RASKIN Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 1 RASKIN 2 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin ............ RASKIN Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 3 RASKIN TANTANGAN MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PROGRAM RASKIN Hak cipta dilindungi Undang-undang. © 2015 Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Foto cover: Joshua Esty Anda dipersilakan untuk menyalin, menyebarkan dan mengirimkan karya ini untuk tujuan non-komersial. Untuk meminta salinan laporan ini atau keterangan lebih lanjut mengenai laporan ini, silakan hubungi TNP2K-Knowledge Management Unit ([email protected]). Laporan ini juga tersedia di website TNP2K (www.tnp2k.go.id) TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14, Jakarta Pusat 10110 Telepon: (021) 3912812 | Faksimili: (021) 3912511 Fax. 021-3912-511 dan 021-391-2513 Email: [email protected] Website: www.tnp2k.go.id 4 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Kotak Daftar Foto Daftar Lampiran Daftar Singkatan Kata Pengantar vii-viii ix x xi xii xiii-xiv xv BAB I TINJAUAN UMUM 1-9 2-5 Profil Program 5-7 Pelaksana Program 7-8 Mekanisme Distribusi 8-9 Anggaran Program BAB II PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM 11-26 Kekurangtepatan Penerima Manfaat Rendahnya Kuantitas Beras Rendahnya Frekuensi Distribusi Tingginya Harga Tebus Rendahnya Kualitas Beras Formalitas Administrasi 13-15 15-18 18-20 21-24 24-25 26 BAB III PERBAIKAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM 27-49 Pemanfaatan Basis Data Terpadu Pemutakhiran Kepesertaan di Tingkat Lokal Penerbitan Kartu Perlindungan Sosial Pelibatan Pemerintah Daerah Penunjukan Pelaksana Distribusi ke Rumah Tangga Ekstensifikasi Sosialisasi Program Penanganan Keluhan Program 28-33 33-36 37-39 40-41 41-42 42-44 45-49 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin v 5 RASKIN BAB IV POTENSI PERBAIKAN SELANJUTNYA Tinjauan Kontribusi Program dalam Penanggulangan Kemiskinan Perubahan Tata Kelola Penyaluran Meningkatkan Pengawasan, Pengendalian, Transparansi dan Akuntabilitas Program Meningkatkan Komitmen Pencapaian Pelaksanaan Pemutakhiran, Verifikasi dan Validasi DPM Secara Berkala Pengemasan Beras sesuai Ketetapan Menerapkan Harga Tebus Tertinggi Penetapan Tanggal Penyaluran Reguler Menjaga Kualitas Beras Menerapkan Administrasi sebagai Basis Pengawasan Membangun Sistem Pengaduan dan Aspek Hukum Pelaksanaan Program Optimalisasi Sosialisasi Program 6 vi 51-69 52-59 59-60 60-62 62-63 63-64 64-65 65 65 66 66 66-68 68-69 REFERENSI & LAMPIRAN 71-79 Referensi Lampiran 72-73 74-79 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Daftar Gambar Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23. Gambar 24. Gambar 25. Penyaluran Raskin dengan Pola Reguler Penyaluran Raskin Melalui Warung Desa Penyaluran Raskin Melalui Kelompok Masyarakat Perkembangan Alokasi Anggaran untuk Program Raskin (Triliun), 2005–2014 Ilustrasi Distribusi Penerima Manfaat Program Tingkat Ketepatan Sasaran Program Raskin, 2010 dan 2013 Jumlah Rata-rata Raskin yang Diterima Tiap Rumah Tangga, 2010 dan 2013 Jumlah Manfaat Raskin: Angka Target dan Angka Aktual Rata-rata Jumlah Raskin yang Diterima Tiap RTS per Bulan Menurut Titik Bagi, 2012 Persentase Desa yang Tepat dan Tidak Tepat Waktu Menyalurkan Raskin, 2012 Alasan Ketidaktepatan Penyaluran Raskin, 2012 Distribusi Wilayah Pemantauan Menurut Frekuensi Penyaluran Beras Rata-rata Rupiah per Kilogram yang Dibayar untuk Membeli Raskin Tiap Rumah Tangga, 2010 dan 2013 Rata-rata Harga Raskin yang Dibayar Tiap RTS-PM per Bulan Menurut Titik Bagi, 2012 Perbandingan Harga Tebus Raskin pada Wilayah Pemantauan Proporsi Pihak Desa/Kelurahan yang Memungut Biaya dari Penerima Raskin, 2012 Proporsi Desa yang Membayar Tambahan Biaya Transportasi, Jawa dan Luar Jawa, 2012 Distribusi Wilayah Pemantauan Menurut Kualitas Beras yang Disalurkan Jawa dan Luar Jawa, 2012 Penyaluran Raskin Bulan Ke-13, 14 dan 15 Tahun 2013 Proses Dasar Pelaksanaan Pendataan Program Perlindungan Sosial Proses Dasar Pembangunan Basis Data Terpadu Estimasi Kesalahan Penetapan Sasaran Menurut Metode Penetapan Sasaran Persentase Desil Terpilih Menurut Metode Penetapan Sasaran Proporsi Desa yang Melakukan Pemutakhiran Kepesertaan Mekanisme Pemutakhiran Kepesertaan pada Kartu Perlindungan Sosial 7 8 8 9 13 15 17 17 18 18 19 20 21 22 23 23 24 25 28 29 29 30 30 35 36 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin vii 7 RASKIN Gambar 26. Gambar 27. Gambar 28. Gambar 29. Gambar 30. Ilustrasi Kartu Perlindungan Sosial (KPS) Ilustrasi Penggunaan KPS untuk Program Raskin Perbandingan Harga Tebus Raskin pada Wilayah Kajian Penerapan Kartu Jumlah Laporan tentang Raskin yang Sudah Ditangani Menurut Provinsi, Juni 2013–Juni 2014 Perbandingan Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Menurut Kelompok Pengeluaran 8 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin viii 37 38 39 48 52 RASKIN Daftar Tabel Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Profil Program OPK/Raskin Kepesertaan dan Cakupan Program, 1998–2014 Alokasi Manfaat Program, 1998–2014 Anggaran Program Raskin dan Program Perlindungan Sosial (Triliun), 2007–2014 Kontribusi Komoditas Pada Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Perbandingan Sasaran dan Realisasi Penerima Manfaat Menurut Data Acuan Penetapan Sasaran, 2002–2014 Alokasi dan Realisasi Raskin Total dan per Rumah Tangga Penerima 2002–2014 Perbedaan Harga yang Dibayar Penerima Menurut Daerah, 2009–2014 Perbedaan Harga Ketetapan Raskin di Titik Distribusi dan Harga yang Dibayar Penerima Menurut Kelompok Pengeluaran, 2004–2014 Perbandingan Alokasi Raskin Menurut Provinsi, 2011–2013 Status Laporan KPS yang Ditangani, Menurut Kategori dan Status Tindak Lanjut, Juni 2013–Juni 2014 Jumlah Laporan tentang Raskin yang Sudah Ditangani, Juni 2013–Juni 2014 Kontribusi Komoditas Makanan dan Bukan Makanan Teratas Contoh Asumsi dalam Simulasi Raskin Simulasi Kalkulasi Angka Kemiskinan 2 3 4 9 12 14 16 22 24 33 46 47 53 56 58 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin ix 9 RASKIN Daftar Kotak Kotak 1. Kotak 2. Kotak 3. Kotak 4. Kotak 5. Kotak 6. Apa yang Dimaksud dengan Penargetan yang Efektif? Sekilas tentang Basis Data Terpadu (BDT) Kartu Perlindungan Sosial Belum Optimal sebagai Instrumen Program Raskin Simulasi Raskin Melalui Perangkat Poverty Projection Simulasi Kontribusi Peningkatan Ketepatan Sasaran, Jumlah, Waktu dan Harga Tidak Efektif, KPK Minta Program Raskin Didesain Ulang 10x Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 13 28-31 49 54-56 57-59 68 RASKIN Daftar Foto Cover Foto 1. Foto 2. Foto 3. Foto 4. Foto 5. Foto 6. Foto 7. Foto 8. Foto 9. Foto 10. Foto 11. Foto 12. Joshua Esty Joshua Esty Joshua Esty Joshua Esty Joshua Esty Joshua Esty Joshua Esty Joshua Esty Joshua Esty Joshua Esty Timur Angin Timur Angin Cocozero003/123RF.com 1 6 11 27 40 43 45 51 54 61 67 71 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin xi 11 RASKIN Daftar Lampiran Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Struktur Organisasi Pelaksanaan Program Ilustrasi DPM Periode Juni–Desember 2012, Desa Pulau Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Ilustrasi Formulir Rekapitulasi Pengganti (FRP) Ilustrasi Lembar Sosialisasi dan Informasi Program Raskin, 2013 12 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin xii 74 75 76 77-79 RASKIN Daftar Singkatan APBN Bappenas BBM BDT BLT BKKBN BPKP BPS BULOG DPM Divre HTR IHK J-PAL JPS Juklak Juknis LSM LP3ES Kansilog Kemendagri Kemenko Kesra Kementerian PPN/ Bappenas Kemensos KPA KPS KS-1 Musdes Muskel OPK Pedum Pemda PDB PKH PMD PMT Pokja : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional : Bahan Bakar Minyak : Basis Data Terpadu : Bantuan Langsung Tunai : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional : Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan : Badan Pusat Statistik : Badan Urusan Logistik : Daftar Penerima Manfaat : Divisi Regional : Harga Tebus Raskin : Indeks Harga Konsumen : Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab : Jaring Pengaman Sosial/Social Safety Net (SSN) : Petunjuk Pelaksanaan : Petunjuk Teknis : Lembaga Swadaya Masyarakat : Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial : Kantor Seksi Logistik : Kementerian Dalam Negeri : Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan : Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional : Kementerian Sosial Republik Indonesia : Kuasa Pengguna Anggaran : Kartu Perlindungan Sosial : Keluarga Sejahtera 1 : Musyawarah Desa : Musyawarah Kelurahan : Operasi Pasar Khusus : Pedoman Umum : Pemerintah Daerah : Produk Domestik Bruto : Program Keluarga Harapan : Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa : Proxy Means Testing (Metode Uji Pendekatan Kemampuan) : Kelompok Kerja Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin xiii 13 RASKIN Pokmas PPLS Pra-KS PSE Raskin RTM RTS RTS-PM Satker SDM SK SKPD SMERU Subdivre Susenas TB TD TNP2K UKP4 Wardes : Kelompok Masyarakat : Pendataan Program Perlindungan Sosial : Keluarga Prasejahtera : Pendataan Sosial Ekonomi : Program Nasional Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah : Rumah Tangga Miskin : Rumah Tangga Sasaran : Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat : Satuan Kerja : Sumber Daya Manusia : Surat Keputusan : Satuan Kerja Perangkat Daerah : Social Monitory and Early Response Unit : Sub Divisi Regional : Survei Sosial Ekonomi Nasional : Titik Bagi : Titik Distribusi : Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan : Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan : Warung Desa 14 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin xiv RASKIN Kata Pengantar P rogram Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) yang dilaksanakan sejak tahun 2002 sebagai bentuk evolusi dari program Operasi Pasar Khusus (OPK) Beras pada pertengahan tahun 1998, merupakan program subsidi beras yang dilaksanakan secara nasional, lintas sektoral, baik secara horizontal maupun vertikal. Subsidi beras merupakan salah satu instrumen penting dalam penanggulangan kemiskinan karena konsumsi beras mencakup sekitar 30 persen dari total konsumsi rumah tangga miskin. Efektivitas kinerja Program Raskin diukur berdasarkan kriteria tolok ukur yang sering disebut dengan 6 tepat (6T), meliputi tepat sasaran, jumlah, harga, waktu, kualitas dan administrasi. Terlepas dari catatan kinerja Program Raskin yang tergolong memiliki efektivitas rendah, pemerintah masih memiliki waktu dan ruang yang cukup luas dalam melakukan berbagai perbaikan dan penyempurnaan Program Raskin sehingga mampu menjawab tantangan efektifitas 6T ke depan. Buku “Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin” ini berisikan langkahlangkah perbaikan kebijakan dan mekanisme Program Raskin yang dilakukan TNP2K selama empat tahun terakhir. Selain itu laporan ini juga memuat pemikiran baru dan terobosan strategis terkait dengan pelaksanaan Program Raskin ke depan. Kami mengundang Bapak/Ibu semua untuk memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan laporan pada khususnya maupun untuk perbaikan Program Raskin ke depan. Terima kasih kami sampaikan kepada Tim Penulis yang telah berkontribusi pada penyusunan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang berkepentingan dan memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan Program Beras untuk Keluarga Miskin di Indonesia. Jakarta, Mei 2015 Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Penanggulangan Kemiskinan, Selaku Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Dr. Bambang Widianto Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin xv 15 RASKIN 16 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin viii RASKIN 1 .................... Tinjauan Umum Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 1 RASKIN PROFIL PROGRAM P rogram Subsidi Beras bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (Raskin) adalah program subsidi beras yang dilaksanakan secara nasional, lintas sektoral, baik secara horizontal maupun vertikal. Tujuan program ini adalah membantu kelompok masyarakat berpendapatan rendah dalam memenuhi kebutuhan dasar terhadap pangan serta meningkatkan ketahanan pangan. Dengan adanya program ini, diharapkan kelompok masyarakat berpendapatan rendah dapat mengalokasikan pendapatannya untuk kebutuhan lainnya. Program Raskin pada awalnya ditujukan untuk mengantisipasi lonjakan harga pangan dan kerawanan ketersediaan pangan akibat krisis moneter dan kekeringan El Nino pada periode 1997/1998. Program ini merupakan bagian dari kelompok program Jaring Pengaman Sosial (JPS1/social safety net) dengan nama Operasi Pasar Khusus (OPK). OPK bertujuan memastikan ketersediaan beras dengan harga terjangkau. Selain itu, program ini berupaya mengatasi kerawanan pangan sekaligus meringankan tekanan ekonomi rumah tangga yang terkena dampak krisis, khususnya kelompok masyarakat berpendapatan rendah2. Program OPK telah dilaksanakan sejak Juli 1998 hingga akhir 2001. Sejak Januari 2002, program OPK mengalami perubahan nama menjadi program Raskin dan fungsinya diperluas. Perubahan program OPK menjadi program Raskin tidak sekedar mengganti nama program, melainkan disertai pula dengan perubahan orientasi tujuan program. Yakni dari program yang sifatnya hanya sebagai solusi darurat penanggulangan dampak krisis ekonomi menjadi program yang bertujuan memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin. Namun, perluasan fungsi program tersebut tidak banyak mengubah proses pelaksanaan program OPK. Secara umum, profil program Raskin dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Profil Program OPK/Raskin Nama Program Periode pelaksanaan Penerima manfaat program Besaran manfaat Frekuensi distribusi program Harga satuan Kualitas Tim pelaksana Anggaran Operasi Pasar Khusus (OPK)/Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin) 1998–2014 Rumah tangga berpendapatan rendah dengan jumlah sasaran sesuai ketersediaan anggaran 70–240 kg/tahun 9–15 kali/tahun harga satuan Rp1.000/Rp1.600 Beras kualitas medium dan bermutu baik BULOG, Kemenko Kesra, Kemensos, Bappenas Rp18,8 triliun (2014) Sumber: TNP2K Secara umum, strategi pelaksanaan paket program JPS mempunyai empat tujuan: Pertama, memastikan ketersediaan bahan makanan dengan harga terjangkau; Kedua, meningkatkan daya beli masyarakat melalui pembukaan lapangan kerja; Ketiga, menjaga akses masyarakat terhadap pelayanan dasar, terutama di bidang kesehatan dan pendidikan; dan Keempat, mempertahankan aktivitas ekonomi regional melalui alokasi dana untuk daerah dan ekstensifikasi kredit usaha kecil. 2 Suryahadi et al (2010: 3). 1 2 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Pada awal pelaksanaannya, OPK mencakup sekitar 9,3 juta rumah tangga termiskin dan rawan pangan dan didefinisikan sebagai Rumah Tangga Miskin (RTM)3. Sejak 1998–2006, penentuan rumah tangga sasaran – penerima manfaat (RTS-PM) program OPK/Raskin adalah kelompok masyarakat kategori Keluarga Prasejahtera (Pra-KS) dan Keluarga Sejahtera 1 (KS-1) pendekatan ekonomi berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pada periode 2007–2009, pemerintah melakukan pemutakhiran RTS-PM dengan menggunakan data rumah tangga hasil Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Penerima manfaat program pada periode ini diperkirakan mencakup sekitar 47–83 persen dari rumah tangga terdata dalam PSE 20054. Untuk periode pelaksanaan 2010–2012, daftar RTS-PM kembali mengalami pemutakhiran berdasarkan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 20085 yang juga dilakukan oleh BPS. Proses PPLS 2008 merupakan hasil pemutakhiran PSE 2005. Pemutakhiran kepesertaan program Raskin 2010–2012 menggunakan seluruh hasil PPLS 2008 dengan jumlah rumah tangga sekitar 17,5 juta. Tabel 2. Kepesertaan dan Cakupan Program, 1998–2014 Tahun Jumlah sasaran Sumber data acuan 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 9.291.0006 10.507.0007 7.500.000 8.700.000 9.790.000 8.580.313 8.590.804 8.300.000 10.830.000 15.781.884 19.100.000 18.497.302 17.488.007 17.488.007 17.488.007 15.530.897 15.530.897 BKKBN BKKBN BKKBN BKKBN BKKBN BKKBN BKKBN BKKBN BKKBN PSE 2005 PSE 2005 PSE 2005 PPLS 2008 PPLS 2008 PPLS 2008 & 2011* PPLS 2011 PPLS 2011 Sumber: Tabor & Sawit (2001), Suryahadi et al (2010), Peraturan Menteri Keuangan Berbagai Tahun, Pedoman Umum Raskin Berbagai Tahun Catatan: *Periode Januari–Mei menggunakan acuan PPLS 2008 dan Juni–Desember menggunakan acuan BDT hasil PPLS 2011 Tabor & Sawit (2001: 272). Hastuti et al (2012: 1). Hastuti et al (2012: 3). 6 Merupakan jumlah maksimum penerima, yang dicapai pada Desember 1998; jumlah RTS tercatat meningkat secara gradual pada setiap bulan: mencapai 3,365 juta RTS pada Agustus 1998 dan 7,521 juta RTS pada Oktober 1998 (Tabor & Sawit: 272). 7 Merupakan jumlah maksimum penerima, yang dicapai pada Juni 1998; jumlah RTS tercatat fluktuatif pada setap bulan: mencapai 10,372 juta RTS pada Maret 1998 dan 10,458 juta RTS pada Oktober 1998 (Tabor & Sawit: 272). 3 4 5 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 3 RASKIN Pada Juli 2012, pemerintah kembali melakukan pemutakhiran daftar RTS-PM program Raskin. Pemutakhiran ini menggunakan data terbaru yang bersumber dari Basis Data Terpadu (BDT) untuk Perlindungan Sosial. BDT merupakan hasil pengelolaan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) terhadap data PPLS 2011 yang pengumpulan datanya tetap dilakukan oleh BPS. Mengingat keterbatasan anggaran pemerintah, maka tidak semua rumah tangga yang didata dalam PPLS 2011 menjadi RTS-PM program Raskin. Oleh karena itu TNP2K perlu melakukan pengolahan terhadap data PPLS 2011 untuk menetapkan jumlah RTS-PM. Dari keseluruhan rumah tangga yang terdata, hanya sebagian yang ditetapkan sebagai penerima manfaat program, yaitu 61,58 persen. Angka ini terdiri dari 15,5 juta rumah tangga dan telah mencakup sekitar 28 persen rumah tangga dengan status ekonomi sosial terendah. Selama kurun waktu 1998 sampai dengan pertengahan 2012, pemutakhiran RTS-PM sejalan dengan pelaksanaan pendataan nasional. Untuk menjamin peningkatan ketepatan sasaran, program Raskin juga dilengkapi dengan mekanisme pemutakhiran RTS-PM di tingkat desa/kelurahan. Pemutakhiran ini menggunakan pendekatan musyawarah desa dan kelurahan (musdes/muskel) dengan tujuan mengakomodasi adanya perubahan kondisi sosial ekonomi dan demografi rumah tangga di tingkat desa/kelurahan. Melalui musdes/muskel, pemerintah desa kelurahan dapat menggganti RTS-PM dengan rumah tangga yang dinilai lebih tepat mendapatkan Raskin. Meskipun demikian, pemutakhiran dan/atau penggantian RTS-PM tidak dapat melebihi total alokasi di masing-masing wilayah sesuai dengan ketetapan pelaksana program. Tabel 3. Alokasi Manfaat Program, 1998–2014 Tahun Frekuensi penyaluran Alokasi/RTS (kg) 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 9 12 9 12 12 12 12 12 10 11 12 12 13 13 13 15 12 10 atau 20 20 20 15 20 20 20 20 15 15 10c atau 15d 15 13e atau 15f 15 15 15 15 a b Total alokasi beras/tahun (kg) 70 240 240 180 240 240 240 240 150 165 175 180 195 195 195 225 180 Sumber: BULOG, Tabor dan Sawit (2001), Suryahadi et al (2010), Peraturan Menteri Keuangan Berbagai Tahun Catatan: a) sampai dengan November 1998; b) Desember 1998; c) Januari 2008; d) Februari hingga Desember 2008; e) Januari hingga Mei 2010 dan f ) Juni hingga Desember 2010. 