PATOGENISITAS Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA

advertisement
PATOGENISITAS Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA
(Oreochromis niloticus)
ERWIN WAHYU ARYANTO
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
i ABSTRAK
ERWIN WAHYU ARYANTO. Patogenisitas Streptococcus agalactiae
pada ikan nila (Oreochromis niloticus). Dibimbing oleh SUKENDA dan
DINAMELLA WAHJUNINGRUM.
Streptococcosis akibat infeksi Streptococcus agalactiae merupakan penyakit pada
ikan nila yang biasa dihadapi oleh pembudidaya dan dapat menyebabkan
kematian yang tinggi. Serangan bakteri S. agalactiae ini telah menyebabkan
kematian hingga 60% pada budidaya ikan nila di Sumatera Selatan. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari proses patogenitas bakteri S. agalactiae tipe 1 dan
tipe 2 yang diinfeksikan pada ikan nila Oreochromis niloticus sehingga dapat
bermanfaat dalam upaya pengendalian penyakit bakterial pada budidaya ikan nila.
Penelitian ini meliputi pengujian kerentanan ikan nila terhadap infeksi bakteri S.
agalactiae, distribusi bakteri S. agalactiae di dalam tubuh ikan nila, dan
perubahan makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi bakteri S. agalactiae pada
ikan nila. Parameter yang diamati adalah LD50, distribusi bakteri S. agalactiae di
dalam tubuh ikan nila, gejala klinis, mortalitas, dan perubahan makroskopis dan
mikroskopis akibat infeksi S. agalactiae pada ikan nila. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai LD50 yang didapatkan dari penginfeksian bakteri S.
agalactiae tipe β-hemolitik adalah 106 CFU/ml, sedangkan pada tipe nonhemolitik sebesar 105 CFU/ml. Proses infeksi S. agalactiae di dalam tubuh ikan
nila ditunjukkan dengan distribusi bakteri yang ditemukan di dalam hati, otak,
ginjal, dan darah pada hari ke- 3 sampai hari ke-15. Gejala klinis dari serangan
bakteri S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun non-hemolitik tidak berbeda,
hanya saja kecepatan timbulnya gejala klinis pada ikan nila berbeda. Bakteri S.
agalactiae tipe non-hemolitik pada hari ke-3 banyak menimbulkan gejala klinis
dibandingkan dengan tipe β-hemolitik yang muncul banyak pada hari ke-5.
Bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik lebih virulen dibandingkan dengan tipe
β-hemolitik dilihat dari tingkat kematian yang menginfeksi ikan nila. S. agalactiae
baik tipe β-hemolitik maupun non-hemolitik juga menyebabkan perubahan
makroskopis dan mikroskopis pada organ hati, otak dan ginjal.
Kata kunci : ikan nila, Streptococcus agalactiae, LD50 (Lethal Doses), distribusi
bakteri, histopatologi
vii ABSTRACT
ERWIN WAHYU ARYANTO Pathogenicity of Streptococcus agalactiae in nile
tilapia (Oreochromis niloticus). Supervised by SUKENDA and DINAMELLA
WAHJUNINGRUM.
Streptococcosis due to Streptococcus agalactiae infection in tilapia is a disease
commonly faced by farmers and cause high mortality. S. agalactiae caused
mortality until 60% in tilapia fish farming in South Sumatra. This research aims to
study the pathogenicity of S. agalactiae type 1 and type 2 infected in tilapia
Oreochromis niloticus to be useful in efforts to control bacterial disease in
cultured of tilapia. This study involved a susceptibility of tilapia against infection
of S. agalactiae, S. agalactiae distribution within the body of tilapia, and
macroscopic and microscopic changes due to S. agalactiae infection in tilapia.
The observations were LD50, distribution of S. agalactiae in nile tilapia body,
clinical signs, mortality, and macroscopic and microscopic changes due to S.
agalactiae infection in tilapia. The results showed that the LD50 values obtained
from the bacterium S. agalactiae infected β-hemolytic type was 106 CFU / ml,
while in non-hemolytic type was 105 CFU / ml. The S. agalactiae infection in
tilapia fish body is shown with the distribution of bacteria which found in the
liver, brain, kidney, and blood on day 3th to day 15th post infection. Clinical sign
of S. agalactiae both types of β-hemolytic and non-hemolytic were not different,
except the velocity of clinical sign in different tilapia. S. agalactiae type of nonhemolytic on day 3th generated a lot of clinical sign was compared with βhemolytic type that appears a lot on the day 5th. S. agalactiae non-hemolytic type
is more virulent than the type of β-hemolytic was seen from the mortality rate of
infected tilapia. S. agalactiae both types of β-hemolytic and non-hemolytic also
causes the macroscopic and microscopic changes in liver, brain and kidney.
Keywords : Nile, Streptococcus agalactiae, LD50 (Lethal Doses), the distribution
of bacteria, histopathology
viii PATOGENISITAS Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA
(Oreochromis niloticus)
ERWIN WAHYU ARYANTO
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
PATOGENISITAS
Streptococcus
agalactiae
PADA
IKAN
NILA
(Oreochromis niloticus)
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
Erwin Wahyu Aryanto
C14062162
iii Judul Skripsi
: Patogenisitas Streptococcus agalactiae pada ikan nila
(Oreochromis niloticus)
Nama Mahasiswa
: Erwin Wahyu Aryanto
Nomor Pokok
: C14062162
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Sukenda, M. Sc
NIP. 19671013 199302 1 001
Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si., M.Si.
NIP. 19700521 199903 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc.
NIP. 19591222 198601 1 001
Tanggal Lulus :
iv KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2010 sampai dengan
Desember 2010 adalah kesehatan ikan, dengan judul ”Patogenisitas Streptococcus
agalactiae pada ikan nila (Oreochromis niloticus)”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir.
Sukenda, M.Sc. selaku Pembimbing I sekaligus pembimbing akademik atas
bimbingan dan masukan selama masa studi hingga penyusunan skripsi, Dr.
Dinamella Wahjuningrum, S.Si., M.Si. selaku Pembimbing II atas bimbingan dan
arahan selama penyusunan skripsi, serta Dr. Dinar Tri Soelistyowati selaku dosen
penguji atas arahan penyusunan skripsi. Disamping itu, penulis menyampaikan
terimakasih kepada kedua orang tua, Bapak Rukiman, S.Sos dan Ibu Winarti,
serta kedua adik penulis Nurochman Adi Erwanto dan Ayu Sekar Rini yang
selalu memberikan do’a, semangat, dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan
kepada Pak Ranta, Mba Esti, Mba Win, Mba Yeni, Mas
Rahman, Pak Fatur, Mas Rusli, Kang Adna, Pak Mar, Mba Yuli, Kang Asep,
Kang Adi, dan Kang Abe atas bantuan yang telah diberikan. Tak lupa juga kepada
Dhea, Puguh, Fairuz, Andin, Fariq, Ikbal, Isni, Rahmat, teman-teman LKI, temanteman BDP 42, 43, dan 44 atas segala bantuan, kerjasama dan persahabatan yang
diberikan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca umumnya.
Bogor, Maret 2011
Erwin Wahyu Aryanto
v DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1988 dari Bapak
Rukiman S.Sos dan Ibu Winarti. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah TK Tunas Nusa Indah
(1993-1994), SDN JatiMulya 11 Tambun-Selatan (1994-2000), SLTPN 4
Tambun-Selatan (2000-2003), SMAN 11 Bekasi (2003-2006). Pada tahun 2006,
penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih mayor Teknologi dan
Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan praktek lapang
pembesaran udang vanamei di CV. Pinang Gading Bakauheni Lampung dan
budidaya ikan kerapu bebek di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
Lampung. Penulis juga pernah menjadi asisten pada mata kuliah Teknologi
Penanganan dan Transportasi Biota Perairan (Departemen Teknologi Hasil
Perairan) 2009/2010 dan 2010/2011, Manajemen Kesehatan Akuakultur
2009/2010, Penyakit Organisme Akuatik 2010/2011, Industri Perbenihan
Organisme Akuatik 2010/2011, dan Program Studi Diploma (D3) Farmakologi
Hewan Air 2010/2011. Selain itu penulis juga aktif menjadi pengurus Ikatan
Alumni SMAN 11 Bekasi 2006-sekarang, Organisasi Mahasiswa Daerah
(OMDA) Bekasi 2007/2008 dan 2008/2009, Himpunan Mahasiswa Akuakultur
(HIMAKUA) periode 2008/2009 dan 2009/2010.
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Kesehatan Ikan dan menulis
skripsi yang bejudul “Patogenisitas Streptococcus agalactiae Pada Ikan Nila
(Oreochromis niloticus)”.
vi DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
I
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
1.1 Larar Belakang ......................................................................................
1
1.2 Tujuan ...................................................................................................
2
II METODE PENELITIAN .........................................................................
3
2.1 Persiapan Ikan Uji .................................................................................
3
2.2 Pengujian Kerentanan Ikan Nila Terhadap Infeksi Bakteri S. agalactiae 3
2.2.1 Identifikasi Bakteri Uji ...............................................................
2.2.2 Penyediaan Bakteri Uji ...............................................................
2.2.3 Peningkatan Virulensi Bakteri Uji ..............................................
2.2.4 Uji LD50 ......................................................................................
3
3
4
4
2.3 Distribusi Bakteri S. agalactiae di dalam Tubuh Ikan Nila ...................
5
2.4 Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis Akibat Infeksi Bakteri S.
agalactiae pada Ikan Nila ....................................................................
6
2.5 Analisis Data .........................................................................................
8
III HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
9
3.1 Pengujian Kerentanan Ikan Nila Terhadap Infeksi Bakteri S. agalactiae 9
3.2 Distribusi Bakteri S. agalactiae di dalam Tubuh Ikan Nila .................. 11
3.3 Perubahan Tingkah Laku dan Gejala Klinis Tubuh Ikan Nila .............. 13
3.3.1 Perubahan tingkah laku renang ................................................... 13
3.3.2 Perubahan tingkah laku makan ................................................... 13
3.3.3 Perubahan gejala klinis tubuh ikan nila ...................................... 14
3.4 Mortalitas Ikan Nila Yang Diinfeksi S. agalactiae ............................... 16
3.5 Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis Akibat Infeksi Bakteri S.
agalactiae pada Ikan Nila .................................................................... 17
3.5.1 Patologi anatomi makroskopis ....................................................
3.5.2 Patologi anatomi mikroskopis .....................................................
3.5.2.1 Hati .................................................................................
3.5.2.2 Otak ................................................................................
3.5.2.3 Ginjal ..............................................................................
17
20
21
23
25
3.6 Kualitas Air ........................................................................................... 28
ix IV KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 30
4.1 Kesimpulan ........................................................................................... 30
4.2 Saran ...................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 31
LAMPIRAN ....................................................................................................... 34
x DAFTAR TABEL
Halaman
1
Hasil identifikasi bakteri S. agalactiae setelah reisolasi .............................. 9
2
Hasil uji LD50 yang diinfeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan
tipe non-hemolitik ........................................................................................ 10
3
Inventarisasi perubahan gejala klinis tubuh ikan nila pasca diinjeksi
bakteri S. agalactiae ..................................................................................... 14
4
Perbedaan makroskopis hati dan ginjal ikan nila yang diinfeksi S.
agalactiae dengan ikan normal ................................................................... 18
5
Perubahan patologi hati ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae..................... 21
6
Perubahan patologi otak ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae .................... 23
7
Perubahan patologi ginjal ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae ................. 25
8
Kisaran kualitas air media pemeliharaan ikan nila selama masa
penelitian ...................................................................................................... 28
xi DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Hasil pewarnaan gram bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik (SA3) dan
tipe non-hemolitik (SA5) .............................................................................
