Elegansi Perpaduan Syari'ah dan Tasawuf ELEGANSI PERPADUAN SYARI’AH DAN TASAWWUF Oleh: Nur Yasin Dosen STAI Bustanul Ulum Krai Yosowilangun Lumajang ABSTRACT The human life in the world is not a coincidence but has been carefully arranged by God. Thus the consequences of Allah include shari'at as a prosecutor of human life and power of light in the form of devices that clarify the heart. In running a life in the world, people will get lost without shari'ah and will be meaningless without tasawwuf. Neither shari'ah nor tasawwuf should be taken either. Both must be implemented together in synergy. Shari'ah is the work of mind and tasawwuf the work of heart (heart) .Akal and kalbu are not two contradictory things, but both are human media to strengthen shari'ah and tasawwuf in him in order to reach the essential life. Keyword: Syari’at, Tasawwuf, Akal, Hati PENDAHULUAN Manusia ditaqdirkan memiliki tiga potensi organ yang terjalin menjadi satu dalam dirinya. Pertama, potensi raga (al-Quwwah al-Jismiyah/human frame). Kedua, potensi akal (al-Quwwah al-‘Aqliyah/human intellect). Ke tiga, potensi jiwa (al-Quwwah al-Nafsiyah/human essence). Manusia dikatakan sempurna bila ketiga potensi tersebut berfungsi optimal. Tiga potensi tersebut mempunyai konsumsi tersendiri untuk melestarikan keberlangsungannya. Raga sebagai organ fisik maka ia membutuhkan konsumsi fisik nabatiyah maupun non nabatiyah. Sementara akal dan batin terdiri dari perangkat lunak (software) maka membutuhkan konsumsi non fisik. Dua kekuatan terakhir ini memiliki kesamaan bahan konsumsi namun berbeda menu. Akal sebagai potensi manusia berperan untuk merancang benar dan salahnya posisi manusia dalam hubungannya dengan Allah dan sesamanya. Dalam hal ini, akal perlu diisi menu konsumsi berupa seperangkat unsur pengetahuan tentang tatacara berhubungan dengan Allah dan sesama makhluq yang dikenal dengan istilah hukum. Akal sebagai parameter kebenaran dan kesalahan tidak bisa bekerja tanpa bermodal hukum. Secara kebahasaan, hukum bisa dihubungkan kepada seluruh siklus kehidupan. Sebab alam semesta ini beredar dalam ruang hukum alam yang sangat Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 | 83 Nur Yasin teratur.1 Maka begitu juga manusia baik secara individu maupun sosial harus diatur dan diikat dengan hukum manusia. Tentang hukum, ia bervariasi bentuknya sesuai jenis kelompok masyarakat tetapi intinya sama-sama mengikat manusia dalam peraturan. Secara khusus, hukum dalam agama Islam berhubungan dengan interaksi manusia dengan Allah (ibadah langsung) dan dengan sesamanya (ibadah tidak langsung). Dalam Islam terdapat rukun Islam dan rukun iman sebagai pedoman beriteraksi dalam ibadah langsung. Dan juga terdapat Hukum mu’amalah sebagai pedoman berinteraksi dalam ibadah tidak langsung. Sementara jiwa sebagai potensi manusia, berperan untuk menakar baik dan buruk dalam berperilaku sebagai hamba Allah dan makhluk sosial. Dalam hal ini, akal perlu diisi menu konsumsi berupa seperangkat unsur pengetahuan tentang langkah-langkah penyucian hati sehingga menjadi terang benderang yang dikenal dengan istilah tasawwuf. Hal ini merupakan ejawantah dari Ihsan dalam rukun agama Islam. Hati sebagai parameter kebaikan dan kebenaran tidak bisa bekerja jika ia keruh dan berkarat. PEMBAHASAN 1. Signifikansi Syari’ah a. Peran Syari’ah Dalam Kehidupan Manusia Allah menciptakan manusia tidak lain kecuali supaya menyembah-Nya, bukan mengharap rizki dari manusia dan tidak pula mengharap makanan darinya.2 Konsekuensi dari pernyataan tersebut, manusia mempunyai beban kewajiban terhadap Tuhannya. Manusia dalam hidup di dunia ini berposisi sebagai hamba yang harus mengabdikan seluruh gerak kehidupannya kepada Allah semata, bukan kepada siapapun atau apapun selain-Nya. Dalam rangka menunjukkan kebesaran-Nya–meskipun Dia tidak butuh dibesar-besarkan–Allah tidak begitu saja menyuruh hamba-hamba-Nya menyembah dengan tanpa aturan. Tetapi Allah menurunkan sendi-sendi tatanan interaksi vertikal dan horizontal melalui para utusan-Nya. Oleh karena itu Allah menganugerahkan akal dan hati kepada manusia sebagai mesin operasional memahami hal tersebut. Penganugerahan tersebut sebagai konsekuensi dari 1 Al-Qur’an 36:40 “Tidaklah mungkin bagi Matahari mendapatkan Bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya” 2 Syaikhul Islam Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Riyadhus Sholihin min Kalami SayyidilMursalin, (Indonesia: Maktabah Dar Ihya’ al-kutub al‘Arabiyyah,tt), 1. 