Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Kami menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN Diterbitkan oleh: WAHANA RISET KESEHATAN Penanggungjawab: Ketua Wahana Riset Kesehatan Ketua Dewan Redaksi: Heru SWN, S.Kep, Ns, M.M.Kes Anggota Dewan Redaksi: Koekoeh Hardjito, S.Kep, Ns, M.Kes Sunarto, S.Kep, Ns, M.M.Kes Subagyo, S.Pd, M.M.Kes Tutiek Herlina, S.K.M, M.M.Kes Sekretariat: Winarni, A.Md.Keb Nunik Astutik, S.S.T Rahma Nuril Fahmi Rafif Naufi Waskitha Hapsari Alamat: Jl. Raya Danyang-Sukorejo RT 05 RW 01 Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo Telp. 081335251726, 081335718040 E-mail: [email protected] Website: www.2trik.webs.com Penerbitan perdana: Desember 2011 Diterbitkan setiap tiga bulan Harga per-eksemplar Rp. 25.000,00 hasil penelitian kesehatan, yang belum pernah dipublikasikan, dilengkapi dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2) jika peneliti lebih dari 1 orang, harus ada kesepakatan urutan peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti. Dewan Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel, namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Artikel berupa karya mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti. Persyaratan artikel adalah sebagai berikut: 1. Diketik dengan huruf Arial berukuran 9, dalam 2 kolom, pada kertas HVS A4 dengan margin kiri, kanan, atas, dan bawah masing-masing 3,5 cm. 2. Jumlah maksimum adalah 10 halaman, berbentuk softcopy (flashdisk, CD, DVD atau e-mail). Isi artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut: 1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah. 2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada bagian tengah. Di bawah nama ditulis institusi asal penulis. 3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci. 4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan paragraf masuk 1 cm. 5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan. 6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah. 7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Pada bagian ini, hasil penelitian ini dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain yang relevan . 8. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. 9. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka menggunakan Sistem Harvard. Redaksi Volume III Nomor 2 i Halaman 61 - 117 Mei 2013 ISSN: 2089-4686 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 EDITORIAL Para pembaca yang terhormat, menjelang pertengahan tahun 2013 ini, kita bersua kembali pada Volume III Nomor 2. Kali ini kami tampilkan hasil-hasil penelitian kesehatan dari Magetan, Surabaya, Padangsidimpuan, Malang, Medan, dan Kediri. Penelitian-penelitian tersebut mencakup bidang kesehatan anak, kesehatan reproduksi, keluarga berencana, kebidanan, serta kesehatan lingkungan, sebagaimana dirinci dalam daftar judul di bawah. Anda dapat mengunduh isi jurnal ini melalui http://2trik.webs.com atau dalam bentuk ringkas dapat dilihat di Portal Garuda Dikti Kemendiknas, serta portal PDII LIPI. Semoga kita bisa berjumpa kembali pada Volume III Nomor 3 bulan Agustus 2013 mendatang. Terimakasih. Redaksi DAFTAR JUDUL 1 HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN HOSPITALISASI PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI RUANG DELIMA RSUD Dr. HARJONO KABUPATEN PONOROGO Nurlailis Saadah 61 -64 2 HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN ORANG TUA DENGAN POLA ASUH DI TK PUTRA AIRLANGGA Rekawati Susilaningrum, Sri Utami, Priharmita Seftiani 65 - 68 3 PENGARUH NILAI ANAK TERHADAP KEIKUTSERTAAN KELUARGA BERENCANA PADA IBU PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING PADANGSIDIMPUAN Satyawati Sulubara 69 - 74 4 PENGETAHUAN REMAJA PUTRI PUBERTAS TENTANG PERKEMBANGAN FISIK DAN SEKSUAL Asworoningrum Yulindahwati 75 - 80 5 PENGARUH GLOBAL WARMING DAN CLIMATE CHANGE DENGAN PENYAKIT KURANG GIZI Tri Niswati Utami 81 - 86 6 PERBEDAAN DENYUT JANTUNG JANIN (DJJ) SEBELUM DAN SETELAH DIBERIKAN MUSIK KLASIK PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI BPS ENDANG SUMANINGDYAH KOTA KEDIRI Finta Isti Kundarti, RE. Wijanti, Dwi Eri Dita Yuniasari 87 - 94 7 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN PROGRAM SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN METODE INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI PUSKESMAS KOTA KEDIRI Ira Titisari 95 - 99 8 HUBUNGAN PENGGUNAAN PIL ORAL KOMBINASI (POK) DENGAN LIBIDO 100 - 105 AKSEPTOR KB DI DESA SLUMBUNG KECAMATAN NGADILUWIH KABUPATEN KEDIRI Finta Isti Kundarti, Erna Rahma Yani, Ayu Rohma Hastutik 9 HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PEMBERIAN MAKAN KEPADA BALITA DENGAN KEJADIAN OBESITAS BALITA USIA 2-5 TAHUN Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Santy Irene Putri 106 - 111 10 GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA DALAM MENGHADAPI KELUHAN FISIOLOGIS TRIMESTER 1 Agung Suharto, Subagyo, Wiwin Fajar Suryani 112 - 117 ii 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN Latar belakang HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN HOSPITALISASI PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI RUANG DELIMA RSUD Dr. HARJONO KABUPATEN PONOROGO Nurlailis Saadah (Prodi Kebidanan Magetan Poltekkes Kemenkes Surabaya) ABSTRAK Latar belakang: Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya. Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan, khususnya bagi anak. Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan hospitalisasi pada anak usia prasekolah. Metode: Penelitian analitik observasional ini menggunakan rancangan cross sectional. Populasi studi adalah orang tua dan anak usia prasekolah yang mengalami kecemasan hospitalisasi. Besar sampel adalah 28, yang diambil dengan teknik simple random sampling. Variabel bebas adalah dukungan keluarga dan variabel terikat adalah kecemasan hospitalisasi pada anak prasekolah. Data dikumpulan melalui pengisian kuesioner, selanjutnya dianalisis dengan uji Chi square dan koefisien kontingensi. Hasil: Dukungan keluarga baik: 3 (10,7%), sedang: 8 (28,6%), dan kurang: 17 (60,7%). tingkat kecemasan akibat hospitalisasi kecemasan ringan: 3 (10,7%), kecemasan sedang: 23 (82,1%), dan kecemasan berat: 2 (7,1%).Hasil uji hipotesis: probability (P) = 0,000 ≤ 0,05 dengan nilai Koefisien Kontingensi (KK) = 0,714. Simpulan: Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan hospitalisasi pada anak usia prasekoah di ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo dengan tingkat keeratan hubungan kuat. Kata kunci: 61 Kecemasan, dukungan keluarga, hospitalisasi, anak pra sekolah Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya. Tetapi pada umumnya hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku yang mempengaruhi kesembuhan dan perjalanan penyakit anak selama dirawat di rumah sakit (Anonim, 2009). Persentase anak yang dirawat di rumah sakit saat ini mengalami masalah yang lebih serius dan komplek dibandingkan kejadian hospitalisasi pada tahun-tahun sebelumnya. Menurut Mc Cherty Kozak dalam Erni (2007) hampir empat juta anak dalam satu tahun mengalami hospitalisasi. Rata-rata anak mendapat perawatan selama enam hari. Selain membutuhkan perawatan yang spesial dibanding pasien lain, anak sakit juga mempunyai keistimewaan dan karakteritis tersendiri karena anak-anak bukanlah miniatur dari orang dewasa atau dewasa kecil. Menurut Speirs, cit Hikmawati dalam Erni (2007) waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak 20-45% lebih banyak dari pada waktu merawat orang dewasa. Menurut Supartini (2004) perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stress, baik bagi anak maupun orang tua. Lingkungan rumah sakit sendiri merupakan penyebab stress dan kecemasan pada anak. Pada anak yang dirawat dirumah sakit akan muncul tantangan yang harus dihadapi seperti mengatasi suatu perpisahan, penyesuaian dengan banyak orang yang mengurusinya, dan kerap kali harus berhubungan dan bergaul dengan anak-anak sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang menyakitkan. Apabila anak mengalami kecemasan tinggi saat dirawat di rumah sakit maka besar sekali kemungkinan anak mengalami disfungsi perkembangan. Anak akan mengalami gangguan seperti, gangguan somatik, emosional, psikomotor (Nelson, cit Isranil Laili, 2006). Dampak kecemasan secara umum antara lain: gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kekhawatiran dan malu. (Gail W Stuart, 2006). Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan, khususnya perawatan pada anak. Oleh karena anak merupakan bagian dari keluarga, maka perawat harus mampu mengenal keluarga 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 sebagai tempat tinggal atau konstanta tetap dalam kehidupan anak (Wong, Perry and Nockenberry, 2002). Dari data awal yang diperoleh dari rekam medik RSUD Dr.Harjono Ponorogo menunjukkan anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang dirawat selama bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 rata-rata berjumlah 30 anak per bulan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 27 Mei 2010 di ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo terhadap 8 responden dengan memberikan kuesioner dukungan keluarga, diperoleh hasil 4 keluarga (50%) memberikan dukungan kurang, 3 keluarga (37,5%) memberikan dukungan sedang dan 1 keluarga (12,5%) memberikan dukungan yang baik. Sedangkan untuk mengetahui tingkat kecemasan pada anak, peneliti memberikan kuesioner pada anak usia prasekolah yang dirawat, dan didapatkan hasil 8 anak (100%) mengalami kecemasan, dengan rincian 4 anak (50%) mengalami kecemasan berat, 3 anak (37,5%) mengalami kecemasan sedang, dan 1 anak (12,5%) mengalami kecemasan ringan. Rumusan masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan hospitalisasi pada anak usia pra sekolah di Ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo?” Tujuan penelitian 1. Mengidentifikasi dukungan keluarga terhadap anak usia prasekolah di Ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo. 2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan anak usia pra sekolah yang sedang dirawat di Ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo. 3. Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan hospitalisasi anak usia prasekolah di Ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross sectional, untuk menganalisis korelasi dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan hospitalisasi anak usia prasekolah. Penelitian dilaksanakan di Ruang Delima RSUD Dr. Harjono Ponorogo, pada bulan Agustus 2010. Populasi penelitian adalah orang tua yang bersedia 62 ISSN: 2086-3098 menjadi responden, mempunyai kemampuan komunikasi, dan anak berusia 3-6 tahun yang dirawat diruang Delima RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Besar sampel (28) dihitung dengan rumus: n= N 1 N d 2 Keterangan: n = besar sampel N = besar populasi d = 0,05 Variabel bebas penelitian adalah dukungan keluarga, dan variabel terikat adalah tingkat kecemasan anak usia prasekolah. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dukungan keluarga adalah kuesioner sebanyak 10 pertanyaan dengan skala Guttman. Sedangkan instrumen untuk pengumpulan data tingkat kecemasan hospitalisasi adalah kuesioner kecemasan HARS dengan 14 soal. Untuk variabel dukungan keluarga ada 10 pertanyaan, bila keluarga menjawab “tidak” diberi nilai 0%, dan bila menjawab “ya” diberi nilai 10% dengan bobot yang sama. Dukungan baik jika keluarga menjawab ≥8 pertanyaan, dukungan sedang apabila keluarga menjawab 5-7 pertanyaan, dukungan kurang apabila keluarga menjawab 4≤ pertanyaan. Sedangkan untuk variabel tingkat kecemasan, dikatakan tidak cemas apaila anak menjawab pertanyaan ≤6, dikatakan cemas ringan apabila anak menjawab pertanyaan 6-14 pertanyaan, dikatakan cemas sedang apabila klien menjawab pertanyaan 15-27 pertanyaan, dikatakan cemas berat apabila klien menjawab pertanyaan ≥ 27. Untuk menguji hipotesis, digunakan uji Chi-square, dilanjutkan uji koefisien kontingensi. HASIL PENELITIAN Deskripsi tentang dukungan keluarga, tingkat kecemasan anak pra sekolah, serta hubungan dari keduanya, dideskripsikan pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3. Tabel 1. Distribusi Dukungan Keluarga Terhadap Anak Usia Prasekolah di Ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo Dukungan Keluarga Baik Sedang Kurang Jumlah Jumlah 17 8 3 28 (%) 60,7 28,6 10,7 100,0 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 Tabel 2. Distribusi Tingkat Kecemasan Anak Usia Pra Sekolah yang Sedang Dirawat di Ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo Tingkat Kecemasan Ringan Sedang Berat Jumlah Jumlah 3 2 3 28 (%) 10,7 7,1 82,1 100,0 Tabel 3. Tingkat Kecemasan Anak Usia Pra Sekolah Berdasarkan Dukungan Orangtua di Ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo Dukungan keluarga Baik Sedang Kurang Jumlah Tingkat Kecemasan Jumlah Ringa Sedan Bera Ringan n g t ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % 3 100 0 0 0 0 3 100 0 0 8 100 0 0 8 100 0 0 15 88,2 2 1,8 17 100 3 10,7 23 82,1 2 7,1 28 100 Hasil uji Chi Square adalah р=0,000 (p ≤ 0,05), maka Ho ditolak, berarti ada hubungan dukungan orangtua dengan tingkat kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi. Sedangkan nilai koefisien korelasi (p)=0,714 yang artinya mempunyai tingkat keeratan hubungan yang kuat. PEMBAHASAN Dukungan keluarga Hasil penelitian yang dilakukan terhadap responden keluarga di ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo yang dilakukan terhadap 28 responden yang diteliti didapatkan dukungan keluarga kurang, didukung oleh fakta diantaranya faktor pekerjaan. Hal ini sesuai dengan teori Friedman dalam Setiadi (2008) yang menyatakan bahwa dukungan keluarga diberikan kepada pasien dan dipengaruhi olah kelas sosial ekonomi. Dalam keluarga kelas menengah suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mugkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Kesedian orang tua untuk tinggal bergantung kepada keterlibatan mereka dengan anakanak dirumah sakit, situasi kerja mereka dan tingkat rasa nyaman mereka dengan rumah sakit, serta jumlah dukungan yang mereka terima dari anggota keluarga lain dan teman dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarga lainnya. 63 Tingkat kecemasan akibat hospitalisasi anak usia prasekolah Penelitian tentang tingkat kecemasan ini dilakukan di ruang Delima RSUD Dr. Harjono Ponorogo yang dilakukan terhadap 28 anak usia prasekolah yaitu mempunyai tinkat kecemasan sedang, hal ini didukung oleh faktadiantaranya faktor usia anak. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat kecemasan yang dialami anak usia prasekolah selama menjalani perawatan dirumah sakit termasuk dalam kategori cemas sedang. Wong dalam Erni (2007) menyatakan bahwa hospitalisasi anak usia prasekolah seringkali menyebabkan munculnya stresor-stresor yang dapat mengganggu perkembangan anak. Kemampuan koping anak tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktorfaktor tersebut menurut Wong adalah tingkat perkembangan umur, pengalaman sakit sebelumnya, perpisahan atau hospitalisasi, terdapatnya support system atau dukungan dari lingkungan sekitar, keahlian koping alami ataupun yang didapat dan keseriusan diagnosa penyakit. Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah di ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo Berdasarkan hasil tabulasi yang dilakukan pada 28 responden yang diteliti didapatkan sebanyak 3 anak (100%) yang mempunyai kecemasan ringan semuanya mempunyai dukungan keluarga baik, dari 23 anak (82,1%) yang mempunyai kecemasan sedang, diantaranya sebanyak 8 anak (1%) mempunyai dukungan keluarga sedang dan 15 (53,6%) anak mempunyai dukungan keluarga kurang. Sedangkan dari 2 (7,1%) anak yang mempunyai tingkat kecemasan berat semuanya mempunyai dukungan keluarga kurang. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat membantu anak dalam mengkoping stressor. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Willis cit Friedman dalam Erni (2008) bahwa dukungan keluarga dapat menimbulkan efek penyangga yaitu dukungan keluarga menahan efek-efek negatif dari stress terhadap kesehatan dan efek utama yaitu dukungan keluarga yang secara langsung mempengaruhi peningkatan kesehatan. Dukungan orang tua yang tinggi juga akan meningkatkat kan harga diri, kemampuan kontrol diri dan kemampuan instrumental anak. Sehingga dengan peningkatan kemampuan tersebut diharapkan akan meningkatkan kemampuan koping anak dalam menghadapi berbagai 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 stressor yang dihadapinya saat hospitalisasi. Dengan kemampuan koping tersebut maka tingkat kecemasan anak yang dialaminya ketika hospitalisasi dapat diminimalisir. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada keluarga dan anak usia prasekolah di ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo pada bulan Agustus 2010 dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebagian besar keluarga memberikan dukungan yang kurang kepada anak usia prasekolah yang sedang menjalani perawatan. 2. Sebagian besar anak usia prasekolah yang sedang menjalani perawatan mengalami tingkat kecemasan sedang. 3. Ada hubungan bermakna antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan hospitalisasi pada anak usia prasekoah di ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo. ISSN: 2086-3098 Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Erni. 2007. Jurnal Kesehatan Surya Medika. (www.Skripsistikes.com, diakses tanggal 31 Mei2010 jam 17.00 WIB). Notoatmojo, S. 2005. Penidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. 2005. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba MedikaI. Sulistyowati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka saran yang perlu disampaikan adalah: 1. Bagi RSUD Dr. Harjono Ponorogo agar lebih banyak dilakukan penyuluhan kepada keluarga pasien, khususnya keluarga yang kurang mendukung, juga yang memiliki anak dengan kecemasan sedang atau berat. 2. Perlunya dukungan keluarga bagi anak usia prasekolah yang masuk rumah sakit, karena kenyataannya masih banyak anak usia prasekolah yang mengalami kecemasan karena kurangnya dukungan keluarga. 3. Perlunya pemahaman yang benar pada masyarakat luas tentang pasien yang dirawat di ruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo. Karena pada kenyataannya masih banyak keluarga pasien yang kurang dalam pemberian dukungan pada anggota keluarga yang dirawat di RS. 4. Perlunya dilakukan penelitian terhadap faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan anak usia prasekolah yang dirawat diruang Delima RSUD Dr.Harjono Ponorogo. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Hospitalisasi. (www.grahacendicia.wordpress.go.id, diakses: 31 Mei 2010 jam 16.00 WIB). 64 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN ORANG TUA DENGAN POLA ASUH DI TK PUTRA AIRLANGGA Rekawati Susilaningrum (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surabaya) Sri Utami (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surabaya) Priharmita Seftiani (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surabaya) ABSTRAK Latar belakang: Orang tua harus memahami dan memenuhi kebutuhan balita agar dapat tumbuh dan berkembang secara optima, yang salah satunya adalah pola asuh. Pola asuh yang salah dapat berdampak pada kepribadian atau perilaku anak dikemudian hari. Seringkali orang tua mendidik anaknya berdasar pengalaman dari orang tuanya tanpa mengerti cara yang benar. Sebaliknya ada yang memanjakan sebagai bentuk perhatian karena seharian orang tua sibuk bekerja. Tujuan: mengetahui hubungan pendidikan dan pekerjaan terhadap pola asuh terhadap anak di TK Airlangga Surabaya. Metode: Desain penelitian analitik cross sectional, dengan sampel: sebagian orang tua dari murid TK Airlangga Surabaya. Besar sampel 45 orang. Tehnik pengambilan sampel secara simple random sampling. Variabel independen pendidikan dan pekerjaan oang tua, variabel dependen pola asuh. Instrumen pengumpulan data dengan kuesioner tertutup. Analisis hubungan pendidikan dan pekerjaan dengan pola asuh menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman dengan signifikansi p < 0,05. Hasil: Persentase terbanyak orang tua dengan pendidikan menengah, orang tua yang tidak bekerja, pola asuh adalah type otoriter. Berdasarkan analisis statistik diperoleh hasil yang kurang signifikan antara pendidikan dan pola asuh. Namun terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan pola asuh orang tua dengan derajat signifikansi lemah dan arah positif. Saran: Saran yang diperlukan adalah orang tua seharusnya mengasuh anak dengan pola asuh yang demokratis agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Kata kunci: Pekerjaan, Pola Asuh 65 Latar belakang Masa balita merupakan periode penting pada awal kehidupan. Pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan berjalan dengan pesat dan merupakan dasar untuk periode selanjutnya, sehingga masa balita ini disebut juga dengan periode emas (golden period). Oleh karena itu peran orang tua sangat penting dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar anak. Pada prinsipnya, kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang dikelompokkan menjadi 3 yaitu asah, asih dan asuh (Soetjiningsih, 2007). Asah merupakan kebutuhan akan stimulasi dari lingkungan. Anak yang banyak mendapat stimulasi yang terarah akan cepat berkembang dibanding anak yang kurang mendapat stimulasi. Asih merupakan kebutuhan psikologis anak akan emosi dan kasih sayang. Ikatan emosi dan kasih sayang yang erat antara ibu/orang tua dengan anak sangat penting karena berguna untuk menentukan perilaku anak dikemudian hari. Sedangkan asuh merupakan kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik, diantaranya kebutuhan nutrisi, imunisasi dan perawatan kesehatan. Asih merupakan kebutuhan anak yang sulit dipenuhi oleh orang lain selain orang tuanya. Sejak anak dalam kandungan diupayakan kontak psikologis antara ibu dan anak, selanjutnya saat lahir ada upaya mendekapkan bayi ke dada ibu segera setelah lahir (bounding attachment). Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan asih ini perlu pola asuh yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Namun sering dijumpai orang tua yang terlalu memanjakan anak, dengan selalu menuruti keinginannya. Orang tua beralasan karena terlalu sibuk bekerja sehingga sebagai kompensasinya adalah menuruti kemauan anak tanpa memperhatikan dampaknya di kemudian hari. Disisi lain ada yang terlalu melindungi (overprotective), karena takut anaknya mengalami cedera atau sakit. Kondisi ini biasanya terjadi pada orang tua yang sulit mendapatkan anak. Penelitian yang telah dilakukan oleh Juneman (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis pola asuh dengan kegiatan pembulian pada remaja. Jenis pola asuh meliputi otoriter, permisisve dan outoritatif (demokratis). Anak yang melakukan pembulian maupun korban pembulian cenderung diasuh oleh orang tua yang permisive dan otoriter. Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh yang tidak 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 tepat dapat mempengaruhi perkembangan anak pada tahap selanjutnya. Ada beberapa faktor yang memberikan kontribusi tentang bagaimana orang tua mengasuh anaknya. Notoatmodjo (2009) menjelaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor pendukung (predisposing faktor) yang meliputi pendidikan, pekerjaan, usia, pengetahuan. Berkaitan dengan pola asuh ini, faktor pendidikan dan pekerjaan orang tua ikut berperan penting. Orang tua yang berpendidikan tinggi seharusnya lebih paham bagaimana cara mendidik anaknya dengan benar karena lebih tahu cara mengakses informasi dengan mudah. Sebaliknya orang tua yang berpendidikan rendah, cenderung mempunyai pemahaman yang terbatas tentang cara mengasuh anaknya agar dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Hal ini didukung oleh Ary Setyono (2009) dalam jurnal penelitiannya disebutkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara tingkat pendidikan orang tua dengan pola asuh dengan korelasi sebesar 0,820. Demikian juga dengan pekerjaan orang tua. Kedua orang tua yang bekerja secara otomatis waktunya akan tersita dengan pekerjaan sehingga interaksi dengan anaknya menjadi terbatas. Jika orang tua tidak bekerja terutama ibunya, maka anak akan mendapat pengasuhan dan kasih sayang yang cukup. Hasil studi awal yang dilakukan di TK Putra Airlangga pada tahun 2009, ditemukan bahwa dari 14 anak yang mengalami gangguan perkembangan (gangguan mental emosional) sebagian besar besar menerapkan pola asuh asuh otoriter dan permisisive. Hanya sebagian kecil yang menerapkan pola asuh demokratis. Hampir semua anak yang bersekolah di TK Airlangga, kedua orang tuanya bekerja. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui korelasi pendidikan dan pekerjaan dengan pola asuh terhadap anaknya di TK Putra Airlangga. METODE PENELITIAN Desain penelitian adalah analitik cross sectional. Sampel penelitian adalah sebagian orang tua murid di TK Putra Airlangga, jumlah sampel 45 orang, diambil dengan teknik simple random sampling. Variabel independen pendidikan dan pekerjaan orang tua, variabel dependen pola 66 ISSN: 2086-3098 asuh orang tua. Intrumen pengumpulan data dengan kuesioner tertutup. Analisis hubungan pendidikan dan pekerjaan dengan pola asuh menggunakan Uji Chi-Square dengan signifikansi p < 0,05. HASIL PENELITIAN Karakteristik pendidikan, pekerjaan, dan pola asuh orang tua sebagai berikut: Tabel 1. Pendidikan, Pekerjaan, dan Pola Asuh Orang Tua Ayah f Pendidikan -Dasar -Menengah -Tinggi Pekerjaan: -PNS -Swasta -Tidak Bekerja Pola Asuh -Permisif -Otoriter -Demokratis % Ibu f % Total f % 4 26,7 5 9 60 17 2 13,3 8 16,7 56,7 26,7 9 20 26 57,8 10 22,2 2 13,3 6 5 33,3 8 8 53,3 16 20 26,7 53,3 8 17,8 13 28,9 24 53,3 3 6 6 20 43,3 36,7 9 20.0 19 42.2 17 37.8 20 40 40 6 13 11 Persentase terbanyak dari pendidikan ayah maupun ibu adalah setingkat pendidikan menengah. Persentase terbanyak untuk pekerjaan, baik ayah maupun ibu adalah tidak bekerja. Tidak sampai lima puluh persen responden yang bekerja baik sebagai PNS, maupun swasta. Tabel 2. Distribusi Pola Asuh Menurut Tingkat Pendidikan Orangtua Pola Asuh Pendidikan Permisif Otoriter Demo- Total kratis f % f % f % f % Dasar 0 0 9 100 0 0 9 100 Menengah 5 19.2 6 23.1 15 57.7 26 100 Tingggi Total 4 40.0 4 40.0 2 20.0 10 100 9 20.0 19 42.2 17 37.8 45 100 p= 0,639 Pola asuh permisif, lebih banyak diterapkan oleh orang tua yang berpendidikan pergurun tinggi. Pola asuh otoriter merupakan pola asuh terbanyak, diterapkan oleh orang tua yang berpendidikan dasar (SD dan SMP). Sedangkan persentase pola asuh demokratis lebih banyak diterapkan oleh orang tua yang berpendidikan menengah. Hasil analisis penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan orang tua dengan pola 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 asuh pada anak di TK Airlangga Surabaya. Nilai signifikansi diperoleh p= 0,639 yang berarti p > 0,05. Tabel 3. Distribusi Pola Asuh Menurut Pekerjaan Orangtua Pola Asuh Permisif Otoriter Demokratis f % f % f % Peg. Negeri 3 37.5 3 37.5 2 25.0 Peg. Swasta 5 38.5 4 30.8 4 30.8 Tak Bekerja 1 4.2 12 50.0 11 45.8 Total 9 20.0 19 42.2 17 37.8 Pekerjaan Total f 8 13 24 45 % 100 100 100 100 p= 0,033 Orang tua yang bekerja baik pegawai negeri maupun swasta menerapkan pola asuh yang cenderung permisif atau otoriter. Sebaliknya orang tua yang tidak bekerja cenderung menerapkan pola asuh yang demokratis dan otoriter. Berdasarkan analis statistik diperoleh hasil terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dan pola asuh (P=0,033). PEMBAHASAN Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan orang tua dengan pola asuh pada anak di TK Airlangga Surabaya. Hal ini dikarenakan ada faktor yang tidak menjadi variabel pada penelitian ini yaitu bekal ilmu yang dimiliki, kesamaan pola asuh dengan orang tuanya, usia anak dan orang tua. Orang tua yang berpendidikan dasar lebih banyak menerapkan pola asuh otoriter. Mereka membuat berbagai aturan yang mutlak harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa memahami perasaan anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya. Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan alasan agar anak menjadi patuh dan disiplin serta menghormati orangtua yang telah membesarkannya (Goleman 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Ari Setyono justru menunjukkan hasil yang berbeda. Dari penelitiannya diperoleh bahwa terdapat pengaruh yang kuat dan signifikan antara tingkat pendidikan orang tua terhadap pola asuh anak. Orang tua dengan tingkat pendidikan yang cenderung rendah lebih memilih pola asuh tipe Laissez Faire atau pola asuh otoriter. Sedangkan orang tua dengan tingkat pendidikan yang cenderung tinggi lebih memilih pola asuh tipe demokratis. Orang tua yang berpendidikan 67 dasar cenderung kurang mendapatkan informasi yang cukup bagaimana cara mengasuh anak yang benar. Biasanya pola asuh yang diterapkan berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari orang tuanya. Dahulu sering orang tua marah dan menghukum jika anaknya berbuat kesalahan atau tidak menuruti perkataanya. Jika pola asuh otoriter ini terus diterapkan pada anak dapat memberikan dampak diantaranya kurang mampu berienteraksi dengan lingkungan, kurang inisiatif, selalu tergantung apa kata orang tua dan kurang mandiri bahkan bersikap memberontak dan agresif . Berdasarkan analis statistik diperoleh hasil terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dan pola asuh dengan derajat korelasi lemah. Orang tua yang tidak bekerja mempunyai waktu yang cukup untuk mengasuh anak. Mereka mempunyai kesempatan mendapatkan berbagai informasi tentang bagaimana cara mengasuh dan merawat anak dengan benar sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Orangtua memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orangtua. Pola asuh ini yang paling ideal dibanding type pola asuh lainnya. Orang tua bersikap rasional, realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan melampaui kemampuan anak. Pola asuh ini akan menghasilkan anak–anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal–hal baru, dan kooperatif terhadap orang lain. Namun disisi lain ada orang tua yang tidak bekerja, mengasuh anaknya secara otoriter. Sedangkan orang tua yang bekerja cenderung menerapkan pola asuh permisif karena sebagai bentuk perhatian dan rasa bersalah karena tidak bisa bisa berinteraksi secara intensif dengan anaknya. Orang tua biasanya memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup. Mereka cenderung tidak menegur atau tidak memperingatkan anak apabila sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun, orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat sehingga sering disukai oleh anak. Jika pola asuh ini selalu diterapkan maka dampaknya adalah anak tumbuh menjadi pribadi yang egois, tidak mandiri dan tidak mau bertanggung jawab, mudah untuk memanipulasi peraturan, cenderung mengatur dan tidak menghargai orang tua. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 SIMPULAN DAN SARAN ISSN: 2086-3098 Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Anak. Jakarta: EGC Kembang Simpulan 1. Terdapat hubungan yang tidak bermakna antara pendidikan orang tua dengan pola asuh yang diterapkan terhadap anaknya. 2. Terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan orang tua dengan pola asuh yang diterapkan terhadap anaknya, dengan korelasi lemah. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, Alfabeta, Bandung Utami, Rini. 2006. Jangan Biarkan Anak Kita Berbohong dan Mencuri. Solo : Tiga Serangkai. Saran 1. Orang tua hendaknya menerapkan pola asuh yang demokratis karena dapat menjadikan anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Bagi orang tua yang selama ini menerapkan pola asuh otoriter atau permisif harus bisa mengkombinasikan dengan pola asuh demokratis demi masa depan anakanaknya. 2. Semua orang tua khususnya yang mempunyai anak balita hendaknya menyempatkan menggali berbagai informasi tentang cara mendidik anak DAFTAR PUSTAKA Ary Setyono 2009. Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua Terhadap Pola Asuh Anak Pada Masyarakat Desa Campurejo Kecamatan Boja Kabupaten Kendal. http://arysetyono. wordpress.com/2009/12/17 diakses 18 April 2013. Goleman. 2008. Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Izzaty, Rita Eka. 2006. Peranan Aktivitas Pengasuhan pada Pembentukan Perilaku Anak sejak Usia Dini. Yogyakarta : Tiara Wacana. Mutiara Pertiwi dan Juneman. Peran Pola Asuh Orangtua Dalam Mengembangkan Remaja Menjadipelaku Dan/Atau Korban Pembulian Di Sekolah. Sosiokonsepsia Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Vol 17 No 02 Mei Agustus 2012 http://www.academia.edu/ 2487578/Jurnal Sosiokonsepsia, Mei 2012, Vol. 17 No. 2 Halaman 173-191. ISSN 2089-0338 diakses 18 April 2013 Nursalam. 2007. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian llmu Keperawatan; Salemba Medika: Jakarta, 68 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN PENGARUH NILAI ANAK TERHADAP KEIKUTSERTAAN KELUARGA BERENCANA PADA IBU PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING PADANGSIDIMPUAN Satyawati Sulubara (Prodi Kebidanan Padangsidimpuan Poltekkes Kemenkes Medan) ABSTRACT Background: The achievement of Family Planning program in Padangsidimpuan Tenggara Subdistrict is still under of the target (68,8%). This low achievement of Family Planning acceptor percentage realization is related to the influence of child value. The mothers participating in the family Planning program especially those in Padangsidimpuan Tenggara Subdistrict belong to the community that still embrace the cultural values related to religion and culture that the Family Planning program is hard to be accepted by the community. Method: The population of this observational study with cross-sectional design was 825 mothers and 92 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through observation and interviews. The data obtained were analyzed through Chi-square test and multiple logistic regression tests. Result: The result of this study showed that there was a relationship between cultural value of child (p = 0,000), economic value of child (p = 0,001), social value of child (p = 0,034), and psychological value of child (p = 0,020) with the participation of mothers in Family Planning program. Conclussion: The conclusion drawn is that the cultural value of child is the most influencing factor on the participation of mothers in Family Planning program in the working area of Puskesmas Pijorkoling. The health workers especially those of BKKBN (National Family Planning Coordinating Board) in the working area of Puskesmas Pijorkoling, Padangsidimpuan Subdistrict are expected to keep providing information about the importance of the participation of mothers in Family Planning Program through health extensions given to mothers that they are responsible to their own reproductive health. Keywords: Value of Child, Participation, Family Planning 69 Latar Belakang Gerakan Keluarga Berencana Nasional (GKBN) telah berjalan lebih kurang 40 tahun dan sudah begitu banyak memberikan hasil dalam pengelolaanya. Bila dilihat dari banyaknya pasangan Usia Subur (PUS) yang mengikuti GKBN tersebut, yaitu 26 Juta (PUS) dari 34 Juta PUS yang ada di Indonesia. Disamping itu berdasarkan sensus penduduk tahun 1990 telah memberikan dampak pada sisi demografi yang menunjukkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,97% pertahun periode 1980-1990. Jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk periode 1971-1990 sebesar 2,34% pertahun, berarti telah berhasil diturunkan sebanyak 0,34%. Kemudian pada tahun 1993 laju pertumbuhan penduduk turun lagi menjadi 1,66% pertahun, dan pada SDKI 2000 sampai dengan 2010 Laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,40% (BKKBN, 2011). Salah satu kendala pelaksanaan program KB, antara lain masih adanya pemahaman tentang nilai anak yang sempit. Suatu nilai erat berkaitan dengan kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat, dan setiap masyarakat memiliki nilai tertentu mengenai sesuatu yang mereka miliki. Nilai itu umumnya tidak mudah berubah, karena setiap individu telah disosialisasikan dengan nilai-nilai tersebut. Melalui proses sosialisasi, setiap individu anggota masyarakat telah di resapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup di dalam masyarakat itu, mulai dari kecil sampai dewasa sehingga konsep-konsep nilai tersebut berakar dalam jiwanya. Itulah sebabnya, mengapa suatu nilai budaya sangat sulit untuk begitu saja digantikan dengan nilai budaya lain. Rendahnya pencapaian realisasi persentase akseptor baru ini berhubungan dengan pengaruh persepsi nilai anak terhadap keikutsertaan keluarga berencana. Selain itu, ibu-ibu yang mengikuti program KB khususnya di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara ditinjau dari kultur masyarakat masih memegang erat nilai-nilai budaya yang dikaitkan dengan agama, sehingga program KB tidak mudah diterima oleh masyarakat tersebut. Ditinjau dari segi adat istiadat masyarakat Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, khususnya dalam masalah program KB sangat sulit untuk disosialisasikan, dimana pada ibu-ibu yang mau program KB umumnya ada rasa malu, takut pada suami, dan sebahagian masyarakat menganggap 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 bahwa program KB itu adalah haram hukumnya (membunuh bibit keturunan). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Keikutsertaan Ber-KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan Tujuan penelitian Menganalisis pengaruh nilai anak baik dari aspek budaya, agama, ekonomi, sosial dan aspek psikologi dengan keikutsertaan Keluarga Berencana pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara sebanyak 825. Besar sampel sebanyak 92 Ibu PUS diambil dengan tehnik simple random sampling. Variabel bebas adalah nilai anak meliputi nilai agama, nilai budaya, nilai ekonomi, nilai sosial, dan nilai psikologi. Variabel terikat adalah keikutsertaan KB. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Data dianalisis menggunakan analisis multivariabel. HASIL PENELITIAN Hasil Penelitian Distribusi frekuensi tingkat nilai anak dan keikutsertaan KB ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpun masing-masing disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Nilai Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan Nilai Anak Nilai Budaya Baik Buruk Jumlah Nilai Ekonomi Anak Baik Buruk Jumlah Nilai Sosial Anak Baik Buruk Jumlah Nilai Psikologi Anak Baik Buruk Jumlah 70 f % 37 55 92 40,2 59,8 100,0 43 49 92 46,7 53,3 100,0 44 48 92 47,8 52,2 100,0 43 49 92 46,7 53,3 100,0 Keikutsertaan Ber-KB Ya Tidak Jumlah f 53 39 92 % 57,6 42,4 100,0 Tabel 3 menyajikan tentang hubungan nilai anak dengan keikutsertaan PUS untuk ber-KB. Selanjutnya disajikan pula hasil analisis regresi logistrik yaitu pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 3. Hubungan Nilai Anak dengan Keikutsertaan Ber-KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan Nilai Anak NB NE NS NP f 27 12 26 13 24 15 24 15 Keikutsertaan Ber-KB Ya Tidak Total % f % f % 73,0 10 27,0 37 100 21,8 43 78,2 55 100 60,5 17 39,5 43 100 26,5 36 76,5 49 100 54,5 20 45,5 44 100 31,3 33 68,8 48 100 55,8 19 44,2 43 100 30,6 34 69,4 49 100 p 0,000 0,001 0,034 0,020 Keterangan: NB= Nilai budaya NE= Nilai ekonomi NS= Nilai soasial NP= Nilai psikologi Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Regresi Logistik Variabel B P Exp (B) 95% CI for Exp (B) Lower Upper 2,403 0,000 11,051 3,790 32,223 Nilai Budaya Nilai 1,626 0,003 5,081 1,758 14,687 Ekonomi Constant -0,891 0,000 0,151 - Tabel 5. Ringkasan Hasil Uji Regresi Logistik (Lanjutan) Variabel Budaya dan Ekonomi Prediktor Probabilitas 1 0 0,895 0,131 % 89,5% 13,1% PEMBAHASAN Hubungan Nilai Budaya Anak dengan Keikutsertaan Ibu PUS dalam Program KB Mayoritas responden mempunyai nilai budaya anak berada pada kategori buruk 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 yaitu 59,8%. Nilai budaya anak dengan keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB di peroleh data bahwa dari 37 responden dengan nilai budaya anak baik sebanyak 27 responden (73,0%) yang ikut KB dan 10 responden (27,0%) yang tidak ikut KB. Sedangkan dari 55 responden dengan nilai budaya anak buruk sebanyak 12 responden (21,8%) yang ikut KB dan 43 responden (78,2%) yang tidak ikut KB. Hasil uji statistik chi-square didapat nilai p = 0, 000, artinya ada hubungan yang signifikan antara nilai budaya anak dengan keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB. Buruknya nilai budaya anak menurut Ibu PUS disebabkan oleh Ibu PUS tidak membatasi kelahiran anak dengan alasan melestarikan budaya atau adat istiadat yang dianut, agar memiliki pewaris kehidupan budaya. Kemudian akan tetap melahirkan sampai mendapatkan anak lakilaki karena anak laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi menurut adat dianut, pewaris harta, pemberi marga dan menjadi penerus garis keturunan yang merupakan identitas budaya yaitu budaya batak. Kemudian peran suami sebagai penentu jumlah anak yang dilahirkan juga sebagai penentu ibu untuk tetap melahirkan sebagai bukti kepatuhan terhadap suami. Dilain sisi adanya anggapan bahwa wanita yang tidak dapat melahirkan anak laki-laki merupakan aib bagi wanita tersebut. Selanjutnya Ibu/Bapak merasa menjadi orangtua yang sempurna jika dapat harus melahirkan anak sesuai dengan keinginan suami terutama anak laki-laki serta melahirkan anak adalah anugerah kodrat wanita. Hasil penelitian ini sependapat dengan pernyataan bahwa bagi orang Batak, adat memegang peranan penting. J. SarumpaetHutabarat, seperti dikutip Pedersen (1975) menegaskan bahwa "Adat adalah sumber identitas orang Batak, Kami dan adat adalah satu. Begitu dalamnya arti adat dalam hidup Kami". Hal tersebut dapat menjadi salah satu kendala keikutsertaan KB, jika dalam sebuah keluarga belum ada anak laki-laki maka si ibu akan terus melahirkan sampai akhirnya ia mendapatkan anak laki-laki. Hubungan Nilai Ekonomi Anak dengan Keikutsertaan Ibu PUS dalam Program KB Mayoritas responden mempunyai nilai ekonomi anak buruk (53,3%). Nilai ekonomi anak dengan keikutsertaan PUS dalam program KB di peroleh data bahwa dari 43 responden dengan nilai ekonomi anak baik sebanyak 26 responden (60,5%) yang ikut KB dan 17 responden (39,5%) yang tidak ikut KB. Sedangkan dari 49 responden 71 ISSN: 2086-3098 dengan nilai ekonomi anak buruk sebanyak 13 responden (26,5%) yang ikut KB dan 36 responden (73,6%) yang tidak ikut KB. Hasil uji statistik chi-square didapat nilai p = 0, 001, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai ekonomi anak dengan keikutsertaan PUS dalam program KB. Buruknya nilai ekonomi anak disebabkan oleh Ibu PUS tidak membatasi kelahiran anak karena menganggap bahwa banyak anak banyak rezeki, melahirkan banyak anak karena menganggap anak adalah sumber rezeki, anak merupakan sumber tenaga kerja yang dapat membantu perekonomian keluarga di kemudian hari, anak adalah asuransi di hari tua, anak dapat saling membantu kesulitan ekonomi kakak atau adiknya, anak dapat membantu pekerjaan di rumah, anak merupakan jaminan hidup di masa tua, dan menganggap bahwa memiliki banyak anak berarti orang tua perlu bekerja lagi nantinya karena ada yang membantu. Menurut Arnold dan Fawcett (1990) Manfaat Ekonomi dan Ketenangan dimana anak dapat membantu ekonomi orang tuanya dengan bekerja di sawah atau di perusahaan keluarga lainnya, atau dengan menyumbangkan upah yang mereka dapat di tempat lain. Mereka dapat megerjakan banyak tugas di rumah (sehingga ibu mereka dapat melakukan pekerjaan yang menghasilkan uang). Hubungan Nilai Sosial Anak dengan Keikutsertaan Ibu PUS dalam Program KB Mayoritas responden mempunyai nila sosial anak berada pada kategori buruk 52,2%. Nilai sosial anak dengan keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB di peroleh data bahwa dari 44 responden dengan nilai sosial anak baik sebanyak 24 responden (54,5%) yang ikut KB dan 20 responden (45,5%) yang tidak ikut KB. Sedangkan dari 48 responden dengan nilai sosial anak buruk sebanyak 15 responden (31,3%) yang ikut KB dan 33 responden (68,8%) yang tidak ikut KB. Hasil uji statistik chi-square didapat nilai p = 0, 034, artinya ada hubungan yang signifikan antara nilai sosial anak dengan keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB. Buruknya nilai sosial anak disebabkan alasan Ibu PUS tidak membatasi kelahiran anak karena mewajibkan menjadi tokoh sosial di lingkungannya, banyak anak berarti memiliki banyak kesempatan untuk memiliki orangorang yang bisa di banggakan di lingkungan sosial atau salah satu diantaranya. Kemudian adanya anggapan bahwa memilih jenis kelamin anak yang berharga dalam 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 kehidupan sosial baik laki-laki maupun perempuan karena menggap anak adalah pewaris kehidupan sosial. Nilai anak dari segi sosial yaitu anak merupakan anak dapat meningkatkan status seseorang. Pada beberapa masyarakat, individu baru mempunyai hak suara setelah ia memiliki anak. Anak merupakan penerus keturunan. Untuk mereka yang menganut sistem patrilineal, seperti Cina, Korea, Taiwan, dan Suku Batak, adanya anak lakilaki sangat diharapkan karena anak laki-laki akan meneruskan garis keturunan yang diwarisi lewat nama keluarga. Keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki dianggap tidak memiliki garis keturunan, dan keluarga itu dianggap akan punah. Anak merupakan pewaris harta pusaka. Bagi masyarakat yang menganut sistem matrilineal, anak perempuan selain sebagai penerus keturunan, juga bertindak sebagai pewaris dan penjaga harta pusaka yang diwarisinya. Sedangkan anak laki-laki hanya mempunyai hak guna atau hak pakai. Sebaliknya, pada masyarakat yang menganut sistem patrilineal, anak laki-lakilah yang mewariskan harta pusaka. Hubungan Nilai Psikologi Anak dengan Keikutsertaan Ibu PUS dalam Program KB Mayoritas responden mempunyai nila psikologi anak berada pada kategori buruk k (53,3%). Nilai psikologi anak dengan keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB di peroleh data bahwa dari 43 responden dengan nilai sosial anak baik sebanyak 24 responden (55,8%) yang ikut KB dan 19 responden (44,2%) yang tidak ikut KB. Sedangkan dari 49 responden dengan nilai psokologi anak buruk sebanyak 15 responden (30,6%) yang ikut KB dan 34 responden (69,4%) yang tidak ikut KB. Hasil uji statistik chi-square didapat nilai p = 0,020, artinya ada hubungan yang signifikan antara nilai psikologi anak dengan keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB. Buruknya nilai psikologi anak karena Ibu PUS tidak membatasi kelahiran anak dengan menganggap bahwa anak dapat mendatangkan kebahagiaan bagi keluarga, pencegah utama terjadinya perceraian, sebagai pelindung dan pemberi rasa aman, pemberi kasih sayang. Kemudian adanya anggapan bahwa Ibu harus melahirkan banyak anak perempuan karena anak perempuan lebih perhatian kepada orangtua saat tua nanti. Menurut Arnold dan Fawcett (1990), dengan memiliki anak, orang tua akan memperoleh hal-hal yang menguntungkan 72 ISSN: 2086-3098 atau hal-hal yang merugikan. Nilai anak yang menguntungkan (manfaat) yaitu, Manfaat Emosional di mana anak membawa kegembiraan dan kebahagiaan ke dalam hidup orang tuanya. Anak adalah sasaran cinta kasih, dan sahabat bagi orang tuanya, artinya dengan anak orang tua kan merasakan kebahagiaan bagi orang tua. Dengan kehadiran anak orang tua mampu mengubah sikap keras hati menjadi lemah lembut Faktor Yang Paling Berpengaruh Terhadap Keikutsertaan Ibu PUS Dalam Program KB Berdasarkan uji regresi logistik ganda diketahui variabel yang paling dominan dalam keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB adalah variabel nilai budaya anak. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa nilai budaya anak responden sangat mempengaruhi Ibu PUS untuk mengikuti program KB. Menurut Hoffman (1973) bahwa nilai anak berkaitan dengan fungsi anak terhadap orang tua atau kebutuhan orang tua yang akan di penuhinya. Keberadaan anak dalam suatu keluarga berfungsi sebagai penyambung garis keturunan, penerus tradisi keluarga, curahan kasih sayang, hiburan dan jaminan hari tua. Anak sebagai penyambung garis keturunan, kehadiran anak dalam suatu keluarga sangat di dambakan, anak di harapkan dapat meneruskan keturunan keluarga sehingga garis keturunan keluarga tersebut tidak terputus. Anak sebagai penerus tradisi keluarga, anak tidak hanya mewarisi harta peninggalan orang tua (yang bersifat material), akan tetapi juga mewarisi kewajiban adat yang sudah di percayai oleh orang tua yang sudah diatur dalam adat yang ada, dan anak dapat menjadi penerus kewajiban orang tua di lingkungan kerabat dan masyarakat Berdasarkan hal tersebut peneliti menyarankan agar Ibu PUS lebih bijak dalam menyikapi nilai anak dan pengaruhnya terhadap keikutsertaan ber-KB sebab KB dimasukkan dalam pelayanan kesehatan reproduksi karena KB bertujuan untuk menunda, menjarangkan atau membatasi kehamilan, bila jumlah anak dianggap cukup. Kehamilan yang diinginkan pada keadaan dan saat yang tepat, akan lebih menjamin kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi yang dikandungnya. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Mayoritas nilai budaya anak, nilai ekonomi anak, nilai sosial anak, dan nilai psikologi anak pada kategori buruk. Keikutsertaan ibu PUS dalam Program KB masih rendah. Faktor yang dominan terhadap keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB adalah nilai budaya anak. Alasan Ibu PUS tidak membatasi kelahiran anak dengan alasan (1) melestarikan budaya atau adat istiadat yang dianut, agar memiliki pewaris kehidupan budaya, menganggap bahwa banyak anak banyak rezeki, (2) melahirkan banyak anak karena menganggap anak adalah sumber rezeki. (3) adanya anggapan bahwa banyak anak berarti memiliki banyak kesempatan untuk memiliki orang-orang yang bisa di banggakan di lingkungan sosial dan (3) menganggap bahwa anak dapat mendatangkan kebahagiaan bagi keluarga, pencegah utama terjadinya perceraian. Pada suku batak khususnya yang menganut paham patrilineal, menganggap nilai anak terutama anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan, karena perannya yang begitu besar dalam meneruskan kelangsungan garis keturunan Saran 1. Diperlukan kerja sama yang baik antara intansi pemerintah khususnya BKKBN dengan tokoh adat serta tokoh agama agar dapat membenahi (memperbaiki) pandangan masyarakat yang masih salah tentang nilai anak menurut budaya yang menghambat keputusan Ibu PUS untuk ber-KB yaitu melalui pendidikan dan penyuluhan kesehatan sehingga Ibu PUS mempertimbangkan pengambilan keputusan dalam menentukan jumlah dan kelengkapan jenis kelamin. 2. Diharapkan bagi petugas kesehatan khususnya BKKBN yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan agar tetap memberikan informasi mengenai pentingnya keikutsertaan Ibu PUS dalam Program KB melalui penyuluhan kesehatan kepada Ibu PUS sehingga Ibu PUS bertanggungjawab terhadap kesehatan reproduksinya. DAFTAR PUSTAKA Aman, dkk, 2004. Pengetahuan dan Sikap Suami Istri Mengenai Masalah Kesehatan Reproduksi Perempuan Hubungannya 73 ISSN: 2086-3098 dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat (KIA) Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. Arnold F et all 1990. The Value of Children a Cross-National Study Vol.1 Introduction and Comparative Analysis. Honolulu, Hawaii, East_West Population Institute. Astiti. 1994. Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana terhadap Nilai Anak Laki-laki dan Anak Perempuan pada Masyarakat Bali yang sedang Berubah. Disertasi. Program Pasca Sarjana. IPB Bogor. Baltus, Rita K. 1983. Personal Psychologyfor Life and Work. New York : McGraw- Hill Book Company. Baihaqi, Akmad. 2005. Decentralisation in Indonesia: The Possible Impact on Education (Schooling) and Human Resource Development For Local Regions. University of Aalberg, Denmark. Bellante, Don dan Jackson, M. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Berry, 1999. Discovering The Soul of Service, The Nine Drivers of Suistanable Business Success. New York : The Free Press. BKKBN, 2007. Rubrik Reproduksi. Jakarta. KB- Kesehatan ______, 2011. Program KB Nasional. Jakarta. Bongaarts, John and Menken, Jane. 1983. The Supply of Children: A Critical Essay. Academic Press, New York/London Deacon RE & Firebaugh FM. 1988. Family Resource Management Principles and Applications. 2nd Edition. United State of America. Allyn and Bacon, Inc. [Depdiknas] Diapari L. 1987. Perkembangan Adat Istiadat Masyarakat Batak Tapanuli Selatan. Jakarta. (Tidak diterbitkan). Dinkes Kota Padangsidimpuan. Profil Kesehatan Kota Padangsidimpuan Tahun 2010, Sumatera Utara Fawcett, James T. 1983. Perceptions of the Value of Children. Satisfactions and 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 costs. Academic York/London Press, ISSN: 2086-3098 New Fitrah Y. 2008. Warna Lokal Batak Angkola dalam Novel Azab dan Sengsara Karya Merari Siregar. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi. Gibson, JL., Ivancevich, JM., & Donnelly, JH. 1985. Organization’s Behavior Structure, & Processes. New York: McGraw Hill Hoffman LW. 1973. A Psychological Perspective On The Value Of Children to Parents. Concept and Measures dalam J Fawcet (ed) Psychological Perspective on Population Pedersen P. 1975. Darah Batak dan Jiwa Protestan, Terjemahan K. Th. Sidjabat dan W. E. Sidjabat, BPK. Gunung Mulia. Jakarta. Tampubolon, AJ. 1995. Tingkat Pencapaian Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera pada Keluarga Nelayan. Skripsi, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian IPB Bogor. 74 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI PUBERTAS TENTANG PERKEMBANGAN FISIK DAN SEKSUAL Asworoningrum Yulindahwati (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Malang) ABSTRAK Latar belakang: Remaja pubertas merupakan remaja dalam tahap peralihan dari anak-anak menuju dewasa, dimana pada masa ini banyak terdapat perubahanperubahan yang menyangkut aspek fisik dan seksualnya. Untuk dapat menyiapkan generasi muda yang terdiri atas remaja pubertas yang potensial, maka perlu adanya pengetahuan yang baik dari remaja tersebut agar dapat mempersiapkan dirinya menghadapi perubahan fisik dan seksualnya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan remaja putri pubertas tentang perkembangan fisik dan seksualnya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan survey research. Populasi sebanyak 432 siswi dengan sampel sebanyak 64 siswi. Alat pengumpulan data adalah kuesioner. Hasil: Hasil penelitian menggambarkan pengetahuan remaja putri pubertas tentang perkembangan fisik dan seksual sebagian besar berada pada kategori baik (60,9%). Sedangkan gambaran pengetahuan remaja putri pubertas tentang perkembangan fisik juga lebih dari separuh mempunyai pengetahuan baik (78,1%), serta pada pengetahuan remaja putri pubertas tentang perkembangan seksual pada kategori baik (87,5%). Rekomendasi: Rekomendasi dari peneliti adalah untuk mengadakan pertemuan ilmiah yang menghadirkan narasumber yang ahli tentang kesehatan reproduksi khususnya membahas perkembangan fisik dan seksual agar remaja siap melaksanakan tugas perkembangannya Kata kunci: 75 Pengetahuan remaja putri pubertas, perkembangan fisik dan seksuali Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam sensus penduduk tahun 2010, jumlah remaja berusia 10-21 tahun sebanyak 23,79 % dari total penduduk Indonesia yang berarti satu dari empat orang penduduk Indonesia merupakan remaja. Dengan jumlah remaja yang cukup besar ini , maka negara Indonesia mempunyai sumber daya manusia yang potensial demi masa depan serta harapan bangsa dan negara. Anak remaja dan pemuda yang merupakan bagian dari sumber daya manusia menjadi tanggung jawab bagi orang tua, pemerintah dan masyarakat. Untuk itu perlu adanya kerjasama yang baik untuk semua pihak tersebut diatas untuk mempersiapkan upaya pembangunan kualitas manusia sedini mungkin. Untuk mewujudkan hal tersebut diatas, pemerintah Indonesia mempunyai komitmen untuk melaksanakan hasil Konferensi Internasional Tentang Kependudukan Dan Pembangunan (ICPD di Kairo, Mesir) pada tahun 1994 yang kemudian ditindaklanjuti melalui Lokakarya Nasional Kesehatan Reproduksi di Jakarta pada tahun 1996 dengan melibatkan sektor terkait (LSM, Universitas, Organisasi profesi dan Organisasi donor) sehingga terwujudlah kesepakatan bersama yang dikenal dengan nama Paket Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE). Paket Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) tersusun atas materi utama dan materi penunjang. Sebagai materi utama pendukung PKRE adalah prinsip-prinsip dasar kesehatan reproduksi dan pendekatan siklus hidup, pelayanan kesehatan reproduksi esensial (terdiri dari kesehatan ibu dan bayi baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja, penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS), kesehatan reproduksi pada usia lanjut, hak reproduksi, kesetaraan dan keadilan gender dalam kesehatan reproduksi. Adapun materi penunjang PKRE adalah kekerasan terhadap perempuan, peran laki-laki dalam kesehatan reproduksi, keguguran/aborsi, prolapsus uteri, fistula vesika vaginal dan rektovaginal, infertilitas, kanker sistem reproduksi (Depkes RI,2002). Kesehatan reproduksi remaja yang merupakan bagian dari materi utama PKRE sekaligus salah satu dari empat komponen prioritas kesehatan reproduksi nasional dapat diimplementasikan melalui upaya pembinaan remaja baik di sekolah maupun di luar sekolah (Dinkes Propinsi Jawa Timur, 2005). 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 Remaja menjadi salah satu fokus perhatian pemerintah karena remaja merupakan masa khusus untuk periode pematangan organ reproduksi manusia dimana terjadi perubahan fisik secara cepat yang terkadang tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan dan dalam lingkungan sosial tertentu sehingga sering terjadi perbedaan perlakuan terhadap remaja lakilaki dan perempuan (Depkes RI,2002), sekaligus untuk memberikan informasi yang benar dan akurat tentang kesehatan reproduksi remaja pada masa pubertas (Azwar,2002) Remaja puber menempati arti penting dalam siklus kehidupan manusia. Pada keadaan ini remaja mengalami tahap peralihan dari masa anak-anak yang mendapatkan status berupa pemberian dari orangtuanya (described) menuju masa dewasa untuk mendapatkan status berdasarkan kemampuannya (achieved) , berada pada usia 12-15 tahun, dan merupakan periode rawan bagi remaja itu karena mereka mengalami perubahan fisik meliputi ukuran dan bentuk tubuh serta perubahan seksual meliputi perkembangan ciri seks primer dan sekunder (Monks, 2004). Bagi remaja pubertas, mereka akan lebih dahulu menyadari keadaan fisik yang sejalan dengan perkembangan seksual oleh karena pertumbuhan dan perubahan hormonal yang berlangsung sangat cepat dan singkat. Kesadaran akan perubahan inilah yang membuat remaja pubertas akan merasakan kegelisahan dan perasaan was-was sekaligus mencari jawaban atas keingintahuan mereka dalam rangka pencarian identitas diri (Hasmi,2000). Dalam proses mencari tahu ini sesuai karakteristik remaja mereka akan mencoba dan akan selalu mencari tahu tentang hal yang belum diketahuinya (Monks,2004). Selain itu fenomena yang berkembang adalah kekukuhan masyarakat untuk terus mengingkari bahwa remaja membutuhkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi (Azwar,2002). Menurut Erikson dalam Suryanah (1996), pada usia pubertas, remaja mempunyai pemahaman terhadap diri terutama dalam hal fisik dan seksualnya. Menurut Hurlock (1994), remaja pubertas mempunyai karakteristik yang menyolok dibandingkan remaja awal dan akhir pubertas, karena remaja pubertas mengalami perubahan fisik, seksual dan psikologis secara cepat dan yang paling terlihat jelas menyolok peristiwa perubahan ini adalah pada anak perempuan. Berdasarkan hal-hal diatas, maka penulis mempunyai minat untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri 76 ISSN: 2086-3098 pubertas tentang perkembangan fisik dan seksual. METODE PENELITIAN Disain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif non experimental dengan pendekatan survey research dimana data dikumpulkan dalam satu waktu terhadap beberapa subyek penelitian (Arikunto,2002). Populasi merupakan sekelompok subyek penelitian dengan karakteristik tertentu (Arikunto,2002). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswi SMPN 1 Nganjuk yang berada pada kelas 7-9 dan berada pada rentang usia 12-15 tahun. Jumlah keseluruhan siswi yang memenuhi syarat tersebut adalah 432 orang Sampel adalah sebagian/ wakil populasi yang diteliti (Arikunto,2002). Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan non probalilitas sampling. Selanjutnya bila subyek penelitian terlalu besar (lebih dari 100), dapat diambil 10-15% atau 20-25% (Sedarmiyanti,2002). Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah 15% dari populasi dan berjumlah 64 orang. Alat pengumpulan data berupa kuesioner dengan bentuk pilihan jawaban tertutup yang telah melalui proses uji validitas dan reliabilitas Etika penelitian dengan menggunakan lembar persetujuan menjadi responden dan memastikan kerahasiaan identitas responden. Pada proses pengolahan data, pertama kali melakukan pengecekan terhadap kelengkapan jawaban responden, kemudian memberikan kode responden, memindahkan jawaban ke tabel dan melakukan analisa untuk mengkategorikan hasil jawaban ke kategori baik, cukup baik, kurang baik dan tidak baik (Arikunto,1998). HASIL PENELITIAN Karakteristik usia remaja putri pubertas dan sumber informasi Tabel 1. Distribusi Frekuensi Remaja Putri Pubertas Berdasarkan Usia Usia (Tahun) Jumlah Persentase 12 13 14 15 Jumlah 16 21 23 4 64 25 32,8 35,9 6,3 100 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Tentang Perkembangan Fisik Dan Seksual Pada Remaja Putri Pubertas Sumber Informasi Orang Tua Teman sebaya Media Lain-lain Jumlah Jumlah Persentase 18 32 14 0 64 28,1 50,8 21,1 0 100 Pengetahuan Remaja Putri Pubertas dan Sumber Informasi tentang Perkembangan Fisik dan Seksual Tabel 3. Distribusi Frekuensi Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Pubertas dan Sumber Informasi tentang Perkembangan Fisik dan Seksual Kategori Jumlah Sumber Informasi Orang Teman Media tua Sebaya Baik 39 (60,9%) 10 20 9 Cukup Baik 21 (32,8%) 8 10 3 Kurang Baik 4 (6,25%) 0 2 2 Tidak Baik 0 (0%) 0 0 0 Jumlah Kategori Jumlah Persentase Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik Jumlah 50 11 3 0 64 78,1 17,2 4,7 0 100 Tabel 5. Distribusi Pengetahuan Remaja Putri Pubertas tentang Perkembangan Fisik Berdasarkan Kategori Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik 77 Kategori Jumlah Persentase Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik Jumlah 56 6 2 0 64 87,5 9,4 3,1 0 100 Tabel 7. Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Pubertas tentang Perkembangan Seksual berdasarkan kategori baik, cukup baik dan kurang baik Kategori Baik Cukup Baik Kurang Baik 64 (100%) Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri Pubertas tentang Perkembangan Fisik Kategori Tabel 6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri tentang Perkembangan Seksual Pengetahun remaja putri pubertas yang tidak mampu dijawab Rentang usia remaja putri pubertas, terjadi perubahan tubuh yang menyolok pada pubertas Rentang usia remaja putri pubertas, terjadi perubahan tubuh yang menyolok pada pubertas, penurunan percaya diri karena perkembangan fisik, remaja perlu memperhatikan perubahan yang terjadi pada dirinya sendiri - Tidak Baik Pengetahun remaja putri pubertas yang tidak mampu dijawab Adanya pre menstrual syndrom, kelenjar keringat bertambah aktif dan efeknya terhadap kepercayaan diri remaja putri pubertas Awal berfungsinya alat reproduksi dengan tanda menarche, Adanya pre menstrual syndrom, payudara yang membesar karena pengaruh hormon, kelenjar keringat bertambah aktif dan efeknya terhadap kepercayaan diri remaja putri pubertas - PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian kepada 64 remaja putri pubertas yang berada pada rentang usia 12-15 tahun didapatkan karakteristik jumlah responden terbanyak pada usia 14 tahun yaitu sebanyak 23 orang (35,9%) dan yang paling sedikit pada usia 15 tahun berjumlah 4 orang (6,3%). Namun dikarenakan sampelnya sudah ditentukan dengan persyaratan masa pubertas yaitu usia 12-15 (Monks,2004), maka golongan remaja pubertas ini kesemuanya berada pada jenjang pendidikan menengah pertama. Dari penilaian pengetahuan remaja dan sumber informasi tentang perkembangan fisik dan seksual didapatkan lebih dari separuh jumlah responden yaitu 39 orang (60,9%) mempunyai pengetahuan baik, namun bila dilihat dari sisi sumber informasi dimana mereka mendapatkan pengetahuan baik tersebut lebih dari separuhnya (20 remaja) berasal dari teman sebaya; sedangkan dari orang tua dan media, jumlah remaja selisih sedikit yaitu 10 orang yang menyatakan mendapatkan informasi dari orangtua dan 9 orang menyatakan mendapatkan informasi dari media. Remaja 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 yang mempunyai pengetahuan kurang baik berjumlah 4 orang (6,2 %) dan mereka mendapatkan informasi dari teman sebaya dan media. Secara keseluruhan berdasarkan sumber informasi, teman sebaya menempati posisi pertama dengan persentase 50,8%, orangtua di posisi kedua (28,1%) dan yang terakhir adalah media (21,1%). Menurut Notoatmodjo (1993) dinyatakan bahwa seseorang mendapatkan pengetahuan dapat dengan melibatkan panca indera. Panca indera inilah yang dapat digunakan sebagai sarana berkomunikasi untuk mendapatkan pertukaran informasi. Dalam melakukan komunikasi, menurut Zulkifli (2003), remaja menunjukkan perilaku yang sangat tertarik dengan kelompok sebayanya dalam melakukan aktivitasnya sehingga tidak jarang orang tua dinomorduakan. Hal ini dikarenakan karena melalui kelompok sebaya yang berada pada rentang usia yang hampir sama dengan pengalaman yang hampir sama tentang perubahan fisik dan seksualnya, mereka merasakan terpenuhinya kebutuhan mereka akan rasa dimengerti, dianggap, diperhatikan, mencari pengalaman baru, harga diri, rasa aman yang belum tentu diperoleh di rumah maupun di sekolah. Selain itu, menurut Suryanah (1996), remaja pubertas ini sebenarnya mereka berada pada tahapan pemikiran kritis pada fase pemahaman yang belum cukup kuat. Dikuatkan oleh pernyataan Keraf (2001) yang menyebutkan bahwa selalu ada hubungan antara orang dengan obyek tertentu yang disadarinya ada/ terjadi. Oleh karena belum matangnya pemikiran mereka mudah untuk mendapatkan pengetahuan dari orang lain yang sama-sama masih dalam tahap pikiran yang sama dengan mereka. Menurut UU Nomor: 10/1992 tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera definisi suatu keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya; serta kualitas keluarga adalah kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga, dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera. Berdasarkan uraian tersebut, bahwasanya anak berada di satu lingkungan terkecil dari masyarakat bersama orangtua untuk mendapatkan pendidikan dan pembinaan kesehatan baik fisik maupun mental serta spiritual sehingga mampu untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan masyarakat 78 ISSN: 2086-3098 yang lebih besar. Seharusnya remaja mendapatkan informasi awal tentang perkembangan fisik dan seksualnya berasal dari orangtua. Namun ternyata dari hasil yang diaparkan di atas, orangtua menenpati posisi sebagai sumber informasi nomor dua setelah dari teman sebaya. Melalui fenomena ini maka perlunya orang tua maupun lingkungan sekitar untuk memposisikan dirinya menyesuaikan pemikiran remaja khususnya remaja pubertas sebagaimana teman sebayanya memahami mereka. Peran media sebagai sumber informasi mendapatkan pengetahuan tentang perkembangan fisik dan seksual yang menempati posisi ketiga setelah teman sebaya dan keluarga juga patut dipertimbangkan pula karena persentasenya hampir mendekati dengan persentase orangtua. Media menurut Heinich (1993) dalam Azhar Arsyad (2009) adalah sesuatu yang menjadikan perantara/ pengantar atau yang membawa informasi dari suatu sumber kepada penerima. Dapat diartikan pula bahwa media merupakan sarana ataupun saluran yang digunakan untuk mengkomunisasikan suatu informasi yang memuat sarana aktivitas mental manusia untuk menjalani sirkulasi peran dan menyajikan tipe baru dalam komunikasi sebagai upaya memenuhi kebutuhan fundamental manusia itu sendiri. Media juga berkembang sesuai dengan pemikiran manusia yang juga selalu dinamis yang berusaha untuk mengefektifkan dan mengefisienkan serta memperkuat eksistensi informasi yang disampaikan sehingga dapat mendidik/mengarahkan atau menjadi kontrol sosial bahkan sekaligus juga memberikan hiburan bagi penerima pesan (M. Ghojali BAP,2010). Remaja putri pubertas mendapatkan pengetahuan melalui media dimungkinkan juga karena fungsi media yang selain memberikan pendidikan juga memberikan hiburan. Namun yang lebih penting sebenarnya adalah bagaimana remaja putri pubertas tersebut memilih media secara selektif yang memang dapat dipercaya kurasinya yang dapat memberikan pengtahuan yang lebih baik tentang perkembangan fisik dan seksual. Secara keseluruhan remaja putri pubertas perlu untuk diberikan suatu pembinaan/arahan tentang pengetahuan remaja pubertas ini yang telah diperolehnya itu berkaitan darimana sumber informasi itu diperoleh dan juga berusaha untuk mengembalikan posisi mereka di dalam keluarga yang berada dalam nungan orang tua untuk selalu berkomunikasi aktif dengan orang tua kemudia ditunjang oleh sarana yang lain 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 agar mereka mendapatkan informasi yang tepat, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan guna mengenali perkembangan kesehatan reproduksi mereka selanjutnya. Pengetahuan remaja pubertas terhadap perkembangan fisiknya bila dilihat kembali, maka 50 dari 64 remaja (78,1%) mempunyai pengetahuan baik dan 3 responden (4,7%) yang mempunyai pengetahuan kurang baik. Perkembangan fisik secara kasat mata yang bisa terlihat secara jelas karena berhubungan dengan perubahan ukuran dan bentuk tubuh serta rentang usia terjadinya perubahan itu. Dan menurut Keraf (2001) adanya pengetahuan karena seseorang itu berhadapan/ berhubungan dengan obyek tertentu yang disadainya ada atau terjadi. Perubahan fisik yang terjadi pada remaja putri pubertas yang berada pada rentang usia 12-15 tahun ini mereka ada yang belum tahu bila mereka termasuk kategori pubertas, sehingga mungkin mereka pun belum menyadari ada perubahan bentuk dan ukuran tubuh ataupun mungkin sudah terjadi perubahan bentuk dan ukuran tubuh tapi kurang kepekaannya karena melihat teman sebayanya juga mengalami hal serupa atau mungkin mendapat informasi turun temurun dari orang tuanya tentang perubahan yang umum terjadi pada masa pubertas. Hal ini sesuai dengan pernyataan remplain (1962) dalam Monks (2004) dimana remaja pubertas mengalami jugencrisis yang ditandai dengan kekurangpekaan dan peningkatan labilitas. Dari penelitian pun juga diketahui ada beberapa soal yang tidak terjawab dengan tepat selain hal di atas yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri remaja putri pubertas itu sendiri. Mereka dituntut untuk peka terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Di sisi lain ada yang menyadari perubahan fisik itu terjadi dan mempengaruhi terhadap kepercayaan diri, Hal ini wajar terjadi karena pada masa pubertas terjadi perubahan fisik yang sangat menyolok apalagi bila remaja putri ini tidak siap dengan perubahan tubuh yang terjadi maka akan mempengaruhi harga diri dan kepercayaan dirinya. Namun kepercayaan dirinya inipun juga dapat dipupuk bila remaja putri itu menyadari bahwa setiap perubahan tubuh memerlukan adaptasi dan semua remaja putri pada pubertas akan mengalaminya, kemudian mendapat dukungan positif dari orangtua/ keluarga dan lingkungan sosial termasuk di antaranya teman pegaulannya (sebaya). Pengetahuan remaja pubertas terhadap perkembangan seksualnya bila dilihat kembali maka 56 dari 64 responden (87,5%) 79 ISSN: 2086-3098 mempunyai pengetahuan baik dan ada 2 responden (3,1%) yang mempunyai pengetahuan kurang baik. Pengetahuan seksual ini lebih diarahkan kepada perubahan-perubahan yang melibatkan organ-organ reproduksi dan penampilan seksualnya. Perubahan seksual inipun juga mudah dilihat dan juga dapat mempengaruhi pengetahuan remaja tentang perubahan seksual yang dihadapinya. Dimulai dengan adanya menarche yang menandai awal berfungsinya organ reproduksi pada remaja putri pubertas. Menarche ini termasuk perkembangan seksual primer yang menandakan sudah mulai proses pematangan organ reproduksi dan siap untuk difungsikan. Remaja putri perlu dibekali pengetahuan sekaligus pembinaan mental spiritual dan norma yang berlaku tentang apa yang seharusnya dilakukan saat menghadapi menarche, jangan sampai dengan adanya menarche menambah stress pada remaja putri ini. Orangtua sebagai orang yang seharusnya terdekat dengan remaja dapat memberikan informasi tentang pengalaman yang telah mereka lalui sehubungan dengan pengalaman mendapatkan menstruasi yang pertama kali. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (1993) yang menyatakan bahwa pengetahuan didapatkan dengan cara turun temurun, artinya orang tua dapat memberikan informasi kepada remaja putri pubertas. Perlu disampaikan kepada remaja putri pubertas ini bila sudah mendapatkan haid yang pertama kali berarti alat reproduksi telah befugsi dengan normal sehingga kejadian kehamilan pun bisa terjadi bila remaja putri melakukan penyimpangan norma. Selain itu kejadian yang berhubungan dengan menstruasi adalah adanya premenstrual syndrome, walaupun tidak semua remaja putri pubertas mengalami kondisi tersebut. Adanya ketegangan berupa rasa marah, emosi yang meningkat sebelum menstruasi merupakan hal yang lazim terjadi sebagai bagian dari perkembangan seksual. Hal inipun juga perlu diinformasikan kepada remaja putri tersebut agar dapat mengatasi keluhan tersebut dan mendapatkan bantuan dari tenaga yang tepat. Perkembangan seksualpun juga dapat mempengaruhi kepercayan pada remaja putri pubertas, contohnya terjadi bertambah aktifnya kelenjar keringat dan membesarnya pori serta kulit kasar. Menurut Zulkifli (2003), ciri khas remaja pubertas adalah bersifat dinamis dan aktif. Bertambah aktifnya kelenjar keringat tersebut yang tidak diimbangi dengan kebersihan diri yang semakin meningkat pula maka hal tersebut di atas menimbulkan hal-hal yang bersifat 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 negatif di dalam pergaulannya dan akan mempengaruhi kepercayaan dirinya saat bersosialisasi atau bergaul dengan temannya atau dengan masyarakat umumnya. Peran orang tua juga turut ditingkatkan dengan adanya perkembangan seksual ini karena dalam UU Nomor 10 tahun 1992 juga telah jelas bahwa orangtua mempunyai tanggungjawab untuk mendidik, membina kesehatan fisik dan mental anaknya, sehingga orangtua pun juga selalu peka terhadap perubahan perkembangan seksual anak sehingga bisa mengarahkan ke arah yang tepat agar dapat diterima di lingkungan pergaulan teman sebaya pada khususnya dan masyarkat pada umumnya. SIMPULAN DAN SARAN Pengetahuan remaja putri pubertas tentang perkembangan fisik dan seksual sebagian besar berada pada kategori baik. Pengetahuan remaja putri pubertas tentang perkembangan fisik adalah baik, sedangkan pengetahuan remaja putri pubertas tentang perkembangan seksual juga baik. Selanjutkan disarankan agar pihak sekolah dan masyarakat, walaupun di dalam kurikulum SMP ada mata pelajaran biologi, namun belum menyentuh bagaimana untuk memepersiapkan kesehatan reproduksi remaja terutama yang berhubungan dengan perkembangan fisik dan seksual, demikian pula masyarakat agar berupaya membuka diri terhadap kesehatan reproduksi remaja. Perlu dipikirkan penyampaian informasi tentang kesehatan reproduksi remaja perlu melibatkan tenaga yang ahli yang dapat memberikan informasi yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan yang disesuaikan dengan usia dan pemahaman remaja tersebut dalam upaya mempersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Remaja putri diharapkan berupaya mencari informasi tentang kesehatan reproduksi terutama tentang perkembangan fisik dan seksual kepada orang/lembaga yang ahli di bidang kesehatan reproduksi yang nantinya akan membimbing remaja untuk dapat meningkatkan kesehatan reproduksinya sendiri. Para peneliti diharapkan melanjutkan penelitian ini ke pengetahuan tingkat aplikasi sampai dengan evaluasi atau penelitian korelasional yang behubungan dengan perilaku remaja. DAFTAR PUSTAKA ISSN: 2086-3098 Arsyad, Azhar.2009. Media Pembangunan. Jakarta:Rajawali Press. Azwar, Azrul. 2002. Kesehatan reproduksi Remaja. Retrieved April 24. 2005 from http://pikas-bkkbn.go.id/article. detail. php?Aid=2. Bps.2010. Sensus Penduduk Indonesia. sp2010.bps.go.id/ 2010– Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan, Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) Kesehatan Reproduksi: Untuk Petugas Kesehatan di Tingkat Pelayanan Dasar. Jakarta : Depkes RI. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur. Materi Pelatihan Bimbingan dan Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja Bagi Petugas Kesehatan (Pegangan Bagi Pelatih). Dinkes Propinsi Jawa Timur. Hasmi, Eddy N. dkk. 2000. Remaja Mengenal Dirinya. Jakarta:BKKBN. Keraf, Sony.2001. Ilmu Yogyakarta:Kanisius. Pengetahuan. Monks, F.J. Knoer.AMP, Haditono dan Sri Rahayu. 2004. Psikologi Perkembangan, Yogyakarta:Gajah Mada University Press. M. Ghojali Bagus AP. 2010. Buku Ajar Psikologi Komunikasi_ Fakultas Psikologi Unair. Notoatmodjo, Soekidjo. 1993. Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset. Sedarmayanti, Syarifuddin.H. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar Maju. Suryanah. 1996. Keperawatan Anak untuk Siswa SPK. Jakarta:EGC. UU Nomor: 10/1992 tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera Zulkifli. 2003. Psikologi Perkembangan. Bandung:Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Rineka Cipta. 80 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN PENGARUH GLOBAL WARMING DAN CLIMATE CHANGE DENGAN PENYAKIT KURANG GIZI Tri Niswati Utami (Akademi Kebidanan Hafsayah Medan) ABSTRAK Meskipun dampak perubahan iklim sampai saat ini masih kecil, namun diproyeksi akan meningkat dari tahun ke tahun di semua wilayah dan negara. Meningkatnya suhu global diperkirakan mengakibatkan naiknya permukaan air laut serta meningkatnya fenomena cuaca ekstrim yang berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup. Dampak lain dari pemanasan global adalah menurunnya produktivitas hasil pertanian, yang menjadi ancaman terhadap keberlangsungan makhluk hidup di seluruh dunia. Perubahan iklim berpotensi pada gangguan kesehatan musiman. Iklim yang sangat ekstrim dapat mengakibatkan kematian, terjadinya bencana banjir serta berjangkitnya penyakit menular seperti wabah malaria. Cuaca dan iklim merupakan penentu utama yang mempengaruhi kesehatan manusia, karena hal ini berkaitan dengan berkembangnya vektor penyebab penyakit tertentu, daya tahan tubuh, ketersediaan air bersih dan makanan yang dapat berdampak pada kekurangan makanan, penyakit kurang gizi dan berbagai macam penyakit infeksi lainnya. Perubahan iklim diprediksi akan meningkatkan jumlah orang yang berisiko menderita kelaparan dibandingkan tanpa perubahan iklim. WHO tahun 2009 melakukan studi dampak perubahan iklim terhadap kehidupan manusia dirasakan secara tidak langsung terjadi melalui perubahan kualitas air, udara, makanan, perubahan dalam ekosistem pertanian, industri, pemukiman dan perekonomian. Di wilayah Barat Afrika lebih dari 1 juta anak beresiko mengalami penyakit kekurangan gizi dan gizi buruk. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim yang dapat mempengaruhi produktivitas pertanian. Pakar pangan dapat melakukan modifikasi pertanian dengan penyesuaian tanaman pangan terhadap perubahan iklim secara global. Perbaikan dan cara modern dapat dilakukan sebagai upaya meningkatkan hasil tanam dan produksi pertanian. Kata Kunci: 81 Global warming, climate change, penyakit kurang gizi Pertumbuhan penduduk yang pesat menimbulkan tantangan yang coba diatasi dengan industrialisasi. Namun industrialisasi disamping mempercepat tersedianya segala kebutuhan hidup manusia, tetapi juga memberi dampak yang negatif terhadap manusia. Akibat kegiatan industrialisasi ini terjadi pencemaran/polusi terhadap lingkungan, udara, air dan tanah (Soemirat, 2009). Saat ini muncul keprihatian dunia akan efek dari polusi udara dalam konteks global yang berhubungan dengan pemanasan global atau global warming. Pemanasan global berkaitan dengan kegiatan manusia antara lain: transportasi, kegiatan industri, pembangkit listrik, pembakaran seperti: perapian, kompor dan berbagai jenis penggunaan bahan bakar fosil. Gas buangan pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti Cloro Flouro Carbon, timbunan gas metana di tempat pembuangan akhir sampah juga berkontribusi terhadap efek polusi di udara. Pencemaran udara terjadi karena adanya bahan polutan di atmosfir yang dalam konsentrasi tertentu akan mengganggu keseimbangan dinamik di atmosfir dan mempunyai efek pada manusia. Efek negatif bahan pencemar udara terhadap kondisi fisik atmosfir menurut Mukono (2010) antara lain; gangguan jarak pandang (visibility), memberikan warna tertentu pada atmosfir, mempengaruhi struktur dari awan, mempengaruhi keasaman air hujan serta mempercepat pemanasan atmosfir. Di kota besar sangat sulit untuk mendapatkan udara segar, Indonesia khususnya di kota Jakarta sumber pencemaran udara antara lain: transportasi 66,34%, industri 18,40%, perumahan 11,20% dan sampah 3,68%. Jumlah kenderaan bermotor terus meningkat sekitar 6% – 8% pertahunnya. Diperkirakan pada tahun 2010 akan meningkat lima kali lipat dan pada tahun 2020 akan meningkat sembilan kali lipat (Bardasono, 2009). Pemanasan global atau global warming adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfir, laut dan daratan di permukaan bumi akibat efek rumah kaca yang terjadi di atmosfir (Cleugh, 2011). Gas rumah kaca seperti: uap air, karbon dioksida, nitrogen oksida, sulfur dioksida dan metana, gas ini dapat menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi. Akibat menumpuknya gas rumah kaca tersebut, panas radiasi matahari akan dipantulkan ke bumi dan akan tersimpan di permukaan bumi. Keadaan ini 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Meningkatnya suhu global di permukaan bumi ini diperkirakan dapat mengakibatkan perubahan-perubahan seperti mencairnya gletser sehingga menyebabkan naiknya permukaan air laut, terjadinya perubahan iklim dan berdampak pada munculnya bencana serta badai dan meningkatnya fenomena cuaca yang ekstrim. Di wilayah lain di dunia pemanasan global menyebabkan terjadinya kekeringan sehingga mengakibatkan menurunnya produktivitas pertanian dan gagal panen. Kondisi ini menjadi ancaman tidak hanya pada manusia tetapi juga terhadap keberlangsungan makhluk hidup di seluruh dunia. buku yang berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Pada dasarnya penelitian ini adalah penelitian literatur atau studi kepustakaan sehingga penelitian ini bersifat deskriptif, menggunakan desain historical research. Desain historical research sama dengan riset pustaka dilakukan dengan membaca bukubuku dan literatur serta mengikuti pola literatur maupun buku yang dibaca. Pengolahan data dilakukan dengan cara: menyelaraskan temuan dan mencari kesamaan (compare), mencari ketidaksamaan (contrast), memberikan pandangan (criticize), membandingkan (synthesize) dan meringkas (summarize) dalam bentuk kesimpulan. Pemanasan global Penggunaan bahan bakar fosil diperkirakan telah menyebabkan meningkatnya suhu rata-rata global dan mempengaruhi atmosfir bumi. Hal ini dibuktikan oleh para peneliti yang bekerja pada program penelitian global International Geophysical Year telah melakukan pengukuran konsentrasi kadar CO2 diudara dengan mengambil sampel atmosfir dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai. Terjadinya perubahan atmosfir karena peningkatan konsentrasi CO2 dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Mencairnya gletsyer Banjir Penyakit infeksi meningkat, Daya tahan tubuh rendah Perubahan iklim Kekeringan Curah hujan meningkat, bencana, badai el nino Produktifitas pertanian menurun, gagal panen Dampak bg. Nelayan: produksi ikan menurun, sumber protein berkurang HASIL PENELITIAN Defisit cadangan pangan, rawan pangan Sumber nafkah hilang, kemiskinan Kelaparan, kurang gizi, kematian Gambar 1. Dampak Global Warming Terhadap Penyakit Gizi Kurang METODE PENELITIAN Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen berupa datadata yang bersumber dari UNDP (United Nations Development Programme), jurnal nasional dan internasional, artikel dan buku- 82 Gambar 2. Hasil Pengukuran Konsentrasi CO2 di Mauna Loa Hawai 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 Hasil pengukuran menunjukkan terjadinya pencemaran udara secara signifikan, peningkatan konsentrasi karbondioksida di atmosfir dari tahun ke tahun dan keadaan ini diperkirakan karena aktivitas manusia terhadap penggunaan bahan bakar fosil. Dampak dari pencemaran udara yaitu: penipisan lapisan ozon, pemanasan global, gangguan terhadap kesehatan yang paling umum dijumpai adalah penyakit pernafasan seperti infeksi saluran nafas atas paru-paru dan tenggorokan, asma, bronkhitis, jantung, terganggunya fungsi reproduksi, stres, penurunan tingkat produktivitas kesehatan dan penurunan kemampuan metal anakanak serta penurunan tingkat kecerdasan anak (Fontell, 2011). Berdasarkan data UNDP 2007 hasil dari laboratorium iklim di Institut Pertanian Bogor menyatakan bahwa selama kurun waktu 1881 – 1990, setiap Kabupaten di Indonesia setiap tahunnya rata-rata mengalami penurunan produksi padi 100.000 ton dan pada kurun waktu 1992 – 2000 penurunan produksi padi meningkat menjadi 300.000 ton. Gambar 3. Produktivitas Pertanian di Indonesia Kian Menurun PEMBAHASAN Gas Rumah Kaca dan Perubahan iklim Gas rumah kaca yang terus meningkat adalah karbon dioksida. Gas ini adalah salah satu gas yang secara alamiah keluar ketika 83 ISSN: 2086-3098 kita menghembuskan nafas yang juga dihasilkan dari pembakaran batu bara, kayu atau dari penggunaan kendaraan berbahan bakar bensin atau solar. Sebahagian karbon dioksida ini dapat diserap kembali, antara lain melalui proses “fotosintesis” yang merupakan bagian dari proses pertumbuhan tanaman atau pohon. Namun kini kebanyakan negara memproduksi karbon dioksida jauh lebih cepat ketimbang kecepatan penyerapannya oleh tanaman atau pohon sehingga konsentrasinya di atmosfir meningkat secara bertahap (Keift, 2007). Gas rumah kaca memberikan efek umpan balik. Efek umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika suhu global meningkat, es yang berada didaerah kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, sehingga menjadi suatu siklus yang berkelanjutan (Bargagli, 2005). Perubahan iklim berpotensi pada gangguan kesehatan yang bersifat musiman dan perubahan iklim ini sering dikaitkan dengan meningkatnya kasus penyakit infeksi dan penyakit menular. Iklim yang sangat ekstrim dapat mengakibatkan kematian seperti terjadinya bencana banjir serta berjangkitnya penyakit menular seperti wabah malaria (Ebi, 2011). Cuaca dan iklim sebagai penentu utama yang mempengaruhi kesehatan manusia, karena hal ini berkaitan dengan ketersediaan air bersih dan makanan yang dapat berdampak pada kekurangan makanan dan penyakit kurang gizi (Renzaho, 2005; Rowhani, 2011). Di Indonesia dampak perubahan iklim terhadap kasus penyakit kekurangan gizi bertambah. Laporan UNDP (United Nations Development Programme Indonesia) wilayah-wilayah tertinggal yang cenderung mengalami kelangkaan pangan. Wilayah yang dimaksud antara lain: di Nusa Tenggara Timur, Timor Barat dan pulaupulau di sebelah Timur Flores banyak masyarakat yang sudah merasakan dampak parah berubah-ubahnya iklim dan menurunnya kesuburan tanah di sama oleh curah hujan yang tidak menentu dan kemarau panjang di tahun-tahuan el nino (UNDP, 2007). 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 Lebih dari sepertiga populasi di berbagai pelosok wilayah ini hidup dibawah garis kemiskinan. Di tahun-tahun el nino 2002 hingga 2005, sekitar 25% anak balita mengalami kurang gizi akut. Di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur misalnya yang mendapat curah hujan paling rendah di Indonesia, kemarau panjang yang diikuti oleh kegagalan panen telah menimbulkan dampak parah dan kasus kurang gizi merebak di seluruh propinsi ini antara 32% hingga 50% (Keift, 2007). Perubahan iklim tidak hanya berbahaya secara langsung namun dapat menimbulkan bahaya yang berkepanjangan secara sosial. Bahaya tersebut dapat merusak kesejahteraan manusia dan kehidupan manusia serta kerentanan manusia akan perubahan yang terjadi (Downing, 2002). Penyakit Kurang Gizi Secara umum telah diketahui bahwa penyebab masalah gizi dipengaruhi oleh multifaktor, utamanya melibatkan faktor pendidikan, ekonomi, keamanan, pengendalian pertumbuhan penduduk, perbaikan sanitasi, keadilan sosial bagi perempuan dan anak-anak, kebijakan dan praktik yang benar terhadap lingkungan dan produktivitas pertanian (Fontell, 2011). Akar penyebab kelaparan dan kekurangan gizi sangat kompleks, rumit dan beragam. Mulai dari kemiskinan karena situasional, kekeringan yang ekstrim, banjir dan kondisi cuaca lainnya. Kelangkaan air terjadi, produktivitas pertanian rendah, produksi pangan tidak memadai, tidak adanya keamanan makanan dan sebagainya. Dampak negatif dari perubahan iklim dapat dilihat secara jelas di Negara Afrika dan Asia Selatan. Diperkirakan pada tahun 2020 penduduk Afrika akan mengalami kelaparan sekitar 50% (Keatinge, 2011). Hasil tanaman pangan dataran tinggi seperti kedelai dan jagung menurun 20 hingga 40 persen, namun nyaris seluruh petani akan merasakan dampaknya. Saat ini sudah banyak petani kesulitan menentukan waktu yang tepat untuk memulai musim tanam atau sudah mengalami gagal tanam karena hujan yang tidak menentu atau kemarau panjang, yang paling kesusahan biasanya adalah mereka yang bertani di wilayah paling ujung saluran irigasi yang pada saat kelangkaan air tidak mendapatkan jatah air karena sudah lebih dulu digunakan oleh petani di daerah hulu irigasi (UNDP, 2007). Pada tahun 2006 estimasi global untuk jumlah orang yang kekurangan gizi adalah 84 ISSN: 2086-3098 820 juta. Diprediksi penyakit kekurangan gizi dan gizi buruk akan meningkat akibat perubahan iklim (Cleugh, 2011). Hasil produksi pertanian tanaman pokok seperti beras dan jagung hanya mencapai 20–40 persen dari hasil tanam sebagai akibat perubahan iklim dan terjadi di daerah tropis dan sub tropis. Persediaan makanan tidak hanya dipengaruhi oleh peningkatan suhu namun juga berhubungan dengan terjadinya banjir (Ebi, 2011). Data dari WHO mencatat sekitar 963 juta orang didunia tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka yang mendasar yaitu makan. Diperkirakan satu orang meninggal setiap menit, 4000 orang setiap jam, 100.000 setiap hari dan 36 juta meninggal setiap tahun karena kelaparan, kekurangan gizi dan gizi buruk. Untuk alasan yang sama satu anak meninggal setiap lima detik, 700 anak setiap jam, 16.000 anak setiap hari diperkirakan 60% terjadi kematian pada anak (Fontell, 2011). Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa pemanasan dan peningkatan curah hujan akibat perubahan iklim selama 30 tahun terakhir telah mengklaim berkaitan dengan peningkatkan 150.000 jiwa yang mengalami kesakitan dan kematian setiap tahunnya. Akibat fluktuasi musim banyak penyakit yang mengakibatkan kematian dialami manusia dari kematian karena kardiovaskuler dan gangguan pernafasan karena gelombang panas, perubahan iklim yang mengakibatkan penyakit menular kian meningkat, perubahan terhadap sosial ekonomi masyarakat, perubahan faktor kekebalan tubuh dan resistensi terhadap obat (Patz, 2005). Berbagai Negara terkena dampak perubahan iklim tersebut. Amerika Serikat misalnya telah merasakan gelombang panas dan kekeringan. Eropa yang diterjang banjir, serta kemarau panjang di Rusia dan Ukraina telah menyebabkan turunnya produksi pangan dunia. Diprediksi lebih parah bahwa setengah dari penduduk dunia akan mengalami kelaparan dan penyakit kekurangan gizi pada akhir abad ke 21 karena peningkatan suhu dan perubahan iklim yang ekstrim mengakibatkan penurunan produksi pangan di banyak daerah, khususnya Afrika (Rowhani, 2011). Hasil penelitian lainnya menguraikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara peningkatan degradasi lahan dengan terjadinya kekerasan antar kelompok. Degradasi lahan dikaitkan dengan perubahan iklim rata-rata dan peningkatan kemiskinan serta berhubungan secara positif dengan konflik jangka panjang. Analisis ini dilakukan pada periode waktu tahun 2000 – 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 2006. Salah satu aspek yang terkait dengan degradasi lahan adalah peningkatan curah hujan, peningkatan suhu bumi atau pemanasan global yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Rowhani, 2011). Hal ini membuktikan bahwa perubahan iklim sangat berhubungan erat dengan resiko kesehatan dan proyeksi kehidupan manusia di masa depan. Pemanasan global yang mempengaruhi iklim selama beberapa dekade terakhir telah berkontribusi secara nyata terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas di beberapa wilayah di dunia. Pengendalian Penyakit Kekurangan Gizi akibat Perubahan Iklim Cara mengakhiri masalah penyakit kurang gizi adalah dengan penanggulangan kekurangan gizi dalam jangka panjang. Cara ini bergantung pada kemampuan manusia untuk bekerja sama demi terwujudnya perkembangan pendidikan dan ekonomi, kedamaian, pengendalian penduduk, perbaikan sanitasi, keadilan sosial bagi perempuan dan anak-anak. Faktor lain adalah kebijakan dan praktek yang benar terhadap lingkungan dan produktivitas pertanian. Diperlukan partisipasi dan kerjasama seluruh pihak yang terkait dengan proses perencanaan dan implementasi program pengentasan kemiskinan, kebijakan dalam bidang pertanian dan penghijauan kembali lahan yang kering. Perlu dipertimbangkan pula bahwa program dan kebijakan yang disusun secara dinamis akan bergantung pada berbagai faktor salah satunya keikutsertaan pakar produk pangan. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas pertanian. Pengelolaan lahan pertanian secara bijak, memanfaatkan teknologi pertanian hal ini dapat dilakukan dengan memodifikasi tanaman pada lahan pertanian dengan melakukan penyesuaian tanaman pangan terhadap perubahan iklim secara global. Disamping itu perbaikan dan cara-cara modern sebagai upaya meningkatkan hasil tanam dan produksi pertanian. ISSN: 2086-3098 melakukan adaptasi dalam bidang pertanian. Para petani perlu mempertimbangkan berbagai varietas tanaman, disertai dengan pengelolaan dan cara penyimpanan air yang lebih baik. Disamping itu perbaikan dengan cara-cara modern menggunakan teknologi tepat guna, pengembangan dan rehabilitasi irigasi sebagai upaya meningkatkan hasil tanam dan produksi pertanian. Menurunnya kualitas dan kuantitas kebutuhan akan air dapat dilakukan melalui penyediaan sumber daya air dengan menerapkan pengelolaan sumber air yang lebih terpadu dan melestarikan ekosistem disertai perbaikan waduk-waduk. Dibutuhkan kesadaran semua pihak atas dampak perubahan iklim terhadap kesehatan melalui upaya mitigasi dan adaptasi, baik pada tingkat manusia maupun lingkungan. Upaya mitigasi dan adaptasi dalam pengendalian dampak kesehatan perubahan iklim antara lain, kebijakan kawasan sehat, penetapan regulasi (peraturan daerah), pembangunan kapasitas kesehatan lingkungan, manajemen vektor terpadu, tindakan kesehatan emergensi, surveilens terpadu, pengendalian pencemaran lingkungan, program air bersih dan sanitasi, serta pemberdayaan masyarakat. Adaptasi dalam pengelolaan bencana di negeri yang memang rawan bencana, penduduk di wilayah pesisir dapat melakukan adaptasi pencegahan bencana dengan “membuat perlindungan” yaitu menanam tanaman penghadang seperti pohon mangrove, “mundur” dengan bermukim jauh dari pantai “melakukan penyesuaian” misalnya dengan beralih ke sumber-sumber nafkah yang lain. Secara individu, paling gampang dilakukan adalah melakukan penghematan dalam segala hal dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan sekitar, agar perubahan iklim bumi dapat diminimalisasi untuk menjamin kualitas hidup dan kesehatan masyarakat yang baik. DAFTAR PUSTAKA Bardasono, S. (2009). Masalah Gizi di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, 491- 494. SIMPULAN DAN SARAN Pemanasan global memberikan dampak yang sangat besar terhadap kehidupan manusia. Dampak yang ekstrim terjadinya kematian akibat bencana, kematian karena kelaparan dan gangguan gizi. Kondisi ini dapat diatasi dengan 85 Bargagli, R. (2005). Antartic Ecosystems: Environmental Containation, Climate Change dan Human Impact. Italy: University of Siena. Cleugh, H., Smith, M. S., & Michael. (2011). Climate Change. Australia: CSIRO. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 Downing, T. E., Ollsthoon, A. A., & SJTP, R. (2002). Climate, Change and Risk. New York: The Taylor & Francies e - library. Ebi, K. (2011). Climate Change and Health Risks : Assesing and Responding to Them through "Adaptive Management". Health Affair, 924 - 929. Fontell, J., & Luchsinger, V. (2011). Sustainable Efforts to Eradicate Global Hunger, Undernourishment and Malnutrition. Global Bisiness Issues, 79 81. Keatinge, J., Easdown, W., R.Y, Y., M.L, C., & Shanmugasundarm, S. (2011). Overcoming chronic malnutrition ina future warming world: the key importance of mungbean and vegetable soybean. Euphytica, 129 - 130. Keift, J., & Soekarjo, D. (2007). Initial Impact analysis of the 2006/2007 crop season in comparison to 1997/1008 and 2002/2003 El Nino events for the Eastern NTT Region. food and nutritional security assessment, 1- 20. Mukono, J. (2010). Toksikologi Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press. Patz, J. A., Lendrum, D. C., Tracey, H., & Foley, J. A. (2005). Impact of Regional Climate Change on Human Health. Nature , 310 - 316. Renzaho, A. M. (2005). Foalnutrition and Mortality in Maewo and Ambae Islands Vanuatu. Public Health Nutrition, 798 800. Rowhani, P., Degomme, O., Sapir, D. G., & Lambin, E. F. (2011). Malnutrition and Conflict in East Africa: The Impacts of Resources Variability on Human Security. Climate Change, 207-220. Soemirat, S. J. (2009). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. UNDP. (2007). Sisi Lain Perubahan Iklim. Jakarta Indonesia: Keen Media. 86 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN PERBEDAAN DENYUT JANTUNG JANIN (DJJ) SEBELUM DAN SETELAH DIBERIKAN MUSIK KLASIK PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI BPS ENDANG SUMANINGDYAH KOTA KEDIRI Finta Isti Kundarti (Prodi Kebidanan Kediri Poltekkes Kemenkes Malang) RE. Wijanti (Prodi Kebidanan Kediri Poltekkes Kemenkes Malang) Dwi Eri Dita Yuniasari (Prodi Kebidanan Kediri Poltekkes Kemenkes Malang) ABSTRACT Background: Classical music has a component of beat, rhythm and harmony are able to repair, maintain physical, mental, and emotion condition. When listening to music, the brain processes what it hears, the heart rate tends to follow or adjust to the speed of music. This explanation that when listening to music with a high tempo, showed an increase heart rate, when listening to music with a low tempo, heart rate will slow and the body will be relaxed, including the fetus. Purpose: The purpose of this study was to determine differences in FHR before and after being given classical music in the third trimester pregnant women. Method: The study design used was pre experimental study with one group pre-post test design. Population in the study were all pregnant women who do the third trimester of pregnancy in BPS Endang Sumaningdyah, Kediri by 22 people. The sample used was in the third trimester pregnant women who do prenatal care and met with the study inclusion criteria of the sampling technique used is total sampling. The instrument used was a watch, Music Player, headphones, doppler and observation sheet. Result: Analyze data using statistical tests Mc. 2 2 Nemar χ h 0.5 and then compare with χ table= 2 2 3.841 so χ h < χ table, then there is no difference in FHR before and after given classical music in the third trimester pregnant women. After listening music, FHR become change 3 up to 13 dpm. Classical music should be gave with true technical especially for pregnant and many another factors influenced at give classical music. Keywords: classical music, fetal heart rate, mother pregnant 87 Latar belakang Musik merupakan salah satu bagian dari diri manusia dan menjiwai setiap diri serta aktivitas manusia. Setiap sel dalam tubuh manusia mempunyai frekuensi resonansi alami yang selaras dengan seluruh kesatuan musik. Setiap bunyi mulai dari yang lembut seperti nada musik yang murni sampai dengan yang kasar seperti tembakan pistol, semuanya mengeluarkan gelombang energi. Gelombang ini bergetar pada frekuensinya sendiri, yang kemudian mempengaruhi segala sesuatu yang dilaluinya (Aprillia, 2011). Musik bermanfaat bagi ibu hamil dan janin. Terdapat beberapa penjelasan tentang pengaruh musik terhadap ibu hamil. Suara ibu dan musik klasik dapat mengatur cepat atau lambatnya denyut jantung janin dan bayi, serta merangsang penambahan berat badan bayi. Musik akan mempengaruhi fungsi-fungsi kognitif, yang cenderung merangsang jantung, paru-paru, dan emosi serta akan mempengaruhi gerakan fisik. Saat mendengarkan musik, otak memproses apa yang didengar, detak jantung cenderung mengikuti atau menyesuaikan dengan kecepatan musik yang satuannya bit permenit. Hal ini menjelaskan bahwa saat mendengarkan musik dengan tempo yang tinggi detak jantung meningkat dan saat mendengar musik dengan tempo yang rendah, misalnya 55-70 bpm, detak jantung akan melambat dan tubuh akan menjadi relaks, termasuk pada janin (Hambuako, 2011). Terapi musik klasik adalah salah satu terapi yang tekniknya menggunakan musik klasik sebagai alat untuk memperbaiki, memelihara keadaan mental fisik dan emosi. Musik memiliki komponen beat, ritme dan harmoni. Teknik ini biasanya digunakan untuk ibu hamil primigravida dalam menghadapi akhir kehamilannya atau menjelang proses persalinan. Musik bagi ibu hamil dapat mempengaruhi psikologis ibu dan perkembangan janin di dalam rahim (Yuanitasari, 2008). Menurut Mickmey (1990, 45) dikutip dari Nurul Aini (2007) bahwa terapi musik banyak digunakan untuk mengatasi ketegangan otot, nyeri persalinan yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan janin. Carolyn Granier-Deferre (2005) melakukan penelitian terhadap 50 ibu hamil yang diperdengarkan musik klasik saat kehamilannya memasuki trimester akhir. Hasilnya, DJJ melambat rata-rata 12 kali/menit ketika mendengarkan musik klasik 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 dibandingkan dengan mendengarkan jenis musik lain. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa sistem pendengaran bayi sudah terbentuk pada 3 bulan terakhir di dalam kandungan. Sensor pendengaran yang disebut kokhlea sudah matang pada 5 minggu menjelang hari kelahiran. Penelitian Kafali (2010) menunjukkan terjadi perubahan DJJ dari 130x/menit menjadi 134x/menit pada ibu hamil trimester III yang diperdengarkan musik dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak diperdengarkan musik. Tahun 2002, D.K James melakukan penelitian tentang proses respon janin selama di dalam kandungan. Penelitian ini dibagi menjadi kelompok kontrol yang tidak diberikan musik dan kelompok eksperimen yang diberikan musik selama 30 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol rata-rata DJJ 137x/menit pada menit pertama dan 132x/menit pada menit ke 2, sedangkan pada janin yang diberikan musik 138x/menit pada menit ke 1 dan 141x/menit pada menit ke 2. Hal ini menunjukkan bahwa selama janin diberikan musik terjadi perubahan pada DJJ yang menjadi lebih meningkat, sedangkan pada janin yang tidak diberikan musik tidak terjadi perubahan pada DJJ. Penelitian yang dilakukan Al-Qahtani, N.H (2005) tentang respon janin terhadap suara dan musik mengatakan bahwa janin memberikan respon terhadap suara yang diberikan dari luar dengan gerak janin yang secara tiba-tiba atau denyut jantung janin yang bervariasi saat menanggapi suara dari luar. Penelitian ini melibatkan sepuluh ibu hamil usia 37-40 minggu, yang diberi rangsangan suara berupa musik instrumental (musik gitar Spanyol) atau suara vokal (ibu membacakan puisi) lalu sebagai pembanding menggunakan tape yang dibunyikan dengan mode hening. Setelah data dikumpulkan dan dianalisis ternyata gerakan janin dan denyut jantung selama rangsangan tidak berbeda secara signifikan dari respon janin saat tidak diberi rangsangan, namun selama diberikan rangsangan suara yang diucapkan oleh ibu dan musik instrumental gitar Spanyol, DJJ menjadi lebih cepat (Priest, 2010) Beberapa penelitian musik tidak hanya mempengaruhi DJJ tetapi juga berpengaruh terhadap psikologis ibu hamil. Keadaan psikologis ibu hamil akan mempengaruhi kondisi janin, sirkulasi darah ibu dan janin melalui plasenta dapat terganggu, prematur, asfiksia, hipertensi, persalinan lama. Kecemasan ibu hamil akan meningkatkan sekresi adrenalin yang menyebabkan asidosis metabolik sehingga terjadi hipoksia janin yang dapat berakibat asfiksia bayi baru 88 ISSN: 2086-3098 lahir. Tanda hipoksia pada janin dapat diidentifikasi beberapa menit hingga beberapa hari sebelum persalinan. Adanya hipoksia kronis intrauterin menyebabkan retardasi pertumbuhan fetus, tanda-tanda fetal distress (misalnya bradikardia). Janin menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin merupakan dasar untuk memberikan oksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan untuk mencegah kematian janin atau kerusakan sistem saraf pusat (Varney, 2006). Hasil penelitian Sjostrom dan Lili (1997) menunjukkan bahwa stres ibu, berupa kecemasan mempengaruhi sirkulasi serebral janin. Di Amerika Serikat hipoksia intrauterin dan asfiksia lahir tercatat sebagai penyebab utama sepersepuluh dari kematian neonatal. Sindrom kematian bayi mendadak di mana hipoksia janin telah terbukti menjadi faktor kunci adalah penyebab utama kematian ketiga. Angka kejadian hipoksia di Australia adalah 0,3 – 1,8 yang menyebabkan janin mati dalam kandungan. Cohen et al, 1989 mengatakan bahwa seorang ibu hamil yang panik akan menyebabkan abrupsio plasenta yang menyebabkan kematian janin dan ibu. Di Indonesia, jumlah kasus kecemasan pada ibu hamil cenderung meningkat. Menurut Rinawati Rohsiswatmo, dokter spesialis anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, masalah kesehatan mental pada ibu hamil kurang diperhatikan dan diabaikan, sesungguhnya untuk melahirkan bayi sehat, kondisi ibu harus sehat, fisik maupun mental serta belum ada data seberapa besar kecemasan atau masalah kejiwaan lain pada ibu hamil menyumbang pada angka kematian bayi namun setiap bulan tak kurang dari 1.500 bayi meninggal di Indonesia (Nurhayati, 2008). Hasil penelitian di Jawa Timur, didapatkan 10 (50%) ibu mengalami kecemasan berat pada ibu inpartu primigravida di RSUD dr.Soedomo Kabupaten Trenggalek (Supartini, 2007) sedangkan di Puskesmas Gandusari, Blitar di dapatkan 4 ibu (50%) yang mengalami cemas pada persalinan kala 1 fase laten (Ananingsih, 2006). Komplikasi kehamilan karena hipoksia dan fetal distress tidak disebutkan secara rinci namun komplikasi tersebut termasuk dalam penyebab lain dari komplikasi kehamilan sebanyak 237 pada tahun 2011 di Kota Kediri. Berdasarkan studi pendahuluan dari 3 bidan praktik mandiri di Kota Kediri di BPS Endang Sumaningdyah bulan Januari dari 25 persalinan 1 diantaranya mengalami fetal distress dan dilakukan rujukan ke fasilitas yang memadai. BPS Kurniawati, jumlah persalinan bulan Januari ada 5 dan tidak ada 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 kejadian fetal distress, sedangkan di BPS Siti Muzaiyanah dari 16 persalinan, 1 diantaranya mengalami fetal distress pada bulan Januari. Berdasarkan uraian tersebut penulis berminat untuk meneliti “Perbedaan Denyut Jantung Janin (DJJ) Sebelum dan Setelah Diberikan Musik Klasik Pada Ibu Hamil Trimester III Di BPS Endang Sumaningdyah Kota Kediri”. Tujuan Penelitian Mengetahui perbedaan DJJ sebelum dan setelah diberikan musik klasik pada ibu hamil trimester III. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian pre eksperimental dengan one group pre-post test design yaitu mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subyek. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil trimester III yang melakukan pemeriksaan kehamilan di BPS Endang Sumaningdyah Kota Kediri dan sesuai dengan kriteria inklusi penelitian sejumlah 22 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling atau sampling jenuh yang semua anggota dari populasi digunakan sebagai sampel. Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah BPS Endang Sumaningdyah Kota Kediri. Waktu pengumpulan data dilakukan pada tanggal 14 Mei – 2 Juni 2012. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jam tangan untuk mengukur waktu pemberian musik klasik, Music Player (Multifunction Speaker-Advance Digitals) sebagai media pemutaran musik serta headphone untuk ditempelkan di perut ibu, dan doppler (Hi-Hebe) untuk menilai DJJ serta lembar observasi. Analisa data bivariabel dilakukan dengan menggunakan uji Mc Nemar yang berdistribusi Chi Kuadrat 2 (x ) dengan derajat kesalahan (α) 0,5 sehingga rumus yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah rumus Chi Kuadrat. HASIL PENELITIAN Bagian ini menguraikan hasil dari penelitian mengenai perbedaan denyut jantung janin sebelum dan setelah diberikan musik klasik pada ibu hamil trimester III di BPS Endang Sumaningdyah Kota Kediri dengan jumlah subyek penelitian 22 dengan 89 ISSN: 2086-3098 teknik total sampling yang didapatkan 22 subyek penelitian. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia Ibu Hamil Trimester III Usia >20 20-35 >35 Jumlah Frekuensi 0 22 0 22 Persentase (%) 0 100 0 100 Tabel 1 menunjukkan bahwa usia subyek penelitian semuanya berumur antara 20-35 tahun (100%). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Denyut Jantung Janin (DJJ) Sebelum Diberikan Musik Klasik DJJ Normal Tidak Normal Jumlah Tanda + - Sebelum Diberikan Musik Klasik f 22 0 22 % 100 0 100 Berdasarkan Tabel 2 didapatkan bahwa sebelum diberikan musik klasik, semua subyek (100%) memiliki DJJ yang normal. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Denyut Jantung Janin (DJJ) Setelah Diberikan Musik Klasik DJJ Normal Tidak Normal Jumlah Tanda + - Sesudah Diberikan Musik Klasik f 20 2 22 % 91 9 100 Tabel 3 menunjukkan setelah diberikan musik klasik 20 subyek (91%) memiliki DJJ yang normal sedangkan 2 subyek penelitian (9%) memiliki DJJ tidak normal. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Denyut Jantung Janin (DJJ) Sebelum Dan Setelah Diberikan Musik Klasik DJJ Tanda Normal Tidak Normal Jumlah + - Diberikan Musik Klasik Sebelum Setelah f % f % 22 100 20 91 0 0 2 9 22 100 22 100 Tabel 4 merupakan tabel perbedaan DJJ sebelum dan setelah diberikan musik klasik pada ibu hamil trimester III bahwa dari 22 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 subyek penelitian sebelum diberikan musik klasik semuanya (100%) mempunyai DJJ normal, sedangkan setelah diberikan musik klasik yang mempunyai DJJ normal ada 20 (91%) dan setelah diberikan musik klasik mempunyai DJJ tidak normal ada 2 (9%). Berdasarkan analisa data dengan menggunakan uji statistik Mc. Nemar 2 didapatkan hasil χ hitung adalah 0,5 kemudian 2 dibandingkan dengan nilai χ tabel yaitu 3,841 2 2 sehingga χ hitung < χ tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu tidak ada perbedaan DJJ sebelum dan setelah diberikan musik klasik. PEMBAHASAN DJJ Ibu Hamil Trimester III Sebelum Diberikan Musik Klasik Hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 5.2, bahwa sebelum diberikan musik klasik pada ibu hamil trimester III mempunyai DJJ yang normal yaitu antara 120-160 dpm dari semua subyek penelitian yang berjumlah 22 subyek penelitian. Hal tersebut menunjukkan bahwa DJJ normal berkisar antara 120-160 dpm. Nilai dasar DJJ diatur oleh alat pacu atrial dan diseimbangkan oleh suatu mekanisme saling mempengaruhi antara cabang simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom sehingga janin cukup bulan yang sehat DJJ biasanya antara 110-160 x/menit akibat interaksi pengaturan yang seimbang antara sistem saraf tersebut. Janin usia 40 minggu dapat mempunyai DJJ 110-120 x/menit yang dapat mengindikasikan sedikit peningkatan pengaruh kendali saraf parasimpatis (Tucker, Susan Martin, 2005). DJJ juga dipengaruhi oleh penyakit yang menyertai kehamilan. Ibu yang tidak disertai penyakit kehamilan mempunyai DJJ yang masih dalam rentang normal. Menurut Kurniawan Gondo (2011) salah satu penyebab dari kelainan detak jantung janin adalah penyakit yang di derita oleh ibu, misalnya saja penyakit jantung. Menurut Mellyna Hullina (2010) penyakit jantung akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan, lain halnya pada kehamilan dengan jantung yang normal. Tubuh akan menyesuaikan diri terhadap perubahan sistem jantung dan pembuluh darah, yang akan berpengaruh pada janin. DJJ dari semua subyek penelitian masih dalam rentang normal 120-160 x/menit. Hal tersebut dipengaruhi oleh riwayat kehamilan subyek penelitian atau penyakit yang menyertai kehamilan saat ini. Semua subyek penelitian mempunyai riwayat kehamilan yang baik, tidak ada penyakit yang menyertai 90 ISSN: 2086-3098 kehamilan seperti pada ibu yang menderita penyakit jantung, anemia, infeksi oleh bakteri, demam, preeklamsi dalam kehamilan sehingga didapatkan DJJ yang masih dalam rentang normal. Keadaan psikologis ibu juga mempengaruhi DJJ, ibu yang merasa tenang maka janin juga bisa merasakannya dan salah satu responnya yaitu detak jantungnya melambat tetapi teratur dan kuat (Anggraeni, Poppy, 2010). Keadaan psikologis seperti kecemasan mengakibatkan peningkatkan sekresi adrenalin yang menyebabkan asidosis metabolik sehingga terjadi hipoksia janin dengan tanda gejala seperti DJJ yang tidak normal (Varney, 2006). Kondisi ibu hamil yang sehat tanpa disertai dengan komplikasi atau penyakit yang menyertai dalam kehamilan seperti penyakit jantung, anemia, infeksi oleh bakteri, demam, preeklamsi akan mempengaruhi terhadap transportasi oksigen dari ibu ke janin melalui plasenta. Transportasi oksigen tersebut mempengaruhi DJJ, bila transportasi oksigen melalui plasenta baik maka DJJ dalam rentang normal sedangkan bila janin dalam kandungan kekurangan oksigen maka dapat berakibat pola DJJpun menjadi tidak normal. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh koordinasi sistem saraf yang baik, kemoreseptor, baroresptor dan respon jantung. Kesehatan ibu dan janin harus diperhatikan selama kehamilan baik secara nutrisi, fisik dan psikologis sehingga kehamilan dapat berjalan dengan baik. DJJ Ibu hamil Trimester Diberikan Musik Klasik III Setelah Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa ibu hamil trimester III yang setelah diberikan musik klasik sebanyak 20 subyek penelitian mempunyai DJJ yang normal sedangkan sebanyak 2 subyek penelitian setelah diberikan musik klasik mempunyai DJJ yang tidak normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa setelah diberikan musik klasik terjadi perubahan DJJ yaitu berupa peningkatan DJJ 3 hingga 13 dpm. Meskipun terjadi peningkatan DJJ, mayoritas masih dalam rentang normal yaitu antara 120-160 dpm, namun ada juga yang menghasilkan DJJ yang tidak normal akibat peningkatan DJJ tersebut. Musik klasik menggunakan peralihan dinamik dari lembut sampai keras, perubahan-perubahan tempo dengan percepatan dan perlambatan. Komponen musik tersebut mengeluarkan gelombang energi yang akan berpengaruh terhadap apa yang dilaluinya. Saat diperdengarkan musik, 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 komponen musik tersebut akan ditangkap oleh janin kemudian janin memberikan respon dengan mengikuti komponen musik tersebut, sehingga mempemgaruhi denyut jantung dan terjadi perubahan DJJ yang lebih meningkat yaitu antara 3 hingga 13 dpm. Musik klasik juga mempengaruhi fungsi kognitif yang dapat merangsang jantung. Saat mendengarkan musik, otak memproses apa yang didengar, detak jantung akan mengikuti atau menyesuaikan dengan kecepatan musik tersebut sehingga DJJ akan mengalami perubahan. Perubahan DJJ setelah diberikan musik klasik menjadi lebih meningkat yang masih dalam rentang normal walaupun terdapat 2 yang memiliki DJJ tidak normal. Hal tersebut sesuai untuk setiap bunyi mulai dari yang lembut seperti nada musik yang murni termasuk di dalamnya musik klasik semuanya mengeluarkan gelombang energi. Gelombang ini bergetar pada frekuensinya sendiri, yang kemudian mempengaruhi segala sesuatu yang dilaluinya (Aprillia, 2011). Beberapa penelitian musik tidak hanya mempengaruhi DJJ tetapi juga berpengaruh terhadap ibu hamil selama kehamilan yang merangsang jantung, paru-paru dan emosi. Saat mendengarkan musik, otak memproses apa yang didengar, detak jantung cenderung mengikuti atau menyesuaikan dengan kecepatan musik. Hal ini menjelaskan bahwa saat mendengarkan musik dengan tempo yang tinggi detak jantung meningkat dan saat mendengar musik dengan tempo yang rendah detak jantung akan melambat (Hambuako, 2011). Musik klasik mempunyai komponen musik yang disesuaikan dengan tubuh dan dapat mempengaruhi mental fisik dan emosi ibu terutama pada ibu hamil primigravida dalam menghadapi akhir kehamilannya atau menjelang proses persalinan serta mempengaruhi perkembangan janin dalam rahim (Yuanitasari, 2008). Salah satu manfaat musik klasik adalah dapat mengatur hormon-hormon yang berkaitan dengan stress (Champbell, 2002). Keadaan stress dapat berakibat hipoksia intrauterine atau asfiksia, medula adrenal juga akan mengeluarkan epinefrin dan nor-epinefrin yang akan menyebabkan takikardi (Januadi, 2007). Ibu hamil terutama pada primigravida sering mengalami kecemasan yang disebabkan oleh beberapa faktor terutama dengan usia kehamilan yang semakin bertambah dan mendekati dengan taksiran persalinan. Kecemasan yang terjadi pada ibu 91 ISSN: 2086-3098 hamil dapat mempengaruhi DJJ yaitu perubahan DJJ yang lebih meningkat dari DJJ tingkat dasar yaitu 120-160 dpm. Hal tersebut menunjukkan bahwa janin menanggapi perubahan dalam lingkungan dalam rahim dan rangsangan eksternal. Penelitian ini menunjukkan kecemasan ibu yang dialami selama kehamilan berpengaruh terhadap DJJ diikuti dengan setelah diberikannya musik klasik sehingga ibu yang mengalami kecemasan sedang DJJ menjadi tidak normal sedangkan dengan kecemasan ringan mempunyai DJJ yang normal (Lampiran 10). Ibu yang merasa gelisah maka detak jantung ibu cepat yang akan tertangkap oleh janin dan sebaliknya jika ibu merasa santai maka detak jantung normal dan janin juga tenang. Setelah diperdengarkan musik klasik terjadi perubahan DJJ diikuti dengan tingkat kecemasan ibu yang dapat mempengaruhi transportasi oksigen ibu ke janin terganggu sehingga terjadi peningkatan DJJ antara 3 hingga 13 dpm yang dapat menghasilkan DJJ menjadi tidak normal. Pemantauan DJJ selama kehamilan untuk menilai kesejahteraan janin dan mengidentifikasi setiap perubahan yang mungkin berhubungan dengan masalah selama kehamilan atau persalinan terutama pada kehamilan yang berisiko tinggi. Perbedaan DJJ Ibu Hamil Trimester III Sebelum Dan Setelah Diberikan Musik Klasik Menurut perhitungan dengan menggunakan uji statistik Mc. Nemar 2 didapatkan hasil χ hitung adalah 0,5 kemudian 2 dibandingkan dengan nilai χ tabel yaitu 3,841 2 2 sehingga didapatkan χ hitung < χ tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu tidak ada perbedaan DJJ sebelum dan setelah diberikan musik klasik. Perbedaan tersebut ditunjukkan dari 22 subyek penelitian hanya ada 2 subyek penelitian yang terjadi perubahan DJJ dari sebelum diberikan musik klasik DJJnya normal menjadi tidak normal setelah diberikan musik klasik sedangkan 20 subyek penelitian yang lain tidak terjadi perubahan DJJ dari DJJ normal menjadi normal. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan uji statistik tidak ada perbedaan DJJ sebelum dan setelah diberikan musik klasik namun terjadi perubahan DJJ berupa peningkatan DJJ antara 3 hingga 13dpm (Lampiran 10). Janin di dalam kandungan bisa bereaksi terhadap suara dengan memberi respon berupa kontraksi otot, pergerakan, dan perubahan denyut jantung (Musbikin, 2009). 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 Denyut jantung menanggapi variabelvariabel musik seperti frekuensi, tempo, dan volume serta cenderung lebih cepat atau menjadi lebih lambat guna menyamai ritme suatu bunyi (Campbell, 2002). Penelitian Kafali (2010) menunjukkan terjadi perubahan DJJ dari 130x/menit menjadi 134x/menit pada ibu hamil trimester III yang diperdengarkan musik dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak diperdengarkan musik, namun secara uji statistik hasil tersebut tidak signifikans. Tahun 2002, D.K James melakukan penelitian tentang proses respon janin selama di dalam kandungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada janin yang diberikan musik rata-rata DJJnya 138x/menit pada menit ke 1 dan 141x/menit pada menit ke 2. Hal ini menunjukkan bahwa selama janin diberikan musik terjadi perubahan pada DJJ yang menjadi lebih meningkat. Erin Larissa (2007) menunjukkan penelitian bahwa janin akan merespon terhadap musik dan selama diperdengarkan musik maka terjadi peningkatan terhadap DJJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa musik klasik meningkatkan DJJ, yang berarti bahwa selama janin diperdengarkan musik klasik memberikan respon berupa perubahan DJJ. Musik klasik dapat memberikan rangsangan pada bayi karena komponen suara yang tergabung di dalamnya. Komposisi musik klasik yang disusun berhasil menghadirkan keteraturan bunyi yang sesuai dengan keadaan rahim dan menggunakan denyut jantung sebagai ritmenya. Denyut jantung sebagai ritmenya, maka janin akan merespon yang ditunjukkan dengan perubahan DJJnya guna memyamai komponen musik tersebut. Pendengaran janin dapat diketahui dengan memeriksakan denyut jantung janin dan gerakan janin apakah konsisten terhadap perubahan setelah pemaparan berulang terhadap suara. Tahun 2002, D.K James melakukan penelitian tentang proses respon janin selama di dalam kandungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada janin yang diberikan musik rata-rata DJJnya 138x/menit pada menit ke 1 dan 141x/menit pada menit ke 2. Hal ini menunjukkan bahwa selama janin diberikan musik terjadi perubahan pada DJJ yang menjadi lebih meningkat Keadaan psikologis seperti kecemasan ibu hamil akan mempengaruhi kondisi janin, sirkulasi darah ibu dan janin melalui plasenta dapat terganggu, prematur, asfiksia, hipertensi, persalinan lama. Kecemasan ibu hamil akan meningkatkan sekresi adrenalin yang menyebabkan asidosis metabolik sehingga terjadi hipoksia janin dengan tanda 92 ISSN: 2086-3098 gejala seperti DJJ yang tidak normal (takikardi) (Varney, 2006). Perubahan DJJ dipengaruhi juga oleh kecemasan ibu mulai ringan, sedang dan berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20 subyek penelitian mempunyai kecemasan ringan yang sebelum dan setelah diberikan musik klasik mempunyai DJJ yang normal. Perubahan DJJ dari normal menjadi tidak normal terjadi pada 2 subyek penelitian yang ternyata mempunyai kecemasan sedang. Berawal dari kecemasan ibu yang berngaruh terhadap DJJ yang mengakibatkan meningkatnya sekresi adrenalin yang menyebabkan asidosis metabolik sehingga terjadi hipoksia janin yang ditandai dengan peningkatan DJJ. Peningkatan DJJ tersebut disertai dengan diperdengarkan musik klasik yang juga mempengaruhi denyut jantung janin sebagai respon janin dalam menyamai komponen pada musik klasik yang berakibat DJJ lebih meningkat. Musik klasik tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan DJJ dari normal atau tidak normal maupun sebaliknya, meskipun DJJ tetap normal namun perubahan DJJ bervariasi dari 3 hingga 10 dpm. Musik klasik diikuti dengan keadaan psikologis atau kecemasan ibu hamil dapat juga mempengaruhi perubahan DJJ. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan penelitian adalah: 1) DJJ ibu hamil trimester III sebelum diberikan musik klasik semuanya masih dalam rentang normal, 2) DJJ ibu hamil trimester III setelah diberikan musik klasik sebagian besar masih dalam rentang normal, 3) Tidak ada perbedaan DJJ sebelum dan setelah diberikan musik klasik pada ibu hamil trimester III. Saran yang diajukan adalah : 1) Bagi Tempat Penelitian, terapi musik dapat dilakukan dirumah dengan panduan lagu dan gubahan pilihan sesuai usia dan manfaatnya, cara pemberian musik klasik juga harus sesuai dengan keadaan ibu hamil, suasana, cara memperdengarkannya, waktu dan juga memperhatikan faktor lain yang mempengaruhi ibu hamil saat diberikan music, 2) Bagi Institusi Pendidikan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya dan dalam melakukan penelitian lebih memperhatikan lagi faktor pengganggu yang dapat mempengaruhi hasil penelitian khususnya yang berhubungan dengan pemberian musik klasik, kecemasan atau keadaan ibu hamil saat diperdengarkan musik. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 DAFTAR PUSTAKA Angraeni, Poppy. (2010) Serba-serbi Senam Hamil. Intan Media, Yogyakarta Aprillia, Y. (2011) Pengaruh Musik Pada Ibu dan Bayi Dalam Kandungan. Diakses 1 Februari 2012 <http://www.bidankita.com/index.php?opt ion=com_content&view=article&id=179:p engaruh-musik-pada-ibu-dan-bayi-dalamkandunga&catid=40:monthlyguide&Itemid=34yessie>. Campbell, D. (2002) Efek Mozart. Jakarta, Gramedia Pustaka. Carr, R.V. (2008) Cara Baru Mendidik Anak Sejak Dalam Kandungan. Bandung, Kaifa. Cunningham, F. G. (2006) Obstetri Williams. Jakarta, EGC. Day, Erin Larissa. (2007) Fetal Learning: Unimodal And Multimodal Stimulus Effects. Queen’s University Kingston, Ontario, Canada. Evariny, A. (2006) Teknik & Saat Tepat Memberi Terapi Musik. Diakses 4 Maret 2012 <http://www.hypnobirthing.web.id/?p=101>. Gondo, Harry Kurniawan. (2010) Kardiotografi Mengerti dan Memahami Pemantauan Denyut Jantung Janin. EGC, Jakarta. Hambuako. (2011) Pengaruh Musik Pada Kehamilan. Diakses 2 Februari 2012 Dinas Kesehatan Banggai. Hidayat, A. A. A (2009) Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta, Salemba Medika. Hopkins, J. (2006) External and Internal Heart Rate Monitoring of the Fetus. Diakses 10 Februari 2012 <http://www.hopkinsmedicine.org/healthli brary/test_procedures/gynecology/extern al_and_internal_heart_rate_monitoring_o f_the_fetus_92,P07776/> Januadi, J & Santana, S. (2007) Standarisasi Pemantauan Kesejahteraan Janin. Pengalaman RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad / FK UPN Veteran Departemen Obstetri dan Ginekologi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Fakultas Kedokteran UPN Veteran, Jakarta. 93 ISSN: 2086-3098 James, D.K, C.J Spencer. (2002) Fetal Learning : A Prospective Randomized Controlled Study. Ultrasound Obstet Gynecol : 20 : 431-438 Kafali, H. (2010) Efect Of Maternal Anxiety And Music On Fetal Movements And Fetal Heart Rate Patterns. Kisilevsky. (2004) Maturation Of Fetal Responses To Music. Developmental Science 7:5, pp550-559. Kurniawan. (2011) Manfaat Musik Bagi Penyembuhan Dan Kesehatan. Diakses 1 Februari 2012 <http://elearning.unesa.ac.id/myblog/rikadian-kurniawan/manfaat-musik-bagipenyembuhan-dan-kesehatan.pdf> Ladewig, P.W. (2006) Buku Saku Asuhan Ibu dan Bayi Baru Lahir. Jakarta, EGC. Mansjoer, A. (2005) Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta, Media Aesculapius. Manuaba, I. (2010) Ilmu Kebidanan,Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana. Jakarta, EGC. Masenchipz. (2005) Pop Dan Rock Buat Nyenyak Tidur Bayi. Diakses 7 Februari 2012 <http://kompas.co.id/read/xml/2008/12/03 /09324884/lagu.pop.dan.rock.bikin.nyeny ak.bayi>. Merritt, S. (2003) Simfoni Otak 39 Aktivasi Musik yang Merangsang IQ, EQ, SQ untuk Membangkitkan Kreativitas & Imajinasi. Bandung, Kaifa. Musbikin, I. (2009) Kehebatan Musik Untuk Mengasah Kecerdasan Anak. Yogyakarta, Power Books. Nursalam. (2008) Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta, Salemba Medika. Parncutt, Richard. 2006. Prenatal Development. McPHER Chap 1 Priest, J. (2010) Fetal Responses To Music. Journal Of Te early Childhood Music And Movements Assosiation Volume 5 No 2. Rasyid, F. (2010) Cerdaskan Anakmu dengan Musik. Yogyakarta, Diva Press. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 Sastroasmoro, S. (2008) Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta, CV. Sagung Seto. Setiawan, A & Saryono. (2010) Metodologi Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1 dan S2. Yogyakarta, Nuha Medika. Sugiyono. (2007) Statistik Untuk Penelitian. Bandung, CV Alfabeta. Sukendro, T. (2008) Musik Dan Dampaknya Bagi Kehidupan (Kapita Selekta Lk3Youth With A Vision). Diakses 18 Februari 2012 <http://www.inchrist.net/artikel/ywav/musik_dan_dampa knya_bagi_kehidupan>. Tan, S. (2010) Psychology Of Music : From Sound To significance Sample. Diakses 25 Januari 2012 <http://www.psypress.com/psycology-ofmusic-9781841698687>. Varney, H. (2006) Buku Ajar Kebidanan. Jakarta, EGC. Asuhan Wheeler, L. (2004) Buku Asuhan Kebidanan Antepartum & Pascapartum. Jakarta, EGC. Whitwell, G. (2005) Importance Of Prenatal Sound & Music. Diakses 25 Januari 2012 <http://www.birthpsychology.com>. Wiknjosastro, H. (2002) Ilmu Kebidanan. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Yuanitasari, L. (2008) Terapi Musik untuk Anak Balita. Yogyakarta, Cemerlang Publishing. 94 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN PROGRAM SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN METODE INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI PUSKESMAS KOTA KEDIRI Ira Titisari (Prodi Kebidanan Kediri Poltekkes Kemenkes Malang) ABSTRAK Latar belakang: Jumlah kasus kanker serviks di Kota Kediri terus mengalami kenaikan dari 165 kasus menjadi 170 dan 175 kasus pada tahun 2004,2005 dan 2006. Deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode IVA telah dilaksanakan antara lain di Kota Kediri. Cakupan IVA (Inspeksi Visual Asam asetat) kumulatif di Kota Kediri pada tahun ke tiga adalah 7,96 % jauh dari target yaitu 60 %. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program skrining kanker serviks metode IVA di Puskesmas Kota Kediri. Metode: Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan Cross Sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan angket dan observasi. Populasi adalah petugas yang sudah dilatih IVA. Pemilihan subjek dilakukan secara purposif, dengan kriteria inklusi sehingga diperoleh 33 subjek. Analisis data dilakukan dengan uji Rank Spearman dan Regresi Logistik Ganda. Hasil: Hasil penelitian 92 % pelaksanaan skrining kanker serviks metode IVA baik,83,4 % petugas menerima dan melaksanakan komunikasi dengan baik, 78,5 % sumber daya sudah baik, 99,5 % petugas mempunyai disposisi yang baik, 94,9 % struktur birokrasi sudah baik. Ada hubungan faktor komunikasi dan struktur birokrasi dengan pelaksanaan program skrining kanker serviks metode IVA di Puskesmas Kota Kediri. Faktor yang paling kuat berhubungan pelaksanaan program skrining kanker serviks metode IVA adalah komunikasi (p = 0,045) dan struktur birokrasi (p = 0,045). Simpulan: Disimpulkan bahwa pelaksanaan program skrining kanker serviks metode IVA sudah baik dan hal ini depengaruhi oleh faktor komunikasi dan struktur birokrasi yang baik. Kata kunci: Inspeksi visual asam asetat, komunikasi, struktur birokrasi, Pusat Kesehatan Masyarakat 95 Latar Belakang Kanker serviks merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita di seluruh dunia. Pada tahun 2001 kanker serviks merupakan jenis kanker ke dua yang paling umum pada perempuan dan dialami oleh lebih dari 1,4 juta perempuan di seluruh dunia. Pada tahun 2000 setiap tahun lebih dari 460.000 kasus terjadi dan sekitar 231.000 perempuan meninggal karena penyakit kanker serviks. Di Indonesia menurut data dari Sistim Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007 kanker serviks menempati urutan ke dua setelah kanker payudara, untuk pasien rawat inap (11,78 %) 1,2 dan pasien rawat jalan (17,00 %). Jumlah kasus kanker serviks di Kota Kediri terus mengalami kenaikan yaitu tahun 2004 : 165 kasus, tahun 2005 : 170 kasus, tahun 2006 : 175 kasus. Sejak tahun 2004 di Indonesia dikenal adanya metode baru untuk skrining awal kanker serviks yaitu dengan metode IVA (Inspeksi Visual dengan Asam asetat). Pemeriksaan IVA merupakan pemeriksaan pada mulut rahim (serviks) dengan mengoleskan asam asetat 3-5 % pada serviks dan mengamati selama 1 - 2 menit adanya plak putih yang menebal (epithel acetowhite ). IVA merupakan suatu tes yang secara visual digunakan untuk mendeteksi lesi pra ganas pada serviks. IVA dapat diterapkan pada berbagai situasi dan kondisi, karena tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium dan hasilnya akan cepat didapat. Terapi dapat langsung dilakukan bersama dengan pemeriksaan.Tes ini mudah dilaksanakan dan dapat dilaksanakan oleh dokter umum, bidan dan paramedis yang telah dilatih pemeriksaan 3 IVA. Program skrining kanker serviks metode IVA sudah dilaksanakan sejak akhir tahun 2009, dengan kelompok sasaran yaitu wanita usia 30-50 tahun (yang sudah melakukan hubungan seksual). Target yang ditentukan oleh Kemenkes RI adalah 80 % dicapai dalam 5 tahun. Untuk cakupan kumulatif program skrining kanker serviks metode IVA di Kota Kediri pada tahun 2009 adalah 1,36 %, tahun 2010 adalah 5,06 % 4 dan tahun 2011 adalah 7,96 %. Hasil survey pendahuluan terhadap 5 orang bidan yang melayani skrining kanker serviks metode IVA di empat Puskesmas Kota Kediri didapat keterangan bahwa target untuk skrining IVA belum jelas. Setelah pelatihan setiap petugas diwajibkan melakukan skrining pada 100 orang 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 kelompok sasaran, namun setelah target tersebut terpenuhi tidak ada target lanjutan, sehingga mereka tidak berusaha untuk mengejar target. Mereka juga mengatakan bahwa agak sulit dalam membaca hasil skrining IVA sehingga perlu koordinasi dengan petugas yang lain. Ada keterbatasan meja ginekologi dan lampu halogen, sehingga tidak semua Pustu melayani skrining kanker serviks metode IVA. Daftar tilik skrining kanker serviks metode IVA dan konseling langkahlangkahnya terlalu banyak sehingga sulit untuk dihafalkan. Kegiatan sosialisasi skrining kanker serviks metode IVA dilaksanakan pada saat kegiatan posyandu karena tidak ada alokasi dana khusus untuk kegiatan sosialisasi ke masyarakat. ISSN: 2086-3098 meliputi aspek komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian observasional dengan pendekatan Cross Sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan angket dan observasi. Populasi dalam penelitian ini adalah petugas yang sudah dilatih IVA yaitu sebanyak 37 orang. Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik Purposive Sampling, dengan kriteria inklusi adalah petugas yang melayani IVA, sehingga didapatkan sampel penelitian sebanyak 33 orang. Analisis data bivariabel dilakukan dengan uji Rank Spearman dan multivariabel dengan Regresi Logistik Ganda. Tujuan Penelitian HASIL PENELITIAN Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan pelaksanaan program skrining kanker serviks metode IVA di Puskesmas Kota Kediri Rumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah jumlah kasus kanker serviks di Kota Kediri terus mengalami kenaikan yaitu tahun 2004 : 165 kasus, tahun 2005 : 170 kasus, tahun 2006 : 175 kasus. Program skrining kanker serviks metode IVA di Kota Kediri sudah dilaksanakan sejak tahun 2009, namun keberhasilan program belum sesuai dengan harapan. Hal ini dibuktikan dengan pencapaian target kumulatif pada tahun 2009-2011 sebesar 7,96 %. Cakupan tersebut masih jauh dibawah target tahunan Kota Kediri sudah menginjak tahun ke tiga yaitu sebesar 48 % (dari target 80 % oleh Kemenkes yang harus dicapai dalam 5 tahun). Berdasarkan survey pendahuluan terhadap 5 orang bidan yang melayani skrining kanker serviks metode IVA di empat Puskesmas Kota Kediri didapatkan keterangan bahwa target untuk skrining IVA belum jelas, ada kesulitan dalam pembacaan hasil skrining IVA dan keterbatasan meja ginekologi serta lampu lampu halogen. Mereka juga mengatakan bahwa daftar tilik konseling dan skrining kanker serviks metode IVA terlalu banyak sehingga sulit untuk dihafal. Sosialisasi skrining kanker serviks metode IVA dilaksanakan pada saat kegiatan posyandu karena tidak ada dana khusus untuk kegiatan sosialisasi. Dari gambaran diatas maka akan diteliti faktorfaktor yang berhubungan dengan pelaksanaan program skrining kanker serviks metode IVA di Kota Kediri yang 96 Responden dalam penelitian ini berumur antara 24 – 54 tahun dengan masa kerja antara 2–35 tahun, hampir semua responden (97 %) sudah berpendidikan DIII ke atas, yaitu D1 bidan: 3,0%, D3 bidan: 78,8%, dan dokter: 18,2%. Komunikasi tentang skrining kanker serviks metode IVA yang diperoleh pada waktu pelatihan dan yang diberikan kepada masyarakat tergolong baik untuk (83,4 %) responden. Hal ini dibuktikan dengan jawaban responden bahwa sebagian besar responden mengatakan sering menanyakan kepada pasien yang datang untuk kesediaanya menjalani skrining, pelatihan skrining kanker serviks metode IVA tidak hanya menggunakan metode ceramah saja, tetapi juga menggunakan demonstrasi dengan menggunakan model dan praktek lapangan, program IVA dan langkahlangkah pelaksanaan IVA disampaikan secara konsisten dan jelas oleh semua fasilitator. Masih ada sebagian responden yang hanya kadang-kadang saja masuk dalam berbagai kegiatan yang ada di masyarakat dalam melakukan sosialisasi program IVA karena tidak ada dana khusus untuk kegiatan sosialisasi. Sosialisasi biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan posyandu. Sumber daya dalam pelaksanaan program IVA yang meliputi kecukupan SDM, pemahaman dan kompetensi petugas, dana serta fasilitas tergolong baik untuk (78,5 %) responden. Hal ini dibuktikan dengan jawaban responden sebagian besar responden mengatakan bahwa pasien yang datang melakukan skrining dapat langsung dilayani oleh petugas, dalam membaca hasil skrining petugas merasa sudah yakin benar, 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 adanya program baru skrining kanker serviks metode IVA tidak membuat program lain menjadi terganggu, sebagian besar responden mengatakan setuju bahwa sasaran program skrining kanker serviks metode IVA adalah wanita usia 30-50 tahun yang sudah berhubungan seksual, target program 80% dicapai dalam 5 tahun dan tes IVA dapat dilaksanakan kapan saja dalam siklus menstruasi. Fasilitas untuk program IVA (85,7%) sudah ada, cukup dan dapat digunakan. Pelayanan skrining kanker serviks metode IVA tidak dilaksanakan setiap hari tetapi hanya 2 kali dalam satu minggu, hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah tenaga terlatih yang ada dan mengefektifkan pelayanan. Dana untuk melakukan sosialisasi program IVA ke masyarakat sebagian besar tidak ada, sosialisasi biasanya dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan posyandu dengan sasaran ibu yang menimbangkan bayinya ke posyandu, sehingga sasaran kurang meluas. Disposisi dalam program IVA yang meliputi komitmen, kejujuran dan sifat demokratis petugas pelaksana program IVA tergolong baik untuk (99,5%) responden. Hal ini dibuktikan dengan jawaban responden bahwa sebagian besar responden selalu memberikan konseling sebelum melakukan tes IVA, memperhatikan prinsip kenyamana dan privasi pasien saat melakukan tes IVA, memperhatikan prinsip PI, dalam melakukan tes IVA selalu mengikuti langkah-langkah sesuai SOP, melakukan anamese dengan lengkap, memberitahukan hasil pemeriksaan pada pasien, mencatat semua hasil pemeriksaan, memberitahukan tentang pemilihan pengobatan yang tepat dan memberikan solusi bagi pasien dengan hasil tes IVA positif yang tidak punya biaya untuk pengobatan. Struktur birokrasi dalam program IVA yang meliputi SOP dan fragmentasi tergolong baik untuk (94,9 %) responden. Hal ini dibuktikan dengan jawaban responden bahwa sebagian besar responden setuju SOP konseling dan skrining kanker serviks metode IVA sudah ada, SOP sudah jelas dan mudah dipahami, SOP sudah relevan untuk dilaksanakan dan penanggungjawab program skrining kanker serviks di Puskesmas dan Pustu adalah Kepala Puskesmas. Pelaksanaan program IVA yang meliputi pencatatan, konseling dan skrining tergolong baik untuk (92%) responden. Hal ini dibuktikan dengan format catatan medik pasien semua diisi dengan lengkap, pelaksanaan skrining sebagian besar 97 ISSN: 2086-3098 langkah-langkah sudah dilakukan dengan baik dan konseling sebagian besar responden sudah baik namun semua responden belum memperhatikan privasi pasien pada waktu konseling, hal ini disebabkan karena di Puskesmas dan Pustu semua belum disediakan ruangan khusus untuk konseling. Analisis bivariabel dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman didapatkan hasil adanya hubungan positif antara komunikasi dan struktur birokrasi dengan pelaksanaan program skrining kanker serviks metode IVA di Kota Kediri. Hasil uji korelasi Rank Spearman dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Ringkasan hasil uji korelasi Rank Spearman antara variabel bebas dengan variabel pelaksanaan program IVA Variabel bebas Komunikasi Nilai r 0,428 Nilai p 0,013 Sumber daya Disposisi 0,117 0,518 0,426 0,013 Struktur birokrasi 0,326 0,064 Hasil Korelasi bermakna Tidak ada korelasi Tidak ada korelasi Korelasi bermakna Analisis multivariabel dilakukan dengan uji regresi logistik ganda diperoleh hasil bahwa variabel komunikasi dan struktur birokrasi mempunyai hubungan paling kuat dengan pelaksanaan program skrining kanker serviks metode IVA di Kota Kediri. Hasil uji regresi logistik ganda dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ringkasan hasil uji korelasi Rank Spearman antara variabel bebas dengan variabel pelaksanaan program IVA. Variabel bebas (Exp) B Nilai p Komunikasi 7,247 0,045 Struktur birokrasi 7,247 0,045 PEMBAHASAN Ada hubungan antara komunikasi dengan pelaksanaan program IVA. Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi 5 . yang baik pula. Hasil penelitian ini sesuai dengan Penelitian Suhariati (2010), bahwa 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ada hubungan antara komunikasi dengan implementasi program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Puskesmas 8 wilayah Kabupaten Kediri tahun 2010. Pelaksanaan sosialisasi program IVA lebih sering di posyandu, sehingga sasarannya terbatas pada ibu-ibu yang membawa balita nya ke posyandu saja. Sosialisasi dapat ditingkatkan dengan masuk ke berbagai kegiatan yang ada di masyarakat (arisan, pengajian), penyebaran leaflet, pemasangan poster, lokakarya, kunjungan rumah dan mengadakan musyawarah desa. Tidak ada hubungan antara sumber daya dengan pelaksanaan program IVA. Sumber daya merupakan hal penting dalam mengimplementasikan kebijakan, namun dengan sumber daya terutama dana yang terbatas program IVA Di Kota Kediri dapat berjalan dengan baik. IVA merupakan suatu metode skrining kanker serviks dengan menggunakan peralatan sederhana yang sudah ada. Bahan habis pakai yang digunakan juga sederhana dan murah. Bahan habis pakai untuk program IVA diperoleh dari Dinkes Propinsi, namun distribusinya tidak teratur. Hal ini mengakibatkan kadang tidak tercukupinya kebutuhan bahan habis pakai, yang diatasi dengan menggunakan bahan habis pakai program lain yaitu KB (Keluarga Berencana). Distribusi bahan habis pakai seharusnya dilakukan secara terjadwal. IVA adalah metode skrining kanker serviks yang dapat dilakukan dengan sumber daya yang 1 terbatas. Tidak ada hubungan antara disposisi dengan pelaksanaan program IVA. Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti: komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak 6 efektif. Dengan watak dan karakteristik dari implementor yang baik saja tidak dapat mencapai sasaran dan tujuan program jika tidak didukung oleh kecukupan SDM terlatih, fasilitas dan dana yang cukup. Ada hubungan antara struktur birokrasi dengan pelaksanaan program IVA. Hasil penelitian ini sesuai dengan Penelitian Siti Halimatusyaadiah (2011), bahwa ada hubungan antara struktur birokrasi dengan implementasi program P4K (Perencanaan 13 Persalinan dan Pencegahan Komplikasi). Dua karakteristik menurut Edward III, yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi/ 98 ISSN: 2086-3098 organisasi ke arah yang lebih baik adalah : melakukan Standar Operating Prosedures ( 5 SOP ) dan melaksanakan fragmentasi. Namun demikian dengan SOP yang langkah-langkahnya terlalu banyak dan fragmentasi yang kurang jelas, pelaksanaan IVA di Kota Kediri dapat berjalan dengan baik, karena hal ini didukung dengan petugas pelaksana program IVA adalah dokter dan bidan yang (42,4 %) masa kerjanya sudah lebih dari 20 tahun, sehingga mereka sudah banyak pengalaman dan trampil dalam melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan tes IVA hampir sama langkahlangkahnya dengan pemeriksaan ginekologi yang sudah sering dilaksanakan oleh bidan dan dokter. Hasil uji multivariabel dengan memasukkan variabel bebas yaitu komunikasi dan struktur birokrasi secara bersama-sama menunjukkan bahwa semua variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat pelaksanaan skrining kanker serviks metode IVA yaitu komunikasi (p = 0,045) dan struktur birokrasi (p = 0,045). Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan (dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat. Selain itu kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat dan konsisten. Komunikasi (pentransmisian informasi) diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan 9 diterapkan dalam masyarakat. Setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). Tujuan dan sasaran dari program / kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari adanya distorsi atas kebijakan 10 dan program. Dua karakteristik menurut Edward III, yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi / organisasi ke arah yang lebih baik adalah : melakukan Standar Operating Prosedures (SOP) dan melaksanakan fragmentasi. SOP adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (pelaksana kebijakan / administrator / birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan setiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan (standar minimum yang dibutuhkan warga). Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan- 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 kegiatan atau aktivitas-aktivitas 9 diantara beberapa unit kerja . ISSN: 2086-3098 pegawai SIMPULAN Faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan program skrining kanker serviks metode IVA di Kota Kediri adalah komunikasi dan struktur birokrasi, keduanya mempunyai hubungan yang kuat . DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes RI. Buku Acuan Pencegahan Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara. Departemen Kesehatan. Jakarta. 2007 2. Kepmenkes RI Nomor 796/ Menkes/SK/VII/2010 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim, Jakarta. 2010, http://www.hukor.depkes.go.id/uploadkep menkes/KMK/%20No.%20796%20ttg%k anker%20rahim.pdf. diakses tanggal 4 November 2011 3. Depkes RI. Modul Pelatihan Kanker Serviks dan Payudara.Departemen Kesehatan, Jakarta. 2007 4. Dinas Kesehatan Kota kediri, Profil Dinas Kesehatan Kota Kediri Tahun 2010, kota Kediri. 2010 5. Agustino, L. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Alfabeta, Bandung, 2008 6. Subarsono, AG. Analisis Kebijakan Publik, Edisi Ketiga, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009 7. Indiahdono, D. Kebijakan Publik. Geva Media, Yogyakarta, 2009 8. Suhariati, Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Puskesmas Wilayah Kabupaten Kediri Tahun 2010, Tesis MIKM Undip Semarang, 2010 9. Halimatusyaadiah,S. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Program Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi ( P4K ) Oleh Bidan Desa Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur Tahun 2011, Tesis MIKM Undip Semarang 2011 99 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN HUBUNGAN PENGGUNAAN PIL ORAL KOMBINASI (POK) DENGAN LIBIDO AKSEPTOR KB DI DESA SLUMBUNG KECAMATAN NGADILUWIH KABUPATEN KEDIRI Finta Isti Kundarti (Prodi Kebidanan Kediri Poltekkes Kemenkes Malang) Erna Rahma Yani (Prodi Kebidanan Kediri Poltekkes Kemenkes Malang) Ayu Rohma Hastutik (Prodi Kebidanan Kediri Poltekkes Kemenkes Malang) ABSTRACT Background: Combine oral contraseptive has benefits contraceptive besides, also have drawbacks and side effects, one of which changes in libido. Slumbung village has the largest acceptors pills family planning in Kediri, some 105 people, a preliminary study with interviews 5 people POK acceptor , 3 people said they had experienced pain during sexual intercourse. The purpose of this study was to determine the relationship with the libido combined oral contraseptive use of family planning acceptors. Method: Survey research method used analytical, cross sectional study design. The population in this study is the acceptor COC they work as a house wife aged 25 years some 19 people, the sampling technique is total sampling. Measuring instrument in the form of a questionnaire. Statistical tests used are Fisher Exact test. The results showed 17 respondents COC obedient in use, 18 respondents did not experience changes in libido. Result: The results of Fisher's Exact test statistic with SPSS programe is p (0.89) > α (0,05), then Ho is accepted, meaning that there was no association between the use of COC with the libido of family planning acceptors. Conclussion: The conclusion of this study is the use of COC does not affect acceptor’s libido. Should be a place of family planning services also provides counseling about side effects of combined oral contraseptive Keywords: Combined Oral Cotraceptive, use of Combined Oral Cotraceptive Libido 100 Latar belakang Indonesia dihadapkan kepada masalah kependudukan yaitu jumlah penduduk yang sangat besar, pertumbuhan penduduk yang cepat, penyebaran penduduk yang tidak merata, komposisi struktur penduduk yang tidak seimbang dan mobilitas penduduk yang tinggi.Pemerintah Menempuh jalan untuk memecahkan masalah di atas antara lain dengan melaksanakan program Keluarga Berencana (Meilani dkk, 2010). Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (UU No.10, 1992). Salah satu tugas pokok pembangunan keluarga berencana adalah melalui pengaturan kelahiran. Kebijakan yang dapat dilakukan adalah hal yang berkaitan dengan jumlah anak ideal, jarak kelahiran anak yang ideal, dan usia ideal untuk melahirkan (Wilopo, 2008). Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997 menunjukkan turunnya Total Fertility Rate (TFR) dari 3,02 menjadi 2,78. Salah satu faktor penyebabnya adalah keberhasilan program keluarga berencana di Indonesia. Keberhasilan ini ditunjang dengan penggunaan atau pemakaian alat kontrasepsi. Hak untuk memilih kontrasepsi sepenuhnya tergantung calon akseptor (Hartanto, 2004). Pemilihan kontrasepsi yang digunakan oleh wanita perlu mempertimbangkan pengaruh metode tersebut terhadap fungsi reproduksi sekaligus kesejahteraan umum. Alasan penghentian atau perubahan penggunaan kontrasepsi adalah efek samping yang dirasakan. Sampai saat ini tidak ada satupun alat kontrasepsi yang bebas dari kegagalan, efek samping serta komplikasi (Hartanto, 2004). Suntikan dan pil KB masih banyak diminati sebagai alat KB oleh pasangan usia subur di Indonesia yang masing – masing sebesar 50,2% dan 28,3%. (BKKBN, 2010), di Jawa Timur kontrasepsi suntik menempati urutan pertama sebesar 66,10%, sedangkan KB Pil menempati urutan kedua yaitu sebesar 23,32% (BKKBN, 2010). Terlepas dari berbagai keberhasilan dan keuntungan program KB tersebut ternyata kontrasepsi hormonal tidak terlepas dari berbagai kekurangan terutama yang 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 berhubungan dengan efeknya pada kesehatan. Khususnya hormon yang terkandung dalam kontrasepsi tersebut bila digunakan dalam jangka waktu yang lama ternyata dapat menimbulkan berbagai efek samping yang merugikan salah satunya adalah alat KB ini ternyata juga bisa menyebabkan depresi dan mempengaruhi dorongan seks (Yogi, 2009). Alat kontrasepsi umumnya memiliki efek samping, salah satunya pil KB, meski pengaruhnya berbeda pada tiap wanita, namun efek samping yang terjadi antara lain, mual, mastalgia, perdarahan rembesan, depresi, perubahan libido (Everett, Suzane. 2008), banyak wanita melaporkan mengalami penurunan libido saat mengkonsumsi pil KB antara lain, tak ada hasrat bercinta, berkurangnya produksi pelumas di area intim dan sulit mencapai kepuasan seksual. Salah satu penyebabnya, hormon (estrogen dan progesteron) yang terkandung dalam pil dapat mengikat testosteron, hormon yang bertaggung jawab atas sebagian besar libido. Beberapa wanita mengakui mereka mengalami perubahan suasana hati dan depresi saat menggunakan pil KB salah satu alat kontrol kehamilan mengandung hormon. Hormon progesteron dalam pil KB dapat menurunkan kadar serotonin di otak. Tingkat serotonin yang rendah dapat memicu timbulnya depresi. Data yang diperoleh dari Dinkes Kabupaten Kediri, Akseptor KB pil di Kecamatan Ngadiluwih Wilayah Kerja Puskesmas Wonorejo sebesar 14,5%, desa Slumbung merupakan desa dengan jumlah akseptor KB POK terbanyak yaitu sejumlah 105 orang dengan jumlah prosentase sebesar 31,15% dari keseluruhan jumlah akseptor KB aktif, dari studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara pada 5 orang akseptor POK, 3 orang mengatakan pernah mengalami sakit saat melakukan hubungan seksual, dan membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai kepuasan. Tujuan Penelitian Mengetahui ada atau tidaknya hubungan penggunaan pil oral kombinasi (POK) dengan libido pada akseptor KB. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini akan meneliti tentang hubungan antara penggunaan pil oral kombinasi (POK) dengan libido akseptor KB. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh akseptor KB POK berusia 25 tahun, karena 101 ISSN: 2086-3098 pada usia 25 tahun kadar hormon estrogen dan progesteron berada pada puncak tertinggi, sehingga pada umumnya puncak libido terjadi pada usia ini (Laura berhman, 2012) dan tidak bekerja, sejumlah 19 orang responden. Sampel diambil dengan cara Total Sampling yaitu semua anggota populasi merupakan sampel penelitian. Penelitian ini dilakukan di Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 26-29 Juni 2012. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar cek list yang berisi 8 pernyataan tertutup tentang libido dan 8 pernyataan tertutup tentang penggunaan POK. Analisis bivariat menggunakan uji fisher exact yang memungkinkan kita untuk menguji hubungan antara dua variabel yang berskala data nominal, apabila syarat uji chi-square tidak terpenuhi yaitu dimana N<20 dan nilai E<5. HASIL PENELITIAN Bab ini memaparkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan penggunaan pil oral kombinasii dengan penurunan libido akseptor KB di Desa Slumbung Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri. Pengambilan data dilaksanakan 26-29 Juni 2012 pada 19 orang responden dengan cara melakukan kunjungan rumah. Data yang disajikan berupa data umum dan khusus. Data umum meliputi karakteritik responden penelitian yaitu pendidikan, sedangkan data khusus meliputi penggunaan POK dan libido pada akseptor POK. Dari penelitian yang dilakukan pada 19 orang responden di Desa Slumbung Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri didapat hasil, 47% responden berpendidikan terakhir SD, 32% SMP, dan 21% SMA. Hasil dari pengisian kuesioner tentang penggunaan Pil Oral Kombinasi (POK) adalah 89,47% patuh dan 10,53% tidak patuh. Sedangkan mengenai libido responden, didapat hasil bahwa, 94,74% responden tidak mengalami penurunan libido, selebihnya (5,26%) mengalami penurunan libido. Berdasarkan tabel silang antara penggunaan POK dengan libido akseptor KB, dari 19 orang responden akseptor pil oral kombinasi di Desa Slumbung Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri diketahui bahwa Akseptor Pil Oral Kombinasi (POK) yang patuh dalam penggunaan POK sebanyak 17 responden, 5,26 % mengalami penurunan libido, dan 84,21% tidak mengalami penurunan libido. Sedangkan 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 yang tidak patuh dalam penggunaan POK, sebanyak 2 orang responden, seluruhnya tidak mengalami penurunan libido. Tabel 1. Hubungan Penggunaan Pil Oral Kombinasi (POK) dengan Libido Akseptor KB di Desa Slumbung Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri Libido Penggunaan Tidak POK Menurun menurun Patuh 1 16 (5,26%) (84,21%) Tidak Patuh 0 2 (0%) (10,53%) 1 18 Total (5,26%) (94,73%) Total 17 (89,47%) 2 (10,53%) 19 (100%) Dari hasil uji statistik dengan Fisher Exact Test didapatkan nilai p = 0,89 dan nilai ini lebih besar dari = 5%. Dengan ketentuan bila nilai p ≥ α . Maka Ho diterima, artinya tidak ada hubungan antara penggunaan Pil Oral Kombinasi (POK) terhadap libido akseptor KB di Desa Slumbung Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri. Berdasarkan diagram1 menunjukkan bahwa, dari penelitian yang dilakukan pada 19 orang responden di Desa Slumbung Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri, didapat hasil 17 responden patuh dalam penggunaan Pil Oral Kombinasi (POK), 2 responden tidak patuh dalam penggunaan Pil Oral Kombinasi (POK). Kepatuhan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan mebebani dirinya bila mana ia tidak dapat berbuat sebagaimana lazimnya (Prijadarminto, 2003) yang dikutip Dilla (2012). PEMBAHASAN Penggunaan POK Menurut Hasibuan (2003) yang dikutip Dilla (2012), faktor yang mempengaruhi akseptor KB dalam melakukan KB yaitu, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak, dukungan suami ( perhatian, informasi, finansial). Menurut Kodyat yang dikutip Dilla (2012), tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami tentang suatu informasi. 102 Karakteristik responden berdasarkan hasil penelitian adalah hampir setengah responden yaitu 47,37% atau sejumlah 9 orang berpendidikan SD, sebagian kecil yaitu 31,58 % atau 6 orang berpendidikan smp 4 orang berpendidikan SMA. Hasil tabulasi data yang dilakukan, didapatkan ada 2 responden yang termasuk dalam kriteria tidak patuh dalam penggunaan POK, dan masing-masing berpendidikan SD dan SMA, dengan kata lain tidak satupun responden yang menempuh pendidikan terakhir SD yang tidak patuh dalam penggunaan POK. Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan tidak mutlak mempengaruhi tingkat penyerapan suatu informasi. Tetapi juga perlu diperhatikan faktor – faktor lain yang juga ikut mempengaruhi. Misalnya dalam penelitian ini, seluruh responden adalah IRT, sebagai ibu rumah tangga, karena hampir setiap hari berada dirumah, maka memungkinkan ibu dapat mendapat informasi tentang POK dan cara penggunaannya dari berbagai sumber, misalnya dari TV, radio, tetangga dekat, kader pemegang program KB, serta dari bidan desa setempat. Suatu informasi yang berulang-ulang didapat menyebabkan mudahnya mengingat informasi tersebut, khususnya dalam penggunaan pil oral kombinasi dengan benar. Libido Akseptor KB POK Libido/hasrat seksual adalah keinginan untuk melakukan hubungan seks. Menurut Sigmud Freud hasrat atau dorongan seksual dikarakteristikan dengan bertumbuhnya secara bertahap sampai puncak intensitas diikuti dengan penurunan tiba-tiba dari rangsangan. Ahli psikologis kontemporer memandang libido sebagai potensi dasar manusia walaupun berakar pada biologi munusia, (hormon) terbentuk karena budaya dan pengalaman. Libido adalah dorongan dasar manusia untuk reproduksi dan potensi berdasarkan biologis untuk mendapatkan kenikmatan dari tindakan yang berhubungan dengan kontak fisik misalnya syaraf di kulit dan membran mukosa yang dibentuk oleh pengalaman dalam pertumbuhan dalam suatu keluarga atau masyarakat (Everett, 2008). Berdasarkan Diagram 5.2 menunjukkan bahwa, dari penelitian yang dilakukan pada 19 orang responden di Desa Slumbung Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri didapat hasil bahwa ada 18 responden (94,74%) yang tidak mengalami penurunan libido, 1 responden (5,26%) mengalami penurunan libido. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 Menurut Farida (2008), libido adalah hasrat seksual yaitu energi yang berasal dari rangsangan insting, penurunan libido dapat terjadi dari penyebab psikologis yang salah satunya adalah stress. Stress juga dipengaruhi status pekerjaan, yaitu semakin berat pekerjaan yang dijalani maka tingkat stress juga akan semakin tinggi, dalam penelitian ini responden memiliki status pekerjaan yang sama yaitu tidak bekerja secara formal, tetapi responden menjalankan pekerjaan ibu rumah tangga, sehingga responden lebih banyak menghabiskan waktu dirumah yang sangat mungkin memiliki waktu istirahat yang lebih banyak dibandingkan dengan pekerja formal, hal ini dapat menekan tingkat stress ibu, sehingga tubuh dapat relaksasi, dan meningkatkan hormon serotonin. Serotonin pada batang otak merupakan neurotransmitter dan membantu seseorang mencapai kepuasan, termasuk kenikmatan yang dirasakan pada saat orgasme. Serotonin bisa meningkatkan gairah biasanya dengan bekerjasama dengan dopamin (Farida, 2008) sehingga tidak ada penurunan libido yang terjadi. Karakteristik responden berdasarkan usia adalah sama yaitu, akseptor POK usia 25 tahun. Wanita usia ± 25 tahun umunya libido berada pada puncaknya, disebabkan meningkatnya kadar hormon estrogen. Pemakaian KB hormonal dalam hal ini pil KB, walaupun mengubah kadar hormonhormon yang berkaitan dengan libido, tetapi kadarnya masih tetap bisa stabil dipertahankan, sehingga perubahannya tidak terlalu signifikan. Psikologi ibu berhubungan dengan tingkat stress dan tingkat stress berhubungan dengan hormon yang mengendalikan mood dan suasana relaks dalam tubuh seseorang yaitu hormon serotonin. Akseptor POK kadar hormon serotonin dipengaruhi kandungan hormon progesteron dalam POK, dimana progesteron dapat menekan kadar hormon serotonin, tetapi kadar hormon ini juga dipengaruhi oleh kondisi psikologis seseorang. Responden dalam penelitian ini seluruhnya adalah ibu rumah tangga, pekerjaan ibu rumah tangga bukan berarti dapat dikatakan pekerjaan yang ringan, tetapi karena selalu berada dirumah sehingga memungkinkan ibu beristriahat dengan optimal bahkan ibu dapat tidur disela-sela aktiftasnya. Kondisi tubuhpun dalam kondisi relaks, kondisi ini dapat meningkatkan kadar hormon serotonin, sehingga kadarnya dapat tetap stabil, walaupun kandungan progestron dalam POK menekan kadar hormon ini. 103 ISSN: 2086-3098 Hubungan penggunaan Pil Oral Kombinasi (POK) dengan libido akseptor KB Berdasarkan tabel silang antara penggunaan dengan libido Pil Oral Kombinasi (POK) Dari 19 0rang responden akseptor Pil Oral Kombinasi di Desa Slumbung Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri diketahui bahwa akseptor Pil Oral Kombinasi (POK) yang patuh dalam penggunaan POK sebanyak 17 orang responden, 5,26 % responden akseptor POK mengalami penurunan libido, 84,21% responden akseptor POK tidak mengalami penurunan libido. Sedangkan yang tidak patuh dalam penggunaan POK, sebanyak 2 orang responden, seluruhnya tidak mengalami penurunan libido. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,89 dan nilai ini lebih besar dari = 5%, dengan ketentuan bila nilai p≥ α, maka Ho diterima, artinya tidak ada hubungan antara penggunaan Pil Oral Kombinasi (POK) dengan libido akseptor KB di Desa Slumbung Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri. Penggunaan kontrasepsi POK menimbulkan efek pula pada fungsi endokrin yang mana terjadi penghambatan sekresi gonadotropin pituitari. Estrogen diketahui mampu mengubah struktur dan fungsi adrenal. Estrogen yang diberikan secara oral atau diberikan dengan dosis tinggi akan meningkatkan konsentrasi plasma globulinα2 yang mengikat Cortisol (Globulin pengikat Corticosteroid). Konsentrasi plasma kemungkinan meningkat dua kali lipat lebih pada individu yang tidak mendapat pengobatan, dan ekskresi cortisol bebas dalam urine juga meningkat. Ditemukan bahwa respon ACTH terhadap pemberian metyraphone menurun oleh pengaruh estrogen dan kontrasepsi oral. Preparat-preparat ini dapat menyebabkan perubahan dalam sistem angiotensin-aldosteron. Aktivitas renin plasma didapati meningkat, dan juga meningkatkan sekresi aldosteron. Globulin pengkiat-thyroxin meningkat, Akibatnya, jumlah kadar – kadar plasma thyroxin (T4) meningkat lebih besar dibanding kadar yang terlihat selama kehamilan. Estrogen juga meningkatkan kadar SHBG plasma dan menurunkan kadar plasma androgen bebas dengan cara meningkatkan ikatannya. Sejumlah besar estrogen kemungkinan menurunkan androgen melalui supresi gonadotropin (Bertram G katzung, 2002), androgen dalam tubuh wanita adalah 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 hormon yang merangsang dorongan seksual (Sarifuddin, 2011). Kehilangan libido merupakan salah satu gejala jangka panjang yang dialami wanita yang menggunakan kontraepsi oral kombinasi, yang akan mengubah kebiasaan seksualitas (Martin H Johnson & Barry J. Everitt, 2003). Banyak sekali faktor yang mempengaruhi proses tersebut, salah satunya adalah tingkat stress dan usia akseptor KB, apabila sesorang sedang dalam keadaan tidak stress maka kadar hormon serotonin pada batang otak meningkat, dimana neurotransmitter ini membantu seseorang mencapai kepuasan, termasuk kenikmatan yang dirasakan pada saat orgasme. Serotonin bisa meningkatkan gairah biasanya dengan bekerjasama dengan dopamin (Farida, 2009), selain itu faktor usia juga memegang peranan penting dimana pada usia 20-30 tahun libido meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara penggunaan POK dengan libido pada akseptor POK, hal ini tidak terlepas dari faktor hormonal dan tingkat stress pada akseptor KB. Berdasarkan teori hubungan penggunaan POK dengan libido akseptor KB, Penggunaan POK dapat mempengaruhi terjadinya penurunan libido, dimana kandungan hormon estrogen dan progestron, menjadi faktor ketidakstabilan hormonal tubuh termasuk hormon yang berfungsi dalam naik turunnya libido, yang pertama karena kandungan hormon progesteron yang menekan kadar hormon serotonin, kemudian baru disusul dengan hormon estrogen yang meningkatkan SHBG plasma dan menurunkan kadar hormon androgen dengan meningkatkan ikatannya, kemudian terjadilah depresi dan libido menurun, tetapi serotonin dengan fungsinya sebagai hormon relaksin juga dipengaruhi kondisi psikologi yaitu, apabila stressor yang dialami besar maka kadar hormon serotonin menurun, sebaliknya dalam kondisi tingkat stress yang rendah kadar hormon serotoninpun meningkat. Ditunjang dengan karakteristik responden berdasarkan usia yaitu usia 25 tahun, terjadi puncak libido, maka disinilah walaupun responden patuh dalam penggunaan POK tetapi tidak akan mempengaruhi kondisi libido dari akseptor POK. Kombinasi (POK) tidak mengalami perubahan libido, 3) Tidak terdapat hubungan antara penggunaan Pil Oral Kombinasi (POK) dengan libido akseptor KB. Saran yang diajukan adalah : 1) Bagi tempat penelitian, dapat dijadikan sebagai refensi dalam memberikan konseling mengenai efek samping KB POK bagi akseptor baru maupun akseptor lama, 2) Bagii peneliti selanjutnya, dapat dijadikan sebagai refensi dalam memberikan konseling mengenai efek samping KB POK bagi akseptor baru maupun akseptor lama. SIMPULAN DAN SARAN Everett, S. (2008). Buku Saku Kontrasepsi Dan Kesehatan Seksual Reproduktif. EGC, Jakarta Simpulan penelitian adalah: 1) Hampir seluruh akseptor Pil Oral Kombinasi (POK) patuh dalam penggunaan Pil Oral Kombinasi (POK), 2) Hampir Seluruh akseptor Pil Oral 104 DAFTAR PUSTAKA Accadilla. (2012). Tinjauan Pustaka. diakses tanggal 10 Juli 2012 pukul 11.02 WIB<http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/ 107/jtptunimus-gdl-acaaddilla-5344-3babii.pdf> Baziad, A. (2008). Kontrasepsi Hormonal. BPSP, Jakarta Brehman, Laura. (2012). Gejolak Hormon Perempuan Berdasarkan Usia. Diakses tanggal 10 Juli 2012 Pukul 11.02 WIB<http://health.idweblink.com/index.ph p/blog/detail/563 /Gejolak-Hormon Perempuan-Berdasarkan-Usia-JakartaHormon-memiliki-efek-yang-luar biasapada-libido--Kehidupan-seks-yanggemilang-adalah-sesuatu-yang kitasemua-ingin-memiliki-tanpa-memandangusia--Ketika-hubungan seksual-kurangmemuaskan-akan-mempengaruhikesehatan-fisik-dan mental-Hubunganantara-libido-dan-hormon-perempuanselalu mengalami.html> BKKBN. (2010). Angka Penapaian Kontrasepsi Provinsi Jawa Timur. diakses tanggal 17 Februari 2012 pukul 15.00 WIB http://www.bkkbn.go.id Budiarto, E. (2002). Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC, Jakarta Cumow, B, et all. (2011). Libido Rendah. Diakses tanggal 11 februari 2012 pukul 00.30 <http://www.newsmedical.net/health/Low-Libido %28Indonesian%29.aspx> Farida . (2009). Sembilan hormon pembangkit gairah seksual. Harian Media 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 Indonesia Online.10 februari 2010 <http://www.mediaindonesia.com/mediap erempuan/read/2009/06/19/1758/5/Semb ilan-Hormon-Pembangkit-GairahSeksual> Rosmalasari, Ummi. 2009.Kontrasepsi Pil Oral Kombinasi. Diakses tanggal 23 Mei 2012 Pukul 07.00< http://ursbabel.blogspot.com/2012/04/kon trasepsi-pil-oral-kombinasi.html> Hartanti, H. (2011). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Sariffudin. (2011). Fungsi hormon pada wanita. Diakses tanggal 10 februari 2012 pukul 05.00 WIB<http://doctorjflazz.blogspot.com/201 1/03/fungsi-hormon-pada-wanita.html> Heffner, L.J. (2006). At a Glance Sistem Reproduksi. EMS, Jakarta Hidayat, A.A.A. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika, Jakarta Johnson, M.H. & Barry, J.E. (2003). Essential Reproduction. Blackwell Publishing,USA Katzung, B. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika, Jakarta Kusmiran, E. (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Salemba Medika, Jakarta Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta Sirait, D.F.H, dkk. (2009). Kuesioner Psikoseksual. Fakultas Psikologi UI, Bandung Sumantri, Bambang. (2012). Libido. Diakses tanggal 05 Juli 2012 pukul 09.25 WIB<http://mantrinews.blogspot.com/201 2/02/libido.html> Tim Penyusun Buklet dorongan seksual. (2012). Buklet Dorongan Seksual. DEPDIKNAS; BANK DUNIA; BKKBN, Cilacap Yogi. (2009). Pengaruh Penggunaan Pil Kb terhadap penurunan libido WUS. Diakses tanggal 16 Februari 2012 pukul 03.00 http://myzonaskripsi.blogspot.com/2011/0 5/hubungan-penggunaan-kontrasepsi-pilkb.html Priyono, H. (2011). Good Orgasm God Bless You. Galeri Ilmu, Yogyakarta Proverawati, A, dkk. (2010). Panduan Memilih Kontrasepsi. Nuha Medika, Yogyakarta Rachmadi, A. (2008). Disfungsi Seksual. Diakses tanggal 11 februari 2011 Pukul 18.30 WIB <http://eprints.undip.ac.id/16266/1/Agus_ Rachmadi.pdf 2008> Riyanto, A. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Bantul, Yogyakarta. Rohadi. (2012). Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Minat Belajar Belajar. Diakses 10 juli 2012 Pukul 11.02 WIB<http://hadi.guruindonesia.net/profil.html> Rosdiansyah. (2012). Gawat Pil KB Ternyata Bisa Bikin Libido Drop. Diakses tanggal 3 April 2012 pukul 23.30 WIB http://www.lensaindonesia.com/2012/01/ 12/gawat-pil-kb-ternyata-bisa-bikin-libidodrop.html 105 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PEMBERIAN MAKAN KEPADA BALITA DENGAN KEJADIAN OBESITAS BALITA USIA 2-5 TAHUN Koekoeh Hardjito (Prodi Kebidanan Kediri Poltekkes Kemenkes Malang) Siti Asiyah (Prodi Kebidanan Kediri Poltekkes Kemenkes Malang) Santy Irene Putri (Prodi Kebidanan Kediri Poltekkes Kemenkes Malang) ABSTRAK Latar belakang: Salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya obesitas balita adalah pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada balita. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada balita dengan kejadian obesitas balita usia 2-5 tahun. Metode: Desain yang digunakan adalah analitik cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua dan balita usia 2-5 tahun dalam 1 gugus PAUD Kecamatan Kota, Kota Kediri, sebanyak 186. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling, dengan jumlah sampel 127 orang tua dan balita. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian, seluruh orang tua balita sejumlah 127 responden memiliki pengetahuan berkategori baik mengenai pemberian makan kepada balita dengan angka kejadian obesitas sejumlah 13 balita. Melalui uji fisher exact, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada balita dengan kejadian obesitas balita usia 2-5 tahun. Simpulan: Kesimpulan dari penelitian ini bahwa kejadian obesitas balita tidak dipengaruhi oleh pengetahuan orang tua tentang pemberian makan, akan tetapi dapat dipengaruhi oleh faktor lain. Saran: Diharapkan pihak terkait memerhatikan balita yang berstatus gizi lebih dengan memberikan penyuluhan tentang obesitas melalui kegiatan parenting yang dilaksanakan. Kata kunci: 106 Pengetahuan, Pemberian Makan, Obesitas Latar Belakang Kegemukan (obesitas) mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, bahkan WHO menyatakan bahwa kegemukan (obesitas) sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga sudah merupakan suatu problem kesehatan yang harus segera ditangani . Di Indonesia, terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup yang menjurus ke westernisasi dan sedentary berakibat pada perubahan pola makan / konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, tinggi lemak dan kolesterol, terutama terhadap penawaran makanan siap saji ( fast food ) yang berdampak meningkatkan risiko kegemukan (obesitas) (Diba, 2010). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan prevalensi kegemukan (obesitas) di kalangan balita Indonesia terus meningkat. Prevalensi kegemukan pada balita mengalami kenaikan dari 12,2 persen pada 2007 menjadi 14 persen pada 2010 (Lusia, 2011). Damayanti menyebutkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan di empat belas kota besar di Indonesia, angka kejadian kegemukan (obesitas) pada anak tergolong relatif tinggi, antara 10-20% dengan nilai yang terus meningkat hingga kini (Suhardja, 2010). Ancaman kegemukan (obesitas) pada anak-anak di Jatim semakin tinggi, tercatat angka prevalensi balita gemuk mencapai 17,1 persen (Susilawati, 2011). Menurut Rini Sekartini saat talkshow Kelebihan Asupan Gula Tambahan di Jakarta mengungkapkan ditemukan 7.7 persen anak mengalami gizi lebih. Sebanyak 20 persen anak mengalami kegemukan (obesitas) di TK (Taman KanakKanak) dan 17.1 persen di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) (Sutriyanto, 2011). Tiga faktor yang berpengaruh terhadap berkembangnya kegemukan (obesitas), yaitu genetik, lingkungan dan psikologis (Zullies, 2010). Namun, berdasarkan hasil penelitian Badan International Obesitas Task Force (ITF) dari badan WHO yang mengurusi anak kegemukan (obesitas), 99% karena faktor lingkungan, sedangkan yang dianggap genetik biasanya bukan genetik tetapi akibat faktor lingkungan (Darmono, 2006). Selain itu para ilmuwan juga sepakat bahwa kegemukan (obesitas) pada anak cenderung 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 terjadi akibat faktor lingkungan daripada faktor genetic (Farmacia, 2007). Telah lama diamati bahwa bayi yang lahir dari orang tua yang kegemukan (obesitas) akan mempunyai kecenderungan untuk jadi gemuk. Bila salah satu orang tua obesitas, kira-kira 40%-50% anak-anaknya akan kegemukan (obesitas). Sementara bila kedua orang tua kegemukan (obesitas), 80% anak-anaknya akan kegemukan (obesitas) (Akhmad, 2011). Menurut Tinuk Agung Meilany, sekitar 95% kegemukan (obesitas) anak disebabkan aspek nutrisional, sedangkan 5% adalah penyebab lain, seperti penyakit atau kelainan hormon. Nutrisi berkaitan dengan pola makan mulai dari jenis makanan sampai perilaku makan yang berlebihan – baik porsi maupun frekuensinya. Tentunya, aktivitas fisik yang kurang, akibat obat (steroid), atau faktor gaya hidup juga amat berpengaruh (Anestia, 2010). Bedasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wiwit Rahayu, menunjukkan bahwa balita lebih sering mengkonsumsi makanan jajanan. Sebagian besar anak balita (66,67%) mengkonsumsi makanan jajanan ≥ 4 kali (Rahayu, 2003). Penelitian Damayanti juga menunjukkan bahwa kegemukan (obesitas) kerap terjadi pada golongan anak yang lebih senang jajan. Sayangnya, penjelasan ilmiah mengenai hal ini masih simpang siur. Sampai saat ini para dokter harus puas dengan predikat ‘multikausal’ sebagai penyebab kegemukan (obesitas), keadaannya sangat multidimensional. Tidak hanya terjadi pada golongan sosioekonomi tinggi, sering pula pada sosioekonomi menengah hingga menengah ke bawah (Farmacia, 2007). Melihat adanya dampak yang sangat buruk bagi kesehatan anak-anak yang memiliki berat badan yang berlebih, maka sudah menjadi tanggung jawab setiap orang tua untuk lebih waspada dalam memperhatikan kondisi anak-anaknya dengan memenuhi gizinya secara seimbang serta membiasakan anak-anak untuk beraktivitas fisik (Suhardja, 2010). Dr. David Haslam, dokter yang mengepalai Forum Obesitas Nasional mengatakan bahwa peran bidan yang aktif berkunjung ke rumah untuk memberikan informasi makanan yang sehat kepada calon ibu sangatlah penting, karena kehidupan obesitas anak-anak dimulai sebelum lahir ketika ibu hamil. Disamping itu, praktek bidan harus lebih fokus kepada gaya hidup dan soal obesitas karena prioritas untuk memberikan ASI merupakan hal penting untuk melawan obesitas (Wibowo, 2010). Dari uraian masalah di atas, kejadian obesitas pada balita terus meningkat, serta 107 ISSN: 2086-3098 kurangnya pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak. Pengetahuan yang kurang ini dapat menyebabkan perilaku yang salah dalam memberikan dan mengawasi pola makan anaknya. Rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian Rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada balita dengan kejadian obesitas balita usia 2-5 tahun?” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui hubungan pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada balita dengan kejadian obesitas balita usia 2-5 tahun. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan untuk pemberian konseling dan penanganan obesitas balita usia 2-5 tahun. . METODE PENELITIAN Penelitian analitik korelasi ini dilakukan pada bulan April hingga Mei 2012 di PAUD Kecamatan Kota Kota Kediri dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua dan balita usia 2-5 tahun dalam 1 gugus PAUD Kecamatan Kota sebanyak 186 orang dengan sampel sebesar 127 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Simple Random Sampling. Data tentang variabel bebasnya yaitu pengetahuan orang tua didapat dari kuesioner yang diisi sendiri oleh orang tua balita. Variabel terikat tentang obesitas didapatkan melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan balita. Penilaian variabel pengetahuan orang tua dikategorikan sebagai berikut: pengetahuan baik dan cukup menjadi pengetahuan baik (56% 100%), sedangkan pengetahuan kurang dan tidak baik menjadi pengetahuan kurang (<56%). Sedangkan variable obesitas diperoleh dari pengukuran indek masa tubuh, balita dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu obesitas dan tidak obesitas Analisis data dalam penelitian ini menggunakan fisher probability exact test untuk membuktikan hipotesa penelitian. HASIL PENELITIAN Seluruh orang tua, yakni 127 responden memiliki pengetahuan tentang pemberian makan kepada balita dalam kategori baik. Sedangkan data obesitas adalah didapatkan 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 hasil 13 balita mengalami obesitas (10%) dan 114 balita tidak mengalami obesitas (90%). Tabel 1. Distribusi Kejadian Obesitas Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Orang Tua tentang Pemberian Makan Kepada Balita Pengetahuan Baik Kurang Jumlah Obesitas Jumlah Tidak Obesitas Obesitas 114 13 127 (89,76%) (10,34%) (100%) 0 0 0 114 13 127 (89,76%) (10,34%) (100%) Berdasarkan hasil perhitungan uji Fisher Exact dengan taraf kesalahan (α) sebesar 5%, maka diperoleh hasil perhitungan р hitung 1 atau > α (0,05). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada balita dengan kejadian obesitas balita. PEMBAHASAN Pengetahuan Orang Tua Tentang Pemberian Makan Kepada Balita Pengetahuan responden banyak menentukan sikap dan perilakunya dalam pemberian makanan pada balita antara lain meliputi kualitas makanan, kuantitas makanan, saat dan jadwal pemberian makanan serta cara memberikan makanan. Perlu diperhatikan bahwa pemberian makan yang baik harus sesuai dengan jumlah, jenis dan jadwal pada umur balita tertentu. Ketiga hal tersebut harus terpenuhi sesuai usia balita secara keseluruhan. Responden tidak hanya mengutamakan jenis tapi melupakan jumlahnya atau sebaliknya memberikan jumlah yang cukup tapi jenisnya tidak sesuai untuk balita. Sebagai contoh pemberian makanan yang jumlahnya sudah cukup banyak tapi jenis makanannya kurang mengandung nilai gizi yang baik, misalnya dalam satu hari responden memberikan tiga potong sosis yang mengandung nilai gizi kurang baik dalam menu makanan balita. Sosis sebagai daging olahan cukup diberikan dua kali saja dalam sehari. Pada usia balita dibutuhkan gizi seimbang yaitu makanan yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sesuai umur. Gizi yang dibutuhkan ini sangat tergantung dengan cara pemberian makan oleh orang tua. Sebaiknya pemberian makan 108 balita beraneka ragam, menggunakan makanan yang telah dikenalkan sejak bayi usia enam bulan yang telah diterima oleh bayi, dan dikembangkan lagi dengan bahan makanan sesuai makanan keluarga. Pola makan untuk anak balita berbeda dengan anak usia sekolah, remaja dan orang dewasa, terutama pada jumlah porsi dan frekuensi pemberian makan. Pemberian makan pada balita dengan porsi kecil tapi sering harus diperhatikan karena balita membutuhkan nutrisi yang tepat dan seimbang . Pembentukan pola makan perlu diterapkan sesuai pola makan keluarga. Peranan orang tua sangat dibutuhkan untuk membentuk perilaku makan yang sehat. Seorang ibu dalam hal ini harus mengetahui, mau, dan mampu menerapkan makan yang seimbang atau sehat dalam keluarga karena balita akan meniru perilaku makan dari orang tua dan orang-orang di sekelilingnya dalam keluarga. Makanan selingan yang diberikan pada jam di antara makan pokoknya juga tidak kalah penting. Makanan selingan dapat membantu jika balita tidak cukup menerima porsi makan karena balita susah makan. Namun, pemberian yang berlebihan pada makanan selingan pun tidak baik karena akan mengganggu nafsu makannya (Soenardi, 2005). Menurut Sutomo (2010) makanan selingan yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan gizi, apabila diberikan secara berlebihan dapat menyebabkan obesitas pada balita. Kejadian Obesitas Balita Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 13 balita menderita obesitas (10%). Angka ini tergolong kecil dibandingkan dengan yang tidak obesitas, yakni sebanyak 114 balita (90%). Hal ini berarti kejadian obesitas di PAUD Kecamatan Kota sangat kecil. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa seluruh responden memiliki pengetahuan dalam kategori baik. Akan tetapi, masih dijumpai balita yang mengalami obesitas. Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa kejadian obesitas di PAUD Kecamatan Kota tidak dipengaruhi oleh factor pengetahuan orang tua tentang pemberian makan saja, tetapi dapat dipengaruhi oleh faktor yang lain. Penyebab obesitas pada balita dapat disebabkan oleh riwayat makan pada masa lalu. Mungkin pada waktu bayi, balita mendapat PASI atau mendapat makanan padat terlalu cepat. Menurut Persatuan Ahli Gizi atau PERSAGI dalam buku Penuntun Diit Anak menyatakan bahwa bayi yang mendapatkan ASI mempunyai kemungkinan 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 lebih kecil untuk mengalami obesitas daripada bayi yang mendapatkan PASI. Hal lain yang juga dapat meyebabkan obesitas balita adalah terlalu cepat memberikan makanan padat pada bayi yang diberi PASI. Selain itu, obesitas pada balita juga dapat disebabkan karena factor keturunan. Jika orang tua bayi keduanya gemuk maka kemungkinan 80% balita akan ikut gemuk sedangkan jika salah satu saja dari orangtuanya gemuk maka kemungkinan 40% balita menjadi gemuk. Menurut Cahyono dalam buku Gaya Hidup dan Penyakit Modern, anak dari satu orang tua yang obesitas mempunyai kecenderungan obesitas 40%, sedangkan dari kedua orang tua obesitas kecenderungan jadi obesitas 70%-90%. Terjadinya obesitas pada balita juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Romauli (2008), terdapat pengaruh antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas. Balita yang kurang aktif beraktivitas kalorinya akan lebih rendah terbakar dari produksi kalori dalam tubuh. Sehingga dapat menyebabkan kalori yang dikonsumsi lambat untuk digunakan, dan mengakibatkan semakin banyak tumpukan lemak dalam tubuh. Disamping itu, factor social ekonomi juga memengaruhi terjadinya obesitas balita. Balita yang hidup di daerah perkotaan dengan keluarga yang memiliki pendapatan tinggi, mampu membeli makanan yang memiliki kandungan kalori, lemak, dan juga gula yang tinggi. Perubahan dalam gaya hidup, terutama di perkotaan, karena adanya perubahan pola makan juga dapat menyebabkan terjadinya obesitas. Pola makan tradisional yang tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat dan rendah lemak berubah ke pola makan baru yang rendah karbohidrat, tinggi lemak sehingga menggeser mutu makanan ke arah yang tidak seimbang (Almatsier, 2006). Pola asuh orang tua kepada balita juga akan memengaruhi risiko terjadinya obesitas pada balita. Kebiasaan orang tua yang membiarkan anaknya lebih sering bermain di dalam rumah daripada beraktivitas di luar rumah dan bermain dengan teman sebayanya akan memicu terjadinya obesitas pada balita. Para orang tua berperan penting dalam membentuk kebiasaan dan pola makan anak-anak mereka. Anak sering kali bersikap pasif dan hanya mengkonsumsi makanan yang disediakan oleh orangtuanya. Meskipun seluruh orang tua memiliki pengetahuan dalam kategori baik, akan tetapi apabila terdapat factor-faktor lain yang memengaruhi terjadinya obesitas pada balita 109 ISSN: 2086-3098 dan tidak segera ditanggulangi, maka balita tersebut dapat mengalami obesitas. Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang Pemberian Makan Kepada Balita Dengan Kejadian Obesitas Balita Berdasar hasil perhitungan dengan menggunakan uji Fisher Exact diketahui bahwa nilai p = 1 dan > dari α = 0,05 sehingga diperoleh hasil tidak ada hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada balita dengan kejadian obesitas balita usia 2-5 tahun. Pada hasil penelitian didapatkan seluruh responden memiliki pengetahuan dalam kategori baik dan balita yang mengalami obesitas adalah 13 dari 127 balita. Peluang orang tua tersebut memiliki balita obesitas atau tidak obesitas adalah tidak sama. Hasil yang diperoleh berdasarkan perhitungan menggunakan uji chi kuadrat satu sampel, didapatkan bahwa 2 2 χ hitung > χ tabel. Sehingga meskipun seluruh orang tua dalam penelitian ini berpengetahuan baik, mereka mempunyai peluang untuk memiliki balita obesitas. Akan tetapi, orang tua yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik tersebut, memiliki peluang lebih besar untuk memiliki balita tidak obesitas dibandingkan dengan orang tua yang berpengetahuan kurang. Pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua tentang gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan makanan yang sehat sedini mungkin kepada balita. Pengetahuan tentang makanan diperlukan untuk menentukan makanan yang mudah dicerna dan memiliki mutu yang sangat baik, serta dapat disajikan kepada mereka dalam setiap hari dan tidak kurang dari 3 kali per hari. Dalam penelitian ini, pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua tentang pemberian makan kepada balita seluruhnya berpengetahuan baik. Akan tetapi, perubahan sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan yang mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi dapat memicu terjadinya obesitas balita (Bunda, 2012). Seluruh orang tua dengan pengetahuan tentang pemberian makan berkategori baik, akan tetapi secara kuantitas masih terdapat balita yang mengalami obesitas, meskipun angka kejadian tersebut tergolong kecil dibandingkan dengan yang tidak mengalami obesitas. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh factor yang lain. Faktor tersebut adalah minimnya pengawasan pemberian makan oleh orang tua kepada balita karena sibuk bekerja, baik orang tua yang bekerja di 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 dalam rumah atau di luar rumah. Banyak orang tua terutama ibu yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga memberikan makanan kepada balita dengan makanan yang instan dan kurang kandungan gizi yang dibutuhkan, dengan alasan terlalu sibuk bekerja. Kebiasaan balita mengkonsumsi makanan siap saji atau fast food sangatlah buruk bagi kesehatan mereka, karena kandungan zat kimia/pengawet yang terkandung dalam makanan, ketidaksesuaian asupan gizi yang dibutuhkan, yang dapat memicu terjadinya obesitas. Selain faktor kesibukan orang tua karena pekerjaannya, obesitas juga dapat dipicu karena orang tua menyerahkan tanggung jawabnya mengurus balita kepada pembantu rumah tangga. Tidak semua pembantu rumah tangga memiliki pengetahuan pemberian makan kepada balita dengan baik. Akibatnya, dalam pemberian makan, pembantu tidak memerhatikan kandungan serta jumlah makanan yang diberikan. Disamping itu, pembantu juga tidak mengetahui hal yang paling utama dalam pemberian makan kepada balita yaitu makanan apa yang seharusnya diberikan, kapan waktu pemberian dan dalam bentuk yang bagaimana makanan tersebut diberikan. Anestia. (2010) Angka Obesitas Pada AnakAnak Di Indonesia. <http://www.scribd.com/.../ANGKAOBESITAS-PADA-ANAK-ANAK-DI-...> diakses pada tanggal 2 Februari 2012, pukul 14.15 WIB. SIMPULAN DAN SARAN Diba, Vicka. (2010) Mencegah Kegemukan dan Obesitas Pada Anak. <kesehatan.kompasiana.com/ibu-dananak/2010/08/22/mencegah-kegemukandan-obesitas-pada-anak/> diakses pada tanggal 20 Februari 2012, pukul 16.30 WIB. Simpulan dari penelitian ini adalah Pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada balita seluruhnya memiliki pengetahuan baik. Balita yang mengalami obesitas hanya sebagian kecil.Hasil penelitian menunjukkan Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada balita dengan kejadian obesitas balita Saran yang disampaikan adalah pihakpihak terkait dapat lebih memperhatikan balita yang berstatus gizi lebih dengan memberikan penyuluhan tentang obesitas melalui kegiatan parenting yang dilaksanakan. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, Sri. (2010) Waspadai Gizi Balita Anda. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Akhmad, Eri Yanuar. (2011) Diet Sehat Untuk Anak. Yogyakarta: Kanisius. Anna, Lusia Kus. (2012) Anak Montok Belum Tentu Sehat. <http://health.kompas.com/read/2012/02/ 23/16510254/Anak.Montok.Belum.Tentu. Sehat> diakses pada tanggal 24 Februari 2012, pukul 19.05 WIB. Asydhad, Lia Amalia & Madiah. (2006) Makanan Tepat Untuk Balita. Depok: PT Kawan Pustaka. Cahyono, J.B Suharjo. (2008) Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta: Kanisius. Darmono. (2006) Obesitas Pada Anak Bisa Turunkan Tingkat Kecerdasan. <www.conectique.com/hot_media_headli ne/seks_kesehatan/> diakses pada tanggal 17 Februari 2012, pukul 18.00 WIB. Davies, Dele & Hiram. (2008) Obesity in Childhood and Adolescence. USA: Praeger Publisher. Farid. (2007) Obesitas Anak.<http://www.majalahfarmacia.com> diakses pada tanggal 1 Februari 2012, pukul 10.05 WIB. Febry, Ayu Bulan & Marendra, Zulfito. (2010) Smart Parents Pandai Mengatur Menu & Tanggap Saat Anak Sakit. Jakarta: Gagas Media. Groves, Robert M, Fowler Floyd J, Couper Mick P, Lepkowski, James M, Singer, Eleanor, Tourangeau, Roger . (2011) Survey Methodology. Hoboken, NJ : John Wiley & Sons. Notoadmojo, S. (2007) Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Cetakan I. Jakarta : Rineka Cipta. Almatsier, Sunita. (2011) Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia 110 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 Nugroho, Sigit. (2007) Dasar-Dasar Metode Statistika. Bengkulu: Grasindo. Tim Trubus Cipta Usaha. (2011) Kegemukan Pergi dan Tak Kembali. Jakarta: Trubus. Nurmalina, Rina. (2011) Pencegahan dan Manajemen Obesitas. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Wahyu, Genis Ginanjar. (2010) Obesitas Pada Anak.I. Jakarta: Bentang Pustaka Purwono, Arini. (2011) Penatalaksanaan Obesitas. <www.medicinesia.com/ kedokteran-klinis/obat/penatalaksanaanobesitas/> diakses pada tanggal 12 Februari 2012, pukul 10.26 WIB. Rahayu, Wiwit & Widiyanti, Emi. (2003) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Jajanan Pada Anak Balita Di Kota Surakarta. Rusilanti. (2008) Menu Sehat Untuk Balita. Jakarta: Kawan Pustaka Simatupang, Romauli. (2008) Pengaruh Pola Konsumsi, Aktivitas Fisik dan Keturunan Terhadap Kejadian Obesitas Pada Siswa Sekolah Dasar Swasta di Kecamatan Medan Baru Kota Medan. Medan: Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Waluya, Bagja. (2007) Sosiologi Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Bandung: PT. Setia Purna Inves. Wibowo, Eny. (2010) Bahaya, Kegemukan pada Balita. <www.go4healthylife.com/ articles/2167/1/Bahaya-Kegemukanpada-Balita/page1.html> diakses pada tanggal 29 Februari 2012, pukul 13.04 WIB. Widjaja. (2008) Gizi Tepat Untuk Pengembangan Otak Dan Kesehatan Balita. Jakarta: Kawan Pustaka Woolfson, Richard. (2006) Mengapa Anakku Begitu?. Jakarta: Erlangga For Kids. Soegoto, Eddy Soeryanto. (2008) Marketing Research. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Soenardi, Tuti. (2005) Makanan Selingan Balita. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Suhardja, Marsela Giovani. (2010) Angka Obesitas Pada Anak-Anak Di Indonesia. <http://www.scribd.com/.../ANGKAOBESITAS-PADA-ANAK-ANAK-DI-...> diakses pada tanggal 2 Februari 2012, pukul 14.08 WIB. Susilawati. (2011) Awas, Obesitas Pada Balita Semakin Tinggi. <http://www.beritajatim.com/detailnews.p hp/11/Gaya_Hidup/2011-0501/99591/Awas,_Obesitas_Pada_Balita_ Semakin_Tinggi> diakses pada tanggal 5 Februari, pukul 16.35 WIB. Sutomo, Budi & Anggraini, Dwi Yanti. (2010) Makanan Sehat Pendamping ASI. Jakarta: Demedia. Sutriyanto, Eko. (2011) Asupan Gula Anak Berlebihan Berakibat Obesitas< www.tribunnews.com › Lifestyle › Kesehatan> diakses pada tanggal 22 Februari 2012, pukul 18.35 WIB. 111 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 PENDAHULUAN GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA DALAM MENGHADAPI KELUHAN FISIOLOGIS TRIMESTER 1 Agung Suharto (Prodi Kebidanan Magetan Poltekkes Kemenkes Surabaya) Subagyo (Prodi Kebidanan Magetan Poltekkes Kemenkes Surabaya) Wiwin Fajar Suryani (Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi) ABSTRACT Background: Problems that exist in the first trimester primigravida pregnant women as a result of physiological sicknes often difficult for the mother in the face of pregnancy, maternal knowledge and attitudes will influence the mother's actions in addressing the problem could be bad if not handled properly. Method: The population is the first trimester primigravida pregnant women aged 17-30 years in Sine health Sine. Respondents is the first trimester primigravida pregnant women are at a number of 37 respondents who met in November to December 2011 in Sine health center. The instrument used was a questionnaire enclosed questionnaire statement was false and strongly agree to strongly disagree Likert scale. Analysis used descriptive statistics to analyze the frequency distribution. Result: Knowledge of 37 shows there are 3 people (8%) in the category of lack of knowledge, 19 people (51%) in the category of adequate knowledge, and 15 people (41%) in the category of good knowledge. Attitude: 6 people (16%) had rejection, and 31 people (84%) accepted. Conclussion: Based on the description above it can be concluded that knowledge of the primigravida mother in the face of the complaint to the category of physiological pregnancy trimester1 being, and maternal behavior in the receiving category. Suggest: It can be sugested to all health workers and staff including interrelated sectors to increase knowledge and improve outreach to pregnant women so that in the face of pregnancy the mother is ready physically, psychologically and pregnant mothers can be passed with ease. Key 112 words: Knowledge, attitudes, primigravida first trimester, physiological sicknes. Latar belakang Perilaku merupakan suatu kegiatan aktivitas organisme atau makluk hidup dimana pada ibu hamil primigravida pada trimester pertama mengalami perubahan fisiologis yang faktanya ibu mengalami keluhan. Berbagai respon dilakukan pada ibu primigravida dalam menghadapi keluhan sakit antara lain tidak mengambil tindakan, mengambil tindakan tanpa bantuan dan mencari pengobatan keluar atau fasilitas kesehatan (Notoatmodjo, 2010: 20). Selama hamil tubuh wanita berubah, perubahan ini umumnya normal perubahan pada wanita hamil meliputi perubahan pada pola makan dan tidur, perubahan tubuh dan rasa tidak nyaman, dan perubahan perasaan dan emosi (Klien dan Thomason 2011). Kehamilan adalah proses alamiah setelah terjadinya proses konsepsi/pembuahan. Tidak jarang dalam menghadapi kehamilan ini ibu sering mengalami perasaan yang tidak menyenangkan. Perasaan tersebut direspon beragam, dari ringan sampai sangat berat. Respon ibu hamil terhadap berbagai stimulus akibat kehamilannya bisa dikatakan perilaku ibu dalam menghadapi proses kehamilan (Mayo, 2008). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, Angka Kematian Ibu (AKI) 228/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) 34/1000 kelahiran hidup (Depkes, 2010). Hasil riset kesehatan dasar tahun 2010 dan laporan Millennium Development Goals (MDGs) oleh Bappenas AKI tahun 2010 mengalami penurunan di kisaran 228/100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan di Jawa Timur masih tinggi. Berdasarkan data 2010, angka kematian ibu melahirkan di Jawa Timur mencapai 101 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih tinggi bila dibanding dengan target yang ditetapan oleh Dinkes propinsi Jawa Timur yang pada tahun 2010 sejumlah 82/100.000 kelahiran hidup, dari target Millennium Development Goals (MDGs) 2015, yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah kematian ibu di Kabupaten Ngawi 15 dari total persalinan sejumlah 12.897 (Profil Kesehatan Kabupaten Ngawi: 2010). Berdasarkan survei dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sine bulan Agustus tahun 2011 terdapat ibu hamil trimester pertama sejumlah 72 orang, dengan rincian ibu hamil gravida I ada 32 orang, gravida II ada 23 orang dan gravida III ada 12 orang, gravida IV ada 3 orang dan gravida V ada 2 orang. Pada trimester pertama, sekitar 28 orang mengeluh tidak 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 nyaman dengan keadaanya dan sebagian besar dari mereka primigravida. Perilaku ibu hamil dapat dilihat dengan membandingkan angka pencapian K1 sejumlah 693 dan pencapain K4 sejumlah 678, sedangkan persalinan tenaga kesehatan sejumlah 703, menunjukan perilaku ibu hamil sudah sadar untuk periksa teratur dan persalinan oleh tenaga kesehatan. Wanita hamil sering dan merasa tidak nyaman, kebanyakan dari keluhan ini adalah ketidaknyamanan yang normal dan merupakan bagian dari perubahan yang terjadi pada tubuh ibu. Gangguan rasa nyaman saat kehamilan pada umumnya tidak mempengaruhi kehamilan. Keluhan saat kehamilan meliputi mual, muntah, pusing, obstipasi sering buang air kecil (nocturia), ngidam makanan, kelelahan hamil (fatique), keputihan (flour albus), keringat bertambah dan palpitasi jantung (Manuaba, 1998). Walaupun keluhan yang umum dalam kehamilan tidak mengancam keselamatan jiwa, tapi hal tersebut bisa menjemukan dan menyulitkan bagi ibu. Keluhan yang dirasakan ibu hamil meskipun sifatnya fisiologis diperlukan tindakan suportif yang dapat membantu mengatasi masalah tersebut. Sebagai seorang bidan harus bisa membedakan antara keluhan normal dan tanda-tanda bahaya. Bidan harus mendengarkan ibu ketika membicarakan tentang berbagai macam keluhannya, dan membantu mencari cara untuk mengatasinya sehingga ibu dapat menikmati kehamilannya (Pusdiknakes, 2003). Sehubungan dengan hal di atas peneliti sangat tertarik dan berminat mengadakan penelitian tentang “Gambaran pengetahuan dan sikap ibu hamil trimester 1 dalam menghadapi keluhan fisiologis kehamilan”. Tujuan penelitian Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester I. Tujuan khusus Penelitian adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu primigravida tentang keluhan fisiologis trimester 1 di wilayah kerja Puskesmas Sine dan mengetahui sikap ibu primigravida tentang keluhan fisiologis trimester 1 di wilayah kerja Puskesmas Sine. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat diskriptif. Penelitian dilakukan di wilayah 113 ISSN: 2086-3098 kerja Puskesmas Sine .waktu penelitian dilakukan bulan September 2011 sampai Januari 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil primigravida Trimester 1 usia antara 17-30 tahun, di Puskesmas Sine pada bulan November- Desember tahun 2011 sejumlah 49 orang. Dalam penelitian ini tehnik yang digunakan adalah accidental sampling, besar sampel sejumlah 37 orang. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 variabel yaitu pengetahuan dan sikap ibu primigravida tentang keluhan fisiologis kehamilan trimester I. Skala pengukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan adalah ordinal yaitu himpunan yang beranggotakan menurut ranking urutan, pangkat atau jabatan. Untuk menjawab gambaran pengetahuan ibu primigravida dalam menghadap keluhan fisiologis trimester 1 maka, hasil jawaban responden yang telah diberi bobot dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah tertinggi lalu dikalikan 100% . Untuk menilai sikap menurut Azwar (2008:156), skor yang diperoleh responden dijumlahkan, kemudian mengubah skor indvidual menjadi skor standar dan dibandingkan dengan harga rata rata atau mean skor kelompok . Analisis deskriptif disajikan dalam tabel distribusi frekuensi Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen. Pada penelitian ini menggunakan uji validitas dengan analisis butir soal yaitu skor yang ada pada butir yang dimaksud korelasi dengan skor total. Skor butir dipandang sebagai nilai x dan skor total dipandang dengan skor y, selanjutnya dihitung menggunakan korelasi product moment dengan program statistik komputer . Hasil uji validitas kuesioner dapat diketahui bahwa nilai rxy > rtabel (0,632) dari 15 pertanyaan kuesioner yang diujikan di dapatkan nilai kisaran 661-911. sehingga 15 item pertanyaan dinyatakan valid, sehingga kuesioner tetap didapatkan 15 item pertanyaan. Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan bantuan program SPSS didapatkan nilai antara 746 sampai dengan 759 sedangkan r11 > r tabel (0,632) dengan n = 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian adalah reliabel. HASIL PENELITIAN Berdasar hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 didapatkan dari 37 responden terdapat 15 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 ISSN: 2086-3098 orang (41%) dengan tingkat pengetahuan baik, 19 orang (51%) tingkat pengetahuan cukup, dan 3 orang (8%) tingkat pengetahuan kurang, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu Primigravida tentang Dalam Menghadapi Keluhan Fisiologis Trimester 1 di Wilayah Kerja Puskesmas Sine Kabupaten Ngawi bulan November-Desember tahun 2011 Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Kurang Jumlah f 15 19 3 37 % 41% 51% 8% 100% Pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat tahu adalah sebagian besar berada pada kategori cukup sebanyak 18 orang (48%) dan sebagian kecil pada kategori kurang sebanyak 5 orang (14%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu Primigravida tentang Keluhan Fisiologis Trimester 1 pada Tingkat Tahu di Wilayah Kerja Puskesmas Sine Kabupaten Ngawi bulan November-Desember tahun 2011 Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Kurang Jumlah f 14 18 5 37 % 38% 48% 14% 100% Pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat paham adalah, dari 37 responden sebagian besar dalam kategori cukup sebesar 23 orang (62,%) dan sebagian kecil dalam kategori kurang sebanyak 4 orang (11%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu Primigravida tentang Keluhan Fisiologis Trimester 1 pada Tingkat Paham di Wilayah Kerja Puskesmas Sine Kabupaten Ngawi bulan November-Desember tahun 2011 Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Kurang Jumlah 114 f 10 23 4 37 % 27% 62% 11% 100% Pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat aplikasi adalah dari 37 responden sebagian besar dalam kategori baik sebanyak 18 orang (49%) an sebagian kecil dalam kategori kurang sebanyak 3 orang (8%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu Primigravida tentang Keluhan Fisiologis Trimester 1 pada Tingkat Aplikasi di Wilayah Kerja Puskesmas Sine Kabupaten Ngawi bulan November-Desember tahun 2011 Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Kurang Jumlah f 18 16 3 37 % 49% 43% 8% 100% Berdasar hasil kajian sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 didapatkan dari 37 responden terdapat, 31 orang (84%) menerima, dan 6 (16%) mempunyai sikap menolak, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini. menerima, 84% menolak, 16% Gambar 1. Distribusi Sikap Ibu Primigravida dalam Menghadapi Keluhan Fisiologis Trimester 1 di Wilayah Kerja Puskesmas Sine Kabupaten Ngawi Bulan NovemberDesember Tahun 2011 Dalam kajian penelitian ini sikap di bagi dalam 3 tingkatan meliputi tingkat menerima, menanggapi, dan menghargai. Sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat menerima adalah dari 37 responden terdapat 21 orang (56,8%) dalam kategori menolak dan sebanyak 16 orang (43,2%) dalam kategori menerima. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 berikut. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 menerima, 43.2% menolak, 56,8% Gambar 2. Distribusi Sikap Ibu Primigravida dalam Menghadapi Keluhan Fisiologis Trimester 1 pada tingkat Menerima di Wilayah Kerja Puskesmas Sine Kabupaten Ngawi Bulan NovemberDesember Tahun 2011 Sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat menanggapi adalah, dari 37 responden sebanyak 19 orang (51,4%) dalam kategori menerima dan sebanyak 18 orang (48,6%) dalam kategori menolak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. menerima, 51.4% menolak, 48,6% Gambar 3. Distribusi Sikap Ibu Primigravida dalam Menghadapi Keluhan Fisiologis Trimester 1 pada tingkat Menanggapi di Wilayah Kerja Puskesmas Sine Kabupaten Ngawi Bulan NovemberDesember Tahun 2011 Sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat menghargai adalah, dari 37 responden sebanyak 22 orang (59.5%) dalam kategori menolak dan sebanyak 15 orang (40,5%) dalam kategori menerima. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. 115 ISSN: 2086-3098 menerima 40.5% menolak, 59.5% Gambar 3. Distribusi Sikap Ibu Primigravida dalam Menghadapi Keluhan Fisiologis Trimester 1 pada tingkat Menghargai di Wilayah Kerja Puskesmas Sine Kabupaten Ngawi Bulan NovemberDesember Tahun 2011 PEMBAHASAN Berdasar hasil kajian tingkat pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1, terdapat 15 orang (41%) dengan tingkat pengetahuan baik, 19 orang (51%) tingkat pengetahuan cukup, dan 3 orang (8%) tingkat pengetahuan kurang. Menurut Notoadmojo (2010) dalam domain tingkatan pengetahuan dibagi 6 tingkatan yaitu tahu, paham, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, sosial, budaya, pengalaman. Pada penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan tidak diteliti sehingga kemungkinan pada tingkat pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 ini dipengaruhi oleh faktor pengalaman. Dengan demikian pengalaman dapat mempengaruhi pula sikap seseorang dalam menghadapi permasalahan atau objek. Pada penelitian yang sama pernah dilakukan oleh Alvina Marta Rudiningrum di BPS Ny Sriningsih Tawang Manggu Kabupaten Karang Anyar, menunjukan hasil yang sama yaitu pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi ketidaknyamanan kehamilan trimester1 paling banyak dalam kategori cukup sejumlah 43,66%. Dengan penyebab yang sama yaitu pengalaman pada ibu primigravida dalam mencapai peranannya sebagai ibu menimbulkan perubahan fisik dan psikologis, berbeda dengan ibu multigravida yang sudah berpangalaman dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester1 dan mengatasi masalahnya. Pada penelitian ini pengetahuan pada tingkat tahu sebanyak 18 0rang (48%) dalam kategori cukup dan sebagian kecil pada kategori kurang sebanyak 5 orang (14%). 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 Pengetahuan pada tingkat tahu hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu, pada ibu primigavida mempunyai tingkat yang berbeda beda di kerenakan adanya faktor yang mempengaruhi baik faktor internal maupun faktor ekternal (Notoadmojo, 2010: 22). Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Secara umum perubahan perilaku kesehatan digolongkan dalam 3 cara, meliputi mengunakan kekuasaan, memberikan informasi, diskusi dan partisipasi. Pada tahap ini pemberian informasi kesehatan akan meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku kesehatan (Sarwono, 1997:2). Pada ibu primigravida trimester pertama ini sangat mungkin sehubungan dengan pemberian informasi yang belum banyak dikarenakan kontak dengan petugas pelayanan kesehatan masih belum lama, sehingga pada tahap ini hasil kajian lebih menonjol pada kategori cukup. Pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat paham adalah, 62% dalam kategori cukup sebagian kecil dalam kategori kurang. Memahami suatu objek bukan sekedar tahu tapi seseorang mampu menginterprestasikan secara benar tentang objek tersebut, pada ibu primigravida karena faktor intern, persepsi, intelegensi dan juga faktor spikologis yang berbeda sehingga menghasilkan pemahaman yang berbeda. Aspek aspek di dalam diri individu yang juga sangat berpengaruh pada pembentukan perilaku adalah persepsi, motivasi, dan emosi. Persepsi merupakan kombinasi antara pengelihatan, pendengaran dan masa lalu. Faktor sosial budaya merupakan faktor yang paling besar perananya dalam pembentukan perilaku seseorang. Sehingga dalam kajian tingkat ini kategori yang menonjol sama dengan tingkat tahu, kemungkinan di sebabkan karena adanya aspek aspek dalam diri yang berbeda sehingga menghasilkan pemahaman yang berbeda. Pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat aplikasi adalah sebagian besar dalam kategori baik dan sebagian kecil pada kategori kurang. Pada tahap ini berdasar penelitian sebagian besar dalam kategori baik kemungkinan di sebabkan oleh pengetahuan yang sedang mendorong seseorang untuk bersikap hati hati dalam mengaplikasikan apa yang di ketahui dan di pahami. Hasil penelitian sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis 116 ISSN: 2086-3098 trimester 1 secara umum 83,7% menyatakan menerima. Dalam kajian selanjutnya penilaian sikap ini pada penilaian secara menyeluruh di bandingkan dengan penilaian menurut tingkatan sikap punya hasil yang berbeda , yaitu pada penilaian sikap secara menyeluruh hanya 16% yang menyatakan menolak, sedangkan pada tiga tingkatan yang dikaji 2 tingkatan lebih dominan menolak. Sehingga sesuai dengan teori pada sikap bahwa kerangka pemikiran suatu sikap merupakan konstelasi komponen-komponen yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan,dan berperilaku terhadap suatu objek (Azwar, 1995:5). Menurut Campbell (1950) dalam Notodmojo (2010:29), sikap merupakan suatu sindrom atau kumpulan dalam merespon stimulus atau objek sehingga melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain atau ketersedian untuk bertindak, belum suatu tindakan. Sedangkan tingkatan sikap meliputi, menerima, menganggapi, menghargai, tanggung jawab. Dalam penelitian ini penulis mengambil sikap dalam 3 tingkatan. Pada tingkat menerima adalah, sebagian besar (56,8%) dalam kategori menolak sebagian lain dalam ketegori menerima(43,2%). Pada penelitian ini kemungkinan faktor yang mempengaruhi adalah pengalaman pribadi karena responden adalah primgravida yang belum memiliki pengalaman pribadi tentang cara mengatasi keluhan fisiologis kehamilan. Sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat menanggapi adalah, 51% dalam kategori menerima dan sebagian kecil menolak (49%). Pada tingkat ini sesorang memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pernyataan objek yang di hadapi terlepas jawaban tersebut benar atau salah berarti orang tersebut sudah menanggapi ide tersebut ( Notoadmojo, 2007:144). Pada penelitian ini kemungkinan faktor yang mempengaruhi sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat menanggapi karena lingkungan khusus bidang kesehatan karena adanya penyuluhan melalui buku KIA yang di terima ibu hamil selama ini. Sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat menghargai adalah, 59,5% dalam kategori menolak dan sebagian kecil pada kategori menerima. Pada tingkat ini subyek diajak untuk mengerjakan atau berdiskusi dengan suatu 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume III Nomor 2, Mei 2013 masalah dan subyek memberikan penilaian yang positif atau negatif terhadap objek atau stimulus yang ada (Notoadmojo, 2007:144). Pada penelitian ini kemungkinan yang mempengaruhi sikap ibu pada tingkat ini adalah indikator yang sejalan dengan pengetahuan yaitu sikap terhadap keluhan atau sakit yang pengetahuannya didapat dari lingkungan keluarga, kebiasaankebiasaan anggota keluarga mengenai masalah keluhan fisiologis kehamilan trimester 1. SIMPULAN DAN SARAN Pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 51% kategori cukup dan 8% kategori kurang. Sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 84% kategori menerima 6% menolak. Disarankan kepada Instansi Puskesmas Sine untuk meningkatkan promosi kesehatan tentang cara mengatasi keluhan ibu hamil melalui kegiatan penyuluhan di berbagai kegiatan baik di dalam gedung maupun di luar gedung dengan melibatkan kerja sama lintas sektor. Kepada Ibu hamil untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengatasi keluhan sehingga kehamilan dapat dilalui dengan nyaman. Bagi masyarakat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar dapat memberikan informasi yang benar kepada ibu hamil di lingkungannya. Dan bagi peneliti lain untuk meningkatkan pengetahuan dan menjadikan penelitian ini sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Alfina Marta Rudiningrum, 2010. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Primgravida Terhadap Ketidaknyamanan Kehamilan Trimester1. Karang anyar Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta Astria, 2009. Kehamilan . http://astria.wordpress.com/2009/06/18/te rjadinya kehamilan/Diperoleh tanggal 8 Januari 2010 Azwar, 2007. Sikap manusia ,teori dan pengukuranya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Bandiyah, 2009. Kehamilan Persalinan dan gangguan kehamilan. Nuha Medika. Yogjakarta 117 ISSN: 2086-3098 Budiarto, E. 2002. Biostatistik untuk Kedokteren dan Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta Dwi handayani, 2005.Hubungan Tingakat Tengetahuan Ibu Primigravida Terhadap Keluhan Trimester 1 Dengan Kunjungan ANC di Puskesmas Panggang II Kabupaten Gunung Kidul. Jogjakarta Herawati M, 2009. Spikologi ibu dan anak untuk kebidanan. Salemba Medika. Jakarta Klein dan Thomson, 2010. Panduan Lengkap kebidanan. PALMALL. Jogyakarta Manuaba, 2010.Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan, dan KB . EGC. Jakarta Mayo, 2008. ketidannyamanan Kehamilan trimester I http://azwi Diperoleh tanggal 7 Januari 2010 Nakita, 2005. http://female.kompas.com/read/xml/2009/ 10/29/14441977/ Flu.dan.Diare.Saat. Hamil/Diperoleh tanggal 7 Januari 2010 Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka cipta. Jakarta _____________. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta _____________ 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta Pusdiknakes, 2003. Asuhan Pusdiknakes. Jakarta Antenatal. Salamah, 2006. Asuhan Antenatal. EGC. Jakarta Kebidanan Sarwono Solita, 1997. Sosiologi Kesehatan. UGM Press. Yogjakarta. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. ALFABETA. Bandung Suririnah, 2005. http://suririnah. wordpress.com/2005/04/19/infoibu/ diperoleh tanggal 8 Januari 2010 Varney, 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. EGC. Jakarta 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan