Arinie Putriana Sukmawardani dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 525 - 530, Juli 2013 NILAI pH, JUMLAH MIKROBA, JUMLAH BAKTERI ASAM LAKTAT KEJU PROBIOTIK YANG DIBUAT DENGAN TIGA LEVEL KULTUR BAKTERI ASAM LAKTAT (pH VALUE, TOTAL MICROBE, TOTAL LACTIC ACID BACTERIA OF PROBIOTIC CHEESE which is made of THREE LEVEL OF LACTIC ACID BACTERIA CULTURE ) Arinie Putriana Sukmawardani, Triana Setyawardani, dan Triana Yuni Astuti Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto e-mail : [email protected] ABSTRAK Penelitian berjudul Nilai pH, Jumlah Mikroba, Jumlah Bakteri Asam Laktat yang dibuat dengan Tiga Level Kultur Bakteri Asam Laktat yang dilaksanakan pada November 2012. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18 liter susu kambing PE PEGUMAS, kultur bakteri Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum. Metode penelitian adalah eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan yaitu P1 : penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 2 %, P2 : penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 4 %, P3 : penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 6 % . Data dianalisis menggunakan analisis variansi. Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai pH, jumlah mikroba, dan jumlah bakteri asam laktat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum (1:1) sampai dengan konsentrasi 6 % berpengaruh tidak nyata terhadap nilai pH, jumlah mikroba, dan jumlah bakteri asam laktat keju. Kata Kunci : Keju Probiotik, Lactobacillus casei, Bifidobacterium longum, pH Value, Total LAB, Total Microbe. ABSTRACT A research entitled “pH Value, Total Microbe, Total Lactic Acid Bacteria of Probiotic Cheese which is made of Three Level of Lactic Acid Bacteria Culture” were conducted on November 2012. The materials were used in this research were 18 liters of goat milk PE PEGUMAS, lactic acid bacteria Lactobacillus casei and Bifidobacterium longum. The method were experimental with completely randomized design (CRD) method which is consisted of 3 treatments and 6 repetitions were P1 : addition of Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 2 %, P2 : addition of Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 4 %, P3 : addition of Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 6 %. The data obtained were analyzed using analysis of variance. The results of analysis of variance showed the addition of Lactobacillus casei and Bifidobacterium longum did not significantly (P > 0,05) affected the pH value, total lactic acid bacteria, and total microbe of cheese. The conclusion was the addition of Lactobacillus casei and Bifidobacterium longum (1:1) in the level up to 6 % not significant on pH value, total lactic acid bacteria, and total microbes of cheese. Keywords : Probiotic cheese, Lactobacillus casei, Bifidobacterium longum, pH Value, Total LAB, Total Microbe. 525 Arinie Putriana Sukmawardani dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 525 - 530, Juli 2013 PENDAHULUAN Susu merupakan bahan pangan dengan kandungan nutrisi lengkap yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, akan tetapi mudah rusak. Oleh karena itu dibutuhkan teknologi pengolahan, salah satunya adalah pengolahan susu menjadi keju. Teknologi pengolahan susu menjadi keju tidak hanya dapat diterapkan pada susu sapi, melainkan juga pada susu kambing (McSweeney, 1998). Secara umum, susu kambing mengandung protein 3,8 %, lemak 5,6 %, mineral 0,73 % dan total padatan 14,8 % (Boyazoglu and Morrad, 2001). Walther et al (2008) menyatakan bahwa keju dari susu kambing memiliki citarasa yang khas, tekstur yang lembut, dan mengandung asam amino, asam lemak, asam lemak konjugasi (CLA), vitamin, serta probiotik yang tinggi. Keju pada umumnya dibuat dengan menambahkan bakteri asam laktat (BAL) sebagai pengasamnya, sekaligus berperan sebagai agen probiotik untuk meningkatkan nilai fungsional keju. Salah satu peran fungsional keju yang ditambahkan BAL probiotik adalah membantu menjaga kesehatan saluran pencernaan. Kadar lemak yang relatif tinggi pada keju mampu memproteksi bakteri probiotik hingga berada di dalam saluran pencernaan dan bertahan hidup selama lebih kurang 6 bulan pemeraman (Kosikowski, 1997). Lactobacilli dan Bifidobacteria merupakan bakteri yang termasuk dalam kelompok BAL probiotik dengan jumlah yang diharapkan masih bertahan hingga di saluran pencernaan adalah 107 cfu/gr. Lactobacillus