proses komunikasi pelaksanaan program satu

advertisement
PROSES KOMUNIKASI PELAKSANAAN PROGRAM SATU
MILYAR SATU KECAMATAN PADA KEGIATAN
BEDAH RUMAH DI PROVINSI JAMBI
SITI KURNIASIH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis
dengan judul “Proses
Komunikasi Pelaksanaan Program Satu Milyar Satu Kecamatan pada Kegiatan
Bedah Rumah di Provinsi Jambi” adalah benar karya saya dengan arahan komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulisan ini telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Siti Kurniasih
NRP I352114021
RINGKASAN
SITI KURNIASIH. Proses Komunikasi Program Satu Milyar Satu Kecamatan
pada Kegiatan Bedah Rumah di Provinsi Jambi. Dibimbing oleh DJUARA P
LUBIS dan BASITA GINTING SUGIHEN.
Program Samisake merupakan program pemerintah daerah dalam rangka
percepatan dan pemerataan pembangunan di kabupaten atau kota dalam
mengurangi angka kemiskinan, melalui dana transfer Samisake. Salah satu
kegiatan Samisake adalah bedah rumah, tujuannya adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan kualitas tempat
tinggal, membantu masyarakat miskin mewujudkan rumah sehat sejahtera dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam Program
Samisake di Provinsi Jambi sangat ditentukan oleh proses komunikasi yang terjadi
dalam program tersebut. Penelitian ini menghasilkan (1) deskripsi proses
komunikasi Program Samisake dari tingkat provinsi hingga tingkat desa, dan (2)
analisis proses komunikasi Program Samisake di tingkat desa, meliputi a. analisis
hubungan karakteristik individu, kredibilitas fasilitator dengan proses komunikasi
pada program Samisake. b. analisis hubungan proses komunikasi dengan
prasyarat partisipasi pada program Samisake. c. analisis hubungan proses
komunikasi dan prasyarat komunikasi dengan partisipasi masyarakat dalam
program Samisake.
Penelitian ini dilaksanakan di dua Kecamatan yakni Kecamatan Maro
Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung yang ditentukan secara sengaja (purposive)
yaitu masyarakat yang menerima bedah rumah. Jumlah responden adalah 65
responden yang diperoleh dari 25 responden di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan 40
responden dari Kecamatan Jelutung secara sensus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses komunikasi Samisake dari
tingkat provinsi ke tingkat desa adalah mengadakan rapat koordinasi antara
Bappeda dan Kecamatan yang dipimpin langsung oleh Gubernur. Rapat
koordinasi tingkat Kecamatan menghadirkan perwakilan Desa. Proses komunikasi
masih bersifat top down. Proses komunikasi melalui media massa digunakan
seperti RRI Jambi, TVRI Jambi, SMS 24 Jam, Layanan Telefon, film dukomenter
dan kios data.
Kredibilitas fasilitator, proses komunikasi, prasyarat partisipasi dan
partisipasi di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tergolong
tinggi. Namun berbeda nyata antara Kecamatan maro Sebo Ulu dan Kecamatan
Jelutung pada aspek karakteristik peserta bedah rumah, proses komunikasi,
prasyarat partisipasi dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan bedah rumah.
Karakteristik peserta bedah rumah berhubungan nyata dengan proses komunikasi
dan prasyarat partisipasi. Kredibilitas fasilitator berhubungan sangat nyata dengan
proses komunikasi dan prasyarat partisipasi. Proses komunikasi berhubungan
sangat nyata dengan prasyarat partisispasi.
Kata Kunci : Proses komunikasi, Program Samisake, bedah rumah.
SUMMARY
SITI KURNIASIH. Communication Process in the Implementation of One
Million one district Program on house improvement Activity at Jambi Province.
Supervised by DJUARA P LUBIS and BASITA GINTING SUGIHEN.
Samisake Program is a local government program for acceleration and
development equity at District or City in order to reduce poverty, through
Samisake funds transfer. One of Samisake program activities is house
improvement. The goal of this activity is to improve the prosperity and through
improving the housing quality, helping poor people to make healthy and wellbeing and increacing life quality of people homes. Public participation in
Samisake Program in Jambi Province was determined by the communication
process that occured in that program. The purposes of this study were (1) to
describe the communication process in Samisake program of village level up to
the provincial level, and (2) to analyze the communication process in Samisake
program from village level, including a. analysis of house improvement
participant characteristics, relationship credibility analysis of facilitator with
communication process of Samisake program. b. relationship analysis of
communication process with the participation requirements of Samisake program.
c. relationship analysis of communication process and communication
requirements with public participation in Samisake program.
This research was conducted in two districts, namely the Muaro Sebo Ulu
district and Jelutung district, every person who accepted house improvement
program. Total respondents were 65 people which was obtained from 25
respondents in Maro Sebo Ulu District and 40 respondents in Jelutung District.
The results showed that the communication process in Samisake program
from province level to village level was conducted by holding meetings of
coordination between Regional and District, that were led directly by the
Governor. Coordination meeting in the district level was attended by village
representative and the communication model was still ‘Top Down’.
Communication process through mass media which was used such as RRI Jambi,
TVRI Jambi, 24 hours SMS, Telephone Service, documenter movie and data kiosk.
Credibility of facilitator, communication process, participation
requirement and participation in Maro Sebo Ulut and Jelutung was high.
However, significantly different between Maro Sebo Ulu and Jelutung on house
improvement participants characteristics, communication processes, participation
requirement and community participation in the house improvement
implementation. House improvement participants characteristics significantly
correlated with communication process and participation requirement. Credibility
of facilitators really associated with communication process and participation
requirements. Communication process really associated with participation
requirements.
Key words : Communication process, Samisake Program, house improvement
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya, pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PROSES KOMUNIKASI PELAKSANAAN PROGRAM SATU
MILYAR SATU KECAMATAN PADA KEGIATAN
BEDAH RUMAH DI PROVINSI JAMBI
SITI KURNIASIH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Rilus A Kinseng, MA
Judul Tesis:
Nama
NRP
:
:
Proses Komunikasi Pelaksanaan Program Satu Milyar Satu
Kecamatan pada Kegiatan Bedah Rumah di Provinsi Jambi
Siti Kurniasih
I352114021
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Djuara P Lubis, MS
Ketua
Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Djuara P Lubis, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr
Tanggal Ujian : 17 Juli 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa apa yang telah
dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian ini
dengan judul “Proses Komunikasi Pelaksanaan Program Satu Milyar Satu
Kecamatan pada Kegiatan Bedah Rumah di Provinsi Jambi” yang mana penulisan
ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi
pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kerpada Dr Ir Djuara
Lubis, MS dan Dr Ir Basita Ginting Sugihen MA selaku komisi pembimbing atas
segala arahan, saran, dan bimbingannya. Penulis sampaikan penghargaan kepada
masyarakat penerima program Samisake dan aparatur daerah terkait yang
bertanggungjawab pada kegiatan Samisake di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan
Kecamatan Jelutung, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami tercinta Dediasnyah, SE,
kedua orang tua dan kedua mertua atas doa dan dukungannya.
Semoga karya ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Siti Kurniasih
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
3
3
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi Pembangunan
Konsep Komunikasi, Komunikasi Massa dan Komunikasi
Organisasi
Kredibilitas Fasilitator
Proses Komunikasi
Komunikasi Partisipatif
Program Samisake
Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Karakteristik Peserta Bedah Rumah
Kerangka Pemikiran
Hipotesis
6
8
10
12
15
16
18
20
21
3 METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Peserta bedah rumah Penelitian
Sumber Data Penelitian
Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Definisi Operasional
Uji Validitas dan Reliabilitas
Analisis Data
23
23
23
24
24
25
28
29
4 DESKRIPSI PELAKSANAAN DAN PROSES KOMUNIKASI
KEGIATAN BEDAH RUMAH TINGKAT PROVINSI
Program Satu Milyar Satu Kecamatan
Bedah Rumah
Kinerja Program
Proses Komunikasi Provinsi
31
33
36
39
5
5 DESKRIPSI KECAMATAN DAN PESERTA BEDAH RUMAH
Kondisi Geografis Lokasi Penelitian
Kependudukan
Karakteristik Peserta Bedah Rumah
Kredibilitas Fasilitator Kegiatan Bedah Rumah
6 PROSES KOMUNIKASI TINGKAT DESA
Proses Komunikasi
Hubungan Karakteristik Peserta Bedah Rumah dengan Proses
Komunikasi pada Kegiatan Bedah Rumah
Hubungan Kredibilitas Fasilitator dengan Proses Komunikasi
Kegiatan Bedah Rumah
7 PRASYARAT PARTISIPASI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT
Prasyarat Partisipasi
Hubungan Karakteristik Peserta Bedah Rumah dengan Prasyarat
Partisipasi pada Kegiatan Bedah Rumah
Hubungan Kredibilitas Fasilitator dengan Prasyarat Partisipasi
pada Kegiatan Bedah Rumah
Hubungan Proses Komunikasi dengan Prasyarat Partisipasi
pada Kegiatan Bedah Rumah
Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Bedah Rumah
Hubungan Proses Komunikasi dengan Partisipasi Masyarakat
pada Kegiatan Bedah Rumah
Hubungan Prasyarat Partisipasi dengan Partisipasi Masyarakat
pada Kegiatan Bedah Rumah
43
44
44
49
53
56
58
61
63
64
65
66
69
69
8 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
71
71
DAFTAR PUSTAKA
73
LAMPIRAN
77
RIWAYAT HIDUP
80
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
Data instrumen dan teknik pengumpulan data
25
Nilai uji reabilitas instrumen penelitian
29
Jumlah kecamatan dan desa di Provinsi Jambi tahun 2011
32
Alokasi dana program Samisake tahun 2012
36
Realisasi kegiatan program Samisake Tahun 2012
37
Realisasi penyaluran dana program Samisake dan bedah rumah
Tahun 2012
37
7 Alokasi dana program Samisake Tahun 2013
38
8 Penyaluran dana transfer Samisake 2013
38
9 Kondisi geografis lokasi Kecamatan Maro Sebo Ulu dan
Kecamatan Jelutung tahun 2013
43
10 Jumlah penduduk Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan
Jelutung berdasarkan jenis kelamin tahun 2013
44
11 Distribusi peserta bedah rumah dan nilai koefisien uji t berdasarkan
karakteristik peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan
Kecamatan Jelutung tahun 2013
45
12 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap
kredibilitas fasilitator dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan
Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013
49
13 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap
proses Komunikasi dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro
Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013
53
14 Nilai korelasi karakteristik peserta bedah rumah dengan proses
komunikasi pada kegiatan Bedah Rumah Tahun 2013
57
15 Nilai korelasi kredibilitas fasilitator dengan proses komunikasi pada
kegiatan bedah rumah tahun 2013
59
16 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap
prasyarat partisipasi dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro
Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013
61
17 Nilai korelasi karakteristik peserta bedah rumah dengan prasyarat
partisipasi pada pada kegiatan bedah rumah tahun 2013
63
18 Nilai korelasi kredibilitas fasilitator dengan prasyarat partisipasi pada
kegiatan bedah rumah tahun 2013
64
19 Nilai korelasi proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi pada
pada kegiatan bedah rumah tahun 2013
65
20 Dukungan bedah rumah dana CSR dan BAZDA Tahun 2013
66
21 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap
Partisipasi dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro Sebo Ulu
dan Kecamatan Jelutung tahun 2013
67
22 Nilai korelasi proses komunikasi dengan partisipasi masyarakat
pada pada kegiatan bedah rumah Tahun 2013
69
23 Nilai korelasi prasyarat partisipasi dengan partisipasi masyarakat
pada pada kegiatan bedah rumah tahun 2013
70
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka berfikir penelitian proses komunikasi pada pelaksanaan
kegiatan bedah rumah
2 Wawancara dengan beberapa pegawai di Kantor Bappeda
3 Rumah penduduk yang mendapat bantuan bedah rumah
4 Kios data Bappeda Provinsi Jambi
5 Identifikasi penduduk sangat miskin by name by address
21
78
78
79
79
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Program Satu Milyar Satu Kecamatan (Samisake) merupakan kebijakan
Pemerintah Provinsi Jambi berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) tahun 2011-2015 yang dilatarbelakangi oleh terbatasnya sarana
dan prasarana infrastruktur, belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam,
belum berkembangnya agro industri dan belum meratanya pembangunan serta
hasil-hasilnya. Pelaksanaan Program Samisake setiap tahunnya diserahkan kepada
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berbeda, dalam pelaksanaan sesuai
dengan jenis kegiatan. Sasaran peserta bedah rumah Samisake adalah kepala
keluarga sangat miskin beserta anggota keluarganya sesuai dengan data base hasil
verifikasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jambi.
Program Samisake meliputi kegiatan bedah rumah, sertifikat tanah gratis,
beasiswa pendidikan mulai jenjang tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan
Tinggi (PT), penguatan modal bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM),
bantuan Alat Mesin Pertanian (Alsintan) dan kendaraan-kendaraan roda tiga untuk
angkutan sampah di seluruh wilayah kabupaten dan kota se-Provinsi Jambi,
program Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah Provinsi (Jamkesmasdaprov),
pelatihan tenaga kerja, sambungan listrik, bantuan honorarium bagi 356 petugas
Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), serta kegiatan prioritas lainnya dalam rangka
meningkatkan sosial ekonomi masyarakat yang ada di Provinsi Jambi. Diharapkan
melalui kegiatan ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menambah
kesejahteraan masyarakat di Provinsi Jambi.
Secara umum pelaksanaan program Samisake berjalan berdasarkan
tujuannya antara lain aman, bermutu, beragam serta tersebar merata ke
masyarakat melalui alokasi dana transfer Samisake selama tiga tahun
pelaksanaanya yaitu tahun 2011 dan 2013. Namun di lain sisi masih ada masalah
di lapangan yang ditemui, misalnya rendahnya serapan anggaran Program
Samisake pada tahun 2012 di beberapa kabupaten terutama rendahnya realisasi
bedah rumah.
Komunikasi partisipatif merupakan proses penyampaian pesan melalui
kebebasan berbicara dalam setiap otonom individu. Hasil penelitian terdahulu
menunjukkan pentingnya komunikasi partisipasi dalam setiap program
pembangunan. Mulyasari (2009) berpendapat bahwa komunikasi partisipatif
memiliki hubungan terhadap kepuasan dan partisipasi masyarakat dalam
keberhasilan pelaksanaan program. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Khoiron (2003) menyatakan bahwa program pembangunan partisipatif dapat
memicu partisipasi masyarakat secara langsung dalam kegiatan pembangunan di
desa, sehingga menempatkan masyarakat sebagai subyek dan obyek
pembangunan. Namun hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Muchlis (2009)
mengenai komunikasi partisipatif dalam Program PNPM-M menyebutkan adanya
kecenderungan bahwa perluasan cakupan lokasi kegiatan dari PPK menjadi
PNPM MPd yang begitu besar terkesan dipaksakan oleh pemerintah. Hal ini
2
ditunjukkan oleh perluasan cakupan lokasi tanpa dibarengi dengan proses
peningkatan kualitas perangkat pelaku program termasuk fasilitator. Pemahaman
pelaku termasuk fasilitator terhadap konsep PNPM MPd menjadi kurang utuh
sehingga implementasi program hanya dipahami sebatas penyebaran informasi
proyek, dan bukan sebagai proses penyadaran masyarakat guna memecahkan
masalah yang dihadapinya secara mandiri sehingga menjadikan program tidak
berhasil membawa misi pemberdayaan. Artinya komunikasi partisipasi efektif di
beberapa program pembangunan dan tidak efektif di beberapa program yang lain.
Permasalahan yang masih dimiliki oleh Provinsi Jambi adalah banyaknya
penduduk yang tidak memiliki rumah yang layak huni, hal ini terjadi baik di
daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Pemerintah Provinsi Jambi dalam hal
ini Gubernur melaksanakan kegiatan bedah rumah Samisake, untuk memperbaiki
rumah-rumah penduduk yang tidak layak huni. Hal ini tentu saja untuk penduduk
yang benar-benar memenuhi syarat mendapatkan bantuan bedah rumah Samisake.
kegiatan bedah rumah sendiri melibatkab banyak pihak, sehingga terjadi proses
komunikasi pada kegiatannya.
Proses-proses komunikasi Program Samisake dapat teramati dalam event
komunikasi di setiap kegiatan, khususnya kegiatan bedah rumah yang menjadi
obyek kajian dalam penelitian ini. Proses komunikasi ini melibatkan peran
fasilitator sebagai pemimpin sangat menentukan apakah partisipasi masyarakat
berjalan dengan baik atau sebaliknya. Fasilitator merupakan komunikator yang
dimiliki pemerintah sebagai penghubung terhadap masyarakat, dengan adanya
kredibilitas fasilitator yang baik maka diharapkan mampu menciptakan prosesproses komunikasi dengan baik. Komunikasi dipandang sebagai hal penting dalam
pelaksanaan bedah rumah yang melibatkan fasilitator sebagai penghubung
Gubernur serta Bappeda dengan peserta bedah rumah.
Kegiatan bedah rumah mencakup seluruh kecamatan yang ada di Provinsi
Jambi yaitu 113 kecamatan yang tersebar baik di kota maupun di daerah setiap
kabupaten. Kecamatan Muaro Sebo Ulu yang berada di Kabupaten Batanghari dan
Kecamatan Jelutung yang berada di Kota Jambi menjadi lokasi penelitian karena
memiliki karakteristik lokasi yang berbeda, dimana penelitian ini membandingkan
proses komunikasi dan pelaksanaan bedah rumah antara Kabupaten dan Kota.
Program Samisake sudah berjalan cukup lama mengetengahkan proses
komunikasi yang bersifat partisipasi agar melibatkan berbagai pihak yang
memiliki tugas dan tanggungjawab dalam pelaksanaan program Samisake,
interaksi antara pemerintah dan peserta bedah rumah paling dominan pada
kegiatan bedah rumah. Namun dalam hal ini belum ada masukan dan penilaian
dari masyarakat atas berjalannya kegiatan tersebut. Sehingga kesuksesan dan tepat
sasaran kegiatan bedah rumah belum dapat diukur secara objektif. Oleh karena itu
perlu diadakan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi
pada kegiatan bedah rumah. Karena jika diketahui proses komunikasi maka hal ini
akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan bedah rumah dan menjadi
rujukan pada masa yang akan datang serta hal itu penting untuk menjadi tolok
ukur dan instrumen sejauh mana kegiatan bedah rumah dirasakan manfaatnya bagi
masyarakat sasaran yang memang membutuhkan.
3
Perumusan Masalah
Kegiatan bedah rumah di beberapa kabupaten di Provinsi Jambi masih
rendah serapan anggarannya. Proses komunikasi partisipasi pada pelaksanaan
kegiatan bedah rumah masih belum sepenuhnya melibatkan masyarakat dan
pihak-pihak yang terkait, meski masih sedikit melibatkan peserta bedah rumah,
ketua rukun tetangga, kepala desa dan pihak kecamatan selaku penanggungjawab
kegiatan bedah rumah. Adanya partisipasi yang rendah dari masyarakat,
kredibilitas fasilitator dan peran perangkat daerah maka kegiatan bedah rumah
tidak berjalan sesuai dengan pedoman yang sudah ditetapkan.
Pelaksanaan kegiatan bedah rumah akan berjalan efektif apabila mendapat
dukungan dari pendamping, masyarakat dan perangkat daerah mulai dari tingkat
provinsi hingga tingkat desa yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang
berkaitan dengan pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan bedah rumah, mulai dari
pengajuan peserta bedah rumah, pemenuhan syarat-syarat mendapatkan bantuan,
mengadakan rapat, pelaksanaan kegiatan bedah rumah hingga evaluasi.
Keberhasilan kegiatan bedah rumah bisa terukur dengan adanya hasil kesuaian
pelaksanaan dan ketepatan sasaran program sesuai dengan pedoman pelaksana
kegiatan bedah rumah serta adanya perubahan dari kehidupan masyarakat lebih
baik yaitu peserta bedah rumah memiliki rumah yang layak huni.
Berdasarkan pemikiran di atas, masalah utama dalam penelitian ini adalah
bagaimana proses komunikasi pada program Samisake. Secara lebih rinci masalah
penelitian tersebut sebagai berikut:
1. Bagaimana proses komunikasi yang terjadi pada kegiatan bedah rumah di
tingkat provinsi?
2. Bagaimana proses komunikasi yang terjadi pada kegiatan bedah rumah di
tingkat desa, meliputi:
a. Bagaimana hubungan karakteristik individu, kredibilitas fasilitator dengan
proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah?
b. Bagaimana hubungan proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi pada
kegiatan bedah rumah?
c. Bagaimana hubungan proses komunikasi dan prasyarat komunikasi
dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan bedah rumah?
d. Bagaimana perbedaan pelaksanaan kegiatan bedah rumah di Kecamatan
Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian utama dalam penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan proses komunikasi pada program Samisake. Secara lebih rinci
tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Deskripsi proses komunikasi yang terjadi pada kegiatan bedah rumah di
tingkat provinsi.
2. Analisis proses komunikasi yang terjadi pada kegiatan bedah rumah kegiatan
bedah rumah di tingkat desa, yaitu :
a. Analisis hubungan karakteristik peserta bedah rumah, kredibilitas
fasilitator dengan proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah.
4
b. Analisis hubungan proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi pada
kegiatan bedah rumah.
c. Analisis hubungan proses komunikasi dan prasyarat komunikasi dengan
partisipasi masyarakat dalam kegiatan bedah rumah.
d. Analisis perbedaan pelaksanaan kegiatan bedah rumah di Kecamatan Maro
Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung.
Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kegunaan Akademis
Memperkaya khasanah penelitian komunikasi dengan bidang kajian
komunikasi pembangunan, kemudian hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi
pembangunan, khususnya proses komunikasi dan kepuasan masyarakat dalam
bidang kajian komunikasi pembangunan.
2. Kegunaan Praktis
Bagi peneliti, hasil penelitian ini berguna untuk menambah wawasan
dan pemahaman lebih mengenai proses komunikasi, khususnya komunikasi
partisipasi. Bagi pemerintah atau instansi terkait hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan untuk
menerapkan program pembangunan secara umum dan khususnya Program
Samisake di Provinsi Jambi.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi Pembangunan
Pembangunan merupakan suatu proses, yang penekanannya pada
keselarasan antara aspek kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah. Namun, dilihat
dari segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses, pembangunan
merupakan proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain untuk
merubah sikap, pendapat dan prilaku. Sehingga pada dasarnya pembangunan tidak
bisa terlepas dari tiga komponen dasar yaitu komunikator pembangunan dalam hal
ini bisa aparat pemerintah ataupun masyarakat, pesan pembangunan atau
program-program pembangunan dan komunikan pembangunan yaitu masyarakat
luas baik penduduk desa atau penduduk kota yang menjadi sasaran pembangunan.
Tujuan komunikasi pembangunan menurut Harun dan Ardianto (2011) adalah
untuk memajukan pembangunan. Pembangunan diperlukan agar rakyat yang
mempunyai kadar kenal huruf serta pendapatan yang rendah dan ciri sosio
ekonomi yang berkaitan dengannya, mesti diberitahu tentang adanya teknologi
dan ide-ide baru yang patut diterapkan oleh mereka.
Hal ini beriringan dengan pentingnya komunikasi pembangunan dalam
pembangunan itu sendiri. Menurut McPhail (2009), “development communication
is the process of intervening in a systematic or strategic manner with either media
(print, radio, telephony, video, and the internet), or education (training, literacy,
schooling) for the purpose of positive social change. The change could be
economic, personal, as in spiritual, social, cultural, or political. Maka dari itu
dalam komunikasi pembangunan membutuhkan strategi komunikasi agar tujuan
pembangunan bisa tercapai sesuai yang diharapkan.
Peran komunikasi dalam perubahan masyarakat adalah sebagai
penggugah, pengarah, dan pengendali perubahan agar perubahan tersebut tetap
bermanfaat dan berlangsung secara teratur (Dilla, 2007). Perubahan yang akan
terjadi membutuhkan strategi jitu guna mencapai tujuan pembangunan. Strategi
pembangunan menentukan strategi komunikasi, maka makna komunikasi
pembangunan pun bergantung pada modal atau paradigma pembangunan yang
telah dipilih. Pembangunan adalah rangka pembangunan manusia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat harus bersifat pragmatik yaitu suatu pola yang
membangkitkan inovasi bagi masa kini dan yang akan datang. Hal ini tentunya
fungsi komunikasi harus berada di garis depan untuk merubah sikap dan perilaku
manusia sebagai pemeran utama pembangunan, baik sebagai subyek maupun
sebagai objek pembangunan (Sitompul, 2002). Pengertian ini diperkuat oleh
Effendy (2009) yang menyatakan bahwa strategi komunikasi bersifat makro yang
dalam prosesnya berlangsung secara vertikal piramida.
Kemudian masih menurut Sitompul (2002) strategi pada hakikatnya adalah
perencanaan (planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi,
untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang
menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik
operasionalnya. Strategi komunikasi merupakan paduan dari perencanaan
komunikasi (communication management) untuk mencapai suatu tujuan. Guna
mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan
6
bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti bahwa
pendekatan (approach) bisa berbeda tergantung pada situasi dan kondisi.
Pelaksanaan Program Samisake melibatkan berbagai perangkat daerah
mulai dari tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan maupun tingkat desa. Sehingga
dalam proses penyampain pesan pembangunan pun melibatkan komunikator
pembangunan dalam hal ini perangkat daerah, Program Samisake sebagai
program pembangunan yang telah dicanangkan pemerintah Provinsi Jambi dan
komunikan pembangunan dalam hal ini merupakan sasaran peserta bedah rumah
Samisake dengan kriteria kepala keluarga (KK) sangat miskin beserta anggota
keluarganya sesuai dengan data base hasil verifikasi Bappeda Provinsi Jambi
tahun 2011 serta KK di luar data base namun mengacu pada data Pendataan
Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011 untuk kriteria penduduk sangat
miskin (Bappeda Provinsi Jambi, 2012).
Konsep Komunikasi, Komunikasi Massa dan Komunikasi Organisasi
Komunikasi adalah bentuk hubungan yang saling pengaruh mempengaruhi
satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja (Tubbs dan Moss, 2000). Menurut
Effendy (2003) komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan agar komunikan bersedia menerima suatu paham
atau keyakinan sehingga mau melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan lainlain. Sebagai sebuah proses, komunikasi bersifat kontinu, berkesinambungan dan
tidak memiliki akhir. Komunikasi juga dinamis, kompleks dan senantiasa berubah
(West dan Turner, 2010). Pawito dan Sardjono (1994) mencoba mendefinisikan
komunikasi sebagai suatu proses dengan mana suatu pesan dipindahkan atau
dioperkan (lewat suatu saluran) dari suatu sumber kepada penerima dengan
maksud mengubah perilaku, perubahan dalam pengetahuan, sikap dan atau
perilaku overt lainnya. Sekurang-kurangnya didapati empat unsur utama dalam
model komunikasi yaitu sumber (the source), pesan (the message), saluran (the
channel) dan penerima (the receiver).
Memahami komunikasi lebih jauh ada tiga kerangka pemahaman yang
dapat digunakan, yaitu komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi
sebagai interaksi dan komunikasi sebagai transaksi (Mulyana, 2003). Sebagai
tindakan satu arah suatu pemahaman populer mengenai komunikasi manusia
adalah komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari
seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (atau sekelompok orang)
lainnya, baik secara langsung (tatap muka) atau melalui media, seperti surat
(selebaran), surat kabar, majalah, radio atau televisi. Komunikasi dianggap
sesuatu proses linear yang dimulai dengan sumber atau pengirim dan berakhir
pada penerima, sasaran atau tujuannya. Komunikasi sebagai interaksi
menyetarakan komunikasi dengan sesuatu proses sebab akibat atau aksi reaksi,
yang arahnya bergantian. Seorang penerima beraksi dengan memberikan jawaban
verbal atau menganggukan kepala, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah
menerima respons atau umpan balik dari orang kedua dan begitu seterusnya.
Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit lebih dinamis daripada
komunikasi sebagai tindakan satu arah. Salah satu unsur yang dapat ditambahkan
7
dalam konseptualisasi kedua ini umpan balik, yakni apa yang disampaikan
penerima pesan kepada sumber pesan.
