PROSES KOMUNIKASI PELAKSANAAN PROGRAM SATU MILYAR SATU KECAMATAN PADA KEGIATAN BEDAH RUMAH DI PROVINSI JAMBI SITI KURNIASIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Proses Komunikasi Pelaksanaan Program Satu Milyar Satu Kecamatan pada Kegiatan Bedah Rumah di Provinsi Jambi” adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulisan ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Siti Kurniasih NRP I352114021 RINGKASAN SITI KURNIASIH. Proses Komunikasi Program Satu Milyar Satu Kecamatan pada Kegiatan Bedah Rumah di Provinsi Jambi. Dibimbing oleh DJUARA P LUBIS dan BASITA GINTING SUGIHEN. Program Samisake merupakan program pemerintah daerah dalam rangka percepatan dan pemerataan pembangunan di kabupaten atau kota dalam mengurangi angka kemiskinan, melalui dana transfer Samisake. Salah satu kegiatan Samisake adalah bedah rumah, tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan kualitas tempat tinggal, membantu masyarakat miskin mewujudkan rumah sehat sejahtera dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam Program Samisake di Provinsi Jambi sangat ditentukan oleh proses komunikasi yang terjadi dalam program tersebut. Penelitian ini menghasilkan (1) deskripsi proses komunikasi Program Samisake dari tingkat provinsi hingga tingkat desa, dan (2) analisis proses komunikasi Program Samisake di tingkat desa, meliputi a. analisis hubungan karakteristik individu, kredibilitas fasilitator dengan proses komunikasi pada program Samisake. b. analisis hubungan proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi pada program Samisake. c. analisis hubungan proses komunikasi dan prasyarat komunikasi dengan partisipasi masyarakat dalam program Samisake. Penelitian ini dilaksanakan di dua Kecamatan yakni Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung yang ditentukan secara sengaja (purposive) yaitu masyarakat yang menerima bedah rumah. Jumlah responden adalah 65 responden yang diperoleh dari 25 responden di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan 40 responden dari Kecamatan Jelutung secara sensus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses komunikasi Samisake dari tingkat provinsi ke tingkat desa adalah mengadakan rapat koordinasi antara Bappeda dan Kecamatan yang dipimpin langsung oleh Gubernur. Rapat koordinasi tingkat Kecamatan menghadirkan perwakilan Desa. Proses komunikasi masih bersifat top down. Proses komunikasi melalui media massa digunakan seperti RRI Jambi, TVRI Jambi, SMS 24 Jam, Layanan Telefon, film dukomenter dan kios data. Kredibilitas fasilitator, proses komunikasi, prasyarat partisipasi dan partisipasi di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tergolong tinggi. Namun berbeda nyata antara Kecamatan maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung pada aspek karakteristik peserta bedah rumah, proses komunikasi, prasyarat partisipasi dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan bedah rumah. Karakteristik peserta bedah rumah berhubungan nyata dengan proses komunikasi dan prasyarat partisipasi. Kredibilitas fasilitator berhubungan sangat nyata dengan proses komunikasi dan prasyarat partisipasi. Proses komunikasi berhubungan sangat nyata dengan prasyarat partisispasi. Kata Kunci : Proses komunikasi, Program Samisake, bedah rumah. SUMMARY SITI KURNIASIH. Communication Process in the Implementation of One Million one district Program on house improvement Activity at Jambi Province. Supervised by DJUARA P LUBIS and BASITA GINTING SUGIHEN. Samisake Program is a local government program for acceleration and development equity at District or City in order to reduce poverty, through Samisake funds transfer. One of Samisake program activities is house improvement. The goal of this activity is to improve the prosperity and through improving the housing quality, helping poor people to make healthy and wellbeing and increacing life quality of people homes. Public participation in Samisake Program in Jambi Province was determined by the communication process that occured in that program. The purposes of this study were (1) to describe the communication process in Samisake program of village level up to the provincial level, and (2) to analyze the communication process in Samisake program from village level, including a. analysis of house improvement participant characteristics, relationship credibility analysis of facilitator with communication process of Samisake program. b. relationship analysis of communication process with the participation requirements of Samisake program. c. relationship analysis of communication process and communication requirements with public participation in Samisake program. This research was conducted in two districts, namely the Muaro Sebo Ulu district and Jelutung district, every person who accepted house improvement program. Total respondents were 65 people which was obtained from 25 respondents in Maro Sebo Ulu District and 40 respondents in Jelutung District. The results showed that the communication process in Samisake program from province level to village level was conducted by holding meetings of coordination between Regional and District, that were led directly by the Governor. Coordination meeting in the district level was attended by village representative and the communication model was still ‘Top Down’. Communication process through mass media which was used such as RRI Jambi, TVRI Jambi, 24 hours SMS, Telephone Service, documenter movie and data kiosk. Credibility of facilitator, communication process, participation requirement and participation in Maro Sebo Ulut and Jelutung was high. However, significantly different between Maro Sebo Ulu and Jelutung on house improvement participants characteristics, communication processes, participation requirement and community participation in the house improvement implementation. House improvement participants characteristics significantly correlated with communication process and participation requirement. Credibility of facilitators really associated with communication process and participation requirements. Communication process really associated with participation requirements. Key words : Communication process, Samisake Program, house improvement © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya, pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB. PROSES KOMUNIKASI PELAKSANAAN PROGRAM SATU MILYAR SATU KECAMATAN PADA KEGIATAN BEDAH RUMAH DI PROVINSI JAMBI SITI KURNIASIH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Rilus A Kinseng, MA Judul Tesis: Nama NRP : : Proses Komunikasi Pelaksanaan Program Satu Milyar Satu Kecamatan pada Kegiatan Bedah Rumah di Provinsi Jambi Siti Kurniasih I352114021 Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Djuara P Lubis, MS Ketua Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Djuara P Lubis, MS Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr Tanggal Ujian : 17 Juli 2014 Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa apa yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian ini dengan judul “Proses Komunikasi Pelaksanaan Program Satu Milyar Satu Kecamatan pada Kegiatan Bedah Rumah di Provinsi Jambi” yang mana penulisan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kerpada Dr Ir Djuara Lubis, MS dan Dr Ir Basita Ginting Sugihen MA selaku komisi pembimbing atas segala arahan, saran, dan bimbingannya. Penulis sampaikan penghargaan kepada masyarakat penerima program Samisake dan aparatur daerah terkait yang bertanggungjawab pada kegiatan Samisake di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami tercinta Dediasnyah, SE, kedua orang tua dan kedua mertua atas doa dan dukungannya. Semoga karya ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2014 Siti Kurniasih DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xv DAFTAR GAMBAR xvi DAFTAR LAMPIRAN xvi 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 1 3 3 4 2 TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Pembangunan Konsep Komunikasi, Komunikasi Massa dan Komunikasi Organisasi Kredibilitas Fasilitator Proses Komunikasi Komunikasi Partisipatif Program Samisake Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Karakteristik Peserta Bedah Rumah Kerangka Pemikiran Hipotesis 6 8 10 12 15 16 18 20 21 3 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Peserta bedah rumah Penelitian Sumber Data Penelitian Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data Definisi Operasional Uji Validitas dan Reliabilitas Analisis Data 23 23 23 24 24 25 28 29 4 DESKRIPSI PELAKSANAAN DAN PROSES KOMUNIKASI KEGIATAN BEDAH RUMAH TINGKAT PROVINSI Program Satu Milyar Satu Kecamatan Bedah Rumah Kinerja Program Proses Komunikasi Provinsi 31 33 36 39 5 5 DESKRIPSI KECAMATAN DAN PESERTA BEDAH RUMAH Kondisi Geografis Lokasi Penelitian Kependudukan Karakteristik Peserta Bedah Rumah Kredibilitas Fasilitator Kegiatan Bedah Rumah 6 PROSES KOMUNIKASI TINGKAT DESA Proses Komunikasi Hubungan Karakteristik Peserta Bedah Rumah dengan Proses Komunikasi pada Kegiatan Bedah Rumah Hubungan Kredibilitas Fasilitator dengan Proses Komunikasi Kegiatan Bedah Rumah 7 PRASYARAT PARTISIPASI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT Prasyarat Partisipasi Hubungan Karakteristik Peserta Bedah Rumah dengan Prasyarat Partisipasi pada Kegiatan Bedah Rumah Hubungan Kredibilitas Fasilitator dengan Prasyarat Partisipasi pada Kegiatan Bedah Rumah Hubungan Proses Komunikasi dengan Prasyarat Partisipasi pada Kegiatan Bedah Rumah Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Bedah Rumah Hubungan Proses Komunikasi dengan Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Bedah Rumah Hubungan Prasyarat Partisipasi dengan Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Bedah Rumah 43 44 44 49 53 56 58 61 63 64 65 66 69 69 8 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran 71 71 DAFTAR PUSTAKA 73 LAMPIRAN 77 RIWAYAT HIDUP 80 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 Data instrumen dan teknik pengumpulan data 25 Nilai uji reabilitas instrumen penelitian 29 Jumlah kecamatan dan desa di Provinsi Jambi tahun 2011 32 Alokasi dana program Samisake tahun 2012 36 Realisasi kegiatan program Samisake Tahun 2012 37 Realisasi penyaluran dana program Samisake dan bedah rumah Tahun 2012 37 7 Alokasi dana program Samisake Tahun 2013 38 8 Penyaluran dana transfer Samisake 2013 38 9 Kondisi geografis lokasi Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013 43 10 Jumlah penduduk Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung berdasarkan jenis kelamin tahun 2013 44 11 Distribusi peserta bedah rumah dan nilai koefisien uji t berdasarkan karakteristik peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013 45 12 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap kredibilitas fasilitator dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013 49 13 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap proses Komunikasi dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013 53 14 Nilai korelasi karakteristik peserta bedah rumah dengan proses komunikasi pada kegiatan Bedah Rumah Tahun 2013 57 15 Nilai korelasi kredibilitas fasilitator dengan proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah tahun 2013 59 16 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap prasyarat partisipasi dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013 61 17 Nilai korelasi karakteristik peserta bedah rumah dengan prasyarat partisipasi pada pada kegiatan bedah rumah tahun 2013 63 18 Nilai korelasi kredibilitas fasilitator dengan prasyarat partisipasi pada kegiatan bedah rumah tahun 2013 64 19 Nilai korelasi proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi pada pada kegiatan bedah rumah tahun 2013 65 20 Dukungan bedah rumah dana CSR dan BAZDA Tahun 2013 66 21 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap Partisipasi dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013 67 22 Nilai korelasi proses komunikasi dengan partisipasi masyarakat pada pada kegiatan bedah rumah Tahun 2013 69 23 Nilai korelasi prasyarat partisipasi dengan partisipasi masyarakat pada pada kegiatan bedah rumah tahun 2013 70 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka berfikir penelitian proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah 2 Wawancara dengan beberapa pegawai di Kantor Bappeda 3 Rumah penduduk yang mendapat bantuan bedah rumah 4 Kios data Bappeda Provinsi Jambi 5 Identifikasi penduduk sangat miskin by name by address 21 78 78 79 79 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Program Satu Milyar Satu Kecamatan (Samisake) merupakan kebijakan Pemerintah Provinsi Jambi berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2011-2015 yang dilatarbelakangi oleh terbatasnya sarana dan prasarana infrastruktur, belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam, belum berkembangnya agro industri dan belum meratanya pembangunan serta hasil-hasilnya. Pelaksanaan Program Samisake setiap tahunnya diserahkan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berbeda, dalam pelaksanaan sesuai dengan jenis kegiatan. Sasaran peserta bedah rumah Samisake adalah kepala keluarga sangat miskin beserta anggota keluarganya sesuai dengan data base hasil verifikasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jambi. Program Samisake meliputi kegiatan bedah rumah, sertifikat tanah gratis, beasiswa pendidikan mulai jenjang tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT), penguatan modal bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), bantuan Alat Mesin Pertanian (Alsintan) dan kendaraan-kendaraan roda tiga untuk angkutan sampah di seluruh wilayah kabupaten dan kota se-Provinsi Jambi, program Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah Provinsi (Jamkesmasdaprov), pelatihan tenaga kerja, sambungan listrik, bantuan honorarium bagi 356 petugas Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), serta kegiatan prioritas lainnya dalam rangka meningkatkan sosial ekonomi masyarakat yang ada di Provinsi Jambi. Diharapkan melalui kegiatan ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menambah kesejahteraan masyarakat di Provinsi Jambi. Secara umum pelaksanaan program Samisake berjalan berdasarkan tujuannya antara lain aman, bermutu, beragam serta tersebar merata ke masyarakat melalui alokasi dana transfer Samisake selama tiga tahun pelaksanaanya yaitu tahun 2011 dan 2013. Namun di lain sisi masih ada masalah di lapangan yang ditemui, misalnya rendahnya serapan anggaran Program Samisake pada tahun 2012 di beberapa kabupaten terutama rendahnya realisasi bedah rumah. Komunikasi partisipatif merupakan proses penyampaian pesan melalui kebebasan berbicara dalam setiap otonom individu. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan pentingnya komunikasi partisipasi dalam setiap program pembangunan. Mulyasari (2009) berpendapat bahwa komunikasi partisipatif memiliki hubungan terhadap kepuasan dan partisipasi masyarakat dalam keberhasilan pelaksanaan program. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Khoiron (2003) menyatakan bahwa program pembangunan partisipatif dapat memicu partisipasi masyarakat secara langsung dalam kegiatan pembangunan di desa, sehingga menempatkan masyarakat sebagai subyek dan obyek pembangunan. Namun hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Muchlis (2009) mengenai komunikasi partisipatif dalam Program PNPM-M menyebutkan adanya kecenderungan bahwa perluasan cakupan lokasi kegiatan dari PPK menjadi PNPM MPd yang begitu besar terkesan dipaksakan oleh pemerintah. Hal ini 2 ditunjukkan oleh perluasan cakupan lokasi tanpa dibarengi dengan proses peningkatan kualitas perangkat pelaku program termasuk fasilitator. Pemahaman pelaku termasuk fasilitator terhadap konsep PNPM MPd menjadi kurang utuh sehingga implementasi program hanya dipahami sebatas penyebaran informasi proyek, dan bukan sebagai proses penyadaran masyarakat guna memecahkan masalah yang dihadapinya secara mandiri sehingga menjadikan program tidak berhasil membawa misi pemberdayaan. Artinya komunikasi partisipasi efektif di beberapa program pembangunan dan tidak efektif di beberapa program yang lain. Permasalahan yang masih dimiliki oleh Provinsi Jambi adalah banyaknya penduduk yang tidak memiliki rumah yang layak huni, hal ini terjadi baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Pemerintah Provinsi Jambi dalam hal ini Gubernur melaksanakan kegiatan bedah rumah Samisake, untuk memperbaiki rumah-rumah penduduk yang tidak layak huni. Hal ini tentu saja untuk penduduk yang benar-benar memenuhi syarat mendapatkan bantuan bedah rumah Samisake. kegiatan bedah rumah sendiri melibatkab banyak pihak, sehingga terjadi proses komunikasi pada kegiatannya. Proses-proses komunikasi Program Samisake dapat teramati dalam event komunikasi di setiap kegiatan, khususnya kegiatan bedah rumah yang menjadi obyek kajian dalam penelitian ini. Proses komunikasi ini melibatkan peran fasilitator sebagai pemimpin sangat menentukan apakah partisipasi masyarakat berjalan dengan baik atau sebaliknya. Fasilitator merupakan komunikator yang dimiliki pemerintah sebagai penghubung terhadap masyarakat, dengan adanya kredibilitas fasilitator yang baik maka diharapkan mampu menciptakan prosesproses komunikasi dengan baik. Komunikasi dipandang sebagai hal penting dalam pelaksanaan bedah rumah yang melibatkan fasilitator sebagai penghubung Gubernur serta Bappeda dengan peserta bedah rumah. Kegiatan bedah rumah mencakup seluruh kecamatan yang ada di Provinsi Jambi yaitu 113 kecamatan yang tersebar baik di kota maupun di daerah setiap kabupaten. Kecamatan Muaro Sebo Ulu yang berada di Kabupaten Batanghari dan Kecamatan Jelutung yang berada di Kota Jambi menjadi lokasi penelitian karena memiliki karakteristik lokasi yang berbeda, dimana penelitian ini membandingkan proses komunikasi dan pelaksanaan bedah rumah antara Kabupaten dan Kota. Program Samisake sudah berjalan cukup lama mengetengahkan proses komunikasi yang bersifat partisipasi agar melibatkan berbagai pihak yang memiliki tugas dan tanggungjawab dalam pelaksanaan program Samisake, interaksi antara pemerintah dan peserta bedah rumah paling dominan pada kegiatan bedah rumah. Namun dalam hal ini belum ada masukan dan penilaian dari masyarakat atas berjalannya kegiatan tersebut. Sehingga kesuksesan dan tepat sasaran kegiatan bedah rumah belum dapat diukur secara objektif. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah. Karena jika diketahui proses komunikasi maka hal ini akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan bedah rumah dan menjadi rujukan pada masa yang akan datang serta hal itu penting untuk menjadi tolok ukur dan instrumen sejauh mana kegiatan bedah rumah dirasakan manfaatnya bagi masyarakat sasaran yang memang membutuhkan. 3 Perumusan Masalah Kegiatan bedah rumah di beberapa kabupaten di Provinsi Jambi masih rendah serapan anggarannya. Proses komunikasi partisipasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah masih belum sepenuhnya melibatkan masyarakat dan pihak-pihak yang terkait, meski masih sedikit melibatkan peserta bedah rumah, ketua rukun tetangga, kepala desa dan pihak kecamatan selaku penanggungjawab kegiatan bedah rumah. Adanya partisipasi yang rendah dari masyarakat, kredibilitas fasilitator dan peran perangkat daerah maka kegiatan bedah rumah tidak berjalan sesuai dengan pedoman yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan kegiatan bedah rumah akan berjalan efektif apabila mendapat dukungan dari pendamping, masyarakat dan perangkat daerah mulai dari tingkat provinsi hingga tingkat desa yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang berkaitan dengan pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan bedah rumah, mulai dari pengajuan peserta bedah rumah, pemenuhan syarat-syarat mendapatkan bantuan, mengadakan rapat, pelaksanaan kegiatan bedah rumah hingga evaluasi. Keberhasilan kegiatan bedah rumah bisa terukur dengan adanya hasil kesuaian pelaksanaan dan ketepatan sasaran program sesuai dengan pedoman pelaksana kegiatan bedah rumah serta adanya perubahan dari kehidupan masyarakat lebih baik yaitu peserta bedah rumah memiliki rumah yang layak huni. Berdasarkan pemikiran di atas, masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana proses komunikasi pada program Samisake. Secara lebih rinci masalah penelitian tersebut sebagai berikut: 1. Bagaimana proses komunikasi yang terjadi pada kegiatan bedah rumah di tingkat provinsi? 2. Bagaimana proses komunikasi yang terjadi pada kegiatan bedah rumah di tingkat desa, meliputi: a. Bagaimana hubungan karakteristik individu, kredibilitas fasilitator dengan proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah? b. Bagaimana hubungan proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi pada kegiatan bedah rumah? c. Bagaimana hubungan proses komunikasi dan prasyarat komunikasi dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan bedah rumah? d. Bagaimana perbedaan pelaksanaan kegiatan bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian utama dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses komunikasi pada program Samisake. Secara lebih rinci tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Deskripsi proses komunikasi yang terjadi pada kegiatan bedah rumah di tingkat provinsi. 2. Analisis proses komunikasi yang terjadi pada kegiatan bedah rumah kegiatan bedah rumah di tingkat desa, yaitu : a. Analisis hubungan karakteristik peserta bedah rumah, kredibilitas fasilitator dengan proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah. 4 b. Analisis hubungan proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi pada kegiatan bedah rumah. c. Analisis hubungan proses komunikasi dan prasyarat komunikasi dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan bedah rumah. d. Analisis perbedaan pelaksanaan kegiatan bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung. Manfaat Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kegunaan Akademis Memperkaya khasanah penelitian komunikasi dengan bidang kajian komunikasi pembangunan, kemudian hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi pembangunan, khususnya proses komunikasi dan kepuasan masyarakat dalam bidang kajian komunikasi pembangunan. 2. Kegunaan Praktis Bagi peneliti, hasil penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pemahaman lebih mengenai proses komunikasi, khususnya komunikasi partisipasi. Bagi pemerintah atau instansi terkait hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan untuk menerapkan program pembangunan secara umum dan khususnya Program Samisake di Provinsi Jambi. 5 2 TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Pembangunan Pembangunan merupakan suatu proses, yang penekanannya pada keselarasan antara aspek kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah. Namun, dilihat dari segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses, pembangunan merupakan proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap, pendapat dan prilaku. Sehingga pada dasarnya pembangunan tidak bisa terlepas dari tiga komponen dasar yaitu komunikator pembangunan dalam hal ini bisa aparat pemerintah ataupun masyarakat, pesan pembangunan atau program-program pembangunan dan komunikan pembangunan yaitu masyarakat luas baik penduduk desa atau penduduk kota yang menjadi sasaran pembangunan. Tujuan komunikasi pembangunan menurut Harun dan Ardianto (2011) adalah untuk memajukan pembangunan. Pembangunan diperlukan agar rakyat yang mempunyai kadar kenal huruf serta pendapatan yang rendah dan ciri sosio ekonomi yang berkaitan dengannya, mesti diberitahu tentang adanya teknologi dan ide-ide baru yang patut diterapkan oleh mereka. Hal ini beriringan dengan pentingnya komunikasi pembangunan dalam pembangunan itu sendiri. Menurut McPhail (2009), “development communication is the process of intervening in a systematic or strategic manner with either media (print, radio, telephony, video, and the internet), or education (training, literacy, schooling) for the purpose of positive social change. The change could be economic, personal, as in spiritual, social, cultural, or political. Maka dari itu dalam komunikasi pembangunan membutuhkan strategi komunikasi agar tujuan pembangunan bisa tercapai sesuai yang diharapkan. Peran komunikasi dalam perubahan masyarakat adalah sebagai penggugah, pengarah, dan pengendali perubahan agar perubahan tersebut tetap bermanfaat dan berlangsung secara teratur (Dilla, 2007). Perubahan yang akan terjadi membutuhkan strategi jitu guna mencapai tujuan pembangunan. Strategi pembangunan menentukan strategi komunikasi, maka makna komunikasi pembangunan pun bergantung pada modal atau paradigma pembangunan yang telah dipilih. Pembangunan adalah rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat harus bersifat pragmatik yaitu suatu pola yang membangkitkan inovasi bagi masa kini dan yang akan datang. Hal ini tentunya fungsi komunikasi harus berada di garis depan untuk merubah sikap dan perilaku manusia sebagai pemeran utama pembangunan, baik sebagai subyek maupun sebagai objek pembangunan (Sitompul, 2002). Pengertian ini diperkuat oleh Effendy (2009) yang menyatakan bahwa strategi komunikasi bersifat makro yang dalam prosesnya berlangsung secara vertikal piramida. Kemudian masih menurut Sitompul (2002) strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. Strategi komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi (communication management) untuk mencapai suatu tujuan. Guna mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan 6 bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda tergantung pada situasi dan kondisi. Pelaksanaan Program Samisake melibatkan berbagai perangkat daerah mulai dari tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan maupun tingkat desa. Sehingga dalam proses penyampain pesan pembangunan pun melibatkan komunikator pembangunan dalam hal ini perangkat daerah, Program Samisake sebagai program pembangunan yang telah dicanangkan pemerintah Provinsi Jambi dan komunikan pembangunan dalam hal ini merupakan sasaran peserta bedah rumah Samisake dengan kriteria kepala keluarga (KK) sangat miskin beserta anggota keluarganya sesuai dengan data base hasil verifikasi Bappeda Provinsi Jambi tahun 2011 serta KK di luar data base namun mengacu pada data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011 untuk kriteria penduduk sangat miskin (Bappeda Provinsi Jambi, 2012). Konsep Komunikasi, Komunikasi Massa dan Komunikasi Organisasi Komunikasi adalah bentuk hubungan yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja (Tubbs dan Moss, 2000). Menurut Effendy (2003) komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan agar komunikan bersedia menerima suatu paham atau keyakinan sehingga mau melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan lainlain. Sebagai sebuah proses, komunikasi bersifat kontinu, berkesinambungan dan tidak memiliki akhir. Komunikasi juga dinamis, kompleks dan senantiasa berubah (West dan Turner, 2010). Pawito dan Sardjono (1994) mencoba mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses dengan mana suatu pesan dipindahkan atau dioperkan (lewat suatu saluran) dari suatu sumber kepada penerima dengan maksud mengubah perilaku, perubahan dalam pengetahuan, sikap dan atau perilaku overt lainnya. Sekurang-kurangnya didapati empat unsur utama dalam model komunikasi yaitu sumber (the source), pesan (the message), saluran (the channel) dan penerima (the receiver). Memahami komunikasi lebih jauh ada tiga kerangka pemahaman yang dapat digunakan, yaitu komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi dan komunikasi sebagai transaksi (Mulyana, 2003). Sebagai tindakan satu arah suatu pemahaman populer mengenai komunikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (atau sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) atau melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio atau televisi. Komunikasi dianggap sesuatu proses linear yang dimulai dengan sumber atau pengirim dan berakhir pada penerima, sasaran atau tujuannya. Komunikasi sebagai interaksi menyetarakan komunikasi dengan sesuatu proses sebab akibat atau aksi reaksi, yang arahnya bergantian. Seorang penerima beraksi dengan memberikan jawaban verbal atau menganggukan kepala, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respons atau umpan balik dari orang kedua dan begitu seterusnya. Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit lebih dinamis daripada komunikasi sebagai tindakan satu arah. Salah satu unsur yang dapat ditambahkan 7 dalam konseptualisasi kedua ini umpan balik, yakni apa yang disampaikan penerima pesan kepada sumber pesan. Komunikasi massa. Komunikasi massa tidak lebih dari sekedar proses perluasan tingkat kedua dari komunikasi interpersonal, karena yang membangun pesan-pesan untuk saluran dengan khalayak banyak, didukung oleh organisasi tertentu yang mengumpulkan informasi-informasi, membantu dalam proses informasi tersebut sampai ke pengirim, dan berpartisipasi dalam pemelihan materi yang akan dikomunikasikan dengan publik. Menurut Soekartawi (2005) media massa yaitu komunikasi melalui media massa seperti koran, majalah, radio, televisi dan film. Media umum adalah komunikasi yang isi pesan dikomunikasikan kepada semua pihak, secara bebas, umum dan tidak rahasia, hanya saja sifatnya tidak massal. Dengan demikian semua anggota masyarakat dapat memperoleh pesan tersebut dengan porsi yang sama dengan anggota masyarakat yang lain. Menurut Effendy (2009) para komunikator yang berada di puncak kelembagaan menggunakan media, baik media massa maupun media nirmassa melalui jejaring hierarki menurun ke bawah dalam menyampaikan informasi apapun yang dapat diterima oleh masyarakat. Komunikasi Organisasi. Komunikasi organisasi merupakan perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang terjadi (Wayne dan Faules 2010). Menurut Muhammad (2009) menyatakan meskipun bermacam-macam persepsi dari para ahli mengenai komunikasi organisasi tetapi terdapat beberapa hal yang umum yang disimpulkan sebagai berikut: (1) Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal; (2) Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah dan media, dan (3) Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya, dan keterampilan. Menurut Masmuh (2008) dalam komunikasi organisasi terdapat tiga arah komunikasi organisasi yaitu komunikasi ke atas, komunikasi ke bawah dan komunikasi lateral. Komunikasi ke atas merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hierarki yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Misalnya para pelaksana ke manajernya. Jenis komunikasi ini biasanya mencakup (1) kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan, (2) masalah yang berkaitan dengan pekerjaan dan pertanyaan yang belum terjawab, (3) berbagai gagasan untuk perubahan dan saran-saran perbaikan, dan (4) perasaan yang berkaitan dengan pekerjaan mengenai organisasi, pekerjaan itu sendiri, pekerja lainnya, dan masalah lain yang serupa. Komunikasi ke bawah merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hierarki yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah. Komunikasi ke bawah sangat dipengaruhi oleh beberapa hal berikut (Sumardjo 2007, DeVito 2011): (1) Keterbukaan, yang berpotensi mengakibatkan pemblokan atau mau dan tidaknya penyampaian pesan dan gangguan dalam pesan, (2) kepercayaan pada pesan, di era teknologi komunikasi yang sudah serba elektronik ini, untuk pesan tertulis yang disampaikan melalui metode diskusi yang menggunakan alat elektronik dapat lebih dipercaya karena keautentikannya dibanding pesan yang disampaikan secara lisan atau tatap muka, (3) Pesan yang berlebihan berpotensi menimbulkan 8 distorsi karena keterbatasan daya tangkap dari bawahan, dan (4) Timing atau ketepatan waktu penyampaian pesan dari atasan ke bawahan akan sangat menentukan efektivitas pelaksanaan tugas dalam organisasi. Komunikasi lateral adalah pesan antara sesame manajer ke manajer, karyawan ke karyawan. Pesan semacam ini bisa bergerak di bagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir antar bagian. Komunikasi lateral merupakan komunikasi yang terjadi antara dua dosen sejarah di perguruan tinggi yang sama. Juga bisa merupakan komunikasi antara dua dosen psikologi di dua universitas yang berbeda. Wayne dan Faules (2010) menyebutkan komunikasi lateral sebagai komunikasi horisontal. Disebutkan bahwa komunikasi horisontal muncul paling sedikit karena enam alasan sebagai berikut: (1) Untuk mengkoordinasikan penugasan kerja, (2) Berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan, (3) Untuk memecahkan masalah, (4) Untuk memperoleh pemahaman bersama, (5) Untuk mendamaikan, berunding, dan menengahi perbedaan, dan (6) Untuk menumbuhkan dukungan antarpersonal. Kredibilitas Fasilitator Menurut pendapat Rakhmat (2004) kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikasi tentang sifat-sifat komunikator. Terdapat dua hal dalam definisi tersebut yaitu kredibilitas adalah persepsi komunikasi, jadi tidak inheren dalam diri komunikator dan kredibilitas adalah berkenaan dengan sifat-sifat komunikator yang selanjutnya akan kita sebut sebagai komponen-komponen kredibilitas, sehingga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk dapat dipercaya atas pertanyaan, sikap atau menjadi sumber dan kemampuan untuk menelaah sikap-sikap. Sedangkan Susanto (2004) berpendapat bahwa kredibilitas adalah dugaan orang akan tidak atau kurang adanya kepentingan akan hal yang disebut sepintas lalu, membuat orang lebih yakin akan kesungguhan dan kemurnian pernyataannya, hal ini selanjutnya akan memperlihatkan apakah ada peningkatan atau penurunan nilai kepercayaan yang dinyatakannya. Teori kredibilitas fasilitator (komunikator) menurut Hovland dan Weiss (dalam Hamidi 2007) menunjukkan adanya keahlian (expertise) dan dapat dipercaya (trustworthness), dua hal ini menimbulkan kredibilitas fasilitator sehingga menciptakan iklim efektivitas komunikasi. 1. Keahlian Diartikan sebagai kemahiran di suatu ilmu dan bidang pekerjaan. Setiap individu harus memiliki modal dasar dalam menjalani pekerjaannya berupa ilmu, informasi, kemampuan kerja, penguasaan terhadap bidangnya sehingga ia dapat melaksanakan tugas yang diberikan dengan baik dan dianggap cakap dan profesional oleh atasan, klien, lingkungan kerja dan masyarakat. Anggapan tersebut merupakan ukuran suatu keahlian. 2. Dapat dipercaya Diartikan sebagai rasa percaya yang diberikan orang lain yang timbul dari adanya keahlian, ketekunan, kejujuran, loyalitas, dan kapabilitas yang tinggi dari individu dalam bekerja sehingga atasan/lingkungan tempat bekerja meyakini bahwa individu tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana yang diharapkan dan diinginkan. 9 Kedua faktor tersebut saling terkait dengan membangun persepsi kredibel sehingga dapat diartikan bahwa sejauh mana komunikator memiliki keahlian dan sifat dapat dipercaya sehingga ia dapat dikatakan kredibel. Komunikasi akan efektif bila komunikan mengalami proses internalisasi, jika komunikan menerima pesan yang sesuai dengan sistem nilai yang di anut. Komunikan merasa memperoleh sesuatu yang bermanfaat jika pesan yang disampaikan memiliki rasionalitas yang dapat diterima. Hamidi (2007) menyatakan, identifikasi terjadi pada diri komunikan, jika komunikan merasa puas dengan meniru atau mengambil pikiran atau perilaku dari orang atau kelompok lain (komunikator) dan jika komunikator memiliki daya tarik (attractiveness). Ketaatan pada diri komunikan akan terjadi, jika komunikan yakin akan mengalami kepuasan, mengalami reaksi yang menyenangkan, memperoleh reward dan terhindar dari punishment dari komunikator jika menerima atau menggunakan isi pesannya. Kredibilitas diartikan sebagai suatu tingkat sampai sejauh mana sumber pesan dapat dipercaya oleh penerima. Tingkat kepercayaan ini penting karena pada kenyataannya orang terlebih dahulu akan memperhatikan siapa yang membawa pesan, sebelum ia mau menerima pesan yang dibawanya. Apabila kredibilitas sumber rendah, maka bagaimanapun baiknya pesan yang disampaikan, penerima tidak akan menerimanya. DeVito (1997) memahami kredibilitas komunikator sebagai hal penting untuk menjadikan orang lain (komunikan) percaya atau tidak percaya terhadap apa yang disampaikan komunikator. Kredibilitas penting bagi fasilitator karena akan mempengaruhi anggota komunitas untuk menjalankan program-program pemberdayaan. Tidak ada situasi komunikasi dimana kredibilitas tidak mempunyai pengaruh atau efek bagi komunikan. Lebih lanjut DeVito (1997) mengidentifikasi tiga aspek kualitas utama dari kredibilitas. (1) Kompetensi, mengacu pada pengetahuan dan kepakaran yang menurut khalayak dimiliki oleh komunikator; (2) Karakter, mengacu pada i’tikad dan perhatian komunikator kepada khalayak dan (3) Karisma, mengacu pada kepribadian dan kedinamisan komunikator. Belch dan Belch (2001) mengatakan bahwa seorang komunikator atau sumber yang kredibel sangat penting bila audien memiliki sikap yang negatif terhadap produk, jasa, perusahaan atau isu yang tengah diangkat. Hal ini dikarenakan komunikator atau sumber yang kredibel dapat menghambat konter argumen dari audien. 1. Keahlian Seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman disebut sebagai orang yang memiliki keahlian. Menurut Belch dan Belch (2001), keahlian adalah tingkatan dimana seorang komunikator dipersepsikan sebagai orang yang dapat memberikan penilaian yang benar dan tegas. 2. Kejujuran Kejujuran adalah tingkat kepercayaan terhadap niat komunikator dalam mengkomunikasikan penilaian yang dianggapnya paling benar. Jujur atau tidaknya sumber bergantung pada persepsi audien tentang motivasinya dalam menyampaikan sebuah informasi. Menurut Belch dan Belch (2001) jika audien merasa sumber bias atau memiliki kepentingan pribadi atau uang ketika menyampaikan suatu produk atau institusi, maka ia menjadi kurang persuasi dibanding orang yang dianggap tidak memiliki motif pribadi apapun. 10 3. Daya tarik Daya tarik buka dilihat dari kecantikan fisik saja melainkan juga berbagai sifat dan karakter yang dimiliki oleh endorser, misalnya kemampuan intelektual, kepribadian, gaya hidup dan sebagainya. Seorang endorser memiliki nilai tambah berupa kekaguman dari banyak orang. Penampilan seseorang dalam berkomunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi yang dilakukannya. Kaitan dengan kredibilitas sumber pesan, pengaruh penampilan terutama pada kontak pertama antara sumber dan penerima pesan. 4. Keakraban Aspek ini merujuk pada pengetahuan tentang sumber yang dimiliki audien melalui terpaan media massa. Keakraban sering diabaikan oleh institusi karena mereka lebih memperhatikan aspek kesamaan dan daya tarik sumber (Belch dan Belch, 2001). Menurut Aristoteles (yang dikutip oleh Hamidi 2007) komunikator yang efektif memiliki karakter : 1. Good Sense (Pikiran yang baik) Seorang komunikator harus memiliki daya pikir yang baik guna menunjang ketepatan dalam pengambilan keputusan atau langkah kerja. Sikap-sikap yang berkiatan dengan good sense meliputi bertindak rasional, bertindak cepat dan wawasan yang luas di bidangnya. 2. Good Moral Character (Akhlak yang baik) Akhlak dapat digambarkan sebagai sikap, sifat, perilaku dan karakter. Akhlak yang baik adalah segala sikap, sifat, perilaku dan karakter yang bernilai positif. Ilmu komunikasi menerapkan konsep yang cukup penting. Perilaku yang baik dapat diwujudkan dalam empati, simpati, dapat dipercaya, memiliki keahlian dalam bidangnya dan jujur. 3. Good Will (Maksud yang baik) Maksud yang baik dalam artian memberikan solusi yang baik yang berguna bagi kedua belah pihak sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Berdasarkan hasil penelitian Susanty (2013) menyatakan bahwa kejujuran fasilitator tidak berhubungan nyata dengan komunikasi partisipatif, sedangkan keahlian dan daya tarik berhubungan nyata dengan arah komunikasi, serta keakraban fasilitator berhubungan nyata dengan dengan saluran komunikasi dan partisipasi. Sejalan dengan pernyataan Effendy (2009) bahwa orang yang menyampaikan pesan yaitu komunikator ikut menentukan berhasilnya komunikasi, hal ini berhubungan dengan faktor source credibility komunikator memegang peranan yang sangat penting. Proses Komunikasi Proses diartikan sebagai setiap gejala atau fenomena yang menunjukkan suatu perubahan yang terus menerus dalam waktu dan atau setiap pelaksanaan atau perlakuan secara terus-menerus. Memiliki konsep proses berarti akan diperoleh suatu analisa mengenai unsur-unsur komunikasi dan unsur-unsur mana yang kiranya penting untuk terjadinya komunikasi dengan melihat tingkah laku komunikasi tersebut meliputi pesan-pesan yang dihasilkan dan orang-orang yang 11 bagaimana melakukan komunikasi tersebut, sehingga kita akan melihat bagaimana orang memperlakukan pesan-pesan yang mereka komunikasikan (Berlo, 1960). Formula Lasswell ini sangat populer dan banyak digunakan dalam risetriset komunikasi, dan jawaban dari pertanyaan paradigmatik Lasswell tersebut menurut Effendy (2003) merupakan unsur-unsur dalam proses komunikasi, yaitu Communicator (komunikator), message (pesan), media (media), receiver (komunikan/penerima) dan effect (efek). Penelitian ini mengutamakan proses komunikasi dengan tiga unsur pendukunganya, yang meliputi : 1. Frekuensi Berkaitan dengan dinamika receiver dalam mendapatkan informasi (pesan komunikasi), menurut Roger dan Shoemaker (1971), kecenderungan individu menginterpretasikan pesan menurut kebutuhan dan lain-lain, diantaranya sangat dipengaruhi oleh kontak interpersonal dan kekosmopolitan individu yang bersangkutan. Penelitian ini akan melihat sejauh mana dinamika proses komunikasi pada pelaksanaan Program Samisake melakukan kontak interpesonal atau frekuensi komunikasi mereka dalam menerima informasi yang berkaitan dengan Program Samisake dengan berbagai pihak. 2. Arah Komunikasi Arah komunikasi yang terjadi dalam organisasi ada tiga jenis, yaitu: komunikasi vertikal adalah arah arus komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah (downward communication) dan berlangsung di antara orang-orang yang berada pada tatanan manajemen atau atasan yang menyampaikan pesan dari atasan ke bawahan. Upward communication adalah arah komunikasi yang terjadi dari bawahan ke atasan yang mempunyai beberapa fungsi diantaranya penyampaian informasi mengenai pekerjaan yang sudah dilaksanakan dan penyampaian saran-saran perbaikan. Komunikasi horizontal adalah arah komunikasi yang terjadi secara mendatar atau sejajar di antara para pekerja dalam suatu unit dimana terjadi pertukaran informasi antara orang-orang yang memiliki hubungan dekat dalam unit kerja yang sama. Cross channel communication adalah komunikasi yang terjadi di dalam sebuah organisasi di antara seseorang dengan orang lain yang satu sama lain berbeda dalam kedudukan dan bagian. 3. Isi Pesan Isi pesan merupakan materi pesan yang terseleksi oleh komunikator untuk mengekpresikan tujuan, yang termasuk isi pesan adalah pernyataan atau pemaknaan yang kita buat, informasi yang ditampilkan, kesimpulan yang kita buat, dan pembenaran (judgments) yang dimaksud dalam pesan. Pesan dapat secara panjang dan lebar mengupas berbagai segi namun inti pesan dari komunikasi selalu mengarah pada tujuan akhir dari komunikasi. Penyampaian pesan melalui lisan, face to face, langsung, menggunakan media dan saluran. Isi pesan bersifat informatif, persuatif dan koersif. Pesan yang mengena harus memenuhi syarat yaitu : umum, jelas, gamblang, bahasa yang jelas, positif, seimbang, penyesuaian dengan keinginan komunikan. Hambatan-hambatan pesan terdiri dari hambatan bahasa dan teknis. Menurut Berlo (1960) mengartikan isi pesan sebagai materi dalam pesan yang telah diseleksi oleh sumber untuk mengekspresikan tujuannya berkomunikasi. Karena isi pesan meliputi pertanyaan-pertanyaan yang dibuat orang serta penilaian seseorang terhadap suatu pesan. 12 Komunikasi Partisipatif Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menurut Slamet (2003) adalah ikut sertanya masyarakat dalam perencanaan pembangunan, ikut serta dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasilhasil pembangunan. Secara rinci Slamet (2003) mengklasifikasikan macammacam partisipasi dalam pembangunan dibagi menjadi lima, diantaranya adalah : 1. Ikut memberi input proses pembangunan, menerima imbalan atas input tersebut dan ikut menikmati hasilnya. 2. Ikut memberi input dan menikmati hasilnya. 3. Ikut memberi input dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil pembangunan secara langsung. 4. Menikmati atau memanfaatkan hasil pembangunan tanpa ikut memberi input. 5. Memberi input tanpa menerima imbalan dan tidak menikmati hasilnya. Sedangkan menurut Sumodiningrat (2000) menyatakan bahwa partisipasi adalah kemauan rakyat untuk mendukung secara mutlak program atau proyek pemerintah yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh pemerintah. Sebelum membahas kesempatan berpartisipasi terlebih dahulu dilihat beberapa definisi partisipasi menurut Gaventa dan Valderrama (2001) mengatakan bahwa definisi partisipasi dalam pembangunan sering ditemukan dalam proyek dan program pembangunan, sebagai sarana penguatan relevansi, kualitas serta kesinambungannya. Pembangunan akan berjalan dengan baik jika adanya keterlibatan masyarakat sebagai obyek pembangunan maupun sebagai subyek pembangunan. Slamet (2003) dalam bukunya yang berjudul “ Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan” dikatakan bahwa setelah menyadari betapa pentingnya partisipasi, maka perlu kita memikirkan lebih lanjut syarat-syarat yang diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Adapun syarat-syarat tersebut digolongkan sebagai berikut: (1) adanya kesempatan untuk membangun, (2) adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan, dan (3) adanya kemauan untuk berpartisipasi. Pendapat yang lebih luas dikemukakan oleh Davis dalam Huneryager (1992) yang memberikan definisi partisipasi sebagai berikut: ”Participation is defined as an individuals mental and emotional involvement in a group situation that encourrager him to contribute to group goals and to share responsibility for them”. Definisi ini mengemukakan tiga hal pokok yang menjadi perhatian partisipasi, yakni: (1) titik berat keterlibatan partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional, ini berarti bahwa kehadiran secara fisik semata-mata di dalam suatu kelompok, tanpa keterlibatan mental dan emosional bukanlah partisipasi, (2) sumbangan yang diberikan demi tercapainya tujuan kelompok itu sangat beragam, (3) kesediaan untuk bertanggung jawab diantara sesama anggota kelompok tersebut terbangkitkan. Menurut Uphoff (1979) mendefinisikan empat jenis, dimulai dari partisipasi dalam pembuatan keputusan, partisipasi dalam penerapan keputusan, partisipasi dalam pencapaian hasil, serta yang perlu ditambahkan partisipasi dalam evaluasi. Kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan yang menuju peningkatan kualitas hidup itu dapat bermacam-macam bentuknya, antara lain adanya sumber-sumber daya alam yang dapat dikembangkan, adanya pasaran yang terbuka (prospek untuk mengembangkan sesuatu), tersedianya modal (uang, 13 kredit), tersedianya sarana dan prasarana, terbukanya lapangan kerja pembangunan dan lain sebagainya. Kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang terbuka adalah pengertian, pengetahuan, keterampilan, sikap mental yang menunjang dan kesehatan tubuh yang memadai. Kecuali sumberdaya alam, kesempatan-kesempatan yang lain tentunya harus dapat diusahakan oleh pengelola-pengelola pembangunan untuk diadakan, dibuka, disediakan atau dikembangkan agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang merasa memerlukannya. Kemampuan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan dan juga sikap mental. Pengetahuan dan pengertian tentang pembangunan sesuatu sampai pada seluk beluk pelaksanaannya sangat perlu bagi masyarakat sehingga mereka dapat cepat tanggap terhadap kesempatan yang ada. Pengetahuan tentang adanya potensi dilingkungannya yang dapat dikembangkan atau dibangun sangat penting artinya. Pengetahuan dan keterampilan tentang teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sumber daya alam yang ada untuk dipadukan dengan berbagai sarana produksi lain sangat penting bagi keberhasilan masyarakat yang membangun. Kesempatan berpartisipasi dalam Program Samisake pada kegiatan bedah rumah dan sertifikat tanah gratis meliputi partisipasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Hal ini diperlukan diduga agar sasaran program bisa tepat serta tingkat kepuasan masyarakat terhadap program tersebut bisa tinggi. Menurut Slamet (2003) ada tiga faktor yang berhubungan atau mendukung partisipasi yaitu : (1) kemauan, (2) kemampuan dan (3) kesempatan. Keberadaan kemauan, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan dipengaruhi oleh berbagai faktor seputar kehidupan manusia yang saling berinteraksi satu dengan yang lain, terutama faktor-faktor psikologis individu (needs, harapan, motif, reward), terpaan informasi, pendidikan (formal dan nonformal), keterampilan, kondisi permodalan yang dimiliki, teknologi (sarana dan prasarana), kelembagaan (formal dan informal), kepemimpinan (formal dan informal), dan struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal (norma, tradisi dan adat istiadat serta pengaturan dan pelayanan pemerintah. Pada pelaksanaan Program Samisake, kelembagaan formal dipegang oleh Bappeda selaku penanggungjawab Program atas nama Gubernur Jambi, kemudian beberapa lembaga pemerintahan tingkat kabupaten, kecamatan dan desa. Secara praktik yang sudah dilakukan diberbagai kegiatan Samisake, kepemimpinan bersifat formal dan terstuktur dan memiliki hierarki organisasi (Lampiran 2). Pada hierarki tersebut terlihat bahwa Gubernur sebagai pucuk pimpinan tertinggi memegang kendali meski dengan bantuan Bappeda sebagai penanggungjawab. 1. Kemauan Partisipasi Faktor partisipasi bersumber pada faktor psikologis individu yang menyangkut emosi dan perasaan yang melekat pada diri manusia. Faktorfaktor yang menyangkut emosi dan perasaan ini sangat kompleks sifatnya, sulit diamati, dan diketahui dengan pasti, dan tidak mudah dikomunikasikan akan tetapi selalu ada pada setiap individu dan merupakan motor penggerak perilaku manusia. Faktor yang berperan dalam menggerakkan kemauan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan adalah informasi. Informasi mempunyai arti sangat penting bagi komponen utama pembangunan. Secara 14 psikologis kemauan berpartisipasi muncul oleh adanya motif instrinsik (dari dalam sendiri) maupun ekstrinsik (karena rangsangan, dorongan atau tekanan dari pihak luar). Tumbuh dan berkembangnya kemauan berpartisipasi sedikitnya diperlukan sikap-sikap sebagai berikut (1) sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat pembangunan, (2) sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada umumnya, (3) sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan tercapainya tujuan pembangunan dan (4) sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk memperbaiki mutu hidupnya. 