84 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 Elegansi Perpaduan Syari'ah dan Tasawuf kehendak-Nya memulyakan bani Adam di muka bumi ini.3 Konsekuensi dari kehendak di atas, Allah menurunkan peraturan kehidupan berupa syari’at yaitu khitab Allah yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan mukallaf yang bersifat thalaban(tuntutan), takhyiran (pilihan) dan wadl’an (penentu).4 Unsur-unsur syari’at tersebut memiliki jaminan dan resiko tersendiri yakni berupa pahala dan dosa. Pahala merupakan hal positif sementara dosa sebaliknya. Jadi pahala merupakan kebenaran yang harus dibangun sementara dosa merupakan kesalahan yang harus dihindari. Sesungguhnya setiap manusia secara fitrahnya tahu akan kebenaran dan kesalahan. Anak bayi akan menangis jika popoknya lembab. Berarti orang tuanya melakukan kesalahan karena tidak mengganti popoknya dan sebaliknya. Allah berfirman dalam al-Qur’an. “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu…” (Q.S 5:1)5 Sebetulnya, Meskipun Allah tidak menjelaskan dalam kitab suci bahwa sebuah janji harus ditepati, akal manusia sudah mengerti bahwa janji itu memang harus ditepati karena hal itu kebenaran.Sebaliknya akal juga sudah mengerti bahwa jika janji tidak ditepati maka akan menimbulkan masalah. Nah, apalagi dipertegas lagi oleh tuntunan ilahi, maka akal semakin jelas pegangannya. Sehingga akal bekerja dengan pedoman yang meyakinkan. Allah berfirman dalam al-Qur’an. “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-ngolok)…” (Q.S 49:11) Sesungguhnya, meskipun Allah tidak menjelaskan dalam kitab suci bahwa celaan dan hinaan itu perbuatan salah, akal manusia sudah mengerti bahwa hal itu salah di antara manusia. Jika kasus itu terjadi di masyarakat, maka akan menimbulkan kekisruhan. Ketika kitab suci menegaskan larangan tersebut maka akal semakin memiliki pedoman yang meyakinkan. Allah berfirman dalam al-Qur’an; “Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya” (Q.S 2:229)6 Al-Qur’an, 17:70 Abdul wahhab khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (tt, maktabah da’wah al-Islamiyah Syabab al-Azhar) 2002, 100. 5 Adapun yang dimaksud dengan aqad-aqad di atas termasuk janji dengan sesamanya. 6 Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, al-Qur’an dan terjemahnya, (Madinah Munawwarah, tt)55 3 4 Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 | 85 Nur Yasin Sesuatu yang bisa dipertimbangkan oleh akal akan resiko yang fifty fifty , positif dan negatif, maka kitab suci menegaskan pilihan untuk meneruskan atau tidak. Seperti halnya kasus pada ayat di atas, maka dipersilahkan untuk memilih apakah tetap bersama atau bercerai. Pada ayat di atas, Allah tidak menjelaskan secara detail akan resikonya, tetapi memberikan ruang berpikir kepada akal manusia ciptaan-Nya tersebut. Karena Allah menciptakan akal sudah diberi daya menalar. Sehingga banyak dalam al-Qur’an ungkapan-ungkapan seperti afala ta’qilun, afal tatadzakkarun dan lain-lain. Hal itu menunjukkan bahwa Allah telah meletakkan daya nalar dalam akal manusia ciptaan-Nya tersebut. Begitu juga, Allah memberikan penjelasan melewati lisan utusannya yang agung, nabi Muhammad, bersabda: “Tidak ada waris bagi Pembunuh” Kalimat negasi di atas menjelaskan, bahwa suatu perbuatan akan mengakibatkan efek hukum. Sebab perbuatan negatif akan berakibat negatif. Sebab perbuatan positif berakibat positif. Contoh hadits di atas memberikan petunjuk pada akal bahwa sebab pembunuhan berakibat terhalangnya hak waris. Sesungguhnya akal tahu bahwa perbuatan membunuh adalah perbuatan salah. Kemudian nash memberikan arahan bahwa akibat