9
2
Jumlah S. agalactiae tipe β-hemolitik yang hidup per ml darah atau per
g organ ikan nila ........................................................................................... 12
3
Jumlah S. agalactiae tipe non-hemolitik yang hidup per ml darah atau
per g organ ikan nila ..................................................................................... 12
4
Gejala klinis pada organ mata dan tubuh ikan nila ...................................... 15
5
Mortalitas ikan nila akibat infeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik
(dosis LD50 106 CFU/ml) dan mortalitas ikan nila akibat infeksi bakteri
S. agalactiae tipe non-hemolitik (dosis LD50 105 CFU/ml) ......................... 16
6
Perubahan makroskopis ginjal (1) dan hati (2) ikan nila yang diinfeksi S.
agalactiae pada hari ke- 0, 3, 6, 9, 12, dan 15............................................. 19
7
Hati ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat.......................... 21
8
Histopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe βhemolitik: Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Cg=kongesti,
Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi, ............................... 22
9
Histopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe
non-hemolitik:
Hi=hiperemi,
Ne=nekrosis,
Dg=degenerasi,
Cg=kongesti, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi, ......... 22
10 Otak ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat.. ....................... 23
11 Histopatologi otak ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe βhemolitik; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi
vacuolar (vakuolisasi) .. ................................................................................ 24
12 Histopatologi otak ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe
non-hemolitik;
Hi=hiperemi,
Ne=nekrosis,
Dg=degenerasi,
Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi ................................ 24
13 Ginjal ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat.. .................... 25
14 Histopatologi ginjal ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe
β-hemolitik; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Cg=kongesti,
Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi ................................ 26
xii 15 Histopatologi ginjal ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe
non-hemolitik;
Hi=hiperemi,
Ne=nekrosis,
Dg=degenerasi,
Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi ................................. 26
xiii DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Prosedur nekropsi jaringan tubuh ikan nila .................................................. 34
2
Komposisi media yang digunakan untuk kultur bakteri patogen selama
masa penelitian ............................................................................................ 35
3
Prosedur uji karakteristik biokimia bakteri (uji oksidatif/fermentatif,
motilitas, oksidase, katalase, uji pertumbuhan dalam NaCl 6.5%, uji
produksi asam dari D-manitol, dan uji hemolysis) dan sifat Gram
36
4
Prosedur penginfeksian bakteri S. agalactiae pada ikan nila ....................... 38
5
Diagram alir pembuatan blok paraffin ......................................................... 39
6
Diagram alir proses pemberian warna pada sediaan jaringan dengan
pewarna haematoksilin dan eosin ................................................................ 40
7
Hasil uji LD50; mortalitas harian ikan nila yang diinfeksi bakteri S.
agalactiae tipe β-hemolitik selama 14 hari ................................................. 41
8
Hasil uji LD50; mortalitas harian ikan nila yang diinfeksi bakteri S.
agalactiae tipe non-hemolitik selama 14 hari ............................................. 42
9
Distribusi S. agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik dalam tubuh
ikan nila ....................................................................................................... 43
10 Perubahan pola renang ikan nila pasca diinjeksi dengan bakteri S.
agalactiae .................................................................................................... 44
11 Perubahan tingkah laku makan ikan nila pasca diinjeksi dengan bakteri
S. agalactiae ................................................................................................ 45
12 Patologi anatomi makroskopis organ luar ikan nila pasca diinjeksi
bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik ........................................................ 46
13 Patologi anatomi makroskopis organ luar ikan nila pasca diinjeksi
bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik ..................................................... 47
14 Mortalitas ikan nila pada uji distribusi S. agalactiae dalam darah dan
organ tubuh serta perubahan gambaran makroskopis dan mikroskopis
48
xiv I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan nila Oreochromis niloticus merupakan salah satu jenis ikan yang
banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan ini memiliki tingkat ekonomis yang
cukup tinggi dan disukai konsumen. Selain itu, ikan ini mudah untuk dipelihara
dan pertumbuhannya relatif lebih cepat.
Pemerintah merencanakan akan meningkatkan produksi ikan nila sebesar
1,25 juta ton pada tahun 2014 atau meningkat rata-rata 27% per tahunnya dengan
total kenaikan sebesar 329% (Poermomo 2009) sehingga perlu diusahakan
budidaya dengan sistem intensif. Di dalam perdagangan internasional ikan ini pun
populer dibudidayakan dengan sistem intensif. Namun, dengan semakin
intensifnya sistem budidaya yang digunakan dalam pemeliharaan menyebabkan
ikan nila ini tidak terlepas dari serangan penyakit bakterial. Sebagai contoh
bakteri Streptococcosis yang dapat menyebabkan kematian pada ikan (Perera et
al. 1994).
Infeksi bakteri Streptococcus spp. banyak ditemukan pada ikan nila dan
menyebabkan penyakit yang disebut Streptococcosis (Chang & Plumb 1996).
Streptococcosis akibat infeksi Streptococcus agalactiae merupakan penyakit pada
ikan nila yang biasa dihadapi oleh pembudidaya dan dapat menyebabkan
kematian yang tinggi (Baya et al. 1990). Menurut Yuasa et al.(2008) serangan
bakteri S. agalactiae ini telah menyebabkan kematian hingga 60% pada budidaya
ikan nila di Sumatera Selatan. Penyakit Streptococcosis ini timbul akibat
rendahnya ketahanan tubuh ikan dalam menghadapi serangan penyakit bakterial,
lingkungan pemeliharaan yang buruk dan manajemen pemberian pakan yang
kurang baik sehingga terjadi ketidakseimbangan.
S. agalactiae merupakan spesies streptococcal yang hanya pembawa antigen
dari grup B atau grup B streptococcus (GBS). Bakteri ini memiliki 2 strain biotipe
yaitu biotipe 1 yang memiliki tipe β-hemolitik, jenis yang memfermentasikan gula
termasuk trehalose dan galaktosa, dan tumbuh baik dengan suhu 37oC. Sedangkan
biotipe 2 bersifat non-hemolitik, tidak bisa memanfaatkan gula dengan baik, dan
pertumbuhannya kurang baik pada suhu 37oC (Sheehan et al. 2009).
1 Menurut Wibawan et al.
(1992), S. agalactiae tipe β-hemolitik tidak
berkapsul, permukaan sel tersusun atas protein (hidrofobik), pertumbuhan jernih
dan bersedimen pada media cair, bentuk koloni pada agar darah kasar dan kecil,
pertumbuhan difus pada soft agar, rantai pendek ( tersusun atas 2-3 sel bakteri),
dan tumbuh lambat. Sedangkan tipe non-hemolitik berkapsul, permukaan sel
tersusun atas karbohidrat (hidrofilik), pertumbuhan keruh pada media cair, bentuk
koloni pada agar darah mukoid besar, pertumbuhan difus tebal pada soft agar,
rantai panjang ( tersusun atas > 3 sel bakteri), dan tumbuh cepat.
Proses patogenisitas dari serangan bakteri S. agalactiae baik tipe βhemolitik maupun tipe non-hemolitik terhadap ikan nila ini belum diketahui dan
dipelajari pada jaringan dan organ tubuh ikan nila sehingga informasi yang
diperoleh diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya pengendalian penyakit
bakterial pada budidaya ikan nila.
1.2
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari proses patogenitas bakteri S.
agalactiae tipe 1 dan tipe 2 yang diinfeksikan pada ikan nila Oreochromis
niloticus sehingga dapat bermanfaat dalam upaya pengendalian penyakit bakterial
pada budidaya ikan nila.
2 II. METODE PENELITIAN
2.1 Persiapan Ikan Uji
Ikan nila (Oreochromis niloticus) BEST didatangkan dari Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor yang berukuran rata-rata 5±0,2g, dipelihara
selama ± 40 hari sampai mencapai ukuran rata-rata 15±0,3g di dalam bak semen
berdimensi 3x2x0,8 m3. Ikan diberi makan dengan pakan komersial (FF 999) yang
mengandung 38% protein, diberikan setiap 3 kali sehari sebanyak 3-5% dari bobot
tubuh. Sebelum memulai penelitian, 3 ikan dipilih secara acak untuk dilakukan
nekropsi (Giordano et al. 2010) (Lampiran 1). Ginjal dan otak diambil untuk
pemeriksaan bakteriologis, bertujuan verifikasi bahwa ikan nila yang digunakan
tidak mengandung bakteri Streptococcus agalactiae.
2.2 Pengujian Kerentanan Ikan Nila Terhadap Infeksi Bakteri S. agalactiae
Pengujian kerentanan ikan nila terhadap bakteri S. agalactiae tipe hemolitik
dan non-hemolitik dilakukan dengan menggunakan metode uji LD50. Pengujian
ini bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri yang dapat menyebabkan kematian
ikan nila sebanyak 50% dari populasi dalam waktu 14-15 hari setelah
penginfeksian. Adapun tahapan kegiatan yang dilakukan pada uji LD50 ini, antara
lain:
2.2.1 Identifikasi Bakteri Uji
Isolat bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik diperoleh
dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor. Bakteri ini terlebih dahulu
diamati morfologi koloni, karakteristik biokimia dan sifat Gram (Lampiran 3). Hal
ini bertujuan untuk memastikan bahwa isolat tersebut merupakan spesies bakteri
yang diperlukan untuk kegiatan penelitian.
2.2.2 Penyediaan Bakteri Uji
Isolat stok Streptococcus agalactiae pada BHIA di agar miring disegarkan
atau dimudakan (fasase) dengan mengkultur isolat pada media agar miring yang
dilakukan sebanyak 2 kali. Penyiapan inokulum bakteri S. agalactiae dengan cara
dilakukan pengkulturan kedalam media cair (BHIB). Satu ose penuh biakan
bakteri dari agar miring (padat) dikultur dalam 10 ml medium BHIB, diinkubasi
dalam inkubator bergoyang (water bath shaker) pada 150 rpm, suhu 29-300C
3 selama 24 jam. Kemudian biakan diambil dari media yang telah dikultur selama
24 jam sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam 9 ml medium BHIB, diinkubasi
dalam inkubator bergoyang (water bath shaker) pada 150 rpm, suhu 29-300C
selama 24 jam. Setelah itu bakteri siap dipanen.
2.2.3 Peningkatan Virulensi Bakteri Uji
Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh bakteri yang paling patogen
terhadap ikan nila sehingga siap digunakan untuk uji tantang yang dilakukan
sesuai dengan prosedur postulat Koch.
Ikan uji pada postulat Koch dimasukkan ke dalam 3 akuarium, antara lain: 2
akuarium untuk 2 tipe bakteri yang berbeda (tipe β-hemolitik dan non-hemolitik)
dan 1 akuarium untuk kontrol (diinjeksi dengan BHIB) dengan padat tebar ikan
uji 5 ekor per akuarium. Suspensi 2 tipe bakteri patogen masing-masing diinjeksi
pada ikan uji. Ikan diamati setiap hari sampai menunjukkan gejala klinis dan
kematian. Kemudian ikan diisolasi untuk diambil satu ose dari organ ginjal, mata
dan otak. Diinokulasikan dengan metode penggoresan pada media BHIA. Koloni
yang tumbuh, diamati morfologi koloni, karakteristik biokimia dan sifat Gram,
untuk memastikan bakteri tersebut adalah spesies bakteri patogen yang
diinfeksikan pada postulat Koch. Kemudian bakteri tersebut digores di atas agar
miring dan dilakukan kultur cair (seperti yang dilakukan diatas) untuk postulat
Koch kembali yang dilakukan sebanyak 2 kali.
2.2.4 Uji LD50
Uji LD50 bertujuan untuk mengetahui tingkat kepadatan bakteri yang
menyebabkan kematian sebanyak 50% populasi ikan nila dalam waktu 14-15 hari
setelah penginfeksian. Hasil uji LD50 selanjutnya akan digunakan pada pengujian
distribusi bakteri di dalam tubuh, serta pengujian perubahan makroskopis dan
mikroskopis akibat infeksi bakteri patogen. Ikan nila yang berukuran rata-rata
15±0,3g dimasukkan ke dalam akuarium yang berdimensi 60x30x30 cm3 yang
berisi air 30 L sebanyak 10 ekor ikan per akuarium dengan 3 ulangan setiap dosis,
sebelumnya diadaptasikan ± 3 hari di dalam akuarium. Pengujian dilakukan
dengan 6 perlakuan dosis kepadatan menggunakan dosis 103 hingga 108 CFU/ml
untuk tipe β-hemolitik dan 103 hingga 108 CFU/ml untuk tipe non-hemolitik.
Setelah itu dilakukkan injeksi dengan volume injeksi 0,1 ml/ekor secara
4 intramuskular. Menurut Sukenda (2000), ikan uji dengan berat 100 g menerima 1
ml suspensi bakteri dari 3 x 103 – 3 x 106 CFU/ml sebagai standar dari injeksi
bakteri. Perubahan yang terjadi diamati serta dicatat selama 14 hari.
Parameter perubahan yang diamati meliputi perubahan tingkah laku ikan
yang dapat dijadikan sebagai indikator kesehatan ikan, berupa tingkah laku
renang, gejala klinis anatomi tubuh eksternal, berupa morfologi tubuh, kecerahan
warna tubuh dan mata, pendarahan pada tubuh, dan penjernihan operkulum.
Mortalitas dicatat dan dihitung menggunakan rumus Effendi (2002), sebagai
berikut:
sementara dosis hasil dari LD50 dihitung dengan rumus Reed & Muench (1938),
sebagai berikut:
Keterangan: A = Kematian diatas 50%; B = Kematian dibawah 50%
Log negatif LD50 = Log negatif konsentrasi diatas 50% + Selang Proporsi
2.3 Distribusi Bakteri S. agalactiae di dalam Tubuh Ikan Nila
Pengujian ini bertujuan untuk mengamati distribusi dan jumlah koloni
bakteri uji yang terdapat di hati, otak, ginjal, dan darah ikan nila. Infeksi
dilakukan setelah diperoleh dosis LD50 dari pengujian kerentanan ikan nila
terhadap infeksi bakteri S. agalactiae tipe hemolitik dan non-hemolitik.
Metode penginfeksian digunakan dosis LD50. Sebanyak 18 ekor ikan untuk
setiap perlakuan bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe non-hemolitik.
Prosedur kerja sama dengan uji LD50. Setelah inokulasi bakteri, 1 ekor ikan
dikorbankan dari setiap kelompok mulai dari hari ke 0, 3, 6, 9, 12, dan 15.
