PENGARUH AKUT AMMONIA TERHADAP KONDISI HISTOPATOLOGI BENIH IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) DAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) Yosmaniar Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor Ammonia toksik terhadap ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh toksisitas akut ammonia terhadap kondisi histopatologi insang, hati, dan ginjal benih ikan mas (Cyprinus carpio) dan benih ikan nila (Oreochromis niloticus). Penelitian dilakukan di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya & Toksikologi Balai Riset Perikanan Budidaya air Tawar Cibalagung, Bogor. Menggunakan benih ikan mas dan ikan nila dengan bobot individu 1,55 ± 0.13 dan 1,81 ± 0.08 gram. Wadah pengujian 21 unit akuarium kaca ukuran 40 x 20 x 20 cm yang dilengkapi aerasi, saluran pemasukan dan pengeluaran. Jumlah ikan uji 10 ekor/wadah. Peubah yang diukur adalah mortalitas ikan. Penelitian terdiri dari uji toksisitas akut (nilai ambang atas-bawah, uji stabilitas dan uji defenitif LC50 24; 48; 72; dan 96 jam) dan pengamatan histopatologi terhadap organ insang, hati dan ginjal yang dilakukan setelah 96 jam. Data uji toksisitas akut diolah dengan analisa probit program LC 50.dan analisa histopatologi secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai LC 50 24 ; 48; 72; dan 96 jam terhadap benih ikan mas adalah 4,3354 (3,6904 – 5,0930); 2,0678 (1,6578–2,5805); 0,9237(0,8101–1,8532); 0,7138 mg/L (0,6297 – 0,8090) dan benih ikan nila 5,0430 (4,4227–4,7504); 3,5094 (2,9823–4,1295); 3,0839 (2,6799–3,5480); 1,9421 mg/L(1,7877–2,1100). Kondisi histopatologi pada insang, hati dan ginjal ikan mas dan nila yaitu hipertropi, kongesti dan nekrosis. Kata kunci: toksisitas, ammonia, histopatologi, ikan mas dan nila EKSPRESI MOLEKUL INTERLEUKIN 6 (IL-6) PADA IKAN KERAPU TIKUS (CROMILEPTES ALTIVELIS) YANG DIINDUKSI PROTEIN IMUNOGENIK 40 kDa (VIBRIO ANGUILLARUM) Agus Setyawan1, Ery Gusman2, dan Uun Yanuhar3 1Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2Program Studi Budidaya Perairan, Universitas Borneo, Tarakan 3Laboratorium Ilmu-ilmu Perairan dan Bioteknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ekspresi molekul IL-6 sebagai respon immun ekstraseluler melalui ekspresi interleukin-6 (IL-6) pada ikan kerapu tikus yang dipapar protein imunogenik Vibrio anguillarum 40 kDa. Molekul adhesin dari isolat V. anguilarum yang digunakan dalam penelitian ini telah dilakukan pada uji sebelumnya. Pengujian organ spesifik dilakukan dengan cara menguji ekspresi reseptornya terhadap paparan protein imunogenik V. anguillarum. Metode yang digunakan adalah deskriptif eksperimen di laboratorium dengan cara menguji kandidat molekul adhesin dengan uji hemaglutinasi dilanjutkan dengan uji klinis untuk setiap molekul adhesin. Empat ekor ikan kerapu tikus (~150 g) untuk digunakan dalam uji dengan menyuntik 0,1 ml molekul adhesin (dengan konsentrasi 33,3 mg/ikan) secara intra peritoneal (i.p) dengan penambahan complete Freund’s adjuvant (CFA) (1:1 v/v). Penyuntikan penguat (booster) dilakukan 7 hari setelah penyuntikan pertama dengan menyuntikkan protein yang sama dengan penambahan incomplete Freund’s adjuvant (IFA) (1:1 v/v). Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-14 setelah penyuntikan pertama melalui vena caudalis. Hasil uji Haemaglutinasi menunjukkan bahwa protein adhesin 40 kDa dari V. anguillarum memberikan ekspresi terhadap respon immun ekstraseluler yang terukur dari ekspresi IL-6 dengan pemeriksaan immunokimia. Kesimpulan penelitian adalah bahwa respon ekspresi molekul IL-6 yang terukur akibat paparan protein imunogenik 40 kDa V. anguillarum mampu mengekspresikan respon imun secara spesifik pada ikan kerapu tikus C. altivelis. Kata kunci : cromileptes altivelis, imunogenik, interleukin-6, respon imun, v. anguillarum KAJIAN POPULASI BAKTERI PADA PRODUKSI MASSAL BAKTERIN DAN PEMANFAATANNYA DI TAMBAK RAKYAT KABUPATEN MAROS SULAWESI SELATAN Arifuddin Tompo dan Endang Susianingsih Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros Bakteri pada budidaya udang windu menjadi salah satu penyebab terjadinya penyakit karena dapat mengakibatkan penurunan kualitas air lingkungan yang berdampak pada penurunan kesehatan hingga kematian pada organisme budidaya. Usaha pencegahan telah banyak dilakukan antara lain dengan pemanfaatan bakterin untuk peningkatan immunostimulan udang secara berulang dan aplikasi probiotik untuk perbaikan kualitas air. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk memantau total populasi bakteri Vibrio sp (TBV), pada tambak rakyat dengan aplikasi bakterin dan probiotik. Menggunakan 3 perlakuan yaitu : (A) aplikasi bakterin, (B) aplikasi probiotik dan (C) kontrol yang masing-masing diulang sebanyak 4 kali. Pengambilan sampel air dan sedimen tambak untuk pengujian bakteri dilakukan setiap dua kali sebulan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa populasi bakteri vibrio yang diperoleh selama penelitian pada media air berada pada kisaran 10 1 – 103 CFU/mL sedangkan pada sedimen berada pada kisaran 101 – 104 CFU/mL. Kata kunci : bakteri, populasi, produksi massal bakterin, tambak rakyat PEMANTAUAN PENYAKIT DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK KEPITING BAKAU (SCYLLA SERRATA) YANG Bunga Rante Tampangallo, Sulaeman dan Muh. Tjaronge Balai Riset perikanan Budidaya Air Payau Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan yang telah berhasil dibudidayakan. Komoditas ini tergolong tahan penyakit dan sering disebut sebagai vektor penyebar penyakit dalam budidaya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi bakteri yang ada pada setiap bagian tubuh dan deteksi virus wssv pada kepiting bakau yang dibudidayakan di tambak. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel kepiting bakau yang telah dibudidayakan sekitar 4 bulan di tambak. Untuk mengamati populasi bakterinya maka setiap bagian organ tubuh dipisahkan dan digerus supaya homogen lalu diencerkan secara bertingkat dan ditanam ke media TSA dan TCBS. Untuk deteksi virus wssv dilakukan dengan menggunakan kit IQ2000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi bakteri vibrio tertinggi ditemukan pada organ karapaks (10 4 CFU/mL) dan berbeda nyata (P<0,05) terhadap organ insang (10 3), usus(103), haemolymph (103) dan daging (102).. Kepiting yang diperiksa tidak terinfeksi virus WSSV. Kepiting bakau tergolong komoditas yang tahan penyakit. Kata Kunci : bakteri, kepiting bakau (Scylla serrata), white spot syndrome virus (WSSV) UJI LAPANG PENGGUNAAN VAKSIN POLIVALEN (AEROMONAS HYDROPHILA) PADA GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY LAC.) Dini Siswani Mulia1, Cahyono Purbomartono1, Alim Isnansetyo2, dan Murwantoko2 1. P. Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi vaksin polivalen Aeromonas hydrophila dalam mengendalikan penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) pada gurami dalam uji lapang. Penelitian dilaksanakan di 3 lokasi di Kabupaten Banyumas, yaitu Lemberang, Dukuh Waluh, dan Purbadana. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan, dan masing-masing lokasi tiga kolam (ulangan), yaitu : (1) Suntik; (2) Rendaman; (3) Kontrol (nonvaksin). Gurami yang digunakan berukuran panjang 4,7-7,5 cm dan berat 3,0-7,0 g/ekor dengan kepadatan 200 ekor/kolam. Vaksinasi suntik dilakukan secara intramuskular dengan dosis 0,1 ml/ikan dengan kepadatan bakteri 107 sel/ikan. Vaksinasi rendaman dilakukan dengan cara merendam ikan uji dalam emulsi vaksin dengan konsentrasi 107 sel/ml selama 30 menit. Parameter yang diamati adalah sintasan, tingkat perlindungan relatif (Relative Percent Survival/RPS), produksi gurami, dan kualitas air. Analisis data menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan uji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin polivalen A. hydrophila dalam uji lapang dapat meningkatkan sintasan, RPS, dan produksi gurami (P<0,05). Sintasan gurami yang divaksinasi meningkat 1,4 kali dibandingkan kontrol dan produksi gurami yang divaksinasi meningkat 2,3 kali dibandingkan kontrol. Vaksinasi secara suntik dan rendaman merupakan cara vaksinasi yang efektif, namun untuk kemudahan operasional, vaksinasi secara rendaman direkomendasikan sebagai satu cara vaksinasi yang baik dan efektif untuk diterapkan di lapangan. Kata kunci : Aeromonas hydrophila, gurami, uji lapang, vaksin polivalen EFEK INFEKSI BAKTERI (STREPTOCOCCUS AGALACTIAE) TERHADAP KADAR HEMATOKRIT DAN GLUKOSA DARAH IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) Esti Handayani Hardi(1), Sukenda(2), Enang Harris(2), dan Angela M. Lusiastuti(3) (1) Universitas Mulawarman Kalimantan Timur (2) Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat (3) Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor, Jawa Barat Bakteri Streptococcus agalactiae berhasil diisolasi dari ikan nila yang dibudidayakan di waduk cirata dan beberapa perairan di Indonesia. Infeksi bakteri Streptococcus agalactiae menyebabkan perubahan pada hematokrit dan glukosa darah ikan nila. Peningkatan hematokrit terjadi sejak 6 jam pasca injeksi hingga jam ke 96 dan setelah itu mengalami penurunan, ini menandakan bahwa infeksi bakteri Streptococcus agalactiae menyebabkan perubahan kestabilan tubuh atau dapat dikatakan ikan menjadi stress akibat adanya infeksi. Peningkatan dan penurunan kadar glukosa darah pasca injeksi, menunjukan bahwa infeksi bakteri juga menyebabkan