membunuh itu akan berakibat terhalangnya hak waris. Sehingga akal menjadi lebih paham akibatnya dari pada sebelum dijelaskan lewat nash. Keberadaan syari’at di atas, menuntun manusia secara individu maupun sosial. Meskipun manusia telah dikaruniai akal dengan kepekaan daya nalarnya, namun manusia tetaplah manusia. Ia membutuhkan bimbingan yang memadai agar lebih terarah dan bisa meminimalisir kerelatifannya. Karena selain dituntut untuk mengatur dirinya sendiri juga diperintahkan menebarkan da’wah amar ma’ruf nahi munkar. Syari’ah lahir sebagai social control dan social engginering bagi masyarakat. Dengan demikian, peran syari’ah sangat berarti bagi keberlangsungan hidup manusia. Secara pribadi, manusia, khususnya muslim, berkewajiban sholat terhadap Allah. Bagaimana muslim bisa melaksanakan sholat kalau tidak ada tuntunan tatacara dari syari’at. Begitu juga dengan kebutuhan hidup manusia, ia dituntut untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersiernya. Secara fitrahnya manusia mengerti mana cara yang benar dan salah dalam berinteraksi bisnis, namun bila syari’at tidak memberikan tuntunan tatacara bermuamalah yang benar sesuai dengan aturan agama maka tentu manusia tidak bisa bekerja dengan kemantapan. Maka diturunkanlah hukum muamalah. Dari pembicaraan di atas, terlihat bahwa syari’at berkisar pada tataran etiket dan etika yakni bagaimana seharusnya (das sollen)manusia berperilaku dalam sisi pribadi dan sosial. Dan hal ini tentu saja konsumsi akal, karena akal berurusan 86 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 Elegansi Perpaduan Syari'ah dan Tasawuf dengan sesuatu yang bersifat seharusnya. Maka dalam ranah konkritnya (das sein) adakalanya sesuai dan adakalanya tidak sesuai karena ada kendala. Nah untuk menerobos kendala tersebut diperlukan power khusus. Inilah yang masuk dalam bagian tasawwuf yang akan dibahas pada bagiannya. b. Kehidupan Manusia Tanpa Syari’ah Manusia telah dibekali akal dengan daya nalarnya, namun masih bersifat sepihak. Maka perlu pihak pasangan yang bisa merangsang kepekaanya. Jika pihak pasangan tersebuttidak ada tentulah akal akan kehilangan arah. Jalan sudah ada tetapi petunjuk arah tidak ada maka tentu penggunanya akan tersesat. Begitu juga dengan manusia, khususnya muslim, jika Allah hanya menganugerahi akal baginya tanpa memberi petunjuk syari’at maka pasti akan tersesat. Ketika awal penciptaan nabi Adam, Allah sudah mendapat protes dari Malaikat karena pengalaman sebelumnya. Tetapi Allah menegaskan dengan keMahatahuan-Nyaakan kehendak penciptaan Adam. Namun hal ini bukan berarti Allah menjamin keamanan di dunia setelah menciptakan manusia sebab Allah tidak menjelaskan hal itu dalam kitab suci. Justru selanjutnya Allah banyak menerangkan bahaya-bahaya dalam kehidupan. Jadi kehidupan manusia diliputi bahaya. Maka diciptakanlah seorang Adam yang memiliki akal. Oleh Allah, Adam diberi perempuan cantik dan fasilitas bergengsi. Namun, meskipun nabi Adam ciptaan Allah langsung, dia tetaplah makhluk, bahaya mengancam dalam kehidupannya. Sehingga Allah memberikan syari’at berupa kehalalan seluruh fasilitas ditempat tinggalnya dan keharaman mendekati sebuah pohon khuldi.7 Peraturan tersebut dalam rangka menjamin kelestarian kehidupan Adam. Ketika Adam melanggar syari’at Allah, maka bangunan supratruktur kehidupannya menjadi tercerai berai. Dia kemudian menjadi manusia “mbambung” melanglang buana di bumi tak tentu arah. Hingga pada suatu saat dia dapat menata kehidupan kembali. Namun saat itu tidak sama dengan alam kehidupan sebelumnya yang lebih damai dan minim bahaya. Saat ini sang Adam telah hidup di alam yang lebih berbahaya dan konsekuensinya Allah menurunkan syari’atnya kembali dengan ketentuan yang lebih ketat. Sebagai keturunannya, manusia saat inimenghadapi berbagai persoalan kehidupan dengan berbagai nuansa kemajuan zaman, semakin maju zamannya semakin maju pula resikonya. Maka hukumpun sebagai turunan syari’at senantiasa menunjukkan elektabilitasnya denganharus elastis dan tegas demi mengawal 7 Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, 14. Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 | 87 Nur Yasin kehidupan manusia karenaillat-illat hukum terus bertambah. Sehingga ada kaidah hukum al-hukmu yaduru ma’a illatihi wujudan wa adaman (hukum berjalan sesuai dengan ada atau tidak adanya illat). Manusia semakin bertambah jumlahnya, mereka membutuhkan keamanan untuk pribadinya, keluarganya maupun masyarakatnya. Karena jika masyarakat tidak aman keluarga tidak aman, jika keluarga tidak aman maka pribadinya juga tidak aman. Tentu hal ini membutuhkan perangkat peraturan yang bisa melindungi. Oleh karena, bisakah pribadi-pribadi mendapatkan keamanan jika tidak memegang hukum, bisakah keluarga mendapatkan keamanan jika tidak diikat dengan hukum keluarga dan bisakah masyarakat mendapatkan keamanan jika tidak dilindungi oleh negara? Tanpa syari’at akan seperti apa kehidupan manusia ini. c. Syari’atsebagai Gizi Kehidupan Manusia Tubuh membutuhkan gizi dari makanan. Dengan gizi tubuh akan sehat dan berenergi. Jika tidak mengkonsumsi gizi atau kekurangan gizi maka akanterjadi gangguan kesehatan. Bahkan jika gizinya tidak cocok dengan kondisi tubuhnya maka berakibat fatal. Akalpun juga begitu, membutuhkan gizi yang bernama syari’at. Jika akal bisa menkonsumsi syari’at dengan baik maka akan mendapatkan energi positif dan sebaliknya. Pada zaman primitif, agak sulit dibedakan antara manusia dengan hewan sebab manusia saat itu juga tidak mengenakan pakaian. Di dalamnya juga berlaku hukum rimba. Hal itu karena, saat itu akal manusia kelaparansyari’at. Ilmu pengetahuan belum dikenal. Ketika syari’at yang berupa ilmu pengetahuan mulai dikenal, kemudian lambat laun kehidupan manusia mulai menunjukkan jatidirinya. Sebagaimana makanan terhadap tubuh, tidak semua syari’ah memberikan kesehatan kepada akal. Ada juga syari’ah yang membahayakan bagi akal. NabiNabi sebelum Nabi Muhammad mempunyai syari’at tersendiri. Nabi Musa mempunyai syari’at bagi umatnya. Setelah lama ditinggal wafat olehnya, syari’atnya telah potong kompas tetapi tetap dikonsumsi oleh sebagian kaumnya. Nabi Isa juga mempunyai syari’at bagi umatnya. Setelah lama ditinggal olehnya, syari’atnya juga potong kompas namun sayangnya juga masih dikonsumsi oleh sebagian besar umatnya. Kejadian di atas, mengakibatkan sebagian umat bertahan dengan syari’atnya tersebut karena doktrin yang kuat. Tidak sadar kalau syari’atnya tersebut telah terkontaminasi sehingga perlu didaur ulang menjadi syari’at produk baru yang lebih bagus. Kaum Yahudi tetap bertahan dengan syari’atnya, mereka tidak mau ikut agama Nabi Isa. Dan umat Nabi Isa yang menamakan dirinya kaum kristus 88 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 Elegansi Perpaduan Syari'ah dan Tasawuf tidak mau ikut kepada agama Nabi Muhammad. Tubuh yang sakit pengobatannya jauh lebih mudah dari pada akal yang sakit alias tersesat. Sebagai agama terakhir, Islam juga membawa syari’at yang dipersiapkan untuk umatnya. Syariat Islam adalah syari’at terbaik sepanjang zaman. Syari’at ini merupakanproduk dari seleksi waktu yang sangat panjang semenjak Nabi Adam. Berkat syari’at Islam, kaum jahiliyahyang tertelan rawa amoral, dapat diselamatkan satu persatu hingga keseluruhan.Berkat syari’at Islam,saat itudunia terang benderang. Dua adidaya, mahakerajaan Persia sebagai blok timur hancur dan maha kerajaan Romawi sebagai blok barat juga lambat laun sirna dari bumi. Ketika adanya Rasulullah, beliau telah memberi standar yang baik dalam bersyari’ah. Islam adalah agama yang serba keberimbangan. Otomatis syari’ah yang dikandungnya juga serba keberimbangan. Maka cara mengkonsumsinya harus berimbang untuk mendapatkan hasil yang sempurna.Kemudian sebagai kebutuhan akal muslim, syari’at Islam telah dikonsumsi dengan berimbang. Namun lama-kelamaan syari’at dikonsumsi secara kurang atau berlebihan oleh sebagian muslimin saat itu.Sebagian muslim saat itu telah teledor atau terlalu rakus terhadap syari’at Islam. Sehingga muncullah kelompok ekstremis yangsakit pikiran, kemudian menjadi penebar prahara