PEMBATALAN PENDAFTARAN HAK CIPTA BERDASARKAN GUGATAN PENCIPTA ATAU PEMEGANG HAK CIPTA (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 768 K/Pdt.Sus/2010) SKRIPSI Disusun Oleh : PRIMADHIA LERAI MARISTA E1A008215 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012 PEMBATALAN PENDAFTARAN HAK CIPTA BERDASARKAN GUGATAN PENCIPTA ATAU PEMEGANG HAK CIPTA (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 768 K/Pdt.Sus/2010) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Disusun Oleh : PRIMADHIA LERAI MARISTA E1A008215 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012 LEMBAR PENGESAHAN ISI DAN FORMAT PEMBATALAN PENDAFTARAN HAK CIPTA BERDASARKAN GUGATAN PENCIPTA ATAU PEMEGANG HAK CIPTA (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 768 K/Pdt.Sus/2010) Oleh : Primadhia Lerai Marista E1A008215 Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan Disahkan pada tanggal, Agustus 2012 Pembimbing/Penguji I Pembimbing/Penguji II Penguji III Eti Purwiyantiningsih,S.H.,M.H. NIP. 19610707 198803 2 002 Agus Mardianto,S.H.,M.H. NIP.19650831 200312 1 001 Th. Sri Mayani, S.H. NIP.19480501 197402 2 001 Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hj. Rochani Urip Salami, S.H.,M.S. NIP. 19520603 198003 2001 iii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PEMBATALAN PENDAFTARAN HAK CIPTA BERDASARKAN GUGATAN PENCIPTA ATAU PEMEGANG HAK CIPTA (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 768 K/Pdt.Sus/2010) Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta informasi-informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh. Purwokerto, Agustus 2012 Hormat Saya, PRIMADHIA LERAI MARISTA NIM E1A008215 iv MOTTO Berusahalah Jangan Terlengah Waktu Sedetik Saja, Karena Atas Kelengahan Kita Tidak Akan Bisa Dikembalikan Seperti Semula Kegagalan Hanya Terjadi Bila Kita Menyerah v KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PEMBATALAN PENDAFTARAN HAK CIPTA BERDASARKAN GUGATAN PENCIPTA ATAU PEMEGANG HAK CIPTA (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 768 K/Pdt.Sus/2010)”. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan, waktu dan terbatasnya literatur. Oleh karena itu semua saran dan kritik yang sifatnya membangun akan diterima dengan ketulusan hati. Dalam proses penulisan ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Ibu Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 2. Bapak Joko Susanto, S.H.,S.U (Alm.) Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 3. Ibu Rochati, S.H.,M.Hum selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 4. Bapak Drs. Antonius Sidik Maryono, S.H.,M.S selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 5. Ibu Handri Wirastuti S, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan akademik sejak awal perkuliahan. 6. Ibu Eti Purwiyantiningsih, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan arahan, saran, serta koreksi dalam proses penyusunan skripsi. vi 7. Bapak Agus Mardianto, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah yang telah memberikan arahan, saran, serta koreksi dalam proses penyusunan skripsi. 8. Ibu Th. Sri Mayani, S.H., selaku Dosen Penguji pada seminar skripsi dan pendadaran yang telah memberikan koreksi dan saran mengenai perbaikan skripsi ini. 9. Bapak Edi Waluyo, S.H.,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan. 10. Semua Dosen dan karyawan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 11. Kepada Ibunda tercinta Drs. Siti Rahsetyowati, M.Si yang telah melahirkan, mendidik, menyayangi, membesarkan dan mendoakan dalam setiap langkah penulis. Kepada Ayahanda Marsudi, S.pd yang telah mendidik,menyayangi dan mendoakan Penulis. Kepada Pak Amin yang telah membantu penulis dalam banyak hal. Kakakku Pradanaditya Leroi Maristo, S.H yang telah mengajari dan membantu banyak hal kepada Penulis. Adikku Maristo Barca Vicgor Wardhana dan Zela yang telah mengisi hari-hari penulis dengan kebahagiaan. 12. Kepada Eko Yuniarto Widodo, S.H yang telah mendukung, membantu, memberikan semangat dan kasih sayang kepada penulis. 13. Sahabat-sahabatku tersayang, Nia Nurmala Ningrum, S.H., Defrina Choirunnisaa, S.H., Intan Megawati, S.H., Wahyu Dwi Anggoro, S.H., Solikhatun Isnaini, S.H., Rio Widhi Kurniawan.,S.H., Sekar Dhatu Indri Hapsari, S.H., Nurul Dwi Hastuti, S.H., Erni Rosta Saragih, S.H., Tannia Desriane, S.H., Fergina Hardiyanti.,S.H., Nining Analita.,S.H., Elisa Novitriana, S.H.,Aji Suparmanto, S.H., Ardi Mulyo Sayekti, S.H., Sujarwo, S.H., Onie, Mudrik, Bayu Site, Gayul Pindo, Ditta. 14. Kepada Keluarga Besar Lembaga Kajian Hukum dan Sosial (LKHS). 15. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) Posdaya Desa Warungpring Kecamatan Warungpring, Pemalang. vii 16. Keluarga Besar Fakultas Hukum Unsoed angkatan 2008 serta semua pihak yang turut membantu dan tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis, mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT. Penulis juga memohon maaf kepada semua pihak apabila terdapat kesalahan dalam ucapan maupun tindakan selama berinteraksi dan berproses di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, semoga skripsi ini dapat bermanfaat. dan menambah pengetahuan. Purwokerto, Agustus 2012 PRIMADHIA LERAI MARISTA E1A008215 viii ABSTRAK Hak Cipta merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang melindungi karya ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Pengaturan Hak Cipta di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Hak Cipta pada prinsipnya dapat diperoleh ketika ciptaan tersebut diwujudkan. Perlindungan Hukum hak cipta dikenal dengan sistem deklaratif, yaitu negara melindungi ciptaan secara otomatis setelah terlahir suatu ciptaan tanpa harus didahului dengan pendaftaran. Undang-Undang Hak Cipta mengatur mengenai Pembatalan Hak Cipta pada Pasal 42 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Pembatalan Hak Cipta merupakan perlindungan untuk pihak lain yang namanya tidak terdaftar sebagai Pencipta tetapi sebenarnya merupakan Pencipta yang sesungguhnya dari karya yang didaftarkan oleh orang lain. Adapun inti perkara Hak Cipta yang dibahas pada skripsi ini adalah tentang Pembatalan Hak Cipta oleh Wen Ken Drug Co Pte Ltd yang terdaftar sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta bersama-sama dengan PT.Sinde Budi Sentosa dan Budi Yuwono. Pembatalan Hak Cipta oleh Wen Ken Drug Co Pte Ltd tidak tepat dilakukan karena Wen Ken Drug Co Pte Ltd bukan pihak lain yang dimaksud dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Kata Kunci : Pembatalan Hak Cipta oleh Pencipta dan Pemegang Hak Cipta. ix ABSTRACT Copy rights is part of the Intellectual Property Rights which protects creative works in the field of science, art, and literature. In our country, the regulation of copy rights was progressed Act Number 15, 2001 about Copy Rights. In Principle copy right can be obtained when the creation was realized. Protection of copy rigts law known as declarative system which protect the automatic creation after creation born without having to be proceded by registration. Copy rights act is regulated about Cancellation Copy rights at article 42. Act Number 19, 2002 about Copy right. Cancellation Copy rights is protection for outsider who his name not listed as a creator but actually is a real creator of the work registered by someone else. Concerning substance the trade-mark case in this script was about Cancellation Copy Rights by Wen Ken Drug Co Pte Ltd who listed as a creator and copy rights holder together with PT. Sinde Budi Sentosa and Budi Yuwono. Cancellation Copy Rights by Wen Ken Drug Co Pte Ltd was not right because Wen Ken Drug Co Pte Ltd was not outsider who reffered at article 42. Act Number 19, 2002 about Copy right. Keywords : Cancellation Copy Rights by Creator and copy rights holder. x DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii HALAMAN SURAT PERNYATAAN .............................................................. iv MOTTO .............................................................................................................. v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi ABSTRAK .......................................................................................................... ix ABSTRACT ........................................................................................................ x DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B. Perumusan Masalah .................................................................... 10 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 10 D. Kegunaan Penelitian.................................................................... 11 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang HKI ................................................... 12 1. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual .................................. 12 2. Penggolongan Hak Kekayaan Intelektual ............................ 23 3. Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual ................................. 26 B. Hak Cipta .................................................................................. 29 1. Pengertian dan Pengaturan Hak Cipta ................................ 29 2. Prinsip Dasar Hak Cipta ...................................................... 34 3. Pembatasan Hak .................................................................. 39 xi 4. Pencipta ............................................................................... 41 5. Pengalihan Hak Cipta .......................................................... 45 6. Lisensi Hak Cipta ................................................................ 46 7. Sisten Pendaftaran Hak Cipta .............................................. 49 8. Masa Berlaku Hak Cipta ..................................................... 58 9. Pembatalan dan Penghapusan Hak Cipta ............................ 60 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. ................................................... 63 Metode Pendekatan. ......................................................................... 63 A. Spesifikasi Penelitian................................................................... 63 B. Sumber Data ................................................................................ 63 C. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 64 D. Metode Penyajian Data................................................................ 64 E. Metode Analisis Data .................................................................. 64 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ............................................................................ 66 B. Pembahasan ................................................................................. 88 BAB V. P E N U T U P A. Simpulan ...................................................................................... 104 B. Saran ............................................................................................ 105 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kreativitas manusia dalam menciptakan suatu karya yang dapat mempunyai nilai ekonomis membutuhkan perlindungan hukum. Perlindungan ini sangat penting untuk mendorong gairah inovasi orang-orang yang kreatif. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan jawaban terhadap Perlindungan hukum tersebut. Indonesia telah ikut dalam pergaulan masyarakat dunia dengan menjadi anggota dalam Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut TRIPS, melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya seni dan sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO), melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997. Perkembangunan sistem HKI yang modern dan efektif merupakan kebutuhan nyata karena kondisi domestik suatu negara seiring dengan pembangunan ekonomi serta adaptasi terhadap dampak globalisasi. Hak 1 Kekayaan Intelektual (HKI) menjadi sangat penting untuk meningkatkan laju perekonomian negara yang pada akhirnya membawa kesejahteraan rakyatnya. Secara normatif, HKI adalah “product of mind” atau oleh World Intellectual Propery Organiztation atau WIPO disebut “creation of the mind” yang berarti suatu karya manusia yang lahir dengan curahan tenaga, karsa, cipta, waktu dan biaya. Segala jerih payah itu menjadi kontribusi yang memiliki nilai ekonomi. Oleh karena itu, setiap karya intelektual patut diakui, dihargai dan dilindungi baik secara moral dan etika maupun secara hukum.1 Convention Establishing The World Intellectual Property Organization menjelaskan bahwa HKI dibagi dalam dua kelompok substansi yaitu Hak Cipta dan Hak atas Kekayaan Industri. Lingkup Hak cipta mencakup di dalamnya Hak Terkait atau Related Right yang lazim disebut Neighboring Right. Bidang yang kedua meliputi Paten, Merek, Desain Industri dan Rahasia Dagang yang kesemuanya lazim dikategorikan dalam industrial property.2 Pengelompokan yang sama juga dianut dalam Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights selanjutnya disebut Persetujuan TRIPS, yang menyatakan bahwa HKI terdiri dari: 3 1. Hak Cipta dan Hak Terkait; 2. Merek Dagang; 3. Indikasi Geografis; 1 Henry Soelistyo, 2011, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2 Ibid. Adrian Sutedi, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 56. hal.2. 3 2 4. Desain Industri; 5. Paten; 6. Tata Letak (topografi) sirkuit terpadu; 7. Perlindungan Informasi Rahasia; 8. Kontrol terhadap praktek persaingan usaha tidak sehat dalam perjanjian lisensi. Hak Kekayaan Intelektual tersebut mempunyai hukumnya sendiri dan masing-masing mempunyai objek perlindungan hukumnya sendiri. Hak Cipta merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang diatur dalam Undangundang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 bukanlah produk undang-undang pertama di Indonesia tentang Hak Cipta. Sejak menjadi bangsa yang merdeka, Indonesia tercatat memiliki 4 (empat) buah undang-undang di bidang hak cipta yaitu Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Revisian terakhir yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dilandasi oleh dua alasan. Pertama, pemerintah menyadari bahwa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa dengan didukung oleh masyarakat yang sangat kreatif. Potensi tersebut perlu dilindungi dalam bentuk undang-undang yang modern dan selalu mengikuti zaman. Alasan kedua karena perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan 3 masyarakat luas, dan alasan ketiga terkait dengan konsekuensi Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) yaitu Organisasi Perdagangan Dunia. Meskipun Pemerintah telah menyesuaikan isi Undang-undang Hak Cipta tahun 1997 dengan perlindungan TRIPS, revisi tetap perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan yang lebih komprehensif terhadap ciptaan yang dihasilkan oleh bangsa Indonesia.4 Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi batasan-batasan menurut perundang- undangan. Ciptaan adalah hasil karya setiap pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Ciptaan yang dilindungi harus memenuhi syarat keaslian dan konkret. Sementara itu, ide tidak mendapat perlindungan hak cipta.5 Hak Cipta terdiri atas Hak Ekonomi (economic rights) dan Hak Moral (moral rights). Hak Ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait seperti memproduksi karya dalam segala bentuk, mengedarkan perbanyakan karya kepada publik, menyewakan perbanyakan karya, membuat terjemahan atau adaptasi dan mengumumkan karya kepada publik. Hak Moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau 4 Tomi Sunaryo Utomo, 2010 , Hak Kekayaan Intelektual (HKI)di Era Global, Yogyakarta: Graha Ilmu, hal.69. 5 Sudaryat, dkk, 2010, Hak Kekayaan Intelektual, Bandung: Oase Media, hal.21. 