ISSN. 1907 - 0489 Oktober 2014 Spirit Publik Volume 9, Nomor 1 Halaman: 15 - 36 PENGELOLAAN PENERIMAAN DAERAH MELALUI DESENTRALISASI FISKAL DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH The local income Management Through Fiscal Decentralization in Local Autonomy Implementation. Lestariningsih Ilmu Administrasi Negara, FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta ( Diterima : 15 Januari 2014 , disetujui : 20 Pebruari 2014) ABSTRACT In Local Autonomy Implementation, the government gives local government autonomy to manage, organize, and run their sources of local income through fiscal decentralization based on Local Income. It aimed to give autonomy for local goverment to fung their local autonomy according to their potentials as a decentralization meaning; balancing fund which aimed to reduce fiscal discrepancy between central and local goverment, and among local government; and other fund which give local goverments an opportunity to get other income except Local Income, Balanced Fund, and Local Debt. Keyword : Local Income, Fiscal Decentralization, Local Autonomy. yang relative besar kepada Pemerintah Pendahuluan terhadap Daerah, demokratisasi yang mengawali tumbuhnya undang era reformasi, telah menggerakkan titik membentuk sistem pemerintahan negara kontinum dari pemerintahan yang bercorak dengan pendekatan yang lebih demokratis. Tuntutan otoriter menuju masyarakat pada titik artinya keberadaan tersebut bertujuan undanguntuk kontinum Sistem sosial masyarakat yang pemerintahan yang bercorak demokratis. telah terbentuk oleh sistem pemerintahan Seiring berjalannya yang waktu maka hal cenderung otoriter memberikan tersebut dapat menggerakkan pula sistem reaksi yang berlebihan terhadap sistem pemerintahan yang sentralistik menuju pemerintahan yang demokratis karena pada yang sistem pemerintahan yang lebih terbuka masyarakat tersebut memberikan peluang yang lebih Pemerintah besar sistem terdesentralisasi. tersebut dengan pemerintahan Tuntutan difasilitasi diterbitkannya oleh Undang-undang terhadap partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemerintahan. Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dimana undang-undang tersebut memberikan desentralisasi kewenangan Salah satu indikasi yang nampak adalah banyak berdirinya partai politik 15 Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36 (Parpol) dan lembaga swadaya masyarakat apabila (LSM) berbagai Fiskal yaitu pemberian dana perimbangan aspirasi masyarakat yang telah terdistorsi dan hak daerah untuk menarik Pendapatan dengan sistem pemerintahan yang otoriter. Asli Daerah (PAD) serta sesuai dengan Wujud potensi untuk nyata menyalurkan dari perubahan sistem disertai dengan Desentralisasi yang dimilikinya. Selanjutnya pemerintahan adalah menguatnya peran desentralisasi fiskal hanya akan dapat lembaga legislatif dalam menyalurkan dimanfaatkan aspirasi masyarakat dalam pemerintahan. direncanakan, Desakan kuat tersebut dari masyarakat pengawasan daerah kepada Pemerintah Pusat untuk dipertanggungjawabkan sendiri oleh ketiga memberikan otonomi yang lebih luas telah pilar otonomi daerah yakni Kepala Daerah, mendapat respon positif pasca reformasi, DPRD dan masyarakat sesuai dengan sehingga mekanisme dengan Pemerintah badan bersama-sama legislatif yang telah sebagaimana telah diperbaiki dan diganti dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan merupakan bukti dari adanya desentralisasi politik. Sebagai tindak lanjut dari desentralisasi politik tersebut kemudian dikeluarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 yang juga direvisi dan diganti dengan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang baik dilaksanakan, serta dan dilakukan pemeriksaan peraturan bila dan perundang- undangan yang berlaku. mengeluarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dengan Desentralisasi politik, desentralisasi fiskal dan desentralisasi administrasi sesungguhnya dapat dipandang sebagai sebuah strategi untuk: 1. Mendongkrak prakarsa, kreatifitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan di seluruh daerah . 2. Memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan public pada tingkat regional (Provinsi) maupun local (Kabupaten/Kota). merupakan manifestasi dari desentralisasi fiskal tersebut secara teknis diikuti dengan Mencermati perjalanan otonomi daerah satu dasawarsa terakhir ini, secara desentralisasi administrasi. umum belumlah memperlihatkan hasil Desentralisasi Politik yang diharapkan, walaupun demikian ada (kewenangan) untuk mengurus rumah juga beberapa Daerah yang telah berhasil tangga daerah sendiri hanya akan efektif dengan baik, sesuai dengan filosofi dan 16 Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah semangat otonomi daerah itu sendiri. otonomi Apabila diteliti dengan seksama, banyak keuangan pusat dan daerah yang diatur factor kurang dalam satu paket undang-undang yaitu UU berhasilnya pelaksanaan otonomi daerah No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah selama ini. Salah satu factor itu adalah Daerah dan UU No.25 tahun 1999 tentang kemampuan mengelola Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah keuangan dan asset daerahnya secara Pusat dan Daerah, adapun pelaksanaan efektif, efisien, transparan, akuntabel dan otonomi daerah dimulai Januari 2001 dan berkeadilan. Hal ini dapat dilihat dan menimbulkan reaksi yang berbeda-beda dilacak perencanaan, bagi daerah. Pemerintah daerah yang penganggaran, memiliki sumber kekayaan alam yang pengendalian, besar akan menyambut otonomi daerah yang menyebabkan daerah dari untuk lemahnya pemprograman, pelaksanaan pengawasan anggara, dan pemeriksaan serta pertanggungjawabannya. daerah belum dan perimbangan dengan penuh harapan, tetapi sebaliknya daerah yang miskin sumber daya alamnya Kenyataan membuktikan bahwa otonomi daerah sepenuhnya akan menanggapinya dengan sedikit rasa khawatir dan was-was diterjemahkan dengan benar, hal semacam Kekawatiran beberapa daerah ini lebih disebabkan terindikasi dengan tersebut bisa dipahami, karena pelaksanaan masih banyaknya penyimpangan, seperti otonomi daerah dan desentralisasi fiskal korupsi, pemborosan, salah alokasi dana membawa