Komunikasi massa. Komunikasi massa tidak lebih dari sekedar proses
perluasan tingkat kedua dari komunikasi interpersonal, karena yang membangun
pesan-pesan untuk saluran dengan khalayak banyak, didukung oleh organisasi
tertentu yang mengumpulkan informasi-informasi, membantu dalam proses
informasi tersebut sampai ke pengirim, dan berpartisipasi dalam pemelihan materi
yang akan dikomunikasikan dengan publik. Menurut Soekartawi (2005) media
massa yaitu komunikasi melalui media massa seperti koran, majalah, radio,
televisi dan film. Media umum adalah komunikasi yang isi pesan
dikomunikasikan kepada semua pihak, secara bebas, umum dan tidak rahasia,
hanya saja sifatnya tidak massal. Dengan demikian semua anggota masyarakat
dapat memperoleh pesan tersebut dengan porsi yang sama dengan anggota
masyarakat yang lain.
Menurut Effendy (2009) para komunikator yang berada di puncak
kelembagaan menggunakan media, baik media massa maupun media nirmassa
melalui jejaring hierarki menurun ke bawah dalam menyampaikan informasi
apapun yang dapat diterima oleh masyarakat.
Komunikasi Organisasi. Komunikasi organisasi merupakan perilaku
pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam proses
itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang terjadi (Wayne dan Faules
2010). Menurut Muhammad (2009) menyatakan meskipun bermacam-macam
persepsi dari para ahli mengenai komunikasi organisasi tetapi terdapat beberapa
hal yang umum yang disimpulkan sebagai berikut: (1) Komunikasi organisasi
terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh
lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal; (2) Komunikasi organisasi
meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah dan media, dan (3) Komunikasi
organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya, dan
keterampilan.
Menurut Masmuh (2008) dalam komunikasi organisasi terdapat tiga arah
komunikasi organisasi yaitu komunikasi ke atas, komunikasi ke bawah dan
komunikasi lateral. Komunikasi ke atas merupakan pesan yang dikirim dari
tingkat hierarki yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Misalnya para
pelaksana ke manajernya. Jenis komunikasi ini biasanya mencakup (1) kegiatan
yang berkaitan dengan pekerjaan, (2) masalah yang berkaitan dengan pekerjaan
dan pertanyaan yang belum terjawab, (3) berbagai gagasan untuk perubahan dan
saran-saran perbaikan, dan (4) perasaan yang berkaitan dengan pekerjaan
mengenai organisasi, pekerjaan itu sendiri, pekerja lainnya, dan masalah lain yang
serupa.
Komunikasi ke bawah merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hierarki
yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah. Komunikasi ke bawah sangat
dipengaruhi oleh beberapa hal berikut (Sumardjo 2007, DeVito 2011): (1)
Keterbukaan, yang berpotensi mengakibatkan pemblokan atau mau dan tidaknya
penyampaian pesan dan gangguan dalam pesan, (2) kepercayaan pada pesan, di
era teknologi komunikasi yang sudah serba elektronik ini, untuk pesan tertulis
yang disampaikan melalui metode diskusi yang menggunakan alat elektronik
dapat lebih dipercaya karena keautentikannya dibanding pesan yang disampaikan
secara lisan atau tatap muka, (3) Pesan yang berlebihan berpotensi menimbulkan
8
distorsi karena keterbatasan daya tangkap dari bawahan, dan (4) Timing atau
ketepatan waktu penyampaian pesan dari atasan ke bawahan akan sangat
menentukan efektivitas pelaksanaan tugas dalam organisasi.
Komunikasi lateral adalah pesan antara sesame manajer ke manajer,
karyawan ke karyawan. Pesan semacam ini bisa bergerak di bagian yang sama di
dalam organisasi atau mengalir antar bagian. Komunikasi lateral merupakan
komunikasi yang terjadi antara dua dosen sejarah di perguruan tinggi yang sama.
Juga bisa merupakan komunikasi antara dua dosen psikologi di dua universitas
yang berbeda. Wayne dan Faules (2010) menyebutkan komunikasi lateral sebagai
komunikasi horisontal. Disebutkan bahwa komunikasi horisontal muncul paling
sedikit karena enam alasan sebagai berikut: (1) Untuk mengkoordinasikan
penugasan kerja, (2) Berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan, (3) Untuk
memecahkan masalah, (4) Untuk memperoleh pemahaman bersama, (5) Untuk
mendamaikan, berunding, dan menengahi perbedaan, dan (6) Untuk
menumbuhkan dukungan antarpersonal.
Kredibilitas Fasilitator
Menurut pendapat Rakhmat (2004) kredibilitas adalah seperangkat
persepsi komunikasi tentang sifat-sifat komunikator. Terdapat dua hal dalam
definisi tersebut yaitu kredibilitas adalah persepsi komunikasi, jadi tidak inheren
dalam diri komunikator dan kredibilitas adalah berkenaan dengan sifat-sifat
komunikator yang selanjutnya akan kita sebut sebagai komponen-komponen
kredibilitas, sehingga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk dapat dipercaya
atas pertanyaan, sikap atau menjadi sumber dan kemampuan untuk menelaah
sikap-sikap. Sedangkan Susanto (2004) berpendapat bahwa kredibilitas adalah
dugaan orang akan tidak atau kurang adanya kepentingan akan hal yang disebut
sepintas lalu, membuat orang lebih yakin akan kesungguhan dan kemurnian
pernyataannya, hal ini selanjutnya akan memperlihatkan apakah ada peningkatan
atau penurunan nilai kepercayaan yang dinyatakannya.
Teori kredibilitas fasilitator (komunikator) menurut Hovland dan Weiss
(dalam Hamidi 2007) menunjukkan adanya keahlian (expertise) dan dapat
dipercaya (trustworthness), dua hal ini menimbulkan kredibilitas fasilitator
sehingga menciptakan iklim efektivitas komunikasi.
1. Keahlian
Diartikan sebagai kemahiran di suatu ilmu dan bidang pekerjaan. Setiap
individu harus memiliki modal dasar dalam menjalani pekerjaannya berupa
ilmu, informasi, kemampuan kerja, penguasaan terhadap bidangnya sehingga
ia dapat melaksanakan tugas yang diberikan dengan baik dan dianggap cakap
dan profesional oleh atasan, klien, lingkungan kerja dan masyarakat.
Anggapan tersebut merupakan ukuran suatu keahlian.
2. Dapat dipercaya
Diartikan sebagai rasa percaya yang diberikan orang lain yang timbul
dari adanya keahlian, ketekunan, kejujuran, loyalitas, dan kapabilitas yang
tinggi dari individu dalam bekerja sehingga atasan/lingkungan tempat bekerja
meyakini bahwa individu tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik
sebagaimana yang diharapkan dan diinginkan.
9
Kedua faktor tersebut saling terkait dengan membangun persepsi kredibel
sehingga dapat diartikan bahwa sejauh mana komunikator memiliki keahlian dan
sifat dapat dipercaya sehingga ia dapat dikatakan kredibel.
Komunikasi akan efektif bila komunikan mengalami proses internalisasi,
jika komunikan menerima pesan yang sesuai dengan sistem nilai yang di anut.
Komunikan merasa memperoleh sesuatu yang bermanfaat jika pesan yang
disampaikan memiliki rasionalitas yang dapat diterima. Hamidi (2007)
menyatakan, identifikasi terjadi pada diri komunikan, jika komunikan merasa puas
dengan meniru atau mengambil pikiran atau perilaku dari orang atau kelompok
lain (komunikator) dan jika komunikator memiliki daya tarik (attractiveness).
Ketaatan pada diri komunikan akan terjadi, jika komunikan yakin akan mengalami
kepuasan, mengalami reaksi yang menyenangkan, memperoleh reward dan
terhindar dari punishment dari komunikator jika menerima atau menggunakan isi
pesannya. Kredibilitas diartikan sebagai suatu tingkat sampai sejauh mana sumber
pesan dapat dipercaya oleh penerima. Tingkat kepercayaan ini penting karena
pada kenyataannya orang terlebih dahulu akan memperhatikan siapa yang
membawa pesan, sebelum ia mau menerima pesan yang dibawanya. Apabila
kredibilitas sumber rendah, maka bagaimanapun baiknya pesan yang
disampaikan, penerima tidak akan menerimanya. DeVito (1997) memahami
kredibilitas komunikator sebagai hal penting untuk menjadikan orang lain
(komunikan) percaya atau tidak percaya terhadap apa yang disampaikan
komunikator.
Kredibilitas penting bagi fasilitator karena akan mempengaruhi anggota
komunitas untuk menjalankan program-program pemberdayaan. Tidak ada situasi
komunikasi dimana kredibilitas tidak mempunyai pengaruh atau efek bagi
komunikan. Lebih lanjut DeVito (1997) mengidentifikasi tiga aspek kualitas
utama dari kredibilitas. (1) Kompetensi, mengacu pada pengetahuan dan
kepakaran yang menurut khalayak dimiliki oleh komunikator; (2) Karakter,
mengacu pada i’tikad dan perhatian komunikator kepada khalayak dan (3)
Karisma, mengacu pada kepribadian dan kedinamisan komunikator. Belch dan
Belch (2001) mengatakan bahwa seorang komunikator atau sumber yang kredibel
sangat penting bila audien memiliki sikap yang negatif terhadap produk, jasa,
perusahaan atau isu yang tengah diangkat. Hal ini dikarenakan komunikator atau
sumber yang kredibel dapat menghambat konter argumen dari audien.
1. Keahlian
Seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman
disebut sebagai orang yang memiliki keahlian. Menurut Belch dan Belch
(2001), keahlian adalah tingkatan dimana seorang komunikator dipersepsikan
sebagai orang yang dapat memberikan penilaian yang benar dan tegas.
2. Kejujuran
Kejujuran adalah tingkat kepercayaan terhadap niat komunikator dalam
mengkomunikasikan penilaian yang dianggapnya paling benar. Jujur atau
tidaknya sumber bergantung pada persepsi audien tentang motivasinya dalam
menyampaikan sebuah informasi. Menurut Belch dan Belch (2001) jika
audien merasa sumber bias atau memiliki kepentingan pribadi atau uang
ketika menyampaikan suatu produk atau institusi, maka ia menjadi kurang
persuasi dibanding orang yang dianggap tidak memiliki motif pribadi apapun.
10
3.
Daya tarik
Daya tarik buka dilihat dari kecantikan fisik saja melainkan juga
berbagai sifat dan karakter yang dimiliki oleh endorser, misalnya kemampuan
intelektual, kepribadian, gaya hidup dan sebagainya. Seorang endorser
memiliki nilai tambah berupa kekaguman dari banyak orang. Penampilan
seseorang dalam berkomunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi yang
dilakukannya. Kaitan dengan kredibilitas sumber pesan, pengaruh penampilan
terutama pada kontak pertama antara sumber dan penerima pesan.
4. Keakraban
Aspek ini merujuk pada pengetahuan tentang sumber yang dimiliki
audien melalui terpaan media massa. Keakraban sering diabaikan oleh
institusi karena mereka lebih memperhatikan aspek kesamaan dan daya tarik
sumber (Belch dan Belch, 2001).
Menurut Aristoteles (yang dikutip oleh Hamidi 2007) komunikator yang
efektif memiliki karakter :
1. Good Sense (Pikiran yang baik)
Seorang komunikator harus memiliki daya pikir yang baik guna
menunjang ketepatan dalam pengambilan keputusan atau langkah kerja.
Sikap-sikap yang berkiatan dengan good sense meliputi bertindak rasional,
bertindak cepat dan wawasan yang luas di bidangnya.
2. Good Moral Character (Akhlak yang baik)
Akhlak dapat digambarkan sebagai sikap, sifat, perilaku dan karakter.
Akhlak yang baik adalah segala sikap, sifat, perilaku dan karakter yang
bernilai positif. Ilmu komunikasi menerapkan konsep yang cukup penting.
Perilaku yang baik dapat diwujudkan dalam empati, simpati, dapat dipercaya,
memiliki keahlian dalam bidangnya dan jujur.
3. Good Will (Maksud yang baik)
Maksud yang baik dalam artian memberikan solusi yang baik yang
berguna bagi kedua belah pihak sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
Berdasarkan hasil penelitian Susanty (2013) menyatakan bahwa kejujuran
fasilitator tidak berhubungan nyata dengan komunikasi partisipatif, sedangkan
keahlian dan daya tarik berhubungan nyata dengan arah komunikasi, serta
keakraban fasilitator berhubungan nyata dengan dengan saluran komunikasi dan
partisipasi. Sejalan dengan pernyataan Effendy (2009) bahwa orang yang
menyampaikan pesan yaitu komunikator ikut menentukan berhasilnya
komunikasi, hal ini berhubungan dengan faktor source credibility komunikator
memegang peranan yang sangat penting.
Proses Komunikasi
Proses diartikan sebagai setiap gejala atau fenomena yang menunjukkan
suatu perubahan yang terus menerus dalam waktu dan atau setiap pelaksanaan
atau perlakuan secara terus-menerus. Memiliki konsep proses berarti akan
diperoleh suatu analisa mengenai unsur-unsur komunikasi dan unsur-unsur mana
yang kiranya penting untuk terjadinya komunikasi dengan melihat tingkah laku
komunikasi tersebut meliputi pesan-pesan yang dihasilkan dan orang-orang yang
11
bagaimana melakukan komunikasi tersebut, sehingga kita akan melihat bagaimana
orang memperlakukan pesan-pesan yang mereka komunikasikan (Berlo, 1960).
Formula Lasswell ini sangat populer dan banyak digunakan dalam risetriset komunikasi, dan jawaban dari pertanyaan paradigmatik Lasswell tersebut
menurut Effendy (2003) merupakan unsur-unsur dalam proses komunikasi, yaitu
Communicator (komunikator), message (pesan), media (media), receiver
(komunikan/penerima) dan effect (efek). Penelitian ini mengutamakan proses
komunikasi dengan tiga unsur pendukunganya, yang meliputi :
1. Frekuensi
Berkaitan dengan dinamika receiver dalam mendapatkan informasi
(pesan komunikasi), menurut Roger dan Shoemaker (1971), kecenderungan
individu menginterpretasikan pesan menurut kebutuhan dan lain-lain,
diantaranya sangat dipengaruhi oleh kontak interpersonal dan kekosmopolitan
individu yang bersangkutan. Penelitian ini akan melihat sejauh mana
dinamika proses komunikasi pada pelaksanaan Program Samisake melakukan
kontak interpesonal atau frekuensi komunikasi mereka dalam menerima
informasi yang berkaitan dengan Program Samisake dengan berbagai pihak.
2. Arah Komunikasi
Arah komunikasi yang terjadi dalam organisasi ada tiga jenis, yaitu:
komunikasi vertikal adalah arah arus komunikasi yang terjadi dari atas ke
bawah (downward communication) dan berlangsung di antara orang-orang
yang berada pada tatanan manajemen atau atasan yang menyampaikan pesan
dari atasan ke bawahan. Upward communication adalah arah komunikasi
yang terjadi dari bawahan ke atasan yang mempunyai beberapa fungsi
diantaranya penyampaian informasi mengenai pekerjaan yang sudah
dilaksanakan dan penyampaian saran-saran perbaikan. Komunikasi horizontal
adalah arah komunikasi yang terjadi secara mendatar atau sejajar di antara
para pekerja dalam suatu unit dimana terjadi pertukaran informasi antara
orang-orang yang memiliki hubungan dekat dalam unit kerja yang sama.
Cross channel communication adalah komunikasi yang terjadi di dalam
sebuah organisasi di antara seseorang dengan orang lain yang satu sama lain
berbeda dalam kedudukan dan bagian.
3. Isi Pesan
Isi pesan merupakan materi pesan yang terseleksi oleh komunikator
untuk mengekpresikan tujuan, yang termasuk isi pesan adalah pernyataan
atau pemaknaan yang kita buat, informasi yang ditampilkan, kesimpulan yang
kita buat, dan pembenaran (judgments) yang dimaksud dalam pesan. Pesan
dapat secara panjang dan lebar mengupas berbagai segi namun inti pesan dari
komunikasi selalu mengarah pada tujuan akhir dari komunikasi. Penyampaian
pesan melalui lisan, face to face, langsung, menggunakan media dan saluran.
Isi pesan bersifat informatif, persuatif dan koersif. Pesan yang mengena harus
memenuhi syarat yaitu : umum, jelas, gamblang, bahasa yang jelas, positif,
seimbang, penyesuaian dengan keinginan komunikan. Hambatan-hambatan
pesan terdiri dari hambatan bahasa dan teknis. Menurut Berlo (1960)
mengartikan isi pesan sebagai materi dalam pesan yang telah diseleksi oleh
sumber untuk mengekspresikan tujuannya berkomunikasi. Karena isi pesan
meliputi pertanyaan-pertanyaan yang dibuat orang serta penilaian seseorang
terhadap suatu pesan.
12
Komunikasi Partisipatif
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menurut Slamet (2003) adalah
ikut sertanya masyarakat dalam perencanaan pembangunan, ikut serta dalam
kegiatan-kegiatan pembangunan, ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasilhasil pembangunan. Secara rinci Slamet (2003) mengklasifikasikan macammacam partisipasi dalam pembangunan dibagi menjadi lima, diantaranya adalah :
1. Ikut memberi input proses pembangunan, menerima imbalan atas input
tersebut dan ikut menikmati hasilnya.
2. Ikut memberi input dan menikmati hasilnya.
3. Ikut memberi input dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil
pembangunan secara langsung.
4. Menikmati atau memanfaatkan hasil pembangunan tanpa ikut memberi input.
5. Memberi input tanpa menerima imbalan dan tidak menikmati hasilnya.
Sedangkan menurut Sumodiningrat (2000) menyatakan bahwa partisipasi
adalah kemauan rakyat untuk mendukung secara mutlak program atau proyek
pemerintah yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh pemerintah. Sebelum
membahas kesempatan berpartisipasi terlebih dahulu dilihat beberapa definisi
partisipasi menurut Gaventa dan Valderrama (2001) mengatakan bahwa definisi
partisipasi dalam pembangunan sering ditemukan dalam proyek dan program
pembangunan, sebagai sarana penguatan relevansi, kualitas serta
kesinambungannya. Pembangunan akan berjalan dengan baik jika adanya
keterlibatan masyarakat sebagai obyek pembangunan maupun sebagai subyek
pembangunan. Slamet (2003) dalam bukunya yang berjudul “ Membentuk Pola
Perilaku Manusia Pembangunan” dikatakan bahwa setelah menyadari betapa
pentingnya partisipasi, maka perlu kita memikirkan lebih lanjut syarat-syarat yang
diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Adapun
syarat-syarat tersebut digolongkan sebagai berikut: (1) adanya kesempatan untuk
membangun, (2) adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan, dan (3)
adanya kemauan untuk berpartisipasi.
Pendapat yang lebih luas dikemukakan oleh Davis dalam Huneryager
(1992) yang memberikan definisi partisipasi sebagai berikut: ”Participation is
defined as an individuals mental and emotional involvement in a group situation
that encourrager him to contribute to group goals and to share responsibility for
them”. Definisi ini mengemukakan tiga hal pokok yang menjadi perhatian
partisipasi, yakni: (1) titik berat keterlibatan partisipasi adalah keterlibatan mental
dan emosional, ini berarti bahwa kehadiran secara fisik semata-mata di dalam
suatu kelompok, tanpa keterlibatan mental dan emosional bukanlah partisipasi, (2)
sumbangan yang diberikan demi tercapainya tujuan kelompok itu sangat beragam,
(3) kesediaan untuk bertanggung jawab diantara sesama anggota kelompok
tersebut terbangkitkan. Menurut Uphoff (1979) mendefinisikan empat jenis,
dimulai dari partisipasi dalam pembuatan keputusan, partisipasi dalam penerapan
keputusan, partisipasi dalam pencapaian hasil, serta yang perlu ditambahkan
partisipasi dalam evaluasi.
Kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan yang menuju
peningkatan kualitas hidup itu dapat bermacam-macam bentuknya, antara lain
adanya sumber-sumber daya alam yang dapat dikembangkan, adanya pasaran
yang terbuka (prospek untuk mengembangkan sesuatu), tersedianya modal (uang,
13
kredit), tersedianya sarana dan prasarana, terbukanya lapangan kerja
pembangunan dan lain sebagainya. Kemampuan untuk memanfaatkan
kesempatan-kesempatan yang terbuka adalah pengertian, pengetahuan,
keterampilan, sikap mental yang menunjang dan kesehatan tubuh yang memadai.
Kecuali sumberdaya alam, kesempatan-kesempatan yang lain tentunya harus
dapat diusahakan oleh pengelola-pengelola pembangunan untuk diadakan, dibuka,
disediakan atau dikembangkan agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang
merasa memerlukannya. Kemampuan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan,
keterampilan dan juga sikap mental. Pengetahuan dan pengertian tentang
pembangunan sesuatu sampai pada seluk beluk pelaksanaannya sangat perlu bagi
masyarakat sehingga mereka dapat cepat tanggap terhadap kesempatan yang ada.
Pengetahuan tentang adanya potensi dilingkungannya yang dapat dikembangkan
atau dibangun sangat penting artinya. Pengetahuan dan keterampilan tentang
teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sumber
daya alam yang ada untuk dipadukan dengan berbagai sarana produksi lain sangat
penting bagi keberhasilan masyarakat yang membangun.
Kesempatan berpartisipasi dalam Program Samisake pada kegiatan bedah
rumah dan sertifikat tanah gratis meliputi partisipasi pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Hal ini diperlukan diduga agar sasaran
program bisa tepat serta tingkat kepuasan masyarakat terhadap program tersebut
bisa tinggi.
Menurut Slamet (2003) ada tiga faktor yang berhubungan atau mendukung
partisipasi yaitu : (1) kemauan, (2) kemampuan dan (3) kesempatan. Keberadaan
kemauan, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi
dalam proses pembangunan dipengaruhi oleh berbagai faktor seputar kehidupan
manusia yang saling berinteraksi satu dengan yang lain, terutama faktor-faktor
psikologis individu (needs, harapan, motif, reward), terpaan informasi,
pendidikan (formal dan nonformal), keterampilan, kondisi permodalan yang
dimiliki, teknologi (sarana dan prasarana), kelembagaan (formal dan informal),
kepemimpinan (formal dan informal), dan struktur dan stratifikasi sosial, budaya
lokal (norma, tradisi dan adat istiadat serta pengaturan dan pelayanan pemerintah.
Pada pelaksanaan Program Samisake, kelembagaan formal dipegang oleh
Bappeda selaku penanggungjawab Program atas nama Gubernur Jambi, kemudian
beberapa lembaga pemerintahan tingkat kabupaten, kecamatan dan desa. Secara
praktik yang sudah dilakukan diberbagai kegiatan Samisake, kepemimpinan
bersifat formal dan terstuktur dan memiliki hierarki organisasi (Lampiran 2). Pada
hierarki tersebut terlihat bahwa Gubernur sebagai pucuk pimpinan tertinggi
memegang kendali meski dengan bantuan Bappeda sebagai penanggungjawab.
1. Kemauan Partisipasi
Faktor partisipasi bersumber pada faktor psikologis individu yang
menyangkut emosi dan perasaan yang melekat pada diri manusia. Faktorfaktor yang menyangkut emosi dan perasaan ini sangat kompleks sifatnya,
sulit diamati, dan diketahui dengan pasti, dan tidak mudah dikomunikasikan
akan tetapi selalu ada pada setiap individu dan merupakan motor penggerak
perilaku manusia.
Faktor yang berperan dalam menggerakkan kemauan partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan adalah informasi. Informasi
mempunyai arti sangat penting bagi komponen utama pembangunan. Secara
14
psikologis kemauan berpartisipasi muncul oleh adanya motif instrinsik (dari
dalam sendiri) maupun ekstrinsik (karena rangsangan, dorongan atau tekanan
dari pihak luar). Tumbuh dan berkembangnya kemauan berpartisipasi
sedikitnya diperlukan sikap-sikap sebagai berikut (1) sikap untuk
meninggalkan nilai-nilai yang menghambat pembangunan, (2) sikap terhadap
penguasa atau pelaksana pembangunan pada umumnya, (3) sikap
kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan tercapainya tujuan
pembangunan dan (4) sikap kemandirian atau percaya diri atas
kemampuannya untuk memperbaiki mutu hidupnya.
2. Kemampuan Partisipasi
Tingkat kemampuan partisipasi masyarakat tergantung pada banyak
faktor, utamanya faktor pendidikan, baik pendidikan formal maupun
nonformal, keterampilan, dan pengalaman. Kemampuan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pembangunan harus didahului oleh proses belajar untuk
memperoleh dan memahami informasi, kemudian memproses menjadi
pengetahuan tentang adanya kesempatan-kesempatan bagi dirinya, melatih
dirinya agar mampu berbuat dan termotivasi agar benar-benar bertindak.
Kemampuan yang dituntut untuk berpartisipasi dengan baik antara lain adalah
(1) kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, (2) kemampaun untuk
memahami kesempatan-kesempatan yang dapat dilakukan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dengan memanfaatkan sumberdaya yang
tersedia dan (3) kemampuan untuk melaksanakan pembangunan sesuai
dengan pengetahuan dan keterampilan serta sumber daya lain yang dimiliki.
3. Kesempatan Partisipasi
Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berinteraksi,
terutama faktor ketersediaan sarana dan prasarana fisik yang diperlukan untuk
berlangsungnya proses pembangunan, kelembagaan yang mengatur interaksi
warga dalam proses pembangunan, birokrasi yang mengatur rambu-rambu
serta menyediakan kemudahan-kemudahan dan mendorong masyarakat untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan, serta faktor sosial budaya
masyarakat yang akan sangat menentukan corak perilaku masyarakat dalam
proses pembangunan. Menurut Slamet (2003) menyatakan bahwa partisipasi
rakyat dalam pembangunan bukan hanya berarti pengerahan tenaga kerja
rakyat secara sukarela, tetapi justru yang lebih penting adalah tergeraknya
rakyat untuk mau memanfaatkan kesempatan memperbaiki kualitas hidup
sendiri. Kesempatan untuk berpartisipasi ini sangat dipengaruhi oleh : (1)
kesempatan memperoleh informasi, (2) kesempatan untuk memobilisasi dan
menggunakan tekhnologi tepat guna, (3) kesempatan untuk berorganisasi,
termasuk memperoleh dan mempergunakan peraturan, perizinan dan prosedur
kegiatan yang harus dilaksanakan. Kesempatan untuk mengembangkan
kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, menggerakkan dan
mengembangkan serta memelihara partisipasi masyarakat dalam
pembangunan.
Komunikasi pembangunan partisipasi menurut Hadiyanto (2008) sebagai
pendekatan baru dalam memposisikan kembali peranan komunikasi dalam
pembangunan yang telah menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat,
dengan syarat 1) perlu ditumbuhkan keyakinan bahwa setiap individu atau
15
kelompok secara potensial akan dipengaruhi program pembangunan harus
diberikan hal untuk berpartisipasi secara penuh dalam membuat keputusan, 2)
harus menjamin terwujudnya kerjasama timbal balik pada seluruh tingkatan
partisipasi, 3) harus mampu menempatkan semua pihak sebagai partisipan yang
setara sehingga tidak ada dominasi dalam arus informasi dari salah satu pihak, 4)
keputusan-keputusan dihasilkan secara demokratis melalui proses interaksi secara
terus-menerus sehingga komitmen bersama dapat dipertahankan, dan 5) harus
mampu membuka akses dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
memanfaatkan semua media komunikasi yang tersedia.
Program Samisake
Program Samisake merupakan program pemerintah daerah dalam rangka
percepatan dan pemerataan pembangunan di kabupaten atau kota dalam
mengurangi angka kemiskinan, melalui alokasi dana transfer untuk kabupaten
atau kota. Dasar pemikiran Program Samisake yaitu mendorong pemerataan
pembangunan maupun hasil-hasilnya, mendorong percepatan pembangunan
infrastruktur baik pembangunan jalan dan jembatan yang mampu memperpendek
jarak dari daerah produksi ke daerah pusat-pusat distribusi serta pembangunan
jaringan listrik, irigasi dan air bersih, memajukan pendidikan sebagai modal dasar
dalam pembangunan, meningkatkan kesejahteraan petani, serta meningkatkan
kapasitas sumber daya aparatur.
