Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008 EFEK FORTIFIKASI FITAT DALAM RANSUM TERHADAP KONSENTRASI Pb DAN Ca PLASMA DARAH AYAM BROILER YANG TERCEMAR TIMBAL (Pb) (Effect of Phytate Fortification in Diet on Lead (Pb) and Calcium Blood Plasma Concentration of Lead Impuring Broiler) CECEP HIDAYAT1, K.A. KAMIL2 dan D. LATIFUDIN2 1 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 2 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRACT This research was conducted at the laboratory of Physiology and Biochemistry, Faculty of Animal Husbandry, and the laboratory of Soil and Environmental Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Padjadjaran University. The research was aimed to find out the effect of phytate fortification in diet on lead and calcium blood plasma concentration of lead impuring broiler. The experimental research method was based on the Completely Randomized Design (CRD), with five treatments and five replications. The parameter were lead and calcium blood plasma concentration. The results of experiment showed that concentration level of phytate fortification until 1.33% in diet had no effect on lead and calcium blood plasma concentration of lead impuring broiler. Key Words: Phytate, Calcium, Lead, Blood Plasma ABSTRAK Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Ternak Fakultas Peternakan, dan Laboratorium Kimia Tanah dan Lingkungan FMIPA Universitas Padjadjaran. Tujuan penelitian untuk mengetahui efek fortifikasi fitat dalam ransum terhadap konsentrasi Pb dan Ca plasma darah ayam broiler yang tercemar logam berat timbal (Pb). Analisis statistika yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Peubah yang diukur adalah konsentrasi Pb dan Ca plasma darah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fortifikasi fitat dalam ransum sampai konsentrasi 1,33% pada ayam broiler yang diberi pencemar Pb, tidak menurunkan konsentrasi Pb dan tidak meningkatkan konsentrasi Ca plasma darah. Kata Kunci: Fitat, Kalsium, Timbal, Plasma Darah PENDAHULUAN Salah satu upaya untuk mengurangi resiko akumulasi Pb dalam tubuh ayam adalah dengan membubuhkan senyawa tertentu (fortifikasi) atau menggunakan bahan-bahan yang mengandung senyawa yang dapat mengikat Pb. Salah satu contoh senyawa yang memiliki fungsi tersebut adalah fitat. Fitat merupakan zat anti nutrisi bagi ternak khususnya untuk ternak unggas, dikarenakan adanya salah satu peran zat ini sebagai pengikat mineral esensial yang sangat diperlukan tubuh, yaitu kalsium, untuk kemudian dibawanya ke luar tubuh lewat feses. Asam fitat (myo-inositol hexakiphosphate) mudah mengikat mineral terutama yang bervalensi dua. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa keberadaan asam fitat dalam makanan dapat merugikan ketersediaan mineral esensial bagi tubuh. Kalsium merupakan mineral esensial yang terbatas bagi tubuh bila di dalam makanan atau ransum mengandung asam fitat. Sebelum diaplikasikan di lapangan, pemanfaatan fitat sebagai reduktor akumulasi logam berat Pb harus terlebih dahulu teruji akan efek-efek lain yang ditimbulkan. Salah satunya terhadap ketersediaan kalsium dalam 663 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008 plasma darah. Kalsium dan ion-ion tubuh dalam plasma darah didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Potensi fitat cukup tinggi. Pada dedak padi menunjukkan kandungan fitatnya mencapai 6% dan merupakan bahan pakan yang mengandung fitat tertinggi. Produksi dedak padi di Indonesia tercatat sekitar 4 juta ton per tahun, sehingga diperkirakan fitat