BAB I - 2-TRIK TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN

advertisement
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL
Kami menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan
2-TRIK:
TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN
Diterbitkan oleh:
WAHANA RISET KESEHATAN
Penanggungjawab:
Ketua Wahana Riset Kesehatan
Ketua Dewan Redaksi:
Heru SWN, S.Kep, Ns, M.M.Kes
Anggota Dewan Redaksi:
Koekoeh Hardjito, S.Kep, Ns, M.Kes
Sunarto, S.Kep, Ns, M.M.Kes
Subagyo, S.Pd, M.M.Kes
Tutiek Herlina, S.K.M, M.M.Kes
Sekretariat:
Winarni, A.Md.Keb
Nunik Astutik, S.S.T
Rahma Nuril Fahmi
Rafif Naufi Waskitha Hapsari
Alamat:
Jl. Raya Danyang-Sukorejo
RT 05 RW 01 Desa Serangan
Kecamatan Sukorejo
Kabupaten Ponorogo
Telp. 081335251726, 081335718040
E-mail: [email protected]
Website: www.2trik.webs.com
Penerbitan perdana: Desember 2011
Diterbitkan setiap tiga bulan
Harga per-eksemplar Rp. 25.000,00
hasil penelitian kesehatan, yang belum pernah dipublikasikan,
dilengkapi dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2)
jika peneliti lebih dari 1 orang, harus ada kesepakatan urutan
peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti. Dewan
Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang
masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada
pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel,
namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di
dalamnya. Artikel berupa karya mahasiswa (karya tulis ilmiah,
skripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan mahasiswa
sebagai peneliti.
Persyaratan artikel adalah sebagai berikut:
1. Diketik dengan huruf Arial berukuran 9, dalam 2 kolom, pada
kertas HVS A4 dengan margin kiri, kanan, atas, dan bawah
masing-masing 3,5 cm.
2. Jumlah maksimum adalah 10 halaman, berbentuk softcopy
(flashdisk, CD, DVD atau e-mail).
Isi artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut:
1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau
Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf
kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah.
2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul,
dicetak tebal pada bagian tengah. Di bawah nama ditulis
institusi asal penulis.
3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris.
Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi
abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf
masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata
kunci.
4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan
kanan dan paragraf masuk 1 cm.
5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri
dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan
dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan.
6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan
kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat
dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram,
gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel
berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul
gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah.
7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan
kanan, paragraf masuk 1 cm. Pada bagian ini, hasil penelitian
ini dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain
yang relevan .
8. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri
dan kanan, paragraf masuk 1 cm.
9. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk
paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1
cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka menggunakan Sistem
Harvard.
Redaksi
Volume III Nomor 2
i
Halaman 61 - 117
Mei 2013
ISSN: 2089-4686
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
EDITORIAL
Para pembaca yang terhormat, menjelang pertengahan tahun 2013 ini, kita bersua kembali pada Volume III
Nomor 2. Kali ini kami tampilkan hasil-hasil penelitian kesehatan dari Magetan, Surabaya, Padangsidimpuan,
Malang, Medan, dan Kediri. Penelitian-penelitian tersebut mencakup bidang kesehatan anak, kesehatan
reproduksi, keluarga berencana, kebidanan, serta kesehatan lingkungan, sebagaimana dirinci dalam daftar
judul di bawah.
Anda dapat mengunduh isi jurnal ini melalui http://2trik.webs.com atau dalam bentuk ringkas dapat dilihat di
Portal Garuda Dikti Kemendiknas, serta portal PDII LIPI. Semoga kita bisa berjumpa kembali pada Volume III
Nomor 3 bulan Agustus 2013 mendatang. Terimakasih.
Redaksi
DAFTAR JUDUL
1
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN
HOSPITALISASI PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI RUANG DELIMA RSUD
Dr. HARJONO KABUPATEN PONOROGO
Nurlailis Saadah
61 -64
2
HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN ORANG TUA DENGAN POLA
ASUH DI TK PUTRA AIRLANGGA
Rekawati Susilaningrum, Sri Utami, Priharmita Seftiani
65 - 68
3
PENGARUH NILAI ANAK TERHADAP KEIKUTSERTAAN KELUARGA
BERENCANA PADA IBU PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING
PADANGSIDIMPUAN
Satyawati Sulubara
69 - 74
4
PENGETAHUAN REMAJA PUTRI PUBERTAS TENTANG PERKEMBANGAN
FISIK DAN SEKSUAL
Asworoningrum Yulindahwati
75 - 80
5
PENGARUH GLOBAL WARMING DAN CLIMATE CHANGE DENGAN PENYAKIT
KURANG GIZI
Tri Niswati Utami
81 - 86
6
PERBEDAAN DENYUT JANTUNG JANIN (DJJ) SEBELUM DAN SETELAH
DIBERIKAN MUSIK KLASIK PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI BPS ENDANG
SUMANINGDYAH KOTA KEDIRI
Finta Isti Kundarti, RE. Wijanti, Dwi Eri Dita Yuniasari
87 - 94
7
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN
PROGRAM SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN METODE INSPEKSI VISUAL
ASAM ASETAT (IVA) DI PUSKESMAS KOTA KEDIRI
Ira Titisari
95 - 99
8
HUBUNGAN PENGGUNAAN PIL ORAL KOMBINASI (POK) DENGAN LIBIDO 100 - 105
AKSEPTOR KB DI
DESA SLUMBUNG KECAMATAN NGADILUWIH
KABUPATEN KEDIRI
Finta Isti Kundarti, Erna Rahma Yani, Ayu Rohma Hastutik
9
HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PEMBERIAN MAKAN
KEPADA BALITA DENGAN KEJADIAN OBESITAS BALITA USIA 2-5 TAHUN
Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Santy Irene Putri
106 - 111
10
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA
DALAM MENGHADAPI KELUHAN FISIOLOGIS TRIMESTER 1
Agung Suharto, Subagyo, Wiwin Fajar Suryani
112 - 117
ii
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
Latar belakang
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA
DENGAN TINGKAT KECEMASAN
HOSPITALISASI PADA ANAK USIA PRA
SEKOLAH DI RUANG DELIMA RSUD Dr.
HARJONO KABUPATEN PONOROGO
Nurlailis Saadah
(Prodi Kebidanan Magetan
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
ABSTRAK
Latar
belakang:
Hospitalisasi
merupakan keadaan dimana orang sakit
berada pada lingkungan rumah sakit untuk
mendapatkan pertolongan dalam perawatan
atau pengobatan sehingga dapat mengatasi
atau meringankan penyakitnya. Keluarga
merupakan unsur penting dalam perawatan,
khususnya bagi anak. Tujuan: Penelitian ini
bertujuan menganalisis hubungan dukungan
keluarga
dengan
tingkat
kecemasan
hospitalisasi pada anak usia prasekolah.
Metode: Penelitian analitik observasional ini
menggunakan rancangan cross sectional.
Populasi studi adalah orang tua dan anak
usia prasekolah yang mengalami kecemasan
hospitalisasi. Besar sampel adalah 28, yang
diambil dengan teknik simple random
sampling. Variabel bebas adalah dukungan
keluarga dan variabel terikat adalah
kecemasan
hospitalisasi
pada
anak
prasekolah. Data dikumpulan melalui
pengisian kuesioner, selanjutnya dianalisis
dengan uji Chi square dan koefisien
kontingensi. Hasil: Dukungan keluarga baik:
3 (10,7%), sedang: 8 (28,6%), dan kurang:
17 (60,7%). tingkat kecemasan akibat
hospitalisasi kecemasan ringan: 3 (10,7%),
kecemasan sedang: 23 (82,1%), dan
kecemasan berat: 2 (7,1%).Hasil uji
hipotesis: probability (P) = 0,000 ≤ 0,05
dengan nilai Koefisien Kontingensi (KK) =
0,714. Simpulan: Ada hubungan antara
dukungan
keluarga
dengan
tingkat
kecemasan hospitalisasi pada anak usia
prasekoah
di
ruang
Delima
RSUD
Dr.Harjono
Ponorogo
dengan
tingkat
keeratan hubungan kuat.
Kata
kunci:
61
Kecemasan,
dukungan
keluarga,
hospitalisasi,
anak pra sekolah
Hospitalisasi
merupakan
keadaan
dimana orang sakit berada pada lingkungan
rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan
dalam perawatan atau pengobatan sehingga
dapat
mengatasi
atau
meringankan
penyakitnya.
Tetapi
pada
umumnya
hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan
dan ketakutan serta dapat menimbulkan
gangguan emosi atau tingkah laku yang
mempengaruhi kesembuhan dan perjalanan
penyakit anak selama dirawat di rumah sakit
(Anonim, 2009). Persentase anak yang
dirawat di rumah sakit saat ini mengalami
masalah yang lebih serius dan komplek
dibandingkan kejadian hospitalisasi pada
tahun-tahun sebelumnya.
Menurut Mc Cherty Kozak dalam Erni
(2007) hampir empat juta anak dalam satu
tahun mengalami hospitalisasi. Rata-rata
anak mendapat perawatan selama enam
hari. Selain membutuhkan perawatan yang
spesial dibanding pasien lain, anak sakit juga
mempunyai keistimewaan dan karakteritis
tersendiri karena anak-anak bukanlah
miniatur dari orang dewasa atau dewasa
kecil. Menurut Speirs, cit Hikmawati dalam
Erni (2007) waktu yang dibutuhkan untuk
merawat penderita anak-anak 20-45% lebih
banyak dari pada waktu merawat orang
dewasa.
Menurut Supartini (2004) perawatan anak
di rumah sakit merupakan pengalaman yang
penuh dengan stress, baik bagi anak
maupun orang tua. Lingkungan rumah sakit
sendiri merupakan penyebab stress dan
kecemasan pada anak. Pada anak yang
dirawat dirumah sakit akan muncul
tantangan yang harus dihadapi seperti
mengatasi suatu perpisahan, penyesuaian
dengan banyak orang yang mengurusinya,
dan kerap kali harus berhubungan dan
bergaul dengan anak-anak sakit serta
pengalaman
mengikuti
terapi
yang
menyakitkan. Apabila anak mengalami
kecemasan tinggi saat dirawat di rumah sakit
maka besar sekali kemungkinan anak
mengalami disfungsi perkembangan. Anak
akan
mengalami
gangguan
seperti,
gangguan somatik, emosional, psikomotor
(Nelson, cit Isranil Laili, 2006).
Dampak kecemasan secara umum
antara lain: gelisah, tegang, gugup,
ketakutan, waspada, kekhawatiran dan malu.
(Gail W Stuart, 2006). Keluarga merupakan
unsur penting dalam perawatan, khususnya
perawatan pada anak. Oleh karena anak
merupakan bagian dari keluarga, maka
perawat harus mampu mengenal keluarga
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
sebagai tempat tinggal atau konstanta tetap
dalam kehidupan anak (Wong, Perry and
Nockenberry, 2002).
Dari data awal yang diperoleh dari rekam
medik
RSUD
Dr.Harjono
Ponorogo
menunjukkan anak usia prasekolah (3-6
tahun) yang dirawat selama bulan Januari
sampai dengan bulan April 2010 rata-rata
berjumlah 30 anak per bulan. Berdasarkan
hasil studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti pada tanggal 27 Mei 2010 di ruang
Delima
RSUD
Dr.Harjono
Ponorogo
terhadap 8 responden dengan memberikan
kuesioner dukungan keluarga, diperoleh
hasil 4 keluarga (50%) memberikan
dukungan kurang, 3 keluarga (37,5%)
memberikan dukungan sedang dan 1
keluarga (12,5%) memberikan dukungan
yang baik. Sedangkan untuk mengetahui
tingkat kecemasan pada anak, peneliti
memberikan kuesioner
pada anak usia
prasekolah yang dirawat, dan didapatkan
hasil 8 anak (100%) mengalami kecemasan,
dengan rincian 4 anak (50%) mengalami
kecemasan
berat,
3
anak
(37,5%)
mengalami kecemasan sedang, dan 1 anak
(12,5%) mengalami kecemasan ringan.
Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “ Apakah ada hubungan dukungan
keluarga
dengan
tingkat
kecemasan
hospitalisasi pada anak usia pra sekolah di
Ruang
Delima
RSUD
Dr.Harjono
Ponorogo?”
Tujuan penelitian
1. Mengidentifikasi
dukungan
keluarga
terhadap anak usia prasekolah di Ruang
Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo.
2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan anak
usia pra sekolah yang sedang dirawat di
Ruang
Delima
RSUD
Dr.Harjono
Ponorogo.
3. Menganalisis
hubungan
dukungan
keluarga dengan tingkat kecemasan
hospitalisasi anak usia prasekolah di
Ruang
Delima
RSUD
Dr.Harjono
Ponorogo.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah analitik
observasional dengan rancangan cross
sectional, untuk menganalisis korelasi
dukungan
keluarga
dengan
tingkat
kecemasan
hospitalisasi
anak
usia
prasekolah. Penelitian dilaksanakan di
Ruang Delima RSUD Dr. Harjono Ponorogo,
pada bulan Agustus
2010. Populasi
penelitian adalah orang tua yang bersedia
62
ISSN: 2086-3098
menjadi responden, mempunyai kemampuan
komunikasi, dan anak berusia 3-6 tahun
yang dirawat diruang Delima RSUD Dr.
Harjono Ponorogo. Besar sampel (28)
dihitung dengan rumus:
n=
N
1 N d
2
Keterangan:
n = besar sampel
N = besar populasi
d = 0,05
Variabel
bebas
penelitian
adalah
dukungan keluarga, dan variabel terikat
adalah tingkat kecemasan anak usia
prasekolah. Instrumen yang digunakan untuk
pengumpulan data dukungan keluarga
adalah kuesioner sebanyak 10 pertanyaan
dengan
skala
Guttman.
Sedangkan
instrumen untuk pengumpulan data tingkat
kecemasan hospitalisasi adalah kuesioner
kecemasan HARS dengan 14 soal.
Untuk variabel dukungan keluarga ada
10 pertanyaan, bila keluarga menjawab
“tidak” diberi nilai 0%, dan bila menjawab
“ya” diberi nilai 10% dengan bobot yang
sama. Dukungan baik jika keluarga
menjawab ≥8 pertanyaan, dukungan sedang
apabila keluarga menjawab 5-7 pertanyaan,
dukungan
kurang
apabila
keluarga
menjawab 4≤ pertanyaan. Sedangkan untuk
variabel tingkat kecemasan, dikatakan tidak
cemas apaila anak menjawab pertanyaan
≤6, dikatakan cemas ringan apabila anak
menjawab pertanyaan 6-14 pertanyaan,
dikatakan cemas sedang apabila klien
menjawab pertanyaan 15-27 pertanyaan,
dikatakan cemas berat apabila klien
menjawab pertanyaan ≥ 27.
Untuk menguji hipotesis, digunakan uji
Chi-square,
dilanjutkan
uji
koefisien
kontingensi.
HASIL PENELITIAN
Deskripsi tentang dukungan keluarga,
tingkat kecemasan anak pra sekolah, serta
hubungan dari keduanya, dideskripsikan
pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3.
Tabel 1. Distribusi Dukungan Keluarga
Terhadap Anak Usia Prasekolah di Ruang
Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo
Dukungan Keluarga
Baik
Sedang
Kurang
Jumlah
Jumlah
17
8
3
28
(%)
60,7
28,6
10,7
100,0
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
Tabel 2. Distribusi Tingkat Kecemasan Anak
Usia Pra Sekolah yang Sedang Dirawat di
Ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo
Tingkat Kecemasan
Ringan
Sedang
Berat
Jumlah
Jumlah
3
2
3
28
(%)
10,7
7,1
82,1
100,0
Tabel 3. Tingkat Kecemasan Anak Usia Pra
Sekolah Berdasarkan Dukungan Orangtua di
Ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo
Dukungan
keluarga
Baik
Sedang
Kurang
Jumlah
Tingkat Kecemasan
Jumlah
Ringa
Sedan Bera Ringan
n
g
t
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
3 100 0
0 0 0 3 100
0
0 8 100 0 0 8 100
0
0 15 88,2 2 1,8 17 100
3 10,7 23 82,1 2 7,1 28 100
Hasil uji Chi Square adalah р=0,000 (p ≤
0,05), maka Ho ditolak, berarti ada
hubungan dukungan orangtua dengan
tingkat kecemasan anak usia prasekolah
akibat
hospitalisasi.
Sedangkan
nilai
koefisien korelasi (p)=0,714 yang artinya
mempunyai tingkat keeratan hubungan yang
kuat.
PEMBAHASAN
Dukungan keluarga
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap
responden keluarga di ruang Delima RSUD
Dr.Harjono Ponorogo yang dilakukan
terhadap 28 responden yang diteliti
didapatkan dukungan keluarga kurang,
didukung oleh fakta diantaranya faktor
pekerjaan. Hal ini sesuai dengan teori
Friedman dalam Setiadi (2008) yang
menyatakan bahwa dukungan keluarga
diberikan kepada pasien dan dipengaruhi
olah kelas sosial ekonomi. Dalam keluarga
kelas menengah suatu hubungan yang lebih
demokratis dan adil mugkin ada, sementara
dalam keluarga kelas bawah, hubungan
yang ada lebih otoritas atau otokrasi.
Kesedian orang tua untuk tinggal bergantung
kepada keterlibatan mereka dengan anakanak dirumah sakit, situasi kerja mereka dan
tingkat rasa nyaman mereka dengan rumah
sakit, serta jumlah dukungan yang mereka
terima dari anggota keluarga lain dan teman
dalam memenuhi kebutuhan anggota
keluarga lainnya.
63
Tingkat kecemasan akibat hospitalisasi
anak usia prasekolah
Penelitian tentang tingkat kecemasan ini
dilakukan di ruang Delima RSUD Dr. Harjono
Ponorogo yang dilakukan terhadap 28 anak
usia prasekolah yaitu mempunyai tinkat
kecemasan sedang, hal ini didukung oleh
faktadiantaranya faktor usia anak. Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat
kecemasan yang dialami anak usia
prasekolah selama menjalani perawatan
dirumah sakit termasuk dalam kategori
cemas sedang. Wong dalam Erni (2007)
menyatakan bahwa hospitalisasi anak usia
prasekolah
seringkali
menyebabkan
munculnya stresor-stresor yang dapat
mengganggu
perkembangan
anak.
Kemampuan
koping
anak
tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktorfaktor tersebut menurut Wong adalah tingkat
perkembangan umur, pengalaman sakit
sebelumnya, perpisahan atau hospitalisasi,
terdapatnya support system atau dukungan
dari lingkungan sekitar, keahlian koping
alami ataupun yang didapat dan keseriusan
diagnosa penyakit.
Hubungan dukungan keluarga dengan
tingkat kecemasan akibat
hospitalisasi
pada anak usia prasekolah di ruang
Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo
Berdasarkan
hasil
tabulasi
yang
dilakukan pada 28 responden yang diteliti
didapatkan sebanyak 3 anak (100%) yang
mempunyai kecemasan ringan semuanya
mempunyai dukungan keluarga baik, dari 23
anak (82,1%) yang mempunyai kecemasan
sedang, diantaranya sebanyak 8 anak (1%)
mempunyai dukungan keluarga sedang dan
15 (53,6%) anak mempunyai dukungan
keluarga kurang. Sedangkan dari 2 (7,1%)
anak yang mempunyai tingkat kecemasan
berat semuanya mempunyai dukungan
keluarga kurang. Dukungan keluarga
merupakan salah satu faktor yang dapat
membantu anak dalam mengkoping stressor.
Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Willis cit Friedman dalam
Erni (2008) bahwa dukungan keluarga dapat
menimbulkan
efek
penyangga
yaitu
dukungan keluarga menahan efek-efek
negatif dari stress terhadap kesehatan dan
efek utama yaitu dukungan keluarga yang
secara langsung mempengaruhi peningkatan
kesehatan. Dukungan orang tua yang tinggi
juga akan meningkatkat kan harga diri,
kemampuan kontrol diri dan kemampuan
instrumental
anak.
Sehingga
dengan
peningkatan
kemampuan
tersebut
diharapkan akan meningkatkan kemampuan
koping anak dalam menghadapi berbagai
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
stressor yang dihadapinya saat hospitalisasi.
Dengan kemampuan koping tersebut maka
tingkat kecemasan anak yang dialaminya
ketika hospitalisasi dapat diminimalisir.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan pada keluarga dan anak usia
prasekolah di ruang Delima RSUD
Dr.Harjono Ponorogo pada bulan Agustus
2010 dapat disimpulkan bahwa:
1. Sebagian besar keluarga memberikan
dukungan yang kurang kepada anak usia
prasekolah
yang sedang menjalani
perawatan.
2. Sebagian besar anak usia prasekolah
yang sedang menjalani perawatan
mengalami tingkat kecemasan sedang.
3. Ada
hubungan
bermakna
antara
dukungan keluarga dengan tingkat
kecemasan hospitalisasi pada anak usia
prasekoah di ruang Delima RSUD
Dr.Harjono Ponorogo.
ISSN: 2086-3098
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta.
Erni. 2007. Jurnal Kesehatan Surya Medika.
(www.Skripsistikes.com, diakses tanggal
31 Mei2010 jam 17.00 WIB).
Notoatmojo, S. 2005. Penidikan dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. 2005. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba MedikaI.
Sulistyowati.
2005.
Konsep
Dasar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC.
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku
Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta:
EGC.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan
maka
saran
yang
perlu
disampaikan adalah:
1. Bagi RSUD Dr. Harjono Ponorogo agar
lebih banyak dilakukan penyuluhan
kepada keluarga pasien, khususnya
keluarga yang kurang mendukung, juga
yang memiliki anak dengan kecemasan
sedang atau berat.
2. Perlunya dukungan keluarga bagi anak
usia prasekolah yang masuk rumah sakit,
karena kenyataannya masih banyak anak
usia
prasekolah
yang
mengalami
kecemasan karena kurangnya dukungan
keluarga.
3. Perlunya pemahaman yang benar pada
masyarakat luas tentang pasien yang
dirawat di ruang Delima RSUD
Dr.Harjono Ponorogo. Karena pada
kenyataannya masih banyak keluarga
pasien yang kurang dalam pemberian
dukungan pada anggota keluarga yang
dirawat di RS.
4. Perlunya dilakukan penelitian terhadap
faktor yang mempengaruhi tingkat
kecemasan anak usia prasekolah yang
dirawat diruang Delima RSUD Dr.Harjono
Ponorogo.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2009.
Hospitalisasi.
(www.grahacendicia.wordpress.go.id,
diakses: 31 Mei 2010 jam 16.00 WIB).
64
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN
PEKERJAAN ORANG TUA DENGAN
POLA ASUH DI TK PUTRA AIRLANGGA
Rekawati Susilaningrum
(Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
Sri Utami
(Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
Priharmita Seftiani
(Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
ABSTRAK
Latar belakang: Orang tua harus
memahami dan memenuhi kebutuhan balita
agar dapat tumbuh dan berkembang secara
optima, yang salah satunya adalah pola
asuh. Pola asuh yang salah dapat
berdampak pada kepribadian atau perilaku
anak dikemudian hari. Seringkali orang tua
mendidik anaknya berdasar pengalaman dari
orang tuanya tanpa mengerti cara yang
benar. Sebaliknya ada yang memanjakan
sebagai bentuk perhatian karena seharian
orang
tua
sibuk
bekerja.
Tujuan:
mengetahui hubungan pendidikan dan
pekerjaan terhadap pola asuh terhadap anak
di TK Airlangga Surabaya. Metode: Desain
penelitian analitik cross sectional, dengan
sampel: sebagian orang tua dari murid TK
Airlangga Surabaya. Besar sampel 45 orang.
Tehnik pengambilan sampel secara simple
random sampling. Variabel independen
pendidikan dan pekerjaan oang tua, variabel
dependen
pola
asuh.
Instrumen
pengumpulan data dengan kuesioner
tertutup. Analisis hubungan pendidikan dan
pekerjaan dengan pola asuh menggunakan
Uji Korelasi Rank Spearman dengan
signifikansi p < 0,05. Hasil: Persentase
terbanyak orang tua dengan pendidikan
menengah, orang tua yang tidak bekerja,
pola asuh adalah type otoriter. Berdasarkan
analisis statistik diperoleh hasil yang kurang
signifikan antara pendidikan dan pola asuh.
Namun terdapat hubungan yang bermakna
antara pekerjaan dengan pola asuh orang
tua dengan derajat signifikansi lemah dan
arah positif. Saran: Saran yang diperlukan
adalah orang tua seharusnya mengasuh
anak dengan pola asuh yang demokratis
agar anak dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal.
Kata kunci: Pekerjaan, Pola Asuh
65
Latar belakang
Masa balita merupakan periode penting
pada awal kehidupan. Pada masa ini
pertumbuhan dan perkembangan berjalan
dengan pesat dan merupakan dasar untuk
periode selanjutnya, sehingga masa balita ini
disebut juga dengan periode emas (golden
period). Oleh karena itu peran orang tua
sangat penting dalam upaya memenuhi
kebutuhan dasar anak. Pada prinsipnya,
kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan
berkembang dikelompokkan menjadi 3 yaitu
asah, asih dan asuh (Soetjiningsih, 2007).
Asah merupakan kebutuhan akan stimulasi
dari lingkungan. Anak yang banyak
mendapat stimulasi yang terarah akan cepat
berkembang dibanding anak yang kurang
mendapat stimulasi. Asih merupakan
kebutuhan psikologis anak akan emosi dan
kasih sayang. Ikatan emosi dan kasih
sayang yang erat antara ibu/orang tua
dengan anak sangat penting karena berguna
untuk menentukan perilaku anak dikemudian
hari.
Sedangkan asuh merupakan
kebutuhan
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan fisik, diantaranya kebutuhan
nutrisi, imunisasi dan perawatan kesehatan.
Asih merupakan kebutuhan anak yang
sulit dipenuhi oleh orang lain selain orang
tuanya. Sejak anak dalam kandungan
diupayakan kontak psikologis antara ibu dan
anak, selanjutnya saat lahir ada upaya
mendekapkan bayi ke dada ibu segera
setelah lahir (bounding attachment). Oleh
karena itu untuk memenuhi kebutuhan asih
ini perlu pola asuh yang memungkinkan
anak tumbuh dan berkembang secara
optimal. Namun sering dijumpai orang tua
yang terlalu memanjakan anak, dengan
selalu menuruti keinginannya. Orang tua
beralasan karena terlalu sibuk bekerja
sehingga sebagai kompensasinya adalah
menuruti
kemauan
anak
tanpa
memperhatikan dampaknya di kemudian
hari. Disisi lain ada yang terlalu melindungi
(overprotective), karena takut anaknya
mengalami cedera atau sakit. Kondisi ini
biasanya terjadi pada orang tua yang sulit
mendapatkan anak.
Penelitian yang telah dilakukan oleh
Juneman (2012) menunjukkan bahwa ada
hubungan antara jenis pola asuh dengan
kegiatan pembulian pada remaja. Jenis pola
asuh meliputi otoriter, permisisve dan
outoritatif (demokratis).
Anak yang
melakukan pembulian maupun korban
pembulian cenderung diasuh oleh orang tua
yang permisive dan otoriter. Hal ini
menunjukkan bahwa pola asuh yang tidak
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
tepat dapat mempengaruhi perkembangan
anak pada tahap selanjutnya.
Ada beberapa faktor yang memberikan
kontribusi tentang bagaimana orang tua
mengasuh anaknya. Notoatmodjo (2009)
menjelaskan bahwa perilaku seseorang
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah
satunya
adalah
faktor
pendukung
(predisposing
faktor)
yang
meliputi
pendidikan, pekerjaan, usia, pengetahuan.
Berkaitan dengan pola asuh ini, faktor
pendidikan dan pekerjaan orang tua ikut
berperan penting.
Orang tua yang berpendidikan tinggi
seharusnya lebih paham bagaimana cara
mendidik anaknya dengan benar karena
lebih tahu cara mengakses informasi dengan
mudah. Sebaliknya orang tua yang
berpendidikan
rendah,
cenderung
mempunyai pemahaman yang terbatas
tentang cara mengasuh anaknya agar dapat
tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Hal ini didukung oleh Ary Setyono (2009)
dalam jurnal penelitiannya disebutkan bahwa
terdapat hubungan yang sangat kuat antara
tingkat pendidikan orang tua dengan pola
asuh dengan korelasi sebesar 0,820.
Demikian juga dengan pekerjaan orang
tua. Kedua orang tua yang bekerja secara
otomatis waktunya akan tersita dengan
pekerjaan
sehingga
interaksi
dengan
anaknya menjadi terbatas. Jika orang tua
tidak bekerja terutama ibunya, maka anak
akan mendapat pengasuhan dan kasih
sayang yang cukup. Hasil studi awal yang
dilakukan di TK Putra Airlangga pada tahun
2009, ditemukan bahwa dari 14 anak yang
mengalami
gangguan
perkembangan
(gangguan mental emosional) sebagian
besar besar menerapkan pola asuh asuh
otoriter dan permisisive. Hanya sebagian
kecil
yang
menerapkan
pola
asuh
demokratis. Hampir semua anak yang
bersekolah di TK Airlangga, kedua orang
tuanya bekerja.
Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
korelasi pendidikan dan pekerjaan dengan
pola asuh terhadap anaknya di TK Putra
Airlangga.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian adalah analitik cross
sectional. Sampel
penelitian
adalah
sebagian orang tua murid di TK Putra
Airlangga, jumlah sampel 45 orang, diambil
dengan teknik simple random sampling.
Variabel
independen
pendidikan
dan
pekerjaan orang tua, variabel dependen pola
66
ISSN: 2086-3098
asuh orang tua. Intrumen pengumpulan data
dengan
kuesioner
tertutup.
Analisis
hubungan pendidikan dan pekerjaan dengan
pola asuh menggunakan Uji Chi-Square
dengan signifikansi p < 0,05.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik pendidikan, pekerjaan, dan
pola asuh orang tua sebagai berikut:
Tabel 1. Pendidikan, Pekerjaan, dan Pola
Asuh Orang Tua
Ayah
f
Pendidikan
-Dasar
-Menengah
-Tinggi
Pekerjaan:
-PNS
-Swasta
-Tidak Bekerja
Pola Asuh
-Permisif
-Otoriter
-Demokratis
%
Ibu
f
%
Total
f
%
4 26,7 5
9 60 17
2 13,3 8
16,7
56,7
26,7
9 20
26 57,8
10 22,2
2 13,3 6
5 33,3 8
8 53,3 16
20
26,7
53,3
8 17,8
13 28,9
24 53,3
3
6
6
20
43,3
36,7
9 20.0
19 42.2
17 37.8
20
40
40
6
13
11
Persentase terbanyak dari pendidikan
ayah maupun ibu adalah setingkat
pendidikan
menengah.
Persentase
terbanyak untuk pekerjaan, baik ayah
maupun ibu adalah tidak bekerja. Tidak
sampai lima puluh persen responden yang
bekerja baik sebagai PNS, maupun swasta.
Tabel 2. Distribusi Pola Asuh
Menurut Tingkat Pendidikan Orangtua
Pola Asuh
Pendidikan Permisif Otoriter Demo- Total
kratis
f
% f
%
f
%
f %
Dasar
0
0
9 100 0
0
9 100
Menengah 5 19.2 6 23.1 15 57.7 26 100
Tingggi
Total
4 40.0 4 40.0 2 20.0 10 100
9 20.0 19 42.2 17 37.8 45 100
p= 0,639
Pola asuh permisif, lebih banyak
diterapkan
oleh
orang
tua
yang
berpendidikan pergurun tinggi. Pola asuh
otoriter merupakan pola asuh terbanyak,
diterapkan
oleh
orang
tua
yang
berpendidikan dasar (SD dan SMP).
Sedangkan
persentase
pola
asuh
demokratis lebih banyak diterapkan oleh
orang tua yang berpendidikan menengah.
Hasil analisis penelitian menunjukan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara pendidikan orang tua dengan pola
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
asuh pada anak di TK Airlangga Surabaya.
Nilai signifikansi diperoleh p= 0,639 yang
berarti p > 0,05.