2. Kemampuan Partisipasi Tingkat kemampuan partisipasi masyarakat tergantung pada banyak faktor, utamanya faktor pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal, keterampilan, dan pengalaman. Kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan harus didahului oleh proses belajar untuk memperoleh dan memahami informasi, kemudian memproses menjadi pengetahuan tentang adanya kesempatan-kesempatan bagi dirinya, melatih dirinya agar mampu berbuat dan termotivasi agar benar-benar bertindak. Kemampuan yang dituntut untuk berpartisipasi dengan baik antara lain adalah (1) kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, (2) kemampaun untuk memahami kesempatan-kesempatan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia dan (3) kemampuan untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan serta sumber daya lain yang dimiliki. 3. Kesempatan Partisipasi Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berinteraksi, terutama faktor ketersediaan sarana dan prasarana fisik yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pembangunan, kelembagaan yang mengatur interaksi warga dalam proses pembangunan, birokrasi yang mengatur rambu-rambu serta menyediakan kemudahan-kemudahan dan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, serta faktor sosial budaya masyarakat yang akan sangat menentukan corak perilaku masyarakat dalam proses pembangunan. Menurut Slamet (2003) menyatakan bahwa partisipasi rakyat dalam pembangunan bukan hanya berarti pengerahan tenaga kerja rakyat secara sukarela, tetapi justru yang lebih penting adalah tergeraknya rakyat untuk mau memanfaatkan kesempatan memperbaiki kualitas hidup sendiri. Kesempatan untuk berpartisipasi ini sangat dipengaruhi oleh : (1) kesempatan memperoleh informasi, (2) kesempatan untuk memobilisasi dan menggunakan tekhnologi tepat guna, (3) kesempatan untuk berorganisasi, termasuk memperoleh dan mempergunakan peraturan, perizinan dan prosedur kegiatan yang harus dilaksanakan. Kesempatan untuk mengembangkan kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, menggerakkan dan mengembangkan serta memelihara partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Komunikasi pembangunan partisipasi menurut Hadiyanto (2008) sebagai pendekatan baru dalam memposisikan kembali peranan komunikasi dalam pembangunan yang telah menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat, dengan syarat 1) perlu ditumbuhkan keyakinan bahwa setiap individu atau 15 kelompok secara potensial akan dipengaruhi program pembangunan harus diberikan hal untuk berpartisipasi secara penuh dalam membuat keputusan, 2) harus menjamin terwujudnya kerjasama timbal balik pada seluruh tingkatan partisipasi, 3) harus mampu menempatkan semua pihak sebagai partisipan yang setara sehingga tidak ada dominasi dalam arus informasi dari salah satu pihak, 4) keputusan-keputusan dihasilkan secara demokratis melalui proses interaksi secara terus-menerus sehingga komitmen bersama dapat dipertahankan, dan 5) harus mampu membuka akses dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memanfaatkan semua media komunikasi yang tersedia. Program Samisake Program Samisake merupakan program pemerintah daerah dalam rangka percepatan dan pemerataan pembangunan di kabupaten atau kota dalam mengurangi angka kemiskinan, melalui alokasi dana transfer untuk kabupaten atau kota. Dasar pemikiran Program Samisake yaitu mendorong pemerataan pembangunan maupun hasil-hasilnya, mendorong percepatan pembangunan infrastruktur baik pembangunan jalan dan jembatan yang mampu memperpendek jarak dari daerah produksi ke daerah pusat-pusat distribusi serta pembangunan jaringan listrik, irigasi dan air bersih, memajukan pendidikan sebagai modal dasar dalam pembangunan, meningkatkan kesejahteraan petani, serta meningkatkan kapasitas sumber daya aparatur. Bappeda Provinsi Jambi ditunjukkan sebagai koordinator pelaksanaan Samisake, bersama dengan pemangku kepentingan yaitu Dinas/Bandan/lembaga Pemerintah kabupaten/kota yang mempunyai tugas pokok dan fungsi berkaitan pengelolaan Samisake. Dana transfer adalah dana bantuan keuangan yang bersifat khusus dari provinsi. Penganggaran dan pelaksanaan kegiatan Samisake mengacu pada peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya tetap pada SKPD kecamatan. Tahapan RPJMD berproses melalui empat tahapan sesuai dengan tingkat atau kondisi sosial ekonomi masyarakat yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda) nomor 6 tahun 2009 tentang RPJP 2005-2025. RPJMD tahap pertama untuk alokasi tahun 2005-2010 yaitu peningkatan daya saing ekonomi, kemampuan dan pemerataan pembangunan, kesejahteraan dan kehidupan masyarakat yang berkualitas, serta pembangunan hukum dan tata pemerintahan yang baik. RPJMD tahap kedua untuk alokasi tahun 2011-2015 dengan indikator peningkatan kualitas pelayanan dasar, pertumbuhan ekonomi, serta kualitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. RPJMD tahap ketiga untuk alokasi tahun 2016-2020 dengan indikator pencapaian daya saing wilayah dan ekonomi rakyat, terwujudnya insfrastruktur yang berkualitas, serta perkembangan penerapan. RPJMD tahap keempat untuk alokasi tahun 2021-2025 dengan indikator terbangunnya struktur kehidupan sosial budaya dan ekonomi masyarakat Jambi yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah, peningkatan kualitas kelembagaan pemerintah, serta penguatan sektor industri. Kriteria kecamatan penerima Samisake antara lain tersediannya data pendukung yang akurat, program atau kegiatan yang diusulkan mempunyai multiplier effect terhadap peningkatan perekonomian wilayah dan kesejahteraan 16 masyarakat, program yang diusulkan, sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah tersebut, serta hasil atau output dari program dapat dipertanggungjawabkan. Kecamatan yang telah terpilih dalam Program Samisake kemudian dipilih keluarga miskin penerima Samisake dengan kriteria antara lain kepala keluarga sangat miskin beserta anggota keluarganya sesuai dengan data base hasil verifikasi Bappeda Provinsi Jambi tahun 2011, di luar data base hasil verifikasi Bappeda akan mengacu pada data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011 untuk kriteria penduduk sangat miskin, dengan ketentuan apabila semua KK sangat miskin hasil verifikasi Bappeda telah terakomodir (Bappeda, 2012). Program Samisake meliputi kegiatan bedah rumah, sertifikat tanah gratis, beasiswa pendidikan mulai jenjang tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT), penguatan modal bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), bantuan Alat Mesin Pertanian (Alsintan) dan kendaraan-kendaraan roda tiga untuk angkutan sampah di seluruh wilayah kabupaten dan kota se-Provinsi Jambi, program Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah Provinsi (Jamkesmasdaprov), pelatihan tenaga kerja, sambungan listrik, bantuan honorarium bagi 356 petugas PPL (Petugas Penyuluh Lapangan), serta kegiatan prioritas lainnya dalam rangka meningkatkan sosial ekonomi masyarakat yang ada di Provinsi Jambi. Diharapkan melalui kegiatan ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menambah kesejahteraan masyarakat di Provinsi Jambi. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka (Rogers, 1983) Dalam pembangunan, kepedulian dominan pada partisipasi telah dikaitkan dengan sektor ”masyarakat” atau sosial. Sebuah kajian yang sangat berpengaruh pada akhir tahun 1970-an, mendefinisikan partisipasi sebagai ”upaya terorganisasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap sumberdaya dan lembaga pengatur dalam keadaan sosial tertentu, oleh berbagai kelompok dan gerakan yang sampai sekarang dikesampingkan dari fungsi pengawasan semacam itu” (Stiefel dan Wolfe, 1994 dalam Gaventa dan Valderrama, 2001). Gaventa dan Valderrama (2001) mengatakan bahwa belakangan ini, definisi partisipasi dalam pembangunan sering ditemukaan dalam proyek dan program pembangunan, sebagai sarana penguatan relevansi, kualitas serta kesinambungan. Dalam sebuah pernyataan yang berpengaruh, kelompok kajian Bank Dunia mengenai partisipasi mendefinisikan ”partisipasi sebagai proses dimana pemilik kepentingan (stakeholders) mempengaruhi dan berbagi pengawasan atas inisiatif dan keputusan pembangunan serta sumberdaya yang berdampak pada mereka”. Dari sudut pandang ini, partisipasi dapat dilihat pada tatanan konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek, dari evaluasi kebutuhan sampai penilaian, implementasi, pemantauan dan evaluasi. Walaupun proyek partisipasi itu bisa saja didanai oleh negara, partisipasi didalamnya 17 dipandang tidak terkait pada masalah-masalah politik atau pemerintahan yang lebih luas, namun sebagai cara untuk mendorong tindakan di luar lingkup pemerintah. Lagi pula, fokusnya lebih pada partisipasi langsung para pemilik kepentingan utama, dan bukan pada partisipasi tak langsung melalui para wakil yang dipilih. Aktivitas pembangunan selalu menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Yusri (1993) mengemukakan keberhasilan aparatur pemerintah dalam menghidupkan partisipasi masyarakat akan ditentukan oleh nilai efektivitas kepemimpinan aparatur pemerintah tersebut. Makin tinggi nilai efektivitasnya, akan besar pula peranannya dalam pembangunan. Hal ini dapat ditafsirkan, bahwa aparatur pemerintah/kepala desa dapat memikirkan peranannya yang lebih besar dalam melaksanakan program pembangunan yang sudah mendapat simpati masyarakatnya dengan melekatkan simpati mereka. Kemampuan yang tinggi akan tercapai efektivitas yang tinggi pula. Kebijaksanaan dan kemampuan serta keterampilan kepala desa menjadi pokok masalah dalam hubungan kerja sama dalam pembangunan yang menjadi kunci keberhasilan dalam menghidupkan partisipasi masyarakat, sebab efektivitas itu suatu bentuk perpaduan nilai. Konteks yang sangat luas pengertian partisipasi dapat diacu dari pendapat Davis dalam Huneryager (1992) yang memberikan definisi partisipasi sebagai berikut: ”Participation is defined as an individuals mental and emotional involvement in a group situation that encourrager him to contribute to group goals and to share responsibility for them”. Definisi ini mengemukakan tiga hal pokok yang menjadi perhatian partisipasi, yakni: (1) titik berat keterlibatan partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional, ini berarti bahwa kehadiran secara fisik semata-mata di dalam suatu kelompok, tanpa keterlibatan mental dan emosional bukanlah partisipasi, (2) sumbangan yang diberikan demi tercapainya tujuan kelompok itu sangat beragam, (3) kesediaan untuk bertanggung jawab diantara sesama anggota kelompok tersebut terbangkitkan. Gaffar (1986) menyatakan hakekat partisipasi adalah kemandirian, artinya setiap individu yang melakukan kegiatan partisipasi harus berasal dari dirinya sendiri, atas inisiatif atau kemauan sendiri, kalau seorang individu melakukan kegiatan karena didorong atau digerakkan orang lain, atau karena merasa khawatir akan konsekuensi kalau tidak melakukan partisipasi, maka apa yang sebenarnya terjadi adalah mobilisasi, atau istilah populernya partisipasi yang digerakkan. Pembuatan keputusan secara lebih spesifik dalam partisipasi ini berpusat pada pengumpulan gagasan, perumusan pilihan-pilihan (option), evaluasi pilihan, tindakan memilih, dan merumuskan strategi untuk melakukan pilihan terhadap dampak yang timbul. Tiga macam tipe keputusan: (1) initial decisions, (2) on going decisions, dan (3) operational decisions. Implementasi, untuk berperan serta dalam aspek ini dalam satu program dapat dilakukan melalui tiga cara yakni: (1) kontribusi sumber daya (recource contributions), (2) usaha -usaha administrasi dan koordinasi, (3) terlibat dalam program (programme enlisment activities). Benefit, terlibat dalam suatu program sedikitnya dapat menarik tiga macam keuntungan: (1) material, (2) sosial, dan (3) personal. Keuntungan material yaitu keuntungan untuk memenuhi kebutuhaan pokok individual. Keuntungan sosial yaitu, keuntungan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, keuntungan personal biasanya berkaitan dengan keinginan yang bersifat individual dengan melibatkan 18 diri dalam suatu kelompok/organisasi yang memiliki kekuasaan maupun sosial dalam suatu program. Evaluasi, untuk berperan serta dalam evaluasi program dapat dilakukan melalui dua kegiatan pokok yakni: (1) evaluasi formal terhadap proyek, (2) pendapat umum. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan biasanya dilakukan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Adapun keuntungan yang diperoleh dengan adanya partisipasi dalam pelaksanaan-pelaksanaan program pembangunan ini antara lain sebagai berikut: 1. Banyak proyek pembangunan tidak bisa keluar dari lilitan persoalan, jika rakyat yang dikenai proyek tidak terlibat. Sumber daya lokal merupakan sumber daya yang mengetahui kondisi dan potensi daerah. Jika timbul masalah hanya orang-orang lokal yang memahaminya. 2. Dengan partisipasi, planner dilengkapi dengan informasi amat berharga, yang tidak bisa diperoleh dengan cara lain. Partisipasi informasi yang sangat berharga akan diperoleh planner dan para birokrat, sedangkan cara -cara lain barangkali tidak seberharga partispasi, 3. Rakyat akan sangat menerima perubahan yang diadakan jika mereka diajak berperan serta di dalam merancang, mengkonstruksi, melaksanakan, sampai pada saat mengevaluasi. Beberapa pendapat yang telah dirangkum diatas, dapat dikatakan bahwa partisipasi telah menjadi mitos pembangunan, meskipun dalam prakteknya setiap strategi pembangunan yang menampilkan peranan khas birokrasi pembangunannya, telah pula memberikan variasi dalam mengambil konsep partisipasi itu, nampaknya pendekatan top-down dan blue print praktis mengabaikan partisipasi masyarakat, karena pendekatan ini, seluruh kegiatan pembangunan diprakarsai, diarahkan dan dikontrol oleh pengaruh birokrasi, sedang masyarakat hanya dimobilisasikan untuk melaksanakan pembangunan. Karakteristik Peserta Bedah Rumah Kepribadian merupakan kesatuan organisasi, seluruh isi sifat-sifat dari seseorang individu yang dinyatakan dalam bentuk yang berbeda dengan yang lain. Lionberger dan Gwin (1982) mengungkapkan bahwa peubah-peubah yang penting dalam mengkaji masyarakat lokal diantaranya adalah peubah karakteristik individu. Hal ini kemudian dirincikan menjadi 32 sifat-sifat individu yang meliputi karakter sosial ekonomi, kepribadian dan perilaku komunikasinya. Sifatsifat meliputi : umur, tingkat skala usaha, pendidikan, tingkat melek huruf, status sosial, tingkat mobilitas vertikal ke atas, tingkat orientasi ekonomi komersial, derajat kesukaan terhadap kredit, spesialisasi usaha, tingkat kemampuan berempati, tingkat kemampuan, tingkat kerpercayaan terhadap dogma, tingkat mengabstraksi, tingkat rasionalitas, tingkat intelegensia, derajat kesukaan terhadap perubahan, keberanian mengambil resiko, sikap terhadap pendidikan, tingkat keterdedahan terhadap media massa, tingkat keterdedahan terhadap komunikasi antar pribadi, tingkat kemampuan menjadi anggota masyarakat dan lain-lain. Pendapat mengenai karakteristik individu dalam hal ini karakteristik peserta bedah rumah sebagaimana yang telah diuraikan di atas, diduga karakteristik peserta bedah rumah memiliki hubungan yang signifikan dengan proses komunikasi serta partisipasi, yaitu meliputi : umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan, status kepemilikan rumah, status kependudukan, 19 pengalaman mendapat bantuan dan hubungan sosial dengan perangkat desa, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Umur individu akan dipengaruhi pertumbuhan baik aspek biologis maupun psikis. Pertumbuhan psikis akan tampak pada aspek kejiwaan (kedewasaan). Berdasarkan hasil penelitian Kurniawati (2010) umur berhubungan negatif dengan partisipasi dalam bidang ekonomi artinya umur sebagian peserta bedah rumah masuk kategori sedang maka partisipasinya dalam bidang ekonomi posdaya rendah baik dalam perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan mengevaluasi kegiatan. Menurut Akbar (2013) pada petani yang lebih tua memiliki tingkat pengalaman lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang berusia lebih muda. 2. Tingkat Pendidikan, Menurut Slamet (2003) pendidikan adalah usaha untuk menghasilkan perubahan-perubahan pada perilaku manusia. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia terutama dalam membuka cakrawala/pikiran dan dalam menerima hal-hal baru dan bagaimana cara berfikir secara ilmiah. Berdasarkan penyelenggaraan pendidikan dibedakan menjadi dua yaitu pendidikan formal dan pendidikan nonformal. 3. Pekerjaan secara umum didefinisikan sebagai sebuah kegiatan aktif yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan sebuah karya bernilai imbalan dalam bentuk uang bagi seseorang. Pembicaraan sehari-hari istilah pekerjaan dianggap sama dengan profesi. 4. Jumlah tanggungan keluarga adalah orang yang tinggal dalam satu keluarga dan secara langsung menjadi tanggungan kepala keluarga, ataupun yang berada di luar rumah akan tetapi kehidupan masih merupakan tanggung jawab kepala keluarga. Jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan kemampuan keluarga akan penyediaan tenaga kerja dan menghidupinya. Menurut Adriana (2006) peserta bedah rumah yang tidak memiliki tanggungan keluarga atau hanya memiliki satu tanggungan keluarga biasanya berusia muda. 5. Status kepemilikan rumah yaitu yaitu keberadaan rumah yang dimiliki oleh peserta bedah rumah, rumah milik sendiri dan milik orang lain (dipinjamkan, sewa). 6. Status kependudukan yaitu masyarakat yang memiliki status penduduk asli maupun pendatang, yang dimaksud penduduk asli adalah masyarakat yang memiliki silsilah keluarga dua turunan yang lahir di Provinsi Jambi, sedangkan penduduk pendatang merupakan masyarakat yang berasal dari luar Provinsi Jambi. 7. Pengalaman menerima bantuan yaitu jenis-jenis bantuan pembangunan yang diterima oleh masyarakat. Baik dalam waktu dekat atau jangka panjang. 8. Hubungan sosial dengan perangkat desa yaitu adanya keterlibatan hubungan soail antara masyarakat dengan perangkat desa meliputi hubungan saudara dan interaksi biasa. 20 Kerangka Pemikiran Samisake adalah program pemerintah daerah dalam rangka percepatan dan pemerataan pembangunan di kabupaten atau kota dalam mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Sasaran peserta bedah rumah Samisake adalah kepala keluarga sangat miskin beserta anggota keluarganya sesuai dengan data base hasil verifikasi Bappeda Provinsi Jambi. Pelaksanaan program Samisake dilakukan terlebih dahulu melalui serangkai proses komunikasi oleh fasilitator tingkat kabupaten, kecamatan hingga desa-desa sasaran program. Sebagai kebijakan pemerintah Provinsi Jambi maka dibutuhkan peran SKPD, peran camat, tim pelaksana/tim fasilitator dan peran kepala desa sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan Samisake ini. Masyarakat sebagai sasaran Program Samisake diharapkan berpartipasi mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi agar kegiatan Samisake berjalan sesuai pedoman dan tepat sasaran. Sehingga anggaran dana transfer satu milyar dapat diproses secara transparan. Serangkaian proses komunikasi dilakukan dengan tujuan agar dana transfer Samisake bisa terdistribusi tepat sasaran sesuai dengan petunjuk teknis yang telah ada, sehingga ada kejelasan dalam pelaksanaannya. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam Program Samisake salah satunya adalah kegiatan bedah rumah yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Permasalahan yang masih dimiliki oleh Provinsi Jambi adalah banyaknya penduduk yang tidak memiliki rumah yang layak huni, hal ini terjadi baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Pemerintah Provinsi Jambi dalam hal ini Gubernur melaksanakan kegiatan bedah rumah Samisake, untuk memperbaiki rumah-rumah penduduk yang tidak layak huni. Hal ini tentu saja untuk penduduk yang benar-benar memenuhi syarat mendapatkan bantuan bedah rumah Samisake. kegiatan bedah rumah sendiri melibatkan banyak pihak, sehingga terjadi proses komunikasi pada kegiatannya. Rogers (1983) menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana peserta menciptakan dan membagikan informasi kepada yang lain untuk mencapai saling pengertian. Sedangkan menurut Tuft & Mefalopulos (2009) mengungkapkan bahwa fokus komunikasi partisipasi adalah dialog, suara, aksirefleksi. Proses komunikasi dalam pelaksanaan kegiatan bedah rumah ini dapat dilihat dari frekuensi, arah komunikasi, dan isi pesan. Baik melalui media massa maupun antarpribadi yang digunakan dan arah komunikasi dan kesempatan berpartisipasi oleh masyarakat dan peran fasilitator meliputi peran teknik dan peran fasilitasi. Sehingga keterlibatan masyarakat dan pendamping dalam setiap tahap kegiatan sangat menentukan keberhasilan program. Pelaksanaan kegiatan bedah rumah juga tidak luput dari kredibilitas fasilitator meliputi kejujuran, keahlian, daya tarik dan keakraban sehingga mempengaruhi proses komunikasi dan partisipasi. Kenyataannya serapan anggaran Samisake yang masih sangat rendah serta keterlaksanaan pada beberapa kegiatan Samisake yang juga masih rendah yaitu pada kegiatan bedah rumah. Namun dalam hal ini masih belum ada masukan dan penilaian dari masyarakat atas berjalannya program tersebut. Sehingga kesuksesan kegiatan bedah rumah belum dapat diukur secara obyektif. Berdasarkan hal tersebut bagaimana sebenarnya proses komunikasi dan partisipasi pada kegiatan bedah rumah? Pelaksanaan kegiatan pada kegiatan bedah rumah dapat berjalan 21 dengan baik, sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Dilihat dari keefektifan komunikasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi maka pelaksanaan kegiatan bedah rumah bisa berjalan optimal. Berdasarkan hal ini maka untuk menilai kegiatan bedah rumah dilakukan melalui penelitian terhadap pelaksanaan bedah rumah. Uraian mengenai kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. X1 Karakteristik Peserta Bedah Rumah: X1.1 Umur X1.2 Tingkat Pendidikan X1.3 Pekerjaan X1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga X1.5 Status Kepemilikan Lahan X1.6 Status Kependudukan X1.7 Pengalaman Menerima Bantuan lainnya X1.8 Hubungan Sosial dengan Perangkat Desa Y1 Proses Komunikasi : Y1.1 Frekuensi Y1.2 Arah Komunikasi Y1.3 Isi Pesan Y2 Prasyarat Partisipasi : Y2.1 Kemauan Y2.2 Kesempatan Y2.3 Kemampuan Y3 Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Bedah Rumah : Y3.1 Perencanaan Y3.2 Pelaksanaan Y3.3 Evaluasi X2 Perilaku Kredibilitas Fasilitator : X2.1 Kejujuran X2.2 Keahlian X2.3 Daya Tarik X2.4 Keakraban Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Proses Komunikasi Pada Pelaksanaan Kegiatan Bedah Rumah Hipotesis Penelitian Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa bahwa proses komunikasi dan komunikasi partisipasi berhubungan dengan karakteristik peserta bedah rumah dan kredibilitas fasilitator. Penelitian ini melihat partisipasi pelaksanan kegiatan bedah rumah sebagai dampak adanya proses komunikasi dan komunikasi partisipasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan nyata antara karakteristik peserta bedah rumah, kredibilitas fasilitator, proses komunikasi, prasyarat partisipasi, dan partisipasi masyarakat di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung. 2. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik peserta bedah rumah dengan proses komunikasi dan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. 3. Terdapat hubungan nyata antara kredibilitas fasilitator dengan proses komunikasi dan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. 22 4. Terdapat hubungan nyata antara proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. 5. Terdapat hubungan nyata antara proses komunikasi dan prasyarat partisipasi dengan partisipasi masyarakat pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. 23 3 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian tentang proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah ini dirancang menjadi dua bagian yaitu penelitian deskriptif kualitatif untuk menggambarkan proses komunikasi yang terjadi di tingkat Provinsi dan penelitian deskriptif korelasional, yaitu penelitian yang menggambarkan dan menjelaskan beberapa variabel yang berhubungan dengan partisipasi pada kegiatan bedah rumah dengan menggali variabel kredibilitas fasilitator yaitu kejujuran, keahlian, daya tarik dan keakraban. Proses komunikasi yaitu frekuensi, arah komunikasi dan isi pesan di tingkat desa, serta prasyarat partisipasi yaitu kemauan, kesempatan dan kemampuan. Setelah dianalisis variabel tersebut maka diketahui hubungannya dengan partisipasi masyarakat pada kegiatan bedah rumah. Data utama yang digunakan adalah data kuantitatif. Selain itu, juga ditambahkan data kualitatif sebagai pendukung melalui wawancara kepada pihak terkait untuk mengetahui proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah dari tingkat Provinsi hingga tingkat Desa . Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu Kabupaten Batanghari untuk mewakili salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jambi dan Kota Jambi untuk mewakili salah satu kota di Provinsi Jambi sebagai lokasi penelitian dengan fokus Kecamatan Maro Sebu Ulu yang terletak di Kabupaten Batanghari dengan karakteristik wilayah di pedesaan dan jauh dari pusat kota serta Kecamatan Jelutung yang terletak di Kota Jambi dengan karakteristik wilayah di perkotaan dan kemudahan akses dari pusat kota. Hal ini sesuai dengan sebaran kegiatan bedah rumah serta BAPPEDA Provinsi Jambi. Penelitian telah dilakukan selama dua bulan yaitu November dan Desember 2013. Sebagai informasi pra penelitian, telah dilakukan pada bulan Februari dan Maret 2013. Responden Penelitian Menurut Sugiyono (2009) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek dan subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Peserta bedah rumah dalam penelitian ini adalah masyarakat penerima bedah rumah. Peserta bedah rumah yang diambil dalam penelitian ini adalah semua masyarakat yang menerima dana Samisake pada kegiatan bedah rumah. Metode sensus merupakan metode yang mengambil satu kelompok populasi sebagai sampel secara keseluruhan dan menggunakan kuesioner yang terstruktur sebagai alat pengumpulan data yang pokok untuk mendapatkan infromasi yang spesifik (Usman dan Akbar, 2008). Penelitian ini mengambil 25 peserta bedah rumah yang berada di Kabupaten Batanghari dan sebanyak 40 peserta bedah rumah yang 24 berada di Kota Jambi. Jadi, peserta bedah rumah yang terpilih dalam penelitian ini adalah 65 orang. Guna melengkapi data kualitatif juga ditunjuk beberapa informan yang dianggap bisa memberikan data kualitatif. Informan tersebut antara lain Kepala Bidang Program Samisake Bappeda Provinsi Jambi beserta beberapa stafnya, pegawai Kecamatan Maro Sebo Ulu dan pegawai Kecamatan Jelutung yang bertanggungjawab di bidang Program Samisake, pegawai kelurahan serta beberapa peserta bedah rumah yang dipilih secara sengaja sebanyak 15 informan (Lampiran 3). Sumber Data Penelitian Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder dan data primer, yaitu : 1. Data Primer, yang meliputi : a. Data atau informasi yang diperoleh dari peserta bedah rumah. b. Hasil observasi di lapangan. 