konsekuensi bagi pemerintah serta banyaknya berbagai macam pungutan daerah untuk lebih mandiri baik dari sistem daerah yang kontra produktif dengan pembiayaan maupun dalam menentukan upaya –upaya peningkatan pertumbuhan arah pembangunan daerah sesuai dengan perekonomian daerah yang disertai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat di peningkatan pendapatan masyarakat. daerah. Selain hal tersebut, alasan klasik Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan seperti kesiapan sumber daya manusia di daerah, masih lemahnya struktur dan infrastruktur daerah memang merupakan kenyataan yang tidak dipungkiri dialami oleh beberapa pemerintah daerah, ada kekawatiran pula dari beberapa pihak bahwa otonomi daerah hanya akan memindahkan praktek korupsi, kolusi dan 17 Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36 nepotisme serta inefisiensi dari desentralisasi yang didasarkan atas pemerintah pusat ke daerah, mengancam penyerahan tugas oleh pemerintah kepada kelestarian lingkungan dan memungkinkan pemerintah daerah dengan memperhatikan munculnya raja-raja kecil didaerah. stablitas kondisi perekonomian nasional Hubungan keuangan pusat dan daerah dilakukan sejalan dengan prinsip dan keseimbangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Salah satu dampak otonomi daerah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dan desentralisasi fiskal adalah perlunya yang telah digariskan dalam UU No. 33 dilaksanakan tahun 2004. Perimbangan keuangan antara keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah manajemen keuangan daerah yang perlu merupakan suatu sistem pembagian direformasi keuangan yang adil, proposional, penerimaan reformasi daerah, manajemen sedangkan meliputi daerah lingkup manajemen dan manajemen demokratis, transparan dan efisien dalam pengeluaran daerah, namun dalam fokus rangka kajian/pembahas pendanaan penyelenggaraan ini hanya pada desentralisasi dengan mempertimbangkan manajemen penerimaan daerah yang digali potensi, kondisi dan kebutuhan daerah melalui desentralisasi fiskal serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Adapun perimbangan keuangan antara Pola Hubungan Keuangan Pusat Dan Daerah Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah pemerintah pusat dan daerah merupakan subsistem keuangan konsekuensi negara pembagian sebagai tugas Untuk antara mendukung pemerintah pusat dan pemerintah daerah, penyelenggaraan otonomi daerah melalui juga merupakan bagian pengaturan yang penyediaan sumber-sumber pendanaan tidak terpisahkan dari sistem keuangan berdasarkan kewenangan pemerintah negara dan dimaksudkan untuk mengatur pusat, desentralisasi, dekonsentrasi dan sistem tugas pendanaan pembantuan, perlu diatur atas kewenangan yang diserahkan, perimbangan keuangan antara pemerintah dilimpahkan dan ditugasbantukan kepada pusat dan pemerintah daerah berupa sistem daerah. Pemberian keuangan yang negara kepada pembagian kewenangan pemerintah dilakukan 18 pusat dalam sumber keuangan pemerintahan rangka daerah pelaksanaan diatur berdasarkan , tugas dan Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah tanggung jawab yang jelas antar susunan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan. pemerintah Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas daerah. Dengan demikian pengaturan perimbangan keuangan tidak hanya mencakup aspek pendapatan daerah, tetapi juga mengatur aspek pengelolaan dan pertanggungjawabannya. antara pemerintah pusat dan pemerintah Pembentukan daerah, perimbangan keuangan tersebut Perimbangan Keuangan antara Pemerintah juga merupakan bagian pengaturan yang Pusat dan Pemerintah Daerah dimaksudkan tidak terpisahkan dari sistem keuangan untuk negara serta dimaksudkan untuk mengatur penyerahan urusan kepada pemerintah sistem kewenangan daerah yang diatur dalam undang-undang diserahkan, tentang Pemerintah Daerah. Pendanaan dilimpahkan dan ditugasbantukan kepada tersebut menganut prinsip money follows daerah. function, yang mengandung makna bahwa pendanaan pemerintahan atas yang Pemberian negara sumber kepada dilakukan pemerintah dalam desentralisasi keuangan rangka yang daerah pelaksanaan didasarkan atas penyerahan tugas oleh pemerintah pusat kepada pemerintah memperhatikan daerah stabilitas dengan kondisi perekonomian nasional dan keseimbangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh rangka dalam penyelenggaraan dekonsentrasi Perimbangan dan asas pendanaan desentralisasi, tugas pembantuan. keungan tersebut dilaksanakan sejalan dengan pembagian Undang-undang mendukung tentang pendanaan atas pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pemerintahan.(Ahmad Yani, 2008: 42) Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah. Pemerintah pada hakekatnya mengemban tiga fungsi yaitu : 1) fungsi distribusi, 2) fungsi stabilisasi dan 3) fungsi alokasi (Suparmoko, 2008:257) Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif dan tepat dilaksanakan oleh pemerintah, 19 Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36 sedangkan pada alokasi oleh penyelenggaran kewenangan pemerintahan yang lebih yang menjadi tanggung jawab pemerintah mengetahui kebutuhan, kondisi dan situasi pusat dibiayai dari Anggaran Pendapatan masyarakat setempat. Pembagian ketiga dan fungsi tersebut sangat penting sebagai kewenangan landasan dalam penentuan dasar-dasar didekonsentrasikan kepada gubernur atau perimbangan keuangan antara pemerintah ditugaskan pusat dan pemerintahan daerah. dan/atau desa atau sebutan lainnya dalam pemerintahan fungsi daerah Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan Belanja Negara (APBN), pusat kepada baik yang pemerintah daerah rangka tugas pembantuan. dan Dengan otonomi, daerah dituntut penugasan urusan pemerintahan kepada untuk daerah secara nyata dan bertanggung pembiayaan jawab harus diikuti dengan pengaturan, mengurangi harapan terhadap bantuan dan pembagian dan pemanfaatan sumber daya bagian (sharing) dari pemerintah pusat, nasional dengan secara adil, termasuk mencari alternatif sumber pembangunan tanpa kondisi seperti ini, peranan perimbangan keuangan antara pemerintah investasi swasta dan perusahaan milik pusat san pemerintah daerah, sebagai daerah sangat diharapkan sebagai pemacu daerah utama pertumbuhan dan pembangunan otonom, pemerintahan dilakukan penyelenggaraan dan pelayanan berdasarkan transparansi, tersebut ekonomi (enginee of growth). Daerah juga prinsip-prinsip dituntut untuk menarik investasi asing agar partisipasi dan bersama-sama swasta domestik mampu akuntabilitas.