4 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Besaran penyaluran manfaat program Raskin selama pelaksanaan bervariasi antar periode. Variasi ini terjadi karena alokasi anggaran pemerintah untuk program mengalami perubahan. Pada Juli–November 1998, alokasi jumlah beras untuk masingmasing penerima manfaat sebesar 10 kg/bulan. Selanjutnya, pada Desember 1998 pemerintah meningkatkan jumlah alokasi beras menjadi 20 kg/RTS-PM/bulan. Pada periode pelaksanaan 1999–2014, kuantitas besaran manfaat program cenderung bervariasi dari tahun ke tahun. Selama periode tersebut alokasi minimal 10 kg dan maksimal 20 kg/bulan/RTS-PM. Selain karena ketersediaan anggaran pemerintah, variasi tersebut juga merupakan akibat dari kebijakan-kebijakan pemerintah, seperti penyesuaian harga BBM. Secara rata-rata, frekuensi penyaluran program kepada RTS-PM berlangsung setiap bulan sepanjang tahun, kecuali untuk tahun 1998, 2000, 2006 dan 2007. Pada tahun 2013 pemerintah menambah frekuensi penyaluran program menjadi 15 kali sebagai kompensasi penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) pada Juni 2013. Pemerintah menetapkan harga tebus Raskin (HTR). Sebelum tahun 2008, HTR pada titik distribusi adalah Rp1.000/kg dan mulai 2008 pemerintah menaikkan HTR menjadi Rp1.600/kg pada titik distribusi dan berlangsung sampai sekarang (2014). Penerima manfaat program dapat membeli beras dengan kuantitas dan tingkat harga sesuai ketetapan pemerintah. Jika dibandingkan dengan harga pasar, HTR jauh lebih rendah (untuk kualitas beras yang relatif sama). Kualitas beras program Raskin adalah beras dengan kualitas medium, kondisi baik, tidak berbau, tidak berkutu, tidak berwarna kuning dan sesuai dengan standar kualitas beras pembelian pemerintah8. PELAKSANA PROGRAM Pada periode sebelum 2007, Badan Urusan Logistik (BULOG) berfungsi sebagai perencana kegiatan umum program dan sekaligus bertanggungjawab menyediakan stok beras serta mendistribusikannya ke tingkat kabupaten/kota. Penyaluran beras sampai ke tingkat rumah tangga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat. Sejak 2007, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra) menjadi koordinator pelaksanaan program Raskin, sedangkan BULOG berperan sebagai penanggung jawab pendistribusian beras sampai ke titik distribusi (TD). Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) juga mengalami perubahan. Pada periode 2005–2007 dan 2010–2011, KPA program menjadi kewenangan direktur utama BULOG. Sementara pada periode 2008–2009, pemegang kewenangan KPA adalah Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Kemudian sejak 2012 hingga saat ini (2014), 8 Sesuai kualitas beras yang diatur dalam Inpres No. 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 5 RASKIN KPA program Raskin menjadi kewenangan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan dari Kementerian Sosial (Kemensos). Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program Raskin, pemerintah membentuk Tim Koordinasi Raskin tingkat nasional. Penanggung jawabnya adalah Menko Kesra. Berdasarkan Surat Keputusan Menkokesra No. 57 Tahun 2012, Tim Koordinasi Raskin Pusat terdiri dari Pengarah, Pelaksana dan Sekretariat. Pengarah terdiri atas: Ketua dari unsur Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Anggota terdiri dari unsur Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Perum BULOG. Pelaksana terdiri dari: Ketua, Wakil Ketua dan Anggota. Ketua Pelaksana adalah Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat Kemenkokesra; Wakil Ketua I/Bidang Kebijakan Perencanaan adalah Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas; Wakil Ketua II/Bidang Kebijakan Anggaran adalah Direktur Anggaran III, Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan; Wakil Ketua III/Bidang Pelaksanaan dan Distribusi adalah Direktur Pelayanan Publik Perum BULOG; Wakil Ketua IV/Bidang Fasilitasi, Monitoring dan Evaluasi dan Pengaduan adalah Direktur Usaha Ekonomi Masyarakat Ditjen PMD Kementerian Dalam Negeri; Wakil Ketua V/Bidang Pengendalian dan Pelaporan adalah Direktur Pengawasan Lembaga Pemerintah Bidang Kesejahteraan Rakyat BPKP. 6 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Anggota Tim terdiri dari unsur-unsur Kemenko Kesra, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kemen-terian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian, BPS, BPKP dan Perum BULOG. Bagan struktur organisasi Tim Koordinasi Raskin Pusat dapat dilihat pada Lampiran 1. Pemerintah melalui Tim Koordinasi Raskin Pusat berupaya meningkatkan peran pemerintah daerah (Pemda) dalam memastikan tersalurnya beras dari titik distribusi sampai pada penerima manfaat program dengan tepat. Berdasarkan pengorganisasian pelaksanaan Raskin di masing-masing jenjang administratif pemerintahan dibentuk tim koordinasi program yang terdiri dari berbagai unsur. Penanggung jawab pelaksanaan program di tingkat provinsi adalah gubernur, sementara di tingkat kabupaten/kota adalah bupati/walikota, di tingkat kecamatan adalah camat serta di tingkatan desa/kelurahan adalah kepala desa/lurah. Khusus di desa dan kelurahan, Tim Koordinasi mendapatkan fungsi tambahan agar dapat berkoordinasi dengan Satker Raskin dari BULOG terutama dalam urusan pendistribusian manfaat program dan kelengkapan administrasinya. Untuk mengatur pelaksanaan program Raskin, setiap tahun Tim Koordinasi Raskin Pusat menerbitkan Pedoman Umum (Pedum) Raskin sebagai acuan makro kebijakan umum pelaksanaan program Raskin secara nasional. Berdasarkan Pedum ini, masingmasing gubernur kemudian menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan program Raskin (Juklak Raskin) dan masing-masing bupati/walikota menerbitkan Petunjuk Teknis program Raskin (Juknis Raskin). Sejauh tidak bertentangan dengan Pedum Raskin, fungsi Juklak dan Juknis adalah untuk mengakomodasi berbagai kondisi lokal dalam pelaksanaan program Raskin. MEKANISME DISTRIBUSI Berdasarkan Pedum, Juklak dan Juknis program Raskin, pendistribusian Raskin menggunakan tiga model. Model pertama atau yang sering disebut pola reguler adalah Bulog menyalurkan beras sampai TD yang umumnya terdapat di kantor desa/ kelurahan. Selanjutnya dengan pendanaan APBD atau swadaya masyarakat, beras diantarkan ke Titik Bagi (TB) yang biasanya berada pada tingkat dusun/RW. Pada TB tersebut RTS-PM dapat mengambil Raskin (Gambar 1). Gambar 1. Penyaluran Raskin dengan Pola Reguler Gudang Bulog Titik distribusi Titik bagi* Kantor desa/kelurahan Dusun/RW lingkungan RTS Catatan: Pembiayaan Titik Bagi Bersumber dari APBD atau Swadaya Masyarakat Sumber: Petunjuk Teknis Pelaksanaan Raskin Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 7 RASKIN Pola kedua adalah Bulog menyalurkan langsung ke warung-warung desa (Wardes). Selanjutnya, RTS-PM dapat langsung mengambil beras pada warung-warung tersebut. Biasanya, dalam setiap desa/kelurahan dilayani oleh beberapa warung desa. Dalam pelaksanaan pola ini, biaya operasional ditanggung oleh pemerintah daerah melalui APBD (Gambar 2). Gambar 2. Penyaluran Raskin Melalui Warung Desa Warung desa Warung desa Gudang Bulog RTS Warung desa Dusun/RW/lingkungan Catatan: Setiap desa dapat dilayani oleh lebih dari satu warung desa, biaya operasional pelaksanaan berasal dari APBD Sumber: Petunjuk Teknis Pelaksanaan Raskin Adapun pola ketiga adalah melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas). Pola ini hampir sama dengan pola pertama namun penyalurannya tidak melalui aparat desa melainkan melalui kelompok-kelompok masyarakat. Bulog menyalurkan beras sampai TD kemudian pengurus Pokmas menyalurkan beras dari TD ke TB dan kepala Sub Pokmas menyalurkan beras ke RTS-PM (Gambar 3). Gambar 3. Penyaluran Raskin Melalui Kelompok Masyarakat Gudang Bulog Pengurus Pokmas Pengurus Sub Titik distribusi Titik bagi* Kantor desa/kelurahan Dusun/RW lingkungan RTS Catatan: Pembiayaan distribusi melalui kelompok masyarakat bersumber dari APBD atau Swadaya Masyarakat Sumber: Petunjuk Teknis Pelaksanaan Raskin ANGGARAN PROGRAM Di tingkat nasional, anggaran program sepenuhnya dibiayai oleh APBN. Anggaran untuk program Raskin memiliki porsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan anggaran untuk program perlindungan sosial lainnya. Secara rata-rata, persentasenya terhadap seluruh anggaran program-program perlindungan sosial selalu diatas 30 persen per tahun. Selain itu, secara nominal jumlah anggaran Raskin selalu meningkat. Pada 2005 anggarannya baru sekitar Rp6,4 Triliun dan kemudian menjadi Rp18,8 Triliun pada 2014. Total alokasi anggaran program ini mencapai titik tertinggi pada 2013, yaitu sebesar Rp21,5 Triliun (Gambar 4). Peningkatan anggaran pada 2013 dikarenakan program ini menjadi salah satu instrumen kompensasi penyesuaian harga BBM dalam bentuk penambahan frekuensi penyaluran Raskin menjadi 15 kali. 8 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Alokasi Anggaran (Triliun Rupiah) Gambar 4. Perkembangan Alokasi Anggaran untuk Program Raskin (Triliun), 2005–2014 25 20 15 10 6,4 5 0 2005 5,3 2006 12,1 13,0 2008 2009 15,2 21,5 19,1 16,5 18,8 6,6 2007 2010 2012 2011 2013 2014 Sumber: LKPP 2012, Nota Keuangan – APBN Tahun 2010, 2012, 2013, 2014 Catatan: Merupakan angka realisasi (LKPP) sampai dengan 2012, angka APBN-P untuk 2013 dan angka APBN untuk 2014. Meskipun secara nominal anggaran Raskin terus meningkat, namun persentasenya terhadap total anggaran program perlindungan sosial mengalami penurunan. Pada 2007 proporsi anggaran Raskin mencapai 43 persen, sementara pada 2014 tinggal 31 persen (Tabel 4). Perluasan program-program perlindungan sosial berikut cakupannya merupakan salah satu penyebab menurunnya proporsi alokasi anggaran untuk Raskin. Tabel 4. Anggaran Program Raskin dan Program Perlindungan Sosial (Triliun), 2007–2014 Jenis Program 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Subsidi Pangan (Raskin) 6,6 12,1 13,0 15,2 16,5 19,1 21,5 18,8 Askeskin/Jamkesmas (termasuk Jampersal) 4,4 4,7 4,5 5,1 6,3 7,2 8,1 - *Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan - - - - - - - 19,9 Bantuan Siswa Miskin (BSM - termasuk mahasiswa) - 2,3 3,0 3,7 4,7 6,2 14,1 6,6 Program Keluarga Harapan (PKH) 0,8 1,0 1,1 1,3 1,6 1,9 3,6 4,5 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri 3,5 5,9 9,2 12,4 12,8 12,1 11,9 9,3 Penyertaan Modal Kredit Usaha Rakyat (KUR) - - - - 2,0 2,0 2,0 2,0 Total 15,3 26,0 30,8 37,7 44,0 48,5 61,2 61,1 Subsidi pangan terhadap total (%) 43,1 46,6 42,2 40,2 37,6 39,4 35,1 30,8 Sumber: LKPP 2012, Nota Keuangan – APBN Tahun 2010, 2012, 2013, 2014 Catatan: • Merupakan angka realisasi (LKPP) sampai dengan 2012, angka APBN-P untuk 2013 dan angka APBN untuk 2014 • PBI Jaminan Kesehatan menggantikan anggaran Askeskin/Jamkesmas sejak 2014 • Tidak termasuk program perlindungan sosial Klaster 1 lain seperti JSLU, JSPACA, ataupun program di Kementerian Sosial yang lainnya. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 9 RASKIN 10 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN 2 .................... Permasalahan dalam Pelaksanaan Program Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 11 RASKIN P rogram Raskin telah berjalan selama kurang lebih 16 tahun (1998–2014) dan selama kurun waktu tersebut telah banyak yang dilakukan untuk memperbaiki pelaksanaan program. Mulai dari perluasan orientasi program, pemutakhiran kepesertaan, perubahan data acuan hingga penerbitan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) sebagai identifikasi penerima manfaat. Terlepas dari berbagai permasalahan yang menyertainya program Raskin telah berkontribusi meringankan beban pengeluaran kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Tabel 5 memberikan ilustrasi mengenai pengeluaran konsumsi rumah tangga pada rumah tangga secara umum dan pada rumah tangga miskin. Melalui Program Raskin, RTS-PM dapat menghemat pengeluaran untuk beras sebesar selisih harga pasar dengan HTR dikalikan dengan 15 kg/bulan atau 180 kg/tahun. Program Raskin juga merupakan program yang dapat mendukung penurunan angka kemiskinan karena proporsi pengeluaran beras dalam penghitungan garis kemiskinan cukup besar. Tabel 5 menunjukkan pengeluaran konsumsi terbesar rumah tangga miskin adalah untuk kelompok makanan (sekitar 65 persen). Sedangkan kontribusi pengeluaran untuk konsumsi beras mencapai sekitar 29 persen. Dengan adanya subsidi beras melalui program Raskin maka RTS-PM mendapatkan “tambahan pendapatan” sekitar Rp109.575 per bulan9. Secara teoritis jumlah subsidi tersebut akan memberikan kontribusi sekitar delapan persen terhadap total pengurangan pengeluaran rumah tangga. Namun, dalam kenyataannya program Raskin hanya memberikan kontribusi sebesar dua persen terhadap pengurangan total pengeluaran RTS-PM. Hal ini terjadi karena RTS-PM tidak menerima jumlah alokasi beras Raskin sebagaimana ketetapan program. Tabel 5. Kontribusi Komoditas Pada Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Komponen pengeluaran Beras Bahan makanan lain Makanan jadi & rokok Perumahan Pakaian Kesehatan Pendidikan Transportasi Total Proporsi/bobot (%) Pengeluaran rumah Pengeluaran tangga umumnya rumah tangga miskin 15 15 17 26 7 4 7 19 110 29 28 8 17 4 3 4 7 100 Keterangan 65% konsumsi utama kelompok miskin adalah makanan dan 29% adalah beras Sumber: BPS dan TNP2K 9 Berdasarkan harga rata-rata nasional beras kualitas medium per 27 September 2014 sebesar Rp 8,905/kg (http://ews.kemendag.go.id). 12 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Pelaksanaan program Raskin belum mencapai target yang diharapkan. Secara internal, kinerja program Raskin mempunyai tolok ukur kriteria untuk menilai efektivitasnya, yakni enam tepat (6T) yang meliputi tepat sasaran, jumlah, harga, waktu, kualitas dan administrasi. Namun, berbagai lembaga (seperti SMERU, Bank Dunia dan TNP2K) menyimpulkan bahwa kriteria 6T tersebut belum tercapai sehingga efektivitas Program Raskin tergolong rendah. Dalam konteks ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyimpulkan hal yang sama dan memberikan rekomendasi agar pemerintah mendesain ulang Program Raskin10. KEKURANGTEPATAN PENERIMA MANFAAT Program Raskin yang merupakan subsidi pangan bersasaran masih belum efektif mencapai tujuan program. Ketepatan sasaran merupakan salah satu indikator kinerja pelaksanaan program Raskin. Program ini dapat dikatakan tepat sasaran jika memenuhi dua kriteria, yakni (i) beras didistribusikan sepenuhnya hanya kepada RTS-PM yang sesuai dengan daftar penerima manfaat (DPM) dan (ii) ketepatan RTS-PM juga harus memenuhi kesesuaian dengan hasil verifikasi melalui musyawarah desa dan kelurahan yang disahkan oleh kepala desa/lurah. Namun, kedua kriteria ini tidak dapat dipenuhi oleh program Raskin. Kotak 1. Apa yang Dimaksud dengan Penargetan yang Efektif? Permasalahan terbesar pelaksanaan program perlindungan sosial di Indonesia adalah masalah ketepatan penargetan. Secara sederhana, penargetan dikatakan efektif apabila program dimaksud diterima oleh individu atau rumah tangga yang berhak. Jika suatu program sasarannya adalah RT miskin, maka hanya RT miskin saja yang harus menerima program. Rumah tangga dengan kategori tidak miskin tidak berhak menerima manfaat program. Dalam bahasa yang lebih teknis, penargetan efektif bertujuan untuk menurunkan inclusion dan exclusion error. Gambar 5. Ilustrasi Distribusi Penerima Manfaat Program Miskin Menerima bantuan Tidak menerima bantuan R T Exclusion Error Tidak miskin T Inclusion Error R Sumber: TNP2K 10 http://kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/1781-tidak-efektif-kpk-minta-program-Raskin-didesain-ulang Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 13 RASKIN Ketidaktepatan sasaran program Raskin terlihat dari jumlah riil penerima program yang jauh lebih besar daripada RTS-PM yang terdaftar dalam DPM. Analisis terhadap data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan data administrasi penyaluran selama kurun waktu 2002–2006 menunjukkan jumlah rumah tangga penerima beras Raskin mencapai lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan RTS-PM dalam DPM (Tabel 6). Angka tertinggi terjadi pada 2005. Pada saat itu sasaran program Raskin adalah 8,3 juta RTS-PM, namun penerima riil Raskin mencapai 22,9 juta rumah tangga atau terjadi peningkatan sebanyak 176 persen. Pada periode 2006–2009, sejak penentuan sasaran menggunakan hasil pendataan PSE dan PPLS, jumlah rumah tangga non-DPM yang menerima Raskin secara proporsional mengalami penurunan. Namun sayangnya, pada periode 2010–2013 angkanya kembali meningkat secara konsisten. Pada 2013, jumlah penerima Raskin secara total kembali mencapai lebih dari dua kali lipat DPM (115 persen), bahkan secara nominal mencapai jumlah tertinggi (17,8 juta rumah tangga non-DPM mendapatkan Raskin). Tabel 6. Perbandingan Sasaran dan Realisasi Penerima Manfaat Menurut Data Acuan Penetapan Sasaran, 2002–2014 Sasaran Realisasi Tahun Rumah Tangga Rumah Tangga Penerima Penerima* 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 9.790000 8.580.313 8.590.804 8.300.000 10.830.000 15781.884 19.100.000 18.497.302 17.488.007 17.488.007 17.488.007 15.530.897 15.530.897 20.943.085 22.519.131 19.537.271 22.939.778 24.545.069 29.412.414 30.542.384 30.171.692 31.021.803 31.747.723 33.639.699 33.346.713 N/A Selisih Realisasi terhadap Sasaran Proporsi Selisih Realisasi terhadap Sasaran Acuan Penetapan Sasaran 11.153.085 13.938.818 10.946.467 14.639.778 13.715.069 13.630.530 11.442.384 11.674.390 13.533.796 14.259.716 16.151.692 17.815.816 N/A 114 162 127 176 127 86 60 63 77 82 92 115 N/A BKKBN PSE 2005 PPLS 2008 BDT PPLS 2011 Sumber: BULOG dan Susenas, diolah kembali. Catatan: *Angka perkiraan yang dihitung berdasarkan hasil Susenas. Gambar 6 menunjukkan bahwa berdasarkan data Susenas 2010 dan 2013, beras terdistribusi merata kepada seluruh kelompok pendapatan, meskipun terdapat kecenderungan semakin menurun secara proporsional terhadap kelompok pendapatan yang lebih tinggi. Yang menyedihkan, tidak seluruh kelompok pendapatan terbawah menerima beras Raskin pada 2010 maupun 2013. Pada 2010, hanya 14 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN 78 persen rumah tangga berpendapatan terendah (desil 1) menerima Raskin, sedangkan pada 2013 sedikit mengalami peningkatan menjadi 80 persen rumah tangga. Sebaliknya, masih terdapat sekitar 10 persen rumah tangga kelompok berpendapatan tertinggi (desil 10), masih menerima beras Raskin. Berdasarkan data-data ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program Raskin yang telah berlangsung selama 16 tahun tidak tepat sasaran karena distribusi penerima manfaat relatif merata11 kepada semua kelompok pendapatan. Berdasarkan kajian yang dilakukan secara internal maupun oleh lembaga eksternal, dalam implementasi penyaluran Raskin ditemukan beberapa model pembagian merata salah satu diantaranya adalah distribusi periodik namun dengan jumlah yang lebih rendah dari ketentuan program. Bentuk lain pendistribusian yang merata adalah distribusi antar periode kepada rumah tangga yang berbeda namun dalam jumlah yang sama atau disebut dengan model bergilir. Persentase RTS-PM Raskin Gambar 6. Tingkat Ketepatan Sasaran Program Raskin, 2010 dan 2013 70 60 50 40 Wilayah rumah tangga sasaran Raskin 30 20 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 DESIL 2010 2013 Sumber: TNP2K RENDAHNYA KUALITAS BERAS Selama 16 tahun periode pelaksanaan program, ketetapan besaran alokasi jumlah beras kepada RTS-PM bervariasi. Subsidi pangan melalui program Raskin memenuhi kriteria tepat jumlah jika RTS-PM menerima manfaat sesuai dengan ketetapan pemerintah. Analisis terhadap kombinasi data administratif dengan data Susenas 2002–2014 menunjukkan bahwa secara rata-rata RTS-PM menerima alokasi beras Raskin yang selalu lebih rendah dibandingkan ketetapan alokasi program. 