PERAN POLITISI PEREMPUAN PKS DALAM

advertisement
PERAN POLITISI PEREMPUAN PKS
DALAM MEMPERJUANGKAN HUKUM
BERKEADILAN GENDER
Oleh :
PUTRI CORIYANA SANDI
NIM: 104045201520
KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
JURUSAN SIYASAH SYAR’IYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
PERAN POLITISI PEREMPUAN PKS
DALAM MEMPERJUANGKAN HUKUM
BERKEADILAN GENDER
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Siyasah Syar’iyyah (S.Sy)
Oleh :
PUTRI CORIYANA SANDI
104045201520
KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
JURUSAN SIYASAH SYAR’IYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
PERAN POLITISI PEREMPUAN PKS
DALAM MEMPERJUANGKAN HUKUM
BERKEADILAN GENDER
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah Dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memeperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
Putri Coriyana Sandi
NIM : 104045201520
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
PENGESAHAN PANITIAN UJIAN
Skripsi ini yang berjudul Peran Politisi Perempuan PKS Dalam Memperjuangkan
Hukum Berkeadilan Gender, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari rabu tanggal 24
Agustus 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Siyasah Syar’iyyah (S.Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah.
Jakarta, 13 September 2011
Mengesahkan
Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP.195505051982031012
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua
: Dr. Asmawi, M.Ag
NIP. 19721010997031008
Sekretaris
: Afwan Faizin, MA
NIP. 197210262003121001
Pembimbing I
: Dr. Jaenal Aripin, M.Ag
NIP. 197210161998031004
Pembimbing II
: Mu’min Rouf, MA
NIP. 197004161997031004
Penguji I
: Dr. Asmawi, M.Ag
NIP. 19721010997031008
Penguji II
: Afwan Faizin, MA
NIP. 197210262003121001
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skirpsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya mendapatkan sanksi yang
berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Syawal 1432 H
13 September 2011 M
Putri Coriyana Sandi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Hidup adalah menentukan pilihan dan setiap pilihan mengandung konsekuensi
Kesanggupan kita terhadap konsekuensi itulah yang seharusnya menjadi
pertimbangan tatkala hendak menjatuhkan pilihan”
Dengan segala kerendahaan hati
karya sederhana ini penulis persembahkan untuk :
Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan do’a serta berkorban
dalam mengasuh, membimbing dan mengenalkan arti hidup.
Akhmad Sujai tercinta yang senantiasa menemani penulis dalam suka
dan duka dengan penuh keikhlasan dan ketulusan
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat kepada
Allah SWT. Dialah sumber tempat bersandar, Dialah sumber kenikmatan hidup
yang tanpa batas, Rahman dan Rahim tetap menghiasi asma-Nya. Sehingga
penulis diberikan kekuatan fisik untuk dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Peran Politisi Perempuan PKS Dalam Memperjuangkan Hukum
Berkeadilan Jender”.
Shalawat beserta salam tetap tercurahkan atas penghulu umat Islam Nabi
Muhammad SAW. Beserta para keluarganya, sahabat dan para pengikutnya yang
telah membuka pintu keimanan yang bertauhidan kebahagiaan, kearifan hidup
manusia dan pencerahan atas kegelapan manusia serta uswatun hasanah yang
dijadikan sebuah pembelajaran bagi muslim dan muslimah hingga akhir zaman.
Skripsi ini, penulis susun guna memenuhi syarat akhir untuk mencapai
Gelar Sarjana Hukum Islam (S1) pada Program Studi Jinayah Siyasah konsentrasi
Siyasah Syar’iyyah (HTNI) Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Setulusnya dari lubuk hati yang paling dalam penulis menyadari bahwa
suksesnya penulisan skripsi ini penulis mendapat bantuan dan motifasi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag, selaku Ketua Program Studi Jinayah Siyasah
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak Afwan Faizin, MA, selaku Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
v
4. Bapak Dr. Jaenal Aripin, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktunya dan tenaganya untuk membimbing serta memberikan
saran dan kritik selama penulis mengerjakan skripsi ini.
5. Bapak Mu’min Rouf, MA, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktunya dan tenaganya untuk membimbing serta memberikan
saran dan kritik selama penulis mengerjakan skripsi ini.
6. Seluruh Staf Pengajar dan Karyawan Jurusan Jinayah Siyasah, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Seluruh Staf dan Karyawan Perpustakaan Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Seluruh Staf dan Karyawan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Seluruh Staf dan Karyawan Dewan pengurus Pusat Partai Keadilan Sejahtera
Pimpinan Cabang Jakarta Pusat.
10. Keluarga tercinta, Ayahanda Subandi dan Ibunda Sinta Dewi serta kakanda
Akhmad Sujai, S.T., yang telah banyak memberikan semangat dan dukungan
baik material maupun sprituil kepada penulis.
11. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2004 Jurusan Jinayah Siyasah, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu kelancaran penulis dalam merencanaan, membuatan dan menulis
Skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pada penulisan Skripsi ini masih
jauh dari sempurna, baik secara materi maupun teknis penulisan. Maka untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaan Skripsi ini.
Jakarta, 15 Syawal 1432 H
13 September 2011M
Putri Coriyana Sandi
vi
DAFTAR ISI
JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………… ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN………………………………………….
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN …………………………………………..
iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….
v
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. vii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………
ix
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………...
1
B. Identifikasi Masalah …………………………………………….. 7
C. Perumusan Masalah ……………………………………………..
8
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian …………………………………
8
E. Metodologi Penelitian…………………………………………… 8
F. Sistematika Penulisan …………………………………………... 10
BAB II
KIPRAH PEREMPUAN DALAM POLITIK HUKUM DI
INDONESIA
A. Sejarah Gerakan Politik Perempuan Di Indonesia ……………… 12
1. Zaman Kolonial Belanda …………………………………….. 12
2. Zaman Pendudukan Bala Tentara Jepang …………………… 19
3. Republik Indonesia ………………………………………….. 20
B. Bentuk Dan Karakteristik Gerakan Politik Perempuan Di
Indonesia ………………………………………………………... 23
1. Bentuk Formal Gerakan Politik Perempuan Di Indonesia …... 23
2. Bentuk Non Formal Gerakan Politik Perempuan Di Indonesia 24
C. Isu-Isu Sentral Gerakan Politik Perempuan Di Indonesia ……… 27
vii
1. Isu-Isu Sentral Menurut Perkawinan ………………………… 27
2. Isu-Isu Gender Dalam Hukum Adat ………………………… 29
3. Kuota Perempuan ……………………………………………. 31
BAB III PEREMPUAN DAN HUKUM PERUNDANG - UNDANGAN
DALAM HUKUM BERKEADILAN GENDER
a.A. Definisi, Bentuk Dan Praktek Hukum Berkeadilan Gender ….... 35
BB. Perempuan Dalam Legal Drafting UU Di DPR ………………... 43
C. Produk Perundang-undangan Berkeadilan Gender ……………... 54
BAB IV PANDANGAN POLITISI PEREMPUAN PKS DALAM
HUKUM BERKEADILAN GENDER
A. Dinamika PKS Dalam Politik Indonesia ……………………….. 58
B. Isu-Isu Gender Dalam Perempuan PKS ………………………… 68
C. Pandangan Politisi PKS Dalam Hukum Berkeadilan Gender …... 71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………... 86
B. Saran ……………………………………………………………. 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Anggota DPR RI hasil Pemilu Tahun 2004 ………………..
ix
6
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Undang -Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan
Lampiran 2 : Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 2002 Tentang
Partai Politik
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah gender sudah sering dibahas oleh pemerhati dalam berbagai
pertemuan-pertemuan, diskusi-diskusi, seminar-seminar dan lain-lainnya baik
pada tingkat lokal maupun pada tingkat nasional bahkan pada tingkat
inetrnasional. Walaupun demikian masih banyak orang tidak mengetahui dan
tidak mengerti apa sebenarnya gender tersebut. Pada hal tidaklah demikian karena
masalah gender dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek hukum adat, pidana,
pajak, perdata, tata negara, aspek sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Kata jender berasal dari bahasa Inggris, yaitu gender, yang berarti jenis
kelamin.1 Dalam Webster New World Of Dictonary, gender diartikan sebagai
perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan
tingkah laku.2 Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender
adalah suatu konsep budaya yang berupaya membuat perbedaan (distinction)
dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki
dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.3
Menurut Hilary. M. Lips dalam bukunya yang terkenal, Sexs And Gender
An Introduction mengartikan jender sebagai harapan-harapan budaya terhadap
laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and men).4 Pendapat ini
sejalan dengan pendapat umumnya tentang kaum feminis seperti menurut Linda.
L. Lindsey, yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan
seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk dalam bidang kajian
1 John M. Echols Dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Cet.XII, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka,1998), h.265.
2 Celia Modgil, The Apparent Disparity Between Man And Women In Values And
Behavior (New York: Webster Of Dictionary, 1984), h.561.
3 Helen Tierney (ed), Women’s Studies Encylopedia, Vol. 1, (New York: Green Press),
h.153.
4 Hilary M. Lips, Sexs And Gender An Introduction, (London: Masyfield Publishing
Company, 1993), h.4.
1
2
gender (What a given society defines as masculine or feminism is a component of
gender).5
Menurut H.T. Wilson dalam Seks dan Gender mengartikan gender sebagai
suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan
pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi
laki-laki dan perempuan.6 Sedangkan menurut Elaine Showalter mengartikan
jender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi
konstruksi sosial budaya. Elaine menekankannya sebagai konsep analisa (an
analytic concept) yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu.7
Meskipun kata jender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar
Bahasa Indonesia, istilah tersebut sudah banyak digunakan, khususnya di Kantor
Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan ejaan gender. Gender juga dapat
diartikannya sebagai interprestasi mental dan budaya terhadap perbedaan kelamin,
yaitu laki-laki dan perempuan. Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan
pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.8
Gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan lakilaki dan perempuan dari segi sosial budaya. Sementara itu, Seks secara umum
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi
anatomi biologi. Istilah seks dalam kamus bahasa Indonesia juga berarti jenis
kelamin.9 Sementara itu, gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial,
budaya, psikologi dan aspek-aspek non biologis lainnya.10 Pada hal tidaklah
demikian karena masalah gender dapat di lihat dari sejarah, dimana telah mencatat
bahwa kaum perempuan telah mengalami kenyatan pahit dari zaman dahulu
hingga sekarang ini. Mereka dianggap sebagai kaum yang tidak berdaya, lemah
dan selalu menjadi yang kedua. Berbagai bentuk diskriminasi dan perlakuan yang
5 Aidit. D.N, Wanita Komunis Pejuang Untuk Masyarakat Baru, (Jakarta: Ilmu Bintang
Merah, 1957), h.216.
6 H.T.Wilson, Analisis Seks Dan Gender, Cet.1, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), h.57.
7 Miriam Budiardjo, Dasar Dasar Ilmu Politik, Cet.I, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama, 2008), h.403-404.
8 Firmanzah, Mengelolah Partai Politik Diera Demokrasi, Cet.I, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004), h. 66.
9 Echols Dan Shadily, Op.Cit., h.517.
10. Lindsey, Op.Cit., h.2.
3
tidak adil diterima oleh kaum perempuan. Kaum perempuan kemudian mencoba
berjuang untuk mendapatkan hak mereka sebagai manusia, Mulai dari hal yang
sangat kecil yaitu diskrimnasi di lingkungan hingga berbagai permasalahan lainya
seperti hak politik, sosial, ekonomi, budaya dan hukum.
Dalam kaitan dengan pengertian gender ini Astiti mengemukakan bahwa
gender adalah hubungan laki-laki dan perempuan secara sosial.11 Hubungan sosial
antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup sehari-hari dibentuk dan
diubah oleh masyarakat sendiri. Oleh karena itu sifatnya dinamis, artinya dapat
berubah dari waktu kewaktu dan dapat pula berbeda dari tempat yang satu dengan
tempat lainnya sejalan dengan kebudayaan masyarakat masing-masing.12
Upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), di Indonesia
dituangkan dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999, Undang-Undang No. 25 Tahun 2000
tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 dan
dipertegas dalam Instruksi Presiden No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
Gender (PUG) dalam Pembangunan nasional, sebagai salah satu strategi untuk
mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.
Disamping itu pengarusutamaan gender juga merupakan salah satu dari
empat key cross cutting issues dalam Propenas. Pelaksanaan PUG diisntruksikan
kepada seluruh departemen maupun lembaga pemerintah dan non departemen di
pemerintah nasional, propinsi maupun di kabupaten atau kota, untuk melakukan
penyusunan program dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
dengan mempertimbangkan permasalahan kebutuhan, aspirasi perempuan pada
pembangunan dalam kebijakan, program atau proyek dan kegiatan.
Disadari bahwa keberhasilan pembangunan nasional di Indonesia baik
yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat sangat tergantung
dari peran serta laki-laki dan perempuan sebagai pelaku dan pemanfaat hasil
pembangunan. Pada pelaksanaannya sampai saat ini peran serta kaum perempuan
11 Astiti, Jender Dalam Hukum Adat, (Jakarta: Word Press, 2000), h.1.
12 Mansour Faqih, Analisa Gender Dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996), h.8.
4
belum dioptimalkan. Oleh karena itu program pemberdayaan perempuan telah
menjadi agenda bangsa dan memerlukan dukungan semua pihak.
Penduduk wanita yang jumlahnya 49.9 % (102.847.415) dari jumlah total
(206.264.595) penduduk Indonesia sensus penduduk tahun 2000 merupakan
sumber daya pembangunan yang cukup besar. Partisipasi aktif wanita dalam
setiap proses pembangunan akan mempercepat tercapainya tujuan pembangunan.
Kurang berperannya kaum perempuan akan memperlambat proses pembangunan
atau bahkan perempuan dapat menjadi beban pembangunan itu sendiri.
Kenyataannya dalam beberapa aspek pembangunan, perempuan kurang
dapat berperan aktif. Hal ini disebabkan karena kondisi dan posisi yang kurang
menguntungkan dibanding laki-laki. Seperti peluang dan kesempatan yang
terbatas dalam mengakses dan mengontrol sumber daya pembangunan, sistem
upah yang merugikan, tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah, sehingga
manfaat pembangunan kurang diterima kaum perempuan.
Berbagai upaya pembangunan nasional yang selama ini diarahkan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik perempuan maupun laki-laki,
ternyata belum dapat memberikan manfaat yang setara bagi perempuan dan lakilaki. Bahkan belum cukup efektif memperkecil kesenjangan yang ada. Hal ini
menunjukkan bahwa hak-hak perempuan memperoleh manfaat secara optimal
belum terpenuhi sehingga pembangunan nasional belum mencapai hasil yang
optimal, karena masih belum memanfaatkan kapasitas sumber daya manusia
secara penuh.
Faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender yaitu tata nilai sosial
budaya masyarakat, umumnya lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan
(ideologi patriarki). Peraturan perundang-undangan masih berpihak pada salah
satu jenis kelamin dengan kata lain belum mencerminkan kesetaraan gender.
Penafsiran ajaran agama yang kurang komprehensif atau cenderung tekstual
kurang kontekstual, cenderung dipahami parsial kurang kholistik. Kemampuan,
kemauan dan kesiapan perempuan sendiri untuk merubah keadaan secara
konsisten dan konsekwen. Rendahnya pemahaman para pengambil keputusan di
5
eksekutif, yudikatif, legislatif terhadap arti, tujuan, dan arah pembangunan yang
responsif gender.
Adanya kesenjangan pada kondisi dan posisi laki-laki dan perempuan
menyebabkan perempuan belum dapat menjadi mitra kerja aktif laki-laki dalam
mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik yang diarahkan pada
pemerataan selain pembangunan. Selain itu rendahnya kualitas perempuan turut
mempengaruhi kualitas generasi penerusnya, mengingat mereka mempunyai
peran reproduksi yang sangat berperan dalam mengembangkan sumber daya
manusia masa depan.
Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat dalam
berbagai bidang kehidupan antara lain dalam bidang politik, sosial, ekonomi,
budaya dan hukum (baik hukum tertulis maupun tidak tertulis). Hubungan sosial
antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan tersebut pada
umumnya menunjukan hubungan yang subordinatif yang artinya dimana bahwa
kedudukan perempuan lebih rendah bila dibandingkan dengan kedudukan lakilaki.
Hubungan yang subordinatif tersebut dialami oleh kaum perempuan di
seluruh dunia karena hubungan yang subordinatif tidak saja dialami oleh
masyarakat yang sedang berkembang seperti masyarakat Indonesia, namun juga
dialami oleh masyarakat negara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat
dan lainnya. Keadaan yang demikian tersebut dikarenakan adanya pengaruh dari
idiologi patriarki yakni idiologi yang menempatkan kekuasaan pada tangan lakilaki dan ini terdapat di seluruh dunia. Keadaan seperti ini sudah mulai mendapat
perlawanan dari kaum feminis, karena kaum feminis selama ini selalu berada pada
situasi dan keadaan yang tertindas. Oleh karenanya kaum feminis berjuang untuk
menuntut kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki dalam berbagai bidang
kehidupan agar terhindar dari keadaan yang subordinatif tersebut.
Di Indonesia sebenarnya perjuangan kaum feminis untuk menuntut
kedudukan yang sama dengan laki-laki atau terhadap kekuasaan patriarki sudah
dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka yang mana dipelopori oleh R.A. Kartini.
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan R.A. Kartini tersebut mendapat pengakuan
6
yang tersirat pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 1 yang berbunyi
segala warga negara bersamaan kedudukannya didepan hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali.
Di samping itu, berbagai produk perundang-undangan yang telah
dikeluarkan sebagai realisasi tuntutan persamaan hak dan kedudukan perempuan
dengan laki-laki, antara lain Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi
mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, UndangUndang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di antara produk
perundang-undangan tersebut yang paling tegas mengatur tentang penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan adalah Undang-Undang No. 7
Tahun 1984. Meskipun begitu kedudukan subordinasi terhadap perempuan dalam
kenyataannya masih tetap ada dalam berbagai bidang kehidupan.
Hak politik perempuan di dunia public sebenarnya telah ada dan tertuang
dalam konvensi PBB tentang penghapusan Penghapusan segala bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW - The Unconvention On The
Elimination Of All Forms Of Dicrimination Against Women) yang disahkan dan
diterima oleh Dewan Umum PBB pada tahun 1979. Sebagai ratifikasi dari
konvensi tersebut muncul Undang-Undang Pemilu No. 12 Tahun 2003 tentang
kuata keterwakilan perempuan yang mencapai 30% di parlemen. Data berikut
penjelaskan kompisisi anggota DPR RI berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 1.1 Jumlah Anggota DPR RI hasil Pemilu Tahun 2004.13
No
Partai
Perempuan
Persen
Laki-Laki
Persen
Jumlah
1
GOLKAR
18
14
110
86
128
2
PDIP
12
11
97
89
109
3
PPP
3
5,17
55
94,82
58
4
DEMOKRAT
6
10,52
49
89,47
55
5
PKB
7
13,46
45
86,53
52
13 Sulistyowati Irianto, Jumlah Anggota DPR RI hasil Pemilu Tahun 2004, (Jakarta:
Komisi Pemilihan Umum, 2004).
7
6
PAN
7
13,46
46
86,53
57
7
PKS
3
6,66
42
93,33
45
8
PBR
2
15,38
12
84,61
14
9
PBB
0
0
11
100
11
10
PDS
3
25
9
75
13
11
PDK
0
0
4
100
4
12
PKPB
0
0
2
100
2
13
PELOPOR
1
33
2
66
3
14
PKPI
0
0
1
100
1
15
PNI
0
0
1
100
101
16
PPDI
62
11,27
487
88,73
550
Jumlah
62
11,27
487
88,73
550
Dengan disahkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Pemilu
yang menyertakan aspirasi kaum perempuan pada Pasal 65 Ayat 1 UndangUndang No. 12 Tahun 2003, maka setiap partai politik harus mengajukan calon
anggota DPR baik DPRRI, DPR Propinsi dan DPR Kabupaten atau kota untuk
setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
sekurang-kurangnya 30 %.14
Untuk mengetahui salah persepsi dan berbagai pengertian, penulis ingin
mengetahui lebih jauh dan mengkaji penelitian penulis berdasarkan literaturliteratur yang ada. Akhirnya penulis memberikan judul dalam penelitian adalah
”Peran
Politisi
Perempuan
PKS
Dalam
Memperjuangkan
Hukum
Berkeadilan Gender”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat di identifikasi beberapa masalah,
yaitu peran politisi perempuan PKS dalam memperjuangkan hukum berkeadilan
14 Hajriyanto Y. Thohari, Partai Yang Berasakan Islam, (Jakarta: Media Seputar
Indonesia, 2008), h.15.
8
gender, bentuk dan karakteristik gerakan politik perempuan di Indonesia dan isuisu sentral gerakan politik di Indonesia.
C. Perumusan Masalah
Dari identifikasi masalah diatas tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pandangan politisi perempuan PKS dalam memperjuangkan hukum
berkeadilan gender ?
2. Bagaimana kiprah perjuangan politisi perempuan PKS dalam memperjuangkan
hukum berkeadilan gender ?
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bagaimana bentuk dan praktek hukum keadilan gender.
b. Untuk mengetahui dengan jelas mengenai perempuan dalam legal drafting
undang-undang di DPR.
c. Untuk mengetahui produk perundang-undangan berkeadilan gender.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Sebagai sumbangan teoritas bagi masyarakat mengenai bentuk dan praktek
hukum berkeadilan gender dalam Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi kampus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pengembangan khazanah keilmuan
dibidang politik.
c. Memberikan pemahaman tersendiri khususnya bagi penulis dan umumnya
bagi masyarakat luas mengenai peran politisi perempuan pks dalam hukum
berkeadilan gender.
E. Metodelogi Penelitian
Adapun metodelogi penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :
9
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian
kepustakaan (library research) dan penelititian lapangan (field research) yang
berdasar pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Jenis penelitian ini
diambil sesuai dengan obyek penelitian yang dikaji melalui pendekatan
kualitatif, yaitu jenis penelitian yang dilakukan secara sistematis terhadap suatu
objek berdasarkan fakta-fakta yang ada untuk menghasilkan data-data
deskriptif berupa kata-kata tulisan dari perilaku objek yang diteliti. Kemudian
disajikan dalam bentuk deskriptif.
2. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini, yaitu
teknik observasi sebagai teknik utama penelitian, sedangkan sebagai pelengkap
penelitian menggunakan teknik wawancara dan teknik dokumentasi.
a. Teknik observasi
Dimana dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati dan
mencatat situasi lingkungan, sikap dan prilaku dari pengurus dan kader
PKS, baik dilingkup nasional maupun jawa tengah, melalui kunjungan ke
sekretariat DPP Pusat, sekretariat fraksi PKS Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah,
serta jika memungkinkan ke lokasi kegiatan yang diselenggarakan PKS.
b. Teknik dokumentasi
Dimana dalam penelitian ini peneliti memperoleh data dengan cara mencari
dan mengumpulkan bahan-bahan yang ada hubungannya dengan masalah
yang diteliti. Data-data tersebut berupa catatan-catatan hasil pengamatan,
dokumen-dokumen sekolah, buku-buku, jurnal, artikel, surat kabar,
majalah, situs internet dan lain sebagainya.
c. Teknik Wawancara
Untuk melengkapi data penelitian berupa keterangan lisan masih
dibutuhkan metode wawancara atau interview. Dalam penelitian ini data
berupa keterangan yang diperoleh dari subyek penelitian yang berasal dari
lingkungan internal organisasi PKS dan lingkungan eksternal. Untuk
10
lingkungan internal adalah pengurus PKS dengna mempertimbangkan
kapasitas dan kedudukannya dalam organisasi PKS sehingga representative
mewakili organisasinya. Sedangkan subyek penelitian dari lingkungan
eksternal non PKS adalah pihak-pihak yang memiliki kapasitas dan
kedudukan dalm sebuah lembaga yang berkaitan secara langsung maupun
tidak langsung dengan permasalahan yang diteliti.
3. Metode Analisa Data
Dari data-data hasil penelitian yang diperoleh dilapangan seperti data hasil
observasi, hasil wawancara dan hasil dokumentasi sepenuhnya akan
dianalisa dengan menggunakan teknik analisa deskritif kualitatif, yaitu hasil
analisa tidak disajikan dalam bentuk angka-angka dan bilangan statistik
akan tetapi berupa pemaparan atau gambaran mengenai situasi yang di teliti
dalam bentuk uraian- uraian naratif .
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penyusunan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab,
dengan urain sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
KIPRAH
PEREMPUAN
DALAM
POLITIK
HUKUM
DI
INDONESIA
Pada bab ini membahas tentang sejarah gerakan poltik perempuan di
Indonesia, bentuk dan karakteristik gerakan politik perempuan di
Indonesia dan isu-isu sental gerakan politik perempuan di Indonesia.
BAB III
PEREMPUAN DAN HUKUM PERUNDANGAN UNDANGAN
DALAM HUKUM BERKEADILAN GENDER
11
Pada bab ini membahas tentang definisi, bentuk dan praktek hukum
berkeadilan gender, perempuan dalam legal drafting Undang-Undang
di DPR dan produk perundang-undangan berkeadilan gender.
BAB IV
PANDANGAN
POLITISI
PEREMPUAN
PKS
DALAM
BERKEADILAN GENDER
Pada bab ini membahas tentang dinamika PKS dalam politik
Indonesia, isu-isu gender dalam perempuan PKS dan pandangan
politisi PKS dalam hukum berkeadilan gender.
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil peran
politisi perempuan PKS dalam memperjuangkan hukum berkeadilan
gender.
BAB II
KIPRAH PEREMPUAN DALAM
POLITIK HUKUM DI INDONESIA
A. Sejarah Gerakan Politik Perempuan Di Indonesia
Gerakan politik perempuan Indonesia baru dimulai pada permulaan abad
20, yaitu permulaan bentuk gerakan secara modern. Karena bentuk gerakan
tersebut ditandai oleh tumbuhnya organisasi wanita yang diikuti oleh proses
perkembangan organisasi gerakan kebangsaan Indonesia pada waktu itu. Dengan
begitu banyak organisasi wanita menjadi bagian dari kelompok wanita sebagai
organisasi kebangsaan. Bahwa organisasi itu mempunyai pengurus tetap dan
mempunyai anggota, mempunyai tujuan yang jelas, disertai rencana pekerjaan
berdasarkan peraturan-peraturan yang dimuat di Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga. Sebelumnya kaum wanita berjuang orang perorangan dan belum
terorganisasi dalam susunan suatu badan perkumpulan.15
Namun demikian, perjuangan kaum wanita melawan penjajah Belanda
pada waktu itu telah memberikan inspirasi dan dorongan bagi wanita-wanita
generasi kemudian, yang berjuang untuk emansipasi kaumnya sekaligus memiliki
peranan partisipasi dalam mengisi hasil perjuangan kemerdekaan Indonesia.
1. Zaman Kolonial Belanda
Pada zaman kolonial belanda pergerakan perempuan di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi beberapa periode, yaitu :
a. Periode Perintis (1880 - 1910)
Kedatangan Vereenigde Oost Indische Compagnie (V.O.C) pada abad ke18 adalah untuk berdagang dengan menggunakan moncong meriam di kepulauan
Indonesia sejak semula membawa malapetaka untuk rakyat Indonesia. Melalui
penindasan, eksploitasi, pengurasan sumber ekonomi adalah untuk memperkaya
15 Kowani, Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia, (Jakarta: Kolektif
Coup, 1978).
12
13
Belanda hingga saat ini. Pemindahan kekuasaan dari Vereenigde Oost Indische
Compagnie (V.O.C) kepada Bataafse Republiek sama sekali tidak merubah situasi
saat itu, akan tetapi hanyalah meneruskannya saja dengan cara yang berbeda. Hak
monopoli perdagangan dan hak monopoli pelayaran antar pulau diseluruh
Nusantara yang mematikan daya hidup dan daya materiil rakyat Indonesia
dilanjutkan oleh Pemerintah Pusat Negara Monarkhi di Belanda dengan
staatsmonopoli. Penunjukan posisi Gubernur Jendral Van den Bosch di negara
jajahan (Nederlands Indie) langsung memberlakukan kebijakan Cultuurstelsel
pada tahun 1830 sampai tahun 1870, yaitu suatu sistem pengetrapan tanam paksa
berbagai jenis tanaman seperti kopi, gula, tembakau dan tanaman lainnya di atas
1/5 (seper lima) tanah pedesaan untuk kepentingan pasaran dunia barat.16
Misi VOC, sebagai perpanjangan tangan pemerintah Belanda mempunyai
dua fungsi. Pertama sebagai pedagang dan kedua sebagai badan pemerintah.
