BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal adalah

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar modal adalah tempat dimana berbagai pihak khususnya
perusahaan menjual saham (stock) dan obligasi (bond) dengan tujuan dari
penjualan tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai tambahan dana atau
untuk memperkuat dana perusahaan (Fahmi, 2009). Selain itu, menurut
Eduardus Tandelilin (2010: 26), pengertian pasar modal adalah: “Pasar untuk
memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu
tahun, seperti saham dan obligasi”. Pasar modal dalam banyak hal sangat
menentukan kehidupan perekonomian suatu negara. Bahkan tidak jarang
keberadaaan pasar modal kerap juga menjadi salah satu indikator untuk
mengukur maju tidaknya suatu tingkat perekonomian negara. Di Indonesia,
pasar modal kita mengenal berbagai aktivitas pasar modal baik itu seputar
transaksi saham, kinerja perusahaan, harga saham, laba maupun kebijakan
dividen dan masih banyak lainnya.
Pasar modal dapat mendorong terciptanya alokasi dana yang efisien,
karena dengan adanya pasar modal maka pihak yang kelebihan dana (investor)
dapat memilih alternatif investasi yang memberikan return yang paling
optimal. Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya
lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah
keuntungan di masa datang. Istilah investasi bisa berkaitan dengan berbagai
macam aktivitas. Menginvestasikan sejumlah dana pada aset riil (tanah, emas,
2
mesin atau bangunan), maupun aset finansial (deposito, saham ataupun
obligasi) merupakan aktivitas investasi yang umum dilakukan.
Peningkatan kegiatan investasi di pasar modal dapat dilihat dari
semakin meningkatnya nilai rata-rata transaksi perdagangan saham dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2003 nilai rata-rata transaksi perdagangan saham di
Bursa Efek Indonesia adalah sebesar Rp 518,3 milyar dan mengalami
peningkatan pada tahun 2004 sebesar Rp 1.024,9 milyar. Pada awalnya, di
Indonesia terdapat dua pasar modal besar yang mengatur lalu-lintas
perdagangan saham, yaitu Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.
Kemudian pada November 2007, BES dan BEJ bergabung menjadi BEI
(Bursa Efek Indonesia). Semenjak disatukannya BEJ dan BES, terjadi
peningkatan rata-rata transaksi harian yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat
dari nilai rata-rata perdagangan saham pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp
1.841,8 milyar dan mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi Rp
4.268,9 milyar. Perkembangan rata-rata transaksi harian di BEI selama
periode 2005-2010 dapat dilihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1
Perkembangan Rata-rata Transaksi Harian
di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2010
Periode
Volume (lbr)
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1,653,777,920
1,805,518,955
4,225,778,264
3,282,399,360
6,093,971,314
5,432,102,827
Nilai
(Rp)
1,670.80
1,841.80
4,268.90
4,435.50
4,046.51
4,800.97
Frekuensi
(x)
16,510
19,855
48,217
55,903
87,121
105,790
Sumber: Statistik Pasar Modal Minggu ke-5 November 2011, Bapepam
3
Tujuan orang melakukan investasi adalah untuk menghasilkan
sejumlah uang. Tetapi pernyataan tersebut nampaknya terlalu sederhana
sehingga diperlukan adanya jawaban yang tepat mengenai tujuan investasi
yang lebih luas. Tujuan investasi yang lebih luas adalah meningkatkan
kesejahteraan investor. Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan
moneter, yang bisa diukur dengan penjumlahan pendapatan saat ini ditambah
pendapatan di masa datang (Tandelin, 2010: 7).
Dalam menentukan pemilihan investasi dipasar modal, nilai harga
saham menjadi pertimbangan yang penting. Oleh karena itu, para investor
harus sudah menggunakan pertimbangan yang tidak terlepas dari faktor-faktor
yang mempengaruhi pasar saham itu sendiri. Faktor-faktor tersebut meliputi :
(1) lingkungan mikro ekonomi yang meliputi analisis fundamental dan analisis
teknikal yang cenderung bisa dikontrol, (2) lingkungan makro ekonomi.
Dalam berinvestasi di pasar modal seorang investor pasti akan
memperhitungkan tingkat keuntungan yang diharapkan dan akan menghadapi
risiko atas investasi yang dipilihnya.
Jenis risiko dalam investasi adalah risiko pasar (systematic risk) dan
risiko tidak sistematik (unsystematic risk). Systematic risk diakatakan sebagai
risiko
pasar
karena
disebabkan
oleh
faktor
yang
secara
serentak
mempengaruhi harga semua saham di bursa efek, misalnya kebijakan
ekonomi, politik, resesi, inflasi, dan devaluasi. Risiko pasar suatu saham
dikenal juga dengan istilah beta. Sedangkan risiko tidak sistematik
(unsystematic risk) disebabkan oleh faktor internal perusahaan itu sendiri
4
(corporate action) atau kelompok industri perusahaan tersebut (sentiment
sektoral).
Risiko dalam investasi saham melingkupi setiap keputusan dalam
pengestimasian
pada
saham-saham
biasa,
baik
bagi
investor
yang
mengharapkan pengembalian investasinya dari pembagian dividen atau
investor yang berniat membeli saham dengan harapan harga sahamnya akan
meningkat dan mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual dan beli
(capital gain).
Pengembalian investasi saham dalam bentuk capital gain memang
lebih berisiko dibanding dalam bentuk pembagian dividen. Hal ini
dikarenakan fluktuasi harga saham yang terjadi di bursa efek. Harga suatu
saham yang terlalu berfluktuasi akan mengakibatkan tingkat risiko pasar (beta)
saham tersebut semakin meningkat. Hal ini dikarenakan terjadinya
penyimpangan (deviasi) antara tingkat pengembalian saham tersebut dengan
tingkat pengembalian pasar yang dikenal dengan istilah Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG). Walaupun pada kenyataannya IHSG juga berfluktuasi
seperti yang terjadi pada harga suatu saham, namun terdapat perbedaan antara
fluktuasi IHSG dengan harga suatu saham. Hal ini dapat dilihat dari besarnya
kenaikan (penurunan) harga suatu saham tidak selalu sama dengan besarnya
kenaikan (penurunan) IHSG. Hal ini menyebabkan suatu saham akan memiliki
risiko pasar yang berbeda dengan saham-saham lainnya yang diperdagangkan
di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
tertarik untuk mengambil judul “Analisis Pengaruh Fluktuasi Harga Saham
5
Terhadap Tingkat Risiko Pasar Saham di Bursa Efek Indonesia (Studi
pada Perusahaan Perbankan yang tercatat di BEI periode 2009-2011).”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penelitian
ini akan menganalisis hubungan antara fluktuasi harga saham dengan risiko
pasar (beta) pada perusahaan emiten sub-sektor perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Permasalahan utama yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah:
“Apakah fluktuasi harga saham berpengaruh signifikan terhadap
tingkat risiko pasar saham pada perusahaan perbankan di Bursa Efek
Indonesia periode 2009-2011?”
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh fluktuasi harga saham terhadap
tingkat risiko pasar saham pada perusahaan perbankan di Bursa Efek
Indonesia periode 2009-2011.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
6
1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi investor yang berminat
untuk menginvestasikan dananya di pasar modal khususnya investasi
saham.
2. Sebagai salah satu bahan referensi yang dapat digunakan oleh investor
menyangkut masalah perhitungan tingkat risiko pasar (beta) suatu saham.
3. Sebagai bahan pertimbangan, perbandingan dan referensi bagi pihak lain
dalam mengadakan penelitian di masa akan datang, khususnya masalah
pengaruh fluktuasi harga saham terhadap risiko pasar saham pada
perusahaan perbankan yang telah tercatat di Bursa Efek Indonesia.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini disajikan untuk memberikan
gambaran keseluruhan isi penelitian.
Bab I Pendahuluan, meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka, meliputi: landasan teori, defenisi dan penjelasan
yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
Bab III Metode Penelitian, meliputi: desain penelitian, objek penelitan,
tempat penelitian, sumber data penelitian, variabel penelitian dan definisi
operasional variabel, penentuan sampel, jenis data penelitian, metode
pengumpulan data dan metode analisis.
Bab IV Gambaran Umum Pasar Modal dan Emiten Sektor Perbankan,
meliputi: gambaran umum tentang pasar modal Indonesia khususnya Bursa
7
Efek Indonesia, proses transaksi perdagangan saham dan sekilas mengenai
emiten sektor perbankan.
Bab V Hasil dan Analisis, meliputi: deskripsi objek penelitian, analisis data
dan interpretasi hasil.
Bab VI Penutup, meliputi: simpulan dari penelitian yang dilakukan
berdasarkan hasil analisis dan pembahasan keterbatasan penelitian, adapun
saran ditujukan kepada pihak yang berkepentingan terhadap hasil penelitian
maupun penelitian selanjutnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Pustaka
2.1.1
Pasar Modal
Secara formal, pasar modal dapat didefenisikan sebagai:
“Pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya
memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan
obligasi.” (Tandelilin, 2010: 26)
Dengan demikian, pasar modal juga bisa diartikan sebagai pasar untuk
memperjualbelikan sekuritas atau surat berharga yang umumnya
memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi. Selain
itu, pasar modal dapat juga berfungsi sebagai lembaga perantara
(intermediaries). Fungsi ini menunjukkan peran penting pasar modal
dalam
menunjang
perekonomian
karena
pasar
modal
dapat
menghubungkan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang
mempunyai kelebihan dana.
Secara umum pasar modal terdiri dari empat bagian pasar,
yakni pasar primer (primary market), pasar sekunder (secondary
market), pasar ketiga (third market), dan pasar keempat (fourth
market). Pasar primer diperuntukkan bagi surat berharga yang baru
dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat berupa penawaran perdana ke
publik (initial public offering atau IPO) atau tambahan surat berharga
baru jika perusahaan sudah going public (sekuritas tambahan ini sering
disebut dengan seasoned new issues). Pasar sekunder ditujukan bagi
perdagangan surat berharga yang sudah beredar (bursa efek). Tipe
9
lainnya yaitu pasar ketiga merupakan pasar perdagangan surat
berharga pada saat pasar kedua tutup. Sedangkan pasar keempat
merupakan pasar modal yang dilakukan di antara institusi berkapasitas
besar untuk menghindari komisi untuk broker. (Mahmud, 2000: 15)
Perkembangan suatu pasar modal dan industri sekuritas pada
suatu negara sebagai alat ukur melihat perkembangan ekonomi. Pasar
modal merupakan leading indikator bagi tren perekonomian suatu
negara. Dalam suatu perekonomian tradisional dimana unit-unit
ekonomi memenuhi kebutuhan dasar mereka melalui barter terbatas
tentu tidak memiliki dorongan untuk mengembangkan suatu sistem
keuangan. Setelah suatu sistem perekonomian menampakkan jenjang
yang lebih tinggi dalam mengembangkan ekonomi warga negara mulai
mengambil spesialisasi masing-masing dalam bidang produksi dan
jasa. Kecenderungan untuk menyimpan kekayaan dalam real asset
(aktiva fisik) secara pelahan hilang dan bergeser kearah aktiva
keuangan (finansial asset). Pada tahap awal dalam perkembangan
perekonomian, uang muncul sebagai alat tukar yang menggantikan
sistem barter. Apabila pembangunan ekonomi berkembang lebih jauh,
rumah tangga mulai mampu menyisihkan sebagian dari pendapatan
dalam bentuk tabungan. Peningkatan arus tabungan ini, dimobilisir
kedalam sistem perbankan, asuransi, mutual fund atau investasi
langsung ke dalam efek.
Seiring dengan berkembangnya pasar modal, maka pasar modal
akan memiliki daya tarik yang diantaranya diharapkan pasar modal
10
akan bisa menjadi alternatif penghimpun dana selain dari sistem
perbankan. Karena di pasar modal memungkinkan perusahaan untuk
menerbitkan sekuritas yang berupa surat tanda hutang (obligasi)
ataupun surat tanda kepemilikan (saham). Di samping itu, pasar modal
juga seringkali menjadi alternatif pendanaan ekstern dengan biaya
yang lebih rendah dibandingkan dengan pendanaan sistem perbankan.
Perusahaan yang menerbitkan sekuritas, baik yang menerbitkan
obligasi ataupun saham sering disebut sebagai emiten. Daya tarik lain
yang dimiliki pasar modal bagi para pemodal (investor) yaitu dengan
adanya pasar modal memungkinkan para investor mempunyai berbagai
pilihan investasi yang sesuai dengan preferensi risiko mereka. Jadi
dengan demikian para pemodal akan dapat melakukan diversifikasi
investasi, dalam artian membentuk portofolio, sesuai dengan risiko
yang siap mereka tanggung dan tingkat keuntungan yang diharapkan.
Sukses atau tidaknya suatu pasar modal sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor di antaranya penawaran dan permintaan sekuritas,
kondisi politik dan ekonomi, masalah hukum dan peraturan serta peran
dari lembaga-lembaga pendukung. Faktor tersebut harus saling
mendukung antara satu dengan yang lain karena tanpa terciptanya
kesinambungan seluruh faktor tersebut maka pasar modal tidak akan
berkembang seperti yang diharapkan.
11
2.1.2
Bursa Efek
Seperti yang telah dipaparkan secara singkat di atas, bahwa
bursa efek merupakan pasar kedua (secondary market) dimana surat
berharga yang sudah beredar diperdagangkan. Setelah sekuritas emiten
dijual di pasar perdana, selanjutnya sekuritas emiten tersebut kemudian
bisa diperjualbelikan oleh dan antar investor di pasar sekunder.
Dengan adanya pasar sekunder, investor dapat melakukan perdagangan
sekuritas untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, pasar
sekunder memberikan likuiditas kepada investor, bukan kepada
perusahaan emiten seperti dalam pasar perdana. Pasar sekunder
biasanya dimanfaatkan untuk perdagangan saham biasa, saham
preferen, obligasi, waran, maupun seuritas derivarif (opsi dan futures).
Sedangkan untuk kasus di Indonesia, sekuritas yang umumnya
diperdagangkan di pasar sekunder adalah saham biasa, saham preferen,
obligasi, obligasi konversi, waran, bukti right, dan reksadana.
Perdagangan di pasar sekunder dapat dialkukan di dua jenis pasar,
yaitu pasar lelang (auction market) atau pasar negosiasi (negotiated
market).
Untuk membahas lebih jauh mengenai bursa efek ini, maka
berikut ini diulas mengenai instrumen yang diperdagangkan serta
indeks harga sebagai indikator suatu bursa efek.
a. Instrumen yang diperdagangakan
Instrumen yang diperdagangkan di bursa efek secara umum
dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis, yaitu saham biasa, saham
12
preferen, dan obligasi. Secara garis besar, antara saham biasa dan
saham preferen dapat dikatakan sama. Namun, Ferry Mahmud
(2000: 18) mengutip pernyataan Jogiyanto (1998) bahwa yang
membedakan antara keduanya adalah bahwa saham preferen
memiliki hak-hak prioritas dibanding dengan saham-saham biasa.
Hak tersebut berupa hak mendapatkan pembagian dividen terlebih
dahulu serta pembagian sisa kekayaan apabila perusahaan
dilikuidasi. Akan tetapi, saham preferen umumnya tidak memiliki
hak veto seperti yang dimiliki oleh saham biasa.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa
saham biasa (common stock) memiliki kelebihan dibandingkan
saham preferen (preffent stock) karena pemilik saham biasa
diberikan hak untuk ikut dalam rapat umum pemegang saham
(RUPS) dan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB)
yang otomatis memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk
ikut serta dalam menentukan berbagai kebijakan perusahaan.