2. Data Sekunder, yang meliputi informasi dari : a. Kantor Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jambi b. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi c. Badan Pusat Statistik Kota Jambi d. Badan Pusat Statistik Kabupaten Batanghari e. Kantor Camat Maro Sebo Ulu f. Kantor Camat Jelutung g. Hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai proses komunikasi dan komunikasi partisipatif. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Pengamatan, yaitu dengan pengumpulan data dengan mengadakan observasi pada Program Samisake dan kegiatan bedah rumah. 2. Wawancara terstruktur, yaitu pengumpulan data dengan mengadakan tatap muka dengan peserta bedah rumah dengan menggunakan kuesioner. 3. Wawancara mendalam, yaitu pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam dengan beberapa pihak terkait dalam hal ini adalah informan kunci meliputi staf Bappeda, Camat dan Kepala Desa. 4. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang sudah ada (jurnal dan tesis), kajian pustaka. Instrumen dibuat sebuah kuesioner sebagai alat bantu yang dipakai untuk menggali semua data penelitian yang dibutuhkan. Metode yang dilakukan adalah metode wawancara. Data, instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data diuraikan pada Tabel 1 berikut ini. 25 Tabel 1 Data, instrumen, dan teknik pengumpulan data Data Instrumen Proses komunikasi tingkat Provinsi Panduan wawancara Karakteristik individu Kredibilitas fasilitator Proses komunikasi tingkat desa Prasyarat komunikasi Partisipasi peserta bedah rumah Kuesioner Teknik Pengumpulan Data Menemui dan mewawancarai informan secara langsung Menemui langsung peserta bedah rumah dan mendampinginya dalam pengisian kuesioner serta mengajukan pertanyaan lain sebagai penguat data Definisi Operasional Definisi operasional peubah adalah penjelasan pengertian mengenai beberapa peubah yang diukur. Peubah tersebut diukur dengan cara meminta pendapat dan respon dari para peserta bedah rumah tentang beberapa hal yang berhubungan dengan peubah tersebut. Peubah yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi dengan menggunakan definisi operasional sebagai berikut. Peubah Karakteristik Peserta bedah rumah Karakteristik peserta bedah rumah merupakan ciri-ciri yang melekat pada pribadi peserta bedah rumah yang ada sejak lahir dan berkembang sesuai perkembangan lingkungan yang meliputi : 1. Umur, yaitu usia peserta bedah rumah pada waktu penelitian dilaksanakan diukur dalam satuan tahun dengan pembulatan ke ulang tahun terdekat, dikategorikan umur dewasa muda 23 sampai 55 tahun dan umur dewasa tua >55 tahun. 2. Tingkat Pendidikan, yaitu tingkat pembelajaran tertinggi yang pernah dicapai peserta bedah rumah, dikategorikan dalam SD/SR, SMP, dan SLTA. 3. Pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh peserta bedah rumah saat menjadi peserta bedah rumah. Dikategorikan sebagai petani, wiraswasta dan pensiun. 4. Jumlah tanggungan, yaitu jumlah orang yang memiliki hubungan keluarga maupun tidak yang menjadi tanggung jawab peserta bedah rumah. Kategori rendah dari 0 sampai 2 orang, sedang dari 3 sampai 5 orang, dan tinggi dari 6 sampai 8 orang. 5. Status kepemilikan rumah, yaitu keberadaan rumah yang dimiliki oleh peserta bedah rumah, dikategorikan milik sendiri, warisan dan sewa. 6. Status kependudukan, yaitu asal daerah peserta bedah rumah, dikategorikan menjadi penduduk asli dan pendatang. 26 7. Pengalaman menerima bantuan lain adalah lama waktu keterlibatan peserta bedah rumah dalam menerima bantuan-bantuan program pemerintah selain bedah rumah dalam dua kategori, iya menerima bantuan lain dan tidak menerima bantuan lain. 8. Hubungan Sosial dengan perangkat desa adalah adanya hubungan antara peserta bedah rumah dengan perangkat desa secara akrab yang dikategorikan hubungan keluarga dan interasi sosial biasa. Peubah Perilaku Kredibilitas Fasilitator pada Kegiatan Bedah Rumah Kredibilitas merupakan suatu tingkatan kepercayaan sampai sejauh mana fasilitator dapat dipercaya oleh peserta bedah rumah. Tingkat kepercayaan ini penting karena pada kenyataannya orang lebih dulu melihat siapa yang membawa pesan sebelum ia menerima pesan yang disampaikannya. Perilaku kredibilitas fasilitator kegiatan bedah rumah ini, meliputi : 1. Kejujuran, yaitu penilaian oleh peserta bedah rumah terhadap fasilitator mengenai bagaimana fasilitator berbicara saat kegiatan bedah rumah berlangsung mulai dari persiapan sampai evaluasi, dengan menilai kejujuran fasilitator, kejelasan berbicara fasilitator, berbicara apa adanya, dapat dipercaya, apakah fasilitator memiliki motif pribadi, apakah fasilitator memiliki kepentingan pribadi yang berkaitan dengan uang selama pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Kategori tinggi dan rendah. 2. Keahlian, yaitu penilaian peserta bedah rumah terhadap fasilitator, peserta bedah rumah menilai fasilitator apakah memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai tentang pengadaan material dan bahan bangunan, pengetahuan tentang penentuan tenaga kerja untuk membuat rumah, pengetahuan tentang suplier atau toko bahan bangunan yang baik, pengetahuan tentang macam-macam bahan bangunan, pengetahuan tentang desain rumah yang syarat layak huni. Kategori tinggi dan rendah. 3. Daya tarik, yaitu penilaian peserta bedah rumah terhadap fasilitator, peserta bedah rumah menilai apakah fasilitator berpenampilan rapi, berpenampilan menarik, berpenampilan sopan, mudah diajak diskusi, menyampaikan informasi dengan gaya bahasa yang menarik dan ramah saat diskusi. Kategori tinggi dan rendah. 4. Keakraban, yaitu penilaian peserta bedah rumah terhadap fasilitator, peserta bedah rumah menilai fasilitator apakah fasilitator menjalin hubungan baik dengan masyarakat, masyarakat tidak segan mengemukakan pertanyaan kepada fasilitator, fasilitator melakukan kunjungan rutin untuk memantau keberlangsungan kegiatan dan menciptakan suasana santai dan akrab saat berbicara dengan masyarakat. Kategori tinggi dan rendah. Indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk parameter. Penilaian dilakukan dengan skala ordinal dimana nilai-nilai pertanyaan mempunyai dua kemungkinan jawaban, yaitu : Sangat setuju dengan skor = 4, setuju dengan skor = 3, tidak setuju dengan skor = 2 dan sangat tidak setuju dengan skor = 1 27 Peubah Proses Komunikasi pada Kegiatan Bedah Rumah Peubah proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah meliputi : 1. Frekuensi adalah seringnya fasilitator memberikan infromasi kepada peserta bedah rumah baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai kegiatan bedah rumah. yang ditanyakan kepada peserta bedah rumah yaitu berapa kali fasilittaor berkunjung ke lokasi kegiatan, fasilitator membantu kegiatan, fasilitator memberikan penjelasan terkait program, serta seberapa sering fasilitator memberikan kesempatan untuk dimintai pendapat dan mengajukan perntanyaan. Kategori tinggi dan rendah. 2. Arah komunikasi adalah proses komunikasi yang terjadi pada saat proses komunikasi kegiatan bedah rumah berlangsung. Fasilitator bertanya tentang kebutuhan peserta bedah rumah, memberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan peserta bedah rumah, memberi kesempatan peserta bedah rumah untuk berbagi pengalaman, berdiskusi dan menyelesaikan masalah hingga menemukan jalan keluar. Kategori dua arah dan satu arah. 3. Isi pesan adalah informasi yang disampaikan oleh fasilitator kepada peserta bedah rumah. Isi pesan jelas, sesuai dengan pedoman Samisake pada kegiatan bedah rumah, mudah dipahami, dan mudah dimengerti. Kategori dimengerti dan tidak dimengerti. Indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk parameter. Penilaian dilakukan dengan skala ordinal di mana nilai-nilai pertanyaan mempunyai empat kemungkinan jawaban, yaitu : 5 kali dengan skor = 4, 3 kali dengan skor = 3, 1 kali dengan skor = 2 dan tidak pernah dengan skor = 1. Peubah Prasyarat Partisipasi pada Kegiatan Bedah Rumah Peubah prasyarat partisipasi pada kegiatan bedah rumah meliputi : 1. Kemauan adalah kemauan yang muncul pada diri peserta bedah rumah saat menghadiri rapat koordinasi, bertanya, berdiskusi, membantu melaksanakan kegiatan, mengemukakan pendapat dan memberikan usul. Kategori tinggi dan rendah. 2. Kesempatan adalah kesempatan yang diberikan oleh fasilitator kepada peserta bedah rumah dalam hal mengikuti rapat, memberi usulan, bertanya, mengemukakan pendapat dan mengikuti kegiatan yang sedang dilaksanakan. Kategori tinggi dan rendah. 3. Kemampuan adalah kemampuan yang dimiliki peserta bedah rumah berupa kemampuan menyumbangkan pemikiran, menyumbangkan tenaga, bertanya, mengemukakan pendapat, diskusi, memberikan masukan dan menyumbangkan waktu. Kategori tinggi dan rendah. Indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk parameter. Penilaian dilakukan dengan skala ordinal di mana nilai-nilai pertanyaan mempunyai dua kemungkinan jawaban, yaitu : sangat setuju dengan skor = 4, setuju dengan skor = 3, tidak setuju dengan skor = 2 dan sangat tidak setuju dengan skor = 1. Peubah Partisipasi dalam Kegiatan Bedah Rumah Peubah partisipasi peserta bedah rumah dalam kegiatan bedah rumah adalah keterlibatan peserta bedah rumah dalam pelaksanaan kegiatan bedah rumah, di 28 mana setiap peserta bedah rumah mampu memanfaatkan potensi dirinya, kemudian bekerjasama dengan fasilitator untuk mencapai segala yang dibutuhkan berkaitan dengan seluruh proses mencakup perencanaan (identifikasi masalah), pelaksanaan dan evaluasi, yang dijabarkan sebagai merikut : 1. Perencanaan Perencanaan adalah usaha sadar, terorganisir, dan terus menerus dilakukan untuk memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang ada untuk mencapai tujuan. Peserta bedah rumah mengikuti musyawarah, mencurahkan waktu dan tenaga, menyumbangkan fikiran, mengusulkan penerima bantuan lain dan membuat proposal usulan kegiatan. Kategori tinggi dan rendah. 2. Pelaksanaan maksudnya adalah rencana yang telah disusun bersama kemudian dilaksanakan dalam kegiatan bedah rumah, menyiapkan bahan dan material bangunan, pengangkutan bahan dan material bangunan, penyediaan tenaga kerja atau tukang, membangun rumah, mengawasi pelaksanaan dan melaporkan penyelesaian kegiatan. Kategori tinggi dan rendah. 3. Evaluasi dalam hal ini adalah upaya pengawasan dan penilaian yang dilakukan oleh fasilitator dan peserta bedah rumah terhadap kegiatan bedah rumah yang telah dilaksanakan, yaitu mengevaluasi hasil bedah rumah, melaporkan hasil bedah rumah, mengetahui hasil evaluasi dan memelihara rumah bantuan dengan baik. Kategori tinggi dan rendah. Indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk parameter. Penilaian dilakukan dengan skala ordinal di mana nilai-nilai pertanyaannya mempunyai dua kemungkinan jawaban, yaitu : iya dengan skor = 2 dan tidak dengan skor = 1. Uji Validitas dan Reliabilitas Menurut Arikunto (2010) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrument. Upaya yang dilakukan untuk memperoleh validitas instrumen yang baik dilakukan dengan konsultasi dengan dosen pembimbing kemudian pertanyaan diuji coba dengan masyarakat lain di luar peserta bedah rumah penelitian yang menerima bantuan Samisake. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel (Singarimbun dan Effendy 2006). Sedangkan menurut Muljono (2012) reliabilitas dapat dikatakan suatu hasil pengukuran yang dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terdapat kelompok subyek yang sama, diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah. Uji validitas dan reliabilitas menggunakan software SPSS versi 19 dengan teknik Cronbach Alpha. Nilai validitas dari uji yang dilakukan terhadap instrumen, yaitu sebesar 0.707. Nilai tersebut dibandingkan dengan r Tabel product moment dengan N=8 adalah 0.431. Nilai koefisiennya positif dan lebih besar dari r Tabel adalah (0.707 > 0.431), maka item pada instrumen dikatakan valid. 29 Tabel 2 Nilai uji reliabilitas instrumen penelitian Peubah Karateristik peserta bedah rumah Perilaku kredibilitas fasilitator Proses komunikasi Prasyarat partisipasi Partisipasi masyarakat pada kegiatan bedah rumah Nilai koefisien reliabilitas 0.808 0.867 0.837 0.834 0.681 Berdasarkan hasil analisis nilai koefisien berada pada kisaran antara 0.707 sampai 0.805 (Tabel 2). Nilai hasil uji reliabilitas yaitu sebesar 0.805, yang menunjukkan bahwa instrumen layak dan reliabel digunakan untuk penelitian. Menurut Sekaran (2006), bahwa reliabilitas kurang dari 0.6 adalah kurang baik, sedangkan 0.7 dapat diterima dan di atas 0.8 adalah baik. Walaupun demikian, beberapa perbaikan tetap dilakukan berdasarkan kondisi yang ditemui pada saat uji coba. Analisis Data Data yang dikumpulkan diolah dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007 dan Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 19.0, kemudian dianalisis sesuai dengan kebutuhan untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian serta untuk menguji hipotesis penelitian. Teknik pengolahan data digunakan analisis kuantitatif dan untuk mendukung serta mempertajam analisis kuantitatif dilengkapi dengan informasi berdasarkan data kualitatif. Analisis data pada pendekatan penelitian kuantitatif menggunakan : 1. Analisis korelasi Analisis korelasi dalam penelitian ini menggunakan analisis uji korelasi rank Spearman (rs). Korelasi rank Spearman digunakan untuk menguji hipotesis mengenai hubungan peubah bebas dengan peubah terikat. Rumus koefisien korelasi rank Spearman dirumuskan sebagai berikut (Riduwan dan Sunarto, 2011): Keterangan : rs = Koefisien korelasi rank Spearman d = Perbedaan antara pasangan jenjang n = Jumlah peserta bedah rumah 2. Analisis uji beda (uji t) Analisis uji beda dalam penelitian ini untuk melihat perbedaan dua rata-rata hasil pengukuran peubah penelitian antara Kecamatan Maro Sebo Ulu (Kabupaten Batanghari) dengan Kecamatan Jelutung (Kota Jambi) dengan rumus sebagai berikut (Krisyantono, 2009): 30 Keterangan : t = Nilai statistik (t hitung) = Rata-rata dari pengamatan peserta bedah rumah 1 = Rata-rata dari pengamatan peserta bedah rumah 2 = Standar error kedua peserta bedah rumah 31 4 DESKRIPSI PELAKSANAAN DAN PROSES KOMUNIKASI KEGIATAN BEDAH RUMAH TINGKAT PROVINSI Program Satu Milyar Satu Kecamatan Program Satu Milyar Satu Kecamatan atau yang biasa disingkat Samisake merupakan program pemerintah daerah dalam rangka percepatan dan pemerataan pembangunan di Kabupaten/Kota dalam mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Program Samisake ditetapkannya berdasarkan peraturan Gubernur Jambi Nomor 4 tentang pedoman umum dan alokasi dana transfer Program Samisake untuk setiap tahunnya, yang dimulai dari tahun 2011 hingga penelitian ini dilakukan. Dana transfer ini dimaksudkan untuk membantu mendukung percepatan pembangunan daerah yaitu pemerataan pembangunan Kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi, membantu meningkatkan keuangan daerah, membantu mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran dan membantu pelaksanaan urusan pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang tidak tersedia atau kurang alokasi dananya (Bappeda, 2013). Latar belakang tersebut dimaksudkan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat (Growth with Equity) yang menjadi sasaran Program Samisake yaitu penduduk sangat miskin. Hal ini sejalan dengan adanya tujuan daerah yaitu memperluas pertumbuhan ekonomi (Pro-Growth), perluasan kesempatan kerja (Pro-Job), penurunan kemiskinan (Pro-Poor) dan Green Economy (ProEnvironment). Master plan pembangunan ekonomi dilakukan dengan empat kegiatan yaitu 1) bantuan sosial berbasis keluarga, 2) pemberdayaan masyarakat, 3) pemberdayaan UKM (Unit Kegiatan Masyarakat), dan 4) enam program prorakyat. Jenis kegiatan pada Program Samisake antara lain dilaksanakan di tingkat kecamatan yaitu bedah rumah, pengadaan kendaraan roda 3, sertifikat tanah gratis, beasiswa, bantual modal, sambungan listrik, alat dan mesin pertanian dan kegiatan prioritas lainnya. Sedangkan pelatihan tenaga kerja dilaksanakan di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota dan Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah (Jamkesda) dilaksanakan di tingkat Provinsi. Proses pencairan alokasi dana Samisake melalui tahap perencanaan dari tingkat Kecamatan dan SKPD Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada pedoman umum dan petunjuk teknis Samisake. Tahap selanjutnya adalah penyampaian rencana penggunaan dana transfer Program Samisake kepada Bupati/Walikota atas nama Bappeda Kabupaten/Kota selanjutnya diserahkan kepada Gubernur Jambi atas nama Bappeda Provinsi Jambi. Biaya Samisake sekitar 131 milyar rupiah untuk 131 kecamatan ditransfer dari kas daerah Provinsi Jambi kepada kas daerah kabupaten/kota se Provinsi Jambi, kemudian dimasukkan dalam rencana kegiatan anggaran camat yang dituangkan pada APBD masing-masing kabupaten/kota tersebut. Selain dana untuk Program Samisake, juga ada dana pendampingan yaitu dana yang digunakan untuk menunjang kegiatan Samisake seperti operasional, rapat koordinasi, administrasi proyek, supervisi dan monitoring ke lapangan sehingga tidak mengganggu dana untuk Program Samisake itu sendiri. 32 Pemerintah Provinsi melalui Bappeda selalu melaksanakan supervisi dan asistensi di setiap menjelang akhir tahun. Supervisi dan asistensi dilakukan untuk melihat kesiapan SKPD dan kecamatan untuk melaksanakan Program Samisake tahun berikutnya. Pelaksanaan Program Samisake harus sesuai dengan pedoman umum, petunjuk teknis dan aturan pengadaan barang dan jasa milik pemerintah tujuannya adalah agar Program Samisake ini tepat sasaran dan dapat membantu masyarakat miskin dan aturan pengelolaan barang dan jasa dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria kecamatan penerima Samisake antara lain tersediannya data pendukung yang akurat, program atau kegiatan yang diusulkan mempunyai multiplier effect terhadap peningkatan perekonomian wilayah dan kesejahteraan masyarakat, program yang diusulkan , sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah tersebut, serta hasil atau output dari program dapat dipertanggungjawabkan. Kecamatan yang telah terpilih dalam Program Samisake kemudian dipilih keluarga miskin penerima Samisake dengan kriteria antara lain kepala keluarga sangat miskin beserta anggota keluarganya sesuai dengan data base hasil verifikasi Bappeda Provinsi Jambi tahun 2011, di luar data base hasil verifikasi Bappeda akan mengacu pada data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011 untuk kriteria penduduk sangat miskin, dengan ketentuan apabila semua KK sangat miskin hasil verifikasi Bappeda telah terakomodir. Kabupaten atau kota wajib melaksanakan Program Samisake dengan menggunakan dana transfer yang dijabarkan melalui kegiatan di kecamatan penerima bantuan dan instansi terkait di kecamatan. Berdasarkan data dari BPS (2011) pembagian kecamatan dan desa peserta bedah rumah Samisake dapat dilihat pada Tabel berikut ini : Tabel 3 Jumlah kecamatan dan desa di Provinsi Jambi Tahun 2011 Kabupaten Kerinci Merangin Sarolangun Batanghari Muaro Jambi Tanjung Jabung Timur Tanjung Jabung Barat Tebo Bungo Kota Jambi Sungai Penuh Jumlah Jumlah kecamatan 12 24 10 8 11 11 13 12 17 8 5 131 Jumlah desa 207 203 132 100 145 73 64 100 133 62 65 1284 Presentase (%) 16.12 15.81 10.28 7.78 11.29 5.68 4.98 7.78 10.35 4.82 5.06 100 Sumber: BPS Provinsi Jambi tahun 2011 Berdasarkan Tabel 3 tersebut dapat dijelaskan bahwa sasaran kecamatan peserta bedah rumah Samisake pada tahun 2012 sebanyak 81 kecamatan, namun pada tahun 2013 sasaran Program Samisake menjadi 131 kecamatan sesuai jumlah kecamatan yang ada di Provinsi Jambi, artinya Program Samisake telah menyebar rata di seluruh kecamatan pada tahun 2013. Keberhasilan Program Samisake terjadi karena proses pelaksanaannya terlaksana dengan benar dan adanya komitmen yang tinggi diantara para pelaku 33 program dengan melalui serangkaian proses komunikasi pembangunan. Prinsip pelaksanaan Program Samisake adalah pemberdayaan masyarakat (community development) dengan melibatkan banyak pihak (stakeholders) pembangunan di lingkungan Provinsi Jambi yang dikelompokkan menjadi beberapa unsur. Unsurunsur tersebut meliputi pemerintah daerah yaitu Gubernur beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Provinsi Jambi termasuk di dalamnya bupati atau walikota di Provinsi Jambi, BAPPEDA, dan dinas terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta seluruh Camat di Provinsi Jambi yang memiliki tugas pokok dan fungsi berkaitan dengan Program Samisake. Kegiatan Program Samisake juga melibatkan perusahaan-perusahaan melalui Corporate Social Responsibility (CSR) guna mendukung pelaksanaan kegiatan Samisake. Bedah Rumah Bedah rumah merupakan kegiatan utama dalam pelaksanaan Program Samisake. Tujuan bedah rumah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan kualitas tempat tinggal, membantu masyarakat miskin mewujudkan rumah sehat sejahtera dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sasaran bedah rumah adalah masyarakat miskin yang belum memiliki rumah sehat atau layak huni (Bappeda, 2012). Menurut BPS (2011), ada tiga tingkatan kemiskinan yaitu sangat miskin, miskin dan hampir miskin. Secara spesifik penduduk miskin dapat dikategorikan sebagai berikut : (1) luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari delapan meter persegi per orang, (2) jenis lantai bangunan tempat tinggal tersebut dari tanah/bambu/kayu murahan, (3) jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester, (4) tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain, (5) sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik, (6) sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan, (7) bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah, (8) mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu, (9) membeli satu stel pakaian baru dalam setahun, (10) sanggup makan satu/dua kali dalam sehari, (11) tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik, (12) pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD, (13) sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0,5 hektar, atau buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lain, dan (14) pendapatan di bawah Rp 600.000 per bulan dan tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti sepeda motor baik kredit atau non kredit, emas, ternak, kapal motor dan barang modal lain. Pelaksanaan kegiatan bedah rumah melalui beberapa tahapan persiapan yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab sebagai pelaku dalam kegiatan bedah rumah. Menurut Bappeda (2012) tahapan pelaksanaan kegiatan bedah rumah adalah sebagai berikut : Persiapan Tenaga Kerja 34 Diawali dengan kegiatan survey dan perencanaan yang dilakukan oleh pendamping program dari kecamatan dilanjutkan dengan perhitungan kebutuhan material dan upah pekerjaan, maka dalam tahapan pelaksanaan kegiatan bedah rumah perlu mengerahkan tenaga kerja, diprioritaskan pelaksanaan yang dilakukan secara gotong royong dengan memanfaatkan masyarakat yang berdomisili atau bertempat tinggal di desa/kelurahan tempat kegiatan dilaksanakan, jika tenaga tukang tidak ada di desa/kelurahan bersangkutan boleh memakai tenaga kerja yang berada di sekitar desa sasaran. Jumlah tukang yang dibutuhkan untuk setiap bedah satu rumah minimal satu orang sebagai pengarah pekerjaan dilapangan, untuk tenaga kerja pembantu dalam pelaksanaan kegiatan bedah rumah dibutuhkan bantuan tenaga kerja dari pemilik rumah, anggota keluarga dari si pemilik rumah, tenaga kerja dari tetangga di sekitarnya yang dikerahkan oleh pelaksana swakelola, mengingat keterbatasan dana yang tersedia pada alokasi bantuan kegiatan bedah rumah. Pengadaan Material dan Bahan Bangunan Berdasarkan perhitungan kebutuhan volume yang telah disiapkan setelah survey akan direkapitulasi pelaksana lapangan untuk pesanan ke toko bangunan atau suplier, mengingat pelaksanaan program bedah rumah ini dilakukan secara swakelola pemilihan material bangunan harus dilakukan langsung oleh pelaksana/masyarakat penerima bantuan dengan berkoordinasi dengan pengawas lapangan agar nantinya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti masyarakat yang dibohongi oleh pihak penyedia barang. Proses pelaksanaan untuk pembelian dan mendatangkan kebutuhan material bangunan seperti kayu, papan, semen, pasir, koral dan lainnya, sebaiknya dikoordinir oleh pelaksana lapangan agar ongkos pengangkutan dari truk atau dari tempat pengambilan sampai ke lokasi sasaran, seperti contoh pengangkutan pengadaaan material untuk bedah satu unit rumah dengan pengangkutan pengadaan material untuk bedah sepuluh unit rumah perbedaan ongkos