Kemudian ikan diambil darahnya dari pembuluh darah caudal dengan
menggunakan syringe (1 ml). Ikan nila kemudian dimatikan, diambil secara
aseptis sampel dari organ hati, otak dan ginjal. Jaringan dan darah dibuat dengan
menghomogenisasi sampel organ dalam larutan PBS steril. Masing-masing organ
ditimbang sebanyak 0,1 g, selanjutnya organ tersebut dimasukkan ke dalam
eppendorf lalu digerus dan ditambakan PBS 0,9 ml.
5 Organ dan darah dihomogenkan dan dibuat pengenceran serial 10 kali
dengan larutan PBS steril. Kemudian dilakukan pengenceran serial (sampai
dengan 10-8). Prosedur kerjanya yaitu eppendorf diisi dengan 0,9 ml PBS. Setelah
itu, suspensi bakteri diambil 0,1 ml dari larutan stok kemudian dimasukkan ke
dalam eppendorf 10-1, divortex, berikutnya diambil 0,1 ml dimasukkan dalam
eppendorf yang berisi 0,9 ml PBS berlabel 10-2. Pengenceran tersebut dilakukan
secara aseptis sampai dengan pengenceran 10-8. Selanjutnya suspensi bakteri hasil
dari setiap pengenceran diambil 25 m lalu dikultur pada media agar padat
dengan cara disebar pada media BHIA (dilakukan duplo). Setelah diinkubasi pada
suhu 37 oC selama 24 jam, koloni bakteri S. agalactiae yang tumbuh diamati dan
dihitung secara TPC dengan metode cawan tuang. Populasi bakteri yang tumbuh
ditentukan dalam Colony Forming Unit (CFU/ml) dan dihitung dengan rumus
Fardiaz (1993), sebagai berikut:
Dimana:
PM
K
A
B
= Populasi bakteri (CFU/ml)
= Jumlah koloni
= Volume inokulasi dalam media pengencer (ml)
= Pada pengenceran keberapa koloni bakteri dihitung
2.4 Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis Akibat Infeksi Bakteri S.
agalactiae pada Ikan Nila
Perubahan makroskopis dan mikroskopis, parameter yang diamati meliputi:
patologi anatomi organ internal secara makroskopis, berupa perubahan bentuk,
ukuran, konsistensi dan warna organ hati dan ginjal, sedangkan secara
mikroskopis diamati tingkat kerusakan jaringan organ hati, otak, dan ginjal,
dengan menggunakan metode histopatologis.
Prosedur kerja sama dengan uji LD50 dan uji distribusi bakteri patogen di
dalam tubuh ikan nila. Ikan yang digunakan berjumlah 24 ekor untuk setiap tipe
bakteri, 1 ekor dikorbankan dari setiap kelompok mulai dari hari ke- 0, 3, 6, 9, 12,
dan 15, ikan dimatikan dan dilakukkan nekropsi. Organ hati, otak dan ginjal
dilakukan pengamatan patologi anatomi internal secara makroskopis, setelah
selesai diambil untuk dibuat preparat histopatologi, kemudian diamati dengan
mikroskop.
6 Prosedur pembuatan preparat histopatologi melalui 4 tahapan, yaitu fiksasi
atau pengawetan jaringan, perlakuan jaringan, pemotongan jaringan dan
pewarnaan jaringan. Sampel yang digunakan merupakan potongan organ tubuh
ikan sebagai tahap permulaan pembuatan sediaan histopatologis yang difiksasi
dalam larutan fiksatif Bouin’s. Larutan Bouin’s dibuat dari campuran asam pikrat
jenuh 21 g/ℓ, formaldehyde solution min. 37%, dan acetic acid glacial 100%,
dengan perbandingan 15 : 5 : 1. Pada penelitian ini organ tubuh yang digunakan
untuk sediaan histopatologis adalah hati, otak, dan ginjal. Sampel organ kemudian
direndam dalam larutan fiksatif Bouin’s selama 24 jam. Sebelumnya jaringan
dipotong dengan ukuran kira-kira 1 x 1 cm.
Potongan organ selanjutnya dilakukan proses jaringan yang terdiri dari
beberapa tahap antara lain proses dehidrasi (pengambilan cairan dalam
sel/jaringan),
clearing
(penjernihan),
impregnasi
(penyusunan
paraffin)
selanjutnya jaringan siap dibuat blok (melalui proses embedding) (Lampiran 5).
Proses ini bertujuan untuk membuat sediaan dalam blok paraffin sebagai
penunjang yang sangat diperlukan dalam proses pemotongan. Paraffin cair mulamula dituang ke dalam wadah cetakan sebagai dasar pembuatan blok. Sediaan
diambil dengan pinset dan diletakkan di paraffin cair mula-mula dituang ke dalam
wadah cetakan sebagai dasar pembuatan blok. Sediaan diambil menggunakan
pinset dan diletakkan dalam blok tersebut, kemudian bahan embedding dituang
hingga memenuhi cetakan dengan sediaan di dalamnya. Blok kemudian ditempel
pada holder atau blok kayu.
Sediaan yang telah ditanam dalam blok paraffin siap untuk dipotong dengan
menggunakan mikrotom setebal 5 µm dan dibuat preparat. Pemotongan
diusahakan agar sambung menyambung berbentuk pita. Selanjutnya potongan pita
diapungkan dalam air suam kuku (hangat kuku), agar jaringan dalam paraffin
teregang. Objek glass yang bersih sebelumnya direndam dahulu dalam methanol.
Jaringan diangkat dari air dengan objek glass dan selanjutnya dikeringkan dengan
suhu 40oC selama 24 jam lalu jaringan diwarnai.
Proses
pewarnaan
jaringan
dilakukan
dengan
cara
memasukkan
preparat/sediaan ke dalam larutan pewarna hemaktosilin selama 3-5 menit, dicuci
dalam air mengalir, dilanjutkan dengan pencelupan ke dalam larutan pewarna
7 eosin selama 3 menit. Untuk menghilangkan kelebihan warna maka preparat
dicuci dalam air mengalir selama 5 menit. Selanjutnya dilakukkan pencelupan ke
dalam alkohol 50%, 70%, 85%, 90%, alkohol absolut I dan alkohol absolut II
masing-masing selama 2-3 menit. Dilanjutkan dengan pencelupan ke dalam
larutan xylol I dan II masing-masing selama 2-3 menit. Kemudian preparat
jaringan, ditutup dengan cover glass yang sudah ditetesi dengan entellan neu,
dikeringkan pada suhu 40oC selama 24 jam, berikutnya dapat diamati di bawah
mikroskop (Lampiran 6).
2.5 Analisis Data
Data penelitian berupa pengujian kerentanan ikan nila terhadap infeksi
bakteri S. agalactiae meliputi mortalitas (Effendi 2002), LD50 (Reed & Muench
1938) dan gejala klinis; distribusi bakteri S. agalactiae di dalam tubuh ikan nila;
serta perubahan makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi bakteri S. agalactiae
pada ikan nila dianalisis secara deskriptif.
Data pendukung berupa data kualitas air dicatat untuk memberikan
informasi kisaran minimum dan maksimum kualitas air selama pemeliharaan ikan
nila yang diinterpretasikan secara deskriptif sesuai dengan kelayakan hidup ikan
nila.
8 III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh selama pelaksanaan kegiatan penelitian ini meliputi :
1) pengujian kerentanan ikan nila terhadap infeksi bakteri Streptococcus
agalactiae; 2) distribusi bakteri S. agalactiae di dalam tubuh ikan nila; 3)
perubahan tingkah laku dan gejala klinis tubuh ikan nila; 4) mortalitas ikan nila
yang diinfeksi S. agalactiae; dan 5) perubahan makroskopis dan mikroskopis
akibat infeksi bakteri S. agalactiae pada ikan nila.
3.1 Pengujian Kerentanan Ikan Nila Terhadap Infeksi Bakteri S. agalactiae
Pengujian ini didahului dengan tahap identifikasi bakteri untuk mengetahui
sifat dan karakteristik bakteri tersebut (Tabel 1).
Tabel 1 Hasil identifikasi bakteri Streptococcus agalactiae setelah reisolasi
Pengujian
Pewarnaan Gram
Bentuk dan Penataan sel
Motilitas
Oksidatif/Fermentatif
Katalase
Oksidase
Pertumbuhan NaCl 6,5%
D-mannitol
Haemolisis
20 µm
Gambar 1
Bakteri Streptococcus agalactiae
Tipe β-Hemolitik
Tipe non-Hemolitik
Gram +
Gram +
Bulat berantai pendek
Bulat berantai panjang
Tersusun 2-3 sel bakteri Tersusun >3 sel bakteri
Fermentatif
Fermentatif
+
+
+
-
20 µm
Hasil pewarnaan gram bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik (SA3) dan tipe
non-hemolitik (SA5).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bakteri S. agalactiae pada ikan
terbagi atas dua tipe seperti yang ditemukan oleh Sheehan et al. (2009), yaitu tipe
β-hemolitik dan non-hemolitik. Bakteri β-hemolitik mampu melisis eritrosit
9 dengan sempurna yang ditunjukkan dengan adanya zona bening pada media agar
darah. Sedangkan bakteri non-hemolitik tidak mampu melisis eritrosit sehingga
tidak terbentuk zona pada media agar darah. Dari hasil identifikasi pada Tabel 1
telah sesuai menurut SNI 7545.3:2009 mengenai identifikasi bakteri S. agalactiae
pada ikan secara konvensional. Hasil karakterisasi bakteri S. agalactiae tipe βhemolitik pewarnaan gram ungu positif berbentuk bulat (coccus), penataan
berantai pendek tersusun 2-3 sel bakteri, sedangkan tipe non-hemolitik pewarnaan
gram ungu positif berbetuk bulat (coccus), penataan berantai panjang tersusun > 3
sel bakteri (Gambar 1). Bakteri hasil reisolasi ini selanjutnya digunakan pada uji
ambang batas, uji LD50, distribusi bakteri S. agalactiae di dalam tubuh dan
perubahan makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi bakteri S. agalactiae.
Konsentrasi yang akan digunakan pada uji LD50 terdiri dari 6 dosis bakteri
dengan kontrol dalam 3 ulangan, dengan kisaran 103-108 CFU/ml. Data hasil
pengujian LD50 secara ringkas disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji LD50 yang diinfeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan
tipe non-hemolitik
S. agalactiae tipe
non-hemolitik
S. agalactiae tipe
β-hemolitik
Bakteri
Pengenceran
108
107
106
105
104
103
Kontrol
108
107
106
105
104
103
Kontrol
Jumlah
ikan
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
Jumlah
kematian
25
20
17
12
8
1
0
26
23
20
17
7
2
0
Total
Kematian
25/30
20/30
17/30
12/30
8/30
1/30
0/30
26/30
23/30
20/30
17/30
7/30
2/30
0/30
%
Kematian
83.33
66.66
56.66
40.00
26.66
3.33
0
86.66
76.66
66.66
56.66
23.33
6.67
0
Uji tantang yang dilakukkan dengan menginfeksi bakteri S. agalactiae tipe
β-hemolitik pada pengujian LD50, ikan mulai mengalami kematian di hari ke-3.
Nilai LD50 yang didapatkan dari penginfeksian bakteri S. agalactiae tipe βhemolitik adalah 105,6 CFU/ml. Sedangkan pada tipe non-hemolitik ikan juga
mengalami kematian pada hari ke-3 namun, nilai LD50 atau kematian 50% dari
10 populasi ikan yang didapatkan sebesar 104,8 CFU/ml, selengkapnya disajikan pada
Lampiran 7 dan 8.
Menurut Hardi (2011), bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik lebih virulen
dibandingkan dengan tipe β-hemolitik dilihat dari kematian, munculnya gejala
klinis, perubahan tingkah laku, perubahan patologi anatomi baik secara
makroskopis maupun mikroskopis. Permukaan sel bakteri tipe β-hemolitik (non
kapsul) lebih banyak tersusun atas protein yang lebih mudah dan cepat dikenali
oleh sel fagosit. Sedangkan tidak seperti sel bakteri tipe non-hemolitik (berkapsul)
yang selain tersusun atas protein, juga tersusun atas karbohidrat yang lebih
banyak, sehingga lebih sulit untuk difagosit. Sel bakteri tipe non-hemolitik lebih
cepat tumbuh dan berkembangbiak serta menyebarkan virulensi di sel atau
jaringan dibandingkan bakteri tipe β-hemolitik yang mudah dikenali dan mampu
dilawan oleh sistem imun (Hardi 2011).
Winarti (2010), menyatakan bahwa cara pemaparan antigen pada
intramuscular menyebabkan bakteri langsung masuk ke dalam jaringan dan
pembuluh darah (kapiler) kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh sehingga
dengan dosis lebih rendah menyebabkan kematian ikan nila yang lebih banyak
dan cepat. Menurut Cipriano (2001) dalam Winarti (2010), keganasan penyakit
dipengaruhi oleh jumlah dari faktor yang saling berhubungan, meliputi virulensi
bakteri, macam dan derajat stress yang dipengaruhi populasi ikan, kondisi
fisiologi dari inang dan derajat resistensi genetik yang tidak bisa dipisahkan dalam
populasi spesifik dari ikan. Selain itu Winarti (2010) juga mengemukakan
perbedaan dosis LD50 yang dihasilkan disebabkan oleh berbedanya virulensi
bakteri dan kondisi fisiologi serta derajat resistensi genetik ikan uji yang
digunakan pada saat penginfeksian.