Berbeda dengan saham yang merupakan surat tanda
kepemilikan, obligasi merupakan surat tanda hutang yang
dikeluarkan oleh perusahaan dengan jaminan bahwa pemegang
surat tersebut akan dilunasi pada saat jatuh tempo ditambah dengan
beban bunga yang telah ditetapkan. Obligasi ini biasanya terbagi
menjadi beberapa jenis diantaranya obligasi dengan tingkat bunga
tetap (fixed rate), obligasi dengan tingkat bunga mengambang
13
(floated rate), obligasi tanpa memberikan tingkat bunga (zero
coupon rate), dan obligasi konversi.
Pada obligasi dengan tingkat bunga tetap, maka obligasi
tersebut memberikan tingkat kupon (sama dengan bunga) yang
sama untuk setiap tahunnya. Dan pada obligasi dengan tingkat
kupon mengambang, maka obligasi tersebut akan memberikan
tingkat kupon yang tidak selalu sama untuk setiap tahunnya
tergantung dengan situasi dan kondisi pada suatu periode tertentu.
Obligasi yang tidak memberikan kupon (zero coupon rate)
umumnya ditawarkan pada harga jauh di bawah nilai parnya (ada
discount), sehingga investor akan memperoleh keuntungan dari
nilai perbedaan harga pasar dan nilai par obligasi pada saat obligasi
tersebut dibeli. Sedangkan obligasi konversi merupakan obligasi
yang
memberikan
hak
kepada
pemegangnya
untk
mengkonversikan obligasi tersebut dengan sejumlah saham
perusahaan pada harga yang telah ditetapkan, sehingga pemegang
obligasi mempunyai kesempatan untuk memperoleh capital gain.
b. Indeks Harga sebagai Indikator Bursa Efek
Suatu indeks diperlukan sebagai sebuah indikator untuk
mengamati pergerakan harga dari sekuritas-sekuritas (Jogiyanto,
2010). Secara garis besar, indeks harga dibagi menjadi empat
bagian, yaitu indeks harga individual, indeks harga sektoral, indeks
harga gabungan, dan indeks LQ (sekuritas yang tergolong likuid).
14
Indeks
harga
individual
merupakan
indeks
yang
menggambarkan pergerakan dari harga sekuritas secara individu.
Indeks ini didasarkan pada nilai dasar dari seuritas tersebut pada
saat melakukan penawaran perdana. Indeks harga sektoral pada
dasarnya sama dengan indeks harga individual, namun pada indeks
ini terdiri dari gabungan beberapa sekuritas yang memiliki basis
industri berdasarkan sektor yang dimaksud.
Indeks harga saham gabungan merupakan suatu indeks
yang menggambarkan kumpulan dari pergerakan harga-harga
seluruh sekuritas yang telah listing di bursa efek. Jadi, keseluruhan
indeks harga saham individual digabung menjadi satu sehingga
membentuk suatu indeks yang mencerminkan pergerakan dari
harga-harga seluruh sekuritas. Dengan demikian, indeks harga
gabungan merupakan jumlah nilai kapitalisasi seluruh sekuritas
dibagi dengan nilai dasar yang didasarkan pada awal perhitungan
indeks.
Indeks LQ merupakan indeks harga dari seuritas-sekuritas
yang tergolong aktif diperdagangkan di suatu bursa. Jumlah
sekuritas yang digolongkan pada indeks ini bervariasi tergantung
kebijakan dari masing-masing bursa efek.
2.1.3
Analisis Sekuritas
Sebelum seorang pemodal melakukan investasi dengan
membeli suatu sekuritas, maka yang perlu diperhatikan adalah
15
menentukan apakah sekuritas yang akan dibelinya dapat digolongkan
ke dalam jenis sekuritas yang memiliki tingkat kesehatan yang baik.
Dalam melakukan analisis penilaian sekuritas, investor bisa
melakukan analisis fundamental secara “top-down” untuk menilai
prospek perusahaan. Pertama kali perlu dilakukan analisis terhadap
faktor-faktor makro ekonomi yang mempengaruhi kinerja seluruh
perusahaan, kemudian dilanjutkan dengan analisis industri, dan pada
akhirnya dilakukan analisis terhadap perusahaan yang mengeluarkan
sekuritas
bersangkutan
untuk
menilai
apakah
sekuritas
yang
dikeluarkannya menguntungkan atau merugikan bagi investor.
Pada tahap analisis ekonomi dan pasar modal, investor
melakukan analisis terhadap berbagai alternatif keputusan tentang di
mana alokasi investasi akan dilakukan (dalam negeri dan atau luar
negeri), serta dalam bentuk apa investasi tersebut dilakukan (saham,
obligasi, kas, properti, dan lainnya). Tahap berikutnya yaitu analisis
industri meliputi analisis yang berdasarkan hasil analisis ekonomi dan
pasar untuk menentukan jenis-jenis industri mana saja yang akan
dipilih. Tahap ketiga yang didasari tahap sebelumnya bertujuan untuk
menentukan perusahaan-perusahaan atau saham mana saja yang
meguntungkan sehingga layak dijadikan pilihan investasi.
Proses analisis penilaian sekuritas secara “top-down” seperti
dijelaskan di atas terdiri dari tiga tahapan. Proses tersebut dapat
digambarkan dalam Gambar 2.1 berikut ini.
16
GAMBAR 2.1
PROSES PENILAIAN SECARA “TOP-DOWN”
Analisis Ekonomi dan Pasar Modal
Tujuan: Membuat keputusan alokasi penginvestasian
dana di beebrapa negara atau dalam negeri dalam
bentuk saham, obligasi, ataupun kas.
Analisis Industri
Tujuan: Berdasarkan analisis ekonomi
dan pasar, tentukan jenis-jenis industri
mana saja yang menguntungkan dan
mana yang tidak berprospek baik.
Analisis Perusahaan
Tujuan: Berdasarkan hasil
analisis industri, tentukan
perusahaan-perusahaan mana
dalam industri terpilih yang
berprospek baik.
Sumber: Eduardus Tandelilin, Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi
Pertama, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2001), hlm. 210.
Selain penilaian sekuritas secara “top-down”, investor juga
biasanya melakukan analisis teknikal yang bentuk pendekatannya
berbeda dengan pendekatan “top-down” di atas. Analisis teknikal tidak
memperhatikan faktor-faktor fundamental (seperti kebijaksanaan
pemerintah,
pertumbuhan
ekonomi,
pertumbuhan
penjualan
perusahaan, pertumbuhan laba, perkembangan tingkat bunga). Analisis
ini merupakan upaya untuk memperkirakan harga suatu sekuritas
(saham) dengan mengamati perubahan harganya di setiap waktu.
Terdapat dua pendekatan yang sering digunakan dalam analisis
teknikal, yaitu pendekatan head and shoulders dan pendekatan triple
tops. Pada pendekatan head and shoulders seorang analis percaya
bahwa suatu saham berada pada titik A, akan memutuskan untuk
membeli dan menahannya untuk jangka pendek guna memperoleh
17
capital gain. Dan apabila sudah berada pada titik B maka analis
tersebut akan menjual saham tersebut karena diperkirakan harganya
akan turun (Gambar 2.2 (a)).
Selanjutnya, analis yang percaya bahwa pergerakan harga
saham akan mengikuti pola triple tops berpendapat, bahwa setelah
melalui tiga puncak harga, maka saham tersebut akan jatuh harganya.
Keadaan ini ditunjukkan pada Gambar 2.2 (b). Jadi, apabila seorang
analis menemukan bahwa suatu saham telah menempuh tiga kali harga
tinggi (ditunjukkan oleh titik C), maka saham tersebut harus dijual.
GAMBAR 2.2
POLA HEAD AND SHOULDERS DAN TRIPLE TOPS
Harga Saham
Harga Saham
B
C
A
(a)
Waktu
(b)
Waktu
Sumber: Ferry Mahmud, Analisis Pengaruh Fluktuasi Harga Saham Sektor
Tekstil Terhadap Tingkat Risiko Pasar (Beta) Saham Tersebut di
Bursa Efek Jakarta, Skripsi, (Makassar: Universitas Hasanuddin, 2000),
hlm. 23.
Terlepas dari sejauh mana kita percaya akan pemikiran yang
melandasi analisis teknikal tersebut, nampaknya jenis analisis ini
masih banyak dipergunakan di bursa. Oleh karena itu, maka alat
18
analisis utamanya adalah grafik atau chart. Sehingga para penganut
analisis ini sering juga disebut sebagai chartist.
2.1.4
Tingkat Pengembalian Investasi
Tingkat pengembalian investasi (rate of return on investment)
dapat dikatakan sebagai persentase dari pengembalian atas modal yang
ditanamkan dalam saham-saham biasa yang diharapkan dapat
memberikan keuntungan atas investasi tersebut.
Dalam
menaksir
besarnya
tingkat
pengembalian
yang
diharapkan (expected rate of return) terdapat beberapa perbedaan
pandangan atas sudut pandang dan metode perhitungan serta alasanalasannya. Secara garis besar pengestimasian tingkat pengembalian ini
dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Pengestimasian kemungkinan kejadian
Mengetahui secara pasti berapa return yang akan diperoleh
dari suatu investasi di masa datang adalah pekerjaan yang sangat
sulit, bahkan mustahil. Return investasi hanya bisa diperkirakan
melalui pengestimasian. Return investasi di masa datang adalah
return yang diharapkan dan sangat mungkin berlainan dengan
return aktual yang diterima.
Untuk mengestimasi return sekuritas, investor harus
memperhitungkan setiap kemungkinan terwujudnya tingkat return
tertentu, atau yang lebih dikenal dengan probabilitas kejadian.
Sedangkan hasil dari perkiraan return yang akan terjadi dan
19
probabilitasnya disebut sebagai distribusi probabilitas. Dengan kata
lain, distribusi probabilitas menunjukkan spesifikasi berapa tingkat
return yang akan diperolah dan berapa probabilitas terjadinya
return tersebut.
Estimasi
return
suatu
sekuritas
dilakukan
dengan
menghitung return yang diharapkan atas sekuritas tersebut.
Penghitungan return yang diharapkan bisa dilakukan dengan
menghitung rata-rata dari semua return yang mungkin terjadi, dan
setiap return yang mungkin terjadi lebih dahulu sudah diberi bobot
berdasarkan
probabilitas
kejadiannya.
Pembobotan
ini
dimaksudkan untuk memberikan prakiraan atas kemungkinankemungkinan yang akan terjadi, seperti keadaan perekonomian
yang berubah-ubah (resesi, inflasi) atau peraturan-peraturan
pemerintah (regulasi, deregulasi) dan lain-lain kejadian yang
diperkirakan akan mempengaruhi keputusan investasi tersebut.
Disebabkan oleh adanya pembobotan ini, maka metode ini
menjadi lebih subyektif. Hal ini disebabkan karena dalam
pembobotan itu analisanya akan menggunakan pandanganpandangan yang bersifat subyektif dalam mengantisipasi setiap
kemungkinan yang akan terjadi. Karena kuantifikasi-kuantifikasi
yang bersifat subyektif ini, bisa jadi, antara analis yang satu dengan
analis yang lainnya akan berbeda hasil perhitungannya, walaupun
mereka menganalisis kasus yang sama.
20
b. Pengestimasian harga saham
Berbeda dengan cara-cara di atas, cara ini lebih
mengutamakan harga saham itu sendiri sebagai dasar perhitungan
untuk mengestimasi tingkat pengembalian yang diharapkan nanti.
Metode ini menganggap bahwa harga saham yang sekarang
(juga di masa lalu) merupakan refleksi dari pengembalian di masa
mendatang, sebagaimana Ferry Mahmud (2000: 25) mengutip
pernyataan yang dikemukakan oleh William H. Pike (1983):
“… the price of stock today not only reflects the current
yield (this year’s dividens) but the dividens (smaller or
larger) that are anticipated in the future.”
Dalam pengestimasian dengan menggunakan harga saham,
mungkin saja akan membingungkan, mengingat bahwa harga-harga
saham tersebut seringkali menjadi tinggi sekali (overvalued) atau
mungkin rendah sekali (undervalued), tapi tidak ada satupun jenis
saham yang terus berada pada harga yang tidak semestinya
tersebut, beberapa waktu kemudian harga saham itu apsti akan
kembali normal (harga wajar). Jikapun harga saham tersebut terus
meningkat, peningkatannya akan meningkat secara perlahan dan
tidak drastis, kecuali ada keadaan tertentu yang tidak bisa
diperkirakan sebelumnya.
2.1.5
Risiko Investasi
Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen
keuangan (sekuritas) yang biasa diperdagangkan baik dalam bentuk
21
hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah,
public autorities maupun perusahaan swasta.
Investor selalu menghadapi dua masalah didalam berinvestasi
yaitu return dan risiko mempunyai dua komponen yang tidak dapat
dihindari dari investasi. Return ekpektasian dan risiko mempunyai
hubungan yang positif. (Jogiyanto, 2010)
Semakin besar risiko suatu sekuritas (saham), maka semakin
besar pula expected returnnya, begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu
dalam membuat investasi, investor akan selalu mencari portofolio
optimum yang menawarkan expected return maximal pada tingkat
risiko tertentu dengan risiko yang maximum.
Secara umum risiko dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu (a)
systematic risk dan (b) unsystematic risk. Systematic risk seringkali
disebut sebagai risiko pasar (market risk). Sedangkan unsystemtic risk
sering disebut sebagai spesific risk atau risiko saham.
a. Risiko Pasar
Risiko pasar adalah risiko yang terdapat dalam pasar, yang
disebabkan oleh perubahan yang terjadi dalam pasar tersebut
sebagai sebuah keseluruhan. Mahmud (2000: 27) juga mengutip
pernyataan Kinsman (1985) dalam mengartikan risiko jenis ini
sebagai:
“… overall market risk in any market is known as
sytematic risk. This is the risk to holding (sec) an
investment issue when the market of which it I as apart
moves againts the issue.”
22
Dalam keadaan bagaimanapun juga, setiap bursa efek pasti
mempunyai risiko pasar yang berbeda antar satu dengan lainnya.
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti dijelaskan Brealey
dan Myers (1981) yang dikutip oleh Ferry Mahmud (2000: 27)
yaitu:
“Market risk stems from the facts that there are other
economy-wide perils which threaten all bussiness. That
is why stocks have a tendency to move together. And
that is why investor are exposed to market uncertainty
no matter how many stocks they hold.”
Berhubung tingkat pengaruh faktor-faktor yang disebutkan
di atas berbeda-beda antar satu tempat (negara) dan tempat lainnya,
maka risiko pasar ini berbeda-beda pula antara satu pasar modal
dan pasar modal lainnya.
b. Risiko Saham
Risiko jenis lainnya adalah risiko saham, dapat dikatakan
sebagai risiko yang ada dalam setiap surat berharga yang
mempunyai keunikan tersendiri, yang berbeda antar surat-surat
berharga satu sama lainnya, baik dalam sifat risiko itu sendiri atau
besarnya persentase risiko tersebut.
Persentase dari besarnya risiko antar satu saham dengan
saham lainnya memang tidak ada yang sama, Brealey dan Myers
(1981) pun menerangkan hal ini sebagai berikut:
“Unique risk stems from the fact that many perils that
surround an individual company are peculiar to that
company and perhaps its immediately competitors.”