yang dihasilkan sebanyak 240.000 ton per tahun. Berdasarkan informasi di atas maka perlu diketahui efek fortifikasi fitat dalam ransum terhadap konsentrasi Pb dan Ca plasma darah ayam broiler yang tercemar timbal (Pb). MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Biokimia Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor Sumedang. Sedangkan analisis Pb dan Ca dalam plasma darah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah dan Lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Padjadjaran Bandung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus – November 2005. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50 ekor ayam broiler yang berumur 25 hari, memiliki rataan bobot badan awal 722.1 gram, serta koefisien variasi 7,9%. Ternak ditempatkan pada kandang individual sistem baterai yang terbuat dari kawat dengan ukuran 40 cm x 25 cm x 45 cm dan dilengkapi dengan tempat makan dan minum. Pembagian ayam dilakukan secara acak ke dalam 25 unit kandang, jadi satu kandang terdiri dari dua ekor ayam broiler. Air minum disediakan secara adlibitum. Pencemar Pb diberikan melalui air minum yang dibuat dengan mencampurkan Pb acetat ke air minum sampai konsentrasi 30 ppm. Ransum diberikan dua kali sehari yaitu pukul 07.00 dan 13.00 wib. Kandungan protein dan energi metabolis ransum adalah 21% dan 3000 kkal/kg. Ada lima perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini, satu perlakuan di aplikasikan terhadap lima kandang yang penentuannya dilakukan secara acak. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima macam perlakuan dan lima ulangan. Fitat yang dijadikan perlakuan dalam penelitian ini, difortifikasikan melalui dedak, karena dalam dedak sudah terdapat 6% fitat. Jadi perlakuan dibuat berdasarkan perbedaan persentase dedak. Perlakuan pertama (R0) adalah ransum dengan 0% dedak, (R1) mengandung 5% dedak, (R2) mengandung 10% dedak, (R3) mengandung 15% dedak, dan (R4) mengandung 20% dedak. Secara lengkap formulasi ransum yang digunakan dalam penelitian ini beserta dengan kandungan nutrisi dan energi metabolisnya dapat dilihat pada Tabel 1. Perlakuan diberikan selama 2 minggu setelah sebelumnya ternak diberikan masa prelium selama 4 hari untuk mengadaptasikan ransum perlakuan. Setelah masa perlakuan berakhir, satu ekor ternak dari setiap kandang disembelih untuk ditampung darahnya dengan tabung venoject. Tabung Venoject yang berisi darah kemudian disimpan di dalam termos yang berisi es untuk selanjutnya diproses lebih lanjut. Tabel 1. Formulasi ransum penelitian Bahan pakan R0 (%) R1 (%) R2 (%) R3 (%) R4 (%) Dedak halus 0 5 10 15 20 Jagung kuning 57 55 57.25 55.75 53.25 Bungkil kedelai 5 6 7.5 8.25 6.75 Tepung ikan 16 16 16 16.25 17 Bungkil kelapa 20 16 7.75 2.75 0.75 Minyak kelapa 1 1 1 1 1 Tepung kerang 1 1 1 0.5 0.5 100 100 100 100 100 Total 664 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008 Tabel 2. Kandungan nutrisi dan energi metabolis bahan pakan yang digunakan dalam penelitian Bahan pakan Zat makanan (%) BK PK SK L Ca P Lis Met Cys Fitat EM Kkal/kg Dedak halus 89 12 12 13 0,12 0,21 0,77 0,29 0,4 6* 1630 Jagung kuning 89 8,6 2 3,9 0,02 0,1 0,2 0,18 0,18 0,19** 3370 Bungkil kedelai 89 48 6 0,9 0,32 0,29 2,9 0,67 0,65 0,38** 2240 Tepung ikan 93 61 1 9 5,5 2,8 5 0,94 1,8 0 3080 Bungkil kelapa 92 21 13 12,5 0,21 0,6 0,64 0,3 0,29 0 2212 Minyak kelapa 100 0 0 100 0 0 0 0 0 0 8600 Tepung kerang 96 0 0 0 38,6 0 0 0 0 0 0 Sumber: WAHJU (1992); * SUMIATI (2005); ** NELSON (1968) Tabel 3. Kandungan nutrisi dan energi metabolis ransum perlakuan