3.2 Distribusi Bakteri S. agalactiae di dalam Tubuh Ikan Nila
Data yang didapatkan dari pengamatan distribusi bakteri S. agalactiae tipe
β-hemolitik dan tipe-non hemolitik di dalam tubuh ikan nila berupa jumlah bakteri
S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe-non hemolitik di dalam tubuh, mortalitas
ikan nila yang terinfeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe-non hemolitik,
serta gejala klinis ikan nila yang terinfeksi.
11 Jumlah bakteri S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun tipe-non
hemolitik di dalam tubuh ikan nila bervariasi pada setiap titik waktu setelah
diinfeksi melalui intramuscular, disajikan pada Lampiran 9. Bakteri S. agalactiae
tipe β-hemolitik ditemukan pada organ yang diamati mulai dari hari ke-3 di hati,
otak, dan ginjal serta darah. Puncak kepadatan terjadi pada hari ke-6 untuk organ
ginjal dan darah sedangkan untuk organ hati dan otak terjadi pada hari ke-9,
kemudian jumlahnya terus menurun sampai dengan hari ke-15. Tidak berbeda
pula dengan bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik, pada bakteri S. agalactiae tipe
non-hemolitik ditemukan pada organ yang diamati mulai dari hari ke-3 di hati,
otak, dan ginjal serta darah. Puncak kepadatan terjadi pada hari ke-6 untuk darah
sedangkan untuk organ hati, ginjal dan otak terjadi pada hari ke-9, kemudian
jumlahnya terus menurun sampai dengan hari ke-15. Pola distribusi dan kepadatan
S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun tipe-non hemolitik di dalam tubuh
ikan nila disajikan pada Gambar 2 dan 3.
Gambar 2
Jumlah S. agalactiae tipe β-hemolitik yang hidup per ml darah atau per g
organ ikan nila.
Gambar 3
Jumlah S. agalactiae tipe non-hemolitik yang hidup per ml darah atau per g
organ ikan nila.
12 Menurut Angka (2001) pertumbuhan bakteri yang cepat dan produk
metabolit yang dihasilkan oleh bakteri tersebut menyebabkan gangguan fisiologis
dan kematian ikan pasca infeksi. Semakin meningkatnya pertumbuhan bakteri S.
agalactiae maka semakin meningkat pula ekstraseluler produk (ECP) yang
dihasilkan sehingga toksisitasnya lebih tinggi (Hardi 2011).
3.3 Perubahan Tingkah Laku dan Gejala Klinis Tubuh Ikan Nila
3.3.1 Perubahan Tingkah Laku Renang
Perubahan tingkah laku renang yang muncul pada ikan nila yang terinfeksi
S. agalactiae yaitu ikan cenderung agresif dengan sirip punggung yang
mengembang dan juga ditemui ikan yang lemah dan diam di dasar akuarium.
Perubahan yang terjadi mulai hari ke- 2 pasca infeksi bakteri tipe β-hemolitik
yaitu pola renang ikan yang berenang didasar akuarium dan soliter, sedangkan
pada tipe non-hemolitik perubahan tingkah laku renang berupa berenang tidak
beraturan dan sirip punggung mengembang. Ikan uji menunjukkan berenang
gasping yaitu mengambil udara tepat di bawah permukaan air, soliter dan respon
cepat pada hari ke- 5 pasca infeksi bakteri tipe non-hemolitik sedangkan bakteri
tipe β-hemolitik ikan uji menunjukkan berenang abnormal pada hari ke- 7 ikan
mengalami whirling yaitu berenang berputar-putar (menggelepar), gasping dan
berenang melayang dikolom air.
Infeksi bakteri tipe β-hemolitik dan non-
hemolitik tidak menunjukkan perbedaan yang berarti pada perubahan pola renang
(Lampiran 10). Namun, bakteri tipe non-hemolitik lebih cepat menyebabkan
perubahan pada pola berenang ikan (pada hari ke- 6 pasca infeksi ikan cenderung
lemah, gasping dan whirling) sedangkan gejala yang sama baru muncul hari ke- 7
pasca infeksi dengan bakteri tipe β-hemolitik. Gejala tersebut sesuai dengan
gejala yang berhasil diamati oleh Evans et al. (2006) pada ikan nila yang
terinfeksi S. agalactiae sebelum mati yaitu berenang lemah dan berada di dasar
akuarium, respon terhadap pakan lemah, berenang whirling (menggelepar) dan
tubuh membentuk huruf ”C”.
3.3.2 Perubahan Tingkah Laku Makan
Menurut Hardi (2011), perubahan tingkah laku makan ikan nila akibat
serangan bakteri S. agalactiae karena terganggunya sistem pencernaan ikan akibat
adanya infeksi bakteri S. agalactiae yang menyerang bagian hipotalamus (otak)
13 sebagai pusat yang mengatur rasa lapar dan juga pencernaan ikan. Perubahan
tersebut terlihat pada aktivitas makan ikan nila pasca diinjeksi dengan bakteri S.
agalactiae mulai tampak pada awal hari ke- 3. Ikan mulai lambat merespon
pakan yang diberikan dan jumlah pakan yang dimakan juga berkurang. Umumnya
respon terhadap ikan pasca injeksi bakteri S. agalactiae lemah bahkan ikan uji
yang diinfeksi dengan bakteri tipe non-hemolitik tidak mau makan sejak hari ke- 3
pasca infeksi. Respon terhadap pakan ikan uji yang diinjeksi bakteri tipe βhemolitik terlihat pada hari ke- 4 (lebih lama dari bakteri tipe non-hemolitik)
terlihat pada Lampiran 11.
3.3.3
Perubahan Gejala Klinis Tubuh Ikan Nila
Pasca infeksi dengan bakteri S. agalactiae, tubuh ikan nila menunjukkan
perubahan gejala klinis. Gejala yang berbeda pasca injeksi tipe β-hemolitik dan
non-hemolitik adalah waktu terjadinya gejala. Umumnya bakteri tipe β-hemolitik
lebih lama waktunya dibandingkan dengan tipe non-hemolitik (Lampiran 12 dan
13). Pada Tabel 3 disajikan inventarisasi perubahan patologi tubuh ikan nila pasca
diinjeksi bakteri S. agalactiae. Pada pasca injeksi bakteri S. agalactiae tipe nonhemolitik lebih banyak menimbulkan gejala klinis dibandingkan dengan tipe βhemolitik sehingga dapat dikatakan bahwa tipe non-hemolitik lebih virulen
dibandingkan dengan tipe β-hemolitik.
Tabel 3 Inventarisasi perubahan gejala klinis tubuh ikan nila pasca diinjeksi
bakteri S. agalactiae
Gejala klinis
Garis vertikal tubuh menghitam
Tubuh berbengkok membentuk “C”
Pendarahan tubuh (Hemorragi)
Mata menonjol (exopthalmia)
Clear operculum
Warna tubuh pucat
Mata mengkerut
Ulcer dikepala
Mata putih (purulens)
Kekeruhan mata (opacity)
Jumlah
Jumlah ikan yang mengalami gajala
klinis pasca infeksi S. agalactiae
tipe β-hemolitik tipe non-hemolitik
5
8
1
2
2
2
3
5
2
2
3
4
1
2
1
3
3
3
2
3
23
34
Perubahan mata yang ditunjukkan pada Gambar 5 tampak mata mengkerut,
pengecilan pupil mata terjadi pada hari ke- 6 pasca infeksi bakteri tipe non-
14 hemolitik dan muncul pada hari ke- 10 pasca infeksi bakteri tipe β-hemolitik.
Awal perubahan pada mata yaitu mata mengkerut kemudian pupil mata mengecil,
mata seperti berkabut (opacity), purulens hingga sebelah mata dapat hilang (Hardi
2011). Perubahan mata berkabut atau keruh (opacity) terjadi pada hari ke- 2 pada
saat infeksi tipe non-hemolitik, sedangkan pada tipe β-hemolitik perubahan terjadi
pada hari ke- 4.
Pembengkakan mata atau eksoptalmia yang disertai dengan pendarahan
terjadi pada hari ke- 4 untuk tipe non-hemolitik dan pada hari ke- 5 untuk tipe βhemolitik. Lateral eksoptalmia lebih sering terjadi dibandingkan dengan bilateral
eksoptalmia. Gejala streptococcosis spesifik pada ikan nila adalah clear
operculum dengan berbagai tanda. Gejala clear operculum muncul rata-rata pada
hari ke- 3 dan clear operculum yang disertai pendarahan pada hari ke- 4 untuk
bakteri tipe non-hemolitik dan hari ke- 5 pasca injeksi bakteri tipe β-hemolitik
tanpa disertai pendarahan.
A
E
F
G
H
B
2
1
C
I
D
1
2
Gambar 4 Gejala klinis pada organ mata dan tubuh ikan nila; A. Normal; B. (1) Mata
mengkerut dan (2) Garis vertikal tubuh menghitam, C. Warna tubuh memucat;
D. (1) Mata berkabut (Opacity) dan (2) Pendarahan tubuh (Hemoragi); E.
Clear operculum (penjernihan operculum) F. Purulens (mata putih); G.
Lateral exopthalmi (penonjolan mata); H. Ulcer dikepala; I. Tubuh
membengkok;
15 Menurut Irianto (2005) penyakit infeksius bisa bersifat akut dengan
mortalitas tinggi dalam jangka waktu singkat dan sedikit tanda-tanda yang terlihat,
sub-akut maupun kronis serta laten dengan mortalitas berlangsung hingga
beberapa minggu sejak munculnya wabah. Streptococcus agalactiae merupakan
bakteri patogen yang menyebabkan septicemia dengan tipikal infeksi yang kronis
pada ikan nila (Conroy 2009). Penyakit S. agalactiae memiliki karakteristik yaitu
septisemia dan meningoencephalitis (Mian et al. 2009). Gejala klinis dari penyakit
ini adalah kelesuan, perut bengkak, lambung dan usus diisi dengan cairan
gelatinous atau kekuning-kuningan dan pada beberapa ikan terjadi hemoragik
kecil di mata, eksoptalmia dan kornea keburaman (opacity), selain itu hati
membesar, kongesti ginjal dan limpa, dan adanya cairan di rongga peritoneal
(Eldar et al. 1994).
3.4 Mortalitas Ikan Nila yang Diinfeksi S. agalactiae
Mortalitas ikan nila yang terjadi selama uji distribusi bakteri S. agalactiae
tipe β-hemolitik dan tipe non-hemolitik di dalam tubuh serta perubahan
makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi bakteri S. agalactiae disajikan pada
Lampiran 14.
Gambar 5
Mortalitas ikan nila akibat infeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik
(dosis LD50 106 CFU/ml) dan mortalitas ikan nila akibat infeksi bakteri S.
agalactiae tipe non-hemolitik (dosis LD50 105 CFU/ml).
Pada Gambar 5 disajikan pola mortalitas pada ikan nila dari penginfeksian
bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik sebanyak 106 CFU/ml dan tipe nonhemolitik sebanyak 105 CFU/ml. Pada pasca infeksi bakteri S. agalactiae
menunjukkan bahwa kematian ikan nila mulai terjadi pada hari ke-3 untuk tipe
16 non-hemolitik tidak berbeda pula dengan tipe β-hemolitik ikan mulai mati pada
hari ke- 3. Perbedaan puncak kematian mulai terjadi pada hari ke- 12 pada tipe
non-hemolitik sebesar 88,89% dan untuk tipe β-hemolitik puncak kematian mulai
terjadi pada hari ke-15 sebesar 77,78%.
Pola kematian ini menandakan bahwa infeksi bakteri S. agalactiae tipe nonhemolitik lebih virulen dibandingkan dengan S. agalactiae tipe β-hemolitik yang
terlihat dari kecepatan kematian yang menyerang pada tipe bakteri tersebut. Hardi
(2011), menyatakan bahwa permukaan sel bakteri tipe β-hemolitik (non kapsul)
lebih banyak tersusun atas protein yang lebih mudah dan cepat dikenali oleh sel
fagosit. Sedangkan tidak seperti sel bakteri tipe non-hemolitik (berkapsul) yang
selain tersusun atas protein, juga tersusun atas karbohidrat yang lebih banyak,
sehingga lebih sulit untuk difagosit. Sel bakteri tipe non-hemolitik lebih cepat
tumbuh dan berkembangbiak serta menyebarkan virulensi di sel atau jaringan
dibandingkan bakteri tipe β-hemolitik yang mudah dikenali dan mampu dilawan
oleh sistem imun.
3.5 Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis Akibat Infeksi Bakteri S.
agalactiae pada Ikan Nila
3.5.1 Patologi Anatomi Makroskopis
Pengamatan perubahan patologi anatomi makroskopis meliputi perubahan
dalam bentuk, ukuran, konsistensi dan warna organ terutama hati dan ginjal.