angkutan truk tidak begitu jauh dan akan menghemat biaya angkut. Sewaktu pembongkaran bagian-bagian bangunan rumah yang rusak atau yang agak rusak seperti bagian atap, bagian dinding, bagian lantai, bagian pintu atau jendela dan bagian-bagian lainnya diusahakan material bangunan yang kondisinya masih agak baik tidak rusak dapat diseleksi kembali untuk dapat kiranya dimanfaatkan kembali agar biaya kegiatan bedah rumah dapat lebih efisien. Prosedur Pengusulan Penerima Bantuan Bedah Rumah Pelaksanaan kagiatan bedah rumah akan berjalan jika telah melakukan prosedur pengusulan penerima bantuan bedah rumah itu sendiri. Prosedur yang dapat dilakukan untuk mengusulkan penerima bantuan bedah rumah tidak layak huni adalah sebagai berikut : Pemerintah Kabupaten (PEMKAB) beserta aparat desa maupun kelurahan melakukan pendataan Kepala Keluarga (KK) calon penerima bantuan bedah rumah. Berdasarkan hasil pendataan survey dari tim surveyor yang dibentuk oleh Bappeda Provinsi Jambi maka pemerintah kabupaten mengajukan permohonan bantuan bedah rumah tidak layak huni ke Pemerintah Provinsi Jambi dengan melampirkan data lokasi, data calon penerima (by name by address) dan foto rumah. Bappeda kabupaten melakukan verifikasi data rumah 35 untuk membuat rekomendasi prioritas fasilitas rumah berdasarkan petunjuk teknis dari Dinas Pekerjaan Umum yang menjadi prioritas bantuan. Berdasarkan hasil verifikasi data administrasi dari Bapedda kabupaten, maka Bupati mengeluarkan keputusan penetapan KK penerima bantuan bedah rumah setelah melakukan verifikasi dengan Camat di lokasi calon penerima bantuan. Nama penerima bantuan yang sudah ditetapkan dalam keputusan bupati akan disampaikan ke Gubernur atas nama Bappeda Provinsi Jambi. Keluarga Penerima Bantuan Keluarga penerima bantuan bedah rumah adalah keluarga Miskin Bedah Rumah (MBR) di kabupaten yang telah terdata dan masuk dalam data yang rumahnya masuk dalam indikator sebagai berikut : Atap, Lantai dan Dinding Rumah (ALADIN) yang tidak layak, tidak ada kamar tidur, jendela dan ventilasi serta pencahayaan yang kurang baik sehingga akan berdampak dengan rendahnya derajat kesehatan masyarakat sesuai dengan petunjuk teknis. Program ini juga ditujukan bagi mereka yang tinggal dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Indikator KK penerima bantuan bedah rumah adalah sebagai berikut : memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas lainnya dari kepala desa atau lurah. Kepala keluarga atau anggota keluarga tidak mempunyai sumber mata pencaharian tapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan, kehidupan sehari-hari masih memerlukan bantuan pangan untuk penduduk miskin seperti zakat dan Beras Miskin (Raskin), tidak memiliki aset lain apabila dijual tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup anggota keluarga selama tiga bulan kecuali tanah dan rumah yang ditempati. Memiliki rumah di atas tanah milik sendiri yang dibuktikan dengan sertifikat atau girik atau sporadik. Rumah yang dimiliki dan ditempati adalah rumah tidak tidak layak huni yang tidak memenuhi syarat kesehatan, keamanan dan sosial dengan kondisi sebagai berikut : tidak permanen atau rusak, dinding dan atas dibuat dari bahan yang mudah rusak atau lapuk seperti papan/ilalang/bambu yang dianyam, dinding dan atas sudah rusak atau bocor sehingga membahayakan dan mengganggu keselamatan penghuninya, rumah tidak memiliki sekat ruangan, tidak memiliki sirkulasi udara dan jendela (matahari tidak masuk), lantai terbuat dari tanah, kayu atau semen dalam kondisi rusak, tidak memiliki sumber air bersih dan rumah yang tidak memiliki fasilitas kamar mandi, cuci dan kakus (MCK). Tata Cara Pencairan Dana Sesuai dengan pedoman umum Program Samisake yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Jambi Nomor 4 Tahun 2013, tata cara pencairan dana untuk kegiatan bedah rumah adalah sebagai berikut : proses pencairan dana bedah rumah Program Samisake diatur dalam berita acara perjanjian kerja atau MOU antara pihak kecamatan dengan pelaksana kegiatan. Proses pencairan dana disetor ke bendahara penerima kecamatan selanjutnya bendahara membayarkan kepada pelaksana kegiatan. Pencairan dana bedah rumah dibayarkan sesuai dengan jumlah rumah yang akan dibedah oleh pelaksana kegiatan. Sewaktu pembongkaran bagian-bagian bangunan rumah yang rusak atau yang agak rusak seperti bagian atap, dinding, lantai, pintu, jendela dan bagianbagian lainnya diusahakan material bangunan yang kondisinya masih agak baik 36 tidak rusak dapat diseleksi kembali untuk dapat kiranya dimanfaatkan kembali agar biaya kegiatan bedah rumah dapat lebih efisien. Program Samisake di Kecamatan Maro Sebo Ulu telah berlangsung dari Tahun 2011 dengan berbagai jenis kegiatan yang salah satunya adalah bedah rumah yang dilaksanakan dengan bantuan ABRI (Angkatan Bersenjatan Republik Indonesia) terhadap 11 desa/kelurahan dari 12 desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Maro Sebo Ulu. Pelaksanaan dengan bantuan ABRI ini meliputi proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta diawasi langsung oleh pihak kecamatan dan perangkat desa/kelurahan yang bersangkutan. Kinerja Program Program Samisake dari tahun 2011 sampai tahun 2013 mengalami dinamika dalam pelaksanaannya. Mulai dari proses sosialisasi, publikasi hingga pelaksanaan. Mulai berjalannya Program Samisake 2011 hingga saat ini meliputi alokasi anggaran, penyaluran dan hasil. Berdasarkan hasil rapat koordinasi Program Samisake tahun 2013 dapat diuraikan kinerja Program Samisake tahun anggaran 2012 sebagai berikut. Tabel 4 Alokasi dana Program Samisake 2012 Pelaksana SKPD Kecamatan Dinas Kesehatan Dinas Sosnakertrans Jumlah kecamatan kabupaten/kota 81 131 10 Jumlah dana Rp 72.021.000.000 Rp 11.642.5000.000 Rp 3.755.449.200 Sumber : Bappeda Provinsi Jambi tahun 2013 Tabel 4 di atas dapat dijelaskan bahwa, untuk alokasi dana Program Samisake tahun anggaran 2012 kegiatan di kecamatan hanya 81 Kecamatan dari 131 kecamatan yang ada di Provinsi Jambi dengan jumlah dana sebesar 72 milyar, dengan kegiatan antara lain bedah rumah, pengadaan alsintan, sertifikat tanah gratis, beasiswa, bantuan modal, dan sambungan listrik. Namun untuk kegiatan di bidang kesehatan, anggaran tahun 2012 mencakup seluruh Kecamatan yaitu 131 kecamatan dengan Dinas Kesehatan sebagai penanggung jawab kegiatan dengan jumlah dana 11 milyar. Sedangkan 10 kecamatan melaksanakan kegiatan Samisake, Dinas Sosnakertrans sebagai penanggung jawab kegiatan dengan jumlah dana 3 milyar dengan kegiatan berupa pelatihan tenaga kerja. Kegiatan Samisake yang telah dilaksanakan memiliki tingkat serapan yang berbeda-beda di setiap kabupatennya. Realisasi kegiatan Samisake tahun 2012. Realisasi beberapa kegiatan Samisake yaitu pengadaan sertifikat tanah gratis, beasiswa bagi pelajar Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas hingga Perguruan Tinggi, Unit Menengah Kegiatan Masyarakat (UMKM), pengadaan alat mesin pertanian (Alsintan), pengadaan kendaraan roda tiga dan kegiatan bedah rumah berdasarkan Tabel 5 terlihat cukup baik serapannya. Kegiatan sertifikat tanah gratis hanya ada dua kabupaten yang terealisasi karena pada tahun 2012 Kabupaten Merangin dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur paling banyak tanah penduduk yang belum mendapat sertifikat. 37 Dana Samisake banyak dialokasikan pada kegiatan sertifikat tanah gratis di kedua kabupaten tersebut. Tabel 5 Realisasi kegiatan Program Samisake tahun 2012 Realisasi kegiatan Tahun 2012 (%) Kabupaten Tebo Merangin Bungo Tanjabar Tanjatim Sungai Penuh Kerinci Muaro Jambi Batanghari Sarolangun Kota Jambi Sertifikat Beasiswa UMKM Alsintan 00.00 42.62 00.00 00.00 21.57 00.00 00.00 00.00 00.00 00.00 00.00 79.71 100.00 87.73 47.87 00.00 78.88 80.86 96.86 87.71 100.00 00.00 53.97 100.00 88.08 55.24 00.00 100.00 89.36 51.82 90.91 00.00 00.00 80.00 100.00 60.87 71.43 00.00 00.00 82.24 100.00 100.00 100.00 00.00 Kendaraan roda tiga 00.00 100.00 00.00 00.00 100.00 100.00 00.00 100.00 100.00 00.00 100.00 Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi tahun 2012 Anggaran tahun 2012 telah diselesaikan awal 2013, dengan laporan dari masing-masing Kabupaten yang menerima Program Samisake. Tujuan pelaksanaan Program Samisake adalah agar meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di Provinsi Jambi dengan prioritas realisasi penyaluran dan adalah di atas 90 persen untuk seluruh kecamatan yang mendapat bantuan Samisake yaitu 81 Kecamatan. Namun, ternyata setiap Kabupaten memiliki realisasi penyaluran dana yang berbeda-beda. Hal ini tampak pada Tabel 6 berikut mengenai realisasi penyaluran dana Program Samisake untuk anggaran tahun 2012 untuk tiap Kabupaten. Tabel 6 Realisasi penyaluran dana Program Samisake dan bedah rumah tahun 2012 Kabupaten Tebo Tanjung Jabung Timur Tanjung Jabung Barat Sarolangun Batanghari Kerinci Muaro jambi Bungo Sungai Penuh Merangin Realisasi penyaluran dana Samisake (%) 65.99 63.49 74.82 77.15 82.16 81.66 89.23 91.99 93.87 97.97 Realisasi kegiatan bedah rumah 93.52 99.67 98.69 92.65 77.94 89.10 97.22 100.00 97.67 98.29 Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi tahun 2013 Tabel 6 di atas dapat dijelaskan bahwa hanya 3 Kabupaten saja yang realisasi penyaluran dana Samisake di atas 90 persen yaitu Kabupaten Bungo, Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Merangin. sehingga dapat dikatakan bahwa penyaluran dana Samisake untuk anggaran 2012 masih tergolong rendah. Hal ini 38 sejalan dengan pernyataan informan Bapak CT (39 tahun) sebagai penanggung jawab Program Samisake di tingkat kecamatan berikut ini. “Menurut Sayo, Samisake tahun 2012 belum terealisasi secara maksimal. Sayo dari awal ado Samisake sudah langsung terjun dalam kegiatan ini. Ngurus segalo macamnyo untuk masyarakat miskin yang ado di kecamatan kami. Kenapo belum maksimal, kareno masih panjangnyo saluran penyaluran dana, artinyo masih ado dana yang tepotong dimano-mano. Rawan nian korupsi. Tapi kito jugo dak boleh buruk sangko, yang biso di lakukan yo kito jalani be program dari pemerintah ini dengan baek” Konteks penelitian ini memfokuskan pada kegiatan bedah rumah. Selanjutnya yang akan dibahas adalah realisasi khusus bedah rumah. Target realisasi di atas 90 persen setiap kabupaten. Tabel 6 di atas dapat dijelaskan bahwa untuk kegiatan bedah rumah rata-rata setiap Kabupaten mencapai 90 persen realisasi hanya ada dua kabupaten yang realisasinya di bawah 90 persen yaitu Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Batanghari. Kemudian untuk anggaran dana Samisake tahun 2013. Bappeda telah memberikan dana ke seluruh kecamatan yang ada di Provinsi Jambi yaitu 131 kecamatan untuk seluruh kegiatan Samisake. Sehingga ada kecamatan yang pada tahun 2012 telah menerima bantuan, dan pada tahun 2013 juga menerima kembali. Namun sasaran Program Samisake berbeda. Alokasi dana Program Samisake tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7 Alokasi dana Program Samisake Tahun 2013 Pelaksana SKPD Kecamatan SKPD RSU Raden Mataher Rumah Sakit Jiwa Dinas Sosnakertrans Provinsi Jambi Jumlah Kecamatan Kabupaten/Kota 131 131 131 6 Jumlah Dana Rp 117.479.999.999 Rp 11.000.000.000 Rp 2.000.000.000 Rp 2.520.000.000 Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi tahun 2013 Tabel 7 di atas dapat dijelaskan bahwa alokasi dana Program Samisake lengkap untuk 131 Kecamatan yang ada di Provinsi Jambi untuk seluruh kegiatan. Dimana untuk kegiatan tiap Kecamatan sebesar 117 milyar, kegiatan kesehatan 13 milyar, dan untuk pelatihan tenaga kerja sebesar 2 milyar. Penyaluran dana tahun anggaran 2013 melalui dua tahap, dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8 Penyaluran dana transfer Samisake Tahun 2013 Penyaluran Tahap I Tahap II Jumlah Rp 46.991.700.000 Rp 6.307.419.847 Persentase (%) 40 60 Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi tahun 2013 Penyaluran dana transfer Program Samisake sendiri melalui dua tahap, tahap pertama penyaluran sebesar 40 persen dari total yang akan ditransfer, tahap kedua penyaluran sebesar 60 persen dari total dana yang akan ditransfer. 39 Penyaluran tahap dua ini dilaksanakan setelah penyerapan anggaran tahap pertama mencapai minimal 80 persen dari yang sudah disalurkan. Adanya beberapa tahap penyaluran dana transfer Samisake diidentifikasi adanya event komunikasi di setiap pelaksanaannya, yang dapat dijelaskan pada bagian proses komunikasi Program Samisake. Proses Komunikasi Tingkat Provinsi Suatu program sampai kepada sasaran melalui sejumlah tahapan proses komunikasi untuk menyampaikan maksud atau isi pesan pembangunan hal ini sejalan dengan pendapat Effendy (2003) bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikator merupakan proses penyampaian pesan bersedia menerima suatu paham atau keyakinan sehingga mau melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan lain-lain. Program Samisake melakukan serangkaian proses komunikasi dari Bappeda sebagai penanggungjawab Program di tingkat Provinsi atas nama Gubernur Jambi. Pelaksanaan Program Samisake terlebih dahulu dilakukan rapat koordinasi di jajaran Pemerintahan Provinsi Jambi yang dipimpin langsung oleh Gubernur Jambi sehingga menghasilkan pedoman umum sebagai koridor pelaksanaan Program Samisake di tingkat sasaran. Rapat koordinasi yang dilakukan merupakan arah komunikasi organisasi, sesuai dengan pendapat Masmuh (2008) yang menyatakan bahwa ada tiga macam arah komunikasi organisasi yang terjadi, yaitu komunikasi ke atas, komunikasi kebawah dan komunikasi lateral. Rapat koordinasi tergolong komunikasi ke bawah. Pesan dan informasi program Samisake langsung disampaikan oleh gubernur beserta perangkat daerah sebagai hierarki tertinggi penyelenggara Program Samisake. Rapat koordinasi mengahdirkan perwakilan perangkat daerah Kabupaten (Bupati) /Kota (Walikota) beserta LSM dan jajaran pemerintahan terkait. Selain rapat koordinasi tingkat pemerintah Provinsi, Bappeda juga mengadakan rapat koordinasi seluruh Camat yang ada di provinsi Jambi yang wilayahnya menjadi sasaran program. Rapat koordinasi dengan camat bertujuan untuk menyebarkan informasi Program Samisake agar dalam pelaksanaannya tepat sasaran dan tidak ada informasi yang tidak tersampaikan. Pelaksanaan Program Samisake berbasis data verifikasi dari tingkat kecamatan sehingga pihak kecamatan sangat berperan dalam Program Samisake. Jenis rapat koordinasi ini masih bersifat komunikasi ke bawah, informasi masih mengalir dari Bappeda sebagai penyelengara dan camat sebagai penerima informasi. Komunikasi masih bersifat top down. Rapat koordinasi tingkat provinsi yang diadakan dua kali dalam satu tahun ini membahas seluruh kegiatan Program Samisake, meliputi bedah rumah, sertifikat tanah gratis, beasiswa pendidikan, penguatan modal usaha UMKM, bantuan alsintan, jaminan kesehatan dan kegiatan prioritas lainnya. Diawali pemaparan secara umum tentang Program Samisake oleh Gubernur Jambi, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan secara teknis oleh perwakilan dari Bappeda di depan seluruh peserta rapat koordinasi. Setelah selesai pemaparan, maka dilanjutkan dengan sesi diskusi bagi perwakilan tiap kabupaten yang telah 40 hadir. Hasilnya adalah setiap kabupaten mendapatkan jatah atau porsi bantuan dana transfer Samisake sesuai dengan kebutuhan tiap daerah. Begitu juga dengan rapat koordinasi tingkat kecamatan, dimana pada rapat kali ini pembahasan lebih spesifik dengan kondisi real di lapangan. Alokasi tiap program dan penerima program juga dibahas dalam rapat ini. Sehingga dana yang bergulir hingga sampai ke desa sesuai dan tepat sasaran. Rapat yang melibatkan aparat desa dan fasilitator ini juga membahas biaya-biaya yang kemungkinan akan dipakai pada saat fasilitator sudah bergerak ke lapangan dan dana tak terduga lainnya. Media massa sangat berperan dalam menyebarkan informasi kepada masyarakat. Menurut Soekartawi (2005) media massa yaitu komunikasi melalui media massa seperti koran, majalah, radio, televisi dan film. Media massa membangun pesan-pesan untuk saluran dengan khalayak banyak, didukung oleh organisasi tertentu yang mengumpulkan informasi-informasi, membantu dalam proses informasi tersebut sampai kepengirim, dan berpartisipasi dalam pemelihan materi yang akan dikomunikasikan dengan publik. Penyebaran informasi tentang Program Samisake tidak hanya melalui rapat koordinasi, agar informasi sampai ke masyarakat luas maka pihak Bappeda menggunakan alat-alat telekomunikasi yang ada untuk menyebarkan informasi. Bappeda memanfaatkan RRI Jambi (Radio Republik Indonesia Jambi) dan TVRI (Televisi Republik Indonesia) dalam menyebarkan informasi yaitu dengan membuat acara dialog interaktif Samisake yang tayang setiap minggu. Hal ini sesuai dengan pernyataan peserta bedah rumah Bapak SB (38 tahun) di Kecamatan Jelutung sebagai berikut : “Ado acara Samisake di TVRI, sayo sering nengoknyo. Cuma sayo dak pernah ikut nelpon. Cuma nengok be, tapi banyak informasi yang sayo dapat dari acara Samisake ini, ternyato banyak nian kegiatannyo, ado bedah rumah, beasiswa, bantuan dana usaha, itu yang kami tau. Jadi sayo raso masyarakat Jambi yang punyo TV taulah dengan acara itu” Saluran lain untuk penyebaran informasi melalui SMS (Short Message Server) 24 jam, layanan telefon, film dokumenter berjudul “Rumah Nyai” yang menceritakan seorang nenek yang begitu bahagia ketika mendapat bantuan Bedah Rumah Samisake, kemudian Kios Data yang dipasang di depan Kantor Bappeda dengan memanfaatkan jaringan internet. Tujuan telekomunikasi ini adalah untuk memahamkan masyarakat luas tentang program Program Samisake. Kios data berisi informasi agenda-agenda Bappeda, salah satunya mengenai Program Samisake. Kios data diletakkan tepat di depan kantor Bappeda tepatnya di dekat ruang lobi, seperti yang dikemukakan oleh Bapak YN (53 tahun) sebagai Kepala Bidang Program Samisake Bappeda Provinsi, berikut ini. “Kami memiliki kios data yang kami letakkan di depan kantor Bappeda itu berfungsi untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat yang berkunjung ke Bappeda langsung, jadi ketika mereka datang atau pergi pasti melintasi kios data dan bisa langsung mengakses informasi yang ada di dalam kios data. Jenis data yang ada 41 di dalam kios data juga beragam, tidak hanya kegiatan Samisake, tetapi juga kegiatan lain di bawah Bappeda sebagai pelaksananya” Tahapan proses komunikasi kegiatan bedah rumah dari Provinsi (Bappeda) ke Desa (sasaran program) yaitu penyusunan rencana kegiatan Samisake pada tingkat Kecamatan di Kabupaten/Kota berdasarkan pedoman umum dan petunjuk teknis Program Samisake, penyusunan kegiatan Samisake berdasarkan hasil pembahasan dan kajian dari Bappeda Kabupaten/Kota untuk di sampaikan kepada Gubernur Jambi atas nama Bappeda Provinsi Jambi, dan penyusunan rencana kegiatan Samisake Provinsi dilaksanakan di Kecamatan berkoordinasi dengan Bappeda Provinsi Jambi. Terlebih dahulu dibentuk tim surveyor/tim koordinasi yang diterjunkan langsung ke lokasi dengan tugas mengidentifikasikan penduduk sangat miskin by name by address (Gambar 5). 42 43 5 DESKRIPSI KECAMATAN DAN PESERTA BEDAH RUMAH Kondisi Geografis Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada dua kecamatan yang berada di kabupaten dan kota di Provinsi Jambi yaitu Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung. Lokasi penelitian di Kecamatan Maro Sebo Ulu meliputi 10 desa yaitu Sungai Lingkar, Tebing Tinggi, Simpang Sungai Rengas, Buluh Kasab, Kembang Seri, Rengas IX, Kampung Baru, Teluk Leban, Peninjauan dan Batu Sawar sedangkan di Kecamatan Jelutung meliputi lima desa yaitu Cempaka Putih, Jelutung, Kebun Handil, Payo Lebar dan Lebak Bandung. Desa tersebut dipilih berdasarkan sebaran Program Samisake pada kegiatan bedah rumah. Kedua kecamatan tersebut memiliki keadaan geografis yang berbeda dan dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini. Tabel 9 Kondisi geografis lokasi Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013 Uraian Luas wilayah (Ha) Batas wilayah Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Utara Jarak ke Ibukota Kabupaten (km) Lokasi penelitian (Kecamatan) Maro Sebo Ulu Jelutung 114.131 792 Mersam Lubuk Ruso Sungai Bengkal Mersam 70 Jambi Timur Kota Baru Jambi Selatan Pasar Jambi 10 Sumber : BPS Kecamatan Maro Sebo tahun 2012 BPS Kecamatan Jelutung tahun 2013 Kecamatan Maro Sebo Ulu memiliki luas 114.313 Ha ini dialiri oleh dua sungai besar yaitu Sungai Batanghari dan Sungai Tabir. Sebanyak 13 desa dan satu kelurahan yang ada di Kecamatan Maro Sebo Ulu, ada satu desa yang sampai saat ini masih sangat terisolir yaitu Desa Batu Sawar. Untuk mencapai desa tersebut hanya ada satu jalan yaitu melewati jalur Sungai Kejasung. Pusat pemerintahan Kecamatan Maro Sebo Ulu terletak di Kelurahan Simpang Sungai rengas. Jarak pusat pemerintahan ke ibukota Kabupaten kurang lebih 70 km. Batas wilayah Kecamatan Maro Sebo Ulu yaitu sebelah barat berbatasan dengan Sungai Bengkal, sebelah tikur berbatasan dengan Mersam, sebelah selatan berbatasan dengan Lubuk Ruso dan sebelah utara berbatasan dengan Mesam. Kecamatan Jelutung merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kota Jambi memiliki luas 792 ha ini berbatasan dengan Kecamatan Pasar Jambi (sebelah utara), Kecamatan Kota baru (sebelah selatan), Kecamatan Jambi Timur (sebelah timur) dan Jambi Selatan (sebelah barat) dengan kelurahan paling luas yaitu Kelurahan Lebak Bandung seluas 2.01 Km2 atau 25.38 persen dari luas kecamatan. Sedangkan sebaran penduduk merata karena Kecamatan Jelutung berada di pusat provinsi yaitu di Kota Jambi dengan kemudahan akses dan fasilitas yang ada. Jarak ke Ibukota Kabupaten 10 km. Berdasarkan Tabel 9 terlihat perbedaan keadaan wilayah Kecamatan Maro Sebo Ulu yang terletak di Kabupaten dan Kecamatan Jelutung yang terletak di 44 Kota Jambi. Hal ini memungkinkan perbedaan distribusi informasi dan bantuan Program Samisake khususnya bedah rumah yang akan dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya. Kependudukan Jumlah penduduk di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung sangat beragam berdasarkan jenis kelamin. Adanya penduduk asli dan pendatang juga menambah keberagaman penduduk yang ada di kedua kecamatan tersebut. Sebaran jumlah penduduk di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini. Tabel 10 Jumlah Penduduk Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2013 Kecamatan Laki-laki Perempuan Total Jumlah penduduk (jiwa) Maro Sebo Ulu Jelutung 15.587 39.700 14.560 38.368 30.147 78.068 Sumber : BPS Kecamatan Maro Sebo tahun 2012 BPS Kecamatan Jelutung tahun 2013 Berdasarkan Tabel 10 di atas jumlah penduduk Kecamatan Maro Sebo Ulu berdasarkan data BPS (2012) yaitu sebanyak 30.147 jiwa yang terdiri dari 15.587 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 14.560 jiwa berjenis kelamin perempuan. Sebaran penduduk di Kecamatan Maro Sebo Ulu dipengaruhi oleh faktor geografis seperti kesuburan tanah, sumber daya serta kemudahan akses ke tempat lalu lintas umum yang sering digunakan. Hal ini dapat dilihat dari tempat tinggal penduduk yang umumnya berada di pinggir sungai dan di pinggir dan di pinggir jalan raya, di samping itu juga faktor sosial ekonomi dan demografi sangat berpengaruh. Jumlah penduduk yang terbanyak berada di Kelurahan Simpang Sungai Rengas sebesar 3.927 jiwa. Jumlah penduduk di Kecamatan Jelutung berdasarkan data BPS (2013) sebesar 78.068 jiwa yang terdiri dari 39.700 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 38.368 jiwa berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk terbanyak berada di Kelurahan Jelutung sebanyak 18.813 jiwa atau sebesar 24.09 persen dari total jumlah penduduk yang ada, hal ini dikarenakan Kelurahan Jelutung merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Jelutung itu sendiri. Karakteristik Peserta Bedah Rumah Gambaran umum yang diuraikan pada bagian ini adalah karakteristik peserta bedah rumah terdiri dari umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan keluarga, status kepemilikan lahan, luas lahan, status kependudukan, lama tinggal, pengalaman menerima bantuan lain dan hubungan sosial dengan perangkat desa. Umur dibagi menjadi dua kategori yaitu 23 samapi 55 tahun dan lebih dari 55 tahun sesuai usia peserta bedah rumah. Tingkat pendidikan peserta 45 bedah rumah dibagi menjadi dua kategori yaitu tidak sekolah sampai SD/SR ) kategori rendah, SLTP kategori menengah dan SLTA kategori tinggi. Tabel 11 Distribusi peserta bedah rumah dan nilai koefisien uji t berdasarkan karakteristik peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013 Karakteristik peserta bedah rumah Umur : 23-55 tahun >55 tahun Tingkat pendidikan : SD/SR SLTP SLTA Pekerjaan : Petani Wiraswasta Pensiunan Jumlah tanggungan : 0-2 3-5 6-8 Status kepemilikan rumah : Milik Sendiri Warisan Sewa Status kependudukan : Penduduk Asli Pendatang Bantuan lainnya: Menerima Tidak Menerima Hubungan sosial dengan perangkat desa: Saudara Interaksi sosial Peserta bedah rumah (%) Maro Sebo Ulu Jelutung Total (n=25) (n=40) (n=65) Nilai koefisien uji t α 80.00 20.00 42.50 32.50 71.67 33.85 1.914 0.443 92.00 8.00 - 57.59 20.00 22.50 70.80 12.30 16.90 4.127** 0.000 64.00 36.00 - 5.50 92.50 1.50 34.20 64.30 1.50 4.462** 0.000 31.00 64.00 4.00 35.00 52.50 12.50 33.90 56.90 9.20 0.913 0.490 96.00 4.00 - 85.00 5.00 10.00 89.20 4.60 6.20 -1.955 0.001 88.00 12.00 55.00 45.00 67.70 32.30 3.183** 0.000 60.00 40.00 35.00 65.00 63.10 36.90 0.187 0.873 24.00 76.00 5.00 95.00 12.30 87.70 2.023** 0.000 Keterangan : ** : nilai koefisien uji t signifikan pada α<0.01 α : derajat signifikan Pekerjaan peserta bedah rumah dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu petani, wiraswasta dan Pensiunan. Jumlah tanggungan keluarga peserta bedah rumah dikategorikan menjadi tiga yaitu 