Zat makanan R0 (%) R1 (%) R2 (%) R3 (%) R4 (%) Bahan kering 90,42 90,03 90,05 89,89 89,93 Protein kasar 21,26 21,33 21,11 21,04 20,75 Lemak kasar 7,21 6,29 7,01 6,15 8,11 Serat kasar 4,10 4,22 3,92 3,92 4,13 Kalsium 1,34 1,34 1,33 1,53 1,19 Pospor 0,64 0,57 0,59 0,58 0,60 Lysine 1,19 1,22 1,26 1,30 1,31 Methionin 0,48 0,47 0,49 0,50 0,51 Cystein 0,35 0,29 0,37 0,38 0,38 Energi metabolis (kkal/kg) 3000 3000 3000 3000 3000 Fitat 0,13 0,43 0,74 1,04 1,33 Kandungan fitat pada R0 berasal dari kandungan fitat yang terdapat dalam bahan pakan selain dedak yaitu jagung kuning dan bungkil kedelai sehingga kehadirannya tidak bisa dihindari Darah dalam tabung venoject kemudian diambil plasmanya dengan cara sebagai berikut: (a) tabung venoject yang berisi darah disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit sehingga darah terpisah menjadi 2 bagian yaitu endapan berwarna merah dan cairan plasma darah yang berwarna bening. (b) Cairan plasma yang berwarna bening diambil dengan pipet dan disimpan dalam tabung sampel berukuran 1,5 ml. Tabung berisi plasma darah kemudian disimpan di dalam freezer untuk selanjutnya di analisis kandungan Pb dan kalsiumnya. Pengukuran konsentrasi Pb dan Ca plasma darah dilakukan dengan cara: (a) 0,25 ml plasma darah direaksikan dengan 1 ml aquadest (H20) dan 0,05 ml lantanin (Cl3La.7H2O) dalam tabung reaksi, (b) larutan campuran tersebut kemudian di tambahkan aquadest (H2O) lagi sampai mencapai volume 5 ml, (c) Larutan tersebut kemudian di sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit, (d) selanjutnya konsentrasi Ca dan Pb diukur menggunakan alat AAS (Atomic Absorbance Spektrofotometer). Sesuai dengan peubah yang diukur dalam penelitian ini yaitu konsentrasi Pb dan Ca dalam plasma darah. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan (GASPERZ, 1991). 665 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi Pb plasma darah Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi Pb plasma darah dapat dilihat dalam Tabel 4. Tampak bahwa rata-rata konsentrasi Pb plasma darah tertinggi terjadi pada R1 (5% dedak atau 0,43% fitat), sedangkan rata-rata konsentrasi terendah terjadi pada R3 (15% dedak atau 1,04% fitat). Konsentrasi Pb plasma darah cukup beragam, hal ini menunjukkan adanya kompetisi tingkat penyerapan Pb dalam usus halus (DARMONO, 1995). Konsentrasi Pb yang tinggi diakibatkan oleh adanya interaksi dengan logam lain seperti Ca dalam absorpsinya. Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya Ca dalam ransum yang menyebabkan meningkatnya absorpsi Pb (DARMONO, 1995). Konsentrasi Pb yang rendah menunjukkan Pb tidak terabsorpsi dalam usus halus dikarenakan tertarik keluar tubuh oleh asam fitat lewat feces. Dikarenakan asam fitat memiliki kemampuan tinggi dalam membentuk garam dengan beberapa ion logam berat (OBERLEAS, 1973 dalam NOOR, 1992). Konsentrasi Pb cenderung meningkat dari R0 sampai R1 tetapi selanjutnya menunjukkan penurunan. Hal ini menggambarkan kapasitas daya tarik fitat di dalam usus halus terhadap Pb. Konsentrasi Pb tinggi menunjukkan daya tarik asam fitat terhadap Pb dalam usus halus rendah. Begitu pula sebaliknya. Kapasitas Daya tarik asam fitat terbatas, hal ini dikarenakan molekul asam fitat yang mengandung 12 proton dengan sisi terdisosiasi. Enam sisinya merupakan asam kuat dengan nilai pKa kira-kira 1,5; tiga sisi dengan nilai pKa 5,7, 6,8 dan 7,6 dan sisanya tiga sisi adalah asam sangat lemah dengan nilai pKa > 10 (COSTELLO et al., 1976). Struktur ini menyebabkan perbedaan daya tarik asam fitat terhadap kation multivalensi. Pada tiga perlakuan terakhir, konsentrasi Pb cenderung menurun. Hal ini dapat dijadikan landasan bagi penggunaan di lapangan dan menjadi pembuka tabir akan manfaat lain dari fitat. Zat yang selama ini disebut sebagai anti nutrisi, karena sifatnya yang merugikan bagi ternak (HARRISON dan MELLANBY, 1939 dalam NOOR, 1992). Walaupun konsentrasi Pb cenderung beragam. Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P < 0,05). Hal ini diakibatkan oleh rendahnya konsentrasi Pb yang dapat diabsorpsi usus halus. Akibat kinerja aktif asam fitat dalam menarik keluar logam berat (OBERLEAS, 1973 dalam NOOR, 1992). Kemampuan usus halus dalam menyerap Pb adalah 8 – 12% dari Pb yang masuk ke dalam saluran pencernaan (RUSTIAWAN et al., 1993). Apalagi dengan adanya perlakuan asam fitat, menyebabkan konsentrasi Pb yang dapat diserap usus halus semakin rendah lagi. Tabel 4. Konsentrasi Pb plasma darah pada tiap perlakuan Perlakuan Ulangan R0 R1 R2 R3 R4 ppm 1 0,3864 0,5121 0,1883 0,1300 0,3644 2 0,4214 0,3372 0,2971 0,1533 0,1714 3 0,1870 0,5782 0,3826 0,3709 0,3009 4 0,1973 0,3515 0,3807 0,3826 0,2634 5 0,5069 0,2323 0,4305 0,3204 0,3605 Total 1,6990 2,0113 1,6792 1,3572 1,4606 Rata-rata 0,3398 0,40226 0,33584 0,27144 0,29212 666 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008 Konsentrasi Ca plasma darah Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi Ca plasma darah dapat dilihat dalam Tabel 5. Tampak bahwa rata-rata konsentrasi Pb plasma darah tertinggi terjadi pada R2 (10% dedak atau 0,74% fitat), sedangkan rata-rata konsentrasi terendah terjadi pada R4 (20% dedak atau 1,33% fitat). Konsentrasi Ca plasma darah cukup beragam hal ini menunjukkan bahwa: (a) asam fitat yang ada di dalam ransum sedikit atau banyak akan mengurangi penyerapan Ca oleh dinding usus halus (JAFFE, 1981 dalam NOOR, 1992); (b) terdapatnya kompetisi aktivitas presipitasi antara Pb dan Ca di dalam usus halus oleh asam fitat (CHAN, 1988). Kompetisi aktivitas presipitasi antara Ca dan Pb oleh asam fitat diakibatkan oleh struktur asam fitat yang mengandung 12 proton dengan sisi terdisosiasi. Enam sisi merupakan asam kuat dengan nilai pKa kira-kira 1,5; tiga sisi dengan nilai pKa 5,7, 6,8 dan 7,6 dan sisanya tiga sisi adalah asam sangat lemah dengan nilai pKa >10 (COSTELLO et al., 1976). Hal inilah yang menyebabkan asam fitat dapat menarik kation multivalensi. Pada perlakuan R0, R1, R2, konsentrasi Ca cenderung meningkat. Hal ini diakibatkan oleh kapasitas molekul asam fitat untuk menarik kation multivalensi tercukupi oleh Pb. Pb menjadi prioritas yang ditarik karena kekuatan presipitasi Pb2+ terhadap asam fitat lebih besar daripada Ca2+ (CHAN, 1988). Dari informasi ini dapat dijadikan rujukan bagi aplikasi lapangan bahwa untuk peternakan yang disinyalir banyak terkontaminasi racun logam berat Pb, maka penggunaan dedak sampai 10% akan menguntungkan karena akan mereduksi Pb dan meningkatkan ketersediaan mineral Ca dalam tubuh. Sehingga dapat menghindari penyakit atau abnormalitas pada ayam broiler yang diakibatkan oleh defisiensi Ca. Pada R3 dan R4 konsentrasi Ca cenderung menurun. Hal ini diakibatkan oleh belum terpenuhinya kapasitas molekul asam fitat oleh Pb, ketika terjadi proses pengikatan kation multivalensi. Sehingga kekurangan “rongga” molekul asam fitat tersebut diisi oleh Ca untuk dibawa ke luar tubuh lewat feces (CHAN, 1988). Asam fitat dapat menarik ke luar ion-ion bervalensi dua (GEORGIEVSKY, 1978) hal ini menyebabkan ketersediaan biologik mineralmineral tersebut pada ternak unggas rendah. Jadi