4 pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan. Secara umum, hak moral berhubungan dengan hubungan spirit atau jiwa dari pencipta dengan karyanya. Secara historis, hak moral berasal dari tradisi droit d’auteur (Perancis) yang melihat kreasi intelektual sebagai perwujudan semangat atau jiwa dari pencipta.6 Menurut Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu Hak bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya. Pencipta dan pemegang hak cipta kadang sama, kadang juga berbeda. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 Pencipta diartikan sebagai seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Pemegang hak cipta tidak selalu Pencipta. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak lain yang menerima hak cipta dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut dari pihak tersebut. Pemilik hak cipta pada prinsipnya adalah sebagai berikut :7 6 7 Tomi Sunaryo Utomo, Op.cit, hal. 89. Yusran Isnaini, 2010, Buku Pintar HAKI, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal.12. 5 a. Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal atau orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan. b. Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai pencipta ceramah tersebut c. Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi hak cipta masingmasing atas bagian ciptaannya itu. d. Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang, kemudian diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, maka penciptanya adalah orang yang merancang ciptaannya tersebut. e. Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang hak cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas. 6 f. Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak. g. Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya. Pendaftaran hak cipta bukanlah untuk memperoleh perlindungan Hak cipta. Artinya, seorang pencipta yang tidak mendaftarkan hak cipta juga mendapatkan perlindungan asalkan ia benar-benar sebagai Pencipta suatu ciptaan tertentu. Meskipun Hak cipta tidak memerlukan pendaftaran dan bersifat otomatis, namun demikian dianjurkan kepada pencipta maupun pemegang hak cipta untuk mendaftarkan ciptaannya, karena surat pendaftaran Hak Cipta dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di Pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Manfaat pendaftaran Hak Cipta yaitu tetap dianggap sebagai Pencipta, sampai ada pihak yang dapat membuktikan sebaliknya di Pengadilan. Beban pembuktian di Pengadilan pada pundak pihak lain, bukan pada pundak pihak yang telah mendaftarkan Hak Cipta.8 Pasal 42 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyebutkan bahwa dalam hal ciptaan yang didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) 8 Adrian Sutedi, Op.cit. hal. 119. 7 dan (2) serta Pasal 39, pihak lain menurut Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga. Kasus Hak Cipta dari Lukisan pada merek Larutan Penyegar Cap kaki tiga dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 768 K/Pdt.Sus/2010 dimana Wen Ken Drug Co Pte Ltd, suatu Perusahaan di Negara Singapura pemilik merek cap kaki tiga mengadakan kerjasama dengan PT. Budi Sentosa melalui Budi Yuwono pada tahun 1980. Wen Ken Drug Co Pte Ltd memberikan lisensi merek dagang logo dan tulisan cap kaki tiga kepada PT. Sinde Budi Sentosa untuk memproduksi, menjual, memasarkan dan mendistribusikan produk minuman larutan penyegar dengan merek logo cap kaki tiga. Wen Ken Drug Co Pte Ltd mengetahui bahwa Budi Yuwono mendaftarkan logo cap kaki tiga pada kantor Hak Cipta sebagai milik bersama antara Wen Ken Drug Co Pte Ltd, PT. Budi Sentosa dan Budi Yuwono dengan Nomor pendaftaran 015649. Wen Ken Drug Co Pte Ltd mengajukan gugatan untuk membatalkan atau setidak-tidaknya menyatakan batal pendaftaran atas nama PT. Sinde Budi Sentosa dan Budi Yuwono dalam daftar Hak Cipta dengan Nomor pendaftaran 015649 karena menurut Wen Ken Drug Co Pte Ltd, gambar badak yang terdapat pada merek Cap Kaki Tiga adalah ciptaannya dan penggunaan lukisan Badak dalam Merek Cap Kaki Tiga tersebut telah dilakukannya sejak Tahun 1937 sehingga Wen Ken Drug Co Pte Ltd menilai Budi Yuwono dan PT. Sinde Budi Sentosa berbuat curang dengan mendaftarkan hak cipta tersebut dengan nama bersama. Alasan Budi Yuwono mendaftarkan Hak Cipta dengan nama bersama tersebut adalah karena Wen Ken Drug Co Pte 8 Ltd hanya memberi logo atau gambar kaki tiga dalam lingkaran dengan tulisan cap kaki tiga dan Budi Yuwono selaku pemilik PT. Sinde Budi Sentosa telah memberi tambahan gambar etiket pada gambar ciptaan Wen Ken Drug Co Pte Ltd yaitu bukan hanya gambar cap kaki tiga dan gambar badak semata melainkan “Seni Lukis Etiket” yaitu berupa gambar sebuah etiket dengan paduan warna merah, kuning, putih dan biru, terdiri atas kaligrafi arab, tulisan Larutan Penyegar, gambar botol, gambar kaki tiga dalam lingkaran, tulisan slogan dan seni lukis/lukisan dengan komposisi tertentu sebagai suatu kesatuan karya seni lukis yang utuh sehingga tidak dapat dipenggal menjadi bagian-bagian. Apabila dikaitkan dengan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dimana pihak lain menurut Pasal 2 Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga, maka yang dapat mengajukan gugatan pembatalan adalah pihak lain yang namanya tidak terdaftar sebagai pencipta, sedangkan Wen Ken Drug Co Pte Ltd, PT. Sinde Budi Sentosa dan Budi Yuwono sama-sama terdaftar sebagai pencipta sekaligus pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang menjadi Objek Gugatan, sehingga mempunyai kedudukan yang sama atas ciptaan tersebut yang mana salah satu pihak tidak dapat mengklaim kepemilikan hak cipta atas nama sendiri atau menyangkal kepemilikan pihak lain yang sama-sama terdaftar sebagai pencipta dan pemegang hak cipta. Oleh karena itu, berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “PEMBATALAN PENDAFTARAN HAK CIPTA BERDASARKAN GUGATAN PENCIPTA 9 ATAU PEMEGANG HAK CIPTA (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 768 K/Pdt.Sus/2010)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana penerapan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak cipta dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 768 k/pdt.sus/2010? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Pasal 42 UndangUndang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 768 k/pdt.sus/2010. D. Kegunaan Penelitian A. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan studi tentang Hak Kekayaan Intelektual khususnya dalam Hak Cipta. 10 B. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca, khususnya bagi pembaca yang bergerak di bidang hukum dan atau bisnis atau perdagangan. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak Kekayaan Intelektual 1. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights merupakan hak untuk menikmati hasil kreativitas intelektual manusia secara ekonomis.9 HKI berhubungan erat dengan benda tidak berwujud serta melindungi karya intelektual yang lahir dari cipta, rasa dan karsa manusia.10 Intellectual Property Rights (IPR) pertama kali diterjemahkan di Indonesia menjadi “Hak Milik Intelektual”, kemudian menjadi “Hak atas Kekayaan Intelektual”. Setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dalam surat Nomor 24/M/PAN/1/2000, istilah Hak Atas Kekayaan Intelektual atau akronim “HAKI” diganti menjadi Hak Kekayaan Intelektual dengan akronim HKI. Surat Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan tersebut didasari pula dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 1998 tanggal 15 September 1998, tentang Perubahan Nama Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek berubah menjadi Direktorat Jenderal Hak Atas 9 Sudaryat, dkk, Op.cit, hal.15. Tomi Suryo Utomo, Op.cit, hal.1. 10 12 Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI) kemudian berdasar Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 Ditjen HAKI berubah menjadi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI).11 WIPO (World Intellectual Proprty Organization), sebuah lembaga internasional di bawah PBB yang menangani masalah HKI mendefinisikan HKI sebagai “Kreasi yang dihasilkan dari pikiran manusia yang meliputi : invensi, karya sastra dan seni, symbol, nama, citra dan desain yang digunakan dalam perdagangan”. Definisi dari WIPO ini merupakan contoh yang paling nyata bahwa HKI memang tidak dapat dilepaskan dari cabang-cabang ilmu yang melingkupinya.12 Definisi bersifat lebih umum dikemukakan oleh Jill Mc-Keough dan Andrew Stewart yang mendefinisikan HKI sebagai “sekumpulan hak yang diberikan oleh hukum untuk melindungi investasi ekonomi dari usaha-usaha yang kreatif”. Definisi HKI yang tidak jauh berbeda juga di kemukakan UNCTAD-ICTSD. Menurut kedua lembaga tersebut, HKI merupakan hasil-hasil usaha manusia kreatif yang dilindungi oleh hukum. Sedangkan Ditjen HKI bekerja sama dengan ECAP mendefinisikan HKI sebagai “hak yang timbul dari hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia”.13 11 www.hukumonline.com, Dasar Huum Perubahan Istilah HAKI menjadi HKI, tersedia di website http://alturl.com/hgowj, diakses tanggal 7 Juni 2012. 12 Tomi Suryo Utomo, Op. cit. hal.1. 13 Ibid, hal.2. 13 Menurut Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, HKI merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia dalam bidang teknologi, ilmu pengetahuan maupun seni dan sastra yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomi.14 Menurut Agus Sardjono, HKI adalah hak yang timbul dari aktivitas intelektual manusia dalam bidang industri, ilmu pengetahuan, sastra, dan seni.15 Menurut Ahmad M. Ramli, HKI merupakan suatu hak yang timbul akibat dari adanya tindakan kreatif manusia yang menghasilkan karya-karya inovatif yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia.16 Menurut Saidin, Hak Kekayaan Intelektual adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio, hasil dari pekerjaan manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda immaterial. Benda tidak berwujud.17 Secara substantif, pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul dan lahir karena kemampuan intelektual manusia. HKI 14 myblog-zurich.blogspot.com, 2oo8, Sejarah dan Perkembangan hak Kekayaan Intelektual Indonesia, tersedia di website http://alturl.com/2cfy7, diakses tanggal 7 Juni 2012. 15 Ibid. 16 Ibid. 17 Saidin, 2003, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hal.9. 14 dikategorikan sebagai hak atas kekayaan mengingat HKI pada akhirnya menghasilkan karya-karya intelektual berupa : pengetahuan, seni, sastra, teknologi dimana dalam mewujudkan membutuhkan pengorbanan tenaga, waktu biaya, dan pikiran. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya intelektual tersebut menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (property) terhadap karya-karya intelektual tadi.18 Dari segi pranata, HKI dibangun sebagai instrumen hukum yang berbasis etika pengetahuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak atas kreasi intelektual yang diberikan sebagaimana lazimnya hak milik yang mempunyai nilai ekonomi dan sekaligus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.19 Menurut David Bainbridge, HKI dikatakan “that area of law which concern legal associated with creative effort or commercial repurtation and goodwill”. Konsepsi yang di dikemukakan oleh David ini sangat kental dengan pendekatan hukum. Hal ini logis karena dalam mengkaji masalah HKI pada akhirnya semua akan bermuara pada konsep hukum, terutama menyangkut upaya memberikan perlindungan terhadap hasilhasil karya intelektual.20 18 Budi Agus Riswandi dan M.Syamsudin, Op.cit, hal. 31. Tim Lindsey dan Eddy Damian, 2006, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung : PT Alumni, hal. 79. 20 Budi Agus Riswandi dan M.Syamsudin, Op.cit, hal.32. 19 15 Menurut Henry Soelistyo, HKI adalah “product of mind” atau oleh World Intellectual Propery Organiztation atau WIPO disebut “creation of the mind” yang berarti suatu karya manusia yang lahir dengan curahan tenaga, karsa, cipta, waktu dan biaya. Segala jerih payah itu menjadi kontribusi yang memiliki nilai ekonomi. Oleh karena itu, setiap karya intelektual patut diakui, dihargai dan dilindungi baik secara moral dan etika maupun secara hukum.21 Penciptaan Hak Kekayaan Intelekual membutuhkan banyak waktu di samping bakat, pekerjaan, dan juga uang untuk membiayainya. Apabila tidak ada perlindungan atas kreativitas intelektual yang berlaku di bidang seni, industri, dan pengetahuan maka tiap orang dapat meniru dan membuat copy secara bebas serta dapat memproduksi tanpa batas.22 Berikut ini diuraikan beberapa teori dasar perlindungan HKI yang di kemukakan oleh Robert C. Sherwood sebagaimana dikutip oleh Ranti Fauza Mayana dalam buku Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas. Menurut Sherwood, terdapat lima teori dasar perlindungan HKI. 23 21 22 Henry Soelistyo, 2011, Op.cit, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal.2. Sudargo Gautama, 1990, Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual, Bandung:PT.Eresco, hal.7. 23 Sudaryat dkk, Op. cit, hal.19-20. 16 1. Reward Theory Reward Theory memiliki makna yang sangat mendalam, yaitu pengakuan terhadap karya intelektual yang telah dihasilkan oleh penemu, pencipta, atau pendesain sehingga ia harus diberi penghargaan sebagai imbangan atas upaya kreatifnya dalam menemukan atau menciptakan karya intelektualnya. 2. Recovery Theory Dalam Recovery Theory, dinyatakan bahwa penemu, pencipta, atau pendesain yang telah mengeluarkan waktu, biaya, serta tenaga untuk menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh kembali apa yang telah dikeluarkannya. 3. Incentive Theory Dalam Incentive Theory dikaitkan antara pengembangan kreativitas dengan memberikan insentif kepada para penemu, pencipta, atau pendesain. Berdasarkan teori ini, insentif perlu diberikan untuk mengupayakan terpacunya kegiatan-kegiatan peneliti yang berguna. 4. Risk Theory Dalam Risk Theory dinyatakan bahwa karya mengandung risiko. HKI merupakan hasil penelitian yang mengandung risiko memungkinkan pihak lain menemukan cara yang lebih baik untuk memperbaiki kekurangan penelitian yang terdahulu yang dilakukan 17 oleh pihak pertama yang melakukan penelitian dan mengakui bahwa hasil dari penelitian tersebut merupakan hasil jerih payahnya dan berhak sebagai pemegang HKI terhadap hasil penelitiannya. Dengan demikian, adalah wajar memberikan bentuk perlindungan hukum terhadap upaya atau kegiatan yang mengandung risiko tersebut. 5. Economic Growth Stimulus Theory Dalam Economic Growth Stimulus Theory diakui bahwa perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual merupakan alat pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah keseluruhan tujuan dibangunnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Perlindungan dalam hal Hak Kekayaan Intelektual lebih dominan pada perlindungan idividual, namun untuk menyeimbangkan kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat, maka sistem HKI mendasarkan diri pada prinsip sebagai berikut :24 1. Prinsip Keadilan (the principle of natural justice) Pencipta sebuah karya atau orang lain yang bekerja membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya, wajar memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat berupa materi maupun bukan materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi dan diakui atas hasil karyanya. 24 Budi Agus Riswandi dan M.Syamsudin, Op.cit, hal. 32-34. 18 Hukum memberikan perlindungan tersebut demi kepentingan pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut, yang kita sebut hak. Setiap hak menurut hukum mempunyai title, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya. Menyangkut HKI, maka peristiwa yang menjadi alasan melekatnya itu, adalah penciptaan yang mendasarkan atas kemampuan intelektualnya. Perlindungan ini tidak terbatas di dalam negeri penemu itu sendiri, melainkan juga dapat meliputi perlindungan di luar batas negaranya. 