(Mardiasmo,2004:106). mendorong pertumbuhan ekonomi daerah Dalam serta menimbulkan multiplier effect yang pendanaan penyelenggaraan pemerintahan agar dapat terlaksana secara efisien dan efektif, juga untuk mencegah adanya tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang pemerintahan, maka perlu diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, sedangkan penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 20 (APBD), selanjutnya besar. Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mengkin mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya terkandung tiga misi utama sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut, sebagai berikut : 1) Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah menciptakan pengelolaan efisiensi sumber dan daya efektivitas daerah, 2) meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat, 3) memberdayakan dan menciptakan ruang publik bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam pembangunan. (Sadu proses Wasistiono, 2010:31). Sejalan dengan upaya untuk memantapkan kemandirian pemerintah daerah yang dinamis dan bertanggung jawab, serta mewujudkan pemberdayaan dan otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata, maka diperlukan upaya meningkatkan efisiensi, efektifitas dan profesionalisme aparatur pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya alam maupun sumber daya lainnya milik daerah, sedangkan upaya tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan profesionalisme dan manajemen pemerintahan yang handal. Kemampuan aparat daerah dalam menjalankan otonomi bakal dihadapkan pada berbagai tantangan, selain bagaimana upaya meningkatkan daerah, juga pendapatan bagaimana asli upaya menciptakan iklim ekonomi yang kondusif dalam rangka melayani investasi domestik maupun asing, menyusun perencanaan strategis mengelola pembangunan daerah dan proses pembangunan, sedangkan tantangan ini hanya akan mampu dihadapi oleh aparat daerah baik eksekutif maupun legislatif yang mempunyai visi strategik, mampu berpikir strategik dan berkualitas tinggi. Manajemen Penerimaan Daerah Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Penerimaan daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari : a. Pendapatan asli daerah yang bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. b. Dana perimbangan yang bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta antar pemerintah daerah itu sendiri. c. Pendapatan lain-lain yang memberi peluang kepada daerah untuk memperoleh pendapatan selain yang berasal pendapatan asli daerah, dana perimbangan serta pinjaman daerah. (Rahardjo Adisasmita, 2011: 89) Pembiayaan bersumber dari : 1) sisa lebih perhitungan anggaran daerah, 2) penerimaan pinjaman daerah, 3) dana cadangan daerah dan 4) hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah 21 Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36 dalam menggali pendanaan dalam penyelenggaraan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Sumber pendapatan asli daerah (PAD) terdiri dari : a) pajak daerah, b) retribusi daerah, c) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, d) Pendapatan Asli Daerah (PAD) lain-lain yang sah. penjualan saham milik daerah. Sementara itu, PAD lain-lain yang sah meliputi: a) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, b) jasa giro, c) pendapatan bunga, d) keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan e) komisi, potongan ataupun bentuk Ketentuan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah diarahkan untuk memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan dan retribusi daerah melalui perluasan basis pajak dan retribusi dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif pajak dan retribusi tersebut. Perluasan basis pajak tersebut antara lain dengan menambah jenis pajak lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. Dana Perimbangan terdiri atas : 1) bagian daerah dari penerimaan Pajak Penghasilan Perseorangan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan serta penerimaan dari sumber daya alam, 2) Dana Alokasi Umum dan 3) Dana Alokasi Khusus. dan retribusi baru serta diskresi penetapan tarif dilakukan dengan Dalam memberikan rangka pelaksanaan kewenangan sepenuhnya kepada daerah desentralisasi fiskal, pemerintah daerah dalam menetapkan tarif sesuai dengan tarif mendapatkan bagian Pajak Penghasilan maksimal yang ditetapkan dalam undang- Perseorangan sebesar 20% dan 80% untuk undang. untuk pemerintah pusat. Penerimaan negara dari memungut pajak dan retribusi diatur Bea Perolehan Hak atas Tanah dan dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun Bangunan 2000 yang merupakan penyempurnaan dari perimbangan 20% untuk pemerintah pusat Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 dan 80% untuk pemerintahan daerah. dan Penerimaan pemerintah pusat dari bagi Kewenangan ditindak daerah lanjuti peraturan (BPHTB) dibagi dengan pelaksanaannya yaitu PP Nomor 65 Tahun hasil PPh Perseorangan dan BPHTB 2001 tentang Pajak Daerah dan PP Nomor tersebut akan dibagikan kepada seluruh 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Kabupaten dan Kota. Bagian daerah yang diterima pemerintah daerah yang berasal Jenis pendapatan yang termasuk pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, antara lain bagian laba, deviden dan 22 dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum dan sektor perikanan dibagi hasil dengan Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah perimbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah. Rincian bagian daerah yang berasal dari sumber daya alam (SDA) ditetapkan sebagai berikut: a. Sektor kehutanan :Penerimaan Iuran Hak Penguasaan Hutan sebesar 80% dibagi dengan rincian: Provinsi 16% dan Kabupaten/Kota penghasil 64%. Bagian pendapatan pemerintah pusat untuk pertambangan gas alam adalah sebesar 70%, untuk pemerintah daerah sebesar 30% yang dibagi sebagai berikut : Provinsi 6%, Kabupaten /Kota penghasil 12% dan Kabupaten/Kota lain 12%. Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Penerimaan Provinsi sumber daya hutan sebesar 80% dibagi sebagai berikut: Provinsi 16%, Kabupaten/Kota penghasil 32% dan Kabupaten/Kota lain. b. Sektor Pertambangan Khusus (DAK). Dana perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber Umum. pendanaan pemerintahan antara pusat dan Penerimaan iuran tetap (Land rent) sebesar 80% dibagi sebagai berikut: Provinsi 16% dan Kabupaten/Kota penghasil. daerah Penerimaan iuran eksplorasi sebesar 80% dibagi sebagai berikut: Provinsi 16%, Kabupaten/Kota penghasil 32% dan Kabupaten/Kota lain 32%. sistem transfer dana dari pemerintah pusat c. Sektor Perikanan Pungutan dari sektor perikanan dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota. Bagian pendapatan pemerintah pusat untuk pertambangan minyak bumi adalah 85%, sedangkan bagian untuk daerah adalah 15% yang dibagi sebagai berikut: provinsi 3%, Kabupaten/Kota penghasil 6%, Kabupaten/Kota lain 6% serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintah antar daerah. Ketiga komponen dana perimbangan keuangan ini merupakan ke daerah serta merupakan satu kesatuan yang utuh. Dana bagi hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dibagi hasilkan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu. Pengaturan dana bagi hasil dalam Undangundang nomor 33 tahun 2004 merupakan penyelarasan dengan Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa d. Sektor Minyak dan Gas Alam Pertambangan kali diubah terakhir dengan Undangundang nomor 17 tahun 2000. Dalam 23 Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36 undang-undang ini dimuat pengaturan tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai mengenai bagi hasil penerimaan Pajak faktor Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib fiskal.(Suhadak &T Nugroho, 2007:130) Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 serta sektor pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, selain itu dana reboisasi yang semula termasuk bagian dari DAK dialihkan menjadi DBH. Dana alokasi kapasitas DAU yang diberikan kepada daerah ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari Penerimaan Dalam Negeri yang ditetakpan dalam APBN. DAU untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan masing-masing sebesar 10% dan 90%. Dana ini dimaksudkan untuk (DAU) menjaga pemerataan dan perimbangan bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. Pembagian DAU keuangan antar daerah yang dimaksudkan dilakukan untuk ketimpangan potensi daerah (PAD, BPHTB dan bagian kemampuan kemampuan keuangan antar daerah dari penerimaan sumber daya daerah melalui penerapan formula yang alam), 2) kebutuhan pembiayaan untuk mempertimbangkan kebutuhan dan potensi mendukung penyelenggaraan pemerintah daerah. Dana alokasi umum suatu daerah di daerah, 3) tersedianya dana APBN. ditentukan atas dasar besar kecilnya celah Dana alokasi khusus (DAK) dimaksudkan fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang untuk membantu membiayai kegiatan- merupakan selisih antara kebutuhan daerah kegiatan khusus di daerah tertentu yang (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal merupakan urusan daerah dan sesuai capacity). dengan prioritas nasional, khususnya untuk mengurangi Dalam umum pemerataan undang-undang ini dengan memperhatikan: ditegaskan kembali mengenai formula membiayai celah fiskal dan penambahan variable dana prasarana pelayanan dasar masyarakat alokasi umum (DAU). Alokasi DAU bagi yang belum mencapai standar tertentu atau daerah yang potensi fiskalnya besar, tetapi untuk kebutuhan pembangunan daerah. fiskalnya kecil, akan memperoleh alokasi DAU relative kecil. Sebaliknya daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskalnya besar maka akan memperoleh alokasi DAU relative besar, secara implicit prinsip 24 kebutuhan sarana 1) mendorong dan percepatan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 juga mengatur hibah yang berasal dari pemerintah badan/lembaga asing, negara asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah dalam negeri atau perseorangan, baik sendiri dalam bentuk devisa, rupiah maupun moneter secara nasional, oleh karena itu dalam bentuk barang dan atau jasa pinjaman daerah perlu mengikuti kriteria, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang persyaratan, tidak perlu mengeluarkan biaya (tidak pinjaman dibayar). Pendapatan lain-lain selain hibah, undang-undang tersebut. dalam undang-undang nomor 33 tahun 2004 juga mengatur pemberian dana darurat kepada daerah karena bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi dengan dana APBD. Disamping itu pemerintah juga dapat memberikan dana darurat pada daerah yang mengalami krisis solvabilitas yaitu daerah yang mengalami krisis keuangan yang berkepanjangan misalnya daerah yang mengalami bencana alam yang hebat, sehingga memporak – porandakan infrastruktur dan fasilitasfasilitas umum daerah. Untuk menghindari menurunnya pelayanan kepada masyarakat setempat, pemerintah dapat memberikan dana darurat kepada daerah tersebut setelah dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pinjaman daerah merupakan salah sumber pembiayaan yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan dampak negative bagi keuangan daerah serta stabilitas ekonomi mekanisme daerah yang Selanjutnya dan dan sanksi diatur dalam dalam undang- undang tersebut juga ditegaskan bahwa daerah dilarang malakukan pinjaman langsung ke luar negeri. Pinjaman yang bersumber dari luar negeri hanya dapat dilakukan dengan melalui pemerintah beserta mekanisme penerusan pinjaman. Pengaturan ini dimaksudkan agar terdapat prinsip kehati-hatian dan kesinambungan fiskal dalam kebijakan fiskal dan moneter oleh pemerintah. Dilain pihak pinjaman daerah tidak hanya dibatasi untuk membiayai prasarana dan sarana yang menghasilkan dapat penerimaan, untuk tetapi membiayai juga proyek pembangunan prasarana dasar masyarakat walaupun tidak menghasilkan penerimaan. Selain itu juga dilakukan pembatasan pinjaman deficit dalam APBD rangka dan pengendalian batas