elegansi perpaduan syari`ah dan tasawwuf - Portal E

advertisement
Elegansi Perpaduan Syari'ah dan Tasawuf
ELEGANSI PERPADUAN SYARI’AH DAN TASAWWUF
Oleh:
Nur Yasin
Dosen STAI Bustanul Ulum Krai Yosowilangun Lumajang
ABSTRACT
The human life in the world is not a coincidence but has been carefully arranged
by God. Thus the consequences of Allah include shari'at as a prosecutor of human
life and power of light in the form of devices that clarify the heart. In running a
life in the world, people will get lost without shari'ah and will be meaningless
without tasawwuf. Neither shari'ah nor tasawwuf should be taken either. Both
must be implemented together in synergy. Shari'ah is the work of mind and
tasawwuf the work of heart (heart) .Akal and kalbu are not two contradictory
things, but both are human media to strengthen shari'ah and tasawwuf in him in
order to reach the essential life.
Keyword: Syari’at, Tasawwuf, Akal, Hati
PENDAHULUAN
Manusia ditaqdirkan memiliki tiga potensi organ yang terjalin menjadi satu
dalam dirinya. Pertama, potensi raga (al-Quwwah al-Jismiyah/human frame).
Kedua, potensi akal (al-Quwwah al-‘Aqliyah/human intellect). Ke tiga, potensi jiwa
(al-Quwwah al-Nafsiyah/human essence). Manusia dikatakan sempurna bila ketiga
potensi tersebut berfungsi optimal. Tiga potensi tersebut mempunyai konsumsi
tersendiri untuk melestarikan keberlangsungannya. Raga sebagai organ fisik maka
ia membutuhkan konsumsi fisik nabatiyah maupun non nabatiyah. Sementara akal
dan batin terdiri dari perangkat lunak (software) maka membutuhkan konsumsi
non fisik. Dua kekuatan terakhir ini memiliki kesamaan bahan konsumsi namun
berbeda menu.
Akal sebagai potensi manusia berperan untuk merancang benar dan
salahnya posisi manusia dalam hubungannya dengan Allah dan sesamanya. Dalam
hal ini, akal perlu diisi menu konsumsi berupa seperangkat unsur pengetahuan
tentang tatacara berhubungan dengan Allah dan sesama makhluq yang dikenal
dengan istilah hukum. Akal sebagai parameter kebenaran dan kesalahan tidak bisa
bekerja tanpa bermodal hukum.
Secara kebahasaan, hukum bisa dihubungkan kepada seluruh siklus
kehidupan. Sebab alam semesta ini beredar dalam ruang hukum alam yang sangat
Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 | 83
Nur Yasin
teratur.1 Maka begitu juga manusia baik secara individu maupun sosial harus
diatur dan diikat dengan hukum manusia. Tentang hukum, ia bervariasi
bentuknya sesuai jenis kelompok masyarakat tetapi intinya sama-sama mengikat
manusia dalam peraturan.
Secara khusus, hukum dalam agama Islam berhubungan dengan interaksi
manusia dengan Allah (ibadah langsung) dan dengan sesamanya (ibadah tidak
langsung). Dalam Islam terdapat rukun Islam dan rukun iman sebagai pedoman
beriteraksi dalam ibadah langsung. Dan juga terdapat Hukum mu’amalah sebagai
pedoman berinteraksi dalam ibadah tidak langsung. Sementara jiwa sebagai
potensi manusia, berperan untuk menakar baik dan buruk dalam berperilaku
sebagai hamba Allah dan makhluk sosial. Dalam hal ini, akal perlu diisi menu
konsumsi berupa seperangkat unsur pengetahuan tentang langkah-langkah
penyucian hati sehingga menjadi terang benderang yang dikenal dengan istilah
tasawwuf. Hal ini merupakan ejawantah dari Ihsan dalam rukun agama Islam.
Hati sebagai parameter kebaikan dan kebenaran tidak bisa bekerja jika ia keruh
dan berkarat.
PEMBAHASAN
1.
Signifikansi Syari’ah
a.
Peran Syari’ah Dalam Kehidupan Manusia
Allah menciptakan manusia tidak lain kecuali supaya menyembah-Nya,
bukan mengharap rizki dari manusia dan tidak pula mengharap makanan darinya.2
Konsekuensi dari pernyataan tersebut, manusia mempunyai beban kewajiban
terhadap Tuhannya. Manusia dalam hidup di dunia ini berposisi sebagai hamba
yang harus mengabdikan seluruh gerak kehidupannya kepada Allah semata, bukan
kepada siapapun atau apapun selain-Nya.
Dalam rangka menunjukkan kebesaran-Nya–meskipun Dia tidak butuh
dibesar-besarkan–Allah tidak begitu saja menyuruh hamba-hamba-Nya
menyembah dengan tanpa aturan. Tetapi Allah menurunkan sendi-sendi tatanan
interaksi vertikal dan horizontal melalui para utusan-Nya. Oleh karena itu Allah
menganugerahkan akal dan hati kepada manusia sebagai mesin operasional
memahami hal tersebut. Penganugerahan tersebut sebagai konsekuensi dari
1
Al-Qur’an 36:40 “Tidaklah mungkin bagi Matahari mendapatkan Bulan dan
malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya”
2
Syaikhul Islam Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Riyadhus
Sholihin min Kalami SayyidilMursalin, (Indonesia: Maktabah Dar Ihya’ al-kutub al‘Arabiyyah,tt), 1.
84 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017
Elegansi Perpaduan Syari'ah dan Tasawuf
kehendak-Nya memulyakan bani Adam di muka bumi ini.3
Konsekuensi dari kehendak di atas, Allah menurunkan peraturan kehidupan
berupa syari’at yaitu khitab Allah yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan
mukallaf yang bersifat thalaban(tuntutan), takhyiran (pilihan) dan wadl’an
(penentu).4 Unsur-unsur syari’at tersebut memiliki jaminan dan resiko tersendiri
yakni berupa pahala dan dosa. Pahala merupakan hal positif sementara dosa
sebaliknya. Jadi pahala merupakan kebenaran yang harus dibangun sementara dosa
merupakan kesalahan yang harus dihindari.
Sesungguhnya setiap manusia secara fitrahnya tahu akan kebenaran dan
kesalahan. Anak bayi akan menangis jika popoknya lembab. Berarti orang tuanya
melakukan kesalahan karena tidak mengganti popoknya dan sebaliknya.
Allah berfirman dalam al-Qur’an. “Wahai orang-orang yang beriman,
penuhilah aqad-aqad itu…” (Q.S 5:1)5
Sebetulnya, Meskipun Allah tidak menjelaskan dalam kitab suci bahwa
sebuah janji harus ditepati, akal manusia sudah mengerti bahwa janji itu memang
harus ditepati karena hal itu kebenaran.Sebaliknya akal juga sudah mengerti bahwa
jika janji tidak ditepati maka akan menimbulkan masalah. Nah, apalagi dipertegas
lagi oleh tuntunan ilahi, maka akal semakin jelas pegangannya. Sehingga akal
bekerja dengan pedoman yang meyakinkan.
Allah berfirman dalam al-Qur’an. “ Hai orang-orang yang beriman,
janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka
(yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-ngolok)…” (Q.S 49:11)
Sesungguhnya, meskipun Allah tidak menjelaskan dalam kitab suci bahwa
celaan dan hinaan itu perbuatan salah, akal manusia sudah mengerti bahwa hal itu
salah di antara manusia. Jika kasus itu terjadi di masyarakat, maka akan
menimbulkan kekisruhan. Ketika kitab suci menegaskan larangan tersebut maka
akal semakin memiliki pedoman yang meyakinkan.
Allah berfirman dalam al-Qur’an; “Jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa
atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya” (Q.S
2:229)6
Al-Qur’an, 17:70
Abdul wahhab khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (tt, maktabah da’wah al-Islamiyah Syabab
al-Azhar) 2002, 100.
5
Adapun yang dimaksud dengan aqad-aqad di atas termasuk janji dengan
sesamanya.
6
Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, al-Qur’an dan
terjemahnya, (Madinah Munawwarah, tt)55
3
4
Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 | 85
Nur Yasin
Sesuatu yang bisa dipertimbangkan oleh akal akan resiko yang fifty fifty ,
positif dan negatif, maka kitab suci menegaskan pilihan untuk meneruskan atau
tidak. Seperti halnya kasus pada ayat di atas, maka dipersilahkan untuk memilih
apakah tetap bersama atau bercerai. Pada ayat di atas, Allah tidak menjelaskan
secara detail akan resikonya, tetapi memberikan ruang berpikir kepada akal
manusia ciptaan-Nya tersebut. Karena Allah menciptakan akal sudah diberi daya
menalar. Sehingga banyak dalam al-Qur’an ungkapan-ungkapan seperti afala
ta’qilun, afal tatadzakkarun dan lain-lain. Hal itu menunjukkan bahwa Allah telah
meletakkan daya nalar dalam akal manusia ciptaan-Nya tersebut.
Begitu juga, Allah memberikan penjelasan melewati lisan utusannya yang
agung, nabi Muhammad, bersabda: “Tidak ada waris bagi Pembunuh”
Kalimat negasi di atas menjelaskan, bahwa suatu perbuatan akan
mengakibatkan efek hukum. Sebab perbuatan negatif akan berakibat negatif.
Sebab perbuatan positif berakibat positif. Contoh hadits di atas memberikan
petunjuk pada akal bahwa sebab pembunuhan berakibat terhalangnya hak waris.
Sesungguhnya akal tahu bahwa perbuatan membunuh adalah perbuatan salah.