Bappeda Provinsi Jambi ditunjukkan sebagai koordinator pelaksanaan
Samisake, bersama dengan pemangku kepentingan yaitu Dinas/Bandan/lembaga
Pemerintah kabupaten/kota yang mempunyai tugas pokok dan fungsi berkaitan
pengelolaan Samisake. Dana transfer adalah dana bantuan keuangan yang bersifat
khusus dari provinsi. Penganggaran dan pelaksanaan kegiatan Samisake mengacu
pada peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya tetap pada SKPD
kecamatan.
Tahapan RPJMD berproses melalui empat tahapan sesuai dengan tingkat
atau kondisi sosial ekonomi masyarakat yang telah ditetapkan melalui Peraturan
Daerah (Perda) nomor 6 tahun 2009 tentang RPJP 2005-2025. RPJMD tahap
pertama untuk alokasi tahun 2005-2010 yaitu peningkatan daya saing ekonomi,
kemampuan dan pemerataan pembangunan, kesejahteraan dan kehidupan
masyarakat yang berkualitas, serta pembangunan hukum dan tata pemerintahan
yang baik. RPJMD tahap kedua untuk alokasi tahun 2011-2015 dengan indikator
peningkatan kualitas pelayanan dasar, pertumbuhan ekonomi, serta kualitas
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. RPJMD tahap ketiga untuk
alokasi tahun 2016-2020 dengan indikator pencapaian daya saing wilayah dan
ekonomi rakyat, terwujudnya insfrastruktur yang berkualitas, serta perkembangan
penerapan. RPJMD tahap keempat untuk alokasi tahun 2021-2025 dengan
indikator terbangunnya struktur kehidupan sosial budaya dan ekonomi masyarakat
Jambi yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah,
peningkatan kualitas kelembagaan pemerintah, serta penguatan sektor industri.
Kriteria kecamatan penerima Samisake antara lain tersediannya data
pendukung yang akurat, program atau kegiatan yang diusulkan mempunyai
multiplier effect terhadap peningkatan perekonomian wilayah dan kesejahteraan
16
masyarakat, program yang diusulkan, sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah
tersebut, serta hasil atau output dari program dapat dipertanggungjawabkan.
Kecamatan yang telah terpilih dalam Program Samisake kemudian dipilih
keluarga miskin penerima Samisake dengan kriteria antara lain kepala keluarga
sangat miskin beserta anggota keluarganya sesuai dengan data base hasil
verifikasi Bappeda Provinsi Jambi tahun 2011, di luar data base hasil verifikasi
Bappeda akan mengacu pada data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS)
tahun 2011 untuk kriteria penduduk sangat miskin, dengan ketentuan apabila
semua KK sangat miskin hasil verifikasi Bappeda telah terakomodir (Bappeda,
2012).
Program Samisake meliputi kegiatan bedah rumah, sertifikat tanah gratis,
beasiswa pendidikan mulai jenjang tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan
Tinggi (PT), penguatan modal bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM),
bantuan Alat Mesin Pertanian (Alsintan) dan kendaraan-kendaraan roda tiga untuk
angkutan sampah di seluruh wilayah kabupaten dan kota se-Provinsi Jambi,
program Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah Provinsi (Jamkesmasdaprov),
pelatihan tenaga kerja, sambungan listrik, bantuan honorarium bagi 356 petugas
PPL (Petugas Penyuluh Lapangan), serta kegiatan prioritas lainnya dalam rangka
meningkatkan sosial ekonomi masyarakat yang ada di Provinsi Jambi. Diharapkan
melalui kegiatan ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menambah
kesejahteraan masyarakat di Provinsi Jambi.
Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori
yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan
material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan kualitas lainnya
yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang
mereka peroleh terhadap lingkungan mereka (Rogers, 1983) Dalam
pembangunan, kepedulian dominan pada partisipasi telah dikaitkan dengan sektor
”masyarakat” atau sosial. Sebuah kajian yang sangat berpengaruh pada akhir
tahun 1970-an, mendefinisikan partisipasi sebagai ”upaya terorganisasi untuk
meningkatkan pengawasan terhadap sumberdaya dan lembaga pengatur dalam
keadaan sosial tertentu, oleh berbagai kelompok dan gerakan yang sampai
sekarang dikesampingkan dari fungsi pengawasan semacam itu” (Stiefel dan
Wolfe, 1994 dalam Gaventa dan Valderrama, 2001).
Gaventa dan Valderrama (2001) mengatakan bahwa belakangan ini, definisi
partisipasi dalam pembangunan sering ditemukaan dalam proyek dan program
pembangunan, sebagai sarana penguatan relevansi, kualitas serta kesinambungan.
Dalam sebuah pernyataan yang berpengaruh, kelompok kajian Bank Dunia
mengenai partisipasi mendefinisikan ”partisipasi sebagai proses dimana pemilik
kepentingan (stakeholders) mempengaruhi dan berbagi pengawasan atas inisiatif
dan keputusan pembangunan serta sumberdaya yang berdampak pada mereka”.
Dari sudut pandang ini, partisipasi dapat dilihat pada tatanan konsultasi atau
pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek, dari evaluasi
kebutuhan sampai penilaian, implementasi, pemantauan dan evaluasi. Walaupun
proyek partisipasi itu bisa saja didanai oleh negara, partisipasi didalamnya
17
dipandang tidak terkait pada masalah-masalah politik atau pemerintahan yang
lebih luas, namun sebagai cara untuk mendorong tindakan di luar lingkup
pemerintah. Lagi pula, fokusnya lebih pada partisipasi langsung para pemilik
kepentingan utama, dan bukan pada partisipasi tak langsung melalui para wakil
yang dipilih.
Aktivitas pembangunan selalu menempatkan masyarakat sebagai pelaku
utama pembangunan. Yusri (1993) mengemukakan keberhasilan aparatur
pemerintah dalam menghidupkan partisipasi masyarakat akan ditentukan oleh
nilai efektivitas kepemimpinan aparatur pemerintah tersebut. Makin tinggi nilai
efektivitasnya, akan besar pula peranannya dalam pembangunan. Hal ini dapat
ditafsirkan, bahwa aparatur pemerintah/kepala desa dapat memikirkan peranannya
yang lebih besar dalam melaksanakan program pembangunan yang sudah
mendapat simpati masyarakatnya dengan melekatkan simpati mereka.
Kemampuan yang tinggi akan tercapai efektivitas yang tinggi pula. Kebijaksanaan
dan kemampuan serta keterampilan kepala desa menjadi pokok masalah dalam
hubungan kerja sama dalam pembangunan yang menjadi kunci keberhasilan
dalam menghidupkan partisipasi masyarakat, sebab efektivitas itu suatu bentuk
perpaduan nilai.
Konteks yang sangat luas pengertian partisipasi dapat diacu dari pendapat
Davis dalam Huneryager (1992) yang memberikan definisi partisipasi sebagai
berikut: ”Participation is defined as an individuals mental and emotional
involvement in a group situation that encourrager him to contribute to group
goals and to share responsibility for them”. Definisi ini mengemukakan tiga hal
pokok yang menjadi perhatian partisipasi, yakni: (1) titik berat keterlibatan
partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional, ini berarti bahwa kehadiran
secara fisik semata-mata di dalam suatu kelompok, tanpa keterlibatan mental dan
emosional bukanlah partisipasi, (2) sumbangan yang diberikan demi tercapainya
tujuan kelompok itu sangat beragam, (3) kesediaan untuk bertanggung jawab
diantara sesama anggota kelompok tersebut terbangkitkan. Gaffar (1986)
menyatakan hakekat partisipasi adalah kemandirian, artinya setiap individu yang
melakukan kegiatan partisipasi harus berasal dari dirinya sendiri, atas inisiatif atau
kemauan sendiri, kalau seorang individu melakukan kegiatan karena didorong
atau digerakkan orang lain, atau karena merasa khawatir akan konsekuensi kalau
tidak melakukan partisipasi, maka apa yang sebenarnya terjadi adalah mobilisasi,
atau istilah populernya partisipasi yang digerakkan.
Pembuatan keputusan secara lebih spesifik dalam partisipasi ini berpusat
pada pengumpulan gagasan, perumusan pilihan-pilihan (option), evaluasi pilihan,
tindakan memilih, dan merumuskan strategi untuk melakukan pilihan terhadap
dampak yang timbul. Tiga macam tipe keputusan: (1) initial decisions, (2) on
going decisions, dan (3) operational decisions. Implementasi, untuk berperan
serta dalam aspek ini dalam satu program dapat dilakukan melalui tiga cara yakni:
(1) kontribusi sumber daya (recource contributions), (2) usaha -usaha administrasi
dan koordinasi, (3) terlibat dalam program (programme enlisment activities).
Benefit, terlibat dalam suatu program sedikitnya dapat menarik tiga macam
keuntungan: (1) material, (2) sosial, dan (3) personal. Keuntungan material yaitu
keuntungan untuk memenuhi kebutuhaan pokok individual. Keuntungan sosial
yaitu, keuntungan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, keuntungan personal
biasanya berkaitan dengan keinginan yang bersifat individual dengan melibatkan
18
diri dalam suatu kelompok/organisasi yang memiliki kekuasaan maupun sosial
dalam suatu program.
Evaluasi, untuk berperan serta dalam evaluasi program dapat dilakukan
melalui dua kegiatan pokok yakni: (1) evaluasi formal terhadap proyek, (2)
pendapat umum. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan biasanya dilakukan
melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Adapun keuntungan yang
diperoleh dengan adanya partisipasi dalam pelaksanaan-pelaksanaan program
pembangunan ini antara lain sebagai berikut: 1. Banyak proyek pembangunan
tidak bisa keluar dari lilitan persoalan, jika rakyat yang dikenai proyek tidak
terlibat. Sumber daya lokal merupakan sumber daya yang mengetahui kondisi dan
potensi daerah. Jika timbul masalah hanya orang-orang lokal yang memahaminya.
2. Dengan partisipasi, planner dilengkapi dengan informasi amat berharga, yang
tidak bisa diperoleh dengan cara lain. Partisipasi informasi yang sangat berharga
akan diperoleh planner dan para birokrat, sedangkan cara -cara lain barangkali
tidak seberharga partispasi, 3. Rakyat akan sangat menerima perubahan yang
diadakan jika mereka diajak berperan serta di dalam merancang, mengkonstruksi,
melaksanakan, sampai pada saat mengevaluasi. Beberapa pendapat yang telah
dirangkum diatas, dapat dikatakan bahwa partisipasi telah menjadi mitos
pembangunan, meskipun dalam prakteknya setiap strategi pembangunan yang
menampilkan peranan khas birokrasi pembangunannya, telah pula memberikan
variasi dalam mengambil konsep partisipasi itu, nampaknya pendekatan top-down
dan blue print praktis mengabaikan partisipasi masyarakat, karena pendekatan ini,
seluruh kegiatan pembangunan diprakarsai, diarahkan dan dikontrol oleh
pengaruh birokrasi, sedang masyarakat hanya dimobilisasikan untuk
melaksanakan pembangunan.
Karakteristik Peserta Bedah Rumah
Kepribadian merupakan kesatuan organisasi, seluruh isi sifat-sifat dari
seseorang individu yang dinyatakan dalam bentuk yang berbeda dengan yang lain.
Lionberger dan Gwin (1982) mengungkapkan bahwa peubah-peubah yang penting
dalam mengkaji masyarakat lokal diantaranya adalah peubah karakteristik
individu. Hal ini kemudian dirincikan menjadi 32 sifat-sifat individu yang
meliputi karakter sosial ekonomi, kepribadian dan perilaku komunikasinya. Sifatsifat meliputi : umur, tingkat skala usaha, pendidikan, tingkat melek huruf, status
sosial, tingkat mobilitas vertikal ke atas, tingkat orientasi ekonomi komersial,
derajat kesukaan terhadap kredit, spesialisasi usaha, tingkat kemampuan
berempati, tingkat kemampuan, tingkat kerpercayaan terhadap dogma, tingkat
mengabstraksi, tingkat rasionalitas, tingkat intelegensia, derajat kesukaan terhadap
perubahan, keberanian mengambil resiko, sikap terhadap pendidikan, tingkat
keterdedahan terhadap media massa, tingkat keterdedahan terhadap komunikasi
antar pribadi, tingkat kemampuan menjadi anggota masyarakat dan lain-lain.
Pendapat mengenai karakteristik individu dalam hal ini karakteristik
peserta bedah rumah sebagaimana yang telah diuraikan di atas, diduga
karakteristik peserta bedah rumah memiliki hubungan yang signifikan dengan
proses komunikasi serta partisipasi, yaitu meliputi : umur, tingkat pendidikan,
pekerjaan, jumlah tanggungan, status kepemilikan rumah, status kependudukan,
19
pengalaman mendapat bantuan dan hubungan sosial dengan perangkat desa, yang
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Umur individu akan dipengaruhi pertumbuhan baik aspek biologis maupun
psikis. Pertumbuhan psikis akan tampak pada aspek kejiwaan (kedewasaan).
Berdasarkan hasil penelitian Kurniawati (2010) umur berhubungan negatif
dengan partisipasi dalam bidang ekonomi artinya umur sebagian peserta
bedah rumah masuk kategori sedang maka partisipasinya dalam bidang
ekonomi posdaya rendah baik dalam perencanaan, pelaksanaan, menikmati
hasil dan mengevaluasi kegiatan. Menurut Akbar (2013) pada petani yang
lebih tua memiliki tingkat pengalaman lebih tinggi dibandingkan dengan
petani yang berusia lebih muda.
2. Tingkat Pendidikan, Menurut Slamet (2003) pendidikan adalah usaha untuk
menghasilkan perubahan-perubahan pada perilaku manusia. Pendidikan
memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia terutama dalam membuka
cakrawala/pikiran dan dalam menerima hal-hal baru dan bagaimana cara
berfikir secara ilmiah. Berdasarkan penyelenggaraan pendidikan dibedakan
menjadi dua yaitu pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
3. Pekerjaan secara umum didefinisikan sebagai sebuah kegiatan aktif yang
dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk
suatu tugas atau kerja yang menghasilkan sebuah karya bernilai imbalan
dalam bentuk uang bagi seseorang. Pembicaraan sehari-hari istilah pekerjaan
dianggap sama dengan profesi.
4. Jumlah tanggungan keluarga adalah orang yang tinggal dalam satu keluarga
dan secara langsung menjadi tanggungan kepala keluarga, ataupun yang
berada di luar rumah akan tetapi kehidupan masih merupakan tanggung jawab
kepala keluarga. Jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan
kemampuan keluarga akan penyediaan tenaga kerja dan menghidupinya.
Menurut Adriana (2006) peserta bedah rumah yang tidak memiliki
tanggungan keluarga atau hanya memiliki satu tanggungan keluarga biasanya
berusia muda.
5. Status kepemilikan rumah yaitu yaitu keberadaan rumah yang dimiliki oleh
peserta bedah rumah, rumah milik sendiri dan milik orang lain (dipinjamkan,
sewa).
6. Status kependudukan yaitu masyarakat yang memiliki status penduduk asli
maupun pendatang, yang dimaksud penduduk asli adalah masyarakat yang
memiliki silsilah keluarga dua turunan yang lahir di Provinsi Jambi,
sedangkan penduduk pendatang merupakan masyarakat yang berasal dari luar
Provinsi Jambi.
7. Pengalaman menerima bantuan yaitu jenis-jenis bantuan pembangunan yang
diterima oleh masyarakat. Baik dalam waktu dekat atau jangka panjang.
8. Hubungan sosial dengan perangkat desa yaitu adanya keterlibatan hubungan
soail antara masyarakat dengan perangkat desa meliputi hubungan saudara
dan interaksi biasa.
20
Kerangka Pemikiran
Samisake adalah program pemerintah daerah dalam rangka percepatan dan
pemerataan pembangunan di kabupaten atau kota dalam mengurangi angka
kemiskinan dan pengangguran. Sasaran peserta bedah rumah Samisake adalah
kepala keluarga sangat miskin beserta anggota keluarganya sesuai dengan data
base hasil verifikasi Bappeda Provinsi Jambi. Pelaksanaan program Samisake
dilakukan terlebih dahulu melalui serangkai proses komunikasi oleh fasilitator
tingkat kabupaten, kecamatan hingga desa-desa sasaran program.
Sebagai kebijakan pemerintah Provinsi Jambi maka dibutuhkan peran
SKPD, peran camat, tim pelaksana/tim fasilitator dan peran kepala desa sangat
penting dalam pelaksanaan kegiatan Samisake ini. Masyarakat sebagai sasaran
Program Samisake diharapkan berpartipasi mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi agar kegiatan Samisake berjalan sesuai pedoman dan
tepat sasaran. Sehingga anggaran dana transfer satu milyar dapat diproses secara
transparan. Serangkaian proses komunikasi dilakukan dengan tujuan agar dana
transfer Samisake bisa terdistribusi tepat sasaran sesuai dengan petunjuk teknis
yang telah ada, sehingga ada kejelasan dalam pelaksanaannya.
Berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam Program Samisake salah
satunya adalah kegiatan bedah rumah yang menjadi fokus dalam penelitian ini.
Permasalahan yang masih dimiliki oleh Provinsi Jambi adalah banyaknya
penduduk yang tidak memiliki rumah yang layak huni, hal ini terjadi baik di
daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Pemerintah Provinsi Jambi dalam hal
ini Gubernur melaksanakan kegiatan bedah rumah Samisake, untuk memperbaiki
rumah-rumah penduduk yang tidak layak huni. Hal ini tentu saja untuk penduduk
yang benar-benar memenuhi syarat mendapatkan bantuan bedah rumah Samisake.
kegiatan bedah rumah sendiri melibatkan banyak pihak, sehingga terjadi proses
komunikasi pada kegiatannya.
Rogers (1983) menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana
peserta menciptakan dan membagikan informasi kepada yang lain untuk mencapai
saling pengertian. Sedangkan menurut Tuft & Mefalopulos (2009)
mengungkapkan bahwa fokus komunikasi partisipasi adalah dialog, suara, aksirefleksi. Proses komunikasi dalam pelaksanaan kegiatan bedah rumah ini dapat
dilihat dari frekuensi, arah komunikasi, dan isi pesan. Baik melalui media massa
maupun antarpribadi yang digunakan dan arah komunikasi dan kesempatan
berpartisipasi oleh masyarakat dan peran fasilitator meliputi peran teknik dan
peran fasilitasi. Sehingga keterlibatan masyarakat dan pendamping dalam setiap
tahap kegiatan sangat menentukan keberhasilan program. Pelaksanaan kegiatan
bedah rumah juga tidak luput dari kredibilitas fasilitator meliputi kejujuran,
keahlian, daya tarik dan keakraban sehingga mempengaruhi proses komunikasi
dan partisipasi.
Kenyataannya serapan anggaran Samisake yang masih sangat rendah serta
keterlaksanaan pada beberapa kegiatan Samisake yang juga masih rendah yaitu
pada kegiatan bedah rumah. Namun dalam hal ini masih belum ada masukan dan
penilaian dari masyarakat atas berjalannya program tersebut. Sehingga kesuksesan
kegiatan bedah rumah belum dapat diukur secara obyektif. Berdasarkan hal
tersebut bagaimana sebenarnya proses komunikasi dan partisipasi pada kegiatan
bedah rumah? Pelaksanaan kegiatan pada kegiatan bedah rumah dapat berjalan
21
dengan baik, sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Dilihat dari
keefektifan komunikasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi maka
pelaksanaan kegiatan bedah rumah bisa berjalan optimal. Berdasarkan hal ini
maka untuk menilai kegiatan bedah rumah dilakukan melalui penelitian terhadap
pelaksanaan bedah rumah. Uraian mengenai kerangka pemikiran tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
X1 Karakteristik Peserta
Bedah Rumah:
X1.1 Umur
X1.2 Tingkat Pendidikan
X1.3 Pekerjaan
X1.4 Jumlah Tanggungan
Keluarga
X1.5 Status Kepemilikan
Lahan
X1.6 Status Kependudukan
X1.7 Pengalaman Menerima
Bantuan lainnya
X1.8 Hubungan Sosial
dengan Perangkat Desa
Y1 Proses Komunikasi :
Y1.1 Frekuensi
Y1.2 Arah Komunikasi
Y1.3 Isi Pesan
Y2 Prasyarat Partisipasi :
Y2.1 Kemauan
Y2.2 Kesempatan
Y2.3 Kemampuan
Y3 Partisipasi
Masyarakat dalam
Kegiatan Bedah
Rumah :
Y3.1 Perencanaan
Y3.2 Pelaksanaan
Y3.3 Evaluasi
X2 Perilaku Kredibilitas
Fasilitator :
X2.1 Kejujuran
X2.2 Keahlian
X2.3 Daya Tarik
X2.4 Keakraban
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Proses Komunikasi Pada
Pelaksanaan Kegiatan Bedah Rumah
Hipotesis Penelitian
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa bahwa proses komunikasi dan
komunikasi partisipasi berhubungan dengan karakteristik peserta bedah rumah
dan kredibilitas fasilitator. Penelitian ini melihat partisipasi pelaksanan kegiatan
bedah rumah sebagai dampak adanya proses komunikasi dan komunikasi
partisipasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Hipotesis dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan nyata antara karakteristik peserta bedah rumah,
kredibilitas fasilitator, proses komunikasi, prasyarat partisipasi, dan
partisipasi masyarakat di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan
Jelutung.
2. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik peserta bedah rumah dengan
proses komunikasi dan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan kegiatan bedah
rumah.
3. Terdapat hubungan nyata antara kredibilitas fasilitator dengan proses
komunikasi dan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah.
22
4. Terdapat hubungan nyata antara proses komunikasi dengan prasyarat
partisipasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah.
5. Terdapat hubungan nyata antara proses komunikasi dan prasyarat partisipasi
dengan partisipasi masyarakat pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah.
23
3 METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian tentang proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah ini
dirancang menjadi dua bagian yaitu penelitian deskriptif kualitatif untuk
menggambarkan proses komunikasi yang terjadi di tingkat Provinsi dan penelitian
deskriptif korelasional, yaitu penelitian yang menggambarkan dan menjelaskan
beberapa variabel yang berhubungan dengan partisipasi pada kegiatan bedah
rumah dengan menggali variabel kredibilitas fasilitator yaitu kejujuran, keahlian,
daya tarik dan keakraban. Proses komunikasi yaitu frekuensi, arah komunikasi
dan isi pesan di tingkat desa, serta prasyarat partisipasi yaitu kemauan,
kesempatan dan kemampuan. Setelah dianalisis variabel tersebut maka diketahui
hubungannya dengan partisipasi masyarakat pada kegiatan bedah rumah.
Data utama yang digunakan adalah data kuantitatif. Selain itu, juga
ditambahkan data kualitatif sebagai pendukung melalui wawancara kepada pihak
terkait untuk mengetahui proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah dari
tingkat Provinsi hingga tingkat Desa .
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu Kabupaten
Batanghari untuk mewakili salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jambi dan
Kota Jambi untuk mewakili salah satu kota di Provinsi Jambi sebagai lokasi
penelitian dengan fokus Kecamatan Maro Sebu Ulu yang terletak di Kabupaten
Batanghari dengan karakteristik wilayah di pedesaan dan jauh dari pusat kota serta
Kecamatan Jelutung yang terletak di Kota Jambi dengan karakteristik wilayah di
perkotaan dan kemudahan akses dari pusat kota. Hal ini sesuai dengan sebaran
kegiatan bedah rumah serta BAPPEDA Provinsi Jambi. Penelitian telah dilakukan
selama dua bulan yaitu November dan Desember 2013. Sebagai informasi pra
penelitian, telah dilakukan pada bulan Februari dan Maret 2013.
Responden Penelitian
Menurut Sugiyono (2009) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas obyek dan subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Peserta bedah rumah dalam penelitian ini adalah masyarakat penerima bedah
rumah. Peserta bedah rumah yang diambil dalam penelitian ini adalah semua
masyarakat yang menerima dana Samisake pada kegiatan bedah rumah. Metode
sensus merupakan metode yang mengambil satu kelompok populasi sebagai
sampel secara keseluruhan dan menggunakan kuesioner yang terstruktur sebagai
alat pengumpulan data yang pokok untuk mendapatkan infromasi yang spesifik
(Usman dan Akbar, 2008). Penelitian ini mengambil 25 peserta bedah rumah yang
berada di Kabupaten Batanghari dan sebanyak 40 peserta bedah rumah yang
24
berada di Kota Jambi. Jadi, peserta bedah rumah yang terpilih dalam penelitian ini
adalah 65 orang. Guna melengkapi data kualitatif juga ditunjuk beberapa informan
yang dianggap bisa memberikan data kualitatif. Informan tersebut antara lain
Kepala Bidang Program Samisake Bappeda Provinsi Jambi beserta beberapa
stafnya, pegawai Kecamatan Maro Sebo Ulu dan pegawai Kecamatan Jelutung
yang bertanggungjawab di bidang Program Samisake, pegawai kelurahan serta
beberapa peserta bedah rumah yang dipilih secara sengaja sebanyak 15 informan
(Lampiran 3).
Sumber Data Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder
dan data primer, yaitu :
1. Data Primer, yang meliputi :
a. Data atau informasi yang diperoleh dari peserta bedah rumah.
b. Hasil observasi di lapangan.
2. Data Sekunder, yang meliputi informasi dari :
a. Kantor Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jambi
b. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi
c. Badan Pusat Statistik Kota Jambi
d. Badan Pusat Statistik Kabupaten Batanghari
e. Kantor Camat Maro Sebo Ulu
f. Kantor Camat Jelutung
g. Hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai proses komunikasi dan
komunikasi partisipatif.
Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Pengamatan, yaitu dengan pengumpulan data dengan mengadakan observasi
pada Program Samisake dan kegiatan bedah rumah.
2. Wawancara terstruktur, yaitu pengumpulan data dengan mengadakan tatap
muka dengan peserta bedah rumah dengan menggunakan kuesioner.
3. Wawancara mendalam, yaitu pengumpulan data dengan melakukan
wawancara mendalam dengan beberapa pihak terkait dalam hal ini adalah
informan kunci meliputi staf Bappeda, Camat dan Kepala Desa.
4. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari hasil-hasil
penelitian yang sudah ada (jurnal dan tesis), kajian pustaka.
Instrumen dibuat sebuah kuesioner sebagai alat bantu yang dipakai untuk
menggali semua data penelitian yang dibutuhkan. Metode yang dilakukan adalah
metode wawancara. Data, instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data
diuraikan pada Tabel 1 berikut ini.
25
Tabel 1 Data, instrumen, dan teknik pengumpulan data
Data
Instrumen
Proses komunikasi tingkat Provinsi
Panduan
wawancara
Karakteristik individu
Kredibilitas fasilitator
Proses komunikasi tingkat desa
Prasyarat komunikasi
Partisipasi peserta bedah rumah
Kuesioner
Teknik Pengumpulan
Data
Menemui
dan
mewawancarai
informan
secara
langsung
Menemui
langsung
peserta bedah rumah
dan mendampinginya
dalam
pengisian
kuesioner
serta
mengajukan
pertanyaan
lain
sebagai penguat data
Definisi Operasional
Definisi operasional peubah adalah penjelasan pengertian mengenai
beberapa peubah yang diukur. Peubah tersebut diukur dengan cara meminta
pendapat dan respon dari para peserta bedah rumah tentang beberapa hal yang
berhubungan dengan peubah tersebut. Peubah yang digunakan dalam penelitian
ini dibatasi dengan menggunakan definisi operasional sebagai berikut.
Peubah Karakteristik Peserta bedah rumah
Karakteristik peserta bedah rumah merupakan ciri-ciri yang melekat pada
pribadi peserta bedah rumah yang ada sejak lahir dan berkembang sesuai
perkembangan lingkungan yang meliputi :
1. Umur, yaitu usia peserta bedah rumah pada waktu penelitian dilaksanakan
diukur dalam satuan tahun dengan pembulatan ke ulang tahun terdekat,
dikategorikan umur dewasa muda 23 sampai 55 tahun dan umur dewasa tua
>55 tahun.
2. Tingkat Pendidikan, yaitu tingkat pembelajaran tertinggi yang pernah dicapai
peserta bedah rumah, dikategorikan dalam SD/SR, SMP, dan SLTA.
3. Pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh peserta bedah
rumah saat menjadi peserta bedah rumah. Dikategorikan sebagai petani,
wiraswasta dan pensiun.