Sebagai upaya pemantapan pelaksanaan kedua fungsi tersebut, maka VOC
menggunakan hukum dan peraturan perundang-undangan Belanda. Didaerahdaerah yang kemudian satu persatu dapat dikuasai colonial akhirnya membentuk
badan-badan peradailan. Upaya ini tidak mulus berjalan dalam penerapannya
mengalami hambatan. Atas dasar berbagai pertimbangan VOC membiarkan
lembaga-lembaga asli yang ada dalam masyarakat untuk berjalan sebagaiman
sebelumnya. Langkah ini diambil sebagai upaya menghindari perlawanan dari
masyarakat setempat. Konsekuensinya VOC terpaksa memperhatikan hukum
yang hidup dan diikuti oleh rakyat dalam kehidupan sehari-hari.17
Sejak saat itulah pemberontakan timbul di mana-mana, hingga hampir
setiap tahun Batavia mengirimkan ekspedisi-ekspedisi militer keberbagai tempat
di Nusantara untuk menumpas perlawanan rakyat. Pada masa itu belum
diketemukan cara perjuangan Nasional. Periode Perintis meliputi masa sebelum
tahun 1908, yaitu tahun dimulainya fase kebangkitan kesadaran nasional, dengan
16 Baroroh Baried, Citra Wanita Dalam Kebudayaan Indonesia, (Jakarta: Seminar
Nasional Fakta Dan Citra), 23-25 agustus 1984.
17 Prof. Mohammad Daud Ali.S.H, Kedudukan Hukum Islam Dan Peradilan Agama,
Cet.1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1977), h.212.
14
berdirinya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Periode Perintis masih juga
meliputi masa permulaan politik etis Belanda di Indonesia.
Para tokoh Perintis perjuangan wanita belum mempunyai perkumpulan atau
organisasi wanita, dengan kata lain berjuang orang perorangan, akan tetapi dalam
kenyataan bahwa mereka mengangkat senjata bahu membahu dengan kaum pria
melawan penjajah Belanda, tidak dapat dipungkiri bahwa mereka merupakan
sumber inspirasi bagi generasi wanita berikutnya untuk berjuang melawan
penindasan dan ketidakadilan. Para tokoh perintis dalam masa sesudah
diterapkannya politik etis Belanda di Indonesia, memberikan teladan dan
dorongan kepada generasi kaumnya untuk meneruskan jejak langkah mereka, juga
berjuang untuk emansipasi dan partisipasi untuk membangun kemandirian
kaumnya, kemajuan bangsanya dan kemerdekaan tanah airnya karena ciri
utamanya ialah menekankan kepada pendidikan atau lebih khususnya pendidikan
model Barat, sebagai bekal untuk memajukan kaumnya dan bangsanya. Gerakan
pendidikan kebanyakan diprakarsai oleh kalangan elite bangsawan, karena mereka
lebih dahulu diberi kesempatan oleh pemerintah untuk bisa memasuki sekolahsekolah khusus untuk warga Eropa. Pejuang-pejuang Perintis pada masa itu,
diantaranya Kartini, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika dan Nyai Achmad
Dahlan.
b. Periode Kebangkitan Kesadaran Nasional (1911 - 1928)
Masa kebangkitan kesadaran nasional ditandai dengan munculnya
organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta, organisasi pertama
diantara bangsa Indonesia yang dibentuk secara modern. Dengan bentuk modern
diartikan bahwa organisasi mempunyai pengurus tetap, anggota, tujuan, rencana
pekerjaan dan seterusnya berdasarkan peraturan-peraturan yang dimuat di
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi. Pengurus Budi Utomo
terdiri dari para Priyayi dan dalam waktu singkat organisasi tersebut mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Pada akhir tahun 1909 Budi Utomo telah mempunyai
40 cabang dengan lebih kurang 10.000 anggota. Kemudian berdiri partai-partai
politik yang tidak terbatas pada daerah berkebudayaan Jawa saja seperti Budi
15
Utomo akan tetapi yang beraliran Indisch Nasionalisme radikal, beraliran
nasionalisme demokratis dengan dasar agama dan beraliran marxisme.
1. Gerakan Perempuan Dan Kebangkitan Nasionalisme
Pada periode Budi Utomo pejuang gerakan perempuan baru terbatas pada
kedudukan sosial saja. Soal-soal politik perempuan belum dalam jangkauannya.
Apalagi kemerdekaan tanah air masih terlalu jauh dari penglihatan dan
pemikirannya. Kesibukan-kesibukan pada periode perintis dibidang pendidikan,
pengajaran, kerumah tanggaan masih berlanjut.
Pengaruh warisan cita-cita
Kartini untuk emansipasi perempuan
berkumandang menembus batas-batas kamar pingitannya dan perhatian kaumnya.
Sehingga pada periode kebangkitan dan Kesadaran Nasional ini mulai untuk
meningkatkan kaum perjuangan perempuan. Ini dibuktikan dengan munculnya
organisasi perempuan yang pertama di Jakarta pada tahun 1922 bernama Putri
Mardika atas bantuan Budi Utomo. Perkumpulan Kartini Fonds yang bertujuan
mendirikan sekolah-sekolah Kartini berdiri diberbagai tempat di Jawa, Keutamaan
Istri didirikan di banyak tempat di Jawa Barat bahkan dikota Padang Panjang,
Kerajinan Amai Setia di kota Gedang, Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya
berdiri pada tahun 1917 di Manado. Kesemuanya itu baik organisasi perempuan
dari organisasi partai umum maupun organisasi lokal kesukuan atau kedaerahan
bertujuan menggalakkan pendidikan dan pengajaran bagi perempuan dan
perbaikan kedudukan sosial dalam perkawinan dan keluarga serta meningkatkan
kecakapan sebagai ibu dan pemegang rumah tangga. Ada beberapa hal yang
menjadi fokus pejuang gerakan perempuan pada masa itu yaitu gerak kemajuan
pada tahun-tahun sebelum 1920 dapat dikatakan lamban. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya sekolah-sekolah untuk wanita pribumi, tidak adanya izin dari orang tua
di kalangan atas atau diperlukan tenaganya untuk membantu orang tua di kalangan
bawah. Di samping itu adat dan tradisi sangat menghambat kemajuan wanita.18
18 Umi Sardjono, Meningkatkan Peranan Wanita Dalam Perjuangan Untuk Hak-Hak
Demokrasi, (Jakarta: Sidang DPP Pleno, 1955).
16
Dalam Sarekat Islam terikat divisi peperangan adalah bernama Wanudiyo
Utomo dan kemudian Sarekat Perempuan Islam Indonesia. Dalam Kongres
Sarekat Islam pada bulan April 1929 di Surabaya, Sarekat Perempuan Islam
Indonesia bertentangan dengan Persatuan Puteri Indonesia mengenai poligami.
Bagian Wanita Muhammadiyah adalah Aisiyah yang juga tidak ikut mencampuri
masalah persoalan politik seperti ibu perkumpulannya yaitu Muhammadiyah.
Mengenai masalah poligami menurut Aisiyah sependirian dengan bagian Wanita
Sarekat Islam. Mereka juga menentang keras adat Barat seperti pakaian, tata
rambut, cara hidup, kesenangan dan sebagainya karena dianggapnya bertentangan
dengan adat Islam. Wanita Perti sebagai bagian dari Persatuan Tarbiyah Islamiyah
di dirikan pada tahun 1928. Bagian Wanita Sarekat Ambon adalah Ina Tuni
membantu aksi Sarekat Ambon dikalangan militer Ambon. Bagian Wanta ini
berhaluan politik seperti Sarekat Ambon juga.
Perhimpunan perempuan lainnya ialah organisasi pemudi terpelajar,
seperti Puteri Indonesia dan Jong Islamieten Bond Dames Afdeling, Jong Java
Meisjeskring, Organisasi Taman Siswa. Kemajuan gerakan Wanita sesudah tahun
1920, terlihat juga dengan makin banyaknya perkumpulan-perkumpulan Wanita
kecil yang berdiri sendiri. Hampir di semua tempat yang agak penting ada
pekumpulan wanita. Seperti pada masa sebelum 1920, perkumpulan-perkumpulan
itu mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk belajar masalah kepandaian putri
yang khusus. Menjelang tahun 1928, organisasi wanita berkembang lebih pesat.
Sikap yang dinyatakan oleh organisasi-organisasi wanita pada waktu itu,
umumnya lebih tegas, berani dan terbuka. Perkembangan kearah politik makin
tampak terutama yang menjadi bagian dari Sarekat Islam, Partai Komunis
Indonesia, Partai Nasional Indonesia dan Persatuan Muslimin Indonesia.
Gerakan Perempuan Indonesia pada fase ini sudah lebih matang untuk
menyetujui anjuran dan panggilan kebangsaan, faham Indonesia bersatu yang di
hidup-hidupkan antara lain oleh Perhimpunan Indonesia dan Partai Nasional
Indonesia. Maka berlangsunglah Kongres Perempuan Indonesia yang pertama di
Jogyakarta pada tanggal 22-25 Desember 1928. Kongres ini merupakan lembaran
sejarah baru bagi gerakan wanita Indonesia, di mana organisasi wanita
17
menggalang kerjasama untuk kemajuan wanita khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Ciri utama kesatuan pergerakan perempuan Indonesia pada masa ini
ialah berasaskan kebangsaan dan menjadi bagian pergerakan kebangsaan
Indonesia. Pokok-pokok permasalahan yang dibicarakan di antaranya ialah
kedudukan perempuan dalam perkawinan, poligami dan koedukasi. Masalah
politik nasional melawan penjajahan tidak menjadi pokok bahasan dan Kongres
berpendirian berhaluan kooperasi terhadap pemerintah Belanda (Nederlands
Indie).19
Kongres menghasilkan keputusan dibentuknya badan permufakatan
organisasi-organisasi wanita dengan nama Perserikatan Perkumpulan Perempuan
Indonesia dan bertujuan untuk memberi penerangan dan menjadi forum
komunikasi antar organisasi perempuan. Kongres tersebut menghasilkan tiga buah
mosi yang ditujukan kepada pemerintah Belanda (Nederlands Indie) yaitu
menambah sekolah-sekolah untuk anak perempuan, memberikan keterangan nikah
mengenai taklik janji dan syarat perceraian serta membuat peraturan untuk
memberi sokongan kepada janda-janda dan anak-anak piatu pegawai pemerintah.
2. Gerakan Perempuan Dan Media Massa
Gerakan Perempuan Indonesia sejak semula menyadari pentingnya media
massa bagi perjuangannya. Alat media massa seperti surat kabar dan majalah
berfungsi untuk menyebarkan gagasan kemajuan wanita dan juga sebagai sarana
praktis pendidikan dan pengajaran. Tulisan dan karangan ditulis dalam bahasa
Melayu, Belanda dan Jawa. Sebagian besar pengarang dan yang membantu
penerbitan majalah Gerakan Wanita pada periode itu adalah guru-guru wanita
yang berpendidikan Barat. Guru wanita ketika itu merupakan kaum elite di bidang
kebudayaan.
Majalah pertama Putri Hindia terbit pada tahun 1909 di Bandung, dalam
dua kali sebulan oleh golongan atas seperti R.A. Tjokroadikusumo. Hingga tahun
19 Aidit D. N, Wanita Komunis Pejuang Untuk Masyarakat Baru, (Jakarta: Bintang
Merah, 1957), h.266.
18
1925 sudah di terbitkan sebelas macam media massa seperti koran dan majalah
yang tersebar di Jawa, Sumatera dan Sulawesi.
Surat kabar Sunting Melayu terbit pada 10 Juli 1912 di Padang. Surat
kabar Sunting Melayu ini terbit tiga kali seminggu. Surat kabar ini merupakan
pusat kegiatan pemudi, putri maupun wanita yang telah bersuami yang berisi
masalah politik, anjuran kebangkitan wanita Indonesia dan cara menyatakan
pikiran para penulisnya dalam bentuk prosa dan puisi. Sampai tahun 1920
pemimpin redaksinya ialah Hohana Kudus.
Kemudian surat kabar Wanito Sworo terbit pada tahun 1913 di Pacitan
sebuah kota kecil di pantai samudera indonesia di Madiun yang dipimpin oleh Siti
Sundari dengan huruf dan bahasa Jawa, tetapi kemudian sebagian berbahasa
Melayu. Media lain yang tersebut adalah majalah Putri Mardika terbit pada tahun
1914 di Jakarta Majalah bulanan ini berisikan artikel-artikel yang ditulis dalam
bahasa Belanda, Melayu, Jawa dan berhaluan maju seperti masalah permaduan,
pendidikan campuran laki-laki dan wanita, kelonggaran bergerak bagi kaum
wanita, kesempatan pendidikan dan pengajaran.
Penuntun Isteri edisi Sunda terbit tahun 1918 di Bandung. Isteri Utomo
terbit di Semarang. Suara Perempuan dengan redaksi seorang guru wanita
bernama Saada terbit di Padang. Perempuan Bergerak terbit pada tahun 1920 di
Medan dengan pimpinan redaksi Satiaman Parada Harahap diperkuat oleh
Rahana.
c. Periode Kesadaran Nasional (1928 - 1941)
Pada periode sebelumnya lingkup kegiatan hampir semua organisasi
wanita masih terbatas pada masalah emansipasi dan usaha menjadikan wanita
lebih sempurna dalam menjalankan peran tradisionilnya sebagai wanita. Namun
pada periode ini mulai muncul organisasi-organisasi yang membuka wawasan
melebihi lingkup rumah tangga dan keluarga. Organisasi-organisasi baru ini
menjadikan masalah-masalah politik dan agama sebagai pokok perhatiannya.
Padahal sebelumnya semua organisasi yang bergabung dalam Perikatan
19
Perkumpulan Perempuan Indonesia menolak mencampuri urusan politik dan
agama.
Perkembangan terakhir ini sebenarnya telah dirintis jauh sebelumnya,
yaitu pada tahun 1919 ketika Siti Soendari mendirikan organisasi Putri Budi Sejati
di Surabaya Organisasi ini merupakan organisasi wanita yang cukup besar serta
berdikari, dan mendasarkan perjuangannya pada cita-cita kebangsaan. Arah baru
ini diikuti oleh Isteri Sedar yang didirikan di Bandung pada tahun 1930. Isteri
Sedar berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dimana penghargaan dan
kedudukan wanita dan laki-laki sama dan sejajar. Organisasi ini juga bersikap
kritis terhadap norma-norma adat, tradisi dan agama yang pada prakteknya
merugikan kaum wanita. Isteri sedar bersikap anti dan selalu dengan pedas
menyerang imperialisme dan kolonialisme.20
Pada kongresnya yang kedua tahun 1935, ketiga tahun 1938 dan keempat
tahun 1941, Perikatan perkumpulan Perempuan Indonesia membicarakan sekitar
kewajiban kebangsaan walaupun tetap dengan tekanan pada kewajiban menjadi
Ibu Bangsa, masalah hak memilih dalam badan-badan perwakilan dan dewan
kota, serta beberapa masalah politik lainnya.
2. Zaman Pendudukan Bala Tentara Jepang (1942 - 1945)
Dengan menyerahnya Jendral Ter Poorten tanpa syarat di Kalijati pada
tanggal 9 Maret 1942 kepada Jendral lmamura, berakhirlah penjajahan Belanda
atas lndonesia. Dengan demikian berpindah tangan nasib bangsa lndonesia kepada
penjajah yang baru Jepang. Belanda tidak pernah percaya kepada ajakan tokohtokoh politik bangsa lndonesia untuk bersama-sama berjuang anti fasis,
sebaliknya Belanda lebih percaya kepada Jepang. Padahal sudah tahu lebih dulu,
bahwa Jepang sudah mengincar lndonesia untuk memperoleh kekayaannya,
terutama minyak yang sangat dibutuhkannya untuk keperluan industrinya.
Kekejaman fasis Jepang selama pendudukannya di lndonesia bahkan
makin membulatkan tekad seluruh bangsa untuk membebaskan diri dari setiap
20 Jaya Wardena, Feminism And Nationalism In Third Word In 19th And 20th Centuries,
(Denmark: The Haque: 1982).
20
penjajahan asing dan memperjuangkan kemerdekaan tanah airnya. Salah satu
tindakannya yang pertama ialah Jepang melarang semua organisasi yang ada dan
membubarkannya. Dengan bantuan orang-orang bekas pegawai dinas rahasia
Belanda yang bernama Politiek Inlichtingen Dienst menangkapi elemen-elemen
anti fasis di kalangan bangsa Indonesia tidak dikecualikan organisasi-organisasi
wanita juga dibubarkan. Kemudian dibentuk organisasi-organisasi baru dengan
dalih sebagai propaganda untuk kepentingan dan kemakmuran bangsa-bangsa
Asia Timur Raya. Dengan sendirinya organisasi-organisasi yang tidak mau masuk
perangkap kerjasama dengan penguasa fasis, terpaksa bergerak dibawah tanah.
Taktik Jepang merangkul Bangsa Indonesia dengan cara Bahasa Belanda dilarang
dan bahasa Indonesia secara resmi digunakan sebagai bahasa komunikasi umum,
sistem sekolah Belanda seperti ELS, HIS, HCS dan lainnya dibubarkan dan
diganti dengan sekolah Rakyat 6 tahun.
Ketika pusat tenaga rakyat akhirnya dilebur dalam organisasi baru
Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa, maka Fujinkai dijadikan bagian wanitanya
dengan cabang didaerah-daerah. Kegiatan Fujinkai dibatasi hanya pada urusanurusan kewanitaan dan peningkatan ketrampilan domestik selain kegiatan
menghibur tentara yang sakit dan kursus buta huruf. Bagi para wanita yang
mempunnyai wawasan luas, pembatasan ini merisaukan dan mereka tidak ikut
masuk Fujinkai. Kenyataan ini menjadikan adanya dua jenis orientasi dikalangan
aktivis wanita yaitu mereka yang bekerjasama dengan pemerintah Balatentara Dai
Nippon dan yang tidak bekerjasama serta memilih bergerak diam-diam dibawah
tanah.
3. Replublik Indonesia (1945-1990)
Pada zaman Republik Indonesia ini pergerakan perempuan di Indonesia
dapat dikelompokkan menjadi beberapa periode, yaitu :
a. Periode 1945-1965
Revolusi Agustus 1945 mendobrak ikatan-ikatan adat dan tradisi yang
sebelumnya menghambat gerak maju wanita. Penderitaan dan penghinaan selama
penjajahan sudah cukup berat dan kini sewaktu revolusi, urusan-urusan yang tidak
21
pokok tidak dihiraukan lagi. Seluruh rakyat merasa terpanggil untuk ikut berjuang
membela dan mempertahankan kemerdekaan. Organisasi-organisasi wanita pada
umumnya diwaktu itu mengutamakan usaha-usaha perjuangan, baik di garis
belakang dengan mengadakan dapur umum dan pos-pos Palang Merah maupun di
garis depan dengan nama suatu badan perjuangan maupun tergabung dengan
organisasi-organisasi lain. Timbul laskar-laskar perempuan di mana tugas-tugas
mereka sangat luas, digaris depan, dimedan pertempuran, melakukan kegiatan
intel, jadi kurir, menyediakan dan mengirimkan makanan kegaris depan,
membawa kaum pengungsi dan memberi penerangan.
Dalam kesibukan revolusi fisik maupun dalam bidang sosial politik,
pergerakan wanita berbenah diri untuk menggalang persatuan yang kuat. Kongres
pertama diadakan di Klaten pada bulan Desember 1945, dengan maksud
menggalang persatuan dan membentuk badan persatuan. Persatuan Wanita
Indonesia dan Wanita Negara Indonesia dilebur menjadi badan fusi dengan nama
Persatuan Wanita Republik Indonesia.
Pada bulan Februari 1946 di Solo, lahirlah Badan Kongres Wanita
Indonesia. Pada bulan juni 1946 diselenggarakan Kongres Wanita Indonesia di
Madiun, yang merupakan Kongres Wanita Indonesia ke 5. Sesuai dengan
kebijaksanaan pemerintah untuk menembus blokade ekonomi dan politik,
Kongres memutuskan antara lain mulai mengadakan hubungan dengan luar
negeri. Maka dari itu Kongres Wanita Indonesia menjadi anggota Women's
International Democratic Federation. Di jiwai oleh tekad untuk ikut serta dalam
pembangunan jaringan kerjasama Internasional, mendukung pergerakan wanita
selanjutnya menyusun program kerja, yang tidak hanya meliputi bidang
pembelaan negara, tetapi juga bidang sosial, politik, pendidikan dan lainnya sesuai
dengan derap perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan Republik pada
waktu itu.
Sesudah tahun 1950 masalah-masalah politik semakin banyak minta
perhatian. Bermacam persoalan yang berkaitan dengan masalah penyusunan
kekuatan partai-partai politik. Perhatian masyarakat mulai di sita oleh persiapan
penyelenggaraan pemilihan umum pertama yang akan diadakan pada tahun
22
1955. Makin banyak kegiatan kaum perempuan yang ditujukan kepada masalahmasalah politik, mengingat usaha masing-masing aliran politik untuk tampil
sebagai pemenang dalam pemilihan umum. Tapi tidak dilupakan juga, masalah
rutin sebelumnya seperti memperjuangkan peraturan perkawinan yang tidak
merugikan kaum perempuan. Organisasi-organisasi yang berafiliasi pada partai
politik sibuk membantu partai induknya mempersiapkan diri menghadapi pemilu
sampai tahun 1965 dapat dikatakan bahwa lingkup perhatian dan wawasan kaum
perempuan cukup luas dan mendunia, di samping merupakan cerminan dari aliran
politik ditingkat nasional.
b. Periode Diktator Militer 1965-1990
Sejak golongan militer mendominasi panggung kekuasaan pemerintahan
Orde Baru, partisipasi politik masyarakat melalui organisasi politik dan organisasi
sosial semakin terbatas dan dikendalikan. Karena itu, nampaknya tidaklah terlalu
meleset jika dinyatakan bahwa arti sebenarnya dari istilah demokrasi Pancasila
tersebut adalah semakin dominannya peran pemerintah dalam hampir semua
aspek kehidupan masyarakat. Atas nama tuntutan pembangunan ekonomi yang
dinyatakan sebagai sarat utama membutuhkan stabilitas politik, pemerintah
menerapkan beberapa kebijakan bagi organisasi-organisasi massa termasuk
organisasi perempuan. Dalam hal ini, kebijakan utama yang dikenakan pada
organisasi perempuan adalah dilakukannya penyempitan jumlah, pemusatan
organisasi, penyatuan koordinasi, dan uniti jenis program.
Ekspansi gerakan organisasi bentukan pemerintah diatas dan lembaga
resmi yang mengkoordinasikannya, ditunjang oleh peraturan pemerintah sebagai
kekuatan dominan. Keberadaan kekuatan dominan tersebut telah menyulitkan
daya hidup dan ruang gerak organisasi-organisasi perempuan yang telah sejak
lama hidup dimasyarakat. Dengan demikian, akhirnya pada masa Orde Baru ini
muncul dua jenis organisasi perempuan, yaitu organisasi pemerintah dan non
pemerintah. Perkembangan terakhir ini menandai terjadinya polarisasi secara
tegas dalam gerakan perempuan serta berlangsungnya proses penyempitan ruang
gerak berorganisasi bagi kaum perempuan.
23
c. Periode Reformasi
Bila sistem pemerintahan yang semakin demokratis dianggap paling
kondusif bagi pemberdayaan perempuan, maka di era reformasi ini semestinya
pemberdayaan perempuan di Indonesia semakin menemukan bentuknya. Bila
ukuran telah berdayanya perempuan di Indonesia dilihat dari kuantitas peran di
sejumlah jabatan strategis, baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Hanya saja harus tetap diakui bahwa angka-angka peranan perempuan di
sektor strategis tersebut tidak secara otomatis menggambarkan kondisi perempuan
di seluruh tanah air. Bukti nyata adalah angka kekerasan terhadap perempuan
masih sangat tinggi. Bila pada jaman lampau kekerasan masih berbasis kepatuhan
dan dominasi oleh pihak yang lebih berkuasa dalam struktur negara dan budaya
termasuk dalam rumah tangga, maka kini diperlengkap dengan adanya basis
industrialisasi yang mensuport perempuan menjadi semacam komoditas.21
B. Bentuk Dan Karakteristik Gerakan Politik Perempuan Di Indonesia
1. Bentuk Formal Gerakan Politik Perempuan Di Indonesia
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan citacita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik
dan merebut kedudukan politik yang biasanya dengan cara konstitusional untuk
melaksanakan programnya. Politik adalah proses pembentukan dan pembagian
kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses keputusan
khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara
berbagai definisi yang berbeda mengenai hakekat politik yang dikenal dalam ilmu
politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
dan non konstitusional.22 Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan
politik yang modern dan demokratis. Sebagai suatu partai politik secara ideal
dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilasi rakyat mewakili kepentingan
21 Hikmah Bafagih, Sejarah Gerakan Perempuan, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h.6.
22 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cet.1, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka,
2008), h.403-404.
24
tertentu memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta
menyediakan sarana suksesi kepemimpinan secara legimasi dan damai.
Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2002 sebagai penyempurnaan atas
Undang-Undang No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik sebagai organisasi yang
dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas
dasar persamaan kehendak cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota
masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan.
2. Bentuk Non Formal Gerakan Politik Perempuan Di Indonesia
Komunis adalah salah satu ideologi yang tumbuh dan berkembang hingga
saat ini, dimana faham ini berasal dari Manifest Der Kommunistischen yang
ditulis oleh Karl Marx dan Frederich Engels pada 21 Febuari 1848 sebagai koreksi
dari faham kapitalisme yang dianut dan berkembang di negara-negara Eropa yang
pada prinsipnya semua adalah direpresentasikan sebagai semua milik rakyat dan
oleh karena itu seluruh alat-alat produksi harus dikuasai oleh negara guna
kemakmuran rakyat secara merata oleh kita untuk kita. Akan tetapi dalam
perkembangan selanjutnya muncul beberapa fraksi internal dalam komunisme
antara penganut komunis teori dengan komunisme revolusioner yang dimana pada
masing-masing fraksi mempunyai teori dan cara perjuangan yang saling berbeda
dalam pencapaian sosialis untuk menuju dengan apa yang disebutkan sebagai
masyarakat utopia.
Kelahiran komunisme di Indonesia tak jauh dengan hadirnya orang-orang
buangan dari Belanda ke Indonesia dan mahasiswa-mahasiswa jebolan yang
beraliran kiri. Mereka diantaranya Sneevliet, Bregsma, dan Tan Malaka yang
terakhir masuk setelah Sarekat Islam di Semarang sudah terbentuk. Alasan kaum
pribumi yang mengikuti aliran tersebut di karenakan tindakan-tindakannya yang
melawan kaum kapitalis dan pemerintahan. Gerakan komunis di Indonesia diawali
di Surabaya, yakni didalam diskusi intern para pekerja buruh kereta api Surabaya
yang dikenal dengan nama Vereeniging Van Spoor En Tramweg Personal
(VSTP). Pada awalnya Vereeniging Van Spoor En Tramweg Personal (VSTP)
hanya berisikan anggota orang Eropa dan Indo Eropa.
25
Salah satu anggota yang menjadi besar adalah Semaun kemudian menjadi
ketua Sarekat Islam Semarang. Komunisme Indonesia mulai aktif di Semarang
atau sering disebut dengan Kota Merah setelah basis Partai Komunis Indonesia
diera tersebut. Hadirnya Indische Sociaal Democratische Vereeniging (I.S.D.V)
dan masuknya para pribumi berhaluan kiri kedalam Sarekat Islam menjadikan
komunis sebagian cabangnya karena tak otonomi yang menciptakan Pemerintah
Kolonial atas organisasi lepas menjadi salah satu ancaman bagi pemerintah.
Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) menjadi salah satu
organisasi yang bertanggung jawab atas banyaknya pemogokan buruh di jawa.
Pada tanggal 23 Mei 1920, Indische Social Democratische Vereeniging
(I.S.D.V) yang didirikan di Semarang sepuluh tahun sebelumnya berganti nama
menjadi Perserikatan Komunis di India. Kata perserikatan dalam bahasa Melayu
merupakan terjemahan dari kata Belanda, yaitu Partij. Sedangkan nama Partai
Komunis Indonesia itu sendiri menurut dokumen awal dari organisasi tersebut
merupakan pendekatan dari bahasa Melayu Dalam kongres bulan Juni 1924 di
Weltervreden sekarang Jakarta pusat. Perserikatan Komunis di India diubah
namanya menjadi Partai Komunis Indonesia. Sejak tahun 1922 sudah terdapat
sebuah organisasi politik yang bernama Indonesiche Vereeniging yang kemudian
diterjemahkan menjadi Perhimpunan Indonesia. Tapi organisasi tersebut berada di
Nederland bukan di negeri jajahan.