kumulatif pinjaman daerah. Kemudian daerah juga dimungkinkan untuk menerbitkan obligasi daerah dengan persyaratan tertentu, serta mengikuti peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di pasar 25 Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36 modal dan memenuhi ketentuan nilai pemerintah bersih maksimal obligasi daerah yang telah gubernur sebagai wakil pemerintah. Dana mendapatkan tugas persetujuan pemerintah. yang dilimpahkan pembantuan untuk menjamin Segala bentuk akibat atau resiko yang tersedianya timbul dari penerbitan obligasi daerah kewenangan pemerintah yang ditugaskan menjadi kepada daerah. Pengadministrasian dana tanggung jawab daerah sepenuhnya. dekonsentrasi Pengelolaan keuangan dilakukan secara tertib, taat pada peraturan-peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dipertanggung pemangku menjadi dan jawabkan kepentingan tuntutan dapat kepada para yang sudah masyarakat. Semua penerimaan dan pengeluaran yang menjadi hak dan kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang dimasukkan bersangkutan dalam pengadministrasian harus APBD. Dalam keuangan daerah, APBD, perubahan APBD dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan Surplus dengan APBD membiayai dana kepada peraturan daerah. digunakan untuk pengeluaran daerah dilakukan dan pelaksanaan tugas melalui sedangkan pembantuan mekanisme APBN, pengadministrasian desentralisasi APBD, bagi mengikuti hal ini penyelenggaraan pemerintahan dana mekanisme dimaksudkan agar pembangunan dan daerah dapat dilakukan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan prinsip desentralisasi transparansi diperlukan adanya dan berdasarkan akuntabilitas, dukungan sistem informasi keuangan daerah, adapun sistem tersebut antara lain dimaksudkan untuk perumusan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional. tahun Manajemen Pendapatan Asli Daerah anggaran berikutnya, membentuk dana cadangan dan penyertaan modal dalam Sistem pemerintahan yang perusahaan daerah. Dalam hal anggaran sentralistik yang dialami bangsa Indonesia diperkirakan ditetapkan selama masa orde lama dan orde baru untuk memberikan pelajaran kepada kita semua defisit, sumber-sumber maka pembiayaan menutup defisit tersebut. bahwa pendekatan sentralistik dalam Pengaturan dana dekonsentrasi pembangunan telah menimbulkan dampak bertujuan untuk menjamin tersedianya yang negative, dampak negative tersebut dana misalnya 26 bagi pelaksanaan kewenangan sentralisasi telah memasung Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah kreativitas daerah untuk lebih mengembangkan potensi daerah sesuai dengan tersebut. keinginan Selain masyarakat itu sentralisasi telah kuat tingkat ketergantungannya terhadap pemerintah pusat, kedua hal tersebut cukup daerah pemerintah tidak dan berdaya masyarakat membangun daerahnya sendiri. Besarnya intervensi pemerintah pusat yang dilakukan pada masa lalu telah menimbulkan distorsi. Hal tersebut diperparah dengan masih kuatnya perilaku rent seeking dan korupsi yang akibatnya mengganggu mekanisme pasar, dampak tersebut masih terasa sampai saat ini. Secara umum pemerintah daerah masih mengalami banyak masalah diantaranya: 1) ketidak cukupan sumber daya finansial, 2) minimnya jumlah pegawai yang memiliki ketrampilan dan keahlian, 3) prosedur dan sistem pengendalian manajemen yang tidak memadai, 4) rendahnya produktivitas pegawai, 5) inefisien, 6) infrastruktur yang kurang mendukung, 7) lemahnya perangkat hukum (aparat penegak hukum akuntabilitas publik. (Sadu Wasistiono,2010:69) daerah menyebabkan pemerintah daerah semakin membuat lemahnya Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah diharapkan memiliki kemandirian yang lebih besar, tetapi saat ini masih banyak masalah yang dihadapi pemerintah daerah terkait dengan upaya meningkatkan penerimaan daerah antara lain : a. Tingginya tingkat kebutuhan daerah (fiscal need) yang tidak seimbang dengan kapasitas fiskal (fiscal capacity) yang dimiliki daerah, sehingga menimbulkan celah fiskal (fiscal gap) b. Kualitas pelayanan publik yang masih memprihatinkan menyebabkan produk layanan publik yang sebenarnya dapat dijual ke masyarakat direspon secara negative, keadaan tersebut juga menyebabkan keengganan masyarakat untuk taat membayar pajak dan retribusi daerah c. Lemahnya prasarana dan sarana umum infrastruktur d. Berkurangnya dana bantuan dari pusat yaitu DAU dari pusat yang tidak mencukupi dan peraturan hukum) dan kesadaran e. Belum diketahuinya potensi PAD yang mendekati kondisi riel. masyarakat terhadap penegakan hukum, 8) Pemerintah daerah harus dapat political will yang rendah, 9) adanya lebih benturan budaya yang destruktif, 10) mengurangi ketergantungan korupsi, pembiayaan dari kolusi dan nepotisme, 11) meningkatkan PAD pemerintah untuk terhadap pusat, sehingga dapat meningkatkan otonomi dan 27 Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36 keleluasaan kewenangan daerah (local daerahnya sesuai dengan kepentingan dan discretion). Langkah penting yang harus prioritas mereka. dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah adalah menghitung potensi Pendapatan Asli Daerah yang riel dimiliki daerah, oleh karena itu diperlukan metode penghitungan potensi PAD yang sistematis dan rasional. Upaya peningkatan kapasitas fiskal daerah sebenarnya tidak hanya menyangkut peningkatan PAD. Peningkatan kapasitas fiskal pada dasarnya adalah optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah, oleh karena itu tidak perlu dibuat dikotomi antara Pendapatan Asli Daerah dengan Dana Perimbangan. Namun demikian perlu dipahami juga bahwa peningkatan Pemerintah daerah seringkali dihadapkan dengan masalah tingginya kebutuhan fiskal daerah sementara kapasitas fiskal daerah tidak mencukupi dan hal tersebut yang menyebabkan terjadinya kesenjangan fiskal. Manajemen PAD terkait dengan upaya peningkatan kapasitas fiskal daerah, sedangkan terhadap kebutuhan fiskal daerah perlu dilakukan manajemen pengeluaran daerah secara komprehensif, salah satu caranya adalah dengan membuat standar biaya (Standar Analisa Belanja). Beberapa strategi yang dapat kapasitas fiskal bukan berarti anggaran dilakukan yang besar jumlahnya. menutup kesenjangan atau