BUMN - ETD UGM

advertisement
BAB I
PENGANTAR
1.1 Latar Belakang
Sesuai dengan Pasal 33 UUD 45, Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
adalah salah satu penggerak utama perekonomian nasional disamping perusahaan
swasta dan koperasi. Dalam menjalankan usahanya, BUMN, perusahaan swasta
dan koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi
ekonomi. BUMN berperan strategis sebagai pelaksana pelayanan publik,
penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar dan turut membantu pengembangan
usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan
Negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis penerimaan negara, seperti
pajak dan dividen. Namun, dengan banyaknya keberadaan BUMN yang memiliki
jenis usaha yang sama, BUMN yang merugi dan tidak berpotensi membebani
Negara. Untuk membuat BUMN lebih berdaya saing tinggi, Kementerian Badan
Usaha Milik Negara membuat Master Plan Badan Usaha Milik Negara Tahun
2010 - 2014. Di dalam Master Plan tersebut, disebutkan bahwa salah satu cara
untuk membuat efisien BUMN adalah dengan Rightsizing BUMN. Rightsizing
BUMN adalah membuat jumlah dan skala usaha BUMN dalam komposisi yang
tepat/right (www.sunarsip.com). Strategi Rightsizing bermacam-macam, antara
lain pembentukan holding, merger/akuisisi, konsolidasi, privetisasi, dan likuidasi.
Di dalam Master Plan BUMN, secara umum cara atau model
Rightsizing BUMN tersebut dapat dilakukan melalui berbagai shareholder
action dengan gambaran sebagai berikut.
1
1. Stand Alone
Kebijakan stand alone (berdiri sendiri) diterapkan untuk mempertahankan
keberadaan BUMN tertentu, utamanya yang memiliki salah satu dari kriteria
yaitu market share cukup signifikan, mengandung unsur keamanan, single
player atau masuk sebagai pemain utama, belum memiliki potensi untuk
demerger/konsolidasi ataupun holding, keberadaannya berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku dan umumnya captive market.
2. Merger/Konsolidasi
Kebijakan ini dilakukan untuk mencapai struktur yang prospektif bagi
BUMN yang berada dalam sektor bisnis yang sama dengan pasar yang
identik dan kepemilikan Pemerintah 100 persen. Secara garis besar kriteria
untuk BUMN-BUMN yang akan dimerger/konsolidasi yaitu jenis usaha dan
segmen pasar sama, kompetisi tinggi, mayoritas saham dimiliki Pemerintah,
kinerja tergolong kurang baik, going concern diragukan, namun masih
memiliki potensi untuk dimerger dengan BUMN lain.
3. Holding
Pembentukan holding ini menjadi pilihan yang rasional untuk BUMN
yang berada dalam sektor yang sama namun memiliki produk maupun
sasaran pasar yang berbeda, tingkat kompetisi yang tinggi, prospek bisnis
yang cerah dan kepemilikan Pemerintah yang masih dominan. Beberapa
kriteria utama BUMN yang akan diholding adalah sektor usaha sama, jenis
usaha, dan segmen pasar berlainan, kompetisi tinggi, bisnis prospektif serta
Pemerintah merupakan pemilik mayoritas.
4. Divestasi
Terkait dengan Program Rightsizing BUMN, kebijakan divestasi dilakukan
dengan melepas saham milik Negara pada suatu BUMN dalam jumlah
mayoritas. Kriteria BUMN yang dapat didivestasi sesuai dengan kriteria
BUMN yang boleh diprivatisasi sebagaimana diatur dalam Undang- undang
Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Peraturan
Pemerintah
Nomor
33
tahun
2005
tentang
tata
Cara
Privatisasi
Perusahaan Perseroan (Persero). Selain kriteria-kriteria tersebut, terkait
dengan Program Rightsizing, terdapat kriteria tambahan lainnya, yaitu
berbentuk Persero, bergerak di bidang usaha yang kompetitif atau pihak
swasta juga telah banyak ikut berperan serta dalam menghasilkan
produk/jasa yang sama dengan suatu BUMN yang akan didivestasi. Guna
meningkatkan kinerja dan pengembangan usaha dibutuhkan modal yang
cukup
besar,
sementara
kemampuan
negara
tidak
memungkinkan
melakukan tambahan modal.