4. Jumlah tanggungan, yaitu jumlah orang yang memiliki hubungan keluarga
maupun tidak yang menjadi tanggung jawab peserta bedah rumah. Kategori
rendah dari 0 sampai 2 orang, sedang dari 3 sampai 5 orang, dan tinggi dari 6
sampai 8 orang.
5. Status kepemilikan rumah, yaitu keberadaan rumah yang dimiliki oleh peserta
bedah rumah, dikategorikan milik sendiri, warisan dan sewa.
6. Status kependudukan, yaitu asal daerah peserta bedah rumah, dikategorikan
menjadi penduduk asli dan pendatang.
26
7. Pengalaman menerima bantuan lain adalah lama waktu keterlibatan peserta
bedah rumah dalam menerima bantuan-bantuan program pemerintah selain
bedah rumah dalam dua kategori, iya menerima bantuan lain dan tidak
menerima bantuan lain.
8. Hubungan Sosial dengan perangkat desa adalah adanya hubungan antara
peserta bedah rumah dengan perangkat desa secara akrab yang dikategorikan
hubungan keluarga dan interasi sosial biasa.
Peubah Perilaku Kredibilitas Fasilitator pada Kegiatan Bedah Rumah
Kredibilitas merupakan suatu tingkatan kepercayaan sampai sejauh mana
fasilitator dapat dipercaya oleh peserta bedah rumah. Tingkat kepercayaan ini
penting karena pada kenyataannya orang lebih dulu melihat siapa yang membawa
pesan sebelum ia menerima pesan yang disampaikannya. Perilaku kredibilitas
fasilitator kegiatan bedah rumah ini, meliputi :
1. Kejujuran, yaitu penilaian oleh peserta bedah rumah terhadap fasilitator
mengenai bagaimana fasilitator berbicara saat kegiatan bedah rumah
berlangsung mulai dari persiapan sampai evaluasi, dengan menilai kejujuran
fasilitator, kejelasan berbicara fasilitator, berbicara apa adanya, dapat
dipercaya, apakah fasilitator memiliki motif pribadi, apakah fasilitator
memiliki kepentingan pribadi yang berkaitan dengan uang selama
pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Kategori tinggi dan rendah.
2. Keahlian, yaitu penilaian peserta bedah rumah terhadap fasilitator, peserta
bedah rumah menilai fasilitator apakah memiliki kemampuan dan
pengetahuan yang memadai tentang pengadaan material dan bahan bangunan,
pengetahuan tentang penentuan tenaga kerja untuk membuat rumah,
pengetahuan tentang suplier atau toko bahan bangunan yang baik,
pengetahuan tentang macam-macam bahan bangunan, pengetahuan tentang
desain rumah yang syarat layak huni. Kategori tinggi dan rendah.
3. Daya tarik, yaitu penilaian peserta bedah rumah terhadap fasilitator, peserta
bedah rumah menilai apakah fasilitator berpenampilan rapi, berpenampilan
menarik, berpenampilan sopan, mudah diajak diskusi, menyampaikan
informasi dengan gaya bahasa yang menarik dan ramah saat diskusi. Kategori
tinggi dan rendah.
4. Keakraban, yaitu penilaian peserta bedah rumah terhadap fasilitator, peserta
bedah rumah menilai fasilitator apakah fasilitator menjalin hubungan baik
dengan masyarakat, masyarakat tidak segan mengemukakan pertanyaan
kepada fasilitator, fasilitator melakukan kunjungan rutin untuk memantau
keberlangsungan kegiatan dan menciptakan suasana santai dan akrab saat
berbicara dengan masyarakat. Kategori tinggi dan rendah.
Indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk parameter. Penilaian dilakukan
dengan skala ordinal dimana nilai-nilai pertanyaan mempunyai dua kemungkinan
jawaban, yaitu : Sangat setuju dengan skor = 4, setuju dengan skor = 3, tidak
setuju dengan skor = 2 dan sangat tidak setuju dengan skor = 1
27
Peubah Proses Komunikasi pada Kegiatan Bedah Rumah
Peubah proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah meliputi :
1. Frekuensi adalah seringnya fasilitator memberikan infromasi kepada peserta
bedah rumah baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai kegiatan
bedah rumah. yang ditanyakan kepada peserta bedah rumah yaitu berapa kali
fasilittaor berkunjung ke lokasi kegiatan, fasilitator membantu kegiatan,
fasilitator memberikan penjelasan terkait program, serta seberapa sering
fasilitator memberikan kesempatan untuk dimintai pendapat dan mengajukan
perntanyaan. Kategori tinggi dan rendah.
2. Arah komunikasi adalah proses komunikasi yang terjadi pada saat proses
komunikasi kegiatan bedah rumah berlangsung. Fasilitator bertanya tentang
kebutuhan peserta bedah rumah, memberi kesempatan untuk menjawab
pertanyaan peserta bedah rumah, memberi kesempatan peserta bedah rumah
untuk berbagi pengalaman, berdiskusi dan menyelesaikan masalah hingga
menemukan jalan keluar. Kategori dua arah dan satu arah.
3. Isi pesan adalah informasi yang disampaikan oleh fasilitator kepada peserta
bedah rumah. Isi pesan jelas, sesuai dengan pedoman Samisake pada kegiatan
bedah rumah, mudah dipahami, dan mudah dimengerti. Kategori dimengerti
dan tidak dimengerti.
Indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk parameter. Penilaian dilakukan
dengan skala ordinal di mana nilai-nilai pertanyaan mempunyai empat
kemungkinan jawaban, yaitu : 5 kali dengan skor = 4, 3 kali dengan skor = 3, 1
kali dengan skor = 2 dan tidak pernah dengan skor = 1.
Peubah Prasyarat Partisipasi pada Kegiatan Bedah Rumah
Peubah prasyarat partisipasi pada kegiatan bedah rumah meliputi :
1. Kemauan adalah kemauan yang muncul pada diri peserta bedah rumah saat
menghadiri rapat koordinasi, bertanya, berdiskusi, membantu melaksanakan
kegiatan, mengemukakan pendapat dan memberikan usul. Kategori tinggi dan
rendah.
2. Kesempatan adalah kesempatan yang diberikan oleh fasilitator kepada peserta
bedah rumah dalam hal mengikuti rapat, memberi usulan, bertanya,
mengemukakan pendapat dan mengikuti kegiatan yang sedang dilaksanakan.
Kategori tinggi dan rendah.
3. Kemampuan adalah kemampuan yang dimiliki peserta bedah rumah berupa
kemampuan menyumbangkan pemikiran, menyumbangkan tenaga, bertanya,
mengemukakan
pendapat,
diskusi,
memberikan
masukan
dan
menyumbangkan waktu. Kategori tinggi dan rendah.
Indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk parameter. Penilaian dilakukan
dengan skala ordinal di mana nilai-nilai pertanyaan mempunyai dua kemungkinan
jawaban, yaitu : sangat setuju dengan skor = 4, setuju dengan skor = 3, tidak
setuju dengan skor = 2 dan sangat tidak setuju dengan skor = 1.
Peubah Partisipasi dalam Kegiatan Bedah Rumah
Peubah partisipasi peserta bedah rumah dalam kegiatan bedah rumah adalah
keterlibatan peserta bedah rumah dalam pelaksanaan kegiatan bedah rumah, di
28
mana setiap peserta bedah rumah mampu memanfaatkan potensi dirinya,
kemudian bekerjasama dengan fasilitator untuk mencapai segala yang dibutuhkan
berkaitan dengan seluruh proses mencakup perencanaan (identifikasi masalah),
pelaksanaan dan evaluasi, yang dijabarkan sebagai merikut :
1. Perencanaan
Perencanaan adalah usaha sadar, terorganisir, dan terus menerus dilakukan
untuk memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang ada untuk
mencapai tujuan. Peserta bedah rumah mengikuti musyawarah, mencurahkan
waktu dan tenaga, menyumbangkan fikiran, mengusulkan penerima bantuan
lain dan membuat proposal usulan kegiatan. Kategori tinggi dan rendah.
2. Pelaksanaan maksudnya adalah rencana yang telah disusun bersama
kemudian dilaksanakan dalam kegiatan bedah rumah, menyiapkan bahan dan
material bangunan, pengangkutan bahan dan material bangunan, penyediaan
tenaga kerja atau tukang, membangun rumah, mengawasi pelaksanaan dan
melaporkan penyelesaian kegiatan. Kategori tinggi dan rendah.
3. Evaluasi dalam hal ini adalah upaya pengawasan dan penilaian yang
dilakukan oleh fasilitator dan peserta bedah rumah terhadap kegiatan bedah
rumah yang telah dilaksanakan, yaitu mengevaluasi hasil bedah rumah,
melaporkan hasil bedah rumah, mengetahui hasil evaluasi dan memelihara
rumah bantuan dengan baik. Kategori tinggi dan rendah.
Indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk parameter. Penilaian dilakukan
dengan skala ordinal di mana nilai-nilai pertanyaannya mempunyai dua
kemungkinan jawaban, yaitu : iya dengan skor = 2 dan tidak dengan skor = 1.
Uji Validitas dan Reliabilitas
Menurut Arikunto (2010) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrument. Upaya yang
dilakukan untuk memperoleh validitas instrumen yang baik dilakukan dengan
konsultasi dengan dosen pembimbing kemudian pertanyaan diuji coba dengan
masyarakat lain di luar peserta bedah rumah penelitian yang menerima bantuan
Samisake. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat dipakai dua kali
untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran diperoleh relatif
konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel (Singarimbun dan Effendy 2006).
Sedangkan menurut Muljono (2012) reliabilitas dapat dikatakan suatu hasil
pengukuran yang dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan
pengukuran terdapat kelompok subyek yang sama, diperoleh hasil pengukuran
yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum
berubah. Uji validitas dan reliabilitas menggunakan software SPSS versi 19
dengan teknik Cronbach Alpha.
Nilai validitas dari uji yang dilakukan terhadap instrumen, yaitu sebesar
0.707. Nilai tersebut dibandingkan dengan r Tabel product moment dengan N=8
adalah 0.431. Nilai koefisiennya positif dan lebih besar dari r Tabel adalah (0.707
> 0.431), maka item pada instrumen dikatakan valid.
29
Tabel 2 Nilai uji reliabilitas instrumen penelitian
Peubah
Karateristik peserta bedah rumah
Perilaku kredibilitas fasilitator
Proses komunikasi
Prasyarat partisipasi
Partisipasi masyarakat pada kegiatan bedah rumah
Nilai koefisien
reliabilitas
0.808
0.867
0.837
0.834
0.681
Berdasarkan hasil analisis nilai koefisien berada pada kisaran antara 0.707
sampai 0.805 (Tabel 2). Nilai hasil uji reliabilitas yaitu sebesar 0.805, yang
menunjukkan bahwa instrumen layak dan reliabel digunakan untuk penelitian.
Menurut Sekaran (2006), bahwa reliabilitas kurang dari 0.6 adalah kurang baik,
sedangkan 0.7 dapat diterima dan di atas 0.8 adalah baik. Walaupun demikian,
beberapa perbaikan tetap dilakukan berdasarkan kondisi yang ditemui pada saat
uji coba.
Analisis Data
Data yang dikumpulkan diolah dengan bantuan Microsoft Office Excel
2007 dan Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 19.0, kemudian
dianalisis sesuai dengan kebutuhan untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan
penelitian serta untuk menguji hipotesis penelitian. Teknik pengolahan data
digunakan analisis kuantitatif dan untuk mendukung serta mempertajam analisis
kuantitatif dilengkapi dengan informasi berdasarkan data kualitatif.
Analisis data pada pendekatan penelitian kuantitatif menggunakan :
1. Analisis korelasi
Analisis korelasi dalam penelitian ini menggunakan analisis uji korelasi rank
Spearman (rs). Korelasi rank Spearman digunakan untuk menguji hipotesis
mengenai hubungan peubah bebas dengan peubah terikat. Rumus koefisien
korelasi rank Spearman dirumuskan sebagai berikut (Riduwan dan Sunarto,
2011):
Keterangan :
rs
= Koefisien korelasi rank Spearman
d
= Perbedaan antara pasangan jenjang
n
= Jumlah peserta bedah rumah
2. Analisis uji beda (uji t)
Analisis uji beda dalam penelitian ini untuk melihat perbedaan dua rata-rata
hasil pengukuran peubah penelitian antara Kecamatan Maro Sebo Ulu
(Kabupaten Batanghari) dengan Kecamatan Jelutung (Kota Jambi) dengan
rumus sebagai berikut (Krisyantono, 2009):
30
Keterangan :
t
= Nilai statistik (t hitung)
= Rata-rata dari pengamatan peserta bedah rumah 1
= Rata-rata dari pengamatan peserta bedah rumah 2
= Standar error kedua peserta bedah rumah
31
4 DESKRIPSI PELAKSANAAN DAN PROSES KOMUNIKASI
KEGIATAN BEDAH RUMAH TINGKAT PROVINSI
Program Satu Milyar Satu Kecamatan
Program Satu Milyar Satu Kecamatan atau yang biasa disingkat Samisake
merupakan program pemerintah daerah dalam rangka percepatan dan pemerataan
pembangunan di Kabupaten/Kota dalam mengurangi angka kemiskinan dan
pengangguran. Program Samisake ditetapkannya berdasarkan peraturan Gubernur
Jambi Nomor 4 tentang pedoman umum dan alokasi dana transfer Program
Samisake untuk setiap tahunnya, yang dimulai dari tahun 2011 hingga penelitian
ini dilakukan. Dana transfer ini dimaksudkan untuk membantu mendukung
percepatan pembangunan daerah yaitu pemerataan pembangunan Kabupaten/Kota
dalam Provinsi Jambi, membantu meningkatkan keuangan daerah, membantu
mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran dan membantu pelaksanaan
urusan pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang tidak tersedia atau kurang alokasi
dananya (Bappeda, 2013).
Latar belakang tersebut dimaksudkan untuk peningkatan kesejahteraan
rakyat (Growth with Equity) yang menjadi sasaran Program Samisake yaitu
penduduk sangat miskin. Hal ini sejalan dengan adanya tujuan daerah yaitu
memperluas pertumbuhan ekonomi (Pro-Growth), perluasan kesempatan kerja
(Pro-Job), penurunan kemiskinan (Pro-Poor) dan Green Economy (ProEnvironment). Master plan pembangunan ekonomi dilakukan dengan empat
kegiatan yaitu 1) bantuan sosial berbasis keluarga, 2) pemberdayaan masyarakat,
3) pemberdayaan UKM (Unit Kegiatan Masyarakat), dan 4) enam program prorakyat.
Jenis kegiatan pada Program Samisake antara lain dilaksanakan di tingkat
kecamatan yaitu bedah rumah, pengadaan kendaraan roda 3, sertifikat tanah gratis,
beasiswa, bantual modal, sambungan listrik, alat dan mesin pertanian dan kegiatan
prioritas lainnya. Sedangkan pelatihan tenaga kerja dilaksanakan di tingkat
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah (Jamkesda)
dilaksanakan di tingkat Provinsi.
Proses pencairan alokasi dana Samisake melalui tahap perencanaan dari
tingkat Kecamatan dan SKPD Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota dengan
berpedoman pada pedoman umum dan petunjuk teknis Samisake. Tahap
selanjutnya adalah penyampaian rencana penggunaan dana transfer Program
Samisake kepada Bupati/Walikota atas nama Bappeda Kabupaten/Kota
selanjutnya diserahkan kepada Gubernur Jambi atas nama Bappeda Provinsi
Jambi. Biaya Samisake sekitar 131 milyar rupiah untuk 131 kecamatan ditransfer
dari kas daerah Provinsi Jambi kepada kas daerah kabupaten/kota se Provinsi
Jambi, kemudian dimasukkan dalam rencana kegiatan anggaran camat yang
dituangkan pada APBD masing-masing kabupaten/kota tersebut. Selain dana
untuk Program Samisake, juga ada dana pendampingan yaitu dana yang
digunakan untuk menunjang kegiatan Samisake seperti operasional, rapat
koordinasi, administrasi proyek, supervisi dan monitoring ke lapangan sehingga
tidak mengganggu dana untuk Program Samisake itu sendiri.
32
Pemerintah Provinsi melalui Bappeda selalu melaksanakan supervisi dan
asistensi di setiap menjelang akhir tahun. Supervisi dan asistensi dilakukan untuk
melihat kesiapan SKPD dan kecamatan untuk melaksanakan Program Samisake
tahun berikutnya. Pelaksanaan Program Samisake harus sesuai dengan pedoman
umum, petunjuk teknis dan aturan pengadaan barang dan jasa milik pemerintah
tujuannya adalah agar Program Samisake ini tepat sasaran dan dapat membantu
masyarakat miskin dan aturan pengelolaan barang dan jasa dapat
dipertanggungjawabkan.
Kriteria kecamatan penerima Samisake antara lain tersediannya data
pendukung yang akurat, program atau kegiatan yang diusulkan mempunyai
multiplier effect terhadap peningkatan perekonomian wilayah dan kesejahteraan
masyarakat, program yang diusulkan , sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah
tersebut, serta hasil atau output dari program dapat dipertanggungjawabkan.
Kecamatan yang telah terpilih dalam Program Samisake kemudian dipilih
keluarga miskin penerima Samisake dengan kriteria antara lain kepala keluarga
sangat miskin beserta anggota keluarganya sesuai dengan data base hasil
verifikasi Bappeda Provinsi Jambi tahun 2011, di luar data base hasil verifikasi
Bappeda akan mengacu pada data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS)
tahun 2011 untuk kriteria penduduk sangat miskin, dengan ketentuan apabila
semua KK sangat miskin hasil verifikasi Bappeda telah terakomodir.
Kabupaten atau kota wajib melaksanakan Program Samisake dengan
menggunakan dana transfer yang dijabarkan melalui kegiatan di kecamatan
penerima bantuan dan instansi terkait di kecamatan. Berdasarkan data dari BPS
(2011) pembagian kecamatan dan desa peserta bedah rumah Samisake dapat
dilihat pada Tabel berikut ini :
Tabel 3 Jumlah kecamatan dan desa di Provinsi Jambi Tahun 2011
Kabupaten
Kerinci
Merangin
Sarolangun
Batanghari
Muaro Jambi
Tanjung Jabung Timur
Tanjung Jabung Barat
Tebo
Bungo
Kota Jambi
Sungai Penuh
Jumlah
Jumlah kecamatan
12
24
10
8
11
11
13
12
17
8
5
131
Jumlah desa
207
203
132
100
145
73
64
100
133
62
65
1284
Presentase (%)
16.12
15.81
10.28
7.78
11.29
5.68
4.98
7.78
10.35
4.82
5.06
100
Sumber: BPS Provinsi Jambi tahun 2011
Berdasarkan Tabel 3 tersebut dapat dijelaskan bahwa sasaran kecamatan
peserta bedah rumah Samisake pada tahun 2012 sebanyak 81 kecamatan, namun
pada tahun 2013 sasaran Program Samisake menjadi 131 kecamatan sesuai jumlah
kecamatan yang ada di Provinsi Jambi, artinya Program Samisake telah menyebar
rata di seluruh kecamatan pada tahun 2013.
Keberhasilan Program Samisake terjadi karena proses pelaksanaannya
terlaksana dengan benar dan adanya komitmen yang tinggi diantara para pelaku
33
program dengan melalui serangkaian proses komunikasi pembangunan. Prinsip
pelaksanaan Program Samisake adalah pemberdayaan masyarakat (community
development) dengan melibatkan banyak pihak (stakeholders) pembangunan di
lingkungan Provinsi Jambi yang dikelompokkan menjadi beberapa unsur. Unsurunsur tersebut meliputi pemerintah daerah yaitu Gubernur beserta perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Provinsi Jambi
termasuk di dalamnya bupati atau walikota di Provinsi Jambi, BAPPEDA, dan
dinas terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, serta seluruh Camat di Provinsi Jambi yang memiliki tugas pokok
dan fungsi berkaitan dengan Program Samisake. Kegiatan Program Samisake juga
melibatkan perusahaan-perusahaan melalui Corporate Social Responsibility
(CSR) guna mendukung pelaksanaan kegiatan Samisake.
Bedah Rumah
Bedah rumah merupakan kegiatan utama dalam pelaksanaan Program
Samisake. Tujuan bedah rumah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan kualitas tempat tinggal, membantu
masyarakat miskin mewujudkan rumah sehat sejahtera dan meningkatkan kualitas
hidup masyarakat. Sasaran bedah rumah adalah masyarakat miskin yang belum
memiliki rumah sehat atau layak huni (Bappeda, 2012).
Menurut BPS (2011), ada tiga tingkatan kemiskinan yaitu sangat miskin,
miskin dan hampir miskin. Secara spesifik penduduk miskin dapat dikategorikan
sebagai berikut : (1) luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari delapan
meter persegi per orang, (2) jenis lantai bangunan tempat tinggal tersebut dari
tanah/bambu/kayu murahan, (3) jenis dinding tempat tinggal terbuat dari
bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester, (4) tidak memiliki
fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain, (5) sumber
penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik, (6) sumber air minum
berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan, (7) bahan bakar
untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah, (8)
mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu, (9) membeli satu stel
pakaian baru dalam setahun, (10) sanggup makan satu/dua kali dalam sehari, (11)
tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik, (12)
pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD,
(13) sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0,5
hektar, atau buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau
pekerjaan lain, dan (14) pendapatan di bawah Rp 600.000 per bulan dan tidak
memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti
sepeda motor baik kredit atau non kredit, emas, ternak, kapal motor dan barang
modal lain.
Pelaksanaan kegiatan bedah rumah melalui beberapa tahapan persiapan
yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab sebagai pelaku
dalam kegiatan bedah rumah. Menurut Bappeda (2012) tahapan pelaksanaan
kegiatan bedah rumah adalah sebagai berikut :
Persiapan Tenaga Kerja
34
Diawali dengan kegiatan survey dan perencanaan yang dilakukan oleh
pendamping program dari kecamatan dilanjutkan dengan perhitungan kebutuhan
material dan upah pekerjaan, maka dalam tahapan pelaksanaan kegiatan bedah
rumah perlu mengerahkan tenaga kerja, diprioritaskan pelaksanaan yang
dilakukan secara gotong royong dengan memanfaatkan masyarakat yang
berdomisili atau bertempat tinggal di desa/kelurahan tempat kegiatan
dilaksanakan, jika tenaga tukang tidak ada di desa/kelurahan bersangkutan boleh
memakai tenaga kerja yang berada di sekitar desa sasaran.
Jumlah tukang yang dibutuhkan untuk setiap bedah satu rumah minimal
satu orang sebagai pengarah pekerjaan dilapangan, untuk tenaga kerja pembantu
dalam pelaksanaan kegiatan bedah rumah dibutuhkan bantuan tenaga kerja dari
pemilik rumah, anggota keluarga dari si pemilik rumah, tenaga kerja dari tetangga
di sekitarnya yang dikerahkan oleh pelaksana swakelola, mengingat keterbatasan
dana yang tersedia pada alokasi bantuan kegiatan bedah rumah.
Pengadaan Material dan Bahan Bangunan
Berdasarkan perhitungan kebutuhan volume yang telah disiapkan setelah
survey akan direkapitulasi pelaksana lapangan untuk pesanan ke toko bangunan
atau suplier, mengingat pelaksanaan program bedah rumah ini dilakukan secara
swakelola pemilihan material bangunan harus dilakukan langsung oleh
pelaksana/masyarakat penerima bantuan dengan berkoordinasi dengan pengawas
lapangan agar nantinya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti
masyarakat yang dibohongi oleh pihak penyedia barang.
Proses pelaksanaan untuk pembelian dan mendatangkan kebutuhan
material bangunan seperti kayu, papan, semen, pasir, koral dan lainnya, sebaiknya
dikoordinir oleh pelaksana lapangan agar ongkos pengangkutan dari truk atau dari
tempat pengambilan sampai ke lokasi sasaran, seperti contoh pengangkutan
pengadaaan material untuk bedah satu unit rumah dengan pengangkutan
pengadaan material untuk bedah sepuluh unit rumah perbedaan ongkos angkutan
truk tidak begitu jauh dan akan menghemat biaya angkut.
Sewaktu pembongkaran bagian-bagian bangunan rumah yang rusak atau
yang agak rusak seperti bagian atap, bagian dinding, bagian lantai, bagian pintu
atau jendela dan bagian-bagian lainnya diusahakan material bangunan yang
kondisinya masih agak baik tidak rusak dapat diseleksi kembali untuk dapat
kiranya dimanfaatkan kembali agar biaya kegiatan bedah rumah dapat lebih
efisien.
Prosedur Pengusulan Penerima Bantuan Bedah Rumah
Pelaksanaan kagiatan bedah rumah akan berjalan jika telah melakukan
prosedur pengusulan penerima bantuan bedah rumah itu sendiri. Prosedur yang
dapat dilakukan untuk mengusulkan penerima bantuan bedah rumah tidak layak
huni adalah sebagai berikut : Pemerintah Kabupaten (PEMKAB) beserta aparat
desa maupun kelurahan melakukan pendataan Kepala Keluarga (KK) calon
penerima bantuan bedah rumah. Berdasarkan hasil pendataan survey dari tim
surveyor yang dibentuk oleh Bappeda Provinsi Jambi maka pemerintah kabupaten
mengajukan permohonan bantuan bedah rumah tidak layak huni ke Pemerintah
Provinsi Jambi dengan melampirkan data lokasi, data calon penerima (by name by
address) dan foto rumah. Bappeda kabupaten melakukan verifikasi data rumah
35
untuk membuat rekomendasi prioritas fasilitas rumah berdasarkan petunjuk teknis
dari Dinas Pekerjaan Umum yang menjadi prioritas bantuan. Berdasarkan hasil
verifikasi data administrasi dari Bapedda kabupaten, maka Bupati mengeluarkan
keputusan penetapan KK penerima bantuan bedah rumah setelah melakukan
verifikasi dengan Camat di lokasi calon penerima bantuan. Nama penerima
bantuan yang sudah ditetapkan dalam keputusan bupati akan disampaikan ke
Gubernur atas nama Bappeda Provinsi Jambi.
Keluarga Penerima Bantuan
Keluarga penerima bantuan bedah rumah adalah keluarga Miskin Bedah
Rumah (MBR) di kabupaten yang telah terdata dan masuk dalam data yang
rumahnya masuk dalam indikator sebagai berikut : Atap, Lantai dan Dinding
Rumah (ALADIN) yang tidak layak, tidak ada kamar tidur, jendela dan ventilasi
serta pencahayaan yang kurang baik sehingga akan berdampak dengan rendahnya
derajat kesehatan masyarakat sesuai dengan petunjuk teknis. Program ini juga
ditujukan bagi mereka yang tinggal dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Indikator KK penerima bantuan bedah rumah adalah sebagai berikut :
memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas lainnya dari kepala desa
atau lurah. Kepala keluarga atau anggota keluarga tidak mempunyai sumber mata
pencaharian tapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi
kemanusiaan, kehidupan sehari-hari masih memerlukan bantuan pangan untuk
penduduk miskin seperti zakat dan Beras Miskin (Raskin), tidak memiliki aset
lain apabila dijual tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup anggota
keluarga selama tiga bulan kecuali tanah dan rumah yang ditempati. Memiliki
rumah di atas tanah milik sendiri yang dibuktikan dengan sertifikat atau girik atau
sporadik.
Rumah yang dimiliki dan ditempati adalah rumah tidak tidak layak huni
yang tidak memenuhi syarat kesehatan, keamanan dan sosial dengan kondisi
sebagai berikut : tidak permanen atau rusak, dinding dan atas dibuat dari bahan
yang mudah rusak atau lapuk seperti papan/ilalang/bambu yang dianyam, dinding
dan atas sudah rusak atau bocor sehingga membahayakan dan mengganggu
keselamatan penghuninya, rumah tidak memiliki sekat ruangan, tidak memiliki
sirkulasi udara dan jendela (matahari tidak masuk), lantai terbuat dari tanah, kayu
atau semen dalam kondisi rusak, tidak memiliki sumber air bersih dan rumah yang
tidak memiliki fasilitas kamar mandi, cuci dan kakus (MCK).