dimana-mana. Kalau dulu diwakili oleh khawarij, mungkin zaman sekarang diwakili oleh ISIS. Kelompokkelompokkurang gizi atau overdosis syari’at. Syari’at adalah kebutuhan hidup manusia tanpa syari’at manusia akankehilangan keseimbangan.Tetapi gambaran di atas perlu dijadikan warning bagi pengkonsumsi syari’at. Mobilitas kehidupan sekarang yang semakin tinggi ini membutuhkan mental yang penuh dengan bekal syari’at. Dan sebagaimana status manusia sebagai makhluk, meskipun gizi syari’at sudah dikonsumsi dengan baik, tentu ketidaksempurnaan masih selalu menyertai sebab syari’at memang tidak bisa berdiri sendiri, sehinggamembutuhkan penuntun selanjutnya untuk mengarahkan hakekat kehidupan. 2. a. Signifikansi Tasawwuf Peran Tasawwuf Dalam Kehidupan Syari’at berperan sebagai petunjuk kebenaranbagi kehidupan manusia baik individu maupun sosialnya. Dan dalam kehidupan tidaklah cukup dengan berpedoman pada kebenaran semata. Kebenaran memang suatu hal yang wajib dipedomani tetapi kebenaran perlu manageman.Ibarat orang yang berkendaraan di jalan. Meskipun dia sudah berada di jalur kiri alias sudah benar, tetapi ia harus tetap harus hati-hati dengan manageman lalu lintasnya. Kebenaran tanpa manageman yang baik akan menjadi kebenaran yang membabi buta. Dan yang Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 | 89 Nur Yasin lebih mengkhawatirkan lagi bila kebenaran dijadikan tameng kebathilan(Kalimatu haqqin urida bihi bathil) Kasus kebenaran sebagai tameng kebathilan senantiasa ada dalam kehidupan dengan berbagai modus. Yang tertimpa kasus tersebut sebagian adalah orangorang yang sudah cukup berimbang syari’atnya. Hal ini menunjukkan bahwa syari’at membutuhkan energi penarik yang bisa membawa kepada zona aman. Bagi orang Islam jelas sekali bahwa hidup ini mempunyai tujuan hakiki yakni li ajli mardlatillah(semata mencari keridlan Allah). Allah memang Maha Pemurah, tetapi dengan Keagungan-Nya dan Kecintan-Nya kepada hamba-Nya, Dia justru senang menggoda hamba-Nya dengan percobaan- percobaan. Allah berfirman dalam al-Qur’an; “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buahbuahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (Q.S 2:155)8 Dia akan menurunkan suasana-suasana yang tidak diinginkan manusia. Manusia pasti tidak senang dengan rasa mencekam, kelaparan, kehilangan orangorang yang dicintai. Tetapi ujung-ujungnya Allah ingin memberikan sesuatu yang menggembirakan. Tetapi dipertegas bagi orang-orang yang sabar. Nah, rasa sabar ini tidak bisa rasakan oleh akal melainkan oleh hati. Kecanggihan akal hanya bisa memahami ilmu kertas (ilmul awraq) tetapi tidak bisa menangkap ilmu rasa (ilmul adzwaq), sehingga iatidak bisa merasakan energi sabar, tawaddu’, zuhud, qonaah, dan lain sebagainya yang berporos di hati.Kapasitas hati lebih luas dari pada akal. Akal bekerja secara metodis ilmiah sementara hati bekerja non metodis ilmiah. Sementara dalam kehidupan,fenomena yang non metodis ilmiah tidak bisa dijadikan lapangan penelitian yang menggunakan piranti akal. Cukuplah Allah menjelaskan dalam al-Qur’an satu ayat yang menjadi menjadi warning besar bagi manusia dalam kehidupan. “Dunia tidak lain hanyalah perhiasan yang menipu” (Q.S 3:184)9 b. Kehidupan Tanpa Tasawwuf Sudah seringkali dalam praktek kehidupan terjadi sesuatu yang bertolak belakang. Syari’at menjelaskan bahwa shalat adalah sebagai pembendung perbuatan keji dan mungkar. Zakat sebagai pembersih jiwa. Puasa sebagai tameng diri. Sementara haji merupakan penyempurna rukun. Namun ada orang yang sudah melalui tahapan-tahapan tersebut tetapi melakukan hal-hal yang tidak senonoh. Seseorang yang berdagang dengan sistem syari’ah yang sudah mapan 8 9 Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, 39. Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, 109 90 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 Elegansi Perpaduan Syari'ah dan Tasawuf ternyata hasilnya masih jauh api dari panggang. Padahal sudah jaminan barang siapa yang berdagang maka disitu telah membuka sembilan pintu rezeki. Hukum dalam Islam sangat tegas. Dalam hukum pidana berlaku hukum qishas yakni hukuman setimpal (lex talionis). Nyawa dibayar nyawa, darah dibayar darah dan seterusnya.Dalam hukum perdata berlaku ketentuan-ketentuan maximum yang tegas yang mengikat pihak-pihak yang bersangkutan. Kedua pasangan yang bercerai di batasi hanya dua thalaq, selebihnya tidak bisa ruju’ lagi. Begitu tegasnya hukum Islam bahkan terkesan menyeramkan.10 Dalam hubungan berkeluarga, orang-orang yang baik akan mendapatkan pasangan hidup orang yang baik, sementara yang tidak baik akan mendapat pasangan yang tidak baik pula. Tetapi kenyataannya ada orang-orang yang baik mendapatkan orang yang tidak baik.11 Secara hitam di atas putih, kasus-kasus di atas akanmemotivasi orang untuk berontak terhadap keadaan. Dan seringkali kasus di atas membuat sebagian orang putus asa dengan kehidupan. Dan yang berbahaya lagi adalah orang yang mempunya pola pikir hitam di atas putih (literal) dan puritan akhirnya mudah menyesatkan yang lain. Yang terakhir ini membahayakan dua kali. Islam bukan hanya legalitas, mentalitas dan integritas tetapi juga spritualitas. Islam memiliki unsur terdalam yang sudah dipraktekkan Rasulullah, para sahabatnya dan salafuna as-Sholih. Mereka adalah ahli ibadah yang sholih yang ibadahnya teraplikasi dalam kehidupan. Mereka adalah ahli bisnis yang sholih, 10 Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, 43. Dalam ayat tentang qishash dengan tegas dijelaskan balasan bagi orang yang telah melakuka tindak pidana. Hanya saja ayat tersebut jika dibaca sampai selesai maka akan terbaca dengan jelas betapa nilai kemanusiaan dalam al-Qur’an sangat tinggi. Islam jauhjauh hari telah mengedepankan ampunan/amnesti bagi para napi. Dengan melihat hal itu terlihat ruh hukum Islam. 11 Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, 547 Idealnya, orang baik memang seharusnya mendapatkan pasangan yang baik dan sebaliknya. Namun dalam kenyataannya tidak jarang orang baik mendapatkan pasangan hidup yang baik. Apakah dalam hal ini Qur’an tidak konsisten dengan ayat-ayatnya. Secara sepihak memang seakan-akan Qur’an tidak konsisten dengan kejadian ini. Tetapi jika ditelusuri lagi, ternyata ayat ideal seperti itu tidak berdiri sendiri. Di surat yang lain terdapat ayat yang menerangkan tentang ujian-ujian kesabaran oleh Allah terhadap hambahambanya. Sehingga dengan demikian, ketika ada orang baik mendapatkan pasangan hidup yang tidak baik, hal itu berarti dia sedang menjalankan isi ayat Qur’an tentang ujian kesabaran tersebut. Jika orang tersebut sabar, maka jodohnya akan menjadi orang baik dan jika jodohnya tetap tidak baik, bisa jadi si jodoh itu akan mati dan Allah akan menggantinya dengan jodoh yang baik. Dengan demikian ayat tersebut teraplikasi semuanya. Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 | 91 Nur Yasin yang kaya tetapi jiwanya merdeka dari harta. Mereka adalah ahli hukum yang tegas tetapi memiliki daya lentur tingkat tinggi. Mereka adalah penghafal al-Qur’an yang sholih dan pemahamannya utuh terhadap Qur’an. Kesholihan mereka karena hati mereka bersih (shofa). Mereka adalah para pelaku tashawuf sejati meskipun saat itu belum dikenal istilah tasawwuf. Dalam kehidupan memang ada sekelompok orang antipati terhadap tasawwuf. Karena berangkat dari bias dan prasangka terhadap tasawwuf yang sebenarnya secara historis memainkan perang penting dalam peningkatan maqamat spiritualitas Muslim sekaligus pemeliharaan integritas kaum Muslimin menghadapi berbagai dan realita historis.12 c. Tasawwuf Sebagai Cahaya Kehidupan Ketika akal sebagai piranti syari’at bekerja tetapi sumber energi penetralisir yang berporos di hati tidak tersalurkan maka akan bermasalah. Itupun kalo hati bersinar. Hati bisa bersinar jika ia bersih dari selaput penghalang. Allah berfirman dalam al-Qur’an; “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.” (Q.S. 91:8)13 Jadi Jiwa ini merupakan diri yang kosong yang kemudian terhunjami sifat tercela dan sifat terpuji. Karena itu manusia kemudian berproses dalam kehidupan mencari jati diri yang