5. Likuidasi
Kebijakan likuidasi merupakan langkah terakhir yang diambil untuk suatu
BUMN
guna
mencegah
kerugian
yang
lebih
besar
yang
dapat
menimbulkan permasalahan yang lebih berat. Secara garis besar kriteria
BUMN yang akan dilikuidasi yaitu tidak ada public service obligation, tidak
harus dipertahankan status BUMN, dalam beberapa tahun mengalami
kerugian terus-menerus, kompetisi usaha tinggi, ekuitas negatif, usahanya
tidak prospektif.
Untuk menjadi BUMN kelas dunia (world class company), maka dibentuk
superholding BUMN yang merupakan bagian dari Master Plan BUMN 20102014. Meskipun pada saat ini masih terdapat pro dan kontra mengenai hal ini,
namun pembentukan superholding BUMN mendesak segera dilaksanakan.
Pembentukan superholding BUMN menjadi bagian dari cetak biru Master Plan
BUMN 2010-2014. Deputi Menteri BUMN Bidang Restrukturisasi dan
Perencanaan Strategis, Pandu A Djajanto mengatakan bahwa pada 2015
ditargetkan jumlah BUMN hanya tinggal 87 perusahaan, dari saat ini (2011)
sebanyak 141 perusahaan (https://www.djkn.kemenkeu.go.id), BUMN harus
memisahkan proses birokrasi dan korporasi dalam tata kelola perusahaan yang
baik. Pemisahan tersebut dapat dilakukan melalui pembentukan holding dan
superholding BUMN. Birokrasi dan akses politik bisa ditangani superholding.
Di bawah superholding hanya menangani masalah korporasi, sehingga
tidak terganggu proses politik yang biasanya sangat mengganggu kinerja. Banyak
contoh kasus yang masih segar dalam ingatan publik betapa proses IPO dan Right
Issue yang seharusnya menjadi domain korporasi malah diintervensi oleh
kepentingan politik. Beberapa di antaranya kasus IPO Krakatau Steel dan Garuda
Indonesia serta Right Issue Adhi Karya. Hal ini terjadi karena DPR memiliki
akses langsung ke BUMN. Apabila konsep superholding BUMN sukses, maka
untuk penambahan modal melalui mekanisme Right Issue bisa ditangani langsung
oleh superholding BUMN tanpa perlu masuk ke masing-masing BUMN di
bawahnya. Jadi pengusulan dan eksekusinya hanya melalui satu pintu sehingga
lebih efisien dan meminimalkan konflik kepentingan.
Untuk kepentingan tambahan modal, superholding BUMN lebih mudah
untuk koordinasi internal dan dapat melakukan berbagai sinergi dalam proses
bisnis yang makin kompleks dengan tantangan global yang juga makin dinamis.
Beberapa Negara di dunia sudah menerapkan konsep Superholding Private
Company dan terbukti sukses. Malaysia memiliki Khazanah dan Singapura
memiliki Temasek. Kedua perusahaan ini sukses mendunia dengan mengakusisi
perusahaan-perusahaan besar di dunia.
PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. (Jasa Marga) dalam rencana Rightsizing
BUMN termasuk dalam kategori stand alone. Jasa Marga merupakan perusahaan
perintis penyelenggaraan jalan tol di Indonesia, yang didirikan pada tanggal 01
Maret 1978. Sebagai jalan tol pertama di Indonesia yang dioperasikan oleh Jasa
Marga, Jalan tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi) merupakan tonggak sejarah bagi
perkembangan industri jalan tol di Tanah Air. Hingga saat ini Perseroan telah
mengoperasikan 531 km jalan tol atau 72 persen dari total panjang jalan tol di
Indonesia.
