Bakalan dan PIR Penggemukan relatif barn dikembangkan clan perkembangannya hingga kini belum dapat dikatakan menniaskan . Kerjasama dari sudut pandangan Inti masili dianggap sebagai penienulian persyaratan dan belum mentinjukkan tanda-tanda sebagai kerjasama yang memang saling menguntungkan. Dalam pola PI8 Btikalan, usalta penterintalt untuk mendorong Inti untuk terjun dalatn kegiatan mengltasilkan sapi bakalan dengan dukungan teknologi inseminasi buatan (IB) atau embrio transfer, tampaknya masilt harts dikaji kelayakannya . Investasi ke arah kegiatan ini bagi Inti, baru akan menarik jika biaya perolehan bakalan clan resiko-resiko dapat ditekan . Dengan iklint persaingan yang makin meningkat, peningkatan kapasitas produksi peternakan sapi tidak dapat ltanya menyandarkan pada peningkatan populasi, tetapi sekaligus memerlukan 21 Seminar NasionalPeternakan dan Veteriner 1998 juga peningkatan produktivitas . Dalam peningkatan produktivitas, faktor-faktor manajemen, mutu genetik clan mutu nutrisi ternak, perlu dikombinasikan secara baik. Dapat juga dikatakan bahwa peningkatan produktivitas untuk meningkatkan daya swing, memerlukan kombinasi manajemen clan teknologi . Teknologi sendiri pada umumnya terkandung dalam input fisik yang memerlukan pernbiayaan, sAingga suatu penerapan teknologi selain mempertimbangkan aspek kelayakan teknologi memerlukan juga peningkatan akses terhadap modal . Selanjutnya dengan terjadinya peningkatan produktivitas, lianas disertai juga dengan perbaikan dalam sistem pemasarannya . Uraian di atas mengindikasikan "masih banyaknya kendala yang diliadapi untuk berkembangnya investasi ke arah peningkatan kapasitas produksi clan sekaligus memperkokoh industri sapi potong. Jika peningkatan kapasitas produksi clan kemantapan industri sapi potong memang menipakan kebijakan pemerintah, maka penting sekali untuk menimuskan rencana strategis untuk pencapaiannya, yang kemudian diikuti oleh kebijakan clan program implementasi yang besarannya proporsional dengan target yang ingin dicapai, serta dijalankan secara konsisten dalani jangka waktu yang cukup panjang . Beberapa catatan yang berkaitan dengan rencana strategis clan kebijakan pemerintah yang diperlukan, meliputi lial-hal berikut: a) Pengembangan yang menwaskan memerlukan 1,vaktu dan investasi yang besar . Waktu yang cukup panjang tenitama diperlukan untuk peningkatan mutu genetis ternak clan juga pengembangan teknologi serta pengalihannya kepada peternak . Peran atau investasi pemerintah masih sangat diperlukan dalam bentuk-bentuk penelitian clan pengembangan teknologi, pemantapan fasilitas pelayanan yang meliputi antara lain penyululian, kesehatan hewan clan IB, serta memperbaiki akses modal. Berbagai lial yang dilakukan pemerintah Dapat dianggap sebagai kegiatan pra-investasi ataupun kegiatan-kegiatan untuk membuka peluang investasi, baik untuk investasi di sektor input, sektor produksi ataupun sektor output . Sebagai suatu contoh Australia telah melakukan impor sapi tipe Brahman dalam jumlah cukup besar pada talum 1930-an clan mval 1950-an . Impor selanjutnya terjadi juga pada talttm 1980-an benipa sapi Brahman asal Amerika Serikat dan juga Brasilia. Dewasa ini pert ucnbulian clan penkembangan Australian Brahman dicatat sebagai revolusi ternak terbesar clan niampti mengubah situasi industri sapi potong di bagian utara Australia dari posisi yang liampir bangknit menjadi industri yang efisien clan sangat menguntungkan . b) Diperlukan penerapan sasaran-sasaran wilayah pengembangan secara selektif, clan selanjutnya disesuaikan dengan situasi clan kondisi tiap wilayah dinimuskan strategi pengembangan yang sesuai . Dengan sasaran yang selektif dimaksudkan adanya pcmusatan daya clan dana yang memungkinkan terjadinya penibalian sehingga menghindari kemubariran karena terlalu kecilnya upaya yang dicuralikan . Strategi pengembangan mencakup tenttama aspek pemuliaan (breeding) clan sistem produksi . c) Aspek penttiliaan mencakup tentang apa yang kita miliki, yaitu tenrtama sapi Bali, clan Madura . Dalam hal ini kebijakan yang sebagai daerah sumber bibit clan untuk tiap dilakukan perbaikan mutu genetis. Tetapi pemerintah masih sangat terbatas sehingga d) Sistem produksi di banyak daerah bagian timur Indonesia . sejak lama mendasarkan pada sistem penggembalaan yang ekstensif. Sistem ini tidak banyak mengalami perubalian dalam 22 yang akan dilakukan dengan bangsa-bangsa sapi Peranakan Ongole (PO) atau Sumba Ongole (SO) befaku telah menetapkan wilayah-wilayali tertentu daerah tersebut kemurnian bibit cliperialiankan clan dalam kenyataannya, upaya yang dapat dilakukan hasilnya tidak terlihat . Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998 pengorganisasian produksi dan teknologi yang diterapkan sehingga tidak terjadi peningkatan produktivitas . BaNkan berbagai infornlasi justni menunjukkan terjadinya degradasi padang runlput dan populasi sapi yang ada . Dengan kondisi wilayah yang ada, perlu dicari sistenl pelayanan yang lebih sesuai . e) Sistem produksi intensif bersifat padat karya dan menyandarkan pada pemberian kombinasi pakan hijauan dan liinbah pertanian, terutanla terdapat di Ja«,a bagian Tinlur . Populasi sapi di daerah ini mencapai sekitar 40% dari populasi nasional, sehingga memerlukan perhatian kllusus . Intensifikasi melalui berbagai cara, harus diusallakan dan didukung dengan penelitian dan pengernbangan teknologi . BEBERAPA CATATAN ASPEK PEMULIAAN/PEMBIBITAN Peran penlerintall dalanl aspek petnuliaml/penlbibitan ternak lokal inutlak diperlukan karena aspek ini memerlukan investasi besar yang hasilnya tidak sertamerta dapat segera tenvujud dalain waktu singkat . Peran serta swasta dalam kegiatan ini hanya dinumgkinkan jika kondisi ekonomi lebih kondusif untuk investasi jangka panjang dan penlerintall memberikan kettludallankemudallan tertentu . Telah banyak kebijakan atau strategi yang dibuat oleh penicrintah dalam upaya meningkatkan nlutu genetis ternak potong lokal melalui berbagai program pembibitan (niisalnya SUHADJI, 1995) . Namun demikian, sederet program dan gagasan yang ada kandas di tengah jalan atau tidak memberikan hasil optinlum atau ballkan tidak terealisir . Tidak heran apabila penampilan ternak lokal Indonesia senlakin lanla semakin memprillatinkan . Apa yang disampaikan di sini bukanlah nlenipakan gagasan banl tctapi lebih menekankan pada tinjanan ulang terhadap sebagian progranl/kegiatan yang telah dikerjakan selanla ini dan memberikan konlentar serta rekonlendasi . Pada prinsipnya, program pemtfliaan/penlbibitan hanya memerlukan dua pendekatan yaitu seleksi dan persilangan yang didasarkan pada keunggulan genetis individu ternak dari suatti populasi . Pendekatan manapun yang akan digunakan, target utanlanya adalah bagaimana mempertallankan populasi ternak bernuitu genetis unggid dalanl populasi elitnya dan bagaimana menyebar-luaskan keunggidan genetis tersebut dari generasi ke generasi secara tepat. Kedua target tersebut hanis dicapai melalui kegiatan yang bersifat terpadu . Suatu kesalahan besar apabila proses untuk mencapai kedua target tersebut dilaksanakan secara terpisah, karena ada keterkaitan yang tak putus di antara keduanya . Tetapi, apa yang dilakukan sclanla ini cenderung bcrjalan sendiri sendiri . Hasil kajian terhadap penianfaatan teknologi Inseminasi Buatan (IB) dalam peternakan sapi potong yang dilakukan oleh SIREGAR et al. (1997) menunjukkan fenomena ini . Tidak heran apabila penerapan teknologi IB yang mempakan salah saw alat utama dalam program penmhaarl/pentbibitan disinlpulkan dalam makalah nlereka tidak berhasil. Pendapat senipa juga disampaikan dua tahun sebelunlnya olell SITORUs et al. (1995) . Walaupun ketidak-berllasilan teknologi tersebut sangat dipenganihi olell banyak faktor seperti kualitas semen, kualitas betina, keterampilan inseminator, lokasi penerapan IB dan lain lain, hasil kajian tersebut juga secara sangat jelas menampilkan terputusnya keterkaitan antara kegiatan nlenlpertallankan ternak bibit unggul dan kegiatan penyebar-luasannya . 