23
Berbeda dengan risiko pasar, risiko ini sama sekali terlepas
dari keadaan pasar di mana surat berharga tersebut ada. Adanya
risiko yang terlepas dari risiko pasar ini semata-mata karena risiko
ini adalah risiko yang dimiliki oleh suatu surat berharga yang
bersifat spesifik.
Sumber-sumber dari risiko saham ini berasal dari keadaan
perusahaan yang mengeluarkan surat berharga tersebut, sehingga
berbeda antar satu surat berharga dengan surat berharga lainnya,
hal
ini
disebabkan
mengeluarkannya.
karena
Mahmud
berbedanya
(2000:
28)
perusahaan
kembali
yang
mengutip
pernyataan Kinsman (1985) yang menerangkan hal ini sebagai
berikut:
“Spesific risk is just what you’d expected it to be. That
risk associated with an individual issue, and only that
issue.”
Jika risiko pasar tidak dapat dihindari karena memang
risiko ini pasti ada dan menyertai setiap pasar modal, berbeda
dengan risiko saham, risiko ini dapat dikurangi jika investor
melakukan diversifikasi/portofolio, sehingga risiko ini menjadi
merata dan berkurang.
c. Standar Deviasi dan Beta sebagai Ukuran Risiko
Dalam hal mengukur risiko suatu saham, terdapat beberapa
pendapat yang berbeda satu dengan lainnya. Kerangka-kerangka
pemikiran ini mendasarkan argumentasi-argumentasi mereka pada
apa yang dianggap terbaik bagi perhitungan risiko tersebut.
24
Pandangan awal dalam perhitungan risiko yaitu dipusatkan
pada analisis neraca keuangan yang dimiliki oleh perusahaanperusahaan yang sahamnya ingin dimiliki. Pandangan ini
berpendapat bahwa makin besar utang perusahaan tersebut, maka
makin besar pula risiko dari saham yang ditawarkannya. Namun
pendapat ini tidak dapat diterima mengingat bahwa utang suatu
perusahaan tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut nantinya
akan merugi.
Selain
pandangan
di
atas,
Fuller
dan
Farrel
Jr.
mengemukakan pandangan mereka mengenai pengukuran risiko
dengan menggunakan “margin of safety”. Teori mereka ini tidak
didasarkan pada laporan keuangan perusahaan sebagaimana
umumnya, melainkan pada perbedaan antara nilai pasar dari saham
tersebut dengan nilai intrinsiknya. Perbedaan antara harga pasar
dan nilai intrinsik inilah yang menampakkan besarnya margin of
safety. Besarnya margin of safety inilah yang dimaksudkan dengan
besarnya risiko. Makin besar margin of safety maka makin kecil
risikonya.
Kelemahan dari pandangan ini bahwa investor akan sulit
untuk melihat kemampuan perusahaan untuk memperoleh labanya,
sebab terlalu sulit untuk memperkirakan hanya dengan melihat
keadaan laporan keuangan perusahaan tanpa mengetahui lebih jauh
mengenai kebijaksanaan perusahaan tersebut.
25
Selain pandangan-pandangan tersebut di atas, analis paling
banyak memperkirakan risiko suatu saham dengan menggunakan
Standar Deviasi (simpangan baku) dan  (beta).
Standar
memperhitungkan
deviasi
(SD)
besarnya
risiko
atau
simpangan
saham
karena
baku
adanya
penyimpangan dari rata-rata tigkat pengembalian normal suatu
saham. Pada dasarnya penggunaan SD ini memperkirakan besarnya
risiko saham (unsystemtic risk) dari suatu saham. Pemikiran ini
dikemukakan oleh Mannes (1988) seperti yang dikutip oleh
Mahmud (2000: 30) bahwa:
“Unique risk is that part of variability of returns of the
individual risk (its standard deviation) due to its own
situation.”
Jadi dengan melihat besarnya SD dari suatu saham akan
memberikan gambaran tentang besarnya risiko dari saham tersebut,
dimana dengan perhitungan SD tersebut memungkinkan investor
untuk melihat apakah risiko dari saham tersebut naik, turun, atau
tetap sama dari waktu ke waktu.
Berdasarkan Mahmud (2000: 31) yang mengutip Fisher
(1980) mengemukakan suatu analisis mengenai perhitungan risiko
tigkat
pengembalian
menghitung
dengan
variabilitas
menggunakan
pengembalian)
dan
varians
(untuk
SD
dengan
mengasumsikan bahwa dalam perhitungan tersebut tingkat
pengembalian ini akan membentuk suatu pancaran yang keliahatan
sama atau pancaran normal. Dan pancaran ini membagi dua
26
distribusi dari tingkat pengembalian tersebut menjadi sama
besarnya. Hal ini diterangkan oleh Fisher:
“In daily usage, added gain are called ‘reward’, and
possible losses ‘risk’. In the scientific concept of risk in
the capital market theory, both the reward and the risk
are composed of ‘variability’ or ‘standard deviation, the
theory is based on the assumption the reward and the
risk are simmetrically divided.”
Dengan melihat pandangan di atas, Brealey dan Myers juga
melihat bahwa asumsi ini menjadi keharusan mutlak untuk
memperhitungkan risiko dari suatu tingkat pengembalian. Menurut
mereka
bahwa
jika
setiap
keadaan
tingkat
pengembalian
membentuk suatu pancaran normal, maka metode ini merupakan
metode yang paling handal dalam menghitung risiko suatu saham.
Hal ini dideskripsikan sebagai berikut:
Mahmud (2000: 32) mengemukakan dalam skripsinya
bahwa:
“Dalam keadaan normal, dapat terjadi tingkat
pengembalian yang akan membentuk pancaran normal,
tetapi dalam keadaan yang tidak biasa (adanya “crash”,
misalnya) tingkat pengembalian tidak akan membentuk
suatu pancaran normal, sebab mungkin saja harga
saham akan menjadi sangat tinggi peningkatannya, atau
jatuh ke titik yang paling rendah, hingga tingkat
pengembalian yang diharapkan akan melenceng jauh
dari tingkat pengembalian rata-rata normal.”
Namun,
dari
seluruh
konsep
yang
ada
mengenai
pengukuran risiko dengan menggunakan SD, Mahmud (2000: 32)
memberikan kesimpulan bahwa tetap terdapat kekurangan di dalam
27
pengukuran risiko dengan menggunakan SD ini seperti yang
dikutip sebagai berikut:
“Dari seluruh konsep yang ada mengenai pengukuran
risiko dengan menggunakan SD sebagai alat
pengestimasian risiko harus memenuhi syarat bahwa
kejadian-kejadian
dari
tingkat
pengembalian
diasumsikan akan membentuk pancaran normal.
Seandainya bahwa tingkat pengembalian tidak
membentuk pancaran normal, dalam keadaan seperti ini
penggunaan SD tetap dapat diandalkan walaupun
validitasnya berkurang. Dalam hal ini diperlukan alat
lain untuk perhitungannya, yaitu  (beta).
Menurut Jogiyanto
(2010): “Beta merupakan suatu
pengukur volatilitas dari return suatu sekuritas atau return
portofolio terhadap return pasar. Beta sekuritas ke-i mengukur
volatilitas return portofolio dengan return pasar.” Berdasarkan
pendapat tersebut dapat dipahami bahwa beta merupakan pengukur
risiko sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap
resiko pasar.
Beta dari saham merupakan ukuran risiko yang paling dapat
dipercaya
oleh
investor.
Hanya
saja
perhitungan
dengan
menggunakan beta ini tidak mengindikasikan tentang kapan waktu
yang tepat untuk membeli atau menjual saham tersebut (misalnya
dengan nilai beta yang sekian besarnya) hanya semata-mata
menerangkan tentang situasi pasar tersebut, keputusan untuk
membeli saham tersebut dikembalikan kepada investor dengan
menggunakan nilai beta sebagai bahan perbandingan.
28
Koefisien dari beta memberikan nilai yang dapat diartikan
sebagai besarnya sensitifitas dari tingkat pengembalian saham
terhadap perubahan pasar secara keseluruhan. Dengan adanya
penyimpangan
dalam
tingkat
pengembalian
inilah
yang
menyebabkan adanya risiko.
Dasar
pengertian
dari
perhitungan
risiko
dengan
menggunakan beta adalah nilai dari pasar secara keseluruhan yang
diberi nilai m = 1,0. Nilai inilah yang menjadi dasar pembanding
besarnya risiko suatu saham. Misalkan suatu saham mempunyai
beta sebesar i = 1,0 berarti saham tersebut mempunyai risiko yang
besarnya sama dengan risiko pasar secara keseluruhan, dan jika
misalnya nilai dari beta saham itu lebih besar dari 1,0 (i > 1,0)
artinya saham tersebut secara keseluruhan lebih berisiko dibanding
dengan pasar itu sendiri, juga sebaliknya.
Apabila =1 maka kemiringan garis tersebut adalah 450,
semakin besar maka semakin curam kemiringan tersebut,
semakin kecil maka semakin landaikemiringannya. (Husnan
dalam Yulius Yulianto, 2010: 14)
Jika 1 berarti sangat sensitif tehadap perubahan pasar.
Jika 1 berarti kurang sensitif terhadap perubahan pasar.
Nilai dari beta suatu saham memberikan besarnya kenaikan
atau penurunan rata-rata tingkat pengembalian saham terhadap
pengembalian secara keseluruhan dari pasar.
29
Keadaan naik-turunnya rata-rata tingkat pengembalian ini
dihitung dengan SD, baik SD dari saham maupun SD dari pasar.
Kedua SD ini dimasukkan ke dalam suatu perhitungan secara
bersama-sama.
Dengan melihat pembilang dari persamaan tersebut
kelihatan bahwa numerator SD saham secara partikuler dan SD
pasar serta koefisien korelasi antar keduanya membentuk koefisien
determinasi tentang seberapa kuat hubungan antara saham tersebut
dengan pasarnya.
Selain untuk menghitung risiko pasar dari suatu saham, beta
juga secara eksplisit menerangkan mengenai derajat kepengaruhan
pasar terhadap saham tersebut.
Selain menjelaskan hubungan pasar-saham, beta juga
mencerminkan
secara
implisit
mengenai
keadaan
sistem
perekonomian secara umum yang mempengaruhi pasar tersebut.
Dengan adanya perubahan nilai beta, maka dapat dikatakan bahwa
keadaan di luar pasar tersebut juga berubah.
Bila kondisi umum ekonomi stabil, karakteristik industri
tetap, kebijaksanaan manajemen berkesinambungan, maka harga
beta akan tetap untuk periode yang berbeda. Tapi jika situasi ini
tidak stabil, maka harga beta juga akan berbeda-beda (Simamarta,
1984).
Ketiga
variabel
tersebut
(kondisi
perekonomian,
karakteristik industri, dan kebijaksanaan perusahaan) seringkali
dijadikan alasan oleh investor untuk membeli atau menjual
30
sahamnya. Dengan adanya transaksi-transaksi ini menyebabkan
harga saham tersebut berfluktuasi, yang pada akhirnya akan
mengakibatkan beta dari saham tersebut berubah-ubah. Jadi, secara
konklusif
dapat
dikatakan
bahwa
perubahan
harga
akan
menyebabkan perubahan dalam risiko saham.
2.1.6
Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Saham
Dalam pasar modal, arus informasi merupakan suatu hal yang
sangat penting bagi terciptanya pasar modal yang efisien. Keterbukaan
arus informasi harus dapat diakses oleh semua pelaku pasar baik
investor individu maupun investor institusional. Hal ini juga akan
mengakibatkan para pelaku pasar untuk melakukan berbagai transaksi
sesuai dengan informasi yang diterimanya, sehingga pada akhirnya
harga-harga saham di pasar modal akan mengalami pergerakan. Di luar
arus informasi, dalam keadaan normal fluktuasi harga saham di pasar
modal juga ditentukan oleh banyak faktor. Menurut Marzuki Usman,
faktor-faktor yang berimplikasi terhadap fluktuasi harga saham adalah
Dividen Yield (DY), Price Earning Ratio (PER) dan Tingkat Bunga
Deposito (TBD) (Marzuki Usman, 1990). Sedangkan menurut
Brigham dan Gapenski, faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham
adalah Return On Equity (ROE) dan Basic Earning Power (BEP)
(Brigham dan Gapenski, 1993).
Secara umum, fluktuasi harga saham dapat dikategorikan ke
dalam dua jenis kategori, yakni faktor fundamental dan faktor teknis.
31
Dalam faktor fundamental, yang menjadi penyebab dari fluktuasi harga
saham melingkupi masalah mengenai kinerja emiten, perubahan suku
bunga, pergerakan mata uang, dan rekomendasi analis. Sedangkan
dalam faktor teknis, yang menjadi penyebab fluktuasi harga saham
biasanya melingkupi masalah mengenai hukum permintaan dan
penawaran, antisipasi investor, corporate action, short selling,
intervensi pemerintah, dan sentimen pasar.
2.1.7
Pengaruh Fluktuasi Harga terhadap Tingkat Risiko Pasar
Secara umum, kelihatan bahwa pengaruh fluktuasi harga dapat
mempengaruhi tingkat pengembalian dari suatu saham, mengingat
bahwa harga saham setiap kali ada transaksi akan menjadi lebih besar
atau lebih kecil (turun). Adanya keadaan yang demikian ini
menyebabkan investor yang hanya mengharapkan keuntungan dari
capital gain atau sering disebut sebagai spekulator akan menghadapi
tingkat pengembalian saham yang berubah-ubah terus, tergantung
situasinya. Dalama keadaan seperti ini, risiko yang dihadapi hanyalah
masalah waktu saja. Artinya spekulator ini dapat menahan sahamnya
sampai harganya mencapai harga yang diinginkan.
Secara sepintas kelihatannya bahwa pengaruh perubahan harga
lebih menguntungkan bagi investor yang mengharapkan pengembalian
investasinya dalam bentuk capital gain dibanding dengan investor
yang mengharapkan pengembalian dalam bentuk dividen. Padahal
keduanya sama saja, hanya masalah waktu saja yang berperan dalam
32
hal ini. Investor pertama akan lebih cepat mendapatkan keuntungan
(atau menderita kerugian) dibanding dengan investor kedua. Oleh
karena itu, dengan berfluktuasinya harga suatu saham maka akan
mengakibatkan perubahan pada tingkat risiko dari pasar saham
tersebut, dimana besarnya perubahan tingkat risiko pasar sangat
bergantung pada besarnya tingkat fluktuasi harga saham.
2.2 Kerangka Konseptual
Sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis berikut kerangka pikir
teoritis yang menunjukkan hubungan antara harga saham dan risiko pasar
(beta) di Bursa Efek Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut:
TABEL 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
FLUKTUASI HARGA SAHAM
RISIKO PASAR ()
Penjelasan kerangka pikir di bawah ini dimulai dari pemilihan saham
perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mulai pada
33
periode 2000-2007. Perusahaan perbankan yang terpilih akan menjadi sampel
penelitian untuk periode 2009-2011. Periode tersebut merupakan periode
terbaru yang dapat dianalisis mengenai pengaruh pergerakan fluktuasi harga
saham terhadap beta saham. Kemudian dapat diketahui bagaimana arah
pergerakan variabel fluktuasi harga saham terhadap beta saham apakah
menunjukkan hubungan yang signifikan yaitu positif ataupun negatif.