11 Dalam istilah lokal sering disebut “bagito” atau “bagi roto = bagi rata)” kepada rumah tangga di wilayah setempat. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 15 RASKIN Tabel 7 menunjukkan rata-rata jumlah beras yang diterima oleh RTS-PM hanya berada pada kisaran 36 persen (2005) hingga 61 persen (2008) dari ketetapan. Berdasarkan kondisi ini, pada 2012 misalnya, kajian TNP2K menunjukkan rumah tangga miskin rata-rata hanya menerima beras sebesar 6,1 kg/bulan, dan rumah tangga tidak miskin rata-rata menerima beras sebesar 4,8 kg/bulan. Tabel 7. Alokasi dan Realisasi Raskin Total dan per Rumah Tangga Penerima 2002–2014 Proporsi Realisasi Realisasi Rumah Tangga Penerima* Rata-rata Jumlah Beras/ Penerima/ Tahun (Kg) Proporsi Realisasi/ Rumah Tangga 95,1 98,3 99,9 100 100 99,8 96,8 97,7 95 98,7 98,9 98,2 74,39 20.943.085 22.519.131 19.537.271 22.939.778 24.545.069 29.412.414 30.542.384 30.171.692 31.021.803 31.747.723 33.639.699 33.346.713 N/A 106,72 89,86 105,45 86,80 66,17 58,88 105,97 107,85 99,09 105,98 100,26 102,92 N/A 44,47 37,44 43,94 36,17 44,11 53,53 60,56 59,92 53,56 54,35 51,42 45,74 N/A Total Realisasi Tahun Alokasi (Ton) Rumah Tangga Sasaran Alokasi/ Rumah Tangga Ton 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014** 2.349.600 2.059.276 2.061.793 1.991.897 1.624.500 1.736.007 3.342.500 3.329.514 3.235.281 3.410.161 3.410.161 3.494.452 2.795.561 9.790.000 8.580.313 8.590.804 8.300.000 10.830.000 15.781.884 19.100.000 18.497.302 17.488.007 17.488.007 17.488.007 15.530.897 15.530.897 240 240 240 240 150 110 175 180 185 195 195 225 180 2.235.141 2.023.664 2.060.198 1.991.131 1.624.089 1.731.805 3.236.644 3.254.103 3.074.003 3.364.635 3.372.819 3.431.935 1.039.809 Sumber: Tim Koordinasi Raskin Pusat, BULOG dan Susenas Catatan: * Angka perkiraan yang dihitung berdasarkan hasil Susenas. ** Pada tahun 2014 sampai dengan 6 kali penyaluran hingga bulan April dengan realokasi penyaluran November dan Desember pada bulan Maret dan April Gambar 7 juga menunjukkan bahwa setidaknya pada 2010 dan 2013, masalah kekurangtepatan sasaran masih terjadi. Rata-rata rumah tangga masih mendapatkan 4,5 kg per bulan, pada 2013 angkanya menurun menjadi 4,2 kg per bulan. Padahal alokasi jumlah beras Raskin pada 2013 lebih besar, yakni 3,4 juta ton sementara pada 2010 hanya 3,2 juta ton. Dalam konteks ini, RTS-PM tentu dirugikan karena mereka seharusnya berhak menerima beras sebesar 15 kg/bulan. Persoalan demikian terjadi terkait dengan penjelasan sebelumnya bahwa rumah tangga yang riil menerima beras Raskin jauh lebih besar dari jumlah sasaran program yang tercantum dalam DPM akibat praktek “bagito”. Praktek pembiaran penyimpangan sasaran Raskin yang telah berlangsung lama akhirnya menjadi “norma” yang biasa dan tidak lagi dianggap sebagai suatu pelanggaran. 16 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Gambar 7. Jumlah Rata-rata Raskin yang Diterima Tiap Rumah Tangga, 2010 dan 2013 Raskin yang Diterima Tiap RT (Kilogram) 7 6 5 4,5 4 4,2 3 5 5,8 2 3,9 3,7 5,8 4,9 5,9 5 6,6 6 1 Jawa dan Bali Sumatera 2010 (kg) Kalimantan 2013 (kg) NTB, NTT, Maluku Utara, Papua Barat, Papua Sulawesi Nasional 2010 (kg) Nasional 2013 (kg) Sumber: Susenas (BPS), diolah. Gambar 8. Jumlah Manfaat Raskin: Angka Target dan Angka Aktual Kilogram beras per bulan (kg) 25 20 20 8% 14 15 8% 8% 10 10 5,65 5 2% 2% 6% 2,82 2% 2% 0 2004 2007 3,79 2% 2010 Alokasi manfaat (kg/RTS/bulan) Jumlah manfaat yang diterima (kg) Persentase dari pengeluaran rumah tangga miskin (diharapkan) Persentase dari pengeluaran rumah tangga miskin (aktual) Sumber: Bank Dunia (2012) Terkait dengan jumlah beras yang diterima oleh RTS-PM, ternyata lokasi titik bagi berkontribusi penting terhadap jumlah beras yang diterima RTS-PM. Hasil kajian internal TNP2K menunjukkan bahwa variasi lokasi titik bagi berpengaruh terhadap jumlah beras yang disalurkan kepada RTS-PM. Untuk wilayah Jawa, titik bagi yang berada di rumah atau kantor kepala desa/lurah cenderung menyalurkan beras relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi titik bagi di rumah kepala dusun, ketua RW, ketua RT, atau tokoh masyarakat setempat. Hal sebaliknya terjadi di luar wilayah Jawa. Titik bagi yang berada di rumah kepala dusun dapat menyalurkan beras lebih besar dibandingkan lokasi lainnya. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 17 RASKIN Raskin yang Diterima Tiap RT per Bulan Menurut Titik Bagi (Kg) Gambar 9. Rata-rata Jumlah Raskin yang Diterima Tiap RTS per Bulan menurut Titik Bagi, 2012 12 9,36 10 8 10,04 7,94 9,47 9,31 9,32 6,57 5 6,26 4 2 0 Kantor kepala desa/ kelurahan Rumah kepala desa/lurah Jawa Sumber: TNP2K (2012) Kantor kepala dusun/RT/RW Lainnya Luar Jawa RENDAHNYA FREKUENSI DISTRIBUSI Ketepatan waktu merupakan tolok ukur efektivitas pelaksanaan program Raskin. Tolok ukur ini memenuhi kriteria tepat waktu jika waktu penyaluran Raskin sesuai dengan ketetapan rencana distribusi. Secara umum, program Raskin menetapkan distribusi beras berlangsung setiap bulan dalam satu tahun anggaran. Meskipun demikian, pada tahun-tahun tertentu pemerintah menetapkan penyaluran Raskin kurang dari 12 kali per tahun, seperti pada 2006 dan 2007 yang masing-masing hanya berlangsung 10 dan 11 kali. Sebaliknya, pada 2010 dan 2011 pemerintah menetapkan distribusi Raskin berlangsung 13 kali, dan pada 2013 berlangsung 15 kali. Untuk frekuensi distribusi yang kurang dari 12 kali per tahun, alasan umumnya adalah karena keterbatasan anggaran. Sedangkan untuk penyaluran yang melebihi 12 kali per tahun umumnya karena adanya gejolak harga domestik atau sebagai kompensasi atas suatu kebijakan seperti penyesuaian harga BBM. Dalam implementasinya di lapangan, ternyata frekuensi penyaluran beras tidak sesuai dengan ketetapan pemerintah. Berdasarkan kajian TNP2K pada tahun 2012, misalnya, pada bulan Juli jumlah desa yang belum mendapatkan penyaluran beras mencapai 43 persen dan pada bulan Oktober sebesar 24 persen (Gambar 10). Gambar 10. Persentase Desa yang Tepat dan Tidak Tepat Waktu Menyalurkan Raskin, 2012 100% 80% 60% 57% 61% 62% 43% 39% 38% Juli Agustus September 76% 40% 20% 0% Tidak tepat waktu penyaluran Sumber: TNP2K (2012) 18 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 24% Oktober Tepat waktu penyaluran RASKIN Setidaknya ada empat alasan utama yang melatari tidak terpenuhinya jadwal dan frekuensi distribusi Raskin (Gambar 11). Pertama, beberapa daerah dalam lingkup kecamatan atau desa mengalami masalah administrasi dan pembayaran/ tunggakan. Kajian yang dilakukan oleh Prisma LP3ES juga mengemukakan hal yang sama, di mana jika suatu kecamatan atau desa mempunyai tunggakan, Bulog tidak akan mendistribusikan beras ke wilayah tersebut sampai adanya pelunasan. Dalam hal ini ada juga kasus divre/sub-divre/kansilog setempat meminta pembayaran dimuka, sehingga bagi kecamatan atau desa yang belum membayar maka belum akan mendapatkan distribusi Raskin. Kedua, alokasi Raskin ke suatu wilayah relatif kecil sehingga atas kesepakatan antara divre/subdivre/kansilog dengan camat/ kepala desa setempat menyalurkan Raskin ke wilayah tersebut secara akumulatif (Prisma LP3ES, 2012). Gambar 11. Alasan Ketidaktepatan Penyaluran Raskin, 2012 50% 43% 39% 40% 38% 30% 24% 20% 10% 0% Agustus Juli Oktober September Lainnya Distribusi beberapa bulan sekali Proses verifikasi DPM Belum ditebus di BULOG (uang belum terkumpul) Pengurangan DPM Bulog belum menyalurkan ke desa Sumber: TNP2K (2012) Ketiga, BULOG sebagai penanggung jawab distribusi belum menyalurkan ke wilayah setempat. Keempat, proses verifikasi DPM yang belum selesai. Alasan ketidaktepatan penyaluran yang disebabkan oleh verifikasi DPM dan distribusi oleh BULOG cenderung menurun, sedangkan distribusi yang sengaja dilakukan secara akumulatif cenderung tetap dominan sebagai alasan ketidaktepatan waktu penyaluran. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 19 RASKIN Gambar 12. Distribusi Wilayah Pemantauan Menurut Frekuensi Penyaluran Beras Tidak rutin (beberapa bulan) 54% Rutin (setiap bulan) 46% Sumber: TNP2K-LP3ES Pemantauan TNP2K bekerja sama dengan LP3ES pada 2012 menunjukkan hanya sebagian wilayah yang penyaluran Raskinnya tepat waktu. Dari 220 desa yang menjadi lokasi pemantauan, hanya 46 persen desa yang mendapatkan penyaluran Raskin tepat waktu atau setiap bulan, dan 54 persen sampel desa lainnya tidak tepat waktu. Terdapat tiga alasan utama yang menjelaskan ketidaktepatan ini, yakni (i) Kendala transportasi yang berhubungan dengan jarak dan letak geografis, (ii) Pemerintah desa menganggap penetapan DPM Raskin oleh pemerintah pusat tidak sesuai dengan jumlah warga miskin setempat sehingga pemerintah desa terlambat mengajukan jadwal distribusi Raskin dan (iii) Pemerintah desa mempunyai tunggakan pembayaran sehingga divre/subdivre/kansilog setempat menunda pengiriman Raskin periode berikutnya sampai seluruh hutang terlunasi. Pada tingkat rumah tangga, frekuensi distribusi beras Raskin yang diterima RTS-PM tidak linier dengan frekuensi distribusi Raskin di titik distribusi maupun titik bagi. Artinya, meskipun di desa/kelurahan bersangkutan mendapatkan distribusi Raskin, tidak otomatis RTS-PM mendapatkannya. Hal ini terkait dengan salah satu mekanisme “bagito” yang disebutkan sebelumnya, yakni melalui sistem giliran. Berdasarkan kajian internal TNP2K maupun oleh lembaga penelitian SMERU, penerima manfaat tidak selalu memperoleh alokasi beras pada setiap distribusi. RTS-PM hanya memperoleh alokasi beras hanya pada bulan-bulan tertentu. Dalam kurun waktu satu tahun, frekuensi distribusi Raskin yang diterima oleh RTS-PM berkisar antara 1 kali hingga 10 kali. 20 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN TINGGINYA HARGA TEBUS Kriteria ketepatan harga tercapai jika RTS-PM membayar HTR sesuai dengan ketetapan pemerintah di titik distribusi (TD). Pemerintah menetapkan HTR sebesar Rp1.000/kg sebelum tahun 2008 dan sejak tahun 2008 sampai saat ini sebesar Rp1.600/kg. Berdasarkan hal ini, Gambar 13, Gambar 14, Gambar 15 dan Tabel 8 menunjukkan bahwa kriteria ketepatan harga tidak pernah tercapai dalam Program Raskin karena masih terjadi deviasi harga. Rumah tangga penerima Raskin harus membayar harga lebih tinggi dari HTR. Pada 2010 dan 2013, secara nasional rumah tangga yang mendapatkan Raskin harus membayar sekitar 26 persen dan 41 persen lebih tinggi dari HTR. Ketidaktepatan harga ini mempunyai variasi cukup tinggi antar daerah. Di Kalimantan, pada 2010 dan 2013 deviasi harganya mencapai 48 persen dan 58 persen, merupakan yang tertinggi dibandingkan daerah lainnya. Daerah yang mempunyai deviasi harga terendah adalah Sulawesi, yakni 21 persen pada 2010 dan 26 persen pada 2013. Gambar 13. Rata-rata Rupiah per Kilogram yang Dibayar untuk Membeli Raskin Tiap Rumah Tangga, 2010 dan 2013 3000 2500 2.262 2.031 2000 2.040 1.905 2.015 1.936 2.535 2.364 2.302 2.020 2.208 1000 2.087 1500 500 0% Sumatera Jawa dan Bali Kalimantan Sulawesi NTB, NTT, Maluku Utara, Papua Barat, Papua 2010 2013 Nasional 2010 Nasional 2013 Sumber: Susenas (BPS), diolah. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 21 RASKIN Tabel 8. Perbedaan Harga yang Dibayar Penerima Menurut Daerah, 2009–2014 Wilayah Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali-Nusa Tenggara Maluku-Papua Rata-rata 2009 2010 2011 2012 2013 2.032 1.949 2.161 1.824 1.743 2.027 1.950 2.086 2.020 2.362 1.936 1.811 2.280 2.029 2.146 2.034 2.406 1.984 1.873 2.526 2.063 2.159 2.070 2.490 2.005 1.897 2.436 2.089 2.208 2.306 2.535 2.015 1.956 2.239 2.263 Sumber: Susenas (BPS), diolah. Deviasi harga Raskin mempunyai beberapa faktor penyebab, dan salah satunya adalah variasi lokasi titik distribusi dan titik bagi. Kajian internal TNP2K menunjukkan bahwa di wilayah Pulau Jawa deviasi harga relatif kecil jika lokasi titik bagi berada di kantor kepala desa/lurah dibanding alternatif titik bagi lainnya. Hal sebaliknya terjadi di luar Jawa. Deviasi harga yang relatif kecil terjadi pada lokasi titik bagi yang berada di luar kantor/rumah kepala desa/lurah dan rumah kepala dusun. Namun demikian, Gambar 14 menunjukkan bahwa secara umum deviasi harga di Jawa lebih tinggi daripada wilayah luar Jawa. Gambar 14. Rata-rata Harga Raskin yang Dibayar Tiap RTS-PM per Bulan menurut Titik Bagi, 2012 2.011 1.708 Kantor kepala desa/kelurahan 2.103 2.066 Rumah kepala desa/lurah Jawa 2.063 1.876 Kantor kepala dusun/RT/RW 2.321 1.655 Lainnya Luar Jawa Sumber: TNP2K (2012) Meskipun secara rata-rata terjadi deviasi harga Raskin, tidak berarti tidak ada daerah yang mampu mencapai kriteria tepat harga. Pemantauan TNP2K yang bekerjasama dengan LP3ES menunjukkan hanya sebagian kecil daerah mampu mewujudkan kriteria tepat harga. Dari 220 desa yang menjadi wilayah kajian, 29 persen diantaranya menjual Raskin sesuai HTR. Desa sampel lainnya yang menetapkan HTR pada kisaran Rp1.600–2.000/kg sebanyak 39 persen dan HTR lebih dari Rp2.000/kg sebesar 29 persen. 22 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Gambar 15. Perbandingan Harga Tebus Raskin di Wilayah Pemantauan Harga di atas Rp2.000 Harga Rp1.600 29% 32% Harga Rp1.600–2.000 39% Sumber: TNP2K-LP3ES (2012) Penjelasan mengenai terjadinya deviasi harga dan variasinya antar daerah dan antar lokasi titik distribusi/titik bagi tidak terlepas dari adanya penetapan biayabiaya tambahan sesuai dengan mekanisme di tingkat lokal. Salah satunya berupa biaya pungut yang dibebankan kepada rumah tangga penerima manfaat. Kajian internal oleh TNP2K menunjukkan biaya pungut tersebut sekitar 30 persen dari HTR. Di Jawa jumlahnya rata-rata sebesar Rp445/kg dan di Luar Jawa sekitar Rp483/kg. Dari seluruh desa wilayah studi, terdapat 15 persen desa sampel di Jawa dan 8 persen di Luar Jawa yang mengenakan biaya pungut dalam pengelolaan Raskin. Gambar 16. Proporsi Pihak Desa/Kelurahan yang Memungut Biaya dari Penerima Raskin12, 2012 23% 15% 63% 77% 15% 8% Jawa Luar Jawa Memungut biaya Tidak memungut biaya Tidak tahu Sumber: TNP2K (2012) 12 Biaya pungut merupakan biaya yang dibebankan kepada penerima Raskin untuk honor petugas yang mengurus pendistribusian beras Raskin di tingkat desa/kelurahan, honor petugas penimbangan, buruh bongkar beras dan pembelian kantong plastik. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 23 RASKIN Selain biaya pungut, penerima Raskin juga harus menanggung tambahan biaya transportasi pendistribusian beras. Tambahan biaya ini adalah untuk mendistribusikan beras dari titik distribusi ke ke tingkat rumah tangga. Kajian TNP2K menunjukkan 45 persen desa/kelurahan sampel di Jawa dan 13 persen sampel di luar Jawa mengenakan biaya transportasi untuk keperluan transportasi tersebut. Gambar 17. Proporsi Desa yang Membayar Tambahan Biaya Transportasi, Jawa dan Luar Jawa, 2012 Tidak tahu Tidak tahu Membayar 4% 5% Tidak membayar 13% Membayar 45% 50% Tidak membayar 83% Wilayah Jawa Wilayah luar Jawa Sumber: TNP2K (2012) Tabel 9. Perbedaan Harga Ketetapan Raskin di Titik Distribusi dan Harga yang Dibayar Penerima menurut Kelompok Pengeluaran, 2004–2014 Kelompok Pengeluaran Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata 2009 1.899 1.930 1.931 1.930 1.944 1.977 1.976 2.021 2.030 2.063 1.950 2010 1.978 1.991 2.027 2.030 2.041 2.035 2.036 2.085 2.096 2.132 2.029 2011 2.023 2.026 2.049 2.037 2.062 2.066 2.088 2.142 2.165 2.156 2.063 2012 2.051 2.048 2.072 2.069 2.083 2.094 2.111 2.156 2.177 2.207 2.089 2013 2.265 2.211 2.334 2.201 2.239 2.308 2.216 2.311 2.323 2.279 2.263 Sumber: Susenas, disusun kembali RENDAHNYA KUALITAS BERAS Beras untuk program Raskin adalah beras dengan kualitas medium, berkondisi baik dan tidak berhama sesuai dengan standar kualitas beras pembelian pemerintah dan standar beras impor Perum BULOG. Secara teknis persyaratan 24 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN beras Raskin antara lain kadar air maksimum 14 persen, butir patah maksimum 20 persen, kadar menir maksimum 2 persen dan derajat sosoh minimum 95 persen (Inpres No. 3/2012). Jika beras Raskin tidak sesuai dengan kualitas tersebut, maka Tim Koordinasi Raskin Kecamatan atau Pelaksana Distribusi atau RTS-PM berhak menolak dan mengembalikannya kepada Satuan Kerja (Satker) Raskin untuk diganti dengan kualitas yang sesuai dengan ketetapan yang berlaku. Pada periode tertentu kualitasnya tidak konsisten, kadang baik kadang buruk. Hasil kajian oleh SMERU, lembaga penelitian lain dan berita media massa menyatakan bahwa kualitas beras Raskin tidak selalu memenuhi ketetapan standar kualitas. Meskipun sebenarnya rumah tangga penerima Raskin tidak sepenuhnya puas dengan kualitas beras, namun umumnya mereka dapat menerimanya. Menurut mereka kualitas beras yang tidak selalu baik merupakan konsekuensi dari harga beras yang lebih murah dibandingkan dengan harga pasar. Persoalan kualitas beras yang tidak selalu tepat mutu juga masih terjadi hingga saat ini. Hasil pemantauan internal kerjasama TNP2K dengan LP3ES menunjukkan bahwa pada sebagian wilayah masih ditemukan kualitas beras Raskin yang tidak sesuai ketentuan. Dari 220 desa yang menjadi wilayah sampel pemantauan, hanya 37,7 persen desa yang beras Raskinnya tepat mutu, sedangkan 62,3 persen jumlah desa sisanya menerima beras Raskin dengan kualitas yang kurang sesuai. Bahkan beberapa diantaranya yang tidak layak konsumsi, karena berbau, berwarna dan berkutu. Gambar 18. Distribusi Wilayah Pemantauan Menurut Kualitas Beras yang Disalurkan Jawa dan Luar Jawa, 2012 Baik Pecah, berbau, berwarna dan berkutu 37,72% 62,28% Sumber: TNP2K-LP3ES Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 25 RASKIN FORMALITAS ADMINISTRASI Ketepatan administrasi yang menjadi tolok ukur efektivitas program Raskin adalah pembuatan pelaksanaan administrasi dilakukan secara benar, lengkap dan tepat waktu. Pada aspek ini, hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) belum pernah memberikan nilai negatif dalam pelaksanaan program Raskin. Kriteria ketepatan administrasi program Raskin merupakan bagian integral dari mekanisme monitoring dan evaluasi internal program Raskin. Berbagai permasalahan pelaksanaan Raskin yang terjadi hingga saat ini sepertinya mengindikasikan bahwa ketepatan administrasi dan pelaporannya hanya sebagai formalitas kelengkapan program. Sistem pelaporan Raskin yang berjenjang sebenarnya memberikan nilai tambah dalam aspek pengawasan pada ruang lingkup yang lebih kecil. Mekanisme demikian seharusnya menjadikan aspek administratif program dapat mendukung kinerja pelaksanaan program agar menjadi lebih baik. Namun demikian, aspek administratif dapat dikatakan berdiri sendiri dan belum difungsikan sebagai mekanisme monitoring dan evaluasi dalam kerangka mendukung peningkatan kinerja program Raskin. Selain itu, mekanisme pelaporan yang berlangsung saat ini memiliki jeda waktu yang cukup lama, yakni tiga bulan. Hal ini dapat menghambat penyelesaian masalah yang memerlukan penanganan cepat. Untuk itu perlu penyesuaian sistem pelaporan Raskin pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi menjadi laporan perkembangan bulanan sesuai dengan penyaluran Raskin yang berlangsung setiap bulan. Sistem pelaporan BULOG secara mingguan dan bulanan merupakan rujukan potensial dalam pengembangan sistem pelaporan Raskin di masa yang mendatang. Sistem pelaporan administratif yang cepat dan akurat (real time) dapat dilakukan, misalnya, mengetahui daerah mana saja yang mengalami kelambatan penyaluran, daerah mana saja yang kualitas berasnya buruk dan sebagainya. Real-time reporting sebagai bagian dari pengawasan pelaksanaan program, dapat difungsikan sebagai instrumen monitoring dan evaluasi. 26 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN 3 .................... Perbaikan dalam Pelaksanaan Program Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 27 RASKIN P emerintah telah mencoba berbagai langkah perbaikan untuk lebih meningkatkan efektivitas pelaksanaan program Raskin. Antara lain meliputi dengan penggunaaan BDT untuk penentuan sasaran, penerbitan Kartu Perlindungan Sosial (KPS), pemutakhiran kepesertaan di tingkat lokal, pelibatan pemerintah daerah dalam distribusi program, lelang pelaksana di titik distribusi, ekstensifikasi sosialisasi kepada masyarakat khususnya penerima manfaat serta penanganan keluhan sebagai bagian dari pengawasan, pemantauan dan evaluasi program. Keseluruhan aspek perbaikan tersebut bertujuan meningkatkan efektivitas pelaksanaan program Raskin agar sesuai dengan tujuan awal program. Gambar 19. Penyaluran Raskin Bulan Ke-13, 14 dan 15 Tahun 2013 15 kg Mei 15 kg 20 kg Juni* Juli Antisipasi Kenaikan BBM 20 kg 20 kg Agst Sept Antisipasi Lebaran 15 kg 15 kg Okt Nov 15 kg Des Antisipasi Paceklik Sumber: Bappenas (2013) Catatan: *Kebijakan penyesuaian harga BBM di implementasikan pada 22 Juni 2013 PEMANFAATAN BASIS DATA TERPADU Sejak pertengahan 2012 pemerintah menggunakan Basis Data Terpadu (BDT) untuk menentukan sasaran RTS-PM. Perubahan kondisi sosial ekonomi pada tingkat rumah tangga menjadi pertimbangan penting dalam pemutakhiran kepesertaan. BDT yang menggunakan sumber data PPLS 2011 menjadi lebih representatif menggambarkan kondisi terkini karena PPLS 2011 merupakan data yang paling mutakhir saat ini. Langkah ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan ketepatan sasaran program Raskin. Kotak 2. Sekilas Tentang Basis Data Terpadu (BDT) Prasyarat utama terwujudnya unifikasi sistem penetapan sasaran adalah tersedianya suatu basis data nasional yang berisikan informasi karekteristik individu dan/atau rumah tangga yang potensial menjadi sasaran penerima manfaat program. Data demikian merupakan referensi bagi program perlindungan sosial dalam menentukan peserta program. Berdasarkan pemikiran ini maka TNP2K mengambil inisiatif untuk membangun basis data perlindungan sosial yang selanjutnya disebut sebagai Basis Data Terpadu (BDT). Secara umum proses PPLS dapat dilihat dalam Gambar 20. 28 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Gambar 20. Proses Dasar Pelaksanaan Pendataan Program Perlindungan Sosial Pre-list Rumah Tangga (Berdasarkan peta kemiskinan yang berasal dari data Sensus Penduduk 2010) + + + Verifikasi keberadaan rumah tangga oleh pemimpin lokal Konsultasi dengan rumah tangga miskin Daftar awal rumah tangga Disurvei pada PPLS 2011 Penyisiran Sumber: TNP2K Langkah penting pertama dalam rangka membangun BDT adalah kegiatan pendataan tingkat rumah tangga untuk mengumpulkan informasi tentang keberadaan individu atau rumah tangga beserta kondisi sosial ekonominya. Sebelumnya Indonesia telah memiliki pengalaman pendataan rumah tangga untuk kebutuhan penetapan sasaran program. Pada 2005 BPS melaksanakan kegiatan Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 yang hasilnya digunakan untuk penetapan sasaran rumah tangga penerima program Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2005 dan program BLT 2008. Pendataan serupa kembali dilakukan pada 2008 dengan nama Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2008 yang digunakan sebagai basis sasaran PKH dan program nasional lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa langkah awal pembangunan BDT telah mulai sejak 2005. Namun, pada saat itu belum terdapat dukungan dan dorongan yang kuat untuk menjadikan hasil PSE 2005 atau PPLS 2008 sebagai basis penetapan program perlindungan sosial. Gambar 21. Proses Dasar Pembangunan Basis Data Terpadu Pengumpulan data (PPLS 2011) BPS Analisis data dan pengembangan model PMT TNP2K Basis Data Terpadu Sumber: TNP2K Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 29 RASKIN Estimasi Kesalahan Penetapan Sasaran (%) TNP2K berperan penting dalam mengkoordinasikan seluruh elemen dan upaya yang diperlukan dalam pembangunan BDT. Diawali dengan kegiatan PPLS 2011 yang didesain sebagai sumber data BDT. Dalam rangka memastikan pendataan dilakukan dengan metode yang paling tepat dan sesuai dengan konteks Indonesia, TNP2K bekerja sama dengan Bank Dunia dan Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab (J-PAL). Bersama dengan kedua lembaga tersebut, TNP2K melakukan serangkaian eksperimen dan penelitian di beberapa daerah untuk menguji beberapa metode penetapan sasaran. Hasil studi menunjukkan bahwa metode Proxy Means Test (PMT) memberikan hasil yang relatif lebih akurat dibandingkan dengan metode lain dan masyarakat memiliki kemampuan lebih dalam mengidentifikasi mereka yang paling miskin di masing-masing lingkungannya. Gambar 22. Estimasi Kesalahan Penetapan Sasaran menurut Metode Penetapan Sasaran 35% 33,1 30 30% 25% 15% PMT Komunitas 10% 5% 0% Metode Persentase desil terpilih (%) Sumber: TNP2K Gambar 23. Persentase Desil Terpilih dari menurut Metode Penetapan Sasaran 80% 60% 40% 20% 0% 1 Sumber: TNP2K 30 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 2 3 4 PMT 5 Desil 6 7 Komunitas 8 9 10 RASKIN Rekomendasi dari rangkaian studi tersebut turut menjadi masukan penting dalam inovasi perbaikan mekanisme pendataan PPLS 2011 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Beberapa inovasi berdasarkan kajian tersebut dimasukkan TNP2K dalam PPLS 2011 yang meliputi: 1. Penambahan cakupan rumah tangga yang didata yaitu sekitar 45 persen penduduk Indonesia, jumlah ini lebih besar jika dibandingkan dengan 29 persen penduduk yang didata dalam PPLS 2008. 2. Pemanfaatan data Sensus Penduduk 2010 yang diolah lebih lanjut dengan metode Poverty Map sebagai referensi dalam menyusun daftar awal rumah tangga yang akan didata dalam PPLS 2011. 3. Mekanisme konsultasi dengan masyarakat miskin untuk mengidentifikasi rumah tangga miskin yang belum terdata. 4. Penambahan variabel karakteristik individu dan rumah tangga sehingga menjadi lebih baik dalam memprediksi kondisi sosial-ekonomi rumah tangga dan lebih dapat mengakomodasi kebutuhan program. Setelah data rumah tangga dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis untuk memperoleh estimasi kondisi sosial ekonomi dari masing-masing rumah tangga. Inovasi penting yang terjadi pada tahap ini adalah perbaikan pada model estimasi Proxy Means Tests (PMT) yang digunakan. Perbaikan tersebut meliputi penambahan dan pemilihan variabel prediksi kondisi sosial-ekonomi. Selain itu, model PMT yang digunakan disesuaikan dengan kondisi masing-masing kabupaten/kota atau dengan kata lain terdapat model yang spesifik untuk setiap kabupaten/kota. Hasil estimasi dengan menggunakan PMT tersebut memungkinkan untuk selanjutnya dilakukan perangkingan rumah tangga berdasarkan kondisi sosial ekonominya. Dari hasil perangkingan tersebut, kemudian dipilih 40 persen rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah, atau sekitar 25 juta rumah tangga dengan 96 juta individu, untuk diturutsertakan dalam Basis Data Terpadu yang akan dikelola oleh Sekretariat TNP2K. Hingga pelaksanaan tahun 2014, program Raskin memanfaatkan BDT untuk menentukan perubahan kepesertaan program sebanyak dua kali. Pada pelaksanaan program tahun 2012 semester kedua tercatat sejumlah 17.488.007 rumah tangga yang di ambil dari BDT untuk dijadikan DPM program yang sedang berjalan di tahun tersebut. Sedangkan pada pelaksanaan program tahun 2013–2014, sejumlah 15.530.897 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 31 RASKIN rumah tangga diambil dari BDT untuk dijadikan sebagai DPM program di tahun tersebut. Perubahan jumlah total kepesertaan tersebut didasarkan pada pertimbangan tingkat kemiskinan nasional yang semakin menurun serta ketersedian anggaran program dalam APBN yang hanya mampu mencakup sekitar 15,5 juta rumah tangga. Pemanfaatan BDT sebagai acuan kepesertaan program tahun 2012–2014 menentukan besaran alokasi berikut daftar rumah tangga pada masing-masing wilayah. Penentuan alokasi dengan menggunakan BDT dilakukan sampai dengan total alokasi pada masing-masing desa/kelurahan. Daftar rumah tangga sasaran program ditentukan pula dengan menggunakan informasi rumah tangga yang tersedia dalam BDT dan diupayakan mampu merepresentasikan kondisi kemiskinan di masing-masing wilayah. Ilustrasi mengenai bentuk DPM yang disampaikan hingga ke tingkat desa/kelurahan dapat dilihat pada lampiran. Dengan pemanfaatan BDT diperkirakan pencapaian ketepatan sasaran menghasilkan dampak yang cukup positif meskipun masih terdapat kekurangan pada beberapa aspek. Mengacu pada hasil studi yang dilakukan secara internal, penggunaan hasil pendataan dalam menentukan sasaran program mampu meningkatkan ketepatan sasaran. Hal ini juga tercermin dari semakin menurunnya rasio antara total rumah tangga penerima program dibandingkan dengan total rumah tangga sasaran program. Selain itu, program yang diterima oleh kelompok rumah tangga berpenghasilan rendah cenderung meningkat dibandingkan dengan periode penggunaan hasil pendataan periode sebelumnya. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang masih menjadi kekurangan BDT sebagai acuan penentuan sasaran, antara lain pemutakhiran rumah tangga sasaran tidak secara langsung dapat diakomodasi dalam sistem BDT, sehingga berdampak pada pemutakhiran kepesertaan untuk periode selanjutnya. Selain itu, proses pemutakhiran kepesertaan yang mengacu pada hasil pendataan dihadapkan pada keluhan pemerintah provinsi. Pada tahun 2012, pemerintah provinsi mengeluhkan penurunan alokasi yang terjadi di wilayahnya. Meskipun secara nasional tidak mengalami perubahan, distribusi alokasi Raskin pada masing-masing provinsi mengalami banyak perubahan. Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 10, terjadi perubahan alokasi program Raskin antara tahun 2011 yang menggunakan acuan PPLS 2008 dengan pelaksanaan Juni– Desember 2012 yang menggunakan acuan BDT. Perubahan cukup signifikan terjadi pada alokasi Raskin untuk Provinsi Kalimantan Tengah yang menurun sekitar 37 persen, sedangkan peningkatan cukup signifikan terjadi pada alokasi Raskin untuk Provinsi DI Yogyakarta sebesar 69 persen. Secara umum, peningkatan alokasi Raskin sebagian besar terjadi di Pulau Jawa, sedangkan penurunan alokasi secara merata terjadi di luar Pulau Jawa. Kondisi ini menyebabkan banyaknya keluhan dari pemerintah daerah 32 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN setempat, meskipun pada dasarnya alokasi Raskin untuk tahun 2012 dengan RTS-PM yang baru dapat dikatakan lebih mencerminkan kondisi terkini. Keluhan yang sama juga disampaikan oleh pemerintahan kabupaten/kota, kecamatan hingga pemerintah desa, bahkan ada daerah yang sempat menolaknya. Persoalan ini muncul karena pemerintah daerah kurang mendapatkan sosialisasi dari pelaksana program, baik di tingkat pusat maupun daerah. Tabel 10. Perbandingan Alokasi Raskin menurut Provinsi, 2011–2013 Nama Provinsi 2011 2012 2013 Nama Provinsi 2011 2012 2013 Aceh 529.752 368.512 356.720 NTB 559.280 483.162 471.566 Sumatera Utara 838.363 792.166 746.220 NTT 553.770 425.201 421.799 Sumatera Barat 257.438 276.815 275.431 Kalimantan Barat 346.675 241.655 233.922 Riau 253.750 241.673 227.656 Kalimantan Tengah 138.341 86.478 83.711 Jambi 133.137 174.095 162.779 Kalimantan Selatan 169.419 169.739 161.592 Sumatera Selatan 596.942 459.561 419.579 Kalimantan Timur 188.997 159.008 147.718 Bengkulu 120.602 125.593 121.574 Sulawesi Utara 115.795 162.612 161.089 Lampung 739.994 617.819 573.954 Sulawesi Tengah 159.126 210.501 201.239 Bangka Belitung 28.408 43.370 41.635 Sulawesi Selatan 514.120 506.922 484.617 Kep. Riau 74.601 67.429 64.732 Sulawesi Tenggara 253.157 166.021 158.716 DKI Jakarta 180.660 256.469 226.462 Gorontalo 70.517 94.056 89.918 Jawa Barat 2.840.534 3.114.036 2.615.790 Sulawesi Barat 90.573 78.926 75.453 Jawa Tengah 2.888.361 2.937.464 2.482.157 Maluku 144.336 122.897 119.825 DIY 201.628 341.291 288.391 Maluku Utara 56.260 56.955 55.531 Jawa Timur 3.079.822 3.401.749 2.857.469 Papua Barat 112.093 92.869 90.547 Banten 629.318 585.944 526.178 Papua 487.434 446.157 435.003 Bali 134.804 180.862 151.924 Nasional 17.488.007 17.488.007 15.530.897 Sumber: TNP2K (2012) PEMUTAKHIRAN KEPESERTAAN DI TINGKAT LOKAL Di tingkat pelaksanaan, pemutakhiran kepesertaan juga dilakukan untuk meningkatkan ketepatan sasaran dan meminimalkan inclusion error maupun exclusion error. Selain itu juga untuk mengakomodasi keluhan-keluhan pada periode pelaksanaan sebelumnya. Perubahan penting dalam pelaksanaan tahun 2013 adalah penerapan negative list serta perubahan kepesertaan di tingkat desa dan kecamatan. Penerapan negative list diberlakukan pada database BDT untuk menentukan prioritas dalam mengeluarkan RTS-PM 2012 dari daftar yang disusun untuk periode 2013. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 33 RASKIN Skema negative list adalah sebuah metode untuk memberikan penanda terhadap rumah tangga di dalam BDT. Metode ini relatif umum diterapkan pada berbagai jenis basis data. Dalam penerapannya, negative list menerapkan kondisionalitas dengan kriteria semakin banyak catatan negatif pada suatu rumah tangga maka semakin besar kemungkinan rumah tangga tersebut untuk dicoret. Beberapa kriteria negative list yang diterapkan dalam BDT antara lain meliputi: (i) Kepala rumah tangga yang bekerja sebagai PNS/POLRI/TNI/BUMN/BUMD/Anggota Legislatif, (ii) Kepala rumah tangga tercatat sebagai lulusan S2/S3, dan (iii) Kepemilikan aset rumah tangga berupa mobil. Dari seluruh RTS-PM Raskin diperoleh 103.483 rumah tangga yang masuk ke dalam daftar negatif dari RTS-PM 2012 (0,6 persen). Daftar negatif ini kemudian dijadikan sebagai bagian dari instrumen pemutakhiran kepesertaan. Selain perubahan kepesertaan menggunakan skema negative list, untuk mengakomodasi perubahan kondisi sosial ekonomi rumah tangga juga diterapkan pemutakhiran dalam batas pagu yang telah ditetapkan sejak pelaksanaan Juni–Desember 2012. Perubahan tersebut ditujukan untuk mengakomodasi RTS-PM yang terdapat dalam DPM Juni–Desember 2012 namun tidak memenuhi syarat sebagai penerima manfaat yang diindikasikan oleh: (i) telah pindah alamat ke luar desa/kelurahan, (ii) telah meninggal dan seluruh anggota rumah tangga sudah meninggal. Kondisi ini sebagian besar berlaku bagi anggota rumah tangga tunggal, (iii) tercatat lebih dari satu kali atau duplikasi rumah tangga dalam DPM, atau (iv) rumah tangga dianggap lebih mampu secara ekonomi jika dibandingkan dengan rumah tangga di luar RTS-PM. Mekanisme yang diberlakukan dalam perubahan kepesertaan program di tingkat desa dan kelurahan adalah berdasarkan musyawarah mufakat di tingkat lingkungan yang kemudian disebut dengan musyawarah desa/kelurahan (musdes/muskel). Dalam melakukan pemutakhiran kepesertaan, prioritas pengganti ditentukan dengan mempertimbangkan: (i) memiliki jumlah anggota rumah tangga lebih besar, (ii) kepala rumah tangganya perempuan, (iii) kondisi fisik rumahnya kurang layak huni, dan/atau (iv) berpenghasilan lebih rendah dan tidak tetap. Perubahan ini tidak diperkenankan melebihi jumlah RTS-PM di desa/kelurahan bersangkutan. Selanjutnya, dalam musdes/muskel diterbitkan kembali Form Rekapitulasi Pengganti (FRP) yang dilakukan oleh kepala desa/lurah dengan mencatat data RTS-PM pengganti dalam FRP. Selanjutnya FRP diserahkan secara berjenjang dari pelaksana distribusi Raskin di tingkat desa/kelurahan kepada Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota untuk kemudian dikirimkan kembali ke TNP2K. Ilustrasi terkait dengan FRP dapat dilihat pada Lampiran 3. Meskipun pemutakhiran kepesertaan telah dilakukan di tingkat pelaksanaan, 34 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN namun kebijakan pelaksana program di tingkat pusat memberikan prasyarat sebagai persetujuan pemutakhiran. Prasyarat penentuan rumah tangga pengganti tersebut mencakup dua hal berikut: (i) Rumah tangga pengganti ditentukan dari BDT, bukan dari usulan rumah tangga pengganti yang dicakup di dalam FRP. Hal ini dilakukan untuk menjamin keterbandingan kondisi sosial-ekonomi dengan rumah tangga yang dikeluarkan berikut dengan konsistensi estimasi pemeringkatan dan (ii) Desa di dalam BDT yang tercakup dalam program ditentukan untuk memiliki minimal lima RTS-PM setelah proses penggantian dilakukan untuk mengakomodasi pertimbangan logistik. Pemutakhiran kepesertaan di tingkat pelaksanaan legal untuk dilakukan, namun demikian tidak seluruh wilayah di Indonesia melakukan pemutakhiran kepesertaan program Raskin. Pada sebagian wilayah menunjukkan masih berlakunya sistem pembagian merata. Dari kajian pemantauan terhadap pelaksanaan yang dilakukan oleh TNP2K bekerjasama dengan LP3ES menunjukkan hanya sekitar 22 persen desa yang melakukan pemutakhiran melalui mekanisme musyawarah di lingkungannya, sebagian yang lainnya diputuskan melalui pemerintah desa dan diputuskan oleh kepala dusun dan RT-RW masing-masing sebesar 15 persen dan 14 persen. Bahkan untuk 23 persen desa diantaranya masih melakukan mekanisme pembagian merata kapada rumah tangga di wilayahnya. Sedangkan desa yang tidak melakukan penggantian kepesertaan sekitar 26 persen. Kajian tersebut mencakup 220 sampel dengan mekanisme treatment menggunakan instrumen kartu di 110 desa dan sebagai control di 110 desa tanpa perlakuan apapun atau sesuai mekanisme yang biasa berlaku di wilayahnya (Gambar 24). Gambar 24. Proporsi Desa yang Melakukan Pemutakhiran Kepesertaan Dibagi rata 23% Musyawarah 22% Diputuskan desa Tidak ada penggantian 26% Sumber: TNP2K-LP3ES, 2012 15% Diputuskan Kadus, RW-RT 14% Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 35 RASKIN Laporan yang diterima dari hasil kompilasi terhadap FRP menunjukkan hanya sebagian kecil penggantian yang dilakukan terhadap DPM sebagai RTS-PM tahun 2012. Hasil pemutakhiran melalui musdes/muskel tersebut menunjukkan daftar rumah tangga dilaporkan pindah dan/atau meninggal seluruhnya oleh FRP 2012 adalah sebesar 18.922 RTS-PM, atau 0,1 persen. Perubahan mekanisme pemutakhiran di tingkat lokal dilakukan setelah diterbitkan KPS sebagai instrumen program perlindungan sosial. Mekanisme yang dilakukan tetap dengan menyelenggarakan musdes/muskel namun output yang dihasilkan dalam musyawarah tersebut berupa Surat Keterangan Rumah Tangga Miskin (SKRTM). Penerbitan SKRTM ditujukan untuk menyetarakan rumah tangga sasaran dengan pemegang KPS. Selanjutnya pemegang SKRTM akan diberikan kembali KPS sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan. Sebelum KPS diterima oleh rumah tangga pengganti, SKRTM dapat dipergunakan dengan fungsi dan hak yang sama dengan KPS. Gambar 25. Mekanisme Pemutakhiran Kepesertaan pada Kartu Perlindungan Sosial 1 2 3 Musyawarah Desa/Kelurahan Hasil Musdes/Muskel yang disahkan Daftar (rekap) rumah tangga Kepala Desa/Lurah melaksanakan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan pengganti di entry Musdes/Muskel menentukan rumah diketahui Camat diserahkan TKSK di Kantor Pos Pemeriksa (KPRK) tangga yang diganti dan pengganti ke Kantor Pos Kecamatan terdekat di kabupaten/kota atau provinsi 6 5 4 alamat KPS pengganti seluruh Indonesia Data nama dan alamat KPS pengganti 7 Mengeluarkan SK terkait data nama dan KPS KPS PT. Pos mencetak dan mengirimkan KPS kepada RT Pengganti Sumber: TNP2K (2013) 36 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin Rekap RT pengganti 8 Kartu yang terkirim diterima Rumah Tangga Sasaran (RTS) Atau mendapat SKRTM 8a 8b RASKIN PENERBITAN KARTU PERLINDUNGAN SOSIAL Upaya perbaikan untuk meningkatkan ketepatan sasaran dalam programprogram perlindungan sosial adalah penerbitan Kartu Perlindungan Sosial (KPS). Penerbitan KPS merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam Percepatan Perluasan Program Perlindungan Sosial (P4S) yang merupakan paket kompensasi penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) pada pertengahan tahun 2013. Beberapa paket program yang merupakan kompensasi penyesuaian BBM diantaranya adalah tambahan manfaat program Raskin, tambahan manfaat Bantuan Siswa Miskin (BSM), tambahan manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Berkaitan dengan paket program tersebut, KPS merupakan instrumen yang digunakan untuk mendukung implementasi di lapangan. Gambar 26. Ilustrasi Kartu Perlindungan Sosial (KPS) Sumber: TNP2K (2013) Terdapat beberapa pertimbangan dalam penerbitan KPS sebagai instrumen untuk meningkatkan ketepatan sasaran program. Pertama, sebagai penanda identitas bagi rumah tangga penerima manfaat dari program-program perlindungan sosial yang terdiri dari: Raskin, BSM dan BLSM. Kedua, mendorong komplementaritas program bantuan sosial. Ketiga, memfasilitasi pemda dalam merancang dan menyalurkan program daerah sehingga lebih tepat sasaran. Keempat, meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait dengan program-program perlindungan sosial, terutama bagi rumah tangga penerima manfaat program. Kebijakan subsidi pangan melalui program Raskin memperoleh dampak positif berkaitan dengan penerbitan KPS ini. Dengan menggunakan KPS, diharapkan mampu meningkatkan ketepatan sasaran program serta berkurangnya pembagian program pada rumah tangga non sasaran. Terdapat sejumlah ketentuan umum sebagai mekanisme baku dalam pemanfaatan KPS untuk memperoleh manfaat program Raskin, yaitu: (i) Rumah tangga pemegang KPS merupakan penerima manfaat program Raskin, BSM dan BLSM, (ii) Rumah tangga pemegang KPS menunjukkan kartu pada petugas distribusi di titik distribusi Raskin sebagai identifikasi awal penerima manfaat Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 37 RASKIN program dan (iii) Rumah tangga pemegang KPS dapat menebus beras sejumlah 15 kg/bulan dengan harga Rp1.600 atau sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, hanya pemegang KPS yang memiliki hak sepenuhnya sebagai penerima manfaat program Raskin. Gambar 27. Ilustrasi Penggunaan KPS untuk Program Raskin 1 2 Rumah Tangga sasaran menerima Kartu Perlindungan Sosial dari PT. Pos Indonesia dan/atau aparat desa/ kelurahan 3 Rumah Tangga Sasaran membawa Kartu Perlindungan Sosial atau SKRTM ke Titik Bagi Rumah Tangga Sasaran mengambil Raskin di Titik bagi dengan menunjukkan Kartu Perlindungan Sosial atau SKRTM 4 Rumah Tangga Sasaran dapat membawa pulang 15 kg Raskin setiap bulannya dengan harga tebus Rp1.600/kg di Titik Distribusi Sumber: TNP2K (2013) KPS sebagai instrumen penting dalam pelaksanaan program di lapangan masih menghadapi tantangan yang relatif berat dimana KPS sebagai alat bukti pengambilan manfaat belum dapat diimplementasikan dengan baik. Belum efektifnya upaya sosialisasi, keterbatasan pengawasan, dan keterbatasan dukungan peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah dan pelaksana program menjadi penyebab kurang berhasilnya pemanfaatan KPS. Hanya sebagian kecil pelaksana distribusi di tingkat desa/kelurahan yang memanfaatkan KPS sebagai instrumen penebusan beras. Selain itu, minimnya upaya pengawasan oleh pemerintah melalui Tim Koordinasi Raskin dan pelaksana program di lapangan berkontribusi terhadap rendahnya efektivitas pemanfaatan kartu. Hal ini berimplikasi pada belum tercapainya prinsip-prinsip ketepatan sasaran dalam program. 38 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Sebelum penerapan KPS pada pertengahan tahun 2013, secara internal telah dilakukan uji coba terhadap penerapan kartu di sejumlah daerah. Hasil uji coba tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketepatan harga cenderung meningkat. Pada daerah-daerah yang merupakan uji coba penerapan kartu, 57 persen diantaranya menetapkan HTR sesuai dengan ketetapan pemerintah, yaitu Rp1.600/kg sedangkan sisanya menetapkan HTR lebih tinggi sekitar 43 persen. Sedangkan pada wilayah tanpa uji coba penerapan kartu, hanya sebagian kecil desa yang menetapkan HTR sesuai dengan ketetapan pemerintah dengan persentase sebesar 7 persen, sementara 93 persen sisanya menetapkan HTR lebih tinggi dibandingkan ketetapan pemerintah. Gambar 28. Perbandingan Harga Tebus Raskin pada Wilayah Kajian Penerapan Kartu Wilayah Uji Coba Penerapan Kartu Harga di atas Rp2.000 10% Harga Rp1.600–2.000 33% Harga Rp1.600 57% Bukan Wilayah Uji Coba Penerapan Kartu Harga Rp1.600 7% Harga di atas Rp2.000 48% Harga Rp1.600–2.000 45% Sumber: TNP2K-LP3ES, 2012 Kajian serupa juga dilakukan bekerjasama dengan J-PAL pada 572 desa di enam kabupaten/kota, 378 desa diantaranya menerima kartu Raskin sedangkan 194 desa tidak menerima kartu Raskin. Kajian tersebut menyimpulkan bahwa sistem kartu efektif dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat, subsidi yang diterima dan ketepatan sasaran. Dengan penerapan sistem kartu, terdapat peningkatan jumlah beras yang diterima oleh rumah tangga sekitar 1,1–1,9 kg. Selain itu, penerapan kartu juga meningkatkan ketepatan harga dengan indikasi selisih harga yang lebih rendah sekitar Rp55–93/kg jika dibandingkan dengan wilayah tanpa penerapan kartu sebagai instrumen bagi penerima manfaat program. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 39 RASKIN PELIBATAN PEMERINTAH DAERAH Hasil kajian secara internal maupun eksternal oleh lembaga-lembaga penelitian maupun universitas menunjukkan deviasi HTR masih berlangsung di sejumlah wilayah. Atas dasar ini, pelibatan pemerintah daerah menjadi penting untuk meningkatkan ketepatan harga. Salah satu langkah yang telah diambil untuk menekan harga agar mendekati HTR adalah melibatkan pemerintah daerah dalam menyediakan biaya angkut di daerah masing-masing. Upaya ini telah termuat dalam Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri No. 900/2634/SJ Tahun 2013 tentang Pengalokasian Biaya Penyaluran Raskin dari Titik Distribusi ke Titik Bagi. Dalam aturan tersebut terdapat dua poin penting yaitu: (i) Pemerintah daerah diminta memberikan dukungan APBD untuk meningkatkan keberhasilan program. Anggaran tersebut akan digunakan membiayai penyaluran beras bersubsidi dari titik distribusi sampai ke RTS-PM. (ii) Jika anggaran yang dimaksud belum dialokasikan, pemerintah daerah dapat mengalokasikan sebelum APBD perubahan karena tingkat urgensi pengalokasian anggaran dikategorikan sebagai keperluan yang mendesak sesuai dengan pasal 162 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011. Selain dukungan pembiayaan, pemerintah daerah juga diwajibkan melakukan pengawalan terhadap pelaksanaan program. Dalam aturan yang sama, pemerintah daerah diharapkan mampu meminimalkan penyelewengan dengan mengefektifkan 40 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN unit pengaduan di daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten kota. Institusi yang membidangi pemberdayaan masyarakat memegang kewenangan penuh untuk melakukan koordinasi pengawasan. Meskipun payung hukum secara jelas telah mengatur peran pemerintah daerah untuk berpartisipasi dalam program, namun hanya sebagian kecil daerah yang sudah menerapkan aturan tersebut. Kondisi ini tercermin dari hanya sebagian kecil daerah yang telah memberikan alokasi anggaran, sehingga dampak dari kebijakan pelibatan daerah masih sangat minim. Hal tersebut juga tercermin dari masih tingginya harga yang harus dibayar oleh penerima manfaat yang rata-rata masih sebesar Rp2.262/kg (2013). Selain masalah harga, ketepatan sasaran, jumlah, waktu dan kualitas masih menghadapi permasalahan yang sama. Kondisi ini cukup mencerminkan bahwa upaya pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melibatkan daerah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian program di tingkat daerah masih belum optimal. Hasil kajian TNP2K bersama LP3ES menunjukkan hanya sebagian kecil daerah yang telah berpartisipasi dalam upaya meningkatkan efektivitas program. Hanya dua dari 22 daerah pemantauan yang berupaya meningkatkan ketepatan sasaran, jumlah, harga, waktu pelaksanaan dan kualitas beras. Bentuk-bentuk partisipasi yang telah diupayakan diantaranya melalui dukungan terhadap sosialisasi, musyawarah di tingkat lingkungan, bantuan biaya operasional yang mencakup pengadaan kantong dan honor petugas pelaksana. Di samping peran pemerintah daerah yang kurang optimal, hingga saat ini masih ditemukan beberapa daerah yang menolak mengimplementasikan program Raskin di daerahnya. Beberapa diantaranya adalah: Kabupaten Muko-muko Provinsi Bengkulu, Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Mentawai Provinsi Sumatera Barat. Beberapa alasan penolakan tersebut diantaranya terkait dengan ketepatan sasaran dan kualitas beras yang didistribusikan ke daerahnya. PENUNJUKAN PELAKSANA DISTRIBUSI KE RUMAH TANGGA Pelaksanaan pengadaan beras, berikut proses distribusi sampai Titik Distribusi, merupakan tanggung jawab Perum BULOG berikut dengan jajarannya di tingkat daerah. Jajaran ditingkat daerah mencakup Divisi Regional (Divre), Sub Divisi Regional (Subdivre) dan Kantor Seksi Logistik (Kansilog). Sejak pelaksanaan Raskin tahun 2012, pemerintah daerah melalui kepala desa/lurah/kepala pemerintahan setingkat dapat memilih dan menetapkan salah satu dari sejumlah alternatif untuk menjadi pelaksana distribusi beras. Tugas utama pelaksana distribusi adalah melaksanakan manajemen Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 41 RASKIN terhadap beras Raskin dari Titik Distribusi (TD) sampai dengan Titik Bagi (TB)13 sehingga diterima oleh RTS-PM sesuai dengan DPM pada harga, jumlah dan waktu yang tepat. Alternatif pelaksana distribusi terdiri dari kelompok kerja (Pokja), warung desa (wardes), kelompok masyarakat (Pokmas), atau melalui skema padat karya Raskin14. Dari alternatif jalur distribusi Raskin tersebut, sebagian besar pelaksanaan distribusi masih dilakukan oleh Pokja Raskin di tingkat desa/kelurahan. Alternatif wardes, Pokmas atau melalui skema padat karya Raskin masih belum optimal dilakukan di tingkat pelaksanaan. Salah satu kendalanya adalah besarnya biaya yang harus dikumpulkan oleh pelaksana distribusi karena sistem pembayaran di muka yang diterapkan oleh BULOG saat ini. Selain itu, alternatif pilihan distributor berupa wardes memungkinkan lebih optimal jika sistem kupon yang diterapkan. Secara internal telah dilakukan pengkajian terhadap pilihan kebijakan untuk melakukan penunjukan pelaksana di TD. Kajian bersama dengan J-PAL pada tahun 2013–2014 merumuskan inovasi alternatif distributor dengan mekanisme lelang atau penawaran sebagai pelaksana distribusi di tingkat desa. Kajian ini dilakukan di 572 desa, 191 desa merupakan desa dengan perlakuan khusus melakukan penawaran, 96 desa pengawasan dengan pelaksana penyaluran melakukan sosialisasi dan 285 desa lainnya sebagai wilayah kontrol. Hasil dari kajian tersebut menyimpulkan bahwa pilihan kebijakan untuk dilakukan penawaran pelaksana di tingkat pelaksanaan tidak banyak merubah efektivitas pencapaian program, baik dari aspek ketepatan sasaran, kuantitas maupun jumlah. Sebagaimana kendala pada alternatif kebijakan selain Pokja, masalah sistem pembayaran di muka menjadi kendala utama dalam pelaksanaan sistem penawaran atau lelang pelaksana distribusi. EKSTENSIFIKASI SOSIALISASI PROGRAM Ekstensifikasi kelengkapan dan metode sosialisasi dilakukan oleh TNP2K bersama dengan pelaksana program untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai program Raskin, khususnya terkait hak dan kewajiban. Berdasarkan hasil sejumlah studi15 menunjukkan masih minimnya pemahaman dan pengetahuan RTS-PM seputar hak, kewajiban, maupun pemahaman Program Raskin pada umumnya. Sejak pelaksanaan program tahun 2012–2014, upaya perbaikan sosialisasi program mencakup sejumlah hal berikut: (i) Pengiriman poster DPM tingkat desa ke seluruh desa/kelurahan di Indonesia. Langkah tersebut ditujukan untuk 13 Titik bagi merupakan tempat atau lokasi penyerahan beras Raskin dari Pelaksana Distribusi Raskin kepada RTS-PM Sistem penyaluran Raskin kepada RTS-PM yang dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat dimana para RTS-PM diwajibkan bekerja untuk meningkatkan produktivitas daerah dengan diberikan kompensasi pembayaran HPB Raskin oleh Pemerintah Daerah melalui APBD. Tidak ada keterangan lebih jelas yang bisa didapatkan mengenai skema Padat Karya Raskin, hanya keterangan “... akan diatur kemudian”. 