Pengamatan ini dilakukan dengan cara membedah tubuh ikan uji sesuai prosedur
nekropsi (Lampiran 1) pada pra infeksi untuk mendapatkan gambaran organ
internal ikan normal dan pasca infeksi tepatnya selama masa uji distribusi bakteri
patogen di dalam tubuh ikan nila serta perubahan makroskopis dan mikroskopis.
Patologi anatomi makroskopis ikan nila disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 7.
17 Tabel 4 Perbedaan makroskopis hati dan ginjal ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae dengan ikan normal.
Perlakuan
S. agalactiae tipe βhemolitik
Ikan
normal
Organ
internal
Hati
Ginjal
Hati
Ginjal
S. agalactiae tipe nonhemolitik
Hati
Ginjal
0
Merah
kecoklatan
muda cerah
Merah
kecoklatan
tua,
berupa
gumpalan di
tengah tulang
punggung
Kecoklatan
muda cerah
Merah
kecoklatan
tua,
berupa
gumpalan di
tengah tulang
punggung
Waktu pasca infeksi (jam)
3
6
9
12
Merah kecoklatan muda cerah
Merah kecoklatan tua, berupa gumpalan di tengah tulang punggung
Merah
Merah
Merah
Merah
kecoklatan
kecoklatan pucat kecoklatan
kecoklatan
muda cerah
dan
kuning pucat
pucat
dan
kehijauan
kuning
kehijauan
Merah
Merah
Merah
Merah
kecoklatan tua, kecoklatan tua, kecoklatan
kecoklatan
berupa
berupa gumpalan pucat
pucat
gumpalan
di di tengah tulang
tengah
tulang punggung
punggung
Merah
Organ
dalam Merah
Merah tua dan
kecoklatan
berair
merah kecoklatan
membengkak
muda cerah
kecokelatan
pucat
dan berupa
pucat
kuning
gumpalan
di
kehijauan
tengah tulang
punggung
Merah
Merah
tua Merah
tua Merah
kecoklatan tua, membengkak di membengkak kecoklatan
berupa
tengah
tulang di
tengah pucat
dan
gumpalan
di punggung
tulang
membengkak di
tengah
tulang
punggung
tengah tulang
punggung
punggung
15
Merah
kecoklatan pucat
Merah
kecoklatan pucat
Merah
kecoklatan pucat
Merah
kecoklatan pucat
dan
membengkak di
tengah
tulang
punggung
A
2
B
1
C
Gambar 6
2
D
2
E
1
2
1
1
1
2
1
F
2
Perubahan makroskopis ginjal (
)(1) dan hati (
)(2) ikan nila yang
diinfeksi S. agalactiae pada hari ke- 0, 3, 6, 9, 12, dan 15; (A) Organ dalam
normal, (B) hati berwarna pucat dan ginjal berwarna pucat, (C) hati
berwarna merah kecoklatan dan ginjal berwarna pucat, (D) hati berwarna
pucat dan ginjal membengkak berwarna merah kecoklatan, (E) hati berwarna
merah kecoklatan dan ginjal membangkak berwarna merah kecoklatan, dan
(F) hati berwarna kecoklatan pucat dan hati berwarna kecoklatan pucat dan
organ dalam berair.
Hasil pengamatan pada ikan nila pasca infeksi dengan bakteri S. agalactiae
baik tipe β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik menunjukkan perubahan
makroskopis organ internal yang meliputi hati dan ginjal, tidak memiliki
perbedaan yang jauh. Pada hari ke- 0 dan ke- 3 kondisi kedua organ masih
normal, dimana hati memanjang di rongga tubuh, merah kecoklatan mudah cerah
dan ginjal berwarna merah kecoklatan tua berupa gumpalan di tengah tulang
19 punggung. Kemudian hari ke- 6, 9, 12, dan 15 mulai terjadi perubahan
makroskopis organ internal, mulai dari perubahan warna yang tadinya cerah
menjadi pucat dan kehijauan atau semakin tua serta pembengkakan ginjal. Pada
pasca infeksi S. agalactiae tipe non-hemolitik hari ke-12 dan 15, rongga perut
terdapat cairan yang berlebih.
Dharma (1982) menyatakan bahwa terganggunya fungsi hati dan empedu
disebabkan oleh meningkatnya kerja hati untuk mengumpulkan, mengubah,
menimbun metabolik-metabolik dan menetralkan serta menghilangkan zat-zat
toksin. Huizinga et al. (1979) menyatakan bahwa secara internal, hati dan ginjal
adalah organ target dari septisemia akut. Ginjal merupakan organ utama sistem
ekskresi ikan, suatu organ besar dan terdapat di bagian atas rongga perut yang
memiliki fungsi sebagai ekskresi produk limbah dari tubuh dan penting untuk
keseimbangan cairan tubuh (Angka et al. 1990). Ginjal memiliki kemampuan
menyaring dan membuang partikel-partikel angtigen dan hasil buangan metabolik
yang tersirkulasi dalam aliran darah dan juga sebagai jaringan limfomieloid utama
(ginjal anterior) pembentuk respon imun dan darah pada ikan (Ferguson 1988).
Purwoko (2009) menyatakan bahwa sebagian besar bakteri gram positif
memproduksi eksotoksin yaitu protein yang diproduksi dan dikeluarkan oleh
bakteri gram positif, sehingga toksin tersebut terbawa oleh peredaran darah
sampai ke seluruh bagian tubuh inang. Eksotoksin ini menyerang sel inang secara
lokal atau terbawa peredaran darah dan menyerang jaringan dan organ yang
rentan. Enzim dan toksin yang dihasilkan bakteri penyebab penyakit septicemia
sebagai produk ekstraselulernya merupakan racun bagi ikan yang dapat
menyebabkan perubahan warna dan struktur organ dalam (Munro 1982).
3.5.2 Patologi Anatomi Mikroskopis
Menurut Takashima dan Hibiya (1995), berbagai keadaan abnormal
biasanya terlihat ketika hewan yang hidup tidak dapat memelihara kondisi normal
dikarenakan gangguan di dalam fungsi fisiologikal dari sebagian atau keseluruhan
tubuh, perubahan patologi tersebut secara umum meliputi: gangguan sirkulasi
berupa hemoragi, hiperami, kongesti dan hydrops (edema); perubahan regresif
berupa atrofi, degenerasi dan nekrosis; perubahan progresif ditandai dengan
hiperplasia dan hipertropi dari sel dan jaringan; serta inflamasi.
20 3.5.2.1 Hati
Pemeriksaan sel dan jaringan organ hati ikan nila kondisi normal yang
disajikan pada Gambar 7.
20 µm
Gambar 7
Hati ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat.
Di dalam hati perubahan patologi khusus yang terjadi terdiri atas: hipertropi,
cloudy swelling, atropi, nekrosis, degenerasi vacuolar (vakuolisasi) degenerasi
lemak, bile stagnation, hepatitis, cirrhosis, dan kongesti (Takashima dan Hibiya
1995).
Tabel 5 Perubahan patologi hati ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae
Bakteri
S. agalactiae tipe
β-hemolitik
S. agalactiae tipe
non-hemolitik
Waktu Pengamatan
(Hari)
0
3
6
9
12
15
0
3
6
9
12
15
Perubahan patologi di dalam hati
He
Hi
K
Dv
N
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Keterangan: He=hemoragi, Hi=hiperemi, K=kongesti, Dv=degenerasi vakuolar (vakuolisasi),
N=nekrosis; (-) tidak terjadi perubahan; (+) terjadi perubahan
Histopatologi yang teramati dari organ hati pada ikan nila memperlihatkan
bahwa pada ikan yang diinfeksi S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun tipe
non-hemolitik selama periode pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15
mengalami perubahan patologi berupa hemoragi, hiperemi, kongesti, vakuolisasi
dan nekrosis disajikan pada Tabel 5.
21 Hi
Ne
He
Cg
Ne
Hi
Ne
Ne
Dv
Dg
1
20 µm
Gambar 8
H
2
20 µm
3
20 µm
Histopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe βhemolitik: Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Cg=kongesti,
Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi
Hi
Ne
Dv
Dv
Ne
Dv
Hi
1
20 µm
2
20 µm
3
Hi
Dv
Ne
20 µm
Ne
Hi
Hi
4
20 µm
Gambar 9
20 µm
5
20 µm
6
Histopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe nonhemolitik: Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi
vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi
Takashima dan Hibiya (1995), menyatakan kongesti darah sinusoid atau
pembuluh kecil terjadi pada hati. Sel hepatik di dalam area yang berdampingan
mengalami atrofi dalam kasus yang hebat dari kongesti. Serta vakuola kadangkala
teramati di dalam nukleus pada preparasi pewarnaan dengan hematoxylin dan
eosin (HE). Vakuola ini sedikit berisi koloid protein cair tetapi terkadang
menunjukkan reaksi PAS (Periodic Acid Schiff) positif.
22 3.5.2.2 Otak
Pemeriksaan pra infeksi sel dan jaringan organ ginjal ikan nila normal yang
disajikan pada Gambar 10.
20 µm
Gambar 10 Otak ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat.
Pengamatan histopatologi otak ikan nila memperlihatkan bahwa ikan yang
diinfeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik selama periode
pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 mengalami perubahan-perubahan
patologi berupa: hemoragi, hiperemi, degenerasi, dan nekrosis, disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6 Perubahan patologi otak ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae
Bakteri
S. agalactiae
tipe β-hemolitik
S. agalactiae
tipe nonhemolitik
Waktu Pengamatan
(Hari)
0
3
6
9
12
15
0
3
6
9
12
15
Perubahan patologi di dalam otak
He
Hi
Dg
N
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Keterangan: He=hemoragi, Hi=hiperemi, Dg=degenerasi, N=nekrosis; (-) tidak terjadi perubahan;
(+) terjadi perubahan
Kerusakan sel dan jaringan yang timbul pada organ otak ikan nila akibat
infeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik organ mengalami perubahan pada hari ke-6
dengan kerusakan yang ditimbulkan berupa: hiperemi, degenerasi dan nekrosis
(Gambar 11). Sedangkan tipe non-hemolitik, organ mengalami perubahan mulai
23 dari hari ke-3 sampai hari ke-15 berupa: hemoragi, hiperemi, nekrosis, degenerasi
vacuolar (Gambar 12).
Dg
Ne
Ne
Hi
Hi
1
20 µm
Gambar 11
Ne
Dg
2
20 µm
3
20 µm
Histopatologi otak ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe βhemolitik (mesencephalon); Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi,
Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi)
He
Dg
Ne
Ht
Ne
Dg
1
20 µm
2
20 µm
20 µm
3
Dv
Hi
Hi
D
Hi
Ne
20 µm
Gambar 12
4
20 µm
5
20 µm
6
Histopatologi otak ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe nonhemolitik (mesencephalon); Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi,
Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi
24 3.5.2.3 Ginjal
Pemeriksaan pra infeksi sel dan jaringan organ ginjal ikan nila normal yang
disajikan pada Gambar 13.
20 µm
Gambar 13
Ginjal ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat.
Pengamatan histopatologi organ ginjal pada ikan nila memperlihatkan
bahwa pada ikan yang di infeksi bakteri S. agalactiae selama periode pengamatan
pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 mengalami perubahan patologi berupa:
hiperemi, nekrosis, degenerasi, degenerasi vacuolar (vakuolisasi), hemoragi,
hipertropi yang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Perubahan patologi ginjal ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae
Bakteri
S. agalactiae
tipe β-hemolitik
S. agalactiae
tipe nonhemolitik
Waktu
Pengamatan
(Hari)
0
3
6
9
12
15
0
3
6
9
12
15
Perubahan patologi di dalam ginjal
He
Hi
Ht
Dv
N
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Keterangan: He=hemoragi, Hi=hiperemi, Ht=Hipertropi, Dv=degenerasi vakuolar (vakuolisasi),
N=nekrosis; (-) tidak terjadi perubahan; (+) terjadi perubahan
Kerusakan sel dan jaringan yang timbul pada organ ginjal ikan nila akibat
infeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik organ mengalami perubahan pada hari ke-3
dengan kerusakan yang ditimbulkan berupa: hiperemi, degenerasi dan nekrosis
25 serta pada hari ke- 6 disertai dengan hemoragi (Gambar 14). Sedangkan tipe nonhemolitik, organ mengalami perubahan mulai dari hari ke- 3 berupa: hiperemi,
nekrosis, degenerasi vacuolar dan pada hari ke- 6 krusakan yang timbul berupa:
hemoragi dan hipertropi (Gambar 15).