perubahan pada kadar glukosa darah. Peningkatan kadar glukosa darah, menyebabkan meningkatkan dampak infeksi karena kerja glukosa darah yang bersifat imonosupresor. Kata kunci : glukosa darah, hamatokrit, Streptococcus agalactiae KAJIAN VARIABILITAS STREPTOCOCCUS AGALACTIAE PADA IKAN, SAPI DAN MANUSIA Esti Handayani Hardi*, Angela Mariana Lusiastuti**, Sukenda***, Enang Haris***, dan Taukhid** *Mahasiswa S3 Program Studi Ilmu Akuakultur IPB **Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor ***Dosen Program Studi Budidaya Perairan Sekolah Pascasarjana IPB Streptococcosis merupakan penyakit septikemia yang menyerang ikan Nila, Oreochromis niloticus dan salah satu penyebabnya adalah S. agalactiae yang dapat juga diisolasi dari hewan berdarah panas dan hewan akuatik lainnya sehingga mempunyai cakupan inang yang luas. Tujuan penelitian ini adalah melihat variabilitas beberapa jenis isolat S. agalactiae dari ikan Nila yang dibandingkan dengan isolat yang berasal dari sapi dan manusia dan sebagai pencegahan terhadap munculnya masalah epidemiologi Streptococcus dari hewan dan manusia. Isolat yang digunakan merupakan koleksi BRPBAT Bogor yaitu isolat N3M (1), N4M (2), N14G (3), N17O (4) dan NK1 (5) yang berasal dari organ otak, mata dan ginjal ikan Nila dari daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pengujian bakteri S. agalactiae meliputi pewarnaan Gram, aktivitas hemolitik, uji fisikawi dan biokimiawi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa isolat S. agalactiae adalah Gram +, esculin -, hipurate +, motilitas – dan ada dua tipe S. agalactiae yaitu tipe beta hemolitik dan non hemolitik Tipe beta hemolitik pada ikan Nila sama seperti biotipe pada sapi dan manusia. Hanya saja organ predileksi bakteri berbeda, jika sapi pada kelenjar ambing sedangkan manusia terdapat di traktus genitalia. Isolat bakteri S. agalactiae non hemolitik berjumlah 4 isolat, dua isolat mempunyai kemiripan sifat biokimiawinya dengan isolat dari sapi dan manusia, sedangkan dua isolat yang lain menunjukkan perbedaan sifat dari pertumbuhannya pada bile salt 40% dan menfermentasi trehalose. Kata Kunci: inang, s. agalactiae, variabilitas PEPTIDA ANTIMIKROBA DARI HEMOCYTE KERANG HIJAU (PERNA VIRIDIS) Firman Zulpikar1, Johannes Hutabarat2 dan Ambariyanto2 1. Mahasiswa Program Beasiswa Unggulan Double-Degree Manajemen Sumberdaya Pantai, Universitas Diponegoro Semarang 2. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Semarang Kemunculan jenis penyakit baru dan peningkatan resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik konvensional merupakan masalah serius dalam budidaya perairan. Peptida antimikroba dari bivalvia laut menawarkan alternatif baru untuk mengatasi penyebaran penyakit tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kandungan peptida antimikroba dari hemocyte Perna viridis. Tiga jenis pelarut organik dengan tingkat polaritas berbeda yaitu metanol, aseton dan kloroform digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi. Pengujian antimikroba dilakukan dengan metode Disc Diffusion dan pengukuran nilai MIC terhadap dua jenis bakteri patogen di perairan yaitu Vibrio alginolyticus dan Streptococcus iniae. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba dari hemocyte P. viridis dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi dan tipe bakteri target. Seluruh ekstrak tidak menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap V. alginolyticus, sebaliknya bersifat aktif menghambat pertumbuhan S. iniae. Ekstrak aseton menunjukkan diameter zona hambat tertinggi (24 mm) jika dibandingkan dengan metanol (16 mm) dan kloroform (11 mm). Secara statistik nilai daya hambat ketiga ekstrak tersebut berbeda signifikan (P<0,05). Nilai MIC untuk ekstrak metanol, aseton dan kloroform adalah 25-50 µg/ml, 6,25-12,5 µg/ml dan 25-50 µg/ml. Penemuan ini mengkonfirmasi adanya kandungan peptida antimikroba dalam P. viridis yang dapat digunakan sebagai agen terapi baru dalam budidaya perairan. Kata kunci: Hemocyte, Peptida Antimikroba, Perna viridis KANDUNGAN LOGAM BERAT DALAM AIR LAUT DAN SEDIMEN PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR Namastra Probosunu1), Boy R Sidharta2), Erny Poedjirahajoe3) 1) Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada 2) Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta 3) Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Email: [email protected] Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat secara geografis memiliki batas-batas wilayah di sebelah utara: Laut Jawa, sebelah timur: Selat Alas, sebelah selatan: Samudra Hindia, serta sebelah barat: Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Barat. Luas wilayah Kabupaten