2. Prinsip Ekonomi (the economic argument) Hak Kekayaan Intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang memiliki manfaat serta berguna dalam kehidupan manusia. HKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya. Dari kepemilikannya, seseorang akan mendapat keuntungan, misalnya dalam bentuk pembayaran royalty dan technical fee. 3. Prinsip Kebudayaan (the culture argument) Karya manusia itu pada hakikatnya bertujuan untuk memungkinkannya hidup, selanjutnya dari hidup itu pula akan 19 timbul suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan konsepsi demikian maka pertumbuhan, perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia. Memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa dan negara. Pengakuan atas kreasi, karya, karsa dan cipta manusia adalah suatu usaha yang tidak dapat dilepaskan sebagai suatu perwujudan suasana yang diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru. 4. Prinsip Sosial (the social argument) Hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai perseorangan yang berdiri sendiri terlepas dari manusia yang lain, tetapi hukum mengatur manusia sebagai warga masyarakat. Dengan demikian, hak apapun yang diakui oleh hukum dan diberikan kepada perseorangan atau suatu persekutuan atau kesatuan lain, tidak boleh diberikan semata-mata untuk memenuhi kepentingan perseorangan atau suatu persekutuan atau kesatuan itu saja, tetapi pemberian hak kepada perseorangan, persekutuan atau kesatuan itu diberikan, dan diakui oleh hukum. Oleh karena dengan diberikannya hak tersebut kepada perseorangan, persekutuan atau kesatuan hukum itu, kepentingan masyarakat akan terpenuhi. 20 Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memiliki prinsip-prinsip umum yang berlaku, yaitu :25 a. HKI Memberikan Hak Eksklusif Hak yang diberikan oleh sistem HKI bersifat eksklusif. Maksudnya, hak tersebut bersifat khusus dan hanya dimiliki oleh orang yang terkait langsung dengan kekayaan intelektual yang dihasilkan. Melalui hak tersebut, pemegang dapat mencegah orang lain untuk membuat, menggunakan atau berbuat sesuatu tanpa izin. b. HKI Melindungi Usaha Intelektual yang Bersifat Kreatif Berdasarkan Pendaftaran Secara umum, pendaftaran merupakan salah satu syarat kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh seseorang. Beberapa cabang HKI yang mewajibkan seseorang untuk melakukan pendaftaran adalah Merek, Paten, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Perlindungan Varietas Tanaman. Prinsip ini mendasari semua Undang-undang HKI di seluruh dunia dan membawa konsekuensi bahwa pemilik kekayaan intelektual yang tidak melakukan pendaftaran tidak dapat menuntut seseorang yang dianggap telah menggunakan kekayaan intelektualnya secara melawan hukum. Selain aturan umum ini, dua cabang HKI lainnya, yaitu Hak Cipta dan Rahasia Dagang tidak wajib didaftarkan untuk mendapatkan 25 Tomi Suryo Utomo, Op.cit. hal. 12-14. 21 perlindungan hukum karena sifatnya yang berbeda dengan cabangcabang HKI lainnya. Perlindungan Hak Cipta secara otomatis ada pada saat ide telah diwujudkan menjadi bentuk yang nyata. Sedangkan untuk Rahasia Dagang, aturan pendaftaran tidak diwajibkan mengingat sifat dari rahasia dagang terkait dengan informasi yang tidak diketahui oleh umum. c. Prinsip Pendaftaran Bersifat Teritorial Sistem HKI mengatur bahwa pendaftaran yang melahirkan perlindungan hukum bersifat territorial. Artinya, perlindungan hukum hanya diberikan di tempat pendaftaran tersebut dilakukan. Sistem ini selaras dengan kedaulatan negara di dalam hukum publik dimana keputusan yang dihasilkan tidak dapat dipaksakan berlaku di negara lainnya. d. Prinsip Pemisahan Benda Secara Fisik dengan HKI yang Terkandung di Dalam Benda Tersebut Sistem ini bersifat sangat unik dan merupakan ciri khas HKI karena di dalam cabang hukum lain yang bersifat berwujud, penguasaan secara fisik dari sebuah benda sekaligus membuktikan kepemilikan yang sah atas benda tersebut. Di dalam sistem HKI, seseorang yang menguasai benda secara fisik tidak otomatis memiliki hak eksklusif terhadap benda fisik tersebut. e. Prinsip Jangka Waktu Perlindungan HKI adalah Terbatas 22 Meskipun ada cabang HKI yang dapat diperpanjang jangka waktu perlindungannya, secara umum jangka waktu perlindungan HKI tidak selamanya atau bersifat terbatas. Tujuan pembatasan perlindungan ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat mengakses kekayaan intelektual tersebut secara optimal melalui usaha-usaha pengembangan lebih lanjut dan sekaligus mencegah monopoli atas kekayaan intelektual tersebut. f. Prinsip Kekayaan Intelektual yang Berakhir Perlindungan Menjadi Public Domain HKI yang telah berakhir jangka waktu Perlindungannya akan menjadi milik umum. Semua orang berhak untuk mengakses HKI yang telah berakhir jangka waktu perlindungannya. Pasca berakhirnya perlindungan hukum, pemegang HKI tidak boleh menghalangi atau melakukan tindakan seolah-olah masih memiliki hak eksklusif. Sebagai contoh, perjanjian Lisensi tidak boleh dilakukan jika jangka waktu perlindungan HKI yang menjadi dasar bagi terjadinya perjanjian tersebut telah berakhir. 23 2. Penggolongan Hak Kekayaan Intelektual Menurut konvensi WIPO yang termasuk ke dalam ruang lingkup Intellectual Property Rights (IPR) atau Hak Kekayaan Intelektual terdiri dari dua unsur yaitu :26 a. Hak Milik Perindustrian (Industrial Property Right) yang meliputi Paten, merek dagang, dan desain industri. b. Hak Cipta yang meliputi hasil-hasil karya kesusasteraan, musik, fotografi dan sinematografi. Lingkup Hak cipta mencakup di dalamnya Hak Terkait atau Related Right yang lazim disebut Neighbouring Right. Bidang yang kedua meliputi Paten, Merek, Desain Industri dan Rahasia Dagang yang kesemuanya lazim dikategorikan dalam industrial property.27 Hak atas Kekayaan Perindustrian atau Industrial Property dapat diklasifikasikan menjadi :28 a. Patent (Paten) b. Utility Models (Model dan Rancang Bangun) atau dalam hukum Indonesia dikenal dengan istilah paten sederhana (simple patent) c. Industrial Designs (Desain Industri) d. Trade Marks (Merek Dagang) e. Trade Names (Nama Dagang) 26 Taryana Soenandar, Op.cit, hal.8. Henry Soelistyo, Op.cit, hal.2. 28 Saidin, Op.cit, hal. 14. 27 24 f. Indication of Source or Appelation of Origin (Sumber tanda atau sebutan asal). Pengelompokan Hak atas Kekayaan Perindustrian seperti tertera di atas didasarkan pada Convention Establishing The World Intellectual Property Organization. Dalam beberapa literatur khususnya literatur yang ditulis oleh para pakar dari negara yang menganut sistem hukum anglo saxon, bidang hak atas kekayaan perindustrian tersebut masih ditambah lagi beberapa bidang lain yaitu : trade secrets, service mark, dan unfair competition protection. Hak atas kekayaan perindustrian itu dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 29 1. Patent 2. Utility Models 3. Industrial Designs 4. Trade Secrets 5. Trade Marks 6. Service Marks 7. Trade Names of Commercial Names 8. Appelations of Origin 9. Indications of Origin 10. Unfair Competition Protection. 29 Ibid, hal. 15. 25 Berdasarkan kerangka WTO/TRIPS ada dua bidang lagi yang perlu ditambahkan yaitu : 1. Perlindungan Varietas Baru Tanaman, dan 2. Integrated Circuit (Rangkaian Elektronika Terpadu) Berdasarkan perkembangan HKI yang terbaru, HKI mempunyai 7 (tujuh) cabang. Yaitu : 1. Hak Cipta dan Hak Terkait 2. Merek 3. Paten 4. Desain Industri 5. Rahasia Dagang 6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu 7. Perlindungan Varietas Tanaman.30 3. Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual bukan hal baru di Indonesia. Secara historis, peraturan yang mengatur Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia telah ada sejak zaman Pemerintahan Hindia Belanda. Indonesia 30 Tomi Suryo Utomo, Op.cit, hal.7-8. 26 telah mempunyai Undang-undang tentang Hak Kekayaan Intelektual yang merupakan pemberlakuan peraturan perundang-undangan pemerintahan Hindia Belanda yang berlaku di negeri Belanda, diberlakukan di Indonesia sebagai negara jajahan Belanda berdasarkan prinsip konkordansi.31 Bidang Hak Kekayaan Intelektual yang mendapat pengakuan pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda yaitu Hak Cipta, Merek, dan Paten. Adapun peraturan perundang-undangan Belanda bidang Hak Kekayaan Intelektual adalah sebagai berikut :32 a. Auteurs Wet 1912 (Undang-undang Hak Pengarang 1912, Undangundang Hak Cipta; Stb. 1912 Nomor 600). b. Reglement Industriele Eigendom Kolonien 1912 (Peraturan Hak Milik Industrial Kolonial 1912; Stb.1912 Nomor 545 jo. Stb. 1913 Nomor 214). c. Octrooi Wet 1910 (Undang-undang Paten 1910; Stb. 1910 Nomor 33). Pemerintah kolonial Belanda di Indonesia memutuskan untuk menjadi anggota Konvensi Paris pada tahun 1888 dan disusul dengan menjadi anggota Konvensi Berne pada tahun 1914 untuk melengkapi peraturan perundangundangan Hak Kekayaan Intelektual.33 31 Adrian Sutedi, Op.cit, hal. 1. Ibid. 33 Tomi Suryo Utomo, Op.cit, hal. 7. 32 27 Pada zaman pendudukan Jepang, peraturan di bidang HKI tersebut tetap diberlakukan sampai pada saat bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945 peraturan HKI produk Kolonial Belanda tetap diberlakukan. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UndangUndang ini”. Hal ini kemudian dipertegas lagi dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 tanggal 10 Oktober 1945 yang menyatakan : “Segala badan negara dan peraturan-peraturan yang ada sampai berdirinya negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, selama belum diadakan menurut Undang-Undang Dasar, masih berlaku asal tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar tersebut”.34 Undang-undang Hak Cipta dan Undang-undang Merek peninggalan Belanda tetap berlaku, namun Undang-undang Paten (Octrooi Wet) sudah tidak diberlakukan lagi karena dianggap bertentangan dengan Kedaulatan Republik Indonesia.35 Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Paten peninggalan Belanda, permohonan paten dapat diajukan di Kantor Paten yang 34 35 Myblog-zurich.blogspot.com, Op.cit. Tomi Suryo Utomo, Loc.cit. 28 berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan paten tersebut harus dilakukan di Belanda.36 Setelah Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia mengundangkan Undang-undang Merek Tahun 1961 dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 yang disusul dengan Undang-undang Hak Cipta Nasional yang pertama pada tahun 1982 yaitu Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 dan Undangundang Paten Nomor 6 Tahun 1989. Setelah mengalami beberapa kali perubahan sebagai konsekuensi keikutsertaan Indonesia dengan berbagai konvensi internasional, diantaranya perjanjian TRIPS, Undang-undang HKI terkini dari ketiga cabang utama tersebut adalah Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, Undang-undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 dan Undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001.37 Untuk melengkapi keberadaan Undang-undang HKI, pemerintah telah membuat Undang-undang HKI lainnya, yaitu Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan Undang-undang Nomor 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.38 36 Myblog-zurich.blogspot.com, Op.cit. Tomi Suryo Utomo, Op.cit, hal.7. 38 Ibid. 37 29 B. Hak Cipta 1. Pengertian dan Pengaturan Hak Cipta Keaslian suatu karya, baik berupa karangan atau ciptaan merupakan suatu hal esensial dalam perlindungan hukum melalui hak cipta. Suatu karya tersebut harus benar-benar merupakan hasil karya orang yang mengakui bahwa karya tersebut sebagai ciptaannya. Demikian juga, harus ada relevansi antara hasil karya dengan yuridiksi apabila hasil karya tersebut ingin dilindungi di Indonesia.39 Perlindungan hukum melalui hak cipta dewasa ini melindungi hasil karya atau kreasi dari pengarang, pencipta, artis, musisi, programer, dramawan, dan lain-lain, yakni melindungi hak-hak pencipta atau perbuatan pihak lain yang tanpa izin memproduksi atau meniru hasil karyanya.40 Kesulitan utama memahami Hak Cipta pada dasarnya lebih banyak berpangkal pada penggunaan kata “cipta” dan “ciptaan” yang selama ini menjadi ungkapan umum untuk menunjuk kegiatan manusia yang menghasilkan suatu karya.41 Selama ini, masyarakat menilai bahwa setiap kegiatan yang membuat sesuatu dikatakan mencipta dan hasilnya disebut sebagai ciptaan apapun bentuk dan jenis ciptaannya. Selama ini pula, kata “cipta” lazim digunakan untuk menunjuk kegiatan kreatif yang menghasilkan 39 Endang Purwaningsih, 2005, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, Bogor: Ghalia Indonesia, hal.1. 40 Endang Purwaningsih, Op.cit, hal. 1. 41 Henry Soelistyo, Op.cit, hal. 46. 30 ciptaan.42 Upaya memahami Hak Cipta dapat diawali dengan mengenali objeknya yaitu segala bentuk ciptaan yang bernuansa ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Menurut Endang Purwaningsih, ciptaan atau hasil karya adalah ciptaan atau hasil karya Pencipta dalam segala bentuk yang menunjukan keasliannya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.43 Luasnya ragam ciptaan, prinsip-prinsip dan norma pengaturan perlindungan Hak Cipta sangat dipengaruhi oleh bentuk dan sifat berbagai ragam ciptaan itu. Misalnya, bentuk ciptaan yang berupa lukisan atau gambar, akan diakui sebagai hasil ciptaan apabila lukisan atau gambar tersebut sudah selesai dikerjakan dan sudah berbentuk lukisan atau gambar yang sempurna. Karya yang telah selesai diwujudkan seperti itulah yang mendapat perlindungan Hak Cipta. Menurut Saidin, Hak Cipta semula terkandung di alam pikiran, di alam ide, namun untuk dapat dilindungi harus ada wujud nyata dari alam ide tersebut.44 Menurut Perjanjian Hak Cipta Sedunia (Universal Copyrights Convention) pasal v : “Copyrights shall include the ekclusive right of the author to make, publish, and authorize the making and publication of translation of works protected under this convention” atau “Hak Cipta 42 Ibid. Endang Purwaningsih, Op.cit. hal. 2. 44 Saidin, Op.cit, hal. 59. 43 31 meliputi hak tunggal si Pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat dan menerbitkan terjemahan dari karya yang dilindungi oleh perjanjian ini”.45 Menurut Undang-undang Hak Cipta Auteurswet tahun 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912, Pasal 1 menyatakan bahwa : “Hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta atau hak dari yang mendapatkan hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan, dan kesenian untuk mengumumkan dan memperbanyaknya, dengan mengingat pembatasan yang ditentukan dalam undang-undang.46 Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi batasan-batasan menurut perundang-undangan. Hak terkait (Related rights) merupakan bagian dari Hak Cipta. Hak Terkait merujuk kepada kategori hak yang diberikan kepada pelaku, produser rekaman dan lembaga penyiaran.47 Menurut Pasal 1 angka 9, Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya ; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman 45 Ramdlon Naning, 1982, Perihal Hak Cipta Indonesia, Yogyakarta : Liberty, hal. 2 Ibid. 47 Tomi Suryo Utomo, Op.cit. hal. 91. 46 32 bunyinya ; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya. Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya. Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya. Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik. Menurut Pasal 12 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang meliputi karya : a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks 33 e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan g. Arsitektur h. Peta i. Seni batik j. Fotografi k. Sinematografi l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. Hak Cipta terdiri atas Hak Ekonomi (economic rights) dan Hak Moral (moral rights). Hak Ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait seperti memproduksi karya dalam segala bentuk, mengedarkan perbanyakan karya kepada publik, menyewakan perbanyakan karya, membuat terjemahan atau adaptasi dan mengumumkan karya kepada publik. Hak Moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan. Peraturan yang mengatur Hak Cipta di Indonesia, telah ada sejak zaman Indonesia dijajah oleh kolonial Belanda. Pada tahun 1912, pemerintah Hindia 34 Belanda memberlakukan undang-undang Hak pengarang atau pencipta yang disebut author rights dalam peraturan Auteurs Wet 1912 Stb. 1912 No. 600. Pada zaman Jepang menjajah Indonesia, peraturan Auteurs Wet 1912 tetap diberlakukan sampai Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah Indonesia merdeka, Indonesia mengundangkan Undang-undang Hak Cipta Nasional yang pertama pada tahun 1982 yaitu Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Pada tahun 1987, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987. Pasca Indonesia meratifikasi Persetujuan Pendirian Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement the Establishing World Trade Organization) yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights selanjutnya disebut TRIPS melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, maka Indonesia terikat dan diwajibkan untuk mengharmonisasi hukumnya yang terkait dengan persetujuan ini. Salah satu hukum yang terkait dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual.48 Hak Cipta sebagai satu bagian dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual juga terkena imbas dari harmonisasi hukum ini dimana Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta diperbaharui dengan Undangundang Nomor 19 Tahun 2002 untuk memberikan perlindungan yang lebih komprehensif terhadap ciptaan yang dihasilkan oleh bangsa Indonesia. 48 Budi Agus Riswandi dan M.Syamsudin, Op.cit. hal.1. 35 2. Prinsip Dasar Hak Cipta Dalam kerangka ciptaan yang mendapatkan hak cipta setidaknya harus memperhatikan beberapa prinsip-prinsip dasar hak cipta, yaitu : 1. Hak Cipta melindungi perwujudan ide bukan ide sendiri. Prinsip ini merupakan prinsip yang umum dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di kebanyakan negara di seluruh dunia. Melalui prinsip ini, perwujudan ide merupakan titik sentral dari perlindungan hak cipta. Perwujudan ide dapat berupa sesuatu yang dapat dibaca, didengar, maupun dilihat yang dalam istilah sering disebut sebagai fixation. Beberapa literatur asing memuat beberapa contoh dari fixation ini, misalnya sebuah lagu yang disenandungkan seseorang belumlah mengalami sebuah perwujudan ide jika belum direkam atau ditulis ke dalam sebuah not lagu. Demikian pula sebuah ide pembuatan sebuah buku bukanlah menjadi objek hak cipta sampai ide tersebut diwujudkan dalam penulisan sebuah buku yang dapat dibaca oleh orang lain.49 Dari prinsip dasar ini telah melahirkan dua subprinsip, yaitu :50 a. Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinil) untuk dapat menikmati hak-hak yang diberikan Undang-undang Hak Cipta, 49 50 Tomi Suryo Utomo, Op.cit, hal. 70. Budi Agus Riswandi dan M.Syamsudin, Op.cit. hal.9. 36 sangat erat hubungannya dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan. b. Suatu ciptaan, mempunyai hak cipta jika ciptaan yang bersangkutan diwujudkan dalam bentuk tertulis atau bentuk material yang lain. Ini berarti bahwa suatu ide atau suatu pikiran atau suatu gagasan atau cita-cita belum merupakan suatu ciptaan. 2. Hak Cipta tidak memerlukan pendaftaran untuk mendapatkan perlindungan hukum. Prinsip ini berasal dari Konvensi Bern yang mengatur bahwa perlindungan hukum sebuah ciptaan tidak diperoleh karena sebuah pendaftaran melainkan telah diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Meskipun pendaftaran bukanlah sebuah kewajiban, dalam praktik pendaftaran ciptaan terbukti sangat bermanfaat bagi para pencipta karena dapat dipergunakan sebagai alat bukti jika terjadi sengketa dengan pihak ketiga.51 Ciptaan yang dilahirkan dapat diumumkan (to make public/openbaarmaken) dan walaupun suatu ciptaan tidak diumumkan, hak ciptanya tetap ada pada pencipta.52 3. Hak Cipta bersifat orisinil dan pribadi. 51 52 Tomi Suryo Utomo, Op.cit, hal. 71. Budi Agus Riswandi dan M.Syamsudin, Op.cit. hal.9. 37 Prinsip ini mengandung arti bahwa hak cipta lahir dari ekspresi seseorang atau beberapa orang pencipta yang bersifat sangat khas. Disamping itu, orisinalitas ciptaan merupakan hal penting untuk membedakan ciptaan itu dengan ciptaan dari pihak lain.53 4. Ada pemisahan antara kepemilikan fisik dengan hak yang terkandung dalam suatu benda. Prinsip ini sangat penting terutama berkaitan dengan penggunaan hak ekonomi dari ciptaan yang dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta dalam bentuk kegiatan perbanyakan atau pengumuman sebuah ciptaan. Pembelian sebuah ciptaan berupa lagu dalam bentuk kaset atau CD oleh konsumen, tidak secara otomatis mengalihkan hak ekonomi ciptaan itu dari pemegang hak kepada konsumen. Hal ini berarti bahwa pembelian ciptaan itu hanya dipergunakan untuk kepentingan sendiri dan tidak bersifat komersial. Tindakan pengumuman atau perbanyakan yang dilakukan oleh konsumen akan melanggar hak cipta pemiliknya jika dilakukan tanpa seizin pemegang hak cipta.54 5. Jangka waktu perlindungan hak cipta bersifat terbatas Prinsip ini sesuai dengan sifat HKI yang memberikan monopoli terbatas kepada para pemegang hak. Biasanya, setelah jangka waktu 53 54 Tomi Suryo Utomo, Op.cit, hal. 71. Ibid. 38 perlindungan hukum terhadap ciptaan berakhir, ciptaan tersebut akan menjadi milik masyarakat (public domain). Sebagai konsekuensi dari prinsip ini, seseorang boleh menggunakan ciptaan tersebut tanpa harus meminta izin kepada pemegang hak cipta atau tanpa harus membayar royalti terhadap penggunaan ciptaan tersebut.55 6. Pasal-pasal pidana di dalam Undang-undang Hak Cipta bersifat delik biasa. Pelanggaran Hak Cipta dikategorikan sebagai delik biasa di dalam Undang-undang Hak Cipta Indonesia. Melalui prinsip ini, para penyidik, dalam hal ini polisi dengan dibantu oleh PNS bertindak secara aktif di dalam melindungi ciptaan yang dilakukan oleh pihak lain.56 7. Perlindungan Hak Cipta berlaku terhadap warga negara asing yang terlibat dalam perjanjian yang sama. Mengingat Undang-undang Hak Cipta tidak mewajibkan pendaftaran sebuah ciptaan agar dapat dilindungi Undang-undang Hak Cipta, prinsip ini menjadi sangat penting karena mengatur sejauh mana Undang-undang Hak Cipta sebuah negara dapat diberlakukan terhadap ciptaan warga asing jika ciptaan tersebut pertama kali dipublikasikan di sebuah negara atau negara dimana warga negara itu 55 56 Ibid. Ibid. 39 berasal menandatangani sebuah konvensi internasional yang sama dengan sebuah negara.57 3. Pembatasan Hak Cipta Seperti halnya hak milik perseorangan lainnya, hak cipta juga mengenal pembatasan dalam penggunaan atau pemanfaatannya. Undang-undang Hak Cipta memberikan beberapa pembatasan terhadap pemanfaatan hak cipta. Beberapa pembatasan atas pemanfaatan hak cipta tetapi tidak dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta diantaranya :58 1. Pengumuman dan/atau Perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli; 2. Pengumuman dan/atau Perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama Pemerintah, kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan itu sendiri atau ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; 3. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap. 57 58 Ibid. Budi Agus Riswandi dan M.Syamsudin, Op.cit. hal.14. 40 Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan diantaranya : 1. Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta; 2. Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan; 3. Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan serta pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta; 4. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial; 5. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata mata untuk keperluan aktivitasnya; 41 6. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan; 7. Pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata mata untuk digunakan sendiri. 4. Pencipta Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tantang Hak Cipta, pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Pencipta dan pemegang hak cipta kadang sama, kadang juga berbeda. Definisi Pencipta seperti yang diatur di dalam Pasal 1 angka 1 Undangundang Hak Cipta memberikan landasan yang sangat fundamental mengenai Pencipta. Melalui definisi tersebut dapat diketahui bahwa untuk dapat disebut sebagai Pencipta seseorang harus mempunyai kemampuan dan skill yang memungkinkan seseorang atau beberapa orang dianggap sebagai Pencipta.59 Pemegang hak cipta tidak selalu Pencipta. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak lain yang menerima hak cipta dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut dari pihak tersebut. 59 Tomi Suryo Utomo, Op.cit, hal. 75. 42 Pemilik hak cipta pada prinsipnya adalah sebagai berikut: 60 a. Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal atau orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan. b. Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai pencipta ceramah tersebut c. Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi hak cipta masingmasing atas bagian ciptaannya itu. d. Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang, kemudian diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, maka penciptanya adalah orang yang merancang ciptaannya tersebut. e. Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang hak cipta adalah pihak 60 Yusran Isnaini, Loc.cit. 43 yang untuk dan dalam dinasnya ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas. f. Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak. g. Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan, memperbanyak ciptaannya, atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi batasan-batasan menurut perundang-undangan yang berlaku. Pencipta atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi dan program komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersil. Ini berarti bahwa pihak lain baru dapat melakukan 44 pengumuman dan/atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi Hak Cipta apabila telah memperoleh izin dari penciptanya. 61 Hak-hak yang dimiliki oleh pencipta dan pemegang hak cipta secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu :62 1. Hak Ekonomi (Economic Rights) Hak Ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari ciptaannya yang terdiri dari hak untuk : a. Memproduksi karya dalam segala bentuk b. Mengedarkan perbanyakan karya kepada publik c. Menyewakan perbanyakan karya d. Membuat terjemahan atau adaptasi e. Mengumumkan karya kepada publik. 2. Hak Moral (Moral Rights) Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus dengan alasan apapun, walaupun hak cipta ataupun hak terkait telah dialihkan. Ada dua jenis hak moral, yaitu : a. Hak untuk diakui sebagai pencipta (authorship rights atau paternity right) 61 62 Adrian Sutedi, Op.cit. hal. 117. Tomi Suryo Utomo, Op.cit, hal.88. 45 Jika karya dari seorang pencipta diperbanyak, diumumkan atau dipamerkan dihadapan publik, nama pencipta harus tercantum pada karya tersebut. b. Hak keutuhan karya (the right to protect the integrity of the work) Hak Keutuhan karya ini akan mencegah tindakan perubahan terhadap ciptaan yang berpotensi merusak reputasi dan kehormatan pencipta. Perubahan tersebut dapat berupa : pemutarbalikan, pemotongan, perusakan, dan penggantian yang berhubungan dengan karya cipta. 5. Pengalihan Hak Cipta Hak Cipta merupakan hak milik kebendaan sehingga dapat beralih atau dialihkan baik status maupun penguasaannya kepada orang lain.63 Hak Cipta dianggap sebagai barang bergerak dan dapat dialihkan seluruhnya atau sebagian, karena :64 a. Pewarisan; b. Hibah; c. Wasiat; d. Perjanjian tertulis; atau 63 64 Henry Soelistyo, Op.cit, hal. 97. Adrian Sutedi, Op.cit, hal. 118. 46 e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundangundangan. Pengalihan Hak Cipta harus dilakukan secara tertulis. Penjelasan Pasal 3 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menjelaskan bahwa Beralih atau dialihkannya Hak Cipta tidak dapat dilakukan secara lisan, tetapi harus dilakukan secara tertulis baik dengan maupun tanpa akta notariil. Menurut Henry Soelistyo, pengalihan Hak Cipta dapat melalui wakaf sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.65 Apabila Pencipta meninggal dunia maka Hak Cipta menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat sehingga tidak dapat disita dan apabila ada perubahan suatu ciptaan maka harus dengan persetujuan ahli warisnya.66 Dalam kaitan itu, kemana pun dan sampai derajat keberapa pun Hak Cipta telah beralih atau dialihkan, pemegang Hak Cipta tetap terikat untuk mengakui dan menghormati Hak Moral pencipta yaitu dengan selalu mewajibkan untuk mencantumkan nama pencipta dalam ciptaan.67 6. Lisensi Hak Cipta Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan 65 Henry Soelistyo, Op.cit, hal. 98. Adrian Sutedi, Op.cit, hal. 118. 67 Henry Soelistyo, Op.cit, hal. 98. 66 47 dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu. Pengaturan mengenai lisensi hak cipta diatur di dalam pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Pasal 45 menentukan sebagai berikut : 1) Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. 2) Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia 3) Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi. 4) Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. 48 Sesuai rumusan tersebut, lisensi mencakup seluruh isi hak, berlaku untuk selama jangka waktu tertentu, dan diakui implementasinya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia dengan kewajiban membayar royalti.68 Mengenai ketentuan besarnya royalti, dalam Undang-undang Hak Cipta tidak disebutkan.69 Hanya dijelaskan dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta bahwa dengan perjanjian lisensi maka si penerima lisensi harus membayar royalti berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. Selanjutnya ketentuan Pasal 46 Undang-undang Hak Cipta mengatur prinsip non-eksklusivitas perjanjian lisensi. Intinya, hukum meletakkan suatu asumsi bahwa setiap perjanjian lisensi selalu bersifat non-eksklusif. Artinya, pencipta atau pemegang Hak Cipta masih tetap dapat memberikan lisensi yang sama kepada pihak ketiga lainnya. Jika tidak, hal itu harus dinyatakan secara tegas dan jelas.70 Selain ketentuan yang berdimensi perdata, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur kewenangan dan kepentingan publik.71 Pasal 47 Undang- undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta merumuskan ketentuan sebagai berikut : 68 Henry Soelistyo, Op.cit, hal. 101. Adrian Sutedi, Op.cit, hal. 118. 70 Ibid, hal.103. 71 Ibid. 69 49 1) Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal. 3) Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden. Undang-undang Hak Cipta melarang Lisensi Hak Cipta apabila bertentangan dengan kebijakan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Dalam praktik, bentuk-bentuk tindakan seperti itu sangat beragam, diantaranya perjanjian lisensi di kalangan Musisi atau pencipta lagu dengan industri rekaman. Meski tidak banyak, contoh ini pernah terjadi. Ketika itu, seorang pencipta lagu dan sekaligus penyanyi dikontrak oleh perusahaan rekaman untuk lima album. Perjanjian kontrak tersebut menyatakan bahwa perusahaan rekaman dapat menghentikan kontrak itu setiap saat dengan pemberitahuan sebulan sebelumnya. Kenyataannya perjanjian itu lebih menuntut komitmen total dari 50 pencipta lagu kepada produser rekaman tanpa ada jaminan karya-karyanya akan diedarkan di pasaran. Perselisihan akan timbul karena produser rekaman harus menunggu timing yang dianggap tepat untuk mengedarkan hasil karya rekamannya. Pertimbangan yang murni bisnis seperti itu sering kali menjadi berlarut-larut dan cenderung merugikan kepentingan pencipta lagu.72 Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 47 ayat (2) di atas, perjanjian lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal. Pencatatan dilakukan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan asas publikasi agar perjanjian lisensi dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.73 7. Sistem Pendaftaran Hak Cipta Hak Cipta pada prinsipnya dapat diperoleh ketika ciptaan tersebut diwujudkan. Perlindungan Hukum hak cipta dikenal dengan sistem deklaratif, yaitu negara melindungi ciptaan secara otomatis setelah terlahir suatu ciptaan tanpa harus didahului dengan pendaftaran. Hal ini berbeda dengan karya intelektual lain yang mensyaratkan kewajiban mengajukan permintaan pendaftaran untuk memperoleh status dan perlindungan hukum. Pendaftaran ciptaan lebih bersifat pilihan. Pendaftaran berfungsi sebagai pencatatan hak pencipta atas ciptaan, identitas pencipta atau data lain yang relevan. Tujuannya untuk mendapatkan catatan formal status kepemilikan Hak Cipta. 