Ne
He
1
20 µm
Dg
Hi
Dg
2
20 µm
Ne
3
20 µm
Gambar 14 Histopatologi ginjal ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe βhemolitik; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, He=hemoragi
Ne
He
Ht
1
20 µm
2
20 µm
3
20 µm
Dg
Dg
Hi
He
Ne
Dv
20 µm
Gambar 15
4
20 µm
5
20 µm
6
Histopatologi ginjal ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe nonhemolitik; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi
vacuolar (vakuolisasi), Ht=hipertropi, He=hemoragi
Menurut Hardi (2003), reaksi dari sel, jaringan atau organ terhadap agen
perusak dapat berbentuk adaptasi, penyesuaian terhadap rangsangan fisiologik
atau patologik tertentu, seperti adanya reaksi berupa hipertropi, hiperplasia,
hiperemi dan atropi. Hal ini menandakan gejala klinis yang muncul pertama kali
karena adanya adaptasi perubahan lingkungan (patogen, penangan, polutan).
26 Plumb (2004) juga berpendapat bahwa perubahan-perubahan tersebut merupakan
respon awal yang diikuti dengan terjadinya peradangan, nekrosis dan
terbentuknya tukak. Hal ini karena adanya tekanan dari bahan penyebab stress di
lingkungan berupa infeksi bakteri S. agalactiae.
Hemorragi merupakan keluarnya darah dari pembuluh darah, baik ke luar
tubuh maupun ke luar jaringan tubuh, gambaran mikroskopik terlihat eritrosit di
luar pembuluh darah (Takashima dan Hibiya 1995). Hiperemi adalah kondisi
menggenang dari aliran darah arteri. Sedangkan kongesti merupakan kenaikan
jumlah darah di dalam pembuluh darah sehingga tejadi pembendungan, gambaran
mikroskopik berupa kapiler darah tampak melebar penuh berisi eritrosit. Menurut
Ressang (1984), kongesti adalah terjadinya pembendungan darah yang disebabkan
adanya gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan kekurangan oksigen dan zat
gizi. Kongesti didahului dengan pembengkakan sel hati dimana sel hati membesar
yang mengakibatkan sinusoid menyempit sehingga aliran darah terganggu, hal ini
menyebabkan terjadinya pembendungan darah pada beberapa tempat.
Degenerasi merupakan keadaan substansi fisiologikal di dalam jaringan
yang meningkat secara abnormal atau terlihat ditempat lain (Takashima dan
Hibiya 1995). Nekrosis adalah kematian yang terjadi secara cepat pada bagian
yang terbatas pada suatu jaringan dari individu tertentu disaat masih hidup.
Gambaran mikroskopis dicirikan oleh adanya perubahan warna jaringan (lebih
pucat): perubahan konsistensi jaringan (lebih lunak); adanya batas yang jelas
antara jaringan nekrosis dan jaringan normal serta adanya perubahan pada sel
yang meliputi ini, sitoplasma dan sel secara keseluruhan. Reaksi terhadap jaringan
nekrosis, disekitarnya akan dikelilingi oleh neutrofil yang akan membantu
mencairkan jaringan tersebut agar dapat dikeluarkan dari tubuh (Hardi 2003).
Menurut Darmono (1995), tingkat kerusakan sel dan jaringan dibagi
menjadi tiga yaitu ringan, sedang, dan berat. Degerenerasi termasuk dalam tingkat
ringan yang ditandai dengan pembengkakan sel. Tingkat kerusakan sedang yaitu
kongesti dan hemoragi, sedangkan tingkat berat adalah kematian sel dan nekrosis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa organ ginjal, otak dan hati ikan nila yang
diinfeksikan bakteri S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun non-hemolitik
mengalami semua tingkatan kerusakan sel dan jaringan mulai dari ringan, sedang
27 dan berat. Perbaikan jaringan pada organ yang rusak akan berlangsung lambat
apabila ikan yang terinfeksi tidak memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik
sehingga kerusakan organ biasanya akan berakhir dengan kematian (Nabib dan
Pasaribu 1989).
3.6 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati selama penelitian meliputi suhu,
dissolve oxygen (DO), pH dan amoniak. Pengukuran dilakukan mulai dari awal
perlakuan hingga akhir perlakuan uji tantang infeksi. Kisaran nilai parameter
kualitas air selama masa penelitian disajikan pada Tabel 8.
Parameter
kualitas air
Suhu (oC)
pH
DO (mg/ℓ)
Amoniak (mg/ℓ)
Nilai kualitas air
selama penelitian
Kualitas air
untuk ikan nila
Referensi
27 – 29
6.63 – 6.95
5.20 – 6.26
0.013 – 0.018
25 – 32
6.5 – 8.5
≥3
< 0.02
SNI
7550:2009
Tabel 8 Kisaran kualitas air media pemeliharaan ikan nila selama masa penelitian
Berdasarkan Tabel 8, maka kualitas air media pemeliharaan ikan nila selama
masa penelitian berada pada kisaran yang ideal bagi pertumbuhan ikan budidaya
nila (SNI 7550:2009). Hal ini menunjukkan bahwa parameter kualitas air dalam
penelitian ini tidak menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi kehidupan ikan
nila, sehingga infeksi yang terjadi sepenuhnya disebabkan oleh infeksi bakteri S.
agalactiae.
Menurut Taufik (1984) kualitas air dapat mempengaruhi keadaan ketahanan
tubuh ikan dan dapat mempengaruhi timbul atau tidaknya suatu penyakit. Secara
umum faktor yang terkait dengan timbulnya suatu penyakit merupakan interaksi
dari tiga faktor yaitu inang, patogen dan lingkungan atau stressor eksternal
(perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan , tingkat higienik yang buruk
dan stress) (Austin dan Austin 1999, diacu dalam Irianto 2005). Selama
penelitian, parameter kualitas air pada awal dan akhir pengamatan menunjukkan
kisaran yang layak untuk media budidaya ikan nila yang ditunjukkan pada Tabel
10. Kisaran suhu selama penelitian masih berada dalam kisaran normal untuk
pemeliharaan ikan nila yaitu 27-29 oC. Ikan nila dapat hidup pada suhu 25-32 oC
(SNI 7550:2009). Suhu air secara langsung mempengaruhi respon fisiologi,
28 reproduksi dan pertumbuhan ikan. Effendi (2003) menyatakan bahwa perubahan
suhu akan mempengaruhi kecepatan perkembangan mekanisme pertahanan dan
pembentukan antibodi, selain itu perubahan suhu dapat menjadi penyebab stress
yang akan mempengaruhi kesehatan ikan.
Selama penelitian nilai pH masih berada dalam kisaran normal yang cocok
untuk pemeliharaan ikan nila yaitu berkisar antara
6.63–6.95. Boyd (1982)
menyatakan bahwa air dengan pH kurang dari 4 akan membunuh ikan, antara 6.58.5 baik untuk ikan budidaya, pH lebih dari 8.5 akan membahayakan ikan dan pH
11 akan membunuh ikan. Ikan nila dapat hidup pada pH 6.5-8.5 (SNI 7550:2009).
Kandungan oksigen terlarut dalam media pemeliharaan ikan nila selama
penelitian berkisar antara 5.20 – 6.26 mg/ℓ, nila ini masih sesuai dengan kondisi
hidup ikan nila yang dapat hidup pada kisaran oksigen terlarut ≥ 3 mg/ℓ (SNI
7550:2009).
Selama penelitian kandungan amoniak masih berada dalam kisaran optimal
yaitu sebesar 0.013–0.018 ppm. Menurut Boyd (1982), konsentrasi amoniak untuk
pemeliharaan ikan adalah lebih dari 0.52 ppm, sedangkan pada konsentrasi 1.2-2
ppm dapat menyebabkan kematian ikan dan proporsi total amoniak ini akan
meningkat dengan meningkatnya suhu dan pH. Hal ini juga didukung dengan
kondisi ikan nila masih dapat hidup pada kondisi amoniak < 0.02 mg/ℓ (SNI
7550:2009).
29 IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik lebih virulen dibandingkan dengan
tipe β-hemolitik dilihat dari tingkat kematian dan kecepatan timbulnya gejala
klinis yang diinfeksikan ke ikan nila. Proses infeksi S. agalactiae di dalam tubuh
ikan nila ditunjukkan dengan distribusi bakteri dan adanya perubahan
makroskopis dan mikroskopis yang ditemukan di dalam hati, otak, ginjal, dan
darah pada hari ke- 3 sampai hari ke-15.
4.2 Saran
Perlu dilakukkan penelitian lanjut untuk mencari upaya penanggulangan dan
pengendalian S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik
terhadap ikan nila melalui pemberian vaksin ekstrakselular produk (ECP) atau sel
utuh dari bakteri S. agalactiae.
30 DAFTAR PUSTAKA
Angka, S.L., Mokoginta, I., Hamid, H., 1990. Anatomi dan Histologi Banding
Beberapa Ikan Air Tawar yang Dibudidayakan Di Indonesia. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Institut
Pertanian Bogor.
Angka, S.L., 2001. Studi karakterisasi dan patologi Aeromonas hydropila pada
ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Makalah Falsafah Sains. Bogor:
Program Studi Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Baya, A.M., Lupiani, B., Hetrick, F.M., Robertson, B.S., Lukacovic, R., May, E.,
Puokish, C., 1990. Association of Streptococcus sp. with mortalities in the
Chesapeake bay and it’s tributaries. Journal of Fish Diseases 19: 235-241.
Boyd, C.E., 1982. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn: Auburn
University, International Center for Aquaculture Experiment Station.
Chang, P.H., Pumb, J.A., 1996. Histopathology of experimental Streptococcus sp.
Infection in tilapia Oreochromis niloticus L. and channel catfish Ichtalurus
punctatus Refinesque. Journal of Fish Diseases 13: 251-253
Conroy, G., 2009. Tilapia streptococcosis: Prevalence of Streptococcus Species in
Latin America and their pathological manifestations. Proceedings Managing
Streptococcus in Warmwater Fish: 15-20.
Darmono, 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press.
Dharma, A., 1982. Histologi Dasar. Edisi Ke-3. Jakarta: CV EGC.
Effendi, M.I., 2002. Biologi Perikanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Eldar, A., Bejerano, Y., Bercovier, H., 1994. Streptococcus shiloi and
Streptococcus difficile: two new streptococcal species causing
meningoencephalitis in fish. J. Curr. Microbiol. 28(3): 139-143.
Evans, J.J., Pasnik, D.J., Klesius, P.H., Al-Ablani, S., 2006. First report of
Streptococcus agalactiae and Lactococcus garvieae from a wild bottlenose
dolphin Tursiops truncates. Journal of Wildlife Diseases. 42(3) : 561-569.
Fardiaz, S., 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Ferguson, H.W., 1988. Normal structure and function. Journal Fish Diseases
Refresher Course of Veterenarians Proc 106:35-33
Giordano, L.G.P., Muller, E.E., de Freitas, J.C., da Silva, 2010. Evaluation on the
pathogenesis of Streptococcus agalactiae in VG nile tilapia (Oreochromis
niloticus). J. Brazilian Archeves of Biology and Technology 53:1:87-92.
Hardi, E.H., 2003. Kondisi perairan teluk bontang: pendekatan imunologi dan
histologi ikan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
31 Hardi, E.H., 2011. Kandidat vaksin potencial Streptococcus agalactiae untuk
pencegahan penyakit Streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis
niloticus). [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor
Huizinga, H,W., Esch, G.W., Hazen, T.C., 1979. Histopathology of redsore
disease in naturally and experimentally infected largemouth bass,
Micropterus salmonides Lacepide. Journal of Fish Diseases 2:263-277.
Irianto, A., 2005. Patologi Ikan Teleostei. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Mian, G.F., Godoy, D.T., Leal, C.A.G., Yuhara, T.Y., Costa, G.M., Figueiredo,
2009. Aspect of the natural history and virulence of S. agalactiae infection
in nile tilapia. Journal of Veterinary Microbiology 136:180-183.
Munro, A.L., 1982. The pathogenesis of bacterial disease of fishes. Di dalam
Roberts RJ, editor. Microbial Diseases of Fish. New York: Academic Press
151 hlm.
Nabib, R., Pasaribu, F.H., 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bogor: UPT Produksi
Media Informasi LSI-IPB.
Pierera, R.P., Johnson, S.K., Collin, M.D., Lewis, D.H., 1994. Streptococcus iniae
associated with mortality of Tilapia nilotica and Tilapia aurea hybrids. J.
Aquat. Anim. Health 6:335-340.
Plumb, J.A., 2004. Health maintenance of cultured fishes, principal microbial
disease Ch. III, Pathology. Boca Raton, Florida: CRS. Press Inc. hlm 37-45.
Poermomo, S.H.,2009. Genjot produksi melalui perikanan budidaya. Siaran pers.
Available at http://www.dkp.go.id/index.php/indonesia/Genjot-perikananmelalui-budidaya-perikanan [2 Maret 2010]
Purwoko, T., 2009. Fisiologi Mikroba. Edisi Ke-1. Jakarta: Bumi Aksara.
Reed, L.J., Muench, H., 1938. A simple method of estimating fifty percent
endpoints. The American Journal of Hygiene 27:493-497.
Ressang, 1984. Patologi khusus Veteriner. Denpasar: Bali Press.
Sheehan, B., Lauke, L., Lee, Y.S., Lim, W.K., Wong, F., Chan, J., Komar, C.,
Wendover, N., Grisez, L., 2009. Streptococcal diseases in farmed tilapia.
