Penyimpangan Fungsi Media Massa “Obor Rakyat” Sebagai Alat

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Media adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada
penerima. Istilah media banyak digunakan dengan sebutan berbeda, misalnya saluran, alat,
arena, sarana, atau dalam bahasa Inggris disebut channel atau medium (Cangara, 2009:21).
McLuhan menyebutkan bahwa media atau medium adalah pesan (the medium is the
massage), artinya media itu sendiri sudah menjadi pesan. Menurut McLuhan yang
mempengaruhi khalayak bukan hanya isi media, namun jenis media juga ikut berpengaruh
(Arifin, 2011:157).
Sebuah aktivitas politik tidak akan pernah luput dari sorotan media. Karena peristiwa
politik selalu menarik perhatian sebagai bahan liputan. Begitu juga media dalam mengemas
dan melaporkan peristiwa-peristiwa politik sering memberikan dampak yang signifikan
terhadap perkembangan politik. Apalagi jika peristiwa politik tersebut berkaitan dengan
kejadian besar seperti pergantian presiden tahun 2014. Alhasil, pemberitaan politik
senantiasa menghiasi media setiap harinya.
Media massa datang menyampikan pesan yang beraneka ragam dan aktual. Fungsi media
massa dalam komunikasi politik menurut Dye dan Zeigler mencakup pemberitaan,
sosialisasi, persuasi, dan agenda setting. Melihat fungsi media yang memberikan dampak
besar dalam aktivitas politik, maka tidak heran jika media menjadi aspek yang sangat
penting. Pentingnya peran media sebagai saluran komunikasi politik membuat media sering
menyimpang dari fungsi utamanya. Praktek jurnalisme partisan1 mengingatkan kita pada
praktek jurnalisme masa Orde Baru. Dimana pada saat itu pers acapkali dijadikan corong
propaganda penguasa politik dan gagal menjalankan fungsinya sebagai elemen kontrol
sosial/pengawasan. Pemilik dan wartawan partisan semakin dianggap wajar dalam praktek
bermedia (tempo,com, 06/04/2014). Sepanjang pelaksanaan pilpres 2014 publik disuguhkan
dengan tontontan media massa yang menjadi partisan, karena pemiliknya menjadi pendukung
salah satu calon presiden (capres). Media partisan sengaja mempublikasikan berita-berita
1
partisan /par·ti·san/ n pengikut partai, golongan, atau paham tertentu sumber http://kbbi.web.id/partisan
Diunduh pada tanggal 23 Maret 2015, pukul 10.31 WIB.
1
yang hanya menguntungkan salah satu capres tertentu. Akibatnya, publik tidak mendapatkan
informasi yang benar sebagai bekal mengambil keputusan untuk menentukan pilihan.
Hadirnya media partisan dalam pemilu mengakibatkan media menjadi tidak netral dalam
pemberitaan.
Menjelang pelaksanaan Pilpres 2014, pemberitaan media massa di Indonesia sarat dengan
kepentingan politik. Dalam pemberitaannya media sangat bergantung kepada pemesannya.
Eksistensi dan posisi media massa yang seharusnya berada pada posisi netral dan bekerja
berdasarkan prinsip-prinsip profesionalitas kerap mengalami penyimpangan. Praktiknya
fungsi dan peran media banyak terjebak dalam kepercayaan bahwa kebenaran pers sering
menjadi alat kekuasaan. Fenomena di atas setidaknya memberikan gambaran bahwa media
dalam pemberitaannya bisa saja cenderung memihak. Khalayak harus mampu menempatkan
diri secara proporsional dan bersikap kritis terhadap pemberitaan yang disuguhkan. Sehingga
terhindar
dari
penyimpangan
pemberitaan
media
massa
yang
manipulatif
(www.suarapembaruan.com,11/07/2014,16:59 WIB).