Lombok Timur 2.679,88 km² dengan daratan seluas 1.605,55 km² (59,91%) dan laut seluas 1.074,33 km² (40,09%). Penelitian kandungan logam berat dalam air laut dan sedimen pada ekosistem mangrove telah dilakukan di empat stasion pengamatan, yaitu di Gili Sulat, Tanjung Luar, Teluk Jor dan Ekas, Kabupaten Lombok Timur. Pengambilan cuplikan air laut dan sedimen dilakukan pada pada bulan Desember 2009. Kandungan logam berat yang diukur yaitu Mn, Cu dan Pb, dan pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat AAS type Varian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Mn dalam air laut pada ekosistem mangrove di empat stasion pengamatan berkisar antara 0,00058-0,00184 ppm, Cu antara 0,0011-0,0023 ppm, dan Pb antara 0,00024-0,00028 ppm; sedangkan kandungan Mn dalam lumpur berkisar antara 106,28-592,4 ppm, Cu antara 8,62-30,62 ppm, dan Pb antara 1-5,4 ppm. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kandungan logam berat dalam air laut, khususnya Cu dan Pb tergolong masih rendah dan masih jauh di bawah nilai baku mutu yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, Lampiran III (Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut), yaitu masing-masing sebesar 0,008 ppm. Kata kunci: air laut, baku mutu, logam berat, sedimen APLIKASI DETEKSI STREPTOCOCCUS INIAE DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) MENGGUNAKAN DUA MACAM PRIMER SPESIFIK Lila Gardenia*, Isti Koesharyani*, Hambali Supriyadi*, Yani Aryati* dan Angela Lusiastuti ** *Peneliti pada Pusat Riset Perikanan Budidaya **Peneliti pada Balai Riset Penelitian Budidaya Air Tawar Streptococcus iniae merupakan salah satu bakteri penyebab streptococcosis pada ikan yang antara lain ditimbulkan oleh sistem intensifikasi budidaya ikan yang kurang terkontrol. Bakteri tersebut juga menyebabkan kerugian yang besar pada usaha budidaya ikan di seluruh dunia dan khususnya di Indonesia. Salah satu upaya menanggulangi dan mencegah penyebaran penyakit tersebut diantaranya dengan metoda diagnosa yang cepat dan tepat yaitu dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Saat ini telah terdapat dua macam primer spesifik yang telah dikembangkan untuk mendeteksi Streptococcus iniae yaitu primer Sin1b/Sin2 dan primer LOX1/LOX2. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi Streptococcus iniae isolat asal Sumatera Utara dan Sumatera Barat menggunakan dua macam primer spesifik tersebut dengan metoda PCR (Polymerase Chain Reaction). Hasil riset menunjukkan bahwa kedua macam primer masing-masing menghasilkan pita DNA jelas dan tunggal pada berat molekul target sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi kedua isolat Streptococcus iniae. Kata kunci: PCR, penyakit bakterial, primer spesifik, streptococcus iniae POPULASI VIBRIO SP. DAN TOTAL BAKTERI PADA PEMELIHARAAN UDANG WINDU (PENAEUS MONODON) DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN SUMBER KARBOHIDRAT BERBEDA B.R. Tampangallo, Abdul Mansyur dan Muhammad Tjaronge Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Sisa pakan yang tidak dimanfaatkan oleh udang budidaya dapat menumpuk di dasar tambak sehingga dapat menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati populasi bakteri vibrio dan total plate count (TPC) pada budidaya udang vanname, Litopenaeus vannamei dengan pengurangan pakan secara periodik dalam pola semiintensif. Penelitian dilakukan di tambak percobaan Punaga Takalar, menggunakan enam petak pembesaran udang vaname, masing-masing berukuran 4000m2. Hewan uji yang digunakan adalah pasca larva udang vaname dengan bobot awal rata-rata 0,017 g yang ditebar dengan kepadatan 20 ind./m2. Penelitian diset dalam rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan, masing-masing dua ulangan. Perlakuan yang diujicobakan adalah pengurangan pakan (pemuasaan) secara periodik, yaitu pengurangan pakan 30% (A), 60% (B) dan kontrol tanpa pengurangan pakan (C). Pengambilan sampel bakteri dilakukan setiap 2 minggu sekali. Populasi vibrio diamati dengan menanam sampel di media TCBSA sedangkan total plate count dengan menggunakan media TSA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi bakteri vibrio bersifat fluktuatif dan pada akhir penelitian tidak berbeda nyata antar tiap perlakuan baik di air maupun di sedimen tambak. Total plate count juga fluktuatif hingga akhir penelitian nilai tertinggi di air diperoleh pada perlakuan B dan berbeda nyata antar setiap perlakuan sedang pada sedimen tidak berbeda nyata. Pengurangan pakan periodik, rata-rata tidak signifikan mempengaruhi populasi bakteri di tambak baik bakteri vibrio sp maupun total plate count. Kata Kunci : pakan, populasi bakteri, udang vanamei (Litopenaeus vannamei) POTENSI