2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir yang didukung dengan acuan teoritik,
sebagaimana secara garis besar diuraikan pada latar belakang, tinjauan pustaka
dan penelitian terdahulu, maka hipotesis yang dianggap dapat membantu
dalam memecahkan masalah tersebut, adalah:
“Fluktuasi harga saham berpengaruh signifikan terhadap tingkat risiko
pasar saham pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia
periode 2009-2011.”
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan semua proses yang diperlukan dalam
perencanaan dan pelaksanaan penelitian (Husein, 2011: 30). Pemilihan desain
biasanya dimulai ketika peneliti telah merumuskan hipotesi-hipotesisnya.
Desain untuk perencanaan penelitian ini bertujuan untuk melaksanakan
penelitian secara sistematis, melakukan perumusan hipotesis secara ilmiah,
sehingga dapat menarik kesimpulan benar.
Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh data-data yang
menunjukkan gambaran tentang pengaruh fluktuasi harga saham terhadap
rasio pasar saham di Bursa Efek Indonesia. Peneliti menggunakan data histori
pergerakan indeks harga saham perbankan perbulan yang telah terpublikasi
dalam website Bursa Efek Indonesia (BEI) dan BAPEPAM.
Penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Fluktuasi Harga Saham
Terhadap Tingkat Risiko Pasar Saham di Bursa Efek Indonesia (Studi
pada Perusahaan Perbankan yang tercatat di BEI periode 2009-2011),
merupakan penelitian terapan dengan menggunakan alat-alat analisis statistik
yang sesuai dengan rumusan penelitian yang akan dibahas pada teknik analisis
data berikut.
35
3.2 Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah penelitian return saham individual,
return pasar saham, dan risiko pasar saham. Penilaian return saham individual
dan return pasar saham diperoleh dari harga saham penutupan (closing price)
setiap bulan pada perusahaan sub-sektor perbankan yang telah terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Sedangkan penilaian risiko pasar saham diperoleh dari
hasil perhitungan return saham individual, return pasar saham, standar deviasi
pasar, dan korelasi antara saham individual dan saham pasar.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dengan melakukan akses internet ke website
Bursa Efek Indonesia, BAPEPAM-LK, dan link lainnya yang memberikan
tambahan informasi yang berhubungan dengan data penelitian. Penelitian
dilakukan dengan electronic research, library research dan dokumentasi
dilaksanakan mulai tanggal pertengahan April sampai pertengahan Mei 2012.
3.4 Jenis dan Sumber Data
3.4.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder yang berasal dari data
historik dari Bursa Efek Indonesia. Data sekunder merupakan data
primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak
pengumpul data primer atau oleh pihak lain (Husein, 2011: 42).
36
3.4.2. Sumber Data
Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data histori
perusahaan perbankan di website BEI, website BAPEPAM, Indonesia
Capital Market Directory (ICMD) 2008-2011, dan literatur-literatur
yang terkait dengan penelitian mengenai harga saham dan risiko pasar
saham.
3.5 Penentuan Populasi dan Sampel
3.5.1
Populasi
Menurut Husein (2011: 77), populasi diartikan sebagai wilayah
generalisasi
yang
terdiri
atas
objek/subjek
yang
mempunyai
karakteristik tertentu dan mempunyai kesempatan yang sama untuk
dipilih menjadi anggota sampel. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang telah terdaftar
(listing) di Bursa Efek Indonesia sebanyak 31 perusahaan.
3.5.2
Sampel
Sampel merupakan bagian kecil dari suatu populasi (Husein, 2011:
77). Penggunaan sampel ini dianggap dapat mewakili karakteristik
keseluruhan populasi. Pemilihan sampel penelitian ini ditentukan
secara purposive sampling, dimana sampel penelitian ini mengambil
perusahaan perbankan yang listed di BEI pada periode tahun 2000
sampai dengan 2007. Kriteria yang menjadi pertimbangan dalam
penetapan
sampel
yaitu,
perusahaan
perbankan
yang
telah
37
melaksanakan Initial Public Offering (IPO) pada tahun 2000 sampai
dengan 2007.
Dari kriteria tersebut terdapat 13 perusahaan perbankan yang
memenuhi kriteriatersebut. Sebanyak 18 perusahaan dikeluarkan dari
sampel karena melaksanakan IPO sebelum tahun 2000 dan setelah
tahun 2007.
Berikut disajikan daftar 13 perusahaan yang terpilih sebagai
sampel pada penelitian ini:
Tabel 3.1
Daftar Sampel
No KODE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
AGRO
BABP
BACA
BBCA
BBKP
BBNP
BBRI
BEKS
BKSW
BMRI
BSWD
MCOR
MEGA
Nama Perusahaan
PT. Bank Agro Niaga, Tbk.
PT. Bank ICB Bumi Putra, Tbk.
PT. Bank Capital Indonesia, Tbk.
PT. Bank Central Asia, Tbk.
PT. Bank Bukopin, Tbk.
PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk.
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.
PT. Bank Pundi Indonesia, Tbk.
PT. Bank Kesawan, Tbk.
PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.
PT. Bank Swadesi, Tbk.
PT. Bank Windu Kentjana International, Tbk.
PT. Bank Mega, Tbk.
Tahun IPO
2003
2002
2007
2000
2006
2001
2003
2001
2002
2003
2002
2007
2000
Sumber: Data Histori Bursa Efek Indonesia
3.6 Defenisi Operasional Variabel
Defenisi operasional variabel merupakan penjelasan variabel-variabel yang
digunakan ke dalam indikator yang lebih terperinci, sehingga variabel tersebut
diketahui ukurannya. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan oleh
penulis adalah:
38
3.6.1
Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen (x), yaitu variabel yang menjadi sebab
terjadinya/terpengaruhnya variabel dependen (Husein, 2011: 48).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah fluktuasi harga saham
perusahaan perbankan.
Harga saham yang cenderung berubah-ubah setiap saat akan
mempengaruhi return yang akan diperoleh investor, dan secara
otomatis akan mempengaruhi risiko pasar saham secara umum. Harga
saham yang digunakan adalah closing price bulanan emiten yang
menjadi sampel.
3.6.2
Variabel Dependen (Terikat)
Variabel dependen (y), yaitu variabel yang nilainya dipengaruhi oleh
variabel independen (Husein, 2011: 48). Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah risiko pasar saham (beta).
Beta digunakan untuk mengukur tingkat risiko pasar saham.
Nilai beta diperoleh dari perhitungan return-return saham, standar
deviasi pasar, dan korelasi antara saham individual dan saham pasar
secara keseluruhan (IHSG).
Tabel 3.2
Tabel Operasionalisasi Variabel
Variabel
Independen (Bebas)
Fluktuasi Harga
Saham
Deskripsi
Fluktuasi harga saham akan
mempengaruhi nilai return
saham individual dan return
pasar dan keduanya akan
mempengaruhi besarnya tingkat
risiko investasi saham.
Indikator
- return
individual
- return pasar
Ukuran
Persen (%)
Persen (%)
39
Dependen (Terikat)
Nilai beta diperoleh dari
perhitungan return-return saham,
standar deviasi pasar, dan
korelasi antara saham individual
dan saham pasar secara
keseluruhan (IHSG).
BETA
regresi linear
antara indeks
harga saham
individual dan
indeks harga
saham gabungan
(IHSG)
Skala
Perbandingan
(x)
Adapun variabel-variabel yang digunakan adalah:
a. Tingkat Pengembalian Investasi Saham (Mahmud, 2000).
Dimana:
rit
= Tingkat pengembalian investasi saham i pada periode-t
(Pit – Pit-1)
= Perubahan harga
Dit
= Dividen pada periode-t
Pit-1
= Harga saham I pada awal periode-t
Namun di dalam penelitian ini fokus utamanya untuk menghitung
pengaruh perubahan harga terhadap tingkat risiko pasar, maka unsur
dividen dalam perhitungan tingkat pengembalian saham ditiadakan. Hal ini
bertujuan agar dalam hasil perhitungan tidak mengalami bias sesuai
dengan fokus utama yaitu perubahan harga. Berdasarkan alasan ini, maka
formula yang digunakan untuk menghitung tingkat pengembalian suatu
saham yang merupakan salah satu elemen dalam menghitung tingkat risiko
pasar suatu saham atau beta ( , dimodifikasi menjadi:
40
Faktor pengali 100 dimaksudkan agar hasil perhitungan tingkat
pengembalian dinyatakan dalam satuan persentase (%)
b. Tingkat Pengembalian Pasar (Market Return) (Mahmud, 2000)
Dimana:
rmt
= Tingkat pengembalian pasar pada periode-t
IHSGt
= Indeks Harga Saham Gabungan pada akhir periode-t
IHSGt-1
= Indeks Harga Saham Gabungan pada akhir periode t-1
Hasil perhitungan tingkat pengembalian saham maupun tingkat
pengembalian pasar tersebut digunakan untuk menghitung besarnya
standar deviasi suatu saham dan standar deviasi pasar yang merupakan
elemen dalam menghitung beta suatu saham.
c. Covariance saham i dengan pasar (Mahmud, 2000)
im
= Covariance saham i dan pasar
rim, rit
= Tingkat pengembalian saham i dan pasar pada periode-t
= Rata-rata pengembalian saham i dan pasar
Nilai covariance ini merupakan nilai yang menggambarkan
hubungan antara risiko suatu saham dengan risiko pasar. Nilai covariance
merupakan salah satu elemen dalam menghitung korelasi antara saham i
dengan pasar. Karena kovarian ini menggambarkan arah hubungan antara
saham dengan pasar, maka di dalam nilai kovarian ini terkandung unsur
nilai korelasi yang menunjukkan seberapa besar hubungan tersebut.
Hubungan ini bisa bersifat positif maupun negatif. Nilai kovarian yang
41
positif menunjukkan bahwa nilai-nilai dari dua variabel (saham dan pasar)
bergerak ke arah yang sama, yaitu jika yang satunya meningkat, maka
yang lainnya juga akan mengalami peningkatan, demikian pula sebaliknya.
d. Risiko Pasar Saham (systematic risk/) (Jogiyanto, 2010)
i
= Derajat sensitivitas antara tingkat pengembalian saham
individual dihubungkan dengan tingkat pengembalian pasar
(market return).
im
= Covariance saham i dan pasar
=
= varian return pasar
Menurut Mahmud (2000), kategori tingkat risiko pasar saham
(beta) dapat digolongkan menjadi dua kategori tingkat risiko. Adapun
kedua kategori tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
a. Risiko Tinggi (i > 1) atau (i < -1)
b. Risiko Rendah (-1 < i < 1)
Kedua kategori tingkat risiko di atas ditentukan berdasarkan tingkat
fluktuasi harga saham.
3.7 Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan dengan cara dokumentasi
dari berbagai macam sumber. Pengambilan data saham emiten dan IHSG
diperoleh dengan mengakses website www.idx.co.id dan www.bapepam.go.id.
Selain itu pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara mengambil
42
dari artikel, jurnal, dan mempelajari dari buku-buku pustaka yang mendukung
proses penelitian ini.
3.8 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Lengkah-langkah yang ditempuh dalam mengolah dan menganalisis
data adalah sebagai berikut:
1. Menghitung imbal hasil (return) indeks harga saham gabungan (IHSG)
dan return harga saham masing-masing perusahaan yang menjadi sampel
penelitian dari Januari 2009 sampai Desember 2011 dengan menggunakan
program Microsoft Excel.
2. Menghitung nilai kovarian, varian, dan beta masing-masing perusahaan
yang menjadi sampel penelitian dengan menggunakan program Microsoft
Excel.
3. Melakukan
uji
hipotesis
dengan
metode
regresi
linier
dengan
menggunakan program SPSS. Variabel harga saham seluruh perusahaan
yang menjadi sampel akan diregresikan dengan variabel harga saham pasar
untuk melihat bagaimana bentuk hubungan serta pengaruh dari variabel
independen terhadap variabel dependen tersebut. Dari hasil output SPSS,
akan diperoleh output berupa angka dan output berupa gambar atau
scatterplot.
4. Hasil output berupa angka yang akan dianalisis adalah hasil dari uji
Multikolinearitas, uji korelasi, uji F, uji R square, dan uji-t.
43
3.8.1
Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas (kolinearitas ganda) berarti adanya hubungan
linear yang sempurna di antara variabel-variabel bebas dalam model
regresi. Korelasi yang kuat antar variabel bebas menunjukkan adanya
multikolinearitas. Jika terdapat korelasi yang sempurna di antara
variabel bebas, maka konsekuensinya adalah koefisien-koefisien
regresi menjadi tidak dapat ditaksir, nilai standard error setiap regresi
menjadi tidak terhingga.
Ada atau tidak adanya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai
tolerance yang lebih dari 0,1 atau VIF yang kurang dari 10.
3.8.2
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis
adalah suatu prosedur
yang akan
menghasilkan suatu keputusan, yaitu keputusan gagal menolak (fail to
reject) atau menolak hipotesis ini. Dalam penelitian ini, digunakan
prosedur pengujian hipotesis, sebagai berikut:
1. Menentukan formulasi hipotesisnya.
a. Hipotesis nol (H0)
b. Hipotesis Alternatif (H1)
2. Menentukan taraf kesalahan dan taraf kepercayaan.
Taraf kesalahan adalah batas toleransi dalam menerima kesalahan
dari hasil hipotesis terhadap nilai parameter populasinya. Suatu
kesimpulan dari data sampel yang akan diberlakukan untuk
populasi
mempunyai
peluang
kesalahan
dan
kebenaran
(kepercayaan) yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Jika
44
peluang kesalahan 5%, maka taraf kepercayaan 95%. Peluang
kesalahan dan kepercayaan ini disebut level of significant atau
tingkat signifikansi. Suatu hipotesis dengan taraf kesalahan 1%
berarti jika penelitian dilakukan pada 100 sampel yang diambil dari
populasi yang sama, akan terdapat satu kesimpulan yang salah
yang diberlakukan untuk populasi. Jadi, signifikansi adalah
kemampuan untuk digeneralisasikan dengan kesalahan tertentu.
Ada
hubungan
signifikan
berarti
hubungan
itu
dapat
digeneralisasikan. Ada perbedaan signifikan berarti perbedaan itu
dapat digeneralisasikan (dapat berlaku umum). (Sugiyono, 2003).
3. Menentukan kriteria pengujian.
Kriteria pengujian adalah bentuk pembuatan keputusan dalam hal
gagal
menolak
atau
menolak hipotesis nol
dengan cara
membandingkan nilai hitung dengan nilai tabel atau dengan
menggunakan probabilitas.
4. Melakukan uji statistik.
Uji statistik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji regresi
linier (uji korelasi, uji F, uji R Square, uji-t, uji Multikolinearitas).
5. Membuat kesimpulan.
Pembuatan kesimpulan merupakan penetapan keputusan dalam hal
gagal ditolak atau menolak hipotesis nol sesuai dengan kriteria
pengujian.
45
3.8.3
Uji Koefisien Regresi
Digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat. Nilai R2 terletak antara 0
sampai dengan 1 (0 ≤ R2 ≤ 1). Tujuan menghitung koefisien
determinasi adalah untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat.
Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variable dependen amat
terbatas.
Nilai
yang
mendekati
satu
berarti
variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum koefisien
determinasi untuk data silang (crossection) relatif rendah karena
adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan,
sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai
nilai koefisien determinasi yang tinggi (Imam Ghozali, 2005).
Perhitungan nilai koefisien deteminasi ini diformulasikan
sebagai berikut:
R2 = Koefisien determinasi majemuk (multiple coeficient of
determinant), yaitu proporsi variabel terikat yang dapat
dijelaskan oleh variabel bebas secara bersama-sama.