Media seharusnya bertugas menjadi penengah saat desas desus isu bergulir. Namun saat
ini banyak media jurnalistik yang mulai beralih menjadi media satire2 dan parodi. Diragukan
kebenarannya dari segi logika maupun metode liputan dan penyampaiannya (POS RONDA,
Indonesia’s Political Infotainment, 5/07/2014). Tema satire dan parodi yang diangkat oleh
media berita antara lain menyebutkan bahwa kedua capres, Prabowo Subianto dan Joko
Widodo memiliki kecenderungan sikap fasis atau komunis. Isu satire dan parodi seperti
‘kebocoran anggaran’, ‘utang pribadi’, ‘capres boneka’, ‘pencitraan’, serta kampanye hitam
yang dilakukan oleh masing-masing kubu menjadi andalan media massa tersebut.
Narasumber yang sama-sama tidak jelas latar belakangnya, minimnya klarifikasi,
pengangkatan dan pemelintiran isu yang berlebihan, serta manipulasi foto, gambar, dan
adegan tayangan, membuat batasan antara media jurnalistik mainstream dan media parodi
menjadi kabur.
Muzayin menyebutkan Rakyat Merdeka, Jawa Pos Group, Media Indonesia termasuk
dalam media yang tidak netral. Peneliti dari Pemantau Regulasi dan Regulator Media, Amir
Efendi Siregar juga menyebutkan Okezone.com, dan koran Seputar Indonesia. Observasi
2
satire /sa·ti·re/ n 1 Sas gaya bahasa yg dipakai dl kesusastraan untuk menyatakan sindiran thd suatu keadaan
atau seseorang;2 sindiran atau ejekan; http://kbbi.web.id/satire diunduh pada tanggal 08/09/2014, pukul 11.22
WIB.
2
yang dilakukan peneliti menemukan bahwa liputan-liputan di media dalam kelompok MNC
tidak hanya bias pemilik, tapi juga ada tendensi untuk menyembunyikan kebenaran.3
Ditengah maraknya media partisipan menjelang pilpres 9 Juli 2014, Obor Rakyat, hadir
di masyarakat sebagai media saluran komunikasi politik. Media ini diduga syarat dengan
kepentingan politik dan cenderung tidak netral. Berikut adalah gambar sampul media Obor
Rakyat.
Gambar 1 (Obor Rakyat Edisi 1,2,3)
Obor Rakyat edisi 1 (5-11 Mei 2014) terdiri dari 16 halaman dengan judul “CAPRES
BONEKA”
menampilkan
karikatur
Jokowi
sedang
mencium
tangan
Megawati
Soekarnoputri. Didalamnya menampilkan 14 berita panjang yang hampir semuanya
menyudutkan Jokowi.4 Beberapa waktu kemudian muncul Obor Rakyat edisi, 2 dan 3. Edisi
2 (12-18 Mei 2014) dengan judul “PDIP PARTAI SALIB”. Sedangkan edisi 3 (19-25 Mei
2014) berjudul “1001 TOPENG PENCITRAAN” judul besar ini diarahkan kepada capres
Jokowi dengan menampilkan lima wajah Jokowi dengan ekspresi yang berbeda. Obor Rakyat
banyak disebarluaskan di pondok-pondok pesantren dan masjid di daerah Pulau Jawa.
Terdapat dua nama besar yang disebut-sebut sebagai dalang dari terbitnya Obor Rakyat.
Pertama, Setyardi Budiono pemimpin redaksi Obor Rakyat yang juga merupakan anak buah
dari Staf Khusus Kepresidenan Velix Wanggai (metronews.com,16/6/2014). Kedua,
Darmawan Sepriyossa staf redaksi di inilah.com. Pendukung Jokowi menuduh penerbitan
media tersebut dari pihak lawan politik, sementara (sebagian) pendukung Prabowo menuduh
justru Jusuf kalla dan Surya Paloh dalang dibalik Obor Rakyat. Penerbitan media tersebut
3
http://www.tempo.co/read/news/2014/03/26/078565574/7-Media-Ini-Dituding-Berpihak-dan-Tendensius.
Diunduh pada tanggal 25/09/2014 pukul 08.43 WIB.