ANTIBAKTERI DAUN IMBO AZADIRACHTA INDICA (NIMBA) UNTUK PENANGGULANGAN PENYAKIT RONTOK INSANG (GILL ROT) AKIBAT INFEKSI FLEXYBACTER COLUMNARIS PADA IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) Desy Sugiani1), Uni Purwaningsih1), dan Muhammad Fahmi Bahtiar2) 1) Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar - Bogor 2) Universitas Padjajaran – Bandung Pada tahun 2002 bakteri Flexybacter columnaris yang menyebabkan penyakit rontok sirip (fin-rot) dan rontok insang (gill rot) menjadi infeksi sekunder pada kasus kematian masal ikan mas akibat KHV (Koi Herpervirus) di waduk cirata. Usaha pengendalian penyakit bakterial dapat dilakukan dengan cara pencegahan (preventif) dan pengobatan (kuratif). Kunci untuk dapat menekan tingkat kematian adalah melalui penerapan program pengelolaan kesehatan ikan secara terintegrasi dan ramah lingkungan. Alternatif yang menjanjikan untuk masa depan adalah tumbuhan berguna (herbal therapy). Hal ini disebabkan karena obat kemoterapi serta obat kimia lainnya mempunyai efek samping yang mengganggu keseimbangan kesehatan dan alam. Herbal therapy harus menjadi kecenderungan bagi upaya pengendalian penyakit ikan di masa mendatang. Kandungan bahan aktif hasil pengekstrasian daun nimba simplisia; 55% formula aktif (nimbin, nimbidin dan azadirachtin), 35% minyak nabati, 5% fasa minyak/air, dan 5% minyak nimba. Anti bakteri (azadirachtin) daun nimba Azadirachta indica dapat digunakan untuk menanggulangi penyakit rontok insang (gill rot) akibat infeksi Flexybacter columnaris pada ikan mas (Cyprinus carpio). Konsentrasi yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri sehingga dapat meningkatkan respon immun dan kelangsungan hidup berada di bawah nilai LC50-24 (5.623,41 mg/L) dengan dosis efektif 250 mg/L. Kata kunci : bahan aktif, daun nimba A. indica, dosis, F. Columnaris EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK (AMPICILLIN TRIHYDRATE DAN GENTAMICIN SULFATE) TERHADAP EDWARDSIELLA TARDA PENYEBAB EDWARDSIELLOSIS PADA IKAN NILA,OREOCHROMIS NILOTICUS Sri Retnoningsih *) , Kamiso Handoyo Nitimulyo **) , Kardiman Lanadimulya*) , Suwardi *), Erniwati *) , Alfa Astiana *) , Samsudin *) , Milis*), dan Andy Asmoro*) *) Balai Karantina Ikan Kelas 1 Selaparang, Mataram - KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN **) Staf Pengajar Jurusan Perikanan – Faperta UGM Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui dosis antibiotik (ampicillin trihydrate dan gentamicin sulfate) yang tepat dan efektif dalam rangka penyembuhan dan pembersihan E.tarda yang menyebabkan edwardsiellosis pada ikan nila, Oreochromis niloticus. Uji coba ini terdiri dari uji pendahuluan [revirulensi E. tarda, uji sensitifitas, uji minimum inhibitory concentration (MIC), uji minimum bactericidal concentration (MBC), uji LC50 E.tarda pada ikan nila] dan uji utama (Uji Efektifitas antibiotik). Selain itu dilakukan juga pengamatan kualitas air pada awal dan akhir uji coba serta histopatologi pada akhir uji coba. Data di analisa dengan menggunakan analisa sidik ragam atau analisis of variance (ANOVA) dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan tingkat kepercayaan 95% dan 99% serta regresi. Berdasarkan hasil uji in vitro diperoleh gentamicin sulfate lebih sensitif daripada ampicillin sulfate, sehingga gentamicin sulfate dijadikan antibiotik untuk uji utama, nilai MIC sebesar 7 ppm dan nilai MBC sebesar 12 ppm. Hasil uji Lethal Concentration-50 (LC50) E.tarda terhadap ikan nila diperoleh konsentrasi bakteri sebesar 4,365 x 10 6 cfu/ml. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila di akhir uji coba, yaitu: 53,3% (perlakuan K = 0 ppm); 73,3% (perlakuan A = 12 ppm); 90% (perlakuan B = 24 ppm); 93,3% (perlakuan C = 48 ppm); 100% (perlakuan D = 96 ppm); dan 100% (perlakuan E = 192 ppm). Gentamicin sulfate pada konsentrasi 192 ppm dapat membersihkan E. tarda dalam jangka waktu 6 hari sedangkan konsentrasi 96 ppm dalam jangka waktu 9 hari. Berdasarkan perhitungan analisa sidik ragam (ANOVA), daya kelangsungan hidup ikan berbeda sangat nyata (P<0,05 dan P <0,01) dan perlakuan pengobatan dengan menggunakan gentamicin sulfat berbeda nyata dengan kontrol positif dengan menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT) (tingkat kepercayaan 95% dan 99%). Hasil analisa eksponensial menunjukkan adanya korelasi antara konsentrasi gentamicin sulfate dan daya kelangsungan hidup ikan nila dengan koefesien korelasi (r) sebesar 0,90. Kata-kata kunci : ampicillin trihydrate, edwardsiella tarda, efektifitas, gentamicin sulfate, nila UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK KARANG LUNAK (OCTOCORALLIA: ALCYONACEA) JENIS SINULARIA SPP. TERHADAP JAMUR CANDIDA ALBICANS DARI KEPULAUAN SPERMONDE, KOTA MAKASSAR Sulaiman Gosalam dan Abdul Haris Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, Makassar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak karang lunak Sinularia spp terhadap Candida albicans. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September sampai bulan Desember 2009. Pengambilan sampel dilakukan di empat pulau (Pulau Samalona, Barrang Lompo, Lumu-lumu dan Lanjukang). Identifikasi sampel karang lunak berdasarkan petunjuk Fossa dan Nilsen (1998). Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol dan klorofom. Uji daya hambat ekstrak kasar karang lunak dari jenis Sinularia spp terhadap Candida albicans dilakukan dengan cara difusi agar pada medium SDA (Sabaroud Dekstrosa Agar) dengan menggunakan paper disc dimana setiap paper disc diisi dengan 30µl larutan kontrol positif dengan menggunakan nistatin, kontrol negatif dengan menggunakan DMSO dan ekstrak Sinularia spp. Dengan masa inkubasi selama 2 x 24 jam. Setelah itu kemudian diukur berapa diameter zona hambatan yang terbentuk. Data hasil pengamatan dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya jenis ekstrak Sinularia flexsibilis dengan Pelarut kloroform yang dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans dengan diameter zona hambatan sebesar 8,9 mm dan kontrol positif sebesar 20,7 mm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis Sinularia flexisibilis mampu dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Kata kunci : candida albicans, daya hambat, karang lunak, spermonde KAJIAN HISTOPATOLOGI KASUS PENYAKIT BERCAK MERAH PADA IKAN RED FIN ALBINO (EPALZEORHYNCOS FRENATUM) Tuti Sumiati Peneliti pada Balai Riset Perikanan Air Tawar – Bogor Penyakit bakterial telah banyak dilaporkan menginfeksi ikan, kondisinya akan lebih fatal apabila ikan tersebut dibudidayakan dengan kondisi perairan yang kaya akan bahan organik. Ada tiga tipe gejala infeksi penyakit bakterial pada ikan yaitu luka pada kulit dan sirip, penyakit yang menginfeksi organ dalam, dan penyakit tuberculosis. Gejala klinis yang tampak pada kasus penyakit bercak merah pada ikan red fin albino menunjukan terjadinya bintik merah, dan luka pada kulit dan sirip. Untuk kajian histopatologi preparat dibuat dari organ insang, hati, ginjal dan daerah otot yang luka. Dari hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan sel pada organ hati dan ginjal pada ikan yang sakit terdapat degenerasi sampai necrosis sel. Kata kunci: histopatologi, necrosis sel, penyakit bercak merah, red fin albino STUDI KASUS PENYAKIT BERCAK MERAH DAN SIRIP RONTOK PADA IKAN RED FIN ALBINO (EPALZEORHYNCOS FRENATUM) DISEBABKAN OLEH AEROMONAS HYDROPHILA DAN FLEXIBACTER COLUMNARIS Tuti Sumiati Peneliti pada Balai Riset Perikanan Air Tawar – Bogor Penyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi bakterial pelan tapi pasti sangat merugikan pembudidaya ikan. Adanya kasus kematian masal ikan red fin albino (Epalzeorhyncos frenatum) di salah satu lokasi budidaya ikan hias di daerah Parung telah dilaporkan ke laboratorium kesehatan ikan BRPBAT – Bogor pada bulan November 2009. Gejala klinis yang tampak adalah adanya bercak merah yang disertai denga warna tubuh menjadi pucat, kulit luka, sisik terkelupas, sirip rontok dan insang busuk. Bakteri diisolasi dari luka, insang, hati dan ginjal kemudian ditanam pada media Tryptic Soy Agar (TSA). Identifikasi dilakukan berdasarkan pada karakter morfologi dan biokimia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab kasus penyakit bercak merah dan sirip rontok pada red fin albino disebabkan oleh Aeromonas hydrophila dan Flexibacter columnaris Kata kunci: penyakit bercak merah; siriprontok; red fin albino; Aeromonas hydrophila; Flexibacter columnaris PENGGUNAAN EKSTRAK TEMBAKAU (TOBACUM NICOTIANA) SEBAGAI BAHAN HERBAL ALTERNATIF UNTUK MENANGGULANGI PENYAKIT PARASITIC PADA HUNA (CHERAX SP.) Uni Purwaningsih*) dan Taukhid*) *) Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor Intensifikasi & ekstensifikasi pembudidayaan huna tidak akan terlepas dari masalah gangguan penyakit, baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius. Berdasarkan hasil inventarisasi patogen potensial pada budidaya huna, kelompok parasit merupakan salah satu agen yang dapat menganggu keberhasilan budidaya huna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan ekstrak tembakau untuk menanggulangi penyakit parasitik pada Huna (Cherax sp.). Masing – masing pengujian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan 3 ulangan. Parameter yang diamati meliputi pemeriksaan parasit, tingkat kelangsungan hidup dan diferensial hemosit. Tingkat prevalensi menunjukkan bahwa parasit yang dominan menginfeksi huna yaitu dari kelompok monogenea trematode adalah Craspedella sp. dan Spiranura sp., sedangkan dari kelompok protozoa adalah Epistylis sp, Zoopthalmium sp, Vorticella sp, Carchecium sp, dan Opercularia plikatilis. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa Konsentrasi 200 ppm adalah dosis terbaik dimana pada dosis ini mampu mengurangi jumlah parasit hingga 76,42%. Berdasar hasil pemeriksaan darah menunjukkan bahwa tembakau tidak bersifat sebagai immunostimulan terhadap peningkatan respon kekebalan non-spesifik pada huna hal ini ditunjukkan dengan tidak beda nyata antara kelompok perlakuan dan kontrol. Kata kunci : huna (cherax sp.), tembakau (tobacum nikotiana) POTENSI EKSTRAK MENGKUDU (MORINDA CITRIFOLIA LINN) SEBAGAI OBAT ALAMI UNTUK PENANGGULANGAN PENYAKIT MOTIL AEROMONAS SEPTICAEMIA (MAS) PADA HUNA CAPIT MERAH (CHERAX QUADRICARINATUS) Uni Purwaningsih dan Taukhid Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Huna capit merah (Cherax quadriacarinatus) merupakan salah satu jenis lobster air tawar yang diperuntukkan sebagai ikan hias, karena memiliki warna tubuh yang penuh warna. Introduksi jenis huna tersebut ke Indonesia telah memberi inspirasi kepada pioneer untuk dibudidayakan secara terkontrol pada skala rumah tangga. Masalah timbulnya penyakit merupakan konsekuensi yang pasti dari intensifikasi budidaya. Berdasarkan hasil riset 2006, ditemukan adanya beberapa jenis bakteri patogen yang berpotensi dapat menimbulkan masalah pada budidaya huna, salah satunya yaitu Aeromomas hydrophila. Pada Penelitian ini aka dikaji potensi penggunaan ekstrak mengkudu dalam menanggulangi penyakit yang disebabkan oleh bakteri tersebut. Rancangan Acak Lengkap digunakan dalam penelitian ini dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Parameter pengamatan meliputi gejala klinis, diferensial hemosit, indeks fagositik dan tingkat kelangsungan hidup (SR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak mengkudu dengan dosis 3.325 ppm mampu menanggulangi penyakit akibat infeksi Aeromonas hydrophilla dengan memberi pengaruh yang nyata pada tingkat kelangsungan hidup. Hasil pemeriksaan terhadap diferensial hemosit dan indeks fagositik menunjukkan bahwa ekstrak mengkudu mampu berperan dalam menginduksi respon kekebalan non spesifik huna. Kata kunci : Huna capit merah (Cherax quadricarinatus), mengkudu (Morinda citrifolia Linn), Aeromonas hydrophila PEMANFAATAN EKSTRAK DIKLOROMETAN P. AUSTRALIS YANG BERSIFAT ANTIBAKTERI DALAM PENGENDALIAN BAKTERI AEROMONAS HYDROPILLA PADA PEMELIHARAAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) Y. Salosso, dan I.G.M.N. Budiana Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis optimum dan metode pemberian ekstrak diklorometan P. australis yang bersifat antibakteri yang efektif dalam menghambat A. hydropilla pada pemeliharaan ikan mas skala laboratorium. Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial. Faktor A adalah metode pemberian ekstrak diklorometan P australis yaitu A1 = metode yang dicampur dengan pakan, A2 = dengan metode perendaman, sedangkan faktor B adalah dosis ekstrak diklorometan P australis yaitu A1 = 100 ppm, A2 = 200 ppm, A3 = 300 ppm. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali dan selain itu juga ditambahkan 1 unit percoban sebagai kontrol. Pada penelitian ini, telah didapatkan Ekstrak diklorometan P australis mampu menurunkan kepadatan bakteri A. hydropilla dan prevalensi ikan yang terserang bakteri A. hydropilla sehingga meningkatkan persentase kesembuhan ikan mas yang pada akhirnya meningkatkan sintasan ikan mas tersebut. Dosis ekstrak diklorometan Padina sp yang terbaik dalam meningkatkan kesembuhan ikan mas yang terinfeksi A. hydropilla adalah 300 mg/l yang dapat diberikan baik dengan metode perendaman maupun dicampur dengan pakan. Sedangkan dosis ekstrak diklorometan Padina sp yang terbaik dalam meningkatkan sintasan ikan mas yang terinfeksi A. hydropilla adalah 300 mg/l yang dapat diberikan baik dengan metode perendaman maupun dicampur dengan pakan dan dosis 200 mg/l dengan metode perendaman. KOMPOSISI BAKTERI VIBRIO PADA PEMBENIHAN UDANG WINDU SKALA RUMAH TANGGA DAN SKALA INDUSTRI DI SULAWESI SELATAN Anshary, H. A. Rantetondok, Sriwulan dan M. Bunga Staff Pengajar pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar Vibriosis is one of the diseases problems commonly encounter in shrimp hatcheries. The emergence of bacterial diseases problems has caused significant financial lost to farmers and has been contributing to the sharp decrease of national shrimp production in Indonesia including South Sulawesi. This research was aimed to study the changes of Vibrio spp composition at small scale and