Partai Komunis Indonesia juga merupakan salah satu organisasi politik
Indonesia pertama yang menggunakan konsepsi Partai dalam nama resminya
bahasa Melayu. Pergantian kata Perserikatan menjadi Partai merupakan bagian
dari konflik terbuka sejak tahun 1922 di dalam tubuh Sarekat Islam. Sejak awal
tahun 1910 dan di sepanjang tahun 1920, merupakan suatu gerakan sosial politik
yang berpengaruh suatu gerakan yang pertama kali mengambil corak sosial politik
di Indonesia, di mana organisasinya tidak lagi membatasi dalam lingkaran
tertentu, baik secara sosiologis maupun geografis dan berkembang tidak hanya di
Pulau Jawa melainkan juga di Sumatera dan kawasan lainnya. Untuk menegaskan
perbedaan tersebut, para pemimpin Sarekat Islam kemudian mengusulkan agar
gerakan Sarekat Islam dianggap sebagai sebuah partai dalam pengertian Belanda
26
Partij dan melarang anggotanya menjadi anggota partai yang lain pada saat yang
bersamaan.
Pada dasarnya, pandangan muslim mengenai perempuan yang berpolitik
ini tidaklah tunggal. Maksudnya, perempuan berpoltik tidak biasa dilihat dari satu
sisis saja. Karena suara perempuan juga diperlukan dalam dalam urusan
pemerintahan politik. Karena masalah yang dihadapi perempuan, perempuan itu
sendirilah yang mengetahuinya. Setidaknya menurut penuturan Syafiq Hasyim
ada tiga pendapat yang berkembang yang membicarakan perempuan didunia
politik yaitu :
a. Pendapat konservatif yang menyatakan bahwa Islam adalah fiqih, yaitu tidak
memperkenankan perempuan untuk terjun ke ruang politik. Hal ini dikarenakan
mereka menganggap bahwa tempat yang terbaik perempuan adalah rumahnya.
b. Pendapat liberal progresif yang menyatakan bahwa Islam sejak awal telah
mempekenankan konsep keterlibatan perempuan dalam bidang politik. Hal ini
dikarenakan mereka berpendapat bahwa istri Rasullah SAW juga aktif dalam
urusan pemerintah pada zaman itu.
c. Pendapat apologetis yang menyatakan bahwa ada bagian wilayah politik
tertentu yang bisa dimasuki perempuan dan ada bagian wilayah tertentu yang
sama sekali tidak boleh dijamah oleh perempuan.Wilayah yang sama sekali
tidak boleh dimasuki oleh perempuan yaitu menjadi kepala negara (Presiden).
Sedangkan yang boleh yaitu, hanya sebatas aktif di politik.
Partisipasi peran perempuan dalam politik di Indonesia merupakan salah
satu cerminan dari adanya keadilan di dalam demokrasi yang sekarang sedang
berusaha diwujudkan di dalam masa transisi. Aspek partisipsi perempuan di
dalam demokrasi bukanlah sesuatu yang dating tiba-tiba melainkan memerlukan
kesadaran dan kepedulian dari seluruh masyarakat kita.
Namun sayangnya kondisi partisipasi perempuan di panggung politik
masih sangat rendah, dimana sistem politik di Indonesia masih didominasi oleh
kaum laki-laki sehingga dengan sendirinya bila diberlakukan kondisi alamiah,
maka panggung politik tetap akan didominasi secara mayoritas oleh kaum lakilaki. Rendahnya partisipasi perempuan juga terjadi ditingkat lokal. Seiring dengan
27
beragam persoalan yang dialami perempuan yang hak–haknya sering dirampas
dan belum di letakan sebagaimana mestinya oleh kebanyakan masyarakat di
mana masih tingginya tingkat kekerasan yang dialami oleh perempuan yang
dilakukan oleh oknum maupun institusi jelas merupakan pekerjaan besar yang
membutuhkan perhatian serius secara politik.23
C. Isu-isu Sentral Gerakan Politik Perempuan Di Indonesia
1. Isu Sentral Menurut Perkawinan
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berkenaan
dengan mutlak adanya Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, maka
undang-undang perkawinan nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip
dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan
dan telah berlaku bagi berbagai golongan.24
Secara umum perkawinan dapat dikelompokkan kepada dua bentuk yang
utama yaitu Poligami dan Monogami.
a. Poligami
Kata Poligami terdiri dari poli dan gami. Secara etimologi kata poli berarti
banyak dan kata gami berarti isteri. Sedangkan secara terminologi poligami adalah
seorang laki-laki yang telah bersetatus sebagai seorang suami memiliki isteri lebih
dari satu atau beristeri lebih dari seorang tetapi di batasi sampai empat.25 Untuk
memastikan amalan poligami secara lebih adil dan dapat menjamin kesejahteraan
hidup umat, maka sebelum melakukan poligami seseorang haruslah memikirkan
secara baik perkara yang berkaitan dengan syarat-syarat berpoligami yang harus
wajib dipenuhi. Adapun syarat-syarat poligami adalah sebagai berikut :
23 Nelly Armayanti, Partisipasi Perempuan Dalam Gerakan Politik, (Medan: Universitas
Sumatera Utara Press, 2007), h.58-59.
24 Prof.R.Subekti,S.H. Dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bab
Perkawinan), h.449.
25 Abddurachman Ghazali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), h.130.
28
1 Berkemampuan untuk menanggung nafkah isteri-isteri
Suami berkewajiban menanggung nafkah isteri zahir dan batin tidak kira sama
ada dia mempunyai seorang isteri atau lebih. Nafkah zahir yang dimaksudkan
seperti makan, minum, pakaian, kediaman dan perbutan. Sedangkan nafkah
batin ialah suami berkeupayaan memberikan kemampuan dalam melakukan
hubungan seks kepada isteri.
2 Mampu untuk berlaku adil kepada isteri-isteri
Menurut Abu al-Aynayn keadilan bermaksud penyamaratan terhadap semua
isteri tanpa wujud pilih kasih di antara mereka. Keadilan ini di dalam perkaraperkara ikhtiari dan lahiriah yang melibatkan beberapa aspek yaitu seperti
nafkah, pakaian, penempatan, giliran bermalam dan musafir.26
Dalam sub-judul “Poligami dan Keadilan” tertulis meskipun dalam Islam
membolehkan poligami, namun syarat yang harus dipenuhi tidaklah main-main.
Keadilan yang tidak semua orang sanggup melaksanakannya. Bahkan dengan
tegas Allah SWT memastikan bahwa manusia tidak akan dapat berlaku adil dan
kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil terhadap istri-istrimu, walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian. Dengan argumentasi di atas tersebut, maka
tampaknya terdapat penegasan akan ketidakmungkinan pelaksanaan poligami
meski Islam membolehkannya.
b. Monogami
Kata monogami berasal dari bahasa yunani yaitu monos yang berarti satu
atau sendiri dan gamos yang berarti pernikahan. Monogami berarti perkawinan
antara seorang pria dan seorang wanita. Sebenarnya Undang-Undang Perkawinan
Republik Indonesia No. 1 tahun 1974 juga menganut asas monogami, akan tetapi
asas ini tidak dipegang teguh karena membuka pintu untuk poligami, tetapi tidak
untuk poliandri. Implikasi atau konsekuensi monogami disini lebih dipusatkan
pada hukum dan moral dengan berpangkal pada kesamaan hak pria dan wanita
yang setara sehingga poligami dan poliandri disamakan :
26 Ahamad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada Press, 2004), h.11.
29
1. Mengesampingkan poligami simultan dituntut ikatan perkawinan dengan
hanya satu jodoh pada waktu yang sama.
2. Mengesampingkan poligami suksesif artinya berturut-turut kawin cerai,
sedangkan hanya perkawinan pertama yang dianggap sah sehingga perkawinan
berikutnya tidak sah. Kesimpulan ini hanya dapat ditarik berdasarkan posisi
dua sifat perkawinan seperti yang dicanangkan 1056 monogami eksklusif dan
tak terputuskannya ikatan perkawinan. Implikasi dan konsekuensi ini lain tetapi
hal ini termasuk moral ialah larangan hubungan intim dengan orang ketiga.27
2. Isu-Isu Gender Dalam Hukum Adat
Hukum adat sebagai hukum rakyat Indonesia dengan corak dan sifat
beraneka ragam yang sebagian besar tidak tertulis dan dibuat serta ditaati oleh
masyarakat terdiri dari hukum adat pidana, tata negara, kekeluargaan, perdata,
perkawinan dan waris.
Di Indonesia pada dasarnya terdapat tiga sistem kekeluargaan atau
kekerabatan yakni :
a. Sistem kekerabatan patrilinial, yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis
keturunan dari garis laki-laki, sistem ini dianut di Tapanuli, Lampung dan Bali.
b. Sistem kekerabatan matrilinial, yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis
keturunan dari garis perempuan, sistem ini dianut di Sumatra Barat daerah
terpencil.
c. Sistem kekerabatan parental, yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis
keturunan dari garis laki-laki dan perempuan, sistem ini dianut Jawa, Madura,
Sumatra Selatan dan lain-lainnya.28
Walaupun terdapat tiga sistem kekerabatan atau kekeluargaan yaitu sistem
kekerabatan matrilinial, patrilinial dan parental namun kekuasaan tetap berada di
tangan laki-laki hal ini sebagai akibat dari pengaruh idiologi patriarki. Sistem
kekerabatan dalam matrilinial yang dianut pada masyarakat Minangkabau di
27 Ahmad Sukardja, Hukum Perkawinan Menurut Islam, (Jakarta: Hidayakarya Agung,
1981), h.8.
28 Sri Widoyatiwiratmo Soekito, Anak Dan Wanita Dalam Hukum LP3ES, (Jakarta:
Studi Press,1989), h.58-59.
30
Sumatra Barat, merupakan sistem kekerabatan yang tertua, dimana pada sistem
kekerabatan ini menempatkan status kaum perempuan yang tinggi dan disertai
dengan sistem perkawinan semendonya dan sebagai penerus keturunan serta
dalam hukum waris juga sebagai ahli waris.
Dalam membahas masalah diskriminasi terhadap perempuan maka yang
dipakai sebagai dasar acuan adalah Ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No. 7
Tahun 1984, yang berbunyi sebagai berikut untuk tujuan konvensi yang sekarang
ini, istilah diskriminasi terhadap wanita berarti setiap pembedaan, pengucilan atau
pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau
tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau
penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok dibidang
politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum wanita,
terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan
wanita.
Mencermati ketentuan Pasal 1 tersebut diatas, maka istilah diskriminasi
terhadap perempuan atau wanita adalah setiap pembedaan, pengucilan atau
pembatasan atas dasar jenis kelamin maka terdapat peraturan perundangundangan yang bias jender seperti Undang-Undang Perpajakan, Undang-Undang
Perkawinan dan lain-lainnya. Salah satu produk peraturan perundang-undangan
yang diskriminatif terhadap perempuan adalah Undang-Undang Perkawinan No. 1
Tahun 1974 tentang perkawinan. Undang-undang Perkawinan ini sudah berlaku
kurang lebih 30 tahun dan
banyak mengandung kelemahan karena bersifat
diskriminatif dan bias gender terhadap perempuan. Undang-Undang ini terdiri
dari 67 pasal, dari 67 pasal ada beberapa pasal yang secara nyata bias gender dan
bersifat diskriminatif terhadap perempuan. Adapun pasal-pasal dimaksud antara
lain :
a. Pasal 3 (2), Pasal 4, Pasal 5, tentang ketentuan poligami.
b. Pasal 7 (1) mengenai ketentuan umur 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun
bagi laki-laki.
c. Pasal 11 mengenai ketentuan waktu tunggu bagi wanita yaitu janda mati 120
hari dan janda cerai 90 hari.
31
d. Pasal 31 (3) mengenai ketenuan suami kepala rumah tangga dan istri ibu rumah
tangga.
e. Pasal 34 (1,2) mengenai ketentuan yang memposisikan isteri sangat lemah dan
subordinasi.
f. Pasal 41 (b.c) mengenai ketentuan istri atau wanita diposisikan lemah dan
subordinasi.
g. Pasal 44 (1) mengenai ketentuan penyangkalan anak.29
3. Kuota Perempuan
Di makassar Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Sulsel sedang
mengkaji masih perlu atau tidaknya kuota perempuan tercantum dalam undangundang. Fakta pada Pemilu 2009 lalu menunjukkan bahwa perempuan sudah
mampu bersaing dengan laki-laki. Ketua KPPI Sulsel, Andi Mariattang Jumat 30
April mengatakan pihaknya akan serius mendiskusikan soal kuota perempuan itu.
Sejak sebelum pemilu mengemuka wacana agar kuota 30 persen bukan hanya
pada pencalegan. Tetapi juga pada keterwakilan di parlemen. Ini yang akan kami
kaji. Apakah kuota 30 persen perempuan dalam Undang-Undang Pemilu dihapus
saja atau malah diperkuat dengan menambahkan pasal-pasal tertentu yang
menguatkan posisi perempuan jelas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Sulsel dari Partai Persatuan Khusus di Sulsel jumlah politikus perempuan yang
berhasil menembus parlemen tergolong banyak. Di Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Sulsel jumlah legislator perempuan naik menjadi 12 orang. Pada beberapa
kabupaten juga mengalami kenaikan seperti di Gowa dan Selayar. Namun tidak
dinafikan bahwa banyak pendatang baru yang tiba-tiba muncul. Mereka belum
banyak diketahui track recordnya oleh publik selama ini tambahnya.
Tantangan dan peluang politikus perempuan pada Pemilu 2014 ini juga
akan dibahas dalam seminar akhir Mei ini. Seminar itu adalah rangkaian dari
musyawarah wilayah KPPI Sulsel. Agenda utama musyawarah wilayah adalah
memilih pengurus baru KPPI Sulsel periode tahun 2010 sampai tahun 2015. Di
29 Nani Soewondo, Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum Dan Masyarakat,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984)
32
pemerintahan India kembali mengajukan undang-undang keterwakilan perempuan
di parlemen nasional dan legislatif negara-negara bagian mereka. Berdasarkan
undang-undang yang sebelumnya sempat gagal diterapkan pada tahun 1996 itu,
keterwakilan perempuan di negeri Gangga tersebut semakin besar. Saat ini
keterwakilan perempuan India di parlemen hanya 10 persen saja. Berdasarkan
undang-undang ini, keterwakilan perempuan di parlemen India akan melonjak
hingga 33 persen.
Jika undang-undang ini lolos dan disetujui keterwakilan perempuan akan
masuk dalam pembahasan di majelis rendah terang pemimpin Partai Kongres P.S
Ghatwar kepada AFP. Dimajelis rendah undang-undang dipastikan lolos karena
banyaknya dukungan. Saat ini, jumlah wakil rakyat perempuan di India hanya 59
orang dari total 545 anggota perwakilan. Jika undang-undang ini lolos, jumlah
wakil rakyat perempuan bisa melonjak menjadi 181 orang. Pemerintah kami
berkomitmen dalam pemberdayaan perempuan. Kami tengah bergerak untuk
mencapai 1/3 keterwakilan di parlemen dan legislatif berasal dari perempuan
tegas Perdana Menteri India Manmohan Singh dalam pertemuan para aktivis
perempuan India pekan lalu. Saat ini undang-undang tersebut mendapat dukungan
kuat dari Partai Kongres dan kalangan oposisi.30
Pada pemilihan umum tahun 1999 yang lalu, dari 48 partai politik yang
ikut dalam pemilihan terdapat beberapa partai politik yang mengusung isu-isu
kesetaraan gender dalam kampanyenya. Proses pemilihan pada saat itu mengalami
perubahan yang cukup berarti, dimana rekrutmen kandidat partai untuk lembaga
legislatif termasuk perempuan harus disetujui oleh daerah dan para pengambil
keputusan partai di daerah tersebut kecuali tidak berlaku bagi wakil dari angkatan
bersenjata dan polisi. Sebagian besar wakil perempuan yang terpilih berpartisipasi
dalam proses pemilu antara lain dalam upaya pembelaan terhadap masyarakat,
diskusi, ceramah dan kegiatan partai lainnya yang berhubungan dengan kampanye
pemilu.
Sejak pemerintahan B.J. Habibie pada tahun 1998 sampai dengan tahun
1999 inilah telah terjadi peningkatan semangat keterbukaan dalam sistem politik
30 Sulistyo Iriyanto, Op. Cit, h.8.
33
jumlah organisasi non pemerintah telah meningkat dan pembatasan-pembatasan
terhadap aktifitas partai-partai politik juga telah dihapuskan. Kondisi ini telah
membawa pengaruh positif terhadap perempuan. Berbagai organisasi non
pemerintah yang aktif di bidang hak-hak perempuan telah meningkatkan kegiatan
mereka. Sementara itu pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, muncul
sebuah kaukus politik perempuan yang terdiri dari sebuah organisasi anggotaanggota parlemen dan Pusat Pemberdayaan Politik Perempuan yaitu sebuah
jaringan organisasi-organisasi khusus perempuan. Organisasi-organisasi ini tampil
untuk membangun sebuah jaringan antara perempuan di parlemen, di antara
pimpinan partai politik di antara pimpinan organisasi-organisasi massa dan pihakpihak terkait lainnya untuk meningkatkan dan memperkuat upaya keras mereka
dalam bidang politik.
Melihat beberapa fakta dan tuntutan yang muncul tersebut, maka isu kuota
untuk kaum perempuan dapat diwujudkan, dimana implementasi tindakan
affirmative dalam hal perwakilan perempuan di parlemen dan partai politik telah
berhasil diundangkan secara formal dalam Undang-undang Pemilu No. 12 tahun
2003 Pasal 65 ayat (1), yang dikenal dengan sebutan kuota untuk perempuan,
lengkapnya pasal tersebut berbunyi “setiap partai politik beserta pemilu dapat
mengajukan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota
untuk setiap daerah pemilihan, dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
sekurang-kurangnya 30 persen. Sehingga dari sinilah kuota 30% bagi perempuan
itu mulai berlaku dalam pemilihan umum”.
Dengan dikeluarkan dan disahkannya Undang-undang No.12 pasal 65 ayat
(1) tentang Pemilu mengenai kuota perempuan tersebut merupakan langkah awal
perjuangan politik perempuan yang mendapat dukungan formal untuk berkiprah di
politik. Kuota perempuan ini nantinya dapat menempatkan perempuan dalam
posisi yang cukup kuat, karena jumlah kuota anggota perempuan di parlemen
yang nantinya akan dapat mempengaruhi keputusan yang akan dihasilkan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 ada beberapa hal baru
terkait mengenai implementasi kuota minimal 30% perempuan dalam pengajuan
34
bakal calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yaitu :
a. Adanya perintah bagi Komisi Pemilihan Umum untuk mengembalikan berkas
pencalonan pada partai politik yang tidak mampu memenuhi kuota 30%
perempuan di setiap daerah pemilihan.
b. Berlakunya mekanisme zipper dalam penomoran calon perempuan, yakni
setiap tiga nama calon yang diajukan minimal terdapat satu calon perempuan.
Dengan mekanisme ini diharapkan para calon perempuan lebih punya akses
untuk terpilih menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kuota perempuan disatu sisi memang bisa menempatkan perempuan
dalam posisi yang kuat, karena jumlah anggota perempuan di parlemen akan
mempengaruhi keputusan yang dihasilkan. Kuota perempuan diterapkan dengan
alasan sebagai berikut :
a. Kuota perempuan bukan diskriminasi, tetapi memberikan kompensasi atas
hambatan-hambatan aktual yang mencegah perempuan dan keterlibatannya
secara adil dalam posisi politik.
b. Perempuan mempunyai hak representasi yang setara.
c. Pengalaman perempuan dalam bidang poltik.
d. Perempuan memilik kualitas seperti laki-laki tetapi kualikasi perempuan dinilai
rendah dan diminimalkan dalam sistem politik yang di dominasi oleh laki-laki.
e. Fakta bahwa partai poltik yang mengkontrol masalah pencalonan dan bukan
para pemilih yang menentukan siapa yang dipilih.31
31 Ani Widyani Soetjipto, Affirmative Action Untuk Perempuan Di Parlemen Indonesia,
(Jakarta: Yayasan API, 2009), h.230.
BAB III
PEREMPUAN DAN HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN
DALAM HUKUM BERKEADILAN GENDER
A. Definisi, Bentuk Dan Praktek Hukum Berkeadilan Gender
Masalah gender sudah sering dibahas oleh pemerhati gender dalam
berbagai pertemuan-pertemuan, diskusi-diskusi, seminar-seminar dan lain-lainnya
baik pada tingkat lokal maupun pada tingkat nasional bahkan pada tingkat
inetrnasional. Walaupun demikian masih banyak orang tidak mengetahui dan
tidak mengerti apa sebenarnya gender tersebut. Pada hal tidaklah demikian karena
masalah gender dapat dilihat dari sejarah, di mana telah mencatat bahwa kaum
perempuan telah mengalami kenyataan pahit dari zaman dahulu hingga sekarang
ini. Mereka dianggap sebagai kaum yang tidak berdaya, lemah dan selalu menjadi
yang kedua. Berbagai bentuk diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil diterima
oleh kaum perempuan. Kaum perempuan kemudian mencoba berjuang untuk
mendapatkan hak mereka sebagai manusia, mulai dari hal yang sangat kecil yaitu
diskriminasi di lingkungan hingga berbagai permasalahan isinya seperti hak
politik, sosial, ekonomi, budaya dan hukum.
Kata jender berasal dari bahasa Inggris, yaitu gender, yang berarti jenis
kelamin.32 Dalam Webster New World Of Dictonary, gender diartikan sebagai
perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan
tingkah laku.33 Didalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender
adalah suatu konsep budaya yang berupaya membuat perbedaan (distinction)
dalam hal peran, perilaku, mentalitasdan karakteristik emosional antara laki-laki
dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.34
32 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Cet.XII, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka, 1998), h.265.
33 Celia Modgil, The Apparent Disparity Between Man And Women In Values And
Behavior (New York: Webster Of Dictionary, 1984), h.561.
34 Helen Tierney (ed), Women’s Studies Encylopedia, Vol. 1, (New York: Green Press,
1999), h.153.
35
36
Menurut Hilary. M. Lips dalam bukunya yang terkenal, Sexs And Gender
An Introduction mengartikan jender sebagai harapan-harapan budaya terhadap
laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and men).35 Pendapat
ini sejalan dengan pendapat umumnya tentang kaum feminis seperti menurut
Linda. L. Lindsey, yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal
penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk dalam
bidang kajian gender (What a given society defines as masculine or feminism is a
component of gender).36
Menurut H. T. Wilson dalam Seks dan Gender mengartikan gender
sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan
perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya
mereka menjadi laki-laki dan perempuan.37 Sedangkan menurut Elaine Showalter
mengartikan jender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat
dari segi konstruksi sosial budaya. Elaine menekankannya sebagai konsep analisa
(an analytic concept) yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu.38
Meskipun kata jender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar
Bahasa Indonesia, istilah tersebut sudah banyak digunakan, khususnya di Kantor
Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan ejaan gender. Gender juga dapat
diartikannya sebagai interprestasi mental dan budaya terhadap perbedaan kelamin,
yaitu laki-laki dan perempuan. Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan
pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.39
Gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan lakilaki dan perempuan dari segi sosial budaya. Sementara itu, Seks secara umum
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi
anatomi biologi. Istilah seks dalam kamus bahasa Indonesia juga berarti jenis
35 Hilary M. Lips, Sexs And Gender An Introduction, (London: Masyfield Publishing
Company, 1993), h.4.
36 Aidit. D.N, Wanita Komunis Pejuang Untuk Masyarakat Baru, (Jakarta: Ilmu Bintang
Merah, 1957), h.216.
37 Jaya Wardena, Fenimisme And Nationalisme In Third World In 19th And 20th
Centuries, (Denmark: The Haqiues, 1982).
38 Miriam Budiardjo, Dasar Dasar Ilmu Politik, Cet.I, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka,
2008), h.403-404.
39 Firmanzah, Mengelolah Partai Politik Diera Demokrasi, Cet.I, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2004), h. 66.
37
kelamin.40 Sementara itu, gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial,
budaya, psikologi dan aspek-aspek non biologis lainnya.41 Pada hal tidaklah
demikian karena masalah gender dapat di lihat dari sejarah, dimana telah mencatat
bahwa kaum perempuan telah mengalami kenyatan pahit dari zaman dahulu
hingga sekarang ini. Mereka dianggap sebagai kaum yang tidak berdaya, lemah
dan selalu menjadi yang kedua. Berbagai bentuk diskriminasi dan perlakuan yang
tidak adil diterima oleh kaum perempuan. Kaum perempuan kemudian mencoba
berjuang untuk mendapatkan hak mereka sebagai manusia, Mulai dari hal yang
sangat kecil yaitu diskrimnasi di lingkungan hingga berbagai permasalahan lainya
seperti hak politik, sosial, ekonomi, budaya dan hukum.
Dalam kaitan dengan pengertian gender ini, Astiti mengemukakan bahwa
gender adalah hubungan laki-laki dan perempuan secara sosial.42 Hubungan sosial
antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup sehari-hari dibentuk dan
diubah oleh masyarakat sendiri. Oleh karena itu sifatnya dinamis, artinya dapat
berubah dari waktu kewaktu dan dapat pula berbeda dari tempat yang satu dengan
tempat lainnya sejalan dengan kebudayaan masyarakat masing-masing.43
Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat dalam
berbagai bidang kehidupan antara lain dalam bidang politik, sosial, ekonomi,
budaya dan hukum (baik hukum tertulis maupun tidak tertulis). Hubungan sosial
antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan tersebut pada
umumnya menunjukan hubungan yang subordinatif yang artinya dimana bahwa
kedudukan perempuan lebih rendah bila dibandingkan dengan kedudukan lakilaki.
Hubungan yang subordinatif tersebut dialami oleh kaum perempuan
diseluruh dunia karena hubungan yang subordinatif tidak saja dialami oleh
masyarakat yang sedang berkembang seperti masyarakat Indonesia, namun juga
dialami oleh masyarakat negara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat
40 Echols Dan Shadily, Op.Cit., h.517.
41 Lindsey, Op.Cit., h..2.
42 Astiti, Jender Dalam Hukum Adat, (Jakarta: Word Press, 2000), h.1.
43 Mansour Faqih, Analisa Gender Dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996), h.8.
38
dan lainnya. Keadaan yang demikian tersebut dikarenakan adanya pengaruh dari
idiologi patriarki yakni idiologi yang menempatkan kekuasaan pada tangan lakilaki dan ini terdapat di seluruh dunia. Keadaan seperti ini sudah mulai mendapat
perlawanan dari kaum feminis, karena kaum feminis selama ini selalu berada pada
situasi dan keadaan yang tertindas. Oleh karenanya kaum feminis berjuang untuk
menuntut kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki dalam berbagai bidang
kehidupan agar terhindar dari keadaan yang subordinatif tersebut.
Di Indonesia sebenarnya perjuangan kaum feminis untuk menuntut
kedudukan yang sama dengan laki-laki atau terhadap kekuasaan patriarki sudah
dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka yang mana dipelopori oleh R.A.Kartini.
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan R.A.Kartini tersebut mendapat pengakuan
yang tersirat pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 1 yang berbunyi
segala warga negara bersamaan kedudukannya didepan hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali.
Disamping itu berbagai produk perundang-undangan yang telah dibentuk
sebagai realisasi tuntutan persamaan hak dan kedudukan perempuan dengan lakilaki, antara lain adanya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Diantara produk perundangundangan tersebut yang paling tegas mengatur tentang penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 1984.
Meskipun begitu kedudukan subordinasi terhadap perempuan dalam kenyataannya
masih tetap ada dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam Islam pembicaraan tentang kedudukan wanita dan peran politiknya
merupakan polenik dalam jangka waktu yang relatif lama banyak didominasi oleh
perhitungan-perhitungan historis dari prinsip-prinsip Islam Berkaitan dengan
peran politik perempuan khususnya dalam Islam, ada dua pendapat yaitu pro dan
kontrak muslim. Kelompok kedua mendukung peran politik perempuan.
Perempuan adalah makhluk Tuhan seperti juga laki-laki.