4
http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/06/04/269582378/Apa-Isi-Tabloid-Obor-Rakyat-yang-Jelekkan-Jokowi
diunduh pada tanggal 30/07/2014 pukul 15.35 WIB.
3
hanya akal-akalan untuk mengembalikan popularitas dan elektabilitas mantan Walikota Solo
yang terus merosot.5
Berita terakhir yang dimuat oleh (tempo.com, 6/08/2014) mengenai kasus Obor Rakyat
masih dalam proses pemeriksaan dan ditangani oleh Mabes Polri. Jokowi masih dinyatakan
sebagai korban, keterangannya langsung dalam bentuk BAP dapat menjadi alat bukti tindak
pidana. Sementara itu kuasa hukum Jokowi, Teguh Samudera mengatakan akan mendatangi
Mabes Polri pada Kamis, 7 Agustus 2014, untuk menentukan kepastian jadwal pemeriksaan
Jokowi. 6
Pada tanggal 8 Juni 2014, beredar media cetak Sapu Jagad di wilayah yang sama. Sapu
Jagad yang beredar edisi 139 (25 Juni-10 Juli 2014) berbeda dengan Obor Rakyat. Sapu
Jagad terbit dengan label berbayar seharga Rp.6000,-. Namun jika berbayar pada
kenyataannya diedarkan secara gratis kepada masyarakat. Sampul depan Sapu Jagad
berjudul “REVOLUSI MENTAL? ITU CARA PKI”, dengan menampilkan karikatur wajah
capres Jokowi yang sedang memegang obor yang menyala. Isi media menyebut Jokowi tak
bermoral dan memiliki watak kecenderungan seperti PKI. Kejadian-kejadian politik di masa
silam dikaitkan dengan Jokowi. Salah satu judul artikel yang dimuat “Jokowi, Kuda Troya
Pro-Komunis”. Kejadian akhir dekade 80-an yang berkaitan dengan masa Orde Baru dan
pemerintahan Soeharto.
Diantara media yang lain Obor Rakyat adalah media cetak yang mendapat banyak
sorotan. Obor Rakyat disebut sebagai media cetak yang berpihak terhadap Prabowo-Hatta.
Banyak yang menyebut Obor Rakyat ini sebagai bentuk kampanye hitam (black campaign),
kampanye negatif, dan juga propaganda politik yang dilakukan oleh kubu Prabowo-Hatta.
Mengingat judul dan isi berita yang dimuat didalamnya seolah ingin menjatuhkan nama
Jokowi. Media ini syarat dengan isu SARA Jokowi adalah keturunan cina nonmuslim.
Pendukung capres Jokowi-JK marah ketika Obor Rakyat diterbitkan dan disebarluaskan
di pondok-pondok pesantren dan masjid di Pulau Jawa. Menurut Pemimpin Redaksi Obor
5
http://surabaya.bisnis.com/read/20140614/94/72240/inilah-nama-orang-orang-di-balik-tabloid-obor-rakyatyang-menggemparkan-itu diunduh pada tanggal 03/08/2014 pukul 20.16 WIB.
6
http://www.tempo.co/read/news/2014/08/06/063597713/Kasus-Obor-Rakyat-Jokowi-Dapat-Diperiksa-di-Luar
diunduh pada tanggal 06/08/2014 pukul 20.53 WIB.
4
Rakyat Setyardi Budiono, tuduhan bahwa Obor Rakyat sebagai bentuk kampanye hitam dan
propaganda politik tidaklah benar. Sebaliknya Obor Rakyat merupakan produk jurnalistik
yang dikategorikan sebagai jurnalisme warga. Isinnya memuat tentang kritik terhadap Jokowi
dan semua berdasarkan fakta (kompasnasional.com,15/06/2014). Dengan kata lain pemimpin
redaksi menyebut Obor Rakyat sebagai kampanye negatif.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan
DPRD tidak menetapkan larangan kampanye negatif. Kampanye pemilu dalam UndangUndang No. 8/2012 dimaksudkan sebagai kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan para
pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu. Sedangkan kampanye
negatif secara akademis merujuk pada strategi kandidat atau partai untuk bersikap kritis
terhadap kandidat atau partai lawan berdasarkan catatan (kinerja) masa lampaunya
(Kosmidis, 2011).7 Dengan kata lain kampanye negatif boleh saja dilakukan guna
menyajikan rekam jejak kinerja pemimpin dan parpol terpilih secara obyektif, asalkan
berdasarkan sumber dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Fakta lain menyebutkan, menurut Dewan Pers Obor Rakyat bukanlah produk jurnalistik.
Karena Obor Rakyat tidak memenuhi syarat sebagai media jurnalistik. Secara
kelembagaan Obor Rakyat tidak mencantumkan siapa penanggung jawabnya, tidak memiliki
badan hukum, dan alamat redaksi tidak jelas alias fiktif.8 Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Obor Rakyat tidak bisa disebut sebagai media kampanye negatif.
Berbicara mengenai kampanye hitam dan propaganda, perlu dicari perbedaan diantara
keduanya. Hal ini dilakukan supaya peneliti bisa fokus terhadap permasalahan utama
mengenai propaganda politik. Untuk membedakan kampanye hitam dan propaganda, kita
perlu merujuk pengertian dari kampanye. Roger dan Storey yang mendefinisikan kampanye
sebagai “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek
tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun
waktu tertentu” ( Heryanto, Zarkasy, 2012:83).
7
http://pemilu.tempo.co/read/analisa/16/Kontroversi-Kampanye-Negatif diunduh pada tanggal 01/07/2014 pukul
22.14 WIB.
8
http://www.tempo.co/read/news/2014/07/03/078589977/Ditegaskan-Lagi-Obor-Rakyat-Bukan-Produk-Pers
diunduh pada tanggal 02/09/2014 pukul 01.12 WIB.
5
Berdasarkan definisi diatas (Liliweri, 2011:785) membedakan antara propaganda dengan
kampanye. Menurut sumbernya, kampanye selalu jelas, sedangkan propaganda cenderung
samar-samar. Berdasarkan waktu, kampanye terikat dan dibatasi oleh waktu, sedangkan
propaganda tidak terikat waktu. Menurut sifat gagasan, kampanye terbuka untuk
diperdebatkan khalayak, sedangkan propaganda tertutup dan dianggap sudah mutlak benar.
Berdasarkan tujuan, kampanye tegas, spesfik dan variatif, sedangkan propaganda umum dan
ditujukan mengubah sistem kepercayaan. Dari aspek modus penerima pesan, kampanye
kesukarelaan, sedangkan propaganda tidak menekankan kesukarelaan dan melibatkan
paksaan atau koersi. Dari aspek modus tindakan, kampanye diatur kode bertindak, sedangkan
propaganda tanpa aturan etis. Dari aspek sifat kepentingan, kampanye mempertimbangkan
kepentingan kedua belah bihak, sedangkan propaganda kepentingan spesifik.
Perbedaan antara propaganda dan kampanye yang dilihat dari beberapa aspek tersebut,
tampak jelas bahwa Obor Rakyat tidak dapat dikategorikan sebagai kampanye (kampanye
hitam). Dilihat dari ciri-cirinya media tersebut tidak memenuhi syarat dari aktifitas
kampanye. Sumber tidak jelas dan menurut sifat gagasan Obor Rakyat disebarkan secara
sembunyi-sembunyi. Namun, dengan begitu perlu dibuktikan kebenarannya melalui
penelitian ini. Bahasa dalam teks digunakan sebagai bahan penelitian untuk membuktikan
bahwa Obor Rakyat digunakan sebagai alat propaganda.
Propaganda melalui media yang paling terkenal adalah propaganda di era NAZI Hitler.