23 SeminarNasionalPeternakon dan Veteriner 1998 Hingga saat ini, paling tidak ada dua teknologi yang mampu diterapkan di Indonesia dalarn mendukung program pemuliaan/pembibitan ternak potong secara terpadu yaitu IB dan Embrio Transfer (Alih Janin) . Fasilitas dan sumber daya inanusianya juga dinfai telah mulai tersedia . Pada talnm 1986, suatu studi kelayakan tentang penerapan kedua teknologi tersebut dalam pengembangan sapi Bali telah dilakukan oleh International Embrvos Limited dari United Kingdom atas biaya pemerintah Indonesia (1986) . Walaupun hasil studi tersebut sudah benimur I t taluin lebili, strategi yang dipaparkan dalam laporan studinya sangat cantik danfeasible untuk diterapkan saat ini dengan memodifikasi beberapa aspek teknis yang disesuaikan dengan kondisi keuangan pemerintah serta dengan mengintegrasikan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang sudah ada . Secara cermat, pemilihan lokasi pembibitan dan upaya tnencegah terbawanya penyakit menular (misalnya penyakit Jembrana), strategi penyebarluasan ternak yang dihasilkan serta evaluasi keberhasilan program ini dipaparkan secara mendalam dan sistematis. Kalau memang pemerintah secara serius benipaya mengembangkan program pembibitan ternak potong lokal (misalnya sapi Bali atau bangsa sapi lokal lainnya) untuk pengembangan industri ternak potong jangka panjang, penerapan hasil studi tersebut sangat direkomendasikan . Mungkin sekali gagasan tentang strategi penerapan teknologi IB dan Alih Janin secara terpadu dalam program pembibitan/penuiliaan ternak potong seperti disinggung di atas menipakan gagasan terbaik dan realistis yang pernah ada di Indonesia . Mencermati gagasan tersebut, beberapa butir penting yang perlu mendapat perhatian serius dalam upaya pengembangan program pembibitan ternak potong adalah : a) b) c) Pemilihan individu ternak sebagai bibit dari suatu populasi secara cermat, yang tentu saja dengan mempertimbangkan selunih aspek genetis, terbebasnya individu dari penyakit menular dan atau menunm, serta aspek adaptasi terhadap lingkungan yang sesuai. Pencatatan/recording selunth sifat produksi dan reproduksi secara cermat dan Aural untuk setiap individu sebagai dasar utama unluk mengevaluasi tingkat keberhasilannya, misalnya melalui uji ketunman (progenv testing). Selain itu, tentU saja pencatatan semacam itu juga vital sebagai landasan untuk pemilihan ternak bibit dari populasi elitnya . Keterkaitan antara kegiatan di tingkat pusat pembibitan dan kegiatan di tingkat peternak sebagai pengguna ternak hasil ketunuiannya . d) Perencanaan yang inatang dan slstenlalls untuk jangka panjang dalam hal pergantian ternak bibit (replacement) dari waktu ke wak ( u. e) Perbitungan ekonomis secara cermat dalam kunm waktu tertentu dengan memperhatikan hampir seluruh aspek teknis yang dilibatkan. PENUTUP Perkembangan talwn 1990-an tetah menunjukkan meningkatnya pasokan daging/sapi potong asal impor yang juga diikuti dengan lebili berkembangnya sektor modern, yang ditandai oleh munculnya rangkalan penisahaan importir daging/penggenuikan-pemotongan-distribusi-eceran . Tetapi tidak tampak perkembangan pada sektor, tenitama klntsusnya penisahaan pembibitan atau produsen sapi bakalan domestik. 24 Seminar NasionalPeternakan dan Veteriner 1998 Untuk pembangunan industri sapi potong nasional pada niasa yang akan datang, pemerintah perlu rnenetapkan langkah-langkah yang hangs diambil dengan memberikan perhatian kllusus pada masalah pembibitan, ternlasuk pemuliaannya . DAFTAR PUSTAKA AMLc (Australian Meat and Livestock Corporation) . 1995 . News Release. APFINDO (Asosiasi Produsen Daging & Feedlot Indonesia) . 1996 . Komunikasi Data Asosiasi . DowNEY, VY .D. and S.P . ERICKSON. 1987 . Agribusiness Management. McGraw Hill, N.Y . HAHN, W.F ., CRAwFoRD, L. BAILEY, and S. SHAGAM . 1990 . The World BeefMarket Government Intervention and Multilateral Policy Reform . Economic Research Service, USDA . INTERNATIONAL EMBRYOS LIMITED. 1986 . Govenuuent of the Republic of Indonesia: A strategy and development plan for the use of embryo transfer technology in Indonesia. International Embryos Limited, UK . SIREGAR A.R ., P. SITUMORANG, dan K. DIWYANTo. 