Kemudian nash memberikan arahan bahwa akibat membunuh itu akan berakibat
terhalangnya hak waris. Sehingga akal menjadi lebih paham akibatnya dari pada
sebelum dijelaskan lewat nash.
Keberadaan syari’at di atas, menuntun manusia secara individu maupun
sosial. Meskipun manusia telah dikaruniai akal dengan kepekaan daya nalarnya,
namun manusia tetaplah manusia. Ia membutuhkan bimbingan yang memadai
agar lebih terarah dan bisa meminimalisir kerelatifannya. Karena selain dituntut
untuk mengatur dirinya sendiri juga diperintahkan menebarkan da’wah amar
ma’ruf nahi munkar. Syari’ah lahir sebagai social control dan social engginering
bagi masyarakat.
Dengan demikian, peran syari’ah sangat berarti bagi keberlangsungan hidup
manusia. Secara pribadi, manusia, khususnya muslim, berkewajiban sholat
terhadap Allah. Bagaimana muslim bisa melaksanakan sholat kalau tidak ada
tuntunan tatacara dari syari’at. Begitu juga dengan kebutuhan hidup manusia, ia
dituntut untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersiernya. Secara
fitrahnya manusia mengerti mana cara yang benar dan salah dalam berinteraksi
bisnis, namun bila syari’at tidak memberikan tuntunan tatacara bermuamalah yang
benar sesuai dengan aturan agama maka tentu manusia tidak bisa bekerja dengan
kemantapan. Maka diturunkanlah hukum muamalah.
Dari pembicaraan di atas, terlihat bahwa syari’at berkisar pada tataran etiket
dan etika yakni bagaimana seharusnya (das sollen)manusia berperilaku dalam sisi
pribadi dan sosial. Dan hal ini tentu saja konsumsi akal, karena akal berurusan
86 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017
Elegansi Perpaduan Syari'ah dan Tasawuf
dengan sesuatu yang bersifat seharusnya. Maka dalam ranah konkritnya (das sein)
adakalanya sesuai dan adakalanya tidak sesuai karena ada kendala. Nah untuk
menerobos kendala tersebut diperlukan power khusus. Inilah yang masuk dalam
bagian tasawwuf yang akan dibahas pada bagiannya.
b.
Kehidupan Manusia Tanpa Syari’ah
Manusia telah dibekali akal dengan daya nalarnya, namun masih bersifat
sepihak. Maka perlu pihak pasangan yang bisa merangsang kepekaanya. Jika pihak
pasangan tersebuttidak ada tentulah akal akan kehilangan arah. Jalan sudah ada
tetapi petunjuk arah tidak ada maka tentu penggunanya akan tersesat. Begitu juga
dengan manusia, khususnya muslim, jika Allah hanya menganugerahi akal baginya
tanpa memberi petunjuk syari’at maka pasti akan tersesat.
Ketika awal penciptaan nabi Adam, Allah sudah mendapat protes dari
Malaikat karena pengalaman sebelumnya. Tetapi Allah menegaskan dengan keMahatahuan-Nyaakan kehendak penciptaan Adam. Namun hal ini bukan berarti
Allah menjamin keamanan di dunia setelah menciptakan manusia sebab Allah
tidak menjelaskan hal itu dalam kitab suci. Justru selanjutnya Allah banyak
menerangkan bahaya-bahaya dalam kehidupan. Jadi kehidupan manusia diliputi
bahaya.
Maka diciptakanlah seorang Adam yang memiliki akal. Oleh Allah, Adam
diberi perempuan cantik dan fasilitas bergengsi. Namun, meskipun nabi Adam
ciptaan Allah langsung, dia tetaplah makhluk, bahaya mengancam dalam
kehidupannya. Sehingga Allah memberikan syari’at berupa kehalalan seluruh
fasilitas ditempat tinggalnya dan keharaman mendekati sebuah pohon khuldi.7
Peraturan tersebut dalam rangka menjamin kelestarian kehidupan Adam.
Ketika Adam melanggar syari’at Allah, maka bangunan supratruktur
kehidupannya menjadi tercerai berai. Dia kemudian menjadi manusia
“mbambung” melanglang buana di bumi tak tentu arah. Hingga pada suatu saat
dia dapat menata kehidupan kembali. Namun saat itu tidak sama dengan alam
kehidupan sebelumnya yang lebih damai dan minim bahaya. Saat ini sang Adam
telah hidup di alam yang lebih berbahaya dan konsekuensinya Allah menurunkan
syari’atnya kembali dengan ketentuan yang lebih ketat.
Sebagai keturunannya, manusia saat inimenghadapi berbagai persoalan
kehidupan dengan berbagai nuansa kemajuan zaman, semakin maju zamannya
semakin maju pula resikonya. Maka hukumpun sebagai turunan syari’at senantiasa
menunjukkan elektabilitasnya denganharus elastis dan tegas demi mengawal
7
Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, 14.
Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 | 87
Nur Yasin
kehidupan manusia karenaillat-illat hukum terus bertambah. Sehingga ada kaidah
hukum al-hukmu yaduru ma’a illatihi wujudan wa adaman (hukum berjalan sesuai
dengan ada atau tidak adanya illat).
Manusia semakin bertambah jumlahnya, mereka membutuhkan keamanan
untuk pribadinya, keluarganya maupun masyarakatnya. Karena jika masyarakat
tidak aman keluarga tidak aman, jika keluarga tidak aman maka pribadinya juga
tidak aman. Tentu hal ini membutuhkan perangkat peraturan yang bisa
melindungi. Oleh karena, bisakah pribadi-pribadi mendapatkan keamanan jika
tidak memegang hukum, bisakah keluarga mendapatkan keamanan jika tidak
diikat dengan hukum keluarga dan bisakah masyarakat mendapatkan keamanan
jika tidak dilindungi oleh negara? Tanpa syari’at akan seperti apa kehidupan
manusia ini.
c.
Syari’atsebagai Gizi Kehidupan Manusia
Tubuh membutuhkan gizi dari makanan. Dengan gizi tubuh akan sehat dan
berenergi. Jika tidak mengkonsumsi gizi atau kekurangan gizi maka akanterjadi
gangguan kesehatan. Bahkan jika gizinya tidak cocok dengan kondisi tubuhnya
maka berakibat fatal. Akalpun juga begitu, membutuhkan gizi yang bernama
syari’at. Jika akal bisa menkonsumsi syari’at dengan baik maka akan mendapatkan
energi positif dan sebaliknya.
Pada zaman primitif, agak sulit dibedakan antara manusia dengan hewan
sebab manusia saat itu juga tidak mengenakan pakaian. Di dalamnya juga berlaku
hukum rimba. Hal itu karena, saat itu akal manusia kelaparansyari’at. Ilmu
pengetahuan belum dikenal. Ketika syari’at yang berupa ilmu pengetahuan mulai
dikenal, kemudian lambat laun kehidupan manusia mulai menunjukkan jatidirinya.
Sebagaimana makanan terhadap tubuh, tidak semua syari’ah memberikan
kesehatan kepada akal. Ada juga syari’ah yang membahayakan bagi akal. NabiNabi sebelum Nabi Muhammad mempunyai syari’at tersendiri. Nabi Musa
mempunyai syari’at bagi umatnya. Setelah lama ditinggal wafat olehnya,
syari’atnya telah potong kompas tetapi tetap dikonsumsi oleh sebagian kaumnya.
Nabi Isa juga mempunyai syari’at bagi umatnya. Setelah lama ditinggal olehnya,
syari’atnya juga potong kompas namun sayangnya juga masih dikonsumsi oleh
sebagian besar umatnya.
Kejadian di atas, mengakibatkan sebagian umat bertahan dengan syari’atnya
tersebut karena doktrin yang kuat. Tidak sadar kalau syari’atnya tersebut telah
terkontaminasi sehingga perlu didaur ulang menjadi syari’at produk baru yang
lebih bagus. Kaum Yahudi tetap bertahan dengan syari’atnya, mereka tidak mau
ikut agama Nabi Isa. Dan umat Nabi Isa yang menamakan dirinya kaum kristus
88 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017
Elegansi Perpaduan Syari'ah dan Tasawuf
tidak mau ikut kepada agama Nabi Muhammad. Tubuh yang sakit pengobatannya
jauh lebih mudah dari pada akal yang sakit alias tersesat.
Sebagai agama terakhir, Islam juga membawa syari’at yang dipersiapkan
untuk umatnya. Syariat Islam adalah syari’at terbaik sepanjang zaman. Syari’at ini
merupakanproduk dari seleksi waktu yang sangat panjang semenjak Nabi Adam.
Berkat syari’at Islam, kaum jahiliyahyang tertelan rawa amoral, dapat diselamatkan
satu persatu hingga keseluruhan.Berkat syari’at Islam,saat itudunia terang
benderang. Dua adidaya, mahakerajaan Persia sebagai blok timur hancur dan
maha kerajaan Romawi sebagai blok barat juga lambat laun sirna dari bumi.
Ketika adanya Rasulullah, beliau telah memberi standar yang baik dalam
bersyari’ah. Islam adalah agama yang serba keberimbangan. Otomatis syari’ah
yang dikandungnya juga serba keberimbangan. Maka cara mengkonsumsinya
harus berimbang untuk mendapatkan hasil yang sempurna.Kemudian sebagai
kebutuhan akal muslim, syari’at Islam telah dikonsumsi dengan berimbang.
Namun lama-kelamaan syari’at dikonsumsi secara kurang atau berlebihan
oleh sebagian muslimin saat itu.Sebagian muslim saat itu telah teledor atau terlalu
rakus terhadap syari’at Islam. Sehingga muncullah kelompok ekstremis yangsakit
pikiran, kemudian menjadi penebar prahara dimana-mana. Kalau dulu diwakili
oleh khawarij, mungkin zaman sekarang diwakili oleh ISIS. Kelompokkelompokkurang gizi atau overdosis syari’at.