celah fiskal Anggaran yang dibuat besar jumlahnya tetapi tidak dikelola dengan baik atau tidak memenuhi prinsip value for money, justru akan menimbulkan masalah, misalnya terjadi kebocoran anggaran, yang terpenting adalah optimalisasi anggaran, karena peran pemerintah daerah nantinya lebih bersifat motivator sebagai dalam fasilitator dan menggerakkan pembangunan di daerah. (Osborne and Gaebler, 1993). Masyarakat daerah sendiri, yang dimaksud termasuk swasta, LSM, Perguruan Tinggi dan sebagainya, yang akan banyak berperan membangun 28 pemerintah daerah untuk sebagai berikut: a. Harus disadari bahwa tidak semua pengeluaran yang direncanakan penting dilakukan. Pemerintah daerah seharusnya menguji belanja dan biayabiaya yang terjadi, barangkali terdapat pengeluaran yang perlu dikurangi atau mungkin tidak usah dilakukan. b. Mempelajari kemungkinan meningkatkan pendapatan melalui charging for service (penjualan jasa public) c. Perlu dilakukan perbaikan administrasi penerimaan pendapatan daerah (revenue administration) untuk menjamin agar semua pendapatan dapat terkumpul dengan baik Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah d. Kemungkinan menaikkan pajak melalui peningkatan tarif dan perluasan subyek dan obyek pajak pribadi dalam negeri dan BPHTB. Jika e. Mengoptimalkan penerimaan pajak pusat yang dapat di sharing dengan daerah (PPh Perseorangan, BPHTB), jika potensinya cukup besar maka pemerintah daerah dapat membantu memobilisasi penerimaan pajak pusat, sehingga bagian bagi hasil pajak untuk daerah tersebut tinggi. penerimaan pajak pusat, sehingga bagian Pemerintah daerah diharapkan untuk tidak menambah pungutan yang bersifat pajak ataupun menambah jenis pajak baru, jika akan menambah pungutan hendaknya yang bersifat retribusi, potensinya cukup besar maka pemerintah daerah dapat membantu memobilisasi bagi hasil pajak untuk daerah tersebut dapat menerima capaian yang tinggi, sebagai gambaran apabila pemerintah daerah dapat meningkatkan perolehan pajak atas PPh orang pribadi dalam negeri termasuk PPh pasal 21 di daerahnya maka bagian pajak mencapai untuk tinggi, daerahnya hal ini akan selain menguntungkan pemerintah daerah juga menguntungkan pemerintah pusat. sedangkan pajak justru diupayakan sebagai “the last effort” saja, bahkan idealnya pungutan pajak yang dibayar masyarakat Manajemen Dana Perimbangan adalah pajak pusat. Sumber penerimaan daerah dalam Memang berdasarkan peraturan baru, pemerintah daerah kabupaten/kota dimungkinkan untuk menambah jenis pajak lain di luar yang telah diatur dalam undang-undang nomor 34 tahun 2000 dengan peraturan daerah. Ketentuan baru tersebut dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah kabupaten/kota dalam mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak. Disamping itu pemerintah dapat mengoptimalkan penerimaan pajak pusat yang dapat disharing dengan daerah misalnya PPh orang konteks otonomi daerah dan desentralisasi untuk saat ini masih didominasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan dana bagi hasil, sedangkan porsi PAD masih relative kecil. Secara rata-rata nasional PAD hanya member kontribusi 12 -15% dari total penerimaan daerah, sedangkan yang kurang lebih 70% masih menggantungkan sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat. Berdasarkan data distribusi presentase penerimaan daerah untuk daerah kabupaten seluruh Indonesia dari tahun 1991-1995 29 Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36 menunjukkan bahwa kontribusi rata-rata tetapi di beberapa pemerintah daerah DAU PAD masih jauh lebih rendah (12,63%) yang disbanding dan membiayai belanja pegawai, sehingga bantuan dari pemerintah pusat (70,52%) perlu dana bantuan dari pemerintah pusat. (Mardiasmo, 2004:155) Mengacu dengan sumbangan Di kalangan pemerintah daerah sendiri masih terdapat anggapan bahwa terhadap PAD, pemerintah daerah bebas menggunakannya untuk kepentingan daerah, sedangkan Dana Perimbangan penggunaannya perlu menunggu petunjuk dan arahan dari pusat, yang harus dipahami adalah bahwa kewenangan yang dimiliki diterima tidak pada cukup Peraturan untuk Pemerintah Nomor 104 tahun 2000 tentang Dana Perimbangan tujuan DAU terutama adalah : a) horizontal equity dan b) sufficiency. Tujuan horizontal kepentingan equity pemerintah merupakan pusat dalam rangka melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi kesenjangan yang besar antar daerah. daerah tidak sebatas dalam menggunakan Sementara itu, yang menjadi PAD-nya saja. Dan juga yang perlu kepentingan daerah adalah kecukupan dipahami adalah bahwa otonomi dan (sufficiency), desentralisasi tidak berarti tiap daerah menutup harus dipengaruhi dapat membiayai seluruh terutama fiscal oleh adalah gap. untuk Sufficiency faktor-faktor yaitu pengeluaran rutin dan modalnya dari kewenangan, beban dan Standar Pelayanan pendapatan asli daerah. Minimum (SPM). Pada dasarnya terdapat Dalam manajemen manajemen kaitannya penerimaan Dana Perimbangan dengan daerah, juga merupakan aspek yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah, beberapa daerah mengeluhkan bagian DAU yang diterima tidak cukup untuk membiayai pengeluaran daerah, idealnya penerimaan daerah yang berasal dari Dana Bagian Daerah atas PPh Perseorangan, PBB, BPHTB dan penerimaan SDA serta dari Dana Alokasi Umum sudah cukup untuk membiayai Belanja Pegawai dan Belanja Nonpegawai, 30 dua jenis grant yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yaitu : 1) Block Grant (dana alokasi umum) dan Specific Grant (dana alokasi khusus). Dalam rangka meningkatkan local discretion, grant yang diberikan oleh pemerintah pusat lebih banyak bersifat block grant, bukan specific grant. Namun masih perlu dievaluasi mekanisme perhitungan DAU (block grant) yang saat ini diterapkan. Sebagaimana dijelaskan oleh Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (2001) bahwa Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah penghitungan DAU didasarkan pada dua factor yaitu: a. Faktor murni merupakan penghitungan DAU berdasarkan formula. b. Faktor penyeimbang merupakan suatu mekanisme untuk menghindari kemungkinan penurunan kemampuan daerah dalam pembiayaan beban pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah. Dimasukkannya karena adanya kelemahan dalam faktor Penghitungan b. Apabila DAU yang dialokasikan untuk suatu daerah lebih kecil dari penerimaan transfer sebelumnya, dikhawatirkan akan memberikan dampak psikologis maupun dampak teknis financial yang kurang baik. faktor penyeimbang dalam penghitungan DAU murni. a. Pada dasarnya DAU merupakan “pengganti” DRD/DPD, dalam pengertian bahwa bentuk transfer dari pusat kepada daerah selain bagi hasil pajak dan bukan pajak yang ada selama ini adalah DRD/DPD. DAU dengan menggunakan formula murni menunjukkan c. DRD merupakan ukuran beban Belanja Pegawai, karena selama ini pegawai daerah digaji melalui SDO dan selain itu DAU mempunyai sifat yang kurang lebih sama dengan DRD karena akan diterimakan secara rutin setiap bulan. bahwa banyak daerah yang mengalami penurunan dengan penerimaan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sementara beberapa daerah mengalami lonjakan penerimaan yang luar biasa. Untuk menghindari pengaruh negatif, misalnya kesenjangan antar daerah yang justru semakin lebar, maka digunakan factor penyeimbang. Pendekatan atas factor penyeimbang dilakukan dengan memperhitungkan Dana Rutin Daerah (DRD) dan Dana Pembangunan Daerah (DPD) untuk masing-masing daerah yang diterima tahun sebelumnya. (DRD) Pembangunan dan/atau Daerah (DPD) faktor penyeimbang adalah : Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah telah melakukan evaluasi terhadap formula DAU tahun 2001 dan telah membuat formula baru untuk DAU tahun 2002, berbeda dengan model DAU tahun 2001, dalam formula alokasi DAU tahun 2002 setiap variabel memiliki bobot yang tidak sama. Dengan memiliki bobot yang berbeda diharapkan alokasi DAU tahun 2002 dapat memenuhi tujuan pemerataan fiskal antar daerah. Beberapa Alasan digunakan Dana Rutin Daerah Departemen Keuangan melalui Dana sebagai kebijakan yang digunakan dalam formulasi DAU tahun 2002 (Kadjatmiko, 2001) adalah : a. Formula DAU tetap menggunakan pendekatan fiscal gap, yaitu 31 Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36 fiscal needs dibandingkan dengan fiscal capacity. pendekatan kinerja adalah suatu system b. Identifikasi variablevariabel yang dipertimbangkan dalam formulaDAU tetap mengacu Undangundang nomor 25 tahun 1999 dan memberikan variable tambahan atau merupakan penyempurnaan dari variable formula DAU dalam Peraturan Pemerintah nomor 104 tahun 2000. pencapaian hasil (kinerja) atau output anggaran yang mengutamakan pada upaya perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Dalam struktur APBD yang baru Sisa Lebih Perhitungan APBD Tahun Lalu dan Pinjaman (Utang) tidak lagi dimasukkan sebagai unsure penerimaan daerah, akan tetapi dimasukkan sebagai c. Formula DAU harus sederhana, mudah dipahami dan dimengerti, sehingga pemerintah daerah diharapkan dapat menghitung sendiri alokasi DAU yang akan diterima. pembiayaan daerah. Dengan struktur baru tersebut akan lebih mudah mengetahui surplus atau meningkatkan defisit, transparansi sehingga informasi d. Akurasi data yang akan digunakan untuk penghitungan DAU harus menjadi perhatian utama. anggaran kepada masyarakat (public), Dalam formulasi DAU tahun yaitu post “Pembiayaan”. Pembiayaan 2002 masih diperlukan adanya suatu adalah transaksi keuangan daerah yang mekanisme faktor penyeimbang untuk dimaksudkan untuk menutup selisih antara menjaga kebutuhan Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah. minimum suatu daerah, namun demikian Pemerintah daerah juga dimungkinkan keberadaan factor penyeimbang dalam untuk membentuk dana cadangan. Dengan perhitungan DAU tahun 2002 diharapkan demikian anggaran tidak harus dihabiskan mengalami dapat selama tahun anggaran bersangkutan, akan menonjolkan formula DAU itu sendiri, tetapi dapat ditransfer ke dalam dana diharapkan di masa yang akan datang cadangan. tercukupinya penurunan sehingga apabila terjadi deficit anggaran, untuk menutupnya disediakan pos tambahan keberadaan factor penyeimbang tersebut semakin kecil peranannya dan bahkan Untuk meningkatkan local discretion dalam rangka penyelenggaraan tidak ada lagi.(Mardiasmo, 2004: 159) otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, Anggaran Belanja Daerah otonomi pendekatan 32 daerah Pendapatan (APBD) dan pemerintah daerah perlu meningkatkan era kapasitas fiskal daerah (fiscal capacity). dengan Salah satu hal yang perlu dilakukan dengan pemerintah dalam disusun kinerja. Anggaran daerah dalam rangka Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan proporsional yang diwujudkan dengan menutup kesenjangan fiskal (fiscal gap) pengaturan, pembagian dan pemanfaatan adalah pembenahan sumber daya nasional yang berkeadilan penerimaan serta perimbangan keuangan pemerintah pengelolaan/manajemen pusat dan daerah. Tujuan penyelenggaraan melalui pengelolaan/manajemen daerah. Aspek penerimaan daerah yang dioptimalkan perlu meliputi otonomi daerah pada era reformasi sekarang lebih menekankan pada prinsip- manajemen/pengelolaan Pendapatan Asli prinsip demokratisasi, peran Daerah dan pengelolaan/manajemen Dana masyarakat, pemerataan dan keadilan serta Alokasi Umum. Dalam era otonomi daerah memperhatikan dan des keanekaragaman daerah. potensi serta dan Asas desentralisasi penuh kepada daerah kabupaten dan kota berimplikasi Kesimpulan pada penyelenggaraan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab. Penyelenggaraan otonomi daerah pada masa sekarang lebih dipahami Otonomi daerah secara luas berarti penyerahan kewenangan daerah mencakup sebagai hak yaitu hak masyarakat daerah kewenangan untuk mengelola pemerintahan, kecuali kewenangan dalam serta bidang politik luar negeri, pertahanan dan mengembangkan potensi dan sumber daya keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah agama serta kewenangan bidang lain. yang dimaksudkan agar dapat mendorong Kewenangan bidang lain dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat serta adalah menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, pembangunan meningkatkan peran serta masyarakat dan perimbangan juga mengembangkan peran dari fungsi administrasi Dewan perekonomian negara, pembinaan dan mengatur kepentingannya dan