Ada beberapa media yang digunakan oleh Nazi untuk menjalankan teknik propaganda. Salah
satu media yang digunakan adalah media massa cetak (Koran). Koran selalu menjadi cara
yang sangat ampuh untuk mempengaruhi pikiran dan pendapat. Pada tahun 1935, Jerman
memiliki 4.500 surat kabar. Hampir seluruhnya ikut berperan dalam menyukseskan agendaagenda propaganda Hitler. Dalam hal ini, surat kabar Nazi yang paling terkenal adalah Der
Sturmer (penyerang). Meskipun terpisah dari rezim partai resmi dan depertemennya Goering
(ia benar-benar melarang Der Sturmer di kantornya). Der Sturmer tetap menjadi bagian
utama dalam perang propaganda. Diterbitkan oleh Julius Streicher, Der Sturmer memiliki
gaya fanatik anti-Semitisme dan konten cabul. Hitler sendiri memuji efektivitas Der Sturmer
(Shoelhi, 2012:122).
6
Di Indonesia, propaganda sudah dikenal sejak rezim Soeharto. Media massa telah
menjadi alat untuk mengendalikan publik. Pemerintah dan pejabat militer terus mengusik dan
mengintimidasi jurnalis hingga pengunduran diri Soeharto. Kejadian Mei 1998 telah
mengilustrasikan kegagalan rezim suharto dalam memahami media lokal dan internasional.
Efek politik dari media dan tekhnologi informasi, sebagai ‘kekuatan’ untuk mengatur
komunikasi menjadi lebih berguna secara praktis (Nurudin, 2008:67-86). Namun sayang,
dalam perjalanannya selama ini media massa tidak digunakan sebagaimana mestinya, yaitu
sebagai alat pengawas pemerintahan. Sekalipun rezim Soeharto yang otoriter telah berganti
rezim Susilo Bambang Yudhoyono yang demokratis, namun media massa tetap dimiliki dan
dimanfaatkan oleh kalangan tertentu seperti: pemilik modal, orang – orang yang memiliki
pengaruh atau kelompok penekan, elit politik, kelompok religi, dan lain sebagainya.
Dalam kegiatan propaganda, pemilihan bentuk media massa perlu disesuaikan dangan
target massa yang hendak dituju oleh propagandis (Shoelhi, 2012:117). Media Obor Rakyat
nampaknya menjadi salah satu bagian dari strategi komunikasi politik yang dijadikan sebagai
alat propaganda. Penggunaan propaganda sebagai senjata persuasi bukan barang baru dalam
komunikasi, sebab kegiatan propaganda sudah ada sejak manusia ada di bumi ini. Meskipun
istilah propaganda baru dikenal pada pertengahan abad ke-17 ketika gereja mulai
mempraktikkan penyebaran agama Kristen (Cangara, 2009:333).
Dalam kasus ini, Obor Rakyat diedarkan ke pondok pesantren dan masjid yang ada di
Jawa. Daerah yang masih terpencil seperti pelosok-pelosok desa menjadi sasaran utama
penyebaran media ini. Dengan harapan penanaman nilai buruk terhadap Jokowi akan lebih
mudah dilakukan, mengingat minimnya pengetahuan masyarakat terhadap informasi yang
sedang berkembang. Berbeda dengan masyarakat yang tinggal didaerah lebih maju, saat
menerima informasi yang sifatnya persuasif mereka cenderung akan menyaringnya terlebih
dahulu dan membuktikan kebenarannya. Penyebaran Obor Rakyat di pondok-pondok
pesantren dan masjid ini dikirimkan dalam bentuk paket
gelap tanpa mencantumkan
identitas si pengirim.
Jokowi sebagai obyek pemberitaan utama dalam media Obor Rakyat dihubungkan
dengan isu SARA. Jokowi disebut sebagai keturunan cina dan nonmuslim. Berita-berita
bermuatan isu SARA tersebut seolah ingin menampilkan bahwa sosok Jokowi adalah musuh
7
orang islam yang harus dibenci. Oleh karena itu media ini banyak diedarkan di tempat yang
identik dengan orang muslim yaitu pesantren dan masjid. Hal ini juga menjadi alasan
mendasar dipilihnya media cetak sebagai alat untuk melaksanakan praktik propaganda.