sedang dibebani dua perangkat tersebut. Perangkat tercela selalu menarik-menarik manusia kepada perbuatan tercela dan tarikannya luar biasa. Perangkat terpuji selalu menarik-menarik manusia kepada perbuatan terpuji dan tarikannya juga luar biasa. Kenyataannya hidup di dunia memang menahan daya tarik pilihan hidup. Pertama pilihan hidup bersenang-senang, berpesta pora dengan melanggar ketentuan syari’at dan kedua pilihan hidup tenang, damai bersendikan syari’at. Yang terperangkap pilihan pertama sudah jelasbagaikan seseorang yang sengaja minum racun rasa energydrink.Cepat atau lambat akan memetik akibatnya. Hati manusia yang mempunyai potensi penerang semakin mati bagi orang yang memilih kehidupan ini. Dan orang yang memilih kehidupan model kedua di atas, bagaikan orangyang sengaja menginjakkan kakinya di hamparan tanah hijau yang subur yang bebas swepping. Dia hidup bekerja dengan tenang karena berada di bawah payung hukum. Namun bagaimanapun, dunia ini bukanlah surga, duniatempat mampir pengembaraan panjang manusia, dunia bukanlah tujuan. Maka tidak bisa Akhmad Sahal dan Munawir Aziz(ed.), Azyumardi Azra, CBE, Prof. Dr, Islam Nusantara (Dari Ushul fiqh hingga paham kebangsaan), (Bandung: Mizan, 2015) 171. 13 Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, 1064. 12 92 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 Elegansi Perpaduan Syari'ah dan Tasawuf manusia bebas total dari gangguan daya tarik lainnya. Dunia memang tempat sementara, hanya saja di dunia ini manusia mengemban tugas kepemimpinan dari Allah,14maka manusia bekerja menjalani tugas tersebut. Tentu dalam perjalanan tersebut penuh menghadapi permasalahan bahkan bertemu dengan kebuntuan dan kegelapan sehingga membutuhkan lampu penerang. Telah banyak seorang manusia yang canggih potensi akalnya dan mencapai kemampuan otomatis solutif dalam menyelesaikan urusan-urusan keduniawian. Mereka tergolong sukses dalam urusan dunia, hidup mewah bergelimang harta. Namun sayangnya potensi nafsnya gelap sehingga hidupnya memiliki visi buntung disebabkan tidak ada daya penerang. Bagi kita telah banyak teladan salafuna as-sholih yang dianugerahi memiliki visi panjang, menjadi seorang visioner sejati.Taruhlah misalnya Hujjatu al-Islam Abu Muhammad bin Muhammad al-Gozali. Kekuatan visioner beliau melesat jauh kedepan menembus batas-batas zaman menuju tujuan hakiki kehidupan ini. Tidak lain karena beliau telah mengasah nafsnya sehingga mengeluarkan energi cahaya yang terang berderang menerangi apa yang ada disekitarnya. Semuanya menjadi sangat jelas jalan yang harus dilewati dan jalan yang harus dihindari.15 3. Syari’at Dan Tasawwuf Bersinergi Menuju Dzat Yang Abadi Allah terhadap manusia lebih dekat dari pada urat lehernya, tetapi itu Allah. Lain halnya dengan manusia terhadap Allah, masih memerlukan wasilah agar bisa tersambung dengan tepat. Sementara Allah tidak perlu wasilah. Dengan sifat Rahman-Nya yang menaungi seluruh alam dan mencakup asma’Nya yang lain yang khusus, Allah menurunkan Sunnahnya yang berisi syari’at. Dan dengan sifat Lathif-Nya, Allah menurunkan ilmu-ilmu khusus seperti tasawwuf yang bersinergi dengan syari’at. Semuanya itu merupakan wasilah-wasilah yang menunjukkan keAgungan Allah. Syari’at sebagai petunjuk teknis hukum kehidupan dan tasawwuf sebagai pemasok energinya bagi manusia. Teknis tanpa energi tidak bisa bekerja dan energi tanpa teknis pekerjaan tidak selesai. Sholat fardu bukanlah pekerjaan teknis semata, tapi mengandung energi penghayatan kepada Sang Pencipta. Sholat fardu 14 Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, 13 “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi…” (Q.S 2:30) 15 Dalam daftar isinya dijelaskan terdapat Rub’ul Munjiyat (bagian yang menyelamatkan) dan Rub’ul Muhlikat (bagian yang menghacurkan). Al-Ghozali, ihya Ulum al-Din, vol 1 (Kairo: Mushtafa Bab al-Halabi, tt) Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 | 93 Nur Yasin bukanlah sekedar penghayatan melulu kemudian mengabaikan pekerjaan teknisnya. Dalam sebuah paham keagamaan