Tata Cara Pencairan Dana
Sesuai dengan pedoman umum Program Samisake yang tertuang dalam
Peraturan Gubernur Jambi Nomor 4 Tahun 2013, tata cara pencairan dana untuk
kegiatan bedah rumah adalah sebagai berikut : proses pencairan dana bedah rumah
Program Samisake diatur dalam berita acara perjanjian kerja atau MOU antara
pihak kecamatan dengan pelaksana kegiatan. Proses pencairan dana disetor ke
bendahara penerima kecamatan selanjutnya bendahara membayarkan kepada
pelaksana kegiatan. Pencairan dana bedah rumah dibayarkan sesuai dengan
jumlah rumah yang akan dibedah oleh pelaksana kegiatan.
Sewaktu pembongkaran bagian-bagian bangunan rumah yang rusak atau
yang agak rusak seperti bagian atap, dinding, lantai, pintu, jendela dan bagianbagian lainnya diusahakan material bangunan yang kondisinya masih agak baik
36
tidak rusak dapat diseleksi kembali untuk dapat kiranya dimanfaatkan kembali
agar biaya kegiatan bedah rumah dapat lebih efisien.
Program Samisake di Kecamatan Maro Sebo Ulu telah berlangsung dari
Tahun 2011 dengan berbagai jenis kegiatan yang salah satunya adalah bedah
rumah yang dilaksanakan dengan bantuan ABRI (Angkatan Bersenjatan Republik
Indonesia) terhadap 11 desa/kelurahan dari 12 desa/kelurahan yang ada di
Kecamatan Maro Sebo Ulu. Pelaksanaan dengan bantuan ABRI ini meliputi
proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta diawasi langsung oleh pihak
kecamatan dan perangkat desa/kelurahan yang bersangkutan.
Kinerja Program
Program Samisake dari tahun 2011 sampai tahun 2013 mengalami
dinamika dalam pelaksanaannya. Mulai dari proses sosialisasi, publikasi hingga
pelaksanaan. Mulai berjalannya Program Samisake 2011 hingga saat ini meliputi
alokasi anggaran, penyaluran dan hasil. Berdasarkan hasil rapat koordinasi
Program Samisake tahun 2013 dapat diuraikan kinerja Program Samisake tahun
anggaran 2012 sebagai berikut.
Tabel 4 Alokasi dana Program Samisake 2012
Pelaksana
SKPD Kecamatan
Dinas Kesehatan
Dinas Sosnakertrans
Jumlah kecamatan
kabupaten/kota
81
131
10
Jumlah dana
Rp 72.021.000.000
Rp 11.642.5000.000
Rp 3.755.449.200
Sumber : Bappeda Provinsi Jambi tahun 2013
Tabel 4 di atas dapat dijelaskan bahwa, untuk alokasi dana Program
Samisake tahun anggaran 2012 kegiatan di kecamatan hanya 81 Kecamatan dari
131 kecamatan yang ada di Provinsi Jambi dengan jumlah dana sebesar 72 milyar,
dengan kegiatan antara lain bedah rumah, pengadaan alsintan, sertifikat tanah
gratis, beasiswa, bantuan modal, dan sambungan listrik. Namun untuk kegiatan di
bidang kesehatan, anggaran tahun 2012 mencakup seluruh Kecamatan yaitu 131
kecamatan dengan Dinas Kesehatan sebagai penanggung jawab kegiatan dengan
jumlah dana 11 milyar. Sedangkan 10 kecamatan melaksanakan kegiatan
Samisake, Dinas Sosnakertrans sebagai penanggung jawab kegiatan dengan
jumlah dana 3 milyar dengan kegiatan berupa pelatihan tenaga kerja.
Kegiatan Samisake yang telah dilaksanakan memiliki tingkat serapan yang
berbeda-beda di setiap kabupatennya. Realisasi kegiatan Samisake tahun 2012.
Realisasi beberapa kegiatan Samisake yaitu pengadaan sertifikat tanah gratis,
beasiswa bagi pelajar Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah
Menengah Atas hingga Perguruan Tinggi, Unit Menengah Kegiatan Masyarakat
(UMKM), pengadaan alat mesin pertanian (Alsintan), pengadaan kendaraan roda
tiga dan kegiatan bedah rumah berdasarkan Tabel 5 terlihat cukup baik
serapannya. Kegiatan sertifikat tanah gratis hanya ada dua kabupaten yang
terealisasi karena pada tahun 2012 Kabupaten Merangin dan Kabupaten Tanjung
Jabung Timur paling banyak tanah penduduk yang belum mendapat sertifikat.
37
Dana Samisake banyak dialokasikan pada kegiatan sertifikat tanah gratis di kedua
kabupaten tersebut.
Tabel 5 Realisasi kegiatan Program Samisake tahun 2012
Realisasi kegiatan Tahun 2012 (%)
Kabupaten
Tebo
Merangin
Bungo
Tanjabar
Tanjatim
Sungai Penuh
Kerinci
Muaro Jambi
Batanghari
Sarolangun
Kota Jambi
Sertifikat
Beasiswa
UMKM
Alsintan
00.00
42.62
00.00
00.00
21.57
00.00
00.00
00.00
00.00
00.00
00.00
79.71
100.00
87.73
47.87
00.00
78.88
80.86
96.86
87.71
100.00
00.00
53.97
100.00
88.08
55.24
00.00
100.00
89.36
51.82
90.91
00.00
00.00
80.00
100.00
60.87
71.43
00.00
00.00
82.24
100.00
100.00
100.00
00.00
Kendaraan
roda tiga
00.00
100.00
00.00
00.00
100.00
100.00
00.00
100.00
100.00
00.00
100.00
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi tahun 2012
Anggaran tahun 2012 telah diselesaikan awal 2013, dengan laporan dari
masing-masing Kabupaten yang menerima Program Samisake. Tujuan
pelaksanaan Program Samisake adalah agar meningkatkan kesejahteraan
masyarakat miskin di Provinsi Jambi dengan prioritas realisasi penyaluran dan
adalah di atas 90 persen untuk seluruh kecamatan yang mendapat bantuan
Samisake yaitu 81 Kecamatan. Namun, ternyata setiap Kabupaten memiliki
realisasi penyaluran dana yang berbeda-beda. Hal ini tampak pada Tabel 6 berikut
mengenai realisasi penyaluran dana Program Samisake untuk anggaran tahun
2012 untuk tiap Kabupaten.
Tabel 6 Realisasi penyaluran dana Program Samisake dan bedah rumah tahun
2012
Kabupaten
Tebo
Tanjung Jabung Timur
Tanjung Jabung Barat
Sarolangun
Batanghari
Kerinci
Muaro jambi
Bungo
Sungai Penuh
Merangin
Realisasi penyaluran dana
Samisake (%)
65.99
63.49
74.82
77.15
82.16
81.66
89.23
91.99
93.87
97.97
Realisasi kegiatan
bedah rumah
93.52
99.67
98.69
92.65
77.94
89.10
97.22
100.00
97.67
98.29
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi tahun 2013
Tabel 6 di atas dapat dijelaskan bahwa hanya 3 Kabupaten saja yang
realisasi penyaluran dana Samisake di atas 90 persen yaitu Kabupaten Bungo,
Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Merangin. sehingga dapat dikatakan bahwa
penyaluran dana Samisake untuk anggaran 2012 masih tergolong rendah. Hal ini
38
sejalan dengan pernyataan informan Bapak CT (39 tahun) sebagai penanggung
jawab Program Samisake di tingkat kecamatan berikut ini.
“Menurut Sayo, Samisake tahun 2012 belum terealisasi secara
maksimal. Sayo dari awal ado Samisake sudah langsung terjun dalam
kegiatan ini. Ngurus segalo macamnyo untuk masyarakat miskin yang
ado di kecamatan kami. Kenapo belum maksimal, kareno masih
panjangnyo saluran penyaluran dana, artinyo masih ado dana yang
tepotong dimano-mano. Rawan nian korupsi. Tapi kito jugo dak boleh
buruk sangko, yang biso di lakukan yo kito jalani be program dari
pemerintah ini dengan baek”
Konteks penelitian ini memfokuskan pada kegiatan bedah rumah.
Selanjutnya yang akan dibahas adalah realisasi khusus bedah rumah. Target
realisasi di atas 90 persen setiap kabupaten. Tabel 6 di atas dapat dijelaskan
bahwa untuk kegiatan bedah rumah rata-rata setiap Kabupaten mencapai 90
persen realisasi hanya ada dua kabupaten yang realisasinya di bawah 90 persen
yaitu Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Batanghari.
Kemudian untuk anggaran dana Samisake tahun 2013. Bappeda telah
memberikan dana ke seluruh kecamatan yang ada di Provinsi Jambi yaitu 131
kecamatan untuk seluruh kegiatan Samisake. Sehingga ada kecamatan yang pada
tahun 2012 telah menerima bantuan, dan pada tahun 2013 juga menerima kembali.
Namun sasaran Program Samisake berbeda. Alokasi dana Program Samisake
tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7 Alokasi dana Program Samisake Tahun 2013
Pelaksana
SKPD Kecamatan
SKPD RSU Raden Mataher
Rumah Sakit Jiwa
Dinas Sosnakertrans Provinsi Jambi
Jumlah Kecamatan
Kabupaten/Kota
131
131
131
6
Jumlah Dana
Rp 117.479.999.999
Rp 11.000.000.000
Rp 2.000.000.000
Rp 2.520.000.000
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi tahun 2013
Tabel 7 di atas dapat dijelaskan bahwa alokasi dana Program Samisake
lengkap untuk 131 Kecamatan yang ada di Provinsi Jambi untuk seluruh kegiatan.
Dimana untuk kegiatan tiap Kecamatan sebesar 117 milyar, kegiatan kesehatan 13
milyar, dan untuk pelatihan tenaga kerja sebesar 2 milyar. Penyaluran dana tahun
anggaran 2013 melalui dua tahap, dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8 Penyaluran dana transfer Samisake Tahun 2013
Penyaluran
Tahap I
Tahap II
Jumlah
Rp 46.991.700.000
Rp 6.307.419.847
Persentase (%)
40
60
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi tahun 2013
Penyaluran dana transfer Program Samisake sendiri melalui dua tahap,
tahap pertama penyaluran sebesar 40 persen dari total yang akan ditransfer, tahap
kedua penyaluran sebesar 60 persen dari total dana yang akan ditransfer.
39
Penyaluran tahap dua ini dilaksanakan setelah penyerapan anggaran tahap pertama
mencapai minimal 80 persen dari yang sudah disalurkan. Adanya beberapa tahap
penyaluran dana transfer Samisake diidentifikasi adanya event komunikasi di
setiap pelaksanaannya, yang dapat dijelaskan pada bagian proses komunikasi
Program Samisake.
Proses Komunikasi Tingkat Provinsi
Suatu program sampai kepada sasaran melalui sejumlah tahapan proses
komunikasi untuk menyampaikan maksud atau isi pesan pembangunan hal ini
sejalan dengan pendapat Effendy (2003) bahwa komunikasi merupakan proses
penyampaian pesan oleh komunikator merupakan proses penyampaian pesan
bersedia menerima suatu paham atau keyakinan sehingga mau melakukan sesuatu
perbuatan atau kegiatan lain-lain. Program Samisake melakukan serangkaian
proses komunikasi dari Bappeda sebagai penanggungjawab Program di tingkat
Provinsi atas nama Gubernur Jambi. Pelaksanaan Program Samisake terlebih
dahulu dilakukan rapat koordinasi di jajaran Pemerintahan Provinsi Jambi yang
dipimpin langsung oleh Gubernur Jambi sehingga menghasilkan pedoman umum
sebagai koridor pelaksanaan Program Samisake di tingkat sasaran. Rapat
koordinasi yang dilakukan merupakan arah komunikasi organisasi, sesuai dengan
pendapat Masmuh (2008) yang menyatakan bahwa ada tiga macam arah
komunikasi organisasi yang terjadi, yaitu komunikasi ke atas, komunikasi
kebawah dan komunikasi lateral.
Rapat koordinasi tergolong komunikasi ke bawah. Pesan dan informasi
program Samisake langsung disampaikan oleh gubernur beserta perangkat daerah
sebagai hierarki tertinggi penyelenggara Program Samisake. Rapat koordinasi
mengahdirkan perwakilan perangkat daerah Kabupaten (Bupati) /Kota (Walikota)
beserta LSM dan jajaran pemerintahan terkait.
Selain rapat koordinasi tingkat pemerintah Provinsi, Bappeda juga
mengadakan rapat koordinasi seluruh Camat yang ada di provinsi Jambi yang
wilayahnya menjadi sasaran program. Rapat koordinasi dengan camat bertujuan
untuk menyebarkan informasi Program Samisake agar dalam pelaksanaannya
tepat sasaran dan tidak ada informasi yang tidak tersampaikan. Pelaksanaan
Program Samisake berbasis data verifikasi dari tingkat kecamatan sehingga pihak
kecamatan sangat berperan dalam Program Samisake. Jenis rapat koordinasi ini
masih bersifat komunikasi ke bawah, informasi masih mengalir dari Bappeda
sebagai penyelengara dan camat sebagai penerima informasi. Komunikasi masih
bersifat top down.
Rapat koordinasi tingkat provinsi yang diadakan dua kali dalam satu tahun
ini membahas seluruh kegiatan Program Samisake, meliputi bedah rumah,
sertifikat tanah gratis, beasiswa pendidikan, penguatan modal usaha UMKM,
bantuan alsintan, jaminan kesehatan dan kegiatan prioritas lainnya. Diawali
pemaparan secara umum tentang Program Samisake oleh Gubernur Jambi,
kemudian dilanjutkan dengan penjelasan secara teknis oleh perwakilan dari
Bappeda di depan seluruh peserta rapat koordinasi. Setelah selesai pemaparan,
maka dilanjutkan dengan sesi diskusi bagi perwakilan tiap kabupaten yang telah
40
hadir. Hasilnya adalah setiap kabupaten mendapatkan jatah atau porsi bantuan
dana transfer Samisake sesuai dengan kebutuhan tiap daerah.
Begitu juga dengan rapat koordinasi tingkat kecamatan, dimana pada rapat
kali ini pembahasan lebih spesifik dengan kondisi real di lapangan. Alokasi tiap
program dan penerima program juga dibahas dalam rapat ini. Sehingga dana yang
bergulir hingga sampai ke desa sesuai dan tepat sasaran. Rapat yang melibatkan
aparat desa dan fasilitator ini juga membahas biaya-biaya yang kemungkinan akan
dipakai pada saat fasilitator sudah bergerak ke lapangan dan dana tak terduga
lainnya.
Media massa sangat berperan dalam menyebarkan informasi kepada
masyarakat. Menurut Soekartawi (2005) media massa yaitu komunikasi melalui
media massa seperti koran, majalah, radio, televisi dan film. Media massa
membangun pesan-pesan untuk saluran dengan khalayak banyak, didukung oleh
organisasi tertentu yang mengumpulkan informasi-informasi, membantu dalam
proses informasi tersebut sampai kepengirim, dan berpartisipasi dalam pemelihan
materi yang akan dikomunikasikan dengan publik. Penyebaran informasi tentang
Program Samisake tidak hanya melalui rapat koordinasi, agar informasi sampai ke
masyarakat luas maka pihak Bappeda menggunakan alat-alat telekomunikasi yang
ada untuk menyebarkan informasi. Bappeda memanfaatkan RRI Jambi (Radio
Republik Indonesia Jambi) dan TVRI (Televisi Republik Indonesia) dalam
menyebarkan informasi yaitu dengan membuat acara dialog interaktif Samisake
yang tayang setiap minggu. Hal ini sesuai dengan pernyataan peserta bedah rumah
Bapak SB (38 tahun) di Kecamatan Jelutung sebagai berikut :
“Ado acara Samisake di TVRI, sayo sering nengoknyo. Cuma sayo
dak pernah ikut nelpon. Cuma nengok be, tapi banyak informasi yang
sayo dapat dari acara Samisake ini, ternyato banyak nian kegiatannyo,
ado bedah rumah, beasiswa, bantuan dana usaha, itu yang kami tau.
Jadi sayo raso masyarakat Jambi yang punyo TV taulah dengan acara
itu”
Saluran lain untuk penyebaran informasi melalui SMS (Short Message
Server) 24 jam, layanan telefon, film dokumenter berjudul “Rumah Nyai” yang
menceritakan seorang nenek yang begitu bahagia ketika mendapat bantuan Bedah
Rumah Samisake, kemudian Kios Data yang dipasang di depan Kantor Bappeda
dengan memanfaatkan jaringan internet. Tujuan telekomunikasi ini adalah untuk
memahamkan masyarakat luas tentang program Program Samisake. Kios data
berisi informasi agenda-agenda Bappeda, salah satunya mengenai Program
Samisake. Kios data diletakkan tepat di depan kantor Bappeda tepatnya di dekat
ruang lobi, seperti yang dikemukakan oleh Bapak YN (53 tahun) sebagai Kepala
Bidang Program Samisake Bappeda Provinsi, berikut ini.
“Kami memiliki kios data yang kami letakkan di depan kantor
Bappeda itu berfungsi untuk menyampaikan informasi kepada
masyarakat yang berkunjung ke Bappeda langsung, jadi ketika mereka
datang atau pergi pasti melintasi kios data dan bisa langsung
mengakses informasi yang ada di dalam kios data. Jenis data yang ada
41
di dalam kios data juga beragam, tidak hanya kegiatan Samisake,
tetapi juga kegiatan lain di bawah Bappeda sebagai pelaksananya”
Tahapan proses komunikasi kegiatan bedah rumah dari Provinsi (Bappeda)
ke Desa (sasaran program) yaitu penyusunan rencana kegiatan Samisake pada
tingkat Kecamatan di Kabupaten/Kota berdasarkan pedoman umum dan petunjuk
teknis Program Samisake, penyusunan kegiatan Samisake berdasarkan hasil
pembahasan dan kajian dari Bappeda Kabupaten/Kota untuk di sampaikan kepada
Gubernur Jambi atas nama Bappeda Provinsi Jambi, dan penyusunan rencana
kegiatan Samisake Provinsi dilaksanakan di Kecamatan berkoordinasi dengan
Bappeda Provinsi Jambi. Terlebih dahulu dibentuk tim surveyor/tim koordinasi
yang diterjunkan langsung ke lokasi dengan tugas mengidentifikasikan penduduk
sangat miskin by name by address (Gambar 5).
42
43
5 DESKRIPSI KECAMATAN DAN PESERTA BEDAH RUMAH
Kondisi Geografis Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada dua kecamatan yang berada di kabupaten dan
kota di Provinsi Jambi yaitu Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung.
Lokasi penelitian di Kecamatan Maro Sebo Ulu meliputi 10 desa yaitu Sungai
Lingkar, Tebing Tinggi, Simpang Sungai Rengas, Buluh Kasab, Kembang Seri,
Rengas IX, Kampung Baru, Teluk Leban, Peninjauan dan Batu Sawar sedangkan
di Kecamatan Jelutung meliputi lima desa yaitu Cempaka Putih, Jelutung, Kebun
Handil, Payo Lebar dan Lebak Bandung. Desa tersebut dipilih berdasarkan
sebaran Program Samisake pada kegiatan bedah rumah. Kedua kecamatan
tersebut memiliki keadaan geografis yang berbeda dan dapat dilihat pada Tabel 9
berikut ini.
Tabel 9 Kondisi geografis lokasi Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan
Jelutung tahun 2013
Uraian
Luas wilayah (Ha)
Batas wilayah
Sebelah Timur
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
Sebelah Utara
Jarak ke Ibukota Kabupaten (km)
Lokasi penelitian (Kecamatan)
Maro Sebo Ulu
Jelutung
114.131
792
Mersam
Lubuk Ruso
Sungai Bengkal
Mersam
70
Jambi Timur
Kota Baru
Jambi Selatan
Pasar Jambi
10
Sumber : BPS Kecamatan Maro Sebo tahun 2012
BPS Kecamatan Jelutung tahun 2013
Kecamatan Maro Sebo Ulu memiliki luas 114.313 Ha ini dialiri oleh dua
sungai besar yaitu Sungai Batanghari dan Sungai Tabir. Sebanyak 13 desa dan
satu kelurahan yang ada di Kecamatan Maro Sebo Ulu, ada satu desa yang sampai
saat ini masih sangat terisolir yaitu Desa Batu Sawar. Untuk mencapai desa
tersebut hanya ada satu jalan yaitu melewati jalur Sungai Kejasung. Pusat
pemerintahan Kecamatan Maro Sebo Ulu terletak di Kelurahan Simpang Sungai
rengas. Jarak pusat pemerintahan ke ibukota Kabupaten kurang lebih 70 km. Batas
wilayah Kecamatan Maro Sebo Ulu yaitu sebelah barat berbatasan dengan Sungai
Bengkal, sebelah tikur berbatasan dengan Mersam, sebelah selatan berbatasan
dengan Lubuk Ruso dan sebelah utara berbatasan dengan Mesam.
Kecamatan Jelutung merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kota
Jambi memiliki luas 792 ha ini berbatasan dengan Kecamatan Pasar Jambi
(sebelah utara), Kecamatan Kota baru (sebelah selatan), Kecamatan Jambi Timur
(sebelah timur) dan Jambi Selatan (sebelah barat) dengan kelurahan paling luas
yaitu Kelurahan Lebak Bandung seluas 2.01 Km2 atau 25.38 persen dari luas
kecamatan. Sedangkan sebaran penduduk merata karena Kecamatan Jelutung
berada di pusat provinsi yaitu di Kota Jambi dengan kemudahan akses dan
fasilitas yang ada. Jarak ke Ibukota Kabupaten 10 km.
Berdasarkan Tabel 9 terlihat perbedaan keadaan wilayah Kecamatan Maro
Sebo Ulu yang terletak di Kabupaten dan Kecamatan Jelutung yang terletak di
44
Kota Jambi. Hal ini memungkinkan perbedaan distribusi informasi dan bantuan
Program Samisake khususnya bedah rumah yang akan dibahas lebih lanjut pada
bab berikutnya.
Kependudukan
Jumlah penduduk di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung
sangat beragam berdasarkan jenis kelamin. Adanya penduduk asli dan pendatang
juga menambah keberagaman penduduk yang ada di kedua kecamatan tersebut.
Sebaran jumlah penduduk di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung
dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini.
Tabel 10 Jumlah Penduduk Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung
Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2013
Kecamatan
Laki-laki
Perempuan
Total
Jumlah penduduk (jiwa)
Maro Sebo Ulu
Jelutung
15.587
39.700
14.560
38.368
30.147
78.068
Sumber : BPS Kecamatan Maro Sebo tahun 2012
BPS Kecamatan Jelutung tahun 2013
Berdasarkan Tabel 10 di atas jumlah penduduk Kecamatan Maro Sebo Ulu
berdasarkan data BPS (2012) yaitu sebanyak 30.147 jiwa yang terdiri dari 15.587
jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 14.560 jiwa berjenis kelamin perempuan.
Sebaran penduduk di Kecamatan Maro Sebo Ulu dipengaruhi oleh faktor
geografis seperti kesuburan tanah, sumber daya serta kemudahan akses ke tempat
lalu lintas umum yang sering digunakan. Hal ini dapat dilihat dari tempat tinggal
penduduk yang umumnya berada di pinggir sungai dan di pinggir dan di pinggir
jalan raya, di samping itu juga faktor sosial ekonomi dan demografi sangat
berpengaruh. Jumlah penduduk yang terbanyak berada di Kelurahan Simpang
Sungai Rengas sebesar 3.927 jiwa.
Jumlah penduduk di Kecamatan Jelutung berdasarkan data BPS (2013)
sebesar 78.068 jiwa yang terdiri dari 39.700 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan
38.368 jiwa berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk terbanyak berada di
Kelurahan Jelutung sebanyak 18.813 jiwa atau sebesar 24.09 persen dari total
jumlah penduduk yang ada, hal ini dikarenakan Kelurahan Jelutung merupakan
pusat pemerintahan Kecamatan Jelutung itu sendiri.
Karakteristik Peserta Bedah Rumah
Gambaran umum yang diuraikan pada bagian ini adalah karakteristik
peserta bedah rumah terdiri dari umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah
tanggungan keluarga, status kepemilikan lahan, luas lahan, status kependudukan,
lama tinggal, pengalaman menerima bantuan lain dan hubungan sosial dengan
perangkat desa. Umur dibagi menjadi dua kategori yaitu 23 samapi 55 tahun dan
lebih dari 55 tahun sesuai usia peserta bedah rumah. Tingkat pendidikan peserta
45
bedah rumah dibagi menjadi dua kategori yaitu tidak sekolah sampai SD/SR )
kategori rendah, SLTP kategori menengah dan SLTA kategori tinggi.
Tabel 11 Distribusi peserta bedah rumah dan nilai koefisien uji t berdasarkan
karakteristik peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan
Kecamatan Jelutung tahun 2013
Karakteristik
peserta bedah
rumah
Umur :
23-55 tahun
>55 tahun
Tingkat
pendidikan :
SD/SR
SLTP
SLTA
Pekerjaan :
Petani
Wiraswasta
Pensiunan
Jumlah
tanggungan :
0-2
3-5
6-8
Status
kepemilikan
rumah :
Milik Sendiri
Warisan
Sewa
Status
kependudukan :
Penduduk Asli
Pendatang
Bantuan lainnya:
Menerima
Tidak Menerima
Hubungan sosial
dengan perangkat
desa:
Saudara
Interaksi sosial
Peserta bedah rumah (%)
Maro Sebo Ulu
Jelutung
Total
(n=25)
(n=40)
(n=65)
Nilai
koefisien
uji t
α
80.00
20.00
42.50
32.50
71.67
33.85
1.914
0.443
92.00
8.00
-
57.59
20.00
22.50
70.80
12.30
16.90
4.127**
0.000
64.00
36.00
-
5.50
92.50
1.50
34.20
64.30
1.50
4.462**
0.000
31.00
64.00
4.00
35.00
52.50
12.50
33.90
56.90
9.20
0.913
0.490
96.00
4.00
-
85.00
5.00
10.00
89.20
4.60
6.20
-1.955
0.001
88.00
12.00
55.00
45.00
67.70
32.30
3.183**
0.000
60.00
40.00
35.00
65.00
63.10
36.90
0.187
0.873
24.00
76.00
5.00
95.00
12.30
87.70
2.023**
0.000
Keterangan : ** : nilai koefisien uji t signifikan pada α<0.01
α : derajat signifikan
Pekerjaan peserta bedah rumah dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu
petani, wiraswasta dan Pensiunan. Jumlah tanggungan keluarga peserta bedah
rumah dikategorikan menjadi tiga yaitu 0 sampai 2 kategori rendah, 3 sampai 5
kategori sedang dan 6 sampai 8 kategori tinggi. Status kepemilikan lahan peserta
bedah rumah dikategorikan menjadi tiga yaitu milik sendiri, warisan dan sewa.
46
Status kependudukan peserta bedah rumah dikategorikan menjadi penduduk asli
dan pendatang. Pengalaman menerima bantuan lain selain bantuan bedah rumah
dikategorikan menjadi menerima bantuan dan tidak menerima bantuan.
Umur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur peserta bedah rumah yang
memiliki presentasi umur tertinggi adalah pada umur rentang 23 sampai 55 tahun
di Kecamatan Maro Sebo Ulu sebesar 80 persen dan di Kecamatan Jelutung
sebesar 42.50 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peserta bedah rumah yang
mendapat bantuan kegiatan bedah rumah didominasi kategori umur dewasa dan
tua, yang rata-rata mereka sudah kurang produktif dalam bekerja atau hanya
bekerja seadanya saja cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya
sehari-hari.
Tingkat Pendidikan
Pengetahuan sangat menentukan pola berfikir manusia, pengetahuan bisa
didapat dari mana saja, namun yang paling utama dari pendidikan yang diikuti,
sehingga menentukan pola fikir dan tingkah laku manusia. Tingkat pendidikan
peserta bedah rumah didominasi oleh peserta bedah rumah dengan kategori
rendah yaitu sampai tamat SD/SR di kedua kecamatan sebanyak 92 persen di
Kecamatan Maro Sebo Ulu dan 57.5 persen di Kecamatan Jelutung. Sedangkan
peserta bedah rumah yang memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu SLTP
sebanyak 8 persen di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan 20 persen di Kecamatan
Jelutung. Tingkat pendidikan tinggi yaitu SLTA tidak ada di Kecamatan Maro
Sebo Ulu dan sebanyak 22.5 persen di Kecamatan Jelutung. Sedangkan untuk
tingkat pendidikan Perguruan Tinggi tidak ada satupun di kedua kecamatan
tersebut, hal ini disebabkan karena bantuan bedah rumah memiliki sasaran
keluarga miskin, sedangkan bagi masyarakat yang sudah mengenyam pendidikan
hingga perguruan tinggi maka dianggap telah memiliki kehidupan yang layak.