sendiri Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). dilaksanakan kewenangan perencanaan pemberdayaan Penyelenggaraan otonomi daerah dengan yang luas, dalam seluruh dan nasional pengendalian secara keuangan, negara sumber bidang dan daya makro, sistem lembaga manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta memberikan teknologi tinggi yang strategis, konservasi nyata dan standardisasi nasional. dan bertanggung jawab kepada daerah secara 33 Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36 Manajemen/pengelolaan penerimaan APBD dan sebagai keuangan daerah sangat dipengaruhi oleh konsekuensinya jumlah penerimaan akan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 membesar, oleh karena itu harus diikuti maupun Undang-undang Nomor 33 tahun dengan manajemen /pengelolaan keuangan 2004, karena hal ini berkaitan erat dengan daerah yang efisien dan efektif, juga konsep otonomi dan desentralisasi yang disertai dengan peningkatan sumber daya pada hakekatnya memberikan kekuasaan, manusia, tak kalah penting juga harus kewenangan dan keleluasaan (diskresi) diikuti dengan pemberian wewenang dan kepada keleluasaan pemerintahan daerah guna yang lebih besar untuk mengatur dan menetukan penggunaan dana mengatur dan menentukan penggunaan untuk melaksanakan urusan wajib dan dana urusan pilihan yang telah ditetapkan dalam penerimaan daerah harus dilakukan secara peraturan daerah. Seperti telah diterangkan cermat, tepat dan hati-hati. Pemerintah di daerah hendaknya dapat menjamin bahwa depan bahwa untuk membiayai pelaksanaan asas desentralisasi pembiayaan kegiatan-kegiatan tersebut. Pengelolaan/manajemen maka semua potensi penerimaan telah terkumpul tersebut dan dicatat ke dalam sistem akuntansi bersumber dari APBD. Sumber-sumber pemerintah pokok keuangan daerah terdiri dari PAD pemerintah daerah perlu memiliki sistem dan Dana Perimbangan yang terdiri dari pengendalian DAU dan DAK, sedangkan besarnya Dana menjamin ditaatinya Perimbangan kebijakan struktur dan proporsi pengeluaran dan ditetapkan. penerimaan pada APBD. meneliti akan berimplikasi pada Konsekuensi dari otonomi daerah adalah terjadinya perpindahan arus uang dari pusat ke daerah yang berarti terjadi suatu pergeseran anggaran yang sebelumnya dikelola oleh pemerintah pusat menjadi anggaran yang dikelola oleh daerah sehubungan dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat daerah. yang Dalam hal memadai ini untuk prosedur dan manajemen yang telah Pemerintah daerah perlu dengan seksama adakah penerimaan yang tidak disetor ke dalam kas pemerintah daerah dan kemungkinan penyalahgunaan oleh petugas di lapangan. Perlu juga diperhatikan dan diteliti pada masyarakat yang tidak membayar pajak dan pemberian sanksi atas tindakan penggelapan pajak. Disamping itu perlu dilakukan dengan pemerintah daerah. Hal tersebut penyederhanaan berimplikasi tetapi ditingkat prosedur pengendaliannya. 34 pada APBD pada pos prosedur administrasi Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Penyederhanaan prosedur administrasi dimaksudkan untuk memberi kemudahan Coe,Charles K, 1995, Public Financial Management, Englewood Cliffs, New Jersey : Prentice Hall. bagi masyarakat pembayar pajak dan pajak Deddy Supriadi, dkk, 2002, Otonomi Penyelenggaraan Penerintah Daerah, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Aspek utama Hadi,M, 1980, Administrasi Keuangan Negara retribusi daerah sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib dalam membayar pajak. manajemen penerimaan daerah yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah manajemen pendapatan asli daerah dan manajemen Manajemen dana dana pinjaman sekalipun tetapi untuk saat ini focus perhatian lebih pada manajemen Mardiasmo,2004, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta: Andi. perimbangan. penting untuk diteliti dan dikaji, akan terarah Republik Indonesia, Jakarta:Rajawali Press PAD dan manajemen DAU. Mamesah, Sistem Administrasi Keuangan Daerah, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama Nurlan Darise,2006, Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta:Indeks Kelompok Gramedia Raharjo Pendapatan DAFTAR PUSTAKA. 1995, Adisasmita,2011, Dan Pengelolaan Amggaran Daerah, Yogyakarta: Graha Ilmu. --------------, 2010, Manajemen Pemerintah Abdul Halim dan Ibnu Mujib, 2009, Problem Desentralisasi dan Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat-Daerah, Cetakan 1,Yogyakarta: Sekolah Pascasarja UGM Daerah, Yogyakarta: Graha Ilmu Ahmad Yani, 2008, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Suhadak dan Trilaksono N, 2007, Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Penyusunan APBD di Era Otonomi, Malang: FIA-Unibraw. Abdul Halim, 2008, Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi 3, Jakarta: Salemba Empat. __________ ,2004, Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah,Yogyakarta: AMP - YKPN Basuki, 2008, Pengelolaan Keuangan Daerah, Suparmoko,2008, Keuangan Negara: Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: BPFE. Sugiarto, 1995, Dasar Pemeriksaan Akuntansi, Yogyakarta : BPFE. Sonny Sumarsono, 2010, Manajemen Keuangan Pemerintahan, Yogyakarta: Graha Ilmu. Cetakan 2, Yogtakarta: Kreasi Wacana. Soekarwo, 2003, Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah, Surabaya: Airlangga University Press. 35 Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36 Sadu Wasistiono, 2010, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Bandung: Fokusmedia. Peraturan Perundang-undangan : UU No. 22/1999 Jo UU No.32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah UU No.25/1999 Jo UU No. 33/2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah UU No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun Perbendaharaan Negara. 2004 Tentang UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. PP No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. PP No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan. PP No. 56 Tahun 2005 Tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah. PP No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. PP No. 8 Tahun 2006 Tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Peraturan Mendagri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 36