Tabel 3. Distribusi Pola Asuh
Menurut Pekerjaan Orangtua
Pola Asuh
Permisif Otoriter Demokratis
f
% f
%
f
%
Peg. Negeri 3 37.5 3 37.5 2 25.0
Peg. Swasta 5 38.5 4 30.8 4 30.8
Tak Bekerja 1 4.2 12 50.0 11 45.8
Total
9 20.0 19 42.2 17 37.8
Pekerjaan
Total
f
8
13
24
45
%
100
100
100
100
p= 0,033
Orang tua yang bekerja baik pegawai
negeri maupun swasta menerapkan pola
asuh yang cenderung permisif atau otoriter.
Sebaliknya orang tua yang tidak bekerja
cenderung menerapkan pola asuh yang
demokratis dan otoriter. Berdasarkan analis
statistik diperoleh hasil terdapat hubungan
yang signifikan antara pendidikan dan pola
asuh (P=0,033).
PEMBAHASAN
Hasil analisis penelitian menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara pendidikan orang tua dengan pola
asuh pada anak di TK Airlangga Surabaya.
Hal ini dikarenakan ada faktor yang tidak
menjadi variabel pada penelitian ini yaitu
bekal ilmu yang dimiliki, kesamaan pola asuh
dengan orang tuanya, usia anak dan orang
tua. Orang tua yang berpendidikan dasar
lebih banyak menerapkan pola asuh otoriter.
Mereka membuat berbagai aturan yang
mutlak harus dipatuhi oleh anak-anaknya
tanpa memahami perasaan anak. Orang tua
akan emosi dan marah jika anak melakukan
hal yang tidak sesuai dengan yang
diinginkan oleh orang tuanya. Hukuman
mental dan fisik akan sering diterima oleh
anak-anak dengan alasan agar anak menjadi
patuh dan disiplin serta menghormati orangtua yang telah membesarkannya (Goleman
2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Ari
Setyono justru menunjukkan hasil yang
berbeda. Dari penelitiannya diperoleh bahwa
terdapat pengaruh yang kuat dan signifikan
antara tingkat pendidikan orang tua terhadap
pola asuh anak. Orang tua dengan tingkat
pendidikan yang cenderung rendah lebih
memilih pola asuh tipe Laissez Faire atau
pola asuh otoriter. Sedangkan orang tua
dengan tingkat pendidikan yang cenderung
tinggi lebih memilih pola asuh tipe
demokratis. Orang tua yang berpendidikan
67
dasar cenderung kurang mendapatkan
informasi yang cukup bagaimana cara
mengasuh anak yang benar.
Biasanya pola asuh yang diterapkan
berdasarkan pengalaman yang diperoleh
dari orang tuanya. Dahulu sering orang tua
marah dan menghukum jika anaknya
berbuat kesalahan atau tidak menuruti
perkataanya. Jika pola asuh otoriter ini terus
diterapkan pada anak dapat memberikan
dampak
diantaranya
kurang
mampu
berienteraksi dengan lingkungan, kurang
inisiatif, selalu tergantung apa kata orang tua
dan kurang mandiri bahkan bersikap
memberontak dan agresif .
Berdasarkan analis statistik diperoleh
hasil terdapat hubungan yang signifikan
antara pendidikan dan pola asuh dengan
derajat korelasi lemah.
Orang tua yang tidak bekerja mempunyai
waktu yang cukup untuk mengasuh anak.
Mereka
mempunyai
kesempatan
mendapatkan berbagai informasi tentang
bagaimana cara mengasuh dan merawat
anak dengan benar sehingga dapat tumbuh
dan berkembang dengan optimal. Orangtua
memberi kebebasan pada anak untuk
berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal
sesuai dengan kemampuan anak dengan
sensor batasan dan pengawasan yang baik
dari orangtua. Pola asuh ini yang paling ideal
dibanding type pola asuh lainnya. Orang tua
bersikap
rasional,
realistis
terhadap
kemampuan anak, tidak berharap yang
berlebihan melampaui kemampuan anak.
Pola asuh ini akan menghasilkan anak–anak
yang mandiri, dapat mengontrol diri,
mempunyai hubungan baik dengan teman,
mampu menghadapi stress, mempunyai
minat terhadap hal–hal baru, dan kooperatif
terhadap orang lain. Namun disisi lain ada
orang tua yang tidak bekerja, mengasuh
anaknya secara otoriter.
Sedangkan orang tua yang bekerja
cenderung menerapkan pola asuh permisif
karena sebagai bentuk perhatian dan rasa
bersalah karena tidak bisa bisa berinteraksi
secara intensif dengan anaknya. Orang tua
biasanya memberikan kesempatan pada
anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa
pengawasan yang cukup. Mereka cenderung
tidak menegur atau tidak memperingatkan
anak apabila sedang dalam bahaya, dan
sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh
mereka. Namun, orang tua tipe ini biasanya
bersifat hangat sehingga sering disukai oleh
anak. Jika pola asuh ini selalu diterapkan
maka dampaknya adalah anak tumbuh
menjadi pribadi yang egois, tidak mandiri
dan tidak mau bertanggung jawab, mudah
untuk memanipulasi peraturan, cenderung
mengatur dan tidak menghargai orang tua.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
SIMPULAN DAN SARAN
ISSN: 2086-3098
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh
Anak. Jakarta: EGC
Kembang
Simpulan
1. Terdapat hubungan yang tidak bermakna
antara pendidikan orang tua dengan pola
asuh yang diterapkan terhadap anaknya.
2. Terdapat hubungan yang bermakna
antara pekerjaan orang tua dengan pola
asuh yang diterapkan terhadap anaknya,
dengan korelasi lemah.
Sugiyono.
2008.
Metode
Penelitian
Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, Alfabeta,
Bandung
Utami, Rini. 2006. Jangan Biarkan Anak Kita
Berbohong dan Mencuri. Solo : Tiga
Serangkai.
Saran
1. Orang tua hendaknya menerapkan pola
asuh yang demokratis karena dapat
menjadikan anak dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal. Bagi orang
tua yang selama ini menerapkan pola
asuh otoriter atau permisif harus bisa
mengkombinasikan dengan pola asuh
demokratis demi masa depan anakanaknya.
2. Semua orang tua khususnya yang
mempunyai anak balita hendaknya
menyempatkan
menggali
berbagai
informasi tentang cara mendidik anak
DAFTAR PUSTAKA
Ary
Setyono 2009. Pengaruh Tingkat
Pendidikan Orang Tua Terhadap Pola
Asuh Anak Pada Masyarakat Desa
Campurejo
Kecamatan
Boja
Kabupaten Kendal.
http://arysetyono.
wordpress.com/2009/12/17 diakses 18
April 2013.
Goleman.
2008.
Mengembangkan
Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta :
PT Gramedia Pustaka Utama.
Izzaty, Rita Eka. 2006. Peranan Aktivitas
Pengasuhan pada Pembentukan Perilaku
Anak sejak Usia Dini. Yogyakarta : Tiara
Wacana.
Mutiara Pertiwi dan Juneman. Peran Pola
Asuh Orangtua Dalam Mengembangkan
Remaja Menjadipelaku Dan/Atau Korban
Pembulian Di Sekolah. Sosiokonsepsia
Jurnal Penelitian Dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial Vol 17 No 02 Mei
Agustus 2012 http://www.academia.edu/
2487578/Jurnal Sosiokonsepsia, Mei
2012, Vol. 17 No. 2 Halaman 173-191.
ISSN 2089-0338 diakses 18 April 2013
Nursalam. 2007. Konsep & Penerapan
Metodologi Penelitian llmu Keperawatan;
Salemba Medika: Jakarta,
68
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
PENGARUH NILAI ANAK TERHADAP
KEIKUTSERTAAN KELUARGA
BERENCANA PADA IBU PUS DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PIJORKOLING
PADANGSIDIMPUAN
Satyawati Sulubara
(Prodi Kebidanan Padangsidimpuan
Poltekkes Kemenkes Medan)
ABSTRACT
Background: The achievement of Family
Planning program in Padangsidimpuan
Tenggara Subdistrict is still under of the
target (68,8%). This low achievement of
Family Planning acceptor percentage
realization is related to the influence of child
value. The mothers participating in the family
Planning program especially those in
Padangsidimpuan
Tenggara
Subdistrict
belong to the community that still embrace
the cultural values related to religion and
culture that the Family Planning program is
hard to be accepted by the community.
Method: The population of this observational
study with cross-sectional design was 825
mothers and 92 of them were selected to be
the samples for this study through simple
random sampling technique. The data for
this study were obtained through observation
and interviews. The data obtained were
analyzed through Chi-square test and
multiple logistic regression tests. Result:
The result of this study showed that there
was a relationship between cultural value of
child (p = 0,000), economic value of child (p
= 0,001), social value of child (p = 0,034),
and psychological value of child (p = 0,020)
with the participation of mothers in Family
Planning program. Conclussion: The
conclusion drawn is that the cultural value of
child is the most influencing factor on the
participation of mothers in Family Planning
program in the working area of Puskesmas
Pijorkoling. The health workers especially
those of BKKBN (National Family Planning
Coordinating Board) in the working area of
Puskesmas Pijorkoling, Padangsidimpuan
Subdistrict are expected to keep providing
information about the importance of the
participation of mothers in Family Planning
Program through health extensions given to
mothers that they are responsible to their
own reproductive health.
Keywords: Value of Child, Participation,
Family Planning
69
Latar Belakang
Gerakan Keluarga Berencana Nasional
(GKBN) telah berjalan lebih kurang 40 tahun
dan sudah begitu banyak memberikan hasil
dalam pengelolaanya. Bila dilihat dari
banyaknya pasangan Usia Subur (PUS)
yang mengikuti GKBN tersebut, yaitu 26 Juta
(PUS) dari 34 Juta PUS yang ada di
Indonesia. Disamping itu berdasarkan
sensus penduduk tahun 1990 telah
memberikan dampak pada sisi demografi
yang menunjukkan laju pertumbuhan
penduduk
Indonesia
sebesar
1,97%
pertahun
periode
1980-1990.
Jika
dibandingkan dengan laju pertumbuhan
penduduk periode 1971-1990 sebesar 2,34%
pertahun, berarti telah berhasil diturunkan
sebanyak 0,34%. Kemudian pada tahun
1993 laju pertumbuhan penduduk turun lagi
menjadi 1,66% pertahun, dan pada SDKI
2000
sampai
dengan
2010
Laju
pertumbuhan penduduk menjadi 1,40%
(BKKBN, 2011).
Salah satu kendala pelaksanaan program
KB, antara lain masih adanya pemahaman
tentang nilai anak yang sempit. Suatu nilai
erat berkaitan dengan kebudayaan yang
hidup dalam suatu masyarakat, dan setiap
masyarakat memiliki nilai tertentu mengenai
sesuatu yang mereka miliki. Nilai itu
umumnya tidak mudah berubah, karena
setiap individu telah disosialisasikan dengan
nilai-nilai tersebut. Melalui proses sosialisasi,
setiap individu anggota masyarakat telah di
resapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup
di dalam masyarakat itu, mulai dari kecil
sampai dewasa sehingga konsep-konsep
nilai tersebut berakar dalam jiwanya. Itulah
sebabnya, mengapa suatu nilai budaya
sangat sulit untuk begitu saja digantikan
dengan nilai budaya lain.
Rendahnya
pencapaian
realisasi
persentase akseptor baru ini berhubungan
dengan pengaruh persepsi nilai anak
terhadap keikutsertaan keluarga berencana.
Selain itu, ibu-ibu yang mengikuti program
KB
khususnya
di
Kecamatan
Padangsidimpuan Tenggara ditinjau dari
kultur masyarakat masih memegang erat
nilai-nilai budaya yang dikaitkan dengan
agama, sehingga program KB tidak mudah
diterima oleh masyarakat tersebut. Ditinjau
dari
segi
adat
istiadat
masyarakat
Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara,
khususnya dalam masalah program KB
sangat sulit untuk disosialisasikan, dimana
pada ibu-ibu yang mau program KB
umumnya ada rasa malu, takut pada suami,
dan sebahagian masyarakat menganggap
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
bahwa program KB itu adalah haram
hukumnya (membunuh bibit keturunan).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Keikutsertaan
Ber-KB di Wilayah Kerja
Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan
Tujuan penelitian
Menganalisis pengaruh nilai anak baik
dari aspek budaya, agama, ekonomi, sosial
dan aspek psikologi dengan keikutsertaan
Keluarga Berencana pasangan usia subur di
wilayah
kerja
Puskesmas
Pijorkoling
Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara
Kota Padangsidimpuan.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah
observasional dengan rancangan cross
sectional. Populasi dalam penelitian
ini
adalah seluruh ibu PUS di wilayah kerja
Puskesmas
Pijorkoling
Kecamatan
Padangsidimpuan Tenggara sebanyak 825.
Besar sampel sebanyak 92 Ibu PUS diambil
dengan tehnik simple random sampling.
Variabel bebas adalah nilai anak meliputi
nilai agama, nilai budaya, nilai ekonomi, nilai
sosial, dan nilai psikologi. Variabel terikat
adalah keikutsertaan KB. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner. Data dianalisis
menggunakan analisis multivariabel.
HASIL PENELITIAN
Hasil Penelitian
Distribusi frekuensi tingkat nilai anak dan
keikutsertaan KB ibu PUS di wilayah kerja
Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpun
masing-masing disajikan pada Tabel 1 dan
Tabel 2.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Nilai Anak
di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling
Padangsidimpuan
Nilai Anak
Nilai Budaya
Baik
Buruk
Jumlah
Nilai Ekonomi Anak
Baik
Buruk
Jumlah
Nilai Sosial Anak
Baik
Buruk
Jumlah
Nilai Psikologi Anak
Baik
Buruk
Jumlah
70
f
%
37
55
92
40,2
59,8
100,0
43
49
92
46,7
53,3
100,0
44
48
92
47,8
52,2
100,0
43
49
92
46,7
53,3
100,0
Keikutsertaan Ber-KB
Ya
Tidak
Jumlah
f
53
39
92
%
57,6
42,4
100,0
Tabel 3 menyajikan tentang hubungan
nilai anak dengan keikutsertaan PUS untuk
ber-KB. Selanjutnya disajikan pula hasil
analisis regresi logistrik yaitu pada Tabel 4
dan Tabel 5.
Tabel 3. Hubungan Nilai Anak dengan
Keikutsertaan Ber-KB
di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling
Padangsidimpuan
Nilai
Anak
NB
NE
NS
NP
f
27
12
26
13
24
15
24
15
Keikutsertaan Ber-KB
Ya
Tidak
Total
%
f
%
f
%
73,0 10 27,0 37 100
21,8 43 78,2 55 100
60,5 17 39,5 43 100
26,5 36 76,5 49 100
54,5 20 45,5 44 100
31,3 33 68,8 48 100
55,8 19 44,2 43 100
30,6 34 69,4 49 100
p
0,000
0,001
0,034
0,020
Keterangan:
NB= Nilai budaya
NE= Nilai ekonomi
NS= Nilai soasial
NP= Nilai psikologi
Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Regresi Logistik
Variabel
B
P
Exp
(B)
95% CI for
Exp (B)
Lower Upper
2,403 0,000 11,051 3,790 32,223
Nilai
Budaya
Nilai
1,626 0,003 5,081 1,758 14,687
Ekonomi
Constant -0,891 0,000 0,151
-
Tabel 5. Ringkasan Hasil Uji Regresi Logistik
(Lanjutan)
Variabel
Budaya dan
Ekonomi
Prediktor Probabilitas
1
0
0,895
0,131
%
89,5%
13,1%
PEMBAHASAN
Hubungan Nilai Budaya Anak dengan
Keikutsertaan Ibu PUS dalam Program
KB
Mayoritas responden mempunyai nilai
budaya anak berada pada kategori buruk
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
yaitu 59,8%. Nilai budaya anak dengan
keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB di
peroleh data bahwa dari 37 responden
dengan nilai budaya anak baik sebanyak 27
responden (73,0%) yang ikut KB dan 10
responden (27,0%) yang tidak ikut KB.
Sedangkan dari 55 responden dengan nilai
budaya anak buruk sebanyak 12 responden
(21,8%) yang ikut KB dan 43 responden
(78,2%) yang tidak ikut KB. Hasil uji statistik
chi-square didapat nilai p = 0, 000, artinya
ada hubungan yang signifikan antara nilai
budaya anak dengan keikutsertaan Ibu PUS
dalam program KB. Buruknya nilai budaya
anak menurut Ibu PUS disebabkan oleh Ibu
PUS tidak membatasi kelahiran anak dengan
alasan melestarikan budaya atau adat
istiadat yang dianut, agar memiliki pewaris
kehidupan budaya. Kemudian akan tetap
melahirkan sampai mendapatkan anak lakilaki karena anak laki-laki memiliki kedudukan
yang lebih tinggi menurut adat
dianut,
pewaris harta, pemberi marga dan menjadi
penerus garis keturunan yang merupakan
identitas budaya yaitu budaya batak.
Kemudian peran suami sebagai penentu
jumlah anak yang dilahirkan juga sebagai
penentu ibu untuk tetap melahirkan sebagai
bukti kepatuhan terhadap suami. Dilain sisi
adanya anggapan bahwa wanita yang tidak
dapat melahirkan anak laki-laki merupakan
aib bagi wanita tersebut. Selanjutnya
Ibu/Bapak merasa menjadi orangtua yang
sempurna jika dapat harus melahirkan anak
sesuai dengan keinginan suami terutama
anak laki-laki serta melahirkan anak adalah
anugerah kodrat wanita.
Hasil penelitian ini sependapat dengan
pernyataan bahwa bagi orang Batak, adat
memegang peranan penting. J. SarumpaetHutabarat, seperti dikutip Pedersen (1975)
menegaskan bahwa "Adat adalah sumber
identitas orang Batak, Kami dan adat adalah
satu. Begitu dalamnya arti adat dalam hidup
Kami". Hal tersebut dapat menjadi salah satu
kendala keikutsertaan KB, jika dalam sebuah
keluarga belum ada anak laki-laki maka si
ibu akan terus melahirkan sampai akhirnya
ia mendapatkan anak laki-laki.
Hubungan Nilai Ekonomi Anak dengan
Keikutsertaan Ibu PUS dalam Program
KB
Mayoritas responden mempunyai nilai
ekonomi anak buruk (53,3%). Nilai ekonomi
anak dengan keikutsertaan PUS dalam
program KB di peroleh data bahwa dari 43
responden dengan nilai ekonomi anak baik
sebanyak 26 responden (60,5%) yang ikut
KB dan 17 responden (39,5%) yang tidak
ikut KB. Sedangkan dari 49 responden
71
ISSN: 2086-3098
dengan nilai ekonomi anak buruk sebanyak
13 responden (26,5%) yang ikut KB dan 36
responden (73,6%) yang tidak ikut KB. Hasil
uji statistik chi-square didapat nilai p = 0,
001, artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara nilai ekonomi anak dengan
keikutsertaan PUS dalam program KB.
Buruknya nilai ekonomi anak disebabkan
oleh Ibu PUS tidak membatasi kelahiran
anak karena menganggap bahwa banyak
anak banyak rezeki, melahirkan banyak anak
karena menganggap anak adalah sumber
rezeki, anak merupakan sumber tenaga
kerja yang dapat membantu perekonomian
keluarga di kemudian hari, anak adalah
asuransi di hari tua, anak dapat saling
membantu kesulitan ekonomi kakak atau
adiknya, anak dapat membantu pekerjaan di
rumah, anak merupakan jaminan hidup di
masa tua, dan menganggap bahwa memiliki
banyak anak berarti orang tua perlu bekerja
lagi nantinya karena ada yang membantu.
Menurut Arnold dan Fawcett (1990)
Manfaat Ekonomi dan Ketenangan dimana
anak dapat membantu ekonomi orang
tuanya dengan bekerja di sawah atau di
perusahaan keluarga lainnya, atau dengan
menyumbangkan upah yang mereka dapat
di tempat lain. Mereka dapat megerjakan
banyak tugas di rumah (sehingga ibu mereka
dapat
melakukan
pekerjaan
yang
menghasilkan uang).
Hubungan Nilai Sosial Anak dengan
Keikutsertaan Ibu PUS dalam Program
KB
Mayoritas responden mempunyai nila
sosial anak berada pada kategori buruk
52,2%. Nilai
sosial anak dengan
keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB di
peroleh data bahwa dari 44 responden
dengan nilai sosial anak baik sebanyak 24
responden (54,5%) yang ikut KB dan 20
responden (45,5%) yang tidak ikut KB.
Sedangkan dari 48 responden dengan nilai
sosial anak buruk sebanyak 15 responden
(31,3%) yang ikut KB dan 33 responden
(68,8%) yang tidak ikut KB. Hasil uji statistik
chi-square didapat nilai p = 0, 034, artinya
ada hubungan yang signifikan antara nilai
sosial anak dengan keikutsertaan Ibu PUS
dalam program KB. Buruknya nilai sosial
anak disebabkan alasan Ibu PUS tidak
membatasi
kelahiran
anak
karena
mewajibkan menjadi tokoh sosial di
lingkungannya, banyak anak berarti memiliki
banyak kesempatan untuk memiliki orangorang yang bisa di banggakan di lingkungan
sosial atau salah satu diantaranya.
Kemudian adanya anggapan bahwa memilih
jenis kelamin anak yang berharga dalam
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
kehidupan sosial baik laki-laki maupun
perempuan karena menggap anak adalah
pewaris kehidupan sosial.
Nilai anak dari segi sosial yaitu anak
merupakan anak dapat meningkatkan status
seseorang. Pada beberapa masyarakat,
individu baru mempunyai hak suara setelah
ia memiliki anak. Anak merupakan penerus
keturunan. Untuk mereka yang menganut
sistem patrilineal, seperti Cina, Korea,
Taiwan, dan Suku Batak, adanya anak lakilaki sangat diharapkan karena anak laki-laki
akan meneruskan garis keturunan yang
diwarisi lewat nama keluarga. Keluarga yang
tidak memiliki anak laki-laki dianggap tidak
memiliki garis keturunan, dan keluarga itu
dianggap akan punah. Anak merupakan
pewaris harta pusaka. Bagi masyarakat yang
menganut
sistem
matrilineal,
anak
perempuan
selain
sebagai
penerus
keturunan, juga bertindak sebagai pewaris
dan penjaga harta pusaka yang diwarisinya.
Sedangkan anak laki-laki hanya mempunyai
hak guna atau hak pakai. Sebaliknya, pada
masyarakat
yang
menganut
sistem
patrilineal, anak laki-lakilah yang mewariskan
harta pusaka.
Hubungan Nilai Psikologi Anak dengan
Keikutsertaan Ibu PUS dalam Program
KB
Mayoritas responden mempunyai nila
psikologi anak berada pada kategori buruk k
(53,3%). Nilai
psikologi anak dengan
keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB di
peroleh data bahwa dari 43 responden
dengan nilai sosial anak baik sebanyak 24
responden (55,8%) yang ikut KB dan 19
responden (44,2%) yang tidak ikut KB.
Sedangkan dari 49 responden dengan nilai
psokologi anak buruk sebanyak 15
responden (30,6%) yang ikut KB dan 34
responden (69,4%) yang tidak ikut KB. Hasil
uji statistik chi-square didapat nilai p = 0,020,
artinya ada hubungan yang signifikan antara
nilai psikologi anak dengan keikutsertaan Ibu
PUS dalam program KB. Buruknya nilai
psikologi anak karena Ibu PUS tidak
membatasi
kelahiran
anak
dengan
menganggap
bahwa
anak
dapat
mendatangkan kebahagiaan bagi keluarga,
pencegah utama terjadinya perceraian,
sebagai pelindung dan pemberi rasa aman,
pemberi kasih sayang. Kemudian adanya
anggapan bahwa Ibu harus melahirkan
banyak anak perempuan karena anak
perempuan lebih perhatian kepada orangtua
saat tua nanti.
Menurut Arnold dan Fawcett (1990),
dengan memiliki anak, orang tua akan
memperoleh hal-hal yang menguntungkan
72
ISSN: 2086-3098
atau hal-hal yang merugikan. Nilai anak yang
menguntungkan (manfaat) yaitu, Manfaat
Emosional di mana anak membawa
kegembiraan dan kebahagiaan ke dalam
hidup orang tuanya. Anak adalah sasaran
cinta kasih, dan sahabat bagi orang tuanya,
artinya dengan anak orang tua kan
merasakan kebahagiaan bagi orang tua.
Dengan kehadiran anak orang tua mampu
mengubah sikap keras hati menjadi lemah
lembut
Faktor
Yang
Paling
Berpengaruh
Terhadap Keikutsertaan Ibu PUS Dalam
Program KB
Berdasarkan uji regresi logistik ganda
diketahui variabel yang paling dominan
dalam keikutsertaan Ibu PUS dalam program
KB adalah variabel nilai budaya anak. Hal ini
dapat mengindikasikan bahwa nilai budaya
anak responden sangat mempengaruhi Ibu
PUS untuk mengikuti program KB.
Menurut Hoffman (1973) bahwa nilai
anak berkaitan dengan fungsi anak terhadap
orang tua atau kebutuhan orang tua yang
akan di penuhinya. Keberadaan anak dalam
suatu
keluarga
berfungsi
sebagai
penyambung garis keturunan, penerus
tradisi keluarga, curahan kasih sayang,
hiburan dan jaminan hari tua. Anak sebagai
penyambung garis keturunan, kehadiran
anak dalam suatu keluarga sangat di
dambakan, anak di harapkan dapat
meneruskan keturunan keluarga sehingga
garis keturunan keluarga tersebut tidak
terputus. Anak sebagai penerus tradisi
keluarga, anak tidak hanya mewarisi harta
peninggalan orang tua (yang bersifat
material), akan tetapi juga mewarisi
kewajiban adat yang sudah di percayai oleh
orang tua yang sudah diatur dalam adat
yang ada, dan anak dapat menjadi penerus
kewajiban orang tua di lingkungan kerabat
dan masyarakat
Berdasarkan
hal
tersebut
peneliti
menyarankan agar Ibu PUS lebih bijak
dalam
menyikapi
nilai
anak
dan
pengaruhnya terhadap keikutsertaan ber-KB
sebab KB dimasukkan dalam pelayanan
kesehatan reproduksi karena KB bertujuan
untuk
menunda,
menjarangkan
atau
membatasi kehamilan, bila jumlah anak
dianggap cukup. Kehamilan yang diinginkan
pada keadaan dan saat yang tepat, akan
lebih menjamin kesehatan dan keselamatan
ibu dan bayi yang dikandungnya.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Mayoritas nilai budaya anak, nilai
ekonomi anak, nilai sosial anak, dan nilai
psikologi anak
pada kategori buruk.
Keikutsertaan ibu PUS dalam Program KB
masih rendah. Faktor yang dominan
terhadap keikutsertaan Ibu PUS dalam
program KB adalah nilai budaya anak.
Alasan Ibu PUS tidak membatasi kelahiran
anak dengan alasan (1) melestarikan budaya
atau adat istiadat yang dianut, agar memiliki
pewaris kehidupan budaya, menganggap
bahwa banyak anak banyak rezeki, (2)
melahirkan
banyak
anak
karena
menganggap anak adalah sumber rezeki. (3)
adanya anggapan bahwa banyak anak
berarti memiliki banyak kesempatan untuk
memiliki
orang-orang
yang
bisa
di
banggakan di lingkungan sosial dan (3)
menganggap
bahwa
anak
dapat
mendatangkan kebahagiaan bagi keluarga,
pencegah utama terjadinya perceraian. Pada
suku batak khususnya yang menganut
paham patrilineal, menganggap nilai anak
terutama anak laki-laki lebih tinggi daripada
anak perempuan, karena perannya yang
begitu
besar
dalam
meneruskan
kelangsungan garis keturunan
Saran
1. Diperlukan kerja sama yang baik antara
intansi pemerintah khususnya BKKBN
dengan tokoh adat serta tokoh agama
agar dapat membenahi (memperbaiki)
pandangan masyarakat yang masih
salah tentang nilai anak menurut budaya
yang menghambat keputusan Ibu PUS
untuk ber-KB yaitu melalui pendidikan
dan penyuluhan kesehatan sehingga Ibu
PUS mempertimbangkan pengambilan
keputusan dalam menentukan jumlah
dan kelengkapan jenis kelamin.
2. Diharapkan bagi petugas kesehatan
khususnya BKKBN yang ada di Wilayah
Kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan
Padangsidimpuan
agar
tetap
memberikan
informasi
mengenai
pentingnya keikutsertaan Ibu PUS dalam
Program
KB
melalui
penyuluhan
kesehatan kepada Ibu PUS sehingga Ibu
PUS
bertanggungjawab
terhadap
kesehatan reproduksinya.
DAFTAR PUSTAKA
Aman, dkk, 2004. Pengetahuan dan Sikap
Suami Istri Mengenai Masalah Kesehatan
Reproduksi Perempuan Hubungannya
73
ISSN: 2086-3098
dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga
Berencana.
Program
Studi
Ilmu
Kesehatan Masyarakat (KIA) Program
Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.
Arnold F et all 1990. The Value of Children a
Cross-National Study Vol.1 Introduction
and Comparative Analysis. Honolulu,
Hawaii, East_West Population Institute.
Astiti. 1994. Pengaruh Hukum Adat dan
Program Keluarga Berencana terhadap
Nilai Anak Laki-laki dan Anak Perempuan
pada Masyarakat Bali yang sedang
Berubah. Disertasi. Program Pasca
Sarjana. IPB Bogor.
Baltus, Rita K. 1983. Personal Psychologyfor
Life and Work. New York : McGraw- Hill
Book Company.
Baihaqi, Akmad. 2005. Decentralisation in
Indonesia: The Possible Impact on
Education (Schooling) and Human
Resource
Development
For
Local
Regions. University of Aalberg, Denmark.
Bellante, Don dan Jackson, M. 1990. Ekonomi
Ketenagakerjaan. Lembaga Penelitian
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta.
Berry, 1999. Discovering The Soul of Service,
The Nine Drivers of Suistanable Business
Success. New York : The Free Press.
BKKBN, 2007. Rubrik
Reproduksi. Jakarta.
KB-
Kesehatan
______, 2011. Program KB Nasional. Jakarta.
Bongaarts, John and Menken, Jane. 1983.
The Supply of Children: A Critical Essay.
Academic Press, New York/London
Deacon RE & Firebaugh FM. 1988. Family
Resource Management Principles and
Applications. 2nd Edition. United State of
America.
Allyn
and
Bacon,
Inc.
[Depdiknas]
Diapari L. 1987. Perkembangan Adat Istiadat
Masyarakat Batak Tapanuli Selatan.
Jakarta. (Tidak diterbitkan).
Dinkes
Kota
Padangsidimpuan.
Profil
Kesehatan Kota Padangsidimpuan Tahun
2010, Sumatera Utara
Fawcett, James T. 1983. Perceptions of the
Value of Children. Satisfactions and
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
costs.
Academic
York/London
Press,
ISSN: 2086-3098
New
Fitrah Y. 2008. Warna Lokal Batak Angkola
dalam Novel Azab dan Sengsara Karya
Merari Siregar. Skripsi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi.
Gibson, JL., Ivancevich, JM., & Donnelly, JH.
1985. Organization’s Behavior Structure,
& Processes. New York: McGraw Hill
Hoffman LW. 1973. A Psychological
Perspective On The Value Of Children to
Parents. Concept and Measures dalam J
Fawcet (ed) Psychological Perspective
on Population
Pedersen P. 1975. Darah Batak dan Jiwa
Protestan, Terjemahan K. Th. Sidjabat
dan W. E. Sidjabat, BPK. Gunung Mulia.
Jakarta.
Tampubolon, AJ. 1995. Tingkat Pencapaian
Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
pada Keluarga Nelayan. Skripsi, Jurusan
Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian IPB Bogor.