ESS = Explained sum of squares, atau jumlah kuadrat yang
dijelaskan atau nilai variabel terikat yang ditaksir di sekitar
rata-ratanya.
46
TSS = Total sum of squares, atau total variabel nilai variabel terikat
sebenarnya di sekitar rata-rata sampelnya.
Bila R2 mendekati 1 (100%), maka hasil perhitungan
menunjukkan bahwa makin baik atau makin tepat garis regresi yang
diperoleh. Sebaliknya jika nilai R2 mendekati 0 maka menunjukkan
semakin tidak tepatnya garis regresi untuk mengukur data observasi.
3.8.4
Koefisien Korelasi
Analisis ini digunakan untuk mengetahui derajat hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen. Bentuk umum
persamaan korelasi pearson menurut Sugiyono (2010):
Berikut ini disajikan tabel yang menunjukkan interpretasi nilai
koefisien korelasi.
Tabel 3.3
Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi
R
0,80-1,00
0,60-0,79
0,40-0,59
0,20-0,39
0,00-0,19
Interpretasi
Korelasi sangat kuat atau sempurna
Korelasi kuat
Korelasi sedang
Korelasi lemah
Korelasi sangat lemah atau tidak ada
korelasi
Sumber: Sugiyono (2010)
3.8.5
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua
variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
47
mempunyai pengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap
variabel dependen/terikat. Hipotesis Nol (H0) yang hendak diuji
adalah apakah semua parameter dalam model sama dengan nol, atau:
H0 : b1 = b2 = ........= bk = 0
Artinya, apakah semua variabel independen bukan merupakan penjelas
yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya
(H1) tidak semua parameter secara simultan sama dengan nol, atau:
H1 : b1 ≠ b2 ≠ .......≠ bk ≠ 0
Artinya, semua variabel independen secara simultan merupakan
penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005).
Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan
kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:
1. Jika probabilitasnya (nilai sig) > 0,05 atau Fhitung < Ftabel, maka H0
diterima.
2. Jika probabilitasnya (nilai sig) < 0,05 atau Fhitung > Ftabel, maka H0
ditolak.
3.8.6
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statisitk t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Hipotesis nol (H0) yang
hendak diuji adalah apakah suatu parameter (bi) sama dengan nol,
atau:Ho : bi = 0, artinya suatu variabel independen bukan merupakan
penjelas yang signifikan terhadap variable dependen. Hipotesis
alternatifnya (H1) parameter suatu variabel tidak sama dengan nol,
48
atau:H1 : bi ≠ 0 artinya, variabel tersebut merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005).
Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik t dengan
kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:
1. Jika probabilitasnya (nilai sig) > 0,05 atau –ttabel < thitung < ttabel,
maka H0 diterima.
2. Jika probabilitasnya (nilai sig) < 0,05 atau thitung < -ttabel atau thitung >
ttabel, maka H0 ditolak.
49
BAB IV
GAMBARAN UMUM PASAR MODAL
DAN EMITEN SEKTOR PERBANKAN
4.1 Sejarah Pasar Modal di Indonesia
Sejarah pasar modal Indonesia bermula pada tahun 1912 dengan Bursa
Efek yang didirikan oleh Belanda di Batavia dengan nama Vereniging Voor
De Effecten. Kemudian dilanjutkan dengan didirikannya bursa di Surabaya
dan Semarang pada tahun 1925. Namun akibat Perang Dunia II, semua bursa
ditutup. Pada tahun 1950 diaktifkan kembali dan kembali diberhentikan pada
tahun 1958. Pada tanggal 10 Agustus 1977 pasar modal kembali diaktifkan.
Saham pertama yang diperdagangkan adalah saham PT Semen
Cibinong. Tahun 1995, mulai diberlakukan sistem JATS (Jakarta Automatic
Trading System), yaitu suatu sistem perdagangan di lantai bursa yang secara
otomatis me-match kan antara harga jual dan beli saham. Sebelum
diberlakukannya JATS, transaksi dilakukan secara manual. Perdagangan
saham berubah menjadi scripless trading, yaitu perdagangan saham tanpa
warkat (bukti fisik kepemilikkan saham). Lalu dengan seiring kemajuan
teknologi, bursa kini menggunakan sistem Remote Trading, yaitu sistem
perdagangan jarak jauh.
Pada akhir 2007, Bursa Efek Jakarta melakukan merger dengan Bursa
Efek Surabaya dan pada awal 2008 berubah nama menjadi Bursa Efek
Indonesia.
50
4.2 Mekanisme dan Proses Transaksi di Pasar Modal
Transaksi perdagangan di pasar modal pada dasarnya akan
mempertemukan pemodal (pemilik modal) dengan emiten (peminjam modal).
Untuk mempertemukan keduanya banyak pihak lain yang harus terlibat. Dan
masing-masing pihak, baik pemodal maupun emiten terlebih dulu harus
melakukan langkah-langkah persiapan.
Secara tahap awal, perusahaan harus melakukan penawaran umum.
Penawaran Umum (go public) merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan
untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal dengan cara menjual
saham atau obligasi. Penawaran umum dilakukan oleh emiten untuk menjual
efek kepada publik sehingga masyarakat dari berbagai lapisan membeli dan
turut memegang saham atas perusahaan yang menerbitkan saham.
Berikut merupakan tahapan yang harus dilakukan perusahaan dalam
proses penawaran umum go public.
1. Tahap persiapan
Perusahaan yang akan menerbitkan saham terlebih dahulu melakukan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk membentuk kesepakatan di
antara para pemegang saham dalam rangka penawaran umum saham.
Setelah sepakat, emiten menentukan penjamin emisi serta lembaga dan
penunjang pasar yang meliputi lembaga-lembaga berikut ini.
a. Penjamin emisi (under writer), merupakan pihak yang membantu
emiten dalam rangka penerbitan saham. Tugasnya antara lain,
menyiapkan berbagai dokumen, membantu menyiapkan prospektus,
dan memberikan penjaminan atas penerbitan.
51
b. Akuntan publik (auditor independen), merupakan pihak yang bertugas
melakukan audit dan pemeriksaan laporan keuangan calon emiten.
c. Penilai, yaitu pihak yang melakukan penilaian terhadap aktiva tetap
perusahaan dan menentukan tingkat kelayakannya.
d. Konsultan hukum (legal opinion) membantu dan memberikan
pendapat dari sisi hukum.
e. Notaris bertugas membuat angka-angka perubahan anggaran dasar,
akta-akta perjanjian, dan notulensi rapat.
2. Tahap Pengajuan Pernyataan Pendaftaran
Calon emiten melakukan pendaftaran dengan dilengkapi dokumendokumen pendukung kepada Bapepam. Kemudian bapepam memutuskan
calon emiten memenuhi persyaratan atau tidak.
3. Tahap Penawaran Saham
Pada tahapan inilah emiten menawarkan sahamnya kepada masyarakat
investor melalui agen-agen penjual yang telah ditunjuk. Dalam tahapan ini
keinginan investor untuk memiliki saham terkadang tidak terpenuhi.
Misalnya, saham yang dilepas ke pasar perdana sebanyak 150 juta lembar
saham, sementara investor berminat untuk sejumlah 250 juta lembar
saham. Investor yang belum mendapatkan saham dapat membelinya di
pasar sekunder setelah saham dicatatkan di bursa efek.
4. Tahap Pencatatan Saham di Bursa Efek
Setelah saham ditawarkan di pasar perdana, selanjutnya saham dicatatkan
di Bursa Efek Indonesia. Pencatatan saham dapat dilakukan di bursa efek
tersebut.
52
4.3 Sekilas Mengenai Emiten Sektor Perbankan
1. PT. Bank Agro Niaga, Tbk. (AGRO)
Bank Agro Niaga pada mulanya didirikan atas pemahaman
sepenuhnya dari Dana Pensiun Perkebunan (DAPENBUN) sebagai
pengelola dana pensiun karyawan seluruh PT Perkebunan Nusantara,
bahwa agrobisnis di Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan.
Maka pada saat pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memberi
kemudahan untuk membuka usaha bank pada tanggal 27 Oktober 1988,
DAPENBUN mempergunakan kesempatan ini untuk mendirikan bank
yang kegiatan usaha utamanya membantu pembiayaan di bidang
agrobisnis.
Sejarah mencatat bahwa pada mulanya Bank Agro yang didirikan
pada tahun 1989 ini menerbitkan saham dengan nominal harga saham Rp
1,000,000,- per saham. Namun pada tahun 1990 dilakukan pemecahan
nilai nominal saham dari Rp 1,000,000,- per saham menjadi Rp 1,000,- per
saham. Lalu nominal harga ini berubah lagi pada tahun 2002 yaitu dari Rp
1,000,- per saham menjadi Rp 100,- per saham. Bank Agro mendapatkan
pernyataan efektif dari Bapepam sebagai perusahaan publik dan
mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Surabaya pada tahun 2003. Lalu
pada tahun yang sama Bank Agro melakukan Penawaran Umum Terbatas
I dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu atau Right Issue untuk
menawarkan saham baru sejumlah 305.867.338 lembar saham dengan nilai
nominal Rp 100,-.
53
Selanjutnya pada tahun 2005, Bank Agro melakukan Penawaran
Umum Terbatas II dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu atau Right
Issue untuk menawarkan saham baru sejumlah 513.857.128 lembar saham
dengan nilai nominal Rp 100,-. Setahun kemudian Bank Agro memberikan
pembayaran dividen Rp. 5,- per saham atau 5% dari nominal saham. Dan
pada tahun 2009, Bank Agro kembali melakukan Penambahan Modal
Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu sejumlah 64.000.000 lembar
saham dengan nilai nominal Rp100,- per saham. Dan di tahun yang sama,
Bank Agro kembali melakukan Penawaran Umum Terbatas III dengan
Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu atau Right Issue untuk menawarkan
saham baru sebanyak-banyaknya 1.040.632.622 lembar saham dengan
nilai nominal Rp100,- dengan harga penawaran Rp100,- per saham disertai
dengan Waran Seri I. HEMTD yang terlaksana sejumlah 1.005.144.172
atau senilai Rp100.514.417.200 sedangkan waran seri I yang diterbitkan
sejumlah 502.572.086.
2. PT. Bank ICB Bumiputera, Tbk. (BABP)
Bank Bumiputera berdiri pada tahun 1990, yang pada waktu itu
masih 100% milik AJB Bumiputera dengan nama Bank Bumiputera. Bank
Bumiputera melakukan IPO pada 2002, sehingga kepemilikannya berubah
menjadi:
memiliki saham sebesar 37,5%, dan
masyarakat memiliki
saham sebesar 25%. Lalu, setahun kemudian, perubahan image pun terjadi,
dan pembagian saham masyarakat sebesar 25% terpecah menjadi milik PT
54
Reksatama Dinamika sebesar 8%, PT Reksasantosa Dinamika sebesar
8%, dan sisanya sebesar 9% menjadi milik.
Komposisi kepemilikan saham PT Cipta dan AJB Bumiputera
sama besarnya. Kemudian pada tahun 2004, komposisi kepemilikan saham
mengalami perubahan lagi menjadi: saham milik PT Cipta, PT
Reksasantosa, PT Danareksa (4,91%), PT Reksatama Dinamika, lalu dijual
ke Tun Daim Zainuddin dengan penawaran tender 0,57%. Dengan
demikian, saham yang kini dimiliki AJB Bumiputera adalah sebesar
41,02%, Tun Daim Zainuddin sebesar 58,32% , dan masyarakat sebesar
0,66% .
Pada periode 2005-2006, modal dasar menjadi 2 Triliun,
sedangkan setorannya menjadi 500 Milyar. Pada tahun 2007, saham Tun
Daim Zainuddin dialihkan ke ICB Financial Group Holding AG, sehingga
komposisi pemilikan saham berubah lagi menjadi, ICB memiliki saham
sebesar 67,07%, AJB memiliki saham sebesar 5,98%, dan masyarakat
mendapatkan peningkatan komposisi pemilikan saham sebesar 26,95%.
Pada tahun 2009, Bank Bumiputera berubah nama menjadi ICB
Bumiputera dan pada tahun 2010 mendapatkan tambahan 1 pemegang
saham, sehingga terjadi perubahan komposisi saham yaitu saham milik
ICB berubah dari 67,07% menjadi 69.9%, saham milik AJB berubah dari
5,99% menjadi 5,46%, saham milik SGBT berubah dari 8% menjadi
7,29%, dan saham yang dimiliki masyarakat berubah dari 18,94%,menjadi
17,26%.
55
3. PT. Bank Capital Indonesia, Tbk. (BACA)
PT Bank Capital Indonesia, Tbk (untuk selanjutnya disebut
“Bank”) dahulu bernama PT Bank Credit Lyonnais Indonesia didirikan
pada tanggal 20 April 1989, sebagai bank campuran (joint venture) antara
Credit Lyonnais SA, Perancis (disebut “CL”) dengan PT Bank
Internasional Indonesia, Tbk., Jakarta (disebut “BII”). Anggaran Dasar
Bank disetujui oleh Menteri Kehakiman dan Menteri Keuangan berturutturut pada tanggal 27 Mei 1989 dan 25 Oktober 1989, dan diumumkan
pada Berita Negara tanggal 5 Juni 1990. Setelah memperoleh persetujuan
dari Bank Indonesia sesuai dengan surat Nomor 6/2/DpG/DPIP/Rahasia
tanggal 3 Maret 2004, pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
(RUPS) yang diselenggarakan pada tangggal 31 Agustus 2004 secara
resmi saham Credit Lyonnais telah diakuisisi oleh Sdr. Danny Nugroho.
Dalam RUPS tersebut, telah diputuskan bahwa nama Bank dirubah dari PT
Bank Credit Lyonnais Indonesia menjadi PT Bank Capital Indonesia, Tbk.
Perubahan nama tersebut telah memperoleh persetujuan Menteri
Kehakiman & HAM sesuai dengan surat Keputusan Nomor C-24209
HT.01.04.TH.2004 tanggal 29 September 2004 dan Bank Indonesia sesuai
dengan
surat
Keputusan
Gubernur
Bank
Indonesia
Nomor
6/79/KEP.GBI/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Perubahan Nama
PT Bank Credit Lyonnais Indonesia menjadi PT Bank Capital
Indonesia,Tbk.
Komposisi pemegang saham di PT Bank Capital Indonesia, antara
lain:
56
-
Zen Gem Investment Limited---14,34%
-
Imgo Investment---15,44%
-
Danny Nugroho---4,87%
-
Mount 8 Holdings Offshore---9,93%
-
UOB Kay Hian---16,83%
-
Publik---38,58%
4. PT. Bank Central Asia, Tbk. (BBCA)
PT Bank Central Asia atau biasa disingkat menjadi Bank BCA
adalah bank swasta terbesar di Indonesia. Bank ini didirikan pada 21
Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV dan pernah merupakan
bagian penting dari Grup Salim. Presiden Direktur saat ini (masa jabatan
1999-sekarang) adalah Djohan Emir Setijoso.
Banyak hal telah dilalui sejak saat berdirinya itu, dan barangkali
yang paling signifikan adalah krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997.
Krisis ini membawa dampak yang luar biasa pada keseluruhan sistem
perbankan di Indonesia. Namun, secara khusus, kondisi ini memengaruhi
aliran dana tunai di BCA dan bahkan sempat mengancam kelanjutannya.
Banyak nasabah menjadi panik lalu beramai-ramai menarik dana mereka.