1997 . Pemanfaatan teknologi Inseminasi Buatan (1B) dalam usaha peningkatan produktivitas sapi potong di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner Jilid 1 . Pusat Penelitian dan Pengetubangan Peternakan . Bogor. 171186 . SITORUS, P., SUBANDRIYo, L. H. PRASETYO, S. RAIIMAWATI, S. N. TAMBING, A. GUNAWAN, dan B. SETIADI. 1995 . Pengandi penyebaran berbagai jenis sapi bibit nielalui hiseminasi Buatan (IB) terhadap penyebaran dan pengembangan ternak sapi di kawasan Timur Indonesia. Laporan Hasil kerjasama antara Pusat Penelitian dan Pergembangan Peternakan dan Proyek Pembinaan Kelennbagaan Penelitian Pertanian Nasional, Badan Litbang Pertanian. SUHADIi. 1995 . Peluang usalia sapi potong dan keinitraan usalia . Makalah Senninar Nasional Prospek Industri Peternakan Rakyat Sapi Potong di Indonesia. Bandar Lampung. SUIIADII . 1995 . Pengetnbangan bioteknologi peternakan : keterkaitan penelitian, pengktjian dan aplikasi . Prosiding Lokakarya Nasional I Biotekrologi Peternakan . Kerjasama Kantor Menristek dengan Departemen Pertanian. Bogor. ZUURBIER . 1995 . The agribusiness concept and strategies . Makalah Lokakarya Pengetnbangan Konsep dan Strategi Agribisnis . IPB, Bogor. TANYA JAWAB Ashari : Pendekatan Tri Matra Pembangunan Pertanian ineliputi manusia, konioditas dan wilayah yang semuanya tidak terpisah-pisah . Melihat trend pengembangan sapi potong yang menunin, nampaknya ada 4 hal yang perlu diperhatikan : (1) Permintaan naik disebabkan daya beli masyarakat naik, (2) Lahan untuk usaha peternakan tergusur dan penggunaan mini traktor untuk pertanian sehingga tenaga kerja ternak menjadi berkurang, (3) Irvestasi untuk usalia peternakan, perlu fokus yang jelas pada bidang-bidang tertentu seperti bibit, sapronak, kelenibagaan karetta selama ini belum terfokus, (4) Irdustri peteniakan berbasis pada struktur ekonomi masyarakat luas dan perlu kawasan-kawasan tertentu, sumber bibit juga perlu dimantapkan. Kooswardhono M. : Memang saat ini perlu ada penrbalian di dalam inanajernen programprogram pemerintah . Perlu mencari konsep-konsep mana yang perlu dipertimbangkan . 25 SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998 Adriana Lubis : Sapi potong terfokus pada peternakan rakyat, yang dipelihara dengan zero input sehingga dapat bertahan pada saat krisis moneter. Yang perlu dipertanyakan, apakah benar populasi sapi yang ada saat ini sekitar 12 juta, sedangkan jumlah yang diperlukan 3 juta per tahun. Kooswardhono M. : Data populasi sapi yang ada saat ini sudah diragukan sehingga perlu menunggu hasil sensus pada tahun 1998. Populasi sapi yang ada mungkin sudah sangat menurun karena ada indikasi dimana pedagang antar pulau untuk mendapatkan sapi sudah mengalami kesulitan karena populasinya menurun, misalnya untuk Propinsi NTT. Matheus Sariubang : Jika berbicara industri peternakan nizka akan bersangkutan dengan kualitas, padahal pada umumya pemeliharaan sapi potong saat ini diragukan secara tradisional oleh peternakan rakyat . Di lain piliak ternak yang berkualitas baik dalam pengangkutan/pengapalan akan mengalami penunman bobot badan . Kooswardhono M. : Sektor industri dan tradisional tidak perlu dipertentangkan. Pedagang selalu berorientasi kepada keuntungan, pedagang tidak akan mau membeli sapi yang berkualitas karena susut bobot badannya dalam perjalanan/pengangkutan akan lebih banyd. Didik : Bagaimana peran pemerintah untuk dapat menarik investasi dari swasta agar meningkatkan peternakan rakyat ? Pola strategi apakah yang dapat dikembangkan dalam rangka industrialisasi peternakan sapi potong ? Kooswardhono M. : Peran Pemerintah terbatas, di tingkat peternlk sifatnya hanya melayani . Industrialisasi sifatnya menyelunih dengan insentif yang baik diharapkan peternak-peternak akan bermunculan clan ada usalla untuk mengembangkan . M. Sabrani : Agar kerangka struktur industri sapi potong bisa kuat, mengapa sektor yang rapuh ti** diperkuat . Modernisasi hanya berhasil pada yang turn over-nya tinggi . Kooswardhono M. : Kredit pada usaha peternakan merupakan kebijakan yang kurang mendukung karena suku bunga sangat tinggi, diharapkan pola ekonomi yang berkembang.