39
Menambah tentang peran politik perempuan maka secara khusus hak
politik perempuan tertuang dalam konvensi PBB tentang penghapusan
Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW - The
Unconvention On The Elimination Of All Forms Of Dicrimination Against
Women) disahkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 yang diterima oleh Dewan
Umum PBB pada tahun 1979. Bila dicermati dalam kancah perpolitikan
perempuan dari segi keterwakilan perempuan baik ditataran eksekutif, yudikatif
dan legislatif sebagai badan yang memegang peran kunci menetapkan kebijakan
publik, pengambilan keputusan dan menyusun berbagai piranti hukum,
perempuan masih tertinggal jauh dibandingkan dengan laki-laki.
Dengan disahkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Pemilu
yang menyertakan aspirasi kaum perempuan pada Pasal 65 Ayat 1 UndangUndang No. 12 Tahun 2003, tercantum setiap partai politik dapat mengajukan
calon anggota DPR baik DPR RI, DPR Propinsi dan DPR Kabupaten atau kota
untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
sekurang-kurangnya 30 %.
Partai Keadilan Sejahtera salah satu partai politik yang memainkan
peranan yang khas selaku partai yang berasakan Islam. Partai ini menarik untuk
diangkat karena banyak pemberitaan media, seperti pada harian Seputar Indonesia
pada tanggal 3 juni 2008. Menurut Hajriyanto. Y. Thohari seorang pengamat
kenegaraan menulis bahwa PKS adalah partai primus inter minus malum, yakni
partai yang secara organisasional dan kedisiplinan yang paling baik diantara
semua partai-partai lain yang rata-rata buruk.44
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-nilai dan citacita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik
dan merebut kedudukan politik yang biasanya dengan cara konstitusional untuk
melaksanakan programnya. Politik adalah proses pembentukan dan pembagian
kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses keputusan
44 Hajriyanto Y. Thohari, Partai Yang Berasakan Islam, (Jakarta: Media Seputar
Indonesia, 2008), h.15.
40
khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara
berbagai definisi yang berbeda mengenai hakekat politik yang dikenal dalam ilmu
politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
dan non konstitusional.
Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik yang modern
dan demokratis. Sebagai suatu partai politik secara ideal dimaksudkan untuk
mengaktifkan dan memobilasi rakyat mewakili kepentingan tertentu memberikan
jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana
sukses kepemimpinan secara legitimasi dan damai Untuk mengetahui apa dan
bagaimana partia politik beroperasi, ada baiknya kita melihat kembali literatur
yang terkait dengan partai poltik. Menurut Max Weber dapat dikategorikan
sebagai pendiri pemikiran politik modern di Brechon tahun 1999. Dalam bukunya
yang berjudul Economie Et Societe tahun 1959 Menurut Max Weber menekankan
aspek profesionalisme dalam dunia politik modern. Partai politik kemudian
didefinisikan sebagai organisasi publik yang bertujuan untuk membawa
pemimpinannya berkuasa dan memungkinkan para pendukungnya politisi untuk
mendapatkan keuntungan dari dukungan tersebut. Partai poltik menurut Max
Weber sangat berkembang pesat di abad ke-19 karena didukung oleh legitimasi
legal rasional.45
Banyak sekali definisi mengenai partai politik yang dibuat oleh para
sarjana. Para ahli ilmu politik diantaranya Carl.J.Friedrich menuliskannya sebagai
berikut partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil
dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan
bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan pada
anggota yang partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materil.
Menurut Sigmun Neumann, dalam buku Modern Political Parties.
Mengemukakan definisi partai politik hampir sama dengan Carl.J.Fredrich yang
menekankan adanya kompetisi kekuasaan, ia menyatakan partai politik adalah
bahwa organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai
45 Firmanzah, Mengelolah Partai Politik Diera Demokrasi, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008), h.66.
41
kekuasaan pemerintah serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan
suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang
berbeda.46
Menurut Roger Soltau bahwa partai politik adalah sekelompok warga
negara yang terorganisir yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dengan
memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih bertujuan menguasai pemerintahan
dan melakukan kebijakan mereka.
Ensiklopedia populer politik pembangunan pancasila bahwa partai politik
adalah sekelompok warga negara yang berkehendak untuk mencapai tujuan-tujuan
politik tertentu dalam rangka yang ditetapkan oleh konstitusi. Setiap partai politik
adalah suatu organisasi perjuangan politik yang berusaha supaya kemauan politik
nya dilaksanakan. Karena tujuan ini hanya mungkin dilakukan dengan kekuasaan
maka partai mencari, membentuk dan menggunakan kekuasaan bukan tujuan
melainkan saran untuk mewujudkan kesejahteraan bersama menurut pandangan
partai tersebut dalam rangka konstitusinal. Dengan melihat beberapa pengertian
partai politik diatas maka dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu wadah
yang mampu menghubungkan antara pemerintah dan masyarakat dalam hal ini
mereka yang tidak sepaham dengan orang-orang yang telah duduk didewan maka
dengan partai politiklah mereka dapat menggantikan orang tersebut. Dengan kata
lain bahwa partai politik merupakan alat politik untuk memperoleh kekuasaan
politik, dan merebut kekuasaan politik. Didalam ilmu politik sosialisasi politik
diartikan sebagai proses dimana seseorang memperoleh sikap dan orientasi
terhadap fenomena politik yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia
berada. Biasanya proses berjalan secara berangsur dari masa kanak-kanak sampai
dewasa. Disamping itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui dimana
seseorang atau masyarakat menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari suatu
genersi ke generasi berikutnya.
Menurut Neuman, partai politik merupakan perantara yang besar yang
menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga
pemerintahan yang resmi. Ahli lain yang juga turut merintis studi tentang
46 Ibid., h.104.
42
kepartaian dan membuat definisi adalah Giovanni Sasori yang karyanya juga
menjadi klasik serta acuan penting. Menurut Sartori A party is any political group
that present at elections, and is capable of placing through elections candidates for
public office (partai politik adalah suatu kelompok politik yang mengikuti
pemilihan umum dan melalui pemilihan umum itu, mampu menempatkan caloncalonnya untuk menduduki jabatan-jabatan publik).47
Menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 2002 sebagai penyempurnaan
atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1999 tentang partai poltik yang disebut sebagai
partai politik adalah organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga negara
Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak cita-cita untuk
memperjuangkan kepentingan anggota masyarakat bangsa dan negara melalui
pemilihan.
Menurut Apppadorai mengatakan partai politik adalah sedikitnya satu atau
lebih kelompok yang mengorganisasi warga negara bertindak bersama-sama
sebagai satu kesatuan politik, memiliki tujuan sendiri-sendiri dan pertentangan
pendapat dalam negara melalui tindakan secara bersama sebagai kesatuan politik
untuk memperoleh kekuasaan pemerintahan. Berdasar pada dua dasar alamiah
manusia. Manusia berbeda dalam pendapat mereka mencoba untuk mencapai
tujuan bersama dengan bergabung apa-apa yang mereka tidak bisa wujudkan
secara individu.48
Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilu,
partai memperoleh dukungan seluas mungkin. Untuk itu partai berusaha
menciptakan image bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Disamping
menanamkan solidaritas dengan partai politik juga mendidik anggota-anggotanya
menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara dan
menempatkan kepentingan sendiri dibawah kepentingan nasiaonal. Negara-negara
baru partai politik juga berperan untuk memupuk identitas nasional. Proses
sosialisasi politik diselenggarakan melalui ceramah-ceramah penerangan, kursus
kader, kursus penataran, media massa dan sebagainya.
47 Ibid., h.404-405.
48 Jimly Asshiddigie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,
(Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007), h.709.
43
Berdasarkan fungsi ini akhirnya kita dapat menarik definisi bahwa partai
politik merupakan suatu asosiasi yang terorganisir yang memiliki sistem nilai
dan tujuan yang sama yang mana asosisasi ini berperan sebagai media untuk
mengekspresikan kepentingan anggotanya mengelola konflik dalam kaitannya
dengan upaya untuk memperoleh maupun mempertahankan kekuasaan termasuk
mempengaruhi pembuatan kebijaksanaan umum.
Dari segi penyampaian pesan oleh Ramlan Surbakti menyebutkan bahwa
sosialisasi politik dibagi atas dua bagian yakni pendidikan politik dan indoktrinasi
politik. Pada kenyataanya yang kita lihat di Indonesia konsep pendidikan politik
itu masih kurang jelas atau kurang efektif. Bahkan mustahil ada institusi-institusi
yang menggambarkan sistem politik dalam materi pendidikan politiknya. Bahkan
mungkin ada yang lebih parah sampai kesistem tersebut. Tidak adanya trasparansi
politik karena hubungan antar lembaga politik dan lembaga pemerintahan adalah
salah satu media pendidikan politik yang sangat nyata. Seorang atau sekelompok
orang kaya telah tersentuh program pendidikan politik sangat membutuhkan
trasparansi sebagai media evaluasi yang akan merubah sikap partisipasi politiknya
apabila kurang sesuai permintaan dari sistem. Akibat yang fatal akibat tidak
adanya trasparansi adalah munculnya penyakit-penyakit sosial pada masyarakat
yang sudah memahami politik secara umum penyakit tersebut. Misalnya frustasi
atau apatis akibatnya adalah kecendrungan masyarakat untuk bertindak deskriptif
bahkan anarkis.
B. Perempuan Dalam Legal Drafting UU Di DPR
Perempuan di DPRD RI hasil Pemilu 2009 berjumlah 100 orang atau 18,4
% dari 560 anggota DPRD RI periode tahun 2009-2014. Walaupun Perempuan
hanya berjumlah 100 orang saja di DPRD RI, tetapi kiprahnya didalam ruang
sidang diSenayan menunjukkan kemajuan berpikir dan gerakan yang progresif.
Dalam bidang politik perempuan parlemen telah bertenaga untuk bicara mengenai
detail masalah. Perempuan parlemen telah berani bicara dengan suara lantang,
baik dalam rapat-rapat Komisi maupun Rapat Paripurna DPR RI.
44
Dengan menunjukkan bahwa kemampuan laki-laki dan perempuan adalah
sama maka perempuan diparlemen telah berusaha menggapai kekuasaan
diparlemen dengan mengisi jabatan-jabatan pimpinan dalam badan-badan alat
kelengkapan seperti dikomisi-komisi dan badan-badan parlemen lainnya. Kualitas
kepemimpinan perempuan mulai diperhitungkan. Saat ini, tercatat 7 (tujuh) orang
anggota DPRRI perempuan yang memegang pimpinan pada komisi-komisi dan
badan alat kelengkapan yaitu:
1. Hj. Ana Mu’awanah, SE, MA (Pimpinan Komisi IV)
2. Dra.Yasti Soepredjo Mokoagow (Pimpinan Komisi V)
3. Dra. Hj. Chairunnisa, MA (Pimpinan Komisi VIII)
4. DR. Ribka Tjiptaning (Pimpinan Komisi IX)
5. Dra. Hj.Ida Fauziah (Pimpinan Badan Legilasi)
6. DR. Indrawati Sukadis (Pimpinan BURT)
7. DR. Nurhayati Ali Asseggaf (Pimpinan BKSAP)
Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi legislasi,
fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai
perwujudan Dewan Perwakilan Rakyat selaku pemegang kekuasaan membentuk
undang-undang. Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan
persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undangundang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dajukan oleh
Presiden. Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Mengamati wajah legislatif dalam persoalan politik kita dewasa ini,
terlihat suram dan tidak menarik rakyat. Bersama dengan dua pilar demokrasi
lainnya, eksekutif pemerintah dan yudikatif dipandang berada dalam posisi yang
tidak stabil. Bila diamati pemberitaan demi pemberitaan media massa, setiap
hari terlihat kecendrungan untuk menghantam pemerintah, menghajar parlemen
dan dunia peradilan. Pemerintah dihujani protes parlemen diberi julukan yang
sangat memperihatinkan murid TK, autis, egois dan lain-lain. Sementara dunia
peradilan terpuruk karena dipandang timbangan hukumnya yang timpang pedang
45
hukumnya yang hanya tajam untuk rakyat kecil tetapi tumpul pada orang yang
memiliki uang dan kekuasaan.
Sekarang ini muncul kelompok masyarakat yang memiliki kekuatan
ekstra parlementer. Mereka mengorginisir diri mengambil bagian dalam mesinmesin sosial. Mereka hadir dan mengkritisasi berbagai kebijakan yang tidak pro
rakyat. Mereka mengkritik kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang tidak
kompeten dalam menjalankan fungsinya terutama dalam bidang legal drafting,
pembuatan undang-undang dan bidang budgeting anggaran. Mereka berpendapat
karena tidak kompeten dibidang legal drafting dan tidak memahami hukum
ketatanegaraan produk legislasi di DPR tidak berkualitas sehingga banyak
undang-undang yang harus diuji materi ke Mahkamah Konstitusi. Kondisi ini
hendaknya dalam memicu semangat perempuan parlemen untuk mengasah
kemampuannya agar bisa memberi kontribusi positif bagi lembaga legislatif agar
lebih representative dan partisipatoris. Sekalipun jumlah perempuan dalam
parlemen belum signifikan tapi dengan kualitas yang memadai akan mampu
memberi warna pada keputusan-keputusan yang dibuat. Kita yakin bahwa
perempuan parlemen mendapat merubah keadaan. Hal penting lainnya bagi
perempuan diparlemen adalah meningkatkan partisipasi politik perempuan.
Perempuan parlemen adalah bagian dari perempuan politik. Yang dimaksud
dengan perempuan politik tentu saja bukan hanya perempuan yang aktif
dilembaga politik yang ikut mengambil kebijakan publik tetapi juga menyangkut
perempuan yang berada diluar lingkup politik formal yaitu perempuan yang
berada diormas sipil organisasi perempuan dan organisasi non pemerintahan
lainnya. Arti politik dalam konsep perempuan meliputi politik formal dan politik
non formal. Sehubungan dengan itu perempuan parlemen perlu mengembangkan
berbagai prakarsa untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan kedalam
berbagai aktivitas gender untuk merangsang dialog antar berbagai elemen
masyarakat baik ditingkat nasional maupun internasional. Perlu menjalin
kerjasama dengan perempuan lintas partai politik dan aktivis gerakan masyarakat
madani menciptakan jaringan kontak antara masyarakat sipil dengan lembagalembaga politik.
46
Persoalan politik dewasa ini sangat kompleks sehingga dituntut seorang
anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu menjadi master in complexity dengan cara
berpikir yang komprehensif integral. Yang dimaksud dengan cara berpikir
komprehensif integral adalah menangkap dengan suatu masalah sebagai sesuatu
yang menyeluruh untuk mendapatkan esensi yang tunggal. Sehubungan dengan
itu perempuan parlemen diharapkan memiliki kemampuan analisa politik dengan
daya pikir yang kuat dan keteguhan hati pada keadilan. Bila memiliki keteguhan
hati pada keadilan maka politik tidak lagi dilihat sebagai perburuan, pembesaran
dan pelanggengan kekuasaan tetapi adalah untuk pendidikan demokrasi.49
Persoalan perempuan selalu saja terancamkan setiap hari R. A. Kartini. R.
A. Kartini bukan hanya tokoh emansipasi perempuan yang mengangkat derajat
kaum perempuan Indonesia, melainkan tokoh nasional. Dengan ide dan gagasan
pembaruannya ia berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah
melingkupi perjuangan nasional. Ada kesan secara umum perempuan di parlemen
seolah-olah belum mampu memperjuangkan hak-hak perempuan. Ditengah
masyarakat lainnya masih banyak perempuan yang hak-haknya dikenalkan belum
dipersamakan sama dengan hak laki-laki misalnya pekerjaan. R.A.Kartini telah
memperjuangkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan jauh hari sebelum
pemerintah mengeluarkan sebuah Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-Undang No.22 Tahun
2003 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang tentang Anti perdagangan
Orang namun kekerasan masih saja terjadi.
Sejak pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.10 tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada bab II Pasal 8 ayat (d) tersurat partai
politik harus menyertakan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan
pada kepengurusan partai politik tingkat pusat kenyataannya keberadaan
perempuan masih jauh dibandingkan dengan pria. Jumlah dari keterwakilan
perempuan di DPRD Kota Bandung saja baru mencapai 18 persen yaitu 9 dari 50
49 Mardety Mardinsyah, Perermpuan Parlemen Mengubah Wajah Legislatif, (Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka, 1998), h.265.
47
anggota DPRD Kota Bandung. Dengan keterbatasan itu ke 9 (sembilan) anggota
DPRD perempuan ini benar-benar berjuang untuk mewarnai peraturan-peraturan
program dan peraturan-peraturan kebijakan yang disusun agar mengarah pada
pengarusutamaan gender yaitu kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah
aspek kehidupan manusia.
Pejuangan untuk pengarusutamaan dan kesetaraan gender berujung pada
mensejahterakan kaum perempuan sebagaimana cita-cita Kartini tidak bisa
dilakukan semudah membalikkan telapak tangan perlu proses dan perjalanan
panjang. Masa kerja lima tahun anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
akan cukup untuk mewujudkan hal tersebut jika tidak ada dukungan dan peran
serta masyarakat keseluruhan. Hal yang paling penting adalah penguatan peran
perempuan
dalam
menghasilkan
perda
yang
responsif
gender
dengan
peningkatan.50
Kemampuan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam legal
drafting, ditambah keterlibatan perempuan dalam pembahasan rancangan perda
yang bermuatan gender perlu ditingkatkan Secara harfiah legal dafting dapat
diterjemahkan secara bebas, adalah penyusunan atau perancangan Peraturan
Perundang-undangan dari pendekatan hukum. Legal drafting adalah kegiatan
praktek hukum yang menghasilkan peraturan sebagai contoh pemerintah membuat
Peraturan Perundang-undangan hakim membuat keputusan Pengadilan yang
mengikat publik swasta membuat ketentuan atau peraturan privat seperti
perjanjian atau kontrak, kerjasama dan lainnya yang mengikat pihak-pihak yang
melakukan perjanjian atau kontrak. Dalam meteri kuliah ini legal drafting
dipahami bukan sebagai perancangan hukum dalam arti luas, melainkan hukum
dalam arti sempit, yakni undang-undang atau perundang-undangan. Jadi bukan
perancangan hukum seperti perjanjian atau kontrak.
Legal Drafting merupakan konsep dasar tentang penyusunan peraturan
perundang-undangan yang berisi tentang naskah akademik hasil kajian ilmiah
beserta naskah awal peraturan perundang-undangan yang diusulkan. Sedangkan
pembentukan peraturan perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan
66 Khamami Zada, Fenomena Perempuan Di Parlemen, Republika, 11 Mei 2011, h.24.
48
perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan,
teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan
penyebarluasan. Dapat disimpulkan kegiatan legal drafting disini adalah dalam
rangka pembentukan peraturan-perundangan. Dalam Pasal 1 Undang-Undang No.
10 tahun 2004, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pembentukan
Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan perundangundangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan persiapan teknik
penyusunan perumusan pembahasan pengesahan perundangan-undangan dan
penyebarluasan. Sesuai dengan bunyi pasal 1 Undang-Undang No. 10 tahun 2004
diatas bahwa proses sebuah peraturan menjadi legal dan mempunyai daya ikat
atau kekuatan hukum tetap harus melewati beberapa tahap. Adanya legal drafting
ada hubungannya dengan konsep negara hukum. Negara hukum menurut Wirjono
Prodjodikoro adalah suatu negara yang didalam wilayahnya semua alat
perlengkapan negara khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam
setiap tindakannya terhadap warganegara dan dalam berhubungan tidak boleh
sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan hukum, dan semua orang
dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan hukum yang
berlaku.
Sedangkan menurut Hartono Mardjono dikatakan negara hukum adalah
bilamana dinegara tersebut seluruh warga negara maupun alat-alat perlengkapan
dan aparat negaranya tanpa kecuali dalam segala aktifitasnya tunduk kepada
hukum equity dan non discrimination. Tujuan Negara Hukum menurut S. Tasrif
adalah sebagai:
1. Kepastian hukum (tertib atau order)
2. Kegunaan (kemanfaatan atau utility)
3. Keadilan (justice).
Sedangkan menurut Ahmad Dimyati Tujuan Negara Hukum adalah:
1. Pencapaian keadilan
2. Kepastian hukum
3. Kegunaan (kemanfaatan).
49
Kesimpulan :
1. Pencapaian keadilan sesuai dengan asas Ius quia iustum hukum adalah keadilan
dan Quid ius sine justitia apalah arti hukum tanpa keadilan
2. Hukum adalah untuk mengatur hubungan, baik warga masyarakat maupun
negara, The law is a tool to social control and social engineering
3. Hukum dilaksanakan untuk mencapai kepastian.
Unsur-unsur negara hukum :
1. Sistem pemerintahan negara yang berdasarkan atas kedaulatan rakyat.
2. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan
atas hukum atau peraturan perundang-undangan.
3. Adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia (warga negara).
4. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara.
5. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle) yang
bebas dan mandiri dalam arti lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak
memihak dan tidak berada dibawah pengaruh eksekutif.
6. Adanya peran nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk
ikut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan
pemerintah.
7. Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata
sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.
Sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 maka segala aspek kehidupan dan bidang kemasyarakatan, kebangsaan dan
kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum asas
legalitas. Konsekuensinya adalah dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
tidak terlepas dari peraturan Perundang-undangan sebagai hukum positif yang
berlaku di Indonesia. Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis
yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat
secara umum Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 10 tahun 2004. Untuk itu perlu
adanya suatu pemahaman terhadap tatacara penyusunan peraturan Perundang-
50
undangan mulai dari proses, prosedur, dan teknik dalam penyusunan dan
pembuatan rancangan peraturan Perundang-undangan.
Negara Indonesia sebagai negara hukum dapat dilihat pada :
1. Undang-Undang Dasar 1945 Bab I Pasal 1 ayat 3 tentang Negara Indonesia
adalah negara hukum.
2. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dicantumkan dengan kata-kata
pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia
3. Undang-Undang Dasar 1945 Bab X Pasal 27 ayat 1 tentang Warga Negara
yang menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya
didalam hukum pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan itu dengan
dengan tidak ada kecualinya
4. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah dihapus menyatakan
bahwa dalam sistem pemerintahan negara, yang maknanya tetap bisa dipakai
yaitu Indonesia ialah negara yang berdasarkan azas negara hukum (rechtstaat)
dan tidak berdasarkan atas kekuasaan semata (machtstaat)
5. Sumpah atau janji Presiden dan Wakil Presiden yang memegang teguh
Undang-Undang Dasar 1945 dan segala bentuk Undang-Undang dan
Peraturannya dengan selurus-lurusnya
6. Undang-Undang Dasar 1945 Bab X Pasal 28 i ayat 5 tentang Hak Asasi
Manusia, menyatakan bahwa untuk penegakkan dan melindungi hak asasi
manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka
pelaksanaan hak asasi manusia tersebut dijamin, diatur dan dituangkan dalam
Peraturan Perundang-Undangan
7. Sistem hukum yang bersifat Nasional
8. Dasar hukum yang tertulis sebagai Konstitusi dan Dasar hukum tak tertulis
sebagai Konvensi
9. Tap MPR No. 3 Tahun 2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-Undangan
51
10. Adanya peradilan bebas.51
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie meminta agar Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) segera direvisi. Ini kabar bagus karena
revisi KUHP sudah tertunda dan terlunta-lunta antara pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat. Hampir di setiap periode Dewan Perwakilan Rakyat diajukan,
tetapi tak kunjung dibahas sampai masa bakti anggota Dewan Perwakilan Rakyat
berakhir. Sayangnya, alasan Marzuki Alie meminta revisi KUHP bukan karena
seluruh rakyat membutuhkan perbaikan KUHP yang merupakan peninggalan
pemerintah kolonial Hindia dan Belanda. Ketertinggalan KUHP itu antara lain
karena pasal-pasal yang dianggap menindas rakyat, terutama ketika menyangkut
kritik terhadap penguasa.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) justru ingin agar pasal-pasal
pencemaran nama baik itu dilipat gandakan pidananya karena gemas melihat
bagaimana menurut George Aditjondro merugikan nama baik Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dengan menerbitkan buku Membongkar Gurita Cikeas.
Lepas dari apa pun motivasinya dorongan seorang Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat untuk segera merevisi undang-undang yang sudah terbengkalai begitu
lama tentu menarik. Kalau Dewan Perwakilan Rakyat di bawah pimpinan Marzuki
Alie bisa menyelesaikan revisi KUHP, tentu akan menjadi mahakarya bukan saja
bagi parlemen, melainkan juga pemerintah.
Gagasan untuk merevisi KUHP sudah muncul sejak tahun 1960-an. Jadi
sejak Orde lama, Orde Baru, sampai Orde Reformasi nasib revisi KUHP tetap
terkatung-katung. Pada awal persidangan DPR periode tahun 2004-2009, sebagai
anggota Komisi III, penulis pernah mengingatkan kepada Menteri Hukum dan
HAM pada waktu itu Hamid Awaluddin, agar mengambil momentum untuk
mengajukan Undang-Undang berskala besar ini. Bukan saja dari kebesaran skala
peran dan pengaruhnya dalam penegakan hukum di Tanah Air melainkan juga
dari ruang lingkup materinya secara fisik. Mungkin inilah undang-undang yang
paling tebal di Indonesia. Kalau KUHP sekarang terdiri dari 569 pasal, rancangan
KUHP baru yang telah diajukan ke DPR terdiri dari 727 pasal.
51 Saepudin, Teknik Penyusunan Perundang-undangan, Republika, 12 Juli 2010, h.19.
52
Inilah sebabnya pembahasannya harus dimulai sejak awal masa tugas
Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga sedikitnya tersedia waktu tiga sampai empat
tahun untuk menyelesaikannya. Sebab jika sudah mulai digara tetapi tidak selesai
harus diulang dari awal oleh DPR periode berikutnya. Mungkin inilah yang
menjadi alasan mengapa DPR tahun 2004-2009 akhirnya tidak mengagendakan
pembahasan walau pun rancangan KUHP sudah dikirim oleh Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Hamid Awaluddin ke DPR.
Implikasi besar dari revisi KUHP ini, antara lain, pada saat penataan
secara sistemik terhadap sanksi pidana yang saat ini tersebar di berbagai undangundang. Untuk memberi efek jera kepada pelanggar undang-undang, hampir
pembuat undang-undang menumpukan pada sanksi pidana. Bahkan, pendapat
umum yang berkembang di DPR hampir sama dengan pendapat Ketua DPR
Marzuki Alie bahwa makin berat sanksi pidana akan makin efektif untuk
mencegah terjadinya tindak pidana. Akibatnya undang-undang bagai belantara
sanksi, yang satu sama lainnya tidak konsisten sehingga para penegak hukum,
mulai dari polisi, jaksa, hingga hakim bisa terperosok pada pilihan-pilihan yuridis,
bahkan kadang-kadang politis.
Kasus tentang Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik disatu
sisi merupakan realitas hukum yang sah jika diterapkan disisi lain menimbulkan
pro dan kontrak dari sisi rasa keadilan yang hidup dimasyarakat. Tidak adanya
standar mengenai jenis dan berat ringannya pidana membuat masing-masing
pembuat undang-undang merasa bisa mengatur sesuai dengan kewenangan yang
dipunyai berdasarkan konstitusi. Padahal latar belakang pembuat undang-undang
dan situasi kondisi saat undang-undang dibuat akan sangat berpengaruh pada
kualitas undang-undang yang diloloskan.
Ada panitia khusus pansus atau komisi yang anggotanya mempunyai latar
belakang legal drafting cukup baik. Dengan demikian setiap menetapkan jenis dan
berat ringannya pidana mengacu pada undang-undang lain yang sudah ada dan
teori-teori hukum pidana yang mutakhir.
Tetapi, ada juga yang pengalamannya sebagai legal drafting cukup paspasan. Kondisi emosional suatu saat juga bisa melahirkan pasal-pasal geregetan,
53
yang bisa menjadi pintu masuk lahirnya politisasi hukum dalam pembuatan
undang-undang. Misalnya kegeraman Ketua DPR yang merasa partai atau
presidennya menjadi sasaran sebuah perbuatan yang bisa dikenai pidana, apalagi
didukung dengan kekuatan mayoritas diparlemen tentu bisa melahirkan ketentuan
pidana yang tidak logis, tidak konsisten, dan tidak sistemik.
Di pihak lain juga bermunculan pro dan kontrak mengenai kriminalitas
berbagai perbuatan termasuk di kalangan media selain juga mengenai beratnya
ancaman pidana. Karena itu KUHP disamping akan menjadi kodifikasi atau
penyatuan untuk semua ketentuan pidana juga harus bisa melakukan klasifikasi
dan standardisasi untuk penentuan jenis dan berat ringannya pidana.