casei termasuk ke dalam sub genus Streptobacterium, bisa tumbuh pada suhu 15o C, toleransi terhadap kadar garam 6,5 % dan 18 %, dan pada pH 4,4 dan 9,6, serta tahan terhadap asam empedu. Lactobacillus casei berparan dalam menjaga daya tahan tubuh dan mencegah infeksi saluran pencernaan (Surono, 2004). Bifidobacteria secara alami dapat tumbuh pada kondisi pH 4,0 (Du, 1998), secara dominan sebanyak 25 % tumbuh di dalam saluran pencernaan orang dewasa, dan 80 % di dalam saluran pencernaan bayi. Sebagai agen probitik, bakteri ini berperan dalam efikasi, menjaga spectrum darah, serta mencegah terjadinya kelainan pada gangguan pencernaan seperti kelainan koloni transit, dan kanker (Pochart, et al., 1992). Penambahan BAL dapat mempengaruhi nilai pH, citarasa, dan karakteristik keju (Upreti, et al., 2007). Perubahan nilai pH sangat mempengaruhi kualitas keju. Perubahan ini ditentukan dari perbandingan penggunaan asam organik yang berbeda (terutama produksi asam laktat) (Hassan et al., 2004). Pada proses pembuatan keju, penggunaan BAL sebanyak 5 % menyebabkan penurunan nilai pH yakni mencapai 5,6 sampai dengan 6,0 (Prayitno, 2006). Selain nilai pH, karakteristik keju juga dapat dilihat dari aspek mikrobiologis keju seperti jumlah bakteri asam laktat dan juga jumlah mikroba pada keju. Jumlah BAL probiotik yang direkomendasikan untuk dikonsumsi sebesar 106 cfu/gr (Doleyers and Lacroix, 2005) atau 107 cfu/gr selama proses digesti (Lee and Salminon, 1995) atau dikonsumsi secara rutin sebanyak 108 cfu/gr (Lopez, et al., 2006). Variasi mikroorganisme pada keju tidak hanya bakteri patogen, tetapi juga terdapat BAL, kapang, khamir, dan jamur. Batas maksimum cemaran mikroba pada keju menurut SNI 7388 : 2009 yaitu berkisar antara 1x10 2 cfu/gr (SNI, 2009). METODE Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18 liter susu kambing PE PEGUMAS, kultur bakteri Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum, 60 ml media MRSB (De Man Rogosa Broth), 60 gr media MRSA (De Man Rogosa Agar), 15 gr media PCA (Plate Count Agar), 120 gr susu 526 Arinie Putriana Sukmawardani dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 525 - 530, Juli 2013 skim, 1 kg NaCl, 0,01 gr/liter microbial rennet, 20 liter aquades, 64,8 gr Natrium Sitrat, 6 set alat pres keju, 24 set cawan petri, mikropipet, botol scott 250 ml dan 500 ml, dan pH meter. Kultur starter BAL probiotik didapatkan dari inokulasi Lactobacillus casei dan Bifidobacteirum longum masing-masing sebanyak 1 ml ke dalam media MRSB sebanyak 10 ml, kemudian di inkubasi selama 24 jam pada suhu 37o C. Kultur yang telah diremajakan kemudian diinokulasikan ke dalam larutan susu skim sesuai dengan kebutuhan tiap perlakuan (P1 : 20 ml, P2 : 40 ml, P3 : 60 ml) yang terlebih dahulu di masukkan ke dalam botol scott, kemudian diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37o C. Starter yang telah diperoleh, kemudian ditambahkan ke dalam susu kambing yang telah dipasteurisasi. Proses fermentasi susu terjadi selama 5 jam pada suhu 37o C. Setelah itu ditambahkan microbial rennet sebanyak 0,01 ml/liter dan diinkubasi selama 2 jam hingga didapatkan curd. Curd dipotong-potong, disaring kemudian ditambahkan NaCl sebanyak 3 %, setelah itu di pres selama 1 jam. Setelah keju tercetak, keju dilapisi NaCl dengan cara dicelupkan ke dalam larutan NaCl selama 5 menit. Metode penelitian adalah eksperimental disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah sebagai berikut : P1 : penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 2 % P2 : penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 4 % P3 : penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 6 % Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah (1) nilai pH keju, (2) jumlah bakteri asam laktat keju, (3) jumlah mikroba keju. HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai pH Keju Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai pH keju probiotik. Nilai rataan pH keju probiotik yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Hasil Penghitungan Nilai pH Keju Probiotik Perlakuan P1 (penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 2 %) P2 (penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 4 %) P3 (penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 6 %) Rataan Nilai pH 5,7 5,6 5,4 Hasil rataan tersebut menunjukkan adanya kecenderungan semakin banyak penambahan kultur BAL, maka nilai pH semakin rendah. Adanya peningkatan aktivitas BAL menyebabkan terjadinya penurunan pH karena BAL dapat menghasilkan asam-asam organik seperti asam laktat, asam asetat, dan asam propionat yang bersifat antimikroba karena dapat menurunkan pH sehingga berfungsi sebagai pengawet alami (biopreservatif) (Yang, 2000). Salah satu pertahanan BAL terhadap mikroba pembusuk/patogen yakni dengan cara menghasilkan asam-asam organik. Asam organik tersebut akan terdisosiasi ke dalam sitoplasma, sehingga meyebabkan penurunan pH. Rataan nilai pH yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dikatakan masih dalam interval pH optimum untuk jenis keju cottage. Hasil ini sesuai dengan pernyataan McMahon et al (2005) yakni keju memiliki pH antara 5,8-5,3. 527 Arinie Putriana Sukmawardani dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 525 - 530, Juli 2013 Jumlah Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat berperan dalam mendegradasi laktosa susu menjadi asam organik (laktat dan asetat) sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH (Rahayu dan Sudarmadji, 1989). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rataan jumlah bakteri asam laktat pada keju probiotik yang dibuat dengan tiga level bakteri, yakni dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3. Rataan Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Keju Probiotik (log cfu/gr). Perlakuan Rataan Jumlah BAL P1 (penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 2 %) 9,19 P2 (penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 4 %) 9,05 P3 (penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 6 %) 9,24 Hasil penghitungan statistik menunjukkan bawa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada setiap perlakuan (P>0,05), artinya setiap penambahan level BAL (P1, P2, P3) tidak mempengaruhi secara nyata jumlah BAL pada keju. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi nilai pH dan kondisi kultur starter sebelum, saat dan setelah fermentasi. Adapun faktor ekstrinsik antara lain adalah kondisi media inokulum saat masa penumbuhan bakteri tersebut. Pertumbuhan bakteri yang tidak optimum pada sampel dapat dikatakan sebagai starter failure. Kegagalan berkembangnya starter pada fresh cheese seperti keju cottage bisa terjadi karena adanya aktivitas bakteri gram negatif, spesies psikotropik seperti Pseudomonas sp dan beberapa koliform. Bakteri ini dapat mengontaminasi keju melalui air pada saat pencucian curd (Robinson, 2002). Selai itu, nilai pH juga dapat mempengaruhi jumlah bakteri pada keju. Kisaran pH yang diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu berkisar antara 5,7-5,4 (Tabel 1) merupakan kondisi pH yang sesuai untuk perkembangan BAL. Hal ini sesuai dengan pernyataan Vinderolla (2000) yakni pada kondisi pH 5,29 jumlah BAL Bifidobacterium longum dan Lactobacillus casei pada keju fresco sebayak 9,33 log cfu/gr. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 2 % telah memenuhi syarat pangan fungsional karena mampu menghasilkan BAL probiotik dengan jumlah 9,19 log cfu/gr. Jumlah Mikroba Keju Probiotik Mikroorganisme merupakan jasad renik yang memiliki ukuran dalam satuan mikron. Bakteri probiotik, bakteri patogen, jamur, kapang, dan khamir termasuk ke dalam mikroorganisme (Madingan, et al., 2000). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rataan jumlah mikroba pada keju probiotik yang dibuat dengan menggunakan tiga level kultur BAL, yakni seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Jumlah Mikroba pada Keju Probiotik (log cfu/gr). Perlakuan P1 (penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 2 %) P2 (penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 4 %) P3 (penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum 6 %) Rataan Jumlah Mikroba 8,95 8,72 9,39 Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa semakin tinggi level penambahan BAL, maka jumlah mikroba pada keju cenderung semakin banyak. Secara statistik, 528 Arinie Putriana Sukmawardani dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 525 - 530, Juli 2013 peningkatan jumlah mikroba pada keju tidak berbeda secara signifikan (P>,0,05), artinya setiap penambahan level BAL probiotik tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah mikroba keju. Kecenderungan peningkatan jumlah mikroba dapat disebabkan oleh pertambahan variasi mikroba pada keju. Variasi mikroba keju pada penelitian ini dapat terdiri dari kapang, khamir, dan bakteri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Boylston (2004) bahwa pada keju tidak hanya terdapat bakteri, tetapi juga kapang dan khamir. Tingginya jumlah mikroba pada keju diduga didominasi oleh bakteri asam laktat yang diinokulasikan pada tahap pembuatan keju. Dugaan ini semakin kuat apabila melihat kembali peningkatan jumlah BAL pada tabel 3 yang selaras dengan peningkatan jumlah mikroba keju, sehingga dapat dikatakan bahwa keju cottage pada penelitian ini dapat digolongkan ke dalam safety food karena jumlah mikroba pada keju tersebut bukan merupakan cemaran/kontaminan selama proses pembuatan. SIMPULAN Penambahan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum sampai dengan konsentrasi 6 % tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH, jumlah bakteri asam laktat, dan jumlah mikroba keju probiotik. DAFTAR PUSTAKA Boyazoglu, J., and P. Morrand. 2001. Mediterranean Dairy Sheep and Goat Products and Their Quality – a Critical Review. Small Ruminant Research 40 : 1-11. Boylston. 2004. Incorporation of Bifidobacteria into cheeses: challenges and rewards. International Dairy Journal, 14, Pp 375-387. Doleyres, Y., Lacroix, C., 2005. Technologies with free and immobilised cells for probiotic bifidobacteria production and protection. International Dairy Journal. 15, 973–988. Du, F., S. Zang., A. Mustapha. 1998. Lactose transport, β- galactosidase activity, and bile and acid tolerance of bifidobactera. IFT. Annu. Mtg : 106. Hassan, A. M. E., Johnson, and J. A. Lucoy. 2004. Changes in The Proportions of Soluble and Insoluble Calcium During The Ripening of Cheddar Cheese. Journal of Dairy Sci. 87:854-862. Kosikowski, F. 1997. Cheese and fermented milk foods. Edwards Brothers Inc., Ann Arbor, Mich , p. 228–260. Lee Y. K., and S. Salminon. 1995. The coming age of probiotics. Trends food Sci. Technol. 6:241246. Lopez-Rubio, A., Gavara, R., Lagaron, J.M., 2006. Bioactive packaging: turning foods into healthier foods through biomaterials. Trends Food Sci. Technol. 17, 567–575. Madigan, M. T., Martinko J. M., Dunlap P.V., Clark D. P. 2000. Brock Biology of Microorganisms (Edisi ke-12 ed.). San Francisco: Pearson Benjamin Cummings. pp. hlm. 2. ISBN 9780321536150. www.wikipedia.org.id diakses 30 april 2013. McMahon, D. J., and R. Brown. 1985. Effects of Enzyme Type on Milk Coagulation. Journal of Dairy Science 68: 628-632 McSweeney, Paul, L.H., and Maria Jose Sousa. 1998. Biochemical Pathway for The Flavour Compounds in Cheese During Ripening. A Review.INRA, EDP Sci. 80 (2000) 293-324. 529 Arinie Putriana Sukmawardani dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 525 - 530, Juli 2013 Pochart, P., Marteau, P., Bouhnik, Y., Goderel, I., Barlioux, P., and Rambard, J. C. 1992. Survival of Bifidobacteria Ingested via Fermented Milk During Their Passage through The Human Small Intestine : an In Vivo study Using Intestinal Perfusion. Am J. Clin Nutrition 55:78-80. Prayitno, E. W. 2006. Stabilitas Bakteri Asam Laktat Selama Pembuatan dan Penyimpanan Keju Lunak Susu Kambing. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. Bogor Agriculture University. www.scholar.google.com diakses tanggal 24 September 2012. Rahayu, K dan S. Sudarmadji. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta. Robinson R.K. 2002. Dairy Microbiology Handbook: The Microbiology of Milk and Milk Products. New York, John Wiley & Sons. SNI (Standar Nasional Indonesia). 2009. Batas Maksimum cemaran Mikroba dalam Pangan SNI 7388-2009. bbihp.kemenperin.go.id diakses tanggal 24 September 2012. Surono, I. S. 2004. Probiotik Susu Fermnetasi dan Kesehatan. PT. Tri Cipta Karya (TRICK). Jakarta. Upreti, P., and L.E. Metzger. 2007. Influence of Calcium and Phosporus, Lactose, and Salt-toMoisture Ratio on Cheddar Cheese Quality: pH Changes During Ripening. American Dairy Science Association 90: 1-12. Vinderolla, C.G., W. Prosello., D. Ghiberto., J. A. Reinheimer. 2000. Viability of Probiotic (Bifidobacterium, Lactobacillus acidophilus and Lactobacillus casei) and Nonprobiotic Microflora in Argentinian Fresco Cheese. Journal of Dairy Science 83:1905–1911. Walther, B., A. Schmid, R. Sieber, and K. Wehrmiller. 2008. Cheese in Nutrition and Health. Journal of Dairy Sci. Technol 88: 389-405. Yang, Z. 2000. Antimicrobial component and extracellular polysachcaride produce by lactic acid bacteria: structure and properties. Dept. Of Food Technology. UniversityHelsinsky, Helsinsky. 530