Aquaculture Asia Pacific. 5 (6): 27-29
Standar Nasional Indonesia. 2009. Metode identifikasi bakteri pada ikan secara
konvesional Bagian 3: Streptococcus iniae dan Streptococcus agalactiae.
Badan Standardisasi Nasional/BSN. SNI 7545.3: 2009.
Standar Nasional Indonesia. 2009. Produksi ikan nila Oreochromis niloticus
Bleeker kelas pembesaran di kolam air tenang. Badan Standardisasi
Nasional/BSN. SNI 7550: 2009.
Sukenda. 2000. Studies on Pseudomonas plecoglossicida infection in ayu
Plecoglossus altivelis. [thesis]. Tokyo: The University of Tokyo in Partial
32 Fulfilment of the Requirements for the Degree of Ph.D. in Fisheries
Science.
Takashima, F., Hibiya, T., 1995. An Atlas of Fish Fistology: Normal and
Pathological Features. Tokyo: Kodansa LTD.
Taufik, P., 1984. Faktor kualitas air dapat mempengaruhi timbulnya suatu
penyakit pada ikan. Majalah pertanian no.3, tahun ke- 31. Departemen
Pertanian. Jakarta. hlm 21.
Winarti, 2010. Kerentanan ikan jelawat Leptobarbus hoevenii Blkr terhadap
infeksi bakteri patogen. [tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor.
Wibawan, I.W.T., Laemmler, Seleim, Pasaribu, F.H., 1992. Role of hydrophobic
surface proteins in mediating adherence of group B streptococcoci to
epitelial cells. J. Gen. Microbiol. 138: 1237-1242.
Yuasa, K., Kamaishi, T., Hatai, K., Bahnnan, M., Borisuthpeth, P., 2008. Two
cases of streptococcal infections of cultured tilapia in Asia, pp. 259-268. In
Bondad-Reantaso, M.G., Mohan, C.V., Crumlish, M. and Subasinghe, R.P.
(eds.). Diseases in Asian Aquaculture VI. Fish Health Section, Asian
Fisheries Society, Manila, Philippines. 505pp.
33 Lampiran 1 Prosedur nekropsi jaringan tubuh ikan nila
A. Pemeriksaan dan pembagian sampel
Pemeriksaan bakteri pada sampel harus diakukan secara aseptic dan
dikerjakan pertama kali untuk menghindari kontaminan, setelah itu baru
mengerjakan pemeriksaan virus dan terakhir parasit. Untuk pemeriksaan bakteri,
tiap sampel diperiksa secara terpisah (individual), sedangkan sampel untuk
virologi digabung tiap maksimal 5 ekor sampel, dan sampel untuk parasitology
digabung per grup bobot. Jaringan yang akan diambil untuk diperiksa akan
berbeda pada ukuran sampel yang berbeda. Sampel ikan yang akan digunakan
bisa dilakukan pemeriksaan bakteri, virus dan parasit. Organ yang diperiksa mata,
otak, dan ginjal.
B. Sampling jaringan untuk reisolasi
Prosedur kerjanya sebagai berikut:
1) Ikan dimatikan, bila sampel yang digunakan masih dalam keadaan hidup.
2) Permukaan kulit di lap dengan tissue untuk menghilangkan kotoran dan lendir
yang berlebih, kemudian semprotkan alcohol 70% dan dikeringkan dengan
tissue sebagai sanitasi permukaan kulit yang akan dibedah.
3) Dengan menggunakan gunting atau scapel steril (dibakar dengan alcohol),
pada bagian ventral dari arah posterior menuju arah anus dipotong, harus
dihindari anus terpotong agar isi usus tidak mengotori rongga perut. Dipotong
sedikit ke arah dorsal sejajar linea latelaris.
4) Dengan pinset steril, daging ikan disibakkan dan dengan scapel steril, usus
dan gelembung renang digeser sampai ginjal terlihat.
5) Dengan menggunakan loop tajam, lakukan penusukkan ke dalam ginjal
menembus membran pembungkus ginjal, lalu digoreskan secara aseptic ke
media plate BHIA (Brain Heart Infusion Agar). Hal ini, dilakukkan dengan
hati-hati jangan sampai loop mengenai organ lain. Satu plate dapat dipakai
untuk 3 sampel.
6) Bakteri yang didapatkan selanjutnya diidentifikasi.
34 Lampiran 2 Komposisi media yang digunakan untuk kultur bakteri patogen
selama masa penelitian
A.
Brain Heart Infusion Agar (DIFCO) = 52 g/liter ≈ 5.2 g/100 ml Aquadest
1. Calf Brains, Infusion
200 g
2.
Beef Hearts, Infusion
250 g
3.
Proteose Pepton, Difco
10 g
4.
Sodium Chloride
5g
5.
Disodium Phosphate
6.
Bacto-Dextrose
2g
7.
Bacto Agar
15 g
8.
pH
7.4
B. Brain Heart Infusion Broth = 37 g/liter ≈ 3.7 g/100 ml Aquadest
1. Calf Brains, Infusion
2.5 g
200 g
2.
Beef Hearts, Infusion
250 g
3.
Proteose Pepton, Difco
10 g
4.
Sodium Chloride
5g
5.
Disodium Phosphate
6.
Bacto-Dextrose
2g
7.
pH
7.4
C. Phosphate Buffer Saline (PBS) = g/liter
1. NaCl
2.5 g
8g
2.
KH2PO4
0.2 g
3.
Na2HPO4
1.5 g
4.
KCl
0.2 g
5.
Aquadest
1000 ml
6.
pH
7.0 – 7.4
D. Larutan Bouin’s perbandingan 15:5:1
1. Asam Pikrat jenuh ± 21g/liter
15 ml
2.
Formaldehyde Solution min. 37%
5 ml
3.
Acetic acid glacial 100%,
1 ml
35 Lampiran 3 Prosedur uji karakteristik biokimia bakteri (uji oxidative/fermentatif,
motilitas, oksidase, katalase, uji pertumbuhan dalam NaCl 6.5%, uji
produksi asam dari D-manitol, dan uji hemolysis) dan sifat Gram.
A.
Pewarnaan Gram
1.
2.
3.
Siapkan gelas objek yang telah dibersihkan dari lemak dengan alcohol 70% dan diberi label.
Teteskan satu tetes akuades steril pada permukaan gelas objek.
Isolat diambil dengan jarum ose steril, yang dicampur dengan akuades dan diulas merata
pada permukaan gelas objek.
Dilakukan fiksasi dengan melewatkan preparat di atas api (jarak 15 cm) beberapa kali hingga
terlihat kering.
Larutan crystal violet diteteskan pada preparat sampai merata dan didiamkan selama 1 menit.
Cuci preparat dengan air mengalir dan dikering anginkan
Larutan iodine lugol diteteskan pada preparat sampai merata dan didiamkan selama 1 menit
Cuci preparat dengan air mengalir dan dikering anginkan
Larutan alcohol aseton diteteskan pada preparat sampai merata dan didiamkan selama 30
detik
Cuci preparat dengan air mengalir dan dikering anginkan
Larutan safranin diteteskan pada preparat sampai merata dan didiamkan selama 30 detik.
Cuci preparat dengan air mengalir dan dikering anginkan
Preparat dapat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x atau 1000x, dengan
menggunakan minyak emersi
Sifat bakteri Gram positif ditandai dengan sel bakteri berwarna ungu dan sifat bakteri Gram
negative ditandai dengan sel bakteri berwarna merah.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
B.
Uji Motilitas
Prosedur kerja dalam uji motilitas, adalah sebagai berikut:
1. Penyiapan media, dilakukan dengan melarutkan 30 g bahan dalam 1 liter aquadest, lalu
dipanaskan di penangas hingga larut sempurna, kemudian dituang dalam tabung reaksi
sebanyak 5 ml, selanjutnya disterilkan dengan autoklaf 15 menit suhu 121 oC tekanan 1 atm.
2. Cara melakukan uji, koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum inoculum, yang
diinokulasikan secara vertical, kemudian diinkubasi pada suhu 28 oC selama 24 jam.
3. Hasil uji, motilitas bakteri diperlihatkan dengan adanya pertumbuhan pada permukaan medium
dan tidak hanya pada bekas tusukan, bakteri non motil tumbuh sempanjang tusukan,
pembentukkan indol ditandai dengan timbulnya warna merah muda setelah penambahan 1-2
pereaksi Kovak atau Ehrlich, adanya pembebasan sulfida terlihat oleh terbentuknya warna
hitam.
C.
Uji Oxidatif/Fermentatif
Prosedur kerja dalam melakukan uji oxidative/fermentative adalah sebagai berikut:
1. Penyiapan media, dilakukan dengan melarutkan 9.4 g bahan dalam 1 liter aquadest, lalu
ditambahkan 10 g glukosa, setelah itu dipanaskan di penangas hingga larut sempurna,
kemudian dituang dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml, selanjutnya disterilkan dengan autoklaf
15 menit suhu 121 oC tekanan 1 atm.
2. Cara melakukan uji, koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose, yang
diinokulasikan secara vertical pada 1 set O/F medium, salah satu tabung diberi paraffin cair 1
ml dan yang satu lagi tidak diberi paraffin. kemudian diinkubasi pada suhu 28 oC selama 24
jam.
3. Hasil pengujian, reaksi oksidatif bila tabung yang tidak diberi paraffin berubah menjadi
kuning, sedangkan reaksi fermentatif bila tabung yang tidak diberi paraffin berubah warna
menjadi kuning atau kedua tabung berubah warna menjadi kuning.
D.
Uji Katalase
Cara melakukan uji katalase, yaitu: sebagian koloni bakteri diambil dari agar miring dan
diletakkan pada gelas objek, lalu diberikan larutan hydrogen peroksida pada koloni tersebut.
Adanya gelembung-gelembung menunjukkan reaksi positif.
36 Lampiran 3 Prosedur uji karakteristik biokimia bakteri (uji oxidative/fermentatif,
motilitas, oksidase, katalase, uji pertumbuhan dalam NaCl 6.5%, uji
produksi asam dari D-manitol, dan uji hemolysis) dan sifat Gram
(Lanjutan).
E.
Uji Oksidase
Caranya, yaitu: p-aminodimethylaniline-oxalat 1% diteteskan pada kertas saring. Kemudian
1 ose penuh biakan dari media padat diulaskan diatas tetesan p-aminodimethylaniline-oxalat. Bila
koloni berubah warna menjadi merah atau merah muda, berarti tes positif, bila berwarna ungu
berarti tes negatif.
F.
Uji pertumbuhan dalam NaCl 6.5%
Prosedur kerja dalam melakukan uji pertumbuhan dalam NaCl 6.5% adalah sebagai berikut:
1. Penyiapan media, dilakukan dengan melarutkan 52 g BHIA dalam 1 liter aquadest, lalu
ditambahkan 65 g NaCl, setelah itu dipanaskan di penangas hingga larut sempurna, selanjutnya
disterilkan dengan autoklaf 15 menit suhu 121 oC tekanan 1 atm, setelah itu dituang dalam
cawan petri hangat kuku sebanyak 12 ml dan diamkan.
2. Cara melakukan uji, koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose, yang
diinokulasikan dengan menggoreskan pada media BHIA yang ditambahkan NaCl, kemudian
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam.
3. Hasil pengujian, reaksi positif apabila bakteri tumbuh pada media dan reaksi negative apabila
tidak tumbuh pada media.
G.
Uji Hemolisis
Cara melakukan uji, inokulasikan isolate bakteri ke dalam blood agar dengan metode
platting, inkubasi pada suhu 25 oC-30 oC selama 24 jam, kemudian amati daerah yang terbentuk di
sekitar koloni yang tumbuh. Hasil yang didapatkan adalah reaksi positif alpha haemolisis jika
terdapat zona kehijau-hijauan disekitar daerah koloni dan reaksi positif betha haemolisis jika
terdapat zona bening disekitar daerah koloni. Reaksi negatif apabila tidak terjadi zona warna
disekitar daerah koloni.
H. Uji produksi asam dari D-mannitol
Prosedur kerja dalam melakukan uji produksi asam dari D-mannitol adalah sebagai berikut:
1. Penyiapan media, dilakukan dengan melarutkan Phenol Red secukupnya ditambah dengan 37
g BHIB dalam 1 liter aquadest, setelah itu dipanaskan di penangas hingga larut sempurna,
selanjutnya disterilkan dengan autoklaf 15 menit suhu 121 oC tekanan 1 atm, setelah itu
ditambahkan 5-10 g/liter manitol dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml.
2. Cara melakukan uji, koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum inoculum, yang
diinokulasikan secara vertical, kemudian diinkubasi pada suhu 28 oC selama 24 jam.
3. Hasil pengujian, reaksi positif apabila terbentuk warna kuning pada media dan negative bila
tidak terjadi perubahan warna.