Sangat layak kalau Dewan Perwakilan Rakyat periode tahun 2009-2014
tidak hanya menempatkan rancangan undang-undang atu Rancangan UndangUndang KUHP dalam prioritas program legislasi nasional tetapi sekaligus
meletakkan pada posisi papan atas yang akan segera dimulai pembahasannya pada
tahun 2010 ini. Kalau ini terlaksana akan benar-benar menjadi mahkota dalam
tugas legislasi Dewan Perwakilan Rakyat, sekaligus akan menjadi undang-undang
landmark yang akan menjadi penanda legislasi satu dekade mendatang.
Memang diperlukan komitmen legal drafter yang profesional baik dalam
kemampuan rancang bangun undang-undang kesediaan untuk mendengar
sebanyak mungkin pihak pemangku kepentingan sehingga undang-undang ini
benar-benar menjadi kebanggaan bersama. Jago-jago perancang hukum yang
berpengalaman di DPR bersama para ahli dari pemerintah maupun perguruan
tinggi hukum di Indonesia diharapkan bisa bersinergi secara maksimal untuk
melahirkan mahakarya nasional ini. Masyarakat, dan terutama kalangan media,
harus mencurahkan perhatiannya pada proses pembahasan Rancangan UndangUndang ini. Sebab, KUHP benar-benar merupakan undang-undang sentral yang
akan memengaruhi kehidupan warga negara sejak masih dalam kandungan sampai
setelah nanti kembali ke alam kubur.
Mari kita dukung semangat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera
merevisi undang-undang KUHP. Hasil akhirnya tergantung pada komitmen
54
idealistis dari pemerintah dan parlemen serta kesungguhan masyarakat, pers, dan
akademisi untuk memantau dan mengkritisi proses pembahasannya.
C. Produk Perundang-Undangan Berkeadilan Gender
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa politik perundangundangan merupakan arah kebijakan pemerintah atau negara mengenai arah
pengaturan substansi hukum yang dituangkan dalam peraturan perundangundangan hukum tertulis untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mengapa hanya menggambarkan keinginan atau kebijakan pemerintah atau
negara. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
disebutkan bahwa kewenangan atau organ pembentuk peraturan perundangundangan adalah hanya negara atau Pemerintah.52 Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan bentuk
monopoli negara yang absolut, tunggal, dan tidak dapat dialihkan pada badan
yang bukan badan negara atau bukan badan pemerintah. Sehingga pada prinsipnya
tidak akan ada deregulasi yang memungkinkan penswastaan pembentukan
peraturan perundang-undangan. Namun demikian dalam proses pembentukannya
sangat mungkin mengikutsertakan pihak bukan negara atau Pemerintah.53 Hal
tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa peraturan perundang-undangan, baik
langsung maupun tidak langsung akan selalu berkenaan dengan kepentingan
umum, oleh karena itu sangat wajar apabila masyarakat diikutsertakan dalam
penyusunannya. Keikutsertaan tersebut terdapat dalam bentuk memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan berbagai prakarsa dalam
mengusulkan atau memberikan masukan untuk mengatur sesuatu atau
memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menilai, memberikan pendapat
atas berbagai kebijaksanaan negara atau Pemerintah dibidang perundangundangan. Dalam praktek, pengikut sertaan dilakukan melalui kegiatan seperti
pengkajian ilmiah, penelitian, berpartisipasi dalam forum-forum diskusi atau
duduk dalam kepanitiaan untuk mempersiapkan suatu rancangan peraturan
52 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004, Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, (Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 2006), h.2.
53 Ibid., h.7.
55
perundang-undangan. Pada forum Dewan Perwakilan Rakyat juga dilakukan
pemberian sarana partisipasi yang dilakukan melalui pranata dengar pendapat atau
publik hearing. Berbagai sarana untuk berpartisipasi tersebut akan lebih efektif
bila dilakukan dalam lingkup yang lebih luas bukan saja dari kalangan ilmiah atau
kelompok profesi, tetapi dari berbagai golongan kepentingan (interest groups)
atau masyarakat pada umumnya. Untuk mewujudkan hal tersebut biasanya
diperlukan suatu sistem desiminasi rancangan peraturan perundang-undangan agar
masyarakat dapat mengetahui arah kebijakan atau politik hukum dan perundangundangan yang dilaksanakan. Sehingga pembangunan dan pembentukan peraturan
perundang-undangan dapat mengarah pada terbentuknya suatu sistem hukum
nasional Indonesia yang dapat mengakomodir harapan hukum yang hidup di
dalam masyarakat Indonesia yang berorientasi pada terciptanya hukum yang
responsive. Berkaitan dengan hal tersebut Mahfud M.D juga menyatakan hukum
yang responsive merupakan produk hukum yang lahir dari strategi pembangunan
hukum yang memberikan peranan besar dan mengundang partisipasi secara penuh
kelompok-kelompok masyarakat sehingga isinya mencerminkan rasa keadilan dan
memenuhi harapan masyarakat pada umumnya.54 Dari yang telah diuraikan
tersebut, maka seharusnya peraturan perundang-undangan dapat diformulasikan
sedemikian rupa yaitu sedapat mungkin menampung berbagai pemikiran dan
partisipasi berbagai lapisan masyarakat, sehingga produk hukum yang dihasilkan
dapat diterima oleh masyarakat. Pemahaman mengenai hal ini sangat penting
karena dapat menghindari benturan pemahaman antara masyarakat dan
pemerintah atau negara yang akan terjebak kedalam tindakan yang dijalankan
diluar jalur atau landasan hukum. Bila hukum yang dihasilkan adalah hukum yang
responsif, maka tidak akan ada lagi hukum siapa yang kuat punya kekuasaan akan
menguasai yang lemah atau anggapan rakyat selalu menjadi korban, karena
lahirnya hukum tersebut sudah melalui proses pendekatan dan formulasi materi
muatannya telah menampung berbagai aspirasi masyarakat. Pada dasarnya
penerimaan (resepsi) dan apresiasi masyarakat terhadap hukum sangat ditentukan
54 M. Mahfud M.D, Demokratisasi Dalam Rangka Pembangunan Hukum Yang
Responsif, (Semarang, 1996), h.1.
56
pula oleh nilai, keyakinan, atau sistem sosial politik yang hidup dalam masyarakat
itu sendiri.55
Dalam sejarah perkembangan peraturan perundang-undangan di Indonesia
pernah terjadi bahwa selama lebih dari 30 tahun sebelum reformasi tahun 1998,
konfigurasi politik yang berkembang di negara Indonesia dibangun secara tidak
demokratis sehingga hukum kita menjadi hukum yang konservatif dan terpuruk
karena selalu dijadikan subordinat dari politik. Sedangkan ciri atau karakteristik
yang melekat pada hukum konservatif antara lain:
1. Proses pembuatannya sentralistik tidak partisipatif karena didominasi oleh
lembaga-lembaga negara yang dibentuk secara tidak demokrastis pula oleh
negara. Di sini peran lembaga peradilan dan kekuatan-kekuatan masyarakat
sangat sumir.
2. Isinya bersifat positivist-instrumentalistik tidak aspiratif dalam arti lebih
mencerminkan kehendak penguasa karena sejak semula hukum telah dijadikan
alat instrumen pembenar yang akan maupun terlanjur dilakukan oleh pemegang
kekuasaan yang dominan.
3. Lingkup isinya bersifat open responsive tidak responsif sehingga mudah
ditafsir secara sepihak dan dipaksakan penerimanya oleh pemegang kekuasaan
negara.
4. Pelaksanaannya lebih mengutamakan program dan kebijakan sektoral jangka
pendek dari pada menegakkan aturan-aturan hukum yang resmi berlaku.
5. Penegakannya lebih mengutamakan perlindungan korp sehingga tidak jarang
pembelokan kasus hukum oleh aparat dengan mengaburkan kasus pelanggaran
menjadi kasus prosedur atau pelaku yang harus dihukum.
Sejalan dengan pendapat M. Mahfud, mengenai ciri yang disebutkan diatas
tersebut, maka Satya Arinanto memberikan pendapatnya bahwa produk hukum
yang konservatif mempunyai makna sebagai berikut :
1. Produk hukum konservatif, ortodoks atau elitis adalah produk hukum yang
isinya lebih mencerminkan visi sosial elit politik, keinginan pemerintah, dan
55 Iskandar Kamil, Pedoman Diversi Untuk Perlindungan Bagi Anak Yang Berhadapan
Dengan Hukum, Jakarta, 1 Juni 2005.
57
bersifat positivis instrumentalis, yakni menjadi alat pelaksanaan ideologi dan
program negara. Ia lebih tertutup terhadap tuntutan-tuntutan kelompokkelompok maupun individu-individu dalam masyarakat. Dalam pembuatannya,
peranan dan partisipasi masyarakat relatif kecil.
2. Sedangkan produk hukum responsif atau populistik adalah produk hukum yang
mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses
pembuatannya memberikan peranan besar dan partisipasi penuh kelompokkelompok sosial atau individu-individu dalam masyarakat. Hasilnya bersifat
responsif terhadap tuntutan-tuntutan kelompok-kelompok sosial atau individuindividu dalam masyarakat.56
3. Dari pengalaman sejarah hukum tersebut seharusnya perlu dirancang suatu
skenario politik perundang-undangan nasional yang berorientasi pada
pemahaman konsep sistem hukum nasional yang diwujudkan dalam bentuk
penyusunan peraturan perundang-undangan secara komprehensif dan aspiratif.
Penyusunan atau pembentukan peraturan perundang-undangan yang aspiratif
tersebut merupakan rangkaian dari langkah-langkah strategis yang dituangkan
dalam program pembangunan hukum nasional yang dilaksanakan untuk
mewujudkan negara hukum yang adil dan demokratis serta berintikan keadilan
dan kebenaran yang mengabdi kepada kepentingan rakyat dan bangsa di dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.57
56 Satya Arinanto, Transparasi Politik Hukum Dan Politik Perundang-undangan,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h.8.
57 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Aditya Citra Bakti, 2000), h.107.
BAB IV
PANDANGAN POLITISI PEREMPUAN
PKS DALAM HUKUM BERKEADILAN GENDER
A. Dinamika PKS Dalam Politik Indonesia
Pada 20 Juli 1998 PKS berdiri dengan nama awal Partai Keadilan dalam
sebuah konferensi pers di Aula Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta.
Presiden (ketua) partai ini adalah Nurmahmudi Isma'il. Pada 20 Oktober 1999 PK
menerima tawaran kursi kementerian Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) dalam
kabinet pemerintahan KH Abdurrahman Wahid, dan menunjuk Nurmahmudi
Isma'il saat itu presiden partai sebagai calon menteri. Nurmahmudi kemudian
mengundurkan diri sebagai presiden partai dan digantikan oleh Hidayat Nur
Wahid yang terpilih pada 21 Mei 2000. Pada 3 Agustus 2000 Delapan partai Islam
(PPP, PBB, PK, Masyumi, PKU, PNU, PUI dan PSII 1905) menggelar acara
sarasehan dan silaturahmi partai-partai Islam di Masjid Al-Azhar dan meminta
Piagam Jakarta masuk dalam Amandemen Undang-Undang Dasar tahun 1945.
Akibat undang-undang Pemilu No. 3 Tahun 1999 tentang syarat
berlakunya batas minimum keikut sertaan parpol pada pemilu selanjutnya
(electoral threshold) dua persen, maka PK harus mengubah namanya untuk dapat
ikut kembali di Pemilu berikutnya. Pada 2 Juli 2003, Partai Keadilan Sejahtera
menyelesaikan seluruh proses verifikasi Departemen Kehakiman dan HAM
(Depkehham) di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah setingkat Propinsi dan Dewan
Pimpinan Daerah setingkat Kabupaten atau Kota. Sehari kemudian PK bergabung
dengan PKS dan dengan penggabungan ini, seluruh hak milik PK menjadi milik
PKS, termasuk anggota dewan dan para kadernya. Dengan penggabungan ini
maka PK (Partai Keadilan) resmi berubah nama menjadi PKS (Partai Keadilan
Sejahtera).
Setelah Pemilu 2004 Hidayat Nur Wahid adalah Presiden PKS yang
sedang menjabat kemudian terpilih sebagai ketua MPR masa bakti 2004 - 2009
dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Partai Keadilan
58
59
Sejahtera. Pada Sidang Majelis Syuro I PKS pada tanggal 26 - 29 Mei 2005 di
Jakarta, Tifatul Sembiring terpilih menjadi Presiden PK Sejahtera periode tahun
2005-2010. Seperti Nurmahmudi Isma'il dan Hidayat Nur Wahid disaat Tifatul
Sembiring dipercaya oleh Susilo Bambang Yudhoyono adalah Presiden Indonesia
ke-6 sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika. Maka estafet kepemimpinan
pun berpindah ke Luthfi Hasan Ishaq sebagai pjs Presiden PK Sejahtera. Pada
Sidang Majelis Syuro PKS II pada 16 - 20 Juni 2010 di Jakarta, Luthfi Hasan
Ishaaq terpilih menjadi Presiden PKS periode 2010 - 2015. Pada Pemilu 2004
PKS memperoleh suara sebanyak 7,34 % (8.325.020) dari jumlah total dan
mendapatkan 45 kursi di DPR dari total 550 kursi di DPR. Pada tanggal 9 Juli
2008 PKS memperoleh nomor urut 8 dalam PEMILU 2009 melalui Pengundian
Nomor Urut Partai yang diadakan secara resmi oleh KPU. Partai Keadilan
Sejahtera mendapat 57 kursi (10 %) di DPR hasil Pemilihan Umum Anggota DPR
2009, setelah mendapat sebanyak 8.206.955 suara (7,9 %) dan menjadi satusatunya partai selain Demokrat yang mengalami kenaikan jumlah persentase
perolehan suara.
Kisruh mantan politikus PKS Yusuf Supendi hampir dua pekan terakhir
memunculkan ide pembuatan partai politik baru. Ide ini sama saja membenarkan
asumsi selama ini dengan faksi kesejahteraan dan keadilan. Bagaimana prospek
partai PKS itu tidaklah mengejutkan jika partai politik terpecah belah lebih dari
satu. Sejarah partai politik di Indonesia pasca reformasi ini banyak memunculkan
partai sempalan. Mulai dari Partai Golkar dengan Partai Keadilan dan Persatuan
Indonesia yang didirikan oleh almarhum Jenderal Edi Sudrajad setelah kalah
dalam Munas Partai Golkar 1998. Partai Kebangkitan Bangsa juga terpecah
dengan PKB Gus Dur dan PKNU. Di Partai Amanat Nasional muncul Partai
Matahari Bangsa yang didirkan oleh anak muda Muhammadiyah yang kecewa
dengan PAN. Kini giliran PKS yang didera persoalan internalnya akibat aksi
Yusuf Supendi. Persoalan itu memancing mantan politisi Partai Keadilan
berkeinginan mendirikan partai politik baru. Seperti mantan anggota Majelis
Syura Partai Keadilan Tizar Zein yang berseloroh untuk membentuk Hizbullah
yang berarti Partai Allah. Meski belakangan, Hizbullah diwujudkan bukan untuk
60
mengikuti pemilihan umum. Secara teoritis, bisa-bisa saja, para mantan
fungsionaris Partai Keadilan maupun PKS membentuk partai politik baru sebagai
deferensiasi atau antitesa dari PKS. Apalagi undang-undang No. 2 tahun 2011
tentang Partai Politik memungkinkan pembentukan partai politik baru. Mantan
anggota Dewan Syariah DPP Partai Keadilan yaitu Habibullah menyebutkan
penyataan Tizar Zein terkait pembentukan partai Hizbullah hanyalah seloroh
semata alias tidak serius. Tidak ada obrolan di internal kami untuk membentuk
partai baru. Itu selorohan Ustadz Tizar kepada INILAH.COM melalui saluran
telepon di Jakarta pada hari jumat (1/4/2011). Ketika ditanya apakah ada
kemungkinan membentuk partai politik oleh Habibullah menyebutkan jika
momentum pembentukan partai politik tidak tepat maka akan sia-sia. Kalau
momentumnya tidak tepat tidak ada gunanya. Semua kerja ada urutan dan
momentumnya. Jika melihat perjalanan PKS sejak era reformasi 1998 lalu,
sebenanya cenderung mengalami perkembangan yang positif. Seperti saat Pemilu
1999, PKS yang mulanya bernama Partai Keadilan mendapat 1,4 % suara. Setelah
tidak lolos electoral threshold (ET), PK akhirnya menjadi PKS yang dalam Pemilu
2004 memperoleh 7,34 %. Perolehan suara ini juga mengalami kenaikan yang
dalam Pemilu 2009 mencapai 7,88 %. PKS terus melakukan inovasi politiknya
untuk memperluas cakupan dukungan suaranya. Seperti menjelang Pemilu 2009
lalu, PKS mendeklarasikan diri sebagai partai terbuka. Bahkan PKS melalui
sejumlah iklan politiknya menjadikan mantan Presiden Soeharto sebagai bintang
iklan dengan menyebut sebagai pahlawan. Manuver PKS ini juga diikuti dengan
menggelar Rapimnas di Denpasar, Bali yang jelas bukan basis pendukung PKS.
Jika melihat persentasi hasil suara dari pemilu ke pemilu, PKS mengalami
perkembangan signifikan. Dalam konsolidasi internal PKS terbukti dengan
bertambahnya kader militan yang kini berjumlah sekitar 1,5 juta. Wakil Sekjen
DPP PKS Mahfudz Siddiq mempersilahkan bekas politisi PKS untuk membentuk
partai politik baru yang sesuai dengan idealis dan islamis. Akan bagus jika mereka
bisa wujudkan partai Islamis dan Idealis seperti yang mereka selalu dengungkan.
Semakin cepat semakin bagus agar cukup waktu mereka mempersiapkan diri
untuk ikut pemilu 2014, saran Mahfudz. Ide pembentukan partai politik baru yang
61
merupakan sempalan PKS diprediksikan sulit terwujud. Karena faktanya, mereka
yang telah keluar dari PK maupun PKS sejatinya tidak memiliki hubungan satu
dengan lainnya. Apalagi jika melihat sejarah keluarnya mereka dari partai politik
sulit rasanya mereka membentuk partai politik. Karena mereka keluar disebabkan
frustrasi akibat realitas politik di lapangan.
Banyak pengamat mencermati kebangkitan Partai Keadilan Sejahtera
sebagai bukti kemampuan partai politik Islam untuk mengemas isu-isu publik,
semisal anti korupsi dan pelayanan sosial. Padahal selama ini partai politik Islam
dan partai berbasis agama pada umumnya, terpenjara isu-isu religius dan ideologi.
Kemenangan Partai Keadilan Sejahtera bersama mitra koalisinya dalam pemilihan
kepala daerah terkini di Jawa Barat adalah Partai Amanat Nasional dan di
Sumatera Utara adalah Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Bulan Bintang
menunjukkan partai Islam bias menandingi partai nasioanalis dan menyangkal
pragmatisme dalam derajat tertentu. Analisis pengamat lebih terfokus pada
efektivitas mesin politik atau popularitas kandidatnya. Belum ada yang secara
serius menelaah faktor sosial budaya. Kebangkitan Partai Keadilan Sejahtera
didukung lahirnya generasi baru diera transisi tahun 1998-2008. Generasi ini
tewlah mematahkan ambisi para elite Partai Keadilan Sejahtera merupakan
pelanjut perjuangan Partai Keadilan yang dalam pemilu 1999 lalu meraih 1,4 juta
suara (7 kursi DPR, 26 kursi DPRD Propinsi dan 163 kursi DPRD Kota dan
Kabupaten).
Partai Keadilan Sejahtera percaya bahwa jawaban untuk melahirkan
Indonesia yang lebih baik di masa depan adalah dengan mempersiapkan kaderkader yang berkualitas baik secara moral, intelektual dan profesional. Karena itu
PKS sangat peduli dengan perbaikan-perbaikan ke arah terwujudnya Indonesia
yang adil dan sejahtera. Kepedulian inilah yang menapaki setiap jejak langkah dan
aktivitas partai. Dari sebuah entitas yang belum dikenal sama sekali dalam jagat
perpolitikan Indonesia hingga dikenal dan eksis sampai saat ini. Sebagai partai
yang menduduki peringkat 7 dalam pemilu 1999 lalu, Partai Keadilan Sejahtera
bertekad untuk meningkatkan daya pengaruhnya dalam pemilu 2004 mendatang.
62
Sejalan dengan semangat peran dan tanggung jawab untuk berpatisipasi
memikul amanah reformasi yang bergulir sejak 1998, Partai Keadilan Sejahtera
yang disingkat dengan PKS didirikan di Jakarta, 20 April 2002 (7 Shafar 1423 H).
PKS adalah hasil kreasi sekelompok anak bangsa yang memiliki cita-cita luhur
yaitu menegakkan keadilan dan mensejahterakan masyarakat Indonesia. Partai ini
merupakan penerus perjuangan Partai Keadilan karena memiliki kesamaan tujuan
dan cita-cita. Roda organisasi dikelola oleh Dewan Pimpinan Pusat di Jakarta
(website resmi: http://pk-sejahtera.org). Saat ini PKS memiliki pengurus di 30
DPW setingkat provinsi, 312 DPD setingkat kotamadya dan kabupaten dan 2.155
DPC setingkat kecamatan di seluruh Indonesia. Selain itu, PK-Sejahtera juga
memiliki 13 perwakilan di luar negeri yang disebut dengan Pusat Informasi dan
Pelayanan Partai Keadilan Sejahtera (PIP-PKS), salah satunya di Belanda.
Sesuai dengan mandat DPP PKS di Jakarta Pusat Informasi dan Pelayanan
Partai Keadilan Sejahtera (PIP-PKS) di Belanda mewakili fungsi PKS di Jakarta
serta melaksanakan amanah kepartaian antara lain pembinaan kader, tarbiyah,
dakwah, diplomasi sesuai dengan visi dan misi kebijakan politik luar negeri
Indonesia dan partai, penyebaran informasi serta pelayanan kepada masyarakat.
Dalam aspek di atas PIP-PKS di Belanda ingin meningkatkan perannya membantu
dan menjembatani agar masyarakat Indonesia yang bermukim di Belanda mampu
berintegrasi dengan baik serta menjadi bagian dari masyarakat sesuai dengan
rechts en orde yang berlaku di Belanda. Sedangkan dalam bidang pelayanan
masyarakat, PIP-PKS di Belanda membantu koordinasi kalau ada ormas dari
komunitas Indonesia di Belanda yang berminat mendatangkan ulama dan ustadz
moderat dari Indonesia.
Khusus dalam bidang bidang diplomasi PIP-PKS di Belanda sedang
menjajaki peluang kerjasama dan saling-memahami dengan parpol-parpol, ormas,
lembaga riset dan LSM Belanda untuk kepentingan bangsa dan negara yang
beraspirasi membangun posisi Indonesia yang semakin aktif, bebas dan
bermartabat dalam parcaturan internasional. Kekuatan politik dan dukungan
publik yang semakin menguat terhadap PKS di Indonesia dalam konteks Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis maka peran dan tanggung jawab
63
diplomasi PKS semakin besar pula. Dalam bidang ini, sebagai bagian dari anak
bangsa, PIP-PKS Belanda akan selalu berkoordinasi dan bekerjasama dengan
Kedutaan Besar Republik Indonesia serta ormas dan organisasi kepemudaan dan
pelajar Indonesia di Belanda. Meskipun berbasis massa Islam PKS adalah milik
bangsa yang senantiasa terbuka menerima dan bekerjasama dengan seluruh
elemen masyarakat Indonesia dan dunia yang memiliki semangat yang sama yaitu
membela keadilan dan kesetaraan, kesejehteraan dan hidup manusia yang
bermartabat. Semangat ini pula yang mewarnai fungsi, peran dan kontribusi
kepartaian, keummatan serta kemasyarakatan PIP-PKS di Belanda.
Apa hubungannya dengan Partai Keadilan Sejahtera pendiri Partai
Keadilan Sejahtera adalah kaum muda yang menikmati berkah pendidikan diera
Orde Baru, Sebagian diantara mereka alumni mancanegara. Berbeda dengan tesis
Sadanand Dhume Yale Global Online, 1 Desember 2005 yang menyebut Partai
Keadilan Sejahtera sebagai ancaman nasional, lebih berbahaya lewat suara (ballot)
ketimbang senjata (bullet). Sadanad Dhume yang mantan wartawan Far Eastern
Economic Review itu berkesimpulan Partai Keadilan Sejahtera dalah partai
radikal karena kadernya kebanyakan alumni Timur Tengah. Itu konklusi
menggelikan karena karena sebagian besar pimpinan Partai Keadilan Sejahtera
bukan alumni Timur Tengah. Ada yang lulusan perguruan tinggi di Jepang,
Inggris dan Amerika Serikat. Presiden pertama adalah PK, Nur Mammudi Ismail
adalah alumni Universitas Texas. Presiden kedua adalah Hidayat Nur Wahid
memalumni Universitas Madinah. Presiden Partai Keadilan Sejahtera yang jarang
disebut orang Muzammil Yusuf, produk asli Universitas Indonesia, walau sempat
kursus bahasa Inggris di Australia dan kursus bahasa Arab di Mesir. Presiden
ketiga Partai Keadilan Sejahtera adalah Ahmad Tifatul Sembiring yang
mengantikan Hidayat tercatat sebagai alumni Sekolah Tinggi Ilmu Komputer
Trisakti. Dengan formasi seperti itu, terbantahkan pandangan yang menyebut
Partai Keadilan Sejahtera partai fundamentalis lantaran seperti simpulan
pimpinannya lulusan Timur Tengah, Walter Lohman The Heritage Foudation, 28
April 2008 yang mengikuti logika dangkal Dhume.
64
Namun publik mengetahui kader simpatisan Partai Keadilan Sejahtera
sangat aktif membentuk lembaga sosial dan asosiasi professional diberbagai
bidang. Perluasan pengaruh lembaga itu pada gilirannya menentukan pembesaran
politik Partai Keadilan Sejahtera. Perlu dicermati secara khusus kreativitas budaya
yang diperolpori Partai Keadilan Sejahtera seperti terwakili dalam acara milad
yang diikuti 150.000 simpatisannya.57
Menuju pemilu 2009 tantangan partai-partai Islam ada dua. Tantangan
pertama adalah seberapa jauh partai Islam mampu bersaing dengan partai
nasionalis. Tantangan kedua adalah sejauh mana partai Islam biasa mengejar
mitos Masyumi sebagai ekspor partai Islam dengan pencapaian suara tertinggi.
Untuk tantangan pertama, untuk sementara situasi belum berubah banyak dari
pemilu demokratis sebelum tahun 1955, 1999 sampai 2004. Gabungan perolehan
suara partai Islam masih kalah dengan perolehan partai nasionalis. Apalagi kalau
dibandingkan antara perolehan suara partai yang khusus berasas Islam dengan
partai nasionalis. Untuk tantangan kedua, prestasi Masyumi tahun 1955 belum
tersaingi oleh parpol Islam dalam semua pemilu demokratis, baik dari segi
persentase suara maupun dari segi ranking. Perolehan Masyumi tahun 1955 adalah
20,59 %. Perolehan suara partai Islam tertinggi tahun 1999 adalah Partai
Kebangkitan Bangsa dengan 12 %. Tahun 2004 Kebangkitan Bangsa dengan 10
% dan Juni 2008 Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Keadilan Sejahtera
masing-masing 7,4 %. Akan menjadi menarik untuk melihat apakah ada partai
Islam yang akan mampu meruntuhkan mitos Masyumi partai manakah itu.
Dari segi ranking posisi Masyumi tahun 1955 adalah No. 2 Partai
Kebangkitan Bangsa tahun 1999 dan tahun 2004 No. 3 dibawah Partai Demokasi
Indonesia Perjuangan dan Golongan Karya tahun 1999. Dibawah Golongan Karya
dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuanagan ditahun 2004. Juni 2008, partai
Islam justru melorot keposis 4 diduduki bersama Partai Kebangkitan Bangsa dan
Partai Keadilan Sejahtera masing-masing dengan 7,4 % suara. Meski demikian
suara Golongan Karya dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan terus merolot,
57 P. Nasyid, Dinamika Sosial Budaya PKS, artikel diakses pada 24 Juli 2009 dari
http://www.PKS.Org
65
serta konflik Partai Kebangkitan Bangsa tak kunjung selesai dan kenaikan suara
Partai Kebangkitan Bangsa, berlanjut ada peluang bagi Partai Kebangkitan
Bangsa untuk meloncat keposisi 3 atau 2 besar.