tertentu, sholat dianggap cukup dengan mengingat Allah. Paham ini benar, hanya saja tidak selesai. Jika sesuatu tidak selesai maka tentu belum dianggap menunaikan kehendak Allah karena sholat dikehendaki untuk dikerjakan.Ketika seseorang telah beranggapan bahwa Allah cukup dihayati maka dia telah berprasangka kepada Tuhannya.Makaketentuan syari’at dan tasawwuf harus dijalankan keduanya. Bagi orang Islam, tujuan akhir kehidupan ini sangat jelas yakni Allah s.w.t. Dari Allah orang Islam mengharap ridla dan sorga-Nya. Bisa jadi orang Islam yang bertasawwuf saja tanpa bersyari’at, maka dia mendapat ridla Allah saja tanpa sorga. Karena dia hanya membutuhkan ridla Allah saja. Tidak peduli mau ditempatkan dimana saja, apa neraka atau yang lain. Biasanya inilah yang terjadi bagi kaum sufi non syari’at. Maka hal ini tentu kurang ideal. Neraka tetaplah neraka, siksanya tak terperikan. Sementara orang Islam yang bertasawwuf plus bersyari’at bisa jadi dia akan mendapatkan ridla Allah dan sorga-Nya. Allah memberikan ridla kepada orang tersebut karena dia ridla kepada Allah. Dan dia mendapat sorga sebagai imbalan dari kumulasi pahala yang didapatkan lewat syari’at. Maka hal ini benar-benar ideal, sangat diterima logika. Akal dan hati manusia sangat puas menerimanya. Allah Maha Ideal, untuk sampai ke sisi-Nya manusia harus mempersembahkan sesuatu yang ideal. Allah Maha Sistemik, untuk sampai ke sisiNya manusia harus melewati jalur yang tersistem. Meskipun hal itu mungkin saja manusia tidak sanggup memenuhinya tetapi paling tidak ada upaya menjalankan kehendak Allah. Toh pada akhirnya Allah itu Maha Memaklumi, Maha Menerima dengan sifat Syakur-Nya. Amin. KESIMPULAN Uraian singkat di atas cukup menggambarkan, bahwa syari’at dan tasawwuf merupakan dua hal yang inheren dan koheren. Dengan syari’at, akal berjuang dengan potensinya dan dengan tasawwuf hati berjuang dengan potensinya. Akal dan hati bukanlah dua hal yang bertentangan karena mempunyai potensi masingmasing yang bersifat gradual. Akal menangkap sesuatu secara parsial sementara hati menangkap sesuatu secara utuh. Oleh karena itu, sejatinya tasawwuf adalah tingkatan aktifitas berfikir yang tinggi setelah melalui tahapan-tahapan dasar yang 94 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 Elegansi Perpaduan Syari'ah dan Tasawuf berijak pada syari’at.16Maka syari’at dan tasawwuf merupakah pasangan anugerah yang elegan dalam perjalanan kehidupan ini. Wallahu a’lam bish shawab. DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an dan terjemahnya, Khadim al-Haramain asy-Syarifain Fahd ibn Abdul Aziz al-Sa’ud, (Madinah Munawwarah, tt) Afifi, Abu al-‘Ala, A Mystical Philosophy of Muhy al-Din Ibn Arabi, di Indonesiakan oleh Syahrir Mawi dan Nandi Rahman, Filsafat Mistik Ibn Arabi, (Jakarta: Gaya Media Pranata, 1989) Abi Zakariya bin Syaraf an-Nawawi, Muhyiddin Yahya, Syaikhul Islam, Riyadhus Sholihin min Kalami Sayyidil Mursalin, (Indonesia: Maktabah Dar Ihya’ alkutub al-‘Arabiyyah,tt), Ali, A. Mukti, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, (Bandung: Mizan, 1990) Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh (tt, maktabah da’wah al-Islamiyah Syabab al-Azhar, 2002). Sahal, Akhmad dan Munawir Aziz (ed.), Azyumardi Azra, CBE, Prof. Dr, Islam Nusantara (Dari Ushul fiqh hingga paham kebangsaan), (Bandung: Mizan, 2015) Al-Ghozali, Ihya Ulum al-Din, vol 1 (Kairo: Mushtafa Bab al-Halabi, tt) Al-Harawy, Manazila al-Sa’irin, vol. 3 (Kairo: Mushtafa Bab al-Halabi, 1328) H.M. Amin Syukur, MA. Dr. Prof., dan H. Masyaharuddin, MA. Drs., Intelektualisme Tasawwuf, Studi Intelektualisme Tasawuf Al-Ghozali, (Semarang: Pustaka Pelajar, 2002) Madjid, Nurcholis, Tasawwuf Sebagai Inti Keberagamaan, (Pesantren, no.3 vol. II, 1985) 16 H.M. Amin Syukur, MA. Dr. Prof., dan H. Masyaharuddin, MA. Drs., Intelektualisme Tasawwuf, Studi Intelektualisme Tasawuf Al-Ghozali, (Semarang: Pustaka Pelajar, 2002), 86. Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017 | 95 Nur Yasin 96 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 1 Maret 2017