Saat ini Pemerintah Republik Indonesia mempunyai kepemilikan mayoritas
terhadap PT Jasa Marga (persero) Tbk. sebesar 70 persen, sedangkan sisanya
sebesar 30 persen saham dilepaskan kepada masyarakat. Perseroan telah melalui
berbagai peristiwa penting dan perubahan dalam perjalanannya. Pada awal
berdirinya, Perseroan berperan tidak hanya sebagai operator, tetapi juga memikul
tanggung jawab sebagai otoritas jalan tol di Indonesia. Tahun 2004, peran
otorisator dikembalikan kepada Pemerintah dengan dikeluarkannya Undang
Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah No. 15 tahun
2005 tentang jalan Tol. Peran otorisator dilaksanakan oleh Badan Pengatur Jalan
Tol (BPJT). Sebagai konsekuensinya, Jasa Marga menjalankan fungsi sepenuhnya
sebagai sebuah perusahaan pengembang dan operator jalan tol dengan berorientasi
pada kaidah-kaidah korporasi. Perubahan ini mendorong Perseroan untuk lebih
fokus dalam mengembangkan bisnis jalan tol, mulai dari perencanaan,
pembangunan hingga pengoperasian jalan tol.
Dalam rangka pembentukan superholding BUMN, dan skenario stand alone
bagi Jasa Marga, maka Pemerintah Republik Indonesia sebagai pemegang saham
mayoritas memiliki dua opsi, yaitu: dengan kondisi apa adanya saat ini yang 30
persen sahamnya telah dimiliki publik atau dengan kondisi di mana pemerintah
menguasai kembali seluruh saham Jasa Marga. Sebagai holding BUMN di bidang
jalan tol dalam kerangka superholding BUMN, maka skenario kedua yaitu
pemerintah kembali memiliki 100 persen saham Jasa Marga adalah pilihan paling
rasional. Hal ini menimbulkan implikasi perlu adanya aksi korporasi berupa
tender offer/penawaran tender terhadap 30 persen saham Jasa Marga yang saat ini
dimiliki publik. Penawaran tender atas saham publik ini perlu dinilai karena salah
satu kunci sukses dari aksi korporasi ini adalah agar menarik pemegang saham
publik untuk ikut berpartisipasi adalah penentuan nilai sahamnya sehingga di satu
sisi menarik namun di sisi lain tidak menimbulkan beban yang tidak perlu
perseroan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
analisis nilai saham publik PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. dalam rangka tender
offer untuk kepentingan superholding BUMN. Penilaian saham tersebut akan
dinilai dengan menggunakan pendekatan pendapatan (income approach) dan
pendekatan pasar (market approach). Pendekatan pendapatan dengan metode
diskonto pendapatan ekonomi mendatang (discounted future economic income
method) sedangkan pendekatan pasar dengan metode pembanding perusahaan
terbuka (guideline publicly traded company method).
1.2 Keaslian Penelitian
Berbagai penelitian tentang penilaian bisnis yang sudah dilakukan
sebelumnya antara lain:
Kahle (2002), meneliti perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat yang
melakukan pembelian saham kembali ketika Direksi memiliki kewajiban yang
besar dan ketika karyawan yang memiliki opsi membeli saham perusahaan. Sekali
diputuskan untuk melakukan pembelian kembali, maka kodisi perusahaan menjadi
positif sehingga kesehatan perusahaan membaik dan mampu membeli kembali
saham.
Banerjee dan Chakraborty (2004), menjelaskan bahwa banyak prosedur
akuntansi dan pelaporannya mengenai pembelian kembali saham perusahaan di
India belum diatur demikian pula peraturan akuntansi internasional. Perlakuan
akuntansi dan aspek pelaporannya mengenai transaksi pembelian kembali saham
dan pernyataan keterbukaannya.