Salah satu cara agar partai Islam bisa langsung meloncat ke no.1 atau no. 2
adalah dengan bergabung menjadi partai Islam tunggal. Ini mungkin karena
gabungan suara partai Islam Juni 2008 adalah 21,1 % atau lebih besar dari pada
suara Golongan Karya yang sementara 12 % dan hanya berselisih tipis dengan
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang 23,8 %. Masalahnya elit politik
partai Islam sulit bersatu seperti dinyatakan sendiri berbagai tokoh partai Islam
yang terkumpul dalam sebuah seminar tentang partai Islam bergabung meski
mereka tidak yakin ini biasa dilakukan pendirian partai Islam, selain didasarkan
pada ideologi politik tertentu juga didasari asumsi bahwa ada segmen masyarakat
yang melihat partai Islam sebagai entitas yang berbeda dibandingkan partai
nasionalis. Makin berbeda dan lebih baik dibanding partai nasionalis semakin
besar peluang partai Islam untuk dipilih. Masalahnya ternyata partai Islam
dipersepsi tidak terlalu berbeda dengan partai nasionalis baik dalam hal partai
maupun perilaku elit atau pengurusnya.58
Pada tahun 2004 Partai Keadilan Sejahtera besar bukan karena identitas
keislamannya melainkan identitas moral yang universal tidak heran jika pengamat
politik dan dosen dari The Australian Nasional University Canberra Dokter Greg
Fealy menyebutkan bahwa apa yang diperoleh dari Partai Keadilan Sejahtera
bukan hanya karena perkembangan partai yang sangat besar dalam hal
keanggotaan dan perolehan suara dalam pemilu melainkan juga karena partai itu
menawarkan pendekatan baru dan berbeda dalam politik Islam. Pemilu legislatif
telah usai dari hasil pusat tabulasi KPU secara rasional hingga hari ini sabtu (11/4)
pukul : 12.00 WIB perolehan suara sementara masih didominasi Partai Demokrat
sebesar 20,928 % disusul Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebesar 14,857
% kemudian Partai Golongan Karya sebesar 14,587 %, Partai Keadilan Sejahtera
sebesar 5,841 % dan Partai Persatuan Pembangunan sebesar 5,272 % sedangkan
58 Ahmad Herawan, Data Komisi Pemilihan Umum PKS, artikel diakses pada 11 April
2008 http://www.pks.org.
66
yang laiunnya memperoleh dukungan suara kurang dari 5 %. Posisi Partai
Demokrat berada diatas angin jauh meninggalkan dua pesaing ketatnya. Golongan
Karya dan Demokrasi Indonesia Perjuangan. Koalisi partai pengusung Susilo
Bambang Yudhoyono itu diprediksi hampir dipastikan tidak akan merapat kedua
lawan politiknya itu. Sejumlah partai menengah seperti Partai Perserikatan Bangsa
dan Partai Keadilan Sejahtera diperkirakan akan mendapatkan barisan dalam
koalisi golden bridge bersama Demokrat.
Namun apakah partai yang diajak berkoalisi seperti Partai Keadilan
Sejahtera akan legowo tak mendapatkan jatah R12. Mengingat partai pimpinan
Ahmad Tifatul Sembiring itu mempunyai figure kuat yanag pantas diajukan
sebagai pendamping Susilo Bambang Yudhoyono. Arie Sudjono menuturkan
fraksi pramatis di Partai Keadilan Sejahtera memang akan mendorong untuk
mendapat kursi R12. Tapi di Partai Keadilan Sejahtera itu fraksinya tidak tunggal.
Kalau berpikir jangka pendek pasti yang penting dapat jatah.
Hal ini tidak kalah menarik adalah ketika perwakilan dari Partai Keadilan
Sejahtera merespon pertanyaan tentang adanya upaya pembangkangan sipil wujud
kekecewaan masyarakat terhadap kinerja partai politik selama rentang waktu 10
terakhir pasca reformasi. Menurut bulan sealku perwakilan dari Partai Keadilan
Sejahtera pembangkangan sipil itu sah-sah saja asalkan dikemas dalam wujud
yang bagus. Dalam arti bahwa pembangkangan sipil harus bersifat produktif dalm
upaya melakukan pencerahan terhadap masyarakat bisa seperti pemberdayaan
masyarakat dan lain sebagainya sehingga hasil dari pembangkangan sipil bukan
sesuatu yang destruktif melainkan mempunyai nilai positif bagi kemajuan
msyarakat. Hasil pembahasan dalam diskusi ini tentunya menjadi agenda penting
bagi selueuh partai poltik sebagai instrumen yang bisa mengawal transisi
demokrasi di Indonesia.59
Platform Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan dokumen yang
mempelopori reformasi sistem politik, pemerintahan dan birokrasi, peradilan dan
militer agar tetap berkomitmen terhadap penguatan demokrasi, mendorong
pelanggaran system ketatanegaraan sesuai dengan fungsi dan wewenangnya,
59 Fatkhuri, Muslim Liberal, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h.145.
67
menumbuhkan kepemimpinan yang kuat, membangun sistem politik yang sehat,
mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengganguran dan mrningkatakan
kesejateraan rakyat, menuju pendidikan berkeadilan dengan memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya bagi bagi seluruh rakyat Indonesia, refleksikan
visi, misi, program dan sikap partai terhadap berbagai persoalan Bangsa
Indonesia. Platform ini akan menjadi motivasi dan penggerak utama kegiatan
partai, dan akan menjadikan semua aset Partai Keadilan Sejahtera di semua sektor
kehidupan, dapat diberdayakan dan didaya gunakan (istighlallil amtsal aset
dakwah), bekerja secara terintegrasi, kontinyu, fokus dan terarah sehingga sumber
daya partai yang terbatas bisa dikelola secara baik menjadi efisien dan efektif
untuk mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan dan secara langsung bisa
dirasakan oleh para simpatisan, konstituen partai, dan masyarakat Indonesia.
Berikut ini platform Partai Keadilan Sejahtera, yaitu :
1. Bidang Politik
a. Politik Nasional
b. Kepemimpinan Nasional
c. Ketatanegaraan
d. Reformasi Birokrasi, Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi
e. Penegakan Hukum dan Perlindungan HAM
f. Pertahanan
g. Keamanan
h. Kewilayahan
i. Politik Luar Negeri
j. Komunikasi dan Informasi
2. Bidang Perekonomian
a. Penegakan Reformasi Ekonomi
b. Kerangka Ekonomi Makro
c. Pengentasan Kemiskinan
d. Investasi dan Infrastruktur
e. Perbankan dan Finansial
f. Ekonomi Syariah
68
g. Industri, Iptek, BUMN dan Perdagangan
h. Pertanian Kehutanan dan Kelautan
i. Energi, Pertambangan dan Pengelolaan SDA
j. Usaha Kecil, Mikro dan Koperasi
k. Ketenagakerjaan, SDM dan Penciptaan Lapangan Kerja
l. Desentralisasi Fiskal, Otonomi Daerah dan Pembangunan Regional
m. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
n. Perjuangan Petani
o. Perjuangan Buruh
p. Perjuangan Nelayan
q. Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan Hidup
3. Bidang Sosial Budaya
a. Pendidikan Nasional
b. Pembangunan Kesehatan Nasional
c. Seni, Budaya dan Pariwisata
d. Pemberdayaan Masyarakat
e. Kepeloporan Pemuda
f. Olah Raga
g. Perempuan Indonesia
h. Pembinaan Keluarga
i. Dakwah dan Pembinaan Umat Beragama
B. Isu-Isu Gender Perempuan PKS
Pada perda syariah dibeberapa daerah dan Rancangan Undang-Undang
APP mendapatkan sorotan tajam dari beberapa peserta karena hanya sibuk
mengatur cara berpakain perempuan dan membatasi ekspresi seni dan budaya.
Rancangan Undang-Undang APP mendapatkan kritik tajam karena tidak
mengatur secara ketat Internet Service Provider. Dikebanyakan negara di Eropa,
Internet Service Provider mendapatkan kewajiban untuk mensupervisi pelanggan
untuk memblok aliran pornografi dan kecabulan apabila memiliki anak dibawah
usia 18 tahun. Dalam seminar ini Partai Keadilan Sejahtera mendapatkan banyak
69
kritik menyangkut interprestasi yang berbeda dalam regulasi pornografi di
Indonesia dan menyepakati bahwa Internet Service Provider perlu mendapatkan
pengawasan secara ketat untuk melindungi anak-anak dibawah usia 18 tahun dari
pornografi. Beberapa peserta tetapi mengkritik Partai Keadilan Sejahtera karena
kurang kritis dalam melakukan revisi ini Rancangan Undang-Undang APP yang
dinilai beberapa kelompok perempuan dan seniman justru mendiskriminasi tubuh
perempuan.
Secara kritis beberapa peserta nmenyampaikan urgensi pengaturan tindaktindak korupsi dibeberapa perda syariah yang selam ini terkesan lebih mengatur
perempuan. Beberapa praktik perda syariah mendapatkan kritik tajam karena tidak
mampu secara kritis menjerat ekspresi identitas daerah dan lokal dari beberapa
kantong komunis Islam di Indonesia, tetapi ekspresinya dicurigai rawan
pemboncengan agenda politik sesaat oleh beberapa elit penguasa dan agamawan
yang tidak sensitif terhadap hak-hak minoritas dan perempuan. Bahkan pernyatan
terakhir Yusuf Kalla yang memromosikan nikah sirih kepada Turis Arab
mendapatkan kecaman keras dari masyarakat Indonesia di Jerman. Yusuf Kalla
telah dengan sangat tidak hati-hati melintir praktek nikah Islam tersebut untuk
menindasdan meniadakan hak-hak perempun. Pernyataan Yusuf Kalla bahwa
dengan praktek ini beberapa anak hasil hubungnan dengan turis Arab akan
menghjasilkan keturunan yang bagus untuk bintang sinetron dianggap berbau
rasisme karena merendahkan ras Indonesisa. Pernyataan Yusuf Kalla tersebut
dinilai bersifat misoginis menjual janda kepada turis Arab rasis hasil pernikahan
dengan turis Arab menghasilkan keturunan yang bagus, dan mempolitisasi Islam
mendorong praktek nikah sirih yang sangat dikritik oleh umat Islam di Indonesia.
Dalam seminar sehari tersebut disampaikan beberapa rekomendasi bahwa
proses Islaminasi dalam beberapa kebijakan di Indonesia perlu dikawal secara
ketat oleh kelompok-kelompok perempuan dan masyarakat Islam sendiri.
Kelompok-kelompok Islam progresif telah dinilai secara positif mendukung
proses demokratisasi dan isu gender di Indonesia. Komunikasi antara berbagai
kelompok Islam di Indonesia baik yang konservatif dan progresif perlu
ditingkatkan untuk melindungi hak-hak perempuan dalam proses aplikasi
70
beberapa kebijakan yang berbau Islam. Seminar sehari ini telah memberikan
wadah kepada beberapa presenter dari kelompok Islam konservatif dan progresif
serta masyarakat dan mahasiswa Jerman untuk saling berdialog berdiskusi dan
bertukar pikiran dalam rangka memikirkan hak-hak perempuan di Indonesia yang
seringkali menjadi sasaran empuk alat politik dari elit-elit politik dan agama di
Indonesia. Sejak Rancangan Undang-Undang APP dan Perda Syariah dibeberapa
daerah Indonesia diluncurkan dan menjadi bahan perdebatan nasional, wacana
Islam Indonesia mendapat sorotan tajam dari beberapa media barat. Digambarkan
seolah-olah Islam menjadi ancaman bagi hak-hak perempuan di Indoneia.
Beberapa media barat memberitakan kontroversi tersebut secara sepihak dengan
menggambarkan bahwa Islam di Indonesia telah menganggu jalannya demokrasi.
Hal ini terungkap dalam seminar bertajuk “Neue Willkuer Gegen Frauen
In
Indonesia:
Frauenrechte
Zwischen
Islamisierung
And
Demokrasi”.
(Menimbang Nasib Perempuan Indonesia: Hak-Hak Perempuan antara Islamisasi
dan Demokrasi) di Muenster, North Rhein Westfalia, Jerman Sabtu, 15 Juli 2006
di KSHG, yang diselenggarakan Lembaga Swadata Masyarakat Asienhaus,
bekerja sama dengan Partai Keadilan SejahteraJerman, Watch Indonesia IMBAS,
Eine Welt Forum Aachen. E.Vserta organisasi-organisasi pelajar Indonesia di
Muenster seperti KMKI (Persatuan Pelajar Katolik Indonesia) dan Persatuan
Pelajar Indonesia.
Ada empat pembicara yang tampil dalam seminar tersebut yang mewakili
berbagai kelompok sosial sekaligus perspektif yang beragama. Pembicara
pertama, Sahiron Syamsuddin dosen Universitas Islam Negeri Yogyakarta yang
sedang merampungkan disertai progresif, pembicara kedua, Dr. Syamsuddin Arief
wakil Partai Keadilan Sejahtera mewakili perspektif
Muslim Konservatif di
Jerman, pembicara ketiga, Dr. Soe Tjen Marching dosen School Of Oriental And
African Studies University Of London di Inggris mewakili suara perempuan dan
minoritas Indonesia, sedangkan pembicara keempat Jidith Melzer, Kandidat
Doktor Universitas Frankfurt mewakili pengamat Jerman tentang Indonesia.
71
C. Pandangan Politisi PKS Dalam Hukum Berkeadilan Gender
Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia Kamarudin
berpendapat situasi politik memanas lantaran pandangan akhir frksi di Pansus
Century menjadi bola liar yang terus dipolitisir. Yang kini publik saksikan ada
ancama mengancam masing-masing mencari kelemahan terkait hasil pansus itu,
kata kamaruddin saat perbincangan semalam Febuari 2010.
Kemudian tak ada lagi suara disent menentang yang terdengar. Tentu saja
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono tersenyum simpul melihat
perilaku mereka. Sekarang menjelang pilpres tiba-tiba muncul Hak Angket di
Dewan Perwakilan Rakyat menyelidiki berbagai kecurngan dan penyimpangan
pemilu lalu. Hak Angket penyelidikan diputuskan oleh Paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat yang akan melakukan penyelidikan khususnya terhadap Daftar
Pemilih Tetap (DPT). Hak Angket didukung oleh Golongan Karya (34 suara),
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (58 suara), Partai Keadilan Bangsa (16
suara), Partai Persatuan Pembangunan (11 suara), Partai Amanat Nasional (3
suara), Badan Perwakilan Daerah (5 suara) dan Partai Demokrat (1suara), jumlah
total suara yang menolak sebanyak 129 suara.
Sedangkan yang menolak Hak Angket adalah Pemerintah Daerah (43
suara), Partai Keadilan Sejahtera (22 suara), Partai Demokrat (2 suara), jumlah
total suara yang menolak sebanyak 73 suara. Tentu yang mepersoalan Pemerintah
Daerah karena diantara yang menginginkan Hak Angket itu terdapat partai-partai
yang menjadi mitra koalisi pemerintah yang oleh Pemerintah Daerah disebut
sebagai tindak elok. Tapi apakah masih berguna yang namanya koalisi itu
kenyataannya seperti Golongan Karya dengan Demokrat sudah tidak ada ikatan
apa-apa dan sudah pisah rajang sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
memilih Boediono dan menceraikan Yusuf Kalla yang ketua umum Golongan
Karya.
Disini posisi Partai Keadilan Sejahtera yang sangat setia dengan Demokrat
dan Susilo Bambang Yudhoyono tidak mau mendukung Hak Angket yang
dilakukan
anggota fraksi
lainnya
padahal
tujuannya
untuk melakukan
penyelidikan terhadap kecurangan yang mungkin terjadi di Pemilu 2009 lalu.
72
Jangan sampai terulang Pemilihan Presiden nanati. Partai Keadilan Sejahtera
seharusnya Taawanu Alal Birri Wat Taqwa, bukan Taawanu Alal Isyini Wal
Udwan.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyetujui usulan agar Presiden
menyodorkan lebih dari satu nama calon Kapolri kepada Dewan Perwakilan
Rakyat. Demikian Dewan Perwakilan Rakyat bisa memilih dan yidak sekedar
menjadi tukang stempel kebijakan Presiden. Politisi Partai Keadilan Sejahtera
Nasir Jamil yang juga anggotanya Komisi III bidang hukum Dewan Perwakilan
Rakyat mengatakan beberapa fraksi juga memiliki pandangan yang sama dengan
fraksinya mengenai hal tersebut. Politisi Partai Keadilan Sejahtera Kota Parepare
yang dikenal vokal dan kritis kembali memerahkan telinga sesama anggota dewan
saat sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan agenda
pandangan umum fraksi terhadap tiga ranperda yang diusulkan eksekutif barubaru ini. Saat tampil sebagai juru bicara dan membacakan pandangan umum fraksi
Partai Keadilan Sejahtera Rahman mengeluarkan statesment penyataan bahwa
jangan ada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang kelakuannya mirip
preman.
Kelakuan mirip preman ini katanya muncul saat masa-masa pembhasan
anggaran di Dewan yakni Kecamatan Ujung yang anggarannya dipangkas habishabisan oleh anggota dewan hanya karena berbeda pandangan dan pilihan dalam
urusan politik dan kondisi lokal saat ini di Parepare. Politisi yang gemar olah raga
sepak bola ini juga menyoroti Kinerja Badan Kehormatan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Parepare yang ia nilai tidak berbuat apa-apa terhadap banyaknya
kebobrokan di tubuh lembaga wakil rakyat itu. Bukan legislatif saja disoroti
Rahman ia juga menyayangkan kepala-kepala SKPD yang bisa dengan mudahnya
ditervensi oleh anggota dewan dalanm urusan penyusunan anggaran. Dia
mengingatkan posisi dewan itu bukan atasannya eksekutif tetapi mitra sejajar.
Karena itu eksekutif tidak perlu takut dan tunduk-tunduk pada anggota dewan.
Tolong ini juga kepala-kepala SKPD jangan selalu mau diinjak-injak harga diri
kalian. Kalau memang anda sudah benar tolong pertahankan itu apa yang anda
73
soroton kepada dewan katanya menanbahkan.60 Partai Keadilan Sejahtera sejak
berdiri pada 20 April 1998 saat ini bernama Partai Keadilan terkenal sebagai
organisasi politik yang mampu mengerahkan masa dalam jumlah besar
kegiatannya seperti dalam berbagai unjuk rasa atau mobilitas publik lainnya. Tak
terkecuali dalam acara tasyakuran milad atau HUT ke-10 Partai Keadilan
Sejahtera di Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan Jakarta pada hari
Minggu (4/5). Stadion yang berkapasitas 88 ribu tempat duduk tak mampu
menampung kader dan simpatisan yang sebagian datang bersama anak-anak
mereka.
Mereka seakan sedang merayakan sebuah kemenangan pada acara yang
dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu misalnya Majelis Syura
Partai Keadilan Sejahtera KH. Hilmy Aminuddin antara lain mengatakan
kemenangan calon-calon yang didukung Partai Keadilan Sejahtera dalam 90 hari
sekitar 150 pemilihan kepala daerah yang telah berlangsung patut disyukuri.
Berbeda dengan Partai Kebangkitan Bangsa yang dirundung malang akibat
dualisme kepimpinan antara Muhaimin Iskandar dan Ali Masjkur Musa. Partai
Keadilan Sejahtera ingin membuktikan sebagai kendaraan politik yang solid untuk
memenangi Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2009. Milad Partai Keadilan
Sejahtera ke-10 di Gelora Bung Karno itu sekaligus mencanagan tekad untuk
memangi Pemilu mendatang. Presiden Partai Keadilan Sejahtera Ahmad Tifatul
Sembiring pada milad itu menyerukan seluruh kader dan simpatisan Partai
Keadilan Sejahtera untuk mendapatkan barisan dan mengkonsolidasikan
organisasi meraih kemenagan pada Pemilu mendatang.
Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan masa kampanyenya pada
bulan Juni 2008 sehingga Partai Keadilan Sejahtera harus bekerja keras
mengkonsolidasikan organisasi untuk mencapai kemenangan katanya. Dua
kemenangan dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat dan
Sumatera Utara baru-baru ini merupakan dorongan yang kuat bagi akselerasi
semangat Partai Keadilan Sejahtera menjalankan mesin poltiknya. Apalagi Partai
60 Nasir Jamil, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Jangan Seperti Preman, (Makasar:
Ujung Pandang Ekspres, 2010).
74
Keadilan Sejahtera berhasil menggusur banyak partai lain termasuk dua partai
besar yakni Partai Golongan Karya dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
dalam pemilihan di dua provinsi utama di Indonesia yaitu Jawa Barat dan
Sumatera dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur periode tahun 20082013.
Kemenangan pada Partai Keadilan Sejahtera di Jawa Barat yang
merupakan provinsi berpenduduk terpadat di Pulau Jawa dan di Sumatera Utara
yang menjadi provinsi barometer politik di Pulau Sumatera sekaligus menjadi
modal untuk menghadapi pemilihan serupa di Riau (5/8), Sumatera Selatan (4/9),
Lampung (3/9), Jawa Tengah (22/6), Jawa Timur (23/7), Bali (9/7), Nusa
Tenggara Barat (7/7), Nusa Tenggara Tengah (2/6), Kalimantan Timur (25/6), dan
Maluku (9/7) pada tahun 2008 ini.
Bila dalam pemilihan kepala daerah ditingkat provinsi itu termasuk
berbagai pemilihan kepala daerah ditingkat kabupaten atau kota lain calon-calon
yang didukung Partai Keadilan Sejahtera menang maka gerbang kemenangan
Partai Keadilan Sejahtera dalam Pemilu 2009 pun semakin terbuka lebar. Pada
Pemilu 2009 secara nasional Partai Keadilan Sejahtera mencapai urutan ke 7 dan
pada Pemilu 2004 nak menjadi peringkat ke 5. Pada Pemilu 2009 Partai Keadilan
Sejahtera menargetkan menang dalam pemilu atau setidaknya memperoleh 20 %
suara.
Data potensial pemilih pemilu (DP4) yang disampaikan Komisi Pemilihan
Umum baru-baru ini berjumlah 154.741.787 jiwa. Bila data itu dijadikan asumsi
jumlah pemilih yang memberikan suara pada Pemilu Legislatif 2009 Partai
Keadilan Sejahtera perlu mendapatkan dukungan sekitar 30.9 juta pemilih untuk
memenuhi target 20 % suara. Keyakinan bahwa Partai Keadilan Sejahtera dapat
dimenangkan Pemilu 2009 hanya berdasarkan kemenagan dalam pemilihan kepala
daerah di Jawa Barat dan Sumatera Utara dinilai seorang pengamat terlalu dini
dan kurang tawadhu rendah hati kalau Partai Keadilan Sejahtera yakin menang
dalam Pemilihan Presiden karena memenangkan Pilkada Jawa Barat dan Sumatera
Utara kata Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari. Muhammad
Qodari mengatakan keyakinan seperti ini mesti menunggu Kinerja Partai Keadilan
75
Sejahtera dibebagai pemilihan kepala daerah lain yang akan digelar pada tahun
2008. Muhammad Qodari menilai kemenangan pasangan calon yang didukung
Partai Keadilan Sejahtera pada pemilihan Kepala Daerah di Jawa Barat dan
Sumatera Utara merupakan kebetulan atau terend kecenderungan pemilih di dua
provinsi itu yang menginginkan alternatif calon lain. Untuk memenangkan Pemilu
Presiden dan Wakil Presidenmenurut Muhammada Qodari selain mesin Partai
sebagai faktor penting dalam mengupayakan perolehan suara pemilih sebanyakbanyaknya variabel utama pemenang dalam pemilihan itu adalah figur.
Muhammad Qodari yang dikenal sebagai pengamat polotik yang dikenal sebagai
pengamat poltik yang kerap meneliti dan menganalisis dinamika partai-partai
politik Islam itu mengatakan figur Hidayat Nurwahid dan Akhmad Tifatul
Sembiring masih terbatas.
Kalau mau harus bergandengan dengan tokoh yang sudah sangat populer
kata pria yang pernah menulis artikel berjudul Mencari Wajah Baru Partai
Keadilan Sejahtera yang dipublikasikan sebuah koran nasional terkemuka saat
Partai Keadilan Sejahtera menggelar musyawarah kerja nasional di Bali 1-3
Febuari 2008 itu. Sementara pengamat lain berpendapat partai politik sekuler
atayu yang tidak berbasis agama diperkirakan akan menjadi pilihan favorit publik
pada Pemilu 2009. Sementara dukungan pada Partai Islammenurun signifikan
dibanding pada Pemilu 2004 kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional
Umar S Bakry saat mengumumkan hasil survei baru-baru ini. Survei dilaksanakan
bulan Januari sampai Febuari 2008 di 33 Provinsi di Indonesia. Total responden
dalam survei tersebut adalah 2.178 orang dengan margin of eror +2,1 % pada
tingkat kepercayaan 95 %. Survei dilakukan dengan metode penarikan sampel
multistage random sampling, Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
wawacara tatap muka menggunakan quesioner. Lembaga Survei Nasional
memprediksi Partai Golongan Karya akan tetap keluar sebagai pemenang dalam
Pemilu 2009. Hasil survei menunjukkan 15,9 % meresponden menyatakan akan
memilih Partai Golongan Karya. Responden yang menyatakan akan memilih
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebesar 13,9 % disusul akan memilih
Partai Demokrat sebesar 8,9 %.
76
Sedangkan partai-partai yang berbasis agama seperti Partai Keadilan
Sejahtera hanya dipilih oleh 3,9 % responden disusul Partai Kebangkitan Bangsa
3,2 %, Partai Persatuan Pembangunan 2,8 % dan Partai Amanat Nasional 2,3 %.
Mengacu pada hasil survei itu menurut Umar partai-partai sekuler yang diwakili
Partai Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai
Demokrat diduga akan mendominasi hasil Pemilu 2009. Dengan demikian kata
Sekjen Asosiasi Riset Opini Publik itu kecenderungan preferensi publik terhadap
partai politik tidak berubah. Kendati demikian lanjut Umar peta tersebut bisa saja
berubah sebab terdapat 47,5 % responden yang belum menentukan pilihan
berbagai kemungkinanmasih bisa terjadi. Artinya peluang bagi partai-partai
berbasis agama untuk memperbaiki diri sehingga dapat mendongkrak perolehan
suara dalam pemilu 2009 nanati masih terbuka lebar katanya. Pandangan sejumlah
pengamat itu berbeda dengan pandangan politisi. Mantan Gubernur DKI Jakarta
Sitiyoso misalnya mempirakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan bisa
mencapai nomor 3 dalam perolehan suara Pemilu Legislatif 2009.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono wajar mendukung program Partai
Keadilan Sejahtera karena pada Pemilu tahun 2004 ia didukung oleh Partai
Keadilan Sejahtera pula untuk menjadi orang nomor 1 di Republik ini. Akankah
Partai Keadilan Sejahtera tetap mencalonkan Susilo Bambang Yudhoyono pada
Pemilu tahun 2009. Ahmad Tifatul Sembiring saat Safari dakwah di Padang pada
13 Febuari lalu mengatakan Partai Keadilan Sejahtera akan mencalonkan nama
Presiden dan Wakil Presiden dari Kader sendiri bila mampu memenuhi target
minimal 20 % suara karena Partai Keadilan Sejahtera memiliki sekitar 250 orang
ahli bergelar Ph.D yang bisa dicalonkan.61
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Keadilan
Sejahtera Nasir Jamil menilai terpilihnya Timur Pradopo sebagai calon tunggal
kapolri saat nuansa politis. Nasir Jamil meneranggi Timur sengaja dipilih untuk
mengamankan kepentingan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut saya
sangat mengejutkan walaupun memang ada beberapa nama yang mendapat
61 Budi Setiawan, PKS Setelah Saru Dasawarsa Kehadrannya, (Jakarta: Prima Heza
Lestari, 2010), h.15.
77
penilaian untuk menjadi calon kapolri termasuk Timur Pradopo sangat politis.
Baru beberapa jam dilantik jadi Kabarhakam Mabes Polri langsung dipasang
sebagai calon kapolri ujar Nasir Jmil (4 Oktober 2010). Menurut Susilo Bambang
Yudhoyono tidak terbuka ke publik soal pemilihan Timur. Publik sambung Nasir
akan mempertanyakan alasan Susilo Bambang Yudhoyono memilih mantan
Kapolda Metro Jaya tersebut. Tertutupnya pemilihan calon kapolri ini akan
membuat kesan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tengah mengamankan
kepentingannya.
Susilo Bambang Yudhoyono dalam pandangan saya tidak terbuka dalam
proses ini. Penjelasan kepada publik ini penting untuk meningkatkan kredibilatas
calon kapolri yang dicalonkan Presiden. Jangan sampai Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dikesankan ingin mengamankan kepentingannya sendiri. Komisi III
sendiri menerima pilihan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Akan tetapi
komisi bidang hukum itu akan cermat dalam melakukan uji kepatutan dan
kelayakan. Nanti akan dikonfirmasi ke calon kapolri apakah yang bersangkutan
memang memiliki keunggulan seperti yang disampaikan presiden. 62
Partai Keadilan Sejahtera merupakan salah satu fenomena partai yang
menarik dalam hal pencitraan. Partai Keadilan Sejahtera adalah salah satu parti
baru yang sukses mendongkrak suara dari menjual citra marketing poltik. Ketika
masih bernama Partai Keadilan dalam pemilu tahun 1999 mendapat suara 1,5 %.
Dalam Pemilu terakhir perolehannya naik signifikan. Pernyatan mengapa Partai
Keadilan Sejahtera bisa sesukses itu walaupun tidak lolos elektoral treshold dalm
Pemilu tahun 1999. Kader partai ini sangat gigih dalam melakukan konsolidasi
dan sosialisasi partai kepada masyarakat terutama dengan berbagai kegiatan
sosialnya. Partai Keadilan Sejahtera juga berhasil membangun citra sebagai partai
yang punya komitmen terhadap pembentukan pemerintah yang bersih. Pada tahun
1999 aampai 2004 Partai Keadilan Sejahtera besar bukan karena identitas
keIslamannya melainkan identitas moral yang universal.
62 Muhammad Ismail Yusanto, Mengembangkan Citra Dalam Dunia Politik, (Jakarta:
Pradnya Paramita, 2011), h.11.
78
Tidak heran jika pengamat politik dan dosen dari The Australian National
University di
Canberra Doktor Greg Fealy menyebutkan bahwa apa yang
diperoleh Partai Keadilan Sejahtera bukan hanya karena perkembangan partai
yang sangat pesan dalam hal keanggotaanya dan perolehan suara dalam pemilu
melaikan juga karena partai itu menawarkan pendekatan baru dan berbeda dalam
politik Islam. Pendekatan baru tersebut antara lain pertama tidak seperi partaipartai Islam yang lain Partai Keadilan Sejahtera mengambil sumber inspirasi
ideologi dan organisasi utamanya dari luar dan menjadikan pemikiran Ikhwanul
Muslimin di Mesir sebagai model acuan. Kedua Partai Keadilan Sejahtera adalah
satu-satunya partai kader yang murni dalam politik Indonesia saat ini. Partai
Keadilan Sejahtera memiliki proses rekrutmen yang hkusus dan ketat, pelatihan
dan seleksi anngota yang dapat menghasilkan kader dengan komitmen dan
disiplin tinggi. Ketiga Partai Keadilan Sejahtera adalah satu-satunya partai yang
memiliki jaringan sosial yang luas dan efektuif. Program-program sosial itu antar
lain bantuan emergensi bagi korban bencana alam. Apabila partai lain melakunkan
aktivitas sosial terbatas menjelang pemilu. Partai Keadilan Sejahtera menjadikan
program sosialnya sebagian bagian dari pengabdian kepada masyarakat. Keempat
Partai Keadilan Sejahtera menjadikan moralitas dalam kehidupan publik sebagai
program utama politik. Pencitraan model Partai Keadilan Sejahtera ini memang
lebih terasa karena ada faktor ideologi dan kepentingan pasar yang terakomodasi.
Bukan semata-mata menjual produk berupa profil aktor politik disertai sloganslogan melainkan berhasil menjelaskan manfaat apa yang dapat diberikan oleh
parpol atau faktor politik tersebut bagi calon pemilih.63
Fokus dari lembaga ini adalah melakukan pemberdayaan terhadap
parlemen dan program pengembangan partai politik melalui pelatihan, penelitian
dan lain sebagainya. Perlu dicatat juga semua peserta Political Party Development
Course dari Indonesia dari Indonesia ini berjumlah 9 orang diantaranya adalah
Kodri Febria Dwifajar (Partai Amanat Nasional), Wibowo Hadiwardoyo (Partai
Bulan Bintang), Reiza Arief Juremi (Partai Golongan Karya), Maryana Lena
(Partai Persatuan Pembangunan), Benyamin Malonda (Partai Damai Sejahtera),
63 Andi Rahmat, Fungsionaris PKS, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1977), h.19.
79
Ledia Hanifa Moechon (Partai Keadilan Sejahtera), Luhur Pambudi Mulyono
(Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Wahidah Rumondang Bulan (Partai
Keadilan Sejahtera), Brahmana Suwarto (Partai Demokrat). Dari 9 perwakilan
partai politik yang diundang hanya 4 yang hadir yakni Wahidah Rumondang
Bulan (Partai Keadilan Sejahtera), Kodri Febria Dwifajar (Partai Amanat
Nasional), Luhur Pambudi Mulyono (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) dan
Wibowo Hadiwardoyo (Partai Bulan Bintang).
Hal ini yang tidak kalah menarik adalah ketika perwakilan Partai Keadilan
Sejahtera merespon pernyataan tentang adanya pembangkangan sipil sebagai
wujud kekecewaan masyarakat terhadap kinerja partai politik selama rentang
waktu 10 terakhir pasca reformasi. Menurut Wahidah Rumondang Bulan (Partai
Keadilan Sejahtera) pembangkangan sipil itu sah-sah saja asalkan dikemas dalam
wujud yang bagus. Dalam arti bahwa pembangkangan sipil harus bersifat
produktif dalam upaya melakukan pencerahan terhadap masyarakat dan lain
sebagainya sehingga hasil dari pembangkangan sipil bukan sesuatu yang
destruktif melainkan mempunyai nilai positif bagi kemajuan masyarakat. Hasil
pembahasan dalam diskusi ini tentunya menjadi agenda penting bagi seluruh
partai politik yang bisa mengawal tradisi demokrasi di Indonesia.64
Partai Keadilan Sejahtera adalah fenomena yang paling menarik dalam
poltik kontempore Indonesia ini tidak hanya karena perkembangan partai poltik
yang sangat pesat dalam hal keanggotaan dan perolehan suara pemilu tetapi juga
karena Partai Keadilan Sejahtera menawarkan pendekatan baru dan berbeda dalam
poltik Islam yang hampir tidak pernah ada dalam sejarah Indonesia.65 Pernyataan
ini bukan tanpa bukti Partai Keadilan Sejahtera pada Pemilu 2004 meraih suara
yang cukup signifikan untuk partai yang tergolong baru. Hasil pemilu 1999
memang Partai Keadilan Sejahtera tidak mencapai angka electoral tresh hold 2 %.
Namun dalam konteks perimbangan poltik nasioanal capaian ini cukup
mengembirakan. Sebab dari 160 partai poltik yang mendaftar di KPU hanya 48
partai poltik yang lolos ikut pemilu. Dari 48 partai politik peserta pemilu itu
64 Fatkhuri, Op.cit., h.517.
65 Dr.Greg Fealy, Partai Keadilan Wajah Baru Islam Politik Indonesia, (Canberra: The
Australia Nasional University, 2005), h.561.
80
hanya 21 partai yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dan Partai Keadilan Sejahtera menduduki peringkat ke-7 dengan 7 kursi
di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 26 kursi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, 153 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten atau Kota. Jika diukur dengan modal sumber daya manusia dan
struktur plus dukungan dana sebesar 4 milyar sejak pendirian partai pada bulan
Juli 1998 hingga Pemilu Juni 1999 perolehan suara dan kursi tersebut merupakan
suatu Kapitalisasi Politik yang luar biasa. Aset politik Partai Keadilan Sejahtera
terlalu kecil jika dibandingkan dengan margin poltik tahun 1999.66
Selain itu 6 (enam) partai diatas Partai Keadilan adalah partai masa lalu
atau memiliki warisan sosio historis yang besar. Partai-partai peringkat 1 hingga 3
yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Golongan Karya dan Partai
Persatuan Pembangunan adalah partai tradisional Orde Baru. Sementara partaipartai 4 sampai 6 masing-masing memiliki basis sosio historis yang besar adalah
Partai Kebangkitan Bangsa berbasis Nahdatul Ulama, Partai Amanat Nasional
pada muhammadiyah dan Partai Bulan Bintang pada Masyumi. Karena itu
diantara partai-partai baru Partai Keadilan Sejahtera merupakan fenomena poltik
yang sangat menonjol. Partai Keadilan Sejahtera memang berada diperingkat ke-7
dan mempunyai 7 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 26
kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan 153 kursi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau kota. Akan tetapi perolehan suara
sebesar 1,4 juta atau 1,4 % jelas tidak memungkinkan Partai Keadilan Sejahtera
mengikuti pemilu lagi pada tahun 2004 dengan nama yang sama karena kendala
electoral treshold sebesar 2 %. Ketetapan yang termuat dalam Undang-Undang
No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilhan Umum itu memang tidak menutup habis
semua pintu. Masih ada pintu lainmengubah nama partai atau bergabung dengan
partai lain. Namun hal itu jelas memerlukan kerja keras yang tidak ringan. Partai
Keadilan menjadi Partai Keadilan Sejahtera. Perubahab yang dilakukan secara
mulus tanpa konflik seperti halnya terjadi dipartai lain.
66 Djunaidi Maskat H, Laporan Pertanggungjawaban PKS, (Jakarta: Republika, 27
Maret 2006), h.130.
81
Pencapaian pemilu 2004 lebih menyakinkan bukan saja telah melampaui
electoral treshold momok yang menghantui Partai Keadilan Sejahtera sepanjang
tahun-tahun yang sulit itu tetapi bahkan telah melakukan lompatan politik besar
dengan merebut 8.325.020 suara atau 7,34 %. Perolehan suara sebesar itu telah
menghantar 45 kader Partai Keadilan Sejahtera ke Dewan Perwakilan Rakyat 157
kader ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pronvinsi dan 900 Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota atau total 1.102 kader. Sekarang Partai
Keadilan Sejahtera berada diperingkat ke-6 dalam perolehan suara nasional dan di
peringkat ke-7 dalam perolehan kursi Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.67
Fenomena di atas menunjukkan bahwa Partai Keadilan Sejahtera
merupakan fenomena yang paling menarik dalam kancah perpolitikan nasional.
Latar belakang Partai Keadilan Sejahtera sebenarnya berasal dari gerakan tarbiyah
yang pertama kali muncul pada awal tahun 1980-an. Pergerakan tarbiyah ini
bukan hanya memberikan warna baru bagi pergerakan Islam Indonesia tetapi
dengan kekhasannya mentransformasikan diri sebagai salah satu kekuatan
pendorong reformasi poltik, sosial, maupun budaya di Indonesia.68
Kesulitan mendeskripsikan fenomena Partai Keadilan Sejahtera tidak
hanya dialami oleh pengamat asing tetapi juga oleh pengamat-pengamat lokal di
Indonesia. Partai Keadilan Sejahtera menjadi partai yang unik karena merupakan
partai kader yang memiliki kader yang mampu bergerak secara mandiri dan sudah
ada diseluruh provinsi di Indonesia ketingkat kecamatan.
Meminjam istilah Anis Matta Sekjen Partai Keadilan Sejahtera dari
gerakan kenegara Partai Keadilan Sejahtera merupakan bentuk jadi hijrahnya
sebuah gerakan kenegara atau pemerintahan. Hijrah dalam sejarah dakwah
Rasullah SAW adalah sebuah metamorfisis dari gerakan menjadi negara. Tiga
belas tahun sebelumnya Rasullah SAW melakukan penetrasi sosial yang
sistematis dimana Islam menjadi jalan hidup individu dan dimana Islam
67 Agus Raharjo, Laporan Pertanggungjawaban PKS, (Jakarta: Republika, 2 Maret
2008), h.24.
68 Yon Machmudi, Partai Keadilan Sejahtera Wajah Baru Islam Politik Indonesia,
(Jakarta: Studi Press, 2005), h.15.
82
memanusia dan kemudian memasyarakat. Sekarang mulai hijrah masyarakat itu
bergerak linier menuju negara. Melalui hijrah gerakan dakwah itu menjadi negara
dan madinah adalah wilayahnya.69
Lima tahun pertama setelah hijrah dipenuhi oleh kerja keras Rasullah
SAW beserta para sahabat beliau untuk mempertahankan eksistensi dan
kelangsungan hidup negara Madinah. Dalam kurun waktu itu Rasullah SAW telah
melakukan lebih dari 40 kali peperangan dalam berbagai skala. Yang terbesar dari
semua peperangan itu adalah Perang Khandak dimana kaum muslimin keluar
sebagai pemenang. Setelah itu tidak ada lagi yang terjadi sekitar Madinah karena
semua peperangan sudah bersifat ekspansif. Negara Madinah membuktikan
kekuatan dan kemandiriannya, eksistensinya dan kelangsungannya. Disini kaum
Muslimin telah membuktikan kekuatannya setelah sebelumnya kaum Muslimin
membuktikan kebenarannya. Jadi inilah yang dilakukan Rasullah SAW pada
tahapan ini menegakkan negara. Sebagai sebuah bangunan negara membutuhkan
dua bahan dasar manusia dan sistem. Manusialah yang akan mengisi supra
struktur dan sedangkan sistem adalah perangkat lunak sesuatu dengan apa yang
negara bekerja dan Islam adalah sistem itu maka ia given. Tapi manusia adalah
suatu yang dikelola dan dibelajarkan sedemikian rupa sampai sistem terbangun
dalam dirinya sebaelum kemudian mengoperasikan negara dengan sistem tersebut.
Dan untuk itulah Rasullah SAW memilih manusia-manusia terbaik yang akan
mengoperasikan negara itu.70
Partai Keadilan Sejahtera adalah alat metaformosa dari gerakan dakwah
kenegara sehingga Partai Keadilan Sejahtera menyebut dirinya sebagai partai
dakwah berperan dan berpartisipasi aktif dalam pemerintahan mussyawarah.
Tujuan dakwah adalah mengejawatahkan kehendak-kehendak yang Partai
Keadilan Sejahtera sebut Agama atau Syariah dalam kehidupan manusia, Islam
atau Syariah adalah jalan hidup yang integral dan menyeluruh yang meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia. Begitulah Rasullah SAW memperkenalkan
konsep sistem hidup yang ideal di Partai Keadilan Sejahtera dikenal sebagai
69 H.M. Anis Matta, Rekonstruksi Negara Madinah Yang Dibangun Dari Bahan Dasar
Sebuah Gerakan, (Jakarta: Studi Press,1989), h.93.
70 Ibid., h.3
83
Dienul Islam. Dalam konsep politik Islam Syarit atau kemudian Partai Keadilan
Sejahtera disebut sistem atau hukum adalah suatu yang sudah ada. Negara adalah
institusi yang diperlukan untuk menerapkan sistem tersebut. Inilah perbedaan
mendaar dengan sekuler dimana sistem atau hukum mereka adalah hasil dari
produk kesepakatan bersama karena hal tersebut sebelumnya dianggap tidak
ada.71
Partai Keadilan Sejahtera mencoba mendekatkan nilai-nilai Syariah kepda
negara dalam perspektif historis baik sejarah dakwah Partai Keadilan Sejahtera
maupun sejarah politik nasional hasil pemilu 1999 tidak dapat dianggap sebagai
berita buruk. Dalam perspektif sejarah dakwah Partai Keadilan Sejahtera capaian
poltik Partai Keadilan Sejahtera terlepas dari fakta ia kecil secara kuantitatif tetap
saja merupakan sebuah lompatan besar. Apa yang Partai Keadilan Sejahtera capai
secara poltik pada tahun 1999 lebih cepat dari yang diperkirakan pada tahun 1998
Rezim Orde Baru jatuh. Ada demokratisasi, ada kebebasan dan ada sistem multi
partai dan berdirilah Partai Keadilan Sejahtera sebagia Partai Dakwah.
Begitu juga dalam perspektif sejarah politik nasional. Kebiasaan para
pengamat poltik untuk membandingkan perolehan suara partai-partai Islam pada
tahun 1999 dengan persoalan suara partai-partai Islam pada tahun 1955 cenderung
sangat kuantitatif. Benar bahwa perolehan suara partai-partai Islam tahun 1955
sebesar 45 % lebih besar dibandingakan dengan perolehan suara mereka tahun
1999 yang hanya sebesar 35 %. Akan tetapi kemampuan manjemen operasi politik
partai-partai Islam tahun 1999 jauh lebih baik dibanding tahun 1995. Hal ini
dibuktikan bahwa partai-partai Islam melalui koalisi Poros Tengah dimana Partai
Keadilan merupakan salah satu unsur utamanya yang berhasil mempecundangi
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam pemilihan presiden melalui SU
Majelis Permusyawaratan Rakyat pada bulan November 1999 meskipun pertaipartai Islam bukan mayoritas diparlemen.
Memenangkan pemilu legislatif secara telak pada bulan Juni 1999 ternyata
tidak memadai untuk menghantar Megawati menuju kursi Republik Indonesia ke1 pada SU Majelis Permusyawaratan Rakyat pada bulan November 1999. Yang
71 Ibid., h.5
84
terjadi sesungguhnya adalah kenyataan bahwa proses demokratisasi di Indonesia
bergulir lebih cepat dari perkiraan semua pihak. Semua kejadian politik itu
berlangsung begitu cepat. Krisis moneter terjadi pada tahun 1997. Soeharto jatuh
pada tanggal 21 Mei 1998 demokratisasi bergulir sangat deras. Presiden Habibi
lansung mengumumkan 2 rencana besar untuk menunaikan amanat reformasi
dengan melakukan demokratisasi menyelenggarakan pemilihan umum dan
memberikan otonomi daerah. Bahkan ia memberikan kesempatan referendom
kepada Timor Timur yang berujung pada lepasnya provinsi ke 27 Indonesia itu
dan kemudian berdiri sebagai negara dengan nama Timor Leste. Hanya dalam
waktu 18 bulan Presiden Habibi telah mendorong Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia melahirkan sekitar 512 undnag-undang.
Time constrain itu tidak saja tercipta karena schedule politik nasional yang
sangat ketat tetapi juga karena Undang-Undang lain yang digulirkan pada waktu
bersamaan sebagai bagian dari proses demokratisasi. Misalnya Undang-Undang
No. 22 Tentang Pemerintah Daerah yang lebih dikenal dengan Undang-Undang
Otonomi Daerah yang disahkan pada tanggal 4 Mei 1999. Desentralisasi yang
terlalu cepat ini juga melahirkan banyak masalah akibat peralihan otoritas dari
pusat kedaerah. Penanganan berbagai konflik didaerah seperti gerakan
separatisme di Aceh dan Papua serta konflik sara di Maluku dan Poso menjadi
lebih rumit dan kompeks. Rentang masalah menjadi sangat luas sementara ruang
kendali menjadi semakin sempit. Tentu saja itu semua menyita perhatian, pikiran,
tenaga dan dana karena dakwah telah menjadi bagian dalam semua pergulatan
partai nasional.
Mungkin harus dikatakan bahwa keputusan mendirikan partai politik tahun
1998 adalah sebuah taruhan besar dengan modal 2.966 kader inti 39.936 kader
pendukung. Ke-5 wilayah dakwah yang umumnya berpusat dikota-kota besar
Partai Keadilan Sejahtera memutuskan mendirikan Partai Keadilan. Tidak ada
cukup uang untuk menandai kampanye. Akan tetapi Partai Keadilan Sejahtera
tiba-tiba harus mendirikan kepengusuran DPW sekurang-kurangnya di2/3 atau 18
dari 27 provinsi dan kepengusuran DPD sekurang-kurangnya di 50 % dari
kabupaten atau kota pada masing-maing provinsi. Semua itu harus selesai antara
85
Agustus 1998 hingga januari 1999 untuk kemudian memasuki verifikasi KPU
pada febuari 1999.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran politisi perempuan PKS dalam memperjuangkan hukum berkeadilan
gender dapat digambarkan sebagai makhluk yang sama kedudukannya dengan
laki-laki secara teologis dihadapan Allah dan secara sosial dalam interaksi sesama
manusia. Kesetaraan wanita dan pria ini kemudian diwujudkan dalam bentuk
memberikan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam dalam
mengapresiasi hak dan kewajiban mereka.
Begitu juga dengan partisipasi politik perempuan di kehadiran politisi
perempuan dalam kondisi masyarakat sekarang sangat dibutuhkan karena masalah
perempuan yang rawan kekerasan baik oleh oknum individu maupun institusi,
dapat diminimalisir oleh keterlibatan perempuan sendiri bila power politik bisa di
genggam sendiri oleh perempuan. Kultur taat yang memasung perempuan melalui
adat istiadat dan tradisi dapat dihilangkan melalui advokasi dan sosialisasi politik
sebernarnya cukup relatif tinggi. Karena keterlibatan kaum perempuan bukan
hanya pada saat hari pencoblosan saja, tetapi jauh-jauh hari sudah menunjukkan
partisipasi mereka. Ini biasa dilihat pada pemilu legislatif kemarin. Calon-calon
yang diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sudah melebihi dari kuota
yang ditetapkan Pemerintah sebesar 30 %.
Di dalam memenuhi upaya kuota 30 % perempuan untuk calon legislatif
secara empiric dan factual terdapat kendala yang menyebabkan Keterwakilan
Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat sangat rendah. Yakni masih ada
anggapan bahwa dunia politik adalah dunia laki-laki. Dimana sistem dan struktur
sosial patriarki telah menempatkan perempuan pada tempat yang tidak sejajar
dengan laki-laki. Masih sedikitnya perempuan yang terjun didunia politik dan
rendahnya pengetahuan perempuan tentang politik, serta dukungan dukungan
partai politik yang belum sungguh-sungguh terhadap kepentingan perempuan.
86
87
Namun Partai Keadilan Sejahtera menyadari bahwa amnah menjadi
anggota legislatif tidaklah ringan bagi laki-laki atau perempuan memperjuangkan
aspirasi kaum perempuan dan berkontribusi nyata dalam mengawal Reformasi di
Indonesia. Pada prinsipnya perempuan Indonesia secara hukum mempunyai hak,
kewajiban dan kesempatan yang sama dengan laki-laki berkiprah dibidang politik.
Namun karena alasan-alasan kultural yang berkembang dimasyarakat dan kendala
struktural hanya sedikit sekali jumlah perempuan yang tampil dipanggung politik.
Mengingat kualitas perempuan secara intelegensia dan potensi lainnya
pada dasarnya sama dengan laki-laki, diharapkan di masa mendatang jumlah
perempuan yang masuk di panggung politik dan menduduki posisi strategis
dibidang legislatif, eksekutif, maupun yudikatif semakin meningkat demi menata
Indonesia yang adil dan demokratis. Demikianlah partisipasi politik perempuan
yang sangat relatif tinggi di Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak diikuti
representasi keterwakilan politik yang sepada.
B. Saran
Perlu adanya upaya membangun kesadaran peran dan partisipasi politik
perempuan PKS secara sadar dan sehingga tujuan-tujuan yang ingin hendak
dicapai dapat dimaksimalkan. Perlu adanya upaya kesadaran kritis secara
maksimal sehingga mendukung secara penuh peran dan mengontrol serta
mempengaruhi jalannya pemerintahan dan pembentukan hukum. Perlu adanya
jaringan komunikasi antar perempuan yang terkait dengan peran-peran politik
mereka sehingga dapat berfungsi sebagai wadah mempersatukan apresiasi dan
meningkatkan peran mereka.
Berdasarkan kajian yang dilakukan diatas peran politisi perempuan Partai
Keadilan Sejahtera dalam memperjuangkan gender ada beberapa rekomendasi
yang berkaitan dengan cara-cara memperkuat partisipasi politik perempuan, maka
penulis memberi saran sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah pejabat terpilih perempuan ditingkat nasional, provinsi
dan lokal.
88
2. Memastikan bahwa partai-partai politik merangkul dalam posisi-posisi
kepemimpinan yang berarti pula.
3. Menggunakan teknologi di dalam partai atau pemerintahan untuk memenuhi
kebutuhan perempuan dan menginformasikan bagi mereka program-program
dan kebijakan-kebijakan pemerintah.
Selain itu ditambahkan oleh para informan baik itu laki-laki maupun
perempuan untuk kedepannya harus ada usaha penokohan dari partai. Karena
memang secara kelembagaan yang mendukung calon legislatif perempuan PKS
tidak ada hanya personalnya saja.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Ali, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : Bina Aksara, 2000.
Archer, Daniel, Critical Issues Around The Millenium Development Goals And
Education. English : Convergence, 2005.
Arinanto, Satya, Transparasi Politik Hukum Dan Politik Perundang-Undangan,
Jakarta : CV. Logos Wacana Ilmu, 1999.
Asshiddiqie, Jimly, Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,
Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007.
Astiti, Jender Dalam Hukum Adat, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2000.
Bafagih, Hikmah, Sejarah Gerakan Perempuan, Jakarta : ABM Permai, 2008.
Butler, James, Gender Trouble “Feminism And The Subversion Of Identity”, New
York : Routledge, 1990.
Budiardjo, Miriam, Dasar Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT.Gramedia Pustaka,
2008.
Djokosudjono, Komunis Ekstrimis Yang Berbahaya, Surabaya : Red Front, 1994.
Fakih, Mansour, Analisis Gender Dan Transformasi Sosial, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 1996.
Fakih, Muhamad, Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2001.
Firmanzah, Mengelolah Partai Politik Di Era Demokrasi, Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia, 2004.
Ghazali, Rahman, Fiqih Munakahat, Jakarta : CV. Kencana, 2003.
Helen Tierney, Women’s Studies Encylopedia, New York : Green Press, 2005.
Kadir, Abdul, Hukum Dan Penelitian Hukum, Bandung : Aditya Bakti, 2004.
Kamil, Iskandar, Pedoman Diversi Untuk Perlindungan Bagi Anak Yang
Berhadapan Dengan Hukum, Jakarta : Studi Press, 2005.
Karimah, Tragedi Kartini Sebuah Pertarungan Ideologi, Bandung : Asy Syaamil
Press & Grafika, 2001.
Mardinsyah, Mardety, Perempuan Di Parlemen Mengubah Wajah Legislatif,
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 1998.
M. Lips., Hilary, Sexs And Gender An Introduction, London : Masyfield
Publishing Company, 1993.
M. Echols, John Dan Shadily, Hassan, Kamus Lengkap Bahasa Inggris Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka,1998.
Mulia, Musdah, Pandangan Islam Tentang Poligami, Jakarta: Lembaga Kajian
Agama Dan Jender Indonesia, 1999.
Rahmat, Andi, Fungsional PKS, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1977.
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Politik Hukum, Bandung : PT. Aditya Citra Bakti, 2000.
Simanjuntak, Nasution, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Tarsito, 1992.
Sri Widoyatiwiratmo Soekito, Anak Dan Wanita Dalam Hukum LP3ES, Jakarta:
Studi Press,1989.
Saepudin, Teknik Penyusunan Perundang-undangan, Jakarta : Republika, 2010.
Smith, Brenner, Images Women In The Popular Indonesian Indonesia, Jakarta :
Print Media, 1999.
Soetrisno, Loekman, Kemiskinan, Perempuan dan Pemberdayaan, Yogyakarta :
Kanisius, 1997.
Soetjipto, Ani, Undang-Undang Pemilu Dan Implikasinya Untuk Perempuan,
Jakarta : Kompas, 2003.
Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta :PT Gramedia Pustaka, 1992.
Wahyuni, Budi, Terpuruk di Ketimpangan Gender, Yogyakarta : Pustaka, 1997.
Website :
http://en.wikibooks.org
http://www.islam.gov.my
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1974
TENTANG
PERKAWINAN
DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum
nasional, perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi
semua warga negara.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 29 Undang-undang Dasar 1945.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973.
Dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
M E M U T U S K A N:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN.
BAB I
DASAR PERKAWINAN
Pasal 1
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 2
(1). Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaannya itu.
(2). Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 3
(1). Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri.
Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami.
(2). Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih
dari seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Pasal 4
(1). Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana
tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib
mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2). Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada
suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a. istri tidak dapat memnjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5
(1). Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi syarat-syarat
berikut:
a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan
hidup isteriisteri dan anak-anak mereka.
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan
anak-anak mereka.
(2). Persetujuan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan
bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai
persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian;atau apabila
tidak ada kaber dari istrinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau
karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim
Pengadilan.
BAB II
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
Pasal 6
(1). Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
(2). Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21
(dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
(3). Dalam hal seorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau dalam
keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang dimaksud
ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari
orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
(4). dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak
mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali orang
yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam
garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan
menyatakan kehendaknya.
(5). Dalam hal ada perbedaan antara orang-orang yang dimaksud dalam ayat (2),
(3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak
menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah tempat tinggal
orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut
dapat memberikan ijin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang yang
tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) dalam pasal ini.
(6). Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku
sepanjang hukun masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari
yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Pasal 7
(1). Perkawinan hanya diizinkan bila piha pria mencapai umur 19 (sembilan
belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.
(2). Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat minta dispensasi
kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak
pria atau pihak wanita.
(3). Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua
tersebut pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal
permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi
yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6).
Pasal 8
Perkawinan dilarang antara dua orang yang :
a. berhubungan darah dalan garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas;
b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara,
antara seorang dengan seorang saudara orang tua dan antara seorang dengan
saudara neneknya;
c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;
d. berhubungan susuan, anak susuan, saudara dan bibi/paman susuan;
e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari
isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
f. yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau praturan lain yang
berlaku dilarang kawin.
Pasal 9
Seorang yang terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi,
kecuali dalam hal yang tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) dan dalam Pasal 4
Undang-undang ini.
Pasal 10
Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan
bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak boleh
dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum, masing-masing agama dan
kepercayaan itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Pasal 11
(1). Bagi seorang yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.
(2). Tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah lebih lanjut.
Pasal 12
Tata cara perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
BAB III
PENCEGAHAN PERKAWINAN
Pasal 13
Perkawinan dapat dicegah apabila ada orang yang tidak memenuhi syarat-syarat
untuk melangsungkan perkawinan.
Pasal 14
(1). Yang dapat mencegah perkawinan adalah para keluarga dalam garis
keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu
dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan.
(2). Mereka yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah
berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai
berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyatanyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lain, yang
mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti yang tersebut dalam ayat
(1) pasal ini.
Pasal 15
Barang siapa yang karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu
dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan, dapat mencegah
perkawinan yang baru dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 3 ayat (2) dan
pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 16
(1). Pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah berlangsungnya perkawinan
apabila ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal
10, dan Pasal 12 Undang-undang ini tidak dipenuhi.
Pasal 17
(1). Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum
dimana perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga
kepada pegawai pencatat perkawinan.
(2). Kepada calon-calon mempelai diberitahukan mengenai permohonan
pencegahan perkawinan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini oleh pegawai
pencatat perkawinan.
Pasal 18
Pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan putusan Pengadilan atau dengan
menarik kembali permohonan pencegahan pada Pengadilan oleh yang mencegah.
Pasal 19
Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila pencegahan belum dicabut.
Pasal 20
Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan atau
membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran
dari ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9< Pasal 10, dan Pasal 12
Undang-undang ini meskipun tidak ada pencegahan perkawinan.
Pasal 21
(1). Jika pegawai pencatat perkawinan berpendapat bahwa terhadap perkawinan
tersebut ada larangan menurut Undang-undang ini, maka ia akan menolak
melangsungkan perkawinan.
(2). Di dalam hal penolakan, maka permintaan salah satu pihak yang ingin
melangsungkan perkawinan yang oleh pegawai pencaatat perkawinan akan
diberikan suatu keterangan tertulis dari penolakkan tersebut disertai dengan
alasan-alasan penolakannya.
(3). Para pihak yang perkawinannya ditolak berhak mengajukan permohonan
kepada Pengadilan di dalam wilayah mana pegawai pencatat perkawinan
yang mengadakan penolakan berkedudukan untuk memberikan putusan,
dengan menyerahkan surat keterangan penolakkan tersebut di atas.
(4). Pengadilan akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan
akanmemberikan ketetapan, apakah ia akan menguatkan penolakkan tersebut
ataukah memerintahkan, agar supaya perkawinan dilangsungkan.
(5). Ketetapan ini hilang kekuatannya, jika rintangan-rintangan yang
mengakibatkan penolakan tersebut hilang dan pada pihak yang ingin kawin
dapat mengulangi pemberitahukan tentang maksud mereka.
BAB IV
BATALNYA PERKAWINAN
Pasal 22
Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat
untuk melangsungkan perkawinan.
Pasal 23
Yang dapat mengajukan Pembatalan perkawinan yaitu:
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri.
b. Suami atau isteri.
c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan.
d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap
orang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan
tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.
Pasal 24
Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari
kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan
pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3
ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 25
Permihonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah
hukum dimana perkawinan dilangsungkan ditempat tinggal kedua suami isteri,
suami atau isteri.
Pasal 26
(1). Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang
tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa
dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh
keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, jaksa dan
suami atau isteri.
(2). Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasrkan alasan dalam ayat
(1) pasal ini gugur apabila mereka setelah hidup bersama sebagai suami isteri
dan dapat memperlihatkan akte perkawinan yang tidak berwenang dan
perkawinan harus diperbaharui supaya sah.
Pasal 27
(1). Seorang suami atau isteri dapat mengajukan
perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan
melanggar hukum.
(2). Seorang suami atau isteri dapat mengajukan
perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya
sangka mengenai diri suami atau isteri.
permohonan pembatalan
dibawah ancaman yang
permohonan pembatalan
perkawinan terjadi salah
(3). Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu telah
menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu
masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan haknya
untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.
Pasal 28
(1). Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak berlangsungnya
perkawinan.
(2). Keputusan tidak berlaku surut terhadap :
a. anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;
b. suami atau isteri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali terhadap harta
bersama bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan
lain yang lebih dahulu.
c. Orang-orang ketiga lainnya termasuk dalam a dan b sepanjang mereka
memperoleh hakhak dengan itikad baik sebelum keputusan tentang
pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.
BAB V
PERJANJIAN PERKAWINAN
(1).
(2).
(3).
(4).
Pasal 29
Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas
persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertilis yang disahkan oleh
pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap
pihak ketiga tersangkut.
Perkawinan tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas
hukum, agama dan kesusilaan.
Perjanjian tersebut dimulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
Selama perkawinan dilangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah,
kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan
perubahan tidak merugikan pihak ketiga.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI
Pasal 30
Suami-isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga
yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat.
Pasal 31
(1). Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
(2). Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3). Suami adalah Kepala Keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Pasal 32
(1). Suami-isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2). Rumah tempat kediaman yang dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini
ditentukan oleh suami-isteri bersama.
Pasal 33
Suami isteri wajib saling saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
Pasal 34
(1). Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. (2) Isteri wajib
mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya. (3) Jika suami atau isteri
melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada
Pengadilan.
BAB VII
HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN
Pasal 35
(1). Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama
(2). Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah
penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36
(1). Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan
kedua belah pihak.
(2). Mengenai harta bawaan masing-masing, suami isteri mempunyai hak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Pasal 37
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya
masingmasing.
BAB VIII
PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA
Pasal 38
Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian,
b. Perceraian dan
c. atas keputusan Pengadilan.
Pasal 39
(1). Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak.
(2). Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri
itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri.
(3). Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan
perundangan tersebut.
Pasal 40
(1). Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
(2). Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam
peraturan perundangan tersendiri.
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. Baik ibuatau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi
keputusan.
b.
c.
Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilaman bapak dalam kenyataannya
tidak dapt memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa
ikut memikul biaya tersebut.
Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
BAB IX
KEDUDUKAN ANAK
Pasal 42
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang sah.
Pasal 43
(1). Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
(2). Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 44
(1). Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya,
bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu
akibat dari perzinaan tersebut.
(2). Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan
pihak yang berkepentingan.
BAB X
HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK
Pasal 45
(1). Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaikbaiknya
(2). Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai
anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus
meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Pasal 46
(1). Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang
baik.
(2). Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang
tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas bnila mereka itu memerlukan
bantuannya.
Pasal 47
(1). Anak yang belum mencapai umur 18 ( delapan belas ) tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya
selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.
(2). Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di
dalam dan di luar Pengadilan.
Pasal 48
Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggandakan barangbarang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun
atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak
itu menghendakinya.
Pasal 49
(1). Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap
seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua
yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saidara kandung yang
telah dewasa atau pejabat yang berwenang dengan keputusan Pengadilan
dalam hal :
a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b. Ia berkelakuan buruk sekali.
(2). Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih berkewajiban
untuk memberi pemeliharaan kepada anak tersebut.
BAB XI
PERWAKILAN
Pasal 50
(1). Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang
tua, berada di bawah kekuasaan wali.
(2). Perwakilan itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta
bendanya.
Pasal 51
(1). Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang
tua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan
2 (dua) orang saksi.
(2). Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain
yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujurdan berkelakuan baik.
(3). Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta bendanya
sebaikbaiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan itu.
(4). Wali wajib membuat daftar harta benda yang berada di bawah kekuasaannya
pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan
harta benda anak atau anak-anak itu.
(5). Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah
perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau
kelalaiannya.
Pasal 52
Terhadap wali berlaku juga pasal 48 Undang-undang ini.
Pasal 53
(1). Wali dapat di cabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal yang tersebut dalam
pasal 49 Undang-undang ini.
(2). Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimna dimaksud pada ayat
(1) pasal ini oleh Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali.
Pasal 54
Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta benda anak yang di bawah
kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga tersebut dengan keputisan
Pengadilan, yang bersangkutan dapat di wajibkan untuk mengganti kerugian
tersebut.
BAB XII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Bagian Pertama
Pembuktian Asal-usul Anak
Pasal 55
(1). Asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang
authentik, yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
(2). Bila akte kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada, maka
pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal-usul seorang anak
setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang
memenuhi syarat.
(3). atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut ayat (2) ini, maka instansi pencatat
kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan
mengeluarkan akte kelahiran bagi anak yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Perkawinan di Luar Indonesia
Pasal 56
(1). Perkawinan di Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia atau
seorang warganegara Indonesia dengan warga negara Asing adalah sah
bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana
perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
(2). Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami istri itu kembali di wilayah
Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor
Pencatat perkawinan tempat tinggal mereka.
Bagian Ketiga
Perkawinan Campuran
Pasal 57
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah
perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang
berlainan, karena perbedaan kewarga-negaraan dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia.
Pasal 58
Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan
campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/istrinya dan dapat pula
kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam
Undangundang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.
Pasal 59
(1). Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau putusnya
perkawinan menentukan hukum yang berlaku, baik mengenai hukum publik
maupun hukum perdata.
(2). Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut
Undangundang perkawinan ini.
(1).
(2).
(3).
(4).
Pasal 60
Perkawinan campuran tidak dapat dilaksanakan sebelum terbukti bahwa
syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh pihak masing-masing telah
dipenuhi.
Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) telah
dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan
perkawinan campuran maka oleh mereka yang menurut hukum yang berlaku
bagi pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat
keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi.
Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat keterangan
itu, maka atas permintaan yang berkepentingan, Pengadilan memberikan
keputusan dengan tidak beracara serta tidak boleh dimintakan banding lagi
tentang soal apakah penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan atau
tidak.
Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan, maka
keputusan itu menjadi pengganti keterangan tersebut ayat (3).
(5). Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak mempunyai
kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam)
bulan sesudah keterangan itu diberikan.
Pasal 61
(1). Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang.
(2). Barang siapa yang melangsungkan perkawinan campuran tampa
memperlihatkan lebih dahulu kepada pegawai pencatat yang berwenang surat
keterangan atau keputusan pengganti keterangan yang disebut pasal 60 ayat
(4) Undang-undang ini dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya
1(satu) bulan.
(3). Pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan sedangkan ia
mengetaui bahwa keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak ada,
dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan
dihukum jabatan.
Pasal 62
Dalam perkawinan campuran kedudukan anak diatur sesuai dengan Pasal 59 ayat
(1) Undang-undang ini.
Bagian Keempat Pengadilan
Pasal 63
(1) Yang dimaksudkan dengan Pengadilan dalam Undang-undang ini ialah:
a. Pengadilan agama mereka yang beragama Islam.
b. Pengadilan Umum bagi yang lainnya.
(2) Setiap keputusan Pengadilan Agama dikukuhkan oleh Pengadilan Umum.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang
tejadi sebelum Undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturanperaturan lama, adalah sah.
Pasal 65
(1). dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang baik berdasarkan hukum
lama maupun berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini maka
berlakulah ketentuanketentuan berikut:
a. Suami wajib memberikan jaminan hidup yang sama kepada semua isteri
dan anaknya;
b. Isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta bersama
yang telah ada sebelum perkawinan dengan isteri kedua atau berikutnya itu
terjadi;
c. Semua isteri mempunyai hak yang sama atas harta bersama yang terjadi
sejak perkawinannya masing-masing.
(2). Jika Pengadilan yang memberi izin untuk beristeri lebih dari seorang menurut
Undang-undang ini tidak menentukan lain, maka berlakulah ketentuanketentuan ayat (1) pasal ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan
berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan berlakunya Undang-undang
ini ketentuanketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(burgelijk Wetboek), Ordinansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijk
Ordanantie Christen Indonesia 1933 No.74, Peraturan Perkawinan Campuran
(Regeling op gemeng de Huwelijken S.1898 No. 158), dan Peraturan-peraturan
lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang
ini, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 67
(1). Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya, yang
pelaksanaanya secara efektif lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(2). Hal-hal dalam Undang-undang ini yang memerlukan pengaturan pelaksanaan,
diatur lebuh lanjut oleh Peraturan Pemerintah.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundang Undangundang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta,
pada tanggal 2 Januari 1974
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
(SOEHARTO)
JENDERAL TNI.
Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 2 Januari 1974
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA R.I
( SUDHARMONO, SH )
MAYOR JENDERAL TNI.
LAMPIRAN 2
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 2002
TENTANG
PARTAI POLITIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat
adalah bagian dari hak asasi manusia sebagaimana diakui dan dijamin dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa usaha untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan
kehidupan kebangsaan yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang merdeka, bersatu, berdaulat, demokratis, dan berdasarkan hukum;
c. bahwa kaidah-kaidah demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat,
transparansi, keadilan, aspirasi, tanggung jawab, dan perlakuan yang tidak
diskriminatif dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu diberi
landasan hukum;
d. bahwa partai politik merupakan salah satu wujud partisipasi masyarakat yang
penting dalam mengembangkan kehidupan demokrasi yang menjunjung
tinggi kebebasan, kesetaraan, kebersamaan, dan kejujuran;
e. bahwa merupakan kenyataan sejarah bangsa Indonesia, Partai Komunis
Indonesia yang menganut paham atau ajaran Komunisme/MarxismeLeninisme telah melakukan pengkhianatan terhadap bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, oleh karena itu Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor
XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia,
Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara
Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap
Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran
Komunisme/Marxisme-Leninisme harus tetap diberlakukan dan dilaksanakan
secara konsekuen;
f. bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik sudah
tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perubahan
ketatanegaraan, serta atas dasar amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Nomor X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Lembaga Tinggi Negara
pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Tahun 2001 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPA,
g.
DPR, BPK, MA pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tahun 2002, karena itu perlu diperbaharui;
bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
dan huruf f perlu dibentuk undang-undang tentang partai politik;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 6A, Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 22E ayat (3), Pasal
24C ayat (1), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan persetujuan bersama antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
Partai Politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga
negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan
cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan
negara melalui pemilihan umum.
BAB II
PEMBENTUKAN PARTAI POLITIK
Pasal 2
(1) Partai politik didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 (lima
puluh) orang warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 (dua
puluh satu) tahun dengan akta notaris.
(2) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga disertai kepengurusan tingkat nasional.
(3) Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan pada
Departemen Kehakiman dengan syarat:
a. memiliki akta notaris pendirian partai politik yang sesuai dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan
perundang-undangan lainnya;
b. mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen)
dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota
pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota yang bersangkutan;
c. memiliki nama, lambang, dan tanda gambar yang tidak mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang,
dan tanda gambar partai politik lain; dan
d. mempunyai kantor tetap.
Pasal 3
(1) Departemen Kehakiman menerima pendaftaran pendirian partai politik yang
telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Pengesahan partai politik sebagai badan hukum dilakukan oleh Menteri
Kehakiman selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah penerimaan
pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pengesahan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 4
Dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, nama,
lambang, dan tanda gambar partai politik didaftarkan ke Departemen Kehakiman.
BAB III
ASAS DAN CIRI
Pasal 5
(1) Asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Setiap partai politik dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai dengan
kehendak dan cita-citanya yang tidak bertentangan dengan Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan undangundang.
BAB IV
TUJUAN
Pasal 6
(1) Tujuan umum partai politik adalah:
a. mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia; dan
c. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
(2) Tujuan khusus partai politik adalah memperjuangkan cita-citanya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3) Tujuan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diwujudkan secara konstitusional.
BAB V
FUNGSI, HAK, DAN KEWAJIBAN
Pasal 7
Partai politik berfungsi sebagai sarana:
a. pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi warga
negara Republik Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. penciptaan iklim yang kondusif serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan
bangsa untuk menyejahterakan masyarakat;
c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara
konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
d. partisipasi politik warga negara; dan
e. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme
demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Pasal 8
Partai politik berhak:
a. memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara;
b. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;
b. memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar partainya dari
Departemen Kehakiman sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. ikut serta dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
tentang Pemilihan Umum;
d. mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat;
e. mengusulkan penggantian antarwaktu anggotanya di lembaga perwakilan
rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
f. mengusulkan pemberhentian anggotanya di lembaga perwakilan rakyat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; dan
g. mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
Partai politik berkewajiban:
a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya;
b. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
c. berpartisipasi dalam pembangunan nasional;
d. . menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia;
e. melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik;
f. menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum;
g. melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota;
h. membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah
sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk diketahui oleh masyarakat dan
pemerintah;
i.
j.
membuat laporan keuangan secara berkala satu tahun sekali kepada Komisi
Pemilihan Umum setelah diaudit oleh akuntan publik; dan
memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum dan menyerahkan
laporan neraca keuangan hasil audit akuntan publik kepada Komisi Pemilihan
Umum paling lambat 6 (enam) bulan setelah hari pemungutan suara.
BAB VI
KEANGGOTAAN DAN KEDAULATAN ANGGOTA
Pasal 10
(1) Warga negara Republik Indonesia dapat menjadi anggota partai politik
apabila telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin.
(2) Keanggotaan partai politik bersifat sukarela, terbuka, dan tidak diskriminatif
bagi setiap warga negara Indonesia yang menyetujui anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga partai yang bersangkutan.
Pasal 11
(1) Kedaulatan partai politik berada di tangan anggota yang dilaksanakan
menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
(2) Anggota partai politik mempunyai hak dalam menentukan kebijakan, hak
memilih dan dipilih.
(3) Anggota partai politik wajib mematuhi anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga serta berkewajiban untuk berpartisipasi dalam kegiatan partai politik.
Pasal 12
Anggota partai politik yang menjadi anggota lembaga perwakilan rakyat dapat
diberhentikan keanggotaannya dari lembaga perwakilan rakyat apabila:
a. menyatakan mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik yang
bersangkutan atau menyatakan menjadi anggota partai politik lain;
b. diberhentikan dari keanggotaan partai politik yang bersangkutan karena
melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; atau
c. melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang menyebabkan
yang bersangkutan diberhentikan.
BAB VII
KEPENGURUSAN
Pasal 13
(1) Partai politik mempunyai kepengurusan tingkat nasional dan dapat
mempunyai kepengurusan sampai tingkat desa/kelurahan atau dengan sebutan
lainnya.
(2) Kepengurusan partai politik tingkat nasional berkedudukan di ibu kota
negara.
(3) Kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dipilih secara demokratis
melalui forum musyawarah partai politik sesuai dengan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan
gender.
(4) Dalam hal terjadi pergantian atau penggantian kepengurusan partai politik
tingkat nasional sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga,
susunan pengurus baru didaftarkan kepada Departemen Kehakiman paling
cepat 7 (tujuh) hari dan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
terjadinya pergantian atau penggantian kepengurusan tersebut.
(5) Departemen Kehakiman memberikan keputusan terdaftar kepada pengurus
baru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 7 (tujuh) hari setelah
pendaftaran diterima.
Pasal 14
(1) Apabila terjadi keberatan dari sekurang-kurangnya setengah peserta forum
musyawarah atau terdapat kepengurusan ganda partai politik yang didukung
oleh sekurang-kurangnya setengah peserta forum musyawarah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), keberatan itu diselesaikan melalui
musyawarah untuk mufakat.
(2) Apabila penyelesaian melalui musyawarah untuk mufakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dicapai, para pihak dapat mengajukan
gugatan melalui pengadilan.
(3) Selama dalam proses penyelesaian, kepengurusan partai politik yang
bersangkutan dilaksanakan untuk sementara oleh pengurus partai politik hasil
forum musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3).
Pasal 15
Pengurus dan atau anggota partai politik yang berhenti atau diberhentikan dari
kepengurusan dan/atau keanggotaan partainya tidak dapat membentuk
kepengurusan atas partai politik yang sama dan/atau membentuk partai politik
yang sama.
BAB VIII
PERADILAN PERKARA PARTAI POLITIK
Pasal 16
(1) Perkara partai politik berkenaan dengan ketentuan undang-undang ini
diajukan melalui pengadilan negeri.
(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan
hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.
(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan
negeri paling lama 60 (enam puluh) hari dan oleh Mahkamah Agung paling
lama 30 (tiga puluh) hari.
BAB IX
KEUANGAN
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 17
Keuangan partai politik bersumber dari:
a. iuran anggota;
b. sumbangan yang sah menurut hukum; dan
c. bantuan dari anggaran negara.
Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa uang,
barang, fasilitas, peralatan, dan/atau jasa.
Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan secara
proporsional kepada partai politik yang mendapatkan kursi di lembaga
perwakilan rakyat.
Tata cara penyaluran bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 18
(1) Sumbangan dari anggota dan bukan anggota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf b paling banyak senilai Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) dalam waktu 1 (satu) tahun.
(2) Sumbangan dari perusahaan dan/atau badan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b paling banyak senilai Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah) dalam waktu 1 (satu) tahun.
(3) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diberikan oleh
perusahaan dan/atau badan usaha harus dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB X
LARANGAN
Pasal 19
(1) Partai politik dilarang menggunakan nama, lambang, atau tanda gambar yang
sama dengan:
a. bendera atau lambang negara Republik Indonesia;
b. lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah;
b. nama, bendera, atau lambang negara lain dan nama, bendera, atau lambang
lembaga/badan internasional;
c. nama dan gambar seseorang; atau
d. yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
partai politik lain.
(2) Partai politik dilarang:
a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundangundangan lainnya;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia; atau
c. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah
negara dalam memelihara persahabatan dengan negara lain dalam rangka
ikut memelihara ketertiban dan perdamaian dunia.
(3) Partai politik dilarang:
a. menerima dari atau memberikan kepada pihak asing sumbangan dalam
bentuk apa pun, yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan;
b. menerima sumbangan, baik berupa barang maupun uang, dari pihak mana
pun tanpa mencantumkan identitas yang jelas;
c. menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan/badan usaha
melebihi batas yang ditetapkan; atau
d. meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, badan usaha milik desa atau dengan sebutan lainnya,
koperasi, yayasan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi
kemasyarakatan, dan organisasi kemanusiaan.
(4) Partai politik dilarang mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham
suatu badan usaha.
(5) Partai politik dilarang menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran
atau paham Komunisme/Marxisme-Leninisme.
BAB XI
PEMBUBARAN DAN PENGGABUNGAN
Pasal 20
Partai politik bubar apabila:
a. membubarkan diri atas keputusan sendiri;
b. menggabungkan diri dengan partai politik lain; atau
c. dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasal 21
(1) Partai politik dapat bergabung dengan partai politik lain dengan cara:
a. bergabung membentuk partai politik baru dengan nama, lambang, dan
tanda gambar baru; atau
b. bergabung dengan menggunakan nama, lambang, dan tanda gambar salah
satu partai politik.
(2) Partai politik baru hasil penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan
Pasal 3.
(3) Partai politik yang menerima penggabungan dari partai politik lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak diwajibkan untuk
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Pasal 22
Pembubaran partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a dan
huruf b dan penggabungan partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
diumumkan dalam Berita Negara oleh Departemen Kehakiman.
BAB XII
PENGAWASAN
Pasal 23
Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan undang-undang ini meliputi tugas sebagai
berikut:
a. melakukan penelitian secara administratif dan substantif terhadap akta
pendirian dan syarat pendirian partai politik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan Pasal 5;
b. melakukan pengecekan terhadap kepengurusan partai politik yang tercantum
dalam akta pendirian partai politik dan kepengurusan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b;
c. melakukan pengecekan terhadap nama, lambang, dan tanda gambar partai
politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1);
d. menerima laporan perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga,
nama, lambang, dan tanda gambar partai politik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 dan pergantian atau penggantian kepengurusan partai politik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4);
e. meminta hasil audit laporan keuangan tahunan partai politik dan hasil audit
laporan keuangan dana kampanye pemilihan umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf h, huruf i, dan huruf j; dan
f. melakukan penelitian terhadap kemungkinan dilakukannya pelanggaran
terhadap larangan-larangan partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (2), (3), (4), dan (5).
Pasal 24
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan oleh:
a. Departemen Kehakiman di dalam melaksanakan tugas pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf
d;
b. Komisi Pemilihan Umum di dalam melaksanakan tugas pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf e; dan
c. Departemen Dalam Negeri melaksanakan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 huruf f.
(2) Tindak lanjut pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
Pemerintah tidak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi dan hak
partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8.
BAB XIII
SANKSI
Pasal 26
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan
Pasal 5 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa penolakan pendaftaran
sebagai partai politik oleh Departemen Kehakiman.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf h
dikenai sanksi administratif berupa teguran secara terbuka oleh Komisi
Pemilihan Umum.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf i
dan huruf j dikenai sanksi administratif berupa dihentikannya bantuan dari
anggaran negara.
Pasal 27
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(1) dikenai sanksi administratif berupa penolakan pendaftaran partai politik
oleh Departemen Kehakiman.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(2) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara partai politik
paling lama 1 (satu) tahun oleh pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1).
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(3) dikenai sanksi administratif berupa teguran secara terbuka oleh Komisi
Pemilihan Umum.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(4) dikenai sanksi administratif berupa larangan mengikuti pemilihan umum
berikutnya oleh pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1).
(5) Sebelum dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) pengurus pusat partai politik yang
bersangkutan terlebih dahulu didengar keterangannya.
Pasal 28
(1) Setiap orang yang memberikan sumbangan kepada partai politik melebihi
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 diancam dengan pidana
kurungan paling lama 2 (dua) bulan dan/atau pidana denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Pengurus partai politik yang menerima sumbangan dari perseorangan
dan/atau perusahaan/badan usaha yang melebihi ketentuan sebagaimana
diatur dalam Pasal 18, diancam dengan pidana kurungan paling lama 6
(enam) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang mempengaruhi atau memaksa sehingga seseorang dan/atau
perusahaan/badan usaha memberikan sumbangan kepada partai politik
melebihi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 18, diancam dengan
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Sumbangan yang diterima partai politik dari perseorangan dan/atau
perusahaan/badan usaha yang melebihi batas ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18, disita untuk negara.
(5) Pengurus partai politik yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
pada Pasal 19 ayat (3) diancam dengan pidana kurungan paling lama 6
(enam) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(6) Pengurus partai politik yang menggunakan partainya untuk melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) dituntut berdasarkan
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab UndangUndang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan
Negara dalam Pasal 107 huruf c, huruf d, dan huruf e, dan partainya dapat
dibubarkan.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
(1) Partai politik yang menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang
Partai Politik telah disahkan sebagai badan hukum oleh Menteri Kehakiman
Republik Indonesia diakui keberadaannya dan wajib menyesuaikan dengan
ketentuan undang-undang ini selambat-lambatnya 9 (sembilan) bulan sejak
berlakunya undang-undang ini.
(2) Partai politik yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibatalkan keabsahannya sebagai badan hukum dan tidak diakui
keberadaannya menurut undang-undang ini.
(3) Dengan berlakunya undang-undang ini, penyelesaian perkara partai politik
yang sedang dalam proses peradilan menyesuaikan dengan ketentuan undangundang ini.
Pasal 30
Sebelum Mahkamah Konstitusi dibentuk, kewenangan Mahkamah Konstitusi
yang berkaitan dengan pembubaran partai politik dilaksanakan oleh Mahkamah
Agung.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, Undang-undang Nomor 2 Tahun
1999 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3809) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 32
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang
ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
( MEGAWATI SOEKARNOPUTRI )
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2002
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
( BAMBANG KESOWO )
Download