Pekerjaan
Pekerjaan peserta bedah rumah beraneka ragam, namun dikategorikan
menjadi tiga kategori yaitu petani, wiraswasta dan pensiun peserta bedah rumah di
Kecamatan Maro Sebo Ulu memiliki jumlah peserta bedah rumah terbanyak
bekerja sebagai petani sebesar 64 persen namun berbanding terbalik dengan
Kecamatan Jelutung yang jumlah penduduk terbanyak bekerja sebagai wiraswasta
sebesar 92.5 persen. Hal ini dapat diketahui dari letak dua kecamatan yang
berbeda, dimana Kecamatan Maro Sebo Ulu terletak di kabupaten dengan masih
luasnya wilayah pertanian dan perkebunan sehingga mayoritas masyarakatnya
bertani dan berkebun, sedangkan Kecamatan Jelutung terletak di Kota Jambi yang
tidak lagi memiliki lahan pertanian yang bisa diusahakan secara maksimal untuk
pertanian maupun perkebunan.
Masyarakat di Kecamatan Maro Sebo Ulu umumnya bekerja disektor
pertanian tanaman pangan dan perkebunan, kedua sektor ini menjadi andalan dan
mampu menyerap tenaga kerja cukup banyak. Berdasarkan hasil sensus penduduk
pada Bulan Mei 2010 penduduk yang berusaha di sektor tanaman pangan sebesar
6 persen dan sektor perkebunan 73 persen dan 21 persen di sektor lain.
47
Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga peserta bedah rumah diketegorikan menjadi
tiga kategori, yaitu 0 sampai 2 orang dengan kategori rendah, 3 sampai 5 orang
dengan kategori sedang dan 6 sampai 8 orang dengan kategori tinggi. Kecamatan
Maro Sebo Ulu rata-rata peserta bedah rumah memiliki jumlah tanggungan 3
sampai 5 orang sebanyak 64 persen, hal yang sama juga terjadi di Kecamatan
Jelutung rata-rata peserta bedah rumah memiliki jumlah tanggungan 3 sampai 5
orang sebesar 52.5 persen dari jumlah peserta bedah rumah yang ada. Artinya
peserta bedah rumah kedua kecamatan menganut paham banyak anak banyak
rezeki. Jumlah tanggungan yang tidak sedikit dan kebutuhan yang naik membuat
peserta bedah rumah tidak memperhatikan keadaan rumah mereka, demi mencari
pendapatan di luar rumah, yang pada akhirnya peserta bedah rumah mendapatkan
bantuan bedah rumah.
Status kepemilikan Tanah
Status kepemilikan tanah peserta bedah rumah dikategorikan menjadi tiga
kategori yaitu milik sendiri, warisan dan sewa. Seharusnya peserta bedah rumah
yang status kepemilikan tanahnya sewa tidak bisa menerima bantuan Samisake,
namun karena kondisi rumah sewaan yang sangat memprihatinkan akhirnya dari
pihak kecamatan meluluskan berkas yang telah diajukan, namun persentasenya
hanya sedikit dan hanya ada di Kecamatan Jelutung yaitu sebesar 10 persen saja.
Sedangkan jumlah peserta bedah rumah terbanyak dengan status kepemilikan
tanah di Kecamatan Maro Sebo Ulu dengan status milik sendiri sebesar 96 persen
dan di Kecamatan Jelutung dengan status milik sendiri sebesar 85 persen dari total
peserta bedah rumah.
Status Kependudukan
Status kependudukan peserta bedah rumah di kedua kecamatan
dikategorikan menjadi dua kategori yaitu penduduk asli dan pendatang.
Kecamatan Maro Sebo Ulu didominasi dengan penduduk asli yaitu sebesar 88
persen dan Kecamatan Jelutung sebesar 55 persen. Adanya penduduk pendatang
di kedua kecamatan rata-rata pendatang dari Jawa, dengan penduduk Jawa yang
sudah sangat banyak menyebabkan mereka berpindah mencari penghidupan yang
layak, salah satu sasarannya yaitu pulau Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya.
Namun, masyarakatnya mudah berbaur antara penduduk asli dan pendatang.
Penduduk pendatang yang berasal dari Jawa terkenal sangat ulet, namun masih
banyak yang tercatat sebagai masyarakat miskin sehingga menjadi sasaran
penerima bedah rumah.
Pengalaman Menerima Bantuan Lain
Banyaknya program-progran pembangunan dari pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, mengidentifikasi adanya
masyarakat yang menerima bantuan dua kali. Kategori peserta bedah rumah yang
menerima bantuan lain dan tidak menerima bantuan lain selain dari bedah rumah.
Peserta bedah rumah dengan persentase terbanyak di Kecamatan Maro Sebo Ulu
adalah 60 persen menerima bantuan lain dan di Kecamatan Jelutung sebesar 65
persen tidak menerima bantuan lain. Bantuan lain yang biasa diterima adalah
Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang sekarang disebut Bantuan Langsung
48
Masyarakat (BLSM), Raskin (Beras Miskin), bantuan yang bersifat umum dari
Pembangunan Masyarakat Pemberdayaan Nasional Mandiri (PNPM Mandiri) dan
lain sebagainya.
Hubungan Sosial dengan Perangkat Desa
Hubungan sosial peserta bedah rumah dengan perangkat desa atau tingkat
RT (Rukun Tetangga) dikategorikan menjadi dua yaitu hubungan saudara dan
interaksi sosial. Kecamatan Maro Sebo Ulu sebanyak 76 persen adalah interkasi
sosial biasa dan 95 persen di Kecamatan Jelutung juga interaksi sosial biasa.
Adanya hubungan saudara akan menyebabkan nepotisme, namun tidak terindikasi
dalam Program Samisake ini meskipun ada peserta bedah rumah yang bersaudara
dengan perangkat desa di Kecamatan Maro Sebo Ulu sebesar 24 persen dan di
Kecamatan Jelutung sebesar 5 persen.
Hasil uji beda (t-test) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara karakteristik peserta bedah rumah antara peserta bedah rumah di
Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung terutama pada aspek tingkat
pendidikan, pekerjaan, status kependudukan, dan hubungan sosial dengan
perangkat desa. Hasil penelitian membuktikan bahwa tingkat pendidikan peserta
bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu didominasi peserta bedah rumah yang
tingkat pendidikannya SD/SR, sedangkan di Kecamatan Jelutung tingkat
pendidikan peserta bedah rumah menyebar 57.60 persen pendidikan SD/SR, 20
persen SLTP dan 22.50 persen SLTA. Hal ini dapat dikatakan bahwa tingkat
pendidikan peserta bedah rumah di Kecamatan Jelutung tergolong rendah,
sedangkan di Kecamatan Jelutung tergolong tinggi. Hal lain yang ditemui bahwa
pekerjaan peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu didominasi oleh
petani sebesar 64 persen sedangkan di Kecamatan Jelutung didominasi oleh
wiraswasta sebesar 92.50 persen. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan lahan
pertanian di Kecamatan Maro Sebo Ulu masih sangat luas sedangkan di
Kecamatan Jelutung sudah semakin sempit, sehingga tanah yang ada biasanya
digunakan untuk pembangunan perumahan dan fasilitas-fasilitas umum lain yang
telah direncanakan oleh pemerintah kota, hal ini juga didukung dengan banyaknya
masyarakat kabupaten atau pun luar daerah yang urban ke Kota Jambi.
Perbedaan status kependudukan dapat dijelaskan bahwa di Kecamatan
Maro Sebo Ulu didominasi penduduk asli sebesar 88 persen, hal ini karena
kecamatan tersebut mayoritas masyarakat pribumi, meskipun ada pendatang
persentasenya sangat sedikit. Namun, di Kecamatan Jelutung status kependudukan
peserta bedah rumah menyebar, ada yang penduduk asli sebesar 55 persen dan
pendatang sebesar 45 persen, hal ini dipengaruhi oleh arus urbanisasi penduduk
dari desa ke kota, sehingga sampai saat ini penduduk di Kota Jambi semakin
padat. Perbedaan hubungan sosial dengan perangkat desa di Kecamatan Maro
Sebo Ulu meski didominasi oleh peserta bedah rumah yang hanya berinteraksi
biasa dengan perangkat desa, namun sebesar 24 persen peserta bedah rumah
memiliki hubungan saudara dengan perangkat desa. Namun, hal ini tidak
menimbulkan kecurangan dalam pembagian bantuan bedah rumah Samisake. Hal
yang serupa juga terjadi di Kecamatan Jelutung, 95 persen peserta bedah rumah
hanya berinteraksi biasa dengan perangkan desa, namun persentase peserta bedah
rumah memiliki hubungan saudara dengan perangkat desa hanya sebesar 5 persen.
49
Hipotesis penelitian yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara
karakteristik peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan
Jelutung diterima yaitu pada aspek tingkat pendidikan, pekerjaan, status
kependudukan, dan hubungan sosial dengan perangkat desa.
Kredibilitas Fasilitator Kegiatan Bedah Rumah
Kredibilitas merupakan suatu tingkatan kepercayaan sampai sejauh mana
fasilitator dapat dipercaya oleh peserta bedah rumah. Tingkat kepercayaan ini
penting karena pada kenyataannya orang lebih dulu melihat siapa yang membawa
pesan sebelum ia menerima pesan yang disampaikannya. Kredibilitas fasilitator
meliputi kejujuran, keahlian, daya tarik dan keakraban. Kejujuran ketika fasilitator
berbicara apa adanya, keahlian ketika fasilitator memiliki kemampuan dalam
menyampaikan pesan pembangunan kegiatan bedah rumah, daya tarik ketika
fasilitator memiliki fisik dan non fisik yang menarik serta keakraban ketika sejauh
mana fasilitator memiliki hubungan yang dekat dengan peserta bedah rumah.
Berikut ini adalah Tabel 12 yang menguraikan tentang persentase dan total
kredibilitas fasilitator kedua kecamatan.
Tabel 12 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap
kredibilitas fasilitator dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro
Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013
Peserta bedah rumah (%)
Nilai
Kredibilitas
fasilitator
Kejujuran
Tinggi
Rendah
Keahlian
Tinggi
Rendah
Daya Tarik
Tinggi
Rendah
Keakraban
Tinggi
Rendah
Maro Sebo Ulu
(n=25)
Jelutung
(n=40)
Total
(n=65)
koefisien
uji t
α
100
0
97.50
2.50
98.50
1.50
1.408
0.113
100
0
100
0
100
0
1.447
0.019
100
0
100
0
100
0
1.447
0.019
100
0
97.50
2.50
98.50
1.50
0.256
0.390
Keterangan = α : derajat signifikan
Kejujuran
Berdasarkan hasil penelitian, di Kecamatan Maro Sebo Ulu peserta bedah
rumah menilai kredibilitas fasilitator mengenai kejujuran saat menyampaikan
pesan bedah rumah adalah tinggi yaitu sebesar 100 persen, hal yang sama terjadi
di Kecamatan Jelutung peserta bedah rumah menilai kejujuran fasilitator adalah
tinggi yaitu sebesar 97.5 persen. Peserta bedah rumah menilai fasilitator berbicara
apa adanya saat menyampaikan materi dan menjelaskan mengenai kegiatan bedah
rumah, fasilitator dapat dipercaya dan tidak ada kepentingan pribadi dan tidak ada
motif lain untuk mencari keuntungan materi dalam menangani pelaksanaan
50
kegiatan bedah rumah. Hal ini seperti yang telah diungkapkan oleh peserta bedah
rumah KY (73 tahun) dari Kecamatan Jelutung.
“Kami tengok Bapak-Bapak dari Kecamatan tu jujur lah kalo
ngomong, dak do rasonyo yang punyo maksud laen. Orangnyo baekbaek, apo yang diomongkan samo dengan apo yang mereka kasih ke
kami. Kami pecayo dengan mereka dak bakalan nyelewengin dana
dan dak ado maksud dan tujuan lain selain bantu kami.”
Namun masih ada peserta bedah rumah yang meragukan ketidakjujuran
fasilitator, hal yang berbeda di ungkapkan oleh peserta bedah rumah Bapak KS
(35 tahun) di Kecamatan Jelutung sebagai berikut.
”Kalo ditengok macam ini, rasonyo mereka tu dak do jujur. Cuma
dikasih bahan, trus duit dak do dikasih lagi. Kerjaan mereka pun dak
do beres, kami lah ni yang beresin dengan keluargo. Tapi yo kek mano
lagi, Kami dapat bantuan jadi yo bersyukur bae”
Berdasarkan pernyataan Bapak KS tersebut terlihat perbedaaan kredibilitas
fasilitator antara Kecamatan Jelutung dengan Kecamatan Maro Sebo Ulu, dimana
tingkat kejujuran kredibilitas fasilitator di Kecamatan Jelutung dirasa kurang oleh
beberapa peserta bedah rumah, yang bisa di lihat pada Tabel 12.
Keahlian
Kecamatan Maro Sebo Ulu peserta bedah rumah menilai keahlian
fasilitator dalam menguasai dan menyampaikan pesan pada pertemuan kegiatan
bedah rumah adalah tinggi yaitu sebesar 100 persen, hal yang sama terjadi di
Kecamatan Jelutung bahwa peserta bedah rumah menilai keahlian fasilitator
dalam menyampaikan dan menguasai kegiatan bedah rumah adalah tinggi 100
persen. Peserta bedah rumah menilai fasilitator memiliki pengetahuan yang baik
tentang pengadaan material dan bahan bangunan untuk kegiatan bedah rumah,
penentuan tenaga kerja, pengetahuan tentang suplier bahan bangunan, macammacam bahan bangunan, tentang desain rumah yang baik dan pengetahuan tentang
syarat rumah layak huni. Hal ini merupakan kriteria dan standar dari kegiatan
bedah rumah itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan peserta bedah rumah
Bapak TN (33 tahun) sebagai berikut.
“Bapak dari Kecamatan bantu sayo nyari tukang, nyediain bahanbahan yang nak dipakek, dio kadang ngusulin bahan-bahan apo be
yang cocok di beli untuk bedah rumah sayo, modelnyo yo dari Bapak
tu yang ngasih tahu, bahan yang masih biso dipake sayo sisihin biar
nglengkapi lah. Bagus Bapak tu kerjonyo”
Daya Tarik
Peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu menilai daya tarik
fasilitator dalam menyampaikan pesan kegiatan bedah rumah adalah tinggi yaitu
sebesar 100 persen, hal yang sama terjadi di Kecamatan Jelutung dimana daya
tarik fasilitator dinilai tinggi oleh peserta bedah rumah. Peserta bedah rumah
51
menilai fasilitator memiliki penampilan yang rapi dan menarik saat bertemu
dengan peserta bedah rumah, fasilitator berpenampilan sangat sopan,
menyampaikan materi dengan gaya bahasa yang menarik, sederhana dan mudah
dimengerti serta bersikap ramah kepada peserta bedah rumah. Hal ini sesuai
dengan pernyataan peserta bedah rumah Bapak UM (95 tahun) dari Kecamatan
Maro Sebo Ulu sebagai berikut.
“Mereka tu orang nyo sopan-sopan dengan kami. Ramah, senang begurau
jugo jadi kami tu dak segan nak nanyo apo be ke Bapak tu, jugo dak
sombong biak pun mereka orang dari Kecamatan”
Keakraban
Peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu menilai keakraban
fasilitator dengan peserta bedah rumah adalah tinggi sebesar 100 persen,
sedangkan hal yang sama terjadi di Kecamatan Jelutung yang menilai keakraban
fasilitator dengan peserta bedah rumah adalah tinggi sebesar 97.5 persen.
Tingginya nilai keakraban fasilitator dengan peserta bedah rumah karena
fasilitator mampu menjalin hubungan baik dengan peserta bedah rumah maupun
masyarakat sekitar dalam pelaksanaan kegiatan bedah rumah, sehingga
masyarakat tidak segan dalam mengemukakan pertanyaan kepada fasilitator.
Fasilitator juga melakukan kunjungan untuk memantau keberlangsungan kegiatan
bedah rumah ini secara rutin dan sesekali ikut membantu dalam pelaksanaannya.
Keakraban ini terbangun karena fasilitator juga mampu menciptakan suasana
santai saat berbicara dengan peserta bedah rumah, seperti yang dikemukakan
peserta bedah rumah Bapak US (70 tahun) dari Kecamatan Maro Sebo Ulu
sebagai berikut.
“Sayo senang nian kalau Bapak dari Kecamatan tu datang, mantau
bedah rumah ni, Orangnyo enak diajak ngobrol, sayo sering mintak
saran kek mano bagusnyo rumah ni dibangun jadi lebih elok dan layak
huni untuk kami sekeluarga. Bapak tu jugo akrab dengan tetanggo
kami dan keluarga kami. Orangnyo senang cerito baguslah pokoknyo”
Kecamatan Jelutung terdapat peserta bedah rumah yang menilai keakraban
fasilitator masih rendah, hal ini disebabkan di beberapa desa, fasilitator belum
mampu menyatu dengan masyarakat. Fasilitator masih merasa sebagai orang
kantoran untuk terlalu dekat dengan masyarakat. Adanya kredibilitas fasilitator
yang baik dinilai mempengaruhi peserta bedah rumah dalam melaksanakan
kegiatan maupun dalam berpartisipasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Satriani dan Muljono (2005) tentang pendampingan Program Posdaya, yang
menyatakan bahwa faktor pendukung keberhasilan pemberdayaan salah satunya
adalah pendampingan. Peran yang dominan dalam kegiatan Posdaya adalah peran
dari pendamping yakni P2SDM LPPM IPB dengan tugas sebagai pendamping
dan konsultan, aktivitasnya yaitu kunjungan, konsultasi, melihat kegiatan,
mengikuti kegiatan, juga membantu menyelesaikan proposal pengajuan kegiatan.
Hasil uji t (t-test) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan
penilaian peserta bedah rumah terhadap kredibilitas fasilitator antara Kecamatan
Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung, sehingga hipotesis penelitian yang
52
menyebutkan bahwa terdapat perbedaan nyata kredibilitas fasilitator antara
Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung ditolak.
53
6 PROSES KOMUNIKASI TINGKAT DESA
Proses Komunikasi
Proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah meliputi frekuensi yaitu
seringnya fasilitator memberikan informasi kepada peserta bedah rumah baik
secara langsung maupun tidak langsung mengenai kegiatan bedah rumah. Arah
komunikasi adalah proses komunikasi yang terjadi pada saat proses komunikasi
kegiatan bedah rumah berlangsung. Peserta bedah rumah diberi kesempatan oleh
fasilitator saat pertemuan. Peserta bedah rumah mendiskusikan informasi yang
diberikan oleh fasilitator tentang bedah rumah pada setiap pertemuan. Peserta
bedah rumah berdiskusi dalam menyelesaikan masalah sehingga menemukan
jalan keluar dengan fasilitator. Isi pesan adalah informasi yang disampaikan oleh
fasilitator yang bersifat informatif, persuasif dan sugerti. Fasilitator
menyampaikan isi pesan sesuai dengan panduan umum kegiatan bedah rumah. Isi
pesan mudah dipahami peserta bedah rumah. Isi pesan mudah dimengerti dan
diterima oleh peserta bedah rumah.
Berdasarkan hasil penelitian Nurrohim dan Anatan (2009) mengemukakan
bahwa proses komunikasi dapat dijelaskan melalui pemahaman unsur-unsur
komunikasi yang meliputi pihak yang mengawali komunikasi, pesan yang
dikomunikasikan, saluran yang digunakan untuk berkomunikasi dan gangguan
saat terjadi komunikasi, situasi ketika komunikasi dilakukan, pihak yang
menerima pesan, umpan dan dampak pada pengirim pesan. Melalui komunikasi
yang baik antar individu dan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam organisasi
maupun diluar organisasi, organisasi dapat memperoleh informasi-informasi yang
dibutuhkan. Persentasi proses komunikasi yang terjadi pada kegiatan bedah rumah
dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini.
Tabel 13 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap
proses komunikasi dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro
Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013
Peserta bedah rumah (%)
Nilai
Proses komunikasi
Frekuensi
Tinggi
Rendah
Arah komunikasi
Dua Arah
Satu Arah
Isi pesan
Dimengerti
Tidak dimengerti
Maro Sebo Ulu
(n=25)
Jelutung
(n=40)
Total
(n=65)
koefisien
uji t
α
60.00
40.00
92.50
7.50
80.00
20.00
4.081**
0.956
100
0
95
5
96.00
3.10
2.912**
0.000
100
0
100
0
100
0
1.649
0.024
Keterangan = ** : Nilai koefisien uji t signifikan pada α<0.01
α : derajat signifikansi
54
Frekuensi
Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa frekuensi komunikasi pada
kegiatan bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu adalah tinggi sebesar 60
persen dan rendah sebesar 40 persen, hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan
wawancara dengan salah satu peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu
menyatakan bahwa fasilitator memang jarang sekali datang atau mengunjungi
lokasi kegiatan, karena Kecamatan Maro Sebo Ulu berada di Kabupaten
Batanghari dengan lokasi yang sulit di jangkau dibeberapa desanya. Sehingga
interaksi antara renponden dengan fasilitator sangat terbatas. Kecamatan Maro
Sebo Ulu sendiri di fasilitasi dengan fasilitator dari pihak Tentara atau Babinsa.
Berikut kutipan pernyataan salah seorang peserta bedah rumah Bapak NA (45
tahun) penerima bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu.
“Orang dari Kecamatan samo Tentara tu dak pernah datang ke siko,
urusan bedah rumah ni sayo dibantu samo RT samo Kepalo Desa
sinilah. Sayo raso orang tu dak datang ke sini karno susah nian jalan
nak ke sini. Mano jalan buruk, harus pake ketek nyambung perahu,
mobil dak biso masuk dan jalan yang leyak”
Sedangkan frekuensi komunikasi yang terjadi di Kecamatan Jelutung
peserta bedah rumah menilai tinggi sebesar 92.5 persen sedangkan bernilai rendah
sebesar 7.5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa mudahnya akses ke Kecamatan
Jelutung memudahkan fasilitator untuk menjangkau desa-desa di Kecamatan
Jelutung, karena Kecamatan Jelutung terletak di pusat Kota Provinsi Jambi,
namun ada beberapa desa yang letaknya terpencil dari kota juga menyebabkan
fasilitator jarang mengunjungi pelaksanaan bedah rumah. Berikut kutipan pegawai
kelurahan Bapak HD (49 tahun) di Kecamatan Jelutung.
“Alhamdulillah, selamo ini kegiatan Samisake khususnyo bedah
rumah di Kecamatan Jelutung khususnyo di Kelurahan Jelutung ini
berjalan baek dan sesuai sasaran. Pihak pemandu (fasilitator) dan
pihak Kecamatan bergilir terjun langsung ke lapangan. Kadang kalo
pihak Bappeda jugo datang ninjau lokasi. Jadi aksesnyo mudah”
Arah Komunikasi
Berdasarkan Tabel 13 menunjukkan bahwa di Kecamatan Maro Sebo Ulu
peserta bedah rumah menilai arah komunikasi pelaksanaan bedah rumah adalah
dua arah sebesar 100 persen sedangkan di Kecamatan Jelutung peserta bedah
rumah menilai arah komunikasi dua arah sebesar 95 persen. Hal ini sejalan dengan
temuan di lapangan bahwa di kecamatan Maro Sebo Ulu, fasilitator banyak
memberikan kesempatan bertanya, kesempatan memberikan pendapat,
kesempatan berbagi pengalaman dan kesempatan menanggapi pertanyaan kepada
peserta bedah rumah. Sedangkan di Kecamatan Jelutung, kesempatan telah
diberikan oleh fasilitator seluas-luasnya kepada peserta bedah rumah, namun
peserta bedah rumah tidak begitu merespon apa yang diberi oleh fasilitator, bagi
mereka telah mendapatkan bantuan sudah lebih dari cukup. Hal ini sesuai dengan
pernyataan peserta bedah rumah Bapak SW (59 tahun) dari Kecamatan Jelutung.
55
“Kalu lagi rapat, sayo dan kawan-kawan tu dak pernah nak nanyonanyo, meski Bapak yang ngomong di depan tu nyuruh nanyo apo
ngasih pendapat. Cuma kadang-kadang ado jugo yang nanyo, dan itu
dak banyak”
Komunikasi partisipatif dalam kegiatan bedah rumah ini masih sangat
sedikit karena arah komunikasi yang terjadi masih dominan bersifat top down. Hal
ini juga sesuai dengan penelitian Wahyuni (2006) yang menyatakan bahwa proses
komunikasi yang terjadi pada Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea masih
top down, karena anggota sebagai sasaran program tidak dilibatkan dalam
penentuan pembangunan, baik pada saat pelaksanaan program maupun evaluasi
program. Bedanya dengan penelitian ini adalah arah komunikasi masih bersifat
top down meski sudah diberi kesempatan oleh fasilitator namun peserta bedah
rumah sedikit ada umpan balik.
Isi Pesan
Tabel 13 menunjukkan bahwa di Kecamatan Maro Sebo Ulu peserta bedah
rumah menilai isi pesan pelaksanaan bedah rumah adalah dimengerti sebesar 100
persen sedangkan di Kecamatan Jelutung peserta bedah rumah menilai isi pesan
juga dimengerti sebesar 100 persen. Rata-rata peserta bedah rumah menerima
pesan-pesan dan informasi yang disampaikan oleh fasilitator, dengan sedikit
adanya umpan balik. Peserta bedah rumah mengerti apa yang disampaikan
fasilitator namun sedikit merespon apa yang mereka dapat.
Hasil uji t (t-test) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
terhadap proses komunikasi yang terjadi antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dan
Kecamatan Jelutung dalam dua aspek yaitu frekuensi komunikasi dan arah
komunikasi. Hasil penelitian membuktikan bahwa di Kecamatan Maro Sebo Ulu
frekuensi komunikasi sebesar 60 persen yang tergolong tinggi sedangkan 40
persen tergolong rendah, hal ini sangat berbeda dengan Kecamatan Jelutung
bahwa frekuensi komunikasi tergolong tinggi yaitu sebesar 92.5 persen. Hal ini
dikarenakan fasilitator jarang datang dan memberikan informasi mengenai
kegiatan bedah rumah ke Kecamatan Maro Sebo Ulu yang letaknya sulit
dijangkau di beberapa desa. Namun, di Kecamatan Jelutung fasilitator sangat
sering datang berkunjung untuk memberikan informasi, bimbingan dan arahanarahan lain kepada peserta bedah rumah mengenai kegiatan bedah rumah tersebut.
Perbedaan arah komunikasi juga terjadi di kedua kecamatan tersebut. Peserta
bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu sangat antusias dalam menerima
informasi yang diberikan oleh fasilitator meski jarang datang ke desa mereka,
menjadi suatu kebahagiaan tersendiri saat fasilitator datang dari kecamatan ke
desa-desa mereka. Namun, di Kecamatan Jelutung, peserta bedah rumah hanya
sedikit saja yang tidak antusias. Hipotesis penelitian yang menyebutkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata terhadap proses komunikasi antara Kecamatan
Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung diterima yaitu pada aspek frekuensi
komunikasi dan arah komunikasi.
56
Hubungan Karakteristik Peserta Bedah Rumah dengan Proses Komunikasi
pada Kegiatan Bedah Rumah
Komunikasi dalam pelaksanaan kegiatan bedah rumah salah satu
tujuannya adalah mengetahui frekuensi komunikasi yang disampaikan dalam
pertemuan antara fasilitator dengan peserta bedah rumah, tingkat frekuensi yang
terjadi akan menggambarkan seberapa sering fasilitator mengikuti pelaksanaan
dan memantau kegiatan bedah rumah tersebut. Fasilitator yang rutin berkunjung
ke lokasi akan menciptakan keakraban dengan peserta bedah rumah, sedangkan
fasilitator yang jarang berkunjung ke lokasi tidak akan tahu kondisi yang terjadi di
lapangan.