74
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
PENGETAHUAN REMAJA PUTRI
PUBERTAS TENTANG
PERKEMBANGAN FISIK DAN SEKSUAL
Asworoningrum Yulindahwati
(Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Malang)
ABSTRAK
Latar belakang: Remaja pubertas
merupakan remaja dalam tahap peralihan
dari anak-anak menuju dewasa, dimana
pada masa ini banyak terdapat perubahanperubahan yang menyangkut aspek fisik dan
seksualnya. Untuk dapat menyiapkan
generasi muda yang terdiri atas remaja
pubertas yang potensial, maka perlu adanya
pengetahuan yang baik dari remaja tersebut
agar
dapat
mempersiapkan
dirinya
menghadapi
perubahan
fisik
dan
seksualnya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan gambaran pengetahuan
remaja putri pubertas tentang perkembangan
fisik dan seksualnya. Metode: Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan
pendekatan survey research. Populasi
sebanyak 432 siswi dengan sampel
sebanyak 64 siswi. Alat pengumpulan data
adalah kuesioner. Hasil: Hasil penelitian
menggambarkan pengetahuan remaja putri
pubertas tentang perkembangan fisik dan
seksual sebagian besar berada pada
kategori baik (60,9%). Sedangkan gambaran
pengetahuan remaja putri pubertas tentang
perkembangan fisik juga lebih dari separuh
mempunyai pengetahuan baik (78,1%), serta
pada pengetahuan remaja putri pubertas
tentang perkembangan seksual pada
kategori baik (87,5%). Rekomendasi:
Rekomendasi dari peneliti adalah untuk
mengadakan
pertemuan
ilmiah
yang
menghadirkan narasumber yang ahli tentang
kesehatan reproduksi khususnya membahas
perkembangan fisik dan seksual agar remaja
siap melaksanakan tugas perkembangannya
Kata
kunci:
75
Pengetahuan remaja putri
pubertas,
perkembangan
fisik dan seksuali
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
dalam sensus penduduk tahun 2010, jumlah
remaja berusia 10-21 tahun sebanyak 23,79
% dari total penduduk Indonesia
yang
berarti satu dari empat orang penduduk
Indonesia merupakan remaja. Dengan
jumlah remaja yang cukup besar ini , maka
negara Indonesia mempunyai sumber daya
manusia yang potensial demi masa depan
serta harapan bangsa dan negara.
Anak remaja dan pemuda yang
merupakan bagian dari sumber daya
manusia menjadi tanggung jawab bagi orang
tua, pemerintah dan masyarakat. Untuk itu
perlu adanya kerjasama yang baik untuk
semua pihak tersebut diatas untuk
mempersiapkan
upaya
pembangunan
kualitas manusia sedini mungkin.
Untuk mewujudkan hal tersebut diatas,
pemerintah Indonesia mempunyai komitmen
untuk melaksanakan hasil Konferensi
Internasional Tentang Kependudukan Dan
Pembangunan (ICPD di Kairo, Mesir) pada
tahun 1994 yang kemudian ditindaklanjuti
melalui Lokakarya Nasional Kesehatan
Reproduksi di Jakarta pada tahun 1996
dengan melibatkan sektor terkait (LSM,
Universitas,
Organisasi
profesi
dan
Organisasi donor) sehingga terwujudlah
kesepakatan bersama yang dikenal dengan
nama Paket Kesehatan Reproduksi Esensial
(PKRE).
Paket Kesehatan Reproduksi Esensial
(PKRE) tersusun atas materi utama dan
materi penunjang. Sebagai materi utama
pendukung PKRE adalah prinsip-prinsip
dasar kesehatan reproduksi dan pendekatan
siklus
hidup,
pelayanan
kesehatan
reproduksi esensial (terdiri dari kesehatan
ibu dan bayi baru lahir, keluarga berencana,
kesehatan reproduksi remaja, penyakit
menular seksual termasuk HIV/AIDS),
kesehatan reproduksi pada usia lanjut, hak
reproduksi, kesetaraan dan keadilan gender
dalam kesehatan reproduksi. Adapun materi
penunjang
PKRE
adalah
kekerasan
terhadap perempuan, peran laki-laki dalam
kesehatan reproduksi, keguguran/aborsi,
prolapsus uteri, fistula vesika vaginal dan
rektovaginal, infertilitas, kanker sistem
reproduksi (Depkes RI,2002).
Kesehatan reproduksi remaja yang
merupakan bagian dari materi utama PKRE
sekaligus salah satu dari empat komponen
prioritas kesehatan reproduksi nasional
dapat diimplementasikan melalui upaya
pembinaan remaja baik di sekolah maupun
di luar sekolah (Dinkes Propinsi Jawa Timur,
2005).
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
Remaja menjadi salah satu fokus
perhatian
pemerintah
karena
remaja
merupakan masa khusus untuk periode
pematangan organ reproduksi manusia
dimana terjadi perubahan fisik secara cepat
yang terkadang tidak seimbang dengan
perubahan kejiwaan dan dalam lingkungan
sosial tertentu sehingga sering terjadi
perbedaan perlakuan terhadap remaja lakilaki dan perempuan (Depkes RI,2002),
sekaligus untuk memberikan informasi yang
benar dan akurat tentang kesehatan
reproduksi remaja pada masa pubertas
(Azwar,2002)
Remaja puber menempati arti penting
dalam siklus kehidupan manusia. Pada
keadaan ini remaja mengalami tahap
peralihan dari masa anak-anak yang
mendapatkan status berupa pemberian dari
orangtuanya (described) menuju masa
dewasa
untuk
mendapatkan
status
berdasarkan kemampuannya (achieved) ,
berada pada
usia 12-15 tahun, dan
merupakan periode rawan bagi remaja itu
karena mereka mengalami perubahan fisik
meliputi ukuran dan bentuk tubuh serta
perubahan seksual meliputi perkembangan
ciri seks primer dan sekunder (Monks, 2004).
Bagi remaja pubertas, mereka akan lebih
dahulu menyadari keadaan fisik yang sejalan
dengan perkembangan seksual oleh karena
pertumbuhan dan perubahan hormonal yang
berlangsung sangat cepat dan singkat.
Kesadaran akan perubahan inilah yang
membuat remaja pubertas akan merasakan
kegelisahan
dan
perasaan
was-was
sekaligus
mencari
jawaban
atas
keingintahuan
mereka
dalam
rangka
pencarian identitas diri (Hasmi,2000). Dalam
proses mencari tahu ini sesuai karakteristik
remaja mereka akan mencoba dan akan
selalu mencari tahu tentang hal yang belum
diketahuinya (Monks,2004). Selain itu
fenomena
yang
berkembang
adalah
kekukuhan
masyarakat
untuk
terus
mengingkari bahwa remaja membutuhkan
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
(Azwar,2002).
Menurut Erikson dalam Suryanah (1996),
pada usia pubertas, remaja mempunyai
pemahaman terhadap diri terutama dalam
hal fisik dan seksualnya. Menurut Hurlock
(1994),
remaja
pubertas
mempunyai
karakteristik yang menyolok dibandingkan
remaja awal dan akhir pubertas, karena
remaja pubertas mengalami perubahan fisik,
seksual dan psikologis secara cepat dan
yang paling terlihat jelas menyolok peristiwa
perubahan ini adalah pada anak perempuan.
Berdasarkan hal-hal diatas, maka penulis
mempunyai
minat
untuk
mengetahui
gambaran
pengetahuan
remaja
putri
76
ISSN: 2086-3098
pubertas tentang perkembangan fisik dan
seksual.
METODE PENELITIAN
Disain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian deskriptif non
experimental dengan pendekatan survey
research dimana data dikumpulkan dalam
satu waktu terhadap beberapa subyek
penelitian (Arikunto,2002).
Populasi merupakan sekelompok subyek
penelitian dengan karakteristik tertentu
(Arikunto,2002). Populasi pada penelitian ini
adalah seluruh siswi SMPN 1 Nganjuk yang
berada pada kelas 7-9 dan berada pada
rentang
usia
12-15
tahun.
Jumlah
keseluruhan siswi yang memenuhi syarat
tersebut adalah 432 orang
Sampel adalah sebagian/ wakil populasi
yang
diteliti
(Arikunto,2002).
Teknik
pengambilan sampel dengan menggunakan
non probalilitas sampling. Selanjutnya bila
subyek penelitian terlalu besar (lebih dari
100), dapat diambil 10-15% atau 20-25%
(Sedarmiyanti,2002). Sampel yang diambil
pada penelitian ini adalah 15% dari populasi
dan berjumlah 64 orang.
Alat pengumpulan data berupa kuesioner
dengan bentuk pilihan jawaban tertutup yang
telah melalui proses uji validitas dan
reliabilitas
Etika penelitian dengan menggunakan
lembar persetujuan menjadi responden dan
memastikan
kerahasiaan
identitas
responden.
Pada proses pengolahan data, pertama
kali melakukan pengecekan terhadap
kelengkapan jawaban responden, kemudian
memberikan kode responden, memindahkan
jawaban ke tabel dan melakukan analisa
untuk mengkategorikan hasil jawaban ke
kategori baik, cukup baik, kurang baik dan
tidak baik (Arikunto,1998).
HASIL PENELITIAN
Karakteristik usia remaja putri pubertas
dan sumber informasi
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Remaja Putri
Pubertas Berdasarkan Usia
Usia (Tahun)
Jumlah
Persentase
12
13
14
15
Jumlah
16
21
23
4
64
25
32,8
35,9
6,3
100
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Sumber
Informasi Tentang Perkembangan Fisik Dan
Seksual Pada Remaja Putri Pubertas
Sumber
Informasi
Orang Tua
Teman sebaya
Media
Lain-lain
Jumlah
Jumlah
Persentase
18
32
14
0
64
28,1
50,8
21,1
0
100
Pengetahuan Remaja Putri Pubertas dan
Sumber Informasi tentang Perkembangan
Fisik dan Seksual
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Gambaran
Pengetahuan Remaja Putri Pubertas dan
Sumber Informasi tentang Perkembangan
Fisik dan Seksual
Kategori
Jumlah
Sumber Informasi
Orang Teman Media
tua Sebaya
Baik
39 (60,9%) 10
20
9
Cukup Baik 21 (32,8%)
8
10
3
Kurang Baik 4 (6,25%)
0
2
2
Tidak Baik
0 (0%)
0
0
0
Jumlah
Kategori
Jumlah
Persentase
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
Jumlah
50
11
3
0
64
78,1
17,2
4,7
0
100
Tabel 5. Distribusi Pengetahuan Remaja
Putri Pubertas tentang Perkembangan Fisik
Berdasarkan Kategori
Baik
Cukup
Baik
Kurang
Baik
Tidak
Baik
77
Kategori
Jumlah
Persentase
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
Jumlah
56
6
2
0
64
87,5
9,4
3,1
0
100
Tabel 7. Gambaran Pengetahuan Remaja
Putri Pubertas tentang Perkembangan
Seksual berdasarkan kategori baik, cukup
baik dan kurang baik
Kategori
Baik
Cukup
Baik
Kurang
Baik
64 (100%)
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan
Remaja Putri Pubertas tentang
Perkembangan Fisik
Kategori
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan
Remaja Putri tentang Perkembangan
Seksual
Pengetahun remaja putri pubertas
yang tidak mampu dijawab
Rentang usia remaja putri pubertas,
terjadi perubahan tubuh yang
menyolok pada pubertas
Rentang usia remaja putri pubertas,
terjadi perubahan tubuh yang
menyolok
pada
pubertas,
penurunan percaya diri karena
perkembangan fisik, remaja perlu
memperhatikan perubahan yang
terjadi pada dirinya sendiri
-
Tidak
Baik
Pengetahun remaja putri pubertas
yang tidak mampu dijawab
Adanya pre menstrual syndrom,
kelenjar keringat bertambah aktif dan
efeknya terhadap kepercayaan diri
remaja putri pubertas
Awal berfungsinya alat reproduksi
dengan tanda menarche, Adanya pre
menstrual syndrom, payudara yang
membesar karena pengaruh hormon,
kelenjar keringat bertambah aktif dan
efeknya terhadap kepercayaan diri
remaja putri pubertas
-
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian kepada 64
remaja putri pubertas yang berada pada
rentang usia 12-15 tahun didapatkan
karakteristik jumlah responden terbanyak
pada usia 14 tahun yaitu sebanyak 23 orang
(35,9%) dan yang paling sedikit pada usia 15
tahun berjumlah 4 orang (6,3%). Namun
dikarenakan sampelnya sudah ditentukan
dengan persyaratan masa pubertas yaitu
usia 12-15 (Monks,2004), maka golongan
remaja pubertas ini kesemuanya berada
pada
jenjang
pendidikan
menengah
pertama.
Dari penilaian pengetahuan remaja dan
sumber informasi tentang perkembangan
fisik dan seksual didapatkan lebih dari
separuh jumlah responden yaitu 39 orang
(60,9%) mempunyai pengetahuan baik,
namun bila dilihat dari sisi sumber informasi
dimana mereka mendapatkan pengetahuan
baik tersebut lebih dari separuhnya (20
remaja) berasal dari teman sebaya;
sedangkan dari orang tua dan media, jumlah
remaja selisih sedikit yaitu 10 orang yang
menyatakan mendapatkan informasi dari
orangtua dan 9 orang menyatakan
mendapatkan informasi dari media. Remaja
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
yang mempunyai pengetahuan kurang baik
berjumlah 4 orang (6,2 %) dan mereka
mendapatkan informasi dari teman sebaya
dan media. Secara keseluruhan berdasarkan
sumber informasi, teman sebaya menempati
posisi pertama dengan persentase 50,8%,
orangtua di posisi kedua (28,1%) dan yang
terakhir adalah media (21,1%).
Menurut Notoatmodjo (1993) dinyatakan
bahwa
seseorang
mendapatkan
pengetahuan dapat dengan melibatkan
panca indera. Panca indera inilah yang
dapat
digunakan
sebagai
sarana
berkomunikasi
untuk
mendapatkan
pertukaran informasi. Dalam melakukan
komunikasi, menurut Zulkifli (2003), remaja
menunjukkan perilaku yang sangat tertarik
dengan
kelompok
sebayanya
dalam
melakukan aktivitasnya sehingga tidak
jarang orang tua dinomorduakan. Hal ini
dikarenakan karena melalui kelompok
sebaya yang berada pada rentang usia yang
hampir sama dengan pengalaman yang
hampir sama tentang perubahan fisik dan
seksualnya,
mereka
merasakan
terpenuhinya kebutuhan mereka akan rasa
dimengerti, dianggap, diperhatikan, mencari
pengalaman baru, harga diri, rasa aman
yang belum tentu diperoleh di rumah
maupun di sekolah. Selain itu, menurut
Suryanah (1996), remaja pubertas ini
sebenarnya mereka berada pada tahapan
pemikiran kritis pada fase pemahaman yang
belum
cukup
kuat.
Dikuatkan
oleh
pernyataan Keraf (2001) yang menyebutkan
bahwa selalu ada hubungan antara orang
dengan obyek tertentu yang disadarinya ada/
terjadi. Oleh karena belum matangnya
pemikiran
mereka
mudah
untuk
mendapatkan pengetahuan dari orang lain
yang sama-sama masih dalam tahap pikiran
yang sama dengan mereka.
Menurut UU Nomor: 10/1992 tentang
Perkembangan
Kependudukan
Dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera definisi
suatu keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri dari suami-isteri,
atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah
dan anaknya, atau ibu dan anaknya; serta
kualitas keluarga adalah kondisi keluarga
yang
mencakup
aspek
pendidikan,
kesehatan,
ekonomi,
sosial
budaya,
kemandirian keluarga, dan mental spiritual
serta nilai-nilai agama yang merupakan
dasar untuk mencapai keluarga sejahtera.
Berdasarkan uraian tersebut, bahwasanya
anak berada di satu lingkungan terkecil dari
masyarakat
bersama
orangtua
untuk
mendapatkan pendidikan dan pembinaan
kesehatan baik fisik maupun mental serta
spiritual sehingga mampu untuk dapat
berinteraksi dengan lingkungan masyarakat
78
ISSN: 2086-3098
yang lebih besar. Seharusnya remaja
mendapatkan
informasi
awal
tentang
perkembangan fisik dan seksualnya berasal
dari orangtua. Namun ternyata dari hasil
yang diaparkan di atas, orangtua menenpati
posisi sebagai sumber informasi nomor dua
setelah dari teman sebaya. Melalui
fenomena ini maka perlunya orang tua
maupun
lingkungan
sekitar
untuk
memposisikan
dirinya
menyesuaikan
pemikiran
remaja
khususnya
remaja
pubertas sebagaimana teman sebayanya
memahami mereka.
Peran media sebagai sumber informasi
mendapatkan
pengetahuan
tentang
perkembangan fisik dan seksual yang
menempati posisi ketiga setelah teman
sebaya
dan
keluarga
juga
patut
dipertimbangkan pula karena persentasenya
hampir mendekati dengan persentase
orangtua. Media menurut Heinich (1993)
dalam Azhar Arsyad (2009) adalah sesuatu
yang menjadikan perantara/ pengantar atau
yang membawa informasi dari suatu sumber
kepada penerima. Dapat diartikan pula
bahwa media merupakan sarana ataupun
saluran
yang
digunakan
untuk
mengkomunisasikan suatu informasi yang
memuat sarana aktivitas mental manusia
untuk menjalani sirkulasi peran dan
menyajikan tipe baru dalam komunikasi
sebagai upaya memenuhi kebutuhan
fundamental manusia itu sendiri. Media juga
berkembang sesuai dengan pemikiran
manusia yang juga selalu dinamis yang
berusaha
untuk
mengefektifkan
dan
mengefisienkan serta memperkuat eksistensi
informasi yang disampaikan sehingga dapat
mendidik/mengarahkan atau menjadi kontrol
sosial bahkan sekaligus juga memberikan
hiburan bagi penerima pesan (M. Ghojali
BAP,2010).
Remaja
putri
pubertas
mendapatkan pengetahuan melalui media
dimungkinkan juga karena fungsi media
yang selain memberikan pendidikan juga
memberikan hiburan. Namun yang lebih
penting sebenarnya adalah bagaimana
remaja putri pubertas tersebut memilih
media secara selektif yang memang dapat
dipercaya kurasinya yang dapat memberikan
pengtahuan yang lebih baik tentang
perkembangan fisik dan seksual. Secara
keseluruhan remaja putri pubertas perlu
untuk diberikan suatu pembinaan/arahan
tentang pengetahuan remaja pubertas ini
yang telah diperolehnya itu berkaitan
darimana sumber informasi itu diperoleh dan
juga berusaha untuk mengembalikan posisi
mereka di dalam keluarga yang berada
dalam nungan orang tua untuk selalu
berkomunikasi aktif dengan orang tua
kemudia ditunjang oleh sarana yang lain
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
agar mereka mendapatkan informasi yang
tepat,
akurat
dan
dapat
dipertanggungjawabkan guna mengenali
perkembangan
kesehatan
reproduksi
mereka selanjutnya.
Pengetahuan
remaja
pubertas
terhadap perkembangan fisiknya bila dilihat
kembali, maka 50 dari 64 remaja (78,1%)
mempunyai pengetahuan baik dan 3
responden
(4,7%)
yang
mempunyai
pengetahuan kurang baik. Perkembangan
fisik secara kasat mata yang bisa terlihat
secara jelas karena berhubungan dengan
perubahan ukuran dan bentuk tubuh serta
rentang usia terjadinya perubahan itu. Dan
menurut Keraf (2001) adanya pengetahuan
karena
seseorang
itu
berhadapan/
berhubungan dengan obyek tertentu yang
disadainya ada atau terjadi. Perubahan fisik
yang terjadi pada remaja putri pubertas yang
berada pada rentang usia 12-15 tahun ini
mereka ada yang belum tahu bila mereka
termasuk kategori pubertas, sehingga
mungkin mereka pun belum menyadari ada
perubahan bentuk dan ukuran tubuh ataupun
mungkin sudah terjadi perubahan bentuk
dan ukuran tubuh tapi kurang kepekaannya
karena melihat teman sebayanya juga
mengalami hal serupa atau mungkin
mendapat informasi turun temurun dari
orang tuanya tentang perubahan yang umum
terjadi pada masa pubertas. Hal ini sesuai
dengan pernyataan remplain (1962) dalam
Monks (2004)
dimana remaja pubertas
mengalami jugencrisis yang ditandai dengan
kekurangpekaan dan peningkatan labilitas.
Dari penelitian pun juga diketahui ada
beberapa soal yang tidak terjawab dengan
tepat selain hal di atas yang dapat
mempengaruhi kepercayaan diri remaja putri
pubertas itu sendiri. Mereka dituntut untuk
peka terhadap perubahan yang terjadi pada
dirinya. Di sisi lain ada yang menyadari
perubahan fisik itu terjadi dan mempengaruhi
terhadap kepercayaan diri, Hal ini wajar
terjadi karena pada masa pubertas terjadi
perubahan fisik yang sangat menyolok
apalagi bila remaja putri ini tidak siap dengan
perubahan tubuh yang terjadi maka akan
mempengaruhi harga diri dan kepercayaan
dirinya. Namun kepercayaan dirinya inipun
juga dapat dipupuk bila remaja putri itu
menyadari bahwa setiap perubahan tubuh
memerlukan adaptasi dan semua remaja
putri pada pubertas akan mengalaminya,
kemudian mendapat dukungan positif dari
orangtua/ keluarga dan lingkungan sosial
termasuk di antaranya teman pegaulannya
(sebaya).
Pengetahuan remaja pubertas terhadap
perkembangan seksualnya bila dilihat
kembali maka 56 dari 64 responden (87,5%)
79
ISSN: 2086-3098
mempunyai pengetahuan baik dan ada 2
responden
(3,1%)
yang
mempunyai
pengetahuan kurang baik. Pengetahuan
seksual ini lebih diarahkan kepada
perubahan-perubahan
yang
melibatkan
organ-organ reproduksi dan penampilan
seksualnya. Perubahan seksual inipun juga
mudah dilihat dan juga dapat mempengaruhi
pengetahuan remaja tentang perubahan
seksual yang dihadapinya. Dimulai dengan
adanya menarche yang menandai awal
berfungsinya organ reproduksi pada remaja
putri pubertas. Menarche ini termasuk
perkembangan
seksual
primer
yang
menandakan
sudah
mulai
proses
pematangan organ reproduksi dan siap
untuk difungsikan. Remaja putri perlu
dibekali pengetahuan sekaligus pembinaan
mental spiritual dan norma yang berlaku
tentang apa yang seharusnya dilakukan saat
menghadapi menarche, jangan sampai
dengan adanya menarche menambah stress
pada remaja putri ini. Orangtua sebagai
orang yang seharusnya terdekat dengan
remaja dapat memberikan informasi tentang
pengalaman yang telah mereka lalui
sehubungan
dengan
pengalaman
mendapatkan menstruasi yang pertama kali.
Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (1993)
yang menyatakan bahwa pengetahuan
didapatkan dengan cara turun temurun,
artinya orang tua dapat memberikan
informasi kepada remaja putri pubertas.
Perlu disampaikan kepada remaja putri
pubertas ini bila sudah mendapatkan haid
yang pertama kali berarti alat reproduksi
telah befugsi dengan normal sehingga
kejadian kehamilan pun bisa terjadi bila
remaja putri melakukan penyimpangan
norma.
Selain
itu
kejadian
yang
berhubungan dengan menstruasi adalah
adanya premenstrual syndrome, walaupun
tidak
semua
remaja
putri
pubertas
mengalami
kondisi
tersebut.
Adanya
ketegangan berupa rasa marah, emosi yang
meningkat sebelum menstruasi merupakan
hal yang lazim terjadi sebagai bagian dari
perkembangan seksual. Hal inipun juga perlu
diinformasikan kepada remaja putri tersebut
agar dapat mengatasi keluhan tersebut dan
mendapatkan bantuan dari tenaga yang
tepat. Perkembangan seksualpun juga dapat
mempengaruhi kepercayan pada remaja
putri pubertas, contohnya terjadi bertambah
aktifnya kelenjar keringat dan membesarnya
pori serta kulit kasar. Menurut Zulkifli (2003),
ciri khas remaja pubertas adalah bersifat
dinamis dan aktif. Bertambah aktifnya
kelenjar keringat tersebut yang tidak
diimbangi dengan kebersihan diri yang
semakin meningkat pula maka hal tersebut
di atas menimbulkan hal-hal yang bersifat
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
negatif di dalam pergaulannya dan akan
mempengaruhi kepercayaan dirinya saat
bersosialisasi
atau
bergaul
dengan
temannya
atau
dengan
masyarakat
umumnya. Peran orang tua juga turut
ditingkatkan dengan adanya perkembangan
seksual ini karena dalam UU Nomor 10
tahun 1992 juga telah jelas bahwa orangtua
mempunyai tanggungjawab untuk mendidik,
membina kesehatan fisik dan mental
anaknya, sehingga orangtua pun juga selalu
peka terhadap perubahan perkembangan
seksual anak sehingga bisa mengarahkan ke
arah yang tepat agar dapat diterima di
lingkungan pergaulan teman sebaya pada
khususnya dan masyarkat pada umumnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Pengetahuan remaja putri pubertas
tentang perkembangan fisik dan seksual
sebagian besar berada pada kategori baik.
Pengetahuan remaja putri pubertas tentang
perkembangan fisik adalah baik, sedangkan
pengetahuan remaja putri pubertas tentang
perkembangan seksual juga baik.
Selanjutkan disarankan agar pihak
sekolah dan masyarakat, walaupun di dalam
kurikulum SMP ada mata pelajaran biologi,
namun belum menyentuh bagaimana untuk
memepersiapkan
kesehatan
reproduksi
remaja terutama yang berhubungan dengan
perkembangan fisik dan seksual, demikian
pula masyarakat agar berupaya membuka
diri terhadap kesehatan reproduksi remaja.
Perlu dipikirkan penyampaian informasi
tentang kesehatan reproduksi remaja perlu
melibatkan tenaga yang ahli yang dapat
memberikan informasi yang tepat dan dapat
dipertanggungjawabkan yang disesuaikan
dengan usia dan pemahaman remaja
tersebut dalam upaya mempersiapkan
sumberdaya manusia yang berkualitas.
Remaja putri diharapkan berupaya
mencari informasi tentang kesehatan
reproduksi terutama tentang perkembangan
fisik dan seksual kepada orang/lembaga
yang ahli di bidang kesehatan reproduksi
yang nantinya akan membimbing remaja
untuk dapat meningkatkan kesehatan
reproduksinya sendiri.
Para peneliti diharapkan melanjutkan
penelitian ini ke pengetahuan tingkat aplikasi
sampai dengan evaluasi atau penelitian
korelasional yang behubungan dengan
perilaku remaja.
DAFTAR PUSTAKA
ISSN: 2086-3098
Arsyad, Azhar.2009. Media Pembangunan.
Jakarta:Rajawali Press.
Azwar, Azrul. 2002. Kesehatan reproduksi
Remaja. Retrieved April 24. 2005 from
http://pikas-bkkbn.go.id/article.
detail.
php?Aid=2.
Bps.2010.
Sensus
Penduduk
Indonesia. sp2010.bps.go.id/
2010–
Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman
Pelaksanaan
Kegiatan, Komunikasi,
Informasi, Edukasi (KIE) Kesehatan
Reproduksi: Untuk Petugas Kesehatan di
Tingkat Pelayanan Dasar. Jakarta :
Depkes RI.
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur.
Materi
Pelatihan
Bimbingan
dan
Penyuluhan
Kesehatan
Reproduksi
Remaja
Bagi
Petugas
Kesehatan
(Pegangan Bagi Pelatih). Dinkes Propinsi
Jawa Timur.
Hasmi, Eddy N. dkk. 2000. Remaja
Mengenal Dirinya. Jakarta:BKKBN.
Keraf, Sony.2001. Ilmu
Yogyakarta:Kanisius.
Pengetahuan.
Monks, F.J. Knoer.AMP, Haditono dan Sri
Rahayu. 2004. Psikologi Perkembangan,
Yogyakarta:Gajah
Mada
University
Press.
M. Ghojali Bagus AP. 2010. Buku Ajar
Psikologi Komunikasi_ Fakultas Psikologi
Unair.
Notoatmodjo, Soekidjo. 1993. Pengantar
Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan.
Yogyakarta: Andi Offset.
Sedarmayanti,
Syarifuddin.H.
2002.
Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar
Maju.
Suryanah. 1996. Keperawatan Anak untuk
Siswa SPK. Jakarta:EGC.
UU Nomor: 10/1992 tentang Perkembangan
Kependudukan
Dan
Pembangunan
Keluarga Sejahtera
Zulkifli. 2003. Psikologi Perkembangan.
Bandung:Remaja Rosdakarya.
Arikunto,
Suharsimi.
1998.
Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta:Rineka Cipta.
80
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
PENGARUH GLOBAL WARMING DAN
CLIMATE CHANGE DENGAN
PENYAKIT KURANG GIZI
Tri Niswati Utami
(Akademi Kebidanan Hafsayah Medan)
ABSTRAK
Meskipun dampak perubahan iklim
sampai saat ini masih kecil, namun
diproyeksi akan meningkat dari tahun ke
tahun di semua wilayah dan negara.
Meningkatnya suhu global diperkirakan
mengakibatkan naiknya permukaan air laut
serta meningkatnya fenomena cuaca ekstrim
yang berpengaruh terhadap kehidupan
makhluk hidup. Dampak lain dari pemanasan
global adalah menurunnya produktivitas hasil
pertanian, yang menjadi ancaman terhadap
keberlangsungan makhluk hidup di seluruh
dunia. Perubahan iklim berpotensi pada
gangguan kesehatan musiman. Iklim yang
sangat
ekstrim
dapat
mengakibatkan
kematian, terjadinya bencana banjir serta
berjangkitnya penyakit menular seperti
wabah malaria. Cuaca dan iklim merupakan
penentu
utama
yang
mempengaruhi
kesehatan manusia, karena hal ini berkaitan
dengan berkembangnya vektor penyebab
penyakit tertentu, daya tahan tubuh,
ketersediaan air bersih dan makanan yang
dapat
berdampak
pada
kekurangan
makanan, penyakit kurang gizi dan berbagai
macam penyakit infeksi lainnya. Perubahan
iklim diprediksi akan meningkatkan jumlah
orang yang berisiko menderita kelaparan
dibandingkan tanpa perubahan iklim. WHO
tahun 2009 melakukan studi dampak
perubahan
iklim
terhadap
kehidupan
manusia dirasakan secara tidak langsung
terjadi melalui perubahan kualitas air, udara,
makanan, perubahan dalam ekosistem
pertanian,
industri,
pemukiman
dan
perekonomian. Di wilayah Barat Afrika lebih
dari 1 juta anak beresiko mengalami
penyakit kekurangan gizi dan gizi buruk.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk
mengatasi perubahan iklim yang dapat
mempengaruhi
produktivitas
pertanian.
Pakar pangan dapat melakukan modifikasi
pertanian dengan penyesuaian tanaman
pangan terhadap perubahan iklim secara
global. Perbaikan dan cara modern dapat
dilakukan sebagai upaya meningkatkan hasil
tanam dan produksi pertanian.
Kata
Kunci:
81
Global warming, climate
change, penyakit kurang
gizi
Pertumbuhan penduduk yang pesat
menimbulkan tantangan yang coba diatasi
dengan industrialisasi. Namun industrialisasi
disamping mempercepat tersedianya segala
kebutuhan hidup manusia, tetapi juga
memberi dampak yang negatif terhadap
manusia. Akibat kegiatan industrialisasi ini
terjadi
pencemaran/polusi
terhadap
lingkungan, udara, air dan tanah (Soemirat,
2009).
Saat ini muncul keprihatian dunia akan
efek dari polusi udara dalam konteks global
yang berhubungan dengan pemanasan
global atau global warming. Pemanasan
global berkaitan dengan kegiatan manusia
antara lain: transportasi, kegiatan industri,
pembangkit listrik, pembakaran seperti:
perapian, kompor dan berbagai jenis
penggunaan bahan bakar fosil. Gas buangan
pabrik yang menghasilkan gas berbahaya
seperti Cloro Flouro Carbon, timbunan gas
metana di tempat pembuangan akhir
sampah juga berkontribusi terhadap efek
polusi di udara. Pencemaran udara terjadi
karena adanya bahan polutan di atmosfir
yang dalam konsentrasi tertentu akan
mengganggu keseimbangan dinamik di
atmosfir dan mempunyai efek pada manusia.
Efek negatif bahan pencemar udara
terhadap kondisi fisik atmosfir menurut
Mukono (2010) antara lain; gangguan jarak
pandang (visibility), memberikan warna
tertentu pada atmosfir, mempengaruhi
struktur
dari
awan,
mempengaruhi
keasaman air hujan serta mempercepat
pemanasan atmosfir.