Akibatnya, bank terpaksa meminta bantuan dari pemerintah Indonesia.
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) lalu mengambil alih BCA
pada tahun 1998.
Berkat kebijaksanaan bisnis dan pengambilan keputusan yang arif,
BCA berhasil pulih kembali dalam tahun yang sama. Kepercayaan
57
masyarakat pada BCA telah sepenuhnya pulih, dan BCA diserahkan oleh
BPPN ke Bank Indonesia pada tahun 2000.
Selanjutnya, BCA mengambil langkah besar dengan menjadi
perusahaan publik. Penawaran Saham Perdana berlangsung pada tahun
2000, dengan menjual saham sebesar 22,55% yang berasal dari divestasi
BPPN. Setelah Penawaran Saham Perdana itu, BPPN masih menguasai
70,30% dari seluruh saham BCA.
Dalam tahun 2002, BPPN melepas 51% dari sahamnya di BCA
melalui tender penempatan privat yang strategis. Farindo Investment, Ltd.,
yang berbasis di Mauritius, memenangkan tender tersebut. Komposisi
pemegang saham di Bank BCA, yaitu:
-
FarIndo Investments (Mauritius) Ltd qualitate qua (qq) Farallon
Capital Management LLC (Bambang Hartono dan Robert Budi
Hartono) - 47,15%
-
Anthony Salim - 1,76%
-
Saham dibeli kembali PT Bank Central Asia Tbk (treasury stock) 1,18%
-
Masyarakat - 49.94%.
5. PT. Bank Bukopin, Tbk. (BBKP)
Bank Bukopin didirikan pada tanggal 10 Juli 1970. Bermula dari
Bank berbadan hukum Koperasi yang bernama Bank umum Koperasi
Indonesia dan pada tahun 1989 namanya berubah menjadi Bukopin. Bank
Bukopin kemudian melakukan IPO pada bulan Juli 2006.
58
6. PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk. (BBNP)
PT Bank Nusantara Parahyangan didirikan pada tahun 1972 dan
berbasis di Bandung. Awalnya bernama PT Bank Pasar Karya
Parahyangan, namun pada tahun 1984 bank ini berubah menjadi bank
umum dan berubah nama menjadi PT Bank Nusantara Parahyangan. Bank
ini kemudian mendapat status bank devisa pada
tahun 1994, dan
melakukan IPO pada tahun 2000 di BEJ (sekarang BEI).
Komposisi pemegang saham di PT Bank Nsuantara Parahyangan,
yaitu:
-
Acom Co,Ltd---60,31%
-
The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd---15,20%
-
Publik---9,44%
-
PT Hermawan Sentral Invest---9,3%
-
PT Hermawan---5,7%
7. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. (BBRI)
Bank BRI merupakan Bank Pemerintah pertama di Republik
Indonesia
yang
didirikan
pada
tahun.
Dalam
masa
perang
mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat
terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah
perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank
Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui PERPU No. 41 tahun
1960 dibentuklah Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang
59
merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche
Maatschappij (NHM). Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden
(Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam Bank
Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan
Nelayan.
Setelah berjalan selama satu bulan, keluar Penpres No. 17 tahun
1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank Negara
Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi,
Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara
Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara
Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim).
Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Undangundang Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang
Undang-undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank
Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang
Rular dan Ekspor Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank
yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia.
Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan
kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai bank umum.
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No.
7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI
berubah menjadi perseroan terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih
100% di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 2003,
Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini,
60
sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk., yang masih digunakan sampai dengan saat ini.
Pemegang saham terbesar Bank BRI yaitu pemerintah sebesar 56,75% dan
sisanya sebesar 43,25% menjadi milik publik.
8. PT. Bank Pundi Indonesia, Tbk. (BEKS)
Bank Pundi Indonesia berdiri pada 1992, saat itu bank ini bernama
Bank Eksekutif Internasional. Pada 2001, Bank Eksekutif melakukan IPO,
lalu pada 2009 masuk pengawasan Bank Indonesia karena kredit macet.
Pada 2010, PT Recapital Secutities masuk dan menjadi pembeli saham
mayoritas, bersama IF Service dan Far East Opportunities Ltd, membeli
saham Keluarga Widjaja, pemilik Bank Eksekutif. Resmi menjadi Bank
Pundi Indonesia pada tahun itu juga.
9. PT. Bank Kesawan, Tbk. (BKSW)
Hampir 100 tahun yang lalu yaitu pada tahun 1913 Khoe Tjin Tek
dan Owh Chooi Eng mendirikan NV Chunghwa Shangyeh (The Chinese
Trading Company Limited) di Medan, sebagai pendiri beliau bertindak
masing-masing sebagai Direktur Utama dan Komisaris Utama. NV
Chunghwa Shangyeh bergerak dalam bidang simpan pinjam keuangan
selain juga bergerak di bidang perdagangan umum. Setelah kemerdekaan
yaitu pada tahun 1958 NV Chunghwa Shangyeh resmi melakukan kegiatan
sebagai Bank Umum dan pada tahun 1962 bentuk usaha berganti menjadi
Perseroan Terbatas dengan nama PT Bank Chunghwa Shangyeh.
61
Pada tahun 1965, PT Bank Chunghwa Shangyeh berganti nama
menjadi PT Bank Kesawan dan untuk lebih memantapkan posisi Bank
maupun pengembangan usaha yang lebih baik, Kantor Pusat Bank
Kesawan direlokasi atau hijrah ke Jakarta pada tahun 1990.
Tahun 1995, Bank Kesawan memperoleh persetujuan menjadi
Pedagang Valuta Asing dan selanjutnya pada tahun 1996 mendapatkan
izin menjadi Bank Umum Devisa maupun Bank Persepsi, yaitu Bank yang
dapat menerima pajak.
Tahun 2009 Bank melakukan Penawaran Umum Terbatas I kepada
para Pemegang Saham dalam rangka penerbitan Hak Memesan Efek
Terlebih Dahulu ("HMETD") sebanyak 125.304.750 lembar saham atau
seluruhnya berjumlah sebesar Rp. 40.097.520.000,Tahun 2011 Bank melakukan Penawaran Umum Terbatas II ("PUT
II") kepada para Pemegang Saham dalam rangka penerbitan Hak Memesan
Efek Terlebih Dahulu (“HMETD”) sebanyak 2.935.263.768 lembar saham
atau seluruhnya berjumlah sebesar Rp. 733.815.942.000,-.Qatar National
Bank S.A.Q bertindak selaku pembeli siaga dalam PUT II tersebut.
Pelaksanaan PUT II ini meningkatkan permodalan Bank dan
mengakibatkan terjadinya perubahan kepemilikan saham termasuk
Pemegang Saham Pengendali. Sebagai hasil pelaksanaan PUT II, Qatar
National Bank S.A.Q menjadi Pemegang Saham Pengendali Bank yang
memiliki 69,59 % dari modal ditempatkan dan disetor Bank.
62
10. PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. (BMRI)
Bank Mandiri didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari
program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah
Indonesia. Pada bulan Juli 1999, empat bank pemerintah -- yaitu Bank
Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan
Bank Pembangunan Indonesia -- dilebur menjadi Bank Mandiri. Masingmasing dari keempat legacy banks memainkan peran yang tak terpisahkan
dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Sampai dengan hari ini,
Bank Mandiri meneruskan tradisi selama lebih dari 140 tahun memberikan
kontribusi dalam dunia perbankan dan perekonomian Indonesia.
Semenjak didirikan, kinerja Bank Mandiri terus meningkat terlihat
dari laba yang terus meningkat dari Rp 1,18 Triliun di tahun 2000 hingga
mencapai Rp 5,3 Triliun di tahun 2004. Selain itu, Bank Mandiri juga
mencatat prestasi penting dengan melakukan penawaran saham perdana
pada 14 Juli 2003 sebesar 20% atau ekuivalen dengan 4 Milliar lembar
saham.
Pada tahun 2005 Bank Mandiri mengalami permasalahan yang
mengakibatkan menurunnya kinerja bank. Salah satunya adalah dengan
meningkatnya kredit bermasalah, tercermin dari rasio Non Performing
Loan (NPL) net konsolidasi yang meningkat dari 1,60% di tahun 2004
menjadi 15,34% di tahun 2005. Hal ini secara langsung berdampak pada
penurunan laba Bank Mandiri secara signifikan dari sebelumnya sebesar
Rp 5,3 Triliun di tahun 2004, menjadi Rp 603 Miliar di tahun 2005 atau
mengalami penurunan sebesar sekitar 80%. Dari sisi kepercayaan investor
63
di bursa, harga saham Bank Mandiri juga mengalami penurunan dari Rp
2.050 pada Januari 2005 hingga ke level Rp 1.110 pada November 2005.
Sesudah menyelesaikan program transformasi semenjak 2005
sampai dengan tahun 2009, Bank Mandiri sedang bersiap melaksanakan
transformasi tahap berikutnya dengan merevitalisasi visi dan misi untuk
menjadi Lembaga Keuangan Indonesia yang paling dikagumi dan selalu
progresif.
11. PT. Bank Swadesi, Tbk. (BSWD)
Bank Swadesi pada mulanya didirikan dengan nama Bank Pasar
Swadesi di Surabaya pada tahun 1968. Pada tahun 1984, kepemilikan bank
diambil alih oleh keluarga Chugani dan menjadikan Bank Pasar Swadesi
menjadi bank umum dan mengubah namanya menjadi PT Bank Swadesi
pada tanggal 2 September 1989.
Pada tahun 1990, Bank Swadesi telah merger dengan PT Bank
Perkreditan Rakyat Panti Daya Ekonomi yang beroperasi di Surakarta,
yang memungkinkan untuk membuka Cabang di Jakarta. Setelah
menerima persetujuan dari Bank Indonesia, pada tahun 1992 Bank
Swadesi diizinkan untuk melakukan bisnis penukar uang. Proses
pembangunan terus di bawah kepemilikan baru dan manajemen dan pada
11 November 1994 Bank Swadesi diberikan status sebagai Bank Devisa.
Pada tahun 2002, Bank Swadesi melakukan IPO di Jakarta Stock
Exchange dan diperhitungkan sebagai bank umum dengan urutan ke-22.
64
Untuk mencapai visi dan misi dan juga untuk memperkuat
posisinya di antara masyarakat perbankan nasional, Bank Swadesi
memutuskan untuk melakukan kerjasama dan aliansi strategis dengan
mengundang
investor
yang
kuat.
Upaya
ini
berhasil
dengan
penandatanganan Perjanjian Pemegang Saham antara pemegang saham
utama dan Bank of India yang diinginkan untuk mendapatkan saham
mayoritas Bank Swadesi yaitu 235.600.000 saham yang merupakan 76%
dari total modal Bank Swadesi pada tanggal 22 Juni 2007. Setelah itu.
Bank of India secara resmi menjadi pemegang saham pengendali
(pemegang saham mayoritas) Bank Swadesi.
12. PT. Bank Windu Kentjana Internasional, Tbk. (MCOR)
PT Bank Windu Kentjana International Tbk. atau yang lebih
dikenal dengan sebutan “Bank Windu”, adalah Bank Umum Devisa yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia, dan merupakan hasil merger antara PT
Bank Multicor Tbk dan PT Bank Windu Kentjana pada tanggal 8 Februari
2008.
13. PT. Bank Mega, Tbk.
Berawal dari sebuah usaha milik keluarga bernama PT. Bank
Karman yang didirikan pada tahun 1969 dan berkedudukan di Surabaya,
selanjutnya pada tahun 1992 berubah nama menjadi PT. Mega Bank dan
melakukan relokasi Kantor Pusat ke Jakarta.
65
Seiring dengan perkembangannya PT. Mega Bank pada tahun 1996
diambil alih oleh PARA GROUP (PT. Para Global Investindo dan PT.
Para Rekan Investama). Untuk lebih meningkatkan citra PT. Mega Bank,
pada bulan Juni 1997 melakukan perubahan logo dengan tujuan bahwa
sebagai lembaga keuangan kepercayaan masyarakat, akan lebih mudah
dikenal melalui logo perusahaan yang baru tersebut. Dan pada tahun 2000
dilakukan perubahan nama dari PT. Mega Bank menjadi PT. Bank Mega.
Dalam rangka memperkuat struktur permodalan maka pada tahun yang
sama PT. Bank Mega melaksanakan Initial Public Offering dan listed di
BEJ maupun BES. Dengan demikian sebagian saham PT. Bank Mega
dimiliki oleh publik dan berubah namanya menjadi PT. Bank Mega Tbk.
Pada saat krisis ekonomi, Bank Mega mencuat sebagai salah satu bank
yang tidak terpengaruh oleh krisis dan tumbuh terus tanpa bantuan
pemerintah bersama-sama dengan Citibank, Deutche Bank dan HSBC.
66
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Perhitungan Tingkat Pengembalian Pasar
Dalam menghtiung tingkat pengembalian pasar (market return), data
yang digunakan adalah data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa
Efek Indonesia atau yang juga dikenal sebagai composite index. Penggunaan
data ini dikarenakan tingkat risiko pasar-pasar saham perbankan yang akan
dianalisis merupakan tingkat risiko yang berkaitan dengan pasar secara
keseluruhan bukannya pasar secara sektoral. Sama seperti halnya dengan
perhitungan tingkat pengembalian saham individu, perhitungan ini pun
menggunakan data IHSG pada setiap akhir periode. Data mengenai IHSG BEI
yang digunakan adalah data pada periode Desember 2008 sampai dengan
Desember 2011.
Mengingat jumlah data yang digunakan cukup banyak, maka
perhitungan mengenai tingkat pengembalian pasar ini dicantumkan pada
lampiran 5. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat pengembalian yang ada di
lampiran 5, maka dapat dijelaskan bahwa tingkat pengembalian pasar secara
keseluruhan selama periode 2009-2011 adalah sebesar 112,05% atau rata-rata
sebesar 3,11%. Sementara itu tingkat pengembalian tertinggi dicapai pada
periode April 2009 sebesar 20,13%, sedangkan tingkat pengembalian terendah
diperoleh pada periode Januari 2011 dengan tingkat pengembalian yang
negatif sebesar (-7,95%).
67
5.2 Perhitungan Tingkat Pengembalian Saham Individu
Data mengenai daftar harga saham perbankan yang menjadi sampel di
BEI yang digunakan adalah data pada periode Desember 2008 sampai dengan
Desember 2011. Data tersebut dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 2
sampai dengan lampiran 4. Sedangkan data mengenai hasil perhitungan
tingkat pengembalian saham dapat dilihat di bawah ini sebagai berikut.
1. PT. Bank Agro Niaga, Tbk. (AGRO)
Mengingat data yang digunakan dalam menghitung tingkat
pengembalian
saham
cukup
banyak,
maka
perhitungan
tingkat
pengembalian tersebut dapat dilihat pada lampiran 6.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada lampiran 6
tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa saham PT. Bank Agro Niaga, Tbk.
memberikan tingkat pengembalian yang negatif selama periode 2009 –
2011 sebesar (-37,64%) atau rata-rata sebesar (-1,05%).
Tingkat pengembalian tertinggi dicapai pada periode Juni 2010
yaitu sebesar 44,03%, sedangkan tingkat pengembalian terendah diperoleh
pada periode November 2009 yaitu mengalami pengembalian yang negatif
sebesar (-40,00%).