72 73 Henry Soelistyo, Op.cit, hal.100-101. Ibid, hal.103. 51 Hal ini penting, terutama untuk mendukung pembuktian dalam hal terjadi sengketa kepemilikan Hak Cipta, termasuk kebenaran mengenai siapa yang dianggap sebagai Pencipta. Demikian pula dalam pengalihan atau pelisensian Hak Cipta akan lebih mudah dilakukan apabila terdapat dokumen tertulis tentang ciptaan seperti sertifikat pendaftaran Hak Cipta yang bersangkutan.74 Pendaftaran ini akan memberikan manfaat bagi pendaftar yaitu tetap dianggap sebagai pencipta sampai ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya di pengadilan. Pendaftar menikmati Perlindungan hukum sampai adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa pihak lain (bukan pendaftar) yang menjadi Pencipta.75 Pasal 35 sampai Pasal 44 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur tentang Pendaftaran Hak Cipta. Prinsip-prinsip ketentuan yang diatur dalam Undang-undang tersebut adalah sebagai berikut :76 1) Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan. Pendaftaran Ciptaan tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta. 2) Pendaftaran Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, atau bentuk Ciptaan yang didaftar. 74 Ibid, hal. 85. Budi Agus Riswadi dan M.Syamsudin, op.cit, hal. 19. 76 Henry Soelistyo, Op.cit, hal. 83. 75 52 3) Pendaftaran Ciptaan dilakukan atas dasar permohonan yang diajukan oleh Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atas kuasa (Konsultan Terdaftar). Dalam hal permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang secara bersama-sama berhak atas Ciptaan, maka permohonan itu harus dilampiri salinan resmi akta atau keterangan yang membuktikan kepemilikan haknya. 4) Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya permohonan oleh Direktorat Jenderal dengan lengkap, termasuk yang diajukan oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum. 5) Dalam hal Ciptaan didaftar tidak sesuai dengan nama Pencipta atau pihak yang berhak, maka pihak yang berhak atas Hak Cipta tersebut dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga. 6) Kekuatan hukum suatu pendaftaran Ciptaan harus hapus karena dinyatakan batal oleh putusan pengadilan. Selain itu, penghapusan dapat dilakukan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta atau Pemegang hak cipta. Selebihnya, pendaftaran hapus karena berakhirnya Jangka waktu perlindungan hak cipta. Sehubungan dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, pemerintah memfasilitasi kebutuhan pencipta untuk mendaftarkan ciptaannya, terutama untuk memperoleh alat bukti kepemilikan ciptaannya. Hal ini dilakukan 53 pemerintah dengan menyelenggarakan administrasi khusus pendaftaran ciptaan, dengan menetapkan syarat-syarat dan biaya pendaftaran. Administrasi pendaftaran ciptaan diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman Nomor: M.01-HC.03.01 Tahun 1987 yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.77 Peraturan Menteri Kehakiman tersebut hingga saat ini masih berlaku meski Undang-undang Hak Cipta sudah diubah dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.11.PR.07.06 Tahun 2003 tentang Penunjukan Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk Menerima Permohonan Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual, maka Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ditunjuk untuk menerima permohonan Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut HKI di lingkungan wilayah kerjanya. Persyaratan Permohonan Hak Cipta adalah sebagai berikut :78 1. Mengisi Formulir pendaftaran ciptaan rangkap 2 (dua). Formulir dapat diminta secara cuma-cuma pada kantor wilayah. Lembar pertama dari formulir tersebut ditandatangani di atas materai Rp.6000,00 (enam ribu rupiah). 77 Ibid. hal. 85. kumham-jakarta.info, Persyaratan Permohonan Hak Cipta, tersedia di website http://www.kumham-jakarta.info/info-layanan/hak-kekayaan-intelektual/persyaratan-hak-cipta, diakses pada tanggal 15 Juni 2012. 78 54 2. Formulir pendaftaran ciptaan mencantumkan : a. Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta b. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pemegang Hak Cipta; c. Nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa; d. Jenis dan judul ciptaan; e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali; f. Uraian ciptaan rangkap 4 (empat). Apabila Hak Cipta dialihkan kepada pihak lain melalui suatu perjanjian tertulis atau lisensi maka kedua pihak harus dicatatkan nama dan kewarganegaraannya dalam surat permohonan. Demikian pula terhadap penerima kuasa. Jenis dan judul ciptaan harus sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Undang-undang Hak Cipta. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali maksudnya adalah, waktu dan tempat ciptaan itu diperkenalkan kepada publik. Sedangkan yang dimaksud uraian ciptaan adalah gambaran umum tentang ciptaan yang dituangkan secara tertulis dalam formulir permohonan pendaftaran yang telah dipersiapkan secara baku oleh Departemen Kehakiman C.q.Ditjen HKI.79 3. Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan. 79 Saidin, Op.cit, hal.94-95. 55 4. Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta dan pemegang hak cipta berupa fotocopy KTP atau Paspor. 5. Apabila pemohon adalah Badan Hukum maka harus melampirkan turunan resmi akta pendirian badan hukum tersebut. 6. Melampirkan Surat Kuasa apabila permohonan tersebut dilakukan oleh seorang kuasa, beserta bukti kewarganegaraan kuasa tersebut. Kuasa disini adalah konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal. 7. Apabila pemohon tidak bertempat tinggal di dalam wilayah Republik Indonesia, maka untuk keperluan permohonan pendaftaran ciptaan ia harus memilih tempat tinggal dan menunjukan seorang kuasa di dalam wilayah Republik Indonesia. 8. Apabila permohonan pendaftaran ciptaan yang diajukan atas nama lebih dari seorang dan atau suatu badan hukum, maka nama-nama pemohon harus ditulis semuanya, dengan menetapkan satu alamat pemohon. 9. Apabila ciptaan tersebut telah dipindahkan, agar melampirkan bukti pemindahan hak. 10. Melampirkan contoh ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya atau penggantinya. Pemohon akan menerima surat tanda permohonan pendaftaran ciptaan yang berisikan nama pencipta, pemegang hak cipta, nama kuasa, jenis dan 56 judul ciptaan, tanggal dan jam surat permohonan diterima, berfungsi sebagai bukti penyerahan permohonan pendaftaran ciptaan. Terhadap Permohonan pendaftaran Hak Cipta tersebut, Direktorat Jenderal akan memberikan keputusan paling lama 9 (Sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap. Apabila surat permohonan pendaftaran ciptaan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksudkan di atas, maka Direktorat Jenderal HKI atas nama Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia memberitahukan secara tertulis kepada pemohon agar melengkapi syarat–syarat yang dimaksudkan. Apabila permohonan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal pengiriman pemberitahuan tersebut ternyata pemohon tidak memenuhi atau melengkapi syarat–syarat yang telah ditetapkan tersebut, maka permohonannya menjadi batal demi hukum. Artinya jika pemohon hendak meneruskan permohonannya kembali, ia harus mengulangi kembali syarat–syarat sebagaimana ditetapkan.80 Permohonan pendaftaran ciptaan yang telah memenuhi persyaratan tersebut oleh Direktorat Jenderal HKI diperiksa apakah pemohon benar- benar Pencipta atau Pemegang Hak atas Ciptaan yang dimohonkan. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian disampaikan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan keputusannya. Keputusan Menteri 80 Ibid, hal. 96. 57 Kehakiman dan Hak Asasi Manusia diberitahukan kepada Pemohon oleh Direktur Jenderal HKI.81 Apabila permohonan pendaftaran ciptaan ditolak oleh Direktorat Jenderal HKI, pemohon dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Niaga dengan surat gugatan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya agar ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya didaftarkan dalam daftar umum ciptaan di Direktorat Jenderal HKI. Permohonan kepada Pengadilan Niaga tersebut harus diajukan dalam waktu 3 bulan setelah diterimanya penolakan pendaftaran tersebut oleh pemohon atau kuasanya.82 Apabila surat permohonan pendaftaran ciptaan telah memenuhi syaratsyarat tersebut, ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya didaftarkan oleh Direktorat Jenderal HKI dalam daftar umum ciptaan dengan menerbitkan surat pendaftaran ciptaan dalam rangkap 2 (dua). Kedua lembar surat pendaftaran ciptaan tersebut ditandatangani oleh Direktorat Jenderal HKI atau pejabat yang ditunjuk, sebagai bukti pendaftaran, sedangkan lembar kedua surat pendaftaran ciptaan tersebut beserta surat permohonan pendaftaran ciptaan dikirim kepada pemohon dan lembar pertama disimpan di Kantor Direktorat Jenderal HKI.83 Menurut Pasal 39 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Daftar Umum ciptaan memuat : 81 Ibid. Ibid. 83 Ibid. 82 58 a. Nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta b. Tanggal penerimaan surat permohonan c. Tanggal lengkapnya persyaratan d. Nomor pendaftaran ciptaan. Setelah dimuat dalam daftar umum ciptaan, hak cipta yang telah didaftarkan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan Ditjen HKI yang berisikan keterangan tentang : 84 a. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pencipta; b. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pemegang Hak Cipta; c. Jenis dan judul ciptaan; d. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali; e. Uraian ciptaan; f. Nomor Pendaftaran; g. Tanggal Pendaftaran; h. Pemindahan hak, perubahan nama, Perubahan alamat, penghapusan dan pembatalan; i. Lain-lain yang dianggap perlu. Seluruh rangkaian proses pendaftaran hak cipta dikenakan biaya. Besarnya biaya tergantung pada jenis permohonan. Tarif permohonan 84 Ibid, hal. 97. 59 pendaftaran suatu ciptaan sebesar Rp. 200.000,00. Tarif Permohonan pendaftaran suatu ciptaan berupa program komputer Rp. 300.000,00.85 8. Masa Berlaku Hak Cipta Sesuai dengan Prinsip Hak Cipta yaitu Jangka waktu perlindungan hak cipta bersifat terbatas. Dalam ketentuan Undang-undang Hak Cipta, Hak Cipta mempunyai jangka waktu perlindungannya. Pada dasarnya Undang-undang Hak Cipta mengenal tiga ketentuan jangka waktu perlindungan. Hal ini diatur dalam Pasal 29 sampai Pasal 34 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yaitu sebagai berikut :86 a. Jangka Waktu selama hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah penciptanya meninggal dunia. Ciptaan yang memperoleh perlindungan selama life time plus 50 tahun ini adalah jenis-jenis ciptaan yang asli dan bukan karya turunan atau derivatif. Diantaranya, buku dan semua karya tulis lain, lagu, atau musik atau drama atau drama musikal, tari, koreografi, lukisan dan karya seni rupa dalam segala bentuknya. Apabila ciptaan dimiliki oleh dua orang atau lebih maka Hak Cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal paling akhir dan berlangsung 50 tahun berikutnya. 85 Dgip.go.id, diakses di website http://www.dgip.go.id/hak-cipta/tarif-biaya-hak-cipta, tanggal 15 Juni 2012. 86 Henry Soelistyo, Op.cit, hal.80. 60 b. Jangka waktu selama 50 tahun sejak pertama kali ciptaan diumumkan. Jenis-jenis ciptaan yang dilindungi selama 50 tahun ini meliputi Program Komputer, sinematografi, fotografi, database dan hasil karya pengalihwujudan. Ketentuan ini juga berlaku bagi ciptaan yang dimiliki oleh badan hukum. Demikianm pula Hak Cipta atas perwajahan karya tulis atau typographical arrangement yang dihitung sejak pertama kali diterbitkan. Perlindungan selama 50 tahun juga berlaku terhadap ciptaan-ciptaan yang Hak Ciptanya dipegang oleh negara karena ciptaan tersebut tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan. Demikian pula ciptaan yang telah diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptanya, atau penerbitnya. c. Tanpa Batas Waktu. Perlindungan abadi merupakan pengecualian dari prinsip jangka waktu perlindungan Hak Cipta bersifat terbatas. Perlindungan abadi ini diberikan untuk folklore atau cerita rakyat dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan hasil karya seni lainnya. Hak 61 Cipta atas ciptaan-ciptaan seperti ini dipegang oleh negara. Perlindungan secara tanpa batas waktu juga berlaku terhadap Hak Moral sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) Undang- undang Hak Cipta yaitu agar nama Pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya. 9. Pembatalan dan Penghapusan Hak Cipta Pembatalan Hak Cipta diatur dalam Pasal 42 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berisi ketentuan : Dalam hal ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 39, pihak lain menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga. Pengaturan gugatan pembatalan pendaftaran Hak Cipta tersebut pada dasarnya merupakan manifestasi dari jaminan perlindungan Hak Moral. Ciptaan yang terdaftar atas nama orang selain pencipta atau pemegang Hak Cipta, pendaftaran itu harus dibatalkan. Caranya dengan mengajukan gugatan Pembatalan ke Pengadilan Niaga untuk meluruskan status kepemilikannya pada pencipta yang sebenarnya.87 Pembatalan hak cipta kurang diatur secara jelas pada Undang-undang Hak Cipta. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur tentang upaya pembatalan, namun tidak mengatur tentang kriteria-kriteria suatu hak cipta 87 Ibid, hal. 84. 62 dapat dibatalkan.88 Apabila dipahami makna Pasal 42 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, pihak yang dapat melakukan Pembatalan adalah pihak lain yang namanya tidak dicantumkan di dalam daftar ciptaan dan merasa bahwa hasil ciptaan yang didaftarkan tersebut miliknya. Selain Pembatalan Hak Cipta, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur mengenai Penghapusan Hak Cipta. Penghapusan Hak Cipta diatur dalam Pasal 44 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Pasal 44 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menentukan : Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena: a. Penghapusan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta; b. lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan mengingat Pasal 32; c. dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Berbeda dengan Pembatalan Hak Cipta, Penghapusan Hak Cipta diatur dengan jelas dan terdapat kriteria-kriteria penghapusan Hak Cipta seperti yang tercantum dalam Pasal di atas. Penghapusan Hak Cipta dimohonkan oleh pencipta atau pemegang hak cipta. 88 Budi Agus Riswadi dan M.Syamsudin, Op.cit, hal.23. 63 dapat BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan dari segi-segi hukum dan kaidah-kaidah hukum yang ada serta berlaku dalam masyarakat, yang merupakan usaha untuk menemukan apakah hukumnya sesuai untuk diterapkan in-concreto guna menyelesaikan suatu perkara tertentu dan dimana peraturan itu didapat.89 B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang dipakai adalah penelitian deskriptif analisis, yaitu menggambarkan Peraturan Perundang-udangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas tanpa bermaksud mengambil kesimpulan secara umum.90 C. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu meliputi bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan 89 Ronny Hanitijo Soemitro, 1989. Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 22. 90 Ibid, hal. 98. 64 dan Putusan Pengadilan, bahan hukum sekunder terdiri dari arsip atau penelitian terdahulu yang berkaitan dengan obyek atau materi penelitian, serta bahan hukum tersier yang terdiri dari buku-buku literatur yang berkaiitan langsung dengan masalah yang diteliti.91 D. Metode Pengumpulan Data Data sekunder diperoleh melalui studi dokumen atas data pokok berupa Putusan Mahkamah Agung Nomor 768 k/pdt.sus/2010 dan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Untuk tahap awal dilakukan inventarisasi terhadap Peraturan Perundang-undangan, dan buku literatur yang tersedia kemudian dicatat berdasar relevansinya dengan pokok masalah yang diteliti dan selanjutnya dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh. E. Metode Penyajian Data Data yang diperoleh selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang dikelompokan atas dasar kualifikasi data, kemudian disusun secara sistematis. Sistematis di sini adalah keseluruhan data sekunder yang diperoleh dihubungkan antara yang satu dengan lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. 91 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1994. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 12-13. 65 F. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif, yaitu pembahasan dan penjabaran data hasil penelitian yang disusun secara logis dan sistematika berdasarkan pada norma hukum, kaidah-kaidah dan doktrin hukum yang ada relevansinya dengan pokok permasalahan.92 92 Rony Hanitijo Soemitro, op.cit., halaman 11 66 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor: 768 K/ Pdt.Sus/2010, yang menghasilkan data-data sebagai berikut : 1. Para Pihak Dalam Perkara 1.1. Pemohon Kasasi PT. Sinde Budi Sentosa, berkedudukan di Kp. Gede Setiameker, Tambun Bekasi dan Budi Yuwono, bertempat tinggal di Jalan Waspada No. 2 Jakarta Barat dalam hal ini memberi kuasa kepada Isnaini, SH dan kawan-kawan, berkantor di Jalan Wahid Hasyim No. 14 Jakarta 10340, selanjutnya disebut para Pemohon Kasasi dan dahulu merupakan Para Tergugat I, II. 1.2. Termohon Kasasi Wen Ken Drug Co Pte Ltd, suatu perseroan yang didirikan menurut hukum Negara Singapura, yang berkedudukan di 2 Alexandra Road #0208 Delta House Building, Singapura dalam hal ini memberi kuasa kepada Dr. Gunawan Widjaja, SH.,M.H.MM dan kawan-kawan/ Penasehat Hukum Widjaja & Associates Law Firm, berkantor di Jalan Kapten 67 Tendean No. 1 Jakarta Selatan, selanjutnya disebut Termohon Kasasi dan dahulu merupakan Penggugat. 2. Duduk Perkara 2.1. Penggugat yaitu Wen Ken Drug Co Pte Ltd adalah suatu perusahaan yang didirikan di Singapura pemilik Merek dan Logo CAP KAKI TIGA; 2.2. Salah satu hasil riset dan pengembangan Penggugat adalah jenis produk minuman larutan penyegar; 2.3. Larutan Penyegar produksi Penggugat dijual dalam kemasan yang mempergunakan Merek CAP KAKI TIGA disertai dengan lukisan Badak; 2.4. Penggunaan lukisan badak dalam Merek CAP KAKI TIGA telah dilakukan Penggugat sejak tahun 1937; 2.5. Bahwa lukisan BADAK PENGGUGAT secara terus menerus dipergunakan oleh PENGGUGAT, sebagaimana ternyata dalam berbagai pengumuman dalam bentuk iklan surat kabar, yaitu antara lain pada harian; a. Sing Chew Ji t Poh, 31 Januari 1959; b. Sing Chew Ji t Poh, 28 Oktober 1960; c. Sing Chew Ji t Poh, 19 Maret 1986; d. Berita Harian, 8 Agustus 1998; e. Berita Minggu, 20 Desember 1998; f. Utusan Malaysia, 24 Desember 1998; 68 2.6. Bahwa pada dasarnya perlindungan terhadap Ciptaan hanya diberikan kepada pihak yang pertama kali mengumumkan Ciptaannya kepada masyarakat, dan dengan demikian berarti lukisan BADAK yang pertama kali dipublikasikan oleh PENGGUGAT membawa akibat hukum (secara otomatis) PENGGUGAT merupakan Pencipta sekaligus Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan berupa seni lukisan BADAK yang melekat pada merek CAP KAKI TIGA, sebagaimana dimaksud dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC) yang berbunyi: “Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” 2.7. Pada tahun 1980, untuk memasuki wilayah Indonesia Penggugat mengadakan kerjasama dengan PT. Sinde Budi Sentosa melalui Budi Yuwono untuk memproduksi, menjual, memasarkan dan mendisribusikan produk minuman larutan penyegar dengan Merek dan logo CAP KAKI TIGA; 2.8. Tergugat II yaitu Budi Yuwono mendaftarkan logo CAP KAKI TIGA pada Kantor Hak Cipta sebagai milik bersama antara Wen Ken Drug Co Pte Ltd, PT. Sinde Budi Sentosa dan Budi Yuwono dengan 69 Pendaftaran Hak Cipta No. 015649 pada tanggal 1 Maret 1996 tanpa sepengetahuan Penggugat; 2.9. Pendaftaran Hak Cipta atas nama bersama tersebut menunjukkan adanya itikad tidak baik Tergugat I dan Tergugat II dengan maksud untuk turut serta menguasai logo CAP KAKI TIGA Ciptaan Penggugat; 2.10. Perlindungan terhadap Ciptaan hanya diberikan kepada pihak yang pertama kali mengumumkan Ciptaannya kepada masyarakat, baik yang diumumkan dalam bentuk penjualan dan peredaran; 2.11. Wen Ken Drug Co Pte Ltd selaku satu-satunya Pencipta dan Pemegang Hak Cipta berupa logo CAP KAKI TIGA berdasarkan Pasal 42 UUHC diberikan hak untuk mengajukan gugatan pembatalan Hak Cipta, yang berbunyi : “Dalam hal Ciptaan yang didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan (2) serta Pasal 39, pihak lain menurut Pasal 2 UUHC atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga” 3. Petitum/Tuntutan Berdasarkan atas uraian-uraian sebagaimana tersebut di atas maka Penggugat memohon kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, agar kiranya memberikan putusan sebagai berikut : 3.1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; 70 3.2. Menyatakan Penggugat sebagai satu-satunya Pencipta dan atau Pemegang Hak Cipta atas logo CAP KAKI TIGA; 3.3. Menyatakan Tergugat II telah melakukan itikad tidak baik dalam mendaftarkan Hak Cipta logo CAP KAKI TIGA; 3.4. Membatalkan atau setidak-tidaknya menyatakan batal pendaftaran atas nama Tergugat I dan Tergugat II dalam Daftar Hak Cipta dengan Nomor pendaftaran 015649 ; 3.5. Mencoret nama Tergugat I dan Tergugat II dari Pendaftaran Hak Cipta No. 015649 pada Daftar Umum Ciptaan ; 3.6. Memerintahkan DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI u.b. DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL u.b. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) u.b. Direktur Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang, beralamat di Jl. Daan Mogot Km. 24 Tangerang untuk memperbaiki Pendaftaran Hak Cipta No. 015649 dengan cara mencoret nama TERGUGAT I dan TERGUGAT II dari Pendaftaran Hak Cipta No. 015649 pada Daftar Umum Ciptaan; 3.7. Menghukum TERGUGAT untuk membayar biaya perkara ; Atau Apabila Pengadilan berpendapat lain mohon putusan yang seadIl-adilnya (ex aequo et bono) ; 71 4. Eksepsi (Jawaban) Tergugat I/Pemohon Kasasi 4.1. PENGGUGAT TIDAK MEMPUNYAI KAPASITAS UNTUK MENGAJUKAN GUGATAN; 4.1.1 Bahwa Penggugat tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan Gugatan Pembatalan Hak Cipta yang telah terdaftar pada Departemen Hukum dan HAM RI cq. Direktorat Jenderal HKI cq. Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang dengan nomor pendaftaran 015649, karena berdasarkan ketentuan Pasal 42 jo Pasal 2 ayat (1) UndangUndang No. 19 Tahun 2002 yang dimaksud Pihak Lain adalah Pencipta atau Pemegang Hak Cipta ; Sedangkan dalam hal ini Tergugat I, Tergugat II maupun Penggugat adalah sama-sama terdaftar sebagai Pencipta sekaligus Pemegang Hak Cipta atas ciptaan yang menjadi objek gugatan dalam perkara a quo, sehingga baik Tergugat I, Tergugat II maupun Penggugat mempunyai kedudukan dan hak yang sama atas ciptaan tersebut, yang mana salah satu pihak tidak dapat mengklaim sendiri, menyangkal, maupun membatalkan kepemilikan pihak lainnya ; 4.1.2 Bahwa oleh karena Penggugat bukan satu-satunya Pencipta maupun Pemegang Hak atas Ciptaan terdaftar dengan nomor 015649, maka jika Penggugat ingin membatalkan Hak Cipta tersebut harus mendapat izin atau persetujuan dari para pencipta 72 lainnya yang namanya juga terdaftar sebagai Pencipta sekaligus sebagai Pemegang Hak Cipta (yakni Tergugat I dan Tergugat II); 4.1.3 Bahwa karena Penggugat sama sekali tidak mendapat izin maupun persetujuan dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta lainnya yang namanya terdaftar sebagai Pencipta dari Objek Ciptaan tersebut, maka Penggugat tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan gugatan ini. Oleh sebab itu demi tegaknya keadilan dan kepastian hukum, Tergugat I mohon agar Majelis Hakim menyatakan Gugatan Penggugat Tidak Dapat Diterima (niet ontvanke lijk verk laard / NO) ; 4.2. GUGATAN PENGGUGAT TIDAK JELAS/ KABUR (OBSCUUR LIBEL) ; 4.2.1. Bahwa Penggugat mengakui telah menggunakan Lukisan BADAK dan merek CAP KAKI TIGA tanpa didukung bukti maupun penjelasan yang akurat, yaitu lukisan Badak yang bagaimana/seperti apa dan siapa penciptanya. Karena dalam hal ini Hak Cipta yang terdaftar dengan No. 015649 bukan berupa Lukisan BADAK maupun CAP KAKI TIGA semata, melainkan "Seni Lukis Etiket" yaitu berupa gambar sebuah etiket dengan paduan warna merah, kuning, putih dan biru, terdiri atas kaligrafi arab, tulisan Larutan Penyegar, gambar botol, gambar kaki tiga dalam lingkaran, tulisan slogan, dan seni lukis/tulisan lainnya 73 dengan posisi dan komposisi tertentu, sebagai satu kesatuan karya seni lukisan utuh sehingga tidak dapat dipenggal menjadi bagian demi bagian ; 4.2.2. Bahwa mulai dari perihal gugatan maupun pada petitum gugatannya, Penggugat sama sekali tidak menyebutkan dengan jelas dan rinci mengenai objek yang digugat. Penggugat hanya menggugat pembatalan Hak Cipta No. Pendaftaran 015649, tanpa menjelaskan Jenis Ciptaan, Judul Ciptaan, terdaftar dimana (pada instansi/lembaga/assosiasi apa)? Hal ini menyebabkan objek gugatan tidak jelas / kabur ; 4.2.3. Bahwa terlebih lagi petitum gugatan Penggugat antara yang satu dengan lainnya saling bertentangan. Hal ini terlihat dimana pada petitum nomor 4, Penggugat menggugat untuk dibatalkannya Pendaftaran Hak Cipta Nomor 015649, sebaliknya pada petitum nomor 5 Penggugat menggugat agar nama Tergugat I dan Tergugat II dihapus/dicoret dari Pendaftaran Hak Cipta tersebut. Hal ini menjadikan gugatan Penggugat simpang siur dan tidak jelas apa yang sebenarnya maksud Penggugat ; menggugat pembatalan Pendaftaran Hak Cipta atau menuntut Perbaikan Sertifikat Pendaftaran ; Sebab jika Hak Cipta daftar No. 015649 tersebut dibatalkan maka akan menjadi batal Hak Cipta tersebut sebagai satu kesatuan secara menyeluruh, tanpa terkecuali, termasuk semua 74 nama yang tercantum sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta. Sedangkan jika Penggugat hanya ingin memperbaiki sertifikat pendaftaran agar ada beberapa nama Pencipta dihilangkan, seharusnya permohonan tersebut diajukan ke Departemen Hukum dan HAM RI cq. Direktorat Jenderal HKI cq. Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang, yang mana perubahan dapat dilaksanakan jika memang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu ; 4.2.4. Bahwa disamping ketidakjelasan objek gugatan tersebut, yakni Jenis Ciptaan, Judul Ciptaan, terdaftar dimana (pada instansi/ lembaga/assosiasi apa), Penggugat juga menggugat agar Pengadilan Niaga mencoret Pendaftaran Hak Cipta No. 015649 dari Daftar Umum Ciptaan, tanpa menjelaskan pihak mana yang berhak mencoretnya, karena dalam hal ini Pengadilan hanya memutuskan dan siapa yang menjadi Pelaksananya harus disebutkan dengan jelas. Sebab, sesuai dengan ketentuan Pasal 178 (3) HIR, Hakim dilarang mengabulkan melebihi dari apa yang dituntut ; 4.2.5. Bahwa berdasarkan uraian tersebut terbukti bahwa Gugatan Penggugat kabur, tidak jelas serta tidak ada keterkaitan antara subjek dan objek gugatan, bahkan bertentangan antara petitum yang satu dengan yang lain, sehingga gugatan menjadi bias. Oleh 75 sebab itu Tergugat I mohon agar Majelis Hakim menyatakan Gugatan Penggugat Tidak Dapat Diterima (niet ontvanke lijk verk laard / NO) ; 5. Eksepsi (Jawaban) Tergugat II 5.1 GUGATAN PENGGUGAT TIDAK JELAS / KABUR (OBSCUUR LIBEL) 5.1.1 Bahwa Penggugat mengakui telah menggunakan Lukisan BADAK dan merek CAP KAKI TIGA tanpa didukung bukti maupun penjelasan yang akurat, yaitu lukisan badak yang bagaimana/ seperti apa dan siapa penciptanya karena dalam hal ini Hak Cipta yang terdaftar dengan No. 015649 bukan berupa Lukisan BADAK maupun CAP KAKI TIGA semata, melainkan "Seni Lukis Etiket" yaitu berupa gambar sebuah etiket dengan paduan warna merah, kuning, putih dan biru, terdiri atas kaligrafi arab, tulisan Larutan Penyegar, gambar botol, gambar kaki tiga dalam lingkaran, tulisan slogan, dan seni lukis/tulisan lainnya dengan posisi dan komposisi tertentu, sebagai satu kesatuan karya seni lukis yang utuh sehingga tidak dapat dipenggal menjadi bagian demi bagian ; 5.1.2 Bahwa mulai dari perihal gugatan maupun pada petitum gugatannya, Penggugat sama sekali tidak menyebutkan dengan jelas dan rinci mengenai objek yang digugat. Penggugat hanya 76 meggugat pembatalan Hak Cipta No. Pendaftaran 015649, tanpa menjelaskan Jenis Ciptaan, Judul Ciptaan, terdaftar dimana (pada instansi/lembaga/assosiasi apa)? Hal ini menyebabkan objek gugatan tidak jelas / kabur ; 5.1.3 Bahwa terlebih lagi petitum gugatan Penggugat antara yang satu dengan lainnya saling bertentangan. Hal ini terlihat dimana pada petitum nomor 4, Penggugat menggugat untuk dibatalkannya Pendaftaran Hak Cipta Nomor 015649, sebaliknya pada petitum nomor 5 Penggugat menggugat agar nama Tegugat I dan Tergugat II dihapus/dicoret dari Pendaftaran Hak Cipta tersebut. Hal ini menjadikan gugatan Pegggugat simpang siur dan tidak jelas apa yang sebenarnya maksud Penggugat ; menggugat pembatalan Pendaftaran Hak Cipta atau menuntut Perbaikan Sertifkat Pendaftaran ; Sebab jika Hak Cipta daftar No. 015649 tersebut dibatalkan maka akan menjadi batal Hak Cipta tersebut sebagai satu kesatuan secara menyeluruh, tanpa terkecuali, termasuk semua nama yang tercantum sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta ; Sedangkan jika Penggugat hanya ingin memperbaiki Sertifikat pendaftaran agar ada beberapa nama Pencipta dihilangkan, seharusnya permohonan tersebut diajukan ke Departemen Hukum dan HAM RI cq. Direktorat Jenderal HKI cq. Direktorat Hak Cipta, Desain 77 Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang, yang mana perubahan dapat dilaksanakan jika memang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu ; 5.1.4 Bahwa disamping ketidakjelasan objek gugatan tersebut, yakni Jenis Ciptaan, Judul Ciptaan, terdaftar dimana (pada instansi/lembaga/ assosiasi apa), Penggugat juga menggugat agar Pengadilan Niaga mencoret Pendaftaran Hak Cipta No. 015649 dari Daftar Umum Ciptaan, tanpa menjelaskan Pihak mana yang berhak mencoretnya, karena dalam hal ini Pengadilan hanya memutuskan dan siapa yang menjadi Pelaksananya harus disebut kan dengan jelas. Sebab, sesuai dengan ketentuan Pasal 178 (3) HIR, Hakim dilarang mengabulkan melebihi dari apa yang dituntut ; 5.1.5 Bahwa berdasarkan uraian tersebut terbukti bahwa Gugatan Penggugat kabur, tidak jelas serta tidak ada keterkaitan antara subjek dan objek gugatan, bahkan bertentangan antara petitum yang satu dengan yang lain, sehingga gugatan menjadi bias. Oleh sebab itu Tergugat II mohon agar Majelis Hakim menyatakan Gugatan Penggugat Tidak Dapat Diterima (niet ontvankelijk verk laard / NO) ; 78 5.2 PENGGUGAT TIDAK MEMPUNYAI KAPASITAS UNTUK MENGAJUKAN GUGATAN 5.2.1 Bahwa Penggugat tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan Gugatan Pembatalan Hak Cipta yang telah terdaftar pada Departemen Hukum dan HAM RI cq. Direktorat Jenderal HKI cq. Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang dengan nomor pendaftaran 015649, karena berdasarkan ketentuan Pasal 42 jo Pasal 2 ayat (1) UndangUndang No. 19 Tahun 2002 yang dimaksud Pihak Lain adalah Pencipta atau Pemegang Hak Cipta ; Sedangkan dalam hal ini Tergugat I, Tergugat II maupun Penggugat adalah sama-sama terdaftar sebagai Pencipta sekaligus Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang menjadi objek gugatan dalam perkara a quo. Sehingga baik Tergugat I, Tergugat II maupun Penggugat mempunyai kedudukan dan hak yang sama atas Ciptaan tersebut, yang mana salah satu pihak tidak dapat mengklaim sendiri, menyangkal, maupun membatalkan kepemilikan pihak lainnya ; 5.2.2 Bahwa oleh karena Penggugat bukan satu-satunya Pencipta maupun Pemegang Hak atas Ciptaan terdaftar dengan nomor 015649, maka jika Penggugat ingin membatalkan Hak Cipta tersebut harus mendapat izin atau persetujuan dari Para Pencipta 79 lainnya yang namanya juga terdaftar sebagai Pencipta sekaligus sebagai Pemegang Hak Cipta (yakni Tergugat I dan Tergugat II) ; 5.2.3 Bahwa karena Penggugat sama sekali tidak mendapat izin maupun persetujuan dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta lainnya yang namanya terdaftar sebagai Pencipta dari Objek Ciptaan tersebut, maka Penggugat tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan gugatan ini. Oleh sebab itu demi tegaknya keadilan dan kepastian hukum, Tergugat II mohon agar Majelis Hakim menyatakan Gugatan Penggugat Tidak Dapat Diterima (niet ontvankelijk verklaard / NO); 6. Amar Putusan Pengadilan Tingkat Pertama (Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 31/Hak Cipta /2010 /PN.Niaga. Jkt.Pst) DALAM EKSEPSI : - Menyatakan eksepsi Tergugat I dan Tergugat II tidak dapat diterima ; DALAM POKOK PERKARA : 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ; 2. Menyatakan Penggugat sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta atas logo CAP KAKI TIGA ; 3. Menyatakan Tergugat II telah melakukan itikad tidak baik dalam mendaftarkan Hak Cipta logo CAP KAKI TIGA ; 80 4. Membatalkan pendaftaran atas nama Tergugat I dan Tergugat II dalam Daftar Hak Cipta dengan nomor Pendaftaran 015649 ; 5. Memerintahkan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI u.b. Direktrat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, u.b. Direktur Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang, beralamat di Jalan Daan Mogot Km. 24 Tangerang untuk memperbaiki Pendaftaran Hak Cipta No. 015649 pada Daftar Umum Ciptaan ; 6. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 641.000, - (enam ratus empat puluh satu ribu rupiah) ; 7. Alasan Pengajuan Kasasi 7.1. Dalam Eksepsi Judex Facti salah dalam menerapkan hukum Termohon Kasasi / dahulu Penggugat tidak berkapasitas untuk mengajukan gugatan ; 7.1.1 Bahwa Pemohon Kasasi sangat keberatan terhadap Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat daIam Perkara No. 31/Hak Cipta/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst dan menolak dengan tegas putusan tersebut karena Judex Facti salah atau keliru dalam menerapkan hukum dan bertentangan dengan hukum yang berlaku sehingga tidak memenuhi rasa keadilan ; 81 7.1.2 Bahwa keberatan Pemohon Kasasi sangatlah beralasan, karena setelah membaca secara seksama, dan setelah mempelajari isi putusan, Pemohon Kasasi / dahulu Tergugat yakin bahwa Judex facti Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah melanggar hukum yang berlaku karena membenarkan pemikiran dan dalil yang dikemukakan oleh Termohon Kasasi /dahulu Penggugat dengan mempertimbangkan hukum yang keliru ; 7.1.3 Bahwa dalam hal ini Judex facti telah salah dalam pertimbangan hukum karena tanpa mempertimbangkan eksepsi Tergugat I dan Tergugat II dan langsung menolak eksepsi Tergugat I dan Tergugat II dengan alasan eksepsi tersebut merupakan materi dan langsung masuk pokok perkara padahal Penggugat mengakui telah menggunakan lukisan Badak dan Cap Kaki Tiga tanpa di dukung bukti maupun penjelasan yang akurat, karena dalam hal ini SENI LUKlS ETIKET merupakan hasil ciptaan Pemohon Kasasi / dahulu Tergugat II bersama Tergugat I yang orisinil (asli) yang mana telah jelas di dalam undang undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dimana mengenai Orisinil (keaslian) di sini adalah sesuatu yang berasal dari sumber asal orang yang membuat atau yang menciptakan atau sesuatu yang langsung di temukan oleh orang yang dapat membuktikan sumber asalnya ; 82 7.1.4 Bahwa oleh karena Penggugat / Termohon Kasasi tidak cukup bukti untuk dinyatakan sebagai Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta maka secara hukum tidak berkualitas untuk mengajukan gugatan pembatalan Hak Cipta dalam sengketa sekarang ini. Sebab, berdasarkan ketentuan Pasal 42 jo Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang No. 19 Tahun 2002 yang dimaksud Pihak Lain adalah Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Dengan demikian sudah sepatutnya Gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvanke lijk verk laard / NO); 7.2 DALAM POKOK PERKARA 7.2.1 Bahwa Judex facti telah salah di dalam pertimbangan hukum maupun penerapan hukum Hak Cipta terlihat dimana hal yang mengenai pendaftran dipertimbangkan, mempertimbangkan dalam azas Hak hal atau Cipta ini sama seharusnya prinsip dasar sekali Judex tidak facti sebagaimana disebutkan di dalam penjelasan umum Undang-undang No : 19/2002 tentang Hak Cipta yaitu : "Perlindungan Hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian/orisinil sebagai ciptaan atau keahlian yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas, atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca dan didengar” 83 7.2.2 Bahwa dengan dipenuhinya azas orisinil (keaslian) dari ciptaan Pemohon Kasasi / dahulu Tergugat I berupa seni lukis dengan judul "SENI LUKIS ETIKET LARUTAN PENYEGAR CAP KAKI TIGA", maka diterimanya pendaftaran ciptaan milik pemohon kasasi berturut-turut dengan No. 015649 tersebut, adalah sudah tepat dan sesuai memenuhi persyaratan / ketentuan hukum yang berlaku, khususnya Undang-Undang no. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta ; 7.2.3 Bahwa ternyata Judex Facti telah salah dalam menafsirkan azas orisinil / keaslian dari suatu ciptaan yang jelas-jelas merupakan persyaratan mutlak dalam pendaftaran Hak Cipta, prinsip dasar dalam pendaftaran Hak Cipta adalah orisinil atau tidaknya suatu ciptaan yang diajukan pendaftarannya maka Pemohon Kasasi / dahulu Tergugat I telah dapat membuktikan bahwa ciptaannya benar-benar asli (orisinil), dan sudah sepatutnya serta sewajarnya ciptaan Pemohon Kasasi tersebut mendapat perlindungan hukum di Indonesia ; 7.2.4 Bahwa dengan demikian dalil Termohon Kasasi/dahulu Penggugat yang mengaku sebagai pihak yang pertama kali mengumumkan ( to make publik ) logo CAP KAKl TIGA tidak dapat dianggap dialah yang menciptakan logo tersebut, dengan kata lain orang yang mengumumkan belum tentu yang 84 menciptakan dan tidak dapat dianggap sebagai yang menciptakan. Dalam hal ini dan dalam banyak kasus dapat saja seseorang mengumumkan, menggunakan, menyebarluaskan suatu karya cipta orang lain sebelum si Pencipta mendaftarkan ciptaannya tersebut, atau bahkan ciptaan tersebut tidak di daftarkan oleh Penciptanya. Dengan demikian Termohon Kasasi l dahulu Penggugat adalah tidak benar sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dari objek yang jadi sengketa dalam parkara a quo yang berupa "SENI LUKIS ETIKET" Pertimbangan hukum semacam itu jelas suatu penerapan hukum yang salah, karena orang/pihak yang menggunakan atau mengumumkan saja suatu ciptaan tidak dapat dianggap sebagai Pencipta. 8. Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung 8.1. Bahwa Termohon Kasasi tidak mempunyai bukti sebagai Pemegang Hak Cipta dari Negara Singapura dan atau Negara lain atas hak cipta logo “Cap Kaki Tiga” ; 8.2. Termohon Kasasi tidak dapat membuktikan sebagai pencipta logo “Cap Kaki Tiga”, hal mana sesuai dengan Pasal 5 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pasal a dan b, Termohon Kasasi bukan sebagai Pencipta; 85 8.3. Bahwa Judex Facti salah dalam menerapkan hukum, membatalkan pendaftaran Hak Cipta atas merek Cap Kaki Tiga sebagaimana tersebut dalam daftar No. 15649 tanggal 1 Maret 1996 ; a. Baik Penggugat maupun Tergugat I dan II berdasarkan daftar tersebut adalah sebagai pencipta dan pemegang Hak Cipta atas seni lukis etiket Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga sehingga tidak ada alasan yang dapat dibenarkan bahwa Penggugat mengajukan gugatan terhadap Tergugat I dan II untuk pembatalan; b. Bahwa pendaftaran yang dilakukan dari Tergugat adalah sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tanggal 8 Februari 1978 antara Penggugat dan Tergugat yang pada pokoknya Tergugat harus mengatur daftar merek dagang dan hak ciptanya, sehingga tidak ada alasan untuk menyebut perbuatan Tergugat sebagai perbuatan yang tidak beritikad baik ; c. Bahwa Penggugat dalam perkara a quo tidak mengajukan data bukti formil sebagai pencipta dan pemegang Hak Cipta dari merek Kaki Tiga, selama dari pendaftaran yang dilakukan bersama dengan Tergugat telah menunjukkan bahwa Kaki Tiga sudah banyak digunakan dalam berbagai hal ; d. Bahwa pendaftaran Hak Cipta No. 015649 dilakukan pada tanggal 1 Maret 1996 dan telah diketahui oleh Penggugat karena Tergugat selalu 86 mengurus Produk yang ada pada Penggugat sehingga gugatan sudah lewat waktu karena telah berlalu selang 14 tahun ; e. Dengan alasan tersebut Penggugat tidak berkualitas untuk mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran yang telah dilakukan secara resmi secara hukum yang berlaku di Indonesia ; 9. Diktum Putusan Mahkamah Agung MENGADILI 1. Mengabulkan Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi I : PT. SINDE BUDI SENTOSA, dan Pemohon Kasasi II : BUDI YUWONO; 2. Membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 31/Hak Cipta /2010 /PN.Niaga. Jkt.Pst ; MENGADILI SENDIRI DALAM EKSEPSI Menolak eksepsi para Tergugat ; DALAM POKOK PERKARA 1. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima 2. Menghukum Penggugat untuk Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) 87 membayar perkara sebesar B. Pembahasan Karya cipta merupakan hasil karya dari seseorang atau beberapa orang yang dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta. Menurut Endang Purwaningsih, ciptaan atau hasil karya adalah ciptaan atau hasil karya Pencipta dalam segala bentuk yang menunjukan keasliannya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.93 Karya Cipta yang dilindungi secara tegas diatur dalam Pasal 12 Undangundang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Menurut Pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta, ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup : a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan g. Arsitektur 93 Endang Purwaningsih, Op.cit. hal. 2. 88 h. Peta i. Seni batik j. Fotografi k. Sinematografi l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. Undang-Undang Hak Cipta memberikan pengertian dan penjelasan dari berbagai jenis ciptaan yang telah disebutkan di atas, diantaranya sebagai berikut : a. Susunan perwajahan karya tulis atau typhographical arrangement, yaitu aspek seni dan estetika pada susunan dan bentuk penulisan karya tulis. Hal ini antara lain mencakup format, hiasan, warna, dan susunan atau letak huruf yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas. b. Ciptaan lain yang sejenis, yaitu ciptaan-ciptaan yang belum disebutkan, tetapi dapat disamakan dengan ciptaan, seperti ceramah, kuliah, dan pidato. c. Alat peraga adalah ciptaan yang berbentuk dua atau pun tiga dimensi yang berkaitan dengan geografis, topografi, arsitektur, biologi, atau ilmu pengetahuan lain. 89 d. Lagu atau musik diartikan sebagai karya yang bersifat utuh, sekali pun terdiri atas unsur lagu atau melodi; syair atau lirik, dan aransemennya, termasuk notasi. e. Gambar, antara lain meliputi: motif, diagram, sketsa, logo, dan bentuk huruf indah, di mana gambar tersebut dibuat bukan untuk tujuan desain industri. Kolase diartikan sebagai komposisi artistik yang dibuat dari berbagai bahan (misalnya dari kain, kertas, dan kayu) yang ditempelkan pada permukaan gambar. f. Arsitektur, antara lain meliputi: seni gambar bangunan, seni gambar miniatur, dan seni gambar maket bangunan. g. Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan/atau buatan manusia yang berada di atas atau pun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu. h. Batik yang dibuat secara konvensional dilindungi dalam undangundang ini sebagai bentuk ciptaan tersendiri. Karya-karya tersebut memperoleh perlindungan karena mempunyai nilai seni, baik pada ciptaan motif, gambar, maupun komposisi warnanya. Pengertian seni batik juga diterapkan pada karya tradisional lainnya yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti seni songket, ikat, dan lain-lain yang dewasa ini terus dikembangkan. i. Karya sinematografi, yaitu ciptaan yang merupakan media komunikasi massa gambar bergerak (moving images), antara lain film dokumenter, 90 film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan scenario, dan film kartun. Karya ini dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optic, dan/atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, di layar lebar, ditayangkan di televise, atau media lainnya. j. Bunga Rampai, meliputi ciptaan dalam bentuk buku yang berisi kumpulan berbagai karya tulis pilihan; himpunan lagu-lagu pilihan yang direkam dalam satu kaset, cakram optic, atau media lainnya, serta komposisi dari berbagai karya tari pilihan. k. Database diartikan sebagai kompilasi data dalam bentuk apa pun yang dapat dibaca oleh mesin (komputer) atau dalam bentuk lain, di mana karena alasan pemilihan atau pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi intelektual. Perlindungan terhadap database diberikan dengan tidak mengurangi hak pencipta lain yang ciptaannya dimasukkan dalam database tersebut. l. Pengalihwujudan adalah pengubahan bentuk, misalnya dari bentuk patung menjadi lukisan, cerita roman menjadi drama, atau film dan lain-lain. Menurut Saidin, Hak Cipta semula terkandung di alam pikiran, di alam ide, namun untuk dapat dilindungi harus ada wujud nyata dari alam ide 91 tersebut.94 Misalnya, untuk karya seni harus sudah menjelma dalam bentuk lukisan, penggalan irama lagu atau musik. Berdasarkan hasil penelitian Nomor 4.2.1, 5.1.1, 7.1.3, 7.2.4 tentang Seni Lukis Etiket Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga apabila dihubungkan dengan Pasal 12 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, pendapat Endang Purwaningsih, dan pendapat Saidin maka dapat dideskripsikan bahwa Seni Lukis Etiket Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga merupakan Karya Cipta dan dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta karena seni lukis etiket tersebut tergolong ke dalam seni yang berupa seni rupa. Seni lukis etiket tersebut juga sudah bukan merupakan ide dan sudah menjadi wujud nyata sehingga dapat dikategorikan sebagai karya cipta. Seseorang atau beberapa orang yang menciptakan karya cipta disebut sebagai Pencipta. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Menurut Yusran Isnaini, Hak Cipta dari suatu karya cipta dapat dimiliki oleh lebih dari satu orang karena seseorang dapat bekerja sama dengan orang lain dalam menghasilkan suatu karya cipta.95 94 Saidin, Op.cit, hal. 59. Yusran Isnaini, Op.cit. hal. 14. 95 92 Menurut Tomi Suryo Utomo, untuk dapat disebut sebagai pencipta seseorang harus mempunyai kemampuan dan skill yang memungkinkan seseorang atau beberapa orang dianggap sebagai pencipta.96 Menurut Adrian Sutedi, Pendaftaran Hak Cipta bukanlah untuk memperoleh perlindungan Hak Cipta. Artinya seorang pencipta yang tidak mendaftarkan Hak Cipta atas karya ciptanya juga mendapatkan perlindungan asalkan ia benar-benar sebagai Pencipta suatu ciptaan tertentu.97 Perlindungan Hukum hak cipta dikenal dengan sistem deklaratif, yaitu negara melindungi ciptaan secara otomatis setelah terlahir suatu ciptaan tanpa harus didahului dengan pendaftaran. Menurut Adrian Sutedi, meskipun Hak Cipta tidak memerlukan Pendaftaran dan bersifat otomatis, namun demikian dianjurkan kepada Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta untuk mendaftarakan ciptaannya, karena Surat Pendaftaran Ciptaan tersebut dapat dijadikan sebagai bukti awal di Pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaannya itu.98 Pemegang hak cipta tidak selalu menjadi Pencipta. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak lain yang menerima hak cipta dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut dari pihak tersebut. 96 Tomi Suryo Utomo, Loc.cit. Adrian Sutedi. Loc.cit. 98 Ibid. 97 93 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur mengenai siapa yang dapat disebut Pencipta Pada Pasal 5 sampai dengan Pasal 9. Pada prinsipnya, pencipta adalah sebagai berikut : a. Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal atau orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan. b. Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai pencipta ceramah tersebut c. Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya itu. d. Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang, kemudian diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, maka penciptanya adalah orang yang merancang ciptaannya tersebut. e. Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang hak cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada 94 perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas. f. Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak. g. Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya. Hak-hak yang dimiliki oleh pencipta dan pemegang hak cipta secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu :99 1. Hak Ekonomi (Economic Rights) Hak Ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari ciptaannya yang terdiri dari hak untuk : a. Memproduksi karya dalam segala bentuk b. Mengedarkan perbanyakan karya kepada publik c. Menyewakan perbanyakan karya 99 Tomi Suryo Utomo, Op.cit, hal.88. 95 d. Membuat terjemahan atau adaptasi e. Mengumumkan karya kepada publik. 2. Hak Moral (Moral Rights) Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta ataupun hak terkait telah dialihkan. Ada dua jenis hak moral, yaitu : a. Hak untuk diakui sebagai pencipta (authorship rights atau paternity right) Jika karya dari seorang pencipta diperbanyak, diumumkan atau dipamerkan dihadapan publik, nama pencipta harus tercantum pada karya tersebut. b. Hak keutuhan karya (the right to protect the integrity of the work) Hak Keutuhan karya ini akan mencegah tindakan perubahan terhadap ciptaan yang berpotensi merusak reputasi dan kehormatan pencipta. Perubahan tersebut dapat berupa : pemutarbalikan, pemotongan, perusakan, dan penggantian yang berhubungan dengan karya cipta. Menurut Henry Soelistyo, penentuan mengenai siapa yang dimaksud sebagai pencipta lebih dirujukkan pada pedoman yang tertulis secara formal. Apabila terjadi sengketa mengenai kepemilikan Hak Cipta, maka yang pertama- 96 tama digunakan sebagai rujukan adalah orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan.100 Pasal 5 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta berisi ketentuan: i. Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah: a. Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal ; atau b. Orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada Suatu Ciptaan. ii. Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai Pencipta ceramah tersebut. Berdasarkan Hasil penelitian 2.8, 3.4, 3.6, 4.1.2, dan 5.2.2 tentang Pencipta maupun Pemegang Hak atas Ciptaan Seni Lukis Etiket Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga, apabila dihubungkan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan pendapat Henry Soelistyo maka dapat dideskripsikan bahwa Wen Ken Drug Co Pte Ltd, PT. Sinde Budi Sentosa, dan Budi Yuwono disebut sebagai Pencipta atas Seni Lukis Etiket Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga yang terdaftar dalam Daftar Umum 100 Henry Soelistyo, Op.cit¸ hal. 65. 97 Ciptaan dari Pendaftaran Hak Cipta Nomor 15649 tanggal 1 Maret 1996 karena nama mereka terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan. Pencipta yang telah menciptakan suatu karya cipta yang telah berwujud maka Pencipta tersebut mempunyai Hak Cipta dari karya cipta tersebut. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi batasan-batasan menurut perundang- undangan. Menurut Saidin, Eksklusif bersifat khusus, spesifik, unik. Keunikannya sesuai dengan sifat dan cara melahirkan hak tersebut.101 Tidak semua orang dapat menjadi seorang peneliti, komponis, atau sastrawan. Hanya orang-orang tertentu yang diberikan kecerdasan intelektual yang dapat berkreasi untuk menghasilkan karya cipta.102 Menurut Sudaryat, Hak Eksklusif adalah hak yang hanya dimiliki oleh pemilik HKI dan tidak seorangpun berhak menikmatinya tanpa izin pemiliknya.103 Menurut Yusran Isnaini, Pencipta diberikan Hak khusus ini didasarkan pada adanya kemampuan pencipta untuk menghasilkan keaslian kreativitas 101 Sidin, Op.cit, hal. 59. Ibid. 103 Sudaryat, dkk, Op.cit, hal.18. 102 98 sebagai individu.104 Bentuk khas yang dimaksud adalah perwujudan ide dan pikiran pencipta ke dalam bentuk karya materi yang dapat dilihat, didengar, diraba, dan dibaca oleh orang lain.105 Hak Cipta sebagai Hak Kebendaan. Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan memberikan rumusan tentang hak kebendaan yakni :”hak mutlak atas suatu benda dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga”.106 Ciri pokok Hak Kebendaan yaitu :107 a. Merupakan hak yang mutlak, dapat dipertahankan terhadap siapapun juga b. Mempunyai zaakgevilog atau droit de suite (hak yang mengikuti). Artinya hak itu terus mengikuti bendanya di mana pun juga dan dalam tangan siapapun benda itu berada. Hak ini terus mengikuti orang yang mempunyainya c. Sistem yang dianut dalam hak kebendaan di mana terhadap yang lebih dahulu terjadi mempunyai kedudukan dan tingkat yang lebih tinggi daripada yang terjadi kemudian. d. Mempunyai sifat droit de preference (hak yang didahulukan) e. Adanya yang dinamakan gugat kebendaan. 104 Yusran Isnaini,Op.cit, hal. 2 Ibid. 106 Saidin, Op.cit, hal. 49. 107 Ibid. 105 99 f. Kemungkinan untuk dapat memindahkan hak kebendaan itu dapat secara sepenuhnya dilakukan. Jika kita kaitkan dengan Hak Cipta maka dapatlah dikatakan bahwa Hak Cipta itu sebagai hak kebendaan. Pandangan ini dapat disimpulkan dalam rumusan Pasal 1 Undang-undang Hak Cipta Indonesia yang menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.108 Hal ini menunjukan bahwa hak cipta itu hanya dapat dimiliki oleh si pencipta atau si penerima hak. Hanya namanya yang disebut sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang boleh menggunakan hak cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang mengganggu atau menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh aturan hukum.109 Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan batasan tentang rumusan benda, menurut pasal tersebut, benda adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai hak milik. Hak cipta termasuk dalam benda sehingga dapat menguasai hak ciptanya sebagai hak milik. Hak Cipta merupakan 108 109 Ibid, hal. 50. Ibid. 100 Hak Kekayaan yang termasuk dalam cakupan benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Hak milik immaterial termasuk ke dalam hak yang disebut pasal 499 KUH Perdata. Oleh sebab itu, hak milik immaterial itu sendiri dapat menjadi objek dari sesuatu hak benda.110 Hak benda adalah hak absolut atas sesuatu benda, tetapi ada hak absolut yang objeknya bukan benda berwujud (barang). Itulah yang disebut dengan nama hak milik intelektual (intellectual property rights).111 Berdasarkan Hasil penelitian 2.8, 3.4, 3.6, 4.1.2, dan 5.2.2 tentang pendaftaran ciptaan atas nama Wen Ken Drug Co Pte Ltd, PT. Sinde Budi Sentosa, dan Budi Yuwono yang terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan dari Pendaftaran Hak Cipta Nomor 15649 tanggal 1 Maret 1996, apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pendapat Henry Soelistyo maka dapat dideskripsikan bahwa Wen Ken Drug Co Pte Ltd, PT. Sinde Budi Sentosa, dan Budi Yuwono adalah Pencipta dan sebagai pemilik hak cipta atas Seni Lukis Etiket Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga sehingga mendapatkan perlindungan hukum atas karya ciptanya dan mempunyai hak eksklusif terhadap karya ciptanya tersebut. Hak Cipta tersebut merupakan hak kebendaan yang mempunyai sifat khusus dan hanya dapat dimiliki oleh si pencipta atau si penerima hak. Hanya namanya yang disebut sebagai Pemilik atau pemegang hak 110 111 Ibid, hal. 53. Ibid. 101 cipta yang boleh menggunakan hak cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang mengganggu atau menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh aturan hukum. Undang-undang Hak Cipta mengatur mengenai Pembatalan dan Penghapusan Hak Cipta. Pembatalan Hak Cipta diatur dalam Pasal 42 Undangundang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berisi ketentuan : Dalam hal ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 39, pihak lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga. Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta, menentukan: 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial. Menurut Pasal 42 Undang-undang Hak Cipta, “…pihak lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta…”. Berdasarkan kata “berhak atas hak 102 cipta” merupakan arti dari pihak lain yang dimaksud dalam Pasal ini yaitu orang yang sebenarnya seorang Pencipta dari suatu karya tetapi karya tersebut tidak didaftarkan atas namanya. Menurut Henry Soelistyo, dalam hal ciptaan didaftar tidak sesuai dengan nama Pencipta atau pihak yang berhak, maka pihak yang berhak atas Hak Cipta tersebut dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga. 112 Menurut Henry Soelistyo, Pengaturan gugatan pembatalan pendaftaran Hak Cipta tersebut pada dasarnya merupakan manifestasi dari jaminan perlindungan Hak Moral. Ciptaan yang terdaftar atas nama orang selain pencipta atau pemegang Hak Cipta, pendaftaran itu harus dibatalkan. Caranya dengan mengajukan gugatan Pembatalan ke Pengadilan Niaga untuk meluruskan status kepemilikannya pada pencipta yang sebenarnya.113 Menurut Adrian Sutedi, Beban pembuktian di Pengadilan pada pundak pihak lain, bukan pada pundak pihak yang telah mendaftarkan Hak Cipta.114 Berdasarkan Hasil Penelitian Nomor 2.11, 4.1.1, 5.2.1 7.1.4, tentang Pembatalan Hak Cipta Seni Lukis Etiket Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga, yang dimaksud pihak lain dalam Pasal 42 adalah Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, apabila dihubungkan dengan Pasal 42 Undang-undang Hak Cipta, Pasal 2 Undang-undang Hak Cipta, pendapat Henry Soelistyo dan pendapat Adrian Sutedi maka dapat dideskripsikan bahwa Putusan Hakim dalam Putusan 112 Henry Soelistyo, Loc.cit. Ibid. 114 Adrian Sutedi, Loc.cit. 113 103 Mahkamah Agung Nomor 768 K/Pdt.Sus/2010 yang menolak gugatan Penggugat karena Wen Ken Drug Co Pte Ltd, PT. Sinde Budi Sentosa dan Budi Yuwono sama-sama terdaftar sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta atas Seni Lukis Etiket Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga sebagai suatu kesatuan sudah sesuai sehingga Wen Ken Drug Co Pte Ltd tidak bisa menggugat Pembatalan karena sama saja dengan menggugat dirinya sendiri dan Wen Ken Drug Co Pte Ltd bukan pihak lain yang dimaksud dalam Pasal 42 Undang-undang Hak Cipta. Pasal 44 Undang-undang Hak Cipta lebih tepat digunakan mengenai Penghapusan Hak Cipta. Pasal 44 Undang-undang Hak Cipta berisi Ketentuan : Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena: a. penghapusan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta; b. lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan mengingat Pasal 32; c. dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Berdasarkan Hasil Penelitian diatas dimana Wen Ken Drug Co Pte Ltd yang merupakan Pencipta dan Pemegang Hak Cipta mengajukan gugatan pembatalan Hak Cipta lebih tepat mengajukan Penghapusan Hak Cipta karena menurut Pasal 44 Undang-undang Hak Cipta huruf a, Penghapusan Hak Cipta dapat dimohonkan oleh pencipta atau pemegang hak cipta. 104 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Putusan Mahkamah Agung Nomor 768 K/Pdt.Sus/2010 telah menerapkan Pasal 42 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, hal ini terlihat pada dibatalkannya Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 31/Hak Cipta /2010 /PN.Niaga. Jkt.Pst karena Termohon Kasasi dan dahulu Penggugat yaitu Wen Ken Drug Co Pte Ltd mengajukan gugatan Pembatalan hak cipta atas Seni Lukis Etiket Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga pada Pengadilan Niaga dan Wen Ken Drug Co Pte Ltd terdaftar sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta atas Seni Lukis Etiket Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga tersebut. Pasal 42 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta digunakan untuk Pencipta yang sebenarnya menciptakan suatu karya tetapi hasil karyanya di daftarkan oleh Pihak lain dan Wen Ken Drug Co Pte Ltd yang terdaftar sebagai Pencipta dan pemegang hak cipta bukan merupakan pihak lain yang dimaksud dalam Pasal 42 Undangundang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 105 B. Saran Sebaiknya Wen Ken Drug Co Pte Ltd menggunakan Pasal 44 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan mengajukan Penghapusan pendaftaran ciptaan kepada Pengadilan Niaga karena pada Pasal 44 Pencipta dan Pemegang Hak Cipta dapat mengajukan Penghapusan ciptaan. 106 DAFTAR PUSTAKA Literatur Damian, Eddy dan Tim Lindsey. 2006. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung : PT Alumni. Djaja , Ermansyah. 2009. Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika. Gautama, Sudargo. 1990. Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual. Bandung: PT Eresco. Hasyim, Farida. 2009. Hukum Dagang. Jakarta : Sinar Grafika. Isnaini, Yusran. 2010. Buku Pintar HAKI. Bogor: Ghalia Indonesia. ____________. 2009. Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyber Space. Jakarta : Ghalia Indonesia. Naning, Ramdlon.1982. Perihal Hak Cipta Indonesia. Yogyakarta : Liberty. Purwaningsih, Endang. 2005. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights. Bogor : Ghalia Indonesia. Riswandi, Budi Agus dan M. Syamsudin. 2004. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum. Jakarta : PT RajaGrafindo. Saidin, 2003. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji. 1994. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 107 Soelistyo, Henry. 2011. Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Soemitro, Ronny Hanitijo. 1989. Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia. Soenandar, Taryana. 2007. Perlindungan HAKI di Negara-negara ASEAN, Jakarta: Sinar Grafika. Sudaryat, dkk. 2010. Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Oase Media. Sutedi, Adrian. 2009. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika. Utomo, Tomi Suryo.2010. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Globa, Sebuah Kajian Kontemporer. Yogyakarta : Graha Ilmu. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220). Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.11.PR.07.06 Tahun 2003 tentang Penunjukan Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk Menerima Permohonan Hak Kekayaan Intelektual. Peraturan Menteri Kehakiman Nomor: M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan mengatur mengenai isi dari daftar umum ciptaan. 108 Internet Hukumonline.com, Dasar Hukum Perubahan Istilah HAKI menjadi HKI, tersedia di website http://alturl.com/hgowj, diakses tanggal 7 Juni 2012. Kumham-jakarta.info, Persyaratan Permohonan Hak Cipta, tersedia di website http://www.kumham-jakarta.info/info-layanan/hak-kekayaan- intelektual/ persyaratan-hak-cipta, diakses pada tanggal 15 Juni 2012. myblog-zurich.blogspot.com, 2oo8, Sejarah dan Perkembangan hak Kekayaan Intelektual Indonesia, tersedia di website http://alturl.com/2cfy7, diakses tanggal 7 Juni 2012. 109