14 15 Lihat: Hastuti et al (2008), LP3ES-TNP2K (2012) 42 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN meningkatkan sosialisasi melalui publikasi DPM di kantor desa/kelurahan setempat ataupun lokasi publik lainnya, (ii) Pengiriman materi panduan sosialisasi berupa Lembar Informasi dan Sosialisasi Program Raskin di seluruh desa/kelurahan di Indonesia dan (iii) Pemberlakuan kartu identitas penerima Raskin di daerah tertentu. Langkah ini merupakan uji coba implementasi distribusi beras Raskin berbasis kartu yang memuat sejumlah informasi dasar terkait hak, kewajiban, maupun pelaksanaan Program Raskin. Peningkatan kegiatan sosialisasi juga mencakup rapat koordinasi berjenjang, diseminasi sejumlah materi cetak sosialisasi tertulis, siaran pers maupun iklan layanan masyarakat yang dipublikasikan melalui media massa seperti televisi, radio dan media cetak nasional dan lokal. Dari sisi sosialisasi kepada pemerintah daerah, cakupan sosialisasi setidaknya telah meningkatkan pengetahuan yang relevan dengan implementasi program Raskin berikut tujuan dan desain utama program. Dari sisi penerima manfaat, sejumlah studi menyimpulkan bahwa tingkat pengenalan (awareness) penerima manfaat belum meningkat secara signifikan. Salah satu penyebabnya adalah karena dukungan yang terbatas dari pihak eksternal dalam memberikan bentuk sosialisasi tambahan selain materi cetak tertulis. Minimnya dampak sosialisasi terhadap pengetahuan masyarakat secara umum terhadap program menyebabkan berlakunya informasi asimetris (asymmetric information) di lapangan. Salah satu penyebabnya adalah aspek transparansi dan akuntabilitas yang kurang diterapkan di tingkat pelaksanaan. Permasalahan informasi asimetris ini terjadi pada hampir semua aspek yang berhubungan dengan efektivitas pelaksanaan Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 43 RASKIN program, diantaranya: Pertama, sebagian besar penerima manfaat di desa/kelurahan tidak memiliki akses terhadap DPM berikut jumlah beras yang dialokasikan di wilayah mereka, dan hanya sebagian kecil pemerintah desa melakukan sosialisasi terhadap DPM dan kuota alokasi di wilayah setempat. Kedua, penerima manfaat tidak mengetahui dengan pasti waktu reguler penyaluran beras, sehingga perilaku penyaluran kepada rumah tangga di luar DPM atau penggiliran antar rumah tangga tidak mudah diketahui. Ketiga, sebagian besar penerima manfaat program tidak mengetahui besaran jumlah beras yang seharusnya diterima. Keempat, sebagian besar rumah tangga tidak mengetahui dengan pasti harga yang harus dibayarkan sesuai dengan ketentuan pemerintah berikut penyesuaian yang dilakukan oleh pemerintah setempat sebagai tambahan biaya distribusi. Kelima, penerima manfaat tidak mengetahui dengan pasti kualitas beras bersubsidi yang seharusnya diterima atau membandingkannya dengan harga yang sesuai pembelian pemerintah, yaitu kualitas medium. Keenam, pemahaman yang terbatas pada total beras bersubsidi yang disalurkan dalam skala nasional maupun daerah. Implikasi dari hal ini adalah sulitnya kontrol terhadap missing rice16 yang disebabkan oleh proses distribusi. Sebagai pelajaran penting adalah sosialisasi berbasis informasi yang tanpa diimbangi dengan hubungan kepada masyarakat yang efektif belum mampu meningkatkan pengetahuan penerima manfaat maupun masyarakat secara umum tentang program. Dalam rangka peningkatan efektivitas sosialisasi terhadap penerima manfaat, perlu dilakukan perubahan model sosialisasi dengan menambahkan upaya berbasis sumber daya manusia. Model sosialisasi berbasis manusia tersebut diantaranya dapat melibatkan penyuluh, fasilitator dan relawan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Kajian yang dilakukan secara internal atas kerjasama dengan LP3ES menunjukkan hanya sebagian wilayah pemantauan yang telah melakukan sosialisasi di wilayahnya dan antar daerah bervariasi. Dari 220 desa wilayah pemantauan, 110 desa diantaranya telah melakukan sosialisasi dengan berbagai bentuk. Salah satu sosialisasi yang dilakukan adalah terkait dengan DPM sebagai representasi sasaran, termasuk diantaranya adanya pengurangan alokasi, harga tebus per kg, jumlah beras yang berhak diterima oleh rumah tangga sasaran, serta mekanisme penggantian kepesertaan. Dari seluruh rangkaian sosialisasi yang dilakukan, masalah kualitas beras yang layak diterima oleh penerima manfaat kurang memperoleh perhatian di tingkat pelaksanaan. Kajian tersebut menyimpulkan bahwa pemerintah daerah kurang intensif dalam mengupayakan peningkatan efektivitas pelaksanaan Raskin melalui kegiatan sosialisasi. 16 Untuk informasi mendetail, lihat Olken, 2006. 44 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN PENANGANAN KELUHAN PROGRAM Penanganan pengaduan pelaksanaan program menjadi tanggung jawab tim koordinasi program di tingkat pusat maupun daerah. Dalam skema koordinasi, unit penanganan pengaduan merupakan bagian dari Tim Koordinasi Raskin Pusat dengan Kemendagri sebagai penanggung jawabnya. Dalam hal ini, Kemendagri menerbitkan pedoman khusus untuk mengelola dan menangani pengaduan yang dilakukan oleh masyarakat. Selain itu, penanganan pengaduan berada di bawah koordinasi TNP2K jika pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat berkaitan dengan penentuan sasaran. Di tingkat daerah, unit pengaduan berada di bawah koordinasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Pengaduan yang berkaitan dengan pelaksanaan program disampaikan secara berjenjang kepada sekretariat unit pengaduan, mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi dan berakhir pada tim koordinasi Raskin di tingkat pusat bersama dengan TNP2K. Pengaduan yang berkaitan dengan masalah kualitas dan kuantitas beras disampaikan secara berjenjang kepada BULOG sampai ke tingkatan pusat dan dilaporkan kepada Tim Koordinasi Pusat. Sistem pengaduan dan pelaporan tidak hanya berfungsi sebagai media penanganan keluhan, tapi juga sebagai instrumen untuk melakukan pengawasan, pemantauan, pelacakan dan evaluasi. Dua hal penting yang dapat diakomodasi dalam sistem pengaduan yaitu laporan yang bersifat sebagai pengaduan pelaksanaan program dan laporan yang bersifat informasi. Koordinasi sistem penanganan aduan Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 45 RASKIN bersama Tim Koordinasi Raskin Pusat hanya dilakukan selama tiga bulan pertama setelah penerapan KPS, yaitu periode Juni–Agustus 2013. Hal tersebut lebih disebabkan oleh keterbatasan tenaga pendukung antar kementerian. Selama periode September 2013 sampai saat ini (September 2014) sistem masih dijalankan penuh di bawah koordinasi TNP2K dan didukung oleh UKP4. Pengaduan terkait dengan program yang masuk ditindaklanjuti bersama antara Tim Koordinasi Raskin Pusat dan TNP2K. Dalam hal ini, pengaduan-pengaduan yang sifatnya tidak berhubungan dengan kualitas beras dapat ditangani, sedangkan pengaduan yang berkaitan langsung dengan kualitas secara terpisah direspons oleh BULOG. Selama Juni 2013 hingga pertengahan Juni 2014 terdapat 11.358 total pengaduan setelah diberlakukannya KPS, dengan 2.193 di antaranya berkaitan dengan Raskin. Dari jumlah tersebut, sekitar 41,4 persen pengaduan telah ditanggapi, 1,5 persen dalam proses dan 57,1 persen belum ditanggapi. Program Raskin mendapatkan pengaduan tertinggi ketiga setelah pengaduan terkait dengan program BSM dan kepesertaan KPS. Tabel 11. Status Laporan KPS yang Ditangani, menurut Kategori dan Status Tindak Lanjut, Juni 2013–Juni 2014 Sub Kategori Laporan BLSM BSM Jamkesmas Kepesertaan PKH Raskin Jumlah Status Tindak Lanjut Belum Ditanggapi Dalam proses Selesai Ditanggapi Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1.327 611 9 2.621 80 1.253 5.901 78,3 13,6 52,9 91,5 83,3 57,1 51,95 5 161 0 1 0 32 199 0,3 3,6 0,0 0,0 0,0 1,5 1,75 362 3.721 8 243 16 908 5.258 21,4 82,8 47,1 8,5 16,7 41,4 46,3 Jumlah 1.694 4.493 17 2.865 96 2.193 11.358 Sumber: http://monev.tnp2k.go.id/lapor/ (per 20 Juni 2014, diolah) Khusus pada kategori program Raskin, ringkasan jumlah aduan adalah berjumlah 2.193 laporan. Berdasarkan laporan tersebut, 82,4 persen diantaranya merupakan kategori pengaduan. Kategori laporan pengaduan lebih didominasi oleh keluhan mengenai jumlah beras yang diterima oleh masing-masing rumah tangga yaitu sebesar 30,2 persen, sedangkan kategori ketepatan sasaran merupakan keluhan terbesar kedua dengan proporsi sebesar 14,9 persen dari total jumlah laporan pengaduan yang diterima. Di sisi lain, sejumlah 17,6 persen merupakan kategori laporan permintaan informasi. Pada kategori ini, klasifikasi permintaan informasi mengenai 46 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN program Raskin lebih didominasi oleh informasi mengenai administrasi program, yaitu sebesar 10,4 persen dari total permintaan informasi yang diterima. Informasi mengenai jumlah dan harga menempati urutan kedua dan ketiga dalam klasifikasi permintaan informasi dengan persentase masing-masing sebesar 3,4 persen dan 3,1 persen. Tabel 12. Jumlah Laporan tentang Raskin yang Sudah Ditangani, Juni 2013–Juni 2014 Sub Kategori Raskin JENIS LAPORAN PENGADUAN Aduan jumlah Aduan jumlah dan aduan harga Aduan jumlah dan aduan sasaran Aduan jumlah dan aduan waktu Aduan sasaran Aduan administrasi Aduan harga Aduan waktu Aduan mutu Dua atau lebih jenis aduan lainnya JUMLAH LAPORAN PENGADUAN PERMINTAAN INFORMASI Info admin Info jumlah Info harga Info mutu Dua atau lebih jenis info ditanyakan Kombinasi aduan dan info ditanyakan JUMLAH PERMINTAAN INFORMASI JUMLAH LAPORAN Jumlah SMS Persentase 545 190 83 53 270 131 123 62 23 327 1.807 30,1 10,5 4,6 2,9 14,9 7,3 6,8 3,4 1,3 18,1 100 40 13 12 2 18 301 386 10,4 3,4 3,1 0,5 4,7 77,9 100 2.193 100 Sumber: http://monev.tnp2k.go.id/lapor/ (per 20 Juni 2014, diolah) Berdasarkan sebaran wilayah menunjukkan bahwa laporan yang berasal dari daerah-daerah di Pulau Jawa lebih mendominasi jumlah pengaduan. Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah dengan jumlah laporan paling banyak jika dibandingkan dengan daerah lain, yaitu sebesar 134 laporan; demikian pula dengan Jawa Timur dan Jawa Barat dengan masing-masing laporan yang diterima sejumlah 128 dan 116 laporan. Jumlah laporan paling kecil diterima dari Provinsi Maluku Utara, Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 47 RASKIN yakni hanya satu laporan berkaitan dengan program Raskin. Adanya disparitas antar wilayah dalam hal keluhan, pengaduan dan informasi umum terhadap program Raskin tersebut menunjukkan bahwa upaya sosialisasi program dan mekanisme pengaduan, keluhan dan permintaan informasi masih sangat perlu untuk ditingkatkan. Hal ini lebih ditujukan untuk perbaikan program di masa yang akan datang, karena laporan, keluhan dan pengaduan ini sangat relevan digunakan sebagai bagian dari upaya memperbaiki program, khususnya yang terkait dengan indikator pencapaian implementasi Raskin sesuai Pedoman Umum Pelaksanaan Program, yaitu tercapainya 6T. 150 125 134 128 123 116 Gambar 29. Jumlah Laporan tentang Raskin yang Sudah Ditangani menurut Provinsi, Juni 2013–Juni 2014 25 48 30 28 27 26 23 17 17 16 16 16 16 16 15 14 11 9 9 8 8 6 4 4 4 3 2 2 1 50 68 75 Jateng Jatim Sumut Jabar Sumsel Lampung DKI Jakarta Sulsel Sulut Sulteng Kalbar Sumbar Banten Riau NTT Yogyakarta Bali Aceh Kalsel Jambi NTB Kaltim Kalteng Sulbar Bengkulu Maluku Papua Barat Kepri Kep. Babel Sultra Papua Kaltara Malut Jumlah Laporan 100 Sumber: http://monev.tnp2k.go.id/lapor/ (per 20 Juni 2014, diolah) Meskipun sistem pengaduan telah tersedia, namun jika ditinjau dari efektivitasnya sistem ini masih perlu banyak perbaikan. Sistem yang dikembangkan masih dalam tahap identifikasi awal untuk mengetahui laporan dengan respon sebagian besar masih di tingkat pelaksana pusat. Kondisi ini tercermin dari indikator ketepatan capaian program yang belum sesuai harapan. Untuk tujuan perbaikan program di masa depan, sistem pelaporan masih perlu pengembangan. Tujuannya adalah untuk mengakomodasi ketepatan administrasi pengaduan agar tindak lanjutnya lebih responsif hingga ke tingkat lapangan. Pengembangan sistem ini sekaligus sebagai penilaian atas kinerja pelaksanaan program. Peran serta masyarakat, baik penerima manfaat maupun bukan penerima manfaat sangat diperlukan untuk mengembangkan sistem pengaduan, sehingga dampak dari pengaduan yang dilakukan dapat dirasakan sampai ke penerima manfaat program. 48 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Kotak 3. Kartu Perlindungan Sosial Belum Optimal sebagai Instrumen Program Raskin Sejak Juni 2013 pemerintah telah meluncurkan KPS sebagai instrumen pelaksanaan program perlindungan sosial, tidak terkecuali program Raskin. Berbagai manfaat dapat diperoleh dari instrumen kartu, namun masih ditemukan beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Sebagai gambaran, KPS telah didistribusikan kepada RTS sejumlah 15,5 juta kartu. Idealnya dengan menggunakan kartu ini pemerintah akan lebih mudah menyalurkan program. Pada kenyataannya, dalam program Raskin hal tersebut masih jauh dari harapan. Pemanfaatan kartu sebagai instrumen pengambilan manfaat masih sangat minim. Dari pantauan yang dilakukan melalu sistem LAPOR!. menunjukkan masih adanya keluhan mengenai kartu yang tidak dimanfaatkan seperti yang terjadi di Desa Gentasari, Kecamatan Kroya, dan Kabupaten Cilacap. Rumah tangga penerima KPS justru tidak diberikan jatah beras pada periode penyaluran BLSM, bahkan di Kelurahan Palebon, Semarang diberitakan bahwa KPS bukan merupakan instrumen penyaluran program Raskin. Laporan-laporan tersebut menunjukkan belum efektifnya instrumen kartu untuk memperbaiki program di lapangan. Hal tersebut perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk proses perbaikan program melalui mekanisme sosialisasi dan komunikasi yang menjangkau semua kalangan, terutama bagi RTS (penerima KPS). TNP2K mengambil inisiatif untuk membangun basis data perlindungan sosial yang selanjutnya disebut sebagai Basis Data Terpadu (BDT). “Saya sangat mengharap kembali dapat jatah Raskin. Karena di usia 67 tahun dan dengan kaki saya yg tinggal satu ini, saya sangat membutuhkan pembagian Raskin guna mencukupi kebutuhan.” (LAPOR! UKP4, 2013) Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 49 RASKIN 50 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN 4 .................... Potensi Perbaikan Selanjutnya Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 51 RASKIN TINJAUAN KONTRIBUSI PROGRAM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN P erluasan fungsi program Raskin sebagai salah satu program perlindungan sosial dinilai tepat mengingat sebagian besar konsumsi masyarakat miskin adalah pangan, khususnya beras. Akibatnya, kelompok masyarakat miskin tersebut sangat terpengaruh oleh kenaikan harga bahan pangan karena dominasi pengeluaran untuk beras dibandingkan pengeluaran lain dalam konsumsi rumah tangga. Sementara itu, bobot bahan makanan dalam menentukan garis kemiskinan cenderung lebih besar, terutama jika diikuti oleh peningkatan harga pada komoditas tersebut. Gambar 30. Perbandingan Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Menurut Kelompok Pengeluaran Persentase dari total konsumsi 100 80 60 40 20 0 Indeks Harga Konsumen Keranjang Kemiskinan Sumber: Susenas 2012 Transportasi dan komunikasi dan jasa keuangan Pendidikan, rekreasi dan olah raga Kesehatan Sandang Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau Makanan lain Bahan makanan 52 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Program Raskin memiliki sasaran yang ditujukan kepada rumah tangga miskin. Dalam publikasi resmi BPS mengenai kemiskinan, dipaparkan bahwa rata-rata kontribusi konsumsi beras di perkotaan sekitar 26,92 persen sedangkan di pedesaan sekitar 33,38 persen terhadap total pengeluaran per kapita. Kontribusi untuk komoditas beras ini merupakan yang tertinggi di antara 52 komoditas makanan yang merupakan komponen dalam penghitungan angka garis kemiskinan. Tabel 13. Kontribusi Komoditas Makanan dan Bukan Makanan Teratas Komoditas Kota Komoditas Desa 26,92% 8,67% 3,51% 3,12% 2,77% 2,44% 2,15% 1,59% 1,32% 1,26% Beras Rokok kretek filter Gula pasir Telur ayam ras Mie instan Tempe Tahu Bawang merah Kopi Tongkol/tuna/cakalang 33,38% 8,23% 3,86% 2,61% 2,30% 1,96% 1,60% 1,51% 1,50% 1,35% 8,70% 2,71% 1,91% 1,86% 1,79% Perumahan Pakaian jadi anak-anak Listrik Pakaian jadi dewasa Bensin 5,78% 1,76% 1,55% 1,46% 1,43% Makanan Beras Rokok kretek filter Telur ayam ras Daging ayam ras Gula pasir Tempe Tahu Mie instan Bawang merah Cabe merah Bukan makanan Perumahan Pendidikan Bensin Angkutan Pakaian jadi anak-anak Sumber BPS: diolah dari Susenas, September 2012 Berdasarkan kontribusi beras dalam konsumsi rumah tangga dan penghitungan angka garis kemiskinan, dapat dibangun suatu simulasi kebijakan yang menempatkan peran program Raskin sebagai instrumen upaya penurunan tingkat kemiskinan. Penyusunan simulasi kebijakan untuk mengukur penurunan tingkat kemiskinan akan mencakup beberapa hal yang bersifat teknis. Pertama adalah masukan (input) dalam simulasi yang terdiri dari asumsi dari indikator-indikator ekonomi utama yang memiliki pengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Hal yang kedua adalah tampilan hasil (output) yang terdiri dari beberapa skenario berdasarkan asumsi serta kondisi ekonomi yang akan terjadi. Asumsi sebagai masukan (input) dalam simulasi terdiri dari beberapa parameter yang kemudian diperlukan untuk menggambarkan kondisi perekonomian yang tengah Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 53 RASKIN dihadapi. Parameter yang dibutuhkan untuk kebutuhan simulasi Raskin yang terkini adalah estimasi dari dampak harga BBM dan harga makanan terhadap inflasi, angka indikator ekonomi kondisi yang terbaru seperti pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), pertumbuhan konsumsi rumah tangga, serta pertumbuhan penduduk berdasarkan sektor atau lapangan usaha. Secara ringkas, asumsi dalam simulasi ini pada dasarnya terdiri dari dua garis besar, yakni asumsi terkait dengan harga-harga dan asumsi yang terkait dengan pertumbuhan. Kotak 4. Simulasi Raskin Melalui Perangkat Poverty Projection Dampak simulasi kebijakan program Raskin terhadap kemiskinan dilakukan melalui integrasi dengan perangkat Poverty Projection (Datt dan Walker,2002). Estimasi tingkat kemiskinan melibatkan asumsi-asumsi makro ekonomi dan harga-harga. Asumsi yang terkait dengan harga akan melibatkan estimasi dengan indikator harga umum, harga harga komoditas yang disubsidi (dalam konteks ini adalah harga BBM), bobot komponen komoditas yang ada di dalam bundel modul konsumsi Susenas dan bobot komponen indeks harga konsumen (IHK). 