Jennergen (2006), melakukan penelitian tentang penggunaan continuing
value atau nilai terminal di dalam menilai perusahaan dengan menggunakan
model discounted cash flow. Model ini merupakan salah satu model dari modelmodel yang dapat digunakan dalam penilaian perusahaan. Model ini menilai
ekuitas perusahaan dengan cara mendiskon free cash flow dari operasi perusahaan
kemudian
dikurangi
dengan
the
firm’s
interest-bearing
debt
sehingga
menghasilkan nilai ekuitas perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti
komponen dari nilai terminal khususnya yang berkaitan dengan capital
expenditure dan tax saving due to depreciation property, plan and equipment
(PPE). Hasil dari penelitian tersebut adalah model yang digunakan untuk
menghitung nilai terminal cukup sederhana dan konsisten.
Nadarajan
(2009),
menjelaskan
efek
terhadap
pendapatan
kotor
perusahaan di Malaysia karena mengumumkan akan melakukan pembelian
kembali saham perusahaan dibandingkan pendapatan sebelumnya. Banyak
penelitian dibuat dalam rangka pembelian kembali saham yang hanya berdampak
terhadap kenaikan harga saham, namun tidak berdampak kepada pendapatan.
Penelitian ini menjelaskan dampak terhadap tiga hal yakni Earning Per Share
(EPS), Dividend Payout (DP), Cash Flow (CF), dan dampak ketiga hal tersebut
terhadap harga pembelian kembali sahamnya.
Fernandez (2009), meneliti perbedaan sepuluh metode discounted cash
flow dan sembilan teori yang paling sering digunakan untuk menilai suatu
perusahaan. Penelitian ini menjelaskan bahwa hasil yang diperoleh relatif sama.
Perbedaan hanya di dalam perhitungan tax shield.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah
penelitian ini menggunakan pendekatan pendapatan dengan metode Discounted
Cash Flow (DCF) dengan model Free Cash Flow to Firm serta pendekatan pasar
(relative valuation). Sebagian besar penelitian lebih banyak meneliti perusahaan
yang bergerak di sektor perbankan seperti milik Yonimurwanto (2010) yang
meneliti Bank Muamalat dalam rangka right issue, Amelia (2009) meneliti Bank
BII pasca diakuisisi oleh Maybank, Firdiansyah (2009) meneliti Bank Century
dalam rangka pengambilalihan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),
Sugiyarto (2009) meneliti Bank Bukopin dalam rangka diakuisisi oleh Bank
rakyat Indonesia (BRI), Tauriesanto (2007) meneliti Bank Negara Indonesia
(BNI) dalam rangka privatisasi tahun 2007.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi nilai wajar/nilai intrinsik per
lembar saham atas kepemilikan saham PT. Jasa Marga (Persero) Tbk, dengan
menggunakan metoda discounted cash flow dan metoda relative valuation;
1.4 Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1.
Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
tentang penilaian saham perusahaan, sehingga dapat memutuskan suatu aksi
korporasi.
2.
Bagi investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan
dalam melakukan pengambilan keputusan terkait rencana investasi.
1.5 Sistematika Penulisan
Penelitian ini disusun menjadi empat bab. Bab 1 adalah Pengantar yang
membahas tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan penelitian , manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan. Dalam Bab 2 tertuang Tinjauan Pustaka,
penelitian terdahulu dan alat analisis, bab ini membahas tentang tinjauan pustaka
yang berkaitan dengan judul penelitian dan landasan teori yang digunakan untuk
menjawab tujuan penelitian, ulasan tentang penelitian-penelitian terdahulu serta
alat analisis yang digunakan. Bab 3 adalah Analisis Data, membahas tentang
analisis data dari penelitian yang dilakukan, dimulai dari gambaran umum
perusahaan, analisis makro dan mikro ekonomi penggunaan pendekatan
pendapatan dan pendekatan data pasar. Bab 4 adalah Kesimpulan dan Saran,
merupakan bab terakhir. Bab ini berisi kesimpulan hasil analisis yang didapatkan
dari hasil penelitian sebagai jawaban atas tujuan penelitian, keterbatasan berupa
kendala dan kesulitan dalam penelitian serta saran yang disampaikan sebagai
sumbangan pemikiran.
Download