Syari’at adalah kebutuhan hidup manusia tanpa syari’at manusia
akankehilangan keseimbangan.Tetapi gambaran di atas perlu dijadikan warning
bagi pengkonsumsi syari’at. Mobilitas kehidupan sekarang yang semakin tinggi ini
membutuhkan mental yang penuh dengan bekal syari’at. Dan sebagaimana status
manusia sebagai makhluk, meskipun gizi syari’at sudah dikonsumsi dengan baik,
tentu ketidaksempurnaan masih selalu menyertai sebab syari’at memang tidak bisa
berdiri sendiri, sehinggamembutuhkan penuntun selanjutnya untuk mengarahkan
hakekat kehidupan.
2.
a.
Signifikansi Tasawwuf
Peran Tasawwuf Dalam Kehidupan
Syari’at berperan sebagai petunjuk kebenaranbagi kehidupan manusia baik
individu maupun sosialnya. Dan dalam kehidupan tidaklah cukup dengan
berpedoman pada kebenaran semata. Kebenaran memang suatu hal yang wajib
dipedomani tetapi kebenaran perlu manageman.Ibarat orang yang berkendaraan
di jalan. Meskipun dia sudah berada di jalur kiri alias sudah benar, tetapi ia harus
tetap harus hati-hati dengan manageman lalu lintasnya. Kebenaran tanpa
manageman yang baik akan menjadi kebenaran yang membabi buta. Dan yang
Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 | 89
Nur Yasin
lebih mengkhawatirkan lagi bila kebenaran dijadikan tameng kebathilan(Kalimatu
haqqin urida bihi bathil)
Kasus kebenaran sebagai tameng kebathilan senantiasa ada dalam kehidupan
dengan berbagai modus. Yang tertimpa kasus tersebut sebagian adalah orangorang yang sudah cukup berimbang syari’atnya. Hal ini menunjukkan bahwa
syari’at membutuhkan energi penarik yang bisa membawa kepada zona aman.
Bagi orang Islam jelas sekali bahwa hidup ini mempunyai tujuan hakiki
yakni li ajli mardlatillah(semata mencari keridlan Allah). Allah memang Maha
Pemurah, tetapi dengan Keagungan-Nya dan Kecintan-Nya kepada hamba-Nya,
Dia justru senang menggoda hamba-Nya dengan percobaan- percobaan.
Allah berfirman dalam al-Qur’an; “Dan sungguh akan kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buahbuahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (Q.S 2:155)8
Dia akan menurunkan suasana-suasana yang tidak diinginkan manusia.
Manusia pasti tidak senang dengan rasa mencekam, kelaparan, kehilangan orangorang yang dicintai. Tetapi ujung-ujungnya Allah ingin memberikan sesuatu yang
menggembirakan. Tetapi dipertegas bagi orang-orang yang sabar. Nah, rasa sabar
ini tidak bisa rasakan oleh akal melainkan oleh hati.
Kecanggihan akal hanya bisa memahami ilmu kertas (ilmul awraq) tetapi
tidak bisa menangkap ilmu rasa (ilmul adzwaq), sehingga iatidak bisa merasakan
energi sabar, tawaddu’, zuhud, qonaah, dan lain sebagainya yang berporos di
hati.Kapasitas hati lebih luas dari pada akal. Akal bekerja secara metodis ilmiah
sementara hati bekerja non metodis ilmiah. Sementara dalam kehidupan,fenomena
yang non metodis ilmiah tidak bisa dijadikan lapangan penelitian yang
menggunakan piranti akal.
Cukuplah Allah menjelaskan dalam al-Qur’an satu ayat yang menjadi
menjadi warning besar bagi manusia dalam kehidupan. “Dunia tidak lain hanyalah
perhiasan yang menipu” (Q.S 3:184)9
b.
Kehidupan Tanpa Tasawwuf
Sudah seringkali dalam praktek kehidupan terjadi sesuatu yang bertolak
belakang. Syari’at menjelaskan bahwa shalat adalah sebagai pembendung
perbuatan keji dan mungkar. Zakat sebagai pembersih jiwa. Puasa sebagai tameng
diri. Sementara haji merupakan penyempurna rukun. Namun ada orang yang
sudah melalui tahapan-tahapan tersebut tetapi melakukan hal-hal yang tidak
senonoh. Seseorang yang berdagang dengan sistem syari’ah yang sudah mapan
8
9
Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, 39.
Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, 109
90 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017
Elegansi Perpaduan Syari'ah dan Tasawuf
ternyata hasilnya masih jauh api dari panggang. Padahal sudah jaminan barang
siapa yang berdagang maka disitu telah membuka sembilan pintu rezeki.