Media cetak dalam bentuk tulisan praktis dan dapat dibaca oleh siapa saja. Sedangkan untuk
televisi, orang harus memilikinya terlebih dahulu untuk bisa menikmati informasi. Internet
menggunakan teknologi akses data dan tidak semua orang bisa melakukannya.
Sebagai masyarakat kita harus cukup pintar untuk menilai, ditengah polemik yang sedang
terjadi. Media apapun bisa dihadirkan untuk menjatuhkan ataupun mengangkat popularitas
seseorang. Ketidaknetralan media saat ini menjadi masalah utama yang dapat membuat
masyarakat tersesat akan berita-berita yang dihadirkan. Masyarakat dibuat bingung oleh
media, sehingga sulit menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Melalui analisis
fungsi media massa dan didukung oleh teori analisis fungsional media penulis akan melihat
apakah media ini menyimpang. Serta akan melihat bukti-bukti penyimpangan yang dilakukan
dalam media Obor Rakyat. Selanjutnya analisis akan dilanjutkan dengan menggunakan
Sembilan teknik propaganda yang didukung oleh dua teori propaganda Walter Lippmann dan
Harold Lasswell.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah di paparkan maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah
1.
Bagaimana penyimpangan fungsi media massa yang dilakukan oleh Obor rakyat
berkaitan dengan isu SARA terhadap Jokowi?
2.
Bagaimana praktik propaganda politik yang dilakukan media Obor Rakyat
berkaitan dengan isu SARA bahwa Jokowi adalah keturunan cina dan nonmuslim?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, tentu ada tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini. Melalui analisis yang dilakukan menggunakan fungsi media massa dan sembilan teknik
propaganda penulis ingin mengetahui:
1. Penyimpangan fungsi media massa yang dilakukan Obor Rakyat.
8
2. Praktik propaganda politik yang dilakukan oleh Obor Rakyat.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharakan mampu memberikan tambahan pengetahuan atas fungsi
media massa sebagai sarana komunikasi politik. Selain itu juga menggambarkan
bagaimana praktik propaganda politik yang dilakukan oleh media massa.
1.4.2 Manfaat Praktis
Memberikan pengetahuan tersendiri bagi penulis akan fungsi media massa dan
praktik propaganda dalam dunia politik. Penelitian ini juga sebagai salah satu syarat bagi
peneliti untuk mendapatkan gelar strata 1 Ilmu Komunikasi serta dapat menjadi masukan
bagi penelitian sejenis.
1.5 Batasan Penelitian
Penelitian ini hanya fokus pada persoalan yang berkaitan dengan Obor Rakyat (edisi 1
dan 2). Sebagai salah satu unsur yang penting dalam dunia politik, media adalah sumber
informasi bagi khalayak. Keakuratan dan kebenaran berita menjadi prioritas utama yang
harus dipegang oleh media massa. Mengingat pengaruhnya yang cukup besar dalam
mempersuasi khalayak dan membentuk opini publik. Oleh karena itu sebagai media saluran
dalam komunikasi politik, Obor Rakyat dimanfaatkan sebagai alat propaganda untuk
melakukan pembunuhan karakter terhadap capres Jokowi dalam Pilpres 2014. Namun
batasan dalam penelitian ini tidak mengkaji tentang dampak atau pengaruh dari media Obor
Rakyat. Penelitian hanya difokuskan pada kajian fungsi media sebagai sebuah saluran dalam
komunikasi politik. Selain itu melalui bahasa dalam teks di media Obor Rakyat, penulis ingin
melihat bagaimana praktik propaganda dilakukan.
9
1.6 Kerangka Pikir
ELIT POLITIK
LEVEL MAKRO
IDE / GAGASAN KAMPANYE
KOMUNIKASI POLITIK
OBOR RAKYAT
LEVEL MAKRO
BAHASA DALAM TEKS
PENYIMPANGAN
FUNGSI MEDIA MASSA
PROPAGANDA
10
Download