0 sampai 2 kategori rendah, 3 sampai 5 kategori sedang dan 6 sampai 8 kategori tinggi. Status kepemilikan lahan peserta bedah rumah dikategorikan menjadi tiga yaitu milik sendiri, warisan dan sewa. 46 Status kependudukan peserta bedah rumah dikategorikan menjadi penduduk asli dan pendatang. Pengalaman menerima bantuan lain selain bantuan bedah rumah dikategorikan menjadi menerima bantuan dan tidak menerima bantuan. Umur Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur peserta bedah rumah yang memiliki presentasi umur tertinggi adalah pada umur rentang 23 sampai 55 tahun di Kecamatan Maro Sebo Ulu sebesar 80 persen dan di Kecamatan Jelutung sebesar 42.50 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peserta bedah rumah yang mendapat bantuan kegiatan bedah rumah didominasi kategori umur dewasa dan tua, yang rata-rata mereka sudah kurang produktif dalam bekerja atau hanya bekerja seadanya saja cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Tingkat Pendidikan Pengetahuan sangat menentukan pola berfikir manusia, pengetahuan bisa didapat dari mana saja, namun yang paling utama dari pendidikan yang diikuti, sehingga menentukan pola fikir dan tingkah laku manusia. Tingkat pendidikan peserta bedah rumah didominasi oleh peserta bedah rumah dengan kategori rendah yaitu sampai tamat SD/SR di kedua kecamatan sebanyak 92 persen di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan 57.5 persen di Kecamatan Jelutung. Sedangkan peserta bedah rumah yang memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu SLTP sebanyak 8 persen di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan 20 persen di Kecamatan Jelutung. Tingkat pendidikan tinggi yaitu SLTA tidak ada di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan sebanyak 22.5 persen di Kecamatan Jelutung. Sedangkan untuk tingkat pendidikan Perguruan Tinggi tidak ada satupun di kedua kecamatan tersebut, hal ini disebabkan karena bantuan bedah rumah memiliki sasaran keluarga miskin, sedangkan bagi masyarakat yang sudah mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi maka dianggap telah memiliki kehidupan yang layak. Pekerjaan Pekerjaan peserta bedah rumah beraneka ragam, namun dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu petani, wiraswasta dan pensiun peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu memiliki jumlah peserta bedah rumah terbanyak bekerja sebagai petani sebesar 64 persen namun berbanding terbalik dengan Kecamatan Jelutung yang jumlah penduduk terbanyak bekerja sebagai wiraswasta sebesar 92.5 persen. Hal ini dapat diketahui dari letak dua kecamatan yang berbeda, dimana Kecamatan Maro Sebo Ulu terletak di kabupaten dengan masih luasnya wilayah pertanian dan perkebunan sehingga mayoritas masyarakatnya bertani dan berkebun, sedangkan Kecamatan Jelutung terletak di Kota Jambi yang tidak lagi memiliki lahan pertanian yang bisa diusahakan secara maksimal untuk pertanian maupun perkebunan. Masyarakat di Kecamatan Maro Sebo Ulu umumnya bekerja disektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan, kedua sektor ini menjadi andalan dan mampu menyerap tenaga kerja cukup banyak. Berdasarkan hasil sensus penduduk pada Bulan Mei 2010 penduduk yang berusaha di sektor tanaman pangan sebesar 6 persen dan sektor perkebunan 73 persen dan 21 persen di sektor lain. 47 Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga peserta bedah rumah diketegorikan menjadi tiga kategori, yaitu 0 sampai 2 orang dengan kategori rendah, 3 sampai 5 orang dengan kategori sedang dan 6 sampai 8 orang dengan kategori tinggi. Kecamatan Maro Sebo Ulu rata-rata peserta bedah rumah memiliki jumlah tanggungan 3 sampai 5 orang sebanyak 64 persen, hal yang sama juga terjadi di Kecamatan Jelutung rata-rata peserta bedah rumah memiliki jumlah tanggungan 3 sampai 5 orang sebesar 52.5 persen dari jumlah peserta bedah rumah yang ada. Artinya peserta bedah rumah kedua kecamatan menganut paham banyak anak banyak rezeki. Jumlah tanggungan yang tidak sedikit dan kebutuhan yang naik membuat peserta bedah rumah tidak memperhatikan keadaan rumah mereka, demi mencari pendapatan di luar rumah, yang pada akhirnya peserta bedah rumah mendapatkan bantuan bedah rumah. Status kepemilikan Tanah Status kepemilikan tanah peserta bedah rumah dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu milik sendiri, warisan dan sewa. Seharusnya peserta bedah rumah yang status kepemilikan tanahnya sewa tidak bisa menerima bantuan Samisake, namun karena kondisi rumah sewaan yang sangat memprihatinkan akhirnya dari pihak kecamatan meluluskan berkas yang telah diajukan, namun persentasenya hanya sedikit dan hanya ada di Kecamatan Jelutung yaitu sebesar 10 persen saja. Sedangkan jumlah peserta bedah rumah terbanyak dengan status kepemilikan tanah di Kecamatan Maro Sebo Ulu dengan status milik sendiri sebesar 96 persen dan di Kecamatan Jelutung dengan status milik sendiri sebesar 85 persen dari total peserta bedah rumah. Status Kependudukan Status kependudukan peserta bedah rumah di kedua kecamatan dikategorikan menjadi dua kategori yaitu penduduk asli dan pendatang. Kecamatan Maro Sebo Ulu didominasi dengan penduduk asli yaitu sebesar 88 persen dan Kecamatan Jelutung sebesar 55 persen. Adanya penduduk pendatang di kedua kecamatan rata-rata pendatang dari Jawa, dengan penduduk Jawa yang sudah sangat banyak menyebabkan mereka berpindah mencari penghidupan yang layak, salah satu sasarannya yaitu pulau Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Namun, masyarakatnya mudah berbaur antara penduduk asli dan pendatang. Penduduk pendatang yang berasal dari Jawa terkenal sangat ulet, namun masih banyak yang tercatat sebagai masyarakat miskin sehingga menjadi sasaran penerima bedah rumah. Pengalaman Menerima Bantuan Lain Banyaknya program-progran pembangunan dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, mengidentifikasi adanya masyarakat yang menerima bantuan dua kali. Kategori peserta bedah rumah yang menerima bantuan lain dan tidak menerima bantuan lain selain dari bedah rumah. Peserta bedah rumah dengan persentase terbanyak di Kecamatan Maro Sebo Ulu adalah 60 persen menerima bantuan lain dan di Kecamatan Jelutung sebesar 65 persen tidak menerima bantuan lain. Bantuan lain yang biasa diterima adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang sekarang disebut Bantuan Langsung 48 Masyarakat (BLSM), Raskin (Beras Miskin), bantuan yang bersifat umum dari Pembangunan Masyarakat Pemberdayaan Nasional Mandiri (PNPM Mandiri) dan lain sebagainya. Hubungan Sosial dengan Perangkat Desa Hubungan sosial peserta bedah rumah dengan perangkat desa atau tingkat RT (Rukun Tetangga) dikategorikan menjadi dua yaitu hubungan saudara dan interaksi sosial. Kecamatan Maro Sebo Ulu sebanyak 76 persen adalah interkasi sosial biasa dan 95 persen di Kecamatan Jelutung juga interaksi sosial biasa. Adanya hubungan saudara akan menyebabkan nepotisme, namun tidak terindikasi dalam Program Samisake ini meskipun ada peserta bedah rumah yang bersaudara dengan perangkat desa di Kecamatan Maro Sebo Ulu sebesar 24 persen dan di Kecamatan Jelutung sebesar 5 persen. Hasil uji beda (t-test) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara karakteristik peserta bedah rumah antara peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung terutama pada aspek tingkat pendidikan, pekerjaan, status kependudukan, dan hubungan sosial dengan perangkat desa. Hasil penelitian membuktikan bahwa tingkat pendidikan peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu didominasi peserta bedah rumah yang tingkat pendidikannya SD/SR, sedangkan di Kecamatan Jelutung tingkat pendidikan peserta bedah rumah menyebar 57.60 persen pendidikan SD/SR, 20 persen SLTP dan 22.50 persen SLTA. Hal ini dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan peserta bedah rumah di Kecamatan Jelutung tergolong rendah, sedangkan di Kecamatan Jelutung tergolong tinggi. Hal lain yang ditemui bahwa pekerjaan peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu didominasi oleh petani sebesar 64 persen sedangkan di Kecamatan Jelutung didominasi oleh wiraswasta sebesar 92.50 persen. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan lahan pertanian di Kecamatan Maro Sebo Ulu masih sangat luas sedangkan di Kecamatan Jelutung sudah semakin sempit, sehingga tanah yang ada biasanya digunakan untuk pembangunan perumahan dan fasilitas-fasilitas umum lain yang telah direncanakan oleh pemerintah kota, hal ini juga didukung dengan banyaknya masyarakat kabupaten atau pun luar daerah yang urban ke Kota Jambi. Perbedaan status kependudukan dapat dijelaskan bahwa di Kecamatan Maro Sebo Ulu didominasi penduduk asli sebesar 88 persen, hal ini karena kecamatan tersebut mayoritas masyarakat pribumi, meskipun ada pendatang persentasenya sangat sedikit. Namun, di Kecamatan Jelutung status kependudukan peserta bedah rumah menyebar, ada yang penduduk asli sebesar 55 persen dan pendatang sebesar 45 persen, hal ini dipengaruhi oleh arus urbanisasi penduduk dari desa ke kota, sehingga sampai saat ini penduduk di Kota Jambi semakin padat. Perbedaan hubungan sosial dengan perangkat desa di Kecamatan Maro Sebo Ulu meski didominasi oleh peserta bedah rumah yang hanya berinteraksi biasa dengan perangkat desa, namun sebesar 24 persen peserta bedah rumah memiliki hubungan saudara dengan perangkat desa. Namun, hal ini tidak menimbulkan kecurangan dalam pembagian bantuan bedah rumah Samisake. Hal yang serupa juga terjadi di Kecamatan Jelutung, 95 persen peserta bedah rumah hanya berinteraksi biasa dengan perangkan desa, namun persentase peserta bedah rumah memiliki hubungan saudara dengan perangkat desa hanya sebesar 5 persen. 49 Hipotesis penelitian yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara karakteristik peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung diterima yaitu pada aspek tingkat pendidikan, pekerjaan, status kependudukan, dan hubungan sosial dengan perangkat desa. Kredibilitas Fasilitator Kegiatan Bedah Rumah Kredibilitas merupakan suatu tingkatan kepercayaan sampai sejauh mana fasilitator dapat dipercaya oleh peserta bedah rumah. Tingkat kepercayaan ini penting karena pada kenyataannya orang lebih dulu melihat siapa yang membawa pesan sebelum ia menerima pesan yang disampaikannya. Kredibilitas fasilitator meliputi kejujuran, keahlian, daya tarik dan keakraban. Kejujuran ketika fasilitator berbicara apa adanya, keahlian ketika fasilitator memiliki kemampuan dalam menyampaikan pesan pembangunan kegiatan bedah rumah, daya tarik ketika fasilitator memiliki fisik dan non fisik yang menarik serta keakraban ketika sejauh mana fasilitator memiliki hubungan yang dekat dengan peserta bedah rumah. Berikut ini adalah Tabel 12 yang menguraikan tentang persentase dan total kredibilitas fasilitator kedua kecamatan. Tabel 12 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap kredibilitas fasilitator dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013 Peserta bedah rumah (%) Nilai Kredibilitas fasilitator Kejujuran Tinggi Rendah Keahlian Tinggi Rendah Daya Tarik Tinggi Rendah Keakraban Tinggi Rendah Maro Sebo Ulu (n=25) Jelutung (n=40) Total (n=65) koefisien uji t α 100 0 97.50 2.50 98.50 1.50 1.408 0.113 100 0 100 0 100 0 1.447 0.019 100 0 100 0 100 0 1.447 0.019 100 0 97.50 2.50 98.50 1.50 0.256 0.390 Keterangan = α : derajat signifikan Kejujuran Berdasarkan hasil penelitian, di Kecamatan Maro Sebo Ulu peserta bedah rumah menilai kredibilitas fasilitator mengenai kejujuran saat menyampaikan pesan bedah rumah adalah tinggi yaitu sebesar 100 persen, hal yang sama terjadi di Kecamatan Jelutung peserta bedah rumah menilai kejujuran fasilitator adalah tinggi yaitu sebesar 97.5 persen. Peserta bedah rumah menilai fasilitator berbicara apa adanya saat menyampaikan materi dan menjelaskan mengenai kegiatan bedah rumah, fasilitator dapat dipercaya dan tidak ada kepentingan pribadi dan tidak ada motif lain untuk mencari keuntungan materi dalam menangani pelaksanaan 50 kegiatan bedah rumah. Hal ini seperti yang telah diungkapkan oleh peserta bedah rumah KY (73 tahun) dari Kecamatan Jelutung. “Kami tengok Bapak-Bapak dari Kecamatan tu jujur lah kalo ngomong, dak do rasonyo yang punyo maksud laen. Orangnyo baekbaek, apo yang diomongkan samo dengan apo yang mereka kasih ke kami. Kami pecayo dengan mereka dak bakalan nyelewengin dana dan dak ado maksud dan tujuan lain selain bantu kami.” Namun masih ada peserta bedah rumah yang meragukan ketidakjujuran fasilitator, hal yang berbeda di ungkapkan oleh peserta bedah rumah Bapak KS (35 tahun) di Kecamatan Jelutung sebagai berikut. ”Kalo ditengok macam ini, rasonyo mereka tu dak do jujur. Cuma dikasih bahan, trus duit dak do dikasih lagi. Kerjaan mereka pun dak do beres, kami lah ni yang beresin dengan keluargo. Tapi yo kek mano lagi, Kami dapat bantuan jadi yo bersyukur bae” Berdasarkan pernyataan Bapak KS tersebut terlihat perbedaaan kredibilitas fasilitator antara Kecamatan Jelutung dengan Kecamatan Maro Sebo Ulu, dimana tingkat kejujuran kredibilitas fasilitator di Kecamatan Jelutung dirasa kurang oleh beberapa peserta bedah rumah, yang bisa di lihat pada Tabel 12. Keahlian Kecamatan Maro Sebo Ulu peserta bedah rumah menilai keahlian fasilitator dalam menguasai dan menyampaikan pesan pada pertemuan kegiatan bedah rumah adalah tinggi yaitu sebesar 100 persen, hal yang sama terjadi di Kecamatan Jelutung bahwa peserta bedah rumah menilai keahlian fasilitator dalam menyampaikan dan menguasai kegiatan bedah rumah adalah tinggi 100 persen. Peserta bedah rumah menilai fasilitator memiliki pengetahuan yang baik tentang pengadaan material dan bahan bangunan untuk kegiatan bedah rumah, penentuan tenaga kerja, pengetahuan tentang suplier bahan bangunan, macammacam bahan bangunan, tentang desain rumah yang baik dan pengetahuan tentang syarat rumah layak huni. Hal ini merupakan kriteria dan standar dari kegiatan bedah rumah itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan peserta bedah rumah Bapak TN (33 tahun) sebagai berikut. “Bapak dari Kecamatan bantu sayo nyari tukang, nyediain bahanbahan yang nak dipakek, dio kadang ngusulin bahan-bahan apo be yang cocok di beli untuk bedah rumah sayo, modelnyo yo dari Bapak tu yang ngasih tahu, bahan yang masih biso dipake sayo sisihin biar nglengkapi lah. Bagus Bapak tu kerjonyo” Daya Tarik Peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu menilai daya tarik fasilitator dalam menyampaikan pesan kegiatan bedah rumah adalah tinggi yaitu sebesar 100 persen, hal yang sama terjadi di Kecamatan Jelutung dimana daya tarik fasilitator dinilai tinggi oleh peserta bedah rumah. Peserta bedah rumah 51 menilai fasilitator memiliki penampilan yang rapi dan menarik saat bertemu dengan peserta bedah rumah, fasilitator berpenampilan sangat sopan, menyampaikan materi dengan gaya bahasa yang menarik, sederhana dan mudah dimengerti serta bersikap ramah kepada peserta bedah rumah. Hal ini sesuai dengan pernyataan peserta bedah rumah Bapak UM (95 tahun) dari Kecamatan Maro Sebo Ulu sebagai berikut. “Mereka tu orang nyo sopan-sopan dengan kami. Ramah, senang begurau jugo jadi kami tu dak segan nak nanyo apo be ke Bapak tu, jugo dak sombong biak pun mereka orang dari Kecamatan” Keakraban Peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu menilai keakraban fasilitator dengan peserta bedah rumah adalah tinggi sebesar 100 persen, sedangkan hal yang sama terjadi di Kecamatan Jelutung yang menilai keakraban fasilitator dengan peserta bedah rumah adalah tinggi sebesar 97.5 persen. Tingginya nilai keakraban fasilitator dengan peserta bedah rumah karena fasilitator mampu menjalin hubungan baik dengan peserta bedah rumah maupun masyarakat sekitar dalam pelaksanaan kegiatan bedah rumah, sehingga masyarakat tidak segan dalam mengemukakan pertanyaan kepada fasilitator. Fasilitator juga melakukan kunjungan untuk memantau keberlangsungan kegiatan bedah rumah ini secara rutin dan sesekali ikut membantu dalam pelaksanaannya. Keakraban ini terbangun karena fasilitator juga mampu menciptakan suasana santai saat berbicara dengan peserta bedah rumah, seperti yang dikemukakan peserta bedah rumah Bapak US (70 tahun) dari Kecamatan Maro Sebo Ulu sebagai berikut. “Sayo senang nian kalau Bapak dari Kecamatan tu datang, mantau bedah rumah ni, Orangnyo enak diajak ngobrol, sayo sering mintak saran kek mano bagusnyo rumah ni dibangun jadi lebih elok dan layak huni untuk kami sekeluarga. Bapak tu jugo akrab dengan tetanggo kami dan keluarga kami. Orangnyo senang cerito baguslah pokoknyo” Kecamatan Jelutung terdapat peserta bedah rumah yang menilai keakraban fasilitator masih rendah, hal ini disebabkan di beberapa desa, fasilitator belum mampu menyatu dengan masyarakat. Fasilitator masih merasa sebagai orang kantoran untuk terlalu dekat dengan masyarakat. Adanya kredibilitas fasilitator yang baik dinilai mempengaruhi peserta bedah rumah dalam melaksanakan kegiatan maupun dalam berpartisipasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Satriani dan Muljono (2005) tentang pendampingan Program Posdaya, yang menyatakan bahwa faktor pendukung keberhasilan pemberdayaan salah satunya adalah pendampingan. Peran yang dominan dalam kegiatan Posdaya adalah peran dari pendamping yakni P2SDM LPPM IPB dengan tugas sebagai pendamping dan konsultan, aktivitasnya yaitu kunjungan, konsultasi, melihat kegiatan, mengikuti kegiatan, juga membantu menyelesaikan proposal pengajuan kegiatan. Hasil uji t (t-test) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan penilaian peserta bedah rumah terhadap kredibilitas fasilitator antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung, sehingga hipotesis penelitian yang 52 menyebutkan bahwa terdapat perbedaan nyata kredibilitas fasilitator antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung ditolak. 53 6 PROSES KOMUNIKASI TINGKAT DESA Proses Komunikasi Proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah meliputi frekuensi yaitu seringnya fasilitator memberikan informasi kepada peserta bedah rumah baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai kegiatan bedah rumah. Arah komunikasi adalah proses komunikasi yang terjadi pada saat proses komunikasi kegiatan bedah rumah berlangsung. Peserta bedah rumah diberi kesempatan oleh fasilitator saat pertemuan. Peserta bedah rumah mendiskusikan informasi yang diberikan oleh fasilitator tentang bedah rumah pada setiap pertemuan. Peserta bedah rumah berdiskusi dalam menyelesaikan masalah sehingga menemukan jalan keluar dengan fasilitator. Isi pesan adalah informasi yang disampaikan oleh fasilitator yang bersifat informatif, persuasif dan sugerti. Fasilitator menyampaikan isi pesan sesuai dengan panduan umum kegiatan bedah rumah. Isi pesan mudah dipahami peserta bedah rumah. Isi pesan mudah dimengerti dan diterima oleh peserta bedah rumah. Berdasarkan hasil penelitian Nurrohim dan Anatan (2009) mengemukakan bahwa proses komunikasi dapat dijelaskan melalui pemahaman unsur-unsur komunikasi yang meliputi pihak yang mengawali komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, saluran yang digunakan untuk berkomunikasi dan gangguan saat terjadi komunikasi, situasi ketika komunikasi dilakukan, pihak yang menerima pesan, umpan dan dampak pada pengirim pesan. Melalui komunikasi yang baik antar individu dan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam organisasi maupun diluar organisasi, organisasi dapat memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan. Persentasi proses komunikasi yang terjadi pada kegiatan bedah rumah dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini. Tabel 13 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap proses komunikasi dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013 Peserta bedah rumah (%) Nilai Proses komunikasi Frekuensi Tinggi Rendah Arah komunikasi Dua Arah Satu Arah Isi pesan Dimengerti Tidak dimengerti Maro Sebo Ulu (n=25) Jelutung (n=40) Total (n=65) koefisien uji t α 60.00 40.00 92.50 7.50 80.00 20.00 4.081** 0.956 100 0 95 5 96.00 3.10 2.912** 0.000 100 0 100 0 100 0 1.649 0.024 Keterangan = ** : Nilai koefisien uji t signifikan pada α<0.01 α : derajat signifikansi 54 Frekuensi Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa frekuensi komunikasi pada kegiatan bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu adalah tinggi sebesar 60 persen dan rendah sebesar 40 persen, hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan wawancara dengan salah satu peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu menyatakan bahwa fasilitator memang jarang sekali datang atau mengunjungi lokasi kegiatan, karena Kecamatan Maro Sebo Ulu berada di Kabupaten Batanghari dengan lokasi yang sulit di jangkau dibeberapa desanya. Sehingga interaksi antara renponden dengan fasilitator sangat terbatas. Kecamatan Maro Sebo Ulu sendiri di fasilitasi dengan fasilitator dari pihak Tentara atau Babinsa. Berikut kutipan pernyataan salah seorang peserta bedah rumah Bapak NA (45 tahun) penerima bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu. “Orang dari Kecamatan samo Tentara tu dak pernah datang ke siko, urusan bedah rumah ni sayo dibantu samo RT samo Kepalo Desa sinilah. Sayo raso orang tu dak datang ke sini karno susah nian jalan nak ke sini. Mano jalan buruk, harus pake ketek nyambung perahu, mobil dak biso masuk dan jalan yang leyak” Sedangkan frekuensi komunikasi yang terjadi di Kecamatan Jelutung peserta bedah rumah menilai tinggi sebesar 92.5 persen sedangkan bernilai rendah sebesar 7.5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa mudahnya akses ke Kecamatan Jelutung memudahkan fasilitator untuk menjangkau desa-desa di Kecamatan Jelutung, karena Kecamatan Jelutung terletak di pusat Kota Provinsi Jambi, namun ada beberapa desa yang letaknya terpencil dari kota juga menyebabkan fasilitator jarang mengunjungi pelaksanaan bedah rumah. Berikut kutipan pegawai kelurahan Bapak HD (49 tahun) di Kecamatan Jelutung. “Alhamdulillah, selamo ini kegiatan Samisake khususnyo bedah rumah di Kecamatan Jelutung khususnyo di Kelurahan Jelutung ini berjalan baek dan sesuai sasaran. Pihak pemandu (fasilitator) dan pihak Kecamatan bergilir terjun langsung ke lapangan. Kadang kalo pihak Bappeda jugo datang ninjau lokasi. Jadi aksesnyo mudah” Arah Komunikasi Berdasarkan Tabel 13 menunjukkan bahwa di Kecamatan Maro Sebo Ulu peserta bedah rumah menilai arah komunikasi pelaksanaan bedah rumah adalah dua arah sebesar 100 persen sedangkan di Kecamatan Jelutung peserta bedah rumah menilai arah komunikasi dua arah sebesar 95 persen. Hal ini sejalan dengan temuan di lapangan bahwa di kecamatan Maro Sebo Ulu, fasilitator banyak memberikan kesempatan bertanya, kesempatan memberikan pendapat, kesempatan berbagi pengalaman dan kesempatan menanggapi pertanyaan kepada peserta bedah rumah. Sedangkan di Kecamatan Jelutung, kesempatan telah diberikan oleh fasilitator seluas-luasnya kepada peserta bedah rumah, namun peserta bedah rumah tidak begitu merespon apa yang diberi oleh fasilitator, bagi mereka telah mendapatkan bantuan sudah lebih dari cukup. Hal ini sesuai dengan pernyataan peserta bedah rumah Bapak SW (59 tahun) dari Kecamatan Jelutung. 55 “Kalu lagi rapat, sayo dan kawan-kawan tu dak pernah nak nanyonanyo, meski Bapak yang ngomong di depan tu nyuruh nanyo apo ngasih pendapat. Cuma kadang-kadang ado jugo yang nanyo, dan itu dak banyak” Komunikasi partisipatif dalam kegiatan bedah rumah ini masih sangat sedikit karena arah komunikasi yang terjadi masih dominan bersifat top down. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Wahyuni (2006) yang menyatakan bahwa proses komunikasi yang terjadi pada Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea masih top down, karena anggota sebagai sasaran program tidak dilibatkan dalam penentuan pembangunan, baik pada saat pelaksanaan program maupun evaluasi program. Bedanya dengan penelitian ini adalah arah komunikasi masih bersifat top down meski sudah diberi kesempatan oleh fasilitator namun peserta bedah rumah sedikit ada umpan balik. Isi Pesan Tabel 13 menunjukkan bahwa di Kecamatan Maro Sebo Ulu peserta bedah rumah menilai isi pesan pelaksanaan bedah rumah adalah dimengerti sebesar 100 persen sedangkan di Kecamatan Jelutung peserta bedah rumah menilai isi pesan juga dimengerti sebesar 100 persen. Rata-rata peserta bedah rumah menerima pesan-pesan dan informasi yang disampaikan oleh fasilitator, dengan sedikit adanya umpan balik. Peserta bedah rumah mengerti apa yang disampaikan fasilitator namun sedikit merespon apa yang mereka dapat. Hasil uji t (t-test) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap proses komunikasi yang terjadi antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung dalam dua aspek yaitu frekuensi komunikasi dan arah komunikasi. Hasil penelitian membuktikan bahwa di Kecamatan Maro Sebo Ulu frekuensi komunikasi sebesar 60 persen yang tergolong tinggi sedangkan 40 persen tergolong rendah, hal ini sangat berbeda dengan Kecamatan Jelutung bahwa frekuensi komunikasi tergolong tinggi yaitu sebesar 92.5 persen. Hal ini dikarenakan fasilitator jarang datang dan memberikan informasi mengenai kegiatan bedah rumah ke Kecamatan Maro Sebo Ulu yang letaknya sulit dijangkau di beberapa desa. Namun, di Kecamatan Jelutung fasilitator sangat sering datang berkunjung untuk memberikan informasi, bimbingan dan arahanarahan lain kepada peserta bedah rumah mengenai kegiatan bedah rumah tersebut. Perbedaan arah komunikasi juga terjadi di kedua kecamatan tersebut. Peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu sangat antusias dalam menerima informasi yang diberikan oleh fasilitator meski jarang datang ke desa mereka, menjadi suatu kebahagiaan tersendiri saat fasilitator datang dari kecamatan ke desa-desa mereka. Namun, di Kecamatan Jelutung, peserta bedah rumah hanya sedikit saja yang tidak antusias. Hipotesis penelitian yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap proses komunikasi antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung diterima yaitu pada aspek frekuensi komunikasi dan arah komunikasi. 