Hukum dalam Islam sangat tegas. Dalam hukum pidana berlaku hukum
qishas yakni hukuman setimpal (lex talionis). Nyawa dibayar nyawa, darah dibayar
darah dan seterusnya.Dalam hukum perdata berlaku ketentuan-ketentuan maximum yang tegas yang mengikat pihak-pihak yang bersangkutan. Kedua pasangan
yang bercerai di batasi hanya dua thalaq, selebihnya tidak bisa ruju’ lagi. Begitu
tegasnya hukum Islam bahkan terkesan menyeramkan.10
Dalam hubungan berkeluarga, orang-orang yang baik akan mendapatkan
pasangan hidup orang yang baik, sementara yang tidak baik akan mendapat
pasangan yang tidak baik pula. Tetapi kenyataannya ada orang-orang yang baik
mendapatkan orang yang tidak baik.11
Secara hitam di atas putih, kasus-kasus di atas akanmemotivasi orang untuk
berontak terhadap keadaan. Dan seringkali kasus di atas membuat sebagian orang
putus asa dengan kehidupan. Dan yang berbahaya lagi adalah orang yang
mempunya pola pikir hitam di atas putih (literal) dan puritan akhirnya mudah
menyesatkan yang lain. Yang terakhir ini membahayakan dua kali.
Islam bukan hanya legalitas, mentalitas dan integritas tetapi juga spritualitas.
Islam memiliki unsur terdalam yang sudah dipraktekkan Rasulullah, para
sahabatnya dan salafuna as-Sholih. Mereka adalah ahli ibadah yang sholih yang
ibadahnya teraplikasi dalam kehidupan. Mereka adalah ahli bisnis yang sholih,
10
Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, 43.
Dalam ayat tentang qishash dengan tegas dijelaskan balasan bagi orang yang telah
melakuka tindak pidana. Hanya saja ayat tersebut jika dibaca sampai selesai maka akan
terbaca dengan jelas betapa nilai kemanusiaan dalam al-Qur’an sangat tinggi. Islam jauhjauh hari telah mengedepankan ampunan/amnesti bagi para napi. Dengan melihat hal itu
terlihat ruh hukum Islam.
11
Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, 547
Idealnya, orang baik memang seharusnya mendapatkan pasangan yang baik dan
sebaliknya. Namun dalam kenyataannya tidak jarang orang baik mendapatkan pasangan
hidup yang baik. Apakah dalam hal ini Qur’an tidak konsisten dengan ayat-ayatnya. Secara
sepihak memang seakan-akan Qur’an tidak konsisten dengan kejadian ini. Tetapi jika
ditelusuri lagi, ternyata ayat ideal seperti itu tidak berdiri sendiri. Di surat yang lain
terdapat ayat yang menerangkan tentang ujian-ujian kesabaran oleh Allah terhadap hambahambanya. Sehingga dengan demikian, ketika ada orang baik mendapatkan pasangan
hidup yang tidak baik, hal itu berarti dia sedang menjalankan isi ayat Qur’an tentang ujian
kesabaran tersebut. Jika orang tersebut sabar, maka jodohnya akan menjadi orang baik dan
jika jodohnya tetap tidak baik, bisa jadi si jodoh itu akan mati dan Allah akan
menggantinya dengan jodoh yang baik. Dengan demikian ayat tersebut teraplikasi
semuanya.
Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 | 91
Nur Yasin
yang kaya tetapi jiwanya merdeka dari harta. Mereka adalah ahli hukum yang tegas
tetapi memiliki daya lentur tingkat tinggi. Mereka adalah penghafal al-Qur’an yang
sholih dan pemahamannya utuh terhadap Qur’an.
Kesholihan mereka karena hati mereka bersih (shofa). Mereka adalah para
pelaku tashawuf sejati meskipun saat itu belum dikenal istilah tasawwuf. Dalam
kehidupan memang ada sekelompok orang antipati terhadap tasawwuf. Karena
berangkat dari bias dan prasangka terhadap tasawwuf yang sebenarnya secara
historis memainkan perang penting dalam peningkatan maqamat spiritualitas
Muslim sekaligus pemeliharaan integritas kaum Muslimin menghadapi berbagai
dan realita historis.12
c.
Tasawwuf Sebagai Cahaya Kehidupan
Ketika akal sebagai piranti syari’at bekerja tetapi sumber energi penetralisir
yang berporos di hati tidak tersalurkan maka akan bermasalah. Itupun kalo hati
bersinar. Hati bisa bersinar jika ia bersih dari selaput penghalang.
Allah berfirman dalam al-Qur’an; “Maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.” (Q.S. 91:8)13
Jadi Jiwa ini merupakan diri yang kosong yang kemudian terhunjami sifat
tercela dan sifat terpuji. Karena itu manusia kemudian berproses dalam kehidupan
mencari jati diri yang sedang dibebani dua perangkat tersebut. Perangkat tercela
selalu menarik-menarik manusia kepada perbuatan tercela dan tarikannya luar
biasa. Perangkat terpuji selalu menarik-menarik manusia kepada perbuatan terpuji
dan tarikannya juga luar biasa.
Kenyataannya hidup di dunia memang menahan daya tarik pilihan hidup.
Pertama pilihan hidup bersenang-senang, berpesta pora dengan melanggar
ketentuan syari’at dan kedua pilihan hidup tenang, damai bersendikan syari’at.
Yang terperangkap pilihan pertama sudah jelasbagaikan seseorang yang sengaja
minum racun rasa energydrink.Cepat atau lambat akan memetik akibatnya. Hati
manusia yang mempunyai potensi penerang semakin mati bagi orang yang
memilih kehidupan ini.
Dan orang yang memilih kehidupan model kedua di atas, bagaikan
orangyang sengaja menginjakkan kakinya di hamparan tanah hijau yang subur
yang bebas swepping. Dia hidup bekerja dengan tenang karena berada di bawah
payung hukum. Namun bagaimanapun, dunia ini bukanlah surga, duniatempat
mampir pengembaraan panjang manusia, dunia bukanlah tujuan. Maka tidak bisa
Akhmad Sahal dan Munawir Aziz(ed.), Azyumardi Azra, CBE, Prof. Dr, Islam
Nusantara (Dari Ushul fiqh hingga paham kebangsaan), (Bandung: Mizan, 2015) 171.
13
Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, 1064.
12
92 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017
Elegansi Perpaduan Syari'ah dan Tasawuf
manusia bebas total dari gangguan daya tarik lainnya.
Dunia memang tempat sementara, hanya saja di dunia ini manusia
mengemban tugas kepemimpinan dari Allah,14maka manusia bekerja menjalani
tugas tersebut. Tentu dalam perjalanan tersebut penuh menghadapi permasalahan
bahkan bertemu dengan kebuntuan dan kegelapan sehingga membutuhkan lampu
penerang.
Telah banyak seorang manusia yang canggih potensi akalnya dan mencapai
kemampuan otomatis solutif dalam menyelesaikan urusan-urusan keduniawian.
Mereka tergolong sukses dalam urusan dunia, hidup mewah bergelimang harta.
Namun sayangnya potensi nafsnya gelap sehingga hidupnya memiliki visi buntung
disebabkan tidak ada daya penerang.
Bagi kita telah banyak teladan salafuna as-sholih yang dianugerahi memiliki
visi panjang, menjadi seorang visioner sejati.Taruhlah misalnya Hujjatu al-Islam
Abu Muhammad bin Muhammad al-Gozali. Kekuatan visioner beliau melesat
jauh kedepan menembus batas-batas zaman menuju tujuan hakiki kehidupan ini.
Tidak lain karena beliau telah mengasah nafsnya sehingga mengeluarkan energi
cahaya yang terang berderang menerangi apa yang ada disekitarnya. Semuanya
menjadi sangat jelas jalan yang harus dilewati dan jalan yang harus dihindari.15
3.
Syari’at Dan Tasawwuf Bersinergi Menuju Dzat Yang Abadi
Allah terhadap manusia lebih dekat dari pada urat lehernya, tetapi itu Allah.
Lain halnya dengan manusia terhadap Allah, masih memerlukan wasilah agar bisa
tersambung dengan tepat. Sementara Allah tidak perlu wasilah. Dengan sifat
Rahman-Nya yang menaungi seluruh alam dan mencakup asma’Nya yang lain
yang khusus, Allah menurunkan Sunnahnya yang berisi syari’at. Dan dengan sifat
Lathif-Nya, Allah menurunkan ilmu-ilmu khusus seperti tasawwuf yang bersinergi
dengan syari’at. Semuanya itu merupakan wasilah-wasilah yang menunjukkan keAgungan Allah.
Syari’at sebagai petunjuk teknis hukum kehidupan dan tasawwuf sebagai
pemasok energinya bagi manusia. Teknis tanpa energi tidak bisa bekerja dan
energi tanpa teknis pekerjaan tidak selesai. Sholat fardu bukanlah pekerjaan teknis
semata, tapi mengandung energi penghayatan kepada Sang Pencipta. Sholat fardu
14
Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, 13
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi…” (Q.S 2:30)
15
Dalam daftar isinya dijelaskan terdapat Rub’ul Munjiyat (bagian yang
menyelamatkan) dan Rub’ul Muhlikat (bagian yang menghacurkan). Al-Ghozali, ihya
Ulum al-Din, vol 1 (Kairo: Mushtafa Bab al-Halabi, tt)
Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 | 93
Nur Yasin
bukanlah sekedar penghayatan melulu kemudian mengabaikan pekerjaan
teknisnya.
Dalam sebuah paham keagamaan tertentu, sholat dianggap cukup dengan
mengingat Allah. Paham ini benar, hanya saja tidak selesai. Jika sesuatu tidak
selesai maka tentu belum dianggap menunaikan kehendak Allah karena sholat
dikehendaki untuk dikerjakan.Ketika seseorang telah beranggapan bahwa Allah
cukup dihayati maka dia telah berprasangka kepada Tuhannya.Makaketentuan
syari’at dan tasawwuf harus dijalankan keduanya.
Bagi orang Islam, tujuan akhir kehidupan ini sangat jelas yakni Allah s.w.t.
Dari Allah orang Islam mengharap ridla dan sorga-Nya. Bisa jadi orang Islam
yang bertasawwuf saja tanpa bersyari’at, maka dia mendapat ridla Allah saja tanpa
sorga. Karena dia hanya membutuhkan ridla Allah saja. Tidak peduli mau
ditempatkan dimana saja, apa neraka atau yang lain. Biasanya inilah yang terjadi
bagi kaum sufi non syari’at. Maka hal ini tentu kurang ideal. Neraka tetaplah
neraka, siksanya tak terperikan.
Sementara orang Islam yang bertasawwuf plus bersyari’at bisa jadi dia akan
mendapatkan ridla Allah dan sorga-Nya. Allah memberikan ridla kepada orang
tersebut karena dia ridla kepada Allah. Dan dia mendapat sorga sebagai imbalan
dari kumulasi pahala yang didapatkan lewat syari’at. Maka hal ini benar-benar ideal, sangat diterima logika. Akal dan hati manusia sangat puas menerimanya.
Allah Maha Ideal, untuk sampai ke sisi-Nya manusia harus
mempersembahkan sesuatu yang ideal. Allah Maha Sistemik, untuk sampai ke sisiNya manusia harus melewati jalur yang tersistem. Meskipun hal itu mungkin saja
manusia tidak sanggup memenuhinya tetapi paling tidak ada upaya menjalankan
kehendak Allah. Toh pada akhirnya Allah itu Maha Memaklumi, Maha Menerima
dengan sifat Syakur-Nya. Amin.
KESIMPULAN
Uraian singkat di atas cukup menggambarkan, bahwa syari’at dan tasawwuf
merupakan dua hal yang inheren dan koheren. Dengan syari’at, akal berjuang
dengan potensinya dan dengan tasawwuf hati berjuang dengan potensinya. Akal
dan hati bukanlah dua hal yang bertentangan karena mempunyai potensi masingmasing yang bersifat gradual. Akal menangkap sesuatu secara parsial sementara
hati menangkap sesuatu secara utuh. Oleh karena itu, sejatinya tasawwuf adalah
tingkatan aktifitas berfikir yang tinggi setelah melalui tahapan-tahapan dasar yang
94 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017
Elegansi Perpaduan Syari'ah dan Tasawuf
berijak pada syari’at.16Maka syari’at dan tasawwuf merupakah pasangan anugerah
yang elegan dalam perjalanan kehidupan ini. Wallahu a’lam bish shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemahnya, Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul
Aziz al-Sa’ud, (Madinah Munawwarah, tt)
Afifi, Abu al-‘Ala, A Mystical Philosophy of Muhy al-Din Ibn Arabi, di Indonesiakan
oleh Syahrir Mawi dan Nandi Rahman, Filsafat Mistik Ibn Arabi, (Jakarta:
Gaya Media Pranata, 1989)
Abi Zakariya bin Syaraf an-Nawawi, Muhyiddin Yahya, Syaikhul Islam, Riyadhus
Sholihin min Kalami Sayyidil Mursalin, (Indonesia: Maktabah Dar Ihya’ alkutub al-‘Arabiyyah,tt),
Ali, A. Mukti, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, (Bandung: Mizan, 1990)
Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh (tt, maktabah da’wah al-Islamiyah
Syabab al-Azhar, 2002).
Sahal, Akhmad dan Munawir Aziz (ed.), Azyumardi Azra, CBE, Prof. Dr, Islam
Nusantara (Dari Ushul fiqh hingga paham kebangsaan), (Bandung: Mizan,
2015)
Al-Ghozali, Ihya Ulum al-Din, vol 1 (Kairo: Mushtafa Bab al-Halabi, tt)
Al-Harawy, Manazila al-Sa’irin, vol. 3 (Kairo: Mushtafa Bab al-Halabi, 1328)
H.M. Amin Syukur, MA. Dr. Prof., dan H. Masyaharuddin, MA. Drs.,
Intelektualisme Tasawwuf, Studi Intelektualisme Tasawuf Al-Ghozali, (Semarang: Pustaka Pelajar, 2002)
Madjid, Nurcholis, Tasawwuf Sebagai Inti Keberagamaan, (Pesantren, no.3 vol. II,
1985)
16
H.M. Amin Syukur, MA. Dr. Prof., dan H. Masyaharuddin, MA. Drs.,
Intelektualisme Tasawwuf, Studi Intelektualisme Tasawuf Al-Ghozali, (Semarang: Pustaka
Pelajar, 2002), 86.
Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 | 95
Nur Yasin
96 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017
Download