Di kota besar sangat sulit untuk
mendapatkan udara segar,
Indonesia
khususnya di kota Jakarta sumber
pencemaran udara antara lain: transportasi
66,34%, industri 18,40%, perumahan
11,20% dan sampah 3,68%. Jumlah
kenderaan bermotor terus meningkat sekitar
6% – 8% pertahunnya. Diperkirakan pada
tahun 2010 akan meningkat lima kali lipat
dan pada tahun 2020 akan meningkat
sembilan kali lipat (Bardasono, 2009).
Pemanasan global atau global warming
adalah suatu proses meningkatnya suhu
rata-rata atmosfir, laut dan daratan di
permukaan bumi akibat efek rumah kaca
yang terjadi di atmosfir (Cleugh, 2011). Gas
rumah kaca seperti: uap air, karbon dioksida,
nitrogen oksida, sulfur dioksida dan metana,
gas ini dapat menyerap dan memantulkan
kembali
radiasi
gelombang
yang
dipancarkan bumi. Akibat menumpuknya gas
rumah kaca tersebut, panas radiasi matahari
akan dipantulkan ke bumi dan akan
tersimpan di permukaan bumi. Keadaan ini
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
terjadi
terus
menerus
sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi
terus meningkat.
Meningkatnya suhu global di permukaan
bumi ini diperkirakan dapat mengakibatkan
perubahan-perubahan seperti mencairnya
gletser sehingga menyebabkan naiknya
permukaan air laut, terjadinya perubahan
iklim dan berdampak pada munculnya
bencana serta badai dan meningkatnya
fenomena cuaca yang ekstrim. Di wilayah
lain
di
dunia
pemanasan
global
menyebabkan
terjadinya
kekeringan
sehingga
mengakibatkan
menurunnya
produktivitas pertanian dan gagal panen.
Kondisi ini menjadi ancaman tidak hanya
pada manusia tetapi juga terhadap
keberlangsungan makhluk hidup di seluruh
dunia.
buku yang berkaitan dengan masalah yang
diangkat dalam penelitian ini.
Pada dasarnya penelitian ini adalah
penelitian literatur atau studi kepustakaan
sehingga penelitian ini bersifat deskriptif,
menggunakan desain historical research.
Desain historical research sama dengan riset
pustaka dilakukan dengan membaca bukubuku dan literatur serta mengikuti pola
literatur maupun buku yang dibaca.
Pengolahan data dilakukan dengan cara:
menyelaraskan
temuan
dan
mencari
kesamaan
(compare),
mencari
ketidaksamaan
(contrast),
memberikan
pandangan
(criticize),
membandingkan
(synthesize) dan meringkas (summarize)
dalam bentuk kesimpulan.
Pemanasan
global
Penggunaan
bahan
bakar
fosil
diperkirakan
telah
menyebabkan
meningkatnya suhu rata-rata global dan
mempengaruhi atmosfir bumi. Hal ini
dibuktikan oleh para peneliti yang bekerja
pada program penelitian global International
Geophysical
Year
telah
melakukan
pengukuran konsentrasi kadar CO2 diudara
dengan mengambil sampel atmosfir dari
puncak gunung Mauna Loa di Hawai.
Terjadinya perubahan atmosfir karena
peningkatan konsentrasi CO2 dapat dilihat
pada gambar dibawah ini:
Mencairnya
gletsyer
Banjir
Penyakit
infeksi
meningkat,
Daya tahan
tubuh rendah
Perubahan
iklim
Kekeringan
Curah hujan
meningkat,
bencana,
badai el nino
Produktifitas
pertanian
menurun,
gagal panen
Dampak bg.
Nelayan:
produksi ikan
menurun,
sumber
protein
berkurang
HASIL PENELITIAN
Defisit
cadangan
pangan,
rawan pangan
Sumber nafkah hilang,
kemiskinan
Kelaparan, kurang gizi,
kematian
Gambar 1. Dampak Global Warming
Terhadap Penyakit Gizi Kurang
METODE PENELITIAN
Sumber yang digunakan dalam penelitian
ini adalah dokumen-dokumen berupa datadata yang bersumber dari UNDP (United
Nations Development Programme), jurnal
nasional dan internasional, artikel dan buku-
82
Gambar 2. Hasil Pengukuran Konsentrasi
CO2 di Mauna Loa Hawai
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
Hasil
pengukuran
menunjukkan
terjadinya
pencemaran
udara
secara
signifikan,
peningkatan
konsentrasi
karbondioksida di atmosfir dari tahun ke
tahun dan keadaan ini diperkirakan karena
aktivitas manusia terhadap penggunaan
bahan bakar fosil.
Dampak dari pencemaran udara yaitu:
penipisan lapisan ozon, pemanasan global,
gangguan terhadap kesehatan yang paling
umum dijumpai adalah penyakit pernafasan
seperti infeksi saluran nafas atas paru-paru
dan tenggorokan, asma, bronkhitis, jantung,
terganggunya fungsi reproduksi, stres,
penurunan tingkat produktivitas kesehatan
dan penurunan kemampuan metal anakanak serta penurunan tingkat kecerdasan
anak (Fontell, 2011).
Berdasarkan data UNDP 2007 hasil dari
laboratorium iklim di Institut Pertanian Bogor
menyatakan bahwa selama kurun waktu
1881 – 1990, setiap Kabupaten di Indonesia
setiap
tahunnya
rata-rata
mengalami
penurunan produksi padi 100.000 ton dan
pada kurun waktu 1992 – 2000 penurunan
produksi padi meningkat menjadi 300.000
ton.
Gambar 3. Produktivitas Pertanian di
Indonesia Kian Menurun
PEMBAHASAN
Gas Rumah Kaca dan Perubahan iklim
Gas rumah kaca yang terus meningkat
adalah karbon dioksida. Gas ini adalah salah
satu gas yang secara alamiah keluar ketika
83
ISSN: 2086-3098
kita menghembuskan nafas yang juga
dihasilkan dari pembakaran batu bara, kayu
atau dari penggunaan kendaraan berbahan
bakar bensin atau solar. Sebahagian karbon
dioksida ini dapat diserap kembali, antara
lain melalui proses “fotosintesis” yang
merupakan bagian dari proses pertumbuhan
tanaman
atau
pohon.
Namun
kini
kebanyakan negara memproduksi karbon
dioksida jauh lebih cepat ketimbang
kecepatan penyerapannya oleh tanaman
atau pohon sehingga konsentrasinya di
atmosfir meningkat secara bertahap (Keift,
2007).
Gas rumah kaca memberikan efek
umpan balik. Efek umpan balik penting
lainnya adalah hilangnya kemampuan
memantulkan cahaya (albedo) oleh es.
Ketika suhu global meningkat, es yang
berada didaerah kutub mencair dengan
kecepatan
yang
terus
meningkat.
Bersamaan dengan melelehnya es tersebut,
daratan atau air dibawahnya akan terbuka.
Baik
daratan
maupun
air
memiliki
kemampuan memantulkan cahaya lebih
sedikit bila dibandingkan dengan es dan
akibatnya akan menyerap lebih banyak
radiasi matahari. Hal ini akan menambah
pemanasan dan menimbulkan lebih banyak
lagi es yang mencair, sehingga menjadi
suatu siklus yang berkelanjutan (Bargagli,
2005).
Perubahan
iklim
berpotensi
pada
gangguan kesehatan yang bersifat musiman
dan perubahan iklim ini sering dikaitkan
dengan meningkatnya kasus penyakit infeksi
dan penyakit menular. Iklim yang sangat
ekstrim dapat mengakibatkan kematian
seperti terjadinya bencana banjir serta
berjangkitnya penyakit menular seperti
wabah malaria (Ebi, 2011). Cuaca dan iklim
sebagai penentu utama yang mempengaruhi
kesehatan manusia, karena hal ini berkaitan
dengan ketersediaan air bersih dan
makanan yang dapat berdampak pada
kekurangan makanan dan penyakit kurang
gizi (Renzaho, 2005; Rowhani, 2011).
Di Indonesia dampak perubahan iklim
terhadap kasus penyakit kekurangan gizi
bertambah. Laporan UNDP (United Nations
Development
Programme
Indonesia)
wilayah-wilayah tertinggal yang cenderung
mengalami kelangkaan pangan. Wilayah
yang dimaksud antara lain: di Nusa
Tenggara Timur, Timor Barat dan pulaupulau di sebelah Timur Flores banyak
masyarakat yang sudah merasakan dampak
parah
berubah-ubahnya
iklim
dan
menurunnya kesuburan tanah di sama oleh
curah hujan yang tidak menentu dan
kemarau panjang di tahun-tahuan el nino
(UNDP, 2007).
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
Lebih dari sepertiga populasi di berbagai
pelosok wilayah ini hidup dibawah garis
kemiskinan. Di tahun-tahun el nino 2002
hingga 2005, sekitar 25% anak balita
mengalami kurang gizi akut. Di Kabupaten
Belu, Nusa Tenggara Timur misalnya yang
mendapat curah hujan paling rendah di
Indonesia, kemarau panjang yang diikuti
oleh kegagalan panen telah menimbulkan
dampak parah dan kasus kurang gizi
merebak di seluruh propinsi ini antara 32%
hingga 50% (Keift, 2007).
Perubahan iklim tidak hanya berbahaya
secara langsung namun dapat menimbulkan
bahaya yang berkepanjangan secara sosial.
Bahaya
tersebut
dapat
merusak
kesejahteraan manusia dan kehidupan
manusia serta kerentanan manusia akan
perubahan yang terjadi (Downing, 2002).
Penyakit Kurang Gizi
Secara umum telah diketahui bahwa
penyebab masalah gizi dipengaruhi oleh
multifaktor, utamanya melibatkan faktor
pendidikan,
ekonomi,
keamanan,
pengendalian
pertumbuhan
penduduk,
perbaikan sanitasi, keadilan sosial bagi
perempuan dan anak-anak, kebijakan dan
praktik yang benar terhadap lingkungan dan
produktivitas pertanian (Fontell, 2011).
Akar
penyebab
kelaparan
dan
kekurangan gizi sangat kompleks, rumit dan
beragam. Mulai dari kemiskinan karena
situasional, kekeringan yang ekstrim, banjir
dan kondisi cuaca lainnya. Kelangkaan air
terjadi, produktivitas pertanian rendah,
produksi pangan tidak memadai, tidak
adanya
keamanan
makanan
dan
sebagainya. Dampak negatif dari perubahan
iklim dapat dilihat secara jelas di Negara
Afrika dan Asia Selatan. Diperkirakan pada
tahun
2020
penduduk
Afrika
akan
mengalami kelaparan sekitar 50% (Keatinge,
2011).
Hasil tanaman pangan dataran tinggi
seperti kedelai dan jagung menurun 20
hingga 40 persen, namun nyaris seluruh
petani akan merasakan dampaknya. Saat ini
sudah banyak petani kesulitan menentukan
waktu yang tepat untuk memulai musim
tanam atau sudah mengalami gagal tanam
karena hujan yang tidak menentu atau
kemarau panjang, yang paling kesusahan
biasanya adalah mereka yang bertani di
wilayah paling ujung saluran irigasi yang
pada saat kelangkaan air tidak mendapatkan
jatah air karena sudah lebih dulu digunakan
oleh petani di daerah hulu irigasi (UNDP,
2007).
Pada tahun 2006 estimasi global untuk
jumlah orang yang kekurangan gizi adalah
84
ISSN: 2086-3098
820 juta. Diprediksi penyakit kekurangan gizi
dan gizi buruk akan meningkat akibat
perubahan iklim (Cleugh, 2011). Hasil
produksi pertanian tanaman pokok seperti
beras dan jagung hanya mencapai 20–40
persen dari hasil tanam sebagai akibat
perubahan iklim dan terjadi di daerah tropis
dan sub tropis. Persediaan makanan tidak
hanya dipengaruhi oleh peningkatan suhu
namun juga berhubungan dengan terjadinya
banjir (Ebi, 2011).
Data dari WHO mencatat sekitar 963 juta
orang didunia tidak dapat memenuhi
kebutuhan mereka yang mendasar yaitu
makan. Diperkirakan satu orang meninggal
setiap menit, 4000 orang setiap jam, 100.000
setiap hari dan 36 juta meninggal setiap
tahun karena kelaparan, kekurangan gizi dan
gizi buruk. Untuk alasan yang sama satu
anak meninggal setiap lima detik, 700 anak
setiap jam, 16.000 anak setiap hari
diperkirakan 60% terjadi kematian pada anak
(Fontell, 2011).
Organisasi kesehatan dunia (WHO)
memperkirakan bahwa pemanasan dan
peningkatan curah hujan akibat perubahan
iklim selama 30 tahun terakhir telah
mengklaim berkaitan dengan peningkatkan
150.000 jiwa yang mengalami kesakitan dan
kematian setiap tahunnya. Akibat fluktuasi
musim banyak penyakit yang mengakibatkan
kematian dialami manusia dari kematian
karena kardiovaskuler dan gangguan
pernafasan karena gelombang panas,
perubahan iklim yang mengakibatkan
penyakit menular kian meningkat, perubahan
terhadap sosial ekonomi masyarakat,
perubahan faktor kekebalan tubuh dan
resistensi terhadap obat (Patz, 2005).
Berbagai Negara terkena dampak
perubahan iklim tersebut. Amerika Serikat
misalnya telah merasakan gelombang panas
dan kekeringan. Eropa yang diterjang banjir,
serta kemarau panjang di Rusia dan Ukraina
telah menyebabkan turunnya produksi
pangan dunia. Diprediksi lebih parah bahwa
setengah dari penduduk dunia akan
mengalami
kelaparan
dan
penyakit
kekurangan gizi pada akhir abad ke 21
karena peningkatan suhu dan perubahan
iklim
yang
ekstrim
mengakibatkan
penurunan produksi pangan di banyak
daerah, khususnya Afrika (Rowhani, 2011).
Hasil penelitian lainnya menguraikan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
peningkatan degradasi lahan dengan
terjadinya kekerasan antar kelompok.
Degradasi
lahan
dikaitkan
dengan
perubahan iklim rata-rata dan peningkatan
kemiskinan serta berhubungan secara positif
dengan konflik jangka panjang. Analisis ini
dilakukan pada periode waktu tahun 2000 –
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
2006. Salah satu aspek yang terkait dengan
degradasi lahan adalah peningkatan curah
hujan, peningkatan suhu bumi atau
pemanasan
global
yang
cenderung
meningkat dari tahun ke tahun (Rowhani,
2011).
Hal
ini
membuktikan
bahwa
perubahan iklim sangat berhubungan erat
dengan resiko kesehatan dan proyeksi
kehidupan manusia di masa depan.
Pemanasan global yang mempengaruhi iklim
selama beberapa dekade terakhir telah
berkontribusi
secara
nyata
terhadap
peningkatan morbiditas dan mortalitas di
beberapa wilayah di dunia.
Pengendalian Penyakit Kekurangan Gizi
akibat Perubahan Iklim
Cara mengakhiri masalah penyakit
kurang gizi adalah dengan penanggulangan
kekurangan gizi dalam jangka panjang. Cara
ini bergantung pada kemampuan manusia
untuk bekerja sama demi terwujudnya
perkembangan pendidikan dan ekonomi,
kedamaian,
pengendalian
penduduk,
perbaikan sanitasi, keadilan sosial bagi
perempuan dan anak-anak.
Faktor lain adalah kebijakan dan
praktek yang benar terhadap lingkungan dan
produktivitas
pertanian.
Diperlukan
partisipasi dan kerjasama seluruh pihak yang
terkait dengan proses perencanaan dan
implementasi
program
pengentasan
kemiskinan,
kebijakan
dalam
bidang
pertanian dan penghijauan kembali lahan
yang kering. Perlu dipertimbangkan pula
bahwa program dan kebijakan yang disusun
secara dinamis akan bergantung pada
berbagai faktor salah satunya keikutsertaan
pakar produk pangan.
Berbagai upaya dapat dilakukan
untuk mengatasi perubahan iklim yang
berdampak pada produktivitas pertanian.
Pengelolaan lahan pertanian secara bijak,
memanfaatkan teknologi pertanian hal ini
dapat dilakukan dengan memodifikasi
tanaman pada lahan pertanian dengan
melakukan penyesuaian tanaman pangan
terhadap perubahan iklim secara global.
Disamping itu perbaikan dan cara-cara
modern sebagai upaya meningkatkan hasil
tanam dan produksi pertanian.
ISSN: 2086-3098
melakukan adaptasi dalam bidang pertanian.
Para petani perlu mempertimbangkan
berbagai varietas tanaman, disertai dengan
pengelolaan dan cara penyimpanan air yang
lebih baik. Disamping itu perbaikan dengan
cara-cara modern menggunakan teknologi
tepat guna, pengembangan dan rehabilitasi
irigasi sebagai upaya meningkatkan hasil
tanam dan produksi pertanian. Menurunnya
kualitas dan kuantitas kebutuhan akan air
dapat dilakukan melalui penyediaan sumber
daya air dengan menerapkan pengelolaan
sumber air yang lebih terpadu dan
melestarikan ekosistem disertai perbaikan
waduk-waduk.
Dibutuhkan kesadaran semua pihak
atas dampak perubahan iklim terhadap
kesehatan melalui upaya mitigasi dan
adaptasi, baik pada tingkat manusia maupun
lingkungan. Upaya mitigasi dan adaptasi
dalam pengendalian dampak kesehatan
perubahan iklim antara lain, kebijakan
kawasan
sehat,
penetapan
regulasi
(peraturan daerah), pembangunan kapasitas
kesehatan lingkungan, manajemen vektor
terpadu, tindakan kesehatan emergensi,
surveilens
terpadu,
pengendalian
pencemaran lingkungan, program air bersih
dan
sanitasi,
serta
pemberdayaan
masyarakat.
Adaptasi dalam pengelolaan bencana
di negeri yang memang rawan bencana,
penduduk
di
wilayah
pesisir
dapat
melakukan adaptasi pencegahan bencana
dengan “membuat perlindungan” yaitu
menanam tanaman penghadang seperti
pohon
mangrove,
“mundur”
dengan
bermukim jauh dari pantai “melakukan
penyesuaian” misalnya dengan beralih ke
sumber-sumber nafkah yang lain.
Secara individu, paling gampang
dilakukan adalah melakukan penghematan
dalam segala hal dan meningkatkan
kesadaran akan pentingnya menjaga
lingkungan sekitar, agar perubahan iklim
bumi dapat diminimalisasi untuk menjamin
kualitas hidup dan kesehatan masyarakat
yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Bardasono, S. (2009). Masalah Gizi di
Indonesia.
Majalah
Kedokteran
Indonesia, 491- 494.
SIMPULAN DAN SARAN
Pemanasan
global
memberikan
dampak yang sangat besar terhadap
kehidupan manusia. Dampak yang ekstrim
terjadinya
kematian
akibat
bencana,
kematian karena kelaparan dan gangguan
gizi. Kondisi ini dapat diatasi dengan
85
Bargagli, R. (2005). Antartic Ecosystems:
Environmental Containation, Climate
Change dan Human Impact. Italy:
University of Siena.
Cleugh, H., Smith, M. S., & Michael. (2011).
Climate Change. Australia: CSIRO.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
Downing, T. E., Ollsthoon, A. A., & SJTP, R.
(2002). Climate, Change and Risk. New
York: The Taylor & Francies e - library.
Ebi, K. (2011). Climate Change and Health
Risks : Assesing and Responding to
Them through "Adaptive Management".
Health Affair, 924 - 929.
Fontell, J., & Luchsinger, V. (2011).
Sustainable Efforts to Eradicate Global
Hunger,
Undernourishment
and
Malnutrition. Global Bisiness Issues, 79 81.
Keatinge, J., Easdown, W., R.Y, Y., M.L, C.,
&
Shanmugasundarm,
S.
(2011).
Overcoming chronic malnutrition ina
future warming world: the key importance
of mungbean and vegetable soybean.
Euphytica, 129 - 130.
Keift, J., & Soekarjo, D. (2007). Initial Impact
analysis of the 2006/2007 crop season in
comparison to 1997/1008 and 2002/2003
El Nino events for the Eastern NTT
Region. food and nutritional security
assessment, 1- 20.
Mukono, J. (2010). Toksikologi Lingkungan.
Surabaya: Airlangga University Press.
Patz, J. A., Lendrum, D. C., Tracey, H., &
Foley, J. A. (2005). Impact of Regional
Climate Change on Human Health.
Nature , 310 - 316.
Renzaho, A. M. (2005). Foalnutrition and
Mortality in Maewo and Ambae Islands
Vanuatu. Public Health Nutrition, 798 800.
Rowhani, P., Degomme, O., Sapir, D. G., &
Lambin, E. F. (2011). Malnutrition and
Conflict in East Africa: The Impacts of
Resources Variability on Human Security.
Climate Change, 207-220.
Soemirat,
S.
J.
(2009).
Kesehatan
Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
UNDP. (2007). Sisi Lain Perubahan Iklim.
Jakarta Indonesia: Keen Media.
86
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
PERBEDAAN DENYUT JANTUNG JANIN
(DJJ) SEBELUM DAN SETELAH
DIBERIKAN MUSIK KLASIK PADA IBU
HAMIL TRIMESTER III
DI BPS ENDANG SUMANINGDYAH
KOTA KEDIRI
Finta Isti Kundarti
(Prodi Kebidanan Kediri
Poltekkes Kemenkes Malang)
RE. Wijanti
(Prodi Kebidanan Kediri
Poltekkes Kemenkes Malang)
Dwi Eri Dita Yuniasari
(Prodi Kebidanan Kediri
Poltekkes Kemenkes Malang)
ABSTRACT
Background: Classical music has a
component of beat, rhythm and harmony are
able to repair, maintain physical, mental, and
emotion condition. When listening to music,
the brain processes what it hears, the heart
rate tends to follow or adjust to the speed of
music. This explanation that when listening to
music with a high tempo, showed an increase
heart rate, when listening to music with a low
tempo, heart rate will slow and the body will be
relaxed, including the fetus. Purpose: The
purpose of this study was to determine
differences in FHR before and after being
given classical music in the third trimester
pregnant women. Method: The study design
used was pre experimental study with one
group pre-post test design. Population in the
study were all pregnant women who do the
third trimester of pregnancy in BPS Endang
Sumaningdyah, Kediri by 22 people. The
sample used was in the third trimester
pregnant women who do prenatal care and
met with the study inclusion criteria of the
sampling technique used is total sampling. The
instrument used was a watch, Music Player,
headphones, doppler and observation sheet.
Result: Analyze data using statistical tests Mc.
2
2
Nemar χ h 0.5 and then compare with χ table=
2
2
3.841 so χ h < χ table, then there is no
difference in FHR before and after given
classical music in the third trimester pregnant
women. After listening music, FHR become
change 3 up to 13 dpm. Classical music
should be gave with true technical especially
for pregnant and many another factors
influenced at give classical music.
Keywords: classical music, fetal heart rate,
mother pregnant
87
Latar belakang
Musik merupakan salah satu bagian dari
diri manusia dan menjiwai setiap diri serta
aktivitas manusia. Setiap sel dalam tubuh
manusia mempunyai frekuensi resonansi
alami yang selaras dengan seluruh kesatuan
musik. Setiap bunyi mulai dari yang lembut
seperti nada musik yang murni sampai
dengan yang kasar seperti tembakan pistol,
semuanya mengeluarkan gelombang energi.
Gelombang ini bergetar pada frekuensinya
sendiri, yang kemudian mempengaruhi
segala sesuatu yang dilaluinya (Aprillia,
2011).
Musik bermanfaat bagi ibu hamil dan
janin. Terdapat beberapa penjelasan tentang
pengaruh musik terhadap ibu hamil. Suara
ibu dan musik klasik dapat mengatur cepat
atau lambatnya denyut jantung janin dan
bayi, serta merangsang penambahan berat
badan bayi. Musik akan mempengaruhi
fungsi-fungsi kognitif, yang cenderung
merangsang jantung, paru-paru, dan emosi
serta akan mempengaruhi gerakan fisik.
Saat mendengarkan musik, otak memproses
apa yang didengar, detak jantung cenderung
mengikuti atau menyesuaikan dengan
kecepatan musik yang satuannya bit
permenit. Hal ini menjelaskan bahwa saat
mendengarkan musik dengan tempo yang
tinggi detak jantung meningkat dan saat
mendengar musik dengan tempo yang
rendah, misalnya 55-70 bpm, detak jantung
akan melambat dan tubuh akan menjadi
relaks, termasuk pada janin (Hambuako,
2011).
Terapi musik klasik adalah salah satu
terapi yang tekniknya menggunakan musik
klasik sebagai alat untuk memperbaiki,
memelihara keadaan mental fisik dan emosi.
Musik memiliki komponen beat, ritme dan
harmoni. Teknik ini biasanya digunakan
untuk ibu hamil primigravida dalam
menghadapi akhir kehamilannya atau
menjelang proses persalinan. Musik bagi ibu
hamil dapat mempengaruhi psikologis ibu
dan perkembangan janin di dalam rahim
(Yuanitasari, 2008). Menurut Mickmey (1990,
45) dikutip dari Nurul Aini (2007) bahwa
terapi musik banyak digunakan untuk
mengatasi ketegangan otot, nyeri persalinan
yang
diarahkan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan janin.
Carolyn
Granier-Deferre
(2005)
melakukan penelitian terhadap 50 ibu hamil
yang diperdengarkan musik klasik saat
kehamilannya memasuki trimester akhir.
Hasilnya, DJJ melambat rata-rata 12
kali/menit ketika mendengarkan musik klasik
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
dibandingkan dengan mendengarkan jenis
musik lain. Penelitian tersebut menunjukkan
bahwa sistem pendengaran bayi sudah
terbentuk pada 3 bulan terakhir di dalam
kandungan. Sensor pendengaran yang
disebut kokhlea sudah matang pada 5
minggu menjelang hari kelahiran. Penelitian
Kafali (2010) menunjukkan terjadi perubahan
DJJ dari 130x/menit menjadi 134x/menit
pada ibu hamil trimester III yang
diperdengarkan musik dibandingkan dengan
ibu hamil yang tidak diperdengarkan musik.
Tahun 2002, D.K James melakukan
penelitian tentang proses respon janin
selama di dalam kandungan. Penelitian ini
dibagi menjadi kelompok kontrol yang tidak
diberikan musik dan kelompok eksperimen
yang diberikan musik selama 30 menit. Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
pada
kelompok kontrol rata-rata DJJ 137x/menit
pada menit pertama dan 132x/menit pada
menit ke 2, sedangkan pada janin yang
diberikan musik 138x/menit pada menit ke 1
dan 141x/menit pada menit ke 2. Hal ini
menunjukkan bahwa selama janin diberikan
musik terjadi perubahan pada DJJ yang
menjadi lebih meningkat, sedangkan pada
janin yang tidak diberikan musik tidak terjadi
perubahan pada DJJ.
Penelitian yang dilakukan Al-Qahtani,
N.H (2005) tentang respon janin terhadap
suara dan musik mengatakan bahwa janin
memberikan respon terhadap suara yang
diberikan dari luar dengan gerak janin yang
secara tiba-tiba atau denyut jantung janin
yang bervariasi saat menanggapi suara dari
luar. Penelitian ini melibatkan sepuluh ibu
hamil usia 37-40 minggu, yang diberi
rangsangan
suara
berupa
musik
instrumental (musik gitar Spanyol) atau
suara vokal (ibu membacakan puisi) lalu
sebagai pembanding menggunakan tape
yang dibunyikan dengan mode hening.
Setelah data dikumpulkan dan dianalisis
ternyata gerakan janin dan denyut jantung
selama rangsangan tidak berbeda secara
signifikan dari respon janin saat tidak diberi
rangsangan, namun selama diberikan
rangsangan suara yang diucapkan oleh ibu
dan musik instrumental gitar Spanyol, DJJ
menjadi lebih cepat (Priest, 2010)
Beberapa penelitian musik tidak hanya
mempengaruhi DJJ tetapi juga berpengaruh
terhadap psikologis ibu hamil. Keadaan
psikologis ibu hamil akan mempengaruhi
kondisi janin, sirkulasi darah ibu dan janin
melalui plasenta dapat terganggu, prematur,
asfiksia,
hipertensi,
persalinan
lama.
Kecemasan ibu hamil akan meningkatkan
sekresi adrenalin yang menyebabkan
asidosis metabolik sehingga terjadi hipoksia
janin yang dapat berakibat asfiksia bayi baru
88
ISSN: 2086-3098
lahir. Tanda hipoksia pada janin dapat
diidentifikasi
beberapa
menit
hingga
beberapa hari sebelum persalinan. Adanya
hipoksia kronis intrauterin menyebabkan
retardasi pertumbuhan fetus, tanda-tanda
fetal distress (misalnya bradikardia). Janin
menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin
merupakan dasar untuk memberikan oksigen
konsentrasi tinggi pada ibu dan indikasi
untuk segera mengakhiri kehamilan untuk
mencegah kematian janin atau kerusakan
sistem saraf pusat (Varney, 2006).
Hasil penelitian Sjostrom dan Lili (1997)
menunjukkan bahwa stres ibu, berupa
kecemasan mempengaruhi sirkulasi serebral
janin. Di Amerika Serikat hipoksia intrauterin
dan asfiksia lahir tercatat sebagai penyebab
utama sepersepuluh dari kematian neonatal.
Sindrom kematian bayi mendadak di mana
hipoksia janin telah terbukti menjadi faktor
kunci adalah penyebab utama kematian
ketiga. Angka kejadian hipoksia di Australia
adalah 0,3 – 1,8 yang menyebabkan janin
mati dalam kandungan. Cohen et al, 1989
mengatakan bahwa seorang ibu hamil yang
panik akan menyebabkan abrupsio plasenta
yang menyebabkan kematian janin dan ibu.
Di Indonesia, jumlah kasus kecemasan pada
ibu hamil cenderung meningkat. Menurut
Rinawati Rohsiswatmo, dokter spesialis anak
dari
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia, masalah kesehatan mental pada
ibu hamil kurang diperhatikan dan diabaikan,
sesungguhnya untuk melahirkan bayi sehat,
kondisi ibu harus sehat, fisik maupun mental
serta belum ada data seberapa besar
kecemasan atau masalah kejiwaan lain pada
ibu hamil menyumbang pada angka
kematian bayi namun setiap bulan tak
kurang dari 1.500 bayi meninggal di
Indonesia (Nurhayati, 2008).
Hasil penelitian
di Jawa
Timur,
didapatkan 10 (50%) ibu mengalami
kecemasan
berat
pada ibu
inpartu
primigravida
di
RSUD
dr.Soedomo
Kabupaten Trenggalek (Supartini, 2007)
sedangkan di Puskesmas Gandusari, Blitar
di dapatkan 4 ibu (50%) yang mengalami
cemas pada persalinan kala 1 fase laten
(Ananingsih, 2006). Komplikasi kehamilan
karena hipoksia dan fetal distress tidak
disebutkan secara rinci namun komplikasi
tersebut termasuk dalam penyebab lain dari
komplikasi kehamilan sebanyak 237 pada
tahun 2011 di Kota Kediri.
Berdasarkan studi pendahuluan dari 3
bidan praktik mandiri di Kota Kediri di BPS
Endang Sumaningdyah bulan Januari dari 25
persalinan 1 diantaranya mengalami fetal
distress dan dilakukan rujukan ke fasilitas
yang memadai. BPS Kurniawati, jumlah
persalinan bulan Januari ada 5 dan tidak ada
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
kejadian fetal distress, sedangkan di BPS
Siti Muzaiyanah dari 16 persalinan, 1
diantaranya mengalami fetal distress pada
bulan Januari.
Berdasarkan
uraian
tersebut penulis berminat untuk meneliti
“Perbedaan Denyut Jantung Janin (DJJ)
Sebelum dan Setelah Diberikan Musik Klasik
Pada Ibu Hamil Trimester III Di BPS Endang
Sumaningdyah Kota Kediri”.
Tujuan Penelitian
Mengetahui perbedaan DJJ sebelum dan
setelah diberikan musik klasik pada ibu hamil
trimester III.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah
penelitian pre eksperimental dengan one
group
pre-post
test
design
yaitu
mengungkapkan hubungan sebab akibat
dengan cara melibatkan satu kelompok
subyek. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu hamil trimester III yang
melakukan pemeriksaan kehamilan di BPS
Endang Sumaningdyah Kota Kediri dan
sesuai dengan kriteria inklusi penelitian
sejumlah 22 orang. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah total
sampling atau sampling jenuh yang semua
anggota dari populasi digunakan sebagai
sampel. Tempat yang digunakan untuk
penelitian
adalah
BPS
Endang
Sumaningdyah
Kota
Kediri.
