PERSEPSI MAHASISWA FKIP UNIVERSITAS HALU OLEO TENTANG LATAR BELAKANG DEMONSTRASI Oleh : Barlian1 Muhamad Abas2 Abstrak. Tulisan ini merupakan ringkasan salah satu masalah dari tiga fokus masalah yang dikaji oleh penulis selama tiga bulan pada tahun 2012. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tekhnik wawancara mendalam, pengamatan dan studi dokumentasi. Informan penelitian ini adalah mahasiswa FKIP Unhlau sebanyak 50 orang yang dianggap mewakili unsur aktivis, pelaku demonstrasi dan mahasiswa yang tidak terlibat dalam demonstrasi tetapi ikut melihat dan mengamati Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa adalah demonstrasi yang terjadi dilingkungan kampus Universitas Haluoleo menurut persepsi mahasiswa yang menjadi informan penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyak faktor yang sangat beragam dan saling terkait. Pertama, kesadaran yang muncul dari dalam diri mahasiswa terutama para aktivisnya untuk selalu menjalankan peran-peran sosial mahasiwa sebagai salah satu kekuatan civil society dalam mendorong tata kelola kampus yang lebih baik dan bersih sekaligus sebagai wujud dalam menjalankan peran mereka sebagi social control yang berbasis pada moral force. Kedua, kesadaran untuk mengimplementasikan pengetahuan dan pengalaman mereka selama berinteraksi di kampus baik itu kuliah tatap muka degan dosen, interaksi di lembaga kemahasiswa maupun interkasi eksternal yang telah menata gagasan, pengetahuan dan pengalaman mereka untuk selalu kritis dalam menyikapi berbagai fenomena maupun fakta sosial yang terjadi disekitar atau dilingkungan mahasiswa baik itu yang terkait langsung dengan kepentingan diri mahasiswa maupun kepentingan masyarakat luas yang juga berdampak terhadap aktivitas kuliah mahasiswa. Ketiga, kesadaran dalam kerangka aktualisasi diri mahasiswa. Kata Kunci: Persepsi, Demonstrasi, dan Mahasiswa 1 2 Dosen Jurusan Ilmu Pendiddikan FKIP Universitas Halu Oleo Dosen Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Halu Oleo. PENDAHULUAN Latar Belakang Sejarah Indonesia modern telah menunjukkan bahwa mahasiswa hampir selalu tampil sebagai penentu perubahan-perubahan besar yang terjadi dalam kehidupan berbangsa. George McTurnan Kahin dalam Barlian (2012) bahkan menggunakan penamaan ‘Revolusi Kaum Muda’ untuk menyebutkan pergerakan tokohtokoh yang mempelopori terjadinya perubahan yang melahirkan bangsa dan negara Indonesia modern. Dalam perjalannya, demonstrasi mahasiswa saat ini analog dengan perjuangan intelektual yang terjadi pada awal abad 20, dari tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Perubahan yang terjadi senantiasa ditentukan oleh kalangan muda kampus atau mahasiswa. Sejarah mencatat bahwa perubahan-perubahan besar yang terjadi pada masa Indonesia merdeka, umumnya berupaya untuk merobohkan kekuasaan rezim-rezim totaliter dan kediktatoran yang membawa kehidupan bangsa jatuh pada kondisi kritis yang dapat membawa kehancuran, misalnya perubahan besar berupa hancurnya kekuatan-kekuatan totaliter Soekarno maupun Soeharto dilakukan oleh kekuatan yang dipelopori mahasiswa sebagai penentu, namun sayangnya kemudian diambil alih dalam prosesproses berikutnya oleh kekuatan pemegang kekuasaan baru yang berkecenderungan juga berkembang jadi totaliter dan kediktatoran. Tak dapat dipungkiri bahwa konsentrasi demonstrasi di kampus-kampus besar yang menjadi basis perjuangan mahasiswa di Indonesia umumnya terdapat di kota-kota besar yang lebih dekat dengan pusat kekuasaan sekaligus suasana kehidupan modern sehingga cenderung juga menjadi titik star munculnya pemikiran dan gagasan bagi kemajuan kehidupan bangsa Indonesia modern. Kenyataan menunjukkan bahwa kampus sebagai pusat kekuatan modernisasi dan kemajuan kehidupan bangsa nampaknya harus selalu bersilang pendapat dengan pemegang kekuasaan yang senantiasa menempatkan diri sebagai kekuatan konservatif yang selalu menolak gagasan pembaharuan untuk meningkatkan kehidupan serta kesejahteraan masyarakat bangsa Indonesia. Fenomena ini menunjukkan bahwa posisi demonstrasi mahasiswa yang senantiasa menjadi kekuatan koreksi yang membawakan hati nurani masyarakat yang ditindas oleh orientasi kekuasaan pemegang kekuasaan itu yang lebih mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompoknya dari pada orientasi pada kepentingan kemajuan bangsa. Bebebrapa hasil penelitian juga menunjukan bahwa demonstrasi mahasiswa juga terlahir dari kesadaran bersama untuk mendorong terjadinya perubahan, tidak hanya diluar kampus tetapi juga yang terjadi didalam kampus terutama yang terkait langsung dengan kepentingan mahasiswa itu sendiri. Dalam kondisi seperti itulah demonstrasi mahasiswa di Kampus, khususnya di Kampus Universitas Haluoleo, menempati posisinya yang strategis di tengah-tengah pergolakan korektif terhadap penguasa yang menzalimi rakyatnya sendiri. Kekuatan demontsrasi dalam bentuk gerakan mahasiswa pada umumnya terletak pada posisinya yang apolitis dan tidak bertujuan untuk mencapai kekuasaan. Demonstrasi yang dipelopori mahasiswa selalu menjadi pembuka gagasan guna pemecahan kebekuan, menimbulkan keberanian dalam melakukan upaya-upaya koreksi terhadap pengambil kebijakan. Di samping itu, seringkali gerakan mahasiswa tidak memunculkan tokoh dan lebih mengandalkan pada kekuatan gagasan, pemikiran dan moral. Bahkan, mereka seringkali tidak memperdulikan apakah gagasan itu diambil alih oleh gerakan nasional mahasiswa yang kemudian ‘dipelintir’ oleh praktisi-praktisi politik sebagai amunisi mereka dalam kompetisi kekuasaan tetapi mehasiswa tetap bergerak dengan semangat dan tujuan untuk perubahan sosial. Menarik untuk dicermati, bahwa demonstrasi mahasiswa yang sering dilakukan oleh mahasiswa Universitas Haluoleo yang berlangsung dari generasi ke generasi dalam situasi dan kondisi berbeda. Dengan tema dan tokoh yang berbeda-beda pula, namun seolaholah memiliki suatu rentang garis benang merah. Garis benang sendiri selalu dekat dengan hati dan perasaan umumnya masyarakat dalam era dan zaman yang berbeda-beda itu, sehingga, walaupun mungkin secara nyata tidak terjadi komunikasi fisik langsung, terbuka maupun tertutup, serta modus demonstrasi yang mungkin berbeda-beda, tetapi ide dan tujuannya pada dasarnya adalah kepentingan dan keinginan masyarakat dan mahasiswa secara umum. Karena itu, selama demonstrasi mahasiswa berada dalam jalur benang merah yang sama, betapapun buruknya kondisi yang dihadapi bangsa Indonesia, akan selalu dimungkinkan terjadinya perbaikan atau perubahan yang lebih baik. Disamping itu mainstream aktivis mahasiswa, banyak yang dikenal dan tumbuh murni dari lingkungan intra kampus, tidak terkait dalam kegiatan-kegiatan organisasi ekstra universitas secara intensif dan karenanya bobot kegiatan kemahasiswaannya cenderung lebih bercirikan mahasiswa intra kampus yang tidak begitu suka pada jabatan dan kegiatan politik. Pada umumnya mereka lebih senang terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian daripada kegiatan-kegiatan berbau politik apalagi berorientasi pada jabatan dan kekuasaan. Berorganisasi dianggap sebagai bagian dari usaha untuk mengembangkan kepribadian, lebih mematangkan potensi-potensi kepemimpinan yang diperlukan bagi penerapan kemampuan akademik yang dimilikinya, agar dapat lebih diamalkan setelah menyelesaikan studi dan terjun kemasyarakat. Mahasiswa juga memiliki kewajiban untuk memiliki jiwa sosial politik didalam dirinya karena mahasiswa pada dasarnya adalah bagian dari rakyat. Apapun yang terjadi pada rakyat maka mahasiswa akan turut juga merasakannya. Seperti kenaikan BBM, kenaikan harga bahan pokok, listrik, dan air misalnya, akan mempengaruhi aktifitas kuliah. Mahasiswa memiliki kecerdasan berdasarkan fokus keahlian yang diambilnya dan mahasiswa juga mampu menerapkan keilmiahan pendidikan yang diperolehnya di masyarakat. Maka dengan membentuk organisasi baik itu dependent maupun independent, mahasiswa memiliki kewajiban moral untuk menerapkan apa yang telah diperolehnya dari bangku perkuliahan itu dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Atau dengan kata lain mampu menciptakan dan memberi jawaban atas permasalahanpermasalahan rakyat. Berbagai metode dapat dilakukan yaitu dari membuat petisi, dengar pendapat (public hearing), panggung rakyat, mimbar bebas, sampai pada aksi (demonstrasi). Biasanya aksi (demonstrasi) akan menjadi pilihan terakhir, ketika aspirasi mereka menemukan jalan buntu dan tidak adanya tanggapan oleh pihak yang dituju. Demonstrasi umumnya dilatarbelakangi oleh matinya jalur penyampaian aspirasi atau buntunya metode dialog. Demonstrasi dilakukan dalam rangka pembentukan opini atau mencari dukungan publik. jika aksi demonstrasi yang dilakukan di dalam kampus, maka pembentukan opini dan pencarian dukungan public dari seluruh civitas akademik, yang salah satunya adalah teman kuliah. Pada posisi ini, akan menimbulkan gangguan public dalam proses pembelajaran di kampus. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini di rancang untuk memperoleh data obyektif mengenai persepsi mahasiswa pada saat adanya aksi demontrasi yang dilaksanakan oleh teman-temanya di dalam kampus, dengan mengambil sampel pada mahasiswa FKIP Unhalu. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran persepsi mahasiswa FKIP Unhalu tentang latarbelakang demonstrasi yang dilakukan mahasiswa dari dalam kampus. Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk memperkaya khasanah penelitian dan dapat memperluas cakrawala pengetahuan peneliti serta mahasiswa mengenai pendapat mahasiswa FKIP terhadap aksi mahasiswa di dalam atau diluar kampus Unhalu. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Unhalu dalam menambah dan memperkaya bahan penelitian serta sumber bacaan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. Secara praktis melalui penelitian ini dapat memberikan masukkan bagi pimpinan Universitas dan Fakultas dalam memberikan respon terhadap demonstrasi yang dilaksanakan di dalam kampus TINJAUAN PUSTAKA Individual Differences Theory, Komunikasi Massa dan Opini Publik Individual Differences Theory (Teori Perbedaan Individual), teori dimotori oleh Melvin D. Defleur. Menurut teori ini individuindividu sebagai anggota khalayak sasaran media massa secara selektif, menaruh perhatian kepada pesan-pesan, terutama jika berkaitan dengan kepentingannya konsisten dengan sikapsikapnya, sesuai dengan kepercayaannya yang didukung oleh nilai-nilainya, sehingga tanggapannya terhadap pesan-pesan tersebut diubah oleh tatanan psikologisnya. Anggapan dasar dari teori ini ialah bahwa manusia amat bervariasi dalam organisasi psikologisnya secara pribadi. Variasi ini sebagian dimulai dari dukungan perbedaan secara biologis, tetapi ini dikarenakan pengetahuan secara individual yang berbeda. Manusia yang dibesarkan dalam lingkungan yang secara tajam berbeda, menghadapi titik-titik pandangan yang berbeda secara tajam pula. Dari lingkungan yang dipelajarinya itu, mereka menghendaki seperangkat sikap, nilai, dan kepercayaan yang merupakan tatanan psikologisnya masing-masing pribadi yang membedakannya dari yang lain. Teori perbedaan individual ini mengandung rangsangan-rangsangan khusus yang menimbulkan interaksi yang berbeda dengan watak-watak perorangan anggota khalayak. Oleh karena terdapat perbedaan individual pada setiap pribadi anggota khalayak itu maka secara alamiah dapat diduga akan muncul efek yang bervariasi sesuai dengan perbedaan individual itu. Individual Differences Theory menyebutkan bahwa khalayak yang secara selektif memperhatikan suatu pesan komunikasi, khususnya jika berkaitan dengan kepentingannya, akan sesuai dengan sikapnya, kepercayaannya dan nilai-nilainya. Tanggapannya terhadap pesan komunikasi itu akan diubah oleh tatanan psikologisnya (Effendy, 2003). Komunikasi pasti terjadi pada setiap manusia, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Hidup dengan makhluk lain otomatis membuat makhluk hidup harus berkomunikasi. Komunikasi harus dipandang dari dua sudut pandang, yaitu komunikasi dalam pengertian secara umum dan secara paradigmatik. Komunikasi secara umum dibagi dua, yakni pengertian komunikasi secara etimologis dan secara terminologis. Secara etimologis atau menurut asal katanya, komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio yang diambil dari kata communis yang artinya sama atau dimaksud dengan sama makna. Maka komunikasi yang dimaksudkan disini akan berlangsung bila ada kesamaan arti diantara dua atau lebih orang yang berkomunikasi. Sedangkan secara terminologis maksudnya adalah komunikasi melibatkan sejumlah orang, dan lebih dikenal dengan sebutan komunikasi manusia atau komunikasi sosial. Disini hanya akan dibahas tentang komunikasi yang hanya terjadi pada manusiamanusia yang bermasyarakat. Komunikasi secara paradigmatis mengandung tujuan tertentu baik lisan maupun tulisan, baik langsung maupun melalui media. Tujuan disini maksudnya adalah memberikan informasi, merubah sikap, pendapat, maupun perilaku dari komunikan. Menurut Harold Lasswell cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut; Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? atau Siapa, Mengatakan Apa, Dengan Saluran Apa, Kepada Siapa, Dengan Pengaruh Bagaimana? Jadi komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Jelasnya, jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain kepadanya, maka komunikasi berlangsung. Dengan kata lain, hubungan diantara mereka bersifat komunikatif. Selain komunikasi itu dilakukan secara langsung atau dikenal dengan komunikasi tatap muka, komunikasi juga berlangsung dengan menggunakan media, dikenal dengan nama komunikasi massa. Yang dimaksudkan dengan komunikasi massa ialah komunikasi yang menggunakan media massa, baik itu media cetak maupun elektronik. Yang dimaksudkan dengan komunikasi massa ialah komunikasi melalui media massa modern seperti surat kabar, film, radio, dan televisi. Hal ini perlu dijelaskan, sebab ada sementara ahli komunikasi, di antaranya Everett M. Rogers, yang berpendapat bahwa, selain media massa modern, ada media massa tradisional yang meliputi teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun, dan lain-lain. Jadi komunikasi massa ialah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak, yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. Opini adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial. Opini tersebut timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang kontroversial yang menimbulkan pendapat berbeda-beda. Sedangkan perkataan publik melukiskan sekelompok manusia yang berkumpul secara spontan yang memiliki syarat-syarat : a). Dihadapi oleh suatu persoalan; b). Berbeda pendapatnya mengenai persoalan ini dan berusaha untuk menanggulangi persoalannya; c). Sebagai akibat keinginan mengadakan diskusi dengan mencari jalan keluar. Disini publik masih merupakan bentuk spontan yang tidak berbentuk, yang tidak diorganisasikan. Pokok persoalan dari pembentukan publik demikian ini adalah bahwa mereka menghadapi persoalan, diikat (sementara) oleh persoalan yang minta pemecahan (Susanto, 1985). Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa opini publik atau dikenal dengan pendapat umum adalah kesatuan pendapat yang muncul dari sekelompok orang yang berkumpul secara spontan, membicarakan issue yang kontroversial, mendiskusikannya dan berusaha untuk mengatasinya. Proses munculnya opini ini harus melalui beberapa tahap, yaitu ; efek kognitif, efek afektif, dan efek konatif. Efek kognitf berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti menjadi mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas. Efek afektif berkaitan dengan perasaan. Akibat dari pemberitaan di media itu yang akhirnya menimbulkan perasaan tertentu pada khalayak, dan perasaan ini hanya bergejolak didalam hati saja. Dan yang terakhir adalah efek konatif, dimana efek ini berkaitan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang memiliki kecenderungan memunculkan sebuah tindakan atau kegiatan. Efek konatif tidak langsung muncul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan harus melalui efek kognitf dan efek afektif terlebih dulu. (Effendy, 2003). Gaya penyampaian pesan merupakan cara atau model seorang komunikator dalam usahanya untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikasikan. Kefin Hogan menyebutkan dalam bukunya The Psichology Of Persuasion bahwa ketika menetapkan gaya komunikasi dasar seseorang kita harus pikirkan dua faktor. Pertama adalah menetapkan apakah seseorang sebagian besar merupakan orang yang logis atau sebagian besar merupakan orang yang emosional. Dan yang kedua adalah menetapkan apakah seseorang sebagian besar merupakan orang yang suka menampilkan diri atau tidak suka menampilkan diri. Orang yang analitis merupakan pekerja yang konsisten, mantap, dan metodis. Mereka mempersiapkan diri dengan baik dan sering pintar dengan angka, analisis, proses, dan sistem. Orang analitis dapat ditandai dengan sifat-sifatnya yang logis, sensoris, nonasertif, dan introvert; Dari berbagai penjelasan di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa gaya komunikasi para demonstran merupakan hal yang penting dalam menunjang keberhasilan penyampaian pesan, apalagi kemudian manusia mempunyai keinginan untuk menyampaikan pengalamannya kepada orang lain dalam jumlah yang besar sehingga unsur retorika sama dengan unsur manusia. Demonstrasi Marbun menyebutkan dalam bukunya komunikasi politik bahwa arti kata demonstrasi adalah pernyataan protes yang dikemukakan secara massal. Kata latin demonstrate berarti mempertunjukkan. Demonstrasi adalah gerakan bersama-sama untuk mempertunjukkan kehendak atau pendapat, unjuk rasa. Biasanya dijalankan untuk memprotes, menolak atau tidak setuju terhadap keadaan atau tindakan suatu badan, golongan atau seseorang. Demonstrasi menurut kamus bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan memiliki dua pengertian yang salah satunya adalah pernyataan protes yang dikemukakan secara masal. Dalam alam demokrasi, rakyat berhak menilai dan mengkritik pemerintah dan mengatakan kehendaknya melalui: a) Badanbadan perwakilan rakyat yang berfungsi antara lain untuk mengontrol eksekutif atau pemerintah. B) Pers cetak maupun elektronik yang ikut menyampaikan pendapat umum dengan memberikan berita-berita obyektif dari mana saja, lalu mengeluarkan suara rakyat dan bukan hanya suara pejabat-pejabat pemerintah. c) Partai dan golongan lain yang mewakili lapisan masyarakat dalam badan-badan umum. Jika dengan jalan biasa itu rakyat tidak berhasil memperoleh perhatian yang wajar atau bila pandangan serta masalah suatu masyarakat yang menuntut didiamkan saja, maka timbul bentuk kritik yang bercorak luar biasa dan yang tergolong bentuk ini adalah demonstrasi, rapat besar, aksi masal dan sebagainya. Demonstrasi memiliki kedudukan yang sah dalam demokrasi, melarang atau menghapuskan hak untuk berdemonstrasi atas hak untuk mengeluarkan pendapat adalah tidak sehat dan oleh sebab itu sukar secara obyektif. Demonstrasi yang dimaksud adalah unjukrasa yang disertai dengan aksi turun ke jalan, dengan kata lain, aksi massal yang di gelar dengan turun ke jalanan dengan tujuan untuk menyampaikan ketidaksepakatan atau penolakan terhadap kebijakan-kebijakan para pemegang kekuasaan. Aksi demonstrasi merupakan ajaran yang di adopsi dari paham demokratisme yang di impor dari barat. Demonstrasi dalam wujud aksi massa yang turun ke jalan dengan membawa poster serta meneriakkan yelyel tentu bukan bagian dari sebuah ritual keagamaan. Masalah seperti itu lebih dekat dimasukkan sebagai bagian dari dinamika sosial politik yang kaitannya lebih erat dengan kondisi sosial budaya yang ada di suatu tempat. Karena bentuk-bentuk aksi massa seperti itu hanyalah bentuk teknis dari sebuah tindakan dalam masyarakat yang intinya memberikan pengawasan kepada penguasa yang diberi amanat untuk menjalankan roda pemerintahan. Demokrasi dan Demokratisasi terkait erat, bahkan mereka tidak dapat dipisahkan, karena dalam berdemokrasi, haruslah ada pelampiasan/penyaluran segala uneg-uneg manusia yang dikuasai, sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam demokrasi. Ia tidak lebih dari sekedar mekanisme yang sengaja dibiarkan berkembang untuk membantu penguasa untuk terus menguasai manusia dan menduduki wilayah jajahan. Prinsip keterbukaan disodorkan dalam rangka membangun prinsip lain dari demokrasi, yaitu pluralisme dan atau multiculturalisme. Dalam kajian Sosiologi Komunikasi, Burhan Bunging telah menegaskan tentang kelompok sosial yang membagi kelompok sosial dalam dua jenis yaitu kelompok teratur dan kelompok tidak teratur. Kelompok teratur adalah kelompok sosial yang mudah untuk diamati dan memiliki struktur yang jelas. Persepsi Teori-teori yang berhubungan dengan persepsi banyak dikemukakan oleh para ahli dengan berbagai istilah, namun pada dasarnya pengertian persepsi adalah sama yakni suatu proses yang kompleks yang berkaitan dengan cara pandang individu secara subjektif terhadap dunia sekitar. Oleh karena sifatnya yang subjektif maka persepsi setiap individu tidaklah sama. Persepsi menurut Irwanto, dkk (1997) adalah proses diterimanya rangsang yang berupa objek, kualitas, hubungan antar gejala maupun peristiwa sampai rangsang tersebut disadari dan dimengerti. Melalui persepsi stimulus-stimulus yang diterima menyebabkan individu mempunyai suatu pengertian terhadap lingkungan. Indrawijaya (1983) berpendapat bahwa persepsi merupakan suatu cara pandang individu terhadap suatu objek. Selanjutnya Irwanto, menjelaskan bahwa proses diterimanya rangsangan yang berupa objek, kualitas, hubungan antargejala maupun peristiwa sampai rangsang tersebut disadari dan dimengerti. Melalui persepsi stimulus-stimulus yang diterima menyebabkan individu mempunyai suatu pengertian terhadap lingkungan. Persepsi adalah proses individu dalam memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan sebuah gambar yang bermakna tentang dunia. Persepsi tergantung bukan hanya pada sifat rangsangan fisik tetapi juga pada hubungan rangsangan medan sekelilingnya dan kondisi dalam diri individu. Hal tersebut dapatdijelaskan bahwa persepsi sebagai proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulasi dari lingkungan. Proses persepsi berkaitan erat dengan proses kognitif seperti ingatan dan proses berpikir. Persepsi sebagai suatu proses yang didahului oleh proses pengindraan terhdap suatu stimulus yang kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan oleh individu, sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diinderakan. Dalamkaitan itu maka persepsi merupakan respon terhadap suatu stimulus, suatu tanggapan yang mengintegrasikan informasi yang berada di luar stimulus itu sendiri. Informasi ini diperoleh dari stimulus lainnya yang tersedia atau disimpan dalam respon emosional, konseptual, atau perilaku sebelumnya. Karena perasaan, kemampuan berpikir, pengalaman-pengalaman individu tidak sama, maka dalam mempersepsi stimulus, hasil persepsi akan berbeda antara satu individu dengan lainnya. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses ketika seseorang mengorganisasikan informasi dalam pikirannya, mengalami, dan mengolah pertanda atau segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif diskriptif yang berparadigma konstruktivis. Karena itu permasalahan dan tujuan penelitian ini mengharuskan pencarian, analisis, dan penyajian data informasi secara kualitatif, yakni berupaya menganalisis dan mengkonstruksikan persepsi mahasiswa FKIP Universitas Haluoleo terhadap latar belakang demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dari dalam lingkungan kampus Unhalu. Penggunaan pendekatan ini didasarkan pada beberapa alasan, bahwa (a) menelaah demonstrasi mahasiswa tidak sekadar menyangkut pengetahuan yang dapat dibahasakan (propositional knowledge), melainkan juga menyangkut pengetahuan yang tidak dapat dibahasakan (tacit knowledge), yang hampir tidak mungkin diperoleh dengan pendekatan kuantitatif. (b) Studi tentang demonstrasi mahasiswa sangat kompleks, yang tidak mungkin direduksi hanya dalam satu sudut pandang saja. Apa yang hendak dicapai dalam penelitian ini diwarnai adanya keharusan untuk mengungkap secara mendalam berbagai informasi sesuai dengan fakta dan realitas yang akan diungkapkan oleh para informan yang memahami substansi penelitian ini. (c) Penggalian informasi akan dilakukan dengan berinteraksi langsung dengan para informan melalui sebuah proses wawancara mendalam sehingga peneliti mampu merekonstruksi makna dari setiap informasi yang diperoleh. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada akhir tahun 2011 dengan informan mahasiswa FKIP Universitas Haluoleo. Penetapan mahasiswa FKIP sebagai informan dilakukan secara purposif dengan pertimbangan bahwa FKIP Unhalu memiliki mahasiswa terbanyak dan para aktivis mahasiswa sering ikut serta melakukan demonstrasi baik itu di lingkungan kampus maupun diluar kampus. Fokus penelitian ini adalah menganalisis dan mengkonstruksikan persepsi mahasiswa tentang latar belakang demonstrasi dilingkungan kampus Universitas Haluoleo, yang meliputi alasanalasan munculnya demonstrasi dalam pandangan mahasiswa dan isu serta materi yang sering diusung yang menjadi triger factor munculnya demonstrasi. Dalam kaitan itu, maka jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder yang diperoleh melalui wawancara dengan para informan, studi dokumen baik dari media masaa maupun hasil-hasil penelitian lain yang relevan serta kajian pustaka. Sumber data penelitian ini adalah para mahasiswa FKIP unhalu baik itu yang terlibat dalam demonstrasi maupun yang tidak terlibat tetapi pernah menyaksikan demonstrasi mahasiswa dalam lingkungan Unhlau. Instrumen penelitian ini adalah panduan wawancara dan catatan harian yang befungsi untuk mencatat hal-hal penting terkait dengan isu atau focus penelitian. Dalam kaitan itu, maka panduan wawancara dibuat secara umum dan sangat fleksibel sehingga peneliti dapat berimprovisasi dalam menggali informasi sesuai dengan kebutuhan penelitian. Analisis data dalam penelitian ini berjalan secara paralel dengan proses pengumpulan data, dimana peneliti secara hati-hati melakukan pemilihan dan pemaknaan setiap informasi yang diperoleh Setelah tahapan itu dilalui, peneliti kemudian melakukan proses interpretasi dan penulisan laporan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Demosntasi dalam Perspektif Mahasiswa. Latar Belakang Demonstrasi Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dilingkungan kampus seringkali diklaim sebagai suatu cara dan upaya untuk mendorong proses perubahan termasuk memperjuangkan aspirasi mahasiswa terkait dengan penyelenggaran proses-proses akdemik yang berlangsung di kampus. Dalam banyak fakta, demonstrasi mahasiswa selalu berhasil mewujudkan perubahan baik itu perubahan kebijakan pada tingkat universitas maupun tingkat fakultas. Dalam persepsi mahasiswa, faktor yang melatari terjadinya demonstrasi mahasiswa dilingkungan kampus, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri mahasiswa atau faktor individual (internal) dan situasi lingkungan di mana mereka berada atau faktor eksternal. Faktor yang berasal dari dalam diri mahasiswa, lebih pada munculnya kesadaran untuk melakukan perlawanan terhadap tindakan yang dirasakan tidak adil atas berbagai kebijakan yang diambil birokrat kampus terkait dengan proses akademik dan non akademik yang terjadi dilingkungan kampus. Kesadaran itu muncul sebagai dampak dari sebuah proses pencerahan dan proses belajar secara intensif yang dilakukan mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan di kampus maupun melalui diskusi atau dialoq anatar mahasiswa maupun dengan para senior di lembaga-lembaga internal maupun eksternal kampus. Kesadaran itu kemudian merangsang mereka untuk menerapkan apa yang diketahuinya dalam kehidupan akademiknya sehingga kemudian melahirkan kesadaran kolektif untuk melakukan demonstrasi. Dalam persepsi mahasiswa, ada beberapa hal yang ikut serta menfasilitasi munculnya kesadaran itu, diantaranya (1) ingin mempraktekan ilmu dan pengetahuan yang diperolehnya dari bangku pendidikan ke dalam kehidupan sehari-hari untuk semakin memantapkan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengalaman nyata; (2) ingin menunjukkan kemampuannya kepada khalayak atau mahasiswa lainnya dan dan para tenaga pengajar dilingkungan kampus atas apa yang dimilikinya sebagai bentuk aktualisiasi diri (3) upaya mengembangkan karir intelektual untuk menuju masa depan yang lebih baik. Termasuk sebagai upaya untuk melatih diri dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam memperjuangkan aspirasi mahasiswa dan atau kelompoknya. Sejalan dengan itu, ada beberapa hal yang dominan melatari terjadinya demonstrasi mahasiswa seperti kebijakan kampus yang kurang menguntungkan mahasiswa seperti kenaikan SPP. Sehingga kemudian demonstrasi lahir sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan kampus yang dianggap merugikan atau tidak adil. Selain itu juga, adanya tindakan sebagian tenaga akademik yang dianggap melanggar panduan akademik seperti malas mengajar, memperlakukan mahasiswa dalam proses pembelajaran secara diskriminatif dan pengelolaan administrasi dan keuangan yang tidak transparan sehingga menghambat proses perkuliahan mahasiswa seperti keterlambatan dana praktikum. Selain itu juga, demonstrasi dilakukan karena sarana dan prasarana perkuliahan yang sudah tidak memadai seperti tuntutan perbaikan gedung perkuliahan dan fasilitas perkuliahan lainnya yang dianggap tidak memadai lagi. Sikap kritis mahasiswa terhadap para pengambil kebijakan ditingkat kampus, biasanya mulai bangkit ketika mereka menemukan hal-hal menyimpang atau terdapat kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan mahasiswa. Kebijakan itu dianggap berlangsung secara sistematis sehingga kemudian merugikan kepentingan mahasiswa. Berbagai ketimpangan yang selalu menjadi momentum munculnya demonstrasi mahasiswa sebagaimana disebutkan diatas ternyata juga menurut persepsi sebagaian mahasiswa diduga seringkali ditumpangi oleh kepentingan sekelompok orang untuk melakukan bargaining baik secara politik maupun ekonomis dengan pihak-pihak tertentu pada tingkat pengambil kebijakan. Dalam konteks ini, demonstrasi mahasiswa dapat dipahami sebagai bentuk dari perlawanan mahasiswa terhadap struktur negara yang dianggap tidak mampu menciptakan keadilan dilingkungan kampus disatu sisi tetapi disisi lain juga demonstrasi dianggap sebagai upaya menata dan melatih kecakapan dalam menyampaikan aspirasi. Motivasi mahasiswa melakukan demonstrasi dalam konteks ini adalah untuk mendorong terciptanya keadilan dan kenyamanan dalam mengikuti kegiatan akdemik di kampus. Demonstrasi mahasiswa seringkali dilakukan oleh kelompok-kelompok aktivis mahasiswa kampus baik itu yang berasal dari BEM, DPM maupun HMPS atau lembaga-lembaga intra kampus lainnya. Tujuan mereka antara lain (1) membela mahasiswa atas tindakan yang dianggap merugikan kepentingan mahasiswa baik itu secara individual maupun kelompok. (2) mengoreksi kebijakan pimpinan universitas atau fakultas dalam rangka untuk kepentingan mahasiswa; (3) melakukan protes sebagai wujud dari kemarahan mereka, ketika para pimpinan atau pengambil kebijakan dirasakan telah mengalami distorsi dan jauh dari komitmen awal sebagaimana dijanjikan melalui kampanye mereka pada saat mengajukan diri sebagai calon pimpinan universitas maupun fakultas. Bagi para aktivis mahasiswa di lingkungan kampus Unhalu, lahirnya kesadaran kritis untuk terlibat, membangun dan mengembangkan gerakan dalam bentuk demonstrasi, selalu diawali dengan peningkatan kapasitas diri dalam menimba ilmu dan pengetahuan, serta memahami dan mendalami pemikiran-pemikiran kritis dari para tokoh kritis yang diidolakan. Pengetahuan yang diperoleh melalui bacaan dan diskusi yang berkembang dalam kelompok studi mahasiswa telah menginspirasi lahirnya gerakan demonstrasi dan perjuangan mahasiswa untuk membela kepentingannya. Bahan bacaan atau pengalaman para tokoh itulah kemudian yang menginspirasi para mahasiswa di kampus dalam membangun sebuah kekuatan untuk melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan terutama yang dilakukan oleh pihak pengambil kebijakan di kampus. Dengan membaca dan mahami isi buku dan karya-karya hasil pemikiran tokoh-tokoh dunia itu diakui dapat meningkatkan kapasitas intelektualnya. Mereka menjadikan organisasi yang diikutinya sebagai tempat berdiskusi, mematangkan diri, mencari pengalaman, serta belajar mengembangkan pemikiran kritis dalam mamahami fenomena lingkungannya. Para mahasiswa menjadikan organisasi baik intra kampus maupun ekstra kampus sebagai tempat berkiprah melakukan aktivitas secara berkelompok. Melalui organisasi itu para aktivis gerakan mahasiswa menyamakan visi dan persepsi dalam menelaah isu-isu publik yang menurut mereka menyimpang dari prinsipprinsip keadilan, kejujuran, dan kebenaran. Kemudian mereka melakukan berbagai upaya strategis untuk melakukan perubahan tatanan sosial yang dianggap tidak merugikan masyarakat yang pada gilirannya berdampak pada aktivitas perkuliahan mahasiswa. Dalam hubungan itu, para aktivis mahasiswa senantiasa mencari atau membentuk wadah pergerakan sebagai tempat mereka berkiprah dalam rangka mewadahi aspirasi mereka apabila wadah internal yang secara formal tidak mampu memperjuangkan aspirasi mahasiswa. Pembentukan wadah tersebut didasari oleh kesamaan visi termasuk isu yang dibangun. Namun secara formal wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan gerakan demonstrasi adalah lembaga kemahasiswaan yang ada pada tingkat universitas/fakultas atau organisasi intra kampus seperti MPM, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), atau organisasi kemahasiswaan lainnya. Lembaga kemahasiswaan itu di nilai telah teruji sangat efektif bagi para aktivis untuk tempat menempa diri, tempat berdiskusi, mencurahkan gagasan dalam menelaah berbagai persoalan yang terkait dengan kepentingan mahasiswa. Umumnya para aktivis mahasiswa kampus, senantiasa berupaya menguasai lembaga kemahasiswaan sebagai tempat bagi mereka melakukan pengembangan gerakannya. Diakui bahwa lembaga kemahasiswaan internal kampus dianggap sebagai wadah yang cukup independen dan tidak berada dalam kendali kekuasaan, sehingga memungkinkan organisasi kemahasiswaan itu berjuang sebagai oposan atau kelompok yang kritis yang berada di luar struktur kekuasaan negara atau kampus. Menurut para informan, sebagai proses awal untuk mewujudkan pragmatisasi ide dalam bentuk gerakan, salah satu ruang yang paling utama untuk direbut adalah lembaga kemahasiswaan. Perebutan lembaga kemahasiswaan bukan karena ada peluang ekonomi tetapi melalui lembaga itulah mahasiswa berkiprah mengembangkan idealisme, termasuk sebagai sarana untuk menempa diri mereka untuk memperjuangkan kepentingan mahasiswa. Merebut atau menjadi pengurus lembaga kemahasiswaan dilakukan untuk menjamin bahwa gerakan demonstrasi dilakukan terlembagakan secara independen sehingga dalam mengemban gerakan, mahasiswa memilki posisi tawar yang kuat. Gerakan demonstrasi mahasiswa di kampus selalu dilakukan atas inisiatif mahasiswa sebagai jawaban atas keresahan yang dirasakan oleh mahasiswa selama menimbah ilmu dikampus. Para mahasiswa dalam melakukan gerakan demonstrasi disamping didorong oleh faktorfaktor sebagaimana yang telah saya sebutkan diatas, juga disebabkan oleh adanya fakta bahwa telah terjadi ketimpangan yang dianggap merugikan mahasiswa. Proses pembahasan isu gerakan ridak hanya dilakukan di kampus, melalui lembaga-lembaga yang telah disebut diatas tadi tetapi juga pembahasan isu demonstrasi dilakukan secara fleksibel baik itu di tempat kost mahasiswa, maupun di warung kopi. Fenomena seperti itu, dilkaukan untuk menunjukan bahwa demonstrasi mahasiswa tetap berbasis pada moral forces, tidak berbasis pada econimic determenisme sebagaimana yang diduga oleh sebagaian pihak belakangan ini. Kemurnian demonstrasi mahasiswa dalam kampus tersebut nampak dalam setiap gerakan demonstrasi yang dilakukan, dimana mahasiswa selalu tegas mendesak pengambil kebijakan untuk memperhatikan aspirasi yang disampaikan dan mahasiswa tidak berhenti mengusung satu isu demonstrasi jika isu belum mendapatkan tanggapan positif para pengambil kebijakan dilingkungan kampus seperti halnya demonstrasi penolakan kenaikan SPP beberapa tahun lalu. Namun para mahasiswa mengakui bahwa demonstrasi yang mereka bangun, sebagian belum dilakukan secara terencana dan sitematis tetapi mereka berharap dengan demonstrasi itu ada kesadaran dari mahasiswa untuk melakukan kontrol terhadap pengambil kebijakan termasuk kesadaran dari pengambil kebijakan untuk selalu memperhatikan aspek keadilan dalam setiap keputusan yang diambil terkait dengan kepentingan mahasiswa. Dalam persepsi mahasiswa, keterlibatan para mahasiswa dalam berbagai aksi demonstrasi merupakan bagian dari cara mereka mengembangkan potensi diri sekaligus menimba pengalaman dalam memperjuangkan aspirasi mahasiswa. Umumnya para mahasiswa yang terlibat dalam demonstrasi adalah mereka yang sudah berpengalaman dalam berorganisasi sejak mereka masih berada di bangku Sekeloah Menengah Umum (SMU). Hal itu menunjukan bahwa tindakan mahasiswa dalam melakukan demonstrasi, tidak hanya dimotivasi oleh keinginan untuk mengembangkan potensi diri tetapi juga merupakan bentuk kepedulian terhadap permasalahan mahasiswa, terutama terkait dengan kondisi kebijakan yang dianggap tidak memihak kepada kepentingan mahasiswa. Apalagi kemudian mereka sudah memiliki pengalaman dan bakat untuk berorganisasi sehingga dengan organisasi para aktivis itu bisa membangun dan mengembangkan relasi dengan berbagai pihak dengan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan mahasiswa. Gerakan demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa merupakan bagian dari upaya yang diharapkan dapat mewujudkan perubahan dilingkungan kampus menjadi lebih baik terutama dalam upaya menciptakan kampus yang bersih dan akuntabel. Demonstrasi mahasiswa, secara historis memang seringkali berhasil dalam mendorong terjadinya perubahan. Gerakan-gerakan yang dilakukan mahasiswa sampai saat ini masih dipercaya sebagai agent of change, dan juga merupakan kontrol masyarakat sipil dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama lingkungan kampus. Fenomena itu juga dapat ditemukan dalam gerakan mahasiswa di Kampus Unhalu. Setiap ada gerakan demonstrasi yang di kampus, pasti dimotori oleh para aktivis mahasiswa. Mereka selalu berada dilini terdepan untuk menyuarakan kepentingan mahasiswa sekaligus untuk mendorong perubahan. Sebagian besar mahasiswa yang menjadi informan penelitian ini mengakui bahwa demonstrasi mahasiswa yang dibangun di kampus tidak bisa dilepaskan dengan isu nasional, meskipun ada juga gerakan-gerakan mahasiswa di Kampus yang membawa atau menggandeng isu-isu lokal yang terjadi di kampus. Dengan mengetahui fenomena yang terjadi serta memiliki kesadaran dan mempunyai kapasitas untuk bertindak, mereka dapat melibatkan diri dalam gerakan mahasiswa. Umumnya, mahasiswa terlibat dalam suatu gerakan karena mereka tahu dan sadar bahwa ada sesuatu yang tidak beres di luar sana (di lingkunganya) yang terkait dengan sistem dan praktek tata kepemerintahan di kampus. Aspekaspek itulah umumnya yang mendasari atau melatar belakangi lahirnya gerakan demonstrasi mahasiswa di kampus. Demonstrasi mahasiswa yang tergabung dalam kelembagaan mahasiswa atau gerakan yang dilakukan secara terkonsolidasi diakui menjadi alat kontrol yang efektif. Lingkungan kampus yang bebas untuk mengembangkan demokrasi menjadikan aktivis dalam lembaga kemahasiswaan juga merasa bebas dalam mengeluarkan gagasan, pendapat atau aspirasi untuk kemudian diperjuangkan. Mereka mau mewujudkan idealismenya, asalkan sistem dan tatanan yang ada juga tidak mengkoptasi gerakan mahasiswa. Kalau sistem yang ada mengekang atau membatasi ruang gerak mahasiswa, maka untuk memudahkan pengembangan gerakan, terlebih dahulu mendorong perubahan sistem yang ada. Untuk membangun gerakan yang efektif, kondisi kelembagaan mahasiswa yang tidak netral atau dikendalikan penguasa kampus harus disterilkan terlebih dahulu. Sebagian mahasiswa mengatakan bahwa para aktivis mahasiswa yang sering terlibat dalam aksi demonstrasi dilingkungan kampus pada umumnya adalah mereka yang sering terlibat dalam gerakan-gerakan demonstrasi diluar kampus. Proses penguatan kapasitas diri para mahasiswa dilakukan melalui berbagai cara seperti sistim kaderisasi, diskusi, kajian, membaca buku, koran, menulis artikel dimedia dan lain-lain. Dengan demikian, para mahasiswa memiliki pemahaman yang cukup mengenai isuisu yang berkembang yang terjadi di lingkungan kampus. Ruang demokrasi telah memberi kebebasan kepada semua elemen masyarakat terutama mahasiswa untuk selalu mewujudkan keresahan mereka terhadap berbagai kebijakan kampus yang dianggap merugikan mahasiswa untuk selalu melakukan aksi perlawanan dalam bentuk demonstrasi. Apalagi mereka menganggap bahwa demonstrasi merupakan salah satu cara terampuh untuk memperjuangkan aspirasi mereka sehingga kemudian mendapatkan perhatian dari para pengambil kebijkan dilingkungan universitas maupun fakultas. Namun sebagian mahasiswa juga menyandari bahwa dalam setiap demonstrasi, fenomena pro dan kontra dalam aksi demonstrasi selalu saja muncul. Dan itu mereka anggap sebagai dinamika dalam gerakan demonstrasi. Mereka juga mengakui bahwa konflik kepentingan dalam demonstrasi selalu mewarnai proses-proses aksi atau gerakan yang dilakukan. Di satu sisi, ada demonstrasi yang secara tegas mengoreksi kebijakan yang dianggap merugikan mahasiswa tetapi di sisi lain ada sekelompok orang yang selalu berupaya untuk mempertahankan status quo dengan melakukan berbagai upaya hingga mengarah pada tindakan intimidatif. Kelompok ini selalu beranggapan bahwa gerakan koreksi yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa dianggap sebagai upaya merongrong kewibawaan para pengambil kebijakan di tingkat kampus. Mereka biasanya berupaya melakukan upaya-upaya loby untuk meredam demonstrasi yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa. Bagi sebagian informan mengatakan bahwa pengalaman seperti ini sangat penting bagi mahasiswa dalam rangka melatih diri dalam memperjuangkan kepentingan yang lebih besar untuk kepentingan bersama. Isu-isu yang sering kali menjadi perhatian mahasiswa untuk melakukan demonstrasi adalah seperti isu beasiswa, kenaikan spp, perbaikan gedung perkuliahan, biaya praktikum dan lain-lain yang dianggap bersentuhan langsung dengan lkepentingan mahasiswa. KESIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa menurut persepsi mahasiswa, faktor yang melatari munculnya demonstrasi mahasisswa adalah factor dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Faktro dari dalam meliputi ; semangat untuk mempraktekan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh dari bangku kuliah ke dalam kehidupan sosial sebagai bagian dari cara memantapkan pengetahuan yang dimiliki ke dalam pengalaman nyata; keinginan untuk menunjukkan potensi dan kekuatan yang dimiliki kepada mahasiswa lain sebagai bentuk aktualisiasi diri; sebagai upaya mengembangkan karir dan reputasi intelektual menuju masa depan yang lebih baik. Faktor ini oleh sebagian mahasiswa diakui sebagai perwujudan dari kesadaran mahasiswa atas kapasitas dirinya sehingga tidak mempersoalkan penilaian mahasiswa atas tindakan yang dilakukan. Sedangkan factor eksternal meliputi : semangat untuk membela kepentingan mahasiswa atas perlakuan yang dianggap merugikan kepentingan mahasiswa, melakukan korekasi atas kebijakan kampus yang dianggap bertentangan dengan idealisme mahasiswa, dan perilaku dari para pengambil kebijakan ditingkat kampus yang dianggap telah menyimpang dari aturan perundang-undangan seperti tidak transparan, serta mendorong akuntabilitas dalam tata kelola kampus. DAFTAR PUSTAKA Achmad, R. Andriadi, 2007. Mahasiswa Hanya Bisa Demo; Potret Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi. Mimpiku Bukusiana, Jakarta. Barlian, 2011. Gerakan Mahasiswa di Kendari: Disertasi program doktor sosiologi. Universitas Negeri Makasar (tdk dipublikasikan). Blumer, Herbert, 1995. Attitude and Social Act: Simbolic Interaction. Free Press, New York. Bogdan, Robert, and Steven J. Taylor.1975. Introduction to Qualitative Research Methods: A Phenomenological Approach to Social Sciences. John Wiley & Sons, New York. Chaidar, Al, dan Sahrasad, Herdi, dan, Rahman, M. Fajroel, 2000. Gerakan Mahasiswa, Rezim Tirani dan Ideologi Reformasi. Madani Press, Jakarta. Cresswell, John W. 1994. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches. SAGE Publications, London, New Delhi. Culla, Adi Suryadi, 1999. Patah Tumbuh Hilang Berganti Sketsa Pergolakan Mahasiswa Dalam Politik Dan Sejarah Indonesia (1908-1998). PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Denzin, Norman K and Lincoln Yvonna S. 1994. Handbook of Qualitative Research. Sage Publications. Internacional Educational and Professional Publisher. Thousand Oaks London New Delhi. Dody Rudianto, 2010. Gerakan Mahasiswa Dalam Perspektif Perubahan Nasional. Golden Terayon Press, Jakarta. JA, Deny, 1998. Menjelaskan Gerakan Mahasiswa dalam Dedy Jamaluddin Malik, Gejolak Reformasi Menolak Anarki. Wacana Mulia, Bandung. Magenda, Burhan D, 1995. Gerakan Mahasiswa Dan Hubungannya Dengan Sistem Politik: Suatu Tinjauan”, dalam Analisis Kekuatan Politik di Indonesia. Pustaka LP3ES IndonesiaJakarta.