54 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Proyeksi pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita pada suatu periode terdiri dari dua hal, yakni komponen pertumbuhan konsumsi periode sebelumnya dan komponen perkembangan harga (inflasi). Di dalam komponen pertumbuhan konsumsi terdiri dua sub-komponen: pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan populasi. Pertumbuhan ini akan berasal dari masing-masing sektor atau lapangan usaha. Dalam perkembangan harga ini memasukkan inflasi tentang makanan yang berasal dari perhitungan pembentuk garis kemiskinan yang ada di modul konsumsi Susenas dan yang berasal dari perkembangan harga secara umum indeks harga konsumen. Sehingga dapat dituliskan dalam persamaan berikut: ( ) 4.1 ci ,t = ci ,t −1 1 + g tS i − ηtS i ⋅ f t −1 Di mana: c : pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita i : adalah unit rumah tangga t :periode g : pertumbuhan ekonomi η : pertumbuhan populasi S : sektor atau lapangan usaha j : unit dari sektor/lapangan usaha, yang terdiri dari: pertanian, industri, jasa. Notasi f merupakan fungsi umum dari komponen perkembangan inflasi yang dapat diuraikan menjadi: (1 − w p )   F f t = w p (1 + ∆Pt ) + 1 − wc (1 + ∆Pt F )  (1 − wc )   [ ] 4.2 Di mana: w :bobot p : proporsi komoditas makanan pada garis kemiskinan c : proporsi komoditas makanan pada indeks harga konsumen (IHK) P F : harga makanan Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 55 RASKIN Setelah mendapatkan proyeksi pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita, maka dapat dihitung proyeksi angka kemiskinan (P0) dan indeks kedalaman kemiskinan (P1). Beberapa parameter lain yang dibutuhkan dalam perangkat proyeksi kemiskinan untuk simulasi program Raskin adalah target penurunan dari kemiskinan. Kemudian, berdasarkan parameter yang telah didapatkan, anggaran dari APBN dalam rupiah dan jumlah rumah tangga yang menjadi sasaran dapat digunakan untuk menghitung manfaat yang dapat diterima rumah tangga miskin. Angka kemiskinan saat ini dihitung dalam asumsi kondisi ketidaktepatan sasaran berdasarkan estimasi Susenas sebagai baseline. Kemudian angka kemiskinan diproyeksikan dengan kondisi ketidaktepatan sasaran yang lebih kecil (misalkan dengan membagi ketepatan sasaran sampai 50 persen, 60 persen, 70 persen dan 80 persen). Dalam membangun skenario perangkat simulasi, dapat dibuat skenario awal yang memperhitungkan kondisi perekonomian yang berjalan secara normal tanpa ada guncangan (shock) yang berasal dari kebijakan maupun sumbersumber lain yang berpotensi berpengaruh besar dalam indikator utama perekonomian. Skenario semacam ini dikenal dengan natural scenario. Skenario lain yang dapat dibuat adalah kondisi dengan adanya guncangan (shock) yang berasal dari kebijakan, terutama kebijakan yang berpengaruh terhadap harga-harga. Contoh konkrit dalam skenario ini adalah pengurangan subsidi BBM. Tabel di bawah ini mendeskripsikan tampilan hasil simulasi kebijakan dalam dua tipe skenario. Tabel 14. Contoh Asumsi dalam Simulasi Raskin Pertumbuhan Pengeluaran riil konsumsi per kapita tahunan (%) 1,90 Sektor pertanian (%) 0,23 Sektor industri (%) 3,19 Sektor jasa (%)1,21 Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Pengurangan Subsidi BBM Rp2.000 Harga awal premium Rp6.500 Harga awal solar Rp5.500 Sumber: Hasil analisis internal 56 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Kotak 5. Simulasi Kontribusi Peningkatan Ketepatan Sasaran, Jumlah, Waktu dan Harga Analisis dengan menggunakan data Susenas periode September 2013 menunjukkan bahwa dari 15 kilogram beras tiap rumah tangga yang telah dialokasikan, persentase rata-rata beras yang diterima adalah sekitar 36 persen dari yang ditargetkan. Atau, apabila diukur dengan jumlah yang diterima adalah sekitar 5,4 kilogram tiap rumah tangga. Artinya, secara rata-rata terdapat selisih sekitar 9,6 kilogram dari yang ditargetkan. Berdasarkan publikasi resmi BPS, tingkat kemiskinan pada 2013 adalah sekitar 11,47 persen. Ini memasukkan inflasi tentang makanan yang berasal dari perhitungan pembentuk garis kemiskinan yang ada di modul konsumsi Susenas dan yang berasal dari perkembangan harga secara umum indeks harga konsumen. Evaluasi tingkat kemiskinan dilakukan melalui simulasi program Raskin pada skenario natural, yang dibuat berdasarkan perkiraan pentargetan jumlah beras yang diterima oleh rumah tangga secara rata-rata dengan kondisi saat ini (36 persen). Dari kondisi saat ini, dilakukan simulasi dengan melakukan peningkatan sebesar 50 persen, 60 persen, 70 persen dan 80 persen. Peningkatan penerimaan jumlah beras ini kurang lebih adalah setara dengan penerimaan jumlah sebanyak 7,5 kilogram, 9 kilogram, 10,5 kilogram dan 12 kilogram pada rumah tangga sasaran. Peningkatan tersebut dimaksudkan untuk memperkirakan besaran dampak terhadap tingkat kemiskinan jika program subsidi ini tepat sasaran. Hasil simulasi skenario natural menunjukkan bahwa jika program Raskin dapat melakukan peningkatan jumlah beras yang diterima oleh rumah tangga sasaran, hal ini cukup berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Dengan pilihan harga tebus sebesar Rp1.600 per kilogram atau kondisi persentase penerimaan beras sebagaimana kondisi sebesar 36 persen, tingkat kemiskinan pada September 2013 berada pada kisaran 11,47 persen. Dengan asumsi disertai peningkatan jumlah beras yang diterima 7,5 kg/RTS-PM, diperkirakan tingkat kemiskinan pada saat itu adalah sebesar 11,13 persen. Sedangkan jika pelaksana program mampu meningkatkan beras yang diterima oleh rumah tangga sasaran sebesar 9,0 kg; 10,5 kg; 12,0 kg maka diperkirakan tingkat kemiskinan pada saat itu masing-masing sebesar 10,89 persen; 10,64 persen; dan 10,40 persen. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 57 RASKIN Evaluasi tingkat kemiskinan melalui program Raskin juga dilakukan dalam skenario adanya guncangan (shock) dari kebijakan pemerintah, terutama kebijakan yang berpengaruh pada harga-harga bahan pokok. Salah satu kebijakan pemerintah yang dievaluasi dalam simulasi ini adalah kompensasi kebijakan pengurangan subsidi BBM melalui program Raskin. Dalam simulasi skenario shock pengurangan subsidi BBM ini, subsidi harga premium dan harga solar masing-masing dikurangi sebesar Rp2.000. Sehingga harga premium naik dari Rp6.500 menjadi Rp8.500 dan untuk solar dari Rp5.500 menjadi Rp7.500. Berdasarkan asumsi tersebut, diperkirakan angka kemiskinan pada September 2013 adalah sebesar 11,63 persen dalam kondisi natural, atau beras yang diterima oleh masing-masing rumah tangga sasaran sejumlah 5,4 kg. Dengan asumsi terjadi peningkatan beras yang diterima oleh rumah tangga sebesar 7,5 kg/RTS-PM, diperkirakan tingkat kemiskinan pada saat itu adalah sebesar 11,29 persen. Dengan asumsi jumlah beras yang diterima oleh rumah tangga pada periode tanpa kenaikan BBM, maka tingkat kemiskinan pada saat itu sebesar 11,04 persen jika rumah tangga menerima 9,0 kg. Sedangkan jika beras yang diterima oleh rumah tangga meningkat menjadi 10,5 kg dan 12 kg maka tingkat kemiskinan pada saat itu diperkirakan masing-masing 10,79 persen dan 10,55 persen. Tabel 15. Simulasi Kalkulasi Angka Kemiskinan Kondisi saat ini Peningkatan Beras Diterima Rumah Tangga Menjadi 36% 50% 60% 70% 80% 5,4 kg 7,5 kg 9,0 kg 10,5 kg 12,0 kg Harga Tebus: 1600/kg 11,47 11,13 10,89 10,64 10,40 Harga Tebus: Gratis 10,80 10,38 10,07 9,77 9,47 11,29 10,38 11,04 10,07 10,79 9.77 10,55 9,46 Persentase Beras/RT Kuantitas Beras/RT Skenario natural Skenario shock pengurangan harga Tebus: 1600/kg Harga tebus: Gratis 11,63 10,80 Catatan: Alokasi Beras/Rumah Tangga: 15 kg/bulan (setara dengan Rp 101.180/RT) 58 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Hasil simulasi dengan kedua skenario diatas akan menghasilkan dampak yang lebih signifikan terhadap upaya penurunan kemiskinan jika beras yang didistribusikan dapat diperoleh oleh rumah tangga dengan cumacuma. Namun demikian, pilihan kebijakan tersebut tidak lebih berarti dibandingkan dengan meningkatkan efektivitas program yang sedang berjalan sesuai indikator yang telah ditetapkan, yaitu dengan ketepatan penuh. Ketepatan sasaran, jumlah, waktu dan harga memegang peranan penting berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan melalui instrumen program Raskin. Disamping itu, hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan adalah peningkatan peran berbagai pihak terkait termasuk pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian hingga pada tingkat pelaksanaan. PERUBAHAN TATA KELOLA PENYALURAN Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program di tingkat pemerintah pusat sampai daerah merupakan modal penting bagi terciptanya pelaksanaan Raskin sesuai dengan tolok ukur efektivitas pelaksanaan. Namun demikian, Tim Koordinasi program Raskin sampai dengan saat ini belum dapat mengimplementasikan mekanisme kontrol dan pengawasan terstruktur terhadap pelaksanaan program. Indikasi dari argumen tersebut adalah masih ditemukan ketidaksesuaian antara hasil pada tingkat pelaksanaan dengan basis perencanaan sebagai desain awal yang merumuskan tujuan utama program. Terdapat dua hal yang berpotensi untuk memperbaiki tata kelola penyaluran, yaitu meningkatkan mekanisme kontrol dan pembagian tanggung jawab pelaksanaan. Mekanisme kerja BULOG terkait dengan distribusi beras subsidi masih terbatas untuk melakukan pelacakan dari beras tersebut keluar dari gudang sampai ke Titik Distribusi. Secara umum, prosedur ini masih dilakukan secara manual dengan variasi pencatatan tidak standar antar wilayah. Manajemen kontrol yang sifatnya dapat dilakukan secara berkala dan menampilkan informasi terkini dengan memanfaatkan kemajuan teknologi penting untuk dilakukan. Perlu dibuat sistem yang dapat mengontrol aliran penyediaan stok beras, penyimpanan sampai dengan pendistribusian yang dilakukan secara elektronik sehingga seluruh proses dapat terjaga kualitasnya. Sifat dari manajemen pengawasan yang diperlukan saat ini adalah transparan dan akuntabel. Diharapkan, proses manajemen pengawasan dapat mendukung pencapaian program sesuai dengan tolok ukur program dan tujuan utama yang telah dirumuskan. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 59 RASKIN Sampai dengan saat ini, tanggung jawab BULOG yang hanya mendistribusikan beras Raskin sampai ke Titik Distribusi menyebabkan penyaluran beras Raskin sampai dengan rumah tangga cukup mempersulit proses pelacakan. Banyaknya pihak yang terlibat dalam proses distribusi hingga ke tingkat rumah tangga menyebabkan deviasi pelaksanaan program relatif besar. Untuk memperbaiki kualitas pencapaian program, mekanisme yang diperlukan adalah memisahkan sistem pengawasan dan pengendalian dengan sistem penyaluran. Dalam hal ini pemerintah memiliki tugas dan tanggung jawab penuh melakukan pengawasan dan pengendalian, sedangkan sistem penyaluran menjadi kewenangan penuh BULOG beserta mitra di wilayah setempat. Mitra yang ditunjuk dapat berupa Pokja, wardes, Pokmas, melalui skema padat karya Raskin atau alternatif pilihan lain yang lebih optimal sesuai dengan kondisi di masing-masing wilayah. Mitra tersebut bertanggung jawab penuh kepada BULOG selaku pelaksana distribusi. Dengan diterbitkannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, potensi untuk melakukan pengawasan dan pengendalian hingga ke tingkat desa akan dapat dilaksanakan oleh pemerintah desa. Jika dimungkinkan, pengelolaan program Raskin hanya menjadi kewenangan satu lembaga yang bertanggung jawab secara penuh terhadap pelaksanaan di lapangan dengan ukuran kinerja 6 ketepatan. Hingga saat ini, mekanisme yang berlaku adalah pelaksanaan yang dilakukan oleh BULOG bersama dengan pemerintah, sehingga evaluasi terhadap kinerja belum dapat berjalan dengan efektif karena regulator dalam hal ini berperan juga sebagai implementer. Dengan dibentuknya lembaga tunggal yang bertanggung jawab penuh terhadap aspek pelaksanaan, pemerintah sepenuhnya memiliki kewenangan terhadap pemantauan dan pengawasan yang terkait dengan pelaksanaan lembaga tersebut. Tercapai tidaknya program sesuai dengan tujuan dan indikator keberhasilan program dikeluarkan oleh pemerintah, sedangkan lembaga pelaksana program bertanggung jawab penuh untuk memperbaiki aspek pelaksanaan program sebagai key performance indicators lembaga tersebut. MENINGKATKAN PENGAWASAN, PENGENDALIAN, TRANSPARASI DAN AKUNTABILITAS PROGRAM Sejak pelaksanaan program 1998 sampai dengan saat ini, setidaknya pemerintah telah melakukan pemutakhiran kepesertaan sebanyak lima kali. Upaya pemutakhiran tersebut dilakukan untuk menjaga akurasi dan ketepatan sasaran penerima program. Namun demikian masih banyak kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program, terutama terkait dengan kepesertaan, ketepatan jumlah, harga, waktu maupun kualitas beras yang disalurkan kepada peserta program. Keseluruhan permasalahan tersebut terkait erat dengan pengawasan, pengendalian 60 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN dan transparansi yang menyangkut akuntabilitas dari pelaksanaan program. Pengawasan pelaksanaan penyaluran Raskin dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Dalam Negeri dan Kemenko Kesra sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meskipun institusi terkait dengan pengawasan maupun pengendalian telah dirumuskan, namun pengawasan program yang dilakukan saat ini belum mampu meningkatkan efektivitas pelaksanaan program sesuai dengan tolok ukur efektivitas dan tujuan utama program. Keterlibatan pemerintah pusat maupun daerah dalam pengawasan pelaksanaan perlu peningkatan, termasuk diantaranya pengawasan oleh pihak-pihak yang berwenang dan lembaga-lembaga non pemerintah yang bergerak dalam bidang penanggulangan kemiskinan. Berdasarkan kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa minimnya pengawasan yang dilakukan menyebabkan belum tercapainya tujuan utama program, terutama jika diukur dengan ketepatan pelaksanaan. Pengawasan perlu dilakukan secara berjenjang dengan sistem administrasi yang baik. Jika memungkinkan, instrumen pengawasan sebagai tolak ukur ketepatan perlu digabungkan dalam indikator ketepatan administratif program sebagaimana yang diberlakukan saat ini. Dengan demikian, diharapkan terjadinya penyimpangan yang menyebabkan kekurangtepatan pelaksanaan di lapangan dapat diketahui dan ditindaklanjuti dengan solusi sejak dini. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 61 RASKIN Sebagaimana pengawasan, pengendalian program yang terkait dengan pelaksanaan sejauh ini dilakukan hanya berdasarkan laporan administratif dalam jangka waktu tertentu dan bersifat formalitas maupun koordinatif. Indikasi dari hal tersebut adalah pelaksanaan program yang masih belum mencapai 6T. Langkah pengendalian perlu dipertajam dengan pengendalian yang dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang terjadi. Laporan-laporan yang terkait dengan tolok ukur efektivitas pelaksanaan perlu disusun secara rinci dalam rangka pengendalian program. Laporan tersebut setidaknya mencakup sasaran, jumlah, harga, waktu, administrasi dan kualitas dari beras yang disalurkan. Perlu perubahan paradigma pengendalian yang sifatnya hanya formalitas seperti dalam lampiran pedoman umum pelaksanaan program. Pengendalian melalui instrumen lain yang sifatnya verifikasi keakuratan informasi yang disampaikan oleh pelaksana program di lapangan perlu dilakukan sebagai pembanding. Pengendalian tersebut dapat dilakukan secara simultan dengan proses yang sedang berjalan. Transparansi masih merupakan aspek yang perlu memperoleh perhatian khusus. Kendala eksternal utama yang masih menjadi tantangan adalah kepedulian dan peran serta warga sebagai bagian dari pengawasan untuk menjaga akuntabilitas publik terhadap pelaksanaan program Raskin (social control). Pelibatan warga sebagai bagian dari pengawasan publik menjadi salah satu faktor yang seharusnya menjadi bagian yang melekat dalam pelaksanaan program Raskin termasuk pelibatan warga masyarakat yang berkepentingan atas program Raskin itu sendiri. Dari perspektif kebijakan publik, keterlibatan masyarakat terhadap permasalahan pada gilirannya akan mendorong warga masyarakat memperoleh pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan rasa tanggung jawab sosial yang penuh dan menjangkau kepentingan mereka. Konteks parsitipatif secara sukarela belum terlihat dalam pelaksanaan program Raskin. Masyarakat cenderung menerima apa yang diintruksikan dari pusat serta lemahnya peran masyarakat dalam mendorong kesuksesan program Raskin. Sejalan dengan implementasi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, potensi besar peningkatan pengawasan, transparansi dan akuntabilitas program dapat dilakukan hingga tingkat desa/kelurahan. Dengan upaya ini, setidaknya pengawasan dan pengendalian program merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah desa dan digunakan sebagai tolok ukur kinerja pemerintahan di tingkat desa. MENINGKATKAN KOMITMEN PENCAPAIAN PELAKSANAAN Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki kinerja dalam pelaksanaan program, diantaranya: pemanfaatan BDT sebagai acuan DPM program Raskin, penerbitan Kartu Perlindungan Sosial, pemutakhiran kepesertaan di tingkat pelaksanaan, pelibatan 62 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN pemerintah daerah, penunjukan pelaksana distribusi dari TD hingga ke rumah tangga, ekstensifikasi sosialisasi dan penanganan keluhan. Namun demikian, upayaupaya tersebut belum mencapai hasil yang optimal. Berbagai kajian tentang capaian keberhasilan program Raskin sudah banyak dilakukan dengan berbagai kesimpulan, tantangan dan rekomendasi untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam pelaksanaan program. Dalam rangka meningkatkan efektivitas program penanggulangan kemiskinan, diperlukan penyempurnaan kualitas pelaksanaan program yang mencakup seluruh tolok ukur efektivitas pelaksanaan diantaranya ketepatan harga, sasaran, jumlah, waktu, kualitas dan administrasi (6T). PEMUTAKHIRAN, VERIFIKASI DAN VALIDASI DPM SECARA BERKALA Program Raskin telah melakukan berbagai perubahan dalam hal penentuan sasaran, menyediakan DPM, pemutakhiran kepesertaan di tingkat pelaksanaan oleh masyarakat setempat hingga memberikan kartu identitas bagi penerima manfaat (KPS). Namun demikian, program Raskin masih belum dapat mencapai tujuan ketepatan sasaran dalam konteks penerima manfaat sesuai desain dan tujuan program. Pada dasarnya beras bersubsidi ini hanya ditujukan untuk kelompok berpendapatan terendah, meski demikian sejumlah studi menemukan bahwa penduduk tidak miskin yang berada di luar target penerima beras subsidi dapat menerima beras tersebut. Beberapa hal yang dapat menyebabkan kekurangtepatan terhadap sasaran diantaranya adalah: pertama, faktor internal penyelenggara yang belum efektif bekerja untuk meningkatkan ketepatan sasaran. Kedua, meskipun pemutakhiran ditingkat pelaksanaan telah dilakukan di beberapa wilayah, hal tersebut belum sepenuhnya tersinkronisasi dengan pusat data penentuan sasaran. Implikasinya, perubahan kepesertaan yang terjadi di tingkat pelaksanaan belum sepenuhnya mengubah data sasaran di pusat data penentuan sasaran (BDT). Ketiga, belum adanya konsekuensi terhadap penyalahgunaan sasaran program di tingkat pelaksanaan. Pembagian yang relatif merata pada seluruh kelompok pendapatan dianggap lazim. Beberapa langkah penting perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas program, khususnya yang terkait dengan pelaksanaan, diantaranya: (i) Meningkatkan kerjasama yang lebih intensif antar pelaksana program di tingkat pusat sesuai dengan tugas dan tanggung jawab dalam Tim Koordinasi Raskin. (ii) Merumuskan aturan baku dalam pelaksanaan (SOP) yang dapat mengikat seluruh pihak, berikut konsekuensi yang ditimbulkan karena penyalahgunaan penentuan sasaran di tingkat pelaksanaan. (iii) Melakukan pemutakhiran kepesertaan di tingkat pelaksanaan secara berkala dengan menetapkan periode pelaksanaan (dynamic updating) tidak lebih dari enam bulanan. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 63 RASKIN Langkah ini diperlukan untuk mengakomodasi perubahan yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi. (iv) Mengintegrasikan hasil pemutakhiran di tingkat pelaksanaan dengan pusat data penentuan sasaran. (v) Melakukan pemetaan kepesertaan hasil pemutakhiran di tingkat lapangan (FRP) dengan BDT yang dikelola oleh pusat data penentuan sasaran. (vi) Melakukan verifikasi dan validasi kepesertaan hasil dari pemutakhiran kepesertaan di tingkat pelaksanaan (FRP) jika rumah tangga yang diusulkan tidak terdapat dalam BDT. (vii) Melakukan penetapan kepesertaan program berdasarkan hasil pemutakhiran yang dilakukan setiap enam bulan. (viii) Melakukan publikasi dan sosialisasi hasil penetapan kepesertaan program hingga ke tingkat desa/ kelurahan dan rumah tangga sasaran jika diperlukan. PENGEMASAN BERAS SESUAI KETETAPAN Berdasarkan ketetapan pemerintah, beras bersubsidi disalurkan sejumlah 15 kg/ RTS-PM/bulan. Namun demikian, berdasarkan kajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa jumlah beras yang diterima oleh penerima manfaat belum dapat memenuhi ketetapan pemerintah tersebut. Berbagai hal dikemukakan sebagai alasan ketidaktepatan jumlah yang terjadi dalam penyaluran tersebut. Pertama, jumlah rumah tangga penerima lebih besar dibandingkan DPM di wilayah setempat. Argumentasi yang dibangun adalah jumlah rumah tangga yang layak untuk menerima beras bersubsidi lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga dalam DPM. Kebocoran penerima manfaat yang seringkali disebut dengan inclusion error, berimplikasi terhadap jumlah beras yang diterima oleh masyarakat yang menjadi target program Raskin. Kedua, kesanggupan membayar RTS-PM dalam jumlah yang relatif lebih kecil dibandingkan alokasi untuk masing-masing sasaran. Ketiga, upaya pemerintah lokal untuk meredam protes dari warga yang tidak terdaftar dalam DPM. Keempat, motivasi untuk mengambil keuntungan yang dilakukan oleh pelaksana penyaluran antara titik distribusi (TD) ke titik bagi (TB) sampai dengan rumah tangga penerima manfaat. Dalam hal ini salah satu studi menemukan adanya missing rice pada beberapa wilayah. Beberapa langkah penting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketepatan jumlah yang diterima oleh RTS-PM adalah: (i) Memaksimalkan penggunaan KPS sebagai satu-satunya instrumen pengambilan manfaat yang didukung oleh aturan jelas dan mengikat bagi seluruh pihak yang berkaitan dengan program. (ii) Menerapkan mekanisme musyawarah desa/kelurahan sebagai satu-satunya media yang dapat digunakan dalam pemutakhiran kepesertaan. Selain ditujukan untuk meningkatkan ketepatan sasaran, langkah ini juga ditujukan untuk meminimalkan konflik di tingkat pelaksanaan. (iii) Menerapkan kemasan yang sesuai dengan alokasi untuk masing-masing sasaran. Kemasan beras dengan berat yang sesuai 64 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN dengan ketetapan pemerintah meminimalkan motivasi untuk mengambil keuntungan yang dilakukan oleh pelaksana program di antara titik distribusi sampai dengan rumah tangga. MENERAPKAN HARGA TEBUS TERTINGGI Uraian pada bagian terdahulu menjelaskan adanya deviasi HTR dengan berbagai alasannya. Beberapa upaya penting yang dapat dilakukan untuk meminimalkan peningkatan HTR diantaranya: (i) Pemerintah secara formal menetapkan HTR tertinggi berdasarkan hitungan persentase HTR (ii) Pemerintah pusat dan daerah melakukan pengawasan ketat terhadap deviasi harga yang terjadi dalam pelaksanaan berikut SOP penyelesaiannya (iii) Pemberlakuan kewajiban yang mengikat kepada pemerintah daerah untuk mengalokasikan APBD untuk keperluan penyaluran beras sampai ke tingkat rumah tangga. (iv) Mewajibkan pemerintah desa dalam pengendalian HTR di wilayah masing-masing sebagi kontribusi dalam pelaksanaan UU Desa. Hal ini sesuai dengan Pasal 78 ayat 1 UU Desa yang mewajibkan desa memenuhi kebutuhan dasar pangan bagi warganya. PENETAPAN TANGGAL PENYALURAN REGULER Secara umum penyaluran beras dilaksanakan setiap bulan, kecuali pada tahun-tahun tertentu yang direncanakan dan ditetapkan untuk menyalurkannya secara kumulatif. Aturan ini tidak sepenuhnya efektif di lapangan sehingga frekuensi distribusi Raskin di tingkat regional tidak serta-merta sama dengan frekuensi penerimaan beras tersebut di tingkat RTS-PM. Untuk mencapai target ketepatan waktu dalam pelaksanaan program perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: (i) Pemerintah daerah melalui APBD diwajibkan menyediakan biaya tebus untuk periode awal tahun anggaran. Upaya ini diperlukan untuk meminimalkan masalah administrasi dan pembayaran yang menghambat proses penyaluran. (ii) Pelaksana program menetapkan tanggal tertentu sebagai waktu penyaluran beras setiap bulan. Langkah ini diperlukan agar rumah tangga sasaran memiliki informasi dan dana yang cukup mengenai waktu penyaluran beras. (iii) Pemerintah daerah diwajibkan melakukan penyaluran sesuai dengan tanggal yang ditetapkan tanpa adanya intervensi dengan alasan kekurangan alokasi atau masa paceklik. (iv) Pemerintah daerah bersama dengan pemerintah desa melakukan pengendalian dan pengawasan dalam proses verifikasi DPM di wilayahnya untuk menjaga ketepatan waktu. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 65 RASKIN MENJAGA KUALITAS BERAS Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam rangka menjaga kualitas beras, diantaranya: (i) Pemerintah daerah dan tim koordinasi di tingkat daerah melakukan pengawasan kualitas pada stok beras untuk memastikan beras yang akan disalurkan layak konsumsi. (ii) Memastikan beras yang dibeli oleh pemerintah berkualitas medium, tidak berkutu, berbau atau berwarna. (iii) Menyediakan gudang penyimpanan setidaknya di tingkat kecamatan untuk memperpendek jalur distribusi. (iv) Beras dikemas dalam kantung plastik atau sejenisnya untuk menjaga kelembaban. MENERAPKAN ADMINISTRASI SEBAGAI BASIS PENGAWASAN Terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar dan tepat waktu menjadi tolak ukur terakhir efektivitas pelaksanaan program. Meskipun aspek administrasi tidak banyak mengalami permasalahan, namun administrasi dan pelaporan yang diterapkan selama ini cenderung bersifat formal melalui formulir-formulir administrasi namun tidak mencakup pada aspek pengawasan, pemantauan dan pengendalian untuk mencapai tujuan program. Beberapa syarat yang diperlukan dalam memperbaki ketepatan atau tertib administrasi pelaksanaan Raskin adalah: (i) Pembentukan lembaga atau badan tunggal pelaksana program perlindungan sosial yang menjadikan Raskin sebagai salah satu fokusnya dan sifatnya vertikal yang dapat menjangkau pusat dan daerah. (ii) Pengembangan teknologi informasi dengan penggunaan sistem komputerisasi pusat dan daerah yang dapat memastikan sistem tersebut menjadi bagian sistem administrasi pelaporan, pengawasan maupun pengendalian. iii) Meningkatkan peran serta pemerintah daerah utamanya pemerintah desa serta masyarakat umum dalam memantau pelaksanaan program Raskin. MEMBANGUN SISTEM PENGADUAN DAN ASPEK HUKUM PELAKSANAAN PROGRAM Hingga saat ini, program Raskin belum memiliki sistem pengaduan yang jelas dan terstruktur. Bahkan setelah implementasi KPS pun proses penanganan pengaduan terhadap program ini masih belum terkoordinasi dengan baik. Sistem pengaduan yang ada saat ini masih dalam tahap menerima pengaduan, belum sampai pada memberikan solusi penyelesaian dalam waktu yang cepat. Dalam rangka perbaikan program di masa yang akan datang perlu dibentuk unit yang secara khusus menangani pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat dan pemantauan keluhan yang disampaikan oleh media massa. Sistem penanganan keluhan dan pengaduan dari lapangan terhadap pelaksanaan program yang jelas dan terstruktur hendaknya 66 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN dilindungi oleh payung hukum yang jelas, sehingga dapat menjadi basis pengawasan yang bersifat mengikat. Sejauh ini, setiap penyimpangan yang terjadi dalam program, baik itu dalam hal kuantitas, kualitas, harga, ataupun hak untuk menjadi penerima manfaat belum memiliki konsekuensi secara hukum. Konsekuensi secara hukum hanya dapat terjadi jika telah disampaikan oleh pelapor kepada penegak hukum. Dalam konteks ini, setiap pelanggaran yang dilakukan telah dianggap jamak dan menjadi konsensus umum yang tidak memiliki konsekuensi hukum. Dalam rangka perbaikan program di masa yang akan datang, perlunya memasukkan program ini sebagai obyek pengawasan oleh penegak hukum seperti pihak Kepolisian, KPK, dan Kejaksaan. Diharapkan setiap pelanggaran dapat memiliki konsekuensi hukum, baik secara pidana maupun perdata, sebagaimana yang dilakukan terhadap BBM bersubsidi. Meskipun dianggap belum menjangkau sasaran yang sesuai maupun tepat dari segi manfaat yang disediakan, program ini masih dilanjutkan dan belum memperoleh peringatan dari lembaga pengawasan keuangan (BPK, BPKP maupun KPK). Hasil audit hanya dilakukan berdasarkan laporan yang disampaikan oleh pelaksana program, sehingga memiliki kecenderungan realisasi yang dilaporkan sama dengan jumlah sasaran yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Dalam rangka perbaikan ke depan, perlu dilakukan proses sinkronisasi hasil audit administratif terhadap kenyataan pelaksanaan di lapangan, sehingga diperoleh kesimpulan yang sepadan antara proses administratif dengan jumlah beras yang diterima oleh rumah tangga yang menjadi sasaran program. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 67 RASKIN Kotak 6. Tidak Efektif, KPK Minta Program Raskin Didesain Ulang KPK mengusulkan agar program ini didesain ulang dalam rangka efektivitas program. Pertama dengan melakukan telaah terhadap kebijakan subsidi Raskin secara komprehensif dengan memperhitungkan berbagai faktor untuk mencapai ketepatan sasaran program. Faktor itu antara lain, penataan ulang kelembagaan program Raskin, penajaman metode penetapan target sasaran, penajaman targeted area, perbaikan tata laksana, perbaikan kualitas beras, harmonisasi kebijakan subsidi Raskin dengan program diversifikasi pangan dan kebijakan perberasan nasional dan peningkatan pemahaman seluruh pihak yang terlibat. Kedua, agar pemerintah memperbaiki kebijakan dan mekanisme perhitungan subsidi agar lebih transparan dan akuntabel. Perbaikan tersebut setidaknya perlu memperhatikan dengan melibatkan unsur pengawas untuk mengurangi risiko pembebanan biaya di luar biaya penugasan penyaluran Raskin. Ketiga, agar pemerintah memperkuat sistem pengawasan dan pengendalian dalam pelaksanaan program subsidi Raskin. KPK menaruh perhatian besar terhadap pengelolaan kebijakan subsidi Raskin, sebab ini menjadi salah satu national interest KPK, yakni berkaitan dengan ketahanan pangan plus (pertanian, perikanan dan kehutanan, serta plus pendidikan dan kesehatan). Tak hanya itu, fakta bahwa subsidi ini juga terus meningkat dari tahun ke tahun, menunjukkan penggunaan APBN yang seharusnya digunakan secara efektif dan efisien. OPTIMALISASI SOSIALISASI PROGRAM Berbagai kegiatan sosialisasi telah dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat umum dan penerima manfaat mengenai program namun output yang dihasilkan masih belum optimal. Ditinjau dari aspek indikator pencapaian program menunjukkan seluruh aspek belum terpenuhi sesuai dengan target yang telah ditentukan. Kekurangtepatan masih terjadi pada aspek sasaran, jumlah, waktu, harga maupun kualitas. Dengan melihat hasil yang masih belum sesuai dengan target yang telah ditentukan, maka dipandang perlu untuk mengoptimalkan sosialisasi program. Upaya optimalisasi program dapat dilakukan dengan beberapa langkah diantaranya: 68 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN (i) Pelibatan pemerintah daerah dalam sosialisasi program mengingat selama pelaksanaan kontribusi pemerintah daerah dalam sosialisasi masih kurang intensif. (ii) Mengintegrasikan sistem pemantauan dan pengawasan dengan sistem sosialisasi di tingkat daerah. Hal ini perlu dilakukan agar sosialisasi dapat berjalan bersama dengan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. (iii) Memperbanyak elemen sosialisasi yang berbasis sumberdaya manusia (SDM) dengan melibatkan organ pemerintah berupa penyuluh dan organisasi non pemerintah (LSM) agar lebih berperan aktif dalam kegiatan sosialisasi, terutama yang terkait dengan hak dan kewajiban penerima manfaat program. (iv) Memperbaiki sistem sosialisasi yang selama ini berjalan dengan membangun sistem sosialisasi yang edukatif bagi masyarakat sesuai dengan sasaran sosialisasi, baik masyarakat umum maupun secara spesifik kepada penerima manfaat program. Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 69 RASKIN 70 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Referensi dan Lampiran Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 71 RASKIN REFERENSI A. Banerjee, R. Hanna, J. Kyle, B.A. Olken, and S. Sumarto, 2014, Information is Power: Identification Cards and Food Subsidy Programs in Indonesia, MIT Economics Department Publications. A.U. Ahmed, P. Dorosh, Q. Shahabuddin, and R. A. Talukder, 2010, Income Growth, Safety Nets, and Public Food Distribution, prepared for Bangladesh Food Security Investment Forum, 2010 Alatas, V., A. Banerjee, R. Hanna, B.A. Olken, and J. Tobias, 2010, Targeting the Poor: Evidence from a Field Experiment in Indonesia, NBER Working Paper. Asep Suryahadi, Athia Yumna, Umbu Reku Raya, Deswanto Marbun, 2010, Review of Government’s Poverty Reduction Strategies, Policies, and Programs in Indonesia, Jakarta: SMERU Research Institute. Benjamin A. Olken, 2006, Corruption and The Cost of Redistribution: Micro Evidence from Indonesia, Journal of Public Economics 90: 853-870. Deloitte Southeast Asia–World Bank–Bappenas, 2014, Business Process Review and Reengineering – Program Raskin, presentation material. Hastuti, Bambang Sulaksono, dan Sulton Mawardi, 2012, Tinjauan Efektivitas Pelaksanaan Raskin dalam Mencapai Enam Tepat, Jakarta: SMERU Research Institute. Hastuti et al, 2008, Efektivitas Pelaksanaan Raskin, Jakarta: SMERU Research Institute. J-PAL SEA Project Team-TNP2K, 2013, The Effect of ID Cards and Socialization on Raskin Take-Up, Price, and Satisfaction: Preliminary Evidence from A Large-Scale Random Control Trial, presentation material. Kemenkokesra, Pedoman Umum Raskin, berbagai edisi penerbitan. Jakarta: Kemenkokesra. Kementerian Keuangan, Nota Keuangan dan APBN, Berbagai edisi penerbitan. Jakarta: Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan, Berbagai edisi penerbitan. Jakarta: Kementerian Keuangan. 72 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN LP3ES, 2013, Laporan Kegiatan: Pelaksanaan dan Hasil - Monitoring dan Evaluasi Putaran I & II Program Raskin, Jakarta: PRISMA-LP3ES LP3ES, 2013, Laporan Kegiatan: Pelaksanaan dan Perkembangan Tahap III - Monitoring dan Evaluasi Program Raskin, Jakarta: PRISMA-LP3ES. Mawardi, Sulton dan Saikhu Usman, 1998, Operasi Pasar Khusus: Kasus Jawa Tengah, Laporan Konsultan, Jakarta: World Bank Priebe, Jan and Fiona Howell, 2014, Raskin’s Contribution to Poverty Reduction – An Empirical Assessment. Jakarta: Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). SMERU Research Institute, 2003, Newsletter No. 05: Januari-Maret. Jakarta: SMERU Research Institute. Sudarno Sumarto, Daniel Suryadarma, and Asep Suryahadi, 2007, Predicting Consumption Poverty Using Non-Consumption Indicators: Experiments Using Indonesian Data, Social Indicators Research 81: 543–578. Tabor, S. R., and Sawit, M. H., 2001, Social Protection via Rice: the OPK Rice subsidy program in Indonesia, The Developing Economies, XXXIX(3): 267-294. Tim SMERU, 1998, Hasil Pengamatan Lapangan Kilat Tim SMERU: Pelaksanaan Program Operasi Pasar Khusus (OPK) di Lima Provinsi, Jakarta: SMERU. TNP2K, 2013, Buku Pegangan Sosialisasi dan Implementasi Program-Program Kompensasi Kebijakan Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak, Tim Sosialisasi Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak. Usman, Saikhu dan Sulton Mawardi, 1998, Operasi Pasar Khusus: Kasus Sumatera Selatan, Laporan Konsultan, Jakarta: World Bank World Bank, 2012, Raskin Subsidized Rice Delivery: Social Assistance Program and Public Expenditure Review 3, Background Paper, Jakarta: World Bank Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 73 RASKIN LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Pelaksanaan Program Tim Koordinasi Raskin Pusat Pengarah Ketua: Sekretaris Kementerian Koordinasi Bidang Kesra RI Anggota: 1 | Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan, Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian; 2 | Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri; 3 | Direktur Jenderal Anggaran, Departemen Keuangan; 4 | Direktur Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial; 5 | Deputi Bidang Statistik Sosial, BPS; 6 | Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas; 7 | Deputi Kepala BPKP Bidang Polsoskam; 8 | Direktur Utama, Perum BULOG. Sekretariat Pelaksana Ketua: Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat Kementerian Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat Wakil Ketua I/ Bidang Kebijakan Perencanaan Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas Wakil Ketua II/ Bidang Kebijakan Anggaran: Direktur Anggaran III, Dirjen Anggaran Departemen Keuangan Sumber: Pedoman Umum Program Raskin, 2006 74 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin Wakil Ketua III/ Bidang Pelaksanaan dan Distribusi: Direktur Pelayanan Publik Perum BULOG Wakil Ketua IV/ Bidang Fasilitasi, Monev dan Pengaduan: Direktur Usaha Ekonomi Masyarakat Ditjen PMD Depdagri RASKIN Lampiran 2. Ilustrasi DPM Periode Juni-Desember 2012, Desa Pulau Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Sumber: TNP2K (2012) Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 75 RASKIN Lampiran 3. Ilustrasi Formulir Rekapitulasi Pengganti (FRP) Sumber: TNP2K (2012) 76 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Lampiran 4. Ilustrasi Lembar Sosialisasi dan Informasi Program Raskin, 2012 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 77 RASKIN 78 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Sumber: TNP2K (2014) Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 79 RASKIN 80 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin RASKIN Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 81 RASKIN TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat 10110 Telepon : (021) 3912812 Faksimili : (021) 3912511 E-mail : [email protected] Website: www.tnp2k.go.id ISBN 9786022751465 82 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin 9 786022 751465