Waktu
pengumpulan data dilakukan pada tanggal
14 Mei – 2 Juni 2012. Instrumen penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jam tangan untuk mengukur waktu
pemberian musik klasik, Music Player
(Multifunction Speaker-Advance Digitals)
sebagai media pemutaran musik serta
headphone untuk ditempelkan di perut ibu,
dan doppler (Hi-Hebe) untuk menilai DJJ
serta lembar observasi. Analisa data
bivariabel dilakukan dengan menggunakan
uji Mc Nemar yang berdistribusi Chi Kuadrat
2
(x ) dengan derajat kesalahan (α) 0,5
sehingga rumus yang digunakan untuk
pengujian hipotesis adalah rumus Chi
Kuadrat.
HASIL PENELITIAN
Bagian ini menguraikan hasil dari
penelitian mengenai perbedaan denyut
jantung janin sebelum dan setelah diberikan
musik klasik pada ibu hamil trimester III di
BPS Endang Sumaningdyah Kota Kediri
dengan jumlah subyek penelitian 22 dengan
89
ISSN: 2086-3098
teknik total sampling yang didapatkan 22
subyek penelitian.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia
Ibu Hamil Trimester III
Usia
>20
20-35
>35
Jumlah
Frekuensi
0
22
0
22
Persentase (%)
0
100
0
100
Tabel 1 menunjukkan bahwa usia subyek
penelitian semuanya berumur antara 20-35
tahun (100%).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Denyut Jantung
Janin (DJJ) Sebelum Diberikan Musik Klasik
DJJ
Normal
Tidak Normal
Jumlah
Tanda
+
-
Sebelum
Diberikan Musik
Klasik
f
22
0
22
%
100
0
100
Berdasarkan Tabel 2 didapatkan bahwa
sebelum diberikan musik klasik, semua
subyek (100%) memiliki DJJ yang normal.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Denyut Jantung
Janin (DJJ) Setelah Diberikan Musik Klasik
DJJ
Normal
Tidak Normal
Jumlah
Tanda
+
-
Sesudah
Diberikan Musik
Klasik
f
20
2
22
%
91
9
100
Tabel 3 menunjukkan setelah diberikan
musik klasik 20 subyek (91%) memiliki DJJ
yang normal sedangkan 2 subyek penelitian
(9%) memiliki DJJ tidak normal.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Denyut Jantung
Janin (DJJ) Sebelum Dan Setelah Diberikan
Musik Klasik
DJJ
Tanda
Normal
Tidak Normal
Jumlah
+
-
Diberikan Musik
Klasik
Sebelum Setelah
f
%
f
%
22 100 20 91
0
0
2
9
22 100 22 100
Tabel 4 merupakan tabel perbedaan DJJ
sebelum dan setelah diberikan musik klasik
pada ibu hamil trimester III bahwa dari 22
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
subyek penelitian sebelum diberikan musik
klasik semuanya (100%) mempunyai DJJ
normal, sedangkan setelah diberikan musik
klasik yang mempunyai DJJ normal ada 20
(91%) dan setelah diberikan musik klasik
mempunyai DJJ tidak normal ada 2 (9%).
Berdasarkan analisa data dengan
menggunakan uji statistik Mc. Nemar
2
didapatkan hasil χ hitung adalah 0,5 kemudian
2
dibandingkan dengan nilai χ tabel yaitu 3,841
2
2
sehingga χ hitung < χ tabel, maka Ho diterima
dan Ha ditolak, yaitu tidak ada perbedaan
DJJ sebelum dan setelah diberikan musik
klasik.
PEMBAHASAN
DJJ Ibu Hamil Trimester III Sebelum
Diberikan Musik Klasik
Hasil penelitian yang ditunjukkan pada
tabel 5.2, bahwa sebelum diberikan musik
klasik pada ibu hamil trimester III mempunyai
DJJ yang normal yaitu antara 120-160 dpm
dari semua subyek penelitian yang
berjumlah 22 subyek penelitian. Hal tersebut
menunjukkan bahwa DJJ normal berkisar
antara 120-160 dpm.
Nilai dasar DJJ diatur oleh alat pacu atrial
dan diseimbangkan oleh suatu mekanisme
saling
mempengaruhi
antara
cabang
simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf
otonom sehingga janin cukup bulan yang
sehat DJJ biasanya antara 110-160 x/menit
akibat interaksi pengaturan yang seimbang
antara sistem saraf tersebut. Janin usia 40
minggu dapat mempunyai DJJ 110-120
x/menit yang dapat mengindikasikan sedikit
peningkatan
pengaruh
kendali
saraf
parasimpatis (Tucker, Susan Martin, 2005).
DJJ juga dipengaruhi oleh penyakit yang
menyertai kehamilan. Ibu yang tidak disertai
penyakit kehamilan mempunyai DJJ yang
masih dalam rentang normal. Menurut
Kurniawan Gondo (2011) salah satu
penyebab dari kelainan detak jantung janin
adalah penyakit yang di derita oleh ibu,
misalnya saja penyakit jantung. Menurut
Mellyna Hullina (2010) penyakit jantung akan
mempengaruhi
pertumbuhan
dan
perkembangan janin dalam kandungan, lain
halnya pada kehamilan dengan jantung yang
normal. Tubuh akan menyesuaikan diri
terhadap perubahan sistem jantung dan
pembuluh darah, yang akan berpengaruh
pada janin.
DJJ dari semua subyek penelitian masih
dalam rentang normal 120-160 x/menit. Hal
tersebut dipengaruhi oleh riwayat kehamilan
subyek penelitian atau penyakit yang
menyertai kehamilan saat ini. Semua subyek
penelitian mempunyai riwayat kehamilan
yang baik, tidak ada penyakit yang menyertai
90
ISSN: 2086-3098
kehamilan seperti pada ibu yang menderita
penyakit jantung, anemia, infeksi oleh
bakteri,
demam,
preeklamsi
dalam
kehamilan sehingga didapatkan DJJ yang
masih dalam rentang normal.
Keadaan
psikologis
ibu
juga
mempengaruhi DJJ, ibu yang merasa tenang
maka janin juga bisa merasakannya dan
salah satu responnya yaitu detak jantungnya
melambat tetapi teratur dan kuat (Anggraeni,
Poppy, 2010). Keadaan psikologis seperti
kecemasan mengakibatkan peningkatkan
sekresi adrenalin yang menyebabkan
asidosis metabolik sehingga terjadi hipoksia
janin dengan tanda gejala seperti DJJ yang
tidak normal (Varney, 2006).
Kondisi ibu hamil yang sehat tanpa
disertai dengan komplikasi atau penyakit
yang menyertai dalam kehamilan seperti
penyakit jantung, anemia, infeksi oleh
bakteri,
demam,
preeklamsi
akan
mempengaruhi
terhadap
transportasi
oksigen dari ibu ke janin melalui plasenta.
Transportasi
oksigen
tersebut
mempengaruhi DJJ, bila transportasi oksigen
melalui plasenta baik maka DJJ dalam
rentang normal sedangkan bila janin dalam
kandungan kekurangan oksigen maka dapat
berakibat pola DJJpun menjadi tidak normal.
Hal tersebut juga dipengaruhi oleh
koordinasi
sistem
saraf
yang
baik,
kemoreseptor, baroresptor dan respon
jantung. Kesehatan ibu dan janin harus
diperhatikan selama kehamilan baik secara
nutrisi, fisik dan psikologis sehingga
kehamilan dapat berjalan dengan baik.
DJJ Ibu hamil Trimester
Diberikan Musik Klasik
III
Setelah
Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan
bahwa ibu hamil trimester III yang setelah
diberikan musik klasik sebanyak 20 subyek
penelitian mempunyai DJJ yang normal
sedangkan sebanyak 2 subyek penelitian
setelah diberikan musik klasik mempunyai
DJJ yang tidak normal. Hal tersebut
menunjukkan bahwa setelah diberikan musik
klasik terjadi perubahan DJJ yaitu berupa
peningkatan DJJ 3 hingga 13 dpm. Meskipun
terjadi peningkatan DJJ, mayoritas masih
dalam rentang normal yaitu antara 120-160
dpm, namun ada juga yang menghasilkan
DJJ yang tidak normal akibat peningkatan
DJJ tersebut.
Musik klasik menggunakan peralihan
dinamik dari lembut sampai keras,
perubahan-perubahan
tempo
dengan
percepatan dan perlambatan. Komponen
musik tersebut mengeluarkan gelombang
energi yang akan berpengaruh terhadap apa
yang dilaluinya. Saat diperdengarkan musik,
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
komponen musik tersebut akan ditangkap
oleh janin kemudian janin memberikan
respon dengan mengikuti komponen musik
tersebut, sehingga mempemgaruhi denyut
jantung dan terjadi perubahan DJJ yang
lebih meningkat yaitu antara 3 hingga 13
dpm.
Musik klasik juga mempengaruhi fungsi
kognitif yang dapat merangsang jantung.
Saat mendengarkan musik, otak memproses
apa yang didengar, detak jantung akan
mengikuti atau menyesuaikan dengan
kecepatan musik tersebut sehingga DJJ
akan mengalami perubahan. Perubahan DJJ
setelah diberikan musik klasik menjadi lebih
meningkat yang masih dalam rentang normal
walaupun terdapat 2 yang memiliki DJJ tidak
normal.
Hal tersebut sesuai untuk setiap bunyi
mulai dari yang lembut seperti nada musik
yang murni termasuk di dalamnya musik
klasik semuanya mengeluarkan gelombang
energi. Gelombang ini bergetar pada
frekuensinya
sendiri,
yang
kemudian
mempengaruhi
segala
sesuatu
yang
dilaluinya (Aprillia, 2011).
Beberapa penelitian musik tidak hanya
mempengaruhi DJJ tetapi juga berpengaruh
terhadap ibu hamil selama kehamilan yang
merangsang jantung, paru-paru dan emosi.
Saat mendengarkan musik, otak memproses
apa yang didengar, detak jantung cenderung
mengikuti atau menyesuaikan dengan
kecepatan musik. Hal ini menjelaskan bahwa
saat mendengarkan musik dengan tempo
yang tinggi detak jantung meningkat dan
saat mendengar musik dengan tempo yang
rendah detak jantung akan melambat
(Hambuako, 2011).
Musik klasik mempunyai komponen
musik yang disesuaikan dengan tubuh dan
dapat mempengaruhi mental fisik dan emosi
ibu terutama pada ibu hamil primigravida
dalam menghadapi akhir kehamilannya atau
menjelang
proses
persalinan
serta
mempengaruhi perkembangan janin dalam
rahim (Yuanitasari, 2008). Salah satu
manfaat musik klasik adalah dapat mengatur
hormon-hormon yang berkaitan dengan
stress (Champbell, 2002). Keadaan stress
dapat berakibat hipoksia intrauterine atau
asfiksia, medula adrenal juga akan
mengeluarkan epinefrin dan nor-epinefrin
yang akan menyebabkan takikardi (Januadi,
2007).
Ibu hamil terutama pada primigravida
sering
mengalami
kecemasan
yang
disebabkan oleh beberapa faktor terutama
dengan usia kehamilan yang semakin
bertambah dan mendekati dengan taksiran
persalinan. Kecemasan yang terjadi pada ibu
91
ISSN: 2086-3098
hamil dapat mempengaruhi DJJ yaitu
perubahan DJJ yang lebih meningkat dari
DJJ tingkat dasar yaitu 120-160 dpm. Hal
tersebut
menunjukkan
bahwa
janin
menanggapi perubahan dalam lingkungan
dalam rahim dan rangsangan eksternal.
Penelitian ini menunjukkan kecemasan ibu
yang dialami selama kehamilan berpengaruh
terhadap DJJ diikuti dengan setelah
diberikannya musik klasik sehingga ibu yang
mengalami kecemasan sedang DJJ menjadi
tidak normal sedangkan dengan kecemasan
ringan mempunyai DJJ yang normal
(Lampiran 10). Ibu yang merasa gelisah
maka detak jantung ibu cepat yang akan
tertangkap oleh janin dan sebaliknya jika ibu
merasa santai maka detak jantung normal
dan janin juga tenang.
Setelah diperdengarkan musik klasik
terjadi perubahan DJJ diikuti dengan tingkat
kecemasan ibu yang dapat mempengaruhi
transportasi oksigen ibu ke janin terganggu
sehingga terjadi peningkatan DJJ antara 3
hingga 13 dpm yang dapat menghasilkan
DJJ menjadi tidak normal. Pemantauan DJJ
selama
kehamilan
untuk
menilai
kesejahteraan janin dan mengidentifikasi
setiap
perubahan
yang
mungkin
berhubungan dengan masalah selama
kehamilan atau persalinan terutama pada
kehamilan yang berisiko tinggi.
Perbedaan DJJ Ibu Hamil Trimester III
Sebelum Dan Setelah Diberikan Musik
Klasik
Menurut
perhitungan
dengan
menggunakan uji statistik Mc. Nemar
2
didapatkan hasil χ hitung adalah 0,5 kemudian
2
dibandingkan dengan nilai χ tabel yaitu 3,841
2
2
sehingga didapatkan χ hitung < χ tabel, maka
Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu tidak ada
perbedaan DJJ sebelum dan setelah
diberikan musik klasik.
Perbedaan tersebut ditunjukkan dari 22
subyek penelitian hanya ada 2 subyek
penelitian yang terjadi perubahan DJJ dari
sebelum diberikan musik klasik DJJnya
normal menjadi tidak normal setelah
diberikan musik klasik sedangkan 20 subyek
penelitian yang lain tidak terjadi perubahan
DJJ dari DJJ normal menjadi normal.
Berdasarkan
perhitungan
dengan
menggunakan uji statistik tidak ada
perbedaan DJJ sebelum dan setelah
diberikan musik klasik namun terjadi
perubahan DJJ berupa peningkatan DJJ
antara 3 hingga 13dpm (Lampiran 10).
Janin di dalam kandungan bisa bereaksi
terhadap suara dengan memberi respon
berupa kontraksi otot, pergerakan, dan
perubahan denyut jantung (Musbikin, 2009).
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
Denyut jantung menanggapi variabelvariabel musik seperti frekuensi, tempo, dan
volume serta cenderung lebih cepat atau
menjadi lebih lambat guna menyamai ritme
suatu bunyi (Campbell, 2002).
Penelitian Kafali (2010) menunjukkan
terjadi perubahan DJJ dari 130x/menit
menjadi 134x/menit pada ibu hamil trimester
III yang diperdengarkan musik dibandingkan
dengan ibu hamil yang tidak diperdengarkan
musik, namun secara uji statistik hasil
tersebut tidak signifikans. Tahun 2002, D.K
James melakukan penelitian tentang proses
respon janin selama di dalam kandungan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
janin yang diberikan musik rata-rata DJJnya
138x/menit pada menit ke 1 dan 141x/menit
pada menit ke 2. Hal ini menunjukkan bahwa
selama janin diberikan musik terjadi
perubahan pada DJJ yang menjadi lebih
meningkat. Erin Larissa (2007) menunjukkan
penelitian bahwa janin akan merespon
terhadap musik dan selama diperdengarkan
musik maka terjadi peningkatan terhadap
DJJ.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
musik klasik meningkatkan DJJ, yang berarti
bahwa selama janin diperdengarkan musik
klasik memberikan
respon berupa
perubahan DJJ. Musik klasik dapat
memberikan rangsangan pada bayi karena
komponen suara yang tergabung di
dalamnya. Komposisi musik klasik yang
disusun berhasil menghadirkan keteraturan
bunyi yang sesuai dengan keadaan rahim
dan menggunakan denyut jantung sebagai
ritmenya. Denyut jantung sebagai ritmenya,
maka janin akan merespon yang ditunjukkan
dengan perubahan DJJnya guna memyamai
komponen musik tersebut.
Pendengaran janin dapat diketahui
dengan memeriksakan denyut jantung janin
dan gerakan janin apakah konsisten
terhadap perubahan setelah pemaparan
berulang terhadap suara. Tahun 2002, D.K
James melakukan penelitian tentang proses
respon janin selama di dalam kandungan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
janin yang diberikan musik rata-rata DJJnya
138x/menit pada menit ke 1 dan 141x/menit
pada menit ke 2. Hal ini menunjukkan bahwa
selama janin diberikan musik terjadi
perubahan pada DJJ yang menjadi lebih
meningkat
Keadaan psikologis seperti kecemasan
ibu hamil akan mempengaruhi kondisi janin,
sirkulasi darah ibu dan janin melalui plasenta
dapat
terganggu,
prematur,
asfiksia,
hipertensi, persalinan lama. Kecemasan ibu
hamil akan meningkatkan sekresi adrenalin
yang menyebabkan asidosis metabolik
sehingga terjadi hipoksia janin dengan tanda
92
ISSN: 2086-3098
gejala seperti DJJ yang tidak normal
(takikardi) (Varney, 2006).
Perubahan DJJ dipengaruhi juga oleh
kecemasan ibu mulai ringan, sedang dan
berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebanyak 20 subyek penelitian mempunyai
kecemasan ringan yang sebelum dan
setelah diberikan musik klasik mempunyai
DJJ yang normal. Perubahan DJJ dari
normal menjadi tidak normal terjadi pada 2
subyek penelitian yang ternyata mempunyai
kecemasan sedang.
Berawal dari kecemasan ibu yang
berngaruh
terhadap
DJJ
yang
mengakibatkan
meningkatnya
sekresi
adrenalin yang menyebabkan asidosis
metabolik sehingga terjadi hipoksia janin
yang ditandai dengan peningkatan DJJ.
Peningkatan DJJ tersebut disertai dengan
diperdengarkan musik klasik yang juga
mempengaruhi denyut jantung janin sebagai
respon janin dalam menyamai komponen
pada musik klasik yang berakibat DJJ lebih
meningkat.
Musik klasik tidak memberikan pengaruh
terhadap perubahan DJJ dari normal atau
tidak normal maupun sebaliknya, meskipun
DJJ tetap normal namun perubahan DJJ
bervariasi dari 3 hingga 10 dpm. Musik klasik
diikuti dengan keadaan psikologis atau
kecemasan
ibu
hamil
dapat
juga
mempengaruhi perubahan DJJ.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan penelitian adalah: 1) DJJ ibu
hamil trimester III sebelum diberikan musik
klasik semuanya masih dalam rentang
normal, 2) DJJ ibu hamil trimester III setelah
diberikan musik klasik sebagian besar masih
dalam rentang normal, 3) Tidak ada
perbedaan DJJ sebelum dan setelah
diberikan musik klasik pada ibu hamil
trimester III.
Saran yang diajukan adalah : 1) Bagi
Tempat Penelitian, terapi musik dapat
dilakukan dirumah dengan panduan lagu dan
gubahan
pilihan
sesuai
usia
dan
manfaatnya, cara pemberian musik klasik
juga harus sesuai dengan keadaan ibu
hamil, suasana, cara memperdengarkannya,
waktu dan juga memperhatikan faktor lain
yang mempengaruhi ibu hamil saat diberikan
music, 2) Bagi Institusi Pendidikan, hasil
penelitian dapat digunakan sebagai referensi
untuk penelitian selanjutnya dan dalam
melakukan penelitian lebih memperhatikan
lagi faktor pengganggu yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian khususnya
yang berhubungan dengan pemberian musik
klasik, kecemasan atau keadaan ibu hamil
saat diperdengarkan musik.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
DAFTAR PUSTAKA
Angraeni, Poppy. (2010) Serba-serbi Senam
Hamil. Intan Media, Yogyakarta
Aprillia, Y. (2011) Pengaruh Musik Pada Ibu
dan Bayi Dalam Kandungan. Diakses 1
Februari
2012
<http://www.bidankita.com/index.php?opt
ion=com_content&view=article&id=179:p
engaruh-musik-pada-ibu-dan-bayi-dalamkandunga&catid=40:monthlyguide&Itemid=34yessie>.
Campbell, D. (2002) Efek Mozart. Jakarta,
Gramedia Pustaka.
Carr, R.V. (2008) Cara Baru Mendidik Anak
Sejak Dalam Kandungan. Bandung,
Kaifa.
Cunningham, F. G. (2006) Obstetri Williams.
Jakarta, EGC.
Day, Erin Larissa. (2007) Fetal Learning:
Unimodal And Multimodal Stimulus
Effects. Queen’s University Kingston,
Ontario, Canada.
Evariny, A. (2006) Teknik & Saat Tepat
Memberi Terapi Musik. Diakses 4 Maret
2012
<http://www.hypnobirthing.web.id/?p=101>.
Gondo,
Harry
Kurniawan.
(2010)
Kardiotografi Mengerti dan Memahami
Pemantauan Denyut Jantung Janin.
EGC, Jakarta.
Hambuako. (2011) Pengaruh Musik Pada
Kehamilan. Diakses 2 Februari 2012
Dinas Kesehatan Banggai.
Hidayat, A. A. A (2009) Metode Penelitian
Kebidanan Dan Teknik Analisis Data.
Jakarta, Salemba Medika.
Hopkins, J. (2006) External and Internal
Heart Rate Monitoring of the Fetus.
Diakses
10
Februari
2012
<http://www.hopkinsmedicine.org/healthli
brary/test_procedures/gynecology/extern
al_and_internal_heart_rate_monitoring_o
f_the_fetus_92,P07776/>
Januadi, J & Santana, S. (2007) Standarisasi
Pemantauan
Kesejahteraan
Janin.
Pengalaman RSPAD Gatot Soebroto
Ditkesad / FK UPN Veteran Departemen
Obstetri dan Ginekologi RSPAD Gatot
Soebroto Ditkesad Fakultas Kedokteran
UPN Veteran, Jakarta.
93
ISSN: 2086-3098
James, D.K, C.J Spencer. (2002) Fetal
Learning : A Prospective Randomized
Controlled Study. Ultrasound Obstet
Gynecol : 20 : 431-438
Kafali, H. (2010) Efect Of Maternal Anxiety
And Music On Fetal Movements And
Fetal Heart Rate Patterns.
Kisilevsky. (2004) Maturation Of Fetal
Responses To Music. Developmental
Science 7:5, pp550-559.
Kurniawan. (2011) Manfaat Musik Bagi
Penyembuhan Dan Kesehatan. Diakses
1
Februari
2012
<http://elearning.unesa.ac.id/myblog/rikadian-kurniawan/manfaat-musik-bagipenyembuhan-dan-kesehatan.pdf>
Ladewig, P.W. (2006) Buku Saku Asuhan
Ibu dan Bayi Baru Lahir. Jakarta, EGC.
Mansjoer, A. (2005) Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta, Media Aesculapius.
Manuaba, I. (2010) Ilmu Kebidanan,Penyakit
Kandungan, dan Keluarga Berencana.
Jakarta, EGC.
Masenchipz. (2005) Pop Dan Rock Buat
Nyenyak Tidur Bayi. Diakses 7 Februari
2012
<http://kompas.co.id/read/xml/2008/12/03
/09324884/lagu.pop.dan.rock.bikin.nyeny
ak.bayi>.
Merritt, S. (2003) Simfoni Otak 39 Aktivasi
Musik yang Merangsang IQ, EQ, SQ
untuk Membangkitkan Kreativitas &
Imajinasi. Bandung, Kaifa.
Musbikin, I. (2009) Kehebatan Musik Untuk
Mengasah
Kecerdasan
Anak.
Yogyakarta, Power Books.
Nursalam. (2008) Konsep Dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta, Salemba Medika.
Parncutt,
Richard.
2006.
Prenatal
Development. McPHER Chap 1
Priest, J. (2010) Fetal Responses To Music.
Journal Of Te early Childhood Music And
Movements Assosiation Volume 5 No 2.
Rasyid, F. (2010) Cerdaskan Anakmu
dengan Musik. Yogyakarta, Diva Press.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
Sastroasmoro, S. (2008) Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta, CV.
Sagung Seto.
Setiawan, A & Saryono. (2010) Metodologi
Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1 dan
S2. Yogyakarta, Nuha Medika.
Sugiyono. (2007) Statistik Untuk Penelitian.
Bandung, CV Alfabeta.
Sukendro, T. (2008) Musik Dan Dampaknya
Bagi Kehidupan (Kapita Selekta Lk3Youth With A Vision). Diakses 18
Februari
2012
<http://www.inchrist.net/artikel/ywav/musik_dan_dampa
knya_bagi_kehidupan>.
Tan, S. (2010) Psychology Of Music : From
Sound To significance Sample. Diakses
25
Januari
2012
<http://www.psypress.com/psycology-ofmusic-9781841698687>.
Varney, H. (2006) Buku Ajar
Kebidanan. Jakarta, EGC.
Asuhan
Wheeler, L. (2004) Buku Asuhan Kebidanan
Antepartum & Pascapartum. Jakarta,
EGC.
Whitwell, G. (2005) Importance Of Prenatal
Sound & Music. Diakses 25 Januari 2012
<http://www.birthpsychology.com>.
Wiknjosastro, H. (2002) Ilmu Kebidanan.
Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Yuanitasari, L. (2008) Terapi Musik untuk
Anak Balita. Yogyakarta, Cemerlang
Publishing.
94
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN
PELAKSANAAN PROGRAM SKRINING
KANKER SERVIKS DENGAN METODE
INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI
PUSKESMAS KOTA KEDIRI
Ira Titisari
(Prodi Kebidanan Kediri
Poltekkes Kemenkes Malang)
ABSTRAK
Latar belakang: Jumlah kasus kanker
serviks di Kota Kediri terus mengalami
kenaikan dari 165 kasus menjadi 170 dan
175 kasus pada tahun 2004,2005 dan 2006.
Deteksi dini kanker serviks dengan
menggunakan
metode
IVA
telah
dilaksanakan antara lain di Kota Kediri.
Cakupan IVA (Inspeksi Visual Asam asetat)
kumulatif di Kota Kediri pada tahun ke tiga
adalah 7,96 % jauh dari target yaitu 60 %.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan program skrining kanker
serviks metode IVA di Puskesmas Kota
Kediri. Metode: Jenis penelitian ini adalah
observasional dengan pendekatan Cross
Sectional. Pengumpulan data dilakukan
dengan angket dan observasi. Populasi
adalah petugas yang sudah dilatih IVA.
Pemilihan subjek dilakukan secara purposif,
dengan kriteria inklusi sehingga diperoleh 33
subjek. Analisis data dilakukan dengan uji
Rank Spearman dan Regresi Logistik
Ganda. Hasil: Hasil penelitian 92 %
pelaksanaan skrining kanker serviks metode
IVA baik,83,4 % petugas menerima dan
melaksanakan komunikasi dengan baik, 78,5
% sumber daya sudah baik, 99,5 % petugas
mempunyai disposisi yang baik, 94,9 %
struktur birokrasi sudah baik. Ada hubungan
faktor komunikasi dan struktur birokrasi
dengan pelaksanaan program skrining
kanker serviks metode IVA di Puskesmas
Kota Kediri. Faktor yang paling kuat
berhubungan pelaksanaan program skrining
kanker serviks metode IVA adalah
komunikasi (p = 0,045) dan struktur birokrasi
(p = 0,045). Simpulan: Disimpulkan bahwa
pelaksanaan program skrining kanker
serviks metode IVA sudah baik dan hal ini
depengaruhi oleh faktor komunikasi dan
struktur birokrasi yang baik.
Kata kunci: Inspeksi visual asam asetat,
komunikasi, struktur birokrasi,
Pusat Kesehatan Masyarakat
95
Latar Belakang
Kanker serviks merupakan masalah
kesehatan yang penting bagi wanita di
seluruh dunia. Pada tahun 2001 kanker
serviks merupakan jenis kanker ke dua yang
paling umum pada perempuan dan dialami
oleh lebih dari 1,4 juta perempuan di seluruh
dunia. Pada tahun 2000 setiap tahun lebih
dari 460.000 kasus terjadi dan sekitar
231.000 perempuan meninggal karena
penyakit kanker serviks. Di Indonesia
menurut data dari Sistim Informasi Rumah
Sakit (SIRS) tahun 2007 kanker serviks
menempati urutan ke dua setelah kanker
payudara, untuk pasien rawat inap (11,78 %)
1,2
dan pasien rawat jalan (17,00 %).
Jumlah
kasus kanker serviks di Kota Kediri terus
mengalami kenaikan yaitu tahun 2004 : 165
kasus, tahun 2005 : 170 kasus, tahun 2006 :
175 kasus.
Sejak tahun 2004 di Indonesia dikenal
adanya metode baru untuk skrining awal
kanker serviks yaitu dengan metode IVA
(Inspeksi Visual dengan Asam asetat).
Pemeriksaan IVA merupakan pemeriksaan
pada mulut rahim (serviks) dengan
mengoleskan asam asetat 3-5 % pada
serviks dan mengamati selama 1 - 2 menit
adanya plak putih yang menebal (epithel
acetowhite ). IVA merupakan suatu tes yang
secara visual digunakan untuk mendeteksi
lesi pra ganas pada serviks. IVA dapat
diterapkan pada berbagai situasi dan
kondisi,
karena
tidak
memerlukan
pemeriksaan laboratorium dan
hasilnya
akan cepat didapat. Terapi dapat langsung
dilakukan bersama dengan pemeriksaan.Tes
ini mudah dilaksanakan dan dapat
dilaksanakan oleh dokter umum, bidan dan
paramedis yang telah dilatih pemeriksaan
3
IVA.
Program skrining kanker serviks metode
IVA sudah dilaksanakan sejak akhir tahun
2009, dengan kelompok sasaran yaitu
wanita usia 30-50 tahun (yang sudah
melakukan hubungan seksual). Target yang
ditentukan oleh Kemenkes RI adalah 80 %
dicapai dalam 5 tahun. Untuk cakupan
kumulatif program skrining kanker serviks
metode IVA di Kota Kediri pada tahun 2009
adalah 1,36 %, tahun 2010 adalah 5,06 %
4
dan tahun 2011 adalah 7,96 %.
Hasil survey pendahuluan terhadap
5 orang bidan yang melayani skrining kanker
serviks metode IVA di empat Puskesmas
Kota Kediri didapat keterangan bahwa target
untuk skrining IVA belum jelas. Setelah
pelatihan
setiap
petugas
diwajibkan
melakukan skrining pada 100 orang
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
kelompok sasaran, namun setelah target
tersebut terpenuhi tidak ada target lanjutan,
sehingga mereka tidak berusaha untuk
mengejar target. Mereka juga mengatakan
bahwa agak sulit dalam membaca hasil
skrining IVA sehingga perlu koordinasi
dengan
petugas
yang
lain.
Ada
keterbatasan meja ginekologi dan lampu
halogen, sehingga tidak semua Pustu
melayani skrining kanker serviks metode
IVA. Daftar tilik skrining kanker serviks
metode IVA dan konseling langkahlangkahnya terlalu banyak sehingga sulit
untuk dihafalkan. Kegiatan sosialisasi
skrining kanker serviks metode IVA
dilaksanakan pada saat kegiatan posyandu
karena tidak ada alokasi dana khusus untuk
kegiatan sosialisasi ke masyarakat.
ISSN: 2086-3098
meliputi aspek komunikasi, sumber daya,
disposisi dan struktur birokrasi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian observasional dengan pendekatan
Cross
Sectional.
Pengumpulan
data
dilakukan dengan angket dan observasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah petugas
yang sudah dilatih IVA yaitu sebanyak 37
orang.
Pemilihan
sampel
dengan
menggunakan teknik Purposive Sampling,
dengan kriteria inklusi adalah petugas yang
melayani IVA, sehingga didapatkan sampel
penelitian sebanyak 33 orang. Analisis data
bivariabel dilakukan dengan uji Rank
Spearman dan
multivariabel dengan
Regresi Logistik Ganda.