industrial scale hatcheries for one production cycle and to analyze the role of bacteria on the emergence of shrimp vibriosis in hatcheries. Samples were taken from shrimp hatcheries categorized as small scale (backyard) and industrial scale hatcheries located in Barru and Pinrang Regencies. The dynamic of bacterial composition was monitored for production cycle starting from nauplius stage to post larvae 15. Composotion and types of Vibrio spp found from the shrimp larvae were V. alginolyticus, V. harveyii, V. mimicus, V. tubiashi, V. natriegens, dan V. ordallii. Among them V. alginolyticus dominated to almost all shrimp stadia examined. Concentration and dynamic of Vibrio spp in the media and shrimp body was discussed in this paper. Results of this research indicated that in several cases there was a shift of bacterial composition in relation to shrimp stages and days of culture, in which the concentration of Vibrio spp tended to increase. Key words: industrial scale hatchery, Penaeus monodon, shrimp, small scale hatchery, Vibrio spp. STUDI BERBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT SEBAGAI BAHAN FERMENTASI PROBIOTIK DAN APLIKASINYA PADA PEMELIHARAAN BENUR WINDU DI BAK TERKONTROL Abdul Mansyur, Gunarto dan B. Pantjara Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Tujuan penelitian adalah mendapatkan data dan informasi tentang sumber karbohidrat yang tepat untuk perbanyakan bakteri probiotik dan aplikasinya pada pemeliharaan udang windu, menggunakan bak kayu ukuran 1m x 1m x 0,6m sebanyak 12 unit. Perlakuan yang di uji adalah sumber karbohidrat untuk perbanyakan probiotik yaitu dedak, sagu dan tapioka dan tanpa sumber karbohidrat. Wadah di isi dengan air laut salinitas 22-34 ppt dan dipasangi aerasi untuk suplai oksigen, selanjutnya ditebari benih udang windu ukuran 0,3 g dengan padat tebar 50 ekor/bak. Probiotik yang telah diperbanyak dengan cara menggunakan komposisi perlakuan diatas diberikan sebanyak 5 ppm setiap 7 hari sekali ke wadah pemeliharaan yang berisi udang, masingmasing perlakuan dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi tertinggi dari stok murni hanya pada level 103 CFU/mL. Pada kultur massal dengan perbedaan sumber karbohidrat, populasi semua bakteri probiotik berkembang pada level 1010 CFU/mL setelah masuk hari ke dua dan perlakuan A dan B merupakan komposisi terbaik karena bakteria probiotik tumbuh dominan selama beberapa hari. Pada aplikasi probiotik dalam pemeliharaan benur windu pada bak terkontrol, nampak bahwa setelah dua bulan penelitian berlangsung hanya konsentrasi nitrit di air pada perlakuan B terdapat kecenderungan lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya, meskipun tidak berbeda nyata (P >0,05) dengan perlakuan lainnya. Pertumbuhan benur windu paling tinggi dijumpai pada perlakuan C, namun tidak menunjukkan perbedaan yang berarti (P >0,05) dengan perlakuan lainnya. Kata Kunci: bak terkontrol, benur windu, fermentasi, probiotik, sumber karbohidrat SURVEILANCE PENYAKIT IKAN POTENSIAL PADA IKAN BUDIDAYA DI DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT Hambali Supriyadi, Isti Koesharyani, Hessy novita dan Yani Aryati Pusat Riset Perikanan Budidaya Usaha budidaya ikan di danau Maninjau telah mencapai tahapan intensifikasi, teknik seperti ini akan menimbulkan resiko cepatnya timbulnya wabah penyakit ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis penyakit potensial yang ada diareal budidaya di danau Maninjau. Survey telah dilakukan dengan mengambil baik data primer maupun data dari hasil analisis sampel. Data primer diperoleh degan cara wawancara dengan menggunakan questioner yang tersetruktur, responden yang diambil adalah para pembudidaya ikan yang merupakan anggota kelompok budidaya. Survey dilakukan dua kali yaitu bulan Agustus 2009 yang mewakili musim kemarau/kering dan bulan Oktober yang mewakili musim penghujan. Hasil Survey mengindikasikan bahwa penyakit potensial yang diketahui sudah berada di danau tersebut adalah: Koi Herpes Virus (KHV) yaitu penyakit yang banyak menginfeksi ikan mas disebabkan oleh Virus, dan Streptococcosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus iniae, biasanya penyakit ini banyak menginfeksi ikan nila. Selain itu didapat juga penyakit yang berdasarkan gejala klinis mengindikasikan anda infeksi “Motile Aeromonad Septicaemia” (MAS). Selain itu peletakan KJA yang ada sekarang berada terlalu kepinggir hanya pada kedalaman air 4-6 meter, keadaan tersebut tidak memenuhi persyaratan kesehatan ikan. Oleh karena itu harus diatur kembali dan dipindah ketempat yang lebih dalam. Jarak antara KJA satu dengan yang lainnya harus dijarangkan untuk memberi kesempatan terjadinya furifikasi air.