56 Hubungan Karakteristik Peserta Bedah Rumah dengan Proses Komunikasi pada Kegiatan Bedah Rumah Komunikasi dalam pelaksanaan kegiatan bedah rumah salah satu tujuannya adalah mengetahui frekuensi komunikasi yang disampaikan dalam pertemuan antara fasilitator dengan peserta bedah rumah, tingkat frekuensi yang terjadi akan menggambarkan seberapa sering fasilitator mengikuti pelaksanaan dan memantau kegiatan bedah rumah tersebut. Fasilitator yang rutin berkunjung ke lokasi akan menciptakan keakraban dengan peserta bedah rumah, sedangkan fasilitator yang jarang berkunjung ke lokasi tidak akan tahu kondisi yang terjadi di lapangan. Rapat awal kegiatan bedah rumah melibatkan peserta bedah rumah yang diundang ke kantor Kecamatan atau kantor desa/kelurahan. Proses komunikasi awal terjadi pada saat rapat, dimana fasilitator menjelaskan mengenai bedah rumah kemudian membuka peluang bertanya atau berdiskusi dengan peserta bedah rumah peserta bedah rumah. Peserta bedah rumah dapat bertanya atau memberikan masukkan, misalnya mengenai bahan-bahan bangunan apa saja yang dibutuhkan oleh peserta bedah rumah, yang pasti setiap peserta bedah rumah berbeda kebutuhan bahan bangunannya, sesuai dengan kondisi rumah masingmasing peserta bedah rumah. Ada rumah yang dibedah total, ada rumah yang hanya diperbaiki yang rusak dan masih memanfaatkan bahan-bahan yang masih bisa dipakai. Tahap pelaksanaan selanjutnya bedah rumah, proses komunikasi juga terjadi antara fasilitator, peserta bedah rumah, tukang bangunan dan masyarakat sekitar. Karakteristik peserta bedah rumah dalam hal ini akan mempengaruhi proses komunikasi yang terjadi meliputi frekuensi komunikasi, arah komunikasi dan isi pesan komunikasi yang disampaikan oleh fasilitator hingga tahap akhir yaitu evaluasi. Hubungan yang terjadi meliputi umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan, status kepemilikan tanah, asal daerah, bantuan lainnya dan hubungan dengan perangkat desa dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14 yang menggambarkan hubungan karakteristik peserta bedah rumah dengan proses komunikasi pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Berdasarkan analisis menggunakan rank Spearman, analisis korelasi antara variabel karakteristik peserta bedah rumah dengan indikator proses komunikasi pada Tabel 14 menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan (nyata) negatif antara status kependudukan dengan proses komunikasi pada item frekuensi komunikasi. Artinya jika peserta bedah rumah merupakan penduduk asli maka frekuensi dalam proses komunikasi semakin rendah, sedangkan jika peserta bedah rumah merupakan pendatang maka frekuensi dalam proses komunikasi semakin tinggi. Sama-sama mendapat informasi dari fasilitator baik secara langsung maupun tidak langsung. Karakteristik peserta bedah rumah yang meliputi umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan, status kepemilikan tanah, bantuan lain dan hubungan dengan perangkat desa tidak ada yang berhubungan nyata terhadap proses komunikasi. Artinya ada hubungan karakteristik peserta bedah rumah dengan aspek-aspek yang ada pada proses komunikasi namun tidak signifikan. 57 Tabel 14 Nilai korelasi karakteristik peserta bedah rumah dengan proses komunikasi kegiatan bedah rumah tahun 2013 Karakteristik peserta bedah rumah Umur Tingkat Pendidikan Pekerjaan Jumlah Tanggungan Status Kepemilikan Rumah Status Kependudukan Bantuan Lain Hubungan dengan Perangkat Desa Proses komunikasi Frekuensi Arah rs α rs α 0.035 0.782 0.013 0.917 0.070 0.991 0.014 0.235 -0.114 0.366 -0.102 0.334 0.164 0.577 0.140 0.911 -0.114 0.366 0.001 0.420 -0.260* 0.367 -0.007 0.992 -0.029 0.819 0.199 0.112 Isi pesan rs α -0.091 0.472 -0.011 0.378 0.113 0.234 0.053 0.931 0.091 0.368 -0.040 0.473 -0.031 0.804 0.034 0.148 0.786 0.030 0.814 0.240 Keterangan : *) nilai koefisien korelasi signifikan pada α<0.05 rs : koefisien korelasi rank Spearman Tabel 14 menunjukkan bahwa berdasarkan analisis rank Spearman pada taraf α<0.05 diketahui tidak ada hubungan nyata antara indikator variabel umur dengan proses komunikasi yang meliputi frekuensi komunikasi, arah komunikasi dan isi pesan komunikasi. Artinya dalam proses komunikasi yang terjadi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah berhubungan tidak signifikan dengan umur peserta bedah rumah. Antara peserta bedah rumah yang kategori umur muda, dewasa dan tua tidak jauh berbeda keterlibatannya dalam proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Hipotesis penelitian yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan nyata antara umur dengan frekuensi komunikasi, arah komunikasi dan isi pesan komunikasi ditolak. Tingkat pendidikan peserta bedah rumah pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah dengan semua peubah proses komunikasi tidak memiliki hubungan nyata. Artinya, keterlibatan peserta bedah rumah dalam proses komunikasi yang meliputi frekuensi komunikasi, arah komunikasi dan isi pesan komunikasi tidak memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat pendidikan peserta bedah rumah. Keterlibatan peserta bedah rumah sama saja antara peserta bedah rumah yang berpendidikan tinggi maupuan peserta bedah rumah yang berpendidikan rendah. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata peubah tingkat pendidikan dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah ditolak. Jenis pekerjaan peserta bedah rumah pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah dengan semua peubah proses komunikasi tidak memiliki hubungan yang nyata. Artinya keterlibatan peserta bedah rumah pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah tidak memiliki hubungan yang nyata dengan jenis pekerjaan baik itu peserta bedah rumah yang bekerja sebagai petani, wiraswasta maupun PNS. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara peubah jenis pekerjaan dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah ditolak. Jumlah tanggungan peserta bedah rumah tidak berhubungan nyata dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Artinya keterlibatan peserta bedah rumah yang memiliki jumlah tanggungan 0 sampai 2, 3 sampai 5 maupun 6 sampai 8 sama saja. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa 58 terdapat pada hubungan yang nyata antara peubah jumlah tanggungan dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah ditolak. Pada peubah status kepemilikan tanah tidak berhubungan nyata dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Artinya, ada keterlibatan yang sama antara peserta bedah rumah yang memiliki rumah sendiri, mendapatkan warisan maupun sewa dengan proses komunikasi. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara peubah status kepemilikan tanah dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah ditolak. Peserta bedah rumah sebelum mendapatkan bantuan bedah rumah, seringkali mendapatkan bantuan lain sebelumnya. Bantuan lain ini tidak berhubungan nyata dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Artinya adanya keterlibatan yang sama antara peserta bedah rumah yang pernah mendapat bantuan dengan peserta bedah rumah yang tidak pernah mendapat bantuan. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara peubah bantuan lain dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah ditolak. Peubah status kependudukan berhubungan nyata negatif dengan frekuensi, artinya meskipun status kependudukan peserta bedah rumah adalah penduduk asli maupun pendatang memiliki keterlibatan pada frekuensi komunikasi pada kegiatan bedah rumah. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara peubah status kependudukan dengan proses komunikasi pada pelaksanaan bedah rumah diterima. Kedekatan peserta bedah rumah dengan perangkat desa sering menimbulkan praktek nepotisme. Namun pada penelitian ini, hubungan sosial dengan perangkat desa tidak berhubungan nyata dengan proses komunikasi. Artinya, keterlibatan peserta bedah rumah dalam proses komunikasi sama saja baik peserta bedah rumah yang memiliki hubungan keluarga dengan perangkat desa maupun peserta bedah rumah yang hanya berhubungan sosial biasa dengan perangkat desa setempat. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara peubah hubungan sosial dengan perangkat desa dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah ditolak. Hubungan Kredibilitas Fasilitator dengan Proses Komunikasi Kegiatan Bedah Rumah Untuk mengetahui hubungan kredibilitas fasilitator yang meliputi kejujuran, keahlian, daya tarik dan keakraban dengan variabel proses komunikasi yang meliputi frekuensi komunikasi, arah komunikasi, isi pesan komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah dilakukan uji korelasi yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan analisis data menggunakan rank Spearman, Tabel 15 menunjukkan bahwa ada beberapa peubah kredibilitas fasilitator dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah pada Program Samisake yang berhubungan sangat nyata. Kejujuran fasilitator memiliki hubungan sangat nyata pada α 0.002 dengan salah satu proses komunikasi yaitu frekuensi komunikasi. Artinya semakin jujur fasilitator dalam menyampaikan pesan pada 59 bedah rumah Program Samisake maka semakin tinggi frekuensi komunikasinya. Namun, peubah kejujuran memiliki hubungan tidak nyata dengan arah komunikasi dan isi pesan komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Tabel 15 Nilai korelasi kredibilitas fasilitator dengan proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah Kredibilitas fasilitator Kejujuran Keahlian Daya tarik Keakraban Frekuensi rs -0.383** 0.127 0.052 -0.044 α 0.002 0.312 0.682 0.729 Proses komunikasi Arah komunikasi Isi pesan rs Α rs α 0.147 0.243 0.025 0.841 0.405** 0.001 0.407** 0.001 0.374** 0.002 0.372** 0.002 0.337** 0.006 0.191 0.127 Keterangan :**) nilai koefisien korelasi signifikan pada α<0.01 rs : koefisien korelasi rank Spearman α : derajat signifikansi Peubah keahlian fasilitator memiliki hubungan sangat nyata pada α<0.01 dengan arah komunikasi dan isi pesan komunikasi. Artinya semakin ahli fasilitator dalam pelaksanaan bedah rumah Program Samisake maka semakin tinggi arah komunikasi dan isi pesan komunikasi. Namun, peubah keahlian memiliki hubungan tidak nyata dengan frekuensi komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah pada Program Samisake. Daya tarik memiliki hubungan sangat nyata pada α<0.01 dengan arah komunikasi dan isi pesan komunikasi. Artinya semakin menarik fasilitator dalam pelaksanaan bedah rumah Program Samisake maka semakin tinggi arah komunikasinya dan isi pesan komunikasinya. Namun peubah daya tarik memiliki hubungan yang tidak nyata dengan frekuensi komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah pada Program Samisake. Keakraban memiliki hubungan sangat nyata pada α<0.01 dengan arah komunikasi. Artinya semakin akrab fasilitator dengan peserta bedah rumah maka semakin tinggi arah komunikasi. Namun, peubah keakraban memiliki hubungan yang tidak nyata dengan frekuensi komunikasi dan isi pesan komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah pada Program Samisake. Keakraban berhubungan sangat nyata dengan arah komunikasi juga terlihat pada pernyataan peserta bedah rumah Bapak SY, 60 tahun dari Kecamatan Maro Sebo Ulu sebagai berikut. “Kalu ngomong dengan Bapak dari Kecamatan tu enak nian, akrab nian dio dengan kami orang bawahan ni. Bapak tu jugo ramah, akrab samo yang lain jugo, akrab dengan keluargo sayo, akrab pulo dengan tetanggo sayo kalu Bapak tu lagi ninjau kemari. Pokoknyo enak lah, baik nian Bapak tu. Senang sayo negoknyo” Kredibilitas fasilitator terlihat pada saat forum diskusi, rapat koordinasi dan pertemuan informal dengan peserta bedah rumah pada saat peninjauan ke lapangan. Peserta bedah rumah sangat antusias jika kredibilitas fasilitator sangat baik. Hal serupa sesuai dengan hasil penelitian Hadiyanto (2009) yang menyatakan bahwa pemanfaatan forum-forum komunikasi tatap muka di kalangan 60 peternak sebenarnya tidak hanya terbatas pada kelompok peternak, namun dapat mengikuti forum tradisional yang sudah ada. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara kredibilitas fasilitator terhadap proses komunikasi diterima, terutama dalam aspek kejujuran terhadap frekuensi komunikasi, keahlian terhadap arah komunikasi dan isi pesan, daya tarik terhadap arah komunikasi dan isi pesan, serta keakraban terhadap arah komunikasi. 61 7 PRASYARAT PARTISIPASI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KEGIATAN BEDAH RUMAH Prasyarat Partisipasi Prasyarat partisipasi meliputi tiga aspek yaitu kemauan, kesempatan dan kemampuan. Kemauan adalah kemauan yang muncul oleh adanya motif intrisik maupun ekstrinsik dalam diri peserta bedah rumah. Adanya kemauan peserta bedah rumah mengikuti dan menghadiri seluruh rangkaian pelaksanaan Program Samisake. Kesempatan adalah yang diberikan oleh fasilitator untuk mengikuti kegiatan program. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta bedah rumah untuk mengikuti rangkaian kegiatan Program Samisake. Kemampuan yang dimiliki peserta bedah rumah berupa kemampuan bertanya, memberi pendapat, masukan dan ide-ide atas pelaksanaan bedah rumah pada Program Samisake. Persentase prasyarat partisipasi Program Samisake dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini. Tabel 16 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap prasyarat partisipasi dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013 Prasyarat partisipasi Kemauan Tinggi Rendah Kesempatan Tinggi Rendah Kemampuan Tinggi Rendah Maro Sebo Ulu (n=25) Peserta bedah rumah (%) Nilai Jelutung Total koefisien (n=40) (n=65) uji t α 100 0 97.50 2.50 98.40 1.50 1.538 0.008 92.00 8.00 95.00 5.00 93.80 6.20 3.425** 0.000 100 0 97.50 2.50 98.50 1.50 2.143 ** 0.000 Keterangan : **) nilai koefisien uji t signifikan pada α <0.01 Kemauan Tabel 16 menggambarkan bahwa di Kecamatan Maro Sebo Ulu terlihat adanya peserta bedah rumah memiliki tingat kemauan dalam partisipasi kegiatan bedah rumah pada Program Samisake adalah tinggi sebesar 100 persen, sedangkan di Kecamatan Jelutung tingkat kemauan partisipasinya tinggi sebesar 97.5 persen, namun ada sebagain peserta bedah rumah yang memiliki kemauan rendah, hal ini disebabkan karena peserta bedah rumah sudah berumur lanjut dan sulit untuk diajak rapat maupun pertemuan lainnya. Peserta bedah rumah diundang menghadiri rapat di Kecamatan atau Desa/Kelurahan, kemudian proses komunikasi dan partisipasi terjadi dalam forum tersebut. Diskusi yang terjadi bertujuan mengsinkronkan antara rencana falisitator dengan kondisi peserta bedah rumah di lapangan. Peserta bedah rumah yang memenuhi undangan rapat dikatakan memiliki kemauan yang tinggi untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan 62 program. Sedangkan peserta bedah rumah yang tidak memenuhi undangan rapat dikatakan kurang memiliki kemauan dalam berpartisipasi pada pelaksanaan program. Kesempatan Tabel 16 menggambarkan bahwa di Kecamatan Maro Sebo Ulu terdapat peserta bedah rumah yang memiliki tingkat kesempatan mengikuti partisipasi tinggi sebesar 92 persen sedangkan di Kecamatan Jelutung peserta bedah rumah memiliki tingkat kesempatan dalam partisipasi tinggi sebesar 95 persen. Namun masih ada beberapa peserta bedah rumah yang memiliki kesempatan rendah. Hal ini menggambarkan bahwa di Kecamatan Maro Sebo Ulu, peserta bedah rumah ada yang tidak dilibatkan dalam rapat koordinasi maupun evaluasi sedangkan di Kecamatan Jelutung, peserta bedah rumah aktif dilibatkan dalam rapat maupun pelaksanaannya. Peserta bedah rumah juga diberikan kesempatan memberikan usulan, kesempatan bertanya, kesempatan mengemukakan pendapat serta kesempatan diperbantukan dalam pelaksanaan kegiatan bedah rumah pada Program Samisake. Namun ada pula peserta bedah rumah yang tidak memiliki kesempatan tersebut, seperti yang dikemukakan oleh peserta bedah rumah Bapak SU (59 tahun) dari Kecamatan Jelutung sebagai berikut. “Sayo selalu ikut rapat di Kecamatan maupun di Kelurahan. Pas rapat tu yo ikut-ikut bae. Apo yang dikato Bapak di Kecamatan tu iyo be lah kan. Namonyo Sayo ko dapat bantuan, yo bersyukur be. Dak berani pulak nak protes. Cuma kadang ditanyo apo kerusakan rumahnyo, apo be yang dibutuhkan, itu be yang sayo jawab seadonyo. Selebihnyo segalo yang dapat bantuan ikut apo kato Bapak di Kecamatan tu” Kemampuan Tabel 16 dapat dijelaskan bahwa kemampuan peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu bernilai tinggi sebesar 100 persen, sedangkan di Kecamatan Jelutung bernilai tinggi sebesar 97.5 persen. Kemampuan peserta bedah rumah dalam menyumbangkan fikiran, menyumbangkan tenaga, kemampuan bertanya, mengemukakan pendapat, kemampuan memberikan masukan, atau kamampuan menyumbangkan waktu tergolong tinggi. Hasil uji t (t-test) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung terhadap prasyarat partisipasi terutama pada aspek kesempatan dan kemampuan. Hasil penelitian membuktikan bahwa kesempatan peserta bedah rumah untuk mengikuti rangkaian Program Samisake khususnya bedah rumah mulai dari rapat awal atau verifikasi hingga pencairan dana serta pelaksanaan kegiatan dan selesai lebih tinggi di Kecamatan Jelutung yaitu sebesar 95 persen. Hal ini dikarenakan peserta bedah rumah di Kecamatan Jelutung memiliki kesadaran dan kemauan yang tinggi saat mengukuti rangkaian pelaksanaan bedah rumah. Perbedaan kemampuan peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu lebih tinggi dibandingkan peserta bedah rumah di Kecamatan Jelutung yaitu sebesar 100 persen. Mayoritas peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu selalu totalitas dalam mengikuti apa yang di perintahkan oleh fasilitator baik 63 dalam rapat, pemenuhan syarat untuk mendapat bantuan, serta pelaksanaan bedah rumah secara langsung. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata antara peserta bedah rumah Kecamatan Maro Sebo Ulu dan peserta bedah rumah Kecamatan Jelutung terhadap prasyarat partisipasi diterima yaitu pada aspek kesempatan dan kemampuan yang memiliki perbedaan sangat nyata pada tahap pelaksanaan bedah rumah. Hubungan Karakteristik Peserta Bedah Rumah dengan Prasyarat Partisipasi pada Kegiatan Bedah Rumah Analisis uji rank Spearman antara karakteristik peserta bedah rumah meliputi umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jumlah tanggungan, status kepemilikan tanah, status kependudukan, bantuan lain serta hubungan dengan perangkat desa dengan prasyarat partisipasi yang meliputi kemauan, kesempatan dan kemampuan disajikan pada Tabel 17 berikut ini. Tabel 17 Nilai korelasi karakteristik peserta bedah rumah dengan prasyarat partisipasi pada kegiatan bedah rumah tahun 2013 Karakteristik Peserta bedah rumah Umur Tingkat Pendidikan Pekerjaan Jumlah Tanggungan Status Kepemilikan rumah Status Kependudukan Bantuan Lain Hubungan dengan Perangkat Desa Kemauan rs Α -0.076 0.546 0.235 0.257 0.090 0.232 0.225 0.072 -0.110 0.382 -0.030 0.809 -0.091 0.471 -0.069 0.583 Prasyarat Partisipasi Kesempatan Kemampuan rs α rs α 0.054 0.668 -0.075 0.553 0.078 0.564 0.098 0.056 0.097 0.812 0.034 0.067 0.138 0.272 -0.008 0.950 0.094 0.457 0.098 0.435 -0.282* 0.023 -0.049 0.699 -0.005 0.969 0.082 0.518 0.202 0.107 0.013 0.920 Keterangan : *) nilai koefisien korelasi signifikan pada α<0.05 rs : koefisien korelasi rank Spearman α : derajat signifikansi Tabel 17 terlihat ada hubungan nyata negatif antara status kepemilikan tanah dengan kesempatan berpartisipasi pada pelaksanaan bedah rumah. Artinya, jika peserta bedah rumah merupakan penduduk asli maka kesempatan yang mereka dalam berpartisipasi rendah, sedangkan jika peserta bedah rumah merupakan pendatang maka kesempatan berpartisipasinya tinggi. Sedangkan untuk karakteristik yang lainnya seperti umur, tingkat pendididkan, pekerjaan, jumlah tanggungan, status kepemilikan rumah, bantuan lain dan hubungan dengan perangkat desa berhubungan tidak nyata dengan prasyarat partisipasi. Sehingga, hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata antara karakteristik peserta bedah rumah dengan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan bedah rumah ditolak. 64 Hubungan Kredibilitas Fasilitator dengan Prasyarat Partisipasi pada Kegiatan Bedah Rumah Analisis rank Spearman antara kredibilitas fasilitator yang meliputi kejujuran, keahlian, daya tarik dan keakraban dengan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan bedah rumah yang meliputi kemauan, kesempatan dan kemampuan disajikan pada Tabel 18 berikut ini. Tabel 18 Nilai korelasi kredibilitas fasilitator dengan prasyarat partisipasi pada kegiatan bedah rumah tahun 2013 Kredibilitas Fasilitator Kejujuran Keahlian Daya Tarik Keakraban Kemauan rs 0.355** 0.284* 0.078 0.477** α 0.004 0.022 0.536 0.000 Prasyarat Partisipasi (rs) Kesempatan Kemampuan rs α rs α -0.096 0.447 0.131 0.300 0.077 0.544 0.440** 0.000 0.98 0.439 0.366** 0.003 0.166 0.187 0.320** 0.009 Keterangan : *) nilai koefisien korelasi signifikan pada α<0.05 **) nilai koefisien korelasi signifikan pada α<0.01 rs : koefisien korelasi rank Spearman α : derajat signifikan Tabel 18 menunjukkan bahwa ada beberapa peubah kredibilitas fasilitator dengan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan bedah rumah yang berhubungan nyata dan berhubungan sangat nyata. Kejujuran fasilitator berhubungan sangat nyata pada α<0.01 dengan kemauan sebagai prasyarat partisipasi, artinya semakin jujur fasilitator maka kemauan peserta bedah rumah akan semakin tinggi. Sehingga korelasi antara kejujuran fasilitator dengan kemauan partisipasi pada pelaksanaan bedah rumah Program Samisake diterima. Namun kejujuran berhubungan dengan kesempatan dan kemampuan berpartisipasi. Keahlian fasilitator memiliki hubungan nyata pada α<0.05 dengan kemauan peserta bedah rumah pada prasyarat partisipasi sedangkan keahlian memiliki hubungan yang sangat nyata pada α<0.01 dengan kemampuan peserta bedah rumah. Artinya semakin tinggi keahlian fasilitator semakin tinggi pula kemauan dan kemampuan peserta bedah rumah dalam berpartisipasi. Daya tarik fasilitator memiliki hubungan sangat nyata pada α<0.01 dengan kemampuan partisipasi. Artinya semakin baik daya tarik fasilitator makan semakin tinggi pula kemampuan peserta bedah rumah dalam partisipasi. Sehingga korelasi antara daya tarik fasilitator dengan kamampuan partisipasi pada pelaksanaan bedah rumah diterima. Namun, daya tarik fasilitator memiliki pengaruh tidak nyata dengan peubah kemauan dan kesempatan dalam berpartisipasi. Keakraban fasilitator memiliki hubungan yang nyata pada α<0.01 dengan peubah kemauan dan kemampuan. Artinya semakin tinggi keakraban fasilitator maka semakin tinggi pula kemauan dan kemampuan peserta bedah rumah dalam berpartisipasi. Sehingga korelasi antara keakraban dengan kemauan dan kemampuan partisipasi pada pelaksanaan bedah rumah diterima. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata antara kredibilitas fasilitator dengan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan bedah 65 rumah diterima, terutama pada aspek kejujuran terhadap kemauan, aspek keahlian terhadap kemauan dan kemampuan serta aspek keakraban terhadap kemauan dan kemampuan. Hubungan Proses Komunikasi dengan Prasyarat Partisipasi Kegiatan Bedah Rumah Analisis hubungan proses komunikasi yang meliputi frekuensi komunikasi, arah komunikasi dan isi pesan komunikasi dengan prasyarat partisipasi yang meliputi kemauan, kesempatan dan kemampuan disajikan pada Tabel 19 berikut ini. Tabel 19 Nilai korelasi proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi pada kegiatan bedah rumah tahun 2013 Proses komunikasi Frekuensi Arah Komunikasi Isi Pesan Kemauan rs α 0.187 0.136 0.487** 0.000 0.197 0.116 Prasyarat partisipasi Kesempatan Kemampuan rs α rs α 0.421** 0.000 0.162 0.198 0.398** 0.001 0.536** 0.000 0.244 0.050 0.487** 0.000 Keterangan : **) nilai koefisien korelasi signifikan pada α<0.01 rs : koefisien korelasi rank Spearman α : derajat signifikan Berdasarkan analisis menggunakan rank Spearman pada Tabel 19 menunjukkan bahwa ada beberapa peubah proses komunikasi yang berhubungan sangat nyata dengan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan bedah rumah. Frekuensi komunikasi memiliki hubungan sangat nyata pada α<0.01 dengan kesempatan berpartisipasi. Artinya semakin tinggi frekuensi komunikasi maka semakin tinggi pula kesempatan peserta bedah rumah dalam berpartisipasi. Sehingga korelasi antara frekuensi komunikasi dengan kesempatan partisipasi pada pelaksanaan bedah rumah Program Samisake diterima. Namun, frekuensi komunikasi tidak memiliki hubungan yang nyata dengan kemauan dan kemampuan partisipasi peserta bedah rumah. Menurut Slamet (2003) kemapuan individu sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental. Fasilitator menyampaikan informasi tentang Samisake dengan benar sehingga kemampuan peserta bedah rumah dalam pelaksanaan bedah rumah Program Samisake meningkat. Hal ini dapat dikatakan bahwa peserta bedah rumah telah diberikan kesempatan oleh fasilitator untuk bertanya, mengemukakan saran dan pendapat dan memberi tanggapan namun kemauan dan kamampuan peserta bedah rumah dalam melakukannya sangat rendah. Arah komunikasi memiliki hubungan sangat nyata pada α<0.01 dengan kemauan, kesempatan dan kemampuan partisipasi. Artinya semakin tinggi arah komunikasi maka semakin tinggi pula prasyarat partisipasi. Sehingga korelasi antara arah komunikasi dengan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan bedah rumah Program Samisake diterima. Sedangkan peubah isi pesan komunikasi memiliki hubungan sangat nyata pada α<0.01 dengan kemampuan partisipasi. Artinya semakin tinggi isi pesan maka semakin tinggi pula kemampuan partisipasi 66 peserta bedah rumah. Namun, isi pesan memiliki hubungan dengan kemauan dan kesempatan peserta bedah rumah dalam berpartisipasi. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara proses komunikasi terhadap prasyarat partisipasi diterima, terutama pada aspek frekuensi terhadap kesempatan, aspek arah komunikasi terhadap kemauan, kesempatan dan kemampuan serta aspek isi pesan terhadap kemampuan. Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Bedah Rumah Partisipasi peserta bedah rumah dalam Program Samisake adalah keterlibatan peserta bedah rumah dalam pelaksanaan Program Samisake, di mana setiap peserta bedah rumah mampu memanfaatkan potensi dirinya, kemudian bekerjasama dengan fasilitator untuk mencapai segala yang dibutuhkan berkaitan dengan seluruh proses mencakup perencanaan (identifikasi masalah), pelaksanaan dan evaluasi. Partisipasi selain ditunjukkan oleh peserta bedah rumah dan fasilitator juga ditunjukkan oleh LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), CSR (Coorperate Sosial responsibility) perusahaan di sekitar lokasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah pada Program Samisake. Berikut merupakan dukungan bedah rumah dari dana CSR dan BAZDA. Tabel 20 Dukungan bedah rumah dana CSR dan BAZDA tahun 2013 Organisasi BAZDA Provinsi/Kabupaten Kota Petrochina PTPN VI Telkom Jamsostek Talisman Jumlah unit 5 188 5 10 50 9 Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi tahun 2013 Berdasarkan Tabel 20 dukungan dan partisipasi dari lembaga lain sangat membantu atas terealisasinya Program Samisake pada kegiatan bedah rumah ini. Partisipasi paling banyak ditunjukkan oleh pihak Petrochina, hal ini karena Petrochina merupakan perusahaan besar yang sangat berkembang di Provinsi Jambi dan banyak membantu lingkungan sekitar. Selanjutnya Jamsostek yang memberikan dukungan terbanyak kedua, hal ini dikarenakan Jamsostek juga memberikan jaminan kepada para penerima bantuan bedah rumah. Bagi masyarakat yang telah mendapat bantuan bedah rumah dari Bazda, petrochina, PTPN VI, Telkom, Jamsostek dan Talisman maka tidak mendapat lagi bantuan dari dana Samisake, hal ini untuk menhindari penerima ganda dalam satu masyarakat. Bantuan dari CSR perusahaan-perusahaan tersebut sangat membantu sekali dalam perwujudan tujuan pemerintah Provinsi Jambi, khususnya Gubernur Jambi untuk menciptakan masyarakat sejahtera serta memiliki kualitas hidup yang baik melalui tempat tinggal yang sehat. Pelaksanaan kegiatan bedah rumah pada melibatkan partisipasi masyarakat sekitar. Secara prosedur, pelaksana kegiatan bedah rumah pembedahan rumah membutuhkan tenaga yang banyak, jika dari pihak fasilitator tidak memenuhi kapasitas maka dilengkapi dengan tenaga kerja dari masyarakat dan keluarganya 67 yang bersangkutan. Demikian juga dengan bahan bangunan yang telah dialokasikan dari Samisake, jika tidak cukup maka partisipasi keluarga juga sangat membantu terselesaikannya bedah rumah tersebut. Berikut persentase dan total partisipasi masyarakat pada program Samisake disajikan pada Tabel 21 berikut ini. Tabel 21 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap partisipasi dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013 Partisipasi Perencanaan Tinggi Rendah Pelaksanaan Tinggi Rendah Evaluasi Tinggi Rendah Peserta bedah rumah (%) Maro Sebo Ulu Jelutung Total (n=25) (n=40) (n=65) Nilai koefisien uji t α 100 0 80 20 87.7 12.3 3.122** 0.000 92 8 87.5 12.5 89.2 10.8 0.562 0.255 100 0 90 10 93.8 6.2 2.082** 0.000 Keterangan : **) nilai koefisien uji t signifikan pada α<0.01 Perencanaan Berdasarkan Tabel 21 secara keseluruhan terlihat keterlibatan peserta bedah rumah pada pelaksanaan bedah rumah Program Samisake tergolong tinggi. Tahap perencanaan di Kecamatan Maro Sebo Ulu tergolong tinggi sebesar 100 persen peserta bedah rumah berpartisipasi pada tahap perencanaan, sedangkan di Kecamatan Jelutung juga tergolong tinggi yaitu sebesar 80 persen. Peserta bedah rumah sangat antusias mengikuti tahap perencanaan mulai dari mengumpulan syarat mendapatkan bedah rumah, verifikasi lokasi, rapat ke Kecamatan dan pengumpulan bahan-bahan bangunan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Tackie et al . (2004) bahwa partisipasi dalam identifikasi masalah atau kebutuhan dan perencanaan akan memudahkan penerimaan ide-ide baru dan penggunaan informasi yang diperoleh. Namun masih ada peserta bedah rumah yang tidak optimal berpartisipasi dalam perencanaan seperti yang terlihat di Kecamatan Jelutung, hal ini disebabkan karena beberapa usia peserta yang sudah tua dan tidak mampu lagi berpartisipasi. Pelaksanaan Tabel 21 juga menunjukkan bahwa keterlibatan peserta bedah rumah pada tahap pelaksanaan tergolong tinggi di Kecamatan Maro Sebo Ulu sebesar 92 persen sedangkan di Kecamatan Jelutung sebesar 87.5 persen. Tingginya keterlibatan dalam pelaksanaan bedah rumah ini dikarenakan bantuan ini sangat membatu sekali bagi peserta bedah rumah yang menerima bantuan Samisake. Mulai dari pembongkaran rumah, penyiapan alat dan bahan, mencari tukang dan bantuan dari masyarakat sekitarnya. Pelaksanaan bedah rumah ini ada yang dibantu fasilitator langsung dan ada yang swadaya masyarakat sekitanya. 68 Evaluasi Upaya pencapaian pelaksanaan bedah rumah sebagaimana yang diharapkan, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaanya. Upaya monitoring dan evaluasi dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui perkembangnan pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Monitoring dilaksanakan oleh Tim Provinsi, Tim Kabupaten/Kota yang dilaksanakan secara berkala setiap semester atau disesuaikan dengan kebutuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak ES (39 tahun) staf Bidang Samisake di Bappeda Provinsi Jambi. “Monitoring kami laksanakan secara rutin dengan menurunkan timtim yang dibagi beberapa kelompok sesuai dengan kegiatan Samisake di kecamatan seluruh kabupaten di Provinsi Jambi, hal ini dilakukan agar kami bisa memantau kegiatan serta penyerapan dana Samisake sudag sesuai sasaran atau belum. Tim ini juga dibantu masyarakat setempat untuk memantau kegiatan, memang ada beberapa desa yang tidak bisa kami jangkau, sehingga butuh bantuan masyarakat setempat juga. Tapi sejauh ini kegiatan berjalan dengan lancar” Peubah evaluasi pada Tabel 21 tergolong tinggi di kedua kecamatan, baik Kecamatan Maro Sebo Ulu sebesar 100 persen maupun Kecamatan Jelutung sebesar 90 persen. Evaluasi ini menyangkut laporan hasil bedah rumah dan peserta bedah rumahpun akan menjaga rumah mereka dengan baik. Kebanyakan yang terjadi di Kecamatan maro Sebo Ulu, setelah selesai pembedahan tidak dilakukan evaluasi lebih lanjut, namun hal ini berbanding terbalik dengan Kecamatan Jelutung yang selalu mengadakan evaluasi setelah pelaksanaan bedah rumah. Sehingga laporan bisa dibuat untuk perbaikan program selanjutnya. Hasil uji t (t-test) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dengan Kecamatan Jelutung terhadap partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Samisake. Perbedaan aspek perencanaan peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu memiliki persentase perencanaan yang tinggi sebesar 100 persen dengan artian mereka sangat antusias dengan adanya program-program dari pemerintah termasuk bedah rumah Samisake ini. Begitu juga pada tahap evaluasi, peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu lebih aktif mengikuti evaluasi dibandingkan peserta bedah rumah di Kecamatan Jelutung sebesar 100 persen. Hal ini dapat dikatakan bahwa antusiasme masyarakat di kabupaten lebih tinggi dari pada masyarat di perkotaan. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung terhadap partisipasi diterima yaitu pada aspek perencanaan dan evaluasi. Bentuk puncak apresiasi akan diberikan kepada Kabupaten dan Kecamatan dalam pelaksanaan Program Samisake dengan baik maka diberikan Samisake Award. Kriteria penilaian Samisake Award yaitu : 1) partisipasi Kabupaten/Kota dan Kecamatan dalam pelaksanaan Program Samisake meliputi surat kesanggupan Walikota/Bupati, pembuatan juknis kegiatan Program Samisake, penetapan peserta bedah rumah Samisake, alokasi dana pendamping. 2) ketepatan waktu dalam melengkapi administrasi pelaksanaan Program Samisake sesuai dengan pedoman umum Samisake. 3) capaian realisasi kegiatan dan realisasi keuangan Program Samisake yaitu pelaporan secara berkala per triwulan sesuai dengan 69 pedoman umum Samisake. 4) kelengkapan dalam pembuatan laporan sesuai yang telah ditetapkan sesuai pedoman umum Samisake. 5) tingkat partisipasi masyarakat dalam membantu pelaksanaan Program Samisake. Hubungan Proses Komunikasi dengan Partisipasi Masyarakat Kegiaatan Bedah Rumah Analisis uji rank Spearman antara proses komunikasi yang meliputi frekuensi komunikasi, arah komunikasi dan isi pesan komunikasi dengan partisipasi masyarakat pada pelaksanaan bedah rumah Samisake yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi disajikan pada Tabel 22 berikut ini. Tabel 22 Nilai korelasi proses komunikasi dengan partisipasi masyarakat pada kegiatan bedah rumah tahun 2013 Proses komunikasi Frekuensi Arah komunikasi Isi pesan Partisipasi masyarakat Perencanaan rs -0.159 -0.080 -0.041 α 0.209 0.525 0.748 Pelaksanaan rs 0.036 0.013 0.212 α 0.774 0.918 0.090 Evaluasi rs 0.028 0.095 -0.028 α 0.824 0.449 0.826 Keterangan : rs : koefisien korelasi rank Spearman α : derajat signifikan Berdasarkan Tabel 22 menunjukkan bahwa proses komunikasi memiliki hubungan namun tidak nyata dengan proses komunikasi masyarakat Program Samisake. Nilai koefisien korelasi menunjukkan bahwa tinggi atau rendahnya proses komunikasi dalam pelaksanaan Program Samisake berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan bedah rumah Program Samisake. Berdasarkan hasil uji rank Spearman dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata antara proses komunikasi dan partisipasi sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 22 ditolak. Hubungan Prasyarat Partisipasi dengan Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Bedah Rumah Analisis uji menggunakan rank Spearman antara prasyarat partisipasi yang meliputi kemauan, kesempatan dan kemampuan dengan partisipasi masyarakat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada pelaksanaan bedah rumah disajikan pada Tabel 23 berikut ini. 70 Tabel 23 Nilai korelasi prasyarat partisipasi dengan partisipasi masyarakat pada kegiatan bedah rumah tahun 2013 Prasyarat partisipasi Kemauan Kesempatan Kemampuan Perencanaan rs α -0.078 0.536 -0.096 0.447 0.013 0.920 Partisipasi masyarakat Pelaksanaan Evaluasi rs α rs α 0.181 0.149 0.206 0.100 0.078 0.539 0.080 0.526 0.199 0.112 0.147 0.243 Keterangan : rs : koefisien korelasi rank Spearman α : derajat signifikansi Tabel 23 terlihat bahwa prasyarat komunikasi memiliki hubungan namun tidak nyata dengan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan bedah rumah Samisake. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa antara kemauan berhubungan tidak nyata dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada partisipasi masyarakat pelaksanaan bedah rumah program Samisake. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara prasyarat partisipasi dengan partisipasi masyarakat pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah ditolak. 71 8 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan dari hasil penelitian tentang proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah adalah sebagai berikut : 1. Proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah di tingkat provinsi adalah komunikasi satu arah dengan sistem mengadakan rapat koordinasi antara Bappeda dan Kecamatan yang dipimpin langsung oleh Gubernur. Rapat koordinasi tingkat Kecamatan menghadirkan perwakilan Desa. Komunikasi melalui media massa digunakan seperti RRI Jambi, TVRI Jambi, SMS 24 jam, layanan telefon, film dokumenter dan kios data. 2. Kredibilitas fasilitator, prasyarat partisipasi dan partisipasi di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tergolong tinggi. Sedangkan proses komunikasi di kedua kecamatan terjadi dua arah dan mudah dimengerti oleh peserta bedah rumah. 3. Karakteristik peserta bedah rumah berhubungan tidak nyata dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Kredibilitas fasilitator berhubungan sangat nyata dengan proses komunikasi terutama aspek kejujuran berhubungan sangat nyata dengan frekuensi, keahlian berhubungan sangat nyata dengan arah komunikasi dan isi pesan komunikasi, daya tarik berhubungan sangat nyata dengan arah komunikasi dan isi pesan komunikasi serta keakraban berhubungan sangat nyata dengan arah komunikasi. Karakteristik peserta bedah rumah berhubungan dengan prasyarat partisipasi. Kredibilitas fasilitator berhubungan sangat nyata dengan prasyarat partisipasi yaitu kejujuran berhubungan sangat nyata dengan kemauan, keahlian berhubungan nyata dengan kemauan dan berhubungan sangat nyata dengan kemampuan, daya tarik berhubungan sangat nyata dengan kemampuan serta keakraban berhubungan sangat nyata dengan kemamuan dan kemampuan. Proses komunikasi berhubungan tidak nyata dengan partisipasi masyarakat pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah, prasyarat partisipasi juga berhubungan tidak nyata dengan partisipasi masyarakat pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. 4. Kecamatan maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung berbeda nyata pada karakteristik individu pada aspek tingkat pendidikan, pekerjaan, status kependudukan dan hubungan sosial dengan perangkat desa. Proses komunikasi pada aspek frekuensi dan arah komunikasi. Prasyarat partisipasi pada aspek kesempatan dan kemampuan. Serta partisipasi masyarakat pada aspek perencanaan dan evaluasi. Artinya pelaksanaan bedah rumah baik di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung berbeda tidak signifikan, baik lokasi yang jauh dari pusat kota maupun yang dekat dengan pusat kota. Saran Saran yang dapat disampaikan dalam hasil penelitian tentang proses komunikasi kegiatan bedah rumah adalah sebagai berikut : 72 1. Fasilitator lebih meningkatkan kredibilitas dalam pelaksanaan kegiatan bedah rumah, agar pelaksanaan kegiatan bedah rumah berjalan sesuai dengan pedoman umum dan petunjuk teknis dan sesuai sasaran peserta bedah rumah. Upaya ini juga harus dilakukan oleh instansi terkait dalam hal ini Bappeda Provinsi Jambi sebagai koordinator Program Samisake dan perlu pengawasan intensif pada setiap pelaksanaan Program Samisake, baik pada kegiatan bedah rumah maupun kegiatan lainnya. 2. Bagi pihak yang bertanggungjawab dalam Program Samisake ini agar perlu meningkatkan kinerjanya, agar Program Samisake tersebar sesuai sasaran. Begitu pula untuk Provinsi lain agar bisa mencontoh kegiatan Samisake yang hanya ada di Provinsi Jambi. 73 DAFTAR PUSTAKA Akbar, M Fikri. 2013. Efektivitas Komunikasi Dalam Pelaksanaan Kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (Kasus Gabungan Kelompok Tani Maju Bersama Desa Bumiharjo Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Andriana W. 2006. Efektivitas Komunikasi dalam Pemeberdayaan Kelompok Mandiri Lahan Kering [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta (ID): Rineke Cipta. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2012. Pedoman Umum dan Alokasi Dana Transfer Program Satu Milyar Satu Kecamatan (Samisake). Jambi (ID): BAPPEDA Provinsi Jambi. -------- 2013. Rapat Koordinasi Program Samisake Tahun 2013. Jambi (ID): BAPPEDA Provinsi Jambi. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Jambi dalam Dalam Angka (Jambi in Figures). Jambi (ID) : BPS Provinsi Jambi. -------- 2013. Kecamatan Jelutung dalam Angka. Kota Jambi (ID): BPS Kota Jambi. -------- 2012. Kecamatan Maro Sebo Ulu dalam Angka. Batanghari (ID): BPS Kabupaten Batanghari. Belch, George E, Belch, Michael A. 2001. Advertising and Promotion: An Integrated Marketing Communication Perspective. New York (US). McGrew Hill Companies. Berlo D.K. 1960. The Procces of Communication. Volume ke-1. Hort, Rinehart and Winston , penerjemah. New York (US): New York Pr. DeVito J A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Edisi kelima, Jakarta (ID). Profesional Books. ------- 2011. Komunikasi Antar Manusia. Edisi Kelima. Tangerang Selatan (ID): Karisma Publishing Group. Dilla S. 2007. Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu. Bandung (ID): Simbiosa Rekatama Media. Effendy O.U. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung (ID): Citra Aditya Bakti. Effendy O.U. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. Gafar A. 1986. Partisipasi. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Gaventa J, Valderrama. 2001. Mewujudkan Partisipasi; 21 Teknik Partisipasi Masyarakat untuk Abad 21. E Edin, penerjemah. Inggris (UK): The British Council. Hadiyanto. 2008. Komunikasi Pembangunan Partisipatif: Sebuah Pengenalan Awal. Jurnal Komunikasi Pembangunan. 6(2):86. -------- 2009. Desain Pendekatan Komunikasi Partisipatif dalam pemberdayaan Peternak Domba Rakyat [Designing Participatory Communication Approach for Small Farmers Empowerment]. Media Peternakan. 32 (2):150 Hamidi D R. 2007. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi, Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang (ID): UMM Pr. 74 Harun R & Ardianto E. 2011. Komunikasi Pembangunan Perubahan Sosial Perspektif Dominan, Kajian Ulang dan Teori Kritis. Jakarta (ID): Rajawali Pers. Huneryager S.G. 1992. Komunikasi. Semarang (ID): Dahara Prize. Khoiron Y M. 2003. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Studi Kasus Program Bantuan Pelaksanaan Pembangunan Partisipasi di Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo) [tesis]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Kriyantono R. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta (ID): Kencana. Kurniawati D. 2010. Tingkat Partisipasi dan Kemandirian Masyarakat dalam Bidang Ekonomi Program Posdaya (Kasus Posdaya Bina Sejahtera Kelurahan Pasir Mulya Kota Bogor) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lionberger H.F, Gwin P.H. 1982. Communication Strategi A Guide for Agricultural Change Agents. Illinions (US): The Interstate Printers and Publisher, Inc.University of Missouri. Masmuh A. 2008. Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek. Malang (ID): UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang. McPhail, Thomas L. 2009. Development Communication, Reframing the Role of the Media. Garsington Road (UK): Oxford University. Muchlis, Fuad. 2009. Analisis Komunikasi Partisipatif dalam Program Pemberdayaan Masyarakat(Studi Kasus Pada Implementasi Musyawarah PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Teluk Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Muhammad A. 2009. Komunikasi Organisasi. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Muljono, Puji. 2012. Metode Penelitian Sosial. Bogor (ID). IPB Pr. Mulyana D. 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. Mulyasari, Gita. 2009. Komunikasi Partisipatif Warga pada Bengkulu Regional Development Project (Kasus Di Desa Pondok Kubang Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurrohim H, Anatan L. 2009. Efektivitas Komunikasi dalam Organisasi. Jurnal Manajemen. 7(4):3-8. Peraturan Gubernur Jambi Nomor 4 Tahun 2013. Pedoman Umum dan Alokasi Dana Transfer Program Satu Milyar Satu Kecamatan (Samisake) Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2013. Jambi (ID): Peraturan Gubernur Jambi. Pawito dan Sardjono. 1994. Teori-Teori Komunikasi. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Rakhmat J. 2004. Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. Riduwan dan Sunarto. 2011. Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung (ID): Alfabeta. Rogers E.M & Soemaker, F.F. 1971. Communication of Innovation. Second Edition. New York (US): The Free Pr. Rogers and DL. Kincaid. 1983. Communication Network : Toward a New Paradigm for research. London (UK): Coller Macmillan Publisher. 75 Satriani I, Muljono P. 2005. Komunikasi Partisipatif pada Program Pos Pemberdayaan Keluarga. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik. 2:91. Singarimbun, Masri dan Effendi S. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID) LP3ES. Sitompul M. 2002. Konsep-Konsep Komunikasi Pembangunan. Sumatera Utara (ID): Universitas Sumatera Utara. Slamet M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor (ID): IPB Pr. ------- 2003. Pemberdayaan Masyarakat dalam Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Yustina I dan Sudrajat A, Editor. Bogor (ID): IPB Pr. Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung (ID): Alfabeta. Susanto A B. 2004. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jakarta (ID): Salemba Empat. Susanty P. 2013. Komunikasi Partisipatif pada Pelaksanaan Program Pendidikan Lingkungan Hidup Green School di Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sumardjo. 2007. Komunikasi Organisasi. Komunikasi Pembangunan Dept Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sumodiningrat G. 2000. Pembangunan Ekonomi Melalui Pengembangan Pertanian. Jakarta (ID): Bina Rena Pariwara. Tackie H.O, H.J Findlay N, Baharanyi, A. Perice. 2004. Leadership training for transforming the community: a participatory approach. Journal of Extension. 42:6. Tubbs S L, Moss S. 2000. Human Communication : Prinsip-Prinsip Dasar. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. Tuft T, Mefalopulos P. 2009. Participatory Communication a Practical Guide. Whosinton D.C (US): The World Bank Uphoff N.T, John M. Cohen, and A.M Goldsmith. 1979. Rural Development Committee: Feasibility and Aplication of Rural Development Participation: A State of The Art Paper. New York (US): Cornell University. Usman H, Akbar P S. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara. Wahyuni S. 2006. Proses Komunikasi dan Partisipasi dalam Pembangunan Masyarakat Desa (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor). [tesis] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. West R, Turner L. 2010. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi (Instroducing Communication Theory: Analysis and Application). Edisi Ketiga. Maer M N D penerjemah. Jakarta (ID): Salemba Humanika. Wayne R, Faules D F. 2010. Komunikasi Organisasi; Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. 76 Yusri, Nurmaya. 1993. Beberapa Alternatif dan Model Pendekatan dalam Pembinaan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa. [tesis] Bandung (ID): Universitas Padjadjaran. 77 Lampiran 1 Jadwal pelaksanaan penelitian proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah Waktu pelaksanaan (tahun/bulan) No Kegiatan 2013 2014 2 3 11 12 1 2 3 4 5 6 7 1 Pra penelitian √ √ 2 Pengumpulan data √ √ √ 3 Pengolahan data √ 4 Penulisan tesis √ √ 5 Seminar √ 6 Artikel ilmiah √ √ 7 Sidang √ Lampiran 2 Struktur tim koordinasi Program Samisake Pelindung Penanggung Jawab Anggota Pelaksana : Gubernur Jambi : Sekertaris Daerah Provinsi Jambi : Kepala Bappeda Provinsi Jambi Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Jambi Bupati di lingkungan Provinsi Jambi Camat di lingkungan Provinsi Jambi : Tim Koordinasi pusat dan daerah Sumber : (Pedoman umum dan alokasi dana transfer Program Satu Milyar Satu Kecamatan (Samisake) Provinsi Jambi tahun anggaran 2013) Lampiran 3 Informan penelitian Inisial informan HD CT Usia (tahun) 49 39 YN 53 ES 39 ND SD KY KS SW SU NA UM US NA SY 49 38 73 35 59 59 45 95 70 45 60 Jabatan Pegawai Kelurahan Jelutung Penanggungjawab Program Samisake tingkat Kecamatan Kepala Bidang Program Samisake Bappeda Provinsi Jambi Staf Bidang Program Samisake Bappeda Provinsi Jambi Peserta bedah rumah dari Kecamatan Jelutung Peserta bedah rumah dari Kecamatan Jelutung Peserta bedah rumah dari Kecamatan Jelutung Peserta bedah rumah dari Kecamatan Jelutung Peserta bedah rumah dari Kecamatan Jelutung Peserta bedah rumah dari Kecamatan Jelutung Peserta bedah rumah dari Kecamatan Maro Sebo Ulu Peserta bedah rumah dari Kecamatan Maro Sebo Ulu Peserta bedah rumah dari Kecamatan Maro Sebo Ulu Peserta bedah rumah dari Kecamatan Maro Sebo Ulu Peserta bedah rumah dari Kecamatan Maro Sebo Ulu 78 Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian Gambar 2 Wawancara dengan beberapa pegawai Gambar 3 Rumah penduduk yang mendapat bantuan bedah rumah Program Samisake 79 Gambar 4 Kios data di Bappeda Provinsi Jambi Updating Data-data BLT Penduduk Sangat Miskin BLT tahun 2006, Masyarakat sangat miskin berjumlah 34.180 jiwa pada 131 Kecamatan di 11 Kabupaten/Kota KK sangat miskin by name by address Tim Surveyor cross check data penduduk sangat miskin Entri dan editing data hasil survey Gambar 5 Identifikasi penduduk sangat miskin by name by address Sumber : Rapat koordinasi Program Samisake Tahun 2013 (Bappeda, 2013) 80 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Karanganyar, pada tanggal 3 Juni 1989. Putri pertama dari pasangan Bapak Sadiman dan Ibu Sumarni. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Universitas Jambi, sejak tahun 2007, dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2012, penulis diterima di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Beasiswa Unggulan (BU) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Selama mengikuti Sekolah Pascasarjana, penulis aktif dalam sebuah himpunan profesi, yaitu Forum Komunikasi Pembangunan Indonesia (Forkapi). Penulis juga aktif sebagai peserta dan panitia dalam sejumlah kegiatan, seperti pelatihan, seminar, workshop, dan kegiatan ilmiah lainnya, baik yang diadakan oleh Forkapi maupun oleh Sekolah Pascasarjana.