Tujuan Penelitian
HASIL PENELITIAN
Menganalisis
faktor-faktor
yang
berhubungan pelaksanaan program skrining
kanker serviks metode IVA di Puskesmas
Kota Kediri
Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah jumlah kasus kanker serviks di Kota
Kediri terus mengalami kenaikan yaitu tahun
2004 : 165 kasus, tahun 2005 : 170 kasus,
tahun 2006 : 175 kasus. Program skrining
kanker serviks metode IVA di Kota Kediri
sudah dilaksanakan sejak tahun 2009,
namun keberhasilan program belum sesuai
dengan harapan. Hal ini dibuktikan dengan
pencapaian target kumulatif pada tahun
2009-2011 sebesar 7,96 %. Cakupan
tersebut masih jauh dibawah target tahunan
Kota Kediri sudah menginjak tahun ke tiga
yaitu sebesar 48 % (dari target 80 % oleh
Kemenkes yang harus dicapai dalam 5
tahun). Berdasarkan survey pendahuluan
terhadap 5 orang bidan yang melayani
skrining kanker serviks metode IVA di empat
Puskesmas
Kota
Kediri
didapatkan
keterangan bahwa target untuk skrining IVA
belum jelas, ada kesulitan dalam pembacaan
hasil skrining IVA dan keterbatasan meja
ginekologi serta lampu lampu halogen.
Mereka juga mengatakan bahwa daftar tilik
konseling dan skrining kanker serviks
metode IVA terlalu banyak sehingga sulit
untuk dihafal. Sosialisasi skrining kanker
serviks metode IVA dilaksanakan pada saat
kegiatan posyandu karena tidak ada dana
khusus untuk kegiatan sosialisasi. Dari
gambaran diatas maka akan diteliti faktorfaktor
yang
berhubungan
dengan
pelaksanaan program skrining kanker
serviks metode IVA di Kota Kediri yang
96
Responden dalam penelitian ini berumur
antara 24 – 54 tahun dengan masa kerja
antara 2–35 tahun, hampir semua responden
(97 %) sudah berpendidikan DIII ke atas,
yaitu D1 bidan: 3,0%, D3 bidan: 78,8%, dan
dokter: 18,2%.
Komunikasi tentang skrining kanker
serviks metode IVA yang diperoleh pada
waktu pelatihan dan yang diberikan kepada
masyarakat tergolong baik untuk (83,4 %)
responden. Hal ini dibuktikan dengan
jawaban responden bahwa sebagian besar
responden mengatakan sering menanyakan
kepada
pasien
yang
datang
untuk
kesediaanya menjalani skrining, pelatihan
skrining kanker serviks metode IVA tidak
hanya menggunakan metode ceramah saja,
tetapi juga menggunakan demonstrasi
dengan menggunakan model dan praktek
lapangan,
program IVA dan langkahlangkah pelaksanaan IVA disampaikan
secara konsisten dan jelas oleh semua
fasilitator. Masih ada sebagian responden
yang hanya kadang-kadang saja masuk
dalam berbagai kegiatan yang ada di
masyarakat dalam melakukan sosialisasi
program IVA karena tidak ada dana khusus
untuk kegiatan sosialisasi. Sosialisasi
biasanya dilakukan bersamaan dengan
kegiatan posyandu.
Sumber daya
dalam pelaksanaan
program IVA yang meliputi kecukupan SDM,
pemahaman dan kompetensi petugas, dana
serta fasilitas tergolong baik untuk (78,5 %)
responden. Hal ini dibuktikan dengan
jawaban
responden
sebagian
besar
responden mengatakan bahwa pasien yang
datang melakukan skrining dapat langsung
dilayani oleh petugas, dalam membaca hasil
skrining petugas merasa sudah yakin benar,
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
adanya program baru skrining kanker serviks
metode IVA tidak membuat program lain
menjadi
terganggu,
sebagian
besar
responden mengatakan setuju bahwa
sasaran program skrining kanker serviks
metode IVA adalah wanita usia 30-50 tahun
yang sudah berhubungan seksual, target
program 80% dicapai dalam 5 tahun dan tes
IVA dapat dilaksanakan kapan saja dalam
siklus menstruasi. Fasilitas untuk program
IVA (85,7%) sudah ada, cukup dan dapat
digunakan. Pelayanan skrining kanker
serviks metode IVA tidak dilaksanakan
setiap hari tetapi hanya 2 kali dalam satu
minggu, hal ini dikarenakan keterbatasan
jumlah tenaga terlatih yang ada dan
mengefektifkan pelayanan. Dana untuk
melakukan sosialisasi program IVA ke
masyarakat sebagian besar tidak ada,
sosialisasi
biasanya
dilaksanakan
bersamaan dengan kegiatan posyandu
dengan sasaran ibu yang menimbangkan
bayinya ke posyandu, sehingga sasaran
kurang meluas.
Disposisi dalam program IVA yang
meliputi komitmen, kejujuran dan sifat
demokratis petugas pelaksana program IVA
tergolong baik untuk (99,5%) responden.
Hal ini dibuktikan dengan jawaban
responden
bahwa
sebagian
besar
responden selalu memberikan konseling
sebelum melakukan tes IVA, memperhatikan
prinsip kenyamana dan privasi pasien saat
melakukan tes IVA, memperhatikan prinsip
PI, dalam melakukan tes IVA selalu
mengikuti langkah-langkah sesuai SOP,
melakukan anamese dengan lengkap,
memberitahukan hasil pemeriksaan pada
pasien, mencatat semua hasil pemeriksaan,
memberitahukan
tentang
pemilihan
pengobatan yang tepat dan memberikan
solusi bagi pasien dengan hasil tes IVA
positif yang tidak punya biaya untuk
pengobatan.
Struktur birokrasi dalam program IVA
yang meliputi SOP dan fragmentasi
tergolong baik untuk (94,9 %) responden.
Hal ini dibuktikan dengan jawaban
responden
bahwa
sebagian
besar
responden setuju SOP konseling dan
skrining kanker serviks metode IVA sudah
ada, SOP sudah jelas dan mudah dipahami,
SOP sudah relevan untuk dilaksanakan dan
penanggungjawab program skrining kanker
serviks di Puskesmas dan Pustu adalah
Kepala Puskesmas.
Pelaksanaan program IVA yang meliputi
pencatatan, konseling dan skrining tergolong
baik untuk (92%) responden. Hal ini
dibuktikan dengan format catatan medik
pasien semua diisi dengan lengkap,
pelaksanaan skrining sebagian besar
97
ISSN: 2086-3098
langkah-langkah sudah dilakukan dengan
baik dan
konseling sebagian besar
responden sudah baik namun semua
responden belum memperhatikan privasi
pasien pada waktu konseling, hal ini
disebabkan karena di Puskesmas dan Pustu
semua belum disediakan ruangan khusus
untuk konseling.
Analisis bivariabel dengan menggunakan
uji korelasi Rank Spearman didapatkan hasil
adanya hubungan positif antara komunikasi
dan struktur birokrasi dengan pelaksanaan
program skrining kanker serviks metode IVA
di Kota Kediri. Hasil uji korelasi Rank
Spearman dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ringkasan hasil uji korelasi Rank
Spearman antara variabel bebas dengan
variabel pelaksanaan program IVA
Variabel
bebas
Komunikasi
Nilai
r
0,428
Nilai
p
0,013
Sumber
daya
Disposisi
0,117
0,518
0,426
0,013
Struktur
birokrasi
0,326
0,064
Hasil
Korelasi
bermakna
Tidak ada
korelasi
Tidak ada
korelasi
Korelasi
bermakna
Analisis multivariabel dilakukan dengan
uji regresi logistik ganda diperoleh hasil
bahwa variabel komunikasi dan struktur
birokrasi mempunyai hubungan paling kuat
dengan pelaksanaan program skrining
kanker serviks metode IVA di Kota Kediri.
Hasil uji regresi logistik ganda dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Ringkasan hasil uji korelasi Rank
Spearman antara variabel bebas dengan
variabel pelaksanaan program IVA.
Variabel bebas
(Exp) B Nilai p
Komunikasi
7,247
0,045
Struktur
birokrasi
7,247
0,045
PEMBAHASAN
Ada hubungan antara komunikasi
dengan
pelaksanaan
program
IVA.
Penyaluran komunikasi yang baik akan
dapat menghasilkan suatu implementasi
5 .
yang baik pula. Hasil penelitian ini sesuai
dengan Penelitian Suhariati (2010), bahwa
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ada hubungan antara komunikasi dengan
implementasi program Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR) di Puskesmas
8
wilayah Kabupaten Kediri tahun 2010.
Pelaksanaan sosialisasi program IVA lebih
sering di posyandu, sehingga sasarannya
terbatas pada ibu-ibu yang membawa balita
nya ke posyandu saja. Sosialisasi dapat
ditingkatkan dengan masuk ke berbagai
kegiatan yang ada di masyarakat (arisan,
pengajian), penyebaran leaflet, pemasangan
poster, lokakarya, kunjungan rumah dan
mengadakan musyawarah desa.
Tidak ada hubungan antara sumber daya
dengan pelaksanaan program IVA. Sumber
daya merupakan hal penting dalam
mengimplementasikan kebijakan, namun
dengan sumber daya terutama dana yang
terbatas program IVA Di Kota Kediri dapat
berjalan dengan baik. IVA merupakan suatu
metode skrining kanker serviks dengan
menggunakan peralatan sederhana yang
sudah ada. Bahan habis pakai yang
digunakan juga sederhana dan murah.
Bahan habis pakai untuk program IVA
diperoleh dari Dinkes Propinsi, namun
distribusinya
tidak
teratur.
Hal
ini
mengakibatkan kadang tidak tercukupinya
kebutuhan bahan habis pakai, yang diatasi
dengan menggunakan bahan habis pakai
program lain yaitu KB (Keluarga Berencana).
Distribusi bahan habis pakai seharusnya
dilakukan secara terjadwal. IVA adalah
metode skrining kanker serviks yang dapat
dilakukan dengan sumber daya yang
1
terbatas.
Tidak ada hubungan antara disposisi
dengan pelaksanaan program IVA. Disposisi
adalah watak dan karakteristik yang dimiliki
oleh implementor, seperti: komitmen,
kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila
implementor memiliki disposisi yang baik,
maka akan dapat menjalankan kebijakan
dengan baik seperti apa yang diinginkan
oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor
memiliki sikap atau perspektif yang berbeda
dengan pembuat kebijakan, maka proses
implementasi kebijakan juga menjadi tidak
6
efektif. Dengan watak dan karakteristik dari
implementor yang baik saja tidak dapat
mencapai sasaran dan tujuan program jika
tidak didukung oleh kecukupan SDM terlatih,
fasilitas dan dana yang cukup.
Ada hubungan antara struktur birokrasi
dengan pelaksanaan program IVA. Hasil
penelitian ini sesuai dengan Penelitian Siti
Halimatusyaadiah (2011), bahwa ada
hubungan antara struktur birokrasi dengan
implementasi program P4K (Perencanaan
13
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi).
Dua karakteristik menurut Edward III, yang
dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi/
98
ISSN: 2086-3098
organisasi ke arah yang lebih baik adalah :
melakukan Standar Operating Prosedures (
5
SOP ) dan melaksanakan fragmentasi.
Namun demikian dengan SOP yang
langkah-langkahnya terlalu banyak dan
fragmentasi yang kurang jelas, pelaksanaan
IVA di Kota Kediri dapat berjalan dengan
baik, karena hal ini didukung dengan
petugas pelaksana program IVA adalah
dokter dan bidan yang (42,4 %) masa
kerjanya sudah lebih dari 20 tahun, sehingga
mereka sudah banyak pengalaman dan
trampil dalam melakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan tes IVA hampir sama langkahlangkahnya dengan pemeriksaan ginekologi
yang sudah sering dilaksanakan oleh bidan
dan dokter.
Hasil
uji
multivariabel
dengan
memasukkan
variabel
bebas
yaitu
komunikasi dan struktur birokrasi secara
bersama-sama menunjukkan bahwa semua
variabel
bebas
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
variabel
terikat
pelaksanaan skrining kanker serviks metode
IVA yaitu komunikasi (p = 0,045) dan struktur
birokrasi (p = 0,045). Implementasi yang
efektif terjadi apabila para pembuat
keputusan sudah mengetahui apa yang akan
mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa
yang akan mereka kerjakan dapat berjalan
dengan baik, sehingga setiap keputusan
kebijakan dan peraturan implementasi harus
ditransmisikan (dikomunikasikan) kepada
bagian personalia yang tepat. Selain itu
kebijakan yang dikomunikasikan pun harus
tepat, akurat dan konsisten. Komunikasi
(pentransmisian informasi) diperlukan agar
para pembuat keputusan dan para
implementor akan semakin konsisten dalam
melaksanakan setiap kebijakan yang akan
9
diterapkan dalam masyarakat.
Setiap
kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan
baik jika terjadi komunikasi efektif antara
pelaksana program (kebijakan) dengan para
kelompok sasaran (target group). Tujuan dan
sasaran dari program / kebijakan dapat
disosialisasikan secara baik sehingga dapat
menghindari adanya distorsi atas kebijakan
10
dan program.
Dua karakteristik menurut
Edward III, yang dapat mendongkrak kinerja
struktur birokrasi / organisasi ke arah yang
lebih baik adalah : melakukan Standar
Operating
Prosedures
(SOP)
dan
melaksanakan fragmentasi. SOP adalah
suatu kegiatan rutin yang memungkinkan
para pegawai (pelaksana kebijakan /
administrator / birokrat) untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan setiap harinya sesuai
dengan standar yang ditetapkan (standar
minimum
yang
dibutuhkan
warga).
Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah
upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
kegiatan atau aktivitas-aktivitas
9
diantara beberapa unit kerja .
ISSN: 2086-3098
pegawai
SIMPULAN
Faktor yang berhubungan dengan
pelaksanaan program skrining kanker
serviks metode IVA di Kota Kediri adalah
komunikasi dan struktur birokrasi, keduanya
mempunyai hubungan yang kuat .
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. Buku Acuan Pencegahan
Kanker Leher Rahim dan Kanker
Payudara.
Departemen
Kesehatan.
Jakarta. 2007
2. Kepmenkes
RI
Nomor
796/
Menkes/SK/VII/2010 tentang Pedoman
Teknis Pengendalian Kanker Payudara
dan Kanker Leher Rahim, Jakarta. 2010,
http://www.hukor.depkes.go.id/uploadkep
menkes/KMK/%20No.%20796%20ttg%k
anker%20rahim.pdf. diakses tanggal 4
November 2011
3. Depkes RI. Modul Pelatihan Kanker
Serviks
dan
Payudara.Departemen
Kesehatan, Jakarta. 2007
4. Dinas Kesehatan Kota kediri, Profil Dinas
Kesehatan Kota Kediri Tahun 2010, kota
Kediri. 2010
5. Agustino, L. Dasar-dasar Kebijakan
Publik. Alfabeta, Bandung, 2008
6. Subarsono, AG. Analisis Kebijakan
Publik, Edisi Ketiga, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2009
7. Indiahdono, D. Kebijakan Publik. Geva
Media, Yogyakarta, 2009
8. Suhariati, Analisis Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi Implementasi Program
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR)
di
Puskesmas
Wilayah
Kabupaten Kediri Tahun 2010, Tesis
MIKM Undip Semarang, 2010
9. Halimatusyaadiah,S. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Implementasi Program
Perencanaan
Persalinan
Dan
Pencegahan Komplikasi ( P4K ) Oleh
Bidan Desa Di Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Lombok Timur
Tahun 2011, Tesis MIKM Undip
Semarang 2011
99
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
HUBUNGAN PENGGUNAAN PIL ORAL
KOMBINASI (POK) DENGAN LIBIDO
AKSEPTOR KB DI DESA SLUMBUNG
KECAMATAN NGADILUWIH
KABUPATEN KEDIRI
Finta Isti Kundarti
(Prodi Kebidanan Kediri
Poltekkes Kemenkes Malang)
Erna Rahma Yani
(Prodi Kebidanan Kediri
Poltekkes Kemenkes Malang)
Ayu Rohma Hastutik
(Prodi Kebidanan Kediri
Poltekkes Kemenkes Malang)
ABSTRACT
Background:
Combine
oral
contraseptive has benefits contraceptive
besides, also have drawbacks and side
effects, one of which changes in libido.
Slumbung village has the largest acceptors
pills family planning in Kediri, some 105
people, a preliminary study with interviews 5
people POK acceptor , 3 people said they
had experienced pain during sexual
intercourse. The purpose of this study was to
determine the relationship with the libido
combined oral contraseptive use of family
planning
acceptors.
Method:
Survey
research method used analytical, cross
sectional study design. The population in this
study is the acceptor COC they work as a
house wife aged 25 years some 19 people,
the sampling technique is total sampling.
Measuring instrument in the form of a
questionnaire. Statistical tests used are
Fisher Exact test. The results showed 17
respondents COC obedient in use, 18
respondents did not experience changes in
libido. Result: The results of Fisher's Exact
test statistic with SPSS programe is p (0.89)
> α (0,05), then Ho is accepted, meaning
that there was no association between the
use of COC with the libido of family planning
acceptors. Conclussion: The conclusion of
this study is the use of COC does not affect
acceptor’s libido. Should be a place of family
planning services also provides counseling
about side effects of combined oral
contraseptive
Keywords: Combined Oral Cotraceptive,
use
of
Combined
Oral
Cotraceptive Libido
100
Latar belakang
Indonesia dihadapkan kepada masalah
kependudukan yaitu jumlah penduduk yang
sangat besar, pertumbuhan penduduk yang
cepat, penyebaran penduduk yang tidak
merata, komposisi struktur penduduk yang
tidak seimbang dan mobilitas penduduk yang
tinggi.Pemerintah Menempuh jalan untuk
memecahkan masalah di atas antara lain
dengan melaksanakan program Keluarga
Berencana (Meilani dkk, 2010).
Keluarga berencana adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan,
pengaturan
kelahiran,
pembinaan
ketahanan
keluarga
dan
peningkatan kesejahteraan keluarga untuk
mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan
sejahtera (UU No.10, 1992). Salah satu
tugas
pokok
pembangunan
keluarga
berencana adalah melalui pengaturan
kelahiran. Kebijakan yang dapat dilakukan
adalah hal yang berkaitan dengan jumlah
anak ideal, jarak kelahiran anak yang ideal,
dan usia ideal untuk melahirkan (Wilopo,
2008).
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 1997 menunjukkan
turunnya Total Fertility Rate (TFR) dari 3,02
menjadi
2,78.
Salah
satu
faktor
penyebabnya adalah keberhasilan program
keluarga
berencana
di
Indonesia.
Keberhasilan
ini
ditunjang
dengan
penggunaan
atau
pemakaian
alat
kontrasepsi. Hak untuk memilih kontrasepsi
sepenuhnya tergantung calon akseptor
(Hartanto, 2004).
Pemilihan kontrasepsi yang digunakan
oleh wanita perlu mempertimbangkan
pengaruh metode tersebut terhadap fungsi
reproduksi sekaligus kesejahteraan umum.
Alasan
penghentian
atau
perubahan
penggunaan kontrasepsi adalah efek
samping yang dirasakan. Sampai saat ini
tidak ada satupun alat kontrasepsi yang
bebas dari kegagalan, efek samping serta
komplikasi (Hartanto, 2004).
Suntikan dan pil KB masih banyak
diminati sebagai alat KB oleh pasangan usia
subur di Indonesia yang masing – masing
sebesar 50,2% dan 28,3%. (BKKBN, 2010),
di Jawa Timur kontrasepsi suntik menempati
urutan pertama sebesar 66,10%, sedangkan
KB Pil menempati urutan kedua yaitu
sebesar 23,32% (BKKBN, 2010).
Terlepas dari berbagai keberhasilan dan
keuntungan program KB tersebut ternyata
kontrasepsi hormonal tidak terlepas dari
berbagai
kekurangan
terutama
yang
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
berhubungan
dengan
efeknya
pada
kesehatan.
Khususnya
hormon
yang
terkandung dalam kontrasepsi tersebut bila
digunakan dalam jangka waktu yang lama
ternyata dapat menimbulkan berbagai efek
samping yang merugikan salah satunya
adalah alat KB ini ternyata juga bisa
menyebabkan depresi dan mempengaruhi
dorongan seks (Yogi, 2009).
Alat kontrasepsi umumnya memiliki efek
samping, salah satunya pil KB, meski
pengaruhnya berbeda pada tiap wanita,
namun efek samping yang terjadi antara lain,
mual, mastalgia, perdarahan rembesan,
depresi, perubahan libido (Everett, Suzane.
2008),
banyak
wanita
melaporkan
mengalami
penurunan
libido
saat
mengkonsumsi pil KB antara lain, tak ada
hasrat bercinta, berkurangnya produksi
pelumas di area intim dan sulit mencapai
kepuasan seksual. Salah satu penyebabnya,
hormon (estrogen dan progesteron) yang
terkandung dalam pil dapat mengikat
testosteron, hormon yang bertaggung jawab
atas sebagian besar libido. Beberapa wanita
mengakui mereka mengalami perubahan
suasana hati dan depresi saat menggunakan
pil KB salah satu alat kontrol kehamilan
mengandung hormon. Hormon progesteron
dalam pil KB dapat menurunkan kadar
serotonin di otak. Tingkat serotonin yang
rendah dapat memicu timbulnya depresi.
Data yang diperoleh dari Dinkes
Kabupaten Kediri, Akseptor KB pil di
Kecamatan Ngadiluwih Wilayah Kerja
Puskesmas Wonorejo sebesar 14,5%, desa
Slumbung merupakan desa dengan jumlah
akseptor KB POK terbanyak yaitu sejumlah
105 orang dengan jumlah prosentase
sebesar 31,15% dari keseluruhan jumlah
akseptor KB aktif, dari studi pendahuluan
yang dilakukan dengan wawancara pada 5
orang akseptor POK, 3 orang mengatakan
pernah mengalami sakit saat melakukan
hubungan seksual, dan membutuhkan waktu
yang lama untuk mencapai kepuasan.
Tujuan Penelitian
Mengetahui ada atau tidaknya hubungan
penggunaan pil oral kombinasi (POK)
dengan libido pada akseptor KB.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian survei
analitik dengan desain penelitian cross
sectional. Penelitian ini akan meneliti tentang
hubungan antara penggunaan pil oral
kombinasi (POK) dengan libido akseptor KB.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
akseptor KB POK berusia 25 tahun, karena
101
ISSN: 2086-3098
pada usia 25 tahun kadar hormon estrogen
dan progesteron berada pada puncak
tertinggi, sehingga pada umumnya puncak
libido terjadi pada usia ini (Laura berhman,
2012) dan tidak bekerja, sejumlah 19 orang
responden. Sampel diambil dengan cara
Total Sampling yaitu semua anggota
populasi merupakan sampel penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Desa Slumbung,
Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri.
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 26-29
Juni 2012. Alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah lembar cek list yang
berisi 8 pernyataan tertutup tentang libido
dan
8
pernyataan
tertutup
tentang
penggunaan
POK.
Analisis
bivariat
menggunakan uji fisher exact yang
memungkinkan kita untuk menguji hubungan
antara dua variabel yang berskala data
nominal, apabila syarat uji chi-square tidak
terpenuhi yaitu dimana N<20 dan nilai E<5.
HASIL PENELITIAN
Bab ini memaparkan hasil penelitian
untuk mengetahui hubungan penggunaan pil
oral kombinasii dengan penurunan libido
akseptor KB di Desa Slumbung Kecamatan
Ngadiluwih Kabupaten Kediri. Pengambilan
data dilaksanakan 26-29 Juni 2012 pada 19
orang responden dengan cara melakukan
kunjungan rumah.
Data yang disajikan berupa data umum
dan khusus. Data umum meliputi karakteritik
responden penelitian yaitu pendidikan,
sedangkan
data
khusus
meliputi
penggunaan POK dan libido pada akseptor
POK.
Dari penelitian yang dilakukan pada 19
orang responden di Desa Slumbung
Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri
didapat hasil, 47% responden berpendidikan
terakhir SD, 32% SMP, dan 21% SMA.
Hasil dari pengisian kuesioner tentang
penggunaan Pil Oral Kombinasi (POK)
adalah 89,47% patuh dan 10,53% tidak
patuh.
Sedangkan mengenai libido responden,
didapat hasil bahwa, 94,74% responden
tidak
mengalami
penurunan
libido,
selebihnya (5,26%) mengalami penurunan
libido.
Berdasarkan tabel silang antara
penggunaan POK dengan libido akseptor
KB, dari 19 orang responden akseptor pil
oral
kombinasi
di
Desa
Slumbung
Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri
diketahui bahwa Akseptor Pil Oral Kombinasi
(POK) yang patuh dalam penggunaan POK
sebanyak 17 responden, 5,26 % mengalami
penurunan libido, dan 84,21% tidak
mengalami penurunan libido. Sedangkan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
yang tidak patuh dalam penggunaan POK,
sebanyak 2 orang responden, seluruhnya
tidak mengalami penurunan libido.
Tabel 1. Hubungan Penggunaan Pil Oral
Kombinasi (POK) dengan Libido Akseptor
KB di Desa Slumbung Kecamatan
Ngadiluwih Kabupaten Kediri
Libido
Penggunaan
Tidak
POK
Menurun
menurun
Patuh
1
16
(5,26%) (84,21%)
Tidak Patuh
0
2
(0%)
(10,53%)
1
18
Total
(5,26%) (94,73%)
Total
17
(89,47%)
2
(10,53%)
19
(100%)
Dari hasil uji statistik dengan Fisher
Exact Test didapatkan nilai p = 0,89 dan
nilai ini lebih besar dari
= 5%. Dengan
ketentuan bila nilai p ≥ α . Maka Ho diterima,
artinya
tidak ada hubungan
antara
penggunaan Pil Oral Kombinasi (POK)
terhadap libido akseptor KB di Desa
Slumbung
Kecamatan
Ngadiluwih
Kabupaten Kediri.
Berdasarkan diagram1 menunjukkan
bahwa, dari penelitian yang dilakukan pada
19 orang responden di Desa Slumbung
Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri,
didapat hasil 17 responden patuh dalam
penggunaan Pil Oral Kombinasi (POK), 2
responden tidak patuh dalam penggunaan
Pil Oral Kombinasi (POK).
Kepatuhan adalah suatu kondisi yang
tercipta dan terbentuk melalui proses dari
serangkaian perilaku yang menunjukkan
nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,
keteraturan dan ketertiban. Sikap atau
perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau
sama sekali tidak dirasakan sebagai beban,
bahkan sebaliknya akan mebebani dirinya
bila mana ia tidak dapat berbuat
sebagaimana lazimnya (Prijadarminto, 2003)
yang dikutip Dilla (2012).
PEMBAHASAN
Penggunaan POK
Menurut Hasibuan (2003) yang dikutip
Dilla (2012), faktor yang mempengaruhi
akseptor KB dalam melakukan KB yaitu,
pendidikan,
pekerjaan,
jumlah
anak,
dukungan suami ( perhatian, informasi,
finansial).
Menurut Kodyat yang dikutip Dilla (2012),
tingkat pendidikan turut menentukan mudah
tidaknya
seseorang
menyerap
dan
memahami
tentang
suatu
informasi.
102
Karakteristik responden berdasarkan hasil
penelitian
adalah
hampir
setengah
responden yaitu 47,37% atau sejumlah 9
orang berpendidikan SD, sebagian kecil
yaitu 31,58 % atau 6 orang berpendidikan
smp 4 orang berpendidikan SMA. Hasil
tabulasi data yang dilakukan, didapatkan ada
2 responden yang termasuk dalam kriteria
tidak patuh dalam penggunaan POK, dan
masing-masing berpendidikan SD dan SMA,
dengan kata lain tidak satupun responden
yang menempuh pendidikan terakhir SD
yang tidak patuh dalam penggunaan POK.
Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan tidak
mutlak mempengaruhi tingkat penyerapan
suatu
informasi.
Tetapi
juga
perlu
diperhatikan faktor – faktor lain yang juga
ikut
mempengaruhi.
Misalnya
dalam
penelitian ini, seluruh responden adalah IRT,
sebagai ibu rumah tangga, karena hampir
setiap
hari
berada
dirumah,
maka
memungkinkan
ibu
dapat
mendapat
informasi
tentang
POK
dan
cara
penggunaannya dari berbagai sumber,
misalnya dari TV, radio, tetangga dekat,
kader pemegang program KB, serta dari
bidan desa setempat. Suatu informasi yang
berulang-ulang
didapat
menyebabkan
mudahnya mengingat informasi tersebut,
khususnya dalam penggunaan pil oral
kombinasi dengan benar.
Libido Akseptor KB POK
Libido/hasrat seksual adalah keinginan
untuk melakukan hubungan seks. Menurut
Sigmud Freud hasrat atau dorongan seksual
dikarakteristikan
dengan
bertumbuhnya
secara bertahap sampai puncak intensitas
diikuti dengan penurunan tiba-tiba dari
rangsangan. Ahli psikologis kontemporer
memandang libido sebagai potensi dasar
manusia walaupun berakar pada biologi
munusia, (hormon) terbentuk karena budaya
dan pengalaman. Libido adalah dorongan
dasar manusia untuk reproduksi dan potensi
berdasarkan biologis untuk mendapatkan
kenikmatan dari tindakan yang berhubungan
dengan kontak fisik misalnya syaraf di kulit
dan membran mukosa yang dibentuk oleh
pengalaman dalam pertumbuhan dalam
suatu keluarga atau masyarakat (Everett,
2008).
Berdasarkan Diagram 5.2 menunjukkan
bahwa, dari penelitian yang dilakukan pada
19 orang responden di Desa Slumbung
Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri
didapat hasil bahwa ada 18 responden
(94,74%) yang tidak mengalami penurunan
libido, 1 responden (5,26%) mengalami
penurunan libido.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
Menurut Farida (2008), libido adalah
hasrat seksual yaitu energi yang berasal dari
rangsangan insting, penurunan libido dapat
terjadi dari penyebab psikologis yang salah
satunya adalah stress. Stress juga
dipengaruhi status pekerjaan, yaitu semakin
berat pekerjaan yang dijalani maka tingkat
stress juga akan semakin tinggi, dalam
penelitian ini responden memiliki status
pekerjaan yang sama yaitu tidak bekerja
secara formal, tetapi responden menjalankan
pekerjaan ibu rumah tangga, sehingga
responden lebih banyak menghabiskan
waktu dirumah yang sangat mungkin
memiliki waktu istirahat yang lebih banyak
dibandingkan dengan pekerja formal, hal ini
dapat menekan tingkat stress ibu, sehingga
tubuh dapat relaksasi, dan meningkatkan
hormon serotonin.
Serotonin pada batang otak merupakan
neurotransmitter dan membantu seseorang
mencapai kepuasan, termasuk kenikmatan
yang dirasakan pada saat orgasme.
Serotonin
bisa
meningkatkan
gairah
biasanya dengan bekerjasama dengan
dopamin (Farida, 2008) sehingga tidak ada
penurunan libido yang terjadi.
Karakteristik responden berdasarkan usia
adalah sama yaitu, akseptor POK usia 25
tahun. Wanita usia ± 25 tahun umunya libido
berada pada puncaknya, disebabkan
meningkatnya kadar hormon estrogen.
Pemakaian KB hormonal dalam hal ini pil
KB, walaupun mengubah kadar hormonhormon yang berkaitan dengan libido, tetapi
kadarnya
masih
tetap
bisa
stabil
dipertahankan, sehingga perubahannya tidak
terlalu signifikan.
Psikologi ibu berhubungan dengan
tingkat
stress
dan
tingkat
stress
berhubungan
dengan
hormon
yang
mengendalikan mood dan suasana relaks
dalam tubuh seseorang yaitu hormon
serotonin. Akseptor POK kadar hormon
serotonin dipengaruhi kandungan hormon
progesteron
dalam
POK,
dimana
progesteron dapat menekan kadar hormon
serotonin, tetapi kadar hormon ini juga
dipengaruhi
oleh
kondisi
psikologis
seseorang. Responden dalam penelitian ini
seluruhnya adalah ibu rumah tangga,
pekerjaan ibu rumah tangga bukan berarti
dapat dikatakan pekerjaan yang ringan,
tetapi karena selalu berada dirumah
sehingga memungkinkan ibu beristriahat
dengan optimal bahkan ibu dapat tidur
disela-sela aktiftasnya. Kondisi tubuhpun
dalam kondisi relaks, kondisi ini dapat
meningkatkan kadar hormon serotonin,
sehingga kadarnya dapat tetap stabil,
walaupun kandungan progestron dalam POK
menekan kadar hormon ini.
103
ISSN: 2086-3098
Hubungan
penggunaan
Pil
Oral
Kombinasi (POK) dengan libido akseptor
KB
Berdasarkan
tabel
silang
antara
penggunaan dengan libido Pil Oral
Kombinasi (POK) Dari 19 0rang responden
akseptor Pil Oral Kombinasi di Desa
Slumbung
Kecamatan
Ngadiluwih
Kabupaten Kediri diketahui bahwa akseptor
Pil Oral Kombinasi (POK) yang patuh dalam
penggunaan POK sebanyak 17 orang
responden, 5,26 % responden akseptor POK
mengalami penurunan libido, 84,21%
responden akseptor POK tidak mengalami
penurunan libido. Sedangkan yang tidak
patuh dalam penggunaan POK, sebanyak 2
orang
responden,
seluruhnya
tidak
mengalami penurunan libido.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,89
dan nilai ini lebih besar dari
= 5%, dengan
ketentuan bila nilai p≥ α, maka Ho diterima,
artinya tidak ada hubungan antara
penggunaan Pil Oral Kombinasi (POK)
dengan libido akseptor KB di Desa
Slumbung
Kecamatan
Ngadiluwih
Kabupaten Kediri.
Penggunaan
kontrasepsi
POK
menimbulkan efek pula pada fungsi endokrin
yang mana terjadi penghambatan sekresi
gonadotropin pituitari. Estrogen diketahui
mampu mengubah struktur dan fungsi
adrenal. Estrogen yang diberikan secara oral
atau diberikan dengan dosis tinggi akan
meningkatkan konsentrasi plasma globulinα2 yang mengikat Cortisol (Globulin pengikat
Corticosteroid).
Konsentrasi
plasma
kemungkinan meningkat dua kali lipat lebih
pada individu yang tidak mendapat
pengobatan, dan ekskresi cortisol bebas
dalam urine juga meningkat. Ditemukan
bahwa respon ACTH terhadap pemberian
metyraphone menurun oleh pengaruh
estrogen dan kontrasepsi oral.
Preparat-preparat
ini
dapat
menyebabkan perubahan dalam sistem
angiotensin-aldosteron.
Aktivitas
renin
plasma didapati meningkat, dan juga
meningkatkan sekresi aldosteron. Globulin
pengkiat-thyroxin meningkat, Akibatnya,
jumlah kadar – kadar plasma thyroxin (T4)
meningkat lebih besar dibanding kadar yang
terlihat selama kehamilan. Estrogen juga
meningkatkan kadar SHBG plasma dan
menurunkan kadar plasma androgen bebas
dengan cara meningkatkan ikatannya.
Sejumlah besar estrogen kemungkinan
menurunkan androgen melalui supresi
gonadotropin (Bertram G katzung, 2002),
androgen dalam tubuh wanita adalah
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
hormon yang merangsang dorongan seksual
(Sarifuddin, 2011).
Kehilangan libido merupakan salah satu
gejala jangka panjang yang dialami wanita
yang
menggunakan
kontraepsi
oral
kombinasi, yang akan mengubah kebiasaan
seksualitas (Martin H Johnson & Barry J.
Everitt, 2003).
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi
proses tersebut, salah satunya adalah
tingkat stress dan usia akseptor KB, apabila
sesorang sedang dalam keadaan tidak
stress maka kadar hormon serotonin pada
batang
otak
meningkat,
dimana
neurotransmitter ini membantu seseorang
mencapai kepuasan, termasuk kenikmatan
yang dirasakan pada saat orgasme.
Serotonin
bisa
meningkatkan
gairah
biasanya dengan bekerjasama dengan
dopamin (Farida, 2009), selain itu faktor usia
juga memegang peranan penting dimana
pada usia 20-30 tahun libido meningkat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara penggunaan
POK dengan libido pada akseptor POK, hal
ini tidak terlepas dari faktor hormonal dan
tingkat
stress
pada
akseptor
KB.
Berdasarkan teori hubungan penggunaan
POK
dengan
libido
akseptor
KB,
Penggunaan POK dapat mempengaruhi
terjadinya penurunan libido,
dimana
kandungan
hormon
estrogen
dan
progestron, menjadi faktor ketidakstabilan
hormonal tubuh termasuk hormon yang
berfungsi dalam naik turunnya libido, yang
pertama
karena
kandungan
hormon
progesteron yang menekan kadar hormon
serotonin, kemudian baru disusul dengan
hormon estrogen yang meningkatkan SHBG
plasma dan menurunkan kadar hormon
androgen dengan meningkatkan ikatannya,
kemudian terjadilah depresi dan libido
menurun, tetapi serotonin dengan fungsinya
sebagai hormon relaksin juga dipengaruhi
kondisi psikologi yaitu, apabila stressor yang
dialami besar maka kadar hormon serotonin
menurun, sebaliknya dalam kondisi tingkat
stress
yang
rendah
kadar
hormon
serotoninpun meningkat. Ditunjang dengan
karakteristik responden berdasarkan usia
yaitu usia 25 tahun, terjadi puncak libido,
maka disinilah walaupun responden patuh
dalam penggunaan POK tetapi tidak akan
mempengaruhi kondisi libido dari akseptor
POK.
Kombinasi
(POK)
tidak
mengalami
perubahan libido, 3) Tidak terdapat
hubungan antara penggunaan Pil Oral
Kombinasi (POK) dengan libido akseptor KB.
Saran yang diajukan adalah : 1) Bagi
tempat penelitian, dapat dijadikan sebagai
refensi
dalam
memberikan
konseling
mengenai efek samping KB POK bagi
akseptor baru maupun akseptor lama, 2)
Bagii peneliti selanjutnya, dapat dijadikan
sebagai
refensi
dalam
memberikan
konseling mengenai efek samping KB POK
bagi akseptor baru maupun akseptor lama.
SIMPULAN DAN SARAN
Everett, S. (2008). Buku Saku Kontrasepsi
Dan Kesehatan Seksual Reproduktif.
EGC, Jakarta
Simpulan penelitian adalah: 1) Hampir
seluruh akseptor Pil Oral Kombinasi (POK)
patuh dalam penggunaan Pil Oral Kombinasi
(POK), 2) Hampir Seluruh akseptor Pil Oral
104
DAFTAR PUSTAKA
Accadilla. (2012). Tinjauan Pustaka. diakses
tanggal 10 Juli 2012 pukul 11.02
WIB<http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/
107/jtptunimus-gdl-acaaddilla-5344-3babii.pdf>
Baziad, A. (2008). Kontrasepsi Hormonal.
BPSP, Jakarta
Brehman, Laura. (2012). Gejolak Hormon
Perempuan Berdasarkan Usia. Diakses
tanggal 10 Juli 2012 Pukul 11.02
WIB<http://health.idweblink.com/index.ph
p/blog/detail/563
/Gejolak-Hormon
Perempuan-Berdasarkan-Usia-JakartaHormon-memiliki-efek-yang-luar
biasapada-libido--Kehidupan-seks-yanggemilang-adalah-sesuatu-yang
kitasemua-ingin-memiliki-tanpa-memandangusia--Ketika-hubungan seksual-kurangmemuaskan-akan-mempengaruhikesehatan-fisik-dan
mental-Hubunganantara-libido-dan-hormon-perempuanselalu mengalami.html>
BKKBN.
(2010).
Angka
Penapaian
Kontrasepsi Provinsi Jawa Timur.
diakses tanggal 17 Februari 2012 pukul
15.00 WIB http://www.bkkbn.go.id
Budiarto, E. (2002). Biostatistika Untuk
Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
EGC, Jakarta
Cumow, B, et all. (2011). Libido Rendah.
Diakses tanggal 11 februari 2012 pukul
00.30
<http://www.newsmedical.net/health/Low-Libido
%28Indonesian%29.aspx>
Farida .
(2009).
Sembilan
hormon
pembangkit gairah seksual. Harian Media
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
Indonesia Online.10 februari 2010
<http://www.mediaindonesia.com/mediap
erempuan/read/2009/06/19/1758/5/Semb
ilan-Hormon-Pembangkit-GairahSeksual>
Rosmalasari, Ummi. 2009.Kontrasepsi Pil
Oral Kombinasi. Diakses tanggal 23 Mei
2012
Pukul
07.00<
http://ursbabel.blogspot.com/2012/04/kon
trasepsi-pil-oral-kombinasi.html>
Hartanti, H. (2011). Keluarga Berencana dan
Kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta
Sariffudin. (2011). Fungsi hormon pada
wanita. Diakses tanggal 10 februari 2012
pukul
05.00
WIB<http://doctorjflazz.blogspot.com/201
1/03/fungsi-hormon-pada-wanita.html>
Heffner, L.J. (2006). At a Glance Sistem
Reproduksi. EMS, Jakarta
Hidayat, A.A.A. (2007). Metode Penelitian
Kebidanan dan Teknik Analisis Data.
Salemba Medika, Jakarta
Johnson, M.H. & Barry, J.E. (2003).
Essential
Reproduction.
Blackwell
Publishing,USA
Katzung, B. (2002). Farmakologi Dasar dan
Klinik. Salemba Medika, Jakarta
Kusmiran, E. (2011). Kesehatan Reproduksi
Remaja dan Wanita. Salemba Medika,
Jakarta
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Salemba Medika, Jakarta
Sirait, D.F.H, dkk. (2009). Kuesioner
Psikoseksual. Fakultas Psikologi UI,
Bandung
Sumantri, Bambang. (2012). Libido. Diakses
tanggal 05 Juli 2012 pukul 09.25
WIB<http://mantrinews.blogspot.com/201
2/02/libido.html>
Tim Penyusun Buklet dorongan seksual.
(2012). Buklet Dorongan Seksual.
DEPDIKNAS; BANK DUNIA; BKKBN,
Cilacap
Yogi. (2009). Pengaruh Penggunaan Pil Kb
terhadap penurunan libido WUS. Diakses
tanggal 16 Februari 2012 pukul 03.00
http://myzonaskripsi.blogspot.com/2011/0
5/hubungan-penggunaan-kontrasepsi-pilkb.html
Priyono, H. (2011). Good Orgasm God Bless
You. Galeri Ilmu, Yogyakarta
Proverawati, A, dkk. (2010). Panduan
Memilih Kontrasepsi. Nuha Medika,
Yogyakarta
Rachmadi, A. (2008). Disfungsi Seksual.
Diakses tanggal 11 februari 2011 Pukul
18.30
WIB
<http://eprints.undip.ac.id/16266/1/Agus_
Rachmadi.pdf 2008>
Riyanto, A. (2011). Aplikasi Metodologi
Penelitian
Kesehatan.
Bantul,
Yogyakarta.
Rohadi. (2012). Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Minat Belajar Belajar.
Diakses 10 juli 2012 Pukul 11.02
WIB<http://hadi.guruindonesia.net/profil.html>
Rosdiansyah. (2012). Gawat Pil KB Ternyata
Bisa Bikin Libido Drop. Diakses tanggal 3
April
2012
pukul
23.30
WIB
http://www.lensaindonesia.com/2012/01/
12/gawat-pil-kb-ternyata-bisa-bikin-libidodrop.html
105
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG
TUA TENTANG PEMBERIAN MAKAN
KEPADA BALITA DENGAN KEJADIAN
OBESITAS BALITA USIA 2-5 TAHUN
Koekoeh Hardjito
(Prodi Kebidanan Kediri
Poltekkes Kemenkes Malang)
Siti Asiyah
(Prodi Kebidanan Kediri
Poltekkes Kemenkes Malang)
Santy Irene Putri
(Prodi Kebidanan Kediri
Poltekkes Kemenkes Malang)
ABSTRAK
Latar belakang: Salah satu faktor yang
memengaruhi terjadinya obesitas balita
adalah pengetahuan orang tua
tentang
pemberian makan kepada balita. Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan pengetahuan orang tua tentang
pemberian makan kepada balita dengan
kejadian obesitas balita usia 2-5 tahun.
Metode: Desain yang digunakan adalah
analitik cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh orang tua dan
balita usia 2-5 tahun dalam 1 gugus PAUD
Kecamatan Kota, Kota Kediri, sebanyak 186.
Teknik sampling yang digunakan adalah
simple random sampling, dengan jumlah
sampel 127 orang tua dan balita. Hasil:
Berdasarkan hasil penelitian, seluruh orang
tua balita sejumlah 127 responden memiliki
pengetahuan berkategori baik mengenai
pemberian makan kepada balita dengan
angka kejadian obesitas sejumlah 13 balita.
Melalui uji fisher exact, didapatkan hasil
bahwa tidak terdapat hubungan antara
pengetahuan orang tua tentang pemberian
makan kepada balita dengan kejadian
obesitas balita usia 2-5 tahun. Simpulan:
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa
kejadian obesitas balita tidak dipengaruhi
oleh pengetahuan orang tua tentang
pemberian makan, akan tetapi dapat
dipengaruhi oleh faktor lain. Saran:
Diharapkan pihak terkait memerhatikan
balita yang berstatus gizi lebih dengan
memberikan penyuluhan tentang obesitas
melalui
kegiatan
parenting
yang
dilaksanakan.
Kata
kunci:
106
Pengetahuan, Pemberian
Makan, Obesitas
Latar Belakang
Kegemukan (obesitas) mulai menjadi
masalah
kesehatan
diseluruh dunia,
bahkan
WHO
menyatakan
bahwa
kegemukan (obesitas) sudah merupakan
suatu epidemi global, sehingga sudah
merupakan suatu problem kesehatan yang
harus segera ditangani . Di Indonesia,
terutama di kota-kota besar, dengan adanya
perubahan gaya hidup yang menjurus ke
westernisasi dan sedentary berakibat pada
perubahan pola makan / konsumsi
masyarakat yang merujuk pada pola makan
tinggi kalori, tinggi lemak dan kolesterol,
terutama terhadap penawaran makanan siap
saji ( fast food ) yang berdampak
meningkatkan risiko kegemukan (obesitas)
(Diba, 2010).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan
prevalensi
kegemukan
(obesitas)
di
kalangan balita Indonesia terus meningkat.
Prevalensi
kegemukan
pada
balita
mengalami kenaikan dari 12,2 persen pada
2007 menjadi 14 persen pada 2010 (Lusia,
2011).
Damayanti menyebutkan bahwa hasil
penelitian yang dilakukan di empat belas
kota besar di Indonesia, angka kejadian
kegemukan (obesitas) pada anak tergolong
relatif tinggi, antara 10-20% dengan nilai
yang terus meningkat hingga kini (Suhardja,
2010).
Ancaman kegemukan (obesitas) pada
anak-anak di Jatim semakin tinggi, tercatat
angka prevalensi balita gemuk mencapai
17,1 persen (Susilawati, 2011). Menurut Rini
Sekartini saat talkshow Kelebihan Asupan
Gula Tambahan di Jakarta mengungkapkan
ditemukan 7.7 persen anak mengalami gizi
lebih. Sebanyak 20 persen anak mengalami
kegemukan (obesitas) di TK (Taman KanakKanak) dan 17.1 persen di PAUD
(Pendidikan Anak Usia Dini) (Sutriyanto,
2011).
Tiga faktor yang berpengaruh terhadap
berkembangnya kegemukan (obesitas), yaitu
genetik, lingkungan dan psikologis (Zullies,
2010). Namun, berdasarkan hasil penelitian
Badan International Obesitas Task Force
(ITF) dari badan WHO yang mengurusi anak
kegemukan (obesitas), 99% karena faktor
lingkungan, sedangkan yang dianggap
genetik biasanya bukan genetik tetapi akibat
faktor lingkungan (Darmono, 2006). Selain
itu para ilmuwan juga sepakat bahwa
kegemukan (obesitas) pada anak cenderung
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
terjadi akibat faktor lingkungan daripada
faktor genetic (Farmacia, 2007).
Telah lama diamati bahwa bayi yang lahir
dari orang tua yang kegemukan (obesitas)
akan mempunyai kecenderungan untuk jadi
gemuk. Bila salah satu orang tua obesitas,
kira-kira 40%-50% anak-anaknya akan
kegemukan (obesitas). Sementara bila
kedua orang tua kegemukan (obesitas), 80%
anak-anaknya akan kegemukan (obesitas)
(Akhmad, 2011).
Menurut Tinuk Agung Meilany, sekitar
95% kegemukan (obesitas) anak disebabkan
aspek nutrisional, sedangkan 5% adalah
penyebab lain, seperti penyakit atau kelainan
hormon. Nutrisi berkaitan dengan pola
makan mulai dari jenis makanan sampai
perilaku makan yang berlebihan – baik porsi
maupun frekuensinya. Tentunya, aktivitas
fisik yang kurang, akibat obat (steroid), atau
faktor gaya hidup juga amat berpengaruh
(Anestia, 2010). Bedasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Wiwit Rahayu, menunjukkan
bahwa balita lebih sering mengkonsumsi
makanan jajanan. Sebagian besar anak
balita (66,67%) mengkonsumsi makanan
jajanan ≥ 4 kali (Rahayu, 2003). Penelitian
Damayanti juga menunjukkan bahwa
kegemukan (obesitas) kerap terjadi pada
golongan anak yang lebih senang jajan.
Sayangnya, penjelasan ilmiah mengenai hal
ini masih simpang siur. Sampai saat ini para
dokter harus puas dengan predikat
‘multikausal’ sebagai penyebab kegemukan
(obesitas),
keadaannya
sangat
multidimensional. Tidak hanya terjadi pada
golongan sosioekonomi tinggi, sering pula
pada sosioekonomi menengah hingga
menengah ke bawah (Farmacia, 2007).
Melihat adanya dampak yang sangat
buruk bagi kesehatan anak-anak yang
memiliki berat badan yang berlebih, maka
sudah menjadi tanggung jawab setiap orang
tua
untuk
lebih
waspada
dalam
memperhatikan
kondisi
anak-anaknya
dengan memenuhi gizinya secara seimbang
serta membiasakan anak-anak untuk
beraktivitas fisik (Suhardja, 2010). Dr. David
Haslam, dokter yang mengepalai Forum
Obesitas Nasional mengatakan bahwa peran
bidan yang aktif berkunjung ke rumah untuk
memberikan informasi makanan yang sehat
kepada calon ibu sangatlah penting, karena
kehidupan obesitas anak-anak dimulai
sebelum lahir ketika ibu hamil. Disamping itu,
praktek bidan harus lebih fokus kepada gaya
hidup dan soal obesitas karena prioritas
untuk memberikan ASI merupakan hal
penting untuk melawan obesitas (Wibowo,
2010).
Dari uraian masalah di atas, kejadian
obesitas pada balita terus meningkat, serta
107
ISSN: 2086-3098
kurangnya pengetahuan orang tua tentang
pemberian
makan
kepada
anak.
Pengetahuan yang kurang ini dapat
menyebabkan perilaku yang salah dalam
memberikan dan mengawasi pola makan
anaknya.
Rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian
Rumusan masalah penelitian ini adalah
“Apakah ada hubungan pengetahuan orang
tua tentang pemberian makan kepada balita
dengan kejadian obesitas balita usia 2-5
tahun?” Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui
mengetahui
hubungan
pengetahuan orang tua tentang pemberian
makan kepada balita dengan kejadian
obesitas balita usia 2-5 tahun. Manfaat yang
diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
bahan masukan untuk pemberian konseling
dan penanganan obesitas balita usia 2-5
tahun.
.
METODE PENELITIAN
Penelitian analitik korelasi ini dilakukan
pada bulan April hingga Mei 2012 di PAUD
Kecamatan Kota Kota Kediri dengan
menggunakan pendekatan cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
orang tua dan balita usia 2-5 tahun dalam 1
gugus PAUD Kecamatan Kota sebanyak 186
orang dengan sampel sebesar 127 orang.
Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Simple Random
Sampling.
Data tentang variabel bebasnya yaitu
pengetahuan orang tua didapat dari
kuesioner yang diisi sendiri oleh orang tua
balita. Variabel terikat tentang obesitas
didapatkan melalui pengukuran berat badan
dan tinggi badan balita. Penilaian variabel
pengetahuan orang tua dikategorikan
sebagai berikut: pengetahuan baik dan
cukup menjadi pengetahuan baik (56% 100%), sedangkan pengetahuan kurang dan
tidak baik menjadi pengetahuan kurang
(<56%). Sedangkan variable obesitas
diperoleh dari pengukuran indek masa
tubuh, balita dikategorikan dalam 2
kelompok yaitu obesitas dan tidak obesitas
Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan fisher probability exact test
untuk membuktikan hipotesa penelitian.
HASIL PENELITIAN
Seluruh orang tua, yakni 127 responden
memiliki pengetahuan tentang pemberian
makan kepada balita dalam kategori baik.
Sedangkan data obesitas adalah didapatkan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
hasil 13 balita mengalami obesitas (10%)
dan 114 balita tidak mengalami obesitas
(90%).
Tabel 1. Distribusi Kejadian Obesitas
Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Orang
Tua tentang Pemberian Makan Kepada
Balita
Pengetahuan
Baik
Kurang
Jumlah
Obesitas
Jumlah
Tidak
Obesitas
Obesitas
114
13
127
(89,76%) (10,34%) (100%)
0
0
0
114
13
127
(89,76%) (10,34%) (100%)
Berdasarkan hasil perhitungan uji Fisher
Exact dengan taraf kesalahan (α) sebesar
5%, maka diperoleh hasil perhitungan р
hitung 1 atau > α (0,05). Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara pengetahuan orang tua tentang
pemberian makan kepada balita dengan
kejadian obesitas balita.
PEMBAHASAN
Pengetahuan
Orang
Tua
Tentang
Pemberian Makan Kepada Balita
Pengetahuan
responden
banyak
menentukan sikap dan perilakunya dalam
pemberian makanan pada balita antara lain
meliputi
kualitas
makanan,
kuantitas
makanan, saat dan jadwal pemberian
makanan serta cara memberikan makanan.
Perlu diperhatikan bahwa pemberian makan
yang baik harus sesuai dengan jumlah, jenis
dan jadwal pada umur balita tertentu. Ketiga
hal tersebut harus terpenuhi sesuai usia
balita secara keseluruhan. Responden tidak
hanya mengutamakan jenis tapi melupakan
jumlahnya atau sebaliknya memberikan
jumlah yang cukup tapi jenisnya tidak sesuai
untuk balita. Sebagai contoh pemberian
makanan yang jumlahnya sudah cukup
banyak tapi jenis makanannya kurang
mengandung nilai gizi yang baik, misalnya
dalam satu hari responden memberikan tiga
potong sosis yang mengandung nilai gizi
kurang baik dalam menu makanan balita.
Sosis sebagai daging olahan cukup
diberikan dua kali saja dalam sehari.
Pada usia balita dibutuhkan gizi
seimbang yaitu makanan yang mengandung
zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
sesuai umur. Gizi yang dibutuhkan ini sangat
tergantung dengan cara pemberian makan
oleh orang tua. Sebaiknya pemberian makan
108
balita beraneka ragam, menggunakan
makanan yang telah dikenalkan sejak bayi
usia enam bulan yang telah diterima oleh
bayi, dan dikembangkan lagi dengan bahan
makanan sesuai makanan keluarga.
Pola makan untuk anak balita berbeda
dengan anak usia sekolah, remaja dan orang
dewasa, terutama pada jumlah porsi dan
frekuensi pemberian makan. Pemberian
makan pada balita dengan porsi kecil tapi
sering harus diperhatikan karena balita
membutuhkan nutrisi yang tepat dan
seimbang . Pembentukan pola makan perlu
diterapkan sesuai pola makan keluarga.
Peranan orang tua sangat dibutuhkan untuk
membentuk perilaku makan yang sehat.
Seorang ibu dalam hal ini harus mengetahui,
mau, dan mampu menerapkan makan yang
seimbang atau sehat dalam keluarga karena
balita akan meniru perilaku makan dari orang
tua dan orang-orang di sekelilingnya dalam
keluarga.
Makanan selingan yang diberikan pada
jam di antara makan pokoknya juga tidak
kalah penting. Makanan selingan dapat
membantu jika balita tidak cukup menerima
porsi makan karena balita susah makan.
Namun, pemberian yang berlebihan pada
makanan selingan pun tidak baik karena
akan
mengganggu
nafsu
makannya
(Soenardi, 2005). Menurut Sutomo (2010)
makanan selingan yang digunakan untuk
mencukupi kebutuhan gizi, apabila diberikan
secara berlebihan dapat menyebabkan
obesitas pada balita.
Kejadian Obesitas Balita
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
13 balita menderita obesitas (10%). Angka
ini tergolong kecil dibandingkan dengan yang
tidak obesitas, yakni sebanyak 114 balita
(90%). Hal ini berarti kejadian obesitas di
PAUD Kecamatan Kota sangat kecil.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
diketahui bahwa seluruh responden memiliki
pengetahuan dalam kategori baik. Akan
tetapi, masih dijumpai balita yang mengalami
obesitas. Dari hasil tersebut, dapat diketahui
bahwa
kejadian
obesitas
di
PAUD
Kecamatan Kota tidak dipengaruhi oleh
factor pengetahuan orang tua tentang
pemberian makan saja, tetapi dapat
dipengaruhi oleh faktor yang lain.
Penyebab obesitas pada balita dapat
disebabkan oleh riwayat makan pada masa
lalu. Mungkin pada waktu bayi, balita
mendapat PASI atau mendapat makanan
padat terlalu cepat. Menurut Persatuan Ahli
Gizi atau PERSAGI dalam buku Penuntun
Diit Anak menyatakan bahwa bayi yang
mendapatkan ASI mempunyai kemungkinan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
lebih kecil untuk mengalami obesitas
daripada bayi yang mendapatkan PASI. Hal
lain yang juga dapat meyebabkan obesitas
balita adalah terlalu cepat memberikan
makanan padat pada bayi yang diberi PASI.
Selain itu, obesitas pada balita juga dapat
disebabkan karena factor keturunan. Jika
orang tua bayi keduanya gemuk maka
kemungkinan 80% balita akan ikut gemuk
sedangkan jika salah satu saja dari
orangtuanya gemuk maka kemungkinan
40% balita menjadi gemuk. Menurut
Cahyono dalam buku Gaya Hidup dan
Penyakit Modern, anak dari satu orang tua
yang obesitas mempunyai kecenderungan
obesitas 40%, sedangkan dari kedua orang
tua obesitas kecenderungan jadi obesitas
70%-90%.
Terjadinya obesitas pada balita juga
dapat dipengaruhi oleh aktivitas fisik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Romauli (2008), terdapat pengaruh
antara aktivitas fisik dengan kejadian
obesitas. Balita yang kurang aktif beraktivitas
kalorinya akan lebih rendah terbakar dari
produksi kalori dalam tubuh. Sehingga dapat
menyebabkan kalori yang dikonsumsi lambat
untuk digunakan, dan mengakibatkan
semakin banyak tumpukan lemak dalam
tubuh. Disamping itu, factor social ekonomi
juga memengaruhi terjadinya obesitas balita.
Balita yang hidup di daerah perkotaan
dengan keluarga yang memiliki pendapatan
tinggi, mampu membeli makanan yang
memiliki kandungan kalori, lemak, dan juga
gula yang tinggi.
Perubahan dalam gaya hidup, terutama
di perkotaan, karena adanya perubahan pola
makan juga dapat menyebabkan terjadinya
obesitas. Pola makan tradisional yang
tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat dan
rendah lemak berubah ke pola makan baru
yang rendah karbohidrat, tinggi lemak
sehingga menggeser mutu makanan ke arah
yang tidak seimbang (Almatsier, 2006).
Pola asuh orang tua kepada balita juga
akan memengaruhi risiko terjadinya obesitas
pada balita. Kebiasaan orang tua yang
membiarkan anaknya lebih sering bermain di
dalam rumah daripada beraktivitas di luar
rumah dan bermain dengan teman
sebayanya akan memicu terjadinya obesitas
pada balita. Para orang tua berperan penting
dalam membentuk kebiasaan dan pola
makan anak-anak mereka. Anak sering kali
bersikap pasif dan hanya mengkonsumsi
makanan yang disediakan oleh orangtuanya.
Meskipun seluruh orang tua memiliki
pengetahuan dalam kategori baik, akan
tetapi apabila terdapat factor-faktor lain yang
memengaruhi terjadinya obesitas pada balita
109
ISSN: 2086-3098
dan tidak segera ditanggulangi, maka balita
tersebut dapat mengalami obesitas.
Hubungan Pengetahuan Orang Tua
Tentang Pemberian Makan Kepada Balita
Dengan Kejadian Obesitas Balita
Berdasar hasil perhitungan dengan
menggunakan uji Fisher Exact diketahui
bahwa nilai p = 1 dan > dari α = 0,05
sehingga diperoleh hasil tidak ada hubungan
antara pengetahuan orang tua tentang
pemberian makan kepada balita dengan
kejadian obesitas balita usia 2-5 tahun. Pada
hasil
penelitian
didapatkan
seluruh
responden memiliki pengetahuan dalam
kategori baik dan balita yang mengalami
obesitas adalah 13 dari 127 balita.
Peluang orang tua tersebut memiliki
balita obesitas atau tidak obesitas adalah
tidak
sama.
Hasil
yang
diperoleh
berdasarkan perhitungan menggunakan uji
chi kuadrat satu sampel, didapatkan bahwa
2
2
χ hitung > χ tabel. Sehingga meskipun
seluruh orang tua dalam penelitian ini
berpengetahuan baik, mereka mempunyai
peluang untuk memiliki balita obesitas. Akan
tetapi, orang tua yang memiliki pengetahuan
dengan kategori baik tersebut, memiliki
peluang lebih besar untuk memiliki balita
tidak obesitas dibandingkan dengan orang
tua yang berpengetahuan kurang.
Pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua
tentang gizi yang tinggi akan melatih
kebiasaan makanan yang sehat sedini
mungkin kepada balita. Pengetahuan
tentang
makanan
diperlukan
untuk
menentukan makanan yang mudah dicerna
dan memiliki mutu yang sangat baik, serta
dapat disajikan kepada mereka dalam setiap
hari dan tidak kurang dari 3 kali per hari.
Dalam penelitian ini, pengetahuan yang
dimiliki oleh orang tua tentang pemberian
makan
kepada
balita
seluruhnya
berpengetahuan
baik.
Akan
tetapi,
perubahan sikap, perilaku dan gaya hidup,
pola makan, serta peningkatan pendapatan
yang mempengaruhi pemilihan jenis dan
jumlah makanan yang dikonsumsi dapat
memicu terjadinya obesitas balita (Bunda,
2012).
Seluruh orang tua dengan pengetahuan
tentang pemberian makan berkategori baik,
akan tetapi secara kuantitas masih terdapat
balita yang mengalami obesitas, meskipun
angka kejadian tersebut tergolong kecil
dibandingkan dengan yang tidak mengalami
obesitas. Hal tersebut dapat dipengaruhi
oleh factor yang lain. Faktor tersebut adalah
minimnya pengawasan pemberian makan
oleh orang tua kepada balita karena sibuk
bekerja, baik orang tua yang bekerja di
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
dalam rumah atau di luar rumah. Banyak
orang tua terutama ibu yang terlalu sibuk
dengan pekerjaannya, sehingga memberikan
makanan kepada balita dengan makanan
yang instan dan kurang kandungan gizi yang
dibutuhkan, dengan alasan terlalu sibuk
bekerja. Kebiasaan balita mengkonsumsi
makanan siap saji atau fast food sangatlah
buruk bagi kesehatan mereka, karena
kandungan
zat
kimia/pengawet
yang
terkandung
dalam
makanan,
ketidaksesuaian
asupan
gizi
yang
dibutuhkan, yang dapat memicu terjadinya
obesitas.
Selain faktor kesibukan orang tua karena
pekerjaannya, obesitas juga dapat dipicu
karena orang tua menyerahkan tanggung
jawabnya mengurus balita kepada pembantu
rumah tangga. Tidak semua pembantu
rumah
tangga
memiliki
pengetahuan
pemberian makan kepada balita dengan
baik. Akibatnya, dalam pemberian makan,
pembantu tidak memerhatikan kandungan
serta jumlah makanan yang diberikan.
Disamping itu, pembantu juga tidak
mengetahui hal yang paling utama dalam
pemberian makan kepada balita yaitu
makanan apa yang seharusnya diberikan,
kapan waktu pemberian dan dalam bentuk
yang
bagaimana
makanan
tersebut
diberikan.
Anestia. (2010) Angka Obesitas Pada AnakAnak
Di
Indonesia.