37 Lampiran 4 Prosedur penginfeksian bakteri S. agalactiae pada ikan nila
1 Ose
1 ml
1 ml
0,1 ml
109 CFU/ml
Isolat dari agar
miring
Kultur cair di media
BHIB 10 ml
Kultur cair di media
BHIB 9 ml
0,9 ml
BHIB
108 CFU/ml
0,1 ml
107 CFU/ml
0,1 ml
Inkubasi pada shaker suhu 28-30 0C,
selama 24 jam
0,1 ml
101 CFU/ml
102 CFU/ml
0,1 ml
103 CFU/ml
0,1 ml
104 CFU/ml
0,1 ml
0,1 ml
105 CFU/ml
106 CFU/ml
Setiap dosis mulai dari 109 – 101 CFU/ml diinjeksikan pada ikan uji sebanyak 0,1 ml/ekor
38 Lampiran 5 Diagram alir pembuatan blok paraffin
Sampel organ ikan uji
Fiksasi Jaringan
Fiksasi dalam larutan Bouin’s selama 24 jam
Rendam dalam alkohol 70% atau larutan formalin
4%, selama 24 jam
Dehidrasi
Alkohol 70%, selama 24 jam
Alkohol 80%, selama 2 jam
Alkohol 90%, selama 2 jam
Alkohol 95%, selama 2 jam
Alkohol absolut I, selama 12 jam
Alkohol absolut II, selama 1 jam
Alkohol : Xylol (1:1), selama 30 menit
Clearing
Xylol I, selama 30 menit
Xylol II, selama 30 menit
Xylol III, selama 30 menit
Impregnasi
Infiltrasi paraffin dalam oven 60 oC
Xylol : paraffin (1:1), selama 45 menit
Paraffin I, selama 45 menit
Paraffin II, selama 45 menit
Paraffin III, selama 45 menit
Embedding
Dicetak dalam blok paraffin
39 Lampiran 6
Diagram alir proses pemberian warna pada sediaan jaringan
dengan pewarna haematoksilin dan eosin
Preparat jaringan
Dicelup dalam larutan xylol I, 5 menit
Alkohol absolut I, 2-3 menit
Alkohol absolut II, 2-3 menit
Alkohol 95%, 2-3 menit
Alkohol 90%, 2-3 menit
Alkohol 80%, 2-3 menit
Alkohol 70%, 2-3 menit
Alkohol 50%, 2-3 menit
Bilas dengan air mengalir (aquadest), 2 menit
Haemotoksilin , 7 menit
Bilas dengan air mengalir (aquadest), 5 menit
Eosin, 3 detik
Bilas dengan air mengalir (aquadest), 5 menit
Alkohol 50%, 2-3 menit
Alkohol 70%, 2-3 menit
Alkohol 85%, 2-3 menit
Alkohol 90%, 2-3 menit
Alkohol absolut I, 2-3 menit
Alkohol absolut II, 2-3 menit
Xylol I, 2-3 menit
Xylol II, 2-3 menit
Preparat dilapisi dengan entellan neu kemudian ditutup dengan cover glass jangan samapai ada udara
Dikeringkan dalam oven pada suhu 40 oC, 24 jam
40 Lampiran 7 Hasil uji LD50; mortalitas harian ikan nila yang diinfeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik selama 14 hari
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Jumlah
TOTAL
Rasio kematian
Selang proporsi =
Log negatif LD50
Kontrol
1
2
3
B3
2
1
3
1
B4
2
3
GK
1
PELAKUAN
B5
1
2
3
1
B6
2
3
B7
2
1
1
GK
1
2
1
0
0
0/30
0
0
0
1
0
1
1/30
3,33 %
3
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
3
2
8/30
26,66 %
4
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
B8
2
GK
1
GK
1
2
1
1
1
2
3
GK
2
1
GK
1
1
GK
3
5
3
12/30
40 %
1
1
2
1
1
1
1
1
6
6
5
17/30
56,66 %
1
2
2
1
1
1
1
7
1
1
1
1
1
1
3
1
1
1
2
6
7
20/30
66,67 %
1
2
S. agalactiae tipe 3
Hari Pasca Infeksi
1
1
1
1
1
1
9
8
8
25/30
83,33 %
56,66  50 6,66
Kematiandiatas50%  50
=
=
= 0,399 = 0,4
Kematiandiatas50%  Kematiandibawah50% 56,66  40 16.66
= Log negatif di atas 50% + Selang proporsi
= Log -106 + 0,4 = -6 + 0,4 = -5,6
LD50
= 10-5,6 ≈ 106 CFU/ekor
41 Hasil uji LD50; mortalitas harian ikan nila yang diinfeksi bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik selama 14 hari
Hari Pasca Infeksi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Jumlah
TOTAL
Rasio kematian
Selang proporsi =
Log negatif LD50
Kontrol
1
2
3
1
A3
2
3
1
A4
2
3
1
PELAKUAN
A5
2
3
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
GK
1
0
0
0/30
0
0
0
1
2/30
6.66 %
1
2
1
1
1
1
2
3
2
7/30
23.33 %
1
5
1
2
2
1
1
6
6
17/30
56.66 %
3
1
GK
1
1
GK
1
1
1
1
GK
A6
2
1
1
1
1
1
1
1
2
A7
2
3
1
GK
1
GK
1
1
1
2
1
1
1
2
1
3
1
1
1
2
1
1
7
6
7
20/30
66.66 %
3
GK
GK
1
1
4
1
1
1
2
2
1
A8
2
1
1
1
7
1
1
1
1
8
8
23/30
76.66 %
1
2
2
9
1
1
1
S. agalactiae tipe 5
Lampiran 8
2
1
8
9
26/30
86.66 %
Kematiandiatas50%  50
56,66  50
6,66
=
=
= 0,199 = 0,2
56,66  23,33 33,34
Kematiandiatas50%  Kematiandibawah50%
= Log negatif di atas 50% + Selang proporsi
= Log -105 + 0,2 = -5 + 0,2 = -4,8
LD50
= 10-4,8 ≈ 105 CFU/ekor
42 Lampiran 9 Distribusi S. agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik dalam tubuh ikan nila
Rute infeksi (satuan
dosis LD50)
S. agalactiae tipe βhemolitik
S. agalactiae tipe nonhemolitik
Jaringan
Darah
Ginjal
Hati
Otak
Darah
Ginjal
Hati
Otak
0
-
Jumlah S. agalactiae yang hidup per 1 ml darah atau
jaringan
Waktu pasca infeksi (hari)
3
6
9
12
15
2,4x108
2,7x106
1,5x105
8,0x104
3,0x107
4,6x106
5,7x107
3,6x106
8,5x105
1,6x104
3
5
7
5
3,8x10
1,7x10
5,3x10
2,8x104
5,6x10
1,6x107
8,6x107
5,4x106
1,9x105
3,4x105
7
8
7
6
2,7x10
1,5x10
5,2x10
2,8x105
3,2x10
6
7
8
7
3,7x10
8,3x10
1,9x10
2,6x10
4,7x106
5
6
7
6
5,4x10
3,8x10
1,5x10
7,5x10
4,5x105
3,6x107
2,6x108
5,7x107
1,6x106
1,7x105
Log CFU/ml atau g
0
-
*Tidak terdeteksi (kurang dari batas deteksi 4x102 CFU/ml darah atau jaringan) (Sukenda 2000)
Waktu pasca infeksi (hari)
3
6
9
12
7,48
8,38
6,43
5,18
6,66
7,76
6,56
5,93
3,75
5,58
7,23
5,72
5,53
7,2
7,93
6,73
7,51
8,43
7,18
6,72
6,57
7,92
8,28
7,41
5,73
6,68
7.18
6.86
5,23
7,56
8,41
7,76
15
4,9
4,2
4,45
5,28
5,45
6,67
5,65
6,2
43 Lampiran 10 Perubahan pola renang ikan nila pasca diinjeksi dengan bakteri S.
agalactiae
Hari
Ke0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Isolat bakteri Streptococcus agalactiae
Tipe β-hemolitik
Tipe non-hemolitik
Agresif, berenang didasar dan
Agresif
dikolom air
Berenang teratur didasar dan kolom
Berkumpul disudut akuarium
air Repon cepat
Berenang didasar akuarium,
Berenang tidak beraturan, sirip
soliter
punggung mengembang
Berenang tidak beraturan,
Berenang didasar, soliter, melayang
diberbagai arah,
dikolom air
Berenang dipermukaan air, berenang
Berenang lemah, soliter
lemah, soliter
Berenang dipermukaan air,
Gasping, Soliter, repon cepat
soliter
Berkumpul disudut akuarium,
Berenang lemah, gasping, whirling
sirip punggung mengembang
Gasping, whirling, melayang
berenang lemah, gasping, whirling
dikolom air
Gasping, melayang dikolom air
Gasping, whrling
Gasping, whirling, melayang
Whirling
dikolom air
Gasping
Melayang dikolom air
Agresif, berenang teratur didasar
Berenang dipermukaan air, soliter
dan kolom air
12
Agresif, respon cepat
Gasping, melayang dikolom air
13
14
15
Agresif
Agresif
Agresif
Agresif
Agresif
Agresif
44 Lampiran 11 Perubahan tingkah laku makan ikan nila pasca diinjeksi dengan
bakteri S. agalactiae
Hari
ke0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Isolat S. agalactiae
Tipe β-hemolitik
Tipr non-hemolitik
Cepat
Cepat
Lambat
Lambat
Normal
Normal
Jumlah pakan yang termakan sedikit,
Normal
lambat
Jumlah pakan yang termakan
Jumlah pakan yang termakan sedikit,
sedikit
lambat
Jumlah pakan yang termakan
Jumlah pakan yang termakan sedikit,
sedikit
lambat
Jumlah pakan yang termakan sedikit,
Jumlah pakan yang termakan
sedikit, lambat
lambat
Jumlah pakan yang termakan
Jumlah pakan yang termakan sedikit,
sedikit, lambat
lambat
Jumlah pakan yang termakan
Jumlah pakan yang termakan sedikit,
sedikit, lambat
lambat
Jumlah pakan yang termakan
Jumlah pakan yang termakan sedikit
sedikit, lambat
, lambat
Jumlah pakan yang termakan
Jumlah pakan yang termakan sedikit
sedikit, lambat
, lambat
Jumlah pakan yang termakan
Jumlah pakan yang termakan sedikit
sedikit
Jumlah pakan yang termakan
Jumlah pakan yang termakan sedikit
sedikit
Jumlah pakan yang termakan
Jumlah pakan yang termakan sedikit
sedikit
Jumlah pakan yang termakan
Jumlah pakan yang termakan sedikit
sedikit
Jumlah pakan yang termakan
Jumlah pakan yang termakan sedikit
sedikit
45 Lampiran 12 Patologi anatomi makroskopis organ luar ikan nila pasca diinjeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik
Gejala klinis
Normal
Garis vertikal tubuh menghitam
Tubuh berbengkok membentuk “C”
Pendarahan tubuh
Mata menonjol
Clear operculum
Warna tubuh pucat
Mata mengkerut
Ulcer dikepala
Mata putih (purulens)
Kekeruhan mata (opacity)
Jumlah ikan hidup
0
18
1
17
1
2
14
2
1
1
3
11
1
1
1
4
10
2
1
2
1
1
1
Jumlah ikan pada hari ke5
6
7 8 9 10
9
9
7 6 6
6
2
2
1 2 1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
18
18
18
17
2
15
1
2
14
1
1 1
12 11
12
4
1
13
2
1
14
2
1
15
2
1
1
1
1
1
1
1
1
7
6
4
4
4
1
1
1
1
15
11
5
2
9
8
46 Lampiran 13 Patologi anatomi makroskopis organ luar ikan nila pasca diinjeksi bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik
Gejala klinis
Normal
Garis vertikal tubuh menghitam
Tubuh berbengkok membentuk “C”
Pendarahan tubuh
Mata menonjol
Clear operculum
Warna tubuh pucat
Mata mengkerut
Ulcer dikepala
Mata putih (purulens)
Kekeruhan mata (opacity)
Jumlah ikan hidup
0
18
1
16
1
2
15
2
1
3
13
1
1
1
18
18
1
1
2
1
1
1
18
1
17
Jumlah ikan pada hari ke5
6 7 8 9 10 11
7
6 5 3 3 2
2
1
3 2 3 2 2
1
1 1
1
2
1
2 1 1
1
1
1
1 1
1
1
1
2 1
1 1
1
1 1
1
1
1
2
1 1
1
1
2 1
1
2
3 1 1
15 14 11 10 7 6 5
4
4
10
2
12
1
1
13
1
1
14
1
1
15
1
1
2
2
2
1
1
1
3
47 Lampiran 14 Mortalitas ikan nila pada uji distribusi S. agalactiae dalam darah dan organ tubuh serta perubahan gambaran makroskopis
dan mikroskopis
Waktu pasca
infeksi (Hari)
0
3
6
9
12
15
Kontrol BHIB
Σ kematian
% Mortalitas
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Infeksi Bakteri
S. agalactiae tipe β-hemolitik
Σ kematian
% Mortalitas
0
0
1/18
5.56
3/18
16.67
5/18
27.78
3/18
16.67
2/18
11.11
S. agalactiae tipe β-hemolitik
Σ kematian
% Mortalitas
0
0
1/18
5.56
6/18
33.33
5/18
27.78
3/18
16.67
1/18
5.56
48 
Download