Rapat awal kegiatan bedah rumah melibatkan peserta bedah rumah yang
diundang ke kantor Kecamatan atau kantor desa/kelurahan. Proses komunikasi
awal terjadi pada saat rapat, dimana fasilitator menjelaskan mengenai bedah
rumah kemudian membuka peluang bertanya atau berdiskusi dengan peserta
bedah rumah peserta bedah rumah. Peserta bedah rumah dapat bertanya atau
memberikan masukkan, misalnya mengenai bahan-bahan bangunan apa saja yang
dibutuhkan oleh peserta bedah rumah, yang pasti setiap peserta bedah rumah
berbeda kebutuhan bahan bangunannya, sesuai dengan kondisi rumah masingmasing peserta bedah rumah. Ada rumah yang dibedah total, ada rumah yang
hanya diperbaiki yang rusak dan masih memanfaatkan bahan-bahan yang masih
bisa dipakai.
Tahap pelaksanaan selanjutnya bedah rumah, proses komunikasi juga
terjadi antara fasilitator, peserta bedah rumah, tukang bangunan dan masyarakat
sekitar. Karakteristik peserta bedah rumah dalam hal ini akan mempengaruhi
proses komunikasi yang terjadi meliputi frekuensi komunikasi, arah komunikasi
dan isi pesan komunikasi yang disampaikan oleh fasilitator hingga tahap akhir
yaitu evaluasi.
Hubungan yang terjadi meliputi umur, tingkat pendidikan, pekerjaan,
jumlah tanggungan, status kepemilikan tanah, asal daerah, bantuan lainnya dan
hubungan dengan perangkat desa dengan proses komunikasi pada pelaksanaan
kegiatan bedah rumah. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14 yang
menggambarkan hubungan karakteristik peserta bedah rumah dengan proses
komunikasi pelaksanaan kegiatan bedah rumah.
Berdasarkan analisis menggunakan rank Spearman, analisis korelasi antara
variabel karakteristik peserta bedah rumah dengan indikator proses komunikasi
pada Tabel 14 menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan (nyata) negatif
antara status kependudukan dengan proses komunikasi pada item frekuensi
komunikasi. Artinya jika peserta bedah rumah merupakan penduduk asli maka
frekuensi dalam proses komunikasi semakin rendah, sedangkan jika peserta bedah
rumah merupakan pendatang maka frekuensi dalam proses komunikasi semakin
tinggi. Sama-sama mendapat informasi dari fasilitator baik secara langsung
maupun tidak langsung. Karakteristik peserta bedah rumah yang meliputi umur,
tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan, status kepemilikan tanah,
bantuan lain dan hubungan dengan perangkat desa tidak ada yang berhubungan
nyata terhadap proses komunikasi. Artinya ada hubungan karakteristik peserta
bedah rumah dengan aspek-aspek yang ada pada proses komunikasi namun tidak
signifikan.
57
Tabel 14 Nilai korelasi karakteristik peserta bedah rumah dengan proses
komunikasi kegiatan bedah rumah tahun 2013
Karakteristik peserta
bedah rumah
Umur
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah Tanggungan
Status Kepemilikan Rumah
Status Kependudukan
Bantuan Lain
Hubungan
dengan
Perangkat Desa
Proses komunikasi
Frekuensi
Arah
rs
α
rs
α
0.035
0.782 0.013
0.917
0.070
0.991 0.014
0.235
-0.114
0.366 -0.102 0.334
0.164
0.577 0.140
0.911
-0.114
0.366 0.001
0.420
-0.260* 0.367 -0.007 0.992
-0.029
0.819 0.199
0.112
Isi pesan
rs
α
-0.091 0.472
-0.011 0.378
0.113
0.234
0.053
0.931
0.091
0.368
-0.040 0.473
-0.031 0.804
0.034
0.148
0.786
0.030
0.814
0.240
Keterangan : *) nilai koefisien korelasi signifikan pada α<0.05
rs : koefisien korelasi rank Spearman
Tabel 14 menunjukkan bahwa berdasarkan analisis rank Spearman pada
taraf α<0.05 diketahui tidak ada hubungan nyata antara indikator variabel umur
dengan proses komunikasi yang meliputi frekuensi komunikasi, arah komunikasi
dan isi pesan komunikasi. Artinya dalam proses komunikasi yang terjadi pada
pelaksanaan kegiatan bedah rumah berhubungan tidak signifikan dengan umur
peserta bedah rumah. Antara peserta bedah rumah yang kategori umur muda,
dewasa dan tua tidak jauh berbeda keterlibatannya dalam proses komunikasi pada
pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Hipotesis penelitian yang menyebutkan
bahwa terdapat hubungan nyata antara umur dengan frekuensi komunikasi, arah
komunikasi dan isi pesan komunikasi ditolak.
Tingkat pendidikan peserta bedah rumah pada pelaksanaan kegiatan bedah
rumah dengan semua peubah proses komunikasi tidak memiliki hubungan nyata.
Artinya, keterlibatan peserta bedah rumah dalam proses komunikasi yang meliputi
frekuensi komunikasi, arah komunikasi dan isi pesan komunikasi tidak memiliki
hubungan yang nyata dengan tingkat pendidikan peserta bedah rumah.
Keterlibatan peserta bedah rumah sama saja antara peserta bedah rumah yang
berpendidikan tinggi maupuan peserta bedah rumah yang berpendidikan rendah.
Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata peubah
tingkat pendidikan dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah
ditolak.
Jenis pekerjaan peserta bedah rumah pada pelaksanaan kegiatan bedah
rumah dengan semua peubah proses komunikasi tidak memiliki hubungan yang
nyata. Artinya keterlibatan peserta bedah rumah pada pelaksanaan kegiatan bedah
rumah tidak memiliki hubungan yang nyata dengan jenis pekerjaan baik itu
peserta bedah rumah yang bekerja sebagai petani, wiraswasta maupun PNS.
Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara peubah
jenis pekerjaan dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah
rumah ditolak.
Jumlah tanggungan peserta bedah rumah tidak berhubungan nyata dengan
proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Artinya keterlibatan
peserta bedah rumah yang memiliki jumlah tanggungan 0 sampai 2, 3 sampai 5
maupun 6 sampai 8 sama saja. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa
58
terdapat pada hubungan yang nyata antara peubah jumlah tanggungan dengan
proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah ditolak.
Pada peubah status kepemilikan tanah tidak berhubungan nyata dengan
proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Artinya, ada
keterlibatan yang sama antara peserta bedah rumah yang memiliki rumah sendiri,
mendapatkan warisan maupun sewa dengan proses komunikasi. Hipotesis
penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara peubah
status kepemilikan tanah dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan
bedah rumah ditolak.
Peserta bedah rumah sebelum mendapatkan bantuan bedah rumah,
seringkali mendapatkan bantuan lain sebelumnya. Bantuan lain ini tidak
berhubungan nyata dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah
rumah. Artinya adanya keterlibatan yang sama antara peserta bedah rumah yang
pernah mendapat bantuan dengan peserta bedah rumah yang tidak pernah
mendapat bantuan. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang nyata antara peubah bantuan lain dengan proses komunikasi pada
pelaksanaan kegiatan bedah rumah ditolak.
Peubah status kependudukan berhubungan nyata negatif dengan frekuensi,
artinya meskipun status kependudukan peserta bedah rumah adalah penduduk asli
maupun pendatang memiliki keterlibatan pada frekuensi komunikasi pada
kegiatan bedah rumah. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang nyata antara peubah status kependudukan dengan proses
komunikasi pada pelaksanaan bedah rumah diterima.
Kedekatan peserta bedah rumah dengan perangkat desa sering
menimbulkan praktek nepotisme. Namun pada penelitian ini, hubungan sosial
dengan perangkat desa tidak berhubungan nyata dengan proses komunikasi.
Artinya, keterlibatan peserta bedah rumah dalam proses komunikasi sama saja
baik peserta bedah rumah yang memiliki hubungan keluarga dengan perangkat
desa maupun peserta bedah rumah yang hanya berhubungan sosial biasa dengan
perangkat desa setempat. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang nyata antara peubah hubungan sosial dengan perangkat desa
dengan proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah ditolak.
Hubungan Kredibilitas Fasilitator dengan Proses Komunikasi Kegiatan
Bedah Rumah
Untuk mengetahui hubungan kredibilitas fasilitator yang meliputi
kejujuran, keahlian, daya tarik dan keakraban dengan variabel proses komunikasi
yang meliputi frekuensi komunikasi, arah komunikasi, isi pesan komunikasi pada
pelaksanaan kegiatan bedah rumah dilakukan uji korelasi yang hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 15.
Berdasarkan analisis data menggunakan rank Spearman, Tabel 15
menunjukkan bahwa ada beberapa peubah kredibilitas fasilitator dengan proses
komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah pada Program Samisake
yang berhubungan sangat nyata. Kejujuran fasilitator memiliki hubungan sangat
nyata pada α 0.002 dengan salah satu proses komunikasi yaitu frekuensi
komunikasi. Artinya semakin jujur fasilitator dalam menyampaikan pesan pada
59
bedah rumah Program Samisake maka semakin tinggi frekuensi komunikasinya.
Namun, peubah kejujuran memiliki hubungan tidak nyata dengan arah
komunikasi dan isi pesan komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah.
Tabel 15 Nilai korelasi kredibilitas fasilitator dengan proses komunikasi pada
kegiatan bedah rumah
Kredibilitas
fasilitator
Kejujuran
Keahlian
Daya tarik
Keakraban
Frekuensi
rs
-0.383**
0.127
0.052
-0.044
α
0.002
0.312
0.682
0.729
Proses komunikasi
Arah komunikasi
Isi pesan
rs
Α
rs
α
0.147
0.243
0.025
0.841
0.405**
0.001
0.407**
0.001
0.374**
0.002
0.372**
0.002
0.337**
0.006
0.191
0.127
Keterangan :**) nilai koefisien korelasi signifikan pada α<0.01
rs : koefisien korelasi rank Spearman
α : derajat signifikansi
Peubah keahlian fasilitator memiliki hubungan sangat nyata pada α<0.01
dengan arah komunikasi dan isi pesan komunikasi. Artinya semakin ahli
fasilitator dalam pelaksanaan bedah rumah Program Samisake maka semakin
tinggi arah komunikasi dan isi pesan komunikasi. Namun, peubah keahlian
memiliki hubungan tidak nyata dengan frekuensi komunikasi pada pelaksanaan
kegiatan bedah rumah pada Program Samisake.
Daya tarik memiliki hubungan sangat nyata pada α<0.01 dengan arah
komunikasi dan isi pesan komunikasi. Artinya semakin menarik fasilitator dalam
pelaksanaan bedah rumah Program Samisake maka semakin tinggi arah
komunikasinya dan isi pesan komunikasinya. Namun peubah daya tarik memiliki
hubungan yang tidak nyata dengan frekuensi komunikasi pada pelaksanaan
kegiatan bedah rumah pada Program Samisake.
Keakraban memiliki hubungan sangat nyata pada α<0.01 dengan arah
komunikasi. Artinya semakin akrab fasilitator dengan peserta bedah rumah maka
semakin tinggi arah komunikasi. Namun, peubah keakraban memiliki hubungan
yang tidak nyata dengan frekuensi komunikasi dan isi pesan komunikasi pada
pelaksanaan kegiatan bedah rumah pada Program Samisake. Keakraban
berhubungan sangat nyata dengan arah komunikasi juga terlihat pada pernyataan
peserta bedah rumah Bapak SY, 60 tahun dari Kecamatan Maro Sebo Ulu sebagai
berikut.
“Kalu ngomong dengan Bapak dari Kecamatan tu enak nian, akrab
nian dio dengan kami orang bawahan ni. Bapak tu jugo ramah, akrab
samo yang lain jugo, akrab dengan keluargo sayo, akrab pulo dengan
tetanggo sayo kalu Bapak tu lagi ninjau kemari. Pokoknyo enak lah,
baik nian Bapak tu. Senang sayo negoknyo”
Kredibilitas fasilitator terlihat pada saat forum diskusi, rapat koordinasi
dan pertemuan informal dengan peserta bedah rumah pada saat peninjauan ke
lapangan. Peserta bedah rumah sangat antusias jika kredibilitas fasilitator sangat
baik. Hal serupa sesuai dengan hasil penelitian Hadiyanto (2009) yang
menyatakan bahwa pemanfaatan forum-forum komunikasi tatap muka di kalangan
60
peternak sebenarnya tidak hanya terbatas pada kelompok peternak, namun dapat
mengikuti forum tradisional yang sudah ada. Hipotesis penelitian yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara kredibilitas fasilitator
terhadap proses komunikasi diterima, terutama dalam aspek kejujuran terhadap
frekuensi komunikasi, keahlian terhadap arah komunikasi dan isi pesan, daya tarik
terhadap arah komunikasi dan isi pesan, serta keakraban terhadap arah
komunikasi.
61
7 PRASYARAT PARTISIPASI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT
PADA KEGIATAN BEDAH RUMAH
Prasyarat Partisipasi
Prasyarat partisipasi meliputi tiga aspek yaitu kemauan, kesempatan dan
kemampuan. Kemauan adalah kemauan yang muncul oleh adanya motif intrisik
maupun ekstrinsik dalam diri peserta bedah rumah. Adanya kemauan peserta
bedah rumah mengikuti dan menghadiri seluruh rangkaian pelaksanaan Program
Samisake. Kesempatan adalah yang diberikan oleh fasilitator untuk mengikuti
kegiatan program. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta bedah
rumah untuk mengikuti rangkaian kegiatan Program Samisake. Kemampuan yang
dimiliki peserta bedah rumah berupa kemampuan bertanya, memberi pendapat,
masukan dan ide-ide atas pelaksanaan bedah rumah pada Program Samisake.
Persentase prasyarat partisipasi Program Samisake dapat dilihat pada Tabel 16
berikut ini.
Tabel 16 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap
prasyarat partisipasi dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro
Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tahun 2013
Prasyarat partisipasi
Kemauan
Tinggi
Rendah
Kesempatan
Tinggi
Rendah
Kemampuan
Tinggi
Rendah
Maro Sebo
Ulu (n=25)
Peserta bedah rumah (%)
Nilai
Jelutung
Total
koefisien
(n=40)
(n=65)
uji t
α
100
0
97.50
2.50
98.40
1.50
1.538
0.008
92.00
8.00
95.00
5.00
93.80
6.20
3.425**
0.000
100
0
97.50
2.50
98.50
1.50
2.143 **
0.000
Keterangan : **) nilai koefisien uji t signifikan pada α <0.01
Kemauan
Tabel 16 menggambarkan bahwa di Kecamatan Maro Sebo Ulu terlihat
adanya peserta bedah rumah memiliki tingat kemauan dalam partisipasi kegiatan
bedah rumah pada Program Samisake adalah tinggi sebesar 100 persen, sedangkan
di Kecamatan Jelutung tingkat kemauan partisipasinya tinggi sebesar 97.5 persen,
namun ada sebagain peserta bedah rumah yang memiliki kemauan rendah, hal ini
disebabkan karena peserta bedah rumah sudah berumur lanjut dan sulit untuk
diajak rapat maupun pertemuan lainnya. Peserta bedah rumah diundang
menghadiri rapat di Kecamatan atau Desa/Kelurahan, kemudian proses
komunikasi dan partisipasi terjadi dalam forum tersebut. Diskusi yang terjadi
bertujuan mengsinkronkan antara rencana falisitator dengan kondisi peserta bedah
rumah di lapangan. Peserta bedah rumah yang memenuhi undangan rapat
dikatakan memiliki kemauan yang tinggi untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan
62
program. Sedangkan peserta bedah rumah yang tidak memenuhi undangan rapat
dikatakan kurang memiliki kemauan dalam berpartisipasi pada pelaksanaan
program.
Kesempatan
Tabel 16 menggambarkan bahwa di Kecamatan Maro Sebo Ulu terdapat
peserta bedah rumah yang memiliki tingkat kesempatan mengikuti partisipasi
tinggi sebesar 92 persen sedangkan di Kecamatan Jelutung peserta bedah rumah
memiliki tingkat kesempatan dalam partisipasi tinggi sebesar 95 persen. Namun
masih ada beberapa peserta bedah rumah yang memiliki kesempatan rendah. Hal
ini menggambarkan bahwa di Kecamatan Maro Sebo Ulu, peserta bedah rumah
ada yang tidak dilibatkan dalam rapat koordinasi maupun evaluasi sedangkan di
Kecamatan Jelutung, peserta bedah rumah aktif dilibatkan dalam rapat maupun
pelaksanaannya. Peserta bedah rumah juga diberikan kesempatan memberikan
usulan, kesempatan bertanya, kesempatan mengemukakan pendapat serta
kesempatan diperbantukan dalam pelaksanaan kegiatan bedah rumah pada
Program Samisake. Namun ada pula peserta bedah rumah yang tidak memiliki
kesempatan tersebut, seperti yang dikemukakan oleh peserta bedah rumah Bapak
SU (59 tahun) dari Kecamatan Jelutung sebagai berikut.
“Sayo selalu ikut rapat di Kecamatan maupun di Kelurahan. Pas rapat
tu yo ikut-ikut bae. Apo yang dikato Bapak di Kecamatan tu iyo be lah
kan. Namonyo Sayo ko dapat bantuan, yo bersyukur be. Dak berani
pulak nak protes. Cuma kadang ditanyo apo kerusakan rumahnyo, apo
be yang dibutuhkan, itu be yang sayo jawab seadonyo. Selebihnyo
segalo yang dapat bantuan ikut apo kato Bapak di Kecamatan tu”
Kemampuan
Tabel 16 dapat dijelaskan bahwa kemampuan peserta bedah rumah di
Kecamatan Maro Sebo Ulu bernilai tinggi sebesar 100 persen, sedangkan di
Kecamatan Jelutung bernilai tinggi sebesar 97.5 persen. Kemampuan peserta
bedah rumah dalam menyumbangkan fikiran, menyumbangkan tenaga,
kemampuan bertanya, mengemukakan pendapat, kemampuan memberikan
masukan, atau kamampuan menyumbangkan waktu tergolong tinggi.
Hasil uji t (t-test) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan
Jelutung terhadap prasyarat partisipasi terutama pada aspek kesempatan dan
kemampuan. Hasil penelitian membuktikan bahwa kesempatan peserta bedah
rumah untuk mengikuti rangkaian Program Samisake khususnya bedah rumah
mulai dari rapat awal atau verifikasi hingga pencairan dana serta pelaksanaan
kegiatan dan selesai lebih tinggi di Kecamatan Jelutung yaitu sebesar 95 persen.
Hal ini dikarenakan peserta bedah rumah di Kecamatan Jelutung memiliki
kesadaran dan kemauan yang tinggi saat mengukuti rangkaian pelaksanaan bedah
rumah. Perbedaan kemampuan peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu
lebih tinggi dibandingkan peserta bedah rumah di Kecamatan Jelutung yaitu
sebesar 100 persen. Mayoritas peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu
selalu totalitas dalam mengikuti apa yang di perintahkan oleh fasilitator baik
63
dalam rapat, pemenuhan syarat untuk mendapat bantuan, serta pelaksanaan bedah
rumah secara langsung. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat
perbedaan nyata antara peserta bedah rumah Kecamatan Maro Sebo Ulu dan
peserta bedah rumah Kecamatan Jelutung terhadap prasyarat partisipasi diterima
yaitu pada aspek kesempatan dan kemampuan yang memiliki perbedaan sangat
nyata pada tahap pelaksanaan bedah rumah.
Hubungan Karakteristik Peserta Bedah Rumah dengan Prasyarat
Partisipasi pada Kegiatan Bedah Rumah
Analisis uji rank Spearman antara karakteristik peserta bedah rumah
meliputi umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jumlah tanggungan, status
kepemilikan tanah, status kependudukan, bantuan lain serta hubungan dengan
perangkat desa dengan prasyarat partisipasi yang meliputi kemauan, kesempatan
dan kemampuan disajikan pada Tabel 17 berikut ini.
Tabel 17 Nilai korelasi karakteristik peserta bedah rumah dengan prasyarat
partisipasi pada kegiatan bedah rumah tahun 2013
Karakteristik Peserta bedah
rumah
Umur
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah Tanggungan
Status Kepemilikan rumah
Status Kependudukan
Bantuan Lain
Hubungan
dengan
Perangkat Desa
Kemauan
rs
Α
-0.076 0.546
0.235
0.257
0.090
0.232
0.225
0.072
-0.110 0.382
-0.030 0.809
-0.091 0.471
-0.069
0.583
Prasyarat Partisipasi
Kesempatan
Kemampuan
rs
α
rs
α
0.054
0.668 -0.075 0.553
0.078
0.564
0.098
0.056
0.097
0.812
0.034
0.067
0.138
0.272 -0.008 0.950
0.094
0.457
0.098 0.435
-0.282*
0.023
-0.049 0.699
-0.005
0.969
0.082 0.518
0.202
0.107
0.013
0.920
Keterangan : *) nilai koefisien korelasi signifikan pada α<0.05
rs : koefisien korelasi rank Spearman
α : derajat signifikansi
Tabel 17 terlihat ada hubungan nyata negatif antara status kepemilikan
tanah dengan kesempatan berpartisipasi pada pelaksanaan bedah rumah. Artinya,
jika peserta bedah rumah merupakan penduduk asli maka kesempatan yang
mereka dalam berpartisipasi rendah, sedangkan jika peserta bedah rumah
merupakan pendatang maka kesempatan berpartisipasinya tinggi. Sedangkan
untuk karakteristik yang lainnya seperti umur, tingkat pendididkan, pekerjaan,
jumlah tanggungan, status kepemilikan rumah, bantuan lain dan hubungan dengan
perangkat desa berhubungan tidak nyata dengan prasyarat partisipasi. Sehingga,
hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata antara
karakteristik peserta bedah rumah dengan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan
bedah rumah ditolak.
64
Hubungan Kredibilitas Fasilitator dengan Prasyarat Partisipasi pada
Kegiatan Bedah Rumah
Analisis rank Spearman antara kredibilitas fasilitator yang meliputi
kejujuran, keahlian, daya tarik dan keakraban dengan prasyarat partisipasi pada
pelaksanaan bedah rumah yang meliputi kemauan, kesempatan dan kemampuan
disajikan pada Tabel 18 berikut ini.
Tabel 18 Nilai korelasi kredibilitas fasilitator dengan prasyarat partisipasi pada
kegiatan bedah rumah tahun 2013
Kredibilitas
Fasilitator
Kejujuran
Keahlian
Daya Tarik
Keakraban
Kemauan
rs
0.355**
0.284*
0.078
0.477**
α
0.004
0.022
0.536
0.000
Prasyarat Partisipasi (rs)
Kesempatan
Kemampuan
rs
α
rs
α
-0.096
0.447
0.131
0.300
0.077
0.544
0.440**
0.000
0.98
0.439
0.366**
0.003
0.166
0.187
0.320**
0.009
Keterangan : *) nilai koefisien korelasi signifikan pada α<0.05
**) nilai koefisien korelasi signifikan pada α<0.01
rs : koefisien korelasi rank Spearman
α : derajat signifikan
Tabel 18 menunjukkan bahwa ada beberapa peubah kredibilitas fasilitator
dengan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan bedah rumah yang berhubungan
nyata dan berhubungan sangat nyata. Kejujuran fasilitator berhubungan sangat
nyata pada α<0.01 dengan kemauan sebagai prasyarat partisipasi, artinya semakin
jujur fasilitator maka kemauan peserta bedah rumah akan semakin tinggi.
Sehingga korelasi antara kejujuran fasilitator dengan kemauan partisipasi pada
pelaksanaan bedah rumah Program Samisake diterima. Namun kejujuran
berhubungan dengan kesempatan dan kemampuan berpartisipasi.
Keahlian fasilitator memiliki hubungan nyata pada α<0.05 dengan
kemauan peserta bedah rumah pada prasyarat partisipasi sedangkan keahlian
memiliki hubungan yang sangat nyata pada α<0.01 dengan kemampuan peserta
bedah rumah. Artinya semakin tinggi keahlian fasilitator semakin tinggi pula
kemauan dan kemampuan peserta bedah rumah dalam berpartisipasi.
Daya tarik fasilitator memiliki hubungan sangat nyata pada α<0.01 dengan
kemampuan partisipasi. Artinya semakin baik daya tarik fasilitator makan
semakin tinggi pula kemampuan peserta bedah rumah dalam partisipasi. Sehingga
korelasi antara daya tarik fasilitator dengan kamampuan partisipasi pada
pelaksanaan bedah rumah diterima. Namun, daya tarik fasilitator memiliki
pengaruh tidak nyata dengan peubah kemauan dan kesempatan dalam
berpartisipasi.
Keakraban fasilitator memiliki hubungan yang nyata pada α<0.01 dengan
peubah kemauan dan kemampuan. Artinya semakin tinggi keakraban fasilitator
maka semakin tinggi pula kemauan dan kemampuan peserta bedah rumah dalam
berpartisipasi. Sehingga korelasi antara keakraban dengan kemauan dan
kemampuan partisipasi pada pelaksanaan bedah rumah diterima.
Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata
antara kredibilitas fasilitator dengan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan bedah
65
rumah diterima, terutama pada aspek kejujuran terhadap kemauan, aspek keahlian
terhadap kemauan dan kemampuan serta aspek keakraban terhadap kemauan dan
kemampuan.
Hubungan Proses Komunikasi dengan Prasyarat Partisipasi Kegiatan Bedah
Rumah
Analisis hubungan proses komunikasi yang meliputi frekuensi
komunikasi, arah komunikasi dan isi pesan komunikasi dengan prasyarat
partisipasi yang meliputi kemauan, kesempatan dan kemampuan disajikan pada
Tabel 19 berikut ini.
Tabel 19 Nilai korelasi proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi pada
kegiatan bedah rumah tahun 2013
Proses komunikasi
Frekuensi
Arah Komunikasi
Isi Pesan
Kemauan
rs
α
0.187
0.136
0.487** 0.000
0.197
0.116
Prasyarat partisipasi
Kesempatan
Kemampuan
rs
α
rs
α
0.421**
0.000
0.162
0.198
0.398**
0.001 0.536**
0.000
0.244
0.050 0.487**
0.000
Keterangan : **) nilai koefisien korelasi signifikan pada α<0.01
rs : koefisien korelasi rank Spearman
α : derajat signifikan
Berdasarkan analisis menggunakan rank Spearman pada Tabel 19
menunjukkan bahwa ada beberapa peubah proses komunikasi yang berhubungan
sangat nyata dengan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan bedah rumah.
Frekuensi komunikasi memiliki hubungan sangat nyata pada α<0.01 dengan
kesempatan berpartisipasi. Artinya semakin tinggi frekuensi komunikasi maka
semakin tinggi pula kesempatan peserta bedah rumah dalam berpartisipasi.
Sehingga korelasi antara frekuensi komunikasi dengan kesempatan partisipasi
pada pelaksanaan bedah rumah Program Samisake diterima. Namun, frekuensi
komunikasi tidak memiliki hubungan yang nyata dengan kemauan dan
kemampuan partisipasi peserta bedah rumah. Menurut Slamet (2003) kemapuan
individu sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental.
Fasilitator menyampaikan informasi tentang Samisake dengan benar sehingga
kemampuan peserta bedah rumah dalam pelaksanaan bedah rumah Program
Samisake meningkat. Hal ini dapat dikatakan bahwa peserta bedah rumah telah
diberikan kesempatan oleh fasilitator untuk bertanya, mengemukakan saran dan
pendapat dan memberi tanggapan namun kemauan dan kamampuan peserta bedah
rumah dalam melakukannya sangat rendah.
Arah komunikasi memiliki hubungan sangat nyata pada α<0.01 dengan
kemauan, kesempatan dan kemampuan partisipasi. Artinya semakin tinggi arah
komunikasi maka semakin tinggi pula prasyarat partisipasi. Sehingga korelasi
antara arah komunikasi dengan prasyarat partisipasi pada pelaksanaan bedah
rumah Program Samisake diterima. Sedangkan peubah isi pesan komunikasi
memiliki hubungan sangat nyata pada α<0.01 dengan kemampuan partisipasi.
Artinya semakin tinggi isi pesan maka semakin tinggi pula kemampuan partisipasi
66
peserta bedah rumah. Namun, isi pesan memiliki hubungan dengan kemauan dan
kesempatan peserta bedah rumah dalam berpartisipasi. Hipotesis penelitian yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara proses komunikasi
terhadap prasyarat partisipasi diterima, terutama pada aspek frekuensi terhadap
kesempatan, aspek arah komunikasi terhadap kemauan, kesempatan dan
kemampuan serta aspek isi pesan terhadap kemampuan.
Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Bedah Rumah
Partisipasi peserta bedah rumah dalam Program Samisake adalah
keterlibatan peserta bedah rumah dalam pelaksanaan Program Samisake, di mana
setiap peserta bedah rumah mampu memanfaatkan potensi dirinya, kemudian
bekerjasama dengan fasilitator untuk mencapai segala yang dibutuhkan berkaitan
dengan seluruh proses mencakup perencanaan (identifikasi masalah), pelaksanaan
dan evaluasi. Partisipasi selain ditunjukkan oleh peserta bedah rumah dan
fasilitator juga ditunjukkan oleh LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat),
CSR (Coorperate Sosial responsibility) perusahaan di sekitar lokasi pada
pelaksanaan kegiatan bedah rumah pada Program Samisake. Berikut merupakan
dukungan bedah rumah dari dana CSR dan BAZDA.
Tabel 20 Dukungan bedah rumah dana CSR dan BAZDA tahun 2013
Organisasi
BAZDA Provinsi/Kabupaten Kota
Petrochina
PTPN VI
Telkom
Jamsostek
Talisman
Jumlah unit
5
188
5
10
50
9
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi tahun 2013
Berdasarkan Tabel 20 dukungan dan partisipasi dari lembaga lain sangat
membantu atas terealisasinya Program Samisake pada kegiatan bedah rumah ini.
Partisipasi paling banyak ditunjukkan oleh pihak Petrochina, hal ini karena
Petrochina merupakan perusahaan besar yang sangat berkembang di Provinsi
Jambi dan banyak membantu lingkungan sekitar. Selanjutnya Jamsostek yang
memberikan dukungan terbanyak kedua, hal ini dikarenakan Jamsostek juga
memberikan jaminan kepada para penerima bantuan bedah rumah.
Bagi masyarakat yang telah mendapat bantuan bedah rumah dari Bazda,
petrochina, PTPN VI, Telkom, Jamsostek dan Talisman maka tidak mendapat lagi
bantuan dari dana Samisake, hal ini untuk menhindari penerima ganda dalam satu
masyarakat. Bantuan dari CSR perusahaan-perusahaan tersebut sangat membantu
sekali dalam perwujudan tujuan pemerintah Provinsi Jambi, khususnya Gubernur
Jambi untuk menciptakan masyarakat sejahtera serta memiliki kualitas hidup yang
baik melalui tempat tinggal yang sehat.
Pelaksanaan kegiatan bedah rumah pada melibatkan partisipasi masyarakat
sekitar. Secara prosedur, pelaksana kegiatan bedah rumah pembedahan rumah
membutuhkan tenaga yang banyak, jika dari pihak fasilitator tidak memenuhi
kapasitas maka dilengkapi dengan tenaga kerja dari masyarakat dan keluarganya
67
yang bersangkutan. Demikian juga dengan bahan bangunan yang telah
dialokasikan dari Samisake, jika tidak cukup maka partisipasi keluarga juga
sangat membantu terselesaikannya bedah rumah tersebut. Berikut persentase dan
total partisipasi masyarakat pada program Samisake disajikan pada Tabel 21
berikut ini.
Tabel 21 Sebaran persentase peserta bedah rumah menurut penilaiannya terhadap
partisipasi dan nilai koefisien uji t antara Kecamatan Maro Sebo Ulu
dan Kecamatan Jelutung tahun 2013
Partisipasi
Perencanaan
Tinggi
Rendah
Pelaksanaan
Tinggi
Rendah
Evaluasi
Tinggi
Rendah
Peserta bedah rumah (%)
Maro Sebo Ulu Jelutung
Total
(n=25)
(n=40)
(n=65)
Nilai
koefisien
uji t
α
100
0
80
20
87.7
12.3
3.122**
0.000
92
8
87.5
12.5
89.2
10.8
0.562
0.255
100
0
90
10
93.8
6.2
2.082**
0.000
Keterangan : **) nilai koefisien uji t signifikan pada α<0.01
Perencanaan
Berdasarkan Tabel 21 secara keseluruhan terlihat keterlibatan peserta
bedah rumah pada pelaksanaan bedah rumah Program Samisake tergolong tinggi.
Tahap perencanaan di Kecamatan Maro Sebo Ulu tergolong tinggi sebesar 100
persen peserta bedah rumah berpartisipasi pada tahap perencanaan, sedangkan di
Kecamatan Jelutung juga tergolong tinggi yaitu sebesar 80 persen. Peserta bedah
rumah sangat antusias mengikuti tahap perencanaan mulai dari mengumpulan
syarat mendapatkan bedah rumah, verifikasi lokasi, rapat ke Kecamatan dan
pengumpulan bahan-bahan bangunan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Tackie et al . (2004) bahwa partisipasi dalam identifikasi masalah atau kebutuhan
dan perencanaan akan memudahkan penerimaan ide-ide baru dan penggunaan
informasi yang diperoleh. Namun masih ada peserta bedah rumah yang tidak
optimal berpartisipasi dalam perencanaan seperti yang terlihat di Kecamatan
Jelutung, hal ini disebabkan karena beberapa usia peserta yang sudah tua dan tidak
mampu lagi berpartisipasi.
Pelaksanaan
Tabel 21 juga menunjukkan bahwa keterlibatan peserta bedah rumah pada
tahap pelaksanaan tergolong tinggi di Kecamatan Maro Sebo Ulu sebesar 92
persen sedangkan di Kecamatan Jelutung sebesar 87.5 persen. Tingginya
keterlibatan dalam pelaksanaan bedah rumah ini dikarenakan bantuan ini sangat
membatu sekali bagi peserta bedah rumah yang menerima bantuan Samisake.
Mulai dari pembongkaran rumah, penyiapan alat dan bahan, mencari tukang dan
bantuan dari masyarakat sekitarnya. Pelaksanaan bedah rumah ini ada yang
dibantu fasilitator langsung dan ada yang swadaya masyarakat sekitanya.
68
Evaluasi
Upaya pencapaian pelaksanaan bedah rumah sebagaimana yang
diharapkan, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaanya.
Upaya monitoring dan evaluasi dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui
perkembangnan pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Monitoring dilaksanakan
oleh Tim Provinsi, Tim Kabupaten/Kota yang dilaksanakan secara berkala setiap
semester atau disesuaikan dengan kebutuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Bapak ES (39 tahun) staf Bidang Samisake di Bappeda Provinsi Jambi.
“Monitoring kami laksanakan secara rutin dengan menurunkan timtim yang dibagi beberapa kelompok sesuai dengan kegiatan Samisake
di kecamatan seluruh kabupaten di Provinsi Jambi, hal ini dilakukan
agar kami bisa memantau kegiatan serta penyerapan dana Samisake
sudag sesuai sasaran atau belum. Tim ini juga dibantu masyarakat
setempat untuk memantau kegiatan, memang ada beberapa desa yang
tidak bisa kami jangkau, sehingga butuh bantuan masyarakat setempat
juga. Tapi sejauh ini kegiatan berjalan dengan lancar”
Peubah evaluasi pada Tabel 21 tergolong tinggi di kedua kecamatan, baik
Kecamatan Maro Sebo Ulu sebesar 100 persen maupun Kecamatan Jelutung
sebesar 90 persen. Evaluasi ini menyangkut laporan hasil bedah rumah dan
peserta bedah rumahpun akan menjaga rumah mereka dengan baik. Kebanyakan
yang terjadi di Kecamatan maro Sebo Ulu, setelah selesai pembedahan tidak
dilakukan evaluasi lebih lanjut, namun hal ini berbanding terbalik dengan
Kecamatan Jelutung yang selalu mengadakan evaluasi setelah pelaksanaan bedah
rumah. Sehingga laporan bisa dibuat untuk perbaikan program selanjutnya.
Hasil uji t (t-test) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dengan Kecamatan Jelutung terhadap
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Samisake. Perbedaan aspek
perencanaan peserta bedah rumah di Kecamatan Maro Sebo Ulu memiliki
persentase perencanaan yang tinggi sebesar 100 persen dengan artian mereka
sangat antusias dengan adanya program-program dari pemerintah termasuk bedah
rumah Samisake ini. Begitu juga pada tahap evaluasi, peserta bedah rumah di
Kecamatan Maro Sebo Ulu lebih aktif mengikuti evaluasi dibandingkan peserta
bedah rumah di Kecamatan Jelutung sebesar 100 persen. Hal ini dapat dikatakan
bahwa antusiasme masyarakat di kabupaten lebih tinggi dari pada masyarat di
perkotaan. Hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang
nyata antara Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung terhadap
partisipasi diterima yaitu pada aspek perencanaan dan evaluasi.
Bentuk puncak apresiasi akan diberikan kepada Kabupaten dan Kecamatan
dalam pelaksanaan Program Samisake dengan baik maka diberikan Samisake
Award. Kriteria penilaian Samisake Award yaitu : 1) partisipasi Kabupaten/Kota
dan Kecamatan dalam pelaksanaan Program Samisake meliputi surat kesanggupan
Walikota/Bupati, pembuatan juknis kegiatan Program Samisake, penetapan
peserta bedah rumah Samisake, alokasi dana pendamping. 2) ketepatan waktu
dalam melengkapi administrasi pelaksanaan Program Samisake sesuai dengan
pedoman umum Samisake. 3) capaian realisasi kegiatan dan realisasi keuangan
Program Samisake yaitu pelaporan secara berkala per triwulan sesuai dengan
69
pedoman umum Samisake. 4) kelengkapan dalam pembuatan laporan sesuai yang
telah ditetapkan sesuai pedoman umum Samisake. 5) tingkat partisipasi
masyarakat dalam membantu pelaksanaan Program Samisake.
Hubungan Proses Komunikasi dengan Partisipasi Masyarakat Kegiaatan
Bedah Rumah
Analisis uji rank Spearman antara proses komunikasi yang meliputi
frekuensi komunikasi, arah komunikasi dan isi pesan komunikasi dengan
partisipasi masyarakat pada pelaksanaan bedah rumah Samisake yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi disajikan pada Tabel 22 berikut ini.
Tabel 22 Nilai korelasi proses komunikasi dengan partisipasi masyarakat pada
kegiatan bedah rumah tahun 2013
Proses
komunikasi
Frekuensi
Arah komunikasi
Isi pesan
Partisipasi masyarakat
Perencanaan
rs
-0.159
-0.080
-0.041
α
0.209
0.525
0.748
Pelaksanaan
rs
0.036
0.013
0.212
α
0.774
0.918
0.090
Evaluasi
rs
0.028
0.095
-0.028
α
0.824
0.449
0.826
Keterangan : rs : koefisien korelasi rank Spearman
α : derajat signifikan
Berdasarkan Tabel 22 menunjukkan bahwa proses komunikasi memiliki
hubungan namun tidak nyata dengan proses komunikasi masyarakat Program
Samisake. Nilai koefisien korelasi menunjukkan bahwa tinggi atau rendahnya
proses komunikasi dalam pelaksanaan Program Samisake berhubungan dengan
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan bedah rumah Program Samisake.
Berdasarkan hasil uji rank Spearman dengan hipotesis penelitian yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata antara proses komunikasi dan
partisipasi sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 22 ditolak.
Hubungan Prasyarat Partisipasi dengan Partisipasi Masyarakat pada
Kegiatan Bedah Rumah
Analisis uji menggunakan rank Spearman antara prasyarat partisipasi yang
meliputi kemauan, kesempatan dan kemampuan dengan partisipasi masyarakat
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada pelaksanaan bedah
rumah disajikan pada Tabel 23 berikut ini.
70
Tabel 23 Nilai korelasi prasyarat partisipasi dengan partisipasi masyarakat pada
kegiatan bedah rumah tahun 2013
Prasyarat partisipasi
Kemauan
Kesempatan
Kemampuan
Perencanaan
rs
α
-0.078
0.536
-0.096
0.447
0.013
0.920
Partisipasi masyarakat
Pelaksanaan
Evaluasi
rs
α
rs
α
0.181
0.149
0.206
0.100
0.078
0.539
0.080
0.526
0.199
0.112
0.147
0.243
Keterangan : rs : koefisien korelasi rank Spearman
α : derajat signifikansi
Tabel 23 terlihat bahwa prasyarat komunikasi memiliki hubungan namun
tidak nyata dengan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan bedah rumah
Samisake. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa antara
kemauan berhubungan tidak nyata dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pada partisipasi masyarakat pelaksanaan bedah rumah program Samisake. Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara prasyarat partisipasi dengan partisipasi masyarakat pada
pelaksanaan kegiatan bedah rumah ditolak.
71
8 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan dari hasil penelitian tentang proses komunikasi pada kegiatan
bedah rumah adalah sebagai berikut :
1. Proses komunikasi pada kegiatan bedah rumah di tingkat provinsi adalah
komunikasi satu arah dengan sistem mengadakan rapat koordinasi antara
Bappeda dan Kecamatan yang dipimpin langsung oleh Gubernur. Rapat
koordinasi tingkat Kecamatan menghadirkan perwakilan Desa. Komunikasi
melalui media massa digunakan seperti RRI Jambi, TVRI Jambi, SMS 24
jam, layanan telefon, film dokumenter dan kios data.
2. Kredibilitas fasilitator, prasyarat partisipasi dan partisipasi di Kecamatan
Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung tergolong tinggi. Sedangkan proses
komunikasi di kedua kecamatan terjadi dua arah dan mudah dimengerti oleh
peserta bedah rumah.
3. Karakteristik peserta bedah rumah berhubungan tidak nyata dengan proses
komunikasi pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah. Kredibilitas fasilitator
berhubungan sangat nyata dengan proses komunikasi terutama aspek
kejujuran berhubungan sangat nyata dengan frekuensi, keahlian berhubungan
sangat nyata dengan arah komunikasi dan isi pesan komunikasi, daya tarik
berhubungan sangat nyata dengan arah komunikasi dan isi pesan komunikasi
serta keakraban berhubungan sangat nyata dengan arah komunikasi.
Karakteristik peserta bedah rumah berhubungan dengan prasyarat partisipasi.
Kredibilitas fasilitator berhubungan sangat nyata dengan prasyarat partisipasi
yaitu kejujuran berhubungan sangat nyata dengan kemauan, keahlian
berhubungan nyata dengan kemauan dan berhubungan sangat nyata dengan
kemampuan, daya tarik berhubungan sangat nyata dengan kemampuan serta
keakraban berhubungan sangat nyata dengan kemamuan dan kemampuan.
Proses komunikasi berhubungan tidak nyata dengan partisipasi masyarakat
pada pelaksanaan kegiatan bedah rumah, prasyarat partisipasi juga
berhubungan tidak nyata dengan partisipasi masyarakat pada pelaksanaan
kegiatan bedah rumah.
4. Kecamatan maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung berbeda nyata pada
karakteristik individu pada aspek tingkat pendidikan, pekerjaan, status
kependudukan dan hubungan sosial dengan perangkat desa. Proses
komunikasi pada aspek frekuensi dan arah komunikasi. Prasyarat partisipasi
pada aspek kesempatan dan kemampuan. Serta partisipasi masyarakat pada
aspek perencanaan dan evaluasi. Artinya pelaksanaan bedah rumah baik di
Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Kecamatan Jelutung berbeda tidak signifikan,
baik lokasi yang jauh dari pusat kota maupun yang dekat dengan pusat kota.
Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam hasil penelitian tentang proses
komunikasi kegiatan bedah rumah adalah sebagai berikut :
72
1. Fasilitator lebih meningkatkan kredibilitas dalam pelaksanaan kegiatan bedah
rumah, agar pelaksanaan kegiatan bedah rumah berjalan sesuai dengan
pedoman umum dan petunjuk teknis dan sesuai sasaran peserta bedah rumah.
Upaya ini juga harus dilakukan oleh instansi terkait dalam hal ini Bappeda
Provinsi Jambi sebagai koordinator Program Samisake dan perlu pengawasan
intensif pada setiap pelaksanaan Program Samisake, baik pada kegiatan bedah
rumah maupun kegiatan lainnya.
2. Bagi pihak yang bertanggungjawab dalam Program Samisake ini agar perlu
meningkatkan kinerjanya, agar Program Samisake tersebar sesuai sasaran.
Begitu pula untuk Provinsi lain agar bisa mencontoh kegiatan Samisake yang
hanya ada di Provinsi Jambi.
73
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M Fikri. 2013. Efektivitas Komunikasi Dalam Pelaksanaan Kegiatan
Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (Kasus Gabungan
Kelompok Tani Maju Bersama Desa Bumiharjo Kecamatan Batanghari
Kabupaten Lampung Timur) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Andriana W. 2006. Efektivitas Komunikasi dalam Pemeberdayaan Kelompok
Mandiri Lahan Kering [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta (ID):
Rineke Cipta.
[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2012. Pedoman Umum
dan Alokasi Dana Transfer Program Satu Milyar Satu Kecamatan
(Samisake). Jambi (ID): BAPPEDA Provinsi Jambi.
-------- 2013. Rapat Koordinasi Program Samisake Tahun 2013. Jambi (ID):
BAPPEDA Provinsi Jambi.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Jambi dalam Dalam Angka (Jambi in
Figures). Jambi (ID) : BPS Provinsi Jambi.
-------- 2013. Kecamatan Jelutung dalam Angka. Kota Jambi (ID): BPS Kota
Jambi.
-------- 2012. Kecamatan Maro Sebo Ulu dalam Angka. Batanghari (ID): BPS
Kabupaten Batanghari.
Belch, George E, Belch, Michael A. 2001. Advertising and Promotion: An
Integrated Marketing Communication Perspective. New York (US).
McGrew Hill Companies.
Berlo D.K. 1960. The Procces of Communication. Volume ke-1. Hort, Rinehart
and Winston , penerjemah. New York (US): New York Pr.
DeVito J A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Edisi kelima, Jakarta (ID).
Profesional Books.
------- 2011. Komunikasi Antar Manusia. Edisi Kelima. Tangerang Selatan (ID):
Karisma Publishing Group.
Dilla S. 2007. Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu. Bandung (ID):
Simbiosa Rekatama Media.
Effendy O.U. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung (ID): Citra
Aditya Bakti.
Effendy O.U. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung (ID): Remaja
Rosdakarya.
Gafar A. 1986. Partisipasi. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
Gaventa J, Valderrama. 2001. Mewujudkan Partisipasi; 21 Teknik Partisipasi
Masyarakat untuk Abad 21. E Edin, penerjemah. Inggris (UK): The British
Council.
Hadiyanto. 2008. Komunikasi Pembangunan Partisipatif: Sebuah Pengenalan
Awal. Jurnal Komunikasi Pembangunan. 6(2):86.
-------- 2009. Desain Pendekatan Komunikasi Partisipatif dalam pemberdayaan
Peternak Domba Rakyat [Designing Participatory Communication
Approach for Small Farmers Empowerment]. Media Peternakan. 32 (2):150
Hamidi D R. 2007. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi, Pendekatan Praktis
Penulisan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang (ID): UMM Pr.
74
Harun R & Ardianto E. 2011. Komunikasi Pembangunan Perubahan Sosial
Perspektif Dominan, Kajian Ulang dan Teori Kritis. Jakarta (ID): Rajawali
Pers.
Huneryager S.G. 1992. Komunikasi. Semarang (ID): Dahara Prize.
Khoiron Y M. 2003. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Studi
Kasus Program Bantuan Pelaksanaan Pembangunan Partisipasi di
Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo) [tesis]. Malang (ID):
Universitas Brawijaya.
Kriyantono R. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta (ID): Kencana.
Kurniawati D. 2010. Tingkat Partisipasi dan Kemandirian Masyarakat dalam
Bidang Ekonomi Program Posdaya (Kasus Posdaya Bina Sejahtera
Kelurahan Pasir Mulya Kota Bogor) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Lionberger H.F, Gwin P.H. 1982. Communication Strategi A Guide for
Agricultural Change Agents. Illinions (US): The Interstate Printers and
Publisher, Inc.University of Missouri.
Masmuh A. 2008. Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek.
Malang (ID): UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
McPhail, Thomas L. 2009. Development Communication, Reframing the Role of
the Media. Garsington Road (UK): Oxford University.
Muchlis, Fuad. 2009. Analisis Komunikasi Partisipatif dalam Program
Pemberdayaan Masyarakat(Studi Kasus Pada Implementasi Musyawarah
PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Teluk Kecamatan Pemayung Kabupaten
Batanghari). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Muhammad A. 2009. Komunikasi Organisasi. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Muljono, Puji. 2012. Metode Penelitian Sosial. Bogor (ID). IPB Pr.
Mulyana D. 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung (ID): Remaja
Rosdakarya.
Mulyasari, Gita. 2009. Komunikasi Partisipatif Warga pada Bengkulu Regional
Development Project (Kasus Di Desa Pondok Kubang Kecamatan Pondok
Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Nurrohim H, Anatan L. 2009. Efektivitas Komunikasi dalam Organisasi. Jurnal
Manajemen. 7(4):3-8.
Peraturan Gubernur Jambi Nomor 4 Tahun 2013. Pedoman Umum dan Alokasi
Dana Transfer Program Satu Milyar Satu Kecamatan (Samisake) Provinsi
Jambi Tahun Anggaran 2013. Jambi (ID): Peraturan Gubernur Jambi.
Pawito dan Sardjono. 1994. Teori-Teori Komunikasi. Surakarta (ID): Universitas
Sebelas Maret.
Rakhmat J. 2004. Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi. Bandung (ID): Remaja
Rosdakarya.
Riduwan dan Sunarto. 2011. Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan,
Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung (ID): Alfabeta.
Rogers E.M & Soemaker, F.F. 1971. Communication of Innovation. Second
Edition. New York (US): The Free Pr.
Rogers and DL. Kincaid. 1983. Communication Network : Toward a New
Paradigm for research. London (UK): Coller Macmillan Publisher.
75
Satriani I, Muljono P. 2005. Komunikasi Partisipatif pada Program Pos
Pemberdayaan Keluarga. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik.
2:91.
Singarimbun, Masri dan Effendi S. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID)
LP3ES.
Sitompul M. 2002. Konsep-Konsep Komunikasi Pembangunan. Sumatera Utara
(ID): Universitas Sumatera Utara.
Slamet M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor (ID):
IPB Pr.
------- 2003. Pemberdayaan Masyarakat dalam Membentuk Pola Perilaku
Manusia Pembangunan. Yustina I dan Sudrajat A, Editor. Bogor (ID): IPB
Pr.
Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung (ID):
Alfabeta.
Susanto A B. 2004. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan,
Implementasi dan Pengendalian. Jakarta (ID): Salemba Empat.
Susanty P. 2013. Komunikasi Partisipatif pada Pelaksanaan Program Pendidikan
Lingkungan Hidup Green School di Kecamatan Cicurug Kabupaten
Sukabumi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sumardjo. 2007. Komunikasi Organisasi. Komunikasi Pembangunan Dept
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
IPB. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sumodiningrat G. 2000. Pembangunan Ekonomi Melalui Pengembangan
Pertanian. Jakarta (ID): Bina Rena Pariwara.
Tackie H.O, H.J Findlay N, Baharanyi, A. Perice. 2004. Leadership training for
transforming the community: a participatory approach. Journal of
Extension. 42:6.
Tubbs S L, Moss S. 2000. Human Communication : Prinsip-Prinsip Dasar.
Bandung (ID): Remaja Rosdakarya.
Tuft T, Mefalopulos P. 2009. Participatory Communication a Practical Guide.
Whosinton D.C (US): The World Bank
Uphoff N.T, John M. Cohen, and A.M Goldsmith. 1979. Rural Development
Committee: Feasibility and Aplication of Rural Development
Participation: A State of The Art Paper. New York (US): Cornell
University.
Usman H, Akbar P S. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta (ID): PT. Bumi
Aksara.
Wahyuni S. 2006. Proses Komunikasi dan Partisipasi dalam Pembangunan
Masyarakat Desa (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea
Kabupaten Bogor). [tesis] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
West R, Turner L. 2010. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi
(Instroducing Communication Theory: Analysis and Application). Edisi
Ketiga. Maer M N D penerjemah. Jakarta (ID): Salemba Humanika.
Wayne R, Faules D F. 2010. Komunikasi Organisasi; Strategi Meningkatkan
Kinerja Perusahaan. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya.
76
Yusri, Nurmaya. 1993. Beberapa Alternatif dan Model Pendekatan dalam
Pembinaan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa. [tesis]
Bandung (ID): Universitas Padjadjaran.
77
Lampiran 1 Jadwal pelaksanaan penelitian proses komunikasi pada kegiatan
bedah rumah
Waktu pelaksanaan (tahun/bulan)
No
Kegiatan
2013
2014
2 3 11 12 1 2 3 4 5 6 7
1
Pra penelitian
√ √
2
Pengumpulan data
√
√
√
3
Pengolahan data
√
4
Penulisan tesis
√ √
5
Seminar
√
6
Artikel ilmiah
√ √
7
Sidang
√
Lampiran 2 Struktur tim koordinasi Program Samisake
Pelindung
Penanggung Jawab
Anggota
Pelaksana
: Gubernur Jambi
: Sekertaris Daerah Provinsi Jambi
: Kepala Bappeda Provinsi Jambi
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Jambi
Bupati di lingkungan Provinsi Jambi
Camat di lingkungan Provinsi Jambi
: Tim Koordinasi pusat dan daerah
Sumber : (Pedoman umum dan alokasi dana transfer Program Satu Milyar Satu
Kecamatan (Samisake) Provinsi Jambi tahun anggaran 2013)
Lampiran 3 Informan penelitian
Inisial informan
HD
CT
Usia (tahun)
49
39
YN
53
ES
39
ND
SD
KY
KS
SW
SU
NA
UM
US
NA
SY
49
38
73
35
59
59
45
95
70
45
60
Jabatan
Pegawai Kelurahan Jelutung
Penanggungjawab Program Samisake tingkat
Kecamatan
Kepala Bidang Program Samisake Bappeda Provinsi
Jambi
Staf Bidang Program Samisake Bappeda Provinsi
Jambi
Peserta bedah rumah dari Kecamatan Jelutung
Peserta bedah rumah dari Kecamatan Jelutung
Peserta bedah rumah dari Kecamatan Jelutung
Peserta bedah rumah dari Kecamatan Jelutung
Peserta bedah rumah dari Kecamatan Jelutung
Peserta bedah rumah dari Kecamatan Jelutung
Peserta bedah rumah dari Kecamatan Maro Sebo Ulu
Peserta bedah rumah dari Kecamatan Maro Sebo Ulu
Peserta bedah rumah dari Kecamatan Maro Sebo Ulu
Peserta bedah rumah dari Kecamatan Maro Sebo Ulu
Peserta bedah rumah dari Kecamatan Maro Sebo Ulu
78
Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian
Gambar 2 Wawancara dengan beberapa pegawai
Gambar 3 Rumah penduduk yang mendapat bantuan bedah rumah Program
Samisake
79
Gambar 4 Kios data di Bappeda Provinsi Jambi
Updating Data-data BLT
Penduduk Sangat
Miskin
BLT tahun 2006,
Masyarakat sangat miskin
berjumlah 34.180 jiwa pada
131 Kecamatan di 11
Kabupaten/Kota
KK sangat miskin
by name by
address
Tim Surveyor cross
check data penduduk
sangat miskin
Entri dan editing
data hasil survey
Gambar 5 Identifikasi penduduk sangat miskin by name by address
Sumber : Rapat koordinasi Program Samisake Tahun 2013 (Bappeda, 2013)
80
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karanganyar, pada tanggal 3 Juni 1989. Putri
pertama dari pasangan Bapak Sadiman dan Ibu Sumarni. Pendidikan Sarjana
ditempuh pada Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Universitas
Jambi, sejak tahun 2007, dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2012, penulis
diterima di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan
Pascasarjana diperoleh dari Beasiswa Unggulan (BU) Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Selama mengikuti Sekolah Pascasarjana, penulis aktif dalam sebuah
himpunan profesi, yaitu Forum Komunikasi Pembangunan Indonesia (Forkapi).
Penulis juga aktif sebagai peserta dan panitia dalam sejumlah kegiatan, seperti
pelatihan, seminar, workshop, dan kegiatan ilmiah lainnya, baik yang diadakan
oleh Forkapi maupun oleh Sekolah Pascasarjana.
Download