<http://www.scribd.com/.../ANGKAOBESITAS-PADA-ANAK-ANAK-DI-...>
diakses pada tanggal 2 Februari 2012,
pukul 14.15 WIB.
SIMPULAN DAN SARAN
Diba, Vicka. (2010) Mencegah Kegemukan
dan Obesitas Pada Anak.
<kesehatan.kompasiana.com/ibu-dananak/2010/08/22/mencegah-kegemukandan-obesitas-pada-anak/> diakses pada
tanggal 20 Februari 2012, pukul 16.30
WIB.
Simpulan dari penelitian ini adalah
Pengetahuan orang tua tentang pemberian
makan kepada balita seluruhnya memiliki
pengetahuan baik. Balita yang mengalami
obesitas
hanya
sebagian
kecil.Hasil
penelitian menunjukkan Tidak terdapat
hubungan antara pengetahuan orang tua
tentang pemberian makan kepada balita
dengan kejadian obesitas balita
Saran yang disampaikan adalah pihakpihak terkait dapat lebih memperhatikan
balita yang berstatus gizi lebih dengan
memberikan penyuluhan tentang obesitas
melalui
kegiatan
parenting
yang
dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri. (2010) Waspadai Gizi Balita
Anda.
Jakarta:
PT
Elex
Media
Komputindo.
Akhmad, Eri Yanuar. (2011) Diet Sehat
Untuk Anak. Yogyakarta: Kanisius.
Anna, Lusia Kus. (2012)
Anak Montok
Belum
Tentu
Sehat.
<http://health.kompas.com/read/2012/02/
23/16510254/Anak.Montok.Belum.Tentu.
Sehat> diakses pada tanggal 24 Februari
2012, pukul 19.05 WIB.
Asydhad, Lia Amalia & Madiah. (2006)
Makanan Tepat Untuk Balita. Depok: PT
Kawan Pustaka.
Cahyono, J.B Suharjo. (2008) Gaya Hidup
dan Penyakit Modern. Yogyakarta:
Kanisius.
Darmono. (2006) Obesitas Pada Anak Bisa
Turunkan Tingkat Kecerdasan.
<www.conectique.com/hot_media_headli
ne/seks_kesehatan/>
diakses
pada
tanggal 17 Februari 2012, pukul 18.00
WIB.
Davies, Dele & Hiram. (2008) Obesity in
Childhood and Adolescence. USA:
Praeger Publisher.
Farid.
(2007)
Obesitas
Anak.<http://www.majalahfarmacia.com>
diakses pada tanggal 1 Februari 2012,
pukul 10.05 WIB.
Febry, Ayu Bulan & Marendra, Zulfito. (2010)
Smart Parents Pandai Mengatur Menu &
Tanggap Saat Anak Sakit. Jakarta:
Gagas Media.
Groves, Robert M, Fowler Floyd J, Couper
Mick P, Lepkowski, James M, Singer,
Eleanor, Tourangeau, Roger . (2011)
Survey Methodology. Hoboken, NJ : John
Wiley & Sons.
Notoadmojo, S. (2007) Promosi Kesehatan
dan Ilmu Perilaku. Cetakan I. Jakarta :
Rineka Cipta.
Almatsier, Sunita. (2011) Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. Jakarta: Gramedia
110
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
Nugroho, Sigit. (2007) Dasar-Dasar Metode
Statistika. Bengkulu: Grasindo.
Tim Trubus Cipta Usaha. (2011) Kegemukan
Pergi dan Tak Kembali. Jakarta: Trubus.
Nurmalina, Rina. (2011) Pencegahan dan
Manajemen Obesitas. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Wahyu, Genis Ginanjar. (2010) Obesitas
Pada Anak.I. Jakarta: Bentang Pustaka
Purwono, Arini. (2011) Penatalaksanaan
Obesitas.
<www.medicinesia.com/
kedokteran-klinis/obat/penatalaksanaanobesitas/> diakses pada tanggal 12
Februari 2012, pukul 10.26 WIB.
Rahayu, Wiwit & Widiyanti, Emi. (2003)
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan
Jajanan Pada Anak Balita Di Kota
Surakarta.
Rusilanti. (2008) Menu Sehat Untuk Balita.
Jakarta: Kawan Pustaka
Simatupang, Romauli. (2008) Pengaruh Pola
Konsumsi, Aktivitas Fisik dan Keturunan
Terhadap Kejadian Obesitas Pada Siswa
Sekolah Dasar Swasta di Kecamatan
Medan Baru Kota Medan. Medan: Tesis
Sekolah
Pascasarjana
Universitas
Sumatera Utara Medan.
Waluya, Bagja. (2007) Sosiologi Menyelami
Fenomena
Sosial
di
Masyarakat.
Bandung: PT. Setia Purna Inves.
Wibowo, Eny. (2010) Bahaya, Kegemukan
pada Balita. <www.go4healthylife.com/
articles/2167/1/Bahaya-Kegemukanpada-Balita/page1.html> diakses pada
tanggal 29 Februari 2012, pukul 13.04
WIB.
Widjaja.
(2008)
Gizi
Tepat
Untuk
Pengembangan Otak Dan Kesehatan
Balita. Jakarta: Kawan Pustaka
Woolfson, Richard. (2006) Mengapa Anakku
Begitu?. Jakarta: Erlangga For Kids.
Soegoto, Eddy Soeryanto. (2008) Marketing
Research. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Soenardi, Tuti. (2005) Makanan Selingan
Balita. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Suhardja, Marsela Giovani. (2010) Angka
Obesitas Pada Anak-Anak Di Indonesia.
<http://www.scribd.com/.../ANGKAOBESITAS-PADA-ANAK-ANAK-DI-...>
diakses pada tanggal 2 Februari 2012,
pukul 14.08 WIB.
Susilawati. (2011) Awas, Obesitas Pada
Balita Semakin Tinggi.
<http://www.beritajatim.com/detailnews.p
hp/11/Gaya_Hidup/2011-0501/99591/Awas,_Obesitas_Pada_Balita_
Semakin_Tinggi> diakses pada tanggal 5
Februari, pukul 16.35 WIB.
Sutomo, Budi & Anggraini, Dwi Yanti. (2010)
Makanan Sehat Pendamping ASI.
Jakarta: Demedia.
Sutriyanto, Eko. (2011) Asupan Gula Anak
Berlebihan
Berakibat
Obesitas<
www.tribunnews.com
›
Lifestyle
›
Kesehatan> diakses pada tanggal 22
Februari 2012, pukul 18.35 WIB.
111
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
PENDAHULUAN
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP
PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA DALAM
MENGHADAPI KELUHAN FISIOLOGIS
TRIMESTER 1
Agung Suharto
(Prodi Kebidanan Magetan
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
Subagyo
(Prodi Kebidanan Magetan
Poltekkes Kemenkes Surabaya)
Wiwin Fajar Suryani
(Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi)
ABSTRACT
Background: Problems that exist in the
first trimester primigravida pregnant women
as a result of physiological sicknes often
difficult for the mother in the face of
pregnancy,
maternal
knowledge
and
attitudes will influence the mother's actions in
addressing the problem could be bad if not
handled properly. Method: The population is
the first trimester primigravida pregnant
women aged 17-30 years in Sine health
Sine. Respondents is the first trimester
primigravida pregnant women are at a
number of 37 respondents who met in
November to December 2011 in Sine health
center. The instrument used was a
questionnaire
enclosed
questionnaire
statement was false and strongly agree to
strongly disagree Likert scale. Analysis used
descriptive statistics to analyze the
frequency distribution. Result: Knowledge of
37 shows there are 3 people (8%) in the
category of lack of knowledge, 19 people
(51%) in the category of adequate
knowledge, and 15 people (41%) in the
category of good knowledge. Attitude: 6
people (16%) had rejection, and 31 people
(84%) accepted. Conclussion: Based on
the description above it can be concluded
that knowledge of the primigravida mother in
the face of the complaint to the category of
physiological pregnancy trimester1 being,
and maternal behavior in the receiving
category. Suggest: It can be sugested to all
health workers and staff including interrelated sectors to increase knowledge and
improve outreach to pregnant women so that
in the face of pregnancy the mother is ready
physically, psychologically and pregnant
mothers can be passed with ease.
Key
112
words:
Knowledge,
attitudes,
primigravida
first
trimester, physiological
sicknes.
Latar belakang
Perilaku merupakan suatu kegiatan
aktivitas organisme atau makluk hidup
dimana pada ibu hamil primigravida pada
trimester pertama mengalami perubahan
fisiologis
yang faktanya ibu mengalami
keluhan. Berbagai respon dilakukan pada ibu
primigravida dalam menghadapi keluhan
sakit antara lain tidak mengambil tindakan,
mengambil tindakan tanpa bantuan dan
mencari pengobatan keluar atau fasilitas
kesehatan (Notoatmodjo, 2010: 20).
Selama hamil tubuh wanita berubah,
perubahan ini umumnya normal perubahan
pada wanita hamil meliputi perubahan pada
pola makan dan tidur, perubahan tubuh dan
rasa tidak nyaman, dan perubahan perasaan
dan emosi (Klien dan Thomason 2011).
Kehamilan adalah proses alamiah setelah
terjadinya proses konsepsi/pembuahan.
Tidak jarang dalam menghadapi kehamilan
ini ibu sering mengalami perasaan yang
tidak menyenangkan. Perasaan tersebut
direspon beragam, dari ringan sampai
sangat berat. Respon ibu hamil terhadap
berbagai stimulus akibat kehamilannya bisa
dikatakan perilaku ibu dalam menghadapi
proses kehamilan (Mayo, 2008).
Menurut
Riset
Kesehatan
Dasar
(Riskesdas) tahun 2010, Angka Kematian
Ibu (AKI) 228/100.000 kelahiran hidup dan
Angka Kematian Bayi (AKB) 34/1000
kelahiran hidup (Depkes, 2010). Hasil riset
kesehatan dasar tahun 2010 dan laporan
Millennium Development Goals
(MDGs)
oleh Bappenas AKI tahun 2010 mengalami
penurunan di kisaran 228/100.000 kelahiran
hidup. Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan
di Jawa Timur masih tinggi. Berdasarkan
data 2010, angka kematian ibu melahirkan di
Jawa Timur mencapai 101 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini masih tinggi bila
dibanding dengan target yang ditetapan oleh
Dinkes propinsi Jawa Timur yang pada tahun
2010 sejumlah 82/100.000 kelahiran hidup,
dari target Millennium Development Goals
(MDGs) 2015, yakni 102 per 100.000
kelahiran hidup. Jumlah kematian ibu di
Kabupaten Ngawi 15 dari total persalinan
sejumlah
12.897
(Profil
Kesehatan
Kabupaten Ngawi: 2010). Berdasarkan
survei dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
Sine bulan Agustus tahun 2011 terdapat ibu
hamil trimester pertama sejumlah 72 orang,
dengan rincian ibu hamil gravida I ada 32
orang, gravida II ada 23 orang dan gravida
III ada 12 orang, gravida IV ada 3 orang dan
gravida V ada 2 orang. Pada trimester
pertama, sekitar 28 orang mengeluh tidak
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
nyaman dengan keadaanya dan sebagian
besar dari mereka primigravida. Perilaku ibu
hamil dapat dilihat dengan membandingkan
angka pencapian K1 sejumlah 693 dan
pencapain K4 sejumlah 678, sedangkan
persalinan tenaga kesehatan sejumlah 703,
menunjukan perilaku ibu hamil sudah sadar
untuk periksa teratur dan persalinan oleh
tenaga kesehatan.
Wanita hamil sering dan merasa tidak
nyaman, kebanyakan dari keluhan ini adalah
ketidaknyamanan
yang
normal
dan
merupakan bagian dari perubahan yang
terjadi pada tubuh ibu. Gangguan rasa
nyaman saat kehamilan pada umumnya
tidak mempengaruhi kehamilan. Keluhan
saat kehamilan meliputi mual, muntah,
pusing, obstipasi sering buang air kecil
(nocturia), ngidam makanan, kelelahan
hamil
(fatique), keputihan (flour albus),
keringat bertambah dan palpitasi jantung
(Manuaba, 1998). Walaupun keluhan yang
umum dalam kehamilan tidak mengancam
keselamatan jiwa, tapi hal tersebut bisa
menjemukan dan menyulitkan bagi ibu.
Keluhan yang dirasakan ibu hamil
meskipun sifatnya fisiologis diperlukan
tindakan suportif yang dapat membantu
mengatasi masalah tersebut. Sebagai
seorang bidan harus bisa membedakan
antara keluhan normal dan tanda-tanda
bahaya. Bidan harus mendengarkan ibu
ketika membicarakan tentang berbagai
macam keluhannya, dan membantu mencari
cara untuk mengatasinya sehingga ibu dapat
menikmati
kehamilannya
(Pusdiknakes,
2003).
Sehubungan dengan hal di atas peneliti
sangat tertarik dan berminat mengadakan
penelitian tentang “Gambaran pengetahuan
dan sikap ibu hamil trimester 1 dalam
menghadapi keluhan fisiologis kehamilan”.
Tujuan penelitian
Tujuan umum penelitian adalah untuk
mengetahui gambaran pengetahuan dan
sikap ibu primigravida dalam menghadapi
keluhan fisiologis trimester I. Tujuan khusus
Penelitian adalah untuk mengetahui tingkat
pengetahuan ibu primigravida tentang
keluhan
fisiologis trimester 1 di wilayah
kerja Puskesmas
Sine dan mengetahui
sikap
ibu primigravida tentang keluhan
fisiologis trimester 1 di wilayah kerja
Puskesmas Sine.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian yang bersifat
diskriptif. Penelitian dilakukan di wilayah
113
ISSN: 2086-3098
kerja Puskesmas Sine .waktu penelitian
dilakukan bulan September 2011 sampai
Januari 2012. Populasi dalam penelitian ini
adalah ibu hamil primigravida Trimester 1
usia antara 17-30 tahun, di Puskesmas Sine
pada bulan November- Desember tahun
2011 sejumlah 49 orang. Dalam penelitian ini
tehnik yang digunakan adalah accidental
sampling, besar sampel sejumlah 37 orang.
Variabel
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah 2 variabel yaitu
pengetahuan dan sikap ibu primigravida
tentang keluhan fisiologis
kehamilan
trimester I. Skala pengukuran yang
digunakan
untuk mengetahui tingkat
pengetahuan adalah ordinal yaitu himpunan
yang beranggotakan menurut ranking urutan,
pangkat atau jabatan.
Untuk menjawab gambaran pengetahuan
ibu primigravida dalam menghadap keluhan
fisiologis trimester 1 maka, hasil jawaban
responden
yang
telah diberi
bobot
dijumlahkan dan dibandingkan dengan
jumlah tertinggi lalu dikalikan 100% . Untuk
menilai sikap menurut Azwar (2008:156),
skor yang diperoleh responden dijumlahkan,
kemudian mengubah skor indvidual menjadi
skor standar dan dibandingkan dengan
harga rata rata atau mean skor kelompok .
Analisis deskriptif disajikan dalam tabel
distribusi frekuensi
Uji validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat kevalidan suatu
instrumen. Pada penelitian ini menggunakan
uji validitas dengan analisis butir soal yaitu
skor yang ada pada butir yang dimaksud
korelasi dengan skor total. Skor butir
dipandang sebagai nilai x dan skor total
dipandang dengan skor y, selanjutnya
dihitung menggunakan korelasi product
moment dengan program statistik komputer .
Hasil uji validitas kuesioner dapat
diketahui bahwa nilai rxy > rtabel (0,632) dari
15 pertanyaan kuesioner yang diujikan di
dapatkan nilai kisaran 661-911. sehingga 15
item pertanyaan dinyatakan valid, sehingga
kuesioner tetap didapatkan 15 item
pertanyaan.
Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan
bantuan program SPSS didapatkan nilai
antara 746 sampai dengan 759 sedangkan
r11 > r tabel (0,632) dengan n = 10, sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
instrumen
penelitian adalah reliabel.
HASIL PENELITIAN
Berdasar hasil penelitian tentang tingkat
pengetahuan
ibu
primigravida
dalam
menghadapi keluhan fisiologis trimester 1
didapatkan dari 37 responden terdapat 15
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
ISSN: 2086-3098
orang (41%) dengan tingkat pengetahuan
baik, 19 orang (51%) tingkat pengetahuan
cukup, dan 3 orang (8%) tingkat
pengetahuan kurang, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu
Primigravida tentang Dalam Menghadapi
Keluhan Fisiologis Trimester 1 di Wilayah
Kerja Puskesmas Sine Kabupaten Ngawi
bulan November-Desember tahun 2011
Tingkat Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah
f
15
19
3
37
%
41%
51%
8%
100%
Pengetahuan ibu primigravida dalam
menghadapi keluhan fisiologis trimester 1
pada tingkat tahu adalah sebagian besar
berada pada kategori cukup sebanyak 18
orang (48%) dan sebagian kecil pada
kategori kurang sebanyak 5 orang (14%).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
2 berikut.
Tabel 2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu
Primigravida tentang Keluhan Fisiologis
Trimester 1 pada Tingkat Tahu di Wilayah
Kerja Puskesmas Sine Kabupaten Ngawi
bulan November-Desember tahun 2011
Tingkat Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah
f
14
18
5
37
%
38%
48%
14%
100%
Pengetahuan ibu primigravida dalam
menghadapi keluhan fisiologis trimester 1
pada tingkat paham adalah, dari 37
responden sebagian besar dalam kategori
cukup sebesar 23 orang (62,%) dan
sebagian kecil dalam kategori kurang
sebanyak 4 orang (11%). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu
Primigravida tentang Keluhan Fisiologis
Trimester 1 pada Tingkat Paham di Wilayah
Kerja Puskesmas Sine Kabupaten Ngawi
bulan November-Desember tahun 2011
Tingkat Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah
114
f
10
23
4
37
%
27%
62%
11%
100%
Pengetahuan ibu primigravida dalam
menghadapi keluhan fisiologis trimester 1
pada tingkat aplikasi adalah dari 37
responden sebagian besar dalam kategori
baik sebanyak 18 orang (49%) an sebagian
kecil dalam kategori kurang sebanyak 3
orang (8%). Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu
Primigravida tentang Keluhan Fisiologis
Trimester 1 pada Tingkat Aplikasi di Wilayah
Kerja Puskesmas Sine Kabupaten Ngawi
bulan November-Desember tahun 2011
Tingkat Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah
f
18
16
3
37
%
49%
43%
8%
100%
Berdasar
hasil
kajian
sikap
ibu
primigravida dalam menghadapi keluhan
fisiologis trimester 1 didapatkan dari 37
responden terdapat, 31 orang (84%)
menerima, dan 6 (16%) mempunyai sikap
menolak, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 1 berikut ini.
menerima,
84%
menolak,
16%
Gambar 1. Distribusi Sikap Ibu Primigravida
dalam Menghadapi Keluhan Fisiologis
Trimester 1 di Wilayah Kerja Puskesmas
Sine Kabupaten Ngawi Bulan NovemberDesember Tahun 2011
Dalam kajian penelitian ini sikap di bagi
dalam 3 tingkatan meliputi tingkat menerima,
menanggapi, dan menghargai. Sikap ibu
primigravida dalam menghadapi keluhan
fisiologis trimester 1 pada tingkat menerima
adalah dari 37 responden terdapat 21 orang
(56,8%) dalam kategori menolak dan
sebanyak 16 orang (43,2%) dalam kategori
menerima. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 2 berikut.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
menerima,
43.2%
menolak,
56,8%
Gambar 2. Distribusi Sikap Ibu Primigravida
dalam Menghadapi Keluhan Fisiologis
Trimester 1 pada tingkat Menerima
di Wilayah Kerja Puskesmas Sine
Kabupaten Ngawi Bulan NovemberDesember Tahun 2011
Sikap
ibu
primigravida
dalam
menghadapi keluhan fisiologis trimester 1
pada tingkat menanggapi adalah, dari 37
responden sebanyak 19 orang (51,4%)
dalam kategori menerima dan sebanyak 18
orang (48,6%) dalam kategori menolak.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 3 berikut.
menerima,
51.4%
menolak,
48,6%
Gambar 3. Distribusi Sikap Ibu Primigravida
dalam Menghadapi Keluhan Fisiologis
Trimester 1 pada tingkat Menanggapi
di Wilayah Kerja Puskesmas Sine
Kabupaten Ngawi Bulan NovemberDesember Tahun 2011
Sikap
ibu
primigravida
dalam
menghadapi keluhan fisiologis trimester 1
pada tingkat menghargai adalah, dari 37
responden sebanyak 22 orang (59.5%)
dalam kategori menolak dan sebanyak 15
orang (40,5%) dalam kategori menerima.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 4 berikut.
115
ISSN: 2086-3098
menerima
40.5%
menolak,
59.5%
Gambar 3. Distribusi Sikap Ibu Primigravida
dalam Menghadapi Keluhan Fisiologis
Trimester 1 pada tingkat Menghargai
di Wilayah Kerja Puskesmas Sine
Kabupaten Ngawi Bulan NovemberDesember Tahun 2011
PEMBAHASAN
Berdasar
hasil
kajian
tingkat
pengetahuan
ibu
primigravida
dalam
menghadapi keluhan fisiologis trimester 1,
terdapat 15 orang (41%) dengan tingkat
pengetahuan baik, 19 orang (51%) tingkat
pengetahuan cukup, dan 3 orang (8%)
tingkat pengetahuan kurang.
Menurut Notoadmojo (2010) dalam
domain tingkatan pengetahuan dibagi 6
tingkatan yaitu tahu, paham, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Tingkat
pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan,
sosial, budaya, pengalaman.
Pada penelitian ini faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan tidak diteliti
sehingga
kemungkinan
pada
tingkat
pengetahuan
ibu
primigravida
dalam
menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 ini
dipengaruhi oleh faktor pengalaman. Dengan
demikian pengalaman dapat mempengaruhi
pula sikap seseorang dalam menghadapi
permasalahan atau objek. Pada penelitian
yang sama pernah dilakukan oleh Alvina
Marta Rudiningrum di BPS Ny Sriningsih
Tawang Manggu Kabupaten Karang Anyar,
menunjukan hasil yang sama yaitu
pengetahuan
ibu primigravida dalam
menghadapi ketidaknyamanan kehamilan
trimester1 paling banyak dalam kategori
cukup sejumlah 43,66%. Dengan penyebab
yang sama yaitu pengalaman pada ibu
primigravida dalam mencapai peranannya
sebagai ibu menimbulkan perubahan fisik
dan psikologis, berbeda dengan ibu
multigravida yang sudah berpangalaman
dalam menghadapi keluhan fisiologis
trimester1 dan mengatasi masalahnya.
Pada penelitian ini pengetahuan pada
tingkat tahu
sebanyak 18 0rang (48%)
dalam kategori cukup dan sebagian kecil
pada kategori kurang sebanyak 5 orang
(14%).
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
Pengetahuan pada tingkat tahu hanya
sebagai recall (memanggil) memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati
sesuatu, pada ibu primigavida mempunyai
tingkat yang berbeda beda di kerenakan
adanya faktor yang mempengaruhi baik
faktor internal maupun faktor ekternal
(Notoadmojo, 2010: 22). Oleh sebab itu tahu
merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Secara umum perubahan perilaku
kesehatan digolongkan dalam 3 cara,
meliputi
mengunakan
kekuasaan,
memberikan
informasi,
diskusi
dan
partisipasi. Pada tahap ini
pemberian
informasi kesehatan akan meningkatkan
pengetahuan sikap dan perilaku kesehatan
(Sarwono, 1997:2).
Pada ibu primigravida trimester pertama
ini sangat mungkin sehubungan dengan
pemberian informasi yang belum banyak
dikarenakan
kontak
dengan
petugas
pelayanan kesehatan masih belum lama,
sehingga pada tahap ini hasil kajian lebih
menonjol pada kategori cukup.
Pengetahuan ibu primigravida dalam
menghadapi keluhan fisiologis trimester 1
pada tingkat paham adalah, 62% dalam
kategori cukup sebagian kecil dalam kategori
kurang.
Memahami suatu objek bukan
sekedar tahu tapi seseorang mampu
menginterprestasikan secara benar tentang
objek tersebut, pada ibu primigravida karena
faktor intern, persepsi, intelegensi dan juga
faktor spikologis yang berbeda sehingga
menghasilkan pemahaman yang berbeda.
Aspek aspek di dalam diri individu yang juga
sangat berpengaruh pada pembentukan
perilaku adalah persepsi, motivasi, dan
emosi. Persepsi merupakan kombinasi
antara pengelihatan, pendengaran dan masa
lalu. Faktor sosial budaya merupakan faktor
yang paling besar perananya dalam
pembentukan perilaku seseorang. Sehingga
dalam kajian tingkat ini kategori yang
menonjol sama dengan tingkat
tahu,
kemungkinan di sebabkan karena adanya
aspek aspek dalam diri yang berbeda
sehingga menghasilkan pemahaman yang
berbeda.
Pengetahuan ibu primigravida dalam
menghadapi keluhan fisiologis trimester 1
pada tingkat aplikasi adalah sebagian besar
dalam kategori baik dan sebagian kecil pada
kategori kurang.
Pada tahap ini berdasar penelitian
sebagian besar dalam kategori baik
kemungkinan di sebabkan oleh pengetahuan
yang sedang mendorong seseorang untuk
bersikap hati hati dalam mengaplikasikan
apa yang di ketahui dan di pahami.
Hasil penelitian sikap ibu primigravida
dalam menghadapi keluhan fisiologis
116
ISSN: 2086-3098
trimester 1 secara umum 83,7% menyatakan
menerima.
Dalam
kajian
selanjutnya
penilaian sikap ini pada penilaian secara
menyeluruh
di bandingkan dengan
penilaian menurut tingkatan sikap punya
hasil yang berbeda , yaitu pada penilaian
sikap secara menyeluruh hanya 16% yang
menyatakan menolak, sedangkan pada tiga
tingkatan yang dikaji 2 tingkatan lebih
dominan menolak. Sehingga sesuai dengan
teori pada sikap bahwa kerangka pemikiran
suatu sikap
merupakan konstelasi
komponen-komponen
yang
saling
berinteraksi
dalam
memahami,
merasakan,dan berperilaku terhadap suatu
objek (Azwar, 1995:5).
Menurut
Campbell (1950) dalam
Notodmojo (2010:29), sikap merupakan
suatu sindrom atau kumpulan dalam
merespon stimulus atau objek sehingga
melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan
gejala kejiwaan yang lain atau ketersedian
untuk bertindak, belum suatu tindakan.
Sedangkan
tingkatan
sikap
meliputi,
menerima,
menganggapi,
menghargai,
tanggung jawab. Dalam penelitian ini penulis
mengambil sikap dalam 3 tingkatan.
Pada tingkat menerima adalah, sebagian
besar (56,8%) dalam kategori menolak
sebagian
lain
dalam
ketegori
menerima(43,2%).
Pada penelitian ini kemungkinan faktor
yang mempengaruhi adalah pengalaman
pribadi
karena
responden
adalah
primgravida
yang
belum
memiliki
pengalaman pribadi tentang cara mengatasi
keluhan fisiologis kehamilan.
Sikap
ibu
primigravida
dalam
menghadapi keluhan fisiologis trimester 1
pada tingkat menanggapi adalah, 51%
dalam kategori menerima dan sebagian kecil
menolak (49%).
Pada tingkat ini sesorang memberikan
jawaban
atau
tanggapan
terhadap
pernyataan objek yang di hadapi terlepas
jawaban tersebut benar atau salah berarti
orang
tersebut sudah menanggapi ide
tersebut ( Notoadmojo, 2007:144).
Pada penelitian ini kemungkinan faktor
yang mempengaruhi sikap ibu primigravida
dalam menghadapi keluhan fisiologis
trimester 1 pada tingkat menanggapi karena
lingkungan khusus bidang kesehatan karena
adanya penyuluhan melalui buku KIA yang
di terima ibu hamil selama ini.
Sikap
ibu
primigravida
dalam
menghadapi keluhan fisiologis trimester 1
pada tingkat menghargai adalah, 59,5%
dalam kategori menolak dan sebagian kecil
pada kategori menerima.
Pada tingkat ini subyek diajak untuk
mengerjakan atau berdiskusi dengan suatu
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Volume III Nomor 2, Mei 2013
masalah dan subyek memberikan penilaian
yang positif atau negatif terhadap objek atau
stimulus yang ada (Notoadmojo, 2007:144).
Pada penelitian ini kemungkinan yang
mempengaruhi sikap ibu pada tingkat ini
adalah
indikator yang sejalan dengan
pengetahuan yaitu sikap terhadap keluhan
atau sakit yang pengetahuannya didapat
dari
lingkungan
keluarga, kebiasaankebiasaan anggota keluarga mengenai
masalah keluhan fisiologis kehamilan
trimester 1.
SIMPULAN DAN SARAN
Pengetahuan ibu primigravida dalam
menghadapi keluhan fisiologis trimester 1
51% kategori cukup dan 8% kategori kurang.
Sikap ibu primigravida dalam menghadapi
keluhan fisiologis trimester 1 84% kategori
menerima 6% menolak.
Disarankan kepada Instansi Puskesmas
Sine untuk meningkatkan promosi kesehatan
tentang cara mengatasi keluhan ibu hamil
melalui kegiatan penyuluhan di berbagai
kegiatan baik di dalam gedung maupun di
luar gedung dengan melibatkan kerja sama
lintas sektor. Kepada Ibu hamil untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
dalam
mengatasi
keluhan
sehingga
kehamilan dapat dilalui dengan nyaman.
Bagi
masyarakat
meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan agar dapat
memberikan informasi yang benar kepada
ibu hamil di lingkungannya. Dan bagi peneliti
lain untuk meningkatkan pengetahuan dan
menjadikan penelitian ini sebagai bahan
acuan untuk penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alfina Marta Rudiningrum, 2010. Gambaran
Tingkat Pengetahuan Ibu Primgravida
Terhadap Ketidaknyamanan Kehamilan
Trimester1. Karang anyar
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.
Jakarta
Astria,
2009.
Kehamilan
.
http://astria.wordpress.com/2009/06/18/te
rjadinya kehamilan/Diperoleh tanggal 8
Januari 2010
Azwar, 2007. Sikap manusia ,teori dan
pengukuranya.
Pustaka
Pelajar.
Yogyakarta.
Bandiyah, 2009. Kehamilan Persalinan dan
gangguan kehamilan. Nuha Medika.
Yogjakarta
117
ISSN: 2086-3098
Budiarto, E. 2002. Biostatistik untuk
Kedokteren dan Kesehatan Masyarakat.
EGC. Jakarta
Dwi handayani, 2005.Hubungan Tingakat
Tengetahuan Ibu Primigravida Terhadap
Keluhan Trimester 1 Dengan Kunjungan
ANC di Puskesmas Panggang II
Kabupaten Gunung Kidul. Jogjakarta
Herawati M, 2009. Spikologi ibu dan anak
untuk kebidanan. Salemba Medika.
Jakarta
Klein dan Thomson, 2010. Panduan
Lengkap
kebidanan.
PALMALL.
Jogyakarta
Manuaba, 2010.Ilmu Kebidanan, Penyakit
kandungan, dan KB . EGC. Jakarta
Mayo, 2008. ketidannyamanan Kehamilan
trimester I http://azwi Diperoleh tanggal 7
Januari 2010
Nakita,
2005.
http://female.kompas.com/read/xml/2009/
10/29/14441977/
Flu.dan.Diare.Saat.
Hamil/Diperoleh tanggal 7 Januari 2010
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku
Kesehatan. Rineka cipta. Jakarta
_____________. 2010. Metode Penelitian
Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
_____________
2007.
Kesehatan
Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta.
Jakarta
Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Salemba Medika. Jakarta
Pusdiknakes, 2003. Asuhan
Pusdiknakes. Jakarta
Antenatal.
Salamah,
2006.
Asuhan
Antenatal. EGC. Jakarta
Kebidanan
Sarwono Solita, 1997. Sosiologi Kesehatan.
UGM Press. Yogjakarta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis.
ALFABETA. Bandung
Suririnah,
2005.
http://suririnah.
wordpress.com/2005/04/19/infoibu/
diperoleh tanggal 8 Januari 2010
Varney, 2007. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan. EGC. Jakarta
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
Download