2. PT. Bank ICB Bumi Putra, Tbk. (BABP)
Mengingat data yang digunakan dalam menghitung tingkat
pengembalian
saham
cukup
banyak,
maka
perhitungan
tingkat
pengembalian tersebut dapat dilihat pada lampiran 7. Berdasarkan hasil
perhitungan yang dapat dilihat pada lampiran 7 tersebut, maka dapat
dijelaskan bahwa saham PT. Bank ICB Bumi Putra, Tbk. memberikan
68
tingkat pengembalian yang positif selama periode 2009 – 2011 yaitu
sebesar 107,29% atau rata-rata sebesar 2,98%.
Tingkat pengembalian tertinggi dicapai pada periode Mei 2009
yaitu sebesar 90,57%, sedangkan tingkat pengembalian terendah diperoleh
pada periode Juni 2010 yaitu mengalami pengembalian yang negatif
sebesar (-31,97%).
3. PT. Bank Capital Indonesia, Tbk. (BACA)
Mengingat data yang digunakan dalam menghitung tingkat
pengembalian
saham
cukup
banyak,
maka
perhitungan
tingkat
pengembalian tersebut dapat dilihat pada lampiran 8.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada lampiran 8
tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa saham PT. Bank Capital Indonesia,
Tbk. memberikan tingkat pengembalian yang positif selama periode 2009
– 2011 sebesar 63,38% atau rata-rata sebesar 1,76%.
Tingkat pengembalian tertinggi dicapai pada periode Mei 2011
yaitu sebesar 48,60%, sedangkan tingkat pengembalian terendah diperoleh
pada periode Desember 2010 yaitu mengalami pengembalian yang negatif
sebesar (-12,82%).
4. PT. Bank Central Asia, Tbk. (BBCA)
Mengingat data yang digunakan dalam menghitung tingkat
pengembalian
saham
cukup
banyak,
maka
perhitungan
tingkat
pengembalian tersebut dapat dilihat pada lampiran 9.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada lampiran
tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa saham PT. Bank Central Asia, Tbk.
69
memberikan tingkat pengembalian yang positif selama periode 2009 –
2011 sebesar 105,25% atau rata-rata sebesar 2,92%.
Tingkat pengembalian tertinggi dicapai pada periode Maret 2009
yaitu sebesar 31,91%, sedangkan tingkat pengembalian terendah diperoleh
pada periode Januari 2009 yaitu mengalami pengembalian yang negatif
sebesar (-15,38%).
5. PT. Bank Bukopin, Tbk. (BBKP)
Mengingat data yang digunakan dalam menghitung tingkat
pengembalian
saham
cukup
banyak,
maka
perhitungan
tingkat
pengembalian tersebut dapat dilihat pada lampiran 10.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada lampiran 10
tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa saham PT. Bank Bukopin, Tbk.
memberikan tingkat pengembalian yang positif selama periode 2009 –
2011 sebesar 141,75% atau rata-rata sebesar 3,94%.
Tingkat pengembalian tertinggi dicapai pada periode April 2010
yaitu sebesar 46,99%, sedangkan tingkat pengembalian terendah diperoleh
pada periode September 2011 yaitu mengalami pengembalian yang negatif
sebesar (-18,84%).
6. PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk. (BBNP)
Mengingat data yang digunakan dalam menghitung tingkat
pengembalian
saham
cukup
banyak,
maka
perhitungan
tingkat
pengembalian tersebut dapat dilihat pada lampiran 11.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada lampiran 11
tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa saham PT. Bank Nusantara
70
Parahyangan, Tbk. memberikan tingkat pengembalian yang negatif selama
periode 2009 – 2011 sebesar (-12,63%) atau rata-rata sebesar (-0,35%).
Tingkat pengembalian tertinggi dicapai pada periode September
2009 yaitu sebesar 9,15%, sedangkan tingkat pengembalian terendah
diperoleh pada periode Oktober 2009 yaitu mengalami pengembalian yang
negatif sebesar (-16,13%).
7. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. (BBRI)
Mengingat data yang digunakan dalam menghitung tingkat
pengembalian
saham
cukup
banyak,
maka
perhitungan
tingkat
pengembalian tersebut dapat dilihat pada lampiran 12.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada lampiran 12
tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa saham PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero), Tbk. memberikan tingkat pengembalian yang positif selama
periode 2009 – 2011 sebesar 81,60% atau rata-rata sebesar 2,27%.
Tingkat pengembalian tertinggi dicapai pada periode April 2009
yaitu sebesar 38,10%, sedangkan tingkat pengembalian terendah diperoleh
pada periode Januari 2011 yaitu mengalami pengembalian yang negatif
sebesar (-53,81%).
8. PT. Bank Pundi Indonesia, Tbk. (BEKS)
Mengingat data yang digunakan dalam menghitung tingkat
pengembalian
saham
cukup
banyak,
maka
perhitungan
tingkat
pengembalian tersebut dapat dilihat pada lampiran 13.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada lampiran 13
tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa saham PT. Bank Pundi Indonesia,
71
Tbk. memberikan tingkat pengembalian yang positif selama periode 2009
– 2011 sebesar 126,45% atau rata-rata sebesar 3,51%.
Tingkat pengembalian tertinggi dicapai pada periode Oktober 2010
yaitu sebesar 70,87%, sedangkan tingkat pengembalian terendah diperoleh
pada periode September 2011 yaitu mengalami pengembalian yang negatif
sebesar (-25,71%).
9. PT. Bank Kesawan, Tbk. (BKSW)
Mengingat data yang digunakan dalam menghitung tingkat
pengembalian
saham
cukup
banyak,
maka
perhitungan
tingkat
pengembalian tersebut dapat dilihat pada lampiran 14.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada lampiran 14
tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa saham PT. Bank Kesawan, Tbk.
memberikan tingkat pengembalian yang positif selama periode 2009 –
2011 sebesar 17,72% atau rata-rata sebesar 0,49%.
Tingkat pengembalian tertinggi dicapai pada periode Desember 2010 yaitu
sebesar 15,56%, sedangkan tingkat pengembalian terendah diperoleh pada
periode Januari 2011 yaitu mengalami pengembalian yang negatif sebesar
(-33,65%).
10. PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. (BMRI)
Mengingat data yang digunakan dalam menghitung tingkat
pengembalian
saham
cukup
banyak,
maka
perhitungan
tingkat
pengembalian tersebut dapat dilihat pada lampiran 15.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada lampiran 15
tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa saham PT. Bank Mandiri (Persero),
72
Tbk. memberikan tingkat pengembalian yang positif selama periode 2009
– 2011 sebesar 143,57% atau rata-rata sebesar 3,99%.
Tingkat pengembalian tertinggi dicapai pada periode Juli 2009
yaitu sebesar 31,50%, sedangkan tingkat pengembalian terendah diperoleh
pada periode Agustus 2011 yaitu mengalami pengembalian yang negatif
sebesar (-12,74%).
11. PT. Bank Swadesi, Tbk. (BSWD)
Mengingat data yang digunakan dalam menghitung tingkat
pengembalian
saham
cukup
banyak,
maka
perhitungan
tingkat
pengembalian tersebut dapat dilihat pada lampiran 16. Berdasarkan hasil
perhitungan yang dapat dilihat pada lampiran 16 tersebut, maka dapat
dijelaskan bahwa saham PT. Bank Swadesi, Tbk. tidak memberikan
pengembalian saham selama periode 2009 – 2011.
12. PT. Bank Windu Kentjana International, Tbk. (MCOR)
Mengingat data yang digunakan dalam menghitung tingkat
pengembalian
saham
cukup
banyak,
maka
perhitungan
tingkat
pengembalian tersebut dapat dilihat pada lampiran 17.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada lampiran 17
tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa saham PT. Bank Windu Kentjana
International, Tbk. memberikan tingkat pengembalian yang positif selama
periode 2009 – 2011 sebesar 122,60% atau rata-rata sebesar 3,41%.
Tingkat pengembalian tertinggi dicapai pada periode April 2010 yaitu
sebesar 40,19%, sedangkan tingkat pengembalian terendah diperoleh pada
73
periode Januari 2010 yaitu mengalami pengembalian yang negatif sebesar
(-35,71%).
13. PT. Bank Mega, Tbk. (MEGA)
Mengingat data yang digunakan dalam menghitung tingkat
pengembalian
saham
cukup
banyak,
maka
perhitungan
tingkat
pengembalian tersebut dapat dilihat pada lampiran 18.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada lampiran 18
tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa saham PT. Bank Mega, Tbk.
memberikan tingkat pengembalian yang positif selama periode 2009 –
2011 sebesar 2,40% atau rata-rata sebesar 0,07%.
Tingkat pengembalian tertinggi dicapai pada periode Mei 2009
yaitu sebesar 16,13%, sedangkan tingkat pengembalian terendah diperoleh
pada periode Juni 2009 yaitu mengalami pengembalian yang negatif
sebesar (-29,17%).
5.3 Perhitungan Tingkat Risiko Pasar Saham (Beta Saham)
Sebelum menghitung tingkat risiko pasar suatu saham (beta) maka ada
beberapa elemen yang harus diketahui. Adapun elemen yang dimaksud adalah
besarnya nilai return suatu saham, return pasar, kovarian serta varian suatu
saham dengan pasar secara keseluruhan. Mengingat data yang digunakan
sangat banyak, maka untuk memudahkan dalam perhitungan elemen yang
telah disebutkan di atas, digunakan perhitungan dengan menggunakan
program komputer (Ms-Excel 2007).
74
Untuk lebih mudah memahami hasil perhitungan tersebut, maka hasil
perhitungannya ditampilkan dalam tabel 5.3.1.
TABEL 5.3.1
HASIL PERHITUNGAN TINGKAT PENGEMBALIAN SAHAM SUB-SEKTOR
PERBANKAN DAN BETA SAHAM
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
ri
SAHAM
-37.64
AGRO
BABP
BACA
BBCA
BBKP
107.29
63.38
105.25
141.75
-12.63
BBNP
BBRI
BEKS
BKSW
BMRI
BSWD
MCOR
MEGA
81.60
126.45
17.72
143.57
0.00
122.60
2.40
i
1.05
2.98
1.76
2.92
3.94
0.35
2.27
3.51
0.49
3.99
0.00
3.41
0.07
(rit - i)2
(rm -
6069.40
1462.20
730.83
0.50
13126.22
4048.04
2907.07
7526.31
1462.20
1462.20
1462.20
1462.20
988.21
-308.58
1292.82
2375.41
0.68
-0.21
0.88
1.62
436.44
1462.20
23.49
0.02
6976.70
10040.37
2078.42
4580.58
0.00
6111.94
2409.93
1462.20
1462.20
1462.20
1462.20
1462.20
1462.20
1462.20
2456.41
536.40
818.06
2288.52
0.00
384.35
-300.95
1.68
0.37
0.56
1.57
0.00
0.26
-0.21
m)
2
[(rit - i)*(rmt -
m)]
i
Sumber: Hasil Perhitungan (Lihat Lampiran 19-31)
Dengan melihat data yang disajikan pada tabel 5.4.1 tersebut, maka
perhitungan tingkat risiko pasar (beta) saham dapat dilakukan. Selengkapnya
perhitungan mengenai beta beberapa saham perbankan adalah seperti yang
disajikan berikut ini:
1. PT. Bank Agro Niaga, Tbk. (AGRO)
-
Beta ()
i
=
AGRO
=
= 0,50
75
2. PT. Bank ICB Bumi Putra, Tbk. (BABP)
-
Beta ()
i
=
BABP
=
= 0,68
3. PT. Bank Capital Indonesia, Tbk. (BACA)
-
Beta ()
i
=
BACA
=
= -0,21
4. PT. Bank Central Asia, Tbk. (BBCA)
-
Beta ()
i
=
BBCA
=
= 0,88
5. PT. Bank Bukopin, Tbk. (BBKP)
-
Beta ()
i
=
BBKP
=
= 1,62
6. PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk. (BBNP)
-
Beta ()
76
i
=
BBNP
=
= 0,02
7. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. (BBRI)
-
Beta ()
i
=
BBRI
=
= 1,68
8. PT. Bank Pundi Indonesia, Tbk. (BEKS)
-
Beta ()
i
=
BEKS
=
= 0,37
9. PT. Bank Kesawan, Tbk. (BKSW)
-
Beta ()
i
=
BKSW
=
= 0,56
10. PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. (BMRI)
-
Beta ()
i
=
77
BMRI
=
= 1,57
11. PT. Bank Swadesi, Tbk. (BSWD)
-
Beta ()
i
=
BSWD
=
=0
12. PT. Bank Windu Kentjana International, Tbk. (MCOR)
-
Beta ()
i
=
MCOR
=
= 0,26
13. PT. Bank Mega, Tbk. (MEGA)
-
Beta ()
i
=
MEGA
=
= –0,21
5.4 Proses dan Hasil Uji Hipotesis
5.4.1 Hasil Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai Tolerance dan
lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini
menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh
variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas
78
yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya.
Jadi nilai tolerance rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF =
1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi.
Nilai cutoff yang umum dipakai adalah nilai tolerance di atas
0,10 atau sama dengan nilai VIF di bawah 10.
Tabel 5.4.1
Coefficients
Model
a
Collinearity Statistics
Tolerance
1
a.
Fluktuasi Harga Saham
1.000
VIF
1.000
Dependent Variable: Beta
Sumber: Data Tabel 5.4.1 diolah dengan menggunakan SPSS
ver.18
Hasil uji multikolonieritas dengan menggunakan bantuan SPSS
versi 18 hasilnya terlihat dalam Tabel 5.4.1. Seluruh variabel independen
menunjukkan angka VIF kurang dari 10dan nilai tolerance di atas 0,10.
Dengan demikian dapat disimpulkan model regresi tersebut tidakterdapat
masalah multikolinieritas. Maka model regresi yang ada layak untuk
dipakai.
5.4.2 Hasil Koefisien Determinasi
Kekuatan pengaruh variabel bebas terhadap variasi variabel
terikat dapat diketahui daribesarnya nilai koefisien determinan Rsquare
(R2), yang berada antara nol dan satu.
79
Tabel 5.4.2
Model Summary
Model
dimension0
a.
1
R
.581
R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
a
.337
.277
.57144
Predictors: (Constant), Fluktuasi Harga Saham
Sumber: Data Tabel 5.4.2 diolah dengan menggunakan SPSS ver.18
Tabel 5.4.2 menunjukkan koefisien korelasi (R) dan koefisien
determinasi (R square). Nilai R menerangkan tingkat hubungan antar
variabel-variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Dari
hasil olehan data diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 58,1% artinya
hubungan antara variabel X (fluktuasi harga saham) terhadap variabel Y
(Beta) dalam kategori sedang.
R square menjelaskan seberapa besar variasi Y yang disebabkan
oleh X, dari hasil perhitungan diperoleh nilai R2 sebesar 0.337 atau
33,7% artinya 33,7% Beta dipengaruhi oleh variabel bebas (fluktuasi
harga saham). Sedangkan sisanya 66,3% persen dipengaruhi oleh faktorfaktor lain di luar model. Adjusted R square merupakan nilai R2 yang
disesuaikan sehingga gambarannya lebih mendekati mutu penjajakan
model, dari hasil perhitungan nilai adjusted R square sebesar 27,7%.
Standard error of the estimate merupakan kesalahan standar dari
penaksiran sebesar 0,57144%.
5.4.3 Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F atau Analisis Of Variance (ANOVA) pada
dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
80
terhadap variabel dependennya. Nilai F dalam tabel ANOVA juga untuk
melihat apakah model yang digunakan sudah tepat atau tidak.
Hasil perhitungan Uji F ini dengan menggunakan SPSS versi 18
dapat dilihat pada Tabel 5.4.3 berikut:
Tabel 5.4.3
b
ANOVA
Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
1.829
1
1.829
Residual
3.592
11
.327
Total
5.421
12
F
5.600
Sig.
.037
a. Predictors: (Constant), Fluktuasi Harga Saham
b.
Dependent Variable: Beta
Sumber: Data Tabel 5.4.3 ini diolah dengan menggunakan SPSS ver.18
Untuk menguji apakah model yang digunakan telah tepat atau
belum terdapat dua cara antara lain:
a. Membandingkan Fhitung dalam tabel ANOVA dengan Ftabel .
-
F hitung sebesar 5,600.
-
Ftabel dapat dilihat dalam tabel F pada alfa 0,05 dengan derajat
bebas pembilang sebesar 1, dan derajat penyebut 11, diperoleh
Ftabel sebesar 4,84.
Karena Fhitung > Ftabel dapat disimpulkan bahwa model yang
digunakan sudah tepat.
b. Cara lain untuk menguji apakah model dapat digunakan yaitu
membandingkan Sig. pada tabel ANOVA dengan taraf nyatanya
(alfa 0,05%). Jika Sig. > 0,05 maka model ditolak namun jika Sig.
<0,05 maka model diterima. Pada tabel uji F di atas nilai sig. < 0,05
maka dapat disimpulkan model dapat diterima.
a
81
Dari hasil analisis regresi dapat diketahui pula bahwa secara
simultan variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan secara
statistic terhadapvariabel dependen. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai F
hitung yang lebih besar dari nilai F tabel dan nilai probabilitas 0,037
yang lebih kecil dari 0,05. Model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi beta atau dapatdikatakan bahwa fluktuasi harga saham
secara simultan berpengaruh terhadap beta.
5.4.4 Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji t bertujuan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel
independen
terhadap variabel dependen. Hasil uji analisis regresi
coefficients dengan menggunakan SPSS versi 18 terlihat pada di bawah
ini:
Tabel 5.4.4
Coefficients
a
Model
Standardized
Unstandardized Coefficients
B
1
a.
Coefficients
Std. Error
(Constant)
.192
.232
Fluktuasi Harga Saham
.218
.092
Beta
t
.581
Sig.
.827
.426
2.366
.037
Dependent Variable: Beta
Sumber: Data Tabel 5.4.4 diolah dengan menggunakan SPSS ver.18
Hasil perhitungan koefisien regresi memperlihatkan nilai
koefisien konstanta sebesar 0,192 dengan thitung sebesar 0,827, dan nilai
Sig sebesar 0,426. Koefisien slope fluktuasi harga saham adalah sebesar
0,218 dengan nilai thitung sebesar 2,366 dan nilai Sig sebesar 0,037. Nilai
82
t tabel untuk uji ini adalah sebesar 1,796 yang diperoleh dengan alpha
5% dan df sebesar 11 (n-1).
Jika dibandingkan nilai thitung koefisien konstanta dengan ttabel,
terlihat bahwa nilai thitung lebih kecil daripada ttabel, dan nilai Sig yang
lebih besar daripada alpha (5%), maka kesimpulan yang bisa diambil
adalah menerima H0 yang berarti koefisien konstanta adalah tidak
signifikan secara statistik. Sedangkan untuk koefisien slope fluktuasi
harga saham terlihat bahwa nilai thitung lebih besar daripada ttabel dan nilai
Sig adalah lebih kecil daripada alpha, maka kesimpulan yang bisa
diambil adalah menolak H0 yang berarti koefisien slope fluktuasi harga
saham adalah signifikan secara statistik
Pengaruh variabel independen terhadap variable dependen yang
telah dilakukan telah sesuai dengan kerangka pemikiran yang diajukan
oleh peneliti, baik arah tanda maupun signifikansinya.
5.5 Analisis Tingkat Risiko Pasar Saham (Beta) Sub-sektor Perbankan
Berdasarkan data mengenai hasil perhitungan tingkat risiko pasar
saham (beta) sektor perbankan yang dapat dilihat pada tabel 5.3.1, maka dapat
dilakukan analisis mengenai hasil perhitungan tersebut. Pedoman yang
digunakan dalam penentuan tingkat risiko ini didasarkan pada besarnya nilai
beta pasar secara keseluruhan yaitu m = 1,0 (Mahmud, 2000).
Dengan berdasarkan pada pedoman di atas, maka tingkat risiko pasar
saham (beta) sektor perbankan dapat digolongkan pada dua kategori tingkat
risio. Adapun kedua kategori tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
83
TABEL 5.5
PENGGOLONGAN SAHAM BERISIKO TINGGI DAN RENDAH
KATEGORI
EMITEN
i
Risiko Tinggii > 1 atau i < -1)
1. Bank Bukopin (BBKP)
2. Bank Rakyat Indonesia (BBRI)
3. Bank Mandiri (BMRI)
1. Bank Agro Niaga (AGRO)
2. Bank ICB Bumi Putra (BABP)
3. Bank Capital Indonesia (BACA)
4. Bank Central Asia (BBCA)
5. Bank Nusantara Parahyangan (BBNP)
6. Bank Pundi Indonesia (BEKS)
7. Bank Kesawan (BKSW)
8. Bank Swadesi (BSWD)
9. Bank Windu Kentjana Inter. (MCOR)
10. Bank Mega (MEGA)
1.62
1.68
1.57
0.50
0.68
-0.21
0.88
0.02
0.37
0.56
0.00
0.26
-0.21
Risiko Rendah (-1 < i < 1)
a. Risiko Tinggi (i > 1) atau (i < -1)
Berdasarkan tabel 5.5, maka terdapat 3 (tiga) saham sektor perbankan
yang dikategorikan sebagai saham dengan tingkat risiko tinggi. Hal ini
dikarenakan saham-saham tersebut memiliki nilai beta yang lebih besar
dari satu atau memiliki nilai beta yang lebih kecil dari -1. Saham yang
paling tinggi tingkat risiko pasarnya pada kategori ini adalah saham PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.yang memiliki nilai beta saham
sebesar BBRI = 1,68. Saham ini dikatakan paling berisiko dikarenakan
saham ini memiliki pergerakan harga sebesar 1.68X dibandingkan dengan
pergerakan harga saham secara keseluruhan. Secara umum saham ini akan
mengalami penurunan sebesar 16,8% pada saat pasar secara keseluruhan
mengalami kenaikan sebesar 10%. Sedangkan saham yang memiliki risiko
84
terendah pada kategori ini adalah saham PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk. dengan nilai beta sebesar BMRI = 1,57.
b. Risiko Rendah ( -1 < i < 1)
Berdasarkan tabel 5.5, maka terdapat 10 (sepuluh) saham sektor perbankan
yang dikategorikan sebagai saham dengan tingkat risiko rendah. Hal ini
dikarenakan saham-saham tersebut memiliki nilai beta yang lebih besar
dari -1 namun lebih kecil dari 1. Saham yang memiliki tingkat risiko pasar
terendah pada kategori ini adalah saham PT. Bank Capital Indonesia dan
PT. Bank Mega Tbk. yang sama-sama memiliki nilai beta saham sebesar
BACA/MEGA = -0,21. Secara umum kedua saham ini akan mengalami
penurunan sebesar 2.1% pada saat pasar secara keseluruhan mengalami
kenaikan sebesar 10%. Saham ini memiliki nilai beta yang kecil
dikarenakan harga saham ini tidak terlalu berfluktuatif serta saham ini
tergolong dalam saham yang aktif diperdagangkan.
Untuk mengetahui tingkat risiko pasar saham sektor perbankan secara
keseluruhan, maka perlu diketahui nilai rata-rata dari beta seluruh saham
sektor perbankan. Dalam perhitungan ini nilai seluruh beta saham tersebut
harus di-absolute-kan agar menghasilkan nilai beta yang positif. Hal ini tidak
akan mempengaruhi besarnya tingkat risiko karena nilai beta saham tersebut
berlawanan dengan arah pergerakan pasar secara keseluruhan.
Perhitungan nilai rata-rata dari risiko pasar sektor perbankan adalah
sebagai berikut:
M =
85
M =
M =
= 0,59
Dengan demikian nilai akumulasi dari seluruh beta saham sektor
perbankan adalah 7,72 dengan jumlah saham sebanyak 13, sehingga didapat
nilai beta saham sektor perbankan secara keseluruhan sebesar 0,59. Hal ini
menggambarkan bahwa secara umum saham-saham sektor perbankan dapat
dikatakan sebagai saham yang memiliki tingkat risiko pasar yang rendah (-1 <
M < 1) berdasarkan kategori risiko saham. Dengan diperolehnya hasil
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa berfluktuasinya harga saham-saham
sektor perbankan mempengaruhi tingkat risiko pasar saham tersebut dengan
pengaruh yang masih rendah.
86
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Fluktuasi harga saham sebagai variabel independen memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap tingkat risiko pasar saham (beta) pada
perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011.
Dengan semakin berfluktuasinya harga suatu saham dibanding dengan
fluktuasi harga saham secara keseluruhan, maka mengakibatkan risiko
pasar saham tersebut menjadi lebih tinggi, begitu pula sebaliknya.
Fluktuasi harga saham di sektor perbankan yang tidak terlalu ekstrim
mempengaruhi stabilnya tingkat risiko pasar saham sektor perbankan
secara keseluruhan yang ditandai dengan nilai beta kurang dari satu (M =
0,59). Nilai ini diperoleh dari penjumlahan nilai beta saham seluruh
perusahaan perbankan dan dibagi dengan jumlah perusahaan perbankan
yang menjadi sampel.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, selanjutnya saran
yang diajukan sebagai berikut:
1. Penggunaan nilai beta dalam mengambil keputusan memilih saham dapat
membantu untuk menentukan jenis saham yang tergolong risiko tinggi
maupun yang berisiko rendah. Namun pemilihan ini sangat bergantung
87
pada kesiapan dari masing-masing investor dalam menanggung besarnya
risiko yang dihadapi.
2. Saham-saham di sektor perbankan yang nilainya tergolong stabil dapat
menjadi salah satu faktor yang patut diperhitungkan dalam memilih
investasi saham.
3. Dalam memilih saham perlu diperhatikan faktor fundamental untuk
menentukan sehat atau tidaknya suatu saham. Sedangkan faktor teknis
hanya diperlukan untuk membantu para investor dalam menentukan
“timing” untuk membeli atau menjual saham pada waktu yang tepat agar
diperoleh hasil pengembalian yang maksimum. Satu hal yang perlu diingat
bahwa prinsip jual-beli di pasar saham bukanlah menjual saat harga
tertinggi ataupun membeli saat harga rendah, melainkan fokus pada
pembelian pada harga tertentu dan menjual pada harga yang lebih tinggi.
88
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Masyhud. Manajemen Risiko. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006.
Fahmi, Irham dan Yovi L. Hadi. Teori Portofolio dan Analisis Investasi.
Bandung: Penerbit ALFABETA, 2009.
Halim, Abdul. Analisis Investasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2005.
Idroes, Ferry. Manajemen Risiko Perbankan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2008.
Jogiyanto, H. M., Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFEYogyakarta, 2010.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I TAHUN
2011.
Mahmud, Ferry. Skripsi: Analisis Pengaruh Fluktuasi Harga Saham Sektor
Tekstil Terhadap Tingkat Risiko Pasar (Beta) Saham Tersebut di Bursa
Efek Jakarta. Universitas Hasanuddin, 2000.
Martalena dan Maya Malinda. Pengantar Pasar Modal. Yogyakarta: Andi Ofset,
2011.
Sasanti, Retno Widya & Nurfauziah. Jurnal Ilmiah: Analisis Faktor-faktor yang
Berimplikasi Terhadap Fluktuasi Harga Saham di Bursa Efek Jakarta.
SINERGI Kajian Bisnis & Manajemen 2005.
Tandelilin, Eduardus. Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Kanisius, 2010.
Tiningrum, Erna. Jurnal Ilmiah: Pengaruh Faktor Fundamental Dan Risiko
Sistematik Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur di BEI.
STIE AUB Surakarta.
Umar, Husein. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2006.
Yulianto, Yulius. Skripsi: Analisis Pengaruh Asset Growth, Earning per Share,
Debt to Total Asset, Return on Investment, dan Deviden Yield Terhadap
Beta Saham (Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Tercatat di BEI
Periode 2005-2007). Universitas Diponegoro Semarang 2010.
89
Yustiantomo Budi Suseno. Tesis: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Beta Saham (Studi Kasus Perbandingan Perusahaan Finance dan
Manufaktur yang Listing di BEI pada Tahun 2005 – 2007), Universitas
Diponegoro Semarang 2009.
-------------. Booklet Perbankan Indonesia 2011, Jakarta: Bank Indonesia
Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, 2011.
-------------. IDX Statistics 2007. Jakarta: Bursa Efek Indonesia. Terpublikasikan
melalui website: http://www.idx.co.id
Diakses pada 20 Maret 2012
-------------. IDX Statistics 2008. Jakarta: Bursa Efek Indonesia. Terpublikasikan
melalui website: http://www.idx.co.id
Diakses pada 20 Maret 2012
-------------. IDX Statistics 2009. Jakarta: Bursa Efek Indonesia. Terpublikasikan
melalui website: http://www.idx.co.id
Diakses pada 20 Maret 2012
-------------. IDX Statistics 2010. Jakarta: Bursa Efek Indonesia. Terpublikasikan
melalui website: http://www.idx.co.id
Diakses pada 20 Maret 2012
-------------. IDX Statistics 2011 (Revisi). Jakarta: Bursa Efek Indonesia.
Terpublikasikan melalui website: http://www.idx.co.id
Diakses pada 20 Maret 2012
-------------. Indonesian Capital Market Directory 2008. Jakarta: Institute for
Economic and Financial Research. Terpublikasikan melalui link:
http://www.martintobing.com/view/214
Diakses pada: 30 Mei 2012
-------------. Indonesian Capital Market Directory 2009. Jakarta: Institute for
Economic and Financial Research. Terpublikasikan melalui link:
http://www.martintobing.com/view/214
Diakses pada: 30 Mei 2012
-------------. Indonesian Capital Market Directory 2010. Jakarta: Institute for
Economic and Financial Research. Terpublikasikan melalui link:
http://www.martintobing.com/view/214
Diakses pada: 30 Mei 2012
-------------. Indonesian Capital Market Directory 2011. Jakarta: Institute for
Economic and Financial Research. Terpublikasikan melalui link:
http://www.martintobing.com/view/214
Diakses pada: 30 Mei 2012
-------------. Indonesian Capital Market Directory 2009. Jakarta: Institute for
Economic and Financial Research. Terpublikasikan melalui link:
http://www.martintobing.com/view/214
Diakses pada: 30 Mei 2012
-------------. Kamus Perbankan, Jakarta: Tim Penyusun Kamus Perbankan
Indonesia, 1982.
-------------. Performance Summary January 2012. Jakarta: Bursa Efek Indonesia.
Terpublikasikan melalui website: http://www.idx.co.id
90
Diakses pada 01 Agustus 2012
91
ANALISIS PENGARUH FLUKTUASI HARGA SAHAM
SEKTOR TERHADAP TINGKAT RISIKO PASAR SAHAM DI
BURSA EFEK INDONESIA
(Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Tercatat di BEI Periode
2009-2011)
LAMPIRAN
Download