asam fitat dalam ransum nyata dapat menurunkan rataan akumulasi dan retensi Ca (GRAF, 1983). Di pihak lain, keberadaan Pb dapat menyebabkan rendahnya konsentrasi Ca dalam plasma darah, sebab memiliki kemampuan menggeser posisi ion Ca (BAIRD, 1995; SAENI, 1989) dikarenakan afinitas Ca terhadap asam fitat lebih rendah dibandingkan dengan ion logam lainnya (VOHRA dan KRATZER, 1965). Penyebab lain penurunan konsentrasi Ca plasma darah adalah adanya asam fitat dalam ransum dapat menyebabkan proses pengikatan ion logam, seperti Ca2+ membentuk senyawa yang tidak larut yang disebut fitin. Hal ini disebabkan karena manusia dan hewan tidak mempunyai sistem enzim endogen yang dapat menghidrolisis molekul fitat, maka ion logam polivalen yang terikat oleh fitat tersebut tidak dapat dicerna atau diserap oleh sistem Tabel 5. Konsentrasi Ca plasma darah pada tiap perlakuan Perlakuan Ulangan R0 R1 R2 R3 R4 1 4,7546 5,2534 5,3535 5,0049 3,7720 2 3,9293 3,9030 4,5136 5,3064 3,6443 3 4 3,9466 3,2786 5,4833 4,4646 3,4570 3,5142 4,2938 3,9534 4,3111 3,3126 5 4,7447 5,3575 4,8999 3,4183 3,6717 ppm Total 20,8894 22,0683 24,2037 22,5053 17,8576 Rata-rata 4,17788 4,41726 4,8407 4,50106 3,57152 667 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008 pencernaan manusia dan hewan (NOOR, 1992). Walaupun data konsentrasi Ca plasma darah menunjukan kenaikan dan penurunan, berdasarkan hasil analisis ragam menunjukan tidak berbeda nyata (P < 0,05). Hal ini diakibatkan konsentrasi maksimum fitat yang di fortifikasikan ke dalam ransum masih di bawah 2,25% yaitu batasan dimana konsentrasi tersebut tidak mengakibatkan penghambatan pertumbuhan ayam boriler (NOOR, 1992). KESIMPULAN DAN SARAN GASPERSZ, V. 1991. Perancangan Percobaan. Cet. Ke dua. CV Armico, Bandung. GRAF, E. 1983. Calsium Binding to Phytic Acid. J. Agric. And Food Chem. 31: 851 – 855. NELSON, T.S., T.R. SHIEH, R.J. WODZINSKI and J.H. WARE. 1968. The Availability of Phytate Phosphorus in Soybean Meal Before and After Tratment With Mold Phytase. Poult. Sci. 47: 1842 – 1848. NOOR, Z. 1992. Senyawa Anti Gizi. Pusat antar Universitas-Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fortifikasi fitat sampai 1,33% dalam ransum, yang bersumber dari 20% dedak, terhadap ayam broiler yang tercemar Pb, tidak menurunkan konsentrasi Pb dan tidak meningkatkan konsentrasi Ca dalam plasma darah. RUSTIAWAN, A., IKEN EKAYANTI dan TITI RIANI. 1993. Kandungan Logam Berat Timah Hitam pada Sayuran di Sekitar Lkasi Pembuangan Sampah Akhir (LPA) Kapuk Kamal, Cengkareng-Jakarta. Makalah seminar. Disampaikan pada Seminar Hasil-Hasil Penelitian PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. DAFTAR PUSTAKA SAENI, M.S. 1989. Kimia Lingkungan. Bahan Pengajaran. Dept. P&K, Ditjen Dikti, PAU Ilmu Hayat, IPB, Bogor. BAIRD, C. 1995. Environmental Chemistry. W.H. Freeman and Co., New York. CHAN, H.C. 1988. Phytate and cation binding activity. M.S. Thesis, Texas Tech University, Lubbock, TX. COSTELLO, A.J.R., T. GLONEK and T.C. MEYERS. 1976. 31P-nuclear magnetic resonance-pH titration of myo-inositol hexaphosphate. Carbohydrate Resource 46: 159 – 171. DARMONO. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta hlm. 62 – 64; 81 – 82; 85. 668 SUMIATI. 2005. Rasio Molar Asam Fitat: Zn untuk Menentukan Suplementasi Zn serta Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana. IPB,Bogor. VOHRA, P. and F.H. KRATZER. 1965. Influence of various chelating agents on the availability of zinc. J. Nutr. 82: 249 – 256. WAHJU. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta